1 DAFTAR JUDUL HUKUM PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KAJIAN FATWA MUI (Nomor: 30 tahun 2016) DAN PUTUSAN PERKARA PENGADILAN NEGERI PALEMBANG (Nomor: 24/Pdt.G/2015/Pn.Plg) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H) Oleh: YUNITA KOMALA SARI NIM: 1112043100026 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
71
Embed
DAFTAR JUDUL HUKUM PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42243/1/YUNITA... · HUKUM PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN . ... karena kasus ini hanya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
DAFTAR JUDUL
HUKUM PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
KAJIAN FATWA MUI (Nomor: 30 tahun 2016) DAN PUTUSAN
PERKARA PENGADILAN NEGERI PALEMBANG
(Nomor: 24/Pdt.G/2015/Pn.Plg)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
(S.H)
Oleh:
YUNITA KOMALA SARI
NIM: 1112043100026
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
v
ABSTRAK
Yunita Komala Sari. 1112043100026. Hukum Pembakaran Hutan dan
Lahan Kajian Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Palembang (Nomor: 24/Pdt.G/2015/Pn.Plg). Program Studi Perbandingan
Mazhab Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017, xiii+ 57 halaman+ 2 lampiran
Pembakaran hutan dan lahan merupakan suatu cara untuk memperluas
lahan yang hal tersebut dilarang, baik hukum Islam maupun hukum positif.
Mengingat dilarangnya perbuatan yang menimbulkan dampak buruk bagi
masyarakat sekitar maupun ekosistem hutannya itu sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah; untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
dari fatwa MUI dengan Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:
24/Pdt.g/2015/Pn.Plg tentang pembakaran hutan dan lahan ini.
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan normative dan perbandingan hukum. Adapun teknik
pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yang bersumber dari bahan
pustaka seperti buku-buku, kitab fiqih, hadits dan lain-lain.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, pertama, bahwasannya dilihat dari
segi persamaan nya, Persamaan yang ditemukan dari studi ini bahwa perluasan
lahan dengan cara membakarnya adalah dilarang dan diharamkan, baik menurut
fatwa MUI maupun putusan pengadilan Negeri Palembang, walaupun pengadilan
bersifat pasif dalam perkara perdata. Sedangkan perbedaan yang ditemukan dalam
tindakan perbuatan pembakaran hutan dan lahan Fatwa MUI bersifat umum,
karena bukan saja perbakaran hutan dan lahan saja yang diharamkan melainkan
dari segala perbuatan yang memberikan dampak buruk bagi lingkungan alam dan
putusan perkara pengadilan negeri palembang lebih bersifat khusus, karena kasus
ini hanya dilihat dari perkara perdatanya saja, padahal sudah jelas ada tiga jenis
penegakan hukum linkungan yaitu administrasi, pidana dan perdata.
Kata kunci : Pembakaran hutan dan lahan, fatwa MUI, Putusan PN
Palembang.
Pembimbing : 1. Dr. Abdurrahman Dahlan, M.A. 2. Hj. Siti Hanna,
S.Ag, Lc, M.A
Daftar Pustaka : Tahun 1967 s.d Tahun 2016
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيمSegala puji bagi Allah SWT sang kreator Alam Semesta, yang telah
memperlihatkan kepada kita Dien al-Haq dan telah menurunkan kitab al-Quran
yang menjelaskan dan mensyariatkan hukum-hukum kepada kita. Serta atas
rahmat dan ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik
dan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada ke haribaan baginda Nabi
besar Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya hingga akhir
zaman. Mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan pengikutnya yang
mendapatkan syafaat di yaumil mahsyar kelak. Aamiin.
Penulis berasa berhutag sekali kepada semua pihak yang selama ini yang
telah membantu baik secara langsung maupun dorongan moral yang tak ternilai
harganya dengan sesuatu apapun dan sampai kapan pun. Semoga suatu saat nanti
penulis dapat membalasnya dengan sesuatu yang pantas. Sehingga rasa terima
kasih penulis sampaikan pada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rekor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
vii
3. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., sebagai Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab, dan Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc, M.A, sebagai
Sekertaris Program Studi Perbandingan Madzhab;
4. Bapak Dr. Abdurrahman Dahla, M.A dan Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc,
M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya selama
penulis menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran,
keramahan hati dan nasihat-nasihat berharga yang telah bapak berikan;
5. Pembimbing Akademik Prof. Dr. Yunasril Ali, M.A., dan seluruh Dosen
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif HIdayatullah
Jakarta
6. Pemimpin beserta seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hdayatullah Jakarta, yang telah
memberikan fasilitas dan referensi buku kepada penulis untuk
mengadakan studi perpustakaan;
7. Keluargaku tercinta, terkhusus untuk kedua orang tua serta guru didalam
hidup saya bapak Sainan dan Ibu Mety Erawati yang tak pernah putus dan
hentinya unutuk mendoakan saya dalam menjalankan hidup di dunia
sampai saat ini. Kakakku Nani Nur‟aini, terima kasih untuk doa yang
selalu kalian selipkan di dalam shalat untuk saya, kasih sayang dan
dukungan dari kalian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan kepada kalian.
8. Sahabat-sahabatku di Prodi Perbandingan Madzhab angakatan 2012,
khususnya Hida, Nae, Milad, Ulfah, Mamaw, Fatimah, serta teman-teman
viii
yang lain yang selalu memberikan semangat, dukungan dan saran kepada
penulis. Terima kasih teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam
suka maupun duka. Penulis menyadari itu semua sebagai pengalaman
berharga yang tidak akan pernah terlupakan.
9. Keluarga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) KPA ARKADIA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Khususnya Angkatan 2012 (Arkadia Weng-Weng).
rencana pengelolaan hutan ada jangka waktu tertentu, dan selebihnya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan ialah bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat
secara keadilan dnegan tetap menjaga kelestarian serta menggunakan kawasan
hutan hanya untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan dan
hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan
lindung tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan ialah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan sehingga daya dukung,
produktifitas dan peranannya dalam mendukung system penyangga kehidupan
tetap terjaga.
d. Perlindungan hutan dan konservasi alam ialah merupakan usaha untuk
menjaga dan membatasi kerusakan hutan serta mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan.13
Upaya dalam pengelolaan hutan yang sudah termaktub dalam UU No 41
tahun 1999 tentang kehutanan hanya menekankan kepada produksi, konservasi
dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, permasalan dalam pengelolahan hutan
adalah sangat tertutupnya sistem pengelolaan hutan negara, sehingga
pengembalian keputusan mereduksi kepentingan masyarakat luas. Hampir seluruh
resiko atas usaha kehutanan ada ditangan pemerintah. Karena tidak adanya
kebijakan ekonomi yang dijalankan untuk distribusikan resiko atas rusaknya hutan
13
Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, BAB V
Pengelolaan Hutan Bagian kesatuan umum
18
maupun hilangnya hasil hutan maupun hilangnya hasil hutan kepada pelaku-
pelaku ekonomi. Disamping itu telah terjadinya korupsi dan kolusi dalam
pengelolaan hutan atas hasil hutan. Kurangnya kesadaran dalam meningkatkan
efisiensi pemanenan dan pemanfaatan hasil hutan. 14
Penyerahan kewenangan
yang menetapkan bahwa hutan adalah milik negara, dari situ monopoli
kewenangan negara atas hutan membuka peluang bagi mereka yang menjalankan
kewenangan. Dengan demikian yang memegang kewenangan membatasi
masyarakat local disekitar hutan untuk memanfaatkan hasil hutan demi
pembalakan liar. 15
2. Perlindungan Hutan
Dalam Peraturan Pemerintan Nomor 45 Tahun 2004 “Perlindungan Hutan
adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan
dan hasil yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya
alam, hama dan penyakit serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.16
Perlindungan hutan ini
merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan.17
Ada beberapa golongan kerusakan hutan yang perlu mendapatkan
perlindungan:
14 Dodi Nandika, Hutan Bagi Ketahanan Nasional,(Surakarta, Muhammadiyah
University Press;2005), h.42 15 Herman Hidayat, ed., Pengelolaan Hutan Lestari :Partisipasi, Kolaborasi dan
Konflik,(Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta;2015), h.16 16 Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004, Pasal 1 ayat (1) 17
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
19
a. Kerusakan kerusakan hutan akibat pengerjaan/pendudukan tanah hutan
secara tidak sah
b. penggunaan hutan yang menyimpang dari fungsinya
c. pengusahaan hutan yang tidak bertanggung jawab
d. Pengambilan hasil hutan seperti kayu dan lain-lain tanpa izin.
Pada uraian di atas dikemukakan beberapa golongan kerusakan hutan yang
perlu mendapat perlindungan, dan faktor penyebab kerusakan hutan yaitu:
Pertambahan penduduk yang sangat pesat, sempitnya lapangan pekerjaan,
berkurangnya tanah pertanian, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan arti
pentingnya fungsi hutan dan lain-lain.18
Kerusakan diatas perlu diantisipasi, agar tujuan perlindungan hutan
tercapai. Tujuan perlindungan hutan diantaranya : melindungi wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup, menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia, juga menjamin
kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem, serta menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup, agar tercapai keserasian, keselarasan dan
keseimbangan lingkungan hidup. Ketika semua itu tercapai maka akan menjamin
terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan, menjamin
pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak
asasi manusia, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana,
18 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan,(Jakarta: Sinar Grafika,2013), h.114
20
mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan mengantisipasi isu lingkungan
global.19
Ada 4 (empat) macam perlidungan hutan dalam PP Nomor 45 Tahun 2004,
ialah : Perlindungan Hutan kawasan hutan, perlindungan hutan atas hasil hutan,
perlindungan hutan dari binatang ternak, perlindungan hutan dari daya-daya alam,
perlindungan hutan dari hama dan penyakit, perlindungan hutan dari kebakaran. 20
Pelaksanaan perlindungan hutan adalah Instansi Kehutanan di Daerah
Tingkat I, meliputi : Kantor Wilayah Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan,
Unit Perum Perhutani, dan Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan Departemen
Kehutanan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan pemegang izin Hak
Pengusahaan Hutan (HPH)/ Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang
bertanggung jawab atas perlindungan hutan di areal hak pengusahaan hutannya
masing-masing ikut terlibat.21
Dalam perlindungan hutan ada pejabat yang diberikan wewenang khusus
dalm bidang kepolisian sebagaimana disebutkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana jo pasal 6 ayat (1) huruf b. Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
bidang kehutanan.
3. Lisensi Hutan
19 Undang-undang nomor 32 tahun 2009, Pasal 3 20 Peratuan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 21 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan,(Jakarta: Sinar Grafika,2013), h.120
21
Dalam aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk
usaha dan/atau kegiatan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Maka
dari itu harus lah memiliki izin dalam berbagai bentuk usaha dan/atau kegiatan.
Lisensi dan izin hutan berfungsi untuk mengatur operasi agar mengurangi dampak
negative terhadap lingkungan dan masyarakat local dan menghasilkan pendapatan
untuk kegiatan pemerintah.22
Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintan
No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Hidup “ izin lingkungan adalah izin
yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/kegiatan yang
wajib amdal atau UKP-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 23
Dengan demikian pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan
izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan dipidana
dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak tiga miliar
rupiah.24
Yang wajib diperhatikan dalam menerbitkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan adalah rencana tata ruang, pendapat masyarakat, pertimbangan
dan rekomendasi pejabat yang berwenang, yang berkaitan dengan usaha dan/atau
kegiatan tersebut.25
Perizinan tersebut diterbitkan oleh sebagai berikut:
22 Mongabay.co.id, “Situs Berita an Informasi Lingkungan”, artikel diakses pada 23
Desember 2016 dari http://www.mongabay.co.id/lisensi-dan-perizinan/ 23 Peraturan Pemerintan No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Hidup 24 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlingungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pasal 111 ayat (2) 25
Siswanto Sunarsi, Huku Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian
Sengketa,(Jakarta, PT.Rineka Cipta;2005), h.71
22
a. Untuk keputusan kelayakan lingkungan hidup atau Rekomendari UKL-
UPL yang diterbitkan oleh Menteri;
b. Untuk keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendari UKL-
UPL yang diterbitkan oleh Gubernur
c. Untuk keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-
UPL yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.26
Luas maksimum untuk kegiatan kehutanan yang dapat dilelang di setiap
provinsi adalah maksimum 100.000 hektar (kecuali Papua yang memiliki
maksimum 200.000 hektar), dan 400.000 hektar di Indonesia secara total.27
Seperti yang di sebutkan dalam PERMENHUT nomor 31 tahun 2014 tentang Tata
Cara Pemberian dan Perluasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) di hutan produksi, maka terdapat tiga macam izin yang dapat
dikeluarkan, masing-masing IUPHHK-Hutan Alam (HA), IUPHHK-Hutan
Tanaman (HT), dan IUPHHK-Restorasi Ekosistem (RE).28
C. Dampak Pembakaran Hutan dan Lahan
Perkembangan pembangunan kehutanan pada masa lalu telah merubah
banyak wajah hutan Indonesia. Peristiwa kebakaran hutan, penebangan liar,
perladangan berpindah dan penurunan keanekaragaman hayati merupakan sebuah
26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan 27 Mongabay.co.id, “Situs Berita dan Informasi Lingkungan”, artikel diakses pada 23
Desember 2016 dari http://www.mongabay.co.id/lisensi-dan-perizinan/ 28 Peraturan Mentri Kehutanan Nomor 31 Tahun 2014 2014 tentang Tata Cara
Pemberian Dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan
Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Atau Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi
23
cerit yang melekat pada hutan Indonesia. Peristiwa-peristiwa tersebut telah
mempengaruhi citra bangsa dalam kehidupan masyarakat Internasional.29
Menurut Forest Watch Indonesia pada tahun 2001 mengatakan, kebakaran
hutan akan terjadi beberapa kali pada tahun-tahun berikutnya.30
Masalah
kerusakan hutan dan lingkungan paling vatal dari lahan gambut adalah akibat
kebakaran hutan dan lahan yang dampaknya sangat besar terhadap sifat tanah dan
lingkungan.31
Pada tahun 2014 telah terjadi kebakaran hutan dan lahan
diperkirakan mencapai 20.000 hektar di Sumatra Barat.32
Tidak hanya di Sumatra,
di pulau-pulau Indonesia pun telah terjadi kebakaran hutan. Kebakaran tersebut
terjadi memiliki dua faktor yaitu: faktor alam, seperti kemarau berkepanjangan,
gunung meletus dan lain-lain, dan faktor perbuatan manusia, seperti pembukaan
lahan dengan cara membakar dan lain-lain.33
Kabut asap akibat dari pembakaran menyebar ratusan kilometer ke seluruh
penjuru dan mengganggu transportasi udara dan laut dan meningkatkan polusi
udara yang sangat besar. Tidak hanya di Indonesia di Negara-negara tetanggapun
merasakannya seperti Malaysia dan Singapura. Akibatnya bangsa kita dikecam
sebagai penyebab polusi udara di Negara-negara tetangga, disamping
dilingkungan sendiri. Bangsa Indonesia dipandang oleh dunia Internasional
sebagai pembuat “kabut asap yang menyelimuti hingga jarak seribu mil”
29 Dodi Nandika, Hutan bagi Ketahanan Nasional,( Surakarta: Muhammadiyah
University, 2005), h.36 30 Dodi Nandika, Hutan bagi Ketahanan Nasional,( Surakarta: Muhammadiyah
University, 2005), h.38 31 Mohammad Noor, Lahan Gambut pengembangan, konservasi, dan perubahan
iklim,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h.26 32 Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg, h.60 33 Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg, h.59
24
dikawasan seluas satu juta jiwa kilometer persegi yang dihuni oleh ratusan juta
jiwa manusia.
Dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pembakaran hutan dan lahan
luar biasa, penduduk di gangu kabut asap, rumah sakit dan klinik dipenuhi orang
yang menderita sakit pernapasan, mata dan kulit. Dan banyak sekolah, kantor dan
perusahaan yang diliburkan, bandara udara ditutup, bahkan turis tidak mau
datang.34
Disamping itu kerusakan akibat dari kebakaran hutan dan lahan
berpengaruh besar terhadap ekosistem hutan dan proses-proses yang terjadi di
dalamnya, dan dapat juga terjadi pada seluruh bagian dan penyusunan hutan
semisal:
1. Kerusakan vegetasi, akibat dari kebakaraan hutan pohon-pohon akan
luka-luka, luka ini merupakan sumebr awal serangan hama dan pathogen
penyebab penyakit. Selain itu juga dapat menurunkan kualitas pohon akan
menurun. Jika intensitas kebakaran yang tinggi dapat mematikan pohon.
Serta merusak peremajaan atau tanaman muda, karena tanaman muda
biasanya mudah sekali mati jika terjadi kebakaran. Apabila banyak pohon
yang mati maka otomatis funsi hutan lainya juga akan terganggu, misalnya
fungsi tata air dan perlindungan tanah.
2. Kerusakan tanah hutan, kebakaran hutan mengakibatkan sifat fisik dan
sifat kimia tanah berubah. Sifat fisik dari tanah sangat ditentukan oleh
34
Dodi Nandika, Hutan bagi Ketahanan Nasional,( Surakarta: Muhammadiyah
University, 2005), h.38
25
keadaan humus dan serasah pada pemukaan tanah dan mempunyai
hubungan erat dengan tata air di hutan. Jika humus dan serasah ikut
terbakar maka sifat fisik tanah akan memburuk. Ditambah lagi dengan
sinar matahari dan angin maka tanah akan sulit menyerap air, sehingga air
hujan akan mengalir di permukaan tanah, dan akan mengakibatkan erosi.
Lain hal dengan sifat kimia, sifat ini menguntungkan karena dari
kebakaran hutan ini akan menambah mineral-mineral yang terdapat pada
abu dan arang, sehingga dapat menaikan nilai nutrisi tanah bagi tanaman.
3. Kerusakan margasatwa, fenomene ini memberi dua pengaruh pada hewan
yaitu : pengaruh langsung ialah berpindahnya margasatwa ke tempat lain
atau ada yang mati terbakar, dan pengaruh tidak langsung ialah rusaknya
dan musnahnya makanan dan tempat perlindungan bagi margasatwa.
4. Kerusakan ekosistem, kerusakan hutan yang terus menerus akan
berpengaruh dengan apa yang ada di dalamnya yaitu vegetasi hutan, tanah,
air dan mikroklimat. Hutan berfungsi untuk menurun dan menaikan suhu
di dalam nya, jika musim panas suhu hutan akan menurun dan sebaliknya
jika musim hujan suhu di hutan akan naik. Perubahan itu akan sangat
terasa jika suatu hutan terbakar, sudah tidak berpengaruh untuk menjaga
kesejukan dan kestabilan udara di dalam hutan akan hilang. Kebakaran
dari pohon-pohon di hutan dengan sendirinya akan mempengaruhi
pergerakan udara. Dan kelembaban udara di dalam hutan pun akan
menurun dibandingkan udara di luar hutan. Karena sangat erat kaitan nya
dengan suhu udara, pergerakan udara, dan transpirasi dari tanaman hutan,
26
jika itu semua berbah maka secara otomatis kelembaban pun akan
menimbulkan perubahan.
5. Kerusakan taman rekreasi, keindahan alam dan nilai ilmiah, kawasan
hutan tertentu berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat.
Kawasan hutan juga memiliki fungsi ilmiah dan merupakan wahana untuk
pedidikan dan latihan. Ketika hutan dibakar/ terbakar maka akan
berpengaruh secara langsung bagi mereaka.
6. Kerusakan lain yang merugikan, penurunannya kualitas udara akibat
kepekatan asap yang memperpendekan jarang pandang sehingga
mengganggu transportasi dan dari segi lingkungan global akan terjadinya
efek rumah kaca. Kebakaran hutan ini dapat merusak rumput rumput
dipadang sampai keakarnya, dan apinya akan menjalar ke perkebunan atau
bisa ke pemukiman warga sekitar hutan sehingga menimbulkan kerugian
ekonomis. 35
Hilangnya budaya masyarakat dirasakan sangat nyata bahwa
hutan mempunyai sumber penghidupan dan insprisari dari kehidupan
masyarakat. Berbagai ragam budaya dan maskot dan symbol-simbol dari
hutan misalnya harimau sebagai maskot dari Reog, Bekantan maskot dari
Kalimantan, dan lain sebagainya. Jika semua ini punah maka hilanglah
kebanggaan dari masyarakat sekitar.36
Dari buku yang sama dilihat dari segi kesehatan, sangat menggagu
kesehatan masyarakat terutama terhadap golongan lanjut usia, ibu hamil dan anak
35 Suwardi dan S.M. Widyastuti, Dasar-Dasar Perlindungan Hutan,( Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007), h.171-175
36
Artikel ini diakses pada 22 Februari 2017 dari http://pengertian-
hukum dan perundang-undangan, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang Dan
Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h. xxvi 4 M.Atho Mudzar, Choirul Fuad Yusuf, dkk, Fatwa Majelis Ulama dalam perspektif
hukum dan perundang-undangan, h. 3 5 Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebuah studi tentang
pemikiran hukum Islam di Indonesia 1975-1988, (Jakarta:1993), h.5 6 Wahiduddin Adams, Fatwa Majelis Ulama dalam perspektif hukum dan perundang-
undangan, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementrian
Agama RI, 2012), h.4
31
transparan yang mengatur prosedur, mekanisme, dan system pemberian jawaban
masalah keagamaan.7
Kantor MUI berpusat di ibukota Jakarta dan memiliki kantor cabang
disetiap daerah di Indonesia.8
Selanjutnya dalam metode penetapan fatwa, komisi fatwa Majelis Ulama
Indonesia merundingkan dan menetapkan secara kolektif mengenai persoalan-
persoalan hukum Islam yang dihadapi masyarakat. Penetapan fatwa didasarkan
pada Al-Qur‟an, Sunnah (hadits), Ijma dan Qiyas serta dalil lain yang mu‟t r.
Akan tetapi sebelum fatwa itu ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu
pendapat para imam mazhab dan Ulama yang mu‟t r dengan apa yang akan
difatwakan tersebut, secara seksama dan dalil-dalilnya. Fatwa itu sendiri artinya
adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan dan
berlaku untuk umum. Fatwa bersifat responsive, proaktif dan antisifatis.9
Jika terjadi khilaf dikalangan mazhab, maka metode al-j m‟u w l-taufiq
yang dipakai untu mendapatkan titik temu pendapat-pendapat Ulama dalam
menetapkan fatwa, tetapi apabila usahan penemuan titik temu tidak berhasil
dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode
Muqoranah dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh Muqaran.10
Bahasa yang dipakai dalam Fatwa tersebut dirumuskan dengan Bahasa
hukum, supaya dapat dipahami oleh masyarakat luas. Dan Fatwa tersebut
berisikan :
7 Himpunan fatwa MUI sejak 1975, (Jakarta:Erlangga, 2011), h.4 8 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, h.5 9 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, h.5 10 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan fatwa MUI sejak 1975, h. 6
32
1. Nomor dan Judul fatwa
2. Kalimat pembuka basmalah
3. Konsideran terdiri atas:
a) Menimbang, memuat latar belakang, alasan dan urgensi penetapan
fatwa
b) Mengingat, memuat dasar-dasar hukum (adillah al-ahkam)
c) Memperhatikan, memuat pendapat peserta rapat, para ulama, pendapat
para ahli dan hal-hal lain yang mendukung penetapan fatwa.
4. Diktum, berisi:
a) Substansi hukum ynag difatwakan, dan
b) Rekomendasi dan/atau jalan keluar, jika dipandang perlu
5. Penjelasan, memuat uraian dan analisis secukupnya tentang fatwa
6. Lampiran-lampiran, jika dipandang perlu
Fatwa tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Komisi.11
B. Mengenal Pengadilan Negeri Palembang
Kasus lingkungan salah satunya ditangani oleh Pengadilan Negeri
Palembang yaitu perkara pembakaran hutan dan lahan. Pengadilan ini terletak di
daerah Sayangan Pasar 16 Palembang, dahulu dikenal dengan nama kantor
Laandraad, dan sekarang kini dikenal dengan nama jalan Pengadilan di
Palembang.
Sebelum amandemen ketiga UUD 1945 Pengadilan Negeri Palembang
berada di bawah naungan Departemen Hukum dan Ham. Tetapi setelah
11 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan fatwa MUI sejak 1975, h. 7
33
amandemen tersebut yang tercantum pada bab IX pada pasal 24 ayat (2) tentang
kekuasaan kehakiman yang disahkan MPR pada 09 November 2001, yang
menegaskan bahwa: “ kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah mahkamah konstitusi” maka
Pengadilan Negeri Palembang dan semua Pengadilan Negeri yang ada di
Indonesia berpindah pada system satu atap yaitu di bawah naungan Mahkamah
Agung RI.
Pengadilan negeri Palembang terletak di Ibukota provinsi Sumatra Selatan,
di Jalan Kapten A Rivai No. 16 Palembang ditempati hingga sekarang. Wilayah
hukum kota Palembang membawahi 16 kecamatan 114 Kelurahan.
Secara garis besarnya, Pengadilang Negeri memiliki visi “ Terwujudnya
Badan Pengadilan Yang Agung” dalam bentuk putusan yang adil, berwibawa
sehingga kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai.12
Sedangkan misi dari Pengadilan Negeri Palembang yakni sebagai berikut:
1. Menjaga Kemandirian Badan Peradilan;
2. Memberikan Pelayanan Hukum Yang Berkeadilan;
3. Meningkatkan Kualiatas Kepemimpinan Badan Peradilan;
4. Meningkatkan Kredibilitas Dan Transparansi Badan Peradilan; 13
12 Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pengadilan Negeri Klas 1 Khusu Palembang
Arrikel ini diakses pada 29 Desember 2016 dari http://www.pn-palembang.go.id/ 13
Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pengadilan Negeri Klas 1 Khusu Palembang
Arrikel ini diakses pada 29 Desember 2016 dari http://www.pn-palembang.go.id/
34
Wilayah yuridiksi ialah istilah dari kewenangan memeriksa, memutuskan
dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan
35
Sturktur Organisasi Pengadilan Negeri Palembang14
- - - - - - - - - - -
14
Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pengadilan Negeri Klas 1 Khusu Palembang
Arrikel ini diakses pada 29 Desember 2016 dari http://www.pn-palembang.go.id/
Majelis Hakim KETUA
WAKIL KETUA
SEKRETARIS PANITERA
WAKIL PANITERA KABAG. UMUM
Sub. Bag
Perencanaa
n I T.
Pelaporan
Sub. Bag
Kepegawaian
& Ortala
Sub. Bag Tata
Usaha &
Keuangan
PANI MUD
PERDATA
PANIT MUD
PIDANA
PANI MUD
TIPIKOR PANI MUD
PHI
PANIT MUD
HUKUM
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
1. FUNGSIONALI. ARSIP 2. PERPUSTAKAAN
3. DTS
KELOMPOK FUNGSIONAL
PANITERA PENGGANTI DAN
JURUSITA
36
C. Fatwa MUI tentang Pembakaran Hutan dan Lahan
Sekurang-kurangnya sejak tahun 2001 persoalan hutan di Indonesia
menjadi isu nasioanal bahkan sampai isu internasional. Hal ini mengingat bahwa
pentingnya pelestarian lingkungan dalam rangka menjaga ekologi, ekosistem,
sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagianya. hutan sangat penting bagi
kehidupan, bahkan hutan Indonesia adalah paru-parunya dunia.
Berdasarkan mengingat pentingnya masalah hutan maka pemerintah
khususnya Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta Majelis
Ulama Indonesia untuk mengeluarkan fatwa tentang kebakaran hutan dan lahan.
Pemerintah menilai MUI pantas mengeluarkan fatwa ini.
Setelah mengingat dan menimbang akibat yang ditimbulkan dari
pembakaran hutan sangat besar, maka MUI memutuskan untuk mengluarkan
fatwa atas dasar permintaan dari pemerintah tersebut. Akhirnya pada tanggal 27
Juli 2016 yang ditandatangani oleh Prof. Dr. H. Hasaniddin AF., MA sebagai
ketua dan Dr. H. Asrorun Ni‟am Sholeh, MA sebagai Sekretaris, maka keluarlah
fatwa No. 30 tahun 2016 tentang pembakaran hutan dan lahan serta
pengendaliannya. Yang memutuskan sebagai berikut:
“Dalam fatwa tersebut terdapat beberapa ketentuan umum yang berisi
pengertian-pengertian umum diantaran pengertian hutan dan lahan, pengertian
dari pembakaran hutan dan lahan serta pengendaliannya, sebagaimana yang sudah
diuraikan pada bab 2. MUI pun menyertakan ketentuan–ketentuan hukum dalam
fatwa ini, bahwa MUI mengharamkan dalam melakukan pembakaran hutan dan
lahan yang dapat menimbulkan dampak buruk seperti kerusakan, pencemaran
37
lingkungan, kerugian orang lain, membiarkan dan/atau mengambil keuntungan
dari pembakaran hutan dan lahan tersebut.
Meskipun fatwa MUI tersebut dengan tegas melarang pembakaran hutan
dan lahan, namun ada beberapa hal dengan pengecualian yaitu untuk pemanfaatan
hutan dan lahan dibolehkan dengan syarat-syarat yaitu mempunyai hak yang sah
untuk pemanfaatannya, memiliki izin dari yang berwenang dengan berbagai
ketentuan yang ada, serta melihat dari kemaslahatannya dan tidak menimbulkan
kerusakan yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Jika syarat tersebut tidak
terpenuhi maka hukumnya haram.
Di dalam fatwa ini juga terdapat dalil-dalil alqur‟an dan hadits seperti
dibawah ini:
(سدين ض مف أر ا ف ٱل ثو ق ٱلل و ول تع ربوا من رز كلوا وٱش..…
٥( 15
….“M k n d n minuml h rezeki (y ng di erik n) All h d n j ng nl h k mu
berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan (Al-Baqoroh : 60)
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa kita tidak diperbolehkan mencari
rizki dengan cara merusak keindahan alam dan bertentangan dengan syariat Islam.
Kita diperbolehkan untuk mencari rizki dengan apa yang sudah ada dengan cara
tidak merusaknya. Berkenaan dengan itu Allah berfirman sebagai berikut:
دي ٱلن اس ليذيقهم أي ر با كسبت بح ب ر وٱل فساد ف ٱل ظهر ٱل 16 (41:30 /)الروم جعون ير ض ٱل ذي عملوا لعل هم بع
15
Al-Quran, Surat Al-Baqarah (sapi betina, (2)), ayat 60, (Jakarta: Al-Quran Departemen
Agama Republik Indonesia Al-Quran dan terjemahnya, 2009). h. 9
38
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)(Ar-Ruum : 41)
Penjelasan dari ayat diatas sudah jelas bahwa ketika terjadi kerusakan
Alam (ekologi) dan sistem (ekosistem) yang dibuat oleh tangan manusia.
Kerusakan ini seolah menjadi bukti kekhawatiran malaikat bahwa manusia akan
melakukan kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Allah menjamin, jika
manusia berilmu dan tahu akibat dari apa yang diperbuat, ia tidak akan melakukan
kerusakan.
Firman Allah SWT yang menjelaskan perintah tentang berbuat baik:
ن وإيتا إح ل وٱل عد مر بٱل إن ٱلل و يأ ىىح عن بح وين قر ي ٱلي ذ سح تذك رون لعل كم ظكميع ي بغ منكر وٱل ء وٱل شا فح ٱل17(/90:16لح )الن
“Sesungguhny All h menyuruh (k mu) erl ku dil d n er u t ke jik n
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran (An-Nahl : 90)
Dalam ayat ini digambarkan hubungan manusia dan sosial kaum mukmin
dunia yang berlandaskan pada keadilan, kebaikan yang menjauhkan dari segala
kexaliman dan arogansi. Bakhan hal itu disebut sebagai nasehat illahi yang harus
dijaga oleh semua orang. Adil dan keadilan adalh landasan dari ajaran Islam dan
syariat agama. Allah SWT tidak berbuat dzalim kepada siapapun dan juga tidak
16 Al-quran, Surat Ar-Ruum (kaum ruum, (30)), ayat 41, (Jakarta: Al-Quran Departemen
Agama Republik Indonesia Al-Quran dan terjemahnya, 2009). h. 408 17
Al-Quran, Surat An-Nahl (Lebah, (16)), ayat 90, (Jakarta: Al-Quran Departemen
Agama Republik Indonesia Al-Quran dan terjemahnya, 2009). h. 277
39
memperbolehkan seseorang berbuat zalim terhadap orang lain. Larangan berbuat
yang membahayakan orang lain disebutkan dalam hadits sebagai berikut:
" رواه , قال : قال رسول اهلل صلي اهلل عليو وسلم : " لضرر ول ضرار عن ابن عبا س 18 هقىيابن ماجة والطرباىن و الب
Artinya: d ri I nu A s r tel h ers d R sulull h SAW: “Tid k oleh
mem h y k n / merugik n diri sendiri d n or ng l in.” (H.R. Ibnu Majah, Al-
Thabarani dan Al-Baihaqi).
MUI mengambil kaidah-kaidah fiqih yang sangat mendasar dalam
mengeluarkan fatwa ini diantaranya :
19 الض رر ي زال
Artinya: “kemudl r t n h rus dihil ngk n”.
20 ض رر لالض رر ل ي زال با
Artinya: “ Kemudl r t n tid k oleh dihil ngk n/dig nti deng n kemudl r t n”.
Dalam kedua kaidah tersebut menerangkan bahwa berbuat kerusakan
kepada orang lain secara mutlak atau mendatangkan kerusakan kepada orang lain
dengan cara yang tidak diijinkan oleh agama. Serta kaidah fiqih dibawah ini:
21 رر ول ضرار لض Artinya: “Tid k oleh d h y d n tid k oleh mem h y k n or ng l in”.
Dalam kaidah ini apabila seseorang menimbulkan bahaya yang nyata pada
hak orang lain dan memungkinkan ditempuh langkah-langkah pencegahan untuk
Tahun), Kitab Ahkaam, Bab Man Banna Fihaqqihi Maa Yadhurru Bijaarihi, Hadits No (2340) J.3,
h.430 19 Ali Ahmad An-Nadwi, Al-Q w ‟id Al-fiqhiyyah,(Beyrut: Darul Qolam, tt), h. 252 20 Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyyah,(Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya,2004), h.125 21 Ali Ahmad An-Nadwi, Al-Q w ‟id Al-fiqhiyyah,(Beyrut: Darul Qolam, tt), h. 253
40
menepis bahaya tersebut maka orng tersebut dapat dipaksa untuk mengambil
langkah-langkah pencegahan, namun dia tidak dapat dipaksa untuk
melenyapkannya.22
Untuk lebih menguatkan dalam fatwa ini terdapat beberapa pendapat para
ulama Pendapat para ulama menyatakan bahwasannya syari‟at Islam menjungjung
tinggi berbagai kemaslahatan sebagai kewajiban ketika penyebab yang membawa
kemafsadatan itu kuat maka dosanya menjadi besar melebihi dosa akibat
penyebab yang ringan. Oleh karena itu jika suatu kerusakan benda yang ada
kesamaannya maka diganti dengan benda yang sama pula, dan jika suatu
kerusakan benda yang hanya diketahui nilai harganya saja maka ia menggatinya
dengan nilai harganya pula.
D. Putusan Pengadilan Negeri Palembang tentang Pembakaran Hutan dan
Lahan
Diatas sudah ada Fatwa yang di keluarkan MUI tentang Kebakaran hutan
dan lahan penulis pun mencari perkara di pengaadilan negeri tentang kebakaran
hutan dan lahan, salah satu pengadilannya ialah Pengadilan Negeri Palembang.
Dari penelitian ini penulis menganalisis putusan perkara tentang kebakaran hutan
dan lahan yang dari Pengadilan Negeri Palembang dengan nomor
24/Pdt.G/2014/Pn.Plg dengan deskripsi kasus dibawah ini:
a. Deskripsi Kasus Putusan No. 24/Pdt.G/2014/Pn.Plg
22
Nashr Farid Muhammad Washil dan Abd. Aziz Muhammad Azzam, Q w ‟id
Fiqhiyyah, (Jakart: Sinar Grafika Offset, 2009), h. 19
41
Kronologis dalam perkara putusan tentang Pembakaran Hutan dan Lahan
No. 24/Pdt.G/2014/Pn.Plg di Pengadilan Negeri Palembang pada tahun 2014
adalah dengan penggugat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia dengan kuasa hukumnya Jasmin Ragil Utomo, S.H., M.H., Umar
Suyudi, S.H., M.H., dan Nixon F.L.P. Silalahi, S.H., M.H. beralamat di Jalan D.I.
Panjaitan Kav.24 Kebon Nanas Jakarta Timur dan Nasrullah Abdullah, SH.,
Jimmy Jeremy, SH., Herwinsyah, S.H dan Ibrahim Fattah, S.H.Para Advokat,
beralamat di Jalan Timor Nomor 10 Menteng Jakarta Pusat, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus Nomor 12/MENLHK/12/2014 tanggal 29 Desember 2014.
Melawan PT. Bumi Mekar Hijau sebagai Tergugat diwakili oleh Jhonson
Lumban Tobing dan Suhandi Kosasih dalam kedudukannya sebagai Direktur,
beralamat di Jalan R. Sukanto Kompleks Ruko PTC Blok I Nomor 63 Lantai 3
Palembang, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Kristianto P.H., S.H., M.H.,
Maurice Juniarto Rubin, S.H., Zaka Hadisupani Oemang, S.H., Fajar, S.H.,
Ferdinand Dermawan Simorangkir, S.H. dan Rizki Tri Putra, S.H., Para Advokat,
beralamat di Menara Kuningan Lt.9 I Jalan H.R. Rasuna Said Blok X.7 Kav. 5
Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 Februari 2015. Telah
melakukan tindak pidana perluasan lahan pada hutan dengan cara dibakar.
Adapaun penyebab terjadinya kebakaran adalah bahwa berawal telah
terjadi kebakaran lahan di wilayah Hutan Tanaman Industri, dan hampir setiap
tahun terjadi di Provinsi Sumatra Selatan yang disebabkan oleh aktivitas
pembukaan lahan baik untuk hutan tanaman maupun perkebunan, terutaman ada
42
lahan-lahan gambut sebagaimana dilaporkan oleh BP REDD+23
(Badan Pengelola
REDD+) melalui Karhutlah (Kebakaran hutan dan lahan) Monitoring System
(KMS) yang memperlihatkan adanya titik panas (hotspot) di beberapa wilayah
izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman industry (IUPHHK-HTI).
Berdasarkan rekaman data satelit MODIS pada periode bulan februari 2014
hingga November 2014, titik kordinat hotspot telah diverifikasi dengan titik
koordinat wilayah izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman
industry (IUPHHK-HTI) tergugat. Bahwa dari beberapa fakta-fakta diatas telah
terbukti kebakaran lahan terjadi di lokasi perkebunan tergugat. Tergugat sengaja
membuka lahan dengan cara membakar. Lahan gambut yang terbakar adalah
kawasan yang dilindungi oleh undang-undang, berdasarkan Kepres No. 32 tahun
1990 tentang pengelolaan kawasan lindung.
Banyak kerugian yang terjadi akibat kejadian ini, baik Alam lingkungan,
pemerintah maunpun masyarakat sekitar yang mendapat imbas dari kebakaran
hutan dan lahan ini.24
b. Dakwaan dan Putusan Hakim
Berdasarkan uraian diatas dalam kasus pembakaran hutan dan lahan di
Pengadilan Negeri Palembang, penggugat memohon agar majelis hakim
mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, menyatakan perbuatan tergugat
adalah perbuatan melanggar hukum, dan mengganti rugi atas perbuatannya dalam
23 Badan Pengelola REDD+ adalah sebuah lembaga setingkat kementerian yang dibentuk
melalui Keputusan Presiden No. 62 Tahun 2013 untuk mengemban tugas dalam mengawal
turunnya laju deforestasi, memperbaharui tata kelola dan transparansi pengelolaan sumber daya
alam Indonesia, Artikel ini diakses pada 24 Januari 2017 dari http://182.253.224.169/tentang-
redd/mengenai-bp-redd 24 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg
43
bentuk materil secara tunai sebesar Rp. 2.687.102.500.000,- (dua triliun enam
ratus delapan puluh tujuh milyar seratus dua juta lima ribu rupiah) yang uangnya
diberikan kepada penggugat dan dimasukkan ke dalam kas Negara, serta
menghukum tergugat untuk melakukan pemulihan lingkungan terhadap
perbuatannya, lahan seluas 20.000 hektar dengan baiya terbilang Lima triliun dua
ratus Sembilan puluh Sembilan molyar lima ratus dua juta lima ratus ribu rupiah,
dan menuntu uang paksa sebesar Rp. 50.000.000,- . Akan tetapi semua diserahkan
kepada majelis hakim dengan putusan seadil-adilnya. 25
Majelis hakim mengupayakan perdamaian antara dua pihak (penggugat
dan tergugat), sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 tahun 2008 tentang
Prosedur mediasi, dengan menunjuk S.Joko Sungkowo, S.H sebagai mediator ,
hakim Pengadilan Negeri Palembang.26
Tergugat pun menjawab atas gugatan penggugat sebagai berikut: bahwa
tergugat merupakan perusahaan yang taat pada hukum, yang merupakan
perusahaan bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mempunyai
surat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri
(IUPHHK-HTI) yang dikeluarkan oleh Mentri Kehutanan RI. Tergugat telah
membantah semua tuduhan penggugat, bahwa musibah kebakaran lahan tahun
2014 tersebut telah membuat kerugian yang sangat besar atas terbakarnya pohon-
pohon yang sudah siap dimanfaatkan. lahan ini di dapat dari proses lelang dari
25 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg. h. 22 26 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg. h. 23
44
kementerian kehutanan pada tahun 2004, karena wilayah kawasan hutan sudah
tidak lagi produktif akibat kebakaran besar yang terjadi tahun 1997/1998. 27
Majelis Hakim menimbang bahwa penggugat terbukti melakukan
perbuatan melawan hukum karena alat bukti yang tidak relevan dalam perkara a
quo, tidak perlu dipertimbangkan, karena tergugat tidak terbukti melakukan
perbuatan melawan hukum, maka pihak yang kalah dengan demikian penggugat
dihukum untuk membayar biaya perkara. Berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tersebut diatas maka gugatan penggugat dinyatakan ditolak
seluruhnya.
Demikian diputuskan dan diucapkan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum pada hari Rabu, tanggal 30 Desember 2015.
27 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg. h. 23
45
BAB IV
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FATWA MUI DAN PUTUSAN
PERKARA PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PENGADILAN
NEGERI PALEMBANG
Setelah menguraikan deskripsi kasus pembakaran hutan dan lahan di
Pengadilan Negeri Palembang, fatwa MUI tentang pembakaran hutan dan lahan
kemudian dakwaan, tuntutan dan putusan hakim berkaitan dengan perkara diatas.
Maka perlu dilihat persamaan dan perbedaan antara fatwa MUI dan putusan
perkara tersebut sebagaimana diuraikan di bawah ini:
A. Persamaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Palembang tentang Pembakaran Hutan dan Lahan
Pembakaran hutan dan lahan menurut fatwa MUI dan putusan pengadilan,
sama-sama tidak membolehkan, karena perbuatan tersebut dapat mendatangkan
kerusakan (d r‟ l-mafasid), baik terhadap lingkungan maupun masyarakat.
Menurut Fatwa MUI, pembakaran hutan dan lahan adalah perbuatan
manusia secara sengaja yang menyebabkan terbakarnya hutan dan/atau lahan”.1
sebagaimana telah dikutip sebelumnya Al-Qur‟an surat Ar-Rum ayat 41
menjelaskan perbuatan manusia yang telah merusak atau sengaja merusak alam
lingkungan dengan cara yang batil dan menyebabkan penderitaan bagi sebagian
manusia lain. Tindakan pembakaran hutan dan lahan sama sekali tidak dibenarkan
1 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 30 tahun 2016 tentang Kebakaran Hutan dan
Lahan, Ketentuan Umum.
46
oleh agama. Sebagaimana juga dalam kaidah صالحم على جلب امل فاسد مقد
2درء امل bahwa
“mencegah kemafsadhatan lebih didahulukan (diutamakan) dari pada
mendatangkan kemaslahatan”. Kaidah ini menegaskan bahwa apabila pada waktu
yang sama kita dihadapkan kepada pilihan menolak kemafsadatan atau meraih
kemaslahatan, maka yang harus didahulukan adalah menolak kemafsadatan.
Dengan menolak kemafsadatan berarti kita juga meraih kemaslahatan. Karena
tujuan hukum Islam adalah untuk meraih kemaslahatan di dunia dan akhirat.3
Fatwa MUI lebih lanjut menegaskan bahwa melakukan pembakaran hutan
dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian
orang lain, gangguan kesehatan dan dampak buruk lainnya, hukumnya haram.4
Kejahatan tersebut termasuk dalam tindak pidana (Jarimah) T ‟zir.
Fawa MUI diatas sejalan dengan Peraturan Pemerintah No.45 tahun 2004
yang menegaskan bahwa hutan harus dilindungi dari kerusakan baik oleh
perbuatan manusia, hewan ternak, bencana alam, maupun diserang hama.5
Adapun persamaan fatwa MUI dengan putusan perkara pengadilan negeri
palembang bahwa pada dasasrnya keduanya sama-sama menyampaikan
pembakaran hutan dan lahan adalah perbuatan terlarang. Akan tetapi, putusan
Pengadilan Negeri Pelembang berpendapat tidak cukup bukti yang diajukan
penggugat untuk perkara tersebut, bahkan sebaliknya tergugat tidak dapat dijatuhi
2 Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah fi Ushul Al-Fiqhhiyyah, ( Jakarta: Sa‟adiyah
Putra, tt), h.34 3 A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, edisi.I, cet.II, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007),
h. 164-165. 4 Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI Nomor: 30 Tahun 2016 tentang Pembakaran
hutan dan lahan, Ketentuan Hukum 5 Peraturan pemerinah nomor 45 tahun 2009 tentang Perlindungan Hutan, pasal 1
47
hukuman denda. Penggugat dibebankan dengan harus membayar biaya perkara
tersebut. Putusan dibacakan hakim dalam sidang terbuka dan disaksikan kedua
belah pihak. Hal ini terlihat dari amar putusan.6
B. Perbedaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Palembang tentang Pembakaran Hutan dan Lahan
Dibawah ini penjelasan perbedaan yang terdapat antara Fatwa MUI dan
Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang sebagai berikut:
Fatwa MUI bersifat umum mengenai pembakaran hutan dan lahan. Bukan
hanya mengharamkan melakukan pembakaran hutan dan lahan tetapi
mengharamkan segala perbuatan yang menimbulkan dampak buruk bagi
lingkungan alam.
Sedangkan dalam putusan perkara pengadilan negeri Palembang lebih
bersifat khusus dalam pembakaran huan dan lahan. Dilihat dari jenis perkaranya
yaitu perkara perdata, padahal dalam penegakan hukum linkungan ada tiga jenis
yaitu adminisrasi, pidana dan perdata.
fatwa MUI tentang pembakaran hutan dan lahan serta pengendaliannya
memiliki dua point diantaranya a) MUI melegalkan pembakaran hutan dan lahan
dengan beberapa syarat dan b) MUI mengilegalkan melakukan pembakaran hutan
dan lahan yang dapat menimbulkan dampak buruk yaitu kerusakan, pencemaran
lingkungan, kesehatan dan lain-lain.7 Sedangkan putusan Pengadilan Negeri
Palembang tentang perkara tersebut tidak menyebutkan memperbolehkan
6 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg. h. 115 7 Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI Nomor: 30 Tahun 2016 tentang Pembakaran
hutan dan lahan, Ketentuan Hukum
48
melakukan pembakaran hutan dan lahan, akan tetapi pengadilan bersifat pasif
terhadap peristiwa ini.
Dalam fatwa MUI Pembakaran hutan dan lahan merupakan suatu
perbuatan yang berdampak buruk, menggangu ketentraman umum, serta
merugikan oran lain/ masyarakat dan juga suatu tindakan melawan peraturan
perundang-undangan.8
Di Indonesia, hukum lingkungan memuat tiga bentuk penegakan hukum
yaitu penegakan hukum administrasi, penegakan hukum pidana dan penegakan
hukum perdata.9 Dalam perkara pembakaran hutan dan lahan di Pengadilan
Negeri Palembang hanya melihat dalam perkara perdatanya saja.
Jenis hukuman dalam tindak pidana kriminal dalam hukum pidana Islam
dibagi menjadi 2 bagian yaitu a) ketentuan hukuman yang pasti mengenai berat
ringannya hukuman yang tercantum dalam Al-Quran dan hadits termasuk Jarimah
Hudud, Qishash b) ketentuan hukum yang dibuat oleh putusan hakim termasuk
Jarimah T ‟zir.10
Dalam hal ini pelaku pembakaran hutan dan lahan termasuk
dalam Jarimah T ‟zir, karena perbuatan ini tidak termasuk Jarimah Hudud
maupun Jarimah Qishash akan tetapi termasuk Jarimah T ‟zir yaitu perbuatan
yang menyangkut kepentingan orang banyak, walaupun tidak terdapat atau diatur
secara jelas dalam Al-Quran dan hadits tentang pembakaran hutan dan lahan. Jadi,
pelaku dapat dijatuhkan pidana/ Jarimah T ‟zir. Seperti kaidah dibawah ini:
http://kamusbahasaindonesia.org/pengelolaan/miripKamusBahasaIndonesia.org Mongabay.co.id, “Situs Berita an Informasi Lingkungan”, artikel diakses pada 23 Desember 2016
dari http://www.mongabay.co.id/lisensi-dan-perizinan/
Artikel ini diakses pada 22 Februari 2017 dari http://pengertian-