-
DAFTAR ISI DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I : PENDAHULUAN.
1.1. LATAR BELAKANG. 1.2. TUJUAN. BAB II : PENGELOLAAN SAMPAH.
2.1. PENGELOLAAN SAMPAH DEWASA INI. 2.2. PARADIGMA BARU.
2.2.1. Batasan Pengelolaan Sampah. 2.2.2. Lokasi Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah. 2.2.3. Urusan Pengelolaan Sampah. 2.2.4.
Perribiayaan. 2.2.5. Larangan lmpor Sampah.
BAB III : LANDASAN HUKUM. 3.1. LANDASAN KONSTUTUSIONAL. 3.2.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT.
3.2.1 Undang-undang Nomo 23 Tahun Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.2.2. Undang-undang Nomor 4 Tahun Perumahan dan Permukiman. 3.2.3.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3.2.4.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang 3.2.5.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 3.2.6.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
BAB IV : MATERI MUATAN.
4.1. KETENTUAN UMUM. 4.1.1. Ketentuan Umum. 4.1.2. Tujuan.
4.2. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH 4.211. Hak.
4.2.2. Kewajiban.
4.3. LINGKUP KEGIATAN PENGELOLAAN SAMPAH. 4.3.1. Pengurangan
Sampah. 4.3.2. Penanganan Sampah.
4.4. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB. 4.4.1. Wewenang dan Tanggung
Jawab Pemerintah 4.4.2. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah
Propinsi. 4.4.3. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Kabupaten/
Kota.
29
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
4.5. KERJA SAMA DAN KEMITRAAN. 4.5.1. Kerja sama Antar Daerah.
4.5.2. Kemitraan.
4.6. PERIZINAN 4.7. Forum Pengelolaan Sampah. 4.8. LARANGAN.
4.9. PERAN SERTA MASYARAKAT. 4.10. PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI.
4.10.1.Pembiayaan. 4.10.2.Kompensasi.
4.11. PENYELESAIAN SENGKETA. 4.11.1.Prosedur. 4.11.2.Sengketa
Antar Aparat Pemerintah. 4.11.3.Hak Gugat. 4.11.4.Gugatan
Perwakilan Kelompok.
4.12. PENGAWASAN. 4.13. SANKSI ADMINISTRASI. 4.14. KETENTUAN
PIDANA. 4.15. KETENTUAN PERALIHAN. 4.16. KETENTUAN PENUTUP.
BAB V : PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. 5.2. SARAN.
LAMPIRAN: Rancangan Undang-undang Nomor........ Tahun.......
tentang Pengelolaan Sampah
30
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
RINGKASAN EKSEKUTIF Jumlah penduduk Indonesia telah meningkat
menjadl hamplr dua kali lipat aelama 26' tahun
terakhlr, yaltu dari 119,20 juta jiwa pada tahun 1971 bertumbuh
menjadi 198,20 juta jiwa pada tahun 1996 dan bertambah kembali
menjadi 204,78 juta jiwa pada tahun 1990. Jika tingkat pertumbuhan
penduduk ini tidak _mengalami prubahan positif yang drastis, maka
pada tahun 2020 jumlah penduduk' Indonesia diperkirakan akan
mencapai 262,4 juta jiwa dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk
alami sekitar 0,9% per tahun.
Pertambanan penduduk ini diperkirakan tidak akan tersebar
merata,,,tetapi akan terkonsentrasi di kawasan perkotaan. Keadaan
ini disebabkan karena kawas.n.:perkotaan merupakan tempat yang
sangat menarik lotgi masyarakat untuk mengembangkan ke'nidupan
sosial ekonomi. Selain itu,; pembangunan ekonomi Indonbsia melalui
jalur industrIalisasi berpengaruh langsung terhadap pembangtman
perkotaan.
Pads tahun 1980 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia
adalah 27,29% dad jumlah penduduk Indonesia, sc.mentara pada tahun
1990 persentase tersebut bertamLah menjadi 30,93%. Diperkirakan
bahwa pada tahun 2020 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia
mencapai 50% dari junilah penduduk Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia dengan tingkat pertambahan penduduk
yang relatif masih tinggi akan meningkatkan tingkat konsumsi dan
aktivitas lainnya yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
sampah yang dihasilkan. Volume sampah *yang dihasilkan adalah
berbanding lurus dengan jumlah dan pertambahan penduduk. Volume
sampah yang dihasilkan dari konsumsi dan aktivitas masyarakat itu
menjadi permasalahan lingkungan hidup karena seoara kuantitas
maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari
lingkungan hidup, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup
lainnya.
Volume sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan
bertambah 5 (lima) kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata prbduksi
sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per
kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada
tahun 2020. Untuk kota Jakarta, pada tatiiin 1998/1999 produksi
sampah per hari mencapai 26.320 meter Kubik. Dibandingkan tahun
1996/1997, produksi sampah di Jakarta tersebut naik sekitar 18%.
Hal ini disebabkan bukan saja karena perturnbuhan penduduk tetapi
juga karena meningkatnya ,timbulan sampah 'per kapita yang
disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan.
Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah tersebut
masih belum optimal. Baru 11,25% sampah di daerah perkotaan yang
diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35% sampah
dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke sungai/sembarangan.
Sementara untuk di kawasan pedesaan, sebanyak 19% sanipah diangkut
oleh petugas, 54% sampah ditImbun/d1bakar, 7% sampah dibuat kompos,
dan 20% dibuang ke sungai/sembarangan.
31
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Perkembangan kehidupan masyarakat menunjukkan jumlah penduduk
-Indonesia pada tahun 1999 adalah 204,78 juta jiwa. Dengan asumsi
tingkat pertumbuhan penduduk alami sebesar 0,9% per tahun jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 262,4
juta jiwa. Jumlah penduduk Indcnesia yang besar dengan tingkat
pertumbuhan yang relatif tinggi membawa akibat bertambahnya volume
sampah. Pertambahan jumlah volume sampah adalah berbanding lurus
dengan pertambahan jumlah penduduk.
Di samping pertambahan volume sampah akibat pertambahan jumlah
penduduk, fakta empiris juga menunjukkan bahwa jenis sampah yang
dihasilkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat semakin beragam
seiring dengan kehidupan masyarakat yang semakin konsumtif; volume
sampah anorganik semakin bertambah seiring dengan semakin konsumtif
kehidupan masyarakat..
Sampai saat ini urusan persampahan menjadi tugas dan wewenang
pemerintah kabupaten/kota. Penanganan sampah yang dilakukan deb
pemerintah kabupaten/kota meliputi kegiatan pengumpulan,
pengangkutan dan pembuangan sampah ke lokasi tempat pembuangan
akhir sampah. Pengelolaan sampah dengan tiga kegiatan tersebut pada
hakekatnya adalah pengelolaan sampah pada hilirnya saja. Sedangkan
masalah pengelolaan sampah justru ada pada hulu berupa pencegahan
timbulan sampah. Pengelolaan sampah dari hulu sampai ke hilir
merupakan suatu hierarki sebagai tingkat pengelolaan sampah yang
mengarah pada peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya alam.
Hierarki yang paling tinggi dalam pengelolaan sampah adalah
pengurangan timbulan sampah pada hulunya baik oleh produsen maupun
konsumen.
Penanganan sampah pada hulu berupa pencegahan timbulan sampah
memerlukan penotapan kebijakan dengan skala nasional. Penetapan
kebijakan yang demikian itu tidak dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah, melainkan harus dilakukan oleh Pemerintah. Tindakan
pemerintahan berupa penetapan kebijakan yang dernikian itu
memerlukan dasar hukum pada tingkat undang-undang.
Kondisi pengelolaan sampah yang diterapkan dewasa ini menjadi
mendesalk untuk diganti dengan paradigma baru pengeloiaan sampah
yang memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai manfaat,
sedangkan pengelolaannya bortumpu pada pendekatan sumber
(pendekatan hulu Paradigma baru pengelolaan sampah meliputi seluruh
sikius-hidup sampah mulai dari hulu sejak sebelum dihasilkan suatu
produk sampai ke hilir pada fase produk sudah digunakan dan menjadi
sampah yang kemudian di kirim ke tempat pemrosesan akhir sampah
untuk dikembalikan ke media lingkungan secara aman.
Dalam paradigma baru, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis don bsrl
-
yang dihaskan yang dikirim ke tempat pemrosesan akhir sampah
mengindikasikan semakin baik kinerja pengelolaan sampah, dan
sebaliknya.
BAB PENDAHULUAN.
1.1. LATAR BELAKANG. Jumlah penduduk Indonesia telah meningkat
menjadi hampir dua kali lipat selama 25
tahun terakhir, yaitu dari 119,20 juta jiwa pada tahun 1971
bertumbuh menjadi 198,20 juta jiwa pada tahun 1996 dan bertambah
kembali menjadi 204,78 juta jiwa pada tahuni1999. Jika tingkat
pertumbuhan penduduk ini tidak mengalami prubahan positif yang
drastis, maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia,
diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asumsi tingkat
pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9% per tahun1.
Pertambahan penduduk ini diperkirakan tidak akan tersebar
merata, tetapi akan terkonsentrasi di kawasan perkotaan. Keadaan
ini disebabkan karena kawasan perkotaan merupakan tempat yarig
sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial
ekonomi. Selain itu, pernbangunan ekonomi Indonesia melalui jalur
industrialisasi berpengaruh langsung terhadap pembangunan
perkotaan.
Pada tahun 1980 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia
adalah 27,29% vari jumlah penduduk Indonesia, sementara pada tahun
1990 persentase tersebut beitambah menjadi 30,93%. Diperklrakan
bahwa pada tahun -2020 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia
mencapai 50% dari jumlah penduduk Indonesia2.
Jumlah penduduk Indonesia dengati tingkat pertambahan penduduk
yang relatif masih tinggi akan meningkatkan tingkat konsumsi dan
.aktivitas Iainnya yang pada gilirannya akan meningkatkan jumlah
sampah yang dihasilkan. Jumlah sampah yang dihasilkan adalah
berbanding lurus dengan jumlah dan pertambahan penduduk. Jumlah
sampah yang dihasilkan dari konsumsi dan aktivitas masyarakat itu
menjadi permas'alahan Iingkungan hidup karena secara kuantitas
maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari
Iingkungan hidup, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup
Iainnya.
Jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan
bertambah 5 (lima) kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata produksi
sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per
kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada
tahun 20203. Untuk kota Jakarta, pada tahun 1998/1999 produksl
sampah per harl mencapal 28.370 meter kublk. Olbandingkan tahun
1996/1997, produksi sampah di Jakarta tersebut naik sekitar 18%.
Hal lni disebabkan bukan saja karena pertumbuhan penduduk tetapi
juga karena Maningkatnya timbulan sampah per kapita yang disebabkan
oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan.
1
Pusat Informaui Lingkungan Hidup, State of the Environment Report
Indonesia 2001, BAPEDAL, 2001 Hal. II-3. 2 Ibid., hal.II-7 3 Ibid.,
hal 11-7
33
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah tersebut
masih belum optirrial. Baru 11,25% sampah di daerah perkotaan yang
diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35% sampah
dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke sungai/sembarangan.
Sementara untuk di kawasan pedesaan, sebanyak 19% sampah diangkut
oleh petugas, 54% sampah ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat kompos,
dan 20% dibuang ke sungai/senribarangan (BPS, Tahun 1999).
Apabila sampah tersebut tetap tidak dikelola dengan baik akan
dapat menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan seperti4: 1.
Ganggugan kesehatan, misalnya:
• kumpulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat, dan
lalat akan mendorong penularan infeksi;
• sampah tersebut dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan
tikus, seperti pas, leptospirosis, salmonelosis, tikus endemik,
demam gigitan tikus, dan beberpa infeksi erbeviral. Pada kejadian
pasca banjir di Jakarta tahun 2002 ini, jumlah kasus leptospirosir
tercatat meningkat akibat tertimbunmnya sampah di beberapa wilayah
di Jakarta.
2. Penanganan sampah yang tidak baik-dapat menyebabkan timbunan
sampah, yang dapat menjadi sumber kebakaran dan bahaya kesehatan
yang serius bagi anak-anak yang bermain di dekatnya.
3. Dapat menutup saluran air sehingga meningkatkan masalah
kesehatan yang berkaitan dengan banjir dan tanah tergenang air.
4. Sebanyak 20% sampah yang dihasilkan dibuang ke
sungai/sembarangan menyumbang sekitar 60% - 70% pencemaran
sungai.
1.2. TUJUAN Penyusun,.n suatu rancangan undang-undang perlu
didahului dengan kajian
akademis mengenal substansi rancangan undang-undang tersebut.
Kajlan itu dituangkan dalam bentuk Naskah Akademis Rancangan
Undang-undang. Melalui kajian akademis dal at diidentifikasi pokok
materi Rancangan Undang-undang yang akan disusun.
Tujuan penyusunan Naskah Akademis ini adalah sebagai panduan
untuk menentukan materi muatan dan rumusan norma Rancangan
Undang-undang tentang Pengelolaan Sampah.
4
Komisi WHO mengenai kesehatan dan Lingkungan, Planet Kita Kesehatan
Kita; Gajah Mada University Press, 2001, hal 299.
34
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
BAB II PENGELOLAAN SAMPAH.
2.1. PENGELOLAAN SAMPAH DEWASA Sumber daya alam Indonesia adalah
karunia Tuhan Yang Maha Esa ,kepada rakyat
dan bangsa Indonesia yang wajib dilestatIkan dan dikembangkan
fungsinya agar dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi
setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin dalam lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Pengembangan manfaat sumber daya alam
dilakukan baik melalul proses produksi maupun konsurnpi yang pada
gilirannya menghasilkan sampah, sedangkan sampah itu pada akhirnya
di buang ke media lingkungan.
Perkembangan kehidupan masyaraltat menunjukkan jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 1999 adalah 204,78 juta jiwa. Dengan asumsi
tingkat pertumbuhan penduduk alami sebesar 0,9°/0 per tahun jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 202C diperkirakan akan mencapai 262,4
juta jiwa. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat
pertumbuhan yang relatif tinggi membawa akibat bertambahnya volume
sampah. Pertambahan jumlah volume sampah adalah berbanding lurus
dengan pertambahan jumlah penduduk.
Janis sampah semakin beragam - Di samping pertambahan volume
sampah akibat pertambahan jumlah penduduk, fakta em phis juga
menunjukkan bahwa jenis sampah yang dihasilkan dari kehidupan
sehari-hari masyarakat semakin beragam seining dengan kehidupan
masyarakat yang semakin konsumtif; volume sampah anorganik semakin
bertambah seiring dengan semakin konsumtif kehidupan
masyarakat..
Perlakuan terhadap sampah - Secara umum dapat dikatakan bahwa
sampah dipandang sebagai barang yang menjijikkan. Dalam wawasan
yang demikian ini sampah diperlakukan sebagai sumber daya yang
tidak mempunyal manfaat sehingga harus dibuang. Pembuangan sampah
dilakukan di lokasi tempat pembuarigan akhir sampah.
Kondisi temaat pembuangan akhir sampah - Tempat pembuangan akhir
sampah yang ada dewasa ini pada umumnya menggunakan sistem open
dumping, menimbun *ampeh, tanpa proses pengolahan. Cara penanganan
sampah yang demikian sangat memberatkan alam untuk memrosesnya.
Sampah anorganik, seperti kemasan plastik dan styrofoam yang ikut
dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah tidal% dapat diurai oleh
proses alam. Kondisi tempat pembuangan akhir sampah ditunjukkan
dalam Tabel 1. Tabel 1: Kondisi Tempat Pembangan Akhir (TPA) di
Beberapa Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota Jumlah TPA Nama TPA Luas TPA (Ha) Jenis TPA
Jakarta 1 Bantar Gebang 108.00 Control Landfiil Serang 1
Cilowong 5.50 Open Dumping Bekasi 1 Sumur Batu 10.00 Open
Dumping Depok 1 Cipayung 9.10 Open Dumping
3 Jelekong 10.00 Open Dumping Leuwipanjang 17.00 Open
Dumping
Bandung
Pasir Impun 10.00 Open Dumping Banjar 1 Ciminya 4.00 Open
Dumping
35
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
3 Handap Herang 5.80 Open Dumping Cibadak 1.00 Open
Dumping
Ciamis
Purbahayu 4.00 Open Dumping Garut 1 Pasir Bajing 8. 06 Open
Dumping
3 Heulet 3.50 Open Dumping Talaga 0.50 Open
Dumping
Majalengka
Raja Galuk 0.50 Open Dumping Sleman 1 Piyungan Open
Dumping
Bantul 1 Ngablak 12.50 Open Dumping Gunungkidul
1 Wukirsari 1.00 Open Dumping Kulonprogo 1 Ring
Ardi 2.00 Open Dumping
Jepara 1 Bandengan 4.00 Open Dumping Tegal 1
Penujuh 4.00 Open Dumping
Kebumen 1 Kali Gending 3.90 Open Dumping Blora
1 Temurejo 5.60 Open Dumping
Karanganyar 1 Sukosari 2.00 Open Dumping Surakarta
1 Putro Cempu 17.00 Open Dumping
Temanggung 1 Bangusari 2.10 Open Dumping Purwokerto
1 Gunung Tugel 5.00 Open Dumping
Rembang 1 Landoh 3.56 Open Dumping Semarang 1
Jati Barang 46.18 Open Dumping
3 Mayungan 0.70 Open Dumping Jombongan 1.70 Open
Dumping
Klaten
Joho 1.00 Open Dumping Magetan 1 Milang Asri 2.50 Open
Dumping
3 Miajah 3.00 Open Dumping Mertayasa 2.25 Open
Dumping
Bangkalan
Buluh 2.38 Open Dumping Blitar 3 Wlingi 1.41 Open
Dumping
Srengat 0.55 Open Dumping Sutojayan 0.50 Open
Dumping
Ponorogo 1 Mrican 0.99 Open Dumping Probolinggo 1
Soboro 2.00 Open Dumping Mojokerto 1 Randengan 3.00 Open
Dumping Surabaya 1 Benowo 26.70 Open
Dumping Tabanan 1 Mandung 2.40 Open Dumping Negara
1 Kaliakah Open Dumping
Denpasar 1 Pelanggaran 1.00 Open Dumping Badung
1 Suwung 2.00 Open Dumping Buleleng 1 Bungkulan
16.00 Open Dumping Gianyar 1 Temesi 5.00 Open
Dumping
Amla Pura 1 Linggasane Open Dumping Kiungkung 1
Pikat 1.80 Open Dumping
Bangli 1 Bangkit Open Dumping Kerinci 1
Sanggaran agung 10.00 Open Dumping
Tj. Jabung 1 Parut Lima 11.70 Open Dumping Merangin
1 Langling 10.00 Open Dumping
Tebo 1 Kandang Muara 35.40 Open Dumping Jambi 1
Talang Gulo Open Dumping
Batanghari 1 Muara Bulian 10.00 Open Dumping Muaro
1 Sengeti Open Dumping
Serolangin 1 Sp. Bukit 10.00 Open Dumping Makassar
1 Tamangapa 11.70 Open Dumping
Palangkaraya 1 Cilik Riwut 10.00 Open Dumping Banjarmasin 1
Lingkar Basarih 35.40 Open Dumping
Sumber: KLH, 2001 Lingkup pengelolaan sampah-Dapat dicermati
bahwa pengelolaan sampah yang
dilakukan sampai saat int adalah kegaiatan yang meliputi
pengumpulan, pengangkutan, dan
36
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
pembuangan sampah. Cara pengelolaan sampah yang demikian
mengandalkan penanganan sampah pada hilirnya (pendekatan
ujung-pipa). Cara penanganan sampah yang demikian itu memberikan
beban yang sangat berat kepada tempat pembuangan akhir sampah.
VoIume sampah yang terangkut - Dalam pada itu data empirlk juga
menunjukkan bahwa volume sampah yang dihasilkan dari kehidupan
sehari-hari warga masyarakat tidak seluruhnya dapat terangkut ke
lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Dengan tidak terangkutnya
semua sampah ke tempat pembuangan akhir sampah menyisakan timbunan
sampah yang pada gilirannya menimbulkan dampak terhadap kesehatan
masyarakat. Volume sampah yang dihasilkan dan volume sampah yang
terangkut ke tempat pembuangan akhir sampah dikemukakan dalam Tabel
2. Tabel 2: Jumlah sampah yang dihasilkan dan yang terangkut di
beberapa Kabupaten/Kota No. Propinsi Kabupaten/
Kota Jumlah Sampah (m3/hari)
Diangkut (m3/hari)
Tidak Terangkut (m3/hari)
Diangkut %
Tidak Terangkut
% 1. Jakarta Jakarta 25.600 23.866,88 1.733,12 93,23 6,7
2. Banten Serang 666.5 180 486,5 27,01 72,99
3. Jawa Barat Bekasi 4.252 1.063 3.189 25.00 75.00
Depok 1.200 420 780 35,00 65,00
Bandung 6.479 4.840 1.639 74,70 25,30
Banjar 86 72 14 83,72 16,28
Ciamis 283 241 42 85,16 14,84
Garut 375 350 25 93,33 6,67
Majalengka 107 107 0 100,00 0,00
4. D.I.Ycgyakarta Sleman 2.550 188 2.362 7,37 92,63
Bantul 200 87,5 112,5 43,75 56,25
Gunungkidul 70 60 10 85,71 14,29
Kulonprogo 50 50 0 100,00 0,00
5. Jawa Tengah Jepara 300 213 87 71,00 29,00
Tegal 330 230 100 69,70 30,30
Kebumen 597 114 483 19,10 80,90
Blora 255 216 39 84,71 15,29
Karanganyar 145 108 37 74,48 25,52
Surakarta 608 508 100 83,55 26,45
Banjarnegara 198 167,5 30,5 84,60 15,40
Temanggung 1.652 120 1.532 7,26 92,74
Purwokerto 600 360 240 60,00 40,00
Rembang 275 169,75 105,25 61,73 38,28
Semarang 3.500 2.600 900 74,29 25,71
37
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Klaten 871 261,16 609,84 29,98 70,02
6. Jawa Timur Magetan 107,26 104,24 3,02 97,18 2,82
Bangkalan 168,06 140,14 27,92 83,39 16,61
Blitar 262 204 78 72,34 27,66
Ponorogo 190 190 0 100,00 0,00
Probolinggo 151,67 28,5 123,17 18,79 81,21
Mojokerto 315 246 69 78,10 21,90
Surabaya 7.539,41 na na - -
7. Bali Tabanan 775 200 575 25,81 74,19
Negara 120 63 57 52,50 47,50
Denpasar 1.904 na na - -
Badung 1.000 840 160 84,00 16.00
Buleleng 351 280 71 79,77 20,23
Gianyar 538 448 90 83,27 16,73
Amla Pura 72 72 0 100.00 0.00
Klungkung 65 50 15 76,92 23,08
Bangli 175 120 55 68,57 31,43
8. Jambi Kerinci 140 132 8 94,29 5,71
Tj Jabung 18 16 2 88,89 11,11
Merangin 108 108 0 100,00 0,00
Tebo 47 49 7 85,11 14,89
Jambi 345 345 0 100.00 0.00
Batanghari 52 26 26 50,00 50,00
Muaro 12 12 0 100,00 0,00
Soralangun 16 16 0 100,00 0,00
9. Makassar Makassar 3.527 na na - -
10. Sumut Medan 3.840 na na - -
11. Kalteng Palangkaraya 360 228 132 63,33 36,67
12. Kalsel Banjarmasin 700 450 250 54,29 35,71
Total 74.176,9 40.960,67
Sumber: KLH, 2001 Keterangan: na = tidak tersedia data
Timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat
pemrosesan akhir sampah memerlukan jangka waktu yang sangat panjang
agar sampah dapat diurai oleh proses alam. Dalam jangka waktu itu
sampah harus tetap dikelola yang pada gilirannya berarti
diperlukannya biaya untuk mengelola sampah. Kondisi yang demikian
ini mengandung arti bahwa generasi sekarang yang menghasilkan
sampah memberikan beban berat kepada generasi mendatang untuk
mengelola sampah dengan konsekuensi bahwa generasi mendatang harus
menyediakan biaya pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh generasi
masa kini.
38
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Timbunan sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah tanpa
pengolahan dan sisa sampah yang tidak terangkut ke lokasi tempat
pembuangan akhir sampah akan menjadi bom waktu berupa bencana
lingkungan di masa mendatang.
Dalam pada itu, pengelolaan sampah dengan pendekatan ujung-pipa
tersebut juga menghadapi kendala khususnya keterbatasan lahan untuk
lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Kondisi yang demikian ini
membawa akibat semakin beratnya pengelolaan sampah dengan segala
dampak ikutannya.
Sampah kota - Persoalan sampah kota bermula dari belum adanya
kebijakan yang menyeluruh dan konsisten pengelolaan sampah sehingga
arah pengelolaan sampah menjadi bersifat temporer dan tidak
mempunyai visi ke depan. Kenyataan lainnya adalah bahwa pengelolaan
sampah perkotaan belum menjadi prioritas pembangunan sejajar dengan
aspek pembangunan penting lainnya. OIeh karena itu tidak
mengherankan apabila timbul masalah sampah dan segala ini mulai
dari sistem pengumpulan, pengangkutan dan pembuangannya.
Untuk itu sekarag sudah saatnya menempatkan pengelolaan sampah
menjadi bagian dari pembangunan kota yang sangat penting sebagai
bentuk pelayanan masyarakat berupa kebersihan kota dan kesehatan
Iingkungan. Pengelolaan sampah kota, aspek teknologi merupakan
salah satu bagian dari aspek-aspek penting lainnya. Tanpa dukungan
dari aspek peraturan perundang-undangan, pendanaan, institusi
pelaksanaan dan peran serta masyarakat, penerapan berbagai
teknologi pengolahan sampah tidak ada artinya. Penerapan teknologi
akan berjalan baik apabila mendapat dukungan dari aspek-aspek
tersebut.
Selain itu, penerapan teknologi harus disesuaikan dengan
karakteristik sampah, situasi dan kondisi kota, karena tiap-tiap
kota punya karaktersitik tersendiri. Teknologi pengelolaan sampah
perkotaan terpadu skala regional menjadi pilihan yang realistis
dalam mengatasi ,permasalahan TPA yang mengakibatkan konflik antar
daerah5.
Perencanaan kota - Sebagian perencanaan kota belum memasukkan
komponen perencanaan sistem pengelolaan sampah, sehingga akhirnya
timbul permasalahan persampahan yang cukup signifikan. Kondisi ini
tercermin pada sebagian besar rencana umum tata ruang perkotaan di
Indonesia yang belum memperhatikan secara rinci rencana lokasi
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, padahal produksi atau
timbulan sampah di perkotaan terus meningkat. Sering terjadi,
lokasi TPA dicari setelah sampah telah menumpuk, sedangkan
sebelumnya sampah hanya dibuang di got, kali atau sungai dan
ditumpuk di lokasi-lokasi kosong yang dianggap belum terpakai. Cara
pembuangannya pun masih dengan cara konvensional yaitu membuang
tanpa ada pengelolaan yang memenuhi syarat sanitasi. Sebagai
contoh, ibukota Jakarta adalah kota yang mencari lokasi TPA agak
terlambat, sehingga akhirnya lokasi TPA terpaksa harus terletak di
wilayah kota lain, yaitu
5
Ir. Sri Babassari, M.SI dan Tim, Teknologi Pengelolaan Sampah
Perkotaan Secara Terpadu Skala Regional Menuju Pembangunan Daerah
Yang Berwawasan Lingkungan; Lokakarya Nasional Kajian
Pengelolaan
39
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
sekitar 40 km dari pusat kota. Tanpa disadari, hal ini menjadi
titik awal dari semua bencana yang diakibatkan pencemaran sampah di
wilayah perkotaan6.
Urusan persampahan — Sampai saat ini urusan persampahan menjadi
tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota. Penanganan sampah
yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota meliputi kegiatan
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah ke lokasi tempat
pembuangan akhir sampah. Pengelolaan sampah dengan tiga kegiatan
tersebut pada hakekatnya adalah pengelolaan sampah pada hilirnya
saja. Sedangkan masalah pengelolaan sampah justru ada pada hulu
berupa pencegahan timbulan sampah. Pengelolaan sampah dari hulu
sampai ke hilir merupakan suatu hierarki sebagai tingkat
pengelolaan sampah yang mengarah pada peningkatan efisiensi
penggunaan sumber daya alam. Hierarki yang paling tinggi dalam
pengelolaan sampah adalah pengurangan timbulan sampah pada hulunya
baik oleh produsen maupun konsumen.
Penanganan sampah pada hulu berupa pencegahan timbulan sampah
memerlukan penetapan kebijakan dengan skala nasional. Penetapan
kebijakan yang demikian itu tidak dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah, melainkan harus dilakukan oleh Pemerintah. Tindakan
pemerintahan berupa penetapan kebijakan yang demikian itu
memerlukan dasar hukum pada tingkat undang-undang.
2.2. PARADIGMA BARU. Pengelolaan sampah sebagaimana dilakukan
sampai saat Ini memandang sampah
sebagai sumber daya yang tidak mempunyai manfaat dan bertumpu
pada pendekatan ujung-pipa. Proyeksi jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asumsi
tingkat pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9 % per tahun.
Sedangkan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan
akan bertambah 5 (lima) kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata
produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per
hari per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per
kapita pada tahun 2020. Di samping itu komposisi sampah yang
dihasilkan juga akan semakin beragam seiring dengan meningkatnya
gaya hidup konsumtif masyarakat. Data empirik rnenunjukkan bahwa
dari jumlah sampah yang dihasilkan ada sebagian yang tidak
terargkut ke lokasi tempat pernbuangan akhir sampah. Kondisi yang
demikian ini merupakan born waktu yang pada suatu saat nantinya
akan meledak menjadi bencana lingkungan.
Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada penanganan
sampah pada hilir sebagaimana dilakukan dewasa ini sudah saatnya
untuk ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan
sampah dari hula sampai ke hilir.
6
Sampah Secara Terintegrasi: Implementasi dan Kesiapan Daerah dalam
Pengelolaan Sampah Regional Lintas Kabupaten/Kota, Semarang, 26
Februarl 2004 Ir. Srl Betassarl, M.Si dan Tim; op.cit.
40
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Sampah sebagai sumber daya yang mempunyai manfaat - Paradigma
baru pengelolaan sampah memandang sampah sebagai sumber daya yang
mempunyai manfaat, sedangkan pengelolaannya bertumpu pada
pendekatan sumber (pendekatan hulu-hilir). Paradigma baru
pengelolaan sampah meliputi seluruh siklus-hidup sampah mulai dari
hulu sejak sebelum dihasilkan suatu produk sampal ke hilir pada
fase produk sudah digunakan dan menjadi sampah yang kemudian di
kirim ke tempat pemrosesan akhir sampah untuk dikembalikan ke media
lingkungan secara aman. 2.2.1. BATASAN PENGELOLAAN SAMPAH.
Dalam paradigma baru, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk mengurangi
dan menangani sampah yang berwawasan lingkungan agar tercipta
lingkungan hidup yang baik, bersih, dan sehat. Konsep dasar
paradigma baru pengelolaan sampah di satu sisi mengurangi timbulan
sampah, dan di sisi lain semakin sedikit mungkin sampah dikirim ke
tempat pemrosesan akhir sampah. Semakin kecil persentase volume
sampah dari sampah yang dihasilkan yang dikirim ke tempat
pernrosesan akhir sampah mengindikasikan semakin baik kinerja
pengelolaan sampah, dan sebaliknya. Perbandingan paradigma lama dan
baru pengelolaan sampah digambarkan dalam diagram 1.
Dalam pada itu perlu pula dikemukakan bahwa dalam mengelola
sampalh perlu
dipikirkan untuk menggunakan teknologi tinggi ramah lingkungan
sebagai bagian dari upaya perlindungan lingkungan hidup, air tanah,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Dari batasan pengertian pengelolaan sampah sebagaimana
dikemukakan di atas dapat dicerrnati bahwa pengelolaan sampah
meliputi dua kegiatan, yaitu pengurangan dan penanganan sampah.
Oleh karena itu perlu klarifikasi mengenai lingkup pengertian
pengurangan sampah dan penanganan sampah 2.2.1.1. PENGURANGAN
SAMPAH.
Untuk mengurangi beban bagi tempat pemrosesan akhir sampah perlu
ditangani mata rantai sampah di hulunya, yaitu penanganan sampah
mulai
41
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
dari sumbernya. Dengan pendekatan ini tidak lagi semata-mata
bertumpu pada pamusnahan sampah yang sudah dihasilkan, melainkan
bertumpu pada upaya saat sampah itu belum timbul dan/atau diproses
untuk dikembalikan ke media lingkungan. Dengan pendekatan ini
pengelolaan sampah mencakup di satu sisi upaya mendorong
berkembangnya usaha berdasarkan prinsip 3M: mengurangi (reduce),
memanfaatkan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle) sampah.
Di Sisi lain perlu pula didorong produk dan kemasannya yang tidak
rarnah lingkungan menjadi bersifat rarnah lingkungan. Tujuan
pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan adalah sebanyak
mungkin mengurangi penggunaan bahan yang tidak dapat diural secara
alami, khususnya bahan untuk kemasan yang pasti akan menjadi
sampah.
Kegiatan pengurangan sampah meliputi upaya: a. membatasi sampah
untuk meminimalkan timbulan sampah;
Upaya membatasi sampah untuk meminimalkan timbulan sampah
merupakan fase awal, yaitu sebelum suatu produk dihasilkan, dari
siklus-hidup sampah. Pada fase ini produsen harus mengurangi sampah
dengan cara menggunakan bahan produksi, baik bahan baku, bahan
penolong, bahan tambahan maupun kemasan produk, yang dapat atau
mudah diurai oleh proses alam, dan pemilihan proses produksi yang
ramah lingkungan (teknologi bersih). Dalam melakukan pilihan
penggunaan bahan produksi tersebut produsen hendaknya menantukan
jumlah dan persentase pengurangan pemakaian bahan yang tidak dapat
atau sulit diurai oleh proses alam dalam jangka waktu tertentu.
Keharusan produsen memilih penggunaan bahan produksi untuk
meminimalkan produk ,sampah merupakan bagian dari prinsip Perluasan
Tanggungjawab Produsen (Extended Producer Responsibility). Sisi
lain dari tanggungjawab produsen tersebut adalah kewajiban
pemerintah menetapkan kebljakan pengelolaan sampah yang mendorong
pelaksanaan prinsip Perluasan Tanggungjawab. Produsen dan penetapan
instrumen kebijakan pengelolaan sampah yang memberikan stimuli
kepada produsen untuk menggunakan bahan produksi yang dapat atau
mudah diurai oleh proses alam.
b. mengguna-ulang dalam bentuk penggunaan kembali sampah secara
langsung; Di samping mengurangi timbulan sampah, kegiatan
megguna-ulang perupakan penghematan. Barang atau bahan yang telah
digunakan dan masih bisa digunakan tidak dibuang menjadi sampah,
tetapi digunakan kembali. Untuk itu, lazimnya dilakukan pemilihan
penggunaan
42
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
barang atau bahan yang dapat digunakan secara berulang-ulang
tanpa perlu dilakukan proses yang rumit.
c. mendaur-ulang dalam bentuk pemanfaatan kemball sampah setelah
melalui proses. Daur-ulang merupakan kegiatan pemanfaatan kembali
sutu baran atau produk namun masih memerlukan suatu proses tambahan
terlebih dahulu. Misalnya pemanfaatan kertas daur ulang yang
berar,a1 dari kertas bekas. Kebijakan pengurangan sampah perlu
disertai dengan tindakan nyata agar upaya mengguna-ulang dan
mendaurulang .samakin berkembang, sehingga volume sampah yang
dibuang ke tempat pemrosesan akhir menjadi semakin berkurang. Dalam
rangka pengurangan sampah dilakukan upaya sebagai berikut : a.
menetapkan sasaran claim jangka waktu tertentu terhadap
pengurangan sampah, b. mengembangkan teknologi bersih dan label
produk; c. menggunakan bahan produksi yang dapat diguna-ulang dan
didaur-
ulang; d. memfasilitasi kegiatan mengguna-ulang dan
mendaur-ulang
khususnya di tingkat kawasan; e. mengembangkan kesadaran
penghasil sampah untuk mengguna-
ulang darn mendaur-ulang; dan Upaya pengurangan sampah dilakukan
menurut norma, standar, pedoman, dan manual mengenai pengurangan
sampah.
2.2.1.2. PENANGANAN SAMPAH. Kegiatan penanganan sampah meliputi
upaya : a. pemilahan dalam bentuk mengelompokkan dan memisahkan
sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; Upaya
pemilahan sampah pada prinsipnya adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh setiap rumah tangga penghasil sampah. Namun
demikian, kehidupan masyarakat menunjukkan keragaman kondisi dan
budaya di setiap daerah. Oleh karena itu, pelaksanaan prinsip
tersebut perlu mempertimbangkan kondisi dan budaya daerah setempat.
Adalah bijaksana apabila pelaksanaan pemilanan sampah di setiap
rumah tangga diatur dengan peraturan daerah. Dalam kaitan dengan
kewajiban pemilahan sampah diperlukan peran Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat agar
melakukan pemilahan sampah. Untuk pendidikan budaya bersih
Pemerintah Kabupaten/Kota, misalnya, membuat proyek percontohan
pemilahan sampah. Berkenaan
43
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
dengan pembinaan masyarakat Pemerintah Kabupaten/Kota wajib
menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah sebagai bagian
dari pembinaan budaya pemilihan sampah menuju lingkungan hidup yang
baik dan sehat. Untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga, upaya pemilahan sampah dilakukan pada: a. sumber; b.
tempat pengolahan sampah terpadu c. kawasan perumahan dalam bentuk
klaster, yaitu apartemen, asrama,
kondominium, real-estat, dan sejenisnya, fasilitas umum, yaitu
.pasar, hotel, pusat perdagangan, dan sejenisnya, dan fasilitas
sosial, seperti rumah sakit.
b. pengumpulan dalam bentuk mengambil dan memindahkan sampah
dari sumber sampah, ke tempat penampungan sementara dan/atau ke
tempat pengolahan sampah terpadu. Kegiatan penanganan sampah berupa
upaya pengumpulan sampah dilakukan dengan memindahkan sampah dari
sumber sampah ke tempat penyimpanan sementara dan/atau ke tempat
pengolahan sampah skala kawasan sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan.
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sementara dan/atau dari tempat pengolahan
sampah terpadu menuju ke pemrosesan akhir; Kegiatan penanganan
sampah berupa upaya pengangkutan sampah dilakukan dari ternpat
penyimpanan sementara ke tempat pendauran-ulang, pengolahan,
dan/atau pemrosesan akhir sampah. Pengangkutan sampah itu dilakukan
dengan alat angkut yang rnemenuhi persyaratan teknis alat angkut
sampah. Persyaratan teknis alat angkut sampah harus memenuhi
persyaratan keamanan, kesehatan, lingkungan, kenyamanan, dan
kebersihan persyaratan teknis tersebut diperlukan untuk mencegah
ceceran sampah selama perjalanan ke tempat pemrosesan akhir
sampah.
d. pengolahan dalam bentuk untuk mengubah karakteristik,
komposisi, dan jumlah sampah agar dapat diproses lebih lanjut,
dimanfaatkan, atau dikembalikan ke media lingkungan secara aman;
dan
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk mengembalikan sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media Iingkungan
secara aman. Pemrosesan akhir sampah dilakukan di lokasi tempat
pemrosesan akhir sampah. Sedangkan pengoperasian tempat pemrosesan
akhir sampah
44
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
dilakukan sesuai dengan prosedur operasi teknis pemrosesan akhir
sampah.
2.2.1.3. PERLUASAN TANGGUNGJAWAB PRODUSEN. Perluasan
Tanggungjawab Produsen (Extended Producer
Responsibility) merupakan suatu instrumen kebijakan yang
memperluas tanggungjawab produsen melampaui tanggunggugat produsen
sebagaimana dikenal dewasa ini terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja, keamanan konsumen, dan biaya produksi-dengan menambahkan
tanggungjawab terhadap siklus hidup biaya dari produknya dan
kemasan yang digunakannya. Hal penthig dalam Perluasan
Tanggungjawab Produsen (PTP) adalah kewajiban penghasil produk
untuk "mengambil kernbali" sisa-akhir dari produk setelah digunakan
dan menciptakan suatu sistem utnuk mencegah pencemaran dan
penggunaan tidak efisien sumber daya. PTP menekankan suatu desain
strategi dengan memperhitungkan dampak Iingkungan di tingkat hulu
yang tersimpul dalam seleksi, penambangan dan ekstraksi material,
dampak kesehatan, dan Iingkungan terhadap pekerja dan Iingkungan
seklitar selama proses produksi berlangsung, dan di hilir dampak
selama pemakaian, daur-ulang dan pembuangan produk. Tujuan akhir
dari PTP adalah mendorong bahan produk bersih dan aman, serta
proses produksi, maupun meminimalkan limbah pada setiap tahap
siklus hidup dan produk7.
PTP adalah suatu instrumen untuk menjamin bahwa tanggungjawab
dibebankan kepada pihak yang mempunyai kemampuan paling besar untuk
mengurangi dampak suatu produk terhadap Iingkungan hidup dan
kesehatan manusia yaitu pemilik asli. Pada tahap perancangan,
pemilik asli berada pada posisi untuk melakukan seleksi material
yang, aman, meminimalkan limbah toksik pada seluruh siklus hidup,
meningkatkan kegunaan suatu produk dan fasilitasi penggunaan
kembeli produk yang dihasilkan pada akhir kegunaannya8.
PTP adalah suatu instrumen untuk melibatkan produsen dalam
menanggulangi ketidak-adilan sosial. Banyak produk yang digunakan
dewasa ini dibuang ke tempat pembuangan akhir atau insinerator yang
cenderung berlokasi di atau dekat masyarakat berpenghasilan rendah,
atau diekspor ke negara berkembang dengan standar kesehatan dan
kerja yang tidak memadai. Sebagai akibatnya, warga masyarakat di
negara maju dan negara berkembang berhadapan dengan material toksik
yang menyebabkan kanker,
7
Extended Producer Responsibility Working Group; Extended Produce.:
Responsibility; A Prescriptionior Clean Production, Pollution
Prevention and Zero Waste; amended July 2003.
8 Ibid.
45
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
masalah reproduksi dan penyakit lainnya. PTP dapat mencegah
kecenderungan ini dengan menjamin bahwa produsen menghasilkan
produk yang aman, mengambil-kembali dan mendaur-ulang produk
tersebut secara bertanggungjwab9.
Perluasan Tanggungjawab Produsen merupakan prinsip generasi baru
dalam kebijakan pencegahan pencemaran yang terfokus pada sistem
produk daripada fasilitas produksi. Tujuan PTP adalah mendorong
produsen mencegah pencemaran dan mengurangi pemakaian sumber daya
dan energi pada setiap tahap siklus -hidup produk melalui perubahan
perancangan produk dan proses teknologi. Dalam pengertian yang
paling luas, PTP adalah prinsip bahwa penghasil memikul beban
tanggungjawab tertentu atas semua dampak lingkungan yang timbul
dari produk yang dihasilkannya. Hal ini meliputi dampak di hulu
yang timbul dari pemilihan material dan dari proses manifaktur, dan
dampak di hilir yang timbul dari penggunaan dan pembuangan produk.
Penghasil menerima tanggungjawab tersebut apabila mereka menerima
tanggungjawab hukum, fisik, atau ekonomik untuk dampak lingkungan
yang tidak dapat dieliminasi oleh perancangan10.
2.2.2. LOKASI TEMPAT PEMROSESAN AM -AR SAMPAH. Pemrosesan akhir
sampah dilakukan di lokasi tempat pemrosesan akhir venial.
Penetapan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah didasarkan pada
kriteria penetapan lokasi tempat pemrpsesan akhir sampah. Sedangkan
penangar.an sampah dilakukan menurut norma, standar, pedoman, dan
manual yang ditetapkan.
Rencana pengoperasian tempat pemrosesan akhir sampah wajib
dilengkapi dengan dokumen pengeloiaan lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
2.2.3. URUSAN PENGELOLAAN SAMPAH. Pengelolaan sampah dengan
paradigma baru adalah kegiatan yang sistematis
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk mengurangi dan menangani
sampah yang berwawasan lingkungan agar tercipta lingkungan hidup
yang baik, bersih, dan sehat. Lingkup paradigma baru pengelolaan
sampah meliputi upaya penanganan sampah pada tingkat hulu, ketika
sampah belum diproduksi dengan tujuan mengurangi timbulan sampah
sampal ke hilir ketika sampah dikirim ke lokasi ternpat pemrosesan
akhir sampah untuk dikembalikan ke media lingkungan secara aman.
Setiap tingkat dalam siklus hidup sampah merupakan suatu
hierarki.
9
Ibid. 10 Beverley Thorpe arid Iza Kruszewska; Strategies to Promote
Clean Production: Exetended Producer Responsibility; Clean
Production Acylon, January 1999.
46
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Menurut batasan pengertiannya, paradigma baru pengelolaan sampah
meliputi dua aspek, yaitu aspek pengurangan sampah dan aspek
penanganan sampah. 2.2.3.1. PENGURANGAN SAMPAH.
Aspek pengurangan sampah yang meliputi upaya a. membatasi sampah
untuk meminimalkan produk sampah; b. mengguna-ulang sampah dalam
bentuk penggunaan kembali sampah
secara Iangsung, dan/atau c. mendaur-ulang sampah dalam bentuk
pemanfaatan kembali sampah
setelah meialui suatu proses. Untuk tercapainya tujuan upaya
pengurangan sampah diperlukan
penetapan. kebijakan yang berskala nasional. Daram hubungan ini
perlu ditetapkan: 1. Kebijakan pengurangan sampah yang:
1.1. mendorong agar para produsen mengurangi sampah dengan cara
menggunakan bahan yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam.
Kebijakan tersebut hendaknya menetapkan jumlah dan persentase
pengurangan pemakaian bahan yang tidak dapat atau sulit diurai oleh
proses alam dalam jangka waktu tertentu.
1.2. menumbuh-kembangkan upaya mengurangi, menggunakan kembali,
dan mendaur-ulang (3M) produk yang dihasilkan;
1.3. bertujuar, mengurangi produksi produk dan kemasan tidak
ramah I ogkungan dan mendorong berkembangnya pasar produk dan
kemasan ramah lingkungan:
Kebijakan pengurangan sampah perlu disertai dengan kebijakan
penetapan insentif bagi produsen yang menggunakan bahan produksi,
baik bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan maupun kemasan
produk, yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam, proses
produksi yang ramah lingkungan. Kebijakan pengurangan sampah
tersebut perlu disertai dengan tindakan nyata agar upaya
mengguna-ulang dan mendaurulang semakin berkembang, sehingga volume
sampah yang dibuang ke tempat pemrosesan akhir menjadi semakin
berkurang. Semakin kecil persentase volume sampah dari sampah yang
dihasilkan yang dikirim ke lokasi tempat pemrosesan akhir sampah
merupakan indikator kinerja pengelolaan sampah yang baik, dan
sebaliknya.
2. Program untuk mIelaksanakan kebijakan pengelolaan sampah pada
umumnya, pengurangan sampah pada khususnya. Untuk mencapai
tujuan
47
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
penetapan ,kebijakan pengelolaan sampah dikembangkan program,
seperti: 2.1. pengembangan teknik dan metoda penanganan akhir
sampah yang
ramah Iingkungan; Prpgram penerapan teknik dan metoda sanitary
landfill yang ramah Iingkungan ditujukan untuk mengganti penanganan
akhir sampah open dumping, dan menerapkan penanganan akhir sampah
sanitary landfill. Ada berbagai macam teknik dan metoda penanganan
akhir sampah : open dumping, controlled landfill, sanitary
landfill, teknologi insinerator. Setiap teknik dan metoda mempuyai
kelebihan dan kelernahan masingmasing. Oleh karena itu perlu dikaji
teknik dan metoda mana yang paling sesuai untuk diterapkan di
Indonesia. Penetapan teknik dan metoda perlu memperhatikan, antara
lain, aspek Iingkungan hidup, kesehatan, dan sosial. Dalam hubungan
ini perlu ciitetapkan suatu jangka waktu kapan penanganan akhir
sampah open dumping harus ditutup dan mulai diterapkannya
penanganan akhir sampah sanitary landfill;
2.2. waste to energy, yaitu pemanfaatan sampah organik sebagai
sumber energi (biogas);
2.3. pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan; 3.
lnstrumen Regulasi.
Untuk mangapal tujuan penetapan kebljakan pengololasin sampah
ditetapkan instrumen regulasi, seperti; 3.1. Pengelolaan sampah di
wilayah perairan pesisir dan kepulauan; 3.2. Pengelolaan sampah di
kawasan pelabuhan; 3.3. Pengelolaan sampah di kawasan industri dan
kawasan berikat; 3.4. Pengelolaan sampah antar daerah; 3.5.
Kriteria penetapan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah; 3.6.
Pedoman penanganan akhir sampah sanitary landfill; pedernan
teknik, standar, dan prosedur penanganan akhir sampah sanitary
landfill;
4. Instrumen Ekonomik. Untuk mencr pai tujuan penetapan
kebijakan pengelolaan sampah ditetapkan instrumen ekonomik regulasi
yang bersifat kondusif bagi tercapainya tujuan pengelolaan sampah.
Suatu instrumen dapat diberi label "ekonomik" sepanjang instrumen
tersebut terkait dengan perkiraan biaya dan keuntungan dad pilihan
lindakan yang tersedia baryi pelaku ekonomi, dengan efek
mempengaruhi
48
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
pengambilan keputusan an perilaku sedemikian rupa bahwa pilihan
yang diambil itu mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi
lebih sesuai dengan yahg diinginkan dibanding dengan tidak
menerapakan instrumen tersebut11. Berbeda halnya dengan pengaturan
langsung, instrumen ekonomi menyerahkan kepada para pelaku ekonomi
untuk mernberikan jawaban atas stimuli tertentu yang paling
menguntungkan bagi dirinya12. Instrumen ekonomik banyak jenisnya.
Maka menjadi penting untuk menentukan jenis instrumen ekonomi mana
yang seyogyanya diterapkan agar dapat mengubah perilaku pelaku
ekonomi agar menjadi ramah lingkungan. Pemilitian instrumen
ekonomik yang akan diterapkan haruslah didasarkan pada
pertirnbangan yang cermat terutama dalam kaitannya dengan
kemungkinan dampak yang akan ditimbulkannya apabila instrumen
ekonomik diterapkan. Instrurnen ekonomik yang dapat menghimpun dana
adalah retribusi sampah. Instrumen ekonomik banyak jenisnya. Maka
menjadi penting untuk menentukan jenis instruman ekonomi mana yang
seyogyanya diterapkan agar dapat mengubah perilaku pelaku ekonomi
menjadi ramah lingkungan. Pemilihan yang demikian itu sudah barang
tentu tidak dapat dilakukan menurut selera penguasa, atau mengambil
alih instrumen ekonomik di negara lain untuk diterapkan di
Indonesia. Pemilihan itu haruslah didasarkan pada pertimbangan yang
cermat terutama dalam kaitannya dengan kemungkinan dampak yang akan
ditimbulkannya apabila instrumen ekonomik itu diterapkan. Salah
satu instrumen ekonomik yang dapat menghimpun dana adalah pungutan
pencemaran.Ada beberapa kIasikfikasi utama instrumen ekonomik13,
yaitu:
- pungutan (charges); Sampai suatu titik tertentu, pungtan dapat
dikatakan sebagai "harga yang harus dibayar untuk pencemaran".
Pungutan dapat dipandang sebagai insentif bagi penanggung jawab
kegiatan dan/atau sebagai sumber pemasukan bagi pemerintah daerah
yang bersangkutan. Secara teoritis harus dibedakan antara pungutan
dan pajak: pungutan diasosiasikan dengan suatu jasa yang diterima,
sedangkan pada pajak tidak.
- subsidi;
11
Opschoor, Professor J.B. and Dr. Hans B. Vos; ibid. 12 Opschoor,
Professor J.B. and Dr. Hans B. Vos; Ibid. 13 Opschoor, Professor
J.B. and Dr. Hans B. Vos; Ibid.
49
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
"Subsidi" merupakan istilah umum bagi berbagai bentuk bantuan
finansial, yang harus merupakan suatu insentif bagi pencemar untuk
mengubah perilakunya atau diberikan kepada perusahaan dalam
menghadapi permasalahan dalam menaati standar yang ditentukan. Ada
beberapa jenis bantuan finansial: » Grants yang berupa bantuan
finansial yang tidak perlu dibayar
kembali, dengan catatan kalau pihak pencemar melakukan upaya
tertentu untuk :nenurunkan tingkat pencemaran di kemudian hari;
» Soft loans, yang bunganya ditentukan lebih rendah dari market
rate, yaitu bantuan finansial yang diberikan kepada pihak pencemar
dengan syarat dia melakukan tindakan pencegahan pencemaran
tertentu;
» Tex allowances, yang diberikan kepada pelaku dengan cara
memperbolehkan depresiasi atau bentuk pajak lain atau pembebasan
atau pengurangan pembayaran kalau dilakukan tindakan pencegahan
pencemaran tertentu. Mengenai subsidi ini ada pendapat yang
keberatan untuk memasukkan subsidi sebagai suatu instrumen
ekonomik. Hal ini terutama disebabkan oleh karena orientasi secara
umurn tentang pendekatan kebijaksanaan lingkungan hidup didasarkan
pada asas pencemar membayar. Menurut pemahamen ini pemberian
subsidi adalah bertentangan dengan asas pencemar membayar, kecuali
dalam hal tertentu yang dirumuskan dengan jelas. Skema subsidi
memang diterapkan secara luas di berbagai negara, tetapi penerapan
skema subsidi tersebut sangat berbeda antara negara yang satu
dengan yang lain.
- deposit-refund system; Dalam deposit-refund system, ada suatu
biaya yang dikaitkan dengan harga suatu produk yang mempunyai
potensi mencemarkan. Dapat diadakam perbodaan antara deposit-refund
system yang bertujuan meningkatkan pemakaian kembali dan pembayaran
premi yang merupakan insentif untuk melalzukan daur ulang.
- market creation; Pasar dapat diciptakan dimana para aktor
dapat mmbeli "hak mencemarkan" secara nyata atau potensial, atau
dimana mereka dapati menjual "hak mencemarkan" atau residu dari
suatu proses. Ada beberapa bentuk : Perdagangan emisi (emission
trading). » Perdagangan emisi merupakan contoh yang spesifik.
50
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Perdagangan ini bisa terjadi apabila penanggung jawab kegiatan
dapat menekan jumlah emisi yang dihasilkan dibawah jumlah emisi
yang diizinkan untuk dibuang. Selisih jumlah emisi ini yang
diperdagangkan. Perdagangan itu dapat terjadi dalam satu kegiatan,
dalam satu perusahaan atau antara beberapa perusahaan. Untuk
rnenerapkan perdagangan emisi diperlukan data yang akurat tentang
daya tampung beban pencemaran. Data ini diperlukan untuk menghitung
berapa jumlah beban pencemaran yang boleh dibuang dalam media
lingkungan. Jumlah beban pencemaran ini menentukan berapa jumlah
kegiatan (sumber pencemar) yang boleh didirikan dan berapa jumlah
beban pencemaran yang boleh dibuang oleh masing-masing kegiatan itu
ke dalam satu media lingkungan yang sama. Selain itu perdagangan
emisi ini sampai titik tertentu dapat dipersepsikan sebagai "hak
mencemarkan".
» Intervensi pasar (market intervention). Intervensi pasar ini
umumnya diterapkan di negara yang pasarnya sudah ada elan berfungsi
dengan baik.
» Liability insurance. Penetapan secara hukum tanggung gugat
pencemar terhadap kerusakan lingkungan atau biaya pemulihan
dikaitkan dengan emisi atau penyimpanan limbah dapat mendorong
terbentuknya pasar dimana risiko sanksi terhadap kerusakan
dialihkan kepada perusahaan asuransi. Premi merefleksikan
kemungkinan kerugian atau biaya pemulihan darn perkiraan akan
terjadinya kerugian. Dalam hat ini insentif itu berupa kemungkinan
pembayaran premi yang lebih rendah apabila proses industri menjamin
atau menghasilkan kerugian yang lebih kecil, lebih sedikit limbah
atau kecelakaan.
- financial enforcement incentives. Instrument ekonomik kategori
ini kadang-kadang dapat cenderung dipandang sebagai instrumen hukum
dari pada sebagai instrumen ekonomik: ketidaktaatan dapat dijatuhi
sanksi ex ante (dengan pembayaran sejumlah uang yang dapat
dibayarkan kembali apabila telah menaati) atau ex post (dengan cara
menetapkan denda apabila terjadi ketidaktaatan). Namun demikian,
insentif penegakan hukum dapat merupakan rasional ekonomik untuk
ketaatan, terutama apabila
51
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
ketidaktaatan dipandang sebagai alternatif. Ada dua jenis
insentif penegakan hukum, yaitu: a) Non-compliance fee yang
dibebankan apabila pencemarn tidak
mematuhi ketentuan tertentu; b) Performance bond yaitu suatu
pembayaran kapada pejabat yang
berwenang dengan harapan terjadi ketaatan terhadap ketentuan
yang berlaku. Pembayaran tersebut akan dibayarkan kembali apabila
telah terjadi ketaatan.
Dari apa yang dikemukakan di atas dapat dicermati bahwa kategori
instrumen ekonomik mengandung adanya elemen umum, yaitu: adanya
stimuli financial, kemurigkinan adanya tindakan sukarela,
keterlibatan kewenangan yang terkait dari pemerintah, dan adanya
maksud (langsung atau tidak langsung) untuk memelihara atau
meningkatkan kualitas lingkungan dengan menerapkan instrument itu.
Instrumen ekonomik dapat merupakan suatu insentif (apabila
dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan) atau disinsentif
(apabila tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan). Dengan
rnenerapkan instrumen ekonomik itu penanggung jawab kegiatan
dihadapkan kepada pilihan yang harus dia lakukan secara sukarela.
Penerapan instrumen ekonomik ini dimaksudkan untuk mengubah
perilaku pelaku ekonomi agar menjadi ramah lingkungan. Oleh karena
itu, penetapan suatu instrumen ekonomi harus dapat memotivasi
penanggungjawab kegiatan untuk lebih baik mematuhi ketentuan
peraturan nperundang-undangan yang berlaku, sebab kalau dia tidak
mematuhinya, maka dia akan mendapatkan disinsentif (dikenakan
sanksi).
2.2.3.2. PENANGANAN SAMPAH. Aspek penanganan sampah meliputi
upaya: a. pempahan sampah dalam bentuk mengelompokkan dan
memisahkan
sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
Pemilahan sampah jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampalh rumah tangga dilakukan pada sumber sampah, tempat
pengolahan sampah terpadu, dan/atau di kawasan perumahan dalam
bentuk klaster, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.
b. pengumpulan sampah dalam bentuk mengambil dan memindahkan
sampah dari sumher sampah ke tempat penampungan sementara atau
tempat pengolahan sampah terpadu. Pengumpulan sampah ini
dilakukan
52
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
c. pengangkutan sampah dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah
terpadu menuju tempat pemrosesan akhir. Tempat penampungan
sementara, yaitu tempat penampungan sampah sebelum sampah diangkut
ke tempat penciauran-ulang, pengolahan, dan/atau pemrosesan akhir.
Pengangkutan sampah dilakukan deri sumber dan/atau dari tempat
penampungan sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu ke
tempat pemrosesan akhir dengan alat angkut yang memenuhi
persyaratan teknis alat angkut sampah.
d. pengolahan sampah dalam bentuk mengubah karakteristik,
komposisi, dan jumlah sampah agar dapat diproses lebih lanjut,
dimanfaatkan, atau dikembalikan ke media lingkungan secara aman,
dan/atau
c. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk mengemballikan sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman. Pemrosesan, akhir sampah ini dilakukan di lokasi
tempat pemrosesan akhir, yaitu tempat untuk mengembalikan sampah ke
media lingkungan secara aman. Pengoperasian tempat pemrosesan akhir
sampah tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur operasi teknis
pemrosesan akhir sampah. Sedangkan penetapan lokasi tempat
pemrosesan akhir sampah didasarkan pada kriteria penetapan lokasi
tempat pemrosesan akhir sampah. Untuk tercapainya tujuan upaya
penanganan sampah diperlukan, antara lain: 1. penetapan ragulasi
tentang pemilahan sampah pada sumbernya; 2. ketersediaan:
a. lahan untuk alokasi tempat penampungan sementara sampah; b.
alat angkui sampah yang memenuhi persyaratan kelayakan teknis
pengangkut sampah; c. lahan untuk lokasi tempat pemrosesan akhir
sampah; d. sumber daya manusia serta sarana dan prasarana
pengelolaan
sampah; 2.2.3.3. SAMPAH YANG DIKELOLA.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari
proses alam yang berbentuk padat. Dari rumusan pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa sampah adalah bahan sisa dari kegiatan
kehidupan sehari-hari
53
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
masyarakat. Sampah yang harus dikelolka dihasilkan oleh berbagai
sumber yang dapat dogolongkan sebagai berikut: 1. sampah rumah
tangga; 2. sampah sejenis sampah rumah tangga;
Yang dimaksud dengan sampah sejenis sampah rumah tangga adalah
sampah yang dihasilkan oleh:
2.1. keglatan komersiat: pusat perdagangan, pasar, pertokoan,
hotel, restoran, tempat hiburan;
2.2. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah
tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas;
2.3. tasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte
kendaraan umum, arrian, jalan, dan trotoar;
2.4. industri; 2.5. fasilitas lainnya: perkantoran, sekolah.
2.6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai,
danau,
pantai; 3. sampah
Yang dimaksua dengan sampah spesifik adalah sampah yang karena
sifat, konsentrasinya, dan/atau jumlahnya memerlukan penanganan
khusus Samaah spesifik meliputi, antara lain, sampah yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti baterai bekas,
puing pembongkaran banounan. Di antara sampah spesifik itu tidak
dapat atau sulit diolah karena belum tersedianya teknologi
pengolahannya, sehingga diperlukan penanganan secara khuslis.
2.2.4. PEMBIAYAAN. Dalam pengelolaan sampah digunakan prinsip
internalisasi eksternalitas.
Penerapan prinsip internalisasi eksternalitas itu dalam
pengelolaan; sampah berarti bahwa penghasil sampah harus menanggung
biaya pemusnahan sampah yang dihasilkannya itu. Pada tingkat
perkembangan kehidupan masyarakat dewasa ini orang lalu.
mengandajkan jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk
membtiang sampah. Penggunaan jasa pemerintah daerah tersebut
dilakukan dengan membayar imbalan jasa berupa retribusi sampah.
Jadi retribusi sampah liu sebenarnya adalah biaya yang harus
ditanggung oleh warga masyarakat yang menghasikan sampah, biaya
tersebut adalah bagian dari biaya kehidupan sehari- hari warga
masyarakat. Karena retribusi sampah itu adalah biaya yang harus
ditangpung oleh warga masyarakat untuk pemusnahan sampah, maka
biaya itu juga harus digunakan untuk membiayai pamusnahan sampah.
Itu adalah" makna penerapan prinsip internalisasi eksternalitas
dalam pengelolaan sampah. Dari prinsip internalisasi
54
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
eksternalitas dapat diderivasi suatu prinsip "pungutan biaya
dari sampah digunakan untuk pengelolaan sampah", atau secara
sIngkatnya daps" disebut prinsip "dari sampah untuk sampah".
Pungutan retrIbusi sampah dilakukaa oleh pemerintah daerah. Menurut
prinsip "dari sampah untuk sampah", rnaka berapa jumlah retribusi
sampah yang diperoleh itu harus Walokasikan untuk pengelolaan
sampah. Oleh karena itu hasil pungutan retribusi sampah dan
penggunaannya untuk pengelolaan sampah harus dinyatakan dengan
jelas dalam: anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
2.2.5. LARANGAN IMPOR SAMPAH. Pengelolaan sampah untuk
mengurangi dan menangani sampah yang
berwawasan lingkungan agar tercipta lingkumgan hidup yang baik,
bersih, dan sehat. Dalam tujuan pengelolaan sampah tersebut
terkandung prinsip bahwa penghasil sampah memikul tanggung jawab
untuk menangani sampah yang dihasilkennya. Implikasi dari prinsip
ini adalah keharusan untuk merumuskan norma larangan dalam kaitan
pengelolaan sampah. Larangan tersebut meliputi: 1. larangan
memasukkan sampah atau bahan sisa dengan nama apapun yang
didupa sebagai sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan ini.
1.1. Larangan sampah jenis sampah spesifik. Sampah spesifik
meliputi, antara
lain, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3)
seperti baterat bekas. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun
yang menurut Undang-undang Nomor Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 21 dilarang untuk diimpor. Di antara, sampah
spesifik itu, seperti puing pembongkaran bangunam, tidak dapat atau
sulit diolah karena belum tersedianya teknoIogi pengolahannya,
sehingga diperlukan pengaturan secara khusus. Masalah serius akan
timbul apabila sampah spesifik tersebut diimpor.
1.2. Larangan impor sampah jenis sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga. Sarnpah jenis sampah rumah tangga dan
sampah sejenis sampah rumah tangga pada dasarnya dilarang untuk
diimpor. Namun data empirik nenunjukkan adanya beberapa jenis
sampah jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga yang diimpor. survai yang dilakukan oleh Institute of
Developing Economies14 tentang Sumber Daya yang Dapat Didaur-ulang
di Asia menunjukkan bahwa
14
Institute of Developing Economies, IDE-Jetro; Interhadonal Trade of
Recyclable Resources In Asia, Edited by: Michlkuzu Kc, ma; IDE Sot
Survey No. 29; May, 2005.
55
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Indonesia mengimpor dan mengekspor beberapa jenis sampah. Data
mongenai impor dan ekspor sampah yang dapat didaur-ulang
ditunjukkan dalam Tabei 1 dan Tabel 2
2. Larangan pembuangan (dumping) sampah di laut. 3. Larangan
bagi setiap orang
a. membuanu sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dari
disediakan; b. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan
terbuka di tempat
pemrosesan akhir c. mencampur Iimbah bahan berbahaya dan beracun
dengan sampah; dan/atau
mengotah jenis sampah spesifik bersama dengan sampah rumah
tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga.
d. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah.
56
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
BAB III LANDASAN HUKUM.
3.1. LANDASAN KONSTITUSIONAL. Pengelolaan sampah pada hakekatnya
berangkat dari hak setiap orang atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana ditentukan
dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 23/1997). Hal ini
dikukuhkan dalam ketentuan pasal 28 H ayat (1) Undahg-Undang Dasar
1945 (sebagaimana telah diubah) yang menyatakan:
"setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan." Adapun wewenang mengurus
dan mengatur masalah sampah sebagai aspek dari
pengelolaan lingkungan hidup berpangkal dari asas tanggung jawab
negara,, suatu asas yang diderivasi dari ketentuan Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar 1945 (sebagaimana telah diubah). Sedangkan
wewenang membuat undang-undang didasarkan pada ketentuan Pasal 5
Undang-Undang Dasar 1945 (sebagaimana telah diubah).
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengamanatkan terciptanya kehidupan yang sejahtera lahir
dan batin dalam suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pengelolaan sampah dengan paradigma yang sampai saat ini dianut
tidaklah kondusif untuk melaksanakan amanat konstitutional
tersebut. Untuk dapat melaksanakan ketentuan Undang-Undang Desar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut pengelolaan sampah
hams melandaskan diri pada paradigma baru yang memandang sampah
sebagai sumber daya yang dapat memberikan manfaat. Manfaat yang
dapat diperoleh dari sampah adalah, misalnya, penggunaan kembali
sampah menjadi barang yang bermanfaat, mendaur-ulang sampah menjadi
pupuk kompos, sampah dikembangkan sebagai biogas.
Dengan proyeksi perkembangan kehidupan masyarakat di masa
mendatang, maka paradigma pengelolaan sampah sebagaimana diterapkan
sampai saat ini yang bertumpu pada pendekatan ujung-pipa dan
memandang sampah sehagai sumber daya yang tidak berguna, tidak
dapat dipertahankan. Paradigms tams pengelolaan sampah tersebut
harus dlubsh dengan paradigma baru dengan pendekatan sumber dan
mernandang sampah sebagai sumber daya yang bermanfaat.
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertumpu pada upaya
mengurangi timbulan sampah pada sumbernya dan menangani sampah.
Tahap akhir dari siklus hidup sampah adalah tempat pemrosesan akhir
sampah.
57
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
3.2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT. Dalam penyusunan
rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan sampah perlu
diperhatikan peraturan perundang-undangan lain yang telah
berlaku. Terdapat beberapa undang-undang yang terkait dengan
masalah pengelolaan sampah 3.2.1.UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997
TENTANG PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP (L.N. Tahun 1997 Nomor 68, T.L.N. Nomor 3699).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (selanjutnya disingkat UU No. 23/1997) tidak secara spesifik
mengatur masalah perSampahan. Narnun demikian, dalam UU No. 23/1997
pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang
sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam Pasal 1 angka
20 diberikan rumusan pengertian tentang dampak lingkungan hidup,
yaitu pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta konsep dampak lingkungan menjadi pangkal
permasalahan persampahan. Sampah yang dihasilkan oleh produsen dan
konsumen mempunyai potensi dampak ta.rhadap lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
3.2.2.UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHIJN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN
PERMUKIMAN (L.N. Tahun 1992 Nomor 23, T.L.N. Nomor 3469). Dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
(selanjutnya disingkat: UU No. 4/1992) ditekankan pada keberadaan
Prasarana Iingkungan. Prasarana lingkungan menurut ketentuan pasal
1 angku 5 UU No. 4/1992, adalah "kelengkapan dasar fisik Iingkungan
yang memungkinkan Iingkungan permukiman berfungsi sebagaimana
mestinya". Penjelasan Pasal ini menegaskan pentingnya pengelolaan
sampah yang dianggap sebagai sarana dasar untuk suatu kawasan
permukiman, adapun bunyi penjelasan pasal ini adalah: "Sarana dasar
yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan permukiman
adalah:,
- jaringan Wan untuk mobilitas manusia; - jaringan saluran
pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah; - jaringan
saluran air hujan untuk mencegah banjir. Menurut UU No. 4/1992,
pengelolaan sampah di kawasan permukiman menjadi semakin panting
dalam hubungannya dengan hak setiap warga negara. Dalam hubungen
hal ini ketentuan Pasal 5 ayat (1) menyatakan: "setiap warga negara
mempunyal hak unutk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiiiki
rumah yang layak, dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan
teratur." Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur ini
adalah lingkungan yang memillki rencana pengelolaan lingkungan yang
baik, yang di dalatnnya tersedia sarana dan fasilitas pengelolaan
sampah.
58
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Konsekuensi dari ketentuan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal
7 ayat (1) yang mewajibkan pihak yang membangun rumah dan perumahan
untuk: 1. mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan
administratif; 2. melakukan pemantauan lingkungan yang terkena
dampak berdasarkan rencana
pemantauan Iingkungan; 3. melakukan pengelolaan Iingkungan
berdasarkan rencana pengelolaan
Iingkungan. Selain satu upaya untuk mewujudkan lingkungan yang
sehat, aman, serasi dan teruatur adalah membuat rencana pengelolaan
bagi lingkungan kawasan permuklman. Dalam rencana pengelolaan
lingkungan ini termasuk di dalamnya rencana pengelolaan sampah
permukiman. Rencana pangelolaan sampah yang diatur dengan matang
akan sangat membentu untuk mewujudkan lingkungan ang memenuhi
syarat-syarat ekologis. Berdasarkan UU No. 4/1992 diundangkan
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan slap
Bangun dan Lingkungan Siap Bangun (L.N. Tahun 1999 Nomor 171,
T.L.N. Nomor 3892). Dalam Paraturan PomerIntah Nomor 80 Tahun. 1999
(selanjutnya disingkat: PP No. 80/1990) dimuat ketentuan mengenai
prasarana lingkungan, yaitu kelengkapan dasar fisik Iingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Menurut PP No. 80/1999, dalam suatu kawasan permukiman
terdapat kawasan yang disebut sebagai: a. Kawasan Siap Bangunan
(Kasiba) yaitu sebidang tanah yang fisiknya telah
diperciapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan slap bangun atau lebih
yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan terlebih
dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarna
lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang
ditetapkan oleh kepala daerah dan memenuhi persyaratan pembakuan
pelayanan prasarana dan sarana lingkungan.
b. Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) yaitu sebidang tanah yang
merupakan bagian dari Kasiba ataupun berdiri sandhi yang telah
dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarna lingkungan dan selain
itu memenuhi standar pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling
tanah matang. Selanjutnya PP No. 80/1999 juga memuat pengaturan
mengenai prasarna lingkungan; yaitu kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan lingkungan, permukiman dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Untuk berfungsinya kawasan permukiman
diperlukan kelengkapan dasar yang berupa:
59
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
a. jaringan jalan untuk mobilitas manusia dan angkutan barang,
mencegah perambatan kehakaran serta menciptakan ruang dan bangunan
yang teratur.
b. Jaringan saluran pembuangan air Iimbah dan tempat pembuangan
sampah untuk kiesehatan lingkungan;
c. Jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase) dan
pencegahan banjir setempat. Dalam keadaan tidak terdapat air tanah
sebagai sumber air bersih, jarinyan air bersih merupakan sarana
dasar.
Berdasarkan ketentuan dalam puaturan perundang-undangan tersebut
di atas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu Kasiba dan Lisiba, .
pembuangan sampah merupakan salah satu sarana dasar yang harus
disediakan oleh pengembang atau pengelola kawasan,permukiman.
3.2.3. UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN.
(L.N. TAHUN 1992 NOMOR 100, T.L.N. NOMOR 3495).
Pengundangan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 (UU No. 23/1992)
didasarkan pada pertimbangan bahwa kesehatan sebagai salah satu
unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai, dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945 melalui pembangurian nasional yang berkesinambungan
berdasarkan Pancasila. dan Undang-undang Dasar 1945. Perkembangan
kesehatan diarahkan uuntuk mempertinggi derajat kesehatan, yang
besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia
Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional
yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Menurut UU No. 23/1992 Pasal 1 angka 1, kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan social. yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara social dan ekonomis. Ketentuan Pasal 4
menyatakan bahwa setiap orang rrempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang, optimal. Sisi lain dari hak
tersebut adalah berkewajiban setiap orang untuk ikut serta dalam
memelihara dan meningkatkan serajat kesehatan perseorangan,
keluarga, dan lingkungannya (Pasal 5).
Selanjutnya ketentuan Pasal 10 menyatakan bahwa untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan
upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut dilaksanakan melalui,
antara lain, kegiatan kesehatan lingkungan yang diselenggarakan
untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat.
60
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Mengenai kesehatan lingkungan, UU No. 23/1992 Pasal 22
menentukan bahwa kesehatan lingkungan, yang diselenggarakan untuk
mewujudkan kualitas Iingkungan yang sehat, dilaksanakan terhadap
tempat umum, misalnya, hotel, terminal, pasar, pertokoan, bioskop,
dan usaha-usaha lain sejenis, lingkungan pemukiman, misalnya, rumah
tinggal, asrama, atau yang sejenis, Iingkungan kerja, misalnya,
perkantoran, kawasan industri atau yang sejenis, angkutan umum,
misalnya, kendaraan darat, laut, dan udara yang dipergunakan untuk
umum dan lingkungan lainnya, yaitu lingkungan yang bersifat khusus
seperti lingkungan yang berada dalam keadaan darurat, bencana,
perpindahan penduduk secara besar- besaran, reaktor, atau tempat
yang bersifat khusus.
Adapun kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara
pengamanan lirnbah padat, limbah gas, radiasi dan kebisingan,
pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan
lainnya. Selain itu ditentukan pula bahwa setiap tempat atau sarana
pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang
sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.
Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, yang dapat dilakukan antara
lain, melalui peningkatan sanitasi lingkungan, baik pada lingkungan
tempatnya maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya yang
berupa fisik, kimia, atau biologis, termasuk perubahan perilaku.
Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas
dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup
.manusia.
3.2.4. UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG
(L.N. Tahun 1992 Nomor 115, T.L.N. Nomor 3501).
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(selanjutnya disingkat: UU No. 24/1992), yang dimaksud dengan ruang
adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Sedangkan
penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Merujuk rumusan pengertian tersebut, pengertian ruang meliputi:
• ruang daratan, yaitu ruang yang terletak di atas dan dibawah
permukaan daratan
termasuk permukaan perairan daratan dan sisi darat dari garis
laut terendah; • ruang lautan, yaitu ruang yang terletak di atas
dan di bawah permukaan laut dimulai
dari sisi luar garis laut terendah termasuk dasar laut dan
bagian bumi di bawahnya, dan
61
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
• ruang udara, yaitu ruang yang terletak di atas ruang daratan
dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat di bumi di
mana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.
Rencana tata ruang, yaitu hasil perencanaan tata ruang,
dibedakan atas: (1) rencana tata ruang wilayah nasional yang
merupakan strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara, meliputi: a.
tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan
kesejahteraam
masyarakat dan pertahanan keamanan; b. struktur dan pola
pemanfaatan ruang wilayah nasional; c. kriteria dan pola
pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan
kawasan tertentu. Rencana tata ruang wilayah nasional
berisi:
a. penetapan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan
tertentu yang ditetapkan secara nasional;
b. norma dan kriteria pemanfaatan ruang c. pedoman pengendaltan
pemanfaatan ruang, dan menjadi pedornan untuk:
a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah
nasioral; b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan
perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor; c)
pengarahan investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau
masyarakat; d) penataan ruang wilayah propinsi dan wilayah
kabupaten/kota. Jangka
waktu rencana tata ruang wilayah nasional adalah 25 tahun. (2)
rencana tata ruang wilayah propinsi yang merupakan penjabaran
strategi dan
arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam
strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah propinsi, meliputi:
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah propinsi untuk peningkatan
kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan; b. struktur dan pola
pemanfaatan ruang wilayah propinsi; c. pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah propinsi;
Rencana tata ruang wilayah propinsi berisi: a. arahan
pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya; b. arahan
pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan
tertentu; c. arahan pengembangan kawasan pemukiman, kehutanan,
pertanian,
pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; d.
arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan
perkotaan;
62
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
e. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah yang meliputi
prasarana transportasi, telekomunikasi, energi-pengairan, dan
prasarana pengelolaan lingkungan;
f. arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; g. arahan
kebrjaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara,
tata
guna sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan
dengan sumber daya manusia dan sumber daya buaan, dan menjadi
pedoman untuk:
a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah
propinsi; b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembengan
antar wilayah propinsi serta keserasian antar sektor; c)
pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan
atau
masyarakat; d) pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota yang
merupakan dasar dalam
pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan. Jangka waktu
rencana tata ruang wilayah propinsi adalah 15 tahun.
(3) rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang merupakan
penjabaran rencana tata ruang wilayah propinsi ke dalam strategi
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, meliputi a.
tujuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota untuk
peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan; b. rencana
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; c.
rencana unium tata ruang wilayah kabupaten/kota; d. pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/ kota;
Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota berisi: a. pengelolaan
kawasan lindung don kawasan budidaya; b. pengelolaan kawasan
perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu; c. sistem
kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan
perkotaan; d. sistem prasarana transportasi, telekomunikasi,
energi, pengairan, dan
prasarana pengelolaan lingkungan; e. penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumber daya alam Iainnya, serta memperhatikan
keterpaduan dengan surnber daya manusia dan sumber daya buatan, dan
menjadi pedoman untuk: a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan
ruang di wilayah
kabupaten/kota;
63
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah kabupaten/kota serta keserasian antar
sektor;
c) penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan
atau masyarakat di kabupaten/kota;
d) penyusunan rencana rinci tata ruang di kabupaten/kota; e)
pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan
pembangunan. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, yang
jangka waktunya adalah 10 tahun, menjadi dasar untuk penerbitan
perizinan lokasi pembangunan.
3.2.5. UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH
DAERAH (L.N. Tahun 2004 Nomor 125, T.L.N. Nomor 4437). Menurut
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(selanjutnya disingkat: UU No. 32/2004), urusan pemerintahan yang
menjadi kewenanyan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan
berdasarkan kriteria eksternalitas, akentabilitas, dan efisiensi
dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan bertahap dan
ditetapkan oleh Pamerintah. Urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana
dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang
didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada
Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang
didekonsentrasikan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi
yang meliputi: 1. perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2.
perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3.
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4.
penyedian sarana dan prasarana umum; 5. penanganan bidang
kesehatan; 6. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber dana
manusia potensial; 7. penanggulangan masalah sosial lintas
kabupaten/kota; 8. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas
kabupaten/kota; 9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil,
dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota; 10. pengendalian lingkungan hidup; 11. pelayanan
pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; 12. pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil;
64
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
13. pelayanan administrasi urusan pemerintahan, 14. pelayanan
adminsitrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; 15.
penyeengoraan pelayanan dasar lalnnya yang barium dapat
dilaksanalian oleh
kabupaten/kota, dan 16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan
oleh peraturan perundang-undangan. Adapun urusan pemerintahan
provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahterean
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenanagan
pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang
berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian
pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata
ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat; d. penyedian sarana dan prasarana umum; e. penanganan
bidding kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan
masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitesi
pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; j. pengendalian
lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi urusan
pemerintahan, n. pelayanan adminsitrasi penanaman modal; o.
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, dan p. urusan wajib
lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Adapun
urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan melipuil
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, daerah yang bersangkutan. Mengenai penyelenggaraan
pemerintahan, UU No. 32/2004 menentukan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang
terdiri atas: a. asas kepastian hukum; b. asas tertib
penyelenggaran negara; c. asas kepentingan umum; d. asas
keterbukaan;
65
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
e. asas proporsianalitas; f. asas profesionalitas; g. asas
akuntabilitas; h. asas efisiensi, dan i. asas efektivitas. Asas
umum penyelenggaraan negara ini sesuai dengan Undang-undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, ditambah asas efisiensi dan
asas efektifitas.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai: 1) hak:
a. meagatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b.
memilih pimpinan daerah; c. mengelola aparatur daerah; d. mengelola
kekayaan daerah; e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f.
mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alarn dan
sumber daya
Iainnya yang berada di daerah; g. mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah, dan h. mendapatkan hak lainnya yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2) kewajiban: a. melindungl masyarakat, menjaga persatuan,
kesatuan dan kerukunan nasional,
serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b.
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. mengembangkan
kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e.
meningkatkan pelayanan dasar pendidilan; f. menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan; g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas
umum yang Iayak; h. mengembangkan sistem jaminan sosial; i.
menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. mengembangkan sumber
daya produktif di daerah; k. melestarikan lingkungan hidup; l.
mengelola administrasi kependudukan; m. melestarikan nilai sosial
budaya; n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan
sesuai dengan
kewenangannya; dan o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
66
ARSI
P DA
N DO
KUME
NTAS
I
-
Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk
pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam
sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah itu
harus dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel,
tertib, adil, patut dan taat pada peraturan perundang-undangan.
3.2.6.