Top Banner
78

DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Mar 13, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37
Page 2: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kepala Balai Besar Penelitian DipterokarpaHalaman:63-130

Jurnal Penelitian DipterokarpaVol. 7 No. 2 Th. 2013

ISSN: 1978-8746

Jurnal Penelitian Dipterokarpa adalah media resmi publikasi ilmiah dari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa yangmemuat hasil penelitian bidang- bidang Silvikultur, Nilai Hutan, Pengaruh Hutan, Perhutanan Sosial dan KonservasiSumberdaya Alam yang terkait dengan ekosistem hutan dipterokarpa. Terbit dua kali dalam setahun, setiap Juni danDesember. Terbit pertama kali pada Juni 2007.Jurnal Penelitian Dipterokarpa is an official scientific publication of the Dipterocarps Research Centre (DiReC)publishing research findings of Silviculture, Forest Influences, Social Forestry and Natural Resources Conservationwhich connected of forest dipterocarps ecosystem. Published two times a year, every June and December. Firstpublished in June 2007.

Penanggung Jawab Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa(Responsible person) (Director of the DiReC)Dewan Redaksi (Editorial Board):Ketua merangkap anggota Dr. Kade Sidiyasa(Chairman and member) (Taksonomi, Balitek KSDA Samboja)Anggota (Member) 1. Prof. Dr. Wawan Kustiawan (Silvikultur, Fahutan Unmul Samarinda)

2. Prof. Dr. Sipon Muladi (Teknologi Hasil Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)3. Dr. Sukartiningsih (Pemuliaan Tanaman dan Kultur Jaringan, Fahutan Unmul

Samarinda)4. Dr. Fadjar Pambhudi (Biometrika Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)5. Dr. Djumali Mardji (Hama dan Penyakit Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)6. Dr. Simon Devung (Kehutanan Sosial, Fahutan Unmul Samarinda)7. Dr. Acep Akbar (Silvikultur, Balai Litbanghut Banjar Baru)8. Dr. Rizki Maharani (Mikrobiologi dan Biomassa Hutan, B2PD Samarinda)9. Dr. Tien Wahyuni (Sosial Ekonomi dan Kebijakan, B2PD Samarinda)

Mitra Bestari (Peer Reviewer) 1. Prof. Dr. Ir. Iskandar Z Siregar, M.For.Sc (Silvikultur, Fahutan IPB)2. Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono (Agroforestry & Perhutanan Sosial,

Fahutan Unmul Samarinda)3. Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka (Konservasi, Fahutan Unhas Makassar)4. Prof. Andry Indrawan (Silvikultur, Fahutan IPB Bogor)5. Ir. Dwi Tyaningsih Adriyanti, MP (Dendrologi, Fitogeografi dan Arsitektur

Pohon, Fahutan UGM Yogyakarta)

Sekretariat Redaksi (Editorial Secretariat):Ketua merangkap anggota Kepala Bidang Data, Informasi dan KerjasamaChairman and member (Head of Data, Information and Cooperation)Anggota (Member) 1. Kepala Seksi Data, Informasi dan Diseminasi.

2. Ir. Selvryda Sanggona.3. Muhamad Sahri Chair, S. Kom, MT.4. Maria Anna Raheni, S.Sos.

Isi dari jurnal dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya.Citation is permitted with acknowledgement of the source.Diterbitkan secara teratur satu volume dua nomor setiap tahun oleh Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.Published regularly one volume and two number yearly by the Dipterocarp Research Centre.

Alamat (Address) : Jl. A. Wahab Syahranie No. 68, Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur.Telepon (Phone) : +62-541-206364Fax (Fax) : +62-541-742298Website/Home page : http://b2pd.litbang.dephut.go.idEmail : [email protected] : CV. Artomulyo, Samarinda

Page 3: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

ISSN: 1978-8746

JURNAL PENELITIAN DIPTEROKARPAVol. 7 No. 2, Desember 2013

DAFTAR ISI

PERTUMBUHAN DAN KOMPOSISI JENIS PERMUDAAN ALAM PADA RUMPANGTEBANGAN DI KALIMANTAN SELATANThe Growth and Composition of Wildlings in The Logged-over Gaps at South KalimantanSudin PanjaitanHal. 63-74

BIAYA INVESTASI LANGSUNG PENGELOLAAN HUTAN DENGAN SISTEMSILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) OLEH PT INTRACAWOODMANUFACTURING DI KALIMANTAN TIMURDirect Invesment Costs of Forest Management with Silvulture Sistem of Tebang Pilih Tanam Jalur(TPTJ)/ Selective Cutting and Line Planting by PT Intracawood Manufacturing in East KalimantanCatur Budi Wiati dan KarmilasantiHal. 75-84

ASOSIASI DAN SEBARAN JENIS POHON PENGHASIL MINYAK KERUING DI PT.HUTAN SANGGAM LABANAN LESTARI, KALIMANTAN TIMURAssociation and Distribution of Oil-Producing Keruing Tree Species In Hutan Sanggam LabananLestari Concession, East KalimantanAmiril Saridan dan Massofian NoorHal. 85-92

PENGARUH PEMULSAAN TERHADAP PERTUMBUHAN MERANTI TEMBAGA(Shorea leprosula Miq) DI SEMOI, PENAJAM PASER UTARA, KALIMANTAN TIMUREffect of mulching on growth performance of copper –Meranti(Shorea leprosula Miq) in Semoi,Penajam Paser Utara Regency, East KalimantanAbdurachman dan Hartati AprianiHal. 93-100

SEBARAN DAN POTENSI POHON TENGKAWANG DI HUTAN PENELITIANLABANAN,KALIMANTAN TIMURPotential and Distribution of Tengkawang Trees Species in Labanan Forest Research, EastKalimantanAmiril Saridan, Andrian Fernandes dan Massofian NoorHal. 101-108

KAJIAN EFEKTIVITAS SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG TERHADAPPENINGKATAN PRODUKTIFITAS DAN KELESTARIAN HUTAN ALAM PRODUKSIAnalysis of The Efffectvity of Gap Simulation Silvicultural System in The Enhancement ofProduction Forest Productivity and SustainabilitySudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny RahmantoHal. 109-122

Page 4: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

KAJIAN ATURAN ADAT PEMANFAATAN TANE' OLEN OLEH MASYARAKATLOKAL DI DESA SETULANG KABUPATEN MALINAU, KALIMANTAN TIMURStudy on Customary Rules for Tane’ Olen Use by Local Community at Setulang Village of MalinauDistrict, East KalimantanCatur Budi WiatiHal. 122-130

Page 5: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL PENELITIAN DIPTEROKARPA(Journal of Dipterocarps Research)

ISSN : 1978-8746 Vol. 7 No. 2, Desember 2013Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.

UDC630*228Sudin Panjaitan (Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru).Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam padaRumpang Tebangan Di Kalimantan Selatan.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 2, 2013 h; 63-74.Hutan produksi Indonesia sebagian besar telah berubahmenjadi areal bekas tebangan akibat pembalakan dengansistem silvikultur TPTI, sehingga merupakan sempalan-sempalan tegakan sisa, rumpang-rumpang, jalan sarad dantempat terbuka. Dari hasil ujicoba Balai TeknologiReboisasi Banjarbaru sejak tahun 1985 (saat ini berubahnama menjadi Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru) distasion Penelitian (KHDTK) Kintap dimana sistem tebangrumpang (”Gap Cutting System”) merupakan salah satusistem silvikultur yang memberikan hasil positif.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhanpermudaan alam dan mengetahui keanekaragaman jenisyang terdapat pada rumpang tebangan umur 16 tahun, 5tahun dan 3 tahun. Metode penelitian yang digunakanadalah pada rumpang 16 tahun (tingkat pohon),pengambilan sampel dilakukan dengan intensitas 100 %,sedangkan pada tingkat pancang dan tingkat semaidilakukan secara acak bertahap (Stratified random) yaitu 4kwadrat ukuran 5 x 5 m untuk tingkat pancang dan 4kwadrat ukuran 2 x 2 m untuk tingkat semai. Hasilpenelitian menunjukkan pada rumpang 16 tahun luasbidang dasar tingkat pohon 12,5 m2/ha. Pada rotasi 70tahun dengan riap rataan tersebut diperoleh luas idangdasar 54.6 m2/ha. Pada rumpang 16 tahun diametermaksimum tingkat pancang sebesar 9,5 cm, pada rumpang5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm.Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahundan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37 jenisdan 60 jenis. Hal ini membuktikan bahwa komposisi jenisdan struktur tegakan pada kelas umur rumpang tersebuttidak sama antara satu dengan lainnya. Jenis permudaanyang mendominasi pada tingkat pohon di rumpang 16tahun dan 5 tahun adalah Shorea johorensis dan Shoreaparvifolia, sedangkan pada tingkat pancang pada rumpang16 tahun, 5 tahun dan 3 tahun masing-masing didominasioleh Shorea parvistipulata, Shorea parvifolia dan Hopeasangal.Kata kunci: pertumbuhan, komposisi, permudaan,rumpang, Kalimantan Selatan

besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaansistem silvikultur ini membutuhkan komitmen yang tinggidari perusahaan, mengingat belum adanya kepastianbesarnya keuntungan perusahaan jika melaksanakanTPTJ. Oleh karena itu, penelitian yang bertujuan untukmemberikan informasi tentang biaya investasi langsungyang dilakukan PT Intracawood Manufacturing (PTIWM) dalam pengelolaan hutan dengan sistem SilvikulturTebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) menjadi pentingdilakukan. Penelitian yang dilaksanakan oleh penulissekitar bulan Juni - Juli 2012 di PT IWM menunjukkanbahwa biaya investasi langsung dalam kegiatan TPTJ diPT IWM pada RKT 2011, tidak termasuk biaya tenagakerja karyawan perusahaan yang melakukan pengawasankegiatan ini, mencapai Rp 6.591.270 per Ha.Kata kunci: biaya investasi langsung, Sistem SilvikulturTebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), PT IntracawoodManufacturing (PT IWM)UDC630*228Amiril Saridan dan Massofian Noor (Balai BesarPenelitian Dipterokarpa).Asosiasi dan Sebaran Jenis Pohon Penghasil MinyakKeruing di PT Hutan Sanggam Labanan Lestari,Kalimantan Timur.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 2, 2013 h; 85-92.Kabupaten Berau merupakan bagian dari PulauKalimantan yang memiliki komposisi floristik yang besarterutama Dipterocarpaceae dan jenis lainnya serta terdapathubungan diantara individu dengan jenis lainnya.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasimengenai asosiasi dan sebaran jenis pohon penghasilminyak keruing di PT.Hutan Sanggam Labanan LestariKabupaten Berau, Kalimantan Timur. Metoda yangdigunakan dalam penelitian ini adalah dengan sistem jalurdengan panjang 1 km dan lebar kanan-kiri jalur masing-masing 20 m dan dibuat sebanyak 2 buah jalur denganluas areal 4 hektar. Pengamatan dilakukan terhadap semuaindividu pohon yang berdiameter 10 cm dan ke atas. Hasilidentifikasi jenis yang telah dilakukan terdapat 4 jeniskeruing dan 1 diantaranya sebagai penghasil minyakkeruing yaitu Dipterocarpus palembanicus Sloot. Dariperhitungan pasangan jenis pohon keruing dengan jenisdominan menunjukkan bahwa adanya 9 pasang jenis yangberasosiasi positif yang berarti akan menghasilkanhubungan yang positif terhadap pasangannya. Suatu jenispohon akan hadir secara bersamaan dengan jenis pohonlainnya dan saling menguntungkan. Jika pasangandidapatkan dalam sampling, maka kemungkinan besarakan ditemukan pasangan lain yang tumbuh di dekatnya.Secara umum pohon keruing tumbuh berkelompok padadaerah datar dan sebagian kecil tersebar, ini menunjukkanbahwa masing-masing jenis keruing memiliki tempattumbuh yang spesifik yang sesuai dengan lingkungannya.Kata kunci: Keruing, sebaran, asosiasi, jenis

UDC630*88Catur Budi Wiati dan Karmilasanti (Balai Besar PenelitianDipterokarpa).Biaya Investasi Langsung Pengelolaan Hutan DenganSistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) OlehPT Intracawood Manufacturing di Kalimantan Timur.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 2, 2013 h; 75-84.Pelaksanaan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur(TPTJ) diharapkan dapat menjawab permasalahanmenurunnya produktivitas hutan di Indonesia. Di sisi lain,

Page 6: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

UDC630*176.1Abdurachman, Hartati Apriani dan Massofian Noor (BalaiBesar Penelitian Dipterokarpa).Pengaruh Pemulsaan Terhadap Pertumbuhan MerantiTembaga (Shorea Leprosula Miq) di Semoi, PenajamPaser Utara, Kalimantan Timur.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 2, 2013 h; 93-100.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaanmulsa yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhanmeranti tembaga (Shorea leprosula Miq) semoi KabupatenPenajam Paser Utara. Pengukuran dilaksanakan pada 16plot, dimana masing-masing plot seluas 0,25 ha, adaempat perlakuan mulsa yaitu tanpa mulsa sebagai control,dengan mulsa seresah dan ranting tanaman, mulsa plasticperak hitam (mpph) ukuran 50 cm x 60 cm, dan mpphukuran 100 cm x 120 cm. Rancangan yang digunakanadalah rancangan acak lengkap berblok Hasil penelitianmenunjukkan ada pengaruh yang signifikan antarperlakuan untuk pertumbuhan diameter dan tinggi yangditunjukkan dengan hasil nilai F dari analisa keragaman.Hasil uji beda nyata terkecil menunjukkan serasahberbeda signifikan terhadap perlakuan lainnya denganrataan diameter pertahun 1,18 cm/tahun dan rataan tinggipertahun 1.01 m/tahun.Kata kunci: Mulsa, perlakuan, diameter, tinggi, Shorealeprosula

J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 2, 2013 h; 109-122.Tebang rumpang (”gap simulation system”) merupakansalah satu sistem silvikultur alternatif, yang berlandaskanpermudaan alam dan unit perlakuan terkecil (tegakan)berupa rumpang-rumpang yang terikat oleh unit jalansarad. Walaupun begitu, evaluasi hasil ujicoba sampaisaat ini masih belum dilakukan secara komprehensifteruama dalam skala operasional. Evaluasi dalam leveltegakan masih terbatas pada kondisi hutan primer danlogged-over dengan permudaan alam dalam rentangwaktu kurang dari 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untukmengevaluasi tingkat efektifitas sistem tebang rumpangpermudaan buatan pada hutan logged over area. Penelitiandilakukan di KHDTK Kintap pada petak-petak ujicobarumpang tanaman umur 13 dan 17 tahun serta rumpangpermudaan alam umur 13 tahun. Dari aspek pertumbuhanperkembangan regenerasi baik alam maupun buatan,sistem tebang rumpang secara potensial menunjukan hasilyang lebih tingi dibandingkan dengan sistem silvikulturumpang yang selama ini digunakan. Pertumbuhan danperkembangan jenis-jenis meranti pada permudaan alamlebih tinggi dibandingkan dengan rumpang tanaman.Performan sistem tebang rumpang tersebut sangat sesuaibagi areal hutan logged-over yang masih baik maupunyang sudah terfragmentasi berat. Tebang rumpang sebagaisalah satu sistem silvikultur masih sangat diperlukanuntuk diujicoba dalam skala yang lebih besar terutamadalam aspek-aspek perencanaan pengelolaannya.Kata kunci : Sistem silvikultur, tebang rumpang,pertumbuhan meranti

UDC630*901Catur Budi Wiati (Balai Besar Penelitian Dipterokarpa).Kajian Aturan Adat Pemanfaatan Tane' Olen olehMasyarakat Lokal di Desa Setulang Kabupaten Malinau,Kalimantan Timur.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 2, 2013 h; 123-130.Keberadaan Tane Olen yang masih dipelihara dandikelola secara bijaksana menunjukkan bahwamasyarakat Desa Setulang memiliki suatu aturan adatdalam pemanfaatannya. Keberadaan aturan adat dalampemanfaatan sumberdaya hutan mencerminkanpentingnya keberadaan sumberdaya hutan bagimasyarakat lokal. Penelitian yang dilakukan antara April– Mei 2012 di Desa Setulang, Kabupaten Malinau,Kalimantan Timur ini bertujuan untuk menginformasikanhasil identifikasi hukum adat dalam pemanfaatan Tane’Olen oleh masyarakat Desa Setulang. Hasilnyamenunjukkan bahwa aturan adat pemanfaatan Tane’ Olenyang dimiliki masyarakat Desa Setulang sangatdipengaruhi oleh aturan adat leluhur mereka dari sukuDayak Kenyah Oma’ Longh saat masih di Long Sa’an,hulu Sungai Pujungan, Kabupaten Malinau. Aturan adattersebut berupa aturan pembatasan pemanfaatan Tane’Olen agar seluruh masyarakat Desa Setulang dapatmemperoleh manfaatnya secara adil dan berkelanjutan.Kata kunci: aturan adat, sumberdaya hutan, masyarakatlokal, Tane’ Olen, Desa Setulang

UDC630*56Amiril Saridan, Andrian Fernandes dan Massofian Noor(Balai Besar Penelitian Dipterokarpa).Sebaran dan Potensi Pohon Tengkawang di HutanPenelitian Labanan, Kalimantan Timur.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 2, 2013 h; 101-108.Tengkawang merupakan jenis pohon yang dilindungi,tumbuh di hutan tropis yang dikenal sebagai penghasilbuah dan lemak tengkawang. Penelitian bertujuan untukmengetahui potensi dan sebaran jenis pohon penghasiltengkawang. Penelitian dilaksanakan di hutan penelitianLabanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Dalampenelitian ini digunakan plot berukuran 100 m x 100 m (1ha) yang diletakkan secara purposive sampling padategakan yang berbeda yang dibuat sebanyak 3 plotpenelitian dengan total areal 3 ha. Hasil penelitianterdapat 5 jenis pohon penghasil tengkawang meliputiShorea beccariana Burck, S. macrophylla Ashton, S.mecistopteryx Ridl., S. pinanga Scheff dan S. Seminis (deVriese) Sloot. dengan Kerapatan pohon bervariasi darisatu plot ke plot lainnya dengan rataan 11 pohon/ha danvolume tegakan sebesar 38,32 m3/ha. Umumnya jenistengkawang yang tumbuh pada kelerengan > 40 % yaituS. beccariana Burck, S. pinanga Scheff, S. mecistopteryxRidl dan S. seminis Sloot. Sedangkan yang tumbuh padakelerengan < 40 % adalah S. macrophylla Ashton

Kata kunci: Tengkawang, sebaran, kerapatan, potensi

UDC630*235Sudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny Rahmanto(Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru).Kajian Efektivitas Sistem Silvikultur Tebang RumpangTerhadap Peningkatan Produktifitas Dan KelestarianHutan Alam Produksi.

Page 7: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL PENELITIAN DIPTEROKARPA(Journal of Dipterocarps Research)

ISSN : 1978-8746 Vol. 7 No. 2, Desember 2013Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.

UDC630*228Sudin Panjaitan (Banjarbaru Forest Research Centre).The Growth and Composition of Wildlings in TheLogged-over Gaps at South KalimantanJ. Dipt. Research Vol. 7 No. 2, 2013 p; 63-74.The Indonesia production forest have changed into logger-over areas due to logging with TPTI system; theremaining were logged-over stands, gaps and skiddingtrails. Banjarbaru Reforestation Institute since 1985(Banjarbaru Forestry Research Institute at present) hadconducted trials on gap cutting system. The researchaimed to determine the growth of wildlings and thebiodiversity inside the gaps of 16, 5 and 3 years,respectively. One hundred percentage of samplingintensity was carried out for tree stage while saplings andseedlings was carried out with stratified randomsampling, with the plot size of 5 x 5 m for saplings and 2x 2 m for seedlings. The result showed the basal area fortree was 12.5 m2/ha on the 70 years rotation, the basalarea was 54,6 m2/ha. The maximum diameter for saplingswere 9.5 cm on 5 years gaps and 8.2 cm on 3 years gap,respectively. There were 38, 37 and 60 species underneaththe gaps of 3, 5 and 16 years. It showed that the speciescomposition and stand structure were varied. Shoreajohorensis and S. parvifolia dominated the tree speciesinside 16 and 5 years gaps, respectively, while S.parvistipulata, S. parvifolia and Hopea sangal dominatedthe sapling species under 16, 5 and 3 years gaps,respectively.Keywords : Growth, composition, wildlings, gaps, SouthKalimantan

6.591.270 per Ha.Key words: direct invesment costs, Tebang Pilih TanamJalur/TPTJ silviculture sistem, PT IntracawoodManufacturing (PT IWM)

UDC630*228Amiril Saridan dan Massofian Noor (DipterocarpsResearch Centre).Association and Distribution of Oil-Producing KeruingTree Species In Hutan Sanggam Labanan LestariConcession, East Kalimantan.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 2, 2013 h; 85-92.Berau regency is part of Kalimantan has a high floristiccomposition, especially Dipterocarpaceae. They hasrelationships between individual and different species.The purpose of this study is to present information on theassociation and distribution trees species of keruingproduces oil in PT.Hutan Sanggam Labanan Lestari,Berau regency. The methods used by the strip systemlength 1 km and a width 20 m each and total areas of 4hectares. Observation was done to all of trees withdiameter equal or larger than 10 cm. Results showed thatone is oil-producing keruing i.e: Dipterocarpuspalembanicus Sloot. Asociation species of tree specieskeruing pairs and the dominant species indicates that thereare 9 pairs of positive associated type. In general keruingtrees species growing by groups on a flat area and a smallspreading area it was indicated that Keruing growing inthe specific habitat which depend on its environmentalcondition.Keywords: Keruing, distribution, association, speciesUDC630*88

Catur Budi Wiati dan Karmilasanti (DipterocarpsResearch Centre)Direct Invesment Costs of Forest Management withSilviculture Sistem of Tebang Pilih Tanam Jalur(TPTJ)/Selective Cutting and Line Planting by PTIntracawood Manufacturing in East Kalimantan.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 2, 2013 p; 75-84.Implementation of Tebang Pilih Tanam Jalur(TPTJ)/Selective Cutting and Line Planting silviculturesistem is expected to address the problems of theprogressively decreasing of forest productivity inIndonesia. On the other hand, high expenses forimplementating this silvikultur sistem as well requirehigh commitment from the company, considering thatthere is no certainty about the amount of profit got fromimplement the TPTJ sistem. Therefore, research whichaims to give information about direct invesment cost inthe management of forest with silviculture sistem of TPTJat PT Intracawood Manufacturing (PT IWM) becomesimportant. This research which was conducted by theauthors between June – July 2012 at PT IWM indicatesthat the direct invesment cost in TPTJ activities at PTIWM in RKT 2011, not including the cost for thecompany labours controlling these activities, reached Rp

UDC630*176.1Abdurachman, Hartati Apriani dan Massofian Noor(Dipterocarps Research Centre).Effect of mulching on growth performance of copper –Meranti (Shorea leprosula Miq) in Semoi, Penajam PaserUtara Regency, East Kalimantan.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 2, 2013 p; 93-100.This research objective to understand the effective toincrease growth of copper meranti (Shorea leprosula Miq)in semoi Penajam Paser Utara regency. The measurementwas conducted in 16 plots, each plot is 0.25 ha (50 x 50m. There are mulching treatments: without mulch ascontrol, litter mulch, dark silver plastic(mpph) 50 x 60cm, and mpph 100 x 120 cm. Randomized complete blockdesign in used as experimental design in this study. Theresult showed that there is significants effect of thetreatment to diameter and height growth increment wichshowed by F value variance analysis. The result of leastsignificant different test showed that litter mulch issignificantly different compare to the other treatments,with annual diameter increment was 1.18 cm/year andannual height increment was 1.01 m/year.Key words : Mulch, treatments, diameter, height, Shorealeprosula

Page 8: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

UDC630*901Catur Budi Wiati (Dipterocarps Research Centre).Study on Customary Rules for Tane’ Olen Use by LocalCommunity at Setulang Village of Malinau District, EastKalimantan.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 2, 2013 p; 123-130.The existence of Tane’ Olen which is still well maintainedand wisely managed by Setulang Village communityindicates that they have customary rules in exploiting theforest resources. The existence of the customary rules inutilizing the forest resources reflecs the importance offorest resources for local community. A research wasconducted by the authors in April – May 2012 inSetulang Village of Malinau District, East Kalimantanand this paper aims to inform the results of the customaryrules identification in Tane' Olen use by Setulang Villagecommunity. The result showed that costumary rules usedby the Setulang Villege community are very influencedby the customary rules inheritage frim their ancestor: theDayak Kenyah Oma' Longh when they still lived in LongSa'an, in the upper Pujungan River, Malinau District. Thecustomary rules are in the form of community regulationsfor limited use of Tane' Olen to allow the fair andsustainable use of the designated forest benefiting allSetulang Village community.Key words: customary rules, forest resources, localcommunity, Tane’ Olen, Setulang Village

UDC630*56Amiril Saridan, Andrian Fernandes dan Massofian Noor(Dipterocarps Research Centre).Potential and Distribution of Tengkawang Trees Speciesin Labanan Forest Research, East Kalimantan.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 2, 2013 p; 101-108.Tengkawang was one of species growing in tropical rainforest are known as produced of fruit (illiped nut) and oiltengkawang, including protected trees. The purpose of thisresearch is known distribution and potential oftengkawang trees. The research used purposive samplingwith plots size is 100 m x 100 m (1 ha) and three plots areconstructed. Observation was done to all of tengkawangtrees with diameter equal or larger than 10 cm. Resultsshowed that there were five species found, i.e. Shoreabeccariana Burck, S. macrophylla Ashton, S.mecistopteryx Ridl., S. pinanga Scheff dan S. seminis (deVriese) Sloot. The average of densities are 11 stems/haand volume stand is 38.32 m3/ha. In generallytengkawang grows in a very steep slope >40 % i.e. S.beccariana Burck, S. pinanga Scheff, S. mecistopteryxRidl and S. seminis (de Vriese) Sloot. Other tengkawanggrows well in low steep or < 40 % is S. macrophyllaAshton.Keywords:Tengkawang, distribution, density, potentionUDC630*235Sudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny Rahmanto(Banjarbaru Forest Research Centre).Analysis of The Efffectvity of Gap SimulationSilvicultural System in The Enhancement of ProductionForest Productivity and SustainabilityJ. Dipt. Research Vol. 7 No. 2, 2013 p; 109-122.Gap simulation system is an alternative silviculturalsystem based on the availability of wildlings and on sitemanagement system in the form of gaps, which areclosely related with skidding trails. Thus, the eveluationof the system has not been conducted comprehensively inoperational scale. The evaluation in the stand level islimited to the primary and logged over forest within thelast 10 years. This research aimed to evaluate the

effectivity of gap simulation system with with artificialseedlings on logged over area. The research wasconducted in KHDTK Kintap on the 13 and 17 years oldstand, and gap with wildlings of 13 years old stand. Theresult showed that from the aspect of growth &development gap simulation potentially showed higherresult compared with planted gaps. Those were suitablefor logged over area or highly fragmented forest. Gapsimulation as one of silvicultal system needs to bereplicated in a logger scale especially in the aspect ofmanagement plan.Keyword : Silvicultural, system, gap simulation,Dipterocarps

Page 9: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 63-74ISSN: 1978-8746

63

PERTUMBUHAN DAN KOMPOSISI JENIS PERMUDAAN ALAM PADA RUMPANGTEBANGAN DI KALIMANTAN SELATAN

The Growth and Composition of Wildlings in The Logged-over Gaps at South Kalimantan

Sudin Panjaitan1)

1) Balai Penelitian Kehutanan BanjarbaruJL. A. Yani Km. 28,7 Landasan Ulin Banjarbaru Kalimantan Selatan; Telepon. (0511) 4707872, Fax (0511) 4707872

[email protected]

Diterima 17 Juli 2013, direvisi 8 Oktober 2013, disetujui 20 Nopember 2013

ABSTRACT

The Indonesia production forest have changed into logger-over areas due to logging with TPTI system; the remainingwere logged-over stands, gaps and skidding trails. Banjarbaru Reforestation Institute since 1985 (Banjarbaru ForestryResearch Institute at present) had conducted trials on gap cutting system. The research aimed to determine the growthof wildlings and the biodiversity inside the gaps of 16, 5 and 3 years, respectively. One hundred percentage of samplingintensity was carried out for tree stage while saplings and seedlings was carried out with stratified random sampling,with the plot size of 5 x 5 m for saplings and 2 x 2 m for seedlings. The result showed the basal area for tree was 12.5m2/ha on the 70 years rotation, the basal area was 54,6 m2/ha. The maximum diameter for saplings were 9.5 cm on 5years gaps and 8.2 cm on 3 years gap, respectively. There were 38, 37 and 60 species underneath the gaps of 3, 5 and16 years. It showed that the species composition and stand structure were varied. Shorea johorensis and S. parvifoliadominated the tree species inside 16 and 5 years gaps, respectively, while S. parvistipulata, S. parvifolia and Hopeasangal dominated the sapling species under 16, 5 and 3 years gaps, respectively.

Keywords : Growth, composition, wildlings, gaps, South Kalimantan

ABSTRAK

Hutan produksi Indonesia sebagian besar telah berubah menjadi areal bekas tebangan akibat pembalakan dengan sistemsilvikultur TPTI, sehingga merupakan sempalan-sempalan tegakan sisa, rumpang-rumpang, jalan sarad dan tempatterbuka. Dari hasil ujicoba Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru sejak tahun 1985 (saat ini berubah nama menjadiBalai Penelitian Kehutanan Banjarbaru) di stasion Penelitian (KHDTK) Kintap dimana sistem tebang rumpang (”GapCutting System”) merupakan salah satu sistem silvikultur yang memberikan hasil positif. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pertumbuhan permudaan alam dan mengetahui keanekaragaman jenis yang terdapat pada rumpangtebangan umur 16 tahun, 5 tahun dan 3 tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah pada rumpang 16 tahun(tingkat pohon), pengambilan sampel dilakukan dengan intensitas 100 %, sedangkan pada tingkat pancang dan tingkatsemai dilakukan secara acak bertahap (Stratified random) yaitu 4 kwadrat ukuran 5 x 5 m untuk tingkat pancang dan 4kwadrat ukuran 2 x 2 m untuk tingkat semai. Hasil penelitian menunjukkan pada rumpang 16 tahun luas bidang dasartingkat pohon 12,5 m2/ha. Pada rotasi 70 tahun dengan riap rataan tersebut diperoleh luas idang dasar 54.6 m2/ha. Padarumpang 16 tahun diameter maksimum tingkat pancang sebesar 9,5 cm, pada rumpang 5 tahun 8,2 cm dan padarumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37 jenis dan 60 jenis. Hal ini membuktikan bahwa komposisi jenis dan struktur tegakan pada kelasumur rumpang tersebut tidak sama antara satu dengan lainnya. Jenis permudaan yang mendominasi pada tingkat pohondi rumpang 16 tahun dan 5 tahun adalah Shorea johorensis dan Shorea parvifolia, sedangkan pada tingkat pancang padarumpang 16 tahun, 5 tahun dan 3 tahun masing-masing didominasi oleh Shorea parvistipulata, Shorea parvifolia danHopea sangal.

Kata kunci: pertumbuhan, komposisi, permudaan, rumpang, Kalimantan Selatan

Page 10: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 63-74

64

I. PENDAHULUANHutan adalah mosaik rumpang dan tegakan

berlapis dari berbagai fase perkembangan danumur dimana rumpang terjadi di seluruh tipehutan dengan berbagai tingkat perkembangan.

Whitmore (1975) mengemukakan bahwaterdapat 3 fase perkembangan vegetasi yaitu: 1)fase rumpang artinya saat terjadinya rumpang,2) fase pertumbuhan yaitu proses pertumbuhandan perkembangan vegetasi yang menempatirumpang, dan 3) fase tua yaitu vegetasimencapai klimaks, struktur berlapis yang setiapsaat dapat terjadi rumpang baru. Fase satudengan lainnya saling terkait danberkesinambungan.

Hutan produksi Indonesia pada saat inisebagian besar telah berubah menjadi hutanbekas tebangan setelah kurang lebih selama 25tahun mengalami pembalakan dengan sistemsilvikultur Tebang Pilih Indonesia (TPI), saatini berubah menjadi Tebang Pilih TanamIndonesia (TPTI). Hutan bekas tebangan terdiridari pada sempalan-sempalan tegakan sisa,rumpang-rumpang (”gaps”) jalan sarad dantempat terbuka lainnya sebagai akibat dari padaaktifitas pembalakan.

Di dalam rangka pemantapan sistem tebangrumpang dan pembinaannya, maka perludilakukan pengelolaan rumpang lanjutan dihutan bekas tebangan. Rumpang tebanganluasnya bervariasi, hal ini tergantung daribanyaknya pohon yang ditebang/dipanen dalamsistem Tebang Pilih. Konsentrasi dari pada jeniskomersil (pada saat ini umumnya dari jenisdipterocarpa, terutama jenis meranti) yang siapdipanen pada suatu areal akan menyebabkanpembukaan/kerusakan tegakan tinggal yanglebih besar pada areal tersebut.

Rumpang tebangan pada umumnya lebihbesar dari pada rumpang yang terjadi secaraalamiah akibat mati dan tumbangnya pohonkanopi atas. Pada rumpang besar di sampingdapat mengakibatkan akselerasi pertumbuhanjenis anakan yang tertekan pertumbuhannyaakibat kanopi tertutup dari permudaan jugatumbuh jenis-jenis pionir yang mempunyai bijiyang peningkatan atau kecepatanpertumbuhannya sensitif oleh cahaya matahari.

Penelitian di areal hutan bekas tebanganHPH PT Hutan Kintap pada pertumbuhananakan alam di dalam rumpang tebangandengan luas 410 m2 -1.240 m2 yang telahmengalami pembebasan menunjukkan hasilyang positif. Pertumbuhan anakan selama 6tahun setelah pembebasan rumpang diperolehdiameter tegakan 7,7 -12,0 cm dan tinggi 9,2 m– 13,6 m yang berasal dari anakan alam(seedling) dengan tinggi awal < 1,3 m (Tuomelaet.al., 1994).

Penelitian ini dilakukan dalam rangkausaha peningkatan produktifitas hutan alamproduksi dengan memperhatikan aspekekologis, ekonomis maupun sosiologis.

Penelitian ini bertujuan : 1) untukmemperoleh data otentik pertumbuhanpermudaan alam pada rumpang tebangan, dan2) untuk mengetahui keanekaragaman jenissetelah mengalami perlakuan pembebasan danpemeliharaan pada luas rumpang 1.000 m2 –2.000 m2.

II. METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini mengambil lokasi di areal

hutan produksi meranti perbukitan di KHDTKKintap, Desa Riam Adungan KecamatanKintap, Kabupaten Tanah Laut, KalimantanSelatan. Jarak dari Banjarbaru menuju arealpenelitian/KHDTK Kintap + 150 Km.Penelitian dilakukan di areal HPH HutanKintap. Letak penelitian secara geografis beradaantara 114050’32’’ – 115019’51’’ Bujur Timurdan 3036’53’’ - 3055’40’’ Lintang Selatan.

Stasiun Ujicoba Kintap (saat ini KHDTK)Kintap mempunyai topografi datar sampaibergelombang ringan serta berbukit sampaibergunung dengan ketinggian antara 50 – 625 mdpl. dan memiliki kemiringan antara 0 – 23 %yaitu bergelombang ringan sampai berat.

Menurut Peta tanah yang diterbitkan olehLembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor tahun1970, tipe tanah di areal ini terdiri dari 2 (dua)golongan yaitu terdiri dari bahan induk batuanbeku dengan fisiografi instrusi dan jenis tanahkomplek podsolik merah kuning dan lateritik

Page 11: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada Rumpang ...(Sudin Panjaitan)

65

dari bahan induk batuan beku dengan fisiografidataran.

Berdasarkan klasifikasi iklim menurutSchmidt dan Ferguson, iklim di lokasipenelitian ini termasuk tipe iklim B dengan nilaiQ berkisar antara 13,3 – 33,3%. Musim hujanberlangsung antara bulan Nopember – April danmusim kemarau antara bulan Mei – Oktober.Suhu rata-rata adalah 250C dengan suhuminimum dan maksimum adalah 22,60 C dan29,90 C. Rata-rata curah hujan tahunan 3.017mm. Rata-rata hari hujan 154 hari/tahun.

Vegetasi yang terdapat di areal penelitianini didominasi oleh jenis Dipterocarpaceae yaituMeranti (Shorea spp.), Keruing (Dipterocarpusspp.), Kapur (Dryobalanops lanceolata),Merawan/cengal (Hopea sangal). Jenis lainnyaUlin (Eusideroxylon zwageri), Geronggang(Cratoxylon spp.), Terap (Artocarpus elesticus),Binuang (Octomeles sumatrana), Medang(Litsea sp.) dan lain-lain.

Peralatan yang dipergunakan padapenelitian ini adalah : 1) kompas, 2) Diametertape, 3) Galah ukur, 4) Meteran, 5) Cat danpatok ulin, dan 6) Peralatan lainnya yangdiperlukan.

Rumpang yang diamati terdiri darirumpang umur 16 tahun, 5 tahun dan 3 tahunsetelah tebangan. Tingkat pohon (diameter > 10cm), diinventarisasi pada masing-masingrumpang dengan intensitas pengambilan contoh100%. Penarikan contoh untuk tingkat pancang(sapling) dan semai (seedling) dilakukan secaraAcak bertahap (Stratified random), yaitu 4kuadrat ukuran 5 x 5 m untuk tingkat pancangdan 4 kuadrat ukuran 2 x 2 m untuk tingkatsemai. Masing-masing kwadrat ditempatkansecara acak pada setiap seperempat lingkaranrumpang. Tingkat pancang dan pohondiidentifikasi dan diukur diameter (cm) padasetinggi dada dan tinggi (m), dan tingkat semaidiidentifikasi dan diukur tinggi (cm).

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Pertumbuhan

Hasil pengukuran dan pendataanpertumbuhan permudaan alam baik tingkatpohon/tiang, pancang dan semai pada umurrumpang 16 tahun (R16), 5 tahun (R5) dan 3tahun n (R3), disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Pertelaan Tingkat pohon/tiang, pancang dan semai di dalam rumpang umur 16 tahun(R16), 5 tahun (R5) dan 3 tahun (R3) di Kintap Kalimantan Selatan

Table 1. Predicted level of trees/poles, saplings and seedlings inside gaps of 16 years (R16), 5 years (R5)and 3 years (R3) at Kintap, South Kalimantantan

Nomor(Number)

Pertelaan(Predicted)

Rumpang 16 tahun(16 years gap)

Rumpang 5 tahun(5 years gap)

Rumpang 3 tahun(3 years gap)

1. Pohon (0,2 ha)Jumlah jenis 21 jenis 4 jenisKerapatan 75 (375 batang/ha) 18 (90 batang/ha)Bidang Dasar 2,5 m2 (12,5 m2/ha) 0,18 m2 (0,9 m2/ha)Volume 27,3 m3 (136 m3/ha) 0,8 m3 (4 m3/ha)Jenis Dominan Shorea johorensis Shorea parvifolia

2. Pancang (0,01 ha)Jumlah jenis 60 jenis 37 jenis 38 jenisKerapatan 78 (7.800 batang/ha) 98 (9.800 batang/ha) 124 (12.400

batang/ha)Bidang Dasar 504,9 cm2 (5 m2/ha) 697,3 cm2 (6,9 m2/ha) 579,8 cm2 (5,8 m2/ha)Jenis Dominan Shorea parvistipulata Shorea parvifolia Hopea sangal

3. Semai (0,0016 ha)Jumlah jenis 25 jenis 18 jenis 9 jenisKerapatan 24 (15.000 batang/ha) 42 (26.250 batang/ha) 27 (16.875 batang/ha)Jenis Dominan Campuran Dyospyros densa Hopea sangal

Sumber: diolah dari data primer

Page 12: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 63-74

66

Pada rumpang umur 16 tahun setelahpembebasan diperoleh luas bidang dasar pohon(diameter > 10 cm) sebesar 12,5 m2/ha. Sampaipada umur tersebut riap rataan bidang dasaradalah 0,78 m2/ha/tahun. Pada rotasi 70 tahundengan riap rataan tersebut, maka akandiperoleh luas bidang dasar sebesar 54,6 m2/ha.Angka ini jauh lebih besar daripada rata-rataluas bidang dasar tingkat pohon (diameter > 10cm) hutan hujan tropis sebesar 36 m2/ha(Dawkins, 1958 dalam Whitmore, 1984).

Pada rumpang umur 5 tahun diperoleh luasbidang dasar pohon sebesar 0,9 m2/ha, hal inijauh lebih kecil daripada luas bidang dasar/hadalam rumpang 16 tahun. Hal tersebut dikaitkandengan kerapatan pohon yang hanya terdapat 90pohon/ha pada rumpang umur 5 tahundibandingkan dengan ditemukan 375 pohon/hapada rumpang umur 16 tahun. Pada rumpangyang lebih tua terjadi rektur pohon yang berasaldaripada rumpang yang lebih muda. Fakta inidapat dilihat dari kerapatan tingkat pancangyang lebih sedikit pada rumpang lebih tuadibandingkan dengan rumpang yang lebih muda(Tabel 1). Pada rumpang umur 3 tahun belumterjadi rekrut pohon dari tingkat pancang.Diameter maksimum tingkat pancang padarumpang tersebut adalah 6,5 cm dari jenisHopea sangal.

Diameter maksimum pohon pada rumpangumur 5 tahun adalah 14,0 cm dari jenis Shoreaparvifolia, sedangkan pada rumpang umur 6

tahun, diameter maksimum adalah 34,4 cm,juga dari jenis Shorea parvifolia. Hal inimenunjukkan bahwa jenis dipterocarpamemiliki kecepatan tumbuh relatif lebih cepat.Seperti halnya pada umumnya di daerah lainjenis meranti merah diantaranya Shoreaparvifolia, S. leprosula dan S. johorensis adalahjenis-jenis utama dieksploitasi di daerah hutanKintap. Jenis-jenis dipterocarpa mendominasitingkat pohon dan tingkat pancang, sedangkanpada tingkat semai jenis dipterocarpa dominandalam rumpang umur 3 tahun (Tabel 1). Didalam rumpang umur 16 tahun sesudah terjadipenutupan kanopi, sehingga kemungkinanperkecambahan biji dipterocarpa banyakmengalami kematian setelah perkecambahankarena kurang mendapat cahaya matahari untukproses pertumbuhannya. Pada rumpang umur 5tahun tidak terdapat semai dipterocarpa, hal inidisebabkan tidak ditemukan pohon dipterocarpausia produktif di dalam rumpang tersebut dantidak terjadi sebaran biji dipterocarpa dari luarrumpang.

Permudaan tingkat pancang dengandiameter < 2 cm, mendominasi sebaran kelasdiameter (Tabel 2). Pada rumpang umur 16tahun diameter tingkat pancang maksimummencapai 9,5 cm dari jenis Shoreaparvistipulata, pada rumpang 5 tahun diametermaksimum 8,2 cm dari jenis Shorea parvifolia,dari pada rumpang 3 tahun diameter maksimum6,5 cm dari jenis Hopea sangal.

Tabel 2. Jumlah batang sebaran kelas diameter tingkat pancang di dalam rumpang umur 16 tahun(R16), 5 tahun (R5) dan 3 tahun (R3)

Table 2. Number of saplings and their diameter class inside 16 years gaps, 5 years gaps and 3years gaps

Nomor(Number)

Kelas Diameter (cm)(Diameter class)

Rumpang 16 tahun(16 years gap)

Rumpang 5 tahun(5 years gap)

Rumpang 3 tahun(3 years gap)

1. <1,0 4 18 372. 1,0-1,9 39 45 433. 2,0-2,9 19 11 184. 3,0-3,9 5 3 105. 4,0-4,9 5 5 76. 5,0-5,9 3 8 67. 6,0-6,9 1 7 28. > 7,0 2 7 -

Sumber: diolah dari data primer

Page 13: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada Rumpang ...(Sudin Panjaitan)

67

Jenis pohon di dalam rumpang umur 5tahun seluruhnya terdiri dari jenis dipterocarpakecuali jenis laban (Vitex pubescens) termasukjenis pionir. Jenis Dipterocarpa pada rumpangumur 16 tahun dan 5 tahun dapat dilihat padaTabel 3. Pada rumpang 16 tahun, jumlah bidangdasar jenis Dipterocarpa adalah 1,57 m2 dalamluas 0,2 ha atau setara dengan 7,85 m2/ha atau62,8% dari jumlah total bidang dasar semuajenis dalam rumpang tersebut. Pada rumpangumur 5 tahun proporsi bidang dasar jenisDipterocarpa meliputi 94% daripada jumlahtotal bidang dasar pohon dalam rumpangtersebut.

B. Komposisi JenisPermudaan tingkat semai, komposisi jenis

dan struktur pada rumpang umur 3 tahun, 5tahun dan 16 tahun tampak tidak sama. Padarumpang 3 tahun jenis yang banyak ditemukanadaalah jenis Hopea sangal termasuk familiDipoterocarpaceae, namun pada rumpang 5tahun dan 16 tahun masing-masing adaalahjenis Diospyros densa dan Hydnocarpus

sumtranus dimana jenis ini tidak termasuk jenisdari famili Dipterocarpaceae.

Demikian pula komposisi jenis dan strukturtingkat pancang dimana pada rumpang 3 tahun,jenis yang mendominasi adalah Hopea sangal,sedangkan pada rumpang umur 5 tahun danrumpang 16 tahun didominasi oleh jenis Shoreaparvifolia dan Shorea parvistipulata. Ketigajenis ini termasuk famili Dipterocarpaceae.Permudaan tingkat pohon di rumpang umur 5tahun dan 16 tahun masing-masing didiminasijenis Shorea parvifolia dan Shorea johorensisdimana keduanya juga termasuk familiDipterocarpaceae. Data pengukuran permudaantingkat tingkat pohon, tingkat pancang dantingkat semai pada masing-masing rumpangbuatan umur 16 tahun (R16), rumpang umur 5tahun (R5) dan rumpang umur 3 tahun (R3),dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 ,3,4,5,6,7 dan8.

Untuk mengetahui banyaknya jenisDipterocarpa pada rumpang 16 tahun dan 5tahun, disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jenis Dipterocarpaceae pada rumpang umur 16 tahun dan 5 tahun di Kintap KalimantanSelatan

Table 3. Dipterocarpaceae species inside 16 years and 5 years gaps at Kintap, South Kalimantan

Nomor(Number)

Rumpang(Gap)

Nama Jenis(Species)

Jumlah (btg)(Amount)

Bidang dasar (cm2)(Basic Field)

1. 16 tahun (0,2 ha) Shorea johorensis 36 12.468,2Shorea parvifolia 7 2.111,2Shorea parvistipulata 5 1.112,7

Total 48 15.692,1 (=7,85 m2/ha)2. 5 tahun (0,2 ha) Shorea johorensis 2 208,9

Shorea parvifolia 11 1.183,2Shorea parvistipulata 4 796,7

Total 17 1.737,1 (=0,85 m2/ha)Sumber: diolah dari data primer

Menurut hasil penelitian Elias (1996) dihutan hujan tropis bekas tebangan umur 1 tahundan 2 tahun mengatakan bahwa jenis Shorealaevifolia dan Hopea sangal aadalah merupakanjenis yang berkembang baik pada kondisi saatitu.

Dari uraian di atas tampak bahwa rumpang(”gap”) sangat berperan terhadap dinamika

yang terjadi pada vegetasi yang menempatirumpang tersebut. Whitmore (1978)melaporkan bahwa dengan adanya rumpangmemberikan kemungkinan cahaya masukmencapai lantai hutan yang sudah tentu dapatmeningkatkan laju dekomposisi.

Lebih lanjut Jordan (1985) mengemukakanbahwa dengan tersedianya rumpang (celah)

Page 14: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 63-74

68

yang terbuka ke langit pada tegakan hutan,cahaya matahari dapat mencapai lantai hutanakan menciptakan kondisi temperatur tertentuyang merangsang mikro organisme penguraiseresah semakin aktif yang pada akhirnya akanmelepaskan unsur hara yang terkandung didalam seresah (batang pohon mati, daun-daunandan ranting).

Keadaan ini tentu akan memberikankeuntungan bagi pertumbuhan danperkembangan anakan alam sebagai materialtegakan yang ada di dalam rumpang, sehinggapertumbuhan dan perkembangannya relatiflebih cepat dibandingkan pada lokasi di bawahnaungan. Namun bila dilihat dari hasil analisistanah baik rumpang umur 3 tahun, 5 tahun dan16 tahun, status kesuburannya tergolong rendah.Hal ini diduga bahwa intensitas cahaya yangmencapai lantai hutan tidak optimum bagiaktivitas mikro organisme pengurai, sehinggadekomposisinya relatif lambat.

IV. KESIMPULAN DAN SARANRiap rataan bidang dasar pohon di dalam

rumpang umur 16 tahun adalah 0,78 m2/ha.Diameter maksimum tingkat pancang pada

tiap rumpang seluruhnya terdiri dari jenisDipterocarpa. Pada rumpang 16 tahun diametermaksimum pancang adalah 9,5 cm dari jenisShorea parvistipulata, pada rumpang 5 tahunadalah 8,2 cm dari jenis Shorea parvifolia danpada rumpang 3 tahun sebesar 6,5 cm dari jenisHopea sangal.

Diameter maksimum Shorea parvifoliatingkat pohon pada rumpang 16 tahun adalah34,4 cm, sedangkan pada rumpang umur 5tahun sebesar 14,0 cm.

Permudaan jenis klimaks akan tumbuhoptimal pada iklim mikro rumpang bilamendapat sinar mataharti cukup untuk prosespertumbuhannya. Tinggi permudaan padarumpang umur 3 tahun berkisar 1,5 -6,7 m, padarumpang 5 tahun berkisar 1,6 – 8,1 m,sedangkan pada rumpang 16 tahun berkisar 9-20 m.

Pada rumpang umur 16 tahun dan 5 tahunpermudaan tingkat pohon dan pancang

didominasi oleh jenis Dipterocarpa. Padarumpang umur 3 tahun jenis semai Dipterocarpajuga mendominasi, sedangkan pada rumpangumur 16 tahun semai Dipterocarpa susahditemukan dan pada rumpang 5 tahun semaiDipterocarpa juga susah ditemukan. Penutupantajuk pada rumpang 16 tahun dapatmenghambat perkecambahan maupunpertumbuhan semai Dipterocarpa, sedangkanpada rumpang 5 tahun belum terdapat jenisDipterocarpa usia produktif dan penyebaran bijiDipterocarpa dari luar rumpang tidak terjadi.

Permudaan alam tingkat semai padarumpang tebangan umur 3 tahun ditemukansebanyak 9 jenis dimana jenis dominan adaalahHopea sangal kemudian jenis Diospyros densadan kayu pagar, sedangkan jenis lainnya relatifsedikit. Pada rumpang umur 5 tahun ditemukan18 jenis dimana jenis Diospyros densa sebagaijenis yang mendominasi disusul jenisHydnocarpus polypetalus, Ardisia sp. DanAlseodaphne sp. Pada rumpang umur 16 tahunditemukan sebanyak 25 jenis.

Permudaan alam tingkat pancang padarumpang umur 3 tahun, 5 tahun dan 16 tahunditemukan masing-masing 38 jenis dimana jenisdominan adalah Hopea sangal disusul jenisShorea johorensis dan Pouteria declutan, 37jenis (jenis dominan Shorea parvifolia,Eusideroxylon zwageri dan Palaquium sp) dan60 jenis dengan jenis dominan adalah Shoreaparvistipulata kemudian disusul olehArtocarpus sp dan Hydnocarpus polypetalus.

Permudaan tingkat pohon pada rumpangumur 5 tahun ditemukan sebanyak 4 jenisdengan jenis dominan adalah Shorea parvifolia,sedangkan pada rumpang 16 tahun ditemukansebanyak 21 jenis dimana jenis dominan adalahShorea johorensis.

Jenis Dipterocarpa yang umum didapati dilokasi penelitian adalah Shorea johorensis,Shorea parvifolia, Shorea parvistipulata danHopea sangal. Pada rumpang umur 5 tahunterdapat 18 pohon (diameter > 10 cm)seluruhnya dari jenis Dipterocarpa kecuali satujenis yaitu Laban (Vitex pubescens) yangtermasuk jenis pionir.

Page 15: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada Rumpang ...(Sudin Panjaitan)

69

Permudaan alam baik tingkat pohon,pancang dan semai ditemukan cukup berlimpahdi rumpang tebangan yang dijadikan sbagaicalon material tegakan oleh sebab itupenanaman perkayaan (”enrichment planting”)seperti pada kegiatan TPTI tidak perludilakukan.

DAFTAR PUSTAKABadan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1993.

Keputusan Kepala Badan Penelitian danPengembangan Kehutanan nomor 38/KPTS/VIII-HM.3/93 tentang pedoman pembuatan danpengukuran petak ukur permanen untukpemantauan pertumbuhan dan riap hutan alam tanahkering bekas tebangan dan pedoman pembuatan danpengukuran petak ukur permanen untukpemantauan pertumbuhan dan riap hutan alam rawadan payau bekas tebangan. Jakarta.

Eijk-Bos, C. V., Endro S., Harbagung. 1988. Rancanganpercobaan dan pendapatan plot permanen untukpnelitian pertumbuhan dan riap hutan produksidipterocarpaceae di kalimantan. TropenbosIndonesia. Belanda.

Elias, 1996. A Case Study on Forest HarvestingDamages, Structure and Composition Dynamic-

Changes in The Residual Stand For DipterocarpsForest in East Kalimantan, Indonesia. RimbaIndonesia, Vol. XXXI, No. 1.

Jordan, C.F., 1985. Nutrient Cycling in Tropical ForestEcosystem. John Wiley and Sons, Ltd.

Saridan, A. 2005. Teknik Silvikultur untuk PemuliaanHtuan Bekas Tebangan di Kalimantan Timur. BalaiPenelitian dan Pengembangan KehutananKalimantan. Samarinda.

Simmathiri A., Turnbull, J. M. 1998. A Review ofDipterocarps: Taxonomy, Ecology and Silviculture.Cifor. Bogor-Indonesia.

Sutisna, M. 1992. Silvikultur Hutan Alam. FakultasKehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Toumela, K. Kuusipalo, J., Adjers, G. & Vesa, L., 1994.Growth of Dipterocarp Seedling in ArtificiallyCreated Gaps : Experiment in A Logged-overForest in South Kalimantan, Indonesia. In :Suhartoyo, H. & Hadriyanto, D. (Eds). Proceedingof The International Symposium on Asian TropicalForest Management, Samarinda, Indonesia 13 – 15September 1994. Hal: 124 -134, Pusrehut-UNMULand JICA, Center For Reforestation Studies in TheTroipical rain Forests, Samarinda, Indonesia.

Whitmore, T.C., 1978. Tropical Rain Forest of The FarEast. Clarendon Press, Oxford.

Whitmore, T.C., 1984. Tropical Rain Forest of The FarEast. Second Edition. Clarendon Press, Oxford.

Page 16: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 63-74

70

Lampiran 1. Nama jenis Permudaan Tingkat Pohon yang ditemui pada Plot Penelitian rumpang buatanumur 16 tahun (R16)

Appendix 1. The name of tree species inside 16 years gapNomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1 2 1 21. Aporusa sp. 12. Jenis lain (?)2. Arthocarpus sp. 13. Durio acutifoilus3. Barringtonia sp. 14. Gironniera subaequalinus4. Dacryodes rostrata 15. Gluta wallichii5. Dialium sp. 16. Litocarpus blumeanus6. Eusideroxylon zwageri 17. Macaranga gigantea7. Myristica argentea 18. Macaranga hypoleuca8. Ryporosa kostermansii 19. Macaranga triloba9. Shorea johorensis 20. Palaquium sp.10. Shorea parvifolia 21. Podadenia sp.11. Shorea parvistipulataSumber: diolah dari data primer

Lampiran 2. Nama jenis Permudaan Tingkat Pancang yang ditemui pada Plot Penelitian rumpang buatanumur 16 tahun (R16)

Appendix 2. The name of saplings species inside 16 years gapNomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1. Aglaia sp. 31. Macaranga sp.2. Alseodaphne ceratoxylon 32. Mallotus echinatus3. Archidendron jiringa 33. Mallotus sp.4. Artocarpus sp. 34. Memecylon sp.5. Ardisia sp. 35. Myristica cinerea6. Beilschmiedia sp. 36. Myristica argentea7. Cinnamomum parthenoxylon 37. Myristica maxima8. Crudia teysmannii 38. Neonauclea calycina9. Cyathocalyx sp. 39. Neoscortechinia kingii10. Dacryodes rostrata 40. Palaquium sp.11. Dacryodes rugosa 41. Palaquium rostratum12. Dialium sp. 42. Polyalthia sp.13. Durio acutifoilus 43. Planchonia valida14. Ervatamia macrocarpa 44. Pouteria duclitan15. Eugenia sp. 45. Podadenia sp.16. Eusideroxylon zwageri 46. Ptemandra coerulescens17. Fagraea sp. 47. Ryporosa kostermansii18. Ficus sp. 48. Shorea ovalis19. Flacourtia sp. 49. Shorea parvifolia20. Garcinia dioica 50. Shorea leprosula21. Gironniera subaequalis 51. Shorea johorensis22. Gluta wallichii 52. Shorea parvistipulata23. Homalanthus populneus 53. Sloanea sp.24. Hopea mengerawan 54. Trycalysia sp.25. Hydnocarpus sumatranus 55. Trioma malaccensis26. Hydnocarpus polypetalus 56. Terminalia foetidissima27. Intsia palembanica 57. Sauria sp.28. Gluta rengas 58. Sindora leiocarpa

Page 17: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada Rumpang ...(Sudin Panjaitan)

71

29. Litsea roxburghii 59. Strombosia javanica30. Litsea sp. 60. Xanthophylum heteropleurumSumber: diolah dari data primer

Lampiran 3. Nama Jenis Permudaan Tingkat Semai yang ditemui pada Plot Penelitian pada rumpangbuatan umur 16 tahun (R16)

Appendix 3. The name of seedlings species inside 16 years gapNomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1 2 1 21. Alseodaphne ceratoxylon 14. Trycalysia sp.2. Ardisia sp. 15. Trioma malaccensis3. Dialium sp. 16. Artocarpus sp.4. Diospyros densa 17. Aglaia sp.5. Ervatamia macrocarpa 18. Gluta wallichii6. Eugenia sp. 19. Hydnocarpus sumatranus7. Euphoria sp. 20. Kayu pagar8. Garcinia diocia 21. Neonauclea sp.9. Litsea sp. 22. Palaquium sp.10. Lophopetalum sp. 23. Pometia pinnata11. Mallotus echinatus 24. Shorea parvifolia12. Polyalthia sp. 25. Jenis lain (?)13. Shorea parvistipulataSumber: diolah dari data primer

Lampiran 4. Nama jenis Permudaan Tingkat Pohon yang ditemui pada Plot Penelitian rumpang buatanumur 5 tahun (R5)

Appendix 4. The name of tree species inside 5 years gapNomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1 2 1 21. Shorea johorensis 3. Shorea parvistipulata2. Shorea parvifolia 4. Vitex pubescensSumber: diolah dari data primer

Lampiran 5. Nama Jenis Permudaan Tingkat Pancang yang ditemui pada Plot Penelitian rumpang buatanumur 5 tahun (R5)

Appendix 5. The name of saplings species inside 5 years gapNomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1 2 1 21. Aglaia sp. 20. Macaranga sp.2. Aglaia tomentosa 21. Mallotus sp.3. Alangium javanicum 22. Myristica argentea4. Alseodaphne sp. 23. Neonauclea sp.5. Aporusa sp. 24. Nephelium mutabile6. Ardisia sp. 25. Palaquium sp.7. Dacryodes rostrata 26. Pengkunih8. Diospyros densa 27. Polyalthia celebica9. Eugenia sp. 28. Polyalthea sp.10. Eusideroxylon zwageri 29. Quercus sp.

Page 18: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 63-74

72

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1 2 1 211. Ficus sp. 30. Shorea parvifolia12. Gambir 31. Shorea parvistipulata13. Gardenia anisophylla 32. Sauria sp.14. Gironniera subaequalis 33. Strombosia javanica15. Gluta wallichii 34. Terminalia foetidissima16. Hydnocarpus sumatranus 35. Tricalysia sp.17. Hydnocarpus polypetalus 36. Upas tadung18. Macaranga hypoleuca 37. Vitex pubescens19. Macaranga trilobaSumber: diolah dari data primer

Lampiran 6. Nama Jenis Permudaan Tingkat Semai yang ditemui pada Plot Penelitian rumpang buatanumur 5 tahun (R5)

Appendix 6. The name of seedlings species insiode 5 years gapNomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1 2 1 21. Aglaia dookoo 20. Hydnocarpus polypetalus2. Alangium javanicum 21. Ixora sp.3. Alseodaphne sp. 22. Litsea sp.4. Ardisia sp. 23. Mallotus sp.5. Belayang merah (?) 24. Mardupa (?)6. Dialium sp. 25. Polyalthia celebica7. Diospyros densa 26. Shorea parvistipulata8. Eusideroxylon zwageri 27. Siah-siah (?)9. Ficus sp. 28. Siah-siah (berdaun lebar)Sumber: diolah dari data primer

Lampiran 7. Nama Jenis Permudaan Tingkat Pancang yang ditemui pada Plot Penelitian rumpang buatanumur 3 tahun (R3)

Appendix 7. The name of sapling species inside 3 years gapNomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1 2 1 21. Artocarpus elasticus 20. Hopea sangal2. Artocarpus sp. 21. Hydnocarpus polypetalus3. Basung paradah 22. Ketuyung (?)4. Beilschmiedia sp. 23. Litsea roxburghii5. Bridelia sp. 24. Litsea sp.6. Cratozylum sp. 25. Lophopetalum sp.7. Croton argyratus 26. Macaranga hypoleuca8. Dillenia axcelsa 27. Mallotus echinatus9. Diospyros curraniopsis 28. Memecylon sp.10. Dipterocarpus sp. 29. Myristica sp.11. Duabanga moluccana 30. Neonauclea calycina12. Durio acutifoilus 31. Podadenia sp.13. Eugenia sp. 32. Polyalthia celebica14. Eusideroxylon zwageri 33. Pouteria declutan

Page 19: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada Rumpang ...(Sudin Panjaitan)

73

15. Ficus sp. 34. Ptenandra coerulescens16. Flacourtia sp. 35. Shorea johorensis17. Geunsia pentandra 36. Shorea parvifolia18. Gironniera subaequalis 37. Shorea parvistipulata19. Gluta wallichii 38. Tapin (?)Sumber: diolah dari data primer

Lampiran 8. Nama Jenis Permudaan Tingkat Semai yang ditemui pada Plot Penelitian rumpang buatanumur 3 tahun (R3)

Appendix 8. The name of seedling species inside 3 years gapNomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

Nomor(Number)

Jenis Permudaan(Species)

1 2 1 21. Diospyros densa 6. Kayu pagar (?)2. Eugenia sp. 7. Palaquium sp.3. Hopea sangal 8. Polyalthia celebica4. Hydnocarpus 9. Strombosia javanica5. Ixora sp.Sumber: diolah dari data primer

Page 20: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 63-74

74

Page 21: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 75-84ISSN: 1978-8746

75

BIAYA INVESTASI LANGSUNG PENGELOLAAN HUTAN DENGAN SISTEMSILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) OLEH

PT INTRACAWOOD MANUFACTURING DI KALIMANTAN TIMURDirect Invesment Costs of Forest Management with Silviculture Sistem of Tebang Pilih Tanam

Jalur (TPTJ)/Selective Cutting and Line Planting by PT Intracawood Manufacturingin East Kalimantan

.

Catur Budi Wiati1) dan Karmilasanti1)

1)Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email : [email protected]

Diterima 06 Maret 2013, direvisi 25 September 2013, disetujui 12 Nopember 2013

ABSTRACT

Implementation of Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)/Selective Cutting and Line Planting silviculture sistem is expectedto address the problems of the progressively decreasing of forest productivity in Indonesia. On the other hand, highexpenses for implementating this silvikultur sistem as well require high commitment from the company, consideringthat there is no certainty about the amount of profit got from implement the TPTJ sistem. Therefore, research whichaims to give information about direct invesment cost in the management of forest with silviculture sistem of TPTJ at PTIntracawood Manufacturing (PT IWM) becomes important. This research which was conducted by the authors betweenJune – July 2012 at PT IWM indicates that the direct invesment cost in TPTJ activities at PT IWM in RKT 2011, notincluding the cost for the company labours controlling these activities, reached Rp 6.591.270 per Ha.

Keywords: direct invesment costs, Tebang Pilih Tanam Jalur/TPTJ silviculture sistem, PT Intracawood Manufacturing(PT IWM)

ABSTRAK

Pelaksanaan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) diharapkan dapat menjawab permasalahanmenurunnya produktivitas hutan di Indonesia. Di sisi lain, besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sistemsilvikultur ini membutuhkan komitmen yang tinggi dari perusahaan, mengingat belum adanya kepastian besarnyakeuntungan perusahaan jika melaksanakan TPTJ. Oleh karena itu, penelitian yang bertujuan untuk memberikaninformasi tentang biaya investasi langsung yang dilakukan PT Intracawood Manufacturing (PT IWM) dalampengelolaan hutan dengan sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) menjadi penting dilakukan. Penelitianyang dilaksanakan oleh penulis sekitar bulan Juni - Juli 2012 di PT IWM menunjukkan bahwa biaya investasi langsungdalam kegiatan TPTJ di PT IWM pada RKT 2011, tidak termasuk biaya tenaga kerja karyawan perusahaan yangmelakukan pengawasan kegiatan ini, mencapai Rp 6.591.270 per Ha.

Kata kunci: biaya investasi langsung, Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), PT IntracawoodManufacturing (PT IWM)

I. PENDAHULUANKebutuhan kayu yang semakin meningkat

yang melampaui kemampuan hutan untukmemulihkan diri sendiri menjadi alasan utamapentingnya sistem silvikultur Tebang PilihTanam Jalur (TPTJ) diterapkan di Indonesia.TPTJ merupakan salah satu dari beberapa

sistem silvikultur yang saat ini digunakandalam pengelolaan hutan alam tropis diIndonesia. TPTJ yang merupakanpenyempurnaan dari Tebang Pilih TanamIndonesia Intensif (TPTII), adalah sistemsilvikultur yang mengharuskan adanyaperlakuan tanam pengkayaan pada areal hutan

Page 22: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 75-84

76

pasca penebangan secara jalur, yaitu 20 meterjalur antara dan 3 meter jalur tanaman.

Soekotjo (2009) menyebutkan bahwatujuan dari sistem silvikultur ini adalah untukmenormalkan kembali stok tegakan (standingstock) hutan dan bahkan dapat meningkatkanstok tegakan dari rotasi sebelumnya ke rotasiberikutnya serta untuk meningkatkanproduktivitas dan kualitas produk melaluisistem pemuliaan pohon, akselerasipertumbuhan dan pengendalian terpadu.

Meskipun mendapat dukungan dariKementerian Kehutanan melalui KeputusanDirektur Jendral Bina Produksi Kehutanan(Dirjen BPK) No. SK. 226/VI-BPHA/2005tentang Pedoman Tebang Pilih TanamIndonesia Intensif/TPTII (Silvikultur Intensif)dan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut)No. P.11/Menhut-II/2009 Izin UsahaPemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)pada Hutan Produksi, serta Peraturan DirjenBPK No. P.9/VI-BPHA/2009 tentang PedomanPelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang PilihTanam Jalur (TPTJ), namun pelaksanaannya dibeberapa perusahaan kayu baik yang terpilihmenjadi IUPHHK model maupun beberapaperusahaan kayu lain yang kemudianmengikuti, masih menemui banyak tantangan.Salah satu tantangan tersebut adalah besarnyabiaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaansistem silvikultur ini yang membutuhkankomitmen yang tinggi dari perusahaan kayu,mengingat belum adanya kepastian besarnyakeuntungan yang akan diperoleh jikaperusahaan kayu melaksanakan TPTJ.

Pelaksanaan sistem silviklutur TPTJmengacu pada 3 (tiga) prinsip yaitu penyediaanbibit unggul, manipulasi lingkungan, sertapengendalian hama terpadu. Tiga prinsip tersebutyang membuat perusahaan kayu yangmelaksanakan sistem silvikultur TPTJ harusmengeluarkan biaya yang jauh lebih besardibanding dengan sistem silvikultur TebangPilih Tanam Indonesia (TPTI), khususnya biayainvestasi langsung yang terkait dengan kegiatanpembinaan hutan.

Besarnya biaya yang dibutuhkanperusahaan yang melaksanakan sistem

silvikultur TPTJ menjadi penyebab banyakperusahaan kayu tidak tertarik untukmelaksanakan sistem silvikultur TPTJ(Republika, 2012). Terkait hal tersebutpenelitian mengenai analisis biaya investasilangsung dalam kegiatan TPTJ menjadi pentinguntuk dilakukan.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikaninformasi tentang biaya investasi langsung yangdikeluarkan PT Intracawood Manufacturing (PTIWM) dalam pengelolaan hutan dengan sistemsilvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

II. METODOLOGI PENELITIANKegiatan penelitian ini dilakukan Juni –

Juli 2012 di PT Intracawood Manufacturing (PTIWM) di Kecamatan Sekatak, KabupatenBulungan.

Pengumpulan data mengenai pembiayaankegiatan dalam pengelolaan TPTJ dilakukanmelalui observasi dan wawancara langsungdengan beberapa karyawan dari PT IntracawoodManufacturing (PT IWM) serta desk study daribeberapa dokumen yang dimiliki perusahaan.

Pengumpulan data dilakukan melaluibeberapa langkah :1. Langkah pertama adalah identifikasi data-

data input dalam satuan fisiknya yangmeliputi bahan, peralatan, biaya tenagakerja beserta sarana-sarana penunjanglainnya.

2. Langkah kedua adalah mencari harga persatuan dari data input yang diperoleh.

3. Langkah selanjutnya adalah mencari nilaibiaya yang diperoleh dari hasil perkalianantara satuan fisik dari data input denganharga per satuannya.

4. Langkah terakhir adalah mencari nilaibiaya dalam satuan luas yang sama yaituper ha.Penelitian ini hanya melakukan

perhitungan biaya investasi langsung yangdikeluarkan perusahaan, yaitu biaya yangterkait dengan kegiatan pembinaan hutan. Haltersebut sesuai yang disampaikan Warsito,(1993) yang menyebutkan bahwa biayainvestasi langsung adalah biaya yang diperoleh

Page 23: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada ...(Catur Budi Wiati dan Karmilasanti)

77

dari kegiatan pembangunan hutan tanaman yanglangsung berhubungan dengan kegiatanpenanaman. Sedangkan yang termasuk dalamkegiatan pembinaan hutan dalam penelitian iniadalah kegiatan pengadaan bibit, penyiapanlahan, penanaman dan pemeliharaan. Karena ituanalisa data biaya investasi langsung dalampenelitian ini dihitung dengan menjumlahkanseluruh biaya yang dibutuhkan pada masing-masing kegiatan pembinaan dalam satuan luasyang sama.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Kondisi Umum mengenai PT

Intracawood ManufacturingPT IWM merupakan perusahaan patungan

antara PT Inhutani I, PT Barca Indonesia danPT Altrak 78 dan telah beroperasi sejak tahun1990, melanjutkan pengelolaan PT Inhutani Iyang saat itu sudah memasuki RKL III tahunke-4 seluas 25.000 ha. Namun sesuai SKMenhut No. 335/Menhut-II/2004 tanggal 31Agustus 2004, areal konsesi PT IWM telahmengalami perubahan menjadi 195.110 ha. PTIWM mulai melaksanakan kegiatan TPTJ sejaktahun 2008.

Produksi kayu dari IUPHHK PT IWMsejak tahun 2006 ditujukan untuk memasokbahan baku kebutuhan industri kayu sendiriberupa Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH)yang membutuhkan bahan baku log rata-rata300.000 m3 per tahun. IPKH PT IWM yangterletak di Tarakan, memproduksi plywooddengan kapasitas produksi sebesar 91.000 m3

per tahun, blackboard 36.000 m3 per tahun dansawmill sebesar 62.000 m3 per tahun. Produkdari IPKH tersebut 90% dipasarkan di luarnegeri dengan tujuan ekspor utama Jepang,Korea dan Amerika Serikat, sedangkan sisanyasebesar 10% dijual di pasaran dalam negeriserta untuk memenuhi kebutuhan lokal terutamauntuk jenis sawn timber.

Rata-rata produksi kayu bulat IUPHHK PTIWM yang dipasok ke industri selama 1990 -2004 adalah sekitar 99.489 m3 per tahun,sedangkan produksi tahun 2005 - 2007mencapai 147.960 m3 per tahun. Kekurangan

bahan baku IPKH di Tarakan sendiri dipasokdari hasil Hutan Tanaman Industri (HTI) PTIntraca Hutani Lestari.

B. Pelaksanaan TPTJ dan PelibatanMasyarakat Lokal di PT IntracawoodManufacturingLuasan areal yang dipersiapkan PT IWM

untuk TPTJ sekitar 25.350 ha. Kawasan initerletak di sebelah timur bagian selatan dalamareal PT IWM, masuk dalam kawasan DASJelai dan DAS Bengara dan berbatasan denganPT Inhutani I Pimping di bagian selatan, PTAdindo Hutani Lestari di bagian timur dan disebelah barat laut areal TPTI PT IWM.Kegiatan TPTJ sendiri baru dilakukan PT IWMmulai dari RKT 2008 seluas 654 ha, RKT 2009seluas 768 ha, RKT 2010 seluas 643 ha, RKT2011 seluas 829 ha dan RKT 2012 seluas 949ha.

Ada 9 (sembilan) jenis bibit meranti yangditanam di areal TPTJ PT IWM yaitu Shoreaparvifolia, Shorea leprosula, Shorea johorensis,Shorea macrophylla, Shorea dasipylla, Shoreaseminis, Shorea parvistipulata, Dryobalanopsdan Shorea spp. Dari jenis-jenis tersebut yangpaling banyak ditanam adalah Shorea leprosuladan Shorea dasipylla, dimana sebagian besarbibit diperoleh dari cabutan. Kondisi tersebutselain dikarenakan kebutuhan bibit yang besaruntuk penanaman TPTJ juga dikarenakan PTIWM kesulitan mendapatkan biji.

Dari sekitar 40 (empat puluh) desa baikyang berada di dalam maupun di sekitar arealkerja PT IWM, saat ini terdapat 2 (dua) desayang terlibat secara langsung dalam kegiatanTPTJ yaitu Desa Tenggiling dan Desa Terindak.Pelibatan secara langsung tersebut dikarenakanareal kerja pelaksanaan TPTJ di PT IWMdilaksanakan di wilayah adat Desa Tenggiling(RKT, 2008, 2009, 2010 dan 2011) serta DesaTerindak (RKT 2012).

Hal tersebut dikarenakan selainmendapatkan fee dari produksi kayu bulat yangdiperoleh perusahaan, masyarakat di kedua desajuga lebih diutamakan dalam hal perekrutantenaga kerja baik sebagai karyawan (bulanan),

Page 24: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 75-84

78

Tenaga Harian Lepas (THL) maupun tenagaPerjanjian Kontrak Waktu Terbatas (PKWT).

Wiati dan Karmilasanti (2013)menyebutkan bahwa dari 301 – 395 orang totaltenaga kerja yang digunakan PT IWM per RKTdalam kegiatan TPTJ pada RKT 2008 – RKT2011, sekitar 63 – 67% berasal dari masyarakatlokal. Dari jumlah tersebut sekitar 36 – 38%atau sekitar 109 – 152 orang bekerja sebagaipemborong khususnya dalam kegiatan rintismanual, tebang semi mekanis, penanamanmaupun pemeliharaan. Penghasilan yang dapatdiperoleh masyarakat dari kegiatan tersebutadalah sebesar Rp 1.100.000,- per hektar untukrintis manual, Rp 2.400.000,- per hektar untuktebang semi mekanis, Rp 1.775,- per bibit untukpenanaman dan Rp 1.050,- per bibit untukpemeliharaan.

C. Komponen Biaya Pembinaan Hutandalam Kegiatan TPTJ di PTIntracawood ManufacturingSesungguhnya penting untuk mengetahui

besarnya biaya yang perlu dikeluarkan suatuperusahaan untuk melaksanakan kegiatanpengelolaan hutan melalui sistem silvikulturTPTJ. Namun terkait dengan rahasiaperusahaan, maka data-data internal untukmengetahui biaya tetap seperti bangunan,sarana kantor, mobil, dan lain-lain serta biayaoperasional seperti gaji, biaya pajak, biayapendidikan dan pelatihan (diklat) serta biayalainnya seringkali sulit untuk diperoleh. Olehkarena itu untuk mengetahui besarnya biayapelaksanaan TPTJ maka penelitian ini hanyamelakukan perhitungan biaya investasilangsung yang dikeluarkan perusahaan, yaitubiaya yang terkait dengan kegiatan pembinaanhutan.

1. Biaya Pengadaan BibitPT IWM mempunyai lokasi persemaian

di Sei Lian Km 14 seluas 1,5 ha dengankapasitas sebanyak 200.000 bibit. Pengadaanmateri cabutan dan media top soil diperolehPT IWM dari wilayah sekitar persemaian.Pengadaan bibit di persemaian ini ditujukanuntuk mencukupi kebutuhan bibit kegiatanTPTJ sekitar 80% dan sisanya 20% untuk

kegiatan TPTI. Jumlah bibit yang dihasilkandari persemaian PT IWM pada tahun 2011adalah 236,432 bibit dengan jumlah HOKyang digunakan sebanyak 9.888 HOK (HariOrang Kerja). THL yang bekerja untukkegiatan pengadaan bibit di PT IWM adalahsekitar 40 – 50 orang per hari tergantungvolume pekerjaaan dan ketersediaan tenagakerja, dengan upah harian sebesar Rp 42.992,-per hari.

Komponen biaya pengadaan bibit padapenelitian ini juga hanya memperhitungkanpada kegiatan tahun 2011. Perhitungan biayahanya berasal dari komponen cabutan,dikarenakan bibit yang dipergunakan PT IWMdalam kegiatan TPTJ pada tahun 2011seluruhnya berasal dari bibit cabutan.Komponen biaya yang diperhitungkanmeliputi bahan, peralatan, tenaga kerja danbiaya pencarian dan pengangkutan bibit darilokasi pengambilan cabutan ke lokasipersemaian.

Biaya tenaga kerja yang diperhitungkanjuga hanya untuk Tenaga Harian Lepas(THL), sedangkan untuk karyawan perusahaanyang bekerja sebagai pengawas tidakdiperhitungkan. Pekerjaan yang dilakukanTHL meliputi kegiatan pencarian danpencabutan bibit cabutan, pengadaan danpengangkutan media bibit, pengisian kantongpolybag dengan media, pemindahan bibit kemedia dan pemeliharaan selama dipersemaian.

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwatotal biaya pengadaan bibit meranti daricabutan pada tahun 2011 di PT IWM adalahsebesar Rp. 3.529,- per bibit. Jika penanamanpada RKT 2011 seluas 829 ha memerlukanbibit sebanyak 150.878 bibit denganpenyulaman sebanyak 20% maka biayapengadaan bibit pada RKT 2011 sekitar Rp638.938,- per ha.

2. Biaya Penyiapan LahanKegiatan penyiapan lahan dalam kegiatan

TPTJ di PT IWM terdiri atas 2 (dua) kegiatanyaitu pembuatan dan pengukuran jalur tanamserta rintis manual dan tebang semi mekanis.

Page 25: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada ...(Catur Budi Wiati dan Karmilasanti)

79

Kegiatan pembuatan dan pengukuran jalurtanam di PT IWM adalah pembuatan danpenandaan jalur tanam serta penandaan pohondiameter ≥ 40 cm yang akan ditebang dalamkegiatan tebang naungan. Kegiatan rintismanual adalah pembukaan dan pembersihanjalur tanam dari semak dan pohon-pohonberukuran kecil dengan mengunakan parang.Sedangkan kegiatan tebang semi mekanisadalah pembersihan pohon-pohon yangberukuran besar dengan menggunakan alatchainsaw. Pelaksanaan kegiatan pembuatandan pengukuran jalur tanam hanya dilakukanoleh THL dan tenaga kerja Perjanjian KerjaWaktu Terbatas (PKWT). Dalam kegiatanrintis manual dan tebang semi mekanis selainmenggunakan THL dan PKWT jugamenggunakan tenaga kerja borongan denganupah sebesar Rp 1.100.000,- per ha untukkegiatan rintis manual dan Rp 2.400.000,- perha untuk kegiatan tebang semi mekanis.

Dalam perhitungan ini, komponen biayakegiatan penyiapan lahan di PT IWM hanyameliputi bahan dan peralatan khususnya bagikaryawan dan THL, serta biaya tenaga kerja.Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan hanyauntuk THL, PKWT dan tenaga borongan,sedangkan karyawan perusahaan yang bekerjasebagai pengawas yaitu tenaga kerja bulanan,foreman dan supervisor tidak diperhitungkan.Upah harian untuk THL dalam kegiatanpenyiapan lahan sedikit lebih besar darikegiatan pengadaan bibit yaitu sebesar Rp43.992,- per hari.

Luasan total areal yang dikerjakan PTIWM dalam kegiatan pembuatan danpengukuran jalur tanam pada RKT 2011adalah seluas 829 ha, sedangkan luas totaljalur tanam dalam kegiatan rintis manual dantebang semi mekanis pada RKT tersebutadalah sekitar 123,20 ha. Jumlah bibit yangberhasil ditanam pada areal tersebut sebanyak150.878 bibit.

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwabiaya penyiapan lahan dalam kegiatan TPTJ diPT IWM untuk RKT 2011 adalah sebesar Rp2.196.853,- per ha atau Rp 12.189,- per bibit,dengan rincian biaya pembuatan dan

pengukuran jalur tanam sebesar Rp1.430.391,- per ha, biaya rintis manual dantebang semi mekanis sebesar Rp 766.462,-.Khusus untuk biaya rintis manual dan tebangsemi mekanis dalam jalur tanam adalahsebesar Rp. 5.159.878,- per ha.

3. Biaya PenanamanKegiatan penanaman dalam pelaksanaan

TPTJ di PT IWM meliputi kegiatanpemasangan ajir, pembuatan lubang tanamukuran 40 x 40 x 30 cm, pengangkutan bibitdari pinggir jalan ke lubang tanam, pengisiantop soil ke lubang tanam, pemberian pupukNPK 16 sekitar 40 – 50 gram per lubangtanam dan penutupan lubang tanam.Pelaksanaan kegiatan penanaman dilakukanoleh tenaga kerja borongan, sedangkan tenagaPKWT hanya bertugas membantu tenaga kerjabulanan melakukan pengawasan di lapanganatau saat pengecekan hasil pelaksanaan. Upahpenanaman diberikan sebesar Rp 1.775,- perbibit.

Seperti halnya kegiatan lain, komponenbiaya yang diperhitungkan dalam kegiatanpenanaman di PT IWM dalam penelitian inihanya meliputi bahan, peralatan dan tenagakerja. Luasan areal kegiatan penanaman dalamkegiatan TPTJ di PT IWM pada RKT 2011adalah 829 ha dengan jumlah bibit yangberhasil ditanam sebanyak 150.878 bibit(22.120 bibit pada tahun 2011 dan sisanyabaru dikerjakan pada tahun 2012). Dari hasilperhitungan diperoleh bahwa biayapenanaman dalam kegiatan TPTJ di PT IWMpada RKT 2011 adalah sebesar Rp 2.624,- perbibit atau Rp. 477.658,- per ha.

4. Biaya PemeliharaanKegiatan pemeliharaan dalam kegiatan

TPTJ di PT IWM dilakukan dalam 5 (lima)tahapan yaitu: (1) Pemeliharaan tahap I (bulanke-4, bulan ke-8 dan bulan ke-12); (2)Pemeliharaan tahap II (bulan ke-18 dan bulanke-24); (3) Pemeliharaan tahap III (bulan ke-36); (4) Pemeliharaan tahap IV (bulan ke-48);dan (5) Pemeliharaan tahap V (bulan ke-60).Pemeliharaan tahap I bulan ke-4 meliputikegiatan pendangiran, pemupukan sekitar 75gram per bibit dan penyulaman. Pemeliharaantahap II bulan ke-18 merupakan kegiatan

Page 26: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 75-84

80

pembersihan horizontal, sedangkanpemeliharaan tahap II bulan ke-24 sampaidengan pemeliharaan tahap V merupakanpembersihan vertikal melalui peneresanpohon-pohon penaung.

Seperti halnya kegiatan lain, komponenbiaya yang diperhitungkan dalam kegiatanpenanaman di PT IWM hanya meliputi bahan,peralatan dan tenaga kerja. Luas arealpemeliharaan pada RKT 2011 adalah 829 hadengan jumlah tanaman yang dipeliharasebanyak 150.878 bibit. Dari jumlah tersebut,kematian bibit setelah penanaman di lapanganrata-rata mencapai 15 - 20%.

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwabiaya pemeliharaan dalam kegiatan TPTJtanpa kegiatan penyulaman di PT IWM persatu kali kegiatan adalah sebesar Rp 2.092,-per bibit atau Rp 380.870,- per ha. Nilaitersebut belum dapat menggambarkan totalbiaya pemeliharaan yang harus dikeluarkanPT IWM, karena pemeliharaan baru dilakukan1 (satu) kali dari 8 (delapan) kali yangdirencanakan sampai dengan tanamanberumur 5 tahun (bulan ke-60). Sehingga jikadiasumsikan harga-harga bahan, peralatanmaupun tenaga kerja tidak mengalamiperubahan sepanjang waktu tersebut makatotal biaya pemeliharaan tanpa kegiatanpenyulaman dalam pelaksanaan TPTJ di PTIWM pada RKT 2011 adalah sebesar Rp16.736,- per bibit atau Rp 3.046.966,- per ha.

Jika diperhitungkan kematian bibit dilapangan mencapai 20%, sehingga jumlahbibit tambahan yang diperlukan dalamkegiatan penyulaman pada RKT 2011 adalah30.176 bibit dengan biaya penyulaman sebesarRp 1.775,- per bibit, maka total biayapemeliharaan dalam kegiatan TPTJ di PT

IWM pada RKT 2011 termasuk biayapenyulaman adalah sebesar Rp 17.096,- perbibit atau Rp 3.111.577,- per ha.

Dari hasil perhitungan biaya masing-masing komponen kegiatan dalam pembinaanhutan dapat diperoleh informasi bahwa totalbiaya investasi langsung dalam kegiatan TPTJyang dilakukan PT IWM tanpamemperhitungkan biaya investasi tetap danbiaya operasional adalah sebesar Rp 35.868,-per bibit atau Rp 6.432.026,- per ha. Nilaitersebut tidak termasuk biaya tenaga kerjakaryawan perusahaan yang melakukanpengawasan kegiatan.

Hasil perhitungan dari penelitian ini tidakberbeda jauh dengan hasil penelitian dariYuniati dan Lydia (2009) yang menyebutkanbahwa biaya investasi langsung pada kegiatanSilvikultur Intensif (SILIN) dari hasil cabutandi PT Balikpapan Forest Industries (BFI)mencapai Rp 7.311.005,- per ha. Hal inidikarenakan untuk mendapatkan angka tersebutbelum memperhitungkan kenaikan hargapembelian bahan dan peralatan (inflasi) sertakenaikan biaya tenaga kerja.

Namun demikian hasil penelitian inimenunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerjadengan sistem borongan yang dilakukan PTIWM dapat menekan pengeluaran biayakhususnya pada kegiatan penyiapan lahan danpemeliharaan, dibandingkan PT BFI yangsepenuhnya menggunakan THL sebagai tenagakerja. Terlebih dalam penelitian ini kegiatanpemeliharaan memperhitungkan 8 (delapan)kali kegiatan sampai tahun ke-5, sedangkanYuniati dan Lydia (2009) hanyamemperhitungkan biaya kegiatan pemeliharaansampai tahun ke-2.

Tabel 1. Total Biaya Investasi Langsung untuk Kegiatan TPTJ pada RKT 2011 di PT IWMTable 1. Total of Direct Invesment Expense for TPTJ in RKT 2011 at PT IWM

Nomor(Number)

Komponen Kegiatan(Component of Activities )

Biaya dalam Rp/bibit(Expense in IDR/seed)

Biaya dalam Rp/ha(Expense in IDR/ha)

1. Biaya pengadaan bibit 3.529 638.9382. Biaya penyiapan lahan 12.189 2.196.8533. Biaya penanaman 2.624 477.6584. Biaya pemeliharaan 8 kali

(termasuk penyulaman)17.096 3.111.577

T O T A L 35.438 6.425.026Sumber: diolah dari data primer

Page 27: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada ...(Catur Budi Wiati dan Karmilasanti)

81

Tabel 2. Perbandingan Biaya Investasi Langsung untuk Kegiatan SILIN di PT BFI dan TPTJ di PTIWM

Table 2. Comparison Between Direct Invesment Expense for SILIN at PT BFI and for TPTJ at PTIWM

Nomor(Number)

Uraian(Description)

Biaya dalam Rp/ha(Expense in IDR/ha)

PT BFI PT IWM1 Biaya pengadaan bibit 229.525 638.9382 Biaya penyiapan lahan 2.526.992 2.196.8534 Biaya penanaman 228.480 477.6585 Biaya pemeliharaan - 3.111.577

a. Tahun berjalan 1.469.296 -b. Tahun pertama 1.440.136 -c. Tahun kedua 1.416.576 -

T O T A L 7.311.005 6.425.026Sumber: Yuniati dan Lydia, Info Teknis Dipterokarpa Vol. 3 No. 1, Juni 2009 dan data primer

Dari hasil perbandingan juga dapatdiketahui bahwa PT IWM mengeluarkan biayapengadaan bibit yang jauh lebih besardibandingkan PT BFI. Hal tersebut dikarenakanPT IWM harus mengeluarkan biaya pencariandan pengangkutan bibit yang cukup besar yaituRp 1.500,- per bibit. Sedangkan biayapengadaan bibit cabutan untuk kegiatan SILINdi PT BFI hanya sebesar Rp 1.147,63,- per bibitatau Rp 229.525,03,- per ha, sudah termasukbiaya pencarian anakan alam dan pemotongandaun yang hanya sebesar Rp 87.50,- per bibit.

Sedangkan Wahyuni dan Yuni (2011) yangmelakukan penelitian di PT Adimitra Lestari diKabupaten Nunukan, Kalimantan Timur dan PTSuka Jaya Makmur di Kabupaten Ketapang,Kalimantan Barat menyebutkan bahwa biayapengadaan bibit untuk kegiatan TPTI adalahsebesar Rp 2.468,- per bibit, dimana biayapengadaan materi bibit (pencarian anakan alam)untuk masing-masing perusahaan tersebutadalah Rp 46.3,- per bibit dan Rp 609,- perbibit. Dengan kata lain, jika PT IWM dapatmenekan biaya pencarian dan pengangkutanbibit, maka hal tersebut dapat memperkecilbiaya pengadaan bibit.

IV. KESIMPULANBiaya investasi langsung dalam kegiatan

TPTJ di PT IWM pada RKT 2011, tidaktermasuk biaya tenaga kerja karyawan

perusahaan yang melakukan pengawasankegiatan, mencapai Rp 6.425.026,- per ha.

DAFTAR PUSTAKAKeputusan Direktur Jendral Bina Produksi Kehutanan

(Dirjen BPK) No. SK. 226/VI-BPHA/2005 tentangPedoman Tebang Pilih Tanam IndonesiaIntensif/TPTII (Silvikultur Intensif). Bina ProduksiKehutanan. Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No.P.11/Menhut-II/2009 Izin Usaha Pemanfaatan HasilHutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Produksi.Direktur Jendral Bina Produksi Kehutanan. Jakarta.

Peraturan Dirjen BPK No. P.9/VI-BPHA/2009 tentangPedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur TebangPilih Tanam Jalur (TPTJ). Bina ProduksiKehutanan. Jakarta.

Perdes Tenggiling No. 2 Tahun 2011. RencanaPembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)Tahun Anggaran 2010 – 2015. Desa Tenggiling,Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, PropinsiKalimantan Timur.

Perdes Terindak No. 2 Tahun 2011. RencanaPembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)Tahun Anggaran 2010 – 2015. Desa Terindak,Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, PropinsiKalimantan Timur.

PT IWM. 2011. Revisi Rencana Kerja Usaha (RKU)Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alampada Hutan Produksi Berbasis Inventarisasi HutanMenyeluruh Berkala (IHMB) Periode Tahun 2008s/d 2017.

Page 28: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 75-84

82

Soekotjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif (SILIN).Gadjah Mada University Press.

TNC - PT IWM. 2011. Laporan Hutan BernilaiKonservasi Tinggi di Areal PT IntracawoodManufacturing (draft).

Wahyuni, Tien dan S. Yuni Indriyanti. 2012.Pengelolaan Persemaian dan Perhitungan BiayaPengadaan Bibit dan Penanaman Jenis-JenisDipterokarpa. Makalah Utama dalam Ekspose HasilPenelitian: Rekonstruksi Pengelolaan HutanProduksi Tinjauan Aspek Teknis Silvikultur, Sosial-Ekonomi, Ekologi dan Kebijakan tanggal 23Nopember 2012. Balai Besar PenelitianDipterokarpa. Samarinda.

Warsito, Sofyan P. 1993. Pengantar EkonomiKehutanan. Bahan Kuliah Ekonomi Kehutanan.

Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Wiati, C.B. dan Karmilasanti. 2013. Penyerapan TenagaKerja Lokal dalam Pengelolaan Hutan denganSistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)di PT Intracawood Manufacturing KalimantanTimur. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur diMakasar tanggal 29 Agustus 2013. FakultasKehutanan Universitas Hasanudin. Makasar.

Yuniati, Dhany dan Lydia Suastati. 2009. BiayaInvestasi Langsung, Prestasi Kerja dan PenyerapanTenaga Kerja Langsung pada Kegiatan SILIN(Studi Kasus di PT Balikpapan Forest Industries).Info Teknis Dipterokarpa Vol. 3 No. 1, Juni 2009.Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.

Page 29: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pertumbuhan dan Komposisi Jenis Permudaan Alam pada ...(Catur Budi Wiati dan Karmilasanti)

83

Lampiran (Apendix).

Tabel 1. Biaya Pengadaan Bibit di Areal RKT 2011 dalam RupiahTable 1. The Expenses for Seed Providing in RKT 2011 in IDR

Nomor(Number)

Uraian(Description)

Volume(Volume)

Satuan(Unit)

Harga/ Satuan(Cost/Unit)

Jumlah Harga(Amount of Cost)

1. BahanPolybag 1.500 Kg 35.000 52.500.000

2. PeralatanCangkul 8 Buah 50.000 400.000Sekop 8 Buah 60.000 480.000Parang panjang 8 Buah 60.000 480.000Sandak 2 Buah 45.000 90.000Ayakan 2 Buah 100.000 200.000Sprayer 6 Buah 100.000 600.000

3. Honor tenaga kerjaTHL 9.888 HOK 42.992 425.104.896

4. Biaya pencarian danpengangkutan bibit 236.432 Bibit 1.500 354.648.000

T O T A L (Rp) 834.502.896Biaya pengadaan bibit (Rp/bibit) 3.529Biaya pengadaan bibit untuk TPTJ (Rp/ha) 638.938Sumber: diolah dari data primer

Tabel 2. Biaya Pembuatan dan Pengukuran Jalur Tanam di RKT 2011 dalam RupiahTable 2. The Expenses for Making and Measuring of Lane Planting in RKT 2011in IDR

Nomor(Number)

Uraian(Description)

Volume(Volume)

Satuan(Unit)

Harga/ Satuan(Cost/Unit)

Jumlah Harga(Amount of Cost)

1. BahanCat 350 Kaleng 35.000 12.250.000

2. PeralatanKompas 4 Buah 1.000.000 4.000.000Clinometer 4 Buah 1.500.000 6.000.000Kalkulator 4 Buah 500.000 2.000.000Komputer 1 Buah 4.500.000 4.500.000Alat tulis 10 Buah 50.000 500.000Parang panjang 30 Buah 60.000 1.800.000

3. Honor tenaga kontrakTHL 14.465 HOK 43.992 636.344.280PKWT/Kontrak 432 Paket 1.200.000 518.400.000

T O T A L (Rp) 1.185.794.280Biaya pembuatan dan pengukuran jalur tanam (Rp/ha) 1.430.391Biaya pembuatan dan pengukuran jalur tanam (Rp/bibit) 7.859

Sumber: diolah dari data primer

Tabel 3. Biaya Rintis Manual dan Tebang Semi Mekanis di RKT 2011 dalam RupiahTable 3. The Expenses for Manual and Mechanical Cutting in RKT 2011 in IDR

Nomor(Number)

Uraian(Description)

Volume(Volume)

Satuan(Unit)

Harga/ Satuan(Cost/Unit)

Jumlah Harga(Amount of Cost)

1. PeralatanParang 15 Buah 60.000 900.000Kalkulator 4 Buah 500.000 2.000.000Chainsaw 2 Buah 6.000.000 12.000.000Komputer 1 Buah 4.500.000 4.500.000Alat tulis 10 Buah 50.000 500.000

Page 30: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 75-84

84

Nomor(Number)

Uraian(Description)

Volume(Volume)

Satuan(Unit)

Harga/ Satuan(Cost/Unit)

Jumlah Harga(Amount of Cost)

2. Honor Tenaga KerjaBorongan 123.2 Ha 3.500.000 431.200.000THL 2.880 HOK 43.992 126.696.960PKWT 48 Paket 1.200.000 57.600.000

T O T A L (Rp) 635.396.960Biaya rintis manual dan tebang semi mekanis khusus dalam jalur tanam (Rp/ha) 5.157.443Biaya rintis manual dan tebang semi mekanis untuk seluruh luas RKT 2011 (Rp/ha) 766.462Biaya rintis manual dan tebang semi mekanis untuk seluruh luas RKT 2011 (Rp/bibit) 4.211

Sumber: diolah dari data primer

Tabel 4. Biaya Penanaman di RKT 2011 dalam RupiahTable 4. The Expenses for Planting in RKT 2011 in IDR

Nomor(Number)

Uraian(Description)

Volume(Volume)

Satuan(Unit)

Harga/ Satuan(Cost/Unit)

Jumlah Harga(Amount of Cost)

1. BahanPupuk NPK 16 750 Kg 15.000 11.250.000

2. PeralatanCangkul 14 Buah 50.000 700.000Sandak 12 Buah 45.000 540.000Parang 8 Buah 60.000 480.000

3. Honor tenaga kerjaBorongan 150.878 Bibit 1.775 267.808.450PKWT 96 Paket 1.200.000 115.200.000

T O T A L 395.978.450Biaya penanaman (Rp/bibit) 2.624Biaya penanaman (Rp/ha) 477.658

Sumber: diolah dari data primer

Tabel 5. Biaya Pemeliharaan di RKT 2011 dalam RupiahTable 5. The Expense for Plant Maintanance in RKT 2011 in IDR

Nomor(Number)

Uraian(Description)

Volume(Volume)

Satuan(Unit)

Harga/ Satuan(Cost/Unit)

Jumlah Harga(Amount of Cost)

1. BahanRound up 450 Botol 65.000 29.250.000Pupuk NPK 16 800 Kg 15.000 12.000.000

2. PeralatanCangkul 6 Buah 50,000 300,000Sandak 2 Buah 45.000 90.000Parang 8 Buah 60.000 480.000

3. Honor tenaga kerjaBorongan 150.878 Bibit 1.050 158.421.900PKWT 96 Paket 1.200.000 115.200.000

T O T A L 315.741.900Biaya pemeliharaan per kegiatan tanpa penyulaman (Rp/bibit) 2.092Biaya pemeliharaan per kegiatan tanpa penyulaman (Rp/ha) 380.870Total biaya pemeliharaan dengan penyulaman (Rp/bibit) 17.096Total biaya pemeliharaan dengan penyulaman (Rp/ha) 3.111.577

Sumber: diolah dari data primer

Page 31: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 85-92ISSN: 1978-8746

85

ASOSIASI DAN SEBARAN JENIS POHON PENGHASIL MINYAK KERUINGDI PT. HUTAN SANGGAM LABANAN LESTARI, KALIMANTAN TIMUR

Association and Distribution of Oil-Producing Keruing Tree SpeciesIn Hutan Sanggam Labanan Lestari Concession, East Kalimantan

Amiril Saridan1) dan Massofian Noor1)

1)Balai Besar Penelitian Dipterokarpa SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email: amiril [email protected]

Diterima 29 Januari 2013, direvisi 07 Nopember 2013, disetujui 27 Nopember 2013

ABSTRACT

Berau regency is part of Kalimantan has a high floristic composition, especially Dipterocarpaceae. They hasrelationships between individual and different species. The purpose of this study is to present information on theassociation and distribution trees species of keruing produces oil in PT.Hutan Sanggam Labanan Lestari, Berauregency. The methods used by the strip system length 1 km and a width 20 m each and total areas of 4 hectares.Observation was done to all of trees with diameter equal or larger than 10 cm. Results showed that one is oil-producingkeruing i.e: Dipterocarpus palembanicus Sloot. Asociation species of tree species keruing pairs and the dominantspecies indicates that there are 9 pairs of positive associated type. In general keruing trees species growing by groupson a flat area and a small spreading area it was indicated that Keruing growing in the specific habitat which depend onits environmental condition.

Keywords: Keruing, distribution, association, species

ABSTRAK

Kabupaten Berau merupakan bagian dari Pulau Kalimantan yang memiliki komposisi floristik yang besar terutamaDipterocarpaceae dan jenis lainnya serta terdapat hubungan diantara individu dengan jenis lainnya. Penelitian inibertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai asosiasi dan sebaran jenis pohon penghasil minyak keruingdiPT.Hutan Sanggam Labanan Lestari Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Metoda yang digunakan dalam penelitianini adalah dengan sistem jalur dengan panjang 1 km dan lebar kanan-kiri jalur masing-masing 20 m dan dibuatsebanyak 2 buah jalur dengan luas areal 4 hektar. Pengamatan dilakukan terhadap semua individu pohon yangberdiameter 10 cm dan ke atas. Hasil identifikasi jenis yang telah dilakukan terdapat 4 jenis keruing dan 1 diantaranyasebagai penghasil minyak keruing yaitu Dipterocarpus palembanicus Sloot. Dari perhitungan pasangan jenis pohonkeruing dengan jenis dominan menunjukkan bahwa adanya 9 pasang jenis yang berasosiasi positif yang berarti akanmenghasilkan hubungan yang positif terhadap pasangannya. Suatu jenis pohon akan hadir secara bersamaan denganjenis pohon lainnya dan saling menguntungkan. Jika pasangan didapatkan dalam sampling, maka kemungkinan besarakan ditemukan pasangan lain yang tumbuh di dekatnya. Secara umum pohon keruing tumbuh berkelompok padadaerah datar dan sebagian kecil tersebar, ini menunjukkan bahwa masing-masing jenis keruing memiliki tempat tumbuhyang spesifik yang sesuai dengan lingkungannya.

Kata kunci: Keruing, sebaran, asosiasi, jenis

I. PENDAHULUANEkosistem hutan dataran rendah memiliki

karakteristik unik yang membedakan denganekosistem lainnya yaitu tingginya kerapatanjenis pohon dan status konservasi jenisnya yang

hampir sebagian besar dikategorikan jarangsecara lokal (Clark et al., 1999). Suatuekosistem terbentuk oleh adanya kehadiran daninteraksi dari beberapa jenis pohon didalamnya. Salah satu bentuk interaksi antar

Page 32: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 85-92

86

jenis ini adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatutipe komunitas yang khas, ditemukan dengankondisi yang sama dan berulang di beberapalokasi.

Asosiasi dicirikan dengan adanyakomposisi floristik yang mirip, memilikifisiognomi yang seragam dan sebarannyamemiliki habitat yang khas (Mueller-Domboisdan Ellenberg, 1974; Barbour et al., 1999).Asosiasi terbagi menjadi asosiasi positif danasosiasi negatif. Asosiasi positif terjadi apabilasuatu jenis pohon hadir secara bersamaandengan jenis pohon lainnya dan tidak akanterbentuk tanpa adanya jenis pohon laintersebut. Asosiasi negatif terjadi apabila suatujenis pohon tidak hadir secara bersamaan(McNaughton dan Wolf, 1992). Jenis keruingdapat tumbuh di berbagai kelas kelerengan. Halini seperti yang dikemukakan Weidelt (1996)bahwa sebagian besar jenis-jenis dipterokarpalebih menyukai tumbuh pada daerah dengankelerengan yang sangat curam (upper slopes)dan perbukitan (ridges), menyesuaikantopografi dari wilayah hutan hujan Asia,Khususnya keruing.

Dipterocarpus adalah salah satu margapenting Dipterocarpaceae yang dikenal sebagaipenghasil kayu komersial dengan namaperdagangan keruing dan kayu yangdihasilkannya tergolong kayu keras-sedangyang cocok untuk kontruksi berat (Newman etal., 1999), sehingga disukai oleh pasaran kayudunia. Beberapa studi melaporkan bahwaterdapat 69 jenis dari genus Dipterocarpus, 38jenis tumbuh di hutan-hutan primer diIndonesia, namun hanya terdapat 20 speciesyang menghasilkan minyak keruing (Boer danElla, 2001). Minyak keruing dari beberapa jenisDipterocarpus sudah sejak lamadiperdagangkan karena dapat dimanfaatkansebagai bahan obat, aromatik, pelapis tahan airdan tinta litografis (Yulita, 2002).

Secara ekologis jenis Dipterocarpaceaemempunyai beberapa faktor pembatas untukpertumbuhan dan penyebarannya. Faktor yangpaling menentukan adalah faktor tanah, iklimdan ketinggian tempat (Purwaningsih, 2004).Untuk kehidupan jenis tersebut juga perluadanya keterkaitan dengan jenis lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk memperolehinformasi mengenai asosiasi dan sebaran jenispohon penghasil keruing di kawasan hutan diwilayah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

II. METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini dilakukan di areal kerja PT

Hutan Sanggam Labanan Lestari, yang terletakdi Sei Du’ung, Desa Labanan Makarti,Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau,Propinsi Kalimantan Timur.Lokasi penelitianterletak di koordinat 02o 00’ LU dan 117o 13’-117o 14’ BT dengan ketinggian 52 m dpl.Lokasi penelitian terletak di daratan dengantopografi ringan atau datar. Sesuai dengankondisi curah hujannya, lokasi penelitian dapatdigolongkan menjadi daerah yang lembab(curah hujan 1.500 – 3.000 mm/th). Terdapatdua musim yaitu musim kemarau yang dimulaibulan Juni – Oktober dan musim hujan mulaiNovember – Mei. Meskipun musim kemarau,curah hujan relatif masih tinggi (di atas 100mm).Temperatur rata-rata siang hari maksimum32,40C dan minimum 210C. (BFMP, 1999).

Kegiatan penelitian dilakukan denganmenggunakan sistem jalur dengan panjang 1 kmdan lebar kanan-kiri jalur masing-masingsebesar 20 m (total luas 4 ha). Penetapan plotsampel pada jalur eksplorasi dengan unit ukur40 m x 1 km (4 ha) yang terbagi dalam subplotberukuran 20 m x 20 m sebanyak 100 buah.Pengambilan data primer dilakukan melaluiinventarisasi plot penelitian dengan sensussemua jenis pohon penghasil minyak keruingdan jenis lainnya yang berdiameter ≥ 10 cmdalam subplot berukuran 20 m x 20 m.

Data yang dikumpulkan semua jenis pohonkeruing dan jenis lainnya yang berdiameter ≥ 10cm meliputi: nama jenis, diameter pohonsetinggi dada, data topografi dan pengumpulancontoh herbarium untuk jenis-jenis keruingyang tidak diketrahaui secara langsung dilapangan.

Data yang dikumpulkan untuk vegetasidiolah guna mengetahui Nilai Penting Jenis(NPJ) dengan menggunakan rumus menurutMueller-Dombois dan Ellenberg (1974) yaitu;

Page 33: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Asosiasi dan Sebaran Jenis Pohon Penghasil Minyak Keruing ...(Amiril Saridan dan Massofian Noor)

87

NPJ (%) = KR + DoR + FR

KR (%) =Jumlah individu suatu jenis dalam plot

Jumlah individu seluruh jenis dalam plot× 100

FR (%) =Jumlah kehadiran suatu jenis dalam plot

Jumlah kehadiran seluruh jenis dalam plot× 100

DoR (%) =Jumlah luas bidang dasar suatu jenis

Jumlah luas bidang dasar seluruh jenis× 100

Keterangan (remarks):KR = Kerapatan Relatif;

FR = Frekuensi Relatif ;DoR = Dominasi Relatif;

Analisis asosiasi dilakukan pada jenispohon penghasil minyak keruing dengan jenis-jenis penyusun utama yang memiliki nilaipenting jenis (NPJ) ≥ 6% dari jumlah kerapatanrelatif, frekuensi relatif dan dominasi relatifdengan menggunakan tabel kontingensi 2x2(Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974).Bentuk tabel kontingensi untuk 2 jenis adalahsebagai berikut:

Tabel 1. Bentuk tabel kontingensi asosiasi jenisTable 1. Kind of contingensi table species asosiation

Jenis A (Species A)Jenis B(Species B)

Ada(Present)

Tidak ada(Absen)

Jumlah(Total)

Ada(Present) a b a + bTidak ada(Absen) c d c + d

Jumlah(Total) a + c b + d N = a + b + c + dSumber: Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974

Keterangan: a = Jumlah petak yang mengandung jenis A dan jenis B(Remarks) b = Jumlah petak yang mengandung jenis A saja, jenis B tidak

c = Jumlah petak yang mengandung jenis B saja, jenis A tidakd = Jumlah petak yang tidak mengandung jenis A dan jenis BN = Jumlah semua petak

Untuk mengetahui adanya kecenderunganberasosiasi atau tidak, digunakan Chi-squareTest dengan formulasi sebagai berikut:

X2 = (ad-bc)2 × N(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)

Untuk menghindari nilai Chi-square yangbias bila nilai a, b, c, atau d dalam tabelkontingensi ada yang kurang atau sama dengan5, maka perhitungan dilakukan menggunakanformulasi sebagai berikut:

X2 = ((ad-bc)-N 2)2×N

(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)

Nilai Chi-square hitung kemudiandibandingkan dengan nilai Chi-square tabelpada derajat bebas = 1, pada taraf uji 1% dan5%, masing-masing dengan nilai 6,63 dan 3,84.Apabila nilai Chi-square hitung > nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat nyata.Apabila nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat tidak nyata.

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat ataukekuatan asosiasi, maka dihitung koefisienasosiasi (C) menggunakan rumus sebagaiberikut:I. Bila ad ≥ bc, maka C= ad-bc

(a+b)(b+d);

II. Bila bc > ad dan d > a, maka C= ad-bc(a+b)(b+c)

;

III. Bila bc > ad dan a > c, maka C= ad-bc(a+d)(c+d)

Nilai positif atau negatif dari hasilperhitungan menunjukkan asosiasi positif ataunegatif antar dua jenis. Asosiasi positif berartisecara tidak langsung beberapa jenisberhubungan baik atau ketergantungan antarasatu dengan yang lainnya, sedangkan assosiasinegatif berarti secara tidak langsung beberapajenis mempunyai kecenderungan untukmeniadakan atau mengeluarkan yang lainnyaatau juga berarti dua jenis mempunyai pengaruhatau reaksi yang berbeda dalam lingkungannya(Fajri dan Saridan, 2012).

Page 34: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 85-92

88

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Asosiasi Jenis Pohon Penghasil Minyak

KeruingBerdasarkan identifikasi jenis yang telah

dilakukan pada areal seluas 4 hektar diKawasan PT Hutan Sanggam Labanan Lestari,Kabupaten Berau, Kalimantan Timur ditemukansebanyak 157 jenis, 107 marga dan 46 sukutumbuhan. Dari hasil perhitungan nilai pentingjenis (NPJ) sedikitnya terdapat 7 jenis pohonyang memiliki nilai penting penting jenis di atas

6% yang banyak ditemukan di lokasi penelitian.Semakin banyak jenis yang ditemukan, makinkecil dan merata nilai pentingnya. Jenis-jenisyang banyak ditemukan tersebut diantaranyaadalah Elateriospermum tapos Blumemerupakan jenis yang paling banyak ditemukandengan nilai penting jenis (NPJ =16.87%),Syzygium sp (NPJ= 14.06 %), Knema sp(NPJ=9.50%), Artocarpus sp (NPJ= 8.85%) danDipterocarpus tempehes Slooten (NPJ= 6.60%)seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Tujuh jenis pohon yang memiliki nilai penting terbesar di Hutan Sanggam LabananLestari Kabupaten Berau, Kalimantan Timur

Table 2. Seven tree species that have highest important value at Hutan Sanggam Labanan LestariBerau Regency, East Kalimantan

Nomor(Number)

Nama Ilmiah(Sceintific name)

Suku(Family)

NPJ (%)(Important value)

1 Elateriospermum tapos Blume Euph. 16.865872 Syzygium sp Myrt. 14.056583 Knema sp Myris. 9.4983594 Artocarpus sp Morac. 8.8543315 Madhuca sp Sapot. 8.7689596 Barringtonia pendula Kurz Lechyth. 7.6305547 Dipterocarpus tempehes Slooten Dipt. 6.595489

Sumber: diolah dari data primer

Asosiasi jenis pohon penghasil minyakkeruing dengan jenis pohon dominan atau yangmemiliki nilai penting jenis (NPJ) ≥ 6% (Tabel2) menunjukkan bahwa peluang asosiasi positifsangat kecil dibandingkan dengan peluangasosiasi negatif (Tabel 3). Dengan demikianhasil ini menunjukkan bahwa pasangan jenispohon penghasil minyak keruing dengan jenisdominan di lokasi penelitian yang memilikikecenderungan untuk hidup bersama lebihsedikit atau asosiasi positif dibandingkandengan pasangan jenis yang tidak memilikikecenderungan untuk hidup bersama.

Hasil perhitungan pasangan jenis pohonpenghasil minyak keruing (Tabel 3)menunjukkan adanya 15 pasang jenis yangberasosiasi negatif, diantaranya Dipterocarpus spdengan Artocarpus sp, Dipterocarpus sp denganBarringtonia pendula Kurz, D. palembanicus Sloot.dengan Elateriospermum tapos Blume, D.palembanicus Sloot.dengan Madhuca sp, D.

tempehes V. Sl. dengan Artocarpus sp, bahkanbeberapa pasangan jenis memiliki nilai Chi-squarelebih besar dibanding chi-square tabel, namunkoefisien asosiasi (C) menunjukkan kekuatanasosiasi yang bersifat negatif yaitu D. tempehesV. Sl. dengan Elateriospermum tapos Blume dan D.tempehes V. Sl. dengan Madhuca sp. masing-masing11,40; 11,21 baik taraf uji 5% dan 1%.

Hal ini menunjukkan bahwa adanyakompetisi secara tidak langsung yang akanmempengaruhi terhadap ruang tumbuh, zat haradan cahaya matahari serta unsur-unsur yangdiperlukan untuk pertumbuhannya. Indriyanto(2006) menyebutkan bahwa interaksi antar duaspesies atau lebih dalam menggunakan sumberdaya alam yang persediaannya dalam keadaankekurangan.

Dengan demikian pasangan jenis tersebuttidak menunjukkan adanya toleransi untukhidup bersama pada area yang sama atau tidakada hubungan timbal balik yang salingmenguntungkan, khususnya dalam pembagian

Page 35: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Asosiasi dan Sebaran Jenis Pohon Penghasil Minyak Keruing ...(Amiril Saridan dan Massofian Noor)

89

ruang tumbuh. Menurut Mueller-Dombois danEllenberg (1974), selain pengaruh interaksipada suatu komunitas, tiap tumbuhan salingmemberi tempat hidup pada area dan habitatyang sama.Sedangkan pasangan yangberasosiasi pasitif terdapat 9 pasangandiantaranya D. humeratus Sloot. denganBarringtonia pendula Kurz, D. palembanicus Sloot.dengan Barringtonia pendula Kurz, D.palembanicus Sloot.dengan Knema sp dan D.

tempehes V. Sl. dengan Knema sp. Barbour et al.(1999) mengemukakan bahwa bila jenisberasosiasi secara positif, maka akanmenghasilkan hubungan spasial positif terhadappasangannya. Jika pasangan didapatkan dalamsampling, maka kemungkinan besar akanditemukan pasangan lainnya tumbuh didekatnya.

Tabel 3. Hasil perhitungan asosiasi antara pohon keruing dengan jenis lain diPT Hutan SanggamLabanan Lestari, Berau, Kalimantan Timur

Table 3. Asociation keruing tree species with other species atHutan Sanggam Labanan LestariBerau Regency, East Kalimantan

Jenis(Species)

X2t(1%)

X2t(5%) X2t Tipe

asosiasi C

Dipterocarpus sp dengan Artocarpus sp 6,63 3,84 1,37ns - -0.33Dipterocarpus sp dengan Barringtonia pendula Kurz 6,63 3,84 1,37ns - -0.32Dipterocarpus sp dengan Elateriospermum tapos Blume 6,63 3,84 3,18ns - -0.47Dipterocarpus sp dengan Knema sp 6,63 3,84 1,46ns - -0.34Dipterocarpus sp dengan Madhuca sp 6,63 3,84 1,84ns - -0.39Dipterocarpus sp dengan Syzygium sp 6,63 3,84 3,96* - -0.51D. humeratus Sloot.dengan Artocarpus sp 6,63 3,84 4,04* - -1D. humeratus Sloot. dengan Barringtonia pendula Kurz 6,63 3,84 0,00ns + 1,02D. humeratus Sloot. dengan Elateriospermum tapos Blume 6,63 3,84 0,10ns + 0,54D. humeratus Sloot. dengan Knema sp 6,63 3,84 0,00ns + 0,98D. humeratusSloot. dengan Madhuca sp 6,63 3,84 0,10ns + 0,83D. humeratus Sloot. dengan Syzygium sp 6,63 3,84 0,17ns + 0,46D. palembanicus Sloot. dengan Artocarpus sp 6,63 3,84 4,59* - -1D. palembanicus Sloot. dengan Barringtonia pendula Kurz 6,63 3,84 0,51ns + 1,04D. palembanicus Sloot. dengan Elateriospermum tapos Blume 6,63 3,84 1,44ns - -0.23D. palembanicus Sloot.dengan Knema sp 6,63 3,84 0,47ns + 1,00D. palembanicus Sloot.dengan Madhuca sp 6,63 3,84 0,74ns - -0.09D. palembanicus Sloot.dengan Syzygium sp 6,63 3,84 0,03ns + 0,46D. tempehes V. Sl. dengan Artocarpus sp 6,63 3,84 1,08ns - -0.22D. tempehes V. Sl. dengan Barringtonia pendula Kurz 6,63 3,84 3,18ns - -0.33D. tempehes V. Sl. dengan Elateriospermum tapos Blume 6,63 3,84 11,40** - -0.49D. tempehes V. Sl. dengan Knema sp 6,63 3,84 2,16ns + +0,35D. tempehes V. Sl. dengan Madhuca sp 6,63 3,84 11,21** - -0.5D. tempehes V. Sl. dengan Syzygium sp 6,63 3,84 3,70ns - -0.28

Keterangan: + asosiasi positif, - asosiasi negatif, * Berbeda nyata pada taraf uji 5%,(Remarks) ** Berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%, ns: Tidak berbeda nyataSumber: diolah dari data primer

B. Sebaran Jenis Pohon Penghasil MinyakKeruingSebaran jenis keruing didasarkan pada

komponen geomorfik yang dikategorikankedalam datar ( 0 – 8 %), landai (8 – 15 %),agak curam (15 – 25 %), curam (25 – 40 %)

dan sangat curam (> 40 %). Berdasarkankriteria tersebut secara umum topografi padalokasi penelitian ini termasuk datar sampailandai dan sedikitsekali dijumpai jenis pohonkeruing, tercatat sebanyak 4 jenis pohonkeruing dengan jumlah individu sebanyak 44

Page 36: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 85-92

90

pohon dan jenis yang banyak ditemukanindividunya adalah Dipeterocarpus tempehesseperti tertera pada Tabel 4. Jumlah jenis inilebih sedikit dibandingkan di Hutan PenelitianLabanan yaitu terdapat sebanyak 9 jenis pohon

keruing yaitu Dipterocarpus confertus, D.cornutus, D.glabrigemmatus, D.grandiflorus,D. humeratus, D. palembanicus, D. stellatus sspparvus, D. tempehes dan D. verrucosus(Saridan, dkk. 2011)

Tabel 4. Jumlah dan nilai penting jenis pohon keruing yang terdapat Lokasi penelitian di PTHutan Sanggam Labanan Lestari Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Table 4. Number and infortance value of keruing tree species in research area at Hutan SanggamLabanan Lestari Berau Regency, East Kalimantan.

Nomor(Number)

Jenis(Species)

Jumlah Pohon(Number of trees)

KR(%)

FR(%)

DoR(%)

NPJ(%)

1 Dipterocarpus humeratus Slooten 1 0,04 0,06 0,18 0,282 D. palembanicus Sloot. * 3 0,12 0,11 1,40 1,643 Dipterocarpus sp 3 0,12 0,17 0,75 1,044 Dipterocarpus tempehes Slooten 37 1,46 1,03 4,10 6,60

Keterangan (Remarks) : * penghasil minyak keruingSumber: diolah dari data primer

Dari Tabel 4. tersebut di atas terdapatsebanyak 44 pohon keruing, yang terdiri dari 4jenis pohon keruing yaitu Dipterocarpushumeratus Slooten, D. tempehes V.Sl., D.palembanicus Slooten dan Dipterocarpus sp.Jenis yang paling banyak ditemukan adalah D.tempehes V.Sl. sebanyak 37 pohon, D.palembanicus 3 pohon, D.humeratus Sloot 1pohon dan Dipterocarpus sp sebanyak 3 pohon.Hasil pengamatan sebaran tumbuh pada lokasipenelitian menunjukkan bahwa secara umumpohon keruing tumbuh berkelompok dansebagian kecil tersebar.

Hasil ini menunjukkan bahwa masing-masing jenis keruing memiliki tempat tumbuhyang spesifik. Weidelt (1996) melaporkanbahwa sebagian besar jenis-jenis dipterokarpalebih menyukai tumbuh pada daerah di ataslereng (upper slopes) dan bukit (ridges),menyesuaikan topografi dari wilayah hutanhujan Asia. Sedangkan menurut Newman et al.(1999), keruing banyak tumbuh pada lahanpamah dan perbukitan, pada ketinggian < 600 mdpl, umumnya tumbuh berkelompok dansebagian kecil tersebar. Hasil penelitian yangdilakukan Saridan dkk (2011) di HutanPenelitian Labanan, umumnya jenis-jenis keruingbanyak terdapat di daerah yang sangat curamyang umumnya terdiridari jenis Dipterocarpusconfertus, D. verrucosus, dan D.stellatus ssp.

parvus. Pada daerah yang agak curam sampaicuram yaitu Dipterocarpus confertus, D.stellatus ssp. parvus dan D. verrucosus.Sedangkan pada daerah yang datar sampailandai yaitu Dipterocarpus stellatus ssp. parv.

IV. KESIMPULANPada lokasi penelitian tercatat sebanyak 44

invidu pohon keruing yang terdiri dari 4 jenispohon keruing yaitu Dipterocarpus tempehesV.Sl.,D. palembanicus Slooten, D. humeratusSlooten dan Dipterocarpus sp. Jenis yangpaling banyak ditemukan adalah D. tempehesV.Sl. sebanyak 37 pohon,D. palembanicus 3pohon, D. humeratus Sloot 1 pohon danDipterocarpus sp sebanyak 3 pohon. Dari 4jenis pohon keruing yang ditemukan hanyaterdapat 1 jenis pohon penghasil minyakkeruing yaitu D. palembanicus Slooten, tigajenis keruing lainnya tidak menghasilkanminyak keruing.

Terdapat asosiasi positif dari beberapapasangan jenis diantaranya Dipterocarpushumeratus Slooten dengan Barringtoniapendula Kurz (c=1.02), Dipterocarpushumeratus Slooten dengan Elateriospermumtapos Blume (c=0.54), D.palembanicus Slootendengan Barringtonia pendula Kurz (c=1.04),D.palembanicus Slooten dengan Knema sp (c=

Page 37: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Asosiasi dan Sebaran Jenis Pohon Penghasil Minyak Keruing ...(Amiril Saridan dan Massofian Noor)

91

1.00) dan D.tempehes V.Sl. dengan Knema sp(c= 0.35).

Secara umum pohon keruing tumbuhberkelompok pada daerah datar dengankelerengan < 15% dan sebagian kecil tersebar,hal ini menunjukkan bahwa masing-masingjenis keruing memiliki tempat tumbuh yangspesifik yang sesuai dengan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKABarbour, B.M., J.K. Burk, dan W.D. Pitts. 1999.

Terrestrial plant ecology. The Benjamin/Cummings.New york.

BFMP. 1999. The Climate and Hydrology of the LabananConcession. Berau Forest Management Project.Jakarta

Boer, E. and A.B. Ella. 2001. Plant producing exudates.PROSEA No. 18. Bogor.

Clark, D.B., M.W. Palmer, and D.A. Clark. 1999.Edaphic factors and the landscape- scaledistributions of tropical rain forest trees. Ecology 80(8): 2662-2675.

Fajri, M; Saridan, A. 2012. Kajian Ekologi Parashoreamelaanonan Merr Di Hutan Penelitian Labanan,Berau. Jurnal Dipterokarpa Volume 6 No.2Desenber 2012.Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.Samarinda

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta

McNaughton, S.J. and W.L. Wolf. 1992. Ekologi umum.Edisi kedua. Penerjemah: Sunaryono P. danSrigandono. Penyunting: Soedarsono. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Mueller-Dombois, D. dan H. Ellenberg. 1974. Aims andmethod of vegetation ecology. John Wiley & SonsInc. Toronto.

Newman, M.F., P.F. Burgess, dan T.C. Whitmore. 1999.Pedoman identifikasi pohon-pohonDipterocarpaceae Pulau Kalimantan. PROSEAIndonesia. Bogor.

Purwaningsih. 2004. Review: Sebaran ekologi jenis-jenisdipterocarpaceae di Indonesia. Jurnal BiodiversitasVol. 5 No.2.

Saridan, A., A. Kholik dan T, Rostiwati. 2011. Potensidan Sebaran Spesies Pohon Penghasil MinyakKeruing di Hutan Penelitian Labanan,KalimantanTimur. Jurnal Penelitian DipterokarpaVol.5 No.1Th 2011. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.Samarinda

Weidelt, H.J. 1996. Sustainable management ofdipterocarp forest: opportunities and constraints. In:Schulte, A. and D. Schone (eds.). Dipterocarp forestecosystems. World Scientific Publishing Co.Singapura.

Yulita, K. S. 2002. Sebuah tinjauan mengenai potensiDipterocarpus (Dipterocarpaceae) sebagaitumbuhan obat dan aromatik. Prosiding SimposiumNasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. LIPI.Bogor.

Page 38: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 85-92

92

Page 39: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 93-100ISSN: 1978-8746

93

PENGARUH PEMULSAAN TERHADAP PERTUMBUHAN MERANTI TEMBAGA(Shorea leprosula Miq) DI SEMOI, PENAJAM PASER UTARA, KALIMANTAN TIMUR

Effect of mulching on growth performance of copper –Meranti (Shorea leprosula Miq) in Semoi,Penajam Paser Utara Regency, East Kalimantan

Abdurachman1), Hartati Apriani1) dan Massofian Noor1)

1)Balai Besar Penelitian Dipterokarpa SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email: [email protected]

Diterima 14 Februari 2013, direvisi 9 Oktober 2013, disetujui 18 Nopember 2013

ABSTRACTThis research objective to understand the effective to increase growth of copper meranti (Shorea leprosula Miq) insemoi Penajam Paser Utara regency. The measurement was conducted in 16 plots, each plot is 0.25 ha (50 x 50 m.There are mulching treatments: without mulch as control, litter mulch, dark silver plastic(mpph) 50 x 60 cm, and mpph100 x 120 cm. Randomized complete block design in used as experimental design in this study. The result showed thatthere is significants effect of the treatment to diameter and height growth increment wich showed by F value varianceanalysis. The result of least significant different test showed that litter mulch is significantly different compare to theother treatments, with annual diameter increment was 1.18 cm/year and annual height increment was 1.01 m/year.

Keywords : Mulch, treatments, diameter, height, Shorea leprosula

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan mulsa yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan merantitembaga (Shorea leprosula Miq) semoi Kabupaten Penajam Paser Utara. Pengukuran dilaksanakan pada 16 plot,dimana masing-masing plot seluas 0,25 ha, ada empat perlakuan mulsa yaitu tanpa mulsa sebagai control, dengan mulsaseresah dan ranting tanaman, mulsa plastic perak hitam (mpph) ukuran 50 cm x 60 cm, dan mpph ukuran 100 cm x 120cm. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap berblok Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruhyang signifikan antar perlakuan untuk pertumbuhan diameter dan tinggi yang ditunjukkan dengan hasil nilai F darianalisa keragaman. Hasil uji beda nyata terkecil menunjukkan serasah berbeda signifikan terhadap perlakuan lainnyadengan rataan diameter pertahun 1,18 cm/tahun dan rataan tinggi pertahun 1.01 m/tahun.

Kata kunci: Mulsa, perlakuan, diameter, tinggi, Shorea leprosula

I. PENDAHULUANShorea leprosula merupakan jenis

dipterokarpa yang mempunyai potensi untukdapat dikembangkan menjadi hutan tanaman.Kesesuaian tempat tumbuh dan penerapanteknik pengelolaan yang tepat berperan pentingdalam keberhasilan pembangunan hutantanaman dalam upaya peningkatanproduktivitasnya.

Peningkatan produktivitas hutan denganmenjaga secara kontinyu nilai kualitas tanahdan ekosistem telah menjadi isu pengelolaan

hutan alam produksi berkelanjutan(Pamoengkas, 2010). Usaha meningkatkanproduktivitas dengan pemeliharaan intensifdengan memberantas hama pengganggu danpemupukan telah banyak dilakukan dalampengelolaan hutan. Pada lahan bekas terbakardan alang-alang, dapat dikatakan kondisi mikrotanaman sudah banyak yang berubah. Secarafisik kondisi tanah pun dapat berubah karenaterjadi perubahan struktur tegakannya. Tutupanlahan yang tidak rapat dan curah hujan tinggiakan memberikan mempengaruhi simpananhara tanah.

Page 40: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 93-100

94

Kondisi lahan yang terbuka apabila terjadicurah hujan dengan besaran dan intensitas yangtinggi maka akan terjadi erosi dan pencucian(leaching) pada lahan sehingga tingkatkesuburan lahan pun akan menurun (Junaedi,2009). Tanaman muda Shorea leprosulamemerlukan ruang tumbuh optimal, berupasuhu tanah yang selalu terjaga dan terhindardari tanaman pengganggu yang menjadi pesaingdalam penyerapan makanan. Selain itu kondisilahan yang bergelombang juga memungkinkanuntuk terjadinya erosi. Berdasarkan hal tersebut,untuk meminimalisasi dampak negatifnyaterhadap pertumbuhan tanaman perlu dilakukanupaya-upaya pengendalian. Tindakanpengendalian yang dapat dilakukan salahsatunya adalah penggunaan mulsa pada saatpenanaman. Berbagai cara telah dilakukanuntuk memelihara hutan tanaman sepertipenyiangan (weedling) disekitar tanam,penggemburan tanah, pemotongan tanaman-tanaman pengganggu atau pesaing, pemakaianherbisida dan pemberian mulsa (Effendi,2007).

Penelitian ini bertujuan untukmengetahui penggunaan mulsa yang efektifterhadap kemampuan tumbuh (daya tumbuh),pertambahan tinggi dan diameter Shorealeprosula Miq di Semoi Kab. Penajam PaserUtara, Kalimantan Timur.

II. METODOLOGI PENELITIANLokasi penelitian merupakan areal yang

didominasi alang-alang dan merupakan daerahyang sebelumnya mengalami beberapa kalikebakaran dan juga merupakan tempatberladang. Secara geografis daerah penelitianini berada sekitar 00 o 56' 47.6" Lintang Selatan(LS) dan 116o 59' 32.3" Bujur Timur (BT)dengan ketinggian antara 50 – 90 m di ataspermukaan laut. Kawasan ini memiliki jenistanah podsolik merah kuning dan terletak didaerah lipatan dengan bentuk wilayahbergelombang sampai berbukit. Curah hujanrata-rata tahunan yang diambil dari stasiunklimatologi yang ada pada daerah ini adalah2355,58 mm/tahun. Temperatur udara

maksimum pada siang hari mencapai 32,77 oCdan minimum 29,10 oC. Suhu udara maksimumpada malam hari adalah 24,26 oC dan minimum23,26 oC.

Pada penelitian ini pengamatan danpengukuran tanaman S. leprosula pada 16 plot,dimana masing-masing plot seluas 0,25 hasehingga total plot seluas 4 ha. Datapengukuran yang dipakai tahun 2007 dan 2011.Pencatatan data dilakukan secara sensus 100 %,parameter yang diamati dan diukur yaitudiameter dan tinggi serta persentase hidup.

Pengamatan dan pengukuran dilaksanakanpada plot penanaman yang dibuat 4 perlakuanyaitu1. Kontrol , tanpa mulsa (C0)2. Mulsa serasah ukuran 100 cm x 100 cm di

sekitar tanaman (C1).3. Mulsa plastik perak hitam (mpph) ukuran

50 cm x 60 cm (C2)4. Mulsa plastik perak hitam (mpph) ukuran

100 cm x 120 cm (C3)Setiap perlakuan dilakukan empat kali

ulangan (blok) dan setiap ulangan terdiri dari100 tanaman. Jumlah tanaman 1600 tanaman.Jarak tanam 10 m x 2,5 m.

Teknik pengolahan dan analisis data yangdigunakan untuk menghitung diameter riapdiameter (Rd) dan riap tinggi Rt. Riap diameterpohon diperoleh dari rumus berikut :

Rd = (d2 - d1)/nu ……… (1)di mana :Rd = riap diameter pohon (cm/th)d2 = diameter pengukuran ke duad1 = diameter pengukuran ke pertama.nu = selang waktu antar pengukuran

Riap tinggi pohon diperoleh dari rumusberikut :

Rt = (t2 – t1)/nu ……… (2)di mana :Rt = riap tinggi pohon (cm/th)t2 = tinggi pengukuran ke duat1 = tinggi pengukuran ke pertama.nu = selang waktu antar pengukuran

Perlakuan penjarangan diolah denganmenggunakan rancangan Acak lengkapberkelompok. Adapun model umum rancangan

Page 41: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pengaruh Pemulsaan Terhadap Pertumbuhan Meranti ...(Abdurachman, Hartati Apriani, Massofian Noor)

95

acak lengkap berkelompok adalah sebagaiberikut (Hanafiah, 2005 dan Snedecor andCochran. 1967) :

ijjiYij Dimana :Yij = Nilai pengamatan dari peubah

random Y, dimana perlakuan-iirandom pada ulangan-j

= Nilai rataan populasi atau kilaiharapan dari peubah random Y

i = Efek (pengaruh dari perlakuan-i}

j = Efek (pengaruh dari blok-j)ij = Efek galat percobaan terjadi karena

adanya randomisasi perlakuan-i padaulangan-j

Jika Fhit signifikan, maka untuk mengetahuipasangan mana yang berbeda pengaruhnyasecara signifikan atau perlakuan yang terbaikpengaruhnya dilakukan uji lanjutan dengan UjiBeda Jarak terkecil.

Hasil perhitungan yang didapat dituangkandalam tabel ANOVA, adapun tabel tersebutadalah sebagai berikut;

Tabel 1. Analisa keragaman untuk rancangan acak kelompokTable 1. Analysis of Varians for randomized complete block design

Variabel(Variable)

Derajat bebas(Degree of freedom)

Jumlah kuadrat(Sum of Square)

Rataan kuadrat(Mean of square) Fhit

Kelompok (Block)Perlakuan (Treatments)Sisa (Residual)

(b-1)(t-1)

(t-1) (b-1)

JKKJKPJKS

KTKKTPKTS

KTK/KTSKTP/KTS

Total (total) (tb-1) JKTSumber: diolah dari data primer

III. HASIL DAN PEMBAHASANDari hasil perhitungan data pengamatan

dan pengukuran pada plot perlakuan diperolehnilai persentase hidup pada periode pengukuran

terakhir tahun 2011, pertambahan diameter dantinggi. Rekapitulasi dari nilai-nilai yangdiperoleh dari masing-masing perlakuan sepertitertera pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Perbandingan Persentase hidup, pertambahan diameter dan tinggi rata – rata padaperlakuan mulsa

Table 2. Compare of percentage of live, average growth of diameter ang heightPerlakuan

(treatments)Persentase Hidup

(percentage of live)(%)

Pertambahan (growth)Diameter

(Diameter) (cm/year)Tinggi

(height) (m/year)C0 73.25 0,89 0,79C1 78.25 1,18 1,01C2 78,75 1,00 0,89C3 74 1,04 0,81

Keterangan (Remarks) : C0 = Kontrol, C1= Mulsa Seresah, C2= mphh (50 cm x 60 cm) C3= mpph(100 cmx 120 cm)Sumber: diolah dari data primer

A. Persentase hidup.Persentase hidup atau daya tumbuh Shorea

leprosula Miq umur 4 tahun berkisar antara73,25% - 78,75%. Pada persentase hidup,perlakuan mulsa plastik kecil memberikanrespon yang paling tinggi yaitu sebesar 78,75%,sedangkan respon yang terendah yaitu padaperlakuan kontrol yaitu sebesar 73,25%.

Berdasarkan hasil analisis anova tidak adaperbedaan yang signifikan dari perlakuanterhadap persentase hidup sehingga tidakdilakukan uji beda nyata.

Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka dibuatgrafik poligon dari masing-masing perlakuanuntuk persentase hidup seperti tertera padaGambar 1.

Page 42: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 93-100

96

Sumber: diolah dari data primerGambar 1. Persentase hidup Shorea leprosula Miq dengan perlakuan pemulsaanFigure 1. Percentage of live each treatment

Besarnya jumlah persentase hidup inimasuk dalam kategori berhasil berdasarkanAnonim (2003) yang memberikan batasan ataukriteria sebagai berikut :a. Persentase tumbuh ≥ 85% dinyatakan

sangat berhasilb. Persentase tumbuh 75 % s/d <85%

dinyatakan berhasilc. Persentase tumbuh 65 % s/d <75%

dinyatakan cukup berhasild. Persentase tumbuh 55 % s/d <65%

dinyatakan kurang berhasile. Persentase tumbuh <55% dinyatakan gagal.

Kegiatan pemeliharaan dilakukan denganpembersihan jalur tanam secara berkalamembuat tanaman ini dapat bertahan hidup.Meranti tembaga tidak tahan terhadappenutupan tajuk, pada tingkat semai sudahmembutuhkan cahaya meskipun tidak penuh,tanaman akan mati bila tertutup rapat (Soekotjo,2009).

Tempat penanaman yang berada padaketinggian antara 50–90 m dpl dengan kondisikelerengan datar sampai agak curam merupakantempat yang cocok dari meranti tembaga iniyang dapat tumbuh baik. Hal in dinyatakanSoekotjo 2009, bahwa meranti tembaga dapattumbuh dengan baik pada kelerengan <25% .Selain itu tumbuhan ini tumbuh baik padaketinggian dibawah 700 dpl (Soerianegara danLemmens, 1994). Lebih jauh lagi Persentasehidup dipengaruhi oleh banyak faktor sepertiyang dijelaskan oleh Evans (1982), yaitu lokasi

penanaman (tanah), cuaca, kondisi bibit, tata airatau erosi permukaan, hama dan penyakit, sertakompetisi dengan gulma.

B. Riap Tinggi dan DiameterPenggunaan mulsa dimaksudkan untuk

mencegah agar cahaya matahari tidak sampai kegulma, sehingga gulma tidak dapat melakukanfotosintesis, akhirnya akan mati danpertumbuhan yang baru (perkecambahan) dapatdicegah. Pemulsaan berhubungan langsungdengan mikrolimat (iklim mikro) tanah dantanaman, tidak adanya mulsa menyebabkansuhu tanah menjadi lebih tinggi. Cahayamatahari langsung ke permukaan tanahsehingga pada saat panas kelembaban menjadirendah. Dengan penggunaan mulsa padapenanaman awal suhu dapat dijaga cukuprendah sehingga mikoriza dan mikroorganismedi tanah sekitar tanaman dapat berfungsi denganbaik (Umboh, 1997).

Berdasarkan Tabel 1 di atas, maka dibuatgrafik poligon dari masing-masing perlakuanuntuk diameter dan tinggi seperti tertera padaGambar 2 berikut. Tanaman yang menggunakanmulsa mempunyai pertambahan diameter dantinggi yang lebih tinggi dibandingkan dengantanpa mulsa. Hal ini memberikan indikasibahwa tanaman ini dapat tumbuh dengan baikpada areal penanaman. Setelah kurun waktukurang lebih 4 tahun, kondisi mulsa plastikmasih dalam keadaan cukup baik dalammelindungi sekitar tanaman.

73.25

78.25 78.75

74

70

72

74

76

78

80

C0 C1 C2 C3

Pers

enta

se h

idup

(%

)

Perlakuan

Page 43: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pengaruh Pemulsaan Terhadap Pertumbuhan Meranti ...(Abdurachman, Hartati Apriani, Massofian Noor)

97

Sumber: diolah dari data primerGambar 2. Riap dimeter dan tinggi pada Shore leprosula MiqFigure 2. Increment od diameter and height each treatment

Untuk melihat pengaruh dari perlakuanmaka dilakukan uji analisis keragaman. Hasil

uji analisis keragaman dari diameter dan tinggitersaji dalam Tabel 3 dan 4 di bawah ini.

Tabel 3. Analisis keragaman pengaruh perlakuan pada riap diameter Shorea leprosulaTable 3. Analysis of variance of treatments effect for diameter increment of Shorea leprosula

Variabel(Variable)

Derajat bebas(Degree of freedom)

Jumlah kuadrat(Sum of Square)

Rataan kuadrat(Mean of square)

F valueF hit Sig.

Kelompok (Block) 3 0.009 0.003 0.580 0.643Perlakuan (Treatments) 3 0.173 0.058 11.50 0.002Sisa (Residual) 9 0.047 0.005Total (total) 15 0.229

Sumber: diolah dari data primer

Tabel 4. Analisis keragaman pengaruh perlakuan pada riap tinggi Shorea leprosulaTable 4. Analysis of variance of treatments effect for height increment of Shorea leprosula

Variabel(Variable)

Derajat bebas(Degree offreedom)

Jumlah kuadrat(Sum of Square)

Rataan kuadrat(Mean of square)

F valueF hit Sig.

Kelompok (Block) 3 100.24 33.413 1.997 0.185Perlakuan (Treatments) 3 965.88 321.96 19.241 0.000Sisa (Residual) 9 150.594 16.73Total (total) 15 1216.714

Sumber: diolah dari data primer

Mulsa serasah memberikan respon yangpaling tinggi pada pertambahan diameter dantinggi, dengan rata-rata mencapai 1,18 cm/thdan 1,014 m/th, sedangkan pertambahanterendah pada perlakuan kontrol sebesar 0,89cm/th dan 0,79 m/th. Dari hasil uji Analisiskeragaman pada riap diameter dan tinggi

(Tabel 3 dan 4) perlakuan diperoleh F hitdengan nilai signifikansi 0,002 (riap diameter)dan 0.000 (riap tinggi), nilai ini berarti lebihkecil dari pengujian taraf 5% (0,05) untuk riapdiameter dan lebih kecil dari 1% (0,01) untukriap tinggi. Hal ini menunjukkan bahwaperlakuan memberikan pengaruh nyata dan

0.89

1.18

1 1.04

0.79

1.010.89

0.81

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

C0 C1 C2 C3

Riap

Perlakuan

Diameter (cm) Tinggi (m)

Page 44: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 93-100

98

sangat nyata, sehingga dilakukan uji lanjutanberupa uji beda nyata terkecil (least significantdifferent). Sedangkan Blok tidak memberikanpengaruh yang nyata dimater terhadap (Sig.0.643) dan tinggi (Sig. 0.185).

Berdasarkan uji tersebut penggunaan mulsaserasah memberikan perbedaan yang nyataterutama terhadap semua perlakuan.Hal inimengindikasikan serasah yang diberikanmemberikan pengaruhnya di dalam perubahantanah. Serasah merupakan bahan organik yangmempunyai kemampuan untuk memberikanmakanan tambahan setelah terurai dan menjadikompos, sehingga tanaman mendapat makananyang cukup dan meningkatkan pertumbuhan.Sebagaimana Soekotjo (2009) menyatakanbahwa pada hutan hujan tropis, pohon-pohonyang tumbuh raksasa, haranya sebagian besarberasal dari serasah yang cepat terombak.

Menurut Indrawan (2003) bertambahnyahara dalam tanah akibat proses pelapukanserasah dan dari input curah hujan, sedangkaninput hara yang berasal dari pelapukan batuandianggap sangat kecil. Kandungan hara dalamserasah dan kandungan hara dalam tanah jugaakan berpengaruh terhadap perkembangantingkat pohon. Kandungan hara yangdibutuhkan dalam jumlah banyak yangmempengaruhi proses pertumbuhan tanamanterutama unsur nitrogen (N). PenambahanSerasah pada tanaman dimungkinkan dapatmenambah unsur hara N dalam tanah, untuk halini perlu dilakukan lebih lanjut (penelitian initidak melakukan analisis tanah).

Menurut Trisdale et al., (1985) dalamOctavia (2010) apabila tanaman kekuranganunsur N, tanaman tidak dapat melakukanmetabolisme dan pertumbuhan tinggi jugaterhambat (tanaman kerdil). Unsur N bersamaMg akan membantu klorofil yang sangatdibutuhkan dalam proses fotosintesis.

Pertumbuhan tinggi dan diameter tanamanjuga dipengaruh oleh intensitas cahaya yangditerima oleh tanaman. Tanaman Shorealeprosula seperti jenis Dipterokarpa lainnyapada umur muda tidak memerlukan cahayapenuh sepanjang hari. Jumlah dan lamanya

cahaya yang diterima tanaman juga dipengaruhioleh ketinggian tempat.

Dalam hal ini penelitian dilakukan padatempat yang bergelombang, landai sampai agakcuram. Putri (2009) menyatakan pertumbuhanShorea leprosula pada penerimaan intensitascahaya matahari yang lebih kecil (plot agakcuram) memiliki rata-rata riap diameter dantinggi yang lebih besar. Intensitas cahaya akanmempengaruhi proses fotosintesis, dimanatingginya tingkat fotosintesis pada tanamanakan meningkatkan pertumbuhan xylem danfloem sekunder yang berkembang dari jaringanmeristem sekunder sebagai ukuran pertambahandiameter pohon.

IV. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Shoraealeprosula Miq cocok untuk ditanam padadaerah ini, yang ditunjukkan dengan besarnyapersentase hidup samapi dengan umur 4 tahun.Hasil uji keragaman pemberian mulsamemberikan pengaruh yang nyata pada tingkatpertumbuhan diameter dan tinggi, selanjutnyaberdasarkan uji beda nyata terkecil pemberianmulsa serasah menunjukkan perbedaan yangnyata terhadap perlakuan lainnya.

B. SaranMulsa serasah dapat menjadi salah satu

alternatif didalam pembangunn hutan tanamanShorea leprosula. Pertambahan umur padatanaman membutuhkan ruang tumbuh dankebutuhan nutrisi yang lebih besar, sehinggaperlu dilakukan pemeliharaan tanaman untukmemaksimalkan pertumbuhan tanaman denganmengurangi persaingan makanan dengantanaman lain di sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2003. Pedoman penilaian tanaman. Kegiatan

Rehabilitasi hutan dan Lahan Kalimantan Timur.Dinas Kehutanan Kalimantan Timur.

Effendi, R. 2007. Kemungkinan penggunaan mulsaplastic perak hitam pada pemeliharaan hutantanaman. Mitra Hutan Tanaman Vol. 2 No.1 Hal:09-13.

Page 45: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Pengaruh Pemulsaan Terhadap Pertumbuhan Meranti ...(Abdurachman, Hartati Apriani, Massofian Noor)

99

Evans, J. 1982. Plantatioan Forestry In the Tropiics.Clarendon Press- Oxford, New York.

Hanafiah, K.A 2005. Rancangan Percobaan: Teori danAplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Indrawan, A. 2003. Model sistem pengelolaan hutan alamsetelah penebangan dengan sistem tebang pilihtanam Indonesia (TPII). Jurnal Manajemen HutanTropika Vol.IX No.2, Hal : 19-33.

Junaedi, A. 2009. Manfaat informasi neraca air untukmendukung silvikultur hutan tanaman. Tekno HutanTanaman Vol. 2 No.3 Hal : 107-114.

Octavia, D. 2010. Respon beberapa varietas padi terhadapnaungan dan seresah sebagai kajian untukmeningkatkan produktivitas hutan rakyat sengondalam mendukung ketahanan pangan. ProsidingSeminar Nasional :Kontribusi Litbang dalamPeningkatan Produktivitas dan Kelestarian Hutan.Puslit Peningkatan Produktivitas Hutan.Kementerian kehutanan.

Pamoengkas, P. 2010. Tinjauan Silvikultur dalampeningkatan Produktivitas Hutan. Prosiding

Seminar Nasional : Kontribusi Litbang dalamPeningkatan Produktivitas dan Kelestarian Hutan.Puslit Peningkatan Produktivitas Hutan. Kementriankehutanan.

Putri, I.R. 2009. Pengaruh intensitas cahaya matahariterhadap pertumbuhan jenis Shorea parvifolia danShorea leprosula dalam teknik TPTI intensif (studiKasus di areal IUPHHK PT. Sari Bumi KusumaUnit Sungai Seruyan Kalimantan Tengah). Skripsi.Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Snedecor, G. and W.G. Cochran. 1967. StatisticalMethods Sixth Ed. The Iowa State University Press.Ames Iowa. USA

Soektojo 2009. Teknik Silvikultur Intensif (SILIN).Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

Soerianegara, I. and R.H.M.J Lemmens (Editors). 1994.Timber trees: Major commercial timber. PlantResources of South – east Asia (PROSEA) No. 5(1). Bogor.

Umboh, A.H. 1997. Petunjuk Penggunaan Mulsa. PTPenebar Swadaya. Jakarta.

Page 46: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 93-100

100

Page 47: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 101-108ISSN: 1978-8746

101

SEBARAN DAN POTENSI POHON TENGKAWANG DI HUTAN PENELITIANLABANAN,KALIMANTAN TIMUR

Potential and Distribution of Tengkawang Trees Species in Labanan Forest Research,East Kalimantan

Amiril Saridan1), Andrian Fernandes1) dan Massofian Noor1)

1)Balai Besar Penelitian Dipterokarpa SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email: amiril [email protected]

Diterima 5 April 2013, direvisi 2 Oktober 2013, disetujui 8 Nopember 2013

ABSTRACTTengkawang was one of species growing in tropical rain forest are known as produced of fruit (illiped nut) and oiltengkawang, including protected trees. The purpose of this research is known distribution and potential of tengkawangtrees. The research used purposive sampling with plots size is 100 m x 100 m (1 ha) and three plots are constructed.Observation was done to all of tengkawang trees with diameter equal or larger than 10 cm. Results showed that therewere five species found, i.e. Shorea beccariana Burck, S. macrophylla Ashton, S. mecistopteryx Ridl., S. pinanga Scheffdan S. seminis (de Vriese) Sloot. The average of densities are 11 stems/ha and volume stand is 38.32 m3/ha. Ingenerally tengkawang grows in a very steep slope >40 % i.e. S. beccariana Burck, S. pinanga Scheff, S. mecistopteryxRidl and S. seminis (de Vriese) Sloot. Other tengkawang grows well in low steep or < 40 % is S.macrophylla Ashton.

Keywords:Tengkawang, distribution, density,potention

ABSTRAKTengkawang merupakan jenis pohon yang dilindungi, tumbuh di hutan tropis yang dikenal sebagai penghasil buah danlemak tengkawang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi dan sebaran jenis pohon penghasil tengkawang.Penelitian dilaksanakan di hutan penelitian Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Dalam penelitian inidigunakan plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha) yang diletakkan secara purposive sampling pada tegakan yang berbedayang dibuat sebanyak 3 plot penelitian dengan total areal 3 ha. Hasil penelitian terdapat 5 jenis pohon penghasiltengkawang meliputi Shorea beccariana Burck, S. macrophylla Ashton, S. mecistopteryx Ridl., S. pinanga Scheff danS. Seminis (de Vriese) Sloot. dengan Kerapatan pohon bervariasi dari satu plot ke plot lainnya dengan rataan 11pohon/ha dan volume tegakan sebesar 38,32 m3/ha. Umumnya jenis tengkawang yang tumbuh pada kelerengan > 40 %yaitu S. beccariana Burck, S. pinanga Scheff, S. mecistopteryx Ridl dan S. seminis Sloot. Sedangkan yang tumbuh padakelerengan < 40 % adalah S. macrophylla Ashton

Kata kunci: Tengkawang, sebaran, kerapatan, potensi

I. PENDAHULUANKeberadaan pohon tengkawang di habitat

alaminya saat ini sangat sulit ditemukan danmulai berkurang populasinya. Tengkawangtermasuk dalam famili Dipterocarpaceae yangbanyak tumbuh di hutan tropis Indonesia.Daerah penyebarannya meliputi Asia Tenggarayaitu: Thailand, Malaysia, Indonesia(Kalimantan dan Sumatera), Serawak, Sabahdan Phillipina. Di Indonesia terdapat 13 jenis

pohon penghasil tengkawang, di mana 10 jenisdi antaranya terdapat di Kalimantan dan 3 jenislainnya di Sumatera. Biji tengkawang dapatdigunakan sebagai bahan komestik, obat-obatandan bahan makanan, demikian pula kayunyayang dikenal dengan nama perdaganganmeranti dapat digunakan untuk venir dan kayulapis, disamping itu dapat juga dipakai untukbangunan perumahan, kayu perkapalan, alatmusik, mebel dan peti pengepak. Beberapa

Page 48: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 101-108

102

diantaranya termasuk jenis-jenis yangdilindungi seperti yang tercantum dalamPeraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, yaitumeliputi S. gyberstiana, S. pinanga, S.compressa, S. seminis, S. martiniana, S.mexistoptenx, S. beccariana, S. micrantha, S.palembanica, S. lepidota dan S. singkawang.

Tengkawang merupakan marga darimeranti (Shorea) yang bijinya dapat dipakaisebagai sumber penghasil minyak nabati. Biladibandingkan dengan biji dari meranti lainnya,biji tengkawang mempunyai kadar minyaknabati paling tinggi. Buah tengkawang diprosesuntuk diambil minyaknya serta digunakan untukpengolahan makanan (coklat), kosmetika(dekoratif, sabun) dan lilin (Yusliansyah et al.,2007). Biji tengkawang (Borneo illipe nut)menjadi salah satu HHBK penting sebagaibahan baku minyak lemak nabati yang bernilaitinggi(Winarni et al, 2005). Industri pengolahanbiji tengkawang menjadi lemak tengkawangmurni merupakan salah satu industri primerpotensial dari hasil hutan yang belum banyakdiolah. Lemak tengkawang dipasaraninternasional dikenal dengan borneo tallow(Shiva dan Jantan, 1998). Pengembangantengkawang sebagai komoditi hasil HHBKbernilai ekonomi tinggi masih terkendaladengan informasi potensi, sebaran jenis yangterbatas dan musim buah yang tidak menentu.Masalah lain adalah penyebaran pohontengkawang yang terpencar-pencar juga

menghambat perdagangan lokal. Sampai saatini potensi alami jenis-jenis tersebut diIndonesia belum diketahui secara pasti, namundi beberapa tempat di Kalimantan dan Sumaterabagian utara dilaporkan banyak ditumbuhijenis-jenis tengkawang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuisebaran dan potensi jenis pohon tengkawangyang meliputi kerapatan dan volume pohon,sehingga tersedianya data pohon penghasiltengkawang yang berguna sebagai salah satuusaha pelestarian jenis tumbuhan yangdilindungi dan menambah komoditi masyarakatsekitar hutan.

II. METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini dilakukan di hutan penelitian

Labanan terletak di Desa Labanan, KecamatanTeluk Bayur, Kabupaten Berau, PropinsiKalimantan Timur pada tahun 2012. Kondisitanah di areal KHDTK Labanan menurutLaporan BFMP (1999) diketahui jenis podsolikhaplik yang merupakan jenis tanah yangmendominasi wilayah Labanan yaitu 59,22%dari luas areal. Tanah ini memiliki karakteristiktekstur lempung, lempung liat berpasir sampailempung berliat, warna kuning kecoklatan (10YR 6/8), dan struktur gumpal. Tanahberkembang dari bahan induk batu pasir danbatu liat.

100 m

5 6 15 16 25

47 14 17 24

3 8 13 18 23

29 12 19 22

110 11 20 21

Sumber: diolah dari data primerGambar 1. Skema pembuatan plot penelitianFigure 1. Design of research plots

100 m

Page 49: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Sebaran dan Potensi Pohon Tengkawang di Hutan Penelitian ...(Amiril Saridan, Andrian Fernandes dan Massofian Noor)

103

Bahan penelitian adalah semua jenispohon, terutama jenis pohon penghasiltengkawang yang mempunyai ukuran diameterminimal 10 cm. Sedangkan peralatan yangdigunakan meliputi peta kerja, phiband,kompas, klinometer, pita ukur, cat, tally sheet,parang dan alat dokumentasi. Untukmengetahui sebaran dan potensi pohontengkawang dilakukan pembuatan plot secarapurposive sampling, plot pengamatan berukuran100 m x 100 m (1 ha) dan dibuat sebanyak 3plot pada tegakan yang berbeda.

Dari plot tersebut dibuat jalur sebanyak 5jalur penelitian yang berukuran 20 x 100 m (0.2ha), kemudian dibuat sub-plot sebanyak 25buah yang berukuran 20 x 20 m (0.04 ha)seperti tertera pada Gambar 1. Pengamatandilakukan terhadap semua pohon penghasiltengkawang yang berdiameter ≥ 10 cm. Datayang dikumpulkan meliputi nama jenis,diameter pohon, letak posisi pohon dan datatopografi.

Analisis data akan dilakukan denganmenggunakan analisis data tool pada programMicrosoft Excel 2007 yang meliputi:

1. Kerapatan dengan limit diameter 10 cmdapat dihitung dengan cara yaitu:

Kecepatan Nha = Jumlah Pohon

Luas Plot2. Volume pohon dihitung berdasarkan

Direktorat Bina program Kehutanan EdisiKhusus No. 51A, 1983 dalam Susanty danSiran (2005) berikut:

V=0,0001234 d2,41913

Keterangan (Remarks):V = volume pohon (m3)d = diameter pohon (cm)

3. Sebaran pohonData hasil pengukuran topografi dan posisi

pohon diolah untuk memperoleh sebaran jeniskeruing dengan menggunakan perangkat lunakMicrosoft Excel 2007 dan Arc View versi 3.3.Dari data topografi dibuat peta kontur untukmendapatkan gambaran komponen geomofikyang dibagi kedalam datar (0-8%), landai (8-

15%), agak curam (15-25%) dan curam (25-40%) dan sangat curam (>40%).

4. Dominansi jenisDominasi jenis dilihat dari Nilai Penting

jenis diperoleh dengan rumus menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut:

NPJ = FR + KR + DoR

dimana (where):

KR =Jumlah individu suatu jenis

Jumlah individu seluruh jenis× 100(%)

FR =Jumlah kehadiran suatu jenis

Jumlah kehadiran seluruh jenis× 100(%)

DoR =Jumlah Luas Bidang Dasar suatu jenis

Jumlah Luas Bidang Dasar seluruh jenis× 100(%)

Keterangan (Remarks) :KR = Kerapatan Relatif;FR = Frekuensi Relatif;DoR = Dominasi Relatif

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Potensi Pohon Tengkawang

Berdasarkan hasil rekapitulasi data yangtelah dilakukan pada tiga plot penelitianmasing-masing seluas 1 hektar di kawasanhutan penelitian Labanan Kabupaten Berau,ditemukan sebanyak 5 (lima) jenis pohontengkawang meliputi Shorea beccariana Burck,S. macrophylla Ashton, S. mecistopteryx Ridl.,S. pinanga Scheff dan S. Seminis Sloot.Kerapatan dan jumlah jenis pohon yangterdapat pada masing-masing plot bervariasi,hal ini disebabkan karena pada lokasi inimerupakan areal bekas tebangan tahun1992/1993 lalu, sehingga dimungkin adanyakerusakan terhadap tegakan tinggal yangmengakibatkan tempat-tempat yang terbukaserta adanya pohon yang tumbang akibat daripembalakan tersebut. Nicholson (1938)menyebutkan kerusakan tegakan yangditimbulkan pada kegiatan pembalakan sangatbervariasi tergantung kepada besarnya volumepohon yang dipanen dan komposisi jenis. Lebihjauh Haryanto (1995) menyebutkan bahwa

Page 50: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 101-108

104

dampak pembalakan terhadap komunitasvegetasi tergantung dari dua faktor yaitu jumlahpohon yang diekstraksi dan kehati-hatian dalammelaksanakan ekstraksi.

Plot 1 terdapat 8 batang/ha yang terdiri dariS. macrophylla Ashton (5 batang/ha) danS.pinanga Scheff. (3 batang/ha). Plot 2 terdapat13 batang/ha terdiri S.macrophylla Ashton (8batang/ha), S. mecistopteryx Ridl.(3 batang/ha)dan S.seminis Sloot.(2 batang/ha). Plot 3terdapat sebanyak 12 batang/ha. terdiri dariS.macrophylla Ashton (3 batang/ha),S.beccariana Burck (3 batang/ha) danS.pinanga Scheff.(6 batang/ha). dengan jumlahkerapatan pohon secara keseluruhan sebanyak33 batang atau 11 batang/ha seperti tertera padaTabel 1. Jenis yang banyak ditemukan adalah

S.macrophylla Ashton dengan jumlah pohonsebanyak 16 batang, S. pinanga Scheff. 9batang, S. mecistopteryx Ridl.dan S. beccarianaBurck masing-masing sebanyak 3 batang dan S.seminis Sloot. 2 batang. Plot 2 mempunyaijumlah pohon yang lebih banyak dibandingkanplot lainnya, hal ini disebabkan pada lokasi initerdapat aliran sungai yang merupakan habitattempat tumbuh jenis S.macrophylla Ashton.yang banyak menyukai air untukpertumbuhannya. Menurut Ashton (1989),variasi jenis di hutan tropika basah banyakdisebabkan adanya interaksi yang kompleksantara faktor fisik (iklim, kondisi tanah,topografi) dan faktor biologi (dinamika hutandan proses perkembangan jenis selamapertumbuhannya).

Tabel 1. Jumlah pohon tengkawang dalam plot di Hutan Penelitian Labanan Kabupaten Berau,Kalimantan Timur

Table 1. Number of Tengkawang trees in plots in Labanan Forest research Berau Regency, EastKalimantan

Plot(Plots)

Jenis(Spesies)

Jumlah pohon/ha(Number of trees/ha)

1 S. macrophylla Ashton 5S. pinanga Scheff 3

2 S. macrophylla Ashton 8S. mecistopteryx Ridl. 3S. seminis Sloot. 2

3 S. macrophylla Ashton 3Shorea beccariana Burck 3S. pinanga Scheff 6Jumlah (Total) 33

Sumber: diolah dari data primer

Kekayaan jenis ini ada hubungannyadengan unsur hara tanah, terutama konsentrasiphospor dan magnesium. Sist (1996)melaporkan bahwa kekayaan jenis dipterokarpadi Kabupaten Berau lebih tinggi pada tanahyang mempunyai drainase baik dengankelerengan yang sedang dibandingkan tempat-tempat yang berdrainase jelek dengankelerengan yang sangat curam.

Sebaran pohon tengkawang berdasarkankelas diameter pohon pada tiga plot penelitianatau seluas 3 ha disajikan pada Tabel 2. Dari

tersebut dapat dilihat bahwa sebaran kelasdiameter yang terbanyak terdapat pada kelasdiameter 10 – 19.9 cm dengan jumlah sebanyak11 pohon atau 3.67 pohon/ha, kelas diameter 20– 29.9 cm dan kelas diameter > 90 cm masing-masing sebanyak 6 pohon atau 0.67 pohon/ha,kelas diameter 50 – 59.9 cm dan 60 – 69.9 cmmasing-masing sebanyak 3 pohon atau 1pohon/ha. Sedangkan kelas diameter 40-49.9 mdan 60-69.9 cm tidak ditemukan, hal inidisebabkan adanya persaingan tajuk pohon darijenis pohon lainnya yang berada disampingnya.

Page 51: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Sebaran dan Potensi Pohon Tengkawang di Hutan Penelitian ...(Amiril Saridan, Andrian Fernandes dan Massofian Noor)

105

Tabel 2. Jumlah dan volume pohon tengkawang pada 3 plot penelitian berdasarkan kelas diameterdalam plot penelitian di Hutan Penelitian Labanan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur

Table 2. Number of trees and volume according diameter class at 3 plots in Labanan Forestresearch Berau Regency, East Kalimantan

Kelas diameter(Dimeter class)

Jumlah pohon(Number of trees)

Volume(m3)

10-19.9 11 0.961220-29.9 6 1.890530-39.9 2 1.008240-49.9 - -50-59.9 3 5.283560-69.9 3 8.307470-79.9 - -80-89.9 2 11.6380> 90cm 6 45.1026

Jumlah (Total) 33 74.1914Rataan 11 24.7305

Sumber: diolah dari data primer

Berdasarkan hasil perhitungan volumetegakan pada areal seluas 3 hektar diperolehsebanyak 74.1914 m3 atau rata-rata sebesar24.7305 m3/ha Volume tegakan yang terbesarditemukan pada kelas diameter 80-89.9 cm dandiameter > 90 cm masing-masing sebesar11.6380 m3/ha dan 45.1026 m3/ha (Tabel 2).Hal ini disebabkan karena pohon tengkawangmerupakan pohon yang dipertahankan dan tidakditebang serta dilindungi yang tercantum dalamPeraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentangPengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa sertaSK Menhut No. 261/Kpts-IV/1990 tentangperlindungan pohon tengkawang sebagaitanaman langka. Pohon tengkawang dapatmenghasilkan buah yang dapat digunakansebagai bahan baku industri kosmetik, bahansubtitusi lemak coklat, dan bahan baku lemaknabati. Selain itu, kayunya bernilai tinggi yangdapat digunakan sebagai bahan baku panel,lantai, alat musik, plywood, papan partikel,furniture. Menurut Hakim, (2011) bahwaberdasarkan Redlist IUCN (2010) beberapajenis pohon penghasil tengkawang juga sudahmasuk dalam katagori Critically Endengereddan Vunarable species.

B. Sebaran Jenis Pohon TengkawangSebaran jenis didasarkan pada komponen

geomorfik yang dikategorikan kedalam datar (0– 8 %), landai (8 – 15 %), agak curam (15 – 25%), curam (25 – 40 %) dan sangat curam (>40%). Berdasarkan kriteria tersebut secara umumtopografi pada kedua lokasi penelitian initermasuk curam sampai sangat curam sepertitertera pada Tabel 3.

Kelimpahan individu pohon penghasiltengkawang yang banyak dijumpai di lapanganadalah jenis Shorea macrophylla dan S.pinanga. Kedua jenis ini merupakan jenis yangsebaran alaminya banyak ditemukan padadaerah lain di Kalimantan Timur. Penyebaranjenis tengkawang yang ditemukan padaumumnya mengelompok, dapat tumbuh dalamhutan hujan tropis dengan tipe curah hujan dilokasi penelitian adalah tipe B. Menurut Istomodan Hidayati (2010). Jenis tengkawang tumbuhpada tanah latosol pada ketinggian sampai 500m dari permukaan laut, pH asam (4,6 – 4,9) danKTK cukup baik (16,25 – 19,40). Jenis initumbuh pada tanah latosol, podsolik merahkuning dan podsolik kuning pada ketinggian1.300 m dpl.

Page 52: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 101-108

106

Tabel 3. Sebaran pohon berdasarkan kelas kelerengan pohon tengkawang dalam areal penelitian diHutan Penelitian Labanan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur

Table 3. Distribution of Tengkawang occording slopes class in Labanan Forest research BerauRegency, East Kalimantan

Nomor(Number)

Kelas kelerengan(Slope )

Jumlah pohon(Number of trees)

Jenis(Spesies)

1 < 8 % - -2 8 % - 15 % 1 S. macrophylla Ashton3 15 % - 25 % 3 S. macrophylla Ashton4 25 % - 40 % 4 S. macrophylla Ashton

5 > 40 % 25

S.beccariana BurckS.macrophylla AshtonS.seminis Sloot.S.pinanga ScheffS.mecistopteryx Ridl.

Jumlah (Total) 33Sumber: diolah dari data primer

Weidelt (1996) menyebutkan bahwasebagian besar jenis-jenis dipterokarpa lebihmenyukai tumbuh pada daerah di atas lereng(upper slopes) dan bukit (ridges),menyesuaikan topografi dari wilayah hutanhujan Asia. Pada Tabel \3. tersebut di atas dapatdilihat bahwa jenis tengkawang yang hiduppada kelerengan > 40% yaitu Shoreabeccariana Burck, S.seminis Sloot., S.pinangaScheff, S.mecistopteryx Ridl. danS.macrophylla Ashton. Sedangkan padakelerengan < 25% dari jenis Shoreamacrophylla Ashton, kebanyakan jenis ini carahidupnya mengelompok disepanjang aliran air.

C. Dominansi JenisBerdasarkan hasil rekapitulasi data

terhadap suku dipterokarpa pada plot penelitiandiperoleh sebanyak 37 jenis dan 5 marga yangterdiri dari Dipterocarpus (8 jenis), Hopea (2jenis), Parashorea (2 jenis), Shorea (22 jenis)dan Vatica (3 jenis). Jenis yang banyakditemukan antara lain: Dipterocarpusglabrigemmatus (NPJ= 38.17685%), Shoreapatoiensis (NPJ=28.0506%), Shoreamacrophylla (NPJ=21.4651%), Dipterocarpustempehes (NPJ =19.90591%) dan Shoreasmithiana (NPJ=19.83769%). Sedangkan jenistengkawang yang dominan adalah Shoreamacrophylla (21.4651%) dan S. pinanga

(NPJ=8.463229%), 3 jenis lainnya memilikinilai dibawah 3%. Hasil ini sesuai denganpernyataan Purwaningsih (2004) yangmenyebutkan sebagian besar hutan primer yangmasih tersisa di Kalimantan vegetasinya masihdidominasi oleh Dipterokarpa, sehingga seringdisebutnya sebagai Hutan Dipterocarpaceae.Apannah et.al,(1998) mengatakan bahwaKalimantan dan Sumatera merupakan pusatpertumbuhan Dipterocarpaceae di hutanlembab.

IV. KESIMPULANDari uraian di atas dapat ditarik beberapa

kesimpulan bahwa potensi pohon penghasilTengkawang yang terdapat di lokasi penelitianbervariasi dengan kerapatan pohon masing-masing: plot 1 terdapat 8 batang/ha, plot 2terdapat 13 batang/ha dan plot 3 terdapatsebanyak 12 batang/ha. Rataan volume tegakantengkawang sebesar 24.7305 m3/ha dengan totalsecara keseluruh pada areal seluas 3 hektaradalah 74.1514 m3.

Ditemukan sebanyak 5 jenis pohonTengkawang yang meliputi Shorea beccarianaBurck, S. macrophylla Ashton, S. mecistopteryxRidl, S. pinanga Scheff dan S. Seminis Sloot.Umumnya jenis yang hidup di tempat yangrendah dan terdapat anak sungai dan

Page 53: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Sebaran dan Potensi Pohon Tengkawang di Hutan Penelitian ...(Amiril Saridan, Andrian Fernandes dan Massofian Noor)

107

mengelompok banyak ditemukan Shoreamacrophylla Ashton dan pada bagian yangtinggi lebih bayak ditemukan Shorea pinangaScheff dan S. beccariana Burck

Penyebaran jenis pohon penghasiltengkawang memiliki tempat tumbuh yangspesifik yag sesuai dengan lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKAAppanah, S. and J.M. Turnbull. 1998. A Review of

Dipterocarps: taxonomy, ecology and silviculture.CIFOR, Bogor.

Ashton, P.S. 1989. Species richness in tropical forest.Tropical forest botanical dynamic, Speciation anddiversity. Holm–Nielsen. L. B. Academic Press,London UK.

BFMP. 1999. The Climate and Hydrology of the LabananConcession. Berau Forest Management Project.Jakarta.

Hakim, L. 2011. Eksplorasi dan Pengumpulan BenihJenis Shorea Penghasil Tengkawang DI PT. SARIBUMI KUSUMA (SBK) Kalimantan Tengah.Apforgen. Bogor.

Istomo dan T. Hidayati. 2010. Studi Potensi danPenyebaran Tengkawang (Shorea spp.) di ArealIUPHHK-HA PT. Intracawood ManufacturingTarakan, Kalimantan Timur. Jurnal SilvikulturTropika Vol. 1 No. 1 Desember 2010. Hal. 11 – 17.

Yusliansyah; Supartini; S.E.Prasetya. 2007. RangkumanHasi-Hasil Penelitian dan Non Kayu Dipterokarpa.Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.

Haryanto,1995. Teknik Pengelolaan dan PemantauanKomunitas Vegetasi. Badan Pelatihan Perencanaan,Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan HutanProduksi. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Mueller-Dombois, D. dan H. Ellenberg. 1974. Aims andmethod of vegetation ecology. John Wiley & SonsInc. Toronto.

Nicholson, D.I. 1938. An Analysis of Logging Damage inTropical Rain Forest, North Borneo. MalayanForester 21.

Purwaningsih. 2004. Review: sebaran ekologi jenis-jenisdipterocarpaceae di Indonesia. Jurnal BiodiversitasVol. 5 No.2.

Sist, P. 1996. Structure and diversity of dipterocarps in alowland dipterocarps forest in East Kalimantan. InThe Fourth Round Table on Dipterocarps. ChangMai, Thailand.

Susanty, F.S dan S. Siran 2005. Status Riset PenyusuananTabel Volume Pohon. Balai Penelitian danPengembangan Kehutanan Kalimantan. Samarinda

Weidelt,H.J. 1996. Sustainable management ofdipterocarp forest opportunities and constraints. In:Schulte, A. and D. Schone (eds.). Dipterocarp forestecosystems. World Scientific Publishing Co.Singapura.

Winarni, I; E.S.Sumadiwangsa; D.Setyawan. 2005.Beberapa catatan Pohon Penghasil Biji. InfoHasilHutan Vol.11 No.1. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.

Page 54: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 101-108

108

Page 55: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 109-122ISSN: 1978-8746

109

KAJIAN EFEKTIVITAS SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG TERHADAPPENINGKATAN PRODUKTIFITAS DAN KELESTARIAN HUTAN ALAM PRODUKSI

Analysis of The Efffectvity of Gap Simulation Silvicultural System in The Enhancement ofProduction Forest Productivity and Sustainability

Sudin Panjaitan1), Dian Lazuardi1) dan Beny Rahmanto1)

1) Balai Penelitian Kehutanan BanjarbaruJL. A. Yani Km. 28,7 Landasan Ulin Banjarbaru Kalimantan Selatan; Telepon. (0511) 4707872, Fax (0511) 4707872

Email: [email protected]

Diterima 31 Juli 2013, direvisi 23 Oktober 2013, disetujui 20 Nopember 2013

ABSTRACTGap simulation system is an alternative silvicultural system based on the availability of wildlings and on sitemanagement system in the form of gaps, which are closely related with skidding trails. Thus, the eveluation of thesystem has not been conducted comprehensively in operational scale. The evaluation in the stand level is limited to theprimary and logged over forest within the last 10 years. This research aimed to evaluate the effectivity of gapsimulation system with with artificial seedlings on logged over area. The research was conducted in KHDTK Kintap onthe 13 and 17 years old stand, and gap with wildlings of 13 years old stand. The result showed that from the aspect ofgrowth & development gap simulation potentially showed higher result compared with planted gaps. Those weresuitable for logged over area or highly fragmented forest. Gap simulation as one of silvicultal system needs to bereplicated in a logger scale especially in the aspect of management plan.

Keyword : Silvicultural, system, gap simulation, Dipterocarps

ABSTRAKTebang rumpang (”gap simulation system”) merupakan salah satu sistem silvikultur alternatif, yang berlandaskanpermudaan alam dan unit perlakuan terkecil (tegakan) berupa rumpang-rumpang yang terikat oleh unit jalan sarad.Walaupun begitu, evaluasi hasil ujicoba sampai saat ini masih belum dilakukan secara komprehensif teruama dalamskala operasional. Evaluasi dalam level tegakan masih terbatas pada kondisi hutan primer dan logged-over denganpermudaan alam dalam rentang waktu kurang dari 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkatefektifitas sistem tebang rumpang permudaan buatan pada hutan logged over area. Penelitian dilakukan di KHDTKKintap pada petak-petak ujicoba rumpang tanaman umur 13 dan 17 tahun serta rumpang permudaan alam umur 13tahun. Dari aspek pertumbuhan perkembangan regenerasi baik alam maupun buatan, sistem tebang rumpang secarapotensial menunjukan hasil yang lebih tingi dibandingkan dengan sistem silvikultur umpang yang selama ini digunakan.Pertumbuhan dan perkembangan jenis-jenis meranti pada permudaan alam lebih tinggi dibandingkan dengan rumpangtanaman. Performan sistem tebang rumpang tersebut sangat sesuai bagi areal hutan logged-over yang masih baikmaupun yang sudah terfragmentasi berat. Tebang rumpang sebagai salah satu sistem silvikultur masih sangat diperlukanuntuk diujicoba dalam skala yang lebih besar terutama dalam aspek-aspek perencanaan pengelolaannya.

Kata kunci : Sistem silvikultur, tebang rumpang, pertumbuhan meranti

I. LATAR BELAKANGHutan merupakan sumberdaya alam yang

memegang peranan penting bagi kehidupan dantelah memberikan sumbangan yang berarti bagiperekonomian yaitu sebagai sumber devisanegara dan kesejahteraan masyarakat. Hutan

dapat dipandang sebagai merupakan mosaikrumpang dari berbagai fase perkembangan dantingkat umur. Fase perkembangan vegetasiterdiri dari beberapa fase yaitu: 1) fase rumpang(pada saat terjadinya rumpang), 2) faseperkembangan (proses pertumbuhan dan

Page 56: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 109-122

110

perkembangan vegetasi yang menjadirumpang), dan 3) Fase tua (vegetasi mencapaiklimaks dan kemungkinan mendekati asalnyadan strukturnya berlapis) dimana setiap saatdapat terjadi rumpang yang baru. Fase satudengan lainnya saling terkait,berkesinambungan dan merupakan suatu prosesyang dinamis (Whitmore, 1975).

Pengusahaan hutan alam produksi dengansistem konsesi hutan di satu pihak telahmemberikan kontribusi penting terhadappeningkatan devisa dan pertumbuhan ekonomi.Akan tetapi di lain pihak mengakibatkanterjadinya degradasi hutan hutan secara drastis,hal ini terbukti dengan banyaknya terjadikerusakan tegakan hutan di areal bekastebangan dimana mencapai 1,6 -2,0 jutahektar/tahun (FAO, 2000) .

Soerianegara (1971) mengemukakanbahwa dalam mengelola hutan alam agarkelestarian produksi dapat tercapai diperlukanadanya pengaturan teknik penebangan danregenerasi hutan pada suatu sistem silvikulturyang digunakan. Oleh karena itu, kondisikelompok hutan yang akan dikelola tentu harussesuai dengan persyaratan yang diinginkan olehsistem silvikultur yang dipergunakan.

Pengelolaan hutan alam produksi yangdikelola oleh konsesi Hak Pengusahaan Hutan(HPH) yang dimulai tahun 1970 denganmenggunakan sistem silvikultur Tebang PilihIndonesia (TPI). Pada tahun 1989 sistemsilvikultur TPI diganti menjadi Tebang PilihTanam Indonesia (TPTI) dan revisinya tahun1993 yaitu berdasarkan Surat KeputusanDirektur Jenderal Pengusahaan Hutan No.:151/Kpts/IV-BPHH/1993. Pada tahun 2005dibuat peraturan Menteri Kehutanan Nomor :P.30/Menhut-II/2005 mengenai sistemsilvikulur intensif dan akhirnya dicabut kembalikeberlakuannya dengan peraturan MenteriKehutanan Nomor: P.11/Menhut-II/2009tentang Sistem Silvikultur dalam Areal IzinUsaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu padaHutan Produksi. Pada peraturan ini adabeberapa hal baru dibandingkan peraturan

sebelumnya, yaitu adanya sistem silvikulturtebang rumpang dan memungkinkan untukdilaksanakannya lebih dari satu sistemsilvikultur yang berbeda pada satu unitpengelolaan hutan produksi.

Sistem tebang rumpang (TR) merupakanhasil kajian dan ujicoba Balai TeknologiReboisasi Banjarbaru sejak 1985 di HutanPenelitian Kintap, Kalimantan Selatan. SistemTR ini sering disebut juga sebagai ”GapSimulation System”. Sistem Tebang Rumpangini berbasis permudaan alami, dan menjadisalah satu sistem yang ditawarkan kepadapemerintah untuk dijadikan suatu sistemsilvikultur alternatif untuk pengelolaan hutanalam produksi (Sagala, 1994). Sistem TR inipada awal pembentukannya dilakukan padaareal hutan yang relatif masih primer, dimanapermudaan alami jenis-jenis primer masih tidakmenjadi masalah. Pada areal hutan yang telahterfragmentasi berat, TR ini belum diujicobasecara tuntas.

Pada saat ini, apakah tebang rumpangberbasis permudaan alami ini masih efekifuntuk areal hutan yang telah terfragmentasi.Pertanyaan ini, perlu dijawab melaluiserangkaian ujicoba kembali TR di areal hutanyang telah terfragmentasi berat, dimanakeberadaan permudaan alami jenis primermenjadi kendala.

Secara umum, apapun sistem silvikutulturyang digunakan pada dasarnya adalahmenciptakan ruang-ruang terbuka di dalamhutan. Ruang-ruang terbuka tersebut dapatmenjadi suatu triger bagi keberlangsunganproses dinamika hutan yang lebih cepat, tetapidapat menjadi penghancur keberlangsunganproses dinamika hutan yang ada. Semua itusangat tergantung dari luas, bentuk dan polapenyebaran ruang terbuka yang tercipta, sertatergantung dari kualitas ruang terbuka bagiperkembangan regenerasi (Brokaw, 1985).

Produktivitas hutan dapat dianggap sebagailaju produksi biomassa yang dihasilkan olehsatu luasan tegakan hutan dalam periode waktuterentu. Dalam konteks hutan produksi, biomasstersebut disederhanakan dalam bentuk volumebatang pohon. Produktivitas tersebut merupakan

Page 57: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Efektivitas Sistem Silvikultur Tebang Rumpang Terhadap ...(Sudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny Rahmanto)

111

akumulasi dari pertumbuhan yang pohon danvegetasi lainnya di dalam hutan. Produktivitashutan sangat erat hubungannya dengankelestarian. Dari sudut pandang rimbawan,kelestarian sumberdaya hutan akan terjaga jikahutan selalu berada dalam tingkat kapasitasproduktif maksimumnya (Fujimori, 2001;Soedomo, 1995). Oleh karena itu, apapunsistem silvikultur yang digunakan dalam suatukawasan hutan, maka kelestarian akan terjaminjika tetap mampu menjaga tingkat kapasitasproduksi maksimum hutan yang bersangkutan.

Semua sistem silvikulutur akan selalumencakup tiga fungsi atau perlakuan dasar,yaitu : (1) permudaan (regeneration), (2)pemeliharaan (tending) dan (3) pemanenan(harvesting). Aplikasi aktual dari semua jenisperlakuan, urutan, tata-waktu kegiatan sertaintensitasnya sering berbeda dari satu tegakanhutan ke tegakan lainnya, tergantung dari tujuanpemilik dan kondisi ekologisnya (Nayland,1996). Kesinambungan yang tak terputus darisiklus ketiga fungsi dasar tersebut menjadikriteria utama keefektifan suatu sistemsilvikultur dalam konteks pengelolaan hutanproduksi lestari.

Setelah berjalan hampir 40 tahunpengelolaan hutan alam produksi di Indonesia,efektifitas sistem silvikultur yang sedangdigunakan banyak diragukan untuk mampumelestarikan hutan alam produksi Indonesiasaat ini. Apakah fragmentasi vegetasi yangterjadi akibat pembalakan dapat mengarah kekondisi semula atau kondisi yang diharapkan?Keberhasilan fungsi regenerasi danpemeliharaan menjadi faktor kunci keefektifansistem silvikulutur dalam menuju pengelolaanhutan lestari.

Tujuan akhir (goal) dari penelitian iniadalah untuk mengkaji pertumbuhan jenis-jeniskomersil di dalam rumpang baik permudaanalam maupun tanaman. Sasaran penelitian iniadalah mendapatkan suatu bahan kajianmengenai efektifitas sistem silvikultur Tebangrumpang dalam pengelolaan hutan alamproduksi lestari, sehingga hasil kajian ini dapatdijadikan dasar untuk menentukan keputusan

tentang kondisi hutan yang sesuai bagipenerapan sistem Tebang Rumpang (TR).

II. METODOLOGI PENELITIANDalam penelitian ini dicoba membuat 8

buah rumpang dalam satu unit jalan sarad.Ukuran rumpang masing-masing 1-1,5 kalipohon tepi (radius ± 30 m), dan hanya dibuat disatu HPH yaitu di Ex HPH PT Hutan Kintap(KHDTK Kintap). Perlakuan silvikultur yangdiberikan adalah permudaan alami danperlakuan penanaman. Permudaan alamidiberikan pada 4 buah rumpang, danpenanaman dengan jenis primer setempatdilakukan pada 4 buah rumpang lainnya dalamjarak tanam di dalam jalur tanam 2.5 m yangdimulai 3 m dari masing-masing tepi rumpang,sehingga jumlah tanaman setiap rumpangdiharapkan mencapai 21 batang.

Sedangkan pengamatan tentang kajianregenerasi permudaan alam dilaksanakan jugadi areal bekas tebangan di 2 HPH yaitu : 1).HPH PT Aya Yayang Indonesia, KabupatenTabalong di Tanjung. Dilakukan pembuatanPUP dengan ukuran 200 x 5 m sebanyak 7 buahdan pengamatan rumpang yang dibuat tahun2002 sebanyak 24 buah. 2). Ex HPH PT HutanKintap (KHDTK Kintap). Dilakukanpembuatan PUP dengan ukuran 200 x 5 msebanyak 7 buah dan pengamatan rumpangShorea pauciflora yang dibuat tahun 2004sebanyak 24 buah, rumpang tanamantengkawang tahun tanam 2006 sebanyak 15buah serta rumpang yang dibangun pada tahun1997 sebanyak 5 buah.

Petak tebangan yang dipilih adalah petaktebangan yang sedang berjalan saat ini danmerupakan tebangan siklus ke-dua (logged-overarea). Prosedur kegiatan adalah :1. Pemilihan tempat penumpukan kayu

sementara (TPn). TPn ini merupakantempat penumpukan log penyaradan, yangberada di tepi areal tebangan.

2. Memetakan semua jaringan sarad yangmenuju ke TPn tersebut

Page 58: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 109-122

112

3. Menentukan titik-titik tebang sebagai calonrumpang

4. Penandaan batas pada setiap calon umpang(luas rumpang : 1 – 1,5 kali pohon tepi),dan penandaan semua pohon yang ditebanguntuk disarad /dimanfaatkan (P1)

5. Sensus semua tingkat pohon yang tidakdimanfaatkan (po), yaitu vegetasiberdiameter > 10 cm.

6. Inventarisasi permudaan jenis kanopi atas,yaitu permudaan tiangkat anakan (tinggi <1,2 m) dan pancang (tinggi > 1,5 m dandiameter < 10cm). Penentuan permudaanini dilakukan dengan line intercept method(LIM). LIM ini adalah semua permudaanyang menyinggung garis pengamatan.Garis pengamatan yang dibuat adalah dua

garis tengah rumpang yang salingberpotongan tegak lurus. Karatersitik yangdiamati adalah jenis dan jumlah individu.

7. Penebangan pohon di dalam rumpang.8. Penyaradan batang pohon yang

dimanfaatkan.9. Perapihan rumpang: penebangan dan

pencincangan semua individu di dalamrumpang

10. Pembuatan jalur tanam pada rumpangyang terpilih untuk penanaman (4rumpang).

11. Penanaman meranti merah (Shoreapauciflora King) pada masing-masingrumpang terdiri dari 21 tanaman denganjarak tanam 2.5 m, seperti pada Gambar 1.

Sumber: diolah dari data primerGambar 1. Arah jalur tanam di dalam rumpang. Bibit ditanam dalam jarak 2.5 m dari titik tengah

sampai 4 m sebelum tepi rumpangFigure 1. The direction of planting line inside gaps. The seedlings were planted with spacing of

2.5 x 2.5 m

12. Pada rumpang dengan permudaan alam,dilakukan penandaan anakan alam sesuaidengan hasil inventarisasi permudaansebelum penebangan. Dilakukan baik padarumpang yang ditanam maupun yang tidak.Penandaan dilakukan dengan menggunakanpatok kecil (ajir) dan ploting.Pembuatan rumpang dilakukan dengan

langkah-langkah : 1) Survei lokasi rumpang danpelacakan jalan sarad, 2) Plotting rumpang,penentuan titik dan batas tebangan. Luasrumpang 0,02 Ha sebanyak 8 buah, 3)Pencatatan jenis pada tingkat semai, pancang,

tiang dan pohon di dalam rumpang untukmengetahui kondisi awal vegetasi danperkembangan berikutnya, 4) Penebasantumbuhan bawah (tingkat semai), 5)Penebangan tingkat pancang,tiang, pohon, 6)Pemotongan batang, cabang (pencacahan), 7)Pembersihan bekas tebangan di dalam rumpang,8) Sebanyak 4 rumpang ditanam denganmeranti merah (Shorea pauciflora King) denganjumlah 21 tanaman masing-masing rumpang, 9)Pemasangan ajir dengan jarak 2.5 x 2.5 m, 10)Penanaman dengan jarak tanam 2.5 m. dan 11)Pengamatan data awal. Parameter yang diamati

Page 59: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Efektivitas Sistem Silvikultur Tebang Rumpang Terhadap ...(Sudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny Rahmanto)

113

adalah : 1) Tinggi tanaman (cm), dan 2)Diameter tanaman (cm).

Di samping kegiatan di atas dilakukan pulapengukuran tanaman meranti merah (Shoreapauciflora King) metode rumpang umur 6 tahundan tanaman tengkawang (Shorea stenoptera)metode rumpang umur 4 tahun. Parameter yangdiamati adalah : 1) Tinggi tanaman (m), 2)Diameter tanaman (cm), dan 3) Lebar tajuk (m).

Efektifitas tebang rumpang diukurberdasarkan indikator-indikator :1. Komposisi jenis kanopi atas

Komposisi permudaan jenis kanopi atasditentukan berdasarkan jumlah individu dankomposisi jenis permudaan alam serta polapenyebarannya. Pada rumpang permudaanalami, analisis permudaan mencakup :- Dinamika permudaan : perubahan jumlah

dan komposisi permudaan sebelum dansesaat setelah penebangan serta beberapatahun setelah penebangan. Pada penelitianini pengamatan dilakukan setiap tahun.

2. Pertumbuhan jenis kanopi atas.Pertumbuhan permudaan difokuskan hanya

pada permudaan kanopi atas jenis terpilih. Padajenis-jenis terpilih ini dilakukan pemeliharaanintensif, yaitu pembebasan vertical di sekitartajuk permudaan yang bersangkutan. Perlakuanini diterapkan juga untuk individu-individupada rumpang yang ditanam.

Pertumbuhan pada tahap awal (umur < 1tahun) diukur hanya berdasarkan pada ukurantinggi total, lebar tajuk dan diameter tajuknya,serta tinggi rata-rata vegetasi lain di sekitartajuknya.

Analisis permudaan di Blok tebangandimulai dari prosedur dengan mengumpulkandata melalui analisis vegetasi pada blok-bloktebangan, yang ditujukan untuk deskripsistruktur perkembangan individu pohon padasetiap fragmentasi vegetasi. Analisis vegetasidilakukan dengan cara membuat petak-petakcontoh. Satu petak contoh berbentuk transekdengan ukuran 200 m x 5 m . Ukuran petakcontoh ini mengadopsi prosedur dari Oldeman(1974) dalam Rosalina et al., (1990), yangmenyatakan bahwa untuk hutan yang beradadalam pada proses suksesi cukup berukuran 40x 5 m. Memperpanjang ukuran sampai 200 m

dimaksudkan untuk lebih menggambarkanvariasi perkembangan vegetasi sebagai akibatkegiatan pembalakan. Jumlah petak contohminimal 8 buah.Karakteristik vegetasi yang diamati di dalamsetiap petak contoh meliputi pengukuransebagai berikut :1. Vegetasi yang dihitung dan diukur pada

seluruh petak contoh adalah semuaindividu berdiameter > 10 cm (tingkat tiangdan pohon). Sedangkan untuk individu-individu tingkat pancang (diameter < 10cm tinggi > 1,5 m) diukur pada transekselebar 1 m. Individu tingkatanakan/tumbuhan bawah hanya diamatipada petak 1 x 1 m dan berjarak satudengan lainnya 5 m di jalur transek.

2. Pada individu tingkat tiang dan pohonkaraktersitk yang diamati adalah : diameterbatang, tinggi total dan tinggi bebas cabangserta proyeksi tajuknya. Proyeksi tajukditentukan dengan cara plotting denganmenggunakan kertas milimeter-block.Selain itu, pengamatan dilakukan terhadapkaraktersitik fase perkembangannya yangmengikuti konsep dari Torquebiau (1986)dan Blasco et al. (1983) sebagai berikut :a. Pohon masa depan (The trees of the

future): merupakan individu-individupada fase pembangunan (buildingphase) yang dicirikan oleh polapercabangan monopodial, belumterbentuk banir dan rasio tinggi totalterhadap diameternya lebih besar dari100 (H/D > 100).

b. Pohon masa kini (The trees of thepresent) : individu yang memilikipercabangan simpodial, sudahterbentuk banir dan rasio H/D = 100.

c. Pohon masa lalu (The trees of thepast): memiliki percabangansimpodial dan sudah mengalamireiterasi-reiterasi percabangan lebihlanjut; Rasio H/D < 100.

3. Untuk individu pancang hanya diukurtinggi total dan lebar tajuk, sedangkantingkat anakan hanya dihitung jumlahindividunya.

Page 60: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 109-122

114

Kualitas regenerasi setiap fragmentasivegetasi ditentukan berdasarkan komposisi danstatus perkembangan jenis primer sertaketersediaan ruang untuk pertumbuhannya(faktor naungan). Ketiga indikator tersebut akanmenghasilkan sedikitnya enam kelompokfragmentasi, yaitu:I. Terdapat individu jenis primer fase tua dan

bebas dari naungan.II. Terdapat individu jenis primer fase matang

dan tua dan bebas dari naungan.III. Terdapat individu jenis primer fase matang

dan bebas dari naungan.IV. Terdapat individu jenis primer fase muda

dalam komposisi yang memadai, dan bebasdari naungan.

V. Terdapat individu jenis primer fase mudadalam komposisi yang memadai, dan tidakbebas dari naungan.

VI. Tidak terdapat individu jenis primer.Kelompok (a) dan (b) merupakan tegakan

tinggal yang secara fisik tak terganggu aktivitaspembalakan. Kelompok (c) dan (d) adalahfragmentasi dengan perkembangan ideal/normalsetelah pembalakan, dan merupakan ukurankeberhasilan perlakuan pembinaan tegakanyang telah diberikan. Kelompok (e) dan (f)merupakan fragmentasi yang mencerminkankegagalan pembinaan tegakan.

Penelitian dilakukan di dua unit HPH,yaitu: 1) Di HPH PT Aya Yayang Indonesia,Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, dan2) Di Ex HPH PT Hutan Kintap (saat iniKHDTK Kintap) yaitu untuk penelitianefektifitas tebang rumpang, dan penelitiankajian regenerasi di logged-over area.

Areal HPH, saat ini dikenal dengan IzinUsaha Pengusahaan/ Pemanfaatan Hasil HutanKayu (IUPHHK) PT Aya Yayang Indonesiayaitu berdasarkan Keputusan MenteriKehutanan dan Perkebunan No. 840/Kpts-II/1999 tanggal 6 Oktober 1999. HPH inimerupakan salah satu HPH yang terletak diDesa Dambung Kabupaten Tabalong PropinsiKalimantan Selatan. Areal kerja HPH seluas87.241 ha yang teridiri dari Hutan Lindung(HL) seluas 23.492 ha, Hutan Produksi Terbatas(HPT) seluas 44.768 ha dan Hutan Produksi

(HP) seluas 21.665 ha dan berada dalamKelompok Hutan Sungai Ayu, Sungai Tutui danSungai Tabalong. Sesuai keputusan tersebut,masa berlakunya HPH PT Aya ini selama 55tahun terhitung mulai tahun 1993/1994. Hal initerjadi disebabkan sebelum diterbitkannya SuratKeputusan defenitif terlebih dahulu diberikanizin Tebang sementara.

Areal kerja HPH PT Aya YayangIndonesia ini periode sebelumnya adalahperpanjangan yang berasal dari penggabunganareal HPH PT Aya Timber dan PT YayangIndonesia yang keberadaannya dalam satugroup PT Barito Pasific Timber Group (PTBPTG). Hal ini menunjukkan kondisi arealhutannya saat sekarang ini tidak seluruhnyatermasuk hutan perawan akan tetapi sebagianbesar merupakan hutan sekunder sebab di arealHPH ini telah dilakukan kegiatan pembalakan/penebangan yang dimulai sejak tahun1973/1974 ((Widyarto, 2005).

Realisasi kegiatan penebangan kedua HPHsebelum adanya penggabungan sesuai data yangdiperoleh, rata-rata seluas 1.600 ha denganproduksi hasil kayu bulat sebanyak 100.000m3/tahun.

Berdasarkan Rencana Kerja UsahaPemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada HutanAlam (RKUPHHKHA) pada periode Tahun1993 sampai 2048 PT Aya Yayang Indonesiatelah disahkan Departemen Kehutanan denganSurat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :4842/Kpts-VI/BRPHP/2004, dimana awalkegiatan pengelolaan hutan pada periodetersebut adalah merupakan Rencana Kerja LimaTahunan Kelima (RKL V) yakni periode Tahun1993/1994 - 1997/1998 sampai dengan RKLXV.

Kondisi penutupan lahan hutanberdasarkan Peta Penunjukkan Kawasan Hutandan Perairan Propinsi Kalimantan Selatan sertaberdasarkan hasil Citra Landsat Tahun 2002juga hasil inventatarisasi lapang denganintensitas 1.3 %, menunjukkan bahwa HutanProduksi maupun Hutan Produksi Terbataskondisinya sebagian besar yaitu sekitar 97 %adalah berupa Logged Over-Area (LoA) dimanasisanya berupa non hutan (belukar). Potensi

Page 61: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Efektivitas Sistem Silvikultur Tebang Rumpang Terhadap ...(Sudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny Rahmanto)

115

tegakan hutan hasil inventarsisasi lapang untukpohon berdiameter 50 cm ke atas sebesar 48.98m3/ha, sedangkan untuk pohon yang memilikidiameter 60 cm ke atas sebesar 33.05 m3/hadimana jenis pohon penyusunnya terdiri dariTengkawang (Shorea sp), Jelutung (Dyera sp),Nangka (Artocarpus sp), Bangkirai (Shorealaevis), Kapur (Dryobalanops sp), Dungun(Syzygium sp), Meranti (Shorea sp), Nyatoh(Palaquium sp), Kuranji (Dialium sp), Madang(Litsea sp), Binuang (Octomeles sumatrana),Sindur (Sindora sindur) dan lain-lain.

Sesuai kondisi hutan yang sangat bervariasipada masing-masing blok di dalam areal HPHserta potensi pohon yang tidak seragam, makasesuai dengan Rencana Jangka Panjang (RJP)yang telah disetujui dimana luasan tebanganlima tahun berkisar antara 4.300 ha sampai6.500 ha atau 800 ha/tahun dengan proyeksiproduksi kayu bulat berkisar antara 102.000sampai 150.000 m3 atau antara 21.000 sampai30.000 m3/tahun yaitu hasil gaubunganproduksi dari Hutan Produksi dan HutanProduksi Terbatas.

Sistem silvikultur yang dipergunakan padapengelolaan hutan di areal ini adalah TebangPilih Tanam Indonesia (TPTI) sebagaimanatertuang dalam Lampiran Surat KeputusanDirektur jenderal Pengusahaan Hutan Nomor :151/Kpts/IV-BPHH/1993 tertanggal 19 Oktober1993 yaitu merupakan salah satu sistemsilvikultur paling sesuai untuk kondisi hutanalam di luar Pulau Jawa dengan memperhatikanbiodeversitasnya di samping telah sesuaidengan kondisi topografi HPH PT Aya YayangIndonesia yang memiliki kelerengan sedangsampai terjal. Dalam pengelolaannya, disamping dengan menggunakan sistem TPTImurni juga melakukan kemitraan denganmasyarakat di dalam dan di sekitar areal HPHdalam bentuk koperasi atau kelompokmasyarakat sebagai pemenuhan kewajiban HPHdalam pelaksanaan Surat KeputusanPembaharuan HPH. Namun demikian dalampelaksanaannya masih diarahkan pada segmenkegiatan yang cepat menghasilkan uang yaknikegiatan penebangan, pengangkutan danpembinaan hutan bekas tebangan.

Dalam rangka mewujudkan sertamengontrol dan mengawasi terhadap kegiatantersebut, maka disusun kerjasama dalam bentukNota Kesepahaman antara masyarakat denganpemilik HPH yang secara jelas mengatur hakdan kewajiban diantara kedua belah pihak.Tujuan utama dari kemitraan ini adalah sebagaiupaya untuk meminimalisasi kegiatanpenebangan liar yang selama ini terjadi diKalimantan Selatan khususnya di dalam dan disekitar areal HPH PT Aya Yayang Indonesia.Dengan berjalannya pola kemitraan tersebutdiharapkan bahwa pihak perusahaan danPemerintah dapat menjadi mitra perusahaandalam mengamankan areal HPH dari parapenebang liar (Illegal logging).

Sisitem silvikultur TPTI denganspesipikasi pada penekanan limbah tebanganatau Reduce Impact Logging (RIL) dicobauntuk diimplementasikan pada HPH PT AyaYayang Indonesia sebagai pilot projectkerjasama antara Pemerintah Indonesia denganUni Eropah melalui South Central KalimantanProduction Forest Project (SCKPFP) sesuaidengan Surat Keputusan Menteri Kehutanandan Perkebunan RI Nomor : 127/Kpts-II/1999tanggal 5 Maret 1999 yaitu tentangpenunjukkan lokasi kegiatan SCKPFP di arealHPH PT Aya Yayang Indonesia di PropinsiSelatan dan PT Dwimajaya Utama di PropinsiKalimantan Tengah. Direncanakan kegiatanRIL dilaksanakan pada Rencana Karya Tahunan(RKT) Tahun 2003 namun relitanya baru dapatdilaksanakan pada RKT Tahun 2004 sebanyak1 buah petak tebang seluas 31,92 ha yakni PetakNomor 33 N. Pelaksanaan kegiatan ini sempattertunda selama 1 tahun sebagai akibatterganggunya petak tebang karena terlanjurditebang lebih dahulu oleh para penebang liarpada hal persiapan lapang seperti inventarisasipohon dengan SIPTOP, perencanaan jalan saradmaupun jalan cabang telah selesai dilaksanakan.

Mengacu pada Keputusan DirekturJenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor :4795/Kpts-II/2002 bahwa sebenarnyapelaksanaan RIL di areal HPH belum menjadisuatu kewajiban atau mandatory melainkan barudalam tahap ujicoba yang mengarah pada

Page 62: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 109-122

116

sistem sertifikasi hutan untuk menujuPengelolaan Hutan Lestari. Dengan demikiandari jumlah HPH yang ada di Indonesia barubeberapa HPH yang terpanggil dan maumelakukan kegiatan RIL sebagai pionir ditingkat perusahaan.

Ujicoba pelaksanaan RIL di salah satupetak tebang tersebut merupakan kolaborasiantara perusahaan, baik dari sisi keuangan dansumberdaya manusia dengan pihak proyek yangdiharapkan nantinya pada pasca proyekperusahaan mau dan mampu melakukankegiatan untuk petak-petak tebang yang lainatas dasar pengalaman dan petunjuk yangdiberikan oleh para instruktur selama masaujicoba berlangsung. Dengan demikian adanyapendapat dari para pelaksana ataupun praktisiyang selama ini berkembang bahwa kegiatanRIL merupakan kegiatan yang sangat mahal danrumit serta memerlukan ketrampilan khususnantinya akan dapat dibuktikan setelahdilakukan pengamatan dan pengukuran dilapangan dengan catatan kendala tentangkegiatan penebangan liar tidak dimasukandalam faktor kesulitan pelaksanaan di lapangan.

Lokasi selanjutnya adalah Eks HPH PTHutan Kintap (saat ini KHDTK Kintap), lokasiini merupakan Eks HPH Hutan Kintap dan saatini menjadi KHDTK Kintap. Menurut dataadministrasi pemerintahan daerah, lokasitermasuk dalam Desa Riam Adungan,Kecamatan Kintap, Kabupaten Derah Tingkat IITanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan.Secara geografis, lokasi berada pada 3042’Lintang Selatan dan 11509’ Bujur Timur. Jarakdari kota Propinsi (Banjarmasin) berjarak 150Km dengan arah Tenggara. Areal ini memilikitopografi datar sampai bergelombang sertaberbukit dengan ketinggian tempat 50 – 150 mdi atas permukaan laut. Tanah di arealpenelitian ini termasuk ultisol, pada beberapabagian termasuk tanah berlumpur (gley) danlitosol, partikel tanah didominasi oleh tanah liatdengan pH 4.8-6.1 dengan Posfor, bahanorganik, kapasitas tukar kation yang relatiftinggi (Jafarsidik, 1998). Areal ini didominasioleh vegetasi asal belukar mahang dimanasebelumnya terdiri dari hutan alam produksi

dengan jenis dominan terdiri dari sukuDipterocarpaceae. Diantaranya jenis meranti(Shorea sp). Berdasarkan klasifikasi iklimmenurut Schmidt dan Ferguson (1951), iklim dilokasi penelitian ini termasuk tipe iklim Bdengan nilai Q berkisar antara 13.3 – 33.33 %.Musim hujan berlangsung antara bulanNopember – April dan bulan kemarau bulanMei – Oktober. Suhu rata – rata 25 % dengansuhu minimum 22.60 C dan suhu maksimum29.90 C. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar3.017 mm dan hari hujan rata-rata tahunansebesar 154 hari.

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Pertumbuhan Tanaman pada Rumpang

BuatanPertumbuhan tanaman pada rumpang umur

16 dan 17 tahun di Kintap. Hasil pengamatanpertumbuhan tanaman meranti di dalamrumpang berumur 16 tahun (5 rumpang) danberumur 17 tahun (1 rumpang), menunjukkan,bahwa hanya 3 rumpang yang masih berisitanaman (Tabel 4). Individu-individu tanamanyang masih hidup di dalam rumpang hanyaterdiri dari individu tumbuh normal yaitutumbuh pada kondisi tidak terganggu naunganpohon sekitarnya. Berdasarkan Tabel 4tersebut, individu pohon normal mamputumbuh dengan riap diameter 1,6 cm/th untuk S.parvisipulata, sedangkan untuk jenis S.johorensis sebesar 1.3 cm/thn sampai umur 16-17 tahun. Lebar tajuk sebagai indikatorpenutupan ruang tumbuh 4,6 - 9,0 m denganrasio diameter tajuk diameter batang 27.5- 31.5.Rasio ini mengindikasikan bahwa untuk tumbuhnormal tanaman memerlukan ruang terbuka(bebas naungan) rata-rata 30 kali ukurandiameternya.

Ukuran individu tanaman ternaungi jauhlebih kecil dibandingkan dengan individunormal. Pengaruh naungan tersebut terlihatsangat signifikan, baik terhadap pertumbuhanmaupun perkembangan tanaman. Kondisinaungan ekstrim mengakibatkan tajuk menipis,stagnansi titik tumbuh dan selanjutnya batangbagian atas patah. Fakta di atas sesuai dengan

Page 63: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Efektivitas Sistem Silvikultur Tebang Rumpang Terhadap ...(Sudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny Rahmanto)

117

teori-teori dinamika hutan tropika basah yangmenyatakan bahwa, di dalam tegakan hutanalam, pertumbuhan dan komposisi jenis sangatditentukan oleh ukuran atau luas, bentuk danperiodisitas pembukaan kanopi (gaps, 'petches'atau 'chablis) (Brokaw, 1985). Jenis-jeniskomersil yang dibalak, hampir semuanyamerupakan jenis kanopi utama. Pertumbuhanpermudaan jenis kanopi atas memerlukan ruangterbuka berupa rumpang (chablis, 'patches' atau

'gaps'), pada fase ini pertumbuhan tinggi palingdominan, setelah mencapai kanopi atas makapertumbuhan tinggi melambat dan secarapraktis berhenti kemudian pertumbuhan tajukpohon dan pertumbuhan diameter berlangsung(Whitmore, 1975; Halle et al.,1978).

Karakteristik vegetasi dalam rumpangumur 16 dan 17 tahun di Kintap disajikan padaTabel 1.

Tabel 1. Karakteristik tanaman di dalam rumpang umur 16 dan 17 tahun di KintapTable 1. Characteristics of plants inside 16 and 17 years gap at Kintap

NomorRumpang/

umur(Gap Number

/ Ages)

Jenis(Species)

Dbh(cm)

TinggiTotal /(Total

Height)(m)

Lebar tajuk(CanopyWidth)

(m)

Rasio Tajuk-Diameter(CanopyRatio-

Diameter)

Keterangan(Remarks)

I.1 / 17 th /0.1ha / 200bt/ha

S. parvistipulata 27.9 21.0 8.8 31.5 Bebas, normalS. parvistipulata 28.7 22.0 9.0 31.4 Bebas, NormalS. parvistipulata 10.8 6 PatahS. parvistipulata 16.6 6 PatahS. parvistipulata 29.3 5 Patah-matiS. parvistipulata 27.4 6 6.5 Patah-mati

S. johorensis 22.7 25 6.5 28.6 Bebas NormalII.5/16 th /0.01ha /500 bt/ha S. johorensis 7.5 9 1.8 Ternaungi, patah2,

bayonet like

II.3/16 th /0.06ha / 183/bt/ha

S. parvistipulata 25.5 22.0 7 27.5 Bebas, NormalS. parvistipulata 17.2 19 5.5 32.0 Bengkok, patah ujungS. parvistipulata 17.1 10 3.5 20.5 Ternaungi, patahS. parvistipulata 15.6 17 5.0 32 Ternaungi, patahS. parvistipulata 15.0 15 4.5 30 Ternaungi, patahS. parvistipulata 9.6 10 2.5 26 Ternaungi, patahS. parvistipulata 13.0 8 3.5 26.9 Ternaungi, patah

S. johorensis 18.5 14.5 PatahS. johorensis 18.3 11 Patah

Sumber: diolah dari data primer

Penampilan tanaman meranti merah(Shorea pauciflora King.) Umur 6 tahun denganmetode rumpang di Kintap (Tanam Desember2004 dan diukur Desember 2011), hasilnyaseperti pada Tabel 2. Pada Tabel 2 tampakbahwa riap tinggi dan diameter tanaman terbaikterjadi pada rumpang diameter 12 m (luas =113.04 m2) yaitu 0.81 cm/tahun dan 0.78cm/tahun. Sedangkan riap tinggi dan diametertanaman terendah terdapat pada perlakuanrumpang diameter 6 m (luas 28.26 m2) yaitumasing-masing 0.68 cm/tahun dan 0.56cm/tahun. Pertumbuhan tanaman tengkawang

(Shorea stenoptera) metode rumpang umur 4tahun di Kintap (Tanam Desember 2006, diukurDesember 2011), hasilnya disajikan pada Tabel3.

Dari Tabel 3 tampak bahwa rumpangtampak bahwa pertumbuhan tinggi dan diameterterbaik terdapat pada rumpang diameter 6 m(luas = 28,26 m2) yaitu tinggi sebesar 3.81 mberarti riap 0.95 m/tahun dan diameter 3.83 cmdimana riapnya adalah 0.95 cm/tahun danurutan nomor 2 terbaik, baik parameter tinggidan diameter terdapat pada rumpang diameter12 m (luas 113.04 m2) yaitu tinggi 3.66 m dan

Page 64: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 109-122

118

diameter 3.66 cm. Artinya riap tinggi dandiameter sebesar 0.92 cm/tahun. Sedangkan riaptinggi dan diameter terkecil terjadi pada

rumpang diameter 9 m yaitu riap tinggi 0.72cm/tahun dan riap diameter 0.65 cm/tahun.

Tabel 2. Pertumbuhan tanaman meranti merah (Shorea pauciflora King) umur 6 tahun denganmetode rumpang di Kintap

Table 2. The growth of red Shorea aged 6 years with gap method at Kintap

Ø Rumpang(Gap)(m)

Rata-rata (Mean)Keterangan(Remarks)T (m) D (cm)

Lebar Tajuk(Canopy Width)(m)

1 2Kontrol 3,10 2,50 2,50 2,25

6 4,09 3,37 2,48 2,189 4,28 3,76 2,10 1,7812 4,84 4,78 2,61 2,53

Sumber: diolah dari data primer

Tabel 3. Pertumbuhan tanaman tengkawang (Shorea stenoptera) umur 4 tahun di KintapTable 3. The growth of Tengkawang aged 4 years at Kintap

Ø Rumpang(Gap)

Rata-rata (Mean)

T (m) D (m) Lebar Tajuk(Canopy Width) (m)

6 3,81 3,83 2,40 2,279 2,88 2,60 2,25 1,8412 3,66 3,66 2,70 2,49

Sumber: diolah dari data primer

B. Permudaan Alam pada RumpangIndividu-individu jenis lapisan atas dan

komersil di dalam rumpang alam di KHDTKKintap menunjukkan pertumbuhan danperkembangan yang memuaskan. Riap diameterrata-rata sampai umur 13 tahun untuk tiga jenismeranti meranti mencapai 2.1 cm. Kondisikontras terjadi pada rumpang permudaan alamumur 14 tahun di PT AYI yang hanya memilikiriap rata-rata sebesar 0.9 cm/tahun. Gambaranini selain akibat dari kondisi tapak yangberbeda, juga karena perbedaan perlakuan,dimana di Kintap dilakukan perlakuanpembebasan sampai umur 2 tahun, sedangkan diPT AYI tidak ada perlakuan. Karakteristikpermudaan alam jenis komersil di dalamrumpang di Kintap dan di Tanjung (PT AYI)ditampilkan pada Tabel 4.

Riap diameter rata-rata individu di dalamrumpang permudaan alam terlihat lebih tinggidibandingkan dengan rumpang tanaman, hal inidisebabkan oleh karaktersitik permudaan alamyang sudah ada di dalam rumpang sebelumnyasudah memiliki tingkat adaptasi yang jauh lebihbesar dibandingkan dengan bibit tanaman,terutama dalam sistem perakarannya.Perbedaan pertumbuhan rumpang permudaanalam di PT AYI dengan di Kintap, selain karenafaktor perlakuan pembebasan, juga sebagaiakibat perbedaan kondisi ekologis hutannya itusendiri. Di PT AYI, hutan dengan asosiasitengkawang, bangkirai (S. laevis ) dan nyatoh(Palaquium sp.) umumnya berada di atas tanahyang bertekstur lebih kasar (sandy soils).

Naungan yang ada masih memungkinkanjenis-jenis kanopi atas untuk tetap tumbuhnormal walaupun relatif lambat.

Page 65: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Efektivitas Sistem Silvikultur Tebang Rumpang Terhadap ...(Sudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny Rahmanto)

119

Tabel 4. Karakteristik permudaan alam jenis komersil di dalam Rumpang di Kintap (III.1 – III.3)dan Tanjung (IV.1-IV-2)

Table 4. Characteristics of commercial natural regeneration inside gaps at Kintap and Tanjung

NomorRumpang/umur(Gap Number /

Ages)

Jenis(Species)

Dbh(cm)

TinggiTotal /(Total

Height)(m)

Lebartajuk

(CanopyWidth)

(m)

Rasio Tajuk-Diameter(CanopyRatio-

Diameter)

Keterangan(Remarks)

III.1/ 13th /0.1ha/

200bt.ha

S. parvistipulata 24.8 18.0 6.5 26.2 Bebas, NormalS. johorensis 23.6 22.5 5.8 24.4 Bebas, NormalS. johorensis 29.0 23.5 6.3 21.7 Bebas, NormalS. johorensis 29.9 24 8.5 28.4 Bebas, NormalS. johorensis 33.8 24 8.0 24.7 Bebas, NormalS. leprosula 29.6 21.5 6.1 20.6 Bebas, Normal

III.2/13/ 0.1 ha /170bt/ha

S. leprosula 24.8 22 5.3 21.4 Bebas, NormalS. leprosula 22.6 21 4.9 22.2 Bebas, NormalS. leprosula 25.5 23 5.3 20.8 Bebas, NormalS. leprosula 23.6 20 4.8 20.3 Bebas, NormalS. leprosula 22.0 19 4.5 20.5 Bebas, NormalS. leprosula 23.2 22 4.3 18.5 Bebas, NormalS. leprosula 21.8 19 4.4 20 Bebas, NormalS. leprosula 28.3 24 4.0 15 Bebas, NormalS. parvistipulata 24.8 19 4.3 17.3 Bebas, NormalS. parvistipulata 24.6 18 3.5 14.2 Bebas, Normal

III.3/13/0.028ha /120

bt/ha

S. leprosula 22.3 18 4.8 21.5 Bebas, NormalS. johorensis 25.8 23 6.3 24.4 Bebas, NormalS. parvistipulata 30.9 23 6.8 22.1 Bebas, NormalS. parvistipulata 24.8 23 6.0 24.2 Bebas, NormalS. parvistipulata 20.1 17 7.5 37.3 Bebas, Normal

Bebas, Normal

IV.1/17/0.057 /490 bt/ha

Tengkawang 10.2 12 2 19.6 Bebas, NormalTengkawang 12.5 12 2.8 22.4 Bebas, NormalPalaquium sp. 14.8 13 3.3 22.3 Bebas, Normal

Bebas, Normal

IV.2/17/0.057ha / 475 bt/ha

Tengkawang 15.2 16 2.0 13.2 Bebas, Normal12.3 13.5 2.5 20.3 Bebas, Normal

Shorea laevis 10.4 12 2.5 24.0 Bebas, NormalShorea laevis 13.1 13 3.0 23.1 Bebas, NormalShorea lamellata 11.0 11 1.8 16.4 Bebas, NormalPalaquium sp. 10.1 11 3.2 32.0 Bebas, NormalPalaquium sp. 20.1 18 4.7 23.4 Bebas, NormalPolyalthia sp. 24.5 18 8.0 32.6 Bebas, Normal

14.5 14 3.3 22.8 Bebas , NormalSumber: diolah dari data primer

Hal ini dapat diindikasikan bahwa jenis-jenis kanopi atas di hutan seperti ini memilikikeraptan kayu lebih tinggi (keras) dibandingkandengan jenis-jenis kanopi atas yang tumbuh ditanah bertekstur lebih halus (clayed soils).Berdasarkan evaluasi pertumbuhan tegakan

rumpang diatas, maka tingkat produktivitaspotensial suatu kawasan hutan alam produksidapat ditentukan. Jika diasumsikan riapdiameter rata-rata pada umur antar 13-17 tahunseperti di atas akan sama dengan kelas umur diatasnya, maka pada umur 25 tahun sudah dapat

Page 66: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 109-122

120

menghasilkan individu pohon berdiameterantara 32.5 – 40 cm untuk rumpang tanaman,dan 50 cm untuk rumpang permudaan alam,atau rata-rata total 40 cm. Dengan rasio tajuk-diameter rata-rata 25, maka diperlukan ruangsebesar 100m2/pohon. Jika untuk saturumpang memerlukan areal 0,25 ha hutan, danluas aktual rumpang di ahir daur 0,1 ha, makadalam satu rumpang sedikitnya berisi 10 pohonpanen, sehingga akan menghasilkan 40 batangper-ha hutan. Nilai ini jauh lebih besar, jikadibandingkan jumlah pohon dipanen yangdisarankan oleh metoda RIL yang umumnyasekitar 10 batang/ha. Jika dihitung berdasarkanriap volumenya, maka secara jelas akan lebihtinggi dibandingkan dengan riap yang terjadipada sistem silvikultur yang selama inidigunakan melalui RIL. Berdasarkan gambarandi atas, maka penerapan sistim silvikulturberbasis tebang rumpang sangat potensialsebagai sistem silvikultur alternatif baik untukareal hutan logged-over yang masih baikmaupun yang sudah terfragmentasi beratmelalui rumpang tanaman. Walaupun begitu,hasil tersebut di atas masih dalam tingkattegakan (dalam lingkup silvikultur) belummenggambarkan efektivitas dan efisiensi dalamskala manajemen yang masih memerlukanaspek-aspek lain terutama sistem pengaturankelestariannya. Pengaturan kelestarian yangdimaksud mencakup seberapa banyak (howmuch), dimana (where), dan kapan (when)rumpang harus dibuat di dalam suatu unitpengelolaan.

IV. KESIMPULAN DAN SARANRiap tinggi dan diameter tanaman meranti

merah (Shorea pauciflora King) terbaik umur 6tahun terdapat pada rumpang diameter 12 m(luas = 113.04 m2) yaitu 0.81 cm/tahun dan 0.78cm/tahun.

Riap tinggi dan diameter tanamantengkawang (Shorea stenoptera) terbaik padaumur 4 tahun terdapat pada rumpang diameter 6m (luas = 28,26 m2) yaitu masing-masing 0.95m/tahun dan 0.95 cm/tahun.

Dari aspek pertumbuhan perkembanganregenerasi, baik alam maupun buatan, sistemtebang rumpang secara potensial menunjukkanhasil yang lebih tinggi dibandingkan dengansistem silvikultur rumpang yang selama inidigunakan. Performan sistem tebang rumpangtersebut sangat sesuai bagi areal hutan logged-over yang masih baik maupun yang sudahterfragmentasi berat.

Tebang rumpang sebagai salah satu sistemsilvikultur masih sangat diperlukan untukdiujicoba dalam skala yang lebih besar terutamadalam aspek-aspek perencanaanpengelolaannya.

DAFTAR PUSTAKABlasco, F.Y., Lamonier and Purnajaya, 1983. Tropical

vegetation mapping : Sumatera. Biotrop Bulletin inTropical Biology. No. 22. Hal. 60.

Brokaw, N.V., 1985. Treefals, Regrowth, andCommunity Structure in Troomi Forests. In:Pickett S.T.A. and P.S. Whde (editors): TheEcology of Natural Disturbance and PatchDynamics. Academic Press Inc. Odarbdo, F~.Hal.53-69

FAO, 2000. The Global Forest Resources Assesment2000. Rome Italy. Summery Report.

Fujimori , T., 2001. Ecological and SilviculturalStrategies for Sustainable Forest Management.Elsevier Science B.V. Amsterdam. Hal.398.

Halle, F., R.A.A., Oldeman and P.B. Tomlinson, 1978.Tropical trees and forest. Springer-Verlag.Heidelberg.

Nayland, R.D., 1996. Silviculture. Concepts andApplications. McGraw-Hill Co. Inc. New York.Hal. 632.

Rosalina, U. D.W., Y. Lamonier and T.B. Suselo. 1990.The Use of Profile Diagram Method for AnalysingStructure and Succession of The Tropical RainForests: Case study Sumatera and Kalimantan.Fakultas Kehutanan IPB, Technical Notes Vol II (4-5). Hal. 17-21.

Runkle R.R. Disturbance Regim in Temperate Forests.In: Prichett S.T.A. and P.S. Whke (editors) : TheEcology of Natural Disturbance and PatchDynamics. Academic Press Inc. Ork~, F~. Hal. 53-69.

Sagala, A.P.S., 1994. Mengelola Lahan KehutananIndonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Page 67: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Efektivitas Sistem Silvikultur Tebang Rumpang Terhadap ...(Sudin Panjaitan, Dian Lazuardi dan Beny Rahmanto)

121

Soerianegara, I. 1971. Sistem-sistem Silvikultur untukHutan Hujan Tropika di Indonesia. RimbaIndonesia Vol.15 No.3-4. Hal. 83-93.

Torquebiau, E. F. 1986. Mosaic Patterns in Dipterocarp

Rain Forest and Their Implications for ProcticalForestry. Journal of Tn~l Ecology Vol.2 Hal. 301.

Whitmore, T.C. ,1975. Tropical Rain Forest of The FarEast. Clarendon Press, Oxford.

Page 68: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 109-122

122

Page 69: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 123-130ISSN: 1978-8746

123

KAJIAN ATURAN ADAT PEMANFAATAN TANE' OLEN OLEH MASYARAKAT LOKAL DIDESA SETULANG KABUPATEN MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

Study on Customary Rules for Tane’ Olen Use by Local Community at Setulang Village ofMalinau District, East Kalimantan

Catur Budi Wiati 1)

1) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email: [email protected]

Diterima 21 Februari 2013, direvisi 18 September 2013, disetujui 23 Oktober 2013

ABSTRACTThe existence of Tane’ Olen which is still well maintained and wisely managed by Setulang Village community indicatesthat they have customary rules in exploiting the forest resources. The existence of the customary rules in utilizing theforest resources reflecs the importance of forest resources for local community. A research was conducted by theauthors in April – May 2012 in Setulang Village of Malinau District, East Kalimantan and this paper aims to informthe results of the customary rules identification in Tane' Olen use by Setulang Village community. The result showedthat costumary rules used by the Setulang Villege community are very influenced by the customary rules inheritagefrim their ancestor: the Dayak Kenyah Oma' Longh when they still lived in Long Sa'an, in the upper Pujungan River,Malinau District. The customary rules are in the form of community regulations for limited use of Tane' Olen to allowthe fair and sustainable use of the designated forest benefiting all Setulang Village community.

Keywords: customary rules, forest resources, local community, Tane’ Olen, Setulang Village

ABSTRAKKeberadaan Tane Olen yang masih dipelihara dan dikelola secara bijaksana menunjukkan bahwa masyarakat DesaSetulang memiliki suatu aturan adat dalam pemanfaatannya. Keberadaan aturan adat dalam pemanfaatan sumberdayahutan mencerminkan pentingnya keberadaan sumberdaya hutan bagi masyarakat lokal. Penelitian yang dilakukan antaraApril – Mei 2012 di Desa Setulang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur ini bertujuan untuk menginformasikan hasilidentifikasi hukum adat dalam pemanfaatan Tane’ Olen oleh masyarakat Desa Setulang. Hasilnya menunjukkan bahwaaturan adat pemanfaatan Tane’ Olen yang dimiliki masyarakat Desa Setulang sangat dipengaruhi oleh aturan adatleluhur mereka dari suku Dayak Kenyah Oma’ Longh saat masih di Long Sa’an, hulu Sungai Pujungan, KabupatenMalinau. Aturan adat tersebut berupa aturan pembatasan pemanfaatan Tane’ Olen agar seluruh masyarakat DesaSetulang dapat memperoleh manfaatnya secara adil dan berkelanjutan.

Kata kunci: aturan adat, sumberdaya hutan, masyarakat lokal, Tane’ Olen, Desa Setulang

I. PENDAHULUANDesa Setulang merupakan salah satu desa

di Kabupaten Malinau yang masih memeliharadan mengelola hutan secara bijaksana. Hal initerkait pengetahuan lokal yang dimilikimasyarakat Desa Setulang dan diperlihatkandari keberadaan Tane’ Olen yang dikelola dandimanfaatkan masyarakatnya secara arif untukmemenuhi kebutuhan keseharian mereka.

Secara harfiah Tane’ Olen oleh masyarakatsuku Dayak Kenyah diartikan sebagai tanah

yang disimpan, dimana di dalamnya terdapatberbagai sumberdaya alam (kayu, binatang,tanaman obat-obatan, sumber bahan kerajinan,dan lain-lain) yang semuanya diperlukan olehmasyarakat untuk memenuhi kebutuhan merekasehari-hari.

Sedangkan beberapa kelompok sukuDayak Kenyah lain menyebut Tane’ Olensebagai hutan larangan dimana tanah dantumbuhan yang diatasnya (hutan) yangpenggunaan dan peruntukannya ditentukan oleh

Page 70: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 123-130

124

keluarga yang menguasai atau yang telahmengklaim tanah tersebut.

Sidiyasa dkk (2005) yang melakukanpenelitian di Desa Setulang menyebutkanbahwa pohon ulin (Eusideroxylon zwageri),berbagai jenis tengkawang seperti Shoreamacrophylla, Shorea pinanga, Shoreabeccariana, Shorea seminis, jelutung gunung(Dyera costulata), banggeris (Koompassiaexcelsa), gaharu (Aquilaria beccariana) danberbagai jenis rotan adalah jenis-jenis tanamandi Tane’ Olen yang banyak ditemukan dandimanfaatkan oleh masyarakat Desa Setulang.Selain itu secara regular mereka juga masihmemanfaatkan tanaman jenis lain seperti daunsang (Licuala valida) untuk membuat topi, talashutan (Alocasia sp.) untuk sayur-sayuran danberbagai jenis pohon buah-buahan dan tanamanobat.

Sebagian besar masyarakat Dayak diKalimantan, khususnya yang tinggal diwilayah-wilayah pedalaman dan perbatasanyang jauh dari keberadaan pasar dan pusat-pusat kesehatan seperti halnya masyarakat DesaSetulang, masih memanfaatkan hutan sebagaisumberdaya yang sangat penting untukpemenuhan pokok hidupnya. Kondisi demikianyang mendorong munculnya aturan-aturandalam memanfaatkan sumberdaya hutan dalambentuk aturan adat.

Aturan adat menjadi acuan bagimasyarakat Dayak dalam pemanfaatan danpengelolaan sumberdaya hutan misalnya dalampembukaan wilayah hutan untuk kepentingankegiatan perladangan, maupun pemungutankayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).Karena itu dapat dikatakan bahwa keberadaanaturan adat yang mengatur pengelolaan danpemanfaatan hutan mencerminkan pentingnyakeberadaan sumberdaya hutan bagi masyarakattersebut.

Tulisan ini bertujuan untukmenginformasikan hasil identifikasi aturan adatdalam pemanfaatan Tane’ Olen danhubungannya dengan sejarah keberadaanmasyarakat Desa Setulang di KabupatenMalinau, Propinsi Kalimantan Timur.

II. METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini dilaksanakan di Desa

Setulang, Kabupaten Malinau, PropinsiKalimantan Timur mulai bulan April – Mei2012. Metode pengumpulan data primerdilakukan dengan cara Focus Group Discussion(FGD) terhadap sekitar 30 orang masyarakatDesa Setulang yang dibagi atas kelompok laki-laki dan perempuan. Selanjutnya dilakukanwawancara terhadap informan kunci (keyinformants) dari aparat desa, tokoh adat dantokoh-tokoh masyarakat dengan bantuan daftarisian pertanyaan terbuka. Sedangkanpengumpulan data sekunder dilakukan dengancara studi literatur dari berbagai sumber yangsudah melakukan penelitian sejenis di lokasiyang sama. Analisis data dilakukan denganmetode deskriptif kualitatif.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Desa Setulang dan Sejarahnya

Secara administrasi Desa Setulang beradadi Kecamatan Malinau Selatan, KabupatenMalinau, Kalimantan Timur. Desa inimempunyai luas 11.800 ha terdiri atas 5 (lima)Rukun Tetangga (RT), dengan jumlahpenduduk tahun 2011 sebanyak 848 jiwa dan224 KK. Kepadatan penduduk per ha mencapai1 jiwa/ha dan sebagian besar pendudukberagama Kristen Protestan. Mata pencaharianpenduduk Desa Setulang umumnya adalahsebagai petani peladang.

Walaupun demikian masih ada pula yangberprofesi sebagai pedagang, Pegawai NegeriSipil (PNS), guru, karyawan perusahaan, bukabengkel (montir) dan lain-lain. Disamping itumereka juga melakukan kegiatan sampinganseperti berkebun, berburu, membuat perahu,mencari HHBK diantaranya gaharu, bulu dantanduk burung, binatang buruan, rotan, daunda’an untuk atap, daun sa’ung untuk topi danlain sebagainya.

Desa Setulang didirikan oleh salah satukelompok dari suku Dayak Kenyah Oma’Longh yang melakukan perpindahan dari tempatasal mereka di Longh Sa’an, sebuah desa

Page 71: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Aturan Adat Pemanfaatan Tane' Olen oleh Masyarakat Lokal ...(Catur Budi Wiati)

125

terpencil yang berada di hulu Sungai Pujungan,Kecamatan Pujungan, Kabupaten Malinau.Perpindahan dilakukan dalam 5 (lima) tahap.Rombongan pertama datang dan pindah keSungai Setulang pada tahun 1968, dibawahpimpinan Adjang Lidem yang pada saat itumenjabat sebagai Kepala Desa. Dilanjutkandengan rombongan kedua pada tahun 1969dibawah pimpinan Ngau Apui dan Kilung Alui.Perpindahan rombongan ketiga dilakukan padatahun 1971 dibawah pimpinan Kirip Lidem.Selanjutnya perpindahan rombongan keempatdilakukan tahun 1972 dibawah pimpinanMering Adjang dan Zung Adjang. Pada tahun1978 perpindahan rombongan terakhirdilakukan dibawah pimpinan Jalung Merangdan Kaba Liung (Rahmadani F. dan EdyMarbyanto, 2010).

Pengesahan keberadaan Desa Setulangsendiri akhirnya dilakukan berdasarkan SuratCamat Malinau Nomor: 506/A-6 denganlampiran Surat Keputusan Bupati BulunganNomor: 12/THK/Pem-I/BKDH/74 tentangPembentukan Desa-Desa Baru di KecamatanMalinau dalam Wilayah Kabupaten Bulungan.

Pengesahan keberadaan Desa Setulang semakinkuat dengan adanya Surat Camat MalinauTanggal 28 Juni 1972 Nomor: 837/A-6 yangmemuat salah satunya tentang pengesahan DesaSetulang sebagai pengganti Desa Semelandungyang sebelumnya telah dihapuskan.

Berdasarkan sejarahnya, perpindahankelompok dari suku Dayak Kenyah Oma Longhke Desa Setulang dikarenakan kehidupanmereka yang sulit di Longh Sa’an dan inginmencari lokasi pemukiman baru yang dekatdengan sarana pendidikan dan kesehatan.Pemukiman di Desa Setulang akhirnya dipilihkarena berada di pinggir Sungai Malinausehingga memudahkan mereka menjangkaulokasi lain yang memiliki sarana pendidikandan kesehatan dengan menggunakan perahu(ketinting). Lokasi tersebut hanya berjaraksekitar 2 (dua) jam menggunakan perahu(ketinting) dari ibukota kabupaten. Dalamperkembangannya setelah ada jalan darat, untukmenuju ke ibukota kabupaten masyarakat saatini lebih sering menggunakan akses jalan daratyang dapat ditempuh sekitar 1 (satu) jamperjalanan.

Tabel 1. Matriks Jenis dan Uraian Data, Metoda Pengumpulan dan Analisis DataTable 1. Matrix of the Type and Data Description, Data Gathering and Data Analysis Methods

Nomor(Number)

Jenis dan Uraian Data(Type and Data Description)

Metoda Pengumpulan Data(Data Gathering Method)

Metoda Analisis Data(Data Analysis Method)

I. Desa Setulang1. Sejarah Desa Setulang Studi literatur, FGD dan

Wawancara.Deskriptif kualitatif

2. Kondisi sosial, ekonomi dan budayamasyarakat Desa Setulang

Studi literatur, FGD danWawancara.

Deskriptif kualitatif

II. Tane’ Olen1. Sejarah Tane’ Olen dan

pemanfaatannyaStudi literatur, FGD danWawancara.

Deskriptif kualitatif

2. Aturan adat dalam pemanfaatanTane’ Olen

Studi literatur, FGD danWawancara.

Deskriptif kualitatif

3. Sanksi-sanksi terhadap pelanggaranaturan adat

Studi literatur, FGD danWawancara.

Deskriptif kualitatif

Sumber: diolah penulis untuk memperjelas jenis, uraian, metoda pengumpulan dan analisis data

B. Tana’ Ulen dan SejarahnyaSubroto, D. (1997) dan Lamis dkk (1999)

menyebutkan bahwa Tana’ Ulen atau Tane’Olen (istilah yang dipergunakan di DesaSetulang) berasal dari kata tana’ yang dalambahasa kenyah berarti tanah dan ulen yang

berasal dari kata mulen yang berarti mengklaimatau sesuatu (barang) yang sudah dimiliki dantidak boleh diganggu oleh orang lain. Sehinggasecara umum Tana’ Ulen atau Tane’ Olenmengandung pengertian hukum sebagai tanahyang dilarang untuk orang lain.

Page 72: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 123-130

126

Subroto, D. (1995) mendefinisikan Tana’Ulen di Batu Majang sebagai suatu kawasanberhutan bagian dari tanah adat yang strukturdan komposisinya merupakan tegakan alamyang keseluruhannya didominasi oleh hutanprimer (Mpa’) dan menurut adat dilindungiserta ditetapkan sebagai kawasan hutancadangan di bawah pengelolaan bersama yangpemanfaatannya dibatasi dan dikhususkan bagikebutuhan-kebutuhan bersama serta kebutuhan-kebutuhan lain yang sifatnya mendesak.

Dari definisi tersebut secara ringkas dapatdikatakan Tana’ Ulen merupakan suatukawasan hutan yang dilindungi secara adatdengan maksud sebagai hutan cadangan. Polapengelolaan hutan seperti ini menurut Uluk dkk(1995) semula hanya ditemukan di Desa LongAlango, Desa Long Uli dan Desa LongPujungan, Kabupaten Malinau, KalimantanTimur. Belakangan hampir seluruh desa diKecamatan Pujungan memiliki Tana’ Ulensebagai hasil dari himbauan World Wide forFund (WWF) Indonesia dan Camat Pujunganantara tahun 1992 - 1994. Namun saat iniTana’ Ulen juga banyak ditemukan di wilayah-wilayah lain di Kalimantan Timur, khususnya dilokasi penyebaran suku Dayak Kenyah sepertiDesa Setulang di Kabupaten Malinau dan BatuMajang di Kabupaten Kutai Barat.

Dari cerita tetua masyarakat, dahulu Tana’Ulen terjadi karena berbagai alasan sosial danreligius. Misalnya, sebagai penghormatanterhadap salah seorang golongan bangsawan(paren) yang berjasa dalam peperangan antarsuku, maka ditetapkanlah suatu kawasantertentu sebagai miliknya, yang harusdilindungi, dan dihormati setiap wargamasyarakat.

Namun di sisi lain, pemanfaatan Tana’Ulen terbuka bagi masyarakat biasa (panyen)pada waktu-waktu tertentu (kecuali untukberladang), misalnya kegiatan ritual upacaraadat, yang berhubungan langsung dengankepentingan umum (Lamis dkk, 1999).Sementara hasil hutan diambil pada waktutertentu yang disebut dengan buka ulen ataubuka olen’, dan tidak mengikuti kalender tetapseperti kalender perladangan, dan khusus untuk

kepentingan desa, misalnya kayu bangunanguna pembangunan gereja atau Balai PertemuanUmum/Adat (BPU/BPA).

Beberapa desa memberikan kelonggaranbagi warganya yang membutuhkan kayubangunan untuk membangun rumah ataumembuat perahu, dengan syarat meminta ijinkepada Kepala Desa. Demikian jugapengambilan rotan, gaharu dan kayu manis olehwarga desa untuk dijual kepada pedagang (toke)yang diorganisir oleh Kepala Desa denganaparatnya. Kegiatan buka ulen direncanakandari awal melalui rapat desa, hingga penjualandan pemungutan pajak (retribusi) dari toke(Konradus, B., 1999).

Selanjutnya dikatakan Konradus, B.(1999), rapat pimpinan dan para tetua desamembicarakan lokasi, jenis HHBK yang akandiambil dan jumlah hari untuk membuka olen,yang disesuaikan dengan situasi pasar. Jikaharga HHBK di pasar naik, maka akandilakukan buka ulen yang didahului denganrapat buka ulen. Uang yang diperoleh dari hasilbuka ulen dipakai untuk mendukung kegiatan-kegiatan desa.

Pada saat buka ulen, setiap warga berhakmasuk Tana’ Ulen untuk ‘ngusa’ (berusaha)dan boleh menjual hasil langsung kepada tokepembeli atau penampung. Sementara untukwarga lain yang ingin berusaha, wajibmembayar pajak sebesar 20% dari seluruhhasilnya yang dijual ke toke.

Rincian penggunaan pajak tersebut adalah10% untuk kas desa dan 10% untuk keluargaparen yang berjasa atas pembentukan Tana’Ulen di desa yang bersangkutan.

C. Tane’ Olen di Desa Setulang dan AturanAdat PemanfaatannyaAsal usul Tane’ Olen di Desa Setulang

tidak terlepas dari sejarah Tana’ Ulen di LonghSa’an, tempat asal mula suku Dayak KenyahOma’ Longh, di hulu Sungai Pujungan,Kabupaten Malinau. Di lokasi tersebut Tana’Ulen merupakan salah satu bagian dari tanahdan hutan adat mereka yang disebut denganOma’ Longh.

Page 73: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Aturan Adat Pemanfaatan Tane' Olen oleh Masyarakat Lokal ...(Catur Budi Wiati)

127

Secara geografis Tane’ Olen di DesaSetulang yang mempunyai luas sekitar ± 5.312,61 Ha, terletak pada posisi antara 03º 23’ –03o29’ Lintang Utara dan 116º 24’ – 116o29’BT dan berada diketinggian 70 – 500 meter diatas permukaan laut (dpl). Berdasarkan PetaDaerah Aliran Sungai (DAS) PropinsiKalimantan Timur tahun 2008, Tane’ Olentermasuk dalam wilayah DAS Sesayap dengansub Das Sekatak seluas ± 1.281, 42 Ha dan SubDas Malinau seluas ± 4.031, 19 Ha (PemdesSetulang, 2011).

Seperti halnya di Longh Sa’an, meskipuntidak pernah mengalami peperangan namunpada awalnya Tane’ Olen di Desa Setulang jugahanya diperuntukan sebagai penghormatan bagipara bangsawan (paren). Namun terkait makinmeningkatnya kebutuhan dan semakinkurangnya sumberdaya hutan di Desa Setulang,saat ini Tane’ Olen juga diperuntukan bagiseluruh masyarakat Desa Setulang tanpamelihat golongan.

Pemanfaatan Tane’ Olen di Desa Setulangditentukan berdasarkan hasil musyawarahbersama seluruh masyarakat atau pemuka-pemuka desa yang meliputi seluruh aparat desaantara lain Kepala Desa, Ketua Adat di desa,Ketua Lembaga di desa. Bentuk pemanfaatantersebut diantaranya adalah sebagai sumberuntuk: (1) Memperoleh kayu untuk keperluanbahan bangunan, perahu, peti mati, dan lain-lain; (2) Memperoleh bahan makanan (ikan,buah-buahan, binatang, sayur-sayuran); (3)Mencari rotan, daun atap, daun untuk topi; (4)Memperoleh air bersih (Songe Bui); dan (5)Mencari bahan baku untuk kerajinan, alatmusik, perlengkapan tari-tarian, dan lain-lain.

Dalam pemanfaatan Tane’ Olen di DesaSetulang, aturan adat yang berlaku dalammasyarakat tidak terlepas dari aturan adatleluhur mereka yaitu aturan adat suku DayakKenyah Oma’ Longh saat di Longh Sa’an.Sejak melakukan perpindahan, masyarakat sukuDayak Kenyah Oma’ Longh yang tersebar dibanyak tempat di Kabupaten Malinau,Kabupaten Bulungan hingga ke Malaysia dansecara rutin melakukan pertemuan denganmembentuk kelompok masyarakat bernama

Dongo Fatangh, kemudian berupayamempertahankan tanah adat mereka yang tidaklagi ditinggali dengan menyusun PeraturanAdat Oma’ Longh Nomor: 02/BMAOL/III/2003Tanggal 5 Januari 1998 tentang PerlindunganKawasan Tanah Adat Oma’ Longh di LonghSa’an.

Selain itu masyarakat suku Dayak KenyahOma’ Longh kemudian juga membentuk BadanEksekutif Tanah Adat Oma’ Longh (BE-TAOLS) yaitu badan pelaksana yang dibentukoleh Badan Musyawarah Adat Dayak KenyahOma’ Longh untuk mengelola dan melindungiTanah Adat Oma’ Longh (TAOLS) di LonghSa’an. Fungsi kawasan TAOLS ini adalahsebagai bank untuk: a). Menyimpan kawasansumberdaya alam sebesar-besarnya bagipembangunan masyarakat; b) Menjagakeseimbangan ekosistem lingkungan; c). Obyekpenelitian hutan, keanekaragaman hayati danbotanis; d). Obyek penelitian sejarah dan fosil-fosilnya; e). Obyek penelitian tumbuh-tumbuhan dan obat-obatan hutan. Penentuanfungsi tersebut dikarenakan pertimbangan tidakadanya pemukiman lagi di kawasan tersebutdan banyaknya kegiatan penelitian terkait Tana’Ulen di wilayah Bahau Hulu dan Pujungan.

Pola pemanfaatan TAOLS di Longh Sa’anini yang kemudian diadopsi masyarakat DesaSetulang dengan membentuk Badan PengelolaHutan Tane’ Olen (BPH-TO) yang bertugasuntuk mengatur kegiatan-kegiatan yang akandilakukan di Tane’ Olen Desa Setulang danmenegakkan aturan adat yang berhubugandengan Tane’ Olen.

Terkait pemanfaatan Tane’ Olen, dari hasilpeninggalan leluhurnya sebenarnya masyarakatDesa Setulang sudah memiliki aturan adat tidaktertulis yang berlaku sejak lama, yaitu: (1) Hasilhutan tidak boleh dipungut oleh orang diluarmasyarakat Desa Setulang; (2) Hasil hutan tidakboleh diperjualbelikan kepada masyarakat diluar Desa Setulang; (3) Masyarakat DesaSetulang dan pihak luar tidak diperbolehkanmenebang pohon buah-buahan; dan (4)Masyarakat Desa Setulang dan pihak luar tidakdiperbolehkan membuka ladang di dalam Tane’Olen.

Page 74: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 123-130

128

Jika ada masyarakat atau pihak luar yangmelanggar aturan adat tersebut misalnyamengambil tanpa sepengetahuan pihak desa danmemperjualbelikan hasil hutan tersebut makakepada yang bersangkutan akan dikenakansanksi adat yaitu dengan cara menyita peralatan,membagi dua hasil hutan yang sudah terlanjurdiambil dan membayar denda adat sesuaidengan jenis buah yang ditebang.

Aturan tersebut pertama kali dibuat dalambentuk tertulis tahun 2001 dengan tujuansebagai dasar untuk membuat keputusan danagar generasi muda mereka nantinya tetap

mengetahui aturan tersebut. Iwan, R danGodwin Limberg (2009) menyebutkan bahwaaturan tersebut tidak hanya menyangkutpengambilan dan penggunaan HHBK, tetapijuga mengatur proses pengambilan keputusanmasyarakat Desa Setulang yang dilakukansecara musyawarah dan terbukti telah banyakmembantu masyarakat Desa Setulang dalammenghadapi sengketa dengan perusahaan kayudiantaranya dengan CV Gading Indah, PTInhutani II dan PT Lestari Timur Indonesia(LTI).

Tabel 2. Peraturan Desa Setulang Nomor: 1/Ds-Set/Th.2011 pasal 7 mengenai HutanKemasyarakatan atau Tane’ Olen

Table 2. Regulation Of Setulang Village Number: 1/Ds-Set/Th.2011 Section 7 about CommunityForestry or Tane' Olen

Ayat(Section)

Keterangan(Information)

1 (satu) Pengenaan denda terhadap siapa saja yang mengambil hasil hutan dari hutan adat untukdiperjualbelikan dengan cara membagi 2 (dua) hasil pekerjaan tersebut

2 (dua) Sanksi adat terhadap siapa saja yang menebang kayu dalam HKm untuk diperjualbelikanberupa penyitaan alat kerja seperti mesin dan alat transportasi

3 (tiga) Pelarangan pemungutan hasil hutan dalam HKm oleh orang luar dan pengenaan dendaberupa penyitaan alat kerja dan hasil kerjanya serta biaya sidang sebesar gula 2 (dua) kg,teh/kopi 1 (satu) bungkus dan biaya operasional Rp 100.000,-

4 (empat) Pelarangan menebang kayu tanpa menggesek dan pengenaan denda Rp 250.000,- perpohon dan biaya sidang sebesar 2 (dua) kg gula, 1 (satu) bungkus teh/kopi dan biayaoperasional Rp 100.000,-

5 (lima) Pengenaan denda uang apabila melakukan penebangan pohon buah dalam HKm yaitu Rp500.000,- per pokok untuk buah petai atau durian dan Rp 200.000,- per pokok untukbuah lainnya

6 (enam) Pelarangan pemberian cat atau tanda lainnya pada pokok kayu di HKm karena lokasitersebut milik bersama masyarakat Desa Setulang

7 (tujuh) Pelarangan pengatasnamaan pohon buah apapun dalam HKm karena lokasi tersebutmilik bersama masyarakat Desa Setulang

8 (delapan) Pelarangan membuka ladang baru dalam HKm9 (sembilan) Pemanfaatan HKm untk sumber bahan bangunan masyarakat Desa Setulang10 (sepuluh) Penolakan investor atau pengusaha untuk menanam modal atau mengelola HKm dan

pengenaan ganti rugi serta penahanan alat kerja perusahaan tersebut, seperti traktor danalat-alat lainnya

Sumber: Peraturan Desa Setulang Nomor: 1/Ds-Set/Th.2011 (2012, diolah)

Untuk mempermudah pelaksanaannyaBPH-TO telah menyusun rencana kerja yangterbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu: RencanaJangka Pendek (1 - 3 tahun), Rencana Jangka

Menengah (4 - 6 tahun) dan Rencana JangkaPanjang (7-10 tahun). Dalam rencana kerjatersebut termuat beberapa rencana kegiatanyang meliputi rencana fisik (bangunan dan

Page 75: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

Kajian Aturan Adat Pemanfaatan Tane' Olen oleh Masyarakat Lokal ...(Catur Budi Wiati)

129

jalan) dan pengadaan peralatan (radio,kendaraan, dll), peningkatan sumberdayamanusia (pelatihan pemandu), kegiatanpengamanan Tane’ Olen (patroli), pembuatanaturan-aturan dalam Tane’ Olen (bagipengunjung) dan lain sebagainya.

Terkait belum adanya aturan tertulismengenai aturan adat pemanfaatan Tane’ Olen,maka pada tahun 2011 aturan adat tersebutkemudian dituangkan dalam bentuk PeraturanDesa (Perdes) Setulang Nomor: 1/Ds-Set/Th.2011 pasal 7 mengenai HutanKemasyarakatan.

Istilah Hutan Kemasyarakatan (HKm)digunakan sebagai pengganti Tane’ Olen,dikarenakan saat penyusunan Perdes tersebutdilakukan terdapat upaya-upaya darimasyarakat untuk melegalkan status hukumTane’ Olen. Salah satu upaya tersebut adalahmengusulkan Tane’ Olen Desa Setulangmenjadi Hutan Kemasyarakatan dan belakanganusulan berubah tersbut menjadi Hutan DesaSetulang (Pemdes Setulang, 2011).

Dari uraian tentang aturan adat tersebutdapat dipahami bahwa masyarakat DesaSetulang melakukan pengaturan pemanfaatanTane’ Olen baik berupa hasil kayu maupunHHBK demi untuk mempertahankankelestariannya. Mereka sangat memahamipentingnya Tane’ Olen untuk memenuhikebutuhan mereka sehingga perlu membuataturan mengenai pembatasan pemanfaatannya,baik untuk warga internal maupun pihak luar,agar seluruh masyarakat Desa Setulang dapatmemperoleh manfaatnya secara adil danberkelanjutan.

IV. KESIMPULANAturan adat pemanfaatan Tane’ Olen yang

dimiliki masyarakat Desa Setulang sangatdipengaruhi oleh aturan adat leluhur merekayakni suku Dayak Kenyah Oma’ Longh saatmasih di Long Sa’an, hulu Sungai Pujungan,Kecamatan Pujungan, Kabupaten Malinau.

Aturan adat tersebut berupa aturanpembatasan pemanfaatan Tane’ Olen agarseluruh masyarakat Desa Setulang dapat

memperoleh manfaatnya secara adil danberkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKAIwan, R. dan Godwin Limberg, 2009. Tane’ Olen

Sebagai Alternatif Pengelolaan Hutan:Perkembangan Lanjutan di Desa Setulang,Kalimantan Timur (Dalam Buku Desentralisasi TataKelola Hutan. Politik, Ekonomi dan Perjuanganuntuk Menguasai Hutan di Kalimantan, Indonesia).Disunting oleh Moira Moeliono, Eva Wollenbergdan Godwin Limbeg. Center for InternationalForestry Research (CIFOR). Bogor.

Konradus, B. 1999. Jaringan Pemasaran Gaharu,Pengelolaan Hutan, dan Dampak Sosiologis,Ekonomis, dan Ekologisnya di Kawasan SungaiBahau. (Dalam Buku Kebudayaan dan PelestarianAlam: Penelitian Interdisipliner di PedalamanKalimantan). Penyunting Cristina Eghenter danBernard Sellato. Diterbitkan atas KerjasamaDirektorat Jenderal PHPA Departemen KehutananRI, The Ford Foundation dan WWF Indonesia.Jakarta.

Lamis, K., Paulus Bunde dan Concordius Kanyan. 1999.Pola-Pola Penguasaan Hak Atas Tanah pada TigaSuku Bangsa Dayak Kenyah (Dalam BukuKebudayaan dan Pelestarian Alam: PenelitianInterdisipliner di Pedalaman Kalimantan).Penyunting Cristina Eghenter dan Bernard Sellato.Diterbitkan atas Kerjasama Direktorat JenderalPHPA Departemen Kehutanan RI, The FordFoundation dan WWF Indonesia. Jakarta.

Pemerintah Desa (Pemdes) Setulang. 2011. ProposalPenetapan Areal Kerja Hutan Desa di DesaSetulang, Kecamatan Malinau Selatan, KabupatenMalinau, Propinsi Kalimantan Timur. Setulang

Peraturan Adat Oma’ Longh Nomor:02/BMAOL/III/2003 Tanggal 5 Januari 1998.Badan Musyawarah Adat Oma’ Longh. Setulang

Peraturan Desa (Perdes) Setulang. 2011. No: 1/Ds-Set/Tahun 2011. Badan Permusyawaratan DesaSetulang.

Rahmadani, F. dan Edy Marbyanto. 2010. Hasil KajianDesa Partisipatif dan Pendampingan PenyusunanProposal Pengelolaan Hutan Desa di Desa Setulang– Kabupaten Malinau.

Sidiyasa, K., Zakaria dan Ramses Iwan, 2006. HutanDesa Setulang dan Sengayan Malinau, KalimantanTimur. Potensi dan Identifikasi Langkah-langkahPerlindungan dalam Rangka Pengelolaannya SecaraLestari. Center for International Forestry Research(CIFOR). Bogor.

Page 76: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.2, Desember 2013: 123-130

130

Subroto, D. 1997. Sistem Pengelolaan Tana’ Ulen olehMasyarakat Dayak Kenyah di Desa Batu MajangKecamatan Long Bagun Kabupaten Kutai. Skripsi.Fakultas Kehutanan. Universitas Mulawarman.Samarinda.

Usung. A, Made Sudana dan Eva Wollenberg. 2001.Ketergantungan Masyarakat Dayak Terhadap Hutandi Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang.Center for International Forestry Research(CIFOR). Bogor.

Page 77: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37

PETUNJUK BAGI PENULIS

BAHASA: Naskah ditulis dalam bahasa Indonesiadengan abstrak dalam bahasa Inggris.FORMAT: Naskah diketik diatas kertas A4 pada satupermukaan dengan satu spasi. Pada semua tepi kertasdisisakan ruang kosong minimal 3 cm.JUDUL: Judul dibuat tidak lebih dari dua baris danharus mencerminkan isi tulisan. Nama penulisdicantumkan di bawah judul.ABSTRAK: Abstrak dibuat tidak lebih 250 kata berupaintisari permasalahan secara meneyluruh, dan bersifatinformative mengenai hasil yang dicapai.KATA KUNCI: Kata kunci dicantumkan di bawahabstrakTABEL: Judul tabel dan keterangan yang diperlukanditulis dengan bahasa Indonesia dan Inggris denganjelas dan singkat. Tabel harus diberi nomor.Penggunaan tanda koma (,) dan titik (.) pada angka didalam tabel masing- masing menunjukkan nilaipecahan/ decimal dan kebulatan seribu.GAMBAR: Grafik dan ilustrasi lain yang berupagambar harus kontras. Setiap gambar harus diberinomor, judul dan keterangan yang jelas dalam bahasaIndonesia dan Inggris.FOTO: Foto harus mempunyai ketajaman yang baik,diberi judul dan keterangan yang jelas dalam bahasaIndonesia dan InggrisDAFTAR PUSTAKA: Daftar Pustaka yang dirujukharus disusun menurut abjad nama pengarang denganmencantumkan nama pengarang, tahun terbit, judulpustaka, media (Vol., No., Hal.), penerbit dan kotapenerbit

NOTES FOR AUTHORS

LANGUAGE: Manuscripts must be written inIndonesia with English Abstract.FORMAT: Manuscripts should be typedsingle spaced on one face of A4 white paper 3 cmmargin should be left all side.TITLE: Title must not exceed two lines and shouldreflect the content of the manuscript. The author’sname follows immediately under the title.ABSTRACT: Abstract must not exceed 150 words, andshould comprise, informative essence of the entirecontent of the article.KEYWORDS: Keywords should be written following aabstract.TABLE: Title of tables and all necessary remarks mustbe written both in Indonesian and English. Tablesshould be numbered. The uses of comma (,) and point(.) in all figures in the table indicated a decimalfraction, and a thousand multiplication, respectively.

LINE DRAWING: Graphs and other line drawingillustrations must be drawn in high contrast black ink.Each drawing must be numbered, title and suppliedwith necessary remarks in Indonesia and English.PHOTOGRAPH: Photographs submitted should havehigh contrast, and must be supplied with necessaryinformation as line drawing.REFERENCE: Reference must be listed in alphabeticalorder of author’s name with their year of publications,publisher, and the place of published.

CONTOH PENGUTIPAN

BUKU:Steel, R. G. D, & J.H. Torrie. 1960. Principles and Procedures of Statistic. Mc. Graw-Hill Book Co. Inc. New York.

JURNAL:Beck, A. T., Epstein, N., Brown, G., & Steer, R. A. (1988). An inventory for measuring clinical anxiety: Psychometric

properties. Journal of Consulting and Clinical Psychology, Vol.56, Hal.893–897.

JURNAL ONLINE:Wheeler, D. P., & Bragin, M. (2007). Bringing it all back home: Social work and the challenge of returning veterans.

Health and Social Work, Vol.32, Hal.297-300, diambil dari http://www.naswpressonline.org

PROSIDING:Herculano-Houzel, S., Collins, S. E., Wong, P., Kaas, J. H., & Lent, R. (2008). The basic nonuniformity of the cerebral

cortex. Proceedings of the National Academy of Sciences Vol.105, Hal.12593-12598.

Page 78: DAFTAR ISI - forda-mof.org · 5 tahun 8,2 cm dan pada rumpang 3 tahun 6.5 cm. Permudaan alam tingkat pancang pada rumpang 5 tahun dan 16 tahun ditemukan masing-masing 38 jenis, 37