LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 2004 Tinjauan Umum……………………………………………………………………...................... Evaluasi Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia……......................... Prospek dan Arah Kebijakan Sistem Pembayaran Non Tunai Tahun 2005……................... Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai…………………................ Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran Non Tunai………………..................... Risiko Sistem Pembayaran dan Peraturan Bank Indonesia Tentang Sistem BI- RTGS................................................................................................................... Pengawasan Sistem Pembayaran…………………………………............................... Penyusunan Skema Failure to Settle………………………………………................... Penerbitan Peraturan Bank Indonesia Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK).............................................. Pengembangan Sistem Kliring Nasional (SKN)………………………….................... Pengembangan Daftar Hitam Nasional…………………………………….................. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Tahun 2004………................................. Transaksi Sistem BI-RTGS ……………………………………………….......................... Perkembangan Transaksi RTGS……………………………………............................... Perputaran Transaksi RTGS Selama Hari Raya Keagamaan dan ‘Seasonal Event”................................................................................................................ Aktivitas Sistem BI-RTGS Berdasarkan Peserta……………………............................ Aktivitas Transaksi Pemerintah............................................................................ Perkembangan Transaksi RTGS Berdasarkan Jenis Transaksi……............................ Perputaran Transaksi RTGS Berdasarkan Skala Nilai Transaksi…............................ Perkembangan Transaksi RTGS Berdasarkan Peserta Pengirim……........................ Aliran Dana BI-RTGS Berdasarkan Wilayah Pengirim dan Penerima…................... Transaksi BI-RTG Berdasarkan Waktu Interface Hasil Kliring……........................... Kinerja BI-RTGS…………………………………………………….................................. Manajemen Likuiditas Dalam Sistem BI-RTGS……………………........................... Penyelesaian Transaksi Berdasarkan Waktu Operasional………….......................... Perkembangan Transaksi Kliring Tahun 2004…………………………….................... 1 1 4 5 5 6 8 9 10 12 13 14 14 14 16 17 18 18 19 20 21 22 22 24 25 26 DAFTAR ISI Halaman
138
Embed
DAFTAR ISI - bi.go.id · tugas yang lain yaitu stabilisasi moneter dan pengawasan perbankan. Laporan ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu sarana edukasi yang strategis dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
banking dalam pemberian kartu
kredit.
Dalam bidang sistem
pembayaran non tunai, fokus
kebijakan adalah tetap pada
minimalisasi resiko dan
peningkatan efisiensi.
Peningkatan efisiensi akan
diupayakan melalui
implementasi Sistem Kliring
Nasional (SKN) dan Daftar Hitam
Nasional (DHN) pada semester
kedua tahun 2005. Implementasi
SKN memungkinkan
terlaksananya kliring dari
transaksi kredit yang selama ini
mempergunakan nota kredit
(paper based) menjadi paperless
secara nasional. Seiring dengan
implementasi SKN, diperlukan
tersedianya daftar hitam dengan
cakupan nasional (DHN). Sebagai
dampak dari pengembangan
SKN dan DHN, penyesuaian
(enhancement) dari sistem BI-
RTGS yang merupakan tempat
terjadinya settlement harus pula
dilakukan sebelum
implementasi SKN.
Enhancement tersebut erat
kaitannya dengan perubahan
status penyelenggara kliring
lokal yang ada saat ini menjadi
peserta kliring nasional, pada
saat implementasi SKN
dilakukan.
Sedangkan upaya
penurunan resiko akan
dilakukan melalui peningkatan
efektifitas pengawasan sistem
pembayaran terutama dengan
metode pengawasan yang sesuai
dengan berbagai standar
internasional (BIS). Selain itu
sebagai langkah awal dari
rencana pengembangan sistem
pembayaran ke depan khususnya
yang dapat mendukung
penyelesaian transaksi
pembayaran yang bersifat cross
border maupun multi currency,
Bank Indonesia melakukan
kajian terkait dengan kebutuhan
pelaku usaha dan perbankan
terhadap jasa sistem pembayaran
dimaksud. Hasil kajian tersebut
akan menjadi acuan bagi Bank
Indonesia dalam memutuskan
perlu tidaknya pengembangan
Payment-Versus-Payment (PVP)
di Indonesia mengingat
penerapan PVP memiliki resiko
yang tidak kecil apabila tidak
dimitigasi dengan baik.
Tanggal 28
Desember 2004
Bank Indonesia
telah
memberlakukan
pengaturan ...
PROSPEK DPROSPEK DPROSPEK DPROSPEK DPROSPEK DAN AN AN AN AN ARAHARAHARAHARAHARAHKEBIJAKAN SISTEMKEBIJAKAN SISTEMKEBIJAKAN SISTEMKEBIJAKAN SISTEMKEBIJAKAN SISTEMPEMBPEMBPEMBPEMBPEMBAAAAAYYYYYARAN ARAN ARAN ARAN ARAN TAHUNTAHUNTAHUNTAHUNTAHUN20052005200520052005
Tinjauan Umum11111
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Blue Print Sistem Pembayaran
Nasional sebagai guidance dalam
pengembangan sistem pembayaran di In-
donesia pertama kali diterbitkan pada
tahun 1995. Dalam perjalanannya,
berbagai perubahan telah terjadi baik
dari sisi kemampuan bank, teknologi dan
kebutuhan masyarakat yang menuntut
peran aktif Bank Indonesia untuk
menyesuaikan arah kebijakan dan
pengembangan dibidang sistem
pembayaran sehingga dapat menjamin
terwujudnya sistem pembayaran yang
efisien, aman dan handal serta murah
dan memperhatikan kepentingan rakyat
banyak. Ditambah lagi adanya kerja sama
regional dan internasional antar bank
sentral telah memberikan warna baru
dalam policy bank sentral yang tidak
sesuai dengan arah blue print tahun 1995.
Selain itu, terdapat beberapa isu penting
seperti stabilitas sistem keuangan, isu
kesetaraan akses tehadap payment gate-
way dan isu terkini tentang linkage antar
sistem pembayaran bernilai kecil (retail
payment system) dengan sistem
pembayaran bernilai besar (high value
payment system) dan hubungan dengan
sistem keuangan lain. Mengingat semua
kebutuhan dan perubahan tersebut
LOW VALUE HIGH VALUE DVP
Front
End
Card Input Customer Elektronic
Input
Customer BulkInput
Teller Electronic
Input
MICE input
ATM
EFT/POS at
store
Self service
customer terminal
Bank Electronic Batches
Teller
Electronic
input
Customer Electronic
Input
Bank High Value
Payment Processing
National Payment
Gateway (Switching)
Middle End
ELECTRONIC BATCH
LOW VALUE CLEARING
High Value
Payment Terminal
Back End Electronic “Indivudual”
Low Value Clearing
HIGH VA LUE
SETTLEM ENT
SYSTEM
SETTLEMENT ACCOUNT
MANAGEMENT
BANKS’ INTERNATIONAL
PAYMENT TERMINALS
CLEARING HOUSE
to CLEARING
HOUSE LINKS
Scripless
Securit ies
Settlement
Systems
DOMESTIC FOREX
To RUPIAH
CLEARING
Domestic
Payment System
International Transfers
PVP
Bank Authorization
Bank Authorization
LOW VALUE HIGH VALUE DVP
Front
End
Card Input Customer Elektronic
Input
Customer BulkInput
Teller Electronic
Input
MICE input
ATM
EFT/POS at
store
Self service
customer terminal
Bank Electronic Batches
Teller
Electronic
input
Customer Electronic
Input
Bank High Value
Payment Processing
National Payment
Gateway (Switching)
Middle End
ELECTRONIC BATCH
LOW VALUE CLEARING
High Value
Payment Terminal
Back End Electronic “Indivudual”
Low Value Clearing
HIGH VA LUE
SETTLEM ENT
SYSTEM
SETTLEMENT ACCOUNT
MANAGEMENT
BANKS’ INTERNATIONAL
PAYMENT TERMINALS
CLEARING HOUSE
to CLEARING
HOUSE LINKS
Scripless
Securit ies
Settlement
Systems
DOMESTIC FOREX
To RUPIAH
CLEARING
Domestic
Payment System
International Transfers
PVP
Bank Authorization
Bank Authorization
REVISI BLUE PRINT SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
belum seluruhnya terakomodasi
dengan Blue Print Sistem Pembayaran
tahun 1995 , maka pada tahun 2004 Bank
Indonesia telah melakukan revisi atas
Blue Print.
Secara umum arah
pengembangan sistem pembayaran ke
depan dapat digambarkan dengan
arsitektur dibawah ini.
Blue Print Edisi Revisi 2004 membagi
arah pengembangan sistem pembayaran
kedalam 4 subset, yakni Low-Value Pay-
ment, High-Value Payment, linkage
dengan securities settlement system
(DVP), dan linkage dengan international
payments (PVP). Gambaran rinci atas
gambar tersebut dapat dijelaskan sebagi
berikut:
Low Value Payment System
Low Value Payment System
merupakan sistem yang dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
luas atas metode pembayaran non-tunai.
Metode pembayaran non-tunai
masyarakat bisa dilakukan dengan
menggunakan media kartu, media
elektronik, ataupun media kertas.
Media kartu mencakup berbagai alat
pembayaran menggunakan kartu (APMK)
sepertu kartu kredit, debet, ATM dan
APMK sejenis. Penggunakan teknologi
sistem pembayaran ritel dengan media
elektronik dapat berupa phone banking
atau internet banking atau electronic
home banking lainnya. Sedangkan
instrumen pembayaran bersifat paper-
based berupa cek, wesel, dan bilyet giro.
Termasuk dalam kategori low value
adalah “Bank Electronic Batches” yaitu
transaksi pembayaran ritel yang diproses
secara batch bersama-sama dengan
transaksi-transaksi lain yang umumnya
berifat ritel dengan jumlah banyak
seperti transaksi pembayaran telpon,
listrik, air dan pembayaran gaji.
Settlement untuk transaksi low
value dapat menggunakan sistem kliring
yang bersifat batch atau dapat
memanfaatkan lembaga kliring APMK
atau “Bank Authorization” khusus untuk
settlement APMK.
High Value Payment System
Yang termasuk transaksi high value
payment system (HVPS) adalah transaksi
yang bernilai besar, volume transaksi
kecil namun memiliki potensi resiko yang
sangat besar. Transaksi HVPS secara
umum menuntut proses settlement yang
cepat dan aman dan biasanya
menggunakan mekanisme penyelesaian
transaksi yang bersifat real-time. Arah
pengembangan ke depan, transaksi
HVPS tersebut tetap akan menggunakan
sistem RTGS, namun untuk
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
mempermudah link dengan
berbagai sub system di pasar modal dan
transaksi forex (cross border), diperlukan
enhancement terhadap fitur dan fungsi
utama dalam aplikasi sistem RTGS.
Delivery Versus Payment System dan
Payment Versus Payment System
Mengggambarkan keterkaitan
antara sistem settlement dana dan sistem
settlement surat berharga. Termasuk
adanya link antara transaksi pembayaran
dari luar batas negara Indonesia yang
membutuhkan penyelesaian di sisi Rupiah
di Indonesia. Dalam gambar tersebut
terdapat box “Domestic Foreign Exchange
to Rupiah Clearing” yang merupakan
perkiraan arah pengembangan sistem
pembayaran yang dibutuhkan di masa yang
akan datang.
Arsitektur pengembangan sistem
pembayaran tersebut perlu ditindaklanjuti
dengan menyusun strategi pencapaian
berupa arah kebijakan umum dan perlu
dijabarkan dalam rincian yang lebih
mendetail. Sasaran akhir setiap tahap
pengembangan sistem pembayaran
mengacu pada 3 (tiga) aspek utama yaitu:
1. Minimalisasi Resiko Sistem
Pembayaran Nasional
Penerapan sistem BI-RTGS pada
tahun 2000 terbukti dapat meminimalisir
resiko sistem pembayaran yang semula
terkonsentrasi pada akhir hari dalam
sistem netting. Pada tahun 2004 pangsa
pasar transaksi pembayaran antar bank
yang di settle melalui sistem BI-RTGS
mencapai lebih dari 95% dengan nilai
rata-rata harian sebesar 97,4 trilyun ru-
piah. Hal ini menunjukkan bahwa hampir
seluruh transaksi yang bernilai besar
dengan potensi resiko tinggi telah
bergeser (mitigasi) ke mekanisme RTGS
yang dinilai cepat dan relatif aman.
Bank Indonesia akan senantiasa
melanjutkan berbagai upaya untuk
mengurasi resiko sistem pembayaran
yang antara lain dapat dilakukan melalui
penerapan Delivery Versus Payment
(DVP) sehingga settlement dana
transaksi surat berharga dapat
dihubungkan dengan sistem keuangan
lain yang dikembangkan Bank Indonesia.
Solusi lain yang cukup efektif untuk
mengurangi resiko sistem pembayaran
adalah melalui penerapan payment ver-
sus payment. Concern systemic risk bank
sentral dapat diatasi apabila transaksi
multi-currency dan bersifat cross-border
dapat dilakukan melalui PVP. Hingga saat
ini Bank Indonesia sedang melakukan
kajian untuk mengetahui tingkat
kebutuhan transaksi PVP dan menyusun
cost-benefit analysis guna mengetahui
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
persyaratan pendukung terhadap
kemungkinan penerapan sistem
dimaksud.
2. Optimalisasi Efisiensi Sistem
Pembayaran Nasional
Ukuran optimalisasi efisiensi sistem
pembayaran di Indonesia dapat dilihat
dari beberapa indikator berikut:
a. Jaringannya menjangkau seluruh
pelosok Indonesia
b. Instrumen pembayarannya
bervariasi, praktis, mudah digunakan
oleh segala lapisan masyarakat untuk
memenuhi berbagai kebutuhan
pembayarannya
c. Mekanisme penyelesaian
pembayarannya praktis dan dengan
cepat memberikan dana kepada pihak
yang berhak atas dana tersebut
d. Harga instrumen dan harga
penyediaan jasa pembayaran tidak
mahal dan terjangkau oleh masyarakat
banyak
3. Keseimbangan (fairness)
Revisi Blue Print 2004 juga
mengisyaratkan adanya faktor
keseimbangan (fairness) antar berbagai
pelaku sistem pembayaran baik
penyelenggara, pengguna dan penyusun
kebijakan sistem pembayaran. Ruang
lingkup fairness meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Kebijakan sistem pembayaran nasional
tidak boleh diskriminatif. Apabila
terdapat kebijakan yang seolah
“diskriminatif” maka alasannya harus
jelas, proses penetapannya transparan
dan melibatkan berbagai pihak terkait,
serta tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku.
b. Akses (keikutsertaan) ke suatu sistem
pembayaran nasional tidak boleh
dibatasi tanpa alasan yang jelas dan
dapat dipahami serta diterima semua
pihak.
c. Bank Indonesia sebagai otoritas sistem
pembayaran di Indonesia wajib
memelihara keseimbangan dalam
pelaksanaan fungsinya sebagai pengatur,
pengawas (overseer), dan penyelenggara
sistem pembayaran.
d. Perjanjian-perjanjian dalam sistem
pembayaran nasional tidak boleh hanya
menguntungkan salah satu sisi dalam
perjanjian.
e. Konsumen sistem pembayaran
nasional harus mendapat perlindungan
yang layak
Blue Print Sistem Pembayaran
Nasional yang merupakan rangkaian arah
pengembangan sistem pembayaran
dimaksud merupakan pedoman dan
acuan mengenai berbagai
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
pengembangan sistem pembayaran di
masa mendatang. Tahapan implementasi
tentu akan disesuaikan dengan urutan
priorotas, kesiapan sumber daya dan
ketersediaan infrastuktur teknologi
sistem pembayaran.
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Kebijakan dan Perkembangan Sistem PembayaranNon Tunai2
Kebijakan
sistem pembayaran
non tunai yang
dilakukan Bank
Indonesia dititik
beratkan pada ...
alam perkembangan
p e r e k o n o m i a n
Indonesia yang
semakin meningkat, kebutuhan
masyarakat dan perbankan akan
adanya sistem pembayaran yang
cepat, efisien dan aman semakin
meningkat. Jasa-jasa bidang
sistem pembayaran yang
disediakan oleh perbankan yang
telah dapat dipergunakan
masyarakat meliputi jasa transfer
uang dan pembayaran yang
dilakukan melalui sistem Bank
Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS), sistem
kliring, sistem pembayaran
dengan alat pembayaran memakai
kartu seperti kartu ATM, kartu
debet, kartu kredit dan jasa sistem
pembayaran lainnya. Dalam
tugasnya untuk mengatur dan
menjaga kelancaran sistem
pembayaran, kebijakan sistem
pembayaran non tunai yang
dilakukan Bank Indonesia dititik
beratkan pada usaha untuk
meminimalkan risiko dan
meningkatkan efisiensi sistem
pembayaran di Indonesia.
Kebijakan untuk meminimalkan
risiko sistem pembayaran
dilakukan pada tahun 2004
diantaranya dengan
memberlakukan Peraturan Bank
Indonesia tentang Sistem BI-RTGS
(PBI sistem BI-RTGS), pengawasan
sistem pembayaran,
pengembangan mekanisme
failure to settle dan
memberlakukan Peraturan Bank
Indonesia tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu (PBI APMK).
Sementara itu untuk
meningkatkan efisiensi sistem
KEBIJKEBIJKEBIJKEBIJKEBIJAKAN DAKAN DAKAN DAKAN DAKAN DANANANANANPERKEMBPERKEMBPERKEMBPERKEMBPERKEMBANGAN SISTEMANGAN SISTEMANGAN SISTEMANGAN SISTEMANGAN SISTEMPEMBPEMBPEMBPEMBPEMBAAAAAYYYYYARAN NON ARAN NON ARAN NON ARAN NON ARAN NON TUNTUNTUNTUNTUNAIAIAIAIAI
W
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
dalam sistem pembayaran
Indonesia khususnya risiko
likuiditas dan risiko kredit dapat
diminimalkan dengan sistem BI-
RTGS. Berkurangnya risiko ini
didorong oleh makin rendahnya
kemungkinan kegagalan
penyelesaian kewajiban
pembayaran oleh bank dalam
sistem pembayaran. Hal ini
ditunjang oleh ketentuan bahwa
transaksi RTGS hanya dapat
dilaksanakan secara efektif
apabila bank pengirim memiliki
dana yang cukup pada
rekeningnya di Bank Indonesia.
Sebelum sistem BI-RTGS
diimplementasikan, penyelesaian
transaksi antar bank dilakukan
dengan menggunakan sistem
kliring dengan metoda net
settlement dimana penyelesaian
akhir transaksi dilakukan pada
akhir hari. Dalam sistem netting
settlement ini terdapat risiko
sistem pembayaran yang
dihadapi Bank Indonesia. Risiko
ini timbul apabila terdapat bank
yang mengalami kalah kliring dan
tetap bersaldo negatif sampai
keesokan harinya. Dengan
berlakunya sistem settlement
dalam sistem BI-RTGS yang
didasarkan pada kecukupan saldo
Secara umum risiko
dalam sistem
pembayaran
Indonesia
khususnya risiko
likuiditas dan risiko
kredit dapat
diminimalkan
dengan ...
Salah satu hal mendasar
yang telah dilakukan dalam sistem
pembayaran non-tunai di
Indonesia untuk meminimalkan
risiko sistem pembayaran adalah
digunakannya BI-RTGS untuk
sistem transfer dana nilai besar.
Sistem BI-RTGS ini merupakan
sistem yang memproses
penyelesaian transaksi
(settlement) pembayaran antar
bank yang dilakukan per transaksi
dan bersifat real time yang
diharapkan akan dapat
mengurangi risiko dalam sistem
pembayaran. Penggunaan sistem
BI-RTGS juga merupakan salah
satu jawaban dari kebutuhan
dunia perbankan dan masyarakat
pengguna sistem pembayaran
terhadap ketersediaan sarana
transfer dana yang cepat, efisien,
dan aman. Secara umum risiko
RISIKRISIKRISIKRISIKRISIKO SISTEMO SISTEMO SISTEMO SISTEMO SISTEMPEMBPEMBPEMBPEMBPEMBAAAAAYYYYYARAN DARAN DARAN DARAN DARAN DANANANANANPERAPERAPERAPERAPERATURAN BANKTURAN BANKTURAN BANKTURAN BANKTURAN BANKINDONESIA INDONESIA INDONESIA INDONESIA INDONESIA TENTTENTTENTTENTTENTANGANGANGANGANGSISTEM BI-RTGSSISTEM BI-RTGSSISTEM BI-RTGSSISTEM BI-RTGSSISTEM BI-RTGS
sistem pembayaran dilakukan
pengembangan sistem kliring
nasional serta daftar hitam
nasional.
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
rekening Bank di Bank Indonesia,
risiko kemungkinan kegagalan
salah satu bank dalam memenuhi
kewajibannya saat jatuh tempo
dapat diminimalkan. Sejak
digunakannya sistem BI-RTGS
dalam sistem pembayaran di
Indonesia, telah terjadi
pergeseran penggunaan sistem
pembayaran dari sistem kliring ke
sistem RTGS.
Pada tahun 2004, aktivitas
harian penggunaan sistem BI-
RTGS terhadap kliring adalah
94,9% berbanding 5,1% (Rp
97,4T: Rp 5,3T). Hal ini
memperlihatkan bahwa risiko
kegagalan settlement di akhir hari
yang ditanggung oleh Bank
Indonesia dalam sistem kliring
hanya tinggal sekitar 5,1% dari
total nilai settlement. Pergeseran
dari sistem kliring ke sistem BI-
RTGS, menciptakan adanya
penyebaran risiko sistem
pembayaran dari semula hanya
terakumulasi pada akhir hari
karena sistem kliring yang
bersifat multilateral netting dan
diproses untuk settlement pada
akhir hari menjadi tersebar
sepanjang jam operasional sistem
BI-RTGS (06.30 s.d 17.00 WIB).
Penyebaran risiko ini mendorong
pengguna sistem BI-RTGS (dalam
hal ini bank) untuk dapat lebih
mengelola likuiditasnya
sepanjang hari. Pada saat ini,
sistem BI-RTGS telah cukup aman
dan efisien. Kondisi ini harus
tetap dijaga keberadaannya.
Risiko likuiditas dan risiko kredit
yang telah dapat diminimalkan ini
harus tetap dijaga dan dipelihara.
Kondisi ini dapat diwujudkan
dengan dengan adanya
pengelolaan yang baik terhadap
risiko teknis dan monitoring
likuiditas sistem BI-RTGS.
Untuk menghindari
adanya risiko teknis, Bank
Indonesia memberikan perhatian
yang tinggi terhadap kehandalan
sistem (robustness). Kehandalan
sistem BI-RTGS ini dapat
diwujudkan antara lain dengan
usaha pencapaian tingkat
ketersediaannya (availiability)
yang tinggi dan adanya dukungan
jaringan komunikasi yang baik.
Terkait dengan sistem BI-RTGS,
Bank Indonesia juga melakukan
berbagai upaya untuk
meminimalkan risiko operasional.
Untuk tetap menjaga adanya
pengelolaan risiko sistem
pembayaran yang baik, perlu
dilakukan pengawasan sistem
Pada tahun 2004,
aktivitas harian
penggunaan sistem
BI-RTGS terhadap
kliring adalah ...
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 22222
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
kliring secara keseluruhan, maka
Bank Indonesia merasa perlu
untuk mensosialisasikan rencana
penerapan FtS tersebut kepada
seluruh bank dan penyelenggara
kliring. Penerapan mekanisme FtS
pada sistem kliring — yang
direncanakan akan dilaksanakan
bersamaan dengan penerapan
Sistem Kliring Nasional (SKN) —
akan dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama, penerapan SKN
dan mekanisme FtS akan
dilakukan pada semester 2/2005
untuk wilayah kliring Jakarta dan
Bandung. Dengan demikian pada
saat implementasi tahap pertama
tersebut ketentuan mekanisme FtS
baru akan diberlakukan untuk
wilayah kliring Jakarta dan
Bandung saja. Sementara untuk
wilayah kliring lainnya akan
dilakukan secara bertahap
bersamaan dengan tahapan
implementasi SKN.
PENERBITPENERBITPENERBITPENERBITPENERBITAN PERAAN PERAAN PERAAN PERAAN PERATURANTURANTURANTURANTURANBANK INDONESIA BANK INDONESIA BANK INDONESIA BANK INDONESIA BANK INDONESIA TENTTENTTENTTENTTENTANGANGANGANGANGPENYELENGGARAANPENYELENGGARAANPENYELENGGARAANPENYELENGGARAANPENYELENGGARAANKEGIAKEGIAKEGIAKEGIAKEGIATTTTTAN AN AN AN AN ALAALAALAALAALATTTTTPEMBPEMBPEMBPEMBPEMBAAAAAYYYYYARAN DENGANARAN DENGANARAN DENGANARAN DENGANARAN DENGANMENGGUNAKAN KARTUMENGGUNAKAN KARTUMENGGUNAKAN KARTUMENGGUNAKAN KARTUMENGGUNAKAN KARTU(APMK)(APMK)(APMK)(APMK)(APMK)
central counterparty dalam sistem
kliring, yakni pihak yang “berdiri
di tengah” dan “mengambil alih”
utang-piutang kliring antar
peserta kliring, maka risiko yang
dihadapi Bank Indonesia harus
dimitigasi secara memadai. Untuk
ini maka upaya yang telah
dilakukan sejak tahun 2002 adalah
mekanisme dan implementasi
failure-to-settle (FtS).
Pembahasan penyusunan
mekanisme FtS dilakukan dengan
satker terkait di Bank Indonesia
dan perbankan melalui Forum
Komunikasi Sistem Pembayaran
(FKSPN) telah dilakukan secara
intensif. Pembahasan dengan
pihak internal Bank Indonesia
mencakup metode/mekanisme
FtS, sanksi dan aspek teknis
penerapan FtS, serta perumusan
ketentuan FtS yang akan
dituangkan dalam Peraturan Bank
Indonesia Penyelenggaraan
Kliring Antar Bank. Di sisi lain,
pembahasan mekanisme FtS
dengan FKSPN menghasilkan
komitmen perbankan tentang
kesediaan menanggung risiko atas
keikutsertaannya dalam kegiatan
kliring. Mengingat penerapan
mekanisme FtS akan berdampak
pada kegiatan penyelenggaraan
Pembahasan
penyusunan
mekanisme FtS
dilakukan dengan
...
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Transaksi alat
pembayaran dengan
menggunakan kartu telah
menunjukan peningkatan dari
tahun ke tahun baik dari sisi
volume maupun nilai transaksi.
Untuk meningkatkan faktor
keamanan dan kelancaran dalam
penyelenggaraan kegiatan
alat pembayaran dengan
menggunakan kartu, Bank
Indonesia perlu menetapkan
peraturan penyelenggaraan
kegiatan APMK. Ketentuan ini
ditujukan untuk mendukung
perkembangan industri alat
pembayaran dengan
menggunakan kartu dan
memastikan bahwa
penyelenggara kegiatan ini
mengacu pada prinsip kehati-
hatian serta menerapkan aspek
perlindungan nasabah. Untuk
itu, pada 28 Desember 2004 telah
diterbitkan Peraturan Bank
Indonesia No. 6/30/PBI/2004
yang mengatur penyelenggaraan
kegiatan usaha APMK.PBI tentang
Penyelenggaraan Kegiatan APMK
ini berlaku untuk kegiatan Alat
Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu, baik yang
diselenggarakan oleh Bank
ataupun Lembaga Keuangan.
Untuk
meningkatkan
faktor keamanan
dan kelancaran
dalam
penyelenggaraan
kegiatan alat
pembayaran
dengan
menggunakan
kartu, Bank
Indonesia perlu
menetapkan ...
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 22222
Pengaturan tersebut
berlaku untuk seluruh
penyelenggara kegiatan APMK
sehingga dapat mendukung
adanya persaingan yang sehat
dalam usaha ini. PBI ini mengatur
seluruh aspek pengaturan
mengenai kliring dan settlement
pembayaran dengan
menggunakan kartu, termasuk
aspek perlindungan nasabah,
aspek pengawasan, dan aspek
prudential regulation.
Berdasarkan PBI ini setiap
Penerbit Kartu Kredit juga
diwajibkan untuk melakukan
tukar menukar informasi data
Pemegang Kartu dengan seluruh
Penerbit lainnya yang meliputi
negative list dan atau positive list.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk
mendukung upaya peningkatan
kehati-hatian Penerbit Kartu
Kredit dalam memberikan fasilitas
Kartu Kredit kepada calon
Pemegang Kartu. Dengan adanya
informasi yang akurat dan benar
mengenai calon Pemegang Kartu,
Penerbit dapat melakukan analisa
terhadap calon Pemegang Kartu
dengan tepat sehingga hal
tersebut dapat mengurangi resiko
dalam pemberian kartu kredit,
khususnya resiko yang disebabkan
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Saat ini pembayaran antar
bank yang bersifat transfer kredit
baik untuk kepentingan bank
sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah diakomodir
melalui berbagai sistem, baik
yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia maupun yang berada di
luar sistem Bank Indonesia.
Penyelenggaraan oleh Bank
Indonesia dapat dilakukan
melalui sistem BI-RTGS untuk
nominal 100 juta ke atas atau
sistem kliring untuk nominal
kurang dari 100 juta. Sementara
di luar sistem Bank Indonesia,
bank juga dapat melakukan
transfer kredit melalui intra bank
funds transfer system dan
domestic correspondent banking
system untuk transfer antar kota/
daerah. Penyelesaian transaksi
transfer kredit melalui sistem BI-
RTGS bersifat paperless sedangkan
yang melalui sistem kliring masih
bersifat paper-based dengan
menggunakan warkat Nota
Kredit.
Dari kajian yang
dilakukan Bank Indonesia,
disimpulkan bahwa pada
umumnya perbankan
mendukung rencana penerapan
paperless untuk kliring Nota
Kredit. Melihat adanya
kebutuhan bank-bank terhadap
penyelenggaraan kliring Nota
Kredit tersebut, maka perlu
dilakukan pengembangan sistem
yang dapat mengakomodir
transaksi transfer kredit antar
bank melalui kliring yang bersifat
paperless dengan cakupan
PENGEMBANGAN SISTEMKLIRING NASIONAL(SKN)
karena tidak perform-nya
Pemegang Kartu.
Di dalam PBI APMK, Bank
Indonesia berwenang dalam
memberikan persetujuan dan izin
atas penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran ini dan mewajibkan
penyelenggara jasa sistem
pembayaran untuk
menyampaikan laporan tentang
kegiatannya. Persetujuan atau
izin Bank Indonesia atas
penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran dimaksudkan agar
penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran memenuhi
persyaratan, khususnya
persyaratan keamanan dan
efisiensi.
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
PERKEMBPERKEMBPERKEMBPERKEMBPERKEMBANGANANGANANGANANGANANGANTRANSAKSI PEMBTRANSAKSI PEMBTRANSAKSI PEMBTRANSAKSI PEMBTRANSAKSI PEMBAAAAAYYYYYARANARANARANARANARANNON NON NON NON NON TUNTUNTUNTUNTUNAI AI AI AI AI TTTTTAHUN 2004AHUN 2004AHUN 2004AHUN 2004AHUN 2004
TRANSAKSI SISTEM BI RTGSTRANSAKSI SISTEM BI RTGSTRANSAKSI SISTEM BI RTGSTRANSAKSI SISTEM BI RTGSTRANSAKSI SISTEM BI RTGS
Sejak sistem Bank
Indonesia-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
diimplementasikan pada tahun
2000, jumlah dan nilai transaksi
RTGS dari periode ke periode
mengalami peningkatan yang
cukup signifikan. Peningkatan
tersebut terjadi karena adanya
perubahan perilaku penggunaan
sistem settlement transaksi dari
sistem kliring ke sistem BI-RTGS,
khususnya untuk transaksi bernilai
besar atau transaksi yang memiliki
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
Grafik 1. Perkembangan Transaksi Sistem BI- RTGS periode 2001-2004
Grafik 3. Volume Transaksi BI- RTGS Tahun 2003-2004
Grafik 4. RRH Volume Transaksi BI-RTGS Tahun 2003-2004
Grafik 5. RRH Nilai Transaksi BI- RTGS Tahun 2003-2004
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Grafik Nominal Transaksi
RpTriliun
20032004
Grafik 2. Nilai Transaksi BI-RTGS Tahun 2003-2004
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
terhadap rata-rata harian (RRH)
baik nilai maupun volume
selama tahun 2004. Nilai RRH
nominal meningkat sebesar
13,4 % dibanding tahun
sebelumnya (dari Rp. 85,7
triliun menjadi Rp.97,4 triliun).
Adapun RRH volume naik dari
17.139 transaksi menjadi 20.791
transaksi atau meningkat
sebesar 20,9% dari periode yang
sama tahun 2003.
PERPUTPERPUTPERPUTPERPUTPERPUTARAN ARAN ARAN ARAN ARAN TRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSIRRRRRTGS SELAMA HARI RATGS SELAMA HARI RATGS SELAMA HARI RATGS SELAMA HARI RATGS SELAMA HARI RAYYYYYAAAAAKEAKEAKEAKEAKEAGAMAAN DGAMAAN DGAMAAN DGAMAAN DGAMAAN DANANANANAN”””””SEASONAL EVENTSEASONAL EVENTSEASONAL EVENTSEASONAL EVENTSEASONAL EVENT”””””
Aktivitas transasi BI-
RTGS pada hari-hari tertentu
yaitu pada hari raya Idul Fitri
dapat terlihat dalam grafik 6 di
bawah. Berdasarkan grafik
tersebut terlihat bahwa pada
Pada hari libur Idul
Fitri tahun 2004
yang jatuh pada
bulan November,
nilai transaksi RTGS
meningkat sebesar
...
hari raya Idul Fitri dan Natal
setiap tahunnya terjadi
peningkatan volume dan nilai
transaksi RTGS. Pada hari libur
Idul Fitri tahun 2004 yang
jatuh pada bulan November,
nilai transaksi RTGS meningkat
sebesar 21,77 % dari tahun
2003 pada periode yang sama
sebesar Rp.1.500 trilyun
menjadi Rp. 1.928 trilyun.
Kondisi ini mungkin
dipengaruhi oleh adanya
kebijakan pemerintah
mengenai pemberian cuti
bersama menyambut hari raya
Idul Fitri. Selain hari raya
keagamaan, pola peningkatan
transaksi terjadi pula pada
periode liburan sekolah yaitu
pada bulan Juni, meskipun
peningkatan transaksi tidak
Libur hari raya lebaran dan Natal 2004
Grafik 6. RRH Nilai Transaksi BI- RTGS Tahun 2003-2004
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Pusat Bank Indonesia/KPBI dan
Kantor Bank Indonesia/KBI), Bank
(Bank Pemerintah, Bank Umum
Swasta Nasional/BUSN, Bank
Campuran, Bank Asing dan Bank
Pembangunan Daerah/BPD) serta
Lembaga Keuangan Bukan Bank
(LKBB). Dari kelompok tersebut
peserta terbanyak adalah Bank
kemudian diikuti Bank Indonesia
dan LKBB.
Khusus untuk industri
perbankan, aktivitas RTGS
didominasi oleh BUSN baik
volume maupun nilai transaksi
dengan pangsa pasar sebesar
34,00 % dan 55,71 %.
Tabel 2. Share Kelompok Bank terhadap Aktivitas RTGS Menurut Volume Transaksi
56
74
85
89
99
3
3
3
3
5
3
11
25
25
26 13
12
15
16
20
22
30
101
94
68
1
0% 20% 40% 60% 80% 100%
2000
2001
2002
2003
2004
BUSNBank Swasta AsingBank BUMNBank BPDKPBI & KBIUUS
Grafik 7. Peserta BI-RTGS
Peserta 2000 2001 2002 2003 2004Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) 56 74 85 89 99Bank Swasta Asing 12 15 16 20 22Bank BUMN 3 3 3 3 5Bank BPD 3 11 25 25 26KPBI & KBI 1 30 68 94 101Unit Usaha Syariah (UUS) 0 0 0 0 13
Total 75 133 197 231 266
Tabel 1. Peserta BI-RTGS
AKTIVITAS SISTEM BI-RTGS
BERDASARKAN PESERTA
pada sistem ini. Dari sisi jumlah
peserta, sampai dengan akhir
tahun 2004 tercatat 266 peserta.
Jumlah tersebut meningkat 15%
dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yaitu 231 peserta.
Peserta BI-RTGS dibagi
menjadi 3 (tiga) kelompok besar
yaitu, Bank Indonesia (Kantor
Perkembangan nilai
maupun volume transaksi melalui
Sistem BI-RTGS tidak terlepas dari
perkembangan jumlah peserta
Jumlah peserta
Sistem BI-RTGS,
sampai dengan
akhir tahun 2004
tercatat ...
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
AKTIVITAKTIVITAKTIVITAKTIVITAKTIVITAS AS AS AS AS TRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSIPEMERINTPEMERINTPEMERINTPEMERINTPEMERINTAHAHAHAHAH
Tabel 3. Share Kelompok Bank terhadap Aktivitas RTGS Menurut Nilai Transaksi
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
Rp Share Transaksi ShareBIRGO001 Transaksi KPKN - o/ BI 248,532,227,216,076.00 1.06% 22,863 0.45%BIRGO100 Transaksi KPKN 1 - o/ BI 147,803,970,552,261.00 0.63% 98,009 1.95%BIRGO002 Transaksi BUN - o/ BI 94,376,459,351,692.50 0.40% 3,216 0.06%BIRGO104 Transaksi KPKN 4 - o/ Bank 56,315,674,740,006.00 0.24% 3,000 0.06%BIRGO105 Transaksi KPKN 5 - o/ Bank 30,701,856,466,946.20 0.13% 4,303 0.09%BIRGO200 Transaksi BUN - o/ Bank 29,590,695,372,125.10 0.13% 2,954 0.06%BIRGO103 Transaksi KPKN 3 - o/ Bank 13,953,925,494,732.00 0.06% 2,537 0.05%BIRGO102 Transaksi KPKN 2 - o/ Bank 10,130,832,790,046.00 0.04% 2,706 0.05%BIRGO519 Non Treasury (SG-519) o/ Bank 4,496,820,950,169.22 0.02% 5,455 0.11%BIRGO513 Non Treasury (SG-513) o/ Bank 5,231,080,438,084.31 0.02% 825 0.02%
2.74% 2.90%
TRN JENIS TRANSAKSI Nominal Volume
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
paling banyak menikmati
keberadaan sistem RTGS adalah
masyarakat luas.
Sementara itu transaksi
yang melibatkan BI (baik sebagai
pengirim maupun penerima)
memiliki pangsa + 57.72% dari
total nominal transaksi RTGS.
Rincian pangsa transaksi yang
dilakukan oleh Bank Indonesia
sebagaimana tabel 5 di atas.
PERPUTPERPUTPERPUTPERPUTPERPUTARAN ARAN ARAN ARAN ARAN TRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSIRRRRRTGS BERDTGS BERDTGS BERDTGS BERDTGS BERDASARKAN SKALAASARKAN SKALAASARKAN SKALAASARKAN SKALAASARKAN SKALANILAI NILAI NILAI NILAI NILAI TRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSITRANSAKSI
Sebagaimana kita ketahui
penerapan Sistem BI-RTGS
dimaksudkan untuk
meminimalisir resiko settlement
khususnya untuk transaksi bernilai
besar atau High Value Payment
System (HVPS). Saat ini transaksi
yang dapat diproses melalui sistem
ini adalah transaksi yang bersifat
urgent atau bernilai diatas Rp. 100
juta.
Apabila diklasifikasikan
berdasarkan skala nilai atau
margin transaksi maka lebih dari
90 % transaksi yang diproses
melalui sistem ini bernilai lebih
dari Rp. 1 Milyar. Sedangkan
transaksi dengan nilai < 1 Milyar
hanya memiliki porsi kurang dari
10%.
Dari segi volume transaksi,
selama tahun 2004 transaksi yang
paling banyak diproses melalui
sistem BI-RTGS yang bernilai
Tabel 5. Aktivitas Transaksi yang Dilakukan oleh Bank Indonesia
IFT0000015.79%
BIRMM58010.20%
IFTMM0009.25%
LAINNYA7.33%
BIRMM58342.46%IFTFX000
7.98%
IFTSX0002.42%
IFTCL1201.31%
IFTFX0011.20%
BIRGO0011.06%
BIRCR2200.99%
Grafik 8. Share Menurut Nilai
IFT0000072.69%
IFTFX0002.40%
IFTCL1203.58%
IFTFX0010.11%
BIRGO0010.45%
BIRCR2201.86% LAINNYA
14.68%BIRMM583
1.41%
IFTSX0000.57%
IFTMM0002.11%
BIRMM5800.14%
Grafik 9. Share Menurut Volume
Transaksi yang
melibatkan BI (baik
sebagai pengirim
maupun penerima)
memiliki pangsa ...
Rp Share *) Transaksi Share *)BIRMM583 Intervensi RupiaH Kontraksi 9,918,248,302,835,430 42.46% 70,821 1.41%BIRMM580 SBI & SWBI 2,383,123,714,950,130 10.20% 7,260 0.14%IFTCL120 Bilyet Saldo Kliring (BSK) KBI 306,795,907,256,023 1.31% 180,177 3.58%BIRGO001 Transaksi KPKN oleh BI 248,532,227,216,076 1.06% 22,863 0.45%BIRCR220 Transaksi Kas setoran bank di KBI 232,377,969,369,600 0.99% 93,600 1.86%BIRGO002 Transaksi BUN - o/ BI 94,376,459,351,693 0.40% 3,216 0.06%IFTCL135 BSK Nilai Besar Debet 82,287,902,175,550 0.35% 11,458 0.23%IFTCL134 BSK Nilai Besar Kredit 82,179,979,335,103 0.35% 11,925 0.24%IFTCL561 Penyelesaian Hasil Kliring Non-Batch 72,114,417,638,416 0.31% 125,817 2.50%IFTCL128 BSK Penyerahan Retail SKEJ Kredit Bank 64,020,020,594,259 0.27% 6,496 0.13%
Total Share 57.72% 10.61%*) Terhadap total transaksi RTGS
TRN JENIS TRANSAKSI Nominal Volume
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Dari sisi volume
transaksi, BUSN
merupakan pihak
yang paling banyak
melakukan transaksi
dengan pangsa
sebesar ...
Tabel 7. Skala Volume Transaksi
Tabel 6. Skala Nilai Transaksi
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
Tabel 8. Komposisi Aliran Dana yang Melalui Sistem BI-RTGS dari Sisi Nilai Transaksi
Tabel 9. Komposisi Aliran Dana yang Melalui Sistem BI-RTGS dari Sisi Volume
Dilihat dari
profil aliran
dana yang
melalui sistem
BI-RTGS
menunjukkan
bahwa ...
ALIRAN DANA BI-RTGSALIRAN DANA BI-RTGSALIRAN DANA BI-RTGSALIRAN DANA BI-RTGSALIRAN DANA BI-RTGSBERDBERDBERDBERDBERDASARKAN ASARKAN ASARKAN ASARKAN ASARKAN WILAWILAWILAWILAWILAYYYYYAHAHAHAHAHPENGIRIM DPENGIRIM DPENGIRIM DPENGIRIM DPENGIRIM DAN PENERIMAAN PENERIMAAN PENERIMAAN PENERIMAAN PENERIMA
Dilihat dari sebaran
transaksi berdasarkan wilayah
pengirim dan penerima terlihat
bahwa aliran dana ke/dari di
sebagian besar wilayah
mengalami net-sender (dana yang
dikirim lebih besar dari dana yang
diterima) kecuali beberapa KBI
diantaranya Palangkaraya,
Sibolga, dan Yogyakarta yang
mengalami net-receiver (dana
yang diterima lebih besar dari
yang dikirim).
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
TRANSAKSI BI-RTGSTRANSAKSI BI-RTGSTRANSAKSI BI-RTGSTRANSAKSI BI-RTGSTRANSAKSI BI-RTGSBERDBERDBERDBERDBERDASARKAN ASARKAN ASARKAN ASARKAN ASARKAN WAKTUWAKTUWAKTUWAKTUWAKTUINTERFINTERFINTERFINTERFINTERFAAAAACE HASIL KLIRINGCE HASIL KLIRINGCE HASIL KLIRINGCE HASIL KLIRINGCE HASIL KLIRING
Secara umum pelimpahan
hasil siklus kliring secara nasionalDilihat dari
sebaran transaksi
berdasarkan
wilayah pengirim
dan penerima
terlihat bahwa...
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35%
A [6 - 7 AM]
B [7 - 8 AM]
C [8 - 9 AM]
D [9 - 10 AM]
E [10 - 11 AM]
F [11 AM - 12 PM]
G [12 - 1 PM]
H [1 - 2 PM]
I [2 - 3 PM]
J [3 - 4 PM]
K [4 - 5 PM]
L [5 - 6 PM]
M [6 - 7 PM]
Nominal Volume
Grafik 12. Transaksi BI-RTGS Berdasarkan Waktu Interface Hasil Kliring
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
Grafik 11. Aliran Dana BI-RTGS Berdasarkan Wilayah Pengirim dan Penerima
Grafik 13. Kinerja Sistem BI-RTGS Berdasarkan Status Transaksi
alat ukur tingkat availability
sistem pada waktu kerja
operasional dan indikator
downtime sebagai salah satu alat
ukur untuk menilai tingkat
reliability. Pada tahun 2004, target
availability dan reliability yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia
adalah masing-masing sebesar
sebesar 92% (maksimum
keterlambatan waktu sebesar 8%)
dan 93%, (maksimum downtime
sebesar 7%). Selama tahun 2004,
kinerja Sistem BI-RTGS
menunjukkan tingkat yang cukup
aman dengan rata-rata tingkat
Dalam Sistem BI-
RTGS, kinerja
sistem dapat
dilihat dari ...
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
9 9 . 4 4 %
9 8 . 8 1 %
9 9 . 8 3 %9 9 . 8 7 %
9 9 . 5 3 %
9 9 . 8 5 %
9 9 . 5 6 %9 9 . 5 2 %
9 8 . 0 0 %
9 8 . 2 0 %
9 8 . 4 0 %
9 8 . 6 0 %
9 8 . 8 0 %
9 9 . 0 0 %
9 9 . 2 0 %
9 9 . 4 0 %
9 9 . 6 0 %
9 9 . 8 0 %
1 0 0 . 0 0 %
T W I T W I I T W I I I T W I V
K e h a n d a l a n K e t e r s e d i a a n
T W I T W I I T W I I I T W I V R a t a - r a t aK e h a n d a la n ( R e a b i l i t y ) 9 9 . 4 4 % 9 8 . 8 1 % 9 9 . 8 7 % 9 9 . 5 3 % 9 9 . 4 1 %K e t e r s e d i a a n ( A v a i la b i l i t y ) 9 9 . 8 3 % 9 9 . 5 2 % 9 9 . 8 5 % 9 9 . 5 6 % 9 9 . 6 9 %
Grafik 14. Ketersediaan dan Kehandalan Sistem BI-RTGS
availability system sebesar
99,69% dan tingkat reliability
system sebesar 99,41%.
MANMANMANMANMANAJEMEN LIKUIDITAJEMEN LIKUIDITAJEMEN LIKUIDITAJEMEN LIKUIDITAJEMEN LIKUIDITASASASASASDDDDDALAM SISTEM BI-RALAM SISTEM BI-RALAM SISTEM BI-RALAM SISTEM BI-RALAM SISTEM BI-RTGSTGSTGSTGSTGS
Risiko sistem pembayaran
di Indonesia khususnya risiko
likuiditas dan risiko kredit dapat
diminimalisir melalui
implementasi sistem BI-RTGS.
Untuk meminimalisir risiko
likuiditas dan risiko kredit
tersebut setiap bank perlu
melakukan manajemen likuiditas
yang baik dengan melakukan
monitoring likuiditas bank dalam
sistem BI-RTGS dari kemungkinan
terjadinya kekurangan likuiditas
pasar (sort of liquidity).
Salah satu sarana untuk
memonitor manajemen likuiditas
bank adalah dengan melihat
Selama tahun
2004, kinerja
Sistem BI-RTGS
menunjukkan
tingkat yang
cukup aman
dengan rata-rata
tingkat
availability sistem
sebesar ...
tingkat sebaran/distribusi
penyelesaian transaksi sepanjang
jam operasional (window time)
RTGS. Dengan meratanya
distribusi likuiditas diharapkan
dapat mewujudkan adanya
kelancaran sistem pembayaran (a
smooth payment system
operation) baik pada sistem
likuiditas peserta maupun
likuiditas sistem secara
keseluruhan. Pentingnya masalah
ini menyebabkan bank-bank yang
tergabung dalam komite Bye Laws
sepakat untuk mendistribusikan
likuiditasnya secara merata
sepanjang jam operasional. Hal ini
dilakukan untuk menghindari
adanya penumpukan perintah
pembayaran dan settlement pada
waktu tertentu yang dapat
mengakibatkan terjadinya
gridlock dalam sistem BI-RTGS.
Guna mendorong bank peserta
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai22222
THE EXECUTIVES’THE EXECUTIVES’THE EXECUTIVES’THE EXECUTIVES’THE EXECUTIVES’MEETING OF EAST MEETING OF EAST MEETING OF EAST MEETING OF EAST MEETING OF EAST ASIA-ASIA-ASIA-ASIA-ASIA-PPPPPASIFIC CENTRAL BASIFIC CENTRAL BASIFIC CENTRAL BASIFIC CENTRAL BASIFIC CENTRAL BANKSANKSANKSANKSANKSAND MONETAND MONETAND MONETAND MONETAND MONETARARARARARYYYYYAUTHORITIES (EMEAP)AUTHORITIES (EMEAP)AUTHORITIES (EMEAP)AUTHORITIES (EMEAP)AUTHORITIES (EMEAP)
13 Hubungan Kerjasama Dengan Pihak Ketiga di BidangSistem Pembayaran Non Tunai
f
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Tabel 12. Laporan Kemajuan Proyek ASEAN-PAY
WAKTU/
TEMPAT
ISSUES YANG DIBAHAS TINDAK LANJUT
Malaysia, tgl. 12 Desember 2003
Operational Model : Hub vs Bilateral? Settlement, Time to Market, Businees Justification, dll Regulasi dan existing cross border funds transfer yang ada di masing-masing Negara
Membentuk Sub Committee Group untuk menindaklanjuti issue-issue yang dibahas, khususnya mengenai operational model ASEANPay; Melakukan survey dan pengumpulan data cross border funds transfer yg eksis saat ini;
Singapore, 8-9 Januari 2004
Kompilasi data cross border funds transfer dari masing-masing Negara ke dan dari Negara ASEANPay lainnya; Operational Model : pros. dan cons. dari masing alternatif Hub vs Bilateral;
Disepakati bahwa operating model akan mencakup file transfer standard, penggunaan minimal satu bank settlement, confidentiality issues, routing payment messages, dan penggunaan 4 currency masing2 negara; Pembuatan kuesioner, untuk digunakan dalam memperoleh data dan prefensi pelaku bisnis di masing-masing Negara;
Kuala Lumpur, 24-25 Februari 2004
Kompilasi data survey kuesioner cross border funds transfer; Masing-masing Negara melakukan presentasi flow message dan usulan settlement model ASEANPay; Institusi dan alternatif pembiayaannya;
Dari hasil kompilasi, data cross border funds transfer masih bersifat sumir dan belum menunjukkan adanya business justification; Membuat laporan sub committee meeting kepada Working Group, yang antara lain memuat pros dan cons hub vs bilateral model serta kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai.
Denpasar, Bali-Indonesia 26-27 April 2004
Adanya kekhawatiran dari wakil bank komersial di Singapore dan Thailand, bahwa ASEANPay tidak akan menyelesaikan permasalahan relatif mahal dan lamanya penyelesaian cross border funds transfer; Finalisasi usulan settlement model dari masing-masing Negara; Pendapat dari masing-masing negara atas alternatif operatioan model; TOR untuk project manager; Penyusunan Working Group Report
Meskipun ada pesimisme dari bank komersial, seluruh wakil dari bank sentral sepakat untuk meneruskan ASEANPay, dengan pertimbangan manfaat yang optimal bagi perekonomian masing-masing negara; Seluruh bank sentral dari keempat negara sepakat untuk memilih bilateral model sebagai operational model ASEANPay; Mr. Tay Kah Chye dari Asian Financial Corporation setuju untuk menyusun TOR project manager; BCS akan mem-finalisasi laporan kepada Working Group Committee untuk disampaikan kepada Steering Committee;
WAKTU/TEMPAT ISSUES YANGDIBAHAS
TINDAK LANJUT
Hubungan Kerjasama Dengan Pihak Ketiga di Bidang Sistem Pembayaran Non Tunai33333
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
SEACEN didirikan pada
tahun 1982 dengan anggota
sebanyak 11 negara yang berada
di Asia Tenggara yaitu: Indonesia,
Malaysia, Myanmar, Nepal,
Philippines, Singapore, SriLanka,
Thailand, Korea, Taiwan, and
Mongolia.
SEACEN berperan sebagai
lembaga kerjasama antar bank
sentral dan Monetary Authority di
Negara Asia Tenggara yang
bertugas melakukan kajian secara
bersama mengenai beberapa isu
yang terkait moneter, ekonomi,
perbankan dan lembaga keuangan
serta pengembangan sistem
pembayaran. SEACEN telah
menyelenggarakan seminar dan
workshop serta lokakarya sistem
pembayaran yang berhubungan
dengan 4 (empat) area utama
yaitu: perkembangan sistem
pembayaran dan perannya dalam
stabilitas keuangan, perlindungan
konsumen, kebijakan dalam
sistem pembayaran dan trend/ isu
baru dalam sistem pembayaran.
Pada tahun 2004, Bank Indonesia
telah terlibat secara aktif dalam
pelatihan (course) yang
diselenggarakan oleh bank sentral
di negara SEACEN. Selain itu pada
tahun 2004 Bank Indonesia juga
turut serta dalam SEACEN
Director’s Meeting yang
diselenggarakan di Brunei
Darussalam.
Pada tahun 2004,
Bank Indonesia
telah terlibat
secara aktif
dalam ...
Japan, Korea, Malaysia, New
Zealand, Philippines, Singapore,
dan berbagai sistem/ lembaga
keuangan. Selain itu, pada tahun
yang sama juga telah dilakukan
pertemuan EMEAP Meeting ke-11
yang diselenggarakan di Beijing
China. Pada pertemuan ini,
terdapat beberapa agenda
pembahasan yaitu: BCP (Business
Continuity Plan), Securities
Settlement System, Organization
of Payment System.
APEC merupakan
kepanjangan dari Asia-Pacific
THE SOUTH EAST THE SOUTH EAST THE SOUTH EAST THE SOUTH EAST THE SOUTH EAST ASIANASIANASIANASIANASIANCENTRAL BCENTRAL BCENTRAL BCENTRAL BCENTRAL BANKSANKSANKSANKSANKSRESEARCH RESEARCH RESEARCH RESEARCH RESEARCH AND AND AND AND AND TRAININGTRAININGTRAININGTRAININGTRAININGCENTRECENTRECENTRECENTRECENTRE
Hubungan Kerjasama Dengan Pihak Ketiga di Bidang Sistem Pembayaran Non Tunai 33333
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
SIDSIDSIDSIDSIDANG KE 44 ANG KE 44 ANG KE 44 ANG KE 44 ANG KE 44 WWWWWORKINGORKINGORKINGORKINGORKINGGROUP ON ELECTRONICGROUP ON ELECTRONICGROUP ON ELECTRONICGROUP ON ELECTRONICGROUP ON ELECTRONICCOMMERCE-UNCITRALCOMMERCE-UNCITRALCOMMERCE-UNCITRALCOMMERCE-UNCITRALCOMMERCE-UNCITRAL
perjanjian antara para pihak
meskipun kegiatan atau
transaksinya dilakukan di negara
yang berbeda. Selain itu
disepakati pula bahwa suatu
negara bebas menentukan apakah
akan mengadopsi ketentuan
dalam Konvensi atau tidak.
Penundukan terhadap Konvensi
dapat dilakukan untuk seluruh
atau sebagian ketentuan dalam
Konvensi.
Sedangkan mengenai
permasalahan “waktu” baik
dalam pengiriman dan waktu
penerimaan electronic
communication disepakati bahwa
waktu pengiriman dalam
electronic communication adalah
pada saat “message” tersebut
telah dikirim. Apabila sistem
informasi tersebut tidak berada
dalam kontrol pengirim maka
waktu pengiriman dihitung pada
saat “message” tersebut diterima.
Sedangkan waktu penerimaan
adalah pada saat “message”
diterima oleh penerima pada
electronic address penerima atau
apabila melalui electronic address
sehingga waktu penerimaan
adalah pada saat diterimanya
“message” pada electronic
address tersebut.
Sidang
UNCITRAL tahun
2004 telah
menyepakati
untuk
memberlakukan
...
teknologi informasi yang handal
diharapkan dapat menunjang
terwujudnya sistem pembayaran
yang aman dan
efisien.pembayaran. Dengan
penggunaan teknologi informasi
yang handal diharapkan dapat
menunjang terwujudnya sistem
pembayaran yang aman dan
efisien.
Hubungan Kerjasama Dengan Pihak Ketiga di Bidang Sistem Pembayaran Non Tunai33333
Sidang ke 44 Pokja IV
Uncitral mengenai electronic
commerce diselenggarakan pada
tanggal 11 – 22 Oktober 2004 di
Wina, Austria dengan agenda
utama pengaturan hukum
terhadap electronic commerce
yang mencakup ruang lingkup
berlakunya konvensi dan
pengaturan terhadap “kesalahan”
dalam melakukan transaksi E-
Commerce.
Sidang UNCITRAL tahun
2004 telah menyepakati untuk
memberlakukan konvensi
penggunaan electronic
communications berdasarkan
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
PENYUSUNAN RUU TRANSFER DANA SEBAGAI SALAH SATU PROYEKINISIATIF BANK INDONESIA TAHUN 2003
Pendahuluan
Dewan Gubernur Bank Indonesia
pada tahun 2003 telah menyetujui
pelaksanaan proyek penyusunan RUU
Transfer Dana sebagai program Inisiatif
yang diharapkan apabila berjalan
dengan lancar sampai dengan
pengundangannya menjadi undang-
undang akan memberikan harapan yang
besar kepada bangsa dan negara
terutama dalam memberikan
perlindungan dan kepastian hukum
kepada para pihak dalam pelaksanaan
transfer dana yang pada akhirnya akan
menunjang kelancaran sistem
pembayaran nasional yang sangat
diperlukan sebagai salah satu faktor
penting dalam memperkokoh
pembangunan perekonomian nasional.
Secara umum naskah pengaturan RUU
Transfer Dana tersebut pada tahun 2003
hampir selesai, sehingga pada tahun
berikutnya diharapkan telah dapat
dibahas dengan instansi terkait dan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Istilah transfer dana telah dikenal
luas dalam kehidupan masyarakat sehari
- hari pada kurun waktu yang lama. Hal
tersebut terlihat dari praktek
pelaksanaan transfer dana yang selama
ini dilakukan melalui berbagai lembaga
baik pada bank maupun pada lembaga
bukan bank, seperti kantor pos serta jasa
titipan kilat dan penitipan barang, yang
kemudian telah berkembang dengan
menggunakan berbagai media baik yang
dilakukan secara elektronik maupun
yang masih berbasis kertas. Dalam kurun
waktu yang lama pula, penyelenggaraan
transfer dana telah bersifat lintas batas
dan melibatkan para pihak di sejumlah
negara.
Sejumlah negara telah memiliki
peraturan perundangan tersendiri
mengenai pelaksanaan transfer dana,
bahkan sampai dengan pengaturan
transfer dana yang bersifat cross border
dan ada pula beberapa negara yang telah
secara khusus mengatur transaksi trans-
fer dana secara elektronik. Sebagian
besar negara lainnya belum mempunyai
pengaturan transfer dana secara khusus
karena telah tersebar dalam berbagai
peraturan perundangan, namun sedang
berupaya untuk menyusun dalam
peraturan perundangan tersendiri.
Dalam kaitan itu salah satu badan PBB,
United Nations Commission on Interna-
tional Trade Law (UNCITRAL), telah
mengeluarkan Legal Guide tentang Elec-
tronic Funds Transfer dan Model Law
tentang International Credit Transfer.
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Meskipun tidak bersifat mandatory
law, model law tersebut telah banyak
dijadikan referensi oleh sejumlah negara
dalam penyusunan peraturan
perundangannya di bidang transfer
dana. Sementara itu sejumlah negara di
Eropa mempunyai pengaturan transfer
dana yang hampir seragam karena
adanya amanat untuk
mengharmonisasikan peraturan
perundangannya di bidang transfer dana
dengan mengacu pada Directive 97/5/EC
of the European Parliament and of the
Council of 27 January 1997 on cross bor-
der credit transfers.
Meskipun dalam praktek
pelaksanaan transfer dana sudah
sedemikian kompleksnya, namun sampai
saat ini Indonesia belum memiliki
ketentuan perundangan yang mengatur
secara khusus tentang transfer dana.
Pelaksanaan transfer dana yang secara
harian nasional telah mencapai rata-rata
puluhan triliun rupiah selama ini tunduk
pada ketentuan yang belum
komprehensif dan tunduk pada
ketentuan yang tidak standar dari
masing-masing bank atau lembaga bukan
bank sebagai lembaga pelaksana trans-
fer dana. Tidak terdapatnya ketentuan
yang berlaku secara umum mengenai
transfer dana ini memicu timbulnya
sejumlah keluhan dari masyarakat
pengguna jasa bank atau lembaga non
bank, karena tidak adanya kepastian
hukum tentang hak dan kewajiban para
pihak, ketegasan waktu pelaksanaan
perintah transfer dana, serta kejelasan
batasan tanggung jawab dari para
pihak. Dalam hal transfer dana dilakukan
melalui media elektronik seperti melalui
ATM, phone banking, SMS banking, atau
melalui internet maka pengakuan alat
bukti dan penyelesaian
permasalahannya itu sendiri sering kali
masih menimbulkan permasalahan.
Penyelesaian sejumlah masalah dalam
pelaksanaan transfer dana masih belum
diatur dalam ketentuan perundangan
yang ada seperti : (1) masalah
pengembalian dana transfer apabila
penyelenggara transfer dana dilikuidasi
atau dinyatakan pailit, (2) masalah
pengenaan saksi administratif dan
pidana, serta (3) masalah aspek
perlindungan yang setara bagi para
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
transfer dana.
Untuk mengurangi dan mencegah
permasalahan yang semakin kompleks
dari pelaksanaan transfer dana tersebut,
Bank Indonesia memandang perlu untuk
memprakarsai penyusunan suatu
ketentuan yaitu RUU Transfer Dana
sebagai salah satu program Inisiatif, yang
mengatur secara rinci segala aspek
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
hukum dalam pelaksanaan transfer dana
baik yang dilakukan melalui media
elektronik ataupun non elektronik.
Pengaturan tersebut dimaksudkan agar
pelaksanaan kegiatan transfer dana
dapat dilakukan secara aman, lancar, dan
efisien sehingga dapat mendorong
kelancaran sistem pembayaran serta
dapat melindungi kepentingan para
pihak yang terkait dalam transfer dana.
Dasar Hukum Transfer Dana
Sesuai dengan ketentuan UU
Perbankan, bank umum diberikan
kewenangan dalam menyelenggarakan
transfer dana, namun UU Perbankan
tidak mengatur secara rinci mengenai
hubungan hukum antara penyelenggara
transfer dana dengan pengguna trans-
fer dana. UU Perbankan juga juga tidak
mengatur lebih jauh tentang status dana
transfer dalam hal ketentuan Pasal 37 (2)
UU Perbankan diterapkan. Dalam
prakteknya, hak dan kewajiban para
pihak hanya diatur dalam perjanjian
antara penyelenggara transfer dana
dengan pengguna transfer dana.
Perjanjian dimaksud tentu belum dapat
mencakup semua aspek, sehingga dalam
hal terjadi kasus atau sengketa antar
para pihak yang berkaitan dengan aspek
yang tidak diatur tersebut,
penyelesaiannya akan menyulitkan pihak
yang berwenang. Sementara itu terdapat
beberapa materi pengaturan, seperti
masalah pengakuan alat bukti,
pengaturan hak dan kewajiban para
pihak yang sangat kompleks, kebijakan
pengenaan sanksi administratif dan
kemungkinan kebijakan pemidanaannya
tidak dapat diatur dalam dalam bentuk
peraturan yang lebih rendah dari
Undang-undang. Sehingga untuk itu
dalam rangka memberikan kepastian
hukum yang menyeluruh sangat
diperlukan peraturan perundang-
undangan tentang transfer dana yang
komprehensif.
Beberapa Aspek Hukum Transfer Dana
Beberapa pokok aspek hukum yang
telah dicakup dalam pangaturan RUU
Transfer Dana antara lain meliputi :
1.Konstruksi hukum Perintah Transfer
Dana Mengacu pada sistem terbuka dan
asas kebebasan berkontrak sebagaimana
dianut Buku III KUH Perdata, perjanjian
perintah transfer dana digolongkan ke
dalam jenis perjanjian tak bernama
(onbenoemde overeenskomst), yakni
perjanjian yang tidak diatur secara
khusus dalam KUHPerdata, sehingga
memungkinkan pengaturannya dalam
UU tersendiri. Para pihak dalam
perjanjian transfer dana adalah para
pihak yang berdiri sendiri. Hubungan
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
hukum yang ada dapat dilihat sebagai
hubungan hukum bilateral dengan
pihak lainnya. Pengaturan demikian
dimaksudkan untuk memberikan
penegasan bahwa walaupun transfer
dana merupakan suatu rangkaian
kegiatan namun hubungan hukum
antara masing-masing pihak dalam
proses transfer dana diatur berdasarkan
kesepakatan antara masing-masing
pihak yang terlibat.
Perjanjian perintah transfer dana
umumnya dilatarbelakangi dengan
adanya perjanjian antara pengirim dana
dan penerima dana (underlying transac-
tion), namun dalam Rancangan Undang
Undang Transfer Dana telah dianut
prinsip bahwa perjanjian transfer dana
harus terlepas dari perjanjian yang
melatarbelakanginya. Pemisahan
tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan
perjanjian transfer dana tidak terganggu
dengan underlying transaction-nya. Jika
perjanjian jual beli yang
melatarbelakangi perjanjian transfer
dana telah batal, maka tidak serta merta
perjanjian transfer dananya ikut batal.
2. Media pengiriman Perintah Transfer
Dana Dalam Rancangan Undang Undang
Transfer Dana telah dicakup pengaturan
pelaksanaan transfer dana yang
ditransmisikan secara elektronik
maupun non elektronik. Demikian juga
pengakuan terhadap dokumen
elektronik dan tandatangan elektronik
sebagai alat bukti dan mempunyai
kekuatan hukum yang sah.
3. Pelaksanaan Perintah Transfer Dana
Dalam Rancangan Undang-Undang
Transfer Dana pelaksanaan suatu
perintah transfer dana ditandai dengan
langkah pengaksepan dari bank pengirim
atau bank penerima. Langkah
pengaksepan tersebut juga dapat dipakai
sebagai tanda dimulai atau berakhirnya
proses transfer dana. Dalam RUU juga
telah diatur secara rinci saat kapan Bank
dapat melakukan atau menolak
pengaksepan. Bank yang telah
melakukan pengaksepan, tidak dapat
menolak untuk melaksanakan perintah
transfer dana.
4. Transfer Kredit dan Transfer Debit
Melihat kenyataan bahwa
penggunaan warkat debit banyak
digunakan dalam pelaksanaan transfer
dana, maka RUU Transfer Dana telah
mencakup pengaturan proses transfer
kredit dan transfer debit. Yang dimaksud
dengan transfer kredit adalah
pelaksanaan transfer dana dimana
pengirim asal (originator)
memerintahkan Bank Penerima untuk
membayar sejumlah dana dari pengirim
asal dengan cara mendebet rekening
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
pengirim asal dan mengkredit rekening
penerima. Sedangkan transfer debet
diartikan pelaksanaan transfer dana
dimana penerima (beneficiary)
memerintahkan bank penerima untuk
menagih sejumlah dana dari pengirim
asal dengan cara mendebet rekening
pengirim asal dan mengkredit rekening
penerima. Dalam pelaksanaan transfer
debit yang wajib tunduk kepada UU
Transfer Dana hanya pada sisi “payment
leg” yaitu proses pembayaran dari
pengirim asal kepada penerima.
Sedangkan sisi “claim lag” yaitu proses
penagihan dari penerima kepada
pengirim asal bukan merupakan bagian
dari kegiatan transfer dana, karena pada
tahap ini belum terjadi kegiatan
pembayaran.
5. Penyelenggara Transfer Dana
RUU Transfer Dana tidak hanya
mencakup penyelenggaraan transfer
dana yang dilakukan oleh bank tetapi
juga lembaga lain selain bank. Hal
demikian diharapkan akan memberikan
perlindungan yang sama kepada
masyarakat dalam memanfaatkan jasa
layanan transfer dana baik yang
dilakukan oleh bank maupun oleh non
bank.
6. Status Dana Transfer
Dalam RUU Transfer Dana telah
disusun konsep pengaturan penyelesaian
dana transfer apabila penyelenggara
transfer dana, khususnya pada
perbankan, dilikuidasi dan dibubarkan
badan hukumnya. Dalam praktek dapat
saja terjadi dan menimbulkan
ketidakpastian tentang kelanjutan proses
transfer dana jika bank atau lembaga
yang melaksanakan jasa layanan bank
tersebut dilikuidasi. Sementara itu sangat
sulit memprediksi saat pengumuman
atau penetapan pencabutan izin usaha
atau likuidasi bank sehingga hal tersebut
menimbulkan ketidakpastian bagi para
pihak. Untuk itu dalam RUU Transfer
Dana diatur secara tegas bahwa undang-
undang tidak menganut prinsip zero
hour rules. Prinsip exclusion ini
memungkinkan transfer dana yang masih
dalam proses di bank yang dilikuidasi
tetap dapat dilanjutkan hanya kepada
pihak terdekat berikutnya atau
diteruskan kepada penerima. Hal ini juga
sejalan dengan prinsip finality of pay-
ment, bahwa dana yang telah diterima
tidak dapat ditarik kembali atau
dibatalkan.
Dalam pengertian lain, dana trans-
fer dianggap telah masuk ke rekening
penerima (beneficiary) apabila pada saat
pengumuman likuidasi, dana transfer
telah masuk ke rekening bank penerima
(beneficiary bank) di bank sentral atau
di bank penyelenggara settlement atau
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
di bank korespondennya. Dalam
kaitan tersebut bank penerima
diwajibkan untuk meneruskan dananya
kepada penerima. Dengan demikian
kewajiban pengirim telah selesai. Jika
proses tersebut dikaitkan dengan
kewajiban penerima sebagai penjual
untuk menyerahkan suatu barang setelah
diterimanya dana, maka sejak saat itu
penerima dana berkewajiban untuk
menyerahkan barang yang dibeli
pengirim (prinsip delivery versus pay-
ment).
7. Cakupan domestik dan lintas batas
UU Transfer Dana mencakup untuk
seluruh bank yang beroperasi di wilayah
Republik Indonesia, baik bank nasional,
bank asing maupun bank campuran yang
menerima perintah transfer dana ke luar
atau ke wilayah Republik Indonesia. Pada
saat dana hasil transfer berada di wilayah
Republik Indonesia, maka berlaku UU
Transfer Dana Indonesia. Dengan
demikian sepanjang para pihak yang
bersengketa atau salah satu pihak yang
bersengketa dan dana yang
dipermasalahkan berada atau
berkedudukan di Indonesia, maka tidak
diperkenankan memilih berlakunya
ketentuan perundang undangan transfer
dana dari negara lain.
8. Penyelesaian Sengketa Transfer Dana
Pengadilan yang berwenang mengadili
sengketa dalam pelaksanaan transfer
dana hanyalah pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum. Dasar
pertimbangan tersebut adalah untuk
mempertegas bahwa penyelesaian
sengketa transfer dana tidak masuk
dalam kompetensi pengadilan niaga.
Dalam pengertian ini masih
dimungkinkan penyelesaian di luar
pengadilan, namun jika lewat pengadilan
harus melalui pengadilan di lingkungan
peradilan umum.
Penutup
Beberapa contoh aspek pokok yang
akan diatur dalam UU Transfer Dana
sebagaimana tersebut di atas,
sebenarnya adalah merupakan cerminan
dari masalah yang saat ini sedang
dihadapi dan masih diperlukan jalan
keluar untuk menyelesaikannya.
Diharapkan dengan segera terwujudnya
UU Transfer Dana maka akan diperoleh
kepastian dan perlindungan hukum
kepada para pihak yang akhirnya akan
memperlancar dan mengamankan
jalannya sistem pembayaran nasional.
Kehadiran UU Transfer Dana
tersebut diharapkan dapat ditunjang dan
didukung pula oleh kehadiran sejumlah
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
RUU yang masih dalam proses
pembahasan di DPR seperti RUU Likuidasi
Bank, RUU Informasi dan Transaksi
Elektronik, RUU Lembaga Penjaminan
Simpanan, RUU Amandemen UU
Perbankan, RUU Pos dan RUU
KUHPidana. Sejumlah penyesuaian
perundangan juga diperlukan seperti
terhadap UU Kepailitan yang
menyangkut kepada perusahaan non
bank penyelenggara jasa transfer dana.
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Khusus mengenai permasalahan
“kesalahan” transaksi, disepakati
bahwa dalam hal terjadi
kesalahan input yang disebabkan
oleh electronic communication
dan sistem tersebut tidak secara
otomatis memberikan
kesempatan kepada yang
bersangkutan untuk melakukan
koreksi, maka orang tersebut
berhak untuk menarik kembali
“message” dimaksud.
Working group ini
merupakan sub-group dari BIS-
Committee on Core Principles on
Payment and Settlement System
(CPSS) yang berkedudukan di
Basle. Komite kerja bertugas
untuk menyusun acuan umum
yang akan dijadikan sebagai
petunjuk (general guidance)
dalam mengembangkan sistem
pembayaran di suatu negara.
Pada tahun 2004, Bank Indonesia
telah berpartisipasi aktif dalam
berbagai workshop dan seminar
yang diselenggarakan oleh
Working Group ini.
BIS-Working Group on General
Guidance for the Development of
Payment System secara periodik
mengadakan 4 (empat) kali
pertemuan setiap tahun. Menurut
target dari BIS, Komite Kerja yang
terdiri dari beberapa bank sentral
ini juga bertugas melakukan
kajian empiris sebagai referensi
umum terhadap pengembangan
sistem pembayaran.
BIS-Working
Group on General
Guidance for the
Development of
Payment System
secara periodik
mengadakan ...
BIS-WORKING GROUPBIS-WORKING GROUPBIS-WORKING GROUPBIS-WORKING GROUPBIS-WORKING GROUPON GENERAL GUIDON GENERAL GUIDON GENERAL GUIDON GENERAL GUIDON GENERAL GUIDANCEANCEANCEANCEANCEFOR FOR FOR FOR FOR THE DEVELOPMENTTHE DEVELOPMENTTHE DEVELOPMENTTHE DEVELOPMENTTHE DEVELOPMENTOF POF POF POF POF PAAAAAYMENT SYSTEMYMENT SYSTEMYMENT SYSTEMYMENT SYSTEMYMENT SYSTEM
Hubungan Kerjasama Dengan Pihak Ketiga di Bidang Sistem Pembayaran Non Tunai 33333
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
ebijakan sistem
pembayaran non tunai
pada tahun 2005 tetap
diarahkan untuk
mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran demi
terciptanya sistem pembayaran
nasional yang efisien, cepat, aman
dan handal guna mendukung
kestabilan sistem moneter dan
sistem keuangan.
Sasaran yang ingin dicapai
adalah meminimalkan resiko,
meningkatkan efisiensi serta
kehandalan sistem pembayaran,
dan perlindungan konsumen bagi
pengguna jasa sistem pembayaran.
Untuk mencapai hal-hal tersebut
pada tahun 2005 akan dilakukan
antara lain :
13 512 9Arah Pengembangan Sistem PembayaranNon Tunai Tahun 200514
Pengembangan SKN yang
telah dimulai pada tahun 2004,
merupakan salah satu upaya Bank
Indonesia yang bertujuan untuk
mengakomodasi penyelesaian
transaksi bernilai kecil (ritel) yang
diproses melalui mekanisme
kliring agar menjadi lebih efisien
dan luas jangkauannya.
Penerapan SKN akan
dilakukan secara bertahap. Tahap
pertama akan dilaksanakan pada
awal semester dua tahun 2005
untuk wilayah kliring Jakarta dan
Bandung. Selanjutnya penerapan
SKN akan dilakukan secara
bertahap di seluruh wilayah
kliring.
Kebijakan sistem
pembayaran non
tunai pada tahun
2005 tetap
diarahkan ....
PENERAPPENERAPPENERAPPENERAPPENERAPAN SISTEMAN SISTEMAN SISTEMAN SISTEMAN SISTEMKLIRING NASIONAL (SKN)KLIRING NASIONAL (SKN)KLIRING NASIONAL (SKN)KLIRING NASIONAL (SKN)KLIRING NASIONAL (SKN)
PENERAPPENERAPPENERAPPENERAPPENERAPAN FAN FAN FAN FAN FAILURE AILURE AILURE AILURE AILURE TTTTTOOOOOSETTLE SCHEMESETTLE SCHEMESETTLE SCHEMESETTLE SCHEMESETTLE SCHEME
Penerapan mekanisme FtS
pada sistem kliring — yang
direncanakan akan dilaksanakan
bersamaan dengan penerapan
Sistem Kliring Nasional (SKN) —
^
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
PENYESUAIAN KEBIJAKAN/PENYESUAIAN KEBIJAKAN/PENYESUAIAN KEBIJAKAN/PENYESUAIAN KEBIJAKAN/PENYESUAIAN KEBIJAKAN/PERAPERAPERAPERAPERATURAN TURAN TURAN TURAN TURAN TENTTENTTENTTENTTENTANGANGANGANGANGSISTEM PEMBSISTEM PEMBSISTEM PEMBSISTEM PEMBSISTEM PEMBAAAAAYYYYYARAN (SEARAN (SEARAN (SEARAN (SEARAN (SEEKSTERN, SE INTERN, PDG,EKSTERN, SE INTERN, PDG,EKSTERN, SE INTERN, PDG,EKSTERN, SE INTERN, PDG,EKSTERN, SE INTERN, PDG,DDDDDAN PBI)AN PBI)AN PBI)AN PBI)AN PBI)
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran Non Tunai Tahun 200544444
Ekstern dan SE Intern) yang
diupayakan dapat diselesaikan
tahun 2005. Delapan ketentuan
tersebut adalah: 1)PBI Sistem
Kliring Nasional; 2)SE Ekstern
Kliring SKN lengkap dengan
perjanjian Kliring SKN; 3) SE
Ekstern DH Nasional; 4) SE Ekstern
Biaya Kliring; 5) SE Ekstern Jadwal
adalah : 1)PBI Sistem Kliring
Nasional; 2)SE Ekstern Kliring SKN
lengkap dengan perjanjian Kliring
SKN; 3)SE Ekstern DH Nasional;
4)SE Ekstern Biaya Kliring; 5)SE
Ekstern Jadwal Kliring; 6) SE Intern
SOSA; 7) SE Intern BIANG; dan 8)
SE Intern SKN.
Dalam
pengertian
selesai adalah
sampai dengan
dikirimkannya...
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
11 Tinjauan Umum
ecara umum
kebijakan sistem
pembayaran tunai
pada tahun 2004 diarahkan kepada
upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat terhadap uang kartal
dalam jumlah yang cukup, baik
secara nominal maupun jenis
pecahan yang sesuai serta tepat
waktu, menjaga kualitas uang
yang diedarkan, melakukan
tindakan untuk menanggulangi
meluasnya pengedaran uang
palsu, serta penyempurnaan
pengaturan sistem pembayaran
tunai.
Dalam rangka memelihara
kualitas uang Rupiah yang layak
edar dan melakukan tindakan
preventif terhadap pemalsuan
uang, Bank Indonesia
mengeluarkan dan mengedarkan
uang baru pecahan Rp100.000 dan
Rp20.000 tahun emisi 2004 mulai
tanggal 29 Desember 2004, yang
peluncurannya dilaksanakan oleh
Presiden Republik Indonesia di
Istana Negara. Kedua pecahan
tersebut secara bertahap akan
menggantikan uang Rp100.000
tahun emisi 1999 dan Rp20.000
tahun emisi 1998.
Pada saat yang bersamaan,
untuk pertama kalinya dalam
sejarah uang di Indonesia, Bank
Indonesia mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah khusus
pecahan Rp100.000 dan Rp20.000
tahun emisi 2004 dalam bentuk
uang kertas belum dipotong
(uncut banknotes). Uncut
banknotes dikeluarkan dalam
bentuk lembaran uang belum
dipotong yang terdiri dari masing-
masing 2 (dua) dan 4 (empat)
lembar. Uncut banknotes ini juga
berlaku sebagai alat pembayaran
yang sah dan dimaksudkan untuk
Pada saat yang
bersamaan, untuk
pertama kalinya
dalam sejarah uang
di Indonesia, Bank
Indonesia
mengeluarkan dan
mengedarkan uang
...
EVEVEVEVEVALUASI PERKEMBALUASI PERKEMBALUASI PERKEMBALUASI PERKEMBALUASI PERKEMBANGANANGANANGANANGANANGANSISTEM PEMBSISTEM PEMBSISTEM PEMBSISTEM PEMBSISTEM PEMBAAAAAYYYYYARANARANARANARANARANTUNAI DI INDONESIATUNAI DI INDONESIATUNAI DI INDONESIATUNAI DI INDONESIATUNAI DI INDONESIA
f
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
memenuhi keinginan sebagian
masyarakat yang ingin
mengoleksi uang rupiah dalam
bentuk khusus.
Jumlah uang kartal yang
diedarkan pada tahun 2004
mengalami kenaikan sebesar
12,56% dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Terkait
dengan peningkatan tersebut
realisasi distribusi mencapai
103,22% dari rencana distribusi
yang telah ditetapkan. Sementara
itu, jumlah posisi kas Bank
Indonesia menunjukkan
penurunan sebesar 22,72%
dibandingkan tahun sebelumnya,
namun masih berada pada kisaran
kebutuhan kas minimum sebanyak
2-3 bulan arus uang keluar
(outflow).
Meskipun jumlah UYD
selama 3 tahun terakhir
menunjukkan peningkatan,
namun rasio UYD terhadap uang
primer mengalami
kecenderungan yang menurun.
Rasio UYD terhadap uang primer
pada posisi akhir tahun 2002
tercatat sebesar 0,71 menurun
menjadi 0,68 pada tahun 2003 dan
0,64 pada tahun 2004.
Kegiatan aliran uang
masuk (inflow) dan aliran uang
keluar (outflow) rata-rata bulanan
selama tahun 2004 masing-
masing mencapai sebesar Rp22,0
triliun dan Rp22,7 triliun, lebih
tinggi dari rata-rata tahun
sebelumnya yang masing-masing
mencapai Rp18,7 triliun dan
Rp19,6 triliun.
Selanjutnya sebagai faktor
yang menopang pelaksanaan
tugas untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan uang
kartal, pada tahun 2004 telah
dilakukan upaya untuk
memperbaiki infrastruktur berupa
kapasitas dan kuantitas peralatan
serta sarana pendukung
operasional pengedaran uang.
Selain itu terdapat pula beberapa
upaya penyempurnaan ketentuan
intern dan ekstern.
Penyempurnaan ketentuan intern
mengarah pada upaya penguatan
organisasi dan pengaturan
kegiatan pengedaran uang yang
digunakan sebagai landasan
dalam melaksanakan tugas mulai
dari perencanaan hingga
pemusnahan uang. Sedangkan
penyempurnaan ketentuan
ekstern merupakan wujud
transparansi kepada masyarakat
agar mengetahui tugas dan
wewenang Bank Indonesia di
bidang sistem pembayaran tunai.
Jumlah uang kartal
yang diedarkan
pada tahun 2004
mengalami
kenaikan sebesar ...
Tinjauan Umum11111
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
BLUE PRINT SISTEM PEMBAYARAN TUNAI
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Kondisi Ideal
Kondisi Saat Ini
Uang Rupiah yang berkualitas
Layanan kas yang prima
Operasional Pengedaran Uang
Pengadaan Uang dan Bahan Uang
Penanggulangan Uang Palsu
MISI DAN VISI
ISSUE TERKINI
GAP
Penyediaan dan Pengedaran uang
yang aman, handal
dan efisien
SASARAN
Misi Bank Indonesia dalam
Pengedaran Uang adalah memenuhi
kebutuhan uang Rupiah di masyarakat
dalam jumlah nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan
dalam kondisi yang layak edar. Untuk
mencapai misi dimaksud perlu adanya
arah kebijakan yang jelas dan langkah-
langkah strategis operasional yang akan
diambil dan dituangkan dalam suatu
blue print.
Blue print Sistem Pembayaran Tunai
disusun berdasarkan pada permasalahan
yang dihadapi yang disebabkan adanya
gap antara kondisi saat ini dengan kondisi
ideal yang diinginkan meliputi aspek
kebijakan, hukum, kelembagaan,
instrumen, mekanisme operasional, dan
infrastruktur. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, secara umum
prinsip dasar pengembangan sistem
pembayaran tunai mencapai 3 sasaran
pokok, yakni adanya uang Rupiah yang
berkualitas, pelaksanaan pengedaran
uang yang aman, handal, dan efisien
serta memberikan layanan yang prima
kepada stakeholders.
Framework sistem pembayaran
tunai sebagaimana digambarkan pada
skema di bawah ini :
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Uang Rupiah yang Berkualitas
Untuk mencapai uang Rupiah yang
berkualitas, arah kebijakan dan
pengembangan ditujukan pada
peningkatan kualitas bahan uang dan
uang dengan mengoptimalkan
penggunaan material dari dalam negeri
dan mengurangi impor serta lebih
memperbanyak dan meningkatkan
kualitas security features yang kasat
mata dan kasat raba agar masyarakat
mudah mengenali kualitasnya sehingga
memperkecil ruang gerak peredaran
uang palsu.
Langkah-langkah yang ditempuh
dalam upaya untuk meningkatkan
kualitas uang dan bahan uang antara lain
dengan melakukan penelitian guna
mencari bahan uang yang berasal dari
dalam negeri yang cocok digunakan
untuk bahan uang dengan
memperhatikan kondisi iklim dan
perilaku dari masyarakat Indonesia. Agar
uang yang akan diedarkan benar-benar
terjaga kualitasnya, diupayakan
senantiasa mengikuti perkembangan
teknologi cetak dan security features,
serta pengendalian mutu baik bahan
maupun uang dengan mengoptimalkan
fungsi laboratorium mini Bank Indone-
sia.
Dalam upaya untuk memperkecil
atau menanggulangi pemalsuan uang,
selain melalui peningkatan bahan dan
uangnya sendiri, program sosialisasi
pengenalan ciri-ciri keaslian uang Rupiah
akan dilakukan peningkatan baik pola
ataupun efektivitasnya. Disamping itu,
akan dibentuk unit khusus sebagai pusat
data uang palsu dan mengupayakan
kewenangan bagi pegawai BI untuk
melakukan penyidikan dan penyelidikan
tindak pidana pemalsuan uang.
Layanan Kas Prima
Yang dimaksud dengan layanan kas
prima adalah melayani nasabah dengan
baik, ramah, dan cepat, namun tidak
berarti BI harus over service. Untuk
mencapai tujuan tersebut, akan
diupayakan agar kualitas pelayanan yang
diberikan sesuai dengan standar ISO-
9001. Agar pelayanan Bank Indonesia
lebih terfokus pada bidang tugasnya,
dan mendidik perbankan dalam
mengelola fisik uang kertas dan uang
logam maka arah kebijakan ke depan,
Bank Indonesia hanya akan menerima
setoran uang yang tidak layak edar serta
mengeluarkan dan mengedarkan uang
baru atau layak edar. Disamping itu, BI
ke depan hanya akan melayani setoran
dan bayaran dalam jumlah besar
(wholesale).Untuk itu, langkah yang
perlu dan akan ditempuh agar sasaran
tersebut terwujud yaitu dengan
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
mengeluarkan sistem/aturan yang
kondusif mengarah pada tumbuh dan
kembangnya cash center.
Penyediaan dan Pengedaran Uang yang
Aman, Handal, dan Efisien
Sasaran pengedaran uang yang aman,
handal, dan efisien, terutama terkait
dengan pengadaan uang, pendistribusian,
dan pengelolaan uang. Untuk mencapai
sasaran tersebut diupayakan melalui
pengembangan jalur distribusi dan fungsi
depot kas melalui pembentukan 2 depot
kas besar di wilayah Barat dan wilayah
Timur Indonesia serta menyempurnakan
Rencana Distribusi Uang (RDU). Selain itu
untuk mendapatkan data yang lengkap,
akurat, kini, dan utuh (LAKU) yang
digunakan dalam pengambilan keputusan
baik di tingkat pusat maupun koordinasi
intern dan antar KKBI/KBI, secara bertahap
akan dilakukan pengembangan Sistem
Informasi Pengedaran Uang.
Dalam rangka memperlancar
operasional pengelolaan uang/kas akan
diupayakan penyempurnaan dan
optimalisasi berbagai perangkat aturan/
ketentuan serta sarana dan prasarana yang
memadai.
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tahun 2004Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
PEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANMASYMASYMASYMASYMASYARAKAARAKAARAKAARAKAARAKAT T T T T TERHADTERHADTERHADTERHADTERHADAPAPAPAPAPPENGADPENGADPENGADPENGADPENGADAAN DAAN DAAN DAAN DAAN DANANANANANDISTRIBUSI UANGDISTRIBUSI UANGDISTRIBUSI UANGDISTRIBUSI UANGDISTRIBUSI UANG
Kebijakan dan Perkembangan SistemPembayaran Tunai12
^
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
uang yang dimusnahkan dan
posisi kas setiap satuan kerja kas
di Kantor Pusat dan Kantor Bank
Indonesia, dan dikenal dengan
Rencana Distribusi Uang (RDU).
RDU merupakan jumlah
dan komposisi pecahan uang yang
akan dikirim untuk memenuhi
kebutuhan kas setiap satuan kerja
kas di Kantor Pusat dan Kantor
Bank Indonesia selama satu tahun
anggaran yang dirinci secara
triwulanan dan bulanan.
Semula RDU disusun
dengan menggunakan top down
approach dan baru dapat
dilakukan setelah perhitungan
rencana pengadaan uang selesai
dilakukan. Tetapi mulai tahun
2003 dilakukan perubahan
pendekatan penyusunan RDU dari
top down approach menjadi
bottom up approach dengan
menggunakan metode proyeksi
kebutuhan kas berdasarkan analisa
trend dan runtun waktu yang
disebut “Metode Dekomposisi”.
Metoda dekomposisi ini
dipilih karena dinilai mampu
memisahkan pola data dengan
unsur kerandoman atau unsur
acaknya. Pemisahan seperti ini,
membantu meningkatkan
ketepatan peramalan dan
membantu pemahaman atas
perilaku deret data secara lebih
baik.
Selanjutnya agar
penyusunan RDU tersebut dapat
lebih realistis, juga dilakukan
perubahan perhitungan kas
minimum. Semula perhitungan
kas minimum ditetapkan sama
untuk setiap pecahan dan berlaku
untuk seluruh satker kas. Saat ini
perhitungan kas minimum dibuat
berbeda dengan memperhatikan
variabel faktor inflow/outflow,
waktu dan siklus remise sesuai
dengan karakteristik dari masing-
masing satker kas. Dalam
melakukan penyusunan RDU ini,
KBI diminta untuk berperan aktif
di dalam menentukan
kebutuhannya sampai dengan
pendistribusian ke masyarakat.
Untuk mewujudkan hal
tersebut, dirasa perlu peran serta
dan komitmen dari masing-
masing satker kas agar
pelaksanaan dari realisasi
distribusi uang dapat lebih
realistis dengan berdasarkan pada
kemampuan cash management
yang dapat diandalkan.
Dengan adanya perubahan
pendekatan dan penyempurnaan
dalam metode perhitungan,
RDU merupakan
jumlah dan
komposisi pecahan
uang yang akan
dikirim untuk
memenuhi ...
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
diharapkan realisasi distribusi
uang dapat mendekati rencana
yang ditetapkan dengan tetap
mengutamakan kepuasan
masyarakat dalam hal
pemenuhan kebutuhan uang
yang pada gilirannya untuk
mencapai visi dan misi Bank
Indonesia di bidang sistem
pembayaran.
Setelah diperoleh hasil
perhitungan RDU, selanjutnya
dilaksanakan proses pengadaan
uang dan bahan uang sesuai
jumlah uang yang akan dicetak.
Proses pengadaan uang dan
bahan uang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan selama
satu tahun anggaran, namun
tidak tertutup kemungkinan
pelaksanaan pengadaan
dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan beberapa tahun ke
depan sebagaimana yang pernah
dilakukan pada pengadaan
bahan uang tahun 2002. Selama
ini pelaksanaan pengadaan uang
dilakukan secara penunjukkan
langsung kepada Perum Peruri
atau kepada perusahaan
pencetakan lainnya apabila
Perum Peruri menyatakan tidak
sanggup melakukan pencetakan
baik dilihat dari segi kapasitas
atau teknologi pencetakan uang.
Sedangkan untuk pengadaan
bahan uang sepanjang tidak ada
pertimbangan khusus,
pelaksanaan pengadaan
dilakukan secara pemilihan
langsung dengan
mengikutsertakan pemasok yang
telah memenuhi kualifikasi yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Terkait dengan
pengadaan bahan uang, pada
tahun 2004 Bank Indonesia
melakukan pengadaan bahan
uang emisi baru pecahan
Rp100.000 dan Rp20.000 secara
terpisah dengan beberapa unsur
pengaman yang digunakan pada
bahan uang kedua pecahan
tersebut, seperti benang
pengaman pada pecahan
Rp100.000 dan Rp20.000 serta
irisafe pada pecahan Rp100.000.
Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari
ketergantungan kepada pemasok
tertentu dan untuk mendapatkan
harga yang lebih kompetitif.
Untuk menjamin realisasi
pengadaan uang dan bahan uang
sesuai dengan yang
direncanakan, Bank Indonesia
secara rutin melakukan penilaian
kinerja pemasok yang dilihat dari
Terkait dengan
pengadaan bahan
uang, pada tahun
2004 Bank
Indonesia
melakukan...
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai 22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
PEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANMASYMASYMASYMASYMASYARAKAARAKAARAKAARAKAARAKAT T T T T TERHADTERHADTERHADTERHADTERHADAPAPAPAPAPLALALALALAYYYYYANANANANANAN PERKASANAN PERKASANAN PERKASANAN PERKASANAN PERKASAN
ketepatan pengiriman uang dan
bahan dibandingkan dengan
rencana, kualitas uang dan bahan
uang yang dikirim serta kerja
sama pemasok dalam
menyelesaikan permasalahan
yang timbul.
Distribusi uang yang
merupakan salah satu fungsi
pengedaran uang dilakukan
dengan sistem distribusi melalui
kantor depot kas yang saat ini
berjumlah 9 (sembilan) kantor
depot kas yaitu 7 (tujuh) Kantor
Koordinator Bank Indonesia yaitu
KKBI Bandung, KKBI Semarang,
KKBI Surabaya, KKBI Makassar dan
2 (dua) Kantor Bank Indonesia,
yaitu KBI Balikpapan dan KBI
Manado. Selain melakukan
pengiriman melalui kantor depot
kas tersebut Kantor Pusat juga
melakukan pengiriman secara
langsung ke 7 (tujuh) Kantor Bank
Indonesia lainnya. Penetapan
sistem distribusi di atas
berdasarkan pertimbangan
efisiensi dan efektifitas.
Jalur transportasi yang
digunakan dalam melakukan
pengiriman uang tersebut
meliputi jalur darat (truk dan
kereta api), udara dan laut. Alat
transportasi yang digunakan
kecuali truk, pada umumnya
memanfaatkan fasilitas
pengangkutan dari perusahaan
jasa pihak ketiga, seperti PT Pelni,
PT KAI dan maskapai
penerbangan nasional.
Distribusi uang
yang merupakan
salah satu fungsi
pengedaran uang
dilakukan dengan
sistem...
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai22222
MENJMENJMENJMENJMENJAAAAAGA KUALITGA KUALITGA KUALITGA KUALITGA KUALITAS UANGAS UANGAS UANGAS UANGAS UANGKARKARKARKARKARTTTTTAL AL AL AL AL YYYYYANG DIEDANG DIEDANG DIEDANG DIEDANG DIEDARKANARKANARKANARKANARKAN
Dalam rangka menjaga
kualitas uang kartal yang
diedarkan, kebijakan yang
ditempuh oleh Bank Indonesia
meliputi : mengganti uang tidak
layak edar, meningkatkan
durabilitas, dan meningkatkan
kualitas unsur pengamanan uang.
MENGGANTI UANG MENGGANTI UANG MENGGANTI UANG MENGGANTI UANG MENGGANTI UANG YYYYYANGANGANGANGANGTIDTIDTIDTIDTIDAK LAAK LAAK LAAK LAAK LAYYYYYAK EDAK EDAK EDAK EDAK EDARARARARAR
Bank Indonesia berusaha
menjaga kualitas uang yang
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai 22222
SISTEM INFORMASI DSISTEM INFORMASI DSISTEM INFORMASI DSISTEM INFORMASI DSISTEM INFORMASI DANANANANANPERALAPERALAPERALAPERALAPERALATTTTTAN PERKASANAN PERKASANAN PERKASANAN PERKASANAN PERKASAN
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai22222
BO
KS
BO
KS
BO
KS
BO
KS
BO
KS
LAPO
RA
N TA
HU
NA
N SISTEM
PEMB
AY
AR
AN
2004
NO TANGGAL
-
-
-
PBI tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah (P5UR) merupakan pelaksanaan
lebih lanjut dari tugas dan kewenangan BI dalam bidang pengedaran uang yang diatur dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004. PBI P5UR tersebut menjadi ketentuan pokok yang bersifat intern
dan ekstern bagi seluruh ketentuan yang mengatur mengenai pengedaran uang.
22 Juni 2004
PBI Nomor 6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan
dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah.
1.
-17 Desember 2004
PBI Nomor 6/28/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang
Kertas Rupiah Pecahan 100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2004.
2.
-17 Desember 2004
PBI Nomor 6/29/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang
Kertas Rupiah Pecahan 20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2004.
3.
-28 Desember 2004
PBI Nomor 6/31/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang
Kertas Rupiah Khusus Pecahan 100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2004 dalam Bentuk Uang Kertas belum Dipotong.
4.
Merupakan pelaksanaan dari kewenangan BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah baru. BI mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah pecahan 100.000 (seratus ribu) tahun emisi 2004. Materi dari PBI tersebut meliputi: (1) macam uang rupiah; (2) ciri uang rupiah; (3) tanggal mulai berlakunya uang
rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.
SK DIR BI No.13/51 Desember 1980 t
Ketentuan PokoPengedar
Merupakan pelaksanaan dari kewenangan BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah baru. BI mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah pecahan 20.000 (dua puluh ribu) tahun emisi 2004. Materi dari PBI tersebut meliputi: (1) macam uang rupiah; (2) ciri uang rupiah; (3) tanggal mulai berlakunya uang
rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.
KETENTUAN-KETENTUAN PENGEDARAN UANG PADA TAHUN 2004 KETENTUAN KETERANGAN
Merupakan pelaksanaan dari kewenangan BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah khusus. BI mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah khusus pecahan 100.000 (seratus ribu) tahun emisi 2004 dalam bentuk uang kertas belum dipotong. Materi dari PBI tersebut meliputi: (1) macam lembaran uang kertas belum
dipotong; (2) jumlah uang rupiah khusus; (3) jenis lembaran dan ciri uang rupiah khusus; (4) harga uang rupiah khusus; dan (5) uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah; (6) tanggal mulai uang
rupiah khusus dikeluarkan dan diedarkan.
KETENTUAN YANPeraturan Bank Indonesia
PBI No.1/12/PBDesember 1999 ten
Khusus (Com
PBI No.2/17/PBI2000 tentang Pe
Pengedaran sertaPenarikan U
BO
KS
BO
KS
BO
KS
BO
KS
BO
KS
LAPO
RA
N TA
HU
NA
N SISTEM
PEMB
AY
AR
AN
2004
NO TANGGAL
-
-
-
-
-
5.
-30 Juni 2004SE No.6/25/DPU tentang Penukaran Uang Rupiah1.
Surat Edaran Ekstern
SK Dir BI No.13/521 Desember 1980 t
Ketentuan PokoPengedar
SK Dir BI No.20/Mei 1987 tentang K
Tanda Tidak BerKertas Uan
SK Dir BI No.20/2Juni 1987 tenta
Khazanah Uang d
SK Dir BI No.30/April 1997 tent
Pemberian Tanda TLogam
SK Dir BI No.30/4Juli 1997 tentang Ot
Perkasan Ban
Mengatur mengenai layanan kas berupa penukaran uang rupiah yang dilakukan oleh BI atau pihak lain yang disetujui oleh BI kepada masyarakat. SE tersebut memberikan pedoman bagi masyarakat
mengenai tempat dan waktu penukaran, tata cara penukaran uang dan besarnya penggantian atas uang yang ditukarkan.
PDG tentang Manajemen Pengedaran Uang (MPU) merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari tugas dan kewenangan BI dalam
bidang pengedaran uang yang diatur dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No.3
Tahun 2004. PDG MPU tersebut menjadi ketentuan pokok yang bersifat intern bagi seluruh ketentuan yang mengatur mengenai
pengedaran uang.
22 Juni 2004PDG Nomor 6/7/PDG/2004 tentang Manajemen Pengedaran Uang.
Peraturan Dewan Gubernur
KETENTUAN KETERANGAN KETENTUAN YAN
-28 Desember 2004
PBI Nomor 6/32/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang
Kertas Rupiah Khusus Pecahan 20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2004
dalam Bentuk Uang Kertas belum Dipotong.
merupakan pelaksanaan dari kewenangan BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah khusus. BI mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah khusus pecahan 20.000 (dua puluh ribu) tahun emisi 2004 dalam bentuk uang kertas belum dipotong. Materi dari PBI tersebut meliputi: (1) macam lembaran uang kertas belum
dipotong; (2) jumlah uang rupiah khusus; (3) jenis lembaran dan ciri uang rupiah khusus; (4) harga uang rupiah khusus; dan (5) uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah; (6) tanggal mulai uang
rupiah khusus dikeluarkan dan diedarkan.
BO
KS
BO
KS
BO
KS
BO
KS
BO
KS
LAPO
RA
N TA
HU
NA
N SISTEM
PEMB
AY
AR
AN
2004
NO TANGGAL
-
-
-
2.
SE No.6/49/DPU tentang Permintaan Klarifikasi oleh Masyarakat dan Bank
atas Uang yang Diragukan Keasliannya dan Laporan Penemuan Uang Palsu oleh
Bank.
5.
-
-
-
-
1.
2.
3.
4.
KETENTUAN KETERANGAN KETENTUAN YANG
Mengatur mengenai pengeluaran dan pengedaran uang rupiah khusus pecahan 100.000 (seratus ribu), penggantian uang rupiah khusus, serta prosedur dan pembukuan yang terkait dengan uang
rupiah khusus.
28 Desember 2004
22 Desember 2004
21 Desember 2004
SE No.6/72/INTERN tentang Pelaksanaan Tata Tertib di Area Kas
dan Area Tertentu.
Mengatur mengenai pedoman tata tertib bagi pegawai BI di bagian atau seksi yang mengelola kas, pegawai BI lainnya dan pihak di luar
BI selama berada di dalam area kas dan area tertentu.
SE No.6/77/INTERN tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang
Kertas Rupiah Khusus Pecahan 100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2004 dalam Bentuk Uang Kertas belum Dipotong.
SE No.6/71/INTERN tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang
Kertas Rupiah Pecahan 20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2004.
SE No.6/70/INTERN tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang
Kertas Rupiah Pecahan 100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2004.
Mengatur mengenai waktu mulai uang kertas rupiah pecahan 100.000 (seratus ribu) tahun emisi 2004 dikeluarkan dan diedarkan
oleh BI, serta pembukuan dan pencatatan hasil cetak uang kertas tersebut.
21 Desember 2004
Mengatur mengenai waktu mulai uang kertas rupiah pecahan 20.000 (dua puluh ribu) tahun emisi 2004 dikeluarkan dan diedarkan oleh
BI, serta pembukuan dan pencatatan hasil cetak uang kertas tersebut.
SE No.6/5-SANGARUPA-RUPA tgl. 24 tentang Penggantian N
Cacat/Terb
Mengatur mengenai pemberian klarifikasi atas uang yang diragukan keasliannya oleh BI kepada masyarakat dan bank, kewenangan BI dalam menentukan keaslian uang rupiah, dan laporan penemuan uang palsu oleh bank. SE tersebut memberikan pedoman bagi masyarakat dan bank mengenai tempat dan tata cara meminta
klarifikasi atas uang yang diragukan keasliannya, serta tata cara pelaporan penemuan uang palsu oleh bank.
Mengatur mengenai pedoman bagi BI dalam memberikan layanan kas berupa penukaran uang rupiah dan penetapan besarnya
penggantian atas uang yang ditukarkan.23 Juli 2004SE No.6/41/INTERN tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penukaran Uang Rupiah.
SE No.10/4 UPPB tanggaltentang Tata Cara Pelapo
Uang Rupiah Palsu atau Datau Diragukan Kea
14 Desember 2004
SE No.6/2-RAHASIAtgl. 23 Januari 19
Pengawasan Pe
SE No.15/15/INTNopember 1982 tentaNilai Uang Rupiah R
Surat Edaran Intern
BO
KS
BO
KS
BO
KS
BO
KS
BO
KS
LAPO
RA
N TA
HU
NA
N SISTEM
PEMB
AY
AR
AN
2004
NO TANGGAL
6.-
KETENTUAN KETERANGAN KETENTUAN YA
SE No.6/78/INTERN tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang
Kertas Rupiah Khusus Pecahan 20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2004
dalam Bentuk Uang Kertas belum Dipotong.
28 Desember 2004
Mengatur mengenai pengeluaran dan pengedaran uang rupiah khusus pecahan 20.000 (dua puluh ribu), penggantian uang rupiah khusus, serta prosedur dan pembukuan yang terkait dengan uang
rupiah khusus.
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Dalam rangka
meningkatkan
kualitas data dan
integrasi data
warehouse
pengedaran
uang, pada tahun
2004 telah
dikembangkan...
Dalam rangka
meningkatkan kualitas data
dan integrasi data warehouse
pengedaran uang, pada tahun
2004 telah dikembangkan
Sistem Informasi Pengedaran
Uang (SIPU) Cognos. Dalam
pelaksanaannya, pada bulan
Juli 2004 telah berhasil
dilakukan implementasi tahap
I, yang meliputi data posisi
kas, transaksi pengiriman uang
antar kantor, pemusnahan
uang, serta rencana dan
realisasi distribusi uang.
Selain itu, untuk
memantau kegiatan
pengiriman uang, telah
dikembangkan suatu Sistem
Monitoring Transportasi Remisi
Antar Kantor atau yang lebih
dikenal dengan sebutan
SIMTRAK. Sistem ini
merupakan alat monitoring
dan komunikasi yang
digunakan untuk
memudahkan pengawasan
dalam pelaksanaan kegiatan
pengiriman uang (remise).
Pengembangan SIMTRAK ini
dilatarbelakangi pada
kebutuhan :
a. Belum tersedianya peralatan
yang dapat digunakan untuk
memantau secara visual
seluruh pergerakan kendaraan
operasional yang terlibat
dalam kegiatan remise.
b. Untuk mengantisipasi
peningkatan kualitas
gangguan keamanan di masa
yang akan datang yang
berpotensi menghambat
kegiatan remise khususnya
dalam perjalanan.
Teknologi yang
digunakan dalam SIMTRAK ini
adalah Automated Vehicle
Locator (AVL) dengan
memanfaatkan teknologi
Global Positioning System
(GPS) dan sistem komunikasi
radio eksisting dengan
menggunakan sistem transmisi
radio komunikasi Ultra High
Frequency (UHF) yang dikelola
oleh Bagian Pengamanan Bank
Indonesia. Sistem monitoring
ini mulai diterapkan di DPU
terhitung sejak bulan
November 2003 dengan
jangkauan pemantauan
meliputi wilayah Jabotabek
dan Karawang termasuk
Cilangkap.
Selanjutnya dalam
rangka meningkatkan layanan
penarikan uang kertas dan
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai 22222
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Dalam rangka
peningkatan
efektifitas dan
efisiensi
pelaksanaan tugas
yang terkait
dengan
administrasi uang
dan bahan uang,
mulai
pertengahan
tahun 2004 telah
dirintis...
sarana pemindahbukuan antar
pemegang rekening simpanan
pegawai, pada tahun 2004 telah
dilakukan pengadaan Mesin Kasir
Otomatis (MKO) untuk 4 KBI
(Medan, Bandung, Surabaya,
Semarang). Dengan dilakukannya
pengoperasian MKO pada 4 KBI
tersebut (mulai bulan Januari
2005), selain dapat melayani
transaksi penarikan tunai melalui
MKO dapat pula dilakukan
transaksi pemindahbukuan dan
transfer antar kantor.
SISTEM INFORMASISISTEM INFORMASISISTEM INFORMASISISTEM INFORMASISISTEM INFORMASIDADADADADATTTTTABABABABABASE ASE ASE ASE ASE ADMINISTRASIADMINISTRASIADMINISTRASIADMINISTRASIADMINISTRASIUANG DUANG DUANG DUANG DUANG DAN BAHAN UANGAN BAHAN UANGAN BAHAN UANGAN BAHAN UANGAN BAHAN UANG
Dalam rangka
peningkatan efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan tugas yang
terkait dengan administrasi uang
dan bahan uang, mulai
pertengahan tahun 2004 telah
dirintis pengembangan sistem
database administrasi uang dan
bahan uang. Latar belakang
dikembangkannya sistem ini
disebabkan adanya proses
kegiatan yang saling terkait dalam
melakukan administrasi/
pencatatan persediaan bahan
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai22222
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran Tunai Tahun 200533333
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Untuk pengiriman
dengan
menggunakan
sarana peti
kemas, dilakukan
dengan cara...
PTPTPTPTPT. KERET. KERET. KERET. KERET. KERETA A A A A API INDONESIAAPI INDONESIAAPI INDONESIAAPI INDONESIAAPI INDONESIA
Salah satu alat
transportasi yang digunakan
dalam rangka pengiriman uang
adalah kereta api. Kereta api ini
umumnya digunakan untuk
melayani kebutuhan kas Kantor
Bank Indonesia di wilayah Pulau
Jawa (Semarang, Kediri, Malang
dan Surabaya) dan Palembang.
Dalam rangka
mendukung kelancaran
pelaksanaan pengiriman uang
tersebut, maka Bank Indonesia
senantiasa menjalin hubungan
kerja sama dengan pihak PT.
Kereta Api Indonesia (PT. KAI)
selaku badan usaha negara
penyedia transportasi kereta api.
Bentuk kerja sama yang selama
ini dibina adalah bentuk kerja
sama tidak mengikat berupa
penyediaan ruang gerbong untuk
pengiriman uang dengan tarif
khusus.
PTPTPTPTPT. PELNI. PELNI. PELNI. PELNI. PELNI
Alat transportasi lain
yang juga digunakan untuk
pengiriman uang adalah kapal
laut yang digunakan untuk
melayani kebutuhan kas Kantor
Bank Indonesia di luar Pulau Jawa.
Bentuk kerja sama yang selama ini
terbina antara kedua belah pihak
adalah bentuk kerja sama yang
mengikat yang dituangkan dalam
suatu Surat Perintah Kerja (SPK)
yang dibuat setiap tahun.
Dalam SPK ini, PT. PELNI
diwajibkan untuk menyediakan
ruang simpan/angkut untuk uang
yang akan dikirimkan ke Kantor
Bank Indonesia dengan tarif
khusus yang telah disepakati.
Pengiriman dengan menggunakan
moda transportasi laut dengan
kapal penumpang ini dibagi
dalam 2 (dua) jenis ruang simpan/
angkut, yaitu : peti kemas dan
locker.
Untuk pengiriman dengan
menggunakan sarana peti kemas,
dilakukan dengan cara door to
door service dan sebagai
pelaksana ekspedisi ditunjuk PT.
Sarana Bandar Nasional (PT. SBN).
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran Tunai Tahun 2005 33333
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
(PPUPK). Dengan pertimbangan
bahwa kegiatan layanan
penukaran uang pecahan kecil
tersebut cukup membantu
masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan uang pecahan kecil,
maka pada tahun 2005 kegiatan
tersebut akan dikembangkan pada
5 KBI lainnya, sehingga pelayanan
PPUPK akan meliputi wilayah KP
dan 12 KBI.
Untuk menjaga kualitas
uang kartal yang beredar di
masyarakat, serta penanggulangan
uang palsu, kebijakan yang
diambil yaitu: pengeluaran dan
pengedaran uang emisi baru, serta
melanjutkan program public
education mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah.
alam rangka
p e m e n u h a n
k e b u t u h a n
masyarakat terhadap uang kartal,
Bank Indonesia tetap melakukan
kebijakan pengadaan uang
berdasarkan hasil perhitungan
rencana distribusi uang selama 1
(satu) tahun kedepan. Rencana
distribusi dan pengadaan uang
tahun 2005 telah
mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat yang diperoleh
berdasarkan hasil survei
kebutuhan masyarakat terhadap
pecahan.
Adapun untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap
uang pecahan kecil (Rp10.000 ke
bawah), masih tetap melanjutkan
kerjasama dengan pihak ketiga
Rencana
distribusi dan
pengadaan uang
tahun 2005 telah
mempertimbangkan
kebutuhan
masyarakat yang
diperoleh
berdasarkan ...
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran TunaiTahun 200514
PEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANPEMENUHAN KEBUTUHANMASYMASYMASYMASYMASYARAKAARAKAARAKAARAKAARAKAT T T T T TERHADTERHADTERHADTERHADTERHADAPAPAPAPAPUANG KARUANG KARUANG KARUANG KARUANG KARTTTTTALALALALAL
Menjaga kualitas uang kartalyang diedarkan danpenanggulangan uang palsu
W
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
MELANJUTKAN PROGRAMMELANJUTKAN PROGRAMMELANJUTKAN PROGRAMMELANJUTKAN PROGRAMMELANJUTKAN PROGRAMPUBLIC EDUCPUBLIC EDUCPUBLIC EDUCPUBLIC EDUCPUBLIC EDUCAAAAATIONTIONTIONTIONTIONMENGENAI CIRI-CIRIMENGENAI CIRI-CIRIMENGENAI CIRI-CIRIMENGENAI CIRI-CIRIMENGENAI CIRI-CIRIKEASLIAN UANG RUPIAHKEASLIAN UANG RUPIAHKEASLIAN UANG RUPIAHKEASLIAN UANG RUPIAHKEASLIAN UANG RUPIAH
Pada tahun 2005 akan
dilanjutkan program public
education mengenai ciri-ciri uang
rupiah namun akan lebih
diperluas dan diintensifkan
(diperbanyak) pada masing-
masing kegiatan yang akan
dilaksanakan, meliputi :
1. Sosialisasi yang dilakukan
dengan tatap muka langsung
kepada masyarakat bekerjasama
dengan satker lain (DLN, DHK,
BGub dan BKr).
2. Penyampaian informasi kepada
masyarakat melalui penayangan
iklan layanan masyarakat (ILM) di
media cetak, media elektronik
juga melalui kerjasama dengan
perusahaan angkutan massal (GIA,
DAMRI, PJKA). Dalam tayangan
ILM tersebut, juga dijelaskan
mengenai cara memperlakukan
uang Rupiah dengan baik, yaitu
dengan menyimpan secara benar
pada tempatnya, menghindarkan
dari perusakan fisik uang dari
coretan-coretan, staples, selotip,
peremasan dan sebagainya, serta
menukarkan uang lusuh, rusak,
terbakar dan cacat. Pemberian
Pada tahun 2005,
direncanakan
akan dikeluarkan
dan diedarkan
uang baru
pecahan ...
PENGELUARAN DPENGELUARAN DPENGELUARAN DPENGELUARAN DPENGELUARAN DANANANANANPENGEDPENGEDPENGEDPENGEDPENGEDARAN UANG EMISIARAN UANG EMISIARAN UANG EMISIARAN UANG EMISIARAN UANG EMISIBBBBBARUARUARUARUARU
Dalam rangka terus
menjaga kualitas uang kartal yang
diedarkan terutama dalam rangka
menangkal tingkat pemalsuan
uang, Bank Indonesia secara
periodik terus memperbaharui
unsur-unsur pengaman yang
diterapkan dengan mengeluarkan
uang emisi baru. Pada tahun 2005,
direncanakan akan dikeluarkan
dan diedarkan uang baru pecahan
Rp50.000 dan Rp10.000 tahun
emisi 2005. Pengeluaran dan
pengedaran kedua pecahan
tersebut akan melengkapi pecahan
uang kertas sehingga semua
ukuran uang kertas terstandarisasi.
Standar ukuran uang kertas rupiah
adalah lebar 65 mm dan panjang
untuk pecahan tertinggi
(Rp100.000) 151 mm, pecahan
Rp50.000 panjang 149 mm dan
terus untuk setiap pecahan akan
berbeda panjang 2 mm. Uang
baru yang akan dikeluarkan
tersebut juga direncanakan akan
dilengkapi dengan unsur-unsur
pengaman baru yang lebih aman
dan handal, sehingga diharapkan
akan lebih mampu untuk
mencegah pemalsuan uang rupiah.
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran Tunai Tahun 200544444
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
PENERBITAN UANG BARUPECAHAN RP. 100.000 DAN RP. 20.000 TAHUN EMISI 2004
Pada tanggal 29 Desember 2004
telah mulai dikeluarkan dan diedarkan
uang baru pecahan Rp100.000 dan
Rp20.000 tahun emisi 2004. Selain
itu,untuk pertama kali telah dikeluarkan
dan diedarkan pula uang khusus dari
kedua pecahan tersebut berupa uncut
notes masing-masing terdiri dari dua dan
empat lembar.Desain uang baru tersebut
merupakan penyempurnaan dari desain
pecahan Rp100.000 dan Rp20.000 yang
sekarang sedang beredar dengan
penambahan tanda-tanda pengaman
yang lebih handal.
Bagian Depan Bagian Belakang
Pecahan Rp. 100.000
Walaupun telah dikeluarkan dan
diedarkan uang kertas baru tersebut,
namun uang pecahan Rp100.000 dan
Rp20.000 tahun emisi’99 dan ‘98 masih
tetap berlaku sebagai alat pembayaran
yang sah.
Pada bagian depan, terdapat
gambar utama Proklamator Negara
Republik Indonesia, Dr. Ir. Soekarno dan
Dr. H. Mohammad Hatta, sedangkan
pada bagian belakang terdapat gambar
utama Gedung Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Hal utama yang dapat dijadikan
Bagian Depan Bagian Belakang
Pecahan Rp 20.000
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
acuan untuk membedakan uang
pecahan Rp100.000 yang lama dengan
yang baru adalah bahan uang yang
digunakan. Uang pecahan Rp100.000
tahun emisi’99 menggunakan bahan
polimer (plastik), sedangkan uang baru
Rp100.000 tahun emisi’2004 terbuat dari
kertas berwarna merah muda.
Pada bagian depan, terdapat gambar
utama Pahlawan Nasional Oto Iskandar di
Nata, sedangkan pada bagian belakang
terdapat gambar utama pemetik teh di
Jawa barat.
Selain gambar utama, ciri utama
yang dapat dijadikan acuan untuk
membedakan uang pecahan Rp20.000
tahun emisi’98 dengan tahun emisi’2004
adalah warna dominan hijau yang lebih
tajam dan terdapat tanda pengaman baru,
yaitu optical variable ink (tinta berubah
warna) yang terletak pada sisi kanan
bawah bagian depan uang serta benang
pengaman berbentuk anyaman yang dapat
dilihat secara kasat mata.
Unsur pengaman yang ada pada
uang kertas secara garis besar dibedakan
pada unsur pengaman yang diaplikasikan
pada bahan uang dan unsur pengaman
yang diaplikasikan pada teknik cetak.
Unsur pengaman yang terdapat pada
kedua pecahan uang baru tahun emisi’2004
ini secara umum adalah sebagai berikut:
Rp100.000 Rp20.000 Pada Bahan
� Bahan Uang Terbuat dari kertas khusus berwarna merah. Terbuat dari kertas khusus berwarna hijau muda.
� Benang pengaman Garis melintang dari atas ke bawah akan terbaca tulisan BI 100000 yang berulang-ulang apabila diterawangkan ke arah cahaya, dan terlihat seperti dianyam, serta akan berubah warna dari warna emas menjadi hijau apabila dilihat dari sudut pandang tertentu.
Garis melintang dari atas ke bawah akan terbaca tulisan BI 20000 yang berulang-ulang seperti dianyam serta akan memendar berwarna merah, biru, dan kuning di bawah sinar ultra violet.
� Watermark Tanda air gambar Pahlawan Nasional WR.Supratman akan terlihat dari kedua belah bagianuang apabila diterawangkan ke arah cahaya.
Tanda air gambar Pahlawan Nasional Oto Iskandar di Nata akan terlihat dari kedua belah bagian uang apabila diterawangkan ke arah cahaya.
� Electrotype Berupa ornamen beserta logo BI yang terletak dibawah watermark akan terlihat dari kedua belahbagian uang apabila diterawangkan ke arahcahaya.
Berupa ornamen beserta logo BI yang terletak dibawah watermark akan terlihat dari kedua belahbagian uang apabila diterawangkan ke arahcahaya.
� Irisafe Jenis pigmen tertentu berbentuk dua garis akanberubah warna dari merah tembaga menjadi hijau,dan warna biru berubah menjadi kuning keemasanapabila dilihat dari sudut pandang tertentu.
-
Teknik Cetak� Optical Variable Ink (OVI)
Tinta OVI pada logo BI akan berubah dari warna kuning keemasan menjadi hijau apabila dilihat dari sudut pandang tertentu.
Tinta OVI pada logo BI akan berubah dari warna magenta menjadi hijau apabila dilihat dari sudut pandang tertentu.
� Rectoverso Gambar logo BI yang beradu tepat saling mengisi pada bagian depan dan belakang akan terlihat utuh apabila diterawangkan ke arah cahaya.
Gambar logo BI yang beradu tepat saling mengisi pada bagian depan dan belakang akan terlihat utuh apabila diterawangkan ke arah cahaya.
� Asymetric Serial Number
Runtutan huruf dan angka dengan ukuran makin membesar akan memendar di bawah sinar ultra violet.
Runtutan huruf dan angka dengan ukuran makin membesar akan memendar di bawah sinar ultra violet.
� Visible Ink Tinta (pada gambar kepulauan Indonesia) yang akan memendar di bawah sinar ultra violet.
Tinta (pada pola dasar) yang akan memendar di bawah sinar ultra violet.
� Blind Code Kode tertentu (dua buah bulatan) untuk mengenalijenis pecahan bagi tunanetra dengan cara merabakode tersebut.
Kode tertentu (dua buah kotak) untuk mengenalijenis pecahan bagi tunanetra dengan cara merabakode tersebut
� Intaglio Teknik cetak timbul terdapat pada gambar utama, angka nominal, tulisan BANK INDONESIA, gambar Burung Garuda terasa kasar apabila diraba.
Teknik cetak timbul terdapat pada gambar utama, angka nominal, tulisan BANK INDONESIA, gambar Burung Garuda terasa kasar apabila diraba.
� Microtext Tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar.
Tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar.
� Latent Image Tulisan BI tersembunyi hanya dapat dilihat dari sudut pandang tertentu.
Tulisan BI tersembunyi hanya dapat dilihat dari sudut pandang tertentu.
PENGEMBPENGEMBPENGEMBPENGEMBPENGEMBANGAN SISTEMANGAN SISTEMANGAN SISTEMANGAN SISTEMANGAN SISTEMAPLIKASI DAPLIKASI DAPLIKASI DAPLIKASI DAPLIKASI DAN INFORMASIAN INFORMASIAN INFORMASIAN INFORMASIAN INFORMASI
Pengembangan sistem
aplikasi dan informasi difokuskan
pada: pengembangan database
uang dan bahan uang,
pengembangan SIPU, serta
pengembangan SIMTRAK.
PENGEMBPENGEMBPENGEMBPENGEMBPENGEMBANGAN DANGAN DANGAN DANGAN DANGAN DAAAAATTTTTABABABABABASEASEASEASEASEUANG DUANG DUANG DUANG DUANG DAN BAN BAN BAN BAN BAHAN UANGAHAN UANGAHAN UANGAHAN UANGAHAN UANG
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran Tunai Tahun 2005 44444
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran Tunai Tahun 2005 44444
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Selain kendala-kendala
yang berkaitan dengan masalah
yang bersifat teknis, kantor depot
kas yang ada saat ini juga masih
berjalan tidak sesuai dengan
peranan dan fungsi kantor depot
kas. Untuk itu, dirasakan perlu
untuk memberdayakan kembali
kantor depot kas yang ada
sekarang dari hanya sebagai
kantor terminal menjadi kantor
depot kas yang sesuai dengan
semangat pembentukan kantor
depot kas yang bersangkutan.
Sehubungan dengan tidak
terlaksananya tugas pengedaran
uang dengan baik, maka
dirasakan perlu untuk melakukan
kajian strategi distribusi uang
yang antara lain mengevaluasi
kembali keberadaan kantor-kantor
depot kas yang ada dan
memberdayakan kembali tugas-
tugas kantor depot kas tersebut
agar dapat menunjang
pelaksanaan tugas pengedaran
uang secara efektif dan efisien.
penentu dapat tersedianya uang
di masyarakat dengan tepat
waktu. Sistem distribusi uang
melalui beberapa KBI yang
ditunjuk sebagai kantor depot kas
saat ini dirasakan sudah tidak lagi
sesuai dengan ketersediaan jalur
dan alat transportasi yang dimiliki
serta perkembangan ekonomi dan
perdagangan di daerah tersebut.
Penetapan suatu kantor
depot kas yang tidak ditunjang
dengan khususnya kapasitas
khazanah, jalur transportasi dan
alat transportasi ternyata
membawa dampak yang cukup
menyulitkan dalam pelaksanaan
tugas pengedaran uang itu
sendiri.
Seringkali kebutuhan
suatu satuan kerja kas yang cukup
besar tidak ditunjang dengan
kapasitas khazanah dan
transportasi yang memadai untuk
memudahkan pengiriman uang.
Kendala-kendala tersebut
mengakibatkan Bank Indonesia
harus mengeluarkan biaya yang
cukup besar, misalnya melakukan
pengiriman uang dengan
menggunakan pesawat terbang,
mengingat kekurangan uang di
satuan kerja kas harus segera
dipenuhi.
Sehubungan
dengan tidak
terlaksananya
tugas pengedaran
uang dengan baik,
maka dirasakan
perlu untuk
melakukan...
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran Tunai Tahun 200544444
KAJIAN SISTEM MANAJEMENKAJIAN SISTEM MANAJEMENKAJIAN SISTEM MANAJEMENKAJIAN SISTEM MANAJEMENKAJIAN SISTEM MANAJEMENMUTU ISO 9001 DI SEKTMUTU ISO 9001 DI SEKTMUTU ISO 9001 DI SEKTMUTU ISO 9001 DI SEKTMUTU ISO 9001 DI SEKTORORORORORPERKASANPERKASANPERKASANPERKASANPERKASAN
Dalam upaya peningkatan
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
pelayanan perkasan kepada
stakeholder, pada tahun 2005
akan disusun kajian mengenai
syarat dan kondisi yang
dibutuhkan sesuai dengan
standar manajemen mutu ISO
9001.
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran Tunai Tahun 2005 44444
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Halaman ini sengaja dikosongkan
BOKSBOKSBOKSBOKSBOKS
LAPORAN TAHUNAN SISTEM PEMBAYARAN 2004
Museum Artha Suaka diresmikan
berdirinya pada tanggal 21 Maret 1978
oleh Gubernur Bank Indonesia Rachmat
Saleh. Gagasan untuk mendirikan Mu-
seum Artha Suaka milik Bank Indonesia
didasarkan atas pemikiran untuk
menyelamatkan dan melestarikan benda-
benda bersejarah dibidang perbankan
antara lain, berupa mata uang, sarana
pembuat uang (seperti plat cetak uang)
dan alat-alat pembayaran lainnya yang
beredar di Indonesia. Museum ini
menyimpan berbagai jenis mata uang
sejak jaman kerajaan, masa perdagangan
internasional, masa jajahan Belanda,
masa jajahan Jepang, masa jajahan
Inggris, jaman Republik (Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia) sampai
sekarang. Beberapa koleksi Museum
Artha Suaka yang ada saat ini adalah
sebagai berikut :
Dari koleksi tersebut di atas, dua
koleksi Museum Artha Suaka yang
menarik yaitu :
1. Uang Kerajaan Buton
Uang Kerajaan Buton berupa uang
kain beredar pada masa pemerintahan
Ratu Bulawambona, pada abad ke-9.
Uang tersebut dikenal dengan Uang
Kampua/Bida yang konon ditenun oleh
puteri raja. Nilai tukar mata uang
tersebut ditentukan oleh Menteri Besar
Kerajaan (setingkat Perdana Menteri),
yaitu setiap satu butir telur ditukarkan
dengan uang yang lebarnya empat jari
dan panjangnya sepanjang telapak
tangan.
2. Probolinggo Papier
Mata uang ini dikeluarkan tahun
1807 pada pemerintahan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda ke-36 Herman
William Daendels. Semula Probolinggo
Papier adalah surat pengakuan hutang
(semacam obligasi) dengan jaminan tanah
negara dengan nilai satu juta
Rijksdaalders. Surat pengakuan hutang
tersebut dikeluarkan oleh Daendels
dengan tujuan memperbesar pemasukan
uang ke kas negara. Setelah diberikan
kepada seorang Cina di Probolinggo,
berubah fungsinya sebagai mata uang
Jenis Jumlah Uang Logam 360.733 Keping Uang Kertas 70.898 Bilyet Uang Kain 1 Lembar Spesimen Uang Kertas 19.631 Bilyet