Top Banner
II Edisi 16 April 2016 Daftar Isi 2 ASMIHA Ke-25: Mendorong Upaya Pencegahan dan Promosi Penyakit Kardiovaskular Perkembangan Panduan Tatalaksana Penyakit Katup Jantung di Indonesia Pentingnya Diagnosis Tepat Hipertensi Pulmonal 3 A New Perspective on Hypertension, the Most Common Risk Factor of Global Death Workshop: Meningkatkan kualitas Pelayanan Kardiovaskular di Indonesia Kontroversi Tatalaksana Syok Kardiogenik Pentingnya Peran Modalitas CCTA dan MRI dalam Revaskularisasi 4 Galeri Foto Testimoni Sekilas Hari Ini 1 Edisi II 25 th ASMIHA S esi pertama simposium gabungan Indonesia Heart Association (IHA) dan European Society of Cardiology (ESC) pada tanggal 15 April 2016 diawali dengan penyampaian topik “Myocardial Revascularization Challenges of Acute Coronary Syndrome in Indonesiaoleh dr. Sunarya Soerianata, SPJP(K). Sunarya mengungkapkan angka persebaran kardiologis dan lab kateterisasi jantung tahun 2016 yang masih terpusat di wilayah barat dan tengah Indonesia. Tantangan pertama datang dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyakit tertinggi yang harus dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat inap adalah kasus jantung, yaitu mencapai 134.821.667 USD. Padahal, pada tahun 2015, JKN masih mengalami defisit likuiditas 433 juta USD. Tantangan telah dicoba diatasi dengan program iSTEMI. iSTEMI, sebuah proyek pilot di Jakarta Barat, ditujukan untuk agar semua pasien STEMI bisa segera mendapatkan reperfusi. Telah dilaksanakan sejak 2014, proyek ini membawa hasil yang baik sehingga angka reperfusi bisa meningkat. Ke depannya, iSTEMI diharapkan untuk diperluas ke wilayah lainnya. Prof. Pasi Karjalainen, MD, PhD membawakan topik berikutnya mengenai Non ST segment Elevation in Myocardial Infarction: Revascularization for Everyone”. Kardiolog Finland ini menekankan bahwa pendekatan invasif infark miokardium harus dilakukan dalam waktu 2 jam untuk pasien dengan kriteria risiko sangat tinggi, 24 jam untuk pasien dengan risiko tinggi, dan 72 jam untuk kriteria sedang. Stent yang ideal harus dapat mengurangi restenosis tanpa membutuhkan obat toksik, bebas trombosis jangka pendek dan panjang, tidak membutuhkan dual antiplatelet therapy (DAPT), dan kemampuan biomekanikal superior. Topik terakhir bertajuk “Challenge of Application in the New ESC Guidelines on NSTEMIdibawakan oleh Prof José López-Sendón, MD, PhD, FESC. Kardiologis asal Spanyol ini menyorot pedoman ESC tahun 2015 untuk penanganan sindrom koroner akut (ACS) pada pasien tanpa elevasi segmen ST persisten. Ada sepuluh hal penting yang harus dipertimbangkan dalam guideline ACS yang baru, yaitu EKG, hs-Troponin, antiplatelet, antikoagulan, stratifikasi risiko, pemilihan rumah sakit, strategi invasif atau konservatif, jalur pungsi arteri radialis, revaskularisasi komplit, dan prevensi sekunder. Langkah awal utama untuk diagnosis adalah EKG. Hs- Troponin adalah poin diagnosis penting lainnya. Penanda enzim jantung ini sensitif karena memiliki negatif palsu rendah, namun positif palsu terbilang tinggi. Jose juga turut menekankan akan pemilihan antiplatelet. Selain aspirin, inhibitor P2Y12 direkomendasikan diberikan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi risiko perdarahan. Untuk stratifikasi risiko, ESC menggunakan skoring GRACE dan CRUSADE. Terakhir adalah pemilihan rumah sakit. Apabila diagnosis memang mengarah ke NSTE- ACS, sebaiknya pasien langsung dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas PCI. Menuju Penanganan Sindrom Koroner Akut yang Lebih Unggul Networking, kecepatan reperfusi, dan ketepatan diagnosis menentukan keberhasilan penanganan pasien sindrom koroner akut. S ince new research data keeps on emerging, the guidelines used by health professional in diagnosing and treating their patients also need to be renewed. Professor José López-Sendón, MD, PhD, FESC, the chief of cardiology department at La Paz University Hospital in Madrid, was one of the contributor of 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. According to Jose, the rate of NSTEMI has increased due to the overall longer life expectancy, so that the atherosclerotic plaque has enough time to develop and produce NSTEMI. Jose emphasized several major changes in the new guideline compared to the previous one. First, all cases of acute coronary syndrome with presentation of poor condition, ventricular arrythmia, or unmanagable chest pain should be immediately sent to cath-lab. Secondly, radial aproach becomes more promising than the femoral one. Radial artery-catheterization may arise some manipulation obstacles due to smaller vessel’s diameter and more complicated route to reach the heart, hence makes it unsuitable for patients with small body size. However, this method significantly lowers mortality rate by reducing risk of bleeding and results in better outcomes. Lastly, secondary preventions such as healthy diet and physical exercises should be extensively promoted. ese two approaches combined with the use of certain medications such as statin is recommended for patients with chronic ischemic heart disease. ere will surely be many challenges in implementing this new guideline, but Jose hoped that this guideline can be applied, especially in Indonesia, where the prevalence of acute coronary syndrome is very high. Professor Jose: Emphasize on New ESC NSTEMI Guideline Dr. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA memimpin diskusi bersama dr. A. Sunarya Soerianata, SpJP, FIHA, dr. Pasi P. Karjalainen, dan Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC dalam joint symposium IHA-ESC. Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC
4

Daftar Isi - Beranisehat.comberanisehat.com/wp-content/uploads/2016/04/Symposium-Highlight... · dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat inap adalah kasus jantung, ... pasien STEMI

Feb 05, 2018

Download

Documents

dohanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Daftar Isi - Beranisehat.comberanisehat.com/wp-content/uploads/2016/04/Symposium-Highlight... · dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat inap adalah kasus jantung, ... pasien STEMI

IIEdisi

16 April 2016

Daftar Isi2

ASMIHA Ke-25: Mendorong Upaya

Pencegahan dan Promosi Penyakit Kardiovaskular

Perkembangan Panduan Tatalaksana Penyakit Katup

Jantung di Indonesia

Pentingnya Diagnosis Tepat Hipertensi Pulmonal

3A New Perspective on

Hypertension, the Most Common Risk Factor of

Global Death

Workshop: Meningkatkan kualitas Pelayanan Kardiovaskular di

Indonesia

Kontroversi Tatalaksana Syok Kardiogenik

Pentingnya Peran Modalitas CCTA dan MRI

dalam Revaskularisasi

4Galeri Foto

Testimoni

Sekilas Hari Ini

1Edisi II25th ASMIHA

Sesi pertama simposium gabungan Indonesia Heart Association (IHA) dan European Society of Cardiology

(ESC) pada tanggal 15 April 2016 diawali dengan penyampaian topik “Myocardial Revascularization Challenges of Acute Coronary Syndrome in Indonesia” oleh dr. Sunarya Soerianata, SPJP(K). Sunarya mengungkapkan angka persebaran kardiologis dan lab kateterisasi jantung tahun 2016 yang masih terpusat di wilayah barat dan tengah Indonesia. Tantangan pertama datang dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyakit tertinggi yang harus dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat inap adalah kasus jantung, yaitu mencapai 134.821.667 USD. Padahal, pada tahun 2015, JKN masih mengalami defisit likuiditas 433 juta USD. Tantangan telah dicoba diatasi dengan program iSTEMI. iSTEMI, sebuah proyek pilot di Jakarta Barat, ditujukan untuk agar semua pasien STEMI bisa segera mendapatkan reperfusi. Telah dilaksanakan sejak 2014, proyek ini membawa hasil yang baik

sehingga angka reperfusi bisa meningkat. Ke depannya, iSTEMI diharapkan untuk diperluas ke wilayah lainnya.

Prof. Pasi Karjalainen, MD, PhD membawakan topik berikutnya mengenai “Non ST segment Elevation in Myocardial Infarction: Revascularization for Everyone”. Kardiolog Finland ini menekankan bahwa pendekatan invasif infark miokardium harus dilakukan dalam waktu 2 jam untuk pasien dengan kriteria risiko sangat tinggi, 24 jam untuk pasien dengan risiko tinggi, dan 72 jam untuk kriteria sedang. Stent yang ideal harus dapat mengurangi restenosis tanpa membutuhkan obat toksik, bebas trombosis jangka pendek dan panjang, tidak membutuhkan dual antiplatelet therapy (DAPT), dan kemampuan biomekanikal superior.

Topik terakhir bertajuk “Challenge of Application in the New ESC Guidelines on NSTEMI” dibawakan oleh Prof José López-Sendón, MD, PhD, FESC. Kardiologis asal Spanyol ini menyorot pedoman ESC tahun 2015 untuk

penanganan sindrom koroner akut (ACS) pada pasien tanpa elevasi segmen ST persisten. Ada sepuluh hal penting yang harus dipertimbangkan dalam guideline ACS yang baru, yaitu EKG, hs-Troponin, antiplatelet, antikoagulan, stratifikasi risiko, pemilihan rumah sakit, strategi invasif atau konservatif, jalur pungsi arteri radialis, revaskularisasi komplit, dan prevensi sekunder. Langkah awal utama untuk diagnosis adalah EKG. Hs-Troponin adalah poin diagnosis penting lainnya. Penanda enzim jantung ini sensitif karena memiliki negatif palsu rendah, namun positif palsu terbilang tinggi. Jose juga turut menekankan akan pemilihan antiplatelet. Selain aspirin, inhibitor P2Y12 direkomendasikan diberikan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi risiko perdarahan. Untuk stratifikasi risiko, ESC menggunakan skoring GRACE dan CRUSADE. Terakhir adalah pemilihan rumah sakit. Apabila diagnosis memang mengarah ke NSTE-ACS, sebaiknya pasien langsung dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas PCI.

Menuju Penanganan Sindrom Koroner Akutyang Lebih Unggul

Networking, kecepatan reperfusi, dan ketepatan diagnosis menentukan keberhasilan penanganan pasiensindrom koroner akut.

Since new research data keeps on emerging, the guidelines used by health professional in diagnosing

and treating their patients also need to be renewed. Professor José López-Sendón, MD, PhD, FESC, the chief of cardiology department at La Paz University Hospital in Madrid, was one of the contributor of 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation.

According to Jose, the rate of NSTEMI has increased due to the overall longer life expectancy, so that the atherosclerotic plaque has enough

time to develop and produce NSTEMI. Jose emphasized several major changes in the new guideline compared to the previous one. First, all cases of acute coronary syndrome with presentation of poor condition, ventricular arrythmia, or unmanagable chest pain should be immediately sent to cath-lab.

Secondly, radial aproach becomes more promising than the femoral one. Radial artery-catheterization may arise some manipulation obstacles due to smaller vessel’s diameter and more complicated route to reach the heart, hence makes it unsuitable for patients with small body size. However, this

method significantly lowers mortality rate by reducing risk of bleeding and results in better outcomes. Lastly, secondary preventions such as healthy diet and physical exercises should be extensively promoted. These two approaches combined with the use of certain medications such as statin is recommended for patients with chronic ischemic heart disease.

There will surely be many challenges in implementing this new guideline, but Jose hoped that this guideline can be applied, especially in Indonesia, where the prevalence of acute coronary syndrome is very high.

Professor Jose: Emphasize on New ESC NSTEMI Guideline

Dr. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA memimpin diskusi bersama dr. A. Sunarya Soerianata, SpJP, FIHA, dr. Pasi P. Karjalainen, dan Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC dalam joint symposium IHA-ESC.

Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC

Page 2: Daftar Isi - Beranisehat.comberanisehat.com/wp-content/uploads/2016/04/Symposium-Highlight... · dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat inap adalah kasus jantung, ... pasien STEMI

2 Edisi II25th ASMIHA

Simposium tujuh yang diadakan di Ballroom 1 pada hari kedua ASMIHA memiliki tema “Current

evidence in diagnosis and management of pulmonary hypertension”. Pembicara pertama adalah Prof. dr. Noriaki Emoto dari Universitas Kobe, Jepang, yang membawakan mengenai cara diagnosis dan tata laksana hipertensi pulmonal. Prof. Noriaki mengatakan bahwa pasien yang menderita hipertensi pulmonal seringkali terlambat didiagnosis. Manifestasi klinis dari penyakit hipertensi pulmonal antara lain dispnea, nyeri dada, pusing, dan

sinkop. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah pemeriksaan EKG, radiologi, ekokardiografi, scan paru, dan angiografi pulmonal.

Selanjutnya, Dr. Lucia Kris Dinarti SpPD, SpJP (K) menyampaikan mengenai hipertensi pulmonal idiopatik, dengan patogenesis berupa adanya vasokonstriksi dan adanya thrombosis in situ. Hipertensi pulmonal pada penyakit jantung bawaan (PJB) dibawakan oleh Prof. dr. Ganesja M. Harimurti SpJP (K). “Di Indonesia ada sekitar 40.000 bayi lahir dengan PJB, namun yang ditata laksana hanya 1000.

Pentingnya Diagnosis Tepat Hipertensi Pulmonal

Annual Scientific Meeting of In-donesian Heart Association (ASMIHA) kembali diadakan

untuk yang ke-25 pada tanggal 14-16 April 2016. Pembukaan acara yang di-hadiri oleh 1575 peserta dari kalangan dokter umum, spesialis jantung, dan spesialis lainnya ini dilangsungkan di Ballroom 2, Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta. Pembukaan ini di-hadiri oleh Direktur Jenderal Keseha-tan Republik Indonesia, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ketua Per-himpunan Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Ketua Kolegium Kardiovaskular Indonesia, dan Ket-ua ASHIMA ke-25. Di awal upacara pembukaan, hadirin bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya dan MARS PERKI, dipandu oleh Pacemak-er Choir dengan dr. Radityo Prakoso, SpJP(K) sebagai konduktor.

“ASMIHA merupakan acara kes-ehatan yang terbesar dan prestigious di Indonesia yang dengan fokus di kesehatan jantung dan pembuluh da-rah yang melibatkan dokter dan dok-ter spesialis jantung, penyakit dalam, dan bedah jantung, serta ilmuwan dari berbagai Indonesia,” terang dr. Daniel PL Tobing, SpJP, FIHA dalam sambu-tannya selaku ketua panitia ASMIHA ke-25. Beliau menambahkan bahwa terdapat 198 abstrak diterima yang dipublikasikan di European Heart Jour-nal. Selain itu, terdapat 210 pembicara, moderator, dan panelis dari Indonesia serta tujuh puluh pembicara dari luar negeri pada ASMIHA tahun ini.

Guideline atau panduan seringkali dipakai dokter untuk menentu-kan tata laksana seorang pasien.

Panduan yang digunakan biasanya be-rasal dari luar negeri. Namun, adan-ya perbedaan karakteristik populasi masyarakat Indonesia dengan negara lainnya menyebabkan panduan terse-but terkadang kurang cocok untuk di-aplikasikan di Indonesia. Masalah ini diangkat oleh Dr. dr. Amiliana M.S, SpJP(K) dalam simposium berjudul “Valvular Heart Disease in Indonesia: Do We Need Our Own Guidelines?”. Penyakit jantung reumatik di Indone-sia memiliki predominansi di mitral. Fakta ini berbeda dengan pasien di Eropa yang lebih sering mengalami gangguan di katup aorta terkait proses degenerasi.

Sistem skoring penyakit katup jan-tung yang digunakan Amerika Seri-kat yaitu STS dan Eropa yaitu EURO SCORE, tidak dapat memprediksi angka mortalitas pasien di Indonesia. Kedua sistem skoring tersebut tidak memasukan poin Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) se-bagai indikator fungsi ventrikel kanan. Sementara itu, sistem skoring di Indo-nesia memasukan TAPSE untuk popu-lasinya.

Masalah lainnya adalah distribusi fasilitas kesehatan yang tidak merata. Heart Valve Clinic (HVC) merupakan solusi yang dapat dicoba untuk diap-likasikan di Indonesia. HVC merupa-kan klinik khusus untuk menangani pasien dengan kelainan katup jantung. Klinik ini memiliki heart team, tim yang tersusun atas kardiologis, spesia-

ASMIHA ke-25: Mendorong Upaya Pencegahan dan Promosi Penyakit Kardiovaskular

Perkembangan Panduan Tatalaksana Penyakit Katup Jantung di Indonesia

Acara kemudian dilanjutkan den-gan kata sambutan oleh Ketua PERKI, dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA. Dalam sambutannya, dr. Anwar mengingatkan bahwa sudah seharusn-ya pencegahan terhadap penyakit kardiovaskular menjadi kesadaran seluruh dokter terutama di layanan kesehatan primer. “Sebanyak 17,3 juta orang meninggal akibat penyakit kar-diovaskular”, tambah dr. Anwar.

Sambutan terakhir dibawakan oleh dr. Ina Rosalina, SpA(K), M.Kes, M.H.Kes, mewakili Direktur Jenderal Kesehatan Republik Indonesia. Di awal sambutannya, Ina memberikan apresiasi kepada penyelenggara ASMI-HA dan berharap pertemuan ini dapat memberikan rekomendasi terhadap perkembangan layanan kesehatan di bidang jantung dan pembuluh darah di Indonesia. Dr. Ina berkata bah-wa diperlukan kerja sama yang baik antara Kementerian Kesehatan dan organisasi kesehatan seperti PERKI, PAPDI, dan IDAI untuk memberikan usaha promosi dan pencegahan di bi-dang kardiovaskular. Ia berharap agar organisasi profesi menjadi lini utama dalam perkembangan terkini di bidang kesehatan.

Dengan bergemanya pukulan gong oleh perwakilan Dirjen Kesehatan RI, ketua PERKI, dan ASMIHA, sympo-sium ASMIHA ke-25 resmi dibuka. Akhirnya, acara pembukaan ASMIHA ke-25 ditutup dengan dua buah lagu merdu, Angin Mamiri dan Di Bawah Sinar Bulan Purnama oleh Pacemaker Choir.

lis bedah jantung, dan disiplin lainnya yang berkaitan. Adanya heart team ini diharapkan dapat menjadi pengambil keputusan terakhir untuk pedoman tata laksana pasien katup jantung di Indonesia yang masih membutuhkan validasi. Sayangnya, HVC belum bisa diwujudkan.

Sebelum HVC dapat terealisasi, dokter masih menjadi pemegang keputusan terakhir dalam memilih intervensi, yaitu antara teknik perku-tan atau teknik bedah konvensional. MitraClip merupakan alat yang di-masukkan secara perkutan dan da-pat menjepit katup mitral sehingga mengurangi derajat regurgitasi mitral. Menurut dr. Dafsah A. Juzar SpJP(K), FIHA, teknik perkutan tidak inferior dibandingkan dengan teknik bedah, namun data menunjukkan bahwa penggunaan MitraClip tidak menu-runkan permintaan akan operasi. Hal ini dikarenakan rasio cost-benefit teknik perkutan tidak sepadan dengan teknik bedah. Selain itu, teknik perku-tan memiliki risiko stroke akibat kalsi-fikasi annulus yang tergeser oleh katup prostetik. Oleh sebab itu, MitraClip diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat dioperasi. Di sisi lain, teknik be-dah sudah mengembangkan metode jahitan minimal dengan sayatan hanya 4 cm. Dr. Arianto Bono Adji, SpBT-KV menjelaskan bahwa metode ini dapat mengangkat kalsium sehingga tidak berisiko menyebabkan stroke. Meskipun demikian, risiko perdara-han meningkat dan rawat inap men-jadi lebih lama.

dr. Lucia Kris Dinarti, SpPD, SpJP(K) dalam simposium Current Evidence in Diagnosis and

Management of Pulmonary Hypertension

Sesi tanya jawab dalam Joint Symposium Indonesian Heart Association - ASEAN federation of Cardiology

Jadi, kemungkinan besar insidensi PJB dengan hipertensi pulmonal di Indonesia cukup tinggi.” tutur Prof. Ganesja. Diperlukan diagnosis dini dan tatalaksana secara cepat dan tepat untuk mencegah progresi PJB agar tidak berkembang menjadi hipertensi pulmonal.

dr. Ina Rosalina, SpA(K), M.Kes, M.H.Kes dan dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA membunyikan gong dalam pembukaan ASMIHA ke-25

Page 3: Daftar Isi - Beranisehat.comberanisehat.com/wp-content/uploads/2016/04/Symposium-Highlight... · dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat inap adalah kasus jantung, ... pasien STEMI

3Edisi II25th ASMIHA

Beberapa tahun belakangan, animo peserta terhadap work-shop yang diadakan oleh AS-

MIHA meningkat. Hal ini membuat hari pertama pelaksanaan ASMIHA ke-25 berakhir sukses. Sebanyak dua belas workshop yang dilaksanakan hari Kamis, 14 April 2016 mendapat-kan respons yang baik dari peserta. Bercita-cita menciptakan pelayanan kardiovaskular yang efektif dan efisien, workshop tahun ini banyak ditujukan untuk melatih dokter umum sebagai ujung tombak pelayanan kardiovasku-lar. Dr. dr. Amiliana M.S, SpJP(K), selaku PIC Workshop ASMIHA ke-25, mengatakan bahwa menciptakan pelayanan kardiovaskular yang baik merupakan peran semua pihak, bukan

Simposium enam pada tanggal 15 April 2016 yang berjudul Con-troversies in The Management of

Cardiogenic Shock dilaksanakan di Mutiara Ballroom. Dr. Siska Suridan-da Danny, SpJP(K), menyampaikan bahwa kestabilan hemodinamik meru-pakan hal terpenting untuk memperta-hankan suplai oksigen dalam jaringan dalam sesi menarik berjudul “How to optimize hemodynamic management.”

Revaskularisasi merupakan tu-juan utama pada tata laksana syok kardiogenik. “Pemberian vasopre-sor tidak menciptakan kondisi rep-erfusi yang membaik, justru mem-buat kondisi infark miokard akut jika digunakan secara tidak bijak,” tutur Siska. Oleh karena itu, untuk mem-pertahankan kondisi hemodinamik pada syok kardiogenik, dapat dilaku-

Workshop: Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kardiovaskular di Indonesia

Being the most common condition seen in the medical care, hyper-tension becomes the ultimate risk

factors in causing various complications including stroke, myocardial infarction, renal failure and death. Focusing on this topic, three inspirational speakers shared their knowledge in the joint symposium between Indonesian Heart Association (IHA) and ASEAN Federation of Car-diology (AFC) held on Friday 15th April 2016.

dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP opened the symposium with the encouraging topic, “What is the ‘True’ Blood Pressure Parameter?” Blood pressure is a non-static parameters of cardiovascular risks. Several methods have been established such as Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) and Ambulatory Blood Pressure Moni-toring (ABPM). Ario emphasized the 5 category of night vs noon BP which are extreme dipper, dipper, slight dipper,

sive to combination of appropriate life-style modification, diuretic, and two oth-er antihypertensive drugs. True resistant hypertension may originate from some causes, one of which is OSA. Resistant hypertension found in people with OSA is primarily systolic and has a higher chance to worsen at night. This condi-tion can be managed by antihypertensive drugs, spironoloactone, and continuous positive airway pressure (CPAP).

A New Perspective on Hypertension, the Most Common Risk Factor of Global Death

no change, and riser where people with highest increase at night has the higher chance to cardiovascular disease. Never-theless, there is still no specific guideline addressed to these new parameters yet.

Dr. Achmad Fauzi Yahya, Sp.JP(K), as the second speaker presented the at-tractive topic about resistant hyperten-sion, Obstructive Sleep Apnea (OSA), and cardiovascular Disease. People with resistant hypertension is unrespon-

“Challenge in Hypertension: In-tensive vs Standard Hypertension Treatment” as the last session was given by Prof. dr. Wan Azman Wan Ahmad, the representative of AFC. He shared the latest news of the conflicting hyperten-sion management according to SPRINT trial (2015) in 9361 hypertensive adults ≥50 years of age. The main finding was primary composite outcome of cardio-vascular disease and death was reduced by approximately 25% in the intensive treatment (SBP target of <120 mmHg) group compared to the standard treat-ment (SBP target of <140 mmHg) group. Nevertheless, the serious adverse events are more common in the intensive group. This result shows that the benefits of intensive therapy outweigh its adverse effects.

The whole symposium gave us new perspective and knowledge regarding diagnosis and management of hyperten-sion. It did remind us that hypertension, if not detected early and treated appro-

Discussion Session from Joint Symposium Indonesian Heart Association - ASEAN federation of Cardiology

Kontroversi Tatalaksana Syok Kardiogenik

Simposium 9 diselenggarakan oleh Working Group Tract on Cardiac Imaging di Mutiara

Ballroom. Pada symposium ini, dr. Jeffrey Wirianta, SpJP menyampaikan tentang Coronary CT Angiography (CCTA) sebelum revaskularisasi dapat memberikan informasi anatomi arteri koroner. Beberapa kelainan anatomi seperti kalsifikasi yang ekstensif atau chronic total occlusion (CTO) membutuhkan alat dan strategi intervensi yang spesifik. Oleh karena itu, dalam beberapa kasus, CCTA sangat bermanfaat dalam membantu interventionist mempersiapkan strategi revaskularisasi.

Pada sesi selanjutnya, dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP memaparkan pentingnya MRI dalam memastikan iskemi dan viability miokardium,

Pentingnya Peran Modalitas CCTA dan MRI dalam Revaskularisasi

hanya kardiolog, sehingga penting un-tuk meningkatkan kompetensi dokter umum sebagai lini pertama pelayanan kesehatan. Respons positif dari peserta menjadi alasan bagi ASMIHA untuk menggunakan konsep yang sama tahun depan.

Akhir kata, dr. Amiliana ber-harap workshop tahun ini memberikan dampak positif bagi peserta. Tujuan-nya satu : meningkatkan kaliber pe-layanan kardiovaskular di Indonesia. Beliau berharap pada penyelenggaraan selanjutnya peserta tidak mendaftar terlalu dekat dengan deadline untuk menjaga mutu dari workshop. Beliau juga menantikan evaluasi dari peserta demi peningkatan kualitas pelaksana-an tahun depan.Workshop Penyakit Jantung Bawaan

kan dukungan mekanik dimana In-tra Aortic Balloon Pump (IABP).

Sesi kedua dilanjutkan dengan pre-sentasi berjudul “Intra Aortic Balloon Pump: Still useful or should we bury it?” yang dibawakan oleh dr. Sunanto Ng, MSc, PhD, FIHA. Penggunaan IABP menguntungkan pada kasus syok dan pasien dengan komplikasi mekanik. Oleh karena itu, penggunaan IABP san-gat dianjurkan namun harus mengi-kuti algoritma penggunaan IABP.

Secara garis besar, kemamp-uan untuk mendeteksi dan meng-klasifikasi syok merupakan mod-al penting untuk keberhasilan tatalaksana syok. Pemelihan modali-tas untuk revaskularisasi segera men-jadi penentu utama untuk mengem-balikan stabilitas hemodinamik.

sehingga dapat memprediksi apakah revaskularisasi akan memberikan keuntungan bagi pasien. Pemeriksaan iskemia dilakukan dengan sequence perfusion CMR dan pemeriksaan viability dengan LGE CMR. Pada LGE CMR dinilai transmurality yaitu persentase tebal area infark terhadap tebal total dinding miokardium. Transmurality dibagi menjadi 4 tingkat, 25, 50, 75 dan 100%. Transmurality dibawah 25%, merupakan indikasi kuat untuk dilakukan revaskularisasi, sementara diatas 75% sudah tidak layak dilakukan revaskularisasi, sedangkan antara 25-75% mungkin perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dobutamine stress cine CMR.

Page 4: Daftar Isi - Beranisehat.comberanisehat.com/wp-content/uploads/2016/04/Symposium-Highlight... · dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat inap adalah kasus jantung, ... pasien STEMI

Editor-In-Chiefdr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP, FIHA

Sub-EditorsHiradipta ArdiningPatria Wardana YuswarPaulina Livia Tandijono

Medical WritersClara GunawanFelix KurniawanHeryanto KhiputraNovitasari SuryaningjatiTiroy JunitaTommy Toar

Graphic DesignAndreas MichaelAnnisaa YunevaAnyta PinasthikaArlinda Eraria HemasariRobby Hertanto

PhotographyAnnisaa YunevaAnyta PinasthikaBagus Radityo AmienRobby Hertanto

Project ManagementMedia Aesculapius([email protected])

Galeri Foto

Testimoni

Sekilas Hari IniBREAKFAST SYMPOSIUM 2Ballroom 2 (08.00 - 08.20)Current Condition HG in Indonesia: Still a Challenge forNew Beta Blocker?Nani Hersunarti

PLENARY SESSION 2Ballroom 1 (09.00 - 09.30)Pharmacoinvasive strategy in ST-elevation myocardial infarction managementJohn K

PLENARY SESSION 3Ballroom 2 (09.00 - 09.30)Novel biomarkers in cardiovascular disease: Updates in 2016Alan S Maisel

SYMPOSIUM 12Ballroom 2 (10.40 - 12.00)Joint Symposium IHA-ACC

SYMPOSIUM 13Ballroom 2 (10.40 - 11.00)Myocardial aging in women: Silent killer

SYMPOSIUM 14Ballroom 2 (12.00 - 12.20)LpPLA2 in development and progression atherosclerosis: Newest original findings

SYMPOSIUM 16Ballroom 2 (14.00 - 15.20)Joint Symposium IHA-APSCChai Ping

SYMPOSIUM 18Ballroom 1 (16.00 - 16.20)Use of BNP in heart failure

SYMPOSIUM 19Ballroom 2 (15.20 - 15.40)The leadless pacemaker, where are we?Dicky Hanafy

FELLOWSHIP OF INDONESIAN HEART ASSOSIATION CONVOCATIONBallroom 2 (18.20)

1. ASMIHA ke-25 dibuka oleh dr. Daniel PL Tobing, SpJP(K), FIHA, selaku ketua ASMIHA ke-252. dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA, presiden PERKI memberikan sambutan dalam upacara pembukaan ASMIHA ke-253. Joint symposium IHA-ESC bersama dr. Pasi Karjalainen4. dr. Radityo Prakoso, SpJP, FIHA, konduktor Pacemaker Choir5. Dr. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA memimpin diskusi bersama Dr. A. Sunarya Soerianata, SpJP, FIHA, Dr. Pasi P. Karjalainen,

dan Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC6. Penampilan dari Pacemaker Choir pada upacara pembukaan ASMIHA ke-25

Topiknya menarik: concern pelayanan kardiovaskular di berbagai daerah. Hari ini banyak joint simposium yang tidak membahas terapi tapi guideline yang men-dalam dan menarik. Sangat tertarik dengan simposium besok. - dr. Eka Adip Pradipta, Jakarta

Secara umum berlangsung bagus. Presentasi up to date mengenai berbagai bidang baru

Bermanfaat untuk spesialis jantung dan dokter umum contohnya pulmonary hypertension saat partus yang

dapat menyebabkan tromboemboli dan gagal jantung kanan. - dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K)

4 Edisi II25th ASMIHA