Top Banner
DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………….. 01 A. Latar Belakang …………………………………………………………… 01 Tujuan Instruksional Umum …………………………………………. 02 Tujuan Instruksional Khusus ………………………………………… 02 BAB II FILOSOFI KESELAMATAN RADIASI DAN ALARA............................ 03 A. Perkembangan Sistem Pembatasan Dosis……………………….…….. 05 B. Standar Keselamatan Radiasi…………………………………..……. 07 C. Dosis Ekivalen Efektif............................................................................ 10 D NBD berdasarkan rekomendasi ICRP No. 60 Tahun 1990.................... 12 E Nilai Batas Masukan dan Tahunan Batas Turunan…………………… 17 BAB III KETENTUAN UMUM PROTEKSI RADIASI........................................... 21 A. Sistem Pembatasa Dosis…………………………………………….. 21 B. Syarat Peralatan Radiasi………………………………………………. 21 C. Sistem Menajemen Keselamatan Radiasi.............................................. 21 D. Kalibrasi ............................................................................................... 24 E. Penaggulangan Kecelakaan Radiasi………………………………….. 24 F. Pembatasan Penyinaran........................................................................ 24 G. Klasifikasi Pekerja Radiasi…………………………………………….. 26 H. Perlengkapan/Alat Ukur Radiasi............................................................ 27 I. Pemonitoran……………………………………………………………. 27 J. Pencatatan dosis...................................................................................... 27 K. Pengawasan Kesehatan........................................................................... 27 BAB IV PROTEKSI RADIASI EKSTERNA............................................................ 29 A. Sumber Bahaya....................................................................................... 29 B. Faktor Proteksi Radiasi Eksterna............................................................ 29 BAB V. PROTEKSI RADIASI INTERNA………………………………………… 40 A. Bahaya Radiasi Interna………………………………………………… 40 B. Pengendalian bahaya radiasi Interna…………………………………... 41 BAB VI PENERAPAN PROTEKSI RADIASI OPERASIONAL........................... 44 A. Umum..................................................................................................... 44 B. Pemakaian Sumber Tertutup................................................................... 44 C. Pemakaian Sumber Terbuka…………………………………………… 46 Daftar Pustaka……………………………………………………………….. 50 i
51

DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Feb 07, 2018

Download

Documents

ngotram
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………….. 01A. Latar Belakang …………………………………………………………… 01 Tujuan Instruksional Umum …………………………………………. 02 Tujuan Instruksional Khusus ………………………………………… 02

BAB II FILOSOFI KESELAMATAN RADIASI DAN ALARA............................ 03A. Perkembangan Sistem Pembatasan Dosis……………………….…….. 05B. Standar Keselamatan Radiasi…………………………………..……. 07C. Dosis Ekivalen Efektif............................................................................ 10D NBD berdasarkan rekomendasi ICRP No. 60 Tahun 1990.................... 12E Nilai Batas Masukan dan Tahunan Batas Turunan…………………… 17

BAB III KETENTUAN UMUM PROTEKSI RADIASI........................................... 21A. Sistem Pembatasa Dosis…………………………………………….. 21B. Syarat Peralatan Radiasi………………………………………………. 21C. Sistem Menajemen Keselamatan Radiasi.............................................. 21D. Kalibrasi ............................................................................................... 24E. Penaggulangan Kecelakaan Radiasi………………………………….. 24F. Pembatasan Penyinaran........................................................................ 24G. Klasifikasi Pekerja Radiasi…………………………………………….. 26H. Perlengkapan/Alat Ukur Radiasi............................................................ 27I. Pemonitoran……………………………………………………………. 27J. Pencatatan dosis...................................................................................... 27K. Pengawasan Kesehatan........................................................................... 27

BAB IV PROTEKSI RADIASI EKSTERNA............................................................ 29A. Sumber Bahaya....................................................................................... 29B. Faktor Proteksi Radiasi Eksterna............................................................ 29

BAB V. PROTEKSI RADIASI INTERNA………………………………………… 40A. Bahaya Radiasi Interna………………………………………………… 40B. Pengendalian bahaya radiasi Interna…………………………………... 41

BAB VI PENERAPAN PROTEKSI RADIASI OPERASIONAL........................... 44A. Umum..................................................................................................... 44B. Pemakaian Sumber Tertutup................................................................... 44C. Pemakaian Sumber Terbuka…………………………………………… 46Daftar Pustaka……………………………………………………………….. 50

i

Page 2: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

DASAR PROTEKSI RADIASI

BAB I.

PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang.

Proteksi Radiasi atau Fisika Kesehatan atau Keselamatan Radiasi adalah

suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan

lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang

atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif

dari radiasi pengion, sementara kegiatan yang diperlukan dalam pemakaian

sumber radiasi pengion masih tetap dapat dilaksanakan. Akibat negatif ini

disebut Somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi, dan

disebut akibat genetik apabila dialami oleh keturunannya.

Efek Stokastik adalah efek yang kemungkinan terjadinya merupakan fungsi

dari dosis radiasi yang diterima oleh seseorang, tanpa suatu nilai ambang.

Efek non stokastik adalah efek yang tingkat keparahannya tergantung pada

dosis radiasi yang diterima dan memerlukan suatu nilai ambang.

Dalam proteksi radiasi, efek keturunan adalah efek stokastik. Masalah

utama dalam proteksi radiasi pada penerimaan dosis rendah adalah

penyakit kanker yang merupakan resiko somatik stokastik pada dosis

rendah, oleh karena itu merupakan masalah utama dalam proteksi radiasi.

Beberapa efek somatik non stokastik bersifat khas untuk jaringan biologi

tertentu, misalnya katarak pada lensa mata, kerusakan non malignan pada

kulit, kerusakan sel pada sumsum tulang merah yang mengakibatkan

kelainan darah dan kerusakan sel kelamin yang mengakibatkan

kemandulan. Agar akibat non stokastik tidak terjadi, diperlukan adanya

nilai batas dosis seluruh jaringan tubuh. Untuk semua perubahan ini tingkat

keparahannya tergantung pada dosis yang diterima, oleh karena mungkin

terdapat suatu nilai dosis ambang, dimana di bawah nilai ini tidak terlihat

adanya akibat yang merugikan.

1

Page 3: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Dengan demikian, maka tujuan keselamatan radiasi adalah :

1. Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan dan

2. Membatasi peluang terjadinya efek stokastik.

Tujuan Instruksional Umum :

Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta diharapkan mampu menyebutkan

filosofi dan nilai batas dosis, menguraikan prinsip dasar proteksi radiasi.

Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta diharapkan dapat:

• Menyebutkan Filosofi Proteksi Radiasi dan ALARA

• Menyebutkan nilai batas dosis

• Mengidentifikasi sumber radiasi

• Menguraikan prinsip dasar proteksi radiasi eksternal

• Menguraikan prinsip dasar proteksi radiasi internal

• Menguraikan susunan dan tanggung jawab organisasi proteksi radiasi

• Menguraikan prinsip-prinsip proteksi radiasi operasional

• Menyebutkan daerah kerja dan cara pemantauannya

• Mengetahui berbagai tanda-tanda radiasi

2

Page 4: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

BAB II

FILOSOFI KESELAMATAN RADIASI DAN ALARA

Hampir semua keputusan mengenai kegiatan atau aktivitas manusia

berdasarkan pada pertimbangan untung-rugi antara biaya yang dikeluarkan dan

keuntungan atau kemudahan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan. Kadang-

kadang juga didasarkan pada keuntungan maksimum yang akan didapat oleh

seseorang atau oleh masyarakat. Analisa atau perhitungan untung rugi ini harus

mencakup keuntungan yang akan diperoleh oleh masyarakat dan tidak hanya

keuntungan yang akan diperoleh suatu kelompok tertentu atau perorangan.

Perhitungan untung rugi ini dalam proteksi radiasi hampir dapat

dikuantifikasikan walaupun kadang-kadang tidak selalu memberi perlindungan

bagi seseorang.

Dalam menentukan untung rugi atau resiko manfaat dari kegiatan yang

menggunakan sumber radiasi perlu ditetapkan suatu sistem pembatasan dosis.

Dalam publikasi No. 26 ICRP atau International Commission on Radiological

Protection ( suatu komisi internasional ) yang menekuni bidang

keselamatan radiasi, dalam kegiatan yang melibatkan sumber radiasi pengion,

sistim pembatasan dosis yang komprehensip harus diterapkan , agar “Tujuan

Proteksi Radiasi” dalam operasi normal seperti yang tercantum diatas

dipenuhi.

Yang dimaksudkan dengan sistim pembatasan dosis yang komprehensip

adalah:

a. Kegiatan yang melibatkan penyinaran radiasi hanya dilakukan apabila

menghasilkan nilai lebih (azas manfaat) JUSTIFIKASI.

Justifikasi dari suatu rencana kegiatan atau operasi yang melibatkan

penyinaran radiasi dapat ditentukan dengan mempertimbangkan

keuntungan dan kerugian dengan menggunakan analisa untung-rugi untuk

meyakinkan bahwa akan terdapat keuntungan lebih dari dimulainya suatu

kegiatan. Perhitungan untung-rugi ini dalam proteksi radiasi hampir dapat

3

Page 5: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

dikuantifikasikan walaupun kadang-kadang tidak selalu memberi

perlindungan maksimum bagi seseorang.

Dalam analisa untung-rugi yang ideal, keuntungan bersih dari dimulainya

suatu kegiatan yang menyangkut radiasi dapat dianggap sebagai: B = V -

(P + X + Y)

dimana :

B. adalah keuntungan bersih dari suatu praktek/ pemanfaatan

V. adalah harga kotor dari suatu praktek termasuk didalamnya nilai

hasil produksi ditambah dengan keuntungan sosial yang dapat

atau yang tidak dapat diperkirakan dan keuntungan lainnya.

P menunjukkan biaya produksi, termasuk biaya bagi masyarakat

dari kerugian non radiologik dan biaya untuk proteksi terhadap

akibat buruk (kecelakaan) non radiolofik.

X. adalah biaya proteksi radiasi.

y. adalah biaya yang diperuntukan bagi kerugian radiasi yang

berasal dari pengoperasian sumber radiasi tersebut.

Adanya biaya dan keuntungan yang tidak dapat diperkirakan, seringkali

menyebabkan analisa ini sifatnya subjektif, sehingga merupakan suatu hal

yang susah dilaksanakan.

Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya yang dapat

dicapai (As Low As Reasonably Achievable - ALARA), dengan

mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial

OPTIMASI.

Syarat ini menyatakan bahwa kerugian/ kerusakan dari suatu praktek harus

diperkecil dengan menggunakan peraturan proteksi, sampai diperoleh

suatu nilai dimana pengurangan selanjutnya menjadi kurang penting jika

dibandingkan dengan upaya tambahan yang dibutuhkan. Syarat dasar ini

mungkin dapat dipenuhi dengan cara kualitatif dalam praktek operasional

dan dengan cara yang lebih kuantitatif dengan pemilihan kriteria desain.

Secara khusus pendekatan kuantitatif direkomendasikan untuk dijadikan

pedoman oleh Instansi yang berwenang dalam menetapkan persyaratan

4

Page 6: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

kuantitatif misalnya dalam menentukan nilai batas yang diotorisasikan atau

tingkat acuan/ referensi bagi tindakan yang telah ditetapkan.

b. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui Nilai

Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan LIMITASI.

Semua kegiatan manusia mengandung resiko. Beberapa kegiatan dapat

diterima oleh masyarakat walaupun mengandung resiko tinggi (misalnya

kecelakaan lalulintas), sementara itu kegiatan-kegiatan lainnya tidak dapat

diterima karena resikonya dianggap terlalu tinggi jika dibandingkan dengan

keuntungan yang diperolehnya walaupun sudah diusahakan untuk

diperkecil nilai resiko tersebut.

Untuk tujuan proteksi radiasi perbandingan resiko yang memadai adalah

dengan membandingkannya dengan resiko yang berasal dari pekerjaan lain

yang tidak menggunakan radiasi, atau kegiatan lainnya yang oleh

masyarakat dianggap selamat.

Berdasarkan sistem pembatasan dosis di atas, maka :

1. Setiap pemakaian zat radioaktif dan/atau sumber radiasi lainnya

hanya didasarkan pada azas manfaat dan harus lebih dahulu

memperoleh persetujuan Badan Pengawas.

2. Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (As

Low As Reasonably Achievable - ALARA), dengan

mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.

3. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh

melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan.

Dalam menerapkan sistem pembatasan dosis ini harus dipertimbangkan

dosis terikat yang dapat berasal dari kegiatan masa kini maupun masa yang

akan datang.

A. Perkembangan Sistem Pembatasan Dosis

Sejak tahun 1900, kira-kira 5 tahun setelah pesawat sinar-x ditemukan oleh

Wilhelm Roentgen, para ilmuwan dibidang ini mulai menyadari adanya 5

Page 7: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

bahaya dari radiasi pengion ini. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja

radiasi pada waktu itu sangat besar jika dibandingkan dengan standar

sekarang. Pembatasan dosis atau pada waktu itu merupakan pembatasan

lamanya bekerja dimulai pada tahun 1925 dengan terbitnya rekomendasi

dari British X-ray and Radium Protection Committee, dalam kongresnya

yang pertama. Rekomendasi ini baru dilaksanakan pada tahun 1928. Yang

perlu dikemukakan dari pembatasan dosis yang pertama adalah bahwa :

a. Dianggap adanya suatu nilai ambang, di bawah nilai tersebut akibat

radiasi tidak terjadi.

b. Proteksi hanya ditujukan bagi pekerja radiasi.

c. Dosis radiasi dapat ditolerir bila jumlah yang diterima pegawai adalah

0,2 R/hari (1934).

Dengan bertambah banyaknya penelitian-penelitian dalam bidang akibat

radiasi ini baik dari pendahulu/penemu pemakaian pesawat sinar-x maupun

dari korban bom atom di Nagasaki dan Hirosima, secara bertahap nilai

batas dosis ini makin lama makin diperkecil. Rekomendasi yang

dikeluarkan Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (ICRP-

International Commission on Radiological Protection) dibuat sedemikian

rupa sehingga efek non stokastik dapat dihindari dan untuk memperkecil

efek stokastik (dalam hal ini penyakit kanker) sampai pada suatu nilai yang

dapat diterima. Dalam hal ini ICRP mengambil kebijaksanaan untuk

menyamakan resiko kematian pada suatu batas dosis yang akan

menimbulkan resiko yang besarnya sama dengan resiko pekerjaan dari

industri lainnya, yaitu bahwa resiko kematian yang dapat diterima oleh

seorang pekerja dalam satu tahun adalah 1 (satu) dari 10.000. untuk nilai

batas dosis yang berlaku sekarang ini, yaitu 50mSv/tahun, maka resiko

tersebut besarnya adalah 1 dari 2000 atau 5 kali nilai resiko bekerja di

industri. Nilai ini dapat dianggap nilai tinggi apabila ALARA tidak

diterapkan. Dengan menerapkan ALARA, yaitu mengusahakan penerimaan

dosis radiasi sekecil mungkin dan dengan memperhatikan faktor ekonomi

dan sosial, maka resiko tersebut dapat lebih diturunkan.

6

Page 8: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Tabel 1 : Nilai batas dosis seluruh tubuh untuk pekerja (di Inggris)

No. Tahun Dosis

1.2.

3.

4.

19511955 – 1959

1959 – 1977

1977 – sekarang

0.5 R/minggu0.3 R/minggu(200 R selama hidup)Rata-rata 5 R/tahun5 rem/th; 3 rem/13 minggu5 (N-18) rem50 mSv (5rem)/tahun

Tabel 2 : Laju kecelakaan yang mematikan dalam bidang industri

dalam satu tahun (di Inggris)

No. Pekerjaan 1974 - 1978 1985 – 1987

1.

2.

3.

4.

5.

Menangkap ikan di

lautan dalam

Tambang batubara

Konstruksi

Perkebunan

Pabrik

1 dari 360

1 dari 4750

1 dari 6700

1 dari 9000

1 dari 32000

1 dari 1100

1 dari 9433

1 dari 10900

1 dari 11500

1 dari 43000

B. Standar Keselamatan Radiasi

Untuk tujuan standar keselamatan radiasi ICRP membedakan 3 macam

kategori penyinaran :

1. Penyinaran terhadap pekerja radiasi dewasa (di atas usia 18 tahun),

dibagi lagi menjadi penyinaran untuk wanita hamil dan pekerja radiasi

lainnya.

2. Anggota masyarakat terdiri dari anggota masyarakat perorangan dan

keseluruhan masyarakat.

3. Penyinaran medik yaitu yang memperoleh dosis radiasi dengan sengaja

yang diberikan oleh tenaga medik dan paramedik yang mampu.

Pelaksana penyinaran tidak termasuk dalam kategori ini.

7

Page 9: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Dalam rekomendasi ICRP No. 26, dikemukakan pula suatu sistim tentang

Nilai Batas dan Tingkat-tingkat Radiasi sebagai berikut:

1. Nilai Batas Dosis Ekivalen Primer (NBD) berlaku untuk dosis

ekivalen, atau tergantung pada keadaan, dosis ekivalen terikat pada

organ atau jaringan tubuh seseorang, atau dalam hal penyinaran pada

masyarakat, harga rata-rata dari bilangan tersebut pada sekelompok

orang.

2. Nilai Batas Dosis Sekunder ditentukan untuk radiasi eksterna dan untuk

radiasi interna. Nilai batas sekunder untuk radiasi eksterna seluruh

tubuh adalah dosis ekivalen maksimal pada kedalaman dibawah 1 cm.

Nilai batas sekunder untuk penyinaran interna adalah Nilai Batas

Masukan Tahunan atau Annual Limits of Intake - ALI melalui

pernafasan atau pencernaan (dihitung untuk manusia acuan).

3. Dalam proteksi radiasi praktis, seringkali dibutuhkan bilangan nilai

batas yang lain dari dosis ekivalen, atau masukan zat radioaktif, dan

misalnya dikaitkan dengan keadaan lingkungan. Apabila nilai batas ini

dikaitkan dengan nilai batas primer melalui suatu model tertentu yang

tergantung pada keadaan, dan yang dimaksudkan untuk memberi

gambaran tentang Nilai Batas Dosis Primer, maka nilai batas ini

disebut Nilai Batas Turunan. Sebagai contoh, Nilai Batas Turunan

dapat ditentukan untuk bilangan laju dosis ekivalen ditempat kerja,

kontaminasi udara, kontaminasi pada permukaan tempat kerja atau

lingkungan. Ketepatan keterkaitan antara Nilai Batas Turunan dan Nilai

Batas Primer tergantung pada kebenaran/ ketepatan model yang

digunakan dalam penurunan.

4. Nilai Batas yang ditentukan oleh Instansi yang Berwenang atau

oleh Pengusaha Instalasi, suatu instansi, disebut Nilai Batas

yang diotorisasikan. Nilai Batas ini biasanya lebih kecil dari

pada Nilai Batas Turunan, walaupun dalam keadaan khusus

boleh sama dengan Nilai Batas Turunan. Proses Optimasi dapat

digunakan dalam menentukan Nilai Batas Otorisasi ini dan

digunakan hanya dalam keadaan yang terbatas.

8

Page 10: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

5. Tingkat Referensi ditetapkan untuk tiap bilangan yang telah

ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung

apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat referensi

bukanlah suatu nilai batas, dan digunakan untuk menentukan

tindakan yang akan diambil apabila nilai suatu bilangan

melebihi atau diperkirakan melebihi tingkat referensi.

Tindakan yang akan mulai dilakukan dapat berkisar dari

pencatatan informasi yang sederhana, melalui investigasi sebab-

akibat, sampai pada tindakan intervensi. Apabila

mendefinisikan Tingkat Referensi, penentuan ruang lingkup

tindakan merupakan suatu hal yang penting. Bentuk yang

paling umum dari tingkat referensi adalah Tingkat Pencatatan,

Tingkat Investigasi, dan Tingkat Intervensi.

6. Banyak pengukuran yang dibuat dalam program pemonitoran

menunjukkan hasil yang terlalu rendah untuk diperhatikan, dan hasil

yang demikian itu seringkali dibuang tanpa dicatat. Seringkali akan

sangat membantu untuk mendefinisikan secara formal Tingkat

Pencatatan untuk dosis ekivalen atau pemasukan, dimana diatas nilai

tersebut, hasil yang diperoleh cukup menarik untuk dicatat dan

disimpan. Hasil lainnya dapat dengan sederhana dinyatakan sebagai

lebih rendah dari Nilai Tingkat Pencatatan yang telah ditentukan. Nilai

yang tidak dicatat ini, dalam menentukan dosis ekivalen tahunan atau

masukan zat radioaktif, untuk tujuan proteksi radiasi, harus dianggap

nol.

7. Tingkat Investigasi didefinisikan sebagai nilai dosis ekivalen atau

masukan, dimana nilai tersebut hasilnya dianggap cukup penting untuk

membenarkan investigasi selanjutnya. Untuk tiap jenis pengukuran

yang telah ditentukan adalah mungkin untuk menetapkan Tingkat

Investigasi Turunan sedemikian rupa sehingga pengukuran di bawah

Tingkat Investigasi Turunan, dengan tingkat keyakinan yang cukup

baik akan sesuatu dengan suatu dinilai dosis ekivalen atau masukan

dibawah Tingkat Investigasi yang terkait.

8. Walaupun investigasi secara rinci akan tergantung pada situasi pada

saat kejadian, pengalaman telah menunjukkan bahwa seringkali 9

Page 11: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

berguna untuk mempunyai tingkat investigasi yang telah ditentukan

sebelumnya, sehingga apabila nilai suatu bilangan tidak melebihi atau

diperkirakan tidak akan melebihi tingkat intervensi, maka sangat tidak

mungkin bahwa intervensi akan dibutuhkan. Oleh karena intervensi

pasti akan mengganggu Operasi Normal atau dalam beberapa kasus

mematahkan rantai pertanggungjawaban, maka intervensi tidak boleh

dianggap ringan.

Untuk penyinaran akibat pekerjaan, yaitu untuk pekerja radiasi, yaitu

tercantum dan SK Kepala BAPETEN No. 1/1999 tentang Ketentuan

Keselamatan Kerja terhadap Radiasi, nilai batas dosis ekivalen ditentukan

agar supaya tujuan atau apa yang diharapkan dari proteksi radiasi dapat

dicapai.

Tujuan proteksi radiasi adalah untuk membatasi peluang terjadinya efek

stokastik dan mencegah terjadinya efek non stokastik, yaitu :

1. Untuk menghindari efek non stokastik, ditetapkan nilai batas dosis.

a. 0.5 Sv (5- rem) untuk semua jaringan kecuali lensa mata.

b. 0.15 Sv (15 rem) untuk lensa mata.

Batas ini berlaku, baik apabila merupakan penyinaran tunggal pada

jaringan tubuh maupun bersama-sama dengan organ lain.

2. Untuk membatasi dosis efek stokastik ditetapkan nilai batas dosis

ekivalen efektif untuk penyinaran seluruh tubuh adalah 50 mSv (5 rem)

dalam satu tahun.

Prinsip pembatasan dosis untuk efek stokastik tersebut di atas berlaku, baik

untuk penyinaran seluruh tubuh yang merata maupun yang tidak merata.

Oleh karena itu dalam rekomendasi yang terbit pada tahun 1977, ICRP

mengenalkan konsep Dosis ekivalen efektif.

C. Dosis Ekivalen Efektif

10

Page 12: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Dalam menentukan standar keselamatan radiasi dianggap bahwa

kemungkinan terjadinya efek stokastik pada suatu jaringan sebanding

dengan dosis ekivalen yang diterima jaringan tersebut. Namun demikian

oleh karena adanya perbedaan kepekaan di antara jaringan yang berbeda,

terjadi perbedaan faktor perbandingan antara jaringan tersebut. Kepekaan

relatif terhadap efek stokastik yang merugikan ini dinyatakan dalam resiko

per Sv dari beberapa organ yang akan memberikan kontribusi pada seluruh

resiko. Apabila dosis radiasi diterima tubuh dengan merata, faktor

resikonya adalah :

Untuk penyinaran sebagian tubuh terhadap radiasi eksternal atau dari

penyinaran internal sebagai akibat dari masuknya zat radioaktif kedalam

tubuh manusia, dosis ekivalen efektif HΕ besarnya adalah :

HΕ - Σ Wt Ht (1)

Dimana Wt adalah faktor bobot dari jaringan T yang menunjukkan

kepekaan dari organ tubuh terhadap efek stokastik. Ini berarti bahwa nilai

HΕ yang diperoleh tidak akan lebih besar dari 50 mSv dalam satu tahun.

Tabel 3. Faktor bobot dan faktor resiko jaringan terhadap efek stokastik.

Jaringan Resiko Sv-1 KeteranganFaktor

bobotGonad 4.0 x 10-3 Resiko genetik terhadap 2

generasi pertama

0.25

Payudara 2.5 x 10-3 Rata-rata untuk semua usia dan

sama untuk pria dan wanita

0.15

Sumsum tulang

belakang

2.0 x 10-3 Leukemia 0.12

Paru-paru 2.0 x 10-3 Cancer 0.12Thyroid 5.0 x 10-4 Cancer 0.03Permukaan

tulang

5.0 x 10-4 Osteosarcoma 0.03

Selebihnya 5.0 x 10-3 Cancer 0.30Resiko total 1.65 x 10-2

D. NBD berdasarkan rekomendasi ICRP No. 60 Tahun 1990

11

Page 13: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

1. Nilai Batas Dosis Untuk Pekerja.

a. Nilai Batas Dosis.

Penyinaran akibat kerja dari tiap pekerja harus diawasi, sehingga

nilai batas seperti berikut ini tidak dilampaui:

1. dosis efektif sebesar 20 mSv tiap tahunnya, dirata-ratakan

selama 5 tahun berturut-turut (awal dari dimulainya masa rata-

rata ini disamakan dengan hari pertama masa tahunan setelah

NBD sesuai standar ini diberlakukan).

2. Dosis efektif sebesar 50 mSv untuk satu tahun.

3. dosis ekivalen pada lensa sebesar 150 mSv dalam satu tahun,

dan

4. dosis ekivalen pada ekstrimitas (tangan dan kaki) atau kulit

sebesar 500 mSv dalam satu tahun (nilai batas dosis ekivalen

pada kulit dirata-ratakan untuk luas 1 cm2 dari daerah kulit yang

memperoleh penyinaran tertinggi).

Untuk siswa dan magang yang berusia antara 16 sampai 18

tahun yang mengikuti latihan untuk pekerjaannya yang

menggunakan penyinaran radiasi, dan untuk siswa yang berusia

antara 16 sampai 18 tahun yang menggunakan sumber radiasi

dalam studinya, penyinaran radiasi harus diawasi sehingga nilai

batas berikut tidak dilampaui:

a. dosis efektif sebesar 6 mSv dalam satu tahun.

b. dosis ekivalen pada lensa mata sebesar 50 mSv dalam satu

tahun dan

c. dosis ekivalen pada ekstremitas atau kulit sebesar 150 mSv

dalam satu tahun.

b. Keadaan Khusus.

Apabila dalam keadaan khusus, walaupun sudah berusaha dengan

sebaik-sebaiknya untuk melaksanakan semua ketentuan

keselamatan kerja dengan radiasi, namun untuk sementara

12

Page 14: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

perubahan nilai batas dosis masih diperlukan, dan telah disetujui

oleh IYB, maka:

1) masa rata-rata dapat diperpanjang sampai 10 tahun berturut-

turut, dan dosis efektif bagi tiap pekerja radiasi tidak lebih

besar dari 20 mSv dirata-ratakan selama masa tersebut dan

tidak boleh lebih besar dari 50 mSv dalam satu tahun, serta

keadaan harus ditinjau ulang apabila seseorang pekerja radiasi

mencapai penerimaan dosis sebesar 100 mSv sejak dimulainya

masa rata-rata tersebut.

2) perubahan sementara dari pembatasan dosis harus ditentukan

oleh Instansi Berwenang akan tetapi tidak boleh lebih besar

dari 50 mSv untuk masa satu tahun, dan perubahan sementara

ini tidak boleh lebih lama dari masa 5 tahun.

2. Nilaia Batas Dosis Untuk Penyinaran Masyarakat.

a. Nilai Batas Dosis.

Dosis rata-rata yang diperkirakan akan diterima oleh grup kritik

yang sesuai dari anggota masyarakat, yang berasal dari suatu

kegiatan tidak akan lebih besar dari nilai batas berikut ini:

1) dosis efektif sebesar 1 mSv dalam satu tahun

2) dalam keadaan khusus, dosis efektif sampai dengan 5 mSv

dalam satu tahun dengan syarat bahwa dosis rata-rata selama

lima tahun berturut-turut tidak lebih dari 1 mSv dalam satu

tahun.

3) dosis ekivalen pada lensa mata sebesar 15 mSv dalam satu

tahun, dan

4) dosis ekivalen pada kulit sebesar mSv dalam satu tahun.

b. Pembatasan dosis bagi penggembira dan pengunjung pasien.

Seringkali penderita atau pasien yang memperoleh pengobatan

dengan menggunakan zat radioaktif terbuka (radioaktifmaka)

atau sumber radioaktif terbungkus (brachitherapy) memerlukan

dukungan moral dari keluarga. Batasan dosis (contrain) bagi 13

Page 15: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

mereka ini bukan bagi pekerja radiasi dalam bidang kesehatan

yang melayani pasien adalah:

1) untuk orang dewasa tidak boleh lebih besar daripada 5 mSv

selama masa pemeriksaan diagnosa dan terapi dari seorang

pasien.

2) untuk anak-anak yang mengunjungi pasien yang menelan zat

radioaktif (kedokteran nuklir), tidak boleh lebih besar dari 1

mSv.

Nilai batas Dosis seperti yang tertera diatas tadi adalah:

1) merupakan jumlah dari dosis radiasi eksterna dan interna, atau

salah satu dari keduanya, yaitu dosis radiasi eksterna saja atau

dosis radiasi interna saja;

2) tidak termasuk penyinaran medik;

3) tidak termasuk penyinaran radiasi alam.

Ditinjau dari segi pembatasan dosis, perkembangan pembatasan dosis

adalah sebagai berikut :

1925, Pengawasan dosis berdasarkan waktu kerja , yaitu maksimum

7 jam perhari, 5 hari perminggu dengan cuti tidak kurang dari

1 bulan per-tahun.

1928, Disetujui adanya suatu tingkat dosis yang dapat ditolerir yang

berarti bahwa terdapat nilai ambong, dibawah nilai ambang

tersebut . pengaruh radiasi tidak tampak.

1934 Laju dosis (nilai batas dosis) sebesar 0,2 R/ hari.

1935, Laju dosis (nilai batas dosis) menjadi sebesar 0,3 R/ hari

1950, Nilai batas dosis (laju dosis) menjadi 0,3 R/ minggu

1955, Nilai batas dosis dianggap perlu dekat dengan nilai dosis

dimana akibat buruk dari radiasi dapat terjadi.

Akibat Genetik yang dapat terjadi tanpa suatu nilai ambang,

mulai dianggap penting.

1956, Nilai Batas Dosis (NBD) yang diijinkan diturunkan menjadi 5

Rem/ tahun, adanya hubungan dengan usia pekerja radiasi

yaitu 5 (N-18).

14

Page 16: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

1977, Dalam publikasi No. 26, ICRP tidak lagi menggunakan istilah

“Nilai Batas Dosis Yang Diizinkan”, akan tetapi

mengemukakan konsep ALARA (semua penyinaran harus

diusahakan serendah-rendahnya dengan memperhatikan faktor

ekonomi dan sosial). Nilai Batas Dosis ekivalen ditentukan

sebesar 50 mSv (5 rem) dalam satu tahun.

1990, Dalam publikasi No 60, ICRP merekomendasikan nilai batas

dosis untuk pekerja diturunkan lagi yaitu dosis efektif sebesar

20 mSv tiap tahunnya, dirata-ratakan selama 5 tahun berturut-

turut (awal dari dimulainya masa rata-rata ini disamakan

dengan hari pertama masa tahunan setelah NBD sesuai standar

ini diberlakukan) dan dosis efektif sebesar 50 mSv untuk satu

tahun. NBD untuk masyarakat yaitu dosis efektif sebesar 1

mSv dalam satu tahun dan dalam keadaan khusus, dosis

efektif sampai dengan 5 mSv dalam satu tahun dengan syarat

bahwa dosis rata-rata selama lima tahun berturut-turut tidak

lebih dari 1 mSv dalam satu tahun.

Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan dalam SK Kepala Bapeten No.

1/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi adalah

penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui dalam setahun tidak

tergantung pada laju dosis, baik untuk radiasi eksterna maupun interna.

Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran medis dan alam. Pekerja radiasi

tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita dalam masa

menyusui tidak diizinkan bertugas didaerah radiasi dengan resiko

kontaminasi tinggi.

1. Nilai batas dosis untuk penyinaran seluruh tubuh 50 mSv (5.000

mrem) per tahun.

2. Nilai batas dosis untuk wanita dalam usia subur 13 mSv (1.300

mrem) dalam jangka 13 minggu pada abdomen dan wanita hamil 10

mSv (1.000 mrem) pada janin, terhitung sejak dinyatakan

mengandung hingga saat bayi lahir.

3. Nilai batas dosis untuk penyinaran local; 500 mSv (50.000 mrem)

dalam satu tahun. Telah ditetapkan pula nilai batas untuk :15

Page 17: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

a. Lensa mata 150 mSv (15.000 mrem) setahun.

b. Kulit 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun.

Dalam hal kontaminasi radioaktif pada kulit diambil dosis rata-

rata pada permukaan seluas 100 cm2.

c. Tangan, lengan, kaki dan tungkai 500 mSv (50.000 mrem)

setahun.

4. Pembatasan dosis untuk penyinaran khusus direncanakan. Hanya

boleh dilakukan bagi pekerja radiasi kategori A dan telah mendapat

izin dari Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) setempat dengan

mempertimbangkan bahwa sudah tidak ada cara lain, usia dan

kesehatan.

a. Dua kali NBD

b. Lima kali NBD untuk seumur hidup

Penyinaran khusus tersebut tak boleh diberikan kepada pekerja

radiasi, apabila :

a. Selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih

besar daripada NBD seluruh tubuh (dan usia subur).

b. Pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau

kecelakaan sehingga jumla dosis melebihi 5x NBD untuk

seluruh tubuh (lokal).

c. Wanita usia subur dan menolak.

5. Pembatasan dosis untuk anggota masyarakat umum untuk seluruh

tubuh 5 mSv (500 mrem) dalam setahun (1/10 x NBD pekerja

radiasi). Demikian pula halnya untuk penyinaran lokal yaitu 50 mSv

dalam setahun.

6. Penyinaran anggota masyarakat secara keseluruhan

Setiap penguasa instalasi nuklir harus menjamin kontribusi

penyinaran yang berasal dari instalasinya kepada anggota masyarakat

serendah mungkin dan harus dikaji ulang dan dilaporkan pada instansi

yang berwenang, khususnya harus diperkirakan dosis genetik.

16

Page 18: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

7. Nilai batas dosis dalam satu tahun untuk magang dan siswa yang

harus menggunakan sumber radiasi :

a. yang berusia diatas 18 tahun, sama dengan nilai batas dosis

untuk pekerja radiasi.

b. yang berusia antara 16 dan 18 tahun adalah 0,3 dari NBD

untuk pekerja radiasi.

c. Yang berusia dibawah 16 tahun adalah 0,1 dari NBD untuk

masyarakat umum, dan tidak boleh menerima dosis sebesar

0,01 dari NBD masyarakat umum, dalam sekali penyinaran.

E. Nilai Batas Masukan dan Tahunan Batas Turunan

Nilai batas dosis seperti yang telah ditetapkan dengan SK. Kepala Bapeten

dalam buku Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap radiasi mencakup dosis

eksterna dan dosis interna. Untuk membatasi pemasukan zat radioaktif ke

dalam tubuh manusia ditentukan nilai batas masukan zat radioaktif tahunan

atau ALI (Annual Limit of Intake). Nilai Batas Masukan Tahunan ini

ditentukan dengan memperhatikan efek stokastik dan non-stokastik yaitu

tidak melebihi penerimaan dosis ekivalen sebesar 50 mSv, dan dosis yang

diterima jaringan lunak dan organ tidak melebihi 500 mSv. Pemasukan zat

radioaktif ke dalam tubuh ini akan menyebabkan dosis ekivalen efektif

terikat yaitu dihitung untuk masa kerja selama 50 tahun. Distribusi zat

radioaktif di dalam tubuh, yang tergantung juga pada jenis unsur dan

senyawa zat radioaktif tersebut disamping nilai batas untuk efek stokastik

dan non-stokastik menentukan besar nilai Batas Masukan Tahunan (BMT).

Nilai BMT untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum ini selanjutnya

digunakan untuk menentukan nilai batas turunan yaitu kadar radioaktivitas

udara ditempat kerja pekerja radiasi (Derived Air Concentration/DAC) dan

batas masukan tahunan melalui saluran pencernaan makanan.

Dalam menentukan nilai kadar radioaktivitas udara untuk pekerja radiasi,

jumlah jam kerja dalam satu tahun dihitung 2000 jam, sedangkan udara

17

Page 19: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

yang dihirup oleh seorang manusia (acuan) adalah 20 liter dalam satu

menit, dengan demikian maka :

KRU = BMT Bq (2)

2400 m3

Keterangan : KRU = Kadar radioaktivitas udara

BMT = Batas masukan tahunan.

Untuk menentukan batas masukan melalui pencernaan makanan

perhitungannya agak sulit terutama untuk zat radioaktif yang sulit diserap

oleh tubuh. Saluran pencernaan akan memperoleh dosis terbanyak dan

dianggap bahwa zat radioaktif terdistribusi secara merata dalam tiap bagian

saluran pencernaan dan perlu diketahui pula waktu rata-rata zat radioaktif

berada dalam tiap bagian saluran pencernaan makanan tersebut.

Dalam menentukan Batas Masukan Tahunan, disamping nilai batas untuk

efek Stokastik dan Non-Stokastik juga tergantung pada pada distribusi zat

radioaktif didalam tubuh, yang tergantung pada jenis unsur dan senyawa

zat radioaktif tersebut, dan cara pemasukan apakah melalui saluran

pernafasan atau saluran pencernaan.

Sebagai contoh, misalnya suatu radioanuklida masuk ke dalam tubuh

manusia, dan menyinari organ/ jaringan X, Y dan Z. Dimisalkan bahwa

pemasukan 1 Bq. Radionuklida tersebut menyebabkan dosis ekivalen

terikat pada tiap organ tersebut sebesar HX, Hy, dan HZ. Jika faktor bobot

jaringan tersebut masing-masing adalah wx, wy dan wz, maka dosis

ekivalen efektif dari pemasukan 1 Bq adalah:

H = wxHx + wyHy + wzHz (3)

Nilai Batas Masukan Turunan (NBMT) dihitung sedemikian rupa sehingga:

wTHT = 50 mSv

Jadi BMT : _____50___________ dalam Bq (4)

wXHX + wYHY + wZhZ

18

Page 20: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Dari rumus diatas tampak bahwa Batas Masukan Tahunan ditentukan

sedemikian rupa sehingga resiko efek stokastik dari berbagai organ tubuh

untuk jangka waktu 50 tahun setelah pemasukan zat radioaktif tersebut

tidak akan melebihi resiko akibat penyinaran seluruh tubuh sebesar NBD

tahunan yaitu sebesar 50 mSv. Namun demikian syarat yang lebih

menentukan yaitu efek non-stokastik pada organ tidak dapat diabaikan,

yaitu bahwa dosis radiasi pada suatu organ tidak boleh lebih besar dari 0,5

Sv (50 rem), atau 0,15 Sv (15 rem) pada lensa mata dalam satu tahun.

Untuk sekitar 20 % dari seluruh radionuklida, BMT ditentukan berdasarkan

efek non-stokastik. Sebagai contoh misalnya untuk natrium -22, calcium -

137 BMT ditentukan berdasarkan nilai dosis untuk efek stokastik,

sedangkan untuk yodium-131 dan plutonium-239 ditentukan berdasarkan

nilai dosis untuk efek non-stokastik.

Dalama menentukan dosis radiasi yang diterima seeorang pekerja radiasi

dalam satu tahun, dosis radiasi eksterna dan interna harus diperhatikan,

yaitu dijumlahkan sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis untuk efek

stokastik tidak terlampaui.

Jadi ____Hwb___ + I j___ < 1 (5)

H wb, L I j, L

dimana:

• Hwb, adalah dosis ekivalen yang diterima dalam satu tahun

yang berasal

dari dosis eksterna.

• Hwb , L adalah nilai batas ekivalen.

• Ij adalah pemasukan radionuklida dalam satu tahun.

• Ij, L nilai batas masukan tahunan dari radionuklida

tersebut diatas.

19

Page 21: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Tabel 4. Beberapa Nilai BMT.

Nuklida Senyawa BMTPernafasan (Bq) Pencernaan

(Bq)Natrium -22

Yodium-131

Cs – 137

Pu – 239

semua senyawa

semua senyawa

semua senyawa

dioksida –Pu

senyawa lainnya,

oksida, hidroksida

senyawa lainnya

2 x 107

2 x 106

6 x 106

5 x 102

2 x 102

1 x 107

2 x 106

4 x 106

2 x 106

2 x 104

20

Page 22: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

BAB III.

KETENTUAN UMUM PROTEKSI RADIASI

Dalam PP 63 Tahun 2000 diatur hal-hal yang berkaitan dengan proteksi dan

keselamatan radiasi.

A. Sistem Pembatasa Dosis.

Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan

lingkungan hidup, pengusaha instalasi yang melaksanakan setiap kegiatan

pemanfaatan tenaga nuklir harus memenuhi prinsip-prinsip keselamatan

dan kesehatan sebagai berikut :

1. setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus mempunyai manfaat yang lebih

besar dibanding dengan resiko yang ditimbulkan

2. penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak

melebihi nilai batas yang ditetapkan Badan pengawas

3. kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber

radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan

radiasi yang terjadi ditekan serendah-rendahnya

B. Syarat Peralatan Radiasi

1. Pengusaha instalasi yang merancang, membuat, mengoperasikan dan

atau merawat sistem dan koponen sumber radiasi yang mempunyai

potensi bahaya radiasi harus mencegah terjadinya penerimaan dosis

yang berlebih

2. Sistem dan komponen sumber radiasi tersebut harus dirancang dan

dibuat sesuai dengan standar

3. Dalam menerapkan dosis untuk keperluan medik dengan tujuan

diagnostik dan terapi , pengusaha instalasi harusmemperhatikan

perlindungan pasien terhadap radiasi.

C. Sistem Menajemen Keselamatan Radiasi.

Pengusaha instalasi harus menerapkan sistem manajemen keselamatan

radiasi, yang meliputi :21

Page 23: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

1. Organisasi Proteksi Radiasi

a. Pengusaha instalasi harus memiliki organisasi proteksi radiasi yang

sekurang-kurangnya terdiri atas unsur pengusaha instalasi, petugas

proteksi radiasi dan pekerja radiasi

b. Setiap pengusaha instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir harus

mempunyai sekurang-kurangnya 1 (satu) orang petugas proteksi

radiasi

c. Pengusaha instalasi wajib menunjuk orang lain atau dirinya sendiri

sebagai petugas proteksi radiasi

2. Pemantauan dosis radiasi dan radioaktivitas

a. Pengusaha instalasi harus mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk

memakai peralatan pemantau dosis perorangan, sesuai dengan jenis

instalasi dan sumber radiasi yang digunakan

b. Apabila hasil evaluasi dosis menunjukkan penerimaan dosis

berlebih, maka pengusaha instalasi harus melaksanakan tindak

lanjut

c. Pengusaha instalasi bertanggung jawab atas pelaksanaan pencatatan

dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi

d. Pencatatan dosis radiasi dilakukan oleh Petugas Proteksi Radiasi

(PPR)

e. Catatan dosis radiasi harus dapat ditunjukkan sewaktu-waktu

apabila diminta oleh Badan Pengawas

f. Pengusaha instalasi harus memberikan salinan catatan dosis radiasi

kepada pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja.

g. Pengusaha instalasi harus melakukan pemantauan daerah kerja

secara terus menerus, berkala dan atau sewaktu-waktu

h. Pengusaha instalasi harus mencatat dan mendokumentasikan hasil

pemantauan daerah kerja

i. Pengusaha instalasi harus melakukan pemantauantingkat

radioaktivitas buangan zat radioaktif ke lingkungan hidup secara

terus menerus, berkala dan atau sewaktu-waktu.

j. Pengusaha instalasi harus mencatat dan mendokumentasikan hasil

pemantauan tingkat radioaktivitas buangan zat radioaktif tersebut.

22

Page 24: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

3. Peralatan proteksi radiasi

Pengusaha instalasi harus menyediakan dan mengusahakan peralatan

proteksi radiasi, pemantau dosis perorangan, pemantau daerah kerja dan

pemantau lingkungan hidup yang dapat berfungsi dengan baik sesuai

dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.

4. Pemeriksaan kesehatan

a. Setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi harus sehat

jasmani dan rohani serta serendah-rendahnya berusia 18

(delapanbelas) tahun

b. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan

kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh untuk setiap orang

yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi

c. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan

kesehatan bagi setiap pekerja radiasi secara berkala selama bekerja

sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun

d. Pengusaha istalasi harus memeriksakan kesehatan pekerja radiasi

yang akan memutuska hubungan kerja secara teliti dan menyeluruh

e. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja harus diberikan kepada

pekerja radiasi yang bersangkutan

f. Pengusaha instalasi harus melaksanakan pencatatan hasil

pemeriksaan kesehatan setiap pekerja radiasi dalam kartu kesehatan

g. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengusaha instalasi harus

menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi yang

diduga menerima paparan radiasi berlebih

5. Penyimpanan dokumentasi

Pengusaha instalasi harus tetap menyimpan dokumentasi yang memuat

catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil pemantauan

lingkungan dan kartu kesehatan pekerja

6. Penerapan jaminan kualitas

a. Pengusaha instalasi harus membuat program jaminan kualitas bagi

instalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi tinggi23

Page 25: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

b. Program jaminan kualitas yang telah dibuat oleh pengusaha instalasi

harus disampaikan kepada Badan pengawas untuk disetujui

c. Program jaminan kualitas yang telah disetujui harus dilaksanakan

oleh pengusaha instalasi

7. Pendidikan dan latihan

a. Setiap pekerja radiasi harus memperoleh pendidikan dan pelatihan

tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi

b. Pengusaha instalasi bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan dimaksud

D. Kalibrasi

1. Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara

berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali

2. Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output)

peralatan radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun

sekali

E. Penaggulangan Kecelakaan Radiasi

Pengusaha instalasi harus melakukan upaya pencegahan tejadinya

kecelakaan radiasi. Dalam upaya penanggulangan kecelakaan radiasi,

keselamatan manusia harus diutamakan.

Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi pengusaha instalasi harus segera

melaporkan terjadinya kecelakaan radiasi dan upaya penanggulangannya

kepada Badan pengawas dan instansi tekait lainnya.

F. Pembatasan Penyinaran

Dalam SK. Kepala Bapeten No. 1/1999 (yang saat ini sedang direvisi)

diatur bahwa Pembatasan penyinaran dilakukan dengan cara pembagian

daerah kerja, klasifikasi pekerja radiasi, dan pemeriksaan dan pengujian

perlengkapan proteksi radiasi dan alat ukur radiasi.

1. Pembagian Daerah Kerja

a) Daerah pengawasan yaitu daerah yang memungkinkan seorang

menerima dosis radiasi kurang dari 15 mSv (1.500 mrem) dalam 24

Page 26: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

setahun dan bebas kontaminasi. Batas daerah kerja harus diberi

tanda yang jelas. Daerah Pengawasan, dibagi lagi menjadi :

1) Daerah radiasi sangat rendah yaitu yang memungkinkan

seseorang menerima dosis 1 mSv atau lebih dan kurang dari 5

mSv dalam satu tahun. Dalam hal ini tidak diharuskan adanya

pengaturan.

2) Daerah radiasi rendah yaitu yang memungkinkan seseorang

menerima dosis 5 mSv atau lebih dan kurang dari 15 mSv dalam

satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai untuk

organ tertentu.

b) Daerah pengendalian yaitu daerah yang memungkinkan seseorang

menerima dosis radiasi 15 mSv atau lebih dalam setahun.Daerah

Pengendalian, dibagi lagi menjadi :

1) Daerah radiasi

Daerah radiasi sedang, yaitu yang memungkinkan seseorang

menerima dosis 15 mSv atau lebih dan kurang dari 50 mSv

dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai

untuk organ tertentu.

Daerah radiasi tinggi, yaitu yang memungkinkan seseorang

menerima dosis 50 mSv atau leib dalam satu tahun atau nilai

yang sesuai terhadap organ tertentu.

2) Daerah kontaminasi

Kontaminasi radioaktif dapat didefinisikan sebagai adanya zat

radioaktif yang tidak terwadahi dan yang tidak dikehendaki

berada disuatu lokasi atau tempat tertentu. Contohnya adalah

bubuk radioaktif tumpah dilantai (kontaminasi permukaan),

zat radioaktif cair tumpah di tangan seseorang (kontaminasi

personel) dan zat radioaktif yang mengudara (kontaminasi

udara). Radiasi tidak akan mengakibatkan kontaminasi, akan

tetapi kontaminasi radioaktif akan menimbulkan bahaya

radiasi eksterna apabila jumlahnya besar dan memancarkan

radiasi yang dapat menembus jaringan tubuh, dan bahaya

radiasi interna apabila kemudian masuk ke dalam tubuh 25

Page 27: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

manusia. Oleh karena itu dalam buku Ketentuan Keselamatan

Kerja Terhadap Radiasi ditentukan tiga daerah kontaminasi,

yaitu :

a) Daerah kontaminasi rendah, yaitu daerah dengan tingkat

kontaminasi yang sama dengan laboratorium perunut

radioaktif.

b) Daerah kontaminasi sedang, yaitu daerah yang tingkat

kontaminasi radioaktifnya 0,37 Bq/cm2 ( 10-5 µci/cm2) atau

lebih dan kurang dari 3,7 Bq/cm2 ( 10-4 µci/cm2) untuk alfa

dan 3,7 Bq/cm2 ( 10-4 µci/cm2) atau lebih dan kurang dari

37 Bq/cm2 ( 10-3µci/cm2) untuk beta, sedang kontaminasi

udara tidak melebihi sepersepuluh Batas Turunan Kadar

Zat Radioaktif di udara.

c) Daerah kontaminasi tinggi, yaitu daerah dengan tingkat

kontaminasi 3,7 Bq/cm2 atau lebih untuk alfa dan 37

Bq/cm2 atau lebih untuk beta, sedang kontaminasi udara

kadang-kadang lebih besar dari sepersepuluh batas turunan

udara.

Petugas Proteksi Radiasi (PPR) bertanggung jawab atas terlaksananya

tugas-tugas dalam daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis

lebih dari 5 mSv dalam satu tahun dan dalam daerah kontaminasi.

G. Klasifikasi Pekerja Radiasi

Untuk tujuan pemonitoran dan pembatasan penyinaran dibedakan dua

kategori pekerja radiasi :

2. Kategori A

Yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari 15

mSv per tahun.

3. Kategori B

Yang mungkin menerima dosis lebih kecil dari 15 mSv per tahun.

26

Page 28: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

H. Perlengkapan/alat ukur radiasi harus mempunyai unjuk kerja yang

baik

Untuk menjamin kebenaran nilai penyinaran, dosis serap, fluks, atau

aktivitas sumber radiasi diperlukan alat ukur yang dapat

dipertanggungjawabkan ketelitian/ kebenaran hasil pengukurannya. Oleh

karena itu alat ukur radiasi, keluaran sumber radiasi dan radionuklida perlu

dikalibrasi.

I. Pemonitoran

a. Pemonitoran daerah kerja

b. Pemonitoran perorangan eksterna dan interna

Hasil pemonitoran dilaporkan berkala dan bila dosis yang diterima lebih

besar dari NBD atau melebihi 2 X NBMT maka PPR harus menyerahkan

masalah ini kepada dokter instalasi yang bertanggungjawab menaksir

efeknya.

J. Pencatatan dosis

PPR harus menyimpan untuk jangka waktu 30 tahun dokumen :

a. Hasil pemonitoran daerah kerja yang digunakan untuk

menentukan dosis perorangan.

b. Dosis radiasi perorangan.

c. Dosis radiasi akibat kecelakaan atau keadaan darurat dan

laporan kecelakaan tersebut. Hasil pencatatan dosis dan

kecelakaan harus dilaporkan ke Instansi yang berwenang.

K. Pengawasan Kesehatan

Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000, antara lain mengatur mengenai

pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi. Pengawasan Kesehatan ini

dimaksudkan untuk menentukan apakah keadaan kesehatan pekerja

radiasi sesuai dengan tugas yang akan dilakukan dan untuk mengetahui

apakah ada pengaruh radiasi pada kesehatan pekerja radiasi tersebut

selama bekerja dengan radiasi (ingat efek stokastik dan non-stokastik).

Keharusan pemeriksaan kesehatan ini tidak hanya bagi mereka yang 27

Page 29: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

bekerja di Batan atau industri lain yang menggunakan sumber radiasi

pengion akan tetapi juga bagi pekerja radiasi dalam bidang medik, dan

telah diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor

172/MenKes/PER/III/91. Selain untuk memantau keadaan kesehatan

pekerja radiasi, pemeriksaan kesehatan juga penting bagi penguasa

Instalasi Nuklir, jika dikemudian hari ada pekerja radiasi yang menggugat

bahwa sakit yang dideritanya adalah diakibatkan oleh radiasi yang

diterimanya (Medico-legal), walaupun resiko sakit akibat radiasi ini

sangat kecil.

Peraturan mengenai pengawasan kesehatan antara lain:

1. Penguasa Instalasi Nuklir wajib melakukan pemeriksaan kesehatan

terhadap calon pekerja radiasi, sekali setahun bagi pekerja radiasi dan

pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja dengan

Instalasi Nuklir.

2. Pemeriksaan kesehatan khusus harus dilaksanakan apabila dosis

radiasi yang diterima pekerja radiasi melampaui nilai seperti yang

tercantum dalam peraturan mengenai pembatasan dosis dan diterima

dalam waktu yang singkat. Juga apabila pemasukan zat radioaktif

diperkirakan melebihi dua kali batas dosis tahunan dan apabila telah

terjadi kontaminasi interna.

3. Seluruh hasil pemeriksaan kesehatan harus dicatat dalam kartu

kesehatan dan kartu ini harus disimpan untuk jangka waktu sekurang-

kurangnya 30 tahun sejak berhenti bekerja dengan radiasi. Di dalam

kartu kesehatan harus ada keterangan tentang sifat pekerjaan dan

alasan pemberian pemeriksaan kesehatan khusus.

4. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan radiasi harus

tersedia di daerah kerja yang isinya tergantung pada jenis kecelakaan

yang mungkin terjadi, jenis radiasi, jenis kontaminasi dan jenis

kontaminasi pada tubuh manusia.

28

Page 30: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

BAB IV.

PROTEKSI RADIASI EKSTERNA

A. Sumber Bahaya

Bahaya eksterna berasal dari sumber radiasi yang terdapat diluar tubuh.

Jika zat radioaktif masuk dalam tubuh, maka akan timbul bahaya radiasi

interna. Untuk mengatasinya diperlukan cara pengendalian yang sangat

berlainan. Partikel alpha umumnya tidak dianggap sebagai sumber

berbahaya eksterna yang potensial karena daya tembusnya sangat kecil

dengan demikian mudah tertahan pada lapisan luar dari kulit. Bahaya

eksterna mungkin ditimbulkan oleh pancaran beta, sinar-x, gamma atau

neutron yang dapat menembus lebih dalam kebagian dalam tubuh. Bahaya

eksterna dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip dasar proteksi

radiasi yaitu memperhitungkan waktu, jarak dan penahan radiasi.

B. Faktor Proteksi Radiasi Eksterna

1. Faktor Waktu

Besar dosis radiasi yang diterima oleh seorang yang sedang bekerja

dengan laju dosis tertentu berbanding langsung dengan lama waktu ia

berada di tempat itu.

Dt - Do . t (5)

Dt = Dosis yang diterima

Do = Laju dosis mula-mula

t = waktu

Dosis = laju dosis x waktu

Contoh :

Seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem

dalam 1 minggu, berapa jam seminggu ia boleh bekerja dalam medan

radiasi dengan laju dosis 10 mrem/jam ?

Dari rumus (1): Dt = Do x t

100 mrem = 10 mrem x t

t = 10 jam29

Page 31: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Lama waktu seorang pekerja radiasi dalam suatu ruangan yang

mengandung radiasi pengion itu sering kali bergantung pada pekerjaan

yang dilakukannya, mungkin lebih lama dari 10 jam, untuk dapat

mengatasi hal itu harus dicoba mengurangi laju penyinaran ditempat

tersebut yaitu dengan cara memperbesar jarak antara sumber radiasi

dengan pekerja, atau dengan mempergunakan penahan radiasi.

2. Faktor Jarak

Paparan radiasi berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber

radiasi. Bila sumber radiasi dimensinya kecil sekali, maka fluks radiasi

pada jarak t dari sumber ini berbanding terbalik dengan kuadrat jarak.

Karena laju dosis proporsional dengan fluk maka laju dosispun

mengikuti hukum kuadrat terbalik. Hal ini secara eksak hanya berlaku

untuk sumber radiasi berbentuk titik, detektor berbentuk titik dan jika

absorbsi radiasi antara sumber dan detektor dapat diabaikan.

Dr = K 1 (6) r 2

K = tetapan yang besarnya bergantung pada sumber atau ;

Dr R2 = K

sehingga dapat ditulis :

Dr1 • r 12 = Dr2 • r2

2 = Dr3 • r32 = K, tetap (7)

Dr1 = laju dosis pada jarak r1

Dr2 = laju dosis pada jarak r2

Dr3 = laju dosis pada jarak r3

Contoh :

Sebuah sumber dosis Co60 memberikan, pada jarak 2 m, laju dosis

sebesar 50 mrem/jam pada jarak manakah laju dosis besarnya 20

mrem/jam?

Dengan memakai dengan rumus diatas, diperoleh ;

50 x (2)2 = 20 x r2

30

Page 32: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

r = (50 x 22/20)1/2

r = (10)1/2 m

Dari rumus tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa jika

jarakdijadikan dua kali lebih besar, maka laju dosis menjadi :

1

22

dan jika jarak diperbesar 3 kali laju dosis berkurang menjadi :

1 atau 9 kali lebih kecil

32

Sebaliknya bila jarak sumber radiasi diperpendek ½ kali, laju dosis

radiasi akan menjadi 4 kali lebih besar dan bila jarak diperpendek

menjadi 1/3 kali, maka laju dosis menjadi 9 kali lebih besar. Jadi bila

terlalu dekat pada sumber, misalnya langsung menyentuh atau

memegang sumber radiasi, maka laju dosis pada tangan berlipat ganda

besarnya. Oleh karena itu dilarang memegang sumber radiasi langsung

dengan tangan. Untuk menangani sumber radiasi diperlukan

perlengkapan khusus misalnya tang jepit panjang, atau pinset.

Walaupun aktivitas sumber radiasi kecil dan merupakan sumber radiasi

terbungkus, larangan memegang sumber secara langsung tetap berlaku,

jadi harus menggunakan peralatan tersebut diatas untuk menghindari

penerimaan dosis radiasi yang berlebihan pada tangan.

3. Faktor Penahan Radiasi

Dalam praktek, pemakaian sumber radiasi harus dilengkapi dengan

penahan radiasi dalam jumlah yang cukup untuk melemahkan

(attenuate) pancaran yang kuat. Berbagai jenis radiasi mempunyai daya

tembus yang berbeda. Sedang sifat serap bahan terhadap macam radiasi

yang dihadapi juga berbeda, maka jumlah dan jenis bahan penahan

radiasi yang diperlukan bergantung pada jenis sumber yang dihadapi.

Penyerapan sinar gamma secara kuantitatif berbeda dengan penyerapan

alpha dan beta. Bahan utama yang digunakan sebagai penahan radiasi

gamma atau sinar-x adalah timbal, baja, beton.

a. Partikel Alpha31

Page 33: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Partikel alpha mudah sekali diserap. Biasanya sehelai kertas tipis

saja sudah cukup untuk menahan seluruh pancaran alpha. Dengan

demikian partikel alpha tidak merupakan persoalan pelik dalam

bidang proteksi terhadap sumber radiasi eksterna.

b. Partikel Beta

Partikel beta mempunyai daya tembus lebih besar daripada partikel

alpha. Energinya biasanya antara 1 dan 10 MeV. Dalam hal ini

Perspex setebal 1 cm sudah cukup menyerap seluruh pancaran beta.

Dengan memandang bahwa pancaran beta ini mudah diserap secara

keseluruhan oleh bahan yang relatif tipis itu, maka orang sering

sekali menganggap enteng radiasi beta ini dan kadang-kadang tidak

berhati-hati dan berani memegang sumber beta langsung dengan

tangan, padahal laju dosis pada jarak 3 mm dari sumber demikian

mungkin sebesar 3.000 rad per jam. Sebagai kelanjutan, proses

penyerapan partikel beta dapat menimbulkan pancaran sinar-x yang

dikenal dengan Bremstrahlung. Bremstrahlung ini besarnya

proporsional dengan bilangan atom (Z) dari zat penyerap dan

dengan engergi partikel beta (E) yang bersangkutan.

Untuk mengetahui perkiraan bahaya Bremstrahlung, pendekatan

hubungan berikut dapat dipakai :

f = 3.5 10-4 ZE maks

Keterangan :

F = fraksi energi sinar beta yang jatuh berubah menjadi

foton

(Bremstrahlung)

Z = nomor atom bahan penyerap

E = energi partikel beta MeV

Dengan demikian untuk bahan penahan partikel beta harus diambil

zat yang mempunyai harga Z lebih rendah, umumnya dalam praktek

tidak lebih dari 13 : Energi rata-rata partikel beta ditentukan oleh

distribusi dari partikel beta, umumnya diambil :

E rata-rata = 1 E maks (8)32

Page 34: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

3Jadi pelindung sinar beta dapat dibuat dari bahan yang nomor

atomnya cukup rendah. Jangkauan sinar β (Beta) dapat dilihat pada

gambar 1 dan 2 terlampir yang menunjukkan hubungan antara

jangkauan dalam mg/cm2 dan energi dalam MeV. Misalnya untuk

pemancar β (Beta) Sr90 dapat digunakan pelindung dari plexiglass

atau alumunium. Sr90 memancarkan beta dengan energi 0.5 MeV

dan anaknya Y90 memancarkan beta dengan energi 2.27 MeV.

Dalam hal ini harus dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap

seluruh beta dengan energi 2.27 MeV.

Dari grafik dapat dilihat bahwa untuk radioisotop ini diperlukan 1.1

gr/cm2 . Densitas plexiglas 1.18 mg/ cm2 , maka tebal Plexiglas yang

diperlukan dapat dihitung dengan rumus sbb :

td 1.1 gr/cm2

ρ 1.18 gr/cm3

Plexiglas mudah pecah bila menerima dosis radiasi tinggi dalam

waktu lama. Oleh karena itu lebih baik digunakan alumunium yang

densitasnya 2.7gr/ cm3 . Tebal alumunium yang diperlukan :

1.1 gr/cm2

2.7 gr/cm3

Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai

wadah dan pelindung, dengan densitas 0.95g/ cm3 maka tebal botol

= 1.06 cm. Selanjutnya perlu diperhatikan pelindung untuk

Bremstrahlung yang akan terjadi bila partikel berkecepatan tinggi

mengalami percepatan waktu mendekati inti atom bahan pelindung

karena gaya Coulomb. Untuk memperoleh spectrum dan instensitas

Bremstrahlung ini diperlukan perhitungan yang cukup kompleks

tetapi intensitasnya mudah diukur. Sebagai contoh, bila botol

polietilen tersebut diatas diisi 37 x 104 MBq (10Ci) Sr90 maka laju

dosis Bremstrahlung dari sinar beta Y90 = 0.21 mSv/jam dan sinar

beta dari Sr90 = 0.013 mSv/jam (1.3 mrem/jam) pada jarak 1 meter.

33

t1 = = 0.932 cm=

t1 = = 0.41 cm

Page 35: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Untuk menurunkan laju dosis gabungan menjadi 0.1 mSv/jam

bahan harus dilapisi dengan Pb setebal 1.75~cm.

4. Sinar Gamma dan Sinar-X

Proses pelemahan sinar-X atau gamma terutama apabila

mempunyai berkas yang sempit dalam bahan pelindung bersifat

eksponensial karena gamma yang berasal dari hamburan Compton

tidak terukur. Laju dosis sinar-X atau gamma disuatu titik setelah

melalui suatu bahan penyerap, dapat ditulis sebagai berikut

Dt = Do e -µt (9)

Keterangan :

Do = Laju dosis tanpa penahan

P = Koefisien absorbsi linier, yaitu fungsi penahan yang ber-

sangkutan dan energi sumber radiasi, dimensinya =

panjang-1

t = Tebal penahan, dimensi panjang+1

HVT (Half Value Thickness) untuk bahan penahan radiasi tertentu

adalah tebal bahan yang diperlukan untuk mengurangi intensitas

radiasi menjadi setengah dari intensitas sebelum oleh penahan.

Dari rumus (6) untuk t = HVT diperoleh

Dt = ½ Do

sehingga rumus Dt = Do e-µτ dapat ditulis menjadi :

½ Do = Do.e-µ(HVT)

e-µ(HVT) = ½

-µ (HVT) = In ½

HVT = 0.693/µ

Rumus tersebut dapat ditulis menjadi :

Dt = D0e – (0,693.t) / HVL - D0e - (0,693) . t/HVL

Dt = Do (½) (t/HVL)

34

Page 36: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Dt : Do/ 2 t/HVL

Konsep HVT ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat

tebal bahan penahan yang diperlukan.

Umpamanya :

a. Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan

bahan penahan setebal 1 kali HVT harga HVT ini telah

ditentukan dalam suatu table grafik.

b. Untuk mengurangi laju dosis hingga ¼ atau ½ 2 diperlukan

bahan penahan setebal 2 kali HVT.

c. Untuk mengurangi laju dosis hingga 1/8 atau ¼ 3 diperlukan

bahan penahan setebal 3 kali HVT.

Dengan cara yang sama konsepnya rumusan konsep tenth value

layer (TVL).

ln 10 2.303

µ µ

Apabila geometri berkas radiasi tidak sempit (lebar) maka proses

pelemahan sinar-X atau sinar gamma dalam bahan pelindung tidak

lagi murni bersifat eksponensial, karena sebagian dari radiasi

gamma yang berasal dari hamburan Compton dapat diukur

bersama-sama dengan radiasi gamma primer yang ditransmisikan.

Laju dosis setelah melalui bahan penyerap dapat ditulis sebagai :

Dt = Dobe -µt (10)

Dimana :

Do = laju dosis tanpa penahan

µ = koefisien absorbsi linier

t = tebal penahan

b = faktor penguat (build-up factor)

35

TVL = =

Page 37: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Biasanya nilai b diperoleh dari kurva dalam kertas semilog antara b

dan panjang relaksasi (λ). Panjang relaksasi adalah tebal bahan

pelindung yang akan memperkecil dosis menjadi 1/e nilai semula.

Tabel 5 : HVL dan TVT Pb dan H2O untuk berbagai energi

radiasi gamma

ENERGI Pb (mm) H2O (mm)

PANCARAN (Mev) HVL TVT HVL TVT0.5 0.40 1.25 15.0 50.01.0 1.10 3.50 19.0 62.51.5 1.50 5.00 20.0 70.02.0 1.90 6.00 22.5 75.0

contoh :

Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis disuatu

titik dari 160 hingga 10 mrem/jam, (diketahui HVT = 2mm Pb). Laju

dosis dari 160 menjadi 10 mrem/jam, berarti terjadi pengurangan

sebesar faktor 16 atau 24. Jadi tebal yang dibutuhkan = 4 x 2mm Pb =

8mm Pb.

Sebagai telah diungkapkan, atenuasi radiasi gamma secara kualitatif

berbeda dengan atenuasi radiasi alpha dan beta. Kedua partikel ini

mempunyai jangkauan tertentu sehingga dapat diserap seluruhnya

dalam medium yang dilalui. Sebaliknya radiasi gamma hanya dapat

dikurangi intensitasnya bila pelindung dipertebal. Faktor transmisi

untuk berbagai jenis bahan pelindung dapat dihitung dengan rumus

I / Io = e -µt

Untuk harga µ dapat dihitung dari nilai HVL pada table 4.

Misal untuk transmisi 10%

36

Page 38: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

a. Energi 0,1 Mev, membutuhkan pelindung 14,3 g/cm2 AI atau 0,435

g/cm2 Pb

b. Energi 1,0 Mev, membutuhkan 37,4 g/cm2 AI atau 33,6 g/cm2 Pb

Hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari segi massa, sebagai pelindung

untuk energi rendah, Pb jauh lebih baik daripada Al. Secara umum

untuk energi di antara 0.75 MeV dan 5 MeV sifat atenuasi hampir sama

atau sebanding dengan densitas bahan pelindung.

Untuk energi lebih rendah dan tinggi, bahan pelindung dengan nomor

atom leibh tinggi adalah lebih efektif. Pada gambar 3 s/d gambar 7

disajikan grafik transmisi beberapa bahan pelindung untuk beberapa

jenis radioisotop dan sinar-X dan sebuah table tentang TVL dan HVL

(Tabel 2).

Prinsip dasar proteksi radiasi tersebut diatas, yaitu pengendalian radiasi

dengan memperhitungkan waktu, jarak dan pelindung radiasi, harus

digunakan oleh para pekerja radiasi dalam melaksanakan tugasnya

masing-masing misalnya :

1. Dalam bidang medik

a. Operator radiografi diagnostik harus memanfaatkan tabir dan

apron Pb untuk mencegah penyinaran seluruh tubuh oleh radiasi

hambur.

b. Petugas yang merangkai radium, yang akan dipasang pada

pasien sebagai terapi, harus memanfaatkan kaca Pb untuk

menghindari penyinaran seluruh tubuh. Untuk melindungi mata

bias digunakan cermin atau kaca mata Pb, dan harus diingat

bahwa sumber tidak boleh dipegang langsung dengan tangan.

c. Pasien radiografi gigi menggunakan apron Pb untuk melindungi

gonad.

2. Dalam bidang industri

a. Operator radiografi industri berlindung dibalik tiang beton,

dinding atau bagian lain dari konstruksi untuk menghindari 37

Page 39: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

penyinaran seluruh tubuh selama waktu penyinaran yang cukup

lama (sampai beberapa menit)

b. Operator radiografi dilatih mengoperasikan kamera dengan

kecepatan tinggi tetapi aman, sebab ia menggunakan sumber

radiasi 192Ir dengan aktivitas ratusan Curie dengan jarak sekitar

6 m dari mulut kamera (faktor waktu)

c. Pekerja logging yang menggunakan sumber radiasi neutron 241AmBe, seharusnya melakukan tindakan proteksi yang serupa.

Untuk melindungi gonad, baik pekerja logging atau gauging

maupun pekerja radiografi industri,dalam menjinjing kontener

harus dijaga jarak antara gonad dan sumber radiasi.

Dalam melakukan perhitungan menggunakan prinsip dasar proteksi

radiasi tersebut terdahulu perlu diadakan koreksi terhadap aktivitas

sumber radiasi yang digunakan, khususnya bila sumber radiasi

tersebut waktu paruhnya rendah, misalnya dengan cara menghitung

atau melihat grafik peluruhan/ transformasi yang terdapat pada

gambar 8 dan 9.

5. Neutron

Untuk penahan neutron perhitungannya agak sulit. Ada 3 interaksi

penting yang perlu diketahui :

a. Hamburan kenyal (elastik)

Neutron bertumbukan dengan inti atom bahan penahan dengan

cara yang sama seperti tumbukan bola bilyard. Dalam

tumbukan, neutron kehilangan sebagian energinya yang

berpindah kepada inti sasaran. Seluruh energi pindahan ini

menjadi energi kinetik inti sasaran. Menurut hukum tumbukan

yang berlaku, unsur ringan yang intinya mendekati massa

neutron adalah yang paling baik untuk menurunkan energi

neutron dengan jalan hamburan elastik. Untuk ini dapat

digunakan bahan yang memiliki banyak hydrogen, misalnya air

dan paraffin.

38

Page 40: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

b. Hamburan tak kenyal (in-elastik)

Dalam proses ini neutron memberikan sebagian energinya

kepada bahan yang ditumbuknya dan mengeksitasi inti sasaran,

kemudian inti melepaskan energi eksitasi itu kembali dalam

bentuk pancaran gamma. Proses hamburan intelastik sangat

berarti unsur-unsur dengan inti yang berat.

c. Penangkap Neutron

Dalam reaksi ini neutron ditangkap oleh inti, kemudian dalam

proses de-eksitasi memancarkan partikel lain atau foton.

Salah satu reaksi penangkap neutron ini ialah:

10B (n, α) 7 Li

Reaksi ini penting artinya dalam proteksi radiasi, karena partikel

alfa yang dipancarkan mudah sekali diserap. Reaksi yang paling

sering ditemui dalam praktek ialah reaksi.58Fe (n, γ) 59Fe

Untuk ini diperlukan pelindung radiasi gamma yang berasal dari

reaksi ini.

39

Page 41: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

BAB V.

PROTEKSI RADIASI INTERNA

A. Bahaya Radiasi Interna

Radiasi interna terjadi, apabila tubuh manusia terkontaminasi dengan

radioisotop baik kontaminasi pada bagian dalam tubuh ataupun

permukaan tubuh manusia. Oleh karena itu yang menjadi perhatian dalam

proteksi radiasi interna adalah mencegah atau pengupayaan sekecil

mungkin terjadinya kontaminasi pada permukaan tubuh pekerja atau

masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh manusia. Hal ini dapat dicapai

dengan adanya suatu program yang dibuat untuk mengusahakan agar

supaya kontaminasi lingkungan berada pada nilai yang dapat diterima,

dan sekecil yang dapat dicapai (ALARA). Apabila seseorang

terkontaminasi interna, maka orang tersebut akan terus menerus

mendapat radiasi dari zat radioaktif yang berada di dalam tubuhnya,

sampai zat radioaktif tersebut berkurang aktivitasnya karena proses

peluruhan dan dikeluarkannya zat radioaktif dari dalam tubuh melalui

proses metabolisme dari tubuh sendiri. Usaha untuk mempercepat

keluarnya zat radioaktif dari tubuh merupakan usaha yang agak sulit

dilakukan.

1. Cara pemasukan zat radioaktif ke dalam tubuh dan waktu paro

efektif.

Seperti halnya bahan toksik lainnya, zat radioaktif masuk ke dalam

tubuh manusia melalui tiga cara pemasukan yaitu :

a. Pernafasan dengan menghirup gas dan debu radioaktif.

b. Melalui saluran makanan dengan cara meminum air yang

terkontaminasi, memakan makanan yang terkontaminasi atau

secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh melalui mulut.

d. Penyerapan melalui kulit atau luka yang terkontaminasi.

Jika dalam atmosfir terdapat kontaminasi, maka zat radioaktif masuk ke

dalam paru-paru melalui pernafasan dan sebagian akan disalurkan

kedalam darah. Bagian lain dari zat radioaktif akan keluar dari paru-paru 40

Page 42: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

dan tertelan kembali masuk ke dalam saluran pencernaan. Sisanya

meninggalkan tubuh melalui pernafasan keluar. Banyaknya zat radioaktif

yang masuk melalui pernafasan, tergantung pada beberapa faktor antara

lain bentuk fisis dan kimia dari kontaminan itu sendiri, dan keadaan

fisiologi orang yang terkena kontaminasi. Begitu juga jika kontaminasi

tertelan, maka fraksi zat radioaktif yang menembus dinding saluran

pencernaan dan kemudian masuk ke dalam cairan tubuh bergantung pada

sifat kontaminan dan keadaan fisiologis penderita. Lama waktu dan

distribusi zat radioaktif di dalam tubuh manusia tergantung pada bentuk

kimia dan fisika dari zat radioaktif tersebut. Sebagai contoh ada yang

terdistribusi secara merata di seluruh tubuh dan ada juga yang cenderung

terkonsentrasi di suatu organ tertentu, sehingga masuknya zat radioaktif

ke dalam tubuh akan menghasilkan laju dosis yang berbeda di berbagai

organ tubuh. Misalnya yodium akan terkonsentrasi di dalam kelenjar

gondok, plutonium terkonsentrasi di dalam paru-paru atau tulang. Laju

dosis di dalam organ sebanding dengan jumlah zat radioaktif di dalam

organ tersebut dan akan berkurang karena radioisotop meluruh atau

keluar dari tubuh. Dianggap bahwa keluarnya zat radioaktif dari tubuh

juga secara eksponensial sehingga dengan demikian kontstanta peluruhan

efektif dapat dihitung, yaitu :

λeff = λf + λb (12)

dimana λf adalah konstanta peluruhan secara fisika λb adalah konstanta

peluruhan secara biologis.

Oleh karena λ = 0,693/ T½

Maka : 1/(T½) eff = 1/(T½)b + 1/ (T½)f .

B. Pengendalian bahaya radiasi Interna

Untuk melindungi tubuh dari radiasi interna adalah dengan cara

menghalangi masuknya zat radioaktif dari ke tiga cara pemasukan seperti

yang telah diuraikan diatas atau dengan cara memutus transmisi

radioaktivitas dari sumber ke manusia. Hal tersebut diatas dapat dicapai

dengan cara :

41

Page 43: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

1. mencegah tersebarnya zat radioaktif di sumbernya, yaitu dengan cara

mewadahinya dan mengungkungnya atau;

2. pengawasan terhadap lingkungan yaitu dengan cara pengaturan

ventilasi dan kebersihan tempat kerja;

3. pengawasan terhadap pekerja yaitu dengan menyediakan pakaian

pelindung dan alat pelindung pernafasan. Sebenarnya cara pengawasan

ini tidak berbeda dari cara pengawasan yang digunakan dalam

kesehatan kerja dari pengaruh bahan berbahaya non radioaktif, akan

tetapi tingkat pengawasan untuk bahan radioaktif lebih tinggi jika

dibandingkan tingkat pengawasan untuk bahan kimia non radioaktif.

Sebagai contoh misalnya konsentrasi maksimum yang diizinkan, untuk

air raksa non radioaktif adalah 0,1 mg/m3 dan air raksa yang radioaktif

(203 Hg) adalah 5 x 10-9 mgm3).

Cara pengawasan seperti yang tersebut diatas dapat diperoleh dengan :

1. membatasi jumlah zat radioaktif yang akan ditangani pada suatu waktu

tertentu.

2. memisahkan tempat kerja didalam laboratorium misalnya menggunakan

baki, lemari asam, glove box dan lain-lain.

3. tempat kerja harus didesain agar supaya dekontaminasi dapat dengan

mudah dilaksanakan, pengawasan kontaminasi pada pekerja dan tempat

kerja, penanganan sampah radioaktif dengan benar dan pengawasan

terhadap zat radioaktif yang mengudara dan yang terlepas ke

lingkungan setelah melalui filter pada system ventilasi.

4. pemakaian pakaian pelindung untuk pekerja radiasi misalnya sarung

tangan, penutup sepatu, pakaian pelindung dan apabila bekerja didaerah

yang udaranya terkontaminasi radioaktif mengenakan pelindung

pernafasan dan lain-lain (misalnya dalam kecelakaan yang

mengakibatkan terlepasnya zat radioaktif ke udara).

Pembagian daerah kerja berdasarkan daerah kontaminasi pada dasarnya

merupakan salah satu usaha dalam pengawasan proteksi radiasi interna,

karena persyaratan yang diperlukan baik bagi cara pengawasan daerah

kerja maupun syarat pakaian pelindung dan syarat alat

42

Page 44: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

banu/perlengkapan tergantung pada jenis daerah kontaminasi disuatu

daerah kerja.

43

Page 45: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

BAB VI

PENERAPAN PROTEKSI RADIASI OPERASIONAL.

A. Umum.

Sesuai dengan Peraturan pemerintah No. 63, 64 tahun 2000 dan

ketentuan lain yang berlaku, catatan-catatan yang harus dibuat oleh

Pemegang Izin yang diperoleh dari hasil evaluasi/ pemantauan/

pemeriksaan adalah:

1. hasil pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi sebelum, selama dan

sesudah pekerja berhenti bekerja sebagai pekerja radiasi.

2. dosis radiasi perorangan dari tiap pekerja radiasi yang berasaal dari

hasil evaluasi alat pemonitoran dosis radiasi perorangan.

3. tergantung pada keadaan, perlu dicatat pula hasil pemonitoran laju

dosis radiasi di daerah kerja. Catatan dosis radiasi perorangan dan

catatan laju dosis di daerah kerja dapat digunakan sebagai petunjuk

awal untuk mengetahui terjadinya suatu keadaan diluar kebiasaan.

a. laju dosis radiasi di daerah radiasi yang dihuni oleh pekerja

radiasi < 25 µSv/ jam (2,5 mRem/ jam).

b. laju dosis radiasi didaerah yang dihuni oleh pekerja yang yang

bukan pekerja radiasi < 2,5 µSv/ jam (0,25 mRem/ jam).

Pengukuran dosis radiasi dilakukan dengan menggunakan alat survai

radiasi yang sesuai dan yang telah dikalibrasi dan yang masa

kalibrasinya masih berlaku.

4. apabila dari hasil 1.a dan 1.b terlihat adanya kelainan, maka

penyebab keadaan tersebut harus segera diselidiki.

5. di lokasi pekerjaan harus ada prosedur tertulis untuk:

a. kondisi operasi normal.

b. kondisi bila terjadi kebakaran/ kecelakaan.

B. Pemakaian Sumber Tertutup.

Sumber tertutup digunakan dalam teknik radiografi (industri) alat crawler,

berbagai alat gauging, logging, alat penganalisa, iradiasi dll. Disamping

44

Page 46: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

yang telah disebutkan dalam butir X.1. diatas, catatan atau usaha

minimum yang harus dilakukan adalah:

1. Memasang tanda peringatan (bahaya) radiasi pada alat atau berdekatan

dengan alat yang mengandung zat radioaktif. Tanda/ label peringatan

ini harus dapat tahan lama, mencantumkan nama dan aktivitas zat

radioaktif serta sifat lainnya yang dianggap perlu. Perlu dicantumkan

pula nama Petugas Proteksi Radiasi (PPR) alamat dan nomor telponnya.

2. Mempunyai catatan inventori serta lokasi dari semua zat radioaktif

yang tercantum dalam izin pemakaian.

3. Mempunyai catatan hasil tes kebocoran pada sumber dan catatan pada

alat:

a. tes kebocoran dilakukan pada sumber dengan aktivitas yang lebih

besar dari 50 MBq, dan bukan Kripton-85 atau Tritium dalam

bentuk gas.

b. nilai batas ada-tidaknya kebocoran, adalah 0,2 kBq, dicacah dengan

alat yang mampu.

c. frekuensi tes kebocoran.

1) alat-alat gauge; sekali dalam 12 bulan.

2) sumber alat crawler, logging, XRF (analisa) iradiator, sekali

dalam 6 bulan.

3) bila terjadi suatu kejadian yang memungkinkan terusiknya

sumber.

d. apabila akan disingkirkan (dispose), sumber bekas:

1) dikembalikan ke negara asalnya.

2) dikirimkan ke Pusat Pengembangan Pengolahan Limbah

radioaktif (P2PLR) Batan, setelah terlebih dahulu

merundingkan hal tersebut dengan pemasok/ importir dan

PTPLR.

e. mempunyai tempat penyimpanan sumber radioaktif dan alat yang

mengandung z.r.a yang sedang tidak digunakan, dengan syarat:

1) bagian luar ruangan (tempat) penyimpanan, diberi tanda yang

mudah dibaca, mencantumkan nama Pemegang Izin serta

alamat dan nomor telepon Pemegang Izin.

45

Page 47: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

2) akses (yang diperbolehkan masuk) hanya bagi yang diberi

wewenang oleh pemegang izin.

3) laju dosis radiasi di luar tempat penyimpanan tidak boleh lebih

besar dari 2,5 uSv/ jam ( 0,25 mRem/ jam).

4) ada catatan inventori dari semua zat radioaktif yang disimpan di

dalam tempat penyimpanan tersebut.

f. Sumber radioaktif atau alat yang mengandung zat radioaktif

digunakan sesuai prosedur oleh orang yang telah memperoleh

latihan.

g. Cara pembungkusan dan pengangkutan zat radioaktif harus sesuai

dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam buku Ketentuan

Keselamatan untuk Pengangkutan zat radioaktif dari instansi yang

berwenang.

C. Pemakaian Sumber Terbuka.

Dalam menggunakan sumber terbuka, disamping sifat kimia dan fisika dari

zat radioaktif yang harus sesuai dengan bahan yang akan dianalisa, umur

paro yang pendek juga mempengaruhi pemilihan zat radioaktif yang akan

digunakan. Sumber terbuka digunakan antara lain dalam teknik logging -

studi minyak dan gas bumi, tracer dengan Kripton-85, pasir bersenyawa

bertanda dan lain-lain. Disamping yang telah disebutkan dalam X.1, catatan

dan usaha minimum yang harus dilaksanakan adalah:

1. zat radioaktif dan alat yang mengandung zat radioaktif harus disimpan

di dalam ruangan atau kendaraan yang aman.

a. ruang dan kendaraan yang digunakan untuk menyimpan zat

radioaktif tersebut diberi tanda (bahaya) radiasi.

b. tanda bahaya radiasi harus disingkirkan apabila tempat atau

kendaraan sudah tidak digunakan sebagai tempat penyimpanan.

c. akses (yang diperbolehkan masuk) hanya untuk orang yang diberi

wewenang oleh Pemegang Izin.

d. laju dosis radiasi di luar tempat tersebut tidak boleh lebih besar dari

25 µSv/ jam.

46

Page 48: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

2. Alat-alat yang mengandung zat radioaktif harus diberi tanda/ label

bahaya radiasi dengan mencantumkan sifat dan aktivitas zat radioaktif

tersebut serta nama dan alamat Petugas Proteksi Radiasi (PPR).

3. mempunyai catatan inventori serta lokasi dari semua zat radioaktif.

4. apabila akan disingkirkan zat radioaktif yang sudah tidak digunakan

lagi:

a. dikembalikan kenegara asalnya.

b. dikirimkan ke Pusat Pengembangan Pengolahan Limbah Radioaktif

(P2PLR)-Batan. setelah terlebih dahulu merundingkan mengenal

hal tersebut dengan Pemasok. Importir atau P2PLR.

c. cara penanganan sumber radioaktif lainnya harus sesuai dengan

yang tertera dalam buku “Ketentuan Keselamatan untuk

Pengolahan Limbah Radioaktif oleh pemakai” (SK Kepala

Bapeten).

5. Cara pembungkusan dan pengangkutan zat radioaktif harus sesuai

dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam buku ketentuan

keselamatan untuk pengangkutan zat radioaktif (SK Kepala Bapeten).

6. Hanya orang-orang yang telah memperoleh latihan untuk bekerja

dengan zat radioaktif dan yang telah diberitahun tentang bahaya yang

dapat ditimbulkannya, yang boleh menangani zat radioaktif.

7. Sebelum dekomisioning/ penutupan suatu lokasi dimana zat radioaktif

digunakan/ disimpan perlu terlebih dahulu dilakukan survai

kontaminasi. Tindakan yang memadai harus dilakukan untuk

meyakinkan bahwa:

a. tingkat kontaminasi zat radioaktif pemancar alfa yang tidak lekat,

tidak boleh lebih besar dari 0,05 Bq/ cm2 dirata-ratakan dari luas

daerah yang tidak lebih besar dari 100 m2.

b. tingkat kontaminasi zat radioaktif pemancar beta yang tidak lekat,

tidak boleh lebih besar dari 0,5 Bq/ cm2 dirata-ratakan dari luas

daerah yang tidak lebih besar dari 100 cm2.

c. laju dosis dari kontaminasi lekat tidak lebih besar dari 0,5 µSv/ jam

pada jarak 0,5 meter dari permukaan.

8. Alat-alat yang digunakan harus dianggap terkontaminasi sampai

pemeriksaan kontaminasi dilakukan.47

Page 49: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

a. tingkat kontaminasi tidak boleh lebih besar dari 0,5 Bq/ cm2 dirata-

ratakan dari seluas 100 cm2.

b. laju dosis yang berasal dari kontaminasi lekat tidak boleh lebih

besar dari 2,5 uSv/ jam pada jarak 10 cm dari permukaan.

9. laporan tertulis harus dikirimkan ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir

dalam jangka waktu 60 hari setelah operasi: * studi sumur

minyak dan gas, yang menggunakan zat radioaktif beraktivitas lebih

besar dari 2 GBq (54 mCi). Laporan harus mencakup:

a. tanggal dan lokasi pekerjaan,

b. jumlah dan bentuk kimia zat radioaktif yang digunakan,

c. pemberi pekerjaan,

d. nama pekerja radiasi yang terlibat dan dosis radiasinya

e. kecelakaan/ kejadian di luar kebiasaan yang terjadi

f. cara penanganan z.r.a yang tidak digunakan.

g. untuk tracer; yang tersebut diatas ditambah dengan aktivitas

spesifik dari bahan yang masuk dan keluar sistem, serta perlakuan

terhadap bahan yang telagh diberi tanda dengan senyawa radioaktif.

48

Page 50: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

Tabel 7 : Tabel lempeng yang meneruskan (mentrasmisikan) separo

(HVL) dan sepersepuluh (TVL) intensitas radiasi yang melalui

lempeng tersebut. Harga dalam tabel diperoleh dari hasil pendekatan

atenuasi tinggi dalam bahan terhadap berkas sinar besar, untuk

atenuasi rendah harga menjadi jauh lebih kecil dari semestinya

(NCRP 49)

BAHAN LEMPENG

Kvp Pb (mm) Beton (cm) Besi (cm)HVT TVT HVT TVT HVT TVT

50 0.06 0.17 0.43 1.570 0.17 0.52 0.84 2.8100 0.27 0.88 1.6 5.3125 0.28 0.93 2.0 6.6150 0.30 0.99 2.24 7.4200 0.51 1.7 2.5 8.4250 0.88 2.9 2.8 9.4300 1.47 4.8 3.1 10.4400 2.5 8.3 3.3 10.9500 3.6 11.9 3.6 11.71000 7.9 26 4.4 14.72000 12.5 42 6.4 213000 14.5 48.5 7.4 24.54000 16 53 8.8 29.2 2.7 9.16000 16.9 56 10.4 34.5 3.0 9.98000 16.9 56 11.4 37.8 3.1 10.310000 19.6 55 11.9 39.6 3.2 10.5

Cesium-137 6.5 21.6 4.8 15.7 1.6 5.3Cobalt-60 12 40 6.2 20.6 2.1 6.9Radium 16.6 55 6.9 23.4 2.2 7.4

49

Page 51: DAFTAR ISI BAB I. …ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf · ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat

DAFTAR PUSTAKA

1. Ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi, BATAN, 1989

2. Introduction to Health Physic, Herman Cember, edisi tahun 1983

3. How Safe is Safe, Dr. Barrie Lambert, edisi tahun 1990

4. An Introduction to Radiation Protection , Martin and Harbison, 3rd

edition 1986.

5. The Management of Radioactive Waste, a Report by an International

Group of Experts, The Uranium Institute, August 1991.

6. Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan

Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

50