1 Cyanotic Congenital Heart Disease Sri Endah Rahayuningsih Dipresentasikan pada PIT V Ilmu Kesehatan Anak Solo 2013 Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Hasan Sadikin/FK Universitas Padjadjaran Bandung I. PENDAHULUAN Penyakit jantung bawaan (PJB) masih merupakan masalah kesehatan, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit ini terjadi pada 8-12 dari setiap 1000 kelahiran hidup. 1, 2 Seperempat dari jumlah tersebut mengalami PJB kritis (PJBK) atau critical congenital heart disease (CCHD) yang memerlukan operasi atau intervensi kateterisasi dalam bulan pertama kehidupan. 2 Walaupun banyak usaha untuk mendeteksi adanya PJBK pada kehidupan janin maupun segera setelah lahir, sebagian besar neonatus dengan kelainan jantung tetap tidak terdiagnosis sampai terjadi manifestasi yang serius. 3 Dalam perspektif global, kelainan bawaan (congenital anomalies) mayor memberikan kontribusi 7% terhadap kematian neonatal dini (early neonatal death) dan 25% diantaranya akibat PJB yang berat atau kompleks. Bayi-bayi yang lahir kurang bulan mempunyai kecenderungan 2 kali lipat menderita PJB dibanding dengan bayi cukup bulan dan sekitar 16% bayi kurang bulan menderita PJB. 4 Hal ini berarti bahwa PJB, khususnya PJBK turut memberikan kontribusi yang
13
Embed
Cyanotic Congenital Heart Disease Sri Endah …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/Cyanotic-Congenital... · Pengenalan dini PJB khususnya PJBK dengan memperhatikan perubahan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Cyanotic Congenital Heart Disease
Sri Endah Rahayuningsih
Dipresentasikan pada
PIT V Ilmu Kesehatan Anak
Solo 2013
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RS Hasan Sadikin/FK Universitas Padjadjaran
Bandung
I. PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) masih merupakan masalah kesehatan, baik di negara maju maupun
di negara berkembang. Penyakit ini terjadi pada 8-12 dari setiap 1000 kelahiran hidup.1, 2
Seperempat dari jumlah tersebut mengalami PJB kritis (PJBK) atau critical congenital heart disease
(CCHD) yang memerlukan operasi atau intervensi kateterisasi dalam bulan pertama kehidupan.2
Walaupun banyak usaha untuk mendeteksi adanya PJBK pada kehidupan janin maupun segera
setelah lahir, sebagian besar neonatus dengan kelainan jantung tetap tidak terdiagnosis sampai
terjadi manifestasi yang serius.3
Dalam perspektif global, kelainan bawaan (congenital anomalies) mayor memberikan
kontribusi 7% terhadap kematian neonatal dini (early neonatal death) dan 25% diantaranya akibat
PJB yang berat atau kompleks. Bayi-bayi yang lahir kurang bulan mempunyai kecenderungan 2 kali
lipat menderita PJB dibanding dengan bayi cukup bulan dan sekitar 16% bayi kurang bulan
menderita PJB.4 Hal ini berarti bahwa PJB, khususnya PJBK turut memberikan kontribusi yang
2
bermakna terhadap tingginya angka kematian bayi terutama di negara berkembang. Salah satu
faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah seringkali pada hari-hari pertama sejak bayi lahir, PJB
tidak terdiagnosis sampai bayi pulang dari rumah sakit. Pemeriksaan fisis rutin bayi baru lahir
ternyata tidak dapat mendeteksi lebih dari 50% PJB. 5
Proses kelahiran merupakan kejadian besar dari kehidupan janin ke sirkulasi postnatal.
Perubahan yang paling penting adalah dari kehidupan di dalam lingkungan cairan amnion dan
pertukaran gas plasental ke ventilasi pernapasan. Menarik napas berarti terjadi penurunan mendadak
resistensi pembuluh darah paru dan peningkatan aliran darah ke paru. Struktur janin seperti foramen
ovale, duktus venosus dan duktus arteriosus yang berperan vital pada kehidupan janin, sudah tidak
diperlukan lagi untuk kehidupan bayi dan mulai untuk menutup. Neonatus dengan PJB yang
berkaitan dengan ductus-dependent pulmonary blood flow atau ductus-dependent systemic blood
flow atau secara fisiologi tercampur seperti transposition of great arteries (TGA) merupakan
kondisi yang berisiko tinggi untuk mengalami kegagalan transisi yang adekuat.6
Pengenalan dini PJB khususnya PJBK dengan memperhatikan perubahan sirkulasi janin ke
sirkulasi neonatus, pengobatan awal serta tatalaksana bayi dengan PJB sangat diperlukan agar bayi
dengan PJB mempunyai prognosis yang lebih baik.
Sari kepustakaan ini akan membahas tentang epidemiologi, definisi, klasifikasi, manifestasi
klinik, pemeriksaan penunjang dan tatalaksana penyakit jantung bawaan kritis.
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit jantung bawaan merupakan defek anatomi bawaan yang paling sering ditemukan.7
Insidensi PJB diperkirakan sekitar 8-12 per 1000 kelahiran hidup pada populasi umum.1, 2, 7
Sedangkan insidensi PJB berat (severe congenital heart disease) yang memerlukan penanganan dari
ahli kardiologi adalah sekitar 2.5-3 per 1000 kelahiran hidup.8 Di Amerika Serikat, PJB masih
merupakan penyebab signifikan kematian neonatal dan bayi, sekitar 29% dari seluruh kematian
karena kelainan bawaan dan 5,7% dari seluruh kematian bayi.9 Deteksi dini PJB diharapkan dapat
menurunkan angka kematian neonatus akibat kelainan ini menjadi 2‒3 per 1000 kelahiran hidup.6, 10
Prevalensi PJB dilaporkan meningkat secara substansial dari waktu ke waktu, dari 0,6 per 1000
kelahiran hidup (tahun 1930-1934) menjadi 9,1 per 1.000 kelahiran hidup setelah 1995. Perbedaan
geografis yang signifikan ditemukan. Asia melaporkan prevalensi PJB tertinggi, dengan 9,3 per
1.000 kelahiran hidup. Prevalensi PJB di Eropa secara signifikan lebih tinggi daripada di Amerika
Utara (8,2 per 1.000 kelahiran hidup vs 6,9 per 1.000 kelahiran hidup). Akses ke pelayanan
3
kesehatan yang masih terbatas di banyak bagian dunia, seperti juga fasilitas diagnostik, mungkin
merupakan penyebab terjadinya perbedaan diantara prevalensi PJB di negara maju dan negara
berkembang.11
III. DEFINISI
Penyakit jantung bawaan kritis adalah penyakit jantung bawaan yang tergantung pada duktus
(ductal dependent lesions) yang memerlukan tindakan intervensi atau bedah dan dapat
menyebabkan kematian dalam 30 hari pertama kehidupan.9
IV. KLASIFIKASI
Penderita PJBK dapat dibagi dalam 4 kelompok:3, 12
PJB dengan sirkulasi pulmonal yang kurang (inadequate pulmonary blood flow)/ductal
dependent pulmonary circulation/ right sided obtructive lesions
Pada PJB ini aliran pembuluh darah paru untuk oksigenasi di sediakan oleh sirkulasi sistemik
(aorta) melalui duktus arteriosus (yang berasal dari aorta ke arteri pulmonalis). Lesi ini
biasanya disertai dengan sianosis berat. Contoh lesi PJB pada kelompok ini antara lain:
- Tetralogy of Fallot (TOF) dengan atresia pulmonal
- Atresia pulmonal
- Atresia pulmonal dengan septum ventrikular intak
- Stenosis pulmonal berat
- Ebstein’s anomaly berat
- Transposition of great arteries (TGA) komplit dengan septum ventrikular intak
PJB dengan sirkulasi sistemik yang kurang (inadequate systemic blood flow)/ductal
dependent systemic circulation/ left sided obtructive lesions
Pada PJB ini output sistemik disediakan oleh sistem arteri pulmonalis melalui duktus arteriosus
(mengalir dari arteri pulmonalis utama ke aorta). Lesi ini biasanya bergejala hipotensi sistemik,
syok atau kolaps seiring dengan menutupnya duktus ateriosus setelah proses kelahiran.
Kelompok ini diantaranya adalah:
- Hypoplastic left heart syndrome (HLHS)
- Stenosis aorta berat
4
- Koarktasio aorta
- Interrupted aortic arch (IAA)
PJB dengan pencampuran darah yang tidak memadai (inadequate mixing)/ductal
independent mixing lesions
Pada PJB ini, didapatkan adanya sianosis dan gagal jantung kongestif atau edema paru dan
terjadi peningkatan aliran darah menuju paru. Contoh lesi jantung pada kelompok ini adalah
TGA. Pada TGA, terdapat sirkulasi yang bersifat paralel antara sirkulasi sistemik dan pulmonal,
sedangkan untuk dapat bertahan hidup harus terjadi pencampuran darah (mixing) antara kedua
sistem sirkulasi tersebut melalui PFO (persistent foramen ovale) atau PDA (persistent ductus
arteriosus).
PJB dengan pertukaran gas/udara yang tidak memadai (inadequate gas exchange)
Lesi PJBK pada kelompok ini adalah TAPVR (total anomalous pulmonary venous return). Pada
lesi ini semua aliran darah vena pulmonalis kembali ke atrium kanan melalui berbagai koneksi
antara vena pulmonalis dan sistem jantung kanan (vena innominata, vena kava superor, sinus
koronarius, sistem porta atau vena kava inferior). Akibatnya terjadi pencampuran darah (mixing)
di level atrium kanan (menimbulkan sianosis) dan oversirkulasi paru (menimbulkan edema
paru). Sirkulasi sistemik dipertahankan dengan adanya pirau kanan ke kiri melalui PFO atau
ASD (atrial septal defek).
V. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis dari PJBK pada neonatus seringkali tidak signifikan. Adanya bising jantung tidak
membantu, karena tidak semua bising jantung pada bayi baru lahir adalah patologis dan meskipun
tidak terdengan bising jantung, bayi baru lahir dapat mengalami kelainan jantung yang serius dan
memerlukan tindakan segera. Prevalensi bising jantung pada neonatus normal sekitar 0,6-4,2% dan
sering dianggap sebagai gejala kelainan jantung.13, 14
Sangat penting bagi dokter anak untuk dapat
mengidentifikasi bayi baru lahir yang “tidak dalam kondisi baik” dan mempunyai kecurigaan yang
tinggi serta dapat mengidentifikasi kebutuhan evaluasi jantung yang cepat yang memerlukan
intervensi dini.15
Terdapat 3 tanda utama (cardinal signs) yang menyebabkan kegawatan kardiovaskular pada bayi
baru lahir yaitu: sianosis, distres pernapasan/gagal jantung kongestif dan sindrom syok.12
5
Sianosis
Sianosis adalah gejala fisik yang ditandai oleh adalah warna kebiruan pada mukosa, kuku dan kulit.
Kondisi ini disebabkan karena adanya konsentrasi hemoglobin deoksigenasi dalam darah lebih dari
5 g/dL. Harus dibedakan antara sianosis sentral dan sianosis perifer (acrocyanosis). Sianosis sentral
menunjukkan adanya desaturasi oksigen dalam darah arteri dan didapatkan pada abnormalitas
jantung, paru, susunan saraf pusat atau methemoglobinemia. Pada penderita dengan sianosis perifer
namun lidah dan konjuntiva berwarna “pinkish” (merah muda) berarti saturasi oksigen arterial
sistemik biasanya normal. Berbagai penyebab sianosis perifer diantanya adalah sepsis, paparan
dingin, syok atau output jantung rendah, atau gangguan metabolik. Oleh karena itu, bagian yang
tonus vasokonstriksinya lemah seperti lidah, gusi dan mukosa mulut perlu dievaluasi secara cermat
(bukan pada tangan dan kaki).12, 15
Pada keadaan hemoglobin yang rendah (anemia) dan saturasi oksigen diatas 85% sianosis tidak
mudah dikenali. Oleh karena itu bila secara klinis ada keraguan apakah ada sianosis atau tidak,
perlu dilakukan pemeriksaan oksigen dengan oksimetri. Sianosis juga sulit dinilai pada bayi yang
berkulit gelap. Namun sianosis akan dapat terdeteksi dengan inspeksi yang teliti pada membran
mukosa dan lidah dengan menggunakan sinar. Skrining dengan menggunakan pulse oxymetry dapat
digunakan untuk mendeteksi sianosis walaupun tidak dapat mendeteksi semua kelainan.1, 16
Penyebab nonkardiak yang sering menimbulkan sianosis pada neonatus adalah kelainan paru.
Oleh karena itu, membedakan penyebab jantung atau paru pada neonatus dengan sianosis adalah
sangat penting, karena PJB sianotik yang tidak terdiagnosis dapat memperlihatkan perburukan yang
nyata dan kematian. Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk membedakan sianosis karena
kelainan jantung atau paru, diperlihatkan pada tabel berikut ini.12
Tabel 1 Petunjuk untuk Membedakan Penyebab Sianosis akibat Kelainan Jantung atau Paru
Sianosis karena Kelainan Jantung Sianosis karena Kelainan Paru
Respirasi Relatif lebih nyaman saat istirahat Takipnea, distres, retraksi (+)