BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cryptosporidiosis merupakan suatu infeksi usus halus yang disebabkan oleh Cryptosporidium sp..Cryptosporidium sp. merupakan salah satu protozoa yang termasuk dalam waterborne disease (penyakit yang ditularkan melalui perantara air). Cryptosporidium sp. dikenal sebagai penyakit parasit obligat seluler dan bersifat sangat patogen serta dapat menyerang sel epitel saluran pencernaan, saluran empedu dan saluran pernapasan hewan dan manusia. Cryptosporidium sp. dapat menyerang lebih dari 45 spesies vertebrata termasuk unggas dan burung, ikan, reptil, mamalia kecil (tikus, kucing, anjing) dan mamalia besar (terutama sapi dan biri-biri), Cryptosporidium menyebabkan diare pada mamalia dan bersifat zoonosis terhadap manusia. Bagi peternak dapat menyebabkan kerugian berupa peningkatan biaya pengobatan dan perawatan untuk ternak yang terkena Cryptosporidiosis. Tindakan yang dapat dilakukan untuk melakukan pencegahan agar tidak terkena Cryptosporidiosis adalah dengan lebih memperhatikan sanitasi peralatan dan kandang serta manajemen ternak. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Cryptosporidiosis merupakan suatu infeksi usus halus yang disebabkan
oleh Cryptosporidium sp..Cryptosporidium sp. merupakan salah satu protozoa yang
termasuk dalam waterborne disease (penyakit yang ditularkan melalui perantara
air). Cryptosporidium sp. dikenal sebagai penyakit parasit obligat seluler dan bersifat
sangat patogen serta dapat menyerang sel epitel saluran pencernaan, saluran empedu dan
saluran pernapasan hewan dan manusia.
Cryptosporidium sp. dapat menyerang lebih dari 45 spesies vertebrata termasuk
unggas dan burung, ikan, reptil, mamalia kecil (tikus, kucing, anjing) dan mamalia besar
(terutama sapi dan biri-biri), Cryptosporidium menyebabkan diare pada mamalia dan
bersifat zoonosis terhadap manusia.
Bagi peternak dapat menyebabkan kerugian berupa peningkatan biaya pengobatan
dan perawatan untuk ternak yang terkena Cryptosporidiosis. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk melakukan pencegahan agar tidak terkena Cryptosporidiosis adalah
dengan lebih memperhatikan sanitasi peralatan dan kandang serta manajemen ternak.
Penyebaran penyakit Cryptosporidiosis sangat luas dengan vertebrata sebagai
inangnya. Parasit keluar bersama fesesdan dapat mencemari lingkungan dalam bentuk
ookista.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah etiologi dari penyakit Cryptosporidiosis?
2. Bagaimanakah morfologi dari Cryptosporidium sp.?
3. Bagaimanakah epidemiologi dari Cryptosporidium sp.?
4. Bagaimanakah siklus hidup Cryptosporidium sp.?
5. Bagaimanakah cara penularan dari Cryptosporidium sp.?
6. Bagaimanakah gejala dan tanda klinis jika hewan terjangkit penyakit
Cryptosporidiosis?
7. Bagaimanakah cara mendiagnosa penyakit Cryptosporidiosis?
8. Apakah tindakan ( pencegahan dan pengobatan ) agar hewan terbebas dari
penyakit Cryptosporidiosis?
2
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN
2.1 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Untuk dapat memenuhi mata tugas mata kuliah Parasitologi Veteriner II
2. Agar dapat mengetahui etiologi dari penyakit Cryptosporidiosis
3. Agar dapat mengetahui morfologi dari Cryptosporidium sp.
4. Agar dapat mengetahui epidemiologi dari Cryptosporidium sp.
5. Agar dapat mengetahui siklus hidup dari Cryptosporidium sp.
6. Agar dapat mengetahui cara penularan dari Cryptosporidium sp.
7. Agar dapat mengetahui gejala dan tanda klinis yang ditimbulkan jika
hewan terjangkit penyakit Cryptosporidiosis
8. Agar dapat mengetahui cara mendiagnosa penyakit Cryptosporidiosis
9. Agar dapat mengetahui tindakan ( pencegahan dan pengobatan ) yang
dapat dilakukan agar hewan terbebas dari penyakit Cryptosporidiosis
2.2 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan karya ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi penulis, dapat lebih memahami penyakit Cryptosporidiosis pada hewan.
2. Bagi masyarakat umum, sebagai bahan informasi dan sumber bacaan mengenai
parasit Cryptosporidium sp. yang menyebabkan penyakit Cryptosporidiosis.
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ETIOLOGI
Cryptosporidium adalah protozoa patogen dari divisi Apicomplexa dan
menyebabkan penyakit diare yang disebut cryptosporidiosis. Genus
dari Cryptosporidium sp.dicirikan dalam bentuk ookista. Ookista matang mengandung 4
sporokista. Ookista Cryptosporidium sp.berbentuk bundar dan berdinding tebal dengan
diameter 1,5 – 5 µm. Sporulasi ookista menghasilkan 4 sporozoit yang memanjang.
Taksonomi dari Cryptosporidium sp.yaitu sebagai berikut:
Filum : Ampicomplexa
Kelas : Sporozoasida
Subkelas : Coccidiasina
Ordo : Eucoccidiorida
Subordo : Eimeriorina
Famili : Cryptosporidiidae
Genus : Cryptosporidium
Gambar 1. Ookista dari Cryptosporidium sp.menggunakan pewarnaan safranin (kiri) dan
dengan immunofluorescent antibodies (kanan)
Spesies dari Cryptosporidium sp.yang patogen pada manusia
adalah Cryptosporidium parvum. Protozoa ini merupakan subkelas Coccidia yang
4
menyebabkan penyakit pada manusia. Meskipun parasit ini bersifat intraseluler tetapi
banyak juga ditemukan di bawah membran terluar yang melapisi permukaan sel pada
lambung dan usus halus. Cryptosporidium sp.terdiri atas berbagai spesies diantaranya
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar Spesies dari genus Cryptosporidium sp..
Penyebaran dari ookista Cryptosporidium parvum dipengaruhi oleh sifat biologi
yang dimiliknyai. Ookista Cryptosporidium sp.cukup tahan pada kondisi lembab.
Ookista Cryptosporidium sp.tahan di lingkungan akibat morfologi dindingnya cukup
tebal yang menyebabkan tetap tahan di alam sehingga dikenal dengan hidden spore atau
underground spore. Selain itu, ookista Cryptosporidium sp.juga sangat tahan terhadap
5
disinfektan termasuk pengapuran dan klorinasi air, tetapi dapat mati pada temperatur 65
°C selama 20 – 30 menit dan melalui proses pengeringan serta dengan menggunakan
sodium hipoklorit 5% atau amonia 5% -10%.
3.2 MORFOLOGI
Cryptosporidium sp. terdiri dari banyak spesies tapi yang paling pathogen yaitu
Cryptosporidium parvum yang menyebabkan diare kronis dan muntah
menyebabkan diare (kebanyakan kronis). Dalam siklus hidupnya Cryptosporidium
sp. mengalami beberapa kali perubahan bentuk (Stadium).
Berikut ini ciri morfologi :
1. Sporozoit mempunyai bentuk seperti pisang dimana bagian anteriornya
meruncing dan bagian posteriornya membulat.
2. Gametosit dan skizon ukuran 2-4 mikro meter diproduksi dalam siklus
hidupCryptosporidium parvum ,tapi jarang ditemukan pada feses.
3. Ookista Biasanya berbentuk bulat, berdiameter 4 - 6 um mengandung 4 sporozit
yang tidak terlalu terlihat,refraktil, terdiri 1-8 granula yang menonjol dan dilapisi
dua dinding tebal. Ookista resisten dan sangat resisten terhadap proses klorinasi
tapi dapat mati dengan teknik pemasakan konvensional.
Gambar 2. Ookista dari Cryptosporidium sp.
6
3.3 EPIDEMIOLOGI
Cryptosporidiosis merupakan penyakit endemic yang hampir terjadi di seluruh
dunia terutama pada negara-negara berkembang yang lingkungan sanitasinya kurang
baik. Ookista dari Cryptosporidium sp. mudah ditemukan di lingkungan yang lembab
terutama disekitaran air permukaan. Faktor lingkungan sangat berperan penting dalam
terjadinya infeksi pada berbagai tingkat umur hewan. Keadaan lingkungan daerah dataran
rendah dan dataran tinggi menyebabkan perkembangan Cryptosporidium sp. yang
berbeda. Hal ini dilihat dari contoh tingkat prevalensi pada sapi bali, dimana prevalensi
dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah (tabel 2).
Tabel 2. Asosiasi Cryptosporidiosis pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi
Bisa dikatakan bahwa resiko dataran tinggi terhadap Cryptosporidiosis
kejadiannya 1,67 kali dibandingkan dengan daerah dataran rendah. Kejadian
Cryptosporidiosis ini sangat erat hubungannya dengan kondisi daerah. Cryptosporidiosis
lebih tinggi pada periode musim dingin daripada musim panas (CHAI et al., 1996 dalam
RAN YU et al., 2004).
Kecamatan Selat dan Sidemen merupakan daerah dataran tinggi memiliki
kelembaban berkisar 65−85%, suhu lingkungan 24–32°C. Curah hujan cukup tinggi
merupakan kondisi sesuai untuk berkembang dan menyebarnya C. parvum.
Kecamatan Karangasem dan Manggis merupakan dataran rendah dengan
kelembaban 55−65%, suhu lingkungan 28–33°C. Dataran rendah ini merupakan kondisi
yang kurang mendukung perkembangan protozoa karena daerahnya kering dan musim
panas yang lebih lama dibandingkan dengan daerah dataran tinggi. Ookista C. parvum
7
penyebarannya dipengaruhi pula oleh sifat biologi yang dimiliki. Ookista cukup tahan
pada kondisi lembab morfologi dindingnya cukup tebal, yang menyebabkan tetap tahan
di alam sehingga dikenal dengan hidden spore atau underground spore (UPTON, 2004).
3.4 SIKLUS HIDUP
Tahap infeksi dari protozoa ini adalah ookista dengan ukuran 5-7µm, yang tahan
terhadap kondisi lingkungan. Infeksi terjadi karena ookista masuk dan teringesti ke induk
semang yang cocok. Ookista melakukan eksitasi dan mengeluarkan sporozoit infektif
yang akan menjadi parasit pada sel epitel terutama dalam saluran pencernaan inang.
Gambar 3. siklus hidup Cryptosporidium sp.
Ookista yang telah mengalami sporulasi, terdiri dari 4 sporozoit, dikeluarkan
melalui feses organisme yang terinfeksi dan mungkin mengalami rute yang lain seperti
melalui sekresi saluran pernafasan (1). Transmisi dari Cryptosporidium sp. umumnya
terjadi melalui kontak dengan air yang telah terkontaminasi.
Setelah tertelan (dan mungkin terhirup) oleh hospes (3) eksistasi terjadi (a).
Empat sporozoit dikeluarkan dari tiap ookista,menembus epithelial (b,c) usus dan
8
jaringan lain seperti saluran pernafasan. Sporozoid akan berkembang menjadi tropozoit.
Kemudian mengalami multiplikasi aseksual (skizogoni atau merogoni) (d,e) yang
menghasilkan meront tipe I.
Merozoit yang dihasilkan meront tipe I dapat mereinfaksi sel dan mengulang
kembali siklus asekseual atau menginfeksi sel dan berkembang menjadi meront tipe II (f).
Tiap meron tipe II akan membesaskan 4 merozoit. Diyakini hanya merozoit tipe II inilah
yang mengalami multiplikasi seksual (gametogoni) menghasilkan mikrogametosit(g) dan
makrogametosit(h). Mikrogamet keluar dari mikrogametosit akan membuahi makrogamet
yang keluar dari makrogametosit dan menghasilkan zigot (i). Sekitar 80% zigot akan
berkembang menjadi ookista berdinding tebal (j) dan 20% zigot berkembang menjadi
ookista berdinding tipis (k).
Ookista akan bersporulasi (berkembang menjadi sporozoit yang infektif).
Keluarnya sporozoit dari ookista yang berdinding tipis akan menyebabkan autoinfeksi.
Sementara ookista berdinding tebal akan keluar melalui feses dan apabila tertelan akan
segera menginfeksi.
3.5 CARA PENULARAN
Cara penularan Cryptosporidium umumnya terjadi melalui air, tanah, makanan,
dan infeksi dari hewan terutama melalui fesesnya yang sudah terkontaminasi oleh ookista
dari Cryptosporidium sp.. Faktor penyebab paling tinggi terhadap penyakit
Cryptosporidiosis adalah ternak yang diberikan air minum yang airnya tersebut diambil
dari sungai. Dimana biasanya peternak akan mengandangkan ternaknya tersebut di dekat
sungai untuk mempermudah mendapatkan air untuk membersihkan kandangnya sehingga
pada saat peternak tersebut membersihkan kandang dengan feses ternak yang terinfeksi
Cryptosporidium sp. maka bekas-bekas pembersihan tersebut mengikuti aliran sungai
dan ketika ada hewan yang meminum air di sungai itu, hewan tersebut akan terinfeksi.
Penyakit ini bersifat zoonosis disebabkan karena Cryptosporidium sp. memiliki
bermacam-macam reservoar seperti unggas, ikan, reptile, mamalia kecil ( tikus,kucing,
anjing) dan mamalia besar terutama sapi, domba, kambing ,babi dan kuda.
9
Gambar 4. Cara penularan Cryptosporidium sp.
3.6 GEJALA / TANDA KLINIS
Hewan yang terinfeksi oleh Cryptosporidium sp. diantaranya adalah sapi,
kambing, ayam, tikus, babi, anjing dan kucing, sedangkan hewan yang sangat rentan
terhadap infeksi Cryptosporidium sp. yaitu sapi, domba, babi dan kuda.
Gejala klinis dari penderita Cryptosporidiosis dapat bervariasi sesuai dengan
status kekebalan hospesnya. Pada hewan muda kemungkinan peran sistem kekebalan
yang masih belum sempurna, jika dibandingkan dengan hewan dewasa. Sehingga
infeksi Cryptosporidium sp.pada hewan muda lebih tinggi dibandingkan dengan hewan
dewasa.
Anak sapi (pedet) yang menderita Cryptosporidiosis biasanya akan mengalami
diare ringan sampai sedang yang berlangsung selama beberapa hari tanpa pengobatan.
Diare akibat Cryptosporidiosis cenderung lebih lama beberapa hari dibandingkan dengan
diare yang disebabkan oleh rotavirus, coronavirus, atau enterotoksigenik Escherichia