7
BAB IPENDAHULUAN
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan gangguan yang
bersifat kompleks karena gejala-gejala yang nampak menunjukkan
kemiripan dengan gejala depresi, kecemasan dan gejala gangguan
psikologis lain. Pengalaman traumatis tidak selalu berlanjut dalam
bentuk PTSD, pada sebagian orang trauma akan dapat teratasi dengan
berjalannya waktu, namun sebagian yang lain tidak. Penelitian
Rothbaum, et al.(Foa dan Rothbaum, 1998) terhadap korban perkosaan
menemukan bahwa dalam kurun waktu 2 minggu setelah perkosaan, 94%
diantara korban mengalami gejala PTSD, setelah 35 hari prosentase
korban yang mengalami gejala PTSD menurun menjadi 65% dan setelah 3
bulan turun lagi menjadi 47%, sedangkan pengukuran pada kurun waktu
setelah 6 bulan dan 9 bulan relatif tidak terjadi perbedaan dengan
hasil pengukuran pada kurun waktu 3 bulan. Oleh karena itu korban
yang masih menunjukkan gejala PTSD pada kurun waktu 3 bulan setelah
peristiwa perkosaan, tidak menunjukkan perbedaan atau kemajuan yang
berarti dengan berjalannya waktu, sehingga memiliki kemungkinan
mengalami gejala PTSD kronik.3
1DSM IV (APA, 1994) menyebutkan bahwa respon individual terhadap
peristiwa traumatis harus berupa ketakutan yang kuat,
ketidakberdayaan (pada anak-anak respon harus termasuk tingkah laku
tidak terkendali dan gelisah). Karakteristik gejala-gejala setelah
individu diharapkan pada trauma ekstrem antara lain meliputi
perasaan seolah-olah mengalami kembali kejadian tersebut secara
terus menerus. Individu berusaha untuk menghindari stimulus yang
berhubungan dengan trauma dan kemampuan untuk melakukan respon
emosional secara positif menjadi tumpul namun di sisi lain individu
akan mudah terprovokasi oleh hal-hal yang mengingatkannya pada
trauma yang dialaminya. Diagnosis PTSD dapat ditegakkan bila
symptom- simptom muncul lebih dari satu bulan dan menyebabkan
distress klinis yang signifikan atau menganggu kehidupan sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya. Penempatan diagnostik PTSD
dalam kategori gangguan kecemasan dalam DSM IV menunjukkan bahwa
kecemasan merupakan reaksi yang dominan terhadap trauma.1Depresi
untuk menggambarkan suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih,
yang disertai gejala-gejala psikologis lainnya, gangguan somatik
(fisik) maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan
digolongkan ke dalam gangguan afektif. Anak remaja yang mengalami
gangguan depresi akan menunjukkan gejala-gejala seperti perasaan
sedih yang berkepanjangan, suka menyendiri, sering melamun di dalam
kelas/di rumah, kurang nafsu makan atau makan berlebihan, sulit
tidur atau tidur berlebihan, merasa lelah, lesu atau kurang
bertenaga, serasa rendah diri, sulit konsentrasi dan sulit
mengambil keputusan. Selain itu merasa putus asa, gairah belajar
berkurang, tidak ada inisiatif, hipo atau hiperaktif. Anak remaja
dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan kreativitas,
inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, sehingga akan
menimbulkan kesulitan belajar sehingga membuat prestasi belajar
anak menurun dari hari ke hari.Depresi yang nyata menunjukkan trias
gejala, yaitu: Pertama, Tertekannya perasaan. Tertekannya perasaan
dapat dirasakan penderita, dilaporkan secara verbal, dapat pula
diekspresikan dalam bentuk roman muka yang sedih, tidak
mengindahkan dirinya, mudah menangis dan sebagainya. Kedua,
Kesulitan berpikir. Kesulitan berpikir nampak dalam reaksi
verbalnya yang lambat, sedikit sekali bicara dan penderita
menyatakan dengan tegas bahwa proses berpikirnya menjadi lambat.
Ketiga, Kelambatan psikomotor. Kelambatan psikomotor merupakan
gejala yang dapat dinilai secara obyektif oleh pengamat dan juga
dirasakan oleh penderita. Misalnya mudah lelah, kurang antusias,
kurang energi, ragu-ragu, keluhan somatik yang yang tak
menentu.4
BAB IISTATUS PSIKIATRI
I. Identitas Pasien :Nama: An Titin Alias Dewi Lestari (DL)Umur:
13 tahunJenis Kelamin: PerempuanAlamat: RT. 08 Kelurahan Lubuk
Kambing, Kecamatan Renah Mendauh, Kab. Tanjung Jabung BaratStatus
Perkawinan: Belum MenikahSuku : MelayuBangsa: IndonesiaAgama:
IslamPekerjaan: PelajarPendidikan Terakhir:Sekolah DasarMRS: 11
Maret 2013
II. Identitas dari Alloanamnesis :Nama : Ny. Hotnida Tampubolon
Umur : 44 tahunAlamat: Perum Aur Duri RT 03 No 401 Penyengat Rendah
JambiPekerjaan:petugas P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak)Pendidikan Terakhir : SLTAHubungan dengan pasien
: Wali/ PengasuhKeakraban dengan pasien : Akrab dengan pasienKesan
pemeriksa terhadap keterangan yang diberikan : Dapat dipercaya
3III. ANAMNESISKeterangan/anamnesis dibawah ini diperoleh dari
:1. Pasien sendiri (Autoanamnesis)2. Informan (Alloanamnesis)
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan :
Pengasuh
2. Sebab utama pasien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Kota Jambi :
Pasien diam tidak mau bicara dan ketakutan
3. Keluhan Utama Sulit dinilai
4. Riwayat Perjalanan Penyakit SekarangPasien dibawa ke RSJD
Jambi pada tanggal 11 Maret 2014, pukul 11.30 Wib. Menurut
pengasuh, pasien merupakan anak terlantar yang dirujuk oleh P2TP2A
(Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kota
Jambi. Sekitar satu bulan yang lalu, pasien ditemukan oleh
pengelola objek wisata kampung radja dalam keadaan pingsan di
lokasi tersebut. Pasien sempat di bawa ke Poltabes Kota Jambi dan
dirujuk ke puskesmas Pakuan Baru untuk mendapatkan layanan
kesehatan karena pingsan dan kesakitan. Selanjutnya pasien di asuh
oleh P2TP2A kota Jambi ke RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak)
Jambi untuk mendapatkan perlindungan. Menurut pengasuh pasien
mengaku kabur dari rumah dengan menumpang truk batubara hingga di
temukan di simpang rimbo dalam keadaan tidak sadar. Setelah sadar
pasien diperiksa di RPSA oleh psikolog. Dari hasil pemeriksaan
pasien menceritakan penyebab ia melarikan diri dari rumah. Pasien
mengaku mendapatkan perlakuan yang salah dari ayah kandung nya,
berupa kekerasan seksual. Pasien dipaksa untuk melakukan hubungan
persetubuhan dengan ayah kandungnya semenjak pasien duduk di bangku
kelas 6 SD. Saat itu kejadiannya ketika ibu pasien menginap di
rumah saudaranya, sehingga hanya ada pasien dan ayahnya. Menurut
pasien kejadian tersebut dilakukan ayahnya sepulang dari mabuk di
luar rumah dengan cara pasien di bekap dengan menggunakan sapu
tangan, selanjutnya ayahnya melakukan pemerkosaan. Berdasarkan
pengakuan pasien kejadian pemerkosaan tersebut terjadi berulang
kali setelah ibu kandung pasien meninggal dunia satu tahun yang
lalu. Karena tidak tahan dengan perlakuan ayahnya tersebut, maka
pasien memutuskan untuk melarikan diri dari rumah. Karena
pemerkosaan tersebut pasien mengalami trauma dan ketakutan yang
sangat mendalam jika dirinya hamil. Pada saat pingsan, dan sakitnya
kambuh (sakit ulu hati) pasien diperiksa di RSUD Raden Mattaher dan
setelah kondisinya membaik, pasien di bawa pulang. Pasien juga
sempat meminta obat untuk menggugurkan kandungan.Berdasarkan
informasi dari petugas P2TP2A jambi (ibu Hotnita) mendapatkan
informasi dari bidan pemeriksa di puskesmas Pakuan Baru jika pasien
saat itu memang mengalami kehamilan. Pasien mengalami perdarahan
berupa gumpalan darah, diduga pasien mengalami keguguran. Dua hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien melarikan diri dari dari tempat
tinggal saat ini karena tidak dibawa mengunjungi adik-adiknya di
tempat asalnya. Menurut informasi yang diperoleh dari pengasuh,
saat melarikan diri, pasien mengaku sadarkan diri. Pasien
selanjutnya di temukan oleh petugas kepolisian. Setalah di temukan
pasien sempat muntah darah sebanyak lebih dari 2 kali. Menurut
pengasuh, selama di panti pasien menunjukkan sikap yang agresif dan
mudah marah. Namun, pasien dapat bermain dengan teman-temannya di
panti. Pasien akan marah apabila keinginannya tidak dipenuhi
seperti bermain handphone, pasien kemudian mengurung diri. Dan
beberapa saat kemudian pasien kembali membaik. pasien kadang
mengalami ketakutan saat di panti hingga menggigil (Menurut
pengasuh tampak seperti kejang). Hal ini terjadi pada saat pasien
mengingat kejadian yang dialaminya.Informasi yang diperoleh
keluarga pasien merupakan keluarga yang tidak mampu, tinggal di
gubuk kecil di tengah kebun. Ibu pasien sebelum meninggal tidak
bekerja dan ayah pasien bertani pisang. Menurut informasi yang
diperoleh dari ketua RT asal pasien, pasien tidak lulus SD karena
tidak mampu dalam biaya. Saat anamnesis dilakukan terhadap pasien,
pasien tidak mau bicara, diam, tampak tertekan dan agak ketakutan.
Pasien hanya menjawab dengan mengangguk.
5. Riwayat Penyakit Dahulu1. Pasien pernah berobat jalan di RSJ
1 bulan yang lalu dengan keluhansakit perut dan perdarahan. Keadaan
pasien selanjutnya membaik. Dan 2 hari yang lalu pasien menderita
sakit di ulu hati serta muntah. Pasien diberikan obat promag oleh
pengasuh. 2. Gangguan psikosomatik (-), gangguan kondisi fisik
(-),penggunaan alkohol dan NAPZA (-), 3. Gangguan neurologis :
sakit kepala (-), trauma kepala (-), kehilangan kesadaran (-),
gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-), kejang (-)
6. Riwayat Keluargaa. Budaya dan norma agama yang dianut :
melayu dan agama Islamb. Identitas Orang Tua IdentitasBapakIbu
NamaTn. SarkawiNy. Ana Rasidah
Umur--
PekerjaanPetaniIRT
AlamatRt 08. Kelurahan Lubuk Kambing, Kecamatan renah Mendauh,
Kab. Tanjung Jabung BaratRt 08. Kelurahan Lubuk Kambing, Kecamatan
renah Mendauh, Kab. Tanjung Jabung Barat
SukuMelayuMelayu
Hubungan keakraban dengan pasienbiasaAkrab
c. Os anak ke 2 dari 5 bersaudara,
1) Tito, 18 tahun, perempuan, sudah menikah dan bercerai2) Titin
(pasien) 13 tahun, perempuan (putus sekolah kelas 3 SD)3) Diar, 6
tahun, Perempuan4) Awal, 4 tahun, laki-laki5) Sela, 2 tahun,
perempuan
7. Riwayat Pribadi1. Masa Kanak Awal (hingga usia 3 tahun)
Informasi yang di butuhkan tidak diketahui.
2. Masa Kanak Pertengahan (usia 3 sampai 11 tahun)Pasien
termasuk anak yang pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktu di
rumah, merawat adik-adiknya. Pasien juga jarang bermain bersama
dengan teman-temannya.
II. PEMERIKSAAN PSIKIATRI KHUSUSA. Penampilan1. Identifikasi
pribadi : Sikap tubuh : biasa (-), diam (+), aneh (-)Sikap terhadap
pemeriksa : koperatif (-), tidak kooperatif (+), penuh perhatian
(-), penuh minat (-), jujur (-), menggoda (-), defensif (+),
bermusuhan (-), menyenangkan (-), manis (-), menghindar (+),
berhati-hati (-)Kesehatan fisik : Sehat (+), marah-marah (-)2.
Perilaku dan aktivitas psikomotor : Cara melangkahnormal (+),gerak
tubuh normal (+), ekopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik
(-), stupor katatonik (-), rigiditas katatonik (-), posturing
katatonik (-), cerea flexibilitas (-), negativisme (-), katapleksi
(-), streotipik (-), mennerisme (-), otomatisme (-), otomatisme
perintah (-), mustisme (-), agitasi psikomotor (-), hiperaktivitas
(-), tik (-), ataksia (-), hipoaktivitas (+), agresi (-), acting
out (-).3. Gambaran umum : Cara berpakaian : Pasien datang dengan
pakaian cukup rapi, menggunakan baju kemeja dan celana panjang
B. Bicara Cepat (-),lantang (-), emosional (-), lambat (-),
ragu-ragu (-),tertekan (+), tertahan (-), monoton (-), keras (-),
cadel (-), berbisik (+), pelo (-), menggumam (-), gagap (-),
ekolalia (-).
C. Mood dan AfekAfek : appropriate (-), inappropriate (-),
restriksi (-), tumpul (-), datar (+), labil (+)
Mood : disforik (-), eutimik (-), exspansive (-), irritable (+),
labil (+), elevated (-), euphoria (-), ectasy (-), depresi (-),
anhedonia (-), dukacita/berkabung (-), aleksitimia (-)
Emosi lainnya : anxiety (-), free floating anxiety (-), agitasi
(-), tension (-), panic (-), apatis (-), ambivalensi (-),
abreaksional (-), agresi (-), takut (+), putus asa (-), marah (-),
merasa kosong (-), merasa berdosa (-), malas (-), merasa sia-sia
(-), merasa rendah diri (-), simpati (-)
D. Pikiran dan persepsi1. Gangguan umum dalam bentuk atau proses
berpikirSulit dinilai2. Gangguan spesifik bentuk pikiranNeologisme
(-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas,
inkoheren (-), perservasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-),
kondensasi (-) , jawaban tidak relevan (-), pengenduran asosiasi
(-), keluar jalur (-), flight of ideas (-), asosiasi bunyi (-),
penghambatan (-), glossolalia (-)3. Gangguan spesifik isi
pikiranSulit dinilai4. Gangguan persepsiDalam batas normal5.
Fantasi dan mimpi : tidak ada
E. Sensorium a. Alertness : composmentis (+), somnolen (-),
stupor (-), berkabut (-), delirium (-), koma (-)b. Orientasi :
Waktu : baik, Os mengetahaui saat pemeriksaan siang hariTempat :
baik, Os mengatahui ia berada di RSJ JambiOrang : baik, Os
mengetahui orang-orang yang mengantar Os ke RSJc. Konsentrasi dan
kalkulasi : terganggud. Memori : sulit dinilaie. Pengetahuan umum :
baikf. Tilikan Derajat 1 dirinya menyangkal sepenuhnya bahwa dia
sakitg. Pengendalian impuls : tergangguh. Daya nilaiPenilaian
sosial : terganggu
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT1. Pemeriksaaan
FisikKeadaan umum Kesadaran : Kompos mentisTD :100/70 mmHgNadi : 82
x/menitSuhu :AfebrisRR: 18 x/menit2. Pemeriksaan Neurologis : tidak
ada kelainan3. Pemeriksaan Psikometrik : Tidak dilakukan
pemeriksaan4. Pemeriksaan laboratorium : Tidak dilakukan
pemeriksaan5. Pemeriksaan Penunjang Lainnya : Tidak dilakukan
pemeriksaan
V. RINGKASAN PENEMUAN1) Pemeriksaan Fisik : tidak ada kelainan2)
Pemeriksaan PsikisKesadaran : kompos mentisRoman muka: ketakutan,
depresifKontak/Rapport: ada /kurang adekuatOrientasi
Tempat,waktu,orang : tidak tergangguKonsentrasi dan perhatian :
mudah teralihPikiranBentuk dan isi pikir : sulit dinilai EmosiMood:
disforik Afek: datar, labilKesesuaian afek :
appropiateC.Pemeriksaan Fisik : dalam batas normalD. Pemeriksaan
Penunjang (laboratorium): tidak dilakukan
VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIALAksis I: F.43.1gangguan stress pasca
traumaAksis II: Tidak ada diagnosisAksis III: suspek epilepsiAksis
IV: Masalah psikososial dan lingkungan Aksis V: GAF 60-51, Gejala
sedang dan disabilitassedang
VII. PROGNOSIS Qua ad vitam : ad malam Qua ad functional : ad
malam
VIII. RENCANA TERAPI MENYELURUH Rawat jalan Konseling
Farmakoterapi :Amitriptilin 2 mg, 2 x tab/hari/OralAlprazolam
0,25 2 x tab/hari/Oral
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN STRESS PASCATRAUMA (Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD))
3.1 DefinisiGangguan stres pasca trauma adalah suatu sindrom
yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam, atau
mendengar stressor traumatik yang extrem.1
3.2EpidemiologiPrevalensi gangguan stress pasca trauma
diperkiran sekitar 8% populasi umum walaupun tambahan lima hingga
15% dapat mengalami bentuk subklinis gangguan ini. Berdasarkan
sejarah, trauma laki-laki biasanya berupa pengalaman berperang dan
trauma pada perempuan yang lazim adalah kekerasan atau
perkosaan.1
3.3KomorbiditasKeadaan komorbid yang lazim mencakup ganngguan
depresif, gangguan terkait zat, gangguan ansietas, dan gangguan
bipolar.1
3.4 Etiologi13.4.1 StressorStressor dapat timbul dari pengalaman
perang , penyiksaan, bencana alam, penyerangan, perkosaan, dan
kecelakaan serius. Selain itu dapat dipertimbangkan juga faktor
psikososial dan biologis yang sebelumnya ada dan peristiwa yang
terjadi sebelum dan setelah trauma. Contohnya seorang anggota suatu
kelompok yang bertahan hidup pada bencana kadang-kadang dapat
menangani trauma karena anggota yang lainnya juga mengalami
pengalaman yang sama.
123.4.2Faktor psikodinamikModel psikoanalitik gangguan ini
menghipotesiskan bahwa trauma mengaktifkan kembali konflik
psikologis yang sebelumnya tenang, tetapi tidak terselesaikan.
Penghidupan kembali trauma masa kanak-kanak menimbulkan regresi dan
penggunaan mekanisme defens represi, penyangkalan, reaction
formation, dan undoing.
3.4.3 Faktor perilaku-kognitifModel kognitif PTSD membuat
postulat bahwa orang yang mengalaminya tidak mampu memroses atau
merasionalisasikan trauma yang mencetuskan gangguan ini. Mereka
terus mengalami hal itu dengan tekhnik penghindaran. Konsisten
dengan kemampuan parsial mereka menghadapi peristiwa tersebut
secara kognitif, orang tersebut mengalami periode bergantian anatar
memahami dan memblok peristiwa.Model perilaku PTDS menekankan
adanya dua fase didalam perkembanganny. Pertama, trauma (stimulus
yang tidak dipelajari), yang menimbulkan respon akut, dipasangkan,
melalui pembelajaran klasik, dengan stimulus yang dipelajari
(pengingat fisik atau mental terhadap trauma, seperti penglihatan,
bau, atau suara). Kedua, melalui pembelajaran intrumental, stimulus
yang dipelajari mencetuskan respon takut yang bebas dari stimulus
asal yang tidak dipelajari, dan orang mengembangkan pola
penghindaran terhadap stimulus asal yang tidak dipelajari maupun
stimulus yang tidak dipelajari.
3.4.4 Faktor BiologisTeori biologis PTSD berkembang dari studi
praklinis pada model stres hewan dan dari ukuran variable biologis
dalam populasi klinis dengan gangguan tersebut. Banyak system
neurotransmitter yang terlibat dalam kedua rangkaian data.1
3.4.5 Sistem NoradrenergikPara tentara dengan gejala mirip PTSD
menunjukkan kegugupan, peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung, palpitasi, berkeringat, rona merah di wajah, dan tremor
yaitu gejala yang berkaitan dengan obat adrenergik.1
3.4.6Sistem OpioidAbnormalitas system opioid dikesankan dengan
adanya penurunan konsentrasi Beta-endorfin plasma pada PTSD.
Veteran perang dengan PTSD menunjukkan respons analgesic yang
reversible dengan nalokson untuk stimulus yang berkaitan dengan
perang sehingga meningkatkan kemungkinan hiperregulasi system
opioid yang serupa dengan hiperregulasi pada aksis HPA.1
3.4.7 Faktor Pelepas Kortikotropin dan Aksis Hipotalamus
Hipofisis AdrenalBeberapa factor mengacu pada disfungsi aksis HPA.
Sejumlah studi menunjukkan konsentrasi kortisol bebas yang rendah
di dalam plasma dan urin pada PTSD. Terdapat peningkatan reseptor
glukokortikoid pada limfosit dan tantangan dengan faktor pelepas
kortikotropin (CRF) eksogen menunjukkan respons hormon
adrenokortikotropin (ACTH) yang tumpul.1
3.5 DiagnosisKriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk PTSD merinci
bahwa gejala mengalami, menghindari dan terus terjaga telah ada
lebih dari 1 bulan. Untuk pasien yg gejalanya ada, tetapi kurang
dari 1 bulan, diagnosis yang sesuai adalah gangguan stress akut.1A.
Orang tersebut telah terpajan dengan peristiwa traumatic dan kedua
hal ini ada:1. Orang tersebut mengalami, menyaksikan, atau
dihadapkan dengan peristiwa atau sejumlah peristiwa yang melibatkan
kematian atau cedera serius yang sebenarnya atau mengancam, atau
ancaman terhadap integritas fisik dirinya atau orang lain.2. Respon
orang tersebut melibatkan rasa takut yang intens, rasa tidak
berdaya, atau horror. Catatan: pada anak, hal ini dapat ditunjukkan
dengan perilaku agitasi atau kacauB. Peristiwa traumatic secara
terus menerus dialami kembali pada satu (atau lebih) cara berikut
ini:1. Mengingat peristiwa secara berulang dan mengganggu yang
menimbulkan distress, termasuk bayangan, pikiran, atau persepsi.
Catatan: pada anak yang masih kecil, dapat terjadi permainan
berulang yang mengekspresikan tema atau aspek trauma2. Mimpi
berulang mengenai peristiwa tersebut yang menimbulkan penderitaan.
Catatan: pada anak bisa terdapat mimpi yang menakutkan tanpa
kandungan yang dapat dikenali3. Bertindak atau merasakan
seolah-olah peristiwa trauma tersebut terjadi kembali (termasuk
rasa membangkitkan kembali pengalaman, ilusi, halusinasi, dan
episode kilas balik disosiatif, termasuk yang terjadi saat bangun
atau ketika mengalami intoksikasi). Catatan: pada anak yang masih
kecil, anak dapat melakukan kembali hal yang spesifik trauma.4.
Penderitaan psikologis yang intens pada pajanan terhadap sinyal
internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek
peristiwa traumatik.5. Reaktivitas fisiologis pada pajanan sinyal
internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek
peristiwa traumatik.C. Penghindaran persisten stimulus yang
berkaitan dengan trauma serta membuat kebas responsivitas umum
(tidak terjadi sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan dengan
tiga (atau lebih) hal berikut ini:1. Upaya menghindari pikiran,
perasaan, atau pembicaraan yang berkaitan dengan trauma2. Upaya
menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang membangkitkan
ingatan akan trauma3. Ketidakmampuan mengingat kembali aspek
penting trauma4. Minat atau partisipasi berkurang nyata pada
aktivitas yang signifikan5. Perasaan lepas atau menjadi asing dari
orang lain 6. Kisaran afek yang terbatas (contoh: tidak mampu
memiliki rasa cinta)7. Rasa masa depan yang memendek (contoh: tidak
berharap memiliki karir, menikah, anak atau masa hidup normal)D.
Menetapnya peningkatan keadaan terjaga (tidak terjadi sebelum
trauma), seperti yang ditunjukkan dengan dua (atau lebih) hal
berikut:1. Sulit tidur atau sulit tetap tidur2. Iritabilitas atau
ledakan kemarahan3. Sulit berkonsentrasi4. Hypervigilance 5. Respon
kaget yang berlebihanE. Durasi gangguan (gejala kriteria B, C dan
D) lebih dari satu bulanF. Gangguan ini menimbulkan penderitaan
yang secara klinis bermakna atau gangguan didalam area fungsi
social, pekerjaan, atau area fungsi lain.Tentukan jika: Akut: jika
durasi gejala kurang dari tiga bulanKronis: jika durasi gejala tiga
bulan atau lebihTentukan jika: Dengan awitan tertunda: jika awitan
gejala sedikitnya 6 bulan setelah stressorMenurut PPDGJ III,
pedoman diagnostik PTSD adalah:2 Diagnosis harus ditegakkan
bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah
kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa
minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6
bulan)Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila
tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi
waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan
tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya. Sebai bukti
tambahan selain trauma, harus didapatkan baying-bayang atau
mimpi-mimpi dari kejadian traumatic tersebut secara berulang-ulang
kembali (flashbacks) Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan
tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tiak khas
Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stress yang luar
biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma,
diklasifikasi dalam kategori F62.0 (perubahan kepribadian yang
berlangsung lama setelah katastrofa)
3.6 Gambaran KlinisGambaran klinis utama PTSD adalah mengalami
kembali suatu peristiwa yang menyakitkan, suatu pola menghindari
dan mematikan emosi, serta keadaan terus terjaga yang cuckup
konstan. Gangguan ini dapat tidak timbul sampai berbulan-bulan atau
bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa tersebut.1a. Gangguan Stres
Pascatrauma pada Anak dan RemajaPTSD terdapat pada anak dan remaja,
tetapi sebagian besar studi gangguan ini telah berpusat pada orang
dewasa. DSM-IV-TR hanya mengemukakan sedikit mengenai PTSD pada
anak yang masih kecil, kecuali dengan menggambarkan gejala seperti
mimpi berulang mengenai peristiwa tersebut, mimpi buruk tentang
monster, serta timbulnya gejala fisik seperti sakit perut dan sakit
kepala.1b. StresorStresor pada anak dapat mendadak, berupa trauma
peristiwa tunggal yang mendadak atau trauma kronis atau terus
menerus seperti penyiksaan fisik atau seksual. Anak juga menderita
akibat pajanan tidak langsung yaitu, kematian atau cedera orang
yang dicintai yang tidak disaksikan, seperti pada situasi bencana,
perang, atau kekerasan masyarakat.1c. Menghidupkan dan Mengalami
Kembali PeristiwaAnak, seperti orang dewasa, mengalami kembali
peristiwa traumatic dalam bentuk pikiran atau ingatan, kilas balik,
dan mimpi yang mengganggu serta menimbulkan distress. Mimpi buruk
pada anak secara khusus dapat terkait dengan tema trauma atau dapat
menjadi umum sebagai rasa takut lainnya. Kilas balik terjadi pada
anak dan sesama korban remaja maupun dewasa. 1d. Sindrom Perang
TelukSejumlah studi telah menemukan angka keluhan fisik dan
penderitaan psikologis yang lebih tinggi pada veteran yang telah
ditugaskan didaerah teluk Persia dibandingkan dengan mereka yang
bertugas di Jerman atau Amerika selama perang ini, bahkan setelah
mengendalika efek demografik. Meskipun demikian, hal ini juga dapat
diseabkan oleh toksin di daerah tersebut dan bukan hanya karena
stress.1e. PenyiksaanSiksaan fisik yang psikologis yang disengaja
terhadap seseorang oleh yang lain dapat memiliki efek yang merusak
emosi yang serupa dengan dan mungkin lebih buruk daripada efek yang
terlihat akibat perang dan beberapa jenis trauma lain. Seperti yang
didefinisikan Perserikatan Bangsa Bangsa, penyiksaan adalah setiap
pencederaan secara sengaja berupa sakit mental yang berat atau
penderitaan, biasanya melalui perlakuan/hukuman yang kejam, tanpa
perikemanusiaan, atau mempermalukan1f. Pencucian OtakPencucian otak
pertama kali dilakukan oleh Komunis Cina terhadap tawanan Amerika
Serikat selama Perang Korea, berupa pembentukan syok budaya yang
disengaja. Suatu keadaan isolasi, pengasingan, dan intimidasi
dikembangkan untuk mengekspresikan tujuan menyerang kekuatan ego
dan menjadikan orang yang dicuci otaknya rentan terhadap peletakan
gagasan dan perilaku asing yang biasanya akan mereka tolak.1
g. TerorismePada suatu study yang dilakukan pada lebih dari
8.000 anak berusia 10 hingga 13 tahun yang tinggal di New York saat
serangan teroris menemukan bahwa 11 persen dari mereka memiliki
gejala yang sesuai dengan diagnosis PTSD 9 bulan setelah peristiwa.
Limabelas persen lainnya memiliki gejala agrorafobia (cth., takut
naik alat transportasi umum). Serupa dengan demografi pada dewasa
yang dijelaskan di atas, siswa Hispanik dan anak perempuan terkena
dalam proporsi yang lebih besar, seperti mereka yang terpajan
peristiwa traumatik yang tidak berkaitan sebelumnya.1
3.7 Diagnosis BandingPertimbangan utama dalam diagnostic PTSD
adalah kemungkinan bahwa pasien juga menderita cedera kepala selama
trauma. Pertimbangan organic lain yang dapat menyebabkan dan
memperberat gejala adalah epilepsy, gangguan penggunaan alcohol,
dan gangguan terkait zat lain. Intoksikasi akut atau putus zat juga
dapat menunjukkan gambaran klinis yang sulit dibedakan dengan
gangguan ini sampai efek zat hilang.1
3.8 Perjalanan Gangguan dan PrognosisPTSD biasanya timbul
beberapa waktu setelah trauma. Penundaaan dapat selama 1 minggu
atau hingga 30 tahun. Gejala dapat berfluktuasi dari wakt ke waktu
dan menjadi paling intens selama periode stress. Jika tidak
terobati, sekitar 30 persen pasien akan pulih sempurna, 40 persen
akan terus memiliki gejala ringan, 20 persen akan terus mengalami
gejala sedang, dan 10 persen tetap tidak berubah atau bertambah
buruk.1
3.9 TerapiKetika Klinisi menghadapi pasien yang telah mengalami
trauma bermakna, pendekatan utamanya adalah dukungan, dorongan
untuk mendiskusikan peristiwa tersebut, dan edukasi mengenai
berbagai mekanisme koping (contohnya relaksasi).1
3.9.1 FarmakoterapiSelective serotonin reuptake inhibitor
(SSRI), seperti sertalin (Zoloft) dan paroksetin (Paxil)
dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk PTSD karena
efektivitas, tolerabilitas, dan tingkat keamanannya. SSRI
mengurangi gejala semua kelompok gejala PTSD dan efektif dalam
memperbaiki gejala PTSD yang khas, tidak hanya gejala yang serupa
dengan depresi atau gangguan ansietas lain.
3.9.2 PsikoterapiPsikoterapi psikodinamik dapat berguna dalam
terapi pada banyak pasien PTSD. Di sejumlah kasus, rekonstruksi
peristiwa traumatic dengan abreaksi dan katarsis terkait dapat
bersifat terapeutik, tetapi psikoterapi harus diindividualisasi,
karena mengalami kembali trauma dapat terlalu berat untuk sejumlah
pasien.
BAB IVANALISIS KASUS
Pada kasus ini, gangguan stress pasca-trauma (PTSD) ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan status psikiatri. Pada kasus ini pasien
dibawa kerumah sakit jiwa karena tidak mau bicara, mudah marah dan
ketakutan. dilaporkan bahwa pasien mengalami stress yang berat
dalam hidupnya berupa pelecehan seksual yang dilakukan oleh ayah
kandungnya. Pasien diketahui mengalami ketakutan hingga menggigil
saat mengingat kejadian tersebut. Pasien juga tampak menarik diri
dan berpilaku depensif. Dari hasil observasi didapatkan kesadaran
pasien kompos mentis, datang dengan pakaian cukup rapi, menggunakan
baju kaos dan celana panjang, sikap terhadap pemeriksa tidak
kooperatifdan tertutup. Pasien lebih banyak diam. Afek pasiendatar
dan labil, mood iritabel dan labil. Gangguan proses berpikir,
bentuk piier dan isi pikir sulit dinilai. Gangguan persepsi dan
sensasi tidak terganggu. Orientasi waktu, tempat dan orang baik,
konsentrasi dan kalkulasi terganggu, memori jauh terganggu, dan
pikiran abstrak : sulit dinilai, pengendalian impuls terganggua dan
daya nilai sosial pasien terganggu.Gambaran klinis pasien memenuhi
kriteria diagnosis gangguan stress pasca-trauma menurut PPDGJ III
yaitu tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan
melebihi 6 bulan. Ditemukannya gangguan afek dan kelainan tingkah
laku.Tatalaksana pasien berupa rawat jalan dan terapi konseling.
Adapun farmakoterapi yang diberikan pada psaien yaitu. 1)
Amitriptilin 2 mg, 2 x tab/hari/Oral
21Amitriptilin adalah obat yang masuk dalam kelompok obat
tricyclic antidepresan. Obat ini bekerja dengan memblokade
reupatake dari noradrenalin dan serotonin yang menuju neuron
presinaps. Pemilihan obat ini dilakukan dengan mempertimbangkan
toleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping
terhadap kondisi pasien. Amitriptilin memiliki efek samping
sedative, otonomik, kardiologik, diberikan pada pasien usia muda
yang lebih besar toleransi efek samping tersebut dan bermanfaat
untuk meredakan agitated depression
2) Alprazolam 0,25 2 x tab/hari/Oral Alprazolam adalah obat anti
ansietas dari golongan benzodiazepine. Alprazolam memiliki onset of
action yang lebih cepat dan mempunyai komponen anti depresi.
Golongan ini juga memiliki efek ketergantungan yang lebih rendah
dibandingkan dengan obat-obatan gol narkotika. Alprazolam memiliki
waktu paruh yang pendek yaitu 12-15 jam dan efek sedasi lebih
pendek disbanding benzodiazepine lainnya. Mekanisme kerja obat ini
adalah meningkatkan efek inhibisi GABA yang menimbulkan peningkatan
permiabilitas terhadap ion clorida yang menyebabkan terjadinya
hiperpolarisasi dan stabilisasi. Pada saat keadaan cemas dan panik
terjadi penurunan sensitivitas terhadap reseptor 5HT1A, 5HT2A/2C,
meningkatnya sensitivitas discharge dari reseptor adrenergic pada
saraf pusat, terutama reseptor alfa-2 katekolamin, meningkatnya
aktivitas locus coereleus yang mengakibatkan teraktivasinya aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal (biasanya berespons abnormal terhadap
klonidin pada pasien dengan panic disorder), meningkatnya aktivitas
metabolic sehingga terjadi peningkatan laktat (biasanya sodium
laktat yang kemudian diubah menjadi CO2 (hiperseansitivitas batang
otak terhadap CO2), menurunnya sensitivitas reseptor GABA-A
sehingga menyebabkan efek eksitatorik melalui amigdala dari
thalamus melalui nucleus intraamygdaloid circuitries, model
neuroanatomik memprediksikan panic attack dimediasi oleh fear
network pada otak yang melibatkan amygdale, hypothalamus, dan pusat
batang otak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock Buku ajar psikiatri
klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.20102. Maslim, Rusdi. Buku Saku
Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.. Jakarta:
PT Nuh Jaya. 20013. Solichah, Mutingatu. Asesment post traumatic
stress disorder (ptsd) pada Perempuan korban perkosaan
(acquaintance rape). Diakses 11 Maret 2014. Diunduh dari
http://journal.uad.ac.id/index.php/HUMANITAS/article/download/1636/9664.
Mardiya. Persoalan depresi pada remaja. Diakses 11 Maret 2014.
Diunduh dari
http://www.kulonprogokab.go.id/v21/getfile.php?file=Artikel-Persoalan-Depresi-Pada-Remaja.pdf
23