CREEPING ERUPTION
I. PendahuluanCreeping eruption disebut juga cutaneous larva
migrans (CLM), sandworms disease, dermatosis linearis migrans,
creeping verminous dermatitis, plumbers itch and ducks hunter itch.
Disebabkan oleh cacing tambang pada hewan yang kebanyakan A.
braziliense.(1-2)Cutaneus larva migrans adalah kelainan kulit yang
khas berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok,
menimbul dan progresif. Disebabkan oleh invasi larva cacing tambang
yang berasal dari kucing atau anjing (1)Penyakit ini
didistribusikan secara luas tetapi paling sering ditemukan di
daerah tropis dan subtropis, terutama selatan dan timur Amerika,
Afrika, India, dan Asia Tenggara.(2)II. EtiologiPenyebab utama dari
creeping eruption adalah larva yang berasal dari cacing tambang
binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma brazilienes (spesies
yang paling sering ditemukan pada manusia) dan Ancylostoma caninum.
Di Asia timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing.
Pada bebrapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloideus
sterconalis, dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu
dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat,
misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya
larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya.(1,3)
III. PatogenesisCreeping eruption disebabkan oleh berbagai
spesies cacing tambang binatang yang didapat dari kontak kulit
langsung dengan tanah yang terkontaminasi feses anjing atau kucing.
Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan anjing. Larva
menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari,
biasanya antara stratum granulosum dan stratum korneum.(2) Larva
ini tinggal di kulit bergerak tanpa arah tujuan yang pasti
sepanjang dermoepidermal.(1) Hal ini menginduksi reaksi inflamasi
eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul
gejala di kulit. Kebanyakan larva tidak dapat mengalami
perkembangan lebih lanjut atau menyerang jaringan yang lebih dalam,
dan mati setelah beberapa hari sampai bulan.(2)
Larva bermigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis
dan jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes penderita
dan larva tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk
penetrasi membran basalis sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini
menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang diekskresi larva
menyebabkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi
lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk
melengkapi siklus hidup, larva sering kali migrasi ke paru-paru
sehingga terjadi infiltrat paru. Kebanyakan larva tidak mampu
menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa hari sampai beberapa
bulan.(1,4,5)
IV. Manifestasi KlinisLesi karakteristik cutaneous larva migrans
adalah papul eritem, dan lesi berbentuk linear seperti jejak ular.
Vesikel atau bulla dapat dilihat di lokasi kulit tempat larva masuk
pada 15% pasien yang menderita cutaneous larva migrans.(2)
Gambar 1. Cutaneous larva migrans (dikutip dari kepustakaan
2)
Gambar 2. Cutaneous larva migrans dengan lesi vesikel dan
bulla.(dikutip dari kepustakaan 2)
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas.
Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas,
yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok (snakelike
appearance), menimbul dengan diameter 2-3 mm, berwarna merah segar,
atau merah muda, dan terasa gatal. Adanya lesi papul yang
eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di
kulit selama beberapa jam atau hari. Waktu dari terekspos sampai
adanya onset dari gejala biasanya memakan waktu 1-5
hari.(1,2)Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti
benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan
membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa milimeter
sampai sentimeter setiap harinya.(1) Bisa terdapat satu lesi maupun
beberapa lesi. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari.
Terowongan yang sudah lama akan mengering dan menjadi krusta dan
bila pasien sering menggaruk akan menimbulkan iritasi yang rentan
terhadap infeksi sekunder.(2,4)Tempat predileksi adalah tungkai,
plantar, tangan (unilateral/ bilateral), pinggang, bahu, anus,
bokong dan paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering
berkontak dengan tempat larva berada.(1)
Gambar 1: Memperlihatkan adanya lesi kemerahan dan
berkelok-kelok pada kaki kirinya. Disebabkan oleh penetrasi dari
larva.(6)
Gambar 2: lesi berkelok-kelok yang khas pada cutaneus larva
migrans.(5)
V. Diagnosis1. AnamnesisPenderita tinggal atau habis bepergian
ke daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab. Memiliki
kebiasaan sering berjalan tanpa menggunakan alas kaki atau memiliki
kegiatan yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Terdapat
kucing atau anjing yang berkeliaran di sekitar tempat tinggal
penderita. (2,3)2. Pemeriksaan FisisDengan inspeksi pada daerah
tungkai, plantar, tangan, anus, bokong atau paha, juga di bagian
tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva
berada, akan tampak adanya lesi seperti benang yang lurus atau
berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul dan vesikel di
atasnya.(2) 3. Pemeriksaan penunjang Untuk menunjang diagnosis bisa
dilakukan biopsi kulit. Walaupun tidak terlalu bermakna.(3)
Pemeriksaan histologi bisa juga digunakan dimana akan tampak larva
nematoda terperangkap di antara kanal folikel, stratum korneum atau
di dermis bersama dengan infiltrat eosinofilik inflamasi.(2)
VI. Diagnosis Banding(1)1. Skabies Etiologi: Sarcoptes scabiei,
termasuk filum ArthropodaGejala klinis: - Pruritus nokturna, gatal
pada malam hari Menyerang manusia secara berkelompok Adanya
terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi. Pada skabies
terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada CLM dan
gatal pada malam hari. Pada skabies terdapat papul atau vesikel
yang berpasangan. Menemukan tungau 2. Dermatitis insects bite:
Papul yang terdapat pada insect bite memiliki kemiripan terhadap
lesi permulaan dari CLM yang berbentuk papul.3. Herpes zooster:
Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul-papul lesi
ini dapat menyerupai herpes zooster stadium permulaan. Dimana
herpes zooster diakbitkan oleh virus.
VII. PenatalaksanaanNon-medikamentosaInfeksi cacing tambang
dapat dicegah dengan menghindari kontak kulit langsung dengan tanah
yang tercemar dengan kotoran binatang dengan memakai alas kaki yang
memadai setiap saat.(2) Pengobatan cacing tambang untuk kucing dan
anjing merupakan hal untuk mencegah creeping eruption. Kotoran
binatang harus dipindahkan secara benar dari area aktivitas
manusia. (3,5)Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva akan mati
dan diarbsorbsi. Meskipun penyakit ini dapat sembuh sendiri, rasa
gatal yang hebat dan resiko infeksi sekunder memaksa seseorang
untuk berobat. Untuk kasus yang ringan biasanya tidak memerlukan
pengobatan. Jika perlu dapat diberikan secara topikal ditujukan
untuk lesi awal yang terlokalisir. Untuk kasus yang lebih berat
dapat diberikan obat peroral. Pengobatan oral untuk lesi yang luas
atau gagal dengan topikal. Antihistamin membantu mengurangi rasa
gatal. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan
antibiotik.(3-5)
MedikamentosaPengobatan oral1. ThiabendazoleMerupakan
antihelmintes heterosiklik generasi ketiga. Merupakan drug of
choice dari CLM. Menghambat enzim fumarat reduktase sehingga
menginhibisi pembentukan mikrotubuli..(3,5)Sejak tahun 1963 telah
diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas, misalnya
tiabendazole (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 50mg/kgBB/hari,
2 kali sehari, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis
maksimum 3gram sehari, jika belum sembuh dapat diulang setelah
beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingya mual, pusing,
dan muntah.(1)Topikal thiabendazole 10% krim, walaupun kurang
efektif, merupakan alternatif yang baik untuk anak-anak untuk
mencegah efek samping sistemik dari pengobatan.(6) DewasaTopikal
berupa suspensi 10-15% (kadang dicampur dengan krim kortikosteroid)
secara oklusi, 2 kali sehari, selama minimal 1 minggu. Oral
25-50mg/kgBB/hari, tiap 12 jam, selama 2-5 hari(2,5)
Anak-anakDosis 25-50mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari
3gr/hari(2)2. IvermectinAntiparasit sistemik makrosiklik yang
berspektrum luas terhadap nematoda. Cara kerjanya dengan
menghasilkan paralisis flaksid melalui pengikatan kanal klorida
yang diperantarai glutamat. Mungkin merupakan drug of choice karena
keamanan, toksisitas rendah dan dosis tunggal. Dosis 12mg atau 200
ug/kgBB dosis tunggal(4,5)3. Albendazole Merupakan generasi ketiga
dari obat heterosiklik antihelmintic. Sudah digunakan untuk
mengobati penyakit parasit pada saluran pencernaan. Antihistamin
spektrum luas yang mengganggu ambilan glukosa dan agregasi
mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti tiabendazole.(5) Dosis
untuk orang dewasa (>2thn), sehari 400mg sebagai dosis tunggal,
diberikan 3 hari berturt-turut atau 2x 200mg sehari selama 5
hari.(2) < 2 thn: 200mg/hari selama 3 hari dan diulang 3 minggu
kemudian jika perlu.(2)
Pengobatan TopikalAlbendazole, Aplikasi topikal dari 10%
albendazole krim 2 kali sehari membaik dalam waktu 10 hari.(2)
Agen Pembeku TopikalMembekukan sesuai dengan alur dari larva
yang terdapat pada kulit dengan sprai ethylene cloride, solid
carnbon dioxide, atau nitrogen cair terkadang berhasil. Cara terapi
ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dry ice)
dengan penekanan selama 45 sampai 1, dua hari berturut-turut. Cara
beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.(2,5)
VIII. KomplikasiIX. PrognosisPrognosisnya sangat bagus. Creeping
eruption merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Manusia
merupakan hospes penderita, dimana ketika larva mati, lesi akan
membaik dalam waktu 4-8 minggu, dalam kasus yang jarang, terkadang
mencapai waktu 1 tahun.(6)
X. KesimpulanMerupakan peradangan berbentuk linear atau
berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi
larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing dimana
paling banyak disebabkan oleh ancylostoma braziliense. Banyak
terdapat pada daerah tropis dan subtropis. Beresiko terhadap orang
yang sering berhubungan dengan tanah berpasir dan tidak memakai
alas kaki. Manusia terinfeksi melalui kontak kulit dengan tanah
yang terkontaminasi. Manusia merupakan hospes aksidenta.Gejala
klinis yang timbul berupa gatal, papul, eritematous, kadang
disertai rasa nyeri serta lesi khas yang berbentuk linear
berbelok-belok. Dapat juga terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder
yang umumnya disebabkan oleh streptococcus pyogenes.CLM dapat
diterapi dengan beberapa cara yang berbeda yaitu: terapi sistemik
(oral) atau terapi topikal. Berdasarkan penelitian yang ada, terapi
sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat
keberhasilannya lebih baik dari pada terapi topikal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aisah S. Creeping eruption. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin.Ed-5. Jakarta: Fk-UI; 2010. Halaman
125-62. Elizabeth M.W., Caumes E. Helminthic infections In: Wolf
K., Goldsmith L.A., Katz S.I., editors. Fizpatricks Dermatology in
General Medicine. 7thEd. New York: McGrawHill; 2008. Page 2023-43.
Sterry W., Paus R., Burgdorf W. Thieme Clinical Dermatology. New
York: Thieme; 2006. Page 131-24. Lopez F.V., Hay R.J. Parasitic
Worms and Protozoa. In: Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths
C., editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7thEd. Oxford:
Blackwell; 2004. Page 32.17-185. Caumes E. Treatment of Cutaneous
Larva Migrans. CID 2000;30:811-4 6. Vano S.G., Gil M.M., Truchuelo
M., Jaen P. Cutaneus larva migrans: a case report. Cases Journal
2009;2:1128