i
CREEL PEMANTAUAN PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT WILAYAH INDONESIA BAGIAN BARAT TAHUN 2009 ©2010 ISBN : 978 – 602 – 8717 – 50 ‐2
Oleh : Nurul Dhewani Mirah Sjafrie
Desain & Tata Letak : Dewirina Zulfianita Sumber Foto : CRITC COREMAP LIPI
Coral Reef Information and Training Center Coral Reef Rehabilitation and Management Program Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia COREMAP II ‐ LIPI Jl. Raden Saleh No. 43 Jakarta 10330
ii
www.coremap.or.id
i
KATA SAMBUTAN
Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk menyelamatkan terumbu karang di perairan Indonesia. Saat ini COREMAP telah memasuki tahap kedua yang disebut juga sebagai “Fase Implementasi”. Pada COREMAP Fase II di wilayah Indonesia bagian barat mendapat dukungan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB) yang meliputi delapan Kabupaten/Kota, yaitu Batam, Lingga, Natuna, Bintan, Nias, Nias Selatan, Tapanuli Tengah dan Kepulauan Mentawai.
Pemantauan pendaratan hasil perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan suatu kegiatan yang penting dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui dinamika sumberdaya ikan di lokasi COREMAP II. Data yang dikumpulkan dari hasil kegiatan berbasis masyarakat ini dapat dianalisa lebih lanjut untuk menghasilkan kebijakan berikutnya yang berkaitan dengan hasil perikanan, pola tangkap, pendapatan nelayan, dan upaya pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, CRITC COREMAP II – LIPI atau yang sering disebut sebagai CRITC Pusat bersama‐sama PIU Kabupaten/Kota berusaha memfasilitasi masyarakat untuk melakukan kegiatan CREEL di wilayahnya. Fasilitasi yang dilakukan CRITC Pusat, antara lain menyusun buku panduan, mengadakan pelatihan, menyediakan anggaran pendukung, dan melakukan kompilasi serta analisis data secara nasional. PIU bersama CRITC Kabupaten/Kota dibantu oleh Fasilitator dan Motivator Desa memfasilitasi pelatihan bagi masyarakat, melakukan pengumpulan data, dan mendistribusikan buku panduan.
Buku ini merupakan gambaran kondisi perikanan nelayan di lokasi COREMAP II kawasan Indonesia bagian barat, utamanya hasil perikanan dari terumbu karang, yang datanya dihimpun sejak tahun 2008 sampai sekarang. Semoga upaya ini bermanfaat dan lebih meningkatkan usaha untuk melestarikan terumbu karang kita semua.
NPIU‐CRITC COREMAP II
Direktur,
Drs. Susetiono, MSc
ii
KATA PENGANTAR
Buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) 2009 ini merupakan buku yang diterbitkan tahunan oleh CRITC COREMAP II LIPI. Buku ini dibuat berdasarkan kompilasi hasil pendataan di 8 lokasi COREMAP ADB. Pengambilan data dilakukan oleh para pencatat yang telah terlatih di lokasi‐lokasi tempat pendaratan ikan di kabupaten Nias, Nias Selatan, Kepulauan Mentawai, Tapanuli Tengah, Kota Batam, Kabupaten Natuna, Bintan dan Lingga. Jumlah desa pendataan CREEL adalah 50 desa yang terdiri dari 53 lokasi pendaratan ikan. Dalam buku ini digambarkan hasil tangkapan nelayan, jenis tangkapan, Catch Per Unit Effort (CPUE) dan trend tangkapan tahunan. Buku ini juga merevisi nilai Catch Per Unit Effort (CPUE) dari buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat 2008. Disadari bahwa terwujudnya buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) 2009 ini karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pengambil data lapangan, CRITC Kabupaten/Kota serta PIU Kabupaten/Kota di wilayah COREMAP II ADB. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak dari proses pengambilan data sampai tersusunnya buku ini. Ucapan terima kasih yang sebesar‐besarnya kami sampaikan kepada Marendra Pandu Rizki, Supono, Bambang Hermanto, Eliya Nurul Khasanah, Pipin Kusumawati dan Endah Susianti yang telah membantu dalam ‘data clearing’ dan pembuatan grafik‐grafik; kepada Djuariah, Eka, Ariyono dan Reza yang membantu di lapangan dan ‘entry data’; serta kepada Dewirina yang telah membantu me’lay‐out’ buku ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam buku ini, untuk itu saran maupun kritik yang membangun sangat kami harapkan. Jakarta, Februari 2010 Penulis
iii
DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN x BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG 1 I.2. TUJUAN 2 I.3. LUARAN 2 BAB II METODOLOGI II.1. LOKASI PENDATAAN 3 II.2. WAKTU PENDATAAN 3 II.3. CARA KERJA 4 II.3.1. Pencatatan Data 4 II.3.2. Entry Data 4 II.3.3. Clearing data 4 II.3.4. Analisa data 4 BAB III HASIL DAN BAHASAN III.1. KABUPATEN NIAS 6 III.1.1. HASIL TANGKAPAN 6 Total Tangkapan 6 Tangkapan per Alat Tangkap 7 III.1.2. JENIS IKAN 8 III.1.3. CPUE 11 III.1.3. TREND 2008‐2009 13 Trend Tangkapan 13 Trend CPUE 14 III.2. KABUPATEN NIAS SELATAN 15 III.2.1. HASIL TANGKAPAN 15 Total Tangkapan 15
Tangkapan per Alat Tangkap 16 III.2.2. JENIS IKAN 17 III.2.3. CPUE 19 III.2.4. TREND TAHUN 2008‐2009 20 Trend Tangkapan 20 Trend CPUE 20 III.3. KABUPATEN TAPANULI TENGAH 21 III.3.1. HASIL TANGKAPAN 21 Total Tangkapan 21
Tangkapan per Alat Tangkap 22 III.3.2. JENIS IKAN 26
iv
III.3.3. CPUE 28 III.3.4. TREND TAHUN 2008 – 2009 32 Trend Tangkapan 32 Trend CPUE 32 III.4. KABUPATEN MENTAWAI 34 III.4.1. HASIL TANGKAPAN 34 Total Tangkapan 34 Tangkapan per Alat Tangkap 35 III.4.2. JENIS IKAN 37 III.4.3. CPUE 39 III.4.4. TREND TAHUN 2008‐2009 40 Trend Tangkapan 40 Trend CPUE 42 III.5. KOTA BATAM 43 III.5.1. HASIL TANGKAPAN 43 Total Tangkapan 43 Tangkapan per Alat Tangkap 44 III.5.2. JENIS IKAN 45 III.5.3. CPUE 47 III.5.4. TREND TAHUN 2008‐2009 49 Trend Tangkapan 49 Trend CPUE 50 III.6. KABUPATEN NATUNA 50 III.6.1. HASIL TANGKAPAN 50 Total Tangkapan 50 Tangkapan per Alat Tangkap 51 III.6.2. JENIS IKAN 52 III.6.3. CPUE 54 III.6.4. TREND TAHUN 2008‐2009 56 Trend Tangkapan 56 Trend CPUE 57 III.7. KABUPATEN BINTAN 58 III.7.1. HASIL TANGKAPAN 58 Total tangkapan 58 Tangkapan per Alat Tangkap 58 III.7.2. JENIS IKAN 61 III.7.3. CPUE 62 III.7.4. TREND TAHUN 2008‐2009 63 Trend Tangkapan 63 Trend CPUE 64 III.8. KABUPATEN LINGGA 65 III.8.1. HASIL TANGKAPAN 65 Total Tangkapan 65 Tangkapan per Alat Tangkap 66 III.8.2. JENIS IKAN 67
v
III.8.3. CPUE 68 III.8.4. TREND TAHUN 2008‐2009 71 Trend Tangkapan 71 Trend CPUE 71 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1. KESIMPULAN 73 IV.1.1. KABUPATEN NIAS 73 IV.1.2. KABUPATEN NIAS SELATAN 73
IV.1.3. KABUPATEN TAPANULI TENGAH 74 IV.1.4. KABUPATEN MENTAWAI 74 IV.1.5. KOTA BATAM 75 IV.1.6. KABUPATEN NATUNA 75 IV.1.7. KABUPATEN BINTAN 76 IV.1.8. KABUPATEN LINGGA 76
IV.2. SARAN DAFTAR PUSTAKA 78 LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Lokasi Pencatatan Pendaratan Ikan di 8 Kabupaten Lokasi COREMAP II 3Tabel 2. Waktu Pencatatan Data CREEL di 8 Lokasi COREMAP Tahun 2009 4Tabel 3. Total Tangkapan per Bulan di Kabupaten Nias Tahun 2009 6Tabel 4. Jenis Ikan Karang yang Dominan di Kabupaten Nias Tahun 2009 9Tabel 5. Status Pengisian Formulir CREEL di KabupatenNias Selatan 2009 15Tabel 6. Total tangkapan per bulan di kabupaten Nias Selatan tahun 2009 15Tabel 7. Famili ikan karang dominan di Kabupaten Nias Selatan 2009 17Tabel 8. Hasil tangkapan non ikan di kabupaten Nias Selatan 2009 18Tabel 9. Total Tangkapan Per Bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah 21Tabel 10. Jenis Ikan Karang Dominan di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 28Tabel 11. Total Tangkapan per Bulan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2009 34Tabel 12. Jenis Ikan Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2009 38Tabel 13. Total Tangkapan Nelayan per bulan di Kota Batam Tahun 2009 44Tabel 14. Jenis Ikan karang dominan di Kota Batam tahun 2009 46Tabel 15. Total Tangkapan Nelayan per bulan di Kabupaten Natuna Tahun 2009 51Tabel 16. Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Natuna tahun 2009 54Tabel 17. Kondisi cuaca per musim di Kabupaten Bintan 58Tabel 18. Total tangkapan per bulan di Kabupaten Bintan tahun 2009 59Tabel 19. Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Bintan tahun 2009 62Tabel 20. Total Tangkapan Nelayan per bulan di Kabupaten Lingga tahun 2009 66Tabel 21. Jenis Ikan Karang Dominan di Kabupaten Lingga Tahun 2009 67
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tangkapan berdasarkan Alat Tangkap di Kabupaten Nias Tahun 2009 7Gambar 2. Jenis tangkapan dominan di Kabupaten Nias tahun 2009 8Gambar 3. Hasil tangkapan dominan per famili di Kabupaten Nias tahun 2009 10Gambar 4. CPUE Alat Tangkap Dominan di Kabupaten Nias Tahun 2009 11Gambar 5. CPUE Jaring dan Pancing di Kabupaten Nias selama tahun 2009 12Gambar 6. Rata‐Rata Tangkapan nelayan setiap bulan di Kabupaten Nias tahun 2008 dan
2009 13
Gambar 7. CPUE alat tangkap jaring dan pancing di Nias tahun 2008 dan 2009 14Gambar 8. Hasil tangkapan jenis‐jenis ikan dominan di Kabupaten Nias Selatan tahun
2009 18
Gambar 9. CPUE jaring dan pancing di Kabupaten Nias Selatan tahun 2009 19Gambar 10. Rata‐rata tangkapan per bulan di Kabupaten Nias Selatan tahun 2008 dan
2009 20
Gambar 11. CPUE alat tangkap jaring dan pancing tahun 2008 dan 2009 di Kabupaten Nias Selatan
20
Gambar 12. Alat tangkap pancing (kiri) dan alat tangkap gancu (kanan) 22Gambar 13. Jaring panjang (kiri) dan Pukat tepi (kanan) 23Gambar 14. Alat tangkap bubu (kiri) dan tangguk (kanan) 25Gambar 15. Alat tangkap speargun. Untuk menangkap ikan dengan alat ini dibutuhkan
kemampuan menyelam dengan hanya menggunakan masker 26
Gambar 16. Tangkapan per famili dominan di 3 desa di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2009
26
Gambar 17. Hasil tangkapan udang rebon dari desa Sitardas (kiri). Udang rebon yang sedang dijemur (kanan)
27
Gambar 18. Grafik CPUE Alat Tangkap Pukat Tepi di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009
28
Gambar 19. Grafik CPUE Alat Tangkap Jaring di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 29Gambar 20. Grafik CPUE alat tangkap Pancing di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 30Gambar 21. Grafik CPUE Alat Tangkap Bubu di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 31Gambar 22. Grafik CPUE alat tangkap tangguk di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 31Gambar 23. Grafik CPUE Alat Tangkap Speargun di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 31Gambar 24. Rata‐rata tangkapan per bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2008 dan
2009 32
Gambar 25. Grafik trend CPUE alat tangkap pukat tepi, jaring dan pancing di Kabupaten Tapanuli Tengah
33
Gambar 26. Total Tangkapan per Alat Tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2009 35Gambar 27. Beberapa jenis Alat Tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 36Gambar 28. Hasil Tangkapan Dominan per Famili di Kabupaten Kepulauan Mentawai
Tahun 2009 37
Gambar 29. Jenis‐jenis Ikan Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 39Gambar 30. CPUE Alat Tangkap Dominan Tahun 2009 di Kabupaten Kepulauan Mentawai 39Gambar 31. Tangkapan Rata‐rata per bulan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun
2008 dan 2009 41
Gambar 32. CPUE Alat Tangkap Jaring Tahun 2008 dan 2009 42Gambar 33. CPUE Alat Tangkap Pancing Tahun 2008 dan 2009 42Gambar 34. Enam Jenis tangkapan dominan berdasarkan famili di Kota Batam 2009 45
viii
Gambar 35. Gambar Ikan karang dominan di Kota Batam 2009 47Gambar 36. Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Dominan di Kota Batam Tahun 2009 47Gambar 37. Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Dominan Per Bulan Tahun 2009 di Kota
Batam 49
Gambar 38. Perbandingan Rata‐rataTotal Tangkapan Nelayan Tahun 2008 dan 2009 di Kota Batam
49
Gambar 39. Trend CPUE Jaring, Pancing dan Candit Tahun 2008 dan 2009 di Kota Batam 50Gambar 40. Lima Jenis tangkapan dominan berdasarkan famili di Kabupaten Natuna
2009 53
Gambar 41. Gambar Ikan karang dominan yang teridentifikasi 54Gambar 42. Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Dominan Tahun 2009 di Kabupaten Natuna 55Gambar 43. Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Dominan di Kab. Natuna Tahun 2009 56Gambar 44. Perbandingan Rata‐rata Total Tangkapan Nelayan Tahun 2008 dan 2009 di
Kabupaten Natuna 57
Gambar 45. CPUE Jaring, Pancing Tunda dan Pancing ulur di Kabupaten Natuna Tahun 2008 dan 2009
57
Gambar 46. Rawai hiu (kiri) dan rawai ikan (kanan) 60Gambar 47. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan tahun 2009 63Gambar 48. Total tangkapan nelayan perbulan di Kabupaten Bintan tahun 2008 dan 2009 64Gambar 49. Trend CPUE dari beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan tahun 2009 65Gambar 50. Jenis alat tangkap dominan yang memberikan kontribusi terbesar kepada total
tangkapan 66
Gambar 51. Jenis tangkapan di Kabupaten Lingga tahun 2009 68Gambar 52. CPUE beberapa alat tangkap dominan di Kabupaten Lingga 69Gambar 53. CPUE beberapa alat tangkap dominan d Kabupaten Lingga 70Gambar 54. Trend rata‐rata tangkapan per bulan tahun 2008‐2009 di kabupaten Lingga 71Gambar 55. CPUE alat tangkap dominan di kabupaten Lingga tahun 2008 dan 2009 72
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Terumbu Karang merupakan ekosistem khas daerah tropika. Ekosistem ini mempunyai peranan yang penting dari sisi ekologi, ekonomi dan estetika. Secara ekologi, ekosistem ini berfungsi sebagai pelindung pantai, sumber perikanan serta sumber nutrisi bagi biota yang hidup di dalamnya. Dari sisi ekonomi, ekosistem ini merupakan sumber mata pencaharian bagi nelayan, sumber pendapatan (penghasil kapur, bahan bangunan) dan dapat menghasilkan devisa bagi pengusaha wisata bahari. Dari segi estetika, terumbu karang memiliki keindahan bawah laut yang menjadi aset pariwisata. Selama ini terumbu karang banyak dimanfaatkan nelayan sebagai sumber mata pencaharian. Ikan karang dan biota lainnya seperti udang, teripang, kerang‐kerangan merupakan sumber penghasilan para nelayan. Direktorat Jendral Perikanan, 1991 (dalam Dahuri, et al., 1996) memperkirakan bahwa potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di Indonesia adalah sebesar 80.802 ton/km2/th dengan luas total terumbu karang lebih kurang 50.000 km2. Sangat disayangkan bahwa untuk mendapatkan ikan dan biota lainnya para nelayan masih menggunakan teknik‐teknik penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Penangkapan ikan dengan menggunakan bubu, lampara dasar, kelong, gillnet, racun dan bom masih terus berlangsung. Akibatnya kerusakan terumbu karang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dari 985 stasiun yang tercatat sampai dengan tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 5,48 % terumbu karang di Indonesia dalam kondisi sangat baik. Melihat keadaan terumbu karang yang cukup memprihatinkan itu, berbagai usaha telah dilakukan, diantaranya adalah program nasional rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP). Tujuan utama program ini adalah untuk pengelolaan pemanfaatan sumber daya terumbu karang yang berkelanjutan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya COREMAP untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan yang dikenal sebagai Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL). Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui perubahan‐perubahan yang terjadi dari sudutpandang masyarakat. Perubahan‐perubahan itu meliputi: hasil tangkapan, jenis‐jenis yang tertangkap, penggunaan alat tangkap serta melihat CPUE. Dengan pendekatan CREEL, maka masyarakat nelayan diharapkan dapat secara mandiri berupaya untuk menjaga kelestarian
2
sumberdaya ikan dan terumbu karang demi menjamin penghasilan dan usaha penangkapan ikan agar keperluan mereka terpenuhi secara terus menerus.
I.2. TUJUAN
Survey CREEL ini bertujuan untuk mengetahui : • Hasil tangkapan, • Jenis‐jenis yang tertangkap, • Catch Per Unit Effort (CPUE)
I.3. LUARAN
Hasil pemantauan CREEL ini sangat berguna untuk menetapkan kebijakan pengelolaan perikanan ke depan, khususnya di lokasi COREMAP. Misalnya: pengaturan penggunaan alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan serta melihat pengaruh Daerah Perlindungan Laut (DPL).
3
BAB II METODOLOGI
Pemantauan Perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan survei terpadu yang terdiri dari berbagai komponen COREMAP. Komponen CBM yang terdiri dari motivator desa, LPSTK bahkan masyarakat umum berperan sebagai pencatat. CRITC kabupaten/kota berperan sebagai pengumpul data yang telah diambil oleh pencatat di setiap lokasi pencatatan dan menganalisis data tersebut untuk lingkup desa. CRITC Pusat berperan dalam menganalisis data dalam lingkup kabupaten. Oleh karena itu keberhasilan survei CREEL ini sangat tergantung pada peran masing‐masing komponen tersebut. II.1. LOKASI PENDATAAN
Survei CREEL tahun 2009 dilakukan di 8 Kabupaten di wilayah COREMAP ADB. Desa yang dipilih untuk survei CREEL telah disepakati oleh masing‐masing daerah pada waktu suvey awal (Lampiran 1). Untuk setiap Kabupaten/Kota, lokasi survei CREEL tidaklah sama, tergantung kesepakatan dengan para pencatat. Jumlah desa dan lokasi pendaratan ikan untuk melakukan survei CREEL dirangkum pada Tabel 1. Di bawah ini. Tabel 1. Lokasi Pencatatan Pendaratan Ikan di 8 Kabupaten Lokasi COREMAP II
No Kabupaten/Kota Jumlah Desa
Pencatatan Creel Jumlah Lokasi
Pencatatan Creel 1 Kabupaten Mentawai 5 7
2 Kabupaten Tapanuli Tengah 3 43 Kabupaten Nias 8 84 Kabupaten Nias Selatan 4 45 Kabupaten Lingga 7 76 Kabupaten Bintan 7 77 Kota Batam 7 78 Kabupaten Natuna 9 9 Jumlah 50 53
II.2. WAKTU PENDATAAN
Pencatatan pendaratan ikan dilakukan setiap bulan selama 3 hari berturut‐turut. Pada tahun 2009 pencatatan data CREEL di masing‐masing lokasi bervariasi seperti yang tertera pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Waktu Pencatatan Data CREEL di 8 Lokasi COREMAP Tahun 2009
No Kabupaten/Kota Waktu Pencatatan Data
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov
1 Mentawai 2 Tapanuli Tengah 3 Nias 4 Nias Selatan 5 Lingga 6 Bintan ‐ 7 Batam 8 Natuna
II.3. CARA KERJA
II.3.1. Pencatatan Data Pencatatan Data CREEL dilakukan oleh para nelayan yang ada di masing‐masing desa. Sebelumnya CRITC Pusat telah melakukan pelatihan kepada para pencatat. Pengambilan data dilakukan selama tiga hari berturut‐turut setiap bulannya dengan mengisi Formulir 2 dan 3. Pengisian formulir mengikuti buku “Pedoman Lapangan Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat”. Responden yang didata adalah nelayan yang cenderung menangkap ikan karang. Jumlah responden umumnya adalah 10% ‐ 30% dari seluruh nelayan terumbu karang di suatu lokasi pendataran ikan.
II.3.2. Entry Data
Proses entri data dimulai dengan menyiapkan template CREEL yang merupakan aplikasi berbasis Excel. Data yang dimasukkan setiap bulan adalah data formulir 2 pada menu Hasil Tangkapan dan formulir 3 pada menu catatan harian. Pada proses entry data ini banyak sekali human error, sehingga data yang sudah dimasukkan di dalam aplikasi CREEL harus dibersihkan (clearing data).
II.3.3. Clearing Data
Dari hasil entri data, umumnya masih ditemukan beberapa kesalahan dalam memasukkan data‐data CREEL. Sebagian besar kesalahan terletak pada Inkonsistensi dalam penulisan jenis ikan maupun jenis alat tangkap. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kesalahan pada hasil analisa data. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan Clearing Data agar data yang dimasukkan dapat dianalisa secara benar. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas Find and Replace.
II.3.4. Analisa Data
Data yang telah ‘bersih’ dalam aplikasi CREEL siap untuk dianalisa. Variabel yang diamati adalah: total tangkapan; tangkapan nelayan; tangkapan per alat tangkap, jenis tangkapan dan Catch Per Unit Effort. Data yang telah dianalisa ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik atau
5
diagram. Untuk melihat trend perikanan di masing‐masing kabupaten/kota, data terkini dibandingkan dengan data pada tahun sebelumnya.
6
BAB III HASIL DAN BAHASAN
III.1. KABUPATEN NIAS III.1.1. HASIL TANGKAPAN
Total Tangkapan Pemantauan pendaratan ikan di wilayah COREMAP Nias pada tahun 2009 dilakukan di 8 lokasi COREMAP yang tersebar di Kecamatan Sawo dan Lahewa selama 12 bulan berturut‐turut, yaitu mulai bulan Januari ‐ Desember. Hasil pemantauan menunjukkan total tangkapan ikan sebesar 18.746,65 Kg, dengan rata‐rata tangkapan sebesar 283,07 kg/bulan. Rata‐rata tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Januari, yaitu 585,5 kg. Total tangkapan per bulan selama tahun 2009 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Total Tangkapan per Bulan di Kabupaten Nias Tahun 2009
Bulan Total
Tangkapan 3 hari (kg)
Jumlah Lokasi Pendaratan
Rerata Tangkapan (kg/bulan)
Januari 585,5 1 585.50
Februari 160,5 1 160.50
Maret 256 1 256.00
April 161 1 161.00
Mei 1.971,7 8 246.46
Juni 1.929 8 241.13
Juli 2.269,05 8 283.63
Agustus 1.566,8 8 195.85
September 2.007,3 8 286.76
Oktober 2.341,3 8 292.66
November 2.637,7 8 329.71
Desember 2.860,8 8 357.60
Total 18.746,65 52 283,07 Sumber : Data CREEL,2009
Fluktuasi yang terjadi pada hasil tangkapan setiap bulannya dimungkinkan karena adanya perbedaan cuaca pada saat pengambilan data. Menurut catatan harian (formulir 3) pada saat pengambilan data pada bulan Januari, cuaca pada umumnya baik dengan kondisi ombak kecil sampai sedang, sehingga jumlah nelayan yang melaut cukup banyak dengan hasil yang tinggi (585,5 kg). Sebaliknya pada bulan Februari jumlah nelayan yang melaut jauh menurun karena ombak besar dan badai. Hal ini berdampak pada rata‐rata tangkapan yang berada pada level paling rendah selama
tahun 2009, yaitu 160,5 kg. Sedangkan pada bulan‐bulan berikutnya, rata‐rata tangkapan nelayan terlihat stabil dengan tren terus mengalami peningkatan dalam kisaran 195 – 357,6 kg. Tangkapan per Alat Tangkap Para nelayan di wilayah COREMAP Kabupaten Nias pada umumnya masih menggunakan alat tangkap tradisional seperti pancing, jaring, tombak dan pukat tepi. Data yang diperoleh selama tahun 2009 menunjukkan bahwa pancing memiliki total tangkapan paling tinggi sebesar 10.207,25 kg, dengan rata‐rata 850,6 kg/bulan. Sedangkan jaring memiliki total tangkapan sebesar 7824,8 kg, dengan rata‐rata 652,06 kg/bulan. Total tangkapan berdasarkan alat tangkap selama tahun 2009 selengkapnya disajikan pada Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Tangkapan berdasarkan Alat Tangkap di Kabupaten Nias Tahun 2009 Pancing dan jaring memiliki produktivitas paling tinggi (10.207,25 kg dan 7824,8 kg) karena merupakan alat tangkap yang umum terdapat di semua lokasi survei, dan digunakan sepanjang tahun. Pancing lebih banyak digunakan untuk menangkap ikan‐ikan pelagis berukuran besar seperti Tongkol sure (Euthynnus affinis), Hambu‐hambu (Katsuwonus pelamis) dan Tongkol kodo (Auxis thazard) ketiga jenis tersebut termasuk kedalam falimi Scombridae. Selain itu ikan‐ikan karang seperti jenis kerapu (Serranidae), kakap (Lutjanidae), dan lencam (Lethrinidae) juga ditangkap dengan pancing. Jaring lebih banyak digunakan untuk menangkap ikan‐ikan karang, ikan pantai, dan ikan pelagis berukuran kecil seperti Mburu, Gaso‐aso dan Ziwako (Clupeidae), Fina‐fina (Parupeneus chrysopleuron, Mullidae), ikan terbang (Exocoetidae), dan Gambolo (Rastrelliger sp., Scombridae). Para nelayan rata‐rata memiliki 1 – 10 pcs jaring dengan ukuran mata jaring
7
berkisar antara 1 – 3,5 inci, namun pada saat melaut, nelayan biasanya hanya membawa 2 ‐ 5 pcs jaring. Alat tangkap tombak/gancu digunakan para nelayan di Nias untuk menangkap gurita (Octopus sp.), dan ikan‐ikan karang diurnal seperti jenis Scarus sp. (Scaridae). Sedangkan pukat tepi khusus digunakan untuk menangkap ikan‐ikan pantai, terutama dari famili Clupeidae.
III.1.2. JENIS IKAN
Berdasarkan data hasil tangkapan di Kabupaten Nias selama tahun 2009, diperoleh 157 jenis ikan dan 3 jenis non‐ikan (Loligo sp., Octopus sp., dan Panulirus sp.). Hasil tangkapan di dominasi oleh jenis ikan Mburu (Clupeidae), dengan total tangkapan sebesar 3.089 kg (16,48%). Jenis ikan karang tertinggi yaitu ikan fina‐fina (Parupeneus chrysopleuron, Mullidae) sebesar 524,7 kg (2,8%). Sedangkan gurita (Octopus sp.) merupakan jenis non‐ikan dengan tangkapan tertinggi sebesar 521,2 kg (2.78%). Jenis tangkapan tangkapan dominan di Kabupaten Nias pada tahun 2009 selengkapnya ditampilkan pada Gambar 2 berikut :
Gambar 2. Jenis tangkapan dominan di Kabupaten Nias tahun 2009 Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2009, hasil tangkapan di kabupaten Nias didominasi oleh jenis ikan‐ikan pelagis dan ikan pantai (marine‐coastal fish). Hasil tangkapan tertinggi yaitu ikan pantai berukuran kecil yang dalam bahasa lokal disebut “mburu”. Ikan mburu ditemukan di hampir semua lokasi survei, terutama pada bulan Oktober – Desember, kecuali di desa Sawo, Sifahandro, dan Balefadorotuho Biasanya ikan ini ditangkap di sekitar perairan pantai dengan menggunakan jaring dan pukat tepi. Dalam sekali melaut, nelayan dapat menangkap ikan mburu sebanyak 5 – 160 kg. Berdasarkan morfologinya, mburu diidentifikasi termasuk dalam famili Clupeidae. Menurut keterangan DEWEY (2006), famili Clupeidae terdiri dari 216 spesies ikan yang beberapa diantaranya bernilai ekonomis penting seperti ikan sarden/lemuru (Sardinella sp.). Sebagian besar
8
9
spesiesnya merupakan ikan tropis yang ditemukan di laut, dan beberapa di air tawar. Ikan‐ikan dari famili Clupeidae merupakan plankton‐feeder berukuran kecil sampai sedang, antara 2 – 75 cm, dan biasanya bergerombol dalam kawanan besar (schooling). Ikan karang yang memiliki hasil tangkapan tertinggi yaitu fina‐fina (Parupeneus chrysopleuron, Mullidae) sebesar 524,7 kg. Selain itu, jenis ikan Barasu (Lethrinus miniatus, Lethrinidae) dan Gori‐gori (Lutjanus decussatus, Lutjanidae) juga memiliki hasil tangkapan yang cukup tinggi, masing‐masing sebesar 140,2 kg dan 111 kg. Dari keseluruhan tangkapan, terdapat 52 spesies ikan karang yang berhasil teridentifikasi, namun yang hasilnya cukup signifikan hanya 10 spesies seperti yang tersaji dalam Tabel 4 berikut :
Tabel 4. Jenis Ikan Karang yang Dominan di Kabupaten Nias Tahun 2009
No. Famili Spesies Nama lokal
Hasil tangkapan (kg)
1. Mullidae Parupeneus chrysopleuron Fina‐fina 524.7
2. Lethrinidae Lethrinus miniatus Barasu 140.2
3. Lutjanidae Lutjanus decussatus Gori‐gori 111
4. Lutjanidae Lutjanus sp. Ramung 91
5. Haemulidae Plectorhinchus chrysotaenia
Ramu 88.5
6. Serranidae Epinephelus spilotoceps Gorafu 53
7. Lutjanidae Lutjanus fulvus Gadafa 49.1
8. Acanthuridae Acanthurus lineatus Sai 48.5
9. Caesionidae Caesio teres Lubi 46.5
10. Lethrinidae Lethrinus ornatus Galebu 45.6 Sumber : Data CREEL, 2009
Apabila ditinjau berdasarkan famili, hasil tangkapan di Nias didominasi oleh dua famili yaitu Scombridae dan Clupeidae. Hasil tangkapan dominan berdasarkan famili
Gambar 3. Hasil tangkapan dominan per famili di Kabupaten Nias tahun 2009 terlihat bahwa 2 famili paling dominan terdiri dari famili ikan pelagis (Scombridae), dan famili ikan pantai (Clupeidae) dengan total tangkapan berkisar antara 4 – 5 ton (Gambar 3). Sedangkan famili ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang (Carangidae), jumlahnya hanya sekitar 2 ton. Total tangkapan famili ikan karang target ternyata hanya di bawah 1 ton, antara lain Serranidae (872 kg) dan Mullidae (537.7 kg). Hal ini dimungkinkan karena para nelayan di Nias, terutama di Kecamatan Lahewa lebih banyak menangkap di perairan lepas untuk mencari ikan‐ikan pelagis besar seperti ikan tongkol (Scombridae) dengan menggunakan perahu bermotor tempel ukuran 1 – 5.5 PK. Tangkapan ikan pelagis ini dianggap lebih menguntungkan bagi nelayan karena permintaan pasar di Nias untuk ikan‐ikan pelagis relatif lebih tinggi daripada ikan‐ikan karang. Selain itu ukuran ikan pelagis relatif lebih besar, dan harganya cukup tinggi. Misalnya ikan tongkol sure (Euthynnus affinis) yang berukuran 2 – 3 kg/ekor, dijual seharga Rp. 10.000 – 15.000/kg. Selain itu, preferensi penangkapan ikan pelagis ini terjadi dimungkinkan karena sejak terjadinya gempa besar tahun 2005 yang lalu, kondisi terumbu karang di Nias mengalami penurunan yang signifikan, sehingga berpengaruh pada hasil tangkapan ikan‐ikan karang. Data CREEL yang diperoleh pada tahun 2008 juga menunjukkan bahwa tangkapan nelayan di Nias selalu didominasi oleh famili ikan pelagis seperti famili Scombridae dan Exocoetidae. Khusus untuk famili ikan terbang (Exocoetidae) merupakan ikan spesifik yang populasinya cukup banyak terdapat di wilayah Teluk Sawo (pesisir timur Nias) dan banyak ditangkap oleh nelayan di wilayah ini (WIDAYATUN et.al, 2007).
10
III.1.3. CPUE Hasil analisa CPUE atau penangkapan per unit usaha pada alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Nias tahun 2009 dapat dilihat pada gambar 4 berikut:
Gambar 4. CPUE Alat Tangkap Dominan di Kabupaten Nias Tahun 2009 Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa CPUE tertinggi diperoleh dari alat tangkap jaring, yaitu 18,95 kg/hari. Sedangkan pancing yang memiliki rata‐rata tangkapan tertinggi (Gambar 3), hanya mempunyai nilai CPUE sebesar 8,92 kg/hari, masih di bawah CPUE pukat tepi (13,27 kg/hari). Alat tangkap jaring dan pukat tepi memiliki nilai CPUE yang lebih tinggi karena memiliki efektivitas penangkapan yang baik. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki konstruksi dasar berbentuk net, yang memungkinkan penangkapan ikan dalam jumlah yang besar setiap kali melaut. Target alat tangkap jaring dan pukat tepi biasanya merupakan ikan‐ikan pelagis kecil atau ikan pantai yang berkarakter schooling (bergerombol) seperti dari famili Clupeidae atau Exocoetidae, sehingga setiap kali menarik jaring atau pukat, ikan yang tertangkap jumlahnya dapat mencapai ratusan dengan berat lebih dari 100 kg. Nilai CPUE alat tangkap utama di Nias berfluktuasi setiap bulannya. Hasil analisa CPUE jaring dan pancing setiap bulannya memperlihatkan bahwa nilai CPUE alat tangkap jaring mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Pada bulan Januari dan Maret, nilai CPUE sangat tinggi dibandingkan bulan‐bulan lainnya yaitu 49,75 dan 96 kg/hari (Gambar 5). Hal ini dikarenakan pada bulan‐bulan tersebut nelayan yang diambil datanya lebih sedikit, namun hasil tangkapannya tinggi. Pada bulan Agustus, nilai CPUE jaring hanya 8,85 kg/hari. Hal ini dikarenakan pada saat itu merupakan musim pancaroba, dimana kondisi perairan berfluktuasi sehingga berpengaruh pada tangkapan nelayan
11
secara umum. Keadaan ini dapat dilihat dari rata‐rata tangkapan nelayan per hari pada bulan Agustus, dimana pada bulan ini tangkapan nelayan mencapai nilai terendah yaitu 7,68 kg/hari. Sedangkan pada bulan‐bulan berikutnya, nilai CPUE relatif stabil dalam kisaran 13,99 – 24,39 kg/hari.
Gambar 5. CPUE Jaring dan Pancing di Kabupaten Nias selama tahun 2009 Pada alat tangkap pancing, nilai CPUE berfluktuasi dalam kisaran 7,92 – 17,57 kg/hari. Nilai tertinggi diperoleh pada bulan Januari, dan terendah pada bulan September. Secara umum nilai CPUE mengalami tren penurunan dari bulan Januari sampai September, kemudian berangsur‐angsur meningkat di Bulan November dan Desember, walaupun nilainya masih lebih rendah dari bulan Februari (10,67 kg/hari). Dari data ini dapat dicermati bahwa pada musim tenang (Januari – Juni), penggunaan pancing dapat lebih efektif dipengaruhi kondisi lingkungan dan perairan yang lebih baik. Sedangkan pada musim badai (September – Desember) penggunaan pancing menurun dalam fluktuasi yang relatif stabil (7 – 10 kg/hari) terkait dengan waktu nelayan melaut yang lebih singkat karena kondisi lingkungan
12
dan perairan yang tidak memungkinkan, sehingga hasil tangkapan per hari juga menurun yang mempengaruhi nilai CPUE. Karakteristik nelayan di Nias adalah penggunaan lebih dari satu alat tangkap dalam sekali melaut. Misalnya jaring dan pancing, atau jaring dan tombak yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Jaring biasanya menjadi alat tangkap utama, sedangkan pancing atau tombak sebagai alat tangkap sekunder. Hal ini berarti apabila nelayan telah selesai menjaring dan hasilnya cukup banyak, mereka tidak akan menggunakan pancing atau tombak. Tetapi sebaliknya, bila hasil menjaring tidak cukup baik, mereka akan mengalihkan sasarannya mendekati terumbu karang untuk memancing. Hal ini paling nyata terlihat dari nilai CPUE pada bulan Maret, dimana pada saat hasil jaring mengalami kenaikan yang signifikan dari bulan Januari (96 kg/hari), ternyata CPUE pancing menurun 6 poin menjadi 10,67 kg/hari.
III.1.3. TREND TAHUN 2008‐2009
Trend Tangkapan Pemantauan pendaratan ikan di daerah‐daerah COREMAP Kabupaten Nias telah dilakukan pada tahun 2008. Perbandingan rata‐rata tangkapan per per bulan antara tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:
Gambar 6. Rata‐Rata Tangkapan nelayan setiap bulan di Kabupaten Nias tahun 2008 dan 2009 Dari Gambar 6 terlihat bahwa ada penurunan rata‐rata tangkapan per bulan di tahun 2009. Penurunan hasil tangkapan ini dimungkinkan karena pada tahun 2009 tidak ditemukan adanya ikan yang mendominasi hasil tangkapan seperti di tahun 2008 yang merupakan musim ikan jabung
13
(Aluterus monoceros). Pada saat itu hampir semua nelayan beralih menangkap ikan jabung. Kemunculan ikan ini mendominasi hasil tangkapan di Kabupaten Nias selama tahun 2008, yaitu mencapai 34,7% dari keseluruhan tangkapan. Sedangkan pada tahun 2009 hasil tangkapan cukup merata, dengan hasil tertinggi ikan mburu (Clupeidae), yang hanya sebesar 16,5% dari hasil tangkapan. Trend CPUE Perbandingan CPUE alat tangkap jaring dan pancing di Nias pada tahun 2008 dan 2009 ditampilkan pada Gambar 7 berikut :
Gambar 7. CPUE alat tangkap jaring dan pancing di Nias tahun 2008 dan 2009 Histogram di atas menunjukkan bahwa CPUE alat tangkap jaring di Nias pada tahun 2009 (18,95 kg/hari) lebih rendah dari tahun 2008 (21,53 kg/hari). CPUE pancing juga mengalami penurunan sebesar +/‐ 3 poin dari 12,08 kg/hari pada tahun 2008 menjadi 8,92 kg/hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai CPUE jaring telah mencapai titik optimal (tertinggi), dan kini mengalami tren penurunan. Untuk itu diperlukan pengelolaan perikanan tangkap yang intensif dan berkelanjutan dalam rangka menjaga produktivitas dan kontinuitas stok sumber daya ikan di Kabupaten Nias.
14
15
III.2. KABUPATEN NIAS SELATAN
Survei CREEL Kabupaten Nias Selatan dilakukan sejak bulan Januari – Desember 2009. Namun dari 4 desa yang disurvey, hanya desa Botohilitano dan desa Hayo yang datanya memungkinkan untuk dianalisa berdasarkan kelengkapan data dan penilaian validasi data (Tabel 5)
Tabel 5. Status Pengisian Formulir CREEL di KabupatenNias Selatan 2009
Lokasi Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Botohilitano
Sifituewali
Hayo
Luaha Idano Pono
III.2.1. HASIL TANGKAPAN
Petugas pencatat data CREEL di desa Botohilitano adalah 3 orang, sedangkan di desa Hayo 1 orang. Jumlah responden seluruhnya dari kedua desa tersebut adalah 100 orang.
Total Tangkapan Total tangkapan adalah jumlah keseluruhan hasil tangkapan responden dengan berbagai alat tangkap selama setahun dalam satuan berat (Kilogram). Total tangkapan selama setahun disarikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Total tangkapan per bulan di kabupaten Nias Selatan tahun 2009
Bulan Tangkapan
3 hari berturut‐turut (Kg)
JumlahLokasi
Pendaratan
Rerata tangkapan (kg/bulan)
Musim
Januari 720.3 2 360,15 Baik Februari 883.4 2 441,7 Baik Maret 1169 2 584,5 Baik April 989.1 2 494,55 PancarobaMei 880.7 2 440,35 PancarobaJuni 1910.6 2 955,3 Badai Juli 2056.5 2 1028,25 Badai Agustus 2392.2 2 1196,1 Badai September 1678.5 2 839,25 Badai Oktober 1745.9 2 872,95 TenangNovember 2161.1 2 1080,55 TenangDesember 2239.5 2 1119,75 TenangTotal 18826.8 12 784,45
Sumber : data CREEL, 2009
16
Dari tabel diatas terlihat bahwa total tangkapan terendah di bulan Januari dengan jumlah 720.3 Kg, sedangkan tertinggi ada di bulan Agustus dengan perolehan 2392, 2 Kg. Nilai total tangkapan terlihat cenderung meningkat dari awal tahun hingga akhir tahun 2009. Jika dihubungkan dengan musim, maka seharusnya bulan Januari – Maret merupakan musim yang bagus untuk aktivitas melaut, tetapi justru hasil tangkapan yang tercatat terlihat minimal. Selanjutnya di bulan April – Mei masuk ke dalam musim pancaroba. Bulan Juni – September sedang berlangsung musim badai, namun hasil tangkapannya justru tertinggi. Akhir tahun di bulan Oktober hingga Desember merupakan musim tenang yang cukup baik untuk aktivitas nelayan melaut. Uraian di atas menunjukkan bahwa musim tidaklah begitu mempengaruhi aktivitas nelayan melaut, karena hasil pencatatan justru berbanding terbalik dengan kondisi musim. Hal ini menjadi catatan apakah memang telah terjadi pergeseran musim akibat pengaruh iklim global, ataukah ada faktor‐faktor lain yang menyebabkan pergeseran jumlah tangkapan nelayan.
Tangkapan per Alat Tangkap Tangkapan per alat tangkap adalah hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan alat tangkap tertentu dalam satuan berat (kilogram). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Nias Selatan di tahun 2009 masih sama dengan alat tangkap yang digunakan pada tahun 2008 yaitu: jaring, pancing, fondaru/speargun dan jaring lingkar. Hasil tangkapan dari masing‐masing alat tangkap adalah sebesar 6460,5 kg untuk jaring, 10328,9 kg untuk pancing, 277 kg untuk fondaru dan 1760,4 kg untuk jaring lingkar. Alat tangkap yang digunakan sepanjang tahun (dominan) ialah jaring dan pancing. Alat tangkap ini bukan merupakan alat tangkap spesifik seperti halnya fondaru dan jaring lingkar. Jaring lingkar umumnya digunakan sepanjang tahun oleh nelayan di desa Botohilitano. Rata‐rata hasil tangkapan jaring lingkar berkisar antara 4.5 Kg (Februari) – 749 Kg (Oktober). Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap lobster setiap bulan, kecuali pada bulan Januari dan April. Pada bulan Agustus sampai November, jaring lingkar juga digunakan untuk menangkap ikan kafe‐kafe (Psenopsis humerosa. Jenis‐jenis tangkapannya antara lain: gadamato, galu, gauho, hambu‐hambu, ikan kali (Megalaspis cordyla), kafe‐kafe (Psenopsis humerosa), layur (Trichurus lepturus), lobster, tenggiri (Scomberomorus commerson), toda (Tylosurus sp.), urolase/udang‐udangan. Di desa Hayo, jaring linggar tidak digunakan oleh nelayan setempat.
17
Fondaru (speargun) digunakan oleh nelayan di desa Hayo dan Botohilitano. Alat tangkap biasanya dipergunakan untuk menangkap gurita. Di desa Hayo, rata‐rata hasil tangkapan fondaru berkisar antara 13.8 Kg (Mei) – 53.4 Kg (Maret), sebagian besar tangkapan adalah gurita atau sekitar 90% dari total tangkapan, sedangkan sisanya terdiri dari ikan hoa (Kyphosus sp.) dan nawi (Scarus forsteni, Scarus quoyi, Scarus rivulatus). Fondaru tidak digunakan di bulan Juli – Agustus – September, kemungkinan karena pengaruh musim badai sehingga sulit untuk menangkap gurita. Desa Botohilitano fondaru hanya digunakan pada bulan Mei dengan hasil yang relatif kecil (gurita ‐ 4 Kg).
III.2.2. JENIS IKAN
Hasil tangkapan nelayan di kabupaten Nias Selatan terdiri dari 80 jenis ikan, 66 jenis ikan telah teridentifikasi, 14 belum teridentifikasi dan 4 jenis tangkapan non ikan. Ikan‐ikan yang teridentifikasi terdiri dari ikan pelagis (Centrolophidae, Istiophoridae, Trichuridae, Coryphaenidae, Scombridae, Sphyraenidae) dan ikan‐ikan karang maupun yang berasosiasi dengan terumbu karang serta ikan‐ikan habitat pesisir (Tabel 7). Tabel 7. Famili ikan karang dominan di Kabupaten Nias Selatan 2009
No Famili Berat (Kg) Golongan1 Carangidae 3512.9 Asosiasi2 Monacanthidae 1107.5 Asosiasi3 Priacanthidae 604.5 Ikan karang4 Serranidae 415.9 Ikan karang5 Lethrinidae 358.3 Ikan karang6 Lutjanidae 349.5 Ikan karang7 Polynemidae 283 Pesisir8 Ariidae 181 Pesisir9 Kyphosidae 67.2 Ikan karang10 Belonidae 52 Pesisir11 Mullidae 27.4 Ikan karang12 Scaridae 26.4 Ikan karang13 Nemipteridae 22.4 Ikan karang14 Balistidae 6 Ikan karang15 Caesionidae 5.1 Ikan karang
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa terdapat 6 jenis ikan yang mendominasi tangkapan nelayan berdasarkan jumlah berat (kg) masing‐masing jenis ( Gambar 8). Dua jenis ikan dominan yang merupakan ikan asosiasi terumbu karang dan ikan karang ialah: Megalaspis cordyla (ikan kali; nama lokal – family Carangidae) dan Aluterus monoceros (Kapi‐kapi – Monacanthidae). Sedangkan empat jenis ikan dominan lainnya merupakan ikan pelagis yaitu: Psenopsis humerosa (kafe‐kafe – Centrolophidae),
Scomberomorus commerson (tenggiri – Scombridae), ikan layar – Istiophoridae dan Trichurus lepturus (layur – Trichuridae).
Gambar 8. Hasil tangkapan jenis‐jenis ikan dominan di Kabupaten Nias Selatan tahun 2009 Ikan kali (Megalaspis cordyla), kapi‐kapi (Aluterus monoceros), kafe‐kafe (Psenopsis humerosa), layur (Trichurus lepturus) dan Kapi‐kapi (Aluterus monoceros) merupakan hasil tangkapan di desa Botohilitano. Ikan kapi‐kapi dikenal sebagai ikan karang yang berkoloni dan relatif mudah ditangkap dengan jaring lingkar. Hasil tangkapan non ikan antara lain: gurita, lobster, udang kelong dan urolase (udang‐udangan). Perolehannya dapat terlihat pada tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Hasil tangkapan non ikan di kabupaten Nias Selatan 2009
Non Ikan
1 Gurita 253.4
2 Lobster 407.9
3 Udang Kelong 112
4 Urolase 207
Total 980.3
18
III.2.3. CPUE CPUE adalah hasil tangkapan per unit usaha. Alat tangkap dominan yang digunakan sepanjang tahun yaitu jaring dan pancing. Hasil tangkapan nelayan per unit usaha (CPUE) untuk jaring dan pancing selama tahun 2009 terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9. CPUE jaring dan pancing di Kabupaten Nias Selatan tahun 2009 Nilai CPUE jaring terendah di bulan April (6,166 kg), tertinggi di bulan Desember (99,08 kg) dengan rata‐rata sebesar 39,82 kg. Nilai CPUE pancing terendah di bulan Januari (7,78 kg), tertinggi di bulan Juni (15,47 kg), dengan rata‐rata sebesar 11, 93 Kg.
19
III.2.4 TREND TAHUN 2008‐2009 Di tahun 2008 Kabupaten Nias Selatan memulai program CREEL sejak 4 bulan terakhir yaitu pada bulan Agustus sampai bulan November di 5 desa terpilih. Untuk melihat trend antara 2008 dan 2009, maka data yang tercatat tahun 2008 disesuaikan dengan data tahun 2009, yaitu hanya diambil dari 2 desa (Botohilitano dan Hayo). Trend Tangkapan
Gambar 10. Rata‐rata tangkapan per bulan di Kabupaten Nias Selatan tahun 2008 dan 2009 Gambar 10 memperlihatkan memperlihatkan bahwa rata‐rata tangkapan nelayan di tahun 2009 meningkat dari 730 kg/bulan menjadi 784, 45 kg/bulan atau meningkat sebesar 54, 45 kg.
Trend CPUE
Gambar 11. CPUE alat tangkap jaring dan pancing tahun 2008 dan 2009 di Kabupaten Nias Selatan
Trend CPUE jaring meningkat dari 15, 4 kg di tahun 2008 menjadi 42,5 kg di tahun 2009 atau mengalami peningkatan sebesar 27,1 kg. Sebaliknya
20
21
trend CPUE pancing menurun dari 14,1 kg pada tahun 2008 menjadi 12,04 kg pada tahun 2009, atau menurun sebesar 2 06 kg.
III.3. KABUPATEN TAPANULI TENGAH
III.3.1. HASIL TANGKAPAN Pemantauan pendaratan ikan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2009 dilakukan di 3 desa yaitu desa Sitardas, Jago‐jago dan Tapian Nauli yang mencakup 4 lokasi pendaratan ikan. Pendataan dilakukan selama 12 bulan berturut‐turut, yaitu mulai bulan Januari – Desember 2009. Total Tangkapan Hasil tangkapan adalah total tangkapan nelayan tiap bulan di beberapa lokasi pendaratan selama 3 hari berturut‐turut. Tabel 9. Total Tangkapan Per Bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah
Bulan Tangkapan 3 Hari (kg)
Jumlah Lokasi Pendaratan
Rerata tangkapan (kg/bulan)
Februari 425 4 106,25 Maret 473,1 4 118,28 April 387,4 4 96,85 Mei 311,6 4 77,90 Juni 370,6 4 92,65 Juli 425,7 4 106,43 Agustus 440,5 4 110,13 September 318,9 5 63,78 Oktober 314,7 5 62,94 November 330,1 5 66,02 Desember 611,7 5 122,34 TOTAL 4409,30 48 93,05
Tabel 9 memperlihatkan bahwa hasil tangkapan ikan tertinggi terjadi pada bulan Desember, Maret dan Agustus dan hasil tangkapan ikan terendah terjadi pada bulan September, Oktober dan November. Di Kabupaten Tapanuli Tengah, tangkapan nelayan paling maksimal seharusnya terjadi pada bulan Februari‐Mei yang merupakan musim kemarau dan tangkapan nelayan minimum seharusnya terjadi pada bulan Juni dan Juli yang merupakan musim pancaroba. Cukup tingginya rata‐rata tangkapan pada musim pancaroba, yaitu pada bulan Juni dan Juli adalah karena kontribusi tingginya hasil tangkapan udang rebon di Desa Sitardas yang umum dijumpai pada musim pancaroba. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa telah terjadi pergeseran musim terhadap tangkapan nelayan, demikian juga dengan jenis tangkapan seperti yang dijumpai pada desa Sitardas.
Tangkapan Per Alat Tangkap Hasil tangkapan per alat tangkap adalah hasil tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap yang digunakan. Nelayan Kabupaten Tapanuli Tengah menggunakan alat tangkap yang cukup bervariasi di tiap desanya, yaitu pancing, jaring, pukat tepi, bubu, tangguk dan speargun. Hasil tangkapan paling tinggi dan paling umum digunakan nelayan di semua desa adalah alat tangkap pancing sebesar 1401,2 kg. Pancing merupakan alat tangkap yang juga ditemukan disemua lokasi desa di Tapanuli Tengah dan merupakan alat tangkap yang paling ramah lingkungan, karena cara pengoperasiannya yang sangat sederhana dan ikan yang tertangkap dapat disesuaikan dengan bentuk dan besar mata kail dan umpan yang diberikan. Satu set atau satu gulung pancing umumnya terdiri lebih dari 3 mata pancing, tergantung kehendak pemiliknya. Pancing umumnya digunakan untuk menangkap ikan‐ikan karang, seperti jenis‐jenis baronang, kerapu, kakap,dan juga sebagai alat tangkap cumi‐cumi sehingga daerah operasionalnya adalah di laut yang memiliki terumbu karang. Pancing untuk cumi‐cumi yang juga disebut gancu ini dapat ditemukan di ketiga desa di Tapanuli Tengah karena cumi‐cumi banyak ditemukan diperairan Tapanuli Tengah ketika bulan gelap. Gancu tersebut mirip dengan pancing pada umumnya, hanya saja mata kailnya khusus dan umpannya menggunakan umpan tiruan dari plastik untuk menarik minat cumi‐cumi. Hasil tangkapan menggunakan alat tangkap pancing cukup tinggi karena modal yang dibutuhkan untuk membuatnya relatif paling murah dibandingkan alat tangkap lainnya, walaupun hasil yang didapatkan juga umumnya juga tidak terlalu besar. Gambar alat tangkap pancing dan alat tangkap gancu dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Alat tangkap pancing (kiri) dan alat tangkap gancu (kanan)
Besar tangkapan jaring pada tahun 2009 adalah 1370,1 kg. Jaring merupakan alat tangkap yang paling umum dijumpai d iberbagai tempat dan banyak dimodifikasi oleh nelayan, termasuk nelayan‐nelayan di Tapanuli Tengah. Di desa Sitardas dan Jago‐Jago nelayan hanya menggunakan satu jenis jaring, yang umumnya berupa Gill Net atau jaring insang. Di desa Tapian Nauli I nelayannya memodifikasi jaringnya menjadi beberapa jenis jaring, yaitu jaring panjang, jaring angkat atau jaring cabut.
22
Jaring panjang mirip dengan jaring insang pada umumnya, akan tetapi dibuat sangat panjang, bisa mencapai 100 meter dan tiap 4 meter diberi pemberat, sehingga bentuknya dilaut tidak selalu memanjang, akan tetapi dapat di bentuk sesuai keinginan si nelayan. Alat tangkap ini dioperasikan siang hari dan pada saat dipasang, tingginya tidak sampai 1 meter dari dasar laut, sehingga dapat juga menjerat rajungan yang kebetulan melintas. Gambar jaring panjang dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Jaring panjang (kiri) dan Pukat tepi (kanan)
Salah satu variasi alat tangkap jaring adalah jaring cabut. Alat tangkap ini lebih tepat dikatakan sebagai jaring rajungan/ketam karena target utamanya adalah rajungan. Jaring ini berukuran 50x50 cm2 berbingkai rotan diatasnya seperti tudung saji, diletakkan di dasar laut dengan kedalaman kurang dari 3 meter. Pada saat dioperaikan, alat tangkap ini diberi umpan ikan rucah ditengahnya untuk menarik perhatian rajungan agar terjerat masuk ke dalam jaring. Alat tangkap ini dioperasikan kira‐kira 12 jam, dari subuh hingga sore ataupun dari sore hingga subuh dan umumnya ditinggal oleh pemiliknya selama waktu tersebut. Hal ini mengakibatkan pencurian hasil tangkapan oleh nelayan lain sangat sering terjadi. Jumlah total tangkapan menggunakan jaring adalah yang tertinggi kedua setelah pukat tepi. Jenis jaring yang paling besar memberikan kontribusi dalam tingginya hasil tangkapan adalah jenis jaring cabut, yang target utamanya rajungan karena nelayan ketam umumnya memiliki minimal 20 buah jaring cabut. Diantara 3 desa binaan COREMAP II, jaring cabut hanya dimiliki oleh nelayan Tapian Nauli karena banyaknya rajungan yang hidup di perairan mereka yang relatif tenang.
23
24
Hasil tangkapan pukat tepi pada tahun 2009 adalah sebesar 1216,3 kg. Pukat tepi pada dasarnya adalah jaring yang memiliki bentuk yang mirip dengan pukat pada umumnya, dengan target utamanya adalah udang‐udangan yang hidup di dasar perairan. Alat tangkap ini berukuran besar, terdiri dari berbagai ukuran mata jaring yang berbeda (0,5, 1, 2, dan 3 inci), yang memungkinkan seluruh yang tersapu pukat akan masuk ke dalam jaring dan kantong ikan dibagian ujungnya, bahkan hingga anak ikan sekalipun. Ciri khas alat tangkap ini adalah pukat tepi dioperasikan dengan menarik kedua pangkal jaring pukat oleh dua orang. Daerah operasi pukat tepi adalah perairan berpasir dan berlumpur dengan kedalaman sekitar 1 meter, sehingga alat tangkap jenis ini hanya ditemukan di desa Tapian Nauli yang jenis lautnya landai dan dasarnya berlumpur karena terletak di daerah teluk. Sebelum program COREMAP masuk, seluruh anakan ikan yang tertangkap dalam kantong pukat diangkat ke darat. Akan tetapi saat ini setelah berjalannya program COREMAP di desa Tapian Nauli I, nelayan akan mengembalikan ke laut anakan ikan yang tidak sengaja tertangkap ke dalam kantong pukat mereka. Karena ukurannya yang besar dan cara operasionalnya yang menyapu dasar perairan, membuat hasil tangkapan dari alat tangkap pukat tepi paling tinggi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Besar tangkapan bubu pada tahun 2009 adalah 194,3 kg. Bubu adalah alat tangkap yang cara operasionalnya adalah dengan memerangkap ikan dalam suatu kurungan yang membuat ikan tidak lagi mampu keluar dari kurungan tersebut. Bubu dibuat dari kerangka kayu atau kawat yang dibuat seperti sebuah kurungan, didesain sedemikian rupa sehingga ikan telah masuk ke dalamnya tidak akan bisa keluar lagi. Cara pengoperasian bubu adalah dengan meletakkan bubu yang telah diberi pemberat di dasar laut yang dekat dengan terumbu karang setelah bubu diberi umpan dibagian tengahnya. Nelayan tidak perlu berada seharian di laut untuk menunggu ikan masuk ke dalam bubu, akan tetapi cukup melaut sesekali dalam beberapa hari untuk mengambil ikan‐ikan yang telah terperangkap di dalam bubunya dan memasang umpan yang baru. Penggunaan bubu kebanyakan tidak ramah lingkungan karena umumnya menggunakan terumbu karang untuk dijadikan pemberat ataupun untuk menutupi bubu dengan maksud menyamarkan bentuknya bagi ikan‐ikan. Akan tetapi saat ini telah banyak pula nelayan yang mengerti tentang prinsip pelestarian laut, sehingga menggunakan batu dari darat untuk menjadikannya sebagai pemberat bubu. Hasil tangkapan menggunakan bubu umumnya tinggi akan tetapi hasil tangkapan bubu di Kabupaten Tapanuli Tengah tidak terlalu tinggi karena hanya sedikit nelayan yang memiliki alat tangkap ini dikarenakan modal pembuatannya yang cukup tinggi. Gambar alat tangkap bubu dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Alat tangkap bubu (kiri) dan tangguk (kanan) Tangguk adalah alat tangkap yang bentuknya seperti jaring berbingkai atau serok yang fungsinya untuk menangkap jenis udang‐udangan di perairan pantai yang landai, dangkal dan tenang. Target utama alat tangkap ini adalah udang rebon yang sangat melimpah di daerah Subarang Desa Sitardas terutama pada saat bulan terang. Pada malam hari saat bulan purnama terjadi, baik nelayan dan istrinya berbondong‐bondong turun ke laut untuk menangkap udang rebon ini. Udang rebon yang ditangkap kemudian dijemur hingga kering, baru kemudian dijual. Udang rebon menjadi tangkapan favorit nelayan di Sitardas karena teknik penangkapannya yang mudah serta harganya yang tinggi, yaitu mencapai Rp.20.000,‐ per kg berat kering, jauh lebih mahal daripada harga ikan‐ikan karang maupun cumi‐cumi. Dalam sekali melaut, seorang nelayan umumnya mampu memanen sekitar 1‐3 kg udang rebon. Gambar alat tangkap tangguk dapat dilihat pada Gambar 14. Speargun adalah alat tangkap yang unik namun paling beresiko membahayakan nyawa nelayan karena membutuhkan teknik kemampuan selam tanpa menggunakan alat SCUBA sehingga tidak semua nelayan mampu menggunakan alat tangkap ini. Para nelayan speargun harus menyelam ke sekitar terumbu karang hanya dengan menggunakan masker sederhana lalu menembak ikan sasarannya menggunakan speargun. Speargun umumnya digunakan menangkap ikan‐ikan berukuran besar yang bersembunyi di dalam karang dan lebih memilih untuk tidak memakan umpan dari pancing nelayan. Alat tangkap ini hanya ditemukan di Desa Tapian Nauli yang nelayannya dikenal mahir menyelam secara turun‐temurun. Alat tangkap speargun dapat dilihat pada Gambar 15.
25
Gambar 15. Alat tangkap speargun. Untuk menangkap ikan dengan alat ini dibutuhkan kemampuan menyelam dengan hanya menggunakan masker
III.3.2. JENIS IKAN Hasil tangkapan di Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dibedakan menjadi kelompok ikan dan non ikan. Kelompok ikan dibedakan lagi menjadi kelompok ikan karang dan non ikan karang.
Gambar 16. Tangkapan per famili dominan di 3 desa di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa kontribusi tiga hasil perikanan tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah selama tahun 2009 adalah kelompok non ikan, yaitu rajungan (Portunidae) sebesar 1116,7 kg yang umumnya ditangkap di Desa Tapian Nauli I dan Sitardas menggunakan alat
26
tangkap jaring. Selanjutnya jenis udang‐udangan (Penaeidae), dengan kontribusi 710,4 kg yang merupakan udang berukuran besar yang menjadi target tangkapan di Desa Tapian Nauli I menggunakan alat tangkap pukat tepi maupun udang rebon yang menjadi target tangkapan di Desa Sitardas menggunakan alat tangkap tangguk. Hasil tangkapan udang rebon dapat dilihat pada Gambar 17. Tangkapan terbesar ketiga adalah famili Loligonidae atau cumi‐cumi sebesar 703,6 yang menjadi tangkapan andalan nelayan, terutama di Sitardas maupun Tapian Nauli I. Cumi‐cumi yang banyak didapatkan nelayan pada saat bulan gelap ini ditangkap menggunakan alat tangkap gancu atau alat pancing cumi yang memiliki mata kail yang berbeda dengan pancing biasa.
Gambar 17. Hasil tangkapan udang rebon dari desa Sitardas (kiri). Udang rebon yang sedang dijemur (kanan) Famili ikan karang yang paling tinggi hasil tangkapannya di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah famili Baronang (Siganidae) sebesar 377,4 kg yang nama lokalnya adalah Marang atau Cabe‐Cabe. Selanjutnya adalah famili Kuwe (Carangidae) atau nama lokalnya adalah Gabu sebesar 336,6 kg. Keberadaan Baronang ini dapat dijumpai disetiap lokasi desa, akan tetapi paling banyak tertangkap di Desa Jago‐Jago dan Desa Tapian Nauli I. Selanjutnya terdapat pula ikan Gurapu atau ikan Kerapu (Serranidae) sebesar 205,6 kg. Famili ikan non pelagis yang cukup banyak ditangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah jenis Teter/Barakuda (Sphyraenidae) sebanyak 132,8 kg dan Tongkol/Tuna/Tenggiri (Scombridae) sebanyak 99,8 kg yang dijumpai di Jago‐Jago dan di Tapian Nauli I. Target utama nelayan di Desa Sitardas adalah kepiting rajungan dan cumi‐cumi, dengan menggunakan alat tangkap pancing cumi‐cumi atau dikenal gancu, dan jaring. Hasil tangkapan ikan karang yang paling tinggi variabilitasnya adalah di desa Jago‐Jago karena mayoritas nelayan menggunakan alat tangkap pancing dengan target utama jenis ikan di daerah terumbu karang.
Pada Tabel 10 dibawah ini disajikan 10 jenis ikan karang paling dominan yang ditangkap di tiga desa di Kabupaten Tapanuli Tengah.
27
Tabel 10. Jenis Ikan Karang Dominan di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009
Nama Lokal Ikan Nama Ilmiah Besar tangkapan (kg) Balato kuning Atule mate 162,9 Gagole Caranx caeruleopinnatus 133,5 Marang Siganus guttatus 127,4 Marang Kang Siganus puellus 103,1 Jumbo Biru Caesio teres 77,3 Baracung Tana Kare Lutjanus fulvus 75,9 Cabe‐Cabe Siganus corallinus 74,5 Cabe Busung Siganus argenteus 68,1 Jarang Gigi Lutjanus argentimaculatus 47,2 Baracung Tongga Lethrinus xanthochilus 45,7
III.3.3. CPUE
Catch per unit effort atau yang lebih dikenal sebagai CPUE adalah jumlah tangkapan nelayan dalam sekali usaha penangkapan menggunakan suatu alat tangkap tertentu. CPUE masing‐masing jenis alat tangkap pasti akan berbeda satu sama lain. Nelayan umumnya melaut menggunakan lebih dari satu alat tangkap karena masing‐masing jenis alat tangkap memiliki target tangkapan yang berbeda‐beda.
Gambar 18. Grafik CPUE Alat Tangkap Pukat Tepi di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 Alat tangkap pukat tepi hanya dioperasikan di Desa Tapian Nauli I. Berdasarkan Gambar 18 dapat dicermati bahwa CPUE pukat tepi berkisar antara 5,2 kghingga 23,7 kg dengan rata‐rata 8,57 kg. Fluktuasi CPUE sejak Februari hingga November tidak terlalu besar. Hal tersebut karena prinsip penangkapan menggunakan pukat tepi adalah menyapu dasar perairan
28
sehingga tidak tergantung pada musim ikan tertentu dan sepanjang tahun kapasitas hasil tangkapannya relatif stabil. Walaupun hasil tangkapannya tidak berbeda pada tiap bulan, akan tetapi umumnya jenis tangkapan per bulan akan berbeda‐beda. Misalkan di suatu bulan tangkapan pukat tepi didominasi oleh udang, maka dibulan lainnya dapat didominasi oleh cumi‐cumi ataupun ikan baronang. Seperti pada bulan Desember yang merupakan musim udang rebon, maka pukat tepi banyak dioperasikan nelayan untuk mendapatkan hasil setinggi‐tingginya.
Gambar 19. Grafik CPUE Alat Tangkap Jaring di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 Berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa CPUE alat tangkap jaring sejak bulan Februari hingga Desember tidak menunjukkan adanya fluktuasi yang berarti, yaitu berkisar antara 2,3 kg hingga 4,4 kg dengan rata‐rata 3,13 kg. Jaring hanya digunakan oleh nelayan Tapian Nauli I dan Sitardas terutama untuk menangkap rajungan, yang alat tangkapnya berupa jaring cabut dan jaring panjang. Hasil tangkapan ikan hanya sebagian kecil yang tertangkap menggunakan jaring panjang. Pada bulan Desember hasil tangkapan jaring paling rendah karena pada bulan ini adalah musim cumi‐cumi dan udang sehingga nelayan lebih banyak mengoperasikan alat tangkap pancing cumi untuk menangkap cumi‐cumi daripada mengoperasikan jaring panjang untuk menangkap rajungan yang hasilnya kurang menguntungkan.
29
Gambar 20. Grafik CPUE alat tangkap Pancing di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 CPUE Pancing yang digambarkan dalam Gambar 20 menunjukkan fluktuasi yang tidak terlalu berarti, yaitu berkisar antara 2,2 kg hingga 4,2 kg dengan rata‐rata 2,58 kg. Target utama tangkapan pancing adalah cumi‐cumi, kakap dan kerapu yang harganya cukup tinggi, yaitu minimal Rp.15.000 per kilogramnya. Pancing adalah alat tangkap yang paling sederhana dan biaya operasionalnya yang paling rendah sehingga merupakan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di tiga desa di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Gambar 21. Grafik CPUE Alat Tangkap Bubu di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 Bubu adalah alat tangkap dengan prinsip memerangkap ikan ke dalam suatu kurungan sehingga ikan yang telah masuk tidak dapat keluar lagi. CPUE bubu yang terlihat pada Gambar 21 adalah yang paling menunjukkan fluktuasi dibandingkan CPUE alat tangkap lainnya, yaitu berkisar antara 1,8 kg hingga 9,9 kg dengan rata‐rata 3,78 kg. Hal tersebut karena nelayan
30
tidak bisa memprediksikan besar dan jenis ikan yang akan terperangkap ke dalam bubunya. Dengan alasan tersebut umumnya bubu hanyalah alat tangkap sampingan dan bukan yang utama digunakan oleh nelayan di Jago‐Jago.
Gambar 22. Grafik CPUE alat tangkap tangguk di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 Melalui Gambar 22 dapat terlihat bahwa alat tangkap tangguk hanya ditemukan di bulan Juni, Juli dan Desember dengan CPUE yang berkisar antara 1,4 kg hingga 2,6 kg dengan rata‐rata 2,03 kg. Tangguk adalah alat tangkap khusus udang rebon yang hanya digunakan oleh nelayan Desa Sitardas. Musim udang rebon tidak terjadi tiap bulan, akan tetapi pasti ada beberapa bulan dalam setahun yang merupakan musim udang rebon. Pada tahun 2009 ini, musim udang rebon terjadi pada musim pancaroba, yaitu Bulan Juni dan Juli. Apabila musim udang rebon tiba, nelayan dan istrinya berbondong‐bondong turun ke laut untuk menangkap udang rebon. Harganya cukup tinggi, yaitu Rp.20.000 per kilogram kering.
Gambar 23. Grafik CPUE Alat Tangkap Speargun di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009
31
Alat tangkap speargun yang hanya ditemukan di Desa Tapian Nauli I memiliki CPUE yang fluktuasinya tinggi, yaitu dari 1 kg hingga 7,3 kg dengan rata‐rata 2,68 kg. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 23. Nelayan yang menggunakan alat tangkap ini harus memiliki kemampuan selam dasar yang tinggi sehingga tidak semua nelayan mampu mengoperasikannya. Target tangkapan speargun umumnya adalah teripang atau ikan dengan ukuran yang cukup besar dan sulit tertangkap menggunakan jaring ataupun pancing.
III.3.4. TREND TAHUN 2008 DAN 2009
Trend Tangkapan Seluruh data hasil kegiatan pemantauan perikanan di Kabupaten Tapanuli Tengah selama tahun 2009 ini selanjutnya dibandingkan dengan data hasil kegiatan perikanan pada tahun 2008, yaitu untuk mengetahui trend atau kecenderungan, apakah ada peningkatan, stabil ataukah justru ada penurunan hasil tangkapan nelayan.
Gambar 24. Rata‐rata tangkapan per bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2008 dan 2009 Trend rata‐rata tangkapan nelayan per bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2008 dan 2009 secara umum dikatakan hampir sama, tidak menunjukkan penurunan yang menyolok, sehingga nilai tersebut merupakan kapasitas maksimum tangkapan nelayan di tiga desa di Kabupaten Tapanuli Tengah. Trend CPUE Penampilan data trend CPUE tidak dilakukan untuk semua jenis alat tangkap, akan tetapi hanya alat tangkap yang umum dioperasikan oleh nelayan sepanjang tahun dan paling sering digunakan oleh nelayan sejak pendataan tahun 2008, yaitu pukat tepi, jaring dan pancing.
32
Gambar 25. Grafik trend CPUE alat tangkap pukat tepi, jaring dan pancing di Kabupaten Tapanuli Tengah Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa ada perbedaan tren CPUE yang menyolok antara tahun 2008 dan tahun 2009. CPUE pukat tepi pada tahun 2008 sangat tinggi, mampu mencapai 51,4 kg sedangkan pada tahun 2009 berkisar antara 5,2 kg hingga 9,7 kg dan dapat mencapai 23,7 kg pada bulan Desember. Perbedaan CPUE yang menyolok ini disebabkan oleh perbedaan jenis ikan tangkapan yang dicatat. Pada tahun 2008, tangkapan ikan rucah selalu dicatat, dan jumlahnya dalam sekali tangkapan bisa lebih dari 20 kg. Tetapi setelah diberi pengertian kepada para pencatat untuk mencatat ikan rucah secara berkelompok berdasarkan jenis ikannya maka ikan rucah hampir tidak pernah lagi masuk dalam pendataan pada tahun 2009, karena dinilai menyulitkan si pencatat. Padahal, pada kenyataannya ikan rucah tetap menjadi salah satu hasil tangkapan utama pukat tepi. Trend CPUE jaring yang menunjukkan bahwa CPUE jaring pada tahun 2008 lebih tinggi (6,7 kg) dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya sebasar 3,4 kg. Demikian pula dengan trend CPUE pancing yang menunjukkan bahwa CPUE jaring pada tahun 2008 lebih tinggi (3,5 kg) dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya sebesar (2,8kg). Penurunan CPUE tersebut, lebih disebabkan oleh adanya pengaruh musim yang sulit diprediksi, bukan karena gejala overfishing. Karena jumlah persentase nelayan hanya sekitar 60% dibandingkan seluruh populasi penduduk di masing‐masing desa dan dengan kapasitas perahu yang umumnya tanpa motor, kecuali di Desa Tapian Nauli yang telah menggunakan perahu motor tempel 5,5 PK mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Tapanuli Tengah masih dalam kategori lestari. Hal tersebut didukung oleh data tutupan karang yang dilaporkan oleh Manuputty (2009). Data tutupan karang di Kabupaten
33
Tapanuli Tengah meningkat menjadi dari 40,66 % di tahun 2008 menjadi 45,35% di tahun 2009.
III.4. KABUPATEN MENTAWAI III.4.1. HASIL TANGKAPAN
Pada tahun 2009 kegiatan CREEL di Kabupaten Kepulauan Mentawai dilaksanakan dari bulan Mei – Desember. Hal ini disesuaikan dengan mulai berlakunya kontrak kerja para pencatat yang sebagian besar merupakan Fasilitator Lapangan (FL) desa setempat. Adapun lokasi COREMAP yang diambil data CREEL ada 5 desa yaitu desa Tuapejat di kecamatan Sipora; desa Katurai, desa Saliguma, desa Saibi Samukop di kecamatan Siberut Selatan dan desa Sikakap di kecamatan Pagai Utara Selatan. Kelima desa tersebar di 3 pulau besar di kabupaten Kepulauan Mentawai, sehingga diharapkan data yang diperoleh dapat mewakili kondisi perikanan karang wilayah ini. Total Tangkapan Sepanjang tahun 2009, total tangkapan nelayan berkisar antara 229,8 – 890,65 kg. Total tangkapan terendah terdapat pada bulan November sedangkan total tangkapan tertinggi terdapat pada bulan Desember (Tabel 11), keduanya masih berada pada rentang musim peralihan. Tabel 11. Total Tangkapan per Bulan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2009 Nama
Bulan Total Tangkapan
(kg) ∑ Lokasi
Pendaratan Rerata Tangkapan
(kg/bulan)
Mei 620.70 7 88.7 Juni 591.30 7 84.5 Juli 683.83 7 97.7 Agustus 620.60 7 88.7 September 460.70 6 76.8 Oktober 481.90 6 80.3 November 229.80 6 38.3 Desember 890.65 6 148.4 TOTAL 4579.48 52 87,93
Sumber : Data CREEL, 2009
Jika dikaitkan dengan periode musim, maka di Kabupaten Kepulauan Mentawai mempunyai 3 periode musim, yaitu musim gelombang lemah, peralihan dan gelombang kuat (Bandiyono, et.al, 2007). Bulan Mei masih merupakan musim gelombang lemah dimana kondisi angin tenang dan ombak sedang. Kondisi ini memungkinkan banyak nelayan menangkap ikan di laut. Pada musim gelombang lemah ini diperoleh total tangkapan
34
sebesar 620,70 kg. Bulan Juni – Oktober mulai memasuki musim gelombang kuat dimana kondisi cuaca mulai turun hujan dan kadang‐kadang disertai badai serta ombak besar. Total tangkapan setiap bulannya pada musim gelombang kuat ini berfluktuasi dengan rata‐rata sebesar 567,67 kg. Sedangkan musim peralihan berlangsung pada bulan November – Desember. Menurut informasi dari pencatat, pada bulan November intensitas badai meningkat dengan kondisi ombak besar dan angin kencang. Akibatnya banyak nelayan yang tidak berani melaut sehingga total tangkapan nelayan menurun. Akan tetapi pada bulan Desember kondisi cuaca relatif lebih tenang sehingga banyak nelayan aktif kembali melaut dan total tangkapan meningkat. Total tangkapan pada musim peralihan ini rata‐rata sebesar 560,22 kg.
Tangkapan per Alat Tangkap Alat tangkap yang digunakan para nelayan di Kepulauan Mentawai bervariasi, meliputi pancing, jaring, jala, tombak dan tangguk. Hanya pancing dan jaring yang digunakan nelayan hampir sepanjang musim sehingga dapat dikatakan sebagai alat tangkap dominan nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Gambar 26. Total Tangkapan per Alat Tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2009 Dari Gambar 26 terlihat bahwa total tangkapan tertinggi sepanjang tahun 2009 berasal dari alat tangkap pancing yaitu sebesar 3912,98 kg. Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas nelayan di Mentawai menggunakan alat tangkap ini setiap kali melaut. Setiap bulannya alat tangkap ini menyumbang hasil tangkapan sebesar 36,93 – 98,73 kg. Hampir semua nelayan di kelima lokasi menggunakan alat tangkap ini. Ada beberapa jenis pancing yang digunakan nelayan, yaitu pancing rawai, pancing ulur, dan
35
lain‐lain. Target tangkapan alat tangkap ini adalah ikan‐ikan karang, namun tidak memungkinkan ada beberapa ikan pelagis yang tertangkap olehnya. Jaring merupakan salah satu alat tangkap tradisional yang masih dipakai oleh para nelayan di Mentawai. Ada dua jenis jaring yang biasa dipakai oleh nelayan yaitu jaring yang dipakai untuk ikan umpan yang biasanya mempunyai mata jaring kecil dan jaring yang dipakai untuk menangkap ikan target dengan mata jaring berukuran besar. Alat tangkap ini masih banyak digunakan oleh para nelayan di wilayah Pulau Siberut yaitu Katurai, Saliguma dan Saibi Samokup. Jaring memberikan kontribusi total tangkapan sebesar 531,40 kg. Beberapa alat tangkap sederhana yang masih dipakai oleh para nelayan adalah jala, tangguk dan tombak. Jala dan tangguk mempunyai bentuk yang hampir sama, hanya saja ukuran tangguk jauh lebih besar. Keduanya biasa dipakai untuk menangkap ikan di tepi pantai untuk mendapatkan ikan umpan yang umumnya kecil dan bergerombol. Sedangkan tombak digunakan untuk menangkap ikan dengan cara menyelam ke dasar laut. Ketiga alat tangkap ini banyak ditemukan di daerah Pulau Siberut. Jala dan tombak banyak dijumpai di desa Katurai dan Saliguma, sedangkan tangguk banyak dijumpai di desa Saibi Samukop. Dilihat dari jenis alat tangkapnya, bisa dikatakan teknologi penangkapan di Pulau Siberut lebih konvensional dibandingkan dengan pulau lainnya.
Gambar 27. Beberapa jenis Alat Tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai
36
III.4.2. JENIS IKAN Jenis tangkapan nelayan sepanjang tahun 2009 di Kabupaten Kepulauan Mentawai lebih didominasi oleh jenis tangkapan ikan. Kondisi ini sesuai keinginan utama pendataan CREEL, yaitu ingin memperoleh data tangkapan nelayan yang berupa ikan, terutama ikan karang dan yang berasosiasi dengan karang.
Gambar 28. Hasil Tangkapan Dominan per Famili di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2009 Ada sekitar 16 jenis famili ikan yang ditangkap nelayan dan beberapa jenis ikan yang belum teridentifikasi familinya. Total tangkapan tertinggi berasal dari famili Carangidae (ikan kuwe) yang merupakan ikan yang berasosiasi dengan karang. Ada 14 jenis ikan kuwe dari famili Carangidae yang menyumbangkan jumlah tangkapan cukup tinggi yaitu sebesar sebesar 975,10 kg. Selanjutnya ikan yang juga meberikan kontribusi total tangkapan cukup besar adalah berasal dari famili Serranidae (ikan kerapu). Total tangkapan famili Serranidae sebesar 845,55 kg yang terdiri dari 17 jenis ikan. Selain jenisnya banyak, ikan kerapu juga memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga nelayan cenderung lebih senang menangkap ikan ini. Nelayan juga lebih senang menjual hasil tangkapan ikan kerapu ke konsumen daripada dibawa pulang untuk konsumsi pribadi. Total tangkapan dominan lainnya berasal dari famili Lutjanidae (ikan kakap), Istiophoridae (ikan layaran), Lethrinidae (ikan lencam), Scombridae (ikan tenggiri), Siganidae (ikan baronang), Sphyranidae (ikan alu‐alu) dan Clupeidae (ikan tamban). Secara keseluruhan ada 96 jenis ikan dari berbagai famili, baik yang merupakan ikan karang, ikan yang berasosiasi dengan karang maupun ikan pelagis. Dari data yang diperoleh, jenis ikan‐ikan dominan disarikan dalam Tabel 12.
37
38
Tabel 12. Jenis Ikan Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2009
Nama Ikan Kode Nama Latin Total Tangkapan
(kg) Layaran 561
Tambak LET 1 Lethrinus amboinensis 395.5
Gabua CAR 4 Caranx melampygus 391.5
Bailegget SER 1 Cephalopolis miniata 375.95
Tanduk LUT 7 Lutjanus gibbus 323.1
Gole‐gole CAR 1 Caranx caeruleopinnatus 300.6
Marang SIG 1 Siganus guttatus 199.3
Tete SPH 1 Sphyraena sp. 179.13
Gambolo SCO 6 Rastrelliger sp. 168.5
Gorigak CAR 8 Decapterus tabl 134.6
Gurapu Merah SER 5 Epinephelus fasciatus 120 Sumber : Data Primer CREEL, 2009
Walaupun total tangkapan terbesar berasal dari famili Carangidae, akan tetapi jenis ikan tangkapan terbesar adalah ikan layaran yang berasal dari famili Istiophoridae sebesar 561 kg. Ikan layaran merupakan jenis ikan pelagis yang hidup di perairan dekat pantai atau pulau. Ikan ini hanya ditangkap oleh nelayan di desa Tuapejat dan kemungkinan bukan merupakan ikan target karena tidak muncul sebagai hasil tangkapan setiap bulannya. Nelayan menangkap ikan ini pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus. Jenis ikan ini mempunyai ukuran dan berat cukup besar sekitar 30 kg/ekor. Jika dilihat lebih jauh, jenis ikan dominan tidak hanya berasal dari ikan karang melainkan juga ikan pelagis. Jenis ikan dominan yang merupakan ikan karang adalah ikan tambak, bailegget, tanduk, gole‐gole, marang, gorigak dan gurapu merah. Sedangkan jenis ikan dominan yang merupakan ikan pelagis adalah ikan tete dan gambolo.
Gambar 29. Jenis‐jenis Ikan Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai
III.4.3. CPUE Hasil tangkapan per unit usaha (CPUE) lima desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai hanya disajikan untuk 2 jenis alat tangkap saja, yaitu pancing dan jaring (Gambar 30). Hal ini disebabkan dua jenis alat tangkap ini yang digunakan nelayan sepanjang bulan dan musim, sedangkan alat‐alat tangkap lain intensitas penangkapannya sangat minim
Gambar 30. CPUE Alat Tangkap Dominan Tahun 2009 di Kabupaten Kepulauan Mentawai
Berdasarkan Gambar 30 di atas, nilai CPUE kedua alat tangkap bervariasi. Nilai CPUE alat tangkap pancing berkisar antara 6,33 kg – 18,04 kg dengan
39
40
rata‐rata 13,78 kg, sedangkan CPUE alat tangkap jaring berkisar antara 7,17 kg – 17,00 kg dengan rata‐rata 17,14 kg. Dilihat dari nilai rata‐rata CPUE maka nilai CPUE jaring sedikit lebih tinggi daripada pancing. Hal ini disebabkan kapasitas penangkapan jaring cukup tinggi dalam sekali tangkap jika dibandingkan dengan alat tangkap pancing. Hasil tangkapannya biasanya berupa ikan‐ikan yang hidup secara bergerombol (kelompok). Walaupun demikian, hanya sebagian kecil nelayan menggunakan alat tangkap ini karena harganya relatif mahal serta dibutuhkan perawatan dan keahlian khusus dalam menggunakannya. CPUE tertinggi diperoleh dari alat tangkap jaring pada bulan Oktober yaitu sebesar 72 kg. Nilai yang cukup tinggi ini diperoleh di desa Tuapejat dari satu nelayan yang menangkap ikan tamban. Ikan tamban merupakan sejenis ikan pelagis kecil yang banyak ditangkap nelayan dengan menggunakan jaring untuk dijadikan lauk sambal. Ikan jenis ini biasa hidup bergerombol dan berukuran kecil. Alat tangkap pancing digunakan nelayan sepanjang bulan. Nilai CPUE pancing tertinggi diperoleh pada bulan Agustus. Secara keseluruhan nilai CPUE pancing relatif stabil karena merupakan alat tangkap dominan yang selalu digunakan nelayan setiap bulannya. Jenis pancing yang biasa digunakan nelayan masih tergolong tradisional yaitu pancing ulur dengan beberapa mata pancing. Akan tetapi ada juga pancing rawai dengan jumlah mata pancing lebih banyak yang biasa digunakan oleh nelayan di desa Sikakap.
III.4.4. TREND Trend Tangkapan Program CREEL di kabupaten Kepulauan Mentawai sebenarnya sudah dirintis dari tahun 2006. Akan tetapi baru pada tahun 2008 diperoleh data CREEL yang kontinu setiap bulannya. Untuk mengetahui kondisi tangkapan nelayan setiap tahunnya maka dibuat trend rata‐rata tangkapan per bulan (Gambar 31).
Gambar 31. Tangkapan Rata‐rata per bulan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2008 dan 2009 Gambar 31 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan pada tahun 2009 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2008. Selama 2 tahun terakhir belum ada perubahan berarti dalam pemanfaatan teknologi yang dipakai nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan, seperti jenis perahu dan alat tangkap seperti yang terlihat dalam data CREEL form 4 dan 5. Peningkatan rata‐rata tangkapan kemungkinan disebabkan oleh semakin membaiknya kondisi terumbu karang di daerah ini. Berdasarkan data monitoring ekologi Mentawai diperoleh keterangan bahwa tutupan terumbu karang di Mentawai pada tahun 2007 berkisar 24,29 % (Winardi, et.al, 2007), mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 14,70 % (Hukom & Cappenberg, 2009) dan sedikit mengalami kenaikan pada tahun 2009 menjadi 19, 45% (CRITC COREMAP II LIPI,2009 in press).
41
Trend CPUE Seperti halnya jumlah tangkapan per bulan dan jumlah tangkapan per hari, maka dibuatlah trend untuk CPUE alat tangkap dominan untuk mengetahui perkembangan CPUE yang dilakukan nelayan selama dua tahun terakhir.
Gambar 32. CPUE Alat Tangkap Jaring Tahun 2008 dan 2009
Gambar 32 menunjukkan perbandingan CPUE untuk alat tangkap jaring. Kisaran nilai CPUE pada tahun 2008 adalah 4,04 kg – 17 kg dengan nilai rata‐rata 6,67 kg. Sedangkan pada tahun 2009 kisaran nilai CPUE adalah 6,40 kg – 72 kg dengan nilai rata‐rata 17,14 kg. Nilai CPUE cenderung mengalami peningkatan. Walaupun jenis jaring yang digunakan relatif sama selama dua tahun terakhir, akan tetapi efektivitas penggunaannya mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jenis ikan tangkapan yang semakin bertambah. Total tangkapan dari alat tangkap jaring juga mengalami peningkatan sebesar 331,25 kg. Dengan demikian penggunaan alat tangkap jaring masih bisa dimaksimalkan lagi penggunaannya.
Gambar 33. CPUE Alat Tangkap Pancing Tahun 2008 dan 2009
42
43
Dari Gambar 33 terlihat nilai CPUE alat tangkap pancing pada tahun 2009 lebih besar dibandingkan tahun 2008. Kisaran nilai CPUE pancing tahun 2008 adalah 9,43 kg – 18, 83 kg dengan nilai rata‐rata 11,81 kg. Sedangkan pada tahun 2009 kisaran nilai CPUE pancing adalah 6,33 kg – 18,04 kg dengan nilai rata‐rata 13,78 kg. Nilai CPUE selama dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan walaupun tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan alat tangkap pancing masih merupakan alat tangkap dominan yang digunakan nelayan sepanjang musim. Hasil tangkapannya pun semakin banyak yang berupa ikan pelagis yang berukuran besar seperti ikan layaran, tenggiri dan ambu‐ambu.
III.5. KOTA BATAM III.5.1. HASIL TANGKAPAN
Pemantauan pendaratan ikan di Kota Batam pada tahun 2009 di lakukan di 7 daerah yang tersebar di kecamatan Galang. Daerah survey pendaratan tersebut meliputi Pulau Abang, Air Saga, Pulau Petong, Pulau Mubut, Pulau Karas Pulau Sembur dan Pulau Nguan. Kecamatan Galang memiliki sumber daya perikanan laut dan budidaya perikanan laut dengan nilai produksi terbesar. Hal ini dikarenakan Kecamatan Galang sebagian besar memang merupakan wilayah kepulauan. Produksi perikanan laut pada tahun 2008 sebanyak 6899,65 Ton dengan nilai produksi mencapai 41,8 Milyar. (Galang Dalam Angka, 2009) Total Tangkapan Berdasarkan hasil dari pemantauan pendaratan ikan yang dilakukan selama bulan Januari hingga Desember tahun 2009, total tangkapan perbulan di Kota Batam sangat bervariasi. Total tangkapan nelayan perbulan berkisar antara 1030,2 kg – 3377,7 kg (Tabel 13), dengan rata‐rata tangkapan sebesar 2238,4 kg. Total tangkapan rata‐rata tertinggi terjadi pada bulan April yaitu sebesar 3377,7 Kg. Sedangkan total tangkapan ikan terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 1030,2 kg. Hasil tangkapan nelayan sangat dipengaruhi oleh musim. Tingginya tangkapan pada bulan April kemungkinan disebabkan oleh pengaruh musim. Pada bulan Februari hingga April terjadi musim timur yang dikenal dengan musim teduh. Pada Musim ini kondisi gelombang laut di daerah yang disurvei umumnya tenang dengan ombak yang relatif kecil. Dengan kondisi seperti ini, wilayah tangkap para nelayan semakin luas sehingga para nelayan bisa mendapatkan hasil tangkapan yang cukup tinggi. Berdasarkan informasi dari nelayan setempat pada musim ini para nelayan menangkap ikan di daerah yang agak jauh dari pulau, sebagai contoh nelayan dari pulau Mubut menangkap ikan di laut Mubut yang jauh dari daratan. Sebaliknya, pada bulan November hingga Januari terjadi musim utara. Pada musim ini angin yang bertiup cukup kencang hingga menyebabkan tingginya gelombang air laut. Selama periode ini, nelayan
44
biasanya tidak bisa melaut karena sangat membahayakan keselamatan. Apalagi mayoritas mereka menggunakan perahu tradisional yang tidak memiliki kemampuan melawan angin. Hal inilah yang menyebabkan total tangkapan rata‐rata pada bulan Januari cukup rendah.
Tabel 13. Total Tangkapan Nelayan per bulan di Kota Batam Tahun 2009 Bulan Tangkapan
(kg/3 hari) Jumlah Lokasi Pendaratan
Rerata Tangkapan(kg/bulan)
Januari 1030,2 9 114,47
Februari 1819,4 9 202,16
Maret 2000,7 9 222,30
April 3377,7 9 375,30
Mei 2267,5 9 251,94
Juni 2031,9 9 225,77
Juli 2850,1 10 285,01
Agustus 2850,1 9 316,68
September 1910.55 9 212,28
Oktober 1755,9 9 195,10
Nopember 1896 9 210,67
Desember 3070,8 11 279,16
TOTAL 26860,85 111 240,90
Sumber : Data Primer CREEL, 2009
Tangkapan per Alat Tangkap Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan bervariasi tergantung jenis ikan yang akan ditangkap. Sebagai contoh, alat tangkap candit hanya dipakai untuk menangkap cumi sedangkan pukat bilis khusus dipakai untuk menangkap ikan bilis. Dari hasil pemantauan perikanan di Kota Batam, dapat diketahui bahwa total tangkapan terbesar dihasilkan oleh alat tangkap jaring, yaitu 7746,8 kg diikuti oleh pancing dan candit dengan total tangkapan rata‐rata untuk masing‐masing sebesar 5274,8 kg dan 4630,5 kg. Tingginya total tangkapan dengan menggunakan alat tangkap jaring dikarenakan alat tangkap ini memiliki kapasitas tangkapan cukup besar dalam sekali pengoperasiannya. Alat tangkap jaring hampir digunakan di seluruh lokasi pendaratan kecuali pulau Sembur. Di wilayah Coremap Kota Batam satu keluarga nelayan bisa memiliki lebih dari satu jenis alat tangkap. Bahkan ada jenis alat tangkap yang dimiliki oleh seluruh nelayan, misalnya pancing. Alat tangkap pancing di gunakan diseluruh lokasi pendaratan. Pancing merupakan alat tangkap tradisional yang membutuhkan sedikit modal untuk mendapatkannya. Nelayan
biasanya mengoperasikan alat pancing menggunakan armada kapal motor (pompong) maupun sampan. Candit merupakan alat yang dipakai nelayan untuk nyomek. Kegiatan nyomek merupakan kegiatan menangkap sotong pada malam hari dengan bantuan cahaya lampu petromak dan menggunakan alat tangkap tangguk serta mata mata pancing bertangkai yang dimodifikasi. Biasanya sotong akan berkumpul jika ada cahaya terang. Musim sotong ini adalah pada Musim Timur dan Musim Barat. Biasanya sambil menunggu malam, nelayan juga memancing ikan untuk mendapatkan tambahan hasil.
III.5.2. JENIS IKAN
Hasil pemantauan pendaratan ikan yang dilakukan selama bulan Januari hingga Desember tahun 2009 di Kota Batam telah mencatat sebanyak 76 jenis tangkapan yang terdiri atas kelompok ikan dan non ikan. Kelompok non ikan terdiri dari 4 jenis yaitu cumi‐cumi, rajungan, kepiting serta udang. Sedangkan kelompok ikan terdiri dari 72 jenis yang meliputi ikan‐ikan pelagis dan ikan‐ikan karang.
Gambar 34. Enam Jenis tangkapan dominan berdasarkan famili di Kota Batam 2009 Jenis tangkapan non ikan di dominasi oleh cumi‐cumi dengan total tangkapan sebesar 6462,5 kg. Tangkapan non ikan yang merupakan famili dari Loligonidae ini biasa di tangkap dengan menggunakan candit. Tingginya tangkapan cumi‐cumi di Batam disebabkan karena mayoritas nelayan di Batam menangkap cumi. Selain cumi‐cumi, tangkapan non ikan lainnya yaitu udang dengan total tangkapan sebesar 852 Kg. Hasil tangkapan udang hanya di temui di daerah Petong, Mubut, Air Saga dan Pulau Abang. Jenis tangkapan ikan di kota Batam didominasi oleh famili Clupeidae dengan total tangkapan sebesar 5518,9 kg (Gambar 43). Famili ini
45
46
merupakan kelompok ikan pelagis yang terdiri atas beberapa ikan seperti ikan tamban, ikan puput dan ikan bilis. Ikan Pelagis merupakan ikan yang hidup di daerah dengan kedalaman 0‐200 m. Ikan ini umumnya berenang berkelompok dalam jumlah yang sangat besar. Hasil tangkapan dari famili Clupeidae ini di dominasi oleh ikan tamban dengan total tangkapan sebesar 3546,4 kg kemudian disusul oleh ikan bilis dengan total tangkapan sebesar 1682,1 kg.
Tabel 14. Jenis Ikan karang dominan di Kota Batam tahun 2009
Nama Ikan Nama Ilmiah Famili Total
Tangkapan Ikan ekor kuning Caesio teres Caesionidae 3108.25
Ikan Dingkis Siganus argenteus Siganidae 1837.4
Ikan Selar Caranx sexfasciatus Carangidae 923.7
Ikan Selar kuning Atule mate Carangidae 669
Ikan Gelama Psammoperca waigiensis
Centropomiidae 354.7
Hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis ikan karang dominan hasil dari tangkapan nelayan (Tabel 14). Ikan ekor kuning dari Famili Caesionidae menduduki posisi teratas berdasarkan total tangkapan ikan karang dengan total tangkapan 3108,25 kg. Ikan ini dijumpai hampir di semua lokasi pendaratan ikan kecuali di daerah Karas. Menurut Manuputty (2007), ikan ini termasuk ikan yang bernilai ekonomis yang memiliki kelimpahan tertinggi di Batam yaitu 857 individu/ha. Ikan dingkis juga termasuk ikan karang dominan yang ditemukan di wilayah Coremap Kota Batam. Ikan yang termasuk Famili Siganidae ini merupakan ikan konsumsi yang juga banyak dicari nelayan. Menjelang tahun baru imlek harga ikan dingkis mengalami kenaikan yang signifikan yaitu mencapai 200 ribu/kg. Pada saat ini,. merupakan masa bertelur bagi ikan dingkis Total tangkapan ikan dingkis pada tahun 2009 di wilayah Kota Batam mencapai 1837,4 kg.
Gambar 35. Gambar Ikan karang dominan di Kota Batam 2009
III.5.3. CPUE
Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap selama tahun 2009 di Kota Batam tersaji pada gambar 45.
Gambar 36. Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Dominan di Kota Batam Tahun 2009 Gambar 36 menunjukkan bahwa CPUE tertinggi diperoleh dari alat tangkap Pukat Bilis dengan nilai 19.33 kg. Alat tangkap ini hanya dipergunakan oleh nelayan‐nelayan di daerah Mubut. Tingginya nilai CPUE Pukat Bilis disebabkan kapasitas tangkapan dengan menggunakan alat tangkap ini cukup tinggi di bandingkan dengan alat tangkap lainnya.
47
Selain pukat bilis, bubu juga memiliki nilai CPUE yang relatif tinggi dengan nilai sebesar 14,82 kg. Alat tangkap bubu dipergunakan nelayan hampir di semua lokasi survey pendaratan ikan kecuali daerah Sembur dan Air Saga. Bubu merupakan alat tangkap berupa perangkap yang terbuat dari kawat anyaman dengan desain dan ukuran tertentu. Alat ini biasanya dioperasikan sepanjang tahun namun lebih sering digunakan pada Musim Timur dan Musim Barat. Bubu biasanya dipasang di karang‐karang laut dan pada sisi‐sisi karang. Jenis ikan yang tertangkap antara lain: ikan kerapu sunu, ikan merah, kakap putih, dan ikan‐ikan karang lainnya. Hasil perhitungan CPUE dari Bubu dan Pukat Bilis yang digunakan nelayan Kota Batam selama tahun 2009 disajikan dalam Gambar 37. Nilai CPUE bubu tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan April dengan nilai 32.66 kg dan 17.31 kg. Tingginya nilai CPUE di bulan ini disebabkan pada bulan Oktober sedang terjadi musim barat sedangkan bulan april terjadi musim timur. Alat tangkap bubu biasa dioperasikan sepanjang tahun namun lebih sering digunakan pada Musim Timur dan Musim Barat. Pada musim Timur dan musim barat kondisi angin dan gelombang cukup tenang sehingga nelayan lebih sering menggunakan bubu pada musim ini. CPUE bubu terendah terjadi pada bulan Februari pada saat musim utara berlangsung yaitu dengan nilai 6,03. Pada musim ini kondisi angin dan gelombang cukup kuat sehingga banyak nelayan tidak melakukan aktivitas demi keselamatan.
48
Gambar 37. Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Dominan Per Bulan Tahun 2009 di Kota Batam
III.5.4. TREND TAHUN 2008‐2009
Trend Tangkapan Trend tangkapan tahunan dapat digunakan untuk melihat perkembangan usaha perikanan nelayan setiap tahunnya. Hal tersebut dapat di tunjukkan dengan mengamati rata‐rata total tangkapan nelayan setiap tahun pada musim yang sama. Hal ini sangat bermanfaat bagi nelayan untuk melakukan manajemen dalam kegiatan penangkapan ikan.
Gambar 38. Perbandingan Rata‐rataTotal Tangkapan Nelayan Tahun 2008 dan 2009 di Kota Batam Secara umum rata‐rata total tangkapan perbulan tahun 2008 dan 2009 yang diperoleh nelayan cukup bervariasi. Rata‐rata total tangkapan nelayan tahun 2009 di Kota Batam berkisar antara 114,5 – 375,3 Kg dengan rata‐rata tangkapan sebesar 240,9 Kg. Sedangkan rata‐rata total tangkapan nelayan tahun 2008 di Kota Batam berkisar antara 103,04 – 267,95 Kg dengan rata‐rata tangkapan sebesar 195,9 Kg. Jika dicermati lebih lanjut
49
maka terjadi kenaikan total tangkapan nelayan pada tahun 2009 yaitu sebesar 46.6 Kg. Kenaikan ini disebabkan karena pendataan CREEL di tahun 2009 lebih terarah setelah dilakukannya berbagai pelatihan mendalam mengenai CREEL kepada pencatat di lapangan. Sebagian besar total tangkapan di tahun 2008‐2009 didominasi oleh Cumi‐cumi.
Trend CPUE
Gambar 39. Trend CPUE Jaring, Pancing dan Candit Tahun 2008 dan 2009 di Kota Batam Trend CPUE berbagai alat tangkap di Kota Batam mengalami kenaikan di tahun 2009. Hal ini terlihat pada alat tangkap pancing yang mengalami kenaikan nilai CPUE dari 6,6 kg di tahun 2008 menjadi 8,51 kg di tahun 2009. Begitu juga dengan alat tangkap jaring,CPUE mengalami kenaikan dari 8,03 kg di tahun 2008 menjadi 9,07 kg di tahun 2009. Kenaikan trend CPUE tertinggi terjadi pada alat tangkap candit. Nilai CPUE candit pada tahun 2008 senilai 8.80 kg mengalami kenaikan menjadi 11,24 kg pada tahun 2009. Secara umum telah terjadi kecenderungan kenaikan CPUE, sehingga penggunaan alat tangkap tersebut perlu di maksimalkan lagi penggunaannya.
III.6. KABUPATEN NATUNA III.6.1. HASIL TANGKAPAN
Total Tangkapan Pemantauan pendaratan ikan di Kabupaten Natuna dilakukan sejak bulan Januari sampai Desember 2009. Kegiatan ini di lakukan di 9 lokasi Coremap yang tersebar di Kabupaten Natuna. Daerah survey pendaratan tersebut meliputi Sepempang, Tanjung, Kelanga, Pengadah, Cemaga, Sabang Mawang, Tanjung Kumbik dan Sededap. Dari hasil analisis diketahui bahwa total tangkapan perbulan sangat bervariasi. Total tangkapan per bulan
50
51
berkisar antara 1071,7 kg sampai 4701,8 kg dengan rata‐rata tangkapan 522,03 kg. Tabel 15. Total Tangkapan Nelayan per bulan di Kabupaten Natuna Tahun 2009
Bulan Tangkapan (kg/3 hari)
Jumlah Lokasi pendaratan
Rerata Tangkapan/bulan
Januari 1071,7 3 357,23
Februari 2852,5 4 713,13
Maret 1506,8 4 376,70
April 3311,7 6 551,95
Mei 4018,5 6 669,75
Juni 4357,7 7 622,53
Juli 3808,2 7 544,03
Agustus 2781,5 7 397,36
September 2766,1 7 395,16
Oktober 4701,8 8 587,73
Nopember 4091,8 8 511,48
Desember 4298,4 8 537,30
Total 39566,70 75 522,03 Sumber : Data Primer CREEL, 2009
Tabel 15 memperlihatkan bahwa total tangkapan tertinggi dijumpai pada bulan Oktober 2009 dengan total tangkapan 4701 Kg . Tinggi rendahnya total tangkapan seringkali dipengaruhi oleh musim. Pada bulan Oktober merupakan musim Barat dengan angin dan gelombang yang relatif kecil. Hal ini terlihat pada catatan harian nelayan yang mengatakan pada bulan Oktober angin dan gelombang cukup tenang. Sebaliknya, total tangkapan di kabupaten Natuna memiliki nilai paling rendah di bulan Januari yaitu sebesar 1071,7 kg. Rendahnya total tangkapan ini dipengaruhi oleh kondisi perairan yang kurang baik di musim utara. Kondisi ini menyebabkan mayoritas nelayan tidak melakukan aktivitasnya untuk mencari ikan. Musim utara di kabupaten Natuna biasa terjadi pada bulan Nopember hingga Januari. Tangkapan per Alat Tangkap Sebagian besar nelayan di Kabupaten Natuna merupakan nelayan tradisional dengan peralatan tangkap yang tradisional dan modal usaha yang kecil. Nelayan biasa mengoperasikan alat tangkapnya menggunakan perahu bermotor (pompong) maupun sampan. Beberapa alat tangkap yang sering dipakai di kabupaten Natuna adalah pancing tunda, pancing ulur, jaring, dan bubu.
52
Berdasarkan analisa data terlihat bahwa total tangkapan dari masing‐masing alat tangkap bervariasi. Total tangkapan terbesar dihasilkan oleh alat tangkap pancing ulur dengan tangkapan sebesar 17256,4 kg diikuti oleh pancing tunda dan jaring dengan total tangkapan untuk masing‐masing sebesar 11405,7 kg dan 4656,54 gg. Pancing ulur memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan dan banyak digunakan oleh nelayan di desa Sabang Mawang. Total tangkapan pancing tunda yang tertinggi di jumpai pada bulan Desember yaitu sebesar 2222.3 Kg. Hal ini cukup menarik karena pada bulan ini merupakan musim utara dengan angin dan gelombang yang cukup kuat. Musim ini dikenal sebagai musim ikan tongkol sehingga mayoritas nelayan menggunakan pancing tunda, dengan demikian total tangkapan alat tangkap pancing tunda cukup tinggi pada bulan ini. Desa Cemaga memiliki total tangkapan ikan terbesar dengan menggunakan alat tangkap pancing tunda yaitu sebesar 3128 kg. Secara umum, pancing ulur, pancing tunda dan jaring merupakan alat tangkap yang digunakan sepanjang tahun oleh para nelayan di kabupaten Natuna.
III.6.2. JENIS IKAN
Hasil pemantauan pendaratan ikan yang dilakukan selama bulan Januari hingga Desember tahun 2009 di kabupaten Natuna telah mencatat kurang lebih sebanyak 121 jenis tangkapan yang terdiri atas ikan dan non ikan. Kelompok non ikan terdiri atas cumi‐cumi, kepiting dan teripang. Sedangkan kelompok ikan terdiri dari 118 jenis yang meliputi ikan‐ikan pelagis maupun ikan‐ikan karang. Jenis tangkapan non ikan di dominasi oleh cumi‐cumi dengan total tangkapan sebesar 3717.5 kg. Tangkapan non ikan yang merupakan famili dari Loligonidae ini biasa di tangkap dengan menggunakan serampang. Alat tangkap serampang berbentuk seperti tombak, terdiri dari tangkai pegangan dan mata tirok. Tangkai atau pegangan terbuat dari kayu atau rotan. Mata tirok terbuat dari besi kecil dengan diameter 2 mm, panjang sekitar 10 cm. Besi kecil disusun antara 1 atau 5 batang dan ujungnya diasah sehingga menjadi tajam untuk menikam hewan tangkapan. Penggunaan alat ini tidak mengenal musim penangkapan yang artinya dapat dilakukan sepanjang tahun. Selain cumi‐cumi, tangkapan non ikan lainnya yaitu kepiting dengan total tangkapan sebesar 78,2 Kg. Hasil tangkapan kepiting hanya di temui di daerah Kelanga dan Tanjung.
Gambar 40. Lima Jenis tangkapan dominan berdasarkan famili di Kabupaten Natuna 2009 Jenis tangkapan ikan di kabupaten Natuna didominasi oleh famili Scombridae dengan total tangkapan sebesar 12166,3 kg (Gambar 51). Famili ini merupakan kelompok ikan pelagis yang terdiri atas beberapa ikan seperti ikan simbek surat, simbek dabat, tenggiri, banyar dan lain‐lain. Hasil tangkapan dari famili Scombridae ini di dominasi oleh ikan simbek surat (Euthynnus affinis) dengan total tangkapan sebesar 4692,9 kg kemudian disusul oleh ikan simbek dabat (Cybiosarda elegans) dan simbek burung (Auxis thazard) dengan total tangkapan sebesar 3733,4 kg dan 1274,3 kg. Hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis ikan karang dominan hasil dari tangkapan nelayan (Tabel 16). Ikan kerisi bali (Pristipomoides multidens) yang merupakan famili dari lutjanidae memiliki total tangkapan ikan karang tertinggi yaitu sebesar 5403,1 kg. Ikan ini dijumpai hampir di semua lokasi pendaratan ikan kecuali di daerah pulau Sededap. Ikan ini termasuk ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang menjadi target penangkapan nelayan di kabupaten Natuna. Biasanya ikan kerisi bali di tangkap dengan menggunakan alat tangkap pancing. Ikan kerisi bali ditemui sepanjang tahun di kabupaten Natuna kecuali pada bulan Januari. Hal ini mungkin disebabkan pada bulan januari tejadi musim utara dimana angin serta ombak cukup besar akibatnya banyak nelayan yang tidak melakukan aktivitasnya di laut.
53
Tabel 16. Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Natuna tahun 2009 Nama Ikan Nama Ilmiah Famili Total
Tangkapan Kerisi Bali Pristipomoides multidens Lutjanidae 5403.1
Manyuk Patik Carangoides fulvoguttatus Carangidae 1907
Bembang Lutjanus argentimaculatus Lutjanidae 1718.7
Ilak Kyphosus sp. Kyphosidae 986.7
Ketambak Kuning Lethrinus miniatus Lethrinidae 937.5
Ikan manyuk patik (Carangoides fulvoguttatus) juga termasuk ikan karang dominan yang ditemukan di wilayah Coremap Kabupaten Natuna. Ikan yang termasuk Famili Carangidae ini merupakan ikan konsumsi yang juga banyak dicari nelayan. Ikan ini dijumpai sepanjang tahun di kabupaten Natuna. Total tangkapan ikan manyuk patik pada tahun 2009 di wilayah kabupaten Natuna mencapai 1907 kg.
Gambar 41. Gambar Ikan karang dominan yang teridentifikasi
III.6.3. CPUE Catch per unit effort atau yang lebih dikenal sebagai CPUE adalah jumlah tangkapan nelayan dalam sekali usaha penangkapan menggunakan suatu alat tangkap tertentu Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap selama tahun 2009 di Kabupaten Natuna disajikan dalam gambar 42.
54
Gambar 42. Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Dominan Tahun 2009 di Kabupaten Natuna Gambar 53 diatas menunjukkan bahwa CPUE tertinggi diperoleh dari alat tangkap pancing ulur dengan nilai 23,67 kg. Alat tangkap ini dipergunakan nelayan di semua lokasi pendaratan ikan di Kabupaten Natuna. Hasil tangkapan pancing ulur merupakan ikan‐ikan karang dengan jenis tangkapan yang cukup bervariasi mulai dari kerapu, manyuk, kerisi bali dan sebagainya. Selain pancing ulur, jaring dan pancing tunda juga memiliki nilai CPUE yang relatif tinggi dengan nilai sebesar 21,66 kg dan 16,55 kg. Alat tangkap pancing tunda merupakan alat tangkap yang memiliki spesifikasi khusus untuk menangkap ikan tongkol. Alat ini dapat dijumpai di sepanjang musim dan di semua lokasi survey pendaratan ikan di Kabupaten Natuna. Nilai CPUE untuk masing‐masing alat tangkap setiap bulannya bervariasi. Gambar 43 menunjukkan hasil analisa CPUE dari pancing ulur, pancing tunda dan jaring yang digunakan nelayan kabupaten Natuna selama tahun 2009. Alat tangkap pancing tunda memiliki nilai CPUE tertinggi pada bulan Desember. Hal ini disebabkan karena pada bulan ini merupakan musim ikan tongkol. Untuk mendapatkan ikan tongkol, Nelayan biasanya menggunakan alat tangkap pancing tunda, akibatnya CPUE alat tangkap pancing tunda pada bulan Desember cukup tinggi dari bulan‐bulan lainnya. Berbeda dengan pancing tunda, pancing ulur dan jaring memiliki CPUE tertinggi pada bulan Mei. Menurut informasi dari nelayan, pada bulan Mei kondisi angin dan gelombang cukup baik sehingga kemungkinan faktor tersebut yang menyebabkan tingginya nilai CPUE pada bulan Mei.
55
Gambar 43. Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Dominan di Kab. Natuna Tahun 2009
III.6.4. TREND TAHUN 2008‐2009 Trend Tangkapan Trend tangkapan tahunan dapat digunakan untuk melihat perkembangan usaha perikanan nelayan setiap tahunnya. Hal tersebut dapat di tunjukkan dengan mengamati rata‐rata total tangkapan nelayan setiap tahun pada musim yang sama. Hal ini sangat bermanfaat bagi nelayan untuk melakukan manajemen dalam kegiatan penangkapan ikan.
56
Gambar 44. Perbandingan Rata‐rata Total Tangkapan Nelayan Tahun 2008 dan 2009 di Kabupaten Natuna Secara umum rata‐rata total tangkapan per bulan tahun 2008 dan 2009 yang diperoleh nelayan cukup bervariasi. Rata‐rata total tangkapan nelayan tahun 2009 di Kabupaten natuna berkisar antara 357,2 – 713,1 kg dengan rata‐rata tangkapan sebesar 527,6 kg. Sedangkan rata‐rata total tangkapan nelayan tahun 2008 di Kabupaten Natuna berkisar antara 397.2 – 551,3 g dengan rata‐rata tangkapan sebesar 451 Kg. Terjadi kenaikan total tangkapan nelayan pada tahun 2009 yaitu sebesar 76,6 Kg. Trend CPUE Trend Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap tahun 2008 dan 2009 tersaji pada gambar 45.
Gambar 45. CPUE Jaring, Pancing Tunda dan Pancing ulur di Kabupaten Natuna Tahun 2008 dan 2009
57
58
Gambar 57 menunjukkan bahwa trend CPUE pancing tunda dan pancing ulur mengalami kenaikan di tahun 2009. CPUE pancing tunda mengalami kenaikan sebesar 5,2 kg sedangkan pancing ulur mengalami kenaikan sebesar 6.5 kg. Secara umum telah terjadi kecenderungan kenaikan CPUE pada pancing tunda maupun pancing ulur, sehingga penggunaan alat tangkap tersebut perlu di maksimalkan lagi penggunaannya. Sebaliknya, CPUE alat tangkap jaring mengalami penurunan yang signifikan di tahun 2009 sebesar 23 kg/hari
III.7. KABUPATEN BINTAN
III.7.1.HASIL TANGKAPAN Total tangkapan Tangkapan ikan nelayan kabupaten Bintan pada tahun 2009 mewakili semua musim (4 musim) yaitu dari bulan Januari sampai Desember. Periode Musim di kabupaten Bintan masih sama seperti tahun‐tahun sebelumnya yaitu musim Utara (November‐Februari), musim Timur (Maret‐Mei), musim Selatan (Juni‐Agustus) dan musim Barat (September‐Oktober). Periode musim Barat di desa Gunung Kijang hanya terjadi selama 2 bulan yaitu September dan Oktober. Sedangkan desa Mapur musim Barat terjadi selama 3 bulan yaitu September sampai November (RPTK, 2008). Nelayan di kabupaten Bintan umumnya melaut di setiap musim meskipun pada musim tertentu yaitu musim Utara angin dan ombak besar. Saat ini hanya sedikit nelayan yang melaut. Kondisi cuaca secara umum 5 desa di kabupaten Bintan disajikan pada tabel 17. Tabel 17. Kondisi cuaca per musim di Kabupaten Bintan
Desa Musim
Utara Timur Selatan Barat Angin Ombak Angin Ombak Angin Ombak Angin Ombak
Gunung Kijang
Besar Tinggi Kecil Kecil Sedang Sedang‐Tinggi
Sedang‐Besar
Sedang‐tinggi
Kawal Besar Tinggi Kecil Kecil Sedang Sedang‐Tinggi
Sedang‐Besar
Sedang‐tinggi
Teluk Bakau
Besar Tinggi Kecil Kecil Sedang Sedang‐Tinggi
Sedang‐Besar
Kecil‐besar
Malang Rapat
Besar Tinggi Kecil Kecil Sedang Sedang‐Tinggi
Sedang‐Besar
Kecil‐Tinggi
Mapur Besar Tinggi Kecil Kecil Kecil‐sedang
Kecil‐Tinggi
Sedang‐Besar
Kecil‐Tinggi
Sumber : Disarikan dari RPTK Desa Gunung Kijang, Kawal, Teluk Bakau, Malang Rapat dan Mapur, 2008
59
Total tangkapan per bulan nelayan kabupaten Bintan berikisar antara 744,2 kg ‐ 4785 kg (Tabel 18). Total tangkapan ikan tertinggi terjadi pada musim selatan (bulan Juni) yaitu 4785 kg. Musim selatan umumnya musim paling produktif bagi nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal dibanding musim yang lainnya. Pada musim ini cuaca sangat mendukung bagi nelayan untuk melaut. Pada musim selatan terlihat adanya variasi kondisi cuaca yaitu ombak dan angin dari sedang hingga besar Tabel 18. Total tangkapan per bulan di Kabupaten Bintan tahun 2009
Bulan Tangkapan 3 hari (kg)
Jumlah lokasi pendaratan
Rerata tangkapan (kg/bulan)
Januari 744,2 7 106,31
Februari 2515 7 359,29
Maret 2089 8 261,13
April 2722 8 340,25
Mei 4752 9 528
Juni 4785 9 531,67
Juli 3447 9 383
Agustus 2266 9 251,78
September 2634 8 329,25
Oktober 1205 7 172,14
November 2303 9 255,89
Desember 3959 7 565,57
TOTAL 33421,20 97 340,36
Sumber : Data primer CREEL, 2009
Tangkapan berdasarkan alat tangkap Alat tangkap yang digunakan nelayan kabupaten Bintan umumnya masih sama dengan tahun‐tahun sebelumnya. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah bubu, bubu ketam, jaring , kelong, panah, pancing, speargun, rawai dan tangkul. Diantara jenis‐jenis alat tangkap tersebut terdapat beberapa alat yang memiliki produktivitas tinggi dan hampir digunakan sepanjang musim yaitu, bubu, bubu ketam, jaring, pancing dan rawai. Alat tangkap jaring, pancing dan rawai memiliki variasi berbeda berdasarkan jenis ikan target yang akan ditangkap. Jaring puput yang hanya digunakan untuk menangkap ikan puput dan jaring todak hanya digunakan untuk menangkap ikan todak. Jaring‐jaring tersebut memiliki perbedaan di ukuran mata jaring dan disesuaikan dengan ukuran ikan target yang akan di tangkap. Untuk alat tangkap pancing dan rawai biasanya dibedakan berdasarkan
ukuran mata pancing. Ukuran mata pancing untuk ikan hiu dan pari biasanya lebih besar jika dibandingkan mata pancing untuk menangkap ikan yang lebih kecil (gambar 46).
Gambar 46. Rawai hiu (kiri) dan rawai ikan (kanan) Dari kelima alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan di kabupaten Bintan, alat tangkap rawai memiliki total tangkapan paling tinggi yaitu 2087 kg , dengan kisaran antara 100,9 kg ‐ 2087 kg. Fluktuasi total tangkapan per musim tidak begitu tinggi, kecuali pada musim utara. Alat tangkap rawai ini umumnya digunakan oleh nelayan di desa Kawal dan Teluk Bakau. Fluktuasi tangkapan yang sama juga terjadi pada alat tangkap bubu. Tangkapan bubu umumnya rendah kecuali pada musim utara yaitu mencapai 516,6 kg. Alat tangkap bubu banyak digunakan oleh nelayan dari desa Mapur dan Teluk Bakau. Hasil tangkapan menggunakan jaring dan bubu ketam ternyata juga memiliki fluktuasi musiman hampir sama yaitu tangkapan terlihat rendah pada musim utara kemudian mengalami kenaikan pada musim timur yang pada akhirnya mengalami puncak tangkapan tertinggi pada musim selatan. Setelah itu akan kembali mengalami penurunan pada musim barat hingga tangkapan terendah terjadi pada musim utara. Total tangkapan tertinggi dari kedua alat tangkap tersebut diperoleh pada peralihan musim timur menuju musim selatan (Mei‐Juni) sebesar 2121,1 kg untuk jaring dan 1207 kg untuk bubu ketam. Tangkapan menggunakan pancing memiliki kisaran 47,3 kg‐ 865,5 kg sepanjang tahun 2009. Tangkapan tertinggi alat ini diperoleh pada musim barat dan didominasi oleh nelayan dari desa Mapur dan Teluk Bakau.
60
61
III.7.2. JENIS IKAN Jenis‐jenis tangkapan nelayan kabupaten Bintan umumnya bervariasi mulai dari tangkapan jenis ikan dan non ikan. Tangkapan jenis ikan dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu ikan asosiasi dengan karang dan ikan pelagis. Setelah dilakukan identifikasi dikelompokkan berdasarkan famili diperoleh 11 famili dengan lima famili dominan dengan kontribusi tangkapan tertinggi berturut‐turut adalah Scombridae, Carangidae, Siganidae, Lutjanidae dan Scaridae. Dari kelima famili dominan, empat diantaranya dikelompokkan kedalam ikan karang, yaitu Carangidae, Siganidae, Lutjanidae dan Scaridae. Total tangkapan famili Carangidae mencapai 3709 kg didominasi oleh jenis ikan selar. Kontribusi ikan selar menyumbang 91,95 % yaitu 3410,7 kg dari total famili Carangidae. Jenis lain yang memberikan kontribusi tinggi terhadap famili Carangidae adalah selar papan dengan total tangkapan 245,3 kg. Kedua jenis ini hampir ditangkap disepanjang musim dan dominan ditangkap oleh nelayan desa Teluk Bakau, Malang Rapat dan Sedikit ditangkap di desa Kawal dan Mapur. Sedangkan jenis lain dari famili ini umumnya total tangkapan <50 kg. Famili siganidae atau dikenal dengan sebutan Baronang didominasi oleh jenis lambai sebesar 987,4 kg dan lebam sebesar 319, 8 kg, sedangkan kontribusi tangkapan jenis‐jenis yang lain <100 kg. Total tangkapan famili Siganidae mencapai 1597,4 kg. Famili ini umumnya ditangkap sepanjang musim namun tidak setiap bulan dan lebih banyak ditangkap oleh nelayan dari desa Teluk Bakau, Mapur dan sedikit di desa Kawal. Total Tangkapan famili Lutjanidae (kakap) sebesar 944,8 kg didominasi oleh jenis mentimun (382,4 kg) dan mentanda (272,5 kg). Secara umum famili Lutjanidae melimpah pada musim barat dan utara kecuali mentimun yang ditangkap disepanjang tahun. Famili ini banyak ditangkap oleh nelayan desa Mapur, Gunung Kijang dan sedikit di desa Kawal. Famili Scaridae didominasi oleh ikan jampung. Ikan jampung memberi kontribusi tangkapan sebesar 704,2 kg dari total famili Scaridae sebesar 753,5 kg atau sekitar 93,45 %. Sedangkan jenis lain selain jampung kontribusinya sangat rendah yaitu <30 kg. Famili ini hampir ditangkap disetiap bulan dan merata di semua desa kecuali desa Gunung Kijang. Tangkapan ikan karang berdasarkan jenis yang berhasil diidentifikasi dikelompokkan menjadi 63 jenis. Tabel 19 menunjukkan sembilan jenis ikan karang dominan yang ditangkap nelayan kabupaten Bintan.
62
Tabel 19. Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Bintan tahun 2009 Nama Ilmiah Famili Nama Lokal Total (kg)
Decapterus tabl Carangidae Selar 3410,7
Siganus doliatus Siganidae Lambai 978,4
Scarus pyrrhurus Scaridae Jampung 704,2
Paropeneus chrysopleuron Mullidae Pinang‐Pinang 568,1
Caesio lunaris Caesionidae 476,2
Lutjanus decussatus Lutjanidae Mentimun 382,4
Siganus guttatus Siganidae Lebam 319,8
Lethrinus lentjan Lethrinidae Ketambak 300,6
Lutjanus ehrenbergi Lutjanidae Mentanda 272,5
Jenis tangkapan kelompok non ikan karang (jenis‐jenis pelagis) didominasi oleh famili Scombridae. Total tangkapan famili Scombridae mencapai 5995 kg sepanjang tahun 2009. Kontribusi tangkapan terbesar famili ini didominasi oleh ikan selikur (3212,3 kg), tongkol (1064,9 kg) dan kembung (869,2 kg). Anggota famili scombridae umumnya banyak ditangkap di desa Teluk Bakau dan Malang rapat. Hampir setiap bulan sepanjang tahun 2009 jenis‐jenis ikan yang termasuk ke dalam famili Scombridae tertangkap oleh nelayan, namun tangkapan tertinggi diperoleh pada musim utara (November‐Februari). Jenis tangkapan non ikan lainnya adalah dari famili portunidae (ketam rajungan), sotong dan pari. Famili portunidae menyumbangkan 77,09 % dari total tangkapan jenis non ikan atau sekitar 6835,75 kg. Kemudian diikuti tangkapan sotong yang menyumbang sekitar 22,55 % atau sebesar 2000,2 kg. Sotong yang ditangkap oleh nelayan terdapat 2 jenis yaitu sotong karang dan sotong batu. Secara morfologi terdapat perbedaan yang tampak pada bagian dorsal tubuh. Pada sotong batu bagian dorsal (punggung) sangat keras menyerupai tempurung kura‐kura. Dari segi nilai ekonomi sotong karang kurang lebih sama dengan sotong batu dengan harga berkisar antara 8000‐13000 sesuai dengan ukuran sotong.
III.7.3. CPUE
CPUE (Tangkapan per unit usaha) digunakan untuk mengetahui produktivitas per alat tangkap untuk setiap musim. Dari hasil penghitungan CPUE akan terlihat flukstuasi nilai CPUE disetiap bulan ataupun musim disepanjang tahun. Sehingga data tersebut bisa digunakan sebagai acuan manajemen penggunaan alat tangkap pada musim yang sama pada tahun‐tahun berikutnya. Dari kelima alat tangkap yang digunakan nelayan di kabupaten Bintan hanya 4 jenis alat tangkap yang memberikan kontribusi signifikan terhadap hasil tangkapan yaitu bubu, jaring, pancing dan rawai. Berikut adalah nilai CPUE untuk masing‐masing alat tangkap pada tahun 2009;
Nilai CPUE tertinggi untuk tiap alat tangkap hampir semuanya diperoleh pada musim utara kecuali CPUE pancing yang tertinggi diperoleh pada musim barat. Nilai CPUE bubu berkisar antara 3,96‐39,74 kg dengan rata‐rata CPUE senilai 14, 47 kg. Nilai CPUE jaring berkisar antara 13,35‐67,74 dengan rata‐rata CPUE adalah 33,97 kg. Nilai CPUE pancing berkisar antara 5,12‐24,4 kg dengan rata‐rata 9,83 kg. Sedangkan nilai CPUE rawai berkisar antara 7,76‐109,84 kg dengan rata‐rata per bulan 35,81 kg.
III.7.4.TREND TAHUN 2008‐2009
Trend Tangkapan Trend total tangkapan per tahun merupakan perbandingan rata‐rata tangkapan nelayan per bulan pada tahun 2008 dan 2009. Rata‐rata tangkapan/bulan mengalami kenaikan yaitu dari 197, 55 kg pada tahun 2008 naik hingga 344,5 kg pada tahun 2009.
Gambar 48. Total tangkapan nelayan perbulan di Kabupaten Bintan tahun 2008 dan 2009. Lokasi pendaratan ikan di 5 desa kabupaten Bintan tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Meningkatnya rata‐rata tangkapan disebabkan karena meningkatnya jumlah responden pada tahun 2009 yang secara tidak langsung menambah kontribusi terhadap total tangkapan. Trend CPUE Nilai CPUE alat tangkap dominan nelayan di kabupaten Bintan tahun 2008 cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2009 (Gambar 49). Nilai CPUE bubu relatif kecil penurunannya dari 15 kg menjadi 13,17 kg. Keadaan ini menunjukkan bahwa produktivitas alat tangkap bubu relatif tidak berubah. Penurunan nilai CPUE yang cukup signifikan terlihat pada alat tangkap jaring dan pancing. Nilai CPUE jaring dan pancing turun sekitar 50 % pada tahun 2009. Sedangkan Nilai CPUE rawai mengalami kenaikan dari 26,4 kg hingga 40,57 kg . Hal ini menunjukkan bahwa mungkin terjadi peningkatan kapasitas penggunaan alat tangkap rawai di tahun 2009.
64
Gambar 49. Trend CPUE dari beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan tahun 2009
III.8. KABUPATEN LINGGA III.8.1. HASIL TANGKAPAN
Pengambilan data CREEL tahun 2009 di Kabupaten Lingga dilakukan di 7 desa, yaitu Limbung, Benan, Berjung, Penaah, Sekanah, Temiang dan Mamut. Di masing‐masing desa ditetapkan 2 lokasi pendaratan ikan sebagai tempat pendataan, sehingga jumlah lokasi pendaratan ikan di Kabupaten Bintan adalah 14 lokasi.
Total Tangkapan Hasil tangkapan nelayan bervariasi setiap bulannya. Rata‐rata tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan dari bulan Januari– Desember 2009 adalah sebesar 1327,98 kg dengan rata‐rata tangkapan per bulan sebesar 105,78 kg (Tabel 20). Tangkapan nelayan terlihat cenderung meningkat pada bulan Juli sampai Oktober, dan menurun pada bulan Desember 2009. Keadaan ini sesuai dengan Romdiati, et.al (2006) yang menyatakan bahwa hasil tangkapan terbesar umumnya diperoleh nelayan pada Musim Selatan (Juni‐September). Akan tetapi jika dibandingkan dengan tangkapan pada tahun 2008 hasil ini sangatlah bertentangan, karena pada tahun 2008 hasil tangkapan nelayan tertinggi dijumpai pada musim Barat (September‐Desember) (Laporan CREEL, Lingga 2008).
65
Tabel 20. Total Tangkapan Nelayan per bulan di Kabupaten Lingga tahun 2009 Bulan Tangkapan 3 hari
(kg) Jumlah lokasi
Rerata tangkapan/bulan
Januari 430,3 9 47,81
Februari 1422 14 101,57
Maret 1124 14 80,29
April 957 14 68,36
Mei 1163 14 83,07
Juni 1055 13 81,15
Juli 1580 14 112,86
Agustus 2128 14 152
September 2123 13 163,31
Oktober 2227 13 171,31
November 233,5 4 58,38
Desember 1493 10 149,3
Rata‐rata 1327,98 146 105,78 Sumber : data CREEL, 2009
Tangkapan per Alat Tangkap Hasil identifikasi alat tangkap, diketahui bahwa nelayan di Kabupaten Lingga menggunakan 10 jenis alat tangkap, yaitu bubu, candit, comek, jaring, jaring kepiting, pancing, rawai, serok, tangkul dan tonda. Namun demikian hanya 5 alat tangkap yang memberikan kontribusi signifikan kepada total tangkapan (gambar 50)
Gambar 50. Jenis alat tangkap dominan yang memberikan kontribusi terbesar kepada total tangkapan
66
67
Masing‐masing alat tangkap dominan di Kabupaten Linggga memberikan kontribusi yang bervariasi terhadap total tangkapan nelayan. Alat tangkap pancing memberikan kontribusi sebesar 45,52% , bubu sebesar 18,4%, jaring sebesar 13,98%, rawai sebesar 9,98% dan jaring kepiting sebesar 7,55%. Kontribusi masing‐masing alat tangkap juga berbeda sepanjang tahun. Alat tangkap bubu dan rawai memberikan kontribusi terbesar pada bulan Juli‐ Agustus, jaring kepiting pada bulan Juni – Juli. Kontribusi alat tangkap jaring terlihat relatif besar pada bulan September – Oktober, sedangkan pancing pada bulan Agustus sampai Oktober.
III.8.2. JENIS IKAN
Jenis tangkapan yang diperoleh nelayan di Kabupaten Lingga sangat bervariasi. Jenis tangkapan dibedakan menjadi kelompok ikan dan non ikan. Kelompok ikan dibedakan lagi menjadi kelompok ikan karang dan non ikan karang. Kelompok ikan karang didominasi oleh 5 famili, yaitu : Carangidae, Lutjanidae, Siganidae, Haemulidae dan Caesionidae. Carangidae merupakan ikan asosiasi dengan terumbu karang mendominasi total tangkapan, yaitu sebesar 1696 kg. Dari keempat famili lainnya, famili Lutjanidae yang dikenal sebagai ikan kakap dan famili Siganidae atau ikan baronang memberikan kontribusi tangkapan lebih dari 1000 kg, yaitu sebesar 1082,6 kg dan 1014,8 kg. Selanjutnya dua famili lainnya memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan masing‐masing sebesar 460, 9 kg untuk famili Haemulidae atau ikan bibir tebal dan 370 kg untuk famili Caesionidae atau ikan ekor kuning. Ikan‐ikan karang yang ditangkap oleh nelayan di Kabupaten Lingga dikelompokkan menjadi sepuluh jenis ikan karang yang dominan berdasarkan jumlah tangkapannya (Tabel 21.).
Tabel 21. Jenis Ikan Karang Dominan di Kabupaten Lingga Tahun 2009 Jenis Famili Berat
Mentimun (Lutjanus decussatus) Lutjanidae 944
Dingkis (Siganus argenteus) Siganidae 550,6
Lebam (Siganus guttatus) Siganidae 393,9
Selar (Decapterus tabl) Carangidae 334,6
Kerapu Sunu Seranidae 154,9
Ikan Merah Lutjanidae 138,6
Atule mate Carangidae 126,5
Mempinang (Paropeneus chrysopleuron)
Mullidae 115,8
Mentanda (Lutjanidae) Lutjanidae 72,3
Lambai (Siganus doliatus) Siganidae 70,3 Sumber : Data CREEL, 2009
Kelompok non ikan karang yang umumnya tertangkap di Kabupaten Lingga adalah jenis‐jenis ikan yang termasuk kedalam famili Sphyraenidae dengan total tangkapan sebesar 1861,14 kg. Kelompok non ikan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan nelayan adalah famili Portunidae, sotong dan pari (Gambar 51). Total tangkapan dari masing‐masing adalah sebesar 1147,65 kg (Portunidae), 847,9 (Sotong) dan 745,5 kg (Pari). Gambar 51 memperlihatkan bahwa terlihat bahwa hasil tangkapan tertinggi di kabupaten Lingga selama tahun 2009 bukanlah ikan karang, akan tetapi ikan pelagis (Sphyraenidae). Hal ini memberikan gambaran bahwa penangkapan ikan karang oleh nelayan di kabupaten ini masih terbatas. Menurut informasi pencatat, ada nelayan yang menangkap ikan karang ekonomis, seperti kerapu (Serranidae) dalam keadaan hidup. Kemudian ikan tersebut ditampung dalam keramba dan langsung dijual ke pengumpul dari Singapura.
Gambar 51. Jenis tangkapan di Kabupaten Lingga tahun 2009
68
III.8.3. CPUE Catch Per Unit Effort atau total tangkapan per satuan usaha menunjukkan produktifitas per masing‐masing alat tangkap yang digunakan di tiap daerah. Alat tangkap di kabupaten Lingga yang umum digunakan adalah pancing, jaring, jaring kepiting, rawai dan bubu. Alat tangkap lainnya, seperti comek digunakan oleh beberapa nelayan di desa Berjung, candit di desa Mamut dan tangkul serta serok digunakan oleh sebagian kecil nelayan di desa Temiang. Penangkapan per Satuan Usaha (Catch Per Unit Effort/CPUE) dari kelima alat tangkap itu memberikan gambaran yang berbeda . CPUE untuk alat jaring (13,3 kg) terlihat paling tinggi dibandingkan dengan CPUE alat tangkap lainnya. Alat tangkap ini terlihat efektif digunakan oleh nelayan desa Benan, dengan jenis tangkapan umumnya adalah ikan‐ikan yang berukuran besar seperti pari, hiu dan jahan. Nilai CPUE alat tangkap bubu, jaring dan pancing relatif sama, berkisar antara 8,91 kg – 9,81 kg (Gambar 52). Jaring kepiting mempunyai nilai CPUE paling kecil dantara kelima alat tangkap, yaitu 4,97 kg. Alat tangkap ini memang spesifik digunakan untuk menangkap rajungan (Portunidae) dan digunakan terutama oleh nelayan di desa Limbung.
Gambar 52. CPUE beberapa alat tangkap dominan di Kabupaten Lingga Nilai CPUE kelima alat tangkap berfluktuasi sepanjang tahun. Nilai CPUE bubu dan jaring terlihat tinggi pada bulan Agustus. Artinya bahwa hasil tangkapan nelayan di bulan Agustus dengan alat tangkap bubu dan jaring paling banyak dibandingkan dengan bulan‐bulan lainnya. Demikian pula dengan Nilai CPUE jaring kepiting terlihat tinggi pada bulan April. Keadaan ini mencerminkan bahwa pada bulan April tangkapan nelayan untuk jenis rajungan lebih tinggi dibandingkan dengan bulan lainnya.
69
III.8.4. TREND TAHUN 2008‐2009
Trend Tangkapan Pemantauan pendaratan ikan di daerah‐daerah COREMAP Kabupaten Lingga telah dilakukan sejak tahun 2008. Perbandingan data yang diperoleh pada tahun 2008 dan 2009 menunjukkan bahwa rata‐rata tangkapan per daerah per bulan pada tahun 2008 sebesar 101,5 Kg, sedangkan di tahun 2009 sedikit lebih tinggi, yaitu 105,9 Kg (Gambar 54). Kenaikan hasil tangkapan ini mungkin disebabkan oleh adanya penambahan target tangkapan nelayan. Dari hasil pemantauan tahun 2008 terlihat bahwa alat tangkap dominan di kabupaten Lingga hanya 4 jenis, sedangkan tahun 2009 alat tangkap dominan bertambah menjadi 5 jenis, yaitu jaring kepiting. Diduga adanya tangkapan rajungan memberikan kontribusi terhadap trend tangkapan nelayan. Hal ini juga dapat dilihat dari jenis tangkapan dominan di kabupaten Lingga yang memperlihatkan bahwa rajungan menempati urutan ketiga dari total tangkapan nelayan tahun 2009 dengan jumlah tangkapan sebesar 1147,95 kg.
Gambar 54. Trend rata‐rata tangkapan per bulan tahun 2008‐2009 di kabupaten Lingga
Trend CPUE Trend CPUE lima alat tangkap di Kabupaten Lingga disarikan dalam Gambar 55. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai CPUE alat tangkap bubu, jaring pancing dan rawai cenderung menurun bila dibandingkan dengan nilai CPUE tahun sebelumnya, hanya nilai CPUE jaring kepiting yang mengalami sedikit kenaikan, yaitu 3,50 kg pada tahun 2008 menjadi 4,97 kg pada tahun 2009
71
Gambar 55. CPUE alat tangkap dominan di kabupaten Lingga tahun 2008 dan 2009 Secara umum dapat dikatakan bahwa produktifitas alat tangkap bubu, jaring, pancing dan rawai menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh : kondisi lingkungan dan kapasitas nelayan. Informasi yang diperoleh dari masyarakat mengatakan bahwa di kabupaten Lingga terdapat penambangan bauxit baik legal maupun illegal. Proses pencucian galian sebagian memang dilakukan di daratan, namun alirannya akan berakhir ke laut. Keadaan ini akan menurunkan kualitas air laut di wilayah ini dan akhirnya akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Sementara itu, responden yang didata umumnya adalah nelayan tradisional yang hanya memiliki perahu tanpa mesin atau berkapasitas rendah, sehingga kemampuan mereka dalam mengantisipasi perubahan musim juga terbatas.
72
73
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1. KESIMPULAN
IV.1.1. KABUPATEN NIAS Dari pendataan CREEL di Kabupaten Nias tahun 2009, maka disimpulkan hal‐hal sebagai berikut : • Total tangkapan Kabupaten Nias tahun 2009 adalah sebesar
18.746,65 Kg, dengan rata‐rata tangkapan sebesar 283,07 kg/bulan. • Alat tangkap yang dominan digunakan di Kabupaten Nias pada tahun
2009 yaitu jaring dan pancing. Sedangkan pukat tepi hanya digunakan di dua desa, dan tombak hanya digunakan di 3 desa dengan hasil tangkapan yang tidak signifikan
• Hasil tangkapan didominasi oleh ikan mburu (Clupeidae). Sedangkan ikan karang yang dominan tertangkap di Kabupaten Nias terdiri dari Parupeneus chrysopleuron, Lethrinus ornatus, dan Lutjanus sp., serta ikan pelagis yang dominan yaitu Euthynnus affinis dan Katsuwonus pelamis.
• Nilai CPUE alat tangkap jaring di Kabupaten Nias pada tahun 2009 sebesar 18,95 kg/hari dan pancing sebesar 8,92 kg/hari.
• Nilai Total tangkapan di Kabupaten Nias pada tahun 2009 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2008, sedangkan nilai rata‐rata CPUE alat tangkap jaring dan pancing mengalami penurunan dari tahun 2008
IV.1.2. KABUPATEN NIAS SELATAN
Dari pendataan CREEL di Kabupaten Nias Selatan tahun 2009, maka disimpulkan hal‐hal sebagai berikut :
• Berdasarkan kelengkapan data selama setahun, maka hanya 2 desa yang terpilih untuk dianalisa lebih lanjut, yaitu desa Botohilitano dan Hayo .
• Total tangkapan selama 2009 sebesar 18826,8 Kg dengan rata‐rata tangkapan sebesar 784,45 kg/bulan.
• Alat tangkap dominan yang digunakan sepanjang tahun ialah jaring dan pancing. Sedangkan fondaru (speargun) dan jaring lingkar hanya digunakan untuk penangkap gurita, lobster dan ikan‐ikan tertentu.
• Dua jenis dominan yang merupakan ikan asosiasi da ikan karang ialah: Megalaspis cordyla (ikan kali; nama lokal – family Carangidae), dan Aluterus monoceros (Kapi‐kapi – Monacanthidae). Empat jenis ikan dominan lainnya merupakan ikan pelagis yaitu: Psenopsis humerosa (kafe‐kafe – Centrolophidae), Scomberomorus commerson (tenggiri – Scombridae), ikan layar – Istiophoridae dan Trichurus lepturus (layur – Trichuridae).
74
• Nilai rata‐rata CPUE jaring adalah 39, 82 kg dan CPUE pancing 11, 93 kg.
• Trend rata‐rata tangkapan nelayan per bulan di tahun 2009 (784,45 Kg) meningkat dibandingkan tahun 2008 (730 Kg).
• Trend CPUE jaring naik sebesar 27, 1 Kg. Trend CPUE pancing menurun sebesar 2, 06 Kg.
IV.1.3. KABUPATEN TAPANULI TENGAH
Dari pendataan CREEL di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009, maka disimpulkan hal‐hal sebagai berikut :
• Total tangkapan tahun 2009 adalah sebesar 4409kg, dengan rata‐rata tangkapan per bulan sebesar 93,05 kg.
• Alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan adalah pancing, jaring, dan pukat tepi.
• Jenis ikan karang yang dominan tertangkap adalah : Atule mate, Caranx caeruleopinnatus, Siganus guttatus, Siganus puellus, Caesio teres dan Lutjanus fulvus
• Jenis tangkapan non ikan yang paling tinggi pada tahun 2009 di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah rajungan (Portunidae), udang‐udangan (Penaeidaedan Cumi‐cumi (Loligonidae) .
• Nilai rata‐rata CPUE alat tangkap pukat tepi adalah 8,57 kg, jaring 3,13 kg, pancing 2,58 kg, bubu 3,78 kg, tangguk 2,03 kg dan speargun 2,68 kg
• Trend rata‐rata tangkapan nelayan setiap bulan berkurang sebesar 0,5 kg/bulan.
• Trend CPUE alat tangkap pukat tepi, jaring dan pancing menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun 2008, berturut‐turut sebesar 18,3 kg, 3,3 kg dan 0,7 kg.
IV.1.4. KABUPATEN MENTAWAI
Dari pendataan CREEL di Kabupaten Mentawai tahun 2009, maka disimpulkan hal‐hal sebagai berikut :
• Total tangkapan selama bulan Mei – Desember 2009 adalah sebesar 4579,48 kg dengan rata‐rata tangkapan per bulan sebesar 87,93 kg.
• Jaring dan pancing masih merupakan alat tangkap dominan yang digunakan nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai
• Jenis ikan karang yang dominan tertangkap adalah Lethrinus amboinensis, Caranx melampygus, Cephalopolis miniata, Lutjanus gibbus dan Caranx caeruleopinnatus.
• Nilai rata‐rata CPUE jaring adalah 17,14 kg lebih besar daripada CPUE pancing, yaitu 13,78 kg.
• Trend rata‐rata tangkapan nelayan setiap bulan meningkat sebesar 24,13 kg.
75
• Trend CPUE alat tangkap jaring menunjukkan peningkatan sebesar 10,5 kg, sedangkan CPUE pancing meningkat sebesar 2,77 kg.
IV.1.5. KOTA BATAM
Dari pendataan CREEL di Kota Batam tahun 2009, maka disimpulkan hal‐hal sebagai berikut :
• Total tangkapan nelayan selama Januari‐Desember 2009 adalah sebesar 26860,85, dengan tangkapan rata‐rata per bulan sebesar 240,9 Kg.
• Candit, Bubu, Jaring dan Pancing merupakan alat tangkap yang digunakan sepanjang tahun oleh para nelayan di Kota Batam.
• Ikan karang yang dominan tertangkap terdiri dari 5 jenis, yaitu : Caesio teres, Siganus argenteus, Caranx sexfasciatus, Atule mate dan Psammoperca waigiensis
• Nilai rata‐rata CPUE alat tangkap Pukat Bilis yaitu 19,33 kg, Bubu 14,82 kg, kelong 11,95 kg, Candit 11,24 kg, Jaring 9,67 kg, sedangkan CPUE alat tangkap pancing yaitu 8,51 kg
• Trend rata‐rata tangkapan nelayan setiap bulan meningkat sebesar 46,6 kg.
• Trend CPUE Jaring, Pancing dan Candit menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan tahun 2008, berturut‐turut sebesar 1,64 kg untuk pancing, 1,91 kg untuk jaring dan 2,24 kg untuk candit..
IV.1.6. KABUPATEN NATUNA
Dari pendataan CREEL di Kabupaten Natuna tahun 2009, maka disimpulkan hal‐hal sebagai berikut :
• Total tangkapan nelayan selama Januari‐Desember 2009 adalah sebesar 39566,70 kg dengan tangkapan rata‐rata per bulan sebesar 522,03 Kg.
• Pancing tunda, pancing ulur dan jaring merupakan alat tangkap yang digunakan sepanjang tahun oleh para nelayan di Kabupaten Natuna
• Ikan karang yang dominan tertangkap terdiri dari 5 jenis, yaitu : Pristipomoides multidens, Carangoides fulvoguttatus, Lutjanus argentimaculatus, Kyphosus sp. dan Lethrinus miniatus.
• Nilai CPUE alat tangkap jaring 21.7, CPUE pancing ulur 23,7 dan CPUE pancing tunda 16.6
• Trend rata‐rata tangkapan setiap bulan mengalami kenaikan sebesar 76,6 kg.
• Trend CPUE pancing tunda dan pancing ulur mengalami kenaikan masing‐masing sebesar 5,20 kg dan 6,5 kg sedangkan trend CPUE jaring mengalami penurunan sebesar 23 kg.
76
IV.1.7. KABUPATEN BINTAN Dari pendataan CREEL di Kabupaten Bintan tahun 2009, maka disimpulkan hal‐hal sebagai berikut :
• Total tangkapan selama bulan Januari sampai Desember 2009 adalah sebesar 33421,20 kg dengan rata‐rata tangkapan per bulan sebesar 340,36 kg.
• Hasil tangkapan per alat tangkap menunjukkan bahwa setiap alat tangkap memiliki dominasi di masing‐masing desa : Rawai (Kawal dan Teluk Bakau), Bubu (Mapur dan Teluk Bakau), Bubu ketam (Gunung Kijang), Jaring (Malang Rapat, Teluk Bakau dan Kawal), Pancing (Mapur dan Teluk Bakau)
• Jenis tangkapan ikan nelayan kabupaten Bintan didominasi oleh jenis ikan pelagis dari famili Scombridae
• Jenis ikan karang yang dominan tertangkap adalah Decapterus tabl, Siganus doliatus, Scarus pyrrhurus, Paropeneus chrysopleuron dan Caesio lunaris
• Nilai rata‐rata CPUE alat tangkap dominan adalah : bubu 14,47 kg; jaring 33,97 kg; pancing 9,83 kg dan rawai 35,81 kg.
• Trend rata‐rata tangkapan setiap bulan naik sebesar 146,95 kg. • Trend CPUE bubu, jaring dn pancing mengalami penurunan,
berturut‐turut sebesar 1,83 kg, 32,92 kg dan 10,81 kg, sedangkan CPUE rawai mengalami kenaikan sebesar 14,17 kg.
IV.1.8. KABUPATEN LINGGA
Dari pendataan CREEL selama tahun 2009 disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
• Total tangkapan nelayan adalah 1327,98 kg, dengan rata‐rata tangkapan setiap hari sebesar 105,78 kg.
• Alat tangkap bubu, pancing, rawai, jaring dan jaring kepiting digunakan sepanjang tahun oleh nelayan.
• Jenis tangkapan nelayan didominasi oleh ikan dari famili Scombridae. Jenis ikan karang dominan yang teridentifikasi adalah : Lutjanus decussatus, Siganus argenteus, S guttatus, Decapterus tabl, Atule mate dan Paropeneus crhysopleuron
• Nilai CPUE bubu adalah 9,01 kg, pancing 9,81 kg, rawai 13,30 kg, jaring 8,91 kg dan jaring kepiting 4,97 kg.
• Trend rata‐rata tangkapan per bulan mengalami kenaikan sebesar 4,4 kg.
• Trend nilai rata‐rata CPUE bubu, pancing, rawai dan jaring mengalami penurunan sebesar 2,99 kg untuk bubu; 9,69 kg untuk jaring; 1,94 kg untuk pancing dan 6,36 untuk rawai. Akan tetapi nilai CPUE jaring ketam mengalami kenaikan sebesar 1,47 kg.
77
IV.2. SARAN Berdasarkan perhitungan nilai rata‐rata CPUE di setiap kabupaten maka disarankan hal‐hal sebagai berikut : 1. Penggunaan alat tangkap pancing di kabupaten Nias, Mentawai, Batam dan
Natuna masih dapat ditingkatkan lagi. Untuk kabupaten Natuna pancing yang digunakan lebih spesifik yaitu pancing ulur dan pancing tunda. Sebaliknya, di kabupaten Nias Selatan, Tapanuli Tengah, Bintan dan Lingga penggunaan alat tangkap ini harus dibatasi penggunaannya.
2. Penggunaan alat tangkap jaring di kabupaten Nias Selatan, Mentawai dan Batam masih dapat ditingkatkan lagi. Pembatasan penggunaan alat tangkap ini harus dilakukan di Kabupaten Nias, Tapanuli Tengah, Natuna, Bintan dan Lingga.
3. Penggunaan alat tangkap bubu di Kabupaten Bintan dan Lingga harus dibatasi penggunaannya.
4. Penggunaan alat tangkap rawai di kabupaten Bintan masih dapat ditingkatkan penggunaannya, sementara di Kabupaten Lingga harus dibatasi penggunaannya.
5. Penggunaan alat tangkap pukat tepi di kabupaten Tapanuli Tengah harus dibatasi penggunaannya.
6. Penggunaan alat tangkap candit di Kota batam dan jaring kepiting di kabupaten Lingga masih dapat ditingkatkan penggunaannya.
78
DAFTAR PUSTAKA
Allen Gerry. 2000. A Field Guide for Anglers and Divers Marine Fishes Of South‐East Asia.
Periplus. Singapore. Anonim, 2008a. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Gunung Kijang
Kabupaten Bintan. PIU‐COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. Anonim, 2008b. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Kawal Kabupaten
Bintan. PIU‐COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. Anonim, 2008c. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Mapur Kabupaten
Bintan. PIU‐COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. Anonim, 2008d. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Malang Rapat
Kabupaten Bintan. PIU‐COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. Anonim, 2008e. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Teluk Bakau
Kabupaten Bintan. PIU‐COREMAP II. Tidak Dipublikasikan. BPS Kabupaten Natuna. 2009. Natuna Dalam Angka 2009. Badan Pusat statistik
Kabupaten Natuna Coral Reef Information and Training Center. 2008. Buku Panduan Jenis‐jenis Ikan
Ekonomis di Terumbu Karang. CRITC‐COREMAP‐LIPI. Jakarta DEWEY, T. 2006. Clupeidae (On‐line), Animal Diversity Web.
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/ site/accounts/information/Clupeidae.html. diakses tanggal 30 Desember 2009
Dhewani Nurul, Agus Dendi R, Marenda Pandu Rizqi. 2009. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) di Kabupaten Nias Selatan. CRITC COREMAP II – LIPI. Jakarta.
Dhewani Nurul, Bambang Hermanto, Endah Susianti. 2009. Buku Panduan Jenis‐Jenis Ikan Ekonomis di Terumbu Karang. CRITC COREMAP II – LIPI. Jakarta.
Dhewani, N. 2008. Pedoman Lapangan Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL). CRITC‐COREMAP LIPI. Jakarta
Kadarsah, 2007. Mengenal Iklim Indonesia http://kadarsah.wordpress.com/2007/11/30/mengenal‐iklim‐indonesia. Diakses tanggal 8 Januari 2009
Manuputty, 2009. BME Ekologi Kabupaten Tapanuli Tengah (Sitardas, P. Poncan dan P. Mansalar) Tahun 2009. In press.
Manuputty, A.E.W. 2007. Monitoring Ekologi Batam 2007. COREMAP II‐LIPI. Jakarta Pemko Batam. 2009. Kecamatan Galang Dalam Angka. Pemerintah Kota Batam Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batam SIRINGORINGO, R.M. dan BUDIYANTO, A. 2008. Monitoring Terumbu Karang Nias
(Lahewa dan Tuhemberua). Coral Reef Rehabilitation and Management Program. COREMAP II. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta
WIDAYATUN, A. SITUMORANG dan I.G.P. ANTARIKSA. 2007. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II Kawasan Lahewa dan Sawo, Kabupaten Nias (Hasil BME). CRITIC COREMAP LIPI. Jakarta
LAMPIRAN 1. Hasil Tangkapan Nelayan Yang Teridentifikasi Tahun 2009
Famili Nama Latin Kode Nama Lokal
TAPTEN
G
BINTA
N
NIASSEL
LINGGA
MEN
TAWAI
BATA
M
NATU
NA
NIAS
Acanthuridae Acanthurus lineatus ‐ Sai +
Acanthuridae Naso sp. ACA 6 Kinang +
Ariidae Arius sp. ‐ Galu +
Ariidae Netuma thalassina ‐ Ikan Jahan + +
Balistidae Melichthys sp. ‐ Lado‐lado +
Belonidae Tylosurus sp. ‐ Toda (Niassel‐Nias) + +
Caesionidae Caesio caerulaurea CAE 3 ‐ +
Caesionidae Caesio teres CAE 1
Jumbo (Niassel)Lubi (Nias) Jumbo Biru (Tapteng) Mahan (Natuna)
+ + + +
+ +
Caesionidae Pterocaesio tassellata CAE 4 ‐ +
Caesionidae Pterocaesio tile CAE 5 Buru nasi (Niassel)Jumbo (Mentawai)
+
+
Carangidae Atule mate CAR 6
Balato Kuning (Tapteng)Kembung (Batam‐Natuna) Rambe (Niassel) Bulan (Nias)
+ + + +
+ + +
Carangidae Carangoides armatus ‐
Sagai (Lingga) Ikan Cermin, Sagai (Batam)
+ +
Carangidae Carangoides fulvoguttatus CAR 2
Babati (Niassel)Haro (Nias) Gabu Kuning (Tapteng) Manyu Patik (Natuna) Pasesengau (Mentawai)
+
+ + + + +
Carangidae Caranx caeruleopinnatus CAR 1
Gole‐gole, Nangnangokoi (Mentawai)Rambe (Nias) Manyu Penunggul (Batam) Gagole (Tapteng) Gogole (Niassel)
+ + +
+ +
Carangidae Caranx ignobilis CAR 3 Gaupo (Niassel)Gabu (Mentawai) Manyu Sangkar (Natuna)
+ + +
+ + +
Carangidae Caranx melampygus CAR 4
Sifedou (Niassel)Meramato, Haro Balau (Nias) Kehu (Nias) Gabua (Mentawai) Manyu Panjang Kiap (Natuna)
+ + +
+ + +
Carangidae Caranx sexfasciatus CAR 5
Ikan Putih (Niassel)Babela (Nias) Gabu Kuning (Tapteng) Manyu Kuning (Natuna) Barego, Batei‐batei (Mentawai)
+
+
+ + +
Carangidae Decapterus sp. CAR 7
Boncilat (Niassel)Gorigak (Mentawai) Manyu (Natuna) Balato (Nias)
+ +
+ + +
Carangidae
Decapterus tabl CAR 8
Buncilak Rambo (Tapteng)Selar (Bintan‐Lingga) Selayang (Batam‐Natuna) Busila, Tongkol Kodo (Nias) Gorigak (Mentawai)
+ +
+
+ + + +
Carangidae Elegatis bipunnulata CAR 11 Dalak‐dalak, Manggairabi (Mentawai) Mbombo (Nias)
+ +
Carangidae Gnathanodon Speciosus CAR 12 ‐ + +
Carangidae Megalaspis cordyla ‐ Ikan Kali (Niassel)Ikan Selikur (Batam)
+
+
Carangidae Scombeoides tala CAR 10
Talang (Tapteng‐Lingga)Jagi‐jagi (Niassel) Gabu, Talang‐talang, Kelewang (Mentawai) Nepes (Batam‐Natuna) Tala‐tala (Nias)
+ + + +
+ + + +
Carangidae Selar crumenophthalmus ‐ Ikan Pelata
+
Carangidae Seriola rivoliana CAR 9 Manyu Lumpur (Natuna)Gabu (mentawai)
+
+ +
Centrolophidae Psenopsis humerosa ‐ Kafe‐Kafe +
Centropomiidae Psammoperca waigiensis CEN 1 Ikan Gelama
+
Clupeidae Ilisha pristigastroides ‐ Ikan Puput
+
Coryphaenidae Coryphaena hippurus ‐ Simeda +
Dasyatidae ‐ DAS 1 Buluk
+
Dasyatidae Dasyatis sp. ‐ Foi +
Haemulidae Plectorhinchus chaetodontoides
HAE 3 Gatima
+
Haemulidae Plectorhinchus chrysotaenia HAE 4 Kembek (Mentawai)Sapai (Natuna) Ramu (Nias)
+
+ + +
Haemulidae Plectorhinchus flavomaculatus HAE 5 Sapai (Natuna) Gorafu Kambi (Nias)
+ +
Haemulidae Plectorhinchus lineatus HAE 6 Kureng (Natuna)
+ + +
Haemulidae Plectorhinchus orientalis HAE 7 Sapai (Natuna) + +
Haemulidae Plectorhinchus pictus ‐ Ikan Kaci + +
Haemulidae Plectorhinchus polytaenia HAE 8 ‐ +
Haemulidae Pomadasys kaakan HAE 9 Gatima +
Haemulidae Pomadasys sp. HAE 1 Bakkat ute
+
Haemulidae Pomadasys sp. HAE 2 Sapai +
Haemulidae Pomadasys sp. ‐ Gatima +
Haemulidae Pomadasys sp. ‐ Kero +
Holocentridae Sargocentron cornutum HOL 1 ‐ +
Kyphosidae Kyphosus sp. KYP 1 Ilak (Natuna) Baruai (Mentawai)
+ +
Kyphosidae Kyphosus sp. KYP 2 Ilak (Batam‐Natuna)Narun (Mentawai)
+ + +
Kyphosidae Kyphosus sp. ‐ ‐ +
Kyphosidae Kyphosus sp. ‐ Hoa +
Kyphosidae Kyphosus sp. ‐ Naru +
Labridae Cheilinus fasciatus LAB 1 Capa
+
Labridae Cheilinus trilobatus LAB 2 Capa (Nias)
+ +
Labridae Choerodon anchorago LAB 4 Tokak (Bintan‐Lingga‐Batam) Tukak (natuna)
+
+
+ +
Labridae Choerodon schoenleinii ‐ Ikan Ketarap
+
Leiognathidae Leiognathus fasciatus ‐ Ikan Kekek +
Lethrinidae Lethrinus amboinensis LET 1 Hurusu (Niassel)Tambak (Mentawai) Ketambak Susu (Natuna)
+ +
+ +
Lethrinidae Lethrinus erythracanthus LET 2 Ladang (Mentawai) + + +
+ + +
Ketambak Puang (Natuna)Hurusu (Niassel) Baracung Babi (Tapteng) Nawi (Nias)
Lethrinidae Lethrinus harak LET 3
Hurusu (Niassel)Baracung (Tapteng) Ketambak Tanda (Natuna) Tambak (Mentawai)
+ + +
+ + +
Lethrinidae Lethrinus lentjan LET 4
Baracung (Tapteng)Ketambak (Bintan) Ketambak Putih (Natuna) Ikan Minang (Batam) Beutluldu (Mentawai) Sisi (Niassel) Tambak (Lingga)
+ + + +
+ + + +
Lethrinidae Lethrinus miniatus LET 5 Hurusu Talimbo (Niassel)Ketambak Kuning (Natuna) Barasu (Nias)
+ + +
+ +
Lethrinidae Lethrinus nebulosus LET 6 Tambak (Mentawai)Hurusu (Niassel) Ketambak Api (Batam‐Natuna)
+ +
+ + +
Lethrinidae Lethrinus ornatus LET 7
Hurusu (Niassel)Tangka‐Tangka (Tapteng) Kopsabai (Mentawai) Kekel (Batam‐Natuna) Galebu (Nias)
+ + + +
+ + + +
Lethrinidae
Lethrinus rubrioperculatus LET 8
Tambak (Mentawai)Ketambak (Natuna) Hurusu (Niassel) Kale (Nias)
+ +
+ + +
Lethrinidae Lethrinus xanthochilus LET 9 Baracung Tongga (Tapteng)Hurusu (Niassel) Ketambak (Natuna)
+ + +
+
Loligonidae Loligo sp. ‐ Cumi‐cumi (Nias)Mangsi‐Mangsi (Tapteng)
+
+
Lutjanidae Aprion virescens LUT 14 Tanduk
+
Lutjanidae Lates calcarifer ‐ Ungar + +
Lutjanidae Lutjanus argentimaculatus LUT 1
Jarang Gigi (Tapteng)Kandaeja (Niassel) Ungar, Bembang (Batam) Tanduk, Nauyi (Mentawai) Rajalu (Nias) Bembang (Natuna)
+ + +
+ + + +
Lutjanidae Lutjanus bohar LUT 2
Gulemba (Tapteng)Jarang Gigi (Niassel) Labo, Tumbang (Mentawai) Ketumang (Natuna) Jaragigi (Nias)
+ + +
+ + +
Lutjanidae Lutjanus decussatus LUT 3
Gori‐gori (Niassel‐Nias) Mentimun (Bintan‐Lingga) Kuriak, Surattakep, Boborat (Mentawai) Ikan Timun (Batam) Manyu Penunggul, Sadang (Natuna)
+ + +
+ + + +
Lutjanidae
Lutjanus ehrenbergi LUT 4
Mentanda (Bintan‐Lingga)Binaha (Niassel) Katando (Nias) Tando (Tapteng) Jinihin, Nawi, Sorong, Tukbebe (Mentawai) Sumong (Natuna)
+ + + +
+ + +
Lutjanidae Lutjanus fulvus LUT 5
Baracung Tana Kare Tapteng)Hornana (Niassel) Kiniupaipai (Mentawai) Kuning (Batam‐Lingga) Gadafa (Nias)
+ + + + + + + +
Lutjanidae Lutjanus gibbus LUT 7
Tanduk (Mentawai) Sentak (Batam) Kentum (Natuna) Tandu (Nias)
+ + + +
Lutjanidae Lutjanus johnii ‐ Ikan Merah +
Lutjanidae Lutjanus monostigma LUT 8 Sumong Balu (Natuna)Tanduk (Mentawai) Tandu (Nias)
+ + +
Lutjanidae Lutjanus rivulatus LUT 9
Taba Bibi (Tapteng)Binaha (Niassel) Jining , Sikapla (Mentawai) Sapai (Natuna) Jamihi (Nias)
+
+
+ + +
Lutjanidae Lutjanus russelli LUT 6 Baracung (Tapteng) Sumong (Batam‐Natuna)
+ +
+
+ +
Lutjanidae Lutjanus sebae LUT 10 Kakap merah +
+ +
Lutjanidae Lutjanus sp. LUT 11 Raisa
+
Lutjanidae Lutjanus sp. LUT 13 Ramung (Mentawai‐Nias)
+ +
Lutjanidae Lutjanus spp ‐ Ikan Merah + +
Lutjanidae Pristipomoides multidens ‐ Kerisi Bali +
Lutjanidae Lutjanus fuscescens ‐ Ikan Tambak (Batam) Halafa (Niassel)
+
+
Menidae Mene maculata ‐ Gi'a Bawa +
Monacanthidae Aluterus monoceros ‐ Kapi‐Kapi +
Mugilidae Liza sp. MUG 2 Belanak (Tapteng‐Lingga) Bidui (Natuna) Bolono (Nias)
+
+ + +
Mugilidae Valamugil sp. MUG 1 Joppol (Tapteng) Bute baga (Mentawai) Belanak (Batam‐Natuna)
+ +
+ + + +
Mullidae Parupeneus barberinus MUL 1 Sembilang (Bintan) Matcuit (Mentawai) Mantung (Natuna)
+
+ +
Mullidae Parupeneus chrysopleuron MUL 3
Biji Nangka/Pinang‐Pinang (Tapteng) Siho (Niassel) Pinang‐pinang, Tuik (Mentawai) Mantung (Natuna) Fina‐fina (Nias) Pinang‐Pinang (Bintan) Mempinang (Lingga)
+ + + +
+ + +
Mullidae Parupeneus cyclostomus MUL 2 ‐ +
Nemipteridae Nemipterus sp. ‐ Tui (Tapteng‐Niassel‐Nias) + + +
Nemipteridae Nemipterus sp. ‐ Turusi +
Nemipteridae Scolopsis taenioptera ‐ Ikan Bulat +
+
Nemipteriidae Nemipterus japonicus ‐ Kerisi
+
Octopodidae Octopus sp ‐ Gurita + +
Panuliridae Panulirus sp ‐ Lobster +
Penaeidae ‐ ‐ Udang +
Penaeidae Penaeus sp ‐ Udang Kelong +
Polynemidae Eleutheronema sp. ‐ Gauho +
Priacanthidae Priacanthus sp. ‐ Kambula (Niassel) + +
Rhinobatidae Rhina ancylostoma ‐ Ikan Kemejan +
Scaridae Cetoscarus bicolor SCA 1 Bayam, Kaebbu, Meme (Mentawai) Ikan Hijau (Natuna) Bayam (Nias)
+ + +
Scaridae Chlorurus bleekeri SCA 4 Ikan Hijau (Natuna) + +
Scaridae Chlorurus bicolor ‐ Gambaya +
Scaridae Scarus forsteni SCA 2 Jampong (Natuna) Nawi (Niassel) Gambaya putih (Nias)
+
+ +
Scaridae Scarus ghobhan SCA 12 ‐ +
Scaridae Scarus prasiognathus SCA 5 ‐ + +
Scaridae Scarus pyrrhurus SCA 3 Jampung (Bintan) Ikan Mecok (Batam)
+
+
Scaridae Scarus quoyi SCA 6 Nawi (Niassel) Taran (Natuna)
+ +
+
Scaridae Scarus rivulatus SCA 9 Nawi (Niassel) Hoklo (Mentawai) Lubu (Natuna)
+
+ + +
Scaridae Scarus rubroviolaceus SCA 7 Ikan Hijau (Natuna)
+ +
Scaridae Scarus sp SCA 11 Ketarap (Bintan‐Lingga) Taran (Batam‐Natuna)
+ + + +
Scombridae
Auxis thazard SCO 8 Tongkol (Niassel) Simbek Burung (Natuna) Mangsarau (Mentawai)
+
+ + +
Scombridae Cybiosarda elegans SCO 7 Mosare (Niassel) Simbek Dabat (Natuna) Tongkol (Nias)
+
+ +
Scombridae Euthynnus affinis ‐ Tongkol Sure +
Scombridae Euthynnus affinis SCO 1
Tongkol (Niassel) Timpik Balong (Tapteng) Simbek Surat (Natuna) Ambu‐ambu (Mentawai)
+
+
+ +
Scombridae Grammatorcynus sp. ‐ Basare +
Scombridae Gymnosarda nuda SCO 4 Taneli (Niassel) Simbek (Natuna) Tongkol Hitam (Nias)
+
+ +
Scombridae Katsuwonis pelamis SCO 2 Ambu‐ambu (Mentawai) Simbek Semangka (Natuna) Hambu‐hambu (Nias)
+ + +
Scombridae Rastrelliger sp. SCO 6 Gambolo (Niassel‐Nias‐Mentawai) Banyar (Natuna)
+ +
+ + +
Scombridae Rastrellinger spp ‐ Kembung + +
Scombridae Scomberomorus commerson SCO 5 Tenggiri + + + +
+ + + +
Scombridae Thunnus albacares SCO 3 Ambu‐ambu (Mentawai) Hambu‐hambu Saito (Nias)
+ +
Seranidae Epinephelus spp ‐ Kerapu +
Serranidae ‐ SER 17 Kuret
+
Serranidae
Aethaloperca rogaa SER 16 Gurapu tanah (Mentawai) Kerapu (Niassel) Gorafu Magiao (Nias)
+
+ +
Serranidae Cephalopholis cyanostigma SER 18 Taji‐Taji +
Serranidae Cephalopholis miniata SER 1
Kerapu Sonok Merah (Natuna) Gorafu Nenas Merah (Nias) Kerapu (Niassel) Bailegget (Mentawai)
+ + +
+ + +
Serranidae Cephalopholis urodeta SER 2 Kerapu Cepak (Natuna) Gurapu (Mentawai) Gorafu Fandraiku (Nias)
+ + +
Serranidae Epinephelus amblycephalus SER 6 Kuret (Mentawai) Kerapu Tahai (Natuna)
+
+ + +
Serranidae Epinephelus argus SER 3 Kuret, Nepu, Kerapu terung (Mentawai) Kerapu (Natuna) Gorafu (Nias)
+
+ + +
Serranidae Epinephelus caeruleopunctatus SER 4
Kerapu (Niassel)Gurapu Sikencak (Tapteng) Kerapu Tikus (Natuna) Kuret (Mentawai) Gorafu Janang Hitam (Nias)
+
+
+ + +
Serranidae Epinephelus caeruleopunctatus ‐ Gorafu Miya +
Serranidae Epinephelus coioides SER 11 Kerapu Cepak (Batam‐Natuna) Kerapu (Niassel) Gorafu Cubaha (Nias)
+ +
+ + +
Serranidae
Epinephelus corallicola SER 10 Gurapu (Tapteng) Kuret (Mentawai) Tahai Putih (Natuna)
+
+ +
Serranidae Epinephelus fasciatus SER 5 Gurapu merah (Mentawai) Ikan Kerapu Merah (Batam) Kerapu Temeheng (Natuna)
+ +
+ + +
Serranidae Epinephelus fasciatus ‐ Gorafu Merah +
Serranidae Epinephelus fuscoguttatus SER 12
Gurapu Baguk (Tapteng) Gurapu tembaga (Mentawai) Kerapu Hitam, Kerapu Macan (Batam) Kerapu Macan (Natuna) Gorafu Jahat (Nias)
+ +
+
+ + + +
Serranidae Epinephelus lancelatus SER 13 Kerapu (Niassel‐Natuna) Gurapo minya (mentawai)
+
+ + +
Serranidae Epinephelus merra SER 7
Kerapu (Niassel) Gurapu (Tapteng) Kerapu Tahai Kudis (Natuna) Kerapu macan, Kukuik, Gurapu hitam (mentawai) Gorafu Samaokhu (Nias)
+ + +
+ + +
Serranidae Epinephelus ongus SER 9 Gurapu (Tapteng) Kerapu (Natuna)
+
+
Serranidae Epinephelus spilotoceps SER 8
Kerapu (Niassel)Gurapu (Tapteng) Kerapu Tahai (Natuna) Kuret (Mentawai)
+ + +
+ + +
Serranidae Plectropomus leopardus ‐ Kerapu Sunu + +
+
Serranidae Plectropomus oligocanthus SER 19
Kerapu (Mentawai) Sawe Sayo (Nias)
+ +
Serranidae Variola albimarginata SER 14
Kerapu (Niassel) Sawai (Mentawai) Kerapu Sonok Dugeng (Natuna) Gorafu Nenas (Nias)
+
+ + +
Serranidae Variola louti SER 15
Kerapu (Niassel) Sawai, Basat pai‐pai (Mentawai) Kerapu (Natuna) Gorafu Nenas hitam (Nias)
+
+ + +
Siganidae Siganus argenteus SIG 3 Cabe Busung (Tapteng) Dingkis (Bintan‐Lingga) Belais (Natuna)
+ +
+ +
Siganidae Siganus corallinus SIG 6 Cabe/Marang ( Tapteng) Baronang (Bintan) Belais (natuna)
+ +
+
Siganidae Siganus doliatus SIG 4 Lambai (Bintan‐Lingga‐Mentawai) Belais (Natuna)
+
+
+ +
Siganidae Siganus guttatus SIG 1
Lebam (Bintan‐Lingga) Marang (Tapteng‐Mentawai) Ikan Dibam (Batam) Belais (Natuna) Sabi (Nias)
+ +
+
+ + + +
Siganidae Siganus puellus SIG 2 Marang Kang (Tapteng) Marang, Pamemelak (Mentawai) Belais (Natuna)
+
+ + +
Siganidae Siganus vermiculatus SIG 8 Marang Arab (Tapteng) Marang (Mentawai)
+
+
Siganidae ‐ Dedor + +
Sphyraenidae Sphyraena sp. SPH 1
Teter (Tapteng‐Niassel‐Nias)Tete, Attutu (Mentawai) Ikan Alu (Batam) Alu‐Alu (Natuna)
+
+
+ + + +
Sphyraenidae Sphyraena spp ‐ Alu‐alu + +
Trichuridae Trichurus lepturus ‐ Layur +
Trichuridae Trichurus sp. ‐ Baleda +