Case Report PARAPARESE INFERIOR Oleh DWI PERMATASARI 0818011016 PRECEPTOR dr. Sanjoto S, Sp.KFR SMF REHABILITASI MEDIK RSUD Dr. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Case Report
PARAPARESE INFERIOR
Oleh
DWI PERMATASARI 0818011016
PRECEPTOR
dr. Sanjoto S, Sp.KFR
SMF REHABILITASI MEDIK
RSUD Dr. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
SEPTEMBER 2012
STATUS NEUROLOGIS
Tanggal Pemeriksaan : 10 september 2012
Pemeriksa : Dwi Permatasari
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. Z
Umur : 64 tahun
Agama : Islam
Suku : Bengkulu
Alamat : Teluk betung
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : sudah menikah
Tanggal Kunjungan: 10 september 2012
II. Riwayat Penyakit
Auto Anamnesa
Keluhan Utama : kaki kanan dan kiri terasa lemah saat digerakkan
Tambahan : dada terasa sesak
III. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke RSUAM dengan keluhan kaki kanan dan kiri terasa lemah dan
nyeri saat digerakkan, pasien mengaku ±1tahun yang lalu pasien jatuh terduduk
ketika sedang berjalan. Keluhan rasa kesemutan dan baal disangkal pasien. Pasien
lalu pergi berobat ke tukang urut namun keluhan ini tidak hilang, lalu pasien pergi
berobat ke dokter, dan pasien disarankan untuk menjalankan fisioterapi. Pasien
mengeluhkan sulit buang air besar namun,buang air kecil tidak ada gangguan.
Tidak terdapat gangguan kesadaran, orientasi, bahasa dan daya ingat pasien masih
baik.
IV. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan nyeri di kakai kanan dan kiri yang hilang
timbul sejak 10 tahun yang lalu. Pasien mengaku memiliki riwayat darah
tinggi dan penyakit jantung.
V. Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien memiliki riwayat darah tinggi
VI. Riwayat Sosio Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan memiliki 8 orang anak, pasien
tinggal bersama suaminya.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6 (15)
Vital sign
Suhu : 36,2ºC
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit (Reguler)
KEPALA
Bentuk : Bulat, simetris
Rambut : Hitam, sedikit putih, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Palpebra oedem -/-, Konjungtiva ananemis, sklera
anikterik, pupil
isokor, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Simetris, serumen (-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-)
Mulut : Bibir kering, bibir sianosis (-), lidah tidak kotor
LEHER : Trakhea di tengah, KGB tidak membesar, JVP tak
meningkat.
TORAKS
Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan nafas kanan = kiri
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Batas paru-hepar sela iga VI kanan garis midklavikula
kanan
Batas jantung kanan sela iga IV kanan garis sternal kanan
Batas jantung kiri sela iga V kiri garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), wheezing (-),
ronkhi (-)
ABDOMEN
Inspeksi : datar dan simetris
Palpasi : turgor baik, hepar dan len tidak teraba
Perkusi : tymphani
Auskultasi : BU (+)
EKSTREMITAS
Superior : oedem (-), sianosis (-)
Inferior : oedem (-), sianosis (-)
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf Cranialis (Kanan/kiri)
N.Olfactorius ( N.I )
Daya penciuman hidung : Baik
N.Opticus ( N.II )
Tajam penglihatan : OD > 3/60 , OS > 3/60
Lapang penglihatan : OD normal, OS normal
Tes warna : Normal
Fundus oculi : Tidak dilakukan
N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)
Kelopak Mata
Ptosis : (-/-)
Endophtalmus : (-/-)
Exopthalmus : (-/-)
Pupil
- Diameter : (3 mm / 3 mm)
- Bentuk : (Bulat / Bulat)
- Isokor / anisokor : (Isokor / Isokor)
- Posisi : (Sentral / Sentral)
- Refleks cahaya langsung : (+/+)
- Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)
Gerakan Bola Mata
- Medial : (+/+)
- Lateral : (+/+)
- Superior : (+/+)
- Inferior : (+/+)
- Obliqus, superior : (+/+)
- Obliqus, inferior : (+/+)
- Refleks pupil akomodasi : (+/+)
- Refleks pupil konvergensi : (+/+)
N. Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : (Normal / Normal)
- Ramus maksilaris : (Normal / Normal)
- Ramus mandibularis : (Normal / Normal)
Motorik
- M. masseter : (Normal / Normal)
- M. temporalis : (Normal / Normal)
- M. pterygoideus : (Normal / Normal)
Refleks
- Refleks kornea : Normal
- Refleks bersin : Normal
N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam : simetris
- Tertawa : simetris
- Meringis : simetris
- Bersiul : simetris
- Menutup mata : simetris
Pasien Disuruh Untuk
- Mengerutkan dahi : simetris
- Menutup mata kuat-kuat : simetris
- Mengembungkan pipi : simetris
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah : Baik
N. Vestibulo-coclearis (N.VIII)
N. Cochlearis
Ketajaman pendengaran : (+/-)
Tinitus : (- / -)
N. Vestibularis
Test vertigo : -
Nistagmus : (-/-)
N. Glossopharingeus dan N. Vagus (N.IX dan N.X)
- Suara bindeng / nasal : (-)
- Posisi uvula : Ditengah
- Palatum mole : Tidak ada kelainan
- Arcus palatoglossus : Istirahat : Simetris
Bersuara : terangkat
- Arcus pharingeus : Istirahat : Simetris
Bersuara : terangkat
- Refleks batuk : (+)
- Refleks muntah : (+)
- Peristaltik usus : Bising usus (+) normal
- Bradikardi : (-)
- Takikardi : (-)
N. Accesorius (N. XI)
- M. Sternocleidomastoideus : (+/+)
- M. Trapezius : (+/+)
N. Hipoglossus (N. XII)
- Atropi : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Deviasi : (-)
Tanda Perangsangan Selaput Otak
- Kaku kuduk : (-)
- Kernig test : (-)
- Lasseque test : (-)
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (-)
Status Motorik Superior ka / ki Inferior ka / ki
Gerak + / + + /+
Kekuatan otot 5 / 5 4/4
Tonus Normal / Normal Hiotonus / hipotonus
Klonus - / - - / -
Trophi Normal / Normal Normal / Normal
Reflek fisiologis Bicep (+ / +)
Tricep (+ / +)
Pattela (+ / +)
Achiles (+/+)
Reflek patologi Hoffman trommer (- / -) Babinsky (- / -)
Chaddock (- / -)
Oppenheim (- / -)
Schaefer (- / -)
Gordon (- / -)
Gonda (-/-)
Sensibilitas
◘ Eksteroseptif / Rasa Permukaan
- Rasa raba : Baik
- Rasa nyeri : Baik
- Rasa suhu panas : Baik
- Rasa suhu dingin : Baik
◘ Proprioseptif / Rasa Dalam
- Rasa sikap : Baik
- Rasa getar : Baik
- Rasa nyeri dalam : Tidak dilakukan
◘ Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
- Astereognosis : baik
- Agnosa taktil : baik
Koordinasi
◘ Tes tunjuk hidung : (Normal/Normal)
◘ Tes pronasi supinasi : (Normal/Normal)
Susunan Saraf Otonom
◘ Miksi : Normal
◘ Defekasi : Sulit Buang air besar
◘ Salivasi : (+)
Fungsi Luhur
◘ Fungsi bahasa : Baik
◘ Fungsi orientasi : Baik
◘ Fungsi memori : Baik
◘ Fungsi emosi : Baik
RESUME
ANAMNESIS
Pasien datang ke RSUAM dengan keluhan kaki kanan dan kiri terasa lemah dan
nyeri saat digerakkan, pasien mengaku ±5tahun yang lalu pasien jatuh terduduk
ketika sedang berjalan menuju kamar mandi. Keluhan rasa kesemutan dan baal
disangkal pasien. Pasien lalu pergi berobat ke tukang urut namun keluhan ini tidak
hilang, lalu pasien pergi berobat ke dokter, dan pasien disarankan untuk
menjalankan fisioterapi. BAB dab BAK tidak ada gangguan. Tidak terdapat
gangguan kesadaran, orientasi, bahasa dan daya ingat pasien masih baik. Selain
itu pasien juga mengeluh sulit BAB. Pada pemeriksaan keadaan umum tampak
sakit ringan kesadaran kompos mentis GCS 15. Suhu 36,2ºC, Tekanan darah
120/90 mmHg , Frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi nafas 20x/menit. Kekuatan
otot inferior (4/4), tonus inferior hipotonus. Refleks patologis tidak ada.
DIAGNOSIS
Klinis = paraparesis inferior post trauma
Topis = medula Spinalis daerah L5
Etiologi = Trauma medula spinalis
DIAGNOSIS BANDING
HNP, Miastenia Gravis
PENATALAKSANAAN
1. Dietetik peroral (nasi biasa)
2. Medikamentosa
- Tirah baring
- IVFD RL gtt XV/menit
- Ciprofloksasin 2x500mg
- Neurodex 2x1 tab
3. Rehabilitasi
Fisiotherapy
Nursing rehabilitation : pindah posisi tiap 2 jam
Occupation therapy
Social worker
Psikologi
PROGNOSIS
- Quo ad vitam = Dubia ad bonam
- Quo ad Fungsionam = Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam = Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Trauma atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan
fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Data
epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian
(insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap
tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal
pada saat terjadinya cedera akut (Islam, 2006). Sedangkan 40% traumaspinal ini
disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga,
kecelakaan kerja.
Cedera pada medulla spinalis ditandai dengan perubahan gangguan motorik
sensorik atau fungsi otonom, kadang-kadang disertai nyeri dan deformitas pada
vertebra. Akibat suatu trauma pada medulla spinalis dan kauda ekuina pada
manusia yang paling dini adalah paraplegia dan kuadriplegia.
II. ETIOLOGI
Penyebab trauma medula spinalis yang tersering dikemukakan adalah kecelakaan
lalu lintas, olahraga, tembakan senapan, serta bencana alam, misalnya gempa
bumi. Semua penyebab tadi dapat mengakibatkan destruksi secara langsung pada
medulla spinalis; kompresi oleh pecahan tulang, hematom, diskus atau komponen
vertebrae lainnya; atau dapat juga mengakibatkan iskemia akibat kerusakan atau
penjepitan arteri.
III. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan terjadi sekitar 10.000 kasus cedera medulla spinalis dalam setahun
di Amerika Serikat, terutama pada pria muda yang belum menikah. Dari jumlah di
atas, penyebab terbanyak karena kecelakaan mobil. Diikuti karena terjatuh, luka
tembak dan cedera olah raga.
IV. PENYEBAB
Penyebab yang paling umum dari kerusakan medulla spinalis adalah :
1. Trauma
Seperti kecelakaan motor, jatuh, luka ketika berolahraga (khususnya menyelam ke
perairan dangkal), luka tembakan dan juga bisa karena kecelakaan rumah tangga.
2. Penyakit
Motorneuron disease : keluhan berupa kelemahan otot, seperti pada otot
yang cepat letih dan lelah, yaitu pada jari-jari tangan.
Polimiositosis bilateral : keluhan berupa kelemahan / keletihan pada otot–
otot disertai mialgia ataupun sama sekali bebas nyeri atau rasa pegal/ linu /
ngilu. Polimiositosis juga dapat menyebabkan kelemahan keempat anggota
gerak.
Poliradikulopatia / polineuropatia bilateral : keluhan berupa kelemahan
otot – otot tungkai.
Miopatia bilateral : keluhan berupa tidak dapat mengangkat badannya
untuk berdiri dari sikap duduk taupun sikap sujud.
Distropia bilateral : kelemahan otot sesuai dengan penyakit herediter
umumnya, yaitu sejak kecil.
Sindroma Miastenia Gravis : dimulai dengan adanya ptosis unilateral atau
bilateral.
V. ANATOMI dan FISIOLOGI
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medulla
spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke
lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulangdipisahkan oleh
disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut:
a. Vetebra Cervicalis Vertebrata cervicalis ini memiliki dens, yang mirip dengan
pasak.Veterbrata cervicalis ketujuh disebut prominan karena mempunyaiprosesus
spinosus paling panjang.
b. Vertebra Thoracalis Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebra Lumbalis Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan
berbentuk ginjal,berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki
corpusvertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah
fleksi.d. Os.
Sacrum Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkangdimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang
membentuk tulang bayi.e. Os. Coccygeal
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalamirudimenter.
Beberapa segmen ini membentuk 1 pasang saraf coccygeal
Gambar 2.1 Segmen Corda Spinalis
Lengkung kolumna vertebralis kalau dilihat dari samping maka
kolumnavertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior
yaitulengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah
torakalmelengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis
melengkungkebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal
dan pelvis,disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya
kebelakang darihidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna
kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan
keatas kearah depanbadan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder
→lengkungservikal berkembang ketika anak-anak mengangkat kepalanya untuk
melihatsekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika
iamerangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak.Fungsi dari
kolumna vertebralis yaitu sebagai penunjang badan yangkokoh dan sekaligus bekerja
sebagai penyangga ke depan perantaraan tulangrawan cakram intervertebralis yang
lengkungnya memberikan fleksibilitas danmemungkinkan membongkok tanpa
patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila
menggerakkan berat badan seperti waktuberlari dan meloncat, dan dengan
demikian otak dan sumsum belakang terlindungterhadap goncangan. Disamping
itu juga untuk memikul berat badan,menyediakan permukaan untuk kartan otot
dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan
memberi kaitan pada iga.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medullaoblongata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantaravertebra-
lumbalis pertama dan kedua. Disini medulla spinalis meruncing sebagaikonus
medularis, dan kemudian sebuah sambungan tipis dasri piameter yangdisebut
filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menujukoksigis.
Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini,pada bagian
depannya dibelah oleh fisura anterior yang dalam, sementara bagianbelakang
dibelah oleh sebuah fisura sempit.Pada sumsum tulang belakang terdapat dua
penebalan, servikal danlumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak
guna melayani anggotabadan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax
membentuk saraf-saraf interkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang adalah
mengadakan komunikasiantara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak
refleks.Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut:1.
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang dikelompokkan menjadi :
7 vertebra cervical atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah
tengkuk.
12 vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian
belakang thoraks atau dada.
5 vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah lumbal
atau pinggang.
5 vertebra sacralis atau ruas tulang selangkang membentuk sacrum.
4 vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging membentuk tulang
koksigeus.
VI. PATOFISIOLOGI
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung.
Selain itu, trauma dapat pula menimbulkan fraktur dan instabilitas tulang
belakang sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara tidak
langsung.
Cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah
yang terjadi beberapa saat setelah trauma. Iskemia mengakibatkan pelepasan
eksitotoksin, terutama glutamat, yang diikuti influks kalsium dan
pembentukan radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis. Semua ini
mengakibatkan kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson
pada segmen medula spinalis yang terkena. Deplesi ATP (adenosin trifosfat)
akibat iskemia akan menimbulkan kerusakan mitokondria. Selanjutnya,
pelepasan sitokrom c akan mengaktivasi ensim kaspase yang dapat merusak
DNA (asam deoksiribonukleat) sehingga mengakibatkan kematian sel neuron
karena apoptosis. Edema yang terjadi pada daerah iskemik akan memperparah
kerusakan sel neuron.
Beberapa minggu setelah itu, pada daerah lesi akan terbentuk jaringan parut
yang terutama terdiri dari sel glia. Akson yang rusak akan mengalami
pertumbuhan (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut
tersebut. Akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya kembali
akson yang terputus, karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel
glia. Kondisi demikian ini diduga sebagai penyebab terjadinya kecacatan
permanen pada trauma medulla spinalis.
PEMERIKSAAN
a. Inspeksi
Pasien dalam kondisi berbaring
b. Palpasi
Sistem Motorik
Penilaian kekuatan otot merupakan salah satu pemeriksaan yang harus dilakukan
pada pemerikasaan paraplegi. Kekuatan otot dapat diperiksa baik pada waktu otot
melakukan suatu gerakan (power, kinetik) atau pada waktu menahan atau
menghambat atau melawan gerakan (statik). Kadang kelemahan otot baru
diketahui bila penderita disuruh melakukan serentetan gerakan pada satu periode
(endurance). Untuk melakukan pemeriksaan kekuatan otot harus diketahui fungsi
masing – masing otot yang diperiksa.
Pada paraparese didapatkan kekuatan otot yang menurun pada kedua tungkai.
Penilaian kekuatan otot :
Nilai Kontraksi Persentase
0 Tidak ada
1 Ada, tanpa gerakan yang nyata 0 – 10 %
2 Dapat menggeser / menggerakkan lengan tanpa
beban dan tahanan
11 – 25 %
3 Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat dan
tanpa tahanan
26 – 50 %
4 Dapat mengangkat lengan dengan tahanan ringan 51 – 75 %
5 Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat
dengan beban tahanan berat
76 – 100 %
Refleks
Pada kelumpuhan lower motor neuron (LMN) tidak menunjukkan reflek patologis
sedangkan pada kelumpuhan Upper Motor Neuron menunjukkan refleks
patologis.
A. KLASIFIKASI
Menurut American Spinal Cord Injury Association, terdapat 5 sindrom pada
lesi inkomplet, yaitu :
Karakteristik
Klinik
Central Cord
Syndrome
Anterior
Cord
Syndrome
Brown
Sequard
Syndrome
Posterior Cord
Syndrome
Kejadian Sering Jarang Jarang sangat jarang
Biomekanik Hiperekstensi hiperfleksi Penetrasi hiperekstensi
Motorik Gangguan
variasi, jarang
paralisis
komplet
Paralisis
komplet,
biasanya
bilateral
Kelemahan
anggota gerak
ipsilateral lesi
Gangguan
variasi
Protopatik Gangguan
variasi, tidak
khas
Sering hilang
total,
bilateral
Sering hilang
total,
kontralateral
Gangguan
variasi,
biasanya
ringan
Propioseptik Jarang
terganggu
Utuh Hilang total
ipsilateral
terganggu
Perbaikan Nyata dan
cepat
Paling buruk Fungsi buruk,
namun
indepedensi
baik
nyata
B. GAMBARAN KLINIS
Trauma Medula spinalis akut dapat mengakibatkan renjatan spinal (spinal
shock). Renjatan spinal (RS) merupakan sindrom klinik yang sering dijumpai
pada sebagian besar kasus TMS di daerah servikal dan torakal. RS ditandai
oleh adanya gangguan menyeluruh fungsi saraf somatomotorik,
somatosensorik, dan otonomik simpatik. Gangguan somatik berupa paralisis
flaksid, hilangnya refleks kulit dan tendon, serta anastesi sampai setinggi
distribusi segmental medula spinalis yang terganggu. Sedangkan gangguan
otonomik berupa hipotensi sistemik, bradikardia, dan hiperemia pada kulit. RS
dapat berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa bulan.
Semakin hebat trauma MS yang terjadi, semakin lama dan semakin hebat
pula RS yang terjadi.
Sebagian besar trauma MS terjadi di daerah servikal. Akan tetapi yang paling
sering mengakibatkan cedera berat adalah trauma di daerah torakal. Hal ini
berkaitan dengan penampang melintang kanalis spinalis di daerah torakal yang
lebih sempit dibanding servikal. Trauma MS di segmen torakal dapat
mengakibatkan paraplegia, disertai kelemahan otot interkostal yang dapat
mengganggu kemampuan inspirasi dan ekspirasi. Semakin tinggi segmen
medula spinalis yang terkena, semakin berat pula gangguan fungsi respirasi
yang terjadi. Cedera setinggi segmen servikal (C4-C8) dapat mengakibatkan
tetraplegia dan kelemahan otot interkostal yang lebih berat, sehingga otot
diafragma harus bekerja lebih keras. Cedera servikal di atas segmen C4 dapat
mengakibatkan pentaplegia, yaitu tetraplegia disertai kelumpuhan otot
diafragma dan otot leher. Pada keadaan terakhir ini, diperlukan ventilator
untuk membantu kelangsungan hidup penderita.
C. TATALAKSANA
Terapi pada cidera medulla spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan
dan mempertahankan funsi sensorik dan mototrik. Pasien dengan cidera
medulla spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal.
Lesi medulla spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72
jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medulla
spinalis inkomplet cenderung memiliki prognosis yg lebih baik. Apabila
fungsi sensorik di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali
berjalan adalah lebih dari 50%.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cidera
medulla spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of
Health di Amerika Serikat. Sesegera mungkin (sebelum 8 jam) diberikan
methylprednisolone 30 mg/kgbb bolus intravena sebagai loading dose, diikuti
5,4 mg/kgbb/jam. dosis diturunkan (tapper) setelah 72 jam. Kajian oleh
Braken dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis
tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada
uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera
medula spinalis traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan
pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder
training pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi
adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan
mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan
Central Cord Syndrome / CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot
ekstremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun
tidak.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki
fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-
hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah
seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan
harapan pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program
rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi,
penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan
secara signifikan nilai status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
1. Fisioterapi :
a) Stretching exercise sendi yang kaku untuk mencegah kontraktur
b) Strengthening exercise untuk melatih kekuatan otot dan mencegah
atropi otot-otot
c) Positioning dan turning (rubah posisi tiap 2 jam) untuk cegah
ulkus dekubitus
d) ROM exercise aktif dan pasif
2. Terapi wicara : tidak ada
3. Okupasi terapi : melatih keterampilan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik :
a) Motivasi dan edukasi keluarga tentang penyakit penderita
b) Motivasi dan edukasi keluarga untuk membantu dan merawat
penderita dengan selalu berusaha menjalankan program di RS dan
Home program
5. Psikologi : Psikoterapi suportif untuk
mengurangi kecemasan keluarga
D. PROGNOSIS
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata
harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi
normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya
cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik
yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.
Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis
traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan
bahwa pasien dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan
perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan
pertama.
Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa
kelainan radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar
menunjukkan hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2,
mengindikasikan adanya edema. Seluruh pasien dikelola secara konservatif,
dengan hasil: 1 orang meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan, dan 1
orang tetraplegia.
DAFTAR PUSTAKA
Baskin DS. Spinal Cord Injury : Neurology Trauma.WB Saunders : Philadelphia.
1996. P. 276-296
Mardjono, Mahar DR.Prof., Sidharta, Priguna DR.Prof. 2003. Neurologi Klinis
Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. Hal : 20 – 27, 35, 85.
Price SA,Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit.
vol.2. ed.6. cet.1. Jakarta : EGC; 2006. p.1177-1180
Pinzon S. Mielopati Servikal Traumatika : Telaah Pustaka Terkini. Cermin Dunia
Kedokteran.2006. Ed. 154. h.39-42
Sidharta, Priguna M.D. Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam
Neurologi. Hal : 115 – 131, 434 – 443.