LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN Kajian Karakteristik Campuran Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) Kelas A Dengan Crumb Rubber 40 Mesh Sebagai Substitusi Sebagian Agregat Halus Nama Peneliti: I Nyoman Karnata Mataram, ST, MT Prof. Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, PhD. Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT. Luh Gede Noviana Dewi, ST. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana 2015 Dibiayai dari: Dana DIPA BLU Universitas Udayana Tahun Anggaran 2015 Sesuai SK Rektor Unud No: 1564/UN14.1.31/PN/2015 Tanggal 27 Juli 2015
81
Embed
Cover Laporan Penelitian Hibah Jts 2015 · LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN Kajian Karakteristik Campuran Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) Kelas A Dengan Crumb
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
I Nyoman Karnata Mataram, ST, MT Prof. Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, PhD.
Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT. Luh Gede Noviana Dewi, ST.
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Udayana 2015
Dibiayai dari:
Dana DIPA BLU Universitas Udayana Tahun Anggaran 2015 Sesuai SK Rektor Unud No: 1564/UN14.1.31/PN/2015
Tanggal 27 Juli 2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaiakan Laporan Penelitian ini.
Kami Tim Peneliti, Mengucapkan Banyak terimakasih kepada Bapak Rektor Unud,
Bapak Dekan FT Unud, dan Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil FT Unud, yang telah
memfasilitasi.
Semoga Proposal Penelitian ini dapat dipertimbangkan dan atas perhatiannya kami
ucapkan terimakasih.
Bukit Jimbaran,
Hormat Kami
Tim Peneliti
iii
ABSTRAK
Menurut data terakhir Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia peningkatan jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2012 mencapai 10 juta unit. Hal ini mengakibatkan populasi kendaraan bermotor yang tercatat pada kepolisian naik sebesar 12% menjadi 94,229 juta unit dibandingkan periode tahun 2011 hanya 84,19 juta unit. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang pesat ini mengakibatkan kebutuhan akan ban kendaraan menjadi semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu adanya solusi untuk mengatasi ban kendaraan bekas, yaitu dengan mengolah ban kendaraan bekas menjadi crumb rubber (parutan karet). Crumb rubber ini kemudian digunakan sebagai substitusi sebagian agregat halus pada campuran latasir kelas A. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui karakteristik crumb rubber 40 mesh, karakteristik campuran latasir kelas A dengan crumb rubber 40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat halus, dan karakteristik campuran latasir kelas A dengan crumb rubber 40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat halus dengan pengurangan kadar aspal. Manfaat dari penelitian ini adalah mengurangi limbah ban kendaraan bekas dan menghemat penggunaan aspal. Crumb rubber 40 mesh diperoleh dari distributor hasil pengolahan ban kendaraan bekas di Sarirogo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Variasi kadar crumb rubber 40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat halus adalah 50% dan 100% terhadap volume agregat halus yang lolos ayakan no. 40 (0,425 mm) dan tertahan ayakan no. 50 (0,30 mm) yang diperlukan. Substitusi agregat halus dengan crumb rubber 40 mesh dilakukan pada kadar aspal optimum (KAO) berdasarkan volume. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat karakteristik campuran dengan menggunakan crumb rubber sebagai substitusi sebagian agregat halus yang tidak memenuhi SNI. Nilai stabilitas rata-rata pada kadar crumb rubber 50% sebesar 240,82 kg dan pada kadar crumb rubber 100% sebesar 233,75 kg (spek. ≥200 kg). Nilai flow rata-rata pada kadar crumb rubber 50% sebesar 2,82 mm dan pada kadar 100% sebesar 2,91 mm (spek. 2-3 mm). Nilai Marshall Quotient rata-rata pada kadar crumb rubber 50% sebesar 85,45 kg/mm dan pada kadar crumb rubber 100% sebesar 80,26 kg/mm (spek. ≥80 kg/mm). Untuk nilai VIM rata-rata pada kadar crumb rubber 50% sebesar 4,432% dan pada kadar crumb rubber 100% sebesar 3,534% (spek. 3-6%). Nilai VMA rata-rata pada kadar crumb rubber 50% sebesar 19,795% dan pada kadar crumb rubber 100% sebesar 19,199% (spek. ≥20%). Nilai VFB rata-rata pada kadar crumb rubber 50% sebesar 77,620% dan pada kadar crumb rubber 100% sebesar 81,599% (spek. ≥75%). Karakteristik campuran dengan kadar crumb rubber tertinggi dengan pengurangan kadar aspal (7,0% dan 6,5%) yaitu nilai stabilitas (234,39 kg, 233,04 kg), flow (2,86 mm, 2,51 mm), Marshall Quotient (82,01 kg/mm, 92,75 kg/mm), VIM (4,962%, 6,182%), VMA (19,264%, 19,335%), dan VFB (74,248%, 68,046%)
Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan perbandingan penggunaan crumb rubber 40 mesh dengan crumb rubber ukuran lain. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis ekonomi dan reaksi kimia dari bahan pengganti yang digunakan.
Kata kunci: latasir kelas A, agregat halus, crumb rubber 40 mesh, kadar aspal optimum (KAO)
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii BSTRAK………………………………………………………………………. iii DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. iv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….. vii DAFTAR TABEL………………………………………………………………. viii BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….... 1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………..……... 1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………...……. 3 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………........ 4 1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………..……. 4 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian……………………………….…….. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….. 6 2.1 Lapisan Permukaan (Surface Course)…………………………………....... . 6 2.2 Crumb Rubber……………………………………………………….......... 11 2.3 Perencanaan Campuran Aspal Panas……………………………………….. 12 2.3.1 Pengujian Material………………………………………………............ 12 2.3.2 Penentuan Gradasi Agregat……………………………………………… 13 2.3.3 Estimasi Kadar Aspal Awal………………………………………………. 13 2.3.4 Pengukuran Volumetrik Sampel…………………………………………. 14 2.3.5 Uji Stabilitas Marshall dan Flow………………………………………… 18 2.3.6 Penentuan Kadar Aspal Optimum……………………………………….. 20 2.3.7 Pengujian Stabilitas Marshall Sisa………………………………………. 21 2.4 Hasil Kajian Penelitian yang Menggunakan Karet Ban..………………….. 21
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………. 25 3.1 Umum………………………………………………………………………. 25 3.2 Lokasi Penelitian……………………………………………………………. 25 3.3 Bahan dan Alat……………………………………………………………… 25 3.3.1 Bahan…………………………………………………………………….. 25 3.3.2 Alat……………………………………………………………………….. 26 3.3.3 Jumlah Benda Uji….…………………………………………………….. 26 3.4 Bagan Alir Penelitian………………………………………………………. 26 3.5 Langkah-langkah Penelitian..………………………………………………. 29 3.5.1 Persiapan Material………………………………………………………… 29 3.5.2 Pemeriksaan Material…………………………………………………….. 29 3.5.3 Penentuan Gradasi Pilihan……….………………………………………. .29 3.6 Pembuatan Benda Uji Campuran Beraspal Panas…………………………. .32 3.7 Metode Pengujian Campuran Beraspal Panas dengan Alat Marshall……… .33 3.8 Penentuan Kadar Aspal Optimum…………………………………………. .34 3.9 Metode Pengujian Stabilitas Sisa dengan Alat Marshall…………………….. .34 3.10 Penggantian Agregat Halus dengan Crumb Rubber 40 mesh……………… .35
v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN….…………………………………….. 39
4.1 Pengujian Agregat.………………………………………………………… 39 4.1.1 Pengujian Agregat Kasar…..……………………………………………. 39 4.1.2 Pengujian Agregat Halus…..……………………………………………. 41 4.1.3 Pengujian Filler…..……………..………………………………………. 42 4.2 Pengujian Aspal….………………………………………………………… 42 4.2.1 Pengujian Penetrasi Aspal..……..………………………………………. 42 4.2.2 Pengujian Titik Lembek Aspal…..……………………………………… 43 4.2.3 Pengujian Kehilangan Berat Aspal……………………………………… 43 4.2.4 Pengujian Daktilitas Aspal….…..………………………………………. 43 4.2.5 Pengujian Berat Jenis Aspal……..……………………………………… 43 4.2.6 Pengujian Titik Nyala Aspal dan Titik Bakar Aspal……………………. 43 4.3 Pengujian Crumb Rubber 40 mesh….…………………………………….. 43 4.3.1 Pengujian Berat Jenis Crumb Rubber 40 mesh…………………………. 44 4.3.2 Pengujian Temperatur Lembek Crumb Rubber 40 mesh..……………… 44 4.4 Pencampuran Agregat……………………………………………………… 44 4.5 Perhitungan Kadar Aspal Awal……………….…………………………… 44 4.6 Rancangan Campuran Benda Uji Marshall..……………………………… 45 4.7 Karakteristik Campuran Latasir Kelas A..………………………………… 45
4.8 Hubungan Kadar Aspal dengan Karakteristik..……………………….…… 45 4.8.1 Stabilitas…………………………………………………………………. 46 4.8.2 Flow (Kelelehan Plastis)…………………………………………………. 46 4.8.3 Marshall Quotient………………………………………………..……… 47 4.8.4 Rongga Antar Butiran Agregat (VMA)……….………………………… 48 4.8.5 Rongga Udara dalam Campuran (VIM)…………………………………. 49 4.8.6 Rongga Udara Terisi Aspal (VFB)………………………………………. 50 4.9 Penentuan Kadar Aspal Optimum…………....……………………….…… 51 4.10 Pengujian Nilai Stabilitas Marshall Sisa pada Kadar Aspal Optimum
(KAO) 7,5% ….…………………………………………………………… 51 4.11 Analisis Karakteristik Campuran Latasir Kelas A pada Kadar Aspal
Optimum........................................................................................... 52 4.12 Rancangan Campuran Latasir Kelas A dengan Crumb Rubber 40 mesh
sebagai Substitusi Sebagian Agregat Halus............................................. 52 4.13 Karakteristik Campuran Latasir Kelas A dengan Crumb Rubber 40 mesh
sebagai Substitusi Sebagian Agregat Halus............................................ 53 4.14 Hubungan Kadar Crumb Rubber 40 mesh dengan Karakteristik……..…… 53 4.14.1 Stabilitas……………..…………………………………………..……… 54 4.14.2 Flow (Kelelehan Plastis)..………………………………………………. 54 4.14.3 Marshall Quotient………………………………..……………………… 55 4.14.4 Rongga Antar Butiran Agregat (VMA)……….…………..……………. 56 4.14.5 Rongga Udara dalam Campuran (VIM)…………………..……..……… 56 4.14.6 Rongga Udara Terisi Aspal (VFB)………………………..……..……… 57 4.15 Rancangan Campuran Latasir Kelas A dengan Crumb Rubber 40 mesh
sebagai Substitusi Sebagian Agregat Halus dan Kadar Aspal Dikurangi………………………………................................................ 58
vi
4.16 Karakteristik Campuran Latasir Kelas A dengan Crumb Rubber 40 mesh sebagai Substitusi Sebagian Agregat Halus dan Kadar Aspal Dikurangi…………………………………............................................. 58
4.17 Hubungan Kadar Crumb Rubber 40 mesh dan Kadar Aspal yang Dikurangi dengan Karakteristik……………………………………….…… 58
4.17.1 Stabilitas……………..…………………………………………..………. 59 4.17.2 Flow (Kelelehan Plastis).………………………………………..………. 60 4.17.3 Marshall Quotient………………………………..………………………. 60 4.17.4 Rongga Antar Butiran Agregat (VMA)……….…………..…………..… 61 4.17.5 Rongga Udara dalam Campuran (VIM)…………………..……..……… 62 4.17.6 Rongga Udara Terisi Aspal (VFB)………………………..……..……… 62 4.18 Pengujian Nilai Stabilitas Marshall Sisa pada Kadar Crumb Rubber
Tertinggi dan Kadar Aspal Terendah….………………………………….. 63
BAB V SIMPULAN DAN SARAN……….…………………………………….. 64 5.1 Simpulan………….………………………………………………………. 64 5.2 Saran…………..….……………………………………………………….. 66
DAFTAR PUSTAKA……………..……….……………………………………67 LAMPIRAN : SK Rektor Unud ......................................................................... 70
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Butiran crumb rubber 40 mesh……………………………………. 11 Gambar 2.2 Komponen campuran beraspal secara volumetrik…………............ 17 Gambar 2.3 Contoh penentuan kadar aspal optimum (KAO)………………….. 21 Gambar 3.1 Bagan alir penelitian………………………………………………. 28 Gambar 3.2 Grafik gradasi pilihan……………………………………………... 29 Gambar 3.3 Grafik gradasi agregat lolos ayakan no.40 tertahan ayakan
no.50………………..……………………………………………... 35 Gambar 4.1 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan stabilitas rata-rata..…. 46 Gambar 4.2 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan flow rata-rata……… 47 Gambar 4.3 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan Marshall Quotient
rata-rata ……..……………………………………………………. 48 Gambar 4.4 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VMA rata-rata ...…… 49 Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VIM rata-rata ……. 49 Gambar 4.6 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VFB rata-rata ……. 50 Gambar 4.7 Bar chart karakteristik campuran latasir kelas A dengan variasi
kadar aspal……………………………………………………...… 51 Gambar 4.8 Grafik hubungan antara kadar crumb rubber 40 mesh dengan
stabilitas rata-rata..………..……………………………………… 54 Gambar 4.9 Grafik hubungan antara kadar crumb rubber 40 mesh dengan flow
rata-rata……………………………………………………………. 54 Gambar 4.10 Grafik hubungan antara kadar crumb rubber 40 mesh dengan
Marshall Quotient rata-rata ……………..………………………. 55 Gambar 4.11 Grafik hubungan antara kadar crumb rubber 40 mesh dengan
VMA rata-rata …………..……………………………………….. 56 Gambar 4.12 Grafik hubungan antara kadar crumb rubber 40 mesh dengan
VIM rata-rata ….………………………………………………….. 56 Gambar 4.13 Grafik hubungan antara kadar crumb rubber 40 mesh dengan
VFB rata-rata …………………………………………………..…. 57 Gambar 4.14 Grafik hubungan antara kadar aspal yang dikurangi dengan
stabilitas rata-rata pada kadar crumb rubber 100%…………..…. 59 Gambar 4.15 Grafik hubungan antara kadar aspal yang dikurangi dengan flow
rata-rata pada kadar crumb rubber 100%……………………..…. 60 Gambar 4.16 Grafik hubungan antara kadar aspal yang dikurangi dengan
Marshall Quotient rata-rata pada kadar crumb rubber 100%..…. 60 Gambar 4.17 Grafik hubungan antara kadar aspal yang dikurangi dengan VMA
rata-rata pada kadar crumb rubber 100%……………………..…. 61 Gambar 4.18 Grafik hubungan antara kadar aspal yang dikurangi dengan VIM
rata-rata pada kadar crumb rubber 100%……………………..…. 62 Gambar 4.19 Grafik hubungan antara kadar aspal yang dikurangi dengan VFB
rata-rata pada kadar crumb rubber 100%…………..….……….. 62
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ketentuan agregat kasar…………………………………….………. 9 Tabel 2.2 Ketentuan agregat halus………….…………………………………. 9 Tabel 2.3 Persyaratan gradasi campuran latasir kelas A dan latasir kelas B 10 Tabel 2.4 Persyaratan sifat-sifat campuran latasir kelas A dan latasir kelas B…..………………………………………………………...… 11 Tabel 2.5 Konversi pembacaan dial gauge stabilitas ke KN untuk alat uji
tekan Marshall model H 4454.100……………………………….… 19 Tabel 2.6 Rasio korelasi stabilitas Marshall……..……………………………….... 20 Tabel 2.7 Hasil pengujian campuran Hot Rolled Asphalt akibat penambahan
limbah serbuk ban bekas………….……………………………….... 22 Tabel 2.8 Hasil pengujian Marshall campuran HRS-WC dengan berbagai
variasi kadar aspal………………….……………………………….. 23 Tabel 2.9 Pengaruh variasi kadar aspal dan karet terhadap nilai VMA……..… 23 Tabel 2.10 Pengaruh variasi kadar aspal dan karet terhadap nilai VIM……..…. 23 Tabel 2.11 Pengaruh variasi kadar aspal dan karet terhadap nilai stabilitas……. 24 Tabel 2.12 Pengaruh variasi kadar aspal dan karet terhadap nilai flow………… 24 Tabel 2.13 Pengaruh variasi kadar aspal dan karet terhadap nilai Marshall
Quotient (MQ)………………………………………………………. 24 Tabel 3.1 Gradasi agregat pilihan……………………………………………… 30 Tabel 3.2 Konversi proporsi material…………………………………………. 31 Tabel 3.3 Kebutuhan material untuk 1, 2, dan 3 buah sampel………………… 32 Tabel 3.4 Proporsi material dengan variasi kadar crumb rubber 40 mesh…...... 37 Tabel 3.5 Kebutuhan agregat untuk benda uji………………………………… 38 Tabel 4.1 Hasil pengujian agregat kasar….…………..……………………….. 39 Tabel 4.2 Hasil pengujian agregat halus….…………..……………………….. 41 Tabel 4.3 Hasil pengujian aspal penetrasi 60/70…..………………………….. 42 Tabel 4.4 Hasil pengujian crumb rubber 40 mesh….……………………..….. 44 Tabel 4.5 Nilai karakteristik campuran latasir kelas A…...………………….. 45 Tabel 4.6 Nilai karakteristik campuran latasir kelas A pada kadar aspal
optimum…………………………………………………………….. 52 Tabel 4.7 Nilai karakteristik campuran latasir kelas A dengan crumb rubber
40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat halus…………...…….. 53 Tabel 4.8 Nilai karakteristik campuran latasir kelas A dengan crumb rubber
40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat halus dan kadar aspal yang dikurangi………………………………………………...…….. 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkerasan merupakan struktur lapisan yang terletak di atas tanah dasar dan
bersifat konstruktif sehingga memiliki nilai struktural dan fungsional. Nilai struktural
berkaitan dengan daya dukung perkerasan untuk mendukung repetisi beban lalu lintas
kendaraan dan kemampuannya untuk tetap stabil dan aman terhadap pengaruh infiltrasi
air permukaan dan perubahan cuaca. Nilai fungsional berkaitan dengan kinerja
permukaan jalan dalam melayani lalu lintas kendaraan dengan aman dan nyaman yang
meliputi aspek-aspek teknis, antara lain: kerataan, kekesatan dan kemiringan
permukaan (Bennett et al., 2007).
Pada umumnya konstruksi perkerasan terdiri atas dua jenis, yaitu perkerasan
lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Konstruksi perkerasan
lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah
dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan
menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur
terdiri atas lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course),
lapisan pondasi bawah (subbase course) dan lapisan tanah dasar (subgrade) (Sukirman,
1999).
Lapisan permukaan (surface course) terdiri atas dua lapis, yaitu lapis aus
(wearing course) dan lapis antara (binder course). Bagian perkerasan yang terletak pada
lapisan teratas adalah lapis aus (wearing course). Secara non-struktural lapisan
permukaan ini berfungsi untuk mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan
yang ada di bawahnya, menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan dapat
berjalan dengan nyaman, membentuk permukaan yang tidak licin dan sebagai lapis aus
yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru. Lapis antara (binder course)
yang terletak di bawah lapis aus (wearing course) berfungsi secara struktural. Lapis ini
berfungsi untuk mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh
perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser).
Di Indonesia jenis lapis permukaan yang umum digunakan untuk lapisan yang
bersifat struktural antara lain lapen (lapis penetrasi macadam), lasbutag (lapis aspal
buton agregat), laston (lapis aspal beton) dan lapis permukaan yang bersifat non-
struktural antara lain burtu (laburan aspal satu lapis), burda (laburan aspal dua lapis),
2. Bagaimanakah karakteristik campuran lapis tipis aspal pasir (latasir) kelas A dengan
crumb rubber 40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat halus pada kadar aspal
optimum (KAO)?
3. Bagaimanakah karakteristik campuran lapis tipis aspal pasir (latasir) kelas A dengan
crumb rubber 40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat halus dengan
pengurangan kadar aspal?
4
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengkaji dan mengetahui karakteristik crumb rubber 40 mesh.
2. Untuk mengkaji dan mengetahui karakteristik campuran lapis tipis aspal pasir
(latasir) kelas A dengan crumb rubber 40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat
halus pada kadar aspal optimum (KAO).
3. Untuk mengkaji dan mengetahui karakteristik campuran lapis tipis aspal pasir
(latasir) kelas A dengan crumb rubber 40 mesh sebagai substitusi sebagian agregat
halus dengan pengurangan kadar aspal.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi praktisi/instansi terkait:
a. Sebagai bahan pertimbangan penggunaan bahan-bahan bekas sebagai substitusi
agregat halus pada berbagai jenis campuran.
b. Mengurangi limbah ban bekas.
c. Menghemat penggunaan aspal dalam campuran.
2. Bagi Peneliti:
a. Sebagai bahan acuan untuk peneliti dan pengembangan selanjutnya pada
bidang perkerasan jalan.
b. Untuk melatih ide-ide kreatif mahasiswa.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup dan batasan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Karakteristik campuran latasir yang ditinjau:
a. sifat Volumetrik (VMA, VFB, VIM),
b. stabilitas Marshall,
c. kelelehan (flow),
d. Marshall Quotient.
2. Kadar aspal optimum (KAO) ditentukan saat campuran tidak menggunakan crumb
rubber.
3. Karakteristik crumb rubber yang ditinjau:
a. Berat jenis.
b. Temperatur lembek, yaitu suhu pada saat crumb rubber menjadi lembek namun
belum meleleh.
5
4. Crumb rubber digunakan sebagai substitusi sebagian agregat halus pada campuran
lapis tipis aspal pasir (latasir) kelas A dengan variasi 0%, 50% dan 100% terhadap
berat total agregat halus lolos ayakan no. 40 (0,425 mm) dan tertahan ayakan no. 50
(0,30 mm), dengan substitusi berdasarkan volume. Crumb rubber yang digunakan
diperoleh dari pabrik pengolahan ban bekas.
5. Dilakukan pengurangan kadar aspal pada kadar aspal optimum (KAO) dengan kadar
crumb rubber yang memenuhi spesifikasi.
6. Penelitian ini tidak membahas analisis ekonomi dan reaksi kimia yang terjadi.
7. Penelitian yang dilakukan terbatas pada pengujian laboratorium dan tidak
melakukan pengujian lapangan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lapis Permukaan (Surface Course)
Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan dan berfungsi
sebagai:
1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapis ini mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
2. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke
lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.
3. Lapis aus (wearing course), lapis yang langsung menerima gesekan akibat rem
kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh
lapisan lain yang mempunyai daya dukung relatif rendah.
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut di atas, pada umumnya lapis permukaan
dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang
kedap air dengan stabilitas tinggi dan daya tahan yang lama. Jenis lapis permukaan
yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain:
1. Lapisan bersifat non-struktural, berfungsi sebagai lapisan aus kedap air.
Lapisan ini terdiri dari:
a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri atas
lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam
dengan tebal maksimum 2 cm.
b. Burda (laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri atas
lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan
dengan tebal padat maksimum 3,5 cm.
c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri atas
lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan
dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.
d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri atas lapisan aspal
taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inci.
e. Latasbum (lapisan tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang
terdiri atas campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan
tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal maksimum 1 cm.
7
f. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet
(HRS), merupakan lapisan penutup yang terdiri atas campuran antara
agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Lapis ini memiliki tebal padat antara 2,5-3 cm.
Walaupun jenis lapisan permukaan di atas bersifat non-struktural, lapisan
permukaan tersebut dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan
mutu, sehingga secara keseluruhan dapat menambah masa pelayanan dari
konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda. Lapisan ini terdiri dari:
a. Penetrasi macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri atas
agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang
diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis. Di atas Lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat
penutup. Tebal satu lapis dapat bervariasi dari 4-10 cm.
b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri atas
campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk,
dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisannya antara
3-5 cm.
c. Laston (lapis tipis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi
jalan yang terdiri atas campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai
gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu.
2.1.1 Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir)
Latasir atau lapis tipis aspal pasir merupakan lapis penutup permukaan
perkerasan yang terdiri atas agregat halus atau pasir atau campuran keduanya dan aspal
keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur
tertentu.
Spesifikasi latasir telah dikembangkan sejak tahun 1983, yaitu dengan
diterbitkannya pedoman berupa buku Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Pasir,
yang dikembangkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan No. 02/PT/B/1983.
Selanjutnya dikembangkan pula standar nasional yaitu SNI 03-6749-2002, yang
selanjutnya pula dilakukan revisi untuk lebih menyempurnakan secara substansial dan
8
memenuhi kebutuhan dalam pekerjaan pembangunan jalan. Menurut hasil revisi, latasir
terdiri atas dua kelas: latasir kelas A atau SS-1 (Sand Sheet-1) dengan ukuran nominal
butir agregat atau pasir 9,5 mm dan latasir kelas B atau SS-2 (Sand Sheet-2) dengan
ukuran nominal butir agregat atau pasir 2,36 mm. Pada umumnya tebal nominal
minimum untuk latasir kelas A dan latasir kelas B masing-masing 2,0 cm dan 1,5 cm
dengan toleransi ± 2,0 mm. Latasir pada umumnya digunakan untuk perencanaan jalan
dengan lalu lintas tidak terlalu tinggi (≤500.000 SST), tetapi dapat pula digunakan
untuk pekerjaan pemeliharaan atau perbaikan sementara pada lalu lintas yang lebih
tinggi.
2.1.1.1 Syarat Teknis Agregat pada Campuran Latasir
Adapun persyaratan agregat untuk campuran latasir adalah sebagai berikut:
1. Agregat kasar
a. Tertahan ayakan no. 4 (4,75 mm).
b. Mempunyai angularitas sesuai syarat. Angularitas agregat kasar didefinisikan
sebagai persen terhadap berat jumlah agregat yang lebih besar dari 4,75 mm
dengan muka bidang pecah satu atau lebih.
c. Agregat kasar untuk latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih.
d. Berat jenis (specific gravity) agregat kasar dan halus tidak boleh berbeda lebih
dari 0,2
9
Tabel 2. 1 Ketentuan agregat kasar
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan SNI 3407:2008 Maks. 12%
natrium dan magnesium sulfat Abrasi dengan mesin Campuran AC bergradasi
SNI 2417:2008 Maks. 30%
Los Angeles1) Kasar Semua jenis campuran
Maks. 40% aspal bergradasi lainnya Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min. 95%
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10cm) DoT's
95/902) Pensylvania
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 cm) Test Method,
80/752) PTM No. 621
Partikel pipih dan lonjong ASTM D4791
Maks. 10% Perbandingan 1:5
Material lolos ayakan no. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1% Sumber : Dep. PU (2010) Revisi 2 Catatan :
1)Abrasi dengan mesin Los Angeles dengan 100 putaran harus dilakukan untuk mengetahui
keseragaman mutu agregat dan nilai abrasi dengan 100 putaran yang diperoleh tidak boleh
melampaui 20% dari nilai abrasi dengan 500 putaran
2) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih
dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
2. Agregat halus
a. Pasir atau hasil pengayakan batu pecah lolos ayakan no. 4 (4,75 mm).
b. Berat jenis (specific gravity) agregat kasar dan halus tidak boleh berbeda lebih
dari 0,2
Tabel 2. 2 Ketentuan agregat halus
Pengujian Standar Nilai Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60% Kadar lempung SNI 3423:2008 Maks. 1% Angularitas (kedalaman dari permukaan <10cm) SNI 03-6877-2002 Min. 45 Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥10cm) Min. 40
Sumber: Dep. PU (2010) Revisi 2
10
3. Bahan pengisi (filler)
a. Bahan pengisi yang ditambahkan terdiri atas debu kapur (limestone dust,
Calcium Carbonate, CaCO3) atau debu kapur padam yang sesuai dengan
AASHTO M303-89 (2006), semen atau mineral yang berasal dari asbuton yang
sumbernya disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Jika digunakan aspal modifikasi
dari jenis asbuton yang diproses maka bahan pengisi yang ditambahkan haruslah
berasal dari mineral yang diperoleh dari asbuton tersebut.
b. Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering serta bebas dari gumpalan-
gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-1968-1990 harus
mengandung bahan yang lolos ayakan no. 200 (75 mikron) tidak kurang dari
75% terhadap beratnya dan bersifat non plastis.
c. Kapur yang tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian dapat digunakan sebagai
bahan pengisi yang ditambahkan dengan proporsi maksimum yang diijinkan
adalah 1,0% dari berat total campuran beraspal. Kapur yang seluruhnya
terhidrasi yang dihasilkan dari pabrik yang disetujui, dapat digunakan
maksimum 2% terhadap berat total agregat.
2.1.1.2 Persyaratan Campuran Latasir
Gradasi campuran latasir harus memenuhi persyaratan dalam Tabel 2.3
Tabel 2. 3 Persyaratan gradasi campuran latasir kelas A dan latasir kelas B
No. Ukuran Ayakan % Berat Agregat yang Lolos terhadap Ayakan (mm) Total Agregat dalam Campuran
Kelas A Kelas B 3/4" 19 100 100 1/2" 12,5 3/8" 9,5 90-100
Persentase terhadap berat total campuran akan berubah sesuai dengan variasi
persentase kadar aspalnya, misalnya: (7, 7,5, 8, 8,5, 9)% terhadap berat total campuran.
Contoh pada Tabel 3.2 di atas didasarkan atas persentase kadar aspal awal 8%, di mana
jumlah agregatnya 92 %.
Maka berat aspal yang diperlukan untuk satu sampel adalah:
(8/92) x 1200gr = 104,35 gr
Berat total campuran menjadi = 1200gr + 104,35 gr = 1304,35 gr
Perincian kebutuhan material ditabulasi menjadi sebagai berikut:
32
Tabel 3. 3 Kebutuhan material untuk 1, 2 dan 3 buah sampel
Material Ayakan (mm) Proporsi
Tertahan (%) 1 sampel
(gram) 2 sampel
(gram) 3 sampel
(gram)
Agregat
Kasar
19 0 0 0 0
12,5 3 36 72 108
9,5 3 36 72 108
4,75 9 108 216 324
2,36 15 180 360 540
Agregat
Halus
1,18 17 204 408 612
0,6 18 216 432 648
0,30 14 168 336 504
0,15 7 84 168 252
0,075 3 36 72 108
Filler lolos 0,075 11 132 264 396
Total 100 1200 2400 3600 Kebutuhan Aspal
7,00% 7,0/ (100-7,0) x berat agg 90,32 180,65 270,97 7,50% 7,5/ (100-7,5) x berat agg 97,30 194,59 291,89 8,00% 8,0/ (100-8,0) x berat agg 104,35 208,70 313,04 8,50% 8,5/ (100-8,5) x berat agg 111,48 222,95 334,43 9,00% 9,0/ (100-9,0) x berat agg 118,68 237,36 356,04
3.6 Pembuatan Benda Uji Campuran Beraspal Panas
1) Pencampuran benda uji
(1) Untuk setiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gram sehingga
menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 63,5 mm ± 1,27 mm (2,5 ± 0,05)
inci.
(2) Wadah pencampur dipanaskan kira-kira 28oC di atas temperatur
pencampuran aspal keras.
(3) Agregat yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam wadah pencampur.
(4) Aspal dituangkan sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah
dipanaskan, kemudian diaduk dengan cepat sampai agregat terselimuti aspal
secara merata.
33
2) Pemadatan benda uji
(1) Perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk dibersihkan
dengan seksama dan dipanaskan sampai suhu antara 90oC - 150oC.
(2) Cetakan diletakkan di atas landasan pemadat dan ditahan dengan
pemegang cetakan.
(3) Kertas saring atau kertas penghisap dengan ukuran diletakkan sesuai
ukuran dasar cetakan.
(4) Seluruh campuran dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian campuran
ditusuk-tusuk dengan spatula yang telah dipanaskan sebanyak 15 kali di
sekeliling pinggirannya dan 10 kali di bagian tengahnya.
(5) Kertas saring atau kertas penghisap diletakkan di atas permukaan benda uji
dengan ukuran sesuai cetakan.
(6) Campuran dipadatkan dengan jumlah tumbukan (Kementrian PU, 2010):
a. 75 kali tumbukan untuk campuran selain latasir
b. 50 kali tumbukan untuk campuran latasir atau Sand Sheet (SS)
(7) Pelat alas berikut leher sambung dilepas dari cetakan benda uji, kemudian
cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasang kembali pelat alas
berikut leher sambung pada cetakan yang dibalikkan tadi.
(8) Permukaan benda uji yang sudah dibalikkan tadi ditumbuk kembali
dengan jumlah tumbukan yang sama sesuai dengan (6) dan (7).
(9) Sesudah dilakukan pemadatan campuran, pelat alas dilepaskan dan alat
pengeluar dipasang pada permukaan ujung benda uji tersebut.
(10) Benda uji dikeluarkan dan diletakkan di atas permukaan yang rata dan
diberi tanda pengenal serta biarkan selama kira-kira 24 jam pada
temperatur ruang.
(11) Bila diperlukan untuk mendinginkan benda uji, dapat digunakan kipas
angin.
3.7 Metode Pengujian Campuran Beraspal Panas dengan Alat Marshall
Lamanya waktu yang diperlukan dari diangkatnya benda uji dari penangas air
sampai tercapainya beban maksimum saat pengujian tidak boleh melebihi 30 detik.
1) Benda uji direndam dalam penangas air selama 30 – 40 menit dengan
temperatur tetap 60oC ± 1oC untuk benda uji.
34
2) Benda uji dikeluarkan dari penangas air dan letakkan dalam bagian bawah alat
penekan uji Marshall.
3) Bagian atas alat penekan uji Marshall dipasang di atas benda uji dan diletakkan
seluruhnya dalam mesin uji Marshall.
4) Arloji pengukur pelelehan dipasang pada kedudukannya di atas salah satu
batang penuntun kemudian kedudukan jarum penunjuk diatur pada angka nol,
sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh pada bagian atas
kepala penekan.
5) Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda uji dinaikkan
hingga menyentuh alas cincin penguji.
6) Jarum arloji tekan diatur pada kedudukan angka nol.
7) Pembebanan pada benda uji diberikan dengan kecepatan tetap sekitar 50,8 mm
(2 in) per menit sampai pembebanan maksimum tercapai. Untuk pembebanan
menurun seperti yang ditunjukkan oleh jarum arloji tekan, pembebanan
maksimum (stabilitas) yang dicapai dicatat. Untuk benda uji dengan tebal tidak
sama dengan 63,5 mm, beban harus dikoreksi dengan faktor pengali seperti
diperlihatkan pada Tabel 2.5.
8) Nilai pelelehan (flow) yang ditunjukkan oleh jarum arloji pengukur pelelehan
dicatat pada saat pembebanan maksimum tercapai.
3.8 Penentuan Kadar Aspal Optimum
Penentuan kadar aspal optimum ditentukan dengan merata-ratakan kadar aspal
yang memberikan stabilitas maksimum serta karakteristik campuran lainnya seperti
flow, Marshall Quotient, VMA, VIM dan VFB. Kadar aspal optimum dapat ditentukan
dengan menggunakan Metode Bar-chart seperti pada Gambar 2.3. Nilai kadar aspal
optimum ditentukan sebagai nilai tengah dari rentang kadar aspal maksimum dan
minimum yang memenuhi spesifikasi.
3.9 Metode Pengujian Stabilitas Sisa dengan Alat Marshall
Metode yang digunakan untuk pengujian stabilitas sisa ini hampir sama dengan
metode yang digunakan pada pengujian stabilitas dengan alat Marshall, yang
membedakan adalah lama perendaman sampel, yaitu 24 jam dan kadar yang digunakan
35
pada metode ini adalah kadar aspal optimum. Untuk menghitung hasil pengujian
digunakan Persamaan 2.16.
3.10 Penggantian Agregat Halus dengan Crumb Rubber 40 mesh
Sebagai pengganti sebagian dari agregat halus dipergunakan crumb rubber 40
mesh dengan variasi 0%, 50% dan 100% terhadap berat total agregat halus lolos ayakan
no. 40 (0,425 mm) dan tertahan ayakan no. 50 (0,30 mm), dengan substitusi
berdasarkan volume. Berat total agregat halus lolos ayakan no. 40 (0,425 mm) dan
tertahan ayakan no. 50 (0,30 mm) yang diperlukan diperoleh dari grafik gradasi pilihan
(Gambar 3.2) yang diplot seperti Gambar 3.3. Dari grafik tersebut diperoleh persentase
agregat halus yang lolos ayakan no. 40 (0,425 mm) sebesar 27%. Penggantian sebagian
agregat halus dengan crumb rubber 40 mesh dilakukan pada kadar aspal optimum,
dengan substitusi berdasarkan volume. Proporsi kebutuhan material agregat disajikan
pada Tabel 3.5.
Gambar 3.3 Grafik gradasi agregat lolos ayakan no. 40 tertahan ayakan no. 50
3.10.1 Perhitungan untuk Kadar Crumb Rubber 50% dan 100%
Dimisalkan berat total agregat adalah 1200 gr. Sesuai dengan Tabel 3.1 dan
Grafik 3.3, persentase agregat halus lolos ayakan no. 40 (0,425 mm) dan tertahan
ayakan no. 50 (0,30 mm) yang dibutuhkan untuk satu benda uji adalah (27-21)%. Jadi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.01 0.1 1 10
% B
erat
Agr
egat
yan
g Lo
los
Ukuran Saringan (mm)
gradasi pilihan
batas atas
batas bawah
0.425
27
36
berat agregat halus lolos ayakan no. 40 (0,425 mm) dan tertahan ayakan no. 50 (0,30
mm) yang dibutuhkan untuk satu benda uji [(27-21)% x 1200gr = 72 gr).
Diketahui : berat agregat halus (A) = 72 gr
SGagregat halus = 2,547 gr/cm3
SGcrumb rubber = 0,918 gr/cm3
Contoh perhitungan untuk variasi kandungan crumb rubber 50%
Berat agregat yang diganti ( ) = 50% x A = 50% x 72 = 36 gr
Volume agregat yang diganti ( ) =
= ,
= 14,13
Berat crumb rubber yang diperlukan = A2 x SGcrumb rubber
= 14,13 cm3 x 0,918 gr/cm3
= 12,97 gr
37
Tabel 3. 4 Proporsi material dengan variasi kadar crumb rubber 40 mesh
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai VFB rata-rata campuran latasir pada kadar
aspal 7% dan 6,5% adalah 74,248% dan 68,046% yang kemudian disajikan dalam
grafik seperti yang tertera pada Gambar 4.19. Nilai VFB rata-rata cenderung mengalami
penurunan. Nilai VFB rata-rata pada kadar aspal 7% dan 6,5% tidak memenuhi
spesifikasi minimum, yaitu 75%. Nilai VFB yang menurun disebabkan oleh kadar aspal
yang berkurang, sehingga tidak dapat mengisi rongga secara optimal.
4.18 Pengujian Nilai Stabilitas Marshall Sisa pada Kadar Crumb Rubber
Tertinggi dan Kadar Aspal Terendah (6,5%)
Pengujian nilai stabilitas Marshall sisa dilakukan untuk memperoleh nilai
indeks kekuatan sisa dengan jumlah sampel yang dibuat sebanyak 3 (tiga) buah benda
uji pada kadar crumb rubber tertinggi, yaitu 100% terhadap agregat halus lolos ayakan
no.40 dan tertahan ayakan no.50 serta pada kadar aspal terendah yaitu 6,5%. Pengujian
dilakukan dengan cara merendam benda uji selama ±24 jam dalam air yang bersuhu 60
± 1°C sebelum dilakukan uji tekan Marshall. Nilai stabilitas Marshall sisa rata-rata
adalah 225,12 kg.
Adapun perhitungannya sesuai dengan Persamaan 2.19 sebagai berikut:
IRS =MSIMSS x100
IRS =225,12233,04 x100
IRS = 96,60 %
Jadi, nilai stabilitas Marshall sisa untuk campuran latasir kelas A pada kadar
crumb rubber tertinggi yaitu 100% terhadap volume halus lolos ayakan no.40 serta
tertahan ayakan no.50 dan pada kadar aspal terendah yaitu 6,5% adalah sebesar 96,60%.
Nilai ini telah memenuhi spesifikasi, yaitu nilai stabilitas Marshall sisa minimum
adalah 90%.
64
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan pengujian-pengujian yang dilakukan, diperoleh berat jenis crumb
rubber 40 mesh sebesar 0,918 dan temperatur lembek crumb rubber 40 mesh rata-
rata 161oC.
2. Karakteristik campuran latasir kelas A dengan crumb rubber 40 mesh sebagai
substitusi sebagian agregat halus pada kadar aspal optimum 7,5% adalah:
a. Stabilitas
Nilai stabilitas rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar crumb rubber 0%,
50% dan 100% terhadap berat total agregat halus lolos ayakan no.40 dan
tertahan ayakan no. 50 yang disubstitusi berdasarkan volume, berturut-turut
adalah 241,80 kg, 240,82 kg dan 233,75 kg, dengan spesifikasi nilai stabilitas
minimum yaitu 200 kg.
b. Flow
Nilai flow rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar crumb rubber 0%,
50% dan 100% terhadap berat total agregat halus lolos ayakan no.40 dan
tertahan ayakan no.50 yang disubstitusi berdasarkan volume, berturut-turut
adalah 2,71 mm, 2,82 mm dan 2,91 mm, dengan spesifikasi nilai flow minimum
adalah 2 mm dan maksimum adalah 3 mm.
c. Marshall Quotient
Nilai Marshall Quotient rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar crumb
rubber 0%, 50% dan 100% terhadap berat total agregat halus lolos ayakan
no.40 dan tertahan ayakan no.50 yang disubstitusi berdasarkan volume,
berturut-turut adalah 89,26 kg/mm, 85,45 kg/mm dan 80,26 kg/mm, dengan
spesifikasi nilai Marshall Quotient minimum yaitu 80 kg/mm.
d. Rongga Udara Dalam Campuran (VIM)
Nilai VIM rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar crumb rubber 0%,
50% dan 100% terhadap berat total agregat halus lolos ayakan no.40 dan
tertahan ayakan no.50 yang disubstitusi berdasarkan volume, berturut-turut
65
adalah 4,869%, 4,432% dan 3,534%, dengan spesifikasi nilai VIM minimum
adalah 3% dan maksimum adalah 6%.
e. Rongga Antar Butiran Agregat (VMA)
Nilai VMA rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar crumb rubber 0%,
50% dan 100% terhadap berat total agregat halus lolos ayakan no.40 dan
tertahan ayakan no.50 yang disubstitusi berdasarkan volume, berturut-turut
adalah 20,117%, 19,795% dan 19,199%, dengan spesifikasi nilai VMA
minimum adalah 20%.
f. Rongga Udara Terisi Aspal (VFB)
Nilai VFB rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar crumb rubber 0%,
50% dan 100% terhadap berat total agregat halus lolos ayakan no.40 dan
tertahan ayakan no.50 yang disubstitusi berdasarkan volume, berturut-turut
adalah 75,796%, 77,620% dan 81,599%, dengan spesifikasi nilai VFB
minimum adalah 75%.
3. Karakteristik campuran latasir kelas A dengan crumb rubber 40 mesh sebagai
substitusi sebagian agregat halus dengan pengurangan kadar aspal dari kadar aspal
optimum 7,5% adalah:
a. Stabilitas
Nilai stabilitas rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar aspal 7,0% dan
6,5% adalah 234,39 kg dan 233,04 kg, dengan spesifikasi nilai stabilitas
minimum adalah 200 kg.
b. Flow
Nilai flow rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar aspal 7,0% dan 6,5%
adalah 2,86 mm dan 2,51 mm, dengan spesifikasi nilai flow minimum adalah 2
mm dan maksimum adalah 3 mm.
c. Marshall Quotient
Nilai Marshall Quotient rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar aspal
7,0% dan 6,5% adalah 82,01 kg/mm dan 92,75 kg/mm, dengan spesifikasi nilai
Marshall Quotient minimum adalah 80 kg/mm.
66
d. Rongga Udara dalam Campuran (VIM)
Nilai VIM rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar aspal 7,0% dan 6,5%
adalah 4,962% dan 6,182%, dengan spesifikasi nilai VIM minimum adalah 3%
dan maksimum adalah 6%.
e. Rongga Antar Butiran Agregat (VMA)
Nilai VMA rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar aspal 7,0% dan 6,5%
berturut-turut adalah 19,264% dan 19,335%, dengan spesifikasi nilai VMA
minimum adalah 20%.
f. Rongga Udara Terisi Aspal (VFB)
Nilai VFB rata-rata campuran latasir kelas A pada kadar aspal 7,0% dan 6,5%
adalah 74,248% dan 68,046%, dengan spesifikasi nilai VFB minimum adalah
75%.
5.2 Saran
Sesuai dengan hasil penelitian, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan penggunaannya dengan
mengubah variabel penelitian sebelumnya antara lain:
a. Menambah variasi kadar crumb rubber 40 mesh.
b. Mengganti ukuran crumb rubber yang digunakan sebagai substitusi sebagian
agregat.
c. Pengurangan kadar aspal perlu dilakukan pada semua variasi kadar crumb
rubber.
d. Mengganti jenis campuran dengan latasir kelas B.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian kelekatan aspal terhadap
crumb rubber dan ekstraksi pada campuran yang menggunakan crumb rubber guna
mengetahui perubahan bentuk crumb rubber.
3. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pembahasan mengenai analisis
ekonomi dan reaksi kimia yang terjadi pada bahan alternatif yang digunakan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2008a. Cara Uji Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus. SNI 1970:2008.
Badan Standardisasi Nasional. 2008b. Cara Uji Berat Jenis dan Penyerapan Air
Agregat Kasar. SNI 1969:2008. Badan Standardisasi Nasional. 2008c. Cara Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles. SNI 2417:2008. Badan Standardisasi Nasional. 2008d. Cara Uji Sifat Kekekalan Agregat dengan
Cara Perendaman Menggunakan Larutan Natrium Sulfat atau Magnesium Sulfat. SNI 3407:2008.
Badan Standardisasi Nasional.2008e.Spesifikasi Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir). SNI 6749-2008. Badan Standardisasi Nasional. 2011a. Cara Uji Berat Jenis Aspal Padat. SNI
2441:2011. Badan Standardisasi Nasional. 2011b. Cara Uji Daktilitas Aspal. SNI 2432:2011. Badan Standardisasi Nasional. 2011c. Cara Uji Penetrasi Aspal. SNI 2488:2011. Badan Standardisasi Nasional. 2011d. Cara Uji Penyelimutan dan Pengelupasan
pada Campuran Agregat-Aspal. SNI 2439:2011. Badan Standardisasi Nasional. 2011e. Cara Uji Titik Lembek Aspal dengan lat Cincin dan Bola (Ring and Ball). SNI 2434:2011. Badan Standardisasi Nasional. 2011f. Cara Uji Titik Nyala dan Titik Bakar
dengan alat Cleveland Open Cup. SNI 2433:2011. Bennett, C.R.. 2007. Business Processes and Data Collection for Road
Management Systems, The World Bank, Washington, D.C.
Darunifah, N. 2007. Pengaruh Bahan Tambahan Karet Padat terhadap Karakteristik Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course. (Tesis Dipublikasikan Magister Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2007).
Departemen Pekerjaan Umum. 1983. Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Pasir. No. 02/PT/B/1983. Departemen Pekerjaan Umum. 1990. Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar. SNI 03-1968-1990.
68
Departemen Pekerjaan Umum. 1991a. Metode Pengujian Berat Jenis Semen Portland. SNI 15-2531-1991. Departemen Pekerjaan Umum. 1991b. Metode Pengujian Kehilangan Berat Minyak dan Aspal dengan Cara A. SNI 06-2440-1991. Departemen Pekerjaan Umum. 1991c. Pengujian Campuran Beraspal Dengan
Alat Marshall. SNI 06-2489-1991. Departemen Pekerjaan Umum. 1996. Metode Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-Butir Mudah Pecah Dalam Agregat. SNI 03-4141-1996. Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Metode Pengujian Agregat Halus atau Pasir yang Mengandung Bahan Plastis dengan Cara Setara Pasir. SNI 03- 4428-1997. Departemen Pekerjaan Umum. 2000. Spesifikasi Agregat Lapis Pondasi Bawah, Lapis Pondasi Atas dan Lapis Permukaan. SNI 03-6388-2000. Departemen Pekerjaan Umum. 2002a. Metode Pengujian Kadar Rongga Agregat Halus yang Tidak Dipadatkan. SNI 03-6877-2002. Departemen Pekerjaan Umum. 2002b. Spesifikasi Bahan Pengisi untuk Campuran Beraspal. SNI 03-6723-2002. Departemen Pekerjaan Umum. 2002c. Spesifikasi Agregat Halus untuk Campuran Perkerasan Beraspal. SNI 03-6819-2002. Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Tentang Pelaksanaan Lapis Campuran Beraspal Panas. Revisi SNI 03-1737-1989. Departemen Pekerjaan Umum. 2010. Spesifikasi Campuran Beraspal Panas 2010
Revisi 2. Epps, J.A. and Galloway, B.M. 1980. First Asphalt-Rubber. User-Producer
Workshop Proceedings Summary. Hanson, D.I., Epps, J.A., Hicks, R.G. 1996. Construction Guidelines for Crumb
Rubber Modified Hot Mix Asphalt. National Center for Asphalt Technology
Heitzman, M.A. 1992. State of the Practice-Design and Construction of Asphalt
Paving Materials With Crumb Rubber Modifier. Report FHWA A-SA-92-022.
Huffman, J.E. 1980. Sahuaro Concept of Asphalt-Rubber Binders. Presentation at
the First Asphalt Rubber User Producer Workshop, Scottsdale Arizona.
69
Karetserbukwordpress. 2008. Kegunaan Karet Serbuk. http://karetserbuk.wordpress.com/2008/10/23/peranan-karet-serbuk/ Diakses tanggal 26/3/2014
Kerbs, R.D. and Walker, R.D., 1971, Highway Materials. McGraw-Hill Book Company
Kurniawan, A. 2013. 94,2 juta Mobil dan Sepeda Motor Berseliweran di Jalanan
Indonesia. Harian Kompas. 26 Februari 2013 http://otomotif.kompas.com/read/2013/02/26/6819/94.2.juta.Mobil.dan.Sepeda.Motor.Berseliweran.di.Jalanan.Indonesia Diakses tanggal 24/3/2014
Lamadi, A. 2010. Penggunaan Agregat Quary PT.Intrako Jalan Sorong-Makbon Km.16 Sebagai Agregat Beton Aspal 1 http://ardi-lamadi.blogspot.com/2010/12/penggunaan-agregat-quary-ptintrako_14.html Diakses tanggal 27/3/2014
Pradana, J. P. 2009. Pengaruh Penambahan Parutan Karet Ban Gradasi Tipe 2 Terhadap Parameter Marshall Hot Rolled Sheet Wearing Course (Tugas Akhir Dipublikasikan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).
Sigmaaldrich. 2004. Particle Size Conversion.
http://www.sigmaaldrich.com/chemistry/stockroom-reagents/learningcenter/technical-library/particle-size-conversion.html Diakses tanggal 24/3/2014
Sugiyanto, G. 2008. Kajian Karakteristik Campuran Hot Rolled Asphalt Akibat Penambahan Limbah Serbuk Ban Bekas. Jurnal Teknik Sipil Universitas Jenderal Soedirman Volume 8 No. 2.
Suhaemi, M. 2013. Alternatif Pengganti Aspal Minyak dari Olahan Limbah
Vulkanisir Ban. (Karya Tulis Mahasiswa Universitas Sebelas Maret pada Kompetisi Rancang Bangun Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana Tahun 2013)
Sukirman, S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova, Bandung. Sukirman, S. 2007. Beton Aspal Campuran Panas.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Tristianto, A.B. dan Abadi, K. 2011. Pengaruh Penambahan Limbah Karet Ban Luar Terhadap Karakteristik Marshall pada Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) Kelas B. Media Teknik Sipil Volume 9 Nomor 2. Hlm, 107-115.
70
LAMPIRAN
SK Rektor Unud No: 1564/UN14.1.31/PN/2015, tertanggal 27 Juli 2015, tentang Hibah
Penelitian Ketekniksipilan Jurusan Teknik Sipil FT Unud 2015