BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Reklamasi Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Reklamasi lahan bekas tambang selain merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan pasca tambang, agar menghasilkan lingkungan ekosistem yang baik dan diupayakan menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih tertinggal. 2.2 Dasar Hukum Upaya pengendalian dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut : a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertambangan. b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup. c. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang. d. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341). e. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan. f. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan
yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan
berdaya guna sesuai peruntukannya. Reklamasi lahan bekas tambang selain merupakan upaya
untuk memperbaiki kondisi lingkungan pasca tambang, agar menghasilkan lingkungan
ekosistem yang baik dan diupayakan menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya,
dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih tertinggal.
2.2 Dasar Hukum
Upaya pengendalian dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup
dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan.
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengolahan Lingkungan Hidup.
c. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang.
d. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341).
e. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
g. Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas
Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan
Pekerjaan Umum.
h. SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri kehutanan Nomor : 996 K/05/M.
PE/1969 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Undang-undang No. 429/K.pts.
II/1939 Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
i. SKB menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor : 1101.
K/702/M. PE/1991 tentang Pembentukan Team koordinasi 36/Kpts.II/1991
j. Tetap Departemen Pertambangan dan Energi dan Departemen Kehutanan dan
perubahan Tatacara Pengajuan Izin Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan
Hutan.
k. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.0185.K/008/M.PE/1988 tentang
Pedomanan Teknis Penyusunan Penyajian Informasi Lingkungan, Analisis Dampak
Lingkungan untuk Kegiatan di Bidang Pertambangan Umum dan Bidang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Sumberdaya Panas Bumi.
l. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1158.K/008/M.PE/1989 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Analsis Dampak Lingkungan dalam Usaha Pertambangan dan
Energi.
m. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M/PE/1995 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan pada
Kegiatan Usaha Pertambangan Umum.
2.3 Ruang Lingkup Reklamasi
Rehabilitasi lokasi penambangan dilakukan sebagai bagian dari program pengakhiran
tambang yang mengacu pada penataan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Salah satu
kegiatan pengakhiran tambang, yaitu reklamasi, yang merupakan upaya penataan kembali
daerah bekas tambang agar bisa menjadi daerah bermanfaat dan berdayaguna. Reklamasi
tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal. Pada
prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan
harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir
rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi
lain yang telah disepakati. Kegiatan rehabilitasi dilakukan merupakan kegiatan yang terus
menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan sampai pasca tambang. Tujuan jangka
pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi.
Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi
yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang
akan dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan
pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi
tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah
direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam
sekitarnya. Teknik rehabilitasi meliputi regarding, reconturing, dan penaman kembali
permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan air asam tambang
(AAT) dengan menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk mencegah erosi atau
terbentuknya AAT. Permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana
reklamasi meliputi :
a. Pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan penataan kembali
lahan bekas tambang serta penataan lahan bagi pertambangan yang kegiatannya tidak
dilakukan pengisian kembali
b. Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan permukaan
timbunan, pengendalian erosi dan pengelolaan air
c. Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi
d. Karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau limbah
batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi
e. Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang, potensi terjadinya AAT dari
bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan tailing dan timbunan limbah batuan
(sebagai akibat oksidasi sulfida yang terdapat dalam bijih atau limbah batuan)
f. Penanganan potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batubara
(Karliansyah, 2001).
g. Sulfida logam yang masih terkandung pada tailing atau waste merupakan pengotor
yang potensial akan menjadi bahan toksik dan penghasil air asam tambang yang akan
mencemari lingkungan, pemanfaatan sulfida logam tersebut merupakan salah satu
alternatif penanganan. Demikian juga kandungan mineral ekonomi yang lain,
diperlukan upaya pemanfaatan.
h. Penanganan/penyimpanan bahan galian yang masih potensial untuk menjadi bernilai
ekonomibaik dalam kondisi in-situ, berupa tailing atau waste.
2.4 Perencanaan Reklamasi
Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar dalam
pelaksanaannyadapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini reklamasi
harus disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum
melakukan operasi penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan
operasi penambangan. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi
adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan.
b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan.
c. Memeindahkan dan menempatkantanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur
sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi.
d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang
aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas
penambangan.
h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan untuk
agar ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang
keras.
i. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukan bagi
vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai
dengan rencana rehabilitasi.
j. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan
k. Memeantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
2.4.1 Pemerian Lahan
Pemerian lahan pertambangan merupakan hal yang terpenting untuk merencanakan jenis
perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Jenis perlakuan reklamasi dipengaruhi oleh berbagai
faktor utama :
1. Kondisi Iklim,
2. Geologi,
3. Jenis Tanah,
4. Bentuk Alam,
5. Air permukaan dan air tanah,
6. Flora dan Fauna,
7. Penggunaan lahan,
8. Tata ruang dan lain-lain.
Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan. Dari berbagai
faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis tanah merupakan faktor
yang terpenting.
2.4.2 Pemetaan
Rencana operasi penambangan yang sudah memperhatikan upaya reklamasi atau
sebaliknya dengan sendirinya akan saling mendukung dalam pelaksanaan kedua kegiatan
tersebut. Rencana (tahapan pelaksanaan) tapak reklamasi ditetapkan sesuai dengan kondisi
setempat dan rencana kemajuan penambangan. Rencana tahap reklamasi tersebut dilengkapi
degan peta skala 1 : 1000 atau skala lainnya yang disetujui, disertai gambar-gambar teknis
bangunan reklamasi. Selanjutnya peta tersebut dilengkapi dengan peta indeks dengan skala
memadai.
Di dalam peta tersebut digambarkan situasi penambangan dan lingkungan, misalnya
kemajuan penambangan, timbunan tanah penutup, timbunan terak (slag), penyimpanan
sementara tanah pucuk, kolam pengendap, kolam persediaan air, pemukiman, sungai
jembatan, jalan, revegetasi, dan sebagainya serta mencantumkan tanggal situasi/
pembuatannya.
2.4.3 Peralatan Yang Digunakan
Untuk menunjang keberhasilan reklamasi biasanya digunakan peralatan dan sarana
prasarana, antara lain :”Dump Truck”, Bulldozer, excavator, traktor, tugal, back hoe, sekop,
cangkul, bangunan pengendali erosi a.l : susunan karung pasir, tanggul, susunan jerami,
bronjong, pagar keliling), beton pelat baja untuk menghindari kecelakaan dan lain-lain.
2.5 Pelaksanaan Reklamasi
Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan rencana tahunan
pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu
yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan
bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati tercapai.
Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi
pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari
pekerjaan teknik sipil dan teknik vegetasi. Pekerjaan teknik sipil meliputi : pembuatan teras,
saluran pembuangan akhir (SPA), bangunan pengendali lereng, check dam, penengkap oli
bekas (“oil cather”) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistem penanaman (“monokultur,
multiple croping”), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi setempat, “cover crop” (tanaman
penutup) dan lain-lain. Pelaksanaan reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk
tambang (“landscaping”), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (“low
Grade”) yang belum dimanfaatkan.
b. Pengendalian erosi dan sedimentasi.
c. Pengelolaan tanah pucuk (“top soil”)
d. Revegatasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk
tujuan lainnya.
Mengingat sifat lahannya dan kegaitannya yang memerlukan penjelasan rinci, maka kegiatan
pelaksanaan reklamasi di atas, dalam Bab III ini juga dijelaskan mengenai pelaksanaan
reklamasi khusus, reklamasi pada infrastruktur dan reklamasi lahan bekas tambang.
2.5.1 Persiapan Lahan
1. Pengamatan Lahan Bekas Tambang
Kegiatan ini meliputi :
a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak digunakan di
lahan yang akan direklamasi,
b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan berbahaya
dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan,
c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat khusus,
d. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen,
e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan direklamasi.
2. Pengaturan Bentuk Lahan
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat.
Kegiatan ini meliputi :
1. Pengaturan bentuk lereng
a. Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi kecepatan air limpasan
(“run off”), erosi dan sedimentasi serta longsor,s
b. Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berters-teras sebagaimana
terlihat pada gambar 3.1. Bentuk teras lainnya dapat dilihat pada gambar 3.2,
3.3, 3.4, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9, dan 3.10.
2. Pengaturan saluran pembuangan air
a. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk mengatur air
agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan
akibat erosi.
b. Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi)
dan luas areal yang direklamasi. Macam dan bentuk SPA digambarkan pada
gambar 3.11, sedangkan penampang SPA digambarkan pada gambar 3.12.
3. Pengaturan/Penempatan Low Grade
Maksud pengaturan dan penempatan “low garde” (bahan tambang yang mempunyai
nilai ekonomis rendah) adalah agar bahan tambang tersebut tidak tererosi/hilang apabila
ditimbun dalam waktu yang lama karena dapat dimanfaatkan. Pengaturan bentuk timbunan
low grade terlihat pada gambar 3.13.
2.5.2 Pengendalian Erosi Dan Sedimentasi
Pengendalian erosi merupakan hal yang mutlak dilakukan selama kegiatan
penambangan dan setelah penambangan. Erosi dapat mengakibatkan berkurangnya kesuburan
tanah, terjadinya endapan lumpur dan sedimentasi di alur-alur sungai. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya erosi oleh air adalah : curah hujan, kemiringan lereng (topografi),
jenis tanah, tata guna tanah (perlakuan terhadap tanah) dan tanaman penutup tanah.
Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagai berikut :
a. Meminimasikan areal terganggu dengan ;
1. Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan rekalmasi,
2. Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan,
3. Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan,
4. Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan
b. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan :