Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau yang sering disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau reversible parsial karena adanya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup lama degan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab yang terpenting. Kebiasaan merokok dapat memperburuk progresivitas PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai prevalensi, morbiditas yang bervariasi diberbagai negara. Prevalensi dan beban PPOK diprediksi meningkat pada dekade yang akan datang karena pajanan faktor resiko yang terus menerus dan peningkatan populasi usia lanjut. Dari definisi PPOK yang lama dapat ditangkap kesan pesimis yang menunjukkan proses penyakit yang tidak reversibel dan manfaat terapi hanya sedikit.pandangan yang lebih optimis datang dari 1
59

COPD indy

Dec 22, 2015

Download

Documents

Indy Genous

bahasa inggris maneh datanya ihh susah ngartikannya lagi eeee semata mo tetap semangat saja lah demi nasa depan yg gemilang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: COPD indy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau yang sering

disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan

penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di saluran nafas

yang bersifat progresif non reversible atau reversible parsial karena adanya

inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi

dalam waktu yang cukup lama degan gejala utama sesak nafas, batuk dan

produksi sputum. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab yang

terpenting. Kebiasaan merokok dapat memperburuk progresivitas PPOK.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai prevalensi,

morbiditas yang bervariasi diberbagai negara. Prevalensi dan beban PPOK

diprediksi meningkat pada dekade yang akan datang karena pajanan faktor

resiko yang terus menerus dan peningkatan populasi usia lanjut.

Dari definisi PPOK yang lama dapat ditangkap kesan pesimis yang

menunjukkan proses penyakit yang tidak reversibel dan manfaat terapi

hanya sedikit.pandangan yang lebih optimis datang dari global initiative

for chronic obstruktive lung disease suatu pedoman PPOK international

yang menyatakan bahwa PPOK merupakan penyakit yang dapat diobati

dan dapat dicegah.

Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.

Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik

dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan

terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992

menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema

menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di

Indonesia. Menurut Prediksi WHO, pada tahun 2020 angka kejadian PPOK

akan meningkat dari posisi 12 ke posisi 5 sebagai penyakit terbanyak di

1

Page 2: COPD indy

dunia dan dari posisi 6 ke posisi 3 sebagai penyebab kematian terbanyak.

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992,

PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merokok

merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko

lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan COPD?

2. Apa etiologi dan klasifikasi COPD?

3. Bagaimana patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis

pada COPD?

4. Bagaimana penegakkan diagnosis dan diagnosis banding COPD?

5. Bagaimana penatalaksanaan pasien COPD?

6. Apa komplikasi COPD?

7. Bagaimana prognosis pasien dengan COPD?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi COPD.

2. Mengetahui etiologi dan klasifikasi COPD.

3. Memahami patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis

pada COPD.

4. Mengetahui penegakkan diagnosis dan diagnosis banding COPD.

5. Mengetahui penatalaksanaan pasien COPD.

6. Mengetahui komplikasi COPD.

7. Mengetahui prognosis COPD.

1.4 Manfaat

1.4.1. Mnafaat untuk Penelaah

1. Menambah ilmu pengetahuan tentang COPD.

2. Khususnya dapat memahami tentang COPD baik itu etiologi,

klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis,

penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.

1.4.2.Manfaat untuk Pembaca

1. Menambah ilmu pengetahuan tentang COPD.

2

Page 3: COPD indy

2. Memahami tentang COPD baik itu etiologi, klasifikasi,

patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis,

penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.

3. Sebagai bekal bagi para dokter muda, khususnya mahasiswa FK

Unisma dalam prakteknya dan aplikasinya di lapangan sesuai

dengan kompetensi dokter umum.

1.4.3.Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan

1. Sebagai salah satu literatur dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan tentang kedokteran, khususnya COPD.

2. Memberikan inspirasi kepada para ilmuwan untuk dapat

mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran

3

Page 4: COPD indy

BAB II

STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny.M

Umur : 68 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Alamat : Jl.Jati sukorejo,Blitar

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

Tanggal periksa : 29 Januari 2015

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Sesak

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak. Sesak sejak

seharian ini. Sesak dirasakan tambah berat, dibuat bekerja maupun

istirahat tetap mengeluh sesak. Selain itu pasien mengeluh batuk. Batuk di

keluhkan sejak ± 1 tahun yang lalu, Batuk yang dirasakan terus menerus

kumat-kumatan dan ada riaknya. Pasien juga mengeluh nafsu makannya

menurun, penurunan berat badan disangkal,keringat malam disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat rawat inap : Pernah opname sakit sama seperti

ini.

- Riwayat TBC : Disangkal

- Riwayat sakit gula : Disangkal

- Riwayat darah tinggi : Disangkal

- Riwayat sakit liver : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat sakit gula : Disangkal

4

Page 5: COPD indy

- Riwayat darah tinggi : Disangkal

- Riwayat jantung : Disangkal

- Riwayat asma : Disangkal

5. Riwayat Pengobatan: Menjalani pengobatan rutin di poli paru mardi

waluyo

6. Riwayat kebiasaan:

Riwayat merokok (+)

Riwayat minum alkohol (-)

Riwayat minum kopi (+)

Riwayat olahraga (-)

C. ANAMNESIS SISTEM

1. Kulit

Lesi kulit (-), lepuh (-), gatal (-), keropeng (-), makula (-), papula (-),

nodula (-).

2. Kepala

Nyeri kepala (-), pusing (-), rambut rontok (-), luka (-), benjolan (-).

3. Mata

Pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),

ketajaman penglihatan berkurang (-).

4. Hidung

Rhinorrea (-), epistaksis (-).

5. Telinga

Pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-).

6. Mulut

Sariawan (-), bibir kering dan berwarna pink (+), kalau nafas bibir

mecucu (-), lidah terasa pahit (-).

7. Tenggorokan

Sakit menelan (-), serak (-).

8. Pernafasan

Sesak nafas (+), batuk (+) keluar dahak putih, mengi (+).

9. Kardiovaskuler

5

Page 6: COPD indy

Berdebar-debar (-), nyeri dada (-), ampeg (-).

10. Gastrointestinal

Mual (-), muntah (-), diare (-),nafsu makan turun (+),nyeri ulu hati (-),

BAB lancar.

11. Genitourinaria

BAK lancar, 3-6 kali sehari, warna kuning jernih, dan jumlah dalam

batas normal.

12. Neurologik

Kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-).

13. Psikiatrik

Emosi stabil (+), mudah marah (-).

14. Muskolokeletal

Kaku otot (-), kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan

kaki (-), nyeri otot (-).

15. Ekstremitas atas

Edema (-), ujung jari tangan dingin (-), telapak tangan pucat (-).

16. Ekstremitas bawah

Edema (-), sakit (-), ujung jari kaki dingin (-), telapak kaki pucat (-).

D. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak Sesak, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan

kurang.

2. Tanda Vital

Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 100 x / menit

Pernafasan : 32 x /menit

Suhu : 36,5oC

3. Kulit

Keriput, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi

(-).

4. Kepala

6

Page 7: COPD indy

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (+),

atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan

mimic wajah / bells palsy (-).

5. Mata

konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

6. Hidung

Nafas cuping hidung (+), sekret (-), epistaksis (-).

7. Mulut

Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-).

8. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).

9. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

10. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

11. Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan abdominalthoracal, retraksi

dinding dada (+), spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga

melebar (+).

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio

Clavicularis Sinistra

batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra

(batas jantung terkesan normal)

Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)

7

Page 8: COPD indy

Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : dada kanan kiri simetris, retraksi intercostae

(+), massa (-)

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi :

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan :

Ronchi

+ +

+ +

- -

Wheezing

+ +

+ +

+ +

12. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut tampak cekung

Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium

Perkusi : Timpani, pekak beralih (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

13. Ektremitas

Palmar eritema (-/-)

akral dingin Oedem

- -

- -

- -

- -

14. Sistem genetalia: dalam batas normal.

E. DIFFERENTIAL DIAGNOSA

o COPD

o Tuberkulosis paru

o Asma

8

Page 9: COPD indy

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan rontgen (AP)

Interpretasi

Identitas → Nama : Tn.M

Usia : 68 tahun

Jenis foto AP

Simetris

Kecukupan inspirasi ekspirasi kurang

Jaringan lunak : tipis

Tulang : kondisi tulang normal, celah intercosta tidak melebar, tidak

tampak kelainan.

Trakea : di tengah, bentuk lurus, tidak ada pergeseran, tidak didapatkan

kelainan.

9

Page 10: COPD indy

Hilus : hilus kiri 1 ICS lebih tinggi dari hilus kanan, tampak normal.

Cor/mediastinum : ukuran normal (tidak membesar), letak di tengah,

pinggang jantung masih ada.

Hemi diafragma : letak normal, bagian kanan dan kiri bentuk mendatar.

Sinus costophrenicus : sudut bagian kiri tampak tajam, bagian kanan

sudutnya tampak tajam.

Lapang paru : tak tampak infiltrate

Corakan bronchovaskuler dalam batas normal.

Panjang paru 7 costae memotong di tengah (kesan

memanjang)

G. RESUME

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak. Sesak sejak

seharian ini. Sesak dirasakan tambah berat, dibuat bekerja maupun istirahat

tetap mengeluh sesak. Selain itu pasien mengeluh batuk. Batuk di keluhkan

sejak ± 1 tahun yang lalu, Batuk yang dirasakan terus menerus kumat-

kumatan dan ada riaknya. Pasien juga mengeluh nafsu makannya menurun,

penurunan berat badan disangkal,keringat malam disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi

100 x / menit, RR 32 x /menit, suhu 36,5oC, nyeri ulu hati (+), ronkhi (+),

wheezing (+). Pada pemeriksaan lanoratorium didapatkan hitung jenis (↑),

dari hasil rontgen thorax didapatkan hasil emphisema pulmonal serta non

spesifik chronic bronkhitis.

H. PENATALAKSANAAN

1. Non Medika mentosa

Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang di derita.

Menjelaskan kepada pasien supaya patuh dalam minum obat dan

keluarga pasien dalam mengawasi pasien untuk minum obat.

Diit tinggi kalori dan protein.

Bed rest dengan posisi trendelenburg dan tidak dianjurkan untuk

beraktivitas berlebihan.

10

Page 11: COPD indy

2. Medikamentosa

- IVFD : Infus futrolit 500 cc/hari (7 tpm)

- O2 : 2 L/mnt

- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr

- Inj. Gentamicin 2 x 8 mg

- Inj. Kalnex 3 x 5 mg

- Combiven nebul 3 x 1

G. FLOW SHEET

Nama : Tn. M

Diagnosis : COPD

Tabel 1. Flowsheet Penderita

No Tgl S O A P

1. 29/1/15 Batuk

berdahak

(+), sesak

nafas

(+).nafsu

makan turun

T : 110/80 mmHg

N : 100x/menit

Rr : 32x/menit

S : 36.5oC

Thorax :

Inspeksi : kanan

dan kiri simetris

Palpasi : suara

fremitus kanan/kiri

sama

Perkusi : Sonor

Auskultasi :

Wheezing +/+,

Ronkhi +/+

Abdomen : nyeri

tekan epigastrium

(+).

COPD Non Medika mentosa

Tirah

baring

Edukasi

kepada pasien supaya

berhenti merokok dan

patuh dalam minum

obat,

Medikamentosa :

- IVFD: Infus futrolit

500 cc / hari (7 tpm)

- O2 : 2 L/mnt

- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr

- Inj. Gentamicin 2 x 8

mg

- Combiven nebul 3 x 1

11

Page 12: COPD indy

2. 30/1/15 Batuk (+),

sesak nafas

(+).nafsu

makan turun

T : 110/80 mmHg

N : 100 x/menit

Rr : 32x/menit

S : 36,5oC

Thorax :

Inspeksi :kanan dan

kiri simetris

Palpasi : suara

fremitus kanan/kiri

sama

Perkusi : sonor

Auskultasi :

wheezing (+/+),

rhonki (+/+)

Abdomen : nyeri

tekan epigastrium

COPD Non Medika mentosa

Tirah

baring

Edukasi

kepada pasien supaya

berhenti merokok dan

patuh dalam minum

obat,

Medikamentosa :

- IVFD: Infus futrolit

500 cc / hari (7 tpm)

- O2 : 2 L/mnt

- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr

- Inj. Gentamicin 2 x 8

mg

- Combiven nebul 3 x 1

3. 31/1/15 Batuk (+),

sesak nafas

(+)

berkurang,

mual

T : 130/80 mmHg

N : 75x/menit

Rr : 30x/menit

S : 36oC

Thorax :

Inspeksi :kanan dan

kiri simetris

Palpasi : suara

fremitus kanan/kiri

sama

Perkusi : sonor

Auskultasi:

Wheezing (+/+),

Ronkhi (-/-)

Abdomen : nyeri

tekan epigastrium

COPD Non Medika mentosa

Tirah

baring

Edukasi

kepada pasien supaya

berhenti merokok dan

patuh dalam minum

obat,

Medikamentosa :

- IVFD: Infus futrolit

500 cc / hari (7 tpm)

- O2 : 2 L/mnt

- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr

- Inj. Gentamicin 2 x 8

mg

- Inj. Kalnex 3 x 5 mg

- Combiven nebul 3 x 1

12

Page 13: COPD indy

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Fisiologi Saluran Pernafasan 17,18

3.1.1 Anatomi

A. Traktus pernafasan atas

i. Rongga hidung dan nasal

- Hidung eksternal : berbentuk piramin dan tersusun dari

kerangka kerja tulang, kartilago hialin dan jaringan fibroareolar.

a. Septum nasal : membagi sisi kiri dan kanan.

b. Naris (Nostril) eksternal

c. Tulang hidung teriri dari:

1. Tulang nasal

2. Vomer dan lempeng perpendicular tulang etmoid

3. Lantai longgar nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari

tulang maksila dan palatina.

4. Langit-langit nasal sisi medial dari lempeng kribiorm tulang

etmoid dan sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, sisi

posterior dari tulang sfenoid.

5. Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior.

6. Meatus superior, medial, dan interior yang merupakan jalan

udara dibawah konka.

d. Empat pasang sinus paranasalis (frontal, etmoid, maksilar dan

stenoid) yang berfungsi untuk:

1. Meringankan tulang kranial, menghangatkan dan

melembabkan udara yang masuk, produksi mukus dan

memberikan efek resonansi dalam produksi bicara.

2. Mengalirkan cairan ke meatus rongga nasal.

13

Page 14: COPD indy

3. Duktus lakrimal dari kelenjar air mata membuka kearah

meatus inferior.

- Membran mukosa nasal :

a. Fungsi :

1. Penyaringan partikel kecil

2. Penghangat dan pelembab udara yang masuk

Gambar 1. Cavum nasal

ii. Faring dibagi menjadi :

-Nasofaring.

Dinasofaring terdapat:

a. Dua tuba eustachius menhubung nasofaring dengan

telinga tengah

b. Amandel (adenoid) faring : penumpukan jaringan

limfatik terletak dekat naris internal.

-Orofaring.

a. Uvula :prosesus kerucut kecil yang menjulur ke baah dari

bagian tengan tepi bawah palatum lunak.

b. Amandel palatum pada kedua sisi orofaring posterior.

14

Page 15: COPD indy

-Laringofaring : mengelilingi mulu esofagus dan laring.

Merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.

Gambar 2. Anatomi Saluran Pernafasan

B.Saluran pernafasan bawah :

i. Laring (Kotak suara) : menghubungkan faring dengan traka.

Bentuk seperti kotak triangular dan ditopang sembilan kartilago: tiga

berpasangan, tiga tidak berpasangan.

- Kartilago tidak berpasangan:

a. kartilago tiroid

b. kartilago krikoid

c. Epiglottis

- Kartilago berpasangan:

a. kartilago aritenoid

b. kartilago kornikulata

c. kartilago kuneiform

- Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring.

a. Lipatan ventrikularis (pita suara palsu)

15

Page 16: COPD indy

b. Pasangan di bawah adalah pita suara sejati (plika vokalis)

yang melekat pada kartilago tiroid dan krikoid. Pembukaan

antara kedua pita adalah glotis.

ii. Trakea : tuba dengan panjang 10 cm sampai 20 cm dan diameter

2,5 cm dari vertebra thoraks kelima.

-Ada 16 sampai 20 cincin kartilago bentuk-C

- Dilapisi eptithelium respiratorik yang mempunyai banyak sel

goblet.

iii. Percabangan bronkhus:

- -. Bronkus pwrimer (utama) kanan dan kiri

- Struktur yang mendasar kedua paru-paru adalah percabangan

bronkial, yang selalnjutnya : bronki, brokhiolus terminal,

bronkiolus respiratorik, duktus alveolar dan alveoli.

Gambar 3. Trakea dan percabangan bronkus sampai alveeoli

iv. Paru-paru

-Berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara terletak dalam

rongga thoraks.

a. Paru-paru kanan ada tiga lobus, kiri ada dua lobus.

16

Page 17: COPD indy

b. Setiap paru mempunyai apek, permukaaan diafragmatif (basal)

permukaan mediastinal (medial) dan permukaan kostal.

c. Permukaan mediastinal mempunyai hilus (akar) yaitu tempat

keluar masuk pembuluh darah, bronki, pulmonal dan bronchial

dari paru.

- Pleural : membran yang membungkus paru-paru

a. Pleural parietal

Melapisi rongga thoraks

b.Pleural visceral

Melapisi paru dan bersambungan dengan pleural parietal bagian

bawah paru-paru.

c. Rongga pleural

Ruangan yang terisi cairan yang di sekresi sel-sel pleural.

d. Resesus pleural : rongga yang tidak terisi jaringan paru.

Muncul saat pleural parietal berilang dari satu permukaan ke

permukaan lain. Paru-paru bergerak keluar masuk tempat ini saat

bernafas.

i.Kostomediastinal

ii.Kostodiafragmatik.

Gambar 4. Anatomi Paru-Paru

17

Page 18: COPD indy

3.1.2 Fisiologi 18

i. Thoraks adalah rongga tertutup kedap udara di sekelilingi paru-

paru yang terbuka ke atmosfer hanya melalui jalur sisem pernafasan.

ii. Pernafasan adalah proses inspirasi udara ke dalam paru-paru dan

ekspirasi udara dari paru-paru ke lingkungan luar tubuh.

iii. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 760

mmhg) sama dengan tekanan udara alveoli yang disebut dengan

tekanan intra-alveolar (intrapulmonar).

iv. Tekanan intrapleura dalam rongga pleura adalah tekanan sub-

atmosfer atau kurang dari tekanan intra-alveolar.

v. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks mengubah

tekanan intrapleural dan intra-alveolar yang secara mekanik

menyebabkan pengembangan dan pengempisan paru-paru.

vi. Otot-otot inspirasi memperbesarkan rongga thoraks dan

meningkatkan volumenya. Otot-otot ekspirasi menurunkan

volume rongga thoraks.

-Otot yang kontraksi semasa inspirasi:

a. Diafragma

b. Interkostal eksternal

c. Pada inspirasi aktif atau dalam:

i. Otot sternokleidomastoideus

ii. Pektoralis mayor

iii. Serratus anterior

iv. Otot skalena

-Otot yang berperan semasa ekspirasi:

a. Relaksasi otot inspirasi

b. Ekspirasi dalam:

i. kontraksi otot abdomen

18

Page 19: COPD indy

ii. Penarikan kerangka iga ke bawah oleh otot interkostal.

Gambar5.MekanismePernafasan

3.2 FAKTOR RISIKO

Tabel 1. Faktor risiko PPOK (3)

1 Gen

2 Paparan: asap rokok, occupational dust, polusi udara indoor, polusi udara outdoor

3 Lung growth dan development

4 Stress oksidatif

5 Gender

6 Usia

7 Infeksi respirasi

8 Pernah sakit tuberkulosa

9 Status social ekonomi

10 Nutrisi

11 Kormobid

3.3 DEFINISI

Global initiative for chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)

mendifinisikan PPOk sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan

beberapa efek ektra pulmonal yang memberi kontribusi keparahan penyakit.

19

Page 20: COPD indy

Komponen paru ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversible

sempurna. Hambatan aliran udara biasanya progresif dan ada hubungan dengan

respons inflamasi paru terhadap berbagai partikel noksa dan gas (3).

3.4 KLASIFIKASI

Berdasar hasil spirometri keparahan PPOK dibagi menjadi 4

Table 2. klasifikasi PPOK berdasar spirometri

Stadium I : Ringan FEV1 / FVC < 0,7FEV1 > 80% prediksi

Stadium II : Sedang FEV1 / FVC < 0,750% ≤ FEV1 < 80% prediksi

Stadium III : Berat FEV1 / FVC < 0,730% ≤ FEV1 < 50% prediksi

Stadium IV : Sangat Berat FEV1 / FVC < 0,7FEV1 < 30% prediksi atau FEV1 < 50% + gagal napas kronik

3.5 PATOLOGI

Perubahan-perubahan patologik yang khas untuk PPOK dijumpai di :

saluran nafas proksimal, saluran nafas perifer, parenkim paru dan vaskuler

pulmonal (1,3). Perubahan tersebut berupa inflamasi spesifik diberbagai bagian

paru dan perubahan struktural akibat inflamasi dan perbaikan (repair)

berulang.secara umum inflamasi dan perubahan struktural pada saluran napas

meningkat sebanding dengan keparahan penyakit dan menetap walaupun berhenti

merokok (3).

1. Saluran napas proksimal (trakea, bronkus dengann diameter internal >2mm):

1.1 Sel inflamasi : makrofag meningkat, sel T CD8+ meningkat,

neutrofil atau eosinofil sedikit.

1.2 Perubahan struktural : sel goblet meningkat, kelenjar submukosa

membesar, metaplasi skuamus dari epitel

2. Saluran napas perifer (bronkioli dengan diameter internal < 2mm):

2.1 Sel inflamsi : makrofag meningkat, sel T meningkat (CD8 + >

CD4+), sel B, folikel limfoid meningkat,

20

Page 21: COPD indy

fibroblast meningkat neutrofil atau eosinofil

sedikit.

2.2 Perubahan struktural : penebalan dinding saluran napas,

fibrosisperibronkial eksudat inflamasi pada

lumen saluran napas, penyempitan saluran

napas.

3. Parenkim paru (bronkioli respirasi dan alveoli):

3.1 Sel inflamasi : makrofag meningkat, sel T CD8+ meningkat.

3.2 Perubahan structural : destruksi dinding alveoli, apoptosis sel epitel

dan endotel.

Emfisema sentrilobuler : dilatasi dan destruksi bronkioli respirasi

terutama dijumpai pada perokok.

Emfisema panasiner : destruksi sakus alveolaris dan juga bronkioli

respirasi terutama dijumpai pada defisiensi al

antitripsin

4. Vaskuler pulmonal:

4.1 Sel inflamasi : makrofag meningkat, sel T CD8+ meningkat.

4.2 Perubahan structural : tunika intima menebal, disfungsi selendotel, otot

polos meningkat menyebabkan hipertensi

pulmonal (3).

Structural yang banyak terkena adalah parenkim paru dan saluran napas

perifer (4).

3.6 PATOGENESIS

Merokok adalah faktor risiko utama PPOK walaupun partikel noxious

inhalasi lain dan berbagai gas juga memberi kontribusi. Merokok menyebabkan

inflamasi paru. Karenan sebab yang belum diketahui sampai sekarang beberapa

perokok menunjukkan peringatan respons inflamasi normal, protektif dari paparan

inhalasi yang akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan, gangguan mekanisme

pertahanan yang membatasi destruksi jaringan paru dan memutus mekanisme

perbaikan, ini membawa perubahan berupa lesi patologi yang khas PPOK. Di

21

Page 22: COPD indy

samping inflamasi ada proses lain yang juga penting pada patogenesis PPOK

adalah ketidak imbangan protease dan antiprotease dan sters oksidatif (1).

Secara umum telah diterima bahwa merokok merupakan faktor risiko

terpenting PPOK namun hanya 10-20% perokok mengalami gangguan fungsi paru

berat yang terkait PPOK. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang ikut berperan.

Faktor genetik dipastikan berperan pada kerentanan untuk PPOK pada perokok.

Gen yang berimplikasi dalam perkembangan PPOK terlibat dalam ketidak

imbangan protease, metabolisme material toksik tembakau, kliren mukosilier dan

proses inflamasi (12,13).

3.7 GAMBARAN KLINIS

1. Riwayat penyakit

Batuk, dahak dan sesak napas merupakan keluhan yang sering

dilaporkan penderita PPOK. Batuk biasanya timbul sebelum atau bersamaan

dengan sesak napas. Dahak umumnya tidak banyak hanya beberapa sendok

teh/hari, bersifat mukoid namun menjadi purulen pada keadaan infeksi (9).

Sesak napas terutama waktu mengerahkan tenaga, bila penyakit

progresif bergerak sedikit sudah sesak. Sesak pada PPOK terjadi akibat

hiperinflasi dinamik yang bertambah berat dengan peningkatan jumlah napas

(respiration rate), sebagai konsekuensinya untuk menghindari sesak banyak

pasien menghindari pengerahan tenaga dan menjadi terpaku di tempat tidur /

duduk (sedentary) (9).

2. Pemeriksaan fisik

22

Page 23: COPD indy

Tidak banyak abnormalitas yang dijumpai pada pemeriksaan fisik.

Wheezing tidak selalu ditemukan dan tidak berkolerasi dengan keparahan

obtruksi. Yang selalu dijumpai pada PPOK simtomatik adlah waktu ekspirasi

memanjang yang paling baik didengar di depan laring saat maneuver forced

expiratory. Ekspirasi yang > 4 detik suatu indiaksi yang bermakna dari

obsturksi (9).

Jika penyakit bertambah berat kelainan fisik bertambah jelas. Tampak

barrel chest, purse-lipped breathing, badan bertambah kurus.

3.8 LABORATORIUM

1. Foto toraks

PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya

dapat memberi arah diagnosis PPOK. Trias overinflasi, oligemia, bula

merupakan pola arterial defisiensi paling sering berhubungan dengan

emfisema dan peningkatan pulmonary marking yang menyerupai dirty chest

dijumpai pada bronchitis kronis. Tanda overinflasi terbaik adalah diafragma

mendatar dengan permukaan superior konkaf, tanda lain peningkatan lebar

ruang retrosternal, tetapi ini kurang sensitive. (9).

2. CT-scan

Computed tomography scan dapat memberikan gambaran parenkim

paru lebih baik dari foto toraks. High resolution yang dipakai dengan lebar

irisan 1,0-2,0 mm dapat memberi gambaran langsung area emfisematus. (9).

3. Tes fungsi paru

Spiro metri merupakan tes paling penting untuk diagnosis staging

PPOK. Rasio FEV1 / FVC menurun diagnostik untuk kelainan obstruktif. (9).

3.9 DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik dan foto toraks bukan metode yang sensitif untuk

mendiagnosis PPOK. Pemeriksanaan fisik dari hiperinflasi paru seperti diafragma

letak rendah, suara napas menurun dan hipersonor pada perkusi sangat spesifik

untuk PPOk tetapi biasanya hanya pada penyakit stadium lanjut. High-resolution

23

Page 24: COPD indy

computed tomography (HRCT) paru merupakan teknik yang canggih untuk

deteksi awal emfisema tetapi peranan HRCT pada deteksi awal dan monitoring

PPOK saat ini belum baku (15).

Spirometri merupakan pemeriksaan yang sederhana, tidak mahal, non

invasif dapat digunakan untuk mendiagnosis, menentukan keparahan penyakit dan

memonitoring progresi PPOK. Rasio FEV1 / FVC menunjukkan laju (rate)

pengosongan paru digunakan untuk menunjukkan ada kelainan ventilasi obstruksi

(6,15). Spirometri merupakan gold standart diagnosis PPOK. (3).

3.10 DIAGNOSIS BANDING

1. Asma bronkial

2. Gagal jantung kongestif

3. Bronkiektasis

4. Tuberculosis

5. Bronkioltis obliteratif

6. Diffuse pambronchiolitis

3.11 PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah : (3)

1. Mencegah progresi penyakit

24

Page 25: COPD indy

2. Menghilangkan gejala

3. Memperbaiki exercise tolerance

4. Memperbaiki status kesehatan

5. Mencegah dan mengobati eksaserbasi

6. Menurunkan mortalitas

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan implementasi 4 komponen program

penatalaksanaan yaitu: (3)

1. Menilai dan monitor perjalanan penyakit

2. Mengurangi faktor-faktor risiko

3. Penatalaksanaan PPOK stabil

4. Penatalaksanaan eksaserbasi.

1. Penilaian dan pemantauan penyakit

Penderita dengan keluhan sesak napas, batuk kronis atau berdahak dan

atau riwayat paparan faktor risiko perlu dicurigai menderita PPOK. Diagnosis

harus dikonfirmasi dengan spirometri. Spirometri merupakan gold standart

diagnosis PPOK. FEV1 / FVC < 70% pasca bronkodilator menunjukkan

hambatan aliran udara yang tidak reversible sempurna (3).

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit progresif, dengan

faal paru dapat diprediksi memburuk dengan berjalannya waktu, meskipun

dengan perawatan terbaik yang ada. Komorbid sering dijumpai pada PPOK

dan harus diidentifikasi secara aktif (3).

Disamping riwayat penyakit juga diperlukan pemeriksaan spirometri

dan pemeriksaan lain seperti foto toraks, analisa gas darah, tes reversibel

bronkodilator, pemeriksaan alfa 1 antitripsin (3).

Penyakit paru obstruktif kronik biasanya progresif, oleh sebab itu

gejala dan pemeriksaan untuk mengetahui hambatan aliran udara harus

dimonitor untuk menentukan kapan terapi dimodifikasi dan identifikasi

penyulit bila ada. Untuk menyesuaikan terapi dengan progresi penyakit setiap

kunjungan psaien untuk control harus didiskusikan tentang regimen, yang

sedang dikonsumsi. Dosis obat, kepatuhan minum obat, cara pemakaian obat

25

Page 26: COPD indy

inhalasi, efektivitas obat dalam mengkontrol gejala dan efek samping obat

harus dimonitor (3).

2. Mengurangi faktor risiko

2.1 Berhenti merokok

Mengurangi paparan asap rokok, accuptional dusts dan chemicals dan

polusi udara indoor dan outdoor penting untuk mencegah onset dan

progresi PPOK.

Berhenti merokok merupakan intervensi tunggal yang paling efektif dan

cos-effective untuk menurunkan risiko timbulnya PPOK dan

memperlambat progresi PPOK (3). Oleh sebab itu setiap upaya harus

dikerjakan untuk membantu pasien berhenti merokok terutama psaien-

pasien dengan hambatan aliran udara ringan atau sedang. Namun sayang

tidak ada regimen yang dengan mudah/cepat membantu semua pasien.

Seperti pada penyebab mulai merokok dan terus merokok adalah multi

faktor keberhasilan penyelesaian juga sering kali juga melibatkan

multiple intervensi. Para klinisi harus punya suatu rencana untuk

membantu pasien berhenti merokok. Dikatakan nasihat untuk berhenti

merokok walaupun diberikan 1-2 menit mempunyai dampak yang berarti.

Sebanyak 5% pasien berhenti merokok sebagai respons terhadap nasihat

tersebut (3).

Bila konseling tidak cukup membantu berhenti merokok dianjurkan

untuk memberikan farmakoterap (nicotin replacement dan atau

burpropion) (3). Nicotin replacement dapat dicoba dengan chewing gurn

yang mengandung 2 mg nikotin per biji. Transdermal nicotin patch juga

ada dipasaran. Angka keberhasilan jangka pendek bervariasi lebar

anatara 10-77% tetapi secara keseluruhan angka keberhasilan 2x lebih

besar dari placebo (ATS 95). Perhatian khusus perlu diberikan sebelum

memakai farmakoterapi pada perokok <10 batang/hari, wanita hamil,

adulecens, yang dengan kontraindikasi medis (penyakit koroner tidak

stabil, tukak lambung yang tidak diterapi, infark atau stroke yang baru

untuk nikotin dan riwayat kejang untuk bupropion) (3).

2.2 Mencegah merokok

26

Page 27: COPD indy

Menganjurkan kebijaksanaan dan program pengendalian tembakau yang

komprehensif dengan jelas, konsisten dan pesan tidak merokok berulang.

Bekerja sama dengan pemerintah untuk meloloskan undang-undang yang

menetapkan bebas rokok disekolah, fasilitas umum dn lingkungan kerja

dan menganjurkan pasien untuk tidak merokok di rumah (3).

2.3 Paparan okupasional

Ditekankan pencegahan primer yang dapat dicapai dengan eliminasi atau

pengurangan paparan terhadap berbagai bahan-bahan di tempat kerja.

Pencegahan sekunder dapat lewat surveilen dan deteksi aal (3).

2.4 Polusi udara indoor dan outdoor

Laplementasi tindakan untuk mengurangi atau menghindari polusi indoor

dari bahan bakar biomassa, bahan bakar untuk masak dan pemanasan di

tempat tinggal. Dengan ventilasi jelek. Anjurkan masyarakat untuk

memonitor kwalitas saluran udara dan hindari exercise berlebihan di luar

rumah atau tinggal di rumah selam waktu polusi (3).

3. Penatalaksanaan PPOK stabil (3)

Penyuluhan kesehatan berperan penting pada proses berhenti merokok dan

meningkatkan keterampilan, kemampuan untuk mengatasi penyakit dan status

kesehatan.

Tidak ada medikmentosa untuk PPOK yang terbukti dapat memodifikasi

penurunan fungsi paru jangka panjang. Terapi farmakologi digunakan untuk

menurunkan gejala dan atau penyakit.

Bronkodilator merupakan obat utama untuk penetalaksanaan PPOK.

Diberikan bila diperlukan atau rutin untuk mencegah atau mengurangi gejala

dan eksaserbasi.

3.1 Edukasi

Tidak memperbaiki exercise performance atau faal paru tetapi dapat :

- Memperbaiki skill, kemampuan untuk menanggulanginya penyakit

dan status kesehatan

- Efektif untuk mencapai tujuan khusus seperti berhenti merokok

3.2 Obat-obat

27

Page 28: COPD indy

Tidak ada obat-obat untuk PPOK yang telah terbukti mampu merubah

penurunan faal paru jangka panjang. Jadi obat-obatan digunakan untuk

mengurangi keluhan dan atau komplikasi.

28

Page 29: COPD indy

Terdiri dari :

3.2.1 Bronkodilator

Bronkodilator yang sering digunakan untuk pengobatan PPOK

adalah :

Agonis beta 2 : salbutamol, terbutalin, fenoterol

Antikolinergis : ipatropium bromide, tiotropium bromide

Derivate santin : aminofilin, teofilin

- Bronkodilator merupakan bagian penting dari

penatalaksanaan simptomatik PPOK (Evidence A), diberikan

bila perlu atau rutin untuk mencegah atau mengurangi gejala.

- Terapi inhalasi lebih dianjurkan

- Pemilihan antara agonis beta 2, antikolinergik dan santin atau

terapi kombinasi tergantung dari obat yang tersedia dan

respons individu terhadap terapi dan ESO (efek obat

samping).

- Pengobatan regular dengan bronkodilator long acting lebih

efektif dan menyenangkan dari pada bronkodilator short

acting tetapi lebih mahal (Evidence A). penggunaan regular

long-acting β2 agonist (LABA) atau long-acting

anticholinergic meningkatkan status kesehatan.

Obat kombinasi dapat meningkatkan efikasi dan menurunkan

risiko ESO disbanding peningkatan dosis obat tunggal.

3.2.2 Kortikosteroid

Pengobatan regular (teratur) dengan inhaled corticosteroid (ICS)

tidak mempengaruhi penurunan jangka panjang FEV, pada pasien

PPOK. Namun pengobatan regular dengan ICS sudah tepat untuk

pasien PPOK simtomatik dengan FEV1 < 50% prediksi (stadium

III dan IV) dan eksaserbasi berulang (Evidence A). pengobatan

ini terbukti mengurangi frekwensi eksaserbasi dan memperbaiki

status kesehatan (Evidence A).

- Kortikosteroid oral jangka panjang tidak dianjurkan

(Evidence A). Tidak ada bukti manfaat jangka panjang dari

29

Page 30: COPD indy

pengobatan ini, apalagi efek samping obat jangka panjang

steroid sistematik adalah steroid myopathy yang memberi

kontribusi kelemahan otot, penurunan fungsional dan gagal

napas pada pasien PPOK stadium lanjut.

3.2.3 Mukolitik

Beberapa pasien dengan sputum yang kental mukolitik

bermanfaat, namun secara keeluruhan manfaatnya kecil. Oleh

sebab itu sampai saat ini penggunaan secara luas tidak dianjurkan.

3.2.4 Antioksidan

Antioksidan khususnya N-acetylcysteine telah menunjukkan

manfaatnya menurunkan frekwensi eksaserbasi dan mempunyai

peran dal;am terapi pada penderita dengan eksaserbasi berulang.

Perlu penilaian lebih lanjut sebelum direkomendasikan untuk

digunakan secara rutin.

3.2.5 Antibiotik

Tidak dianjurkan kecuali untuk terapi eksaserbasi infeksius dan

infeksi bacterial lain.

4. Oksigen

Oksigen jangka panjang ( > 15 jam/hari) pada PPOK dengan gagal napas

kronik terbukti dapat meningkatkan survival (Evidence A).

Indikasi : PaO2 < 55 mmHg (7,3 kPA) atau SaO2 < 88% dengan atau tanpa

hiperkapni atau PaO2 antara 55 mmHg (7,3 kPA) dan 60 mmHg (8,0 kPA)

atau SaO2 89% tetapi ada hipertensi pulmonal udem perifer yang dicurigai

karena congestive heart failure atau polisitemia (Hct > 55%)

5. Ventilator

Sampai saat ini belum ada data yang membuktikan bahwa ventilator punya

peranan pada penatalaksanaan rutin PPOK stabil.

6. Rehabilitasi medic

Tujuan utama rehabilitasi pulmonal adalah mengurangi gejala, menigkatkan

kualitas hidup dan meningkatkan partisip[asi fisik dan emosi dalam aktivitas

sehari-hari.

30

Page 31: COPD indy

Dengan rehab medic semua pasien menunjukkan manfaat dari exercise

training programe. Ada perbaikan exercise tolerance dan keluhan sesak napas

dan capek.

Durasi minimal dari program rehabilitasi efektif adalah 2 bulan, makin

panjang program diteruskan makin efektif hasilnya. Rehab paru komprehensif

terdiri dari : - exercise training

- Konsultasi nutrisi

- Edukasi

7. Operasi

7.1 Bulektomi

Pada pasien-pasien tertentu tindakan operasi ini efektif menurunkan

sesak napas dan memperbaiki faal paru (Evidence C).

7.2 Transplantasi paru

Pada PPOK stadium lanjut yang terseleksi dengan tepat, transplantasi

terbukti memperbaiki kualitas hidup dan kapasitas fungsional

(Evidence C).

4. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut (2,3,5,7,10,11,14)

Tidak ada definisi eksaserbasi yang diterima secara umum. Secara

umum eksaserbasi adalah perburukan secara menetap (a sustained worsening)

kondisi pasien dari keadaan stabil dan di luar variasi normal hari ke hari, yang

bersifat akut dan mengharuskan perubahan obat regular. Deskripsi ini dapat

membedakan eksaserbasi dari perburukan symptom / gejala dalam beberapa

jam yang dapat dengan mudah diatasi dengan rapid acting bronchodilator.

Gejala utama dari eksaserbasi adalah peningkatan sesak napas, sering

disertai wheezing dan chest tightness, peningkatan batuk dan dahak,

perubahan warna dan atau tenacity (keliatan) dahak dan panas. Eksaserbasi

juga bisa disertai sejumlah gejala nonspesifik seperti : malaise, insomnia,

ngantuk, capek, depresi, dan kebingunan. Peningkatan volume dahak dan

purulen menunjuk pada penyebab bacterial.

Penilaian berat-ringan eksaserbasi didasarkan: riwayat penyakit

sebelum eksaserbasi, gejala-gejala, pemeriksaan fisik, tes faal paru, analisa

gas darah, dan tes laboratorium lain. Riwayat penyakit harus mencakup

31

Page 32: COPD indy

berapa lama perburukan gejala atau gejala-gejala yang baru dijumpai,

frekwensi dan berat-ringan sesak napas dan batuk, warna dan volume dahak,

limitasi aktiviti sehari-hari, episode / eksaserbasi sebelumnya dan apakah

perlu rawat inap dan regimen pengobatan sekarang. Pada pasien PPOK

stadium sangat berat, tanda yang sangat penting dari eksaserbasi berat adalah

perubahan kesadaran dan tanda ini perlu segera dievaluasi di rumah sakit.

4.1 Tes faal paru

Tes faat paru sangat sederhanapun sulit untuk dikerjakan dengan benar,

namun secara umum PEF < 100 L/menit atau FEV1 < 1 L menunjukkan

eksaserbasi berat.

4.2 Pemeriksaan gas darah

Di rumah sakit pemeriksaan gas darah penting sekali untuk menilai berat-

ringan (severty) eksaserbasi. PaO2 < 60 mmHg dan atau SaO2 < 90%

dengan atau tanpa PaCO2 > 50 mmHg waktu bernapas dengan udara

kamar menunjukkan gagal napas. Penderita dengan PaO2 < 50 mmHg,

PaCO2 > 70 mmHg dengan pH < 7,30 mengarah pada episode

eksaserbasi yang mengancam jiwa dan perlu monitoring yang baik atau

penatalaksanaan diruang perawatan intensif.

4.3 Foto toraks

Foto toraks (PA dan Lateral) bermanfaat untuk identifikasi diagnosis

alternative yang menyerupai gejala-gejala eksaserbasi dari PPOK.

Pemeriksaan EKG dapat membantu diagnosis right ventricular

hypertrophy (RVH), aritmia, dan episode iskemi. Emboli paru dapat

sangat sulit dibedakan dari eksaserbasi PPOK terutama pada PPOL

sangat berat karena RVH dan arteri pulmonalis besar menyebabkan

gangguan pada hasil pemeriksaan EKG dan foto toraks. CT scan spiral

dan angiography dan mungkin pemeriksaan D-dimer spesifik adalah

sarana diangnostik terbaik untuk mendiagnosis emboli paru pada pasien

PPOK.

4.4 Pemeriksaan lain

pemeriksaan darah tepi dapat mendeteksi polisitemia (hematokrit >55%)

atau perdarahan. Jumlah leukosit tidak sangat informatif.

32

Page 33: COPD indy

4.5 Penyebab

- Terbanyak disebabkan infeksi tracheobronchial tree. Bukti baru

menunjukkan infeksi bakteri menyebabkan kira-kira 40-50%

eksaserbasi akut.

- Penyebab lain : Polusi udara, pneumoni, gagal jantung kanan atau

kiri atau aritmia emboli paru, pneumotoraks spontan, pemberian O2

tidak tepat, obat-obat (hipnotik, tranquilliser, diuretika), penyakit

metabolic (diabetes, gangguan elektrolit), status nutrisi jelek,

stadium akhir penyakit.

4.6 Penatalaksanaan

PPOK yang mengalami eksaserbasi dapat dirawat di rumah atau dirumah

sakit.

4.6.1 Perawatan di rumah

Ada peningkatan interes untuk home care bagi pasien PPOK

stadium terminal walaupun hasil studi ekonomi perawatan home

care hasilnya masih beragam Issue yang penting adalah kapan

dirawat di rumah dan kapan dirawat dirumah sakit?

Obat yang diberikan:

4.6.1.1 Bronkodilator

Dosis dan atau frekwensi bronkodilator ditingkatkan

(Evidence A). Pada kasus yang lebih berat terapi

nebulizer dengan bronkodilator dosis tinggi diberikan

atas dasar bila diperlukan untuk beberapa hari jika

nebulizer yang tepat tersedia.

4.6.1.2 Kortikonteroid

Kortikosteroid sistemik memperpendek waktu pemulihan

dan membantu memperbaiki fungsi paru lebih cepat dan

dapat mengurangi risiko kambuh lebih awal.

Kortikosteroid dipertimbangkan untuk diberkan sebagai

tambahan terapi bronkodilator pada pasien PPOK dengan

FEV1 < 50%. Yang direkomendasi adalah prednisolon 40

mg perhari selama 10 hari (Evidence D).

33

Page 34: COPD indy

4.6.1.3 Antibiotik

Antibiotik hanya efektif bila pasien dengan peningkatan

sesak dan batuk yang disertai peningkatan volume dahak

dan dahak purulen )Evedence B).

4.6.2 Perawatan di rumah sakit

Resiko meninggal waktu eksaserbasi terkait erat dengan

timbulnya respirasi asidosis, dijumpai komorbid yang bermakna

dan kebutuhan penggunaan ventilator mekanik. Pasien-pasien

yang tidak dijumpai gambaran tersebut tidak beresiko tinggi

untuk meninggal tetapi pasien dengan penyakit dasar PPOK yang

sudah berat sering memerlukan rawat inap.

Tindakan pertama bila pasien datang di UGD adalah member

oksigen terkontrol dan menentukan apakah eksaserbasi tersebut

life threatening? jika ya segera masukkan pasien ke ICU. Jika

tidak pasien dapat diterapi di UGD atau rawat inap.

4.6.3 Oksigen terkontrol

Terapi oksigen adalah bagian yang sangat penting dari

penatalaksanaan di rumah sakit. Oksigenasi adequate (PaO2 > 60

mmHg atau SaO2 > 90%) mudah dapat dicapai pada eksaserbasi

yang uncomplicated tetapi retensi CO2 dapat terjadi secara

tersamar dengan sedikit perubahan gejala. Setelah oksigen

diberikan, 30 menit kemudian pemeriksaan gas darah harus

dikerjakan untuk mengevaluasi oksigensi tercapai dengan baik

tanpa retensi CO2 atau asidosis.

Cara : Nasal 1-4 L/menit

Venturi mask FLO2 24-28%

Sasaran : PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%

4.6.4 Bronkodilator

Inhalasi SABA adalah bronkodilator yang lebih disenangi untuk

terapi PPOK eksaserbasi (Evidence A). Jika respons adequate dari

obat tidak terjadi tambahan antikolinergik dianjurkan.

34

Page 35: COPD indy

SABA diberkan secara nebulizer atau MDI dengan spacer. Jika

tidak ada fasilitas agonis beta 2 dapat diberikan subkuntan.

Dosis: Obat

Agonis beta 2 FenoterolTerbutalin

AntikolinergiIpratropium bromide

MDI mcg

150-200250-500

40-80

Nebuliser mcg

0,1-2,05-10

0,25-0,5

Jika terapi inhalasi belum adequate di tambah teofilin :

loading dose : 2,5-5mg/KgBB dalam 30 menit

maintence 0,5/KgBB/jam dan modifikasi jika diperlukan atas

dasar gejala atau level serum. Pada pemberian teofilin, monitoring

kadar teofilin serum harus dipantau untuk menghindari efek

samping obat. Kadar serum 8-12 mg/mL cukup untuk sebagian

besar pasien namun beberapa pasien masih mentolerir level tinggi

(18-20 mg/mL).

4.6.5 Antibiotika

Indikasi : eksaserbasi karena infeksi bacterial (peningkatan

sesak dan batuk yang disertai volume dahak

meningkat dan purulen.

Pilihan : antibiotika yang masih sensitive terhadap S

pneumoni, H influenza, M catarhalis.

Pilihan antibiotika umumnya adalah : amoksisilin kotrimoksasol,

eritromisin, dosisiklin. Sebagai pilihan alternative : amoksisilin +

asam klavulanat, sepalosporin, claritromisin, azitromisin.

4.6.6 Mukolitik

Saat eksaserbasi mukolitik seperti N asetil sistein tidak

menunjukkan manfaat.

4.6.7 Kortikosteroid

Steroid oral atau intravena direkomendasi sebagai terapi

tambahan dari bronkodilator (plus antibiotic bila perlu dan

oksigen) pada penatalaksanaan PPOK yang rawat inap.

35

Page 36: COPD indy

(Evidience A). Dosis yang tepat yang harus diberikan tidak

diketahui tetapi dosis tinggi dikaitkan dengan resiko efek

samping. Predinisolon oral 30-40 mg/hari selama 10-14 hari

optimal bila ditinjau dari sudut efikasi dan keamanan.

4.6.8 Cairan dan elektrolit

Perlu dimonitor

4.6.9 Nutrisi

Tujuan : mempertahankan berat badan dan mencegah

pemecahan protein

Tatalaksana : tinggi protein rendah karbohidrat. protein > 1,5

mg/kgBB/hari.

4.6.10 Ventilator mekanik

Tujuan utama bantuan ventilator mekanik untuk pasien ekaserbasi

dengan stadium IV (PPOK sangat berat) adalah menurunkan

mortalitas dan morbiditas dan menghilangkan keluhan. Bantuan

ventilasi mekanik dapat non invasive mechanical ventilation

(NIPPV) dan invasive mechanical ventilation.

Tabel 3. Indikasi dan kontraindikasi relatif NIPPV.

Kriteria seleksi- sesak sedang sampai berat dengan penggunaan otot napas

tambahan dan gerakan abdomen paradoksal- asidosis sedang sampai berat (pH < 7,35) dan hiperkapni (PaCO2

> 45 mmHg)- frekwensi napas >25x/menit

Kriteria eksklusi- respiratoryarrest- ketidakstabilan kardiovaskuler (hipotensi, aritmia, infrak miokard)- somnolence, kesadaran menurun dan pasien tidak kooperatif- ridiko aspirasi tinggi : secret yang banyak atau kental- operasi daerah muka atau gastroesofageal yang baru- trauma kraniofasial, fixed nasopharyngeal abnormalities.- sangat gemuk.

3.13 PENYULIT

1. Gagal napas

2. Infeksi berulang

36

Page 37: COPD indy

3. Kor Pulmonal

3.14 PROGNOSIS

Setelah muncul secara kliniuk, median survival kira-kira 10 tahun. Beberapa

factor yang telah diidentifikasi dapat memprediksi survival jelek pada PPOK :

FEV1 rendah, masih merokok, hipoksemi, nutrisi jelek, corpulmonale, penyakit

komorbid dan kapasitas difusi rendah.

Pasien dengan FEV1 < 35% prediksi mempunyai mortalitas 10% pertahun. Jika

pasien mengatakan tidak mampu berjalan 100m tanpa harus berhenti oleh karena

sesak napas, five year survival hanya 30%.

Indeks prognostic yang multi dimensi adalah BODE INDEX (Body mass index,

obstructive ventilatory defect severity, dyspneu severity and exercise capacity)

(15).

37

Page 38: COPD indy

BAB IV

KESIMPULAN

Dari kasus ini dapat dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang rontgen thorax yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

diagnosis dari penderita adalah COPD.

COPD/PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran

udara yang kronik dan terjadi berbagai perubahan patologis di paru, sehingga

dapat menimbulkan beberapa penyakit pada setiap individu.

 

38

Page 39: COPD indy

DAFTAR PUSTAKA

1. Celli BR MacNee W. Standrds for the diagnosis and treatment of patients with COPD. A summary of the ATS/ERS position paper. Eur Respi J 2004:23:932-946.

2. Emerman CL Acute Exacerbation of COPD: Outcome-effective antimicrobial selsection and recent advnces in outpatient management.

3. Global initiative for chronic obstructive lung.disease.Global strategy for the diagnosis, management and prevention of COPD.WWW.goldcopd.comUpdate 2009.

4. Jeffrey PK,2004.Remodeling and inflammation of bronchi in asthma anf chronic obstructive pulmonary disease.Porc Am Rthorac Soc 1:176-183.

5. McCrory DC el al, 2001.Management of acute exacerbation of COPD.Chest.119:1190-1209.

6. PDPL PPOK. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.2003:1-9.

7. Rodriguez-Roisi R. Toward a consensus definition for COPD exacerbations. Chest 200;17:398S-401S.

8. Sethi S. Bacterial in exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Phenomenon or epiphenomenona. Proc Am Thorac Soc 2004;1:109-114.

9. Shapiro SD, Gorgon LS and Rennard SI,2008. Chronic bronchitis and emphysema.In: Mason RJ, Murray JF, Broaduds VC and Nadel JA (Eds). Murrayand Nadel’s. Textbook o respiratory medicine. Philadelphia, Elsevier-Saunders.4rd.1115-1165.

10. Sherk PA and Grossman RF. The COPD exacerbation. Clin Chest Med.200;21:705-722.

11. Snow V, Lascher S, Mottur-Pilson C. The evidence base for management of AECOPD. Clinical practice guideline. Part I.Chest 2001;119:1185-1189.

12. Standford AJ and Pare PD,200.Genetic risk factors for COPD Clin Chest Med 21:633-643.

13. Tzortzaki EG and Siafakas NM,2006.Gnetic susceptibility to chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir Mon 38:84-99.

14. Wedzicha JA. Role of viruses in exacerbation of COPD. Proc Am Thorac Soc 2004;1:109-120.

15. Wise RA 2008. Chronic obstructive pulmonary disease:Clinical course and management.In: Fishman AP, Elias JA,Fishman JA et al (Eds). Fishman’s pulmonary disease and disorder.New York,McGraw Hill Medical 4rd.729-746.

16. Wouters EFM (2007) Body weight and systemic effect.In:Stockley RA,Rennard SI, Rabe K and Celli B (Eds). Chronic obstructive pulmonary disease.Malden Black Pub Ltd.460-466.

17. Snell, Richard S, 2011. Anatomi klinik berdasarkan system,jakarta: EGC

39

Page 40: COPD indy

18. Guyton and Hall, 2007. Fisiologi kedokteran, jakarta : penerbit buku kedokteran EGC.

 

40