BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau yang sering disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau reversible parsial karena adanya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup lama degan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab yang terpenting. Kebiasaan merokok dapat memperburuk progresivitas PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai prevalensi, morbiditas yang bervariasi diberbagai negara. Prevalensi dan beban PPOK diprediksi meningkat pada dekade yang akan datang karena pajanan faktor resiko yang terus menerus dan peningkatan populasi usia lanjut. Dari definisi PPOK yang lama dapat ditangkap kesan pesimis yang menunjukkan proses penyakit yang tidak reversibel dan manfaat terapi hanya sedikit.pandangan yang lebih optimis datang dari 1
bahasa inggris maneh datanya ihh susah ngartikannya lagi eeee semata mo tetap semangat saja lah demi nasa depan yg gemilang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau yang sering
disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan
penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di saluran nafas
yang bersifat progresif non reversible atau reversible parsial karena adanya
inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi
dalam waktu yang cukup lama degan gejala utama sesak nafas, batuk dan
produksi sputum. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab yang
terpenting. Kebiasaan merokok dapat memperburuk progresivitas PPOK.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai prevalensi,
morbiditas yang bervariasi diberbagai negara. Prevalensi dan beban PPOK
diprediksi meningkat pada dekade yang akan datang karena pajanan faktor
resiko yang terus menerus dan peningkatan populasi usia lanjut.
Dari definisi PPOK yang lama dapat ditangkap kesan pesimis yang
menunjukkan proses penyakit yang tidak reversibel dan manfaat terapi
hanya sedikit.pandangan yang lebih optimis datang dari global initiative
for chronic obstruktive lung disease suatu pedoman PPOK international
yang menyatakan bahwa PPOK merupakan penyakit yang dapat diobati
dan dapat dicegah.
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia. Menurut Prediksi WHO, pada tahun 2020 angka kejadian PPOK
akan meningkat dari posisi 12 ke posisi 5 sebagai penyakit terbanyak di
1
dunia dan dari posisi 6 ke posisi 3 sebagai penyebab kematian terbanyak.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992,
PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merokok
merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko
lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan COPD?
2. Apa etiologi dan klasifikasi COPD?
3. Bagaimana patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis
pada COPD?
4. Bagaimana penegakkan diagnosis dan diagnosis banding COPD?
5. Bagaimana penatalaksanaan pasien COPD?
6. Apa komplikasi COPD?
7. Bagaimana prognosis pasien dengan COPD?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi COPD.
2. Mengetahui etiologi dan klasifikasi COPD.
3. Memahami patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis
pada COPD.
4. Mengetahui penegakkan diagnosis dan diagnosis banding COPD.
5. Mengetahui penatalaksanaan pasien COPD.
6. Mengetahui komplikasi COPD.
7. Mengetahui prognosis COPD.
1.4 Manfaat
1.4.1. Mnafaat untuk Penelaah
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang COPD.
2. Khususnya dapat memahami tentang COPD baik itu etiologi,
Tidak ada definisi eksaserbasi yang diterima secara umum. Secara
umum eksaserbasi adalah perburukan secara menetap (a sustained worsening)
kondisi pasien dari keadaan stabil dan di luar variasi normal hari ke hari, yang
bersifat akut dan mengharuskan perubahan obat regular. Deskripsi ini dapat
membedakan eksaserbasi dari perburukan symptom / gejala dalam beberapa
jam yang dapat dengan mudah diatasi dengan rapid acting bronchodilator.
Gejala utama dari eksaserbasi adalah peningkatan sesak napas, sering
disertai wheezing dan chest tightness, peningkatan batuk dan dahak,
perubahan warna dan atau tenacity (keliatan) dahak dan panas. Eksaserbasi
juga bisa disertai sejumlah gejala nonspesifik seperti : malaise, insomnia,
ngantuk, capek, depresi, dan kebingunan. Peningkatan volume dahak dan
purulen menunjuk pada penyebab bacterial.
Penilaian berat-ringan eksaserbasi didasarkan: riwayat penyakit
sebelum eksaserbasi, gejala-gejala, pemeriksaan fisik, tes faal paru, analisa
gas darah, dan tes laboratorium lain. Riwayat penyakit harus mencakup
31
berapa lama perburukan gejala atau gejala-gejala yang baru dijumpai,
frekwensi dan berat-ringan sesak napas dan batuk, warna dan volume dahak,
limitasi aktiviti sehari-hari, episode / eksaserbasi sebelumnya dan apakah
perlu rawat inap dan regimen pengobatan sekarang. Pada pasien PPOK
stadium sangat berat, tanda yang sangat penting dari eksaserbasi berat adalah
perubahan kesadaran dan tanda ini perlu segera dievaluasi di rumah sakit.
4.1 Tes faal paru
Tes faat paru sangat sederhanapun sulit untuk dikerjakan dengan benar,
namun secara umum PEF < 100 L/menit atau FEV1 < 1 L menunjukkan
eksaserbasi berat.
4.2 Pemeriksaan gas darah
Di rumah sakit pemeriksaan gas darah penting sekali untuk menilai berat-
ringan (severty) eksaserbasi. PaO2 < 60 mmHg dan atau SaO2 < 90%
dengan atau tanpa PaCO2 > 50 mmHg waktu bernapas dengan udara
kamar menunjukkan gagal napas. Penderita dengan PaO2 < 50 mmHg,
PaCO2 > 70 mmHg dengan pH < 7,30 mengarah pada episode
eksaserbasi yang mengancam jiwa dan perlu monitoring yang baik atau
penatalaksanaan diruang perawatan intensif.
4.3 Foto toraks
Foto toraks (PA dan Lateral) bermanfaat untuk identifikasi diagnosis
alternative yang menyerupai gejala-gejala eksaserbasi dari PPOK.
Pemeriksaan EKG dapat membantu diagnosis right ventricular
hypertrophy (RVH), aritmia, dan episode iskemi. Emboli paru dapat
sangat sulit dibedakan dari eksaserbasi PPOK terutama pada PPOL
sangat berat karena RVH dan arteri pulmonalis besar menyebabkan
gangguan pada hasil pemeriksaan EKG dan foto toraks. CT scan spiral
dan angiography dan mungkin pemeriksaan D-dimer spesifik adalah
sarana diangnostik terbaik untuk mendiagnosis emboli paru pada pasien
PPOK.
4.4 Pemeriksaan lain
pemeriksaan darah tepi dapat mendeteksi polisitemia (hematokrit >55%)
atau perdarahan. Jumlah leukosit tidak sangat informatif.
32
4.5 Penyebab
- Terbanyak disebabkan infeksi tracheobronchial tree. Bukti baru
menunjukkan infeksi bakteri menyebabkan kira-kira 40-50%
eksaserbasi akut.
- Penyebab lain : Polusi udara, pneumoni, gagal jantung kanan atau
kiri atau aritmia emboli paru, pneumotoraks spontan, pemberian O2
tidak tepat, obat-obat (hipnotik, tranquilliser, diuretika), penyakit
metabolic (diabetes, gangguan elektrolit), status nutrisi jelek,
stadium akhir penyakit.
4.6 Penatalaksanaan
PPOK yang mengalami eksaserbasi dapat dirawat di rumah atau dirumah
sakit.
4.6.1 Perawatan di rumah
Ada peningkatan interes untuk home care bagi pasien PPOK
stadium terminal walaupun hasil studi ekonomi perawatan home
care hasilnya masih beragam Issue yang penting adalah kapan
dirawat di rumah dan kapan dirawat dirumah sakit?
Obat yang diberikan:
4.6.1.1 Bronkodilator
Dosis dan atau frekwensi bronkodilator ditingkatkan
(Evidence A). Pada kasus yang lebih berat terapi
nebulizer dengan bronkodilator dosis tinggi diberikan
atas dasar bila diperlukan untuk beberapa hari jika
nebulizer yang tepat tersedia.
4.6.1.2 Kortikonteroid
Kortikosteroid sistemik memperpendek waktu pemulihan
dan membantu memperbaiki fungsi paru lebih cepat dan
dapat mengurangi risiko kambuh lebih awal.
Kortikosteroid dipertimbangkan untuk diberkan sebagai
tambahan terapi bronkodilator pada pasien PPOK dengan
FEV1 < 50%. Yang direkomendasi adalah prednisolon 40
mg perhari selama 10 hari (Evidence D).
33
4.6.1.3 Antibiotik
Antibiotik hanya efektif bila pasien dengan peningkatan
sesak dan batuk yang disertai peningkatan volume dahak
dan dahak purulen )Evedence B).
4.6.2 Perawatan di rumah sakit
Resiko meninggal waktu eksaserbasi terkait erat dengan
timbulnya respirasi asidosis, dijumpai komorbid yang bermakna
dan kebutuhan penggunaan ventilator mekanik. Pasien-pasien
yang tidak dijumpai gambaran tersebut tidak beresiko tinggi
untuk meninggal tetapi pasien dengan penyakit dasar PPOK yang
sudah berat sering memerlukan rawat inap.
Tindakan pertama bila pasien datang di UGD adalah member
oksigen terkontrol dan menentukan apakah eksaserbasi tersebut
life threatening? jika ya segera masukkan pasien ke ICU. Jika
tidak pasien dapat diterapi di UGD atau rawat inap.
4.6.3 Oksigen terkontrol
Terapi oksigen adalah bagian yang sangat penting dari
penatalaksanaan di rumah sakit. Oksigenasi adequate (PaO2 > 60
mmHg atau SaO2 > 90%) mudah dapat dicapai pada eksaserbasi
yang uncomplicated tetapi retensi CO2 dapat terjadi secara
tersamar dengan sedikit perubahan gejala. Setelah oksigen
diberikan, 30 menit kemudian pemeriksaan gas darah harus
dikerjakan untuk mengevaluasi oksigensi tercapai dengan baik
tanpa retensi CO2 atau asidosis.
Cara : Nasal 1-4 L/menit
Venturi mask FLO2 24-28%
Sasaran : PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%
4.6.4 Bronkodilator
Inhalasi SABA adalah bronkodilator yang lebih disenangi untuk
terapi PPOK eksaserbasi (Evidence A). Jika respons adequate dari
obat tidak terjadi tambahan antikolinergik dianjurkan.
34
SABA diberkan secara nebulizer atau MDI dengan spacer. Jika
tidak ada fasilitas agonis beta 2 dapat diberikan subkuntan.
Dosis: Obat
Agonis beta 2 FenoterolTerbutalin
AntikolinergiIpratropium bromide
MDI mcg
150-200250-500
40-80
Nebuliser mcg
0,1-2,05-10
0,25-0,5
Jika terapi inhalasi belum adequate di tambah teofilin :
loading dose : 2,5-5mg/KgBB dalam 30 menit
maintence 0,5/KgBB/jam dan modifikasi jika diperlukan atas
dasar gejala atau level serum. Pada pemberian teofilin, monitoring
kadar teofilin serum harus dipantau untuk menghindari efek
samping obat. Kadar serum 8-12 mg/mL cukup untuk sebagian
besar pasien namun beberapa pasien masih mentolerir level tinggi
(18-20 mg/mL).
4.6.5 Antibiotika
Indikasi : eksaserbasi karena infeksi bacterial (peningkatan
sesak dan batuk yang disertai volume dahak
meningkat dan purulen.
Pilihan : antibiotika yang masih sensitive terhadap S
pneumoni, H influenza, M catarhalis.
Pilihan antibiotika umumnya adalah : amoksisilin kotrimoksasol,
eritromisin, dosisiklin. Sebagai pilihan alternative : amoksisilin +
asam klavulanat, sepalosporin, claritromisin, azitromisin.
4.6.6 Mukolitik
Saat eksaserbasi mukolitik seperti N asetil sistein tidak
menunjukkan manfaat.
4.6.7 Kortikosteroid
Steroid oral atau intravena direkomendasi sebagai terapi
tambahan dari bronkodilator (plus antibiotic bila perlu dan
oksigen) pada penatalaksanaan PPOK yang rawat inap.
35
(Evidience A). Dosis yang tepat yang harus diberikan tidak
diketahui tetapi dosis tinggi dikaitkan dengan resiko efek
samping. Predinisolon oral 30-40 mg/hari selama 10-14 hari
optimal bila ditinjau dari sudut efikasi dan keamanan.
4.6.8 Cairan dan elektrolit
Perlu dimonitor
4.6.9 Nutrisi
Tujuan : mempertahankan berat badan dan mencegah
pemecahan protein
Tatalaksana : tinggi protein rendah karbohidrat. protein > 1,5
mg/kgBB/hari.
4.6.10 Ventilator mekanik
Tujuan utama bantuan ventilator mekanik untuk pasien ekaserbasi
dengan stadium IV (PPOK sangat berat) adalah menurunkan
mortalitas dan morbiditas dan menghilangkan keluhan. Bantuan
ventilasi mekanik dapat non invasive mechanical ventilation
(NIPPV) dan invasive mechanical ventilation.
Tabel 3. Indikasi dan kontraindikasi relatif NIPPV.
Kriteria seleksi- sesak sedang sampai berat dengan penggunaan otot napas
tambahan dan gerakan abdomen paradoksal- asidosis sedang sampai berat (pH < 7,35) dan hiperkapni (PaCO2
> 45 mmHg)- frekwensi napas >25x/menit
Kriteria eksklusi- respiratoryarrest- ketidakstabilan kardiovaskuler (hipotensi, aritmia, infrak miokard)- somnolence, kesadaran menurun dan pasien tidak kooperatif- ridiko aspirasi tinggi : secret yang banyak atau kental- operasi daerah muka atau gastroesofageal yang baru- trauma kraniofasial, fixed nasopharyngeal abnormalities.- sangat gemuk.
3.13 PENYULIT
1. Gagal napas
2. Infeksi berulang
36
3. Kor Pulmonal
3.14 PROGNOSIS
Setelah muncul secara kliniuk, median survival kira-kira 10 tahun. Beberapa
factor yang telah diidentifikasi dapat memprediksi survival jelek pada PPOK :
FEV1 rendah, masih merokok, hipoksemi, nutrisi jelek, corpulmonale, penyakit
komorbid dan kapasitas difusi rendah.
Pasien dengan FEV1 < 35% prediksi mempunyai mortalitas 10% pertahun. Jika
pasien mengatakan tidak mampu berjalan 100m tanpa harus berhenti oleh karena
sesak napas, five year survival hanya 30%.
Indeks prognostic yang multi dimensi adalah BODE INDEX (Body mass index,
obstructive ventilatory defect severity, dyspneu severity and exercise capacity)
(15).
37
BAB IV
KESIMPULAN
Dari kasus ini dapat dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang rontgen thorax yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
diagnosis dari penderita adalah COPD.
COPD/PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran
udara yang kronik dan terjadi berbagai perubahan patologis di paru, sehingga
dapat menimbulkan beberapa penyakit pada setiap individu.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Celli BR MacNee W. Standrds for the diagnosis and treatment of patients with COPD. A summary of the ATS/ERS position paper. Eur Respi J 2004:23:932-946.
2. Emerman CL Acute Exacerbation of COPD: Outcome-effective antimicrobial selsection and recent advnces in outpatient management.
3. Global initiative for chronic obstructive lung.disease.Global strategy for the diagnosis, management and prevention of COPD.WWW.goldcopd.comUpdate 2009.
4. Jeffrey PK,2004.Remodeling and inflammation of bronchi in asthma anf chronic obstructive pulmonary disease.Porc Am Rthorac Soc 1:176-183.
5. McCrory DC el al, 2001.Management of acute exacerbation of COPD.Chest.119:1190-1209.
6. PDPL PPOK. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.2003:1-9.
7. Rodriguez-Roisi R. Toward a consensus definition for COPD exacerbations. Chest 200;17:398S-401S.
8. Sethi S. Bacterial in exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Phenomenon or epiphenomenona. Proc Am Thorac Soc 2004;1:109-114.
9. Shapiro SD, Gorgon LS and Rennard SI,2008. Chronic bronchitis and emphysema.In: Mason RJ, Murray JF, Broaduds VC and Nadel JA (Eds). Murrayand Nadel’s. Textbook o respiratory medicine. Philadelphia, Elsevier-Saunders.4rd.1115-1165.
10. Sherk PA and Grossman RF. The COPD exacerbation. Clin Chest Med.200;21:705-722.
11. Snow V, Lascher S, Mottur-Pilson C. The evidence base for management of AECOPD. Clinical practice guideline. Part I.Chest 2001;119:1185-1189.
12. Standford AJ and Pare PD,200.Genetic risk factors for COPD Clin Chest Med 21:633-643.
13. Tzortzaki EG and Siafakas NM,2006.Gnetic susceptibility to chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir Mon 38:84-99.
14. Wedzicha JA. Role of viruses in exacerbation of COPD. Proc Am Thorac Soc 2004;1:109-120.
15. Wise RA 2008. Chronic obstructive pulmonary disease:Clinical course and management.In: Fishman AP, Elias JA,Fishman JA et al (Eds). Fishman’s pulmonary disease and disorder.New York,McGraw Hill Medical 4rd.729-746.
16. Wouters EFM (2007) Body weight and systemic effect.In:Stockley RA,Rennard SI, Rabe K and Celli B (Eds). Chronic obstructive pulmonary disease.Malden Black Pub Ltd.460-466.
17. Snell, Richard S, 2011. Anatomi klinik berdasarkan system,jakarta: EGC
39
18. Guyton and Hall, 2007. Fisiologi kedokteran, jakarta : penerbit buku kedokteran EGC.