CONTOH PROPOSAL USULAN PENELITIAN FAKULTAS PERTANIAN USULAN
PENELITIAN
APLIKASI BEBERAPA DOSIS KOMPOS LEGUMINOSA DENGAN PENGGUNAAN
BIO-AKTIVATOR Trichoderma sp. TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)
Oleh :
REFLI JUNAIDINIM : 1006121470
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN AGROTEKNOLOGIFAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU2014
USULAN PENELITIAN
APLIKASI BEBERAPA DOSIS KOMPOS LEGUMINOSA DENGAN PENGGUNAAN
BIO-AKTIVATOR Trichoderma sp. TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)
Oleh :
REFLI JUNAIDINIM : 1006121470
Diajukan sebagai salah satu syaratuntuk melaksanakan
penelitian
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN AGROTEKNOLOGIFAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan usulan penelitian dengan judul Aplikasi Beberapa
Dosis Kompos Leguminosa dengan Penggunaan Bio-Aktivator Trichoderma
sp. Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum
Annuum L). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Fifi
Puspita, MP sebagai dosen pembimbing I dan Ir. Armaini, M.Si
sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan,
petunjuk dan motivasi sampai selesainya usulan penelitian ini.
Tidak lupa pula buat seluruh rekan-rekan yang telah banyak membantu
penulis di dalam penyelesaian usulan penelitian ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu-persatu. Tidak ada yang pantas
diberikan, selain balasan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk kemajuan
kita semua dalam menghadapi masa depan nanti. Akhirnya penulis
sangat mengharapkan agar usulan penelitian ini bermanfaat bagi kita
semua dan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian.
Pekanbaru, Januari 2014
Refli Junaidi
DAFTAR ISI
HalamanKATA
PENGANTAR.......................................................................................
iiiDAFTAR
ISI.......................................................................................................
ivDAFTAR
LAMPIRAN......................................................................................
vI.......
PENDAHULUAN.....................................................................................
1....... 1.1. Latar
Belakang.....................................................................................
1......... 1.2. Tujuan
Penelitian.................................................................................
3......... 1.3.
Hipotesis..............................................................................................
3II...... TINJAUAN
PUSTAKA...........................................................................
4......... 2.1. Tanaman
Cabai.........................................................................
........... 4......... 2.2. Syarat
Tumbuh.....................................................................................
6......... 2.3. Trichoderma
sp....................................................................................
7......... 2.4. Kompos
Leguminosa...........................................................................
8III.... BAHAN DAN
METODE.........................................................................
11......... 3.1. Tempat dan
Waktu..............................................................................
11......... 3.2. Bahan dan
Alat....................................................................................
11......... 3.3. Rancangan
Penelitian...........................................................................
11......... 3.4. Pelaksanaan
Penelitian.........................................................................
12......... 3.5.
Pengamatan..........................................................................................
16DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................
19LAMPIRAN........................................................................................................
22
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman1. .. Jadwal rencana kegiatan
penelitian................................................................
222.... Deskripsi tanaman cabai varietas SSP
IPB......................................... ........... 233....
Denah penelitian Rancangan Acak Lengkap
(RAL)...................................... 244.... Perhitungan
perlakuan dosis kompos
leguminosa.......................................... 255.... Cara
pembuatan kompos
leguminosa.............................................................
266.... Cara pembuatan pestisida
nabati....................................................................
27
BAB.I PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangCabai (Capsicum annuum L)
merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi penting di Indonesia dan dibutuhkan oleh hampir seluruh
lapisan masyarakat, sehingga volume peredarannya di pasaran sangat
besar. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan
vitamin, diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidrat, Kalsium,
Vitamin A, B1 dan Vitamin C (Rukmana, 1995).Menurut Badan Pusat
Statistik (2012) produksi cabai merah di Provinsi Riau pada tahun
2011 adalah 15.909 ton dengan luas areal panen 3.488 hektar dan
produktivitas rata-rata 4,56 ton/hektar. Produktivitas cabai di
Riau ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan
provinsi-provinsi yang ada di Indonesia pada umumnya seperti
Sumatera Barat yang mencapai 65.108 ton dengan luas areal panen
8.196 hektar dengan produktivitas rata-rata 7,94 ton/hektar,
sedangkan Sumatera Utara 245.773 ton dengan luas areal panen 22.129
hektar dan produktivitas rata-rata 11,11 ton/hektar.Rendahnya
produktivitas cabai di Riau salah satunya disebabkan petani cabai
yang belum menggunakan benih cabai varietas unggul, padahal dengan
penggunaan varietas unggul tanaman cabai produksinya bisa mencapai
15-20 ton/ha (Suseno, 2002). Varietas cabai SSP IPB yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan salah satu varietas cabai yang
dikeluarkan oleh Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang
memiliki rasa pedas (kandungan kapsaicin 967 ppm) dengan panjang
buah 12-15 cm, bobot per buah 8-10 gram, produktivitas 700-800
gram/tanaman dan umur panen 72-78 hari setelah tanam, dimana untuk
umur panen varietas ini lebih cepat dibandingkan dengan varietas
cabai pada umumnya.Selain itu, rendahnya produktivitas cabai di
Riau juga disebabkan penggunaan pupuk anorganik ( Urea, TSP, KCL )
secara terus menerus yang tidak di imbangi dengan pupuk organik,
sehingga dapat merusak tanah (Suseno, 2002). Pupuk anorganik sangat
sedikit ataupun hampir tidak mengandung unsur hara mikro, oleh
sebab itu perlu di imbangi dengan penggunaan pupuk organik atau
kompos yang banyak mengandung hara mikro terutama kompos yang
berasal dari daun-daunan seperti kompos leguminosa (Pracaya, 2001)
Kompos leguminosa ialah kompos yang paling praktis yang dapat
digunakan oleh petani cabai, karna bahan dasar kompos ini mudah
didapatkan serta tidak banyak mengeluarkan biaya, sehingga kompos
leguminosa dapat menjadi salah satu sumber hara organik alternatif
yang dapat digunakan oleh petani cabai secara langsung
(Krishnawati, 2003).Kompos Leguminosa adalah peruraian bahan
organik dari tanaman leguminosa oleh jasad renik (mikrobia) yang
dalam penelitian ini menggunakan Bio-Aktivator Trichoderma sp.
Pemberian kompos leguminosa ini tidak hanya memperkaya unsur hara
bagi tanaman, namun juga berperan dalam memperbaiki struktur tanah,
tata udara dan air dalam tanah, mengikat unsur hara dan memberikan
makanan bagi jasad renik yang ada dalam tanah, sehingga
meningkatkan peran mikrobia dalam menjaga kesuburan tanah. Selain
itu, pembuatan kompos leguminosa ini juga relatif mudah. Keunggulan
lainnya adalah mudah terurai di dalam tanah sehingga mempercepat
penyiapan unsur hara bagi tanaman. Oleh sebab itu penggunaan kompos
leguminosa diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman cabai (Kartini, 2007).Berdasarkan uraian dapat di
identifikasi beberapa permasalahan rendahnya produktivitas cabai di
Riau, disebabkan karena petani cabai yang belum menggunakan benih
cabai varietas unggul, penggunaan pupuk anorganik ( Urea, TSP, KCL
) secara terus menerus yang tidak di imbangi dengan pupuk organik,
sehingga di asumsikan penggunaan kompos leguminosa yang
memanfaatkan bioaktivator Trichoderma sp. dengan penggunaan
varietas cabai SSP IPB, menjadi salah satu alternatif dalam
mengatasi permasalahan rendahnya produktivitas cabai di
Riau.Berdasarkan dari penjelasan dan uraian di atas, maka penulis
tertarik melakukan penelitian dengan judul Aplikasi Beberapa Dosis
Kompos Leguminosa dengan Penggunaan Bio-Aktivator Trichoderma sp.
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum Annuum
L).
1.2. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh aplikasi beberapa dosis kompos leguminosa yang
memanfaatkan bioaktivator Trichoderma sp. dan mendapatkan dosis
kompos leguminosa yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman cabai (Capsicum Annuum L).
1.3. HipotesisPemberian kompos leguminosa dengan dosis 150
gram/tanaman atau setara dengan 30 ton/ha merupakan pemberian dosis
terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Capsicum
Annuum L).
BAB.II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Tanaman Cabai Tanaman cabai
merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan (solanaceae)
yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua
Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua
Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia, mereka
memanfaatkan tanaman berbuah pedas tersebut sebagai bumbu penyedap
masakan (Prajnanta, 1999).Dari masa ke masa, tanaman cabai
mengalami perkembangan. Perkembangan ini bisa dikatakan sejalan
dengan perkembangan penduduk, kemajuan teknologi dan kemampuan
berevolusi dan beradaptasi dari tanaman itu sendiri. Perkembangan
penduduk antara lain menyebabkan peningkatan permintaan akan cabai.
Kemajuan teknologi yang ditopang oleh kemajuan berevolusi dan
beradaptasi, antara lain berhasil memurnikan varietas cabai yang
ada (Pracaya, 2001). Di Indonesia sendiri, penanaman cabai
bermacam-macam tergantung daerahnya. Cabai sering disebut dengan
berbagai nama lain, misalnya, lombok, cengis, cengek, dan masih
banyak lagi sebutan lainnya (Prajnanta, 1999). Dalam tata nama
ilmiah, menurut Suseno (2002) tanaman cabai termasuk dalam genus
Capsicum, dengan klasifikasi lengkap sebagai berikut : Kingdom
:Plantae, Divisi :Magnolioyt, Kelas :Magnoliopsida, Sub kelas
:Asteridae, Ordo :Solanales, Famili :Solanaceae, Genus
:Capsicum.
Tanaman cabai mempunyai akar tunggang yang terdiri atas akar
utama dan akar lateral, akar lateral mengeluarkan serabut, mampu
menembus kedalaman tanah sampai 50 cm dan melebar sampai 45 cm
(Prihmantoro, 2001). Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dengan
batang berkayu, batang akan tumbuh sampai ketinggian 120 cm,
kemudian membentuk banyak percabangan, dengan lebar tajuk tanam
sampai 90 cm (Suseno, 2002).Batang tanaman cabai berwarna hijau,
hijau tua, atau hijau muda. Pada batang-batang yang telah tua
(biasanya batang paling bawah), akan muncul warna coklat seperti
kayu, ini merupakan kayu semu, yang diperoleh dari pengerasan
jaringan parenkim (Prajnanta, 1999).Daun tanaman cabai bervariasi
menurut spesies dan varietasnya. Ada daun yang berbentuk oval dan
ada juga yang berbentuk lonjong. Warna permukaan daun bagian atas
biasanya hijau muda, hijau, hijau tua, bahkan hijau kebiruan
(Prihmantoro, 2001). Permukaan daun pada bagian bawah umumnya
berwarna hijau muda, hijau pucat atau hijau. Permukaan daun cabai
ada yang halus dan ada pula yang berkerut-kerut. Ukuran panjang
daun cabai antara 3-11 cm, dengan lebar antara 1-5 cm berbentuk
lonjong (Pracaya, 2001).Bunga tanaman cabai juga bervariasi, namun
memiliki bentuk yang sama, yaitu berbentuk bintang. Ini menunjukkan
tanaman cabai termasuk dalam sub kelas Asteridae (berbunga
bintang). Bunga biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan
tunggal atau bergerombol dalam tandan. Dalam satu tandan biasanya
terdapat 2-3 bunga saja. Mahkota bunga tanaman cabai warnanya
bermacam-macam, ada yang putih, putih kehijauan dan ungu. Diameter
bunga antara 5-20 mm (Panah Merah, 1999).Bunga tanaman cabai
merupakan bunga sempurna, artinya dalam satu tanaman terdapat bunga
jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan dan bunga betina
dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga tanaman dapat
melakukan penyerbukan sendiri. Namun untuk mendapatkan hasil buah
yang lebih baik, penyerbukan silang lebih diutamakan. Karena itu,
tanaman cabai yang ditanam dalam jumlah yang banyak, hasilnya lebih
baik dibandingkan tanaman cabai yang ditanam sendirian (Prajnanta,
1999).Buah cabai merupakan bagian tanaman cabai yang paling banyak
dikenal dan memiliki banyak variasi. Menurut Sutedjo (2002)
varietas dengan tipe elongate memiliki rasa yang sangat pedas,
serta memiliki ukuran buah 12x0,8 cm, dan memiliki berat 5-6
gram.
2.2. Syarat Tumbuh
Cabai dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 200 m
dpl. Tetapi bila udara sangat dingin sampai embun membeku (frost)
mungkin tanaman akan mati (Prihmantoro, 2001). Penanaman cabai pada
waktu musim kemarau dapat tumbuh dengan baik, asal mendapat
penyiraman yang cukup, temperatur yang baik untuk cabai adalah
sekitar 200-250C.Bila temperatur sampai 350C maka pertumbuhan
kurang baik, sebaliknya bila temperatur di bawah 100C, pertumbuhan
kurang baik bahkan dapat mematikan (Suseno, 2002).Curah hujan pada
waktu pertumbuhan tanaman sampai akhir pertumbuhan yang baik
sekitar 600-1250 mm/tahun. Bila curah hujan berlebihan dapat
menimbulkan penyakit, terbentuknya buah kurang dan banyak buah yang
rontok (Prihmantoro, 2001). Tanah yang tergenang air walaupun dalam
waktu yang tidak terlalu lama dapat menyebabkan rontoknya buah.
Kekurangan hujan dan tidak ada pengairan juga dapat membuat tanaman
cabai menjadi kerdil. Kelembaban yang rendah dan temperatur yang
tinggi menyebabkan penguapan tinggi, sehingga tanaman akan
kekurangan air. Akibatnya kuncup bunga dan buah yang masih kecil
banyak yang rontok (Suseno, 2002). Tanah yang asam kurang baik
untuk pertumbuhan cabai, maka perlu ditaburi kapur dan pupuk
organik, tanah yang baik bila mempunyai (pH) sekitar 6,5
(Wirakusumah, 1999).
2.3. Trichoderma sp. Trichoderma sp. merupakan dekomposer yang
mengandung enzim selulase, enzim (-Glukanase), proteinase dan enzim
kitinase yang dapat bekerja secara sinergis sehingga mempercepat
dalam proses pelapukan bahan organik. Jamur Trichoderma sp. dapat
mengurangi bahan organik seperti karbohidrat terutama selulosa (
Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau, 2003). Trichoderma sp.
merupakan salah satu jamur antagonis terhadap patogen tular tanah
dan merupakan salah satu jamur tanah yang termasuk Divisi:
Eumycota, Sub divisi: Deuteromycotina, Kelas: Ascomycetes, Sub
kelas: Hypocreacea, Ordo: Moniliales, Genus: Trichoderma dan
Spesies: Harzianum (Agrios, 1997). Trichoderma sp. secara alami
merupakan parasit yang menyerang banyak jamur patogen tanaman dan
merupakan jamur yang terlibat dalam kompetisi alami sesama jamur.
Benang-benang hifa dari jamur patogenik akan terpotong-potong karna
terlilit oleh hifa Trichoderma sp. (Novizan 2002). Menurut Rifai
(1969) hifa Trichoderma sp. bercabang membentuk koloni yang
berbentuk atau seperti kapas dan berhubungan dengan pertumbuhan dan
struktur konidiofornya, sebagian koloni membentuk zona mirip dengan
cincin yang khas dan jelas. Trichoderma sp. dapat hidup pada
kisaran suhu yang cukup luas yaitu pada suhu 15C-37C (Hardar,
Harman dan Taylor, 1984). Pertumbuhan optimum dari T.harzanium dan
T.koningi adalah 25C - 30C. Pertumbuhan akan lambat pada pH 2-8
(Hardar, Harman dan Taylor, 1984). Menurut Rifai (1969) Trichoderma
sp. berkembang secara optimal pada pH 4,5 dan suhu 25C. Selain itu
jamur Trichoderma sp. mempunyai keunggulan diantaranya mudah dalam
aplikasi, harga terjangkau, tidak menghasilkan racun (toksin),
ramah lingkungan, tidak mengganggu organisme lain terutama yang
berada di dalam tanah, serta tidak meninggalkan residu pada tanaman
maupun di tanah (Mardiansyah dan Widyastuti, 2007). Trichoderma sp.
ini dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos, karna jamur ini
dapat mempercepat proses dekomposisi bahan-bahan organik yang akan
digunakan sebagai pembuatan kompos juga menjadikan kompos yang kaya
unsur hara baik makro maupun mikro (Yulensri, Lucida dan Henny,
2007). Hasil penelitian Puspita, Elfina dan Imelda (2007)
menunjukan bahwa perlakuan Tricho-kompos pada dosis 30 gram/polybag
bibit kelapa sawit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa
sawit dan mengendalikan penyakit G.Boninense. Menurut Puspita dkk
(2009) menyatakan bahwa aplikasi Trichoderma sp. pada dosis 50
gram/polybag ukuran 5 kg dapat menghambat intensitas serangan
G.Boninense sebesar 77,19 % dan dapat meningkatkan pertumbuhan
bibit kelapa sawit.
2.4. Kompos LeguminosaKompos leguminosa ialah kompos yang paling
praktis yang dapat digunakan oleh petani cabai karna tanaman
leguminosa mudah didapatkan serta tidak banyak mengeluarkan biaya
sehingga kompos leguminosa dapat menjadi salah satu sumber hara
organik alternatif yang dapat digunakan oleh petani cabai secara
langsung (Krishnawati, 2003).Kompos leguminosa adalah peruraian
bahan organik dari tanaman leguminosa oleh jasad renik (mikrobia)
dengan menggunakan Bio-Aktivator Trichoderma sp. yaitu suatu jasad
renik (mikrobia) dekomposer yang mengandung enzim selulase, enzim
(-Glukanase), proteinase dan enzim kitinase yang dapat bekerja
secara sinergis sehingga mempercepat dalam proses pelapukan bahan
organik atau pengomposan (Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau,
2003).Pemberian kompos leguminosa ini tidak hanya memperkaya unsur
hara bagi tanaman, namun juga berperan dalam memperbaiki struktur
tanah, tata udara dan air dalam tanah, mengikat unsur hara dan
memberikan makanan bagi jasad renik yang ada dalam tanah sehingga
meningkatkan peran mikrobia dalam menjaga kesuburan tanah. Selain
itu, pembuatan kompos leguminosa ini juga relatif mudah (Kartini,
2007).Kompos leguminosa mengandung nitrogen lebih tinggi
dibandingkan dengan kompos non leguminosa karna tanaman leguminosa
mempunyai bintil akar, dimana di dalam bintil akar ini hidup
bakteri yang mampu menambat N2 dari udara. Karenanya bintil akar
pada tanaman leguminosa dapat dipandang sebagai sumber hara
nitrogen alami (Krishnawati, 2003).Dengan kemampuannya menambat
nitrogen dari udara tersebut, kompos leguminosa menjadi sumber
unsur hara nitrogen bagi ekosistem tanah. Keunggulan lainnya adalah
mudah terurai di dalam tanah sehingga mempercepat penyiapan unsur
hara bagi tanaman (Kartini, 2007).
BAB. III BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan WaktuPenelitian ini dilaksanakan di rumah kassa
Fakultas Pertanian Universitas Riau, Kampus Bina Widya km 12,5
Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Waktu
pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, dimulai dari
bulan Januari sampai bulan April 2014. 3.2. Bahan dan Alat Bahan
yang digunakan antara lain Trichoderma sp, tanah topsoil
inceptisol, bibit cabai Varietas SSP IPB, polybag berukuran 50 cm x
40 cm dan polybag berukuran 10 cm x 6 cm, kompos leguminosa,
pestisida nabati, pupuk kandang sapi, pupuk Urea, pupuk SP36, pupuk
TSP, pupuk KCL dan pupuk Dolomit. Alat yang digunakan adalah mesin
pencincang atau pencacah leguminosa, cangkul, garu, parang,
timbangan, timbangan digital, timbangan analitik, ayakan, ember
plastik, gembor, seedbed, meteran dan alat tulis.
3.3. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan secara
eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 ulangan, pada setiap satuan
percobaan terdiri dari 2 tanaman dan semua tanaman dijadikan
sampel, sehingga diperoleh jumlah keseluruhan 30 satuan
percobaan.Sebagai perlakuan yang diberikan adalah kompos leguminosa
(K) yang terdiri dari 5 perlakuan : K0 = Tanpa pemberian
tricho-kompos leguminosa.K1 = Pemberian tricho-kompos leguminosa
dengan dosis 20 ton/ha setara dengan 100 gram/10 kg tanah (1
polybag).K2 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 30
ton/ha setara dengan 150 gram/10 kg tanah (1 polybag).K3 =
Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 40 ton/ha setara
dengan 200 gram/10 kg tanah (1 polybag).K4 = Pemberian
tricho-kompos leguminosa dengan dosis 50 ton/ha setara dengan 250
gram/10 kg tanah (1 polybag).
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan
analisis ragam dengan model linear sebagai berikut : Yij = + i + ij
Keterangan :Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke -i pada ulangan ke
-j = Pengaruh nilai tengahi = Pengaruh tricho-kompos leguminosa
pada perlakuan ke -iij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke
-i pada ulangan ke j
Hasil data yang diperoleh setelah dianalisis secara statistik
menggunakan analisis ragam dilanjutkan dengan uji Duncans New
Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5% (Steel and
Torrie,1994).
3.4. Pelaksanaan Penelitian3.4.1. Persemaiaan dan Pemeliharaan
Bibit Media persemaian merupakan campuran dari pupuk kandang sapi
dan tanah topsoil inceptisol yang telah diayak dengan perbandingan
1 : 1. Benih yang telah disediakan direndam terlebih dahulu dalam
air hangat dengan suhu 500C selama 10 menit guna untuk melihat biji
yang bernas serta memecah dormansi benih, setelah itu lakukan
seleksi benih, benih yang terapung tidak digunakan dan benih yang
tenggelam ditiriskan untuk disemai kedalam media persemaian yang
terbuat dari polybag kecil berukuran 10 cm x 6 cm, penyemaian
dilakukan dengan menanam satu benih pada satu polybag. Bibit yang
telah ditanam selanjutnya dilakukan pemeliharaan dengan melakukan
penyiraman pada pagi dan sore hari secara rutin. Pemindahan bibit
ke polybag berukuran 50 cm x 40 cm dilakukan setelah bibit tanaman
cabai berumur 38 hari setelah semai dan ditandai dengan jumlah daun
dewasa sebanyak 4-6 lembar.3.4.2. Persiapan Tempat
PenelitianPersiapan tempat penelitian dilakukan setelah penyemaian
benih, tempat penelitian ini menggunakan Rumah Kassa Fakultas
Pertanian Universitas Riau, sebelum digunakan terlebih dahulu rumah
kassa dibersihkan.3.4.3. Persiapan Medium Tanam Medium yang
digunakan adalah tanah inceptisol yang diambil dari tanah kebun
percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau pada kedalaman 20 cm
dari permukaan tanah, tanah yang diambil dimasukan kedalam polybag
berukuran 50 cm x 40 cm, setelah itu polybag disusun di rumah kassa
sesuai rancangan penelitian. 3.4.4. Pemberian PerlakuanPemberian
perlakuan kompos leguminosa dalam medium tanam diberikan 7 hari
sebelum tanam sebanyak 40% dari dosis perlakuan, 7 hari setelah
tanam sebanyak 30% dari dosis perlakuan dan 35 hari setelah tanam
sebanyak 30% dari dosis perlakuan. Pemberian dilakukan dengan
mencampur ke lubang tanam pada medium tanam dalam polybag pada
aplikasi pertama, untuk aplikasi selanjutnya diberikan dengan
membuat lubang disekitar tanaman.3.4.5. PenanamanPenanaman
dilakukan pada sore hari agar bibit tidak mengalami stres akibat
suhu yang tinggi. Setiap satu lubang tanam pada polybag ditanami
satu bibit cabai. Penanaman dilakukan dengan melepaskan medium
dalam polybag pembibitan, bibit beserta tanah dalam polybag
dimasukan kedalam lubang tanam diameter 6 cm dengan kedalaman 10 cm
pada polybag berukuran 50 cm x 40 cm. Setelah dilakukan penanaman,
selanjutnya dilakukan penyiraman dengan dosis penyiraman yang sama
per polybag nya.3.4.6. Pemeliharaan3.4.6.1. Penyiraman Tanaman
cabai membutuhkan pengairan yang cukup terutama pada saat fase
pertumbuhan vegetatif dan pembesaran buah, oleh sebab itu dilakukan
penyiraman secara rutin pada pagi dan sore hari dengan dosis
penyiraman yang sama per polybag nya.3.4.6.2. PenyulamanPenyulaman
dilakukan pada tanaman cabai apabila ada bibit yang mengalami
pertumbuhan abnormal, layu dan terserang hama atau penyakit.
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengganti tanaman tersebut
dengan tanaman yang berumur sama serta memiliki perlakuan yang sama
yang telah dipersiapkan sebelumnya. Waktu penyulaman adalah minggu
pertama setelah pindah tanam dan dilakukan pada sore hari agar
bibit tidak mengalami stres akibat suhu yang tinggi.3.4.6.3.
PemupukanPada percobaan ini pupuk anorganik diberikan 14 hari
setelah tanam yaitu sebanyak 50% dari rekomendasi yang dianjurkan,
dimana pupuk Urea diberikan 2 gram/tanaman, SP36 5 gram/tanaman dan
KCL 5 gram/tanaman (Pracaya, 2001).3.4.6.4.Penyiangan Pelaksanaan
penyiangan disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan gulma yang ada
disekitar medium dalam Polybag. Penyiangan dilakukan dengan cara
manual dengan mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag,
dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman
cabai.3.4.6.5. Perempelan Perempelan merupakan kegiatan
pemeliharaan dengan membuang beberapa bagian tanaman muda. Apabila
tidak dilakukan perempelan, tanaman akan mempunyai bentuk yang
kurang baik dan mengurangi kemampuan produksi tanaman. Perempelan
dilakukan terhadap tunas samping yang muncul sebelum pembungaan
agar tanaman tumbuh besar terlebih dahulu. Perempelan dilakukan
pada daun-daun tua, bunga pertama dan seluruh tunas yang keluar
dari ketiak daun di bawah percabangan pertama. Perempelan dilakukan
pada pagi hari karena tunas tersebut masih mudah dipotong.3.4.6.6.
Pemasangan turus Pemasangan turus dilakukan setelah tanaman cabai
berumur 30 hari setelah tanam, dengan jarak kira-kira 10 cm dari
batang tanaman. Tanaman cabai memerlukan turus supaya tidak rebah
karena tiupan angin.3.4.6.7.Pengendalian Hama Pengendalian hama
dilakukan pada pagi hari dengan cara penyemprotan Insektisida
nabati berbahan dasar daun tanaman nimba, dilakukan antara pukul
07001000. 3.4.7.Panen Panen dilakukan pada pagi hari terhadap buah
cabai yang telah memenuhi kriteria panen. Adapun kriteria panen
meliputi warna cabai sudah merah merata dengan bentuk buah padat
atau tidak lunak. Pemanenan dilakukan dengan cara mendorong tangkai
buah keatas atau kearah berlawanan dari tangkai buah. Pemanenan
dilakukan 3 hari sekali sampai 6 kali panen.
3.5. PengamatanPengamatan dilakukan menggunakan standar
Descriptors for Capsicum (IPGRI, 1995), parameter yang diamati
sebagai berikut :3.5.1. Umur berbunga (HSS) Umur berbunga diamati
dengan cara menghitung jumlah hari yang di butuhkan tanaman untuk
berbunga, mulai dari persemaian hingga muncul nya bunga pertama.
Tanaman cabai dikatakan sudah mencapai umur berbunga bila 50% dari
seluruh sampel telah berbunga.
3.5.2. Umur panen (HSS) Pengamatan umur panen dilakukan dengan
menghitung jumlah hari dari persemaian hingga mencapai panen
pertama. Tanaman cabai dikatakan sudah mencapai umur panen bila 50%
dari seluruh sampel telah memiliki buah masak pada percabangan
pertama.3.5.3. Tinggi tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman
dilakukan dengan mengukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh
tertinggi tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setelah
panen kedua.3.5.4. Tinggi dikotomus (cm) Dikotomus adalah
percabangan pertama yang muncul dari batang utama. Pengamatan
tinggi dikotomus diukur dari pangkal batang sampai cabang
dikotomus. Pengamatan tinggi dikotomus dilakukan satu kali setelah
panen kedua. 3.5.5. Diameter batang (mm) Pengamatan diameter batang
dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Diameter batang diukur
pada batang utama 5 cm diatas permukaan tanah. Pengamatan diameter
batang dilakukan setelah panen kedua.3.5.6. Lebar tajuk (cm)
Pengamatan lebar tajuk dilakukan dengan cara mengukur dari satu
titik ke titik yang lain pada bagian tajuk terlebar dengan
menggunakan meteran. Pengamatan lebar tajuk dilakukan setelah panen
kedua.
3.5.7. Bobot per buah (g) Pengamatan bobot per buah dilakukan
dengan cara menimbang bobot semua buah dan dibagi dengan jumlah
buah dari tanaman sampel mulai dari panen pertama sampai panen
terakhir.3.5.8. Panjang buah (cm) Pengamatan panjang buah dilakukan
dengan cara mengukur dari pangkal buah sampai pada ujung buah pada
10 buah dari tanaman sampel yang diambil secara acak dari panen
pertama sampai panen terakhir lalu dihitung rata-ratanya.
Pengamatan panjang buah dilakukan setelah panen kedua.3.5.9.
Diameter buah (mm) Pengamatan diameter buah dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong, dimana diameter buah diukur pada 10 buah
dari tanaman sampel yang diambil secara acak dari panen pertama
sampai panen terakhir lalu dihitung rata-ratanya. Pengamatan
diameter buah dilakukan setelah panen kedua.3.5.10. Bobot buah per
tanaman (g) Pengamatan bobot buah pertanaman dilakukan dengan
menimbang buah dari panen pertama hingga panen terakhir. Nilai
bobot buah per tanaman didapatkan dengan menjumlahkan bobot buah
tiap panen dibagi dengan jumlah tanaman sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1997. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan). Gadjah
Mada Universitas Press. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Cabai Nasional.
Jakarta
Damayanti, 1993. Manfaat dan Analisis Hara Pupuk Organik.
Purwakarta Jakarta.
Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau. 2003. Sekilas Tentang
Pengembangan Pupuk Hijau dengan Peggunaan Trichoderma sp. dalam
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan. Pekanbaru.
Hardar, Y.G.E. Harman and A.G. Taylor. 1984. Evaluation Of
Trichoderma Koningi and Trichoderma Harzianum From New York Soil
Biological.
IPGRI. 1995. Descriptors for Capsicum (Capsicum spp.).
International Plant Genetic Resources Institute 1995. Italia. 51
hal.
Krishnawati, D. 2003. Leguminosa Untuk Kesuburan Tanaman.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kartini, N.L 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Terhadap
Pertumbuhan Vegetative Tanaman Cabai Rawit. Skripsi. Fakultas
pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Kalie, F. 1995. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Mardhiansyah, M dan S.M. Widyastuti. 2007. Potensi Trichoderma
Spp. Pada Pengomposan Sampah Organik Sebagai Media Tumbuh dalam
Mendukung Daya Hidup Semai Tusam (Pinus Merkusii Jung. Et de
Vries). Sagu 1 (6):29-23.
Mulat, T. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kompos Pupuk Organik
Berkualitas. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Masnur, 2001. Kompos sebagai sumber hara tanaman . Instalasi
Pendidikan dan Pengkajian Teknologi Pertanian ( IPPTP ).
Mataram.
Nick, 2010. Pupuk Kompos Mencegah Pencemaran. www. pupukkompos
mencegahpencemaran.or.id/komposleguminosa.htm. Diakses pada tanggal
7 Desember 2013.
Novizan. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk yang Efektif. Agro
Media Pustaka. Jakarta
Prajnanta, F. 1999. Agribisnis Cabai Merah. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Prajnanta, F, 1999. Budidaya Cabai Rawit Hibrida. Panah Merah.
Purwakarta. Jawa Barat.
Pracaya H, 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Kanisius.
Yogyakarta.
Prihmantoro, H. 2001. Hidroponik Tanaman Semusim untuk Bisnis
dan Hoby. Penebar Swadaya. Jakarta.
Puspita, F.,Elfina Y. dan Imelda, R. 2007. Aplikasi Dregs dan
Trichoderma Sp Terhadap Perkembangan Penyakit Kelapa Sawit dan Pada
Medium Gambut di Pembibitan Utama. Laporan Penelitian (Tidak
dipublikan)
Puspita, F.,Elfina Y. dan Imelda, R. 2007. Aplikasi Dregs dan
Trichoderma Psiodokoningi. Untuk mengendalikan Ganoderma Boninense
Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Kelapa Sawit di
Pembibitan Awal. Artikel Ilmiah sudah di Seminarkan ditingkat
Nasional, Yogyakarta, 2008.
Rifai. M.A. 1969. A Revision Of The Ganus Trichoderma.
Mycological Paper, No.16. Common Wealth Mycological Institute Kew,
Surrew, England.56 Hal.
Rukmana, R. 1995. Budidaya Cabai Merah Hibrida. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Suseno, S. 2002. Cabai dan tingkat Produktivitas nya, Trubus
No.319 Th XXVII. Jakarta.
Sutedjo, M,M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rina Cipta.
Jakarta.
Soepandji, 2002. Teknik Perawatan serta Pengendalian Hama dan
Penyakit Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Steel, R.G.D., dan Torrie,J.H. 1994. Prinsip dan Prosedur
Statistika Suatu Pendekatan Biometik. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Tarmuzi, 1998. Tata Cara Pengolahan Lahan, Penyiapan Bibit, dan
Pemanenan Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta
Wudianto, 2003. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya.
Jakarta.Wirakusumah, 1999. Teknik Budidaya Tanaman Cabai Beserta
Pemeliharaanya. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yulensri, lucida dan henny. 2007. Kesuburan Tanah. Tim Penulis
BKPM Budidaya Tanaman Pangan. Politeknik Pertanian Payakumbuh.
Payakumbuh.
Lampiran 1. Jadwal Rencana Kegiatan PenelitianKegiatanBulan
JanuariFebruariMaretApril
1234123412341234
Persemaiaan dan Pemeliharaan Bibit
Persiapan Tempat Penelitian
Persiapan Medium Tanam
Pemberian Perlakuan
Penanaman ke polybag
Penyisipan
Pemasangan turus
Pemupukan anorganik setengah dosis anjuran
Penyiramanvv
Penyiangan gulma
Pengendalian hama
Panen
Pengamatan tanaman
Pengolahan data
Lampiran 2. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas SSP IPB (Terdaftar
No. 65/PVHP/2012)
Asal Tanaman : Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPBProduktivitas : 700 800 g/tanamanRasa : Pedas (kandungan
Kapsaicin 967 ppm)Panjang buah : 12 15 cmBobot per buah : 8 10
gWaktu tanam : Sepanjang tahunJarak tanam : 50 x 60 cmUmur pindah
tanam : 5 6 minggu setelah semaiUmur panen : 70 80 hari setelah
tanam% tumbuh : 85 %Umur berkecambah : 5 7 hariKebutuhan benih :
150 180 g/haJumlah tanam/ha : 20.000 - 25.000
Lampiran 3. Denah Penelitian Rancangan Acak Lengkap ( RAL
)K2bI
K2aI
K2aII
K0bI
K2bII
K0aI
U K4bII
K4aII
K2bIII
K1aII
K1bII
K2aIII
K1bIII
K1aIII
K4bIII
K4aIII
K3bI
K3aI
60 cm
K3bIII
K3aIII
K1aI
K0bIII
K1bI
K0aIII
50 cm K0bII
K0aII
K4aI
K3bII
K4bI
K3aII
60 cm
Keterangan : K0, K1, K2, K3, K4 : Perlakuan I, II, III :
UlanganJarak polybag di dalam unit percobaan : 50 cmJarak antar
unit percobaan : 60 cm
Lampiran 4. Perhitungan Beberapa Dosis Kompos Leguminosa pada
Unit Percobaan
1. Pupuk Leguminosa per hektar = 20 ton/haBerat tanah per hektar
= 2x106 kg (2.000.000 kg)Berat tanah per polybag =10 kgPerhitungan
dosis pupuk per polybag = 0.1 kg (100 gram)2. Pupuk Leguminosa per
hektar = 30 ton/haBerat tanah per hektar = 2x106 kg (2.000.000
kg)Berat tanah per polybag =10 kgPerhitungan dosis pupuk per
polybag = 0.15 kg (150 gram)3. Pupuk leguminosa per hektar = 40
ton/haBerat tanah per hektar = 2x106 kg (2.000.000 kg)Berat tanah
per polybag =10 kgPerhitungan dosis pupuk per polybag = 0.2 kg (200
gram)4. Pupuk leguminosa per hektar = 50 ton/haBerat tanah per
hektar = 2x106 kg (2.000.000 kg)Berat tanah per polybag =10
kgPerhitungan dosis pupuk per polybag = 0.25 kg (250 gram)
Lampiran 5. Cara pembuatan kompos leguminosa
Bahan dan Alat yang digunakan :Bahan yang digunakan adalah
leguminosa sebanyak 40 kg ( netto), pupuk kandang sebanyak 16% dari
40 kg (6,4 kg), pupuk Urea sebanyak 1% dari 40 kg (0,4 kg), pupuk
TSP sebanyak 1% dari 40 kg (0,4 kg), pupuk Dolomit sebanyak 1% dari
40 kg (0,4 kg), Trichoderma sp. sebanyak 5% dari 40 kg (2 kg) dan 3
liter air.Sedangkan alat yang digunakan adalah mesin pencincang
leguminosa, ember, timbangan, garu, parang, gerobak sorong, terpal
plastik ukuran 10x5, meter dan cangkul.Cara pembuatan :a) Sediakan
leguminosa dengan mengambil dilapangan menggunakan parang dan
diangkut menggunakan gerobak sorong, selanjutnya dibawa ketempat
mesin pencincangan.b) Lakukan pencincangan leguminosa dengan
menggunakan mesin pencincang atau pencacah leguminosa hingga empat
kali pencincangan sampai leguminosa menjadi halus.c) Setelah
dicincang, selanjutnya dilakukan pemilahan leguminosa dengan
kotoran-kotoran yang menempel pada legum.d) Setelah dipilah,
selanjutnya legum dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 6,4 kg dan
letakan campuran tersebut di atas terpal plastik yang telah
disediakan, susun campuran tersebut berbentuk persegi sebanyak
empat lapis.e) Lapisan pertama disusun sebanyak 10 kg leguminosa
dan taburkan secara merata di atas permukaan leguminosa 1 kg
trichoderma sp. dan 0,1 kg Urea, 0,1 kg TSP, 0,1 kg dolomit, begitu
selanjut nya sampai lapisan keempat hingga ketebalan lapisan
mencapai 30 cm.f) Setelah sampai pada lapisan keempat, taburi
dengan bahan organik tipis di atas nya.g) Tutup lapisan tersebut
dengan terpal plastik hingga rapat.h) Lakukan pengamatan seminggu
sekali dengan mengaduk kompos setiap minggu nya.i) Pada minggu
keempat kompos telah terdekomposisi secara sempurna sehingga sudah
bisa untuk digunakan.
Lampiran 6. Cara pembuatan pestisida nabati berbahan dasar daun
tanaman nimba
Bahan dan Alat yang digunakan :1) Air aquades1 liter, 2) Alcohol
70% 1 cc, 3) daun nimba 50 g, 4) Penumbuk/penghalus, 5)
Baskom/ember, 6) Sprayer,7) Penyaring.
Cara pembuatan :a) Daun nimba sebanyak 50 g ditumbuk halus dan
diaduk dengan alcohol 70 % sebanyak 1 cc,b) Setelah ditumbuk dan
diaduk selanjutnya diencerkan dengan 1 liter air aquades,c)
Endapkan larutan selama 12 jam dan lakukan penyaringan, d) Setelah
dilakukan penyaringan, pestisida nabati telah siap di aplikasikan
pada tanaman,e) Aplikasi mulai terlihat atau bekerja setelah 2 3
hari setelah aplikasi.