Top Banner
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013 (STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA) SKRIPSI OLEH I GEDE DANA SANTIKA NIM. 1113021077 JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2015
492

Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

Mar 08, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA

DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013

(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)

SKRIPSI

OLEH

I GEDE DANA SANTIKA

NIM. 1113021077

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2015

Page 2: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA

DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013

(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Pendidikan Ganesha

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Pendidikan Fisika

OLEH

I GEDE DANA SANTIKA

NIM. 1113021077

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

JULI 2015

Page 3: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 4: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 5: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 6: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 7: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 8: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

Tentang Penulis Nama lengkap penulis adalah I Gede Dana Santika. Penulis berasal

dari sebuah keluarga petani di sebuah dusun kecil di Pulau Nusa

Penida, yaitu Banjar Metaki, Desa Klumpu, Kecamatan Nusa Penida.

Di masa kecilnya, penulis hobi memelihara burung kutilang dan

menanam tanaman pangan. Penulis tidak pernah mengeyam

pendidikan TK atau PAUD, padahal di daerah penulis saat itu sudah

ada TK. Pada waktu itu, penulis lebih suka membantu orang tua

mencari rumput untuk makanan sapi dibanding masuk TK. Pendidikan

keras dari kakek saat itu merupakan modal kesuksesan penulis saat

ini. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SDN 2

Klumpu. Penulis mendapat ranking 4 dari 14 siswa sejak kelas 1

sampai dengan kelas 4 SD. Baru setelah kelas 5 SD, penulis berhasil

mendapat ranking 3. Pada saat Ujian Nasional SD, penulis mendapat

NEM nomor 2 terbesar dari 14 siswa satu angkatannya. Karena

prestasi itulah, orang tua penulis, ditengah keadaan ekonomi yang

serba kekurangan, berusaha merayakan hari ulang tahun penulis sebagai sebuah hadiah atas

prestasi tersebut. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Nusa Penida. Pada saat itu, penulis

tinggal di rumah kos. Hari pertama penulis jauh dari kedua orang tua, penulis menangis karena

rindu. Penulis memasak sendiri makanan selama hidup di kos dengan menggunakan kompor

minyak yang dibelikan oleh orangtua di awal semester. Untuk menuju ke SMPN 2 Nusa Penida,

penulis harus mengayuh sepeda sejauh 10 km melewati jalan yang berbukit-bukit. Hari senin pagi

sekitar pukul 5, penulis sudah siap dengan sepeda polygon pemberian paman dan bekal makanan

yang telah disiapkan oleh ibu. Penulis mengayuh sepeda melewati jalan yang gelap tanpa ada

penerangan. Semester pertama di kelas 7, penulis memperoleh juara 2 umum. Kemudian untuk

semester selanjutnya, penulis selalu memperoleh juara 1 umum hingga lulus SMP. Pada saat SMP,

penulis selalu mempersulit guru-guru IPA-nya dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah

disiapkannya semalam sebelumnya. Bahkan pernah guru biologi penulis sampai harus bertanya ke

seorang dokter karena tidak bisa menjawab pertanyaan penulis. Minat dan bakat penulis akan

fisika mulai muncul sejak kelas 8 SMP. Penulis berhasil mengukir prestasi sebagai juara 3

olimpiade fisika tingkat SMP, yang diikuti oleh siswa dari 20 SMP di Kabupaten Klungkung. Karena

kecintaannya akan fisika, penulis bahkan pernah meminta ijin guru untuk mengikuti

pembelajaran fisika di kelas 7, padahal penulis saat itu sudah kelas 9.

Setelah lulus dari SMP, penulis melanjutkan

studi di SMAN 1 Nusa Penida. Selama

mengeyam pendidikan SMA, penulis mencetak

beberapa prestasi, diantaranya juara umum 1

dari kelas 10 sampai kelas 12; juara 2 siswa

teladan tingkat Kabupaten Klungkung; juara 2

lomba debat bahasa inggris tingkat Kabupaten

Klungkung, dan juara 1 olimpiade fisika tingkat

Kabupaten Klungkung. Penulis juga pernah

menjadi ketua OSIS SMAN 1 Nusa Penida. Sejak

SD sampai SMA, penulis tidak pernah

berbelanja di kantin. Bekal mingguan yang

diberikan orang tua hanya cukup untuk makan

di kos. Penulis sering memberikan jasa

pengerjaan tugas/PR kepada teman-teman

SMA untuk mendapatkan uang tambahan.

Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan studi

S1 di Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas

Pendidikan Ganesha, Singaraja, dengan

mendapatkan beasiswa BIDIKMISI penuh selama

4 tahun. Pada masa kuliah, penulis rajin

mengikuti kegiatan ilmiah, seperti Program

Kreativitas Mahasiswa (PKM). Setiap tahun,

PKM penulis selalu lolos dan didanai DIKTI.

Tercatat ada sekitar 8 PKM penulis yang telah

lolos dan didanai. Penulis juga aktif mengikuti

organisasi kemahasiswaan, seperti Himpunan

Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Fisika

dan Kelompok Kerja Karya Ilmiah Mahasiswa

(POKJA KIM) sebagai wakil ketua. Penulis

pernah menjadi pembuat soal olimpiade fisika

UNDIKSHA tingkat SMP se-Bali yang

diselenggarakan oleh HMJ Pendidikan Fisika.

Selama kuliah, penulis juga aktif mengajar les

privat. Penulis lulus S1 dengan IPK 3,60 dan

dengan predikat cumlaude.

Page 9: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

Skripsi ini ku persembahkan kepada:

SUMBER DARI SEGALANYA

puji syukur ku padamu untuk setiap nafas yang telah ku hembuskan ************

BAPAK DAN IBUKU TERCINTA

aku hidup di dunia ini adalah untuk membahagiakan kalian ************

UNTUK SEORANG PENEDUH HATI, ANUGERAH TERINDAH YANG PERNAH KU MILIKI

you are my definitely, kemanapun aku melangkah, kau yang menentukan arah ************

IBU ANGKATKU DI BRISBANE

thanks a million for the scholarship, the unlimited love, and the living thoughts ************

terimakasih atas ilmu yang telah kalian berikan semoga muridmu ini bisa menjadi guru yang sama baiknya dengan kalian

************

TEMAN-TEMAN KELAS 8A

terimakasih atas cerita persahabatan masa kuliah yang telah kalian tuliskan untukku ************

selalu semangat belajar dengan jujur, penuh kesadaran, dan penuh kebahagiaan

Page 10: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

ii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa karena

atas berkah dan rahkmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Tindak Pembelajaran Guru Fisika dalam Implementasi Standar Proses

Kurikulum 2013 (Studi Kasus di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja)”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Pendidikan

Fisika di Universitas Pendidikan Ganesha.

Skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya berkat kerja sama,

motivasi, arahan, bantuan, saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari berbagai

pihak. Sebagai rasa syukur dan hormat penulis, melalui kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada:

1. Drs. Ida Bagus Putu Mardana, M.Si., selaku Pembimbing I, dan Putu

Artawan, S.Pd., M.Si., selaku Pembimbing II yang telah berupaya dengan

penuh kesabaran, pengertian, serta ketelitian untuk memberikan bimbingan,

motivasi, arahan, petunjuk, saran dan kritik kepada penulis di tengah-tengah

kesibukan beliau, sejak awal penyusunan hingga selesainya skripsi ini.

2. Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing serta memberi motivasi kepada penulis selama mengikuti studi

di Jurusan Pendidikan Fisika.

3. Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd., selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha yang telah memfasilitasi

serta mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Jurusan Pendidikan Fisika Universitas

Pendidikan Ganesha yang telah banyak membantu, memfasilitasi, memberi

motivasi, serta membelajarkan penulis selama penyusunan skripsi ini.

Page 11: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

iii

5. I Putu Eka Wilantara, M.Pd., selaku kepala SMA Negeri 1 Singaraja yang

telah berkenan memfasilitasi penulis untuk melaksanakan penelitian di

sekolah yang dipimpinnya.

6. I Putu Mahardika, M.Pd., dan Ida Ayu Putu Surya Dewi, M.Pd., selaku guru

bidang studi mata pelajaran fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMA

Negeri 1 Singaraja atas segala bantuan dan kerja samanya selama penulis

melaksanakan penelitian.

7. Siswa-siswi kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja atas segala bantuan dan

kerja samanya selama penulis mengadakan penelitian.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa apa yang tersaji dalam

tulisan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua

dan bagi perkembangan dunia pendidikan terutama pendidikan fisika dalam masa

yang akan datang.

Singaraja, Juli 2015

Penulis

Page 12: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

iv

TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA

DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013

(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)

Oleh

I Gede Dana Santika, NIM. 1113021077

Jurusan Pendidikan Fisika

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan pemahaman guru tentang

Standar Proses Kurikulum 2013, (2) mendeskripsikan tindak guru dalam

perencanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (3)

mendeskripsikan tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013, (4) mendeskripsikan tindak guru dalam evaluasi

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, dan (5) mendeskripsikan

permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013, serta upaya penyelesaiannya.

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan pada semester genap

Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi

kasus. Subjek penelitian ini adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas

XI MIA SMAN 1 Singaraja, yang dipilih secara purposive sampling. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, wawancara

semiterstruktur, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara periodik

selama dan setelah pengumpulan data melalui tiga tahapan, yaitu (1) reduksi data,

(2) paparan data, serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi. Keabsahan data

ditentukan melalui uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan

konfirmabilitas.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut. (1) Guru

memahami bagian-bagian Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop

kurikulum dan teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Guru menilai bahwa

perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik bukan

merupakan hal yang baru karena dalam Kurikulum 2006, guru sering menerapkan

model pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan 5M. (2) Pada

perencanaan pembelajaran, guru menyiapkan RPP, LKS, dan media pembelajaran.

Kompenonen RPP yang dibuat sebagian besar masih mengikuti sistematika RPP

Kurikulum 2006. (3) Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru sebagian

besar telah sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013, yaitu memuat kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan menanya didominasi

oleh guru. Pertanyaan siswa tidak hipotetik, sehingga aspek-aspek pendekatan

saintifik yang dilakukan siswa seolah-olah terpisah (4) Evaluasi pembelajaran

yang dilakukan guru sebagian besar telah sesuai dengan Standar Proses

Kurikulum 2013, yaitu penilaian hasil belajar aspek sikap, pengetahuan, dan

keterampilan, program remedial, dan pengayaan. Namun demikian, sebagian

besar penilaian tidak dapat dilakukan secara periodik. (5) Sebagian besar

permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013 disebabkan oleh ketidaksesuaian antara banyaknya tugas guru

dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia.

Kata-kata kunci: tindak guru, pembelajaran fisika, Kurikulum 2013

Page 13: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

v

THE TEACHING ACTIONS OF PHYSICS TEACHERS IN THE

IMPLEMENTATION OF STANDARD PROCESS OF CURRICULUM 2013 (A CASE STUDY IN GRADE XI SCIENCE CLASS OF SMAN 1 SINGARAJA)

I Gede Dana Santika, NIM. 1113021077 Physics Education Department, the Faculty of Mathematics and Natural Sciences

Ganesha University of Education

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

This research aimed at: (1) describing the understanding of physics

teachers towards the Standard Process of Curriculum 2013, (2) describing the

teaching actions of physics teachers in implementing the teaching planning of

Standard Process of Curriculum 2013, (3) describing the teaching actions of

physics teachers in implementing the teaching process of Standard Process of

Curriculum 2013, (4) describing the teaching actions of physics teachers in

implementing the learning evaluation of Standard Process of Curriculum 2013,

and (5) describing the problems and difficulties found by physics teachers in the

implementation of Standard Process of Curriculum 2013 and the solutions.

This research was conducted over four months in the second semester of

the Academic Year 2014/2015. Qualitative case study method was used. The

subjects of this research were two physics teachers who taught in the grade XI

science class of SMAN 1 Singaraja. The subjects of the research were determined

by purposive sampling. The data were collected by participative observation,

semi-structured interview, and document study. The interactive analysis model of

Miles & Huberman was applied to analyze the data. The validity of the data was

determined by Moleong's four techniques, namely credibility, transferability,

dependability, and confirm ability.

The results reveal as follows. (1) The teachers understand all parts of the

Standard Process of Curriculum 2013 from the school curriculum workshop and

the soft copy of Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. The teachers claim that

the scientific approach is not a new learning approach since in the Curriculum

2006, the teachers have implemented various kind of cooperative learning model

that also provide scientific learning activities. (2) In the teaching planning, the

teachers prepare the lesson plan, the student worksheet, and the teaching media.

The components of the lesson plan are mostly still Curriculum 2006-based. (3)

The teaching processes delivered by the teachers are mostly in accordance with

the Standard Process of Curriculum 2013. However, the questioning activities are

dominated by the teachers. The students’ questions are not hypothetical, so that

the other aspects of scientific approach are not integrated well. (4) The learning

evaluation delivered by the teachers is mostly in accordance with the Standard

Process of Curriculum 2013. It is including the assessment of student’s attitude,

knowledge, and skill, the remedial program, and the enrichment. However, most

of the assessment cannot be done periodically. (5) The teachers’ problems and

difficulties in the implementation of the Standard Process of Curriculum 2013 are

mostly caused by the mismatch between the demands of the Standard Process of

Curriculum 2013 and the time allocation provided.

Keywords: the teaching actions, physics learning, and Curriculum 2013

Page 14: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

vi

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ....................................................................................................... ii

ABSTRAK ........................................................................................................ iv

ABSTRACT....................................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

1.2 Fokus Penelitian ........................................................................................... 9

1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................ 10

1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10

1.5 Manfaat Hasil Penelitian .............................................................................. 11

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kurikulum 2013 ........................................................................................... 13

2.2 Standar Proses Kurikulum 2013 ................................................................... 17

2.2.1 Perencanaan Pembelajaran ................................................................. 18

2.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran .................................................................. 22

2.2.3 Evaluasi Pembelajaran ........................................................................ 27

2.2.4 Pengawasan Proses Pembelajaran ....................................................... 31

2.3 Karakteristik Pembelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013 ........................... 33

2.4 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan .................................................. 36

2.4 Kerangka Berpikir ........................................................................................ 40

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Alasan Menggunakan Metode ................................................... 41

3.2 Rancangan Penelitian ................................................................................... 43

3.3 Situasi Sosial ................................................................................................ 46

3.4 Data dan Sumber Data Penelitian ................................................................. 47

Page 15: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

vii

3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 49

3.6 Instrumen Penelitian..................................................................................... 54

3.7 Teknik Analisis Data .................................................................................... 55

3.8 Pemeriksaan Keabsahan Data ....................................................................... 60

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................ 62

4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian .................................................. 62

4.1.2 Gambaran Umum Pembelajaran Fisika di SMA yang Diteliti ............. 64

4.1.3 Temuan Penelitian .............................................................................. 66

4.1.3.1 Pemahaman Guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013 ..... 67

4.1.3.2 Tindak Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Fisika

Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 ............................. 81

4.1.3.3 Tindak Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Fisika

Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 ............................. 94

4.1.3.4 Tindak Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013 ...........................................121

4.1.3.5 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013 dan Upaya Penyelesaiannya .......................133

4.2 Pembahasan .................................................................................................147

BAB 5. PENUTUP

5.1 Simpulan ......................................................................................................172

5.2 Saran ............................................................................................................176

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 178

LAMPIRAN .................................................................................................. 181

Page 16: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Konsep Kurikulum 2013 dengan KBK dan KTSP ....................... 16

2.2 Perbedaan Mata Pelajaran Kurikulum 2013 dengan KTSP ........................... 16

2.3 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Santifik ........................ 24

2.4 Hasil Analisis Kesesuaian Kegiatan Pembelajaran Pendekatan

Saintifik dengan Tujuan Pembelajaran di SMAN Mojokerto ........................ 38

3.1 Matriks Hubungan Fokus Penelitian dan Sumber Data ................................. 48

3.2 Kisi-kisi Pedoman Observasi (Checklist) ...................................................... 50

3.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ..................................................................... 52

3.4 Matriks Pengumpulan Data .......................................................................... 54

3.5 Teknik Pengkodean Data .............................................................................. 58

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Segitiga Tujuan Supervisi............................................................................. 32

3.1 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) .................................... 57

3.2 Alur Pengumpulan Data sampai dengan Analisis Data Penelitian ................. 59

Page 17: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

ix

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. ADMINISTRASI PENELITIAN Halaman

1.1 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian .....................................................181

1.2 Surat Pernyataan Informan Penelitian ...........................................................182

1.3 Agenda Pelaksanaan Penelitian ....................................................................185

LAMPIRAN 2. DOKUMEN SILABUS DAN RPP

2.1 Silabus ......................................................................................................... 188

2.2 RPP Guru A .................................................................................................199

2.3 RPP Guru B .................................................................................................207

LAMPIRAN 3. TRANSKRIP WAWANCARA PENELITIAN

3.1 Pedoman Wawancara ...................................................................................227

3.2 Transkrip Satu Wawancara Guru A ..............................................................248

3.3 Transkrip Dua Wawancara Guru A ..............................................................263

3.4 Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A ....................................................273

3.5 Transkrip Satu Wawancara Guru B ..............................................................285

3.6 Transkrip Dua Wawancara Guru B ...............................................................297

3.7 Transkrip Tiga Wawancara Guru B ..............................................................305

3.8 Transkrip Empat Wawancara Guru B ...........................................................314

3.9 Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B ....................................................325

3.10 Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah ...............................................338

3.11 Transkrip Satu Wawancara Pengawas Akademik .......................................341

LAMPIRAN 3. TEMUAN-TEMUAN DALAM TRANSKRIP

WAWANCARA PENELITIAN

3.1 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru A .........................346

3.2 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru A ..........................355

3.3 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A ...............361

3.4 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru B ..........................365

3.5 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru B ..........................373

3.6 Temuan-temuan dalam Transkrip Tiga Wawancara Guru B..........................384

Page 18: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

x

3.7 Temuan-temuan dalam Transkrip Empat Wawancara Guru B.......................392

3.8 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B................399

3.9 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah .............402

3.10 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Pengawas

Akademik ...................................................................................................404

LAMPIRAN 4. TRANSKRIP OBSERVASI PENELITIAN

4.1 Checklist Observasi Guru A .........................................................................406

4.2 Checklist Observasi Guru B .........................................................................413

4.3 Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru A ...................................................420

4.4 Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru A....................................................426

4.5 Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru A ...................................................430

4.6 Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru B ...................................................437

4.7 Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru B ....................................................449

4.8 Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru B ...................................................463

LAMPIRAN 5. DOKUMENTASI PENELITIAN ..........................................471

Page 19: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, melalui

Peraturan Bersama Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor

5496/C/KR/2014, menetapkan bahwa Kurikulum 2013 merupakan salah satu

kurikulum yang diberlakukan pada Tahun Pelajaran 2014/2015 (Kemendikbud,

2014b). Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya,

yaitu Kurikulum 2006. Menurut Kemendikbud (2013a), penyempurnaan tersebut

dikarenakan selama ini pembelajaran hanya terfokus pada pengembangan aspek

pengetahuan, sehingga dinilai menjadi penyebab berbagai persoalan yang

dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Persoalan yang dimaksud adalah (1) degradasi

citra bangsa; (2) dekadensi moral; (3) degradasi karakter bangsa; (4) degradasi

kepemimpinan nasional; (5) perkelahian antar pelajar; (6) narkoba; (7) korupsi,

kolusi, dan nepotisme (KKN); (8) plagiatisme; dan (9) kecurangan dalam ujian.

Sebagai bentuk revisi dari hal tersebut, maka tujuan pembelajaran dalam

Kurikulum 2013 ditekankan pada pengembangan empat Kompetensi Inti (KI),

yaitu KI-1 yang berhubungan dengan sikap spiritual, KI-2 yang berhubungan

dengan sikap sosial, KI-3 yang berhubungan dengan aspek pengetahuan, dan KI-4

yang berhubungan dengan aspek keterampilan (Kemendikbud, 2014a).

Page 20: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

2

Terdapat empat komponen dari delapan komponen Standar Pendidikan

Nasional yang disempurnakan dalam Kurikulum 2013 (Sutrisno, 2013). Salah satu

komponen tersebut adalah standar proses pembelajaran. Standar Proses adalah

kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan, yang

mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil

pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran (Kemendikbud, 2013d).

Perencanaan pembelajaran dalam Standar Proses Kurikulum 2013 meliputi

penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang secara umum memuat

indikator pencapaian hasil belajar siswa, materi pembelajaran, perangkat penilaian

pembelajaran, dan skenario pembelajaran, serta penyiapan media dan sumber

belajar (Kemendikbud, 2013d). RPP dibuat dengan mengacu pada silabus. Dalam

Kurikulum 2013, pengembangan silabus merupakan kewenangan pemerintah

pusat, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan

pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Dengan demikian, dalam Kurikulum

2013, guru tidak perlu lagi mengembangkan silabus karena telah disiapkan oleh

pemerintah pusat dan sama untuk seluruh sekolah pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah di Indonesia.

Pelaksanaan pembelajaran dalam Standar Proses Kurikulum 2013

merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan inti pembelajaran

dilakukan dengan menggunakan pendekatan saintifik, yaitu kegiatan pembelajaran

yang mengadopsi langkah-langkah ilmuwan dalam melakukan penelitian.

Pendekatan saintifik terdiri dari kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar

dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013d). Pelaksanaan pembelajaran

Page 21: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

3

dalam Kurikulum 2013 dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan

bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik

(Kemendikbud, 2014c).

Penilaian hasil belajar siswa dalam Kurikulum 2013 dilakukan melalui

penilaian autentik. Hal ini merupakan solusi dari permasalahan penilaian hasil

pembelajaran pada Kurikulum 2006 yang lebih dominan pada aspek pengetahuan.

Penilaian autentik merupakan metode penilaian yang menilai keseluruhan proses

pembelajaran, mulai dari masukan (input), proses (process) dan hasil (output)

pembelajaran, serta mencakup penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan

(Kemendikbud, 2013d). Teknik penilaian ini relevan dengan proses pembelajaran

berbasis pendekatan saintifik karena dapat menilai kemampuan peserta didik

dalam proses serta hasil pembelajaran.

Penilaian hasil pembelajaran dalam Kurikulum 2013 mengacu pada

teknik ketuntasan belajar (Kemendikbud, 2013a). Jika peserta didik dapat

mencapai kompetensi dasar (KD) yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4 dengan

nilai lebih dari atau sama dengan 2,66, maka peserta didik tersebut dinyatakan

sudah tuntas. Jika nilai peserta didik berada di bawah nilai tersebut, maka peserta

didik dinyatakan belum tuntas dan harus mengikuti program remedial. Sedangkan

penilaian kompetensi sikap (KI-1 dan KI-2), dilakukan dengan melihat profil

sikap peserta didik secara umum pada semua mata pelajaran, jika nilainya

berkategori baik (B), maka siswa dinyatakan lulus. Tetapi, jika nilai siswa di

Page 22: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

4

bawah B, yakni C atau K, maka harus dilakukan pembinaan secara holistik oleh

guru bimbingan dan konseling (BK), guru mata pelajaran, dan orang tua.

Kesuksesan implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 terletak pada

peran profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru adalah

orang yang berhadapan langsung dengan siswa, sehingga memberikan pengaruh

langsung terhadap keberhasilan pembelajaran siswa. Oleh karena itu, guru

dituntut memiliki kesiapan, kompetensi, komitmen, kesungguhan, dan tanggung

jawab terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013. Kompetensi yang dimaksud tidak

hanya pada penguasaan bahan ajar, tetapi guru juga harus mampu melakukan

pembelajaran yang menyenangkan, menarik, dan menantang bagi siswa.

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus mampu memberikan peluang bagi

siswa untuk mengoptimalkan keterampilan proses, sehinga siswa menjadi aktif

dalam belajar.

Kurikulum 2013 membawa perubahan mendasar terhadap peran guru

dalam pembelajaran. Secara administratif, pemerintah pusat telah menyiapkan

silabus, sehingga penyusunan silabus bukan lagi menjadi salah satu tugas

administrasi yang harus dilengkapi guru. Namun demikian, guru dituntut berperan

secara aktif sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran, yang memberikan

siswa pengalaman belajar ilmiah berbasis pendekatan saintifik. Disamping itu,

guru juga dituntut melakukan berbagai jenis penilaian untuk mengukur

ketercapaian pengembangan aspek pengetahuan, afektif, dan psikomotor siswa

(Alawiyah, 2014). Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para guru karena tidak

semua guru memiliki kompetensi tersebut. Sejak diterapkan pada Juli 2014,

banyak permasalahan yang dihadapi guru dalam menerapkan Standar Proses

Page 23: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

5

Kurikulum 2013. Permasalahan yang terjadi bersifat kompleks, mulai dari

pemahaman guru tentang konsep pembelajaran berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013, sampai dengan permasalahan dalam perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi pembelajaran. Berikut dipaparkan beberapa hasil penelitian yang

berhasil mengklarifikasi hal tersebut.

Pertama, Kustijono dan Wiwin (2014), dalam penelitiannya tentang

pandangan guru SMK di kota Surabaya terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013

dalam pembelajaran fisika berhasil mengungkap bahwa (1) guru berpandangan

belum sepenuhnya memahami prinsip pembelajaran, terutama yang terkait dengan

perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan ilmiah, perbedaan

pembelajaran parsial dengan pembelajaran terpadu, perbedaan pembelajaran yang

menekankan jawaban tunggal dengan pembelajaran yang membutuhkan jawaban

multi dimensi, perbedaan pembelajaran verbalisme dengan pembelajaran yang

aplikatif, dan pembelajaran yang berprinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa

saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas, (2) guru berpandangan belum

sepenuhnya memahami prinsip penilaian, diantaranya cara menilai kompetensi

sikap, cara menilai keterampilan, dan menyusun instrumen penilaian yang sesuai

kaidah, (3) guru berpandangan penyusunan RPP masih terkendala, terutama pada

sumber belajar, media pembelajaran yang bervariasi, media yang sesuai dengan

materi pembelajaran, pendekatan pembelajaran saintifik, penilaian autentik,

penilaian yang sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi, dan pedoman

penskoran, (4) guru berpandangan masih belum dapat melaksanakan kegiatan

pembelajaran yang sesuai dengan standar proses, yaitu guru belum terbiasa

menyampaikan kompetensi yang akan dicapai kepada siswa, belum melaksanakan

Page 24: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

6

pembelajaran kontekstual dan saintifik, belum memfasilitasi siswa mengolah atau

menganalisis informasi untuk membuat kesimpulan, belum menggunakan media

pembelajaran yang bervariasi, dan media yang digunakan belum menghasilkan

pesan yang menarik, dan (5) guru berpandangan masih belum dapat melaksanakan

penilaian sesuai standar, terutama yang berhubungan dengan cara

mengembangkan instrumen penilaian yang sesuai dengan kaidah, serta cara

mengembangkan rubrik penilaian dari instrumen yang dikembangkan tersebut.

Kedua, Wardani et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis

kesesuaian kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dengan tujuan

pembelajaran di SMAN Mojokerto” memperoleh data bahwa dari 22 RPP guru

biologi yang dianalisis, terdapat 3 RPP yang tidak mengembangkan pendekatan

saintifik dalam pembelajaran. Analisis lanjutan terhadap sisa 19 RPP tersebut

menunjukkan bahwa kesesuaian kegiatan mengamati dengan tujuan pembelajaran

adalah sebesar 81,81 dengan kategori sesuai. Sementara kesesuaian kegiatan

menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi data, serta mengkomunikasi dengan

tujuan pembelajaran adalah sebesar 57,58; 68,18; 65,15; dan 68,18 dengan

kategori kurang sesuai.

Ketiga, kendala guru dalam melakukan penilaian hasil belajar siswa.

Data hasil survei Hotline Pendidikan Jawa Timur menunjukkan bahwa setelah

hampir satu semester implementasi Kurikulum 2013, masih terdapat kebingungan

guru dalam melaksanakan penilaian sesuai tagihan Kurikulum 2013 (Malinda &

Susanto, 2014). Data lain dari Jawa Pos Metropolis (dalam Malinda & Susanto,

2014) menunjukkan sebanyak 64,59% guru belum dapat membuat RPP sesuai

Page 25: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

7

dengan tagihan Kurikulum 2013. Kendala dalam membuat RPP diduga berkaitan

dengan penyusunan instrumen penilaian yang ditagihkan dalam silabus.

SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu sekolah pengembangan

Kurikulum 2013 di Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali. Studi pendahuluan berupa

observasi awal yang dilakukan peneliti pada pelaksanaan pembelajaran fisika di

kelas XI MIA 6 SMA Negeri 1 Singaraja menemukan bahwa pembelajaran

dilakukan dengan metode diskusi, presentasi, dan tanya jawab, di mana siswa

duduk berkelompok, mendiskusikan masalah dari LKS, dan mempresentasikan

hasil diskusi kelompoknya. Sebelum diskusi dimulai, guru mengulas kembali

pembelajaran pada pertemuan sebelumnya, memberikan apersepsi, dan

menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dilakukan. Pada saat diskusi

berlangsung, siswa aktif mencari informasi dari berbagai buku dan internet, serta

aktif bertanya kepada guru. Guru aktif menuntun setiap kelompok memecahkan

permasalahan yang diberikan dengan cara mengaitkan permasalahan tersebut

dengan konsep yang telah dipelajari, serta fenomena fisis yang mudah dipahami

oleh siswa. Guru juga sering memberikan pertanyaan “mengapa” dan

“bagaimana” kepada siswa. Setelah diskusi berakhir, guru meminta perwakilan

setiap kelompok menyampaikan jawaban dari permasalahan yang termuat pada

LKS. Guru meminta tanggapan kelompok lain terhadap jawaban kelompok

tersebut. Terakhir, guru menyampaikan jawaban dari setiap permasalahan yang

sedang dibahas. Pada kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan hasil

pembelajaran, dilanjutkan dengan pemberian pekerjaan rumah dan penyampaian

rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

Page 26: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

8

Temuan tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar standar proses

pelaksanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 telah dilaksanakan dalam

pembelajaran fisika di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja. Temuan tersebut

juga menunjukkan bahwa komponen mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan dalam pendekatan saintifik

sudah terlaksana. Namun demikian, masih terdapat beberapa bagian Standar

Proses Kurikulum 2013 yang belum dilaksanakan secara maksimal, yaitu sebagai

berikut. (1) Aspek mengamati dan menanya dalam pendekatan saintifik belum

diupayakan dengan baik. Kegiatan mengamati dilakukan siswa hanya dengan

membaca buku. Guru tidak menampilkan gambar, animasi, atau video yang dapat

menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini dinilai menjadi salah satu penyebab

siswa tidak menyampaikan pertanyaan investigatif, sehingga kegiatan menanya

cenderung didominasi oleh guru. (2) Guru tidak menggunakan media

pembelajaran, sehingga beberapa siswa terlihat bingung dengan konsep

pembelajaran yang abstrak. Deskripsi konsep-konsep fisis yang abstrak dilakukan

guru melalui analogi fenomena fisis sederhana. Secara teori, hal tersebut dapat

membantu siswa “membayangkan” konsep fisis yang diberikan. Namun demikian,

guru juga harus memahami bahwa kemampuan kognitif siswa beranekaragam,

sehingga tidak semua siswa terbantu dengan analogi tersebut. Terhadap materi

pembelajaran yang abstrak, guru seharusnya menggunakan media pembelajaran

riil untuk membantu siswa memahami materi tersebut. (3) Guru tidak terlihat

melakukan penilaian selama pembelajaran. Padahal, penilaian observasi harus

dilakukan oleh guru secara berkesinambungan. Hal ini mungkin dikarenakan guru

lebih memprioritaskan pada pencapaian materi pembelajaran.

Page 27: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

9

Secara umum, tindak pembelajaran guru merupakan bentuk terjemahan

pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013 itu sendiri. Dengan

demikian, kualitas pemahaman yang rendah akan memberikan hasil implementasi

kurikulum yang rendah pula. Disamping itu, kompetensi guru juga sangat

menentukan kesuksesan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013.

Namun demikian, bukan berarti bahwa tindak pembelajaran guru dan semua

permasalahan serta kendala pembelajaran dipengaruhi oleh rendahnya kompetensi

dan pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013. Faktor eksternal

lain, seperti manajemen sekolah, kondisi fisik sekolah, kondisi siswa, ketersediaan

alokasi waktu, kewajiban guru di luar jam pembelajaran, dan manajemen

pengawasan akademik juga berpotensi mempengaruhi tindak serta permasalahan

guru dalam pembelajaran. Lebih ekstrim lagi, permasalahan tersebut mungkin

disebabkan oleh tingginya tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013 terhadap

proses pembelajaran, sehingga guru tidak mampu memenuhi semua tuntutan

tersebut.

Berdasarkan paparan tersebut, tindak pembelajaran guru dalam

implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 perlu diteliti untuk memperoleh

gambaran mendalam tentang pemahaman guru terhadap Standar Proses

Kurikulum 2013, tindak guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013,

permasalahan dan kendala guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013,

serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya. Gambaran tersebut akan

menunjukkan seberapa jauh Standar Proses Kurikulum 2013 telah dilaksanakan

dan apa permasalahan guru serta kekurangan Standar Proses Kurikulum 2013 di

lapangan. Gambaran tersebut dapat dijadikan sebagai acuan oleh pemerintah

Page 28: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

10

dalam memperbaiki dan menyempurnakan Standar Proses Kurikulum 2013.

Berdasarkan hal tersebut, digagas sebuah penelitian yang berjudul “Tindak

Pembelajaran Guru Fisika dalam Implementasi Standar Proses Kurikulum

2013 (Studi Kasus di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja)”.

1.2 Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada tindak pembelajaran guru fisika dalam

implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 di kelas XI MIA SMA Negeri 1

Singaraja. Tindak guru yang dimaksud adalah pemahaman guru tentang konsep

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013; perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

yang dilakukan guru; problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika

berbasis Standar Proses Kurikulum 2013; serta upaya yang telah dilakukan untuk

mengatasi problematika tersebut.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian yang telah dipaparkan,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013?

2) Bagaimana tindak guru dalam perencanaan pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013?

3) Bagaimana tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013?

4) Bagaimana tindak guru dalam evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013?

Page 29: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

11

5) Problematika apa yang dihadapi guru dalam penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013?

6) Upaya apa yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika guru dalam

penerapan Standar Proses Kurikulum 2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013.

2) Mendeskripsikan tindak guru dalam perencanaan pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013.

3) Mendeskripsikan tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013.

4) Mendeskripsikan tindak guru dalam evaluasi pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013.

5) Mendeskripsikan problematika guru dalam penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013.

6) Mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika

guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang rinci

mengenai tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses

Kurikulum 2013, yang meliputi praktik-praktik baik pembelajaran yang dilakukan

guru, serta permasalahan dan kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013

Page 30: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

12

yang dihadapi guru. Gambaran tersebut merupakan teori emperis yang dapat

dijadikan sebagai acuan oleh pemerintah dan praktisi pendidikan fisika dalam

mengembangkan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013.

1.4.2 Manfaat Praktis

A. Bagi Guru

Hasil penelitian ini merupakan data emperis tentang praktik-praktik baik yang

dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, serta kendala-kendala penerapan

Standar Proses Kurikulum 2013 yang dihadapi guru. Data tersebut dapat

dijadikan sebagai bahan refleksi personal oleh guru. Praktik-praktik baik yang

dilakukan guru dalam pembelajaran dapat dipertahankan dan ditingkatkan,

sedangkan kendala-kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 dapat

diatasi dengan solusi yang tepat.

B. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan oleh pemerintah dalam

mengembangkan model-model pelatihan Standar Proses Kurikulum 2013 yang

tepat.

Page 31: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2006. Tema

pengembangan Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan

peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Terdapat empat komponen dari

delapan komponen Standar Pendidikan Nasional yang disempurnakan dalam

Kurikulum 2013, yaitu Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses,

dan Standar Penilaian (Sutrisno, 2013).

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mencakup kompetensi pengetahuan

(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) yang diharapkan dapat

dimiliki peserta didik setelah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu

(Kemendikbud, 2013b). SKL diimplementasikan ke dalam pembelajaran melalui

Kompetensi Inti (KI). KI merupakan tingkat kemampuan yang harus dicapai oleh

peserta didik dalam suatu jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi Inti memuat 4

aspek, yaitu (1) spiritual, (2) sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Melalui aspek-aspek tersebut, peserta didik diharapkan memiliki sikap beriman,

rendah hati, mulia, menggunakan ilmunya untuk bangsa dan negara, serta

memiliki kreativitas.

Page 32: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

14

Standar Isi merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan

tingkat kompetensi peserta didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang

pendidikan tertentu (Kemendikbud, 2013c). Ruang lingkup materi dan tingkat

kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dirumuskan dalam Standar Isi

untuk setiap mata pelajaran. Mata pelajaran tingkat SMA/MA terdiri dari mata

pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran wajib terdiri dari mata

pelajaran kelompok A dan kelompok B. Mata pelajaran kelompok A terdiri dari

tujuh mata pelajaran yang dikembangkan oleh pusat dan berorientasi pada

kompetensi pengetahuan dan sikap. Mata pelajaran kelompok B terdiri dari tiga

mata pelajaran yang dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi oleh daerah.

Kelompok mata pelajaran peminatan terdiri dari Matematika dan Sains, Ilmu

Sosial dan Bahasa. Selain itu, dalam Kurikulum 2013, peserta didik juga dapat

mengikuti mata pelajaran lintas minat.

Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada

satuan pendidikan (Kemendikbud, 2013d). Pada Kurikulum 2013, tugas guru

adalah membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan memaksimalkan

proses pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan saintifik, yaitu kegiatan pembelajaran yang mengadopsi langkah-

langkah ilmuwan dalam melakukan penelitian. Pendekatan saintifik terdiri dari

kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan.

Semua kegiatan tersebut difasilitasi oleh guru dalam pembelajaran agar dapat

dilakukan oleh siswa. Pelaksanaan pembelajaran daalm Kurikulum 2013 tidak

berpusat pada guru, melainkan pada peserta didik dengan harapan dapat

Page 33: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

15

menjadikan peserta didik aktif, mandiri, dan disiplin dalam mencari pengetahuan,

layaknya seorang ilmuwan.

Pada Kurikulum 2013, dikembangkan pembelajaran langsung dan

pembelajaran tidak langsung. Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013,

dijelaskan bahwa pembelajaran langsung adalah kegiatan pembelajaran yang

direncanakan oleh guru dalam RPP. Sedangkan pembelajaran tidak langsung

merupakan imbas dari pembelajaran langsung, tetapi tidak direncanakan dalam

RPP. Pembelajaran langsung berkenaan dengan KI-3 dan KI-4 yang berturut-turut

memuat kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Sedangkan

pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan KI-1 dan KI-2 yang memuat

kompetensi sikap spiritual dan sosial. Kedua pembelajaran ini terjadi secara

terintegrasi dan tidak terpisah.

Standar Penilaian adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan

instrumen penilaian hasil belajar peserta didik (Kemendikbud, 2013e). Proses

penilaian pada Kurikulum 2013 dilakukan dalam bentuk penilaian autentik.

Penilaian autentik merupakan penilaian yang menilai keseluruhan proses

pembelajaran, mulai dari masukan (input), proses (process) dan hasil (output)

pembelajaran, yang mencakup penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam paparan materi tentang

implementasi Kurikulum 2013 pada Press Workshop di Pondok Cabe, 14 Januari

2014 (Kemendikbud, 2014e), menyatakan bahwa perbedaan konsep Kurikulum

2013 dengan KBK dan Kurikulum 2006 adalah seperti yang ditunjukkan pada

Tabel 2.1 berikut.

Page 34: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

16

Tabel 2.1 Perbedaan Kurikulum 2013 dengan KBK dan Kurikulum 2006

No KBK 2004 Kurikulum

2006 Kurikulum 2013

1 Standar Kompetensi Lulusan

diturunkan dari Standar Isi

Standar Kompetensi Lulusan

diturunkan dari kebutuhan

2 Standar Isi dirumuskan berdasarkan

Tujuan Mata Pelajaran (Standar

Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran)

yang dirinci menjadi Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mata Pelajaran

Standar Isi diturunkan dari

Standar Kompetensi Lulusan

melalui Kompetensi Inti yang

bebas mata pelajaran

3 Pemisahan antara mata pelajaran

pembentuk sikap, pembentuk

keterampilan, dan pembentuk

pengetahuan

Semua mata pelajaran harus

berkontribusi terhadap

pembentukan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan

4 Kompetensi diturunkan dari mata

pelajaran

Mata pelajaran diturunkan dari

kompetensi yang ingin dicapai

5 Mata pelajaran lepas satu dengan

yang lain, seperti sekumpulan mata

pelajaran terpisah

Semua mata pelajaran diikat oleh

kompetensi inti (tiap kelas)

Sumber: Kemendikbud (2014g)

Disamping memaparkan perbedaan konsep Kurikulum 2013 dengan

kurikulum seblumnya, Kemendikbud juga memaparkan perbedaan mata

pelajaran Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006 seperti yang ditunjukkan

pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Perbedaan Mata Pelajaran Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006

No Kurikulum 2006 Kurikulum 2013

1 Materi disusun untuk

memberikan pengetahuan

kepada siswa.

Materi disusun seimbang mencakup

kompetensi sikap, pengetahuan, dan

keterampilan.

2 Pendekatan pembelajaran

adalah siswa diberitahu

tentang materi yang harus

dihafal (siswa diberi

tahu).

Pendekatan pembelajaran berdasarkan

pengamatan, pertanyaan, pengumpulan data,

penalaran, dan penyajian hasilnya melalui

pemanfaatan berbagai sumber-sumber

belajar (siswa mencari tahu).

3 Penilaian pada

pengetahuan melalui

ulangan dan ujian.

Penilaian otentik pada aspek kompetensi

sikap, pengetahuan, dan keterampilan

berdasarkan portofolio.

Sumber: Kemendikbud (2014g)

Page 35: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

17

2.2 Standar Proses Kurikulum 2013

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Pasal 1 Ayat 1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada

satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses

dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang

telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.

Berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, prinsip

pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 adalah (1) dari peserta didik

diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu; (2) dari guru sebagai satu-satunya

sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; (3) dari pendekatan

tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; (4) dari

pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; (5) dari

pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; (6) dari pembelajaran yang

menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang

kebenarannya multi dimensi; (7) dari pembelajaran verbalisme menuju

Page 36: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

18

keterampilan aplikatif; (8) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan

fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); (9) pembelajaran yang

mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar

sepanjang hayat; (10) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi

keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun

karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran

(tut wuri handayani); (11) pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah,

dan di masyarakat; (12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja

adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas; (13)

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi

dan efektivitas pembelajaran; dan (14) pengakuan atas perbedaan individual dan

latar belakang budaya peserta didik (Kemendikbud, 2013d). Berdasarkan prinsip

pembelajaran tersebut, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan

pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan

pengawasan proses pembelajaran (supervisi akademik).

2.2.1 Perencanaan Pembelajaran

Menurut Kemendikbud (2013e), perencanaan pembelajaran dalam

Kurikulum 2013 meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

penyiapan media dan sumber belajar, serta penyiapan perangkat penilaian

pembelajaran dan skenario pembelajaran. RPP adalah rencana kegiatan

pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan

dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik. Setiap

pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan

sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,

Page 37: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

19

menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik. Kunandar (2013) menyatakan bahwa keberhasilan guru dalam

menyusun RPP pada perencanaan pembelajaran merupakan salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran

yang baik akan menghasilkan pelaksanaan pembelajaran yang baik pula. Oleh

karena itu, RPP yang disusun guru harus lengkap dan sistematis, sesuai dengan

tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013.

Wardani et al (2014) menyatakan bahwa RPP memiliki dua fungsi, yaitu

fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan. Fungsi perencanaan dari RPP yaitu

untuk membantu guru agar lebih siap dalam melakukan kegiatan pembelajaran,

sedangkan fungsi pelaksanaan dari RPP adalah untuk mengefektifkan proses

pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan. Oleh karena itu, hendaknya

guru memahami komponen-komponen RPP dan melaksanakan kegiatan

pembelajaran berdasarkan RPP yang telah dirancang.

Kemendikbud (2014d) menyatakan bahwa pengembangan RPP dilakukan

sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran. Namun demikian, RPP tersebut

perlu diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dapat

dilakukan oleh guru secara mandiri atau berkelompok di sekolah yang

dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP

juga dapat dilakukan oleh guru secara berkelompok antarsekolah atau

antarwilayah yang dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh dinas pendidikan

atau kantor kementerian agama setempat.

Page 38: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

20

A. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP

Dalam penyusunan RPP, guru harus memperhatikan perannya dalam

proses pembelajaran, yaitu tidak hanya sebagai fasilitator pembelajaran, tetapi

guru juga harus mampu bertindak sebagai motivator yang dapat membangkitkan

gairah dan nafsu belajar, serta mendorong siswa untuk belajar dengan

menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang sesuai. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa siswa memerlukan umpan balik dan tindak lanjut terhadap

hasil belajar mereka, di samping juga memerlukan penggunaan teknologi,

informasi, dan komunikasi (ICT) dalam proses pembelajaran (Stefani, 2008).

Berdasarkah hal tersebut, penyusunan RPP hendaknya memperhatikan

karakteristik siswa karena siswa tidak secara otomatis mampu terlibat aktif dalam

proses pembelajaran.

Kemendikbud (2014d) memaparkan bahwa prinsip-prinsip penyusunan

RPP dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (1) Setiap

RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD dari KI-1),

sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari

KI-4). (2) Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. (3)

Penyususnan RPP harus memperhatikan perbedaan individu siswa. Perbedaan

yang dimaksud adalah kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi

belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus,

kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan atau lingkungan siswa.

(4) Kegiatan pembelajaran yang direncanakan harus berpusat pada siswa. Proses

pembelajaran dirancang untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif,

inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar, menggunakan pendekatan saintifik

Page 39: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

21

yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan

mengomunikasikan. (5) Berbasis konteks, yaitu proses pembelajaran yang

menjadikan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar. (6) Berorientasi

kekinian, yaitu pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini. (7)

Mengembangkan kemandirian belajar. (8) Memberikan umpan balik positif,

penguatan, dan tindak lanjut pembelajaran berupa pengayaan, dan remedi. (9)

Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antar kompetensi dan atau antar muatan.

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD,

indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP

disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas

mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. (10) Memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun dengan mempertimbangkan

penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan

efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

B. Komponen-Komponen RPP

Kemendikbud (2014a) menyatakan bahwa komponen RPP yang dituntut

dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (1) Data sekolah,

mata pelajaran, kelas, dan semester. (2) Materi pokok. (3) Alokasi waktu. Alokasi

waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban

belajar, dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam

silabus dan KD yang harus dicapai. (4) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi.

Indikator untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam

Page 40: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

22

bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap, yang gejalanya dapat

diamati sebagai dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4. Indikator untuk

KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku

spesifik yang dapat diamati dan terukur. (5) Tujuan pembelajaran. Tujuan

pembelajaran dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja

operasional yang dapat diamati dan diukur, serta mencakup aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. (6) Deskripsi materi pembelajaran. Materi

pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru,

sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, dan konteks

pembelajaran dari lingkungan sekitar, yang dikelompokkan menjadi materi untuk

pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial. (7) Kegiatan pembelajaran yang

terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti yang memuat pendekatan saintifik

(5M), dan kegiatan penutup. Pada kegiatan inti, kelima aspek pendekatan saintifik

(5M) tidak harus muncul seluruhnya dalam satu pertemuan, tetapi dapat

dilanjutkan pada pertemuan berikutnya, tergantung pada cakupan muatan

pembelajaran. Pada setiap langkah pembelajaran, dapat digunakan berbagai

metode dan teknik pembelajaran. (8) Penilaian, yang terdiri dari teknik penilaian,

instrumen penilaian, serta remedial dan pengayaan. (9) Media, alat, bahan, dan

sumber belajar yang sesuai dengan materi pembelajaran.

2.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 merupakan penerapan

RPP yang telah dibuat oleh guru. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru

diwajibkan menggunakan pendekatan saintifik yang diperkuat dengan model

pembelajaran berbasis penyingkapan atau penelitian (discovery and inquiry

Page 41: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

23

learning), model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), dan

model pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah

(project based learning). Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Penjelasan masing-masing

bagian tersebut adalah sebagai berikut.

A. Kegiatan Pendahuluan

Berdasarkan Kemendikbud (2013a), dalam kegiatan pendahuluan, guru

dituntut untuk melaksanakan kegiatan berikut. (1) Mengkondisikan suasana

belajar yang menyenangkan. (2) Mendiskusikan kompetensi yang sudah dipelajari

dan dikembangkan sebelumnya, kaitannya dengan kompetensi yang akan

dipelajari dan dikembangkan. (3) Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai

dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. (4) Menyampaikan garis besar

cakupan materi dan kegiatan yang akan dilakukan. (5) Menyampaikan lingkup

dan teknik penilaian yang akan digunakan.

B. Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai

kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang

yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,

minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan

pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan

karakteristik siswa. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan proses mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

Page 42: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

24

Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran, kegiatan belajar, dan

kompetensi yang dikembangkan secara umum dalam pembelajaran berbasis

pendekatan saintifik.

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Santifik

No Langkah

Pembelajaran Kegiatan Belajar

Hasil Belajar

Langsung

(KI 3 & KI 4)

Hasil Belajar

Tidak

Langsung

(KI 1 & KI 2)

1 Mengamati Mengamati

dengan indra

(membaca,

mendengar,

menyimak,

melihat,

menonton, dan

sebagainya)

dengan atau tanpa

alat.

Catatan yang

dibuat tentang

yang diamati, data

yang

dikumpulkan dari

hasil pengamatan.

Bersyukur,

mengagumi

Tuhan, rasa

ingin tahu,

kritis, teliti,

tekun, berpikir

terbuka

2 Menanya Membuat dan

mengajukan

pertanyaan, tanya

jawab, berdiskusi

tentang informasi

yang belum

dipahami,

informasi

tambahan yang

ingin diketahui,

atau sebagai

klarifikasi.

Jenis, kualitas,

dan jumlah

pertanyaan yang

diajukan siswa

(pertanyaan

faktual,

konseptual,

prosedural, dan

hipotetik).

Rasa ingin

tahu, kritis,

kreatif

3 Mengumpul-

kan Informasi

Mengeksplorasi,

mencoba,

berdiskusi,

mendemonstrasik

an, meniru

bentuk/gerak,

melakukan

eksperimen,

membaca sumber

lain selain buku

teks,

mengumpulkan

data dari nara

sumber melalui

Jumlah dan

kualitas sumber

yang

dikaji/digunakan,

kelengkapan

informasi,

validitas

informasi yang

dikumpulkan, dan

instrumen/alat

yang digunakan

untuk

mengumpulkan

data.

Rasa ingin

tahu, kritis,

jujur, objektif,

menghargai

data, tekun,

teliti, kreatif,

bekerjasama,

bertanggung

jawab, disiplin

Page 43: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

25

angket dan

wawancara.

4 Mengasosiasi

Mengolah

informasi yang

sudah

dikumpulkan,

menganalisis data

dalam bentuk

kategori,

menghubungkan

fenomena/inform

asi yang terkait

dalam rangka

menemukan suatu

pola, dan

menyimpulkan.

Mengembangkan

interpretasi,

struktur baru,

argumentasi, dan

kesimpulan

mengenai

keterkaitan

informasi dari dua

atau berbagai

jenis

fakta/konsep/teori

/pendapat; dari

dua sumber atau

lebih yang tidak

bertentangan; dan

dari berbagai

jenis sumber.

Rasa ingin

tahu, kritis,

jujur, objektif,

menghargai

data, tekun,

teliti, kreatif,

bekerjasama,

bertanggung

jawab, disiplin,

menghargai

pendapat

teman

5 Mengkomunik

asikan

Menyajikan

laporan dalam

bentuk bagan,

diagram, atau

grafik; menyusun

laporan tertulis;

dan menyajikan

laporan meliputi

proses, hasil, dan

kesimpulan secara

lisan

Menyajikan hasil

kajian (dari

mengamati

sampai menalar)

dalambentuk

tulisan, grafis,

media elektronik,

multi media dan

lain-lain

Rasa ingin

tahu, kritis,

jujur, kreatif,

bekerjasama,

bertanggung

jawab, disiplin,

menghargai

pendapat

teman

Dimodifikasi dari Kemendikbud (2014a)

Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dijelaskan bahwa alur

pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan

mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk

melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan

membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih

mereka untuk memperhatikan hal yang penting dari suatu benda atau objek.

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada siswa

untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca. Guru

Page 44: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

26

membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan

objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep,

prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual

sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa

masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat

di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan

bertanya tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa terlatih

dalam bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan

tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam

dari sumber yang ditentukan guru sampai dengan sumber yang ditentukan sendiri

oleh siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Tindak lanjut

dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber

melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca buku atau

mengakses internet, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau

bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah

informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu

mengasosiasi informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan

informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil

berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah

menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari

informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola tersebut. Hasil tersebut

disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau

kelompok peserta didik. Dalam setiap kegiatan, guru harus memperhatikan

perkembangan sikap siswa pada kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2, antara lain

Page 45: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

27

mensyukuri karunia Tuhan, jujur, teliti, kerjasama, toleransi, disiplin, taat aturan,

menghargai pendapat orang lain, seperti yang tercantum dalam silabus dan RPP

(Kemendikbud, 2014c).

C. Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup terdiri atas (1) kegiatan guru bersama siswa, yaitu (a)

membuat rangkuman atau simpulan pelajaran; (b) melakukan refleksi terhadap

kegiatan yang sudah dilaksanakan; dan (c) memberikan umpan balik terhadap

proses dan hasil pembelajaran; dan (2) kegiatan guru, yaitu (a) melakukan

penilaian; (b) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran

remedi, program pengayaan, layanan konseling dan atau memberikan tugas, baik

tugas individual maupun kelompok, sesuai dengan hasil belajar siswa; dan (c)

menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

2.2.3 Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran merupakan proses membuat keputusan tentang

hasil belajar siswa. Tindakan evaluatif dapat dilakukan oleh guru melalui proses

asesmen. Asesmen atau penilaian adalah proses mengumpulkan informasi tentang

siswa dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan instruksional

(Arends, 2008). Dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan bahwa

penilaian hasil belajar peserta didik dalam Kurikulum 2013 mencakup kompetensi

sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang dilakukan secara berimbang sehingga

dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap

standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup

Page 46: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

28

materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan

proses.

Standar Penilaian Kurikulum 2013 mengacu pada ketuntasan belajar

(Kemendikbud, 2013a). Jika peserta didik dapat mencapai KD yang

dikembangkan dari KI-3 dan KI-4 dengan nilai lebih dari atau sama dengan 2,66,

maka peserta didik tersebut dinyatakan sudah tuntas. Jika di bawah nilai tersebut,

maka peserta didik dinyatakan belum tuntas dan segera dilakukan program

remedial. Penilaian kompetensi sikap (KI-1 dan KI-2) dilakukan dengan melihat

profil sikap peserta didik secara umum pada semua mata pelajaran, jika nilainya

berkategori baik (B), maka dinyatakan lulus, tetapi jika nilai siswa di bawah B,

yakni C dan K, maka harus dilakukan pembinaan secara holistik oleh guru

Bimbingan dan Konseling (BK), guru mata pelajaran, dan orang tua.

Kemendikbud (2013e) menyatakan bahwa penilaian pembelajaran dalam

Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic

assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh.

Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas,

gaya belajar, dan perolehan belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan

dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant

effect) dari pembelajaran. Melalui pendekatan penilaian otentik ini, penilaian

dilakukan melalui berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance),

penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek,

penilaian produk, penilaian dari kumpulan hasil karya siswa (portofolio), dan

penilaian diri. Cara-cara penilaian tersebut kemudian dibagi menjadi tiga

kelompok kompetensi yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Page 47: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

29

Dalam menilai kompetensi pengetahuan, guru menggunakan tes tulis, tes

lisan, dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian jawaban

singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi

pedoman penskoran. Bentuk instrumen tes tulis pada pembelajaran SMA lebih

diarahkan pada pilihan ganda dan uraian. Instrumen tes lisan berupa daftar

pertanyaan. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan atau proyek yang

dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

Penilaian kompetensi sikap dilakukan melalui teknik observasi, penilaian

diri, penilaian teman sejawat (peer evaluation) oleh siswa, dan penilaian jurnal

yang dilakukan oleh guru. Pemaparan masing-masing teknik penilaian sikap

tersebut adalah sebagai berikut. (1) Observasi merupakan teknik penilaian yang

dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara

langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan pedoman observasi yang

berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. (2) Penilaian diri merupakan

teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan

kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. (3) Penilaian teman

sejawat merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling

menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. (4) Penilaian jurnal merupakan

catatan guru di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan

tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian teman

sejawat adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik,

sedangkan pada jurnal, instrument yang digunakan berupa catatan pendidik.

Page 48: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

30

Dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 dijelaskan bahwa guru

menilai kompetensi keterampilan siswa melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian

yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan

menggunakan tes praktik, tugas proyek, dan penilaian portofolio. (1) Tes praktik

adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu

aktivitas atau perilaku tertentu sesuai dengan tuntutan kompetensi. (2) Proyek

adalah tugas-tugas belajar (learning tasks), yang meliputi kegiatan perancangan,

pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. (3)

Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai

kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-

integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan atau kreativitas

siswa dalam kurun waktu tertentu.

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. (1) Objektif, berarti

penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.

(2) Terpadu, penilaian dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan

pembelajaran, dan berkesinambungan. (3) Ekonomis, penilaian bersifat efisien

dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya. (4) Transparan,

yaitu prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan

dapat diakses oleh semua pihak. (5) Akuntabel, berarti penilaian dapat

dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk

aspek teknik, prosedur, dan hasilnya. (6) Edukatif, berarti mendidik dan

memotivasi peserta didik dan guru.

Page 49: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

31

2.2.4 Pengawasan Proses Pembelajaran (Supervisi Akademik)

Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan

pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan

berkelanjutan. Glickman et al (dalam Kemendikbud, 2014d) menyatakan bahwa

supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan

kemampuannya melaksanakan pembelajaran. Supervisi akademik tidak terlepas

dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Sergiovanni (dalam

Kemendikbud, 2014d) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru

dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. (1) Apa yang sebenarnya terjadi di

dalam kelas? (2) Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam

kelas? (3) Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas

tersebut yang bermakna bagi guru dan siswa? (4) Apa yang telah dilakukan oleh

guru dalam mencapai tujuan akademik? (5) Apa kelebihan dan kekurangan guru

dan bagaimana cara mengembangkannya? Berdasarkan jawaban terhadap

pertanyaan-pertanyaan tersebut, diperoleh informasi mengenai kemampuan guru

dalam mengelola pembelajaran.

Supervisi akademik dilakukan dengan tujuan membantu guru

mengembangkan kompetensinya, mengembangkan kurikulum, mengembangkan

kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian tindakan kelas (Glickman

dalam Kemendikbud, 2014d). Selain itu, supervisi akademik memiliki fungsi

mendasar karena hasil supervisi akademik dapat berfungsi sebagai sumber

informasi bagi pengembangan profesionalisme guru. Tujuan supervisi akademik

digambarkan seperti berikut.

Page 50: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

32

Gambar 2.1 Segitiga Tujuan Supervisi (Kemendikbud, 2014d)

Kemendikbud (2014f) menjelaskan bahwa teknik supervisi akademik

dalam Kurikulum 2013 terdiri dari dua jenis, yaitu teknik supervisi individual dan

teknik supervisi kelompok. Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan

supervisi yang mengkhusus terhadap satu orang guru. Teknik supervisi individual

terdiri dari lima jenis kegiatan, yaitu kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan

individual, kunjungan antar kelas, dan penilaian diri sendiri. Teknik supervisi

kelompok adalah cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua

orang guru atau lebih. Guru-guru yang sesuai dengan analisis kebutuhan diduga

memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama,

dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu. Kemudian, mereka diberikan

layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka

hadapi. Menurut Gwynn (dalam Kemendikbud, 2014d), terdapat tiga belas teknik

supervisi kelompok, yaitu kepanitiaan-kepanitiaan, kerja kelompok, laboratorium

dan kurikulum, membaca terpimpin, demonstrasi pembelajaran, darmawisata,

kuliah/studi, diskusi panel, perpustakaan,organisasi profesional, buletin supervisi,

pertemuan guru, lokakarya atau konferensi kelompok.

Pengembangan

Profesionalisme

Pengendalian

Mutu

Penumbuhan

Motivasi

Page 51: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

33

Dalam Kurikulum 2013, supervisi akademik dilakukan oleh kepala

sekolah dan pengawas akademik dari dinas pendidikan (Kemendikbud, 2013d).

Tugas kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu menyusun

program supervisi yang dimulai dari merencanakan, melaksanakan, dan

melaporkan hasil supervisi akademik. Agar dapat melaksanakan kegiatan

supervisi dengan baik, kepala sekolah harus memiliki kompetensi membuat

program supervisi akademik. Program supervisi diatur dalam Permendikbud

Nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses, di mana pengawasan proses

pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi,

pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan.

Tindak lanjut hasil supervisi dilakukan segera setelah supervisor selesai

melakukan observasi. Pelaksanaan tindak lanjut diawali dengan melakukan

analisis kelemahan dan kekuatan guru. Hasil analisis dan catatan supervisor dapat

digunakan untuk mengembangkan kompetensi guru dalam melaksanakan

pembelajaran. Kemendikbud (2013e) menyatakan bahwa tindak lanjut hasil

supervise, yaitu (1) penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan

kinerja yang memenuhi atau melampaui standar dan (2) pemberian kesempatan

kepada guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesionalan

berkelanjutan.

2.3 Karakteristik Pembelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013

Menurut Kemendikbud (2014a), ilmu fisika merupakan (1) proses

memperoleh informasi melalui metode empiris, (2) informasi yang diperoleh

melalui penyelidikan yang kemudian ditata secara logis dan sistematis, dan (3)

suatu kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat

Page 52: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

34

dipercaya dan valid. Fisika sebagai proses atau metode penyelidikan meliputi cara

berpikir, sikap, dan langkah-langkah kegiatan saintis untuk memperoleh produk-

produk ilmu pengetahuan ilmiah melalui proses observasi, pengukuran,

merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data, bereksperimen, dan

memprediksi. Dalam konteks ini, fisika bukan sekadar cara bekerja, melihat, dan

cara berpikir, melainkan ‘science as a way of knowing’. Artinya, selain sebagai

proses, fisika juga meliputi kecenderungan sikap atau tindakan, keingintahuan,

kebiasaan berpikir, dan seperangkat prosedur.

Nilai-nilai fisika berhubungan dengan tanggung jawab moral, nilai-nilai

sosial, manfaat fisika dalam kehidupan manusia, sikap dan tindakan seseorang

dalam belajar atau mengembangkan fisika, serta terbentuknya sikap ilmiah,

misalnya keingintahuan, keseimbangan antara keterbukaan dan skeptis, kejujuran,

ketelitian, ketekunan, hati-hati, toleran, dan hemat. Dengan demikian, fisika dapat

dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, cara untuk melakukan

penyelidikan, serta sebagai kumpulan pengetahuan.

Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diprogramkan

dengan beberapa pertimbangan berikut (Kemendikbud, 2014a). Pertama, selain

untuk memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran fisika dimaksudkan

sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis yang berguna

untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata

pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu membekali

siswa pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan

untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri

Page 53: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

35

ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah,

serta berkomunikasi, sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Tujuan pembelajaran fisika menurut Peraturan Pemerintah Nomor 59

Tahun 2014 adalah sebagai berikut. (1) Menambah keimanan siswa dengan

menyadari hubungan keteraturan, keindahan alam, dan kompleksitas alam dalam

jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya. (2) Menunjukkan

perilaku ilmiah (rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, ulet, hati-hati,

bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif, dan peduli lingkungan) dalam

aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap ilmiah dalam melakukan

percobaan dan berdiskusi. (3) Menghargai kerja individu dan kelompok dalam

aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan

melaporkan hasil percobaan. (4) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif,

terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain. (5)

Mengembangkan pengalaman untuk menggunakan metode ilmiah dalam

merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,

merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan

menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan

tertulis. (6) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis

induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk

menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. (7) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta

mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri

sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Page 54: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

36

Mata pelajaran Fisika di SMA/MA merupakan mata pelajaran peminatan

MIPA dengan ruang lingkup materi pembelajaran sebagai berikut (Kemendikbud,

2014a). (1) Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum

Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar

gelombang elektromagnetik. (2) Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton

tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan

momentum, momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika. (3)

Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial dan

energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik dan arus

bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori atom,

relativitas, dan radioaktivitas.

2.4 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap beberapa

hasil penelitian yang relevan dengan tindak guru dalam pembelajaran berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013. Pertama, Kustijono dan Wiwin (2014), dalam

penelitiannya tentang pandangan guru SMK di kota Surabaya terhadap

pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran fisika, berhasil mengungkap

bahwa (1) guru berpandangan belum sepenuhnya memahami prinsip

pembelajaran, terutama yang terkait dengan perbedaan pendekatan kontekstual

dengan pendekatan ilmiah, perbedaan pembelajaran parsial dengan pembelaran

terpadu, perbedaan pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal dengan

pembelajaran yang membutuhkan jawaban multi dimensi, perbedaan

pembelajaran verbalisme dengan pembelajaran yang aplikatif, dan pembelajaran

yang berprinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di

Page 55: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

37

mana saja adalah kelas; (2) guru berpandangan belum sepenuhnya memahami

prinsip penilaian, yaitu cara menilai kompetensi sikap, cara menilai keterampilan,

dan cara menyusun instrumen penilaian yang sesuai kaidah; (3) guru

berpandangan penyusunan RPP masih terkendala terutama pada sumber belajar

(buku teks, internet, lingkungan alam, dan sosial), media pembelajaran yang

bervariasi, media yang sesuai dengan materi pembelajaran, pendekatan

pembelajaran saintifik, penilaian autentik, penilaian yang sesuai dengan indikator

pencapaian kompetensi, dan pedoman penskoran; (4) guru berpandangan masih

belum dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar

proses meliputi: belum terbiasa menyampaikan kompetensi yang akan dicapai

kepada siswa, belum melaksanakan pembelajaran kontekstual dan saintifik, belum

memfasilitasi kegiatan mengolah atau menganalisis informasi untuk membuat

kesimpulan, belum menggunakan media pembelajaran yang bervariasi, media

yang digunakan belum menghasilkan pesan yang menarik; dan (5) guru

berpandangan masih belum dapat melaksanakan penilaian sesuai standar

penilaian, terutama yang berhubungan dengan cara mengembangkan instrumen

penilaian yang sesuai dengan kaidah, serta cara mengembangkan rubrik penilaian

dari instrumen yang dikembangkan tersebut.

Kedua, hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Kemendikbud

(2013b) menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru SMA

pada Tahun Pelajaran 2013/2014 sudah sesuai (89%) dengan pembelajaran

Kurikulum 2013 menurut siswa. Siswa menyatakan diberi kesempatan untuk

mengamati, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan informasi, mengolah data

dan mengkomunikasikan hasil temuan (pendekatan pembelajaran saintifik). Selain

Page 56: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

38

itu, cara guru menyampaikan materi dapat dipahami dengan mudah, menarik dan

menyenangkan (80%). Selaku supervisi, kepala sekolah menilai bahwa pemberian

remidi dan pengayaan telah dipahami oleh guru (78%). Guru juga telah

memahami konsep penilaian autentik (85%).

Ketiga, Wardani et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis

kesesuaian kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dengan tujuan

pembelajaran di SMAN Mojokerto” menemukan bahwa dari 22 RPP guru biologi

yang dianalisis, terdapat 3 RPP yang tidak mengembangkan pendekatan saintifik

dalam pembelajaran. Analisis lanjutan terhadap sisa 19 RPP tersebut menunjukkan

hasil sebagai berikut.

Tabel 2.4 Hasil Analisis Kesesuaian Kegiatan Pembelajaran Pendekatan

Saintifik dengan Tujuan Pembelajaran di SMAN Mojokerto

Aspek

Pendekatan

Santifik

Kegiatan yang

Tercantun di

RPP

NKTP Penyebab KTP

Mengamati Mengamati

lingkungan

sekitar, charta,

video/film, serta

artikel atau teks

bacaan.

81,81

(sesuai)

Objek yang diamati tidak sesuai

dengan tujuan pembelajaran

kognitif dan psikomotor, serta

guru tidak mengembangkan

kegiatan mengamati, dan hanya

copy paste kegiatan mengamati

pada silabus.

Menanya Kegiatan menanya

dilaksanakan

berdasarkan hasil

dari kegiatan

mengamati.

57,85

(kurang

sesuai)

(1) Sebagian besar kegiatan

menanya dilaksanakan oleh

guru. Kegiatan menanya yang

demikian adalah tidak tepat

karena berdasarkan

Permendikbud Nomor 81A

Tahun 2013 kegiatan 5M adalah

kegiatan yang dilakukan oleh

siswa. Oleh karena itu, rumusan

kegiatan menanya pada RPP

memposisikan siswa sebagai

subyek yang mengajukan

pertanyaan. (2) Pertanyaan tidak

sesuai dengan materi yang

diajarkan. (3) Pertanyaan kurang

sesuai dengan tujuan

Page 57: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

39

pembelajaran kognitif.

Mengumpulkan

data

Mengamati

lingkungan

sekolah, diskusi,

studi literatur,

percobaan atau

eksperimen, serta

mengamati

gambar/charta.

68,18

(kurang

sesuai)

(1) Guru tidak melaksanakan

praktikum untuk mencapai

tujuan pembelajaran kognitif dan

psikomotor. (2) Kegiatan yang

direncanakan belum sepenuhnya

sesuai dengan tujuan

pembelajaran kognitif yang

dirumuskan.

Mengasosiasi Berdiskusi dan

menyimpulkan

data hasil

pengamatan,

praktikum dan

studi literatur yang

diperoleh dari

kegiatan

mengumpulkan

data.

65,15

(kurang

sesuai)

(1) Aspek yang didiskusikan

kurang memenuhi seluruh tujuan

pembelajaran kognitif, karena

kegiatan mengumpulkan data

juga kurang memenuhi tujuan

pembelajaran kognitif. (2)

Kegiatan mengasosiasi data

yang direncanakan memang

tidak sesuai dengan tujuan

pembelajaran pengetahuan,

sikap, dan keterampilan.

Mengkomuni

Kasikan

Mempresentasikan

hasil pengamatan,

praktikum dan

studi literatur

secara lisan dan

tertulis.

68,18

(kurang

sesuai)

(1) Guru tidak mengembangkan

kegiatan mengkomunikasikan.

(2) Aspek yang dipresentasikan

tidak memenuhi seluruh tujuan

pembelajaran kognitif yang

dirumuskan. (3) Kegiatan

mengkomunikasi tidak sesuai

dengan tujuan pembelajaran

kognitif dan psikomotor serta

tidak sesuai dengan materi yang

dipelajari.

Keterangan: NKTP = Nilai Kesesuaian dengan Tujuan Pembelajaran

Sumber: Wardani et al (2014)

Keempat, penelitian mengenai profil authentic assessment guru yang

dilakukan oleh Pangastuti (dalam Dewi et al, 2014) menunjukkan bahwa

sebanyak 36.18% tujuan pembelajaran tidak sesuai dengan task dan rubrik.

Penelitian lain mengenai profil paper and pencil test guru biologi yang dilakukan

oleh Retnosari (dalam Dewi et al, 2014) menunjukkan bahwa terdapat 39.59%

soal tes yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran dan 17.59% soal tidak

dikembangkan dari tujuan pembelajaran.

Page 58: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

40

2.5 Kerangka Berpikir

Kurikulum 2013 merupakan salah satu langkah sentral dan strategis

dalam rangka penguatan karakter menuju bangsa Indonesia yang madani.

Kurikulum 2013 dikembangkan secara komprehensif, integratif, dinamis,

akomodatif, dan antisipatif terhadap berbagai tantangan masa depan. Kemunculan

Kurikulum 2013 menghasilkan dua suara, yaitu pihak yang setuju dan mendukung

implementasi Kurikulum 2013 serta pihak yang menolak implementasi Kurikulum

2013. Kehadiran Kurikulum 2013 yang seakan mendadak membuat guru ataupun

pelaku dunia pendidikan mengalami adaptasi tiba-tiba. Banyak pernyataan

pesimis yang mengungkapkan bahwa Kurikulum 2013 sulit untuk diterapkan jika

dibandingkan dengan Kurikulum 2006.

Implementasi Kurikulum 2013 masih berada dalam taraf uji coba,

sehingga belum semua pelaksanaannya berjalan dengan lancar. Namun demikian,

pemerintah terus berupaya untuk memaksimalkan implementasi Kurikulum 2013

melalui pelatihan guru dan pengawasan implementasi Kurikulum 2013 oleh

kepala sekolah dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan. Penelitian ini

bermaksud mengungkapkan implementasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 yang dilakukan oleh guru

fisika, serta problematika yang dihadapi guru dalam implementasi Standar Proses

Kurikulum 2013. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan oleh

pemerintah dalam mengembangkan model-model pelatihan Standar Proses

Kurikulum 2013 yang tepat.

Page 59: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Alasan Menggunakan Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif, dengan memberikan analisis deskriptif terhadap fokus penelitian yang

telah dirumuskan, berdasarkan fakta tindak pembelajaran guru fisika dalam

implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 di kelas XI MIA SMA Negeri 1

Singaraja. Tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses

Kurikulum 2013 merupakan suatu bentuk interaksi sosial dengan gejala yang

tidak mudah dipahami dan data yang sulit dipastikan kebenarannya. Sugiyono

(2010) menyatakan bahwa interaksi sosial yang kompleks hanya dapat diuraikan

dengan melakukan penelitian kualitatif untuk menemukan pola-pola hubungan

yang jelas.

Karakteristik penelitian ini sesuai dengan karakteristik penelitian

kualitatif menurut Sugiyono (2010), yaitu sebagai berikut. (1) Penelitian ini

dilakukan pada kondisi yang alami, yaitu dengan langsung datang ke SMA Negeri

1 Singaraja. (2) Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu lebih menekankan pada

data-data tindak guru dalam bentuk kata-kata atau gambar. (3) Penelitian ini lebih

menekankan pada proses daripada produk, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. (4)

Analisis data dilakukan secara induktif karena dinilai lebih mampu menguraikan

41

Page 60: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

42

latar secara penuh dan dapat menghasilkan keputusan-keputusan tentang dapat

tidaknya pengalihan pada latar lainnya. (5) Penelitian ini lebih menekankan pada

makna tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses

Kurikulum 2013 dibalik data yang tampak di lapangan.

Jenis penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah

studi kasus. Creswell (1998) mengemukakan bahwa studi kasus merupakan

penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu

individu, lembaga, atau gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit,

sehingga hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Studi kasus

yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari

kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak

saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dapat diperoleh dari semua pihak yang

mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Dengan kata lain, data

dalam studi kasus dapat diperoleh dari berbagai sumber, namun terbatas dalam

kasus yang akan diteliti (Danim, 2002).

Studi kasus merupakan kajian mengenai unit sosial tertentu, sehingga

hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas dan mendalam mengenai unit

sosial yang diteliti. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel

dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2002). Penelitian studi

kasus akan kurang kedalamannya jika hanya dipusatkan pada salah satu aspek

tertentu, tanpa memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya,

studi kasus akan kehilangan artinya jika hanya ditujukan sekadar untuk

memperoleh gambaran umum, tanpa menemukan aspek khusus yang perlu

dipelajari secara intensif dan mendalam (Creswell, 1998). Berdasarkan paparan

Page 61: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

43

tersebut, maka kasus yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu tindak guru dalam

pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 dengan fokus

penelitian pada pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013, tindak

guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013, problematika guru dalam implementasi Standar

Proses Kurikulum 2013, serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi

problematika tersebut, dinilai telah sesuai dengan konsep penelitian studi kasus.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) tahap pra lapangan,

(2) tahap lapangan, dan (3) tahap pasca lapangan. Tahap-tahap tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut.

3.2.1 Tahap Pra-Lapangan

Tahap pra-lapangan merupakan tahap penyusunan, perencanaan, dan

penyiapan segala bentuk materi yang dibutuhkan pada tahap berikutnya. Pada

tahap ini dilakukan beberapa aktivitas sebagai berikut.

1. Menyusun rancangan penelitian yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah, kajian pustaka, penentuan instrumen, teknik pengumpulan data,

teknik analisis data, dan tekinik pemeriksaan keabsahan data. Rancangan

penelitian disusun selama peneliti mengikuti perkuliahan seminar fisika.

Peneliti melakukan bimbingan dengan dosen pengampu mata kuliah seminar,

serta melakukan kajian terhadap artikel penelitian, skripsi, dan tesis yang

relevan dengan fokus penelitian ini.

2. Memilih tempat penelitian. Tempat penelitian ini adalah SMA Negeri 1

Singaraja. Hubungan positif yang telah dijalin peneliti dengan subjek

Page 62: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

44

penelitian pada saat melakukan PPL-Awal merupakan salah satu

pertimbangan yang digunakan dalam menentukan tempat penelitian. Hal ini

dimaksudkan agar informasi yang diperoleh alami dan apa adanya.

3. Penyiapan sarana dan penentuan waktu pelaksanaan penelitian. Sarana yang

dimaksud adalah alat tulis, perekam suara, kamera, dan handycam.

4. Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian. Peneliti mempersiapan

surat ijin pelaksanaan penelitian sebagai kelengkapan administrasi sebelum

terjun langsung ke lapangan.

5. Melakukan penjajakan awal dan menilai keadaan lapangan. Maksud dan

tujuannya adalah untuk mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan

keadaan alam (Moleong, 2007).

6. Memilih dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang-orang yang

berada dalam latar penelitian. Informan dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan dalam

penelitian ini adalah guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik

dari Dinas Pendidikan.

7. Menentukan jadwal pelaksanaan penelitian. Jadwal pelaksanaan penelitian di

koordinasikan oleh peneliti dan informan.

3.2.2 Tahap Lapangan

Tahap lapangan merupakan tahap pengumpulan informasi secara

holistik-kontekstual, sebagai aktivitas yang memanfaatkan segala sesuatu yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, kegiatan lapangan dapat

dijabarkan sebagai berikut.

Page 63: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

45

1. Memahami latar penelitian. Sebelum memasuki lapangan, peneliti perlu

memahami latar penelitian terlebih dahulu. Peneliti secara fisik dan mental,

mempersiapkan diri untuk terjun ke lapangan. Dari segi fisik, penampilan

peneliti akan disesuaikan dengan kebiasaan serta norma yang berlaku di SMA

Negeri 1 Singaraja.

2. Pengumpulan data. Pada proses pengumpulan data, peneliti menggunakan

alat-alat penelitian yang sudah dipersiapkan sebelumnya, yaitu perekam

suara, handycam, kamera, alat tulis, pedoman wawancara, dan pedoman

observasi. Pengumpulan data dilakukan dalam waktu empat bulan sampai

data yang diperoleh jenuh.

3. Analisis data di lapangan. Analisis data yang dilakukan peneliti pada tahap ini

berupa pengaturan urutan data dan pengkategorian data ke dalam beberapa

kategori sesuai dengan fokus penelitian. Analisis terhadap data tersebut

dilakukan secara lebih intensif setelah peneliti meninggalkan tempat

penelitian.

3.2.3 Tahap Pasca Lapangan

Kegiatan pada tahap pasca lapangan adalah analisis data lanjutan,

pengambilan simpulan akhir, konfirmasi, dan penyusunan laporan. Kegiatan

analisis data lanjutan dilakukan setelah keseluruhan data terkumpul dan setelah

kegiatan pengumpulan data di lapangan berakhir. Kegiatan analisis data lanjutan

dilakukan sampai diperoleh simpulan akhir. Pada kegiatan ini, dilakukan pula

konfirmasi tentang temuan penelitian kepada informan dan dosen pembimbing.

Tahap ini diakhiri dengan penulisan laporan.

Page 64: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

46

3.3 Situasi Sosial

Dalam penelitian kualitatif, dikenal istilah situasi sosial yang meliputi

tempat dan waktu penelitian, serta pelaku penelitian yang saling berinteraksi

secara sinergis. Berikut penjelasan dari masing-masing komponen tersebut.

3.3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas XI Matematika dan Ilmu Alam

(MIA) SMA Negeri 1 Singaraja pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015.

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling, dengan dasar

pertimbangan sebagai berikut. (1) SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu

sekolah pengembangan Kurikulum 2013. (2) Peneliti pernah melakukan PPL-

Awal di sekolah ini, sehingga peneliti memiliki gambaran lebih tentang

lingkungan fisik sekolah serta hubungan baik dengan guru fisika dan kepala SMA

Negeri 1 Singaraja. (3) Materi pembelajaran fisika kelas XI semester genap relatif

abstrak, sehingga berpotensi ditemukannya kendala guru dalam penerapan

Standar Proses Kurikulum 2013. (4) Lokasi SMA Negeri 1 Singaraja dekat

dengan tempat tinggal peneliti dan kampus UNDIKSHA, sehingga penggunaan

waktu, tenaga, dan biaya dapat diminimalisir.

3.3.2 Pelaku Penelitian

Pelaku penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dan

objek penelitian. Subjek yang diteliti adalah dua orang guru fisika yang mengajar

di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja. Sedangkan objek penelitian ini adalah

tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum

2013, yang ditinjau dari pemahaman guru tentang konsep pembelajaran berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

Page 65: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

47

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, problematika yang

dihadapi guru dalam pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum

2013, serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya.

3.4 Data dan Sumber Data Penelitian

3.4.1 Data Penelitian

Data penelitian mengacu pada materi mentah yang dikumpulkan oleh

peneliti dari “dunia” yang sedang diteliti, yaitu berupa fakta-fakta lapangan yang

berhubungan dengan fokus penelitian. Data penelitian merupakan materi yang

akan diolah untuk menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Materi yang

akan diolah dalam penelitian ini, yaitu (1) checklist kesesuaian perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru dengan Standar

Proses Kurikulum 2013, (2) transkrip observasi pembelajaran yang dilakukan

guru, (3) transkrip wawancara dengan guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas

akademik dari Dinas Pendidikan, serta (4) catatan lapangan yang dibuat peneliti.

3.4.2 Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini ditentukan secara purposive sampling, yaitu

dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu, dalam rangka memperoleh

ketepatan dan kecukupan informasi yang dibutuhkan (Sugiyono, 2010). Penentuan

sumber data penelitian ini juga berdasarkan pada kriteria sumber data penelitian

menurut Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2010), yaitu sebagai berikut. (1)

Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi,

sehingga sesuatu itu bukan hanya sekadar diketahui, namun juga dihayati. (2)

Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan

yang tengah diteliti. (3) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk

Page 66: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

48

dimintai informasi. (4) Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi

hasil kemasannya sendiri. (5) Mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing

dengan peneliti, sehingga akan lebih menggairahkan untuk dijadikan narasumber.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, ditentukanlah guru, siswa, kepala sekolah,

pengawas akademik dari Dinas Pendidikan sebagai sumber data penelitian ini.

Guru yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian adalah dua

orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja

semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Pemilihan guru model dilakukan

berdasarkan pertimbangan senioritas dan pengalaman penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013. Sumber data siswa diperoleh dari dua orang siswa yang diajar

oleh masing-masing guru bersangkutan. Pemilihan siswa tersebut dilakukan

berdasarkan pertimbangan prestasi akademik dan jenis kelamin. Hubungan fokus

penelitian dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Matriks Hubungan Fokus Penelitian dan Sumber Data

No Fokus Penelitian Sumber Data

1 Pemahaman guru fisika SMA Negeri 1

Singaraja tentang Standar Proses

Kurikulum 2013.

Guru, kepala sekolah, dan

pengawas akademik dari Dinas

Pendidikan

2 Tindak guru dalam perencanaan

pembelajaran fisika berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

Guru, kepala sekolah,

pengawas akademik, serta

silabus dan RPP guru

3 Tindak guru dalam pelaksanaan

pembelajaran fisika berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

Guru, siswa, kepala sekolah,

pengawas akademik, dan RPP

guru

4 Tindak guru dalam evaluasi

pembelajaran fisika berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

Guru, siswa, kepala sekolah,

pengawas akademik, RPP guru,

instrumen penilaian

5 Problematika yang dihadapi guru dalam

pembelajaran fisika berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

Guru, siswa, kepala sekolah,

pengawas akademik, RPP guru,

instrumen penilaian

6 Upaya untuk mengatasi problematika

guru dalam pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

Guru, siswa, kepala sekolah,

dan pengawas akademik Dinas

Pendidikan

Page 67: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

49

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan

data untuk semua jenis penelitian (Moleong, 2007). Ketepatan penggunaan

metode pengumpulan data bergantung pada keperluan, yakni jenis data yang

dikumpulkan dan situasi yang dijumpai dalam pengumpulan data. Oleh karena

jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa deskripsi tindak

pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum 2013,

dengan demikian teknik yang digunakan adalah observasi partisipatif, wawancara

semiterstruktur, dan studi dokumen. Alat-alat yang digunakan untuk mengambil

data adalah perekam suara, kamera, handycam, pedoman wawancara, pedoman

observasi, dan alat tulis. Penjelasan masing-masing teknik pengumpulan data

tersebut adalah sebagai berikut.

3.5.1 Observasi Partisipatif

Dalam observasi partisipatif, peneliti terlibat secara langsung dengan

kegiatan subjek penelitian. Sambil melakukan observasi, peneliti ikut melakukan

apa yang dikerjakan oleh subjek penelitian dan ikut merasakan suka dukanya. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Patton (dalam Nasution, 2003), bahwa agar bisa

menjadi partisipan dan sekaligus observer, peneliti hendaknya turut serta dalam

berbagai peristiwa dan kegiatan dari subjek penelitian.

Jenis observasi partisipatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi partisipatif moderat, di mana dalam mengumpulkan data, peneliti tidak

melakukan observasi pada semua aktivitas subjek penelitian, namun hanya

terbatas pada beberapa kegiatan yang terkait dengan fokus penelitian. Melalui

metode ini, data dikumpulkan dengan cara merekam keseluruhan proses

Page 68: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

50

pembelajaran yang dilakukan guru dengan bantuan alat perekam audio visual

(handycam). Disamping itu, peneliti juga menggunakan pedoman observasi

berupa checklist kesesuaian pembelajaran fisika yang dilakukan guru dengan

Standar Proses Kurikulum 2013. Kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan

dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Observasi (Checklist)

No. Aspek Indikator Nomor

Pernyataan

1 Perencanaan

pembelajaran

berbasis

Standar

Proses

Kurikulum

2013

(Analisis

RPP)

a. Identitas RPP 1-5

b. Memuat KI yang sesuai dengan silabus B

c. Kompetensi Dasar (KD) 6-9

d. Indikator 10-14

e. Tujuan Pembelajaran 15-18

f. Materi Pembelajaran 19-26

g. Media/sumber pembelajaran 27-30

h. Metode Pembelajaran 31-34

i. Kegiatan Pembelajaran 35-43

j. Penilaian 44-49

2 Pelaksanaan

pembelajaran

berbasis

Standar

Proses

Kurikulum

2013

a. Kegiatan pendahuluan 50-54

b. Penerapan pendekatan saintifik 64-70

c. Penguasaan materi dan pengelolaan

pembelajaran

55-61, 75-

81

d. Penggunaan sumber dan media

pembelajaran

71-74

e. Pengembangan aspek religius, sikap,

pengetahuan, dan keterampilan siswa

62-63

f. Kegiatan penutup 82-86

3 Evaluasi

pembelajaran

berbasis

Standar

Proses

Kurikulum

2013

a. Penilaian aspek sikap 87-94

b. Penilaian aspek pengetahuan 96-99

c. Penilaian aspek keterampilan 100-105

d. Remedi 106

e. Pengayaan 107

Keterangan

: Indikator yang dimaksud telah dilakukan

- : Indikator yang dimaksud tidak dilakukan

Page 69: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

51

3.5.2 Wawancara Semiterstruktur

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam

(Sugiyono, 2010). Dalam wawancara, biasanya terjadi tanya jawab yang

dilakukan secara sistematis dan berpijak pada fokus penelitian. Dengan kata lain,

wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara dengan

narasumber untuk memperoleh informasi tertentu.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

wawancara semiterstruktur yang mendalam, di mana peneliti menyiapkan

pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis, namun dalam

pelaksanaannya, pertanyaan wawancara dapat berkembang di luar pedoman

tersebut. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan

secara lebih terbuka, di mana pihak yang diwawancarai dimintai penjelasan

mengenai hal-hal yang melatar belakangi perilakunya.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap beberapa sumber

data penelitian, yaitu guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik mata

pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng. Wawancara dengan

guru bertujuan untuk memperoleh data primer, yaitu pemahaman guru tentang

konsep pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013; tindak guru dalam

penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 pada perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi pembelajaran; problematika guru dalam penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013; upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika

tersebut; serta alasan-alasan yang melatarbelakangi aktivitas pembelajaran yang

dilakukan guru, yang terekam dalam transkrip observasi dan studi dokumen.

Page 70: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

52

Sedangkan wawancara dengan siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik

bertujuan untuk memperoleh data triangulasi hasil wawancara dengan guru. Kisi-

kisi pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada

Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancara

No. Aspek Indikator Nomor

Pertanyaan

1 Pehaman tentang

konsep

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

a. Penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013 secara umum

di SMAN 1 Singaraja

1, 5, 25-28

b. Sumber pengetahuan tentang

Standar Proses Kurikulum 2013

2-4, 29

c. Pemahaman guru tentang

perencanaan pembelajaran

berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013

7-10

d. Pemahaman guru tentang

pelaksanaan pembelajaran

berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013

6, 11-14

e. Pemahaman guru tentang

evaluasi pembelajaran berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

15- 20

f. Supervisi akademik pemahaman

guru tentang konsep

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

30-32, 35-38

2 Perencanaan

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

a. Persiapan perencanaan

pembelajaran

41-42

b. Penyusunan RPP 43- 55

c. Supervisi akademik

perencanaan pembelajaran

berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013

58- 70

3 Pelaksanaan

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

a. Kondisi fisik pembelajaran 111-117

b. Kegiatan pendahuluan 74-78, 118-124

c. Penerapan metode dan model

pembelajaran

79-81

d. Penerapan pendekatan saintifik 82-87, 136-141

e. Penguasaan materi dan

pengelolaan pembelajaran

148-159

f. Penggunaan sumber dan media

pembelajaran

88- 92, 125-135

Page 71: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

53

g. Pelaksanaan praktikum 93-98, 142- 147

h. Pengembangan aspek religius,

sikap, pengetahuan, dan

keterampilan siswa

99- 104

i. Kegiatan penutup 105-107, 160-164

j. Supervisi akademik pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

168-170, 175-176

4 Evaluasi

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

a. Penilaian aspek pengetahuan 180-186, 217-219

b. Penilaian aspek sikap 187-195, 220-223

c. Penilaian aspek keterampilan 196-203, 224-226

d. Remedi dan pengayaan 204-211, 227-230

e. Supervisi akademik evaluasi

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

234-239, 243-244

5 Problematika

penerapan Standar

Proses Kurikulum

2013 dan upaya

penyelesaiannya

a. Problematika pehaman konsep

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 dan

upaya penyelesaiannya

21- 24, 33-34, 39-

40

b. Problematika perencanaan

pembelajaran dan upaya

penyelesaiannya

56, 57, 65, 66-68,

71-73

c. Problematika pelaksanaan

pembelajaran dan upaya

penyelesaiannya

108-110, 165, 167,

171-174, 177, 179

d. Problematika evaluasi

pembelajaran dan upaya

penyelesaiannya

212-216, 231-233,

240-242, 245-247

3.5.3 Studi Dokumen

Studi dokumen digunakan sebagai pelengkap dari data yang diperoleh

pada metode observasi partisipatif dan wawancara semiterstruktur. Sugiyono

(2010) menyatakan bahwa data penelitian dari hasil observasi dan wawancara

akan lebih dipercaya jika didukung oleh suatu dokumen tentang data tersebut.

Dokumen yang dikaji dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan

pembelajaran, foto-foto dan video proses pembelajaran, serta dokumen instrumen

dan hasil evaluasi pembelajaran yang dibuat guru. Matriks rencana pengumpulan

data secara umum disajikan pada Tabel 3.4 berikut.

Page 72: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

54

Tabel 3.4 Matriks Pengumpulan Data

No Aspek Sumber

Data

Teknik

Pengumpulan

Data

Alat Pengumpul

1 Pemahaman guru

terhadap Standar

Proses Kurikulum

2013.

Guru, kepala

sekolah, dan

pengawas

Wawancara

semiterstruktur

Pedoman

wawancara, catatan

lapangan, dan

perekam suara

2 Perencanaan

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

Guru, kepala

sekolah,

pengawas,

silabus, dan

RPP guru

Wawancara

semiterstruktur,

observasi

partisipatif, dan

studi dokumen

Pedoman

wawancara,

perekam suara,

pedoman observasi,

dan catatan lapangan

3 Pelaksanaan

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

Guru, siswa,

kepala

sekolah,

pengawas,

dan RPP guru

Wawancara

semiterstruktur,

observasi

partisipatif, dan

studi dokumen

Pedoman

wawancara,

perekam suara,

pedoman observasi,

catatan lapangan,

dan handycam.

4 Evaluasi

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

Guru, siswa,

kepala

sekolah,

pengawas,

RPP guru,

dan

instrumen

penilaian

Wawancara

semiterstruktur,

observasi

partisipatif, dan

studi dokumen

Pedoman

wawancara,

perekam suara,

pedoman observasi,

catatan lapangan,

dan handycam.

5 Problematika

penerapan

Standar Proses

Kurikulum 2013

dan upaya

penyelesaiannya.

Guru, siswa,

kepala

sekolah,

pengawas,

RPP guru,

dan dokumen

penilaian

pembelajaran

Wawancara

semiterstruktur,

observasi

partisipatif, dan

studi dokumen

Pedoman

wawancara,

perekam suara,

pedoman observasi,

dan catatan lapangan

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.

Nasution (2003) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan

lain selain menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya

adalah bahwa segala sesuatu yang akan diteliti belum memiliki bentuk yang pasti.

Page 73: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

55

Keadaan yang serba tidak pasti tersebut menyebabkan hanya peneliti itu sendiri

satu-satunya alat yang dapat menghadapinya.

Peneliti sebagai instrumen penelitian memiliki ciri-ciri sebagai berikut

(Nasution, 2003). (1) Peneliti sebagai alat, peka dan dapat bereaksi terhadap

segala stimulus dari lingkungan. (2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri

terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan beranekaragam data

sekaligus. (3) Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat

menangkap keseluruhan informasi, kecuali peneliti itu sendiri. (4) Situasi yang

melibatkan interaksi manusia, dipahami oleh peneliti dengan sering merasakannya

dan menyelaminya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. (5) Peneliti sebagai

instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. (6) Hanya peneliti

sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang

dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakannya segera sebagai balikan untuk

memperoleh penegasan atau perubahan. (7) Setiap situasi merupakan bagian dari

keseluruhan. Menurut Sugiyono (2010), peneliti kualitatif sebagai instrumen

kunci berfungsi menetapkan fokus, memilih narasumber, melakukan

pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data,

dan membuat simpulan atas temuannya.

3.6 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah melakukan analisis

data secara kolektif. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

Page 74: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

56

memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, serta membuat

kesimpulan, sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain

(Sugiyono, 2010).

Analisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dari

rumusan masalah penelitian yang telah ditentukan. Oleh karena itu, analisis data

dilakukan sepanjang penelitian secara terus menerus dari awal sampai akhir

penelitian melalui proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-

transkrip wawancara, catatan lapangan, dan sumber data lain. Analisis data

melibatkan pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data, pencarian pola-pola,

pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dengan

demikian, dalam penelitian ini, analisis data merupakan proses mencari,

menyederhanakan, mengklasifikasi, dan mengatur secara sistematis data yang

diperoleh dengan tujuan untuk menyusun hipotesis kerja, menemukan makna

yang terjadi dalam latar penelitian, kemudian mengangkatnya menjadi sebuah

teori sebagai hasil temuan penelitian.

Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif,

yaitu dengan menemukan simpulan akhir berdasarkan data yang dikumpulkan

sedikit demi sedikit dari lokasi penelitian (Sugiyono, 2010). Dalam menganalisis

data penelitian, peneliti menggunakan kerangka berpikir analisis data yang

diadaptasi dari model interaktif Miles dan Huberman. Terdapat tiga tahapan

analisis data yang dilakukan, yaitu (1) reduksi data (data reduction), (2) paparan

data (data display), serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi data (conclusion

drawing and verification). Alur aktivitas peneliti pada ketiga tahap analisis data

tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.1 berikut.

Page 75: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

57

Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)

(Sugiyono, 2010)

3.6.1 Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data adalah proses memilih dan menyarikan data kasar yang

diperoleh dari lapangan untuk selanjutnya diberikan kode. Reduksi data dan

penyajian hasilnya dilakukan secara terus menerus selama pengumpulan data

berlangsung. Berdasarkan hasil reduksi tersebut, kemudian ditarik kesimpulan

sementara. Jika pada sajian dirasakan masih terdapat kejanggalan-kejanggalan,

maka segera diadakan reduksi melalui verifikasi data dengan data yang lain untuk

mencari data baru (Sugiyono, 2010).

Langkah kerja yang dilakukan pada tahap reduksi data adalah sebagai

berikut. Data pada catatan lapangan disusun kembali dan dicocokan dengan data

yang termuat pada transkrip observasi dan trasnkrip wawancara, sehingga

menggambarkan kegiatan pembelajaran secara utuh dan menyeluruh. Gambaran

data tersebut dipilih dan disarikan, diberi kode atau tanda, dan diberi catatan kecil

menurut relevansinya dengan fokus penelitian. Pengkodean ini bertujuan agar data

yang diperoleh tidak tercampur dengan data lainnya, di samping juga akan

mempermudah peneliti saat menarasikan hasil penelitian. Teknik pengkodean

dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.

Data Collection

Data Reduction

Data Display

Conclusions

Drawing/Verification

Page 76: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

58

Tabel 3.5 Teknik Pengkodean Data

Klasifikasi Kode Kode Arti Kode

Teknik pengumpulan data Obs Observasi

Wan Wawancara

Dok Studi Dokumen

Urutan pengumpulan data D1 Data pertama

D2 Data kedua

dan seterusnya.

Informan GA Guru A

GB Guru B

SGA Siswa guru A

SGB Siswa guru B

KS Kepala sekolah

PGW Pengawas

Waktu pengambilan data Contoh:

11-01-15

11 Januari 2015

Temuan T1 Temuan pertama

T2 Temuan kedua

dan seterusnya.

Berdasarkan teknik pengkodean tersebut, jika ditemukan kode

Wan/D1/GA/11-04-15/T3, maka kode tersebut berarti temuan ketiga dalam

wawancara pertama dengan Guru A yang dilaksanakan pada 11 April 2015.

Setelah data dikodekan, selanjutnya data dikelompokkan sesuai dengan fokus

penelitian yang telah dirumuskan.

3.6.2 Paparan Data (Data Display)

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah tahap pemaparan atau

penyajian data. Data penelitian kualitatif dapat disajikan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Teknik

penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kata-kata

yang bersifat naratif. Pemaparan data akan memudahkan peneliti untuk

memahami apa yang terjadi, serta memudahkan untuk merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

Page 77: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

59

3.6.3 Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman (dalam Sugiyono, 2010) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan sebelumnya masih bersifat sementara dan

akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat, yang mendukung

kesimpulan tersebut pada tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2010).

Jika kesimpulan yang dibuat dirasakan masih memuat kejanggalan-kejanggalan,

maka peneliti harus melakukan verifikasi dengan sumber data. Namun, jika pada

tahap pengumpulan data berikutnya telah ditemukan bukti pendukung kesimpulan

awal, maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan akhir. Alur pengumpulan

data sampai analisis data dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3.2 Alur Pengumpulan Data sampai dengan Analisis Data Penelitian

Page 78: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

60

3.7 Pemeriksaan Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif sering hanya ditekankan

pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama

terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliabel, dan obyektif. Validitas

merupakan derajat ketepatan antar data yang terjadi pada obyek penelitian dengan

data yang dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian, data yang valid adalah data

“yang tidak berbeda” antar data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang

sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian (Nasution, 2003). Agar data benar-

benar akurat, sahih, representatif, dan layak untuk dianalisis, maka dalam

penelitian ini digunakan empat teknik pemeriksaan data menurut Moleong (2007),

yaitu sebagai berikut.

3.7.1 Kredibilitas (Credibility)

Kredibilitas merupakan validitas internal, yang berhubungan dengan nilai

kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Pengujian kredibilitas data

dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara berkesinambungan,

menggunakan referensi pembanding, triangulasi sumber dan teknik pengumpulan

data, dan diskusi dengan teman sejawat yang melakukan penelitian sejenis.

3.7.2 Tranferabilitas (Transferability)

Transferabilitas merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif,

yang menyatakan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke

populasi di mana sampel tersebut diambil (Sugiyono, 2010). Pengujian

transferabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan membuat laporan yang

uraiannya rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Pengujian ini bertujuan

Page 79: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

61

untuk memberikan kejelasan hasil penelitian, sehingga pembaca dapat

mengaplikasikan hasil penelitian ini ditempat lain. Sanafiah Faisal (dalam

Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa jika pembaca laporan penelitian memperoleh

gambaran yang jelas tentang suatu hasil penelitian, maka laporan tersebut telah

memenuhi standar transferabilitas.

3.7.3 Dependabilitas (Dependendability)

Dependabilitas merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai mutu

dari proses penelitian yang dilakukan (Sugiyono, 2010). Pengujian dependabilitas

dalam penelitian ini dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian.

Proses penelitian yang dimaksud adalah penentuan fokus masalah, proses

memasuki SMA Negeri 1 Singaraja, penentuan sumber data, analisis data,

pengujian keabsahan data, dan pembuatan kesimpulan hasil penenlitian. Menurut

Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2010), jika peneliti tidak mampu menunjukkan

jejak aktivitas lapangan, maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan.

3.7.4 Konfirmabilitas (Confirmability)

Pengujian konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif disebut dengan uji

objektivitas penelitian (Sugiyono, 2010). Penelitian dikatakan objektif, jika hasil

penelitian telah disepakati banyak orang. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa

penelitian dinyatakan memenuhi standar konfirmabilitas, jika hasil penelitian

tersebut merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan. Dengan

demikian, pengujian konfirmabilitas dapat dilakukan secara bersamaan dengan

pengujian dependabilitas.

Page 80: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini meliputi tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut. (1)

Gambaran umum tempat penelitian. (2) Gambaran umum pembelajaran fisika di

SMA yang diteliti. (3) Temuan penelitian, yang meliputi (a) pemahaman guru

fisika tentang Standar Proses Kurikulum 2013, (b) tindak guru dalam perencanaan

pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (c) tindak guru

dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013,

(d) tindak guru dalam evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013, (e) problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika

berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, dan (f) upaya yang telah dilakukan

untuk mengatasi problematika guru dalam pembelajaran fisika berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013.

4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu dari lima sekolah

pengembangan Kurikulum 2013 di Kabupaten Buleleng, Bali. SMA Negeri 1

Singaraja beralamat di Jalan Pramuka, Nomor 4, Singaraja. Kurikulum 2013 di

sekolah ini telah diterapkan sejak Tahun Pelajaran 2013/2014. Dengan demikian,

pada Tahun Pelajaran 2014/2015, pembelajaran berbasis Standar Proses

62

Page 81: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

63

Kurikulum 2013 hanya diterapkan di kelas X dan kelas XI, sedangkan untuk kelas

XII masih menggunakan Standar Proses Kurikulum 2006.

SMA Negeri 1 Singaraja secara resmi berdiri pada 1 Nopember 1950

(Litbang, 2015). Ini berarti bahwa sekolah ini sudah cukup tua dan telah memiliki

pengalaman selama 65 tahun. Hal ini terlihat juga dari bangunan gedung utama

sekolah ini yang masih berdisain arsitektur Belanda. Gedung utama tersebut

masih berdiri kokoh sampai saat ini, meskipun bangunan tersebut telah direnovasi

pada beberapa bagian. Namun demikian, renovasi yang dilakukan tidak merubah

estestika arsitektur bangunan tersebut.

Observasi awal yang dilakukan peneliti menemukan bahwa fasilitas

pendukung pembelajaran di SMA Negeri 1 Singaraja adalah ruang kelas, ruang

perpustakaan, bank mini, laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium

biologi, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, dan ruang multimedia.

Setiap ruangan telah dilengkapi dengan sarana teknologi informasi, seperti LCD

proyektor dan intercom. Ruang laboratorium komputer, laboratorium bahasa, dan

ruang multimedia telah dilengkapi dengan fasilitas komputer, tape, dan televisi.

Jumlah ruang kelas di SMA Negeri 1 Singaraja adalah 31 kelas, dengan rincian 11

ruang kelas X, 10 ruang kelas XI, dan 10 ruang kelas XII. Kelas X terbagi

menjadi 9 jurusan MIA (Matematika dan Ilmu Alam), 1 jurusan Babud (Bahasa

dan Budaya, dan 1 jurusan IIS (Ilmu Sosial). Sedangkan kelas XI dan XII terbagi

menjadi 8 jurusan MIA, 1 jurusan Babud, dan 1 jurusan IIS. Fasilitas internet di

SMA Negeri 1 Singaraja telah dikembangkan melalui jaringan kabel maupun

wireless yang dapat diakses dari seluruh lingkungan sekolah.

Page 82: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

64

Penyelenggaraan SMA Negeri 1 Singaraja dilaksanakan oleh kepala

sekolah yang dibantu oleh lima wakil kepala sekolah. Wakil kepala sekolah

memiliki beberapa asisten yang membidangi tugas tertentu. Selain itu,

penyelenggaraan sekolah juga dibantu oleh guru-guru, staf pegawai, dan tim ICT.

Semua komponen tersebut bersinergi melaksanakan penyelenggaraan sekolah

berdasarkan sistem struktural organisasi yang terdapat di SMA Negeri 1 Singaraja.

Jumlah siswa SMA Negeri 1 Singaraja pada Tahun Pelajaran 2014/2015 adalah

860 orang, dengan rincian siswa kelas X berjumlah 306 orang, siswa kelas XI

berjumlah 303 orang, dan siswa kelas XII berjumlah 251 orang (Data Siswa SMA

Negeri 1 Singaraja menurut Jenis Kelamin Per Rombel, 2015). Sedangkan jumlah

PNS di SMA Negeri 1 Singaraja adalah 63 orang, dengan rincian 55 orang guru

dan 8 orang staf (DUK PNS SMA Negeri 1 Singaraja, 2015).

4.1.2 Gambaran Umum Pembelajaran Fisika di SMA yang Diteliti

Mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja diampu oleh enam orang

guru fisika, dengan rincian lima orang guru telah tersertifikasi dan telah memiliki

gelar magister, serta satu orang guru bergelar sarjana dan belum tersertifikasi.

Pembagian jam mengajar dilakukan dengan kesepakatan bahwa setiap guru

mengampu mata pelajaran fisika dari dua angkatan yang berbeda. Pembelajaran

fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dilaksanakan di 25 kelas, dengan rincian 9 kelas

untuk angkatan kelas X, 8 kelas untuk angkatan kelas XI, dan 8 kelas untuk

angkatan kelas XII (Wan/D1/KS/11-06-2015/T1). Berdasarkan data absensi siswa

SMA Negeri 1 Singaraja semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015, jumlah total

siswa yang mengikuti pembelajaran fisika adalah 797 orang, dengan rincian rerata

rombongan belajar 32 orang untuk angkatan kelas X, 36 orang untuk angkatan

Page 83: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

65

kelas XI, dan 30 orang untuk angkatan kelas XII. Kepala sekolah menjelaskan

bahwa rata-rata jumlah rombongan belajar untuk kelas X dan kelas XI telah

memenuhi persyaratan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Perbedaan

rombongan belajar di beberapa kelas untuk angkatan kelas XI dikarenakan

pembatasan jumlah rombongan belajar untuk kelas unggulan XI MIA 1 dan XI

MIA 2, yaitu 28 orang siswa per kelas, sehingga, 4 orang siswa yang seharusnya

berada di kelas tersebut dipindahkan ke kelas lain (Wan/D1/KS/11-06-2015/T2).

Pada Tahun Pelajaran 2014/2015, mata pelajaran peminatan fisika untuk

kelas XI tidak diprogramkan. Dengan demikian, siswa kelas XI yang memperoleh

pembelajaran fisika hanya siswa yang berasal dari jurusan MIA. Mata pelajaran

peminatan kelompok IPA untuk kelas XI yang diprogramkan hanya kimia dan

biologi. Hal ini dikarenakan jam mengajar untuk guru-guru fisika sudah terpenuhi,

sedangkan jam mengajar untuk guru-guru kimia dan biologi masih kurang

(Wan/D3/GB/30-04-2015/T1).

Jumlah jam pelajaran tatap muka untuk mata pelajaran fisika adalah

sebagai berikut. Angkatan kelas X dan XI yang pada Tahun Pelajaran 2014/2015

menggunakan Kurikulum 2013, adalah 4 jam pelajaran untuk 2 kali pertemuan

setiap minggu. Dengan demikian, setiap pertemuan siswa kelas X dan XI

memperoleh 2 jam pelajaran untuk mata pelajaran fisika. Sedangkan kelas XII

yang masih menggunakan Kurikulum 2006, jumlah jam pelajarannya adalah 5

jam untuk 2 kali pertemuan per minggu, sehingga siswa angkatan kelas XII

memperoleh 2,5 jam pelajaran untuk setiap pertemuan (Wan/D1/KS/11-06-

2015/T3)

Page 84: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

66

Pembelajaran tatap muka untuk mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1

Singaraja dilaksanakan di tiga tempat, yaitu di kelas, di laboratorium fisika, dan di

lab komputer. Kepala SMA Negeri 1 Singaraja menjelaskan bahwa terdapat guru

fisika yang melaksanakan pembelajaran online, sehingga pembelajaran harus

dilakukan di lab komputer (Wan/D1/KS/11-06-2015/T4). Observasi awal yang

dilakukan peneliti pada 8 April 2015 menemukan bahwa salah satu fasilitas

pendukung pembelajaran fisika adalah LCD yang terpasang di setiap kelas.

Peneliti juga menemukan bahwa selain menggunakan buku, siswa juga

menggunakan internet sebagai sumber belajar.

4.1.3 Temuan Penelitian

Bagian ini memaparkan temuan-temuan yang diperoleh selama penelitian,

yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan pada bab satu.

Temuan-temuan pada penelitian ini mendeskripsikan tindak guru dalam

pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 di kelas XI MIA

SMA Negeri 1 Singaraja, yang meliputi pemahaman guru terhadap konsep

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

yang dilakukan, problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika

berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, serta upaya yang telah dilakukan untuk

mengatasi problematika tersebut. Data yang dipaparkan merupakan deskripsi riil

temuan peneliti terhadap tindak pembelajaran guru fisika yang mengajar di SMA

Negeri 1 Singaraja. Guru yang diteliti berjumlah dua orang. Data diperoleh dari

hasil observasi partisipatif, wawancara semi terstruktur, dan kajian dokumen-

dokumen yang terkait dengan fokus penelitian.

Page 85: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

67

4.1.3.1 Pemahaman Guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013

Pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013 dalam

penelitian ini dilihat dari kepemilikan dokumen Permendikbud Nomor 81A Tahun

2013 tentang Pedoman Umum Pembelajaran di SMA, keikutsertaan guru dalam

kegiatan pelatihan Kurikulum 2013, pemahaman guru terhadap perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013,

serta perbedaannya dengan Standar Proses Kurikulum 2006.

A. Pemahaman Guru A

Guru A memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013

dari workshop kurikulum sekolah dan workshop kurikulum pusat, serta membaca

langsung teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 yang didownload secara

mandiri melalui internet. Guru A mengungkapkan bahwa pemerintah pusat tidak

memberikan panduan berupa buku khusus yang memuat konsep pembelajaran

berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T1). Guru A

mengaku telah mengikuti workshop kurikulum sebanyak tiga kali, dengan rincian

workshop yang diadakan sekolah sebanyak dua kali dan workshop yang diadakan

pusat sebanyak satu kali. Guru A mengungkapkan bahwa hal yang dibahas ketika

mengikuti workshop adalah teknis evaluasi pembelajaran. Hal ini dikarenakan

kebanyakan guru mengalami permasalahan dalam melakukan evaluasi, seperti

permasalahan dalam menyusun rubrik penilaian dan teknis pelaksanaannya

(Wan/D1/GA/18-04-2015/T2).

Guru A memahami bahwa perbedaan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum

2006 terletak pada spesifikasi pengembangan aspek kepribadian siswa. Pada

Kurikulum 2006, pengembangan aspek kepribadian siswa dituntut secara implisit

Page 86: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

68

dan sederhana, sedangkan pada Kurikulum 2013, pengembangannya dituntut

secara eksplisit dan terperinci. Namun demikian, tuntutan penerapan pendekatan

saintifik dan model pembelajaran discovery learning, problem based learning, dan

project based learning pada Kurikulum 2013 dinilai bukan merupakan hal yang

baru dalam pembelajaran fisika. Guru A percaya bahwa tuntutan penerapan

pendekatan saintifik tidak akan menjadi permasalahan bagi guru mata pelajaran

IPA karena sebagian besar guru IPA sudah terbiasa menerapkan model

pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Guru A berikut. “Kalau untuk guru IPA, pendekatan saintifik

mungkin nggak terasa. Tapi bagi orang IPS, proses belajarnya jadi berbeda. Saya

sering pakek problem based learning dan project based learning. Jadi, ada

Kurikulum 2013 yang merekomendasikan tiga model, problem based learning,

inquiry, sama project. Ya udah, sudah biasa bagi guru IPA” (Wan/D1/GA/18-04-

2015/T26).

Guru A menilai proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 tidak jauh

berbeda dengan Kurikulum 2006. Guru A memahami karakteristik pembelajaran

berbasis Kurikulum 2013 sebagai suatu proses bagi siswa untuk memperoleh

pengetahuan melalui pendekatan saintifik. Menurut Guru A, pendekatan saintifik

adalah sebuah proses pembelajaran yang mengadaptasi langkah-langkah ilmuan

dalam melakukan penelitian, yaitu menemukan masalah, menanya, merumuskan

hipotesis, mengeksplorasi sumber, mengelaborasi, dan mengkomunikasikan. Guru

A memahami bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan saintifik

bukan merupakan hal yang baru dalam Kurikulum 2013 karena langkah-langkah

Page 87: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

69

tersebut secara implisit telah termuat dalam model pembelajaran 5E dan

pendekatan-pendekatan ilmiah lain yang diterapkan guru IPA pada Kurikulum

2006 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T4).

Guru A memahami bahwa perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum

2013 lebih terperinci dibandingkan dengan perencanaan pembelajaran Kurikulum

2006. Hal ini dikarenakan dalam Kurikulum 2013, guru diwajibkan menggunakan

pendekatan saintifik dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, dengan

didukung oleh model-model pembelajaran yang direkomendasikan oleh pusat.

Dengan demikian, perencanaan kegiatan pembelajaran pada RPP yang dibuat oleh

guru harus memunculkan langkah-langkah pendekatan saintifik tersebut. Berbeda

dengan Kurikulum 2006, di mana model pembelajaran tidak ditentukan oleh

pusat, sehingga guru bebas memilih model pembelajaran yang akan diterapkan

(Wan/D1/GA/18-04-2015/T5).

Guru A menyatakan bahwa teknis penyusunan RPP antara Kurikulum 2013

dan Kurikulum 2006 tidak jauh berbeda. Menurut Guru A, yang membedakan

teknis pengembangan RPP Kurikulum 2013 dan RPP Kurikulum 2006 adalah

sistem penyusunan silabus serta istilah KI dan SK yang termuat pada silabus.

Pada Kurikulum 2013, silabus sudah disediakan oleh pusat, sehingga guru tidak

perlu membuat silabus, sedangkan pada Kurikulum 2006, guru harus

mengembangkan silabus secara mandiri atau berkelompok. Pada silabus

Kurikulum 2013, istilah yang digunakan adalah Kompetensi Inti, sedangkan pada

Kurikulum 2006, istilah yang digunakan adalah Standar Kompetensi.

Perbedaannya adalah KI pada Kurikulum 2013 menekankan aspek ketuhanan,

sedangkan SK pada Kurikulum 2006 tidak. Namun demikian, dari segi langkah-

Page 88: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

70

langkah penyusunan RPP, menurut Guru A tidak terdapat perbedaan yang

signifikan (Wan/D1/GA/18-04-2015/T6). Guru A juga mengungkapkan bahwa

prinsip-prinsip penyusunan RPP Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 tidak jauh

berbeda (Wan/D1/GA/18-04-2015/T7).

Ditinjau dari segi komponen RPP, Guru A mengungkapkan bahwa terdapat

beberapa perbedaan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006. Perbedaan yang

dimaksud terletak pada komponen KI-KD, komponen materi, dan komponen

penilaian. KI-KD dalam Kurikulum 2013 memuat aspek ketuhanan, sedangkan

SK-KD dalam Kurikulum 2006 tidak. Komponen materi dalam Kurikulum 2013

dikategorikan ke dalam fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Sedangkan dalam

Kurikulum 2006, komponen materi dijabarkan sesuai dengan urutan materi yang

akan disampaikan di kelas. Guru A menyatakan bahwa komponen penilaian dalam

Kurikulum 2013 jauh berbeda dengan Kurikulum 2006. Disamping itu, Guru A

juga menilai bahwa penilaian dalam Kurikulum 2013 lebih berat dibandingkan

dengan penilaian dalam Kurikulum 2006 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T8).

Pemahaman Guru A tentang pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan pandangan Guru A terhadap

standar proses kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup

pembelajaran yang ideal sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013, serta

perbandingannya dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Pemahaman Guru A

terhadap standar proses kegiatan pendahuluan adalah sebagai berikut. Menurut

Guru A, hal terpenting yang harus dilakukan pada saat membuka pembelajaran

adalah memberikan apersepsi. Guru A menyatakan bahwa kegiatan apersepsi

dilakukan dengan menyampaikan fenomena atau aplikasi kontekstual yang terkait

Page 89: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

71

dengan materi yang akan dipelajari siswa. Guru A tidak setuju bahwa apersepsi

merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengulas materi pembelajaran

sebelumnya. Guru A memandang apersepsi sebagai suatu kegiatan yang bertujuan

untuk mengarahkan siswa agar mengetahui manfaat materi yang akan dipelajari,

sehingga siswa akan tertarik untuk mempelajarinya. Jika siswa tertarik dengan

materi pembelajaran tersebut, maka siswa akan bertanya dan mengajukan

hipotesis, sehingga akan merangsang siswa untuk mengumpulkan informasi,

mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Dengan demikian, semua aspek

pendekatan saintifik yang dituntut dalam Kurikulum 2013 dapat berjalan dengan

baik. Namun, jika kegiatan apersepsi yang disampaikan guru merupakan ulasan

dari materi pembelajaran sebelumnya, maka menurut Guru A, siswa tidak akan

tertarik karena tidak menangkap manfaat materi pembelajaran dalam kehidupan

nyata. Akibatnya, aspek-aspek pendekatan saintifik tidak akan berjalan dengan

baik dan pembelajaran akan didominasi oleh guru (Wan/D1/GA/18-04-2015/T9).

Pada kegiatan inti, Guru A memahami bahwa kegiatan pembelajaran harus

dilaksanakan sesuai dengan aspek-aspek pendekatan saintifik, yaitu mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Guru A berpandangan bahwa kegiatan mengumpulkan informasi tidak hanya

dilakukan dengan membaca buku, namun juga dapat dilakukan dengan praktikum

dan mencari informasi dari internet. Guru A memahami bahwa model

pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan inti harus sesuai dengan model

pembelajaran yang direkomendasikan oleh pusat. Pemilihan model pembelajaran

dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik materi dan kondisi kelas

(Wan/D1/GA/18-04-2015/T10).

Page 90: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

72

Guru A memahami bahwa penerapan pendekatan saintifik tidak hanya

bertujuan untuk mengembangkan aspek pengetahuan, namun juga bertujuan untuk

mengembangkan aspek sosial dan keterampilan siswa. Guru A memahami bahwa

proses pengembangan kompetensi siswa melalui pendekatan saintifik berawal dari

pengembangan aspek pengetahuan. Pengembangan aspek pengetahuan tersebut

akan berdampak pada pengembangan aspek sosial dan keterampilan siswa.

Kompetensi sosial dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran berkelompok,

sedangkan kompetensi keterampilan dikembangkan melalui kegiatan komunikasi

dan mengerjakan sesuatu, seperti praktikum dan proyek (Wan/D1/GA/18-04-

2015/T11).

Guru A percaya bahwa aspek religius tidak hanya dilihat dari hubungan

siswa dengan Tuhan, melainkan juga hubungan siswa dengan orang lain, dan

hubungan siswa dengan lingkungannya (Tri Hita Karana). Berdasarkan

pemahaman tersebut, Guru A menilai bahwa aspek religius tidak dapat

dikembangkan hanya dengan mengajak siswa berdoa sebelum dan sesudah

pembelajaran. Guru A meyakini bahwa pengembangan aspek religius dapat

dilakukan dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan fenomena fisis dalam

kehidupan keseharian siswa, sehingga siswa dapat menyadari kebesaran Tuhan

dan bersyukur dengan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A

berikut. “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius, karena pusat

melihatnya religius siswa dikembangkan dengan berdoa sebelum belajar, saya

nggak. Level religiusnya orang Indonesia sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa

sudah religius. Kalau orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan

orang religius, gitu?” (Wan/D1/GA/18-04-2015/T12).

Page 91: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

73

Guru A memahami bahwa kegiatan penutup pembelajaran dalam Standar

Proses Kurikulum 2013 tidak berbeda dengan Standar Proses Kurikulum 2006

(Wan/D1/GA/18-04-2015/T14). Menurut Guru A, yang harus dilakukan pada

kegiatan penutup adalah mengulas kembali konsep-konsep yang telah dipelajari

dan memberikan gambaran materi yang akan dipelajari pada pertemuan

selanjutnya agar siswa dapat mempersiapkan materi tersebut di rumah. Guru A

tidak setuju bahwa kegiatan merangkum materi pembelajaran merupakan bagian

dari kegiatan penutup. Menurut Guru A, kegiatan merangkum materi

pembelajaran seharusnya dilakukan di akhir fase kegiatan inti, sebelum guru

melakukan evaluasi. Guru A juga memahami bahwa pemberian kuis dan PR

merupakan bagian akhir dari kegiatan inti. Menurut Guru A, yang dilakukan pada

kegiatan penutup hanya menyampaikan gambaran kegiatan dan materi yang akan

dipelajari pada pertemuan selanjutnya, serta menyampaikan salam penutup

(Wan/D1/GA/18-04-2015/T13).

Guru A memahami bahwa penilaian pembelajaran dalam Standar Proses

Kurikulum 2013 mencakup penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Penilaian sikap dilakukan dengan metode observasi, penilaian jurnal, penilaian

diri, dan penilaian antar siswa. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan dengan tes

tulis dan tes lisan, sedangkan penilaian aspek keterampilan dilakukan dengan

penilaian proyek dan penilaian portofolio (Wan/D1/GA/18-04-2015/T15). Guru A

mengungkapkan bahwa penilaian pembelajaran sebaiknya dilakukan secara

bertahap bukan serentak. Menurut Guru A, jika guru melakukan penilaian secara

serentak untuk semua jenis penilaian setiap pertemuan, maka guru hanya akan

terfokus pada proses penilaian tersebut. Akibatnya, proses pembelajaran akan

Page 92: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

74

terganggu. Menurut Guru A, penilaian secara serentak mungkin dapat dilakukan

jika guru mengajar secara berkelompok (Wan/D1/GA/18-04-2015/T16).

Guru A menyatakan bahwa Standar Penilaian Kurikulum 2013 berbeda

dengan Kurikulum 2006. Ditinjau dari segi penilaian aspek pengetahuan,

Kurikulum 2013 memuat penilaian lisan, sedangkan Kurikulum 2006 tidak

memuat hal tersebut. Dari segi penilaian sikap, Kurikulum 2006 tidak memuat

penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa, hanya penilaian

observasi. Sedangkan dalam Kurikulum 2013, semua jenis penilaian sikap

tersebut wajib dilaksanakan oleh guru. Terakhir, dari segi penilaian aspek

keterampilan, dalam Kurikulum 2006, guru diberikan kebebasan untuk

menentukan jenis penilaian aspek keterampilan yang akan digunakan. Sedangkan

dalam Kurikulum 2013, jenis penilaian aspek keterampilan sudah ditentukan oleh

pusat, yaitu penilaian proyek dan portofolio (Wan/D1/GA/18-04-2015/T17).

Guru A memahami bahwa teknis remedial dalam Kurikulum 2013 dan

Kurikulum 2006 tidak berbeda. Guru A menjelaskan bahwa remedial adalah

sebuah upaya perbaikan terhadap materi yang belum dipahami siswa. Dengan

demikian, sebelum memberikan ujian remedi, guru seharusnya membahas materi

yang belum dipahami siswa tersebut, bukan langsung mengadakan ujian ulang.

Sedangkan untuk pengayaan, Guru A memahaminya sebagai upaya memperkaya

pengetahuan siswa dengan materi yang tingkat kesulitannya lebih tinggi.

Pengayaan diberikan kepada siswa yang nilai ulangannya telah memenuhi KKM

(Wan/D1/GA/18-04-2015/T18).

Page 93: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

75

B. Pemahaman Guru B

Guru B telah menerapkan Standar Proses Kurikulum 2013 selama dua

tahun, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014. Guru B memperoleh pengetahuan

tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum sekolah yang

rutin dilaksanakan setiap awal tahun ajaran baru. Guru B tidak pernah mengikuti

workshop kurikulum pusat. Workshop pusat hanya diikuti oleh beberapa guru

sebagai perwakilan sekolah. Setelah mengikuti workshop pusat, guru tersebut

diberikan tugas untuk menyampaikan pengetahuan yang diperolehnya kepada

guru-guru lain pada workshop sekolah (Wan/D1/GB/25-04-2015/T1). Guru B

mengaku bahwa workshop yang diadakan oleh pihak sekolah membantunya

memahami teknis penyusunan administrasi pembelajaran berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013. Guru B juga mengaku memperoleh pengetahuan tentang Standar

Proses Kurikulum 2013 dari teks panduan yang diberikan oleh Wakil Kepala

Sekolah Bidang Kurikulum. Teks panduan yang dimaksud yaitu Permendikbud

Nomor 81A Tahun 2013, silabus, dan contoh RPP dari guru yang sudah mengikuti

workshop kurikulum pusat. Guru B mengungkapkan bahwa contoh RPP tersebut

adalah RPP mata pelajaran matematika. Namun demikian, Guru B mengaku

mampu mengadaptasi contoh RPP tersebut karena mata pelajaran matematika

relatif sama dengan mata pelajaran fisika (Wan/D1/GB/25-04-2015/T3).

Guru B memahami perencanaan pembelajaran merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran berlangsung. Menurut Guru B, yang

harus disiapkan guru dalam kegiatan perencanaan adalah LKS, RPP, dan media

pembelajaran. LKS perlu disiapkan karena LKS yang termuat dalam buku guru

masih mengacu pada Kurikulum 2006, sehingga tidak sesuai dengan skenario

Page 94: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

76

pembelajaran yang direncanakan oleh Guru B (Wan/D1/GB/25-04-2015/T4).

Menurut Guru B, RPP dibuat dengan tujuan untuk merancang kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan di kelas. Namun demikian, Guru B

menyatakan bahwa pembelajaran tidak harus dilaksanakan sama persis seperti

RPP. Skenario kegiatan pembelajaran dapat dikembangkan dan disesuaikan

dengan kondisi kelas Yang terpenting menurut Guru B adalah ketercapaian

indikator dan materi pembelajaran yang direncanakan (Wan/D1/GB/25-04-

2015/T5).

Guru B menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara standar perencanaan

pembelajaran Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006. Perbedaan yang

dimaksud terletak pada pemaparan kegiatan pembelajaran dalam RPP. Dalam

Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran dipaparkan sesuai dengan aspek-aspek

pendekatan saintifik, sedangkan dalam Kurikulum 2006, kegiatan pembelajaran

dipaparkan berdasarkan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Namun

demikian, Guru B menilai bahwa pada dasarnya kedua hal tersebut sama dan

berhubungan. Perbedaannya adalah dalam Kurikulum 2013, kegiatan

pembelajaran pendekatan saintifik dipaparkan secara lebih terperinci dalam RPP,

sedangkan pada Kurikulum 2006 tidak terperinci (Wan/D1/GB/25-04-2015/T6).

Pemahaman Guru B terhadap pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan

berdasarkan pemahamannya tentang teknis membuka pembelajaran, teknis

melaksanakan kegiatan inti pembelajaran, dan teknis menutup pembelajaran yang

sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013. Menurut Guru B, yang harus

dilakukan ketika membuka pembelajaran adalah menyapa siswa, melakukan

absensi, menyampaikan KI-KD, dan menyampaikan indikator pembelajaran. Guru

Page 95: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

77

B memahami bahwa kegiatan absensi menunjukkan bahwa guru memberikan

perhatian terhadap siswa. Namun demikian, Guru B menilai bahwa guru tidak

harus menanyakan kehadiran siswa satu per satu pada setiap pertemuan. Absensi

terperenci hanya perlu dilakukan jika guru belum hafal semua nama siswa. Jika

guru sudah mengenal semua siswa, maka kegiatan absensi dapat dilakukan hanya

dengan menanyakan siswa yang tidak hadir dan alasan ketidakhadirannya.

Menurut Guru B, KI, KD, dan indikator pembelajaran tidak perlu disampaikan

oleh guru karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan

membosankan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan silabus secara

langsung kepada siswa. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui dan

mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Guru B berikut.“Kemudian, idealnya kan menyampaikan KI-KD dan

indikatornya. Untuk saya, itu tidak saya lakukan karena kepepet waktu pertama,

kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi yang seperti itu, saya kasih

aja mereka silabusnya.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T7)

Guru B memahami bahwa kegiatan inti pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 merupakan penerapan dari aspek-aspek pendekatan

saintifik. Guru B menjelaskan bahwa pendekatan saintifik terdiri dari aspek 5M,

yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan

mengkomunikasikan. Guru B menilai kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan

saintifik tidak mutlak harus dilakukan dengan praktikum, namun dapat dilakukan

melalui pengamatan fenomena fisis dalam kehidupan keseharian siswa. Penerapan

pendekatan saintifik juga harus disesuaikan dengan karakteristik materi

pembelajaran (Wan/D1/GB/25-04-2015/T8). Menurut Guru B, keunggulan

Page 96: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

78

pembelajaran berbasis pendekatan saintifik adalah siswa dapat mengeksplorasi

diri secara mendalam melalui sintesis materi yang dikumpulkannya dari berbagai

sumber. Kelemahannya adalah waktu pembelajaran yang diperlukan relatif lama,

sedangkan alokasi waktu yang ada terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Guru B berikut. “Kalau keunggulannya, siswa lebih banyak mengeksplorasi diri,

tidak hanya menerima dari gurunya atau tidak langsung menerima yang mereka

dapat dari internet, tapi dianalisis dulu. Kelemahnya, paling memerlukan waktu

yang cukup panjang, sedangkan kita di sekolah kan waktunya terbatas.”

(Wan/D1/GB/25-04-2015/T9)

Guru B menilai bahwa pada dasarnya, aspek-aspek pendekatan saintifik

memiliki kesamaan dengan kegiatan pembelajaran eksplorasi, elaborasi, dan

konfirmasi dalam Kurikulum 2006. Kegiatan mengamati dan menanya dalam

pendekatan saintifik sama dengan kegiatan eksplorasi, kegiatan mengasosiasi

sama dengan kegiatan elaborasi, dan kegiatan mengkomunikasikan sama dengan

kegiatan konfirmasi. Perbedaannya adalah dalam Kurikulum 2013, kegiatan

pembelajaran pendekatan saintifik dipaparkan secara lebih terperinci, sedangkan

dalam Kurikulum 2006 tidak terperinci (Wan/D1/GB/25-04-2015/T10). Guru B

meyakini bahwa kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang

didukung oleh tiga model pembelajaran rekomendasi pusat mungkin menjadi

kendala bagi guru-guru mata pelajaran IPS. Namun, model pembelajaran tersebut

bukan merupakan hal yang baru bagi guru-guru mata pelajaran MIPA. Guru B

mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran 5M telah sering dilakukannya

dalam Kurikulum 2006 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif,

Page 97: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

79

sehingga siswa juga telah terbiasa dengan pembelajaran berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013 (Wan/D1/GB/25-04-2015/T11).

Sama seperti Guru A, Guru B juga menilai bahwa perbedaan yang paling

signifikan antara Standar Proses Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006 terletak

pada penilaian hasil pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam Kurikulum 2013,

penilaian hasil pembelajaran lebih spesifik dibandingakan penilaian hasil belajar

pada Kurikulum 2006. Guru B mengungkapkan bahwa penilaian aspek

pengetahuan dan keterampilan yang dituntut dalam Kurikulum 2013 tidak jauh

berbeda dengan Kurikulum 2006. Menurut Guru B, yang jauh berbeda adalah

penilaian aspek sikap. Dalam Kurikulum 2006, penilaian sikap dilakukan secara

umum oleh guru, sedangkan dalam Kurikulum 2013, terdapat berbagai jenis

penilaian sikap yang harus dilakukan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T12). Guru B

memahami bahwa penilaian aspek sikap dalam Standar Proses Kurikulum 2013

merupakan upaya pengukuran ketercapaian indikator dari KI-1 dan KI-2. Menurut

Guru B, pengukuran ketercapaian aspek sikap dilakukan melalui penilaian

observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Guru B

menjelaskan bahwa dari keempat jenis penilaian sikap tersebut, penilaian jurnal

merupakan penilaian yang paling efektif. Penilaian jurnal dilakukan dengan

mencatat siswa dengan sikap yang terbaik dan terburuk. Siswa dengan sikap yang

normal tidak perlu dicatat dan diberikan nilai yang sama secara merata. Hal ini

dilakukan karena jumlah siswa banyak, sehingga akan memerlukan waktu lama

untuk menilai semua siswa. Menurut Guru B, penilaian diri dan penilaian antar

siswa kurang efektif karena sebagian besar respon siswa tidak objektif.

Page 98: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

80

Guru B memahami bahwa penilaian aspek pengetahuan dalam Kurikulum

2013 merupakan upaya pengukuran ketercapaian indikator dari KI-3. Penilaian

aspek pengetahuan dapat dilakukan melalui ulangan harian, kuis, ulangan tengah

semester, dan ulangan akhir semester. Guru B mengungkapkan bahwa bobot untuk

setiap jenis penilaian tersebut sudah ditentukan oleh pusat, sehingga guru hanya

perlu menginput nilai-nilai yang diperlukan. Guru B memahami penilaian aspek

keterampilan dalam Standar Proses Kurikulum 2013 sebagai upaya pengukuran

ketercapaian indikator dari KI-4. Guru B mengungkapkan bahwa penilaian aspek

keterampilan dapat dilakukan melalui penilaian kinerja praktikum, penilaian

kinerja diskusi, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Menurut Guru B,

karakteristik materi merupakan salah satu pertimbangan dalam memilih metode

penilaian aspek keterampilan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T13).

Guru B memahami proses remedial sebagai upaya perbaikan nilai siswa

yang tidak memenuhi KKM. Proses remedial dilakukan sampai siswa memahami

materi yang belum dipahaminya, yang terlihat dari nilai ujian ulang yang

diikutinya. Sedangkan pengayaan, menurut Guru B dapat dilakukan dengan

memberikan soal dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi (Wan/D1/GB/25-04-

2015/T114).

Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan bahwa guru model

memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop,

teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, soft copy silabus, contoh RPP hasil

pelatihan, dan form penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang

Kurikulum. Guru model memahami bahwa perencanaan pembelajaran berbasis

Kurikulum 2013 sebagai penyiapan RPP dan media pembelajaran. Guru model

Page 99: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

81

menilai bahwa perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 tidak jauh

berbeda dengan perencanaan pembelajaran Kurikulum 2006. Pelaksanaan

pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dipahami sebagai pengembangan aspek

sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa melalui penerapan pendekatan

saintifik yang didukung oleh tiga model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu

discovery learning, problem based learning, dan project based learning. Guru

model menilai bahwa pembelajaran berbasis pendekatan saintifik bukan

merupakan hal yang baru karena pada Kurikulum 2006, guru model telah sering

menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan

pembelajaran 5M. Evaluasi pembelajaran dipahami sebagai pengukuran

ketercapain pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa

melalui berbagai metode penilaian. Guru model menilai bahwa evaluasi

pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 lebih kompleks dan terperinci. Selain itu,

metode penilaian hasil pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 juga

sudah ditentukan oleh pusat. Terakhir, guru model memahami bahwa tindak lanjut

penilaian hasil pembelajaran adalah remedial dan pengayaan. Remedial diberikan

untuk siswa yang nilainya belum memenuhi KKM, sedangkan pengayaan

diberikan untuk siswa yang nilainya telah memenuhi KKM.

4.1.3.2 Tindak Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Fisika Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

Tindak perencanaan pembelajaran guru dipaparkan berdasarkan transkrip

wawancara dengan guru dan pengawas akademik, serta hasil studi dokumen RPP

guru. Guru A mengungkapkan bahwa rencana kegiatan pembelajaran secara

umum didiskusikan dengan MGMP fisika dan laboran di awal semester. Dalam

Page 100: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

82

diskusi tersebut, guru mendiskusikan materi pembelajaran, rancangan praktikum,

dan tugas proyek yang akan diberikan selama satu semester (Wan/D1/GA/18-04-

2015/T19).

A. Tindak Guru A

Pada perencanaan pembelajaran, Guru A ditemukan menyiapkan RPP,

LKS, serta instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. RPP

dibuat oleh Guru A pada awal semester sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru A

mengaku mengalami kendala dalam menyusun RPP di awal semester karena

kalender pendidikan belum diterbitkan, sehingga Guru A tidak dapat memastikan

alokasi waktu berdasarkan minggu efektif. Guru A juga mengungkapkan bahwa

kelemahan membuat RPP di awal semester adalah guru belum memahami

karakteristik siswa yang akan diajar, sehingga kebanyakan RPP yang dibuat tidak

sesuai dengan karakteristik siswa dan harus direvisi pada saat pembelajaran

(Wan/D2/GA/05-06-2015/T1). Guru A mengaku membuat RPP untuk setiap

pertemuan. Guru A menilai akan lebih mudah menentukan alokasi waktu RPP per

pertemuan dibandingkan dengan RPP per KD. Guru A juga mengungkapkan

bahwa akan lebih mudah merevisi RPP per pertemuan jika dalam pelaksanaannya

mengalami ketidaksesuaian. Guru A menyatakan bahwa teknis penyusunan RPP

yang dilakukannya telah sesuai dengan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, di

mana RPP digunakan minimal per pertemuan. (Wan/D2/GA/05-06-2015/T2).

Teknis Guru A dalam menyusun RPP adalah sebagai berikut. Pada

workshop sekolah yang dilaksanakan setiap awal semester, Guru A memetakan

KI-KD yang termuat dalam silabus untuk menentukan tingkatan kesulitan materi

pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Guru A mengungkapkan bahwa

Page 101: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

83

jika dalam silabus ditemukan KD yang dirumuskan dengan kata operasional

“menganalisis”, maka tingkat kesulitan materi yang harus diberikan minimal

sampai C4. Berdasarkan pemetaan tersebut, Guru A menyusun indikator

pembelajaran. Selanjutnya, Guru A memetakan pengalaman belajar yang dapat

dilakukan pada silabus dan menyesuaikannya dengan karakteristik materi,

karakteristik siswa, dan ketersediaan alokasi waktu. Berdasarkan pemetaan

tersebut, Guru A menentukan tujuan pembelajaran. Setelah menyusun tujuan

pembelajaran, Guru A melanjutkan menyusun komponen RPP yang lain

(Wan/D1/GA/18-04-2015/T263; Wan/D2/GA/05-06-2015/T3).

Studi terhadap dokumen RPP Guru A menunjukkan bahwa RPP disusun

untuk satu kali pertemuan. Komponen RPP yang disusun tidak sesuai dengan

sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013.

Komponen RPP tersebut lebih sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2006.

Komponen yang ditemukan dalam dokumen RPP Guru A, yaitu identitas mata

pelajaran, KI, KD, indikator, materi pembelajaran, pendekatan dan metode

pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan

alat/media/sumber belajar. Identitas yang tercantum dalam RPP Guru A adalah

nama sekolah, kelas, semester, mata pelajaran, pokok bahasan, sub pokok

bahasan, jumlah pertemuan, dan alokasi waktu. KI dan KD yang tercantum dalam

RPP Guru A sama dengan KI dan KD yang termuat dalam silabus. RPP Guru A

hanya memuat indikator yang berasal dari KD pada KI-3, yaitu aspek

pengetahuan. Guru A tidak memaparkan indikator dan tujuan pembelajaran yang

berasal dari KD pada KI-1, KI-2, dan KI-4. Berdasarkan hasil verifikasi, Guru A

membenarkan bahwa dalam RPP yang dibuatnya belum dicantumkan indikator

Page 102: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

84

dan tujuan pembelajaran yang berasal dari KD pada KI-1, KI-2, dan KI-4. Guru A

mengungkapkan bahwa sistematika RPP yang dibuatnya belum disesuaikan

dengan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 (Wan/D2/GA/05-06-2015/T4).

Komponen materi pembelajaran dalam RPP Guru A tidak dipaparkan

berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Materi pembelajaran

tersebut dipaparkan secara sistematis sesuai dengan urutan materi yang akan

disampaikan pada saat pembelajaran. Pemaparan tersebut sama dengan Standar

Proses Kurikulum 2006. Guru A tidak merencanakan kegiatan pembelajaran

berbasis pendekatan saintifik, namun kegiatan pembelajaran direncanakan dengan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Metode pembelajaran yang

direncanakan oleh Guru A adalah diskusi, presentasi, dan tanya jawab. Komponen

langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP Guru A dipaparkan dalam

bentuk tabel. Tabel tersebut terdiri atas tiga judul kolom, yaitu kegiatan

pembelajaran, standar proses dan alokasi waktu, serta kegiatan guru-siswa.

Kegiatan pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan pokok, yaitu

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Kegiatan pendahuluan dan

kegiatan penutup masing-masing dialokasikan selama 10 menit, sedangkan

kegiatan inti dialokasikan selama 70 menit. Kegiatan pendahuluan memuat

kegiatan guru menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa, menyampaikan SK,

KD, dan indikator, serta memberikan apersepsi. Pada kegiatan inti, Guru A tidak

mengkategorikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran berdasarkan pendekatan

saintifik dan model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu inquiry learning,

discovery learning, problem based learning, dan project based learning. Kegiatan

inti justru dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek Standar Proses Kurikulum

Page 103: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

85

2006, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Deskripsi kegiatan inti

dipaparkan berdasarkan kegiatan guru dan kegiatan siswa sesuai dengan fase-fase

model pembelajaran yang digunakan, dalam hal ini adalah model pembelajaran

STAD. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa RPP yang dibuat oleh Guru A

merupakan RPP Kurikulum 2006 yang belum selesai diedit, sehingga kegiatan inti

pembelajaran masih dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek Standar Proses

Kurikulum 2006, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Namun demikian,

Guru A mengklaim bahwa semua aspek pendekatan saintifik telah terpenuhi

dalam RPP tersebut. Guru A juga mengungkapkan bahwa dalam Permendikbud

Nomor 103 Tahun 2014 tidak ditegaskan bahwa pembelajaran wajib dilaksanakan

dengan pendekatan saintifik (Wan/D2/GA/05-06-2015/T5). Pada kegiatan

penutup, Guru A merencanakan latihan soal, menuntun siswa menyimpulkan

materi, memberikan tugas, menyampaikan materi pada pertemuan selanjutnya,

dan memberikan salam penutup.

Komponen penilaian hasil belajar dalam RPP Guru A terdiri atas dua

bagian, yaitu teknik penilaian dan instrumen penilaian. Teknik dan instrumen

penilaian yang dicantumkan adalah untuk aspek pengetahuan dan sikap, padahal

Guru A tidak merumuskan indikator untuk aspek sikap. Guru A tidak

merencanakan penilaian aspek keterampilan. Soal kuis dan pembahasan, rubrik

penilaian sikap dan rubrik penilaian aspek pengetahuan terlampir pada RPP Guru

A. Pada komponen alat/bahan dan sumber pembelajaran, Guru A ditemukan

menggunakan tiga sumber belajar buku paket dan media pembelajaran berupa

powerpoint, papan tulis, dan spidol. Hal ini berbeda dengan pernyataan Siswa

Guru A bahwa terdapat tiga jenis buku yang digunakan sebagai sumber belajar,

Page 104: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

86

yaitu buku paket yang diberikan oleh sekolah, serta buku LKS Kreatif dan buku

Sagofindo yang dibeli siswa di luar sekolah (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T1).

B. Tindak Guru B

Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru B adalah penyiapan

RPP, LKS, dan media pembelajaran berupa powerpoint. Selain itu, sebelum

praktikum, Guru B juga selalu memesan jadwal penggunaan lab dan berdiskusi

dengan Laboran tentang rancangan praktikum yang akan dilakukan, sehingga

Laboran dapat menyiapkan alat dan bahan praktikum yang diperlukan

(Wan/D2/GB/27-04-2015/T1). Guru B membuat RPP untuk setiap KD

pembelajaran. Setiap KD pembelajaran diselesaikan oleh Guru B lebih dari satu

kali pertemuan, sehingga dalam satu RPP, Guru B memaparkan skenario

pembelajaran untuk masing-masing pertemuan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T15).

Guru B menyusun RPP pada workshop kurikulum sekolah yang

diselenggarakan setiap awal semester. Dalam workshop tersebut, Guru B

membuat RPP sampel untuk beberapa materi pembelajaran. Materi pembelajaran

yang dipilih merupakan materi yang menurut Guru B paling mudah. Sedangkan

untuk RPP materi pembelajaran yang lain, Guru B mengembangkannya secara

mandiri di rumah dengan mengikuti sistematika RPP sampel yang telah dibuat.

Guru B menyatakan bahwa RPP yang telah dibuatnya pada awal semester tidak

langsung digunakan. RPP tersebut direvisi kembali jika tidak sesuai dengan

kondisi kelas pada saat mengajar. Guru B memahami bahwa RPP untuk kelas

dengan karakteristik siswa yang pintar tidak dapat digunakan pada kelas dengan

karakteristik siswa yang kurang pintar. Beberapa bagian pada RPP harus direvisi,

sehingga sesuai dengan karakteristik siswa yang akan diajar. Namun demikian,

Page 105: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

87

Guru B mengaku tidak menggunakan RPP yang berbeda untuk dua kelas yang

diajarnya karena karakteristik siswa pada kedua kelas tersebut dinilai hampir sama

(Wan/D2/GB/27-04-2015/T3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam

menyusun RPP, Guru B mempertimbangkan karakteristik siswa yang akan diajar.

Guru B menyatakan bahwa panduan yang digunakannya dalam membuat RPP

adalah Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Selain itu, Guru B juga

menggunakan contoh RPP yang diberikan oleh guru yang telah mengikuti

workshop pusat sebagai panduan dalam membuat RPP (Wan/D2/GB/27-04-

2015/T2).

Guru B menyusun RPP secara mandiri, bukan secara berkelompok dalam

MGMP. Yang didiskusikan dalam MGMP adalah jenis kegiatan praktikum yang

akan diberikan kepada siswa dan kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran,

seperti tidak tersedianya alat atau bahan praktikum (Wan/D2/GB/27-04-

2015/T4). Langkah-langkah Guru B dalam menyusun RPP ditemukan sebagai

berikut. Pertama, Guru B melihat karakteristik materi yang akan diajarkan, apakah

materi tersebut dapat dipraktikumkan atau tidak. Jika materi tersebut dapat

dipraktikumkan, maka selanjutnya Guru B memeriksa ketersediaan alat dan bahan

praktikumnya. Jika alat atau bahan praktikumnya tidak tersedia, maka

pembelajaran akan direncanakan dengan alternatif kegiatan lain, seperti

demonstrasi atau penanyangan video. Selanjutnya Guru B menyiapkan LKS.

Penyusunan LKS dilakukan karena LKS yang termuat dalam buku guru dan buku

siswa masih mengacu pada Kurikulum 2006, sehingga tidak sesuai dengan

skenario pembelajaran yang direncanakan oleh Guru B (Wan/D1/GB/25-04-

2015/T4). Guru B menyatakan bahwa Laboran telah memiliki LKS terstandar

Page 106: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

88

untuk beberapa materi praktikum fisika dasar. LKS terstandar tersebut merupakan

kumpulan LKS yang telah dirancang pada saat SMA Negeri 1 Singaraja

mengikuti ISO untuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Guru B

mengaku sering menggunakan LKS terstandar tersebut untuk materi praktikum

yang sesuai. Namun, Guru B mengaku merancang sendiri LKS untuk materi

praktikum yang tidak sesuai dengan LKS terstandar tersebut (Wan/D2/GB/27-04-

2015/T5).

Waktu yang diperlukan oleh Guru B dalam menyusun RPP tergantung

pada karakteristik materi yang akan diajarkan. Untuk materi yang dinilai mudah

dan sudah pernah diajarkan, Guru B mengaku tidak memerlukan waktu lama

dalam menyusun RPP. Hal ini dikarenakan Guru B hanya perlu merevisi RPP

yang pernah dibuatnya. Namun, untuk materi yang abstrak dan tidak terdapat

dalam buku pegangan guru, Guru B mengaku memerlukan waktu yang relatif

lama dalam menyusun RPP karena Guru B harus mengumpulkan informasi terkait

materi tersebut melalui internet (Wan/D3/GB/30-04-2015/T2). Studi terhadap

dokumen RPP Guru B menunjukkan bahwa RPP disusun untuk setiap KD yang

digunakan untuk beberapa kali pertemuan. Komponen RPP yang disusun terdiri

dari identitas mata pelajaran, KI, KD, indikator, tujuan pembelajaran, materi

pembelajaran, metode pembelajaran, alat/media/sumber belajar, langkah-langkah

kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Identitas yang tercantum dalam

RPP Guru B adalah nama sekolah, satuan pendidikan, kelompok, mata pelajaran,

kelas, tahun ajaran, semester, materi pembelajaran, alokasi waktu, dan jumlah

pertemuan. KI dan KD yang tercantum dalam RPP Guru B sama dengan KI dan

KD yang termuat dalam silabus. RPP Guru B hanya memuat indikator dan tujuan

Page 107: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

89

pembelajaran yang berasal dari KD pada KI-3 dan KI-4. Guru B tidak

memaparkan indikator dan tujuan pembelajaran yang berasal dari KD pada KI-1

dan KI-2.

Guru B mengungkapkan bahwa indikator dan tujuan pembelajaran

memiliki pengertian yang berbeda. Tujuan pembelajaran memuat kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan untuk mencapai indikator yang telah

dirumuskan (Wan/D3/GB/30-04-2015/T3). Guru B menyatakan bahwa

komponen indikator dalam RPP dikembangkan berdasarkan analisis tujuan akhir

dari penguasaan materi pembelajaran yang diharapkan pada siswa. Tingkat

kesulitan indikator tersebut didiskusikan dalam MGMP. Disamping itu, Guru B

juga mengadaptasi indikator SKL UN dan indikator pembelajaran yang termuat

pada beberapa buku pelajaran fisika. Hal tersebut dilakukan untuk membiasakan

siswa terhadap tingkat kesulitan soal UN (Wan/D2/GB/27-04-2015/T6). Indikator

pembelajaran yang termuat dalam RPP guru-guru fisika yang mengajar di kelas

XI MIA berbeda. Namun demikian, materi pokok pembelajaran yang diajar oleh

guru-guru tersebut sama. Kedalaman materi serta jenis kegiatan praktikum yang

akan diberikan juga telah didiskusikan dalam MGMP, sehingga semua siswa kelas

XI MIA memperoleh materi pembelajaran dan kegiatan praktikum fisika yang

sama, walaupun guru yang mengajar berbeda. Soal ulangan tengah semester dan

ulangan akhir semester yang diujikan untuk semua siswa kelas XI MIA juga

merupakan gabungan dari soal-soal yang dibuat oleh masing-masing guru.

Berdasarkan hal tersebut, Guru B menilai bahwa perbedaan indikator

pembelajaran yang termuat dalam RPP guru-guru yang mengajar pada tingkatan

kelas yang sama bukan sebagai masalah (Wan/D3/GB/30-04-2015/T4).

Page 108: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

90

Komponen materi pembelajaran dipaparkan berdasarkan kategori fakta,

konsep, prinsip, dan prosedur. Guru B mengklaim bahwa pengkategorian tersebut

telah sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor

81A Tahun 2013. Guru B mengaku kurang memahami pengelompokan materi

berdasarkan kategori tersebut, sehingga setiap membuat RPP, Guru B harus

membuka panduan untuk membaca kembali definisi dari setiap kategori tersebut.

Dengan demikian, Guru B mengaku memerlukan waktu relatif lama dalam

melakukan pengkategorian materi pembelajaran tersebut. Guru B memahami

kategori fakta sebagai kelompok materi pembelajaran yang konkrit, dapat

diidentifikasi dengan panca indera. Kategori prosedur dipahami sebagai langkah-

langkah dalam melakukan kegiatan pembelajaran, seperti kegiatan praktikum

(Wan/D2/GB/27-04-2015/T7). Menurut Guru B, pemaparan materi berdasarkan

kategori tersebut tidak membantu guru pada saat mengajar. Pemaparan materi

berupa konsep-konsep yang akan diajarkan seperti pada Kurikulum 2006 dinilai

lebih membantu guru dalam menyusun dan menerapkan RPP. Namun demikian,

Guru B mengaku telah memahami gambaran umum materi dan langkah-langkah

kegiatan pembelajaran, sehingga pada saat pembelajaran, Guru B tidak hanya

terpaku pada RPP (Wan/D2/GB/27-04-2015/T8).

Komponen metode pembelajaran dalam RPP Guru B terdiri dari tiga

bagian, yaitu model pembelajaran, pendekatan, dan metode. Guru B

merencanakan kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang

didukung oleh model pembelajaran discovery learning dan metode diskusi

kelompok, tanya jawab, dan penugasan. Komponen alat/media/sumber belajar

dipaparkan sebagai berikut. Guru B menggunakan media pembelajaran berupa

Page 109: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

91

papan tulis, LCD, dan LAS, serta sumber belajar berupa buku paket dan internet.

Guru B menyatakan bahwa media pembelajaran yang paling sering digunakan

adalah powerpoint, LKS, spidol, papan tulis, dan LCD. Guru B mengaku bingung

apakah spidol dan papan tulis dapat dikategorikan sebagai media pembelajaran.

Menurut Guru B, komponen alat dan bahan mengacu pada alat dan bahan

praktikum yang akan digunakan. Namun demikian, Guru B mengaku tidak perlu

menuliskan semua nama alat dan bahan praktikum dalam RPP karena hal tersebut

sudah tercantum dalam LKS (Wan/D2/GB/27-04-2015/T9).

Sumber belajar yang digunakan oleh Guru B adalah buku dan internet.

Guru B menggunakan tiga jenis sumber belajar buku yang sama dengan siswa,

yaitu buku paket yang dipinjam dari perpustakaan sekolah, serta buku LKS

Kreatif dan buku Sagofindo yang dibeli di luar sekolah. Buku LKS Kreatif dan

buku Sagifindo digunakan sebagai sumber latihan soal, soal PR, dan tugas

(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T16). Guru B menggunakan buku LKS Kreatif dan

buku Sagofindo karena kebanyakan siswa membeli buku tersebut. Guru B

mengaku kasihan kepada siswa jika buku tersebut tidak dimanfaatkan. Buku

Sagofindo merupakan buku diktat yang memuat konten berupa materi, contoh

soal yang berisi kunci jawaban, dan soal latihan tanpa kunci jawaban. Guru B

menggunakan kas MGMP untuk membeli kedua buku tersebut (Wan/D3/GB/30-

04-2015/T6). Pertimbangan Guru B dalam memilih sumber belajar buku adalah

sebagai berikut. Pertama, buku memuat konten yang mudah dipahami oleh siswa.

Kedua, buku memuat konten yang kontekstual, yaitu memuat contoh penerapan

materi pembelajaran dalam kehidupan keseharian siswa. Terakhir, buku memuat

modul praktikum. Guru B mengaku tidak menemukan buku yang memuat modul

Page 110: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

92

praktikum untuk semua materi pembelajaran, sehingga Guru B menggunakan

beberapa buku dalam menyusun LKS praktikum (Wan/D3/GB/30-04-2015/T7).

Komponen langkah-langkah kegiatan pembelajaran dipaparkan dalam

bentuk tabel untuk setiap pertemuan. Tabel tersebut terdiri atas tiga judul kolom,

yaitu kegiatan, deskripsi kegiatan, dan alokasi waktu. Kegiatan pembelajaran

dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan memuat kegiatan guru

menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa, menyampaikan materi pembelajaran,

dan membagi siswa ke dalam kelompok. Kegiatan inti dikelompokkan

berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Deskripsi

kegiatan inti dipaparkan berdasarkan kegiatan guru dan kegiatan siswa sesuai

dengan fase-fase model pembelajaran yang digunakan. Meskipun pemaparan

kegiatan inti dilakukannya dengan mengacu pada aspek-aspek pendekatan

saintifik, Guru B menyatakan bahwa fase-fase dari model pembelajaran yang

digunakan juga ditampilkan dalam RPP. Fase-fase tersebut disesuaikan dengan

aspek pendekatan saintifik. Guru B mencontohkan jika terdapat dua fase yang

memuat kegiatan menanya, maka kedua fase tersebut dikelompokkan ke dalam

kolom aspek menanya. Dengan demikian, setiap aspek pendekatan saintifik dapat

memuat beberapa fase model pembelajaran (Wan/D2/GB/27-04-2015/T10).

Kegiatan penutup memuat paparan kegiatan tanya jawab, tes tulis, tugas atau PR,

penyampaian materi pada pembelajaran selanjutnya, dan salam penutup. Alokasi

waktu total pembelajaran yang direncanakan adalah 90 menit. Alokasi waktu

tersebut dipilah menjadi alokasi waktu untuk kegiatan pendahuluan selama 20

Page 111: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

93

menit, alokasi waktu untuk kegiatan inti selama 50 menit, dan alokasi waktu

untuk kegiatan penutup selama 20 menit. Penentuan alokasi waktu tersebut

dilakukan berdasarkan pengalaman mengajar Guru B (Wan/D2/GB/27-04-

2015/T11).

Komponen penilaian hasil belajar terdiri atas dua bagian, yaitu teknik dan

instrumen penilaian serta prosedur penilaian. Teknik dan instrumen penilaian

memuat teknik untuk menilai aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Instrumen untuk masing-masing teknik penilaian tersebut dilampirkan dalam RPP.

Pada bagian prosedur penilaian, ditampilkan tabel yang memuat indikator

penilaian pada masing-masing aspek, teknik penilaian, dan waktu penilaian. Guru

B menjelaskan bahwa lampiran yang menyatu dengan RPP hanya soal dan kunci

jawaban kuis yang akan diberikan secara situasional. Instrumen penilaian aspek

sikap, pengetahuan, dan keterampilan, serta LKS dilampirkan secara terpisah

(Wan/D2/GB/27-04-2015/T12).

Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen berupa silabus dan RPP,

ditemukan bahwa pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP

dan media pembelajaran. RPP dibuat per KD pada awal semester dan

dikembangkan pada saat pembelajaran dengan menyesuaikan terhadap

karakteristik siswa dan ketersediaan alokasi waktu pembelajaran. RPP yang dibuat

memuat lampiran LKS dan instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. Komponen RPP yang dibuat oleh salah satu guru model ditemukan

sebagian besar tidak sesuai dengan sistematika RPP dalam Permendikbud Nomor

81 A Tahun 2013. Guru model tersebut masih menggunakan RPP Kurikulum 2006

dengan hanya menyesuaikan KI dan KD Kurikulum 2013. Komponen RPP yang

Page 112: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

94

lain, seperti materi pembelajaran, skenario pembelajaran, dan teknik penilaian

ditemukan masih belum diedit. Namun demikian, guru model tersebut mengklaim

bahwa semua aspek pendekatan saintifik telah dimunculkan dalam RPP.

4.1.3.3 Tindak Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Fisika Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

Tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan transkrip observasi pembelajaran,

transkrip wawancara guru, dan transkrip wawancara siswa. Guru A mengajar di

kelas XI MIA 6. Peneliti telah melakukan observasi pembelajaran fisika di kelas

Guru A sebanyak tiga kali. Berikut paparan kegiatan pembelajaran yang dilakukan

oleh Guru A.

A. Tindak Guru A

1) Observasi Pertama Pembelajaran di Kelas Guru A

Observasi pertama dilakukan pada 8 April 2015. Guru A melakukan

pembelajaran dengan materi pokok tekanan pada gas ideal. Kegiatan pendahuluan

dilakukan dengan menyampaikan salam pembuka, melakukan absensi,

penyampaian garis besar materi pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan,

serta memeriksa pemahaman siswa tentang asumsi-asumsi dalam gas ideal. Guru

A tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Siswa Guru A

mengungkapkan bahwa Guru A memang tidak pernah menyampaikan hal tersebut

pada saat pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T2). Hasil verifikasi

menunjukkan bahwa Guru A sering melupakan kegiatan tersebut. Guru A menilai

penyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran tidak diperlukan karena guru

telah menyampaikan garis besar materi yang akan dipelajari. Guru A memprediksi

Page 113: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

95

bahwa penyampaian indikator dan tujuan pembelajaran dapat menyebabkan siswa

tidak tertarik dengan materi pembelajaran lain di luar indikator. Hal ini

dikarenakan siswa telah terfokus pada indikator dan tujuan pembelajaran yang

harus dicapai, sehingga siswa menggap hal lain di luar indikator tersebut tidak

penting untuk dipelajari. Guru A juga menilai bahwa kegiatan tersebut terkesan

membosankan dan tidak efektif, sehingga hanya akan membuang waktu. Menurut

Guru A, penyampaian indikator dan tujuan pembelajaran tanpa penyampaian garis

besar materi pembelajaran, justru akan menyebabkan siswa tidak memahami

materi yang akan dipelajari (Wan/D2/GA/05-06-2015/T6). Guru A juga

ditemukan tidak mengabsen kehadiran setiap siswa secara spesifik per individu.

Kegiatan absensi dilakukan dengan menanyakan siswa yang tidak hadir. Guru A

menyampaikan bahwa kegiatan pembelajaran akan dilakukan dengan metode

diskusi kelompok. Guru A juga menyampaikan materi yang akan dipelajari dalam

diskusi tersebut. Pada akhir kegiatan pendahuluan, Guru A memeriksa

pemahaman siswa tentang asumsi-asumsi yang digunakan dalam mempelajari

materi gas ideal. Siswa menyampaikan asumsi-asumsi tersebut dan Guru A

menuliskannya di papan tulis. Asumsi tersebut dijadikan acuan oleh Guru A dalam

menjelaskan materi pembelajaran selanjutnya.

Siswa Guru A menyatakan bahwa pada kegiatan pendahuluan, Guru A

sering menunjuk siswa secara langsung dan memberikan pertanyaan terkait materi

pembelajran sebelumnya dan materi yang akan dipelajari. Hal tersebut dilakukan

untuk memeriksa apakah siswa sudah belajar atau belum, karena pada pertemuan

sebelumnya, Guru A telah memberikan PR beruapa tugas baca. Namun demikian,

Siswa Guru A mengaku takut tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan.

Page 114: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

96

Guru A memberikan respon yang berbeda antara siswa yang bisa dengan siswa

yang tidak bisa menjawab soal ketika ditunjuk. Siswa yang bisa menjawab soal

akan diberikan pujian, sedangkan siswa yang tidak bisa menjawab akan diberikan

teguran karena tidak belajar (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T3).

Kegiatan inti diawali dengan menugaskan siswa untuk duduk berdasarkan

kelompok yang telah disusun pada pertemuan sebelumnya. Anggota kelompok

ditentukan langsung oleh Guru A agar siswa yang pintar dapat terdistribusi secara

merata ke semua kelompok (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T4). Setelah siswa duduk

dalam kelompok, Guru A membagikan LKS. Selanjutnya, Guru A menyampaikan

teknis kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa diberikan waktu 20

menit untuk mengerjakan soal-soal yang termuat pada LKS. Guru A meminta

siswa untuk bekerjasama dalam menyelesaikan soal tersebut dengan cara merobek

soal-soal pada LKS dan membagikannya kepada seluruh anggota kelompok.

Siswa aktif mengumpulkan informasi dari beberapa buku dan internet. Terdapat

tiga jenis buku yang digunakan, yaitu buku paket yang diberikan oleh sekolah,

serta buku LKS Kreatif dan buku Sagofindo yang dibeli siswa di luar sekolah.

Buku paket dan buku Sagofindo digunakan siswa untuk belajar materi dan contoh

penyelesaian soal, sedangkan LKS Kreatif digunakan sebagai sumber PR, tugas,

dan latihan soal (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T1). Siswa Guru A mengungkapkan

bahwa materi pembelajaran yang diberikan oleh Guru A sesuai dengan buku

sumber belajar yang mereka miliki. Selain menggunakan sumber buku, Siswa

Guru A juga mencari informasi dari internet. Hal ini dilakukan jika Guru A

menugaskan mereka untuk membuat makalah atau proyek, di mana materi yang

Page 115: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

97

diperlukan terbatas keberadaannya pada sumber buku (Wan/D1/SGA/04-05-

2015/T5).

Pada saat siswa berdiskusi, Guru A aktif berkeliling menuntun siswa

mengerjakan soal-soal yang termuat pada LKS. Ketika menuntun siswa

menyelesaikan permasalahan pada LKS, Guru A tidak langsung memberikan

jawaban permasalahan tersebut, namun tuntunan tersebut dilakukan dengan

memberikan clue berupa contoh konkrit fenomena fisis dalam kehidupan

keseharian siswa. Tuntunan tersebut juga dilakukan dengan memberikan

pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siswa

Guru A bahwa Guru A sering memberikan pertanyaan menantang pada saat

pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T6). Guru A ditemukan sering

menghubungkan konsep-konsep fisis pada pembelajaran sebelumnya dengan

materi yang sedang dipelajari. Penekanan konsep-konsep fisis tersebut dilakukan

dengan bahasa tubuh dan mimik wajah yang ekspresif. Guru A terlihat sering

tersenyun dan terkadang menyampaikan pernyataan humor, sehingga siswa

tertawa. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa Guru A memang sering tersenyum

dan membuat siswa tertawa agar siswa tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran

(Wan/D1/SGA/04-05-2015/T7).

Setelah kegiatan diskusi berakhir, Guru A bersama siswa membahas semua

permasalahan yang termuat dalam LKS. Guru A meminta perwakilan masing-

masing kelompok untuk menyampaikan jawaban dari soal yang sedang dibahas.

Guru A mencatat semua jawaban tersebut di papan tulis dan melakukan

perbandingan. Guru A menanyakan kepada semua siswa apakah jawaban masing-

masing kelompok tersebut benar atau salah. Siswa diminta menyampaikan alasan

Page 116: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

98

jika mengatakan jawaban tersebut benar atau salah. Terakhir, Guru A menjelaskan

jawaban yang benar dan menyimpulkannya dalam bentuk rumus.

Guru A menyampaikan materi pembelajaran secara sistematis dari mudah

ke sulit dan dari konkrit ke abstrak. Penurunan rumus gas ideal dilakukan

berdasarkan jawaban siswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan

suatu gas. Guru A sering memberikan contoh konkrit untuk menjelaskan konsep

fisis yang abstrak. Sebagai contoh, dalam menjelaskan hubungan suhu, jarak antar

partikel, dan tekanan gas, Guru A memberikan analogi perbandingan gerakan

sekelompok siswa yang berada dalam ruangan kelas pada suhu kamar dan

ruangan kelas yang bersuhu tinggi. Guru A juga menjelaskan makna fisis dari

rumus yang diturunkan. Pada saat siswa bertanya, Guru A tidak langsung

menjawab pertanyaan tersebut, namun Guru A melemparkan pertanyaan tersebut

kepada siswa lain. Jika tidak ada siswa yang dapat menyelesaikan permasalahan

tersebut, maka Guru A yang akan menjelaskan. Guru A juga sering meminta siswa

menuliskan jawaban kelompoknya di papan tulis dan menjelaskannya di depan

kelas. Guru A selalu mengajak siswa lain memberikan penghargaan berupa tepuk

tangan bagi siswa yang telah menjelaskan jawaban kelompoknya di depan kelas.

Pada kegiatan penutup, Guru A ditemukan tidak membuat kesimpulan.

Kesimpulan dibuat secara periodik di akhir pembahasan setiap konsep dan

penurunan rumus pada kegiatan inti. Menurut Guru A, jika kesimpulan dibuat

sekaligus di akhir pembelajaran, maka terdapat peluang siswa melupakan konsep

pembelajaran yang telah dibahas di awal pembelajaran. Siswa cenderung lebih

mengingat materi pembelajaran yang dibahas paling akhir. Guru A menilai proses

membuat kesimpulan di akhir pembahasan setiap konsep sebagai upaya untuk

Page 117: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

99

menciptakan ingatan jangka pendek siswa. Terdapat dua metode penyimpulan

materi yang diterapkan oleh Guru A, yaitu metode konfrontasi dan metode

intervensi. Metode konfrontasi dilakukan melalui adu argumen antar kelompok

yang dimoderatori langsung oleh Guru A. Metode ini dilakukan jika pada saat

diskusi kelompok, siswa mengajukan solusi penyelesaian soal berbeda. Metode

intervensi dilakukan jika siswa tidak memahami konsep yang diajarkan. Guru A

menyimpulkan suatu konsep tanpa melibatkan argumen siswa (Wan/D2/GA/05-

06-2015/T7). Guru A ditemukan tidak menyampaikan rencana pembelajaran pada

pertemuan selanjutnya. Guru A juga tidak memberikan tugas dan PR. Di akhir

kegiatan penutup, Guru A bersama siswa hanya menyampaikan salam penutup.

2) Observasi Kedua Pembelajaran di Kelas Guru A

Observasi kedua dilakukan pada 4 Mei 2015. Guru A melakukan

pembelajaran dengan materi pokok pemanasan global. Kegiatan pembelajaran

yang dilakukan merupakan pelaporan produk dari tugas proyek yang diberikan.

Produk yang dimaksud adalah solusi siswa terhadap pemasalahan pemanasan

global yang dibuat dalam bentuk maket. Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan

menyampaikan salam pembuka, dilanjutkan dengan penyampaian garis besar

kegiatan dan teknik penilaian yang akan dilakukan. Siswa Guru A

mengungkapkan bahwa Guru A selalu menyampaikan garis besar materi

pembelajaran, kegiatan yang akan dilakukan, serta teknik penilaian yang akan

digunakan (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T8).

Kegiatan inti dilakukan dalam dua sesi, yaitu sesi penilaian produk dan

sesi penilaian presentasi. Pada awal kegiatan inti, Guru A meminta siswa untuk

duduk berdasarkan urutan nomor kelompok. Setelah itu, Guru A melakukan

Page 118: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

100

penilaian maket untuk masing-masing kelompok. Dalam penilaian tersebut, Guru

A memberikan pertanyaan mengapa siswa membuat proyek tersebut, komponen

apa saja yang diperlukan untuk menciptakan proyek tersebut, dan bagaimana

proyek tersebut dapat mengatasi permasalahan pemanasan global. Penilaian pada

sesi ini bertujuan untuk memperoleh nilai proyek siswa per individu. Setiap siswa

bergiliran menjawab pertanyaan Guru A. Pada sesi kedua, perwakilan masing-

masing kelompok diberikan waktu 10 menit untuk mempresentasikan proyek

yang dibuat. Presentasi dilakukan dengan menggunakan media powerpoint.

Setelah presentasi berakhir, Guru A dan siswa dari kelompok lain bertanya terkait

proyek yang dipresentasikan. Guru A menyampaikan kepada siswa bahwa diskusi

hanya berlangsung satu arah. Setelah pertanyaan kelompok lain dijawab oleh

kelompok presenter, kegiatan diskusi berakhir. Hal ini dikarenakan alokasi waktu

presentasi yang terbatas. Penilaian presentasi dilakukan berdasarkan indikator

visualisasi powerpoint dan teknis penyampaian materi presentasi. Pada akhir

kegiatan inti, Guru A mengevaluasi proyek dan presentasi yang telah dilakukan

siswa. Guru A menyampaikan kelompok dengan ide proyek terbaik dan kelompok

presenter terbaik. Guru A juga menyampaikan tips membuat powerpoint yang

baik dan tips melakukan presentasi yang baik dalam waktu yang terbatas.

Guru A mengaku lebih suka melakukan penilaian proyek dibandingkankan

dengan tes tulis. Guru A percaya bahwa setiap siswa memiliki bakat yang berbeda,

sehingga untuk memunculkan bakat tersebut, tidak dapat dilakukan hanya dengan

tes tulis. Menurut Guru A, dalam penilaian proyek, siswa dengan bakat dan

karakteristik yang berbeda dapat belajar dan menunjukkan potensi masing-

masing. Guru A menilai bahwa tugas proyek dapat mengakomodasi

Page 119: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

101

pengembangan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Wan/D2/GA/05-06-

2015/T8). Pada kegiatan penutup, Guru A menyampaikan garis besar materi

pembelajaran dan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya. Selanjutnya, Guru

A mengkonfirmasi apakah terdapat pertanyaan dari siswa. Terakhir, Guru A

menyampaiakan salam penutup bersama siswa. Guru A tidak memberikan tindak

lanjut berupa PR.

3) Observasi Ketiga Pembelajaran di Kelas Guru A

Observasi ketiga dilakukan pada 13 Mei 2015. Guru A melakukan

pembelajaran dengan materi pokok gelombang berjalan. Guru A tidak mengajar

secara penuh sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia karena Guru A harus

mengikuti diklat di SMA Negeri 3 Singaraja. Pada kegiatan pendahuluan, Guru A

bersama siswa menyampaikan salam pembuka, dilanjutkan dengan absensi,

penyampaian maaf karena tidak bisa mengajar penuh, penyampaian garis besar

materi yang akan dipelajari, dan pemberian apersepsi. Kegiatan apersepsi

dilakukan dengan memberikan contoh proses bergetarnya sebuah titik pada jarak

tertentu dari ujung tali yang terikat. Guru A tidak menampilkan gambar, animasi,

atau video tentang fenomena tersebut. Guru A hanya menyuruh siswa

membayangkannya. Guru A menjelaskan perbedaan materi pembelajaran

sebelumnya, yaitu getaran dengan materi yang akan dipelajari, yaitu gelombang.

Perbedaan yang dimaksud adalah sebagai berikut. Ketika membahas materi

getaran, yang menjadi fokus pembahasan adalah sumber getarnya, sedangkan

dalam materi gelombang, fokus pembahasan adalah medium gelombang tersebut,

di mana medium tersebut tidak langsung ikut bergetar pada saat sumber mulai

bergetar.

Page 120: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

102

Kegiatan inti dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab

berbantuan media powerpoint. Media powerpoint tersebut memuat gambar dan

animasi gelombang berjalan dan gelombang stasioner. Siswa duduk secara

individu. Guru A memaparkan materi secara kontekstual dengan menggunakan

bahasa sehari-hari yang semi-formal. Siswa Guru A mengaku lebih nyaman

belajar ketika guru menyampaikan materi dengan bahasa sehari-hari. Menurut

Siswa Guru A, hal tersebut dapat menimbulkan hubungan yang akrab antara guru

dan siswa. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa volume suara Guru A dapat di

dengar dengan jelas oleh seluruh siswa. Siswa juga mengungkapkan bahwa

mereka dapat memahami dengan baik bahasa lisan dan bahasa tulis Guru A

(Wan/D1/SGA/04-05-2015/T9).

Pada awal kegiatan inti, Guru A mengulang kembali contoh proses

terjadinya gelombang pada tali terikat yang telah diberikan pada kegiatan

apersepsi. Bertolak dari contoh tersebut, Guru A menurunkan persamaan

simpangan sebuah titik pada medium gelombang berjalan yang berjarak x dari

sumber getar, pada waktu t. Penurunan rumus dilakukan secara konseptual dengan

menekankan pada makna fisis dari setiap besaran pada rumus. Guru A

menjelaskan makna fisis dari tanda ( ) pada persamaan .

Guru A terlihat aktif melibatkan siswa dalam penurunan rumus tersebut dengan

memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Guru A menekankan

konsep-konsep penting dengan gesture tubuh dan mimik wajah yang ekspresif.

Guru A juga menuliskan konsep-konsep penting di papan tulis dan

menggunakannya sebagai acuan dalam menjelaskan materi pembelajaran

selanjutnya.

Page 121: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

103

Pemaparan materi pembelajaran yang dilakukan oleh Guru A bersifat

kontekstual. Pembelajaran kontestual tersebut dilakukan secara simultan dari

kegiatan apersepsi sampai kegiatan inti. Pada kegiatan inti, Guru A menggunakan

contoh proses bergetarnya senar gitar untuk menjelaskan konsep gelombang

stasioner. Guru mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual dilakukan

sebagai upaya memotivasi siswa agar aktif mengeksplorasi materi yang

disampaikan. Hal tersebut terjadi karena siswa mengetahui manfaat praktis dari

materi yang diajarkan (Wan/D2/GA/05-06-2015/T9).

Setelah pemaparan materi pembelajaran, Guru A menjelaskan tips

penyelesaian soal gelombang berjalan. Tips tersebut, yaitu (1) jangan biarkan

ayam berada di luar kurungan, (2) si omega berteman dengan t, dan (3) si

konstanta gelombang berteman dengan x. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa

Guru A sering memberikan tips penyelesaian soal yang mudah tanpa berpatokan

pada rumus (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T10). Guru A juga mentolerir siswa yang

menjawab soal dengan cara yang berbeda. Siswa ditemukan serius mencatat tips

yang ditayangkan pada slide powerpoint. Setelah siswa selesai mencatat, Guru A

memberikan soal latihan. Soal latihan tersebut ditulis langsung oleh Guru A di

papan tulis. Semua siswa terlihat serius mengerjakan soal latihan tersebut. Siswa

Guru A mengungkapkan bahwa tidak ada siswa yang berani bercanda selama

mengikuti pembelajaran. Guru A akan badmood dan langsung memberikan kuis

jika menemukan siswa yang tidak serius dalam pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-

05-2015/T11). Hal tersebut dilakukan untuk memeriksa penyebab ketidakfokusan

siswa. Guru A menyatakan bahwa ternyata penyebab ketidakfokusan siswa adalah

karena siswa sedang mempersiapkan diri untuk mengahadapi ulangan harian mata

Page 122: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

104

pelajaran lain. Selain itu, hal tersebut juga bertujuan untuk membuat siswa

kembali fokus pada materi pembelajaran (Wan/D2/GA/05-06-2015/T10).

Selama siswa mengerjakan soal latihan, Guru A aktif berkeliling

menghampiri siswa. Terdapat beberapa siswa yang bertanya dan Guru A merespon

positif dengan memberikan petunjuk penyelesaian soal. Guru A sering

mengingatkan siswa untuk menerapkan tips yang diberikan. Pembahasan soal

latihan dilakukan dengan menunjuk siswa yang angkat tangan untuk menuliskan

jawabannya di papan tulis dan menjelaskannya di depan kelas. Guru A juga

terkadang menunjuk secara langsung siswa yang tidak angkat tangan. Guru A

selalu menunjuk siswa dengan menyebutkan nama siswa tersebut. Hal tersebut

menunjukkan bahwa Guru A hafal semua nama siswa. Ketika menemukan siswa

kebingungan pada saat menuliskan dan menjelaskan jawabannya di depan kelas,

Guru A menuntun siswa tersebut dengan memberikan clue. Guru A selalu

menyampaikan ucapan terimakasih dan mengajak siswa yang lain bertepuk tangan

setelah seorang siswa menjelaskan jawabannya di depan kelas. Guru A juga selalu

mengkonfirmasi pemahaman siswa sebelum melanjutkan materi. Konfirmasi

tersebut dilakukan dengan mengajukan pertanyaan “Sudah? Bisa saya lanjutkan?”

Lima menit sebelum kegiatan penutup, Guru A menjelaskan konsep

gelombang stasioner dengan memberikan contoh konkrit terjadinya gelombang

pada dawai gitar yang dipetik. Pemaparan materi tersebut didukung dengan

penayangan animasi gelombang stasioner pada slide powerpoint. Guru A

menyampaikan perbedaan gelombang berjalan dan gelombang stasioner. Guru A

juga memberikan tips untuk menentukan simpul dan perut ke-n dengan

menggunakan gambar dan penentuan pola kemunculan simpul atau perut tersebut.

Page 123: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

105

Guru A menyampaikan kepada siswa bahwa tips tersebut diperlukan agar siswa

tidak kebingungan jika lupa dengan rumus yang diberikan.

Pada kegiatan penutup, Guru A memberikan tugas kepada siswa berupa

lima buah soal essay yang termuat pada buku LKS Kreatif. Guru A

mengungkapkan tugas tersebut tidak perlu dikumpul. Jawaban soal tersebut cukup

ditulis langsung pada buku LKS Kreatif. Guru A menyampaikan kepada siswa

bahwa mengerjakan atau tidak tugas tersebut merupakan tanggungjawab moral

bagi siswa. Selanjutnya, Guru A menyampaikan garis besar materi dan kegiatan

pembelajaran pada pertemuan berikutnya dan mengucapkan salam penutup

bersama siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Siswa Guru A, dapat dijelaskan

bahwa yang biasanya dilakukan A pada pada kegiatan penutup adalah

penyampaian garis besar materi dan kegiatan pada pertemuan selanjutnya dan

pemberian PR jika Guru A tidak dapat mengajar pada pertemuan berikutnya.

Siswa Guru A menyatakan bahwa Guru A selalu memberikan tugas jika tidak bisa

mengajar secara penuh. Soal tugas dan PR yang diberikan selalu diambil pada

buku LKS Kreatif. Jawaban dari tugas dan PR tersebut tidak dikumpul dalam

lampiran kertas, melainkan hanya dibuat di buku LKS tersebut. Namun demikian,

Siswa Guru A mengaku selalu membuat tugas dan PR tersebut karena Guru A

selalu menghampiri siswa pada saat diskusi kelompok dan sering memeriksa LKS

siswa. Tugas dan PR tersebut dibahas pada pertemuan selanjutnya hanya jika

siswa mengaku belum memahami solusi dari soal yang diberikan

(Wan/D1/SGA/04-05-2015/T12). Guru A membenarkan bahwa PR atau tugas

yang diberikan tidak pernah dikumpul. Melalui metode tersebut, Guru A mengaku

Page 124: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

106

mengembangkan sikap tanggungjawab siswa. Guru A meyakini bahwa siswa pasti

mengerjakan tugas atau PR yang diberikan karena pada pertemuan selanjutnya,

Guru A selalu menunjuk siswa secara acak untuk menjelaskan jawaban tugas

tersebut di depan kelas. Hal tersebut menyebabkan semua siswa mempersiapkan

diri mengerjakan dan memahami penyelesaian soal tugas yang diberikan

(Wan/D2/GA/05-06-2015/T11).

Pengembangan sikap jujur dilakukan pada saat praktikum. Guru A

menugaskan siswa untuk mengumpulkan data praktikum yang diperoleh. Data

tersebut kemudian digunakan sebagai pembanding hasil analisis data pada laporan

praktikum siswa. Melalui metode ini, Guru A mendidik siswa untuk tidak

memanipulasi data praktikum. Guru A juga mengaku sering menekankan kepada

siswa bahwa hasil praktikum yang tidak persis sama dengan teori merupakan hal

yang wajar karena data hasil praktikum dipengaruhi berbagai kesalahan. Sikap

jujur juga dikembangkan pada saat ulangan. Guru A mengaku tidak mentolerir

sama sekali siswa yang ditemukan mencontek. Guru A mengaku pernah merobek

jawaban siswa yang ditemukan mencontek. Menurut Guru A, metode tersebut

efektif untuk membuat siswa jera. Proses jera tersebut didukung oleh karakteristik

siswa yang sering mem-bully temannya yang ketahuan mencontek. Terhadap

siswa yang ditemukan tidak serius dalam mengikuti pembelajaran, Guru A

mengaku sering menegur secara halus dengan menanyakan apa yang sedang siswa

tersebut lakukan. Namun, jika sebagian besar siswa tidak serius, Guru A mengaku

langsung memberikan kuis secara mendadak. Melalui metode tersebut, Guru A

mengklaim mampu membuat siswa kembali fokus mengikuti pembelajaran

(Wan/D2/GA/05-06-2015/T10).

Page 125: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

107

B. Tindak Guru B

Sebelum melaksanakan pembelajaran, Guru B terlebih dahulu mempelajari

materi yang akan disampaikan ke siswa. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa

materi pembelajaran yang belum dipahami oleh Guru B, seperti perjanjian-

perjanjian internasional penanggulangan pemanasan global. Guru B mengaku

perlu mengakses internet karena materi tersebut tidak termuat dalam buku

pegangan guru. Disamping itu, Guru B juga menilai perlu untuk mengingat

materi-materi yang pernah diajarkan sebelumnya. Secara umum, Guru B telah

menerapkan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut

gambaran pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru B.

1) Observasi Pertama Pembelajaran di Kelas Guru B

Observasi pertama dilakukan pada 23 April 2015. Guru B melakukan

pembelajaran dengan materi pokok gelombang berjalan. Kegiatan pembelajaran

dilakukan dengan metode diskusi kelompok, tanya jawab, dan ceramah. Metode

ceramah diterapkan untuk menjelaskan materi yang abstrak dan materi yang sulit

untuk didiskusikan oleh siswa. Guru B mengungkapkan bahwa metode

pembelajaran yang sering diterapkan merupakan gabungan dari metode diskusi,

ceramah, presentasi, dan tanya jawab. Penerapan metode tersebut disesuaikan

dengan karakteristik materi pembelajaran (Wan/D3/GB/30-04-2015/T9).

Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan menyampaikan salam pembuka,

menyampaikan materi yang akan dipelajari, memberikan apersepsi, dan

menyampaikan garis besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Kegiatan

apersepsi dilakukan dengan mendiskusikan secara singkat contoh fenomena dan

kasus pemanasan global yang terkait dengan kehidupan keseharian siswa. Guru B

Page 126: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

108

tidak melakukan absensi. Guru B juga tidak menyampaikan indikator dan tujuan

pembelajaran. Guru B mengungkapkan bahwa indikator dan tujuan pembelajaran

tidak terlalu penting untuk disampaikan karena siswa telah mendengarkan dan

mencatat materi pembelajaran yang disampaikan. Guru B menyatakan dengan

mencatat materi pembelajaran tersebut, siswa telah mengetahui materi yang akan

dimunculkan ketika ulangan. Guru B juga beralasan bahwa alokasi waktu

pembelajaran yang terbatas menyebabkan guru tidak sempat untuk menyampaikan

hal tersebut. Permasalahan ini disiasati dengan memberikan silabus secara

langsung kepada siswa, sehingga siswa dapat membaca sendiri materi yang akan

dipelajari (Wan/D3/GB/30-04-2015/T10).

Kegiatan inti dilakukan dengan menerapkan pendekatan saintifik yang

didukung oleh model pembelajaran discovery learning. Guru B menugaskan siswa

menyelesaiakan permasalahan yang termuat dalam LKS melalui diskusi

kelompok. Setelah diskusi kelompok berakhir, permasalahan pada LKS dibahas

secara bersama-sama oleh guru dan siswa melalui sesi tanya jawab. Berdasarkan

hal tersebut, penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan B dapat dipaparkan

sebagai berikut. Siswa mengamati gambar fenomena dampak pemanasan global

yang terdapat pada LKS dan gambar yang ditayangkan oleh guru pada slide

powerpoint. Guru B mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati tidak harus

dilakukan secara langsung. Guru B menilai apersepsi yang diberikan pada

kegiatan pendahuluan juga termasuk ke dalam penerapan aspek mengamati. Hal

ini dikarenakan kegiatan apersepsi dapat menuntun siswa membayangkan

fenomena yang terjadi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T11). Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan Siswa Guru B bahwa kegiatan mengamati yang difasilitasi

Page 127: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

109

oleh Guru B kebanyakan dilakukan pada saat praktikum dan dengan menyuruh

siswa untuk membayangkan fenomena-fenomena fisis dalam kehidupan

keseharian siswa. Siswa Guru B menyatakan bahwa Guru B jarang mengajak

siswa untuk mengamati fenomena alam secara langsung. Penayangan gambar

dalam powerpoint juga baru dilakukan pada materi pemanasan global

(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T1).

Aspek menanya tidak berjalan dengan maksimal. Siswa bertanya hanya

jika tidak memahami maksud permasalahan yang termuat dalam LKS. Siswa tidak

terlihat skeptis terhadap materi yang disampaikan oleh Guru B. Guru B

menyatakan bahwa kegiatan menanya biasanya terjadi ketika guru menyampaikan

fenomena fisis yang menarik. Siswa akan bertanya mengapa fenomena tersebut

dapat terjadi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T12). Selama diskusi berlangsung, Guru

B aktif menghampiri setiap kelompok. Catatan lapangan yang dibuat peneliti

menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran, Guru B terlihat selalu merespon

positif jika ada siswa yang bertanya. Guru B juga sesekali menyampaikan

pernyataan humor yang membuat siswa tertawa. Siswa mengumpulkan informasi

terkait permasalahan yang termuat pada LKS melalui buku dan internet. Guru

memfasilitasi kegiatan mengasosiasi dengan menugaskan siswa menjawab

permasalahan yang termuat pada LKS berdasarkan informasi yang telah

dikumpulkan tersebut. Disamping itu, Guru B juga sering memberikan pertanyaan

apa, mengapa, dan bagaimana kepada siswa selama pembelajaran berlangsung.

Guru B mengungkapkan bahwa pemberian pertanyaan tersebut dapat melatih

siswa untuk menalar (Wan/D3/GB/30-04-2015/T13). Kegiatan berkomunikasi

antar siswa terjadi ketika siswa melakukan diskusi kelompok. Kegiatan

Page 128: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

110

mengkomunikasikan juga terjadi ketika siswa menyampaikan hasil diskusinya

pada sesi tanya jawab setelah kegiatan diskusi berakhir.

Guru B memaparkan materi secara sistematis dari mudah ke sulit dan dari

konkrit ke abstrak. Materi yang disampaikan bersifat konseptual dan kontekstual.

Hal tersebut terlihat ketika Guru B menggunakan analogi fenomena

terperangkapnya panas dalam mobil yang diparkir di bawah terik matahari untuk

menjelaskan proses terjadinya efek rumah kaca. Guru B bersama siswa

mendiskusikan bagaimana kebiasaan hidup vegetarian mampu mendukung upaya

penanggulangan pemanasan global. Guru B juga mengaitkan materi pembelajaran

dengan nilai-nilai kebudayaan lokal, yaitu Hari Raya Nyepi. Guru B menjelaskan

bagaimana Hari Raya Nyepi dapat diakui dunia sebagai salah satu kebudayaan

yang mendukung upaya penanggulangan pemanasan global. Namun demikian,

selama pembelajaran, Guru B tidak terlihat melakukan penilaian sikap,

pengetahuan, dan keterampilan.

Pada kegiatan penutup, Guru B mengkonfirmasi apakah ada siswa yang

ingin bertanya, dilanjutkan dengan penyampaian materi pembelajaran dan rencana

kegiatan pada pertemuan selanjutnya, pemberian tugas rumah, sembahyang, dan

salam penutup. Guru B tidak menyimpulkan materi pembelajaran. Hal ini

didukung oleh pernyataan Siswa Guru B bahwa Guru B memang jarang

menyimpulkan materi pembelajaran pada kegiatan penutup. Menurut Siswa Guru

B, yang dilakukan B pada kegiatan penutup hanya menyampaikan salam penutup.

Namun demikian, Siswa Guru B membenarkan bahwa Guru B selalu

menyampaikan materi pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan pada

pertemuan selanjutnya (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T2).

Page 129: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

111

2) Observasi Kedua Pembelajaran di Kelas Guru B

Observasi kedua dilakukan pada 30 April 2015. Guru B melakukan

pembelajaran dengan materi karakteristik gelombang. Guru B memulai

pembelajaran dengan menyampaikan salam pembuka bersama siswa, dilanjutkan

dengan menyampaikan materi yang akan dipelajari, serta menyampaikan garis

besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Guru B tidak terlihat

melakukan absensi. Guru B juga tidak menyampaikan indikator, tujuan

pembelajaran, dan teknik penilaian yang akan dilakukan.

Kegiatan inti dilakukan dengan menugaskan siswa untuk melakukan

demonstrasi karakteristik gelombang transversal pada tali dan air, serta

karakteristik gelombang longitudinal pada slinki. Demonstrasi karakteristik

gelombang transversal pada tali dan karakteristik gelombang longitudinal pada

slinki dilakukan di dalam kelas, sedangkan demonstrasi karakteristik gelombang

transversal pada air dilakukan di luar kelas. Siswa diberikan waktu selama satu

jam pelajaran untuk melakukan demonstrasi tersebut. Setelah demonstrasi

berakhir, siswa ditugaskan merapikan alat dan bahan demonstrasi, kemudian

siswa mendiskusikan LKS yang memuat permasalahan yang terkait dengan

demonstrasi yang dilakukan. Pembelajaran dilanjutkan dengan metode ceramah

dan tanya jawab. Guru B memaparkan materi dengan bantuan media powerpoint.

Media powerpoint tersebut memuat paparan konsep, bagan, gambar, dan video.

Video yang ditayangkan memuat teknis praktikum karakteristik gelombang

dengan menggunakan tangki riak. Hal ini dilakukan karena fasilitas tangki riak

yang dimiliki oleh sekolah rusak dan tidak dapat digunakan. Dengan demikian,

tuntutan praktikum tangki riak dalam silabus tidak dapat dipenuhi oleh Guru B.

Page 130: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

112

Penayangan video merupakan salah satu solusi terhadap permasalahan ini

(Wan/D1/GB/25-0402015). Jawaban soal LKS yang telah dibuat oleh siswa tidak

dibahas oleh Guru B. Jawaban LKS tersebut dikumpulkan di akhir pembelajaran.

Penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan B dapat dipaparkan

sebagai berikut. Guru B memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh

siswa mendemonstrasikan proses terjadinya gelombang longitudinal pada slinki,

gelombang transversal pada tali dan air, serta menayangkan animasi, gambar, dan

video pada slide powerpoint. Guru B menyatakan bahwa kegiatan mengamati juga

dilakukan dengan mengajak siswa membayangkan fenomena alam yang pernah

dialaminya (Wan/D3/GB/30-04-2015/T16). Kegiatan menanya terjadi ketika

siswa tidak memahami prosedur demonstrasi yang akan dilakukan. Guru B

merespon positif siswa yang bertanya. Siswa Guru B menyatakan bahwa jika ada

siswa yang bertanya, maka Guru B akan melempar pertanyaan tersebut kepada

siswa lain (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T3). Selama siswa melakukan demonstrasi,

Guru B aktif menuntun setiap kelompok yang mengalami permasalahan. Kegiatan

menanya juga terjadi antar siswa ketika mendiskusikan permasalahan yang

termuat pada LKS. Menurut Siswa Guru B, upaya yang dilakukan B agar siswa

aktif bertanya adalah dengan mengkonfirmasi apakah semua siswa sudah

mengerti atau belum (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T4). Catatan lapangan peneliti

menunjukkan bahwa Guru B sering melontarkan pertanyaan “sudah?”. Selain

dapat merangsang siswa untuk bertanya, hal tersebut juga menunjukkan bahwa

Guru B memberikan kesempatan kepada siswa untuk mamahami materi

pembelajaran yang diberikan, sebelum dilanjutkan dengan materi pembelajaran

yang baru.

Page 131: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

113

Kegiatan mencoba diupayakan dengan menyuruh siswa melakukan

percobaan gelombang slinki, gelombang tali, dan gelombang air seperti yang

disampaikan sebelumnya. Kegiatan menalar dilakukan dengan memberikan siswa

permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut dari demonstrasi yang

telah dilakukan. Disamping itu, Guru B juga sering memberikan pertanyaan apa,

mengapa, dan bagaimana saat pembelajaran berlangsung. Sebagai contoh, ketika

siswa melakukan demonstrasi gelombang longitudinal pada slinki, Guru B

memberikan pertanyaan “mengapa tali rafia yang diikatkan pada slinki tidak

berpindah posisi secara horizontal?”

Kegiatan mengkomunikasikan dilakukan melalui diskusi kelompok, tanya

jawab antara guru dan siswa, serta presentasi (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T5).

Guru B juga sering menunjuk siswa secara langsung untuk menyampaikan

pendapat. Pada saat presentasi, siswa dibagi ke dalam kelompok presenter dan

kelompok penilai. Kelompok presenter bertugas mempresentasikan makalah yang

telah dibuat, sedangkan kelompok penilai bertugas memberikan penilain terhadap

teknis presentasi dan tampilan powerpoint kelompok presenter. Kelompok penilai

juga dapat memberikan pertanyaan kepada kelompok presenter. Dalam kegiatan

tersebut, Guru B bertindak sebagai moderator yang memberikan masukan serta

menengahi jika terdapat silang pendapat antara kelompok presenter dan kelompok

penilai. Dalam kegiatan tersebut, Guru B mengaku juga mengajarkan siswa etika

berkomunikasi yang formal pada saat presentasi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T17).

Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B memberikan nilai

tambahan ketika siswa dapat menjawab pertanyaan yang diajukannya. Siswa Guru

B mengungkapkan bahwa Guru B melakukan hal tersebut untuk memotivasi siswa

Page 132: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

114

agar aktif menyampaikan pendapat dan sekaligus untuk membantu meningkatkan

nilai siswa. Hal ini dikarenakan pada semester satu, nilai fisika siswa tidak bagus,

sehingga Guru B menggunakan metode tersebut untuk membantu meningkatkan

nilai siswa (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T6). Guru B menjelaskan bahwa tujuan

pemberian nilai tambahan adalah untuk memotivasi siswa agar aktif berpendapat

dalam pembelajaran. Tambahan nilai yang diberikan bervariasi tergantung

kesulitan soal yang dapat dijawab oleh siswa. Guru B mengklaim bahwa teknik

tersebut mampu membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Siswa semangat

berlarian ke depan kelas untuk mengumpulkan jawabannya dan menjadi 10 orang

pertama yang mendapatkan nilai tambahan (Wan/D3/GB/30-04-2015/T18).

Siswa Guru B mengungkapkan jika terdapat siswa yang tidak pernah

mendapatkan nilai plus, maka Guru B akan menunjuk siswa tersebut secara

langsung untuk mengerjakan soal di papan tulis. Selain untuk melatih siswa

berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, hal tersebut juga dilakukan untuk

membantu siswa tersebut memperbaiki nilainya yang kurang. Jika siswa tersebut

tidak dapat mengerjakan soal yang diberikan, maka Guru B akan menyuruhnya

untuk menunjuk teman yang mampu membantunya menyelesaikan soal tersebut.

Namun, jika tidak ada siswa yang mampu menjawab, maka Guru B yang akan

menjelaskan cara menjawab soal tersebut (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T7).

Pada kegiatan penutup, Guru B meminta siswa mengumpulkan jawaban

LKS, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan persembahyangan, dan salam

penutup. Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B tidak

menyimpulkan materi pembelajaran, tidak memberikan kuis dan PR, dan tidak

Page 133: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

115

menyampaikan garis besar materi pembelajaran serta rencana kegiatan pada

pertemuan berikutnya.

3) Observasi Ketiga Pembelajaran di Kelas Guru B

Observasi ketiga dilakukan pada 11 Mei 2015. Guru B dan siswa

melakukan praktikum Melde di laboratorium fisika. Kegiatan pendahuluan

dilakukan dengan mengucapkan salam pembuka, dilanjutkan dengan membagi

siswa ke dalam lima kelompok, di mana setiap kelompok terdiri dari tujuh orang

siswa, penyampaian teknis dan rambu-rambu praktikum, penyampaian teknik

penilaian yang akan dilakukan, dan instruksi kepada perwakilan kelompok untuk

mengambil alat, bahan, dan LKS praktikum. Guru B mengungkapkan bahwa

pembagian kelompok praktikum dilakukan secara heterogen dan disesuaikan

dengan karakteristik siswa. Setiap kelompok memuat siswa dengan karakteristik

suka bicara, siswa pendiam, siswa yang berjiwa pemimpin, siswa laki-laki, dan

siswa perempuan. Siswa pendiam dikelompokkan dengan siswa yang suka

berbicara agar siswa tersebut termotivasi untuk aktif. Siswa yang berjiwa

pemimpin bertugas untuk mengatur tugas masing-masing anggota kelompoknya.

Guru B mengungkapkan bahwa jika pemimpin kelompok adalah siswa dengan

karakteristik pendiam, maka semua tugas kelompok cenderung dikerjakan sendiri

oleh siswa tersebut. Siswa laki-laki pada setiap kelompok bertugas melakukan

kegiatan-kegitan yang relatif berbahaya, di mana siswa perempuan tidak berani

melakukannya (Wan/D2/GB/27-04-2015/T13).

Kegiatan inti dilakukan dengan pengambilan alat, bahan, dan LKS

praktikum, kemudian dilanjutkan dengan merangkai alat dan bahan praktikum.

Kelompok yang telah selesai merangkai alat dan bahan praktikum, tidak diijinkan

Page 134: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

116

untuk langsung mengambil data praktikum, melainkan harus melapor dulu ke

Guru B. Hal ini dikarenakan Guru B harus memeriksa kebenaran rangkaian

praktikum terlebih dahulu. Setelah kelompok melapor bahwa rangkaian praktikum

telah siap, Guru B mendatangi kelompok tersebut dan melakukan tes unjuk kerja

praktikum untuk masing-masing siswa. Secara umum, pertanyaan yang diberikan

oleh Guru B adalah sebagai berikut. (1) Sebutkan nama alat dan bahan praktikum

yang digunakan! (2) Mengapa jenis arus yang digunakan adalah AC? (3)

Bolehkah kabel penghubung catu daya dan vibrator dibolak-balik dan tidak sesuai

dengan warna soket pada catu daya? (4) Berapa tegangan yang digunakan?

Mengapa? (5) Berapa masa beban yang digunakan? Mengapa? (6) Manakah yang

dimaksud satu gelombang? Tunjukkan! (7) Bagaimana cara menentukan panjang

gelombang? (8) Apa yang akan kalian lakukan dalam praktikum ini?

Setelah tes unjuk kerja selesai, siswa mengumpulkan dan menganalisis

data sesuai dengan LKS yang diberikan. Guru B yang dibantu oleh Laboran

terlihat aktif menuntun siswa selama praktikum. Pada saat praktikum berlangsung,

terdapat beberapa vibrator yang tidak berfungsi. Guru B meminta bantuan

Laboran untuk menangani masalah tersebut. Pada akhir kegiatan inti, siswa

mengumpul jawaban LKS. Guru B membahas permasalahan yang termuat dalam

LKS, mengevaluasi pelaksanaan praktikum, dan menyimpulkan hasil praktikum.

Terdapat beberapa kelompok yang salah dalam menganalisis data. Guru B

menugaskan kelompok tersebut untuk melakukan analisis data ulang.

Kegiatan penutup dilakukan dengan mengkonfirmasi apakah terdapat

pertanyaan dari siswa dan dilanjutkan dengan salam penutup. Catatan lapangan

peneliti menunjukkan bahwa Guru B tidak memberikan kuis dan PR, serta tidak

Page 135: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

117

menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya. Siswa Guru B

menyatakan bahwa Guru B jarang memberikan PR berupa soal hitungan.

Sebagian besar PR yang diberikan adalah tugas membaca materi pembelajaran

pertemuan selanjutnya (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T8).

Pada semester kedua ini, Guru B telah melakukan praktikum sebanyak dua

kali, yaitu praktikum titik berat dan praktikum Melde. Menurut Guru B, pada

semester kedua, sebagaian besar materi pembelajaran bersifat abstrak, sehingga

sulit untuk dipraktikumkan. Terhadap materi pembelajaran tersebut, Guru B

menggunakan alternatif metode belajar kelompok atau menugaskan siswa

membuat makalah (Wan/D1/GB/25-04-2015/T5). Proses praktikum yang

biasanya dilakukan oleh Guru B adalah sebagai berikut. Kegiatan praktikum

diawali dengan siswa duduk berdasarkan kelompok yang telah ditentukan

sebelumnya. Selanjutnya, Guru B menyampaikan tujuan praktikum yang akan

dilakukan. Tujuan praktikum tersebut juga telah disampaikan pada pertemuan

sebelumnya, sehingga siswa dapat mempelajari kajian teorinya secara mandiri di

rumah. Kemudian, siswa mengambil alat, bahan, dan LKS praktikum. Guru B

menjelaskan bahwa terdapat dua jenis LKS praktikum yang biasa digunakan,

yaitu LKS terbuka dan LKS tertutup. LKS terbuka adalah LKS yang tidak

memuat rancangan dan prosedur praktikum. LKS terbuka diberikan untuk

praktikum dengan tingkat kesulitan dan peluang kesalahan rendah, seperti

praktikum kalor. LKS tertutup adalah LKS yang memuat rancangan dan prosedur

praktikum yang akan dilakukan. LKS jenis ini diberikan untuk praktikum yang

sulit dan riskan terjadi kesalahan siswa dalam menggunakan alat, seperti

praktikum Melde. Jika siswa tidak memahami tujuan dan prosedur praktikum

Page 136: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

118

yang termuat dalam LKS, maka siswa dapat bertanya kepada Guru B atau

Laboran. Setelah itu, siswa mengumpulkan dan menganalisis data praktikum.

Analisis data praktikum tersebut kemudian dikumpulkan dalam bentuk laporan

singkat. Hal ini bertujuan agar siswa tidak memanipulasi data praktikum. Analisis

data lanjutan dilakukan oleh siswa secara berkelompok di rumah. Laporan

praktikum dipresentasikan dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya. Jika

terdapat kelompok yang salah dalam melakukan praktikum, maka kelompok

tersebut wajib melakukan praktikum ulang. Guru B tidak mengijinkan kelompok

tersebut melakukan praktikum ulang pada jam pembelajaran fisika berikutnya.

Guru B menyatakan bahwa waktu pelaksanaan praktikum ulang didiskusikan

secara mandiri oleh siswa dan Laboran (Wan/D3/GB/30-04-2015/T19).

Hasil observasi peneliti selama tiga kali di kelas Guru B menunjukkan

bahwa Guru B selalu memberikan salam penutup dan persembahyangan bersama

siswa di akhir pembelajaran. Guru B menyatakan bahwa hal tersebut merupakan

upaya pengembangan aspek religius siswa. Upaya pengembangan aspek religius

siswa juga dilakukan melalui pemaparan materi secara kontekstual, seperti

penjelasan mengapa hari raya Nyepi agama Hindu di Bali dapat diakui dunia

sebagai salah satu kebudayaan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca

(Wan/D4/GB/09-05-2015/T1).

Pengembangan sikap ilmiah siswa yang dilakukan oleh Guru B adalah

sebagai berikut. Sikap disiplin dikembangkan melalui kehadiran siswa yang tepat

waktu. Jika terdapat siswa yang tidak hadir tepat waktu, maka siswa tersebut tidak

dijinkan mengikuti pembelajaran. Guru B juga tidak mengijinkan siswa makan

dan minum di dalam kelas saat pembelajaran berlangsung. Bagi siswa yang

Page 137: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

119

menderita penyakit maag dan harus makan atau minum pada saat pembelajaran,

siswa tersebut harus meminta ijjin untuk makan di luar kelas. Jika Guru B

menemukan siswa yang tidak serius mengikuti pembelajaran, maka Guru B akan

memberikan pertanyaan dan menegur siswa tersebut (Wan/D4/GB/09-05-

2015/T2; Wan/D1/SGB/23-04-2015/T9)

Pengembangan sikap jujur dilakukan pada saat praktikum. Guru B

menugaskan siswa mengumpulkan laporan singkat yang memuat data praktikum

yang diperoleh siswa. Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak memanipulasi data

praktikum. Upaya pengembangan sikap jujur juga dilakukan pada saat ulangan.

Guru B menerapkan beberapa upaya untuk meminimalisir kesempatan siswa

bekerjasama pada saat ulangan. Pertama, ulangan dilakukan dengan sistem soal

yang dipaketkan. Siswa yang duduk dengan nomor absen genap mendapat soal

paket A dan siswa yang bernomor absen ganjil mendapat soal paket B. Guru B

mengaku aktif mengawasi siswa pada saat ulangan dengan sistem seperti ini.

Kedua, ulangan dilakukan dengan sistem gelombang, di mana setengah dari

jumlah siswa bergantian mengerjakan soal ulangan di dalam kelas. Guru B

mengaku sistem ini lebih efektif dalam meminimalisir upaya siswa untuk

bekerjasama. Upaya meminimalisir kesempatan siswa bekerjasama juga dilakukan

dengan membalik meja siswa pada saat ulangan, sehingga siswa tidak dapat

menyembunyikan contekan di kolong meja. Guru B mengaku memberikan nilai

nol dan merobek lembar jawaban siswa yang ditemukan menyontek. Guru B

menyuruh siswa mencoret jawaban hasil menyontek tersebut (Wan/D4/GB/09-

05-2015/T3). Sikap kerjasama dikembangkan melalui kegiatan diskusi kelompok

pada saat pembelajaran di kelas dan praktikum di laboratorium. Catatan lapangan

Page 138: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

120

peneliti menunjukkan bahwa Guru B sering mengingatkan siswa untuk

bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan pada LKS (Wan/D1/SGB/23-

04-2015/T10).

Bertolak dari hasil observasi pembelajaran dan wawancara yang telah

dilakukan, ditemukan bahwa sebagian besar pelaksanaan pembelajaran yang

dilakukan oleh guru model telah sesuai dengan tuntutan Standar Proses

Kurikulum 2013. Pada kegiatan pendahuluan, guru model menyampaikan salam

pembuka, melakukan absensi, memberikan apersepsi, dan menyampaikan garis

besar materi yang akan dipelajari. Pada kegiatan inti, kelima aspek pendekatan

saintifik telah diupayakan dengan baik. Kegiatan mengamati dilakukan dengan

menayangkan gambar, animasi, dan video melalui media powerpoint, serta

mengarahkan siswa untuk mengamati karakteristik gelombang melalui

demonstrasi dan praktikum. Kegiatan menanya terjadi ketika siswa tidak

memahami soal pada LKS dan penurunan rumus yang dibuat guru, serta pada saat

diskusi kelompok. Kegiatan mengumpulkan informasi dilakukan siswa melalui

buku, internet, demonstrasi, dan praktikum. Kegiatan mengasosiasi dilakukan

siswa dengan menganalisis soal yang diberikan guru pada LKS berdasarkan

informasi yang telah dikumpulkan. Guru model juga sering mengajukan

pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana selama pembelajaran. Kegiatan

mengkomunikasikan terjadi pada saat siswa melakukan diskusi kelompok, tanya

jawab, dan presentasi di depan kelas. Pada kegiatan penutup, guru model

menyampaikan rencana kegiatan pertemuan selanjutnya dan salam penutup. Guru

model ditemukan tidak menyimpulkan materi pembelajaran dan tidak selalu

memberikan PR.

Page 139: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

121

4.1.3.4 Tindak Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

Tindak guru dalam evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan transkrip observasi, serta transkrip

wawancara guru dan siswa.

A. Tindak Guru A

Guru A melakukan penilaian pembelajaran pada aspek sikap, pengetahuan,

dan keterampilan. Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian

jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa sesuai dengan tuntutan Standar

Proses Kurikulum 2013. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti selama

tiga kali, Guru A ditemukan tidak melakukan penilaian observasi pada saat

pembelajaran. Berdasarkan hasil konfirmasi, dapat dijelaskan bahwa Guru A

memang tidak melakukan penilaian observasi secara langsung dengan

menggunakan instrumen tertulis. Penilaian observasi dilakukan dengan memfoto

perilaku siswa melalui smart phone. Foto-foto yang telah diambil selanjutnya

direkap oleh Guru A di rumah. Hal tersebut dilakukan agar penilaian observasi

tidak mengganggu proses pembelajaran. Selain itu, metode tersebut juga dinilai

dapat meminimalisir peluang terlewatkannya perilaku unik siswa akibat guru

fokus melakukan penilaian observasi pada saat pembelajaran (Wan/D2/GA/05-

06-2015/T12).

Guru A mengaku mengalami kendala dalam melakukan penilaian jurnal.

Hal tersebut dikarenakan jumlah siswa yang banyak dan alokasi waktu yang

terbatas, sehingga Guru A tidak dapat membuat catatan perilaku untuk semua

siswa. Solusi yang diberikan oleh instruktur dalam pelatihan yang diikuti Guru A

Page 140: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

122

adalah penilaian jurnal dapat dilakukan secara bertahap pada setiap pertemuan.

Namun demikian, Guru A menilai metode tersebut tidak akurat karena guru

berpotensi melewatkan perilaku siswa yang unik (Wan/D2/GA/05-06-2015/T13).

Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan sekali dalam satu semester.

Guru A mengungkapkan bahwa sebagian besar siswa tidak objektif dalam

melakukan penilaian diri dan penilaian antar siswa. Hal tersebut dikarenakan

siswa memiliki kepentingan untuk memperoleh nilai sikap yang tinggi. Menurut

Guru A, penilaian sikap dan penilaian antar siswa sebaiknya tidak digunakan

sebagai bagian nilai akhir aspek sikap. Hasil penilaian tersebut sebaiknya hanya

digunakan oleh guru sebagai bahan evaluasi ketercapaian indikator pembelajaran.

Dengan demikian, siswa akan melakukan penilaian secara objektif dan guru juga

dapat memperoleh gambaran kondisi siswa yang sebenarnya (Wan/D2/GA/05-06-

2015/T14).

Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tulis dan tes lisan. Tes

tulis dilakukan dengan memberikan kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan

tengah semester, dan ulangan akhir semester. Semua jenis penilaian tersebut

dilakukan untuk memenuhi tuntutan jenis nilai pada kolom akumulasi nilai akhir

semester yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Kuis

diberikan secara terencana di akhir pertemuan. Namun demikian, Guru A

mengaku tidak selalu memberikan kuis di akhir setiap pertemuan. Guru A

mengaku selalu menyampaikan kepada siswa jadwal pelaksanaan kuis. Kuis

secara mendadak kadang dilakukan jika sebagian siswa ditemukan tidak fokus

dalam mengikuti pembelajaran (Wan/D2/GA/05-06-2015/T10). Ulangan harian

dilakukan di akhir setiap bab. Soal ulangan harian selalu dibuat dalam bentuk

Page 141: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

123

esay. Soal objektif tidak digunakan karena Guru A tidak dapat memeriksa sampai

di mana letak kesalahan siswa dalam menjawab soal. Guru A juga menilai bahwa

siswa cenderung tebak-tebakan dengan menggunakan rumus tepis dalam

menyelesaikan soal objektif (Wan/D1/GA/18-04-2015/T21).

Guru A mengaku jarang melakukan tes lisan. Tes lisan hanya dilakukan

sekali dalam satu semester. Tes lisan dilakukan secara bertahap dalam beberapa

kali pertemuan. Hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia

tidak cukup untuk memberikan tes lisan bagi 36 orang siswa sekaligus. Selain itu,

Guru A juga mengaku mengalami kedala dalam membuat soal dan rubrik

penilaian tes lisan karena soal yang dibuat harus mencakup semua materi yang

telah diajarkan. Guru A juga harus membuat soal yang berbeda sebanyak jumlah

siswa untuk menghindari peluang siswa membocorkan atau memperoleh soal

yang sama (Wan/D1/GA/18-04-2015/T22).

Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja

praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Pada semester kedua ini,

Guru A hanya melakukan penilaian praktikum sebanyak satu kali, yaitu praktikum

titik berat pada materi kesetimbangan benda tegar. Guru A ditemukan tidak

melakukan praktikum Melde, padahal studi terhadap dokumen silabus

menunjukkan bahwa praktikum tersebut merupakan pengalaman belajar minimal

yang harus diberikan kepada siswa. Guru A mengkonfirmasi bahwa praktikum

Melde tidak dilakukan karena alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru A

mengaku harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir

semester berlangsung. Guru A juga mengungkapkan bahwa hal tersebut

Page 142: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

124

disebabkan karena permintaan siswa untuk mengganti agenda praktikum dengan

latihan soal persiapan ulangan akhir semester (Wan/D2/GA/05-06-2015/T15).

Siswa Guru A mengungkapkan bahwa pada semester dua, Guru A telah

memberikan tugas proyek sebanyak dua kali, yaitu proyek membuat eskavator

pada materi fluida dinamis dan proyek membuat maket pada materi pemanasan

global (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T13). Teknis pelaksanaan tugas proyek

tersebut adalah sebagai berikut. Sebelum melaksanakan tugas proyek, siswa

terlebih dahulu membuat proposal rancangan produk, dalam hal ini adalah

rancangan eskavator. Rancangan produk yang dibuat tidak boleh sama antar

kelompok. Setelah proposal selesai dibimbingkan, selanjutnya siswa membuat

eskavator sesuai dengan rancangan pada proposal. Siswa diberikan rentangan

waktu tertentu untuk menyelesaikan eskavator tersebut. Eskavator yang telah

dibuat kemudian dikonteskan pada saat pembelajaran. Kontes yang dimaksud

adalah perlombaan menangkap kertas dengan menggunakan eskavator. Terakhir,

siswa ditugaskan membuat laporan (Wan/D1/GA/18-04-2015/T23). Guru A

mengungkapkan bahwa selain sebagai penilaian proyek, tugas membuat eskavator

juga sekaligus dijadikan sebagai penilaian portofolio. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Guru A berikut. “Biasanya saya jadiin satu untuk proyek dan

portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses bimbingan, ada perbaikan

disain. Tak kumpulin ni laporan mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin

portofolio. Jadi, proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya, kumpulan

disain, latar belakang pengembangan, dan semuanya itu, sampai laporan akhir,

itu portofolio. Karena kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak

cukup.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa nilai proyek

Page 143: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

125

diambil dari hasil penilaian produk dan presentasi, sedangkan penilaian portofolio

diambil dari hasil penilaian proposal dan laporan. Hal tersebut dilakukan oleh

Guru A karena keterbatasan alokasi waktu (Wan/D1/GA/18-04-2015/T24).

Remedial dilakukan dengan memberikan siswa tugas take-home. Tugas tersebut

diberikan pada saat menjelang ulangan akhir semester. (Wan/D1/SGA/04-05-

2015/T114).

B. Tindak Guru B

Guru B ditemukan telah melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan

tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek sikap dilakukan melalui

penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa.

Proses penilaian observasi yang dilakukan B adalah sebagai berikut. Pertama,

Guru B menyiapkan daftar nama siswa dengan kolom-kolom tanggal. Daftar

tersebut selalu dibawa setiap pembelajaran. Siswa yang aktif menjawab akan

diberikan point plus. Satu point plus dapat menambah nilai sikap sebesar 0,1.

Pada akhir semester, point plus tersebut direkap dan dijumlahkan dengan nilai

murni yang diperoleh siswa (Wan/D4/GB/09-05-2015/T4). Namun demikian,

selama observasi di kelas Guru B, peneliti menemukan Guru B melakukan metode

tersebut hanya satu kali, yaitu pada materi pokok karakteristik gelombang.

Penilaian jurnal dilakukan dengan mencatat perilaku unik siswa pada tanggal

tertentu. Perilaku unik yang dimaksud adalah sikap yang terbaik dan terburuk dari

keseluruhan siswa. Catatan yang termuat dalam penilaian jurnal digunakan

sebagai pertimbangan dalam memberikan nilai akhir aspek sikap siswa. Guru B

mengaku perlu waktu yang relatif lama dalam melakukan penilaian jurnal,

sehingga Guru B lebih memprioritaskan penilaian observasi. Hal ini sesuai

Page 144: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

126

dengan pernyataan Guru B berikut. “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal

berapa, si A nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending

pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja.” (Wan/D4/GB/09-05-2015/T5).

Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan sekali setiap semester.

Guru B menugaskan siswa untuk mem-fotocopy instrumen penilaian dan

melakukan penilaian secara mandiri di rumah. Hal ini dikarenakan jumlah

intrumen penilaian diri dan penilaian antar siswa tersebut mencapai sepuluh

halaman, sehingga memerlukan biaya yang banyak jika Guru B mencetak

instrumen tersebut untuk semua siswa (Wan/D4/GB/09-05-2015/T6). Walaupun

demikian, Siswa Guru B mengaku objektif dalam melakukan penilaian diri dan

penilaian antar peserta siswa. Hal ini dikarenakan Guru B memberikan himbauan

bahwa siswa tidak boleh memberitahu nilai yang diberikan kepada temannya

(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T11).

Studi terhadap sampel instrumen penilaian diri yang dibuat oleh Guru B

menunjukkan bahwa dalam instrumen tersebut, siswa dituntut untuk melakukan

penilaian terhadap sikap spiritual, sikap jujur, sikap tanggung jawab, sikap

disiplin, sikap gotong royong, sikap toleransi, sikap percaya diri, dan sikap santun.

Sedangkan studi terhadap sampel instrumen penilaian antar siswa menunjukkan

bahwa indikator yang dinilai hanya sikap jujur dan displin. Guru B tidak meminta

siswa menilai pemahamannya terhadap materi pembelajaran yang telah diberikan.

Guru B mengungkapkan bahwa instrumen penilaian diri dan penilaian antar siswa

yang dibuatnya telah disesuaikan dengan contoh instrumen yang diberikan oleh

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (Wan/D4/GB/09-05-2015/T7).

Page 145: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

127

Nilai akhir semester untuk aspek sikap merupakan akumulasi nilai religius

dan nilai sikap. Nilai tersebut ditentukan berdasarkan sistem modus. Terdapat satu

nilai yang diperlukan untuk setiap jenis penilaian sikap. Nilai maksimal adalah 4

dan nilai minimal adalah 1. Guru B mencontohkan, jika dari 4 kali penilaian

observasi seorang siswa memperoleh nilai 4,2,1,4, maka nilai akhir semester

siswa tersebut untuk jenis penilaian observasi adalah 4. Dengan demikian, siswa

tersebut akan memperoleh nilai akhir yang sama dengan siswa yang nilainya

4,4,4,4 (Wan/D4/GB/09-05-2015/T8).

Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tulis dan tes lisan. Tes

tulis dilakukan melalui kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester,

dan ulangan akhir semester (Wan/D1/GB/25-04-2015/T24). Semua jenis

penilaian tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan jenis nilai pada kolom

akumulasi nilai akhir semester yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang

Kurikulum. Kuis diberikan secara mendadak dan situasional. Jika alokasi waktu

pembelajaran tidak memenuhi, maka kuis diberikan di awal atau di akhir

pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Jenis soal dan teknis penilaian kuis

sama dengan ulangan harian. Perbedaannya adalah jumlah soal kuis lebih sedikit,

yaitu satu sampai dengan dua soal. Guru B mengaku tidak sempat memberikan

kuis untuk materi pembelajaran menjelang akhir semester karena Guru B harus

mengejar ketercapaian materi pembelajaran sebelum ulangan akhir semester

dilaksanakan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T16; Wan/D4/GB/09-05-2015/T9).

Guru B mengungkapkan bahwa dalam Standar Proses Kurikulum 2013,

nilai tugas digabung dengan nilai PR. Siswa Guru B menyatakan tugas diberikan

jika Guru B tidak dapat mengajar karena kesibukannya menjadi wakil kepala

Page 146: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

128

sekolah. Tugas yang diberikan harus diselesaikan di sekolah dan dikumpul diakhir

jam pembelajaran. Siswa Guru B mengaku dapat mengerjakan tugas tersebut

karena soal tugas yang diberikan tidak banyak dan diambil dari buku LKS Kreatif

(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T12). Berbeda dengan pernyataan siswa, Guru B

mengaku memberikan banyak soal pada tugas yang diberikan di sekolah. Hal

tersebut dilakukan untuk memperkecil peluang siswa dalam bekerjasama. Guru B

mengaku memeriksa secara detail jawaban tugas siswa tersebut (Wan/D4/GB/09-

05-2015/T10). Namun demikian, selama tiga kali melakukan observasi di kelas

Guru B, peneliti tidak menemukan Guru B memberikan PR ataupun tugas kepada

siswa. Menurut Guru B, PR sering diberikan menjelang ulangan harian dengan

tujuan memotivasi siswa untuk latihan soal. Teknis penilaian PR yang dilakukan

B tidak mendetail berdasarkan pedoman penilaian. Guru B meyakini bahwa siswa

pasti bekerjasama dalam mengerjakan PR, sehingga jawaban semua siswa akan

relatif sama. Berdasarkan keyakinan tersebut, teknis penilaian PR yang dilakukan

adalah sebagai berikut. Pertama, Guru B membadingkan jawaban siswa dengan

kategori pintar, sedang, dan kurang. Selanjutnya, jika ditemukan sebagian besar

jawaban siswa sama, maka Guru B hanya akan menilai ketepatan waktu siswa

dalam mengumpul PR tersebut. Siswa yang mengumpulkan PR tepat waktu

otomatis akan diberikan nilai B (Wan/D4/GB/09-05-2015/T11).

Ulangan harian dilaksanakan secara sistematis dan terencana di akhir

materi pokok pembelajaran. Namun, berdasarkan catatan lapangan yang dibuat

oleh peneliti, ditemukan Guru B tidak memberikan ulangan harian setelah

menyelesaiakan materi pemanasan global. Guru B langsung melanjutkan ke

materi karakteristik gelombang. Setelah dikonfirmasi, Guru B mengungkapkan

Page 147: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

129

bahwa ulangan harian akan dilakukan sekalian setelah semua materi diselesaikan.

Hal tersebut dikarenakan Guru B harus menuntaskan tuntutan materi

pembelajaran sebelum ulangan akhir semester (Wan/D4/GB/09-05-2015/T13).

Siswa Guru B menjelaskan bahwa terdapat dua jenis bentuk soal ulangan yang

diberikan oleh Guru B, yaitu soal esay dan soal objektif diperluas. Kedua jenis

soal ulangan tersebut sesuai dengan materi yang diberikan pada saat pembelajaran

(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T13). Guru B menyatakan bahwa soal yang diberikan

terkadang sama persis dengan soal latihan pada saat pembelajaran. Tujuannya

adalah untuk mengetahui apakah siswa mengingat solusi dari soal latihan tersebut.

Selain itu, ada juga soal yang jenisnya sama namun angkanya berbeda, serta soal

yang jenisnya sangat berbeda dengan soal latihan (Wan/D4/GB/09-05-2015/T22).

Guru B menilai dan menyampaikan hasil ulangan harian siswa dengan dua cara.

Pertama, Guru B memeriksa dan menilai sendiri jawaban ulangan siswa sesuai

dengan rubrik penilaian yang telah dibuat, kemudian hasil ulangan tersebut

dibagikan kepada siswa. Kedua, Guru B mengajak siswa untuk menilai hasil

ulangan harian tersebut, sehingga siswa secara langsung dapat mengetahui nilai

ulangan yang diperoleh (Wan/D4/GB/09-05-2015/T14).

Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester dilaksanakan sesuai

dengan jadwal yang ditentukan oleh sekolah. Pada saat ulangan semester,

pengaturan tempat duduk siswa diselang-seling antara kelas X dan kelas XI untuk

memperkecil peluang siswa bekerjasama. Jenis soal yang diberikan adalah

objektif. Soal tersebut dibuat secara berkelompok oleh guru yang mengajar

ditingkatan kelas yang sama (Wan/D3/GB/30-04-2015/T20). Tes lisan dilakukan

dengan teknis sebagai berikut. Guru B meletakkan empat buah meja di depan

Page 148: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

130

kelas, kemudian dipanggil empat orang siswa sesuai dengan hasil undian. Masing-

masing dari siswa tersebut ditugaskan menjawab satu buah soal yang juga

merupakan hasil undian. Soal tersebut harus diselesaikan secara langsung di atas

meja sesuai dengan alokasi waktu yang telah disampaikan. Sistem tes lisan yang

lain adalah sebagai berikut. Guru B membagi papan tulis menjadi empat bagian.

Empat orang siswa dipanggil secara acak dan diberikan soal untuk langsung

diselesaikan di papan. Guru B mengaku tidak memeriksa proses siswa dalam

menyelesaikan soal. Kebenaran jawaban siswa hanya dilihat berdasarkan jawaban

akhir yang diperoleh. Sistem tersebut dilakukan karena Guru B meyakini siswa

tidak mungkin mencontek atau bekerjasama pada saat ujian lisan. Selain itu, hal

ini juga dikarenakan alokasi waktu yang tersedia tidak mencukupi. Jika siswa

salah dalam menjawab soal tes lisan tersebut, maka siswa akan mendapatkan nilai

nol. Terhadap siswa tersebut, Guru B memberikan tugas dan memberikan nilai

satu hanya dengan mengumpul tugasnya saja (Wan/D4/GB/09-05-2015/T15).

Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja

praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio (Wan/D4/GB/09-05-

2015/T16). Berdasarkan transkrip observasi tiga di kelas Guru B, penilaian

kinerja praktikum dilakukan dengan menilai pemahaman siswa terhadap fungsi

alat dan bahan praktikum serta prosedur dan tujuan praktikum yang dilakukan.

Guru B juga mengaku menilai kerjasama kelompok pada saat melakukan

praktikum (Wan/D4/GB/09-05-2015/T17). Penilaian proyek pada semester kedua

telah dilakukan sebanyak dua kali. Proyek pertama dilakukan pada materi pokok

fluida dinamis. Siswa ditugaskan membuat eskavator dari bahan suntikan bekas.

Proyek kedua dilakukan pada materi pokok pemanasan global. Siswa ditugaskan

Page 149: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

131

membuat makalah dan powerpoint tentang fenomena pemanasan global. Guru B

menjelaskan bahwa yang menjadi pertimbangan dalam memberikan tugas proyek

adalah karakteristik materi pembelajaran. Guru B tidak dapat memberikan tugas

proyek pada semua materi pembelajaran. Untuk materi pembelajaran yang abstrak

seperti teori kinetik gas, Guru B mengaku tidak memberikan tugas proyek. Dalam

mengerjakan tugas proyek, siswa diberikan interval waktu selama dua minggu.

Makalah dan powerpoint yang telah dibuat, selanjutnya dipresentasikan oleh

beberapa kelompok. Kelompok yang lain bertugas sebagai penilai. Setelah

presentasi, siswa mengumpulkan softcopy makalah dan powerpoint. Guru B juga

menugaskan siswa untuk mengunggah softcopy tersebut ke internet

(Wan/D4/GB/09-05-2015/T18).

Penilaian portofolio dilakukan dengan memberikan tugas penyusunan

makalah aplikasi hukum Bernoulli, tugas berjangka, dan menugaskan siswa

menjawab soal-soal pada buku LKS Kreatif (Wan/D4/GB/09-05-2015/T19).

Siswa Guru B membenarkan bahwa LKS Kreatif yang telah dijawab dikumpulkan

di akhir semester (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T14). Rekapitulasi nilai akhir

semester untuk setiap jenis penilaian aspek keterampilan dilakukan berdasarkan

sitem nilai tertinggi. Guru B memberikan contoh jika dalam satu semester guru

mengadakan praktikum sebanyak empat kali, maka berdasarkan sistem penilaian

tersebut, siswa dengan nilai praktikum 0,0,0,4 akan memperoleh nilai akhir yang

sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4 (Wan/D1/GB/25-04-2015/T17).

Siswa Guru B mengungkapkan bahwa nilai KKM mata pelajaran fisika

adalah 80. Jika terdapat siswa yang tidak memenuhi nilai tersebut, maka Guru B

akan mengadakan remedi. Pelaksanaan remedi dilakukan di luar jam

Page 150: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

132

pembelajaran fisika, yaitu hari Jumat pada saat kegiatan bebas. Siswa Guru B

mengungkapkan bahwa soal tes remedi yang diberikan berbeda dengan soal

ulangan harian. Namun demikian, Guru B mengaku memberikan soal yang sama

jika tidak sempat membuat soal yang baru. Guru B mengungkapkan bahwa siswa

yang mengikuti remedi pasti akan mendapatkan nilai KKM, yaitu 80. Guru B

mengaku memberikan pengayaan bagi siswa yang nilainya telah memenuhi KKM.

Pengayaan dilakukan dengan memberikan soal yang tingkat kesulitannya lebih

tinggi (Wan/D4/GB/09-05-2015/T20). Namun demikian, Siswa Guru B

mengungkapkan bahwa Guru B tidak pernah memberikan pengayaan. Guru B

langsung melanjutkan materi jika semua nilai siswa telah memenuhi KKM

(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T15).

Guru B menjelaskan bahwa rekapitulasi nilai semester siswa untuk aspek

sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan berdasarkan form rekapitulasi

penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Studi

dokumen menunjukkan bahwa form tersebut merupakan file jenis Microsoft Excel

dan memuat satu kolom nilai untuk setiap jenis penilaian pada aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. Form tersebut telah memuat rumus nilai akhir

siswa untuk semua aspek penilaian. Setelah semua nilai diakumulasi, nilai

tersebut diserahkan kepada wali kelas. Wali kelas akan menyampaikan nilai

tersebut kepada kepala sekolah (Wan/D4/GB/09-05-2015/T21).

Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan bahwa guru model

melakukan penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan metode

penilaian yang sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Aspek

sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan

Page 151: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

133

penilaian antar siswa. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes lisan

dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan

ulangan akhir semester. Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian

kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Rekapitulasi nilai

akhir semester untuk aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan

dengan menggunakan form rekapitulasi penilaian dalam bentuk Microsoft Exel

yang telah memuat rumus pembobotan nilai sesuai dengan Standar Proses

Kurikulum 2013.

4.1.3.5 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses Kurikulum

2013 dan Upaya Penyelesaiannya

Pada bagian ini, dipaparkan problematika guru dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum

2013 dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya. Pemaparan hal tersebut

berdasarkan pada transkrip wawancara dengan guru, siswa, kepala sekolah, dan

pengawas akademik dari Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, serta transkrip

observasi pembelajaran dan hasil analisis dokumen pembelajaran guru.

A. Problematika Guru A

Hasil studi dokumen terhadap RPP Guru A menunjukkan bahwa

komponen RPP yang disusun tidak sesuai dengan sistematika RPP yang termuat

dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Komponen RPP tersebut lebih

sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Hal ini dikarenakan Guru A masih

menggunakan RPP Kurikulum 2006 dengan hanya mengedit KI dan KD sesuai

dengan silabus Kurikulum 2013. Komponen RPP yang lain, seperti materi

pembelajaran, skenario pembelajaran, dan teknik penilaian ditemukan masih

Page 152: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

134

belum diedit. Namun demikian, guru mengklaim bahwa semua aspek pendekatan

saintifik telah dimunculkan dalam RPP (Wan/D2/GA/05-06-2015/T5).

Guru A mengungkapkan bahwa tuntutan penyusunan RPP yang detail

dalam Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan salah satu hal yang

menyulitkan guru. Menurut Guru A, RPP yang baik tidak harus memuat konten

yang detail. Berdasarkan pengalaman studi banding terhadap pembelajaran fisika

di Singapura, Guru A mengungkapkan bahwa RPP yang dibuat oleh guru di

sekolah tersebut tidak terlalu detail. Hal ini dikarenakan skenario pembelajaran

yang dirancang oleh guru telah mengacu pada buku paket guru dan siswa,

sehingga guru tidak harus menyusun atau mengetik ulang materi, soal, atau LKS

dalam buku. Guru A menjelaskan bahwa dalam Kurikulum 2013 belum terdapat

fungsi yang jelas dari buku paket guru dan siswa yang diberikan oleh pemerintah

pusat. Menurut Guru A, guru seharusnya tidak dituntut membuat pemaparan

materi, soal kuis, soal PR, dan LKS pada RPP karena semua hal tersebut sudah

termuat dalam buku paket guru dan siswa. Seharusnya guru hanya dituntut untuk

memanfaatkan buku tersebut dengan baik (Wan/D1/GA/18-04-2015/T25).

Guru A mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam pelaksanaan

pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pembelajaran

berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran penyingkapan telah sering

dilaksanakan oleh Guru A pada Kurikulum 2006, sehingga Guru A mengaku telah

terbiasa. Namun demikian, catatan lapangan peneliti selama tiga kali observasi di

kelas Guru A menunjukkan bahwa aspek menanya dalam pendekatan saintifik

lebih banyak dilakukan oleh guru. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa Guru A

memang mengalami kendala dalam mengembangkan aspek menanya. Guru A

Page 153: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

135

mengakui bahwa sebagian kegiatan menanya dilakukan oleh guru. Menurut Guru

A, penyebab hal ini adalah banyaknya jumlah materi, tujuan pembelajaran yang

lebih mengutamakan kemampuan menghitung, dan alokasi waktu pembelajaran

yang terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut.“Yang paling

susah menanya. Susah sekali. Cenderung saya yang banyak bertanya dibanding

siswanya. Karena lihat juga kepadatan materi yang dituntut dalam kurikulum

kita. Kalau kurikulum luar, siswa hanya diajarkan konsep-konsep dasar yang

esensial saja. Kalau kita materinya banyak sekali dan berbasis menghitung,

sehingga, kita kita tidak pernah memiliki waktu yang cukup untuk melatih mereka

berpikir untuk mengembangkan sesuatu. Misalkan, saya tampilkan fenomena

seperti ini. Kemudian saya menugaskan siswa untuk berpikir, masalah apakah

yang muncul dari sini, tentu mereka akan bertanya. Tapi, untuk bisa

memunculkan itu, nggak cukup waktu 10 menit.” (Wan/D2/GA/05-06-2015/T16).

Guru A ditemukan jarang menyelesaikan pembelajaran sesuai dengan

alokasi waktu yang direncanakan. Guru A sering meninggalkan kelas sebelum

pembelajaran berakhir. Guru A juga ditemukan tidak melakukan praktikum Melde

untuk materi pokok karakteristik gelombang, di mana praktikum tersebut

seharusnya dilakukan sesuai dengan tuntutan silabus. Praktikum Melde tidak

dilakukan karena alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru A mengaku harus

menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester

berlangsung. Temuan tersebut dikuatkan oleh Siswa Guru A bahwa Guru A tidak

pernah melaksanakan praktikum di laboratorium fisika dari semester satu sampai

dengan semester dua. Pada semester dua, praktikum hanya dilakukan di kelas

sebanyak satu kali, yaitu praktikum menentukan titik berat suatu benda pada

Page 154: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

136

materi kesetimbangan benda tegar. Siswa Guru A juga mengungkapkan bahwa

pada semester satu, Guru A kekurangan alokasi waktu mengajar, sehingga materi

pokok pada bab terakhir langsung diselesaikan hanya dalam satu kali pertemuan

(Wan/D1/SGA/04-05-2015/T15). Hasil konfirmasi dengan Guru A menunjukkan

bahwa hal tersebut dikarenakan kesibukan Guru A dalam mengikuti diklat calon

kepala sekolah. Namun demikian, Guru A selalu memberikan tugas kepada siswa

sebelum meninggalkan pembelajaran.

Guru A menyatakan bahwa problematika terbesar yang dihadapinya dalam

pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi

pembelajaran. Menurut Guru A, tuntutan evaluasi pembelajaran dalam Kurikulum

2013 sangat banyak dan tidak sesuai dengan alokasi waktu pembelajaran yang

tersedia. Guru A mengaku mengalami kesulitan dalam menyusun rubrik penilaian

dan melaksanakan penilaian di kelas. Menurut Guru A, alokasi waktu

pembelajaran yang tersedia tidak cukup bagi seorang guru untuk melakukan

tuntutan evaluasi pembelajaran yang banyak. Jika guru hanya terfokus pada

penilaian, maka proses pembelajaran akan terganggu. Guru A mengaku tidak

mampu melakukan penilaian lisan dan penilaian unjuk kerja praktikum untuk

semua siswa dalam satu kali pertemuan. Solusi yang diterapkan oleh Guru A

terhadap permasalahan tersebut adalah dengan melakukan penilaian secara

bertahap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Yang paling saya

nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana membangun rubriknya, itu susah.

Kan nggak bisa kita bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah

seperti itu. Kita harus tau dulu indikator-indikator untuk setiap aspek penilaian.

Harus detail indikator-indikatornya kayak apa. Kemudian pelaksanaanya juga

Page 155: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

137

sulit. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan

dengan baik. Itu yang berat bagi guru.” (Wan/D1/GA/18-04-2015/T26).

Guru A belum memahami standar proses pengembangan instrumen

penilaian aspek religius siswa karena terdapat pemahaman yang berbeda antara

Guru A dengan guru yang lain tentang definisi operasional religius. Guru lain

menilai aspek religius dapat dikembangkan dengan mengajak siswa berdoa

sebelum dan sesudah pembelajaran, sedangkan Guru A menilai hal tersebut belum

tentu dapat mengembangkan aspek religius siswa. Guru A menilai siswa yang

rajin sembahyang belum tentu tingkat religiusitasnya tinggi. Akibatnya, penilaian

aspek religius dilakukan berdasarkan persepsi masing-masing guru terhadap

definisi operasional religiusitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut.

“Sangat sulit menilai aspek religius. Pandangan orang beda-beda. Saya

melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa aja udah religius. Saya setiap

hari sembahyang besok ngebom, apakah saya religius? Nyari kajian pustakanya

juga sulit. Soalnya orang luar nggak menilai sampai di situ.” (Wan/D1/GA/18-

04-2015/T27).

Guru A juga menilai bahwa pengembangan ketekunan siswa dalam

sembahyang tidak relevan dengan karakteristik pembelajaran fisika. Menurut

Guru A, rajin atau tidaknya siswa berdoa dalam pembelajaran lebih menjadi

tanggungjawab guru mata pelajaran agama. Terhadap permasalahan ini, Guru A

mengaku mencari indikator penilaian aspek religius secara mandiri dari internet.

Namun demikian, Guru A mengaku sulit menemukan referensi yang bagus karena

kurikulum pembelajaran di luar negeri belum sampai pada pengembangan aspek

religius siswa.

Page 156: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

138

Catatan lapangan peneliti selama observasi di kelas Guru A menunjukkan

bahwa Guru A tidak melakukan penilaian observasi dan penilaian jurnal. Siswa

Guru A menyatakan bahwa penilaian observasi dilakukan oleh Guru A melalui

smart phone. Guru A pernah mengungkapkan bahwa siswa yang nakal dan siswa

yang aktif dalam pembelajaran dicatat dalam smart phone (Wan/D1/SGA/04-05-

2015/T16). Guru A mengungkapkan banyaknya jumlah siswa dan alokasi waktu

yang terbatas menjadi kendala guru dalam melakukan penilaian observasi. Akibat

hal tersebut, Guru A mengaku tidak dapat melakukan penilaian observasi dan

penilaian jurnal untuk semua siswa. Penilaian observasi yang dilakukan hanya

terbatas pada siswa dengan perilaku yang unik, sedangkan untuk siswa dengan

perilaku normal akan diberikan nilai yang sama. Guru A menilai bahwa

kelemahan dari penilaian observasi adalah adanya perilaku siswa yang tidak

natural karena siswa menyadari bahwa guru sedang melakukan penilaian sikap.

Guru A menjelaskan bahwa terdapat siswa dengan karakteristik “si tukang

berpikir” dan “si tukang berbicara”. Pernyataan atau jawaban yang disampaikan

oleh “si tukang berbicara” sebagian besar merupakan gagasan dari “si tukang

berpikir”, sehingga seolah-olah “si tukang berbicara” adalah siswa pintar dan “si

tukang berpikir” merupakan siswa bodoh karena cenderung pasif. Upaya

mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan controlling, yaitu

berkeliling kelas secara simultan pada saat pembelajaran dan mengambil gambar

perilaku unik siswa dengan menggunakan smartphone. Hal tersebut dilakukan

untuk mengetahui karakteristik alami setiap siswa. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Guru A berikut. “Ada kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia,

sehingga perilakunya tidak alami. Itu sebabnya saya melakukan controlling

Page 157: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

139

dengan berkeliling kelas. Sehingga saya tahu, ini si tukang bicara, ini si tukang

berpikir. Ya, yang si tukang bicara ini yang biasanya perilakunya nggak alami.”

(Wan/D2/GA/05-06-2015/T17)

Sebagian besar siswa tidak objektif dalam melakukan penilaian diri dan

penilaian antar siswa. Hal tersebut dikarenakan siswa memiliki kepentingan untuk

memperoleh nilai sikap yang tinggi. Menurut Guru A, penilaian sikap dan

penilaian antar siswa sebaiknya tidak digunakan sebagai bagian dari nilai akhir

aspek sikap. Hasil penilaian tersebut sebaiknya hanya digunakan oleh guru

sebagai bahan evaluasi ketercapaian indikator pembelajaran. Dengan demikian,

siswa akan melakukan penilaian secara objektif dan guru juga dapat memperoleh

gambaran kondisi siswa yang sebenarnya. Guru A mengaku mengalami kendala

dalam melakukan penilaian jurnal. Hal tersebut dikarenakan jumlah siswa yang

banyak dan alokasi waktu yang terbatas, sehingga Guru A tidak dapat membuat

catatan perilaku untuk semua siswa. Solusi yang diberikan oleh instruktur dalam

pelatihan adalah dengan melakukan penilaian jurnal secara bertahap pada setiap

pertemuan. Namun demikian, Guru A menilai metode tersebut tidak akurat karena

guru berpotensi melewatkan perilaku siswa yang unik (Wan/D2/GA/05-06-

2015/T18).

Permasalahan yang dihadapi Guru A dalam penilaian aspek pengetahuan

adalah terbatasnya alokasi waktu untuk memeriksa hasil ulangan. Guru A

mengungkapkan bahwa hasil ulangan siswa harus segera dibagikan pada

pertemuan selanjutnya. Guru A juga harus membuat analisis ketercapaian

indikator untuk memetakan letak ketidakketercapaian indikator pembelajaran.

Selanjutnya, Guru A harus membahas materi pembelajaran untuk indikator

Page 158: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

140

pembelajaran yang tidak tercapai tersebut, sebelum dilaksanakan ujian ulang.

Guru A mengaku kewalahan melakukan semua hal tersebut dalam waktu yang

terbatas (Wan/D2/GA/05-06-2015/T19).

Berdasarkan hasi wawancara dengan Guru A, teknis penyusunan rubrik

penilaian dan teknis melakukan evaluasi pembelajaran tidak dilatihkan dalam

workshop kurikulum pusat yang diikutinya. Dalam workshop tersebut, guru

hanya diberikan buku dan ditugaskan menjawab soal pada buku tersebut.

Pengawas akademik dari dinas pendidikan juga tidak memberikan solusi terhadap

permasalahan ini. Yang dilakukan oleh pengawas akademik hanya memeriksa

kelengkapan administrasi pembelajaran guru. Pengawas akademik tidak pernah

mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Bahkan menurut Guru

A, walaupun konsep fisika yang termuat dalam RPP sengaja dibuat salah,

pengawas akademik tidak akan mengetahuinya. Hal ini dikarenakan pengawas

akademik mata pelajaran fisika merupakan guru mata pelajaran kimia, sehingga

pengawas tidak memahami karakteristik mata pembelajaran fisika. Hasil

wawancara dengan pengawas akademik tersebut menunjukkan bahwa Dinas

Pendidikan Kabupaten Buleleng belum memiliki pengawas akademik khusus

untuk mata pelajaran fisika, sehingga tugas kepengawasan tersebut diberikan

kepada pengawas dengan rumpun ilmu yang sama, yaitu pengawas mata pelajaran

kimia. Pengawas tersebut membenarkan bahwa proses pengawasan yang

dilakukannya hanya terfokus pada administrasi pembelajaran karena pengawas

tersebut yakin bahwa pelaksanaan pembelajaran fisika di SMAN 1 Singaraja telah

sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013 (Wan/D1/PGW/23-04-2015/T1).

Page 159: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

141

Guru A menilai bahwa Kurikulum 2013 bagus untuk diterapkan jika

alokasi waktu pembelajaran yang disediakan banyak. Menurut Guru A, alokasi

waktu pembelajaran yang disediakan saat ini tidak sesuai dengan tuntutan

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Pemerintah pusat tidak

memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan perencanaan dan

evaluasi pembelajaran. Alokasi waktu yang terhitung hanya pelaksanaan

pembelajaran tatap muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini diperparah karena

alokasi waktu tersebut terpotong oleh kegiatan upacara bendera dan kegiatan hari

Jumat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Kurikulum 2013 itu

bagus jika waktu yang tersedia memadai. Pekerjaan guru itu kan banyak, nggak

bisa selesai 6 hari kerja, ngajarnya 4 jam, potong hari Jumat, potong upacara

bendera. Nyiapin administrasi nggak diperhitungkan. Yang diperhitungkan hanya

jam tatap mukanya selama 24 jam. Jadi, perencanaan, meriksa ulangan, itu

nggak terhitung. Di sana permasalahannya.” (Wan/D1/GA/18-04-2015/T28).

B. Problematika Guru B

Guru B mengaku belum memahami rasional penggunaan sistem modus

dalam penilaian aspek sikap dan sistem nilai tertinggi untuk penilaian aspek

keterampilan. Menurut Guru B, sistem tersebut tidak rasional dan tidak adil jika

diterapkan dalam penilaian. Guru B mencontohkan, jika dari 4 kali penilaian

observasi seorang siswa memperoleh nilai 4,2,1,4, maka dengan sistem modus,

nilai akhir semester siswa tersebut akan sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4

(Wan/D4/GB/09-05-2015/T8). Untuk teknis penilaian aspek keterampilan yang

menggunakan nilai tertinggi, Guru B memberikan contoh sebagai berikut. Jika

dalam satu semester guru mengadakan praktikum sebanyak empat kali, maka

Page 160: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

142

berdasarkan sistem penilaian tersebut, siswa dengan nilai praktikum 0,0,0,4 akan

memperoleh nilai akhir yang sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4

(Wan/D1/GB/25-04-2015/T17). Guru B memprediksi jika siswa mengetahui

sistem penilaian tersebut, maka terdapat kemungkinan siswa tidak akan mengikuti

pembelajaran dengan serius. Guru B mengaku tidak memiliki solusi jika hal

tersebut terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru B berikut. “Yang saya

tidak habis pikir itu kan sistem penilaian yang menggunakan modus dan nilai

tertinggi. Kalau misalnya siswa salah satu tidak ikut praktikum, kan jadinya tidak

bermasalah. Siswa kan nggak tahu kalau penilaiannya seperti itu. Kalau siswa

tahu, ya udah, nggak usah sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Toh

juga tidak akan berpengaruh pada nilai sikap. Itu yang akan dilakukan siswa.

Jadi, apa yang harus saya lakukan kalau seandainya siswa tahu itu. Gimana cara

mengatasinya, itu saya belum tahu.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T18).

Guru B terkadang tidak membuat RPP sebelum mengajar. RPP tersebut

baru dibuat setelah mengajar. Hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran

yang terbatas dan kesibukan Guru B sebagai wakil kepala sekolah

(Wan/D1/GB/25-04-2015/T19). Guru B mengungkapkan bahwa pemaparan

materi pembelajaran berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur

yang dituntut dalam RPP tidak membantu guru dalam mengajar. Menurut Guru B,

pemaparan materi secara sistematis berdasarkan urutan penyampaian materi di

kelas, lebih membantu guru pada saat mengajar.

Guru B mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pelaksanaan pembelajaran

berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran penyingkapan telah sering

Page 161: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

143

dilaksanakan pada Kurikulum 2006, sehingga Guru B telah terbiasa. Namun

demikian, catatan lapangan peneliti selama observasi di kelas Guru B

menunjukkan bahwa Guru B tidak menyampaikan indikator dan tujuan

pembelajaran pada kegiatan pendahuluan. Hal tersebut dikarenakan alokasi waktu

pembelajaran yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan membosankan.

Permasalahan ini diatasi dengan memberikan silabus secara langsung kepada

siswa, sehingga siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran

yang akan diberikan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T20).

Guru B ditemukan mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum

tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang

dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menayangkan video

proses praktikum dengan tangki riak. Guru B mengungkapkan bahwa walaupun

siswa tidak melakukan praktikum tangki riak secara langsung, setidaknya melalui

penayangan video tersebut siswa mengetahui prosedur praktikum tangki riak.

Upaya tersebut merupakan hasil diskusi Guru B dengan guru fisika yang mengajar

pada tingkatan kelas yang sama. Guru B juga melaporkan permasalahan tersebut

kepada kepala sekolah, sehingga kepala sekolah menganggarkan Dana BOS untuk

membeli tangki riak yang baru. Permasalahan yang lain adalah ketersediaan

slinki. Guru B menyatakan bahwa sekolah hanya memiliki empat buah slinki. Di

sisi lain, Guru B memerlukan enam buah slinki karena terdapat enam kelompok

pada saat pembelajaran. Terhadap permasalahan tersebut, Guru B mengaku

membentuk kelompok besar dan melakukan praktikum secara demonstrasi.

Setelah demonstrasi kelompok besar berakhir, analisis data selanjutnya dilakukan

dalam kelompok kecil (Wan/D1/GB/25-04-2015/T21).

Page 162: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

144

Seperti Guru A, permasalahan terbesar Guru B juga terletak pada evaluasi

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pengawas akademik dari

Dinas Pendidikan membenarkan bahwa sebagian besar permasalahan guru dalam

melaksanakan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 terletak

pada evaluasi pembelajaran. Hal ini dikarenakan tuntutan evaluasi pembelajaran

yang banyak tanpa alokasi waktu yang sesuai (Wan/D1/PGW/23-04-2015/T2).

Berikut merupakan paparan permasalahan evaluasi pembelajaran yang dialami

Guru B. Pertama, Guru B jarang melakukan penilaian jurnal karena jumlah siswa

yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama untuk menilai semua siswa.

Penilaian jurnal dilakukan dengan mencatat siswa dengan perilaku yang terbaik

dan terburuk. Siswa dengan perilaku yang normal tidak dicatat dan diberikan nilai

yang sama secara merata (Wan/D4/GB/09-05-2015/T23).

Kedua, Guru B menilai bahwa hasil penilaian diri dan penilaian antar

siswa tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif.

Guru B mengaku mengurangi nilai hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa

bagi siswa yang dinilai buruk berdasarkan hasil penilaian observasi Guru B,

walaupun sebenarnya nilai hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa yang

diperoleh siswa tersebut tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghindari tertutupinya

nilai sikap siswa yang buruk akibat akumulasi nilai sikap berbasis sistem

penilaian modus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru B berikut. “Kalau

penilaian diri dan penilaian antar siswa, jangan dah diharapkan nilainya bagus.

Karena dia menilai temennya sendiri pasti kerjasama. Tidak objektif. Tapi, kalau

ada siswa ketahuan mencontek, nilai itu pasti saya potong.. Walaupun dia bilang

saya tidak pernah menyontek.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T22).

Page 163: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

145

Guru B mengaku telah menyampaikan semua permasalahan atau konsep

pembelajaran yang tidak dipahaminya kepada pengawas akademik dari Dinas

Pendidikan. Namun, pengawas akademik tersebut terkadang tidak mengetahui

solusi dan informasi yang ditanyakan, sehingga solusi dari permasalahan tersebut

harus ditangguhkan. Pengawas mengaku perlu menanyakan pada pengawas yang

lain, sehingga proses tersebut menjadi berantai (Wan/D1/GB/25-04-2015/T23).

Permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran lebih

banyak diselesaikan dalam supervisi akademik kepala sekolah. Supervisi

akademik tidak dilakukan secara langsung oleh kepala sekolah, melainkan dibantu

oleh salah satu guru fisika senior di SMA Negeri 1 Singaraja. Kepala sekolah

mengungkapkan bahwa supervisi perangkat pembelajaran hanya dilakukan secara

formalitas dengan memeriksa keberadaan perangkat pembelajaran tersebut tanpa

menilai kebenarannya. Kegiatan supervisi lebih difokuskan pada pelaksanaan

pembelajaran. Namun demikian, supervisi pelaksanaan pembelajaran tersebut

hanya dapat dilakukan sekali dalam satu semester. Supervisi tersebut dilakukan

melalui observasi langsung pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Hal ini

sesuai dengan pernyataan kepala sekolah berikut. “Supervisi sih lebih cenderung

melihat bagaimana guru mengajar. Kalau persiapan pembelajaran, ya formalitas

aja. Kalau sudah ada, okay. Tapi, di ngajarnya kita liatin apa ada yang kurang.

Tapi, dalam satu semester cuman sekali ada supervisi.” (Wan/D1/KS/11-06-

2015/T5). Kepala sekolah mengungkapkan bahwa terdapat guru yang resisten jika

diobservasi secara langsung. Terhadap guru tersebut, kegiatan supervisi dilakukan

dengan pendekatan personal. Permasalahan pembelajaran yang ditemukan pada

saat supervisi akan diselesaikan melalui diskusi MGMP setiap awal semester.

Page 164: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

146

Berdasarkan paparan di atas, problematika yang dihadapi oleh guru model

dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (a)

Komponen RPP yang dibuat oleh guru model sebagian besar masih mengikuti

sistematika RPP Kurikulum 2006. Guru model tidak merumuskan indikator untuk

KD pada KI-4, tidak memaparkan materi berdasarkan kategori fakta, konsep,

prinsip, dan prosedur, serta tidak memaparkan langkah-langkah pembelajaran

berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik. Langkah-langkah pembelajaran

masih dikelompokkan berdasarkan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

(b) Guru model terkadang tidak membuat RPP sebelum mengajar karena alokasi

waktu pembelajaran yang terbatas dan kesibukan guru model. (c) Guru model

terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP yang detail. Guru model menilai belum

ada instruksi yang jelas terkait pemanfaatan buku guru dan buku siswa. Menurut

guru model, RPP yang dibuat seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga

guru model tidak perlu membuat RPP yang detail. (d) Pemaparan materi

berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dituntut dalam

RPP tidak membantu guru model dalam mengajar. (e) Guru model tidak

menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan

pembelajaran karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan kegiatan

tersebut terkesan membosankan. Solusi permasalahan ini dilakukan dengan

memberikan silabus secara langsung kepada siswa, sehingga siswa dapat

mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan. (f)

Guru model mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum tangki riak karena

alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang dilakukan untuk

mengatasi masalah tersebut adalah dengan menayangkan video proses praktikum

Page 165: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

147

dengan tangki riak. (g) Guru model ditemukan tidak melakukan praktikum Melde

karena kekurangan alokasi waktu. (h) Guru model belum memahami standar

proses pengembangan dan penilaian aspek religius siswa. (i) Guru model tidak

melakukan penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa secara

simultan. Hal ini dikarenakan jumlah siswa yang banyak, sehingga memerlukan

waktu lama dan tidak efektif. (j) Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa

yang dilakukan oleh guru model cenderung tidak valid karena siswa menjawab

pertanyaan kuesioner secara subjektif. (k) Guru model tidak memahami rasional

penggunaan sistem penilaian berbasis modus untuk penilaian aspek sikap dan

sistem penilaian berbasis nilai tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan,

sehingga guru model tidak memiliki solusi jika siswa mengetahui sistem penilaian

tersebut dan menjadi tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. (l) Pengawas

akademik tidak melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi yang

dilakukan hanya terfokus pada administrasi dan perangkat pembelajaran.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pemahaman Guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa guru model telah

memahami bagian-bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model memperoleh

pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum,

teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, soft copy silabus, contoh RPP hasil

pelatihan, dan form penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang

Kurikulum. Guru model memahami bahwa perbedaan Standar Proses Kurikulum

2013 dengan Standar Proses Kurikulum 2006 terletak pada spesifikasi tuntutan

Page 166: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

148

terhadap pengembangan aspek kepribadian siswa. Pada Kurikulum 2006,

pengembangan aspek kepribadian siswa dituntut secara implisit dan sederhana,

sedangkan pada Kurikulum 2013, pengembangan aspek kepribadian siswa

dituntut secara eksplisit, terperinci, dan ditambah dengan pengembangan aspek

religius.

Pelaksanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dipahami oleh guru

model sebagai proses pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan

siswa melalui penerapan pendekatan saintifik yang didukung oleh tiga model

pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu discovery learning, problem based

learning, dan project based learning. Guru model menilai pembelajaran berbasis

pendekatan saintifik bukan merupakan hal yang baru karena dalam Kurikulum

2006, guru model telah sering menerapkan model pembelajaran kooperatif yang

juga memuat kegiatan pembelajaran 5M. Hal ini sesuai dengan temuan Dewi

(2015), bahwa pendekatan saintifik sebenarnya telah diterapkan sejak KTSP,

hanya saja dalam KTSP hal tersebut tidak dikenal dengan istilah pendekatan

saintifik.

Guru model memahami bahwa evaluasi pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 berbeda dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Evaluasi

pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dinilai lebih kompleks dan terperinci.

Pada Standar Proses Kurikulum 2006, guru model diberikan kebebasan dalam

menentukan metode penilaian untuk semua aspek, sedangkan dalam Standar

Proses Kurikulum 2013, semua metode penilaian telah ditentukan oleh pusat.

Guru model ditemukan tidak memahami teknis penyusunan rubrik penilaian aspek

religius, sikap, dan keterampilan. Guru model juga tidak memahami rasional

Page 167: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

149

penggunaan sistem modus dalam rekapitulasi nilai akhir aspek sikap dan sistem

nilai tertinggi dalam rekapitulasi nilai akhir aspek keterampilan. Selama ini, guru

model hanya menyiapkan jenis nilai yang dituntut dalam form rekapitulasi nilai

akhir siswa, tanpa memahami proses pembobotan dan pengolahan nilai akhir

tersebut. Guru model menilai sistem penilaian tersebut tidak adil dan tidak layak

diterapkan karena siswa dengan rincian nilai harian yang berbeda berpotensi

memperoleh nilai akhir yang sama. Guru model memprediksi jika siswa

mengetahui sistem penilaian tersebut, maka terdapat kemungkinan siswa tidak

akan mengikuti pembelajaran dengan serius. Hal ini sesuai dengan temuan

Kustijono dan Wiwin (2014) bahwa guru fisika masih belum dapat melaksanakan

penilaian sesuai standar penilaian karena guru model belum memahami teknis

pengembangan instrumen penilaian yang sesuai dengan kaidah.

Guru model mengungkapkan bahwa teknis penilaian hasil belajar tidak

dilatihkan dalam workshop pusat. Permasalahan tersebut juga tidak dapat

diselesaikan dalam workshop sekolah. Guru model mengaku telah menyampaikan

semua permasalahan dan konsep pembelajaran yang tidak dipahaminya kepada

pengawas akademik dari Dinas Pendidikan. Namun, pengawas akademik juga

tidak mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan, sehingga solusi dari

permasalahan tersebut harus ditangguhkan. Pengawas mengaku perlu menanyakan

hal tersebut pada pengawas yang lain, sehingga proses tersebut menjadi berantai.

Bahkan menurut guru model, jawaban instrukstur pusat terhadap pertanyaan yang

diajukannya terkadang juga tidak pas.

Pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan

sesuatu yang penting karena hal tersebut akan mempengaruhi tindak pembelajaran

Page 168: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

150

guru. Oleh karena itu, guru secara mandiri harus terus mengembangkan

pengetahuannya melalui pelatihan, seminar, diklat, workshop, serta belajar

mandiri dari teks Permendikbud dan internet. Disamping itu, kepala sekolah dan

pengawas akademik dari Dinas Pendidikan, selaku tim supervisi, harus melakukan

pengawasan secara holistik dari pemahaman guru sampai dengan perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan, bukan hanya sebatas

pengawasan administrasi perangkat pembelajaran. Alawiyah (2014) menjelaskan

bahwa rendahnya pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013

dikarenakan beberapa kekurangan dalam proses pelatihan. Kekurangan yang

dimaksud, yaitu waktu pelatihan yang terlalu singkat, serta metode pelatihan yang

lebih banyak difokuskan pada ceramah, teori, dan kompetensi instruktur itu

sendiri. Padahal, proses penyiapan guru melalui pelatihan harus ditekankan pada

perbaikan kualitas guru, sehingga harus ditunjang dengan pelatihan yang

berkualitas pula. Hal ini yang harus terus ditingkatkan oleh pemerintah, sehingga

pelatihan bukan hanya sekadar kegiatan formalitas.

4.2.2 Tindak Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Fisika Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

Pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP, LKS, dan

media pembelajaran. Guru model membuat RPP secara individu pada workshop

sekolah yang dilaksanakan setiap awal semester. Pada workshop tersebut, guru

model membuat RPP sampel untuk beberapa KD. Dalam membuat RPP sampel

tersebut, guru model memilih KD dengan materi pembelajaran yang paling

mudah. Untuk KD yang lain, RPP dikembangkan secara mandiri selama proses

pembelajaran dengan mengikuti sistematika RPP sampel yang telah dibuat.

Page 169: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

151

Panduan yang digunakannya dalam membuat RPP adalah Permendikbud Nomor

81A Tahun 2013, serta contoh RPP yang diberikan oleh guru model matematika

yang telah mengikuti workshop pusat.

Teknis guru model dalam membuat RPP ditemukan sebagai berikut.

Pertama, guru model memetakan KI-KD yang termuat dalam silabus untuk

menentukan tingkat kesulitan materi yang akan diberikan kepada siswa.

Berdasarkan pemetaan tersebut, guru model menyusun indikator pembelajaran.

Selanjutnya, guru model memetakan pengalaman belajar yang dapat dilakukan

sesuai dengan karakteristik materi, karakteristik siswa, dan ketersediaan alokasi

waktu. Berdasarkan pemetaan tersebut, guru model menentukan tujuan

pembelajaran dan komponen RPP lainnya. Hasil studi terhadap dokumen RPP

guru model menunjukkan bahwa RPP dibuat untuk setiap KD pembelajaran.

Setiap KD pembelajaran direncanakan untuk dilaksanakan lebih dari satu kali

pertemuan, sehingga dalam satu RPP memuat skenario pembelajaran untuk

masing-masing pertemuan. Guru model tidak membedakan RPP untuk kelas yang

berbeda karena karakteristik siswa pada kedua kelas yang diajar tidak jauh

berbeda.

Guru model mengungkapkan bahwa RPP yang telah dibuat di awal

semester sebagaian besar tidak sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan. Hal

ini dikarenakan pada saat membuat RPP, guru model belum memperoleh kalender

pendidikan, sehingga alokasi waktu yang direncanakan sering berbeda dengan

kondisi pembelajaran yang sebenarnya. Selain itu, guru model juga belum

mengetahui karakteristik siswa yang diajar, sehingga guru model perlu merevisi

kembali metode pembelajaran dan LKS yang termuat pada RPP agar sesuai

Page 170: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

152

dengan kondisi kelas yang sebenarnya. Komponen RPP yang dibuat oleh guru

model ditemukan tidak sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Komponen RPP tersebut lebih sesuai

dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Materi pembelajaran dalam RPP tersebut

tidak dikategorikan berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, melainkan

dipaparkan secara terperinci sesuai dengan urutan materi yang akan disampaikan

di kelas. RPP tersebut juga tidak memuat indikator ketercapaian hasil

pembelajaran pada aspek keterampilan, serta tidak memuat tujuan pembelajaran

untuk semua aspek.

Guru model mengaku tidak memahami teknis pengkategorian materi

pembelajaran berdasarkan fakta konsep, prinsip, dan prosedur. Guru model

menilai pemaparan materi berdasarkan kategori tersebut tidak membantu guru

dalam mengajar. Guru model mengaku terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP

yang detail. Guru model menilai belum ada instruksi yang jelas terkait

pemanfaatan buku guru dan buku siswa dalam Kurikulum 2013. Menurut guru

model, RPP yang dibuat seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga guru

tidak perlu membuat RPP yang detail. Skenario kegiatan pembelajaran dalam RPP

guru model ditemukan tidak dipaparkan berdasarkan langkah-langkah

pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran berbasis

penyingkapan, melainkan dipaparkan berdasarkan kategori kegiatan eksplorasi,

elaborasi, dan konfirmasi serta model pembelajaran STAD. Hal ini sejalan dengan

temuan Herfinaly, et al (2014) bahwa sebagian besar guru masih menggunakan

model pembelajaran lama seperti Jigsaw, TSTS, dan STAD.

Page 171: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

153

Berdasarkan paparan tersebut, dapat dijelaskan bahwa guru model masih

menerapkan teknis perencanaan pembelajaran Kurikulum 2006. Hal ini

dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, guru model masih memiliki persepsi

bahwa penyusunan RPP hanya sebatas formalitas, sehingga kualitas RPP dinilai

bukan merupakan hal yang penting. Hal ini diperparah oleh pengawas akademik

yang mengevaluasi perencanaan pembelajaran hanya sebatas pada keberadaan

perangkat pembelajaran, tanpa mengevaluasi kebenaran dan kualitas perangkat

pembelajaran tersebut. Kedua, guru model menilai bahwa perencanaan

pembelajaran Kurikulum 2013 terlalu sulit dan memberatkan. Hal ini dapat

dipahami karena dalam perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013, guru model

harus mengkategorikan materi pembelajaran berdasarkan fakta, konsep, prinsip,

dan prosedur; merencanakan aktivitas pembelajaran berbasis pendekatan saintifik;

menyiapkan media pembelajaran yang bervariasi; dan menyiapkan berbagai

macam instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Pemerintah juga tidak memberikan instruksi yang jelas terhadap penggunaan buku

guru dan buku siswa. Guru model ditemukan tidak menggunakan buku tersebut.

Guru model justru menggunakan buku lain yang dibeli di luar sekolah.

Perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru seharusnya disinergikan dengan

buku tersebut, sehingga guru tidak harus mengetik ulang hal-hal yang sebenarnya

sudah termuat dalam buku tersebut. Ketiga, guru model tidak memahami

komponen RPP Kurikulum 2013, sehingga guru model menggunakan RPP

Kurikulum 2006 dengan menyesuaikannya hanya pada KI dan KD. Hal ini dapat

dipahami karena dalam RPP Kurikulum 2013, guru harus menerapkan salah satu

dari tiga model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu discovery learning,

Page 172: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

154

problem based learning, dan project based learning, sehingga terdapat peluang di

mana guru belum memahami sintaks model pembelajaran tersebut. Guru model

juga belum mehamami teknis pengkategorian materi pembelajaran berdasarkan

fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, sehingga setiap menyusun RPP, guru model

harus membaca kembali definisi dari setiap kategori tersebut.

4.2.2 Tindak Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Fisika Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 meliputi kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Berdasarkan hasil observasi dan

studi dokumen yang dilakukan peneliti, dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan

pembelajaran yang dilakukan oleh guru model telah sesuai dengan RPP yang

dibuat. Pada kegiatan pendahuluan, guru model ditemukan menyampaikan salam

pembuka, melakukan absensi singkat, memberikan apersepsi, dan menyampaikan

garis besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Guru model tidak selalu

mengaitkan materi pembelajaran pada pertemuan sebelumnya dengan materi

pembelajaran yang sedang dibahas. Hal tersebut sering dilakukan pada kegiatan

inti. Guru model ditemukan tidak menyampaikan indikator dan tujuan

pembelajaran. Guru model juga tidak selalu menyampaikan teknik penilaian yang

akan dilakukan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa guru model memahami

tuntutan kegiatan pendahuluan pembelajaran berdasarkan Standar Proses

Kurikulum 2013. Guru model juga ditemukan merencanakan hal tersebut dalam

RPP yang dibuatnya. Namun, guru model mengaku tidak dapat melakukan semua

tuntutan tersebut secara terperinci pada setiap pembelajaran. Guru model menilai

Page 173: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

155

bahwa absensi tidak harus dilakukan dengan menanyakan kehadiran siswa satu

per satu pada setiap pertemuan. Guru model mengungkapkan absensi terperenci

hanya perlu dilakukan jika guru model belum hafal semua nama siswa. Jika guru

model sudah mengenal semua siswa, kegiatan absensi dapat dilakukan hanya

dengan menanyakan siswa yang tidak hadir dan alasan ketidakhadirannya.

Indikator, tujuan pembelajaran, dan teknik penilaian menurut guru model tidak

perlu disampaikan karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan

membosankan. Guru model mengungkapkan, kegiatan tersebut dapat dilakukan

dengan memberikan silabus secara langsung kepada siswa. Dengan demikian,

siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan

diberikan.

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi,

yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup

bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan

perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan

pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan

karakteristik siswa. Berdasarkan hasil observasi, dapat dijelaskan bahwa kegiatan

inti pembelajaran dilakukan oleh guru model dengan metode demonstrasi, diskusi,

presentasi, ceramah, dan tanya jawab. Dengan metode tersebut, semua aspek

pendekatan saintifik dapat diupayakan dengan baik. Guru model memfasilitasi

kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa mengamati proses terjadinya

gelombang longitudinal pada slinki serta gelombang transversal pada tali dan air.

Pada praktikum Melde, guru model menugaskan siswa mengamati pola

Page 174: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

156

gelombang yang terbentuk pada benang yang digetarkan dengan vibrator. Siswa

dituntut untuk menunjukkan bukit gelombang, lembah gelombang, perut

gelombang, dan simpul gelombang. Pada saat pembelajaran, guru model

ditemukan menayangkan gambar fenomena dampak pemanasan global; gambar

fenomena gelombang, seperti difraksi, refleksi, dan interferensi; animasi flash

gelombang berjalan dan gelombang stasioner, dan video praktikum tangki riak.

Penayangan gambar, animasi, dan video tersebut dilakukan dengan menggunakan

media powerpoint. Pada materi gelombang, guru model ditemukan menggambar

pola gelombang berjalan dan gelombang stasioner di papan tulis. Pada materi teori

kinetik gas dan pemanasan global, selain menggunakan buku, siswa diberikan

kesempatan menggunakan internet untuk mengakses informasi. Guru model

mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati juga dilakukan dengan mengajak

siswa membayangkan fenomena alam yang pernah dialaminya.

Kegiatan menanya terjadi ketika siswa tidak memahami solusi

permasalahan yang termuat pada LKS, pada saat siswa tidak memahami

penurunan rumus dan solusi latihan soal yang dibuat guru model di papan tulis,

serta pada saat kelompok lain mempresentasikan hasil tugas proyek. Pada saat

siswa melakukan demonstrasi karakteristik gelombang longitudinal, guru model

membimbing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan konseptual, seperti “mengapa

tali rafia yang diikatkan pada slinki tidak berpindah posisi secara horizontal?”

Pada saat praktikum Melde, guru model menuntun siswa dengan pertanyaan

“bolehkah warna kabel yang dipasang pada vibrator dan catu daya ditukar

posisinya?”, serta “apa yang terjadi dengan pola gelombang pada benang jika

massa beban ditambah?”. Namun demikian, antusiasme siswa dalam bertanya

Page 175: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

157

ditemukan kurang tinggi. Siswa jarang bertanya setelah guru model memaparkan

atau mendemonstrasikan suatu konsep atau fenomena. Siswa bahkan tidak pernah

bertanya pada saat guru model memberikan kesempatan bertanya di akhir

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan hasil temuan Wardani, et al (2014) di mana

sebagian besar kegiatan menanya dalam pembelajaran dilakukan oleh guru.

Wardani menjelaskan bahwa kegiatan menanya tersebut tidak sesuai dengan

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 karena kegiatan 5M adalah kegiatan yang

dilakukan oleh siswa.

Kegiatan mencoba diupayakan dengan menyuruh siswa melakukan

demonstrasi, praktikum, dan latihan soal. Latihan soal diberikan setelah guru

model menjelaskan materi dengan metode ceramah. Kegiatan menalar dilakukan

dengan memberikan siswa permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut

dari demonstrasi, praktikum, dan pemaparan konsep yang telah dilakukan. Guru

model juga ditemukan sering memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan

bagaimana saat pembelajaran berlangsung. Dalam menyelesaikan permasalahan

yang diberikan, siswa aktif berdiskusi dan mengumpulkan informasi dari sumber

buku dan internet. Kegiatan berkomunikasi dilakukan melalui diskusi kelompok,

presentasi, dan tanya jawab antar siswa dan antara guru model dengan siswa. Pada

saat pembahasan latihan soal, guru model menugaskan siswa untuk menuliskan

jawaban di papan tulis dan menjelaskannya di depan kelas.

Pada kegiatan penutup, guru model mengkonfirmasi apakah terdapat siswa

yang ingin bertanya, dilanjutkan dengan penyampaian materi pembelajaran dan

rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya, pemberian PR, sembahyang, dan

salam penutup. Guru model tidak merangkum materi yang telah dipelajari.

Page 176: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

158

Kegiatan merangkum materi dilakukan secara periodik diakhir pemaparan setiap

konsep pada kegiatan inti.

Berdasarkan temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

tuntutan pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 telah

dilaksanakan dengan baik oleh guru model. Terdapat beberapa bagian yang tidak

dapat dilakukan akibat keterbatasan alokasi waktu pembelajaran. Namun

demikian, guru model telah menerapkan strategi tertentu agar inti dari

pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Kegiatan mengamati dan

mengkomunikasikan dalam pendekatan saintifik sebagian besar juga telah

terlaksana. Permasalahan yang ditemukan adalah rendahnya kualitas pelaksanaan

kegiatan menanya, mencoba, dan menalar dalam pendekatan saintifik.

Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, dijelaskan bahwa alur

pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan

mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk

melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan

membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih

mereka untuk memperhatikan hal yang penting dari suatu objek. Dalam kegiatan

mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada siswa untuk bertanya

mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca. Guru membimbing siswa

untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit

sampai kepada objek yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau

pun hal lain yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada

pertanyaan yang bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa masih

memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di

Page 177: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

159

mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan

bertanya tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa terlatih

dalam bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan

tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam

dari sumber yang ditentukan guru sampai dengan sumber yang ditentukan sendiri

oleh siswa dan dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Tindak

lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai

sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca buku

atau mengakses internet, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti,

atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah

informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu

mengasosiasi informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan

informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil

berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah

menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari

informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola tersebut. Hasil tersebut

disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau

kelompok peserta didik tersebut.

Berdasarkan alur tersebut, maka yang harus dilakukan guru pada kegiatan

pendahuluan adalah memberikan apersepsi yang menarik agar siswa menyadari

manfaat materi yang akan dipelajari. Dengan demikian, rasa ingin tahu siswa akan

merangsang siswa untuk bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan

informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Kegiatan mengamati yang diberikan

harus sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan keseharian siswa, tidak hanya

Page 178: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

160

sebatas imajinasi. Oleh karena itu, guru setidaknya harus menampilkan gambar

dan video atau mengajak siswa mengamati fenomena riil di lingkungan sekitar.

Namun, kenyataannya guru model belum melaksanakan hal tersebut, sehingga

kegiatan menanya sebagian besar didominasi oleh guru model. Kegiatan menanya

yang dilakukan siswa hanya sebatas pertanyaan prosedural tentang teknis

mengerjakan LKS dan teknis melakukan praktikum. Siswa tidak mengajukan

pertanyaan hipotetik yang mengarah pada pengungkapan suatu konsep, sehingga

kegiatan mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan yang

dilakukan siswa seolah-olah terpisah, tidak berhubungan satu sama lainnya.

Keterbatasan waktu pembelajaran merupakan penyebab utama permasalahan ini.

Alokasi waktu pembelajaran untuk setiap pertemuan tidak dapat digunakan untuk

menerapkan pendekatan saintifik secara ideal. Hal ini diperparah oleh banyaknya

materi pembelajaran yang harus diselesaikan, sehingga guru model tergesa-gesa

dalam melaksanakan pembelajaran. Akibatnya, sebagian besar pelaksanaan

pembelajaran didominasi oleh guru model. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran

5M seolah-olah hanya sebatas formalitas.

4.2.2 Tindak Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

Bagian terakhir dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi

pembelajaran, yang terdiri atas penilaian hasil belajar, remedial, dan pengayaan.

Guru model ditemukan melakukan penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan

keterampilan dengan metode penilaian yang sesuai dengan tuntutan Standar

Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes lisan

dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan

Page 179: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

161

ulangan akhir semester. Guru model ditemukan kewalahan dalam memeriksa hasil

ulangan, membuat analisis ketercapaian indikator, membahas soal ulangan, dan

memberikan remedi. Tes lisan dilakukan secara bertahap dalam beberapa kali

pertemuan. Hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran tidak mencukupi

untuk memberikan tes lisan bagi 36 orang siswa sekaligus. Guru model mengaku

mengalami kedala dalam membuat soal dan rubrik penilaian tes lisan karena soal

yang dibuat harus mencakup semua materi yang telah diajarkan. Selain itu, guru

model juga harus membuat soal yang berbeda sebanyak jumlah siswa untuk

menghindari peluang siswa membocorkan atau memperoleh soal yang sama.

Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian

diri, dan penilaian antar siswa. Namun demikian, hanya penilaian observasi yang

dilakukan secara periodik. Penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar

siswa dilakukan sekali dalam satu semester. Hal ini dikarenakan instrumen

penilaian yang digunakan banyak, jumlah siswa yang banyak, dan alokasi waktu

yang terbatas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Luthfi Maulana

(dalam Dewi, 2015) diketahui bahwa pemahaman guru paling rendah terdapat

pada aspek penilaian sikap. Hal ini yang menyulitkan guru dalam melakukan

penilaian sikap. Terhadap permasalahan tersebut, penilaian diri dan penilaian antar

siswa dilakukan dengan menugaskan siswa mem-fotocopy dan mengisi instrumen

penilaian tersebut secara mandiri di rumah. Hal tersebut tidak sesuai dengan

Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, di mana penilaian diri dan penilaian antar

siswa dilakukan secara simultan setiap sebelum ulangan harian. Guru model

mengungkapkan bahwa hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa cenderung

tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif. Guru

Page 180: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

162

model mengaku mengganti nilai penilaian diri dan penilaian antar siswa

berdasarkan catatan pada penilaian jurnal. Hal tersebut dilakukan untuk

menghindari siswa yang nakal memperoleh nilai akhir aspek sikap yang tinggi

akibat tingginya nilai dari penilaian diri dan penilaian antar siswa. Hal ini tidak

sesuai dengan prinsip penilaian yang termuat dalam Permendikbud Nomor 66

Tahun 2013, di mana penilaian hasil belajar harus dilakukan secara objektif.

Dalam Standar Penilaian Kurikulum 2013 ditegaskan bahwa terdapat tiga

aspek yang dinilai dalam pembelajaran, yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. Guru model ditemukan mengalami kebingungan terhadap hal ini

karena pada rumusan kompetensi inti terdapat empat kompetensi inti yang harus

dicapai dan dievaluasi. Namun, dalam standar penilaian, hal ini mengerucut

menjadi tiga aspek, di mana penilaian aspek religius ditumpangtindihkan dengan

penilaian sikap. Padahal, aspek religius dan aspek sikap merupakan dua hal yang

berbeda. Guru model mengungkapkan bahwa dalam Kurikulum 2013 tidak

dijelaskan standar pengembangan dan penilaian aspek religius siswa.

Pengembangan dan penilaian aspek religius yang dilakukan selama ini berbeda-

beda sesuai dengan persepsi guru terhadap definisi konseptual dan operasional

religiusitas. Sebagian guru percaya bahwa aspek religius dapat dinilai berdasarkan

tingkat ketekunan siswa dalam berdoa dan sembahyang di awal dan akhir

pembelajaran. Sebagaian guru model lain memiliki persepsi bahwa religiusitas

tidak dapat dinilai hanya dari tingkat ketekunan siswa dalam berdoa dan

sembahyang. Permasalahan yang sama juga ditemukan oleh Dewi (2015), di mana

guru mengalami kesulitan dalam menyusun indikator dan penilaian yang

berkaitan dengan aspek spiritual siswa.

Page 181: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

163

Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dijelaskan bahwa

kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2 tidak harus dikembangkan dalam indikator

karena keduanya dicapai melalui proses pembelajaran tidak langsung.

Pembelajaran tidak langsung merupakan imbas dari pembelajaran langsung.

Pembelajaran langsung berkenaan dengan pengembangan KI-3 dan KI-4 yang

berturut-turut memuat kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan,

yang direncanakan oleh guru dalam RPP. Kedua pembelajaran ini terjadi secara

terintegrasi dan tidak terpisah. Namun demikian, dalam Permendikbud Nomor 66

Tahun 2013, guru dituntut untuk melakukan penilaian aspek sikap secara simultan

dengan metode penilaian yang telah ditentukan. Penilaian aspek sikap merupakan

akumulasi penilaian aspek religius dan sosial. Hal ini menjadi problematika

tersendiri, karena dalam penilaian di kelas, guru hanya mungkin menilai hal-hal

yang ditampilkan siswa secara eksplisit, sedangkan untuk hal-hal yang bersifat

implisit, hampir tidak mungkin dapat dievaluasi.

Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja

praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Guru model ditemukan

telah melakukan dua kali penilaian praktikum. Guru model ditemukan tidak

melakukan praktikum Melde untuk materi pokok karakteristik gelombang,

padahal praktikum tersebut seharusnya dilakukan sesuai dengan tuntutan silabus.

Hal ini dikarenakan alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru model mengaku

harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester

berlangsung. Selain itu, guru model juga ditemukan mengalami kendala dalam

pelaksanaan praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika

rusak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan

Page 182: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

164

menayangkan video praktikum tangki riak. Penilaian proyek pada semester kedua

telah dilakukan sebanyak dua kali. Penilaian portofolio dilakukan bersamaan

dengan penilaian proyek. Nilai proyek diambil dari hasil penilaian produk dan

presentasi, sedangkan nilai portofolio diambil dari hasil penilaian proposal dan

laporan. Hal tersebut dilakukan karena keterbatasan alokasi waktu.

Rekapitulasi nilai akhir semester untuk aspek sikap, pengetahuan, dan

keterampilan dilakukan dengan menggunakan form rekapitulasi penilaian dalam

bentuk Microsoft Exel yang telah memuat rumus pembobotan nilai sesuai dengan

Standar Proses Kurikulum 2013. Dalam Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014,

dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar siswa dilakukan menggunakan acuan

kriteria. Rekapitulasi nilai akhir semester untuk aspek sikap dilakukan dengan

menggunakan sistem penilaian berbasis modus. Rekapitulasi nilai akhir semester

untuk aspek pengetahuan dilakukan dengan sistem rerata. Rekapitulasi nilai akhir

untuk semester aspek keterampilan dilakukan dengan menggunakan sistem nilai

tertinggi. Guru model mengaku tidak memahami rasional penggunaan sitem

penilaian aspek sikap dan aspek keterampilan tersebut. Guru model menilai sistem

penilaian tersebut tidak adil dan tidak layak diterapkan karena siswa dengan

rincian nilai harian yang berbeda berpotensi memperoleh nilai akhir yang sama.

Guru model memprediksi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut, maka

terdapat kemungkinan siswa tidak akan mengikuti pembelajaran dengan serius.

Berdasarkan temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa tidak semua jenis

penilaian dapat dilakukan oleh guru model. Guru model tidak melakukan penilan

observasi, penilaian diri, penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio

secara periodik. Padahal dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan

Page 183: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

165

bahwa penilaian tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Penilaian

observasi memiliki kelemahan yaitu terjadinya sikap yang tidak “alami” ketika

siswa menyadari bahwa guru sedang melakukan penilaian observasi. Hal tersebut

akan menggeser hakikat pembelajaran yang seharusnya terjadi secara alami dan

penuh kesadaran menjadi sesuatu yang harus dilakukan karena paksaan atau unsur

transaksional dengan nilai. Penilaian jurnal didefinisikan sebagai catatan pendidik

di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang

kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

Berdasarkan definisi tersebut, hasil penilaian jurnal akan memberikan informasi

yang lebih jelas terkait dengan sikap setiap siswa. Namun demikian, guru akan

kesulitan melakukan penilaian jurnal untuk kelas dengan jumlah siswa yang

banyak dan dengan alokasi waktu yang terbatas.

Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa

untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks

pencapaian kompetensi. Penilaian antar siswa merupakan teknik penilaian dengan

cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.

Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan secara simultan sebelum

ulangan harian. Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa cenderung subjektif.

Hal ini dikarenakan siswa memiliki kepentingan berupa tekanan psikologis untuk

memperoleh nilai sikap yang tinggi. Dengan demikian, penilaian diri dan

penilaian teman sejawat sebaiknya tidak digunakan sebagai bagian dari nilai

sikap. Hasil penilaian ini sebaiknya hanya digunakan sebagai bahan evaluasi oleh

pihak guru model terhadap ketercapaian indikator pembelajaran. Menurut

Kunandar (2013), kelemahan dari penilaian sikap adalah bahwa penilaian tersebut

Page 184: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

166

sangat tergantung pada situasi yang dialami siswa, sehingga hasilnya berpeluang

berbeda, memerlukan waktu pengamatan yang cukup lama, dan terlalu banyak

format yang melelahkan guru.

4.2.2 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses Kurikulum 2013

dan Upaya Penyelesaiannya

Hasil temuan menunjukkan bahwa permasalahan dan kendala yang

dihadapi oleh guru model dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013

adalah sebagai berikut. (a) Komponen RPP yang dibuat oleh guru model sebagian

besar masih mengikuti sistematika RPP Kurikulum 2006. Guru model tidak

merumuskan indikator untuk KD pada KI-4, tidak memaparkan materi

berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, serta tidak memaparkan

langkah-langkah pembelajaran berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik.

Langkah-langkah pembelajaran masih dikelompokkan berdasarkan kegiatan

eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. (b) Guru model terkadang tidak membuat

RPP sebelum mengajar karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan

kesibukan guru model. (c) Guru model terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP

yang detail. Guru model menilai belum ada instruksi yang jelas terkait

pemanfaatan buku guru dan buku siswa. Menurut guru model, RPP yang dibuat

seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga guru model tidak perlu

membuat RPP yang detail. (d) Pemaparan materi berdasarkan kategori fakta,

konsep, prinsip, dan prosedur yang dituntut dalam RPP tidak membantu guru

model dalam mengajar. (e) Guru model tidak menyampaikan indikator dan tujuan

pembelajaran pada kegiatan pendahuluan pembelajaran karena alokasi waktu

pembelajaran yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan membosankan. Solusi

Page 185: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

167

permasalahan ini dilakukan dengan memberikan silabus secara langsung kepada

siswa, sehingga siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran

yang akan diberikan. (f) Guru model mengalami kendala dalam pelaksanaan

praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan

menayangkan video proses praktikum dengan tangki riak. (g) Guru model

ditemukan tidak melakukan praktikum Melde karena kekurangan alokasi waktu.

(h) Guru model belum memahami standar proses pengembangan dan penilaian

aspek religius siswa. (i) Guru model tidak melakukan penilaian jurnal, penilaian

diri, dan penilaian antar siswa secara simultan. Hal ini dikarenakan jumlah siswa

yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama dan tidak efektif. (j) Hasil

penilaian diri dan penilaian antar siswa yang dilakukan oleh guru model

cenderung tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara

subjektif. (k) Guru model tidak memahami rasional penggunaan sistem penilaian

berbasis modus untuk penilaian aspek sikap dan sistem penilaian berbasis nilai

tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan, sehingga guru model tidak memiliki

solusi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut dan menjadi tidak serius

dalam mengikuti pembelajaran. (l) Pengawas akademik tidak melakukan evaluasi

pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan hanya terfokus pada

administrasi dan perangkat pembelajaran. (m) Pengawas akademik tidak

mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan oleh guru model, sehingga

harus ditangguhkan. (n) Guru model menilai alokasi waktu pembelajaran yang

disediakan dalam Kurikulum 2013 tidak sesuai dengan tuntutan perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang sangat banyak. Alokasi waktu yang

Page 186: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

168

terhitung hanya pelaksanaan pembelajaran, yaitu tatap muka sebanyak 24 jam

pelajaran. Pemerintah pusat tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru

untuk melakukan perencanaan dan evaluasi pembelajaran.

Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa penyebab

permasalahan dan kendala yang dihadapi guru model dalam penerapan Standar

Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. Pertama, guru model masih

memiliki persepsi bahwa beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi pembelajaran hanya sebatas formalitas dan kurang berpengaruh terhadap

hasil pembelajaran siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak perlu dilakukan. Hal

ini diperparah oleh perilaku pengawas akademik yang tidak melakukan supervisi

secara holistik. Kegiatan supervisi hanya sebatas pada keberadaan perangkat

pembelajaran. Kedua, guru model belum memahami beberapa bagian dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013. Hal tersebut dikarenakan rendahnya kualitas pelatihan dan

supervisi akademik yang dilakukan pemerintah. Untuk menyiapkan guru yang

ideal dalam Kurikulum 2013, diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus.

Namun demikian, pemerintah belum mampu melatih semua guru. Untuk jenjang

SMA, jumlah guru yang dilatih maksmimal sebanyak lima orang termasuk kepala

sekolah, yaitu guru matematika, guru bahasa Indonesia, guru sejarah, dan guru

bimbingan konseling (BK). Guru yang dilatihkan tersebut kemudian ditugaskan

mengimbaskan hasil pelatihan kepada guru lain melalui workshop kurikulum

sekolah. Banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dalam workshop

sekolah karena kurangnya pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum

2013. Guru model mengungkapkan bahwa permasalahan yang sama yang

Page 187: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

169

diajukan dalam workshop pusat terkadang juga tidak memperoleh solusi yang

jelas.

Ketiga, guru model menilai bahwa penerapan Standar Proses Kurikulum

2013 memberatkan dan sulit untuk dilaksanakan. Secara administratif, pemerintah

pusat telah menyiapkan perangkat pelaksanaan pembelajaran, seperti silabus dan

form rekapitulasi penilaian, sehingga tidak perlu lagi disiapkan oleh guru. Namun

demikian, guru dituntut berperan secara aktif sebagai motivator, fasilitator, dan

evaluator pembelajaran. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para guru karena

tidak semua guru memiliki kompetensi tersebut. Hal ini dapat dipahami karena

dalam Kurikulum 2013, guru dituntut merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh model

pembelajaran rekomendasi pusat. Guru harus memberikan pengalaman belajar

konseptual dan kontekstual dengan media pembelajaran yang variatif. Pada

evaluasi pembelajaran, guru dituntut melakukan berbagai jenis penilaian aspek

sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Keempat, siswa belum terbiasa dengan

pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Akibatnya, aspek menanya, mencoba,

dan menalar dalam pendekatan saintifik tidak dapat berjalan secara maksimal.

Perlu waktu relatif lama bagi guru untuk melatih siswa agar terbiasa dengan

pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Kelima, kurangnya fasilitas

pendukung kegiatan pembelajaran. Penerapan pendekatan saintifik memerlukan

pengalaman belajar yang riil. Oleh karena itu, guru harus menggunakan media

pembelajaran yang bervariatif untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran.

Untuk memperoleh informasi yang luas, sumber belajar yang digunakan siswa

harus berbasis ICT. Oleh karena itu, sekolah harus menyiapkan akses internet

Page 188: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

170

untuk mendukung proses pembelajaran. Selain itu, fisika merupakan mata

pelajaran yang tidak terpisah dengan kegiatan praktikum. Oleh karena itu, alat dan

bahan praktikum yang tersedia setidaknya minimal sesuai dengan tuntutan

praktikum dalam silabus.

Terakhir, permasalahan utama penerapan Standar Proses Kurikulum 2013

adalah ketidaksesuaian tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Pemerintah pusat

tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan

perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Alokasi waktu yang terhitung saat ini

hanya pelaksanaan pembelajaran tatap muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini

diperparah karena alokasi waktu tersebut terpotong oleh kegiatan upacara bendera

dan kegiatan hari Jumat. Padahal perencanaan dan evaluasi pembelajaran dituntut

secara periodik selama pembelajaran. Akibatnya, pelaksanaan pembelajaran tidak

berlangsung secara maksimal karena guru terfokus pada penilaian pembelajaran.

Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran tersebut juga akan semakin berkurang

akibat terpotong pelaksanaan ulangan harian dan remedi.

Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan guru model untuk

mengatasi permasalahan dan kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013.

Guru model secara mandiri telah berupaya mencari informasi tentang konsep-

konsep pembelajaran yang belum dipahaminya melalui internet. Guru model juga

telah mendiskusikan konsep-konsep pembelajaran yang belum dipahaminya

dengan pengawas akademik mata pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan. Namun

demikian, diskusi yang dapat dilakukan hanya sebatas pada sistematika

penyusunan administrasi pembelajaran. Pengawas akademik tidak mampu

Page 189: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

171

memberikan solusi terhadap permasalahan yang terkait dengan konten

pembelajaran fisika. Hal ini dikarenakan pengawas akademik tersebut adalah

pengawas akademik mata pelajaran kimia. Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng

belum memiliki pengawas akademik khusus untuk mata pelajaran fisika, sehingga

tugas kepengawas tersebut diberikan kepada pengawas akademik mata pelajaran

kimia.

Terhadap permasalahan ketersediaan alat dan bahan praktikum tangki riak,

guru model telah berupaya menayangkan video praktikum tangki riak. Guru

model juga telah melakukan upaya-upaya penyelesaian terhadap permasalahan

penilaian jurnal, penilaian diri, penilaian antar siswa, dan penilaian portofolio

yang terkendala akibat kurangnya alokasi waktu dan banyaknya jumlah siswa.

Guru model telah berupaya menggabung pelaksanaan penilaian portofolio ke

dalam tugas proyek, sehingga dalam satu tugas, guru model dapat melakukan dua

jenis penilaian sekaligus. Permasalahan pelaksanaan penilaian diri dan penilaian

antar siswa diselesaikan dengan menugaskan siswa melakukan penilaian secara

mandiri di rumah. Namun demikian, upaya penyelesaian permasalahan tersebut

hanya sebatas pada formalitas ketercapaian pelaksanaan penilaian untuk

memperoleh nilai yang dituntut dalam form rekapitulasi nilai akhir, sehingga,

terdapat beberapa jenis penilaian yang hanya dilakukan sekali dalam satu

semester. Penilaian tersebut seharusnya dilakukan secara alami dan periodik,

sehingga tujuan riil penilaian otentik dapat tercapai.

Page 190: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan,

dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1) Guru model memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum

2013 dari workshop kurikulum dan teks Permendikbud Nomor 81A Tahun

2013. Guru model memahami bahwa perbedaan Kurikulum 2013 dengan

Kurikulum 2006 terletak pada spesifikasi pengembangan aspek kepribadian

siswa. Guru model menilai bahwa pendekatan saintifik dalam Kurikulum

2013 bukan merupakan hal yang baru karena dalam Kurikulum 2006, guru

model sering menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga memuat

kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan

mengkomunikasikan. Pada evaluasi pembelajaran, guru model belum

memahami teknis penilaian aspek religius dan rasional penerapan sistem

modus untuk penilaian aspek sikap serta sistem nilai tertinggi untuk penilaian

aspek keterampilan.

2) Pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP, LKS, dan

media pembelajaran. RPP dibuat secara individu pada workshop sekolah yang

dilaksanakan setiap awal semester. Komponen RPP yang dibuat sebagian

besar masih menggunakan sistematika Kurikulum 2006. RPP yang dibuat

172

Page 191: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

173

tidak sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan karena pada saat

membuat RPP, guru model belum memperoleh kalender pendidikan, sehingga

alokasi waktu yang direncanakan berbeda dengan kondisi yang sebenarnya.

Guru model juga belum mengetahui karakteristik siswa yang diajar, sehingga

metode pembelajaran dan LKS yang termuat pada RPP perlu direvisi. RPP

Kurikulum 2013 dinilai terlalu sulit dan memberatkan. Guru harus

mengkategorikan materi pembelajaran berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan

prosedur; merencanakan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik;

menyiapkan media pembelajaran yang bervariasi; dan menyusun berbagai

macam instrumen penilaian. Selain itu, tidak terdapat instruksi yang jelas

tentang penggunaan buku guru dan buku siswa. Buku tersebut seharusnya

disinergikan dengan RPP, sehingga guru tidak harus mengetik ulang hal-hal

yang sebenarnya sudah termuat dalam buku tersebut.

3) Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model sebagian besar

telah sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013, yaitu meliputi kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Namun demikian, terdapat

beberapa bagian dalam Standar Proses Kurikulum 2013 yang tidak terlaksana.

Pada kegiatan pendahuluan, guru model tidak menyampaikan indikator dan

tujuan pembelajaran karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut dinilai

tidak efektif. Pada kegiatan inti, guru model mengalami kendala dalam

pengembangan aspek menanya. Siswa cenderung pasif, sehingga kegiatan

menanya didominasi oleh guru. Kegiatan menanya yang dilakukan siswa

hanya sebatas pada pertanyaan prosedural tentang teknis pengerjaan LKS dan

praktikum. Siswa tidak mengajukan pertanyaan hipotetik yang mengarah

Page 192: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

174

pada pengungkapan suatu konsep, sehingga kegiatan mengumpulkan

informasi, menalar, dan mengkomunikasikan yang dilakukan seolah-olah

terpisah, tidak berhubungan satu sama lain. Keterbatasan waktu pembelajaran

merupakan penyebab utama permasalahan ini. Alokasi waktu pembelajaran

untuk setiap pertemuan tidak dapat digunakan untuk menerapkan pendekatan

saintifik secara ideal. Pada kegiatan penutup, guru model tidak

menyimpulkan materi pembelajaran dan tidak memberikan PR karena

kekurangan waktu.

4) Evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru model sebagian besar telah

sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek

pengetahuan dilakukan melalui tes lisan dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR,

ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Aspek

sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan

penilaian antar siswa. Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui

penilaian kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio.

Namun demikian, tidak semua jenis penilaian dapat dilakukan secara

periodik. Guru model tidak melakukan penilan observasi, penilaian diri,

penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio secara periodik.

Penilaian observasi yang dilakukan memiliki kelemahan yaitu terjadinya

sikap yang tidak “alami” ketika siswa menyadari bahwa guru sedang

melakukan penilaian. Penilaian diri dilakukan sekali dalam satu semester

dengan hasil yang cenderung bias karena siswa melakukan penilaian secara

subjektif. Penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio

mengalami kendala akibat banyaknya jumlah siswa dan keterbatasan alokasi

Page 193: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

175

waktu, sehingga guru tidak dapat memberikan penilaian secara spesifik untuk

setiap siswa.

5) Guru model mengalami beberapa permasalahan dan kendala dalam penerapan

Standar Proses Kurikulum 2013. Penyebab permasalahan dan kendala

tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, guru model masih memiliki

persepsi bahwa beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi pembelajaran hanya sebatas formalitas dan kurang berpengaruh

terhadap hasil pembelajaran siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak perlu

dilakukan. Kedua, guru model belum memahami beberapa bagian dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013. Ketiga, guru model menilai bahwa penerapan Standar

Proses Kurikulum 2013 memberatkan dan sulit untuk dilaksanakan. Keempat,

siswa belum terbiasa dengan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik.

Kelima, kurangnya fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran. Keenam,

ketidaksesuaian tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Pemerintah

pusat tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan

perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Hal ini diperparah oleh banyaknya

materi pembelajaran yang harus diselesaikan, sehingga guru model tergesa-

gesa dalam melaksanakan pembelajaran. Terakhir, pengawas akademik tidak

melakukan supervisi secara holistik. Supervisi yang dilakukan hanya sebatas

pada keberadaan perangkat administrasi pembelajaran. Pengawas akademik

juga tidak mampu memberikan solusi terhadap permasalahan dan kendala

pembelajaran yang dihadapi guru.

Page 194: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

176

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan, dapat diajukan beberapa

saran sebagai berikut.

1) Agar aspek-aspek pendekatan saintifik dapat berjalan dengan maksimal, pada

kegiatan pendahuluan, guru harus memberikan apersepsi yang mampu

menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Kegiatan apersepsi harus didukung oleh

penayangan fenomena fisis yang dekat dengan kehidupan keseharian siswa.

Fenomena fisis tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk gambar, video, atau

bahkan dengan mengajak siswa melakukan observasi langsung ke lingkungan

sekitar.

2) Kegiatan menanya yang dilakukan siswa belum maksimal. Pertanyaan yang

diajukan oleh siswa tidak hipotetik, sehingga aspek-aspek pendekatan

saintifik tidak terlaksana dengan baik. Guru perlu melatih siswa untuk

bersikap skeptis agar siswa mampu mengajukan pertanyaan hipotetik. As’ari

(2014) menjelaskan bahwa terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan guru

untuk membiasakan siswa mengajukan pertanyaan hipotetik. Cara-cara

tersebut adalah sebagai berikut. (a) Questioning Breakfast, sebelum

pembelajaran dimulai, siswa diminta untuk menuliskan pertanyaan sesuai

dengan materi yang akan dibahas. (b) Questioning Appraisal, pemberian

penghargaan kepada siswa yang memiliki kuantitas dan kualitas pertanyaan

investigatif yang baik, sehingga siswa mempersepsi kegiatan menanya

sebagai suatu kegiatan yang bermanfaat. (c) Completing what if or what if not

questions, siswa diberi tugas untuk melengkapi pertanyaan yang dimulai

dengan kata-kata “bagaimana kalau” dan kata “bagaimana kalau tidak”.

Page 195: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

177

3) Terhadap materi pembelajaran yang abstrak dan sulit untuk dipraktikumkan,

guru disarankan untuk melaksanakan praktikum visual dengan menggunakan

aplikasi flash atau PhET yang dapat diunduh dari internet.

4) Terhadap permasalahan pelaksanaan penilaian pembelajaran yang disebabkan

oleh banyaknya jumlah siswa dan kurangnya alokasi waktu, guru disarankan

untuk melakukan penilaian secara bertahap. Guru disarankan untuk lebih

sering memberikan tugas sebagai bentuk refleksi dan tindak lanjut

pembelajaran yang telah dilakukan di kelas. Tugas yang diberikan hendaknya

bersifat kontekstual, yaitu disesuaikan dengan konteks kehidupan keseharian

siswa. Guru disarankan selalu memberikan tugas open-ended untuk

mengembangkan kreativitas setiap siswa.

5) Kepala sekolah dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan sebagai tim

supervisi harus mengevaluasi implementasi Standar Proses Kurikulum 2013

secara holistik dari perencanaan sampai dengan evaluasi pembelajaran, tidak

hanya sebatas pengawasan administratif, sehingga kekurangan dan kelemahan

Standar Proses Kurikulum 2013 dapat diketahui dan diperbaiki.

6) Pemerintah perlu memberikan alokasi waktu tambahan bagi guru untuk

melakukan perencanaan dan evaluasi pembelajaran, sehingga alokasi waktu

pembelajaran yang disediakan saat ini sepenuhnya dapat digunakan untuk

melaksanakan proses pembelajaran.

7) Hasil penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan. Bagi peneliti selanjutnya,

disarankan untuk melakukan penelitian sejenis di sekolah lain, pada tingkatan

kelas, tahun pelajaran, dan semester yang berbeda, dengan metode triangulasi

observer, sehingga temuan yang diperoleh akan lebih valid dan mendalam.

Page 196: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

178

DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah, F. 2014. Kesiapan guru dalam implementasi Kurikulum 2013. Info

Singkat. 6(15): 9-12. Tersedia pada http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files

/info_singkat/Info%20Singkat-VI-15-I-P3DI-Agustus-2014-56.pdf.

Diakses pada 18 Pebruari 2015.

As’ari, A. R. 2014. Berbagai permasalahan pembelajaran matematika dalam

Kurikulum 2013 dan upaya mengatasinya. Makalah. Seminar Nasional

Solusi Problematika Implementasi Kurikulum 2013 untuk Mewujudkan

Pembelajaran yang Berkualitas, 16 Maret 2014.

Creswell, John. 1998. Studi Kasus. Tersedia pada: http://file.upi.edu Direktori

FPIPSJUR.PEND.SEJARAH/196601131990012/YANI_KUSMARNI/Lap

oranStudiKasus.pdf. Diakses pada tanggal 26 September 2014.

Danim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Dewi, N. K., Budiono, J. D., & Prastiwi, M. S. 2014. Profil asesmen buatan guru

biologi SMA sasaran Kurikulum 2013. BioEdu Berkala Ilmu Biologi. 3(2):

358-361. Tersedia pada https://www.scribd.com/document_downloads.

Diakses pada 15 Pebruari 2014.

Dewi, M. Y. 2015. Implementasi Kurikulum 2013 pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia SMA Negeri di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Skripsi. Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta.

Tersedia pada http://eprints.uny.ac.id/16833/1/Meiana%20Yurike%20

Dewi%2010 201241036.pdf. Diakses pada 25 Juni 2015.

Herfinaly, R., Natalina, M., & Yustina. 2014. Kesiapan guru biologi dalam

mengimplementasikan Kurikulum 2013 untuk mencapai pembelajaran

yang efektif pada tingkat SMA di Kota Pekanbaru. Artikel Penelitian.

Tersedia pada http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFKIP/article/viewFile

/6301/6001. Diakses pada 26 September 2014.

Kemendikbud. 2013a. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

RI Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemendikbud. 2013b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

Tersedia pada http://pgsd.uad.ac.id/wp-content/uploads/01-a-salinan per

mendikbud-no-54-tahun-2013-ttg-skl.pdf. Diakses pada 4 Maret 2015.

Kemendikbud. 2013c. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi. Tersedia pada

http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/file/dokumen/06.B.SalinanLampiran

PermendikbudNo.64th2013ttgStandarIsi.pdf. Diakses pada 4 Maret 2015.

Page 197: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

179

Kemendikbud. 2013d. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses. Tersedia pada

http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/file/dokumen/07.A.SalinanPermendi

kbudNo.65th2013ttgStandarProses.pdf. Diakses pada 4 Maret 2015.

Kemendikbud. 2013e. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Tersedia

pada http://pgsd.uad.ac.id/wp-content/uploads/04.-B.-Salinan-Lampiran-

Permendikbud-No.-66-th-2013-tentang-Standar-Penilaian.pdf. Diakses

pada 4 Maret 2015.

Kemendikbud. 2014a. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

RI Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemendikbud. 2014b. Peraturan Bersama Direktur Jenderal Pendidikan Dasar

dan Direktur Jenderal Pendidikan Menengah tentang Petunjuk Teknis

Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 pada Jenjang

Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Tersedia pada http://www.

kemdiknas.go.id/kemdikbud/sites/default/files/juknis-pemberlakukan-kuri

kulum-2006-dan-kurikulum-2013.pdf. Diakses pada 14 Pebruari 2015.

Kemendikbud. 2014c. Lampiran Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang

Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Tersedia pada http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/sites/. Diakses pa

da 14 Pebruari 2015.

Kemendikbud. 2014d. Supervisi Akademik Implementasi Kurikulum 2013: Bahan

Ajar Implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala Sekolah. Tersedia pada

https://suaidinmath.files.wordpress.com/2014/02/ks-03-supervisi-akade

mik-2.pdf. Diakses pada 4 Maret 2015.

Kemendikbud. 2014e. Paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada

Workshop Press tentang Implementasi Kurikulum 2013. Tersedia pada

http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/Paparan/Paparan%20Mendik

bud%20pada%20Workshop%20Pers.pdf. Diakses pada 28 Pebruari 2015.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kurniasih, I. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Yogyakarta:

Kata Pena.

Kustijono, R. & Wiwin, E. 2014. Pandangan guru terhadap pelaksanaan

Kurikulum 2013 dalam pembelajaran fisika SMK di kota Surabaya. Jurnal

Pendidikan Fisika dan Aplikasinya. 4(1): 1-14. Tersedia pada http://

www.fisikaunesa.net/ojs/index.php/JPFA/article/download/63/55. Diakses

pada 5 Nopember 2014.

Page 198: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

180

Litbang. 2009. Hasil Evaluasi Program RSBI SMA Negeri 1 Singaraja Tahun

2009. Laporan. SMA Negeri 1 Singaraja.

Malinda & Susanto, H. 2014. Studi tentang kesiapan guru fisika SMA dalam

menerapkan Kurikulum 2013 di Kota Semarang Tahun Pelajaran

2013/2014. Unnes Physics Education Journal. 3(3): 15-20. http://

www.fisikaunesa.net/ojs/index.php/JPFA/article/download/63/55. Diakses

pada 5 Nopember 2014.

Moleong, L. J. 2007. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Stefani, L. 2008. Enganging our students in the learning process: Points for

consideration student engagement: What does it mean? International

Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. 2(1): 1-6. Tersedia

pada http//:www.academics.georgiasouthern.edu/ijsotl/v2n1/invited_essa

ys/Stefani/Invited_Essays_Stefani.pdf. Diakses pada 26 September 2014.

Sugiyono. 2010. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sutrisno, L. 2013. Kurikulum 2013: Apa yang baru? Artikel Online. Tersedia pada

http://www.scribd.com/doc/194369767/1-Kurikulum-2013-Apa-Yang-Ba

ru. Diakses pada 4 Maret 2015.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Wardani, E. R. S., Budiono, J. D., & Indana, S. 2014. Analisis kesesuaian

kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dengan tujuan pembelajaran di

SMAN Mojokerto. BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi. 3(3): 601-

605. Tersedia pada http://www.scribd.com/document_downloads /direct/

Diakses pada 26 September 2014.

Page 199: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

LAMPIRAN 1

ADMINISTRASI PENELITIAN

Lampiran 1.1 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 1.2 Surat Pernyataan Informan Penelitian

Lampiran 1.3 Agenda Pelaksanaan Penelitian

Page 200: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 201: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 202: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 203: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 204: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 205: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 206: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika
Page 207: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

LAMPIRAN 2

DOKUMEN SILABUS DAN RPP

Lampiran 2.1 Silabus

Lampiran 2.2 RPP Guru A

Lampiran 2.3 RPP Guru B

Page 208: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

188

SILABUS MATA PELAJARAN: FISIKA

Satuan Pendidikan : SMA

Kelas /Semester : XI

Kompetensi Inti

KI. 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI. 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun,

responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif

dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI. 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya

tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban

terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat

dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah

secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang

menciptakan dan mengatur alam jagad

raya melalui pengamatan fenomena alam

fisis dan pengukurannya

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari

Keseimbangan dan

dinamika Rotasi

Torsi

Momen inersia

Keseimbangan benda

tegar

Titik berat

Hukum kekekalan

momentum sudut

Mengamati

Mengamati demonstrasi

dengan mendorong benda

dengan posisi gaya yang

berbeda beda untuk

mendefinisikan momen gaya.

Mempertanyakan

Mempertanyakan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut

Tugas

Menyelesaikan

masalah tentang

momen gaya,

momen inersia ,

keseimbangan

benda tegar dan

titik berat benda

Observasi

16 JP

(4 x 4 JP

Sumber

FISIKA SMA

Jilid2, Pusat

Perbukuan

Panduan

Praktikum Fisika

SMA, Erlangga

e-dukasi.net

Alat

Lampiran 2.1

Page 209: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

189

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi

3.6 Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari

4.6 Merencanakan dan melaksanakan percobaan titik berat dan keseimbangan benda tegar

pada gerak rotasi

pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari

Eksperimen/ Eksplorasi

Mendiskusikan rumusan dan

penerapan keseimbangan

benda titik dan benda tegar

dengan menggunakan resultan

gaya dan momen gaya

Mendiskusikan rumusan dan

penerapan konsep momen

inersia dan dinamika rotasi

dalam diskusi pemecahan

masalah

Mendiskusikan rumusan dan

penerapan hukum kekekalan

momentum pada gerak rotasi

Melakukan percobaan titik berat

benda homogen dan

keseimbangan benda tegar

secara berkelompok

Mengasosiasi

Mengolah data percobaan ke

dalam grafik, menentukan

persamaan grafik, dan

menginterpretasi data dan

Checklist lembar

pengamatan

kegiatan diskusi

kelompok

Portopolio

Laporan praktikum

Tes

Tertulis uraian dan

atau pilihan ganda

tentang resultan

torsi, momen

inersia, titik berat,

dan hukum

kekekalan

momentum sudut

statif dan klem

beban gantung

kertas karton

busur derajat

mistar

penggaris

berlubang

neraca pegas

neraca lengan

Page 210: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

190

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

grafik untuk menenukan

karakteristik keseimbangan

benda tegar

Mengomunikasikan

Mempresentasikan hasil

eksperimen

1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang

menciptakan dan mengatur alam jagad

raya melalui pengamatan fenomena alam

fisis dan pengukurannya

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi

3.7 Menerapkan prinsip fluida dinamik dalam

teknologi 4.7 Memodifikasi ide/gagasan proyek

sederhana yang menerapkan prinsip dinamika fluida

Fluida Dinamik

Fluida ideal

Azas kontinuitas

Azas Bernouli

Penerapan Azas

Kontinuitas dan

Bernouli dalam

Kehidupan

Mengamati

Menyimak informasi dari

berbagai sumber tentang azas

kontinuitas dan azas Bernouli

serta aplikasi dalam

kehidupan melalui berbagai

sumber.

Mempertanyakan

Mempertanyakan penerapan

prinsip fluida dinamik dalam

teknologi dan kehidupan

sehari-hari

Mengeksplorasi/Eksperimen

Mendiskusikan kaitan antara

kecepatan aliran dengan luas

penampang menurut azas

Kontinuitas, serta hubungan

antara kecepatan aliran

dengan tekanan fluida

menurut Azas Bernoulli

Tugas

Menyelesaikan

masalah fluida

dengan

menerapkan azas

kontinuitas dan

azas Bernouli

Observasi

Ceklist lembar

pengamatan

kegiatan

presentasi

kelompok

Portofolio

Bahan presentasi

kelompok

Tes

Tes tertulis bentuk

uraian dan/atau

pilihan ganda asas

12 JP

(3 x 4 JP)

Tri Widodo,

FISIKA SMA,

Pusat

Perbukuan

Depdiknas

Nursyamsudin,

Panduan

Praktikum

Terpilih,

Erlangga

Page 211: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

191

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

Merancang dan membuat

tiruan aplikasi Azas Bernoulli

(alat venturi, kebocoran air,

atau sayap pesawat) secara

brkelompok

Eksplorasi pemecahan

masalah terkait penerapan

azas kontinuitas dan azas

Bernouli

Mengomunikasikan

Membuat laporan dan

mempresentasikan hasil

produk tiruan aplikasi Azas

Bernoulli (alat venturi,

kebocoran air, atau sayap

pesawat)

kontinuitas dan

asas Bernoulli

1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang

menciptakan dan mengatur alam jagad

raya melalui pengamatan fenomena alam

fisis dan pengukurannya

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan

Persamaan keadaan gas

Hukum Boyle-

Gay Lussac

Persamaan

keadaan gas

Mengamati

Menyimak informasi dari

berbagai sumber tentang

karakteristik gas dan gas ideal

melalui berbagai sumber

Menyimak informasi daei

berbagai sumber tentang

hukum Boyle-gay Lusac

tentang gas dan persamaan

keadaan gas melalui berbagai

sumber

Tugas

Menerapkan teori

kinetik gas dalam

pemecahan

masalah

Observasi

Ceklis pengamatan

pada saat diskusi

kelas dan

presentasi

Portfolio

16 JP

(4 x 4 JP)

Tri Widodo,

FISIKA SMA,

Pusat

Perbukuan

Depdiknas

Nursyamsudin,

Panduan

Praktikum

Terpilih,

Erlangga

Page 212: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

192

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

berdiskusi

3.8 Memahami teori kinetik gas dalam

menjelaskan karakteristik gas pada ruang

tertutup

2. Teori kinetik gas

Tinjauan impuls-

tumbukan untuk

teori kinetik gas

Teori ekipartisi

energi dan energi

dalam

Mempertantakan

Mempertanyakan konsep teori

kinetik gas dalam menjelaskan

karakteristik gas pada ruang

tertutup

Mengeksplorasi/Eksperimen

Mendiskusikan hubungan antar

suhu, volume , dan tekanan gas

dalam ruang tertutup.

Mendiskusikan hubungan antara

impuls dengan gaya dan

tekanan

Mendiskusikan gerakan partikel

gas menumbuk dinding

menyebabkan tekanan gas

Mendiskusikan kelompok

hubungan antara suhu dengan

energi kinetik dan tekanan gas

Mendiskusikan bentuk

persamaan keadaan gas

kaitannya dengan rumusan

Boyle-Gay Lusac

Mendiskusikan hubungan antar

suhu, volume , dan tekanan gas

dalam ruang tertutup.

Mendiskusikan bentuk

Bahan presentasi

kelompok

Tes

Tes tertu;is uraian

dan/atau pilihan

ganda tentang

persamaan

keadaan dan teori

kinetik gas

Page 213: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

193

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

persamaan keadaan gas

kaitannya dengan rumusan

Boyle-Gay Lusac

Eksplorasi penerapan

persmaan keadaan gas dan

hukum Boyle dalam pemecahan

masalah gas dalam ruang

tertutup

Mengasosiasi

Membuat ilustrasi hubungan

tekanan, suhu dan volume, serta

ilustrasi penjelasan teori ekipartisi

energi pada suhu rendah,sedang,

dan tinggi

Mengomunikasikan

Presentasi kelompok hasil

ekplorasi menerapkan persmaan

keadaan gas dan hukum Boyle

dalam pemecahan masalah gas

dalam ruang tertutup

1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang

menciptakan dan mengatur alam jagad

raya melalui pengamatan fenomena alam

fisis dan pengukurannya

Gejala pemanasan global

Efek rumah kaca

Emisi karbon dan

perubahan iklim

Mangamati

Mengamati dampak

pemanasan global yang

didukung oleh informasi dari

Tugas

Membuat tulisan

tentang penyebab

dan dampak

pemanasan global,

4 JP

(1 x 4 JP)

Sumber

Fisika SMA Jilid

2, Puskurbuk

Sumber dari

Page 214: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

194

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi

3.9 Menganalisis gejala pemanasan global,

efek rumah kaca, dan perubahan iklim

serta dampaknya bagi kehidupan dan

lingkungan

4.8 Menyajikan ide/gagasan pemecahan masalah gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan

Dampak pemanasan

global, antara lain

Mencairnya es

perubahan iklim

Alternatif solusi energi

efisiensi penggunaan

energi

pencarian sumber-

sumber energi alternatif

seperti energi nuklir

dll

Hasil kesepakatan dunia

internasional

Intergovernmental

Panel on Climate

Change (IPCC)

Kyoto Protocol

Asia-Pacific

Partnership on Clean

Development and

Climate (APPCDC)

dll

berbagai sumber

Mengamati aktifitas manusia

yang mengakibatkan berbagai

dampak yaitu pada

pemanasan global, efek

rumah kaca, dan perubahan

iklim

Mempertanyakan

Menanyakan apa penyebab

dan dampak pemanasan

global, efek rumah kaca, dan

perubahan iklim bagi

kehidupan

Menanyakan bentuk solusi

dan usaha apa yang harus

dilakukan untuk mencegah

dampak lebih buruk dari

pemanasan global

Mengeksplorasi

Mengeksplorasi fenomena

pemanasan global, efek

rumah kaca, dan perubahan

iklim serta dampak yang

diakibatkan bagi manusia

Mendiskusikan hasil-hasil

kesepakatan global IPCC,

Protokol Kyoto, APPCDC, dan

efek rumah kaca,

dan perubahan

iklim bagi

kehidupan

Tes tertulis

Tentang

pemanasan global,

efek rumah kaca,

dan perubahan

iklim

internet

Page 215: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

195

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

lain-lain melalui berbagai

sumber secara berkelompok

Mendiskusikan pemecahan

masalah untuk mengurangi

dampak efek rumah kaca,

emisi karbon, dan lain-lain

Mengasosiasi

Merencanakan berbagai

usulan pemecahan masalah

pemanasan global

berdasarkan klasifikasi dan

penyebabnya secara

berkelompok

Mengomunikasikan

Membuat laporan dan presentasi

hasil kerja kelompok

Page 216: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

196

1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang

menciptakan dan mengatur alam jagad

raya melalui pengamatan fenomena alam

fisis dan pengukurannya

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi

3.10 Menyelidiki karakteristik gelombang

mekanik melalui percobaan

4.9 Menyelidiki karakteristik gelombang

mekanik melalui percobaan

Karakteristik gelombang

Pemantulan

Pembiasan

Difraksi

Interferensi

Mengamati

Mencari informasi dari berbagai

sumber karateristik gelombang

(pemantulan, pembiasaan,

difraksi, interferensi, dan

polarisasi) melalui berbagai

sumber

Mengamati peragaan gejala

gelombang (pemantulan,

pembiasan, difraksi dan

interferensi) dengan

menggunakan tanki riak

Mepertanyakan

Mempertanyakan karakteristik

gelombang mekanik

Mengeksplorasi/Eksperimen

Diskusi kelompok gelombang

transversal-longitudinal dan

contohnya

Mendiskusikan hukum

pemantulan, pembiasan,

difraksi, dan interferensi

Mengeksplorasi penerapan

gejala pemantulan,pembiasan,

difraksi dan interferensi dalam

kehidupan sehar-hari dan

teknologi

Melakukan eksperimen

pemantulan, pembiasan,

Tugas

Membuat paper

karakteristik

gelombang

(pemantulan,

pembiasaan,

difraksi, interferensi,

dan polarisasi)

Observasi

Ceklist lembar

pengamatan

kegiatan presentasi

kelompok

Portofolio

Laporan trtulis

karakteristik

gelombang

Tes

Tes tertulis tentang

sifat pemantulan,

pembiasan,

interferensi dan

difraksi gelombang

8 JP

(2 x 4 JP)

Tri Widodo,

FISIKA SMA,

Pusat Perbukuan

Depdiknas

Nursyamsudin,

Panduan

Praktikum Terpilih,

Erlangga

Page 217: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

197

1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang

menciptakan dan mengatur alam jagad

raya melalui pengamatan fenomena alam

fisis dan pengukurannya

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis

gelombang tegak dan gelombang berjalan

pada berbagai kasus nyata

4.10Menyelidiki karakteristik gelombang mekanik melalui percobaan

Persamaan gelombang

berjalan dan gelombang

tegak

Mengamati

Mengamati demonstrasi

gelombang berjalan

menggunakan slinki

Mendemonstrasikan

gelombang tegak pada

percobaan Melde

Menanyakan

Menanyakan besaran-

besaran fisis gelombang

tegak dan gelombang berjalan

Menanyakan karakteristik

gelombang mekanik

Mengeksplorasi/Eksperimen

Mendiskusikan pengukuran

panjang gelombang pada

gelombang berjalan dan

gelombang tegak

Mendiskusikan persamaan

gelombang berjalan dan

gelombang tegak

Melakukan eksperimen

Tugas

Menerapkan

persamaan

gelombang berjalan

dan gelombang

tegak dalam

pemecahan masalah

Observasi

Ceklis pengamatan

pada saat

eksperimen

berkelompok

Portfolio

Laporan tertulis hasil

praktik

Tes

Tes tertulis dalam

pemecahan masalah

sehubungan dengan

gelombang tegak

dan gelombang

berjalan;

8 JP

(2 x 4 JP)

Tri Widodo,

FISIKA SMA,

Pusat

Perbukuan

Depdiknas

Nursyamsudin,

Panduan

Praktikum

Terpilih,

Erlangga

Alat

Vibrator

Katrol

Beban gantung

difraksi, dan interferensi

gelombang

Mengomunikasikan

Membuat laporan dan presentasi

kelompok hasil eksperimen

Page 218: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

198

percobaan Melde untuk

menemukan hubungan cepat

rambat gelombang dan

tegangan tali secara

berkelompok

Mengasosiasi

Mengolah data hasil praktikum

percobaan Melde untuk

menemukan hubungan cepat

rambat gelombang dan tegangan

tali

Mengomunikasikan

Membuat laporan tertulis hasil

praktikum

Page 219: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

199

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN GURU A

Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Singaraja

Kelas : XI IPA

Semester : 2 (Genap)

Mata Pelajaran : Fisika

Pokok Bahasan : Teori Kinetik Gas

Sub Pokok Bahasan : 1. Gas Ideal

2. Hukum-hukum gas ideal

Jumlah Pertemuan : 1 kali pertemuan

Alokasi Waktu : 2 × 45 menit

I. Kompetensi Inti

KI. 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong

royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan

sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara

efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai

cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI. 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan

bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan

pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara

efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

.

II. Kompetensi Dasar

1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya melalui

pengamatan fenomena alam fisis dan pengukurannya

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat;

tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan)

dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan ,

melaporkan, dan berdiskusi

3.8 Memahami teori kinetik gas dalam menjelaskan karakteristik gas pada ruang tertutup

III. Indikator Pembelajaran

1. Mendeskripsikan sifat gas ideal pada

Lampiran 2.2

Page 220: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

200

2. Menganalisis hubungan tekanan, suhu, dan volume dalam hukum-hukum gas ideal

3. Menerapkan persamaan hukum-hukum gas ideal dalam kehidupan sehari-hari.

IV. Materi Pembelajaran

Gas Ideal

Gas ideal adalah gas yang memenuhi anggapan-anggapan sebagai berikut.

1. Gas terdiri atas partikel-partikel yang jumlahnya sangat banyak.

2. Partikel-partikel gas bergerak dengan laju dan arah yang beraneka ragam, serta memenuhi

Hukum Gerak Newton.

3. Partikel gas tersebar merata pada seluruh bagian ruangan yang ditempati.

4. Tidak ada gaya interaksi antarpartikel, kecuali ketika partikel bertumbukan.

5. Tumbukan yang terjadi antarpartikel atau antara partikel dengan dinding wadah adalah

lenting sempurna.

6. Ukuran partikel sangat kecil dibandingkan jarak antara partikel, sehingga bersama-sama

volumenya dapat diabaikan terhadap volume ruang yang ditempati.

Hukum-Hukum tentang Gas

1. Hukum Boyle dapat dinyatakan: “Apabila suhu gas yang berada dalam ruang tertutup

dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya”. Secara

sistematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan:

VP

1 untuk konstanPV atau,

2211 VPVP ………………………………………………………………………..(1)

dengan:

P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)

V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)

P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)

V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)

Gambar 1 Grafik hubungan P-V pada Suhu konstan

Hubungan antara tekanan dan volume gas pada suhu konstan dapat dilukiskan dengan grafik

seperti tampak pada gambar 1. Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada saat volumennya

bertambah, tekanan gas akan berkurang. Proses pada suhu konstan disebut proses isotermis.

2. Hukum Charles dapat dinyatakan: “Apabila tekanan gas yang berada dalam ruang

tertutup dijaga konstan, maka volume gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.”

Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan:

Page 221: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

201

TV untuk konstanT

V atau,

2

2

1

1

T

V

T

V ……………………………………………………………….……………..(2)

dengan:

T1 = temperatur gas pada keadaan 1 (K)

V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)

T2 = temperatur gas pada keadaan 2 (K)

V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)

Gambar 2. Grafik hubungan V-T pada tekanan konstan

Hubungan antara volume gas dan suhu pada tekanan konstan dapat dilukiskan dengan

grafik seperti pada gambar 2. Proses yang terjadi pada tekanan tetap disebut isobaris.

3. Hukum Gay Lussac dapat dinyatakan: “Apabila volume gas yang berada pada ruang

tertutup dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya”.

Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan:

TP untuk konstanT

P atau,

2

2

1

1

T

P

T

P …….……………..(3)

dengan:

T1 = temperatur gas pada keadaan 1 (K)

P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)

T2 = temperatur gas pada keadaan 2 (K)

P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)

Gambar 3. Grafik hubungan P-T pada volume konstan

Hubungan antara tekanan dan suhu gas pada volume konstan dapat dilukiskan dengan grafik

sperti gambar 3. Proses yang terjadi pada volume konstan disebut proses isokhoris.

4. Hukum Boyle-Gay Lussac merupakan gabungan dari persamaan (1), (2), dan (3),

sehingga dapat dituliskan:

Page 222: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

202

konstanT

PV atau,

2

22

1

11

T

VP

T

VP ……………………………………………………………….………..(4)

5. Persamaan Umum Keadaan Gas Ideal

Mendefinisikan dahulu beberapa istilah kimia yang berkaitan dengan gas ideal.

a. Masa atom relative (Ar), adalah perbandingan masa rata-rata sebuah atom suatu unsure

terhadap

kali massa sebuah atom

. Harga massa atom relatif bukanlah massa yang

sebenarnya dari suatu atom, tetapi hanya merupakan harga perbandingan.

b. Massa molekul relative (Mr), adalah jumlah keseluruhan massa atom realtif (Ar) unsure-

unsur penyusun senyawa.

c. Mol (n) adalah satuan banyknya partikel yang besarnya merupakan hasil bagi massa suatu

unsur (senyawa) dengan massa relatifnya (Ar atau Mr)

d. Bilangan Avogadro, adalah bilangan yang menyatakan jumlah partikel dalam satu mol

NA = 6,023 x 1023

N = n NA

N adalah jumlah total partikel.

Apabila jumlah partikel berubah, maka volume gas juga akan berubah. Hal ini berarti bahwa

harga T

PV adalah tetap, bergantung pada banyaknya partikel (N ) terkandung dalam gas,

sehingga dapat dituliskan:

NT

PV sehingga kN

T

VP

atau,

TkNVP ……………………………………………………………….…....(5)

dengan k = konstanta Boltzman (1,38 × 10-23

J/K).

Karena ANnN dan RkNA , maka persamaan (5) menjadi:

TRnVP ……………………………………………………………….…....(6)

dengan:

P = tekanan gas (N/m2)

V = volume gas (m3)

n = jumlah mol (mol)

T = suhu mutlak (K)

R = konstanta gas umum (8,314 J/mol K = 0,082 L atm/mol K)

V. Pendekatan dan Metode Pembelajaran

1. Pendekatan pembelajaran : pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Metode pembelajaran : diskusi, presentasi dan tanya jawab.

Page 223: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

203

Kegiatan

Pembelajaran Standar

Proses Aktivitas

Guru Siswa Pendahuluan (10 menit)

a. Menyampaikan salam

pembuka

b. Mengabsensi kehadiran

siswa

c. Menyampaikan standar

kompetensi,

kompetensi dasar, dan

indikator yang akan

dicapai dalam

pembelajaran.

d. Menyampaikan materi

yang akan dipelajari

e. Apersepsi dengan cara

mengajukan pertanyaan

kepada siswa yang

berkaitan dengan

materi yang akan

dipelajari, misalnya:

Pernahkah anda

menjemur sebuah

balon udara yang sudah

ditiup sampai penuh?

a. Membalas salam dari

guru.

b. Memperhatikan dengan

seksama

c. Menjawab pertanyaan

guru berdasarkan

pengetahuan awal dan

pengalaman dalam

kehidupan sehari-hari

secara logis.

Inti (70 menit)

Eksplorasi

(15Menit)

a. Meminta siswa untuk

membentuk kelompok

dengan masing-masing

kelompok terdiri dari 4-

5 orang.

b. Guru membagikan LKS

pada masing-masing

kelompok. Setiap

kelompok berdiskusi

secara kooperatif,

disiplin dan penuh

tanggung jawab.

c. Menyajikan materi yang

akan dibahas secara

garis besar.

e. Membentuk kelompok

yang terdiri dari 4-5

orang dengan disiplin.

f. Siswa dengan

kelompoknya

mendiskusikan LKS

yang diberikan oleh

guru secara kooperatif,

disiplin dan penuh

tanggung jawab .

g. Memperhatikan

penyampaian guru.

Elaborasi

(40 menit)

a. Melakukan demonstrasi

terkait dengan materi

yang akan dibahas.

b. Guru menyuruh siswa

berdiskusi dengan

kelompoknya sesuai

a. Berdiskusi dengan

anggota kelompoknya.

b. Menganalisis dan

mengevaluasi informasi

yang diperoleh dari

kerja kelompok,

Page 224: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

204

dengan tuntutan LKS

c. Membimbing dan

mengawasi kelompok-

kelompok belajar pada

saat mereka mengerjakan

LKS

d. Meminta beberapa

kelompok untuk

menyajikan hasil kerja

kelompok di depan kelas.

b. Meminta kelompok lain

untuk menanggapi dan

menambahkan jika ada

materi yang belum

dijelaskan oleh

kelompok penyaji.

merangkum bersama-

sama dalam kelompok

dengan terbuka satu

sama lain.

c. Siswa dalam

kelompoknya

merencanakan

penampilan di depan

kelas.

d. Sebagian atau seluruh

kelompok

mempersentasikan hasil

kerjanya secara

bertanggung jawab.

Konfirmasi

(15 menit) a. Guru melakukan refleksi

terhadap apa yang telah

didiskusikan, seperti

perbaikan konsep yang

salah, penekanan

konsep-konsep penting.

b. Memberikan

kesempatan kepada

siswa untuk bertanya

jika ada materi yang

didiskusikan belum

dimengerti.

c. Menjelaskan kembali,

jika ada materi yang

belum dimengerti oleh

siswa.

d. Meminta masing-

masing kelompok untuk

mengumpulkan jawaban

LKS.

a. Siswa menyimak dan

mencatat konsep

penting yang

disampaikan oleh guru.

b. Siswa bertanya jika ada

yang belum dimengerti

dari diskusi yang sudah

dilakukan.

c. Siswa menyimak

penjelasan guru yang

belum dimengerti

dengan teliti.

d. Siswa mengumpulkan

jawaban LKS hasil

diskusi.

Penutup

(10 menit)

a. Memberikan siswa

latihan soal untuk

menguji pemahaman

siswa.

b. Membimbing siswa

untuk menyimpulkan

materi yang terkait

dengan tujuan

pembelajaran.

c. Memberikan tugas

a. Menjawab soal-soal

latihan tersebut sesuai

dengan kemampuannya

secara mandiri.

b. Menyimpulkan materi

yang telah dipelajari

c. Mencatat tugas yang

diberikan oleh guru.

d. Mencatat rencana

pembelajaran pada

Page 225: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

205

VI. Penilaian

Kognitif : LKS

Afektif : Lembar Observasi Kompetensi Afektif Siswa

VII. Alat/Bahan dan Sumber Pembelajaran

1. Sumber Pembelajaran

- Haryadi, B. 2009. Fisika untuk SMA/MA kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan.

- Sarwono, Sunarroso, & Suyatman. 2009. Fisika 2: mudah dan sederhana untuk

SMA/MA kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan.

- Handayani, & Damari. 2009. Fisika 2: untuk SMA/MA kelas XI. Jakarta: CV Adi

Perkasa.

- Sumber lain yang relevan.

2. Media Pembelajaran

- Power poin

- Papan tulis (white board)

- Spidol

d. Menyampaikan rencana

pembelajaran pada

pertemuan selanjutnya

e. Menyampaikan salam

penutup.

pertemuan selanjutnya.

e. Membalas salam dari

guru.

Page 226: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

206

LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Fisika

Kelas/Semester : XI IPA

Pokok Bahasan : Teori kinetik gas

Sub Pokok Bahasan : 1. Gas ideal

2. Hukum-hukum gas ideal

Diskusikan bersama teman dalam kelompok!

1. Sebutkan asumsi-asumsi yang digunakan untuk gas ideal!

2. Seandainya dalam sebuah ruang yang terbuat dari kardus, ada beberapa anak yang

bergerak secara acak ke segala arah dan dimungkinkan ada tumbukan antara anak dengan

anak lain dan juga dengan dinding.

a. Apa penyebab tekanan yang diterima oleh dinding kardus?

b. Jika kecepatan gerak anak-anak tersebut bertambah, apa yang terjadi dengan

tekanan pada dinding?

c. Apa yang terjadi dengan tekanan pada ruang jika jumlah anak dalam ruang

ditambah?

d. Apa yang terjadi dengan tekanan pada dinding ruang jika volume ruang

ditambah?

e. Jika anak yang bergerak dalam ruang kardus adalah partikel gas, dan ruang kardus

adalah wadah dari gas, sebutkan factor-faktor yang mempengaruhi tekanan gas

pada ruangnya!

f. Tuliskan persamaan tekanan gas pada ruang tertutup!

3. Dari persamaan tekanan gas di atas, tentukan persamaan dari energy kinetic gas!

4. Berdasarkan persamaan energy kinetic, faktor apa saja yang mempengaruhi energy

kinetic gas?

5. Tuliskan persamaan untuk kecepatan partikel gas pada suatu ruang!

Page 227: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

207

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) GURU B

Nama Sekolah : SMA NEGERI 1 SINGARAJA

Satuan Pendidikan : SMA/MA

Kelompok : Peminatan MIA

Mata Pelajaran : Fisika

Kelas : XI

Tahun Ajaran : 2014 – 2015

Semester : 2

Materi Pembelajaran : Pemanasan Global

Alokasi Waktu : 4× 45 menit

Jumlah Pertemuan : 2 kali

A. Kompetensi Inti (KI) :

1) Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2) Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong

royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan

sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara

efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai

cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

3) Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

procedural dan metakognitif berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,

serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai

dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

4) Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, serta

mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

Lampiran 2.3

Page 228: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

208

B. Kompetensi Dasar:

1) Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya melalui

pengamatan fenomena alam fisis dan pengukurannya.

2) Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat;

tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli

lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam

melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi.

3) 9. Menganalisis gejala pemanasan global, efek rumah kaca, dan perubahan iklim serta

dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan

4) 8. Menyajikan ide/gagasan pemecahan masalah gejala pemanasan global dan dampaknya

bagi kehidupan dan lingkungan

C. Indikator

3.9.1 Mengidentifikasi penyebab terjadinya pemanasan global

3.9.2 Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan karena pemanasan global

3.9.3 Menganalisis hubungan antara penipisan ozon dan efek rumah kaca dalam

kaitannya dengan pemanasan global setelah diberikan suatu masalah.

3.9.4 Menganalisis proses terjadinya pemanasan global dan cara mengurangi

dampaknya setelah diberikan suatu permasalahan di lingkungan.

3.9.5 Menganalisis kebijakan pemerintah dalam menanggulangi pemanasan global

berkelanjutan

4.8.1. Menganalisis kejadian-kejadian dan Menyajikan ide / gagasan pemecahan

masalah gejala pemanasan global dalam sebuah makalah

D. Tujuan Pembelajaran:

Pertemuan pertama

Melalui diskusi dilanjutkan dengan pemberian soal uji kompetensi, peserta didik diharapkan

dapat:

1) Mengidentifikasi penyebab terjadinya pemanasan global

2) Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan karena pemanasan global

Page 229: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

209

3) Menganalisis hubungan antara penipisan ozon dan efek rumah kaca dalam

kaitannya dengan pemanasan global setelah diberikan suatu masalah.

4) Menganalisis proses terjadinya pemanasan global dan cara mengurangi

dampaknya setelah diberikan suatu permasalahan di lingkungan.

5) Menganalisis kebijakan pemerintah dalam menanggulangi pemanasan global

berkelanjutan

Pertemuan kedua

Melalui diskusi kelompok dilanjutkan dengan presentasi kelompok, peserta didik diharapkan

dapat:

1. Menganalisis kejadian-kejadian dan Menyajikan ide / gagasan pemecahan masalah gejala

pemanasan global dalam sebuah makalah

E. Materi Pembelajaran:

1. Fakta

a. Suhu bumi semakin meningkat

2. Konsep

a. Efek rumah kaca

3. Prinsip

a. Dampak pemanasan global

b. Solusi untuk mengurangi pemanasan global

4. Prosedur

a. Membuat makalah yang mengangkat tema fenomena pemanasan global

F. Metode Pembelajaran

1. Model Pembelajaran : Discovery Learning

2. Pendekatan : Scientific

3. Metode : Diskusi kelompok,tanya jawab, dan penugasan

G. Alat/Media/Sumber Belajar

1. Alat/Bahan : Penggaris, video gerak mlingkar dan parabola

2. Media : Papan Tulis/White Board, LCD, LAS

3. Sumber Belajar :

a. Buku paket

b. Internet

H. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

I. Kegiatan Pembelajaran:

Page 230: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

210

1. Pertemuan ke-1

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi

waktu

Pendahuluan

1. Guru memberi salam dan menyapa siswa untuk mengetahui

kesiapan siswa (fisik dan psikis) dalam menerima materi

pelajaran.

2. Guru mengecek kehadiran siswa

3. Guru menyampaikan materi pembelajaran dan kompetensi

yang akan dicapai siswa

4. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok, dengan setiap

kelompok terdiri dari 6 orang siswa.

20

menit

Kegiatan Inti

Mengamati

Fase 1

Stimulasi/pemberian rangsangan (Stimulation)

1. Guru meminta siswa perhatikan gambar di dilayar ( gambar

terlampir ), Bandingkan dan jelaskan perbedaan ketiga gambar

tersebut

2. Guru menyebutkan beberapa peristiwa yang sering dialami siswa

seperti Cuaca yng cukup ekstrim pada siang hari yang sangat

menyengat. Seringnya terjad kebakaran hutan di daerah

Kalimantan, seringnya terjadi banjir di daerah pulau jawa.

50

menit

Menanya Fase II

Pertanyaan/ Identifikasi masalah(Problem statemen)

1. Guru bertanya kepada siswa “kenapa peristiwa-peristiwa

tersebut dapat terjadi?”

2. Apakah yang menyebabkan terjadinya pemanasan global

3. Apa saja yang memicu terjadinya pemanasan global

4. Apa dampak yang akan muncul jika pemanasan global tidak

atasi?

5. Siapakah yang harus bertanggung jawab atas kejadian-kejadian

tersebut

6. Bagaimana peran serta pemerintah dalam mengatasi pemanasan

global?

Page 231: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

211

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi

waktu

Mengumpulkan

Informasi

Fase III

Pengumpulan Data(Data collection)

1. Siswa bersama kelompoknya mengumpulkan teori melalui buku

pegangan siswa untuk menentukan jawaban atas pertanyaan guru

2. Selain dari buku, siswa juga menggali informasi dari internet

Mengasosiasikan Fase IV

Pengolahan Data (Data processing)

1. Siswa bersama kelompoknya mendiskusikan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan, kemudian

merangkum teori tersebut

Fase V

Pembuktian(Verification)

1. Siswa diminta menganalisis keterkaitan suatu fenomena

terhadap teori dari pemanasan global

Mengkomunikasi

Fase VI

Menarik Kesimpulan/Generalisasi(Generalization)

1. Guru mengarahkan masing-masing kelompok untuk

menyampaikan hasil diskusinya

2. Kelompok yang lain dapat mengajukan pendapat yang berbeda

3. Guru memfasiitasi siswa yang mengalami perbedaan pendapat.

4. Siswa yang kurang memahami, dipersilahkan untuk mengajukan

pertanyaan.

5. Siswa bersama guru menarik kesimpulan dari pembelajaran

yang telah berlangsung.

Penutup

1. Melakukan tanya jawab sebagai umpan balik/refleksi tentang

pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari

2. Guru memberikan tes tulis untuk dikerjakan secara mandiri oleh

siswa dan meminta siswa mengerjakan secara jujur

3. Guru memberikan penugasan kelompok untuk di kerjakan di

rumah

4. Siswa mendengarkan arahan guru untuk materi pada pertemuan

berikutnya

5. Mengucapkan salam penutup

20

menit

Page 232: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

212

2. Pertemuan ke-2

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi

waktu

Pendahuluan

1. Guru memberi salam dan menyapa siswa untuk mengetahui

kesiapan siswa (fisik dan psikis) dalam menerima materi

pelajaran.

2. Guru mengecek kehadiran siswa

3. Guru menyampaikan materi pembelajaran dan kompetensi

yang akan dicapai siswa

4. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok, dengan setiap

kelompok terdiri dari 6 orang siswa.

20

menit

Kegiatan Inti

Mengamati

Fase 1

Stimulasi/pemberian rangsangan (Stimulation)

1. Guru meminta siswa untuk mengamati fenomena sehari-hari

yang sering ditemui, yang diduga disebabkan oleh pemanasan

global.

2. Siswa bersama kelompoknya mulai mengamati beberapa

fenomena melalui media internet

50

menit

Menanya Fase II

Pertanyaan/ Identifikasi masalah(Problem statemen)

1. Guru meminta siswa untukmengumpulkan berbagai pertanyaan

terkait fenomena yang diamati

2. Siswa bersama kelompoknya berdiskusi dan menuliskan

pertanyaan-pertanyaan

Mengumpulkan

Informasi

Fase III

Pengumpulan Data(Data collection)

1. Siswa bersama kelompoknya mengumpulkan teori melalui buku

pegangan siswa untuk menentukan jawaban atas pertanyaan

yang telah dibuat

2. Selain dari buku, siswa juga menggali informasi dari internet

Mengasosiasikan Fase IV

Pengolahan Data (Data processing)

1. Siswa menuangkan jawaban atas fenomena yang diamati,

kemudian menyajikannya dalam bentuk makalah

Fase V

Pembuktian(Verification)

1. Siswa bersama kelompoknya menuliskan hubungan antara teori

Page 233: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

213

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi

waktu

dengan fenomena yang diamati dalam makalah, dan membuat

presentasi kelompok

2. guru mengecek hasil pekerjaan siswa

Mengkomunikasi

Fase VI

Menarik Kesimpulan/Generalisasi(Generalization)

1. siswa bersama kelompoknya menyajikan makalah yang telah

dibuat.

2. Guru dan kelompok siswa yang lain, menanggapi hasil

presentasi yang disajikan

3. Guru melakukan penilaian presentasi terhadap kelompok siswa

yang presentasi dan audiens.

4. Siswa bersama guru menarik kesimpulan dari pembelajaran

yang telah berlangsung.

Penutup

1. Melakukan tanya jawab sebagai umpan balik/refleksi tentang

pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari

2. Guru menyampaikan , pada pertemuan berikutnya akan diadakan

ulangan harian. Guru berharap agar siswa menyapkan diri

3. Mengucapkan salam penutup

20

menit

H. Penilaian Hasil Belajar

a. Teknik dan Instrumen Penilaian:

Penilaian Sikap: observasi, jurnal, penilaian diri dan penilaian rekan sebaya

Penilaian Pengetahuan: tes tertulis.

Penilaian Keterampilan: unjuk kerja

b. Prosedur Penilaian:

No Aspek yang dinilai Teknik

Penilaian

Waktu

Penilaian

1. Sikap

a. Bekerjasama dalam kegiatan

kelompok.

b. Jujur dalam menjawab

permasalahan yang diberikan

c. Disiplin selama proses

pembelajaran maupun saat

mengumpulkan tugas

d. Kritis dan kreatif dalam

mengajukan atau menjawab

Observasi, Jurnal

Penilaian diri

Penilaian rekan

Selama

pembelajaran dan

saat diskusi

Setelah ulangan

harian

Setelah kegiatan

diskusi kelompok

Page 234: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

214

No Aspek yang dinilai Teknik

Penilaian

Waktu

Penilaian

pertanyaan

e. Rasa ingin tahu dalam

memahami materi maupun saat

menyelesaikan permasalahan.

f. Percaya diri dalam

mengungkapkan gagasan,

bertanya, dan menyajikan/

mempresentasikan hasil

diskusi.

sebaya (pert.3)

2. Pengetahuan

a. Menentukan banyaknya

kemung-kinan kejadian dri

suatu percobaan

b. Menemukan rumus umum

dalam menentukan banyaknya

kemung-kinan yang terjadi

pada pelemparan n koin.

c. Menemukan rumus umum

dalam menentukan banyaknya

kemung-kinan yang terjadi

pada pelemparan n dadu

d. Menjelaskan pengertian ruang

sampel

e. Menentukan ruang sampel

suatu percobaan

Tes tertulis

Penugasan

Tesrtruktur

Diakhir

penyampaian

materi atau saat

presentasi

(kemampuan

berkomunikasi)

Setelah selesai

membahas materi

dan untuk tugas

disampaikan pada

kegiatan penutup,

untuk dikumpulan

di pertemuan

berikutnya.

3.

Keterampilan

a. Menyajikan semua kejadian

yang mungkin muncul dalam

suatu percobaan

b. Menentukan banyaknya

kemungkian kejadian dari suatu

percobaan

c. Menentukan ruang sampel

suatu percobaan.

Penilaian Unjuk

kerja

portofolio

Saat proses

pembelajaran

Setelah laporan

selesai (dengan

batas waktu yang

ditentukan ±2

minggu).

Instrumen Penilaian (terlampir).

Singaraja, 2 Januari 2015

Mengetahui

Kepala SMANegeri 1 Singaraja, Guru Mata Pelajaran,

I Putu Eka Wilantara, M.Pd Ida Ayu Putu Suryadewi, M.Pd

NIP. 19740718 199903 1 005 NIP. 19870624 201101 2 020

Page 235: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

215

LEMBAR AKTIVITAS SISWA

MATERI : GLOBAL WARMING (PEMANASAN GLOBAL)

1. Apa yang anda pikirkan tentang fenomena berikut

……………………………………………………………………………………………………………………………............

……………………………………………………………………………………………………………………………............

……………………………………………………………………………………………………………………………............

……………………………………………………………………………………………………………………………............

Page 236: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

216

2. Bagaimana proses terjadinya pemanasan global

3. Dari mana sajakah sumber penyebab terjadinya pemanasan global

4. Jelaskan contoh penyebab terjadinya pemanasan global

5. Jelaskan dampak yang terjadi akibat pemanasan global

6. Bagaimana cara mengurangi dampak pemanasan global

7. Apa saja peran pemerintah dalam menanggulangi bahaya pemanasan global

8. Jelaskan isi perjanjian-perjanjian terkait dengan pemanasan global

Page 237: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

LAMPIRAN 3

TRANSKRIP WAWANCARA

PENELITIAN

Lampiran 3.1 Pedoman Wawancara

Lampiran 3.2 Transkrip Satu Wawancara Guru A

Lampiran 3.3 Transkrip Dua Wawancara Guru A

Lampiran 3.4 Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A

Lampiran 3.5 Transkrip Satu Wawancara Guru B

Lampiran 3.6 Transkrip Dua Wawancara Guru B

Lampiran 3.7 Transkrip Tiga Wawancara Guru B

Lampiran 3.8 Transkrip Empat Wawancara Guru B

Lampiran 3.9 Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B

Lampiran 3.10 Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah

Lampiran 3.11 Transkrip Satu Wawancara Pengawas Akademik

Page 238: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

227

PEDOMAN WAWANCARA

TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA

DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013

(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)

No. Aspek Informan Pertanyaan

1 Pehaman konsep

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

Guru Indikator: Pemahaman tentang

Standar Proses Pembelajaran

Kurikulum 2013 secara Umum

1. Sejak kapan Bapak/Ibu menerapkan

pembelajaran fisika berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013?

2. Darimana Bapak/Ibu mendapatkan

pengetahuan tentang konsep

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013?

3. Apakah Bapak/Ibu memiliki teks

atau panduan tentang pembelajaran

berbasis Standar Proses Kurikulum

2013? Bagaimana peran teks atau

panduan tersebut terhadap

pemahaman Bapak/Ibu tentang

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013?

4. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti

pelatihan atau workshop tentang

Kurikulum 2013? Bagaimana peran

pelatihan atau workshop tersebut

terhadap pemahaman Bapak/Ibu

tentang pembelajaran berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013?

5. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

mengapa KTSP diganti dengan

Kurikulum 2013? Apa perbedaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 dengan

pembelajaran berbasis standar proses

KTSP?

6. Apa karakteristik pembelajaran

berbasis Standar Proses Kurikulum

2013 yang Bapak/Ibu ketahui?

Indikator: Pemahaman tentang

Perbedaan Perencanaan Pembelajaran

KTSP dan Kurikulum 2013

7. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana perencanaan

pembelajaran dalam Kurikulum

Lampiran 3.1

Page 239: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

228

2013? Apa bedanya dengan KTSP?

8. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana teknis pembuatan silabus

dan RPP dalam Kurikulum 2013?

Apa bedanya dengan KTSP?

9. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana prinsip penyusunan RPP

dalam Kurikulum 2013? Apa

bedanya dengan KTSP?

10. Menurut pemahaman Bapak/Ibu, apa

beda RPP KTSP dengan RPP

Kurikulum 2013?

Indikator: Pemahaman tentang

Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

11. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana tindak guru dalam

membuka pembelajaran yang ideal

seperti yang dituntut oleh Kurikulum

2013? Apa bedanya dengan KTSP?

12. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana tindak guru dalam

kegiatan inti pembelajaran yang

ideal seperti yang dituntut oleh

Kurikulum 2013? Apa bedanya

dengan KTSP?

13. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana bentuk realisasi

pendekatan saintifik yang ideal

seperti yang dituntut oleh Kurikulum

2013?

14. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana tindak guru dalam

menutup pembelajaran yang ideal

seperti yang dituntut oleh Kurikulum

2013? Apa bedanya dengan KTSP?

Indikator: Pemahaman tentang

Evaluasi Pembelajaran Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013 15. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana evaluasi pembelajaran

yang ideal dalam Kurikulum 2013?

Apa bedanya dengan KTSP?

16. Apakah semua aspek (religius, sikap,

pengetahuan, dan keterampilan)

harus dinilai dalam setiap

pertemuan? Mengapa?

17. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana bentuk penilaian sikap

Page 240: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

229

yang ideal dalam Kurikulum 2013?

Apa bedanya dengan KTSP?

18. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana bentuk penilaian kognitif

yang ideal dalam Kurikulum 2013?

Apa bedanya dengan KTSP?

19. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana bentuk penilaian

keterampilan yang ideal dalam

Kurikulum 2013? Apa bedanya

dengan KTSP?

20. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,

bagaimana teknis remidi dan

pengayaan yang ideal dalam

Kurikulum 2013? Apa bedanya

dengan KTSP?

Indikator: Permasalahan Pemahaman

Konsep Pembelajaran Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013 dan

Upaya Penyelesaiannya

21. Bagaimana peran Kurikulum 2013

bagi Bapak/Ibu sebagai seorang

guru? Apakah membantu atau

menyulitkan Bapak/Ibu dalam

mengajar? Mengapa?

22. Apakah ada konsep pembelajaran

Kurikulum 2013 yang belum

Bapak/Ibu pahami?

23. Bagaimana upaya Bapak/Ibu untuk

mengatasi permasalahan tersebut?

24. Seberapa efektif upaya tersebut

mampu mengatasi permasalahan

yang ada?

Kepala sekolah Indikator: Manajemen Kepemimpinan

Implementasi Kurikulum 2013

25. Sejak kapan Kurikulum 2013

diterapkan di sekolah ini?

26. Bagaimana bentuk penerapan

Kurikulum 2013 secara umum di

sekolah Bapak?

27. Apakah ada strategi manajemen

sekolah yang khusus Bapak terapkan

untuk mendukung kesuksesan

penerapan Kurikulum 2013 di

sekolah ini?

28. Menurut Bapak, apakah ketersediaan

fasilitas sekolah saat ini sudah cukup

mendukung proses pembelajaran

fisika berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013?

Page 241: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

230

29. Bagaimana upaya Bapak agar para

guru memiliki kualitas pemahaman

yang baik tentang Kurikulum 2013?

Indikator: Sistem Supervisi Akademik

Implementasi Kurikulum 2013

30. Bagaimana bentuk pengawasan

akademik Kurikulum 2013 yang

Bapak lakukan?

31. Bagaimana bentuk tindak lanjut hasil

pengawasan tersebut?

Indikator: Pemahaman Guru Fisika

tentang Konsep Pembelajaran

Berbasis Standar Proses Kurikulum

2013

32. Berdasarkan hasil pengawasan yang

Bapak lakukan selama ini,

bagaimana pemahaman guru fisika

tentang konsep pembelajaran

berbasis Standar Proses Kurikulum

2013?

33. Adakah permasalahan atau kendala

guru fisika terkait pemahaman

konsep Kurikulum 2013 yang Bapak

temukan?

34. Upaya apa yang Bapak dan guru

tersebut lakukan untuk mengatasi

permasalahan itu?

Pengawas Indikator: Sistem Supervisi Akademik

Implementasi Kurikulum 2013

35. Bagaimana bentuk pengawasan

implemementasi Kurikulum 2013

yang Bapak/Ibu lakukan?

36. Bagaimana tindak lanjut hasil

pengawasan implemementasi

Kurikulum 2013 yang Bapak/Ibu

lakukan?

Indikator: Hasil Pengawasan

Pemahaman Guru Fisika tentang

Konsep Pembelajaran Berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

37. Apakah Bapak/Ibu mengenal Pak

Mahardika dan Buk Dayu Surya?

38. Menurut hasil pengawasan Bapak

selama ini, bagaimana pemahaman

beliau tentang konsep pembelajaran

berbasis Standar Proses Kurikulum

2013?

39. Berdasarkan hasil pengawasan yang

Bapak/Ibu lakukan selama ini,

Page 242: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

231

adakah permasalahan atau kendala

guru fisika terkait pemahaman

konsep Kurikulum 2013 yang

Bapak/Ibu temukan?

40. Upaya apa yang Bapak/Ibu dan guru

tersebut lakukan untuk mengatasi

permasalahan itu?

2 Perencanaan

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

Guru Indikator: Perencanaan Pembelajaran

secara Umum

41. Berapa jam Bapak/Ibu mengajar

dalam satu minggu?

42. Apa saja yang Bapak/Ibu siapkan

dalam perencanaan pembelajaran?

Indikator: Membuat RPP berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

43. Apa yang Bapak/Ibu gunakan

sebagai panduan dalam membuat

RPP?

44. Bagaimana langkah-langkah

Bapak/Ibu dalam membuat RPP?

45. Bagaimana Bapak/Ibu memenuhi

prinsip-prinsip penyusunan RPP

dalam Kurikulum 2013?

46. Apakah Bapak/Ibu membuat RPP

per pertemuan, per BAB, per

semester, atau bagaimana?

Mengapa?

47. Apakah Bapak/Ibu membuat RPP

secara individu atau berkelompok?

Mengapa?

48. Bagaimana cara Bapak/Ibu

menentukan alokasi waktu untuk

setiap RPP?

49. Bagaimana cara Bapak/Ibu

merumuskan indikator ketercapaian

hasil pembelajaran dalam RPP?

50. Bagaimana cara Bapak/Ibu

mendeskripsikan materi

pembelajaran dalam RPP?

51. Bagaimana cara Bapak/Ibu

menentukan alat dan bahan, media,

dan sumber belajar pada RPP?

52. Bagaimana cara Bapak/Ibu

mendeskripsikan kegiatan

pembelajaran dalam RPP?

53. Bagaimana cara Bapak/Ibu

mengembangkan pendekatan

saintifik dalam kegiatan

pembelajaran pada RPP?

54. Bagaimana cara Bapak/Ibu

Page 243: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

232

merencanakan penilaian dalam RPP?

55. Bagaimana cara Bapak/Ibu

merencanakan remedial dan

pengayaan dalam RPP?

Indikator: Problematika Perencanaan

Pembelajaran dan Solusinya

56. Permasalahan apa yang Bapak/Ibu

alami dalam membuat RPP secara

umum?

57. Bagaimana upaya Bapak/Ibu

mengatasi permasalahan tersebut?

Kepala Sekolah Indikator: Supervisi Perencanaan

Pembelajaran Berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013

58. Apakah Bapak mewajibkan para

guru fisika untuk membuat

perencanaan pembelajaran berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013?

Mengapa?

59. Perencanaan pembelajaran apa saja

yang Bapak wajibkan guru fisika

untuk membuat? Mengapa?

60. Bagaimana cara Bapak agar guru

termotivasi membuat perencanaan

pembelajaran?

61. Apa tindakan Bapak jika ada guru

yang tidak membuat perencanaan

pembelajaran yang sesuai dengan

instruksi?

Indikator: Hasil Supervisi

Perencanaan Pembelajaran Guru

Fisika

62. Menurut Bapak, bagaimana kinerja

guru fisika dalam membuat

perencanaan pembelajaran saat ini?

63. Bagaimana Bapak mengetahui

kualitas perencanaan pembelajaran

yang dibuat guru fisika?

64. Bagaimaan upaya Bapak untuk

meningkatkan kualitas perencanaan

pembelajaran yang dibuat guru

fisika?

65. Sepengetahuan Bapak, apa

permasalahan yang dihadapi guru

fisika dalam perencanaan

pembelajaran?

66. Bagaimana Bapak mengetahui

permasalahan tersebut?

67. Upaya apa yang Bapak dan guru

Page 244: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

233

tersebut lakukan untuk mengatasi

permasalahan tersebut?

68. Seberapa efektif upaya tersebut

mampu mengatasi permasalahan

yang ada?

Pengawas Indikator: Teknis Supervisi

Perencanaan Pembelajaran

69. Bagaimana Bapak/Ibu mengevaluasi

perencanaan pembelajaran fisika di

SMAN 1 Singaraja?

Indikator: Hasil Supervisi

Perencanaan Pembelajaran 70. Menurut hasil pengawasan Bapak

selama ini, bagaimana perencanaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 yang dibuat

oleh guru fisika?

71. Berdasarkan hasil pengawasan yang

Bapak/Ibu lakukan selama ini,

adakah permasalahan atau kendala

yang beliau alami terkait

perencanaan pembelajaran berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

yang Bapak/Ibu temukan?

72. Upaya apa yang Bapak/Ibu dan guru

tersebut lakukan untuk mengatasi

permasalahan itu?

73. Seberapa efektif upaya tersebut

mampu mengatasi permasalahan

yang ada?

3 Pelaksanaan

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

Guru Indikator: Kegiatan Pendahuluan

74. Bagaimana cara Bapak/Ibu memulai

pembelajaran?

75. Bagaimana cara Bapak/Ibu

menciptakan suasana pembelajaran

yang menyenangkan?

76. Menurut pemahaman Bapak/Ibu, apa

perlu guru menyampaikan indikator

atau tujuan pembelajaran kepada

siswa? Mengapa?

77. Menurut pemahaman Bapak/Ibu, apa

perlu guru menyampaikan teknik

penilaian kepada siswa? Mengapa?

78. Bagaimana cara Bapak/Ibu

memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran?

Page 245: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

234

Indikator: Menggunakan Metode dan

Model Pembelajaran yang Sesuai

dengan Pendekatan Saintifik

79. Metode belajar apa saja yang sering

Bapak/Ibu terapkan? Bagaimana

Bapak/Ibu melakukannya?

80. Model pembelajaran apa saja yang

sering Bapak/Ibu terapkan?

Bagaimana Bapak/Ibu

melakukannya?

81. Bagaimana cara Bapak/Ibu

menentukan metode atau model

pembelajaran tersebut?

Indikator: Penerapan Pendekatan

Saintifik

82. Bagaimana cara Bapak/Ibu

merealisasikan pendekatan saintifik

dalam pembelajaran?

83. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek mengamati

pada pendekatan saintifik?

84. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek menanya

pada pendekatan saintifik?

85. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek mencoba

pada pendekatan saintifik?

86. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek menalar

pada pendekatan saintifik?

87. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek

mengkomunikasikan pada

pendekatan saintifik?

Indikator: Pemanfaatan Sumber dan

Media dalam Pembelajaran

88. Sumber belajar apa saja yang sering

Bapak/Ibu gunakan?

89. Media pembelajaran apa saja yang

Bapak/Ibu sering gunakan?

90. Apa pertimbangan Bapak/Ibu dalam

memilih sumber dan media

pembelajaran?

91. Bagaimana teknis Bapak/Ibu dalam

menggunakan media tersebut di

kelas?

92. Sumber belajar apa saja yang

digunakan siswa Bapak/Ibu dalam

pembelajaran? Menurut Bapak/Ibu,

bagaimana kualitas sumber belajar

Page 246: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

235

tersebut?

Indikator: Pelaksanaan Praktikum

93. Berapa kali Bapak/Ibu mengadakan

praktikum dalam satu minggu?

94. Apa pertimbangan yang Bapak/Ibu

gunakan dalam menentukan waktu

praktikum?

95. Bagaimana proses praktikum yang

Bapak/Ibu lakukan?

96. Bagaimana tindak lanjut hasil

praktikum yang Bapak/Ibu lakukan?

97. Adakah kendala yang Bapak/Ibu

hadapi dalam pelaksanaan

praktikum?

98. Upaya apa yang Bapak/Ibu lakukan

untuk mengatasi kendala tersebut?

Indikator: Pengembangan Aspek

Religius, sikap, pengetahuan, dan

keterampilan Siswa

99. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek religius

siswa?

100. Aspek sikap apa saja yang

Bapak/Ibu kembangkan pada diri

siswa? Mengapa?

101. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek sikap

tersebut?

102. Apa yang Bapak/Ibu lakukan jika

ada siswa yang tidak serius

mengikuti pembelajaran?

103. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek kognitif

siswa?

104. Bagaimana Bapak/Ibu

mengembangkan aspek psikomotor

siswa?

Indikator: Menutup Pembelajaran

105. Bagaimana Bapak/Ibu menutup

pembelajaran? Mengapa?

106. Apakah Bapak/Ibu selalu

memberikan kuis atau PR?

Mengapa?

107. Apakah Bapak/Ibu selalu

menyampaikan kepada siswa

rencana pembelajaran pertemuan

selanjutnya?

Page 247: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

236

Indikator: Permasalahan Pelaksanaan

Pembelajaran dan Solusi yang telah

Dilakukan

108. Permasalahan apa yang Bapak/Ibu

hadapi dalam pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013?

109. Bagaimana upaya Bapak/Ibu

mengatasi permasalahan tersebut?

110. Seberapa efesien upaya tersebut

berhasil mengatasi permasalahan

tersebut?

Siswa Indikator: Kondisi Fisik Pembelajaran

111. Berapa jam adik belajar fisika

dalam satu minggu?

112. Apakah pembelajaran fisika selalu

terisi dalam waktu satu minggu

tersebut?

113. Berapa jumlah siswa di kelas adik?

114. Bagaimana pengaturan tempat

duduk di kelas adik?

115. Apakah adik suka dengan

pengaturan tempat duduk tersebut?

Mengapa?

116. Apakah guru fisika adik pernah

mengatur sendiri tempat duduk

siswa? Mengapa?

117. Menurut adik, fasilitas pendukung

proses pembelajaran di sekolah

saat ini sudah cukup atau kurang?

Mengapa?

Indikator: Kegiatan Pendahuluan

118. Bagaimana cara guru fisika adik

memulai proses pembelajaran?

119. Apakah guru fisika adik selalu

memberikan pertanyaan yang

menantang di awal pembelajaran?

120. Apakah guru fisika adik selalu

mengaitkan materi pembelajaran

dengan materi sebelumnya atau

pengalaman keseharian siswa?

121. Apakah guru fisika adik selalu

menyapaikan urutan materi,

indikator, dan tujuan

pembelajaran?

122. Apakah guru adik selalu

menyampaikan manfaat belajar

materi fisika yang akan diajarkan?

Bagaimana beliau melakukannya?

Page 248: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

237

123. Apakah guru adik selalu

menyampaikan teknik penilaian

yang akan dilakukan?

124. Menurut adik, apakah

penyampaian urutan materi,

indikator, tujuan pembelajaran,

manfaat pembelajaran, dan teknik

penilaian itu perlu? Mengapa?

Indikator: Pemanfaatan Sumber

Belajar dan Media Pembelajaran

125. Buku apa yang adik dan teman-

teman gunakan dalam belajar

fisika?

126. Darimana adik memperoleh buku

tersebut?

127. Menurut adik, buku itu bagus atau

tidak? Mengapa?

128. Selain buku tersebut, adakah

sumber belajar lain yang adik

digunakan dalam pembelajaran

fisika?

129. Sepengetahuan adik, buku apa

yang digunakan oleh guru fisika

adik dalam pembelajaran?

130. Apakah materi dalam buku fisika

guru tersebut sesuai dengan materi

dalam buku fisika adik?

131. Selain buku, adakah sumber belajar

lainnya yang digunakan oleh guru

fisika adik saat mengajar di kelas?

Bagaimana beliau

menggunakannya?

132. Media pembelajaran apa yang

digunakan oleh guru fisika adik

pada saat pembelajaran? Seberapa

sering?

133. Bagaimana guru fisika adik

menggunakan media itu? Apakah

beliau mahir atau tidak? Apakah

beliau melibatkan siswa atau tidak?

134. Apakah media tersebut sesuai

dengan materi yang dipelajari?

135. Apakah adik lebih mengerti belajar

fisika dengan media tersebut?

Mengapa?

Indikator: Penerapan Pendekatan

Saintifik dalam Pembelajaran

136. Pernahkah guru fisika adik

menyuruh siswa untuk mengamati

Page 249: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

238

sesuatu dalam pembelajaran?

Seberapa sering? Bagaimana guru

melakukannya?

137. Pernahkah guru fisika adik

menyuruh siswa untuk mengajukan

pertanyaan dalam pembelajaran?

Seberapa sering? Bagaimana guru

itu melakukannya?

138. Bagaimana guru fisika adik

menanggapi jika ada siswa yang

bertanya atau menyampaikan

pendapat?

139. Pernahkah guru fisika adik

menyuruh siswa untuk melakukan

percobaan dalam pembelajaran?

Seberapa sering? Bagaimana guru

melakukannya?

140. Pernahkah guru fisika adik

menyuruh siswa untuk

menganalisis data hasil percobaan

dalam pembelajaran? Seberapa

sering? Bagaimana guru

melakukannya?

141. Pernahkah guru fisika adik

menyuruh siswa untuk

berbicara/berkomunikasi dalam

pembelajaran? Seberapa sering?

Bagaimana guru melakukannya

Indikator: Pelaksanaan Praktikum

142. Berapa kali adik praktikum fisika

di laboratorium dalam satu

minggu?

143. Bagaimana proses persiapan,

pelaksanaan, dan penilaian

praktikum fisika di laboratorium?

144. Bagaimana tindak lanjut dari hasil

praktikum tersebut?

145. Apakah adik dan teman-teman

suka dengan kegiatan praktikum

yang diadakan oleh guru fisika

adik? Mengapa?

146. Bagaimana ketersediaan alat dan

bahan praktikum di lab? Apakah

memadai?

147. Apakah pernah adik melakukan

praktikum fisika di kelas?

Mengapa?

Page 250: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

239

Indikator: Penguasaan Materi dan

Pengelolaan Pembelajaran

148. Bagaimana suasana belajar yang

diciptakan oleh guru fisika adik?

149. Apakah adik suka dengan suasana

belajar tersebut? Mengapa?

150. Pada saat guru fisika adik

mengajar, apakah adik dan teman-

teman bisa serius atau tertib

belajar? Mengapa?

151. Apa yang dilakukan oleh guru

fisika adik jika ada siswa yang

tidak serius dalam mengikuti

pembelajaran?

152. Apa adik sering berpartisipasi aktif

dalam pembelajaran? Mengapa?

153. Bagaimana cara guru fisika adik

memotivasi siswa untuk

berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran?

154. Bagaimana cara guru fisika adik

melaksanakan pembelajaran?

155. Metode apa yang diterapkan?

Ceramah atau kelompok?

Bagaimana sistemnya?

156. Apakah dalam mengajar, guru

fisika adik selalu mengaitkan

materi dengan fenomena atau

aplikasi dalam kehidupan sehari-

hari?

157. Apakah dalam mengajar, guru

fisika adik selalu memaparkan

materi secara sistematis (dari

mudah ke sulit, dari konkrit ke

abstrak)? Bagaimana beliau

melakukannya?

158. Bagaimana volume suara guru

fisika adik saat mengajar? Apakah

semua siswa di kelas dapat

mendengarkan dengan jelas?

159. Bagaimana bahasa lisan dan bahasa

tulis guru fisika adik? Apakah

dapat dimengerti oleh semua

siswa?

Indikator: Kegiatan Penutup

160. Bagaimana cara guru adik menutup

pembelajaran?

161. Pernahkah guru fisika adik

menyimpulkan hasil pembelajaran?

Page 251: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

240

Seberapa sering? Bagaimana guru

tersebut melakukannya?

162. Apakah guru fisika adik

menyampaiakan materi pelajaran

yang akan dipelajari pada

pertemuan selanjutnya?

163. Pernahkah guru fisika adik

memberikan evaluasi sebagai

tindak lanjut pembelajaran (seperti

kuis atau PR)? Seberapa sering?

Bagaimana guru tersebut

melakukannya? Apakah dinilai?

Apakah setelah dinilai,

dikembalikan?

164. Selain evaluasi berupa kuis dan

PR, sepengetahuan adik, apa lagi

yang dinilai oleh guru fisika adik?

Bagaimana beliau melakukannya?

Bagaimana tindak lanjut penilaian

tersebut?

Indikator: Permasalahan Pelaksanaan

Pembelajaran dan Solusi yang telah

Dilakukan

165. Menurut adik, permasalahan apa

yang dialami guru fisika adik

dalam pelaksanaan pembelajaran di

kelas?

166. Permasalahan apa yang adik dan

teman-teman alami dalam belajar

fisika berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013?

167. Pernahkah adik menyampaikan

permasalahan tersebut kepada guru

fisika adik? Bagaimana upaya guru

fisika adik mengatasi

permasalahan tersebut?

Kepala sekolah Indikator: Supervisi Pelaksanaan

Pembelajaran Fisika Berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

168. Bagaimana Bapak menentukan

jumlah siswa per kelas?

169. Bagaimana Bapak mengevaluasi

pelaksanaan pembelajaran yang

dilakukan guru fisika?

170. Berdasarkan hasil pengawasan

yang Bapak lakukan selama ini,

bagaimana pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 yang

dilakukan oleh guru fisika?

Page 252: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

241

Indikator: Problematika pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

171. Sepengetahuan Bapak,

permasalahan apa yang dihadapi

guru fisika dalam pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013?

172. Bagaimana Bapak mengetahui

permasalahan pelaksanaan

pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

yang dihadapi guru?

173. Upaya apa yang Bapak lakukan

untuk mengatasi permasalahan

tersebut?

174. Seberapa efektif upaya tersebut

mampu mengatasi permasalahan

yang ada?

Pengawas Indikator: Teknis Supervisi

Pelaksanaan Pembelajaran Fisika

Berbasis Standar Proses Kurikulum

2013

175. Bagaimana Bapak/Ibu

mengevaluasi pelaksanaan

pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013 di

SMAN 1 Singaraja?

176. Menurut hasil pengawasan Bapak

selama ini, bagaimana pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 yang guru

fisika lakukan?

Indikator: Problematika pelaksanaan

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

177. Berdasarkan hasil pengawasan

yang Bapak/Ibu lakukan selama

ini, adakah permasalahan atau

kendala yang beliau alami terkait

pelaksanaan pembelajaran berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013

yang Bapak/Ibu temukan?

178. Upaya apa yang Bapak/Ibu dan

guru tersebut lakukan untuk

mengatasi permasalahan itu?

179. Seberapa efektif upaya tersebut

mampu mengatasi permasalahan

yang ada?

Page 253: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

242

4 Evaluasi

pembelajaran

berbasis Standar

Proses Kurikulum

2013

Guru Indikator: Penilaian Aspek

Pengetahuan

180. Bagaimana cara Bapak/Ibu menilai

hasil belajar aspek kognitif siswa?

181. Tes apa yang Bapak/Ibu gunakan

untuk menilai hasil belajar aspek

kognitif siswa? Bagaimana

Bapak/Ibu melakukannya?

Instrumen apa yang digunakan?

182. Beberapa jenis tes yang biasanya

Bapak/Ibu gunakan untuk

mengukur 1 KD aspek kognitif

siswa?

183. Pertimbangan apa yang Bapak/Ibu

gunakan dalam memilih jenis tes

tersebut?

184. Seberapa efektif tes itu mampu

mengukur hasil belajar aspek

kognitif siswa?

185. Bagaimana cara Bapak/Ibu

mengolah nilai akhir aspek kognitif

per KD siswa?

186. Tindak lanjut apa yang Bapak/Ibu

lakukan berdasarkan data hasil

penilaian kognitif tersebut?

Indikator: Penilaian Aspek Sikap

187. Bagaimana cara Bapak/Ibu menilai

hasil belajar aspek afektif siswa?

188. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan

penilaian observasi? Kapan?

Bagaimana Bapak/Ibu

melakukannya? Instrumen apa

yang digunakan?

189. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan

penilaian diri? Kapan? Bagaimana

Bapak/Ibu melakukannya?

Instrumen apa yang digunakan?

190. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan

penilaian teman sejawat? Kapan?

Bagaimana Bapak/Ibu

melakukannya? Instrumen apa

yang digunakan?

191. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan

penilaian jurnal? Kapan?

Bagaimana Bapak/Ibu

melakukannya? Instrumen apa

yang digunakan?

192. Pertimbangan apa yang Bapak/Ibu

gunakan dalam memilih jenis tes

afektif tersebut?

Page 254: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

243

193. Seberapa efektif tes itu mampu

mengukur hasil belajar aspek

afektif siswa?

194. Bagaimana Bapak/Ibu mengolah

hasil penilaian akhir aspek afektif

siswa per KD?

195. Tindak lanjut apa yang Bapak/Ibu

lakukan berdasarkan data hasil

penilaian afektif siswa?

Indikator: Penilaian Aspek

Keterampilan

196. Bagaimana cara Bapak/Ibu menilai

hasil belajar aspek psikomotor

siswa?

197. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan

penilaian kinerja? Kapan?

Bagaimana Bapak/Ibu

melakukannya? Instrumen apa

yang digunakan?

198. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan

penilaian proyek? Kapan?

Bagaimana Bapak/Ibu

melakukannya? Instrumen apa

yang digunakan?

199. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan

penilaian portofolio? Kapan?

Bagaimana Bapak/Ibu

melakukannya? Instrumen apa

yang digunakan?

200. Pertimbangan apa yang Bapak/Ibu

gunakan dalam memilih jenis tes

psikomotor tersebut?

201. Seberapa efektif tes itu mampu

mengukur hasil belajar aspek

psikomotor siswa?

202. Bagaimana Bapak/Ibu mengolah

hasil penilaian akhir aspek

psikomotor siswa per KD?

203. Tindak lanjut apa yang Bapak/Ibu

lakukan berdasarkan data hasil

penilaian psikomotor siswa?

Indikator: Remidi dan Pengayaan

204. Apakah Bapak/Ibu menyampaikan

semua hasil penilaian tersebut

kepada siswa? Mengapa?

205. Tindak lanjut apa yang Bapak/Ibu

lakukan jika ada siswa yang nilai

kognitif, afektif, dan atau

psikomornya di bawah KKM?

Page 255: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

244

206. Bagaimana sistem remidi yang

Bapak/Ibu terapkan?

207. Apakah Bapak/Ibu nilai kembali

hasil remidi siswa?

208. Bagaimana jika seandainya nilai

remidi siswa juga di bawah KKM?

209. Kemudian bagaimana dengan

siswa yang nilainya sudah

memenuhi KKM? Apakah

Bapk/Ibu memberikan pengayaan?

210. Bagaimana teknis pengayaan yang

Bapak/Ibu berikan?

211. Apakah Bapak/Ibu melaporkan

semua hasil penilaian tersebut

kepada kepala sekolah?

Indikator: Problematika Evaluasi

Pembelajaran dan Solusinya

212. Secara keseluruhan, permasalahan

apa yang Bapak/Ibu hadapi dalam

menilai hasil belajar kognitif,

afektif, dan psikomotor siswa?

213. Bagaimana upaya Bapak/Ibu

mengatasi permasalahan tersebut?

Adakah pihak lain yang ikut

memberikan solusi terhadap

permasalahan tersebut?

214. Seberapa efektif upaya tersebut

mampu mengatasi permasalahan

yang ada?

215. Apakah Bapak/Ibu melaporkan

permasalahan tersebut kepada

kepala sekolah dan pengawas?

216. Tindak lanjut apa yang beliau

lakukan?

Siswa Indikator: Penilaian Aspek

Pengetahuan

217. Bagaimana guru fisika adik

melakukan penilaian hasil belajar

kognitif siswa?

218. Apakah guru adik pernah

mengadakan penilaian tertulis?

Kapan? Seberapa sering?

Bagaimana teknisnya?

219. Apakah guru fisika adik pernah

mengadakan penilaian lisan?

Kapan? Seberapa sering?

Bagaimana teknisnya?

Indikator: Penilaian Aspek Sikap

220. Apakah guru fisika adik pernah

Page 256: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

245

mengadakan penilaian observasi?

Kapan? Seberapa sering?

Bagaimana teknisnya?

221. Apakah guru fisika adik pernah

mengadakan penilaian diri?

Kapan? Seberapa sering?

Bagaimana teknisnya?

222. Apakah guru fisika adik pernah

mengadakan penilaian teman

sejawat? Kapan? Seberapa sering?

Bagaimana teknisnya?

223. Pada saat guru fisika menyuruh

adik melakukan penilaian diri dan

penilaian teman sejawat, apakah

adik dan teman2 serius

melakukannya? Mengapa?

Indikator: Penilaian Aspek

Keterampilan

224. Apakah guru fisika adik pernah

mengadakan penilaian kinerja?

Kapan? Seberapa sering?

Bagaimana teknisnya?

225. Apakah guru fisika adik pernah

mengadakan penilaian proyek?

Kapan? Seberapa sering?

Bagaimana teknisnya?

226. Apakah guru fisika adik pernah

mengadakan penilaian portofolio?

Kapan? Seberapa sering?

Bagaimana teknisnya?

Indikator: Remidi dan Pengayaan

227. Apakah guru fisika adik

menyampaikan semua hasil

penilaian tersebut? Mengapa?

Bagaimana guru tersebut

melakukannya?

228. Apakah adik perlu mengetahui

semua hasil penilaian tersebut?

Mengapa?

229. Apa yang dilakukan guru adik jika

ada siswa yang nilainya belum

memenuhi KKM? Bagaimana dia

melakukannya?

230. Apa yang dilakukan guru adik

untuk siswa yang nilainya telah

memenuhi KKM? Bagaimana dia

melakukannya?

Page 257: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

246

Indikator: Problematika Evaluasi

Pembelajaran dan Solusi yang telah

Dilakukan

231. Menurut adik dan teman-teman,

bagaimana kualitas penilaian hasil

belajar yang dilakukan guru fisika

adik? Mengapa?

232. Permasalahan apa yang adik alami

terkait dengan penilaian

pembelajaran yang dilakukan guru

fisika adik?

233. Bagaimana upaya adik mengatasi

permasalahan tersebut? Apakah

adik menyampaikan ke guru fisika

adik? Bagaimana beliau

menanggapi?

Kepala sekolah Indikator: Supervisi Evaluasi

Pembelajaran Fisika Berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

234. Bagaimana proses penilaian hasil

belajar dalam pembelajaran fisika

di sekolah Bapak?

235. Apa Bapak mewajibkan proses

penilaian tersebut untuk semua

guru fisika?

236. Bagaimana Bapak mengevaluasi

penilaian hasil belajar yang

dilakukan guru fisika?

237. Apakah guru melaporkan hasil

belajar fisika siswa kepada Bapak?

238. Tindak lanjut apa yang Bapak

lakukan terhadap hasil belajar

tersebut?

239. Menurut Bapak, bagaimana

penilaian hasil belajar yang

dilakukan guru fisika saat ini?

Indikator: Problematika Evaluasi

Pembelajaran Fisika Berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 240. Sepengetahuan Bapak,

permasalahan apa yang dihadapi

guru dalam menilai hasil belajar

siswa?

241. Upaya apa yang Bapak lakukan

untuk mengatasi permasalahan

tersebut?

242. Seberapa efektif upaya tersebut

mampu mengatasi permasalahan

yang ada?

Page 258: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

247

Pengawas Indikator: Supervisi Evaluasi

Pembelajaran Fisika Berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

243. Bagaimana Bapak/Ibu

mengevaluasi evaluasi

pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013?

244. Menurut hasil pengawasan Bapak

selama ini, bagaimana evaluasi

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 yang

dilakukan guru fisika?

Indikator: Problematika Evaluasi

Pembelajaran Fisika Berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013

245. Berdasarkan hasil pengawasan

yang Bapak/Ibu lakukan selama

ini, adakah permasalahan atau

kendala yang guru fisika alami

terkait evaluasi pembelajaran

berbasis Standar Proses Kurikulum

2013?

246. Upaya apa yang Bapak/Ibu dan

guru tersebut lakukan untuk

mengatasi permasalahan itu?

247. Seberapa efektif upaya tersebut

mampu mengatasi permasalahan

yang ada?

Page 259: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

248

Transkrip Wawancara Satu dengan Guru A

Kode : Wan/D1/GA/18-04-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Guru A

Hari/Tanggal : Sabtu, 18 April 2015

Tempat : Ruang Tunggu SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Okay, Pak. Topik wawancara hari ini tentang gambaran umum

pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dan pemahaman guru

terhadap standar proses pembelajaran Kurikulum 2013. Tapi sebelum

itu, saya ingin menetahui biodata Bapak terlebih dahulu. Bapak

lulusan UNDIKSHA tahun berapa?”

Guru A : “Apanya ni?”

Peneliti : “Tahun lulusnya, Pak.”

Guru A : “Saya S1-nya tahun 2002. Terus S2-nya tahun 2011.”

Peneliti : “Bapak udah mengajar berarti berapa tahun tu?”

Guru A : “Saya dari 2003 sampai sekarang. Berapa tahun tu? 12 tahun.”

Peneliti : “Saat ini Bapak menjadi ketua MGMP di sini?”

Guru A : “Iya, ee.”

Peneliti : “Ketua MGMP itu khusus sekolah apa gimana?”

Guru A : “Khusus sekolah. Iya. Ada juga MGMP kabupaten, kan?”

Peneliti : “Iya. Kemudian untuk gambaran umum pembelajarannya. Jumlah guru

fisika saat ini ada berapa?”

Guru A : “Enam orang.”

Peneliti : “Terus yang sertifikasi?”

Guru A : “Sertifikasi 5, yang tidak 1.”

Peneliti : “Terus dari semua guru itu, yang S1?”

Guru A : “Satu orang aja yang tersisa. Yang lainnya sudah S2.”

Peneliti : “Jumlah kelas MIA-nya di sini?”

Guru A : “Kelas X, XI, XII?”

Peneliti : “Iya, Pak.”

Guru A : “X, 9 kelas. Kelas XI-nya, 8. Kelas XII-nya, 8.”

Peneliti : “Itu dengan jumlah kelas MIA segitu, teknis pembagian jam mengajar

untuk guru fisika itu bagaimana, Pak?”

Guru A : “Semeentara ini kan kita jadwalnya aman karena ada kepala sekolah

sama wakasek. Kalau nggak ada itu, kekurangan jam pasti. Tapi untuk

sekarang, kita bagi, rata-rata guru memegang dua angkatan kita

kesepakatannya. Misalnya saya kelas XII dan kelas XI. Ada yang

kelas XI sama kelas X. Kecuali bapak kepala sekolah yang hanya satu

angkatan.”

Peneliti : “Kalau misalnya kepala sekolah full ngajar, berarti kekurangan jam

berarti, ya?”

Lampiran 3.2

Page 260: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

249

Guru A : “Iya. Kepala sekolah kan cuman 6 jam, wakasek cuma 12 jam.”

Peneliti : “Oh, wakaseknya guru fisika?”

Guru A : “Iya. Pak Sudana, wakaseknya.”

Peneliti : “Untuk jumlah jam pelajaran fisika per minggu, itu berbeda antara kelas

X, kelas XI, dan kelas XII?”

Guru A : “Kelas X sama kelas XI sekarang 4 jam, sesuai dengan Kurikulum

2013. Kalu kelas XII itu 5 jam.”

Peneliti : “Kelas XII-nya itu masih KTSP, ya?”

Guru A : “KTSP. Makanya setelah mereka bubar, tahun depan mati fisikanya.

Hilang jamnya 8 jam.”

Peneliti : “Oh, kok gitu, Pak?”

Guru A : “Men dari 5 jam sekarang kelas XII kan 4 jam juga, kelas X 4 jam,

kelas XI 4 jam. Berarti 8 jam hilang. Pasti dah kekurangan jam tahun

depan. Baru dari kelas. Kalau misalnya dari wakasek bubar, gag ada

wakasek dari fisika, hilang lagi jamnya 12. Setelah itu, kepala lab kan

tidak diakui sekarang, hanya satu kepala lab, hilang lagi 12 jam. Buk

Suarti sekarang kepala lab, jadi aman, kan? Nggak kepala lab, hilang

12 lagi. Sehingga totalnya tahun depan kita kekurangan 44 jam.

Berarti gurunya harus keluar ngajar.”

Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”

Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita nyiapin

administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang nggak wajib itu,

kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi, perencanaan, meriksa

ulangan, itu nggak terhitung pekerjaannya.”

Peneliti : “Kalau tempat pembelajaran fisika biasanya dimana?”

Guru A : “Di kelas sama di lab.”

Peneliti : “Nggak ada lagi di luar itu?”

Guru A : “Di lab komputer kadang. Kan kadang kayak Buk Rusmila sering

makek, dia sering ngajarnya dengan pembelajaran online kan,

sehingga tesnya harus online juga, sehingga siswanya dibawa ke lab

komputer.”

Peneliti : “Berarti fasilitas pembelajarannya salah satunya penggunaan ICT itu ya,

Pak?”

Guru A : “Ya ICT, ada, lab juga nggak terlalu lengkap sih. Tapi, ya lumayan

memenuhi untuk praktikum dasar.”

Peneliti : “Rombongan belajar per kelas itu berapa, Pak? Berapa jumlah

siswanya?”

Guru A : “Rata-rata 32. Tapi di kelas XI ada yang 36.”

Peneliti : “Itu sudah memenuhi standar?”

Guru A : “SNP itu 32. Ya, kalau rata-rata sih memenuhi, tapi untuk beberapa

kasus kayak kelas yang saya ajar 36 gitu, itu karena MIA1 sama

MIA2 emang dibatasin jumlahnya. 28 ya maksimum, sehingga yang

Page 261: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

250

lebih-lebih dioper ke kelas saya. Kalau kelas XII antara 30 sampai 32,

kelas X juga.”

Peneliti : “Berarti pembelajaran fisika saat ini menggunakan standar proses

Kurikulum 2013 ya, Pak?”

Guru A : “Ya, ee, K13.”

Peneliti : “Sejak kapan Bapak menerapkan pembelajaran fisika berbasis standar

proses Kurikulum 2013?”

Guru A : “Saya ngajar Kurikulum 2013 baru tahun ini karena tahun-tahun

sebelumnya full kelas XII saya, sehingga saya juga masih meraba-

raba, ya.”

Peneliti : “Dari mana Bapak dapat pengetahuan tentang konsep pembelajaran

berbasis standar proses Kurikulum 2013?”

Guru A : “Oh itu baca dari Permennya, kan. Setelah itu, ada workshop, dan baca-

baca aja.”

Peneliti : “Workshop itu dari sekolah apa Bapak sendiri mengikuti?”

Guru A : “Yang dari sekolah ada. Kemudian ada workshop dari pusat.”

Peneliti : “Diwajibkan sama kepala sekolah ikutnya, Pak?”

Guru A : “Wajib, karena workshop Kurikulum kan setiap tahun memang ada.

Setelah itu, memang dipanggil kan semua guru untuk pelatihan. Kalau

dari pusat untuk semua guru.”

Peneliti : “Tempat workshopnya dimana kalau yang dari pusat itu?”

Guru A : “Yang dari pusat tergantung ini sih, gelombang. Kalau saya dapetnya di

Singaraja waktu itu kebetulan, enak. Ada temen dapet di Negara.”

Peneliti : “Bapak punya teks panduan tentang pembelajaran berbasis Kurikulum

2013?”

Guru A : “Lengkap sih enggak, ada pokoknya. Karena workshop yang di pusat

juga nggak ngasih buku, kan.”

Peneliti : “Darimana Bapak dapat panduan itu?”

Guru A : “Download, lah.”

Peneliti : “Terus berperan nggak panduan itu, Pak?”

Guru A : “Itu yang memang acuan kita sekarang, kayak yang dari Permen 81A

berubah jadi Permen 103, yang gitu.”

Peneliti : “Pelatihan Bapak sudah berapa kali pernah ikut?”

Guru A : “Totalnya kalau yang di sekolah dua kali. Pusat sekali. Jadi tiga kali.”

Peneliti : “Gimana peran workshop itu terhadap pengetahuan Bapak tentang

Kurikulum 2013?”

Guru A : Workshop sih dominan ngasi bagaimana melakukan evaluasi,

dominannya, ya. Karena masalah utama guru, kalau guru IPA,

sebenernya kan, ya pendekatan saintifik sudah biasa. Tapi yang

masalah itu, bagaimana melakukan evaluasi, bagaimana menyusun

rubriknya, bagaimana melaksanakannnya. Orang pusat enak

Page 262: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

251

ngomong, lakukan ini, lakukan itu, coba deh dengan alokasi waktu

segitu, dengan jam mengajar segitu, bisa nggak?”

Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian, menurut Bapak, kenapa KTSP tu diganti

dengan K13?”

Guru A : “Sebenernya hampir sama-sama menekankan pada kompetensi orang

sih. Cuma di Kurikulum 2013 kan lebih menekankan pada proses

pembentukan kepribadian sebenernya. Di KTSP, kalau nggak salah di

situ juga dibentuk kepribadian, tapi di situ tidak diminta secara

eksplisit untuk menilai kepribadian orang. Kalau di K13, memang

sudah jelas diminta.”

Peneliti : “Berarti itu perbedaannya?”

Guru A : “Yang lain, kalau guru IPA mungkin nggak terasa. Tapi bagi orang IPS,

proses belajarnya jadi berbeda kayak gitu. Tapi kita biasa aja, kan?

Saya sering pakek problem based learning, ya yang paling sering sih,

Proyek based learning juga, yang biasa kita lakukan. Jadi, ada

Kurikulum 2013 yang merekomendasikan tiga model, kan? Problem

based learning, inquiry, sama Proyek. Ya udah, udah biasa bagi guru

IPA. Ya, walaupun tidak setiap pembelajaran mereka laksanakan.”

Peneliti : “Karakteristik pembelajaran berbasis standar proses Kurikulum 2013 itu

seperti apa?”

Guru A : “Itu lebih menekankan pada ini, proses mendapatkan pengetahuan

secara saintifik, itu aja sebenernya. Kan semua proses pembelajaran

kayak menanya, mengeksplor, yang kayak-kayak gitu,

mengkomunikasikan, itu sebenernya udah pendekatan, apa ya

namanya, sikap ilmiah itu kan sebenarnya. Lebih ditekankan di situ

aja sih sebenernya.”

Peneliti : “Apa perbedaannya dengan yang KTSP, Pak?’

Guru A : “Penilaian yang banyak berubah. Kalau proses pembelajarannya, ya itu-

itu aja. Di KTSP saya pakek problem based, ya di sini juga problem

based. Cuman mungkin lebih detail dieksplisitkan dia ke gininya. Itu

sih aja sebenarnya.”

Peneliti : “Dalam pembelajaran, Bapak kan pakek pendekatan saintifik, ya?

Bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik itu,

Pak?”

Guru A : “Sebenernya dimulai dari cara berpikir orang IPA kan. Mereka ada

masalah, kemudian mereka menanya, kemudian merumuskan

hipotesis, kemudian mengeksplor sumber-sumbernya, kemudian

mereka mengelaborasi, setelah itu mereka mengkomunikasikan, kan.

Eh, asosiasi, terus dia komunikasi. Kayak gitu aja sih sebenernya

proses pembelajarannya. Jadi, lebih cenderung membentuk pola

berpikir secara ilmiah. Kalau dilihat kan, secara filsafat kan ada.

Page 263: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

252

Sehingga, 5E pun tetep bisa diterapkan, kan. Kan sebenernya

langkahnya itu. Itu apa, ya? Learning cycle, ya? Ya, di situ.”

Peneliti : “Berarti di KTSP juga sebenarnya sudah ada?”

Guru A : “Sudah ada, cuma tidak eksplisit diomongin kayak gitu, itu aja

sebenernya. Padahal kayak elaborasi, apa lagi? Konfirmasi, ya yang

kayak itu sebenernya kan learning cycle, yang tercover di pendekatan-

pendekatan orang IPA.”

Peneliti : “Iya. Ini Pak sekarang tentang perbedaan perencanaan KTSP dan K13.

Menurut pemahaman Bapak, gimana sebernya perbedaan perencanaan

pembelajaran K13 dengan KTSP?”

Guru A : “K13 lebih detail dia,”

Peneliti : “Apanya yang lebih detail, Pak?”

Guru A : “Perencanaanya detail banget, memang sudah diarahkan polanya.

Misalnya, sudah direkomendasikan tiga model, seperti tadi, kan.

Walaupun tidak dilarang model yang lain. Tapi minimal model-model

itu memunculkan langkah-langkah yang diminta oleh pendekatan

saintifik.”

Peneliti : “Kalau di KTSP itu tidak ada?”

Guru A : “Tidak merekomendasikan model dia. Dalam K13, yang detail itu

penilaian sebenernya. Ada KI, KD, saya pikir sama aja sih

sebenernya, hanya mereka cuma meminta, oh standar output kita

kayak gini, sehingga ini kompetensi inti yang harus dikuasai.”

Peneliti : “Teknis pembuat silabus sama RPP di K13?”

Guru A : “Silabus kita nggak bikin. Silabus sudah ada.”

Peneliti : “Sudah disiapkan dari pusat ya, Pak? RPP baru dibuat, ya?”

Guru A : “Iya. RPP nya dibuat.”

Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”

Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD gitu, terus

gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh ini level-nya

sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin indikator. Setelah itu

kita cek, kita lihat pengalaman belajar yang bisa diperoleh kayak apa.

Udah tau pengalaman belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan.

Tau tujuan baru bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang

paling kunci di situ di pemetaan KI-KD.”

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”

Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak gitu

bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran indikatornya

harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh sampai C3 aja, gitu

kan. Indikator kan kita yang kembangin.”

Peneliti : “Kalau KD kan udah ada di silabus ya, Pak?’

Guru A : “KD udah diisi, kan. Tapi kita juga harus tahu, oh ini level-nya sampai

di sini dia mintanya. Jadi, minimal kita ngajarnya sampai di level itu,

Page 264: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

253

nggak boleh di bawah itu. Kalau lebih boleh, tapi pengayaan, kan

gitu.”

Peneliti : “Itu bedanya sama KTSP napi, Pak?”

Guru A : “KTSP ada juga sih pementaan, apa namanya, SK-KD ya. Kayaknya

hanya beda istilah, sih. Mungkin ini perasaan saya, perasaan orang

IPA kayak gitu. Karena tidak ada beda jauh, sih. Sekarang ada KI-KD,

ya dulu ada SK-KD, kan. Cuma SK-KD tidak terlalu menekankan

pada faktor ketuhanan sama faktor sikap. Sedangkan sekarang sudah

ditentukan.”

Peneliti : “Nah, dalam dalam membuat RPP K13 kan ada beberapa prinsip tu,

Pak. Itu sama apa beda dengan KTSP?”

Guru A : “Waduh, yang kayak gitu saya nggak terlalu tahu, tu.”

Peneliti : “Yang kayak gini tu, memperhatikan perbedaan individu siswa, yang

kayak gitu tu, Pak.”

Guru A : “KTSP ada juga kok, sehingga di level kepala sekolah, yang di rubrik

supervisi selalu muncul itu. Sebenernya ada semua sebenernya.”

Peneliti : “Sama berarti, ya?”

Guru A : “Iya. Cuman sangat sulit diterapkan. Okelah kita ngomongin

memperhatikan perbedaan individu, entar ngajarnya, problem based

masih bisa mengakomodir. Tapi kalau inquiry, susah banget

mengakomodir perbedaan individu. Kalau problem based dan Proyek

based, ada orang yang kemampuan analisisnya bagus, dia bakal

ngurusin proposal sampai pengerjaan disain, apa-apa. Orang yang

kemampuan komunikasinya bagus bakal ngurusin presentasi. Orang

yang kemampuan psikomotornya bagus mungkin bakal ngerjain

ininya, kayak gitu. Tapi kalau inquiry lebih cenderung agak susah juga

mengakomodir perbedaan individu. Kecuali, ya, kalau misalnya

kelasnya disusun berdasarkan memampuan individu. Jadi, bisa

diakomodir. Kalau kelas ini kayak gini, kelas itu kayak gitu. Tapi

kalau di dunia nyata nggak bakal bisa bikin RPP. Karena nggak

mungkin guru sediakan RPP untuk kelas ini, kelas itu.”

Peneliti : “Berarti sama RPP untuk jenjang angkatan yang sama, ya?”

Guru A : “Ya pasti kayak gitu. Tapi nanti di pelaksanaannya akan berbeda.”

Peneliti : “Dari segi komponen RPP, ada perbedaan, Pak, antara K13 dengan

KTSP?”

Guru A : “Adalah. Jelas. KI-KD itu yang pertama. Setelah itu, yang berdasarkan

yang baru itu kan ada prinsip, konsep, fakta, itu harus muncul dengan

detail untuk yang Kurikulum 2013. Kalau KTSP kan materi aja.

Kemudian apa lagi, ya? Tujuan sama persis. Kalau langkah

pembelajaran tergantung model yang dipilih gurunya, kan.

Penilaiannya yang berbeda jauh. Sangat jauh dan sangat berat.”

Page 265: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

254

Peneliti : “Berdasarkan pemahan Bapak, secara ideal ini Pak, ya, gimana

sebenernya tindak guru dalam membuka pembelajaran yang ideal

seperti tuntutan Kurikulum 2013 itu, Pak?”

Guru A : “Saya memandangnya Kurikulum 2013 itu harus bisa menggabungkan

dunia nyatanya siswa sama level ilmunya. Sehingga kadang guru tu

harus berpikir, ini munculnya dimana, sih? Sehingga, nggak muncul

pertanyaan kayak di jaman dulu. Jaman dulu, oh keweh-kweh

melajahin fisika sing dadi anggon meli baas (sulit-sulit mempelajari

fisika, tidak bisa digunakan untuk membeli beras). Sehingga, guru

harus mikirin, ini cocoknya dimana, sih.”

Peneliti : “Berarti dengan itu, di pembukaan disampaikan manfaat

pembelajarannya berarti, ya?”

Guru A : “Oh, nggak itu kan di awal. Kalau orang bilang kan apersepsi. Di

apersepsi harus muncul tu. Itu yang akan membuat siswa tertarik sama

pelajaran. Kalau apersepinya ada yang masih inget sama materi ini?

Alah! Coba ditanya kalau misalnya ngomongin fluida, kenapa sih

kalau saya punya pesawat terbang bentuknya kayak gini, tapi kalau

saya punya F1 bentuknya kayak gini? Kan jadinya mereka yang

pertama, kenapa ni, ya udah, kenapa pasti muncul tebakan, setelah

muncul tebakan mereka bakal ngeksplor bener nggak tebakannya,

setelah ngeksplor, mereka komunikasikan, konfrontasi lagi sama

temen-temen, setelah itu ada asosiasinya, setelah itu komunikasiin

lagi, jalan prosesnya. Tapi kalau mereka nggak nyambung, oh

Bernoulli, oh ya, ee, tekanan F/A udah, ngapain saya belajar ini gitu,

nggak ada. Pasti prosesnya balik lagi, ya gurunya yang dominan,

gitu.”

Peneliti : “Berarti pembelajarannya kontekstual harus ya, Pak?”

Guru A : “Kontekstual menurut saya adalah sesuatu yang penting. Karena

siswanya jadi belajar, oh saya belajar supaya ngerti ini, bukan saya

belajar supaya besok dapet ulangan segini. Kan itu yang sebenernya.”

Peneliti : “Nah, di kegiatan inti bagaimana idealnya, Pak?”

Guru A : “Kalau dalam Kurikulum 2013, ya kayak tadi, ada proses menanya,

kemudian mengeksplorasi materinya, sesuai dengan pendektan

saintifik yang diminta tadi. Eksplorasi, asosiasi pengetahuan, selain itu

ada komunikasinya, jadi yang dibangun itu bukan hanya kemampuan

kognitif siswa, tapi juga kemampuan sosialisasinya, yang muncul

lewat komunikasi. Terus, melakukan sesuatu juga muncul di situ pada

saat mereka mengeksplor, kan. Mengeksplor kan nggak selamanya

cuma membaca, kayak kemarin saya di kelas kan ada siswanya

nanyak, boleh saya pakek internet? Boleh, saya bilang, kenapa nggak.

Jadi, banyak hal yang bisa dimunculin di situ.”

Peneliti : “Terus model pembelajaran yang digunakan?”

Page 266: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

255

Guru A : “Yang recommended tiga dari pusat. Cuma saya juga kadang-kadang

makek STAD, cuma kadang-kadang nggak terlalu pas sama yang

diminta. Itu kan masih peralihan antara teacher centered menjadi

student centered, kan. Tergantung sama karakter materi dan karakter

kelas, sih.”

Peneliti : “Itu yang dijadikan acuan ya dalam memilih model pembelajaran?”

Guru A : “Makanya sekarang saya ngajar IPA6, gimana ngajarinnya, siswanya

kondisinya kayak gitu. Ngitungnya aja nggak bagus, kemampuan

bernalarnya nggak terlalu bagus, tapi kalau mereka dikasi ngerjain

sesuatu, kayak kemarin saya kasi kontes eskavator, mereka gila-gilaan

bikinnya, gitu. Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida.

Membuat sejenis prototype, tapi harus, kalau yang umum kan

biasanya bikin prototype aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes,

dalam rentang waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.

Kalau tantangan kan mereka mikir, gimana caranya dalam waktu ini

bisa selesai.”

Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian bagaimana bentuk pendekatan saintifik yang

ideal dalam pembelajaran?”

Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir proses

berpikir dulu, yang memungkin dia membentuk sikapnya melalui

kegiatan ilmiah. Dari kegiatan ilmiah, sikapnya juga berubah,

membentuk skill komunikasi. Setelah itu, mengembangkan

kemampuan sosial siswa melalui kegiatan pembelajaran. Jadi,

kegiatan pembelajaran bukan hanya untuk proses berpikir, tapi juga

mengakomodasi kemampuan sosial. Yang umum, kan kalau sekolah

bagus, biasanya kemampuan sosialnya tidak terlalu bagus, karena

mereka bersaing. Ngapain saya bagi ilmu sama dia, entar dia ikutan

pintar, saya disalip, dong. Itu yang kita kikis kan, sehingga di sini

yang dominan mereka balik ke kelompok, kayak gitu. Skill sosial, skill

komunikasi, mengerjakan sesuatu, itu harus dikembangkan.”

Peneliti : “Religius itu bagaimana caranya? Bisa dikembangkan dengan

pendekatan saintifik, Pak?”

Guru A : “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius, karena pusat

melihatnya, religius siswa dikembangkan dengan berdoa sebelum

belajar, saya nggak, gitu. Saya berpikir berbeda. Karakter religius

manusia itu nggak hanya berdoa, religius antara manusia dengan

Tuhan, nggak. Saya ngeliatnya, religius yang dibangun, kayak apa ya,

misalnya kita belajar cahaya, kalau kita ngomongin pemantulan, ada

dua jenis pemantulan, pemantulan teratur, dan pemantulan hamburan,

kan? Itu saya giniin, misalnya banyangin kalau nggak ada pemantulan

tipe hamburan, semua pemantulan teratur, terus ada lubang satu di

Page 267: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

256

situ, terangnya ada dimana aja, gitu? Ya di situ aja, kan? Saya

ngeliatnya kayak gitu.”

Peneliti : “Sehingga siswanya bersyukur dia, Pak?”

Guru A : “Iya. Bukan dengan, mari kita berdoa sebelum memulai pelajaran biar

selamat, ah itu urusan pelajaran agama lah bagi saya. Tapi, hal yang

lebih riil biasa dilakukan manusia dalam wujudnya sebagai makhluk

ciptaan Tuhan, bukan hanya hubungan manusia sama Tuhan, manusia

sama manusia juga religius kan, berbuat baik sama orang lain, juga

religius. Kalau saya lihat sebagian besar mahasiswa SM3T juga kayak

gitu, mari kita berdoa. Level religiusnya orang Indonesia sampai

berdoa, gitu, jadi rajin berdoa udah religius. Kalau orang sering

membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan orang religius, gitu?”

Peneliti : “Nah, untuk penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan K13 itu

bagaimana, Pak?”

Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum materi sih

sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan, sebelum mereka

evaluasi. Cuman kita juga harus mengingatkan kembali, me-refresh

kembali, tadi kita belajar apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus

memberikan preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa

datang ke kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini guru

bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik, oh ini lo

yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke kelas. Kaya bawa

gelas kosong tunggu dituangin aja nih, diisi apapun okay, gitu. Nggak

kayak gitu.”

Peneliti : “Terus selain itu, ada nggak Pak, yang kayak memberikan refleksi, kuis,

gitu?”

Guru A : “Refleksi masih bagian inti, kan. Inti dia masuk, ya. Penutup itu hanya

menutup pembelajaran. Refleksi itu, bisa diberikan, ya kayak ngasi PR

gitu. Cuman kalau kuis sih menurut saya bagian inti, bagian inti pada

evaluasi. Kan bikin simpulan dulu, hari ini materinya ini, kayak

gimana konsepnya, setelah itu tes. Kan harus ada kesepakatan dulu,

harus ada kesamaan persepsi di kepala siswa, baru di evaluasi. Setelah

dievaluasi, terus kita tutup, gitu. Jadi, menurut saya evaluasi bukan

bagian dari penutup.”

Peneliti : “Nika ada perbedaannya dengan KTSP penutupan di K13?

Guru A : “Nggak ada, sih.”

Peneliti : “Sekarang dari segi penilaian, Pak. Bagaimana penilaian pembelajaran

yang ideal sesuai dengan K13?”

Guru A : “Ya, mencakup evaluasi kemampuan kognitif, afektif, psikomotor, ya

itu dicover semua. Cuman metodenya yang ada penilaian rubrik, ada

yang penilaian jurnal, penilaian antar teman, diri sendiri, itu sih

idealnya kayak gitu, cuman nggak bisa kita laksanakan. Paling yang

Page 268: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

257

kita laksanakan, penilaian diri ya, pada saat sebelum tes, tes bab itu,

okay. Penilaian antar teman juga hasilnya nggak bakal objektif, suka

dan nggak suka masalahnya jawabannya. Ya, idealnya sih kayak gitu

yang diminta. Kemudian ada penilaian Proyek, ada penilaian

portofolio. Itu tercover dalam satu semester, karena di kolom format

daftar nilainya kayak gitu. Nanti itu yang dikonversi jadi raport. Jadi,

harus tetap ada. Tapi, kan nggak mungkin semua bab dilakukan.”

Peneliti : “Tapi, Bapak pernah melakukan semua tagihan tersebut?”

Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester mereka

pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk proyek dan

portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses bimbingan, ada

perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan mereka satu-satu, baru

nanti saya jadiin portofolio. Jadi, proyeknya saya nilai produknya

sama presentasinya, kumpulan disain, latar belakang pengembangan,

dan semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena kalau

dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”

Peneliti : “Materi yang harus dibahas banyak ya, Pak?”

Guru A : “Banyak sekali. Gila.”

Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya dengan

KTSP?”

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di KTSP kan

cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak terstruktur, sama tes

pengayaan kalau kognitif. Sisanya, ya kalau psikomotor tergantung

kita. Tapi nggak ada penilaian diri, penilaian antar teman, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau kognitifnya?”

Guru A : “Kognitif ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Peneliti : “Apakah semua aspek religius, sikap, pengetahuan, dan keterampilan

itu harus dinilai setiap pertemuan, Pak, dalam K13?’

Guru A : “Pertanyaan saya di workshop, jawabannya, Bapak Ibu tidak akan bisa

nilai itu per pertemuan, jadi harus diambil sebagian-sebagian. Hari ini

ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian ini aja. Sendiri

soalnya, kalau team teaching mungkin bisa. Kalau kita fokus ke

penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”

Peneliti : “Kalau menurut Bapak, gimana bentuk penilaian sikap yang ideal dalam

K13?”

Guru A : “Apa ya? Di situ kan dinilai, sampai kehadiran pun dinilai sikap.”

Peneliti : “Jenis-jenis penilaian yang diminta itu ada, Pak?”

Guru A : “Setahu saya, yang diminta itu kayak checklist kehadiran, antusiasme

dalam pembelajaran, kayak gitu aja sih.

Peneliti : “Penilaian berupa angka nggak ada, Pak?”

Guru A : “Sampai saat ini saya belum tau sedetail itu. Biar nggak salah.”

Peneliti : “Kalau penilaian kognitif untuk K13 idealnya itu bagaimana, Pak?”

Page 269: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

258

Guru A : “Tujuannya, dia mengcover kemampuan siswa dari kemampuan

berpikir dasar sampai kemampuan berpikir dengan level yang lebih

tinggi. Sehingga, masalah yang diberikan pun nggak harus ini, ee,

saya lebih cenderung memberikan permasalahan yang kontekstual

sama yang agak, nggak murni open-onded, sih. Lebih cenderung yang

konseptual itu.”

Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”

Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay.”

Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’

Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek pemahaman

dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk mendapatkan nilai yang

khusus dari tes lisan paling hanya sekali, dan itu pun nggak bisa

selesai dalam sekali pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang

yang berbeda, pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak

gitu. Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 32 orang siswa dalam dua

jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah. Bayangin,

materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang, nggak mungkin saya

ngetes dengan pertanyaan yang sama, pasti entar keluar, apa yang

ditanyain tadi, enak yang belakangan, gitu.”

Peneliti : “Kalau pada saat KTSP bagaimana Bapak melaksanakan penilaian

kognitif?”

Guru A : “Kognitif dominan dengan tes.”

Peneliti : “Tes essay juga, Pak?”

Guru A : “Ya, saya sih lebih suka essay. Kalau dengan objektif saya nggak tau

orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif cenderung tebak-

tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini nggak ada nol, ini ada nol

koma, koma satu dah bener. Ada kan metode kayak gitu dikembangin

sama GO.”

Peneliti : “Nah, itu kan kognitif, kalau keterampilan gimana, Pak, di K13?”

Guru A : “K13? Keterampilan itu bisa diuji melalui praktikum, bisa melalui

kemampuan berkomunikasi dia, kemampuan dia merangkai sesuatu,

itu bisa digabung dengan kemampuan berkomunikasinya dia, dan

kemampuan dia presentasi juga saya masukkan ke keterampilan,

bukan di pemahaman konsep yang dia presentasikan, tapi bagaimana

dia menyampaikannya. Kan ada orang yang pinter tapi nggak bisa

ngomong, kan, tapi ada orang yang biasa aja, tapi bisa

mengkomunikasikan sesuatu dengan baik.”

Peneliti : “Kalau pada saat KTSP, gimana Bapak menilai keterampilan?”

Guru A : “Keterampilan, saya dominan di praktikum.”

Peneliti : “Berarti bedanya dengan K13, kalau di K13, praktikum plus bagaimana

dia di kelas itu?”

Guru A : “Ya, bagaimana dia berkomunikasi, dan lain-lain.”

Page 270: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

259

Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana, Pak?”

Guru A : “Sama aja sih sama KTSP, ya. Kalau siswanya level pengetahuannya

sudah di atas standar yang diminta oleh KD-nya, kita perkaya dengan

pengetahuan yang level-nya lebih tinggi sampai analisis, sintesis,

gitu.”

Peneliti : “Kalau di bawah KKM?”

Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remidi. Tapi remidi kan bukan

berarti tes ulang, kan? Remidi kan kita juga harus perbaiki dulu apa

yang salah di sini, abis itu baru tes. Sehingga setelah ulangan, apa

yang harus dilakukan guru adalah membahas itu. Itu sebenernya

proses remedial.”

Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?”

Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini, sehingga ada

beberapa orang, oh kemarin saya salahnya sampai di sini. Bukan tes

ulang. Saya menentang definisi remidi sebagai tes ulang.’

Peneliti : “Nggih. Sekarang kita lanjut ke teknis supervisi. Bagaimana bentuk

instruksi kepala sekolah tentang pembelajaran berbasis satndar proses

Kurikulum 2013, Pak?”

Guru A : “Biasanya dibangun di workshop, sih. Workshop sekolah. Sekolah

mengarahkan bahwa kita modelnya kayak gini, outputnya kayak gini.

Tapi, khusus untuk guru fisika kita sepakati di MGMP.”

Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”

Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil makan-

makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita pengen arahin

praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran juga ngomong.

Praktikum yang nanti muncul kayak gini. Kemudian, kalau ada

proyek, proyek apa ni, satu angkatan kadang gurunya beda. Bapak Ibu

mau bikin apa, saya mau bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.

Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?”

Guru A : “Sambil jalan ada.”

Peneliti : “Kemudian pengawasan pembelajaran dari dinas itu gimana, Pak?”

Guru A : “Biasanya pengawasnya datang, pengawas mata pelajarannya. Cuman

ya seperti yang kita tahu, pengawas kan dominan hanya pada level

administrasi aja. Sampai saat ini, pengawas yang rajin itu, yang

sampai ngawasin pembelajarannya, memberikan masukan tentang

bagaimana ngajar, itu baru pengawas matematika, sampai masuk ke

kelas dia. Kalau fisika lebih ke administrasi karena beliau adalah guru

kimia.”

Peneliti : “Pengawasnya itu per guru atau gimana, Pak?”

Guru A : “Nggak, per MGMP. Fisika ya satu pengawasnya. Tapi pengawas

fisikanya guru kimia, karena ada aturan satu orang pengawas

Page 271: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

260

menghandle 40 guru. Sekarang ada kekurangan, ya udah ambil kimia

aja, yang penting satu rumpun.”

Peneliti : “Berarti kurang tau dia masalah proses pembelajaran, Pak?’

Guru A : “Nggak terlalu tau. Jadi, kalau kita boongin pun dia nggak bakal tau

kok.”

Peneliti : “Kalau sudah diawasi itu, kan biasanya ada tindak lanjut, Pak. Ada

masalah Bapak sampaikan?”

Guru A : “Ya, tapi biasanya dominan di administrasi, sehingga pembahasannya

ngomongin administrasi, sesuai nggak sama permennya, ini langkah

ini udah muncul belum.

Peneliti : “Tindak lanjutnya gimana, Pak?”

Guru A : “Ya, kalau ada salah administrasi diperbaiki, sih.”

Peneliti : “RPP Bapak dilihat?”

Guru A : “Dilihat, ada atau nggak, bener atau salah, nggak tau.”

Peneliti : “Sekarang terkait dengan permasalahan pemahaman konsep

pembelajaran dengan K13. Yang pertama, bagaimana peran K13 bagi

Bapak sebagai seorang guru? Apakah ini justru mempersulit dari

KTSP atau justru mempergampang?”

Guru A : “Kalau jam mengajar dikurangi, itu sebenernya bagus. Jam mengajar

kalau 24, gila kerjaan guru sebanyak itu.”

Peneliti : “Berarti saat ini, ini justru memberatkan guru, ya?”

Guru A : “Berat sekali. Kurikulumnya bagus, tapi aplikasinya adalah ini

sebenernya mencontek setengah-setengah dari Kurikulum Cambridge.

Karena kalau Cambridge di situ ada peminatan, ya udah, mereka

belajar sesuai dengan minatnya dia, gitu. Kalau di sini kan nggak.

Secara teori okelah dia ngomong peminatan, apa-apa gitu, tapi ada

mata pelajaran wajib. Emang di Cambridge juga ada mata pelajaran

wajib, kan, tapi cuman lima, sisanya sesuai dengan minat siswanya.”

Peneliti : “Dari semua konsep pembelajaran berbasis K13 itu, ada nggak yang

Bapak belum pahami?”

Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana

membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita bikin

gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah seperti itu. Kan

kita harus tau dulu indikator-indikator untuk aspek, misalnya

keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus detail dong indikator-

indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang berat bagi guru.”

Peneliti : “Di pelatihan nggak diajarkan kayak gitu, Pak?”

Guru A : “Di pelatihan kita cuman dikasih buku, baca, jawab, tugas, setor.”

Peneliti : “Oh, gitu aja?”

Guru A : “Itu pelatihan yang versi nasional.”

Peneliti : “Yang sekolah?”

Page 272: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

261

Guru A : “Sekolah, karena nggak ada yang bisa ngambil keputusan, berdebat di

dalem, kan. Nggak ada yang bisa putusin. Nggak, kayak gini. Nggak,

ini yang bener. Yang ngasi keputusan siapa? Karena yang bikin

kurikulum nggak ada. Kita workshop di level sekolah adalah kan

berbagi, kan. Ada pengetahuan, udah dilatih, bagi sama kita yang

nggak tau, gitu. Karena di level nasional juga ditanya sesuatu juga

kadang-kadang jawabannya ngambang.”

Peneliti : “Berarti permasalahan pemahaman itu di evaluasi, ya?”

Guru A : “Rata-rata semua guru di evaluasi.”

Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”

Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-beda. Saya

melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa aja udah religius,

gitu. Saya setiap hari sembahyang besok ngebom, apakah saya

religius?”

Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi itu, ada

nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu? Atau upaya dari

pengawas?”

Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari sumber.

Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan itu bener-bener

di religius. Soalnya orang luar nggak menilai sampai di situ. Kalau

aspek yang lain kan bisa kita cari dari sumber-sumber luar, kan.

Kayak keterampilan kerja, keterampilan presentasi, itu banyak banget

rubriknya bisa kita cari dari luar.”

Peneliti : “Dari upaya itu, efektif, Pak?”

Guru A : “Melaksanakannya yang susah. Rubriknya udah bisa, melaksanaknnya

yang susah. Kita sendiri di kelas dan kita harus ngontrol pembelajaran.

Gimana kita ngontrol, terutama, ya, kognitif masih gampang lah kita

kembangin, gampang bisa dilihat, kemampuan komunikasi masih bisa

kita lihat. Keterampilan? Gimana kita ngurus orang praktikum

sebanyak itu dan dapat detail setiap orang, kan. Susah.

Melaksanakannya sangat susah, kecuali kelasnya kecil. Masalahnya

kita standar Indonesia kan 32, susah.”

Peneliti : “Ya, pak. Terakhir, Pak, untuk hari ini. Dari semua pemahaman Bapak

tentang pembelajaran berbasis K13 itu, ada nggak yang kira-kira

kurang efektif terhadap pembelajaran?”

Guru A : “Nggak sih, sebernarnya K13 itu yang bagus, cuman realita di lapangan,

ya susah.”

Peneliti : “Apa yang membuat susah?”

Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan, evaluasi, itu

nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam hari kerja, itu

ngajarnya empat jam sehari, potong hari jumat, potong upacara

bendera, di situ masalahnya.”

Page 273: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

262

Peneliti : “Masalah alokasi waktu yang diberikan sama hal-hal yang harus

dilakukan, itu kira-kira udah nyambung, Pak?”

Guru A : “Nggak, banyak banget. Kita materi padat, tuntutan evaluasi sangat

banyak, siswanya banyak, agak susah melaksanakannya. Kalau proses

pembelajarannya, saya kira bisa jalan. Tapi tergantung pemahaman

masing-masing guru terhadap model yang diterapkan. Tapi yang berat

tu, ya di situ, evaluasinya. Perencanaan juga berat. Karena kalau saya

liatin, dari yang saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat

ngajar di situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.”

Peneliti : “Bagaimana disana, Pak?”

Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin RPP

ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini, dengan mengacu

pada halaman ini pada buku guru. Siswa mengerjakan halaman ini

dari buku siswa. Praktikum dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS

terlampir di buku guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa,

tetep ada RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik

sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru sudah

disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari ini. Tapi, kita

bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia kan emang kayak gitu.

Kalau semakin tipis laporannya, semakin tidak bagus katanya.”

Peneliti : “Oh, Bapak pernah ngajar di Singapura?”

Guru A : “Sempat. Tapi sebentar, cuman 2 minggu. Pas itu, sekolah kita

kerjasama. Sebenrnya intinya sih pertukaran siswa, cuman pas itu saya

ditawarin sama sekolah itu untuk ngajar, daripada Bapak bengong

nungguin siswanya, mending ikut ngajar, ya udah saya bantu-bantu

ngajar, kan. Dan di situ mintanya ilmunya nggak tinggi-tinggi banget,

biasanya cuman minta sampai logika berpikir. Ngitungnya, ada

aplikasi untuk nyelesaiin. Makanya siswa kita diadu olimpiade hebat

banget. Orang Amerika yang pakek Cambridge, orang Inggris, orang

Singapur, jarang banget juara olimpiade. Tapi kenapa invention dan

paten biasanya dari situ? Kan mereka punya pola berpikir.”

Peneliti : “Gitu berarti ya, Pak?”

Guru A : “Saya juga sempat ada workshop, kan. Pas itu lagi asyik-asyiknya

RSBI, saya dapat sertifikat untuk boleh mengajar di luar negeri. Itu

RPPnya ya nggak kayak kita. Mereka orak-orek, ngacu ke buku ini.

RPP-nya itu mereka bikin 2, plan A sama plan B. Jadi, kalau ini gagal,

RPP yang ini maju, gitu. Makanya RPP-nya nggak panjang-panjang

mereka. Pendek. Tujuannya ini, indikator keberhasilannya ini. Materi

udah ada, acu di buku sini. Langkah pembelajaran modifikasi buku

ini, dengan cara ini. Pas langkah ini, siswa mengerjakan ini ada di

buku ini halaman ini, gitu. Kalau kita kayak gitu, dimarahin sama

pengawasnya.”

Page 274: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

263

Transkrip Wawancara Dua dengan Guru A

Kode : Wan/D2/GA/05-04-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Guru A

Hari/Tanggal : Jumat, 5 Juni 2015

Tempat : Ruang Perpustakaan SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Untuk persiapan mengajar itu, Bapak persisnya melakukan apa saja?”

Guru A : “RPP sih saya buat di awal semester, ya. Itu sih biasanya yang membuat

kita tidak nyambung dengan mengajar di kelas. Perkiraan kita tidak

sesuai dengan kondisi kelas yang sebenarnya. Berikutnya yang

dilakukan improvisasi. Setelah melihat kondisi kelas, seperti yang

saya lakukan kemarin, LKS terpaksa di rubah, kan. Karena kondisi

kelasnya hancur kayak gitu. Kalau dikasi logika nurunin rumus sesuai

dengan RPP, yang bahwa tekanan sebanding dengan energi kinetik,

itu nggak bakal dapat. Dapat sih rumus, tapi mereka nggak bakal

ngerti ceritanya, kenapa sih energi kinetik itu sebanding dengan

tekanan. Sehingga saya lebih memilih analogi bahwa jika seseorang

bergerak lebih cepat kemudian menumbuk sesuatu, dinding akan

menerima tekanan yang jauh lebih besar dibandingin dengan orang

yang bergerak dengan kecepatan yang lebih kecil. Tapi, kalau saya

bermain matematis di situ, ngga dapat. Lihat kondisi kelasnya kayak

gitu. Sehingga guru harus improvisasi, harus punya plan B. Lihat

kondisi kelasnya kayak gimana, rencana awalnya nggak cocok,

berubah.”

Peneliti : “Nah, Bapak buat RPP itu biasanya per KD apa per pertemuan, Pak.”

Guru A : “Saya sih lebih cenderung memilih per pertemuan karena ngerevisinya

jauh lebih gampang. Kalau per KD, saya lebih susah

memperhitungkan alokasi waktunya. Kalau per pertemuan lebih

gampang. Dari segi aturan itu sudah bener sih karena di Permen 103

disebutkan bahwa RPP digunakan minimal satu pertemuan atau

lebih.”

Peneliti : “Tahapan Bapak dalam membuat RPP itu bagaimana?”

Guru A : “Lihat dulu KD-nya bagaimana. Terus lihatin di silabusnya pengalaman

belajarnya kayak gimana. Setelah itu, kita yang nganalisis. Bisa nggak

tercapai pembelajaran ini dengan kondisi kelas kayak gini, dengan

alokasi waktu yang ada segitu. Dari situ baru ngomongin indikator.

Indikatornya jadinya lebih realistis.”

Peneliti : “Pernah nggak Bapak ngajar tanpa RPP?”

Guru A : “Pernah. Di awal semester biasanya. Terutama di semester ganjil.

Bayangan kasar RPP-nya sudah ada, tapi detail kita belum punya.

Lampiran 3.3

Page 275: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

264

Disamping karena RPP-nya memang belum selesai di awal semester

kan, saya juga masih meraba kelas ini karakternya kayak apa.”

Peneliti : “Nggak Bapak memperhitungkan minggu efektif?”

Guru A : “Ya, saya perhitungkan. Tapi itu kadang-kadang belakangan keluarnya

daripada waktu mengajar. Karena keputusan libur itu datangnya

belakangan daripada kita memasuki tahun ajaran baru. Sedangkan kita

mulai kerjain RPP-nya itu biasanya di libur, kan. Biasanya kalender

pendidikannya minggu pertama tahun ajaran baru dia baru keluar.

Jadi, pas buat RPP, kita kira-kira aja, oh segini dia waktunya. Belum

lagi kegiatan-kegiatan isidental itu yang ngerusak jadwal sebenarnya.”

Peneliti : “Setelah saya lihat dokumen RPP Bapak, saya temukan tidak berisi

tujuan pembelajaran, mengapa begitu, Pak?”

Guru A : “Itu sebenarnya saya belum menyesuaikan RPP yang saya punya

dengan Permen 103.”

Peneliti : “Terus indikatornya yang Bapak kembangkan hanya KI-3 aja.”

Guru A : “Ya, betul.”

Peneliti : “Terus materinya saya temukan dipaparkan secara rinci. Tidak

dikategorikan berdasarkan fakta, konsep, prinsip, prosedur.”

Guru A : “Ya, nanti lebih detailnya di bahan ajar biasanya.”

Peneliti : “Terus langkah-langkah pembelajarannya tidak Bapak kategorikan

berdasarkan pendekatan saintifik, tapi masih dalam kategori

eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.”

Guru A : “Iya, tapi kegiatan 5M-nya muncul semua, kan. Namun tidak spesifik.

Saya pas itu makai STAD. Itu sebenernya editing RPP yang tahun

lalu. Jadinya belum semua saya edit, memang benar. Tapi saya lihat

disitu semua unsur 5M itu sudah muncul semua. Karena kalau saya

lihat sebenarnya kan 5M itu mengakomodasi hampir semua model

pembelajaran di IPA, kan. Tapi kalau di Permen 103 kan tidak

meminta yang sespesifik itu, kan. Di situ pendekatan yang digunakan

pun tidak diminta secara spesifik seperti apa. Yang jelas, model yang

direkomendasikan memang cuman tiga.”

Peneliti : “Kemudian dalam observasi pembelajaran, saya temukan pada kegiatan

awal Bapak tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran.

Mengapa seperti itu, Pak?”

Guru A : “Saya biasanya sering melupakan itu. Kenapa saya melakukan kayak

gitu karena saya sudah memberikan preview materinya. Itu biasanya

yang sering membuat saya melupakan itu. Jadi, saya berpikir mereka

sudah diberikan preview materi tentu mereka sudah tau apa yang harus

dicari, sehingga saya akan mengambil, ya udah yang akan saya

jelaskan aja.”

Peneliti : “Menurut Bapak perlu nggak indikator dan tujuan pembelajaran itu

diketahui siswa?”

Page 276: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

265

Guru A : “Sebenarnya sangat penting sih untuk memfokuskan siswa. Cuman

masalahnya kadang-kadang ya untuk siswa di sini, pas mereka tahu

indikator, terus kita ngomong sesuatu di luar indikator, mereka nggak

peduli. Karena mereka akan berpikir, hari ini saya akan test oriented.

Yang dites pasti hanya indikator-indikator tersebut. Sehingga mereka

tidak mau mengembangkan pengetahuan yang lain. Saya sering

mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

Kadang itu nggak muncul di indikator, tapi sebenarnya bermanfaat

untuk pengetahuan mereka berikutnya. Karena sebagian besar siswa di

Indonesia adalah nilai oriented, mereka nggak peduli, nggak ada

hubungan dengan nilai saya. Juga terkesan mebosankan dan lumayan

menghabiskan waktu. Sampai 5 menit kita menyampaikan itu. Dan

juga kalau mereka belum dikasih preview-nya terus kita udah

ngomongin indikator, mereka nggak mengerti, ini apaan.”

Peneliti : “Kalau memotivasi siswa sendiri, itu yang biasanya Bapak lakukan itu

seperti apa?”

Guru A : “Yang kayak kemarin. Ada hubungan materi yang kita pelajari dengan

kehidupan. Jadi, mereka merasa, oh materi ini berhubungan dengan

kehidupan saya yang ini. Saya lebih cenderung itu, daripada mengulas

kembali materi sebelumnya. Saya lebih cenderung memotivasi itu

dengan memberikan masalah yang mereka temui di kehidupan sehari-

hari. Terus saya bilang, hari ini yang sebenernya kita pelajari yang ini.

Terus mereka berpikir, oh ternyata materi ini dipakai loh di sini.”

Peneliti : “Berarti kontekstual, ya?”

Guru A : “Iya, saya lebih cenderung memilih yang itu. Karena belajar kan bukan

untuk mendapatkan nilai. Belajar adalah untuk mendapatkan ilmu

yang baru.”

Peneliti : “Kalau Bapak menemukan siswa yang tidak serius dalam belajar,

bagaiman biasanya Bapak?”

Guru A : “Banyak hal yang bisa dilakukan. Yang pertama sih dipanggil. Atau

kadang sambil bercanda saya manggilnya, Ade lagi mikirin apa?

seperti yang terjadi di kelas kemarin. Atau didatangi ke situ.

Kerjaannya sudah sampai dimana? Biasanya dengan pertanyaan

segitu, siswa udah balik fokus lagi. Atau kadang kalau satu kelas

nggak fokus, saya biasanya tepuk tangan. Mereka tidak fokus karena

mereka tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mereka sedang

fokus dengan hal lain yang sebelumnya sudah kita berikan. Misalnya,

saya sekarang lagi ngomongin A gitu, bagi mereka mungkin menarik

sekali. Tapi, diperhitungan kita di RPP, kita sudah harus pindah, gitu.

Sedangkan bagi siswa ini masih menarik untuk dikerjakan. Kadang di

posisi kita, kita sering anggap siswanya nggak serius. Tapi, setelah

kita dekati, mereka ternyata sedang mengerjakan sesuatu yang

Page 277: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

266

berhubungan dengan materi sebelumnya. Jadi, bagi saya, saya melihat

siswa serius atau nggak, itu setelah saya dekati. Karena dilihat dari

depan kelas kita tidak tahu. Misalkan kita sedang menajar di depan

kelas, terus kita menemukan siswa sedang menulis, itu bisa saja dia

menulis hal lain, menulis apa yang sedang kita sampaikan, atau

menulis hal yang sebelumnya yang kita berikan, yang menurut mereka

masih menarik”

Peneliti : “Kalau Bapak menemukan yang seperti itu, tindak lanjutnya apa?”

Guru A : “Tergantung. Kalau mereka memang sangat tertarik dengan itu, saya

tinggalkan dulu. Saya pindah dulu ke kelompok lain beberapa menit.

Setelah itu balik lagi. Kita tanya, sudah yang ini, bisa kita pindah ke

sini? Kayak gitu.”

Peneliti : “Nah, kalau mengembangkan sika-sikap ilmiah, kayak sikap jujur itu,

bagaimana Bapak melakukan?”

Guru A : “Itu biasanya saya lihat pas mereka lagi praktikum. Itu saya cek dari

datanya. Mereka setorkan data praktikum mereka. Setelah itu mereka

setorkan laporan. Kemudian, saya cek sama nggak datanya.

Berikutnya, kita semua tahu bahwa percobaan yang kita lakukan tidak

akan persis sama dengan teori. Kalau misalkan sampai dapat g = 9,8

harus ditanya siswanya.”

Peneliti : “Kalau kreativitas siswa itu, bagaimana Bapak mengembangkannya?”

Guru A : “Biasanya saya lihat dari proyeknya mereka. Seperti pas kontes

eskavator, terus maket kemarin itu. Dari situ saya lihat mereka kreatif

atau nggak. Bagaimana mereka mengembangkan sesuatu, kemudian

menganalisis sesuatu. Yang pas maket global warming nggak terlalu

kelihatan. Tapi pas kontes eskavator, itu kelihatan sekali. Saya

memilih desain ini karena pertimbangan ini. Saya memilih diameter

segini karena pertimbangannya ini. Saya memilih menggunakan pipa

karena yang ingin saya lakukan seperti ini. Saya memilih desain yang

dasarnya bisa dinaik-turunkan karena saya ingin lebih fleksibel.”

Peneliti : “Hasil wawancara dengan siswa dikatakan bahwa Bapak nyuruh mereka

buat proposal dulu. Benar, pak?”

Guru A : “Iya, benar. Proposalnya saya setujuin dulu baru nanti mereka buat

sesuai dengan proposal. Sehingga saya pas proyek itu bisa ngambil

nilai proyek dan portofolio. Proposal sama laporan mereka saya pakai

portofolio.”

Peneliti : “Kalau pendekatan saintifik itu, yang paling sulit dilakukan apa, Pak?”

Guru A : “Yang paling susah menanya. Susah sekali. Cenderung saya yang

banyak bertanya dibanding siswanya. Karena lihat juga kepadatan

materi yang dituntut dalam kurikulum kita. Kalau kurikulum luar,

siswa hanya diajarkan konsep-konsep dasar yang esensial saja. Kalau

kita materinya banyak sekali dan berbasis menghitung. Sehingga, kita

Page 278: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

267

kita tidak pernah memiliki waktu yang cukup untuk melatih mereka

berpikir untuk mengembangkan sesuatu. Misalkan, saya tampilkan

fenomena seperti ini. Kemudian saya menugaskan siswa untuk

berpikir, masalah apakah yang muncul dari sini, tentu mereka akan

bertanya. Tapi, untuk bisa memunculkan itu, nggak cukup waktu 10

menit.”

Peneliti : “Hasil temuan saya yang lain, Pak. Bapak saya temukan selalu

melakukan kesimpulan di akhir setiap konsep. Jadinya, kalau dalam

sekali pertemuan ada empat konsep, Bapak akan menyimpulkan

empat kali. Kenapa Bapak seperti itu? Kenapa tidak disimpulkan

sekalian di akhir pembelajaran?”

Guru A : “Saya gini mikirnya. Memori short term itu penting. Kalau kita

menyelesaikan banyak hal, kemudian di akhir baru saya simpulkan,

kadang esensi yang di awal kalah dengan esensi yang diakhir. Karena

manusia kan berpikir mana yang paling dekat itu kan yan paling

diingat.”

Peneliti : “Terus teknis membuat kesimpulan yang Bapak lakukan itu, saya

temukan seperti ini. Pertama, Bapak kan ngasi LKS ke siswa. Nanti

pas bahas LKS itu, Bapak kumpulkan satu-satu jawaban siswa. Dari

sana baru Bapak buat kesimpulan berdasarkan jawaban siswa tersebut.

Memang seperti itu teknis Bapak?”

Guru A : “Tergantung. Saya kadang-kadang menyimpulkan dengan metode

kayak gitu. Kadang juga konfrontasi antar kelompok. Kadang saya

yang intervensi. Jadi, kita lihat kondisi juga. Itu sebabnya setiap

mengajar saya berkeliling. Jadi, saya eksplor di situ siswanya level

analisisnya sampai dimana. Dari situ kita tentukan metode

menyimpulkannya. Apakah saya saya harus konfrontasi, kalau mereka

pada megang pendapat yang kuat, ya udah, adu argumen aja. Kalau

kemudian kita lihat analisis siswa lemah, kita yang intervensi. Tapi

kalau merata, ya udah, ayo kita cari bersama. Tetapi dengan feedback

kayak kemarin. Kalau misalkan siswanya buat kayak gini, saya tanya,

kalau misalkan dihubungkan dengan konsep ini, benar nggak?

Akhirnya mereka saling mengisi di sana. Jadi, tergantung kondisi di

lapangan.”

Peneliti : “Kemudian dari tiga kali saya observasi, saya temukan Bapak hanya

memberikan tugas sekali saja di akhir pertemuan karena waktu itu

Bapak tidak bisa mengajar. Kemudian tugas yang Bapak berikan itu

tidak dikumpul, hanya dijawab di LKS. Itu kenapa seperti itu, Pak?”

Guru A : “Saya menekankan bahwa mereka harus bertanggung jawab secara

moral terhadap dirinya sendiri. Yang saya lakukan di pertemuan

selanjutnya, tugas itu nggak saya kumpul. Saya tanya, yang kemarin

mengerjakan ini siapa. Kemudian semua angkat tangan. Mari kita cek.

Page 279: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

268

Silahkan maju ke depan, jangan bawa jawabannya, bawa y asoal.aja,

coba tolong dijelaskan. Bukan dituliskan yang saya minta. Kalau

mereka hanya menjadi sekretaris, nggak bakal bisa menjelaskan dan

mereka tidak akan mengerti. Dan di situ nilai perorangan juga saya

ambil.”

Peneliti : “Berarti hal itu sekaligus sebagai upaya pengembangan sikap ilmiah

bertanggungjawab ya, Pak?”

Guru A : “Ya, tapi itu harus disepakati dulu di awal. Silahkan tanya sendiri ke

siswanya. Saya jarang sekali mengumpul tugas. Tapi biasanya mereka

akan kerjakan. Karena setiap pertemuan, saya selalu bertanya, hari ini

tanggal berapa, yang ketua kelas siapa, pokoknya pertanyaan yang

unik, siswa yang itu yang harus maju menjelaskan jawaban tugasnya.

Sehingga siswanya berpikir, nanti siapa tahu yang disuruh maju tu

berdasarkan absen, siapa tahu berdasarkan tanggal, siapa tahu yang

ulang tahun bulan Juni, yang kayak itu biasanya saya lakukan. Jaidnya

mereka semua harus bersiap-siap. Karena saya untuk berharap dari

nilai tulis itu agak susah. Saya saja memproporsikan nilai nggak kayak

acaun resmi. Kalau acuan resmi itu kan nilai tes yang dominan. Saya

tidak. Yang saya utamakan adalah nilai proyek, nilai presentasi, dan

keaktifan pembelajaran di kelas. Kalau tes saya nggak berharap

banyak. Kemarin aja SAT, nilai tertinggi cuman 66. Kelas lain 90.

Jauh sekali kemampuannya. Tetapi, saya termasuk orang yang percaya

bahwa nggak semua anak punya kemampuan yang sama. Ada orang

yang memang lemah dikasih tes, tapi ada orang yang kreativitasnya

tinggi sekali. Ada orang yang kreativitasnya tinggi tetapi nggak

mampu komunikasi. Ada yang mampu komunikasi, tetapi nggak

kreatif. Sehingga, saya lebih cenderung memilih proyek. Mereka yang

punya kemampuan presentasi bagus akan jadi presenter. Yang punya

jiwa pemimpin akan jadi ketua kelompok. Itu maisng-masing punya

skor sendiri. Seperti yang saya lakukan pas proyek maket itu. Ada

yang presentasi di depan, ada yang prsesentasi di tempat, ada yang

ngerjain. Jadi, semua potensi siswa muncul di situ. Saya menghargai

potensi masing-masing siswa, sehingga saya nggak ngotot nilai tes

harus diutamakan. Kalau saya pakai tes sebagai nilai utama, itu satu

kelas dominan dapat nilai C. Siswa saya nggak pernah dapat nilai

ulangan harian di atas 80. Kalau nilainya murni pakai tes, aling cuman

satu orang yang sya kasih nilai B. tapi, saya juga harus memahami

bahwa nggak semua orang pinter tes. Yang penting yang mereka

kerjakan itu berkaitan dengan materi yang kita ajar.”

Peneliti : “Nah, untuk nilai sikap, itu kan merupakan rekapitulasi nilai social dan

religius. Nah, Bapak setuju nggak dengan hal itu?”

Page 280: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

269

Guru A : “Setuju. Karena menurut saya, religius itu bukan hanya berdoa,

menghargai orang itu religius. Respect sama lingkungan itu kan

religius juga. Kalau pas presentasi, gesture itu juga saya nilai.

Siswanya juga saya suruh nilai.”

Peneliti : “Oh, kemarin itu siswanya Bapak suruh nilai juga?”

Guru A : “Iya, kemarin pas presentasi maket, siswa yang lain juga saya suruh

nilai. Mereka juga ikut nguji presenter. Maket masing-masing

kelompok dinilai oleh kelompok akhir. Kan sekalian penilaian antar

teman.”

Peneliti : “Bapak kasih mereka instrument untuk menilai?”

Guru A : “Instrumennya ada.”

Peneliti : “Penilaian sikap kan ada empat, observasi, penilaian diri, penilaian

teman, sama penilaian jurnal. Yang mana yang Bapak paling

terkendala?”

Guru A : “Jurnal yang nggak bisa saya jalanin. Terlalu banyak siswanya.

Obervasi okelah saya yang lakuin. Penilaian diri dan penilaian teman,

kadang bisa, tapi nggak selalu.”

Peneliti : “Bapak melakukan penilaian diri satu semester berapa kali?”

Guru A : “Paling cuman sekali penilaian diri. Kalau penilaian antar teman,

tergantung, kalau ada proyek kayak kemarin, dua kali berarti saya

melakukan.”

Peneliti : “Kalau jurnal baru Bapak mengalami kendala?”

Guru A : “Iya, nggak bisa saya. Pekerjaan sudah terlalu banyak. Siswanya juga

banyak dan saya nggak bisa menilai sebanyak itu. Bayangin satu

siswa 36, itu kita harus bat catatan semua. Nggak bisa. Kemarin ada

instruktur bilang, bisa kok, hari ini diamati kelompok ini, besok

dilanjutkan kelompok lain. Menurut saya nggak bisa kayak gitu. Itu

artinya saya ngasih standar yang berbeda karena materi pembelajaran

dan kegiatannya berbeda. Kan bisa saja pas saya nggak nilai dia

bagus, terus pas saya nilai dia kondisinya jelek. Kan nggak adil.

Instruktur nasional juga nggak bisa jawab kok.”

Peneliti : “Kalau penilaian diri dan penilaian antar teman itu kan kecenderungan

hasilnya subjektif Pak, ya. Karena siswa punya kepentingan untuk

dapat nilai bagus. Menurut Bapak itu masih perlu nggak dilanjutkan?”

Guru A : “Penilaian diri sebaiknya tidak untuk digunakan menentukan nilai

akhirnya siswa. Tapi, penilaian diri digunakan sebagai evaluasi oleh

guru untuk menegtahui seberapa jauh keberhasilan siswa mencapai

indikator pembelajaran. Dari situ muridnya akan dengan jujur jawab.

Karena tidak ada tekanan bahwa nilainya akan dipengaruhi oleh

penilaian diri itu. Dengan menggunakan itu sebagai bahan evaluasi,

kadang saya sendiri mikir, oh ternyata saya nggak pas ngajar dengan

metode ini. Saya rubah. Sehingga, terkadang pembelajaran yang saya

Page 281: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

270

lakukan terkadang bebrbeda sekali dengan RPP. Karena RPP itu

disusun di awal semester, LKS yang saya bagiin juga sudah berubah.”

Peneliti : “Penilaian observasi itu Bapak lakukan secara simultan setiap

pembelajaran atau memang yang unik-unik saja yang Bapak catat?”

Guru A : “Yang unik-unik saja. Pada saat mereka menunjukkan kemampuan

yang bagus, masuk. Yang buruk masuk juga. Tapi, yang biasa, ya

sudah pukul rata. Nggak bisa saya observasi semua. Makanya penting

banget untuk guru itu keliling-keliling siswa pada saat ngajar. Jadi,

guru itu bisa tau kalau siswa itu bener belajar atau nggak. Kadang-

kadang ada yang rajin ngerjain soal tapi pendiam. Ada yang tukang

ngomong, dia nggak buat tapi dia yang angkat tangan, dia yang

menyampaikan jawabnnya. Kalau kita cuman berdiri aja di depan

kelas, kita nggak tau itu. Jadinya yang ngomong itu aja yang dapat

nilai. Padahal, ada siswa lain yang bekerja di belakang layar. Itu yang

kita tidak tau apabila kita tidak berkeliling.”

Peneliti : “Selama saya observasi, Bapak saya lihat tidak melakukan observasi

dengan instrument. Tapi, setelah saya tanya ke siswanya, mereka

bilang Bapak menilai lewat handphone. Benar nggak, Pak?”

Guru A : “Iya. Saya rajin sekali foto-foto siswa kan. Di rumah saya catat, oh ini

siswanya rajin, ini siswanya bercanda. Sehingga saya sering

memegang HP. Kadag saya catat perilakunya lewat HP, kadang saya

langsung foto. Pokoknya kalau yang unik, saya langsung foto. Nanti

di rumah saya rekap.”

Peneliti : “Mengapa meggunakan metode seperti itu?”

Guru A : “Kalau saya langsung melakukan penilaian di tempat, saya kehilangan

momen pada saat saya sedang mencatat. Nanti pas saya lagi asyik

mencatat, nanti saya melewati hal lain yang mucul. Mending saya foto

aja pakai HP nanti tinggal rekap di rumah.”

Peneliti : “Ada nggak kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia, sehingga

perilakunya dia nggak alami?”

Guru A : “Adalah, banyak. Itu sebabnya saya melakukan controlling dengan

berkeliling kelas. Sehingga saya tahu, ini si tukang bicara, ini si

tukang berpikir. Ya, yang si tukang bicara ini yang biasanya

perilakunya nggak alami.”

Peneliti : “Terus bagaimana Bapak menindaklanjuti yang seperti itu?”

Guru A : “Yang bicara tetap mendapatkan nilai berbicara, tapi yang berpikir di

belakang layar kan tetap harus saya hargai. Jadi, nilainya nggak

dimonopoli oleh si tukang bicara atau si tukang maju.”

Peneliti : “Kalau kuis yang Bapak berikan itu, bagaimana itu biasanya

teknisnya?”

Guru A : “Biasanya saya ngasihnya di akhir pembelajaran, tapi sudah

diberitahukan dari awal.”

Page 282: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

271

Peneliti : “Di akhir bab apa di akhir pertemuan, Pak?’

Guru A : “Di akhir pertemuan, tapi tidak selalu. Di pertemuan sebelumnya saya

biasanya ngomong kayak gini, di pertemuan selanjutnya kita akan kuis

materi ini. Sehingga, pertanyaannya pas saya masuk kelas biasanya,

jadi kuis, Pak.”

Peneliti : “Pernah Bapak kuis mendadak?”

Guru A : “Jarang, sih. Kecuali kelas dalam kondisi benar-benar tidak

memperhatikan saya. Jadi, saya hanya ingin mengecek, apakah

mereka tidak memperhatikan saya karena memang materinya tidak

menarik atau memang meraka sedang mengerjakan hal lain. Karena

pernah pas itu mereka sedang bersiap-siap mau ulangan matematika.

Mereka nggak memperhatikan saya, nggak fokus. Saya langsung

bilang, entar kita kuis ya.”

Peneliti : “Kemudian ada siswanya cerita bahwa Bapak memberikan nilai nol

bagi siswa yang menyontek. Benar, Pak?”

Guru A : “Iya, saya tidak mentolerir hal itu sama sekali. Saya robek

pekerjaannya. Saya langsung kasih nilai nol dia di depan. Saya bilang

silahkan istirahat.”

Peneliti : “Ulangan selanjutnya ada yang nyontek lagi, Pak?”

Guru A : “Mereka jera. Karena biasanya mereka dibuli oleh teman-temannya. Pas

ulangan kan saya bilang, jangan nyontek ya, teman-teman yang lain

langsung bilang, dengerin itu Ade. Kayak gitu. Sehingga, dia kapok.

Tapi, kelasnya memang tukang buli tu. Pokoknya siapa yang pernah

kena kasus, tiap hari disebut.”

Peneliti : “Kalau ulangan harian itu Bapak lakukan kapan?”

Guru A : “Biasanya saya lakukan di akhir bab.”

Peneliti : “Ada bab yang Bapak nggak kasih ulangan?”

Guru A : “Ada beberapa, seperti di bab pemanasan global. Itu nggak ada ulangan,

bahkan saya nggak menjelaskna materi, tetapi saya meminta mereka

di proyeknya.”

Peneliti : “Itu kenapa, Pak?”

Guru A : “Saya berpikir kalau saya ngasih ulangan di bab pemanasan global, saya

cuman ngomong teori. Pas ulangan mereka juga ngomongin teori

tanpa mendalami apa yang sebenarnya terjadi. Saya lebih senderung,

kalau hal yang bisa kita pelajarin dari lingkungan, untuk apa kita

ajarin teorinya. Toh juga dengan memberikan penugasan proyek

kayak kemarin, mereka juga akan baca teorinya. Kenapa ada efek

rumah kaca, bagaimana prosesnya, itu yang mereka cari. Nanti kalau

saya ngomongin materi juga itu yang saya bahas. Jadi, mubasir.”

Peneliti : “Berapa kali Bapak sudah buat proyek semester dua ini?”

Guru A : “Dua kali. Eskavator pas materi fluida dan maket pas materi pemanasan

global.”

Page 283: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

272

Peneliti : “Kalau praktikum berapa kali, Pak?”

Guru A : “Satu kali. Tentang titik berat aja waktu itu.”

Peneliti : “Kenapa kemarin Bapak tidak melakukan praktikum Melde?”

Guru A : “Nggak sempat, waktunya memang nggak cukup. Karena sudah

menjelang SAT, siswanya minta latihan soal, jadi saya kasih latihan

soal aja.”

Peneliti : “Menilai aspek pengetahuan Bapak ada kendala?”

Guru A : “Waktu meriksanya saya agak kewalahan. Karena sekarang kita tes,

pertemuan slenjutnya kita sudah harus bagikan hasilnya, kan. Saya

juga harus membuat analisis dimana letak kesalahan siswa untuk

remedi. Sebelum remedi, saya harus membahas itu dulu. Remedi itu

kan buka tes ulang. Remedi ittu proses memperbaiki kesalahan siswa,

nanti kalau sudah benar, baru dites. Nanti, yang diremedikan beda-

beda soal untuk setiap individu siswa, tergantung dia kurangnya

dimana. Di situ kadang saya susahnya.”

Peneliti : “Remedi itu Bapak gunakan jam pelajaran Bapak atau dicarikan waktu

lain?’

Guru A : “Saya masih gunakan jam pelajaran saya.”

Peneliti : “Terus siswa lain yang nggak remedi itu bagaimana?”

Guru A : “Syukurnya sebagian besar siswa pasti remedi. Jadi, sebagian kecil ini

pasti saya kasih tugas. Biasanya kan sekelas yang remedi, hanya satu

orang yang nggak remedi.”

Peneliti : “Ini Kurikulum 2013 ada KKM, Pak?”

Guru A : “Nggak, sih. Cuman di sekolah kami menyepakati bahwa nilai terkecil

untuk aspek pengetahuan itu adalah B.”

Peneliti : “Terus dari kurikulum ada standar nggak, Pak?”

Guru A : “Nggak ada.”

Peneliti : “Boleh-boleh aja berarti, ya. C dapat siswanya nggak apa-apa berarti?”

Guru A : “Boleh C untuk nilai pengetahuan. Tapi untuk sikap, minimal B. Kan

memang targetnya Kurikulum 2013 membentuk sikap katanya.”

Peneliti : “Untuk penilaian keterampilan ka nada praktikum, proyek, dan

portofolio. Itu yang paling berkendala itu apa, Pak?”

Guru A : “Portofolio paling susah, ya. Karena saya tidak tertib ngumpulin tugas

siswa. Kadang-kadang ada yang tercecer karena yang harus

dikumpulin itu banyak sekali, 36 siswa.”

Peneliti : “Itu teknis penilaian portofolionya kayak gimana, Pak?”

Guru A : “Kalau portofolio pakai nilai yang tertinggi. Tapi saya nggak kayak

gitu. Saya selalu pakai 3 nilai tertinggi terus dirata-ratakan. Karena

kalau kita pakai nilai terbaik, kalau nilainya sudah tinggi, tugas

berkutnya bisa nggak mau kerja lagi siswanya.”

Page 284: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

273

Transkrip Wawancara Satu dengan Siswa Guru A

Kode : Wan/D1/SGA/04-05-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Siswa Guru A

Hari/Tanggal : Senin, 4 Mei 2015

Tempat : Ruang Jurnalistik SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Adik, siapa namanya?”

Siswa : “Wahyu.”

Peneliti : “Adik?”

Siswa : “Erna.”

Peneliti : “Pelajaran fisika seminggu itu berapa jam dapet?”

Siswa : “4 jam seminggu.”

Peneliti : “Hari apa aja?”

Siswa : “Senin sama Rabu.”

Peneliti : “Apakah pembelajaran dalam seminggu itu selalu terisi? Apa pernah

kosong?”

Siswa : “Pernah, karena Bapaknya kan sibuk. Kadang ikut kayak workshop,

gitu.”

Peneliti : “Kalau misalnya bapaknya nggak ngajar, gimana?”

Siswa : “Dikasih tugas.”

Peneliti : “Tugas dalam bentuk apa?”

Siswa : “Buat soal di LKS. Nanti diperiksa pertemuan selanjutnya.”

Peneliti : “Berapa jumlah siswa di kelasnya Adik?”

Siswa : “36 orang.”

Peneliti : “Kelas sebelasnya rata-rata 36, ya?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Pengaturan tempat duduk di kelas tu, Pak Mahardika pernah nggak

ngatur sendiri?”

Siswa : “Nggak. Bapaknya pernah bilang, kalian boleh aja duduk dimana, yang

penting kalian tu harus fokus sama saya, gitu.”

Peneliti : “Kalau pas belajar berkelompok di kelas tu, anggota kelompoknya

bapaknya ngatur?”

Siswa : “Bapaknya yang ngatur soalnya biar merata yang pinter-pinter tu.”

Peneliti : “Kalau menurut adik sendiri, fasilitas sekolah pendukung proses

pembelajaran fisika saat ini, gimana? Sudah cukup atau masih

kurang?”

Siswa : “Sudah cukup sih.”

Peneliti : “LCD sudah mau jalan berarti, ya?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Kalau alat praktikum, ada yang masih kurang alatnya atau rusak?”

Siswa : “Kurang tau, Pak. Kita jarang praktikum soalnya.”

Lampiran 3.4

Page 285: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

274

Peneliti : “Selama semester dua ini, sudah berapa kali praktikum?”

Siswa : “Sudah 1 kali, pas torsi tentang titik berat.”

Peneliti : “Kalau membuka atau memulai proses pembelajaran itu, bagaimana

cara Bapaknya?”

Siswa : “Apa ya, Bapaknya itu selalu mengundang biar kita nggak jenuh, gitu.

Selalu buat ketawa, gitu. Jadi, pertamanya sih bapaknya masuk, kayak

grogi gitu bapaknya, suka nunjuk, kalau misalnya bapaknya lagi

badmood suka nunjuk gitu bapaknya. Jadi kan takut. Tapi bapaknya

bisa buat kita tenang”

Peneliti : “Awalnya kan biasanya panganjali dulu, habis itu biasanya bapaknya

ngapain?”

Siswa : “Nanya kabar, habis itu kalau memang lagi gini, nunjuk-nunjuk dah,

ditanyain tentang materi.”

Peneliti : “Materi saat itu apa materi sebelumnya?”

Siswa : “Materi sebelumnya. Kadang materi saat itu juga kalau sudah disuruh

pelajarin dulu. Kayak misalnya bapaknya nggak sekolah waktu itu,

materi yang itu ditanya, gitu.”

Peneliti : “Kalau di awal itu sering nggak Bapaknya ngasi pertanyaan yang

menantang gitu tentang aplikasi materi itu di kehidupan nyata?”

Siswa : “Sering sih menantang, ya. Orang pertanyaan bapaknya itu menantang,

pakek logika.”

Peneliti : “Pertanyaan seperti itu biasanya disampaikan di awal pelajaran atau pas

sudah jalan?”

Siswa : “Kadang di awal kadang di perjalanan.”

Peneliti : “Materi pelajaran yang disampaikan bapaknya biasanya dikaitkan

dengan pengalaman siswa, nggak?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Untuk materi kemarin kan tentang global warming, ya. Bapaknya

mengaitkan materinya dengan kehidupan sehari-hari?”

Siswa : “Global warming belum diajar. Kita langsung disuruh buat maket terus

presentasi, gitu. Baru kita global warming.”

Peneliti : “Pada saat membuka pembelajaran, bapaknya menyampikan nggak

indikator, tujuan pembelajaran, sama manfaat pembelajaran?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Yang kayak gini itu loh, setelah kalian belajar materi ini, kalian akan

tahu ini, manfaatnya dalam kehidupan ini. Itu disampaikan nggak?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Kalau urutan materi disampaikan? Hari ini kalian akan belajar ini,

habis ini, ini.”

Siswa : “Iya, tapi secara garis besar. Biasanya baru awal masuk BAB bapaknya

menyampaikan.”

Peneliti : “Kalau setiap pertemuan, bapaknya menyampaikan kayak gitu?”

Page 286: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

275

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Kalau manfaat belajar materi itu dalam kehidupan sehari-hari,

disampaikan nggak sama bapaknya?”

Siswa : “Disampein, tapi kayak cerita ngobrol-ngobrol santai, gitu.”

Peneliti : “Kalau teknik penilaian, bapaknya bilang nggak di awal?”

Siswa : “Iya, bapaknya selalu bilang kayak gitu.”

Peneliti : “Nah, kalau menurut adik sendiri, penyampaian urutan materi, manfaat

materi, tujuan, kayak gitu itu perlu nggak?”

Siswa : “Perlu.”

Peneliti : “Kenapa perlu?”

Siswa : “Nyiapin materi itu biar lebih bagus.”

Peneliti : “Kemudian, buku yang adik gunakan dalam belajar fisika itu apa aja?”

Siswa : “Buku paket, LKS Kreatif, sama Sagofindo.”

Peneliti : “Darimana adik dapet buku-buku itu?”

Siswa : “Buku paket yang ijo dari sekolah. LKS Kreatif sama Sagofindo beli di

luar.”

Peneliti : “Menurut adik buku paket yang dikasih sekolah itu bagus, nggak?

Kalau dibaca bisa dimengerti?”

Siswa : “Iya sih bisa.”

Peneliti : “Kalau LKS Kreatif itu biasanya buat apa?”

Siswa : “Buat dijawab soal-soalnya itu, pakek PR.”

Peneliti : “Kalau buku Sagofindo itu?”

Siswa : “Pakek nyari cara jawab soal.”

Peneliti : “Kalau bapaknya ngasi PR, soalnya darimana aja?”

Siswa : “Dari LKS Kreatif itu.”

Peneliti : “Buku paket itu biasanya bapaknya gunakan untuk apa?”

Siswa : “Sebagai panduan aja. Kalau materinya sudah nggak ada di LKS sama

Sagofindo, baru cari di buku paket.”

Peneliti : “Selain pakek buku, adik belajar fisika itu ada nggak pakek sumber lain

lagi? Kayak internet atau apa?”

Siswa : “Internet.”

Peneliti : “Tadi buat maket itu, sumbernya dari mana aja?”

Siswa : “Dari internet.”

Peneliti : “Kalau Pak Mahardika sendiri pakek buku apa dia ngajarnya?”

Siswa : “Sama bukunya kayak kita.”

Peneliti : “Materi yang disampaikan bapaknya saat ngajar itu, ada nggak di buku

yang kalian punya itu?”

Siswa : “Ada. Tapi ada tambahan-tambahan dari bapaknya juga.”

Peneliti : “Kalau materinya ada nggak ditambahin sama bapaknya?”

Siswa : “Kalau teorinya di LKS aja. Kalau itung-itungannya itu baru

ditambahin.”

Page 287: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

276

Peneliti : “Selain pakek buku, ada nggak sumber belajar lain yang digunakan

sama bapaknya? Pernah dia bawa alat peraga?”

Siswa : “Pernah.”

Peneliti : “Kapan itu?”

Siswa : “Waktu titik berat itu dia bawa alat peraga ke kelas.”

Peneliti : “Apa itu?”

Siswa : “Yang kayak digantung itu. Terus kita prakteknya itu di kelas, gitu.”

Peneliti : “Kalau pakek video itu pernah bapaknya?”

Siswa : “Belum.”

Peneliti : “Nah, bapaknya kan pernah pakek alat peraga itu. Adiknya lebih

mengerti belajar dengan itu?”

Siswa : “Iya, lebih mengerti dengan itu.”

Peneliti : “Kalau pada saat belajar, gimana bapaknya menyuruh siswa untuk

mengamati? Pernah nggak dia nyuruh siswa untuk mengamati

sesuatu?”

Siswa : “Pas kemarin praktikum titik berat itu di suruh ngamatin. Kan

digantung bendanya yang segi lima itu, itu dah disuruh ngamatin,

terus praktek tentang itu, gitu.”

Peneliti : “Alat peraganya bapaknya punya apa siswanya juga disuruh buat?”

Siswa : “Bapaknya punya. Kita cuman disuruh buat segi limanya aja.”

Peneliti : “Kalau mengamati fenomena di alam di luar jam belajar tu pernah

nggak disuruh sama bapaknya?”

Siswa : “Belum.”

Peneliti : “Kalau mengamati gambar pernah? Bapaknya nanyangin powerpoint isi

gambar, kayak gitu pernah?”

Siswa : “Belum.”

Peneliti : “Video?”

Siswa : “Belum. Bapaknya orang simpel dia ngajarnya, tapi kita ngerti.”

Peneliti : “Kalau bapaknya nyuruh siswa buat mengajukan pertanyaan pada saat

belajar itu, sering bapaknya nyuruh?”

Siswa : “Sering.”

Peneliti : “Gimana bapaknya nyuruh siswanya?”

Siswa : “Kayak dipancing-pancing gitu sama bapaknya.”

Peneliti : “Dipancing gimana?”

Siswa : “Sengaja dia buat kesalahan di papan itu, ada nggak yang ngerespon,

gitu.”

Peneliti : “Gimana siswanya, banyak yang respon?”

Siswa : “Banyak. Tapi takut-takut juga dikit.”

Peneliti : “Kenapa takut? Takut salah?”

Siswa : “Iya, hehe.”

Peneliti : “Kalau misalkan ada siswa yang bertanya, gimana bapaknya

menangapi?”

Page 288: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

277

Siswa : “Bapaknya tanggapi.”

Peneliti : “Kalau ada siswa yang jawab, gimana respon bapaknya?”

Siswa : “Bapaknya seneng kalau ada siswa yang mengkritik atau menjawab.”

Peneliti : “Gimana respon seneng bapaknya? Dikasih nilai?”

Siswa : “Nggak sih langsung dikasih nilai gitu. Yang jelas bapaknya suka,

mungkin nanti ditambahin nilainya.”

Peneliti : “Pas ada siswa nanyak, pertanyaan itu nggak dilempar sama bapaknya

ke siswa lain dulu?”

Siswa : “Gitu, sih. Tapi karena kita juga nggak bisa jawab, jadi bapaknya

langsung jawab.”

Peneliti : “Berarti nggak terlalu sering bapaknya gitu, ya? Langsung dia jawab

sendiri.”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Kalau melakukan percobaan di kelas selama ini apa aja?”

Siswa : “Dua kali. Eskavator dulu pada saat materi fluida, sama titik berat.”

Peneliti : “Praktikum titik berat itu kemarin nyobanya per kelompok atau per

siswa?”

Siswa : “Per kelompok. Nanti dikasih lembar kerja gitu, dah.”

Peneliti : “LKS-nya itu isinya disuruh ngapain aja?”

Siswa : “Disuruh hitung titik beratnya.”

Peneliti : “Setelah siswanya melakukan percobaan itu, terus ngapain?”

Siswa : “Jawab pertanyaan di LKS-nya.”

Peneliti : “Kalau jawab-jawab soal hitungan, itu sering di kelas?”

Siswa : “Sering.”

Peneliti : “Gimana prosesnya itu?”

Siswa : “Bapaknya tulis soalnya di papan, kita jawab, terus kadang bapaknya

nunjuk siapa yang ngerjain di depan.”

Peneliti : “Kalau siswanya nggak bisa jawab?”

Siswa : “Bapaknya nanyak siapa siswa yang mau ngelanjutin.”

Peneliti : “Kalau nyuruh siswanya untuk berpendapat, bertanya, berkomunikasi

kasi itu, gimana cara bapaknya?”

Siswa : “Itu dah, dipancing-pancing. Kadang juga ditunjuk langsung sama

bapaknya. Nomor absen segini siapa, itu disuruh jawab.”

Peneliti : “Pas siswanya diskusi kelompok selalu dikasih LKS sama bapaknya,

ya?”

Siswa : “Iya. Soal di LKS itu yang kita diskusiin.”

Peneliti : “Pas siswanya lagi diskusi, bapaknya ngapain?”

Siswa : “Dilihat-lihat kita, dipantau gitu sama bapaknya. Keliling-keliling dia.”

Peneliti : “Pada saat memantau itu, ngapain bapaknya?”

Siswa : “Kayak nanyak-nanyak gitu. Kadang ditanyain dah, seberapa selesai,

lagi ditanyain soal itu.”

Peneliti : “Semua siswa ditanya apa beberapa aja?”

Page 289: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

278

Siswa : “Beberapa siswa di kelompok itu aja.”

Peneliti : “Kalau pas siswanya lagi presentasi, bapaknya biasanya ngapain?”

Siswa : “Dengerin di depan. Nyari kesalahan kita.”

Peneliti : “Habis itu nanyak bapaknya?”

Siswa : “Nanyak. Biasanya nanyaknya banyak lagi.”

Peneliti : “Biasanya presentasi berapa kelompok aja?”

Siswa : “Presentasi satu pertemuan itu paling tiga, dibagi-bagi. Nggak kayak

tadi semuanya.”

Peneliti : “Banyak bapaknya nanyak, ya?”

Siswa : “Banyak. Kayak ngejebak, gitu. Bener paham atau nggak.”

Peneliti : “Kalau praktikum di lab, dari semester 1 sampai sekarang sudah berapa

kali?”

Siswa : “Belum pernah. Di kelas aja praktikumnya.”

Peneliti : “Kemarin praktikum titik berat itu, penilainnya gimana?”

Siswa : “Orang nilainya itu cuman LKS-nya aja yang dinilai, sama pas

prosesnya, dilihat siapa yang aktif. Bapaknya orang diem-diem gitu

dia suka nyatet-nyatet, gitu.”

Peneliti : “Nah, setelah dinilai, disampaikan nggak kesiswanya? Nilai kalian

kayak gini.”

Siswa : “Iya, disampein.”

Peneliti : “Sering bapaknya nyampein?”

Siswa : “Sering, dibilang nilainya jelek, hancur, bapak kecewa, gitu.”

Peneliti : “Dia bilang secara umum aja, atau langsung sebut nama?”

Siswa : “Secara umu. Tapi, kalau ada yang bagus satu, dibilang. Yang menonjol

sendiri itu baru disampaikan sama bapaknya.”

Peneliti : “Adik suka kalau bapaknya mengadakan kegiatan praktikum? Mana

lebih suka praktikum atau belajar biasa?”

Siswa : “Praktikum sih, ya. Lebih ngerti. Tapi, harus dijelasin juga sama

materinya.”

Peneliti : “Waktu titik berat itu, kok nggak di lab praktikumnya?”

Siswa : “Nggak bilang. Bapaknya langsung bawa ini aja.”

Peneliti : “siswanya buat segi limanya itu hari itu juga?”

Siswa : “Nggak. Sudah dikasi tau mingu lalunya. Jadi, kita buat di rumah.”

Peneliti : “Bentuk-bentuk apa aja tu yang dibuat?”

Siswa : “Pokoknya gabungan kotak sama segitiga.”

Peneliti : “Kalau suasana belajar di kelas, yang diciptakan sama Pak Mahrdika

itu, kira-kira sudah nyaman apa nggak?”

Siswa : “Nyaman. Soalnya kalau pas siswanya lagi bosen, bapaknya pasti

ngelucu.”

Peneliti : “Kalau senyum, sering bapaknya pas ngajar?”

Siswa : “Dari baru datang sudah senyum. Kita dah yang tegang.”

Peneliti : “Kok siswanya tegang, kenapa?”

Page 290: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

279

Siswa : “Bapaknya kan suka nunjuk-nunjuk, gitu. Kita takut nggak bisa jawab.”

Peneliti : “Kalau misalnya siswanya nggak bisa jawab pas ditunjuk, gimana

respon bapaknya?”

Siswa : “Diginiin, dibilang belum belajar, gitu. Tapi kan malu juga sama temen-

temen, gitu.”

Peneliti : “Kalau misalkan siswanya bisa pas ditunjuk?”

Siswa : “Kayak dikasih pujian, gitu.”

Peneliti : “Pas Pak mardika ngajar, semua siswa mau serius?”

Siswa : “Semua serius.”

Peneliti : “Kalau ada yang nggak serius, gimana?”

Siswa : “Bapaknya orang peka sekali, gini dikit aja ditauin. Nggak ada yang

berani. Kalau sudah Pak Mahar yang masuk, semua langsung berubah,

gitu. Nggak tau juga kenapa.”

Peneliti : “Kalau ada siswanya yang nggak serius, gimana bapaknya nanggepin?”

Siswa : “Bapaknya orang nggak suka yang kayak gitu. Badmood dah langsung

bapaknya. Bisa-bisa langsung kuis.”

Peneliti : “Pas Pak Mahardika lagi ngajar, siswanya mau aktif nggak? Aktif

bertanya, menjawab, yang kayak gitu.”

Siswa : “Iya aktif.”

Peneliti : “Kenapa tu, apa motivasinya siswa aktif kayak gitu?”

Siswa : “Seru loh. Bapaknya kayak anak muda kali. Tau semua, gitu.

Wawasannya luas.”

Peneliti : “Kalau memotivasi siswa, gimana biasanya bapaknya melakukan?

Misalnya siswanya nggak mau aktif, nggak mau nanyak gitu, gimana

bapaknya memotivasi?”

Siswa : “Nggak ada. Orang semua udah aktif.”

Peneliti : “Kalau misalnya hasil ulangannya jelek, gimana bapaknya?”

Siswa : “Kecewa bapaknya. Kadang kayak waktu ini dikasih open book. Udah

open book, nilainya tetep kecil. Kayak gitu bapaknya.”

Peneliti : “Kalau siswanya nggak bisa jawab, gimana bapaknya?”

Siswa : “Ketawa bapaknya. Ini pasti belum belajar, gitu.”

Peneliti : “Kalau ngasih nilai plus gitu, pernah bapaknya?”

Siswa : “Sering. Itu dah pas bapaknya sengaja bikin kesalahan, terus ada yang

ngoreksi, itu dah dapat nilai plus.”

Peneliti : “Siswanya dikasih tau bahwa dikasih nilai plus?”

Siswa : “Ya, dikasih tau. Saya paling suka sama ini, ntar nilainya ditambah.”

Peneliti : “Kalau pelaksanaan pembelajaran itu sendiri, gimana metode

bapaknya? Diskusi aja terus?”

Siswa : “Nggak. Adang-kadang bapaknya jelasin di depan.”

Peneliti : “Mana lebih banyak diskusi atau bapaknya jelasin, ceramah?”

Siswa : “Bapaknya lebih banyak jelasin.”

Peneliti : “Kalau pas lagi diskusi, LKS hasil diskusi itu diminta sama bapaknya?”

Page 291: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

280

Siswa : “Nggak. Dipresentasiin.”

Peneliti : “Itu dinilai sama bapaknya LKS itu?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Saat mengajar, itu biasanya bapaknya mengaitkan materinya dengan

fenomena sehari-hari?”

Siswa : “Iya, sering.”

Peneliti : “Mana lebih banyak bapaknya bahas konsep atau ngitung-ngitung?”

Siswa : “Ngitung, tapi pakek cara yang gampang, nggak berpatokan sama

rumus. Nggak mesti pakek rumus ini, yang penting tau konsep

dasarnya, gitu.”

Peneliti : “Pada saat bapaknya ngajar, itu materi yang diajar sistematis nggak?

Dari gampang dulu baru semakin sulit, gitu.”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Itu materinya terurut atau maju mundur?”

Siswa : “Berurut sih seperti di bukunya.”

Peneliti : “Kalau volume suara bapaknya bisa didenger seluruh siswa?”

Siswa : “Bisa.”

Peneliti : “Kalau bahasa lisan, cara dia ngomong itu bisa dimengerti?”

Siswa : “Bisa banget, soalnya bapaknya pakek bahasa sehari-hari, lebih akrab

jadinya.”

Peneliti : “Kalau tulisan bapaknya di papan itu, bisa dibaca?”

Siswa : “Bisa.”

Peneliti : “Kalau pas menutup pembelajaran itu, gimana cara bapaknya?”

Siswa : “Paling gini, nanti kalian pelajari materi selanjutnya, gitu. Kalau mau

ulangan dikasih tahu. Kalau minggu depannya bapaknya nggak bisa

ngajar, dikasih dah tugas, gitu.”

Peneliti : “Kalau kuis itu bisanya dikasih tau atau mendadak?”

Siswa : “Tergantung. Kalau pas bapaknya datang, siswanya masih rebut, tiba-

tiba kuis.”

Peneliti : “Habis kuis itu ngapain?”

Siswa : “Lanjutin materi.”

Peneliti : “Kuisnya itu dibagiin hasilnya?”

Siswa : “Nggak. Soalnya kalau kuis nilainya jelek-jelek.”

Peneliti : “Kalau menyimpulkan hasil pembelajaran, bapaknya pernah?”

Siswa : “Iya, kalau nggak keburu-buru, dirangkum sama bapaknya.”

Peneliti : “Untuk semester dua ini, sudah berapa kali bapaknya ngadain kuis?”

Siswa : “3 kali.”

Peneliti : “Gimana itu sistemnya? Soalnya dibacain atau diketik dalam kertas?”

Siswa : “Kalau mendadak dibacain. Kalau sudah direncanain dikasih kertas.”

Peneliti : “Darimana bapaknya ngambil soal itu?”

Siswa : “Buat sendiri.”

Peneliti : “Kalau ngasih PR sering bapaknya?”

Page 292: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

281

Siswa : “Iya. Kalau misalnya dia nggak ngajar itu.”

Peneliti : “PR-nya itu soalnya darimana?”

Siswa : “Dipilihin dari LKS soal yang susah-susah.”

Peneliti : “Nanti PR-nya itu dibahas?”

Siswa : “Iya. Ditanya dah, kalau misalnya ada yang nggak jelas tentang PR-nya

itu, baru bapaknya jelasin.”

Peneliti : “PR-nya itu dinilai sama bapaknya?”

Siswa : “Nggak, soalnya jawabannya langsung di LKS, nggak di setor.”

Peneliti : “Pak mahardika punya masalah nggak ngajar fisika di kelas kalian?

Misalnya sulit ngontrol siswa, kekurangan waktu buat ngabisin materi,

dan sebagainya.”

Siswa : “Semester satu kekurangan waktu. Cepet-cepetan. Bab terakhir cuman

satu pertemuan aja dihabisin.”

Peneliti : “Kalau ngontrol siswa, bapaknya ada masalah?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Kalau siswanya ada nggak masalah belajar fisika sama Pak

Mahardika? Misalnya nggak mengerti atau apalah.”

Siswa : “Nggak, sih. Bapaknya jelas sekali ngajarnya. Tapi gini, sekarang

ngerti, pas ulangan blank dah, gitu.”

Peneliti : “Kok gitu?”

Siswa : “Degdegan. Terus, soalnya mancing-mancing biar salah, gitu.”

Peneliti : “Soal ulangan yang diberikan bapaknya nyambung nggak sama materi

yang diajar?”

Siswa : “Iya. Dari soal-soal yang dibahas pas belajar itu dah diambil. Tapi,

orang kita udah nge-blank pas bapaknya datang.”

Peneliti : “Bapaknya disuruh nyatet pas belajar tu?”

Siswa : “Nggak dibilang langsung, sih. Bapaknya orang bilang kayak gini, saya

nggak suka orang yang kayak sekretaris, nyatet-nyatet aja, gitu. Yang

penting kalian ngerti, nggak usah dicatet, gitu loh. Kalau misalnya

perlu dicatet itu baru dicatet, gitu. Makanya, pas bapaknya ngajarin,

dengerin dulu, pas udah selesai baru catet, gitu.”

Peneliti : “Berarti nggak ada ya siswanya punya masalah sama bapaknya?”

Siswa : “Ada sih yang pernah nyontek.”

Peneliti : “Gimana respon bapaknya?”

Siswa : “Diambil langsung dikasih nol nilainya. Pas abis ulangan dibilangin

siswanya, kamu saya nolin nilainya. Takut dah siswanya. Nggak

berani lagi nyontek.”

Peneliti : “Kalau menilai pengetahuan siswa, biasanya pakek tes apa aja

bapaknya?”

Siswa : “Kuis, PR, ulangan.”

Peneliti : “Lisan pernah?”

Siswa : “Pernah.”

Page 293: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

282

Peneliti : “Gimana itu prosesnya?”

Siswa : “Waktu itu kita disuruh bikin karya tulis popular, kayak makalah. Abis

itu, ditanyain dah sama bapaknya tentang makalah itu. Ditanyain per

kelompok. Itu kan kelompoknya anggotanya 4 orang, bapaknya

nunjuk siswa di kelompok itu, sipa yang jawab, gitu. Coba ini yang

jawab, gitu.”

Peneliti : “Kalau ulangan harian biasanya per BAB atau gimana?”

Siswa : “Per BAB.”

Peneliti : “Pernah ada BAB yang nggak ulangan?”

Siswa : “Pernah. Kalau bapaknya bilang gampang, nggak ulangan. Yang pasti

kita udah ngerti, gitu.”

Peneliti : “Untuk semester 2 ini, BAB mana yang nggak ulangan?”

Siswa : “BAB ini dah, tentang pemanasan global.”

Peneliti : “Kalau bapaknya menilai keaktifan siswa, itu kayak gimana? Pernah dia

bawa lembar penilaian kayak gitu?”

Siswa : “Dicatet di hapenya. Semua dicatet dihapenya. Orang yang nyontek

itupun dicatet dihapenya.”

Peneliti : “Siswanya tahu bahwa bapaknya nyatet di hapenya?”

Siswa : “Dapet bapaknya bilang. Bapaknya bilang, kalau mau nilai kalian

berubah curi aja hape saya, semua nilai ada di hape saya, gitu.”

Peneliti : “Sering bapaknya berarti nyatet di hape itu ya?”

Siswa : “Iya. Yang bisa jawab, kayak gitu tu dicatet dah di sana. Saru-saru tapi

bapaknya ngeluarin hapenya”

Peneliti : “Kalau penilaian diri pernah bapaknya ngelakuin? Dikasih angket

siswanya disuruh nilai dirinya sendiri?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Kalau nilai temen? Kejujuran, disiplin, gitu”

Siswa : “Belum. Cuman menilai produk maket siswa kayak tadi, itu aja.”

Peneliti : “Kalau buat proyek kayak tadi itu, biasanya apa aja yang dinilai?”

Siswa : “Kreativitas idenya. Terus gimana kita presentasiin, cara ngomongnya.”

Peneliti : “Bapaknya sampein itu?”

Siswa : “Iya, selalu bilang.”

Peneliti : “Kalau sistematika penulisan maket itu dibilang sama bapaknya atau

bebas sesuai kreativitas siswa?”

Siswa : “Sesuai kreativitas siswa. Bapaknya bilang gini aja, cari solusi untuk

mengatasi pemanasan global, gitu aja.”

Peneliti : “Buat proyek kayak gitu sudah berapa kali?”

Siswa : “Yang makalah populer sama ini aja, ya.”

Peneliti : “Itu semester berapa?”

Siswa : “Semester satu. Tentang pemanasan global juga. Tapi, itu cuman buat

makalah sama presentasi aja. Kalau ini, kita nggak buat makalah, tapi

buat maket.”

Page 294: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

283

Peneliti : “Kalau hasil-hasil penilaian kayak PR, ulangan, kuis, terus proyek

kayak tadi itu, disampaikan sama bapaknya?”

Siswa : “Disampaikan di akhir. Kayak waktu ini, tengah semester, baru

dibilang. Totalnya aja. Nilai akhirnya.”

Peneliti : “Kalau ulangan, dibagikan hasilnya?”

Siswa : “Nggak. Kalau hasilnya jelek-jelek nggak dah dibagiin sama bapaknya.

Kalau masih ada yang gede, baru dibacain satu-satu.”

Peneliti : “Kalau menurut adik sendiri, perlu nggak dikasih tau nilai-nilai itu?”

Siswa : “Soalnya nilainya kecil-kecil, jadi nggak. Malu juga, entar paling kecil

di kelas. Kalau yakin nilainya gede, baru mau.”

Peneliti : “Kalau nilai proyek kayak tadi itu, perlu disampein?”

Siswa : “Perlu. Soalnya biar nambah semangat, motivasi.”

Peneliti : “Itu tadi bapaknya kan menyampaikan kelompok yang paling bagus

projeknya. Sering bapaknya kayak gitu?”

Siswa : “Sering. Dulu pas makalah populer juga gitu bapaknya. Terus pas

disuruh buat eskavator, juga gitu bapaknya.”

Peneliti : “Oh pernah disuruh buat eskavator sama bapaknya?”

Siswa : “Iya. Kemarin pas materi fluida.”

Peneliti : “Bagaimana tu prosesnya?”

Siswa : “Pertama kita kan disuruh buat proposal. Habis itu, kita buat alatnya

dengan disain beda-beda tiap kelompok. Terus di kelas kita kayak

main gitu aja. Lomba siapa yang paling banyak nangkap kertas, kayak

gitu. Habis itu buat laporan.”

Peneliti : “Proposalnya itu langsung dikumpul gitu aja? Nggak direvisi dulu sama

bapaknya? Ada yang kurang ditambahin.”

Siswa : “Nggak. Bapaknya cuman bilang rancangan di proposal itu jangan

terlalu berbeda dengan alatnya. Harus konsisten.”

Peneliti : “Kalau ada siswa yang nilainya di bawah KKM, digimanain sama

bapaknya?”

Siswa : “Dikasih tugas diakhir-akhir mendekati SAT gitu.”

Peneliti : “Tugasnya itu dibawa pulang apa dikerjakan di sekolah?”

Siswa : “Dibawa pulang.”

Peneliti : “Kalau menurut adik sendiri, bagaimana kualitas penilaian bapaknya?”

Siswa : “Bagus, terus adil, gitu.”

Peneliti : “Adik kan sudah dari kelas satu belajar fisika dengan Kurikulum 2013,

ya. Kalau menurut adik bagaimana Kurikulum 2013 itu?”

Siswa : “Lebih banyak proyek, gitu. Tugas juga banyak. Tugasnya itu gini lagi,

lebih susah. Nggak bisa dibuat sendiri harus kelompokan.”

Peneliti : “Kalau silabus dikasih siswanya?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Bagaiaman siswanya bisa tahu kalau semester ini belajar BAB apa

aja?”

Page 295: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

284

Siswa : “Lihat dari LKS.”

Peneliti : “Pernah nggak bapaknya ngasi materi di luar LKS?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Dari ketiga buku yang ada itu, buku mana aja yang paling sering

digunakan bapaknya?”

Siswa : “LKS.”

Peneliti : “Kalau di kelasnya Buk Dayu, LKS itu disuruh jawab dikumpul diakhir

semester. Kalian gitu, nggak?”

Siswa : “Nggak. Cuman disuruh jawab aja sebagai PR. Nggak dikumpul. Tapi,

bapaknya suka keliling-keliling, lihat-lihat LKS-nya. Sudah dijawab

apa belum, ini rajin apa nggak. Makanya kita takut, pasti dijawab.”

Peneliti : “Kalau pakek powerpoint, bapaknya nggak pernah sama sekali, ya?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Berati ngasih lihat gambar, video, nggak pernah bapaknya, ya?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Kalau fenomena sehari-hari itu, bapaknya bilangnya kayak gimana?”

Siswa : “Disuruh bayangin aja.”

Peneliti : “Iya. Udah deh kayaknya ni wawancaranya. Terimakasih, ya.”

Page 296: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

285

Transkrip Wawancara Satu dengan Guru B

Kode : Wan/D1/GB/25-04-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Guru B

Hari/Tanggal : Sabtu, 25 April 2015

Tempat : Ruang UKS SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Sejak kapan Ibu menerapkan pembelajaran fisika berbasis standar

proses Kurikulum 2013?”

Guru B : “Kalau di SMA 1 Singaraja, Kurikulum 2013 sudah diterapkan sejak

Tahun Ajaran 2013/2014.”

Peneliti : “Berarti sejak dua tahun lalu ibu sudah melaksanakannya, ya?”

Guru B : “Iya.”

Peneliti : “Kalau pengetahuan tentang konsep pembelajaran berbasis Kurikulum

2013, Ibu dapatnya darimana?”

Guru B : “Kalau tentang Kurikulum 2013, itu kita dapatnya dari workshop

kurikulum yang diadakan oleh sekolah. Itu memang ada beberapa

guru yang sudah mendapatkan workshop langsung dari pemerintah,

khususnya dalam hal ini yang menyelenggarakan itu beda-beda ya,

ada yang langsung dari pusat, kemudian ada yang laksanakan di

daerah. Tetapi, itu penyelenggaraannya bertahap dia, dan kebetulan

untuk saat ini, fisika baru kemarin dapat pelatihan. Itu dua orang

guru kita saja dan satu orang dikirim sebagai instruktur nasional.

Tapi, sisanya guru yang lain itu belum mendapatkan. Jadi, kita hanya

mendapatkan imbas.”

Peneliti : “Terus kalau teks atau panduan tentang kurikulum, Ibu punya?”

Guru B : “Oh, kalau dari segi panduannya itu, kita dikasi sama Wakasek

Kurikulumnya.”

Peneliti : “Berupa napi nika, Buk?”

Guru B : “Itu ada berupa silabus, kemudian ada juga contoh RPP dari temen-

temen yang udah pelatihan, walaupun waktu itu yang pelatihan

pertama kali adalah pelajaran matematika, jadi kita mengadopsi, kita

kan karena MIPA itu mirip ya, jadi kita mengadopsi dari RPP guru

matematika pada waktu itu. Jadi, kita mengadopsi bagaimana, ada

yang cocok dengan teknik yang bisa kita terapkan dalam

pembelajaran fisika.”

Peneliti : “Kalau workshop berapa kali Ibu pernah ikut?”

Guru B : “Kalau workshop itu kita rutin di sekolah itu diadakan setiap tahun.

Setiap mau menjelang tahun ajaran baru pasti ada workshop

kurikulum. Nah, kalau kemarin workshop Kurikulum 2013 itu

kemarin guru-guru yang diadakan di Denpasar, kalau nggak salah.

Nah, ketika workshop di sekolah, guru-guru yang telah ikut

Lampiran 3.5

Page 297: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

286

workshop itu dikasih waktu untuk mengimbaskan ke guru-guru yang

ada di sekolah sini.”

Peneliti : “Yang workshop nasional di Makasar itu, Ibu ikut waktu itu?”

Guru B : “Waktu itu, fisika sama sekali belum ikut waktu itu. Yang ikut waktu

itu kan cuman tiga mapel aja, sejarah, kemudian bahasa Indonesia,

dan matematika. Kemudian kalau fisikanya kemarin diadain di

Sawan, kalau nggak salah. Fisika itu kan peminatan. Peminatan itu

belakangan daripada wajib. Kalau sejarah, bahasa Indonesia, dan

matematika, itu kan mata pelajaran wajib, jadi dia pelatihan

Kurikulum 2013 yang pertama. Jadi, dia yang dikirim ke Makasar.

Kemudian yang kedua, yang peminatan itu dipusatkan di Surabaya,

dan yang menjadi instruktur nasional untuk fisika di sini adalah Pak

Sudana Kemudian, Pak Sudana memberikan pelatihan di sini. Jadi,

guru-guru yang menajdi instruktur nasional itu bertugas memberikan

pelatihan di daerahnya. Berarti yang memberikan kita pelatihan di

sini tu bukan instruktur pusat, tapi dari guru-guru kita yang sudah

dikirim, gitu. Jadi, itu yang diimbaskan. Jadi, kalau temen-temen

yang belum dapat di Sawan, lagi diimbaskan. Jadi, bertahap dia.”

Peneliti : “Terus, bagaimana peran workshop dan pelatihan itu terhadap

pemahaman Ibu tentang pembelajaran berbasis Kurikulum 2013?”

Guru B : “Iya, kalau awalnya sih, ketika pelatihan, mungkin kita dibuat

bingung, ya. Tapi, karena tuntutan dari pihak sekolah yang

mewajibkan kita harus sudah punya RPP, harus punya segala macam

yang akan digunakan untuk mengajar, jadi kita secara tidak langsung

dipacu untuk membuat adminsitrasinya itu. Jadi, kita saling

membantu jadinya antar temen sesama guru, gitu.”

Peneliti : “Kalau menurut pemahaman Ibu sendiri, kenapa KTSP itu diganti

dengan Kurikulum 2013? Ada nggak perbedaan pembelajaran

dengan Kurikulum 2013 dan KTSP?”

Guru B : “Kalau pergantian kurikulum, saya rasa memang sudah program

pemerintah yang dari dulu sering dilakukan. Dari jaman saya SMA

saja itu sudah ada kurikulum KBK, yang pada waktu itu masih masa

percobaan, kemudian masuk ke kurikulum 2006, yang sering disebut

KTSP. Nah kurikulum KTSP ini kan juga sudah lama ya waktunya.

Jadi, menurut pemerintah, mungkin ada beberapa hal yang harus

diperbaiki untuk peningkatan kualitas pendidikan. Nah, dalam hal ini

yang menjadi perbedaan yang esensial dari Kurikulum 2013 itu

adalah di sistem penilaian. Kemudian, kalau misalnya di pendekatan

ataupun metode pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di

fisika, itu sudah hampir tidak berubah ya, karena kita sudah selalu

menerapkan model pembelajaran terbaru, kemudian kita sudah

menggunakan model pembelajaran kooperatif, dan segala

Page 298: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

287

macamnya. Jadi, tidak terlalu berubah. Cuman yang dituntut itu

adalah bagian penilaian yang khusus menilai, kalau kita biasanya di

fisika penilain proyek, portofolio, dan segala macamnya, itu

mungkin sudah biasa kita lakukan, cuman untuk penilaian yang lebih

rinci itu adalah seperti di penilaian sikap. Kita biasanya kalau

menilai sikap siswa itu mungkin tidak serta merta bisa menilai secara

keseluruhan, tapi kalau di sini, itu observasi lain, kemudian penilaian

jurnal lain, kemudian observasi antar teman lain, penilaian diri

sendiri lain. Jadi, itu semua harus dicakup. Jadi, itu yang, ya terus

terang membuat kami kalau di guru itu susah, gitu, karena jumlah

siswa banyak kita ngajarnya banyak, otomatis untuk melakukan

penilaian juga agak ribet. Selain itu juga, angket yang diberikan ke

siswa kan juga agak lumayan harus di perbanyak, gitu. Jadi, cuman

itu sih kendalanya. Kalau yang lain-lain itu, saya rasa tidak jauh

berbeda dengan apa yang sudah kita terapkan biasanya.”

Peneliti : “Kalau karakteristik pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 itu, yang

Ibu ketahui itu apa?”

Guru B : “Karakteristik pembelajaran itu kan menekankan pada pendekatan

saintifik. Di sana kan dituntut penggunaan 5M, mengamati,

menanya, kemudian mengkomunikasikan, nah itu yang lima itu, ya.

Jadi, di sana dia lebih detail dia dibahas, kalau misalnya yang

kemarin-kemarin, itu kan mencakup kayak eksplorasi, elaborasi, itu

jadi satu. Nah, kalau di sini lebih detail lagi, mengamatinya bagian

apa yang diamati, kemudian menanyanya lagi ditekankan, gitu.

Cuman dipilah-pilah aja, sih. Lebih dipersempit lagi.”

Peneliti : “Dalam Kurikulum 2013, kan pembelajaran dilakukan dengan

pendekatan saintifik, seperti yang Ibu bilang tadi itu ya. Nah,

bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik itu,

Buk?”

Guru B : “Ya, pendekatan saintifik itu kan melakukan, ya misalnya seperti yang

5M tadi. Itu kan sudah biasa juga dilakukan oleh anak-anak yang

melakukan penelitian. Ya karena anak-anak di sini, untuk belajar

seperti itu, tidak terlalu mengalami kesulitan, karena mungkin

mereka sudah terbiasa, cara berpikirnya juga sudah dibawa ke arah

sana, jadinya mereka tidak terlalu susah kalau mengikuti

pembelajaran seperti itu.”

Peneliti : “Iya. Sudah biasa ya, Buk. Seperti yang dibilang sama Pak Mahardika

kemarin pas wawancara, bagi guru-guru IPA pendekatan saintifik ini

sudah biasa.”

Guru B : “Ya. Karena mungkin yang dari guru-guru IPS yang mungkin agak

kerepotan menerapkan kurikulum ini, gitu. Karena segala sesuatunya

di sini seolah-olah mengarah ke pembelajaran IPA. Seperti misalnya

Page 299: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

288

meminta untuk pembelajaran berbasis proyek, kalau portofolio kan

masih bisa diterapkan sama guru-guru lain. Kalau yang proyek itu,

kadang untuk guru geografi itu, saya mesti bikin apa, gitu. Itu yang

menjadi pertanyaan bagi mereka, padahal dalam penilaian, kolom itu

harus terisi, gitu. Jadi, mereka mungkin susahnya di sana, tapi kalau

kita di MIPA khususnya, itu nggak sampai kesusahan seperti itu.”

Peneliti : “Kalau dari segi perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013

kalau menurut pemahaman Ibu itu bagaimana idealnya?”

Guru B : “Yang namanya perencanaan, pasti dibuat sebelum mengajar, ya. Tapi

nanti ketika ketemu siswa belum tentu juga dapat dilaksanakan

seperti itu. Jadi, nanti kalau di pembelajaran tidak terlaksana, kita

harus bisa mengalihkan, tapi tidak mengurangi esensi yang kita

berikan ke siswa, gitu.”

Peneliti : “Apa aja yang disiapkan sebagai perencanaan, Buk?”

Guru B : “Kalau dari segi perencanaan, mungkin yang kita siapkan itu LKS.

Karena kita Kurikulum 2013, LKS yang ada itu tidak terlalu

menunjang, karena yang nulis buku itu kan kadang-kadang masih

nyampur dengan Kurikulum 2006, ya. Jadi, di sana apa yang

diharapkan, misalnya, ingin memunculkan kegiatan mengamati di

sana, nggak muncul. Jadi, kita harus memodifikasi atau membuat

LKS baru. Jadi, itu pertama, persiapan LKSnya. Kemudian

mempersiapkan, ya tentunya RPP ya, itu sudah pasti. Kemudian

mempersiapkan gini juga, media pembelajaran. Jadi, kalau kita

memiliki media pembelajaran yang mendukung, itu akan lebih bagus

untuk siswa.”

Peneliti : “Ya. Nika (itu) dari segi perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013

ada nggak perbedaanya dengan KTSP, Buk?”

Guru B : “Kalau kita nggak terlalu berbeda, semuanya hampir sama, ya. Cuman

di penyusunan RPP-nya saja yang ada, misalnya ditulis, mengamati,

gurunya ngapain, siswanya ngapain, jadi khusus untuk mengamati

saja, nggak boleh dimasukkan kegiatan lain di dalam situ. Misalnya,

kegiatan menanya, khusus guru yang mengajukan pertanyaan, atau

siswa yang mengajukan pertanyaan. Jadi, khusus menanya aja.

Kemudian mengeksplorasi, artinya dia harus mencoba sendiri,

mencari data sendiri, baik itu dari internet, kalau memang soalnya

teori, kemudian mencoba sendiri, kalau soalnya berupa praktikum,

gitu.”

Peneliti : “Ya. Berarti, dulu di KTSP nggak ada kayak gitu ya, dicampur?”

Guru B : “Ada. Tapi namanya eksplorasi, elaborasi, seperti itu. Tapi kan, tidak,

menanya, titik dua, ini ceritanya, apa aja sih. Jadi, kalau menanya

ceritain apa aja yang ditanyain, tulis di sana, gitu. Kalau di elaborasi

Page 300: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

289

kan, guru menanya, gitu maksudnya, nggak sampai detail, guru

menanya, pertanyaannya ini, nggak gitu.”

Peneliti : “Kalau langkah-langkah membuat RPP itu sendiri dari Kurikulum

2013 berbeda nggak dengan KTSP?”

Guru B : “Kalau langkah-langkahnya, ya pasti berbeda, karena gininya berbeda

kan, misalnya kegiatan menanya, kan beda dengan kegiatan

elaborasi, kan pasti beda kan redaksi kalimatnya. Kalau kegiatan

secara umumnya sih nggak terlalu berbeda menurut saya, ya, karena

yang namanya kegiatan menanya, mengamati, itu include di bagian

elaborasi, mengeksplorasi. Kemudian ada, kegiatan mengelaborasi

itu ada analisis data, kalau di Kurikulum 2013. Kalau konfirmasi, di

Kurikulum 2013, namanya mengkomunikasikan. Ini kan sama aja,

gitu. Cuman yang beda di Kurikulum 2013 itu, ada KI dan KD, kalau

dulu SK sama KD, cuman dibedain nama aja sih sebenernya, istilah-

istilah itu.”

Peneliti : “Kalau prinsip penyusunan RPP ada nggak bedanya, Buk?”

Guru B : “Kalau RPP itu setiap tahun itu berubah, karena Kurikulum 2013 yang

mulai diterapkan Tahun Ajaran 2013/2014, itu menggunakan

peraturan 81A, tapi kalau sekarang udah beda lagi, permen 104 sama

103 yang dipakek dalam penilaian dan RPP. Jadi, bedanya, kalau dia

di permen 81A, itu berisi tujuan pembelajaran, materinya tidak

terstruktur dengan jelas ya, kalau di situ. Kemudian dari segi

penilaian sikapnya, kalau dulu di permen 81A itu menggunakan rata-

rata dia, kalau di permen 104 itu menggunakan modus. Jadi,

kelemahannya ya, kalau misalnya ada siswa, dia di sana kan diamati

misalnya disiplin, kemudian percaya kepada Tuhan, seperti itu.

Kalau misalnya dia tidak rajin sembahyang, kemudian dia tidak

disiplin, tapi dia baik sama temen, ini kan otomatis empat dia, ada

aspek lain yang ini baik, yang ini juga baik, berarti ini sudah

dianggap tidak penting. Karena yang muncul kan modus, jadi mana

nilai terbanyak, walaupun di sini tidak percaya sama Tuhan

mendapat nilai satu, kemudian yang ini, yang kedua misalnya dapat

nilai tiga, yang ini dapat empat, otomatis yang empat keluar, dengan

kualifikasi sangat baik. Jadi, kalau ada lima, yang ini satu, yang ini

tiga, yang ini empat, otomatis empatnya, kenken belernya

(bagaimanapun nakalnya) dia, misalnya dia nggak mau sembahyang,

tapi ini bagus, ya tetep sangat baik keluar. Itu kelemahannya kalau

menurut saya.”

Peneliti : “Berarti saat ini Ibu memakai sistem modus itu ya, Buk?”

Guru B : “Ya, karena itu memang sudah diminta dari pusat. Jadi, yang kemarin,

waktu angkatan pertama, sistem penilaiannya seperti itu, jadi

sekarang berubah lagi. Karena terus mengalami pembaharuan, ya.”

Page 301: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

290

Peneliti : “Ya. Itu dari segi perencanaan, sekarang ke pelaksanaan. Yang

pertama, kalau teknis membuka pembelajaran yang ideal sesuai

dengan tuntutan Kurikulum 2013 itu bagaimana, Buk?”

Guru B : “Kalau di Kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006, itu yang pertama

pasti menyapa siswa, kemudian mengabsen, itupun satu persatu yang

menyatakan bahwa guru itu perhatian sama siswa. Tapi kalau saya,

ngabsen itu nggak satu-satu, kecuali pertama kali saya masuk. Itu

karena untuk sekalian mengingat kemudian menghapal namanya.

Tapi, kalau sudah sekian kali berjalan, toh saya sudah tau namanya,

saya bisa lihat ada yang nggak hadir, paling saya cuman nanya

alasan dia nggak hadir kenapa. Kemudian, idealnya lagi kan

menyampaikan KI-KD yang akan dibahas dan indikatornya. Untuk

saya, itu tidak saya lakukan, karena kepepet waktu pertama,

kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi yang seperti itu,

saya kasih aja mereka silabusnya, kemudian silahkan dibaca-baca,

materi apa yang akan kalian perlukan, silahkan dicari lebih awal.

Jadinya, mereka udah tau materi yang disampaiin itu apa, mereka

udah dapat. Terkadang sih memang kalau yang ideal, kalau beberapa

powerpoint yang saya dapat dari internet, itu memang sudah ada,

indikatornya memang saya biarkan di powerpoint, tapi jarang saya

ungkapkan ke siswa, toh mereka juga udah tau. Kemudian, kalau

dalam pelaksanaannya, pada bagian inti, mungkin memang ada

beberapa bagian yang harus terlewatkan, misalkan beberapa

pertanyaan yang misalnya dikonsep menanya, guru menanyakan

pada siswa segala macem, gitu, itu sudah kita rangkum dalam LKS,

jadi apa yang akan kita tanya ada di LKS. Jadi, langsung aja di sana,

di kegiatan sama siswa, sama kelompoknya. Kemudian, terkadang,

karena kita yang namanya situasional di sekolah, kita, oh ini sekian

kali pertemuan, tapi tiba-tiba di telpon, disuruh ikut rapat, ada

kegiatan ini, di telpon ada tamu dari apa, gitu, dari pengawas atau

apa, gitu, terpaksa mereka di tinggalkan, dikasih tugas, kan jadinya

waktu yang sudah direncanakan 2 jam pelajaran, jadi 1 jam pelajaran

saja, siswanya dikasih tugas, mungkin hanya itu. Kalau misalnya

penutup, mungkin tanpa kita sadari juga, pasti mereka nanya, Buk

minggu depan ngapain? Pasti secara tidak langsung seperti itu. Jadi,

kita akan otomatis nyampein apa yang seharusnya memang

disampaikan. Kemudian, kalau ngasih kuis kadang kalau pas

pelajaran itu nggak tentu juga, tergantung waktunya, kalau misalnya

udah mepet banget, bisa saja minggu depan sebelum pembelajaran

kita ngasi kuis atau setelah materinya habis dikasih kuis, gitu,

tergantung situasional sih.”

Page 302: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

291

Peneliti : “Kalau bentuk realisasi pendekatan saintifik yang ideal seperti

tuntutan Kurikulum 2013 itu, bagaimana Buk?”

Guru B : “Kalau tuntutan K13 kan menggunakan pendekatan saintifik. Jadi,

pendekatan saintifik itu kan tidak mesti harus eksperimen. Jadi, kan

bisa melalui pengamatan saja, kan bisa. Tidak mesti harus

berkelompok. Kemudian karena materi pelajaran semester ini kan

sedikit abstrak dia. Kalau kayak pemanasan global, kalau mereka

harus berkelompok mengerjakan praktikum, kan nggak mungkin kita

bikin miniature bumi, gitu kan. Jadi, mereka mengamati fenomena-

fenomena yang memang mereka udah lihat di sekitar mereka, gitu.”

Peneliti : “Kemudian untuk tahapan-tahapan pendekatan saintifik itu, semuanya

Ibu bisa capai dalam satu pertemuan atau dilanjutkan di pertemuan

selanjutnya?”

Guru B : “Ya, itu seperti yang saya bilang, situasional. Kalau misalnya, nggak

ada halangan, bisa. Nanti kalau misalnya ada telpon, hari ini

rapatnya mendadak, karena acaranya mendesak, jadi terpaksa saya

hentikan sampai di sini, dilanjutkan dengan tugas saja, saya kasih

tugas. Untuk mengantisipasi pembelajaran yang, misalnya kita harus

selesai pada materi A, gitu, tetapi ternyata belum selesai, jadi yang

materi A itu kita kasih berupa tugas. Jadi, otomatis mereka akan

mengerjakan, kalau nggak selesai di sekolah, pasti dibuat di rumah

bersama kelompoknya.”

Peneliti : “Kemudian, kalau dari segi evaluasi pembelajaran tuntutan Kurikulum

2013 itu seperti apa, Buk?”

Guru B : “Kalau evaluasi, output-nya nanti kan berupa hasil dari pembelajaran

itu, kan. Hasilnya itu yang diminta kan berupa aspek dari sikap, KI-3

itu berupa pengetahuan, dan KI-4 itu berupa keterampilan. Jadi,

untuk KI-1 dan KI-2 itu mencakup sikap, itu kita amati melalui

observasi, kemudian ada jurnal, ada penilaian diri, ada penilaian

antar teman. Kalau penilaian diri dan penilaian antar teman, kan bisa

saja mereka bohong, kan. Karena mereka saling berteman, eh nanti

kasih aku nilai gede, ya. Jadi, di sini yang paling berperan itu kan

penilaian jurnal dari guru. Misalnya kalau ada murid yang, ya

terkatagori “ter”, baik itu terbaik maupun terburuk, pasti medapat

catatan, tapi yang ditengah-tengah, mungkin kita akan tidak terlalu.

Dipukul rata jadinya, kan seolah-olah. Ya, karena lumayanlah

muridnya banyak, jadi yang kita amati itu adalah yang terbaik dan

terburuk. Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis

kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan nanti ada

UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu memiliki bobot tersendiri

dari pihak kurikulum. Ada standar nilai yang diterapkan oleh

MGMP. Untuk fisika, kita mengambil nilainya minimal B. Jadi,

Page 303: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

292

bagaimana caranya agar kita minimal dapat nilai B. Ya, entah itu

siswanya diremidi terus menerus, yah tergantung nilainya nanti.

Kemudian untuk KI-4, itu kita ambil melalui praktikum, kalau

memang yang ada praktikumnya. Tapi, kalau misalnya nggak ada

praktikum, ya kita amati dengan pembelajaran kelompok. Jadi, nilai-

nilainya itu kita akumulasikan sesuai dengan form yang diberikan

oleh pihak sekolah. Kalau KI4, itu keterampilannya bisa berupa

project, kemudian ada berupa portofolio. Itu nanti kita bisa pilah,

yang mana termasuk portofolio, yang mana termasuk project. ”

Peneliti : “Untuk keempat aspek itu Buk, ya, religius, sikap, pengetahuan,

keterampilan, itu Ibu ngambil nilainya per pertemuan atau acak?”

Guru B : “Kalau untuk KI1 dan K2, itu kita ngambilnya setiap pembelajaran itu

nggak tentu, jadi kalau pada saat pembelajaran, ada kejadian yang

menurut kita unik, itu yang kita catat. Tapi, penilaian untuk KI3 dan

KI4, itu terstruktur dia. Jadi, kapan kita akan mengadakan kuis, itu

kita atur waktunya, ulangan harian, UTS kan emang udah jadwal ada

dari kurikulum, kemudian ulangan umum juga udah dari kurikulum.

Sedangkan untuk praktikum, kita pasti mengkomunikasikan pada

pembelajaran sebelumnya. Karena misalnya, anak-anak minggu

depan kita akan praktikum ini, silahkan rancang kegiatannya sama

kelompok, gitu, kita ngasihnya karena LKS terbuka, jadi mereka

dikasi, kita kan praktikum ini, jadi silahkan kalian rancang dulu

kegiatannya seperti apa, nanti kita coba sama-sama. Jadi, nanti

ketika praktikum, mereka sudah siap melakukan apa yang diminta.

Jadi, di sana nanti langsung nilai pakek observasi. Jadi setiap

kelompok, kita kan udah hapal ya namanya, kecuali ada orang lain

ikut observasi, baru pakek nametag mereka. Jadi kita udah tau, siapa

yang aktif bekerja, siapa yang sekedar ikut nimbrung, tanpa

membantu apa-apa, gitu.”

Peneliti : “Kalau bentuk instruksi kepala sekolah sendiri terkait pelaksanaan

pembelajaran berbasis Kurikulum 2013, ada nggak, Buk?”

Guru B : “Kalau kepala sekolah dalam hal ini, ya, itu mendukungnya dengan

cara memberi motivasi aja. Ya, untuk guru-guru dicoba ya

menerapkan pembelajaran dengan Kurikulum 2013, ya terutama

untuk guru-guru IPS sih, kebanyakan memotivasi bapak kepala

sekolah, karena kan pendekatannya kan berbeda dengan kita. Kepala

sekolah juga sempat melakukan beberapa observasi ke kelas,

mungkin ngeliat gimana sih caranya, kan kebetulan kepala sekolah

kita jurusan fisika, jadi secara tidak langsung kadang kepala sekolah

itu mampir ke lab fisika untuk ngeliat mereka ngapain, gitu.

Kemudian untuk guru-guru yang lain, ketika workshop, kepala

sekolah menghimbau untuk segera mengumpulkan RPP, kemudian

Page 304: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

293

silabus, perangkat pembelajaran mereka lah, untuk pembelajaran

yang akan datang. Nah, untuk di akhir semester nanti gurunya

mengumpulkan kembali untuk yang sudah direvisi-revisi, untuk

pelaporan saja sih, baik itu kepada pengawas maupun kepala

sekolah. Biasanya setiap akhir semester guru-guru pasti membuat

seperti bendelan, ada yang diprint, ada yang di softcopy. Yang

penting, pada saat pengawas datang di akhir semester, kita diminta

mana rancangan minggu efektfnya, mana program tahunannya, mana

program semesternya, yah semuanyalah kita diminta. Jadi, biar gita

nggak bingung, jadi harus dijadiin satu, kaata kepala sekolah. Jadi,

itulah bentuk motivasi kepala sekolah kepada guru-guru.”

Peneliti : “Ya. Kalau workshop nya sendiri, gimana teknisnya, Buk?”

Guru B : “Workshop itu kan biasanya diadain dalam dua tahap ya. Kemarin

sudah, untuk yang Tahun Ajaran 2015/2016, kemarin sudah

dilaksanakan dengan memperkenalkan permen 103 dan 104 tentang

RPP dan penilaian yang terbaru. Karena guru-guru di sini

informasinya berasal dari satu orang, misalnya yang dikasih tau

adalah wakasek kurikulum, jadi wakasek kurikulum mempunyai

kewenangan untuk menyampaikan ke guru-guru yang lain. Selama

ini kan pelatihannya tentang Permen 81A. Kemarin kita sudah

mencoba membuat yang sesuai dengan Permen 103. Jadi itu, kita

mendatangkan narasumber dari dinas pendidikan. Waktu itu Pak Tut

Artana yang memberikan materinya. Jadi, kita dituntun, apa bedanya

antara permen 81A dengan 103 dan 104. Jadi, di sana kita dikasih

materi dulu. Nanti saat liburan, kita kerjain, kita revisi apa yang

sudah kita buat, nanti tanggal 6 Juli rencananya kita workshop lagi,

untuk membawa hasil yang udah kita bikin kemarin. Karena

sekarang gurunya kan masih sIbu mengajar, jadinya kita diberikan

waktu untuk memperbaiki. Nanti tanggal 6 Juli kita melaksanakan

workshop yang kedua. Nah, setelah itu naru dikumpul untuk

memenuhi, ee, kita setiap sekolah kan harus memiliki buku satu dan

buku dua, seperti itu. Buku satunya tentang telaah kurikulumnya,

kemudian buku duanya tentang perangkatnya. Nanti itu dibawa ke

dinas pendidikan provinsi untuk ditanda tangani. Jadi, itu adalah

dokumen kurikulum namanya, yang dipakai acuan mengajar di

sekolah. Jadi, kalau ada pengawas yang nanya bagaimana guru mata

pelajaran A, misalnya, gimana persiapannya, udah, ya , di kurikulum

jadi arsip. Nanti gurunya ketika diuji petik, dalam hal ini tiba-tiba aja

pengawasnya datang nanya ke guru bersangkutan, mana gininya,

harus kita ngasi, gitu.”

Peneliti : “Kalau bentuk pengawasannya sendiri, yang dari dinas itu, gimana,

Buk?”

Page 305: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

294

Guru B : “Kalau dari dinas kan setiap guru mata pelajaran atau satu MGMP itu

ada pengawasnya, tapi untuk fisika itu pengawasnya masih gabung

sama kimia, jadi pengawas kimia kadang datang untuk

mengobservasi yang di fisika. Tapi, sekarang kan udah ada

pengawas baru satu, ya. Baru masuk, Pak Arimbawa namanya,

mantan kepala sekolah SMA 3 ya, itu menjadi pengawas fisika. Tapi

belum sih dapat berkunjung ke sini.”

Peneliti : “Gimana pengawasnya pas datang tu, Buk? Apa aja yang ditanya?”

Guru B : “Biasanya kan Bapaknya bawa instrumen, apa yang diminta. Itu ter-

update kemarin kan tentang PKG guru. Itu di sana dah diminta

perangkat pembelajarannya. Yang pertama, bisa diminta rincian

minggu efektif, kemudian program tahunan, program semester, RPP,

silabus, KKM. Dalam hal ini, kan sebenernya Kurikulum 2013 tidak

ada KKM, tapi kita di SMANSA di tuntut untuk membuat analisis

KKM tetap, ya. Kemudian bagaimana rancangan analisis hasil

belajar, misalnya kan kita ngasih ulangan, kita analisis, yang mana

butir soalnya yang bagus, yang mana yang nggak, kemudian

seberapa murid yang remidi, yang tidak tuntas. Itu sih yang ditanya-

tanya biasanya. Kemudian, kendala-kendala ngajarnya apa, mungkin

difasilitasi sama pengawasnya.”

Peneliti : “Kalau ada masalah, gimana dia pengawasnya?”

Guru B : “Kalau ada masalah, misalnya kita kan konsultasi, Pak mungkin

bagian ini saya nggak ngerti, nanti pengawasnya jelasin juga.

Terkadang, pengawas juga nggak tau info, ya nanti saya tanya dulu

sama pengawas lain. Terus kadang berantai-rantai dia. Sebenernya

kadang masalahnya nggak terlau rumit, ya, cuman kadang guru-guru

itu untuk mengerjakan sesuatu dalam bentuk digital, dalam hal ini

diketik itu, mereka kadang agak enggan, terutama guru yang sudah

tua. Mereka yang kadang-kadang diincar-incar sama pengawas.

Kalau guru-guru yang masih muda itu, saya minta ini, langsung

dikasih. Kadang-kadang guru yang sudah tua, wih Pak, laptop saya

di rumah, RPP nya di sana, itu alasannya. Jadi, tekadang RPP itu sih,

ada guru-guru, termasuk saya juga pernah, kalau RPP-nya itu belum

siap, ternyata RPP nya itu belum clear bener, ya udah kita ngajar

dulu, abis itu kita balik ke RPP lagi. Jadinya, kadang siklusnya maju

mundur. Yang namanya RPP kan seharusnya di depan harus udah

selesai bikin, tapi kan karena kepepet ni, jadi ngajar dulu, abis tu

baru buat RPP.”

Peneliti : “Ibu buat RPP nya untuk sekali pertemuan apa gimana?”

Guru B : “Itu satu KD, sehingga dia digunakan untuk beberapa kali pertemuan.”

Peneliti : “Berarti di RPP nya, kegiatannya itu per pertemuan?”

Page 306: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

295

Guru B : “Iya. Pertemuan pertama, dibuat dah skenarionya itu seperti apa.

Kemudian, pertemuan kedua, dan seterusnya.”

Peneliti : “Berarti kalau ada masalah, tindak lanjut pengawas itu seperti tadi

Buk, ya?”

Guru B : “Iya. Pertama, kalau ada kendala banget itu, pertama kita diskusikan

dulu di MGMP, setelah itu difasilitasi sama kepala sekolah.

Misalnya di MGMP tidak menemui solusi, kita sampaikan ke kepala

sekolah, dari kepala sekolah baru ke dinas pendidikan melalui

pengawas. Tapi, selama ini nggak ada sih kasus sampai seribet itu

sih. Pasti kita bisa atasi di sini.”

Peneliti : “Nah, dari sekian banyak tuntutan Kurikulum 2013 itu, ada nggak

konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang Ibu belum

pahami?”

Guru B : “Kalau seperti yang saya bilang tadi, mungkin untuk persiapan udah

ya, kemudian prosesnya juga. Yang tadi seperti saya bilang tidak

habis pikir itu kan sistem penilaian yang menggunakan modus.

Kemudian untuk yang di keterampilan dia menggunakan nilai

tertinggi. Jadi, kalau misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum,

kan jadinya tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus

punya nilai dalam hal itu, kan. Dalam hal ini, siswa kan nggak tahu

dia kalau penilaian dilakukan dengan sistem modus. Kalau siswa

tahu, apa yang akan dilakukannya, oh ya udah, nggak usah

sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Jadi, kan toh juga

tidak akan berpengaruh pada nilai afektif atau sikap saya, karena

yang dipakek itu adalah modus. Itu yang akan dilakukan kalau

ditahuin sama siswa. Jadi, saya tidak paham, apa yang harus saya

lakukan kalau seandainya siswa tahu kalau nilai yang digunakan itu

adalah modus, gitu. Gimana cara mengatasinya, itu kita juga belum

tahu, gitu.”

Peneliti : “Oh keterampilan juga pakek modus ya, Buk?”

Guru B : “Nggak.kalau keterampilan pakek nilai tertinggi. Tapi kemarin setelah

diadakan rapat kurikulum, kalau nggak salah kemarin dipakek rata-

rata jadinya. Karena itu juga nggak logis dipakek. Kalau ini misalnya

pakek nilai tertinggi, ini nggak ikut misalnya satu muridnya, jadi kan

enak aja dia, Misalnya ada empat kali penilaian praktikum,

misalanya dia nggak ikut tiga kali, tapi terakhir dia dapat 90, kan 90

yang dipakek tetep. Kan enaknya di mereka. Saya nggak tahu

gimana kemarin rapatnya, tapi yang jelas keputusannya akhirnya

pakek rata-rata, untuk penilaian keterampilan, kalau penilaian sikap

pakek modus, itu diterapkan di sini. Karena kita juga udah dikasih

form sama kurikulumnya tentang nilai apa-apa saja yang harus

dicari. Ya, kita lakukan sesuai itu aja. Nanti tinggal kita masukkan

Page 307: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

296

ke dalam form itu, otomatis udah ada nilai akhirnya. Kalau masalah

bobot, ulangan harian berapa, UTS berapa, kita nggak boleh protes,

orang udah kesepakatan akademik.”

Peneliti : “Terhadap pemasalahan yang Ibu sebutkan tadi itu, ada nggak upaya

untuk mengatasi itu, baik dari Ibu, dari kepala sekolah, atau dari

pengawas?’

Guru B : “Kalau upaya untuk mengatasi, dalam hal ini misalnya untuk

pembelajaran-pembelajaran yang abstrak, kita gunakan pembelajaran

kelompok untuk mencari materi-materinya melalui internet.

Kemudian, kalau misalnya alatnya terbatas, tapi kita dituntut untuk

melakukan, seperti kan ada beberapa KD yang menuntut percobaan

tertentu, yang eksplisit disebutkan. Berarti kita kan harus melakukan

itu idealnya. Kalau misalkan alatnya nggak ada, kita terpaksa

menggunakan demonstrasi. Seperti misalnya di KD gelombang itu

ada khusus untuk percobaan tangki riak. Tangki riak kita rusak, kita

punya satu. Solusinya gimana? Kita carikan video tentang tangki

riak, setidaknya mereka tahu bentuk-bentuk gelombang seperti apa.

Kemudian, misalnya kita ingin mengamati karakteristik gelombang

longitudinal, pakek slinki, tapi slinki cuman punya dua. Nggak

mungkin kita jadikan satu kelas itu 6 kelompok, dimana nyariin

slinki lagi empat, kan nggak mungkin, jadinya disiasati pakek

kelompok besar, nanti ketika dia menganalisis data mungkin kembali

ke kelompoknya yang kecil-kecil. Seperti itu. Kepala sekolah

mungkin mendukungnya dengan menganggarkan dana BOS untuk

membeli alat. Jadinya, kalau ada alat yang rusak, kita laporin ke

kepala sekolah.”

Peneliti : “Jadi, upaya itu selama ini udah efektif ya?”

Guru B : “Udah. Cuman, kan tangki riak itu harganya lumayan. Terus, kalau

tangki riak yang kemarin itu, belum sempat kita pakek udah rusak.

Dari baru datang udah rusak. Buk Suarti bilang itu nggak bisa

menghasilkan gelombang dengan bagus, gitu. Kalau dulu Kurikulum

2006, itu nggak ada yang menyatakan wajib harus tangki riak, tapi

kalau sekarang di silibus harus tangki riak. Sehingga, mau nggak

mau kita harus melakukan percobaan tangki riak. Terpaksa kita

gunakan video, men alatnya nggak ada, daripada mereka nggak tau

sama sekali tentang tangki riak. Mending mereka kita kasih video

atau gambar, setidaknya mereka tahu bentuk tangki riak tu seperti

ini, ini lo yang akan dihasilkan, keudian kenapa bisa terbentuk pola

gelombang seperti itu, cara kerjanya seperti ini. Kanggoin dulu tahun

ini, tapi Pak Kepsek bilang tahun depan akan dianggarkan untuk

tangki riaknya.”

Page 308: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

297

Transkrip Wawancara Dua dengan Guru B

Kode : Wan/D2/GB/27-04-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Guru B

Hari/Tanggal : Senin, 27 April 2015

Tempat : Ruang UKS SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Bagaimana persiapan Ibu dalam perencanaan pembelajaran?”

Guru B : “Kalau persiapan, kita siapkan LKS yang pertama. Kemudian, nyiapin

medianya. Kalau emang ada praktikum, kita siapin bahan praktikum,

kita pesen lab dulu. Kita pesen lab, karena kan banyak guru yang

makek, ya. Kita pesen jadwal. Kemudian, kita kasih tau laborannya,

rancangan praktikumnya seperti apa, kalau itu memang praktikum.

Kemudian, menyiapkan powerpoint yang sederhana untuk memetakan

konsep-konsepnya itu. Mungkin nyiapin itu dulu sebelumnya.

Kemudian, kita lihat dulu kira-kira cukup nggak waktunya, kalau

nggak sesuai dengan gininya, ya kita bawa ke pertemuan berikutnya.

RPP juga pastinya. Kemarinnya sudah disiapin, maksudnya nanti mau

dikasih penilaian apa mereka di sana.”

Peneliti : “Nah, yang Ibu gunakan sebagai panduan dalam membuat RPP itu,

apa?”

Guru B : “Sampai saat ini sih Permen 81A yang kita pakek, karena kan belum

direvisi. Untuk tahun ajaran depan baru kita pakek permen yang

baru.”

Peneliti : “Nah, tahapan-tahapan Ibu dalam membuat RPP itu dari awal,

gimana?”

Guru B : “Kalau dari awal, ya kita lihat dulu karakteristik materinya seperti apa,

apakah dia bisa praktikum atau tidak. Kemudian, kita lihat juga, kalau

materi itu dipraktikumkan, apakah kita punya bahannya atau tidak.

Kalau tidak, berarti kita cari alternatif kegiatan yang lain, misalnya

dengan demonstrasi atau menayangkan video. Kemudian nyiapin

LKS-nya. Kalau misalnya praktikum dasar, kayak percobaan Melde,

mengamati gelombang berjalan, stasioner, kayak gitu, biasanya

laboran sudah punya dia settingan praktikum yang terstandar. Kita kan

dulu pernah ikut ISO, ya. Jadi, sudah terstandar. LKS, segala macem,

kita ngambil di sana. Tapi kalau untuk praktikum yang baru, kita buat

lagi. Kalau kemarin Kurikulum 2006, kita kan banyak punya stok.

Tapi, kalau sekarang, kita buat lagi. Dulu saya ngajar di kelas X, kan

sudah buat LKS. Jadi, kalau ada temen yang nanya, dulu kamu

praktikum makek apa, saya kasih LKS itu. Jadi, bisa dipakek lagi,

beberapa harus direvisi. Tapi, kalau sekarang saya ngajar kelas XI,

saya mesti buat lagi, karena kelas XI ini kan angkatan pertama yang

Lampiran 3.6

Page 309: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

298

makek Kurikulum 2013. Jadi, lagi saya ngumpulin, gitu. Kalau yang

udah tahun lalu, ya bisa lagi dipakek.”

Peneliti : “Kemudian, untuk memenuhi prinsip-prinsip penyusunan RPP, yang

kayak membedakan karakteristik individu siswa, yang kayak gitu itu,

bagaimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Kalau membedakan siswa untuk dikelompokkan, ya kita nggak

melakukan perbedaan. Masudnya, ya ini yang bodoh dikumpulin

dengan yang bodoh, ini yang pinter kumpulin yang pinter-pinter aja,

kita nggak melakukan itu. Kita campur di sana. Karakteristik siswa

sebenernya kita bisa lihat dari sehari-hari, ya. Karena kita sudah sering

ngajar, saya tahu, oh ini anaknya agak pendiam, oh ini anaknya agak

ngerecak, suka ngomong gitu. Kalau mereka dikumpulin yang pada

suka ngomong, terus dikumpulin yang pendiem, mereka nggak akan

bisa efektif belajar kan. Di sini ngomong aja kerjaannya, jadi harus

dipisah dia sama temen-temennya. Kayak kemarin saya bilang, kamu

nggak boleh sama-sama di sini, pisah! Saya nggak mau, Buk. Pasti

ada protes kan dari mereka. Terus saya bilang, nggak boleh protes. Ini

saya pisahin, yang ini diem kasih yang ngomong berapa. Yang diem,

kasih ke tempatnya yang ngomong-ngomong biar mau ngomong dia.

Terus yang pinter sebagai manajemennya nanti. Kamu bikin ini, kamu

bikin ini, gitu. Jadi, dia bisa memanajemen teman-temannya. Kalau

misalnya pemalu ya, tidak mempunyai jiwa pemimpin, dia aja yang

bikin semuanya, kan yang lain enak, gitu. Jadi, dia dikelompokkan

berdasarkan itu dulu, baru nanti kita bisa mengkondisikan kelasnya

seperti apa, gitu. Kemudian, cewek-cowoknya itu harus digabung.

Soalnya, kalau kita ajak mereka praktikum, kayak dulu praktikum

tentang cahaya. Mereka pakek lilin, sekarang rel optiknya mau kita

cabut, yang cewek-ceweknya, ah takut. Jadi, harus ada cowok juga

untuk mengerjakan yang kayak gitu. Itu semua sudah saya rancang.”

Peneliti : “Terus teknis buat RPP, Ibu buatnya kapan?”

Guru B : “Kemarin, kalau di workshop itu kan kita memang harus bikin RPP

dulu, tapi cuman untuk beberapa materi sebagai sampel. Waktu

pertama kita nerapin Kurikulum 2013 itu kan dapat contoh sistematika

RPP-nya dari temen yang sudah pelatihan. Dari contoh RPP itu, kita

masukkan dulu materi mana yang menurut kita paling gampang,

pengukuran misalnya kan agak gampang gitu bikinnya. Itu kita

masukin kesana dulu materinya. Setelah itu, baru kita buat yang lain,

untuk materi yang lebih abstrak. Nanti kan mirip-mirip dia, tinggal

kita ganti-ganti aja, gitu.”

Peneliti : “Berarti Ibu buatnya itu di awal semester, ya?”

Guru B : “Iya, di awal semester. Tapi, kalau nanti misalnya menurut kita nggak

cocok, ya kan sebelum mengajar bisa kita ganti-ganti dulu. Tapi,

Page 310: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

299

biasanya sih itu akan berlanjut. Maksudnya, kalau tahun depan kita

masih ngajar di tingkat kelas yang sama, itu bisa lagi dipakai.”

Peneliti : “Nah, untuk buat RPP-nya, Ibu buat secara individu atau berkelompok

di MGMP?”

Guru B : “Kalau RPP bikinnya sendiri. Cuman di MGMP itu diskusiin

kegiatannya mau ngapain aja. Kayak kemarin, saya sama Buk Suarti

itu diskusiin masalah tangki riak yang kita nggak punya itu, kita

diskusikan. Ibunya bilang, oh ya sudah kita pakai video aja. Nanti kita

cari videonya sama-sama. Kemudian, Buk ini ada video bagus, bisa

nggak dipakek di kelas Ibu juga. Oh iya bagus, Ibunya minta video

yang saya kasih. Jadi, kita tuker-tukeran kayak gitu. Tapi, kalau RPP

murni kita bikin sendiri.”

Peneliti : “Berarti berbeda RPP antara guru yang ngajar di tingkatan kelas yang

sama ya?”

Guru B : “Iya, kita kan pertama bikin RPP ideal. Terus abis itu, misalnya hasil

pembagian kelasnya kita dapet kelas yang pararel, yah katakanlah

tidak terlalu pintar, yang sedang-sedang, kita bisa ngubah beberapa

pertanyaan, kalau yang murid pinter itu bisa dijawab, tapi kalau bagi

kelas yang pararel itu tidak bisa dijawab, ya kita masukin lagi itu di

sana, pertanyaan-pertanyaanya. Misalnya, untuk materi gelombang,

pertanyaan apa itu gelombang, bagi kelas yang pinter, itu udah nggak

perlu, mereka sudah di luar kepala konsepnya, jadi itu nggak perlu di

kelas unggulan. Tapi, untuk kelas pararel misalnya, itu masih

diperlukan, kita sisipi pertanyaan itu lagi, gitu. Jadi, tiap ini beda-beda

jadinya. Disesuaikan dengan kondisi kelasnya, gitu. Tapi, aklau

kelasnya sudah benar-benar pararel, kayak saya ngajar di kelas MIA7

sama MIA8, itu kan pengetahuan siswanya hampir sama, jadi bisa di

pakek RPP-nya. Cuman untuk kelas yang pinter, mungkin perlu

diperbaiki RPP-nya yang telah dibuat itu.”

Peneliti : “Di RPP itu kan ada alokasi waktu, ya Buk. Bagaimana Ibu menentukan

itu?”

Guru B : “Berdasarkan pengalaman aja sih, ya. Namanya aja pembukaan, kan

nggak mungkin nyampaiin salam aja itu 2 jam, ya. Ya, itu paling 5

menit, 10 menit. Karena kita kan nggak berisi ngabsen, si A hadir, si

B hadir, kan nggak mungkin kayak gitu. Kita lihat saja bangkunya, ini

kemana, gitu, karena kita sudah hafal nama-namnya. Kecuali, waktu

awal mungkin. Tapi, tetep sih dialokasikan waktu sebagai cadangan.

Karena biasanya bel sudah berbunyi, kadang siswa masih di luar.

Maaf, Buk, tadi ngantre kamar mandi, yang kayak gitu. Kadang

mereka nanyak, Buk gimana hasil ulangan kemarin. Jadinya, itu

dialokasikan waktunya di bagian pendahuluan. Bagian intinya nanti

kita atur, berapa waktu yang diperlukan untuk diskusi, satu jam

Page 311: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

300

pelajaran aja, 45 menit, kita hitung, setting waktunya. Setelah itu,

kegiatan penutup, mengkonfirmasi, kemudian, mereka

mengkomunikasikan hasilnya, kemudian nanyak mungkin ada yang

nggak bisa, itu sekitar 20 menit. Lebih disesuaikan dengan materinya,

sih.”

Peneliti : “Kemudian di RPP-nya kan biasanya ada indikator ketercapaian hasil

belajar, ya. Itu bagaimana Ibu merumuskan indikator itu?”

Guru B : “Kalau indikator kan biasanya kita lihat materinya dulu, terus apa sih

sebenernya pengen kita cari, apa tujuan akhir dari anak-anak itu

belajar. Dari sana rumuskan indikatornya. Nanti indikator ini kita

diskusikan sama MGMP. Apa aja nanti yang kita giniin, oh iya cari

ininya, gitu. Kita kan biasanya ada pertemuan gitu. Saling diskusi. Oh,

materinya sudah sampai dimana. Oh, untuk materi karakteristik

gelombangnya, kita fokuskan di permukaan aja, karena nanti kelas XII

dapet lagi. Kemudian, masalah pemantulan di SMP kan udah dapet,

jadi jangan terlalu ditekankan. Jadi, satu kali pertemuan cukup, cukup,

gitu. Jadi, kita sepakatin 1 kali pertemuan aja. Setelah itu kan masuk

ke Melde. Percobaan itu kan cukup memerlukan waktu juga. Jadi, di

sana kita pakek 1 kali pertemuan, 2 jam pelajaran, khusus untuk

percobaan saja, gitu.”

Peneliti : “Untuk indikatornya itu, sama untuk semua guru di tingkatan kelas

yang sama, Buk?”

Guru B : “Kadang beda. Jadi, kita kan juga mengambil dari soal-soal yang

menjurus ke UN, ya berdasarkan SKL UN. Oh, soal-soal ini yang

biasanya akan diminta di UN. Jadi, kita munculkan indikatornya di

RPP. Dari beberapa buku juga, referensi yang kita punya, biasanya dia

di sana kan ada indikator. Jadi, ya kita mengadaptasi, cocok nggak

sama kelas kita.”

Peneliti : “Ya. Kalau deskripsi materi di RPP tu, gimana Ibu buatnya?”

Guru B : “Kalau di Permen 81A, itu harus ada fakta, titik dua, konsep, titik dua,

prosedur, titik dua. Nanti materinya nggak ada terlalu banyak di sana.

Kalau KTSP kan semua materi dimasukkan. Kalau di Permen 104

sama 103 itu, nggak berisi materi lagi. Hilang itu semua, hilang tujuan

pembelajaran, gitu. Saya juga nggak ngerti kenapa harus hilang, saya

nggak tau kenapa gitu.”

Peneliti : “Berarti yang saat ini Ibu gunakan, yang fakta, konsep, kayak gitu tu?”

Guru B : “Iya, kita masih pakek Permen 81A. Nanti semester depan baru RPP

yang kita buat itu semua direvisi. Jadi, kita kan nggak mungkin

ngerevisi RPP yang tenga-tengah, ya. Kalau misalnya pengawas

datang, toh juga pengawas masih makek Permen 81A. Mungkin

semester depan kita terapkan Permen 103 dan 104, kalau masih

diterapkan, ya. Karena kemarin kita kan sudah dapat materinya dari

Page 312: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

301

Pak Artana. Jadi, dimintanya pas liburan silahkan direvisi, tanggal 6

silahkan dikonsultasiin, gitu.”

Peneliti : “Deskripsi materi RPP yang sekarang itu, bagi Ibu membantu, nggak?

Apa sih sebenernya tujuannya itu, Buk?”

Guru B : “Kalau fakta, titik dua, konsep, titik dua, kalau menurut saya itu nggak

membantu. Mendinglah apa, judul-judulnya mungkin, kan agak bisa

membantu. Tapi, terkadang saya sendiri mengalami kesusahan,

gimana sih caranya bedain fakta sama konsep sama prosedur, gitu.

Terkadang saya harus buka buku lagi. Apa yang dimaksud dengan

fakta, gitu. Jadi, saya nyari-nyari, lumayan berpikir juga itu. Nyari-

nyari yang mana sih dari materi ini yang dikategorikan sebagai fakta,

yang mana dikategorikan sebagai prosedur. Saya juga nggak terlalu

paham tentang itu. Jadi, ya udah kalau menurut saya, fakta adalah

sesuatu yang bener-bener terjadi. Jadi, apa ya di gelombang yang

bener-bener terjadi. Oh, gelombang adalah getaran yang merambat.

Jadi, saya bawa itu ke fakta, gitu. Karena kita lihat, getaran oh

merambat dia, jadi, oh fakta. Kemudian kalau prosedur, prosedur itu

kan terkait dengan, abis ini, ini, abis ini, ini, gitu kan. Kayak susunan

atau sistematika. Berarti mengarah ke praktikum. Saya bawa Melde ke

sana. Jadi, saya berpikir juga. Kalau misalnya materinya gebogan,

jebleg ini loh materinya, jadi lebih gampang berpikir kita, copy aja

langsung dari buku digital. Kita copy yang penting-penting, nggak sih

semuanya. Kalau semua kan panjang banget. Misalnya definisi

gelombang apa, itu aja dicopy, karakteristik gelombang apa,

pemantulan, pembiasan, itu aja dimasukin. Kalau yang fakta konsep

itu, memang kita harus berpikir ini punyanya yang mana, gitu.”

Peneliti : “Pas kegiatan pembelajaran di kelas, itu berfungsi nggak deskripsi

materi di RPP tu, Buk?”

Guru B : “Yang namanya materi kan memang harus sudah diingat, ya. Jadi,

nggak mungkinlah kita ngeliat, apa ya sekarang materinya, harus

sesuaiin dengan kata-katanya itu, nggak mungkin. Jadi, point-point

nya kita sudah harus ingat. Habis ini, apa, gitu. Kerangka berpikirnya,

apa aja yang harus diginiin. Pertama harus ngasi tentang,

mendiskusikan tentang karakteristik gelombang, misalnya. Ya udah

disampein. Kalau memang udah, ya kita lanjut ke materi berikutnya.

Nggak mesti terstruktur sama persis seperti yang di RPP. Cuman

sebagai gambaran umum aja.”

Peneliti : “Kemudian, alat, bahan, media, dan sumber belajar di RPP itu, gimana

Ibu menentukan?”

Guru B : “Kalau misalkan media, kan saya udah bilang tadi, powerpoint. Kalau

alatnya, paling yang sering saya tulis itu adalah spidol, entah itu

termasuk alat atau bukan, saya juga tidak tahu. Spidol, papan tulis,

Page 313: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

302

LCD, itu biasanya yang kita tulis di RPP. Kalau bahan-bahan itu,

paling bahan-bahan praktikum dan tidak mungkin juga saya masukkan

semua. Misalnya percobaan Melde, nggak mungkin saya masukkan

vibrator di sana, benang, kayak gitu kan nggak mungkin, gitu. Karena

itu sudah terlampir di belakangnya. Paling saya buat itu nanti, bahan

praktikum, set praktikum, kemudian LKS gitu kan bisa. Tapi kan

nggak mungkin nyebutin satu per satu.”

Peneliti : “Deskripsi kegiatan pembelajaran atau skenario pembelajaran gimana

Ibu buatnya?”

Guru B : “Misalnya kegiatan mengamati, gitu. Berarti guru mengajak siswa

untuk mengamati fenomena apa melalui apa, gitu. Gambar, video, apa

gitu. Kemudian menanya. Guru menarik minat siswa dengan

memberikan pertanyaan apa, gitu. Kemudian, siswa boleh juga

mengajukan pertanyaan di sana. Nggak mesti harus guru. Kita kan

nggak bisa memprediksi di RPP itu, siswa bakal nanya apa, kan.

Jadinya, saya tulis aja, siswa dapat mengajukan pertanyaan. Kalau

guru kan bisa kayak gini, oh nanti saya mau nanyain ini, saya tulis.

Kalau murid kan kita harus posisi di lapangan, nggak mungkin kita

tahu, gitu. Jadi, di sana harus disesuaikan dengan 5M itu.”

Peneliti : “Kalau model pembelajarannya berbeda?”

Guru B : “Ya, kalau model pembelajarannya berbeda, ya disesuaikan. Kan yang

boleh itu discovery, problem based, project. Tapi, apapun model

pembelajarannya, 5M itu harus muncul. Misalnya kalau saya pakek

direct instruction. Misalnya analisis data itu bagian mana dia punya,

nanti ada disisipi dia di sana. Jadinya, 5M-nya tetap kelihatan. Fase-

fase dari model pembelajarannya juga tetap kelihatan. Jadi, kita sisipi,

gitu. Di sininya 5M-nya, di sampingnya fase-fase dari model itu. Fase

1 itu ngapain. Kalau dia menanya, berarti taruh dia di bagian

menanya. Kalau fase 1 sama fase 2 cocoknya di menanya, berarti di

menanya itu ada 2 fase. Jadi, kita bikinnya kayak gitu.”

Peneliti : “Jadi, tetep pendekatan saintifiknya sebagai acuan?”

Guru B : “Tetep. Jadinya, di sana pendekatan saintifiknya kelihatan, fasenya juga

kelihatan.”

Peneliti : “Kalau perencanaan penilaian di RPP itu, bagaimana Ibu

membuatnya?”

Guru B : “Kalau perencanaan penilaian, yang saya bikin itu paling soal untuk

kuis, misalnya. Kalau ulangan harian nanti kan emang udah lain dia.

Kalu penilaian observasi, yang kayak gitu, saya sih membuat lampiran

dari penilaian itu lain. Jadi, itu bisa dipakek untuk setiap pertemuan,

karena kan gininya sama dia.”

Peneliti : “Berarti nggak dijepret dijadikan satu?”

Guru B : “Nggak. Kecuali itu penilaian kognitifnya aja.”

Page 314: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

303

Peneliti : “LKS itu masuk di sana, Buk?”

Guru B : “Kalau LKS, dia dilampirkan aja. LKS dan instrumen penilaian

observasi, segala macem, terlampir dia.”

Peneliti : “Berarti terlepas dengan RPP, ya?”

Guru B : “Ya. Yang ada di sana tu paling soal kuis. Kan kalau kuis tu kan

situasional dia. Kalau kayak sekarang bulan mei sudah dekat ulangan

umum, kan kita kejar-kejaran materi, jadi kita nggak bisa ngasi kuis.

Habis waktunya, gitu.”

Peneliti : “Nah, kemudian untuk remidi sama pengayaan di RPP, gimana Buk?”

Guru B : “Nggak. Kalau dia ada yang remidi baru saya buatin dia soal. Soal sih

kita ada ya. Kita kan punya bank soal. Kalau ada yang remidi, nanti

kita ambilkan beberapa soal untuk remidi. Jadi, kalau ada yang remidi,

nanti saya punya arsip remidi. Tapi saya selalu siapkan file untuk yang

remidi, nanti kita lihat nilainya tu berapa. Kalau memang ada yang

remidi, kita ambil jam remidi itu pas hari jumat. Abis mereka

olahraga, istirahat, baru kita remidi. Biar nggak ngambil jam pelajaran

gitu.”

Peneliti : “Kalau pengayaan ada, Buk?”

Guru B : “Kalau pengayaan untuk yang ini sih, biasanya mereka dikasih soal

aja.”

Peneliti : “Untuk sekian banyak perencanaan yang Ibu lakukan, ada nggak

permasalahan yang Ibu hadapi?”

Guru B : “Permasalahannya, kadang pas bikin LKS itu kita masih mikir-mikir,

ya. Cocok nggak ya dipakein ini. Kemudian, apa lagi yang harus

diberikan di LKS biar nggak terlalu sedikit, gitu. Misalnya, untuk

pemanasan global ya. Kalau misalnya kita kasih mereka diskusi begitu

aja tanpa panduan, melebar nanti mereka ngobrolnya, gitu. Jadi, harus

dibuatin beberapa pertanyaan, topik, segala macem, biar mereka

terfokus untuk nyari materi itu. Jadi, di sana yang kita susahnya.

Karena LKS-nya itu kita bener-bener bikin sendiri dan nggak ada di

buku, gitu. Kalau misalnya ada di buku kan gampang, bukak halaman

sekian, jawab LKS-nya, kan gampang. Kalau misalnya kita bikin, kan

lumayan juga menghabiskan waktu.”

Peneliti : “Ada nggak lagi masalah lain, Buk? Mungkin buat penilaian, rubrik,

instrumen?”

Guru B : “Kalau masalah rubrik, kita terapkan seperti yang kita dapat dikampus

dulu. Misalnya pilihan objektif diperluas. Kan mereka harus ngasih

alasannya. Yah, sama lah seperti yang saya dapat dikampus dulu.

Kalau misalnya soalnya objektif, kayak pas UTS, nanti kita analisis

butir soal, sama seperti yang dikasi dikampus, kita terapin.”

Peneliti : “Berarti nggak menjadi masalah ya, Buk?”

Page 315: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

304

Guru B : “Nggak, sih. Karena kan semua form penilaian sudah diberikan oleh

kurikulum. Jadi, kita seolah-olah nggak usah mikirin kok bisa

rumusnya kayak gitu. Wakaseknya kita minta siapin nilai ini itu. Kita

tinggal siapin aja. Nanti formnya kita minta di wakasek, kita tinggal

isi aja.”

Peneliti : “Nggih, terimakasih Buk. Itu aja untuk hari ini, ya.”

Page 316: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

305

Transkrip Wawancara Tiga dengan Guru B

Kode : Wan/D3/GB/30-04-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Guru B

Hari/Tanggal : Kamis, 30 April 2015

Tempat : Ruang UKS SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Di RPP Ibu itu kan ada indikator sama tujuan, ya. Itu bedanya apa,

Bu?”

Guru B : “Sebenernya di Permen 103 sama 104, tujuan sudah nggak ada. Kalau

di Permen 81A, tujuan itu masih ada. Tujuan itu ya mengacu ke

indikator. Untuk mencapai indikator itu, tujuannya apa, gitu. Misalnya

dengan melakukan praktikum, siswa dapat melakukan apa, kayak gitu

tujuannya. Cuman ditambahkan kegiatan belajarnya apa. Misalnya,

dengan diskusi, siswa dapat apa.”

Peneliti : “Kalau buat RPP per KD itu, Ibu berapa lama biasanya?”

Guru B : “Tergantung materinya juga, ya. Kalau materinya agak abstrak, kan kita

nyari di internet. Ya, lama. Kalau materinya gampang, ya cepet

buatnya. Apalagi kalau misalnya kita sudah pernah ngajar materi itu,

ya RPP-nya tinggal direvisi-revisi aja. Kalau misalnya dikejar

pengawas, hari ini harus selesai, kalau dikebut, bisa selesai.”

Peneliti : “Apa sih gunanya RPP bagi Ibu?”

Guru B : “Sebenernya RPP itu kan buat merancang apa sih yang akan kita

lakukan di kelas. Tapi, terlepas dari itu, misalnya kalau sudah krodit,

seperti saya bilang waktu ini, ya sudah lepas dari RPP itu, kita ngajar

seperti apa, yang penting konsep yang diminta terpenuhi. Misalnya,

harus belajar bagian yang ini, sudah. Nggak mesti harus guru

bertanya, pertanyaanya seperti ini. Guru nanyain kabar, nggak bisa

kayak gitu. Kecuali pada beberapa kondisi mungkin, misalnya ada

pengawas, ya bisalah lebih didetailin lagi. Ya, sebagai acuan dalam

mengajar saja.”

Peneliti : “Nah, RPP yang Ibu gunakan dengan RPP yang Buk Suarti sama Pak

Mahardika gunakan, kan indikatornya Ibu bilang bisa beda. Nah, itu

nggak jadi masalah, Buk?”

Guru B : “Sebenernya sih nggak jadi masalah. Yang materi pokok yang diminta

itu sama. Tapi otomatis, kita juga pakai indikator-indikator yang ada

di buku, kan. Nanti pas pertemuan MGMP, kita akan bahas nanti

materinya sampai disini, indikatornya nanti ada praktikum, Ibu Suarti

juga nanti praktikum, kalau saya tangki riaknya pakai video, ibunya

juga nanti pakai video. Jadi, ada persamaan-persamaan, mungkin

redaksi kata-katanya aja yang beda.”

Peneliti : “Materinya sama, ya. Kalau ulangan umum soalnya gimana, Buk?”

Lampiran 3.7

Page 317: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

306

Guru B : “Kalau ulangan umum soalnya sama. Tapi, kalau ulangan harian

soalnya beda. Kalau ulangan kita gantian bikin, kita ber-team,

biasanya berdua. Semester satu guru ini, semester dua guru lain lagi.

Kadang kita bikin setengah-setengah. Kadang kayak kemarin, karena

anaknya Buk Suarti kelas XI, soalnya saya yang bikin.”

Peneliti : “Materi ajar fisika untuk semester ini apa aja, Buk?”

Guru B : “Untuk semester ini, yang pertama kemarin itu kan torsi, kesetimbangan

benda tegar itu. Abis itu, yang kedua fluida dinamis. Kemudian, teori

kinetik gas. Pemanasan global. Kemudia, gelombang terakhir.”

Peneliti : “Nah, untuk kelas XI sendiri, mata pelajaran fisika itu di MIA aja,

Buk?”

Guru B : “Kelas XI, peminatannya di sini, untuk kelas lain itu diambil kimia

sama biologi karena, ya mengantisipasi kekurangan jam sih

sebenernya. Anak-anak dalam hal ini juga dianggap berminat dalam

kimia dan biologi. Karena untuk fisika, sementara jamnya sudah pas.”

Peneliti : “Sebelum mengajar itu biasanya persiapan apa yang ibu lakukan?”

Guru B : “Iya, biasanya sih kita buka-buka buku lagi. Misalnya kayak kemarin,

pemanasan global kan ada hal-hal baru yang saya nggak tahu, ya.

Jadinya harus dibaca dulu lewat internet. Misalnya tentang perjanjian-

perjanjian itu, lumayan, saya juga tidak mengerti sebenernya. Jadi,

harus dibaca lebih banyak. Kalau yang lain-lain, paling kita sekedar

menginga-ngingat aja. Soalnya ngajar beberapa tingkat kan otomatis

pikirannya bercabang. Kalau misalnya ngajar satu tingkat aja, kan

materinya bisa berulang-ulang. Tapi, kalau saya ngajar kelas XII

ngajar kelas XI lagi, semuanya berantakan jadinya.”

Peneliti : “Kalau sumber belajar, apa aja yang sering Ibu gunakan?”

Guru B : “Yang pertama, internet. Kemudian, dari buku yang emang sudah

dikasih sama sekolah, ya kayak buku paket, gitu, tapi bukan BSE.

Jadi, SMA1, SMA3, SMA4, bukunya sama. Untuk dapat buku itu,

guru sama siswa harus minjem di perpustakaan. Jadi, statusnya

minjem.”

Peneliti : “Kalau media pembelajaran, selain powerpoint, ada?”

Guru B : “Selain powerpoint, ya alat praktikum di lab. Kemudian, ada juga

fenomena alam yang kita transkrip jadi kayak cerita.”

Peneliti : “Kalau sumber dari buku, Ibu makek buku apa saja, selain buku yang

diberikan sekolah itu?”

Guru B : “Sebenernya kalau sekolah menyarankan menggunakan satu buku, tidak

boleh. Tapi, siswa juga mencari LKS di luar. Saya juga nggak tau

siapa yang menginformasikan ada LKS Kreatif, gitu. Jadi, secara tidak

langsung, karena kita kasian siswanya sudah beli, kita beli juga. Tapi,

kita gunakan untuk referensi saja. Kalau ada materinya cocok, kita

pakek. Kemudian ada buku Sagofindo yang juga bagus itu menurut

Page 318: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

307

saya. Siswanya itu beli di depan. Jadi, kita difasilitasi oleh MGMP

untuk beli buku-buku itu. ”

Peneliti : “Buku Sagofindo itu kayak LKS ya, Buk?”

Guru B : “Nggak. Kalau Sagofindo itu kayak buku diktat dia. Isinya itu ada

materinya, ada latihan soalnya, kemudian ada latihan soal yang berisi

kunci, ada latihan soal tanpa kunci.”

Peneliti : “Nah, dalam memilih sumber belajar dan media belajar itu, apa

pertimbangan yang Ibu gunakan?”

Guru B : “Pertama, mudah dipahami. Kan ada beberapa buku terjemahan yang

kata-katanya sulit dimengerti siswa. Kalau anak kuliahan, mungkin

bisa mengerti. Kalau anak-anak seukuran SMA susah mengerti.

Kemudian dari aplikasinya dalam kehidupan. Misalkan ada nggak

contoh-contoh, yang membuat siswa tertarik. Kemudian, dari segi

modul praktikumnya ada nggak disana. Maksudnya, yang bisa

mencakup semua materi yang kita ajarkan. Tapi, biasanya sih nggak

ada satu buku yang full berisi semua itu. Jadinya, kita ngambil dari

buku lain. Jadi, digabung-gabung, gitu.”

Peneliti : “Kalau teknis Ibu menggunakan media di kelas itu kayak gimana?”

Guru B : “Kalau powerpoint, ya sambil belajar kita pakek. Kalau pas praktikum,

baha-bahan praktikumnya mereka gunakan sesuai tuntunan LKS-nya

itu. Kalau misalnya kayak tadi saya bilang, kita memberikan cerita,

fenomena-fenomena yang dikemas dalam cerita yang unik, kejadian-

kejadian itu saya kemas dalam satu cerita, nanti fenomenanya apa,

mereka bisa cari. Itu sama dengan LKS dia modelnya. Itu aja, sih.

Kalau media yang lain, misalnya untuk gelombang saya makek video.

Itu pas pembelajaran kita tayangin. Kemudian misalnya ada animasi-

animasi flash yang bisa dimasukkan, ya kita gunakan.”

Peneliti : “Kalau sumber belajar yang digunakan siswa itu apa aja, Buk?”

Guru B : “Ya, sumber belajarnya hampir sama seperti yang digunakan guru, ya.

Karena ketika gurunya menemukan referensi yang bagus, kemudian

disampaikan di kelas, siswanya akan berusaha mencari. Kalau

siswanya yang menemukan referensi yang bagus, kita lihat-lihat dulu,

nanti kalau ternyata memang bagus, kita sampaikan dulu ke ketua

MGMP, ini anak-anak pada bawa buku ini, gimna kita mau makek

atau nggak, gitu. Kalau memang itu dipakai, nanti kita pakai kas

MGMP untuk beli buku itu. Nanti kalau misalnya pindah ngajar, dulu

saya kelas X, sekarang jadi kelas X, bisa dituker-tuker bukunya. Buku

tahun lalu kan bisa dipakek lagi.”

Peneliti : “Berarti mereka juga pakek buku paket, LKS, sama Sagopindo itu, ya?”

Guru B : “Iya. Karena ada beberapa soal yang bagus, biar nggak dibacain, saya

suruh, silahkan lihat buku Sagofindonya, kayak gitu.”

Page 319: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

308

Peneliti : “Bagaimana cara Ibu menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan?”

Guru B : “Kalau misalnya mereka lagi nggak mood, kita bisa mengalihkan ke

cerita-cerita yang unik, yang tentunya ada hubungannya ke pelajaran,

ya. Kayak kemarin kelas X, kan saya ngajar tentang elastisitas, kan

ada kejadian-kejadian, kalau ini diregangkan, bagaimana hasilnya. Ya,

dibawalah ke dalam kehidupan yang dalam tanda kutip, mereka sudah

mengalami, gitu. Mereka pasti akan ketawa-ketawa, dan mereka ingit,

oh konsepnya seperti ini dalam kehidupan. Misalnya, kemarin tentang

kalor, Q lepas = Q terima, kalau orang kaya pasti akan selalu

memberikan, berarti dia melepas. Ya, dengan contoh-contoh seperti

itu, mungkin mereka lebih memahami, ya.”

Peneliti : “Nah, untuk indikator sama tujuan pembelajaran itu, apakah Ibu

sampaikan?”

Guru B : “Nggak tentu, sih. Kayak kemarin kan saya berikan lewat powerpoint,

tapi kan males ya, ya sudah lewatin saja biar cepet. Toh mereka juga

tau dari silabus yang saya kasih.”

Peneliti : “Kalau menurut Ibu sendiri, siswanya perlu tahu itu?”

Guru B : “Sebenernya sih penting untuk disampaikan, ya. Cuman kalau waktunya

mendesak, itu menjadi tidak usah disampaikan. Karena pas

pembelajaran itu, siswanya kan bisa ngerangkum materi-materi apa

yang dikasih, pasti seputaran itu aja, kan. Masalah indikator itu kan

masalah kata-kata saja. Jadi, oh, waktu ini ibunya jelasin tentang ini,

pasti ini yang akan keluar nanti pas ulangan. Seperti itu sih

sebenernya.”

Peneliti : “Kalau teknik penilaian, itu Ibu sampaikan?”

Guru B : “Teknik penilaian, itu iya. Di pembelajaran saya sampaikan, sesuai

yang diminta sama kurikulum, misalnya ada penilaian observasi,

segala macem, saya sampaikan. Kalau untuk ulangan harian, itu pasti

disampaikan sebelumnya. Kalau untuk kuis, itu biasanya mendadak.

Kalau misalnya tugas, pasti terstruktur di rumah, gitu. Cuman, untuk

bobotnya itu yang kita nggak terlalu rinci. Paling, bobot untuk UTS

itu lebih besar dari ini. Cuman, entah mereka ingat atau tidak, kita

nggak tau. Yang mereka tau cuman belajar aja.”

Peneliti : “Kalau cara Ibu untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran, itu bagaimana?”

Guru B : “Kalau memotivasi, saya paling ngasih point. Jadi, siapa yang bisa

jawab, nanti saya kasih point. Kalau jawabannya benar, saya kasih

tambahan nilai 0,1. Mereka jawabnya, Buk kok dikit kali, tambahin

dong. Iya, kalau sering jawab, kan tambah banyak dia. Nanti kalau

saya kasih poitnya 1, nanti cepet naik nilainya. Nanti bisa-bisa ada

nilainya sampai 105, kan nggak mungkin, saya bilang gitu. Mereka

Page 320: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

309

dengan seperti itu, biasanya tambah antusias. Misalnya, dia penurunan

rumus itu kan agak susah, saya kasih nilai plusnya 1. Itu beda dia.

Dengan seperti itu, mereka termotivasi untuk menambah nilai.

Misalnya, saya kasih soal mereka, terus 10 pengumpul pertama bawa

ke depan, saya kasih poin plus. Mereka buat di meja masing-masing,

nanti temannya nanyak, nggak mau dikasih tau. Pokoknya dia harus

nomor satu, kayak gitu. Habis itu, mereka lari-larian dah ke depan.

Nanti saya cek, kalau memang benar jawabannya, saya kasih nilai

plus, kalau salah, saya kembalikan.”

Peneliti : “Kalau metode belajar yang biasanya Ibu gunakan, itu apa aja?”

Guru B : “Biasanya sih diskusi. Tapi ada juga ceramah untuk beberapa materi

yang memang bagi mereka sulit untuk didiskusikan. Kalau penurunan

rumus, kan bisa mereka diskusikan sama-sama. Nanti kalau sudah

selesai, kita lanjutkan dengan ceramah, terus nanti dari hasil

diskusinya, mereka kerjain di depan. Ya, dicampur-campur lah

metodenya.”

Peneliti : “Kalau model pembelajaran yang sering Ibu gunakan, apa?”

Guru B : “Biasanya sih saya gunakan model direct instruction?”

Peneliti : “Kenapa Ibu suka menggunakan model itu?”

Guru B : “Gini sih, kalau misalnya ada materi yang bisa proyek, kayak kemarin

fluida, kita pakek proyek. Tergantung produk akhir yang diminta itu

apa. kalau materinya nggak ada proyek, bisa dipakai direct

instruction.”

Peneliti : “Model direct instruction itu kayak gimana, Buk?”

Guru B : “Eh, kok direct. Discovery learning maksud saya. Direct instruction itu

kan model ceramah. Kayak kemarin, materi tentang teori kinetik gas,

itu kan agak abstrak ya, jadi kita pakek ceramah yang dicampur

dengan tanya jawab. Pas penurunan rumus itu, kita pakek ceramah,

dicampur dengan mereka diskusi dulu. Kalau discovery learning itu

kan mengarah ke fase itu, ya. Ada beberapa fase itu, saya lupa.

Pertama, misalnya pemberian rangsangan, gimana caranya. Kemudian

mengumpulkan data.”

Peneliti : “Kalau PBL pernah Ibu makek?”

Guru B : “Kalau problem based learning, itu waktu kelas X. Tapi pas saya buat

RPP, kalau kerangkanya tidak begitu jauh, itu langsung saya pakek

biasanya.”

Peneliti : “Pertimbangan apa yang Ibu gunakan dalam memilih metode dan model

itu?”

Guru B : “Tergantung materi, yang pertama, ya. Setelah materi, produk akhir

yang kita perlukan, apa. Kalau yang dibutuhkan berupa produk, kita

gunakan project. Kalau cuman untuk melatih penalaran, kita bisa

pakek problem based learning, inquiry, discovery learning, itu bisa.”

Page 321: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

310

Peneliti : “Untuk memenuhi permintaan pendekatan saintifik pada aspek

mengamati, bagaimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Kita ajak mereka untuk mengingat kejadian-kejadian yang mereka

pernah alami. Misalnya kayak kemarin, global warming, kemarin

hujan, dua hari yang lalu panas, kenapa itu bisa kayak gitu? Kalian

bisa mengamati cuacanya kayak gitu. Kita bisalah mengimajinasi,

kejadian kemarin itu kayak gimana. Mengamati juga namanya, kan.

Misalnya kayak tadi saya ngajar di XI MIA8, materi tentang

gelombang, saya suruh siswanya nyemplungin batu ke dalam kolam

tunjung, masukin batunya yang kecil aja, biar terlihat bentuk airnya,

siswanya mengamati dia. Oh Buk, bentuknya ada lingkaran-lingkaran.

Seperti itu sih cara mengamati. Bawa dia ke alam sekitar atau ajak dia

mengingat kejadian sebelumnya atau langsung melihat kejadian-

kejadian pada hari itu. Kadang, kayak kemarin saya kasih lihat gambar

fenomena.”

Peneliti : “Kalau mengajak siswa untuk menanya, gimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Aspek menanya biasanya kita munculkan dari diri kita dulu, ya. Pernah

nggak gini, mereka jawab pernah. Misalnya, pernah nggak kalian

mengalami kejadian aneh. Mereka nanyak, kenapa Buk kayak gini?

Aspek menanya itu muncul ketika mereka diskusi sama temen-

temennya. Kenapa kok bisa kayak gini. Dicari terus jawabannya.”

Peneliti : “Kalau aspek mencoba?”

Guru B : “Kalau mencoba, misalkan praktikum, kita kasih praktikum. Kalau

mereka coba rumus, kasih latihan soal, gitu.”

Peneliti : “Kemudian aspek menalar gimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Mereka mengaplikasikan, teorinya seperti ini, kenyataannya seperti ini.

Misalnya kayak kemarin, kita dibilang nggak boleh makan daging, ini

sapinya menghasilkan gas metana, apa hubungannya? Oh, ternyata gas

metana menimbulkan efek rumah kaca, membuat ozon menjadi

menipis dan berlubang, gitu. Oh, jadi kita nggak boleh banyak

konsumsi daging, biar nggak banyak ada sapi, sapinya biar nggak

banyak ada kotoran, otomatis gas metananya semakin berkurang.”

Peneliti : “Kalau penalaran dari segi rumus itu gimana?”

Guru B : “Kalau dari segi rumus, penurunan rumus jadinya. Kalau kemarin pas

teori kinetik, ada beberapa rumus yang harus diturunkan, silahkan

diturunkan. Kita sama siswa bareng-bareng nurunin. Misalnya, ada

persamaan, coba substitusi, mereka yang melakukan. Kalau misalkan

mengarahkannya, kemana dulu bawa, Buk? Iya, kesini dulu bawa.

Kita yang bantu. Nanti menurunkan selajutnya mereka bisa, kok.”

Peneliti : “Bagaimana Ibu mengembangkan aspek mengkomunikasikan itu?”

Guru B : “Kalau mengkomunikasikan, kayak kemarin itu mereka presentasi.

Mereka bikin dulu makalah, kemudian bikin powerpointnya. Mereka

Page 322: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

311

mencatat dulu apa point-point penting kerangka berpikirnya,

kemudian mereka tampil di depan. Kemudian ada beberapa teman

mengamati, memberikan penilaian terhadap penampilannya dulu yang

pertama, kemudian komentar terhadap tampilan powerpointnya

sendiri, apakah bisa dilihat atau gimana, komunikatif atau tidak.

Kemudian, baru mereka nanyak, setelah itu guru juga memberikan

masukan, menengahi kalau misalnya ada silang pendapat. Mungkin si

penyaji tidak mengerti maksud si penanya, begitu juga si penanya juga

nggak ngerti maksud si penyaji. Jadinya, kita tengahi di sana. Itu

aspek komunikasi. Tapi, kalau aspek komunikasi yang secara

langsung, itu kan bisa pas mereka Tanya jawab. Itu sudah melatih

komunikasi. Kemudian, kalau komunikasi yang formal kan pada saat

mereka presentasi. Kayak kemarin, mereka presentasi kan ada yang

ngomong, aku tu nggak ngerti maksudnya kao, kao tu nggak gini. Kan

bahasanya nggak formal, nggak bagus untuk orang yang presentasi

itu. Jadi, kita sampaikan, kalau presentasi nggak boleh ngomong kao

aku, gitu. Nggak boleh seperti itu, ya. Pakek anda, saya. Kemudian,

menurut pendapat kami, kalau memang kalian berkelompok. Kalau

sendiri, menurut pendapat saya. Kalau sudah dikasih masukan, bilang

terimakasih. Seperti itulah. Etika berkomunikasi juga kita ajarin

disana.”

Peneliti : “Kalau praktikum, sudah berapa kali Ibu melakukan selama semester

ini?”

Guru B : “Kemarin waktu pertama torsi, itu saya nggak praktikum, paling cuman

peragaan aja. Kalau membuka baut, itu kayak gimana. Saya

tayangkan video waktu itu. Kemudian bab 2 nya fluida dinamis, itu

mereka bikin makalah aja sih waktu itu tentang aplikasi hukum

Bernouli. Kemudian tentang pemanasan global mereka presentasi.

Terus nanti Melde baru bisa percobaan. Karena disini materinya kan

abstrak-abstrak semua. Kalau teori kinetik gas, kemarin kita pakai

video. Ada sih beberapa praktikum yang cuman kita imajinasikan.

Misalnya bola pimpong penyok, gimana ngembalikannya. Direbus,

Buk. Mereka tahu tentang itu. Kalau yang kayak gitu kita lakukan, kan

lama waktunya. Jadinya, saya pakai gambar aja, mereka bisa

menganalogikan. Kalau sekarang tentang gelombang kita bisa

praktikum Melde. Kalau karakteristik gelombang, kita pakai tali sama

slinki aja nanti. Mereka cuman nyoba aja, nggak sampai buat alat dan

bahan, kemudian indikator, gitu nggak. Kalau praktikumnya memang

ada set praktikumnya, itu nanti baru mereka buat laporan. Itu baru

terstruktur di lab nanti. Kalau misalnya cuman demonstrasi, karena

alatnya cuman 2, mereka kelompoknya 6, jadi kita bawa 3 di depan, 3

di belakang. Jadinya mereka mengelola disana sendiri. Kalau kelas X

Page 323: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

312

baru banyak praktikumnya. Kalau kelas XI itu kebanyakan abstrak

materinya. Untuk semester ini yang bisa dipraktikumkan itu cuman

Melde.”

Peneliti : “Kalau pas semester satu, apa aja praktikum yang Ibu lakukan?”

Guru B : “Gravitasi sama getaran harmonik aja.”

Peneliti : “Kalau menentukan kapan akan praktikum itu, apa pertimbangan Ibu?”

Guru B : “Kalau udah materinya nyampek sana, kita pesen lab dulu, karena

takutnya kan bentrok sama guru yang lain. Kalau pas bentrok terus

materi praktikumnya sama, yang belakangan pesen jadwal harus

ngalah. Jadi, harus direncanakan semuanya, kapan mau ulangan,

kapan mau praktikum. Misalnya gini, gelombang itu kita fokuskan

untuk 5 kali pertemuan. Satu kali pertemuan untuk karakteristiknya,

satu kali pertemuan untuk percobaannya, 3 kali sisanya kita manfaatin

untuk teori. Kalau misalkan ada beberapa hari efektif yang tiba-tiba

jadi nggak efektif, ya ini terpaksa dimampatkan. Jadi, nggak serta

merta minggu efektif yang kita rencanakan itu pas, gitu. Kalau

misalnya pas ppraktikum, tiba-tiba di telpon ada apa gitu, bisa laboran

yang ngambil. Tapi, kalau di awal labnya terpakai, terus alatnya berat

nggak bisa dibawa kemana-mana. Ya udah, kita mundur.”

Peneliti : “Pernah kejadian kayak gitu, Buk?”

Guru B : “Kalau bentrok pernah. Waktu praktikum titik berat kemarin. Saya

waktu itu praktikum titik berat. Buk Dewi praktikum gelombang

untuk kelas XII. Jadi, kalau titik berat kan kita bisa bawa ke kelas.

Jadi, di kelas saya praktikum. ”

Peneliti : “Kalau praktikum sendiri, gimana prosesnya, Buk?”

Guru B : “Pas mereka datang itu, mereka langsung duduk sesuai dengan

kelompok yang dibentuk sebelumnya. Nanti kita sampaikan tujuan

praktikumnya apa. Sebelumnya juga kita sampein, jadi mereka bisa

baca-baca di rumah. Kemudian, kadang LKS yang kita kasih itu LKS

terbuka. Maksudnya tanpa ada tuntunan. Tapi, untuk praktikum yang

agak sulit, itu bisa kita tuntun. Beda-beda nanti LKS-nya. Kan sudah

ada LKS terstandar di lab. Kalau misalnya kalor, agak gampang, kita

LKS-nya terbuka. Kalau misalnya Melde, dia agak susah, kemudian

alatnya rentan rusak, kita kasih tuntunan. Habis itu mereka baca dulu

LKS-nya, data apa yang diperlukan, kalau kelompoknya ada yang

nggak ngerti, bisa ditanyakan ke laboran atau sama gurunya. Karena

kan laboran juga di sana mendampingi.”

Peneliti : “Nah, setelah mereka dapat data, tindak lanjutnya itu, apa?”

Guru B : “Yang pertama, mereka diskusiin dulu. Kalau misalnya waktunya

cukup, kita langsung analisis. Sampein di depan, kelompok ini dapat

datanya berapa, kita sajiin, berapa persen kesalahan relatifnya, kalau

ada kendala atau kesulitan, itu kita bahas.”

Page 324: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

313

Peneliti : “Berarti buat laporan mereka, Buk?”

Guru B : “Laporan singkat aja pas itu. Nanti analisis lanjutannya dilakukan di

rumah. Laporan singkatnya itu aja dikumpul, misalnya datanya dapet

berapa. Biar mereka nggak manipulasi nanti. Data yang sudah mereka

dapet itu mereka bawa pulang, dianalisis di rumah, dibuatkan laporan,

nanti laporannya dikomunikasikan pertemuan selanjutnya.”

Peneliti : “Itu laporannya dibuat per individu atau kelompok, Buk?”

Guru B : “Kelompok. Tapi mereka analisisnya itu paling bareng-bareng. Ngatur

kegiatan kelompoknya tu, mereka bisa.”

Peneliti : “Iya, ini saja untuk hari ini, Buk. Terimakasih.”

Page 325: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

314

Transkrip Wawancara Empat dengan Guru B

Kode : Wan/D4/GB/09-05-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Guru B

Hari/Tanggal : Sabtu, 9 Mei 2015

Tempat : Ruang UKS SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Kalau aspek religius, gimana cara Ibu mengembangkannya?”

Guru B : “Ngucapin Panganjali Umat, nanti kalau kelasnya berakhir, kan jam 7-

8, sembahyang Tri Sandya.”

Peneliti : “Kalau dalam pembelajaran sendiri?”

Guru B : “Kalau dalam pembelajaran, ya kemarin pas pemanasan global yang

kelihatan, kan. Oh, Tuhan sudah memberikan kita lingkungan yang

bagus, tapi malah manusia yang merusak. Kan bisa mengarah ke sana

religiusnya.”

Peneliti : “Membuat rasa bersyukur, gitu ya?”

Guru B : “Tapi nggak sampai gini, misalnya bersama siswa mengucapkan

syukur, ya nggak sampai kayak gitu. Paling cuman tersirat. Kayak

kemarin, kan kita aplikasikan ke hari raya Nyepi konsep global

warming itu. Konferensi Perubahan Iklim yang PBB itu kan

membahas tentang nyepi dia, jadi secara tidak langsung agama lain

pun, oh ini lho hari raya Nyepi, kan kita umat hindu punya hari

rayanya. Ada Catur Berata Penyepian yang dianggap dunia bisa

mengurangi emisi gas rumah kaca.”

Peneliti : “Kalau aspek sikap itu yang Ibu kembangkan di siswa apa aja?”

Guru B : “Kalau sikapnya, sikap religius sama sosialnya. Kalau sikap ilmiahnya,

di praktikumnya.”

Peneliti : “Kalau pas pembelajaran di kelas?”

Guru B : “Kalau yang disiplin, ya itu, misalnya datang tepat waktu. Kalau fisika

yang saya ajar itu kan ada jam ke nol, jam 6.15. Kalau ada yang

datang jam setengah 7, nggak saya kasih masuk, sudah saya tutupin

pintu dia. Terus, kalau misalnya makan sama minum, nggak boleh di

dalam kelas. Kalau misalnya mereka nanti haus atau punya sakit

maag, harus minum, ya harus keluar. Meraka bilang, Buk saya permisi

mau minum ke luar. Nggak boleh minum di dalam kelas.”

Peneliti : “Kalau sikap jujur?”

Guru B : “Jujur, kalau ulangan. Yang kerja sama saya kasih nilai nol. Waktu ini

di kelas MIA7 ada kerjasama, saya robek pekerjaannya. Ada yang

nanyak dia. Ini soal objektif yang saya kasih, tapi soal objektifnya itu

ada caranya. Terus, dia bikin objektifnya aja dengan nanya ke

temennya, gitu. Langsung saya suruh, kamu sudah dua kali saya

peringatkan, masih kayak gitu, sini pekerjaannya, nggak usah

Lampiran 3.8

Page 326: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

315

dilanjutin, coret yang mana tadi kamu nanya, gitu. Mau dia nyoret,

yang ini saya nanya, Buk. Dia nyoret sendiri, jadi otomatis

jawabannya bener, tapi salah, gitu.”

Peneliti : “Berarti efektif cara itu Buk, ya?”

Guru B : “Ya, efektif, sih. Kalau mereka ulangan, terus tidak setengah-setengah,

soalnya saya lainin. Misalnya, A, B, gitu. Kalau misalnya setengah-

setengah, ya setengah di dalam, setengah di luar, lebih keliatan siapa

yang mau nyontek atau kerjasama. Kalau misalnya mereka semuanya

di kelas, ya saya betah-betahin berdiri dua jam, biar mereka nggak

nyontek atau kerjasama. Kadang saya balik kolong mejanya, kayak

UN. Biar suasananya baru, saya putar lagi dia. Ngadep ke belakang

dia ngerjainnya. Jadinya, kolong mejanya itu sudah otomatis terbalik.

Otomatis yang paling belakang pindah ke depan, di depan saya

jadinya dia duduk.”

Peneliti : “Kalau misalnya saat belajar itu ada siswa yang tidak serius, gimana Ibu

menanggapi?”

Guru B : “Kalau dia nggak serius, pasti saya tanyain dia. Kayak misalnya waktu

ini, Kris, apa yang dimaksud dengan ini? Apa, Buk? Itu dah, dari tadi

kamu bengong aja. Saya tegur-tegur sih biasanya. Misalnya bengong,

nglamunin pacarnya, ya? Nglamunin Buk Dayu aja lebih bagus.

Nggak berani dah dia, gitu. Kadang ada siswa yang ngobrol saya

tanyain gitu, dia bisa jawab. Mungkin setengah kupingnya dengerin

saya. Tapi, saya bilang, tolong yang di belakang jangan ngobrol aja.

Saya kasih peringatan seperti itu.”

Peneliti : “Kalau aspek kognitif, pengetahuan itu, bagaimana Ibu

mengembangkannya?”

Guru B : “Kalau kognitifnya, ya dari ulangan harian.”

Peneliti : “Kalau aspek psikomotor?”

Guru B : “Psikomotor, dengan praktikum.”

Peneliti : “Diskusi di kelas itu termasuk, Buk?”

Guru B : “Kalau diskusi di kelas, itu saya masukkan ke observasi sikap. Misalnya

kalau pas Tanya jawab, aktif dia. Buk, kalau menurut kelompok saya

seperti ini, itu berarti keaktifan dia saya masukkan ke nilai observasi

sikap. Jadi, sikap lebih dah dia dapat nilainya.”

Peneliti : “Kalau misalnya kemampuan presentasi dan komunikasi itu, Ibu nilai?”

Guru B : “Iya. Ada nilai yang kayak kemarin, di global warming itu tentang

makalah. Jadi, di disitu ada nilai untuk presentasi, saya masukkan ke

produk, produk untuk makalahnya dan produk untuk presentasinya.

Itu masuk ke keterampilan dia.”

Peneliti : “Kalau menutup pembelajaran, yang Ibu lakukan biasanya gimana?”

Guru B : “Ada yang bertanya, gitu dulu sebelumnya. Kalau nggak ada

pertanyaan, minggu depan kita akan belajar tentang ini, tolong

Page 327: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

316

dipelajari. Biar nggak saya aja nanti aktif di depan kelas. Nanti

mereka pelajarin di rumah. Nanti kalau saya ke kelas, mereka sudah

siap untuk, misalnya, ada yang mau bantu saya untuk menjelaskan di

depan, saya bilang begitu. Ada aja mereka, saya, Buk, gitu. Ada

memang beberapa anak yang terlihat ngekoh-ngekohan. Yang

semangat saya suruh maju dulu. Terus nanti yang tidak semangat,

coba ulangi penjelasan temennya, cuman ngulangin aja, masak nggak

bisa, saya bilang gitu.”

Peneliti : “Kalau tindak lanjut berupa PR?”

Guru B : “PR sering. Apalagi kalau pas menjelang ulangan, pasti banyak PR-nya.

Men, biar mau dia latihan soal. Kalau nggak digituin, orang males

dia.”

Peneliti : “Itu PR-nya Ibu tindak lanjuti, periksa?”

Guru B : “Kalau PR itu, paling yang saya lihat, ketepatan waktu dia ngumpul

dulu, pertama. Itu saya yakin mereka tidak mungkin tidak kerjasama.

Kadang saya lihat dulu yang paling pinter, pasti dia yang ngerjain.

Saya bandingin dah beberapa. Anak yang pinter, sedang-sedang, sama

yang kurang. Saya cocokin, kalau sudah sama, saya malas dah

meriksa. Yang penting ngumpul aja, dan tepat waktu, saya kasih dah

nilai.”

Peneliti : “Penilaiannya itu gimana?”

Guru B : “Kalau LKS misalnya, sudah berisi aja, dikumpul, saya kasih B. Kalau

misalkan dia detail sampai caranya, saya kasih A. Kalau itu kan untuk

nilai tugas. Kalau misalkan untuk tugas-tugas yang, misalnya pas saya

nggak sekolah, itu saya periksa detailnya gimana. Kalau misalnya

tugasnya buat di rumah, sudah pasti dah mereka kerjasama. Kalau soal

yang dibuat di sekolah, saya sengaja banyakin, biar peluang mereka

untuk bekerjasama itu kecil. Jadi, waktu terbatas, soal banyak, kan

nggak mungkin mereka kerjasama. Pasti mereka bikin yang mana

mereka bisa. Apalagi untuk tugas-tugas yang jumlahnya banyak, sama

kayak LKS, ada uji kompetensi, ada kompetensi 1, ada latihan soal,

jadi kan banyak itu, susah meriksa. Jadi, saya ambil gebogan dia, asal

sudah buat dari sini sampai sini, dapat nilai segini. Pakek huruf dia.”

Peneliti : “LKS Kreatif itu, ya?”

Guru B : “Iya.”

Peneliti : “Nah, dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 itu,

ada nggak permasalahan yang Ibu hadapi?”

Guru B : “Kalau pelaksanaan, saya rasa nggak ada karena tidak jauh berbeda

kalau dalam proses pembelajarannya. Cuman paling dalam penilaian

administrasinya aja yang agak banyak, gitu.”

Peneliti : “Kalau menilai aspek kognitif siswa itu, jenis penilaian apa saja yang

Ibu gunakan? Metodenya?”

Page 328: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

317

Guru B : “Ulangan harian, kemudian ada kuis. Kemudian, saya pernah ngadain

ulangan yang sistemnya kayak gini. Saya taruh meja 4 di depan, terus

saya undi nomor absen berapa yang harus maju. Kemudian, soal yang

akan dia kerjakan juga diundi. Jadi, mereka bikin. Saya kasih waktu

berapa, misalnya 5 menit. Mereka langsung bikin di sana. Di mejanya

sendiri-sendiri itu. Kumpul, gitu. Ada yang gitu saya buat, kalau

waktunya cukup. Kalau misalnya sudah mepet-mepet, seperti

sekarang sudah menjelang ulangan umum, kita kebut-kebut dulu, nanti

ulangan sekalian.”

Peneliti : “Itu masuk tes lisan, ya?”

Guru B : “Iya, karena dikerjakan langsung kumpul. Terus pernah juga saya bagi

papannya, bagi empat. Saya kasih soal, langsung mereka kerjain di

sana. Mereka nggak tau soalnya yang mau saya kasih. Sudah sampai

di depan, baru tau. Kalau nggak bisa, tetep diem di depan, sampai

bisa. Atau nggak, kalau misalnya nyerah, ganti soalnya lagi. Jadi,

yang suka lihat di sana kan ekspresi wajahnya mereka yang beda-

beda.”

Peneliti : “Kalau tes kayak gitu, instrument penilaiannya kayak gimana, Buk?”

Guru B : “Skornya itu istilahnya mencongak, terserah mereka caranya kayak

gimana, yang penting jawaban akhirnya benar. Karena kita kan

langsung melihat dia ngerjain soalnya. Jadi, nggak mungkin

kerjasama, kan. Jadi, kita nggak menilai struktur kerjanya kayak

gimana, yang penting jawaban akhirnya dapat dia. Kalau salah, nol

nilainya. Nanti, kalau dia nggak punya skor, saya kasih tugas. Kalau

dia ngumpul tugasnya aja, saya kasih satu.”

Peneliti : “Kalau kuis itu bagaimana penilaiannya?”

Guru B : “Kalau kuis sama dengan ulangan dia. Cuman jumlahnya sedikit, satu

soal, dua soal, gitu.”

Peneliti : “Berarti terlepas dengan RPP, ya?”

Guru B : “Ya. Yang ada disana tu paling soal kuis. Kan kalau kuis tu kan

situasional dia. Kalau kayak sekarang bulan mei sudah dekat ulangan

umum, kan kita kejar-kejaran materi, jadi kita nggak bisa ngasi kuis.

Habis waktunya, gitu. Kalau kuis kan sifatnya mendadak.”

Peneliti : “Kalau satu KD itu biasanya Ibu menggunakan berapa tes untuk menilai

aspek kognitif?”

Guru B : “Satu KD biasanya tugas, kuis, sama ulangan hariannya. Karena itu

juga yang diminta di kurikulum.”

Peneliti : “Dalam memilih jenis tes itu, apa pertimbangan Ibu?”

Guru B : “Kalau saya nyari soal itu di internet, saya pasti cari yang mengacu ke

UN. Soalnya, kan nggak mungkin kita ngasih soal yang taraf kuliahan.

Kalau UN entar mereka nggak bisa jawab, kan rugi juga. Jadi, kita

carikan soal yang setara UN. Biar bisa juga membedakan siswa yang

Page 329: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

318

pinter sama siswa yang kurang. Kita kasih beberapa soal yang

levelnya lebih tinggi, sehingga cuman ada beberapa orang yang dapat

seratus. Jadi, kebanyakan dah soal-soal setara UN yang saya pakek.”

Peneliti : “Ibu sampaikan itu ke siswanya?”

Guru B : “Nggak. Tapi kan dari latihan-latihan soal di kelas, kita makeknya

emang soal yang level UN. Di buku Sagovindo itu kan soalnya ada

pelang-pelang UN 2008, UN 2009. Nah, saya suka ngambil soal yang

kayak gitu. Mereka tahu tipe-tipe soal yang seperti itu.”

Peneliti : “Kalau soal-soal yang dibahas di kelas itu, biasanya kayak gitu yang Ibu

keluarkan pas ulangan?”

Guru B : “Iya. Kadang soal yang saya bahas itu saya keluarin lagi di ulangan.

Bisa nggak dia inget, gitu. Tanpa saya ganti angkanya, ada juga yang

salah. Ada yang saya ganti angkanya, tapi mirip dia. Ada yang bener-

bener beda”

Peneliti : “Dari semua tes yang Ibu gunakan itu, seberapa efektif itu mampu

mengukur kemampuan kognitif siswa?”

Guru B : “Ya, efektif banget ya. Yang paling efektif untuk mengukur

kemampuan siswa itu dari ulangan harian, kemudian dari praktikum,

dan yang paling efektif itu kan dari kemampuannya dia sehari-hari.

Kan karena misalnya ulangan harian mereka sakit, gitu. Kalau ada

siswa yang kesehariannya kita tahu dia pinter, tapi pas ulangan harian

dia dapat kecil, kayak waktu ini ada pas SAT (Semester Academic

Test) nilainya kecil, saya tanya kenapa. Dia bilang, oh iya Buk, saya

nggak belajar kemarin soalnya nggak enak badan. Jadi, kita nggak

mungkin acuannya, oh dia langsung dikasih nilai jelek, nggak kan.

Karena ulangan hariannya dia bagus-bagus, terus aktif juga di kelas.

Jadi, tidak serta merta gara-gara satu ulangan itu kita menjudge dia

bodoh, padahal kesehariannya dia bagus, gitu. Kebalikannya juga gitu.

Kalau misalnya dia kesehariannya bodoh, terus SAT-nya tiba-tiba

gede, curiga dah kita, gitu. Pasti ada perantara di antara mereka.

Mungkin kelas X nya bantu ngasih jawaban.”

Peneliti : “Oh, pada saat SAT itu duduknya selang-seling ya, X-XI gitu?”

Guru B : “Iya.”

Peneliti : “Kalau nilai akhir semester untuk aspek pengetahuan, itu gimana Ibu

menentukan?”

Guru B : “Kalau itu sudah dirumusin sama kurikulumnya. Data apa yang diminta

kita tinggal masuk-masukin aja. Ada pembobotan di situ.”

Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”

Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remidi. Kalau sudah cukup, ya

pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal yang lebih tinggi

levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak lanjuti itu, yang remedi.

Page 330: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

319

Saya kasih remedi di kelas. Kalau misalnya dua kali sudah remedi

nggak gini, baru saya kasih tugas.”

Peneliti : “Kalau menilai aspek afektif, itu gimana cara Ibu?”

Guru B : “Afektif, pakek pedoman observasi, kalau nggak, pakek jurnal, itu yang

dituntut sama Kurikulum 2013. Kalau penilaian diri sama penilaian

teman sejawat, jangan dah diharapkan nilainya banyak. Karena dia

menilai temennya sendiri pasti dah ada kerjasama. Tidak objektif.”

Peneliti : “Proses Ibu melakukan penilaian observasi itu kayak gimana, Buk?”

Guru B : “Kita bawa daftar nama siswa yang sudah diisi kolom-kolom kecil. Jadi,

nanti kalau misalnya ada siswa aktif menjawab, saya nilai plus. Nanti

terakhir pas ngerekap nilai, saya hitung dah berapa kali dia dapat plus,

nanti saya tambahkan sekian nilainya. Biasanya kalau plusnya satu itu,

saya tambahin nilainya 0,1. Misalkan nilainya dia 87, terus dia dapat

point plus berapa, saya tambahin.”

Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A nyontek. Tapi

itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending pakek observasi,

biar cepet, pakek tanda aja.”

Peneliti : “Kalau misalkan di penilaian jurnal itu ada siswa yang nyontek,

bagaimana Ibu merumuskan nilainya?”

Guru B : “Nggak dinilai kayak gitu. Paling buat catatan kita aja. Kalau dia sering

nyontek, misalnya yang lain dapat 4, dia 3 kasih, gitu.”

Peneliti : “Itu ibu gunakan sebagai pertimbangan nilai apa?”

Guru B : “Nilai sikap. Jadi, penilaian sikap itu kan ada penilaian observasi,

penilaian, diri, jurnal, dan sebagainya itu. Nilai maksimumnya itu 4,

misalkan ada siswa suka nyontek, saya kasih 2 di nilai jurnalnya.

Jurnal itu kan pada hari tertentu itu, dia melakukan apa, gitu. Kalau

misalkan dia nggak ada catatan penting, biasa-biasa aja, saya kasih 3.

Kalau misalnya dia jemet (tekun) sekali, 4 saya kasih.”

Peneliti : “Kalau penilaian diri sama teman sejawat itu sudah Ibu lakukan?”

Guru B : “Iya, sudah. Satu semester sekali. Karena itu instrumennya banyak,

tebal, satu orang itu bisa sampai 10 lembar. Jadi, saya suruh siswanya

fotocopy sendiri, habis itu mereka isi bawa pulang, hasilnya

dikumpul.”

Peneliti : “Kalau pertimbangan Ibu dalam menentukan kapan melakukan tes itu

gimana?”

Guru B : “Kalau penilaian sikap dia nggak terstruktur. Setiap pembelajaran kita

bawa rubrik observasinya, kita catat kejadian pentingnya saja.

Misalnya, oh ini ngomong aja kerjaanya, kasih aja dia tanda, gitu.

Hafal dah saya mana kelompok bocah-bocah yang kerjaanya

ngerumpi aja, terus ada yang ulangan suka nyontek. Itu kalau ulangan,

saya tungguin aja dia.”

Page 331: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

320

Peneliti : “Nah penilaian tersebut efektif nggak mengukur aspek afektif siswa?”

Guru B : “Iya. Karena kan kalau observasi itu sudah sangat efektif. Ingat jadinya,

kalau sudah diobservasi itu ada siswa yang nakal, terus aja

diperhatikan, gitu. Misalnya, sekali nyontek, setiap ulangan saya

tungguin dia, gitu. Sudah terlanjur tercoreng namanya, gitu.”

Peneliti : “Kalau penilaian diri sama teman sejawat itu efektif, nggak?”

Guru B : “Kalau menurut saya, itu tidak efektif.”

Peneliti : “Kalau begitu, menurut Ibu itu masih perlu nggak di terrapin di

kurikulum?”

Guru B : “Sebenernya sudah nggak perlu, sih ya. Cuman buat melengkapi

administrasi aja, karena kan dituntut. Kalau penilaian kayak gitu,

sebenernya kita malas jadinya. Kalau saya sepanjangtidak ada

pemeriksaan, saya buat aja dia sama. ”

Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A nyontek. Tapi

itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending pakek observasi,

biar cepet, pakek tanda aja. Misalnya si A saya kasih 3, si B juga saya

kasih 3. Karena walau diperiksa pun, hasilnya akan mirip-mirip

seperti itu. Dikasih kuesioner aja mereka kerjasama. Jadi, saya ratakan

aja. Kalau 3, ya 3 semuanya.”

Peneliti : “Kalau mengolah nilai semester aspek sosial itu kayak gimana?”

Guru B : “Kalau aspek sosial, pakek modus itu, yang paling sering muncul.”

Peneliti : “Untuk setiap metode dia pakek modus, Buk?”

Guru B : “Idealnya kan per KD bikin itu, kan. Tapi, yang diminta dikurikulum itu

cuman satu nilai. Semuanya satu, observasi, teman sejawat, semuanya

satu. Tapi, sebenernya kita ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan.

Jadi, kalau misalkan ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4 akan

sama dengan siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang diminta di

kurikulum itu pakek modus dan cuman satu nilai. Kalau menurut saya

itu kurang bagus. Karena, misalnya di jurnal dia sudah punya catatan

jelek, terus di penilaian dirinya, karena sudah sama dengan temannya,

saya kasih 4, di jurnal saya kasih 2, di observasi saya kasih 2. Tapi,

sekarang di spritualnya dia dapat 4, karena dia jemet maturan (rajin

sembahyang), misalnya pas Tri Sandya, dia jemet (rajin) Tri Sandya,

dia sering mengucapkan salam ke guru, kan sudah gede tu nilainya.

Jadi, kan otomatis yang nilai 2 tadi itu tertutupi. Sebenernya nggak

bagus, sih. Tapi, kalau saya, misalnya tertutupi kayak gitu, ya udah

salah satu nilai itu saya turunin biar nilainya dia lebih kecil. Nanti

pasti di penilaian dirinya saya potong. Walaupun dia bilang, saya tidak

pernah menyontek. Biar pun dia tulis 4, untuk siswa yang ketahuan

mencontek, saya kasih 3 untuk penilaian diri sama penilaian

temannya, biar nggak sama hasilnya, gitu.”

Page 332: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

321

Peneliti : “Kalau penilaian aspek psikomotor itu metodenya kayak gimana aja,

Buk?”

Guru B : “Dengan praktikum. Kadang-kadang presentasi. Portofolio, seperti yang

saya minta waktu kelas X, misalnya. Coba kumpulkan fenomena-

fenomena cahaya.”

Peneliti : “Kalau kelas XI, Ibu sudah mengadakan penilaian portofolio?”

Guru B : “Kalau kelas XI, portofolionya tentang fluida. Saya suruh mereka buat

makalah tentang pemanfaatan hukum Bernouli. Portofolio itu kan

mengumpulkan beberapa tugas jadi satu.”

Peneliti : “Kalau misalnya ulangan harian, kuis, kayak gitu itu Ibu bagikan

hasilnya?”

Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu. Kalau saya

yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya bagikan hasilnya. Kalau

saya salah meriksa, ya namanya manusia, mereka rela bawa punya

temennya yan bener, Buk ini dia dikasih segini, saya kok nggak. Saya,

lihat, kalau bener, saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa,

saya kasih mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini.

Baru nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa? Saya balik

nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu harusnya dapat

berapa? Saya ajarin cara meriksa, gitu. Nanti dikembalikan sama

temannya. Yang punya, periksa lagi, bener nggak temennya meriksa.

Habis itu, baru saya kasih nilai langsung. Nanti mereka langsung dah

tau nilainya berapa.”

Peneliti : “Kalau penilaian kinerja pada saat praktikum itu, apa aja yang Ibu

nilai?”

Guru B : “Kerjasama antar anggota kelompok. Terus, saya tanyak dia, kalau alat

ini fungsinya untuk apa, mereka tau nggak. Dari sana sih saya ambil.

Ya, paling pakek rentangan, di rubrik penilaiannya itu pakai 5, 4, 3, 2,

1. Misalnya, di suruh nyebutin alat, tapi nggak mesti harus semua, ini

apa namanya. Kalau dia bisa jawab, saya kasih dah berapa. Terus

habis itu, coba ceritain gimana cara kerjanya, mereka jelaskan.”

Peneliti : “Kalau penilaian proyek yang sudah Ibu lakukan itu apa?”

Guru B : “Kalau semester 1, bikin alat. Kalau semester 2, bikin makalah aja.”

Peneliti : “Yang kemarin waktu presentasi itu apa, Buk?”

Guru B : “Oh, itu. Penilainnya ada dari segi makalah, powerpoint, dan

presentasinya.”

Peneliti : “Kalau di kelasnya Pak Mahardika kan ada buat Maket gitu. Ibu juga

buat?”

Guru B : “Oh, nggak. Saya cuman lewat makalah aja. Kalau menurut saya, itu

dipajang dimana nanti, taruh dimana, toh dia juga bikin sampah

jadinya, gitu. Kalau menilai kreativitas siswa, kan ada majalah Mekar,

nanti biar ke sana aja dibawa kreativitasnya dia. Kalau saya cuman

Page 333: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

322

buat powerpoint-nya aja. Nanti, kalau mau diunggah, silahkan

diunggah, sertakan nama kelompoknya. Tapi, tetep kumpul ke saya

dalam bentuk softcopy presentasinya, kemudian makalahnya juga.”

Peneliti : “Saya kira itu kesepakatan MGMP, Buk.”

Guru B : “Nggak. Kalau itu kreativitas gurunya aja. Kalau saya soalnya gini, satu,

siswa terganggu. Walaupun dia bisa menggunakan barang bekas,

lumayan menyita waktu. Dan walaupun mereka punya kreativitas

tinggi bikin desainnya, toh nanti dipasangnya di kelas, bikin sampah

aja. Jadi, kalau misalnya bikin makalah dan powerpoint, bisa di

sharing ke teman-temannya di sekolah lain.”

Peneliti : “Kalau menentukan kapan melakukan penilaian proyek, penilaian

kinerja, kayak gitu itu, gimana?”

Guru B : “Pakek waktu dia, Dik. Kalau makalah, waktu itu saya kasih waktu 2

minggu dia. Bikin powerpointnya, saya kasih 1 minggu. Jadi, ada

mereka selesai bikin makalah, selesai bikin powerpoint. Baru

dipresentasikan.”

Peneliti : “Nggak Ibu mempertimbangkan jenis materi?”

Guru B : “Iya, memperhatikan. Cocok nggak dengan materi tersebut. Misalnya,

kalau global warming, kan nggak mungkin kita bikin alat. Kayak teori

kinetik gas, itu kan banyak rumus, saya kasih soal latihan saja.”

Peneliti : “Kalau pengelohan nilai akhir aspek psikomotor itu bagaimana, Buk?”

Guru B : “Psikomotor, berarti nilai eksperimen, kemudain ada nilai produk,

projek, portofolio. Jadi, ini semua harus ada sebenernya dalam satu

semester. Kalau saya proyeknya buat makalah kemarin. Produknya,

saya nilai powerpointnya, kan berupa produk dia, barang nyata dia.

Terus nanti portofolionya itu beberapa tugas yang dikumpulin, tugas

berjangka, tugas satu, dua, tiga, nanti dikumpul pada akhir semester.

Atau LKS yang saya periksa pada akhir semester, kan portofolio

namanya. Jadi, tinggal direkap aja.”

Peneliti : “Kalau psikomotor nilai siswa jelek, apa tindak lanjutnya, Buk?”

Guru B : “Kalau makalahnya jelek, saya suruh revisi. Tapi, kalau anak di suruh

buat proyek, makalah, produk, itu rata-rata bagus-bagus. Itu kalau

mereka dikasih waktu yang cukup, bagus-bagus hasilnya. Kadang

waktu saya nyuruh mereka bikin eskavator itu, saya mikir, kok bisa

mereka bikin yang kayak gini, ya. Nggak nyangka sebenernya waktu

eskavator itu. Eskavator itu kan waktu kelas X, tentang fluida statis.”

Peneliti : “Hasil-hasil penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor itu disampaikan

ke siswa semuanya, Buk?”

Guru B : “Iya, itu kan nanti berupa rapor. Kalau psikomotor untuk laporan

praktikumnya saya kasih ke anak-anak. Kalau ada praktikum yang

jelek, misalnya hasilnya gagal, saya suruh ngulang lagi. Tapi, harinya

Page 334: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

323

mereka nentuin sama laborannya. Nggak boleh ngambil pelajaran saya

lagi. Ntar habis pelajaran saya buat remidi aja, gitu.”

Peneliti : “Itu sampaikan langsung ke siswanya, ya?”

Guru B : “Iya. Ini kelompok ini jelek, coba diulang lagi. Saya mau giniin,

nilainya nggak bagus, gitu. Terus, diulang sama mereka. Kalau

misalnya semua sudah bagus-bagus, nggak diulang.”

Peneliti : “Berarti untuk remidinya, aspek kognitif sama psikomotor, ya?”

Guru B : “Iya. Kalau memang hasilnya jelek, ya saya remidi lagi.”

Peneliti : “Sistem remidi aspek pengetahuan itu gimana, Buk?”

Guru B : “Remidinya saya ambil hari lain. Biasanya hari Jumat. Soalnya juga

lain. Tapi, kalau mepet, nggak sempet bikin soal, ya soal itu saya

pakai lagi.”

Peneliti : “Nilai siswanya gimana dengan soal yang sama?”

Guru B : “Kalau misalnya soal yang sama saya kasih, karena nggak sempat bikin,

ada peningkatan. Tapi kan untuk remidi, pasti saya kasih 80. Biar

nggak bukannya perbaikan malah justru perburukan. Rugi saya ngasih

remedi.”

Peneliti : “Kalau teknis pengayaannya, Ibu gimana?”

Guru B : “Pengayaannya paling mereka belajar sendiri. Soalnya kan saya harus

ngawasin remedi. Nanti kalau gini, nggak bisa.”

Peneliti : “Nah, semua nilai-nilai itu Ibu laporkan kemana?”

Guru B : “Ke wali lewat kurikulum.”

Peneliti : “Kepala sekolah tau itu, Buk?”

Guru B : “Iya, karena dia neken (menandatangani) kan.”

Peneliti : “Nah, untuk penilaian secara keseluruhan, ada masalah Ibu?”

Guru B : “Saya rasa nggak, ya. Paling cuman ada beberapa anak yang, mana

tugasnya, sampai kepungin ngae (dikejar agar membuat) tugas. Mau

dikasih nilai, nggak. Kalau nggak, saya kasih nol. Kala terus-terusan

nggak ngumpul tugas, nggak usah dah ikut pelajaran saya, tak gituin.

Besoknya dikumpul dah tugasnya. Jadi, kita juga harus jemput bola.

Mana tugasnya, sini bawa. Ada beberapa anak gitu.”

Peneliti : “Kalau menilai aspek sosial ada masalah?”

Guru B : “Paling kayak saya bilang tadi, harus jeli mengingat nama-nama

mereka. Pas awal-awal, mungkin ya. Tapi, sekarang sudah hapal

semua. Karena saya juga nggak terlalu banyak ngajar, ya. Jadi,

gampang ngapalin nama anak-anak itu.”

Peneliti : “Kalau psikomotor, ada masalah?”

Guru B : “Nggak, paling pas praktikum kita cuman agak capek aja, nyagjagin

(mendatangi) ke sini, buin metakon (lagi ada yang bertanya) di sana,

dan itu kan ruangannya agak sempit.”

Peneliti : “Kalau misalnya Ibu ada masalah penilaian, ada nggak pihak lain yang

ikut memberikan solusi?”

Page 335: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

324

Guru B : “Kalau masalah penilaian dalam arti siswanya sering nggak masuk, saya

lapor ke kesiswaan. Pak, muridnya ini dua kali alpha pas ulangan,

saya bilang gitu. Pas ulangan harian ini. Setiap saya tanya, dia pasti

bilang kalau dia belajar malamnya, semengannya kiap (paginya

mengantuk). Kelasnya dia kan mulainya jam 6.15 pagi, selalu jam ke

nol, jadi dia sepanan (terlambat) bangun. Terus dia nggak masuk, jadi

nyusul lagi, gitu. Saya ajuin dia, sampai masuk ke BK itu anaknya.

Tapi sekarang udah jemet (rajin) anaknya itu.”

Peneliti : “Kalau kognitif apa masalahnya, Buk?”

Guru B : “Kalau kognitif, nggak terlalu sih masalahnya. Paling kita harus lebih

teliti melihat mereka kerjasama atau nggak. Jadi, nggak terlalu

mengalami kendala kalau kognitif.”

Peneliti : “Kalau manajemen kelas, Ibu ada kendala?”

Guru B : “Nggak, nggak terlalu.”

Peneliti : “Kalau kepala sekolah, pernah Ibu bilang ada masalah?”

Guru B : “Nggak. Kalau ada masalah itu, pertama wali dulu bilangin. Kalau wali

nggak bisa menangani, kasih tau ke BK. Nanti BK bekerjasama

dengan Wakasek Kesiswaannya. Kalau langsung ke kepala sekolah,

nggak boleh jalurnya.”

Peneliti : “Ini yang terakhir, Buk. Dari semua tuntutan pembelajaran Kurikulum

2013 itu, ada nggak komponen Kurikulum 2013 yang nggak efektif,

sehingga menyulitkan guru?”

Guru B : “Yang paling menyulitkan guru itu, yang di penilaian sikap, itu yang

paling sulit. Kalau di KTSP memang ada namanya penilaian sikap

juga, tapi di sini tuntutannya lebih detail. Kalau di sana, penilaian

sikap, ya udah terserah dah mau ngasih nilai berapa, yang penting kita

punya acuan. Kalau yang dueg (pintar) sekali, kita kasih 95. Kalau

dulu kan pakai angka, ya. Sekarang kalau yang agak munduran,

berapa kita kasih. Kan pakai rentangan nilai dia. Tapi, kalau

kurikulum yang sekarang ini, terlalu banyak sekali nilai yang harus

diisi. Kalau nggak diisi, nilainya nggak bisa keluar. Jadi, harus diisi

semuanya. Jadi, itu dah, kalau misalnya nggak ada pemeriksaan,

penilaian diri sama penilaian sejawat itu kita samakan, dipukul rata.

Kecuali seperti yang saya bilang tadi. Kasusnya yang nyontek itu, ya

udah saya turunin nilainya yang ini. Walaupun penilainnya dia besar.

Saya nggak pernah menyontek, kan sudah berbohong dia.”

Peneliti : “Sudah habis, Buk. Terimakasih, ya.”

Page 336: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

325

Transkrip Wawancara Satu dengan Siswa Guru B

Kode : Wan/D1/SGB/23-04-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Siswa Guru B

Hari/Tanggal : Jumat, 24 April 2015

Tempat : Ruang Perpustakaan SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Seminggu itu berapa jam Adik dapat fisika?”

Siswa : “4 jam seminggu.”

Peneliti : “Hari apa aja?”

Siswa : “Senin sama Kamis.”

Peneliti : “Apakah pembelajaran dalam seminggu itu selalu terisi? Apa pernah

kosong?”

Siswa : “Pernah, karena Ibunya kan jadi wakil kepala sekolah, ya. Jadi agak

sibuk. Kalau Ibunya nggak bisa ngajar, biasanya dikasih tugas aja.”

Peneliti : “Tugasnya itu diambil hari itu apa boleh dibawa pulang?”

Siswa : “Biasanya sih diambil hari itu.”

Peneliti : “Bisa selesai tugasnya hari itu?”

Siswa : “Bisa. Tugasnya itu nggak terlalu banyak sih. Biasanya 5 soal. Paling

jawab LKS.”

Peneliti : “Berapa jumlah siswa di kelas?”

Siswa : “35 orang.”

Peneliti : “Kelas sebelasnya rata-rata 35, ya?”

Siswa : “35-36”

Peneliti : “Pengaturan tempat duduk di kelas tu, Ibunya pernah ngatur?”

Siswa : “Kalau pas ulangan aja.”

Peneliti : “Gimana Ibunya ngatur?”

Siswa : “Yang di belakang di bawa ke depan, yang di depan dibawa ke

belakang. Kadang mejanya di balik, sehingga lubang mejanya itu di

sebelah depan.”

Peneliti : “Kalau fasilitas pendukung pembelajaran fisika di sekolah kira-kira

udah cukup nggak menurut Adik?”

Siswa : “Kalau lab, alatnya masih kurang gitu, ada juga alatnya yang rusak.”

Peneliti : “Kalau di kelas, LCD tu bisa dipakek?”

Siswa : “Bisa, Pak.”

Peneliti : “Sering dipakek kalau fisika?”

Siswa : “Lumayan, Pak.”

Peneliti : “Siapa yang makek, Ibunya?”

Siswa : “Iya, Ibunya. Kadang-kadang presentasi, kita yang pakek.”

Peneliti : “Bagaimana Ibunya membuka pembelajaran?”

Siswa : “Biasanya sih Panganjali. Terus bincang-bincang dulu. Bahas materi

yang kemarin-kemarin dulu, masih ingat atau nggak. Setelah itu,

Lampiran 3.9

Page 337: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

326

dikasi soal dulu, untuk yang waktu ni. Baru dilanjutkan dengan materi

yang selanjutnya.”

Peneliti : “Oh soal untuk pertemuan sebelumnya. Soalnya biasanya gimana tu

bentuknya?”

Siswa : “Biasanya sih soal hitung-hitungan, ya. Kadang juga dikasih soal buat

pemanasan dulu. Terus juga untuk memicu kita, kadang 10 orang

siswa yang udah selesai ngerjain soal, disuruh maju, entar dapat nilai

plus, gitu.”

Peneliti : “Soal yang dikasih itu dinilai sama Ibunya?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Selain memberikan pertanyaan yang terkait dengan materi

sebelumnya, pernah nggak Ibunya ngasih pertanyaan yang terkait

dengan materi yang akan dipelajari hari itu? Misalnya hari ini belajar

apa, terus Ibunya ngasih pertanyaan yang menyangkut kehidupan

sehari-hari gitu?”

Siswa : “Dites ya muridnya, udah belajar belum. Ditanya pengertian-pengertian

aja. Pernah sih Ibunya nanya kayak gini, kenapa orang sakit tu nggak

boleh dikompres pakek air dingin, gitu.”

Peneliti : “Setiap pertemuan Ibunya nanya kayak gitu?”

Siswa : “Pada saat materi tertentu aja.”

Peneliti : “Sekarang materinya udah sampai dimana?”

Siswa : “Pemanasan global.”

Peneliti : “Itu Ibunya kayak gitu apa nggak?”

Siswa : “Nggak. Kita disuruh presentasi. Kita dikasi LKS, kerjain berkelompok.

Abis itu, kita presentasikan. Ntar, bahas sama-sama.”

Peneliti : “Pada saat ngajar, apakah Ibunya selalu mengaitkan materi yang diajar

dengan materi sebelumnya, atau nggak?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Nah, di awal pembelajaran tu Ibunya biasanya nyampein urutan materi

yang akan diajar apa nggak. Hari ini kita akan belajar ini, habis itu ini,

dan seterusnya, kayak gitu? Apa nggak?”

Siswa : “Kalau memulai semester sama memulai BAB baru kayak gitu.”

Peneliti : “Kalau setiap pertemuan?”

Siswa : “Nggak. Nggak gitu Ibunya.”

Peneliti : “Kalau indikator disampaikan sama Ibunya?”

Siswa : “Indikator, pertama, pertama kali memasuki semester.”

Peneliti : “Dalam satu semester tu kan ada banyak BAB, itu semua disampaikan

sama Ibunya di awal semester?”

Siswa : “Iya. Ibunya bilang, semester ini kita akan belajar bab ini, bab ini,

secara keseluruhan indikatornya ini, gitu.”

Peneliti : “Tujuan pembelajaran per pertemuan itu disampaikan?”

Page 338: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

327

Siswa : “Di suruh baca aja sama Ibunya. Besok kita akan bahas ini, silahkan

baca ini di rumah, gitu aja.”

Peneliti : “Kalau manfaat mempelajari materi itu, disampaikan sama Ibunya? Ini

dalam kehidupan sehari-hari, ini akan berguna kayak gini, gitu

misalnya.”

Siswa : “Ada materi tertentu yang Ibunya bilang, ini kita ngaplikasikannya

kayak gini dalam kehhidupan sehari-hari.”

Peneliti : “Biasanya Ibunya nyampein itu pas jalan atau di awal?”

Siswa : “Pas jalan sambil diskusi.”

Peneliti : “Kalau teknik penilaian itu biasanya disampein nggak di awal. Nanti

akan ada kuis, gitu misalnya.”

Siswa : “Nggak. Kalau kuis tu biasanya mendadak diberikan sama Ibunya.”

Peneliti : “Setiap pertemuan pasti dikasih kuis apa nggak?”

Siswa : “Nggak. Tergantung Ibunya. Yang paling sering itu, itu dah, disuruh

ngerjain soal dalam waktu beberapa menit, terus cepet-cepetan dah

buatnya. Terus ntar dibatesin berapa orang maju. Ntar dapat nilai

plus.”

Peneliti : “Itu terus kayak gitu setiap pertemuan?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Menurut Adik sebagai seorang siswa, kira-kira perlu nggak guru tu

nyampein tujuan pembelajaran, teknik penilaian, urutan materi?”

Siswa : “Perlu sih. Biar kita tahu manfaatnya. Kalau belajar nggak ada gunanya,

kan nggak ada motivasi.”

Peneliti : “Kemudian kalau teknik penilaian, kayak kuis, itu perlu bagi Adik?”

Siswa : “Perlu banget. Soalnya bisa sebagai pembanding. Nanti kalau temennya

yang kurang aktif, malah dapat nilai gede, sedangkan indikatornya

sama, kan kita punya latar belakang buat protes sama Ibunya.”

Peneliti : “Ada pernah kayak gitu. Temennya rasanya nggak terlalu aktif, tapi

nilainya lebih gede. Ada gitu?”

Siswa : “Ada, Pak.”

Peneliti : “Buku yang Adik gunakan itu, buku apa?”

Siswa : “LKS Kreatif, Sagofindo, sama ada buku paket di kasih sama

sekolahnya.”

Peneliti : “Kalau buku yang kayak LKS kreatif ini, gimana itu? Ibunya yang

nyuruh beli atau gimana?”

Siswa : “Nggak. Nggak dipaksain. Kalau kalian membutuhkannya, silahkan beli

di luar. Soalnya sekolah nggak melayani jual-beli buku itu.”

Peneliti : “Tapi Ibunya juga makek itu sebagai panduan?”

Siswa : “Nggak. Sagofindo yang dipakek Ibunya.”

Peneliti : “Sagofindo itu buku apa?”

Siswa : “Buku warna ijo, kayak buku paket, tapi untuk latihan soal aja.”

Peneliti : “Itu buku buatan sekolah?”

Page 339: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

328

Siswa : “Bukan. Itu beli di luar.”

Peneliti : “Dimana beli?”

Siswa : “Di depan SMA 2, Sambangan.”

Peneliti : “Kayak LKS ya?”

Siswa : “Tebel dia, tipisan daripada paket dikit.”

Peneliti : “Kalau buku paket yang dikasih sekolah itu, biasanya digunakan apa

nggak?”

Siswa : “Biasanya untuk latihan soal. Terus, di buku paket tu, penjabaran

rumusnya kan ada. Sedangkan di buku paket itu, kan rumus jadinya

aja.”

Peneliti : “Materi yang diajar Ibunya diambil dari sana, ya?”

Siswa : “Ya.”

Peneliti : “Kalau menurut adik, buku paket yang dikasih sekolah itu, bagus atau

nggak? Kalau dibaca mudah mengerti apa sulit mengerti?”

Siswa : “Ada beberapa soal yang nggak ada contoh soalnya disana. Kalau di

Sagofindo itu kan ada contoh soalnya di depan, sehingga itu bisa

diikuti.”

Peneliti : “Berarti buku paket itu agak sulit, ya?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Kalau materinya sendiri, kalau dipelajari, mana yang lebih gampang

antara Sagofindo itu dengan buku paket?”

Siswa : “Kalau saya lihat sih buku paketnya. Karena di buku paket tu, rumusnya

diturunin, jadi bukan rumus jadi kayak di Sagofindo.”

Peneliti : “Ibunya itu ngasih PR biasanya dari buku yang mana?”

Siswa : “Akhir semester biasanya disuruh ngumpul LKS kreatif yang udah

dijawab.”

Peneliti : “Selain buku tadi, ada nggak sumber belajar lain yang adik gunakan?”

Siswa : “Internet sih ya. Kayak kemarin masalah global warming itu, di buku

fenomenanya kan nggak terlalu ditekankan, jadi kita nyari di internet.”

Peneliti : “Kalau pakek internet di sekolah pada saat jam pembelajaran, dikasih

sama Ibunya?”

Siswa : “Tergantung materi pembelajarannya. Kalau kita lagi membuthkan,

silahkan. Tapi kalau nggak, ya nggak..”

Peneliti : “Misalnya pada saat diskusi kelompok itu, boleh makek?”

Siswa : “Boleh. Ibunya sih santai ngajarnya.”

Peneliti : “Adik tahu buku apa yang digunakan Ibunya?”

Siswa : “Sama kayak siswanya.”

Peneliti : “LKS Kreatif punya dia?”

Siswa : “Ada kayaknya. Tapi Kreatif yang untuk pegangan guru tu.”

Peneliti : “Terus buku Sagofindo itu punya dia?”

Siswa : “Sagofindo, punya.”

Page 340: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

329

Peneliti : “Nah, materi yang disampaikan Ibunya kira-kira udah sama dengan

materi di buku yang adik punya?”

Siswa : “Kadang beda. Kayak kemarin pas kita belajar tentang gas ideal itu, kan

bahas tentang suhu gas monoatomik, diatomic, gitu. Jadi, beda-beda

dia suhunya. Ada buku yang bilang 250, ada yang bilang 500.”

Peneliti : “Terus keputusan Ibunya gimana?”

Siswa : “LKS aja dipakek akhirnya.”

Peneliti : “Selain buku, ada nggak sumber belajar lain yang pernah dibawa ke

kelas sama Ibunya?”

Siswa : “Ibunya punya buku catatan, gitu. Kayak kumpulan soal. Biasanya kita

kan dikasih pertanyaan pas pembelajaran berlangsung tu, kadang

ibunya juga ngambil soal dari situ.”

Peneliti : “Kalau media pembelajaran, ada nggak pernah dipakek sama Ibunya?”

Siswa : “Paling praktikum di lab aja.”

Peneliti : “Kalau di kelas kayak powerpoint itu pernah makek Ibunya?”

Siswa : “Pernah.”

Peneliti : “Sering makek Ibunya?”

Siswa : “Tergantung materi, sih. Kalau materinya hapalan gitu, penjelasan, pasti

Ibunya makek.”

Peneliti : “Gimana Ibunya makek media itu, pinter dia, atau pernah dia minta

bantuan siswa?”

Siswa : “Nggak. Mungkin karena Ibunya masih muda, ya. Kalau guru-guru

yang lain, pernah.”

Peneliti : “Kalau makek media kayak gitu, Ibunya melibatkan siswa apa dia

sendiri aja yang makek?”

Siswa : “Melibatkan siswa. Ibunya nanyak dari media itu, kemudian siswanya

disuruh jawab, ntar baru Ibunya lurusin lagi kalau jawabnnya keliru.”

Peneliti : “Kalau makek medianya, Ibunya aja sendiri ya?”

Siswa : “Ya.”

Peneliti : “Kalau di laboratorium, medianya apa?”

Siswa : “Biasanya laborannya sih yang nyiapin alat praktikumnya. Ibunya

tinggal nyiapin. Kita tinggal makek aja, sih.”

Peneliti : “Ada nggak alat di laboratorium itu yang jumlahnya sedikit, sehingga

nggak semua kelompok bisa barengan makek?”

Siswa : “Iya. Pas kita melakukan praktikum gravitasi, bebannya kekurangan.

Sehingga bergantian makeknya.”

Peneliti : “Kalau Ibunya bawa alat peraga yang dia buat sendiri, pernah?”

Siswa : “Nggak. Tapi kalau misalnya kita ini, pasti kita disuruh. Kayak kemarin

kita disuruh buat bangun datar sama bangun ruang untuk ngukur titik

berat tu.”

Peneliti : “Nah, media yang dipakek sama Ibunya tu, sesuai nggak sama materi

yang sedang diajar?”

Page 341: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

330

Siswa : “Sesuai.”

Peneliti : “Di powerpoint itu pernah nggak ada gambar, video, kayak gitu?”

Siswa : “Kalau gambar selalu Ibu menampilkan, tapi kalau video sampai saat

ini belum.”

Peneliti : “Kalau flash?”

Siswa : “Nggak. Paling powerpoint aja.”

Peneliti : “Powerpointnya isi tulisan sama gambar aja?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Nah, dengan memakai powerpoint itu, adik lebih ngerti apa nggak?”

Siswa : “Kalau saya sih lebih enak diterangin langsung sama Ibunya.”

Peneliti : “Kok gitu?”

Siswa : “Kita kurang bisa memahami aja Ibunya ngajar pakek powerpoint. Lain

kalau dijelasin itu, lebih ngerti. Nggak tahu kenapa, kalau Ibunya

jelasin itu cepet ngerti. Dari kelas X sampai kelas XI dapet fisika itu,

sama Ibunya paling ngerti.”

Peneliti : “Waktu kelas X, siapa yang ngajar?”

Siswa : “Ibu Rusmila.”

Peneliti : “Pada saat Ibunya ngajar, pernah nggak Ibunya nyuruh adik mengamati

sesuatu?”

Siswa : “Paling mengamati gambar di powerpoint aja. Kita lebih ke

membayangkan daripada mengamati secara langsung.”

Peneliti : “Kalau di laboratorium gimana praktikumnya?”

Siswa : “Kalau mengamati, praktikum fisika jarang. Kalau kimia biologi baru.

Kalau fisika paling mengukur aja.”

Peneliti : “Berarti nggak terlalu sering Ibunya nyuruh mengamati sesuatu, ya?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Pernah nggak Ibunya nyuruh kalian mengobservasi fenomena di

alam?”

Siswa : “Belum.”

Peneliti : “Kalau menyuruh siswa untuk bertanya pada saat pembelajaran?”

Siswa : “Pasti.”

Peneliti : “Gimana dia melakukannya?”

Siswa : “Ada yang belum dipahami. Biasanya ditanyakan langsung, kayak

gitu.”

Peneliti : “Terus gimana respon siswanya?”

Siswa : “Kalau memang nggak ngerti, ya ditanyakan. Dijelaskan lagi sama

Ibunya. Kalau bagian awal nggak ngerti, diulang lagi sama Ibunya.”

Peneliti : “Sering Ibunya kayak gitu, ya?”

Siswa : “Iya, sering.”

Peneliti : “Kalau ada siswa yang berpendapat, gimana respon Ibunya?”

Page 342: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

331

Siswa : “Mempertimbangkan juga Ibunya. Kayak waktu ini kan ada Ibunya

keliru, salah buat soal ulangan, terus temen-tmen protes, Ibunya

periasa dulu, ternyata memang bener, ya diperbaikin sih sama dia.”

Peneliti : “Kalau di kelas ada siswanya nanyak, Ibunya langsung jawab atau

gimana?”

Siswa : “Pasti dilemparkan ke siswa lain dulu. Ditanya siswa yang lain, ada

yang bisa jawab. Kalau misalnya jawaban siswa itu kurang tepat,

diluruskan sama Ibunya.”

Peneliti : “Kalau jawabannya udah tepat, gimana respon Ibunya?”

Siswa : “Ya, benar sekali. Pasti dia selalu bilang kayak gitu.”

Peneliti : “Kalau melakukan percobaan pada saat pembelajaran pernah Ibunya?”

Siswa : “Dulu pernah, sih. Disuruh gosokin penggarisnya ke rambut tu, terus

ada rambut yang berdiri.”

Peneliti : “Oh, tentang listrik statist tu?”

Siswa : “Iya, listrik statis.”

Peneliti : “Terus yang kemarin ngukur titik berat itu dimana dilakukan?”

Siswa : “Di lab.”

Peneliti : “Pada saat Ibunya nyuruh kalian percobaan, Ibunya ngapain?”

Siswa : “Pasti disamperin kita. Nggak mungkin dia cuman duduk, terus kita

disuruh ngelihat. Disamperin, terus kan mau berdirri tu rambutnya, dia

bilang, nah kayak ginilah listrik statis itu.”

Peneliti : “Dijelasin sama Ibuknya kenapa kayak gitu?”

Siswa : “Nggak. Mungkin males Ibunya karena kita sudah dapat dari kelas

satu.”

Peneliti : “Waktu titik berat?”

Siswa : “Dijelasin sama Ibunya.”

Peneliti : “Selama kalian kelas 2 diajar Ibunya, seberapa sering Ibunya

mengadakan kayak gitu? Kayak percobaan, menyuruh mengamati.”

Siswa : “Paling 3 kali rasanya, ya.”

Peneliti : “Pernah nggak Ibunya menyuruh siswa menganalisis data hasil

percobaan?”

Siswa : “Kalau praktikum titik berat tu, baru kita di suruh menganalisis.

Dikasih LKS sama Ibunya, baru disana kita menganalisis. Buat

makalah, terus presentasi.”

Peneliti : “Kalau belajarnya nggak pakek percobaan kayak gitu, analisisnya kayak

gimana?”

Siswa : “Paling dikasih soal aja.”

Peneliti : “Masalah yang menyangkut kehidupan sehari-hari itu, pernah disuruh

menganalisis nggak?”

Siswa : “Nggak pernah.”

Peneliti : “Kalau menyuruh siswanya untuk berkomunikasi, biasanya gimana

Ibunya?”

Page 343: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

332

Siswa : “Paling presentasi sama belajar kelompok pada saat pembelajaran.”

Peneliti : “Kalau menyampaikan pendapat sama bertanya Ibunya selalu nyuruh?”

Siswa : “Iya. Selalu. Sering.”

Peneliti : “Kalau praktikum di lab, dalam satu minggu itu seberapa sering?”

Siswa : “Nggak tentu. Soalnya praktikum di lab nggak kelas kita aja yang

makek. Mungkin pada saat mau praktikum ke lab, tapi ternyata labnya

ada yang makek, kita ke kelas aja, atau praktikumnya nggak jadi.”

Peneliti : “Kira-kira selama 6 bulan ini udah berapa kali praktikum?”

Siswa : “2 kali. Titik berat sama bandul, yang tentang nyari frekuensi tu.”

Peneliti : “Gimana pelaksanaan praktikum di lab itu?”

Siswa : “Kan baru datang. Perwakilan kelompok ngambil alat ke depan.

Alatnya ditaruh di atas meja kelompok masing-masing, dijelasin dah

teknisnya sama Ibunya kalau langkah-lah praktikum bisa dibaca di

LKS, kita kan dikasih LKS. Baru ngambil data.”

Peneliti : “Proses ngambil datanya gimana?”

Siswa : “Ibunya nyuruh, kalau praktikum itu jangan cuman satu aja yang kerja.

Bergilir, gitu. Biar kita sama-sama aktif.”

Peneliti : “Pas siswanya ngambil data, Ibunya ngapain?”

Siswa : “Diem di depan. Mantau-mantau dia ke setiap kelompok. Kalau ada

yang kurang jelas kita yang nyari Ibunya ke depan.”

Peneliti : “Nah, setelah selesai praktikumnya, tindak lanjutnya gimana?”

Siswa : “Nggak. Biasanya nyimpulin hasil percobaan itu.”

Peneliti : “Nggak dipresentasikan hasilnya?”

Siswa : “Nggak. Disimpulkan aja, per kelompok, terus nanti di kumpul ke

Ibunya.”

Peneliti : “Dinilai itu sama Ibunya?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Temen-temen suka nggak sama kegiatan praktikum yang dilakukan

sama Ibunya?”

Siswa : “Suka, ya. Soalnya kita kan nggak cuman belajar materi aja, praktek

juga. Kadang kan penasaran juga. ”

Peneliti : “Siswanya berharap praktikumnya sering atau gimana?”

Siswa : “Berharap, sih.”

Peneliti : “Ketersediaan alat praktikum di lab, gimana?”

Siswa : “Masih kurang sih sebenernya. Ada beberapa alat sih. Nggak semua.

Ada beberapa alat yang rusak mungkin belum diganti. Ada yang

pecah kayak waktu ini thermometer pecah.”

Peneliti : “Kalau suasana belajar yang diciptakan sama Ibunya, gimana?”

Siswa : “Yang saya tahu, Ibunya kan disiplin orangnya. Misalnya kalau ada

yang rebut. Saya mau menjelaskan, kalau kalian mau mendengarkan

silahkan denganrkan, kalau kalian tidak mau mendengarkan, silahkan

keluar. Biasanya ibunya bilang gitu.”

Page 344: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

333

Peneliti : “Gimana siswanya setelah digitukan?”

Siswa : “Diem semua, Pak.”

Peneliti : “Nyaman nggak sama suasana belajar yang diciptakan Ibunya?”

Siswa : “Nyaman. Ibunya nggak serius kali, sih. Ada saatnya dia becanda. Pas

serius, ya serius. Bersahabat Ibunya. Nggak jaga jarak dia sama

siswanya. Kayak temen biasa.”

Peneliti : “Pas Ibunya jelasin materi, semua siswa mau serius belajar?”

Siswa : “Serius. Untuk guru yang satu ini, guru yang bener-bener, gimana ya,

nggak kayak guru-guru yang lain, siswanya rebut. Ibunya punya aura.

Semua siswanya segan jadinya.”

Peneliti : “Kalau misalnya ada siswa yang nggak serius, gimana Ibunya?”

Siswa : “Ditunjuk untuk mengerjakan soal. Kalau pas Ibunya jelasin, siswanya

itu nggak memperhatikan dia, ditanya dia sama Ibunya, apa yang saya

jelaskan tadi, coba kamu jelaskan.”

Peneliti : “Gimana siswanya?”

Siswa : “Kalau memang dia nggak mendengarkan, nggak bisa jawab. Terus

diperingatkan sama Ibunya, lain kali jangan seperti itu.”

Peneliti : “Pada saat Ibunya ngajar, semua siswa bisa berpartisipasi aktif?”

Siswa : “Misalnya pas dikasi soal, terus yang itu-itu aja yang maju. Ditanya

sama Ibunya, yang lain kok adem ayem, terus mereka ditunjuk sama

Ibunya, biar merata.”

Peneliti : “Berarti semua siswa sudah pernah maju, ya?”

Siswa : “Iya. Kalau ada siswa yang jarang maju, dipaksa mau sama Ibunya.

Kan siswanya bilang belum selesai, Ibunya bilang ya maju aja, salah

nggak apa-apa, namnya juga belajar.”

Peneliti : “Pas siswanya maju, terus macet ditengah jalan, gimana Ibunya?”

Siswa : “Siswanya di suruh diem di depan. Paling Ibunya nyuruh tunjuk salah

satu temen buat bantu kamu di depan. Kalau semua nggak bisa baru

Ibunya jelasin.”

Peneliti : “Kalau memotivasi siswa biar aktif itu, gimana Ibunya?”

Siswa : “Kayak tadi saya bilang itu. Kita dikasih soal, siapa yang bisa maju,

dikasih nilai plus. Orang pas semester satu, kita nggak kayak gitu.

Karena semester satu kan nilai kita jelek, turun nilai fisikanya.

Kemudian semester dua Ibunya ngerubah sistem. Pas pertama masuk

itu kan semua pada nggak semangat siswanya. Terus Ibunya bilang,

kerjakan satu soal yang saya dalam waktu beberapa menit, nanti saya

batasi berapa orang yang maju ke depan. Kalau kalian pengen nambah

nilai kalian, silahkan maju ke depan, kalau nggak, diem aja. Terpacu

jadinya siswanya.”

Peneliti : “Kalau pelaksanaan pembelajaran, gimana aja sistemnya selama ini?”

Siswa : “Paling sering tu Ibunya jelasin, maparin materinya di depan.”

Page 345: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

334

Peneliti : “Pada saat Ibunya jelasin materi di depan, siswanya gimana posisi

duduk berkelompok atau gimana?”

Siswa : “Sendiri.”

Peneliti : “Itu antara belajar kelompok sama Ibunya jelasin, mana yang lebih

sering?”

Siswa : “Ibunya menjelaskan.”

Peneliti : “Dalam mengajar, apakah Ibunya sering mengaitkan materi pelajaran

dengan fenomena atau aplikasi dalam kehidupan sehari-hari?”

Siswa : “Jarang, sih. Tapi pernah.”

Peneliti : “Gimana Ibunya melakukannya?”

Siswa : “Kayak nyari contoh materi ini kayak gini penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari. Cuman dibilangin gitu aja. Jadi, kita nggak

mengobservasi.”

Peneliti : “Dijelasin contoh-contohnya itu sama Ibunya?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Ibunya menjelaskan materinya itu sistematis apa nggak? Maksudnya

gini, dari gampang ke susah?”

Siswa : “Iya, pasti kayak gitu.”

Peneliti : “Selalu kayak gitu, ya?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Kalau misalnya materinya sulit dimengerti atau abstrak nggak bisa

dibayangin, gimana Ibunya jelasin?”

Siswa : “Pakek contoh dalam kehidupan nyata Ibunya. Kita pernah melakukan

ini, kita pernah mengalami ini, kayak ginilah dasarnya.”

Peneliti : “Volume suara pada saat mengajar bisa di dengar sama seluruh siswa?”

Siswa : “Bisa.”

Peneliti : “Bahasa lisan, cara ngomong Ibunya bisa dimengerti?”

Siswa : “Bisa.”

Peneliti : “Nggak terlalu cepet?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Kemudian tulisan Ibunya di papan bisa dibaca?”

Siswa : “Bisa.”

Peneliti : “Kalau menutup pelajaran gimana cara Ibunya?”

Siswa : “Materinya kita cukupkan sampai disini, Paramasantih. Itu aja, sih?”

Peneliti : “Nggak nyimpulin materi Ibunya?”

Siswa : “Nggak, sih. Kadang materinya itu selesainya nggak pas di subnya itu

selesai, sehingga harus dilanjutkan minggu depan.”

Peneliti : “Nggak gini dia, hari ini kita udah belajar apa? Nggak gitu dia ke

siswanya?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Ibunya sendiri nggak nyimpulkan?”

Siswa : “Nggak.”

Page 346: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

335

Peneliti : “Ibunya menyampaikan materi yang akan dipelajari pertemuan

selanjutnya?”

Siswa : “Iya.”

Peneliti : “Terus ngasi PR nggak Ibunya?”

Siswa : “Nggak. Paling PR baca aja. Baca materi aja.”

Peneliti : “Kalau kuis diakhir pembelajaran itu, sering?”

Siswa : “Jarang. Mendadak soalnya Ibunya.”

Peneliti : “Gimana respon siswanya?”

Siswa : “Terkejut. Tapi, siap nggak siap, harus siap aja.”

Peneliti : “Menurut Adik, ada nggak Ibunya mengalami permasalahan saat

mengajar di kelas? Misalnya nggak bisa ngontrol siswa atau siswanya

sulit mengerti?”

Siswa : “Nggak pernah, sih.”

Peneliti : “Ada siswanya nilainya kecil sekali di mata pelajaran fisika?”

Siswa : “Ada. Karena mungkin dia sering sakit.”

Peneliti : “Terus gimana Ibunya gituin siswa itu?”

Siswa : “Setiap kesempatan pasti dia ditunjuk untuk membantu nilainya. Ya,

lebih sering lah, dia diutamakan.”

Peneliti : “Kalau dari Adik sama temen-temen sendiri, ada nggak permasalahan

yang dihadapi dalam pembelajaran fisika?”

Siswa : “Nggak, sih. Cuman saya perlu sering latihan aja.”

Peneliti : “Kalau punya masalah, misalnya nggak ngerti materinya, ditanyain

sama Ibunya?”

Siswa : “Pas Ibunya baru masuk, pasti ada aja yang nanyak. Terus Ibunya

langsung nanggapin.”

Peneliti : “Kalau menilai pengetahuan siswa, gimana biasanya Ibunya

melakukan?”

Siswa : “Kalau ulangan, apa materi yang dikasih Ibunya, itu pasti yang keluar.

Jadi, yang rajin nyatet, pasti nilainya gede-gede.”

Peneliti : “Bentuk tesnya gimana?”

Siswa : “Biasanya sih essay. Kadang objektif sih, tapi pakek cara.”

Peneliti : “Kalau tes lisan, pernah?”

Siswa : “Belum.”

Peneliti : “Kalau ulangan itu waktunya kapan?”

Siswa : “Biasanya sih di akhir bab.”

Peneliti : “Kalau siswanya aktif bertanya, dikasi nilai?”

Siswa : “Bertanya nggak, menjawab baru.”

Peneliti : “Pernah nggak Ibunya nyuruh siswanya melakukan penilaian diri?”

Siswa : “Pernah waktu itu, kan dikasih angket.”

Peneliti : “Gimana bentuk angketnya? Apa yang ditanyakan di angket itu?”

Siswa : “Kita nilai temen kita. Kemudian kita nilai diri kita sendiri.”

Peneliti : “Nilai dalam hal apa?”

Page 347: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

336

Siswa : “Kejujuran, kedisiplinan kita.”

Peneliti : “Kalau yang terkait dengan pemahaman siswa terhadap materi yang

sudah dipelajari ada nggak disana di angketnya? Kayak, saya sudah

memahami materi pada BAB ini?”

Siswa : “Nggak ada.”

Peneliti : “Itu seberapa sering Ibunya ngasih penilaian gitu?”

Siswa : “Pas semester satu aja.”

Peneliti : “Teknisnya gimana?”

Siswa : “Pas pembelajaran sudah berakhir, kita dikasih angketnya. Terus

dikumpul besoknya.”

Peneliti : “Siswanya jawab angketnya itu serius sesuai kondisi atau dibagus-

bagusin aja temennya?”

Siswa : “Serius. Soalnya Ibunya bilang, temen yang dinilai itu nggak boleh tau

nilai yang kita kasih.”

Peneliti : “Kalau pas praktikum di lab itu, Ibunya nilai nggak keaktifan siswa?”

Siswa : “Pasti.”

Peneliti : “Disampaikan sama Ibunya bahwa itu dinilai?”

Siswa : “Nggak. Tapi kayaknya dinilai sih sama Ibunya. Mungkin Ibunya

punya catatan sendiri.”

Peneliti : “Kalau disuruh buat proyek pernah? Atau membuat alat?”

Siswa : “Nggak, ada. Waktu kelas X baru.”

Peneliti : “Itu seberapa sering Ibunya ngasih penilaian gitu?”

Siswa : “Belum. Pas semester satu aja.”

Peneliti : “Hasil-hasil ulangan itu dikembalikan sama Ibunya?”

Siswa : “Iya, dikembalikan. Pas pertemuan selanjutnya atau minggu

depannya.”

Peneliti : “Menurut Adik sendiri, perlu nggak tau semua hasil penilaian Ibunya?

Misalkan ulangan dapat berapa, praktikum dapat berapa?”

Siswa : “Iya, pasti. Soalnya penasaran.”

Peneliti : “Untuk mata pelajaran fisika berapa KKM-nya?”

Siswa : “82.”

Peneliti : “Kalau ada siswanya kurang dari itu, gimana Ibunya?”

Siswa : “Diadakan remedi.”

Peneliti : “teknis remidinya gimana?”

Siswa : “Pada akhir BAB. Misalnya, dari 5 BAB, BAB mana aja yang remidi,

itu aja yang digituin.”

Peneliti : “Soalnya gimana? Sama apa beda nggak dengan ulangan?”

Siswa : “Beda.”

Peneliti : “Kalau siswanya udah memenuhi KKM, digimanain sama Ibunya?”

Siswa : “Nggak diapain, sih. Lanjut aja materinya.”

Peneliti : “Berati yang remedi itu ditempat terpisah dia ya? Khusus dia aja ya?”

Siswa : “Iya, ee.”

Page 348: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

337

Peneliti : “Nah, kalau dari segi kualitas penilaian, Ibunya gimana? Bagus nggak

cara dia menilai? Apa nepotisme, kalau dia nggak suka sama siswa

itu, dikecilin nilainya?”

Siswa : “Nggak. Ibunya sih disamain semua siswanya.”

Peneliti : “Permasalahan apa yang siswa alami terkait dengan penilaian? Ada

nggak pernah protes siswanya?”

Siswa : “Ibunya pernah salah menilai.”

Peneliti : “Terus gimana Ibunya nanggepin?”

Siswa : “Diperiksa lagi sama Ibunya, bener nggak dia salah. Kalau memang

bener, ya dikasi.”

Peneliti : “Kalau pengayaan, kayak memberikan materi tambahan di luar materi

wajib, pernah nggak Ibunya?”

Siswa : “Nggak, sih.”

Peneliti : “Ya, ini terakhir ya. Adik kan dari kelas satu dapat pembelajaran fisika

dengan Kurikulum 2013, ya. Gimana pandangan adik sendiri tentang

pembelajaran fisika berbasis Kurikulum 2013? Menyulitkan siswa apa

bagus?”

Siswa : “Kalau dilihat dari yang sekarang, yang ada, kayaknya Kurikulum 2013

itu kan guru itu kan tidak ngajar kan, tidak menerangkan materi,

cuman menekankan siswa untuk aktif. Itu sebenernya bagus sih unttuk

kemandirian kita, tapi ada saatnya siswa itu membutuhkan penjelasan

dari guru. Karena kita kan baru belajar juga, sehingga kan perlu

bimbingan yang lebih.

Peneliti : “Kalau kayak gitu, berarti ada siswa yang belum ngerti tapi nggak dapat

penjelasan dari guru?”

Siswa : “Ada. Itu dah jeleknya.”

Peneliti : “Khusus untuk pembelajaran Buk Dayu ada kayak gitu?”

Siswa : “Mungkin nggak ada, ya. Pelajaran lain baru ada.”

Peneliti : “Kalau Adik?”

Siswa : “Kalau saya sama sih juga. Kurikulum 2013 itu kan bagus sebenernya

tujuannya. Tapi kadang gurunya disitu dia memanfaatkan kesempatan

untuk tidak menjelaskan materi, jugaan siswanya sudah belajar

sendiri. Tapi, kalau Buk Dayu itu beda dia, memang dia menerapkan

Kurikulum 2013, kita dituntut aktif, tapi dia juga maparin materinya.

Kita kan di kelas itu kan ada yang ikut les gitu kan, jadi, sebelum

Ibunya ngajar kita juga sudah tahu materinya, gitu.”

Peneliti : “Ya, Dik. Kira-kira itu aja ya wawancara hari ini. Terimakasih, ya.”

Page 349: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

338

Transkrip Wawancara Satu dengan Kepala Sekolah

Kode : Wan/D1/KS/11-06-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Kepala Sekolah

Hari/Tanggal : Kamis, 11 Juni 2015

Tempat : Ruang Kepala SMA Negeri 1 Singaraja

Peneliti : “Jumlah guru fisika saat ini ada berapa, Pak?”

Kepsek : “Enam orang.”

Peneliti : “Terus yang sertifikasi?”

Kepsek : “Sertifikasi 5, yang tidak 1.”

Peneliti : “Terus dari semua guru itu, yang S1?”

Kepsek : “Satu orang aja yang tersisa. Yang lainnya sudah S2.”

Peneliti : “Jumlah kelas MIA-nya di sini?”

Kepsek : “Kelas X, XI, XII?”

Peneliti : “Iya, Pak.”

Kepsek : “X, 9 kelas. Kelas XI-nya, 8. Kelas XII-nya, 8.”

Peneliti : “Itu dengan jumlah kelas MIA segitu, teknis pembagian jam mengajar

untuk guru fisika itu bagaimana, Pak?”

Kepsek : “Sementara ini kan kita jadwalnya aman karena ada Kepsek sama

wakasek. Kalau nggak ada itu, kekurangan jam pasti. Tapi untuk

sekarang, kita bagi, rata-rata guru memegang dua angkatan kita

kesepakatannya. Misalnya saya kelas XII dan kelas XI. Ada yang kelas

XI sama kelas X. Kecuali bapak Kepsek yang hanya satu angkatan.”

Peneliti : “Kalau misalnya Kepsek full ngajar, berarti kekurangan jam berarti,

ya?”

Kepsek : “Iya. Kepsek kan cuman 6 jam, wakasek cuma 12 jam.”

Peneliti : “Oh, wakaseknya guru fisika?”

Kepsek : “Iya. Pak Sudana, wakaseknya.”

Peneliti : “Untuk jumlah jam pelajaran fisika per minggu, itu berbeda antara kelas

X, kelas XI, dan kelas XII?”

Kepsek : “Kelas X sama kelas XI sekarang 4 jam, sesuai dengan Kurikulum

2013. Kalu kelas XII itu 5 jam.”

Peneliti : “Kelas XII-nya itu masih KTSP, ya?”

Kepsek : “KTSP. Makanya setelah mereka bubar, tahun depan mati fisikanya.

Hilang jamnya 8 jam.”

Peneliti : “Oh, kok gitu, Pak?”

Kepsek : “Men dari 5 jam sekarang kelas XII kan 4 jam juga, kelas X 4 jam,

kelas XI 4 jam. Berarti 8 jam hilang. Pasti dah kekurangan jam tahun

depan. Baru dari kelas. Kalau misalnya dari wakasek bubar, gag ada

wakasek dari fisika, hilang lagi jamnya 12. Setelah itu, kepala lab kan

tidak diakui sekarang, hanya satu kepala lab, hilang lagi 12 jam. Buk

Lampiran 3.10

Page 350: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

339

Suarti sekarang kepala lab, jadi aman, kan? Nggak kepala lab, hilang 12

lagi. Sehingga totalnya tahun depan kita kekurangan 44 jam. Berarti

gurunya harus keluar ngajar.”

Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”

Kepsek : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita nyiapin

administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang nggak wajib itu,

kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi, perencanaan, meriksa

ulangan, itu nggak terhitung pekerjaannya.”

Peneliti : “Kalau tempat pembelajaran fisika biasanya dimana?”

Kepsek : “Di kelas sama di lab.”

Peneliti : “Nggak ada lagi di luar itu?”

Kepsek : “Di lab komputer kadang. Kan kadang kayak Buk Rusmila sering

makek, dia sering ngajarnya dengan pembelajaran online kan, sehingga

tesnya harus online juga, sehingga siswanya dibawa ke lab komputer.”

Peneliti : “Berarti fasilitas pembelajarannya salah satunya penggunaan ICT itu ya,

Pak?”

Kepsek : “Ya ICT, ada, lab juga nggak terlalu lengkap sih. Tapi, ya lumayan

memenuhi untuk praktikum dasar.”

Peneliti : “Rombongan belajar per kelas itu berapa, Pak? Berapa jumlah

siswanya?”

Kepsek : “Rata-rata 32. Tapi di kelas XI ada yang 36.”

Peneliti : “Itu sudah memenuhi standar?”

Kepsek : “SNP itu 32. Ya, kalau rata-rata sih memenuhi, tapi untuk beberapa

kasus kayak kelas yang saya ajar 36 gitu, itu karena MIA1 sama MIA2

emang dibatasin jumlahnya. 28 ya maksimum, sehingga yang lebih-

lebih dioper ke kelas saya. Kalau kelas XII antara 30 sampai 32, kelas

X juga.”

Peneliti : “Berarti pembelajaran fisika saat ini menggunakan standar proses

Kurikulum 2013 ya, Pak?”

Kepsek : “Ya, ee, K13.”

Peneliti : “Sejak kapan Kurikulum 2013 diberlakukan di sekolah ini, Pak?”

Kepsek : “Sejak Tahun Pelajaran 2013/2014.”

Peneliti : “Bagaimana upaya Bapak peningkatkan pemahaman guru tentang

Standar Proses Kurikulum 2013?”

Kepsek : “Kita rutin mengadakan workshop kurikulum setiap awal semester.

Kemudian untuk workshop pusat, kita juga telah beberapa kali

mengirim guru untuk mengikutinya.”

Peneliti : “Kemudian fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah sudah memadai,

Pak?”

Kepsek : “Sebagian besar sudah memadai. Tapi, ada beberapa alat di

laboratorium fisika yang rusak, seperti tangki riak.”

Peneliti : “Kalau supervisinya kayak gimana, Pak?”

Page 351: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

340

Kepsek : “Supervisi diserahkan ke tim. Ada tim supervisi. Untuk fisika, Pak

Mahardika yang supervisi.”

Peneliti : “Bagaimana supervisinya, Pak?”

Kepsek : “Supervisi sih lebih cenderung melihat bagaimana guru mengajar.

Kalau persiapan pembelajaran, ya formalitas aja. Kalau sudah ada,

okay. Tapi, di ngajarnya kita lihatin apa ada yang kurang. Tapi, dalam

satu semester cuman sekali bisa supervisi. Kadang dilihatin sekilas aja.

Karena kadang ada guru yang akan resisten kalau diliatin ke kelas. Buk

Dewi contohnya, agak resisten kalau diliatin ke kelas. Sama guru kayak

gitu, supervise lebih menggunakan pendekatan personal.”

Peneliti : “Bagaimana penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 yang dilakukan

guru fisika, Pak?”

Kepsek : “Sebagian besar sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum, tapi ada

beberapa bagian yang tidak berjalan dengan maksimal, seperti pada

penilaian. Kita tahu kalau di Kurikulum 2013 itu penilainnya banyak

sekali. Nah, biasanya guru tidak dapat melakukan semua penilaian itu

dengan maksimal. Penyebabnya yak arena keterbatasan waktu.”

Peneliti : “Kalau ada masalah gimana itu bahasnya, Pak?”

Kepsek : “Biasanya dibahas di MGMP.”

Peneliti : “Nggih, Pak. Sudah selesai wawancaranya. Terimakasih banyak.”

Kepsek : “Ya, sama-sama.”

Page 352: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

341

Transkrip Wawancara Satu dengan Pengawas Akademik

Kode : Wan/D1/PGW/23-04-2015

Jenis Data : Wawancara

Subjek Penelitian : Pengawas

Hari/Tanggal : Kamis, 23 April 2015

Tempat : Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng

Peneliti : “Swastyastu, Pak. Tiang (saya) Dana Santika, dari Jurusan Pendidikan

Fisika UNDIKSHA. Niki tiang mau nanya sedikit masalah

Kurikulum 2013. Bapak kan pengawas di SMA 1, ya?”

Pengawas : “Ya. Kebetulan di berikan tugas di sana.”

Peneliti : “Niki tiang mau nanya. Teknis pengawasan Kurikulum 2013 itu

bagaimana, Pak?”

Pengawas : “Eee begini. Jadi, kalau kami di SMA 1, yang pertama, istilahnya kita

mengadakan pemantauan atau observasi dulu. Pada saat observasi

tersebut, yang kami observasi pertama-tama itu adalah dokumen.

Kemudian yang kami minta itu adalah perangkat pembelajaran yang

sesuai dengan Kurikulum 2013. Jadi, dari perangkat pembelajaran

yang kami minta itu, apakah itu yang namanya silabus, apakah itu

yang namanya RPP, nah itulah yang kita nilai. Nah, setelah kita

mengadakan observasi dokumen, baru kita mengadakan diskusi.

Jadi, diskusinya di sana memecahkan permasalahan, kira-kira apa

yang belum dipahami dalam penerapannya itu sendiri. Nah, karena

kebetulan di SMA 1 itu kan gurunya orang-rang pilihan, kan,

sehingga pada umumnya kita tidak perlu menggurui, sehingga

sifatnya kita itu berkolaborasi. Itu rasa-rasanya yang kami lakukan.

Nah, setelah itu, baru dia terapkan sesuai yang ada, dia menerapkan

di kelasnya. Nah, karena kami telah mempercayai guru-guru di sana,

kami belum sempat melakukan observasi kelas. Observasi kelas,

kami lakukan pada minggu berikutnya setelah kita melaksanakan

pembinaan-pembinaan, lihat daripada hasil-asilnya dia di kelas,

sejauh mana. Itu sebenarnya yang kami lakukan.”

Peneliti : “Setelah dilakukan pengawasan nika (itu), wenten (adakah) tindak

lanjut, Pak?”

Pengawas : “Jadi, kalau di sana permasalahan-permasalahan yang ditemukan di

SMA 1 Singaraja rasa-rasanya tidak begitu signifikan, karena satu,

kembali lagi permasalahannya, dia mantan sekolah RSBI, dan

kebetulan juga guru-gurunya di sana sudah sangat kreatif mencari di

internet, IT-nya dia di sana sudah sangat memahami, sehingga begitu

ada permasalahan yang, nah, kita anggap bukan seperti

permasalahan-permasalahan di sekolah lain, sulit akhirnya kita

mengatakan, oh ini masalahnya, kan gitu, ya. Itu kalau di SMA 1.

Lampiran 3.11

Page 353: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

342

Jadi, rasa-rasanya permasalahan di SMA 1 itu hampir tidak begitu

menonjol, begitulah. Satu, kembali lagi, di SMA 1 itu, betul-betul

yang aktif itu siswa, ya kalau kita lihat guru-guru di SMA 1 itu, ya

coba cari ini di google, yah memang betul dia itu memanfaatkan

teknologi. Sehingga, yang namanya guru-guru di SMA 1, kalau dia

tidak menguasai yang namanya IT, itu secara tidak langsung, dia

sendiri yang akan mengundurkan diri. Lain kalau di sekolah yang

lain. Kalau di sekolah lain kan, anu, dapat, oh ini permasalahannya.

Nah, kalau kemarin, kembali lagi kita mengadakan evaluasi kinerja

guru, secara keseluruhan yang ada di kabupaten, ternyata di SMA 1

Singaraja, khususnya guru MIPA, yang kebetulan tiang (saya) basic-

nya itu kimia, pengawas fisikanya tidak ada, saya diberikan

kesempatan di sana untuk mendampingi, rasa-rasanya baik kinerja,

maupun dari segi administrasi, guru SMA 1 sudah di atas rata-rata

baik. Sudah memenuhi.dan juga kebetulan SMA 1 merupakan

perintis pengembangan Kurikulum 2013.”

Peneliti : “Nggih, Pak. Niki kebetulan tiang juga di sana meneliti, tapi tiang

mempelajari dua guru aja, Pak Mahardika sareng (dan) Ibu Dayu

Surya. Uning (tahu) Bapak?”

Pengawas : “Kebetulan kalau Pak Mahardika, satu, dia guru yang juara OSN,

sehingga dari segi kemampuannya, rasa-rasanya tidak perlu kita

anukan lagi, cuman dari face mukanya aja keliatannya kurang, dari

face mukanya itu rasa-rasanya, untuk wibawa dia tidak ada, tetapi

cara dia menyajikan, termasuk juga cara pendekatannya ke siswa itu

bagus. Kalau si Suryanya agak kurangan lagi sedikit.”

Peneliti : “Nggih, Pak. Nah, niki mangkin tiang (ini sekarang saya) nanya

beberapa nggih Pak, ya. Nah, gimana kemarin hasil pengawasan

Bapak dari segi pemahaman guru tentang pembelajaran, khususnya

untuk Pak Mahardika sareng Buk Dayu Surya?”

Pengawas : “Jadi kembali lagi. Kalau yang adik sebutkan tadi, dari segi

pemahamannya itu sudah di atas baik. Nah, kenapa tiang katakan di

atas baik, kembali lagi, begitu dia diberikan Permen tentang

kurikulum 2013, dia aktif dalam mencarinya itu, memahami, dan

langsung menerapkannya. Ya itu, kalau Mahardika. Jadi, kalau yang

Dayu Surya Dewi, karena masih muda, kemauannya juga sangat

tinggi, antusiasnya luar biasa. Sehingga, nah kalau kita berikan

rentangan nilai, Mahardika itu bisa dapatkan dari 91-95, sedangkan

Surya Dewi itu paling-paling dari 85-90. Itu dari segi

pemahamannya dia sudah baik. Sehingga, timbul kesan bahwa di

SMA 1 Singaraja khusunya, ingin tetep menggunakan Kurikulum

2013. Karena, satu, dari segi guru, kesiapannya itu sudah luar biasa,

dan secara hati nurani, kami sendiri selaku pengawas dan juga

Page 354: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

343

pemerhati pendidikan, rasa-rasanya kurikulum 2013 itu sebenarnya

sudah cocok di terapkan, cuma dari segi penilaiannya itu di sana sini,

sedikit perlu kita benahi. Khususnya hanya di dalam penilaian saja.

Kalau dari segi materi sudah dianukan, kita hanya tinggal

pemahamannya, kalau ini dilihat di silabusnya sudah ada, tinggal

dari silabus kita kembangkan, kita membuat indikator

ketercapaiannya itu sendiri, baik K1, KI2, KI3, KI4, itu sebenarnya,

kalau khusunya di SMA 1, kalau di sekolah yang lain, kami rasa-

rasanya nggak berani lah memastikan.”

Peneliti : “Nggih. Berarti dari segi pemahaman, sudah tergolong bagus berarti

Pak, ya?”

Pengawas : “Iya.”

Peneliti : “Namun, dari hasil pengawasan selama ini, ada nggak permasalahan,

atau ada yang belum mengerti Pak Mahardika atau Buk Dayu Surya

tentang konsep pembelajaran Kurikulum 2013?”

Pengawas : “Jadi, rasa-rasanya konsep-konsep yang ditawarkan Kurikulum 2013,

kebetulan sekali yang dijadikan sampel itu sangat memahami, gitu.”

Peneliti : “Selama ini, kalau misalkan ada masalah tentang pemahaman itu,

gimana diskusinya, Pak?”

Pengawas : “Kalau ada permasalahan yang berkaitan dengan konsep-konsep yang

ada, kami sebenarnya berkolaborasi dengan kurikulum. Jadi,

didampingi dengan Waka Kurikulum, di sana kita memecahkan

permasalahannya, kira-kira kenapa kok bisa begini, sehingga dari

Waka Kurikulum ini, yang notabenanya tupoksinya tu ini,

melemparkan konsep-konsep Kurikulum 2013 yang mestinya

diterapkan di SMA1 ini. Nah, walaupun secara nasional kita

konsepnya kayak gini, tetapi kan harus diadaptasikan di SMA 1.

Kalau SMA 1 yang kemarin metodenya sudah mengadopsinya ini

belum sesuai, ini yang digitukan. Sehingga rasa-rasanya lagi sedikit,

oh ini yang cocok, gitu.”

Peneliti : “Kalau dari segi perencanaan pembelajaran, yang Bapak awasi itu apa

aja?”

Pengawas : “Kalau dari segi perencanaan, yang menjadi tupoksi kami, bahwa

yang pertama perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajarannya

ini yang kami minta sesuai dengan panduan yang ada, harus

dilengkapi dengan Permen-Permen 13. Kalau kita tidak didampingin

ini dengan permen ini, kita dalam melakukan pembinaan dan

evaluasi itu, kan sulit. Karena kami dibekali itu, khusus untuk

pengawas, setiap bimbingan dibawa.”

Peneliti : “Instrumennya itu berupa napi, Pak?”

Pengawas : “Kalau instrumen perangkat pembelajaran, di sana ada program

tahunannya nggak, selanjutnya ada program semesternya nggak,

Page 355: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

344

selanjutnya jadwalnya ada nggak, SK pembagian tugasnya ada

nggak. Administrasi pembelajaran, RPP-nya, yang pertama itu

adalah SK-KD ada nggak, kemudian tercantum di dalam permen ini.

Lanjutnya yang namanya pengembangan RPP di jelaskan dalam

permen nomor enam sekian, kan gitu. RPP-nya ini kita ambil salah

satu dan kita cocokkan dari RPP yang diberikan nasional.

Selanjutnya nilai, di sana ada daftar nilainya nggak untuk masing-

masing siswa. Selanjutnya setelah ada daftar nilai, kita lihat yang

dinilai itu, kognitifnya gimana, afektinya gimana, psikomotornya

gimana. Itulah yang kita bawa. Itu kita nilai dengan rentang skor 1-5.

Kalau dia tidak membuat sama sekali, kita centang skor 1, nah ini

yang kita fokuskan, kok anda ini yang kurang. Nah, kalau ada

nilainya empat, kan belum sempurna, tolong benahi pada bagaian

ini. Lanjut lagi kita lihat RPP-nya, kok langkah-langkahnya, aaa itu.

Kembali lagi saya jelaskan bahwa kami pengawas akademik dibekali

instrumen-instrumen penilaian. Kalau kita ingin melihat perangkat

pembelajaran, ditulis di sana, satu, dua, tiga, dan seterusnya. Itu kita

bawa. Coba si Mahardika anunya ada nggak, dibawakan semuanya

dalam satu map. Oh ini ada, ini, ada, dan seterusnya. Kalau kami

ingin mengawasi proses pembelajaran, di sini ada instrumen tentang

itu, setelah selesai kita nilai kita diskusikan ke gurunya, tadi kok gini

ya. Gitu. Kalau kami ingin melihat dari segi adminsitrasi

pembelajarannya, kami bawa instrumennya. Ya tinggal itu saja. Dia

juga sudah pegang itu. Itulah rambu-rambu yang dia harus

persiapkan, nanti kalau pengawasnya datang sudah dia siapkan.”

Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian dari hasil pengawasan selama ini, kira-kira

ada nggak permasalahan dari perencanaan sampai evaluasi itu, Pak?

Yang dialami sama Pak Mahardika sareng Buk Dayu?”

Pengawas : “Kalau Pak Mahardika, kembali lagi, kalau yang dibilang

permasalahan, kok sulit saya mengatakan, ini ada masalahnya begini,

karena dia sudah mengacu dan sesuai dengan permen-permen

Kurikulum 2013.”

Peneliti : “Kalau dari segi Buk Dayu?”

Pengawas : “Kalau Dayu, yang kita temukan kemarin itu berkaitan dengan

penilaian KI1 dan KI2. KI1 dan KI2-nya itu kalau kita lihat, di sana

yang namanya KI1 kan secara tidak langsung, tapi harus dibikinkan

indikator evaluasinya, itu yang masih jadi permasalahan secara

umum, gitu. KI2 sosialnya juga itu, kan untuk sejumlah siswa harus

dievaluasi secara simultan, nah itu yang jadi masalah. Sehingga,

belum bisa terlaksana secara utuh. Paling-paling dia memberikan

penilaian baru, yang semestinya sampai lima komponen, baru 1

Page 356: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

345

sampai 3 yang sudah dilakukan, yang lain belum. Tidak bisa

dilaksanakan secara simultan, begitulah.”

Peneliti : “Kalau pelaksanaan pembelajaran di kelasnya, kira-kira sudah sesuai,

Pak?”

Pengawas : “Kembali lagi, Mahardika sama Dayu kan kemampuan IT-nya

memang sudah bagus, kalau mengajar bisa menggunakan

powerpoint untuk menyampaikan konsep-konsep yang dipandang

perlu.”

Peneliti : “Dari segi evaluasi, apakah tuntutan Kurikulum sudah lengkap mereka

lakukan, Pak?”

Pengawas : “Iya.”

Peneliti : “Mangkin terakhir, Pak. Kalau menurut pandangan Bapak sendiri

sebagai seorang pengawas, kira-kira apa bagian dari Kurikulum 2013

yang kayaknya sulit sekali diterapkan sama guru, sehingga sampai

saat ini belum bisa diterapkan?”

Pengawas : “Yang menjadi permasalahan umum guru-guru terkait pembelajaran

dengan Kurikulum 2013 itu adalah banyaknya permintaan dari pusat.

Padahal awalnya, dijanjikan bahwa guru tinggal action. Awalnya

didengang-dengungkan oleh pemerintahan pusat bahwa guru jangan

lagi dibebankan dengan administrasi tetek bengek (segala macam),

tinggal action. Setelah itu, kenyataannya, dengan adanya aturan yang

dibuat, inovasi guru tertekan. Karena apa? Memang KI-KI nya itu

sudah disiapkan sama pemerintah, selanjutnya silabus juga sudah,

yang belum itu kan RPP nya, yang harus dibuat oleh guru dengan

mengacu ke permen-permen itu. Sebagai contoh dalam materi

vektor, itu aturannya harus menerapkan model pembelajaran ini,

namun kalau kenyataannya kondisi siswanya tidak cocok dengan

model itu, kan gurunya memaksakan membuat perangkat

pembelajaran RPP kayak gitu. Kalau kemarin pas KTSP, guru bebas

menentukan model apa yang digunakan, pemerintah pusat hanya

menentukan kerangka-kerangkanya saja. Tapi, kalau Kurikulum

2013 semua itu sendiri, tetek bengek nya harus dibuat. Itu yang

menjadi keluhan daripada guru. Kalau dulu buat RPP paling-paling

2-3 halaman, tapi kalau sekarang, satu RPP bisa sampai 6-7 halaman.

Kenapa itu harus lengkap sekali, dari segi KI4, keterampilannya, itu

kita harus memuat semuanya. Selanjutnya dari segi evaluasinya,

banyak sekali. Kalau seandainya guru diberikan keleluasaan

mengembangkan itu dengan kerangka-kerangka saja, rasa-rasanya

Kurikulum 2013 aman. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru-guru

yang tiang awasi, kok tugas kita hanya terfokus pada administrasi

saja. Administrasi yang baik belum tentu hasilnya baik.”

Page 357: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

LAMPIRAN 4

TEMUAN-TEMUAN DALAM

TRANSKRIP WAWANCARA

PENELITIAN

Lampiran 4.1 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru A

Lampiran 4.2 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru A

Lampiran 4.3 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A

Lampiran 4.4 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru B

Lampiran 4.5 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru B

Lampiran 4.6 Temuan-temuan dalam Transkrip Tiga Wawancara Guru B

Lampiran 4.7 Temuan-temuan dalam Transkrip Empat Wawancara Guru B

Lampiran 4.8 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B

Lampiran 4.9 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah

Lampiran 4.10 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Pengawas Akademik

Page 358: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

346

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/GA/18-04-2015

Kode Temuan

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T1

Peneliti : “Dari mana Bapak dapat pengetahuan tentang konsep

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013?”

Guru A : “Oh, itu baca dari Permendikbudnya, kan. Setelah itu, ada

workshop, dan baca-baca aja.”

Peneliti : “Workshop itu dari sekolah apa Bapak sendiri mengikuti?”

Guru A : “Yang dari sekolah ada. Kemudian ada workshop dari pusat.”

…………

Peneliti : “Bapak punya teks panduan tentang pembelajaran berbasis

Kurikulum 2013?”

Guru A : “Lengkap sih enggak, ada pokoknya. Karena workshop yang di

pusat juga nggak ngasih buku, kan.”

Peneliti : “Darimana Bapak dapat panduan itu?”

Guru A : “Download, lah.”

Peneliti : “Terus berperan nggak panduan itu, Pak?”

Guru A : “Itu yang memang acuan kita sekarang, kayak yang dari

Permendikbud 81A berubah jadi Permendikbud 103, yang

gitu.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T2

Peneliti : “Pelatihan Bapak sudah berapa kali pernah ikut?”

Guru A : “Totalnya kalau yang di sekolah dua kali. Pusat sekali. Jadi tiga

kali.”

Peneliti : “Gimana peran workshop itu terhadap pengetahuan Bapak

tentang Kurikulum 2013?”

Guru A : “Workshop sih dominan ngasi bagaimana melakukan evaluasi,

ya. Karena masalah utama guru, kalau guru IPA, sebenernya

kan, ya pendekatan saintifik sudah biasa. Tapi yang masalah

itu, bagaimana melakukan evaluasi, bagaimana menyusun

rubriknya, bagaimana melaksanakannnya. Orang pusat enak

ngomong, lakukan ini, lakukan itu, coba deh dengan alokasi

waktu segitu, dengan jam mengajar segitu, bisa nggak?”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T3

Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian, menurut Bapak, kenapa Kurikulum

2006 tu diganti dengan K13?”

Guru A : “Sebenernya hampir sama-sama menekankan pada kompetensi

orang sih. Cuman di Kurikulum 2013 kan lebih menekankan

pada proses pembentukan kepribadian, sebenarnya. Di

Kurikulum 2006, kalau nggak salah di situ juga dibentuk

kepribadian, tapi di situ tidak diminta secara eksplisit untuk

menilai kepribadian orang. Kalau di K13, memang sudah jelas

diminta.”

Peneliti : “Berarti itu perbedaannya?”

Guru A : “Yang lain, kalau guru IPA pendekatan saintifik mungkin

nggak terasa. Tapi bagi orang IPS, proses belajarnya jadi

berbeda, kayak gitu. Tapi kita biasa saja, kan? Saya sering

pakek problem based learning. Ya, yang paling sering sih,

project based learning juga, yang biasa kita lakukan. Jadi, ada

Lampiran 4.1

Page 359: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

347

Kurikulum 2013 yang merekomendasikan tiga model, kan,

problem based learning, inquiry, sama project. Ya udah,

sudah biasa bagi guru IPA. Ya, walaupun tidak setiap

pembelajaran mereka laksanakan.”

………...

Peneliti : “Apa perbedaannya dengan yang Kurikulum 2006, Pak?’

Guru A : “Penilaian yang banyak berubah. Kalau proses

pembelajarannya, ya itu-itu aja. Di Kurikulum 2006 saya

pakek problem based, ya di sini juga problem based. Cuman

mungkin lebih detail dieksplisitkan dia ke gininya. Itu sih aja

sebenarnya.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T4

Peneliti : “Karakteristik pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum

2013 itu seperti apa?”

Guru A : “Itu lebih menekankan pada ini, proses mendapatkan

pengetahuan secara saintifik, itu aja sebenernya. Kan semua

proses pembelajaran kayak menanya, mengeksplor, yang

kayak-kayak gitu, mengkomunikasikan, itu sebenernya udah

pendekatan, apa ya namanya, sikap ilmiah itu kan sebenarnya.

Lebih ditekankan disitu aja sih sebenernya.”

Peneliti : “Dalam pembelajaran Bapak kan pakek pendekatan saintifik,

ya? Bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan

saintifik itu, Pak?”

Guru A : “Sebenernya dimulai dari cara berpikir orang IPA kan. Mereka

ada masalah, kemudian mereka menanya, kemudian

merumuskan hipotesis, kemudian mengeksplor sumber-

sumbernya, kemudian mereka mengelaborasi, setelah itu

mereka mengkomunikasikan, kan. Eh, asosiasi, terus dia

komunikasi. Kayak gitu aja sih sebenernya proses

pembelajarannya. Jadi, lebih cenderung membentuk pola

berpikir secara ilmiah. Kalau dilihat kan, secara filsafat kan

ada. Sehingga, 5E pun tetep bisa diterapkan, kan. Kan

sebenernya langkahnya itu. Itu apa, ya? Learning cycle, ya?

Ya, di situ.”

Peneliti : “Berarti di Kurikulum 2006 juga sebenarnya sudah ada?”

Guru A : “Sudah ada, cuma tidak eksplisit diomongin kayak gitu, itu aja

sebenernya. Padahal kayak elaborasi, apa lagi? Konfirmasi, ya

yang kayak itu sebenernya kan learning cycle, yang tercover

di pendekatan-pendekatan orang IPA.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T5

Peneliti : “Menurut pemahaman Bapak, gimana sebenarnya perbedaan

perencanaan pembelajaran K13 dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “K13 lebih detail, dia.”

Peneliti : “Apanya yang lebih detail, Pak?”

Guru A : “Perencanaanya detail banget, memang sudah diarahkan

polanya. Misalnya, sudah direkomendasikan tiga model,

seperti tadi, kan. Walaupun tidak dilarang model yang lain.

Tapi, minimal model-model itu memunculkan langkah-

langkah yang diminta oleh pendekatan saintifik.”

Peneliti : “Kalau di Kurikulum 2006 itu tidak ada?”

Page 360: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

348

Guru A : “Tidak merekomendasikan model, dia.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T6

Peneliti : “Teknis pembuat silabus sama RPP di K13?”

Guru A : “Silabus kita nggak bikin. Silabus sudah ada.”

Peneliti : “Sudah disiapkan dari pusat ya, Pak? RPP baru dibuat, ya?”

Guru A : “Iya. RPP nya dibuat.”

Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”

Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD,

gitu. Terus gitu, sudah kita dapat pemetaannya, baru kita tahu,

oh ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ, baru kita bisa

bikin indikator. Setelah itu, kita cek, kita lihat pengalaman

belajar yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman

belajarnya kayak apa, baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru

bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling

kunci di situ di pemetaan KI-KD.”

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”

Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak

gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran

indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh

sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”

…………

Peneliti : “Itu bedanya sama Kurikulum 2006 napi, Pak?”

Guru A : “Kurikulum 2006 ada juga sih pementaan, apa namanya, SK-

KD ya. Kayaknya hanya beda istilah, sih. Mungkin ini

perasaan saya, perasaan orang IPA kayak gitu. Karena tidak

ada beda jauh, sih. Sekarang ada KI-KD, ya dulu ada SK-KD,

kan. Cuma SK-KD tidak terlalu menekankan pada faktor

ketuhanan sama faktor sikap. Sedangkan sekarang sudah

ditentukan.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T7

Peneliti : “Nah, dalam dalam membuat RPP K13 kan ada beberapa

prinsip tu, Pak. Itu sama apa beda dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Waduh, yang kayak gitu saya nggak terlalu tahu, tu.”

Peneliti : “Yang kayak gini tu, memperhatikan perbedaan individu siswa,

yang kayak gitu tu, Pak.”

Guru A : “Kurikulum 2006 ada juga kok, sehingga di level kepala

sekolah, yang di rubrik supervisi selalu muncul itu.

Sebenernya ada semua sebenernya.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T8

Peneliti : “Dari segi komponen RPP, ada perbedaan, Pak, antara K13

dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Adalah. Jelas. KI-KD itu yang pertama. Setelah itu, yang

berdasarkan yang baru itu, kan ada prinsip, konsep, fakta, itu

harus muncul dengan detail untuk yang Kurikulum 2013.

Kalau Kurikulum 2006 kan materi aja. Kemudian apa lagi,

ya? Tujuan sama persis. Kalau langkah pembelajaran

tergantung model yang dipilih gurunya, kan. Penilaiannya

yang berbeda jauh. Sangat jauh dan sangat berat.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T9

Peneliti : “Berdasarkan pemahan Bapak, secara ideal ini Pak, ya, gimana

sebenernya tindak guru dalam membuka pembelajaran yang

ideal seperti tuntutan Kurikulum 2013 itu, Pak?”

Page 361: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

349

Guru A : “Saya memandangnya Kurikulum 2013 itu harus bisa

menggabungkan dunia nyatanya siswa sama level ilmunya.

Sehingga, kadang guru tu harus berpikir, ini munculnya di

mana, sih? Sehingga, nggak muncul pertanyaan kayak di

jaman dulu. Jaman dulu, oh keweh-kweh melajahin fisika sing

dadi anggon meli baas (sulit-sulit mempelajari fisika, tidak

bisa digunakan untuk membeli beras). Sehingga, guru harus

mikirin, ini cocoknya di mana, sih.”

Peneliti : “Berarti, dengan itu, di pembukaan disampaikan manfaat

pembelajarannya berarti, ya?”

Guru A : “Oh, nggak itu kan di awal. Kalau orang bilang kan apersepsi.

Di apersepsi harus muncul tu. Itu yang akan membuat siswa

tertarik sama pelajaran. Kalau apersepinya ada yang masih

inget sama materi ini? Alah! Coba ditanya, kalau misalnya

ngomongin fluida, kenapa sih kalau saya punya pesawat

terbang bentuknya kayak gini, tapi kalau saya punya F1

bentuknya kayak gini? Kan jadinya mereka yang pertama,

kenapa ni? Ya udah kenapa, pasti muncul tebakan, setelah

muncul tebakan, mereka bakal ngeksplor, bener nggak

tebakannya, setelah ngeksplor, mereka komunikasikan,

konfrontasi lagi sama temen-temen. Setelah itu, ada

asosiasinya, setelah itu komunikasiin lagi, jadi jalan

prosesnya. Tapi kalau mereka nggak nyambung, oh Bernoulli,

oh ya, ee, tekanan F/A udah, ngapain saya belajar ini gitu,

nggak ada. Pasti prosesnya balik lagi, ya gurunya yang

dominan, gitu.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T10

Peneliti : “Nah, di kegiatan inti bagaimana idealnya, Pak?”

Guru A : “Kalau dalam Kurikulum 2013, ya kayak tadi, ada proses

menanya, kemudian mengeksplorasi materinya, sesuai dengan

pendekatan saintifik yang diminta tadi. Eksplorasi, asosiasi

pengetahuan, selain itu ada komunikasinya. Jadi, yang

dibangun itu bukan hanya kemampuan pengetahuan siswa,

tapi juga kemampuan sosialisasinya, yang muncul lewat

komunikasi. Terus, melakukan sesuatu juga muncul di situ

pada saat mereka mengeksplor, kan. Mengeksplor kan nggak

selamanya cuma membaca, kayak kemarin saya di kelas kan

ada siswanya nanyak, boleh saya pakek internet? Boleh, saya

bilang, kenapa nggak. Jadi, banyak hal yang bisa dimunculin

di situ.”

Peneliti : “Terus model pembelajaran yang digunakan?”

Guru A : “Yang recommended tiga dari pusat. Cuma saya juga kadang-

kadang makek STAD, cuma kadang-kadang nggak terlalu pas

sama yang diminta. Itu kan masih peralihan antara teacher

centered menjadi student centered, kan. Tergantung sama

karakter materi dan karakter kelas, sih.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T11

Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian bagaimana bentuk pendekatan saintifik

yang ideal dalam pembelajaran?”

Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir

Page 362: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

350

proses berpikir dulu, yang memungkin dia membentuk

sikapnya melalui kegiatan ilmiah. Dari kegiatan ilmiah,

sikapnya juga berubah, membentuk skill komunikasi. Setelah

itu, mengembangkan kemampuan sosial siswa melalui

kegiatan pembelajaran. Jadi, kegiatan pembelajaran bukan

hanya untuk proses berpikir, tapi juga mengakomodasi

kemampuan sosial. Yang umum, kan kalau sekolah bagus,

biasanya kemampuan sosialnya tidak terlalu bagus, karena

mereka bersaing. Ngapain saya bagi ilmu sama dia, entar dia

ikutan pintar, saya disalip, dong. Itu yang kita kikis kan,

sehingga di sini yang dominan mereka balik ke kelompok,

kayak gitu. Skill sosial, skill komunikasi, mengerjakan

sesuatu, itu harus dikembangkan.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T12

Peneliti : “Religius itu bagaimana caranya, Pak? Bisa dikembangkan

dengan pendekatan saintifik, Pak?”

Guru A : “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius,

karena pusat melihatnya, religius siswa dikembangkan dengan

berdoa sebelum belajar, saya nggak, gitu. Saya berpikir

berbeda. Karakter religius manusia itu nggak hanya berdoa,

religius antara manusia dengan Tuhan, nggak. Saya

ngeliatnya, religius yang dibangun, kayak apa ya, misalnya

kita belajar cahaya, kalau kita ngomongin pemantulan, ada

dua jenis pemantulan, pemantulan teratur, dan pemantulan

hamburan, kan. Itu saya giniin, misalnya banyangin kalau

nggak ada pemantulan tipe hamburan, semua pemantulan

teratur, terus ada lubang satu di situ, terangnya ada di mana

aja, gitu. Ya, di situ aja, kan. Saya ngeliatnya kayak gitu.”

Peneliti : “Sehingga siswanya bersyukur dia, Pak?”

Guru A : “Iya. Bukan dengan, mari kita berdoa sebelum memulai

pelajaran biar selamat, ah itu urusan pelajaran agama lah bagi

saya. Tapi, hal yang lebih riil yang bisa dilakukan manusia

dalam wujudnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bukan

hanya hubungan manusia sama Tuhan, manusia sama manusia

juga religius, kan. Berbuat baik sama orang lain, juga religius.

Kalau saya lihat, sebagian besar mahasiswa SM3T juga kayak

gitu, mari kita berdoa. Level religiusnya orang Indonesia

sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa sudah religius. Kalau

orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan

orang religius, gitu?”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T13

Peneliti : “Nah, untuk penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan

K13 itu bagaimana, Pak?”

Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum

materi sih sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan,

sebelum mereka evaluasi. Cuman kita juga harus

mengingatkan kembali, me-refresh kembali, tadi kita belajar

apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus memberikan

preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa datang ke

kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini Guru

Page 363: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

351

Bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik,

oh ini lo yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke

kelas. Kaya bawa gelas kosong, tunggu dituangin aja nih, diisi

apapun okay, gitu. Nggak kayak gitu.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T14

Peneliti : “Terus selain itu, ada nggak Pak, yang kayak memberikan

refleksi, kuis, gitu?”

Guru A : “Refleksi masih bagian inti, kan. Inti dia masuk, ya. Penutup itu

hanya menutup pembelajaran. Refleksi itu, bisa diberikan, ya

kayak ngasi PR gitu. Cuman kalau kuis sih menurut saya

bagian inti, bagian inti pada evaluasi. Kan bikin simpulan

dulu, hari ini materinya ini, kayak gimana konsepnya, setelah

itu tes. Kan harus ada kesepakatan dulu, harus ada kesamaan

persepsi di kepala siswa, baru dievaluasi. Setelah dievaluasi,

terus kita tutup, gitu. Jadi, menurut saya evaluasi bukan

bagian dari penutup.”

Peneliti : “Nika ada perbedaannya dengan Kurikulum 2006 penutupan di

K13?

Guru A : “Nggak ada, sih.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T15

Peneliti : “Sekarang dari segi penilaian, Pak. Bagaimana penilaian

pembelajaran yang ideal sesuai dengan K13?”

Guru A : “Ya, mencakup evaluasi kemampuan pengetahuan, sikap,

keterampilan, ya itu dicover semua. Cuman metodenya yang

ada penilaian rubrik, ada yang penilaian jurnal, penilaian antar

siswa, diri sendiri, itu sih idealnya kayak gitu. Kemudian ada

penilaian project, ada penilaian portofolio. Itu ter-cover dalam

satu semester, karena di kolom format daftar nilainya kayak

gitu. Nanti itu yang dikonversi jadi raport. Jadi, harus tetap

ada. Tapi, kan nggak mungkin semua bab dilakukan.”

…………………

Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di

Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak

terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,

ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada

penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”

Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T16

Peneliti : “Apakah semua aspek religius, sikap, pengetahuan, dan

keterampilan itu harus dinilai setiap pertemuan, Pak, dalam

K13?’

Guru A : “Pertanyaan saya di workshop, jawabannya, Bapak Ibu tidak

akan bisa nilai itu per pertemuan, jadi harus diambil sebagian-

sebagian. Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil

penilaian ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching

mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses

pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”

Page 364: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

352

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T17

Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di

Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak

terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,

ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada

penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”

Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T18

Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,

Pak?”

Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level

pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD-

nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih

tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”

Peneliti : “Kalau di bawah KKM?”

Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan

bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus

perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes.

Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru

adalah membahas itu. Itu sebenernya proses remedial.”

Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?”

Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,

sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya

sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi

remedi sebagai tes ulang.’

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T19

Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”

Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil

makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita

pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran

juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini.

Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan

kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau

bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.

Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?”

Guru A : “Sambil jalan ada.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T20

Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”

Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD

gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh

ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin

indikator. Setelah itu kita cek, kita lihat pengalaman belajar

yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman

belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru

bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling

kunci di situ di pemetaan KI-KD.”

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”

Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak

gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran

Page 365: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

353

indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh

sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T21

Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”

Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif

saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif

cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini

nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada

kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T22

Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’

Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek

pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk

mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya

sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali

pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda,

pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu.

Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam

dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah.

Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang,

nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama,

pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang

belakangan, gitu.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T23

Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat

sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype

aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang

waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T24

Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester

mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk

proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses

bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan

mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi,

proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya,

kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan

semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena

kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T25

Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang

saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di

situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.”

Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?”

Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin

RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini,

dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa

mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum

dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku

guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada

RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik

sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru

sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari

ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia

Page 366: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

354

kan emang kayak gitu. Kalau semakin tipis laporannya,

semakin tidak bagus katanya.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T26

Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana

membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita

bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah

seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk

aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus

detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang

berat bagi guru.”

Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian

ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa.

Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya

nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T27

Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”

Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-

beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa

aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok

ngebom, apakah saya religius?”

Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi

itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu?

Atau upaya dari pengawas?”

Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari

sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan

itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai

sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari

sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja,

keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita

cari dari luar.”

Wan/D1/GA

/18-04-

2015/T28

Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”

Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita

nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang

nggak wajib itu, kan tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,

perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung

pekerjaannya.”

Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan,

evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam

hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat,

potong upacara bendera, di situ masalahnya.”

Page 367: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

355

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D2/GA/05-06-2015

Kode Temuan

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T1

Peneliti : “Pernah nggak Bapak ngajar tanpa RPP?”

Guru A : “Pernah. Di awal semester biasanya. Terutama di semester

ganjil. Bayangan kasar RPP-nya sudah ada, tapi detail kita

belum punya. Disamping karena RPP-nya memang belum

selesai di awal semester kan, saya juga masih meraba kelas

ini karakternya kayak apa.”

Peneliti : “Nggak Bapak memperhitungkan minggu efektif?”

Guru A : “Ya, saya perhitungkan. Tapi itu kadang-kadang belakangan

keluarnya daripada waktu mengajar. Karena keputusan libur

itu datangnya belakangan daripada kita memasuki tahun

ajaran baru. Sedangkan kita mulai kerjain RPP-nya itu

biasanya di libur, kan. Biasanya kalender pendidikannya

minggu pertama tahun ajaran baru dia baru keluar. Jadi, pas

buat RPP, kita kira-kira aja, oh segini dia waktunya. Belum

lagi kegiatan-kegiatan isidental itu yang ngerusak jadwal

sebenarnya.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T2

Peneliti : “Nah, Bapak buat RPP itu biasanya per KD apa per

pertemuan, Pak.”

Guru A : “Saya sih lebih cenderung memilih per pertemuan karena

ngerevisinya jauh lebih gampang. Kalau per KD, saya lebih

susah memperhitungkan alokasi waktunya. Kalau per

pertemuan lebih gampang. Dari segi aturan itu sudah bener

sih karena di Permen 103 disebutkan bahwa RPP digunakan

minimal satu pertemuan atau lebih.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T3

Peneliti : “Tahapan Bapak dalam membuat RPP itu bagaimana?”

Guru A : “Lihat dulu KD-nya bagaimana. Terus lihatin di silabusnya

pengalaman belajarnya kayak gimana. Setelah itu, kita yang

nganalisis. Bisa nggak tercapai pengalaman belajar ini

dengan kondisi kelas kayak gini, dengan alokasi waktu yang

ada segitu. Dari situ baru ngomongin indikator. Indikatornya

jadinya lebih realistis.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T4

Peneliti : “Setelah saya lihat dokumen RPP Bapak, saya temukan tidak

berisi tujuan pembelajaran, mengapa begitu, Pak?”

Guru A : “Itu sebenarnya saya belum menyesuaikan RPP yang saya

punya dengan Permen 81A.”

Peneliti : “Terus indikatornya yang Bapak kembangkan hanya KI-3

aja.”

Guru A : “Ya, betul.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T5

Peneliti : “Terus langkah-langkah pembelajarannya tidak Bapak

kategorikan berdasarkan pendekatan saintifik, tapi masih

dalam kategori eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.”

Guru A : “Iya, tapi kegiatan 5M-nya muncul semua, kan. Namun tidak

spesifik. Saya pas itu makai STAD. Itu sebenernya editing

Lampiran 4.2

Page 368: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

356

RPP yang tahun lalu. Jadinya belum semua saya edit,

memang benar. Tapi saya lihat disitu semua unsur 5M itu

sudah muncul semua. Karena kalau saya lihat sebenarnya

kan 5M itu mengakomodasi hampir semua model

pembelajaran di IPA, kan. Tapi kalau di Permen 103 kan

tidak meminta yang sespesifik itu, kan. Di situ pendekatan

yang digunakan pun tidak diminta secara spesifik seperti

apa. Yang jelas, model yang direkomendasikan memang

cuman tiga.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T6

Peneliti : “Kemudian dalam observasi pembelajaran, saya temukan pada

kegiatan awal Bapak tidak menyampaikan indikator dan

tujuan pembelajaran. Mengapa seperti itu, Pak?”

Guru A : “Saya biasanya sering melupakan itu. Kenapa saya melakukan

kayak gitu karena saya sudah memberikan preview

materinya. Itu biasanya yang sering membuat saya

melupakan itu. Jadi, saya berpikir mereka sudah diberikan

preview materi tentu mereka sudah tau apa yang harus dicari,

sehingga saya akan mengambil, ya udah yang akan saya

jelaskan aja.”

Peneliti : “Menurut Bapak perlu nggak indikator dan tujuan

pembelajaran itu diketahui siswa?”

Guru A : “Sebenarnya sangat penting sih untuk memfokuskan siswa.

Cuman masalahnya kadang-kadang ya untuk siswa di sini,

pas mereka tahu indikator, terus kita ngomong sesuatu di

luar indikator, mereka nggak peduli. Karena mereka akan

berpikir, hari ini saya akan test oriented. Yang dites pasti

hanya indikator-indikator tersebut. Sehingga mereka tidak

mau mengembangkan pengetahuan yang lain. Saya sering

mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-

hari. Kadang itu nggak muncul di indikator, tapi sebenarnya

bermanfaat untuk pengetahuan mereka berikutnya. Karena

sebagian besar siswa di Indonesia adalah nilai oriented,

mereka nggak peduli, nggak ada hubungan dengan nilai

saya. Juga terkesan mebosankan dan lumayan menghabiskan

waktu. Sampai 5 menit kita menyampaikan itu. Dan juga

kalau mereka belum dikasih preview-nya terus kita udah

ngomongin indikator, mereka nggak mengerti, ini apaan.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T7

Peneliti : “Terus teknis membuat kesimpulan yang Bapak lakukan itu,

saya temukan seperti ini. Pertama, Bapak kan ngasi LKS ke

siswa. Nanti pas bahas LKS itu, Bapak kumpulkan satu-satu

jawaban siswa. Dari sana baru Bapak buat kesimpulan

berdasarkan jawaban siswa tersebut. Memang seperti itu

teknis Bapak?”

Guru A : “Tergantung. Saya kadang-kadang menyimpulkan dengan

metode kayak gitu. Kadang juga konfrontasi antar

kelompok. Kadang saya yang intervensi. Jadi, kita lihat

kondisi juga. Itu sebabnya setiap mengajar saya berkeliling.

Jadi, saya eksplor di situ siswanya level analisisnya sampai

Page 369: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

357

dimana. Dari situ kita tentukan metode menyimpulkannya.

Apakah saya saya harus konfrontasi, kalau mereka pada

megang pendapat yang kuat, ya udah, adu argumen aja.

Kalau kemudian kita lihat analisis siswa lemah, kita yang

intervensi. Tapi kalau merata, ya udah, ayo kita cari

bersama. Tetapi dengan feedback kayak kemarin. Kalau

misalkan siswanya buat kayak gini, saya tanya, kalau

misalkan dihubungkan dengan konsep ini, benar nggak?

Akhirnya mereka saling mengisi di sana. Jadi, tergantung

kondisi di lapangan.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T8

Guru A : “Saya termasuk orang yang percaya bahwa nggak semua anak

punya kemampuan yang sama. Ada orang yang memang

lemah dikasih tes, tapi ada orang yang kreativitasnya tinggi

sekali. Ada orang yang kreativitasnya tinggi tetapi nggak

mampu komunikasi. Ada yang mampu komunikasi, tetapi

nggak kreatif. Sehingga, saya lebih cenderung memilih

proyek. Mereka yang punya kemampuan presentasi bagus

akan jadi presenter. Yang punya jiwa pemimpin akan jadi

ketua kelompok. Itu maisng-masing punya skor sendiri.

Seperti yang saya lakukan pas proyek maket itu. Ada yang

presentasi di depan, ada yang prsesentasi di tempat, ada yang

ngerjain. Jadi, semua potensi siswa muncul di situ.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T9

Peneliti : “Kalau memotivasi siswa sendiri, itu yang biasanya Bapak

lakukan itu seperti apa?”

Guru A : “Yang kayak kemarin. Ada hubungan materi yang kita pelajari

dengan kehidupan. Jadi, mereka merasa, oh materi ini

berhubungan dengan kehidupan saya yang ini. Saya lebih

cenderung itu, daripada mengulas kembali materi

sebelumnya. Saya lebih cenderung memotivasi itu dengan

memberikan masalah yang mereka temui di kehidupan

sehari-hari. Terus saya bilang, hari ini yang sebenernya kita

pelajari yang ini. Terus mereka berpikir, oh ternyata materi

ini dipakai loh di sini.”

Peneliti : “Berarti kontekstual, ya?”

Guru A : “Iya, saya lebih cenderung memilih yang itu. Karena belajar

kan bukan untuk mendapatkan nilai. Belajar adalah untuk

mendapatkan ilmu yang baru.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T10

Peneliti : “Pernah Bapak kuis mendadak?”

Guru A : “Jarang, sih. Kecuali kelas dalam kondisi benar-benar tidak

memperhatikan saya. Jadi, saya hanya ingin mengecek,

apakah mereka tidak memperhatikan saya karena memang

materinya tidak menarik atau memang meraka sedang

mengerjakan hal lain. Karena pernah pas itu mereka sedang

bersiap-siap mau ulangan matematika. Mereka nggak

memperhatikan saya, nggak fokus. Saya langsung bilang,

entar kita kuis ya.”

Wan/D2/GA

/05-06-

Peneliti : “Dari tiga kali saya observasi, saya temukan Bapak hanya

memberikan tugas sekali saja di akhir pertemuan karena

Page 370: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

358

2015/T11 waktu itu Bapak tidak bisa mengajar. Kemudian, tugas yang

Bapak berikan itu tidak dikumpul, hanya dijawab di LKS.

Itu kenapa seperti itu, Pak?”

Guru A : “Saya menekankan bahwa mereka harus bertanggungjawab

secara moral terhadap dirinya sendiri. Yang saya lakukan di

pertemuan selanjutnya, tugas itu nggak saya kumpul. Saya

tanya, yang kemarin mengerjakan ini siapa. Kemudian

semua angkat tangan. Mari kita cek. Silahkan maju ke

depan, jangan bawa jawabannya, bawa soalnya saja, coba

tolong dijelaskan. Bukan dituliskan yang saya minta. Kalau

mereka hanya menjadi sekretaris, nggak bakal bisa

menjelaskan dan mereka tidak akan mengerti.”

Peneliti : “Berarti hal itu sekaligus sebagai upaya pengembangan sikap

ilmiah bertanggungjawab ya, Pak?”

Guru A : “Ya, silahkan tanya sendiri ke siswanya. Saya jarang sekali

mengumpul tugas. Tapi biasanya mereka akan kerjakan.

Karena setiap pertemuan, saya selalu bertanya, hari ini

tanggal berapa, yang ketua kelas siapa, pokoknya pertanyaan

yang unik, siswa yang itu yang harus maju menjelaskan

jawaban tugasnya. Sehingga siswanya berpikir, nanti siapa

tahu yang disuruh maju tu berdasarkan absen, siapa tahu

berdasarkan tanggal, yang kayak itu biasanya saya lakukan.

Jadinya mereka semua harus bersiap-siap.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T12

Peneliti : “Selama saya observasi, Bapak saya lihat tidak melakukan

observasi dengan instrument. Tapi, setelah saya tanya ke

siswanya, mereka bilang Bapak menilai lewat handphone.

Benar nggak, Pak?”

Guru A : “Iya. Saya rajin sekali foto-foto siswa kan. Di rumah saya

catat, oh ini siswanya rajin, ini siswanya bercanda. Sehingga

saya sering memegang HP. Kadag saya catat perilakunya

lewat HP, kadang saya langsung foto. Pokoknya kalau yang

unik, saya langsung foto. Nanti di rumah saya rekap.”

Peneliti : “Mengapa meggunakan metode seperti itu?”

Guru A : “Kalau saya langsung melakukan penilaian di tempat, saya

kehilangan momen pada saat saya sedang mencatat. Nanti

pas saya lagi asyik mencatat, nanti saya melewati hal lain

yang mucul. Mending saya foto aja pakai HP nanti tinggal

rekap di rumah.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T13

Peneliti : “Penilaian sikap kan ada empat, observasi, penilaian diri,

penilaian teman, sama penilaian jurnal. Yang mana yang

Bapak paling terkendala?”

Guru A : “Jurnal yang nggak bisa saya jalanin. Terlalu banyak

siswanya. Obervasi okelah saya yang lakuin. Penilaian diri

dan penilaian teman, kadang bisa, tapi nggak selalu.”

………….

Peneliti : “Kalau jurnal baru Bapak mengalami kendala?”

Guru A : “Iya, nggak bisa saya. Pekerjaan sudah terlalu banyak.

Page 371: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

359

Siswanya juga banyak dan saya nggak bisa menilai sebanyak

itu. Bayangin satu siswa 36, itu kita harus bat catatan semua.

Nggak bisa. Kemarin ada instruktur bilang, bisa kok, hari ini

diamati kelompok ini, besok dilanjutkan kelompok lain.

Menurut saya nggak bisa kayak gitu. Itu artinya saya ngasih

standar yang berbeda karena materi pembelajaran dan

kegiatannya berbeda. Kan bisa saja pas saya nggak nilai dia

bagus, terus pas saya nilai dia kondisinya jelek. Kan nggak

adil. Instruktur nasional juga nggak bisa jawab kok.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T14

Peneliti : “Kalau penilaian diri dan penilaian antar teman itu kan

kecenderungan hasilnya subjektif Pak, ya. Karena siswa

punya kepentingan untuk dapat nilai bagus. Menurut Bapak

itu masih perlu nggak dilanjutkan?”

Guru A : “Penilaian diri sebaiknya tidak untuk digunakan menentukan

nilai akhirnya siswa. Tapi, penilaian diri digunakan sebagai

evaluasi oleh guru untuk menegtahui seberapa jauh

keberhasilan siswa mencapai indikator pembelajaran. Dari

situ muridnya akan dengan jujur jawab. Karena tidak ada

tekanan bahwa nilainya akan dipengaruhi oleh penilaian diri

itu. Dengan menggunakan itu sebagai bahan evaluasi,

kadang saya sendiri mikir, oh ternyata saya nggak pas ngajar

dengan metode ini. Saya rubah. Sehingga, terkadang

pembelajaran yang saya lakukan terkadang bebrbeda sekali

dengan RPP. Karena RPP itu disusun di awal semester, LKS

yang saya bagiin juga sudah berubah.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T15

Peneliti : “Kenapa kemarin Bapak tidak melakukan praktikum Melde?”

Guru A : “Nggak sempat, waktunya memang nggak cukup. Karena

sudah menjelang SAT, siswanya minta latihan soal, jadi saya

kasih latihan soal aja.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T16

Peneliti : “Kalau pendekatan saintifik itu, yang paling sulit dilakukan

apa, Pak?”

Guru A : “Yang paling susah menanya. Susah sekali. Cenderung saya

yang banyak bertanya dibanding siswanya. Karena lihat juga

kepadatan materi yang dituntut dalam kurikulum kita. Kalau

kurikulum luar, siswa hanya diajarkan konsep-konsep dasar

yang esensial saja. Kalau kita materinya banyak sekali dan

berbasis menghitung. Sehingga, kita kita tidak pernah

memiliki waktu yang cukup untuk melatih mereka berpikir

untuk mengembangkan sesuatu. Misalkan, saya tampilkan

fenomena seperti ini. Kemudian saya menugaskan siswa

untuk berpikir, masalah apakah yang muncul dari sini, tentu

mereka akan bertanya. Tapi, untuk bisa memunculkan itu,

nggak cukup waktu 10 menit.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T17

Peneliti : “Ada nggak kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia,

sehingga perilakunya dia nggak alami?”

Guru A : “Adalah, banyak. Itu sebabnya saya melakukan controlling

dengan berkeliling kelas. Sehingga saya tahu, ini si tukang

bicara, ini si tukang berpikir. Ya, yang si tukang bicara ini

Page 372: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

360

yang biasanya perilakunya nggak alami.”

Peneliti : “Terus bagaimana Bapak menindaklanjuti yang seperti itu?”

Guru A : “Yang bicara tetap mendapatkan nilai berbicara, tapi yang

berpikir di belakang layar kan tetap harus saya hargai. Jadi,

nilainya nggak dimonopoli oleh si tukang bicara atau si

tukang maju.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T18

Peneliti : “Kalau jurnal baru Bapak mengalami kendala?”

Guru A : “Iya, nggak bisa saya. Pekerjaan sudah terlalu banyak.

Siswanya juga banyak dan saya nggak bisa menilai sebanyak

itu. Bayangin satu siswa 36, itu kita harus bat catatan semua.

Nggak bisa. Kemarin ada instruktur bilang, bisa kok, hari ini

diamati kelompok ini, besok dilanjutkan kelompok lain.

Menurut saya nggak bisa kayak gitu. Itu artinya saya ngasih

standar yang berbeda karena materi pembelajaran dan

kegiatannya berbeda. Kan bisa saja pas saya nggak nilai dia

bagus, terus pas saya nilai dia kondisinya jelek. Kan nggak

adil. Instruktur nasional juga nggak bisa jawab kok.”

Wan/D2/GA

/05-06-

2015/T19

Peneliti : “Menilai aspek pengetahuan Bapak ada kendala?”

Guru A : “Waktu meriksanya saya agak kewalahan. Karena sekarang

kita tes, pertemuan slenjutnya kita sudah harus bagikan

hasilnya, kan. Saya juga harus membuat analisis dimana

letak kesalahan siswa untuk remedi. Sebelum remedi, saya

harus membahas itu dulu. Remedi itu kan buka tes ulang.

Remedi ittu proses memperbaiki kesalahan siswa, nanti

kalau sudah benar, baru dites. Nanti, yang diremedikan

beda-beda soal untuk setiap individu siswa, tergantung dia

kurangnya dimana. Di situ kadang saya susahnya.”

Page 373: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

361

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/SGA/04-05-2015

Kode Temuan

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T1

Peneliti : “Kemudian, buku yang adik gunakan dalam belajar fisika itu

apa aja?”

Siswa : “Buku paket, LKS Kreatif, sama Sagofindo.”

Peneliti : “Darimana adik dapet buku-buku itu?”

Siswa : “Buku paket yang ijo dari sekolah. LKS Kreatif sama

Sagofindo beli di luar.”

Peneliti : “Menurut adik buku paket yang dikasih sekolah itu bagus,

nggak? Kalau dibaca bisa dimengerti?”

Siswa : “Iya sih bisa.”

Peneliti : “Kalau LKS Kreatif itu biasanya buat apa?”

Siswa : “Buat dijawab soal-soalnya itu, pakek PR.”

Peneliti : “Kalau buku Sagofindo itu?”

Siswa : “Pakek nyari cara jawab soal.”

Peneliti : “Kalau bapaknya ngasi PR, soalnya darimana aja?”

Siswa : “Dari LKS Kreatif itu.”

Peneliti : “Buku paket itu biasanya bapaknya gunakan untuk apa?”

Siswa : “Sebagai panduan aja. Kalau materinya sudah nggak ada di

LKS sama Sagofindo, baru cari di buku paket.”

Peneliti : “Kalau Pak Mahardika sendiri pakek buku apa dia ngajarnya?”

Siswa : “Sama bukunya kayak kita.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T2

Peneliti : “Pada saat membuka pembelajaran, bapaknya menyampikan

nggak indikator, tujuan pembelajaran, sama manfaat

pembelajaran?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Yang kayak gini itu loh, setelah kalian belajar materi ini,

kalian akan tahu ini, manfaatnya dalam kehidupan ini. Itu

disampaikan nggak?”

Siswa : “Nggak.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T3

Peneliti : “Kalau membuka atau memulai proses pembelajaran itu,

bagaimana cara Bapaknya?”

Siswa : “Apa ya, Bapaknya itu selalu mengundang biar kita nggak

jenuh, gitu. Selalu buat ketawa, gitu. Jadi, pertamanya sih

bapaknya masuk, kayak grogi gitu bapaknya, suka nunjuk,

kalau misalnya bapaknya lagi badmood suka nunjuk gitu

bapaknya. Jadi kan takut. Tapi bapaknya bisa buat kita

tenang”

Peneliti : “Awalnya kan biasanya panganjali dulu, habis itu biasanya

bapaknya ngapain?”

Siswa : “Nanya kabar, habis itu kalau memang lagi gini, nunjuk-nunjuk

dah, ditanyain tentang materi.”

Peneliti : “Materi saat itu apa materi sebelumnya?”

Siswa : “Materi sebelumnya. Kadang materi saat itu juga kalau sudah

disuruh pelajarin dulu. Kayak misalnya bapaknya nggak

sekolah waktu itu, materi yang itu ditanya, gitu.”

Lampiran 4.3

Page 374: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

362

……………

Peneliti : “Kok siswanya tegang, kenapa?”

Siswa : “Bapaknya kan suka nunjuk-nunjuk, gitu. Kita takut nggak bisa

jawab.”

Peneliti : “Kalau misalnya siswanya nggak bisa jawab pas ditunjuk,

gimana respon bapaknya?”

Siswa : “Diginiin, dibilang belum belajar, gitu. Tapi kan malu juga

sama temen-temen, gitu.”

Peneliti : “Kalau misalkan siswanya bisa pas ditunjuk?”

Siswa : “Kayak dikasih pujian, gitu.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T4

Peneliti : “Kalau pas belajar berkelompok di kelas tu, anggota

kelompoknya bapaknya ngatur?”

Siswa : “Bapaknya yang ngatur soalnya biar merata yang pinter-pinter

tu.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T5

Peneliti : “Selain pakek buku, adik belajar fisika itu ada nggak pakek

sumber lain lagi? Kayak internet atau apa?”

Siswa : “Internet.”

Peneliti : “Tadi buat maket itu, sumbernya dari mana aja?”

Siswa : “Dari internet.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T6

Peneliti : “Kalau di awal itu sering nggak Bapaknya ngasi pertanyaan

yang menantang gitu tentang aplikasi materi itu di kehidupan

nyata?”

Siswa : “Sering sih menantang, ya. Orang pertanyaan bapaknya itu

menantang, pakek logika.”

Peneliti : “Pertanyaan seperti itu biasanya disampaikan di awal pelajaran

atau pas sudah jalan?”

Siswa : “Kadang di awal kadang di perjalanan.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T7

Peneliti : “Kalau senyum, sering bapaknya pas ngajar?”

Siswa : “Dari baru datang sudah senyum. Kita dah yang tegang.”

………...

Siswa : “Apa ya, Bapaknya itu selalu mengundang biar kita nggak

jenuh, gitu. Selalu buat ketawa, gitu…”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T8

Peneliti : “Kalau urutan materi disampaikan? Hari ini kalian akan belajar

ini, habis ini, ini.”

Siswa : “Iya, tapi secara garis besar. Biasanya baru awal masuk bab

bapaknya menyampaikan.”

Peneliti : “Kalau teknik penilaian, bapaknya bilang nggak di awal?”

Siswa : “Iya, bapaknya selalu bilang kayak gitu.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T9

Peneliti : “Kalau volume suara bapaknya bisa didenger seluruh siswa?”

Siswa : “Bisa.”

Peneliti : “Kalau bahasa lisan, cara dia ngomong itu bisa dimengerti?”

Siswa : “Bisa banget, soalnya bapaknya pakek bahasa sehari-hari, lebih

akrab jadinya.”

Peneliti : “Kalau tulisan bapaknya di papan itu, bisa dibaca?”

Siswa : “Bisa.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T10

Peneliti : “Mana lebih banyak bapaknya bahas konsep atau ngitung-

ngitung?”

Siswa : “Ngitung, tapi pakek cara yang gampang, nggak berpatokan

Page 375: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

363

sama rumus. Nggak mesti pakek rumus ini, yang penting tau

konsep dasarnya, gitu.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T11

Peneliti : “Pas Pak mardika ngajar, semua siswa mau serius?”

Siswa : “Semua serius.”

Peneliti : “Kalau ada yang nggak serius, gimana?”

Siswa : “Bapaknya orang peka sekali, gini dikit aja ditauin. Nggak ada

yang berani. Kalau sudah Pak Mahar yang masuk, semua

langsung berubah, gitu. Nggak tau juga kenapa.”

Peneliti : “Kalau ada siswanya yang nggak serius, gimana bapaknya

nanggepin?”

Siswa : “Bapaknya orang nggak suka yang kayak gitu. Badmood dah

langsung bapaknya. Bisa-bisa langsung kuis.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T12

Peneliti : “Kalau misalnya bapaknya nggak ngajar, gimana?”

Siswa : “Dikasih tugas.”

Peneliti : “Tugas dalam bentuk apa?”

Siswa : “Buat soal di LKS. Nanti diperiksa pertemuan selanjutnya.”

…………..

Peneliti : “Kalau ngasih PR sering bapaknya?”

Siswa : “Iya. Kalau misalnya dia nggak ngajar itu.”

Peneliti : “PR-nya itu soalnya darimana?”

Siswa : “Dipilihin dari LKS soal yang susah-susah.”

Peneliti : “Nanti PR-nya itu dibahas?”

Siswa : “Iya. Ditanya dah, kalau misalnya ada yang nggak jelas

tentang PR-nya itu, baru bapaknya jelasin.”

Peneliti : “PR-nya itu dinilai sama bapaknya?”

Siswa : “Nggak, soalnya jawabannya langsung di LKS, nggak disetor.

Cuman disuruh jawab aja. Nggak dikumpul. Tapi, bapaknya

suka keliling-keliling, lihat-lihat LKS-nya. Sudah dijawab

apa belum, ini rajin apa nggak. Makanya kita takut, pasti

dijawab.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T13

Peneliti : “Oh pernah disuruh buat eskavator sama bapaknya?”

Siswa : “Iya. Kemarin pas materi fluida.”

Peneliti : “Bagaimana tu prosesnya?”

Siswa : “Pertama kita kan disuruh buat proposal. Habis itu, kita buat

alatnya dengan disain beda-beda tiap kelompok. Terus di

kelas kita kayak main gitu aja. Lomba siapa yang paling

banyak nangkap kertas, kayak gitu. Habis itu buat laporan.”

Peneliti : “Proposalnya itu langsung dikumpul gitu aja? Nggak direvisi

dulu sama bapaknya? Ada yang kurang ditambahin.”

Siswa : “Nggak. Bapaknya cuman bilang rancangan di proposal itu

jangan terlalu berbeda dengan alatnya. Harus konsisten.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T114

Peneliti : “Kalau ada siswa yang nilainya di bawah KKM, digimanain

sama bapaknya?”

Siswa : “Dikasih tugas diakhir-akhir mendekati SAT gitu.”

Peneliti : “Tugasnya itu dibawa pulang apa dikerjakan di sekolah?”

Siswa : “Dibawa pulang.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

Peneliti : “Pak mahardika punya masalah nggak ngajar fisika di kelas

kalian? Misalnya sulit ngontrol siswa, kekurangan waktu buat

Page 376: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

364

2015/T15 ngabisin materi, dan sebagainya.”

Siswa : “Semester satu kekurangan waktu. Cepet-cepetan. Bab terakhir

cuman satu pertemuan aja dihabisin.”

Wan/D1/SG

A/04-05-

2015/T16

Peneliti : “Kalau bapaknya menilai keaktifan siswa, itu kayak gimana?

Pernah dia bawa lembar penilaian kayak gitu?”

Siswa : “Dicatet di hapenya. Semua dicatet dihapenya. Orang yang

nyontek itupun dicatet dihapenya.”

Peneliti : “Siswanya tahu bahwa bapaknya nyatet di hapenya?”

Siswa : “Dapet bapaknya bilang. Bapaknya bilang, kalau mau nilai

kalian berubah curi aja hape saya, semua nilai ada di hape

saya, gitu.”

Peneliti : “Sering bapaknya berarti nyatet di hape itu ya?”

Siswa : “Iya. Yang bisa jawab, kayak gitu tu dicatet dah di sana. Saru-

saru tapi bapaknya ngeluarin hapenya”

Page 377: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

365

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/GB/25-04-2015

Kode Temuan

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T1

Peneliti : “Sejak kapan Ibu menerapkan pembelajaran fisika berbasis

Standar Proses Kurikulum 2013?”

Guru B : “Kalau di SMA 1 Singaraja, Kurikulum 2013 sudah diterapkan

sejak Tahun Ajaran 2013/2014.”

Peneliti : “Kalau pengetahuan tentang konsep pembelajaran berbasis

Kurikulum 2013, Ibu dapatnya darimana?”

Guru B : “Kalau tentang Kurikulum 2013, itu kita dapatnya dari

workshop kurikulum yang diadakan oleh sekolah. Itu memang

ada beberapa guru yang sudah mendapatkan workshop

langsung dari pemerintah, khususnya dalam hal ini yang

menyelenggarakan itu beda-beda ya, ada yang langsung dari

pusat, kemudian ada yang laksanakan di daerah. Tetapi, itu

penyelenggaraannya bertahap dia, dan kebetulan untuk saat

ini, fisika baru kemarin dapat pelatihan. Itu dua orang guru

kita saja dan satu orang dikirim sebagai instruktur nasional.

Tapi, sisanya guru yang lain itu belum mendapatkan. Jadi, kita

hanya mendapatkan imbas.”

…………

Peneliti : “Kalau workshop berapa kali Ibu pernah ikut?”

Guru B : “Kalau workshop itu kita rutin di sekolah itu diadakan setiap

tahun. Setiap mau menjelang tahun ajaran baru pasti ada

workshop kurikulum. Nah, kalau kemarin workshop

Kurikulum 2013 itu kemarin guru-guru yang diadakan di

Denpasar, kalau nggak salah. Nah, ketika workshop di

sekolah, guru-guru yang telah ikut workshop itu dikasih waktu

untuk mengimbaskan ke guru-guru yang ada di sekolah sini.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T2

Peneliti : “Terus, bagaimana peran workshop dan pelatihan itu terhadap

pemahaman Ibu tentang pembelajaran berbasis Kurikulum

2013?”

Guru B : “Iya, kalau awalnya sih, ketika pelatihan, mungkin kita dibuat

bingung, ya. Tapi, karena tuntutan dari pihak sekolah yang

mewajibkan kita harus sudah punya RPP, harus punya segala

macam yang akan digunakan untuk mengajar, jadi kita secara

tidak langsung dipacu untuk membuat adminsitrasinya itu. Jadi,

kita saling membantu jadinya antar temen sesama guru, gitu.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T3

Peneliti : “Terus kalau teks atau panduan tentang kurikulum, Ibu punya?”

Guru B : “Oh, kalau dari segi panduannya itu, kita dikasi sama Wakil

Kepala Sekolah Bidang Kurikulumnya.”

Peneliti : “Berupa napi nika, Buk?”

Guru B : “Itu ada berupa silabus, kemudian ada juga contoh RPP dari

temen-temen yang udah pelatihan, walaupun waktu itu yang

pelatihan pertama kali adalah pelajaran matematika, jadi kita

mengadopsi, kita kan karena MIPA itu mirip ya, jadi kita

mengadopsi dari RPP guru matematika pada waktu itu. Jadi,

Lampiran 4.4

Page 378: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

366

kita mengadopsi bagaimana, ada yang cocok dengan teknik

yang bisa kita terapkan dalam pembelajaran fisika.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T4

Peneliti : “Kalau dari segi perencanaan pembelajaran berbasis

Kurikulum 2013 kalau menurut pemahaman Ibu itu

bagaimana idealnya?”

Guru B : “Yang namanya perencanaan, pasti dibuat sebelum mengajar,

ya. Tapi nanti ketika ketemu siswa belum tentu juga dapat

dilaksanakan seperti itu. Jadi, nanti kalau di pembelajaran

tidak terlaksana, kita harus bisa mengalihkan, tapi tidak

mengurangi esensi yang kita berikan ke siswa, gitu.”

Peneliti : “Apa aja yang disiapkan sebagai perencanaan, Buk?”

Guru B : “Kalau dari segi perencanaan, mungkin yang kita siapkan itu

LKS. Karena kita Kurikulum 2013, LKS yang ada itu tidak

terlalu menunjang, karena yang nulis buku itu kan kadang-

kadang masih nyampur dengan Kurikulum 2006, ya. Jadi, di

sana apa yang diharapkan, misalnya, ingin memunculkan

kegiatan mengamati di sana, nggak muncul. Jadi, kita harus

memodifikasi atau membuat LKS baru. Jadi, itu pertama,

persiapan LKSnya. Kemudian mempersiapkan, ya tentunya

RPP ya, itu sudah pasti. Kemudian mempersiapkan gini

juga, media pembelajaran. Jadi, kalau kita memiliki media

pembelajaran yang mendukung, itu akan lebih bagus untuk

siswa.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T5

Peneliti : “Terhadap pemasalahan yang Ibu sebutkan tadi itu, ada nggak

upaya untuk mengatasi itu, baik dari Ibu, dari kepala sekolah,

atau dari pengawas?’

Guru B : “Kalau upaya untuk mengatasi, dalam hal ini misalnya untuk

pembelajaran-pembelajaran yang abstrak, kita gunakan

pembelajaran kelompok untuk mencari materi-materinya

melalui internet.

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T6

Peneliti : “Ya. Nika dari segi perencanaan pembelajaran Kurikulum

2013 ada nggak perbedaanya dengan Kurikulum 2006,

Buk?”

Guru B : “Kalau kita nggak terlalu berbeda, semuanya hampir sama, ya.

Cuman di penyusunan RPP-nya saja yang ada, misalnya

ditulis, mengamati, gurunya ngapain, siswanya ngapain, jadi

khusus untuk mengamati saja, nggak boleh dimasukkan

kegiatan lain di dalam situ. Misalnya, kegiatan menanya,

khusus guru yang mengajukan pertanyaan, atau siswa yang

mengajukan pertanyaan. Jadi, khusus menanya aja.

Kemudian mengeksplorasi, artinya dia harus mencoba

sendiri, mencari data sendiri, baik itu dari internet, kalau

memang soalnya teori, kemudian mencoba sendiri, kalau

soalnya berupa praktikum, gitu.”

Peneliti : “Ya. Berarti, dulu di Kurikulum 2006 nggak ada kayak gitu

ya, dicampur?”

Guru B : “Ada. Tapi namanya eksplorasi, elaborasi, seperti itu. Tapi

kan, tidak, menanya, titik dua, ini ceritanya, apa aja sih. Jadi,

Page 379: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

367

kalau menanya ceritain apa aja yang ditanyain, tulis di sana,

gitu. Kalau di elaborasi kan, guru menanya, gitu saja, nggak

sampai detail, guru menanya, pertanyaannya ini, nggak

gitu.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T7

Peneliti : “Ya. Itu dari segi perencanaan, sekarang ke pelaksanaan.

Yang pertama, kalau teknis membuka pembelajaran yang

ideal sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 itu bagaimana,

Buk?”

Guru B : “Kalau di Kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006, itu yang

pertama pasti menyapa siswa, kemudian mengabsen, itupun

satu persatu yang menyatakan bahwa guru itu perhatian

sama siswa. Tapi kalau saya, ngabsen itu nggak satu-satu,

kecuali pertama kali saya masuk. Itu karena untuk sekalian

mengingat kemudian menghapal namanya. Tapi, kalau sudah

sekian kali berjalan, toh saya sudah tau namanya, saya bisa

lihat ada yang nggak hadir, paling saya cuman nanya alasan

dia nggak hadir kenapa. Kemudian, idealnya lagi kan

menyampaikan KI-KD yang akan dibahas dan indikatornya.

Untuk saya, itu tidak saya lakukan, karena kepepet waktu

pertama, kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi

yang seperti itu, saya kasih aja mereka silabusnya, kemudian

silahkan dibaca-baca, materi apa yang akan kalian perlukan,

silahkan dicari lebih awal. Jadinya, mereka udah tau materi

yang disampaiin itu apa, mereka udah dapat.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T8

Peneliti : “Kalau karakteristik pembelajaran berbasis Kurikulum 2013

itu, yang Ibu ketahui itu apa?”

Guru B : “Karakteristik pembelajaran itu kan menekankan pada

pendekatan saintifik. Di sana kan dituntut penggunaan 5M,

mengamati, menanya, kemudian mengkomunikasikan, nah

itu yang lima itu, ya.”

………………

Peneliti : “Kalau bentuk realisasi pendekatan saintifik yang ideal seperti

tuntutan Kurikulum 2013 itu, bagaimana Buk?”

Guru B : “Kalau tuntutan K13 kan menggunakan pendekatan saintifik.

Jadi, pendekatan saintifik itu kan tidak mesti harus

eksperimen. Jadi, kan bisa melalui pengamatan saja, kan

bisa. Tidak mesti harus berkelompok. Kemudian karena

materi pelajaran semester ini kan sedikit abstrak dia. Kalau

kayak pemanasan global, kalau mereka harus berkelompok

mengerjakan praktikum, kan nggak mungkin kita bikin

miniatur bumi, gitu kan. Jadi, mereka mengamati fenomena-

fenomena yang memang mereka udah lihat di sekitar

mereka, gitu.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T9

Peneliti : “Menurut Ibu, apa keunggulan dari pembelajaran berbasis

pendekatan saintifik?”

Guru B : “Kalau keunggulannya, ya ini, mereka lebih banyak

mengeksplorasi diri mereka sendiri, tidak hanya menerima

dari gurunya atau tidak langsung menerima yang mereka

Page 380: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

368

dapat dari internet, kan dianalisis dulu, bener nggak data-

data yang kita dapat di internet itu. Terus penjelasan yang

dikasih guru itu, bener nggak. Jadi, mengeksplorasi diri

mereka untuk belajar.”

Peneliti : “Men, kalau kelemahannya?”

Guru B : “Kelemahnya paling memerlukan waktu yang cukup panjang,

sedangkan kita di sekolah kan waktunya terbatas.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T10

Guru B : “Jadi, di sana dia lebih detail dia dibahas, kalau misalnya yang

kemarin-kemarin, itu kan mencakup kayak eksplorasi,

elaborasi, itu jadi satu. Nah, kalau di sini lebih detail lagi,

mengamatinya bagian apa yang diamati, kemudian

menanyanya lagi ditekankan, gitu. Cuman dipilah-pilah aja,

sih. Lebih dipersempit lagi.”

……………

Peneliti : “Ada nggak perbedaan pembelajaran berbasis pendekatan

saintifik dengan pembelajaran yang Ibu lakukan pada

Kurikulum 2006?”

Guru B : “Kalau kegiatan secara umumnya sih nggak terlalu berbeda

menurut saya, ya, karena yang namanya kegiatan menanya,

mengamati, itu include di bagian elaborasi, mengeksplorasi.

Kemudian ada, kegiatan mengelaborasi itu ada analisis data,

kalau di Kurikulum 2013. Kalau konfirmasi, di Kurikulum

2013, namanya mengkomunikasikan. Ini kan sama aja, gitu.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T11

Peneliti : “Nah, bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan

saintifik itu, Buk?”

Guru B : “Ya, pendekatan saintifik itu kan melakukan, ya misalnya

seperti yang 5M tadi. Ya karena anak-anak di sini, untuk

belajar seperti itu, tidak terlalu mengalami kesulitan, karena

mungkin mereka sudah terbiasa, cara berpikirnya juga sudah

dibawa ke arah sana, jadinya mereka tidak terlalu susah

kalau mengikuti pembelajaran seperti itu.”

Peneliti : “Iya. Sudah biasa ya, Buk. Seperti yang dibilang sama Pak

Mahardika kemarin pas wawancara, bagi guru-guru IPA

pendekatan saintifik ini sudah biasa.”

Guru B : “Ya. Karena mungkin yang dari guru-guru IPS yang mungkin

agak kerepotan menerapkan kurikulum ini, gitu. Karena

segala sesuatunya di sini seolah-olah mengarah ke

pembelajaran IPA. Seperti misalnya meminta untuk

pembelajaran berbasis proyek, kalau portofolio kan masih

bisa diterapkan sama guru-guru lain. Kalau yang proyek itu,

kadang untuk guru geografi itu, saya mesti bikin apa, gitu.

Itu yang menjadi pertanyaan bagi mereka, padahal dalam

penilaian, kolom itu harus terisi, gitu. Jadi, mereka mungkin

susahnya di sana, tapi kalau kita di MIPA khususnya, itu

nggak sampai kesusahan seperti itu.”

…………

Guru B : “…. Kemudian, kalau misalnya di pendekatan ataupun metode

pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di fisika, itu

Page 381: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

369

sudah hampir tidak berubah ya, karena kita sudah selalu

menerapkan model pembelajaran terbaru, kemudian kita

sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif, dan

segala macamnya. Jadi, tidak terlalu berubah….”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T12

Peneliti : “Kalau menurut pemahaman Ibu sendiri, kenapa Kurikulum

2006 itu diganti dengan Kurikulum 2013? Ada nggak

perbedaan pembelajaran dengan Kurikulum 2013 dan

Kurikulum 2006?”

Guru B : “…. Nah, dalam hal ini yang menjadi perbedaan yang esensial

dari Kurikulum 2013 itu adalah di sistem penilaian.

Kemudian, kalau misalnya di pendekatan ataupun metode

pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di fisika, itu

sudah hampir tidak berubah ya, karena kita sudah selalu

menerapkan model pembelajaran terbaru, kemudian kita

sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif, dan

segala macamnya. Jadi, tidak terlalu berubah. Cuman yang

dituntut itu adalah bagian penilaian yang khusus menilai,

kalau kita biasanya di fisika penilain proyek, portofolio, dan

segala macamnya, itu mungkin sudah biasa kita lakukan,

cuman untuk penilaian yang lebih rinci itu adalah seperti di

penilaian sikap. Kita biasanya kalau menilai sikap siswa itu

mungkin tidak serta merta bisa menilai secara keseluruhan,

tapi kalau di sini, itu observasi lain, kemudian penilaian

jurnal lain, kemudian observasi antar teman lain, penilaian

diri sendiri lain. Jadi, itu semua harus dicakup…”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T13

Peneliti : “Kemudian, kalau dari segi evaluasi pembelajaran tuntutan

Kurikulum 2013 itu seperti apa, Buk?”

Guru B : “Kalau evaluasi, output-nya nanti kan berupa hasil dari

pembelajaran itu, kan. Hasilnya itu yang diminta kan berupa

aspek dari sikap, KI-3 itu berupa pengetahuan, dan KI-4 itu

berupa keterampilan. Jadi, untuk KI-1 dan KI-2 itu

mencakup sikap, itu kita amati melalui observasi, kemudian

ada jurnal, ada penilaian diri, ada penilaian antar siswa.

Kalau penilaian diri dan penilaian antar siswa, kan bisa saja

mereka bohong, kan. Karena mereka saling berteman, eh

nanti kasih aku nilai gede, ya. Jadi, di sini yang paling

berperan itu kan penilaian jurnal dari guru. Misalnya kalau

ada murid yang, ya terkatagori “ter”, baik itu terbaik maupun

terburuk, pasti medapat catatan, tapi yang ditengah-tengah,

mungkin kita akan tidak terlalu. Dipukul rata jadinya, kan

seolah-olah. Ya, karena lumayanlah muridnya banyak, jadi

yang kita amati itu adalah yang terbaik dan terburuk.

Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis

kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan

nanti ada UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu

memiliki bobot tersendiri dari pihak kurikulum. Ada standar

nilai yang diterapkan oleh MGMP. Untuk fisika, kita

mengambil nilainya minimal B. Jadi, bagaimana caranya

Page 382: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

370

agar kita minimal dapat nilai B. Ya, entah itu siswanya

diremedi terus menerus, yah tergantung nilainya nanti.

Kemudian untuk KI-4, itu kita ambil melalui praktikum,

kalau memang yang ada praktikumnya. Tapi, kalau misalnya

nggak ada praktikum, ya kita amati dengan pembelajaran

kelompok. Jadi, nilai-nilainya itu kita akumulasikan sesuai

dengan form yang diberikan oleh pihak sekolah. Kalau KI4,

itu keterampilannya bisa berupa proyek, kemudian ada

berupa portofolio. Itu nanti kita bisa pilah, yang mana

termasuk portofolio, yang mana termasuk proyek.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T114

Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”

Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah

cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal

yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak

lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau

misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih

tugas.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T15

Peneliti : “Ibu buat RPP nya untuk sekali pertemuan apa gimana?”

Guru B : “Itu satu KD, sehingga dia digunakan untuk beberapa kali

pertemuan.”

Peneliti : “Berarti di RPP nya, kegiatannya itu per pertemuan?”

Guru B : “Iya. Pertemuan pertama, dibuat dah skenarionya itu seperti

apa. Kemudian, pertemuan kedua, dan seterusnya.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T16

Guru B : “Kemudian, kalau ngasih kuis kadang kalau pas pelajaran itu

nggak tentu juga, tergantung waktunya, kalau misalnya udah

mepet banget, bisa saja minggu depan sebelum pembelajaran

kita ngasi kuis atau setelah materinya habis dikasih kuis,

gitu, tergantung situasional sih.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T17

Peneliti : “Nah, dari sekian banyak tuntutan Kurikulum 2013 itu, ada

nggak konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang

Ibu belum pahami?”

Guru B : “Penilaian keterampilan yang menggunakan nilai tertinggi.

Jadi, kalau misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum, kan

jadinya tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus

punya nilai dalam hal itu, kan.

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T18

Peneliti : “Nah, dari sekian banyak tuntutan Kurikulum 2013 itu, ada

nggak konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang

Ibu belum pahami?”

Guru B : “Yang tadi seperti saya bilang tidak habis pikir itu kan sistem

penilaian yang menggunakan modus. Kemudian untuk yang

di keterampilan dia menggunakan nilai tertinggi. Jadi, kalau

misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum, kan jadinya

tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus punya

nilai dalam hal itu, kan. Dalam hal ini, siswa kan nggak tahu

dia kalau penilaian dilakukan dengan sistem modus. Kalau

siswa tahu, apa yang akan dilakukannya, oh ya udah, nggak

usah sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Jadi,

kan toh juga tidak akan berpengaruh pada nilai afekttif atau

Page 383: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

371

sikap saya, karena yang dipakek itu adalah modus. Itu yang

akan dilakukan kalau ditahuin sama siswa. Jadi, saya tidak

paham, apa yang harus saya lakukan kalau seandainya siswa

tahu kalau nilai yang digunakan itu adalah modus, gitu.

Gimana cara mengatasinya, itu kita juga belum tahu, gitu.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T19

Guru B : “…termasuk saya juga pernah, kalau RPP-nya itu belum siap,

ternyata RPP nya itu belum clear bener, ya udah kita ngajar

dulu, abis itu kita balik ke RPP lagi. Jadinya, kadang

siklusnya maju mundur. Yang namanya RPP kan seharusnya

di depan harus udah selesai bikin, tapi kan karena kepepet ni,

jadi ngajar dulu, abis tu baru buat RPP.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T20

Guru B : “….Untuk saya, itu tidak saya lakukan, karena kepepet waktu

pertama, kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi

yang seperti itu, saya kasih aja mereka silabusnya, kemudian

silahkan dibaca-baca, materi apa yang akan kalian perlukan,

silahkan dicari lebih awal. Jadinya, mereka udah tau materi

yang disampaiin itu apa, mereka udah dapat….”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T21

Peneliti : “Terhadap pemasalahan yang Ibu sebutkan tadi itu, ada nggak

upaya untuk mengatasi itu, baik dari Ibu, dari kepala

sekolah, atau dari pengawas?’

Guru B : “Kalau misalnya alatnya terbatas, tapi kita dituntut untuk

melakukan, seperti kan ada beberapa KD yang menuntut

percobaan tertentu, yang eksplisit disebutkan. Berarti kita

kan harus melakukan itu idealnya. Kalau misalkan alatnya

nggak ada, kita terpaksa menggunakan demonstrasi. Seperti

misalnya di KD gelombang itu ada khusus untuk percobaan

tangki riak. Tangki riak kita rusak, kita punya satu.

Solusinya gimana? Kita carikan video tentang tangki riak,

setidaknya mereka tahu bentuk-bentuk gelombang seperti

apa. Kemudian, misalnya kita ingin mengamati karakteristik

gelombang longitudinal, pakek slinki, tapi slinki cuman

punya dua. Nggak mungkin kita jadikan satu kelas itu 6

kelompok, di mana nyariin slinki lagi empat, kan nggak

mungkin, jadinya disiasati pakek kelompok besar, nanti

ketika dia menganalisis data mungkin kembali ke

kelompoknya yang kecil-kecil. Seperti itu. Kepala sekolah

mungkin mendukungnya dengan menganggarkan Dana BOS

untuk membeli alat. Jadinya, kalau ada alat yang rusak, kita

laporin ke kepala sekolah.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T22

Guru B : “Kalau penilaian diri sama penilaian antar siswa, jangan dah

diharapkan nilainya banyak. Karena dia menilai temennya

sendiri pasti dah ada kerjasama. Tidak objektif.”

…………

Guru B : “Tapi, yang diminta dikurikulum itu cuman satu nilai.

Semuanya satu, observasi, antar siswa, semuanya satu. Tapi,

sebenernya kita ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan.

Jadi, kalau misalkan ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4

akan sama dengan siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang

Page 384: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

372

diminta di kurikulum itu pakek modus dan cuman satu nilai.

Kalau menurut saya itu kurang bagus. Karena, misalnya di

jurnal dia sudah punya catatan jelek, terus di penilaian dirinya,

karena sudah sama dengan temannya, saya kasih 4, di jurnal

saya kasih 2, di observasi saya kasih 2. Tapi, sekarang di

spritualnya dia dapat 4, karena dia jemet maturan (rajin

sembahyang), misalnya pas Tri Sandya, dia jemet (rajin) Tri

Sandya, dia sering mengucapkan salam ke guru, kan sudah

gede tu nilainya. Jadi, kan otomatis yang nilai 2 tadi itu

tertutupi. Sebenernya nggak bagus, sih. Tapi, kalau saya,

misalnya tertutupi kayak gitu, ya udah salah satu nilai itu saya

turunin biar nilainya dia lebih kecil. Nanti pasti di penilaian

dirinya saya potong. Walaupun dia bilang, saya tidak pernah

menyontek. Biar pun dia tulis 4, untuk siswa yang ketahuan

mencontek, saya kasih 3 untuk penilaian diri sama penilaian

temannya, biar nggak sama hasilnya, gitu.”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T23

Peneliti : “Kalau ada masalah, gimana dia pengawasnya?”

Guru B : “Kalau ada masalah, misalnya kita kan konsultasi, Pak

mungkin bagian ini saya nggak ngerti, nanti pengawasnya

jelasin juga. Terkadang, pengawas juga nggak tau info, ya

nanti saya tanya dulu sama pengawas lain. Terus kadang

berantai-rantai dia…”

Wan/D1/GB

/25-04-

2015/T24

Peneliti : “Kemudian, kalau dari segi evaluasi pembelajaran tuntutan

Kurikulum 2013 itu seperti apa, Buk?”

Guru B : “… Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis

kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan

nanti ada UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu memiliki

bobot tersendiri dari pihak kurikulum. Ada standar nilai yang

diterapkan oleh MGMP. Untuk fisika, kita mengambil

nilainya minimal B. Jadi, bagaimana caranya agar kita

minimal dapat nilai B. Ya, entah itu siswanya diremidi terus

menerus, yah tergantung nilainya nanti…”

Page 385: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

373

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D2/GB/27-04-2015

Kode Temuan

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T1

Peneliti : “Bagaimana persiapan Ibu dalam perencanaan pembelajaran?”

Guru B : “Kalau persiapan, kita siapkan LKS yang pertama. Kemudian,

nyiapin medianya. Kalau emang ada praktikum, kita siapin

bahan praktikum, kita pesen lab dulu. Kita pesen lab, karena

kan banyak guru yang makek, ya. Kita pesen jadwal.

Kemudian, kita kasih tau Laborannya, rancangan

praktikumnya seperti apa, kalau itu memang praktikum.

Kemudian, menyiapkan powerpoint yang sederhana untuk

memetakan konsep-konsepnya itu. Mungkin nyiapin itu dulu

sebelumnya. Kemudian, kita lihat dulu kira-kira cukup nggak

waktunya, kalau nggak sesuai dengan gininya, ya kita bawa ke

pertemuan berikutnya. RPP juga pastinya. Kemarinnya sudah

disiapin, maksudnya nanti mau dikasih penilaian apa mereka

di sana.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T2

Peneliti : “Terus teknis buat RPP, Ibu buatnya kapan?”

Guru B : “Kemarin, kalau di workshop itu kan kita memang harus bikin

RPP dulu, tapi cuman untuk beberapa materi sebagai sampel.

Waktu pertama kita nerapin Kurikulum 2013 itu kan dapat

contoh sistematika RPP-nya dari temen yang sudah pelatihan.

Dari contoh RPP itu, kita masukkan dulu materi mana yang

menurut kita paling gampang, pengukuran misalnya kan agak

gampang gitu bikinnya. Itu kita masukin kesana dulu

materinya. Setelah itu, baru kita buat yang lain, untuk materi

yang lebih abstrak. Nanti kan mirip-mirip dia, tinggal kita

ganti-ganti aja, gitu.”

Peneliti : “Berarti Ibu buatnya itu di awal semester, ya?”

Guru B : “Iya, di awal semester. Tapi, kalau nanti misalnya menurut kita

nggak cocok, ya kan sebelum mengajar bisa kita ganti-ganti

dulu. Tapi, biasanya sih itu akan berlanjut. Maksudnya, kalau

tahun depan kita masih ngajar di tingkat kelas yang sama, itu

bisa lagi dipakai.”

Peneliti : “Nah, yang Ibu gunakan sebagai panduan dalam membuat RPP

itu, apa?”

Guru B : “Sampai saat ini sih Permendikbud 81A yang kita pakek,

karena kan belum direvisi. Untuk tahun ajaran depan baru kita

pakek Permendikbud yang baru.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T3

Peneliti : “Berarti berbeda RPP antara guru yang ngajar di tingkatan kelas

yang sama ya?”

Guru B : “Iya, kita kan pertama bikin RPP ideal. Terus abis itu, misalnya

hasil pembagian kelasnya kita dapet kelas yang pararel, yah

katakanlah tidak terlalu pintar, yang sedang-sedang, kita bisa

ngubah beberapa pertanyaan, kalau yang murid pinter itu bisa

dijawab, tapi kalau bagi kelas yang pararel itu tidak bisa

dijawab, ya kita masukin lagi itu di sana, pertanyaan-

Lampiran 4.5

Page 386: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

374

pertanyaanya. Misalnya, untuk materi gelombang, pertanyaan

apa itu gelombang, bagi kelas yang pinter, itu udah nggak

perlu, mereka sudah di luar kepala konsepnya, jadi itu nggak

perlu di kelas unggulan. Tapi, untuk kelas pararel misalnya,

itu masih diperlukan, kita sisipi pertanyaan itu lagi, gitu. Jadi,

tiap ini beda-beda jadinya. Disesuaikan dengan kondisi

kelasnya, gitu. Tapi, kalau kelasnya sudah benar-benar

pararel, kayak saya ngajar di kelas MIA7 sama MIA8, itu kan

pengetahuan siswanya hampir sama, jadi bisa di pakek RPP-

nya. Cuman untuk kelas yang pinter, mungkin perlu

diperbaiki RPP-nya yang telah dibuat itu.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T4

Peneliti : “Nah, untuk buat RPP-nya, Ibu buat secara individu atau

berkelompok di MGMP?”

Guru B : “Kalau RPP bikinnya sendiri. Cuman di MGMP itu diskusiin

kegiatannya mau ngapain aja. Kayak kemarin, saya sama Buk

Suarti itu diskusiin masalah tangki riak yang kita nggak punya

itu, kita diskusikan. Ibunya bilang, oh ya sudah kita pakai

video aja. Nanti kita cari videonya sama-sama. Kemudian,

Buk ini ada video bagus, bisa nggak dipakek di kelas Ibu juga.

Oh iya bagus, Ibunya minta video yang saya kasih. Jadi, kita

tuker-tukeran kayak gitu. Tapi, kalau RPP murni kita bikin

sendiri.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T5

Peneliti : “Nah, tahapan-tahapan Ibu dalam membuat RPP itu dari awal,

gimana?”

Guru B : “Kalau dari awal, ya kita lihat dulu karakteristik materinya

seperti apa, apakah dia bisa praktikum atau tidak. Kemudian,

kita lihat juga, kalau materi itu dipraktikumkan, apakah kita

punya bahannya atau tidak. Kalau tidak, berarti kita cari

alternatif kegiatan yang lain, misalnya dengan demonstrasi

atau menayangkan video. Kemudian nyiapin LKS-nya. Kalau

misalnya praktikum dasar, kayak percobaan Melde,

mengamati gelombang berjalan, stasioner, kayak gitu,

biasanya Laboran sudah punya dia settingan praktikum yang

terstandar. Kita kan dulu pernah ikut ISO, ya. Jadi, sudah

terstandar. LKS, segala macem, kita ngambil di sana. Tapi

kalau untuk praktikum yang baru, kita buat lagi. Kalau

kemarin Kurikulum 2006, kita kan banyak punya stok. Tapi,

kalau sekarang, kita buat lagi. Dulu saya ngajar di kelas X,

kan sudah buat LKS. Jadi, kalau ada temen yang nanya, dulu

kamu praktikum makek apa, saya kasih LKS itu. Jadi, bisa

dipakek lagi, beberapa harus direvisi. Tapi, kalau sekarang

saya ngajar kelas XI, saya mesti buat lagi, karena kelas XI ini

kan angkatan pertama yang makek Kurikulum 2013. Jadi, lagi

saya ngumpulin, gitu. Kalau yang udah tahun lalu, ya bisa lagi

dipakek.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T6

Peneliti : “Kemudian di RPP-nya kan biasanya ada indikator ketercapaian

hasil belajar, ya. Itu bagaimana Ibu merumuskan indikator

itu?”

Page 387: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

375

Guru B : “Kalau indikator kan biasanya kita lihat materinya dulu, terus

apa sih sebenernya pengen kita cari, apa tujuan akhir dari

anak-anak itu belajar. Dari sana rumuskan indikatornya. Nanti

indikator ini kita diskusikan sama MGMP. Apa aja nanti yang

kita giniin, oh iya cari ininya, gitu. Kita kan biasanya ada

pertemuan gitu. Saling diskusi. Oh, materinya sudah sampai di

mana. Oh, untuk materi karakteristik gelombangnya, kita

fokuskan di permukaan aja, karena nanti kelas XII dapet lagi.

Kemudian, masalah pemantulan di SMP kan udah dapet, jadi

jangan terlalu ditekankan. Jadi, satu kali pertemuan cukup,

cukup, gitu. Jadi, kita sepakatin 1 kali pertemuan aja. Setelah

itu kan masuk ke Melde. Percobaan itu kan cukup

memerlukan waktu juga. Jadi, di sana kita pakek 1 kali

pertemuan, 2 jam pelajaran, khusus untuk percobaan saja,

gitu.”

Peneliti : “Untuk indikatornya itu, sama untuk semua guru di tingkatan

kelas yang sama, Buk?”

Guru B : “Kadang beda. Jadi, kita kan juga mengambil dari soal-soal

yang menjurus ke UN, ya berdasarkan SKL UN. Oh, soal-soal

ini yang biasanya akan diminta di UN. Jadi, kita munculkan

indikatornya di RPP. Dari beberapa buku juga, referensi yang

kita punya, biasanya dia di sana kan ada indikator. Jadi, ya

kita mengadaptasi, cocok nggak sama kelas kita.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T7

Peneliti : “Ya. Kalau deskripsi materi di RPP tu, gimana Ibu buatnya?”

Guru B : “Kalau di Permendikbud 81A, itu harus ada fakta, titik dua,

konsep, titik dua, prosedur, titik dua. Nanti materinya nggak

ada terlalu banyak di sana. Kalau Kurikulum 2006 kan semua

materi dimasukkan.”

Peneliti : “Berarti yang saat ini Ibu gunakan, yang fakta, konsep, kayak

gitu tu?”

Guru B : “Iya, kita masih pakek Permendikbud 81A. Nanti semester

depan baru RPP yang kita buat itu semua direvisi.”

Peneliti : “Deskripsi materi RPP yang sekarang itu, bagi Ibu membantu,

nggak? Apa sih sebenernya tujuannya itu, Buk?”

Guru B : “Kalau fakta, titik dua, konsep, titik dua, kalau menurut saya itu

nggak membantu. Mendinglah apa, judul-judulnya mungkin,

kan agak bisa membantu. Tapi, terkadang saya sendiri

mengalami kesusahan, gimana sih caranya bedain fakta sama

konsep sama prosedur, gitu. Terkadang saya harus buka buku

lagi. Apa yang dimaksud dengan fakta, gitu. Jadi, saya nyari-

nyari, lumayan berpikir juga itu. Nyari-nyari yang mana sih

dari materi ini yang dikategorikan sebagai fakta, yang mana

dikategorikan sebagai prosedur. Saya juga nggak terlalu

paham tentang itu. Jadi, ya udah kalau menurut saya, fakta

adalah sesuatu yang bener-bener terjadi. Jadi, apa ya di

gelombang yang bener-bener terjadi. Oh, gelombang adalah

getaran yang merambat. Jadi, saya bawa itu ke fakta, gitu.

Karena kita lihat, getaran oh merambat dia, jadi, oh fakta.

Page 388: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

376

Kemudian kalau prosedur, prosedur itu kan terkait dengan,

abis ini, ini, abis ini, ini, gitu kan. Kayak susunan atau

sistematika. Berarti mengarah ke praktikum. Saya bawa

Melde ke sana. Jadi, saya berpikir juga. Kalau misalnya

materinya gebogan (dipaparkan sistematis seperti pada buku),

jebleg, ini loh materinya, jadi lebih gampang berpikir kita,

copy aja langsung dari buku digital. Kita copy yang penting-

penting, nggak sih semuanya. Kalau semua kan panjang

banget. Misalnya definisi gelombang apa, itu aja dicopy,

karakteristik gelombang apa, pemantulan, pembiasan, itu aja

dimasukin. Kalau yang fakta konsep itu, memang kita harus

berpikir ini punyanya yang mana, gitu.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T8

Peneliti : “Pas kegiatan pembelajaran di kelas, itu berfungsi nggak

deskripsi materi di RPP tu, Buk?”

Guru B : “Yang namanya materi kan memang harus sudah diingat, ya.

Jadi, nggak mungkinlah kita ngeliat, apa ya sekarang

materinya, harus sesuaiin dengan kata-katanya itu, nggak

mungkin. Jadi, point-point nya kita sudah harus ingat. Habis

ini, apa, gitu. Kerangka berpikirnya, apa aja yang harus

diginiin. Pertama harus ngasi tentang, mendiskusikan tentang

karakteristik gelombang, misalnya. Ya udah disampein. Kalau

memang udah, ya kita lanjut ke materi berikutnya. Nggak

mesti terstruktur sama persis seperti yang di RPP. Cuman

sebagai gambaran umum aja.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T9

Peneliti : “Kemudian, alat, bahan, media, dan sumber belajar di RPP itu,

gimana Ibu menentukan?”

Guru B : “Kalau misalkan media, kan saya udah bilang tadi, powerpoint.

Kalau alatnya, paling yang sering saya tulis itu adalah spidol,

entah itu termasuk alat atau bukan, saya juga tidak tahu.

Spidol, papan tulis, LCD, itu biasanya yang kita tulis di RPP.

Kalau bahan-bahan itu, paling bahan-bahan praktikum dan

tidak mungkin juga saya masukkan semua. Misalnya

percobaan Melde, nggak mungkin saya masukkan vibrator di

sana, benang, kayak gitu kan nggak mungkin, gitu. Karena itu

sudah terlampir di belakangnya. Paling saya buat itu nanti,

bahan praktikum, set praktikum, kemudian LKS gitu kan bisa.

Tapi kan nggak mungkin nyebutin satu per satu.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T10

Peneliti : “Deskripsi kegiatan pembelajaran atau skenario pembelajaran

gimana Ibu buatnya?”

Guru B : “Misalnya kegiatan mengamati, gitu. Berarti guru mengajak

siswa untuk mengamati fenomena apa melalui apa, gitu.

Gambar, video, apa gitu. Kemudian menanya. Guru menarik

minat siswa dengan memberikan pertanyaan apa, gitu.

Kemudian, siswa boleh juga mengajukan pertanyaan di sana.

Nggak mesti harus guru. Kita kan nggak bisa memprediksi di

RPP itu, siswa bakal nanya apa, kan. Jadinya, saya tulis aja,

siswa dapat mengajukan pertanyaan. Kalau guru kan bisa

kayak gini, oh nanti saya mau nanyain ini, saya tulis. Kalau

Page 389: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

377

murid kan kita harus posisi di lapangan, nggak mungkin kita

tahu, gitu. Jadi, di sana harus disesuaikan dengan 5M itu.”

Peneliti : “Kalau model pembelajarannya berbeda?”

Guru B : “Ya, kalau model pembelajarannya berbeda, ya disesuaikan.

Kan yang boleh itu discovery, problem based, project. Tapi,

apapun model pembelajarannya, 5M itu harus muncul.

Misalnya kalau saya pakek discovery. Misalnya analisis data

itu bagian mana dia punya, nanti ada disisipi dia di sana.

Jadinya, 5M-nya tetap kelihatan. Fase-fase dari model

pembelajarannya juga tetap kelihatan. Jadi, kita sisipi, gitu. Di

sininya 5M-nya, di sampingnya fase-fase dari model itu. Fase

1 itu ngapain. Kalau dia menanya, berarti taruh dia di bagian

menanya. Kalau fase 1 sama fase 2 cocoknya di menanya,

berarti di menanya itu ada 2 fase. Jadi, kita bikinnya kayak

gitu.”

Peneliti : “Jadi, tetep pendekatan saintifiknya sebagai acuan?”

Guru B : “Tetep. Jadinya, di sana pendekatan saintifiknya kelihatan,

fasenya juga kelihatan.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T11

Peneliti : “Di RPP itu kan ada alokasi waktu, ya Buk. Bagaimana Ibu

menentukan itu?”

Guru B : “Berdasarkan pengalaman aja sih, ya. Namanya aja pembukaan,

kan nggak mungkin nyampaiin salam aja itu 2 jam, ya. Ya, itu

paling 5 menit, 10 menit. Karena kita kan nggak berisi

ngabsen, si A hadir, si B hadir, kan nggak mungkin kayak

gitu. Kita lihat saja bangkunya, ini kemana, gitu, karena kita

sudah hafal nama-namnya. Kecuali, waktu awal mungkin.

Tapi, tetep sih dialokasikan waktu sebagai cadangan. Karena

biasanya bel sudah berbunyi, kadang siswa masih di luar.

Maaf, Buk, tadi ngantre kamar mandi, yang kayak gitu.

Kadang mereka nanyak, Buk gimana hasil ulangan kemarin.

Jadinya, itu dialokasikan waktunya di bagian pendahuluan.

Bagian intinya nanti kita atur, berapa waktu yang diperlukan

untuk diskusi, satu jam pelajaran aja, 45 menit, kita hitung,

setting waktunya. Setelah itu, kegiatan penutup,

mengkonfirmasi, kemudian mereka mengkomunikasikan

hasilnya, kemudian nanyak mungkin ada yang nggak bisa, itu

sekitar 20 menit. Lebih disesuaikan dengan materinya, sih.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T12

Peneliti : “Kalau perencanaan penilaian di RPP itu, bagaimana Ibu

membuatnya?”

Guru B : “Kalau perencanaan penilaian, yang saya bikin itu paling soal

untuk kuis, misalnya. Kalau ulangan harian nanti kan emang

udah lain dia. Kalu penilaian observasi, yang kayak gitu, saya

sih membuat lampiran dari penilaian itu lain. Jadi, itu bisa

dipakek untuk setiap pertemuan, karena kan gininya sama

dia.”

Peneliti : “Berarti nggak dijepret dijadikan satu?”

Guru B : “Nggak. Kecuali itu penilaian aspek pengetahuannya aja.”

Peneliti : “LKS itu masuk di sana, Buk?”

Page 390: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

378

Guru B : “Kalau LKS, dia dilampirkan aja. LKS dan instrumen penilaian

observasi, segala macem, terlampir dia.”

Peneliti : “Berarti terlepas dengan RPP, ya?”

Guru B : “Ya. Yang ada di sana tu paling soal kuis. Kan kalau kuis tu

kan situasional dia.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T13

Peneliti : “Kemudian, untuk memenuhi prinsip-prinsip penyusunan RPP,

yang kayak membedakan karakteristik individu siswa, yang

kayak gitu itu, bagaimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Kalau membedakan siswa untuk dikelompokkan, ya kita

nggak melakukan perbedaan. Maksudnya, ya ini yang bodoh

dikumpulin dengan yang bodoh, ini yang pinter kumpulin

yang pinter-pinter aja, kita nggak melakukan itu. Kita campur

di sana. Karakteristik siswa sebenernya kita bisa lihat dari

sehari-hari, ya. Karena kita sudah sering ngajar, saya tahu, oh

ini anaknya agak pendiam, oh ini anaknya agak ngerecak,

suka ngomong gitu. Kalau mereka dikumpulin yang pada suka

ngomong, terus dikumpulin yang pendiem, mereka nggak

akan bisa efektif belajar kan. Di sini ngomong aja kerjaannya,

jadi harus dipisah dia sama temen-temennya. Kayak kemarin

saya bilang, kamu nggak boleh sama-sama di sini, pisah! Saya

nggak mau, Buk. Pasti ada protes kan dari mereka. Terus saya

bilang, nggak boleh protes. Ini saya pisahin, yang ini diem

kasih yang ngomong berapa. Yang diem, kasih ke tempatnya

yang ngomong-ngomong biar mau ngomong dia. Terus yang

pinter sebagai manajemennya nanti. Kamu bikin ini, kamu

bikin ini, gitu. Jadi, dia bisa memanajemen teman-temannya.

Kalau misalnya pemalu ya, tidak mempunyai jiwa pemimpin,

dia aja yang bikin semuanya, kan yang lain enak, gitu. Jadi,

dia dikelompokkan berdasarkan itu dulu, baru nanti kita bisa

mengkondisikan kelasnya seperti apa, gitu. Kemudian, cewek-

cowoknya itu harus digabung. Soalnya, kalau kita ajak mereka

praktikum, kayak dulu praktikum tentang cahaya. Mereka

pakek lilin, sekarang rel optiknya mau kita cabut, yang cewek-

ceweknya, ah takut. Jadi, harus ada cowok juga untuk

mengerjakan yang kayak gitu. Itu semua sudah saya rancang.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T114

Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”

Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah

cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal

yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak

lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau

misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih

tugas.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T15

Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian bagaimana bentuk pendekatan saintifik

yang ideal dalam pembelajaran?”

Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir

proses berpikir dulu, yang memungkin dia membentuk

sikapnya melalui kegiatan ilmiah. Dari kegiatan ilmiah,

sikapnya juga berubah, membentuk skill komunikasi. Setelah

Page 391: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

379

itu, mengembangkan kemampuan sosial siswa melalui

kegiatan pembelajaran. Jadi, kegiatan pembelajaran bukan

hanya untuk proses berpikir, tapi juga mengakomodasi

kemampuan sosial. Yang umum, kan kalau sekolah bagus,

biasanya kemampuan sosialnya tidak terlalu bagus, karena

mereka bersaing. Ngapain saya bagi ilmu sama dia, entar dia

ikutan pintar, saya disalip, dong. Itu yang kita kikis kan,

sehingga di sini yang dominan mereka balik ke kelompok,

kayak gitu. Skill sosial, skill komunikasi, mengerjakan

sesuatu, itu harus dikembangkan.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T16

Peneliti : “Religius itu bagaimana caranya, Pak? Bisa dikembangkan

dengan pendekatan saintifik, Pak?”

Guru A : “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius,

karena pusat melihatnya, religius siswa dikembangkan dengan

berdoa sebelum belajar, saya nggak, gitu. Saya berpikir

berbeda. Karakter religius manusia itu nggak hanya berdoa,

religius antara manusia dengan Tuhan, nggak. Saya

ngeliatnya, religius yang dibangun, kayak apa ya, misalnya

kita belajar cahaya, kalau kita ngomongin pemantulan, ada

dua jenis pemantulan, pemantulan teratur, dan pemantulan

hamburan, kan. Itu saya giniin, misalnya banyangin kalau

nggak ada pemantulan tipe hamburan, semua pemantulan

teratur, terus ada lubang satu di situ, terangnya ada di mana

aja, gitu. Ya, di situ aja, kan. Saya ngeliatnya kayak gitu.”

Peneliti : “Sehingga siswanya bersyukur dia, Pak?”

Guru A : “Iya. Bukan dengan, mari kita berdoa sebelum memulai

pelajaran biar selamat, ah itu urusan pelajaran agama lah bagi

saya. Tapi, hal yang lebih riil yang bisa dilakukan manusia

dalam wujudnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bukan

hanya hubungan manusia sama Tuhan, manusia sama manusia

juga religius, kan. Berbuat baik sama orang lain, juga religius.

Kalau saya lihat, sebagian besar mahasiswa SM3T juga kayak

gitu, mari kita berdoa. Level religiusnya orang Indonesia

sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa sudah religius. Kalau

orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan

orang religius, gitu?”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T17

Peneliti : “Nah, untuk penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan

K13 itu bagaimana, Pak?”

Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum

materi sih sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan,

sebelum mereka evaluasi. Cuman kita juga harus

mengingatkan kembali, me-refresh kembali, tadi kita belajar

apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus memberikan

preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa datang ke

kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini Guru

Bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik,

oh ini lo yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke

kelas. Kaya bawa gelas kosong, tunggu dituangin aja nih, diisi

Page 392: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

380

apapun okay, gitu. Nggak kayak gitu.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T18

Peneliti : “Terus selain itu, ada nggak Pak, yang kayak memberikan

refleksi, kuis, gitu?”

Guru A : “Refleksi masih bagian inti, kan. Inti dia masuk, ya. Penutup itu

hanya menutup pembelajaran. Refleksi itu, bisa diberikan, ya

kayak ngasi PR gitu. Cuman kalau kuis sih menurut saya

bagian inti, bagian inti pada evaluasi. Kan bikin simpulan

dulu, hari ini materinya ini, kayak gimana konsepnya, setelah

itu tes. Kan harus ada kesepakatan dulu, harus ada kesamaan

persepsi di kepala siswa, baru dievaluasi. Setelah dievaluasi,

terus kita tutup, gitu. Jadi, menurut saya evaluasi bukan

bagian dari penutup.”

Peneliti : “Nika ada perbedaannya dengan Kurikulum 2006 penutupan di

K13?

Guru A : “Nggak ada, sih.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T19

Peneliti : “Sekarang dari segi penilaian, Pak. Bagaimana penilaian

pembelajaran yang ideal sesuai dengan K13?”

Guru A : “Ya, mencakup evaluasi kemampuan pengetahuan, sikap,

keterampilan, ya itu dicover semua. Cuman metodenya yang

ada penilaian rubrik, ada yang penilaian jurnal, penilaian antar

siswa, diri sendiri, itu sih idealnya kayak gitu. Kemudian ada

penilaian project, ada penilaian portofolio. Itu ter-cover dalam

satu semester, karena di kolom format daftar nilainya kayak

gitu. Nanti itu yang dikonversi jadi raport. Jadi, harus tetap

ada. Tapi, kan nggak mungkin semua bab dilakukan.”

…………………

Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di

Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak

terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,

ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada

penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”

Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T20

Peneliti : “Apakah semua aspek religius, sikap, pengetahuan, dan

keterampilan itu harus dinilai setiap pertemuan, Pak, dalam

K13?’

Guru A : “Pertanyaan saya di workshop, jawabannya, Bapak Ibu tidak

akan bisa nilai itu per pertemuan, jadi harus diambil sebagian-

sebagian. Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil

penilaian ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching

mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses

pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T21

Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di

Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak

Page 393: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

381

terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,

ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada

penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”

Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T22

Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,

Pak?”

Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level

pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD-

nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih

tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”

Peneliti : “Kalau di bawah KKM?”

Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan

bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus

perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes.

Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru

adalah membahas itu. Itu sebenernya proses remedial.”

Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?”

Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,

sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya

sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi

remedi sebagai tes ulang.’

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T23

Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”

Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil

makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita

pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran

juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini.

Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan

kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau

bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.

Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?”

Guru A : “Sambil jalan ada.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T24

Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”

Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD

gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh

ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin

indikator. Setelah itu kita cek, kita lihat pengalaman belajar

yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman

belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru

bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling

kunci di situ di pemetaan KI-KD.”

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”

Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak

gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran

indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh

sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”

Wan/D2/GB

/27-04-

Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”

Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif

Page 394: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

382

2015/T25 saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif

cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini

nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada

kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T26

Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’

Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek

pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk

mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya

sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali

pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda,

pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu.

Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam

dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah.

Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang,

nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama,

pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang

belakangan, gitu.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T27

Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat

sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype

aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang

waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T28

Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester

mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk

proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses

bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan

mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi,

proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya,

kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan

semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena

kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T29

Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang

saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di

situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.”

Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?”

Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin

RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini,

dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa

mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum

dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku

guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada

RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik

sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru

sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari

ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia

kan emang kayak gitu. Kalau semakin tipis laporannya,

semakin tidak bagus katanya.”

Wan/D2/GB

/27-04-

Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana

membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita

Page 395: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

383

2015/T30 bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah

seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk

aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus

detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang

berat bagi guru.”

……………

Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian

ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa.

Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya

nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T31

Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”

Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-

beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa

aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok

ngebom, apakah saya religius?”

Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi

itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu?

Atau upaya dari pengawas?”

Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari

sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan

itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai

sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari

sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja,

keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita

cari dari luar.”

Wan/D2/GB

/27-04-

2015/T32

Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”

Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita

nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang

nggak wajib itu, kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,

perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung

pekerjaannya.”

…………….

Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan,

evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam

hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat,

potong upacara bendera, di situ masalahnya.”

Page 396: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

384

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D3/GB/30-04-2015

Kode Temuan

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T1

Peneliti : “Nah, untuk kelas XI sendiri, mata pelajaran fisika itu di MIA

aja, Buk?”

Guru B : “Kelas XI, peminatannya di sini, untuk kelas lain itu diambil

kimia sama biologi. Karena, ya mengantisipasi kekurangan

jam sih sebenernya. Anak-anak dalam hal ini juga dianggap

berminat dalam kimia dan biologi. Karena untuk fisika,

sementara jamnya sudah pas.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T2

Peneliti : “Kalau buat RPP per KD itu, Ibu berapa lama biasanya?”

Guru B : “Tergantung materinya juga, ya. Kalau materinya agak abstrak,

kan kita nyari di internet, ya lama. Kalau materinya gampang,

ya cepet buatnya. Apalagi kalau misalnya kita sudah pernah

ngajar materi itu, ya RPP-nya tinggal direvisi-revisi aja. Kalau

misalnya dikejar pengawas, hari ini harus selesai, kalau

dikebut, bisa selesai.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T3

Peneliti : “Di RPP Ibu itu kan ada indikator sama tujuan, ya. Itu bedanya

apa, Bu?”

Guru B : “Sebenernya di Permendikbud 103 sama 104, tujuan sudah

nggak ada. Kalau di Permendikbud 81A, tujuan itu masih ada.

Tujuan itu ya mengacu ke indikator. Untuk mencapai

indikator itu, tujuannya apa, gitu. Misalnya dengan melakukan

praktikum, siswa dapat melakukan apa, kayak gitu tujuannya.

Cuman ditambahkan kegiatan belajarnya apa. Misalnya,

dengan diskusi, siswa dapat apa.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T4

Peneliti : “Nah, RPP yang Ibu gunakan dengan RPP yang Buk Suarti

sama Pak Mahardika gunakan, kan indikatornya Ibu bilang

bisa beda. Nah, itu nggak jadi masalah, Buk?”

Guru B : “Sebenernya sih nggak jadi masalah. Yang materi pokok yang

diminta itu sama. Tapi otomatis, kita juga pakai indikator-

indikator yang ada di buku, kan. Nanti pas pertemuan MGMP,

kita akan bahas nanti materinya sampai di sini, indikatornya

nanti ada praktikum, Ibu Suarti juga nanti praktikum, kalau

saya tangki riaknya pakai video, ibunya juga nanti pakai

video. Jadi, ada persamaan-persamaan, mungkin redaksi kata-

katanya aja yang beda.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T5

Peneliti : “Kalau sumber dari buku, Ibu makek buku apa saja, selain buku

yang diberikan sekolah itu?”

Guru B : “Sebenernya kalau sekolah menyarankan menggunakan satu

buku, tidak boleh. Tapi, siswa juga mencari LKS di luar. Saya

juga nggak tau siapa yang menginformasikan ada LKS

Kreatif, gitu. Jadi, secara tidak langsung, karena kita kasian

siswanya sudah beli, kita beli juga. Tapi, kita gunakan untuk

referensi saja. Kalau ada materinya cocok, kita pakek.

Kemudian ada buku Sagofindo yang juga bagus itu menurut

saya. Siswanya itu beli di depan. Jadi, kita difasilitasi oleh

Lampiran 4.6

Page 397: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

385

MGMP untuk beli buku-buku itu. ”

Peneliti : “Buku Sagofindo itu kayak LKS ya, Buk?”

Guru B : “Nggak. Kalau Sagofindo itu kayak buku diktat dia. Isinya itu

ada materinya, ada latihan soalnya, kemudian ada latihan soal

yang berisi kunci, ada latihan soal tanpa kunci.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T6

Peneliti : “Kalau sumber belajar, apa aja yang sering Ibu gunakan?”

Guru B : “Yang pertama, internet. Kemudian, dari buku yang emang

sudah dikasih sama sekolah, ya kayak buku paket, gitu, tapi

bukan BSE. Jadi, SMA1, SMA3, SMA4, bukunya sama.

Untuk dapat buku itu, guru sama siswa harus minjem di

perpustakaan. Jadi, statusnya minjem.”

Peneliti : “Kalau sumber dari buku, Ibu makek buku apa saja, selain buku

yang diberikan sekolah itu?”

Guru B : “Sebenernya kalau sekolah menyarankan menggunakan satu

buku, tidak boleh. Tapi, siswa juga mencari LKS di luar. Saya

juga nggak tau siapa yang menginformasikan ada LKS

Kreatif, gitu. Jadi, secara tidak langsung, karena kita kasian

siswanya sudah beli, kita beli juga. Tapi, kita gunakan untuk

referensi saja. Kalau ada materinya cocok, kita pakek.

Kemudian ada buku Sagofindo yang juga bagus itu menurut

saya. Siswanya itu beli di depan. Jadi, kita difasilitasi oleh

MGMP untuk beli buku-buku itu. ”

Peneliti : “Buku Sagofindo itu kayak LKS ya, Buk?”

Guru B : “Nggak. Kalau Sagofindo itu kayak buku diktat dia. Isinya itu

ada materinya, ada latihan soalnya, kemudian ada latihan soal

yang berisi kunci, ada latihan soal tanpa kunci.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T7

Peneliti : “Nah, dalam memilih sumber belajar dan media belajar itu, apa

pertimbangan yang Ibu gunakan?”

Guru B : “Pertama, mudah dipahami. Kan ada beberapa buku

terjemahan yang kata-katanya sulit dimengerti siswa. Kalau

anak kuliahan, mungkin bisa mengerti. Kalau anak-anak

seukuran SMA susah mengerti. Kemudian dari aplikasinya

dalam kehidupan. Misalkan ada nggak contoh-contoh yang

membuat siswa tertarik. Kemudian, dari segi modul

praktikumnya ada nggak di sana. Maksudnya, yang bisa

mencakup semua materi yang kita ajarkan. Tapi, biasanya

sih nggak ada satu buku yang full berisi semua itu. Jadinya,

kita ngambil dari buku lain. Jadi, digabung-gabung, gitu.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T8

Peneliti : “Sebelum mengajar itu biasanya persiapan apa yang ibu

lakukan?”

Guru B : “Iya, biasanya sih kita buka-buka buku lagi. Misalnya kayak

kemarin, pemanasan global kan ada hal-hal baru yang saya

nggak tahu, ya. Jadinya harus dibaca dulu lewat internet.

Misalnya tentang perjanjian-perjanjian itu, lumayan, saya juga

tidak mengerti sebenernya. Jadi, harus dibaca lebih banyak.

Kalau yang lain-lain, paling kita sekedar menginga-ngingat

aja. Soalnya ngajar beberapa tingkat kan otomatis pikirannya

bercabang. Kalau misalnya ngajar satu tingkat aja, kan

Page 398: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

386

materinya bisa berulang-ulang. Tapi, kalau saya ngajar kelas

XII ngajar kelas XI lagi, semuanya berantakan jadinya.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T9

Peneliti : “Kalau metode belajar yang biasanya Ibu gunakan, itu apa aja?”

Guru B : “Biasanya sih diskusi. Tapi ada juga ceramah untuk beberapa

materi yang memang bagi mereka sulit untuk didiskusikan.

Kalau penurunan rumus, kan bisa mereka diskusikan sama-

sama. Nanti kalau sudah selesai, kita lanjutkan dengan

ceramah, terus nanti dari hasil diskusinya, mereka kerjain di

depan. Ya, dicampur-campur lah metodenya.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T10

Peneliti : “Nah, untuk indikator sama tujuan pembelajaran itu, apakah Ibu

sampaikan?”

Guru B : “Nggak tentu, sih. Kayak kemarin kan saya berikan lewat

powerpoint, tapi kan males ya, ya sudah lewatin saja biar

cepet. Toh mereka juga tau dari silabus yang saya kasih.”

Peneliti : “Kalau menurut Ibu sendiri, siswanya perlu tahu itu?”

Guru B : “Sebenernya sih penting untuk disampaikan, ya. Cuman kalau

waktunya mendesak, itu menjadi tidak usah disampaikan.

Karena pas pembelajaran itu, siswanya kan bisa ngerangkum

materi-materi apa yang dikasih, pasti seputaran itu aja, kan.

Masalah indikator itu kan masalah kata-kata saja. Jadi, oh,

waktu ini ibunya jelasin tentang ini, pasti ini yang akan keluar

nanti pas ulangan. Seperti itu sih sebenernya.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T11

Peneliti : “Untuk memenuhi permintaan pendekatan saintifik pada aspek

mengamati, bagaimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Kita ajak mereka untuk mengingat kejadian-kejadian yang

mereka pernah alami. Misalnya kayak kemarin, global

warming, kemarin hujan, dua hari yang lalu panas, kenapa itu

bisa kayak gitu? Kalian bisa mengamati cuacanya kayak gitu.

Kita bisalah mengimajinasi, kejadian kemarin itu kayak

gimana. Mengamati juga namanya, kan.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T12

Peneliti : “Kalau mengajak siswa untuk menanya, gimana Ibu

melakukannya?”

Guru B : “Aspek menanya biasanya kita munculkan dari diri kita dulu,

ya. Pernah nggak gini, mereka jawab pernah. Misalnya,

pernah nggak kalian mengalami kejadian aneh. Mereka

nanyak, kenapa Buk kayak gini? Aspek menanya itu muncul

ketika mereka diskusi sama temen-temennya. Kenapa kok

bisa kayak gini. Dicari terus jawabannya.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T13

Peneliti : “Kemudian aspek menalar gimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Mereka mengaplikasikan, teorinya seperti ini, kenyataannya

seperti ini. Misalnya kayak kemarin, kita dibilang nggak boleh

makan daging, ini sapinya menghasilkan gas metana, apa

hubungannya? Oh, ternyata gas metana menimbulkan efek

rumah kaca, membuat ozon menjadi menipis dan berlubang,

gitu. Oh, jadi kita nggak boleh banyak konsumsi daging, biar

nggak banyak ada sapi, sapinya biar nggak banyak ada

kotoran, otomatis gas metananya semakin berkurang.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Bagaimana Ibu mengembangkan aspek mengkomunikasikan

Page 399: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

387

/30-04-

2015/T114

itu?”

Guru B : “…. Tapi, kalau aspek komunikasi yang secara langsung, itu

kan bisa pas mereka tanya jawab. Itu sudah melatih

komunikasi....”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T15

Peneliti : “Kalau menutup pembelajaran, yang Ibu lakukan biasanya

gimana?”

Guru B : “Ada yang bertanya, gitu dulu sebelumnya. Kalau nggak ada

pertanyaan, minggu depan kita akan belajar tentang ini, tolong

dipelajari. Biar nggak saya aja nanti aktif di depan kelas.

Nanti mereka pelajarin di rumah. Nanti kalau saya ke kelas,

mereka sudah siap untuk, misalnya, ada yang mau bantu saya

untuk menjelaskan di depan, saya bilang begitu.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T16

Peneliti : “Untuk memenuhi permintaan pendekatan saintifik pada aspek

mengamati, bagaimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “…. Misalnya kayak tadi saya ngajar di XI MIA8, materi

tentang gelombang, saya suruh siswanya nyemplungin batu ke

dalam kolam tunjung, masukin batunya yang kecil aja, biar

terlihat bentuk airnya, siswanya mengamati dia. Oh Buk,

bentuknya ada lingkaran-lingkaran. Seperti itu sih cara

mengamati. Bawa dia ke alam sekitar atau ajak dia mengingat

kejadian sebelumnya atau langsung melihat kejadian-kejadian

pada hari itu. Kadang, kayak kemarin saya kasih lihat gambar

fenomena.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T17

Peneliti : “Bagaimana Ibu memfasilitasi siswa untuk berkomunikasi?”

Guru B : “Kalau mengkomunikasikan, kayak kemarin itu mereka

presentasi. Mereka bikin dulu makalah, kemudian bikin

powerpointnya. Mereka mencatat dulu apa point-point penting

kerangka berpikirnya, kemudian mereka tampil di depan.

Kemudian ada beberapa teman mengamati, memberikan

penilaian terhadap penampilannya dulu yang pertama,

kemudian komentar terhadap tampilan powerpointnya sendiri,

apakah bisa dilihat atau gimana, komunikatif atau tidak.

Kemudian, baru mereka nanyak, setelah itu guru juga

memberikan masukan, menengahi kalau misalnya ada silang

pendapat. Mungkin si penyaji tidak mengerti maksud si

penanya, begitu juga si penanya juga nggak ngerti maksud si

penyaji. Jadinya, kita tengahi di sana. Itu aspek komunikasi.

Kemudian, kalau komunikasi yang formal kan pada saat

mereka presentasi. Kayak kemarin, mereka presentasi kan ada

yang ngomong, aku tu nggak ngerti maksudnya kao, kao tu

nggak gini. Kan bahasanya nggak formal, nggak bagus untuk

orang yang presentasi itu. Jadi, kita sampaikan, kalau

presentasi nggak boleh ngomong kao aku, gitu. Nggak boleh

seperti itu, ya. Pakek anda, saya. Kemudian, menurut

pendapat kami, kalau memang kalian berkelompok. Kalau

sendiri, menurut pendapat saya. Kalau sudah dikasih

masukan, bilang terimakasih. Seperti itulah. Etika

berkomunikasi juga kita ajarin di sana.”

Page 400: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

388

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T18

Peneliti : “Kalau cara Ibu untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi

aktif dalam pembelajaran, itu bagaimana?”

Guru B : “Kalau memotivasi, saya paling ngasih point. Jadi, siapa yang

bisa jawab, nanti saya kasih point. Kalau jawabannya benar,

saya kasih tambahan nilai 0,1. Mereka jawabnya, Buk kok

dikit kali, tambahin dong. Iya, kalau sering jawab, kan tambah

banyak dia. Nanti kalau saya kasih poitnya 1, nanti cepet naik

nilainya. Nanti bisa-bisa ada nilainya sampai 105, kan nggak

mungkin, saya bilang gitu. Mereka dengan seperti itu,

biasanya tambah antusias. Misalnya, dia penurunan rumus itu

kan agak susah, saya kasih nilai plusnya 1. Itu beda dia.

Dengan seperti itu, mereka termotivasi untuk menambah nilai.

Misalnya, saya kasih soal mereka, terus 10 pengumpul

pertama bawa ke depan, saya kasih poin plus. Mereka buat di

meja masing-masing, nanti temannya nanyak, nggak mau

dikasih tau. Pokoknya dia harus nomor satu, kayak gitu. Habis

itu, mereka lari-larian dah ke depan. Nanti saya cek, kalau

memang benar jawabannya, saya kasih nilai plus, kalau salah,

saya kembalikan.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T19

Peneliti : “Kalau praktikum sendiri, gimana prosesnya, Buk?”

Guru B : “Pas mereka datang itu, mereka langsung duduk sesuai dengan

kelompok yang dibentuk sebelumnya. Nanti kita sampaikan

tujuan praktikumnya apa. Sebelumnya juga kita sampein, jadi

mereka bisa baca-baca di rumah. Kemudian, kadang LKS

yang kita kasih itu LKS terbuka. Maksudnya tanpa ada

tuntunan. Tapi, untuk praktikum yang agak sulit, itu bisa kita

tuntun. Beda-beda nanti LKS-nya. Kan sudah ada LKS

terstandar di lab. Kalau misalnya kalor, agak gampang, kita

LKS-nya terbuka. Kalau misalnya Melde, dia agak susah,

kemudian alatnya rentan rusak, kita kasih tuntunan. Habis itu

mereka baca dulu LKS-nya, data apa yang diperlukan, kalau

kelompoknya ada yang nggak ngerti, bisa ditanyakan ke

Laboran atau sama gurunya. Karena kan Laboran juga di sana

mendampingi.”

Peneliti : “Nah, setelah mereka dapat data, tindak lanjutnya itu, apa?”

Guru B : “Yang pertama, mereka diskusiin dulu. Kalau misalnya

waktunya cukup, kita langsung analisis. Sampein di depan,

kelompok ini dapat datanya berapa, kita sajiin, berapa persen

kesalahan relatifnya, kalau ada kendala atau kesulitan, itu kita

bahas.”

Peneliti : “Berarti buat laporan mereka, Buk?”

Guru B : “Laporan singkat aja pas itu. Nanti analisis lanjutannya

dilakukan di rumah. Laporan singkatnya itu aja dikumpul,

misalnya datanya dapet berapa. Biar mereka nggak manipulasi

nanti. Data yang sudah mereka dapet itu mereka bawa pulang,

dianalisis di rumah, dibuatkan laporan, nanti laporannya

dikomunikasikan pertemuan selanjutnya.”

Peneliti : “Itu laporannya dibuat per individu atau kelompok, Buk?”

Page 401: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

389

Guru B : “Kelompok. Tapi mereka analisisnya itu paling bareng-bareng.

Ngatur kegiatan kelompoknya tu, mereka bisa.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T20

Peneliti : “Kalau ulangan umum soalnya gimana, Buk?”

Guru B : “Kalau ulangan umum soalnya sama. Kalau ulangan kita

gantian bikin, kita ber-team, biasanya berdua. Semester satu

guru ini, semester dua guru lain lagi. Kadang kita bikin

setengah-setengah. Kadang kayak kemarin, karena anaknya

Buk Suarti kelas XI, soalnya saya yang bikin.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T21

Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di

Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak

terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,

ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada

penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”

Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T22

Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,

Pak?”

Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level

pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD-

nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih

tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”

Peneliti : “Kalau di bawah KKM?”

Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan

bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus

perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes.

Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru

adalah membahas itu. Itu sebenernya proses remedial.”

Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?”

Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,

sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya

sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi

remedi sebagai tes ulang.’

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T23

Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”

Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil

makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita

pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran

juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini.

Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan

kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau

bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.

Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?”

Guru A : “Sambil jalan ada.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T24

Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”

Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD

gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh

ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin

Page 402: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

390

indikator. Setelah itu kita cek, kita lihat pengalaman belajar

yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman

belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru

bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling

kunci di situ di pemetaan KI-KD.”

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”

Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak

gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran

indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh

sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T25

Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”

Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif

saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif

cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini

nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada

kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T26

Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’

Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek

pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk

mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya

sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali

pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda,

pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu.

Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam

dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah.

Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang,

nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama,

pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang

belakangan, gitu.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T27

Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat

sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype

aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang

waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T28

Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester

mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk

proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses

bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan

mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi,

proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya,

kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan

semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena

kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T29

Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang

saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di

situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.”

Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?”

Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin

RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini,

Page 403: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

391

dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa

mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum

dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku

guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada

RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik

sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru

sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari

ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia

kan emang kayak gitu. Kalau semakin tipis laporannya,

semakin tidak bagus katanya.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T30

Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana

membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita

bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah

seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk

aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus

detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang

berat bagi guru.”

……………

Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian

ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa.

Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya

nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T31

Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”

Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-

beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa

aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok

ngebom, apakah saya religius?”

Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi

itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu?

Atau upaya dari pengawas?”

Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari

sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan

itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai

sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari

sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja,

keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita

cari dari luar.”

Wan/D3/GB

/30-04-

2015/T32

Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”

Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita

nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang

nggak wajib itu, kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,

perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung

pekerjaannya.”

Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan,

evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam

hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat,

potong upacara bendera, di situ masalahnya.”

Page 404: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

392

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D4/GB/09-05-2015

Kode Temuan

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T1

Peneliti : “Kalau aspek religius, gimana cara Ibu mengembangkannya?”

Guru B : “Ngucapin Panganjali Umat, nanti kalau kelasnya berakhir, kan

jam 7-8, sembahyang Tri Sandya.”

Peneliti : “Kalau dalam pembelajaran sendiri?”

Guru B : “Kalau dalam pembelajaran, ya kemarin pas pemanasan global

yang kelihatan, kan. Oh, Tuhan sudah memberikan kita

lingkungan yang bagus, tapi malah manusia yang merusak.

Kan bisa mengarah ke sana religiusnya.”

Peneliti : “Membuat rasa bersyukur, gitu ya?”

Guru B : “Tapi nggak sampai gini, misalnya bersama siswa

mengucapkan syukur, ya nggak sampai kayak gitu. Paling

cuman tersirat. Kayak kemarin, kan kita aplikasikan ke hari

raya Nyepi konsep global warming itu. Konferensi Perubahan

Iklim yang PBB itu kan membahas tentang nyepi dia, jadi

secara tidak langsung agama lain pun, oh ini lho hari raya

Nyepi, kan kita umat hindu punya hari rayanya. Ada Catur

Berata Penyepian yang dianggap dunia bisa mengurangi emisi

gas rumah kaca.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T2

Guru B : “Kalau yang disiplin, ya itu, misalnya datang tepat waktu.

Kalau fisika yang saya ajar itu kan ada jam ke nol, jam 6.15.

Kalau ada yang datang jam setengah 7, nggak saya kasih

masuk, sudah saya tutupin pintu dia. Terus, kalau misalnya

makan sama minum, nggak boleh di dalam kelas. Kalau

misalnya mereka nanti haus atau punya sakit maag, harus

minum, ya harus keluar. Mereka bilang, Buk saya permisi

mau minum ke luar. Nggak boleh minum di dalam kelas.”

Peneliti : “Kalau misalnya saat belajar itu ada siswa yang tidak serius,

gimana Ibu menanggapi?”

Guru B : “Kalau dia nggak serius, pasti saya tanyain dia. Kayak misalnya

waktu ini, Kris, apa yang dimaksud dengan ini? Apa, Buk? Itu

dah, dari tadi kamu bengong aja. Saya tegur-tegur sih

biasanya. Misalnya bengong, nglamunin pacarnya, ya?

Nglamunin Buk Dayu aja lebih bagus. Nggak berani dah dia,

gitu. Kadang ada siswa yang ngobrol saya tanyain gitu, dia

bisa jawab. Mungkin setengah kupingnya dengerin saya. Tapi,

saya bilang, tolong yang di belakang jangan ngobrol aja. Saya

kasih peringatan seperti itu.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T3

Peneliti : “Kalau sikap jujur?”

Guru B : “Jujur, kalau ulangan. Yang kerja sama saya kasih nilai nol.

Waktu ini di kelas MIA7 ada kerjasama, saya robek

pekerjaannya. Ada yang nanyak dia. Ini soal objektif yang

saya kasih, tapi soal objektifnya itu ada caranya. Terus, dia

bikin objektifnya aja dengan nanya ke temennya, gitu.

Langsung saya suruh, kamu sudah dua kali saya peringatkan,

Lampiran 4.7

Page 405: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

393

masih kayak gitu, sini pekerjaannya, nggak usah dilanjutin,

coret yang mana tadi kamu nanya, gitu. Mau dia nyoret, yang

ini saya nanya, Buk. Dia nyoret sendiri, jadi otomatis

jawabannya bener, tapi salah, gitu.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T4

Peneliti : “Proses Ibu melakukan penilaian observasi itu kayak gimana,

Buk?”

Guru B : “Kita bawa daftar nama siswa yang sudah diisi kolom-kolom

kecil. Jadi, nanti kalau misalnya ada siswa aktif menjawab,

saya nilai plus. Nanti terakhir pas ngerekap nilai, saya hitung

dah berapa kali dia dapat plus, nanti saya tambahkan sekian

nilainya. Biasanya kalau plusnya satu itu, saya tambahin

nilainya 0,1. Misalkan nilainya dia 87, terus dia dapat point

plus berapa, saya tambahin.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T5

Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A

nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi,

mending pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja.”

Peneliti : “Kalau misalkan di penilaian jurnal itu ada siswa yang nyontek,

bagaimana Ibu merumuskan nilainya?”

Guru B : “Nggak dinilai kayak gitu. Paling buat catatan kita aja. Kalau

dia sering nyontek, misalnya yang lain dapat 4, dia 3 kasih,

gitu.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T6

Peneliti : “Kalau penilaian diri sama teman sejawat itu sudah Ibu

lakukan?”

Guru B : “Iya, sudah. Satu semester sekali. Karena itu instrumennya

banyak, tebal, satu orang itu bisa sampai 10 lembar. Jadi, saya

suruh siswanya fotocopy sendiri, habis itu mereka isi bawa

pulang, hasilnya dikumpul.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T7

Peneliti : “Kenapa dalam penilaian antar peserta didik Ibu hanya

menilai sikap jujur dan disiplin?”

Guru B : “Oh, instrument itu sudah saya sesuaikan dengan contoh

instrument yang diberikan oleh kurikulum.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T8

Peneliti : “Untuk setiap metode dia pakek modus, Buk?”

Guru B : “Idealnya kan per KD bikin itu, kan. Tapi, yang diminta

dikurikulum itu cuman satu nilai. Semuanya satu, observasi,

teman sejawat, semuanya satu. Tapi, sebenernya kita

ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan. Jadi, kalau misalkan

ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4 akan sama dengan

siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang diminta di

kurikulum itu pakek modus dan cuman satu nilai. Kalau

menurut saya itu kurang bagus. Karena, misalnya di jurnal dia

sudah punya catatan jelek, terus di penilaian dirinya, karena

sudah sama dengan temannya, saya kasih 4, di jurnal saya

kasih 2, di observasi saya kasih 2. Tapi, sekarang di

spritualnya dia dapat 4, karena dia jemet maturan (rajin

sembahyang), misalnya pas Tri Sandya, dia jemet (rajin) Tri

Page 406: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

394

Sandya, dia sering mengucapkan salam ke guru, kan sudah

gede tu nilainya. Jadi, kan otomatis yang nilai 2 tadi itu

tertutupi. Sebenernya nggak bagus, sih. Tapi, kalau saya,

misalnya tertutupi kayak gitu, ya udah salah satu nilai itu saya

turunin biar nilainya dia lebih kecil. Nanti pasti di penilaian

dirinya saya potong. Walaupun dia bilang, saya tidak pernah

menyontek. Biar pun dia tulis 4, untuk siswa yang ketahuan

mencontek, saya kasih 3 untuk penilaian diri sama penilaian

temannya, biar nggak sama hasilnya, gitu.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T9

Peneliti : “Kalau kuis itu bagaimana penilaiannya?”

Guru B : “Kalau kuis sama dengan ulangan dia. Cuman jumlahnya

sedikit, satu soal, dua soal, gitu.”

………………..

Guru B : “Kan kalau kuis tu kan situasional dia. Kalau kayak sekarang

bulan Mei sudah dekat ulangan umum, kan kita kejar-kejaran

materi, jadi kita nggak bisa ngasi kuis. Habis waktunya, gitu.

Kalau kuis kan sifatnya mendadak.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T10

Peneliti : “Penilaiannya itu gimana?”

Guru B : “Kalau misalkan untuk tugas-tugas yang, misalnya pas saya

nggak sekolah, itu saya periksa detailnya gimana. Soal yang

dibuat di sekolah, saya sengaja banyakin, biar peluang mereka

untuk bekerjasama itu kecil. Jadi, waktu terbatas, soal banyak,

kan nggak mungkin mereka kerjasama. Pasti mereka bikin

yang mana mereka bisa.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T11

Peneliti : “Kalau tindak lanjut berupa PR?”

Guru B : “PR sering. Apalagi kalau pas menjelang ulangan, pasti banyak

PR-nya. Men, biar mau dia latihan soal. Kalau nggak digituin,

orang males dia.”

Peneliti : “Itu PR-nya Ibu tindak lanjuti, periksa?”

Guru B : “Kalau PR itu, paling yang saya lihat, ketepatan waktu dia

ngumpul dulu, pertama. Itu saya yakin mereka tidak mungkin

tidak kerjasama. Kadang saya lihat dulu yang paling pinter,

pasti dia yang ngerjain. Saya bandingin dah beberapa. Anak

yang pinter, sedang-sedang, sama yang kurang. Saya cocokin,

kalau sudah sama, saya malas dah meriksa. Yang penting

ngumpul aja, dan tepat waktu, saya kasih dah nilai.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T12

Peneliti : “Kalau misalnya ulangan harian, kuis, kayak gitu itu Ibu

bagikan hasilnya?”

Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu.

Kalau saya yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya

bagikan hasilnya. Kalau saya salah meriksa, ya namanya

manusia, mereka rela bawa punya temennya yan bener, Buk

ini dikasih segini, saya kok nggak. Saya, lihat, kalau bener,

saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa, saya kasih

mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini. Baru

nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa? Saya

balik nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu

Page 407: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

395

harusnya dapat berapa? Saya ajarin cara meriksa, gitu. Nanti

dikembalikan sama temannya. Yang punya, periksa lagi,

bener nggak temennya meriksa. Habis itu, baru saya kasih

nilai langsung. Nanti mereka langsung dah tau nilainya

berapa.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T13

Peneliti : “Kalau menilai aspek kognitif siswa itu, jenis penilaian apa saja

yang Ibu gunakan? Metodenya?”

Guru B : “Ulangan harian, kemudian ada kuis. Kemudian, saya pernah

ngadain ulangan yang sistemnya kayak gini. Saya taruh meja

4 di depan, terus saya undi nomor absen berapa yang harus

maju. Kemudian, soal yang akan dia kerjakan juga diundi.

Jadi, mereka bikin. Saya kasih waktu berapa, misalnya 5

menit. Mereka langsung bikin di sana. Di mejanya sendiri-

sendiri itu. Kumpul, gitu. Ada yang gitu saya buat, kalau

waktunya cukup. Kalau misalnya sudah mepet-mepet, seperti

sekarang sudah menjelang ulangan umum, kita kebut-kebut

dulu, nanti ulangan sekalian.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T14

Peneliti : “Kalau misalnya ulangan harian, kuis, kayak gitu itu Ibu

bagikan hasilnya?”

Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu.

Kalau saya yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya

bagikan hasilnya. Kalau saya salah meriksa, ya namanya

manusia, mereka rela bawa punya temennya yan bener, Buk

ini dia dikasih segini, saya kok nggak. Saya, lihat, kalau

bener, saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa, saya

kasih mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini.

Baru nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa?

Saya balik nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu

harusnya dapat berapa? Saya ajarin cara meriksa, gitu. Nanti

dikembalikan sama temannya. Yang punya, periksa lagi,

bener nggak temennya meriksa. Habis itu, baru saya kasih

nilai langsung. Nanti mereka langsung dah tau nilainya

berapa.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T15

Guru B : “Kemudian, saya pernah ngadain ulangan yang sistemnya

kayak gini. Saya taruh meja 4 di depan, terus saya undi nomor

absen berapa yang harus maju. Kemudian, soal yang akan dia

kerjakan juga diundi. Jadi, mereka bikin. Saya kasih waktu

berapa, misalnya 5 menit. Mereka langsung bikin di sana. Di

mejanya sendiri-sendiri itu. Kumpul, gitu.”

Peneliti : “Itu masuk tes lisan, ya?”

Guru B : “Iya, karena dikerjakan langsung kumpul. Terus pernah juga

saya bagi papannya, bagi empat. Saya kasih soal, langsung

mereka kerjain di sana. Mereka nggak tau soalnya yang mau

saya kasih. Sudah sampai di depan, baru tau. Kalau nggak

bisa, tetep diem di depan, sampai bisa. Atau nggak, kalau

misalnya nyerah, ganti soalnya lagi. Jadi, yang suka lihat di

sana kan ekspresi wajahnya mereka yang beda-beda.”

Page 408: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

396

Peneliti : “Kalau tes kayak gitu, instrumen penilaiannya kayak gimana,

Buk?”

Guru B : “Skornya itu istilahnya mencongak, terserah mereka caranya

kayak gimana, yang penting jawaban akhirnya benar. Karena

kita kan langsung melihat dia ngerjain soalnya. Jadi, nggak

mungkin kerjasama, kan. Jadi, kita nggak menilai struktur

kerjanya kayak gimana, yang penting jawaban akhirnya dapat

dia. Kalau salah, nol nilainya. Nanti, kalau dia nggak punya

skor, saya kasih tugas. Kalau dia ngumpul tugasnya aja, saya

kasih satu.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T16

Peneliti : “Kalau penilaian aspek psikomotor itu metodenya kayak

gimana aja, Buk?”

Guru B : “Dengan praktikum. Kadang-kadang presentasi. Portofolio,

seperti yang saya minta waktu kelas X, misalnya. Coba

kumpulkan fenomena-fenomena cahaya. Proyek juga.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T17

Peneliti : “Kalau penilaian kinerja pada saat praktikum itu, apa aja yang

Ibu nilai?”

Guru B : “Kerjasama antar anggota kelompok. Terus, saya tanyak dia,

kalau alat ini fungsinya untuk apa, mereka tau nggak. Dari

sana sih saya ambil. Ya, paling pakek rentangan, di rubrik

penilaiannya itu pakai 5, 4, 3, 2, 1. Misalnya, di suruh

nyebutin alat, tapi nggak mesti harus semua, ini apa namanya.

Kalau dia bisa jawab, saya kasih dah berapa. Terus habis itu,

coba ceritain gimana cara kerjanya, mereka jelaskan.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T18

Peneliti : “Kalau penilaian proyek yang sudah Ibu lakukan itu apa?”

Guru B : “Kalau semester 1, bikin alat. Kalau semester 2, bikin makalah

aja.”

Peneliti : “Yang kemarin waktu presentasi itu apa, Buk?”

Guru B : “Oh, itu. Penilainnya ada dari segi makalah, powerpoint, dan

presentasinya.”

Peneliti : “Kalau di kelasnya Pak Mahardika kan ada buat Maket gitu. Ibu

juga buat?”

Guru B : “Oh, nggak. Saya cuman lewat makalah aja. Kalau menurut

saya, itu dipajang dimana nanti, taruh dimana, toh dia juga

bikin sampah jadinya, gitu. Kalau menilai kreativitas siswa,

kan ada majalah Mekar, nanti biar ke sana aja dibawa

kreativitasnya dia. Kalau saya cuman buat powerpoint-nya

aja. Nanti, kalau mau diunggah, silahkan diunggah, sertakan

nama kelompoknya. Tapi, tetep kumpul ke saya dalam bentuk

softcopy presentasinya, kemudian makalahnya juga.”

Peneliti : “Saya kira itu kesepakatan MGMP, Buk.”

Guru B : “Nggak. Kalau itu kreativitas gurunya aja. Kalau saya soalnya

gini, satu, siswa terganggu. Walaupun dia bisa menggunakan

barang bekas, lumayan menyita waktu. Dan walaupun mereka

punya kreativitas tinggi bikin desainnya, toh nanti

dipasangnya di kelas, bikin sampah aja. Jadi, kalau misalnya

bikin makalah dan powerpoint, bisa di sharing ke teman-

Page 409: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

397

temannya di sekolah lain.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T19

Peneliti : “Kalau kelas XI, Ibu sudah mengadakan penilaian portofolio?”

Guru B : “Kalau kelas XI, portofolionya tentang fluida. Saya suruh

mereka buat makalah tentang pemanfaatan hukum Bernouli.

Portofolio itu kan mengumpulkan beberapa tugas jadi satu.”

…………….

Guru B : “Terus nanti portofolionya itu beberapa tugas yang dikumpulin,

tugas berjangka, tugas satu, dua, tiga, nanti dikumpul pada

akhir semester. Atau LKS yang saya periksa pada akhir

semester, kan portofolio namanya. Jadi, tinggal direkap aja.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T20

Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”

Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah

cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal

yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak

lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau

misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih

tugas.”

Peneliti : “Sistem remedi aspek pengetahuan itu gimana, Buk?”

Guru B : “Remedinya saya ambil hari lain. Biasanya hari Jumat. Soalnya

juga lain. Tapi, kalau mepet, nggak sempet bikin soal, ya soal

itu saya pakai lagi.”

Peneliti : “Nilai siswanya gimana dengan soal yang sama?”

Guru B : “Kalau misalnya soal yang sama saya kasih, karena nggak

sempat bikin, ada peningkatan. Tapi kan untuk remedi, pasti

saya kasih 80. Biar nggak bukannya perbaikan malah justru

perburukan. Rugi saya ngasih remedi.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T21

Peneliti : “Nah, semua nilai-nilai itu Ibu laporkan kemana?”

Guru B : “Ke wali lewat kurikulum.”

Peneliti : “Kepala sekolah tau itu, Buk?”

Guru B : “Iya, karena dia neken (menandatangani) kan.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T22

Peneliti : “Berarti untuk remidinya, aspek kognitif sama psikomotor, ya?”

Guru B : “Iya. Kalau memang hasilnya jelek, ya saya remidi lagi.”

Peneliti : “Sistem remidi aspek pengetahuan itu gimana, Buk?”

Guru B : “Remidinya saya ambil hari lain. Biasanya hari Jumat. Soalnya

juga lain. Tapi, kalau mepet, nggak sempet bikin soal, ya soal

itu saya pakai lagi.”

Peneliti : “Nilai siswanya gimana dengan soal yang sama?”

Guru B : “Kalau misalnya soal yang sama saya kasih, karena nggak

sempat bikin, ada peningkatan. Tapi kan untuk remidi, pasti

saya kasih 80. Biar nggak bukannya perbaikan malah justru

perburukan. Rugi saya ngasih remedi.”

Wan/D4/GB

/09-05-

2015/T23

Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”

Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A

nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi,

mending pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja.

Misalnya si A saya kasih 3, si B juga saya kasih 3. Karena

walau diperiksa pun, hasilnya akan mirip-mirip seperti itu.

Dikasih kuesioner aja mereka kerjasama. Jadi, saya ratakan

Page 410: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

398

aja. Kalau 3, ya 3 semuanya.”

………….

Guru B : “Nilai sikap. Jadi, penilaian sikap itu kan ada penilaian

observasi, penilaian, diri, jurnal, dan sebagainya itu. Nilai

maksimumnya itu 4, misalkan ada siswa suka nyontek, saya

kasih 2 di nilai jurnalnya. Jurnal itu kan pada hari tertentu itu,

dia melakukan apa, gitu. Kalau misalkan dia nggak ada

catatan penting, biasa-biasa aja, saya kasih 3. Kalau misalnya

dia jemet (tekun) sekali, 4 saya kasih.”

Page 411: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

399

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/SGB/23-04-2015

Kode Temuan

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T1

Peneliti : “Pada saat Ibunya ngajar, pernah nggak Ibunya nyuruh adik

mengamati sesuatu?”

Siswa : “Paling mengamati gambar di powerpoint aja. Kita lebih ke

membayangkan daripada mengamati secara langsung. Kalau

dalam pelajaran fisika, mengamati fenomena itu sulit. Fisika

palingan mengamati dalam hal praktikum saja. Belum pernah

fenomena.”

Peneliti : “Berati kalau mengamati fenomena hanya baru sekadar gambar

saja, ya? Seperti kemarin itu, ya?”

Siswa : “Iya, seperti kemarin. Baru kemarin rasanya dapat seperti itu,

mungkin karena kemarin baru nyampe meterinya.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T2

Peneliti : “Kalau menutup pelajaran gimana cara Ibunya?”

Siswa : “Materinya kita cukupkan sampai disini, Paramasantih. Itu aja,

sih?”

Peneliti : “Nggak nyimpulin materi Ibunya?”

Siswa : “Nggak, sih. Kadang materinya itu selesainya nggak pas di

subnya itu selesai, sehingga harus dilanjutkan minggu depan.”

Peneliti : “Nggak gini dia, hari ini kita udah belajar apa? Nggak gitu dia

ke siswanya?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Ibunya sendiri nggak nyimpulkan?”

Siswa : “Nggak.”

Peneliti : “Ibunya menyampaikan materi yang akan dipelajari pertemuan

selanjutnya?”

Siswa : “Iya.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T3

Peneliti : “Kalau di kelas ada siswanya nanyak, Ibunya langsung jawab

atau gimana?”

Siswa : “Pasti dilemparkan ke siswa lain dulu. Ditanya siswa yang lain,

ada yang bisa jawab. Kalau misalnya jawaban siswa itu

kurang tepat, diluruskan sama Ibunya.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T4

Peneliti : “Kalau menyuruh siswa untuk bertanya pada saat

pembelajaran?”

Siswa : “Pasti.”

Peneliti : “Gimana dia melakukannya?”

Siswa : “Ada yang belum dipahami. Biasanya ditanyakan langsung,

kayak gitu.”

Peneliti : “Terus gimana respon siswanya?”

Siswa : “Kalau memang nggak ngerti, ya ditanyakan. Dijelaskan lagi

sama Ibunya. Kalau bagian awal nggak ngerti, diulang lagi

sama Ibunya.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T5

Peneliti : “Kalau menyuruh siswanya untuk berkomunikasi, biasanya

gimana Ibunya?”

Siswa : “Paling presentasi sama belajar kelompok pada saat

pembelajaran.”

Lampiran 4.8

Page 412: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

400

Peneliti : “Kalau menyampaikan pendapat sama bertanya Ibunya selalu

nyuruh?”

Siswa : “Iya. Selalu. Sering.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T6

Peneliti : “Kalau memotivasi siswa biar aktif itu, gimana Ibunya?”

Siswa : “Kayak tadi saya bilang itu. Kita dikasih soal, siapa yang bisa

maju, dikasih nilai plus. Orang pas semester satu, kita nggak

kayak gitu. Karena semester satu kan nilai kita jelek, turun

nilai fisikanya. Kemudian semester dua Ibunya ngerubah

sistem. Pas pertama masuk itu kan semua pada nggak

semangat siswanya. Terus Ibunya bilang, kerjakan satu soal

yang saya dalam waktu beberapa menit, nanti saya batasi

berapa orang yang maju ke depan. Kalau kalian pengen

nambah nilai kalian, silahkan maju ke depan, kalau nggak,

diem aja. Terpacu jadinya siswanya.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T7

Peneliti : “Pas siswanya maju, terus macet ditengah jalan, gimana

Ibunya?”

Siswa : “Siswanya di suruh diem di depan. Paling Ibunya nyuruh

tunjuk salah satu temen buat bantu kamu di depan. Kalau

semua nggak bisa baru Ibunya jelasin.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T8

Peneliti : “Terus ngasi PR nggak Ibunya?”

Siswa : “Nggak. Paling PR baca aja. Baca materi aja.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T9

Peneliti : “Kalau misalnya ada siswa yang nggak serius, gimana Ibunya?”

Siswa : “Ditunjuk untuk mengerjakan soal. Kalau pas Ibunya jelasin,

siswanya itu nggak memperhatikan dia, ditanya dia sama

Ibunya, apa yang saya jelaskan tadi, coba kamu jelaskan.”

Peneliti : “Gimana siswanya?”

Siswa : “Kalau memang dia nggak mendengarkan, nggak bisa jawab.

Terus diperingatkan sama Ibunya, lain kali jangan seperti itu.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T10

Peneliti : “Proses ngambil datanya gimana?”

Siswa : “Ibunya nyuruh, kalau praktikum itu jangan cuman satu aja

yang kerja. Bergilir, gitu. Biar kita sama-sama aktif.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T11

Peneliti : “Pernah nggak Ibunya nyuruh siswanya melakukan penilaian

diri?”

Siswa : “Pernah waktu itu, kan dikasih angket.”

Peneliti : “Gimana bentuk angketnya? Apa yang ditanyakan di angket

itu?”

Siswa : “Kita nilai temen kita. Kemudian kita nilai diri kita sendiri.”

Peneliti : “Nilai dalam hal apa?”

Siswa : “Kejujuran, kedisiplinan kita.”

Peneliti : “Kalau yang terkait dengan pemahaman siswa terhadap materi

yang sudah dipelajari ada nggak di sana di angketnya? Kayak,

saya sudah memahami materi pada BAB ini?”

Siswa : “Nggak ada.”

Peneliti : “Itu seberapa sering Ibunya ngasih penilaian gitu?”

Siswa : “Pas semester satu aja.”

Peneliti : “Teknisnya gimana?”

Siswa : “Pas pembelajaran sudah berakhir, kita dikasih angketnya.

Page 413: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

401

Terus dikumpul besoknya.”

Peneliti : “Siswanya jawab angketnya itu serius sesuai kondisi atau

dibagus-bagusin aja temennya?”

Siswa : “Serius. Soalnya Ibunya bilang, temen yang dinilai itu nggak

boleh tau nilai yang kita kasih.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T12

Peneliti : “Apakah pembelajaran dalam seminggu itu selalu terisi? Apa

pernah kosong?”

Siswa : “Pernah, karena Ibunya kan jadi wakil kepala sekolah, ya. Jadi

agak sibuk. Kalau Ibunya nggak bisa ngajar, biasanya dikasih

tugas aja.”

Peneliti : “Tugasnya itu diambil hari itu apa boleh dibawa pulang?”

Siswa : “Biasanya sih diambil hari itu.”

Peneliti : “Bisa selesai tugasnya hari itu?”

Siswa : “Bisa. Tugasnya itu nggak terlalu banyak sih. Biasanya 5 soal.

Paling jawab LKS.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T13

Peneliti : “Kalau ulangan itu waktunya kapan?”

Siswa : “Biasanya sih di akhir BAB.”

Siswa : “Kalau ulangan, apa materi yang dikasih Ibunya, itu pasti yang

keluar. Jadi, yang rajin nyatet, pasti nilainya gede-gede.”

Peneliti : “Bentuk tesnya gimana?”

Siswa : “Biasanya sih esay. Kadang objektif sih, tapi pakek cara.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T14

Peneliti : “Ibunya itu ngasih PR biasanya dari buku yang mana?”

Siswa : “Akhir semester biasanya disuruh ngumpul LKS kreatif yang

udah dijawab.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T15

Peneliti : “Kalau siswanya udah memenuhi KKM, digimanain sama

Ibunya?”

Siswa : “Nggak diapain, sih. Lanjut aja materinya.”

Wan/D1/SG

B/23-04-

2015/T16

Peneliti : “Buku yang Adik gunakan itu, buku apa?”

Siswa : “LKS Kreatif, Sagofindo, sama ada buku paket dikasih sama

sekolahnya.”

Peneliti : “Kalau buku yang kayak LKS Kreatif ini, gimana itu? Ibunya

yang nyuruh beli atau gimana?”

Siswa : “Nggak. Nggak dipaksain. Kalau kalian membutuhkannya,

silahkan beli di luar. Soalnya sekolah nggak melayani jual-

beli buku itu.”

Peneliti : “Sagofindo itu buku apa?”

Siswa : “Buku warna ijo, kayak buku paket, tapi untuk latihan soal aja.”

Peneliti : “Kalau buku paket yang dikasih sekolah itu, biasanya

digunakan apa nggak?”

Siswa : “Biasanya untuk latihan soal. Terus, di buku paket tu,

penjabaran rumusnya kan ada. Sedangkan di LKS itu, kan

rumus jadinya aja.”

Peneliti : “Ibunya itu ngasih PR biasanya dari buku yang mana?”

Siswa : “Akhir semester biasanya disuruh ngumpul LKS Kreatif yang

udah dijawab.”

Peneliti : “Adik tahu buku apa yang digunakan Ibunya?”

Siswa : “Sama kayak siswanya.”

Page 414: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

402

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/KS/11-06-2015

Kode Temuan

Wan/D1/KS/

11-06-

2015/T1

Peneliti :“Iya.Kemudian untuk gambaran umum pembelajarannya,

jumlah guru fisika saat ini ada berapa?”

Guru A : “Enam orang.”

Peneliti : “Terus yang sertifikasi?”

Guru A : “Sertifikasi 5, yang tidak 1.”

Peneliti : “Terus dari semua guru itu, yang S1?”

Guru A : “Satu orang aja yang tersisa. Yang lainnya sudah S2.”

Peneliti : “Jumlah kelas MIA-nya di sini?”

Guru A : “Kelas X, XI, XII?”

Peneliti : “Iya, Pak.”

Guru A : “X, 9 kelas. Kelas XI-nya, 8. Kelas XII-nya, 8.”

Peneliti : “Itu dengan jumlah kelas MIA segitu, teknis pembagian jam

mengajar untuk guru fisika itu bagaimana, Pak?”

Guru A : “Sementara ini kan kita jadwalnya aman karena ada kepala

sekolah sama wakasek. Kalau nggak ada itu, kekurangan jam

pasti. Tapi untuk sekarang, kita bagi, rata-rata guru memegang

dua angkatan kita kesepakatannya. Misalnya saya kelas XII

dan kelas XI. Ada yang kelas XI sama kelas X. Kecuali bapak

kepala sekolah yang hanya satu angkatan.”

Wan/D1/KS/

11-06-

2015/T2

Peneliti : “Rombongan belajar per kelas itu berapa, Pak? Berapa jumlah

siswanya?”

Guru A : “Rata-rata 32. Tapi, di kelas XI ada yang 36.”

Peneliti : “Itu sudah memenuhi standar?”

Guru A : “SNP itu 32. Ya, kalau rata-rata sih memenuhi, tapi untuk

beberapa kasus kayak kelas yang saya ajar 36 gitu, itu karena

MIA1 sama MIA2 emang dibatasin jumlahnya. 28

maksimum, sehingga yang lebih-lebih dioper ke kelas saya.

Kalau kelas XII antara 30 sampai 32. Kelas X juga.”

Wan/D1/KS/

11-06-

2015/T3

Peneliti : “Untuk jumlah jam pelajaran fisika per minggu, itu berbeda

antara kelas X, kelas XI, dan kelas XII?”

Guru A : “Kelas X sama kelas XI sekarang 4 jam, sesuai dengan

Kurikulum 2013. Kalau kelas XII itu 5 jam.”

Peneliti : “Kelas XII-nya itu masih Kurikulum 2006, ya?”

Guru A : “Kurikulum 2006. Makanya setelah mereka bubar, tahun depan

mati fisikanya, hilang jamnya 8 jam.”

Wan/D1/KS/

11-06-

2015/T4

Peneliti : “Kalau tempat pembelajaran fisika biasanya di mana?”

Guru A : “Di kelas sama di lab.”

Peneliti : “Nggak ada lagi di luar itu?”

Guru A : “Di lab komputer kadang. Kan kadang kayak Buk Rusmila

sering makek. Dia sering ngajarnya dengan pembelajaran

online kan, sehingga tesnya harus online juga, sehingga

siswanya dibawa ke lab komputer.”

Wan/D1/KS/

11-06-

Peneliti : “Kalau kepala sekolah sendiri supervisinya kayak gimana,

Pak?”

Lampiran 4.10

Page 415: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

403

2015/T5 Guru A : “Supervisi diserahkan ke tim. Ada tim supervisi. Untuk fisika,

saya yang supervisi.”

Peneliti : “Bagaimana supervisinya, Pak?”

Guru A : “Supervisi sih saya lebih cenderung melihat bagaimana guru

mengajar. Kalau persiapan pembelajaran, ya formalitas aja.

Kalau sudah ada, okay. Tapi, di ngajarnya kita lihatin apa ada

yang kurang. Api, dalam satu semester cuman sekali saya

supervisi. Kadang saya lihatin sekilas aja. Karena kadang ada

guru yang akan resisten kalau diliatin ke kelas. Buk Dewi

contohnya, agak resisten kalau diliatin ke kelas. Sama guru

kayak gitu, saya lebih menggunakan pendekatan personal.”

Peneliti : “Kalau ada masalah gimana itu bahasnya, Pak?”

Guru A : “Biasanya kita bahas di MGMP.”

Wan/D1/KS/

11-06-

2015/T6

Peneliti : “Bagaimana penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 yang

dilakukan guru fisika, Pak?”

Kepsek : “Sebagian besar sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum, tapi

ada beberapa bagian yang tidak berjalan dengan maksimal,

seperti pada penilaian. Kita tahu kalau di Kurikulum 2013 itu

penilainnya banyak sekali. Nah, biasanya guru tidak dapat

melakukan semua penilaian itu dengan maksimal. Penyebabnya

yak arena keterbatasan waktu.”

Wan/D1/KS/

11-06-

2015/T7

Peneliti : “Bagaimana upaya Bapak peningkatkan pemahaman guru

tentang Standar Proses Kurikulum 2013?”

Kepsek : “Kita rutin mengadakan workshop kurikulum setiap awal

semester. Kemudian untuk workshop pusat, kita juga telah

beberapa kali mengirim guru untuk mengikutinya.”

Wan/D1/KS/

11-06-

2015/T8

Peneliti : “Kemudian fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah sudah

memadai, Pak?”

Kepsek : “Sebagian besar sudah memadai. Tapi, ada beberapa alat di

laboratorium fisika yang rusak, seperti tangki riak.”

Page 416: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

404

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/PGW/23-04-2015

Kode Temuan

Wan/D1/PG

W/23-04-

2015/T1

Peneliti : “Niki tiang mau nanya. Teknis pengawasan Kurikulum 2013

itu bagaimana, Pak?”

Pengawas : “Eee begini. Jadi, kalau kami di SMA 1, yang pertama,

istilahnya kita mengadakan pemantauan atau observasi dulu.

Pada saat observasi tersebut, yang kami observasi pertama-

tama itu adalah dokumen. Kemudian yang kami minta itu

adalah perangkat pembelajaran yang sesuai dengan

Kurikulum 2013. Jadi, dari perangkat pembelajaran yang kami

minta itu, apakah itu yang namanya silabus, apakah itu yang

namanya RPP, nah itulah yang kita nilai. Nah, setelah kita

mengadakan observasi dokumen, baru kita mengadakan

diskusi. Jadi, diskusinya di sana memecahkan permasalahan,

kira-kira apa yang belum dipahami dalam penerapannya itu

sendiri. Nah, karena kebetulan di SMA 1 itu kan gurunya

orang-rang pilihan, kan, sehingga pada umumnya kita tidak

perlu menggurui, sehingga sifatnya kita itu berkolaborasi. Itu

rasa-rasanya yang kami lakukan. Nah, setelah itu, baru dia

terapkan sesuai yang ada, dia menerapkan di kelasnya. Nah,

karena kami telah mempercayai guru-guru di sana, kami

belum sempat melakukan observasi kelas.

Wan/D1/PG

W/23-04-

2015/T2

Peneliti : “Mangkin (sekarang) terakhir, Pak. Kalau menurut pandangan

Bapak sendiri sebagai seorang pengawas, kira-kira apa

bagian dari Kurikulum 2013 yang kayaknya sulit sekali

diterapkan sama guru, sehingga sampai saat ini belum bisa

diterapkan?”

Pengawas : “Yang menjadi permasalahan umum guru-guru terkait

pembelajaran dengan Kurikulum 2013 itu adalah banyaknya

permintaan dari pusat. Padahal awalnya, dijanjikan bahwa

guru tinggal action. Awalnya didengang-dengungkan oleh

pemerintahan pusat bahwa guru jangan lagi dibebankan

dengan administrasi tetek bengek (segala macam), tinggal

action. Setelah itu, kenyataannya, dengan adanya aturan

yang dibuat, inovasi guru tertekan. Karena apa? Memang

KI-KI nya itu sudah disiapkan sama pemerintah, selanjutnya

silabus juga sudah, yang belum itu kan RPP nya, yang harus

dibuat oleh guru dengan mengacu ke permen-permen itu.

Sebagai contoh dalam materi vektor, itu aturannya harus

menerapkan model pembelajaran ini, namun kalau

kenyataannya kondisi siswanya tidak cocok dengan model

itu, kan gurunya memaksakan membuat perangkat

pembelajaran RPP kayak gitu. Kalau kemarin pas KTSP,

Lampiran 4.11

Page 417: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

405

guru bebas menentukan model apa yang digunakan,

pemerintah pusat hanya menentukan kerangka-kerangkanya

saja. Tapi, kalau Kurikulum 2013 semua itu sendiri, tetek

bengek nya harus dibuat. Itu yang menjadi keluhan daripada

guru. Kalau dulu buat RPP paling-paling 2-3 halaman, tapi

kalau sekarang, satu RPP bisa sampai 6-7 halaman. Kenapa

itu harus lengkap sekali, dari segi KI4, keterampilannya, itu

kita harus memuat semuanya. Selanjutnya dari segi

evaluasinya, banyak sekali. Kalau seandainya guru diberikan

keleluasaan mengembangkan itu dengan kerangka-kerangka

saja, rasa-rasanya Kurikulum 2013 aman. Berdasarkan hasil

diskusi dengan guru-guru yang tiang awasi, kok tugas kita

hanya terfokus pada administrasi saja. Administrasi yang

baik belum tentu hasilnya baik.”

Wan/D1/PG

W/23-04-

2015/T3

Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian dari hasil pengawasan selama ini,

kira-kira ada nggak permasalahan dari perencanaan sampai

evaluasi itu, Pak? Yang dialami sama Pak Mahardika sareng

Buk Dayu?”

Pengawas : “Kalau Pak Mahardika, kembali lagi, kalau yang dibilang

permasalahan, kok sulit saya mengatakan, ini ada

masalahnya begini, karena dia sudah mengacu dan sesuai

dengan permen-permen Kurikulum 2013.”

Peneliti : “Kalau dari segi Buk Dayu?”

Pengawas : “Kalau Dayu, yang kita temukan kemarin itu berkaitan dengan

penilaian KI1 dan KI2. KI1 dan KI2-nya itu kalau kita lihat,

di sana yang namanya KI1 kan secara tidak langsung, tapi

harus dibikinkan indikator evaluasinya, itu yang masih jadi

permasalahan secara umum, gitu. KI2 sosialnya juga itu, kan

untuk sejumlah siswa harus dievaluasi secara simultan, nah

itu yang jadi masalah. Sehingga, belum bisa terlaksana

secara utuh. Paling-paling dia memberikan penilaian baru,

yang semestinya sampai lima komponen, baru 1 sampai 3

yang sudah dilakukan, yang lain belum. Tidak bisa

dilaksanakan secara simultan, begitulah.”

Page 418: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

LAMPIRAN 5

TRANSKRIP OBSERVASI

PENELITIAN

Lampiran 5.1 Checklist Observasi Guru A

Lampiran 5.2 Checklist Observasi Guru B

Lampiran 5.3 Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru A

Lampiran 5.4 Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru A

Lampiran 5.5 Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru A

Lampiran 5.6 Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru B

Lampiran 5.7 Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru B

Lampiran 5.8 Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru B

Page 419: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

406

PEDOMAN OBSERVASI (CHECKLIST)

TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA

DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSESKURIKULUM 2013

(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)

Subjek: Guru A

No. Aspek Indikator Observasi ke-

Ket. 1 2 3

1 Perencanaan

Pembelajaran

(RPP)

A. Identitas

1. Memuat nama sekolah

2. Memuat nama mata pelajaran

3. Memuat kelas/semester

4. Memuat nama materi pokok

sesuai KD

5. Memuat alokasi waktu

pembelajaran

B. Memuat Kompetensi Inti

(KI) yang sesuai dengan

silabus

C. Kompetensi Dasar (KD)

6. Memuat KD dari KI 1 yang

relevan dengan KD KI 3

7. Memuat KD dari KI 2 yang

relevan dengan KD KI 3

8. Memuat KD dari KI 3 yang

sesuai dengan silabus

9. Memuat KD dari KI 4 yang

relevan dengan KD KI 3

D. Indikator

10. Memuat indikator sesuai

dengan KI dan KD

11. Memuat indikator yang

meliputi dimensi sikap,

keterampilan, dan

pengetahuan

12. Penyusunan indikator

menggunakan kata kerja

operasional yang

mengandung satu prilaku

yang dapat diobservasi.

13. Indicator mencakup level

berpikir tinggi (analisis,

evaluasi, atau mencipta).

14. Meliputi pengetahuan

faktual, konseptual,

prosedural, dan/atau

metakognitif (learning how

to learn)

Lampiran 5.1

Page 420: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

407

E. Tujuan Pembelajaran

15. Tujuan pembelajaran

bersifat realistik, dapat

dicapai melalui proses

pembelajaran

16. Tujuan pembelajaran

relevan dengan kompetensi

dasar dan indikator

17. Tujuan pembelajaran

mencakup pengembangan

sikap, keterampilan, dan

pengetahuan

18. Tujuan pembelajaran

mengandung unsur

menciptakan karya

F. Materi Pembelajaran

19. Relevan dengan tujuan

pembelajaran.

20. Sesuai dengan potensi

peserta didik

21. Kontekstual

22. Sesuai dengan

perkembangan fisik,

intelektual, emosional,

sosial, dan spiritual siswa

23. Bermanfaat untuk siswa

24. Materi yang disajikan

aktual

25. Relevan dengan kebutuhan

siswa

26. Materi dikelompokkan

dalam kategori fakta,

konsep, prinsip, prosedur

G. Media Pembelajaran

27. Sesuai dengan tujuan

pembelajaran

28. Memudahkan siswa

menguasai materi pelajaran

29. Memfasilitasi siswa

menerapkan pendekatan

saintifik

30. Memberdayakan teknologi

informasi dan komunikasi

H. Metode Pembelajaran

31. Sesuai dengan tujuan

pembelajaran

32. Sesuai dengan pendekatan

saintifik

33. Sesuai dengan model model

Page 421: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

408

inkuiri, pembelajaran

berbasis masalah, atau

proyek

34. Mengembangkan kapasitas

individu dan kerja sama

peserta didik

I. Kegiatan Pembelajaran

35. Menampilkan kegiatan

pendahuluan, inti, dan

penutup

36. Menjelaskan tujuan

pembelajaran

37. Merencanakan kegiatan

siswa mengamati

38. Merencanakan kegiatan

siswa menanya

39. Merancang kegiatan siswa

mencoba

40. Merancang kegiatan siswa

menalar atau mengasosiasi

41. Merancang kegiatan siswa

membentuk jejaring atau

mengomunikasikan produk

penalarannya

42. Merencanakankan kegiatan

siswa berkarya atau

mencipta

43. Memuat rencana kegiatan

tindak lanjut (penugasan,

remedial, dan pengayaan)

J. Penilaian

44. Menilai ketercapain

indikator hasil belajar

45. Mengukur sikap,

pengetahuan, dan

keterampilan

46. Merancang penilaian

otentik

47. Memuat rancangan

instrumen tes

48. Merancang penilaian tugas

49. Menetapkan pedoman

penskoran

2 Pelaksanaan

Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

50. Mengkondisikan suasana

belajar yang menyenangkan

51. Mendiskusikan kompetensi

yang sudah dipelajari

sebelumnya beserta

Page 422: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

409

kaitannya dengan

kompetensi yang akan

dipelajari

52. Menyampaikan kompetensi

yang akan dicapai dan

manfaatnya dalam

kehidupan sehari-hari

53. Menyampaikan garis besar

cakupan materi dan

kegiatan yang akan

dilakukan

54. Menyampaikan lingkup dan

teknik penilaian yang akan

digunakan

2. Kegiatan Inti

55. Menyesuiakan materi

dengan tujuan pembelajaran

56. Mengaitkan materi dengan

pengetahuan lain yang

relevan, perkembangan

Iptek, dan kehidupan nyata

(kontekstual)

57. Menyajikan materi secara

sistematis (mudah ke sulit,

dari konkrit ke abstrak).

58. Menguasai kelas

59. Melaksanakan

pembelajaran yang bersifat

konseptual

60. Melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan

RPP

61. Melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan

alokasi waktu yang

direncanakan

62. Melaksanakan

pembelajaran yang

berdampak pada

pengembangan aspek

religius siswa

63. Melaksanakan

pembelajaran yang

berdampak pada

pengembangan aspek sosial

siswa

64. Memberikan pertanyaan

mengapa dan bagaimana

65. Memancing peserta didik

Page 423: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

410

untuk bertanya

66. Memfasilitasi peserta didik

untuk mengamati

67. Memfasilitasi peserta didik

untuk mencoba

68. Memfasilitasi peserta didik

untuk menganalisis.

69. Memberikan pertanyaan

kepada peserta didik untuk

menalar

70. Menyajikan kegiatan

peserta didik untuk

berkomunikasi

71. Menunjukkan keterampilan

dalam penggunaan sumber

belajar

72. Menunjukkan keterampilan

dalam penggunaan media

pembelajaran

73. Melibatkan peserta didik

dalam pemanfaatan

sumber belajar

pembelajaran

74. Melibatkan peserta didik

dalam pemanfaatan

media pembelajaran

75. Menumbuhkan partisipasi

aktif peserta didik melalui

interaksi guru, peserta

didik, sumber belajar

76. Merespon positif partisipasi

peserta didik

77. Menunjukkan sikap terbuka

terhadap respons peserta

didik

78. Menunjukkan hubungan

antar pribadi yang kondusif

79. Menumbuhkan keceriaan

atau antuisme peserta didik

dalam belajar

80. Menggunakan bahasa lisan

secara jelas dan lancar

81. Menggunakan bahasa tulis

yang baik dan benar

3. Kegiatan Penutup

82. Membuat rangkuman atau

simpulan pelajaran dengan

melibatkan siswa

83. Melakukan refleksi

Page 424: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

411

terhadap kegiatan yang

sudah dilaksanakan (kuis)

84. Mengumpulkan hasil kerja

sebagai bahan portofolio

85. Memberikan umpan balik

terhadap proses dan hasil

pembelajaran (PR)

86. Menyampaikan rencana

pembelajaran pada

pertemuan berikutnya.

3 Evaluasi

Pembelajaran

A. Penilaian Aspek Sikap

87. Memiliki pedoman

penilaian observasi

88. Melakukan penilaian

observasi secara sistematis

dan berkesinambungan

89. Memiliki pedoman

penilaian diri

90. Mengadakan penilaian diri

untuk peserta didik

91. Memiliki pedoman

penilaian teman sejawat

92. Mengadakan penilaian

teman sejawat untuk peserta

didik

93. Memiliki pedoman

penilaian jurnal

94. Melakukan penilaian jurnal

B. Penilaian Aspek Pengetahuan

96. Memiliki pedoman

penilaian tertulis

97. Melakukan penilaian

tertulis

98. Memiliki pedoman

penilaian lisan

99. Melakukan penilaian lisan

C. Penilaian Aspek Keterampilan

100. Memiliki pedoman

penilaian kinerja

praktikum

101. Melakukan penilaian

kinerja praktikum

102. Memiliki pedoman

penilaian proyek

103. Melakukan penilaian

proyek

104. Memiliki pedoman

penilaian portofolio

105. Melakukan penilaian

Page 425: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

412

portofolio

D. Remedi dan Pengayaan

106. Memberikan remedi bagi

siswa yang nilainya di

bawah KKM

107. Memberikan pengayaan

bagi siswa yang nilainya

telah memenuhi KKM

Keterangan

: Indikator yang dimaksud telah dilakukan

- : Indikator yang dimaksud tidak dilakukan

Page 426: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

413

PEDOMAN OBSERVASI (CHECKLIST)

TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA

DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSESKURIKULUM 2013

(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)

Subjek: Guru B

No. Aspek Indikator Observasi ke-

Ket. 1 2 3

1 Perencanaan

Pembelajaran

(RPP)

A. Identitas

1. Memuat nama sekolah

2. Memuat nama mata pelajaran

3. Memuat kelas/semester

4. Memuat nama materi pokok

sesuai KD

5. Memuat alokasi waktu

pembelajaran

B. Memuat Kompetensi Inti

(KI) yang sesuai dengan

silabus

C. Kompetensi Dasar (KD)

6. Memuat KD dari KI 1 yang

relevan dengan KD KI 3

7. Memuat KD dari KI 2 yang

relevan dengan KD KI 3

8. Memuat KD dari KI 3 yang

sesuai dengan silabus

9. Memuat KD dari KI 4 yang

relevan dengan KD KI 3

D. Indikator

10. Memuat indikator sesuai

dengan KI dan KD

11. Memuat indikator yang

meliputi dimensi sikap,

keterampilan, dan

pengetahuan

12. Penyusunan indikator

menggunakan kata kerja

operasional yang

mengandung satu prilaku

yang dapat diobservasi.

13. Indicator mencakup level

berpikir tinggi (analisis,

evaluasi, atau mencipta).

14. Meliputi pengetahuan

faktual, konseptual,

prosedural, dan/atau

metakognitif (learning how

to learn)

Lampiran 5.1

Page 427: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

414

E. Tujuan Pembelajaran

15. Tujuan pembelajaran

bersifat realistik, dapat

dicapai melalui proses

pembelajaran

16. Tujuan pembelajaran

relevan dengan kompetensi

dasar dan indikator

17. Tujuan pembelajaran

mencakup pengembangan

sikap, keterampilan, dan

pengetahuan

18. Tujuan pembelajaran

mengandung unsur

menciptakan karya

F. Materi Pembelajaran

19. Relevan dengan tujuan

pembelajaran.

20. Sesuai dengan potensi

peserta didik

21. Kontekstual

22. Sesuai dengan

perkembangan fisik,

intelektual, emosional,

sosial, dan spiritual siswa

23. Bermanfaat untuk siswa

24. Materi yang disajikan

aktual

25. Relevan dengan kebutuhan

siswa

26. Materi dikelompokkan

dalam kategori fakta,

konsep, prinsip, prosedur

G. Media Pembelajaran

27. Sesuai dengan tujuan

pembelajaran

28. Memudahkan siswa

menguasai materi pelajaran

29. Memfasilitasi siswa

menerapkan pendekatan

saintifik

30. Memberdayakan teknologi

informasi dan komunikasi

H. Metode Pembelajaran

31. Sesuai dengan tujuan

pembelajaran

32. Sesuai dengan pendekatan

saintifik

33. Sesuai dengan model model

Page 428: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

415

inkuiri, pembelajaran

berbasis masalah, atau

proyek

34. Mengembangkan kapasitas

individu dan kerja sama

peserta didik

I. Kegiatan Pembelajaran

35. Menampilkan kegiatan

pendahuluan, inti, dan

penutup

36. Menjelaskan tujuan

pembelajaran

37. Merencanakan kegiatan

siswa mengamati

38. Merencanakan kegiatan

siswa menanya

39. Merancang kegiatan siswa

mencoba

40. Merancang kegiatan siswa

menalar atau mengasosiasi

41. Merancang kegiatan siswa

membentuk jejaring atau

mengomunikasikan produk

penalarannya

42. Merencanakankan kegiatan

siswa berkarya atau

mencipta

43. Memuat rencana kegiatan

tindak lanjut (penugasan,

remedial, dan pengayaan)

J. Penilaian

44. Menilai ketercapain

indikator hasil belajar

45. Mengukur sikap,

pengetahuan, dan

keterampilan

46. Merancang penilaian

otentik

47. Memuat rancangan

instrumen tes

48. Merancang penilaian tugas

49. Menetapkan pedoman

penskoran

2 Pelaksanaan

Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

50. Mengkondisikan suasana

belajar yang menyenangkan

51. Mendiskusikan kompetensi

yang sudah dipelajari

sebelumnya beserta

Page 429: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

416

kaitannya dengan

kompetensi yang akan

dipelajari

52. Menyampaikan kompetensi

yang akan dicapai dan

manfaatnya dalam

kehidupan sehari-hari

53. Menyampaikan garis besar

cakupan materi dan

kegiatan yang akan

dilakukan

54. Menyampaikan lingkup dan

teknik penilaian yang akan

digunakan

2. Kegiatan Inti

55. Menyesuiakan materi

dengan tujuan pembelajaran

56. Mengaitkan materi dengan

pengetahuan lain yang

relevan, perkembangan

Iptek, dan kehidupan nyata

(kontekstual)

57. Menyajikan materi secara

sistematis (mudah ke sulit,

dari konkrit ke abstrak).

58. Menguasai kelas

59. Melaksanakan

pembelajaran yang bersifat

konseptual

60. Melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan

RPP

61. Melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan

alokasi waktu yang

direncanakan

62. Melaksanakan

pembelajaran yang

berdampak pada

pengembangan aspek

religius siswa

63. Melaksanakan

pembelajaran yang

berdampak pada

pengembangan aspek sosial

siswa

64. Memberikan pertanyaan

mengapa dan bagaimana

65. Memancing peserta didik

Page 430: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

417

untuk bertanya

66. Memfasilitasi peserta didik

untuk mengamati

67. Memfasilitasi peserta didik

untuk mencoba

68. Memfasilitasi peserta didik

untuk menganalisis.

69. Memberikan pertanyaan

kepada peserta didik untuk

menalar

70. Menyajikan kegiatan

peserta didik untuk

berkomunikasi

71. Menunjukkan keterampilan

dalam penggunaan sumber

belajar

72. Menunjukkan keterampilan

dalam penggunaan media

pembelajaran

73. Melibatkan peserta didik

dalam pemanfaatan

sumber belajar

pembelajaran

74. Melibatkan peserta didik

dalam pemanfaatan

media pembelajaran

75. Menumbuhkan partisipasi

aktif peserta didik melalui

interaksi guru, peserta

didik, sumber belajar

76. Merespon positif partisipasi

peserta didik

77. Menunjukkan sikap terbuka

terhadap respons peserta

didik

78. Menunjukkan hubungan

antar pribadi yang kondusif

79. Menumbuhkan keceriaan

atau antuisme peserta didik

dalam belajar

80. Menggunakan bahasa lisan

secara jelas dan lancar

81. Menggunakan bahasa tulis

yang baik dan benar

3. Kegiatan Penutup

82. Membuat rangkuman atau

simpulan pelajaran dengan

melibatkan siswa

83. Melakukan refleksi

Page 431: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

418

terhadap kegiatan yang

sudah dilaksanakan (kuis)

84. Mengumpulkan hasil kerja

sebagai bahan portofolio

85. Memberikan umpan balik

terhadap proses dan hasil

pembelajaran (PR)

86. Menyampaikan rencana

pembelajaran pada

pertemuan berikutnya.

3 Evaluasi

Pembelajaran

A. Penilaian Aspek Sikap

87. Memiliki pedoman

penilaian observasi

88. Melakukan penilaian

observasi secara sistematis

dan berkesinambungan

89. Memiliki pedoman

penilaian diri

90. Mengadakan penilaian diri

untuk peserta didik

91. Memiliki pedoman

penilaian teman sejawat

92. Mengadakan penilaian

teman sejawat untuk peserta

didik

93. Memiliki pedoman

penilaian jurnal

94. Melakukan penilaian jurnal

B. Penilaian Aspek Pengetahuan

96. Memiliki pedoman

penilaian tertulis

97. Melakukan penilaian

tertulis

98. Memiliki pedoman

penilaian lisan

99. Melakukan penilaian lisan

C. Penilaian Aspek Keterampilan

100. Memiliki pedoman

penilaian kinerja

praktikum

101. Melakukan penilaian

kinerja praktikum

102. Memiliki pedoman

penilaian proyek

103. Melakukan penilaian

proyek

104. Memiliki pedoman

penilaian portofolio

105. Melakukan penilaian

Page 432: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

419

portofolio

D. Remedi dan Pengayaan

106. Memberikan remedi bagi

siswa yang nilainya di

bawah KKM

107. Memberikan pengayaan

bagi siswa yang nilainya

telah memenuhi KKM

Keterangan

: Indikator yang dimaksud telah dilakukan

- : Indikator yang dimaksud tidak dilakukan

Page 433: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

420

Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru A

Kode : Obs/D1/GA/08-04-2015

Jenis Data : Observasi Kelas

Subjek Penelitian : Guru A

Hari/Tanggal : Rabu, 8 April 2015

Pokok Bahasan : Tekanan pada Gas Ideal

Jam : 10.20 WITA – 11.30 WITA

Tempat : Ruang Kelas XI MIA 6

Siswa : “Pada Asana, Ngaturang Panganjali. Om Swastyastu’.

Guru A : “Om Swastyastu. Hari ini kita akan melanjutkan materi tentang tekanan

gas, gas ideal. Hari ini kalian akan bekerja berkelompok. Yang harus

kalian cari pada saat bekerja kelompok adalah, yang pertama, faktor-

faktor yang mempengaruhi tekanan ideal pada suatu ruangan tertentu,

berikutnya persamaan gas ideal, yang berikutnya adalah persamaan

kecepatan gas ideal. Tapi sebelum lanjut, kita cek dulu ni. Asumsi

untuk gas ideal apa aja?”

Siswa : “Asumsi itu apa, Pak?”

Guru A : “Yang disebut ideal itu seperti apa?”

Siswa : “Tidak ada interaksi antara molekul gas”

Guru A : “Tidak ada interaksi antara molekul gas, betul. Ada lagi?”

Siswa : “Dalam suatu wadah, partikel mengalami tumbukan yang…”

Guru A : “Tumbukan yang? Lenting sempurna, ya boleh.

Siswa : “Partikel gas bergerak dalam segala arah.”

Guru A : “Oke, betul. Itu akan kita gunakan nanti dalam menentukan faktor-

faktor yang mempengaruhi gerak partikel.”

Guru A : “Sekarang silahkan kembali ke kelompok masing-masing, kelompok

paket itu, projek kalian, yak ke kelompok itu, dan ini akan saya

bagikan LKS-nya.

(Siswa duduk berkelompok. Terdapat enam kelompok, yaitu tiga kelompok di

bagian depan (kiri, tengah, kanan) dan tiga kelompok di bagian belakang (kiri,

tengah kanan). Guru A membagikan LKS)

Guru A : “Sudah? Kalian punya waktu sekitar 20 menit untuk mendiskusikan itu.

Robek LKSnya potong jadikan dua biar semua temen kalian bisa baca.

20 menit ya dari sekarang. Baca buku, silahkan. Hasilnya kita

diskusikan dan dikumpulkan.

(Siswa aktif berdiskusi dalam kelompok. Mencari informasi dari sumber buku dan

internet dengan menggunakan laptop. Guru A mendekati kelompok 1 dan

memperhatikan mereka berdiskusi. Kemudian Guru A mendekati kelompok 2)

Guru A : “Nomor satu tinggal cari ya, nomor dua yang harus kalian diskusikan.

Perhatikan asumsi itu untuk menjawab yang nomor dua. Ni ada

Lampiran 5.2

Page 434: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

421

ruangan, ada banyak anak disitu, semuanya bergerak acak kemana-

mana, bisa terjadi tumbukan anak dengan anak, anak dengan dinding.

Sekarang kira-kira kalau dindingnya mengalami tekanan, maka

tekanannya dihasilkan oleh siapa?”

(Guru A kemudian meninggalkan kelompok 2 dan berjalan menuju kelompok 3.

Guru A meninggalkan kelompok 3 dan mengambil RPP dari dalam tasnya. Guru

A kemudian mendekati kelompok 4)

Guru A : “Kelompok ini udah sampai mana?”

Siswa : “Nomor satu, Pak.”

Guru A : “Satu? Yang B sudah ada yang bikin?”

Siswa : “Sudah, Pak.”

Guru A : “Sudah? Masalahnya apa yang B?”

(Siswa membaca soal pada LKS. Guru A dengan menggunakan ekspresi gerak

tubuh berusaha menjelaskan permasalahan B)

Guru A : “Ada kardus, ada anginnya di dalamnya, wara-wiri, gag tau kita angin

yang mana. Bisa jadi antar anak tabrakan, bisa jadi dengan dinding

tabrakan, yang menyebabkan ini tu adalah apa?

Siswa : “Gaya tarik.”

Guru A : “Ya, silahkan kerjakan.”

(Guru A meninggalkan kelompok 4 dan bergerak mendekati kelompok yang lain.

Alokasi waktu untuk diskusi kelompok habis dan soal dibahas bersama-sama oleh

Guru A dan semua siswa)

Guru A : “Nomor satu perlu kita bahas?”

Siswa : “Perlu.”

(Masing-masing perwakilan kelompok menyampaikan jawabannya dan Guru A

menulis di papan tulis)

Guru A : “Baik, ini adalah asumsi yang digunakan untuk gas ideal, tapi

kenyataannya sebenarnya gas itu tidak seperti ini. Gas terbangun atas

partikel, kalau partikel pasti punya massa, kalau punya massa, pasti

ada gaya interaksi antar massa, yang kita sebut sebagai gaya gravitasi.

Tetapi, karena disini ukurannya sangat kecil, sehingga nilai gaya

interaksinya bisa kita abaikan. Kemudian, tidak ada, dikenyataannya

tidak ada tumbukan lenting sempurna. Lanjut ke 2A, kelompok 6, 2A,

tolong dibacakan.”

Siswa : “Penyebab tekanan yang diterima oleh dinding kardus, gerakan yang

diberikan beberapa anak dijalankan ke segala arah.”

Guru A : “Okay, kelompok enam, jawabannya tekanan pada dinding itu, katanya

disebabkan oleh gerakan anak itu ke segala arah. Ada yang mau

menanggapi? Kelompok dua? Gimana?

Siswa : “Kalau gerak partikelnya ….”

(Guru A menuliskan jawaban kelompok enam dan kelompok dua di papan tulis)

Page 435: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

422

Guru A : “Kelompok enam, karena gerakan acak dari segala arah, kelompok dua,

tadi apa?”

Siswa : “Tumbukan.”

Guru A : “Tumbukan? Tumbukan siapa dengan siapa?”

…………

Guru A : “Ada yang bisa menjelaskan bagaimana momentum bisa mempengaruhi

tekanan?”

(Siswa terdiam)

Guru A : “Jika P naik, maka momentum yang diterima oleh dinding bertambah,

sehingga momentumnya makin besar. Dan harus diingat bahwa

impuls itu adalah perubahan momentum. Kalau perubahan momentum

itu semakin besar, impulsnya?”

Siswa : “Semakin besar.”

Guru A : “Nah, impuls itu rumus lainnya kan gaya kali delta t. Berarti kalau

impulsnya membesar, gayanya?”

Siswa : “Besar.”

Guru A : “Berarti gaya yang diterima dinding makin besar. Tekanan itu

definisinya adalah F/A. Kalau gayanya makin besar, tekanannya?”

Siswa : “Makin besar.”

Guru A : “Jadi, jawaban dari kelompok tiga benar.”

…………

Guru A : “Nah, tadi kelompok empat menyatakan kalau ruangannya makin besar,

maka tekanannya akan mengecil. Karena tadi apa? ruangannya

tambah besar, sehingga?”

Siswa : “Jarak antar partikelnya menjadi lebih jarang.”

Guru A : “Akibatnya, tekanannya menjadi lebih kecil. Itu juga didukung oleh

pernyataan Boyle. Jika T1 lebih kecil dari T2, maka secara otomatis,

tekanan di awal pasti lebih besar dari tekanan akhir. Ada yang mau

berpendapat lagi?”

(Siswa terdiam)

Guru A : “Tidak ada? Okay, kita simpulin berarti. Kalau volume bertambah,

tekanannya jadi lebih kecil, ya?”

Guru A : “Iya.”

Guru A : “Itu artinya apa, tu?”

(Siswa terdiam)

Guru A : “Tekanan sebanding dengan volume?”

Siswa : “Berbanding terbalik.”

Guru A : “Berbandik terbalik dengan volume, ya. Berarti kalau volumenya

membesar, tekananya?”

Siswa : “Membesar.”

Guru A : “Jawaban berikutnya berarti udah ketemu. Kelompok 5, silahkan

disampaikan jawabannya.”

Page 436: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

423

(Perwakilan kelompok 5 menyampaikan jawabannya dan Guru A menulis

jawaban tersebut di papan tulis)

Guru A : “Masa partikel bisa kita ubah-ubah nggak?”

Siswa : “Nggak, Pak.”

Guru A : “Jawabannya kita lihat dari rumus ini aja sebenernya. Kecepatan naik,

tekanan bertambah. Oh, berarti kecepatan mempengaruhi. Jumlah

partikel naik, tekanan bertambah. Oh, berarti jumlah partikel

mempengaruhi. Volumenya berbanding terbalik. Berarti ada tiga

faktor yang menentukan besar tekanan gas pada dinding ini. Ada

volume, jumlah partikel, dan kecepatan partikel. Sekarang

berdasarkan yang kalian temukan ini, cobak tuliskan persamaannya.

Kelompok 6 silahkan”

(Perwakilan kelompok 6 maju menuliskan persamaan tersebut di papan tulis)

Guru A : “Bisa dijelaskan makna rumus tersebut?”

(Siswa menjelaskan rumus tersebut)

Guru A : “Bagaimana saya bisa menjelaskan V kecepatan dengan V volume?”

Siswa : “V untuk kecepatan lebih kecil.”

Guru A : “Iya. Terimakasih. Kasih applause dulu untuk Ade.”

(Guru A dan siswa bertepuk tangan)

Siswa : “Pak, kenapa rumusnya isi 1/3?”

Guru A : “Kenapa isi 1/3 itu nggak bakal saya turunin. Ya, ada yang bisa bantu

sebelum saya jelasin?”

(Siswa terdiam)

Guru A : “Nah, tadi kita kan berasumsi bahwa kecepatan partikel itu adalah acak

ke segala arah. Kalau kita berbicara partikel, berarti kita hanya bisa

berbicara translasi. Kalau kita bahas translasi, berarti kita hanya

ngomongin kordinat x, y, dan z. Karena partikel bergerak ke segala

arah, berarti kita asumsikan dia bergerak ke sumbu x, sumbu y dan

sumbu z. Berikutnya, kan kita nggak bisa ngomongin, oh partikel

yang ini bergerak ke sini, partikel yang lain bergerak ke sana. Kita

asumsikan saja partikelnya bergerak satu arah. Karena dia bergerak

dalam tiga koordinat, sedangkan yang kita analisis cuman satu sumbu

aja, maka kecepatannya adalah 1/3 dari kecepatannya ke segala arah

itu. Sehingga rumusnya isi 1/3. Ada lagi yang bertanya? Silahkan.”

(Siswa terdiam)

Guru A : “Okay, kalau nggak ada yang bertanya, saya yang bertanya sekarang.

Kan persamaan ini dapat segini. Nah, saya juga punya persamaan

energy kinetik,

, gimana hubungannya v di sini dengan

energi kinetik.”

(Beberapa orang siswa angkat tangan)

Guru A : “Ya, Aldi.”

(Siswa menuliskan jawabannya di papan tulis dan Guru A menuntunnya)

Page 437: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

424

Guru A : “Ya, terimakasih, Di.”

(Guru A dan siswa yang lain bertepuk tangan)

Guru A : “Yang lain ngerti? Sejalan seperti yang kita bahas tadi, kan V

bertambah kalau P nya bertambah. Kalau n-nya naik, P-nya juga

bertambah, kan?”

Siswa : “Iya.”

Kegiatan Penutup

Guru A : “Baik, sekian untuk hari ini, saya nggak bisa ngajar full karena saya

harus mengikuti diklat di SMA3. Ada pertanyaan?”

Siswa : “Tidak.”

Guru A : “Baik, kita akhiri.”

Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”

Catatan Lapangan

1. Guru melakukan absensi.

2. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan

dilakukan.

3. Guru mengecek pemahaman siswa tentang asumsi-asumsi pada gas ideal.

4. Guru menyampaikan alokasi waktu diskusi kelompok.

5. Guru merespon positif siswa yang bertanya dengan melemparkan pertanyaan

tersebut ke siswa lain terlebih dahulu, sebelum guru yang menjawab.

6. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menampilkan gambar pada

LKS.

7. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa

permasalahan pada LKS dan memberikan pertanyaan mengapa, apa, dan

bagaimana saat pembelajaran berlangsung.

8. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dengan menyuruh siswa

menjelaskan solusi dari latihan soal yang diberikan secara tertulis dan lisan di

depan kelas.

9. Kegiatan inti pembelajaran dilakukan guru dengan metode diskusi kelompok,

ceramah, dan tanya jawab.

10. Guru memberikan tepuk tangan bagi siswa yang telah maju menjawab soal ke

depan kelas.

11. Guru memberikan tips penyelesaian soal dengan konsep fisis dan tanpa

menggunakan rumus.

12. Guru aktif menuntun siswa pada saat diskusi kelompok.

13. Guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media

powerpoint, animasi, dan gambar dalam menyampaikan materi.

14. Guru menyampaikan materi secara sistematis, dari mudah ke sulit dan dari

konkrit ke abstrak.

15. Guru menyampaikan materi secara konseptual dan kontekstual

Page 438: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

425

16. Guru menggunakan gesture tubuh serta mimik wajah yang ekspresif dalam

menekankan konsep pembelajaran.

17. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan

menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum, serta memberikan jeda

waktu sebelum materi pembelajaran dilanjutkan.

18. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan

siswa dengan media pembelajaran LKS.

19. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.

20. Guru menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis dengan baik.

21. Volume suara guru terdengar jelas.

22. Cara berpakaian guru sopan.

23. Guru sering tersenyum dan kadang melontarkan pernyataan humor, sehingga

siswa tertawa.

24. Suasana kelas terlihat kondusif dan tidak tegang.

25. Guru tidak memberikan tugas.

26. Guru menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.

Page 439: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

426

Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru A

Kode : Obs/D2/GA/04-05-2015

Jenis Data : Observasi Kelas

Subjek Penelitian : Guru A

Hari/Tanggal : Senin, 4 Mei 2015

Pokok Bahasan : Pemanasan Global

Jam : 6-7

Tempat : Ruang Kelas XI MIA 6

Kegiatan Pendahuluan

Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”

Guru A : “Om Swastyastu. Siapa yang nggak hadir hari ini?”

Siswa : “Nihil, Pak.”

Guru A : “Okay, hari ini kalian akan presentasikan Maket yang kalian buat.

Teradapat dua sesi kegiatan. Pertama, saya akan nilai dulu maketnya,

setelah itu baru kalian presentasikan. Silahkan duduk berdasarkan

kelompok kalian masing-masing.”

Kegiatan Inti

(Siswa duduk berkelompok. Guru terlihat mempersiapkan rubrik penilaian

proyek. Guru A kemudian mendekati kelompok 1)

Guru A : “Ini apa proyeknya?”

Siswa : “Vertical farming, Pak.”

Guru A : “Bagaimana proyek ini dapat mengatasi pemanasan global?”

Siswa : “Sistem pertanian ini dapat mengurangi penggunaan lahan pertanian,

sehingga tidak membutuhkan banyak lahan untuk pertanian.”

…………….

(Guru A memberikan nilai pada instrumen penilaian yang dibawanya. Guru A

melanjutkan ke kelompok 2)

Guru A : “Ini apa proyeknya?”

Siswa : “AC ramah lingkungan, Pak.”

Guru A : “Bagaimana alat ini dapat mengatasi pemanasan global?”

Siswa : “Kalau AC yang umum itu kan memakai gas CFC, Pak. AC ini

menggunakan es batu sebagai pendingin. Ini di belakangnya ada kipas

angin yang berfungsi mengalirkan udara dingin ke lingkungan. Nah,

di sini di bagian depan kotak kita buatkan lubang dengan diameter

yang lebih kecil agar tekanan udara yang keluar itu makin besar.”

…………….

(Guru A memberikan nilai pada instrumen penilaian yang dibawanya. Guru A

melanjutkan ke kelompok 3)

Guru A : “Ini apa proyeknya?”

Siswa : “Biogas, Pak.”

Guru A : “Bagaimana proyek ini dapat mengatasi pemanasan global?”

Lampiran 5.3

Page 440: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

427

Siswa : “Kotoran binatang itu kan menghasilkan gas metana yang dapat

merusak lapisan ozon. Nah, dengan biogas ini, kotoran binatang itu

dimanfaatkan menjadi bahan bakar, dicampur dengan zat kimia,

sehingga menghasilkan gas yang ramah lingkungan.”

…………….

(Guru A memberikan nilai pada instrument penilaian yang dibawanya. Guru A

menanyakan hal yang sama pada kelompok 4)

Guru A : “Ini apa proyeknya?”

Siswa : “Lampu sensor cahaya.”

Guru A : “Bagaimana cara kerjanya?”

Siswa : “Lampu ini telah dihubungkan dengan rangkain sensor cahaya. Nanti

kalau ada cahaya, lampunya akan otomatis mati. Kalau tidak ada

cahaya atau gelap, lampunya otomatis hidup.”

Guru A : “Bagaimana alat ini bisa mengatasi pemanasan global?”

Siswa : “Dengan cara mengurangi penggunaan listrik yang mubazir, Pak.”

Guru A : “Terus apa hubungannya listrik dengan pemanasan global?”

(Siswa kebingungan)

Guru A : “Ya, untuk menghasilkan listrik itu digunakan bahan bakar fosil pada

diesel. Asap bahan bakar fosil itu kan berbahaya bagi ozon. Jadi kalau

listriknya berkurang, penggunaan bahan bakar fosilnya juga

berkurang.”

(Guru A memberikan nilai pada instrument penilaian yang dibawanya)

…………….

Guru A : “Baik, waktu sudah habis, sekarang kalian yang presentasi. Saya kasih

waktu 10 menit untuk presentasi. Nanti pertanyaannya satu arah aja.

Kalau ada siswa yang bertanya, langsung dijawab, selesai. Karena

waktu kita terbatas.”

(Dua orang perwakilan kelompok melakukan presentasi. Setelah siswa presentasi,

Guru A mempersilahkan siswa lain untuk bertanya. Guru A juga ikut bertanya.

Guru A sering mengingatkan siswa alokasi waktu presentasi adalah 10 menit)

Guru A : “Presentasi paling, bagus dari segi tampilan powerpoint, belum

termasuk konten ya, itu yang saya lihat adalah kelompok 1.”

(Semua siwa bertepuk tangan)

Guru A : “Dalam membuat presentasi, dalam satu slide itu maksimum 5 baris.

Jadi, kelompok yang powerpointnya banyak tulisan, itu nilainya kecil.

Kemudian ada beberapa kekurangan kalian. Kan kalian presentasi itu

10 menit, harusnya yang kalian munculkan adalah latar belakang,

kenapa membuat itu, yang kedua, bagaimana terjadinya, yang ketiga

hubungannya dengan pemanasan global, yang keempat kesimpulan,

selesai. Presentasi yang menarik itu presentasi yang mengandung

gambar, animasi, dan video. Saya contohkan kayak kelompok 1 tadi,

sebagian besar dari kalian tertarik, presentasinya lumayan bagus

Page 441: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

428

karena mereka berbicara tanpa memakai teks, kemudian

powerpointnya memuat gambar, kemudian gambar yang dijelaskan

nyambung dengan apa yang dibicarakan. Jadi, nanti kalian belajar

sama kelompok 1 karena presentasinya bagus sekali. Kemudian ide

yang terbaik dan menarik yang saya lihat adalah kelompok 1 dan

kelompok 5. Cuman kalian tidak terlalu menekankan pada bagaimana

itu bisa mengatasi pemanasan global. Padahal inti dari masalah yang

kita selesaikan adalah bagaimana mengatasi pemanasan global. Yang

paling saya ragukan apakah bekerja atau nggak itu adalah batu Zeolit

karena udaranya nggak datang dari depan. Itu kan ada bagian yang

fungsinya menyerap karbon. Penyerapan karbon dengan batu Zeolit

setahu saya laju reaksinya berjalan lambat, kalau di akuarium laju

reaksinya itu lambat. Tapi kalau di motor, itu cepat sekali kan. Nah,

itu yang saya ragukan. Referensinya ada, nggak.”

Kegiatan Penutup

Guru A : “Okay, untuk pertemuan berikutnya, hari Rabu kita libur, kita masih

punya waktu 2 minggu lagi. Minggu depan kita akan bahas tentang

gelombang, tolong dipelajari definisi gelombang, karakteristik

gelombang, sampai dengan gelombang berjalan. Sekian untuk hari ini,

terimakasih atas presentasi yang sangat menarik dan menghibur. Ada

pertanyaan sebelumnya?”

Siswa : “Tidak.”

Guru A : “Okay, kita akhiri.”

Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”

Catatan Lapangan

1. Guru melakukan absensi.

2. Guru menyampaikan garis besar kegiatan yang akan dilakukan dan alokasi

waktu yang diberikan.

3. Guru memberikan kesempatan siswa bertanya pada saat perwakilan setiap

kelompok melakukan presentasi proyek.

4. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa pertanyaan

apa, mengapa, dan bagaimana ketika guru melakukan penilaian produk dari

proyek siswa.

5. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dengan menugaskan siswa

menjelaskan proyek yang dibuat, baik pada saat penilaian produk maupun

pada saat presentasi.

6. Pada saat siswa presentasi, guru duduk di belakang kelas.

7. Guru melakukan penilaian proyek dengan lembar penilaian dan melalui

komputer.

8. Guru menyampaikan hasil penilaian, yaitu kelompok dengan presentasi dan

ide proyek terbaik.

Page 442: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

429

9. Guru memberikan tepuk tangan bagi siswa yang telah melakukan presentasi

dan bagi kelompok dengan presentasi dan ide proyek terbaik.

10. Guru mengevaluasi kekurangan dan kelebihan proyek yang dibuat siswa.

11. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan

siswa dengan sumber belajar.

12. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.

13. Guru menggunakan bahasa lisan dengan baik.

14. Volume suara guru terdengar jelas.

15. Cara berpakaian guru sopan.

16. Guru sering tersenyum dan kadang melontarkan pernyataan humor, sehingga

siswa tertawa.

17. Guru menyampaikan garis besar materi dan rencana kegiatan pada pertemuan

berikutnya.

18. Guru menugaskan siswa untuk mempelajari definsisi gelombang,

karaktersitik gelombang, dan gelombang berjalan.

Page 443: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

430

Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru A

Kode : Obs/D3/GA/13-05-2015

Jenis Data : Observasi Kelas

Subjek Penelitian : Guru A

Hari/Tanggal : Senin, 13 Mei 2015

Pokok Bahasan : Gelombang Berjalan

Jam : 6-7

Tempat : Ruang Kelas XI MIA 6

Kegiatan Pendahuluan

Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”

Guru A : “Om Swastyastu. Siapa yang nggak masuk hari ini?”

Siswa : “Nadia, Pak.”

Guru A : “Suratnya ada?”

Siswa : “Ada, Pak.”

(Guru A mengecek surat ijin siswa)

Guru A : “Baik, hari ini kita akan lanjutin materi. Cuman saya hanya bisa sampai

jam 11. Saya harus ke SMA 3, ya.”

Siswa : “Ngapain, Pak?”

Guru A : “Ada pekerjaan yang harus saya kerjakan di situ.”

(Guru A menghidupkan laptop dan siswa membantu mempersiapkan proyektor)

Guru A : “Seperti janji kita kemarin, hari ini kita akan lanjut ke gelombang

berjalan. Minggu depan kita masih punya waktu, ya. Sambil

menunggu laptop saya hidup, ya, saya mau tanya. Misalnya saya

punya tali panjang. Saya rentangkan dari selatan ke utara. Kemudian

saya getarkan tali di sini, di sebelah selatan. Apakah sebuah titik yang

terletak pada tali sebelah sini (utara) langsung bergetar setelah titik

sebelah situ (selatan) digetarkan?”

Siswa : “Tidak.”

Guru A : “Kapan dia bisa ikut bergetar?”

Siswa : “Setelah gelombangnya sampai di sana.”

Guru A : “Ya, betul. Saat gelombangnya yang saya hasilkan di situ sampai di

sini. Kalau misalkan waktu yang dibutuhkan gelombang dari situ ke

sini adalah 2 sekon, kemudian titik sumber gelombang sudah bergetar

selama tiga sekon, di sini sudah bergetar berapa sekon?”

Siswa : “Satu sekon.”

Guru A : “Darimana dapat satunya?”

(Seorang iswa angkat tangan)

Guru A : “Mangtu, gimana?”

Siswa : “Waktu yang dibutuhkan dari sana ke sini kan 2 sekon. Berarti kalau di

sana sudah bergetar 3 sekon, di sini 3-2 yaitu 1 sekon.”

Lampiran 5.4

Page 444: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

431

Guru A : “Ya, betul. Dan konsep gelombang berjalan, ya kayak gitu. Kalau

sebelumnya kita bicara getaran, yang kita bicarakan hanya sumber

getarannya saja. Tapi, kalau kita bicara gelombang, berarti kita bicara

medium dan medium itu tidak langsung ikut bergetar pada saat benda

mulai bergetar. Di gelombang berjalan yang akan kita pelajari

sekarang kayak gitu.”

Kegiatan Inti

(Guru A menayangkan powerpoint)

Guru A : “Jadi, kemarin kita sudah belajar ini, karakteristik gelombang. Ada

periodenya, ada frekuensi. Sekarang kita belajar yang ini.”

(Guru A menampilkan sebuah slide powerpoint yang memuat gambar proses

merambatnya gelombang dalam medium tali)

Guru A : “Inilah yang terjadi pada saat kita menggetarkan sebuah tali. Pada saat t

sama dengan nol, talinya masih terbentang. Kemudian kita mulai

getarkan, gelombangnya baru sampai di situ. Waktunya bertambah,

akhirnya gelombangnya berjalan ke situ. Nah, sekarang kita misalkan

sumber getaran memiliki persamaan .

(Guru A menulis persamaan di papan tulis)

Guru A : “Ini adalah persamaan getaran di sumbernya. Kemudian getaran ini

merambat melalui medium seperti itu (Guru A menunjuk ke arah

gambar pada slide). Nah, sekarang kita akan menghitung persamaan

simpangan sebuah titik yang terletak pada jarak x dari sumber pada

setiap waktu t.”

(Guru A menampilkan slide baru)

Guru A : “Kita punya titik P di situ (menunjuk ke arah slide) dan kita akan

menentukan waktu getarnya. Jika titik P itu berjarak x dari sumber dan

waktu mencapai titik P itu adalah tX, maka yang O (titik asal sumber

getar) sudah bergetar selama t sekon, waktu bergetar titik P itu adalah

t-tX, sama kayak yang tadi. Ya, waktu perjalanan dari sini sampai sini

adalah 2 sekon, terus di situ sudah bergetar selama 3 sekon, maka di

sini sudah bergetar selama 3 sekon dikurangi waktu perjalanan.

Seperti ini, ya. Nah, sekarang, jadi persamaan getaran di titik P itu

adalah . t di titik P itu kan tadi sama dengan t-tX, ya.

Jika gelombangnya sekarang merambat dengan kecepatan v, maka t-

nya ini akan sama dengan

. Maka akan kita dapat

. Sehingga

. Kita

buat lebih ringkas lagi menjadi . Persamaan ini

adalah persamaan untuk gelombang yang merambat ke kanan. Nanti,

jika gelombangnya merambat kea rah yang lain, maka persamaan itu

bisa kita bikin secara umum menjadi . Kalau

omega dan k bertanda sama berarti dia kan merambat ke kiri. Jika

Page 445: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

432

omega dan k bertanda beda, maka gelombangnya akan merambat ke

kanan. Kalau yang ini omeganya bertanda positif kan, k-nya bertanda

negatif, tandanya beda, berarti gelombangnya?”

Siswa : “Merambat ke kanan.”

Guru A : “Terus apa artinya plus minus di tanda ini?”

(Guru A melingkari pada persamaan )

Siswa : “Kalau positif ke atas, kalau negatif ke bawah.”

Guru A : “Iya, kalau kita asumsikan arah getarnya atas bawah, maka arah getaran

pertama jika dia bertanda plus adalah ke atas. Jika dia bertanda

negatif, maka arah getaran pertamanya ke bawah.”

(Guru menampilkan slide baru yang memuat tips mengerjakan soal)

Guru A : “Saya punya tips kayak gini. Kan persamaan umumnya adalah

. Prinsip pertama, supaya ayamnya nggak lepas,

jangan biarkan ayam berada di luar kurungan. Maksudnya, kalau

misalnya ada persamaan , berarti ada bilangan di

luar kurung, kan. Bawa ke dalam, . Berikutnya,

untuk menentukan yang mana omega dan yang mana k, karena ini bisa

saja dibolak-balik posisinya, kan. Berikutnya dilihatin, si omega

berteman dengan t, jadi kalau sudah ada t, pasti dia omega. Kemudian

si konstanta gelombang, itu berteman dengan x. artinya kalau sudah

ada x, pasti disampingnya adalah k. Persamaan ini kan bisa saja ditulis

, kan. Jangan langsung berpikir, oh yang di

depannya omega, yang di belakangnya k. Jangan gitu, harus hati-hati.

Si omega temannya siapa, t. Yang ada t pasti omega. Oh, omeganya

ini. Sehingga kalau diminta, oh ini omeganya, ini berarti k.”

(Guru A melingkari pada persamaan )

Guru A : “Selesai, kan. Sekarang harus kita jabarin lagi. Konstanta gelombang

(k) itu tadi adalah

sedangkan omega itu definisinya adalah

sehingga

kemudian karena lamda itu adalah

maka

, ada yang bertanya?”

(Siswa mencatat penurunan rumus tersebut dan Guru A berkeliling mengawasi

mereka, memfasilitasi siswa yang bertanya)

Guru A : “Sekarang kalau saya punya masalah kayak gini.”

(Guru A menuliskan sebuah soal di papan tulis)

Guru A : “Sudah?”

Siswa : “Sudah, Pak.”

Guru A : “Ya, Prabu, yang A dapat berapa?”

Siswa : “Empat.”

Guru A : “Novi?”

Siswa : “Seperempat.”

Guru A : “Satya?”

Page 446: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

433

Siswa : “Belum, Pak.”

Guru A : “Kita ada dua jawaban berbeda. Kita cek dulu, ya. Saya akan pakai tips

yang pertama dulu, jangan biarkan ada ayam di luar kurungan.

Sehingga persamaannya menjadi….”

(Guru A menyederhanakan persamaan pada soal dengan mengaplikasikan tips

yang telah dibahas)

Guru A : “Sekarang masalah yang pertama yang kita selesaikan. Frekuensi

gelombangnya berapa? Kalau mau menghitung frekuensi, kita pakai k

atau pakai omega, ya?”

Siswa : “Omega.”

Guru A : “Pakai omega, ya. Omega itu adalah . Omeganya berapa tadi

kita dapat?”

Siswa : “

(Guru A mensubstitusikan nilai omega ke dalam persamaan )

Guru A : “Berarti jawabannya adalah?”

Siswa : “1/4 Hz.”

Guru A : “Jelas? Ada yang bertanya?”

(Guru A menghapus jawaban yang dibuatnya di papan dan siswa kecewa karena

tidak sempat mencatat)

Guru A : “Bisa, gampang itu. Kan sudah jelas.”

(Guru A berjalan ke belakang kelas sambil memperhatikan pekerjaan siswa)

Guru A : “Bisa lanjut?”

Siswa : “Bisa.”

Guru A : “Kemudian yang kedua, panjang gelombang?”

Siswa : “Satu.”

Guru A : “Ya, coba Yulia?”

Siswa : “Panjang gelombang empat.”

Guru A : “Ya, ada yang dapat satu, ada yang dapat empat. Ya, coba Rian

kerjakan di depan. Langsung dijelaskan, ya. Saya jadi siswanya.”

(Guru A duduk di kursi siswa dan Rian mengerjakan soal di papan tulis)

Guru A : “Yang lain tolong didengarkan.”

Siswa : “Kalau panjang gelombang itu pakai rumus

kan ketemu tadi k-

nya sama dengan . Jadi, kita masukkan . Sehingga, dapat

.”

Guru A : “Satu apa?”

Siswa : “1 cm.”

Guru A : “Ya, betul. Terimakasih. Tepuk tangan dulu, dong.”

(Guru A dan siswa tepuk tangan)

Guru A : “Ya, Rian benar, kita harus menghitung dari k. Cara tercepatnya. Boleh

sih menggunakan cara yang lain, nggak masalah. Tapi, cara tercepat

untuk menyelesaikan ini adalah lewat k. Putu jelas?”

Page 447: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

434

Siswa : “Iya, Pak.”

Guru A : “Ya, sekarang yang C. Erna?”

Siswa : “Belum, Pak.”

Guru A : “Tedi, silahkan. Yang C, ya.”

(Siswa mengerjakan soal nomor C di papan tulis)

Guru A : “Bisa dijelaskan, Di?”

Siswa : “Jarak dua puncak yang berdekatan itu kan satu gelombang, jadi satu

gelombangnya 1 cm, jadi jarak puncak yang berdekatan juga 1 cm.”

Guru A : “Ada yang bertanya?”

Siswa : “Tidak.”

Guru A : “Ya, kalau tidak, berikan tepuk tangan untuk Aldi.”

(Siswa dan guru bertepuk tangan)

Guru A : “Nah, satu gelombang itu kan definisinya kemarin satu bukit dan satu

lembah. Sekarang saya geser, startnya bukan dari sini, tapi dari sini.

Maka finishnya juga bergeser ke kanan, ya. Sehingga dari sini ke sini

itu satu gelombang. Dari pentil yang ini ke pentil yang ini.”

(Siswa tertawa)

Guru A : “Sehingga jarak dua puncak itu adalah satu gelombang. Karena satu

gelombangnya adalah 1 cm, maka jarak ke puncaknya 1 cm juga.

Bisa, ya?”

Siswa : “Bisa.”

Guru A : “Nah, masalah di gelombang berjalan itu aja. Nanti kita pelajari lagi.

Sekarang kita lanjut ke gelombang stasioner, karena waktu kita tinggal

5 menit. ”

(Guru A menampilkan gambar gelombang stasioner pada slide LCD)

Guru A : “Nah, gelombang stasioner itu kalau kalian pernah metik gitar, senarnya

digetarin satu, terbentuk pola yang kayak gitu (Guru A menunjuk kea

rah gambar pada slide). Nah, itu yang dinamakan gelombang

stasioner. Ceritanya kayak gini kenapa bisa terjadi gelombang

stasioner. Balik lagi ke cerita yang tadi. Ada tali direntangkan dari

utara ke selatan. Kemudian kalian getarkan di situ (utara). Kalau kita

ngomong gelombang berjalan, kita belum pernah berpikir bahwa

gelombangnya akan mencapai ujung dari talinya. Tapi sekarang kita

berpikir yang nyata aja. Mana ada tali yang ujungnya tak berhingga

panjangnya. Nah sekarang gelombangnya merambat, merambat,

merambat, merambat (Guru A berjalan dari utara ke selatan), sampai

di ujung apa yang terjadi? Dipantulkan kan? Sesuai dengan sifat

gelombang yang kemarin kita pelajari. Akhirnya ada yang dipantulin

ke sini (utara), dari situ (utara) masih adalagi gelombang datang,

terjadi interferensi, perpaduan gelombang. Perpaduan gelombang itu

akan menghasilkan gelombang stasioner. Ada yang bertanya?”

Siswa : “Tidak.”

Page 448: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

435

Kegiatan Penutup

Guru A : “Ya, seperti yang saya sampaikan tadi, saya nggak bisa ngajar full

sampai jam 12 kurang 10 menit. Saya mohon maaf karena saya harus

ke SMA3 sekarang, saya sudah janji. Untuk sekarang, mohon

dikerjakan LKS-nya. Soal di halaman 73 sampai 74 yang esay saja.

Semua soal esay, 5 soal.”

Siswa : “Dikumpul, Pak?”

Guru A : “Nggak usah. Kerjakan di situ sebagai tanggungjawab moral kalian.

Nanti kan pembuktiannya pada saat kalian SAT. Ada yang mau

bertanya sebelum saya akhiri?”

Siswa : “Minggu depan kita latihan soal ya, Pak?”

Guru A : “Minggu depan kita akan membahas yang kalian kerjakan ini. Bagi

yang beruntung, bisa menjelaskan di depan dan yang tidak beruntung,

mohon maaf hanya mendapat kesempatan mendengar. Ya, minggu

depan kita bahas ini dulu. Setelah itu, baru kita lanjut ke latihan soal

untuk persiapan SAT. Okay, saya pikir segitu dulu. Mohon maaf kita

akhiri sampai di sini.”

Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”

Catatan Lapangan

1. Guru melakukan absensi.

2. Guru memberikan apersepsi berupa konsep terjadinya gelombang pada tali

ujung terikat.

3. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan

dilakukan.

4. Guru merespon positif siswa yang bertanya dengan melemparkan pertanyaan

tersebut ke siswa lain terlebih dahulu, sebelum guru yang menjawab.

5. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menayangkan animasidan

gambar pada slide.

6. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa latihan soal

berdasarkan konsep yang disampaikannya.

7. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dengan menyuruh siswa

menjelaskan solusi dari latihan soal yang diberikan secara tertulis dan lisan di

depan kelas.

8. Guru memberikan tepuk tangan bagi siswa yang telah maju menjawab soal ke

depan kelas.

9. Guru memberikan tips penyelesaian soal dengan konsep fisis dan tanpa

menggunakan rumus.

10. Guru aktif menuntun siswa pada saat latihan soal.

11. Guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media

powerpoint, animasi, dan gambar dalam menyampaikan materi.

Page 449: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

436

12. Materi yang disampaikan guru bersifat konseptual dan kontekstual

13. Guru menyampaikan materi secara sistematis, dari mudah ke sulit dan dari

konkrit ke abstrak.

14. Guru ekspresif dan menggunakan gesture serta mimic dalam menekankan

konsep pembelajaran.

15. Guru terampil dalam menggunakan media powerpoint.

16. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan

menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum, serta memberikan jeda

waktu sebelum materi pembelajaran dilanjutkan.

17. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan

siswa dengan sumber belajar.

18. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.

19. Guru menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis dengan baik.

20. Volume suara guru terdengar jelas.

21. Cara berpakaian guru sopan.

22. Guru sering tersenyum dan kadang melontarkan pernyataan humor, sehingga

siswa tertawa.

23. Guru tidak memberikan tugas.

24. Guru menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.

Page 450: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

437

Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru B

Kode : Obs/D1/GB/23-04-2015

Jenis Data : Observasi Kelas

Subjek Siswaan : Guru B

Hari/Tanggal : Kamis, 23 April 2015

Pokok Bahasan : Karakteristik Gelombang

Jam : 7-8

Tempat : Ruang Kelas XI MIA 7

Kegiatan Pendahuluan

Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”

Guru B : “Om Swastyastu. Baik kita lanjutkan, materi hari ini tentang pemanasan

global. Saya tanyak dulu, kemarin cuaca di rumah kalian, gimana?”

Siswa : “Hujan, Buk.”

Guru B : “Hujannya bagaimana deras atau gimana?”

Siswa : “Deras, Buk.”

Guru B : “Terus sekarang gimana cuacanya?”

Siswa : “Terang benderang, Buk.”

Guru B : “Itu berati cuacanya?”

Siswa : “Berubah-berubah, Buk.”

Guru B : “Kemudian kalian pernah nggak memperhatikan terjadi kebakaran

hutan, sering terjadi banjir. Kemarin dengar berita nggak orang yang

terseret arus itu? Air apa itu kemarin? Air bah di Tukad Banyu Mala,

di aling-aling. Mengapa hal itu bisa terjadi?”

Siswa : “Karena hujan, air itu kan masuk, terus memutar. Kalau ketemu

pastiakan meloncat itu airnya.”

Guru B : “Ah, apa hubungannya? Kenapa bisa terjadi air bah?”

Siswa : “Tersumbatnya gorong-gorong. Soalnya di wilayah yang di gunung

terjadi hujan, sedangkan di dataran rendah tidak terjadi hujan. Jadi,

kita tidak tau air yang di atas itu datang.”

Guru B : “Yang lain bagaimana?”

Siswa : “Sama, Buk.”

Guru B : “Banjir bah terjadi karena tidak terjadinya apa? Pertama karena curah

hujan, kedua di hutan gitgit sana terjadi apa? Penebangan hutan.

Penebangan hutan yang secara berlebihan menyebabkan tanah tidak

bisa menyerap air dengan baik. Dampaknya gimana kemarin? Orang

itu gimana?”

Siswa : “Meninggal, Buk.”

Guru B : “Jadi, sangat berbahaya, ya. Nah, sekarang kita akan mendiskusikan

beberapa kasus yang berkaitan dengan pemanasan global. Sekarang

kita lanjut kembali ke kelompok. Kelompok yang sudah kita bentuk

kemarin, ya. Kalian membahas bersama kelompoknya mengenai

Lampiran 5.5

Page 451: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

438

fenomena-fenomena yang disajikan seperti ini (menunjukan gambar

pada LKS). Nah, apa yang menyebabkan pemanasan global dan

bagaimana peran serta pemerintah untuk mengatasi pemanasan globlal

tersebut, ya. Itu semua bisa kalian cari sumbernya baik internet

maupun buku. Ya, silakan duduk berkelompok. Saya berikan kalian

waktu satu jam pelajaran. Nanti kita sama-sama bahas di depan, ya.”

Kegiatan Inti

(Siswa mencari kelompoknya dan guru membagikan LKS kepada masing-masing

kelompok)

Guru B : “Silahkan dikerjakan dengan baik. Nanti kita akan bahas sama-sama di

depan”

Siswa : “Iya, Buk.”

(Siswa mendiskusikan LKS yang diberikan bersama kelompoknya. Guru B

mengawasi siswa bekerja dan mendekati siswa ketika ada kesulitan)

Guru B : “Kalau ada yang tidak jelas, bisa di tanyakan ke saya, ya.”

(Siswa mengacungkan tangan karena mengalami kesulitan)

Siswa : “Bu, ini gambar apa? Kurang jelas.”

Guru B : “Nah, ini kan laut, ya. Di bawah laut ada kota, berati kotanya

tenggelam?”

Siswa : “Oh, kok bisa terjadi, Buk?”

Guru B : “Iya, karena pemanasan global sehingga air laut naik. Nah ini mungkin

terjadi di pulau Jawa, ya.”

(Guru B mendekati kelompok yang lainnya)

Siswa : “Gimana maksudnya ini, Buk?”

Guru B : “Iya, ini dampaknya apa, penyebabnya apa, pokoknya kalian ceritakan.

Interprestasi kalian itu apa tentang gambar ini.”

Siswa : “Oh, iya, Buk.”

Guru B : “Silakan didiskusikan, ya. Jangan berdasarkan pendapatnya sendiri.”

(Guru B medekati kelompok lain dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh

siswa)

Guru B : “Waktunya masih lagi 30 menit, didiskusikan dengan baik.

Siswa : “Ibu, sumbernya itu gimana maksudnya?”

Guru B : “Iya, ini kan sumbernya bisa dari siapa saja, dari alam, dari manusia.”

(Seorang siswa di salah satu kelompok mengangkat tangan, kemudian guru B

mendekati kelompok tersebut)

Siswa : “Ibu, apa yang dimaksud dengan cara-cara yang dapat menanggulangi

pemanasan global?”

Guru B : “Maksudnya yaitu tindakan dan kesepakatan yang dianggap dapat

menanggulangi pemanasan global. Nanti itu dijabarkan satu per satu.

Untuk lebih jelasnya, cobak cari di sumber internet dan buku.”

Siswa : “Iya, Ibu.”

Page 452: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

439

Guru B : “Kalau di Bali sendiri, sempat ada konferensi yang membahas tentang

perayaan hari raya Nyepi, yang dianggap dapat membantu

menanggulangi pemanasan global. Karena kan pada satu hari itu tidak

ada listrik, tidak ada asap api, tidak ada asap kendaraan. Nah, itu

dianggap dapat membantu menanggulangi efek dari global warming.

Itu dapat dijadikan salah satu cara untuk menanggulangi efek global

warming. Tapi kan tidak mungkin juga melakukan Berata Penyepian

itu setiap hari.”

(Siswa kembali berdiskusi dengan kelompoknya dan guru memantau diskusi

kelompok yang lainnya)

Guru B : “Baik anak-anak, waktu untuk berdiskusi tinggal 10 menit lagi.”

Siswa : “Ibu, apa yang dimaksud dengan memberlakukan standar emisivitas?”

Guru B : “Nah, misalnya sepeda motor menggunakan premium. Kendaraan yang

lain memakai suatu jenis bahan bakar.”

(Guru menanyakan kembali hasil diskusi yang dilakukan)

Guru B : “Anak-anak, apakah semuanya sudah selesai?”

Siswa : “Belum, Ibu.”

Guru B : “Baik, lanjutkan lagi sedikit, ya.”

Siswa : “Baik, Ibu.”

(Guru kembali berkeliling memperhatikan diskusi yang dilakukan oleh siswa.

Setelah waktu untuk berdiskusi habis, guru kemudian ke depan kelas)

Guru B : “Baik anak-anak, mohon perhatiannya. Rudi duduk menghadap

kedepan!”

Siswa : “Baik, Buk.”

Guru B : “Viki, tolong tutup dulu pintunya, biar terdengar jelas suaranya.”

Siswa : “Iya, Buk.”

Guru B : “Baik, kita akan bahas gambar yang saya berikan ini, ya. Kita mulai

dari gambar yang nomor A, ya. Ini gambar apa anak-anak?”

(Siswa menjawab bersamaan)

Guru B : “Ayo anak-anak, angkat tangannya. Jangan seperti itu.”

(Siswa mengangkat tangan)

Guru B : “Iya, Dita.”

Siswa : “Mencairnya es di kutun utara dan selatan.”

Guru B : “Iya, mencairnya es di kutub utara dan selatan. Ada pendapat lain?”

Siswa : “Tidak”

Guru B : “Kemudian kita lihat pada gambar selanjutnya. Ini gambar apa?”

(Siswa kembali mengangkat tangan)

Guru B : “Iya, Ita.”

Siswa : “Penebangan hutan.”

Guru B : “Iya benar sekali, penebangan hutan. Kemudian gambar yang ketiga ini

apa?”

(Siswa mengangkat tangan)

Page 453: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

440

Guru B : “Iya, Ian.”

Siswa : “Ternggelamnya kota.”

Guru B : “Dari mana kamu tahu itu gambar tenggelamnya kota?”

Siswa : “Ada bayangan gedung di dalam air.”

Guru B : “ Iya benar, kemuadian gambar yang ini apa?”

(Siswa mengangkat tangan)

Guru B : “Iya, Sintya.”

Siswa : “Padatnya populasi kendaraan.”

Guru B : “ Iya benar, padatnya populasi kendaraan. Dimana biasanya ini terjadi?”

Siswa : “Di Jakarta, Buk.”

Guru B : “Di depan rumah kalian juga bisa terjadi. Misalnya, jika ada banyak

kendaraan. Kemudian gambar yang ini apa?”

(Siswa mengangkat tangan)

Guru B : “Iya, Lisa”

Siswa : “Kebakaran hutan”

Guru B : “Iya, benar sekali. Ini biasa terjadi di daerah yang memiliki hutan yang

lebat. Selanjutnya, gambar yang ini apa?”

(Siswa mengangkat tangan)

Guru B : “Iya, yang duduk di belakang. Handi?”

Siswa : “Asap pabrik”

Guru B : “Iya, asap pabrik. Nah, dari gambar ini, dapat kita menggolongkan

berdasarkan apa?”

(Seorang siswa mengkat tangan)

Guru B : “Iya, Edi?”

Siswa : “Dari faktor penyebab.”

Guru B : “Ada lagi yang lainnya?”

Siswa : “Akibat.”

Guru B : “Baik dari gambar yang saya berikan, kita dapat kelompokkan yang di

sebelah kanan merupakan dampak dari pemanasan global dan gambar

sebelah kiri merupakan penyebab dari pemanasan global. Nah,

sekarang apa yang dimaksud dengan pemanasan global? Tadi kalian

kan sudah mendiskusikannya di kelompok. Yang bisa menjawab

silahkan angkat tangannya.”

(Siswa mengangkat tangan. Guru B menunjuk salah satu siswa di salah satu

kelompok)

Siswa : “Proses alami yang terjadi karena radiasi matahari yang masuk ke

dalam bumi dan tertahan di dalamnya.

Guru B : “Ada lagi yang memiliki pendapat lain?”

Siswa : “Radiasi di permukaan bumi yang menyebabkan mencairnya es di

kutub.”

Guru B : “Iya, ada yang ingin berpendapat lagi? Mungkin dari kelompok yang

lain. Iya, coba Arita. Apa yang dimaksud dengan pemanasan global?”

Page 454: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

441

Siswa : “Menipisnya lapisan ozon.”

Guru B : “Iya, Jadi, di sini pemanasan global sering kita kenal dengan apa, anak-

anak?”

Siswa : “Global warming”

Guru B : “Pemanasan global itu merupakan bentuk ketidakseimbangan ekosistem

yang disebabkan karena kenaikan suhu rata-rata di permukaan bumi.

Bumi itu seolah-olah berada di dalam sebuah kurungan. Lalu

bagaimana proses terjadinya pemanasan global? Tadi kan kalian sudah

bahas di dalam diskusi kelompok.”

(Siswa mengankat tangan)

Guru B : “Iya, coba Adnyana.”

Siswa : “Proses terjadinya efek rumah kaca, yaitu pertama jika sinar radiasi

matahari menembus kaca sebagai gelombang pendek sehingga

panasnya diserap oleh bumi dan tanaman yang di dalam rumah kaca.

Sinar radiasi tersebut selanjutnya ditransmisikan kembali namun

dengan gelombang yang panjang. Sehingga sinar radiasi tersebut tidak

dapat menembus kaca. Akibatnya, suhu yang berada di dalam rumah

kaca akan lebih tinggi daripada suhu yang di luar rumah kaca.”

Guru B : “Iya, siapa yang bisa menambahkan lagi?”

(Siswa mengangkat tangan)

Guru B : “Iya, Fani”

Siswa : “Sinar matahari akan memancarkan gelombang panas yang akan diserap

oleh efek rumah kaca. Efek rumah kaca ini berfungsi untuk menyerap

dan memantulkan radiasi matahari. Jika semakin banyak efek rumah

kaca yang terbentuk di atmosfer bumi, maka semakin banyak radiasi

matahari yang terserap dan dan kemudian tidak dapat dipantulkan

keluar angkasa, sehingga suhu bumi akan semakin panas.”

Guru B : “Iya, benar sekali. Nah, di sini kalian bisa tidak membayangkan proses

dari pemanasan global? Kita bisa misalkan ketika kita memarkir mobil

ketika berjalan-jalan bersama keluarga. Kalian parkir di tempat yang

terkena terik matahari. Kemudian kalian tinggalkan mobil tersebut,

dan beberapa saat kemudian kembali ke dalam mobil. Apa yang kalian

rasakan?”

Siswa : “Panas.”

Guru B : “Jadi, itu merupakan miniatur dari pemanasan global di bumi. Ketika

sinar matahari diserap masuk kedalam mobil, sebagian akan

dipantulkan. Yang diandaikan sebagai efek rumah kacanya yaitu atap

mobilnya. Sehingga panas yang terserap akan terkurung di dalam

mobil dan tidak dapat terpantulkan keluar mobil. Seperti yang

dikatakan oleh teman kalian tadi. Radiasi matahari tersebut tidak dapat

dipantulkan keluar atmosfer. Lalu apakah gas rumah kaca itu baik atau

buruk?”

Page 455: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

442

Siswa : “Baik, karena kalau tidak ada efek rumah kaca, bumi akan menjadi

dingin dan jika ada efek rumah kaca, bumi menjadi hangat. Jadi, dapat

menstabilkan.”

Guru B : “Jawaban yang benar yaitu tergantung, ya. Jika kapasitasnya masih

normal, dia akan dapat menghangatkan bumi. Kebayang nggak jika

gas rumah kaca itu tidak ada, apa yang akan terjadi?”

Siswa : “Dingin.”

Guru B : “Tapi kalau terlalu berlebih?”

Siswa : “Panas.”

Guru B : “Jadi, bagaimana seharusnya?”

Siswa : “Sedang-sedang saja.”

Guru B : “Nah, sekarang apakah yang menyebabkan pemanasan global?”

Siswa : “Kebakaran hutan.”

Guru B : “Yang lainnya?”

Siswa : “Penebangan pohon.”

Siswa : “Penggunaan AC.”

Siswa : “Penggunaan kendaraan bermotor.”

Guru B : “Iya, ada lagi?”

Siswa : “Gas industri.”

Guru B : “Yang paling sering kalian lakukan, tidak menghemat energi. Kalau

sudah siang masih juga kalian ngidupin lampu. Benar tidak?”

Siswa : “Benar.”

Guru B : “Nah, itu merupakan salah satu penyebab global warming, ya”

Siswa : “Iya, Buk.”

Guru B : “Nah, global warming juga dapat disebabkan karena makanan yang

kalian makan. Khususnya bagi kalian yang suka makan daging. Nah,

kenapa jika kita memakan daging dapat memicu terjadinya global

warming?”

(Beberapa siswa mengangkat tangan)

Siswa : “Karena makanan daging dan sapi yang menghasilkan gas metana

karena gas metana memerlukan banyak air untuk diproses, sehingga

18% pemicu global warming.”

Guru B : “Iya, cobak Windi”

Siswa : “Karena hewan seperti Sapi menghasilkan gas metana.”

Guru B : “Apanya yang menghasilkan gas metana?”

Siswa : “Sapi menghasilkan kotoran, dan kotoran sapi tersebut mengandung gas

metana yang dapat memicu terjadinya global warming.”

Guru B : “Iya benar. Nah, ini berarti kalian harus mengurangi untuk

mengkonsumsi?”

Siswa : “Daging.”

Guru B : “Lalu bagaimana cara kalian untuk mengatasi gas metana itu? Karena

kalian pasti tidak dapat menghilangkan gas metana itu.”

Page 456: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

443

(Seorang siswa mengangkat tangannya)

Siswa : “Dengan memanfaatkannya menjadi bio gas.”

Guru B : “Iya, benar sekali. Kalian dapat memanfaatkan gas metana atau kotoran

sapi tersebut menjadi bio gas. Sehingga, dengan hal itu, akan dapat

mengurangi dampak dari global warming. Nah, pada gambar yang di

depan, terlihat bahwa panas matahari yang menyebabkan global

warming. Itu dipicu dengan penggunaan, yang pertama penggunaan

pupuk yang berlebihan. Kedua, ada yang menebang pohon yang

mengakibatkan ?”

Siswa : “Hutan gundul.”

Guru B : “Dengan semakin sedikitnya pohon yang menyerap CO2, maka CO2

yang ada di bumi akan semakin?”

Siswa : “Bertambah.”

Guru B : “Kemudian ini, sawah yang tergenang airnya. Di sini juga ada

pembusukan, di sini juga ada pembakaran jerami. Nah, kan kalian

sering melihat pembakaran jerami, ya?”

Siswa : “Iya.”

Guru B : “Kemudian apa lagi, ya? Kotoran sapi, ya. Sapi menghasilkan 65 kg

CH4 per ekor per tahun. Nah, ini yang kita bahas tadi. Menyisakan

makanan merupakan salah satu penyebab dari pemanasan global. Jadi,

jangan sekali-kalai kalian menyisakan makanan kalian. Kemudian apa

lagi faktor penyebabnya? Cobak kelompok yang lain mungkin ada

yang berbeda jawabannya

Siswa : “Penggunaan AC”

Guru B : “Iya, penggunaan AC. Siapa yang di rumah suka memakai AC? Iya,

nanti dikurangi ya penggunaannya. Ada lagi?”

Siswa : “Saya, Buk. Penggunaaan kispray.”

Guru B : “Iya. Yang paling banyak penggunaan HP, ya. Hampir semua rumah

tangga baik kaya, miskin memiliki HP.

Siswa : “Iya, Buk.”

Guru B : “Nah, sekarang dampak pemanasan global. Coba kelompok yang belum

pernah. Ya, Resa.”

Siswa : “Dampak pemanasan globlal yaitu dampak perubahan iklim yang tidak

menentu dan mencairnya es di kutub utara. Gletser di puncak gunung

juga mencair.”

(Guru B kembali menjelaskan dengan menggunakan powerpoint)

Guru B : “Nah, yang pertama yang kita bahas dampak yang terjadi di daerah

kutub. Apa yang terjadi di daerah kutub?”

Siswa : “Es mencair. Kemudian peningkatan permukaan air laut.”

Guru B : “Apakah yang akan terjadi dari meningkatnya permukaan air?”

Siswa : “Warga di pesisir harus pergi karena air laut akan meningkat dan

mengungsi tempat lain.”

Page 457: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

444

Guru B : “Ada yang lain? Dwiki mungkin punya pendapat?”

Siswa : “Kota-kota akan tenggelam.”

Guru B : “Nah, dampak dari pemanasan global, tinggi dari permukaan laut akan

semakin bertambah. Seperti yang kita bahas paga gambar sebelumnya,

di mana terdapat kota yang tenggelam di dalam air. Tadi juga Dwiki

dapat mencari di internet. Di daerah mana itu?”

Siswa : “Di daerah London”

Guru B : “Iya, di London, seperti yang di dapatkan Dwiki tadi, itu hanya

tenggelam sebagian. Nah, berarti nanti pulau Bali atau pulau Jawa

yang akan tenggelam. Agar tidak terjadi hal ini, kalian harus gimana?

Siswa : “Membantu menerapkannya.”

Guru B : “Iya, dampak pada bidang pertanian, apa dampaknya?”

Siswa : “Saya, Buk.”

Guru B : “Iya, silakan.”

Siswa : “Menyebabkan kekeringan di wilayah pertanian?”

Guru B : “Iya, bisa menjadi kekeringan yang berkepanjangan. Iya, kalau cuaca

ekstrim, bisa hujan. Sekarang saja sebenarnya tidak musim huja ya,

tapi kadang-kadang hujan, dampak lainnya adalah?”

Siswa : “Tanaman terendam banjir.”

Guru B : “Nah, yang selanjutnya adalah dampak pada hewan dan tumbuhan,

apa?”

Siswa : “Hewan yang tinggal di kutub akan kehilangan tempat tinggalnya. Nah,

kalau untuk tumbuh-tumbuhan, karena panas kan mongering,

kemudian terjadi gesekan-gesekan sehingga terjadi kebakaran”

Guru B : “Iya, nanti itu binatang-binatang pada imigrasi. Misalnya beruang di

kutub, dia kabur, bisa dia kabur ke rumah kalian. Makanya tidak

jarang ada harimau masuk kampong, ya. Kenapa bisa terjadi?”

Siswa : “Misalnya ada kebakaran di hutan, maka binatang akan berlari dari

habitatnya menuju ke kampung, di mana kampung yang paling dekat

itu yang didatangi.”

Guru B : “Yang terakhir yang kita bahas adalah dampak kesehatan manusia.

kalian tau nggak orang tua zaman dahulu itu bisa hidup ratusan tahun,

tetapi sekarang umur manusia tidak lebih dari 80 atau 85 tahun. Itu

kenapa? Karena terjadi peningkatan jumlah penyakit yang disebabkan

oleh global warming. Bisa dipahami, ya?”

Siswa : “Bisa.”

Guru B : “Nah, sekarang bagaimana cara kalian menanggulangi dari pemanasan

global. Seperti yang tadi, apa saja itu?”

Siswa : “Yang pertama, jadilah vegetarian. Yang kedua, tanamlah pohon

reboisasi. Terus tu, lakukan kegiatan yang ramah lingkungan, seperti

jalan kaki, kurangi bepergian dengan mobil, kita kurangi belanja

Page 458: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

445

karena belanja menggunakan plastik dan tidak ramah lingkungan, beli

makanan organik, gunakan lampu hemat energy.”

Guru B : “Tadi dia bilang menggunakan lampu hemat energy. Apa yang

dimaksud lampu hemat energi?”

Siswa : “Lilin, Buk.”

Guru B : “Bukan. Ayo, apa?”

Siswa : “Kita pake sinar matahari ditangkap di panel dan hidupin lampunya.”

Guru B : “Kita pakai lampu LED atau kita menggunakan lapu hemat energy

dengan menggunakan energy terbarukan, seperti penggunaan sel

surya. Kita kan sudah punya dua sel surya di depan. Ada yang pernah

lihat?

Siswa : “Pernah, di lapangan hijau.”

Guru B : “Langkah selanjutnya, program penanaman pohon dan cerdas dalam

berkendara. Misalnya, rumah kalian di depan, mau kesekolah jangan

menggunakan motor. Iya, yang lain coba diam. Gustu mau

berpendapat.”

Siswa : “Selain itu Buk, misalnya kita dengan tetangga kalau mau bepergian

yang satu arah cukup menggunakan satu mobil, biar nggak bawa

motor satu-satu.”

Guru B : “Iya, benar, ya. Jadi, nanti berbegi sama tetangga juga boleh. Ayo-ayo,

siapa yang mau ikut. Nah, sekarang kita lanjutkan. Kalau tadi peran

kita sendiri untuk menanggulangi global warming. Lalu apa peran

serta pemerintah?”

(Siswa angkat tangan)

Guru B : “Ya, silahkan Arya.”

Siswa : “Yang pertama, mengurangi penggunaan bahan plastik, Buk.”

Guru B : “Iya, kalau kemana-mana harus menggunakan tas kain yang bisa

digunakan kembali. Apa lagi?”

Siswa : “Mendaur ulang sampah plastik.”

Guru B : “Iya, apah contohnya? Ya, misalnya kita menggunakan botol bekas the

poci sebagai tempat pulpen, atau di pakai pot, ya. Apalagi?”

Siswa : “Mengajak masyarakat untuk go green.”

Guru B : “Iya. Kemudian yang saya tunjukkan di slide itu salah satunya adalah

membuat taman kota. Kita puny ataman kota, tapi tidak ada pohon

yang begitu besar di sana. Kalau kalian pergi ke Negara, di sana ad

ataman kayak hutan lindung. Ada banyak pohon-pohon besar yang

khusus sebagai paru-paru kota. Nanti kalau kalian ke Negara bisa

lihat, ya. Kalau di sini, gimana? Taman kota di sini cuman pakai

rumput, ya. Pohon-pohonnya cuman sedikit, ya. Tapi itu sudah

lumayan untuk membantu mengatasi global warming. Sudah?”

(Guru B menampilkan slide baru)

Page 459: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

446

Guru B : “Mengurangi pembukaan hutan. Pembukaan hutan yang kayak

gimana?”

Siswa : “Penebangan hutan.”

Guru B : “Iya, nanti digunakan sebagai lahan pertanian dan pemukiman, ya.

Kemudian, mencetuskan pendidikan lingkungan hidup. Kalian sudah

dapat pendidikan lingkungan hidup, ya.”

(Guru B menampilkan slide baru)

Guru B : “Nah, ini yang terakhir. Hasil-hasil kesepakatan dunia. Salah satunya

itu, saya sebut Protokol Kyoto, kemudian IPCC, kemudian AAP.

Kemudian yang lain, apa? Yang diadakan di Bali kemarin. Apa

namanya?”

Siswa : “APEC.”

Guru B : “Kok APEC?”

Siswa : “Konferensi Iklim PBB.”

Guru B : “Apa isinya?”

Siswa : “Mengadakan program Nyepi di seluruh dunia.”

Guru B : “Nah, kita sebagai umat Hindu, sering mengadakan Catur Berata

Penyepian setiap satu tahun sekali, ya. Ternyata itu dianggap

mengurangi global warming, ya. Kenapa Catur Berata Penyepian itu

dianggap mengurangi dampak global warming?”

(Siswa angkat tangan)

Guru B : “Ya, Indira. Yang dari tadi diam saja.”

Siswa : “Itu kan nggak ada api.”

Guru B : “Ya, dampaknya gimana kalau tidak boleh berapi-api? Berarti tidak ada

pembakaran. Kemudian?”

Siswa : “Tidak boleh melakukan perjalanan.”

Guru B : “Ya, berarti tidak ada kendaraan. Apa lagi?”

Siswa : “Nggak boleh ngidupin lampu.”

Guru B : “Ya, nggak boleh nonton TV juga, ya. Itu bisa menghemat?”

Siswa : “Energi.”

Guru B : “Ada lagi yang lain? Ya, jadi di sana, konsep dari Catur Berata

Penyepian itu sudah diakui dunia, ya. Karena itu dianggap mampu

menanggulangi dampak global warming.”

Kegiatan Penutup

Guru B : “Ada pertanyaan dulu?”

Siswa : “Tidak.”

Guru B : “Kalau tidak ada, saya akan sampaikan pembelajaran kita minggu

depan, ya. Tugas kalian itu bersama kelompok adalah membuat satu

fenomena khusus terkait global warming. Kalian bisa rancang di

rumah apa yang akan di bahas, teknis penulisannya, terus apa yang

akan dipresentasikan. Kalian bisa rancang itu di rumah, ya. Silahkan

kalian belajar kelompok di rumah, ya. Nanti hari Senin kita langsung

Page 460: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

447

bahas per kelompok, ya. Nanti akan saya tunjuk satu atau dua

kelompok untuk presentasi di depan. Ada pertanyaan dulu?”

Siswa : “Tidak.”

Guru B : “Baik. Kalau tidak, silahkan siap-siap untuk sembahyang, ya. Silahkan

dikumpul ya lembar jawabannya. Kalau yang terpisah, silahkan jepret

jadikan satu, ya. Ingat diisi naman, ya.”

(Siswa melakukan persembahyangan)

Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”

Catatan Lapangan

1. Guru memberikan apersepsi dengan mengaitkan pengalaman keseharian

siswa terhadap materi yang akan dipelajari.

2. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan

dilakukan.

3. Guru memfasilitasi kegiatan menanya (memancing siswa agar bertanya).

4. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa gambar

fenomena dampak pemanasan global yang tercantum pada LKS dan

powerpoint.

5. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa

permasalahan pada LKS dan memberikan pertanyaan mengapa, apa, dan

bagaimana saat pembelajaran berlangsung.

6. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dalam bentuk kerja kelompok

dan tanya jawab.

7. Guru aktif menuntun siswa pada saat diskusi kelompok.

8. Guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media

powerpoint dan gambar dalam menyampaikan materi.

9. Siswa aktif mencari informasi dari sumber buku dan internet, serta aktif

berdiskusi dengan anggota kelompok.

10. Materi yang disampaikan guru bersifat konseptual dan kontekstual.

11. Guru menyampaikan materi secara sistematis, dari mudah ke sulit dan dari

konkrit ke abstrak.

12. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai alokasi waktu yang direncanakan.

13. Guru selalu mengingatkan siswa alokasi waktu yang tersisa untuk diskusi.

14. Suasana kelas terlihat kondusif dan tidak tegang.

15. Guru kadang memberikan humor, sehingga siswa tertawa,

16. Guru terampil dalam menggunakan sumber belajar powerpoint.

17. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan

menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum.

18. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan

siswa dengan sumber belajar.

19. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.

Page 461: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

448

20. Guru memberikan berbagai contoh nyata untuk menyampaikan konsep yang

sedang dipelajari.

21. Guru merespon positif jika ada peserta didik yang bertanya atau berpendapat.

22. Guru menggunakan bahasa lisan dengan baik.

23. Volume suara guru terdengar jelas.

24. Cara berpakaian guru sopan.

25. Upaya pengembangan aspek religious siswa dilakukan guru melalui

pemberian salam sebelum dan sesudah pembelajaran, persembahyangan

sesudah pembelajaran, dan penyampaian beberapa fenoma fisis dalam

kehidupan keseharian siswa.

26. Guru tidak terlihat melakukan penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor.

27. Guru meminta siswa mengumpulkan jawaban LKS yang telah dibuat.

28. Guru menyimpulkan materi pembelajaran pada kegiatan penutup.

29. Guru memberikan PR.

30. Guru menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.

Page 462: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

449

Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru B

Kode : Obs/D2/GB/30-04-2015

Jenis Data : Observasi Kelas

Subjek Penelitian : Guru B

Hari/Tanggal : Kamis, 30 April 2015

Pokok Bahasan : Karakteristik Gelombang

Jam : 7-8

Tempat : Ruang Kelas XI MIA 7

Kegiatan Pendahuluan

Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”

Guru B : “Om Swastyastu. Coba dirapiin dulu tempat duduknya. Coba bersihkan

sampahnya bawa ke luar. Sudah? Ya, hari ini kita akan membahas

materi apa? Kemarin janjinya kita bahas apa?”

Siswa : “Gelombang.”

Guru B : “Sudah belajar sebelumnya di rumah?”

Siswa : “Belum.”

Guru B : “Belum?”

Siswa : “Sudah sedikit.”

Guru B : “Kira-kira yang akan kita pelajari di gelombang itu tentang apa?”

Siswa : “Jenis-jenis gelombang. Panjang gelombang. Amplitudo.”

Guru B : “Iya. Kalau saya tanya, salah satu fenomena gelombang itu apa?”

Siswa : “Ombak.”

Guru B : “Siapa yang bisa jawab, coba angkat tangan. Fizi, apa, Fiz?”

Siswa : “Bunyi.”

Guru B : “Apa lagi?”

Siswa : “Gelombang radio.”

Guru B : “Anto?”

Siswa : “Getaran.”

Guru B : “Getaran? Saya nanyak contoh gelombang, ini kok getaran. Ya, hari ini

kita akan melakukan praktikum sederhana, ya. Saya sudah menyiapkan

dua rangkaian alat. Saya akan menggunakan ruangan kelas bagian

depan dan bagian belakang. Jadi, kelompok 1, 2, dan 3 itu bagian

depan, sedangkan kelompok 4, 5, dan 5 itu berada di bagian belakang.

Saya bagikan dulu LKS-nya. Nanti kalian cermati dulu LKS-nya, ya.

Apa yang diminta di sini, kalian cermati dulu, setelah itu baru kalian

praktikum. Karena ada 2 set alat, jadinya kalian bergiliran. Satu

kelompok saya kasih waktu 10 menit. Sekarang coba duduk

berkelompok dulu.”

Kegiatan Inti

(Siswa duduk berkelompok. Terdapat enam kelompok. Satu kelompok terdiri atas

6 orang. Kemudian guru B membagikan LKS)

Lampiran 5.6

Page 463: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

450

Guru B : “Ketua kelompok, silahkan ambil LKS-nya, ya.”

Siswa : “Iya, Buk.”

(Guru B menyiapkan bahan praktikum)

Guru B : “Semuanya coba perhatikan ke depan. Ini apa namanya?”

(Guru B memperlihatkan slinki ke siswa)

Siswa : “Slinki, Buk.”

Guru B : “Iya, ini bukan gelang India, ya. Ini slinki namanya. Kalau ini apa?”

(Guru B memperlihatkan tali pramuka ke siswa)

Siswa : “Tali.”

Guru B : “Iya, tali. Coba perhatikan LKS kalian. Di sana kan kalian diminta

menempelkan robekan kertas di slinki dan tali, ya. Kertasnya saya ganti

saja pakek tali rapia. Apa tujuannya pakek tali, nanti kalian diskusikan

sama temen kelompok kalian. Kemudian untuk gelombang tali, kalian

ikatkan di slot pintu, ya. Tapi jangan keras-keras, nanti lepas slot

pintunya dan harus kencang ikatannya, ya. Jadi, nanti kalian praktikum

di depan, setelah dapat datanya, kalian kembali kelompoknya lagi,

diskusikan itu. Bagi kalian yang sudah siap, bisa langsung mengambil

data, sebagian di depan, sebagian di belakang. Silahkan. Nanti makek

alatnya bergiliran sama temennya. Ada pertanyaan dulu? Bisa

dipahami, ya? Kemudian, coba perhatikan dulu. Disana saya meminta

juga kalian mengamati batu ketika dimasukkan ke dalam air yang

tenang. Dalam hal ini saya tidak bawa ember, ya. Kalau kalian sudah

bisa membayangkan, kalian boleh langsung buat di LKS-nya. Atau

kalau kalian ingin lebih nyata lagi, kalian bisa ke kolam di sana bisa, di

depan bisa, atau di kolam tunjung deket XI MIA 8, atau masuk kamar

mandi. Masukin batunya yang kecil aja. Kalau yang besar nanti nggak

kelihatan gelombang airnya. Kalian bisa atur mau praktikum yang mana

dulu, silahkan. Mau slinki dulu, boleh. Mau tali dulu, boleh. Silahkan

lakukan. Waktu untuk praktikum tidak terlalu banyak, ya. Jadi, cuman 1

jam pelajaran aja kita praktikum. Silahkan cermati dulu LKS-nya, ya.

Kalau sudah siap, silahkan bekerja.”

(Guru membagikan slinki dan tali kepada beberapa kelompok.)

Guru B : “Coba perhatikan. Kelompok 4 praktikum slinki di sana. Kelompok 5

pakai tali. Kelompok 6 nya ke kolam, ya. Kemudian, yang 1 di sini

slinki, yang 2 tali, yang 3 ke kolam. Biar kalian nggak bingung, saya

atur, ya. Ini kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6. Ayo, sudah. Silahkan praktikum.”

(Siswa melakukan praktikum. Empat kelompok melakukan praktikum di dalam

kelas, dengan rincian dua kelompok melakukan praktikum di ruang kelas bagian

depan dan 2 kelompok praktikum di ruang kelas bagian belakang. Kelompok

sebelah kiri melakukan praktikum tentang gelombang pada slinki. Sedangkan,

kelompok sebelah kanan praktikum tentang gelombang tali. Dua kelompok yang

Page 464: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

451

lain, praktikum di luar kelas, di samping kolam. Guru B mendekati kelompok 1

yang sedang melakukan praktikum gelombang pada slinki)

Guru B : “Coba kalian perhatikan. Coba dorong dengan keras slinkinya maju

mundur. Setelah itu kalian lihat, ketika kalian dorong slinkinya, apanya

yang berpindah? Talinya berpindah nggak?”

(Siswa tidak menjawab)

Guru B : “Coba hitung, talinya diikatkan pada lilitan slinki yang keberapa?

Ketika slinkinya didorong, berubah nggak posisi ikatan talinya?”

(Siswa melanjutkan praktikum. Guru B kemudian bergerak menuju kelompok 3

yang praktikum di samping kolam)

Guru B : “Coba perhatikan ketika batu dijatuhkan ke dalam air, apa yang

terjadi?”

Siswa : “Ada lingkaran-lingkaran, Buk.”

Guru B : “Ini termasuk gelombang apa?”

Siswa : “Gelombang transversal.”

Guru B : “Iya. Silahkan dilanjtkan.”

(Kemudian guru B kembali menuju ruang kelas dan mendekati kelompok 4)

Guru B : “Kenapa tali rapia yang diikat pada slinki tidak berpindah?”

Siswa : “Karena diikat, Buk.”

Guru B : “Coba cari alasan yang lebih alamiah. Coba lihat itu, bergerak nggak

talinya?”

Siswa : “Nggak, Buk.”

Guru B : “Iya, kenapa? Masak karena diikat. Ya, coba diskusikan lagi.”

(Siswa dari kelompok 4 berusaha mencari jawaban pertanyaan LKS di buku

paket. Guru B meninggalkan kelompok 4 dan bergerak menuju kelompok 2 yang

sedang melakukan praktikum gelombang tali)

Siswa : “Ibu, dibeginikan, ya?”

Guru B : “Iya. Diikat nae pakek tali. Baca makanya LKS-nya yang bener. Apa

yang harus dilakukan.

(Siswa mengambil LKS. Salah satu siswa lain mengikat tali rapia pada tali

pramuka. Guru B kemudian memegang ujung tali pramuka yang bebas)

Guru B : “Kalian ikat talinya di sana, kemudian dihentakkan seperti ini.

Hentakannya sejajar dengan tempat mengikatnya. Kalau kalian

hentakkan seperti ini, bergerak nggak tali rapianya?”

Siswa : “Bergerak gimana maksudnya, Buk?”

Guru B : “Bergerak jalan.”

Siswa : “Nggak.”

Guru B : “Iya, tali rapianya nggak jalan. Kenapa dia nggak jalan? Kalau saya

hentakkan talinya naik turun, gelombangnya gimana?”

Siswa : “Merambat dia, Buk.”

Guru B : “Merambatnya ke sana, kan. Berarti dia merambat tegak lurus dengan

arah apa?”

Page 465: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

452

Siswa : “Apa namanya, ya?”

Guru B : “Dengan arah getarnya. Sudah? Gelombang apa namanya kalau ini?”

Siswa : “Gelombang transversal.”

Guru B : “Ya, gelombang transversal. Kalau tali ini dihentakkan, maka dia akan

muncul apa?”

Siswa : “Gelombang.”

Guru B : “Ada bukit, ada?”

Siswa : “Lembah.”

Guru B : “Iya. Dapat dipahami ya?”

Siswa : “Iya, Buk.”

(Guru B kemudian bergerak menuju kelompok 1 yang sedang melakukan

praktikum gelombang slinki)

Guru B : “Apa yang harus kalian amati disini?”

Siswa : “Talinya.”

Guru B : “Talinya, kenapa?”

(Siswa tidak menjawab. Kemudian, salah satu siswa dari kelompok 2 memanggil

guru B.)

Siswa : “Bagaimana ini, Buk?”

Guru B : “Apakah tali rapi itu berpindah ke ujung sana atau tidak? Ataukah

berpindah ke ujung sini?”

Siswa : “Tidak.”

Guru B : “Kenapa kayak gitu? Nah, itu dikerjakan di LKS-nya.”

(Guru B kemudian menyuruh siswa yang melakukan praktikum di luar untuk

kembali ke dalam kelas).

Guru B : “Bagi kelompok yang sudah selesai praktikum, tolong dirapikan

talinya, ya. Waktunya sudah habis, silahkan kalian duduk di kelompok

masing-masing. Silahkan diskusikan pertanyaan pada LKS. Jawab

sesuai praktikum yang kalian lakukan.”

Siswa : “Iya, Buk.”

Guru B : “Bagi kelompok yang sudah selesai praktikum, tolong dirapikan

talinya, ya. Waktunya sudah habis, silahkan kalian duduk di kelompok

masing-masing. Silahkan diskusikan pertanyaan pada LKS. Jawab

sesuai praktikum yang kalian lakukan. Untuk pertanyaan nomor satu,

kalian bisa langsung jawab di sana, ya. Untuk pertanyaan nomor dua,

tentang gelombang mekanik, itu ada gelombang apa saja, sebutkan.

Kemudian, yang ketiga, itu percobaan slinki. Yang keempat, percobaan

talinya. Yang kelima itu, apa yang diamati pada gelombang tali dan

slinki, ya. Suda? Silahkan didiskusikan dengan teman kelompoknya.”

(Siswa berdiskusi. Siswa menjawab soal LKS dengan memanfaatkan sumber

buku. Pada saat siswa berdiskusi, guru B aktif berkeliling menghampiri setiap

kelompok)

Page 466: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

453

Guru B : “Sudah, ya. Sudah ya diskusinya. Nanti kita lanjutkan lagi, sambil

menyimpulkan dari apa yang sudah kita bahas.”

(Guru B menayangkan powerpoint yang berisi animasi gelombang transversal)

Guru B : “Sesungguhnya, materi tentang gelombang sudah kalian dapatkan di

SMP. Masih ingat?”

Siswa : “Masih sedikit.”

Guru B : “Nah, disini kompetensi dasar sama indikatornya tidak usah lagi saya

jelaskan, ya. Kalian juga sudah bawa silabusnya. Nah, sekarang coba

perhatikan di depan. Benda dikatakan bergetar itu jika bagaimana?”

Siswa : “Gerakan bolak-balik.”

Guru B : “Gerak bolak-balik, apa?”

Siswa : “Pada titik kesetimbangan.”

Guru B : “Iya, pada titik kesetimbangan.”

(Guru B menggambarkan getaran bandul sederhana di papan tulis)

Guru B : “Dari sini sampai sini disebut apa?”

Siswa : “Aplitudo, simpangan terjauh.”

Guru B : “Iya. Kalau saya sebut ini titik A, kemudian ini titik B, dan ini titik C.

Bendanya mulai bergerak dari titik A. Yang dimaksud satu getaran itu

gimana?”

(Siswa angkat tangan)

Guru B : “Ya, Fizi.”

Siswa : “A-B-A-C-A.”

Guru B : “Bener?”

Siswa : “Bener.”

Guru B : “Ada yang nggak bisa?”

Siswa : “Nggak.”

Guru B : “Iya, dari A ke B, kembali ke A, kemudian ke C, kembali ke A.”

(Guru B menunjuk ke powerpoint)

Guru B : “Nah, gelombang terjadi akibat sumber yang mengalami gerak

harmonik. Kemarin ini sudah semsetr lalu, ya. Gerak harmonik itu

adalah gerak bolak-balik disekitar?”

Siswa : “Titik setimbang.”

Guru B : “Iya, titik kesetimbangan. Masih inget, nggak?”

Siswa : “Masih.”

(Guru B menunjuk ke animasi gelombang transversal pada powerpoint)

Guru B : “Pertama awalnya hanya satu partikel yang bergerak. Sekarang saya

kasih contoh tadi ya, kalau tali kita bentangkan, kenapa tali itu bisa

terbentang, karena ada beberapa titik, betul?”

Siswa : “Betul.”

Guru B : “Garis adalah kumpulan dari?.”

Siswa : “Titik-titik.”

Page 467: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

454

Guru B : “Nah, titik itu saya anggap sebagai partikel. Pertama, hanya ada satu

titik aja yang bergerak bolak-balik di sekitar titik kesetimbangan.

Kemudian, dia akan menyinggung tetangganya atau partikel

disampingnya. Nah, partikel di sebelahnya juga ikut mengalami

gerakan bolak-balik. Tetapi, mana yang duluan?”

Siswa : “Yang pertama.”

(Guru B memperlihatkan animasi gelombang transversal pada slide. Semua siswa

memperhatikan animasi tersebut)

Guru B : “Kemudian, ini akan berlanjut terus sampai partikel berikutnya, ya.

Demikian seterusnya. Sehingga, apa? terbentuklah gelombang. Jadi,

disana dapat dikatakan bahwa gelombang adalah?”

Siswa : “Getaran yang merambat.”

Guru B : “Getaran yang merambat. Karena tadi kan di ujung aja, ya. Jadi, dia

merambat ke teman-temannya yang lain, ke partikel-partikel yang lain,

sehingga membentuk suatu, apa? Suatu?”

(Siswa terdiam)

Guru B : “Pola. Ya, kan. Dia akan membentuk suatu pola. Nah, ketika merambat,

partikel itu membawa energi, ya. Tetapi, materinya ikut berpindah atau

nggak?”

Siswa : “Nggak.”

Guru B : “Nggak, dia hanya membawa energi. Sudah, bisa dipahami konsepnya

tadi, ya?”

Siswa : “Bisa.”

(Guru B memperlihatkan bagan klasifikasi gelombang pada slide)

Guru B : “Nah, sekarang klasifikasi gelombang. Ini di SMP juga sudah dapat, ya.

Ada yang SMP-nya nggak dapat ini? Saya yakin sudah semua, ya.

Kalau sudah semua, kita klasifikasikan gelombang berdasarkan arah

getar, medium perantara, dan amplitude. Kalau dari segi arah getar, kita

mengenal gelombang transversal dan?”

Siswa : “Longitudinal.”

Guru B : “Gelombang transversal, coba kelompoknya Adnyana, jelasin salah satu

contoh gelombang transversal, apa?”

Siswa : “Gelombang tali, Buk.”

Guru B : “Nggak, pengertiannya?”

(Siswa membaca buku)

Siswa : “Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatnya tegak

lurus arah getaranya.”

Guru B : “Tegak lurus arah getarnya. Bisa nggak kamu jelasin maksud kalimat

itu di depan? Ayo jelasin di depan.”

(Siswa maju kedepan dan menggambar bentuk gelombang transversal seperti

grafik sinus)

Page 468: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

455

Guru B : “Yang bagaimana yang dikatakan tegak lurus? Nah, itu arah apa

namanya? Kasi nae keterangan. Yang mana dikatakan tegak lurus?”

Siswa : “Yang ini, Buk.”

Guru B : “Iya. Arah rambatannya tegak lurus dengan?”

(Siswa menjawab secara bersamaan)

Guru B : “Apa?”

Siswa : “Arah getarannya tegak lurus dengan arah rambatannya.”

Guru B : “Yang lain gimana?”

Siswa : “Sama, Buk.”

Guru B : “Apa itu gelombang transversal?”

Siswa : “Gelombang transversal yaitu gelombang yang geratarannya tegak lurus

dengan arah rambatnya.”

Guru B : “Iya, gelombang yang arah rambatnya tegak lurus dengan arah

getarannya. Contohnya sekarang, kelompoknya Adnyana,. Eh, sorry,

kelompoknya Angga.”

Siswa : “Gelombang tali.”

Guru B : “Ada lagi?”

Siswa : “Gelombang air.”

Guru B : “Iya. Kemudian, gelombang longitudinal. Kelompoknya Gustu, apa itu

gelombang longitudinal?”

(Siswa membaca buku)

Siswa : “Gelombang longitudinal merupakan gelombang yang arah

rambatannya tegak lurus dengan arah getarannya.”

Guru B : “Kalau sejajar, berarti?”

(Siswa menjawab secara bersamaan)

Guru B : “Ya, arah getarannya dari kanan ke kiri, arah rambatannya juga dari

kanan ke kiri. Contohnya?”

Siswa : “Gelombang slinki.”

Guru B : “Yang lain, gelombang apa?”

Siswa : “Gelombang bunyi.”

Guru B : “Iya, sekarang gelombang berdasarkan medium perambatannya. Lia?”

Siswa : “Gelombang mekanik merupakan gelombang yang merambat

memerlukan medium.”

Guru B : “Iya, gelombang yang merambat memerlukan?”

Siswa : “Medium.”

Guru B : “Artinya kalau nggak ada medium, gelombangnya bisa merambat,

nggak?”

Siswa : “Nggak.”

Guru B : “Tapi ada gelombang yang merambat tidak memerlukan medium. Jadi,

yang mekanik itu memerlukan medium dan gelombang elektromagnetik

itu tidak memerlukan medium. Kalau yang elektromagnetik contohnya

apa, Sukabawu?”

Page 469: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

456

Siswa : “Gelombang cahaya, Buk.”

Guru B : “Kemudian, kalau gelombang mekanik, Anggi, contohnya apa?”

Siswa : “Gelombang tali.”

Guru B : “Lagi?”

Siswa : “Gelombang bunyi, gelombang permukaan air.”

Guru B : “Ya, gelombang bunyi yang paling sering diperdengarkan, ya. Di sini

gelombang bunyi, kalau nggak ada udara, tidak bisa di dengar. Seperti

misalnya di ruang hampa, tidak bisa mendengar. Sudah? Yang terakhir

itu adalah amplitude. Berdasarkan amplitude, berarti ada gelombang

berjalan, ada gelombang?”

Siswa : “Stasioner.”

Guru B : “Ada yang bisa menjelaskan itu?”

(Siswa tidak ada yang angkat tangan)

Guru B : “Agnes, mungkin?”

Siswa : “Kalau gelombang berjalan, itu gelombang mekanik yang amplitudonya

konstan di setiap titik yang dilaluinya.”

Guru B : “Iya, gelombang yang amplitudonya konstan. Kemudian, yang kedua

ada gelombang stasioner. Apa itu gelombang stasioner?”

(Siswa ngkat tangan)

Siswa : “Amplitudonya berubah sesuai dengan posisinya.”

Guru B : “Iya, amplitudonya berubah. Saya hanya mengingatkan kembali, ya.”

(Guru B menampilkan animasi gelombang transversal dan gelombang

longitudinal pada slide)

Guru B : “Nah, ini saya tunjukkan lagi. Yang itu namanya gelombang

transversal, kemudian yang di bawah namanya gelombang longitudinal.

Jadi, di sana, karakteristiknya berbeda, ya. Yang di sana terjadi bukit

dan lembah, kalau yang di sini terjadi?”

Siswa : “Rapatan dan renggangan.”

Guru B : “Iya, rapatan dan renggangan.”

(Guru B lanjut menampilkan gambar gelombang transversal dan gelombang

longitudinal yang disertai keterangan bagian-bagain dari masing-masing

gelombang tersebut)

Guru B : “Nah, kalian bisa lihat di sana, ya. Yang mana namanya bukit, yang

mana namanya lembah, yang mana namanya titik puncak, beda dengan

bukit, ya. Nanti kalau saya sebut titik puncak, berarti beda dengan

bukit. Kalau lembah beda dengan dasar lembah, ya. Sudah? Kemudian

di situ, yang longitudinal, itu ada rapatan dan renggangan. Ada yang

masih nggak tau, nggak? Perlu belajar lagi, nggak?”

Siswa : “Nggak.”

Guru B : “Nah, ini materi utama kita, yaitu mengenai karakteristik gelombang.

Untuk materi pemantulan dan pembiasan, itu sudah kalian dapatkan di

SMP, tapi difraksi dan interferensi baru kalian dapatkan di SMA. Ada

Page 470: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

457

yang masih ingat pemantulan sebelum saya lanjutkan Yang biasanya

terbersit dalam pikiran kalian kalau sudah ngomongin pemantulan,

contohnya apa?

Siswa : “Pemantulan cahaya, pematulan bunyi.”

Guru B : “Kalau pemantulan cahaya, contohnya apa? Yang paling sering kalau

pagi-pagi?”

Siswa : “Cermin.”

Guru B : “Ngapain kalian?

Siswa : “Bercermin.”

Guru B : “Ya. Jadi, bercermin adalah salah satu contoh peristiwa pemantulan.

Kalau itu nggak ada, kalian nggak bisa bercermin. Kemudian apa lagi?

Kalau bunyi misalnya?”

Siswa : “Gema.”

Guru B : “Yang paling sering biasanya digunakan untuk mengukur kedalaman

laut, ya. Terus mengukur panjang goa. Saya ingatkan dulu lagi, ya.

Konsep pemantulan. Kenapa dia bisa memantul?”

(Siswa menjawab secara bersamaan)

Guru B : “Ya, angkat tangannya dulu. Siapa yang bisa menjelaskan konsep

pemantulan itu gimana? Kenapa suatu gelombang dikatakan, oh itu

pemantulan gelombang. Oh, yang itu namanya pembiasan. Oh, itu

namanya difraksi. Apa yang mendasari karakter-karakter gelombang

tersebut? Apa? Kalau pemantulan apa? Ya, Dian coba. Konsep

pemantulan itu gimana? Ayo, konsep pematulan itu terjadi jika

gimana?”

Siswa : “Ada penghalang atau hambatan.”

Guru B : “Iya, pemantulan itu terjadi, jika gelombang menemui suatu

penghalang. Kalau sudah menemui penghalang, maka dia akan?”

Siswa : “Terpantul.”

Guru B : “Ya, kalau misalnya ada orang jalan terus ada penghalang, gimana?”

Siswa : “Terpantul.”

Guru B : “Berbalik ya? Pernah main bola tenis sendiri? Perlu dinding ya untuk

memantulkan.

(Guru menayangkan gambar proses pemantulan cahaya secara teratur dan baur)

Guru B : “Masih inget jenis-jenis pemantulan? Ada pemantulan teratur, ada

pemantulan?”

Siswa : “Tidak teratur.”

Guru B : “Ya, pematulan tidak teratur atau pemantulan baur. Apa bedanya?”

(Siswa angkat tangan)

Guru B : “Ya, Windi?”

Siswa : “Kalau pemantulan teratur itu arah sinar datang sama sinar pantul

sudutnya sama.”

Page 471: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

458

Guru B : “Sudutnya sama? Dimana-mana kalau pemantulan pasti sudut datang

sama dengan sudut pantul. Jadi, apanya yang berbeda?”

Siswa : “Bidang pantulnya.”

Guru B : “Iya, bidang pantulnya yang berbeda, kalau yang teratur bidang

pantulnya rata, kalau yang baur, tidak rata. Masih inget dengan bunyi

hukum pemantulan? Ada yang inget? Ayo, bunyi hukum pemantulan,

bagi yang bisa saya kasih bonus.”

(Siswa angkat tangan)

Guru B : “Ya, Mega. Saya catet namanya dulu, Mega.”

Siswa : “Hukum pemantulan menyatakan bahwa sudut dating sama dengan

sudut pantulnya.”

Guru B : “Apa lagi? Mega bisa ngelanjutin? Ada lagi yang bisa ngelanjutin?”

(Siswa angkat tangan)

Guru B : “Ya, silahkan Dian.”

Siswa : “Bidang pantulnya.”

Guru B : “Iya, bidang pantulnya yang berbeda. Kalau yang teratur bidang

pantulnya rata, kalau yang baur, tidak rata. Masih inget dengan bunyi

hukum pemantulan? Ada yang inget? Ayo, bunyi hukum pemantulan,

bagi yang bisa saya kasih bonus. Iya, Mega. Saya catat namanya dulu.”

Siswa : “Hukum pemantulan menyatakan sudut datang sama dengan sudut

pantulnya.”

Guru B : “Sudut datang sama dengan sudut pantul. Iya, apa lagi? Apa Mega bisa

ngelanjutin lagi satu?

Siswa : “Nggak.”

Guru B : “Oh, nggak. Iya, Tia. Silahkan, Tia.”

Siswa : “Hukum pemantulan cahaya yaitu sinar datang, sinar pantul, dan garis

normal berada terhadap bidang batas dan semuanya berada dalam suatu

ruang.”

(Guru B menayangkan gambar proses pemantulan Hukum Snellius)

Guru B : “Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berada dalam satu bidang

datang atau sinar datang, sinar pantul, dan garis normal bertemu dalam

satu bidang atau satu titik. Ini seharusnya di SMP kalian sudah pahami.

Ini adalah aplikasinya, ya. Salah satunya juga kalian sudah banyak tahu.

(Guru menayangkan gambar proses pembiasan cahaya pada air)

Guru B : “Sekarang konsep pembiasan. Kalau tadi tentang pemantulan sudah

lewat. Nah, sekarang tentang konsep pembiasan. Gelombang akan

mengalami pembiasan jika bagaimana?

Siswa : “Saya, Buk.”

Guru B : “Iya, Gustu.”

Siswa : “Berada pada medium yang berbeda.”

Guru B : “Iya. Melalui dua medium yang berbeda kerapatannya. Kalau dia tidak

berbeda, maka tidak akan terjadi peristiwa pembiasan. Pembiasan itu

Page 472: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

459

contohnya adalah suara pada malam hari terdengar lebih keras

dibandingkan dengan siang hari. Kemudian apalagi contoh yang lain?

Siswa : “Dasar kolam pada siang hari terlihat lebih dangkal.”

Guru B : “Iya dasar kolam terlihat lebih dangkal. Nanti kalau main ke Mumbul

(kolam renang), kalau nggak tau, jangan langsung nyebur aja, ya, Oh,

kolamnya dangkal, tapi taunya kelelep (tenggelam). Ada lagi yang

lain?”

Siswa : “Kalau misalkan pensil yang dicelupkan ke gelas itu akan kelihatan

bengkok.”

Guru B : “Pensil yang dimasukkan dalam gelas jadi bengkok, tapi janganlah

pensil terlalu sengaja banget.”

Siswa : “Pipet.”

Guru B : “Iya, pipet, ya. Yang paling sering saat kalian beli es campur atau es

gula, pasti pakai pipet. Kalau diperhatikan pipetnya seperti patah ya,

tapi kalau diangkat pipetnya nggak patah. Kalau patah kan nggak bisa

dipakai minum. Apalagi?”

Siswa : “Ada pelangi saat setelah hujan.”

Guru B : “Iya, ada pelangi saat setelah hujan, ya. Kan tadi hujan, habis itu ada

matahari, biasanya ada pelangi, entar lihat ada pelangi atau tidak ya.

Hukum pembiasan ini kan sudah didapat waktu SMP ya, kalian bisa

mengingat kembali, ketika sinar datang dari medium yang kurang rapat,

kurang rapat itu di udara ke medium yang lebih rapat yaitu air. Iya ini

peristiwa pipet tadi, maka dia akan dibiaskan mendekati garis normal.

Ini pipetnya, ini gelasnya misalnya, ya. Nah, ketika dia dimasukkan

dalam air, maka akan dibiaskan mendekati garis normal. Iya, jadi itu

yang membuat kenapa dia menjadi patah. Nah ini tadi ya, pelangi, di air

terjun pasti muncul. Nah, yang sering main ke air terjun pasti pernah

melihat, tapi hati-hati nanti kepleset.

(Guru B menayangkan gambar kacamata, kamera, lup, dan teropong)

Guru B : “Sudah? Sekarang kita akan bahas mengenai teknologi yang lain adalah

lensa kacamata, kamera, lup. Ini sudah kelas 10 kalian dapet, pas di alat

optik. Nah, ini yang baru, yaitu difraksi. Ini konsep baru, di SMA kalian

dapet. Nah, kenapa suatu gelombang bisa mengalami difraksi, syaratnya

apa?”

Siswa : “Saya, Buk.”

Guru B : “Iya, Rani.”

Siswa : “Adanya penghalang yang berupa celah sempit.”

Guru B : “Iya, adanya penghalang yang berupa celah sempit. Nah, artinya ketika

dia sebernarnya kedap gitu ya, tiba-tiba diberi lubang sedikit saja, maka

air sebagai gelombang, itu akan mengalami, apa namanya kalau difaksi

istilah lainnya?”

Siswa : “Pelenturan.”

Page 473: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

460

Guru B : “Iya, pelenturan. Lentur dia ya, dia ngikutin alur.”

(Guru B menayangkan gambar fenomena orang mendengar radio dari balik pintu)

Guru B : “Kalian ada yang kos kan ya, atau dirumah misalnya, didalam kamar

kalian ngidupin radio atau tape, tetanggga sebelah bisa dengar, nggak?

Siswa : “Bisa.”

Guru B : “Iya, bisa kedengeran, ya. Walaupun kalian sudah tutup rapat

kamarnya, tetep saja ada yang kedengeran. Nah, kenapa?”

Siswa : “Karena ada lubang kecil.”

Guru B : “Iya, contohnya apa misalnya?

Siswa : “Jendela, ventilasi, dan lubang bawah pintu.”

Guru B : “Nah, lewat lubang kunci juga bisa dia masuk. Sudah?

(Guru B menayangkan gambar fenomena difraksi pada air yang melewati celah

sempit)

Guru B : “Nah, ini contohnya ya, kita kasi celah atau sekat, maka akan tampak,

nah kalian bisa lihat?”

Siswa : “Bisa.”

Guru B : “Tampak garis-garis kecil halus ini, ya. Ini adalah akibat dari difraksi

itu. Nanti kalian bisa amati di rumah. Nanti kalian bisa bendung dulu

airnya, lalu dikasih celah, kemudian diamati. Sekarang interferensi,

interferensi kan berbeda dengan difraksi. Kalau interferensi itu apa?

Interferensi? Terjadi jika ada dua gelombang yang koheren. Koheren itu

artinya gelombang yang memiliki frekuensi yang sama dan beda fase

yang sama. Disini interferensi itu ada dua, ada interferensi destruktif

dan interferensi konstruktif. Konstruktif itu artinya saling menguatkan

maka dia kan muncul pola gelap atau terang. Kalau dia saling

menguatkan, maka akan muncul pola?”

Siswa : “Gelap.”

Guru B : “Iya, gelap. Sudah?

(Guru B menayangkan gambar tangki riak)

Guru B : “Untuk mengamati karakteristik-karakteristik gelombang tersebut, kita

dapat menggunakan tangki riak. Sayangnya, tangki riaknya rusak. Jadi,

kita nggak bisa makek tangki riaknya. Mungkin tahun depan baru bisa

kita gunakan. Nah, ini saya tampilkan replika tangki riak. Kalain bisa

lihat di sana, tangki riak itu terdiri dari sebuah meja yang diisi air.

Kemudian ada sumber penggetar yang digerakkan dengan motor.

Kemudain ada sumber cahayanya. Nah, nanti di sana, kita akan

mengamati beberapa pola gelombang. Bisa pola pematulan, seperti

yang saya tampilkan tadi.

(Guru B menayangkan gambar pematulan pada muka gelombang)

Guru B : “Nanti di situ ada muka gelombang, sumber dari gelombangnya, itu

akan menghasilkan muka gelombang. Muka gelombang itu akan jalan

Page 474: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

461

nanti, ya. Kemudian ketika bertemu penghalang, dia akan di pantulkan.

Entar saya kasih videonya, biar kalian bisa lihat.

(guru menayangkan gambar proses pembiasan)

Guru B : “Kemudian untuk pembiasan. Pembiasan itu konsepnya adalah, seperti

yang saya bilang tadi. Ketika dia menemui dua medium yang berbeda

kerapatannya, maka dia akan mengalami peristiwa pembiasan. Yang

dipakai di sana adalah pelat kaca.”

(Guru B menyampaikan materi tentang difraksi dan refraksi)

Guru B : “Sudah? Sambil berdiskusi sama temannya, saya kasih video, ya. Nah,

di sini kita akan mengamati bagaimana pola yang dihasilkan dari tangki

riak, ya.”

(Guru B menayangkan video seseorang yang sedang melakukan percobaan

dengan tangki riak)

Guru B : “Nah, kita lihat disana, itu cuman menggunakan satu getaran saja, ya.

Maka dia akan membentuk pola di sana. Itu tadi satu penggetar. Nah,

sekarang penggetarnya ditambah jadi dua, maka dia akan terjadi

interferensi. Kalian bisa lihat di sana polanya. Nah, di sana akan terjadi

pola gelap dan pola terang. Dia di sana tanpa penghalang. Kalau pakai

penghalang, akan terjadi peristiwa pemantulan. Kalau pakai celah, dia

akan terjadi peristiwa difraksi. Kalau untuk pembiasan, dua medium

yang berbeda, dipakai di sebelahnya ada kaca, kemudian yang

sebelahnya udara, maka dia akan terjadi peristiwa pembiasan. Nah,

berarti banyak percobaan yang bisa dilakukan di sana. Nah, yang

sedang saya tampilkan ini adalah percobaan tentang interferensi. Bisa

dipahami?”

Siswa : “Bisa.”

Kegiatan Penutup

Guru B : “Baik, silahkan diskusikan dulu sama temannya jawaban LKS-nya, biar

nggak ada masalah. Kalau tidak, silahkan dikumpulkan, dijepret, ya.”

(Bel pemberitahuan persembahyangan berbunyi. Siswa mengumpulkan jawaban

LKS. Siswa melakukan Puja Tri Sandya)

Guru B : “Ya, Paramasantih, ya.”

Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”

Catatan Lapangan

1. Guru mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan akan dibahas.

2. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan

dilakukan.

3. Guru tidak memfasilitasi kegiatan menanya (tidak memancing siswa agar

bertanya).

Page 475: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

462

4. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa melakukan

percobaan gelombang slinki, gelombang tali, gelombang air, serta

menayangkan animasi, gambar, dan video.

5. Guru memfasilitasi kegiatan mencoba dengan menyuruh siswa melakukan

percobaan gelombang slinki, gelombang tali, dan gelombang air, serta

mendemosntrasikan video praktikum tangki riak.

6. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa

permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut dari percobaan yang

telah dilakukan dan memberikan pertanyaan mengapa, apa, dan bagaimana

saat pembelajaran berlangsung.

7. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dalam bentuk kerja kelompok

dan tanya jawab.

8. Guru memberikan nilai tambahan bagi siswa yang dapat menjawab

pertanyaan yang diajukannya.

9. Guru aktif menuntun siswa pada saat praktikum.

10. Guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media

powerpoint, gambar, dan video dalam menyampaikan materi.

11. Materi yang disampaikan guru bersifat konseptual dan kontekstual

12. Guru menyampaikan materi secara sistematis, dari mudah ke sulit dan dari

konkrit ke abstrak.

13. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai alokasi waktu yang direncanakan.

14. Guru terampil dalam menggunakan sumber belajar slinki dan tali, serta media

powerpoint.

15. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan

menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum.

16. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan

siswa dengan sumber belajar.

17. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.

18. Guru merespon positif jika ada peserta didik yang bertanya atau berpendapat.

19. Guru menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis dengan baik.

20. Volume suara guru terdengar jelas.

21. Cara berpakaian guru sopan.

22. Upaya pengembangan aspek religious siswa dilakukan guru melalui

pemberian salam sebelum dan sesudah pembelajaran, persembahyangan

sesudah pembelajaran, dan penyampaian beberapa fenoma fisis dalam

kehidupan keseharian siswa.

23. Guru meminta siswa mengumpulkan jawaban LKS yang telah dibuat.

24. Guru tidak menyimpulkan materi pembelajaran pada kegiatan penutup.

25. Guru tidak memberikan kuis dan PR.

26. Guru tidak menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.

Page 476: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

463

Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru B

Kode : Obs/D2/GB/30-04-2015

Jenis Data : Observasi Kelas

Subjek Siswaan : Guru B

Hari/Tanggal : Senin, 11 Mei 2015

Pokok Bahasan : Percobaan Melde

Jam : 5-6

Tempat : Laboratorium Fisika

Kegiatan Pendahuluan

Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”

Guru B : “Om Swastyastu. Sudah? Kelompoknya terpaksa saya rubah karena

alatnya cuman ada lima, ya. Satu kelompok terdiri dari tujuh orang.

Sudah? Nggak ada lebih. Jumlah siswanya 35 soalnya. Hari ini kita

praktikum Melde. Ini alat-alat yang akan digunakan, sudah disiapkan di

depan. Jadi, yang harus kalian perhatikan nanti, pembacaan yang ada di

alatnya. Misalkan kalau alatnya memerlukan tegangan 3 volt, silahkan

pakai yang 3 volt. Jangan melebihi, biar nggak meledak. Itu yang saya

wanti-wanti. Sudah? Kemudian di vibrator, itu tertera maksimal 100

gram. Jadi, massa yang digunakan tidak boleh lebih dari 100. Jadi,

kalian gunakan massa yang kurang dari 100. Di sini akan ada variasi

massa. Sudah? Jangan megambel Alit! Yang ini ada variasi massa,

kalian silahkan variasi massa. Kemudian, panjang talinya tidak usah

kalian ubah-ubah lagi, ya. Karena tidak variabel pengaruh panjang tali

di sini. Kemudian untuk miu (µ) benang, itu suda saya carikan. Biar

nggak berebutan menggunakan neraca digital. Nilainya bisa kalian lihat

di papan. Kemudian frekuensi PLN untuk vibratornya itu adalah 50 Hz.

Kemudian, nanti buat grafiknya sesuai permintaan pada LKS-nya.

Nanti praktikum bisa dilaksanakan, kalau alatnya sudah terpasang,

silahkan lapor sama saya, nanti saya nilai dulu, baru boleh dihidupkan,

biar nggak berbahaya. Sudah? Nanti setiap kelompok saya nilai per

siswa. Ada pertanyaan? Kalau tidak, silahkan kerja kelompok. Ambil

satu daya, satu penggaris, dan satu perangkat praktikumnya. Kemudian

ambil LKS-nya juga ke depan.”

Kegiatan Inti

(Masing-masing perwakilan kelompok maju ke depan)

Guru B : “Jangan berebut, ya.”

Siswa : “Iya, Buk.”

(Masing-masing kelompok merangkai alat praktikum. Guru B mengawasi dari

depan).

Guru B : “Baca lagi LKS-nya, ya. Biar nggak salah ngambil data nanti.”

Siswa : “Iya, Buk.”

Lampiran 5.7

Page 477: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

464

(Guru B bergerak menuju kelompok 1 yang sudah selesai merangkai alat

praktikum)

Guru B : “Saya tanya dulu. Kalian sudah baca materi sebelumnya?”

(Siswa tidak menjawab)

Guru B : “Bener nggak voltage yang digunakan disini DC?”

Siswa : “Salah, Buk.”

Guru B : “Seharusnya?”

Siswa : “AC.”

(Guru B memberikan tanda plus pada kolom nama siswa yang menjawab)

Guru B : “Saya tanya lagi. Kabel pada vibrator ini dipasang bolak-balik boleh?”

Siswa : “…..”

Guru B : “Ini tegangan yang pakai berapa?”

Siswa : “4 volt.”

Guru B : “Kenapa 4 volt?”

Siswa : “Karena di vibratornya tertulis maksimal 4 volt.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Di sana bebannya berapa kalian kasih?”

Siswa : “5 gram.”

Guru B : “Maksimum berapa?”

Siswa : “100 gram.”

Guru B : “Coba kalian hidupkan ?”

(Siswa menghidupkan power supply)

Guru B : “Apa yang bisa kalian lihat di sana?”

Siswa : “Gelombang tali.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Bagaimana caranya menentukan satu gelombang? Satu gelombang

darimana ke mana? Tunjukkan sama saya yang mana satu gelombang.”

Siswa : “Dari sini sampai sini.”

Guru B : “Ya, pinter. Karena dari sini tidak jelas kelihatan, kamu ambil dari sini,

ya. Kalau dari sini, yang mana satu gelombang?”

Siswa : “Sampai sini, Buk.”

Guru B : “Terdiri dari berapa dia kalau sampai sini? Ayo, yang mana satu

gelombang?”

Siswa : “Sampai di sini, Buk.”

Guru B : “Terdiri dari berapa?”

Siswa : “Satu puncak satu lembah.”

Guru B : “Atau berapa simpul?”

Siswa : “Dua, Buk.”

(Guru B mematikan power supply)

Guru B : “Berapa?”

(Siswa bingung)

Guru B : “Ayo, jawab. Berapa?”

Page 478: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

465

(Siswa terdiam)

Guru B : “Nah, dibuka lagi bukunya. Nah, di situ kan diminta lamda, ya. Kalian

ngitungnya dengan cara apa?”

(Siswa berdiskusi. Guru B menghidupkan power supply)

Guru B : “Kemarin kan sudah kita bahas. Apa hubungannya dengan panjang tali?

Nia, satu lamda dihitung dengan cara apa?”

Siswa : “Panjang tali per jumlah gelombangnya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Ya, silahkan praktikum sesuai LKS-nya, ya.”

(Guru B bergerak ke kelompok 2)

Guru B : “Suda? Siapa yang bisa menyebutkan alat dan bahan yang digunakan?”

Siswa : “Saya, Buk. Vibrator, catu daya, kabel, terus katrol, penggaris, sama tali

benang.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Arusnya itu kenapa AC?”

Siswa : “Karena sumbernya listrik. Sedangkan DC itu kan sumbernya baterai.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Kemudian, kalau kabel vibrator ini saya tukar, boleh nggak?”

Siswa : “Boleh.”

Guru B : “Kenapa?”

Siswa : “Yang penting satu tempat dia vibrator sama catu dayanya.”

Guru B : “Kenapa?”

Siswa : “Positif negatif nya di sini kan nggak ada hubungan dia.”

Guru B : “Nggak ada hubungan? Kenapa?”

Siswa : “Warna kabelnya nggak mempengaruhi, Buk.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Dari percobaan ini, kalian akan mengamati apa?”

Siswa : “Gelombang, Buk?”

Guru B : “Satu gelombang terdiri dari?”

Siswa : “Satu bukit satu lembah.”

Guru B : “Coba sekarang hidupkan.”

(Siswa menghidupkan power supply, namun vibratornya tidak bekerja. Guru B

meminta bantuan laboran untuk menanganinya. Guru B kemudian bergerak

menuju kelompok 3)

Guru B : “Siapa yang bisa menyebutkan nama alat yang digunakan.”

Siswa : “Saya, Buk. Jadi, kita memakai alat, ini vibrator, ini tali, ini katrol,

sama catu daya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Ini tegangannya AC, boleh nggak saya minta pakai DC aja?”

(Siswa tidak menjawab)

Guru B : “Boleh, nggak? Kok tau AC? Dengar dari teman?”

Siswa : “Ini orang di vibratornya bacaannya AC, Buk.”

Page 479: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

466

Guru B : “Kalau saya ganti DC boleh, nggak?”

Siswa : “Kalau AC kan arus bolak-balik, kalau DC kan searah. Kan beda

jadinya dia, Buk.”

Guru B : “Berarti digunakan apa?”

Siswa : “Arus bolak-balik.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Iya, pada titik kesetimbangan.”

(Guru B menggambarkan getaran bandul sederhana di papan tulis)

Guru B : “Kemudian yang akan kalian hitung itu apanya?”

(Siswa membaca tujuan praktikum yang tertera pada LKS)

Guru B : “Kemudian yang dicari itu cepat rambat gelombang, lalu kita

menggunakan tali ini untuk apa?”

Siswa : “Mencari lamda.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Bagaimana cara ngitung lamda?”

Siswa : “Lamda dihitung dari panjang tali dibagi jumlah gelombang.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Ya, sekarang coba lakukan praktikumnya.”

(Siswa menghidupkan power supply)

Guru B : “Itu voltage-nya berapa?”

Siswa : “Dua.”

Guru B : “Maksimal?”

Siswa : “Tiga.”

Guru B : “Kalau gelombangnya terlalu lemah, coba ini diganti massanya.”

(Siswa mengganti massa beban)

Guru B : “Yang mana namanya satu gelombang?”

Siswa : “Dari sini sampai sini, Buk.”

Guru B : “Iya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Suda? Vivi bisa nentuin satu gelombang? Bisa? Berarti nanti kalian

ngukur panjang gelombangnya gimana?”

(Siswa terdiam)

Guru B : “Dihitung dulu jumlah gelombangnya. Terus nanti panjang talinya bagi

jumlah gelombang. Ya, silahkan praktikum.”

(Guru B meninggalkan kelompok 3 dan bergerak menuju kelompok 4)

Guru B : “Siapa yang mau menyebutkan alat dan bahan yang digunakan?”

Siswa : “Saya, Buk. Beban, katrol, tali, vibrator, kabel, dan catu daya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Itu tengan pada power supply AC apa DC?”

Siswa : “AC, Buk. Soalnya listriknya sumbernya dari PLN.”

Guru B : “Nah, sekarang coba bacakan di vibratornya, AC apa DC?”

Siswa : “AC, Buk.”

Page 480: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

467

Guru B : “Maka dari itu tegangan yang dipasang pada catu daya harus?”

Siswa : “AC.”

Guru B : “Iya, harus sesuai. Kalau saya tukar itu kabelnya, boleh nggak? Yang

merah saya bawa ke hitam, terus yang hitam saya bawa ke merah.

Boleh, nggak?”

Siswa : “Boleh, Buk. Sama saja.”

Guru B : “Kenapa? Kok kamu bilang itu sama, kenapa?”

Siswa : “Soalnya warna kabel itu tidak menntukan sumber positif negative,

Buk. Tergantung kita nyolokinnya itu dimana.”

Guru B : “Berarti kalau yang hitam itu saya tukar warna kuning, boleh nggak?”

Siswa : “Boleh, Buk.”

Guru B : “Kenapa?”

Siswa : “Tidak ada keterangan positif negatifnya di sini, Buk.”

Guru B : “Iya, karena tidak ada keterangan positif negative.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Kemudian, coba ceritakan sama saya, apa yang dilihat dari benang ini

nanti?”

Siswa : “Gelombang, puncaknya, perut, simpul, sama cepat rambat

gelombangnya.”

Guru B : “Jadi, yang bisa dilihat di sini adalah pola gelombang. Dari pola

gelombang itu, kamu harus bisa menentukan berapa yang namanya satu

gelombang. Satu gelombang terdiri dari apa?”

Siswa : “Satu puncak dan satu lembah.”

Guru B : “Iya, satu puncak dan satu lembah.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Berarti, untuk ngitung satu lamda, gimana caranya dari benang ini?”

Siswa : “Panjang tali dibagi jumlah gelombang.”

Guru B : “Iya, coba kamu praktikum satu kali aja.”

(Siswa menghidupkan power supply)

Guru B : “Jangan terlalu berat ini. Matikan dulu, ini terlalu berat. Coba ganti

massanya yang lebih kecil.”

(Siswa mengganti massa dan melanjutkan praktikum)

Guru B : “Itu berapa volt dipakai?”

Siswa : “Dua.”

Guru B : “Di vibrator berapa?”

Siswa : “Maksimum tiga.”

Guru B : “Yang namnya satu lamda yang mana? Dari mana sampai mana?”

Siswa : “Dari sini sampai sini, Buk.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Silahkan lanjutkan percobaannya, ya?”

(Guru B kemudian bergerak menuju kelompok 5)

Guru B : “Yang di sini, sudah?”

Page 481: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

468

Siswa : “Sudah, Buk.”

Guru B : “Siapa yang bisa menyebutkan alat-alatnya?”

Siswa : “Saya, Buk. Beban, katrol, tali, vibrator, kabel, dan catu daya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Arus yang dipakai AC apa DC?”

Siswa : “AC, Buk.”

Guru B : “Kenapa AC?”

Siswa : “Karena isi gambar gelombang.”

Guru B : “Gelombang? Kalau AC gambarnya gelombang? Itu artinya apa?”

Siswa : “Bolak-balik.”

Guru B : “Iya, bukan gambar gelombang, ya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Kalau saya tukar kabelnya, boleh nggak?”

Siswa : “Boleh.”

Guru B : “Iya, karena tidak ada keterangan positif negatifnya. Itu tegangannya

berapa dipasang?”

Siswa : “Tiga.”

Guru B : “Kenapa?”

Siswa : “Karena maksimalnya empat.”

Guru B : “Iya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Apa yang kalian ukur nanti dengan alat ini?”

Siswa : “Panjang gelombang.”

Guru B : “Bagaimana caranya ngukur?”

Siswa : “Panjang tali dibagi banyaknya gelombang.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Panjang talinya darimana sampai mana diukur?”

Siswa : “Dari situ sampai sini.”

Guru B : “Sampai sini diukur?”

Siswa : “Sampai katrol.”

Guru B : “Iya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Ya, sekarang coba hidupkan.”

(Siswa menghidupkan power supply)

Guru B : “Sudah? Coba ini diganti bebannya dulu.”

(Siswa mengganti beban dan melanjutkan praktikum)

Guru B : “Yang mana namanya satu gelombang? Dari mana sampai mana?”

Siswa : “Dari sini sampai sini.”

Guru B : “Iya.”

(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)

Guru B : “Ya, silahkan lanjutkan praktikumnya.”

Page 482: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

469

(Semua siswa melakukan praktikum. Guru B aktif membimbing siswa yang

mengalami kendala dalam mengambil data)

Guru B : “Setelah kalian dapat data, langsung dianalisis sesui LKS yang

diberikan, ya.”

(Siswa menganalisis data berdasarkan suruhan pada LKS. Siswa menggambar

grafik hubungan tegangan tali dan kuadrat cepat rambat gelombang pada kertas

milimeter block)

Guru B : “Silahkan dikumpul LKS dan jawabannya, ya. Jawabannya tulis di

kertas double folio.”

(Perwakilan masing-masing kelompok mengumpul LKS dan jawabannya)

Guru B : “Sudah, ya. Kita akan perhatikan pekerjaan teman-temannya dulu. Di

sini ada beberapa yang salah menganalisis data karena kalkulatornya

bermasalah mungkin, ya. Ini kelompoknya Adnyana. Mungkin nanti

bisa diulang lagi analisisnya. Untuk yang lain, tidak terlalu banyak

permasalahan, ya. Nah, untuk praktikumnya, tadi kan berbanyak, ya.

Kalian harus pahami cara praktikumnya, biar nanti ujian praktek, kalian

bisa praktikum sendiri. Tadi kan saling bantu. Nanti kalau praktikum

sendiri, nggak bisa kayak gitu. Di sini tadi kan diminta untuk

menentukan hubungan cepat rambat gelombang dengan tegangan

dawai, jawabannya gimana? Mega, gimana hasilnya?”

Siswa : “Berbanding lurus.”

Guru B : “Yang lain, gimana?”

Siswa : “Sama, Buk.”

Guru B : “Kemudian untuk menyelidiki cepat rambat gelombang dengan

kerapatn linear. Kerapatan linear di sini artinya, apa? My, ya. Gimana

hubungannya?”

Siswa : “Berbanding terbalik.”

Guru B : “Semua sudah dapat jawaban seperti itu, ya?”

Siswa : “Iya.”

Guru B : “Nah, bentuk grafiknya seperti apa?”

Siswa : “Naik.”

Guru B : “Seharusnya kalian dapat grafik persamaan kuadrat. Kalau kalian dapat

grafik garis linear saja, mungkin itu kenapa? Karena skala yang kalian

gunakan itu tidak tepat. Misalkan 2 ke 4, kemudian ke 6. Jadi, gunakan

skala yang stabil, ya. Jangan sampai, 2, 2, 5, 10, 15, gitu kan salah, ya.

Jadi, itu nanti yang menyebabkan grafiknya salah.”

Kegiatan Penutup

Guru B : “Nah, ada pertanyaan dulu sebelumnya?”

Siswa : “Tidak.”

Guru B : “Kalau tidak, nanti kita alnjutkan hari Senin. Hari kamis libur, ya. Ya,

sekarang kita Parama Santih dulu.”

Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.

Page 483: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

470

Catatan Lapangan

1. Guru mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang sedang dibahas.

2. Guru menyampaikan garis besar kegiatan yang akan dilakukan.

3. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa mengamati

pola gelombang pada praktikum Melde.

4. Guru memfasilitasi kegiatan mencoba dengan menyuruh siswa melakukan

praktikum melde.

5. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa

permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut dari percobaan yang

telah dilakukan dan memberikan pertanyaan mengapa, apa, dan bagaimana

saat pembelajaran berlangsung.

6. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dalam bentuk kerja kelompok

dan tanya jawab.

7. Guru memberikan nilai tambahan bagi siswa yang dapat menjawab

pertanyaan yang diajukannya.

8. Guru aktif menuntun siswa pada saat praktikum.

9. Materi yang disampaikan guru bersifat konseptual.

10. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai alokasi waktu yang direncanakan.

11. Guru terampil dalam menggunakan alat dan bahan praktikum.

12. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan

menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum.

13. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan

siswa dengan sumber belajar.

14. Guru memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk melakukan

praktikum.

15. Guru melakukan penilaian bagi siswa yang mampu menjawab pertanyaannya.

16. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.

17. Guru dibantu oleh laboran dalam menangani alat yang rusak dan membantu

siswa yang kesulitan dalam mengambil data praktikum.

18. Guru merespon positif jika ada peserta didik yang bertanya atau berpendapat.

19. Guru menegur siswa yang tidak serius mengikuti pembelajaran.

20. Guru menggunakan bahasa lisan dengan baik.

21. Volume suara guru terdengar jelas.

22. Cara berpakaian guru sopan.

23. Upaya pengembangan aspek religious siswa dilakukan guru melalui

pemberian salam sebelum dan sesudah pembelajaran.

24. Guru meminta siswa mengumpulkan jawaban LKS yang telah dibuat.

25. Guru membahas LKS, mengevaluasi, dan menyimpulkan hasil praktikum

pada kegiatan penutup.

26. Guru tidak memberikan kuis dan PR.

27. Guru tidak menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.

Page 484: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

LAMPIRAN 6

DOKUMENTASI PENELITIAN

Page 485: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

471

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Wawancara dengan Guru A Gambar 2. Wawancara dengan Guru B

Gambar 3. Wawancara dengan Siswa

Guru A

Gambar 4. Wawancara dengan Siswa

Guru B

Gambar 5. Wawancara dengan Pengawas

Akademik

Gambar 6. Guru A menuntun siswa

mengerjakan LKS (Obs/D1)

Lampiran 6

Page 486: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

472

Gambar 7. Siswa Guru A mempresentasikan

tugas proyek (Obs/D2)

Gambar 8. Guru A melakukan penilaian

proyek (Obs/D2)

Gambar 9. Siswa Guru A mempresentasikan

tugas proyek (Obs/D2)

Gambar 10. Guru A memberikan apersepsi

gelombang berjalan (Obs/D3)

Gambar 11. Guru A menjelaskan konsep

gelombang stasioner (Obs/D3) Gambar 12. Guru A memberikan soal

latihan (Obs/D3)

Page 487: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

473

Gambar 13. Guru A memberikan tips

penyelesaian soal (Obs/D3)

Gambar 14. Guru A menuntun siswa

mengerjakan soal latihan

(Obs/D3)

Gambar 15. Siswa Guru A menjelaskan

jawaban soal latihan (Obs/D3)

Gambar 16. Guru A membahas

jawaban siswa (Obs/D3)

Gambar 17. Guru A menjelaskan konsep

gelombang berjalan dengan

media powerpoint (Obs/D3)

Gambar 18. Guru A menurunkan rumus

berdasarkan kasus pada

powerpoint (Obs/D3)

Page 488: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

474

Gambar 19. Guru B memberikan

apersepsi (Obs/D1)

Gambar 20. Guru B membagikan LKS

(Obs/D1)

Gambar 21. Siswa Guru B

mengumpulkan informasi dari

buku dan internet (Obs/D1)

Gambar 22. Guru B menuntun siswa

mengerjakan soal-soal LKS

(Obs/D1)

Gambar 23. Siswa Guru B

mengkomunikasikan jawaban

soal-sola LKS (Obs/D1)

Gambar 24. Guru B bersama siswa

menyampaikan salam

pembuka (Obs/D2)

Page 489: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

475

Gambar 25. Guru B menyampaikan garis

besar rencana kegiatan

pembelajaran (Obs/D2)

Gambar 26. Guru B membagikan LKS

materi karakteristik gelombang

(Obs/D2)

Gambar 27. Guru B menjelaskan teknis

demonstrasi dengan slinki dan tali

(Obs/D2)

Gambar 28. Guru B menuntun siswa

melakukan demonstrasi

gelombang slinki (Obs/D2)

Gambar 29. Guru B menuntun siswa

melakukan demonstrasi

gelombang tali (Obs/D2)

Gambar 30. Guru B menuntun siswa

melakukan demonstrasi

gelombang air (Obs/D2)

Page 490: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

476

Gambar 31. Guru B menuntun siswa

menjawab soal-soal LKS

(Obs/D2)

Gambar 32. Guru B menjelaskan materi

dengam ceramah berbantuan

media power point (Obs/D2)

Gambar 33. Animasi pada powerpoint Guru

B tentang proses terbentuknya

gelombang transversal (Obs/D2)

Gambar 34. Guru B menjelaskan penerapan

konsep pembiasan gelombang

dalam teknologi (Obs/D2)

Gambar 35. Guru B menjelaskan definisi

gelombang dengan gambar

(Obs/D2)

Gambar 36. Siswa Guru B menjelaskan

hukum Snellius pada

pemantulan gelombang

(Obs/D2)

Page 491: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

477

Gambar 37. Guru B menjelaskan

prosedur praktikum (Obs/D3)

Gambar 38. Guru B memfasilitasi siswa yang

bertanya (Obs/D3)

Gambar 39. Guru B menuntun siswa

merangkai alat praktikum

(Obs/D3)

Gambar 40. Siswa Guru B menyebutkan alat

dan bahan praktikum yang

digunakan (Obs/D3)

Gambar 41. Guru B menugaskan siswa

menunjukkan definisi satu

gelombang (Obs/D3)

Gambar 42. Guru B melakukan penilaian

kinerja praktikum (Obs/D2)

Page 492: Contoh Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Fisika

478

Gambar 43. Siswa Guru B melakukan

praktikum Melde (Obs/D3)

Gambar 44. Siswa Guru B mencatat data

praktikum yang diperoleh

(Obs/D3)

Gambar 45. Siswa Guru B menggambar

grafik hubungan tegangan

benang dan kuadrat cepat

rambat gelombang

berdasarkan data yang

diperoleh (Obs/D3)

Gambar 46. Guru B membahas dan

mengevaluasi hasil praktikum

masing-maing kelompok

(Obs/D3)