Page 1
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA
DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013
(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)
SKRIPSI
OLEH
I GEDE DANA SANTIKA
NIM. 1113021077
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015
Page 2
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA
DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013
(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Pendidikan Ganesha
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Pendidikan Fisika
OLEH
I GEDE DANA SANTIKA
NIM. 1113021077
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
JULI 2015
Page 8
Tentang Penulis Nama lengkap penulis adalah I Gede Dana Santika. Penulis berasal
dari sebuah keluarga petani di sebuah dusun kecil di Pulau Nusa
Penida, yaitu Banjar Metaki, Desa Klumpu, Kecamatan Nusa Penida.
Di masa kecilnya, penulis hobi memelihara burung kutilang dan
menanam tanaman pangan. Penulis tidak pernah mengeyam
pendidikan TK atau PAUD, padahal di daerah penulis saat itu sudah
ada TK. Pada waktu itu, penulis lebih suka membantu orang tua
mencari rumput untuk makanan sapi dibanding masuk TK. Pendidikan
keras dari kakek saat itu merupakan modal kesuksesan penulis saat
ini. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SDN 2
Klumpu. Penulis mendapat ranking 4 dari 14 siswa sejak kelas 1
sampai dengan kelas 4 SD. Baru setelah kelas 5 SD, penulis berhasil
mendapat ranking 3. Pada saat Ujian Nasional SD, penulis mendapat
NEM nomor 2 terbesar dari 14 siswa satu angkatannya. Karena
prestasi itulah, orang tua penulis, ditengah keadaan ekonomi yang
serba kekurangan, berusaha merayakan hari ulang tahun penulis sebagai sebuah hadiah atas
prestasi tersebut. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Nusa Penida. Pada saat itu, penulis
tinggal di rumah kos. Hari pertama penulis jauh dari kedua orang tua, penulis menangis karena
rindu. Penulis memasak sendiri makanan selama hidup di kos dengan menggunakan kompor
minyak yang dibelikan oleh orangtua di awal semester. Untuk menuju ke SMPN 2 Nusa Penida,
penulis harus mengayuh sepeda sejauh 10 km melewati jalan yang berbukit-bukit. Hari senin pagi
sekitar pukul 5, penulis sudah siap dengan sepeda polygon pemberian paman dan bekal makanan
yang telah disiapkan oleh ibu. Penulis mengayuh sepeda melewati jalan yang gelap tanpa ada
penerangan. Semester pertama di kelas 7, penulis memperoleh juara 2 umum. Kemudian untuk
semester selanjutnya, penulis selalu memperoleh juara 1 umum hingga lulus SMP. Pada saat SMP,
penulis selalu mempersulit guru-guru IPA-nya dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah
disiapkannya semalam sebelumnya. Bahkan pernah guru biologi penulis sampai harus bertanya ke
seorang dokter karena tidak bisa menjawab pertanyaan penulis. Minat dan bakat penulis akan
fisika mulai muncul sejak kelas 8 SMP. Penulis berhasil mengukir prestasi sebagai juara 3
olimpiade fisika tingkat SMP, yang diikuti oleh siswa dari 20 SMP di Kabupaten Klungkung. Karena
kecintaannya akan fisika, penulis bahkan pernah meminta ijin guru untuk mengikuti
pembelajaran fisika di kelas 7, padahal penulis saat itu sudah kelas 9.
Setelah lulus dari SMP, penulis melanjutkan
studi di SMAN 1 Nusa Penida. Selama
mengeyam pendidikan SMA, penulis mencetak
beberapa prestasi, diantaranya juara umum 1
dari kelas 10 sampai kelas 12; juara 2 siswa
teladan tingkat Kabupaten Klungkung; juara 2
lomba debat bahasa inggris tingkat Kabupaten
Klungkung, dan juara 1 olimpiade fisika tingkat
Kabupaten Klungkung. Penulis juga pernah
menjadi ketua OSIS SMAN 1 Nusa Penida. Sejak
SD sampai SMA, penulis tidak pernah
berbelanja di kantin. Bekal mingguan yang
diberikan orang tua hanya cukup untuk makan
di kos. Penulis sering memberikan jasa
pengerjaan tugas/PR kepada teman-teman
SMA untuk mendapatkan uang tambahan.
Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan studi
S1 di Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas
Pendidikan Ganesha, Singaraja, dengan
mendapatkan beasiswa BIDIKMISI penuh selama
4 tahun. Pada masa kuliah, penulis rajin
mengikuti kegiatan ilmiah, seperti Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM). Setiap tahun,
PKM penulis selalu lolos dan didanai DIKTI.
Tercatat ada sekitar 8 PKM penulis yang telah
lolos dan didanai. Penulis juga aktif mengikuti
organisasi kemahasiswaan, seperti Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Fisika
dan Kelompok Kerja Karya Ilmiah Mahasiswa
(POKJA KIM) sebagai wakil ketua. Penulis
pernah menjadi pembuat soal olimpiade fisika
UNDIKSHA tingkat SMP se-Bali yang
diselenggarakan oleh HMJ Pendidikan Fisika.
Selama kuliah, penulis juga aktif mengajar les
privat. Penulis lulus S1 dengan IPK 3,60 dan
dengan predikat cumlaude.
Page 9
Skripsi ini ku persembahkan kepada:
SUMBER DARI SEGALANYA
puji syukur ku padamu untuk setiap nafas yang telah ku hembuskan ************
BAPAK DAN IBUKU TERCINTA
aku hidup di dunia ini adalah untuk membahagiakan kalian ************
UNTUK SEORANG PENEDUH HATI, ANUGERAH TERINDAH YANG PERNAH KU MILIKI
you are my definitely, kemanapun aku melangkah, kau yang menentukan arah ************
IBU ANGKATKU DI BRISBANE
thanks a million for the scholarship, the unlimited love, and the living thoughts ************
terimakasih atas ilmu yang telah kalian berikan semoga muridmu ini bisa menjadi guru yang sama baiknya dengan kalian
************
TEMAN-TEMAN KELAS 8A
terimakasih atas cerita persahabatan masa kuliah yang telah kalian tuliskan untukku ************
selalu semangat belajar dengan jujur, penuh kesadaran, dan penuh kebahagiaan
Page 10
ii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa karena
atas berkah dan rahkmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Tindak Pembelajaran Guru Fisika dalam Implementasi Standar Proses
Kurikulum 2013 (Studi Kasus di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja)”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Pendidikan
Fisika di Universitas Pendidikan Ganesha.
Skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya berkat kerja sama,
motivasi, arahan, bantuan, saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari berbagai
pihak. Sebagai rasa syukur dan hormat penulis, melalui kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada:
1. Drs. Ida Bagus Putu Mardana, M.Si., selaku Pembimbing I, dan Putu
Artawan, S.Pd., M.Si., selaku Pembimbing II yang telah berupaya dengan
penuh kesabaran, pengertian, serta ketelitian untuk memberikan bimbingan,
motivasi, arahan, petunjuk, saran dan kritik kepada penulis di tengah-tengah
kesibukan beliau, sejak awal penyusunan hingga selesainya skripsi ini.
2. Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing serta memberi motivasi kepada penulis selama mengikuti studi
di Jurusan Pendidikan Fisika.
3. Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd., selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha yang telah memfasilitasi
serta mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Jurusan Pendidikan Fisika Universitas
Pendidikan Ganesha yang telah banyak membantu, memfasilitasi, memberi
motivasi, serta membelajarkan penulis selama penyusunan skripsi ini.
Page 11
iii
5. I Putu Eka Wilantara, M.Pd., selaku kepala SMA Negeri 1 Singaraja yang
telah berkenan memfasilitasi penulis untuk melaksanakan penelitian di
sekolah yang dipimpinnya.
6. I Putu Mahardika, M.Pd., dan Ida Ayu Putu Surya Dewi, M.Pd., selaku guru
bidang studi mata pelajaran fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMA
Negeri 1 Singaraja atas segala bantuan dan kerja samanya selama penulis
melaksanakan penelitian.
7. Siswa-siswi kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja atas segala bantuan dan
kerja samanya selama penulis mengadakan penelitian.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa apa yang tersaji dalam
tulisan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan bagi perkembangan dunia pendidikan terutama pendidikan fisika dalam masa
yang akan datang.
Singaraja, Juli 2015
Penulis
Page 12
iv
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA
DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013
(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)
Oleh
I Gede Dana Santika, NIM. 1113021077
Jurusan Pendidikan Fisika
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan pemahaman guru tentang
Standar Proses Kurikulum 2013, (2) mendeskripsikan tindak guru dalam
perencanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (3)
mendeskripsikan tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013, (4) mendeskripsikan tindak guru dalam evaluasi
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, dan (5) mendeskripsikan
permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013, serta upaya penyelesaiannya.
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan pada semester genap
Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi
kasus. Subjek penelitian ini adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas
XI MIA SMAN 1 Singaraja, yang dipilih secara purposive sampling. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, wawancara
semiterstruktur, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara periodik
selama dan setelah pengumpulan data melalui tiga tahapan, yaitu (1) reduksi data,
(2) paparan data, serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi. Keabsahan data
ditentukan melalui uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan
konfirmabilitas.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut. (1) Guru
memahami bagian-bagian Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop
kurikulum dan teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Guru menilai bahwa
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik bukan
merupakan hal yang baru karena dalam Kurikulum 2006, guru sering menerapkan
model pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan 5M. (2) Pada
perencanaan pembelajaran, guru menyiapkan RPP, LKS, dan media pembelajaran.
Kompenonen RPP yang dibuat sebagian besar masih mengikuti sistematika RPP
Kurikulum 2006. (3) Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru sebagian
besar telah sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013, yaitu memuat kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan menanya didominasi
oleh guru. Pertanyaan siswa tidak hipotetik, sehingga aspek-aspek pendekatan
saintifik yang dilakukan siswa seolah-olah terpisah (4) Evaluasi pembelajaran
yang dilakukan guru sebagian besar telah sesuai dengan Standar Proses
Kurikulum 2013, yaitu penilaian hasil belajar aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan, program remedial, dan pengayaan. Namun demikian, sebagian
besar penilaian tidak dapat dilakukan secara periodik. (5) Sebagian besar
permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013 disebabkan oleh ketidaksesuaian antara banyaknya tugas guru
dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia.
Kata-kata kunci: tindak guru, pembelajaran fisika, Kurikulum 2013
Page 13
v
THE TEACHING ACTIONS OF PHYSICS TEACHERS IN THE
IMPLEMENTATION OF STANDARD PROCESS OF CURRICULUM 2013 (A CASE STUDY IN GRADE XI SCIENCE CLASS OF SMAN 1 SINGARAJA)
I Gede Dana Santika, NIM. 1113021077 Physics Education Department, the Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Ganesha University of Education
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
This research aimed at: (1) describing the understanding of physics
teachers towards the Standard Process of Curriculum 2013, (2) describing the
teaching actions of physics teachers in implementing the teaching planning of
Standard Process of Curriculum 2013, (3) describing the teaching actions of
physics teachers in implementing the teaching process of Standard Process of
Curriculum 2013, (4) describing the teaching actions of physics teachers in
implementing the learning evaluation of Standard Process of Curriculum 2013,
and (5) describing the problems and difficulties found by physics teachers in the
implementation of Standard Process of Curriculum 2013 and the solutions.
This research was conducted over four months in the second semester of
the Academic Year 2014/2015. Qualitative case study method was used. The
subjects of this research were two physics teachers who taught in the grade XI
science class of SMAN 1 Singaraja. The subjects of the research were determined
by purposive sampling. The data were collected by participative observation,
semi-structured interview, and document study. The interactive analysis model of
Miles & Huberman was applied to analyze the data. The validity of the data was
determined by Moleong's four techniques, namely credibility, transferability,
dependability, and confirm ability.
The results reveal as follows. (1) The teachers understand all parts of the
Standard Process of Curriculum 2013 from the school curriculum workshop and
the soft copy of Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. The teachers claim that
the scientific approach is not a new learning approach since in the Curriculum
2006, the teachers have implemented various kind of cooperative learning model
that also provide scientific learning activities. (2) In the teaching planning, the
teachers prepare the lesson plan, the student worksheet, and the teaching media.
The components of the lesson plan are mostly still Curriculum 2006-based. (3)
The teaching processes delivered by the teachers are mostly in accordance with
the Standard Process of Curriculum 2013. However, the questioning activities are
dominated by the teachers. The students’ questions are not hypothetical, so that
the other aspects of scientific approach are not integrated well. (4) The learning
evaluation delivered by the teachers is mostly in accordance with the Standard
Process of Curriculum 2013. It is including the assessment of student’s attitude,
knowledge, and skill, the remedial program, and the enrichment. However, most
of the assessment cannot be done periodically. (5) The teachers’ problems and
difficulties in the implementation of the Standard Process of Curriculum 2013 are
mostly caused by the mismatch between the demands of the Standard Process of
Curriculum 2013 and the time allocation provided.
Keywords: the teaching actions, physics learning, and Curriculum 2013
Page 14
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ....................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
ABSTRACT....................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian ........................................................................................... 9
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................ 10
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10
1.5 Manfaat Hasil Penelitian .............................................................................. 11
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kurikulum 2013 ........................................................................................... 13
2.2 Standar Proses Kurikulum 2013 ................................................................... 17
2.2.1 Perencanaan Pembelajaran ................................................................. 18
2.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran .................................................................. 22
2.2.3 Evaluasi Pembelajaran ........................................................................ 27
2.2.4 Pengawasan Proses Pembelajaran ....................................................... 31
2.3 Karakteristik Pembelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013 ........................... 33
2.4 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan .................................................. 36
2.4 Kerangka Berpikir ........................................................................................ 40
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Alasan Menggunakan Metode ................................................... 41
3.2 Rancangan Penelitian ................................................................................... 43
3.3 Situasi Sosial ................................................................................................ 46
3.4 Data dan Sumber Data Penelitian ................................................................. 47
Page 15
vii
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 49
3.6 Instrumen Penelitian..................................................................................... 54
3.7 Teknik Analisis Data .................................................................................... 55
3.8 Pemeriksaan Keabsahan Data ....................................................................... 60
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................ 62
4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian .................................................. 62
4.1.2 Gambaran Umum Pembelajaran Fisika di SMA yang Diteliti ............. 64
4.1.3 Temuan Penelitian .............................................................................. 66
4.1.3.1 Pemahaman Guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013 ..... 67
4.1.3.2 Tindak Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Fisika
Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 ............................. 81
4.1.3.3 Tindak Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Fisika
Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 ............................. 94
4.1.3.4 Tindak Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013 ...........................................121
4.1.3.5 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013 dan Upaya Penyelesaiannya .......................133
4.2 Pembahasan .................................................................................................147
BAB 5. PENUTUP
5.1 Simpulan ......................................................................................................172
5.2 Saran ............................................................................................................176
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 178
LAMPIRAN .................................................................................................. 181
Page 16
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perbedaan Konsep Kurikulum 2013 dengan KBK dan KTSP ....................... 16
2.2 Perbedaan Mata Pelajaran Kurikulum 2013 dengan KTSP ........................... 16
2.3 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Santifik ........................ 24
2.4 Hasil Analisis Kesesuaian Kegiatan Pembelajaran Pendekatan
Saintifik dengan Tujuan Pembelajaran di SMAN Mojokerto ........................ 38
3.1 Matriks Hubungan Fokus Penelitian dan Sumber Data ................................. 48
3.2 Kisi-kisi Pedoman Observasi (Checklist) ...................................................... 50
3.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ..................................................................... 52
3.4 Matriks Pengumpulan Data .......................................................................... 54
3.5 Teknik Pengkodean Data .............................................................................. 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Segitiga Tujuan Supervisi............................................................................. 32
3.1 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) .................................... 57
3.2 Alur Pengumpulan Data sampai dengan Analisis Data Penelitian ................. 59
Page 17
ix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. ADMINISTRASI PENELITIAN Halaman
1.1 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian .....................................................181
1.2 Surat Pernyataan Informan Penelitian ...........................................................182
1.3 Agenda Pelaksanaan Penelitian ....................................................................185
LAMPIRAN 2. DOKUMEN SILABUS DAN RPP
2.1 Silabus ......................................................................................................... 188
2.2 RPP Guru A .................................................................................................199
2.3 RPP Guru B .................................................................................................207
LAMPIRAN 3. TRANSKRIP WAWANCARA PENELITIAN
3.1 Pedoman Wawancara ...................................................................................227
3.2 Transkrip Satu Wawancara Guru A ..............................................................248
3.3 Transkrip Dua Wawancara Guru A ..............................................................263
3.4 Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A ....................................................273
3.5 Transkrip Satu Wawancara Guru B ..............................................................285
3.6 Transkrip Dua Wawancara Guru B ...............................................................297
3.7 Transkrip Tiga Wawancara Guru B ..............................................................305
3.8 Transkrip Empat Wawancara Guru B ...........................................................314
3.9 Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B ....................................................325
3.10 Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah ...............................................338
3.11 Transkrip Satu Wawancara Pengawas Akademik .......................................341
LAMPIRAN 3. TEMUAN-TEMUAN DALAM TRANSKRIP
WAWANCARA PENELITIAN
3.1 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru A .........................346
3.2 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru A ..........................355
3.3 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A ...............361
3.4 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru B ..........................365
3.5 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru B ..........................373
3.6 Temuan-temuan dalam Transkrip Tiga Wawancara Guru B..........................384
Page 18
x
3.7 Temuan-temuan dalam Transkrip Empat Wawancara Guru B.......................392
3.8 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B................399
3.9 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah .............402
3.10 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Pengawas
Akademik ...................................................................................................404
LAMPIRAN 4. TRANSKRIP OBSERVASI PENELITIAN
4.1 Checklist Observasi Guru A .........................................................................406
4.2 Checklist Observasi Guru B .........................................................................413
4.3 Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru A ...................................................420
4.4 Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru A....................................................426
4.5 Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru A ...................................................430
4.6 Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru B ...................................................437
4.7 Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru B ....................................................449
4.8 Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru B ...................................................463
LAMPIRAN 5. DOKUMENTASI PENELITIAN ..........................................471
Page 19
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, melalui
Peraturan Bersama Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor
5496/C/KR/2014, menetapkan bahwa Kurikulum 2013 merupakan salah satu
kurikulum yang diberlakukan pada Tahun Pelajaran 2014/2015 (Kemendikbud,
2014b). Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya,
yaitu Kurikulum 2006. Menurut Kemendikbud (2013a), penyempurnaan tersebut
dikarenakan selama ini pembelajaran hanya terfokus pada pengembangan aspek
pengetahuan, sehingga dinilai menjadi penyebab berbagai persoalan yang
dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Persoalan yang dimaksud adalah (1) degradasi
citra bangsa; (2) dekadensi moral; (3) degradasi karakter bangsa; (4) degradasi
kepemimpinan nasional; (5) perkelahian antar pelajar; (6) narkoba; (7) korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN); (8) plagiatisme; dan (9) kecurangan dalam ujian.
Sebagai bentuk revisi dari hal tersebut, maka tujuan pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 ditekankan pada pengembangan empat Kompetensi Inti (KI),
yaitu KI-1 yang berhubungan dengan sikap spiritual, KI-2 yang berhubungan
dengan sikap sosial, KI-3 yang berhubungan dengan aspek pengetahuan, dan KI-4
yang berhubungan dengan aspek keterampilan (Kemendikbud, 2014a).
Page 20
2
Terdapat empat komponen dari delapan komponen Standar Pendidikan
Nasional yang disempurnakan dalam Kurikulum 2013 (Sutrisno, 2013). Salah satu
komponen tersebut adalah standar proses pembelajaran. Standar Proses adalah
kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan, yang
mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran (Kemendikbud, 2013d).
Perencanaan pembelajaran dalam Standar Proses Kurikulum 2013 meliputi
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang secara umum memuat
indikator pencapaian hasil belajar siswa, materi pembelajaran, perangkat penilaian
pembelajaran, dan skenario pembelajaran, serta penyiapan media dan sumber
belajar (Kemendikbud, 2013d). RPP dibuat dengan mengacu pada silabus. Dalam
Kurikulum 2013, pengembangan silabus merupakan kewenangan pemerintah
pusat, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan
pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Dengan demikian, dalam Kurikulum
2013, guru tidak perlu lagi mengembangkan silabus karena telah disiapkan oleh
pemerintah pusat dan sama untuk seluruh sekolah pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah di Indonesia.
Pelaksanaan pembelajaran dalam Standar Proses Kurikulum 2013
merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan inti pembelajaran
dilakukan dengan menggunakan pendekatan saintifik, yaitu kegiatan pembelajaran
yang mengadopsi langkah-langkah ilmuwan dalam melakukan penelitian.
Pendekatan saintifik terdiri dari kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar
dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013d). Pelaksanaan pembelajaran
Page 21
3
dalam Kurikulum 2013 dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik
(Kemendikbud, 2014c).
Penilaian hasil belajar siswa dalam Kurikulum 2013 dilakukan melalui
penilaian autentik. Hal ini merupakan solusi dari permasalahan penilaian hasil
pembelajaran pada Kurikulum 2006 yang lebih dominan pada aspek pengetahuan.
Penilaian autentik merupakan metode penilaian yang menilai keseluruhan proses
pembelajaran, mulai dari masukan (input), proses (process) dan hasil (output)
pembelajaran, serta mencakup penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan
(Kemendikbud, 2013d). Teknik penilaian ini relevan dengan proses pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik karena dapat menilai kemampuan peserta didik
dalam proses serta hasil pembelajaran.
Penilaian hasil pembelajaran dalam Kurikulum 2013 mengacu pada
teknik ketuntasan belajar (Kemendikbud, 2013a). Jika peserta didik dapat
mencapai kompetensi dasar (KD) yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4 dengan
nilai lebih dari atau sama dengan 2,66, maka peserta didik tersebut dinyatakan
sudah tuntas. Jika nilai peserta didik berada di bawah nilai tersebut, maka peserta
didik dinyatakan belum tuntas dan harus mengikuti program remedial. Sedangkan
penilaian kompetensi sikap (KI-1 dan KI-2), dilakukan dengan melihat profil
sikap peserta didik secara umum pada semua mata pelajaran, jika nilainya
berkategori baik (B), maka siswa dinyatakan lulus. Tetapi, jika nilai siswa di
Page 22
4
bawah B, yakni C atau K, maka harus dilakukan pembinaan secara holistik oleh
guru bimbingan dan konseling (BK), guru mata pelajaran, dan orang tua.
Kesuksesan implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 terletak pada
peran profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru adalah
orang yang berhadapan langsung dengan siswa, sehingga memberikan pengaruh
langsung terhadap keberhasilan pembelajaran siswa. Oleh karena itu, guru
dituntut memiliki kesiapan, kompetensi, komitmen, kesungguhan, dan tanggung
jawab terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013. Kompetensi yang dimaksud tidak
hanya pada penguasaan bahan ajar, tetapi guru juga harus mampu melakukan
pembelajaran yang menyenangkan, menarik, dan menantang bagi siswa.
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus mampu memberikan peluang bagi
siswa untuk mengoptimalkan keterampilan proses, sehinga siswa menjadi aktif
dalam belajar.
Kurikulum 2013 membawa perubahan mendasar terhadap peran guru
dalam pembelajaran. Secara administratif, pemerintah pusat telah menyiapkan
silabus, sehingga penyusunan silabus bukan lagi menjadi salah satu tugas
administrasi yang harus dilengkapi guru. Namun demikian, guru dituntut berperan
secara aktif sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran, yang memberikan
siswa pengalaman belajar ilmiah berbasis pendekatan saintifik. Disamping itu,
guru juga dituntut melakukan berbagai jenis penilaian untuk mengukur
ketercapaian pengembangan aspek pengetahuan, afektif, dan psikomotor siswa
(Alawiyah, 2014). Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para guru karena tidak
semua guru memiliki kompetensi tersebut. Sejak diterapkan pada Juli 2014,
banyak permasalahan yang dihadapi guru dalam menerapkan Standar Proses
Page 23
5
Kurikulum 2013. Permasalahan yang terjadi bersifat kompleks, mulai dari
pemahaman guru tentang konsep pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013, sampai dengan permasalahan dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran. Berikut dipaparkan beberapa hasil penelitian yang
berhasil mengklarifikasi hal tersebut.
Pertama, Kustijono dan Wiwin (2014), dalam penelitiannya tentang
pandangan guru SMK di kota Surabaya terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013
dalam pembelajaran fisika berhasil mengungkap bahwa (1) guru berpandangan
belum sepenuhnya memahami prinsip pembelajaran, terutama yang terkait dengan
perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan ilmiah, perbedaan
pembelajaran parsial dengan pembelajaran terpadu, perbedaan pembelajaran yang
menekankan jawaban tunggal dengan pembelajaran yang membutuhkan jawaban
multi dimensi, perbedaan pembelajaran verbalisme dengan pembelajaran yang
aplikatif, dan pembelajaran yang berprinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas, (2) guru berpandangan belum
sepenuhnya memahami prinsip penilaian, diantaranya cara menilai kompetensi
sikap, cara menilai keterampilan, dan menyusun instrumen penilaian yang sesuai
kaidah, (3) guru berpandangan penyusunan RPP masih terkendala, terutama pada
sumber belajar, media pembelajaran yang bervariasi, media yang sesuai dengan
materi pembelajaran, pendekatan pembelajaran saintifik, penilaian autentik,
penilaian yang sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi, dan pedoman
penskoran, (4) guru berpandangan masih belum dapat melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan standar proses, yaitu guru belum terbiasa
menyampaikan kompetensi yang akan dicapai kepada siswa, belum melaksanakan
Page 24
6
pembelajaran kontekstual dan saintifik, belum memfasilitasi siswa mengolah atau
menganalisis informasi untuk membuat kesimpulan, belum menggunakan media
pembelajaran yang bervariasi, dan media yang digunakan belum menghasilkan
pesan yang menarik, dan (5) guru berpandangan masih belum dapat melaksanakan
penilaian sesuai standar, terutama yang berhubungan dengan cara
mengembangkan instrumen penilaian yang sesuai dengan kaidah, serta cara
mengembangkan rubrik penilaian dari instrumen yang dikembangkan tersebut.
Kedua, Wardani et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis
kesesuaian kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dengan tujuan
pembelajaran di SMAN Mojokerto” memperoleh data bahwa dari 22 RPP guru
biologi yang dianalisis, terdapat 3 RPP yang tidak mengembangkan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran. Analisis lanjutan terhadap sisa 19 RPP tersebut
menunjukkan bahwa kesesuaian kegiatan mengamati dengan tujuan pembelajaran
adalah sebesar 81,81 dengan kategori sesuai. Sementara kesesuaian kegiatan
menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi data, serta mengkomunikasi dengan
tujuan pembelajaran adalah sebesar 57,58; 68,18; 65,15; dan 68,18 dengan
kategori kurang sesuai.
Ketiga, kendala guru dalam melakukan penilaian hasil belajar siswa.
Data hasil survei Hotline Pendidikan Jawa Timur menunjukkan bahwa setelah
hampir satu semester implementasi Kurikulum 2013, masih terdapat kebingungan
guru dalam melaksanakan penilaian sesuai tagihan Kurikulum 2013 (Malinda &
Susanto, 2014). Data lain dari Jawa Pos Metropolis (dalam Malinda & Susanto,
2014) menunjukkan sebanyak 64,59% guru belum dapat membuat RPP sesuai
Page 25
7
dengan tagihan Kurikulum 2013. Kendala dalam membuat RPP diduga berkaitan
dengan penyusunan instrumen penilaian yang ditagihkan dalam silabus.
SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu sekolah pengembangan
Kurikulum 2013 di Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali. Studi pendahuluan berupa
observasi awal yang dilakukan peneliti pada pelaksanaan pembelajaran fisika di
kelas XI MIA 6 SMA Negeri 1 Singaraja menemukan bahwa pembelajaran
dilakukan dengan metode diskusi, presentasi, dan tanya jawab, di mana siswa
duduk berkelompok, mendiskusikan masalah dari LKS, dan mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya. Sebelum diskusi dimulai, guru mengulas kembali
pembelajaran pada pertemuan sebelumnya, memberikan apersepsi, dan
menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dilakukan. Pada saat diskusi
berlangsung, siswa aktif mencari informasi dari berbagai buku dan internet, serta
aktif bertanya kepada guru. Guru aktif menuntun setiap kelompok memecahkan
permasalahan yang diberikan dengan cara mengaitkan permasalahan tersebut
dengan konsep yang telah dipelajari, serta fenomena fisis yang mudah dipahami
oleh siswa. Guru juga sering memberikan pertanyaan “mengapa” dan
“bagaimana” kepada siswa. Setelah diskusi berakhir, guru meminta perwakilan
setiap kelompok menyampaikan jawaban dari permasalahan yang termuat pada
LKS. Guru meminta tanggapan kelompok lain terhadap jawaban kelompok
tersebut. Terakhir, guru menyampaikan jawaban dari setiap permasalahan yang
sedang dibahas. Pada kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran, dilanjutkan dengan pemberian pekerjaan rumah dan penyampaian
rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.
Page 26
8
Temuan tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar standar proses
pelaksanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 telah dilaksanakan dalam
pembelajaran fisika di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja. Temuan tersebut
juga menunjukkan bahwa komponen mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan dalam pendekatan saintifik
sudah terlaksana. Namun demikian, masih terdapat beberapa bagian Standar
Proses Kurikulum 2013 yang belum dilaksanakan secara maksimal, yaitu sebagai
berikut. (1) Aspek mengamati dan menanya dalam pendekatan saintifik belum
diupayakan dengan baik. Kegiatan mengamati dilakukan siswa hanya dengan
membaca buku. Guru tidak menampilkan gambar, animasi, atau video yang dapat
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini dinilai menjadi salah satu penyebab
siswa tidak menyampaikan pertanyaan investigatif, sehingga kegiatan menanya
cenderung didominasi oleh guru. (2) Guru tidak menggunakan media
pembelajaran, sehingga beberapa siswa terlihat bingung dengan konsep
pembelajaran yang abstrak. Deskripsi konsep-konsep fisis yang abstrak dilakukan
guru melalui analogi fenomena fisis sederhana. Secara teori, hal tersebut dapat
membantu siswa “membayangkan” konsep fisis yang diberikan. Namun demikian,
guru juga harus memahami bahwa kemampuan kognitif siswa beranekaragam,
sehingga tidak semua siswa terbantu dengan analogi tersebut. Terhadap materi
pembelajaran yang abstrak, guru seharusnya menggunakan media pembelajaran
riil untuk membantu siswa memahami materi tersebut. (3) Guru tidak terlihat
melakukan penilaian selama pembelajaran. Padahal, penilaian observasi harus
dilakukan oleh guru secara berkesinambungan. Hal ini mungkin dikarenakan guru
lebih memprioritaskan pada pencapaian materi pembelajaran.
Page 27
9
Secara umum, tindak pembelajaran guru merupakan bentuk terjemahan
pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013 itu sendiri. Dengan
demikian, kualitas pemahaman yang rendah akan memberikan hasil implementasi
kurikulum yang rendah pula. Disamping itu, kompetensi guru juga sangat
menentukan kesuksesan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013.
Namun demikian, bukan berarti bahwa tindak pembelajaran guru dan semua
permasalahan serta kendala pembelajaran dipengaruhi oleh rendahnya kompetensi
dan pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013. Faktor eksternal
lain, seperti manajemen sekolah, kondisi fisik sekolah, kondisi siswa, ketersediaan
alokasi waktu, kewajiban guru di luar jam pembelajaran, dan manajemen
pengawasan akademik juga berpotensi mempengaruhi tindak serta permasalahan
guru dalam pembelajaran. Lebih ekstrim lagi, permasalahan tersebut mungkin
disebabkan oleh tingginya tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013 terhadap
proses pembelajaran, sehingga guru tidak mampu memenuhi semua tuntutan
tersebut.
Berdasarkan paparan tersebut, tindak pembelajaran guru dalam
implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 perlu diteliti untuk memperoleh
gambaran mendalam tentang pemahaman guru terhadap Standar Proses
Kurikulum 2013, tindak guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013,
permasalahan dan kendala guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013,
serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya. Gambaran tersebut akan
menunjukkan seberapa jauh Standar Proses Kurikulum 2013 telah dilaksanakan
dan apa permasalahan guru serta kekurangan Standar Proses Kurikulum 2013 di
lapangan. Gambaran tersebut dapat dijadikan sebagai acuan oleh pemerintah
Page 28
10
dalam memperbaiki dan menyempurnakan Standar Proses Kurikulum 2013.
Berdasarkan hal tersebut, digagas sebuah penelitian yang berjudul “Tindak
Pembelajaran Guru Fisika dalam Implementasi Standar Proses Kurikulum
2013 (Studi Kasus di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja)”.
1.2 Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada tindak pembelajaran guru fisika dalam
implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 di kelas XI MIA SMA Negeri 1
Singaraja. Tindak guru yang dimaksud adalah pemahaman guru tentang konsep
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013; perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013
yang dilakukan guru; problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika
berbasis Standar Proses Kurikulum 2013; serta upaya yang telah dilakukan untuk
mengatasi problematika tersebut.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian yang telah dipaparkan,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013?
2) Bagaimana tindak guru dalam perencanaan pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013?
3) Bagaimana tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013?
4) Bagaimana tindak guru dalam evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013?
Page 29
11
5) Problematika apa yang dihadapi guru dalam penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013?
6) Upaya apa yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika guru dalam
penerapan Standar Proses Kurikulum 2013?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013.
2) Mendeskripsikan tindak guru dalam perencanaan pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013.
3) Mendeskripsikan tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013.
4) Mendeskripsikan tindak guru dalam evaluasi pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013.
5) Mendeskripsikan problematika guru dalam penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013.
6) Mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika
guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang rinci
mengenai tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses
Kurikulum 2013, yang meliputi praktik-praktik baik pembelajaran yang dilakukan
guru, serta permasalahan dan kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013
Page 30
12
yang dihadapi guru. Gambaran tersebut merupakan teori emperis yang dapat
dijadikan sebagai acuan oleh pemerintah dan praktisi pendidikan fisika dalam
mengembangkan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013.
1.4.2 Manfaat Praktis
A. Bagi Guru
Hasil penelitian ini merupakan data emperis tentang praktik-praktik baik yang
dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, serta kendala-kendala penerapan
Standar Proses Kurikulum 2013 yang dihadapi guru. Data tersebut dapat
dijadikan sebagai bahan refleksi personal oleh guru. Praktik-praktik baik yang
dilakukan guru dalam pembelajaran dapat dipertahankan dan ditingkatkan,
sedangkan kendala-kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 dapat
diatasi dengan solusi yang tepat.
B. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan oleh pemerintah dalam
mengembangkan model-model pelatihan Standar Proses Kurikulum 2013 yang
tepat.
Page 31
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2006. Tema
pengembangan Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan
peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Terdapat empat komponen dari
delapan komponen Standar Pendidikan Nasional yang disempurnakan dalam
Kurikulum 2013, yaitu Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses,
dan Standar Penilaian (Sutrisno, 2013).
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mencakup kompetensi pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) yang diharapkan dapat
dimiliki peserta didik setelah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu
(Kemendikbud, 2013b). SKL diimplementasikan ke dalam pembelajaran melalui
Kompetensi Inti (KI). KI merupakan tingkat kemampuan yang harus dicapai oleh
peserta didik dalam suatu jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi Inti memuat 4
aspek, yaitu (1) spiritual, (2) sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.
Melalui aspek-aspek tersebut, peserta didik diharapkan memiliki sikap beriman,
rendah hati, mulia, menggunakan ilmunya untuk bangsa dan negara, serta
memiliki kreativitas.
Page 32
14
Standar Isi merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi peserta didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
pendidikan tertentu (Kemendikbud, 2013c). Ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dirumuskan dalam Standar Isi
untuk setiap mata pelajaran. Mata pelajaran tingkat SMA/MA terdiri dari mata
pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran wajib terdiri dari mata
pelajaran kelompok A dan kelompok B. Mata pelajaran kelompok A terdiri dari
tujuh mata pelajaran yang dikembangkan oleh pusat dan berorientasi pada
kompetensi pengetahuan dan sikap. Mata pelajaran kelompok B terdiri dari tiga
mata pelajaran yang dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi oleh daerah.
Kelompok mata pelajaran peminatan terdiri dari Matematika dan Sains, Ilmu
Sosial dan Bahasa. Selain itu, dalam Kurikulum 2013, peserta didik juga dapat
mengikuti mata pelajaran lintas minat.
Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan (Kemendikbud, 2013d). Pada Kurikulum 2013, tugas guru
adalah membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan memaksimalkan
proses pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan saintifik, yaitu kegiatan pembelajaran yang mengadopsi langkah-
langkah ilmuwan dalam melakukan penelitian. Pendekatan saintifik terdiri dari
kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan.
Semua kegiatan tersebut difasilitasi oleh guru dalam pembelajaran agar dapat
dilakukan oleh siswa. Pelaksanaan pembelajaran daalm Kurikulum 2013 tidak
berpusat pada guru, melainkan pada peserta didik dengan harapan dapat
Page 33
15
menjadikan peserta didik aktif, mandiri, dan disiplin dalam mencari pengetahuan,
layaknya seorang ilmuwan.
Pada Kurikulum 2013, dikembangkan pembelajaran langsung dan
pembelajaran tidak langsung. Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013,
dijelaskan bahwa pembelajaran langsung adalah kegiatan pembelajaran yang
direncanakan oleh guru dalam RPP. Sedangkan pembelajaran tidak langsung
merupakan imbas dari pembelajaran langsung, tetapi tidak direncanakan dalam
RPP. Pembelajaran langsung berkenaan dengan KI-3 dan KI-4 yang berturut-turut
memuat kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Sedangkan
pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan KI-1 dan KI-2 yang memuat
kompetensi sikap spiritual dan sosial. Kedua pembelajaran ini terjadi secara
terintegrasi dan tidak terpisah.
Standar Penilaian adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik (Kemendikbud, 2013e). Proses
penilaian pada Kurikulum 2013 dilakukan dalam bentuk penilaian autentik.
Penilaian autentik merupakan penilaian yang menilai keseluruhan proses
pembelajaran, mulai dari masukan (input), proses (process) dan hasil (output)
pembelajaran, yang mencakup penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam paparan materi tentang
implementasi Kurikulum 2013 pada Press Workshop di Pondok Cabe, 14 Januari
2014 (Kemendikbud, 2014e), menyatakan bahwa perbedaan konsep Kurikulum
2013 dengan KBK dan Kurikulum 2006 adalah seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 2.1 berikut.
Page 34
16
Tabel 2.1 Perbedaan Kurikulum 2013 dengan KBK dan Kurikulum 2006
No KBK 2004 Kurikulum
2006 Kurikulum 2013
1 Standar Kompetensi Lulusan
diturunkan dari Standar Isi
Standar Kompetensi Lulusan
diturunkan dari kebutuhan
2 Standar Isi dirumuskan berdasarkan
Tujuan Mata Pelajaran (Standar
Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran)
yang dirinci menjadi Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran
Standar Isi diturunkan dari
Standar Kompetensi Lulusan
melalui Kompetensi Inti yang
bebas mata pelajaran
3 Pemisahan antara mata pelajaran
pembentuk sikap, pembentuk
keterampilan, dan pembentuk
pengetahuan
Semua mata pelajaran harus
berkontribusi terhadap
pembentukan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan
4 Kompetensi diturunkan dari mata
pelajaran
Mata pelajaran diturunkan dari
kompetensi yang ingin dicapai
5 Mata pelajaran lepas satu dengan
yang lain, seperti sekumpulan mata
pelajaran terpisah
Semua mata pelajaran diikat oleh
kompetensi inti (tiap kelas)
Sumber: Kemendikbud (2014g)
Disamping memaparkan perbedaan konsep Kurikulum 2013 dengan
kurikulum seblumnya, Kemendikbud juga memaparkan perbedaan mata
pelajaran Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006 seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Perbedaan Mata Pelajaran Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006
No Kurikulum 2006 Kurikulum 2013
1 Materi disusun untuk
memberikan pengetahuan
kepada siswa.
Materi disusun seimbang mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
2 Pendekatan pembelajaran
adalah siswa diberitahu
tentang materi yang harus
dihafal (siswa diberi
tahu).
Pendekatan pembelajaran berdasarkan
pengamatan, pertanyaan, pengumpulan data,
penalaran, dan penyajian hasilnya melalui
pemanfaatan berbagai sumber-sumber
belajar (siswa mencari tahu).
3 Penilaian pada
pengetahuan melalui
ulangan dan ujian.
Penilaian otentik pada aspek kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan
berdasarkan portofolio.
Sumber: Kemendikbud (2014g)
Page 35
17
2.2 Standar Proses Kurikulum 2013
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 1 Ayat 1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses
dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang
telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, prinsip
pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 adalah (1) dari peserta didik
diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu; (2) dari guru sebagai satu-satunya
sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; (3) dari pendekatan
tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; (4) dari
pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; (5) dari
pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; (6) dari pembelajaran yang
menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang
kebenarannya multi dimensi; (7) dari pembelajaran verbalisme menuju
Page 36
18
keterampilan aplikatif; (8) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan
fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); (9) pembelajaran yang
mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar
sepanjang hayat; (10) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun
karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
(tut wuri handayani); (11) pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah,
dan di masyarakat; (12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja
adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas; (13)
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran; dan (14) pengakuan atas perbedaan individual dan
latar belakang budaya peserta didik (Kemendikbud, 2013d). Berdasarkan prinsip
pembelajaran tersebut, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran (supervisi akademik).
2.2.1 Perencanaan Pembelajaran
Menurut Kemendikbud (2013e), perencanaan pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
penyiapan media dan sumber belajar, serta penyiapan perangkat penilaian
pembelajaran dan skenario pembelajaran. RPP adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan
dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik. Setiap
pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
Page 37
19
menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Kunandar (2013) menyatakan bahwa keberhasilan guru dalam
menyusun RPP pada perencanaan pembelajaran merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran
yang baik akan menghasilkan pelaksanaan pembelajaran yang baik pula. Oleh
karena itu, RPP yang disusun guru harus lengkap dan sistematis, sesuai dengan
tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013.
Wardani et al (2014) menyatakan bahwa RPP memiliki dua fungsi, yaitu
fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan. Fungsi perencanaan dari RPP yaitu
untuk membantu guru agar lebih siap dalam melakukan kegiatan pembelajaran,
sedangkan fungsi pelaksanaan dari RPP adalah untuk mengefektifkan proses
pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan. Oleh karena itu, hendaknya
guru memahami komponen-komponen RPP dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran berdasarkan RPP yang telah dirancang.
Kemendikbud (2014d) menyatakan bahwa pengembangan RPP dilakukan
sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran. Namun demikian, RPP tersebut
perlu diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dapat
dilakukan oleh guru secara mandiri atau berkelompok di sekolah yang
dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP
juga dapat dilakukan oleh guru secara berkelompok antarsekolah atau
antarwilayah yang dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh dinas pendidikan
atau kantor kementerian agama setempat.
Page 38
20
A. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP
Dalam penyusunan RPP, guru harus memperhatikan perannya dalam
proses pembelajaran, yaitu tidak hanya sebagai fasilitator pembelajaran, tetapi
guru juga harus mampu bertindak sebagai motivator yang dapat membangkitkan
gairah dan nafsu belajar, serta mendorong siswa untuk belajar dengan
menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang sesuai. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa memerlukan umpan balik dan tindak lanjut terhadap
hasil belajar mereka, di samping juga memerlukan penggunaan teknologi,
informasi, dan komunikasi (ICT) dalam proses pembelajaran (Stefani, 2008).
Berdasarkah hal tersebut, penyusunan RPP hendaknya memperhatikan
karakteristik siswa karena siswa tidak secara otomatis mampu terlibat aktif dalam
proses pembelajaran.
Kemendikbud (2014d) memaparkan bahwa prinsip-prinsip penyusunan
RPP dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (1) Setiap
RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD dari KI-1),
sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari
KI-4). (2) Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. (3)
Penyususnan RPP harus memperhatikan perbedaan individu siswa. Perbedaan
yang dimaksud adalah kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi
belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus,
kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan atau lingkungan siswa.
(4) Kegiatan pembelajaran yang direncanakan harus berpusat pada siswa. Proses
pembelajaran dirancang untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif,
inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar, menggunakan pendekatan saintifik
Page 39
21
yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengomunikasikan. (5) Berbasis konteks, yaitu proses pembelajaran yang
menjadikan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar. (6) Berorientasi
kekinian, yaitu pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini. (7)
Mengembangkan kemandirian belajar. (8) Memberikan umpan balik positif,
penguatan, dan tindak lanjut pembelajaran berupa pengayaan, dan remedi. (9)
Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antar kompetensi dan atau antar muatan.
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD,
indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP
disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas
mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. (10) Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun dengan mempertimbangkan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan
efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
B. Komponen-Komponen RPP
Kemendikbud (2014a) menyatakan bahwa komponen RPP yang dituntut
dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (1) Data sekolah,
mata pelajaran, kelas, dan semester. (2) Materi pokok. (3) Alokasi waktu. Alokasi
waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban
belajar, dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam
silabus dan KD yang harus dicapai. (4) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi.
Indikator untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam
Page 40
22
bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap, yang gejalanya dapat
diamati sebagai dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4. Indikator untuk
KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku
spesifik yang dapat diamati dan terukur. (5) Tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, serta mencakup aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. (6) Deskripsi materi pembelajaran. Materi
pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru,
sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, dan konteks
pembelajaran dari lingkungan sekitar, yang dikelompokkan menjadi materi untuk
pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial. (7) Kegiatan pembelajaran yang
terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti yang memuat pendekatan saintifik
(5M), dan kegiatan penutup. Pada kegiatan inti, kelima aspek pendekatan saintifik
(5M) tidak harus muncul seluruhnya dalam satu pertemuan, tetapi dapat
dilanjutkan pada pertemuan berikutnya, tergantung pada cakupan muatan
pembelajaran. Pada setiap langkah pembelajaran, dapat digunakan berbagai
metode dan teknik pembelajaran. (8) Penilaian, yang terdiri dari teknik penilaian,
instrumen penilaian, serta remedial dan pengayaan. (9) Media, alat, bahan, dan
sumber belajar yang sesuai dengan materi pembelajaran.
2.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 merupakan penerapan
RPP yang telah dibuat oleh guru. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru
diwajibkan menggunakan pendekatan saintifik yang diperkuat dengan model
pembelajaran berbasis penyingkapan atau penelitian (discovery and inquiry
Page 41
23
learning), model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), dan
model pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah
(project based learning). Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Penjelasan masing-masing
bagian tersebut adalah sebagai berikut.
A. Kegiatan Pendahuluan
Berdasarkan Kemendikbud (2013a), dalam kegiatan pendahuluan, guru
dituntut untuk melaksanakan kegiatan berikut. (1) Mengkondisikan suasana
belajar yang menyenangkan. (2) Mendiskusikan kompetensi yang sudah dipelajari
dan dikembangkan sebelumnya, kaitannya dengan kompetensi yang akan
dipelajari dan dikembangkan. (3) Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai
dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. (4) Menyampaikan garis besar
cakupan materi dan kegiatan yang akan dilakukan. (5) Menyampaikan lingkup
dan teknik penilaian yang akan digunakan.
B. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan
pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan
karakteristik siswa. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan proses mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Page 42
24
Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran, kegiatan belajar, dan
kompetensi yang dikembangkan secara umum dalam pembelajaran berbasis
pendekatan saintifik.
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Santifik
No Langkah
Pembelajaran Kegiatan Belajar
Hasil Belajar
Langsung
(KI 3 & KI 4)
Hasil Belajar
Tidak
Langsung
(KI 1 & KI 2)
1 Mengamati Mengamati
dengan indra
(membaca,
mendengar,
menyimak,
melihat,
menonton, dan
sebagainya)
dengan atau tanpa
alat.
Catatan yang
dibuat tentang
yang diamati, data
yang
dikumpulkan dari
hasil pengamatan.
Bersyukur,
mengagumi
Tuhan, rasa
ingin tahu,
kritis, teliti,
tekun, berpikir
terbuka
2 Menanya Membuat dan
mengajukan
pertanyaan, tanya
jawab, berdiskusi
tentang informasi
yang belum
dipahami,
informasi
tambahan yang
ingin diketahui,
atau sebagai
klarifikasi.
Jenis, kualitas,
dan jumlah
pertanyaan yang
diajukan siswa
(pertanyaan
faktual,
konseptual,
prosedural, dan
hipotetik).
Rasa ingin
tahu, kritis,
kreatif
3 Mengumpul-
kan Informasi
Mengeksplorasi,
mencoba,
berdiskusi,
mendemonstrasik
an, meniru
bentuk/gerak,
melakukan
eksperimen,
membaca sumber
lain selain buku
teks,
mengumpulkan
data dari nara
sumber melalui
Jumlah dan
kualitas sumber
yang
dikaji/digunakan,
kelengkapan
informasi,
validitas
informasi yang
dikumpulkan, dan
instrumen/alat
yang digunakan
untuk
mengumpulkan
data.
Rasa ingin
tahu, kritis,
jujur, objektif,
menghargai
data, tekun,
teliti, kreatif,
bekerjasama,
bertanggung
jawab, disiplin
Page 43
25
angket dan
wawancara.
4 Mengasosiasi
Mengolah
informasi yang
sudah
dikumpulkan,
menganalisis data
dalam bentuk
kategori,
menghubungkan
fenomena/inform
asi yang terkait
dalam rangka
menemukan suatu
pola, dan
menyimpulkan.
Mengembangkan
interpretasi,
struktur baru,
argumentasi, dan
kesimpulan
mengenai
keterkaitan
informasi dari dua
atau berbagai
jenis
fakta/konsep/teori
/pendapat; dari
dua sumber atau
lebih yang tidak
bertentangan; dan
dari berbagai
jenis sumber.
Rasa ingin
tahu, kritis,
jujur, objektif,
menghargai
data, tekun,
teliti, kreatif,
bekerjasama,
bertanggung
jawab, disiplin,
menghargai
pendapat
teman
5 Mengkomunik
asikan
Menyajikan
laporan dalam
bentuk bagan,
diagram, atau
grafik; menyusun
laporan tertulis;
dan menyajikan
laporan meliputi
proses, hasil, dan
kesimpulan secara
lisan
Menyajikan hasil
kajian (dari
mengamati
sampai menalar)
dalambentuk
tulisan, grafis,
media elektronik,
multi media dan
lain-lain
Rasa ingin
tahu, kritis,
jujur, kreatif,
bekerjasama,
bertanggung
jawab, disiplin,
menghargai
pendapat
teman
Dimodifikasi dari Kemendikbud (2014a)
Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dijelaskan bahwa alur
pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk
melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan hal yang penting dari suatu benda atau objek.
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada siswa
untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca. Guru
Page 44
26
membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan
objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep,
prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual
sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa
masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat
di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan
bertanya tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa terlatih
dalam bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan
tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam
dari sumber yang ditentukan guru sampai dengan sumber yang ditentukan sendiri
oleh siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Tindak lanjut
dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca buku atau
mengakses internet, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau
bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah
informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu
mengasosiasi informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan
informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil
berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah
menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola tersebut. Hasil tersebut
disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau
kelompok peserta didik. Dalam setiap kegiatan, guru harus memperhatikan
perkembangan sikap siswa pada kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2, antara lain
Page 45
27
mensyukuri karunia Tuhan, jujur, teliti, kerjasama, toleransi, disiplin, taat aturan,
menghargai pendapat orang lain, seperti yang tercantum dalam silabus dan RPP
(Kemendikbud, 2014c).
C. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup terdiri atas (1) kegiatan guru bersama siswa, yaitu (a)
membuat rangkuman atau simpulan pelajaran; (b) melakukan refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan; dan (c) memberikan umpan balik terhadap
proses dan hasil pembelajaran; dan (2) kegiatan guru, yaitu (a) melakukan
penilaian; (b) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remedi, program pengayaan, layanan konseling dan atau memberikan tugas, baik
tugas individual maupun kelompok, sesuai dengan hasil belajar siswa; dan (c)
menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
2.2.3 Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan proses membuat keputusan tentang
hasil belajar siswa. Tindakan evaluatif dapat dilakukan oleh guru melalui proses
asesmen. Asesmen atau penilaian adalah proses mengumpulkan informasi tentang
siswa dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan instruksional
(Arends, 2008). Dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan bahwa
penilaian hasil belajar peserta didik dalam Kurikulum 2013 mencakup kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang dilakukan secara berimbang sehingga
dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap
standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup
Page 46
28
materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan
proses.
Standar Penilaian Kurikulum 2013 mengacu pada ketuntasan belajar
(Kemendikbud, 2013a). Jika peserta didik dapat mencapai KD yang
dikembangkan dari KI-3 dan KI-4 dengan nilai lebih dari atau sama dengan 2,66,
maka peserta didik tersebut dinyatakan sudah tuntas. Jika di bawah nilai tersebut,
maka peserta didik dinyatakan belum tuntas dan segera dilakukan program
remedial. Penilaian kompetensi sikap (KI-1 dan KI-2) dilakukan dengan melihat
profil sikap peserta didik secara umum pada semua mata pelajaran, jika nilainya
berkategori baik (B), maka dinyatakan lulus, tetapi jika nilai siswa di bawah B,
yakni C dan K, maka harus dilakukan pembinaan secara holistik oleh guru
Bimbingan dan Konseling (BK), guru mata pelajaran, dan orang tua.
Kemendikbud (2013e) menyatakan bahwa penilaian pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic
assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh.
Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas,
gaya belajar, dan perolehan belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan
dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant
effect) dari pembelajaran. Melalui pendekatan penilaian otentik ini, penilaian
dilakukan melalui berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance),
penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek,
penilaian produk, penilaian dari kumpulan hasil karya siswa (portofolio), dan
penilaian diri. Cara-cara penilaian tersebut kemudian dibagi menjadi tiga
kelompok kompetensi yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Page 47
29
Dalam menilai kompetensi pengetahuan, guru menggunakan tes tulis, tes
lisan, dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian jawaban
singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran. Bentuk instrumen tes tulis pada pembelajaran SMA lebih
diarahkan pada pilihan ganda dan uraian. Instrumen tes lisan berupa daftar
pertanyaan. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan atau proyek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
Penilaian kompetensi sikap dilakukan melalui teknik observasi, penilaian
diri, penilaian teman sejawat (peer evaluation) oleh siswa, dan penilaian jurnal
yang dilakukan oleh guru. Pemaparan masing-masing teknik penilaian sikap
tersebut adalah sebagai berikut. (1) Observasi merupakan teknik penilaian yang
dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan pedoman observasi yang
berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. (2) Penilaian diri merupakan
teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. (3) Penilaian teman
sejawat merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling
menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. (4) Penilaian jurnal merupakan
catatan guru di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan
tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian teman
sejawat adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik,
sedangkan pada jurnal, instrument yang digunakan berupa catatan pendidik.
Page 48
30
Dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 dijelaskan bahwa guru
menilai kompetensi keterampilan siswa melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian
yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik, tugas proyek, dan penilaian portofolio. (1) Tes praktik
adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu
aktivitas atau perilaku tertentu sesuai dengan tuntutan kompetensi. (2) Proyek
adalah tugas-tugas belajar (learning tasks), yang meliputi kegiatan perancangan,
pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. (3)
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai
kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-
integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan atau kreativitas
siswa dalam kurun waktu tertentu.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. (1) Objektif, berarti
penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
(2) Terpadu, penilaian dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan
pembelajaran, dan berkesinambungan. (3) Ekonomis, penilaian bersifat efisien
dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya. (4) Transparan,
yaitu prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diakses oleh semua pihak. (5) Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk
aspek teknik, prosedur, dan hasilnya. (6) Edukatif, berarti mendidik dan
memotivasi peserta didik dan guru.
Page 49
31
2.2.4 Pengawasan Proses Pembelajaran (Supervisi Akademik)
Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan
berkelanjutan. Glickman et al (dalam Kemendikbud, 2014d) menyatakan bahwa
supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya melaksanakan pembelajaran. Supervisi akademik tidak terlepas
dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Sergiovanni (dalam
Kemendikbud, 2014d) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru
dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. (1) Apa yang sebenarnya terjadi di
dalam kelas? (2) Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam
kelas? (3) Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas
tersebut yang bermakna bagi guru dan siswa? (4) Apa yang telah dilakukan oleh
guru dalam mencapai tujuan akademik? (5) Apa kelebihan dan kekurangan guru
dan bagaimana cara mengembangkannya? Berdasarkan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tersebut, diperoleh informasi mengenai kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran.
Supervisi akademik dilakukan dengan tujuan membantu guru
mengembangkan kompetensinya, mengembangkan kurikulum, mengembangkan
kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian tindakan kelas (Glickman
dalam Kemendikbud, 2014d). Selain itu, supervisi akademik memiliki fungsi
mendasar karena hasil supervisi akademik dapat berfungsi sebagai sumber
informasi bagi pengembangan profesionalisme guru. Tujuan supervisi akademik
digambarkan seperti berikut.
Page 50
32
Gambar 2.1 Segitiga Tujuan Supervisi (Kemendikbud, 2014d)
Kemendikbud (2014f) menjelaskan bahwa teknik supervisi akademik
dalam Kurikulum 2013 terdiri dari dua jenis, yaitu teknik supervisi individual dan
teknik supervisi kelompok. Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan
supervisi yang mengkhusus terhadap satu orang guru. Teknik supervisi individual
terdiri dari lima jenis kegiatan, yaitu kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan
individual, kunjungan antar kelas, dan penilaian diri sendiri. Teknik supervisi
kelompok adalah cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua
orang guru atau lebih. Guru-guru yang sesuai dengan analisis kebutuhan diduga
memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama,
dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu. Kemudian, mereka diberikan
layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka
hadapi. Menurut Gwynn (dalam Kemendikbud, 2014d), terdapat tiga belas teknik
supervisi kelompok, yaitu kepanitiaan-kepanitiaan, kerja kelompok, laboratorium
dan kurikulum, membaca terpimpin, demonstrasi pembelajaran, darmawisata,
kuliah/studi, diskusi panel, perpustakaan,organisasi profesional, buletin supervisi,
pertemuan guru, lokakarya atau konferensi kelompok.
Pengembangan
Profesionalisme
Pengendalian
Mutu
Penumbuhan
Motivasi
Page 51
33
Dalam Kurikulum 2013, supervisi akademik dilakukan oleh kepala
sekolah dan pengawas akademik dari dinas pendidikan (Kemendikbud, 2013d).
Tugas kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu menyusun
program supervisi yang dimulai dari merencanakan, melaksanakan, dan
melaporkan hasil supervisi akademik. Agar dapat melaksanakan kegiatan
supervisi dengan baik, kepala sekolah harus memiliki kompetensi membuat
program supervisi akademik. Program supervisi diatur dalam Permendikbud
Nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses, di mana pengawasan proses
pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan.
Tindak lanjut hasil supervisi dilakukan segera setelah supervisor selesai
melakukan observasi. Pelaksanaan tindak lanjut diawali dengan melakukan
analisis kelemahan dan kekuatan guru. Hasil analisis dan catatan supervisor dapat
digunakan untuk mengembangkan kompetensi guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Kemendikbud (2013e) menyatakan bahwa tindak lanjut hasil
supervise, yaitu (1) penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan
kinerja yang memenuhi atau melampaui standar dan (2) pemberian kesempatan
kepada guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesionalan
berkelanjutan.
2.3 Karakteristik Pembelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013
Menurut Kemendikbud (2014a), ilmu fisika merupakan (1) proses
memperoleh informasi melalui metode empiris, (2) informasi yang diperoleh
melalui penyelidikan yang kemudian ditata secara logis dan sistematis, dan (3)
suatu kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat
Page 52
34
dipercaya dan valid. Fisika sebagai proses atau metode penyelidikan meliputi cara
berpikir, sikap, dan langkah-langkah kegiatan saintis untuk memperoleh produk-
produk ilmu pengetahuan ilmiah melalui proses observasi, pengukuran,
merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data, bereksperimen, dan
memprediksi. Dalam konteks ini, fisika bukan sekadar cara bekerja, melihat, dan
cara berpikir, melainkan ‘science as a way of knowing’. Artinya, selain sebagai
proses, fisika juga meliputi kecenderungan sikap atau tindakan, keingintahuan,
kebiasaan berpikir, dan seperangkat prosedur.
Nilai-nilai fisika berhubungan dengan tanggung jawab moral, nilai-nilai
sosial, manfaat fisika dalam kehidupan manusia, sikap dan tindakan seseorang
dalam belajar atau mengembangkan fisika, serta terbentuknya sikap ilmiah,
misalnya keingintahuan, keseimbangan antara keterbukaan dan skeptis, kejujuran,
ketelitian, ketekunan, hati-hati, toleran, dan hemat. Dengan demikian, fisika dapat
dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, cara untuk melakukan
penyelidikan, serta sebagai kumpulan pengetahuan.
Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diprogramkan
dengan beberapa pertimbangan berikut (Kemendikbud, 2014a). Pertama, selain
untuk memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran fisika dimaksudkan
sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis yang berguna
untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata
pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu membekali
siswa pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan
untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri
Page 53
35
ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah,
serta berkomunikasi, sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.
Tujuan pembelajaran fisika menurut Peraturan Pemerintah Nomor 59
Tahun 2014 adalah sebagai berikut. (1) Menambah keimanan siswa dengan
menyadari hubungan keteraturan, keindahan alam, dan kompleksitas alam dalam
jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya. (2) Menunjukkan
perilaku ilmiah (rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, ulet, hati-hati,
bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif, dan peduli lingkungan) dalam
aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap ilmiah dalam melakukan
percobaan dan berdiskusi. (3) Menghargai kerja individu dan kelompok dalam
aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan
melaporkan hasil percobaan. (4) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif,
terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain. (5)
Mengembangkan pengalaman untuk menggunakan metode ilmiah dalam
merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,
merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis. (6) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis
induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. (7) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta
mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri
sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Page 54
36
Mata pelajaran Fisika di SMA/MA merupakan mata pelajaran peminatan
MIPA dengan ruang lingkup materi pembelajaran sebagai berikut (Kemendikbud,
2014a). (1) Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum
Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar
gelombang elektromagnetik. (2) Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton
tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan
momentum, momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika. (3)
Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial dan
energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik dan arus
bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori atom,
relativitas, dan radioaktivitas.
2.4 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap beberapa
hasil penelitian yang relevan dengan tindak guru dalam pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013. Pertama, Kustijono dan Wiwin (2014), dalam
penelitiannya tentang pandangan guru SMK di kota Surabaya terhadap
pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran fisika, berhasil mengungkap
bahwa (1) guru berpandangan belum sepenuhnya memahami prinsip
pembelajaran, terutama yang terkait dengan perbedaan pendekatan kontekstual
dengan pendekatan ilmiah, perbedaan pembelajaran parsial dengan pembelaran
terpadu, perbedaan pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal dengan
pembelajaran yang membutuhkan jawaban multi dimensi, perbedaan
pembelajaran verbalisme dengan pembelajaran yang aplikatif, dan pembelajaran
yang berprinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di
Page 55
37
mana saja adalah kelas; (2) guru berpandangan belum sepenuhnya memahami
prinsip penilaian, yaitu cara menilai kompetensi sikap, cara menilai keterampilan,
dan cara menyusun instrumen penilaian yang sesuai kaidah; (3) guru
berpandangan penyusunan RPP masih terkendala terutama pada sumber belajar
(buku teks, internet, lingkungan alam, dan sosial), media pembelajaran yang
bervariasi, media yang sesuai dengan materi pembelajaran, pendekatan
pembelajaran saintifik, penilaian autentik, penilaian yang sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi, dan pedoman penskoran; (4) guru berpandangan masih
belum dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar
proses meliputi: belum terbiasa menyampaikan kompetensi yang akan dicapai
kepada siswa, belum melaksanakan pembelajaran kontekstual dan saintifik, belum
memfasilitasi kegiatan mengolah atau menganalisis informasi untuk membuat
kesimpulan, belum menggunakan media pembelajaran yang bervariasi, media
yang digunakan belum menghasilkan pesan yang menarik; dan (5) guru
berpandangan masih belum dapat melaksanakan penilaian sesuai standar
penilaian, terutama yang berhubungan dengan cara mengembangkan instrumen
penilaian yang sesuai dengan kaidah, serta cara mengembangkan rubrik penilaian
dari instrumen yang dikembangkan tersebut.
Kedua, hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Kemendikbud
(2013b) menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru SMA
pada Tahun Pelajaran 2013/2014 sudah sesuai (89%) dengan pembelajaran
Kurikulum 2013 menurut siswa. Siswa menyatakan diberi kesempatan untuk
mengamati, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan informasi, mengolah data
dan mengkomunikasikan hasil temuan (pendekatan pembelajaran saintifik). Selain
Page 56
38
itu, cara guru menyampaikan materi dapat dipahami dengan mudah, menarik dan
menyenangkan (80%). Selaku supervisi, kepala sekolah menilai bahwa pemberian
remidi dan pengayaan telah dipahami oleh guru (78%). Guru juga telah
memahami konsep penilaian autentik (85%).
Ketiga, Wardani et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis
kesesuaian kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dengan tujuan
pembelajaran di SMAN Mojokerto” menemukan bahwa dari 22 RPP guru biologi
yang dianalisis, terdapat 3 RPP yang tidak mengembangkan pendekatan saintifik
dalam pembelajaran. Analisis lanjutan terhadap sisa 19 RPP tersebut menunjukkan
hasil sebagai berikut.
Tabel 2.4 Hasil Analisis Kesesuaian Kegiatan Pembelajaran Pendekatan
Saintifik dengan Tujuan Pembelajaran di SMAN Mojokerto
Aspek
Pendekatan
Santifik
Kegiatan yang
Tercantun di
RPP
NKTP Penyebab KTP
Mengamati Mengamati
lingkungan
sekitar, charta,
video/film, serta
artikel atau teks
bacaan.
81,81
(sesuai)
Objek yang diamati tidak sesuai
dengan tujuan pembelajaran
kognitif dan psikomotor, serta
guru tidak mengembangkan
kegiatan mengamati, dan hanya
copy paste kegiatan mengamati
pada silabus.
Menanya Kegiatan menanya
dilaksanakan
berdasarkan hasil
dari kegiatan
mengamati.
57,85
(kurang
sesuai)
(1) Sebagian besar kegiatan
menanya dilaksanakan oleh
guru. Kegiatan menanya yang
demikian adalah tidak tepat
karena berdasarkan
Permendikbud Nomor 81A
Tahun 2013 kegiatan 5M adalah
kegiatan yang dilakukan oleh
siswa. Oleh karena itu, rumusan
kegiatan menanya pada RPP
memposisikan siswa sebagai
subyek yang mengajukan
pertanyaan. (2) Pertanyaan tidak
sesuai dengan materi yang
diajarkan. (3) Pertanyaan kurang
sesuai dengan tujuan
Page 57
39
pembelajaran kognitif.
Mengumpulkan
data
Mengamati
lingkungan
sekolah, diskusi,
studi literatur,
percobaan atau
eksperimen, serta
mengamati
gambar/charta.
68,18
(kurang
sesuai)
(1) Guru tidak melaksanakan
praktikum untuk mencapai
tujuan pembelajaran kognitif dan
psikomotor. (2) Kegiatan yang
direncanakan belum sepenuhnya
sesuai dengan tujuan
pembelajaran kognitif yang
dirumuskan.
Mengasosiasi Berdiskusi dan
menyimpulkan
data hasil
pengamatan,
praktikum dan
studi literatur yang
diperoleh dari
kegiatan
mengumpulkan
data.
65,15
(kurang
sesuai)
(1) Aspek yang didiskusikan
kurang memenuhi seluruh tujuan
pembelajaran kognitif, karena
kegiatan mengumpulkan data
juga kurang memenuhi tujuan
pembelajaran kognitif. (2)
Kegiatan mengasosiasi data
yang direncanakan memang
tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran pengetahuan,
sikap, dan keterampilan.
Mengkomuni
Kasikan
Mempresentasikan
hasil pengamatan,
praktikum dan
studi literatur
secara lisan dan
tertulis.
68,18
(kurang
sesuai)
(1) Guru tidak mengembangkan
kegiatan mengkomunikasikan.
(2) Aspek yang dipresentasikan
tidak memenuhi seluruh tujuan
pembelajaran kognitif yang
dirumuskan. (3) Kegiatan
mengkomunikasi tidak sesuai
dengan tujuan pembelajaran
kognitif dan psikomotor serta
tidak sesuai dengan materi yang
dipelajari.
Keterangan: NKTP = Nilai Kesesuaian dengan Tujuan Pembelajaran
Sumber: Wardani et al (2014)
Keempat, penelitian mengenai profil authentic assessment guru yang
dilakukan oleh Pangastuti (dalam Dewi et al, 2014) menunjukkan bahwa
sebanyak 36.18% tujuan pembelajaran tidak sesuai dengan task dan rubrik.
Penelitian lain mengenai profil paper and pencil test guru biologi yang dilakukan
oleh Retnosari (dalam Dewi et al, 2014) menunjukkan bahwa terdapat 39.59%
soal tes yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran dan 17.59% soal tidak
dikembangkan dari tujuan pembelajaran.
Page 58
40
2.5 Kerangka Berpikir
Kurikulum 2013 merupakan salah satu langkah sentral dan strategis
dalam rangka penguatan karakter menuju bangsa Indonesia yang madani.
Kurikulum 2013 dikembangkan secara komprehensif, integratif, dinamis,
akomodatif, dan antisipatif terhadap berbagai tantangan masa depan. Kemunculan
Kurikulum 2013 menghasilkan dua suara, yaitu pihak yang setuju dan mendukung
implementasi Kurikulum 2013 serta pihak yang menolak implementasi Kurikulum
2013. Kehadiran Kurikulum 2013 yang seakan mendadak membuat guru ataupun
pelaku dunia pendidikan mengalami adaptasi tiba-tiba. Banyak pernyataan
pesimis yang mengungkapkan bahwa Kurikulum 2013 sulit untuk diterapkan jika
dibandingkan dengan Kurikulum 2006.
Implementasi Kurikulum 2013 masih berada dalam taraf uji coba,
sehingga belum semua pelaksanaannya berjalan dengan lancar. Namun demikian,
pemerintah terus berupaya untuk memaksimalkan implementasi Kurikulum 2013
melalui pelatihan guru dan pengawasan implementasi Kurikulum 2013 oleh
kepala sekolah dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan. Penelitian ini
bermaksud mengungkapkan implementasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 yang dilakukan oleh guru
fisika, serta problematika yang dihadapi guru dalam implementasi Standar Proses
Kurikulum 2013. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan oleh
pemerintah dalam mengembangkan model-model pelatihan Standar Proses
Kurikulum 2013 yang tepat.
Page 59
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Alasan Menggunakan Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, dengan memberikan analisis deskriptif terhadap fokus penelitian yang
telah dirumuskan, berdasarkan fakta tindak pembelajaran guru fisika dalam
implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 di kelas XI MIA SMA Negeri 1
Singaraja. Tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses
Kurikulum 2013 merupakan suatu bentuk interaksi sosial dengan gejala yang
tidak mudah dipahami dan data yang sulit dipastikan kebenarannya. Sugiyono
(2010) menyatakan bahwa interaksi sosial yang kompleks hanya dapat diuraikan
dengan melakukan penelitian kualitatif untuk menemukan pola-pola hubungan
yang jelas.
Karakteristik penelitian ini sesuai dengan karakteristik penelitian
kualitatif menurut Sugiyono (2010), yaitu sebagai berikut. (1) Penelitian ini
dilakukan pada kondisi yang alami, yaitu dengan langsung datang ke SMA Negeri
1 Singaraja. (2) Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu lebih menekankan pada
data-data tindak guru dalam bentuk kata-kata atau gambar. (3) Penelitian ini lebih
menekankan pada proses daripada produk, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. (4)
Analisis data dilakukan secara induktif karena dinilai lebih mampu menguraikan
41
Page 60
42
latar secara penuh dan dapat menghasilkan keputusan-keputusan tentang dapat
tidaknya pengalihan pada latar lainnya. (5) Penelitian ini lebih menekankan pada
makna tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses
Kurikulum 2013 dibalik data yang tampak di lapangan.
Jenis penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kasus. Creswell (1998) mengemukakan bahwa studi kasus merupakan
penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu
individu, lembaga, atau gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit,
sehingga hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Studi kasus
yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari
kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak
saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dapat diperoleh dari semua pihak yang
mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Dengan kata lain, data
dalam studi kasus dapat diperoleh dari berbagai sumber, namun terbatas dalam
kasus yang akan diteliti (Danim, 2002).
Studi kasus merupakan kajian mengenai unit sosial tertentu, sehingga
hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas dan mendalam mengenai unit
sosial yang diteliti. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel
dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2002). Penelitian studi
kasus akan kurang kedalamannya jika hanya dipusatkan pada salah satu aspek
tertentu, tanpa memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya,
studi kasus akan kehilangan artinya jika hanya ditujukan sekadar untuk
memperoleh gambaran umum, tanpa menemukan aspek khusus yang perlu
dipelajari secara intensif dan mendalam (Creswell, 1998). Berdasarkan paparan
Page 61
43
tersebut, maka kasus yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu tindak guru dalam
pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 dengan fokus
penelitian pada pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013, tindak
guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013, problematika guru dalam implementasi Standar
Proses Kurikulum 2013, serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi
problematika tersebut, dinilai telah sesuai dengan konsep penelitian studi kasus.
3.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) tahap pra lapangan,
(2) tahap lapangan, dan (3) tahap pasca lapangan. Tahap-tahap tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut.
3.2.1 Tahap Pra-Lapangan
Tahap pra-lapangan merupakan tahap penyusunan, perencanaan, dan
penyiapan segala bentuk materi yang dibutuhkan pada tahap berikutnya. Pada
tahap ini dilakukan beberapa aktivitas sebagai berikut.
1. Menyusun rancangan penelitian yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah, kajian pustaka, penentuan instrumen, teknik pengumpulan data,
teknik analisis data, dan tekinik pemeriksaan keabsahan data. Rancangan
penelitian disusun selama peneliti mengikuti perkuliahan seminar fisika.
Peneliti melakukan bimbingan dengan dosen pengampu mata kuliah seminar,
serta melakukan kajian terhadap artikel penelitian, skripsi, dan tesis yang
relevan dengan fokus penelitian ini.
2. Memilih tempat penelitian. Tempat penelitian ini adalah SMA Negeri 1
Singaraja. Hubungan positif yang telah dijalin peneliti dengan subjek
Page 62
44
penelitian pada saat melakukan PPL-Awal merupakan salah satu
pertimbangan yang digunakan dalam menentukan tempat penelitian. Hal ini
dimaksudkan agar informasi yang diperoleh alami dan apa adanya.
3. Penyiapan sarana dan penentuan waktu pelaksanaan penelitian. Sarana yang
dimaksud adalah alat tulis, perekam suara, kamera, dan handycam.
4. Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian. Peneliti mempersiapan
surat ijin pelaksanaan penelitian sebagai kelengkapan administrasi sebelum
terjun langsung ke lapangan.
5. Melakukan penjajakan awal dan menilai keadaan lapangan. Maksud dan
tujuannya adalah untuk mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan
keadaan alam (Moleong, 2007).
6. Memilih dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang-orang yang
berada dalam latar penelitian. Informan dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan dalam
penelitian ini adalah guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik
dari Dinas Pendidikan.
7. Menentukan jadwal pelaksanaan penelitian. Jadwal pelaksanaan penelitian di
koordinasikan oleh peneliti dan informan.
3.2.2 Tahap Lapangan
Tahap lapangan merupakan tahap pengumpulan informasi secara
holistik-kontekstual, sebagai aktivitas yang memanfaatkan segala sesuatu yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, kegiatan lapangan dapat
dijabarkan sebagai berikut.
Page 63
45
1. Memahami latar penelitian. Sebelum memasuki lapangan, peneliti perlu
memahami latar penelitian terlebih dahulu. Peneliti secara fisik dan mental,
mempersiapkan diri untuk terjun ke lapangan. Dari segi fisik, penampilan
peneliti akan disesuaikan dengan kebiasaan serta norma yang berlaku di SMA
Negeri 1 Singaraja.
2. Pengumpulan data. Pada proses pengumpulan data, peneliti menggunakan
alat-alat penelitian yang sudah dipersiapkan sebelumnya, yaitu perekam
suara, handycam, kamera, alat tulis, pedoman wawancara, dan pedoman
observasi. Pengumpulan data dilakukan dalam waktu empat bulan sampai
data yang diperoleh jenuh.
3. Analisis data di lapangan. Analisis data yang dilakukan peneliti pada tahap ini
berupa pengaturan urutan data dan pengkategorian data ke dalam beberapa
kategori sesuai dengan fokus penelitian. Analisis terhadap data tersebut
dilakukan secara lebih intensif setelah peneliti meninggalkan tempat
penelitian.
3.2.3 Tahap Pasca Lapangan
Kegiatan pada tahap pasca lapangan adalah analisis data lanjutan,
pengambilan simpulan akhir, konfirmasi, dan penyusunan laporan. Kegiatan
analisis data lanjutan dilakukan setelah keseluruhan data terkumpul dan setelah
kegiatan pengumpulan data di lapangan berakhir. Kegiatan analisis data lanjutan
dilakukan sampai diperoleh simpulan akhir. Pada kegiatan ini, dilakukan pula
konfirmasi tentang temuan penelitian kepada informan dan dosen pembimbing.
Tahap ini diakhiri dengan penulisan laporan.
Page 64
46
3.3 Situasi Sosial
Dalam penelitian kualitatif, dikenal istilah situasi sosial yang meliputi
tempat dan waktu penelitian, serta pelaku penelitian yang saling berinteraksi
secara sinergis. Berikut penjelasan dari masing-masing komponen tersebut.
3.3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelas XI Matematika dan Ilmu Alam
(MIA) SMA Negeri 1 Singaraja pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling, dengan dasar
pertimbangan sebagai berikut. (1) SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu
sekolah pengembangan Kurikulum 2013. (2) Peneliti pernah melakukan PPL-
Awal di sekolah ini, sehingga peneliti memiliki gambaran lebih tentang
lingkungan fisik sekolah serta hubungan baik dengan guru fisika dan kepala SMA
Negeri 1 Singaraja. (3) Materi pembelajaran fisika kelas XI semester genap relatif
abstrak, sehingga berpotensi ditemukannya kendala guru dalam penerapan
Standar Proses Kurikulum 2013. (4) Lokasi SMA Negeri 1 Singaraja dekat
dengan tempat tinggal peneliti dan kampus UNDIKSHA, sehingga penggunaan
waktu, tenaga, dan biaya dapat diminimalisir.
3.3.2 Pelaku Penelitian
Pelaku penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dan
objek penelitian. Subjek yang diteliti adalah dua orang guru fisika yang mengajar
di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja. Sedangkan objek penelitian ini adalah
tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum
2013, yang ditinjau dari pemahaman guru tentang konsep pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Page 65
47
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, problematika yang
dihadapi guru dalam pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum
2013, serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya.
3.4 Data dan Sumber Data Penelitian
3.4.1 Data Penelitian
Data penelitian mengacu pada materi mentah yang dikumpulkan oleh
peneliti dari “dunia” yang sedang diteliti, yaitu berupa fakta-fakta lapangan yang
berhubungan dengan fokus penelitian. Data penelitian merupakan materi yang
akan diolah untuk menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Materi yang
akan diolah dalam penelitian ini, yaitu (1) checklist kesesuaian perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru dengan Standar
Proses Kurikulum 2013, (2) transkrip observasi pembelajaran yang dilakukan
guru, (3) transkrip wawancara dengan guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas
akademik dari Dinas Pendidikan, serta (4) catatan lapangan yang dibuat peneliti.
3.4.2 Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini ditentukan secara purposive sampling, yaitu
dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu, dalam rangka memperoleh
ketepatan dan kecukupan informasi yang dibutuhkan (Sugiyono, 2010). Penentuan
sumber data penelitian ini juga berdasarkan pada kriteria sumber data penelitian
menurut Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2010), yaitu sebagai berikut. (1)
Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan hanya sekadar diketahui, namun juga dihayati. (2)
Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan
yang tengah diteliti. (3) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk
Page 66
48
dimintai informasi. (4) Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi
hasil kemasannya sendiri. (5) Mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing
dengan peneliti, sehingga akan lebih menggairahkan untuk dijadikan narasumber.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, ditentukanlah guru, siswa, kepala sekolah,
pengawas akademik dari Dinas Pendidikan sebagai sumber data penelitian ini.
Guru yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian adalah dua
orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja
semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Pemilihan guru model dilakukan
berdasarkan pertimbangan senioritas dan pengalaman penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013. Sumber data siswa diperoleh dari dua orang siswa yang diajar
oleh masing-masing guru bersangkutan. Pemilihan siswa tersebut dilakukan
berdasarkan pertimbangan prestasi akademik dan jenis kelamin. Hubungan fokus
penelitian dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Matriks Hubungan Fokus Penelitian dan Sumber Data
No Fokus Penelitian Sumber Data
1 Pemahaman guru fisika SMA Negeri 1
Singaraja tentang Standar Proses
Kurikulum 2013.
Guru, kepala sekolah, dan
pengawas akademik dari Dinas
Pendidikan
2 Tindak guru dalam perencanaan
pembelajaran fisika berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
Guru, kepala sekolah,
pengawas akademik, serta
silabus dan RPP guru
3 Tindak guru dalam pelaksanaan
pembelajaran fisika berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
Guru, siswa, kepala sekolah,
pengawas akademik, dan RPP
guru
4 Tindak guru dalam evaluasi
pembelajaran fisika berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
Guru, siswa, kepala sekolah,
pengawas akademik, RPP guru,
instrumen penilaian
5 Problematika yang dihadapi guru dalam
pembelajaran fisika berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
Guru, siswa, kepala sekolah,
pengawas akademik, RPP guru,
instrumen penilaian
6 Upaya untuk mengatasi problematika
guru dalam pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
Guru, siswa, kepala sekolah,
dan pengawas akademik Dinas
Pendidikan
Page 67
49
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
data untuk semua jenis penelitian (Moleong, 2007). Ketepatan penggunaan
metode pengumpulan data bergantung pada keperluan, yakni jenis data yang
dikumpulkan dan situasi yang dijumpai dalam pengumpulan data. Oleh karena
jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa deskripsi tindak
pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum 2013,
dengan demikian teknik yang digunakan adalah observasi partisipatif, wawancara
semiterstruktur, dan studi dokumen. Alat-alat yang digunakan untuk mengambil
data adalah perekam suara, kamera, handycam, pedoman wawancara, pedoman
observasi, dan alat tulis. Penjelasan masing-masing teknik pengumpulan data
tersebut adalah sebagai berikut.
3.5.1 Observasi Partisipatif
Dalam observasi partisipatif, peneliti terlibat secara langsung dengan
kegiatan subjek penelitian. Sambil melakukan observasi, peneliti ikut melakukan
apa yang dikerjakan oleh subjek penelitian dan ikut merasakan suka dukanya. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Patton (dalam Nasution, 2003), bahwa agar bisa
menjadi partisipan dan sekaligus observer, peneliti hendaknya turut serta dalam
berbagai peristiwa dan kegiatan dari subjek penelitian.
Jenis observasi partisipatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi partisipatif moderat, di mana dalam mengumpulkan data, peneliti tidak
melakukan observasi pada semua aktivitas subjek penelitian, namun hanya
terbatas pada beberapa kegiatan yang terkait dengan fokus penelitian. Melalui
metode ini, data dikumpulkan dengan cara merekam keseluruhan proses
Page 68
50
pembelajaran yang dilakukan guru dengan bantuan alat perekam audio visual
(handycam). Disamping itu, peneliti juga menggunakan pedoman observasi
berupa checklist kesesuaian pembelajaran fisika yang dilakukan guru dengan
Standar Proses Kurikulum 2013. Kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan
dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Observasi (Checklist)
No. Aspek Indikator Nomor
Pernyataan
1 Perencanaan
pembelajaran
berbasis
Standar
Proses
Kurikulum
2013
(Analisis
RPP)
a. Identitas RPP 1-5
b. Memuat KI yang sesuai dengan silabus B
c. Kompetensi Dasar (KD) 6-9
d. Indikator 10-14
e. Tujuan Pembelajaran 15-18
f. Materi Pembelajaran 19-26
g. Media/sumber pembelajaran 27-30
h. Metode Pembelajaran 31-34
i. Kegiatan Pembelajaran 35-43
j. Penilaian 44-49
2 Pelaksanaan
pembelajaran
berbasis
Standar
Proses
Kurikulum
2013
a. Kegiatan pendahuluan 50-54
b. Penerapan pendekatan saintifik 64-70
c. Penguasaan materi dan pengelolaan
pembelajaran
55-61, 75-
81
d. Penggunaan sumber dan media
pembelajaran
71-74
e. Pengembangan aspek religius, sikap,
pengetahuan, dan keterampilan siswa
62-63
f. Kegiatan penutup 82-86
3 Evaluasi
pembelajaran
berbasis
Standar
Proses
Kurikulum
2013
a. Penilaian aspek sikap 87-94
b. Penilaian aspek pengetahuan 96-99
c. Penilaian aspek keterampilan 100-105
d. Remedi 106
e. Pengayaan 107
Keterangan
: Indikator yang dimaksud telah dilakukan
- : Indikator yang dimaksud tidak dilakukan
Page 69
51
3.5.2 Wawancara Semiterstruktur
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam
(Sugiyono, 2010). Dalam wawancara, biasanya terjadi tanya jawab yang
dilakukan secara sistematis dan berpijak pada fokus penelitian. Dengan kata lain,
wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara dengan
narasumber untuk memperoleh informasi tertentu.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
wawancara semiterstruktur yang mendalam, di mana peneliti menyiapkan
pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis, namun dalam
pelaksanaannya, pertanyaan wawancara dapat berkembang di luar pedoman
tersebut. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan
secara lebih terbuka, di mana pihak yang diwawancarai dimintai penjelasan
mengenai hal-hal yang melatar belakangi perilakunya.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap beberapa sumber
data penelitian, yaitu guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik mata
pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng. Wawancara dengan
guru bertujuan untuk memperoleh data primer, yaitu pemahaman guru tentang
konsep pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013; tindak guru dalam
penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 pada perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran; problematika guru dalam penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013; upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika
tersebut; serta alasan-alasan yang melatarbelakangi aktivitas pembelajaran yang
dilakukan guru, yang terekam dalam transkrip observasi dan studi dokumen.
Page 70
52
Sedangkan wawancara dengan siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik
bertujuan untuk memperoleh data triangulasi hasil wawancara dengan guru. Kisi-
kisi pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada
Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancara
No. Aspek Indikator Nomor
Pertanyaan
1 Pehaman tentang
konsep
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
a. Penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013 secara umum
di SMAN 1 Singaraja
1, 5, 25-28
b. Sumber pengetahuan tentang
Standar Proses Kurikulum 2013
2-4, 29
c. Pemahaman guru tentang
perencanaan pembelajaran
berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
7-10
d. Pemahaman guru tentang
pelaksanaan pembelajaran
berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
6, 11-14
e. Pemahaman guru tentang
evaluasi pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
15- 20
f. Supervisi akademik pemahaman
guru tentang konsep
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
30-32, 35-38
2 Perencanaan
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
a. Persiapan perencanaan
pembelajaran
41-42
b. Penyusunan RPP 43- 55
c. Supervisi akademik
perencanaan pembelajaran
berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
58- 70
3 Pelaksanaan
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
a. Kondisi fisik pembelajaran 111-117
b. Kegiatan pendahuluan 74-78, 118-124
c. Penerapan metode dan model
pembelajaran
79-81
d. Penerapan pendekatan saintifik 82-87, 136-141
e. Penguasaan materi dan
pengelolaan pembelajaran
148-159
f. Penggunaan sumber dan media
pembelajaran
88- 92, 125-135
Page 71
53
g. Pelaksanaan praktikum 93-98, 142- 147
h. Pengembangan aspek religius,
sikap, pengetahuan, dan
keterampilan siswa
99- 104
i. Kegiatan penutup 105-107, 160-164
j. Supervisi akademik pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
168-170, 175-176
4 Evaluasi
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
a. Penilaian aspek pengetahuan 180-186, 217-219
b. Penilaian aspek sikap 187-195, 220-223
c. Penilaian aspek keterampilan 196-203, 224-226
d. Remedi dan pengayaan 204-211, 227-230
e. Supervisi akademik evaluasi
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
234-239, 243-244
5 Problematika
penerapan Standar
Proses Kurikulum
2013 dan upaya
penyelesaiannya
a. Problematika pehaman konsep
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 dan
upaya penyelesaiannya
21- 24, 33-34, 39-
40
b. Problematika perencanaan
pembelajaran dan upaya
penyelesaiannya
56, 57, 65, 66-68,
71-73
c. Problematika pelaksanaan
pembelajaran dan upaya
penyelesaiannya
108-110, 165, 167,
171-174, 177, 179
d. Problematika evaluasi
pembelajaran dan upaya
penyelesaiannya
212-216, 231-233,
240-242, 245-247
3.5.3 Studi Dokumen
Studi dokumen digunakan sebagai pelengkap dari data yang diperoleh
pada metode observasi partisipatif dan wawancara semiterstruktur. Sugiyono
(2010) menyatakan bahwa data penelitian dari hasil observasi dan wawancara
akan lebih dipercaya jika didukung oleh suatu dokumen tentang data tersebut.
Dokumen yang dikaji dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan
pembelajaran, foto-foto dan video proses pembelajaran, serta dokumen instrumen
dan hasil evaluasi pembelajaran yang dibuat guru. Matriks rencana pengumpulan
data secara umum disajikan pada Tabel 3.4 berikut.
Page 72
54
Tabel 3.4 Matriks Pengumpulan Data
No Aspek Sumber
Data
Teknik
Pengumpulan
Data
Alat Pengumpul
1 Pemahaman guru
terhadap Standar
Proses Kurikulum
2013.
Guru, kepala
sekolah, dan
pengawas
Wawancara
semiterstruktur
Pedoman
wawancara, catatan
lapangan, dan
perekam suara
2 Perencanaan
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
Guru, kepala
sekolah,
pengawas,
silabus, dan
RPP guru
Wawancara
semiterstruktur,
observasi
partisipatif, dan
studi dokumen
Pedoman
wawancara,
perekam suara,
pedoman observasi,
dan catatan lapangan
3 Pelaksanaan
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
Guru, siswa,
kepala
sekolah,
pengawas,
dan RPP guru
Wawancara
semiterstruktur,
observasi
partisipatif, dan
studi dokumen
Pedoman
wawancara,
perekam suara,
pedoman observasi,
catatan lapangan,
dan handycam.
4 Evaluasi
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
Guru, siswa,
kepala
sekolah,
pengawas,
RPP guru,
dan
instrumen
penilaian
Wawancara
semiterstruktur,
observasi
partisipatif, dan
studi dokumen
Pedoman
wawancara,
perekam suara,
pedoman observasi,
catatan lapangan,
dan handycam.
5 Problematika
penerapan
Standar Proses
Kurikulum 2013
dan upaya
penyelesaiannya.
Guru, siswa,
kepala
sekolah,
pengawas,
RPP guru,
dan dokumen
penilaian
pembelajaran
Wawancara
semiterstruktur,
observasi
partisipatif, dan
studi dokumen
Pedoman
wawancara,
perekam suara,
pedoman observasi,
dan catatan lapangan
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Nasution (2003) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan
lain selain menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya
adalah bahwa segala sesuatu yang akan diteliti belum memiliki bentuk yang pasti.
Page 73
55
Keadaan yang serba tidak pasti tersebut menyebabkan hanya peneliti itu sendiri
satu-satunya alat yang dapat menghadapinya.
Peneliti sebagai instrumen penelitian memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Nasution, 2003). (1) Peneliti sebagai alat, peka dan dapat bereaksi terhadap
segala stimulus dari lingkungan. (2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri
terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan beranekaragam data
sekaligus. (3) Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat
menangkap keseluruhan informasi, kecuali peneliti itu sendiri. (4) Situasi yang
melibatkan interaksi manusia, dipahami oleh peneliti dengan sering merasakannya
dan menyelaminya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. (5) Peneliti sebagai
instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. (6) Hanya peneliti
sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang
dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakannya segera sebagai balikan untuk
memperoleh penegasan atau perubahan. (7) Setiap situasi merupakan bagian dari
keseluruhan. Menurut Sugiyono (2010), peneliti kualitatif sebagai instrumen
kunci berfungsi menetapkan fokus, memilih narasumber, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data,
dan membuat simpulan atas temuannya.
3.6 Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah melakukan analisis
data secara kolektif. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
Page 74
56
memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, serta membuat
kesimpulan, sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain
(Sugiyono, 2010).
Analisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dari
rumusan masalah penelitian yang telah ditentukan. Oleh karena itu, analisis data
dilakukan sepanjang penelitian secara terus menerus dari awal sampai akhir
penelitian melalui proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-
transkrip wawancara, catatan lapangan, dan sumber data lain. Analisis data
melibatkan pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data, pencarian pola-pola,
pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dengan
demikian, dalam penelitian ini, analisis data merupakan proses mencari,
menyederhanakan, mengklasifikasi, dan mengatur secara sistematis data yang
diperoleh dengan tujuan untuk menyusun hipotesis kerja, menemukan makna
yang terjadi dalam latar penelitian, kemudian mengangkatnya menjadi sebuah
teori sebagai hasil temuan penelitian.
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif,
yaitu dengan menemukan simpulan akhir berdasarkan data yang dikumpulkan
sedikit demi sedikit dari lokasi penelitian (Sugiyono, 2010). Dalam menganalisis
data penelitian, peneliti menggunakan kerangka berpikir analisis data yang
diadaptasi dari model interaktif Miles dan Huberman. Terdapat tiga tahapan
analisis data yang dilakukan, yaitu (1) reduksi data (data reduction), (2) paparan
data (data display), serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi data (conclusion
drawing and verification). Alur aktivitas peneliti pada ketiga tahap analisis data
tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.1 berikut.
Page 75
57
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)
(Sugiyono, 2010)
3.6.1 Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data adalah proses memilih dan menyarikan data kasar yang
diperoleh dari lapangan untuk selanjutnya diberikan kode. Reduksi data dan
penyajian hasilnya dilakukan secara terus menerus selama pengumpulan data
berlangsung. Berdasarkan hasil reduksi tersebut, kemudian ditarik kesimpulan
sementara. Jika pada sajian dirasakan masih terdapat kejanggalan-kejanggalan,
maka segera diadakan reduksi melalui verifikasi data dengan data yang lain untuk
mencari data baru (Sugiyono, 2010).
Langkah kerja yang dilakukan pada tahap reduksi data adalah sebagai
berikut. Data pada catatan lapangan disusun kembali dan dicocokan dengan data
yang termuat pada transkrip observasi dan trasnkrip wawancara, sehingga
menggambarkan kegiatan pembelajaran secara utuh dan menyeluruh. Gambaran
data tersebut dipilih dan disarikan, diberi kode atau tanda, dan diberi catatan kecil
menurut relevansinya dengan fokus penelitian. Pengkodean ini bertujuan agar data
yang diperoleh tidak tercampur dengan data lainnya, di samping juga akan
mempermudah peneliti saat menarasikan hasil penelitian. Teknik pengkodean
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.
Data Collection
Data Reduction
Data Display
Conclusions
Drawing/Verification
Page 76
58
Tabel 3.5 Teknik Pengkodean Data
Klasifikasi Kode Kode Arti Kode
Teknik pengumpulan data Obs Observasi
Wan Wawancara
Dok Studi Dokumen
Urutan pengumpulan data D1 Data pertama
D2 Data kedua
dan seterusnya.
Informan GA Guru A
GB Guru B
SGA Siswa guru A
SGB Siswa guru B
KS Kepala sekolah
PGW Pengawas
Waktu pengambilan data Contoh:
11-01-15
11 Januari 2015
Temuan T1 Temuan pertama
T2 Temuan kedua
dan seterusnya.
Berdasarkan teknik pengkodean tersebut, jika ditemukan kode
Wan/D1/GA/11-04-15/T3, maka kode tersebut berarti temuan ketiga dalam
wawancara pertama dengan Guru A yang dilaksanakan pada 11 April 2015.
Setelah data dikodekan, selanjutnya data dikelompokkan sesuai dengan fokus
penelitian yang telah dirumuskan.
3.6.2 Paparan Data (Data Display)
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah tahap pemaparan atau
penyajian data. Data penelitian kualitatif dapat disajikan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Teknik
penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kata-kata
yang bersifat naratif. Pemaparan data akan memudahkan peneliti untuk
memahami apa yang terjadi, serta memudahkan untuk merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
Page 77
59
3.6.3 Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman (dalam Sugiyono, 2010) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan sebelumnya masih bersifat sementara dan
akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat, yang mendukung
kesimpulan tersebut pada tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2010).
Jika kesimpulan yang dibuat dirasakan masih memuat kejanggalan-kejanggalan,
maka peneliti harus melakukan verifikasi dengan sumber data. Namun, jika pada
tahap pengumpulan data berikutnya telah ditemukan bukti pendukung kesimpulan
awal, maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan akhir. Alur pengumpulan
data sampai analisis data dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 3.2 Alur Pengumpulan Data sampai dengan Analisis Data Penelitian
Page 78
60
3.7 Pemeriksaan Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif sering hanya ditekankan
pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama
terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliabel, dan obyektif. Validitas
merupakan derajat ketepatan antar data yang terjadi pada obyek penelitian dengan
data yang dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian, data yang valid adalah data
“yang tidak berbeda” antar data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian (Nasution, 2003). Agar data benar-
benar akurat, sahih, representatif, dan layak untuk dianalisis, maka dalam
penelitian ini digunakan empat teknik pemeriksaan data menurut Moleong (2007),
yaitu sebagai berikut.
3.7.1 Kredibilitas (Credibility)
Kredibilitas merupakan validitas internal, yang berhubungan dengan nilai
kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Pengujian kredibilitas data
dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara berkesinambungan,
menggunakan referensi pembanding, triangulasi sumber dan teknik pengumpulan
data, dan diskusi dengan teman sejawat yang melakukan penelitian sejenis.
3.7.2 Tranferabilitas (Transferability)
Transferabilitas merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif,
yang menyatakan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke
populasi di mana sampel tersebut diambil (Sugiyono, 2010). Pengujian
transferabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan membuat laporan yang
uraiannya rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Pengujian ini bertujuan
Page 79
61
untuk memberikan kejelasan hasil penelitian, sehingga pembaca dapat
mengaplikasikan hasil penelitian ini ditempat lain. Sanafiah Faisal (dalam
Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa jika pembaca laporan penelitian memperoleh
gambaran yang jelas tentang suatu hasil penelitian, maka laporan tersebut telah
memenuhi standar transferabilitas.
3.7.3 Dependabilitas (Dependendability)
Dependabilitas merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai mutu
dari proses penelitian yang dilakukan (Sugiyono, 2010). Pengujian dependabilitas
dalam penelitian ini dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian.
Proses penelitian yang dimaksud adalah penentuan fokus masalah, proses
memasuki SMA Negeri 1 Singaraja, penentuan sumber data, analisis data,
pengujian keabsahan data, dan pembuatan kesimpulan hasil penenlitian. Menurut
Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2010), jika peneliti tidak mampu menunjukkan
jejak aktivitas lapangan, maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan.
3.7.4 Konfirmabilitas (Confirmability)
Pengujian konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif disebut dengan uji
objektivitas penelitian (Sugiyono, 2010). Penelitian dikatakan objektif, jika hasil
penelitian telah disepakati banyak orang. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa
penelitian dinyatakan memenuhi standar konfirmabilitas, jika hasil penelitian
tersebut merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan. Dengan
demikian, pengujian konfirmabilitas dapat dilakukan secara bersamaan dengan
pengujian dependabilitas.
Page 80
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini meliputi tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut. (1)
Gambaran umum tempat penelitian. (2) Gambaran umum pembelajaran fisika di
SMA yang diteliti. (3) Temuan penelitian, yang meliputi (a) pemahaman guru
fisika tentang Standar Proses Kurikulum 2013, (b) tindak guru dalam perencanaan
pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (c) tindak guru
dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013,
(d) tindak guru dalam evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013, (e) problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika
berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, dan (f) upaya yang telah dilakukan
untuk mengatasi problematika guru dalam pembelajaran fisika berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013.
4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu dari lima sekolah
pengembangan Kurikulum 2013 di Kabupaten Buleleng, Bali. SMA Negeri 1
Singaraja beralamat di Jalan Pramuka, Nomor 4, Singaraja. Kurikulum 2013 di
sekolah ini telah diterapkan sejak Tahun Pelajaran 2013/2014. Dengan demikian,
pada Tahun Pelajaran 2014/2015, pembelajaran berbasis Standar Proses
62
Page 81
63
Kurikulum 2013 hanya diterapkan di kelas X dan kelas XI, sedangkan untuk kelas
XII masih menggunakan Standar Proses Kurikulum 2006.
SMA Negeri 1 Singaraja secara resmi berdiri pada 1 Nopember 1950
(Litbang, 2015). Ini berarti bahwa sekolah ini sudah cukup tua dan telah memiliki
pengalaman selama 65 tahun. Hal ini terlihat juga dari bangunan gedung utama
sekolah ini yang masih berdisain arsitektur Belanda. Gedung utama tersebut
masih berdiri kokoh sampai saat ini, meskipun bangunan tersebut telah direnovasi
pada beberapa bagian. Namun demikian, renovasi yang dilakukan tidak merubah
estestika arsitektur bangunan tersebut.
Observasi awal yang dilakukan peneliti menemukan bahwa fasilitas
pendukung pembelajaran di SMA Negeri 1 Singaraja adalah ruang kelas, ruang
perpustakaan, bank mini, laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium
biologi, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, dan ruang multimedia.
Setiap ruangan telah dilengkapi dengan sarana teknologi informasi, seperti LCD
proyektor dan intercom. Ruang laboratorium komputer, laboratorium bahasa, dan
ruang multimedia telah dilengkapi dengan fasilitas komputer, tape, dan televisi.
Jumlah ruang kelas di SMA Negeri 1 Singaraja adalah 31 kelas, dengan rincian 11
ruang kelas X, 10 ruang kelas XI, dan 10 ruang kelas XII. Kelas X terbagi
menjadi 9 jurusan MIA (Matematika dan Ilmu Alam), 1 jurusan Babud (Bahasa
dan Budaya, dan 1 jurusan IIS (Ilmu Sosial). Sedangkan kelas XI dan XII terbagi
menjadi 8 jurusan MIA, 1 jurusan Babud, dan 1 jurusan IIS. Fasilitas internet di
SMA Negeri 1 Singaraja telah dikembangkan melalui jaringan kabel maupun
wireless yang dapat diakses dari seluruh lingkungan sekolah.
Page 82
64
Penyelenggaraan SMA Negeri 1 Singaraja dilaksanakan oleh kepala
sekolah yang dibantu oleh lima wakil kepala sekolah. Wakil kepala sekolah
memiliki beberapa asisten yang membidangi tugas tertentu. Selain itu,
penyelenggaraan sekolah juga dibantu oleh guru-guru, staf pegawai, dan tim ICT.
Semua komponen tersebut bersinergi melaksanakan penyelenggaraan sekolah
berdasarkan sistem struktural organisasi yang terdapat di SMA Negeri 1 Singaraja.
Jumlah siswa SMA Negeri 1 Singaraja pada Tahun Pelajaran 2014/2015 adalah
860 orang, dengan rincian siswa kelas X berjumlah 306 orang, siswa kelas XI
berjumlah 303 orang, dan siswa kelas XII berjumlah 251 orang (Data Siswa SMA
Negeri 1 Singaraja menurut Jenis Kelamin Per Rombel, 2015). Sedangkan jumlah
PNS di SMA Negeri 1 Singaraja adalah 63 orang, dengan rincian 55 orang guru
dan 8 orang staf (DUK PNS SMA Negeri 1 Singaraja, 2015).
4.1.2 Gambaran Umum Pembelajaran Fisika di SMA yang Diteliti
Mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja diampu oleh enam orang
guru fisika, dengan rincian lima orang guru telah tersertifikasi dan telah memiliki
gelar magister, serta satu orang guru bergelar sarjana dan belum tersertifikasi.
Pembagian jam mengajar dilakukan dengan kesepakatan bahwa setiap guru
mengampu mata pelajaran fisika dari dua angkatan yang berbeda. Pembelajaran
fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dilaksanakan di 25 kelas, dengan rincian 9 kelas
untuk angkatan kelas X, 8 kelas untuk angkatan kelas XI, dan 8 kelas untuk
angkatan kelas XII (Wan/D1/KS/11-06-2015/T1). Berdasarkan data absensi siswa
SMA Negeri 1 Singaraja semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015, jumlah total
siswa yang mengikuti pembelajaran fisika adalah 797 orang, dengan rincian rerata
rombongan belajar 32 orang untuk angkatan kelas X, 36 orang untuk angkatan
Page 83
65
kelas XI, dan 30 orang untuk angkatan kelas XII. Kepala sekolah menjelaskan
bahwa rata-rata jumlah rombongan belajar untuk kelas X dan kelas XI telah
memenuhi persyaratan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Perbedaan
rombongan belajar di beberapa kelas untuk angkatan kelas XI dikarenakan
pembatasan jumlah rombongan belajar untuk kelas unggulan XI MIA 1 dan XI
MIA 2, yaitu 28 orang siswa per kelas, sehingga, 4 orang siswa yang seharusnya
berada di kelas tersebut dipindahkan ke kelas lain (Wan/D1/KS/11-06-2015/T2).
Pada Tahun Pelajaran 2014/2015, mata pelajaran peminatan fisika untuk
kelas XI tidak diprogramkan. Dengan demikian, siswa kelas XI yang memperoleh
pembelajaran fisika hanya siswa yang berasal dari jurusan MIA. Mata pelajaran
peminatan kelompok IPA untuk kelas XI yang diprogramkan hanya kimia dan
biologi. Hal ini dikarenakan jam mengajar untuk guru-guru fisika sudah terpenuhi,
sedangkan jam mengajar untuk guru-guru kimia dan biologi masih kurang
(Wan/D3/GB/30-04-2015/T1).
Jumlah jam pelajaran tatap muka untuk mata pelajaran fisika adalah
sebagai berikut. Angkatan kelas X dan XI yang pada Tahun Pelajaran 2014/2015
menggunakan Kurikulum 2013, adalah 4 jam pelajaran untuk 2 kali pertemuan
setiap minggu. Dengan demikian, setiap pertemuan siswa kelas X dan XI
memperoleh 2 jam pelajaran untuk mata pelajaran fisika. Sedangkan kelas XII
yang masih menggunakan Kurikulum 2006, jumlah jam pelajarannya adalah 5
jam untuk 2 kali pertemuan per minggu, sehingga siswa angkatan kelas XII
memperoleh 2,5 jam pelajaran untuk setiap pertemuan (Wan/D1/KS/11-06-
2015/T3)
Page 84
66
Pembelajaran tatap muka untuk mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1
Singaraja dilaksanakan di tiga tempat, yaitu di kelas, di laboratorium fisika, dan di
lab komputer. Kepala SMA Negeri 1 Singaraja menjelaskan bahwa terdapat guru
fisika yang melaksanakan pembelajaran online, sehingga pembelajaran harus
dilakukan di lab komputer (Wan/D1/KS/11-06-2015/T4). Observasi awal yang
dilakukan peneliti pada 8 April 2015 menemukan bahwa salah satu fasilitas
pendukung pembelajaran fisika adalah LCD yang terpasang di setiap kelas.
Peneliti juga menemukan bahwa selain menggunakan buku, siswa juga
menggunakan internet sebagai sumber belajar.
4.1.3 Temuan Penelitian
Bagian ini memaparkan temuan-temuan yang diperoleh selama penelitian,
yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan pada bab satu.
Temuan-temuan pada penelitian ini mendeskripsikan tindak guru dalam
pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 di kelas XI MIA
SMA Negeri 1 Singaraja, yang meliputi pemahaman guru terhadap konsep
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013
yang dilakukan, problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika
berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, serta upaya yang telah dilakukan untuk
mengatasi problematika tersebut. Data yang dipaparkan merupakan deskripsi riil
temuan peneliti terhadap tindak pembelajaran guru fisika yang mengajar di SMA
Negeri 1 Singaraja. Guru yang diteliti berjumlah dua orang. Data diperoleh dari
hasil observasi partisipatif, wawancara semi terstruktur, dan kajian dokumen-
dokumen yang terkait dengan fokus penelitian.
Page 85
67
4.1.3.1 Pemahaman Guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013
Pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013 dalam
penelitian ini dilihat dari kepemilikan dokumen Permendikbud Nomor 81A Tahun
2013 tentang Pedoman Umum Pembelajaran di SMA, keikutsertaan guru dalam
kegiatan pelatihan Kurikulum 2013, pemahaman guru terhadap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013,
serta perbedaannya dengan Standar Proses Kurikulum 2006.
A. Pemahaman Guru A
Guru A memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013
dari workshop kurikulum sekolah dan workshop kurikulum pusat, serta membaca
langsung teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 yang didownload secara
mandiri melalui internet. Guru A mengungkapkan bahwa pemerintah pusat tidak
memberikan panduan berupa buku khusus yang memuat konsep pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T1). Guru A
mengaku telah mengikuti workshop kurikulum sebanyak tiga kali, dengan rincian
workshop yang diadakan sekolah sebanyak dua kali dan workshop yang diadakan
pusat sebanyak satu kali. Guru A mengungkapkan bahwa hal yang dibahas ketika
mengikuti workshop adalah teknis evaluasi pembelajaran. Hal ini dikarenakan
kebanyakan guru mengalami permasalahan dalam melakukan evaluasi, seperti
permasalahan dalam menyusun rubrik penilaian dan teknis pelaksanaannya
(Wan/D1/GA/18-04-2015/T2).
Guru A memahami bahwa perbedaan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum
2006 terletak pada spesifikasi pengembangan aspek kepribadian siswa. Pada
Kurikulum 2006, pengembangan aspek kepribadian siswa dituntut secara implisit
Page 86
68
dan sederhana, sedangkan pada Kurikulum 2013, pengembangannya dituntut
secara eksplisit dan terperinci. Namun demikian, tuntutan penerapan pendekatan
saintifik dan model pembelajaran discovery learning, problem based learning, dan
project based learning pada Kurikulum 2013 dinilai bukan merupakan hal yang
baru dalam pembelajaran fisika. Guru A percaya bahwa tuntutan penerapan
pendekatan saintifik tidak akan menjadi permasalahan bagi guru mata pelajaran
IPA karena sebagian besar guru IPA sudah terbiasa menerapkan model
pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Guru A berikut. “Kalau untuk guru IPA, pendekatan saintifik
mungkin nggak terasa. Tapi bagi orang IPS, proses belajarnya jadi berbeda. Saya
sering pakek problem based learning dan project based learning. Jadi, ada
Kurikulum 2013 yang merekomendasikan tiga model, problem based learning,
inquiry, sama project. Ya udah, sudah biasa bagi guru IPA” (Wan/D1/GA/18-04-
2015/T26).
Guru A menilai proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 tidak jauh
berbeda dengan Kurikulum 2006. Guru A memahami karakteristik pembelajaran
berbasis Kurikulum 2013 sebagai suatu proses bagi siswa untuk memperoleh
pengetahuan melalui pendekatan saintifik. Menurut Guru A, pendekatan saintifik
adalah sebuah proses pembelajaran yang mengadaptasi langkah-langkah ilmuan
dalam melakukan penelitian, yaitu menemukan masalah, menanya, merumuskan
hipotesis, mengeksplorasi sumber, mengelaborasi, dan mengkomunikasikan. Guru
A memahami bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan saintifik
bukan merupakan hal yang baru dalam Kurikulum 2013 karena langkah-langkah
Page 87
69
tersebut secara implisit telah termuat dalam model pembelajaran 5E dan
pendekatan-pendekatan ilmiah lain yang diterapkan guru IPA pada Kurikulum
2006 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T4).
Guru A memahami bahwa perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum
2013 lebih terperinci dibandingkan dengan perencanaan pembelajaran Kurikulum
2006. Hal ini dikarenakan dalam Kurikulum 2013, guru diwajibkan menggunakan
pendekatan saintifik dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, dengan
didukung oleh model-model pembelajaran yang direkomendasikan oleh pusat.
Dengan demikian, perencanaan kegiatan pembelajaran pada RPP yang dibuat oleh
guru harus memunculkan langkah-langkah pendekatan saintifik tersebut. Berbeda
dengan Kurikulum 2006, di mana model pembelajaran tidak ditentukan oleh
pusat, sehingga guru bebas memilih model pembelajaran yang akan diterapkan
(Wan/D1/GA/18-04-2015/T5).
Guru A menyatakan bahwa teknis penyusunan RPP antara Kurikulum 2013
dan Kurikulum 2006 tidak jauh berbeda. Menurut Guru A, yang membedakan
teknis pengembangan RPP Kurikulum 2013 dan RPP Kurikulum 2006 adalah
sistem penyusunan silabus serta istilah KI dan SK yang termuat pada silabus.
Pada Kurikulum 2013, silabus sudah disediakan oleh pusat, sehingga guru tidak
perlu membuat silabus, sedangkan pada Kurikulum 2006, guru harus
mengembangkan silabus secara mandiri atau berkelompok. Pada silabus
Kurikulum 2013, istilah yang digunakan adalah Kompetensi Inti, sedangkan pada
Kurikulum 2006, istilah yang digunakan adalah Standar Kompetensi.
Perbedaannya adalah KI pada Kurikulum 2013 menekankan aspek ketuhanan,
sedangkan SK pada Kurikulum 2006 tidak. Namun demikian, dari segi langkah-
Page 88
70
langkah penyusunan RPP, menurut Guru A tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (Wan/D1/GA/18-04-2015/T6). Guru A juga mengungkapkan bahwa
prinsip-prinsip penyusunan RPP Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 tidak jauh
berbeda (Wan/D1/GA/18-04-2015/T7).
Ditinjau dari segi komponen RPP, Guru A mengungkapkan bahwa terdapat
beberapa perbedaan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006. Perbedaan yang
dimaksud terletak pada komponen KI-KD, komponen materi, dan komponen
penilaian. KI-KD dalam Kurikulum 2013 memuat aspek ketuhanan, sedangkan
SK-KD dalam Kurikulum 2006 tidak. Komponen materi dalam Kurikulum 2013
dikategorikan ke dalam fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Sedangkan dalam
Kurikulum 2006, komponen materi dijabarkan sesuai dengan urutan materi yang
akan disampaikan di kelas. Guru A menyatakan bahwa komponen penilaian dalam
Kurikulum 2013 jauh berbeda dengan Kurikulum 2006. Disamping itu, Guru A
juga menilai bahwa penilaian dalam Kurikulum 2013 lebih berat dibandingkan
dengan penilaian dalam Kurikulum 2006 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T8).
Pemahaman Guru A tentang pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan pandangan Guru A terhadap
standar proses kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup
pembelajaran yang ideal sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013, serta
perbandingannya dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Pemahaman Guru A
terhadap standar proses kegiatan pendahuluan adalah sebagai berikut. Menurut
Guru A, hal terpenting yang harus dilakukan pada saat membuka pembelajaran
adalah memberikan apersepsi. Guru A menyatakan bahwa kegiatan apersepsi
dilakukan dengan menyampaikan fenomena atau aplikasi kontekstual yang terkait
Page 89
71
dengan materi yang akan dipelajari siswa. Guru A tidak setuju bahwa apersepsi
merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengulas materi pembelajaran
sebelumnya. Guru A memandang apersepsi sebagai suatu kegiatan yang bertujuan
untuk mengarahkan siswa agar mengetahui manfaat materi yang akan dipelajari,
sehingga siswa akan tertarik untuk mempelajarinya. Jika siswa tertarik dengan
materi pembelajaran tersebut, maka siswa akan bertanya dan mengajukan
hipotesis, sehingga akan merangsang siswa untuk mengumpulkan informasi,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Dengan demikian, semua aspek
pendekatan saintifik yang dituntut dalam Kurikulum 2013 dapat berjalan dengan
baik. Namun, jika kegiatan apersepsi yang disampaikan guru merupakan ulasan
dari materi pembelajaran sebelumnya, maka menurut Guru A, siswa tidak akan
tertarik karena tidak menangkap manfaat materi pembelajaran dalam kehidupan
nyata. Akibatnya, aspek-aspek pendekatan saintifik tidak akan berjalan dengan
baik dan pembelajaran akan didominasi oleh guru (Wan/D1/GA/18-04-2015/T9).
Pada kegiatan inti, Guru A memahami bahwa kegiatan pembelajaran harus
dilaksanakan sesuai dengan aspek-aspek pendekatan saintifik, yaitu mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
Guru A berpandangan bahwa kegiatan mengumpulkan informasi tidak hanya
dilakukan dengan membaca buku, namun juga dapat dilakukan dengan praktikum
dan mencari informasi dari internet. Guru A memahami bahwa model
pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan inti harus sesuai dengan model
pembelajaran yang direkomendasikan oleh pusat. Pemilihan model pembelajaran
dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik materi dan kondisi kelas
(Wan/D1/GA/18-04-2015/T10).
Page 90
72
Guru A memahami bahwa penerapan pendekatan saintifik tidak hanya
bertujuan untuk mengembangkan aspek pengetahuan, namun juga bertujuan untuk
mengembangkan aspek sosial dan keterampilan siswa. Guru A memahami bahwa
proses pengembangan kompetensi siswa melalui pendekatan saintifik berawal dari
pengembangan aspek pengetahuan. Pengembangan aspek pengetahuan tersebut
akan berdampak pada pengembangan aspek sosial dan keterampilan siswa.
Kompetensi sosial dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran berkelompok,
sedangkan kompetensi keterampilan dikembangkan melalui kegiatan komunikasi
dan mengerjakan sesuatu, seperti praktikum dan proyek (Wan/D1/GA/18-04-
2015/T11).
Guru A percaya bahwa aspek religius tidak hanya dilihat dari hubungan
siswa dengan Tuhan, melainkan juga hubungan siswa dengan orang lain, dan
hubungan siswa dengan lingkungannya (Tri Hita Karana). Berdasarkan
pemahaman tersebut, Guru A menilai bahwa aspek religius tidak dapat
dikembangkan hanya dengan mengajak siswa berdoa sebelum dan sesudah
pembelajaran. Guru A meyakini bahwa pengembangan aspek religius dapat
dilakukan dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan fenomena fisis dalam
kehidupan keseharian siswa, sehingga siswa dapat menyadari kebesaran Tuhan
dan bersyukur dengan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A
berikut. “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius, karena pusat
melihatnya religius siswa dikembangkan dengan berdoa sebelum belajar, saya
nggak. Level religiusnya orang Indonesia sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa
sudah religius. Kalau orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan
orang religius, gitu?” (Wan/D1/GA/18-04-2015/T12).
Page 91
73
Guru A memahami bahwa kegiatan penutup pembelajaran dalam Standar
Proses Kurikulum 2013 tidak berbeda dengan Standar Proses Kurikulum 2006
(Wan/D1/GA/18-04-2015/T14). Menurut Guru A, yang harus dilakukan pada
kegiatan penutup adalah mengulas kembali konsep-konsep yang telah dipelajari
dan memberikan gambaran materi yang akan dipelajari pada pertemuan
selanjutnya agar siswa dapat mempersiapkan materi tersebut di rumah. Guru A
tidak setuju bahwa kegiatan merangkum materi pembelajaran merupakan bagian
dari kegiatan penutup. Menurut Guru A, kegiatan merangkum materi
pembelajaran seharusnya dilakukan di akhir fase kegiatan inti, sebelum guru
melakukan evaluasi. Guru A juga memahami bahwa pemberian kuis dan PR
merupakan bagian akhir dari kegiatan inti. Menurut Guru A, yang dilakukan pada
kegiatan penutup hanya menyampaikan gambaran kegiatan dan materi yang akan
dipelajari pada pertemuan selanjutnya, serta menyampaikan salam penutup
(Wan/D1/GA/18-04-2015/T13).
Guru A memahami bahwa penilaian pembelajaran dalam Standar Proses
Kurikulum 2013 mencakup penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Penilaian sikap dilakukan dengan metode observasi, penilaian jurnal, penilaian
diri, dan penilaian antar siswa. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan dengan tes
tulis dan tes lisan, sedangkan penilaian aspek keterampilan dilakukan dengan
penilaian proyek dan penilaian portofolio (Wan/D1/GA/18-04-2015/T15). Guru A
mengungkapkan bahwa penilaian pembelajaran sebaiknya dilakukan secara
bertahap bukan serentak. Menurut Guru A, jika guru melakukan penilaian secara
serentak untuk semua jenis penilaian setiap pertemuan, maka guru hanya akan
terfokus pada proses penilaian tersebut. Akibatnya, proses pembelajaran akan
Page 92
74
terganggu. Menurut Guru A, penilaian secara serentak mungkin dapat dilakukan
jika guru mengajar secara berkelompok (Wan/D1/GA/18-04-2015/T16).
Guru A menyatakan bahwa Standar Penilaian Kurikulum 2013 berbeda
dengan Kurikulum 2006. Ditinjau dari segi penilaian aspek pengetahuan,
Kurikulum 2013 memuat penilaian lisan, sedangkan Kurikulum 2006 tidak
memuat hal tersebut. Dari segi penilaian sikap, Kurikulum 2006 tidak memuat
penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa, hanya penilaian
observasi. Sedangkan dalam Kurikulum 2013, semua jenis penilaian sikap
tersebut wajib dilaksanakan oleh guru. Terakhir, dari segi penilaian aspek
keterampilan, dalam Kurikulum 2006, guru diberikan kebebasan untuk
menentukan jenis penilaian aspek keterampilan yang akan digunakan. Sedangkan
dalam Kurikulum 2013, jenis penilaian aspek keterampilan sudah ditentukan oleh
pusat, yaitu penilaian proyek dan portofolio (Wan/D1/GA/18-04-2015/T17).
Guru A memahami bahwa teknis remedial dalam Kurikulum 2013 dan
Kurikulum 2006 tidak berbeda. Guru A menjelaskan bahwa remedial adalah
sebuah upaya perbaikan terhadap materi yang belum dipahami siswa. Dengan
demikian, sebelum memberikan ujian remedi, guru seharusnya membahas materi
yang belum dipahami siswa tersebut, bukan langsung mengadakan ujian ulang.
Sedangkan untuk pengayaan, Guru A memahaminya sebagai upaya memperkaya
pengetahuan siswa dengan materi yang tingkat kesulitannya lebih tinggi.
Pengayaan diberikan kepada siswa yang nilai ulangannya telah memenuhi KKM
(Wan/D1/GA/18-04-2015/T18).
Page 93
75
B. Pemahaman Guru B
Guru B telah menerapkan Standar Proses Kurikulum 2013 selama dua
tahun, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014. Guru B memperoleh pengetahuan
tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum sekolah yang
rutin dilaksanakan setiap awal tahun ajaran baru. Guru B tidak pernah mengikuti
workshop kurikulum pusat. Workshop pusat hanya diikuti oleh beberapa guru
sebagai perwakilan sekolah. Setelah mengikuti workshop pusat, guru tersebut
diberikan tugas untuk menyampaikan pengetahuan yang diperolehnya kepada
guru-guru lain pada workshop sekolah (Wan/D1/GB/25-04-2015/T1). Guru B
mengaku bahwa workshop yang diadakan oleh pihak sekolah membantunya
memahami teknis penyusunan administrasi pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013. Guru B juga mengaku memperoleh pengetahuan tentang Standar
Proses Kurikulum 2013 dari teks panduan yang diberikan oleh Wakil Kepala
Sekolah Bidang Kurikulum. Teks panduan yang dimaksud yaitu Permendikbud
Nomor 81A Tahun 2013, silabus, dan contoh RPP dari guru yang sudah mengikuti
workshop kurikulum pusat. Guru B mengungkapkan bahwa contoh RPP tersebut
adalah RPP mata pelajaran matematika. Namun demikian, Guru B mengaku
mampu mengadaptasi contoh RPP tersebut karena mata pelajaran matematika
relatif sama dengan mata pelajaran fisika (Wan/D1/GB/25-04-2015/T3).
Guru B memahami perencanaan pembelajaran merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran berlangsung. Menurut Guru B, yang
harus disiapkan guru dalam kegiatan perencanaan adalah LKS, RPP, dan media
pembelajaran. LKS perlu disiapkan karena LKS yang termuat dalam buku guru
masih mengacu pada Kurikulum 2006, sehingga tidak sesuai dengan skenario
Page 94
76
pembelajaran yang direncanakan oleh Guru B (Wan/D1/GB/25-04-2015/T4).
Menurut Guru B, RPP dibuat dengan tujuan untuk merancang kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan di kelas. Namun demikian, Guru B
menyatakan bahwa pembelajaran tidak harus dilaksanakan sama persis seperti
RPP. Skenario kegiatan pembelajaran dapat dikembangkan dan disesuaikan
dengan kondisi kelas Yang terpenting menurut Guru B adalah ketercapaian
indikator dan materi pembelajaran yang direncanakan (Wan/D1/GB/25-04-
2015/T5).
Guru B menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara standar perencanaan
pembelajaran Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006. Perbedaan yang
dimaksud terletak pada pemaparan kegiatan pembelajaran dalam RPP. Dalam
Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran dipaparkan sesuai dengan aspek-aspek
pendekatan saintifik, sedangkan dalam Kurikulum 2006, kegiatan pembelajaran
dipaparkan berdasarkan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Namun
demikian, Guru B menilai bahwa pada dasarnya kedua hal tersebut sama dan
berhubungan. Perbedaannya adalah dalam Kurikulum 2013, kegiatan
pembelajaran pendekatan saintifik dipaparkan secara lebih terperinci dalam RPP,
sedangkan pada Kurikulum 2006 tidak terperinci (Wan/D1/GB/25-04-2015/T6).
Pemahaman Guru B terhadap pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan
berdasarkan pemahamannya tentang teknis membuka pembelajaran, teknis
melaksanakan kegiatan inti pembelajaran, dan teknis menutup pembelajaran yang
sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013. Menurut Guru B, yang harus
dilakukan ketika membuka pembelajaran adalah menyapa siswa, melakukan
absensi, menyampaikan KI-KD, dan menyampaikan indikator pembelajaran. Guru
Page 95
77
B memahami bahwa kegiatan absensi menunjukkan bahwa guru memberikan
perhatian terhadap siswa. Namun demikian, Guru B menilai bahwa guru tidak
harus menanyakan kehadiran siswa satu per satu pada setiap pertemuan. Absensi
terperenci hanya perlu dilakukan jika guru belum hafal semua nama siswa. Jika
guru sudah mengenal semua siswa, maka kegiatan absensi dapat dilakukan hanya
dengan menanyakan siswa yang tidak hadir dan alasan ketidakhadirannya.
Menurut Guru B, KI, KD, dan indikator pembelajaran tidak perlu disampaikan
oleh guru karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan
membosankan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan silabus secara
langsung kepada siswa. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui dan
mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Guru B berikut.“Kemudian, idealnya kan menyampaikan KI-KD dan
indikatornya. Untuk saya, itu tidak saya lakukan karena kepepet waktu pertama,
kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi yang seperti itu, saya kasih
aja mereka silabusnya.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T7)
Guru B memahami bahwa kegiatan inti pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 merupakan penerapan dari aspek-aspek pendekatan
saintifik. Guru B menjelaskan bahwa pendekatan saintifik terdiri dari aspek 5M,
yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan. Guru B menilai kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan
saintifik tidak mutlak harus dilakukan dengan praktikum, namun dapat dilakukan
melalui pengamatan fenomena fisis dalam kehidupan keseharian siswa. Penerapan
pendekatan saintifik juga harus disesuaikan dengan karakteristik materi
pembelajaran (Wan/D1/GB/25-04-2015/T8). Menurut Guru B, keunggulan
Page 96
78
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik adalah siswa dapat mengeksplorasi
diri secara mendalam melalui sintesis materi yang dikumpulkannya dari berbagai
sumber. Kelemahannya adalah waktu pembelajaran yang diperlukan relatif lama,
sedangkan alokasi waktu yang ada terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Guru B berikut. “Kalau keunggulannya, siswa lebih banyak mengeksplorasi diri,
tidak hanya menerima dari gurunya atau tidak langsung menerima yang mereka
dapat dari internet, tapi dianalisis dulu. Kelemahnya, paling memerlukan waktu
yang cukup panjang, sedangkan kita di sekolah kan waktunya terbatas.”
(Wan/D1/GB/25-04-2015/T9)
Guru B menilai bahwa pada dasarnya, aspek-aspek pendekatan saintifik
memiliki kesamaan dengan kegiatan pembelajaran eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi dalam Kurikulum 2006. Kegiatan mengamati dan menanya dalam
pendekatan saintifik sama dengan kegiatan eksplorasi, kegiatan mengasosiasi
sama dengan kegiatan elaborasi, dan kegiatan mengkomunikasikan sama dengan
kegiatan konfirmasi. Perbedaannya adalah dalam Kurikulum 2013, kegiatan
pembelajaran pendekatan saintifik dipaparkan secara lebih terperinci, sedangkan
dalam Kurikulum 2006 tidak terperinci (Wan/D1/GB/25-04-2015/T10). Guru B
meyakini bahwa kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang
didukung oleh tiga model pembelajaran rekomendasi pusat mungkin menjadi
kendala bagi guru-guru mata pelajaran IPS. Namun, model pembelajaran tersebut
bukan merupakan hal yang baru bagi guru-guru mata pelajaran MIPA. Guru B
mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran 5M telah sering dilakukannya
dalam Kurikulum 2006 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif,
Page 97
79
sehingga siswa juga telah terbiasa dengan pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013 (Wan/D1/GB/25-04-2015/T11).
Sama seperti Guru A, Guru B juga menilai bahwa perbedaan yang paling
signifikan antara Standar Proses Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006 terletak
pada penilaian hasil pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam Kurikulum 2013,
penilaian hasil pembelajaran lebih spesifik dibandingakan penilaian hasil belajar
pada Kurikulum 2006. Guru B mengungkapkan bahwa penilaian aspek
pengetahuan dan keterampilan yang dituntut dalam Kurikulum 2013 tidak jauh
berbeda dengan Kurikulum 2006. Menurut Guru B, yang jauh berbeda adalah
penilaian aspek sikap. Dalam Kurikulum 2006, penilaian sikap dilakukan secara
umum oleh guru, sedangkan dalam Kurikulum 2013, terdapat berbagai jenis
penilaian sikap yang harus dilakukan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T12). Guru B
memahami bahwa penilaian aspek sikap dalam Standar Proses Kurikulum 2013
merupakan upaya pengukuran ketercapaian indikator dari KI-1 dan KI-2. Menurut
Guru B, pengukuran ketercapaian aspek sikap dilakukan melalui penilaian
observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Guru B
menjelaskan bahwa dari keempat jenis penilaian sikap tersebut, penilaian jurnal
merupakan penilaian yang paling efektif. Penilaian jurnal dilakukan dengan
mencatat siswa dengan sikap yang terbaik dan terburuk. Siswa dengan sikap yang
normal tidak perlu dicatat dan diberikan nilai yang sama secara merata. Hal ini
dilakukan karena jumlah siswa banyak, sehingga akan memerlukan waktu lama
untuk menilai semua siswa. Menurut Guru B, penilaian diri dan penilaian antar
siswa kurang efektif karena sebagian besar respon siswa tidak objektif.
Page 98
80
Guru B memahami bahwa penilaian aspek pengetahuan dalam Kurikulum
2013 merupakan upaya pengukuran ketercapaian indikator dari KI-3. Penilaian
aspek pengetahuan dapat dilakukan melalui ulangan harian, kuis, ulangan tengah
semester, dan ulangan akhir semester. Guru B mengungkapkan bahwa bobot untuk
setiap jenis penilaian tersebut sudah ditentukan oleh pusat, sehingga guru hanya
perlu menginput nilai-nilai yang diperlukan. Guru B memahami penilaian aspek
keterampilan dalam Standar Proses Kurikulum 2013 sebagai upaya pengukuran
ketercapaian indikator dari KI-4. Guru B mengungkapkan bahwa penilaian aspek
keterampilan dapat dilakukan melalui penilaian kinerja praktikum, penilaian
kinerja diskusi, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Menurut Guru B,
karakteristik materi merupakan salah satu pertimbangan dalam memilih metode
penilaian aspek keterampilan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T13).
Guru B memahami proses remedial sebagai upaya perbaikan nilai siswa
yang tidak memenuhi KKM. Proses remedial dilakukan sampai siswa memahami
materi yang belum dipahaminya, yang terlihat dari nilai ujian ulang yang
diikutinya. Sedangkan pengayaan, menurut Guru B dapat dilakukan dengan
memberikan soal dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi (Wan/D1/GB/25-04-
2015/T114).
Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan bahwa guru model
memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop,
teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, soft copy silabus, contoh RPP hasil
pelatihan, dan form penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kurikulum. Guru model memahami bahwa perencanaan pembelajaran berbasis
Kurikulum 2013 sebagai penyiapan RPP dan media pembelajaran. Guru model
Page 99
81
menilai bahwa perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 tidak jauh
berbeda dengan perencanaan pembelajaran Kurikulum 2006. Pelaksanaan
pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dipahami sebagai pengembangan aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa melalui penerapan pendekatan
saintifik yang didukung oleh tiga model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu
discovery learning, problem based learning, dan project based learning. Guru
model menilai bahwa pembelajaran berbasis pendekatan saintifik bukan
merupakan hal yang baru karena pada Kurikulum 2006, guru model telah sering
menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan
pembelajaran 5M. Evaluasi pembelajaran dipahami sebagai pengukuran
ketercapain pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa
melalui berbagai metode penilaian. Guru model menilai bahwa evaluasi
pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 lebih kompleks dan terperinci. Selain itu,
metode penilaian hasil pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 juga
sudah ditentukan oleh pusat. Terakhir, guru model memahami bahwa tindak lanjut
penilaian hasil pembelajaran adalah remedial dan pengayaan. Remedial diberikan
untuk siswa yang nilainya belum memenuhi KKM, sedangkan pengayaan
diberikan untuk siswa yang nilainya telah memenuhi KKM.
4.1.3.2 Tindak Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Fisika Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
Tindak perencanaan pembelajaran guru dipaparkan berdasarkan transkrip
wawancara dengan guru dan pengawas akademik, serta hasil studi dokumen RPP
guru. Guru A mengungkapkan bahwa rencana kegiatan pembelajaran secara
umum didiskusikan dengan MGMP fisika dan laboran di awal semester. Dalam
Page 100
82
diskusi tersebut, guru mendiskusikan materi pembelajaran, rancangan praktikum,
dan tugas proyek yang akan diberikan selama satu semester (Wan/D1/GA/18-04-
2015/T19).
A. Tindak Guru A
Pada perencanaan pembelajaran, Guru A ditemukan menyiapkan RPP,
LKS, serta instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. RPP
dibuat oleh Guru A pada awal semester sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru A
mengaku mengalami kendala dalam menyusun RPP di awal semester karena
kalender pendidikan belum diterbitkan, sehingga Guru A tidak dapat memastikan
alokasi waktu berdasarkan minggu efektif. Guru A juga mengungkapkan bahwa
kelemahan membuat RPP di awal semester adalah guru belum memahami
karakteristik siswa yang akan diajar, sehingga kebanyakan RPP yang dibuat tidak
sesuai dengan karakteristik siswa dan harus direvisi pada saat pembelajaran
(Wan/D2/GA/05-06-2015/T1). Guru A mengaku membuat RPP untuk setiap
pertemuan. Guru A menilai akan lebih mudah menentukan alokasi waktu RPP per
pertemuan dibandingkan dengan RPP per KD. Guru A juga mengungkapkan
bahwa akan lebih mudah merevisi RPP per pertemuan jika dalam pelaksanaannya
mengalami ketidaksesuaian. Guru A menyatakan bahwa teknis penyusunan RPP
yang dilakukannya telah sesuai dengan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, di
mana RPP digunakan minimal per pertemuan. (Wan/D2/GA/05-06-2015/T2).
Teknis Guru A dalam menyusun RPP adalah sebagai berikut. Pada
workshop sekolah yang dilaksanakan setiap awal semester, Guru A memetakan
KI-KD yang termuat dalam silabus untuk menentukan tingkatan kesulitan materi
pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Guru A mengungkapkan bahwa
Page 101
83
jika dalam silabus ditemukan KD yang dirumuskan dengan kata operasional
“menganalisis”, maka tingkat kesulitan materi yang harus diberikan minimal
sampai C4. Berdasarkan pemetaan tersebut, Guru A menyusun indikator
pembelajaran. Selanjutnya, Guru A memetakan pengalaman belajar yang dapat
dilakukan pada silabus dan menyesuaikannya dengan karakteristik materi,
karakteristik siswa, dan ketersediaan alokasi waktu. Berdasarkan pemetaan
tersebut, Guru A menentukan tujuan pembelajaran. Setelah menyusun tujuan
pembelajaran, Guru A melanjutkan menyusun komponen RPP yang lain
(Wan/D1/GA/18-04-2015/T263; Wan/D2/GA/05-06-2015/T3).
Studi terhadap dokumen RPP Guru A menunjukkan bahwa RPP disusun
untuk satu kali pertemuan. Komponen RPP yang disusun tidak sesuai dengan
sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013.
Komponen RPP tersebut lebih sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2006.
Komponen yang ditemukan dalam dokumen RPP Guru A, yaitu identitas mata
pelajaran, KI, KD, indikator, materi pembelajaran, pendekatan dan metode
pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan
alat/media/sumber belajar. Identitas yang tercantum dalam RPP Guru A adalah
nama sekolah, kelas, semester, mata pelajaran, pokok bahasan, sub pokok
bahasan, jumlah pertemuan, dan alokasi waktu. KI dan KD yang tercantum dalam
RPP Guru A sama dengan KI dan KD yang termuat dalam silabus. RPP Guru A
hanya memuat indikator yang berasal dari KD pada KI-3, yaitu aspek
pengetahuan. Guru A tidak memaparkan indikator dan tujuan pembelajaran yang
berasal dari KD pada KI-1, KI-2, dan KI-4. Berdasarkan hasil verifikasi, Guru A
membenarkan bahwa dalam RPP yang dibuatnya belum dicantumkan indikator
Page 102
84
dan tujuan pembelajaran yang berasal dari KD pada KI-1, KI-2, dan KI-4. Guru A
mengungkapkan bahwa sistematika RPP yang dibuatnya belum disesuaikan
dengan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 (Wan/D2/GA/05-06-2015/T4).
Komponen materi pembelajaran dalam RPP Guru A tidak dipaparkan
berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Materi pembelajaran
tersebut dipaparkan secara sistematis sesuai dengan urutan materi yang akan
disampaikan pada saat pembelajaran. Pemaparan tersebut sama dengan Standar
Proses Kurikulum 2006. Guru A tidak merencanakan kegiatan pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik, namun kegiatan pembelajaran direncanakan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Metode pembelajaran yang
direncanakan oleh Guru A adalah diskusi, presentasi, dan tanya jawab. Komponen
langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP Guru A dipaparkan dalam
bentuk tabel. Tabel tersebut terdiri atas tiga judul kolom, yaitu kegiatan
pembelajaran, standar proses dan alokasi waktu, serta kegiatan guru-siswa.
Kegiatan pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan pokok, yaitu
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Kegiatan pendahuluan dan
kegiatan penutup masing-masing dialokasikan selama 10 menit, sedangkan
kegiatan inti dialokasikan selama 70 menit. Kegiatan pendahuluan memuat
kegiatan guru menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa, menyampaikan SK,
KD, dan indikator, serta memberikan apersepsi. Pada kegiatan inti, Guru A tidak
mengkategorikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran berdasarkan pendekatan
saintifik dan model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu inquiry learning,
discovery learning, problem based learning, dan project based learning. Kegiatan
inti justru dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek Standar Proses Kurikulum
Page 103
85
2006, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Deskripsi kegiatan inti
dipaparkan berdasarkan kegiatan guru dan kegiatan siswa sesuai dengan fase-fase
model pembelajaran yang digunakan, dalam hal ini adalah model pembelajaran
STAD. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa RPP yang dibuat oleh Guru A
merupakan RPP Kurikulum 2006 yang belum selesai diedit, sehingga kegiatan inti
pembelajaran masih dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek Standar Proses
Kurikulum 2006, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Namun demikian,
Guru A mengklaim bahwa semua aspek pendekatan saintifik telah terpenuhi
dalam RPP tersebut. Guru A juga mengungkapkan bahwa dalam Permendikbud
Nomor 103 Tahun 2014 tidak ditegaskan bahwa pembelajaran wajib dilaksanakan
dengan pendekatan saintifik (Wan/D2/GA/05-06-2015/T5). Pada kegiatan
penutup, Guru A merencanakan latihan soal, menuntun siswa menyimpulkan
materi, memberikan tugas, menyampaikan materi pada pertemuan selanjutnya,
dan memberikan salam penutup.
Komponen penilaian hasil belajar dalam RPP Guru A terdiri atas dua
bagian, yaitu teknik penilaian dan instrumen penilaian. Teknik dan instrumen
penilaian yang dicantumkan adalah untuk aspek pengetahuan dan sikap, padahal
Guru A tidak merumuskan indikator untuk aspek sikap. Guru A tidak
merencanakan penilaian aspek keterampilan. Soal kuis dan pembahasan, rubrik
penilaian sikap dan rubrik penilaian aspek pengetahuan terlampir pada RPP Guru
A. Pada komponen alat/bahan dan sumber pembelajaran, Guru A ditemukan
menggunakan tiga sumber belajar buku paket dan media pembelajaran berupa
powerpoint, papan tulis, dan spidol. Hal ini berbeda dengan pernyataan Siswa
Guru A bahwa terdapat tiga jenis buku yang digunakan sebagai sumber belajar,
Page 104
86
yaitu buku paket yang diberikan oleh sekolah, serta buku LKS Kreatif dan buku
Sagofindo yang dibeli siswa di luar sekolah (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T1).
B. Tindak Guru B
Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru B adalah penyiapan
RPP, LKS, dan media pembelajaran berupa powerpoint. Selain itu, sebelum
praktikum, Guru B juga selalu memesan jadwal penggunaan lab dan berdiskusi
dengan Laboran tentang rancangan praktikum yang akan dilakukan, sehingga
Laboran dapat menyiapkan alat dan bahan praktikum yang diperlukan
(Wan/D2/GB/27-04-2015/T1). Guru B membuat RPP untuk setiap KD
pembelajaran. Setiap KD pembelajaran diselesaikan oleh Guru B lebih dari satu
kali pertemuan, sehingga dalam satu RPP, Guru B memaparkan skenario
pembelajaran untuk masing-masing pertemuan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T15).
Guru B menyusun RPP pada workshop kurikulum sekolah yang
diselenggarakan setiap awal semester. Dalam workshop tersebut, Guru B
membuat RPP sampel untuk beberapa materi pembelajaran. Materi pembelajaran
yang dipilih merupakan materi yang menurut Guru B paling mudah. Sedangkan
untuk RPP materi pembelajaran yang lain, Guru B mengembangkannya secara
mandiri di rumah dengan mengikuti sistematika RPP sampel yang telah dibuat.
Guru B menyatakan bahwa RPP yang telah dibuatnya pada awal semester tidak
langsung digunakan. RPP tersebut direvisi kembali jika tidak sesuai dengan
kondisi kelas pada saat mengajar. Guru B memahami bahwa RPP untuk kelas
dengan karakteristik siswa yang pintar tidak dapat digunakan pada kelas dengan
karakteristik siswa yang kurang pintar. Beberapa bagian pada RPP harus direvisi,
sehingga sesuai dengan karakteristik siswa yang akan diajar. Namun demikian,
Page 105
87
Guru B mengaku tidak menggunakan RPP yang berbeda untuk dua kelas yang
diajarnya karena karakteristik siswa pada kedua kelas tersebut dinilai hampir sama
(Wan/D2/GB/27-04-2015/T3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam
menyusun RPP, Guru B mempertimbangkan karakteristik siswa yang akan diajar.
Guru B menyatakan bahwa panduan yang digunakannya dalam membuat RPP
adalah Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Selain itu, Guru B juga
menggunakan contoh RPP yang diberikan oleh guru yang telah mengikuti
workshop pusat sebagai panduan dalam membuat RPP (Wan/D2/GB/27-04-
2015/T2).
Guru B menyusun RPP secara mandiri, bukan secara berkelompok dalam
MGMP. Yang didiskusikan dalam MGMP adalah jenis kegiatan praktikum yang
akan diberikan kepada siswa dan kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran,
seperti tidak tersedianya alat atau bahan praktikum (Wan/D2/GB/27-04-
2015/T4). Langkah-langkah Guru B dalam menyusun RPP ditemukan sebagai
berikut. Pertama, Guru B melihat karakteristik materi yang akan diajarkan, apakah
materi tersebut dapat dipraktikumkan atau tidak. Jika materi tersebut dapat
dipraktikumkan, maka selanjutnya Guru B memeriksa ketersediaan alat dan bahan
praktikumnya. Jika alat atau bahan praktikumnya tidak tersedia, maka
pembelajaran akan direncanakan dengan alternatif kegiatan lain, seperti
demonstrasi atau penanyangan video. Selanjutnya Guru B menyiapkan LKS.
Penyusunan LKS dilakukan karena LKS yang termuat dalam buku guru dan buku
siswa masih mengacu pada Kurikulum 2006, sehingga tidak sesuai dengan
skenario pembelajaran yang direncanakan oleh Guru B (Wan/D1/GB/25-04-
2015/T4). Guru B menyatakan bahwa Laboran telah memiliki LKS terstandar
Page 106
88
untuk beberapa materi praktikum fisika dasar. LKS terstandar tersebut merupakan
kumpulan LKS yang telah dirancang pada saat SMA Negeri 1 Singaraja
mengikuti ISO untuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Guru B
mengaku sering menggunakan LKS terstandar tersebut untuk materi praktikum
yang sesuai. Namun, Guru B mengaku merancang sendiri LKS untuk materi
praktikum yang tidak sesuai dengan LKS terstandar tersebut (Wan/D2/GB/27-04-
2015/T5).
Waktu yang diperlukan oleh Guru B dalam menyusun RPP tergantung
pada karakteristik materi yang akan diajarkan. Untuk materi yang dinilai mudah
dan sudah pernah diajarkan, Guru B mengaku tidak memerlukan waktu lama
dalam menyusun RPP. Hal ini dikarenakan Guru B hanya perlu merevisi RPP
yang pernah dibuatnya. Namun, untuk materi yang abstrak dan tidak terdapat
dalam buku pegangan guru, Guru B mengaku memerlukan waktu yang relatif
lama dalam menyusun RPP karena Guru B harus mengumpulkan informasi terkait
materi tersebut melalui internet (Wan/D3/GB/30-04-2015/T2). Studi terhadap
dokumen RPP Guru B menunjukkan bahwa RPP disusun untuk setiap KD yang
digunakan untuk beberapa kali pertemuan. Komponen RPP yang disusun terdiri
dari identitas mata pelajaran, KI, KD, indikator, tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, metode pembelajaran, alat/media/sumber belajar, langkah-langkah
kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Identitas yang tercantum dalam
RPP Guru B adalah nama sekolah, satuan pendidikan, kelompok, mata pelajaran,
kelas, tahun ajaran, semester, materi pembelajaran, alokasi waktu, dan jumlah
pertemuan. KI dan KD yang tercantum dalam RPP Guru B sama dengan KI dan
KD yang termuat dalam silabus. RPP Guru B hanya memuat indikator dan tujuan
Page 107
89
pembelajaran yang berasal dari KD pada KI-3 dan KI-4. Guru B tidak
memaparkan indikator dan tujuan pembelajaran yang berasal dari KD pada KI-1
dan KI-2.
Guru B mengungkapkan bahwa indikator dan tujuan pembelajaran
memiliki pengertian yang berbeda. Tujuan pembelajaran memuat kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan untuk mencapai indikator yang telah
dirumuskan (Wan/D3/GB/30-04-2015/T3). Guru B menyatakan bahwa
komponen indikator dalam RPP dikembangkan berdasarkan analisis tujuan akhir
dari penguasaan materi pembelajaran yang diharapkan pada siswa. Tingkat
kesulitan indikator tersebut didiskusikan dalam MGMP. Disamping itu, Guru B
juga mengadaptasi indikator SKL UN dan indikator pembelajaran yang termuat
pada beberapa buku pelajaran fisika. Hal tersebut dilakukan untuk membiasakan
siswa terhadap tingkat kesulitan soal UN (Wan/D2/GB/27-04-2015/T6). Indikator
pembelajaran yang termuat dalam RPP guru-guru fisika yang mengajar di kelas
XI MIA berbeda. Namun demikian, materi pokok pembelajaran yang diajar oleh
guru-guru tersebut sama. Kedalaman materi serta jenis kegiatan praktikum yang
akan diberikan juga telah didiskusikan dalam MGMP, sehingga semua siswa kelas
XI MIA memperoleh materi pembelajaran dan kegiatan praktikum fisika yang
sama, walaupun guru yang mengajar berbeda. Soal ulangan tengah semester dan
ulangan akhir semester yang diujikan untuk semua siswa kelas XI MIA juga
merupakan gabungan dari soal-soal yang dibuat oleh masing-masing guru.
Berdasarkan hal tersebut, Guru B menilai bahwa perbedaan indikator
pembelajaran yang termuat dalam RPP guru-guru yang mengajar pada tingkatan
kelas yang sama bukan sebagai masalah (Wan/D3/GB/30-04-2015/T4).
Page 108
90
Komponen materi pembelajaran dipaparkan berdasarkan kategori fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur. Guru B mengklaim bahwa pengkategorian tersebut
telah sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor
81A Tahun 2013. Guru B mengaku kurang memahami pengelompokan materi
berdasarkan kategori tersebut, sehingga setiap membuat RPP, Guru B harus
membuka panduan untuk membaca kembali definisi dari setiap kategori tersebut.
Dengan demikian, Guru B mengaku memerlukan waktu relatif lama dalam
melakukan pengkategorian materi pembelajaran tersebut. Guru B memahami
kategori fakta sebagai kelompok materi pembelajaran yang konkrit, dapat
diidentifikasi dengan panca indera. Kategori prosedur dipahami sebagai langkah-
langkah dalam melakukan kegiatan pembelajaran, seperti kegiatan praktikum
(Wan/D2/GB/27-04-2015/T7). Menurut Guru B, pemaparan materi berdasarkan
kategori tersebut tidak membantu guru pada saat mengajar. Pemaparan materi
berupa konsep-konsep yang akan diajarkan seperti pada Kurikulum 2006 dinilai
lebih membantu guru dalam menyusun dan menerapkan RPP. Namun demikian,
Guru B mengaku telah memahami gambaran umum materi dan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran, sehingga pada saat pembelajaran, Guru B tidak hanya
terpaku pada RPP (Wan/D2/GB/27-04-2015/T8).
Komponen metode pembelajaran dalam RPP Guru B terdiri dari tiga
bagian, yaitu model pembelajaran, pendekatan, dan metode. Guru B
merencanakan kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang
didukung oleh model pembelajaran discovery learning dan metode diskusi
kelompok, tanya jawab, dan penugasan. Komponen alat/media/sumber belajar
dipaparkan sebagai berikut. Guru B menggunakan media pembelajaran berupa
Page 109
91
papan tulis, LCD, dan LAS, serta sumber belajar berupa buku paket dan internet.
Guru B menyatakan bahwa media pembelajaran yang paling sering digunakan
adalah powerpoint, LKS, spidol, papan tulis, dan LCD. Guru B mengaku bingung
apakah spidol dan papan tulis dapat dikategorikan sebagai media pembelajaran.
Menurut Guru B, komponen alat dan bahan mengacu pada alat dan bahan
praktikum yang akan digunakan. Namun demikian, Guru B mengaku tidak perlu
menuliskan semua nama alat dan bahan praktikum dalam RPP karena hal tersebut
sudah tercantum dalam LKS (Wan/D2/GB/27-04-2015/T9).
Sumber belajar yang digunakan oleh Guru B adalah buku dan internet.
Guru B menggunakan tiga jenis sumber belajar buku yang sama dengan siswa,
yaitu buku paket yang dipinjam dari perpustakaan sekolah, serta buku LKS
Kreatif dan buku Sagofindo yang dibeli di luar sekolah. Buku LKS Kreatif dan
buku Sagifindo digunakan sebagai sumber latihan soal, soal PR, dan tugas
(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T16). Guru B menggunakan buku LKS Kreatif dan
buku Sagofindo karena kebanyakan siswa membeli buku tersebut. Guru B
mengaku kasihan kepada siswa jika buku tersebut tidak dimanfaatkan. Buku
Sagofindo merupakan buku diktat yang memuat konten berupa materi, contoh
soal yang berisi kunci jawaban, dan soal latihan tanpa kunci jawaban. Guru B
menggunakan kas MGMP untuk membeli kedua buku tersebut (Wan/D3/GB/30-
04-2015/T6). Pertimbangan Guru B dalam memilih sumber belajar buku adalah
sebagai berikut. Pertama, buku memuat konten yang mudah dipahami oleh siswa.
Kedua, buku memuat konten yang kontekstual, yaitu memuat contoh penerapan
materi pembelajaran dalam kehidupan keseharian siswa. Terakhir, buku memuat
modul praktikum. Guru B mengaku tidak menemukan buku yang memuat modul
Page 110
92
praktikum untuk semua materi pembelajaran, sehingga Guru B menggunakan
beberapa buku dalam menyusun LKS praktikum (Wan/D3/GB/30-04-2015/T7).
Komponen langkah-langkah kegiatan pembelajaran dipaparkan dalam
bentuk tabel untuk setiap pertemuan. Tabel tersebut terdiri atas tiga judul kolom,
yaitu kegiatan, deskripsi kegiatan, dan alokasi waktu. Kegiatan pembelajaran
dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan memuat kegiatan guru
menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa, menyampaikan materi pembelajaran,
dan membagi siswa ke dalam kelompok. Kegiatan inti dikelompokkan
berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Deskripsi
kegiatan inti dipaparkan berdasarkan kegiatan guru dan kegiatan siswa sesuai
dengan fase-fase model pembelajaran yang digunakan. Meskipun pemaparan
kegiatan inti dilakukannya dengan mengacu pada aspek-aspek pendekatan
saintifik, Guru B menyatakan bahwa fase-fase dari model pembelajaran yang
digunakan juga ditampilkan dalam RPP. Fase-fase tersebut disesuaikan dengan
aspek pendekatan saintifik. Guru B mencontohkan jika terdapat dua fase yang
memuat kegiatan menanya, maka kedua fase tersebut dikelompokkan ke dalam
kolom aspek menanya. Dengan demikian, setiap aspek pendekatan saintifik dapat
memuat beberapa fase model pembelajaran (Wan/D2/GB/27-04-2015/T10).
Kegiatan penutup memuat paparan kegiatan tanya jawab, tes tulis, tugas atau PR,
penyampaian materi pada pembelajaran selanjutnya, dan salam penutup. Alokasi
waktu total pembelajaran yang direncanakan adalah 90 menit. Alokasi waktu
tersebut dipilah menjadi alokasi waktu untuk kegiatan pendahuluan selama 20
Page 111
93
menit, alokasi waktu untuk kegiatan inti selama 50 menit, dan alokasi waktu
untuk kegiatan penutup selama 20 menit. Penentuan alokasi waktu tersebut
dilakukan berdasarkan pengalaman mengajar Guru B (Wan/D2/GB/27-04-
2015/T11).
Komponen penilaian hasil belajar terdiri atas dua bagian, yaitu teknik dan
instrumen penilaian serta prosedur penilaian. Teknik dan instrumen penilaian
memuat teknik untuk menilai aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Instrumen untuk masing-masing teknik penilaian tersebut dilampirkan dalam RPP.
Pada bagian prosedur penilaian, ditampilkan tabel yang memuat indikator
penilaian pada masing-masing aspek, teknik penilaian, dan waktu penilaian. Guru
B menjelaskan bahwa lampiran yang menyatu dengan RPP hanya soal dan kunci
jawaban kuis yang akan diberikan secara situasional. Instrumen penilaian aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan, serta LKS dilampirkan secara terpisah
(Wan/D2/GB/27-04-2015/T12).
Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen berupa silabus dan RPP,
ditemukan bahwa pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP
dan media pembelajaran. RPP dibuat per KD pada awal semester dan
dikembangkan pada saat pembelajaran dengan menyesuaikan terhadap
karakteristik siswa dan ketersediaan alokasi waktu pembelajaran. RPP yang dibuat
memuat lampiran LKS dan instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Komponen RPP yang dibuat oleh salah satu guru model ditemukan
sebagian besar tidak sesuai dengan sistematika RPP dalam Permendikbud Nomor
81 A Tahun 2013. Guru model tersebut masih menggunakan RPP Kurikulum 2006
dengan hanya menyesuaikan KI dan KD Kurikulum 2013. Komponen RPP yang
Page 112
94
lain, seperti materi pembelajaran, skenario pembelajaran, dan teknik penilaian
ditemukan masih belum diedit. Namun demikian, guru model tersebut mengklaim
bahwa semua aspek pendekatan saintifik telah dimunculkan dalam RPP.
4.1.3.3 Tindak Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Fisika Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
Tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan transkrip observasi pembelajaran,
transkrip wawancara guru, dan transkrip wawancara siswa. Guru A mengajar di
kelas XI MIA 6. Peneliti telah melakukan observasi pembelajaran fisika di kelas
Guru A sebanyak tiga kali. Berikut paparan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh Guru A.
A. Tindak Guru A
1) Observasi Pertama Pembelajaran di Kelas Guru A
Observasi pertama dilakukan pada 8 April 2015. Guru A melakukan
pembelajaran dengan materi pokok tekanan pada gas ideal. Kegiatan pendahuluan
dilakukan dengan menyampaikan salam pembuka, melakukan absensi,
penyampaian garis besar materi pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan,
serta memeriksa pemahaman siswa tentang asumsi-asumsi dalam gas ideal. Guru
A tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Siswa Guru A
mengungkapkan bahwa Guru A memang tidak pernah menyampaikan hal tersebut
pada saat pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T2). Hasil verifikasi
menunjukkan bahwa Guru A sering melupakan kegiatan tersebut. Guru A menilai
penyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran tidak diperlukan karena guru
telah menyampaikan garis besar materi yang akan dipelajari. Guru A memprediksi
Page 113
95
bahwa penyampaian indikator dan tujuan pembelajaran dapat menyebabkan siswa
tidak tertarik dengan materi pembelajaran lain di luar indikator. Hal ini
dikarenakan siswa telah terfokus pada indikator dan tujuan pembelajaran yang
harus dicapai, sehingga siswa menggap hal lain di luar indikator tersebut tidak
penting untuk dipelajari. Guru A juga menilai bahwa kegiatan tersebut terkesan
membosankan dan tidak efektif, sehingga hanya akan membuang waktu. Menurut
Guru A, penyampaian indikator dan tujuan pembelajaran tanpa penyampaian garis
besar materi pembelajaran, justru akan menyebabkan siswa tidak memahami
materi yang akan dipelajari (Wan/D2/GA/05-06-2015/T6). Guru A juga
ditemukan tidak mengabsen kehadiran setiap siswa secara spesifik per individu.
Kegiatan absensi dilakukan dengan menanyakan siswa yang tidak hadir. Guru A
menyampaikan bahwa kegiatan pembelajaran akan dilakukan dengan metode
diskusi kelompok. Guru A juga menyampaikan materi yang akan dipelajari dalam
diskusi tersebut. Pada akhir kegiatan pendahuluan, Guru A memeriksa
pemahaman siswa tentang asumsi-asumsi yang digunakan dalam mempelajari
materi gas ideal. Siswa menyampaikan asumsi-asumsi tersebut dan Guru A
menuliskannya di papan tulis. Asumsi tersebut dijadikan acuan oleh Guru A dalam
menjelaskan materi pembelajaran selanjutnya.
Siswa Guru A menyatakan bahwa pada kegiatan pendahuluan, Guru A
sering menunjuk siswa secara langsung dan memberikan pertanyaan terkait materi
pembelajran sebelumnya dan materi yang akan dipelajari. Hal tersebut dilakukan
untuk memeriksa apakah siswa sudah belajar atau belum, karena pada pertemuan
sebelumnya, Guru A telah memberikan PR beruapa tugas baca. Namun demikian,
Siswa Guru A mengaku takut tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan.
Page 114
96
Guru A memberikan respon yang berbeda antara siswa yang bisa dengan siswa
yang tidak bisa menjawab soal ketika ditunjuk. Siswa yang bisa menjawab soal
akan diberikan pujian, sedangkan siswa yang tidak bisa menjawab akan diberikan
teguran karena tidak belajar (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T3).
Kegiatan inti diawali dengan menugaskan siswa untuk duduk berdasarkan
kelompok yang telah disusun pada pertemuan sebelumnya. Anggota kelompok
ditentukan langsung oleh Guru A agar siswa yang pintar dapat terdistribusi secara
merata ke semua kelompok (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T4). Setelah siswa duduk
dalam kelompok, Guru A membagikan LKS. Selanjutnya, Guru A menyampaikan
teknis kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa diberikan waktu 20
menit untuk mengerjakan soal-soal yang termuat pada LKS. Guru A meminta
siswa untuk bekerjasama dalam menyelesaikan soal tersebut dengan cara merobek
soal-soal pada LKS dan membagikannya kepada seluruh anggota kelompok.
Siswa aktif mengumpulkan informasi dari beberapa buku dan internet. Terdapat
tiga jenis buku yang digunakan, yaitu buku paket yang diberikan oleh sekolah,
serta buku LKS Kreatif dan buku Sagofindo yang dibeli siswa di luar sekolah.
Buku paket dan buku Sagofindo digunakan siswa untuk belajar materi dan contoh
penyelesaian soal, sedangkan LKS Kreatif digunakan sebagai sumber PR, tugas,
dan latihan soal (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T1). Siswa Guru A mengungkapkan
bahwa materi pembelajaran yang diberikan oleh Guru A sesuai dengan buku
sumber belajar yang mereka miliki. Selain menggunakan sumber buku, Siswa
Guru A juga mencari informasi dari internet. Hal ini dilakukan jika Guru A
menugaskan mereka untuk membuat makalah atau proyek, di mana materi yang
Page 115
97
diperlukan terbatas keberadaannya pada sumber buku (Wan/D1/SGA/04-05-
2015/T5).
Pada saat siswa berdiskusi, Guru A aktif berkeliling menuntun siswa
mengerjakan soal-soal yang termuat pada LKS. Ketika menuntun siswa
menyelesaikan permasalahan pada LKS, Guru A tidak langsung memberikan
jawaban permasalahan tersebut, namun tuntunan tersebut dilakukan dengan
memberikan clue berupa contoh konkrit fenomena fisis dalam kehidupan
keseharian siswa. Tuntunan tersebut juga dilakukan dengan memberikan
pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siswa
Guru A bahwa Guru A sering memberikan pertanyaan menantang pada saat
pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T6). Guru A ditemukan sering
menghubungkan konsep-konsep fisis pada pembelajaran sebelumnya dengan
materi yang sedang dipelajari. Penekanan konsep-konsep fisis tersebut dilakukan
dengan bahasa tubuh dan mimik wajah yang ekspresif. Guru A terlihat sering
tersenyun dan terkadang menyampaikan pernyataan humor, sehingga siswa
tertawa. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa Guru A memang sering tersenyum
dan membuat siswa tertawa agar siswa tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran
(Wan/D1/SGA/04-05-2015/T7).
Setelah kegiatan diskusi berakhir, Guru A bersama siswa membahas semua
permasalahan yang termuat dalam LKS. Guru A meminta perwakilan masing-
masing kelompok untuk menyampaikan jawaban dari soal yang sedang dibahas.
Guru A mencatat semua jawaban tersebut di papan tulis dan melakukan
perbandingan. Guru A menanyakan kepada semua siswa apakah jawaban masing-
masing kelompok tersebut benar atau salah. Siswa diminta menyampaikan alasan
Page 116
98
jika mengatakan jawaban tersebut benar atau salah. Terakhir, Guru A menjelaskan
jawaban yang benar dan menyimpulkannya dalam bentuk rumus.
Guru A menyampaikan materi pembelajaran secara sistematis dari mudah
ke sulit dan dari konkrit ke abstrak. Penurunan rumus gas ideal dilakukan
berdasarkan jawaban siswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan
suatu gas. Guru A sering memberikan contoh konkrit untuk menjelaskan konsep
fisis yang abstrak. Sebagai contoh, dalam menjelaskan hubungan suhu, jarak antar
partikel, dan tekanan gas, Guru A memberikan analogi perbandingan gerakan
sekelompok siswa yang berada dalam ruangan kelas pada suhu kamar dan
ruangan kelas yang bersuhu tinggi. Guru A juga menjelaskan makna fisis dari
rumus yang diturunkan. Pada saat siswa bertanya, Guru A tidak langsung
menjawab pertanyaan tersebut, namun Guru A melemparkan pertanyaan tersebut
kepada siswa lain. Jika tidak ada siswa yang dapat menyelesaikan permasalahan
tersebut, maka Guru A yang akan menjelaskan. Guru A juga sering meminta siswa
menuliskan jawaban kelompoknya di papan tulis dan menjelaskannya di depan
kelas. Guru A selalu mengajak siswa lain memberikan penghargaan berupa tepuk
tangan bagi siswa yang telah menjelaskan jawaban kelompoknya di depan kelas.
Pada kegiatan penutup, Guru A ditemukan tidak membuat kesimpulan.
Kesimpulan dibuat secara periodik di akhir pembahasan setiap konsep dan
penurunan rumus pada kegiatan inti. Menurut Guru A, jika kesimpulan dibuat
sekaligus di akhir pembelajaran, maka terdapat peluang siswa melupakan konsep
pembelajaran yang telah dibahas di awal pembelajaran. Siswa cenderung lebih
mengingat materi pembelajaran yang dibahas paling akhir. Guru A menilai proses
membuat kesimpulan di akhir pembahasan setiap konsep sebagai upaya untuk
Page 117
99
menciptakan ingatan jangka pendek siswa. Terdapat dua metode penyimpulan
materi yang diterapkan oleh Guru A, yaitu metode konfrontasi dan metode
intervensi. Metode konfrontasi dilakukan melalui adu argumen antar kelompok
yang dimoderatori langsung oleh Guru A. Metode ini dilakukan jika pada saat
diskusi kelompok, siswa mengajukan solusi penyelesaian soal berbeda. Metode
intervensi dilakukan jika siswa tidak memahami konsep yang diajarkan. Guru A
menyimpulkan suatu konsep tanpa melibatkan argumen siswa (Wan/D2/GA/05-
06-2015/T7). Guru A ditemukan tidak menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan selanjutnya. Guru A juga tidak memberikan tugas dan PR. Di akhir
kegiatan penutup, Guru A bersama siswa hanya menyampaikan salam penutup.
2) Observasi Kedua Pembelajaran di Kelas Guru A
Observasi kedua dilakukan pada 4 Mei 2015. Guru A melakukan
pembelajaran dengan materi pokok pemanasan global. Kegiatan pembelajaran
yang dilakukan merupakan pelaporan produk dari tugas proyek yang diberikan.
Produk yang dimaksud adalah solusi siswa terhadap pemasalahan pemanasan
global yang dibuat dalam bentuk maket. Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan
menyampaikan salam pembuka, dilanjutkan dengan penyampaian garis besar
kegiatan dan teknik penilaian yang akan dilakukan. Siswa Guru A
mengungkapkan bahwa Guru A selalu menyampaikan garis besar materi
pembelajaran, kegiatan yang akan dilakukan, serta teknik penilaian yang akan
digunakan (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T8).
Kegiatan inti dilakukan dalam dua sesi, yaitu sesi penilaian produk dan
sesi penilaian presentasi. Pada awal kegiatan inti, Guru A meminta siswa untuk
duduk berdasarkan urutan nomor kelompok. Setelah itu, Guru A melakukan
Page 118
100
penilaian maket untuk masing-masing kelompok. Dalam penilaian tersebut, Guru
A memberikan pertanyaan mengapa siswa membuat proyek tersebut, komponen
apa saja yang diperlukan untuk menciptakan proyek tersebut, dan bagaimana
proyek tersebut dapat mengatasi permasalahan pemanasan global. Penilaian pada
sesi ini bertujuan untuk memperoleh nilai proyek siswa per individu. Setiap siswa
bergiliran menjawab pertanyaan Guru A. Pada sesi kedua, perwakilan masing-
masing kelompok diberikan waktu 10 menit untuk mempresentasikan proyek
yang dibuat. Presentasi dilakukan dengan menggunakan media powerpoint.
Setelah presentasi berakhir, Guru A dan siswa dari kelompok lain bertanya terkait
proyek yang dipresentasikan. Guru A menyampaikan kepada siswa bahwa diskusi
hanya berlangsung satu arah. Setelah pertanyaan kelompok lain dijawab oleh
kelompok presenter, kegiatan diskusi berakhir. Hal ini dikarenakan alokasi waktu
presentasi yang terbatas. Penilaian presentasi dilakukan berdasarkan indikator
visualisasi powerpoint dan teknis penyampaian materi presentasi. Pada akhir
kegiatan inti, Guru A mengevaluasi proyek dan presentasi yang telah dilakukan
siswa. Guru A menyampaikan kelompok dengan ide proyek terbaik dan kelompok
presenter terbaik. Guru A juga menyampaikan tips membuat powerpoint yang
baik dan tips melakukan presentasi yang baik dalam waktu yang terbatas.
Guru A mengaku lebih suka melakukan penilaian proyek dibandingkankan
dengan tes tulis. Guru A percaya bahwa setiap siswa memiliki bakat yang berbeda,
sehingga untuk memunculkan bakat tersebut, tidak dapat dilakukan hanya dengan
tes tulis. Menurut Guru A, dalam penilaian proyek, siswa dengan bakat dan
karakteristik yang berbeda dapat belajar dan menunjukkan potensi masing-
masing. Guru A menilai bahwa tugas proyek dapat mengakomodasi
Page 119
101
pengembangan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Wan/D2/GA/05-06-
2015/T8). Pada kegiatan penutup, Guru A menyampaikan garis besar materi
pembelajaran dan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya. Selanjutnya, Guru
A mengkonfirmasi apakah terdapat pertanyaan dari siswa. Terakhir, Guru A
menyampaiakan salam penutup bersama siswa. Guru A tidak memberikan tindak
lanjut berupa PR.
3) Observasi Ketiga Pembelajaran di Kelas Guru A
Observasi ketiga dilakukan pada 13 Mei 2015. Guru A melakukan
pembelajaran dengan materi pokok gelombang berjalan. Guru A tidak mengajar
secara penuh sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia karena Guru A harus
mengikuti diklat di SMA Negeri 3 Singaraja. Pada kegiatan pendahuluan, Guru A
bersama siswa menyampaikan salam pembuka, dilanjutkan dengan absensi,
penyampaian maaf karena tidak bisa mengajar penuh, penyampaian garis besar
materi yang akan dipelajari, dan pemberian apersepsi. Kegiatan apersepsi
dilakukan dengan memberikan contoh proses bergetarnya sebuah titik pada jarak
tertentu dari ujung tali yang terikat. Guru A tidak menampilkan gambar, animasi,
atau video tentang fenomena tersebut. Guru A hanya menyuruh siswa
membayangkannya. Guru A menjelaskan perbedaan materi pembelajaran
sebelumnya, yaitu getaran dengan materi yang akan dipelajari, yaitu gelombang.
Perbedaan yang dimaksud adalah sebagai berikut. Ketika membahas materi
getaran, yang menjadi fokus pembahasan adalah sumber getarnya, sedangkan
dalam materi gelombang, fokus pembahasan adalah medium gelombang tersebut,
di mana medium tersebut tidak langsung ikut bergetar pada saat sumber mulai
bergetar.
Page 120
102
Kegiatan inti dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab
berbantuan media powerpoint. Media powerpoint tersebut memuat gambar dan
animasi gelombang berjalan dan gelombang stasioner. Siswa duduk secara
individu. Guru A memaparkan materi secara kontekstual dengan menggunakan
bahasa sehari-hari yang semi-formal. Siswa Guru A mengaku lebih nyaman
belajar ketika guru menyampaikan materi dengan bahasa sehari-hari. Menurut
Siswa Guru A, hal tersebut dapat menimbulkan hubungan yang akrab antara guru
dan siswa. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa volume suara Guru A dapat di
dengar dengan jelas oleh seluruh siswa. Siswa juga mengungkapkan bahwa
mereka dapat memahami dengan baik bahasa lisan dan bahasa tulis Guru A
(Wan/D1/SGA/04-05-2015/T9).
Pada awal kegiatan inti, Guru A mengulang kembali contoh proses
terjadinya gelombang pada tali terikat yang telah diberikan pada kegiatan
apersepsi. Bertolak dari contoh tersebut, Guru A menurunkan persamaan
simpangan sebuah titik pada medium gelombang berjalan yang berjarak x dari
sumber getar, pada waktu t. Penurunan rumus dilakukan secara konseptual dengan
menekankan pada makna fisis dari setiap besaran pada rumus. Guru A
menjelaskan makna fisis dari tanda ( ) pada persamaan .
Guru A terlihat aktif melibatkan siswa dalam penurunan rumus tersebut dengan
memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Guru A menekankan
konsep-konsep penting dengan gesture tubuh dan mimik wajah yang ekspresif.
Guru A juga menuliskan konsep-konsep penting di papan tulis dan
menggunakannya sebagai acuan dalam menjelaskan materi pembelajaran
selanjutnya.
Page 121
103
Pemaparan materi pembelajaran yang dilakukan oleh Guru A bersifat
kontekstual. Pembelajaran kontestual tersebut dilakukan secara simultan dari
kegiatan apersepsi sampai kegiatan inti. Pada kegiatan inti, Guru A menggunakan
contoh proses bergetarnya senar gitar untuk menjelaskan konsep gelombang
stasioner. Guru mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual dilakukan
sebagai upaya memotivasi siswa agar aktif mengeksplorasi materi yang
disampaikan. Hal tersebut terjadi karena siswa mengetahui manfaat praktis dari
materi yang diajarkan (Wan/D2/GA/05-06-2015/T9).
Setelah pemaparan materi pembelajaran, Guru A menjelaskan tips
penyelesaian soal gelombang berjalan. Tips tersebut, yaitu (1) jangan biarkan
ayam berada di luar kurungan, (2) si omega berteman dengan t, dan (3) si
konstanta gelombang berteman dengan x. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa
Guru A sering memberikan tips penyelesaian soal yang mudah tanpa berpatokan
pada rumus (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T10). Guru A juga mentolerir siswa yang
menjawab soal dengan cara yang berbeda. Siswa ditemukan serius mencatat tips
yang ditayangkan pada slide powerpoint. Setelah siswa selesai mencatat, Guru A
memberikan soal latihan. Soal latihan tersebut ditulis langsung oleh Guru A di
papan tulis. Semua siswa terlihat serius mengerjakan soal latihan tersebut. Siswa
Guru A mengungkapkan bahwa tidak ada siswa yang berani bercanda selama
mengikuti pembelajaran. Guru A akan badmood dan langsung memberikan kuis
jika menemukan siswa yang tidak serius dalam pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-
05-2015/T11). Hal tersebut dilakukan untuk memeriksa penyebab ketidakfokusan
siswa. Guru A menyatakan bahwa ternyata penyebab ketidakfokusan siswa adalah
karena siswa sedang mempersiapkan diri untuk mengahadapi ulangan harian mata
Page 122
104
pelajaran lain. Selain itu, hal tersebut juga bertujuan untuk membuat siswa
kembali fokus pada materi pembelajaran (Wan/D2/GA/05-06-2015/T10).
Selama siswa mengerjakan soal latihan, Guru A aktif berkeliling
menghampiri siswa. Terdapat beberapa siswa yang bertanya dan Guru A merespon
positif dengan memberikan petunjuk penyelesaian soal. Guru A sering
mengingatkan siswa untuk menerapkan tips yang diberikan. Pembahasan soal
latihan dilakukan dengan menunjuk siswa yang angkat tangan untuk menuliskan
jawabannya di papan tulis dan menjelaskannya di depan kelas. Guru A juga
terkadang menunjuk secara langsung siswa yang tidak angkat tangan. Guru A
selalu menunjuk siswa dengan menyebutkan nama siswa tersebut. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Guru A hafal semua nama siswa. Ketika menemukan siswa
kebingungan pada saat menuliskan dan menjelaskan jawabannya di depan kelas,
Guru A menuntun siswa tersebut dengan memberikan clue. Guru A selalu
menyampaikan ucapan terimakasih dan mengajak siswa yang lain bertepuk tangan
setelah seorang siswa menjelaskan jawabannya di depan kelas. Guru A juga selalu
mengkonfirmasi pemahaman siswa sebelum melanjutkan materi. Konfirmasi
tersebut dilakukan dengan mengajukan pertanyaan “Sudah? Bisa saya lanjutkan?”
Lima menit sebelum kegiatan penutup, Guru A menjelaskan konsep
gelombang stasioner dengan memberikan contoh konkrit terjadinya gelombang
pada dawai gitar yang dipetik. Pemaparan materi tersebut didukung dengan
penayangan animasi gelombang stasioner pada slide powerpoint. Guru A
menyampaikan perbedaan gelombang berjalan dan gelombang stasioner. Guru A
juga memberikan tips untuk menentukan simpul dan perut ke-n dengan
menggunakan gambar dan penentuan pola kemunculan simpul atau perut tersebut.
Page 123
105
Guru A menyampaikan kepada siswa bahwa tips tersebut diperlukan agar siswa
tidak kebingungan jika lupa dengan rumus yang diberikan.
Pada kegiatan penutup, Guru A memberikan tugas kepada siswa berupa
lima buah soal essay yang termuat pada buku LKS Kreatif. Guru A
mengungkapkan tugas tersebut tidak perlu dikumpul. Jawaban soal tersebut cukup
ditulis langsung pada buku LKS Kreatif. Guru A menyampaikan kepada siswa
bahwa mengerjakan atau tidak tugas tersebut merupakan tanggungjawab moral
bagi siswa. Selanjutnya, Guru A menyampaikan garis besar materi dan kegiatan
pembelajaran pada pertemuan berikutnya dan mengucapkan salam penutup
bersama siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Siswa Guru A, dapat dijelaskan
bahwa yang biasanya dilakukan A pada pada kegiatan penutup adalah
penyampaian garis besar materi dan kegiatan pada pertemuan selanjutnya dan
pemberian PR jika Guru A tidak dapat mengajar pada pertemuan berikutnya.
Siswa Guru A menyatakan bahwa Guru A selalu memberikan tugas jika tidak bisa
mengajar secara penuh. Soal tugas dan PR yang diberikan selalu diambil pada
buku LKS Kreatif. Jawaban dari tugas dan PR tersebut tidak dikumpul dalam
lampiran kertas, melainkan hanya dibuat di buku LKS tersebut. Namun demikian,
Siswa Guru A mengaku selalu membuat tugas dan PR tersebut karena Guru A
selalu menghampiri siswa pada saat diskusi kelompok dan sering memeriksa LKS
siswa. Tugas dan PR tersebut dibahas pada pertemuan selanjutnya hanya jika
siswa mengaku belum memahami solusi dari soal yang diberikan
(Wan/D1/SGA/04-05-2015/T12). Guru A membenarkan bahwa PR atau tugas
yang diberikan tidak pernah dikumpul. Melalui metode tersebut, Guru A mengaku
Page 124
106
mengembangkan sikap tanggungjawab siswa. Guru A meyakini bahwa siswa pasti
mengerjakan tugas atau PR yang diberikan karena pada pertemuan selanjutnya,
Guru A selalu menunjuk siswa secara acak untuk menjelaskan jawaban tugas
tersebut di depan kelas. Hal tersebut menyebabkan semua siswa mempersiapkan
diri mengerjakan dan memahami penyelesaian soal tugas yang diberikan
(Wan/D2/GA/05-06-2015/T11).
Pengembangan sikap jujur dilakukan pada saat praktikum. Guru A
menugaskan siswa untuk mengumpulkan data praktikum yang diperoleh. Data
tersebut kemudian digunakan sebagai pembanding hasil analisis data pada laporan
praktikum siswa. Melalui metode ini, Guru A mendidik siswa untuk tidak
memanipulasi data praktikum. Guru A juga mengaku sering menekankan kepada
siswa bahwa hasil praktikum yang tidak persis sama dengan teori merupakan hal
yang wajar karena data hasil praktikum dipengaruhi berbagai kesalahan. Sikap
jujur juga dikembangkan pada saat ulangan. Guru A mengaku tidak mentolerir
sama sekali siswa yang ditemukan mencontek. Guru A mengaku pernah merobek
jawaban siswa yang ditemukan mencontek. Menurut Guru A, metode tersebut
efektif untuk membuat siswa jera. Proses jera tersebut didukung oleh karakteristik
siswa yang sering mem-bully temannya yang ketahuan mencontek. Terhadap
siswa yang ditemukan tidak serius dalam mengikuti pembelajaran, Guru A
mengaku sering menegur secara halus dengan menanyakan apa yang sedang siswa
tersebut lakukan. Namun, jika sebagian besar siswa tidak serius, Guru A mengaku
langsung memberikan kuis secara mendadak. Melalui metode tersebut, Guru A
mengklaim mampu membuat siswa kembali fokus mengikuti pembelajaran
(Wan/D2/GA/05-06-2015/T10).
Page 125
107
B. Tindak Guru B
Sebelum melaksanakan pembelajaran, Guru B terlebih dahulu mempelajari
materi yang akan disampaikan ke siswa. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa
materi pembelajaran yang belum dipahami oleh Guru B, seperti perjanjian-
perjanjian internasional penanggulangan pemanasan global. Guru B mengaku
perlu mengakses internet karena materi tersebut tidak termuat dalam buku
pegangan guru. Disamping itu, Guru B juga menilai perlu untuk mengingat
materi-materi yang pernah diajarkan sebelumnya. Secara umum, Guru B telah
menerapkan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut
gambaran pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru B.
1) Observasi Pertama Pembelajaran di Kelas Guru B
Observasi pertama dilakukan pada 23 April 2015. Guru B melakukan
pembelajaran dengan materi pokok gelombang berjalan. Kegiatan pembelajaran
dilakukan dengan metode diskusi kelompok, tanya jawab, dan ceramah. Metode
ceramah diterapkan untuk menjelaskan materi yang abstrak dan materi yang sulit
untuk didiskusikan oleh siswa. Guru B mengungkapkan bahwa metode
pembelajaran yang sering diterapkan merupakan gabungan dari metode diskusi,
ceramah, presentasi, dan tanya jawab. Penerapan metode tersebut disesuaikan
dengan karakteristik materi pembelajaran (Wan/D3/GB/30-04-2015/T9).
Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan menyampaikan salam pembuka,
menyampaikan materi yang akan dipelajari, memberikan apersepsi, dan
menyampaikan garis besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Kegiatan
apersepsi dilakukan dengan mendiskusikan secara singkat contoh fenomena dan
kasus pemanasan global yang terkait dengan kehidupan keseharian siswa. Guru B
Page 126
108
tidak melakukan absensi. Guru B juga tidak menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran. Guru B mengungkapkan bahwa indikator dan tujuan pembelajaran
tidak terlalu penting untuk disampaikan karena siswa telah mendengarkan dan
mencatat materi pembelajaran yang disampaikan. Guru B menyatakan dengan
mencatat materi pembelajaran tersebut, siswa telah mengetahui materi yang akan
dimunculkan ketika ulangan. Guru B juga beralasan bahwa alokasi waktu
pembelajaran yang terbatas menyebabkan guru tidak sempat untuk menyampaikan
hal tersebut. Permasalahan ini disiasati dengan memberikan silabus secara
langsung kepada siswa, sehingga siswa dapat membaca sendiri materi yang akan
dipelajari (Wan/D3/GB/30-04-2015/T10).
Kegiatan inti dilakukan dengan menerapkan pendekatan saintifik yang
didukung oleh model pembelajaran discovery learning. Guru B menugaskan siswa
menyelesaiakan permasalahan yang termuat dalam LKS melalui diskusi
kelompok. Setelah diskusi kelompok berakhir, permasalahan pada LKS dibahas
secara bersama-sama oleh guru dan siswa melalui sesi tanya jawab. Berdasarkan
hal tersebut, penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan B dapat dipaparkan
sebagai berikut. Siswa mengamati gambar fenomena dampak pemanasan global
yang terdapat pada LKS dan gambar yang ditayangkan oleh guru pada slide
powerpoint. Guru B mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati tidak harus
dilakukan secara langsung. Guru B menilai apersepsi yang diberikan pada
kegiatan pendahuluan juga termasuk ke dalam penerapan aspek mengamati. Hal
ini dikarenakan kegiatan apersepsi dapat menuntun siswa membayangkan
fenomena yang terjadi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T11). Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Siswa Guru B bahwa kegiatan mengamati yang difasilitasi
Page 127
109
oleh Guru B kebanyakan dilakukan pada saat praktikum dan dengan menyuruh
siswa untuk membayangkan fenomena-fenomena fisis dalam kehidupan
keseharian siswa. Siswa Guru B menyatakan bahwa Guru B jarang mengajak
siswa untuk mengamati fenomena alam secara langsung. Penayangan gambar
dalam powerpoint juga baru dilakukan pada materi pemanasan global
(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T1).
Aspek menanya tidak berjalan dengan maksimal. Siswa bertanya hanya
jika tidak memahami maksud permasalahan yang termuat dalam LKS. Siswa tidak
terlihat skeptis terhadap materi yang disampaikan oleh Guru B. Guru B
menyatakan bahwa kegiatan menanya biasanya terjadi ketika guru menyampaikan
fenomena fisis yang menarik. Siswa akan bertanya mengapa fenomena tersebut
dapat terjadi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T12). Selama diskusi berlangsung, Guru
B aktif menghampiri setiap kelompok. Catatan lapangan yang dibuat peneliti
menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran, Guru B terlihat selalu merespon
positif jika ada siswa yang bertanya. Guru B juga sesekali menyampaikan
pernyataan humor yang membuat siswa tertawa. Siswa mengumpulkan informasi
terkait permasalahan yang termuat pada LKS melalui buku dan internet. Guru
memfasilitasi kegiatan mengasosiasi dengan menugaskan siswa menjawab
permasalahan yang termuat pada LKS berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan tersebut. Disamping itu, Guru B juga sering memberikan pertanyaan
apa, mengapa, dan bagaimana kepada siswa selama pembelajaran berlangsung.
Guru B mengungkapkan bahwa pemberian pertanyaan tersebut dapat melatih
siswa untuk menalar (Wan/D3/GB/30-04-2015/T13). Kegiatan berkomunikasi
antar siswa terjadi ketika siswa melakukan diskusi kelompok. Kegiatan
Page 128
110
mengkomunikasikan juga terjadi ketika siswa menyampaikan hasil diskusinya
pada sesi tanya jawab setelah kegiatan diskusi berakhir.
Guru B memaparkan materi secara sistematis dari mudah ke sulit dan dari
konkrit ke abstrak. Materi yang disampaikan bersifat konseptual dan kontekstual.
Hal tersebut terlihat ketika Guru B menggunakan analogi fenomena
terperangkapnya panas dalam mobil yang diparkir di bawah terik matahari untuk
menjelaskan proses terjadinya efek rumah kaca. Guru B bersama siswa
mendiskusikan bagaimana kebiasaan hidup vegetarian mampu mendukung upaya
penanggulangan pemanasan global. Guru B juga mengaitkan materi pembelajaran
dengan nilai-nilai kebudayaan lokal, yaitu Hari Raya Nyepi. Guru B menjelaskan
bagaimana Hari Raya Nyepi dapat diakui dunia sebagai salah satu kebudayaan
yang mendukung upaya penanggulangan pemanasan global. Namun demikian,
selama pembelajaran, Guru B tidak terlihat melakukan penilaian sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Pada kegiatan penutup, Guru B mengkonfirmasi apakah ada siswa yang
ingin bertanya, dilanjutkan dengan penyampaian materi pembelajaran dan rencana
kegiatan pada pertemuan selanjutnya, pemberian tugas rumah, sembahyang, dan
salam penutup. Guru B tidak menyimpulkan materi pembelajaran. Hal ini
didukung oleh pernyataan Siswa Guru B bahwa Guru B memang jarang
menyimpulkan materi pembelajaran pada kegiatan penutup. Menurut Siswa Guru
B, yang dilakukan B pada kegiatan penutup hanya menyampaikan salam penutup.
Namun demikian, Siswa Guru B membenarkan bahwa Guru B selalu
menyampaikan materi pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan pada
pertemuan selanjutnya (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T2).
Page 129
111
2) Observasi Kedua Pembelajaran di Kelas Guru B
Observasi kedua dilakukan pada 30 April 2015. Guru B melakukan
pembelajaran dengan materi karakteristik gelombang. Guru B memulai
pembelajaran dengan menyampaikan salam pembuka bersama siswa, dilanjutkan
dengan menyampaikan materi yang akan dipelajari, serta menyampaikan garis
besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Guru B tidak terlihat
melakukan absensi. Guru B juga tidak menyampaikan indikator, tujuan
pembelajaran, dan teknik penilaian yang akan dilakukan.
Kegiatan inti dilakukan dengan menugaskan siswa untuk melakukan
demonstrasi karakteristik gelombang transversal pada tali dan air, serta
karakteristik gelombang longitudinal pada slinki. Demonstrasi karakteristik
gelombang transversal pada tali dan karakteristik gelombang longitudinal pada
slinki dilakukan di dalam kelas, sedangkan demonstrasi karakteristik gelombang
transversal pada air dilakukan di luar kelas. Siswa diberikan waktu selama satu
jam pelajaran untuk melakukan demonstrasi tersebut. Setelah demonstrasi
berakhir, siswa ditugaskan merapikan alat dan bahan demonstrasi, kemudian
siswa mendiskusikan LKS yang memuat permasalahan yang terkait dengan
demonstrasi yang dilakukan. Pembelajaran dilanjutkan dengan metode ceramah
dan tanya jawab. Guru B memaparkan materi dengan bantuan media powerpoint.
Media powerpoint tersebut memuat paparan konsep, bagan, gambar, dan video.
Video yang ditayangkan memuat teknis praktikum karakteristik gelombang
dengan menggunakan tangki riak. Hal ini dilakukan karena fasilitas tangki riak
yang dimiliki oleh sekolah rusak dan tidak dapat digunakan. Dengan demikian,
tuntutan praktikum tangki riak dalam silabus tidak dapat dipenuhi oleh Guru B.
Page 130
112
Penayangan video merupakan salah satu solusi terhadap permasalahan ini
(Wan/D1/GB/25-0402015). Jawaban soal LKS yang telah dibuat oleh siswa tidak
dibahas oleh Guru B. Jawaban LKS tersebut dikumpulkan di akhir pembelajaran.
Penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan B dapat dipaparkan
sebagai berikut. Guru B memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh
siswa mendemonstrasikan proses terjadinya gelombang longitudinal pada slinki,
gelombang transversal pada tali dan air, serta menayangkan animasi, gambar, dan
video pada slide powerpoint. Guru B menyatakan bahwa kegiatan mengamati juga
dilakukan dengan mengajak siswa membayangkan fenomena alam yang pernah
dialaminya (Wan/D3/GB/30-04-2015/T16). Kegiatan menanya terjadi ketika
siswa tidak memahami prosedur demonstrasi yang akan dilakukan. Guru B
merespon positif siswa yang bertanya. Siswa Guru B menyatakan bahwa jika ada
siswa yang bertanya, maka Guru B akan melempar pertanyaan tersebut kepada
siswa lain (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T3). Selama siswa melakukan demonstrasi,
Guru B aktif menuntun setiap kelompok yang mengalami permasalahan. Kegiatan
menanya juga terjadi antar siswa ketika mendiskusikan permasalahan yang
termuat pada LKS. Menurut Siswa Guru B, upaya yang dilakukan B agar siswa
aktif bertanya adalah dengan mengkonfirmasi apakah semua siswa sudah
mengerti atau belum (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T4). Catatan lapangan peneliti
menunjukkan bahwa Guru B sering melontarkan pertanyaan “sudah?”. Selain
dapat merangsang siswa untuk bertanya, hal tersebut juga menunjukkan bahwa
Guru B memberikan kesempatan kepada siswa untuk mamahami materi
pembelajaran yang diberikan, sebelum dilanjutkan dengan materi pembelajaran
yang baru.
Page 131
113
Kegiatan mencoba diupayakan dengan menyuruh siswa melakukan
percobaan gelombang slinki, gelombang tali, dan gelombang air seperti yang
disampaikan sebelumnya. Kegiatan menalar dilakukan dengan memberikan siswa
permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut dari demonstrasi yang
telah dilakukan. Disamping itu, Guru B juga sering memberikan pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana saat pembelajaran berlangsung. Sebagai contoh, ketika
siswa melakukan demonstrasi gelombang longitudinal pada slinki, Guru B
memberikan pertanyaan “mengapa tali rafia yang diikatkan pada slinki tidak
berpindah posisi secara horizontal?”
Kegiatan mengkomunikasikan dilakukan melalui diskusi kelompok, tanya
jawab antara guru dan siswa, serta presentasi (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T5).
Guru B juga sering menunjuk siswa secara langsung untuk menyampaikan
pendapat. Pada saat presentasi, siswa dibagi ke dalam kelompok presenter dan
kelompok penilai. Kelompok presenter bertugas mempresentasikan makalah yang
telah dibuat, sedangkan kelompok penilai bertugas memberikan penilain terhadap
teknis presentasi dan tampilan powerpoint kelompok presenter. Kelompok penilai
juga dapat memberikan pertanyaan kepada kelompok presenter. Dalam kegiatan
tersebut, Guru B bertindak sebagai moderator yang memberikan masukan serta
menengahi jika terdapat silang pendapat antara kelompok presenter dan kelompok
penilai. Dalam kegiatan tersebut, Guru B mengaku juga mengajarkan siswa etika
berkomunikasi yang formal pada saat presentasi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T17).
Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B memberikan nilai
tambahan ketika siswa dapat menjawab pertanyaan yang diajukannya. Siswa Guru
B mengungkapkan bahwa Guru B melakukan hal tersebut untuk memotivasi siswa
Page 132
114
agar aktif menyampaikan pendapat dan sekaligus untuk membantu meningkatkan
nilai siswa. Hal ini dikarenakan pada semester satu, nilai fisika siswa tidak bagus,
sehingga Guru B menggunakan metode tersebut untuk membantu meningkatkan
nilai siswa (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T6). Guru B menjelaskan bahwa tujuan
pemberian nilai tambahan adalah untuk memotivasi siswa agar aktif berpendapat
dalam pembelajaran. Tambahan nilai yang diberikan bervariasi tergantung
kesulitan soal yang dapat dijawab oleh siswa. Guru B mengklaim bahwa teknik
tersebut mampu membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Siswa semangat
berlarian ke depan kelas untuk mengumpulkan jawabannya dan menjadi 10 orang
pertama yang mendapatkan nilai tambahan (Wan/D3/GB/30-04-2015/T18).
Siswa Guru B mengungkapkan jika terdapat siswa yang tidak pernah
mendapatkan nilai plus, maka Guru B akan menunjuk siswa tersebut secara
langsung untuk mengerjakan soal di papan tulis. Selain untuk melatih siswa
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, hal tersebut juga dilakukan untuk
membantu siswa tersebut memperbaiki nilainya yang kurang. Jika siswa tersebut
tidak dapat mengerjakan soal yang diberikan, maka Guru B akan menyuruhnya
untuk menunjuk teman yang mampu membantunya menyelesaikan soal tersebut.
Namun, jika tidak ada siswa yang mampu menjawab, maka Guru B yang akan
menjelaskan cara menjawab soal tersebut (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T7).
Pada kegiatan penutup, Guru B meminta siswa mengumpulkan jawaban
LKS, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan persembahyangan, dan salam
penutup. Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B tidak
menyimpulkan materi pembelajaran, tidak memberikan kuis dan PR, dan tidak
Page 133
115
menyampaikan garis besar materi pembelajaran serta rencana kegiatan pada
pertemuan berikutnya.
3) Observasi Ketiga Pembelajaran di Kelas Guru B
Observasi ketiga dilakukan pada 11 Mei 2015. Guru B dan siswa
melakukan praktikum Melde di laboratorium fisika. Kegiatan pendahuluan
dilakukan dengan mengucapkan salam pembuka, dilanjutkan dengan membagi
siswa ke dalam lima kelompok, di mana setiap kelompok terdiri dari tujuh orang
siswa, penyampaian teknis dan rambu-rambu praktikum, penyampaian teknik
penilaian yang akan dilakukan, dan instruksi kepada perwakilan kelompok untuk
mengambil alat, bahan, dan LKS praktikum. Guru B mengungkapkan bahwa
pembagian kelompok praktikum dilakukan secara heterogen dan disesuaikan
dengan karakteristik siswa. Setiap kelompok memuat siswa dengan karakteristik
suka bicara, siswa pendiam, siswa yang berjiwa pemimpin, siswa laki-laki, dan
siswa perempuan. Siswa pendiam dikelompokkan dengan siswa yang suka
berbicara agar siswa tersebut termotivasi untuk aktif. Siswa yang berjiwa
pemimpin bertugas untuk mengatur tugas masing-masing anggota kelompoknya.
Guru B mengungkapkan bahwa jika pemimpin kelompok adalah siswa dengan
karakteristik pendiam, maka semua tugas kelompok cenderung dikerjakan sendiri
oleh siswa tersebut. Siswa laki-laki pada setiap kelompok bertugas melakukan
kegiatan-kegitan yang relatif berbahaya, di mana siswa perempuan tidak berani
melakukannya (Wan/D2/GB/27-04-2015/T13).
Kegiatan inti dilakukan dengan pengambilan alat, bahan, dan LKS
praktikum, kemudian dilanjutkan dengan merangkai alat dan bahan praktikum.
Kelompok yang telah selesai merangkai alat dan bahan praktikum, tidak diijinkan
Page 134
116
untuk langsung mengambil data praktikum, melainkan harus melapor dulu ke
Guru B. Hal ini dikarenakan Guru B harus memeriksa kebenaran rangkaian
praktikum terlebih dahulu. Setelah kelompok melapor bahwa rangkaian praktikum
telah siap, Guru B mendatangi kelompok tersebut dan melakukan tes unjuk kerja
praktikum untuk masing-masing siswa. Secara umum, pertanyaan yang diberikan
oleh Guru B adalah sebagai berikut. (1) Sebutkan nama alat dan bahan praktikum
yang digunakan! (2) Mengapa jenis arus yang digunakan adalah AC? (3)
Bolehkah kabel penghubung catu daya dan vibrator dibolak-balik dan tidak sesuai
dengan warna soket pada catu daya? (4) Berapa tegangan yang digunakan?
Mengapa? (5) Berapa masa beban yang digunakan? Mengapa? (6) Manakah yang
dimaksud satu gelombang? Tunjukkan! (7) Bagaimana cara menentukan panjang
gelombang? (8) Apa yang akan kalian lakukan dalam praktikum ini?
Setelah tes unjuk kerja selesai, siswa mengumpulkan dan menganalisis
data sesuai dengan LKS yang diberikan. Guru B yang dibantu oleh Laboran
terlihat aktif menuntun siswa selama praktikum. Pada saat praktikum berlangsung,
terdapat beberapa vibrator yang tidak berfungsi. Guru B meminta bantuan
Laboran untuk menangani masalah tersebut. Pada akhir kegiatan inti, siswa
mengumpul jawaban LKS. Guru B membahas permasalahan yang termuat dalam
LKS, mengevaluasi pelaksanaan praktikum, dan menyimpulkan hasil praktikum.
Terdapat beberapa kelompok yang salah dalam menganalisis data. Guru B
menugaskan kelompok tersebut untuk melakukan analisis data ulang.
Kegiatan penutup dilakukan dengan mengkonfirmasi apakah terdapat
pertanyaan dari siswa dan dilanjutkan dengan salam penutup. Catatan lapangan
peneliti menunjukkan bahwa Guru B tidak memberikan kuis dan PR, serta tidak
Page 135
117
menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya. Siswa Guru B
menyatakan bahwa Guru B jarang memberikan PR berupa soal hitungan.
Sebagian besar PR yang diberikan adalah tugas membaca materi pembelajaran
pertemuan selanjutnya (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T8).
Pada semester kedua ini, Guru B telah melakukan praktikum sebanyak dua
kali, yaitu praktikum titik berat dan praktikum Melde. Menurut Guru B, pada
semester kedua, sebagaian besar materi pembelajaran bersifat abstrak, sehingga
sulit untuk dipraktikumkan. Terhadap materi pembelajaran tersebut, Guru B
menggunakan alternatif metode belajar kelompok atau menugaskan siswa
membuat makalah (Wan/D1/GB/25-04-2015/T5). Proses praktikum yang
biasanya dilakukan oleh Guru B adalah sebagai berikut. Kegiatan praktikum
diawali dengan siswa duduk berdasarkan kelompok yang telah ditentukan
sebelumnya. Selanjutnya, Guru B menyampaikan tujuan praktikum yang akan
dilakukan. Tujuan praktikum tersebut juga telah disampaikan pada pertemuan
sebelumnya, sehingga siswa dapat mempelajari kajian teorinya secara mandiri di
rumah. Kemudian, siswa mengambil alat, bahan, dan LKS praktikum. Guru B
menjelaskan bahwa terdapat dua jenis LKS praktikum yang biasa digunakan,
yaitu LKS terbuka dan LKS tertutup. LKS terbuka adalah LKS yang tidak
memuat rancangan dan prosedur praktikum. LKS terbuka diberikan untuk
praktikum dengan tingkat kesulitan dan peluang kesalahan rendah, seperti
praktikum kalor. LKS tertutup adalah LKS yang memuat rancangan dan prosedur
praktikum yang akan dilakukan. LKS jenis ini diberikan untuk praktikum yang
sulit dan riskan terjadi kesalahan siswa dalam menggunakan alat, seperti
praktikum Melde. Jika siswa tidak memahami tujuan dan prosedur praktikum
Page 136
118
yang termuat dalam LKS, maka siswa dapat bertanya kepada Guru B atau
Laboran. Setelah itu, siswa mengumpulkan dan menganalisis data praktikum.
Analisis data praktikum tersebut kemudian dikumpulkan dalam bentuk laporan
singkat. Hal ini bertujuan agar siswa tidak memanipulasi data praktikum. Analisis
data lanjutan dilakukan oleh siswa secara berkelompok di rumah. Laporan
praktikum dipresentasikan dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya. Jika
terdapat kelompok yang salah dalam melakukan praktikum, maka kelompok
tersebut wajib melakukan praktikum ulang. Guru B tidak mengijinkan kelompok
tersebut melakukan praktikum ulang pada jam pembelajaran fisika berikutnya.
Guru B menyatakan bahwa waktu pelaksanaan praktikum ulang didiskusikan
secara mandiri oleh siswa dan Laboran (Wan/D3/GB/30-04-2015/T19).
Hasil observasi peneliti selama tiga kali di kelas Guru B menunjukkan
bahwa Guru B selalu memberikan salam penutup dan persembahyangan bersama
siswa di akhir pembelajaran. Guru B menyatakan bahwa hal tersebut merupakan
upaya pengembangan aspek religius siswa. Upaya pengembangan aspek religius
siswa juga dilakukan melalui pemaparan materi secara kontekstual, seperti
penjelasan mengapa hari raya Nyepi agama Hindu di Bali dapat diakui dunia
sebagai salah satu kebudayaan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca
(Wan/D4/GB/09-05-2015/T1).
Pengembangan sikap ilmiah siswa yang dilakukan oleh Guru B adalah
sebagai berikut. Sikap disiplin dikembangkan melalui kehadiran siswa yang tepat
waktu. Jika terdapat siswa yang tidak hadir tepat waktu, maka siswa tersebut tidak
dijinkan mengikuti pembelajaran. Guru B juga tidak mengijinkan siswa makan
dan minum di dalam kelas saat pembelajaran berlangsung. Bagi siswa yang
Page 137
119
menderita penyakit maag dan harus makan atau minum pada saat pembelajaran,
siswa tersebut harus meminta ijjin untuk makan di luar kelas. Jika Guru B
menemukan siswa yang tidak serius mengikuti pembelajaran, maka Guru B akan
memberikan pertanyaan dan menegur siswa tersebut (Wan/D4/GB/09-05-
2015/T2; Wan/D1/SGB/23-04-2015/T9)
Pengembangan sikap jujur dilakukan pada saat praktikum. Guru B
menugaskan siswa mengumpulkan laporan singkat yang memuat data praktikum
yang diperoleh siswa. Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak memanipulasi data
praktikum. Upaya pengembangan sikap jujur juga dilakukan pada saat ulangan.
Guru B menerapkan beberapa upaya untuk meminimalisir kesempatan siswa
bekerjasama pada saat ulangan. Pertama, ulangan dilakukan dengan sistem soal
yang dipaketkan. Siswa yang duduk dengan nomor absen genap mendapat soal
paket A dan siswa yang bernomor absen ganjil mendapat soal paket B. Guru B
mengaku aktif mengawasi siswa pada saat ulangan dengan sistem seperti ini.
Kedua, ulangan dilakukan dengan sistem gelombang, di mana setengah dari
jumlah siswa bergantian mengerjakan soal ulangan di dalam kelas. Guru B
mengaku sistem ini lebih efektif dalam meminimalisir upaya siswa untuk
bekerjasama. Upaya meminimalisir kesempatan siswa bekerjasama juga dilakukan
dengan membalik meja siswa pada saat ulangan, sehingga siswa tidak dapat
menyembunyikan contekan di kolong meja. Guru B mengaku memberikan nilai
nol dan merobek lembar jawaban siswa yang ditemukan menyontek. Guru B
menyuruh siswa mencoret jawaban hasil menyontek tersebut (Wan/D4/GB/09-
05-2015/T3). Sikap kerjasama dikembangkan melalui kegiatan diskusi kelompok
pada saat pembelajaran di kelas dan praktikum di laboratorium. Catatan lapangan
Page 138
120
peneliti menunjukkan bahwa Guru B sering mengingatkan siswa untuk
bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan pada LKS (Wan/D1/SGB/23-
04-2015/T10).
Bertolak dari hasil observasi pembelajaran dan wawancara yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa sebagian besar pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru model telah sesuai dengan tuntutan Standar Proses
Kurikulum 2013. Pada kegiatan pendahuluan, guru model menyampaikan salam
pembuka, melakukan absensi, memberikan apersepsi, dan menyampaikan garis
besar materi yang akan dipelajari. Pada kegiatan inti, kelima aspek pendekatan
saintifik telah diupayakan dengan baik. Kegiatan mengamati dilakukan dengan
menayangkan gambar, animasi, dan video melalui media powerpoint, serta
mengarahkan siswa untuk mengamati karakteristik gelombang melalui
demonstrasi dan praktikum. Kegiatan menanya terjadi ketika siswa tidak
memahami soal pada LKS dan penurunan rumus yang dibuat guru, serta pada saat
diskusi kelompok. Kegiatan mengumpulkan informasi dilakukan siswa melalui
buku, internet, demonstrasi, dan praktikum. Kegiatan mengasosiasi dilakukan
siswa dengan menganalisis soal yang diberikan guru pada LKS berdasarkan
informasi yang telah dikumpulkan. Guru model juga sering mengajukan
pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana selama pembelajaran. Kegiatan
mengkomunikasikan terjadi pada saat siswa melakukan diskusi kelompok, tanya
jawab, dan presentasi di depan kelas. Pada kegiatan penutup, guru model
menyampaikan rencana kegiatan pertemuan selanjutnya dan salam penutup. Guru
model ditemukan tidak menyimpulkan materi pembelajaran dan tidak selalu
memberikan PR.
Page 139
121
4.1.3.4 Tindak Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
Tindak guru dalam evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan transkrip observasi, serta transkrip
wawancara guru dan siswa.
A. Tindak Guru A
Guru A melakukan penilaian pembelajaran pada aspek sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian
jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa sesuai dengan tuntutan Standar
Proses Kurikulum 2013. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti selama
tiga kali, Guru A ditemukan tidak melakukan penilaian observasi pada saat
pembelajaran. Berdasarkan hasil konfirmasi, dapat dijelaskan bahwa Guru A
memang tidak melakukan penilaian observasi secara langsung dengan
menggunakan instrumen tertulis. Penilaian observasi dilakukan dengan memfoto
perilaku siswa melalui smart phone. Foto-foto yang telah diambil selanjutnya
direkap oleh Guru A di rumah. Hal tersebut dilakukan agar penilaian observasi
tidak mengganggu proses pembelajaran. Selain itu, metode tersebut juga dinilai
dapat meminimalisir peluang terlewatkannya perilaku unik siswa akibat guru
fokus melakukan penilaian observasi pada saat pembelajaran (Wan/D2/GA/05-
06-2015/T12).
Guru A mengaku mengalami kendala dalam melakukan penilaian jurnal.
Hal tersebut dikarenakan jumlah siswa yang banyak dan alokasi waktu yang
terbatas, sehingga Guru A tidak dapat membuat catatan perilaku untuk semua
siswa. Solusi yang diberikan oleh instruktur dalam pelatihan yang diikuti Guru A
Page 140
122
adalah penilaian jurnal dapat dilakukan secara bertahap pada setiap pertemuan.
Namun demikian, Guru A menilai metode tersebut tidak akurat karena guru
berpotensi melewatkan perilaku siswa yang unik (Wan/D2/GA/05-06-2015/T13).
Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan sekali dalam satu semester.
Guru A mengungkapkan bahwa sebagian besar siswa tidak objektif dalam
melakukan penilaian diri dan penilaian antar siswa. Hal tersebut dikarenakan
siswa memiliki kepentingan untuk memperoleh nilai sikap yang tinggi. Menurut
Guru A, penilaian sikap dan penilaian antar siswa sebaiknya tidak digunakan
sebagai bagian nilai akhir aspek sikap. Hasil penilaian tersebut sebaiknya hanya
digunakan oleh guru sebagai bahan evaluasi ketercapaian indikator pembelajaran.
Dengan demikian, siswa akan melakukan penilaian secara objektif dan guru juga
dapat memperoleh gambaran kondisi siswa yang sebenarnya (Wan/D2/GA/05-06-
2015/T14).
Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tulis dan tes lisan. Tes
tulis dilakukan dengan memberikan kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan
tengah semester, dan ulangan akhir semester. Semua jenis penilaian tersebut
dilakukan untuk memenuhi tuntutan jenis nilai pada kolom akumulasi nilai akhir
semester yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Kuis
diberikan secara terencana di akhir pertemuan. Namun demikian, Guru A
mengaku tidak selalu memberikan kuis di akhir setiap pertemuan. Guru A
mengaku selalu menyampaikan kepada siswa jadwal pelaksanaan kuis. Kuis
secara mendadak kadang dilakukan jika sebagian siswa ditemukan tidak fokus
dalam mengikuti pembelajaran (Wan/D2/GA/05-06-2015/T10). Ulangan harian
dilakukan di akhir setiap bab. Soal ulangan harian selalu dibuat dalam bentuk
Page 141
123
esay. Soal objektif tidak digunakan karena Guru A tidak dapat memeriksa sampai
di mana letak kesalahan siswa dalam menjawab soal. Guru A juga menilai bahwa
siswa cenderung tebak-tebakan dengan menggunakan rumus tepis dalam
menyelesaikan soal objektif (Wan/D1/GA/18-04-2015/T21).
Guru A mengaku jarang melakukan tes lisan. Tes lisan hanya dilakukan
sekali dalam satu semester. Tes lisan dilakukan secara bertahap dalam beberapa
kali pertemuan. Hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia
tidak cukup untuk memberikan tes lisan bagi 36 orang siswa sekaligus. Selain itu,
Guru A juga mengaku mengalami kedala dalam membuat soal dan rubrik
penilaian tes lisan karena soal yang dibuat harus mencakup semua materi yang
telah diajarkan. Guru A juga harus membuat soal yang berbeda sebanyak jumlah
siswa untuk menghindari peluang siswa membocorkan atau memperoleh soal
yang sama (Wan/D1/GA/18-04-2015/T22).
Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja
praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Pada semester kedua ini,
Guru A hanya melakukan penilaian praktikum sebanyak satu kali, yaitu praktikum
titik berat pada materi kesetimbangan benda tegar. Guru A ditemukan tidak
melakukan praktikum Melde, padahal studi terhadap dokumen silabus
menunjukkan bahwa praktikum tersebut merupakan pengalaman belajar minimal
yang harus diberikan kepada siswa. Guru A mengkonfirmasi bahwa praktikum
Melde tidak dilakukan karena alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru A
mengaku harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir
semester berlangsung. Guru A juga mengungkapkan bahwa hal tersebut
Page 142
124
disebabkan karena permintaan siswa untuk mengganti agenda praktikum dengan
latihan soal persiapan ulangan akhir semester (Wan/D2/GA/05-06-2015/T15).
Siswa Guru A mengungkapkan bahwa pada semester dua, Guru A telah
memberikan tugas proyek sebanyak dua kali, yaitu proyek membuat eskavator
pada materi fluida dinamis dan proyek membuat maket pada materi pemanasan
global (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T13). Teknis pelaksanaan tugas proyek
tersebut adalah sebagai berikut. Sebelum melaksanakan tugas proyek, siswa
terlebih dahulu membuat proposal rancangan produk, dalam hal ini adalah
rancangan eskavator. Rancangan produk yang dibuat tidak boleh sama antar
kelompok. Setelah proposal selesai dibimbingkan, selanjutnya siswa membuat
eskavator sesuai dengan rancangan pada proposal. Siswa diberikan rentangan
waktu tertentu untuk menyelesaikan eskavator tersebut. Eskavator yang telah
dibuat kemudian dikonteskan pada saat pembelajaran. Kontes yang dimaksud
adalah perlombaan menangkap kertas dengan menggunakan eskavator. Terakhir,
siswa ditugaskan membuat laporan (Wan/D1/GA/18-04-2015/T23). Guru A
mengungkapkan bahwa selain sebagai penilaian proyek, tugas membuat eskavator
juga sekaligus dijadikan sebagai penilaian portofolio. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Guru A berikut. “Biasanya saya jadiin satu untuk proyek dan
portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses bimbingan, ada perbaikan
disain. Tak kumpulin ni laporan mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin
portofolio. Jadi, proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya, kumpulan
disain, latar belakang pengembangan, dan semuanya itu, sampai laporan akhir,
itu portofolio. Karena kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak
cukup.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa nilai proyek
Page 143
125
diambil dari hasil penilaian produk dan presentasi, sedangkan penilaian portofolio
diambil dari hasil penilaian proposal dan laporan. Hal tersebut dilakukan oleh
Guru A karena keterbatasan alokasi waktu (Wan/D1/GA/18-04-2015/T24).
Remedial dilakukan dengan memberikan siswa tugas take-home. Tugas tersebut
diberikan pada saat menjelang ulangan akhir semester. (Wan/D1/SGA/04-05-
2015/T114).
B. Tindak Guru B
Guru B ditemukan telah melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan
tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek sikap dilakukan melalui
penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa.
Proses penilaian observasi yang dilakukan B adalah sebagai berikut. Pertama,
Guru B menyiapkan daftar nama siswa dengan kolom-kolom tanggal. Daftar
tersebut selalu dibawa setiap pembelajaran. Siswa yang aktif menjawab akan
diberikan point plus. Satu point plus dapat menambah nilai sikap sebesar 0,1.
Pada akhir semester, point plus tersebut direkap dan dijumlahkan dengan nilai
murni yang diperoleh siswa (Wan/D4/GB/09-05-2015/T4). Namun demikian,
selama observasi di kelas Guru B, peneliti menemukan Guru B melakukan metode
tersebut hanya satu kali, yaitu pada materi pokok karakteristik gelombang.
Penilaian jurnal dilakukan dengan mencatat perilaku unik siswa pada tanggal
tertentu. Perilaku unik yang dimaksud adalah sikap yang terbaik dan terburuk dari
keseluruhan siswa. Catatan yang termuat dalam penilaian jurnal digunakan
sebagai pertimbangan dalam memberikan nilai akhir aspek sikap siswa. Guru B
mengaku perlu waktu yang relatif lama dalam melakukan penilaian jurnal,
sehingga Guru B lebih memprioritaskan penilaian observasi. Hal ini sesuai
Page 144
126
dengan pernyataan Guru B berikut. “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal
berapa, si A nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending
pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja.” (Wan/D4/GB/09-05-2015/T5).
Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan sekali setiap semester.
Guru B menugaskan siswa untuk mem-fotocopy instrumen penilaian dan
melakukan penilaian secara mandiri di rumah. Hal ini dikarenakan jumlah
intrumen penilaian diri dan penilaian antar siswa tersebut mencapai sepuluh
halaman, sehingga memerlukan biaya yang banyak jika Guru B mencetak
instrumen tersebut untuk semua siswa (Wan/D4/GB/09-05-2015/T6). Walaupun
demikian, Siswa Guru B mengaku objektif dalam melakukan penilaian diri dan
penilaian antar peserta siswa. Hal ini dikarenakan Guru B memberikan himbauan
bahwa siswa tidak boleh memberitahu nilai yang diberikan kepada temannya
(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T11).
Studi terhadap sampel instrumen penilaian diri yang dibuat oleh Guru B
menunjukkan bahwa dalam instrumen tersebut, siswa dituntut untuk melakukan
penilaian terhadap sikap spiritual, sikap jujur, sikap tanggung jawab, sikap
disiplin, sikap gotong royong, sikap toleransi, sikap percaya diri, dan sikap santun.
Sedangkan studi terhadap sampel instrumen penilaian antar siswa menunjukkan
bahwa indikator yang dinilai hanya sikap jujur dan displin. Guru B tidak meminta
siswa menilai pemahamannya terhadap materi pembelajaran yang telah diberikan.
Guru B mengungkapkan bahwa instrumen penilaian diri dan penilaian antar siswa
yang dibuatnya telah disesuaikan dengan contoh instrumen yang diberikan oleh
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (Wan/D4/GB/09-05-2015/T7).
Page 145
127
Nilai akhir semester untuk aspek sikap merupakan akumulasi nilai religius
dan nilai sikap. Nilai tersebut ditentukan berdasarkan sistem modus. Terdapat satu
nilai yang diperlukan untuk setiap jenis penilaian sikap. Nilai maksimal adalah 4
dan nilai minimal adalah 1. Guru B mencontohkan, jika dari 4 kali penilaian
observasi seorang siswa memperoleh nilai 4,2,1,4, maka nilai akhir semester
siswa tersebut untuk jenis penilaian observasi adalah 4. Dengan demikian, siswa
tersebut akan memperoleh nilai akhir yang sama dengan siswa yang nilainya
4,4,4,4 (Wan/D4/GB/09-05-2015/T8).
Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tulis dan tes lisan. Tes
tulis dilakukan melalui kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester,
dan ulangan akhir semester (Wan/D1/GB/25-04-2015/T24). Semua jenis
penilaian tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan jenis nilai pada kolom
akumulasi nilai akhir semester yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kurikulum. Kuis diberikan secara mendadak dan situasional. Jika alokasi waktu
pembelajaran tidak memenuhi, maka kuis diberikan di awal atau di akhir
pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Jenis soal dan teknis penilaian kuis
sama dengan ulangan harian. Perbedaannya adalah jumlah soal kuis lebih sedikit,
yaitu satu sampai dengan dua soal. Guru B mengaku tidak sempat memberikan
kuis untuk materi pembelajaran menjelang akhir semester karena Guru B harus
mengejar ketercapaian materi pembelajaran sebelum ulangan akhir semester
dilaksanakan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T16; Wan/D4/GB/09-05-2015/T9).
Guru B mengungkapkan bahwa dalam Standar Proses Kurikulum 2013,
nilai tugas digabung dengan nilai PR. Siswa Guru B menyatakan tugas diberikan
jika Guru B tidak dapat mengajar karena kesibukannya menjadi wakil kepala
Page 146
128
sekolah. Tugas yang diberikan harus diselesaikan di sekolah dan dikumpul diakhir
jam pembelajaran. Siswa Guru B mengaku dapat mengerjakan tugas tersebut
karena soal tugas yang diberikan tidak banyak dan diambil dari buku LKS Kreatif
(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T12). Berbeda dengan pernyataan siswa, Guru B
mengaku memberikan banyak soal pada tugas yang diberikan di sekolah. Hal
tersebut dilakukan untuk memperkecil peluang siswa dalam bekerjasama. Guru B
mengaku memeriksa secara detail jawaban tugas siswa tersebut (Wan/D4/GB/09-
05-2015/T10). Namun demikian, selama tiga kali melakukan observasi di kelas
Guru B, peneliti tidak menemukan Guru B memberikan PR ataupun tugas kepada
siswa. Menurut Guru B, PR sering diberikan menjelang ulangan harian dengan
tujuan memotivasi siswa untuk latihan soal. Teknis penilaian PR yang dilakukan
B tidak mendetail berdasarkan pedoman penilaian. Guru B meyakini bahwa siswa
pasti bekerjasama dalam mengerjakan PR, sehingga jawaban semua siswa akan
relatif sama. Berdasarkan keyakinan tersebut, teknis penilaian PR yang dilakukan
adalah sebagai berikut. Pertama, Guru B membadingkan jawaban siswa dengan
kategori pintar, sedang, dan kurang. Selanjutnya, jika ditemukan sebagian besar
jawaban siswa sama, maka Guru B hanya akan menilai ketepatan waktu siswa
dalam mengumpul PR tersebut. Siswa yang mengumpulkan PR tepat waktu
otomatis akan diberikan nilai B (Wan/D4/GB/09-05-2015/T11).
Ulangan harian dilaksanakan secara sistematis dan terencana di akhir
materi pokok pembelajaran. Namun, berdasarkan catatan lapangan yang dibuat
oleh peneliti, ditemukan Guru B tidak memberikan ulangan harian setelah
menyelesaiakan materi pemanasan global. Guru B langsung melanjutkan ke
materi karakteristik gelombang. Setelah dikonfirmasi, Guru B mengungkapkan
Page 147
129
bahwa ulangan harian akan dilakukan sekalian setelah semua materi diselesaikan.
Hal tersebut dikarenakan Guru B harus menuntaskan tuntutan materi
pembelajaran sebelum ulangan akhir semester (Wan/D4/GB/09-05-2015/T13).
Siswa Guru B menjelaskan bahwa terdapat dua jenis bentuk soal ulangan yang
diberikan oleh Guru B, yaitu soal esay dan soal objektif diperluas. Kedua jenis
soal ulangan tersebut sesuai dengan materi yang diberikan pada saat pembelajaran
(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T13). Guru B menyatakan bahwa soal yang diberikan
terkadang sama persis dengan soal latihan pada saat pembelajaran. Tujuannya
adalah untuk mengetahui apakah siswa mengingat solusi dari soal latihan tersebut.
Selain itu, ada juga soal yang jenisnya sama namun angkanya berbeda, serta soal
yang jenisnya sangat berbeda dengan soal latihan (Wan/D4/GB/09-05-2015/T22).
Guru B menilai dan menyampaikan hasil ulangan harian siswa dengan dua cara.
Pertama, Guru B memeriksa dan menilai sendiri jawaban ulangan siswa sesuai
dengan rubrik penilaian yang telah dibuat, kemudian hasil ulangan tersebut
dibagikan kepada siswa. Kedua, Guru B mengajak siswa untuk menilai hasil
ulangan harian tersebut, sehingga siswa secara langsung dapat mengetahui nilai
ulangan yang diperoleh (Wan/D4/GB/09-05-2015/T14).
Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester dilaksanakan sesuai
dengan jadwal yang ditentukan oleh sekolah. Pada saat ulangan semester,
pengaturan tempat duduk siswa diselang-seling antara kelas X dan kelas XI untuk
memperkecil peluang siswa bekerjasama. Jenis soal yang diberikan adalah
objektif. Soal tersebut dibuat secara berkelompok oleh guru yang mengajar
ditingkatan kelas yang sama (Wan/D3/GB/30-04-2015/T20). Tes lisan dilakukan
dengan teknis sebagai berikut. Guru B meletakkan empat buah meja di depan
Page 148
130
kelas, kemudian dipanggil empat orang siswa sesuai dengan hasil undian. Masing-
masing dari siswa tersebut ditugaskan menjawab satu buah soal yang juga
merupakan hasil undian. Soal tersebut harus diselesaikan secara langsung di atas
meja sesuai dengan alokasi waktu yang telah disampaikan. Sistem tes lisan yang
lain adalah sebagai berikut. Guru B membagi papan tulis menjadi empat bagian.
Empat orang siswa dipanggil secara acak dan diberikan soal untuk langsung
diselesaikan di papan. Guru B mengaku tidak memeriksa proses siswa dalam
menyelesaikan soal. Kebenaran jawaban siswa hanya dilihat berdasarkan jawaban
akhir yang diperoleh. Sistem tersebut dilakukan karena Guru B meyakini siswa
tidak mungkin mencontek atau bekerjasama pada saat ujian lisan. Selain itu, hal
ini juga dikarenakan alokasi waktu yang tersedia tidak mencukupi. Jika siswa
salah dalam menjawab soal tes lisan tersebut, maka siswa akan mendapatkan nilai
nol. Terhadap siswa tersebut, Guru B memberikan tugas dan memberikan nilai
satu hanya dengan mengumpul tugasnya saja (Wan/D4/GB/09-05-2015/T15).
Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja
praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio (Wan/D4/GB/09-05-
2015/T16). Berdasarkan transkrip observasi tiga di kelas Guru B, penilaian
kinerja praktikum dilakukan dengan menilai pemahaman siswa terhadap fungsi
alat dan bahan praktikum serta prosedur dan tujuan praktikum yang dilakukan.
Guru B juga mengaku menilai kerjasama kelompok pada saat melakukan
praktikum (Wan/D4/GB/09-05-2015/T17). Penilaian proyek pada semester kedua
telah dilakukan sebanyak dua kali. Proyek pertama dilakukan pada materi pokok
fluida dinamis. Siswa ditugaskan membuat eskavator dari bahan suntikan bekas.
Proyek kedua dilakukan pada materi pokok pemanasan global. Siswa ditugaskan
Page 149
131
membuat makalah dan powerpoint tentang fenomena pemanasan global. Guru B
menjelaskan bahwa yang menjadi pertimbangan dalam memberikan tugas proyek
adalah karakteristik materi pembelajaran. Guru B tidak dapat memberikan tugas
proyek pada semua materi pembelajaran. Untuk materi pembelajaran yang abstrak
seperti teori kinetik gas, Guru B mengaku tidak memberikan tugas proyek. Dalam
mengerjakan tugas proyek, siswa diberikan interval waktu selama dua minggu.
Makalah dan powerpoint yang telah dibuat, selanjutnya dipresentasikan oleh
beberapa kelompok. Kelompok yang lain bertugas sebagai penilai. Setelah
presentasi, siswa mengumpulkan softcopy makalah dan powerpoint. Guru B juga
menugaskan siswa untuk mengunggah softcopy tersebut ke internet
(Wan/D4/GB/09-05-2015/T18).
Penilaian portofolio dilakukan dengan memberikan tugas penyusunan
makalah aplikasi hukum Bernoulli, tugas berjangka, dan menugaskan siswa
menjawab soal-soal pada buku LKS Kreatif (Wan/D4/GB/09-05-2015/T19).
Siswa Guru B membenarkan bahwa LKS Kreatif yang telah dijawab dikumpulkan
di akhir semester (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T14). Rekapitulasi nilai akhir
semester untuk setiap jenis penilaian aspek keterampilan dilakukan berdasarkan
sitem nilai tertinggi. Guru B memberikan contoh jika dalam satu semester guru
mengadakan praktikum sebanyak empat kali, maka berdasarkan sistem penilaian
tersebut, siswa dengan nilai praktikum 0,0,0,4 akan memperoleh nilai akhir yang
sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4 (Wan/D1/GB/25-04-2015/T17).
Siswa Guru B mengungkapkan bahwa nilai KKM mata pelajaran fisika
adalah 80. Jika terdapat siswa yang tidak memenuhi nilai tersebut, maka Guru B
akan mengadakan remedi. Pelaksanaan remedi dilakukan di luar jam
Page 150
132
pembelajaran fisika, yaitu hari Jumat pada saat kegiatan bebas. Siswa Guru B
mengungkapkan bahwa soal tes remedi yang diberikan berbeda dengan soal
ulangan harian. Namun demikian, Guru B mengaku memberikan soal yang sama
jika tidak sempat membuat soal yang baru. Guru B mengungkapkan bahwa siswa
yang mengikuti remedi pasti akan mendapatkan nilai KKM, yaitu 80. Guru B
mengaku memberikan pengayaan bagi siswa yang nilainya telah memenuhi KKM.
Pengayaan dilakukan dengan memberikan soal yang tingkat kesulitannya lebih
tinggi (Wan/D4/GB/09-05-2015/T20). Namun demikian, Siswa Guru B
mengungkapkan bahwa Guru B tidak pernah memberikan pengayaan. Guru B
langsung melanjutkan materi jika semua nilai siswa telah memenuhi KKM
(Wan/D1/SGB/23-04-2015/T15).
Guru B menjelaskan bahwa rekapitulasi nilai semester siswa untuk aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan berdasarkan form rekapitulasi
penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Studi
dokumen menunjukkan bahwa form tersebut merupakan file jenis Microsoft Excel
dan memuat satu kolom nilai untuk setiap jenis penilaian pada aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Form tersebut telah memuat rumus nilai akhir
siswa untuk semua aspek penilaian. Setelah semua nilai diakumulasi, nilai
tersebut diserahkan kepada wali kelas. Wali kelas akan menyampaikan nilai
tersebut kepada kepala sekolah (Wan/D4/GB/09-05-2015/T21).
Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan bahwa guru model
melakukan penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan metode
penilaian yang sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Aspek
sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan
Page 151
133
penilaian antar siswa. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes lisan
dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan
ulangan akhir semester. Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian
kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Rekapitulasi nilai
akhir semester untuk aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan
dengan menggunakan form rekapitulasi penilaian dalam bentuk Microsoft Exel
yang telah memuat rumus pembobotan nilai sesuai dengan Standar Proses
Kurikulum 2013.
4.1.3.5 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 dan Upaya Penyelesaiannya
Pada bagian ini, dipaparkan problematika guru dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum
2013 dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya. Pemaparan hal tersebut
berdasarkan pada transkrip wawancara dengan guru, siswa, kepala sekolah, dan
pengawas akademik dari Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, serta transkrip
observasi pembelajaran dan hasil analisis dokumen pembelajaran guru.
A. Problematika Guru A
Hasil studi dokumen terhadap RPP Guru A menunjukkan bahwa
komponen RPP yang disusun tidak sesuai dengan sistematika RPP yang termuat
dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Komponen RPP tersebut lebih
sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Hal ini dikarenakan Guru A masih
menggunakan RPP Kurikulum 2006 dengan hanya mengedit KI dan KD sesuai
dengan silabus Kurikulum 2013. Komponen RPP yang lain, seperti materi
pembelajaran, skenario pembelajaran, dan teknik penilaian ditemukan masih
Page 152
134
belum diedit. Namun demikian, guru mengklaim bahwa semua aspek pendekatan
saintifik telah dimunculkan dalam RPP (Wan/D2/GA/05-06-2015/T5).
Guru A mengungkapkan bahwa tuntutan penyusunan RPP yang detail
dalam Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan salah satu hal yang
menyulitkan guru. Menurut Guru A, RPP yang baik tidak harus memuat konten
yang detail. Berdasarkan pengalaman studi banding terhadap pembelajaran fisika
di Singapura, Guru A mengungkapkan bahwa RPP yang dibuat oleh guru di
sekolah tersebut tidak terlalu detail. Hal ini dikarenakan skenario pembelajaran
yang dirancang oleh guru telah mengacu pada buku paket guru dan siswa,
sehingga guru tidak harus menyusun atau mengetik ulang materi, soal, atau LKS
dalam buku. Guru A menjelaskan bahwa dalam Kurikulum 2013 belum terdapat
fungsi yang jelas dari buku paket guru dan siswa yang diberikan oleh pemerintah
pusat. Menurut Guru A, guru seharusnya tidak dituntut membuat pemaparan
materi, soal kuis, soal PR, dan LKS pada RPP karena semua hal tersebut sudah
termuat dalam buku paket guru dan siswa. Seharusnya guru hanya dituntut untuk
memanfaatkan buku tersebut dengan baik (Wan/D1/GA/18-04-2015/T25).
Guru A mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam pelaksanaan
pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran penyingkapan telah sering
dilaksanakan oleh Guru A pada Kurikulum 2006, sehingga Guru A mengaku telah
terbiasa. Namun demikian, catatan lapangan peneliti selama tiga kali observasi di
kelas Guru A menunjukkan bahwa aspek menanya dalam pendekatan saintifik
lebih banyak dilakukan oleh guru. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa Guru A
memang mengalami kendala dalam mengembangkan aspek menanya. Guru A
Page 153
135
mengakui bahwa sebagian kegiatan menanya dilakukan oleh guru. Menurut Guru
A, penyebab hal ini adalah banyaknya jumlah materi, tujuan pembelajaran yang
lebih mengutamakan kemampuan menghitung, dan alokasi waktu pembelajaran
yang terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut.“Yang paling
susah menanya. Susah sekali. Cenderung saya yang banyak bertanya dibanding
siswanya. Karena lihat juga kepadatan materi yang dituntut dalam kurikulum
kita. Kalau kurikulum luar, siswa hanya diajarkan konsep-konsep dasar yang
esensial saja. Kalau kita materinya banyak sekali dan berbasis menghitung,
sehingga, kita kita tidak pernah memiliki waktu yang cukup untuk melatih mereka
berpikir untuk mengembangkan sesuatu. Misalkan, saya tampilkan fenomena
seperti ini. Kemudian saya menugaskan siswa untuk berpikir, masalah apakah
yang muncul dari sini, tentu mereka akan bertanya. Tapi, untuk bisa
memunculkan itu, nggak cukup waktu 10 menit.” (Wan/D2/GA/05-06-2015/T16).
Guru A ditemukan jarang menyelesaikan pembelajaran sesuai dengan
alokasi waktu yang direncanakan. Guru A sering meninggalkan kelas sebelum
pembelajaran berakhir. Guru A juga ditemukan tidak melakukan praktikum Melde
untuk materi pokok karakteristik gelombang, di mana praktikum tersebut
seharusnya dilakukan sesuai dengan tuntutan silabus. Praktikum Melde tidak
dilakukan karena alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru A mengaku harus
menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester
berlangsung. Temuan tersebut dikuatkan oleh Siswa Guru A bahwa Guru A tidak
pernah melaksanakan praktikum di laboratorium fisika dari semester satu sampai
dengan semester dua. Pada semester dua, praktikum hanya dilakukan di kelas
sebanyak satu kali, yaitu praktikum menentukan titik berat suatu benda pada
Page 154
136
materi kesetimbangan benda tegar. Siswa Guru A juga mengungkapkan bahwa
pada semester satu, Guru A kekurangan alokasi waktu mengajar, sehingga materi
pokok pada bab terakhir langsung diselesaikan hanya dalam satu kali pertemuan
(Wan/D1/SGA/04-05-2015/T15). Hasil konfirmasi dengan Guru A menunjukkan
bahwa hal tersebut dikarenakan kesibukan Guru A dalam mengikuti diklat calon
kepala sekolah. Namun demikian, Guru A selalu memberikan tugas kepada siswa
sebelum meninggalkan pembelajaran.
Guru A menyatakan bahwa problematika terbesar yang dihadapinya dalam
pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi
pembelajaran. Menurut Guru A, tuntutan evaluasi pembelajaran dalam Kurikulum
2013 sangat banyak dan tidak sesuai dengan alokasi waktu pembelajaran yang
tersedia. Guru A mengaku mengalami kesulitan dalam menyusun rubrik penilaian
dan melaksanakan penilaian di kelas. Menurut Guru A, alokasi waktu
pembelajaran yang tersedia tidak cukup bagi seorang guru untuk melakukan
tuntutan evaluasi pembelajaran yang banyak. Jika guru hanya terfokus pada
penilaian, maka proses pembelajaran akan terganggu. Guru A mengaku tidak
mampu melakukan penilaian lisan dan penilaian unjuk kerja praktikum untuk
semua siswa dalam satu kali pertemuan. Solusi yang diterapkan oleh Guru A
terhadap permasalahan tersebut adalah dengan melakukan penilaian secara
bertahap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Yang paling saya
nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana membangun rubriknya, itu susah.
Kan nggak bisa kita bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah
seperti itu. Kita harus tau dulu indikator-indikator untuk setiap aspek penilaian.
Harus detail indikator-indikatornya kayak apa. Kemudian pelaksanaanya juga
Page 155
137
sulit. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan
dengan baik. Itu yang berat bagi guru.” (Wan/D1/GA/18-04-2015/T26).
Guru A belum memahami standar proses pengembangan instrumen
penilaian aspek religius siswa karena terdapat pemahaman yang berbeda antara
Guru A dengan guru yang lain tentang definisi operasional religius. Guru lain
menilai aspek religius dapat dikembangkan dengan mengajak siswa berdoa
sebelum dan sesudah pembelajaran, sedangkan Guru A menilai hal tersebut belum
tentu dapat mengembangkan aspek religius siswa. Guru A menilai siswa yang
rajin sembahyang belum tentu tingkat religiusitasnya tinggi. Akibatnya, penilaian
aspek religius dilakukan berdasarkan persepsi masing-masing guru terhadap
definisi operasional religiusitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut.
“Sangat sulit menilai aspek religius. Pandangan orang beda-beda. Saya
melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa aja udah religius. Saya setiap
hari sembahyang besok ngebom, apakah saya religius? Nyari kajian pustakanya
juga sulit. Soalnya orang luar nggak menilai sampai di situ.” (Wan/D1/GA/18-
04-2015/T27).
Guru A juga menilai bahwa pengembangan ketekunan siswa dalam
sembahyang tidak relevan dengan karakteristik pembelajaran fisika. Menurut
Guru A, rajin atau tidaknya siswa berdoa dalam pembelajaran lebih menjadi
tanggungjawab guru mata pelajaran agama. Terhadap permasalahan ini, Guru A
mengaku mencari indikator penilaian aspek religius secara mandiri dari internet.
Namun demikian, Guru A mengaku sulit menemukan referensi yang bagus karena
kurikulum pembelajaran di luar negeri belum sampai pada pengembangan aspek
religius siswa.
Page 156
138
Catatan lapangan peneliti selama observasi di kelas Guru A menunjukkan
bahwa Guru A tidak melakukan penilaian observasi dan penilaian jurnal. Siswa
Guru A menyatakan bahwa penilaian observasi dilakukan oleh Guru A melalui
smart phone. Guru A pernah mengungkapkan bahwa siswa yang nakal dan siswa
yang aktif dalam pembelajaran dicatat dalam smart phone (Wan/D1/SGA/04-05-
2015/T16). Guru A mengungkapkan banyaknya jumlah siswa dan alokasi waktu
yang terbatas menjadi kendala guru dalam melakukan penilaian observasi. Akibat
hal tersebut, Guru A mengaku tidak dapat melakukan penilaian observasi dan
penilaian jurnal untuk semua siswa. Penilaian observasi yang dilakukan hanya
terbatas pada siswa dengan perilaku yang unik, sedangkan untuk siswa dengan
perilaku normal akan diberikan nilai yang sama. Guru A menilai bahwa
kelemahan dari penilaian observasi adalah adanya perilaku siswa yang tidak
natural karena siswa menyadari bahwa guru sedang melakukan penilaian sikap.
Guru A menjelaskan bahwa terdapat siswa dengan karakteristik “si tukang
berpikir” dan “si tukang berbicara”. Pernyataan atau jawaban yang disampaikan
oleh “si tukang berbicara” sebagian besar merupakan gagasan dari “si tukang
berpikir”, sehingga seolah-olah “si tukang berbicara” adalah siswa pintar dan “si
tukang berpikir” merupakan siswa bodoh karena cenderung pasif. Upaya
mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan controlling, yaitu
berkeliling kelas secara simultan pada saat pembelajaran dan mengambil gambar
perilaku unik siswa dengan menggunakan smartphone. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui karakteristik alami setiap siswa. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Guru A berikut. “Ada kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia,
sehingga perilakunya tidak alami. Itu sebabnya saya melakukan controlling
Page 157
139
dengan berkeliling kelas. Sehingga saya tahu, ini si tukang bicara, ini si tukang
berpikir. Ya, yang si tukang bicara ini yang biasanya perilakunya nggak alami.”
(Wan/D2/GA/05-06-2015/T17)
Sebagian besar siswa tidak objektif dalam melakukan penilaian diri dan
penilaian antar siswa. Hal tersebut dikarenakan siswa memiliki kepentingan untuk
memperoleh nilai sikap yang tinggi. Menurut Guru A, penilaian sikap dan
penilaian antar siswa sebaiknya tidak digunakan sebagai bagian dari nilai akhir
aspek sikap. Hasil penilaian tersebut sebaiknya hanya digunakan oleh guru
sebagai bahan evaluasi ketercapaian indikator pembelajaran. Dengan demikian,
siswa akan melakukan penilaian secara objektif dan guru juga dapat memperoleh
gambaran kondisi siswa yang sebenarnya. Guru A mengaku mengalami kendala
dalam melakukan penilaian jurnal. Hal tersebut dikarenakan jumlah siswa yang
banyak dan alokasi waktu yang terbatas, sehingga Guru A tidak dapat membuat
catatan perilaku untuk semua siswa. Solusi yang diberikan oleh instruktur dalam
pelatihan adalah dengan melakukan penilaian jurnal secara bertahap pada setiap
pertemuan. Namun demikian, Guru A menilai metode tersebut tidak akurat karena
guru berpotensi melewatkan perilaku siswa yang unik (Wan/D2/GA/05-06-
2015/T18).
Permasalahan yang dihadapi Guru A dalam penilaian aspek pengetahuan
adalah terbatasnya alokasi waktu untuk memeriksa hasil ulangan. Guru A
mengungkapkan bahwa hasil ulangan siswa harus segera dibagikan pada
pertemuan selanjutnya. Guru A juga harus membuat analisis ketercapaian
indikator untuk memetakan letak ketidakketercapaian indikator pembelajaran.
Selanjutnya, Guru A harus membahas materi pembelajaran untuk indikator
Page 158
140
pembelajaran yang tidak tercapai tersebut, sebelum dilaksanakan ujian ulang.
Guru A mengaku kewalahan melakukan semua hal tersebut dalam waktu yang
terbatas (Wan/D2/GA/05-06-2015/T19).
Berdasarkan hasi wawancara dengan Guru A, teknis penyusunan rubrik
penilaian dan teknis melakukan evaluasi pembelajaran tidak dilatihkan dalam
workshop kurikulum pusat yang diikutinya. Dalam workshop tersebut, guru
hanya diberikan buku dan ditugaskan menjawab soal pada buku tersebut.
Pengawas akademik dari dinas pendidikan juga tidak memberikan solusi terhadap
permasalahan ini. Yang dilakukan oleh pengawas akademik hanya memeriksa
kelengkapan administrasi pembelajaran guru. Pengawas akademik tidak pernah
mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Bahkan menurut Guru
A, walaupun konsep fisika yang termuat dalam RPP sengaja dibuat salah,
pengawas akademik tidak akan mengetahuinya. Hal ini dikarenakan pengawas
akademik mata pelajaran fisika merupakan guru mata pelajaran kimia, sehingga
pengawas tidak memahami karakteristik mata pembelajaran fisika. Hasil
wawancara dengan pengawas akademik tersebut menunjukkan bahwa Dinas
Pendidikan Kabupaten Buleleng belum memiliki pengawas akademik khusus
untuk mata pelajaran fisika, sehingga tugas kepengawasan tersebut diberikan
kepada pengawas dengan rumpun ilmu yang sama, yaitu pengawas mata pelajaran
kimia. Pengawas tersebut membenarkan bahwa proses pengawasan yang
dilakukannya hanya terfokus pada administrasi pembelajaran karena pengawas
tersebut yakin bahwa pelaksanaan pembelajaran fisika di SMAN 1 Singaraja telah
sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013 (Wan/D1/PGW/23-04-2015/T1).
Page 159
141
Guru A menilai bahwa Kurikulum 2013 bagus untuk diterapkan jika
alokasi waktu pembelajaran yang disediakan banyak. Menurut Guru A, alokasi
waktu pembelajaran yang disediakan saat ini tidak sesuai dengan tuntutan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Pemerintah pusat tidak
memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan perencanaan dan
evaluasi pembelajaran. Alokasi waktu yang terhitung hanya pelaksanaan
pembelajaran tatap muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini diperparah karena
alokasi waktu tersebut terpotong oleh kegiatan upacara bendera dan kegiatan hari
Jumat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Kurikulum 2013 itu
bagus jika waktu yang tersedia memadai. Pekerjaan guru itu kan banyak, nggak
bisa selesai 6 hari kerja, ngajarnya 4 jam, potong hari Jumat, potong upacara
bendera. Nyiapin administrasi nggak diperhitungkan. Yang diperhitungkan hanya
jam tatap mukanya selama 24 jam. Jadi, perencanaan, meriksa ulangan, itu
nggak terhitung. Di sana permasalahannya.” (Wan/D1/GA/18-04-2015/T28).
B. Problematika Guru B
Guru B mengaku belum memahami rasional penggunaan sistem modus
dalam penilaian aspek sikap dan sistem nilai tertinggi untuk penilaian aspek
keterampilan. Menurut Guru B, sistem tersebut tidak rasional dan tidak adil jika
diterapkan dalam penilaian. Guru B mencontohkan, jika dari 4 kali penilaian
observasi seorang siswa memperoleh nilai 4,2,1,4, maka dengan sistem modus,
nilai akhir semester siswa tersebut akan sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4
(Wan/D4/GB/09-05-2015/T8). Untuk teknis penilaian aspek keterampilan yang
menggunakan nilai tertinggi, Guru B memberikan contoh sebagai berikut. Jika
dalam satu semester guru mengadakan praktikum sebanyak empat kali, maka
Page 160
142
berdasarkan sistem penilaian tersebut, siswa dengan nilai praktikum 0,0,0,4 akan
memperoleh nilai akhir yang sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4
(Wan/D1/GB/25-04-2015/T17). Guru B memprediksi jika siswa mengetahui
sistem penilaian tersebut, maka terdapat kemungkinan siswa tidak akan mengikuti
pembelajaran dengan serius. Guru B mengaku tidak memiliki solusi jika hal
tersebut terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru B berikut. “Yang saya
tidak habis pikir itu kan sistem penilaian yang menggunakan modus dan nilai
tertinggi. Kalau misalnya siswa salah satu tidak ikut praktikum, kan jadinya tidak
bermasalah. Siswa kan nggak tahu kalau penilaiannya seperti itu. Kalau siswa
tahu, ya udah, nggak usah sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Toh
juga tidak akan berpengaruh pada nilai sikap. Itu yang akan dilakukan siswa.
Jadi, apa yang harus saya lakukan kalau seandainya siswa tahu itu. Gimana cara
mengatasinya, itu saya belum tahu.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T18).
Guru B terkadang tidak membuat RPP sebelum mengajar. RPP tersebut
baru dibuat setelah mengajar. Hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran
yang terbatas dan kesibukan Guru B sebagai wakil kepala sekolah
(Wan/D1/GB/25-04-2015/T19). Guru B mengungkapkan bahwa pemaparan
materi pembelajaran berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang dituntut dalam RPP tidak membantu guru dalam mengajar. Menurut Guru B,
pemaparan materi secara sistematis berdasarkan urutan penyampaian materi di
kelas, lebih membantu guru pada saat mengajar.
Guru B mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pelaksanaan pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran penyingkapan telah sering
Page 161
143
dilaksanakan pada Kurikulum 2006, sehingga Guru B telah terbiasa. Namun
demikian, catatan lapangan peneliti selama observasi di kelas Guru B
menunjukkan bahwa Guru B tidak menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran pada kegiatan pendahuluan. Hal tersebut dikarenakan alokasi waktu
pembelajaran yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan membosankan.
Permasalahan ini diatasi dengan memberikan silabus secara langsung kepada
siswa, sehingga siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran
yang akan diberikan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T20).
Guru B ditemukan mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum
tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menayangkan video
proses praktikum dengan tangki riak. Guru B mengungkapkan bahwa walaupun
siswa tidak melakukan praktikum tangki riak secara langsung, setidaknya melalui
penayangan video tersebut siswa mengetahui prosedur praktikum tangki riak.
Upaya tersebut merupakan hasil diskusi Guru B dengan guru fisika yang mengajar
pada tingkatan kelas yang sama. Guru B juga melaporkan permasalahan tersebut
kepada kepala sekolah, sehingga kepala sekolah menganggarkan Dana BOS untuk
membeli tangki riak yang baru. Permasalahan yang lain adalah ketersediaan
slinki. Guru B menyatakan bahwa sekolah hanya memiliki empat buah slinki. Di
sisi lain, Guru B memerlukan enam buah slinki karena terdapat enam kelompok
pada saat pembelajaran. Terhadap permasalahan tersebut, Guru B mengaku
membentuk kelompok besar dan melakukan praktikum secara demonstrasi.
Setelah demonstrasi kelompok besar berakhir, analisis data selanjutnya dilakukan
dalam kelompok kecil (Wan/D1/GB/25-04-2015/T21).
Page 162
144
Seperti Guru A, permasalahan terbesar Guru B juga terletak pada evaluasi
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pengawas akademik dari
Dinas Pendidikan membenarkan bahwa sebagian besar permasalahan guru dalam
melaksanakan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 terletak
pada evaluasi pembelajaran. Hal ini dikarenakan tuntutan evaluasi pembelajaran
yang banyak tanpa alokasi waktu yang sesuai (Wan/D1/PGW/23-04-2015/T2).
Berikut merupakan paparan permasalahan evaluasi pembelajaran yang dialami
Guru B. Pertama, Guru B jarang melakukan penilaian jurnal karena jumlah siswa
yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama untuk menilai semua siswa.
Penilaian jurnal dilakukan dengan mencatat siswa dengan perilaku yang terbaik
dan terburuk. Siswa dengan perilaku yang normal tidak dicatat dan diberikan nilai
yang sama secara merata (Wan/D4/GB/09-05-2015/T23).
Kedua, Guru B menilai bahwa hasil penilaian diri dan penilaian antar
siswa tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif.
Guru B mengaku mengurangi nilai hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa
bagi siswa yang dinilai buruk berdasarkan hasil penilaian observasi Guru B,
walaupun sebenarnya nilai hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa yang
diperoleh siswa tersebut tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghindari tertutupinya
nilai sikap siswa yang buruk akibat akumulasi nilai sikap berbasis sistem
penilaian modus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru B berikut. “Kalau
penilaian diri dan penilaian antar siswa, jangan dah diharapkan nilainya bagus.
Karena dia menilai temennya sendiri pasti kerjasama. Tidak objektif. Tapi, kalau
ada siswa ketahuan mencontek, nilai itu pasti saya potong.. Walaupun dia bilang
saya tidak pernah menyontek.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T22).
Page 163
145
Guru B mengaku telah menyampaikan semua permasalahan atau konsep
pembelajaran yang tidak dipahaminya kepada pengawas akademik dari Dinas
Pendidikan. Namun, pengawas akademik tersebut terkadang tidak mengetahui
solusi dan informasi yang ditanyakan, sehingga solusi dari permasalahan tersebut
harus ditangguhkan. Pengawas mengaku perlu menanyakan pada pengawas yang
lain, sehingga proses tersebut menjadi berantai (Wan/D1/GB/25-04-2015/T23).
Permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran lebih
banyak diselesaikan dalam supervisi akademik kepala sekolah. Supervisi
akademik tidak dilakukan secara langsung oleh kepala sekolah, melainkan dibantu
oleh salah satu guru fisika senior di SMA Negeri 1 Singaraja. Kepala sekolah
mengungkapkan bahwa supervisi perangkat pembelajaran hanya dilakukan secara
formalitas dengan memeriksa keberadaan perangkat pembelajaran tersebut tanpa
menilai kebenarannya. Kegiatan supervisi lebih difokuskan pada pelaksanaan
pembelajaran. Namun demikian, supervisi pelaksanaan pembelajaran tersebut
hanya dapat dilakukan sekali dalam satu semester. Supervisi tersebut dilakukan
melalui observasi langsung pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan kepala sekolah berikut. “Supervisi sih lebih cenderung
melihat bagaimana guru mengajar. Kalau persiapan pembelajaran, ya formalitas
aja. Kalau sudah ada, okay. Tapi, di ngajarnya kita liatin apa ada yang kurang.
Tapi, dalam satu semester cuman sekali ada supervisi.” (Wan/D1/KS/11-06-
2015/T5). Kepala sekolah mengungkapkan bahwa terdapat guru yang resisten jika
diobservasi secara langsung. Terhadap guru tersebut, kegiatan supervisi dilakukan
dengan pendekatan personal. Permasalahan pembelajaran yang ditemukan pada
saat supervisi akan diselesaikan melalui diskusi MGMP setiap awal semester.
Page 164
146
Berdasarkan paparan di atas, problematika yang dihadapi oleh guru model
dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (a)
Komponen RPP yang dibuat oleh guru model sebagian besar masih mengikuti
sistematika RPP Kurikulum 2006. Guru model tidak merumuskan indikator untuk
KD pada KI-4, tidak memaparkan materi berdasarkan kategori fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur, serta tidak memaparkan langkah-langkah pembelajaran
berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik. Langkah-langkah pembelajaran
masih dikelompokkan berdasarkan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
(b) Guru model terkadang tidak membuat RPP sebelum mengajar karena alokasi
waktu pembelajaran yang terbatas dan kesibukan guru model. (c) Guru model
terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP yang detail. Guru model menilai belum
ada instruksi yang jelas terkait pemanfaatan buku guru dan buku siswa. Menurut
guru model, RPP yang dibuat seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga
guru model tidak perlu membuat RPP yang detail. (d) Pemaparan materi
berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dituntut dalam
RPP tidak membantu guru model dalam mengajar. (e) Guru model tidak
menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan
pembelajaran karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan kegiatan
tersebut terkesan membosankan. Solusi permasalahan ini dilakukan dengan
memberikan silabus secara langsung kepada siswa, sehingga siswa dapat
mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan. (f)
Guru model mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum tangki riak karena
alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah dengan menayangkan video proses praktikum
Page 165
147
dengan tangki riak. (g) Guru model ditemukan tidak melakukan praktikum Melde
karena kekurangan alokasi waktu. (h) Guru model belum memahami standar
proses pengembangan dan penilaian aspek religius siswa. (i) Guru model tidak
melakukan penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa secara
simultan. Hal ini dikarenakan jumlah siswa yang banyak, sehingga memerlukan
waktu lama dan tidak efektif. (j) Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa
yang dilakukan oleh guru model cenderung tidak valid karena siswa menjawab
pertanyaan kuesioner secara subjektif. (k) Guru model tidak memahami rasional
penggunaan sistem penilaian berbasis modus untuk penilaian aspek sikap dan
sistem penilaian berbasis nilai tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan,
sehingga guru model tidak memiliki solusi jika siswa mengetahui sistem penilaian
tersebut dan menjadi tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. (l) Pengawas
akademik tidak melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi yang
dilakukan hanya terfokus pada administrasi dan perangkat pembelajaran.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pemahaman Guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013
Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa guru model telah
memahami bagian-bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model memperoleh
pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum,
teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, soft copy silabus, contoh RPP hasil
pelatihan, dan form penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kurikulum. Guru model memahami bahwa perbedaan Standar Proses Kurikulum
2013 dengan Standar Proses Kurikulum 2006 terletak pada spesifikasi tuntutan
Page 166
148
terhadap pengembangan aspek kepribadian siswa. Pada Kurikulum 2006,
pengembangan aspek kepribadian siswa dituntut secara implisit dan sederhana,
sedangkan pada Kurikulum 2013, pengembangan aspek kepribadian siswa
dituntut secara eksplisit, terperinci, dan ditambah dengan pengembangan aspek
religius.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dipahami oleh guru
model sebagai proses pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan
siswa melalui penerapan pendekatan saintifik yang didukung oleh tiga model
pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu discovery learning, problem based
learning, dan project based learning. Guru model menilai pembelajaran berbasis
pendekatan saintifik bukan merupakan hal yang baru karena dalam Kurikulum
2006, guru model telah sering menerapkan model pembelajaran kooperatif yang
juga memuat kegiatan pembelajaran 5M. Hal ini sesuai dengan temuan Dewi
(2015), bahwa pendekatan saintifik sebenarnya telah diterapkan sejak KTSP,
hanya saja dalam KTSP hal tersebut tidak dikenal dengan istilah pendekatan
saintifik.
Guru model memahami bahwa evaluasi pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 berbeda dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Evaluasi
pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dinilai lebih kompleks dan terperinci.
Pada Standar Proses Kurikulum 2006, guru model diberikan kebebasan dalam
menentukan metode penilaian untuk semua aspek, sedangkan dalam Standar
Proses Kurikulum 2013, semua metode penilaian telah ditentukan oleh pusat.
Guru model ditemukan tidak memahami teknis penyusunan rubrik penilaian aspek
religius, sikap, dan keterampilan. Guru model juga tidak memahami rasional
Page 167
149
penggunaan sistem modus dalam rekapitulasi nilai akhir aspek sikap dan sistem
nilai tertinggi dalam rekapitulasi nilai akhir aspek keterampilan. Selama ini, guru
model hanya menyiapkan jenis nilai yang dituntut dalam form rekapitulasi nilai
akhir siswa, tanpa memahami proses pembobotan dan pengolahan nilai akhir
tersebut. Guru model menilai sistem penilaian tersebut tidak adil dan tidak layak
diterapkan karena siswa dengan rincian nilai harian yang berbeda berpotensi
memperoleh nilai akhir yang sama. Guru model memprediksi jika siswa
mengetahui sistem penilaian tersebut, maka terdapat kemungkinan siswa tidak
akan mengikuti pembelajaran dengan serius. Hal ini sesuai dengan temuan
Kustijono dan Wiwin (2014) bahwa guru fisika masih belum dapat melaksanakan
penilaian sesuai standar penilaian karena guru model belum memahami teknis
pengembangan instrumen penilaian yang sesuai dengan kaidah.
Guru model mengungkapkan bahwa teknis penilaian hasil belajar tidak
dilatihkan dalam workshop pusat. Permasalahan tersebut juga tidak dapat
diselesaikan dalam workshop sekolah. Guru model mengaku telah menyampaikan
semua permasalahan dan konsep pembelajaran yang tidak dipahaminya kepada
pengawas akademik dari Dinas Pendidikan. Namun, pengawas akademik juga
tidak mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan, sehingga solusi dari
permasalahan tersebut harus ditangguhkan. Pengawas mengaku perlu menanyakan
hal tersebut pada pengawas yang lain, sehingga proses tersebut menjadi berantai.
Bahkan menurut guru model, jawaban instrukstur pusat terhadap pertanyaan yang
diajukannya terkadang juga tidak pas.
Pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan
sesuatu yang penting karena hal tersebut akan mempengaruhi tindak pembelajaran
Page 168
150
guru. Oleh karena itu, guru secara mandiri harus terus mengembangkan
pengetahuannya melalui pelatihan, seminar, diklat, workshop, serta belajar
mandiri dari teks Permendikbud dan internet. Disamping itu, kepala sekolah dan
pengawas akademik dari Dinas Pendidikan, selaku tim supervisi, harus melakukan
pengawasan secara holistik dari pemahaman guru sampai dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan, bukan hanya sebatas
pengawasan administrasi perangkat pembelajaran. Alawiyah (2014) menjelaskan
bahwa rendahnya pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013
dikarenakan beberapa kekurangan dalam proses pelatihan. Kekurangan yang
dimaksud, yaitu waktu pelatihan yang terlalu singkat, serta metode pelatihan yang
lebih banyak difokuskan pada ceramah, teori, dan kompetensi instruktur itu
sendiri. Padahal, proses penyiapan guru melalui pelatihan harus ditekankan pada
perbaikan kualitas guru, sehingga harus ditunjang dengan pelatihan yang
berkualitas pula. Hal ini yang harus terus ditingkatkan oleh pemerintah, sehingga
pelatihan bukan hanya sekadar kegiatan formalitas.
4.2.2 Tindak Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Fisika Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
Pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP, LKS, dan
media pembelajaran. Guru model membuat RPP secara individu pada workshop
sekolah yang dilaksanakan setiap awal semester. Pada workshop tersebut, guru
model membuat RPP sampel untuk beberapa KD. Dalam membuat RPP sampel
tersebut, guru model memilih KD dengan materi pembelajaran yang paling
mudah. Untuk KD yang lain, RPP dikembangkan secara mandiri selama proses
pembelajaran dengan mengikuti sistematika RPP sampel yang telah dibuat.
Page 169
151
Panduan yang digunakannya dalam membuat RPP adalah Permendikbud Nomor
81A Tahun 2013, serta contoh RPP yang diberikan oleh guru model matematika
yang telah mengikuti workshop pusat.
Teknis guru model dalam membuat RPP ditemukan sebagai berikut.
Pertama, guru model memetakan KI-KD yang termuat dalam silabus untuk
menentukan tingkat kesulitan materi yang akan diberikan kepada siswa.
Berdasarkan pemetaan tersebut, guru model menyusun indikator pembelajaran.
Selanjutnya, guru model memetakan pengalaman belajar yang dapat dilakukan
sesuai dengan karakteristik materi, karakteristik siswa, dan ketersediaan alokasi
waktu. Berdasarkan pemetaan tersebut, guru model menentukan tujuan
pembelajaran dan komponen RPP lainnya. Hasil studi terhadap dokumen RPP
guru model menunjukkan bahwa RPP dibuat untuk setiap KD pembelajaran.
Setiap KD pembelajaran direncanakan untuk dilaksanakan lebih dari satu kali
pertemuan, sehingga dalam satu RPP memuat skenario pembelajaran untuk
masing-masing pertemuan. Guru model tidak membedakan RPP untuk kelas yang
berbeda karena karakteristik siswa pada kedua kelas yang diajar tidak jauh
berbeda.
Guru model mengungkapkan bahwa RPP yang telah dibuat di awal
semester sebagaian besar tidak sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan. Hal
ini dikarenakan pada saat membuat RPP, guru model belum memperoleh kalender
pendidikan, sehingga alokasi waktu yang direncanakan sering berbeda dengan
kondisi pembelajaran yang sebenarnya. Selain itu, guru model juga belum
mengetahui karakteristik siswa yang diajar, sehingga guru model perlu merevisi
kembali metode pembelajaran dan LKS yang termuat pada RPP agar sesuai
Page 170
152
dengan kondisi kelas yang sebenarnya. Komponen RPP yang dibuat oleh guru
model ditemukan tidak sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Komponen RPP tersebut lebih sesuai
dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Materi pembelajaran dalam RPP tersebut
tidak dikategorikan berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, melainkan
dipaparkan secara terperinci sesuai dengan urutan materi yang akan disampaikan
di kelas. RPP tersebut juga tidak memuat indikator ketercapaian hasil
pembelajaran pada aspek keterampilan, serta tidak memuat tujuan pembelajaran
untuk semua aspek.
Guru model mengaku tidak memahami teknis pengkategorian materi
pembelajaran berdasarkan fakta konsep, prinsip, dan prosedur. Guru model
menilai pemaparan materi berdasarkan kategori tersebut tidak membantu guru
dalam mengajar. Guru model mengaku terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP
yang detail. Guru model menilai belum ada instruksi yang jelas terkait
pemanfaatan buku guru dan buku siswa dalam Kurikulum 2013. Menurut guru
model, RPP yang dibuat seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga guru
tidak perlu membuat RPP yang detail. Skenario kegiatan pembelajaran dalam RPP
guru model ditemukan tidak dipaparkan berdasarkan langkah-langkah
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran berbasis
penyingkapan, melainkan dipaparkan berdasarkan kategori kegiatan eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi serta model pembelajaran STAD. Hal ini sejalan dengan
temuan Herfinaly, et al (2014) bahwa sebagian besar guru masih menggunakan
model pembelajaran lama seperti Jigsaw, TSTS, dan STAD.
Page 171
153
Berdasarkan paparan tersebut, dapat dijelaskan bahwa guru model masih
menerapkan teknis perencanaan pembelajaran Kurikulum 2006. Hal ini
dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, guru model masih memiliki persepsi
bahwa penyusunan RPP hanya sebatas formalitas, sehingga kualitas RPP dinilai
bukan merupakan hal yang penting. Hal ini diperparah oleh pengawas akademik
yang mengevaluasi perencanaan pembelajaran hanya sebatas pada keberadaan
perangkat pembelajaran, tanpa mengevaluasi kebenaran dan kualitas perangkat
pembelajaran tersebut. Kedua, guru model menilai bahwa perencanaan
pembelajaran Kurikulum 2013 terlalu sulit dan memberatkan. Hal ini dapat
dipahami karena dalam perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013, guru model
harus mengkategorikan materi pembelajaran berdasarkan fakta, konsep, prinsip,
dan prosedur; merencanakan aktivitas pembelajaran berbasis pendekatan saintifik;
menyiapkan media pembelajaran yang bervariasi; dan menyiapkan berbagai
macam instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pemerintah juga tidak memberikan instruksi yang jelas terhadap penggunaan buku
guru dan buku siswa. Guru model ditemukan tidak menggunakan buku tersebut.
Guru model justru menggunakan buku lain yang dibeli di luar sekolah.
Perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru seharusnya disinergikan dengan
buku tersebut, sehingga guru tidak harus mengetik ulang hal-hal yang sebenarnya
sudah termuat dalam buku tersebut. Ketiga, guru model tidak memahami
komponen RPP Kurikulum 2013, sehingga guru model menggunakan RPP
Kurikulum 2006 dengan menyesuaikannya hanya pada KI dan KD. Hal ini dapat
dipahami karena dalam RPP Kurikulum 2013, guru harus menerapkan salah satu
dari tiga model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu discovery learning,
Page 172
154
problem based learning, dan project based learning, sehingga terdapat peluang di
mana guru belum memahami sintaks model pembelajaran tersebut. Guru model
juga belum mehamami teknis pengkategorian materi pembelajaran berdasarkan
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, sehingga setiap menyusun RPP, guru model
harus membaca kembali definisi dari setiap kategori tersebut.
4.2.2 Tindak Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Fisika Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Berdasarkan hasil observasi dan
studi dokumen yang dilakukan peneliti, dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru model telah sesuai dengan RPP yang
dibuat. Pada kegiatan pendahuluan, guru model ditemukan menyampaikan salam
pembuka, melakukan absensi singkat, memberikan apersepsi, dan menyampaikan
garis besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Guru model tidak selalu
mengaitkan materi pembelajaran pada pertemuan sebelumnya dengan materi
pembelajaran yang sedang dibahas. Hal tersebut sering dilakukan pada kegiatan
inti. Guru model ditemukan tidak menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran. Guru model juga tidak selalu menyampaikan teknik penilaian yang
akan dilakukan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa guru model memahami
tuntutan kegiatan pendahuluan pembelajaran berdasarkan Standar Proses
Kurikulum 2013. Guru model juga ditemukan merencanakan hal tersebut dalam
RPP yang dibuatnya. Namun, guru model mengaku tidak dapat melakukan semua
tuntutan tersebut secara terperinci pada setiap pembelajaran. Guru model menilai
Page 173
155
bahwa absensi tidak harus dilakukan dengan menanyakan kehadiran siswa satu
per satu pada setiap pertemuan. Guru model mengungkapkan absensi terperenci
hanya perlu dilakukan jika guru model belum hafal semua nama siswa. Jika guru
model sudah mengenal semua siswa, kegiatan absensi dapat dilakukan hanya
dengan menanyakan siswa yang tidak hadir dan alasan ketidakhadirannya.
Indikator, tujuan pembelajaran, dan teknik penilaian menurut guru model tidak
perlu disampaikan karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan
membosankan. Guru model mengungkapkan, kegiatan tersebut dapat dilakukan
dengan memberikan silabus secara langsung kepada siswa. Dengan demikian,
siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan
diberikan.
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi,
yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan
pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan
karakteristik siswa. Berdasarkan hasil observasi, dapat dijelaskan bahwa kegiatan
inti pembelajaran dilakukan oleh guru model dengan metode demonstrasi, diskusi,
presentasi, ceramah, dan tanya jawab. Dengan metode tersebut, semua aspek
pendekatan saintifik dapat diupayakan dengan baik. Guru model memfasilitasi
kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa mengamati proses terjadinya
gelombang longitudinal pada slinki serta gelombang transversal pada tali dan air.
Pada praktikum Melde, guru model menugaskan siswa mengamati pola
Page 174
156
gelombang yang terbentuk pada benang yang digetarkan dengan vibrator. Siswa
dituntut untuk menunjukkan bukit gelombang, lembah gelombang, perut
gelombang, dan simpul gelombang. Pada saat pembelajaran, guru model
ditemukan menayangkan gambar fenomena dampak pemanasan global; gambar
fenomena gelombang, seperti difraksi, refleksi, dan interferensi; animasi flash
gelombang berjalan dan gelombang stasioner, dan video praktikum tangki riak.
Penayangan gambar, animasi, dan video tersebut dilakukan dengan menggunakan
media powerpoint. Pada materi gelombang, guru model ditemukan menggambar
pola gelombang berjalan dan gelombang stasioner di papan tulis. Pada materi teori
kinetik gas dan pemanasan global, selain menggunakan buku, siswa diberikan
kesempatan menggunakan internet untuk mengakses informasi. Guru model
mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati juga dilakukan dengan mengajak
siswa membayangkan fenomena alam yang pernah dialaminya.
Kegiatan menanya terjadi ketika siswa tidak memahami solusi
permasalahan yang termuat pada LKS, pada saat siswa tidak memahami
penurunan rumus dan solusi latihan soal yang dibuat guru model di papan tulis,
serta pada saat kelompok lain mempresentasikan hasil tugas proyek. Pada saat
siswa melakukan demonstrasi karakteristik gelombang longitudinal, guru model
membimbing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan konseptual, seperti “mengapa
tali rafia yang diikatkan pada slinki tidak berpindah posisi secara horizontal?”
Pada saat praktikum Melde, guru model menuntun siswa dengan pertanyaan
“bolehkah warna kabel yang dipasang pada vibrator dan catu daya ditukar
posisinya?”, serta “apa yang terjadi dengan pola gelombang pada benang jika
massa beban ditambah?”. Namun demikian, antusiasme siswa dalam bertanya
Page 175
157
ditemukan kurang tinggi. Siswa jarang bertanya setelah guru model memaparkan
atau mendemonstrasikan suatu konsep atau fenomena. Siswa bahkan tidak pernah
bertanya pada saat guru model memberikan kesempatan bertanya di akhir
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan hasil temuan Wardani, et al (2014) di mana
sebagian besar kegiatan menanya dalam pembelajaran dilakukan oleh guru.
Wardani menjelaskan bahwa kegiatan menanya tersebut tidak sesuai dengan
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 karena kegiatan 5M adalah kegiatan yang
dilakukan oleh siswa.
Kegiatan mencoba diupayakan dengan menyuruh siswa melakukan
demonstrasi, praktikum, dan latihan soal. Latihan soal diberikan setelah guru
model menjelaskan materi dengan metode ceramah. Kegiatan menalar dilakukan
dengan memberikan siswa permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut
dari demonstrasi, praktikum, dan pemaparan konsep yang telah dilakukan. Guru
model juga ditemukan sering memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan
bagaimana saat pembelajaran berlangsung. Dalam menyelesaikan permasalahan
yang diberikan, siswa aktif berdiskusi dan mengumpulkan informasi dari sumber
buku dan internet. Kegiatan berkomunikasi dilakukan melalui diskusi kelompok,
presentasi, dan tanya jawab antar siswa dan antara guru model dengan siswa. Pada
saat pembahasan latihan soal, guru model menugaskan siswa untuk menuliskan
jawaban di papan tulis dan menjelaskannya di depan kelas.
Pada kegiatan penutup, guru model mengkonfirmasi apakah terdapat siswa
yang ingin bertanya, dilanjutkan dengan penyampaian materi pembelajaran dan
rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya, pemberian PR, sembahyang, dan
salam penutup. Guru model tidak merangkum materi yang telah dipelajari.
Page 176
158
Kegiatan merangkum materi dilakukan secara periodik diakhir pemaparan setiap
konsep pada kegiatan inti.
Berdasarkan temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar
tuntutan pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 telah
dilaksanakan dengan baik oleh guru model. Terdapat beberapa bagian yang tidak
dapat dilakukan akibat keterbatasan alokasi waktu pembelajaran. Namun
demikian, guru model telah menerapkan strategi tertentu agar inti dari
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Kegiatan mengamati dan
mengkomunikasikan dalam pendekatan saintifik sebagian besar juga telah
terlaksana. Permasalahan yang ditemukan adalah rendahnya kualitas pelaksanaan
kegiatan menanya, mencoba, dan menalar dalam pendekatan saintifik.
Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, dijelaskan bahwa alur
pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk
melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan hal yang penting dari suatu objek. Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada siswa untuk bertanya
mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca. Guru membimbing siswa
untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit
sampai kepada objek yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau
pun hal lain yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada
pertanyaan yang bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa masih
memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di
Page 177
159
mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan
bertanya tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa terlatih
dalam bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan
tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam
dari sumber yang ditentukan guru sampai dengan sumber yang ditentukan sendiri
oleh siswa dan dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Tindak
lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai
sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca buku
atau mengakses internet, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti,
atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah
informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu
mengasosiasi informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan
informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil
berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah
menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola tersebut. Hasil tersebut
disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau
kelompok peserta didik tersebut.
Berdasarkan alur tersebut, maka yang harus dilakukan guru pada kegiatan
pendahuluan adalah memberikan apersepsi yang menarik agar siswa menyadari
manfaat materi yang akan dipelajari. Dengan demikian, rasa ingin tahu siswa akan
merangsang siswa untuk bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Kegiatan mengamati yang diberikan
harus sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan keseharian siswa, tidak hanya
Page 178
160
sebatas imajinasi. Oleh karena itu, guru setidaknya harus menampilkan gambar
dan video atau mengajak siswa mengamati fenomena riil di lingkungan sekitar.
Namun, kenyataannya guru model belum melaksanakan hal tersebut, sehingga
kegiatan menanya sebagian besar didominasi oleh guru model. Kegiatan menanya
yang dilakukan siswa hanya sebatas pertanyaan prosedural tentang teknis
mengerjakan LKS dan teknis melakukan praktikum. Siswa tidak mengajukan
pertanyaan hipotetik yang mengarah pada pengungkapan suatu konsep, sehingga
kegiatan mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan yang
dilakukan siswa seolah-olah terpisah, tidak berhubungan satu sama lainnya.
Keterbatasan waktu pembelajaran merupakan penyebab utama permasalahan ini.
Alokasi waktu pembelajaran untuk setiap pertemuan tidak dapat digunakan untuk
menerapkan pendekatan saintifik secara ideal. Hal ini diperparah oleh banyaknya
materi pembelajaran yang harus diselesaikan, sehingga guru model tergesa-gesa
dalam melaksanakan pembelajaran. Akibatnya, sebagian besar pelaksanaan
pembelajaran didominasi oleh guru model. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
5M seolah-olah hanya sebatas formalitas.
4.2.2 Tindak Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
Bagian terakhir dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi
pembelajaran, yang terdiri atas penilaian hasil belajar, remedial, dan pengayaan.
Guru model ditemukan melakukan penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dengan metode penilaian yang sesuai dengan tuntutan Standar
Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes lisan
dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan
Page 179
161
ulangan akhir semester. Guru model ditemukan kewalahan dalam memeriksa hasil
ulangan, membuat analisis ketercapaian indikator, membahas soal ulangan, dan
memberikan remedi. Tes lisan dilakukan secara bertahap dalam beberapa kali
pertemuan. Hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran tidak mencukupi
untuk memberikan tes lisan bagi 36 orang siswa sekaligus. Guru model mengaku
mengalami kedala dalam membuat soal dan rubrik penilaian tes lisan karena soal
yang dibuat harus mencakup semua materi yang telah diajarkan. Selain itu, guru
model juga harus membuat soal yang berbeda sebanyak jumlah siswa untuk
menghindari peluang siswa membocorkan atau memperoleh soal yang sama.
Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian
diri, dan penilaian antar siswa. Namun demikian, hanya penilaian observasi yang
dilakukan secara periodik. Penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar
siswa dilakukan sekali dalam satu semester. Hal ini dikarenakan instrumen
penilaian yang digunakan banyak, jumlah siswa yang banyak, dan alokasi waktu
yang terbatas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Luthfi Maulana
(dalam Dewi, 2015) diketahui bahwa pemahaman guru paling rendah terdapat
pada aspek penilaian sikap. Hal ini yang menyulitkan guru dalam melakukan
penilaian sikap. Terhadap permasalahan tersebut, penilaian diri dan penilaian antar
siswa dilakukan dengan menugaskan siswa mem-fotocopy dan mengisi instrumen
penilaian tersebut secara mandiri di rumah. Hal tersebut tidak sesuai dengan
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, di mana penilaian diri dan penilaian antar
siswa dilakukan secara simultan setiap sebelum ulangan harian. Guru model
mengungkapkan bahwa hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa cenderung
tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif. Guru
Page 180
162
model mengaku mengganti nilai penilaian diri dan penilaian antar siswa
berdasarkan catatan pada penilaian jurnal. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari siswa yang nakal memperoleh nilai akhir aspek sikap yang tinggi
akibat tingginya nilai dari penilaian diri dan penilaian antar siswa. Hal ini tidak
sesuai dengan prinsip penilaian yang termuat dalam Permendikbud Nomor 66
Tahun 2013, di mana penilaian hasil belajar harus dilakukan secara objektif.
Dalam Standar Penilaian Kurikulum 2013 ditegaskan bahwa terdapat tiga
aspek yang dinilai dalam pembelajaran, yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Guru model ditemukan mengalami kebingungan terhadap hal ini
karena pada rumusan kompetensi inti terdapat empat kompetensi inti yang harus
dicapai dan dievaluasi. Namun, dalam standar penilaian, hal ini mengerucut
menjadi tiga aspek, di mana penilaian aspek religius ditumpangtindihkan dengan
penilaian sikap. Padahal, aspek religius dan aspek sikap merupakan dua hal yang
berbeda. Guru model mengungkapkan bahwa dalam Kurikulum 2013 tidak
dijelaskan standar pengembangan dan penilaian aspek religius siswa.
Pengembangan dan penilaian aspek religius yang dilakukan selama ini berbeda-
beda sesuai dengan persepsi guru terhadap definisi konseptual dan operasional
religiusitas. Sebagian guru percaya bahwa aspek religius dapat dinilai berdasarkan
tingkat ketekunan siswa dalam berdoa dan sembahyang di awal dan akhir
pembelajaran. Sebagaian guru model lain memiliki persepsi bahwa religiusitas
tidak dapat dinilai hanya dari tingkat ketekunan siswa dalam berdoa dan
sembahyang. Permasalahan yang sama juga ditemukan oleh Dewi (2015), di mana
guru mengalami kesulitan dalam menyusun indikator dan penilaian yang
berkaitan dengan aspek spiritual siswa.
Page 181
163
Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dijelaskan bahwa
kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2 tidak harus dikembangkan dalam indikator
karena keduanya dicapai melalui proses pembelajaran tidak langsung.
Pembelajaran tidak langsung merupakan imbas dari pembelajaran langsung.
Pembelajaran langsung berkenaan dengan pengembangan KI-3 dan KI-4 yang
berturut-turut memuat kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan,
yang direncanakan oleh guru dalam RPP. Kedua pembelajaran ini terjadi secara
terintegrasi dan tidak terpisah. Namun demikian, dalam Permendikbud Nomor 66
Tahun 2013, guru dituntut untuk melakukan penilaian aspek sikap secara simultan
dengan metode penilaian yang telah ditentukan. Penilaian aspek sikap merupakan
akumulasi penilaian aspek religius dan sosial. Hal ini menjadi problematika
tersendiri, karena dalam penilaian di kelas, guru hanya mungkin menilai hal-hal
yang ditampilkan siswa secara eksplisit, sedangkan untuk hal-hal yang bersifat
implisit, hampir tidak mungkin dapat dievaluasi.
Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja
praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Guru model ditemukan
telah melakukan dua kali penilaian praktikum. Guru model ditemukan tidak
melakukan praktikum Melde untuk materi pokok karakteristik gelombang,
padahal praktikum tersebut seharusnya dilakukan sesuai dengan tuntutan silabus.
Hal ini dikarenakan alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru model mengaku
harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester
berlangsung. Selain itu, guru model juga ditemukan mengalami kendala dalam
pelaksanaan praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika
rusak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
Page 182
164
menayangkan video praktikum tangki riak. Penilaian proyek pada semester kedua
telah dilakukan sebanyak dua kali. Penilaian portofolio dilakukan bersamaan
dengan penilaian proyek. Nilai proyek diambil dari hasil penilaian produk dan
presentasi, sedangkan nilai portofolio diambil dari hasil penilaian proposal dan
laporan. Hal tersebut dilakukan karena keterbatasan alokasi waktu.
Rekapitulasi nilai akhir semester untuk aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dilakukan dengan menggunakan form rekapitulasi penilaian dalam
bentuk Microsoft Exel yang telah memuat rumus pembobotan nilai sesuai dengan
Standar Proses Kurikulum 2013. Dalam Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014,
dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar siswa dilakukan menggunakan acuan
kriteria. Rekapitulasi nilai akhir semester untuk aspek sikap dilakukan dengan
menggunakan sistem penilaian berbasis modus. Rekapitulasi nilai akhir semester
untuk aspek pengetahuan dilakukan dengan sistem rerata. Rekapitulasi nilai akhir
untuk semester aspek keterampilan dilakukan dengan menggunakan sistem nilai
tertinggi. Guru model mengaku tidak memahami rasional penggunaan sitem
penilaian aspek sikap dan aspek keterampilan tersebut. Guru model menilai sistem
penilaian tersebut tidak adil dan tidak layak diterapkan karena siswa dengan
rincian nilai harian yang berbeda berpotensi memperoleh nilai akhir yang sama.
Guru model memprediksi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut, maka
terdapat kemungkinan siswa tidak akan mengikuti pembelajaran dengan serius.
Berdasarkan temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa tidak semua jenis
penilaian dapat dilakukan oleh guru model. Guru model tidak melakukan penilan
observasi, penilaian diri, penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio
secara periodik. Padahal dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan
Page 183
165
bahwa penilaian tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Penilaian
observasi memiliki kelemahan yaitu terjadinya sikap yang tidak “alami” ketika
siswa menyadari bahwa guru sedang melakukan penilaian observasi. Hal tersebut
akan menggeser hakikat pembelajaran yang seharusnya terjadi secara alami dan
penuh kesadaran menjadi sesuatu yang harus dilakukan karena paksaan atau unsur
transaksional dengan nilai. Penilaian jurnal didefinisikan sebagai catatan pendidik
di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang
kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Berdasarkan definisi tersebut, hasil penilaian jurnal akan memberikan informasi
yang lebih jelas terkait dengan sikap setiap siswa. Namun demikian, guru akan
kesulitan melakukan penilaian jurnal untuk kelas dengan jumlah siswa yang
banyak dan dengan alokasi waktu yang terbatas.
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa
untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks
pencapaian kompetensi. Penilaian antar siswa merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.
Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan secara simultan sebelum
ulangan harian. Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa cenderung subjektif.
Hal ini dikarenakan siswa memiliki kepentingan berupa tekanan psikologis untuk
memperoleh nilai sikap yang tinggi. Dengan demikian, penilaian diri dan
penilaian teman sejawat sebaiknya tidak digunakan sebagai bagian dari nilai
sikap. Hasil penilaian ini sebaiknya hanya digunakan sebagai bahan evaluasi oleh
pihak guru model terhadap ketercapaian indikator pembelajaran. Menurut
Kunandar (2013), kelemahan dari penilaian sikap adalah bahwa penilaian tersebut
Page 184
166
sangat tergantung pada situasi yang dialami siswa, sehingga hasilnya berpeluang
berbeda, memerlukan waktu pengamatan yang cukup lama, dan terlalu banyak
format yang melelahkan guru.
4.2.2 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses Kurikulum 2013
dan Upaya Penyelesaiannya
Hasil temuan menunjukkan bahwa permasalahan dan kendala yang
dihadapi oleh guru model dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013
adalah sebagai berikut. (a) Komponen RPP yang dibuat oleh guru model sebagian
besar masih mengikuti sistematika RPP Kurikulum 2006. Guru model tidak
merumuskan indikator untuk KD pada KI-4, tidak memaparkan materi
berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, serta tidak memaparkan
langkah-langkah pembelajaran berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik.
Langkah-langkah pembelajaran masih dikelompokkan berdasarkan kegiatan
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. (b) Guru model terkadang tidak membuat
RPP sebelum mengajar karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan
kesibukan guru model. (c) Guru model terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP
yang detail. Guru model menilai belum ada instruksi yang jelas terkait
pemanfaatan buku guru dan buku siswa. Menurut guru model, RPP yang dibuat
seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga guru model tidak perlu
membuat RPP yang detail. (d) Pemaparan materi berdasarkan kategori fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur yang dituntut dalam RPP tidak membantu guru
model dalam mengajar. (e) Guru model tidak menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran pada kegiatan pendahuluan pembelajaran karena alokasi waktu
pembelajaran yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan membosankan. Solusi
Page 185
167
permasalahan ini dilakukan dengan memberikan silabus secara langsung kepada
siswa, sehingga siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran
yang akan diberikan. (f) Guru model mengalami kendala dalam pelaksanaan
praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menayangkan video proses praktikum dengan tangki riak. (g) Guru model
ditemukan tidak melakukan praktikum Melde karena kekurangan alokasi waktu.
(h) Guru model belum memahami standar proses pengembangan dan penilaian
aspek religius siswa. (i) Guru model tidak melakukan penilaian jurnal, penilaian
diri, dan penilaian antar siswa secara simultan. Hal ini dikarenakan jumlah siswa
yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama dan tidak efektif. (j) Hasil
penilaian diri dan penilaian antar siswa yang dilakukan oleh guru model
cenderung tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara
subjektif. (k) Guru model tidak memahami rasional penggunaan sistem penilaian
berbasis modus untuk penilaian aspek sikap dan sistem penilaian berbasis nilai
tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan, sehingga guru model tidak memiliki
solusi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut dan menjadi tidak serius
dalam mengikuti pembelajaran. (l) Pengawas akademik tidak melakukan evaluasi
pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan hanya terfokus pada
administrasi dan perangkat pembelajaran. (m) Pengawas akademik tidak
mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan oleh guru model, sehingga
harus ditangguhkan. (n) Guru model menilai alokasi waktu pembelajaran yang
disediakan dalam Kurikulum 2013 tidak sesuai dengan tuntutan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang sangat banyak. Alokasi waktu yang
Page 186
168
terhitung hanya pelaksanaan pembelajaran, yaitu tatap muka sebanyak 24 jam
pelajaran. Pemerintah pusat tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru
untuk melakukan perencanaan dan evaluasi pembelajaran.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa penyebab
permasalahan dan kendala yang dihadapi guru model dalam penerapan Standar
Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. Pertama, guru model masih
memiliki persepsi bahwa beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran hanya sebatas formalitas dan kurang berpengaruh terhadap
hasil pembelajaran siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak perlu dilakukan. Hal
ini diperparah oleh perilaku pengawas akademik yang tidak melakukan supervisi
secara holistik. Kegiatan supervisi hanya sebatas pada keberadaan perangkat
pembelajaran. Kedua, guru model belum memahami beberapa bagian dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013. Hal tersebut dikarenakan rendahnya kualitas pelatihan dan
supervisi akademik yang dilakukan pemerintah. Untuk menyiapkan guru yang
ideal dalam Kurikulum 2013, diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus.
Namun demikian, pemerintah belum mampu melatih semua guru. Untuk jenjang
SMA, jumlah guru yang dilatih maksmimal sebanyak lima orang termasuk kepala
sekolah, yaitu guru matematika, guru bahasa Indonesia, guru sejarah, dan guru
bimbingan konseling (BK). Guru yang dilatihkan tersebut kemudian ditugaskan
mengimbaskan hasil pelatihan kepada guru lain melalui workshop kurikulum
sekolah. Banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dalam workshop
sekolah karena kurangnya pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum
2013. Guru model mengungkapkan bahwa permasalahan yang sama yang
Page 187
169
diajukan dalam workshop pusat terkadang juga tidak memperoleh solusi yang
jelas.
Ketiga, guru model menilai bahwa penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 memberatkan dan sulit untuk dilaksanakan. Secara administratif, pemerintah
pusat telah menyiapkan perangkat pelaksanaan pembelajaran, seperti silabus dan
form rekapitulasi penilaian, sehingga tidak perlu lagi disiapkan oleh guru. Namun
demikian, guru dituntut berperan secara aktif sebagai motivator, fasilitator, dan
evaluator pembelajaran. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para guru karena
tidak semua guru memiliki kompetensi tersebut. Hal ini dapat dipahami karena
dalam Kurikulum 2013, guru dituntut merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh model
pembelajaran rekomendasi pusat. Guru harus memberikan pengalaman belajar
konseptual dan kontekstual dengan media pembelajaran yang variatif. Pada
evaluasi pembelajaran, guru dituntut melakukan berbagai jenis penilaian aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Keempat, siswa belum terbiasa dengan
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Akibatnya, aspek menanya, mencoba,
dan menalar dalam pendekatan saintifik tidak dapat berjalan secara maksimal.
Perlu waktu relatif lama bagi guru untuk melatih siswa agar terbiasa dengan
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Kelima, kurangnya fasilitas
pendukung kegiatan pembelajaran. Penerapan pendekatan saintifik memerlukan
pengalaman belajar yang riil. Oleh karena itu, guru harus menggunakan media
pembelajaran yang bervariatif untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran.
Untuk memperoleh informasi yang luas, sumber belajar yang digunakan siswa
harus berbasis ICT. Oleh karena itu, sekolah harus menyiapkan akses internet
Page 188
170
untuk mendukung proses pembelajaran. Selain itu, fisika merupakan mata
pelajaran yang tidak terpisah dengan kegiatan praktikum. Oleh karena itu, alat dan
bahan praktikum yang tersedia setidaknya minimal sesuai dengan tuntutan
praktikum dalam silabus.
Terakhir, permasalahan utama penerapan Standar Proses Kurikulum 2013
adalah ketidaksesuaian tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Pemerintah pusat
tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan
perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Alokasi waktu yang terhitung saat ini
hanya pelaksanaan pembelajaran tatap muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini
diperparah karena alokasi waktu tersebut terpotong oleh kegiatan upacara bendera
dan kegiatan hari Jumat. Padahal perencanaan dan evaluasi pembelajaran dituntut
secara periodik selama pembelajaran. Akibatnya, pelaksanaan pembelajaran tidak
berlangsung secara maksimal karena guru terfokus pada penilaian pembelajaran.
Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran tersebut juga akan semakin berkurang
akibat terpotong pelaksanaan ulangan harian dan remedi.
Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan guru model untuk
mengatasi permasalahan dan kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013.
Guru model secara mandiri telah berupaya mencari informasi tentang konsep-
konsep pembelajaran yang belum dipahaminya melalui internet. Guru model juga
telah mendiskusikan konsep-konsep pembelajaran yang belum dipahaminya
dengan pengawas akademik mata pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan. Namun
demikian, diskusi yang dapat dilakukan hanya sebatas pada sistematika
penyusunan administrasi pembelajaran. Pengawas akademik tidak mampu
Page 189
171
memberikan solusi terhadap permasalahan yang terkait dengan konten
pembelajaran fisika. Hal ini dikarenakan pengawas akademik tersebut adalah
pengawas akademik mata pelajaran kimia. Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng
belum memiliki pengawas akademik khusus untuk mata pelajaran fisika, sehingga
tugas kepengawas tersebut diberikan kepada pengawas akademik mata pelajaran
kimia.
Terhadap permasalahan ketersediaan alat dan bahan praktikum tangki riak,
guru model telah berupaya menayangkan video praktikum tangki riak. Guru
model juga telah melakukan upaya-upaya penyelesaian terhadap permasalahan
penilaian jurnal, penilaian diri, penilaian antar siswa, dan penilaian portofolio
yang terkendala akibat kurangnya alokasi waktu dan banyaknya jumlah siswa.
Guru model telah berupaya menggabung pelaksanaan penilaian portofolio ke
dalam tugas proyek, sehingga dalam satu tugas, guru model dapat melakukan dua
jenis penilaian sekaligus. Permasalahan pelaksanaan penilaian diri dan penilaian
antar siswa diselesaikan dengan menugaskan siswa melakukan penilaian secara
mandiri di rumah. Namun demikian, upaya penyelesaian permasalahan tersebut
hanya sebatas pada formalitas ketercapaian pelaksanaan penilaian untuk
memperoleh nilai yang dituntut dalam form rekapitulasi nilai akhir, sehingga,
terdapat beberapa jenis penilaian yang hanya dilakukan sekali dalam satu
semester. Penilaian tersebut seharusnya dilakukan secara alami dan periodik,
sehingga tujuan riil penilaian otentik dapat tercapai.
Page 190
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan,
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1) Guru model memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum
2013 dari workshop kurikulum dan teks Permendikbud Nomor 81A Tahun
2013. Guru model memahami bahwa perbedaan Kurikulum 2013 dengan
Kurikulum 2006 terletak pada spesifikasi pengembangan aspek kepribadian
siswa. Guru model menilai bahwa pendekatan saintifik dalam Kurikulum
2013 bukan merupakan hal yang baru karena dalam Kurikulum 2006, guru
model sering menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga memuat
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan. Pada evaluasi pembelajaran, guru model belum
memahami teknis penilaian aspek religius dan rasional penerapan sistem
modus untuk penilaian aspek sikap serta sistem nilai tertinggi untuk penilaian
aspek keterampilan.
2) Pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP, LKS, dan
media pembelajaran. RPP dibuat secara individu pada workshop sekolah yang
dilaksanakan setiap awal semester. Komponen RPP yang dibuat sebagian
besar masih menggunakan sistematika Kurikulum 2006. RPP yang dibuat
172
Page 191
173
tidak sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan karena pada saat
membuat RPP, guru model belum memperoleh kalender pendidikan, sehingga
alokasi waktu yang direncanakan berbeda dengan kondisi yang sebenarnya.
Guru model juga belum mengetahui karakteristik siswa yang diajar, sehingga
metode pembelajaran dan LKS yang termuat pada RPP perlu direvisi. RPP
Kurikulum 2013 dinilai terlalu sulit dan memberatkan. Guru harus
mengkategorikan materi pembelajaran berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur; merencanakan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik;
menyiapkan media pembelajaran yang bervariasi; dan menyusun berbagai
macam instrumen penilaian. Selain itu, tidak terdapat instruksi yang jelas
tentang penggunaan buku guru dan buku siswa. Buku tersebut seharusnya
disinergikan dengan RPP, sehingga guru tidak harus mengetik ulang hal-hal
yang sebenarnya sudah termuat dalam buku tersebut.
3) Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model sebagian besar
telah sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013, yaitu meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Namun demikian, terdapat
beberapa bagian dalam Standar Proses Kurikulum 2013 yang tidak terlaksana.
Pada kegiatan pendahuluan, guru model tidak menyampaikan indikator dan
tujuan pembelajaran karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut dinilai
tidak efektif. Pada kegiatan inti, guru model mengalami kendala dalam
pengembangan aspek menanya. Siswa cenderung pasif, sehingga kegiatan
menanya didominasi oleh guru. Kegiatan menanya yang dilakukan siswa
hanya sebatas pada pertanyaan prosedural tentang teknis pengerjaan LKS dan
praktikum. Siswa tidak mengajukan pertanyaan hipotetik yang mengarah
Page 192
174
pada pengungkapan suatu konsep, sehingga kegiatan mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengkomunikasikan yang dilakukan seolah-olah
terpisah, tidak berhubungan satu sama lain. Keterbatasan waktu pembelajaran
merupakan penyebab utama permasalahan ini. Alokasi waktu pembelajaran
untuk setiap pertemuan tidak dapat digunakan untuk menerapkan pendekatan
saintifik secara ideal. Pada kegiatan penutup, guru model tidak
menyimpulkan materi pembelajaran dan tidak memberikan PR karena
kekurangan waktu.
4) Evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru model sebagian besar telah
sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek
pengetahuan dilakukan melalui tes lisan dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR,
ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Aspek
sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan
penilaian antar siswa. Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui
penilaian kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio.
Namun demikian, tidak semua jenis penilaian dapat dilakukan secara
periodik. Guru model tidak melakukan penilan observasi, penilaian diri,
penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio secara periodik.
Penilaian observasi yang dilakukan memiliki kelemahan yaitu terjadinya
sikap yang tidak “alami” ketika siswa menyadari bahwa guru sedang
melakukan penilaian. Penilaian diri dilakukan sekali dalam satu semester
dengan hasil yang cenderung bias karena siswa melakukan penilaian secara
subjektif. Penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio
mengalami kendala akibat banyaknya jumlah siswa dan keterbatasan alokasi
Page 193
175
waktu, sehingga guru tidak dapat memberikan penilaian secara spesifik untuk
setiap siswa.
5) Guru model mengalami beberapa permasalahan dan kendala dalam penerapan
Standar Proses Kurikulum 2013. Penyebab permasalahan dan kendala
tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, guru model masih memiliki
persepsi bahwa beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran hanya sebatas formalitas dan kurang berpengaruh
terhadap hasil pembelajaran siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak perlu
dilakukan. Kedua, guru model belum memahami beberapa bagian dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013. Ketiga, guru model menilai bahwa penerapan Standar
Proses Kurikulum 2013 memberatkan dan sulit untuk dilaksanakan. Keempat,
siswa belum terbiasa dengan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik.
Kelima, kurangnya fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran. Keenam,
ketidaksesuaian tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Pemerintah
pusat tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan
perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Hal ini diperparah oleh banyaknya
materi pembelajaran yang harus diselesaikan, sehingga guru model tergesa-
gesa dalam melaksanakan pembelajaran. Terakhir, pengawas akademik tidak
melakukan supervisi secara holistik. Supervisi yang dilakukan hanya sebatas
pada keberadaan perangkat administrasi pembelajaran. Pengawas akademik
juga tidak mampu memberikan solusi terhadap permasalahan dan kendala
pembelajaran yang dihadapi guru.
Page 194
176
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan, dapat diajukan beberapa
saran sebagai berikut.
1) Agar aspek-aspek pendekatan saintifik dapat berjalan dengan maksimal, pada
kegiatan pendahuluan, guru harus memberikan apersepsi yang mampu
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Kegiatan apersepsi harus didukung oleh
penayangan fenomena fisis yang dekat dengan kehidupan keseharian siswa.
Fenomena fisis tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk gambar, video, atau
bahkan dengan mengajak siswa melakukan observasi langsung ke lingkungan
sekitar.
2) Kegiatan menanya yang dilakukan siswa belum maksimal. Pertanyaan yang
diajukan oleh siswa tidak hipotetik, sehingga aspek-aspek pendekatan
saintifik tidak terlaksana dengan baik. Guru perlu melatih siswa untuk
bersikap skeptis agar siswa mampu mengajukan pertanyaan hipotetik. As’ari
(2014) menjelaskan bahwa terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan guru
untuk membiasakan siswa mengajukan pertanyaan hipotetik. Cara-cara
tersebut adalah sebagai berikut. (a) Questioning Breakfast, sebelum
pembelajaran dimulai, siswa diminta untuk menuliskan pertanyaan sesuai
dengan materi yang akan dibahas. (b) Questioning Appraisal, pemberian
penghargaan kepada siswa yang memiliki kuantitas dan kualitas pertanyaan
investigatif yang baik, sehingga siswa mempersepsi kegiatan menanya
sebagai suatu kegiatan yang bermanfaat. (c) Completing what if or what if not
questions, siswa diberi tugas untuk melengkapi pertanyaan yang dimulai
dengan kata-kata “bagaimana kalau” dan kata “bagaimana kalau tidak”.
Page 195
177
3) Terhadap materi pembelajaran yang abstrak dan sulit untuk dipraktikumkan,
guru disarankan untuk melaksanakan praktikum visual dengan menggunakan
aplikasi flash atau PhET yang dapat diunduh dari internet.
4) Terhadap permasalahan pelaksanaan penilaian pembelajaran yang disebabkan
oleh banyaknya jumlah siswa dan kurangnya alokasi waktu, guru disarankan
untuk melakukan penilaian secara bertahap. Guru disarankan untuk lebih
sering memberikan tugas sebagai bentuk refleksi dan tindak lanjut
pembelajaran yang telah dilakukan di kelas. Tugas yang diberikan hendaknya
bersifat kontekstual, yaitu disesuaikan dengan konteks kehidupan keseharian
siswa. Guru disarankan selalu memberikan tugas open-ended untuk
mengembangkan kreativitas setiap siswa.
5) Kepala sekolah dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan sebagai tim
supervisi harus mengevaluasi implementasi Standar Proses Kurikulum 2013
secara holistik dari perencanaan sampai dengan evaluasi pembelajaran, tidak
hanya sebatas pengawasan administratif, sehingga kekurangan dan kelemahan
Standar Proses Kurikulum 2013 dapat diketahui dan diperbaiki.
6) Pemerintah perlu memberikan alokasi waktu tambahan bagi guru untuk
melakukan perencanaan dan evaluasi pembelajaran, sehingga alokasi waktu
pembelajaran yang disediakan saat ini sepenuhnya dapat digunakan untuk
melaksanakan proses pembelajaran.
7) Hasil penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan. Bagi peneliti selanjutnya,
disarankan untuk melakukan penelitian sejenis di sekolah lain, pada tingkatan
kelas, tahun pelajaran, dan semester yang berbeda, dengan metode triangulasi
observer, sehingga temuan yang diperoleh akan lebih valid dan mendalam.
Page 196
178
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, F. 2014. Kesiapan guru dalam implementasi Kurikulum 2013. Info
Singkat. 6(15): 9-12. Tersedia pada http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files
/info_singkat/Info%20Singkat-VI-15-I-P3DI-Agustus-2014-56.pdf.
Diakses pada 18 Pebruari 2015.
As’ari, A. R. 2014. Berbagai permasalahan pembelajaran matematika dalam
Kurikulum 2013 dan upaya mengatasinya. Makalah. Seminar Nasional
Solusi Problematika Implementasi Kurikulum 2013 untuk Mewujudkan
Pembelajaran yang Berkualitas, 16 Maret 2014.
Creswell, John. 1998. Studi Kasus. Tersedia pada: http://file.upi.edu Direktori
FPIPSJUR.PEND.SEJARAH/196601131990012/YANI_KUSMARNI/Lap
oranStudiKasus.pdf. Diakses pada tanggal 26 September 2014.
Danim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Dewi, N. K., Budiono, J. D., & Prastiwi, M. S. 2014. Profil asesmen buatan guru
biologi SMA sasaran Kurikulum 2013. BioEdu Berkala Ilmu Biologi. 3(2):
358-361. Tersedia pada https://www.scribd.com/document_downloads.
Diakses pada 15 Pebruari 2014.
Dewi, M. Y. 2015. Implementasi Kurikulum 2013 pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia SMA Negeri di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta.
Tersedia pada http://eprints.uny.ac.id/16833/1/Meiana%20Yurike%20
Dewi%2010 201241036.pdf. Diakses pada 25 Juni 2015.
Herfinaly, R., Natalina, M., & Yustina. 2014. Kesiapan guru biologi dalam
mengimplementasikan Kurikulum 2013 untuk mencapai pembelajaran
yang efektif pada tingkat SMA di Kota Pekanbaru. Artikel Penelitian.
Tersedia pada http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFKIP/article/viewFile
/6301/6001. Diakses pada 26 September 2014.
Kemendikbud. 2013a. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
RI Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud. 2013b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Tersedia pada http://pgsd.uad.ac.id/wp-content/uploads/01-a-salinan per
mendikbud-no-54-tahun-2013-ttg-skl.pdf. Diakses pada 4 Maret 2015.
Kemendikbud. 2013c. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi. Tersedia pada
http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/file/dokumen/06.B.SalinanLampiran
PermendikbudNo.64th2013ttgStandarIsi.pdf. Diakses pada 4 Maret 2015.
Page 197
179
Kemendikbud. 2013d. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses. Tersedia pada
http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/file/dokumen/07.A.SalinanPermendi
kbudNo.65th2013ttgStandarProses.pdf. Diakses pada 4 Maret 2015.
Kemendikbud. 2013e. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Tersedia
pada http://pgsd.uad.ac.id/wp-content/uploads/04.-B.-Salinan-Lampiran-
Permendikbud-No.-66-th-2013-tentang-Standar-Penilaian.pdf. Diakses
pada 4 Maret 2015.
Kemendikbud. 2014a. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
RI Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud. 2014b. Peraturan Bersama Direktur Jenderal Pendidikan Dasar
dan Direktur Jenderal Pendidikan Menengah tentang Petunjuk Teknis
Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 pada Jenjang
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Tersedia pada http://www.
kemdiknas.go.id/kemdikbud/sites/default/files/juknis-pemberlakukan-kuri
kulum-2006-dan-kurikulum-2013.pdf. Diakses pada 14 Pebruari 2015.
Kemendikbud. 2014c. Lampiran Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Tersedia pada http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/sites/. Diakses pa
da 14 Pebruari 2015.
Kemendikbud. 2014d. Supervisi Akademik Implementasi Kurikulum 2013: Bahan
Ajar Implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala Sekolah. Tersedia pada
https://suaidinmath.files.wordpress.com/2014/02/ks-03-supervisi-akade
mik-2.pdf. Diakses pada 4 Maret 2015.
Kemendikbud. 2014e. Paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada
Workshop Press tentang Implementasi Kurikulum 2013. Tersedia pada
http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/Paparan/Paparan%20Mendik
bud%20pada%20Workshop%20Pers.pdf. Diakses pada 28 Pebruari 2015.
Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kurniasih, I. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Kata Pena.
Kustijono, R. & Wiwin, E. 2014. Pandangan guru terhadap pelaksanaan
Kurikulum 2013 dalam pembelajaran fisika SMK di kota Surabaya. Jurnal
Pendidikan Fisika dan Aplikasinya. 4(1): 1-14. Tersedia pada http://
www.fisikaunesa.net/ojs/index.php/JPFA/article/download/63/55. Diakses
pada 5 Nopember 2014.
Page 198
180
Litbang. 2009. Hasil Evaluasi Program RSBI SMA Negeri 1 Singaraja Tahun
2009. Laporan. SMA Negeri 1 Singaraja.
Malinda & Susanto, H. 2014. Studi tentang kesiapan guru fisika SMA dalam
menerapkan Kurikulum 2013 di Kota Semarang Tahun Pelajaran
2013/2014. Unnes Physics Education Journal. 3(3): 15-20. http://
www.fisikaunesa.net/ojs/index.php/JPFA/article/download/63/55. Diakses
pada 5 Nopember 2014.
Moleong, L. J. 2007. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Stefani, L. 2008. Enganging our students in the learning process: Points for
consideration student engagement: What does it mean? International
Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. 2(1): 1-6. Tersedia
pada http//:www.academics.georgiasouthern.edu/ijsotl/v2n1/invited_essa
ys/Stefani/Invited_Essays_Stefani.pdf. Diakses pada 26 September 2014.
Sugiyono. 2010. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutrisno, L. 2013. Kurikulum 2013: Apa yang baru? Artikel Online. Tersedia pada
http://www.scribd.com/doc/194369767/1-Kurikulum-2013-Apa-Yang-Ba
ru. Diakses pada 4 Maret 2015.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Wardani, E. R. S., Budiono, J. D., & Indana, S. 2014. Analisis kesesuaian
kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dengan tujuan pembelajaran di
SMAN Mojokerto. BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi. 3(3): 601-
605. Tersedia pada http://www.scribd.com/document_downloads /direct/
Diakses pada 26 September 2014.
Page 199
LAMPIRAN 1
ADMINISTRASI PENELITIAN
Lampiran 1.1 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 1.2 Surat Pernyataan Informan Penelitian
Lampiran 1.3 Agenda Pelaksanaan Penelitian
Page 207
LAMPIRAN 2
DOKUMEN SILABUS DAN RPP
Lampiran 2.1 Silabus
Lampiran 2.2 RPP Guru A
Lampiran 2.3 RPP Guru B
Page 208
188
SILABUS MATA PELAJARAN: FISIKA
Satuan Pendidikan : SMA
Kelas /Semester : XI
Kompetensi Inti
KI. 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI. 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun,
responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI. 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu Sumber Belajar
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang
menciptakan dan mengatur alam jagad
raya melalui pengamatan fenomena alam
fisis dan pengukurannya
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari
Keseimbangan dan
dinamika Rotasi
Torsi
Momen inersia
Keseimbangan benda
tegar
Titik berat
Hukum kekekalan
momentum sudut
Mengamati
Mengamati demonstrasi
dengan mendorong benda
dengan posisi gaya yang
berbeda beda untuk
mendefinisikan momen gaya.
Mempertanyakan
Mempertanyakan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut
Tugas
Menyelesaikan
masalah tentang
momen gaya,
momen inersia ,
keseimbangan
benda tegar dan
titik berat benda
Observasi
16 JP
(4 x 4 JP
Sumber
FISIKA SMA
Jilid2, Pusat
Perbukuan
Panduan
Praktikum Fisika
SMA, Erlangga
e-dukasi.net
Alat
Lampiran 2.1
Page 209
189
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu Sumber Belajar
sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi
3.6 Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari
4.6 Merencanakan dan melaksanakan percobaan titik berat dan keseimbangan benda tegar
pada gerak rotasi
pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari
Eksperimen/ Eksplorasi
Mendiskusikan rumusan dan
penerapan keseimbangan
benda titik dan benda tegar
dengan menggunakan resultan
gaya dan momen gaya
Mendiskusikan rumusan dan
penerapan konsep momen
inersia dan dinamika rotasi
dalam diskusi pemecahan
masalah
Mendiskusikan rumusan dan
penerapan hukum kekekalan
momentum pada gerak rotasi
Melakukan percobaan titik berat
benda homogen dan
keseimbangan benda tegar
secara berkelompok
Mengasosiasi
Mengolah data percobaan ke
dalam grafik, menentukan
persamaan grafik, dan
menginterpretasi data dan
Checklist lembar
pengamatan
kegiatan diskusi
kelompok
Portopolio
Laporan praktikum
Tes
Tertulis uraian dan
atau pilihan ganda
tentang resultan
torsi, momen
inersia, titik berat,
dan hukum
kekekalan
momentum sudut
statif dan klem
beban gantung
kertas karton
busur derajat
mistar
penggaris
berlubang
neraca pegas
neraca lengan
Page 210
190
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu Sumber Belajar
grafik untuk menenukan
karakteristik keseimbangan
benda tegar
Mengomunikasikan
Mempresentasikan hasil
eksperimen
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang
menciptakan dan mengatur alam jagad
raya melalui pengamatan fenomena alam
fisis dan pengukurannya
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi
3.7 Menerapkan prinsip fluida dinamik dalam
teknologi 4.7 Memodifikasi ide/gagasan proyek
sederhana yang menerapkan prinsip dinamika fluida
Fluida Dinamik
Fluida ideal
Azas kontinuitas
Azas Bernouli
Penerapan Azas
Kontinuitas dan
Bernouli dalam
Kehidupan
Mengamati
Menyimak informasi dari
berbagai sumber tentang azas
kontinuitas dan azas Bernouli
serta aplikasi dalam
kehidupan melalui berbagai
sumber.
Mempertanyakan
Mempertanyakan penerapan
prinsip fluida dinamik dalam
teknologi dan kehidupan
sehari-hari
Mengeksplorasi/Eksperimen
Mendiskusikan kaitan antara
kecepatan aliran dengan luas
penampang menurut azas
Kontinuitas, serta hubungan
antara kecepatan aliran
dengan tekanan fluida
menurut Azas Bernoulli
Tugas
Menyelesaikan
masalah fluida
dengan
menerapkan azas
kontinuitas dan
azas Bernouli
Observasi
Ceklist lembar
pengamatan
kegiatan
presentasi
kelompok
Portofolio
Bahan presentasi
kelompok
Tes
Tes tertulis bentuk
uraian dan/atau
pilihan ganda asas
12 JP
(3 x 4 JP)
Tri Widodo,
FISIKA SMA,
Pusat
Perbukuan
Depdiknas
Nursyamsudin,
Panduan
Praktikum
Terpilih,
Erlangga
Page 211
191
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu Sumber Belajar
Merancang dan membuat
tiruan aplikasi Azas Bernoulli
(alat venturi, kebocoran air,
atau sayap pesawat) secara
brkelompok
Eksplorasi pemecahan
masalah terkait penerapan
azas kontinuitas dan azas
Bernouli
Mengomunikasikan
Membuat laporan dan
mempresentasikan hasil
produk tiruan aplikasi Azas
Bernoulli (alat venturi,
kebocoran air, atau sayap
pesawat)
kontinuitas dan
asas Bernoulli
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang
menciptakan dan mengatur alam jagad
raya melalui pengamatan fenomena alam
fisis dan pengukurannya
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan
Persamaan keadaan gas
Hukum Boyle-
Gay Lussac
Persamaan
keadaan gas
Mengamati
Menyimak informasi dari
berbagai sumber tentang
karakteristik gas dan gas ideal
melalui berbagai sumber
Menyimak informasi daei
berbagai sumber tentang
hukum Boyle-gay Lusac
tentang gas dan persamaan
keadaan gas melalui berbagai
sumber
Tugas
Menerapkan teori
kinetik gas dalam
pemecahan
masalah
Observasi
Ceklis pengamatan
pada saat diskusi
kelas dan
presentasi
Portfolio
16 JP
(4 x 4 JP)
Tri Widodo,
FISIKA SMA,
Pusat
Perbukuan
Depdiknas
Nursyamsudin,
Panduan
Praktikum
Terpilih,
Erlangga
Page 212
192
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu Sumber Belajar
berdiskusi
3.8 Memahami teori kinetik gas dalam
menjelaskan karakteristik gas pada ruang
tertutup
2. Teori kinetik gas
Tinjauan impuls-
tumbukan untuk
teori kinetik gas
Teori ekipartisi
energi dan energi
dalam
Mempertantakan
Mempertanyakan konsep teori
kinetik gas dalam menjelaskan
karakteristik gas pada ruang
tertutup
Mengeksplorasi/Eksperimen
Mendiskusikan hubungan antar
suhu, volume , dan tekanan gas
dalam ruang tertutup.
Mendiskusikan hubungan antara
impuls dengan gaya dan
tekanan
Mendiskusikan gerakan partikel
gas menumbuk dinding
menyebabkan tekanan gas
Mendiskusikan kelompok
hubungan antara suhu dengan
energi kinetik dan tekanan gas
Mendiskusikan bentuk
persamaan keadaan gas
kaitannya dengan rumusan
Boyle-Gay Lusac
Mendiskusikan hubungan antar
suhu, volume , dan tekanan gas
dalam ruang tertutup.
Mendiskusikan bentuk
Bahan presentasi
kelompok
Tes
Tes tertu;is uraian
dan/atau pilihan
ganda tentang
persamaan
keadaan dan teori
kinetik gas
Page 213
193
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu Sumber Belajar
persamaan keadaan gas
kaitannya dengan rumusan
Boyle-Gay Lusac
Eksplorasi penerapan
persmaan keadaan gas dan
hukum Boyle dalam pemecahan
masalah gas dalam ruang
tertutup
Mengasosiasi
Membuat ilustrasi hubungan
tekanan, suhu dan volume, serta
ilustrasi penjelasan teori ekipartisi
energi pada suhu rendah,sedang,
dan tinggi
Mengomunikasikan
Presentasi kelompok hasil
ekplorasi menerapkan persmaan
keadaan gas dan hukum Boyle
dalam pemecahan masalah gas
dalam ruang tertutup
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang
menciptakan dan mengatur alam jagad
raya melalui pengamatan fenomena alam
fisis dan pengukurannya
Gejala pemanasan global
Efek rumah kaca
Emisi karbon dan
perubahan iklim
Mangamati
Mengamati dampak
pemanasan global yang
didukung oleh informasi dari
Tugas
Membuat tulisan
tentang penyebab
dan dampak
pemanasan global,
4 JP
(1 x 4 JP)
Sumber
Fisika SMA Jilid
2, Puskurbuk
Sumber dari
Page 214
194
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu Sumber Belajar
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi
3.9 Menganalisis gejala pemanasan global,
efek rumah kaca, dan perubahan iklim
serta dampaknya bagi kehidupan dan
lingkungan
4.8 Menyajikan ide/gagasan pemecahan masalah gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan
Dampak pemanasan
global, antara lain
Mencairnya es
perubahan iklim
Alternatif solusi energi
efisiensi penggunaan
energi
pencarian sumber-
sumber energi alternatif
seperti energi nuklir
dll
Hasil kesepakatan dunia
internasional
Intergovernmental
Panel on Climate
Change (IPCC)
Kyoto Protocol
Asia-Pacific
Partnership on Clean
Development and
Climate (APPCDC)
dll
berbagai sumber
Mengamati aktifitas manusia
yang mengakibatkan berbagai
dampak yaitu pada
pemanasan global, efek
rumah kaca, dan perubahan
iklim
Mempertanyakan
Menanyakan apa penyebab
dan dampak pemanasan
global, efek rumah kaca, dan
perubahan iklim bagi
kehidupan
Menanyakan bentuk solusi
dan usaha apa yang harus
dilakukan untuk mencegah
dampak lebih buruk dari
pemanasan global
Mengeksplorasi
Mengeksplorasi fenomena
pemanasan global, efek
rumah kaca, dan perubahan
iklim serta dampak yang
diakibatkan bagi manusia
Mendiskusikan hasil-hasil
kesepakatan global IPCC,
Protokol Kyoto, APPCDC, dan
efek rumah kaca,
dan perubahan
iklim bagi
kehidupan
Tes tertulis
Tentang
pemanasan global,
efek rumah kaca,
dan perubahan
iklim
internet
Page 215
195
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu Sumber Belajar
lain-lain melalui berbagai
sumber secara berkelompok
Mendiskusikan pemecahan
masalah untuk mengurangi
dampak efek rumah kaca,
emisi karbon, dan lain-lain
Mengasosiasi
Merencanakan berbagai
usulan pemecahan masalah
pemanasan global
berdasarkan klasifikasi dan
penyebabnya secara
berkelompok
Mengomunikasikan
Membuat laporan dan presentasi
hasil kerja kelompok
Page 216
196
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang
menciptakan dan mengatur alam jagad
raya melalui pengamatan fenomena alam
fisis dan pengukurannya
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi
3.10 Menyelidiki karakteristik gelombang
mekanik melalui percobaan
4.9 Menyelidiki karakteristik gelombang
mekanik melalui percobaan
Karakteristik gelombang
Pemantulan
Pembiasan
Difraksi
Interferensi
Mengamati
Mencari informasi dari berbagai
sumber karateristik gelombang
(pemantulan, pembiasaan,
difraksi, interferensi, dan
polarisasi) melalui berbagai
sumber
Mengamati peragaan gejala
gelombang (pemantulan,
pembiasan, difraksi dan
interferensi) dengan
menggunakan tanki riak
Mepertanyakan
Mempertanyakan karakteristik
gelombang mekanik
Mengeksplorasi/Eksperimen
Diskusi kelompok gelombang
transversal-longitudinal dan
contohnya
Mendiskusikan hukum
pemantulan, pembiasan,
difraksi, dan interferensi
Mengeksplorasi penerapan
gejala pemantulan,pembiasan,
difraksi dan interferensi dalam
kehidupan sehar-hari dan
teknologi
Melakukan eksperimen
pemantulan, pembiasan,
Tugas
Membuat paper
karakteristik
gelombang
(pemantulan,
pembiasaan,
difraksi, interferensi,
dan polarisasi)
Observasi
Ceklist lembar
pengamatan
kegiatan presentasi
kelompok
Portofolio
Laporan trtulis
karakteristik
gelombang
Tes
Tes tertulis tentang
sifat pemantulan,
pembiasan,
interferensi dan
difraksi gelombang
8 JP
(2 x 4 JP)
Tri Widodo,
FISIKA SMA,
Pusat Perbukuan
Depdiknas
Nursyamsudin,
Panduan
Praktikum Terpilih,
Erlangga
Page 217
197
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang
menciptakan dan mengatur alam jagad
raya melalui pengamatan fenomena alam
fisis dan pengukurannya
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi
3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis
gelombang tegak dan gelombang berjalan
pada berbagai kasus nyata
4.10Menyelidiki karakteristik gelombang mekanik melalui percobaan
Persamaan gelombang
berjalan dan gelombang
tegak
Mengamati
Mengamati demonstrasi
gelombang berjalan
menggunakan slinki
Mendemonstrasikan
gelombang tegak pada
percobaan Melde
Menanyakan
Menanyakan besaran-
besaran fisis gelombang
tegak dan gelombang berjalan
Menanyakan karakteristik
gelombang mekanik
Mengeksplorasi/Eksperimen
Mendiskusikan pengukuran
panjang gelombang pada
gelombang berjalan dan
gelombang tegak
Mendiskusikan persamaan
gelombang berjalan dan
gelombang tegak
Melakukan eksperimen
Tugas
Menerapkan
persamaan
gelombang berjalan
dan gelombang
tegak dalam
pemecahan masalah
Observasi
Ceklis pengamatan
pada saat
eksperimen
berkelompok
Portfolio
Laporan tertulis hasil
praktik
Tes
Tes tertulis dalam
pemecahan masalah
sehubungan dengan
gelombang tegak
dan gelombang
berjalan;
8 JP
(2 x 4 JP)
Tri Widodo,
FISIKA SMA,
Pusat
Perbukuan
Depdiknas
Nursyamsudin,
Panduan
Praktikum
Terpilih,
Erlangga
Alat
Vibrator
Katrol
Beban gantung
difraksi, dan interferensi
gelombang
Mengomunikasikan
Membuat laporan dan presentasi
kelompok hasil eksperimen
Page 218
198
percobaan Melde untuk
menemukan hubungan cepat
rambat gelombang dan
tegangan tali secara
berkelompok
Mengasosiasi
Mengolah data hasil praktikum
percobaan Melde untuk
menemukan hubungan cepat
rambat gelombang dan tegangan
tali
Mengomunikasikan
Membuat laporan tertulis hasil
praktikum
Page 219
199
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN GURU A
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Singaraja
Kelas : XI IPA
Semester : 2 (Genap)
Mata Pelajaran : Fisika
Pokok Bahasan : Teori Kinetik Gas
Sub Pokok Bahasan : 1. Gas Ideal
2. Hukum-hukum gas ideal
Jumlah Pertemuan : 1 kali pertemuan
Alokasi Waktu : 2 × 45 menit
I. Kompetensi Inti
KI. 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI. 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara
efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
.
II. Kompetensi Dasar
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya melalui
pengamatan fenomena alam fisis dan pengukurannya
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat;
tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan)
dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan ,
melaporkan, dan berdiskusi
3.8 Memahami teori kinetik gas dalam menjelaskan karakteristik gas pada ruang tertutup
III. Indikator Pembelajaran
1. Mendeskripsikan sifat gas ideal pada
Lampiran 2.2
Page 220
200
2. Menganalisis hubungan tekanan, suhu, dan volume dalam hukum-hukum gas ideal
3. Menerapkan persamaan hukum-hukum gas ideal dalam kehidupan sehari-hari.
IV. Materi Pembelajaran
Gas Ideal
Gas ideal adalah gas yang memenuhi anggapan-anggapan sebagai berikut.
1. Gas terdiri atas partikel-partikel yang jumlahnya sangat banyak.
2. Partikel-partikel gas bergerak dengan laju dan arah yang beraneka ragam, serta memenuhi
Hukum Gerak Newton.
3. Partikel gas tersebar merata pada seluruh bagian ruangan yang ditempati.
4. Tidak ada gaya interaksi antarpartikel, kecuali ketika partikel bertumbukan.
5. Tumbukan yang terjadi antarpartikel atau antara partikel dengan dinding wadah adalah
lenting sempurna.
6. Ukuran partikel sangat kecil dibandingkan jarak antara partikel, sehingga bersama-sama
volumenya dapat diabaikan terhadap volume ruang yang ditempati.
Hukum-Hukum tentang Gas
1. Hukum Boyle dapat dinyatakan: “Apabila suhu gas yang berada dalam ruang tertutup
dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya”. Secara
sistematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan:
VP
1 untuk konstanPV atau,
2211 VPVP ………………………………………………………………………..(1)
dengan:
P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)
P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)
Gambar 1 Grafik hubungan P-V pada Suhu konstan
Hubungan antara tekanan dan volume gas pada suhu konstan dapat dilukiskan dengan grafik
seperti tampak pada gambar 1. Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada saat volumennya
bertambah, tekanan gas akan berkurang. Proses pada suhu konstan disebut proses isotermis.
2. Hukum Charles dapat dinyatakan: “Apabila tekanan gas yang berada dalam ruang
tertutup dijaga konstan, maka volume gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.”
Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan:
Page 221
201
TV untuk konstanT
V atau,
2
2
1
1
T
V
T
V ……………………………………………………………….……………..(2)
dengan:
T1 = temperatur gas pada keadaan 1 (K)
V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)
T2 = temperatur gas pada keadaan 2 (K)
V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)
Gambar 2. Grafik hubungan V-T pada tekanan konstan
Hubungan antara volume gas dan suhu pada tekanan konstan dapat dilukiskan dengan
grafik seperti pada gambar 2. Proses yang terjadi pada tekanan tetap disebut isobaris.
3. Hukum Gay Lussac dapat dinyatakan: “Apabila volume gas yang berada pada ruang
tertutup dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya”.
Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan:
TP untuk konstanT
P atau,
2
2
1
1
T
P
T
P …….……………..(3)
dengan:
T1 = temperatur gas pada keadaan 1 (K)
P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
T2 = temperatur gas pada keadaan 2 (K)
P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
Gambar 3. Grafik hubungan P-T pada volume konstan
Hubungan antara tekanan dan suhu gas pada volume konstan dapat dilukiskan dengan grafik
sperti gambar 3. Proses yang terjadi pada volume konstan disebut proses isokhoris.
4. Hukum Boyle-Gay Lussac merupakan gabungan dari persamaan (1), (2), dan (3),
sehingga dapat dituliskan:
Page 222
202
konstanT
PV atau,
2
22
1
11
T
VP
T
VP ……………………………………………………………….………..(4)
5. Persamaan Umum Keadaan Gas Ideal
Mendefinisikan dahulu beberapa istilah kimia yang berkaitan dengan gas ideal.
a. Masa atom relative (Ar), adalah perbandingan masa rata-rata sebuah atom suatu unsure
terhadap
kali massa sebuah atom
. Harga massa atom relatif bukanlah massa yang
sebenarnya dari suatu atom, tetapi hanya merupakan harga perbandingan.
b. Massa molekul relative (Mr), adalah jumlah keseluruhan massa atom realtif (Ar) unsure-
unsur penyusun senyawa.
c. Mol (n) adalah satuan banyknya partikel yang besarnya merupakan hasil bagi massa suatu
unsur (senyawa) dengan massa relatifnya (Ar atau Mr)
d. Bilangan Avogadro, adalah bilangan yang menyatakan jumlah partikel dalam satu mol
NA = 6,023 x 1023
N = n NA
N adalah jumlah total partikel.
Apabila jumlah partikel berubah, maka volume gas juga akan berubah. Hal ini berarti bahwa
harga T
PV adalah tetap, bergantung pada banyaknya partikel (N ) terkandung dalam gas,
sehingga dapat dituliskan:
NT
PV sehingga kN
T
VP
atau,
TkNVP ……………………………………………………………….…....(5)
dengan k = konstanta Boltzman (1,38 × 10-23
J/K).
Karena ANnN dan RkNA , maka persamaan (5) menjadi:
TRnVP ……………………………………………………………….…....(6)
dengan:
P = tekanan gas (N/m2)
V = volume gas (m3)
n = jumlah mol (mol)
T = suhu mutlak (K)
R = konstanta gas umum (8,314 J/mol K = 0,082 L atm/mol K)
V. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
1. Pendekatan pembelajaran : pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Metode pembelajaran : diskusi, presentasi dan tanya jawab.
Page 223
203
Kegiatan
Pembelajaran Standar
Proses Aktivitas
Guru Siswa Pendahuluan (10 menit)
a. Menyampaikan salam
pembuka
b. Mengabsensi kehadiran
siswa
c. Menyampaikan standar
kompetensi,
kompetensi dasar, dan
indikator yang akan
dicapai dalam
pembelajaran.
d. Menyampaikan materi
yang akan dipelajari
e. Apersepsi dengan cara
mengajukan pertanyaan
kepada siswa yang
berkaitan dengan
materi yang akan
dipelajari, misalnya:
Pernahkah anda
menjemur sebuah
balon udara yang sudah
ditiup sampai penuh?
a. Membalas salam dari
guru.
b. Memperhatikan dengan
seksama
c. Menjawab pertanyaan
guru berdasarkan
pengetahuan awal dan
pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari
secara logis.
Inti (70 menit)
Eksplorasi
(15Menit)
a. Meminta siswa untuk
membentuk kelompok
dengan masing-masing
kelompok terdiri dari 4-
5 orang.
b. Guru membagikan LKS
pada masing-masing
kelompok. Setiap
kelompok berdiskusi
secara kooperatif,
disiplin dan penuh
tanggung jawab.
c. Menyajikan materi yang
akan dibahas secara
garis besar.
e. Membentuk kelompok
yang terdiri dari 4-5
orang dengan disiplin.
f. Siswa dengan
kelompoknya
mendiskusikan LKS
yang diberikan oleh
guru secara kooperatif,
disiplin dan penuh
tanggung jawab .
g. Memperhatikan
penyampaian guru.
Elaborasi
(40 menit)
a. Melakukan demonstrasi
terkait dengan materi
yang akan dibahas.
b. Guru menyuruh siswa
berdiskusi dengan
kelompoknya sesuai
a. Berdiskusi dengan
anggota kelompoknya.
b. Menganalisis dan
mengevaluasi informasi
yang diperoleh dari
kerja kelompok,
Page 224
204
dengan tuntutan LKS
c. Membimbing dan
mengawasi kelompok-
kelompok belajar pada
saat mereka mengerjakan
LKS
d. Meminta beberapa
kelompok untuk
menyajikan hasil kerja
kelompok di depan kelas.
b. Meminta kelompok lain
untuk menanggapi dan
menambahkan jika ada
materi yang belum
dijelaskan oleh
kelompok penyaji.
merangkum bersama-
sama dalam kelompok
dengan terbuka satu
sama lain.
c. Siswa dalam
kelompoknya
merencanakan
penampilan di depan
kelas.
d. Sebagian atau seluruh
kelompok
mempersentasikan hasil
kerjanya secara
bertanggung jawab.
Konfirmasi
(15 menit) a. Guru melakukan refleksi
terhadap apa yang telah
didiskusikan, seperti
perbaikan konsep yang
salah, penekanan
konsep-konsep penting.
b. Memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk bertanya
jika ada materi yang
didiskusikan belum
dimengerti.
c. Menjelaskan kembali,
jika ada materi yang
belum dimengerti oleh
siswa.
d. Meminta masing-
masing kelompok untuk
mengumpulkan jawaban
LKS.
a. Siswa menyimak dan
mencatat konsep
penting yang
disampaikan oleh guru.
b. Siswa bertanya jika ada
yang belum dimengerti
dari diskusi yang sudah
dilakukan.
c. Siswa menyimak
penjelasan guru yang
belum dimengerti
dengan teliti.
d. Siswa mengumpulkan
jawaban LKS hasil
diskusi.
Penutup
(10 menit)
a. Memberikan siswa
latihan soal untuk
menguji pemahaman
siswa.
b. Membimbing siswa
untuk menyimpulkan
materi yang terkait
dengan tujuan
pembelajaran.
c. Memberikan tugas
a. Menjawab soal-soal
latihan tersebut sesuai
dengan kemampuannya
secara mandiri.
b. Menyimpulkan materi
yang telah dipelajari
c. Mencatat tugas yang
diberikan oleh guru.
d. Mencatat rencana
pembelajaran pada
Page 225
205
VI. Penilaian
Kognitif : LKS
Afektif : Lembar Observasi Kompetensi Afektif Siswa
VII. Alat/Bahan dan Sumber Pembelajaran
1. Sumber Pembelajaran
- Haryadi, B. 2009. Fisika untuk SMA/MA kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan.
- Sarwono, Sunarroso, & Suyatman. 2009. Fisika 2: mudah dan sederhana untuk
SMA/MA kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan.
- Handayani, & Damari. 2009. Fisika 2: untuk SMA/MA kelas XI. Jakarta: CV Adi
Perkasa.
- Sumber lain yang relevan.
2. Media Pembelajaran
- Power poin
- Papan tulis (white board)
- Spidol
d. Menyampaikan rencana
pembelajaran pada
pertemuan selanjutnya
e. Menyampaikan salam
penutup.
pertemuan selanjutnya.
e. Membalas salam dari
guru.
Page 226
206
LEMBAR KERJA SISWA
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : XI IPA
Pokok Bahasan : Teori kinetik gas
Sub Pokok Bahasan : 1. Gas ideal
2. Hukum-hukum gas ideal
Diskusikan bersama teman dalam kelompok!
1. Sebutkan asumsi-asumsi yang digunakan untuk gas ideal!
2. Seandainya dalam sebuah ruang yang terbuat dari kardus, ada beberapa anak yang
bergerak secara acak ke segala arah dan dimungkinkan ada tumbukan antara anak dengan
anak lain dan juga dengan dinding.
a. Apa penyebab tekanan yang diterima oleh dinding kardus?
b. Jika kecepatan gerak anak-anak tersebut bertambah, apa yang terjadi dengan
tekanan pada dinding?
c. Apa yang terjadi dengan tekanan pada ruang jika jumlah anak dalam ruang
ditambah?
d. Apa yang terjadi dengan tekanan pada dinding ruang jika volume ruang
ditambah?
e. Jika anak yang bergerak dalam ruang kardus adalah partikel gas, dan ruang kardus
adalah wadah dari gas, sebutkan factor-faktor yang mempengaruhi tekanan gas
pada ruangnya!
f. Tuliskan persamaan tekanan gas pada ruang tertutup!
3. Dari persamaan tekanan gas di atas, tentukan persamaan dari energy kinetic gas!
4. Berdasarkan persamaan energy kinetic, faktor apa saja yang mempengaruhi energy
kinetic gas?
5. Tuliskan persamaan untuk kecepatan partikel gas pada suatu ruang!
Page 227
207
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) GURU B
Nama Sekolah : SMA NEGERI 1 SINGARAJA
Satuan Pendidikan : SMA/MA
Kelompok : Peminatan MIA
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas : XI
Tahun Ajaran : 2014 – 2015
Semester : 2
Materi Pembelajaran : Pemanasan Global
Alokasi Waktu : 4× 45 menit
Jumlah Pertemuan : 2 kali
A. Kompetensi Inti (KI) :
1) Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2) Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3) Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
procedural dan metakognitif berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4) Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, serta
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Lampiran 2.3
Page 228
208
B. Kompetensi Dasar:
1) Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya melalui
pengamatan fenomena alam fisis dan pengukurannya.
2) Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat;
tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli
lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam
melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi.
3) 9. Menganalisis gejala pemanasan global, efek rumah kaca, dan perubahan iklim serta
dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan
4) 8. Menyajikan ide/gagasan pemecahan masalah gejala pemanasan global dan dampaknya
bagi kehidupan dan lingkungan
C. Indikator
3.9.1 Mengidentifikasi penyebab terjadinya pemanasan global
3.9.2 Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan karena pemanasan global
3.9.3 Menganalisis hubungan antara penipisan ozon dan efek rumah kaca dalam
kaitannya dengan pemanasan global setelah diberikan suatu masalah.
3.9.4 Menganalisis proses terjadinya pemanasan global dan cara mengurangi
dampaknya setelah diberikan suatu permasalahan di lingkungan.
3.9.5 Menganalisis kebijakan pemerintah dalam menanggulangi pemanasan global
berkelanjutan
4.8.1. Menganalisis kejadian-kejadian dan Menyajikan ide / gagasan pemecahan
masalah gejala pemanasan global dalam sebuah makalah
D. Tujuan Pembelajaran:
Pertemuan pertama
Melalui diskusi dilanjutkan dengan pemberian soal uji kompetensi, peserta didik diharapkan
dapat:
1) Mengidentifikasi penyebab terjadinya pemanasan global
2) Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan karena pemanasan global
Page 229
209
3) Menganalisis hubungan antara penipisan ozon dan efek rumah kaca dalam
kaitannya dengan pemanasan global setelah diberikan suatu masalah.
4) Menganalisis proses terjadinya pemanasan global dan cara mengurangi
dampaknya setelah diberikan suatu permasalahan di lingkungan.
5) Menganalisis kebijakan pemerintah dalam menanggulangi pemanasan global
berkelanjutan
Pertemuan kedua
Melalui diskusi kelompok dilanjutkan dengan presentasi kelompok, peserta didik diharapkan
dapat:
1. Menganalisis kejadian-kejadian dan Menyajikan ide / gagasan pemecahan masalah gejala
pemanasan global dalam sebuah makalah
E. Materi Pembelajaran:
1. Fakta
a. Suhu bumi semakin meningkat
2. Konsep
a. Efek rumah kaca
3. Prinsip
a. Dampak pemanasan global
b. Solusi untuk mengurangi pemanasan global
4. Prosedur
a. Membuat makalah yang mengangkat tema fenomena pemanasan global
F. Metode Pembelajaran
1. Model Pembelajaran : Discovery Learning
2. Pendekatan : Scientific
3. Metode : Diskusi kelompok,tanya jawab, dan penugasan
G. Alat/Media/Sumber Belajar
1. Alat/Bahan : Penggaris, video gerak mlingkar dan parabola
2. Media : Papan Tulis/White Board, LCD, LAS
3. Sumber Belajar :
a. Buku paket
b. Internet
H. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
I. Kegiatan Pembelajaran:
Page 230
210
1. Pertemuan ke-1
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
waktu
Pendahuluan
1. Guru memberi salam dan menyapa siswa untuk mengetahui
kesiapan siswa (fisik dan psikis) dalam menerima materi
pelajaran.
2. Guru mengecek kehadiran siswa
3. Guru menyampaikan materi pembelajaran dan kompetensi
yang akan dicapai siswa
4. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 6 orang siswa.
20
menit
Kegiatan Inti
Mengamati
Fase 1
Stimulasi/pemberian rangsangan (Stimulation)
1. Guru meminta siswa perhatikan gambar di dilayar ( gambar
terlampir ), Bandingkan dan jelaskan perbedaan ketiga gambar
tersebut
2. Guru menyebutkan beberapa peristiwa yang sering dialami siswa
seperti Cuaca yng cukup ekstrim pada siang hari yang sangat
menyengat. Seringnya terjad kebakaran hutan di daerah
Kalimantan, seringnya terjadi banjir di daerah pulau jawa.
50
menit
Menanya Fase II
Pertanyaan/ Identifikasi masalah(Problem statemen)
1. Guru bertanya kepada siswa “kenapa peristiwa-peristiwa
tersebut dapat terjadi?”
2. Apakah yang menyebabkan terjadinya pemanasan global
3. Apa saja yang memicu terjadinya pemanasan global
4. Apa dampak yang akan muncul jika pemanasan global tidak
atasi?
5. Siapakah yang harus bertanggung jawab atas kejadian-kejadian
tersebut
6. Bagaimana peran serta pemerintah dalam mengatasi pemanasan
global?
Page 231
211
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
waktu
Mengumpulkan
Informasi
Fase III
Pengumpulan Data(Data collection)
1. Siswa bersama kelompoknya mengumpulkan teori melalui buku
pegangan siswa untuk menentukan jawaban atas pertanyaan guru
2. Selain dari buku, siswa juga menggali informasi dari internet
Mengasosiasikan Fase IV
Pengolahan Data (Data processing)
1. Siswa bersama kelompoknya mendiskusikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan, kemudian
merangkum teori tersebut
Fase V
Pembuktian(Verification)
1. Siswa diminta menganalisis keterkaitan suatu fenomena
terhadap teori dari pemanasan global
Mengkomunikasi
Fase VI
Menarik Kesimpulan/Generalisasi(Generalization)
1. Guru mengarahkan masing-masing kelompok untuk
menyampaikan hasil diskusinya
2. Kelompok yang lain dapat mengajukan pendapat yang berbeda
3. Guru memfasiitasi siswa yang mengalami perbedaan pendapat.
4. Siswa yang kurang memahami, dipersilahkan untuk mengajukan
pertanyaan.
5. Siswa bersama guru menarik kesimpulan dari pembelajaran
yang telah berlangsung.
Penutup
1. Melakukan tanya jawab sebagai umpan balik/refleksi tentang
pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari
2. Guru memberikan tes tulis untuk dikerjakan secara mandiri oleh
siswa dan meminta siswa mengerjakan secara jujur
3. Guru memberikan penugasan kelompok untuk di kerjakan di
rumah
4. Siswa mendengarkan arahan guru untuk materi pada pertemuan
berikutnya
5. Mengucapkan salam penutup
20
menit
Page 232
212
2. Pertemuan ke-2
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
waktu
Pendahuluan
1. Guru memberi salam dan menyapa siswa untuk mengetahui
kesiapan siswa (fisik dan psikis) dalam menerima materi
pelajaran.
2. Guru mengecek kehadiran siswa
3. Guru menyampaikan materi pembelajaran dan kompetensi
yang akan dicapai siswa
4. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 6 orang siswa.
20
menit
Kegiatan Inti
Mengamati
Fase 1
Stimulasi/pemberian rangsangan (Stimulation)
1. Guru meminta siswa untuk mengamati fenomena sehari-hari
yang sering ditemui, yang diduga disebabkan oleh pemanasan
global.
2. Siswa bersama kelompoknya mulai mengamati beberapa
fenomena melalui media internet
50
menit
Menanya Fase II
Pertanyaan/ Identifikasi masalah(Problem statemen)
1. Guru meminta siswa untukmengumpulkan berbagai pertanyaan
terkait fenomena yang diamati
2. Siswa bersama kelompoknya berdiskusi dan menuliskan
pertanyaan-pertanyaan
Mengumpulkan
Informasi
Fase III
Pengumpulan Data(Data collection)
1. Siswa bersama kelompoknya mengumpulkan teori melalui buku
pegangan siswa untuk menentukan jawaban atas pertanyaan
yang telah dibuat
2. Selain dari buku, siswa juga menggali informasi dari internet
Mengasosiasikan Fase IV
Pengolahan Data (Data processing)
1. Siswa menuangkan jawaban atas fenomena yang diamati,
kemudian menyajikannya dalam bentuk makalah
Fase V
Pembuktian(Verification)
1. Siswa bersama kelompoknya menuliskan hubungan antara teori
Page 233
213
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
waktu
dengan fenomena yang diamati dalam makalah, dan membuat
presentasi kelompok
2. guru mengecek hasil pekerjaan siswa
Mengkomunikasi
Fase VI
Menarik Kesimpulan/Generalisasi(Generalization)
1. siswa bersama kelompoknya menyajikan makalah yang telah
dibuat.
2. Guru dan kelompok siswa yang lain, menanggapi hasil
presentasi yang disajikan
3. Guru melakukan penilaian presentasi terhadap kelompok siswa
yang presentasi dan audiens.
4. Siswa bersama guru menarik kesimpulan dari pembelajaran
yang telah berlangsung.
Penutup
1. Melakukan tanya jawab sebagai umpan balik/refleksi tentang
pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari
2. Guru menyampaikan , pada pertemuan berikutnya akan diadakan
ulangan harian. Guru berharap agar siswa menyapkan diri
3. Mengucapkan salam penutup
20
menit
H. Penilaian Hasil Belajar
a. Teknik dan Instrumen Penilaian:
Penilaian Sikap: observasi, jurnal, penilaian diri dan penilaian rekan sebaya
Penilaian Pengetahuan: tes tertulis.
Penilaian Keterampilan: unjuk kerja
b. Prosedur Penilaian:
No Aspek yang dinilai Teknik
Penilaian
Waktu
Penilaian
1. Sikap
a. Bekerjasama dalam kegiatan
kelompok.
b. Jujur dalam menjawab
permasalahan yang diberikan
c. Disiplin selama proses
pembelajaran maupun saat
mengumpulkan tugas
d. Kritis dan kreatif dalam
mengajukan atau menjawab
Observasi, Jurnal
Penilaian diri
Penilaian rekan
Selama
pembelajaran dan
saat diskusi
Setelah ulangan
harian
Setelah kegiatan
diskusi kelompok
Page 234
214
No Aspek yang dinilai Teknik
Penilaian
Waktu
Penilaian
pertanyaan
e. Rasa ingin tahu dalam
memahami materi maupun saat
menyelesaikan permasalahan.
f. Percaya diri dalam
mengungkapkan gagasan,
bertanya, dan menyajikan/
mempresentasikan hasil
diskusi.
sebaya (pert.3)
2. Pengetahuan
a. Menentukan banyaknya
kemung-kinan kejadian dri
suatu percobaan
b. Menemukan rumus umum
dalam menentukan banyaknya
kemung-kinan yang terjadi
pada pelemparan n koin.
c. Menemukan rumus umum
dalam menentukan banyaknya
kemung-kinan yang terjadi
pada pelemparan n dadu
d. Menjelaskan pengertian ruang
sampel
e. Menentukan ruang sampel
suatu percobaan
Tes tertulis
Penugasan
Tesrtruktur
Diakhir
penyampaian
materi atau saat
presentasi
(kemampuan
berkomunikasi)
Setelah selesai
membahas materi
dan untuk tugas
disampaikan pada
kegiatan penutup,
untuk dikumpulan
di pertemuan
berikutnya.
3.
Keterampilan
a. Menyajikan semua kejadian
yang mungkin muncul dalam
suatu percobaan
b. Menentukan banyaknya
kemungkian kejadian dari suatu
percobaan
c. Menentukan ruang sampel
suatu percobaan.
Penilaian Unjuk
kerja
portofolio
Saat proses
pembelajaran
Setelah laporan
selesai (dengan
batas waktu yang
ditentukan ±2
minggu).
Instrumen Penilaian (terlampir).
Singaraja, 2 Januari 2015
Mengetahui
Kepala SMANegeri 1 Singaraja, Guru Mata Pelajaran,
I Putu Eka Wilantara, M.Pd Ida Ayu Putu Suryadewi, M.Pd
NIP. 19740718 199903 1 005 NIP. 19870624 201101 2 020
Page 235
215
LEMBAR AKTIVITAS SISWA
MATERI : GLOBAL WARMING (PEMANASAN GLOBAL)
1. Apa yang anda pikirkan tentang fenomena berikut
……………………………………………………………………………………………………………………………............
……………………………………………………………………………………………………………………………............
……………………………………………………………………………………………………………………………............
……………………………………………………………………………………………………………………………............
Page 236
216
2. Bagaimana proses terjadinya pemanasan global
3. Dari mana sajakah sumber penyebab terjadinya pemanasan global
4. Jelaskan contoh penyebab terjadinya pemanasan global
5. Jelaskan dampak yang terjadi akibat pemanasan global
6. Bagaimana cara mengurangi dampak pemanasan global
7. Apa saja peran pemerintah dalam menanggulangi bahaya pemanasan global
8. Jelaskan isi perjanjian-perjanjian terkait dengan pemanasan global
Page 237
LAMPIRAN 3
TRANSKRIP WAWANCARA
PENELITIAN
Lampiran 3.1 Pedoman Wawancara
Lampiran 3.2 Transkrip Satu Wawancara Guru A
Lampiran 3.3 Transkrip Dua Wawancara Guru A
Lampiran 3.4 Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A
Lampiran 3.5 Transkrip Satu Wawancara Guru B
Lampiran 3.6 Transkrip Dua Wawancara Guru B
Lampiran 3.7 Transkrip Tiga Wawancara Guru B
Lampiran 3.8 Transkrip Empat Wawancara Guru B
Lampiran 3.9 Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B
Lampiran 3.10 Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah
Lampiran 3.11 Transkrip Satu Wawancara Pengawas Akademik
Page 238
227
PEDOMAN WAWANCARA
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA
DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013
(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)
No. Aspek Informan Pertanyaan
1 Pehaman konsep
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
Guru Indikator: Pemahaman tentang
Standar Proses Pembelajaran
Kurikulum 2013 secara Umum
1. Sejak kapan Bapak/Ibu menerapkan
pembelajaran fisika berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013?
2. Darimana Bapak/Ibu mendapatkan
pengetahuan tentang konsep
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013?
3. Apakah Bapak/Ibu memiliki teks
atau panduan tentang pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum
2013? Bagaimana peran teks atau
panduan tersebut terhadap
pemahaman Bapak/Ibu tentang
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013?
4. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti
pelatihan atau workshop tentang
Kurikulum 2013? Bagaimana peran
pelatihan atau workshop tersebut
terhadap pemahaman Bapak/Ibu
tentang pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013?
5. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
mengapa KTSP diganti dengan
Kurikulum 2013? Apa perbedaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 dengan
pembelajaran berbasis standar proses
KTSP?
6. Apa karakteristik pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum
2013 yang Bapak/Ibu ketahui?
Indikator: Pemahaman tentang
Perbedaan Perencanaan Pembelajaran
KTSP dan Kurikulum 2013
7. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana perencanaan
pembelajaran dalam Kurikulum
Lampiran 3.1
Page 239
228
2013? Apa bedanya dengan KTSP?
8. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana teknis pembuatan silabus
dan RPP dalam Kurikulum 2013?
Apa bedanya dengan KTSP?
9. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana prinsip penyusunan RPP
dalam Kurikulum 2013? Apa
bedanya dengan KTSP?
10. Menurut pemahaman Bapak/Ibu, apa
beda RPP KTSP dengan RPP
Kurikulum 2013?
Indikator: Pemahaman tentang
Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
11. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana tindak guru dalam
membuka pembelajaran yang ideal
seperti yang dituntut oleh Kurikulum
2013? Apa bedanya dengan KTSP?
12. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana tindak guru dalam
kegiatan inti pembelajaran yang
ideal seperti yang dituntut oleh
Kurikulum 2013? Apa bedanya
dengan KTSP?
13. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana bentuk realisasi
pendekatan saintifik yang ideal
seperti yang dituntut oleh Kurikulum
2013?
14. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana tindak guru dalam
menutup pembelajaran yang ideal
seperti yang dituntut oleh Kurikulum
2013? Apa bedanya dengan KTSP?
Indikator: Pemahaman tentang
Evaluasi Pembelajaran Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013 15. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana evaluasi pembelajaran
yang ideal dalam Kurikulum 2013?
Apa bedanya dengan KTSP?
16. Apakah semua aspek (religius, sikap,
pengetahuan, dan keterampilan)
harus dinilai dalam setiap
pertemuan? Mengapa?
17. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana bentuk penilaian sikap
Page 240
229
yang ideal dalam Kurikulum 2013?
Apa bedanya dengan KTSP?
18. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana bentuk penilaian kognitif
yang ideal dalam Kurikulum 2013?
Apa bedanya dengan KTSP?
19. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana bentuk penilaian
keterampilan yang ideal dalam
Kurikulum 2013? Apa bedanya
dengan KTSP?
20. Menurut pemahaman Bapak/Ibu,
bagaimana teknis remidi dan
pengayaan yang ideal dalam
Kurikulum 2013? Apa bedanya
dengan KTSP?
Indikator: Permasalahan Pemahaman
Konsep Pembelajaran Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013 dan
Upaya Penyelesaiannya
21. Bagaimana peran Kurikulum 2013
bagi Bapak/Ibu sebagai seorang
guru? Apakah membantu atau
menyulitkan Bapak/Ibu dalam
mengajar? Mengapa?
22. Apakah ada konsep pembelajaran
Kurikulum 2013 yang belum
Bapak/Ibu pahami?
23. Bagaimana upaya Bapak/Ibu untuk
mengatasi permasalahan tersebut?
24. Seberapa efektif upaya tersebut
mampu mengatasi permasalahan
yang ada?
Kepala sekolah Indikator: Manajemen Kepemimpinan
Implementasi Kurikulum 2013
25. Sejak kapan Kurikulum 2013
diterapkan di sekolah ini?
26. Bagaimana bentuk penerapan
Kurikulum 2013 secara umum di
sekolah Bapak?
27. Apakah ada strategi manajemen
sekolah yang khusus Bapak terapkan
untuk mendukung kesuksesan
penerapan Kurikulum 2013 di
sekolah ini?
28. Menurut Bapak, apakah ketersediaan
fasilitas sekolah saat ini sudah cukup
mendukung proses pembelajaran
fisika berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013?
Page 241
230
29. Bagaimana upaya Bapak agar para
guru memiliki kualitas pemahaman
yang baik tentang Kurikulum 2013?
Indikator: Sistem Supervisi Akademik
Implementasi Kurikulum 2013
30. Bagaimana bentuk pengawasan
akademik Kurikulum 2013 yang
Bapak lakukan?
31. Bagaimana bentuk tindak lanjut hasil
pengawasan tersebut?
Indikator: Pemahaman Guru Fisika
tentang Konsep Pembelajaran
Berbasis Standar Proses Kurikulum
2013
32. Berdasarkan hasil pengawasan yang
Bapak lakukan selama ini,
bagaimana pemahaman guru fisika
tentang konsep pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum
2013?
33. Adakah permasalahan atau kendala
guru fisika terkait pemahaman
konsep Kurikulum 2013 yang Bapak
temukan?
34. Upaya apa yang Bapak dan guru
tersebut lakukan untuk mengatasi
permasalahan itu?
Pengawas Indikator: Sistem Supervisi Akademik
Implementasi Kurikulum 2013
35. Bagaimana bentuk pengawasan
implemementasi Kurikulum 2013
yang Bapak/Ibu lakukan?
36. Bagaimana tindak lanjut hasil
pengawasan implemementasi
Kurikulum 2013 yang Bapak/Ibu
lakukan?
Indikator: Hasil Pengawasan
Pemahaman Guru Fisika tentang
Konsep Pembelajaran Berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
37. Apakah Bapak/Ibu mengenal Pak
Mahardika dan Buk Dayu Surya?
38. Menurut hasil pengawasan Bapak
selama ini, bagaimana pemahaman
beliau tentang konsep pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum
2013?
39. Berdasarkan hasil pengawasan yang
Bapak/Ibu lakukan selama ini,
Page 242
231
adakah permasalahan atau kendala
guru fisika terkait pemahaman
konsep Kurikulum 2013 yang
Bapak/Ibu temukan?
40. Upaya apa yang Bapak/Ibu dan guru
tersebut lakukan untuk mengatasi
permasalahan itu?
2 Perencanaan
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
Guru Indikator: Perencanaan Pembelajaran
secara Umum
41. Berapa jam Bapak/Ibu mengajar
dalam satu minggu?
42. Apa saja yang Bapak/Ibu siapkan
dalam perencanaan pembelajaran?
Indikator: Membuat RPP berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
43. Apa yang Bapak/Ibu gunakan
sebagai panduan dalam membuat
RPP?
44. Bagaimana langkah-langkah
Bapak/Ibu dalam membuat RPP?
45. Bagaimana Bapak/Ibu memenuhi
prinsip-prinsip penyusunan RPP
dalam Kurikulum 2013?
46. Apakah Bapak/Ibu membuat RPP
per pertemuan, per BAB, per
semester, atau bagaimana?
Mengapa?
47. Apakah Bapak/Ibu membuat RPP
secara individu atau berkelompok?
Mengapa?
48. Bagaimana cara Bapak/Ibu
menentukan alokasi waktu untuk
setiap RPP?
49. Bagaimana cara Bapak/Ibu
merumuskan indikator ketercapaian
hasil pembelajaran dalam RPP?
50. Bagaimana cara Bapak/Ibu
mendeskripsikan materi
pembelajaran dalam RPP?
51. Bagaimana cara Bapak/Ibu
menentukan alat dan bahan, media,
dan sumber belajar pada RPP?
52. Bagaimana cara Bapak/Ibu
mendeskripsikan kegiatan
pembelajaran dalam RPP?
53. Bagaimana cara Bapak/Ibu
mengembangkan pendekatan
saintifik dalam kegiatan
pembelajaran pada RPP?
54. Bagaimana cara Bapak/Ibu
Page 243
232
merencanakan penilaian dalam RPP?
55. Bagaimana cara Bapak/Ibu
merencanakan remedial dan
pengayaan dalam RPP?
Indikator: Problematika Perencanaan
Pembelajaran dan Solusinya
56. Permasalahan apa yang Bapak/Ibu
alami dalam membuat RPP secara
umum?
57. Bagaimana upaya Bapak/Ibu
mengatasi permasalahan tersebut?
Kepala Sekolah Indikator: Supervisi Perencanaan
Pembelajaran Berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
58. Apakah Bapak mewajibkan para
guru fisika untuk membuat
perencanaan pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013?
Mengapa?
59. Perencanaan pembelajaran apa saja
yang Bapak wajibkan guru fisika
untuk membuat? Mengapa?
60. Bagaimana cara Bapak agar guru
termotivasi membuat perencanaan
pembelajaran?
61. Apa tindakan Bapak jika ada guru
yang tidak membuat perencanaan
pembelajaran yang sesuai dengan
instruksi?
Indikator: Hasil Supervisi
Perencanaan Pembelajaran Guru
Fisika
62. Menurut Bapak, bagaimana kinerja
guru fisika dalam membuat
perencanaan pembelajaran saat ini?
63. Bagaimana Bapak mengetahui
kualitas perencanaan pembelajaran
yang dibuat guru fisika?
64. Bagaimaan upaya Bapak untuk
meningkatkan kualitas perencanaan
pembelajaran yang dibuat guru
fisika?
65. Sepengetahuan Bapak, apa
permasalahan yang dihadapi guru
fisika dalam perencanaan
pembelajaran?
66. Bagaimana Bapak mengetahui
permasalahan tersebut?
67. Upaya apa yang Bapak dan guru
Page 244
233
tersebut lakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut?
68. Seberapa efektif upaya tersebut
mampu mengatasi permasalahan
yang ada?
Pengawas Indikator: Teknis Supervisi
Perencanaan Pembelajaran
69. Bagaimana Bapak/Ibu mengevaluasi
perencanaan pembelajaran fisika di
SMAN 1 Singaraja?
Indikator: Hasil Supervisi
Perencanaan Pembelajaran 70. Menurut hasil pengawasan Bapak
selama ini, bagaimana perencanaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 yang dibuat
oleh guru fisika?
71. Berdasarkan hasil pengawasan yang
Bapak/Ibu lakukan selama ini,
adakah permasalahan atau kendala
yang beliau alami terkait
perencanaan pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
yang Bapak/Ibu temukan?
72. Upaya apa yang Bapak/Ibu dan guru
tersebut lakukan untuk mengatasi
permasalahan itu?
73. Seberapa efektif upaya tersebut
mampu mengatasi permasalahan
yang ada?
3 Pelaksanaan
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
Guru Indikator: Kegiatan Pendahuluan
74. Bagaimana cara Bapak/Ibu memulai
pembelajaran?
75. Bagaimana cara Bapak/Ibu
menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan?
76. Menurut pemahaman Bapak/Ibu, apa
perlu guru menyampaikan indikator
atau tujuan pembelajaran kepada
siswa? Mengapa?
77. Menurut pemahaman Bapak/Ibu, apa
perlu guru menyampaikan teknik
penilaian kepada siswa? Mengapa?
78. Bagaimana cara Bapak/Ibu
memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran?
Page 245
234
Indikator: Menggunakan Metode dan
Model Pembelajaran yang Sesuai
dengan Pendekatan Saintifik
79. Metode belajar apa saja yang sering
Bapak/Ibu terapkan? Bagaimana
Bapak/Ibu melakukannya?
80. Model pembelajaran apa saja yang
sering Bapak/Ibu terapkan?
Bagaimana Bapak/Ibu
melakukannya?
81. Bagaimana cara Bapak/Ibu
menentukan metode atau model
pembelajaran tersebut?
Indikator: Penerapan Pendekatan
Saintifik
82. Bagaimana cara Bapak/Ibu
merealisasikan pendekatan saintifik
dalam pembelajaran?
83. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek mengamati
pada pendekatan saintifik?
84. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek menanya
pada pendekatan saintifik?
85. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek mencoba
pada pendekatan saintifik?
86. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek menalar
pada pendekatan saintifik?
87. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek
mengkomunikasikan pada
pendekatan saintifik?
Indikator: Pemanfaatan Sumber dan
Media dalam Pembelajaran
88. Sumber belajar apa saja yang sering
Bapak/Ibu gunakan?
89. Media pembelajaran apa saja yang
Bapak/Ibu sering gunakan?
90. Apa pertimbangan Bapak/Ibu dalam
memilih sumber dan media
pembelajaran?
91. Bagaimana teknis Bapak/Ibu dalam
menggunakan media tersebut di
kelas?
92. Sumber belajar apa saja yang
digunakan siswa Bapak/Ibu dalam
pembelajaran? Menurut Bapak/Ibu,
bagaimana kualitas sumber belajar
Page 246
235
tersebut?
Indikator: Pelaksanaan Praktikum
93. Berapa kali Bapak/Ibu mengadakan
praktikum dalam satu minggu?
94. Apa pertimbangan yang Bapak/Ibu
gunakan dalam menentukan waktu
praktikum?
95. Bagaimana proses praktikum yang
Bapak/Ibu lakukan?
96. Bagaimana tindak lanjut hasil
praktikum yang Bapak/Ibu lakukan?
97. Adakah kendala yang Bapak/Ibu
hadapi dalam pelaksanaan
praktikum?
98. Upaya apa yang Bapak/Ibu lakukan
untuk mengatasi kendala tersebut?
Indikator: Pengembangan Aspek
Religius, sikap, pengetahuan, dan
keterampilan Siswa
99. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek religius
siswa?
100. Aspek sikap apa saja yang
Bapak/Ibu kembangkan pada diri
siswa? Mengapa?
101. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek sikap
tersebut?
102. Apa yang Bapak/Ibu lakukan jika
ada siswa yang tidak serius
mengikuti pembelajaran?
103. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek kognitif
siswa?
104. Bagaimana Bapak/Ibu
mengembangkan aspek psikomotor
siswa?
Indikator: Menutup Pembelajaran
105. Bagaimana Bapak/Ibu menutup
pembelajaran? Mengapa?
106. Apakah Bapak/Ibu selalu
memberikan kuis atau PR?
Mengapa?
107. Apakah Bapak/Ibu selalu
menyampaikan kepada siswa
rencana pembelajaran pertemuan
selanjutnya?
Page 247
236
Indikator: Permasalahan Pelaksanaan
Pembelajaran dan Solusi yang telah
Dilakukan
108. Permasalahan apa yang Bapak/Ibu
hadapi dalam pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013?
109. Bagaimana upaya Bapak/Ibu
mengatasi permasalahan tersebut?
110. Seberapa efesien upaya tersebut
berhasil mengatasi permasalahan
tersebut?
Siswa Indikator: Kondisi Fisik Pembelajaran
111. Berapa jam adik belajar fisika
dalam satu minggu?
112. Apakah pembelajaran fisika selalu
terisi dalam waktu satu minggu
tersebut?
113. Berapa jumlah siswa di kelas adik?
114. Bagaimana pengaturan tempat
duduk di kelas adik?
115. Apakah adik suka dengan
pengaturan tempat duduk tersebut?
Mengapa?
116. Apakah guru fisika adik pernah
mengatur sendiri tempat duduk
siswa? Mengapa?
117. Menurut adik, fasilitas pendukung
proses pembelajaran di sekolah
saat ini sudah cukup atau kurang?
Mengapa?
Indikator: Kegiatan Pendahuluan
118. Bagaimana cara guru fisika adik
memulai proses pembelajaran?
119. Apakah guru fisika adik selalu
memberikan pertanyaan yang
menantang di awal pembelajaran?
120. Apakah guru fisika adik selalu
mengaitkan materi pembelajaran
dengan materi sebelumnya atau
pengalaman keseharian siswa?
121. Apakah guru fisika adik selalu
menyapaikan urutan materi,
indikator, dan tujuan
pembelajaran?
122. Apakah guru adik selalu
menyampaikan manfaat belajar
materi fisika yang akan diajarkan?
Bagaimana beliau melakukannya?
Page 248
237
123. Apakah guru adik selalu
menyampaikan teknik penilaian
yang akan dilakukan?
124. Menurut adik, apakah
penyampaian urutan materi,
indikator, tujuan pembelajaran,
manfaat pembelajaran, dan teknik
penilaian itu perlu? Mengapa?
Indikator: Pemanfaatan Sumber
Belajar dan Media Pembelajaran
125. Buku apa yang adik dan teman-
teman gunakan dalam belajar
fisika?
126. Darimana adik memperoleh buku
tersebut?
127. Menurut adik, buku itu bagus atau
tidak? Mengapa?
128. Selain buku tersebut, adakah
sumber belajar lain yang adik
digunakan dalam pembelajaran
fisika?
129. Sepengetahuan adik, buku apa
yang digunakan oleh guru fisika
adik dalam pembelajaran?
130. Apakah materi dalam buku fisika
guru tersebut sesuai dengan materi
dalam buku fisika adik?
131. Selain buku, adakah sumber belajar
lainnya yang digunakan oleh guru
fisika adik saat mengajar di kelas?
Bagaimana beliau
menggunakannya?
132. Media pembelajaran apa yang
digunakan oleh guru fisika adik
pada saat pembelajaran? Seberapa
sering?
133. Bagaimana guru fisika adik
menggunakan media itu? Apakah
beliau mahir atau tidak? Apakah
beliau melibatkan siswa atau tidak?
134. Apakah media tersebut sesuai
dengan materi yang dipelajari?
135. Apakah adik lebih mengerti belajar
fisika dengan media tersebut?
Mengapa?
Indikator: Penerapan Pendekatan
Saintifik dalam Pembelajaran
136. Pernahkah guru fisika adik
menyuruh siswa untuk mengamati
Page 249
238
sesuatu dalam pembelajaran?
Seberapa sering? Bagaimana guru
melakukannya?
137. Pernahkah guru fisika adik
menyuruh siswa untuk mengajukan
pertanyaan dalam pembelajaran?
Seberapa sering? Bagaimana guru
itu melakukannya?
138. Bagaimana guru fisika adik
menanggapi jika ada siswa yang
bertanya atau menyampaikan
pendapat?
139. Pernahkah guru fisika adik
menyuruh siswa untuk melakukan
percobaan dalam pembelajaran?
Seberapa sering? Bagaimana guru
melakukannya?
140. Pernahkah guru fisika adik
menyuruh siswa untuk
menganalisis data hasil percobaan
dalam pembelajaran? Seberapa
sering? Bagaimana guru
melakukannya?
141. Pernahkah guru fisika adik
menyuruh siswa untuk
berbicara/berkomunikasi dalam
pembelajaran? Seberapa sering?
Bagaimana guru melakukannya
Indikator: Pelaksanaan Praktikum
142. Berapa kali adik praktikum fisika
di laboratorium dalam satu
minggu?
143. Bagaimana proses persiapan,
pelaksanaan, dan penilaian
praktikum fisika di laboratorium?
144. Bagaimana tindak lanjut dari hasil
praktikum tersebut?
145. Apakah adik dan teman-teman
suka dengan kegiatan praktikum
yang diadakan oleh guru fisika
adik? Mengapa?
146. Bagaimana ketersediaan alat dan
bahan praktikum di lab? Apakah
memadai?
147. Apakah pernah adik melakukan
praktikum fisika di kelas?
Mengapa?
Page 250
239
Indikator: Penguasaan Materi dan
Pengelolaan Pembelajaran
148. Bagaimana suasana belajar yang
diciptakan oleh guru fisika adik?
149. Apakah adik suka dengan suasana
belajar tersebut? Mengapa?
150. Pada saat guru fisika adik
mengajar, apakah adik dan teman-
teman bisa serius atau tertib
belajar? Mengapa?
151. Apa yang dilakukan oleh guru
fisika adik jika ada siswa yang
tidak serius dalam mengikuti
pembelajaran?
152. Apa adik sering berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran? Mengapa?
153. Bagaimana cara guru fisika adik
memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran?
154. Bagaimana cara guru fisika adik
melaksanakan pembelajaran?
155. Metode apa yang diterapkan?
Ceramah atau kelompok?
Bagaimana sistemnya?
156. Apakah dalam mengajar, guru
fisika adik selalu mengaitkan
materi dengan fenomena atau
aplikasi dalam kehidupan sehari-
hari?
157. Apakah dalam mengajar, guru
fisika adik selalu memaparkan
materi secara sistematis (dari
mudah ke sulit, dari konkrit ke
abstrak)? Bagaimana beliau
melakukannya?
158. Bagaimana volume suara guru
fisika adik saat mengajar? Apakah
semua siswa di kelas dapat
mendengarkan dengan jelas?
159. Bagaimana bahasa lisan dan bahasa
tulis guru fisika adik? Apakah
dapat dimengerti oleh semua
siswa?
Indikator: Kegiatan Penutup
160. Bagaimana cara guru adik menutup
pembelajaran?
161. Pernahkah guru fisika adik
menyimpulkan hasil pembelajaran?
Page 251
240
Seberapa sering? Bagaimana guru
tersebut melakukannya?
162. Apakah guru fisika adik
menyampaiakan materi pelajaran
yang akan dipelajari pada
pertemuan selanjutnya?
163. Pernahkah guru fisika adik
memberikan evaluasi sebagai
tindak lanjut pembelajaran (seperti
kuis atau PR)? Seberapa sering?
Bagaimana guru tersebut
melakukannya? Apakah dinilai?
Apakah setelah dinilai,
dikembalikan?
164. Selain evaluasi berupa kuis dan
PR, sepengetahuan adik, apa lagi
yang dinilai oleh guru fisika adik?
Bagaimana beliau melakukannya?
Bagaimana tindak lanjut penilaian
tersebut?
Indikator: Permasalahan Pelaksanaan
Pembelajaran dan Solusi yang telah
Dilakukan
165. Menurut adik, permasalahan apa
yang dialami guru fisika adik
dalam pelaksanaan pembelajaran di
kelas?
166. Permasalahan apa yang adik dan
teman-teman alami dalam belajar
fisika berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013?
167. Pernahkah adik menyampaikan
permasalahan tersebut kepada guru
fisika adik? Bagaimana upaya guru
fisika adik mengatasi
permasalahan tersebut?
Kepala sekolah Indikator: Supervisi Pelaksanaan
Pembelajaran Fisika Berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
168. Bagaimana Bapak menentukan
jumlah siswa per kelas?
169. Bagaimana Bapak mengevaluasi
pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan guru fisika?
170. Berdasarkan hasil pengawasan
yang Bapak lakukan selama ini,
bagaimana pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 yang
dilakukan oleh guru fisika?
Page 252
241
Indikator: Problematika pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
171. Sepengetahuan Bapak,
permasalahan apa yang dihadapi
guru fisika dalam pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013?
172. Bagaimana Bapak mengetahui
permasalahan pelaksanaan
pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
yang dihadapi guru?
173. Upaya apa yang Bapak lakukan
untuk mengatasi permasalahan
tersebut?
174. Seberapa efektif upaya tersebut
mampu mengatasi permasalahan
yang ada?
Pengawas Indikator: Teknis Supervisi
Pelaksanaan Pembelajaran Fisika
Berbasis Standar Proses Kurikulum
2013
175. Bagaimana Bapak/Ibu
mengevaluasi pelaksanaan
pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013 di
SMAN 1 Singaraja?
176. Menurut hasil pengawasan Bapak
selama ini, bagaimana pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 yang guru
fisika lakukan?
Indikator: Problematika pelaksanaan
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
177. Berdasarkan hasil pengawasan
yang Bapak/Ibu lakukan selama
ini, adakah permasalahan atau
kendala yang beliau alami terkait
pelaksanaan pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013
yang Bapak/Ibu temukan?
178. Upaya apa yang Bapak/Ibu dan
guru tersebut lakukan untuk
mengatasi permasalahan itu?
179. Seberapa efektif upaya tersebut
mampu mengatasi permasalahan
yang ada?
Page 253
242
4 Evaluasi
pembelajaran
berbasis Standar
Proses Kurikulum
2013
Guru Indikator: Penilaian Aspek
Pengetahuan
180. Bagaimana cara Bapak/Ibu menilai
hasil belajar aspek kognitif siswa?
181. Tes apa yang Bapak/Ibu gunakan
untuk menilai hasil belajar aspek
kognitif siswa? Bagaimana
Bapak/Ibu melakukannya?
Instrumen apa yang digunakan?
182. Beberapa jenis tes yang biasanya
Bapak/Ibu gunakan untuk
mengukur 1 KD aspek kognitif
siswa?
183. Pertimbangan apa yang Bapak/Ibu
gunakan dalam memilih jenis tes
tersebut?
184. Seberapa efektif tes itu mampu
mengukur hasil belajar aspek
kognitif siswa?
185. Bagaimana cara Bapak/Ibu
mengolah nilai akhir aspek kognitif
per KD siswa?
186. Tindak lanjut apa yang Bapak/Ibu
lakukan berdasarkan data hasil
penilaian kognitif tersebut?
Indikator: Penilaian Aspek Sikap
187. Bagaimana cara Bapak/Ibu menilai
hasil belajar aspek afektif siswa?
188. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan
penilaian observasi? Kapan?
Bagaimana Bapak/Ibu
melakukannya? Instrumen apa
yang digunakan?
189. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan
penilaian diri? Kapan? Bagaimana
Bapak/Ibu melakukannya?
Instrumen apa yang digunakan?
190. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan
penilaian teman sejawat? Kapan?
Bagaimana Bapak/Ibu
melakukannya? Instrumen apa
yang digunakan?
191. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan
penilaian jurnal? Kapan?
Bagaimana Bapak/Ibu
melakukannya? Instrumen apa
yang digunakan?
192. Pertimbangan apa yang Bapak/Ibu
gunakan dalam memilih jenis tes
afektif tersebut?
Page 254
243
193. Seberapa efektif tes itu mampu
mengukur hasil belajar aspek
afektif siswa?
194. Bagaimana Bapak/Ibu mengolah
hasil penilaian akhir aspek afektif
siswa per KD?
195. Tindak lanjut apa yang Bapak/Ibu
lakukan berdasarkan data hasil
penilaian afektif siswa?
Indikator: Penilaian Aspek
Keterampilan
196. Bagaimana cara Bapak/Ibu menilai
hasil belajar aspek psikomotor
siswa?
197. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan
penilaian kinerja? Kapan?
Bagaimana Bapak/Ibu
melakukannya? Instrumen apa
yang digunakan?
198. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan
penilaian proyek? Kapan?
Bagaimana Bapak/Ibu
melakukannya? Instrumen apa
yang digunakan?
199. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan
penilaian portofolio? Kapan?
Bagaimana Bapak/Ibu
melakukannya? Instrumen apa
yang digunakan?
200. Pertimbangan apa yang Bapak/Ibu
gunakan dalam memilih jenis tes
psikomotor tersebut?
201. Seberapa efektif tes itu mampu
mengukur hasil belajar aspek
psikomotor siswa?
202. Bagaimana Bapak/Ibu mengolah
hasil penilaian akhir aspek
psikomotor siswa per KD?
203. Tindak lanjut apa yang Bapak/Ibu
lakukan berdasarkan data hasil
penilaian psikomotor siswa?
Indikator: Remidi dan Pengayaan
204. Apakah Bapak/Ibu menyampaikan
semua hasil penilaian tersebut
kepada siswa? Mengapa?
205. Tindak lanjut apa yang Bapak/Ibu
lakukan jika ada siswa yang nilai
kognitif, afektif, dan atau
psikomornya di bawah KKM?
Page 255
244
206. Bagaimana sistem remidi yang
Bapak/Ibu terapkan?
207. Apakah Bapak/Ibu nilai kembali
hasil remidi siswa?
208. Bagaimana jika seandainya nilai
remidi siswa juga di bawah KKM?
209. Kemudian bagaimana dengan
siswa yang nilainya sudah
memenuhi KKM? Apakah
Bapk/Ibu memberikan pengayaan?
210. Bagaimana teknis pengayaan yang
Bapak/Ibu berikan?
211. Apakah Bapak/Ibu melaporkan
semua hasil penilaian tersebut
kepada kepala sekolah?
Indikator: Problematika Evaluasi
Pembelajaran dan Solusinya
212. Secara keseluruhan, permasalahan
apa yang Bapak/Ibu hadapi dalam
menilai hasil belajar kognitif,
afektif, dan psikomotor siswa?
213. Bagaimana upaya Bapak/Ibu
mengatasi permasalahan tersebut?
Adakah pihak lain yang ikut
memberikan solusi terhadap
permasalahan tersebut?
214. Seberapa efektif upaya tersebut
mampu mengatasi permasalahan
yang ada?
215. Apakah Bapak/Ibu melaporkan
permasalahan tersebut kepada
kepala sekolah dan pengawas?
216. Tindak lanjut apa yang beliau
lakukan?
Siswa Indikator: Penilaian Aspek
Pengetahuan
217. Bagaimana guru fisika adik
melakukan penilaian hasil belajar
kognitif siswa?
218. Apakah guru adik pernah
mengadakan penilaian tertulis?
Kapan? Seberapa sering?
Bagaimana teknisnya?
219. Apakah guru fisika adik pernah
mengadakan penilaian lisan?
Kapan? Seberapa sering?
Bagaimana teknisnya?
Indikator: Penilaian Aspek Sikap
220. Apakah guru fisika adik pernah
Page 256
245
mengadakan penilaian observasi?
Kapan? Seberapa sering?
Bagaimana teknisnya?
221. Apakah guru fisika adik pernah
mengadakan penilaian diri?
Kapan? Seberapa sering?
Bagaimana teknisnya?
222. Apakah guru fisika adik pernah
mengadakan penilaian teman
sejawat? Kapan? Seberapa sering?
Bagaimana teknisnya?
223. Pada saat guru fisika menyuruh
adik melakukan penilaian diri dan
penilaian teman sejawat, apakah
adik dan teman2 serius
melakukannya? Mengapa?
Indikator: Penilaian Aspek
Keterampilan
224. Apakah guru fisika adik pernah
mengadakan penilaian kinerja?
Kapan? Seberapa sering?
Bagaimana teknisnya?
225. Apakah guru fisika adik pernah
mengadakan penilaian proyek?
Kapan? Seberapa sering?
Bagaimana teknisnya?
226. Apakah guru fisika adik pernah
mengadakan penilaian portofolio?
Kapan? Seberapa sering?
Bagaimana teknisnya?
Indikator: Remidi dan Pengayaan
227. Apakah guru fisika adik
menyampaikan semua hasil
penilaian tersebut? Mengapa?
Bagaimana guru tersebut
melakukannya?
228. Apakah adik perlu mengetahui
semua hasil penilaian tersebut?
Mengapa?
229. Apa yang dilakukan guru adik jika
ada siswa yang nilainya belum
memenuhi KKM? Bagaimana dia
melakukannya?
230. Apa yang dilakukan guru adik
untuk siswa yang nilainya telah
memenuhi KKM? Bagaimana dia
melakukannya?
Page 257
246
Indikator: Problematika Evaluasi
Pembelajaran dan Solusi yang telah
Dilakukan
231. Menurut adik dan teman-teman,
bagaimana kualitas penilaian hasil
belajar yang dilakukan guru fisika
adik? Mengapa?
232. Permasalahan apa yang adik alami
terkait dengan penilaian
pembelajaran yang dilakukan guru
fisika adik?
233. Bagaimana upaya adik mengatasi
permasalahan tersebut? Apakah
adik menyampaikan ke guru fisika
adik? Bagaimana beliau
menanggapi?
Kepala sekolah Indikator: Supervisi Evaluasi
Pembelajaran Fisika Berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
234. Bagaimana proses penilaian hasil
belajar dalam pembelajaran fisika
di sekolah Bapak?
235. Apa Bapak mewajibkan proses
penilaian tersebut untuk semua
guru fisika?
236. Bagaimana Bapak mengevaluasi
penilaian hasil belajar yang
dilakukan guru fisika?
237. Apakah guru melaporkan hasil
belajar fisika siswa kepada Bapak?
238. Tindak lanjut apa yang Bapak
lakukan terhadap hasil belajar
tersebut?
239. Menurut Bapak, bagaimana
penilaian hasil belajar yang
dilakukan guru fisika saat ini?
Indikator: Problematika Evaluasi
Pembelajaran Fisika Berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 240. Sepengetahuan Bapak,
permasalahan apa yang dihadapi
guru dalam menilai hasil belajar
siswa?
241. Upaya apa yang Bapak lakukan
untuk mengatasi permasalahan
tersebut?
242. Seberapa efektif upaya tersebut
mampu mengatasi permasalahan
yang ada?
Page 258
247
Pengawas Indikator: Supervisi Evaluasi
Pembelajaran Fisika Berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
243. Bagaimana Bapak/Ibu
mengevaluasi evaluasi
pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013?
244. Menurut hasil pengawasan Bapak
selama ini, bagaimana evaluasi
pembelajaran berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013 yang
dilakukan guru fisika?
Indikator: Problematika Evaluasi
Pembelajaran Fisika Berbasis Standar
Proses Kurikulum 2013
245. Berdasarkan hasil pengawasan
yang Bapak/Ibu lakukan selama
ini, adakah permasalahan atau
kendala yang guru fisika alami
terkait evaluasi pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum
2013?
246. Upaya apa yang Bapak/Ibu dan
guru tersebut lakukan untuk
mengatasi permasalahan itu?
247. Seberapa efektif upaya tersebut
mampu mengatasi permasalahan
yang ada?
Page 259
248
Transkrip Wawancara Satu dengan Guru A
Kode : Wan/D1/GA/18-04-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Guru A
Hari/Tanggal : Sabtu, 18 April 2015
Tempat : Ruang Tunggu SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Okay, Pak. Topik wawancara hari ini tentang gambaran umum
pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dan pemahaman guru
terhadap standar proses pembelajaran Kurikulum 2013. Tapi sebelum
itu, saya ingin menetahui biodata Bapak terlebih dahulu. Bapak
lulusan UNDIKSHA tahun berapa?”
Guru A : “Apanya ni?”
Peneliti : “Tahun lulusnya, Pak.”
Guru A : “Saya S1-nya tahun 2002. Terus S2-nya tahun 2011.”
Peneliti : “Bapak udah mengajar berarti berapa tahun tu?”
Guru A : “Saya dari 2003 sampai sekarang. Berapa tahun tu? 12 tahun.”
Peneliti : “Saat ini Bapak menjadi ketua MGMP di sini?”
Guru A : “Iya, ee.”
Peneliti : “Ketua MGMP itu khusus sekolah apa gimana?”
Guru A : “Khusus sekolah. Iya. Ada juga MGMP kabupaten, kan?”
Peneliti : “Iya. Kemudian untuk gambaran umum pembelajarannya. Jumlah guru
fisika saat ini ada berapa?”
Guru A : “Enam orang.”
Peneliti : “Terus yang sertifikasi?”
Guru A : “Sertifikasi 5, yang tidak 1.”
Peneliti : “Terus dari semua guru itu, yang S1?”
Guru A : “Satu orang aja yang tersisa. Yang lainnya sudah S2.”
Peneliti : “Jumlah kelas MIA-nya di sini?”
Guru A : “Kelas X, XI, XII?”
Peneliti : “Iya, Pak.”
Guru A : “X, 9 kelas. Kelas XI-nya, 8. Kelas XII-nya, 8.”
Peneliti : “Itu dengan jumlah kelas MIA segitu, teknis pembagian jam mengajar
untuk guru fisika itu bagaimana, Pak?”
Guru A : “Semeentara ini kan kita jadwalnya aman karena ada kepala sekolah
sama wakasek. Kalau nggak ada itu, kekurangan jam pasti. Tapi untuk
sekarang, kita bagi, rata-rata guru memegang dua angkatan kita
kesepakatannya. Misalnya saya kelas XII dan kelas XI. Ada yang
kelas XI sama kelas X. Kecuali bapak kepala sekolah yang hanya satu
angkatan.”
Peneliti : “Kalau misalnya kepala sekolah full ngajar, berarti kekurangan jam
berarti, ya?”
Lampiran 3.2
Page 260
249
Guru A : “Iya. Kepala sekolah kan cuman 6 jam, wakasek cuma 12 jam.”
Peneliti : “Oh, wakaseknya guru fisika?”
Guru A : “Iya. Pak Sudana, wakaseknya.”
Peneliti : “Untuk jumlah jam pelajaran fisika per minggu, itu berbeda antara kelas
X, kelas XI, dan kelas XII?”
Guru A : “Kelas X sama kelas XI sekarang 4 jam, sesuai dengan Kurikulum
2013. Kalu kelas XII itu 5 jam.”
Peneliti : “Kelas XII-nya itu masih KTSP, ya?”
Guru A : “KTSP. Makanya setelah mereka bubar, tahun depan mati fisikanya.
Hilang jamnya 8 jam.”
Peneliti : “Oh, kok gitu, Pak?”
Guru A : “Men dari 5 jam sekarang kelas XII kan 4 jam juga, kelas X 4 jam,
kelas XI 4 jam. Berarti 8 jam hilang. Pasti dah kekurangan jam tahun
depan. Baru dari kelas. Kalau misalnya dari wakasek bubar, gag ada
wakasek dari fisika, hilang lagi jamnya 12. Setelah itu, kepala lab kan
tidak diakui sekarang, hanya satu kepala lab, hilang lagi 12 jam. Buk
Suarti sekarang kepala lab, jadi aman, kan? Nggak kepala lab, hilang
12 lagi. Sehingga totalnya tahun depan kita kekurangan 44 jam.
Berarti gurunya harus keluar ngajar.”
Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”
Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita nyiapin
administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang nggak wajib itu,
kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi, perencanaan, meriksa
ulangan, itu nggak terhitung pekerjaannya.”
Peneliti : “Kalau tempat pembelajaran fisika biasanya dimana?”
Guru A : “Di kelas sama di lab.”
Peneliti : “Nggak ada lagi di luar itu?”
Guru A : “Di lab komputer kadang. Kan kadang kayak Buk Rusmila sering
makek, dia sering ngajarnya dengan pembelajaran online kan,
sehingga tesnya harus online juga, sehingga siswanya dibawa ke lab
komputer.”
Peneliti : “Berarti fasilitas pembelajarannya salah satunya penggunaan ICT itu ya,
Pak?”
Guru A : “Ya ICT, ada, lab juga nggak terlalu lengkap sih. Tapi, ya lumayan
memenuhi untuk praktikum dasar.”
Peneliti : “Rombongan belajar per kelas itu berapa, Pak? Berapa jumlah
siswanya?”
Guru A : “Rata-rata 32. Tapi di kelas XI ada yang 36.”
Peneliti : “Itu sudah memenuhi standar?”
Guru A : “SNP itu 32. Ya, kalau rata-rata sih memenuhi, tapi untuk beberapa
kasus kayak kelas yang saya ajar 36 gitu, itu karena MIA1 sama
MIA2 emang dibatasin jumlahnya. 28 ya maksimum, sehingga yang
Page 261
250
lebih-lebih dioper ke kelas saya. Kalau kelas XII antara 30 sampai 32,
kelas X juga.”
Peneliti : “Berarti pembelajaran fisika saat ini menggunakan standar proses
Kurikulum 2013 ya, Pak?”
Guru A : “Ya, ee, K13.”
Peneliti : “Sejak kapan Bapak menerapkan pembelajaran fisika berbasis standar
proses Kurikulum 2013?”
Guru A : “Saya ngajar Kurikulum 2013 baru tahun ini karena tahun-tahun
sebelumnya full kelas XII saya, sehingga saya juga masih meraba-
raba, ya.”
Peneliti : “Dari mana Bapak dapat pengetahuan tentang konsep pembelajaran
berbasis standar proses Kurikulum 2013?”
Guru A : “Oh itu baca dari Permennya, kan. Setelah itu, ada workshop, dan baca-
baca aja.”
Peneliti : “Workshop itu dari sekolah apa Bapak sendiri mengikuti?”
Guru A : “Yang dari sekolah ada. Kemudian ada workshop dari pusat.”
Peneliti : “Diwajibkan sama kepala sekolah ikutnya, Pak?”
Guru A : “Wajib, karena workshop Kurikulum kan setiap tahun memang ada.
Setelah itu, memang dipanggil kan semua guru untuk pelatihan. Kalau
dari pusat untuk semua guru.”
Peneliti : “Tempat workshopnya dimana kalau yang dari pusat itu?”
Guru A : “Yang dari pusat tergantung ini sih, gelombang. Kalau saya dapetnya di
Singaraja waktu itu kebetulan, enak. Ada temen dapet di Negara.”
Peneliti : “Bapak punya teks panduan tentang pembelajaran berbasis Kurikulum
2013?”
Guru A : “Lengkap sih enggak, ada pokoknya. Karena workshop yang di pusat
juga nggak ngasih buku, kan.”
Peneliti : “Darimana Bapak dapat panduan itu?”
Guru A : “Download, lah.”
Peneliti : “Terus berperan nggak panduan itu, Pak?”
Guru A : “Itu yang memang acuan kita sekarang, kayak yang dari Permen 81A
berubah jadi Permen 103, yang gitu.”
Peneliti : “Pelatihan Bapak sudah berapa kali pernah ikut?”
Guru A : “Totalnya kalau yang di sekolah dua kali. Pusat sekali. Jadi tiga kali.”
Peneliti : “Gimana peran workshop itu terhadap pengetahuan Bapak tentang
Kurikulum 2013?”
Guru A : Workshop sih dominan ngasi bagaimana melakukan evaluasi,
dominannya, ya. Karena masalah utama guru, kalau guru IPA,
sebenernya kan, ya pendekatan saintifik sudah biasa. Tapi yang
masalah itu, bagaimana melakukan evaluasi, bagaimana menyusun
rubriknya, bagaimana melaksanakannnya. Orang pusat enak
Page 262
251
ngomong, lakukan ini, lakukan itu, coba deh dengan alokasi waktu
segitu, dengan jam mengajar segitu, bisa nggak?”
Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian, menurut Bapak, kenapa KTSP tu diganti
dengan K13?”
Guru A : “Sebenernya hampir sama-sama menekankan pada kompetensi orang
sih. Cuma di Kurikulum 2013 kan lebih menekankan pada proses
pembentukan kepribadian sebenernya. Di KTSP, kalau nggak salah di
situ juga dibentuk kepribadian, tapi di situ tidak diminta secara
eksplisit untuk menilai kepribadian orang. Kalau di K13, memang
sudah jelas diminta.”
Peneliti : “Berarti itu perbedaannya?”
Guru A : “Yang lain, kalau guru IPA mungkin nggak terasa. Tapi bagi orang IPS,
proses belajarnya jadi berbeda kayak gitu. Tapi kita biasa aja, kan?
Saya sering pakek problem based learning, ya yang paling sering sih,
Proyek based learning juga, yang biasa kita lakukan. Jadi, ada
Kurikulum 2013 yang merekomendasikan tiga model, kan? Problem
based learning, inquiry, sama Proyek. Ya udah, udah biasa bagi guru
IPA. Ya, walaupun tidak setiap pembelajaran mereka laksanakan.”
Peneliti : “Karakteristik pembelajaran berbasis standar proses Kurikulum 2013 itu
seperti apa?”
Guru A : “Itu lebih menekankan pada ini, proses mendapatkan pengetahuan
secara saintifik, itu aja sebenernya. Kan semua proses pembelajaran
kayak menanya, mengeksplor, yang kayak-kayak gitu,
mengkomunikasikan, itu sebenernya udah pendekatan, apa ya
namanya, sikap ilmiah itu kan sebenarnya. Lebih ditekankan di situ
aja sih sebenernya.”
Peneliti : “Apa perbedaannya dengan yang KTSP, Pak?’
Guru A : “Penilaian yang banyak berubah. Kalau proses pembelajarannya, ya itu-
itu aja. Di KTSP saya pakek problem based, ya di sini juga problem
based. Cuman mungkin lebih detail dieksplisitkan dia ke gininya. Itu
sih aja sebenarnya.”
Peneliti : “Dalam pembelajaran, Bapak kan pakek pendekatan saintifik, ya?
Bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik itu,
Pak?”
Guru A : “Sebenernya dimulai dari cara berpikir orang IPA kan. Mereka ada
masalah, kemudian mereka menanya, kemudian merumuskan
hipotesis, kemudian mengeksplor sumber-sumbernya, kemudian
mereka mengelaborasi, setelah itu mereka mengkomunikasikan, kan.
Eh, asosiasi, terus dia komunikasi. Kayak gitu aja sih sebenernya
proses pembelajarannya. Jadi, lebih cenderung membentuk pola
berpikir secara ilmiah. Kalau dilihat kan, secara filsafat kan ada.
Page 263
252
Sehingga, 5E pun tetep bisa diterapkan, kan. Kan sebenernya
langkahnya itu. Itu apa, ya? Learning cycle, ya? Ya, di situ.”
Peneliti : “Berarti di KTSP juga sebenarnya sudah ada?”
Guru A : “Sudah ada, cuma tidak eksplisit diomongin kayak gitu, itu aja
sebenernya. Padahal kayak elaborasi, apa lagi? Konfirmasi, ya yang
kayak itu sebenernya kan learning cycle, yang tercover di pendekatan-
pendekatan orang IPA.”
Peneliti : “Iya. Ini Pak sekarang tentang perbedaan perencanaan KTSP dan K13.
Menurut pemahaman Bapak, gimana sebernya perbedaan perencanaan
pembelajaran K13 dengan KTSP?”
Guru A : “K13 lebih detail dia,”
Peneliti : “Apanya yang lebih detail, Pak?”
Guru A : “Perencanaanya detail banget, memang sudah diarahkan polanya.
Misalnya, sudah direkomendasikan tiga model, seperti tadi, kan.
Walaupun tidak dilarang model yang lain. Tapi minimal model-model
itu memunculkan langkah-langkah yang diminta oleh pendekatan
saintifik.”
Peneliti : “Kalau di KTSP itu tidak ada?”
Guru A : “Tidak merekomendasikan model dia. Dalam K13, yang detail itu
penilaian sebenernya. Ada KI, KD, saya pikir sama aja sih
sebenernya, hanya mereka cuma meminta, oh standar output kita
kayak gini, sehingga ini kompetensi inti yang harus dikuasai.”
Peneliti : “Teknis pembuat silabus sama RPP di K13?”
Guru A : “Silabus kita nggak bikin. Silabus sudah ada.”
Peneliti : “Sudah disiapkan dari pusat ya, Pak? RPP baru dibuat, ya?”
Guru A : “Iya. RPP nya dibuat.”
Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”
Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD gitu, terus
gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh ini level-nya
sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin indikator. Setelah itu
kita cek, kita lihat pengalaman belajar yang bisa diperoleh kayak apa.
Udah tau pengalaman belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan.
Tau tujuan baru bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang
paling kunci di situ di pemetaan KI-KD.”
Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”
Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak gitu
bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran indikatornya
harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh sampai C3 aja, gitu
kan. Indikator kan kita yang kembangin.”
Peneliti : “Kalau KD kan udah ada di silabus ya, Pak?’
Guru A : “KD udah diisi, kan. Tapi kita juga harus tahu, oh ini level-nya sampai
di sini dia mintanya. Jadi, minimal kita ngajarnya sampai di level itu,
Page 264
253
nggak boleh di bawah itu. Kalau lebih boleh, tapi pengayaan, kan
gitu.”
Peneliti : “Itu bedanya sama KTSP napi, Pak?”
Guru A : “KTSP ada juga sih pementaan, apa namanya, SK-KD ya. Kayaknya
hanya beda istilah, sih. Mungkin ini perasaan saya, perasaan orang
IPA kayak gitu. Karena tidak ada beda jauh, sih. Sekarang ada KI-KD,
ya dulu ada SK-KD, kan. Cuma SK-KD tidak terlalu menekankan
pada faktor ketuhanan sama faktor sikap. Sedangkan sekarang sudah
ditentukan.”
Peneliti : “Nah, dalam dalam membuat RPP K13 kan ada beberapa prinsip tu,
Pak. Itu sama apa beda dengan KTSP?”
Guru A : “Waduh, yang kayak gitu saya nggak terlalu tahu, tu.”
Peneliti : “Yang kayak gini tu, memperhatikan perbedaan individu siswa, yang
kayak gitu tu, Pak.”
Guru A : “KTSP ada juga kok, sehingga di level kepala sekolah, yang di rubrik
supervisi selalu muncul itu. Sebenernya ada semua sebenernya.”
Peneliti : “Sama berarti, ya?”
Guru A : “Iya. Cuman sangat sulit diterapkan. Okelah kita ngomongin
memperhatikan perbedaan individu, entar ngajarnya, problem based
masih bisa mengakomodir. Tapi kalau inquiry, susah banget
mengakomodir perbedaan individu. Kalau problem based dan Proyek
based, ada orang yang kemampuan analisisnya bagus, dia bakal
ngurusin proposal sampai pengerjaan disain, apa-apa. Orang yang
kemampuan komunikasinya bagus bakal ngurusin presentasi. Orang
yang kemampuan psikomotornya bagus mungkin bakal ngerjain
ininya, kayak gitu. Tapi kalau inquiry lebih cenderung agak susah juga
mengakomodir perbedaan individu. Kecuali, ya, kalau misalnya
kelasnya disusun berdasarkan memampuan individu. Jadi, bisa
diakomodir. Kalau kelas ini kayak gini, kelas itu kayak gitu. Tapi
kalau di dunia nyata nggak bakal bisa bikin RPP. Karena nggak
mungkin guru sediakan RPP untuk kelas ini, kelas itu.”
Peneliti : “Berarti sama RPP untuk jenjang angkatan yang sama, ya?”
Guru A : “Ya pasti kayak gitu. Tapi nanti di pelaksanaannya akan berbeda.”
Peneliti : “Dari segi komponen RPP, ada perbedaan, Pak, antara K13 dengan
KTSP?”
Guru A : “Adalah. Jelas. KI-KD itu yang pertama. Setelah itu, yang berdasarkan
yang baru itu kan ada prinsip, konsep, fakta, itu harus muncul dengan
detail untuk yang Kurikulum 2013. Kalau KTSP kan materi aja.
Kemudian apa lagi, ya? Tujuan sama persis. Kalau langkah
pembelajaran tergantung model yang dipilih gurunya, kan.
Penilaiannya yang berbeda jauh. Sangat jauh dan sangat berat.”
Page 265
254
Peneliti : “Berdasarkan pemahan Bapak, secara ideal ini Pak, ya, gimana
sebenernya tindak guru dalam membuka pembelajaran yang ideal
seperti tuntutan Kurikulum 2013 itu, Pak?”
Guru A : “Saya memandangnya Kurikulum 2013 itu harus bisa menggabungkan
dunia nyatanya siswa sama level ilmunya. Sehingga kadang guru tu
harus berpikir, ini munculnya dimana, sih? Sehingga, nggak muncul
pertanyaan kayak di jaman dulu. Jaman dulu, oh keweh-kweh
melajahin fisika sing dadi anggon meli baas (sulit-sulit mempelajari
fisika, tidak bisa digunakan untuk membeli beras). Sehingga, guru
harus mikirin, ini cocoknya dimana, sih.”
Peneliti : “Berarti dengan itu, di pembukaan disampaikan manfaat
pembelajarannya berarti, ya?”
Guru A : “Oh, nggak itu kan di awal. Kalau orang bilang kan apersepsi. Di
apersepsi harus muncul tu. Itu yang akan membuat siswa tertarik sama
pelajaran. Kalau apersepinya ada yang masih inget sama materi ini?
Alah! Coba ditanya kalau misalnya ngomongin fluida, kenapa sih
kalau saya punya pesawat terbang bentuknya kayak gini, tapi kalau
saya punya F1 bentuknya kayak gini? Kan jadinya mereka yang
pertama, kenapa ni, ya udah, kenapa pasti muncul tebakan, setelah
muncul tebakan mereka bakal ngeksplor bener nggak tebakannya,
setelah ngeksplor, mereka komunikasikan, konfrontasi lagi sama
temen-temen, setelah itu ada asosiasinya, setelah itu komunikasiin
lagi, jalan prosesnya. Tapi kalau mereka nggak nyambung, oh
Bernoulli, oh ya, ee, tekanan F/A udah, ngapain saya belajar ini gitu,
nggak ada. Pasti prosesnya balik lagi, ya gurunya yang dominan,
gitu.”
Peneliti : “Berarti pembelajarannya kontekstual harus ya, Pak?”
Guru A : “Kontekstual menurut saya adalah sesuatu yang penting. Karena
siswanya jadi belajar, oh saya belajar supaya ngerti ini, bukan saya
belajar supaya besok dapet ulangan segini. Kan itu yang sebenernya.”
Peneliti : “Nah, di kegiatan inti bagaimana idealnya, Pak?”
Guru A : “Kalau dalam Kurikulum 2013, ya kayak tadi, ada proses menanya,
kemudian mengeksplorasi materinya, sesuai dengan pendektan
saintifik yang diminta tadi. Eksplorasi, asosiasi pengetahuan, selain itu
ada komunikasinya, jadi yang dibangun itu bukan hanya kemampuan
kognitif siswa, tapi juga kemampuan sosialisasinya, yang muncul
lewat komunikasi. Terus, melakukan sesuatu juga muncul di situ pada
saat mereka mengeksplor, kan. Mengeksplor kan nggak selamanya
cuma membaca, kayak kemarin saya di kelas kan ada siswanya
nanyak, boleh saya pakek internet? Boleh, saya bilang, kenapa nggak.
Jadi, banyak hal yang bisa dimunculin di situ.”
Peneliti : “Terus model pembelajaran yang digunakan?”
Page 266
255
Guru A : “Yang recommended tiga dari pusat. Cuma saya juga kadang-kadang
makek STAD, cuma kadang-kadang nggak terlalu pas sama yang
diminta. Itu kan masih peralihan antara teacher centered menjadi
student centered, kan. Tergantung sama karakter materi dan karakter
kelas, sih.”
Peneliti : “Itu yang dijadikan acuan ya dalam memilih model pembelajaran?”
Guru A : “Makanya sekarang saya ngajar IPA6, gimana ngajarinnya, siswanya
kondisinya kayak gitu. Ngitungnya aja nggak bagus, kemampuan
bernalarnya nggak terlalu bagus, tapi kalau mereka dikasi ngerjain
sesuatu, kayak kemarin saya kasi kontes eskavator, mereka gila-gilaan
bikinnya, gitu. Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida.
Membuat sejenis prototype, tapi harus, kalau yang umum kan
biasanya bikin prototype aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes,
dalam rentang waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.
Kalau tantangan kan mereka mikir, gimana caranya dalam waktu ini
bisa selesai.”
Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian bagaimana bentuk pendekatan saintifik yang
ideal dalam pembelajaran?”
Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir proses
berpikir dulu, yang memungkin dia membentuk sikapnya melalui
kegiatan ilmiah. Dari kegiatan ilmiah, sikapnya juga berubah,
membentuk skill komunikasi. Setelah itu, mengembangkan
kemampuan sosial siswa melalui kegiatan pembelajaran. Jadi,
kegiatan pembelajaran bukan hanya untuk proses berpikir, tapi juga
mengakomodasi kemampuan sosial. Yang umum, kan kalau sekolah
bagus, biasanya kemampuan sosialnya tidak terlalu bagus, karena
mereka bersaing. Ngapain saya bagi ilmu sama dia, entar dia ikutan
pintar, saya disalip, dong. Itu yang kita kikis kan, sehingga di sini
yang dominan mereka balik ke kelompok, kayak gitu. Skill sosial, skill
komunikasi, mengerjakan sesuatu, itu harus dikembangkan.”
Peneliti : “Religius itu bagaimana caranya? Bisa dikembangkan dengan
pendekatan saintifik, Pak?”
Guru A : “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius, karena pusat
melihatnya, religius siswa dikembangkan dengan berdoa sebelum
belajar, saya nggak, gitu. Saya berpikir berbeda. Karakter religius
manusia itu nggak hanya berdoa, religius antara manusia dengan
Tuhan, nggak. Saya ngeliatnya, religius yang dibangun, kayak apa ya,
misalnya kita belajar cahaya, kalau kita ngomongin pemantulan, ada
dua jenis pemantulan, pemantulan teratur, dan pemantulan hamburan,
kan? Itu saya giniin, misalnya banyangin kalau nggak ada pemantulan
tipe hamburan, semua pemantulan teratur, terus ada lubang satu di
Page 267
256
situ, terangnya ada dimana aja, gitu? Ya di situ aja, kan? Saya
ngeliatnya kayak gitu.”
Peneliti : “Sehingga siswanya bersyukur dia, Pak?”
Guru A : “Iya. Bukan dengan, mari kita berdoa sebelum memulai pelajaran biar
selamat, ah itu urusan pelajaran agama lah bagi saya. Tapi, hal yang
lebih riil biasa dilakukan manusia dalam wujudnya sebagai makhluk
ciptaan Tuhan, bukan hanya hubungan manusia sama Tuhan, manusia
sama manusia juga religius kan, berbuat baik sama orang lain, juga
religius. Kalau saya lihat sebagian besar mahasiswa SM3T juga kayak
gitu, mari kita berdoa. Level religiusnya orang Indonesia sampai
berdoa, gitu, jadi rajin berdoa udah religius. Kalau orang sering
membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan orang religius, gitu?”
Peneliti : “Nah, untuk penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan K13 itu
bagaimana, Pak?”
Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum materi sih
sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan, sebelum mereka
evaluasi. Cuman kita juga harus mengingatkan kembali, me-refresh
kembali, tadi kita belajar apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus
memberikan preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa
datang ke kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini guru
bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik, oh ini lo
yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke kelas. Kaya bawa
gelas kosong tunggu dituangin aja nih, diisi apapun okay, gitu. Nggak
kayak gitu.”
Peneliti : “Terus selain itu, ada nggak Pak, yang kayak memberikan refleksi, kuis,
gitu?”
Guru A : “Refleksi masih bagian inti, kan. Inti dia masuk, ya. Penutup itu hanya
menutup pembelajaran. Refleksi itu, bisa diberikan, ya kayak ngasi PR
gitu. Cuman kalau kuis sih menurut saya bagian inti, bagian inti pada
evaluasi. Kan bikin simpulan dulu, hari ini materinya ini, kayak
gimana konsepnya, setelah itu tes. Kan harus ada kesepakatan dulu,
harus ada kesamaan persepsi di kepala siswa, baru di evaluasi. Setelah
dievaluasi, terus kita tutup, gitu. Jadi, menurut saya evaluasi bukan
bagian dari penutup.”
Peneliti : “Nika ada perbedaannya dengan KTSP penutupan di K13?
Guru A : “Nggak ada, sih.”
Peneliti : “Sekarang dari segi penilaian, Pak. Bagaimana penilaian pembelajaran
yang ideal sesuai dengan K13?”
Guru A : “Ya, mencakup evaluasi kemampuan kognitif, afektif, psikomotor, ya
itu dicover semua. Cuman metodenya yang ada penilaian rubrik, ada
yang penilaian jurnal, penilaian antar teman, diri sendiri, itu sih
idealnya kayak gitu, cuman nggak bisa kita laksanakan. Paling yang
Page 268
257
kita laksanakan, penilaian diri ya, pada saat sebelum tes, tes bab itu,
okay. Penilaian antar teman juga hasilnya nggak bakal objektif, suka
dan nggak suka masalahnya jawabannya. Ya, idealnya sih kayak gitu
yang diminta. Kemudian ada penilaian Proyek, ada penilaian
portofolio. Itu tercover dalam satu semester, karena di kolom format
daftar nilainya kayak gitu. Nanti itu yang dikonversi jadi raport. Jadi,
harus tetap ada. Tapi, kan nggak mungkin semua bab dilakukan.”
Peneliti : “Tapi, Bapak pernah melakukan semua tagihan tersebut?”
Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester mereka
pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk proyek dan
portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses bimbingan, ada
perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan mereka satu-satu, baru
nanti saya jadiin portofolio. Jadi, proyeknya saya nilai produknya
sama presentasinya, kumpulan disain, latar belakang pengembangan,
dan semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena kalau
dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”
Peneliti : “Materi yang harus dibahas banyak ya, Pak?”
Guru A : “Banyak sekali. Gila.”
Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya dengan
KTSP?”
Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di KTSP kan
cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak terstruktur, sama tes
pengayaan kalau kognitif. Sisanya, ya kalau psikomotor tergantung
kita. Tapi nggak ada penilaian diri, penilaian antar teman, nggak ada.”
Peneliti : “Kalau kognitifnya?”
Guru A : “Kognitif ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”
Peneliti : “Apakah semua aspek religius, sikap, pengetahuan, dan keterampilan
itu harus dinilai setiap pertemuan, Pak, dalam K13?’
Guru A : “Pertanyaan saya di workshop, jawabannya, Bapak Ibu tidak akan bisa
nilai itu per pertemuan, jadi harus diambil sebagian-sebagian. Hari ini
ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian ini aja. Sendiri
soalnya, kalau team teaching mungkin bisa. Kalau kita fokus ke
penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”
Peneliti : “Kalau menurut Bapak, gimana bentuk penilaian sikap yang ideal dalam
K13?”
Guru A : “Apa ya? Di situ kan dinilai, sampai kehadiran pun dinilai sikap.”
Peneliti : “Jenis-jenis penilaian yang diminta itu ada, Pak?”
Guru A : “Setahu saya, yang diminta itu kayak checklist kehadiran, antusiasme
dalam pembelajaran, kayak gitu aja sih.
Peneliti : “Penilaian berupa angka nggak ada, Pak?”
Guru A : “Sampai saat ini saya belum tau sedetail itu. Biar nggak salah.”
Peneliti : “Kalau penilaian kognitif untuk K13 idealnya itu bagaimana, Pak?”
Page 269
258
Guru A : “Tujuannya, dia mengcover kemampuan siswa dari kemampuan
berpikir dasar sampai kemampuan berpikir dengan level yang lebih
tinggi. Sehingga, masalah yang diberikan pun nggak harus ini, ee,
saya lebih cenderung memberikan permasalahan yang kontekstual
sama yang agak, nggak murni open-onded, sih. Lebih cenderung yang
konseptual itu.”
Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”
Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay.”
Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’
Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek pemahaman
dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk mendapatkan nilai yang
khusus dari tes lisan paling hanya sekali, dan itu pun nggak bisa
selesai dalam sekali pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang
yang berbeda, pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak
gitu. Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 32 orang siswa dalam dua
jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah. Bayangin,
materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang, nggak mungkin saya
ngetes dengan pertanyaan yang sama, pasti entar keluar, apa yang
ditanyain tadi, enak yang belakangan, gitu.”
Peneliti : “Kalau pada saat KTSP bagaimana Bapak melaksanakan penilaian
kognitif?”
Guru A : “Kognitif dominan dengan tes.”
Peneliti : “Tes essay juga, Pak?”
Guru A : “Ya, saya sih lebih suka essay. Kalau dengan objektif saya nggak tau
orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif cenderung tebak-
tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini nggak ada nol, ini ada nol
koma, koma satu dah bener. Ada kan metode kayak gitu dikembangin
sama GO.”
Peneliti : “Nah, itu kan kognitif, kalau keterampilan gimana, Pak, di K13?”
Guru A : “K13? Keterampilan itu bisa diuji melalui praktikum, bisa melalui
kemampuan berkomunikasi dia, kemampuan dia merangkai sesuatu,
itu bisa digabung dengan kemampuan berkomunikasinya dia, dan
kemampuan dia presentasi juga saya masukkan ke keterampilan,
bukan di pemahaman konsep yang dia presentasikan, tapi bagaimana
dia menyampaikannya. Kan ada orang yang pinter tapi nggak bisa
ngomong, kan, tapi ada orang yang biasa aja, tapi bisa
mengkomunikasikan sesuatu dengan baik.”
Peneliti : “Kalau pada saat KTSP, gimana Bapak menilai keterampilan?”
Guru A : “Keterampilan, saya dominan di praktikum.”
Peneliti : “Berarti bedanya dengan K13, kalau di K13, praktikum plus bagaimana
dia di kelas itu?”
Guru A : “Ya, bagaimana dia berkomunikasi, dan lain-lain.”
Page 270
259
Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana, Pak?”
Guru A : “Sama aja sih sama KTSP, ya. Kalau siswanya level pengetahuannya
sudah di atas standar yang diminta oleh KD-nya, kita perkaya dengan
pengetahuan yang level-nya lebih tinggi sampai analisis, sintesis,
gitu.”
Peneliti : “Kalau di bawah KKM?”
Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remidi. Tapi remidi kan bukan
berarti tes ulang, kan? Remidi kan kita juga harus perbaiki dulu apa
yang salah di sini, abis itu baru tes. Sehingga setelah ulangan, apa
yang harus dilakukan guru adalah membahas itu. Itu sebenernya
proses remedial.”
Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?”
Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini, sehingga ada
beberapa orang, oh kemarin saya salahnya sampai di sini. Bukan tes
ulang. Saya menentang definisi remidi sebagai tes ulang.’
Peneliti : “Nggih. Sekarang kita lanjut ke teknis supervisi. Bagaimana bentuk
instruksi kepala sekolah tentang pembelajaran berbasis satndar proses
Kurikulum 2013, Pak?”
Guru A : “Biasanya dibangun di workshop, sih. Workshop sekolah. Sekolah
mengarahkan bahwa kita modelnya kayak gini, outputnya kayak gini.
Tapi, khusus untuk guru fisika kita sepakati di MGMP.”
Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”
Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil makan-
makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita pengen arahin
praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran juga ngomong.
Praktikum yang nanti muncul kayak gini. Kemudian, kalau ada
proyek, proyek apa ni, satu angkatan kadang gurunya beda. Bapak Ibu
mau bikin apa, saya mau bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.
Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?”
Guru A : “Sambil jalan ada.”
Peneliti : “Kemudian pengawasan pembelajaran dari dinas itu gimana, Pak?”
Guru A : “Biasanya pengawasnya datang, pengawas mata pelajarannya. Cuman
ya seperti yang kita tahu, pengawas kan dominan hanya pada level
administrasi aja. Sampai saat ini, pengawas yang rajin itu, yang
sampai ngawasin pembelajarannya, memberikan masukan tentang
bagaimana ngajar, itu baru pengawas matematika, sampai masuk ke
kelas dia. Kalau fisika lebih ke administrasi karena beliau adalah guru
kimia.”
Peneliti : “Pengawasnya itu per guru atau gimana, Pak?”
Guru A : “Nggak, per MGMP. Fisika ya satu pengawasnya. Tapi pengawas
fisikanya guru kimia, karena ada aturan satu orang pengawas
Page 271
260
menghandle 40 guru. Sekarang ada kekurangan, ya udah ambil kimia
aja, yang penting satu rumpun.”
Peneliti : “Berarti kurang tau dia masalah proses pembelajaran, Pak?’
Guru A : “Nggak terlalu tau. Jadi, kalau kita boongin pun dia nggak bakal tau
kok.”
Peneliti : “Kalau sudah diawasi itu, kan biasanya ada tindak lanjut, Pak. Ada
masalah Bapak sampaikan?”
Guru A : “Ya, tapi biasanya dominan di administrasi, sehingga pembahasannya
ngomongin administrasi, sesuai nggak sama permennya, ini langkah
ini udah muncul belum.
Peneliti : “Tindak lanjutnya gimana, Pak?”
Guru A : “Ya, kalau ada salah administrasi diperbaiki, sih.”
Peneliti : “RPP Bapak dilihat?”
Guru A : “Dilihat, ada atau nggak, bener atau salah, nggak tau.”
Peneliti : “Sekarang terkait dengan permasalahan pemahaman konsep
pembelajaran dengan K13. Yang pertama, bagaimana peran K13 bagi
Bapak sebagai seorang guru? Apakah ini justru mempersulit dari
KTSP atau justru mempergampang?”
Guru A : “Kalau jam mengajar dikurangi, itu sebenernya bagus. Jam mengajar
kalau 24, gila kerjaan guru sebanyak itu.”
Peneliti : “Berarti saat ini, ini justru memberatkan guru, ya?”
Guru A : “Berat sekali. Kurikulumnya bagus, tapi aplikasinya adalah ini
sebenernya mencontek setengah-setengah dari Kurikulum Cambridge.
Karena kalau Cambridge di situ ada peminatan, ya udah, mereka
belajar sesuai dengan minatnya dia, gitu. Kalau di sini kan nggak.
Secara teori okelah dia ngomong peminatan, apa-apa gitu, tapi ada
mata pelajaran wajib. Emang di Cambridge juga ada mata pelajaran
wajib, kan, tapi cuman lima, sisanya sesuai dengan minat siswanya.”
Peneliti : “Dari semua konsep pembelajaran berbasis K13 itu, ada nggak yang
Bapak belum pahami?”
Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana
membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita bikin
gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah seperti itu. Kan
kita harus tau dulu indikator-indikator untuk aspek, misalnya
keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus detail dong indikator-
indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang berat bagi guru.”
Peneliti : “Di pelatihan nggak diajarkan kayak gitu, Pak?”
Guru A : “Di pelatihan kita cuman dikasih buku, baca, jawab, tugas, setor.”
Peneliti : “Oh, gitu aja?”
Guru A : “Itu pelatihan yang versi nasional.”
Peneliti : “Yang sekolah?”
Page 272
261
Guru A : “Sekolah, karena nggak ada yang bisa ngambil keputusan, berdebat di
dalem, kan. Nggak ada yang bisa putusin. Nggak, kayak gini. Nggak,
ini yang bener. Yang ngasi keputusan siapa? Karena yang bikin
kurikulum nggak ada. Kita workshop di level sekolah adalah kan
berbagi, kan. Ada pengetahuan, udah dilatih, bagi sama kita yang
nggak tau, gitu. Karena di level nasional juga ditanya sesuatu juga
kadang-kadang jawabannya ngambang.”
Peneliti : “Berarti permasalahan pemahaman itu di evaluasi, ya?”
Guru A : “Rata-rata semua guru di evaluasi.”
Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”
Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-beda. Saya
melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa aja udah religius,
gitu. Saya setiap hari sembahyang besok ngebom, apakah saya
religius?”
Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi itu, ada
nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu? Atau upaya dari
pengawas?”
Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari sumber.
Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan itu bener-bener
di religius. Soalnya orang luar nggak menilai sampai di situ. Kalau
aspek yang lain kan bisa kita cari dari sumber-sumber luar, kan.
Kayak keterampilan kerja, keterampilan presentasi, itu banyak banget
rubriknya bisa kita cari dari luar.”
Peneliti : “Dari upaya itu, efektif, Pak?”
Guru A : “Melaksanakannya yang susah. Rubriknya udah bisa, melaksanaknnya
yang susah. Kita sendiri di kelas dan kita harus ngontrol pembelajaran.
Gimana kita ngontrol, terutama, ya, kognitif masih gampang lah kita
kembangin, gampang bisa dilihat, kemampuan komunikasi masih bisa
kita lihat. Keterampilan? Gimana kita ngurus orang praktikum
sebanyak itu dan dapat detail setiap orang, kan. Susah.
Melaksanakannya sangat susah, kecuali kelasnya kecil. Masalahnya
kita standar Indonesia kan 32, susah.”
Peneliti : “Ya, pak. Terakhir, Pak, untuk hari ini. Dari semua pemahaman Bapak
tentang pembelajaran berbasis K13 itu, ada nggak yang kira-kira
kurang efektif terhadap pembelajaran?”
Guru A : “Nggak sih, sebernarnya K13 itu yang bagus, cuman realita di lapangan,
ya susah.”
Peneliti : “Apa yang membuat susah?”
Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan, evaluasi, itu
nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam hari kerja, itu
ngajarnya empat jam sehari, potong hari jumat, potong upacara
bendera, di situ masalahnya.”
Page 273
262
Peneliti : “Masalah alokasi waktu yang diberikan sama hal-hal yang harus
dilakukan, itu kira-kira udah nyambung, Pak?”
Guru A : “Nggak, banyak banget. Kita materi padat, tuntutan evaluasi sangat
banyak, siswanya banyak, agak susah melaksanakannya. Kalau proses
pembelajarannya, saya kira bisa jalan. Tapi tergantung pemahaman
masing-masing guru terhadap model yang diterapkan. Tapi yang berat
tu, ya di situ, evaluasinya. Perencanaan juga berat. Karena kalau saya
liatin, dari yang saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat
ngajar di situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.”
Peneliti : “Bagaimana disana, Pak?”
Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin RPP
ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini, dengan mengacu
pada halaman ini pada buku guru. Siswa mengerjakan halaman ini
dari buku siswa. Praktikum dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS
terlampir di buku guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa,
tetep ada RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik
sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru sudah
disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari ini. Tapi, kita
bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia kan emang kayak gitu.
Kalau semakin tipis laporannya, semakin tidak bagus katanya.”
Peneliti : “Oh, Bapak pernah ngajar di Singapura?”
Guru A : “Sempat. Tapi sebentar, cuman 2 minggu. Pas itu, sekolah kita
kerjasama. Sebenrnya intinya sih pertukaran siswa, cuman pas itu saya
ditawarin sama sekolah itu untuk ngajar, daripada Bapak bengong
nungguin siswanya, mending ikut ngajar, ya udah saya bantu-bantu
ngajar, kan. Dan di situ mintanya ilmunya nggak tinggi-tinggi banget,
biasanya cuman minta sampai logika berpikir. Ngitungnya, ada
aplikasi untuk nyelesaiin. Makanya siswa kita diadu olimpiade hebat
banget. Orang Amerika yang pakek Cambridge, orang Inggris, orang
Singapur, jarang banget juara olimpiade. Tapi kenapa invention dan
paten biasanya dari situ? Kan mereka punya pola berpikir.”
Peneliti : “Gitu berarti ya, Pak?”
Guru A : “Saya juga sempat ada workshop, kan. Pas itu lagi asyik-asyiknya
RSBI, saya dapat sertifikat untuk boleh mengajar di luar negeri. Itu
RPPnya ya nggak kayak kita. Mereka orak-orek, ngacu ke buku ini.
RPP-nya itu mereka bikin 2, plan A sama plan B. Jadi, kalau ini gagal,
RPP yang ini maju, gitu. Makanya RPP-nya nggak panjang-panjang
mereka. Pendek. Tujuannya ini, indikator keberhasilannya ini. Materi
udah ada, acu di buku sini. Langkah pembelajaran modifikasi buku
ini, dengan cara ini. Pas langkah ini, siswa mengerjakan ini ada di
buku ini halaman ini, gitu. Kalau kita kayak gitu, dimarahin sama
pengawasnya.”
Page 274
263
Transkrip Wawancara Dua dengan Guru A
Kode : Wan/D2/GA/05-04-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Guru A
Hari/Tanggal : Jumat, 5 Juni 2015
Tempat : Ruang Perpustakaan SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Untuk persiapan mengajar itu, Bapak persisnya melakukan apa saja?”
Guru A : “RPP sih saya buat di awal semester, ya. Itu sih biasanya yang membuat
kita tidak nyambung dengan mengajar di kelas. Perkiraan kita tidak
sesuai dengan kondisi kelas yang sebenarnya. Berikutnya yang
dilakukan improvisasi. Setelah melihat kondisi kelas, seperti yang
saya lakukan kemarin, LKS terpaksa di rubah, kan. Karena kondisi
kelasnya hancur kayak gitu. Kalau dikasi logika nurunin rumus sesuai
dengan RPP, yang bahwa tekanan sebanding dengan energi kinetik,
itu nggak bakal dapat. Dapat sih rumus, tapi mereka nggak bakal
ngerti ceritanya, kenapa sih energi kinetik itu sebanding dengan
tekanan. Sehingga saya lebih memilih analogi bahwa jika seseorang
bergerak lebih cepat kemudian menumbuk sesuatu, dinding akan
menerima tekanan yang jauh lebih besar dibandingin dengan orang
yang bergerak dengan kecepatan yang lebih kecil. Tapi, kalau saya
bermain matematis di situ, ngga dapat. Lihat kondisi kelasnya kayak
gitu. Sehingga guru harus improvisasi, harus punya plan B. Lihat
kondisi kelasnya kayak gimana, rencana awalnya nggak cocok,
berubah.”
Peneliti : “Nah, Bapak buat RPP itu biasanya per KD apa per pertemuan, Pak.”
Guru A : “Saya sih lebih cenderung memilih per pertemuan karena ngerevisinya
jauh lebih gampang. Kalau per KD, saya lebih susah
memperhitungkan alokasi waktunya. Kalau per pertemuan lebih
gampang. Dari segi aturan itu sudah bener sih karena di Permen 103
disebutkan bahwa RPP digunakan minimal satu pertemuan atau
lebih.”
Peneliti : “Tahapan Bapak dalam membuat RPP itu bagaimana?”
Guru A : “Lihat dulu KD-nya bagaimana. Terus lihatin di silabusnya pengalaman
belajarnya kayak gimana. Setelah itu, kita yang nganalisis. Bisa nggak
tercapai pembelajaran ini dengan kondisi kelas kayak gini, dengan
alokasi waktu yang ada segitu. Dari situ baru ngomongin indikator.
Indikatornya jadinya lebih realistis.”
Peneliti : “Pernah nggak Bapak ngajar tanpa RPP?”
Guru A : “Pernah. Di awal semester biasanya. Terutama di semester ganjil.
Bayangan kasar RPP-nya sudah ada, tapi detail kita belum punya.
Lampiran 3.3
Page 275
264
Disamping karena RPP-nya memang belum selesai di awal semester
kan, saya juga masih meraba kelas ini karakternya kayak apa.”
Peneliti : “Nggak Bapak memperhitungkan minggu efektif?”
Guru A : “Ya, saya perhitungkan. Tapi itu kadang-kadang belakangan keluarnya
daripada waktu mengajar. Karena keputusan libur itu datangnya
belakangan daripada kita memasuki tahun ajaran baru. Sedangkan kita
mulai kerjain RPP-nya itu biasanya di libur, kan. Biasanya kalender
pendidikannya minggu pertama tahun ajaran baru dia baru keluar.
Jadi, pas buat RPP, kita kira-kira aja, oh segini dia waktunya. Belum
lagi kegiatan-kegiatan isidental itu yang ngerusak jadwal sebenarnya.”
Peneliti : “Setelah saya lihat dokumen RPP Bapak, saya temukan tidak berisi
tujuan pembelajaran, mengapa begitu, Pak?”
Guru A : “Itu sebenarnya saya belum menyesuaikan RPP yang saya punya
dengan Permen 103.”
Peneliti : “Terus indikatornya yang Bapak kembangkan hanya KI-3 aja.”
Guru A : “Ya, betul.”
Peneliti : “Terus materinya saya temukan dipaparkan secara rinci. Tidak
dikategorikan berdasarkan fakta, konsep, prinsip, prosedur.”
Guru A : “Ya, nanti lebih detailnya di bahan ajar biasanya.”
Peneliti : “Terus langkah-langkah pembelajarannya tidak Bapak kategorikan
berdasarkan pendekatan saintifik, tapi masih dalam kategori
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.”
Guru A : “Iya, tapi kegiatan 5M-nya muncul semua, kan. Namun tidak spesifik.
Saya pas itu makai STAD. Itu sebenernya editing RPP yang tahun
lalu. Jadinya belum semua saya edit, memang benar. Tapi saya lihat
disitu semua unsur 5M itu sudah muncul semua. Karena kalau saya
lihat sebenarnya kan 5M itu mengakomodasi hampir semua model
pembelajaran di IPA, kan. Tapi kalau di Permen 103 kan tidak
meminta yang sespesifik itu, kan. Di situ pendekatan yang digunakan
pun tidak diminta secara spesifik seperti apa. Yang jelas, model yang
direkomendasikan memang cuman tiga.”
Peneliti : “Kemudian dalam observasi pembelajaran, saya temukan pada kegiatan
awal Bapak tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran.
Mengapa seperti itu, Pak?”
Guru A : “Saya biasanya sering melupakan itu. Kenapa saya melakukan kayak
gitu karena saya sudah memberikan preview materinya. Itu biasanya
yang sering membuat saya melupakan itu. Jadi, saya berpikir mereka
sudah diberikan preview materi tentu mereka sudah tau apa yang harus
dicari, sehingga saya akan mengambil, ya udah yang akan saya
jelaskan aja.”
Peneliti : “Menurut Bapak perlu nggak indikator dan tujuan pembelajaran itu
diketahui siswa?”
Page 276
265
Guru A : “Sebenarnya sangat penting sih untuk memfokuskan siswa. Cuman
masalahnya kadang-kadang ya untuk siswa di sini, pas mereka tahu
indikator, terus kita ngomong sesuatu di luar indikator, mereka nggak
peduli. Karena mereka akan berpikir, hari ini saya akan test oriented.
Yang dites pasti hanya indikator-indikator tersebut. Sehingga mereka
tidak mau mengembangkan pengetahuan yang lain. Saya sering
mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Kadang itu nggak muncul di indikator, tapi sebenarnya bermanfaat
untuk pengetahuan mereka berikutnya. Karena sebagian besar siswa di
Indonesia adalah nilai oriented, mereka nggak peduli, nggak ada
hubungan dengan nilai saya. Juga terkesan mebosankan dan lumayan
menghabiskan waktu. Sampai 5 menit kita menyampaikan itu. Dan
juga kalau mereka belum dikasih preview-nya terus kita udah
ngomongin indikator, mereka nggak mengerti, ini apaan.”
Peneliti : “Kalau memotivasi siswa sendiri, itu yang biasanya Bapak lakukan itu
seperti apa?”
Guru A : “Yang kayak kemarin. Ada hubungan materi yang kita pelajari dengan
kehidupan. Jadi, mereka merasa, oh materi ini berhubungan dengan
kehidupan saya yang ini. Saya lebih cenderung itu, daripada mengulas
kembali materi sebelumnya. Saya lebih cenderung memotivasi itu
dengan memberikan masalah yang mereka temui di kehidupan sehari-
hari. Terus saya bilang, hari ini yang sebenernya kita pelajari yang ini.
Terus mereka berpikir, oh ternyata materi ini dipakai loh di sini.”
Peneliti : “Berarti kontekstual, ya?”
Guru A : “Iya, saya lebih cenderung memilih yang itu. Karena belajar kan bukan
untuk mendapatkan nilai. Belajar adalah untuk mendapatkan ilmu
yang baru.”
Peneliti : “Kalau Bapak menemukan siswa yang tidak serius dalam belajar,
bagaiman biasanya Bapak?”
Guru A : “Banyak hal yang bisa dilakukan. Yang pertama sih dipanggil. Atau
kadang sambil bercanda saya manggilnya, Ade lagi mikirin apa?
seperti yang terjadi di kelas kemarin. Atau didatangi ke situ.
Kerjaannya sudah sampai dimana? Biasanya dengan pertanyaan
segitu, siswa udah balik fokus lagi. Atau kadang kalau satu kelas
nggak fokus, saya biasanya tepuk tangan. Mereka tidak fokus karena
mereka tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mereka sedang
fokus dengan hal lain yang sebelumnya sudah kita berikan. Misalnya,
saya sekarang lagi ngomongin A gitu, bagi mereka mungkin menarik
sekali. Tapi, diperhitungan kita di RPP, kita sudah harus pindah, gitu.
Sedangkan bagi siswa ini masih menarik untuk dikerjakan. Kadang di
posisi kita, kita sering anggap siswanya nggak serius. Tapi, setelah
kita dekati, mereka ternyata sedang mengerjakan sesuatu yang
Page 277
266
berhubungan dengan materi sebelumnya. Jadi, bagi saya, saya melihat
siswa serius atau nggak, itu setelah saya dekati. Karena dilihat dari
depan kelas kita tidak tahu. Misalkan kita sedang menajar di depan
kelas, terus kita menemukan siswa sedang menulis, itu bisa saja dia
menulis hal lain, menulis apa yang sedang kita sampaikan, atau
menulis hal yang sebelumnya yang kita berikan, yang menurut mereka
masih menarik”
Peneliti : “Kalau Bapak menemukan yang seperti itu, tindak lanjutnya apa?”
Guru A : “Tergantung. Kalau mereka memang sangat tertarik dengan itu, saya
tinggalkan dulu. Saya pindah dulu ke kelompok lain beberapa menit.
Setelah itu balik lagi. Kita tanya, sudah yang ini, bisa kita pindah ke
sini? Kayak gitu.”
Peneliti : “Nah, kalau mengembangkan sika-sikap ilmiah, kayak sikap jujur itu,
bagaimana Bapak melakukan?”
Guru A : “Itu biasanya saya lihat pas mereka lagi praktikum. Itu saya cek dari
datanya. Mereka setorkan data praktikum mereka. Setelah itu mereka
setorkan laporan. Kemudian, saya cek sama nggak datanya.
Berikutnya, kita semua tahu bahwa percobaan yang kita lakukan tidak
akan persis sama dengan teori. Kalau misalkan sampai dapat g = 9,8
harus ditanya siswanya.”
Peneliti : “Kalau kreativitas siswa itu, bagaimana Bapak mengembangkannya?”
Guru A : “Biasanya saya lihat dari proyeknya mereka. Seperti pas kontes
eskavator, terus maket kemarin itu. Dari situ saya lihat mereka kreatif
atau nggak. Bagaimana mereka mengembangkan sesuatu, kemudian
menganalisis sesuatu. Yang pas maket global warming nggak terlalu
kelihatan. Tapi pas kontes eskavator, itu kelihatan sekali. Saya
memilih desain ini karena pertimbangan ini. Saya memilih diameter
segini karena pertimbangannya ini. Saya memilih menggunakan pipa
karena yang ingin saya lakukan seperti ini. Saya memilih desain yang
dasarnya bisa dinaik-turunkan karena saya ingin lebih fleksibel.”
Peneliti : “Hasil wawancara dengan siswa dikatakan bahwa Bapak nyuruh mereka
buat proposal dulu. Benar, pak?”
Guru A : “Iya, benar. Proposalnya saya setujuin dulu baru nanti mereka buat
sesuai dengan proposal. Sehingga saya pas proyek itu bisa ngambil
nilai proyek dan portofolio. Proposal sama laporan mereka saya pakai
portofolio.”
Peneliti : “Kalau pendekatan saintifik itu, yang paling sulit dilakukan apa, Pak?”
Guru A : “Yang paling susah menanya. Susah sekali. Cenderung saya yang
banyak bertanya dibanding siswanya. Karena lihat juga kepadatan
materi yang dituntut dalam kurikulum kita. Kalau kurikulum luar,
siswa hanya diajarkan konsep-konsep dasar yang esensial saja. Kalau
kita materinya banyak sekali dan berbasis menghitung. Sehingga, kita
Page 278
267
kita tidak pernah memiliki waktu yang cukup untuk melatih mereka
berpikir untuk mengembangkan sesuatu. Misalkan, saya tampilkan
fenomena seperti ini. Kemudian saya menugaskan siswa untuk
berpikir, masalah apakah yang muncul dari sini, tentu mereka akan
bertanya. Tapi, untuk bisa memunculkan itu, nggak cukup waktu 10
menit.”
Peneliti : “Hasil temuan saya yang lain, Pak. Bapak saya temukan selalu
melakukan kesimpulan di akhir setiap konsep. Jadinya, kalau dalam
sekali pertemuan ada empat konsep, Bapak akan menyimpulkan
empat kali. Kenapa Bapak seperti itu? Kenapa tidak disimpulkan
sekalian di akhir pembelajaran?”
Guru A : “Saya gini mikirnya. Memori short term itu penting. Kalau kita
menyelesaikan banyak hal, kemudian di akhir baru saya simpulkan,
kadang esensi yang di awal kalah dengan esensi yang diakhir. Karena
manusia kan berpikir mana yang paling dekat itu kan yan paling
diingat.”
Peneliti : “Terus teknis membuat kesimpulan yang Bapak lakukan itu, saya
temukan seperti ini. Pertama, Bapak kan ngasi LKS ke siswa. Nanti
pas bahas LKS itu, Bapak kumpulkan satu-satu jawaban siswa. Dari
sana baru Bapak buat kesimpulan berdasarkan jawaban siswa tersebut.
Memang seperti itu teknis Bapak?”
Guru A : “Tergantung. Saya kadang-kadang menyimpulkan dengan metode
kayak gitu. Kadang juga konfrontasi antar kelompok. Kadang saya
yang intervensi. Jadi, kita lihat kondisi juga. Itu sebabnya setiap
mengajar saya berkeliling. Jadi, saya eksplor di situ siswanya level
analisisnya sampai dimana. Dari situ kita tentukan metode
menyimpulkannya. Apakah saya saya harus konfrontasi, kalau mereka
pada megang pendapat yang kuat, ya udah, adu argumen aja. Kalau
kemudian kita lihat analisis siswa lemah, kita yang intervensi. Tapi
kalau merata, ya udah, ayo kita cari bersama. Tetapi dengan feedback
kayak kemarin. Kalau misalkan siswanya buat kayak gini, saya tanya,
kalau misalkan dihubungkan dengan konsep ini, benar nggak?
Akhirnya mereka saling mengisi di sana. Jadi, tergantung kondisi di
lapangan.”
Peneliti : “Kemudian dari tiga kali saya observasi, saya temukan Bapak hanya
memberikan tugas sekali saja di akhir pertemuan karena waktu itu
Bapak tidak bisa mengajar. Kemudian tugas yang Bapak berikan itu
tidak dikumpul, hanya dijawab di LKS. Itu kenapa seperti itu, Pak?”
Guru A : “Saya menekankan bahwa mereka harus bertanggung jawab secara
moral terhadap dirinya sendiri. Yang saya lakukan di pertemuan
selanjutnya, tugas itu nggak saya kumpul. Saya tanya, yang kemarin
mengerjakan ini siapa. Kemudian semua angkat tangan. Mari kita cek.
Page 279
268
Silahkan maju ke depan, jangan bawa jawabannya, bawa y asoal.aja,
coba tolong dijelaskan. Bukan dituliskan yang saya minta. Kalau
mereka hanya menjadi sekretaris, nggak bakal bisa menjelaskan dan
mereka tidak akan mengerti. Dan di situ nilai perorangan juga saya
ambil.”
Peneliti : “Berarti hal itu sekaligus sebagai upaya pengembangan sikap ilmiah
bertanggungjawab ya, Pak?”
Guru A : “Ya, tapi itu harus disepakati dulu di awal. Silahkan tanya sendiri ke
siswanya. Saya jarang sekali mengumpul tugas. Tapi biasanya mereka
akan kerjakan. Karena setiap pertemuan, saya selalu bertanya, hari ini
tanggal berapa, yang ketua kelas siapa, pokoknya pertanyaan yang
unik, siswa yang itu yang harus maju menjelaskan jawaban tugasnya.
Sehingga siswanya berpikir, nanti siapa tahu yang disuruh maju tu
berdasarkan absen, siapa tahu berdasarkan tanggal, siapa tahu yang
ulang tahun bulan Juni, yang kayak itu biasanya saya lakukan. Jaidnya
mereka semua harus bersiap-siap. Karena saya untuk berharap dari
nilai tulis itu agak susah. Saya saja memproporsikan nilai nggak kayak
acaun resmi. Kalau acuan resmi itu kan nilai tes yang dominan. Saya
tidak. Yang saya utamakan adalah nilai proyek, nilai presentasi, dan
keaktifan pembelajaran di kelas. Kalau tes saya nggak berharap
banyak. Kemarin aja SAT, nilai tertinggi cuman 66. Kelas lain 90.
Jauh sekali kemampuannya. Tetapi, saya termasuk orang yang percaya
bahwa nggak semua anak punya kemampuan yang sama. Ada orang
yang memang lemah dikasih tes, tapi ada orang yang kreativitasnya
tinggi sekali. Ada orang yang kreativitasnya tinggi tetapi nggak
mampu komunikasi. Ada yang mampu komunikasi, tetapi nggak
kreatif. Sehingga, saya lebih cenderung memilih proyek. Mereka yang
punya kemampuan presentasi bagus akan jadi presenter. Yang punya
jiwa pemimpin akan jadi ketua kelompok. Itu maisng-masing punya
skor sendiri. Seperti yang saya lakukan pas proyek maket itu. Ada
yang presentasi di depan, ada yang prsesentasi di tempat, ada yang
ngerjain. Jadi, semua potensi siswa muncul di situ. Saya menghargai
potensi masing-masing siswa, sehingga saya nggak ngotot nilai tes
harus diutamakan. Kalau saya pakai tes sebagai nilai utama, itu satu
kelas dominan dapat nilai C. Siswa saya nggak pernah dapat nilai
ulangan harian di atas 80. Kalau nilainya murni pakai tes, aling cuman
satu orang yang sya kasih nilai B. tapi, saya juga harus memahami
bahwa nggak semua orang pinter tes. Yang penting yang mereka
kerjakan itu berkaitan dengan materi yang kita ajar.”
Peneliti : “Nah, untuk nilai sikap, itu kan merupakan rekapitulasi nilai social dan
religius. Nah, Bapak setuju nggak dengan hal itu?”
Page 280
269
Guru A : “Setuju. Karena menurut saya, religius itu bukan hanya berdoa,
menghargai orang itu religius. Respect sama lingkungan itu kan
religius juga. Kalau pas presentasi, gesture itu juga saya nilai.
Siswanya juga saya suruh nilai.”
Peneliti : “Oh, kemarin itu siswanya Bapak suruh nilai juga?”
Guru A : “Iya, kemarin pas presentasi maket, siswa yang lain juga saya suruh
nilai. Mereka juga ikut nguji presenter. Maket masing-masing
kelompok dinilai oleh kelompok akhir. Kan sekalian penilaian antar
teman.”
Peneliti : “Bapak kasih mereka instrument untuk menilai?”
Guru A : “Instrumennya ada.”
Peneliti : “Penilaian sikap kan ada empat, observasi, penilaian diri, penilaian
teman, sama penilaian jurnal. Yang mana yang Bapak paling
terkendala?”
Guru A : “Jurnal yang nggak bisa saya jalanin. Terlalu banyak siswanya.
Obervasi okelah saya yang lakuin. Penilaian diri dan penilaian teman,
kadang bisa, tapi nggak selalu.”
Peneliti : “Bapak melakukan penilaian diri satu semester berapa kali?”
Guru A : “Paling cuman sekali penilaian diri. Kalau penilaian antar teman,
tergantung, kalau ada proyek kayak kemarin, dua kali berarti saya
melakukan.”
Peneliti : “Kalau jurnal baru Bapak mengalami kendala?”
Guru A : “Iya, nggak bisa saya. Pekerjaan sudah terlalu banyak. Siswanya juga
banyak dan saya nggak bisa menilai sebanyak itu. Bayangin satu
siswa 36, itu kita harus bat catatan semua. Nggak bisa. Kemarin ada
instruktur bilang, bisa kok, hari ini diamati kelompok ini, besok
dilanjutkan kelompok lain. Menurut saya nggak bisa kayak gitu. Itu
artinya saya ngasih standar yang berbeda karena materi pembelajaran
dan kegiatannya berbeda. Kan bisa saja pas saya nggak nilai dia
bagus, terus pas saya nilai dia kondisinya jelek. Kan nggak adil.
Instruktur nasional juga nggak bisa jawab kok.”
Peneliti : “Kalau penilaian diri dan penilaian antar teman itu kan kecenderungan
hasilnya subjektif Pak, ya. Karena siswa punya kepentingan untuk
dapat nilai bagus. Menurut Bapak itu masih perlu nggak dilanjutkan?”
Guru A : “Penilaian diri sebaiknya tidak untuk digunakan menentukan nilai
akhirnya siswa. Tapi, penilaian diri digunakan sebagai evaluasi oleh
guru untuk menegtahui seberapa jauh keberhasilan siswa mencapai
indikator pembelajaran. Dari situ muridnya akan dengan jujur jawab.
Karena tidak ada tekanan bahwa nilainya akan dipengaruhi oleh
penilaian diri itu. Dengan menggunakan itu sebagai bahan evaluasi,
kadang saya sendiri mikir, oh ternyata saya nggak pas ngajar dengan
metode ini. Saya rubah. Sehingga, terkadang pembelajaran yang saya
Page 281
270
lakukan terkadang bebrbeda sekali dengan RPP. Karena RPP itu
disusun di awal semester, LKS yang saya bagiin juga sudah berubah.”
Peneliti : “Penilaian observasi itu Bapak lakukan secara simultan setiap
pembelajaran atau memang yang unik-unik saja yang Bapak catat?”
Guru A : “Yang unik-unik saja. Pada saat mereka menunjukkan kemampuan
yang bagus, masuk. Yang buruk masuk juga. Tapi, yang biasa, ya
sudah pukul rata. Nggak bisa saya observasi semua. Makanya penting
banget untuk guru itu keliling-keliling siswa pada saat ngajar. Jadi,
guru itu bisa tau kalau siswa itu bener belajar atau nggak. Kadang-
kadang ada yang rajin ngerjain soal tapi pendiam. Ada yang tukang
ngomong, dia nggak buat tapi dia yang angkat tangan, dia yang
menyampaikan jawabnnya. Kalau kita cuman berdiri aja di depan
kelas, kita nggak tau itu. Jadinya yang ngomong itu aja yang dapat
nilai. Padahal, ada siswa lain yang bekerja di belakang layar. Itu yang
kita tidak tau apabila kita tidak berkeliling.”
Peneliti : “Selama saya observasi, Bapak saya lihat tidak melakukan observasi
dengan instrument. Tapi, setelah saya tanya ke siswanya, mereka
bilang Bapak menilai lewat handphone. Benar nggak, Pak?”
Guru A : “Iya. Saya rajin sekali foto-foto siswa kan. Di rumah saya catat, oh ini
siswanya rajin, ini siswanya bercanda. Sehingga saya sering
memegang HP. Kadag saya catat perilakunya lewat HP, kadang saya
langsung foto. Pokoknya kalau yang unik, saya langsung foto. Nanti
di rumah saya rekap.”
Peneliti : “Mengapa meggunakan metode seperti itu?”
Guru A : “Kalau saya langsung melakukan penilaian di tempat, saya kehilangan
momen pada saat saya sedang mencatat. Nanti pas saya lagi asyik
mencatat, nanti saya melewati hal lain yang mucul. Mending saya foto
aja pakai HP nanti tinggal rekap di rumah.”
Peneliti : “Ada nggak kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia, sehingga
perilakunya dia nggak alami?”
Guru A : “Adalah, banyak. Itu sebabnya saya melakukan controlling dengan
berkeliling kelas. Sehingga saya tahu, ini si tukang bicara, ini si
tukang berpikir. Ya, yang si tukang bicara ini yang biasanya
perilakunya nggak alami.”
Peneliti : “Terus bagaimana Bapak menindaklanjuti yang seperti itu?”
Guru A : “Yang bicara tetap mendapatkan nilai berbicara, tapi yang berpikir di
belakang layar kan tetap harus saya hargai. Jadi, nilainya nggak
dimonopoli oleh si tukang bicara atau si tukang maju.”
Peneliti : “Kalau kuis yang Bapak berikan itu, bagaimana itu biasanya
teknisnya?”
Guru A : “Biasanya saya ngasihnya di akhir pembelajaran, tapi sudah
diberitahukan dari awal.”
Page 282
271
Peneliti : “Di akhir bab apa di akhir pertemuan, Pak?’
Guru A : “Di akhir pertemuan, tapi tidak selalu. Di pertemuan sebelumnya saya
biasanya ngomong kayak gini, di pertemuan selanjutnya kita akan kuis
materi ini. Sehingga, pertanyaannya pas saya masuk kelas biasanya,
jadi kuis, Pak.”
Peneliti : “Pernah Bapak kuis mendadak?”
Guru A : “Jarang, sih. Kecuali kelas dalam kondisi benar-benar tidak
memperhatikan saya. Jadi, saya hanya ingin mengecek, apakah
mereka tidak memperhatikan saya karena memang materinya tidak
menarik atau memang meraka sedang mengerjakan hal lain. Karena
pernah pas itu mereka sedang bersiap-siap mau ulangan matematika.
Mereka nggak memperhatikan saya, nggak fokus. Saya langsung
bilang, entar kita kuis ya.”
Peneliti : “Kemudian ada siswanya cerita bahwa Bapak memberikan nilai nol
bagi siswa yang menyontek. Benar, Pak?”
Guru A : “Iya, saya tidak mentolerir hal itu sama sekali. Saya robek
pekerjaannya. Saya langsung kasih nilai nol dia di depan. Saya bilang
silahkan istirahat.”
Peneliti : “Ulangan selanjutnya ada yang nyontek lagi, Pak?”
Guru A : “Mereka jera. Karena biasanya mereka dibuli oleh teman-temannya. Pas
ulangan kan saya bilang, jangan nyontek ya, teman-teman yang lain
langsung bilang, dengerin itu Ade. Kayak gitu. Sehingga, dia kapok.
Tapi, kelasnya memang tukang buli tu. Pokoknya siapa yang pernah
kena kasus, tiap hari disebut.”
Peneliti : “Kalau ulangan harian itu Bapak lakukan kapan?”
Guru A : “Biasanya saya lakukan di akhir bab.”
Peneliti : “Ada bab yang Bapak nggak kasih ulangan?”
Guru A : “Ada beberapa, seperti di bab pemanasan global. Itu nggak ada ulangan,
bahkan saya nggak menjelaskna materi, tetapi saya meminta mereka
di proyeknya.”
Peneliti : “Itu kenapa, Pak?”
Guru A : “Saya berpikir kalau saya ngasih ulangan di bab pemanasan global, saya
cuman ngomong teori. Pas ulangan mereka juga ngomongin teori
tanpa mendalami apa yang sebenarnya terjadi. Saya lebih senderung,
kalau hal yang bisa kita pelajarin dari lingkungan, untuk apa kita
ajarin teorinya. Toh juga dengan memberikan penugasan proyek
kayak kemarin, mereka juga akan baca teorinya. Kenapa ada efek
rumah kaca, bagaimana prosesnya, itu yang mereka cari. Nanti kalau
saya ngomongin materi juga itu yang saya bahas. Jadi, mubasir.”
Peneliti : “Berapa kali Bapak sudah buat proyek semester dua ini?”
Guru A : “Dua kali. Eskavator pas materi fluida dan maket pas materi pemanasan
global.”
Page 283
272
Peneliti : “Kalau praktikum berapa kali, Pak?”
Guru A : “Satu kali. Tentang titik berat aja waktu itu.”
Peneliti : “Kenapa kemarin Bapak tidak melakukan praktikum Melde?”
Guru A : “Nggak sempat, waktunya memang nggak cukup. Karena sudah
menjelang SAT, siswanya minta latihan soal, jadi saya kasih latihan
soal aja.”
Peneliti : “Menilai aspek pengetahuan Bapak ada kendala?”
Guru A : “Waktu meriksanya saya agak kewalahan. Karena sekarang kita tes,
pertemuan slenjutnya kita sudah harus bagikan hasilnya, kan. Saya
juga harus membuat analisis dimana letak kesalahan siswa untuk
remedi. Sebelum remedi, saya harus membahas itu dulu. Remedi itu
kan buka tes ulang. Remedi ittu proses memperbaiki kesalahan siswa,
nanti kalau sudah benar, baru dites. Nanti, yang diremedikan beda-
beda soal untuk setiap individu siswa, tergantung dia kurangnya
dimana. Di situ kadang saya susahnya.”
Peneliti : “Remedi itu Bapak gunakan jam pelajaran Bapak atau dicarikan waktu
lain?’
Guru A : “Saya masih gunakan jam pelajaran saya.”
Peneliti : “Terus siswa lain yang nggak remedi itu bagaimana?”
Guru A : “Syukurnya sebagian besar siswa pasti remedi. Jadi, sebagian kecil ini
pasti saya kasih tugas. Biasanya kan sekelas yang remedi, hanya satu
orang yang nggak remedi.”
Peneliti : “Ini Kurikulum 2013 ada KKM, Pak?”
Guru A : “Nggak, sih. Cuman di sekolah kami menyepakati bahwa nilai terkecil
untuk aspek pengetahuan itu adalah B.”
Peneliti : “Terus dari kurikulum ada standar nggak, Pak?”
Guru A : “Nggak ada.”
Peneliti : “Boleh-boleh aja berarti, ya. C dapat siswanya nggak apa-apa berarti?”
Guru A : “Boleh C untuk nilai pengetahuan. Tapi untuk sikap, minimal B. Kan
memang targetnya Kurikulum 2013 membentuk sikap katanya.”
Peneliti : “Untuk penilaian keterampilan ka nada praktikum, proyek, dan
portofolio. Itu yang paling berkendala itu apa, Pak?”
Guru A : “Portofolio paling susah, ya. Karena saya tidak tertib ngumpulin tugas
siswa. Kadang-kadang ada yang tercecer karena yang harus
dikumpulin itu banyak sekali, 36 siswa.”
Peneliti : “Itu teknis penilaian portofolionya kayak gimana, Pak?”
Guru A : “Kalau portofolio pakai nilai yang tertinggi. Tapi saya nggak kayak
gitu. Saya selalu pakai 3 nilai tertinggi terus dirata-ratakan. Karena
kalau kita pakai nilai terbaik, kalau nilainya sudah tinggi, tugas
berkutnya bisa nggak mau kerja lagi siswanya.”
Page 284
273
Transkrip Wawancara Satu dengan Siswa Guru A
Kode : Wan/D1/SGA/04-05-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Siswa Guru A
Hari/Tanggal : Senin, 4 Mei 2015
Tempat : Ruang Jurnalistik SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Adik, siapa namanya?”
Siswa : “Wahyu.”
Peneliti : “Adik?”
Siswa : “Erna.”
Peneliti : “Pelajaran fisika seminggu itu berapa jam dapet?”
Siswa : “4 jam seminggu.”
Peneliti : “Hari apa aja?”
Siswa : “Senin sama Rabu.”
Peneliti : “Apakah pembelajaran dalam seminggu itu selalu terisi? Apa pernah
kosong?”
Siswa : “Pernah, karena Bapaknya kan sibuk. Kadang ikut kayak workshop,
gitu.”
Peneliti : “Kalau misalnya bapaknya nggak ngajar, gimana?”
Siswa : “Dikasih tugas.”
Peneliti : “Tugas dalam bentuk apa?”
Siswa : “Buat soal di LKS. Nanti diperiksa pertemuan selanjutnya.”
Peneliti : “Berapa jumlah siswa di kelasnya Adik?”
Siswa : “36 orang.”
Peneliti : “Kelas sebelasnya rata-rata 36, ya?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Pengaturan tempat duduk di kelas tu, Pak Mahardika pernah nggak
ngatur sendiri?”
Siswa : “Nggak. Bapaknya pernah bilang, kalian boleh aja duduk dimana, yang
penting kalian tu harus fokus sama saya, gitu.”
Peneliti : “Kalau pas belajar berkelompok di kelas tu, anggota kelompoknya
bapaknya ngatur?”
Siswa : “Bapaknya yang ngatur soalnya biar merata yang pinter-pinter tu.”
Peneliti : “Kalau menurut adik sendiri, fasilitas sekolah pendukung proses
pembelajaran fisika saat ini, gimana? Sudah cukup atau masih
kurang?”
Siswa : “Sudah cukup sih.”
Peneliti : “LCD sudah mau jalan berarti, ya?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Kalau alat praktikum, ada yang masih kurang alatnya atau rusak?”
Siswa : “Kurang tau, Pak. Kita jarang praktikum soalnya.”
Lampiran 3.4
Page 285
274
Peneliti : “Selama semester dua ini, sudah berapa kali praktikum?”
Siswa : “Sudah 1 kali, pas torsi tentang titik berat.”
Peneliti : “Kalau membuka atau memulai proses pembelajaran itu, bagaimana
cara Bapaknya?”
Siswa : “Apa ya, Bapaknya itu selalu mengundang biar kita nggak jenuh, gitu.
Selalu buat ketawa, gitu. Jadi, pertamanya sih bapaknya masuk, kayak
grogi gitu bapaknya, suka nunjuk, kalau misalnya bapaknya lagi
badmood suka nunjuk gitu bapaknya. Jadi kan takut. Tapi bapaknya
bisa buat kita tenang”
Peneliti : “Awalnya kan biasanya panganjali dulu, habis itu biasanya bapaknya
ngapain?”
Siswa : “Nanya kabar, habis itu kalau memang lagi gini, nunjuk-nunjuk dah,
ditanyain tentang materi.”
Peneliti : “Materi saat itu apa materi sebelumnya?”
Siswa : “Materi sebelumnya. Kadang materi saat itu juga kalau sudah disuruh
pelajarin dulu. Kayak misalnya bapaknya nggak sekolah waktu itu,
materi yang itu ditanya, gitu.”
Peneliti : “Kalau di awal itu sering nggak Bapaknya ngasi pertanyaan yang
menantang gitu tentang aplikasi materi itu di kehidupan nyata?”
Siswa : “Sering sih menantang, ya. Orang pertanyaan bapaknya itu menantang,
pakek logika.”
Peneliti : “Pertanyaan seperti itu biasanya disampaikan di awal pelajaran atau pas
sudah jalan?”
Siswa : “Kadang di awal kadang di perjalanan.”
Peneliti : “Materi pelajaran yang disampaikan bapaknya biasanya dikaitkan
dengan pengalaman siswa, nggak?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Untuk materi kemarin kan tentang global warming, ya. Bapaknya
mengaitkan materinya dengan kehidupan sehari-hari?”
Siswa : “Global warming belum diajar. Kita langsung disuruh buat maket terus
presentasi, gitu. Baru kita global warming.”
Peneliti : “Pada saat membuka pembelajaran, bapaknya menyampikan nggak
indikator, tujuan pembelajaran, sama manfaat pembelajaran?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Yang kayak gini itu loh, setelah kalian belajar materi ini, kalian akan
tahu ini, manfaatnya dalam kehidupan ini. Itu disampaikan nggak?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Kalau urutan materi disampaikan? Hari ini kalian akan belajar ini,
habis ini, ini.”
Siswa : “Iya, tapi secara garis besar. Biasanya baru awal masuk BAB bapaknya
menyampaikan.”
Peneliti : “Kalau setiap pertemuan, bapaknya menyampaikan kayak gitu?”
Page 286
275
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Kalau manfaat belajar materi itu dalam kehidupan sehari-hari,
disampaikan nggak sama bapaknya?”
Siswa : “Disampein, tapi kayak cerita ngobrol-ngobrol santai, gitu.”
Peneliti : “Kalau teknik penilaian, bapaknya bilang nggak di awal?”
Siswa : “Iya, bapaknya selalu bilang kayak gitu.”
Peneliti : “Nah, kalau menurut adik sendiri, penyampaian urutan materi, manfaat
materi, tujuan, kayak gitu itu perlu nggak?”
Siswa : “Perlu.”
Peneliti : “Kenapa perlu?”
Siswa : “Nyiapin materi itu biar lebih bagus.”
Peneliti : “Kemudian, buku yang adik gunakan dalam belajar fisika itu apa aja?”
Siswa : “Buku paket, LKS Kreatif, sama Sagofindo.”
Peneliti : “Darimana adik dapet buku-buku itu?”
Siswa : “Buku paket yang ijo dari sekolah. LKS Kreatif sama Sagofindo beli di
luar.”
Peneliti : “Menurut adik buku paket yang dikasih sekolah itu bagus, nggak?
Kalau dibaca bisa dimengerti?”
Siswa : “Iya sih bisa.”
Peneliti : “Kalau LKS Kreatif itu biasanya buat apa?”
Siswa : “Buat dijawab soal-soalnya itu, pakek PR.”
Peneliti : “Kalau buku Sagofindo itu?”
Siswa : “Pakek nyari cara jawab soal.”
Peneliti : “Kalau bapaknya ngasi PR, soalnya darimana aja?”
Siswa : “Dari LKS Kreatif itu.”
Peneliti : “Buku paket itu biasanya bapaknya gunakan untuk apa?”
Siswa : “Sebagai panduan aja. Kalau materinya sudah nggak ada di LKS sama
Sagofindo, baru cari di buku paket.”
Peneliti : “Selain pakek buku, adik belajar fisika itu ada nggak pakek sumber lain
lagi? Kayak internet atau apa?”
Siswa : “Internet.”
Peneliti : “Tadi buat maket itu, sumbernya dari mana aja?”
Siswa : “Dari internet.”
Peneliti : “Kalau Pak Mahardika sendiri pakek buku apa dia ngajarnya?”
Siswa : “Sama bukunya kayak kita.”
Peneliti : “Materi yang disampaikan bapaknya saat ngajar itu, ada nggak di buku
yang kalian punya itu?”
Siswa : “Ada. Tapi ada tambahan-tambahan dari bapaknya juga.”
Peneliti : “Kalau materinya ada nggak ditambahin sama bapaknya?”
Siswa : “Kalau teorinya di LKS aja. Kalau itung-itungannya itu baru
ditambahin.”
Page 287
276
Peneliti : “Selain pakek buku, ada nggak sumber belajar lain yang digunakan
sama bapaknya? Pernah dia bawa alat peraga?”
Siswa : “Pernah.”
Peneliti : “Kapan itu?”
Siswa : “Waktu titik berat itu dia bawa alat peraga ke kelas.”
Peneliti : “Apa itu?”
Siswa : “Yang kayak digantung itu. Terus kita prakteknya itu di kelas, gitu.”
Peneliti : “Kalau pakek video itu pernah bapaknya?”
Siswa : “Belum.”
Peneliti : “Nah, bapaknya kan pernah pakek alat peraga itu. Adiknya lebih
mengerti belajar dengan itu?”
Siswa : “Iya, lebih mengerti dengan itu.”
Peneliti : “Kalau pada saat belajar, gimana bapaknya menyuruh siswa untuk
mengamati? Pernah nggak dia nyuruh siswa untuk mengamati
sesuatu?”
Siswa : “Pas kemarin praktikum titik berat itu di suruh ngamatin. Kan
digantung bendanya yang segi lima itu, itu dah disuruh ngamatin,
terus praktek tentang itu, gitu.”
Peneliti : “Alat peraganya bapaknya punya apa siswanya juga disuruh buat?”
Siswa : “Bapaknya punya. Kita cuman disuruh buat segi limanya aja.”
Peneliti : “Kalau mengamati fenomena di alam di luar jam belajar tu pernah
nggak disuruh sama bapaknya?”
Siswa : “Belum.”
Peneliti : “Kalau mengamati gambar pernah? Bapaknya nanyangin powerpoint isi
gambar, kayak gitu pernah?”
Siswa : “Belum.”
Peneliti : “Video?”
Siswa : “Belum. Bapaknya orang simpel dia ngajarnya, tapi kita ngerti.”
Peneliti : “Kalau bapaknya nyuruh siswa buat mengajukan pertanyaan pada saat
belajar itu, sering bapaknya nyuruh?”
Siswa : “Sering.”
Peneliti : “Gimana bapaknya nyuruh siswanya?”
Siswa : “Kayak dipancing-pancing gitu sama bapaknya.”
Peneliti : “Dipancing gimana?”
Siswa : “Sengaja dia buat kesalahan di papan itu, ada nggak yang ngerespon,
gitu.”
Peneliti : “Gimana siswanya, banyak yang respon?”
Siswa : “Banyak. Tapi takut-takut juga dikit.”
Peneliti : “Kenapa takut? Takut salah?”
Siswa : “Iya, hehe.”
Peneliti : “Kalau misalkan ada siswa yang bertanya, gimana bapaknya
menangapi?”
Page 288
277
Siswa : “Bapaknya tanggapi.”
Peneliti : “Kalau ada siswa yang jawab, gimana respon bapaknya?”
Siswa : “Bapaknya seneng kalau ada siswa yang mengkritik atau menjawab.”
Peneliti : “Gimana respon seneng bapaknya? Dikasih nilai?”
Siswa : “Nggak sih langsung dikasih nilai gitu. Yang jelas bapaknya suka,
mungkin nanti ditambahin nilainya.”
Peneliti : “Pas ada siswa nanyak, pertanyaan itu nggak dilempar sama bapaknya
ke siswa lain dulu?”
Siswa : “Gitu, sih. Tapi karena kita juga nggak bisa jawab, jadi bapaknya
langsung jawab.”
Peneliti : “Berarti nggak terlalu sering bapaknya gitu, ya? Langsung dia jawab
sendiri.”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Kalau melakukan percobaan di kelas selama ini apa aja?”
Siswa : “Dua kali. Eskavator dulu pada saat materi fluida, sama titik berat.”
Peneliti : “Praktikum titik berat itu kemarin nyobanya per kelompok atau per
siswa?”
Siswa : “Per kelompok. Nanti dikasih lembar kerja gitu, dah.”
Peneliti : “LKS-nya itu isinya disuruh ngapain aja?”
Siswa : “Disuruh hitung titik beratnya.”
Peneliti : “Setelah siswanya melakukan percobaan itu, terus ngapain?”
Siswa : “Jawab pertanyaan di LKS-nya.”
Peneliti : “Kalau jawab-jawab soal hitungan, itu sering di kelas?”
Siswa : “Sering.”
Peneliti : “Gimana prosesnya itu?”
Siswa : “Bapaknya tulis soalnya di papan, kita jawab, terus kadang bapaknya
nunjuk siapa yang ngerjain di depan.”
Peneliti : “Kalau siswanya nggak bisa jawab?”
Siswa : “Bapaknya nanyak siapa siswa yang mau ngelanjutin.”
Peneliti : “Kalau nyuruh siswanya untuk berpendapat, bertanya, berkomunikasi
kasi itu, gimana cara bapaknya?”
Siswa : “Itu dah, dipancing-pancing. Kadang juga ditunjuk langsung sama
bapaknya. Nomor absen segini siapa, itu disuruh jawab.”
Peneliti : “Pas siswanya diskusi kelompok selalu dikasih LKS sama bapaknya,
ya?”
Siswa : “Iya. Soal di LKS itu yang kita diskusiin.”
Peneliti : “Pas siswanya lagi diskusi, bapaknya ngapain?”
Siswa : “Dilihat-lihat kita, dipantau gitu sama bapaknya. Keliling-keliling dia.”
Peneliti : “Pada saat memantau itu, ngapain bapaknya?”
Siswa : “Kayak nanyak-nanyak gitu. Kadang ditanyain dah, seberapa selesai,
lagi ditanyain soal itu.”
Peneliti : “Semua siswa ditanya apa beberapa aja?”
Page 289
278
Siswa : “Beberapa siswa di kelompok itu aja.”
Peneliti : “Kalau pas siswanya lagi presentasi, bapaknya biasanya ngapain?”
Siswa : “Dengerin di depan. Nyari kesalahan kita.”
Peneliti : “Habis itu nanyak bapaknya?”
Siswa : “Nanyak. Biasanya nanyaknya banyak lagi.”
Peneliti : “Biasanya presentasi berapa kelompok aja?”
Siswa : “Presentasi satu pertemuan itu paling tiga, dibagi-bagi. Nggak kayak
tadi semuanya.”
Peneliti : “Banyak bapaknya nanyak, ya?”
Siswa : “Banyak. Kayak ngejebak, gitu. Bener paham atau nggak.”
Peneliti : “Kalau praktikum di lab, dari semester 1 sampai sekarang sudah berapa
kali?”
Siswa : “Belum pernah. Di kelas aja praktikumnya.”
Peneliti : “Kemarin praktikum titik berat itu, penilainnya gimana?”
Siswa : “Orang nilainya itu cuman LKS-nya aja yang dinilai, sama pas
prosesnya, dilihat siapa yang aktif. Bapaknya orang diem-diem gitu
dia suka nyatet-nyatet, gitu.”
Peneliti : “Nah, setelah dinilai, disampaikan nggak kesiswanya? Nilai kalian
kayak gini.”
Siswa : “Iya, disampein.”
Peneliti : “Sering bapaknya nyampein?”
Siswa : “Sering, dibilang nilainya jelek, hancur, bapak kecewa, gitu.”
Peneliti : “Dia bilang secara umum aja, atau langsung sebut nama?”
Siswa : “Secara umu. Tapi, kalau ada yang bagus satu, dibilang. Yang menonjol
sendiri itu baru disampaikan sama bapaknya.”
Peneliti : “Adik suka kalau bapaknya mengadakan kegiatan praktikum? Mana
lebih suka praktikum atau belajar biasa?”
Siswa : “Praktikum sih, ya. Lebih ngerti. Tapi, harus dijelasin juga sama
materinya.”
Peneliti : “Waktu titik berat itu, kok nggak di lab praktikumnya?”
Siswa : “Nggak bilang. Bapaknya langsung bawa ini aja.”
Peneliti : “siswanya buat segi limanya itu hari itu juga?”
Siswa : “Nggak. Sudah dikasi tau mingu lalunya. Jadi, kita buat di rumah.”
Peneliti : “Bentuk-bentuk apa aja tu yang dibuat?”
Siswa : “Pokoknya gabungan kotak sama segitiga.”
Peneliti : “Kalau suasana belajar di kelas, yang diciptakan sama Pak Mahrdika
itu, kira-kira sudah nyaman apa nggak?”
Siswa : “Nyaman. Soalnya kalau pas siswanya lagi bosen, bapaknya pasti
ngelucu.”
Peneliti : “Kalau senyum, sering bapaknya pas ngajar?”
Siswa : “Dari baru datang sudah senyum. Kita dah yang tegang.”
Peneliti : “Kok siswanya tegang, kenapa?”
Page 290
279
Siswa : “Bapaknya kan suka nunjuk-nunjuk, gitu. Kita takut nggak bisa jawab.”
Peneliti : “Kalau misalnya siswanya nggak bisa jawab pas ditunjuk, gimana
respon bapaknya?”
Siswa : “Diginiin, dibilang belum belajar, gitu. Tapi kan malu juga sama temen-
temen, gitu.”
Peneliti : “Kalau misalkan siswanya bisa pas ditunjuk?”
Siswa : “Kayak dikasih pujian, gitu.”
Peneliti : “Pas Pak mardika ngajar, semua siswa mau serius?”
Siswa : “Semua serius.”
Peneliti : “Kalau ada yang nggak serius, gimana?”
Siswa : “Bapaknya orang peka sekali, gini dikit aja ditauin. Nggak ada yang
berani. Kalau sudah Pak Mahar yang masuk, semua langsung berubah,
gitu. Nggak tau juga kenapa.”
Peneliti : “Kalau ada siswanya yang nggak serius, gimana bapaknya nanggepin?”
Siswa : “Bapaknya orang nggak suka yang kayak gitu. Badmood dah langsung
bapaknya. Bisa-bisa langsung kuis.”
Peneliti : “Pas Pak Mahardika lagi ngajar, siswanya mau aktif nggak? Aktif
bertanya, menjawab, yang kayak gitu.”
Siswa : “Iya aktif.”
Peneliti : “Kenapa tu, apa motivasinya siswa aktif kayak gitu?”
Siswa : “Seru loh. Bapaknya kayak anak muda kali. Tau semua, gitu.
Wawasannya luas.”
Peneliti : “Kalau memotivasi siswa, gimana biasanya bapaknya melakukan?
Misalnya siswanya nggak mau aktif, nggak mau nanyak gitu, gimana
bapaknya memotivasi?”
Siswa : “Nggak ada. Orang semua udah aktif.”
Peneliti : “Kalau misalnya hasil ulangannya jelek, gimana bapaknya?”
Siswa : “Kecewa bapaknya. Kadang kayak waktu ini dikasih open book. Udah
open book, nilainya tetep kecil. Kayak gitu bapaknya.”
Peneliti : “Kalau siswanya nggak bisa jawab, gimana bapaknya?”
Siswa : “Ketawa bapaknya. Ini pasti belum belajar, gitu.”
Peneliti : “Kalau ngasih nilai plus gitu, pernah bapaknya?”
Siswa : “Sering. Itu dah pas bapaknya sengaja bikin kesalahan, terus ada yang
ngoreksi, itu dah dapat nilai plus.”
Peneliti : “Siswanya dikasih tau bahwa dikasih nilai plus?”
Siswa : “Ya, dikasih tau. Saya paling suka sama ini, ntar nilainya ditambah.”
Peneliti : “Kalau pelaksanaan pembelajaran itu sendiri, gimana metode
bapaknya? Diskusi aja terus?”
Siswa : “Nggak. Adang-kadang bapaknya jelasin di depan.”
Peneliti : “Mana lebih banyak diskusi atau bapaknya jelasin, ceramah?”
Siswa : “Bapaknya lebih banyak jelasin.”
Peneliti : “Kalau pas lagi diskusi, LKS hasil diskusi itu diminta sama bapaknya?”
Page 291
280
Siswa : “Nggak. Dipresentasiin.”
Peneliti : “Itu dinilai sama bapaknya LKS itu?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Saat mengajar, itu biasanya bapaknya mengaitkan materinya dengan
fenomena sehari-hari?”
Siswa : “Iya, sering.”
Peneliti : “Mana lebih banyak bapaknya bahas konsep atau ngitung-ngitung?”
Siswa : “Ngitung, tapi pakek cara yang gampang, nggak berpatokan sama
rumus. Nggak mesti pakek rumus ini, yang penting tau konsep
dasarnya, gitu.”
Peneliti : “Pada saat bapaknya ngajar, itu materi yang diajar sistematis nggak?
Dari gampang dulu baru semakin sulit, gitu.”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Itu materinya terurut atau maju mundur?”
Siswa : “Berurut sih seperti di bukunya.”
Peneliti : “Kalau volume suara bapaknya bisa didenger seluruh siswa?”
Siswa : “Bisa.”
Peneliti : “Kalau bahasa lisan, cara dia ngomong itu bisa dimengerti?”
Siswa : “Bisa banget, soalnya bapaknya pakek bahasa sehari-hari, lebih akrab
jadinya.”
Peneliti : “Kalau tulisan bapaknya di papan itu, bisa dibaca?”
Siswa : “Bisa.”
Peneliti : “Kalau pas menutup pembelajaran itu, gimana cara bapaknya?”
Siswa : “Paling gini, nanti kalian pelajari materi selanjutnya, gitu. Kalau mau
ulangan dikasih tahu. Kalau minggu depannya bapaknya nggak bisa
ngajar, dikasih dah tugas, gitu.”
Peneliti : “Kalau kuis itu bisanya dikasih tau atau mendadak?”
Siswa : “Tergantung. Kalau pas bapaknya datang, siswanya masih rebut, tiba-
tiba kuis.”
Peneliti : “Habis kuis itu ngapain?”
Siswa : “Lanjutin materi.”
Peneliti : “Kuisnya itu dibagiin hasilnya?”
Siswa : “Nggak. Soalnya kalau kuis nilainya jelek-jelek.”
Peneliti : “Kalau menyimpulkan hasil pembelajaran, bapaknya pernah?”
Siswa : “Iya, kalau nggak keburu-buru, dirangkum sama bapaknya.”
Peneliti : “Untuk semester dua ini, sudah berapa kali bapaknya ngadain kuis?”
Siswa : “3 kali.”
Peneliti : “Gimana itu sistemnya? Soalnya dibacain atau diketik dalam kertas?”
Siswa : “Kalau mendadak dibacain. Kalau sudah direncanain dikasih kertas.”
Peneliti : “Darimana bapaknya ngambil soal itu?”
Siswa : “Buat sendiri.”
Peneliti : “Kalau ngasih PR sering bapaknya?”
Page 292
281
Siswa : “Iya. Kalau misalnya dia nggak ngajar itu.”
Peneliti : “PR-nya itu soalnya darimana?”
Siswa : “Dipilihin dari LKS soal yang susah-susah.”
Peneliti : “Nanti PR-nya itu dibahas?”
Siswa : “Iya. Ditanya dah, kalau misalnya ada yang nggak jelas tentang PR-nya
itu, baru bapaknya jelasin.”
Peneliti : “PR-nya itu dinilai sama bapaknya?”
Siswa : “Nggak, soalnya jawabannya langsung di LKS, nggak di setor.”
Peneliti : “Pak mahardika punya masalah nggak ngajar fisika di kelas kalian?
Misalnya sulit ngontrol siswa, kekurangan waktu buat ngabisin materi,
dan sebagainya.”
Siswa : “Semester satu kekurangan waktu. Cepet-cepetan. Bab terakhir cuman
satu pertemuan aja dihabisin.”
Peneliti : “Kalau ngontrol siswa, bapaknya ada masalah?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Kalau siswanya ada nggak masalah belajar fisika sama Pak
Mahardika? Misalnya nggak mengerti atau apalah.”
Siswa : “Nggak, sih. Bapaknya jelas sekali ngajarnya. Tapi gini, sekarang
ngerti, pas ulangan blank dah, gitu.”
Peneliti : “Kok gitu?”
Siswa : “Degdegan. Terus, soalnya mancing-mancing biar salah, gitu.”
Peneliti : “Soal ulangan yang diberikan bapaknya nyambung nggak sama materi
yang diajar?”
Siswa : “Iya. Dari soal-soal yang dibahas pas belajar itu dah diambil. Tapi,
orang kita udah nge-blank pas bapaknya datang.”
Peneliti : “Bapaknya disuruh nyatet pas belajar tu?”
Siswa : “Nggak dibilang langsung, sih. Bapaknya orang bilang kayak gini, saya
nggak suka orang yang kayak sekretaris, nyatet-nyatet aja, gitu. Yang
penting kalian ngerti, nggak usah dicatet, gitu loh. Kalau misalnya
perlu dicatet itu baru dicatet, gitu. Makanya, pas bapaknya ngajarin,
dengerin dulu, pas udah selesai baru catet, gitu.”
Peneliti : “Berarti nggak ada ya siswanya punya masalah sama bapaknya?”
Siswa : “Ada sih yang pernah nyontek.”
Peneliti : “Gimana respon bapaknya?”
Siswa : “Diambil langsung dikasih nol nilainya. Pas abis ulangan dibilangin
siswanya, kamu saya nolin nilainya. Takut dah siswanya. Nggak
berani lagi nyontek.”
Peneliti : “Kalau menilai pengetahuan siswa, biasanya pakek tes apa aja
bapaknya?”
Siswa : “Kuis, PR, ulangan.”
Peneliti : “Lisan pernah?”
Siswa : “Pernah.”
Page 293
282
Peneliti : “Gimana itu prosesnya?”
Siswa : “Waktu itu kita disuruh bikin karya tulis popular, kayak makalah. Abis
itu, ditanyain dah sama bapaknya tentang makalah itu. Ditanyain per
kelompok. Itu kan kelompoknya anggotanya 4 orang, bapaknya
nunjuk siswa di kelompok itu, sipa yang jawab, gitu. Coba ini yang
jawab, gitu.”
Peneliti : “Kalau ulangan harian biasanya per BAB atau gimana?”
Siswa : “Per BAB.”
Peneliti : “Pernah ada BAB yang nggak ulangan?”
Siswa : “Pernah. Kalau bapaknya bilang gampang, nggak ulangan. Yang pasti
kita udah ngerti, gitu.”
Peneliti : “Untuk semester 2 ini, BAB mana yang nggak ulangan?”
Siswa : “BAB ini dah, tentang pemanasan global.”
Peneliti : “Kalau bapaknya menilai keaktifan siswa, itu kayak gimana? Pernah dia
bawa lembar penilaian kayak gitu?”
Siswa : “Dicatet di hapenya. Semua dicatet dihapenya. Orang yang nyontek
itupun dicatet dihapenya.”
Peneliti : “Siswanya tahu bahwa bapaknya nyatet di hapenya?”
Siswa : “Dapet bapaknya bilang. Bapaknya bilang, kalau mau nilai kalian
berubah curi aja hape saya, semua nilai ada di hape saya, gitu.”
Peneliti : “Sering bapaknya berarti nyatet di hape itu ya?”
Siswa : “Iya. Yang bisa jawab, kayak gitu tu dicatet dah di sana. Saru-saru tapi
bapaknya ngeluarin hapenya”
Peneliti : “Kalau penilaian diri pernah bapaknya ngelakuin? Dikasih angket
siswanya disuruh nilai dirinya sendiri?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Kalau nilai temen? Kejujuran, disiplin, gitu”
Siswa : “Belum. Cuman menilai produk maket siswa kayak tadi, itu aja.”
Peneliti : “Kalau buat proyek kayak tadi itu, biasanya apa aja yang dinilai?”
Siswa : “Kreativitas idenya. Terus gimana kita presentasiin, cara ngomongnya.”
Peneliti : “Bapaknya sampein itu?”
Siswa : “Iya, selalu bilang.”
Peneliti : “Kalau sistematika penulisan maket itu dibilang sama bapaknya atau
bebas sesuai kreativitas siswa?”
Siswa : “Sesuai kreativitas siswa. Bapaknya bilang gini aja, cari solusi untuk
mengatasi pemanasan global, gitu aja.”
Peneliti : “Buat proyek kayak gitu sudah berapa kali?”
Siswa : “Yang makalah populer sama ini aja, ya.”
Peneliti : “Itu semester berapa?”
Siswa : “Semester satu. Tentang pemanasan global juga. Tapi, itu cuman buat
makalah sama presentasi aja. Kalau ini, kita nggak buat makalah, tapi
buat maket.”
Page 294
283
Peneliti : “Kalau hasil-hasil penilaian kayak PR, ulangan, kuis, terus proyek
kayak tadi itu, disampaikan sama bapaknya?”
Siswa : “Disampaikan di akhir. Kayak waktu ini, tengah semester, baru
dibilang. Totalnya aja. Nilai akhirnya.”
Peneliti : “Kalau ulangan, dibagikan hasilnya?”
Siswa : “Nggak. Kalau hasilnya jelek-jelek nggak dah dibagiin sama bapaknya.
Kalau masih ada yang gede, baru dibacain satu-satu.”
Peneliti : “Kalau menurut adik sendiri, perlu nggak dikasih tau nilai-nilai itu?”
Siswa : “Soalnya nilainya kecil-kecil, jadi nggak. Malu juga, entar paling kecil
di kelas. Kalau yakin nilainya gede, baru mau.”
Peneliti : “Kalau nilai proyek kayak tadi itu, perlu disampein?”
Siswa : “Perlu. Soalnya biar nambah semangat, motivasi.”
Peneliti : “Itu tadi bapaknya kan menyampaikan kelompok yang paling bagus
projeknya. Sering bapaknya kayak gitu?”
Siswa : “Sering. Dulu pas makalah populer juga gitu bapaknya. Terus pas
disuruh buat eskavator, juga gitu bapaknya.”
Peneliti : “Oh pernah disuruh buat eskavator sama bapaknya?”
Siswa : “Iya. Kemarin pas materi fluida.”
Peneliti : “Bagaimana tu prosesnya?”
Siswa : “Pertama kita kan disuruh buat proposal. Habis itu, kita buat alatnya
dengan disain beda-beda tiap kelompok. Terus di kelas kita kayak
main gitu aja. Lomba siapa yang paling banyak nangkap kertas, kayak
gitu. Habis itu buat laporan.”
Peneliti : “Proposalnya itu langsung dikumpul gitu aja? Nggak direvisi dulu sama
bapaknya? Ada yang kurang ditambahin.”
Siswa : “Nggak. Bapaknya cuman bilang rancangan di proposal itu jangan
terlalu berbeda dengan alatnya. Harus konsisten.”
Peneliti : “Kalau ada siswa yang nilainya di bawah KKM, digimanain sama
bapaknya?”
Siswa : “Dikasih tugas diakhir-akhir mendekati SAT gitu.”
Peneliti : “Tugasnya itu dibawa pulang apa dikerjakan di sekolah?”
Siswa : “Dibawa pulang.”
Peneliti : “Kalau menurut adik sendiri, bagaimana kualitas penilaian bapaknya?”
Siswa : “Bagus, terus adil, gitu.”
Peneliti : “Adik kan sudah dari kelas satu belajar fisika dengan Kurikulum 2013,
ya. Kalau menurut adik bagaimana Kurikulum 2013 itu?”
Siswa : “Lebih banyak proyek, gitu. Tugas juga banyak. Tugasnya itu gini lagi,
lebih susah. Nggak bisa dibuat sendiri harus kelompokan.”
Peneliti : “Kalau silabus dikasih siswanya?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Bagaiaman siswanya bisa tahu kalau semester ini belajar BAB apa
aja?”
Page 295
284
Siswa : “Lihat dari LKS.”
Peneliti : “Pernah nggak bapaknya ngasi materi di luar LKS?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Dari ketiga buku yang ada itu, buku mana aja yang paling sering
digunakan bapaknya?”
Siswa : “LKS.”
Peneliti : “Kalau di kelasnya Buk Dayu, LKS itu disuruh jawab dikumpul diakhir
semester. Kalian gitu, nggak?”
Siswa : “Nggak. Cuman disuruh jawab aja sebagai PR. Nggak dikumpul. Tapi,
bapaknya suka keliling-keliling, lihat-lihat LKS-nya. Sudah dijawab
apa belum, ini rajin apa nggak. Makanya kita takut, pasti dijawab.”
Peneliti : “Kalau pakek powerpoint, bapaknya nggak pernah sama sekali, ya?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Berati ngasih lihat gambar, video, nggak pernah bapaknya, ya?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Kalau fenomena sehari-hari itu, bapaknya bilangnya kayak gimana?”
Siswa : “Disuruh bayangin aja.”
Peneliti : “Iya. Udah deh kayaknya ni wawancaranya. Terimakasih, ya.”
Page 296
285
Transkrip Wawancara Satu dengan Guru B
Kode : Wan/D1/GB/25-04-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Guru B
Hari/Tanggal : Sabtu, 25 April 2015
Tempat : Ruang UKS SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Sejak kapan Ibu menerapkan pembelajaran fisika berbasis standar
proses Kurikulum 2013?”
Guru B : “Kalau di SMA 1 Singaraja, Kurikulum 2013 sudah diterapkan sejak
Tahun Ajaran 2013/2014.”
Peneliti : “Berarti sejak dua tahun lalu ibu sudah melaksanakannya, ya?”
Guru B : “Iya.”
Peneliti : “Kalau pengetahuan tentang konsep pembelajaran berbasis Kurikulum
2013, Ibu dapatnya darimana?”
Guru B : “Kalau tentang Kurikulum 2013, itu kita dapatnya dari workshop
kurikulum yang diadakan oleh sekolah. Itu memang ada beberapa
guru yang sudah mendapatkan workshop langsung dari pemerintah,
khususnya dalam hal ini yang menyelenggarakan itu beda-beda ya,
ada yang langsung dari pusat, kemudian ada yang laksanakan di
daerah. Tetapi, itu penyelenggaraannya bertahap dia, dan kebetulan
untuk saat ini, fisika baru kemarin dapat pelatihan. Itu dua orang
guru kita saja dan satu orang dikirim sebagai instruktur nasional.
Tapi, sisanya guru yang lain itu belum mendapatkan. Jadi, kita hanya
mendapatkan imbas.”
Peneliti : “Terus kalau teks atau panduan tentang kurikulum, Ibu punya?”
Guru B : “Oh, kalau dari segi panduannya itu, kita dikasi sama Wakasek
Kurikulumnya.”
Peneliti : “Berupa napi nika, Buk?”
Guru B : “Itu ada berupa silabus, kemudian ada juga contoh RPP dari temen-
temen yang udah pelatihan, walaupun waktu itu yang pelatihan
pertama kali adalah pelajaran matematika, jadi kita mengadopsi, kita
kan karena MIPA itu mirip ya, jadi kita mengadopsi dari RPP guru
matematika pada waktu itu. Jadi, kita mengadopsi bagaimana, ada
yang cocok dengan teknik yang bisa kita terapkan dalam
pembelajaran fisika.”
Peneliti : “Kalau workshop berapa kali Ibu pernah ikut?”
Guru B : “Kalau workshop itu kita rutin di sekolah itu diadakan setiap tahun.
Setiap mau menjelang tahun ajaran baru pasti ada workshop
kurikulum. Nah, kalau kemarin workshop Kurikulum 2013 itu
kemarin guru-guru yang diadakan di Denpasar, kalau nggak salah.
Nah, ketika workshop di sekolah, guru-guru yang telah ikut
Lampiran 3.5
Page 297
286
workshop itu dikasih waktu untuk mengimbaskan ke guru-guru yang
ada di sekolah sini.”
Peneliti : “Yang workshop nasional di Makasar itu, Ibu ikut waktu itu?”
Guru B : “Waktu itu, fisika sama sekali belum ikut waktu itu. Yang ikut waktu
itu kan cuman tiga mapel aja, sejarah, kemudian bahasa Indonesia,
dan matematika. Kemudian kalau fisikanya kemarin diadain di
Sawan, kalau nggak salah. Fisika itu kan peminatan. Peminatan itu
belakangan daripada wajib. Kalau sejarah, bahasa Indonesia, dan
matematika, itu kan mata pelajaran wajib, jadi dia pelatihan
Kurikulum 2013 yang pertama. Jadi, dia yang dikirim ke Makasar.
Kemudian yang kedua, yang peminatan itu dipusatkan di Surabaya,
dan yang menjadi instruktur nasional untuk fisika di sini adalah Pak
Sudana Kemudian, Pak Sudana memberikan pelatihan di sini. Jadi,
guru-guru yang menajdi instruktur nasional itu bertugas memberikan
pelatihan di daerahnya. Berarti yang memberikan kita pelatihan di
sini tu bukan instruktur pusat, tapi dari guru-guru kita yang sudah
dikirim, gitu. Jadi, itu yang diimbaskan. Jadi, kalau temen-temen
yang belum dapat di Sawan, lagi diimbaskan. Jadi, bertahap dia.”
Peneliti : “Terus, bagaimana peran workshop dan pelatihan itu terhadap
pemahaman Ibu tentang pembelajaran berbasis Kurikulum 2013?”
Guru B : “Iya, kalau awalnya sih, ketika pelatihan, mungkin kita dibuat
bingung, ya. Tapi, karena tuntutan dari pihak sekolah yang
mewajibkan kita harus sudah punya RPP, harus punya segala macam
yang akan digunakan untuk mengajar, jadi kita secara tidak langsung
dipacu untuk membuat adminsitrasinya itu. Jadi, kita saling
membantu jadinya antar temen sesama guru, gitu.”
Peneliti : “Kalau menurut pemahaman Ibu sendiri, kenapa KTSP itu diganti
dengan Kurikulum 2013? Ada nggak perbedaan pembelajaran
dengan Kurikulum 2013 dan KTSP?”
Guru B : “Kalau pergantian kurikulum, saya rasa memang sudah program
pemerintah yang dari dulu sering dilakukan. Dari jaman saya SMA
saja itu sudah ada kurikulum KBK, yang pada waktu itu masih masa
percobaan, kemudian masuk ke kurikulum 2006, yang sering disebut
KTSP. Nah kurikulum KTSP ini kan juga sudah lama ya waktunya.
Jadi, menurut pemerintah, mungkin ada beberapa hal yang harus
diperbaiki untuk peningkatan kualitas pendidikan. Nah, dalam hal ini
yang menjadi perbedaan yang esensial dari Kurikulum 2013 itu
adalah di sistem penilaian. Kemudian, kalau misalnya di pendekatan
ataupun metode pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di
fisika, itu sudah hampir tidak berubah ya, karena kita sudah selalu
menerapkan model pembelajaran terbaru, kemudian kita sudah
menggunakan model pembelajaran kooperatif, dan segala
Page 298
287
macamnya. Jadi, tidak terlalu berubah. Cuman yang dituntut itu
adalah bagian penilaian yang khusus menilai, kalau kita biasanya di
fisika penilain proyek, portofolio, dan segala macamnya, itu
mungkin sudah biasa kita lakukan, cuman untuk penilaian yang lebih
rinci itu adalah seperti di penilaian sikap. Kita biasanya kalau
menilai sikap siswa itu mungkin tidak serta merta bisa menilai secara
keseluruhan, tapi kalau di sini, itu observasi lain, kemudian penilaian
jurnal lain, kemudian observasi antar teman lain, penilaian diri
sendiri lain. Jadi, itu semua harus dicakup. Jadi, itu yang, ya terus
terang membuat kami kalau di guru itu susah, gitu, karena jumlah
siswa banyak kita ngajarnya banyak, otomatis untuk melakukan
penilaian juga agak ribet. Selain itu juga, angket yang diberikan ke
siswa kan juga agak lumayan harus di perbanyak, gitu. Jadi, cuman
itu sih kendalanya. Kalau yang lain-lain itu, saya rasa tidak jauh
berbeda dengan apa yang sudah kita terapkan biasanya.”
Peneliti : “Kalau karakteristik pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 itu, yang
Ibu ketahui itu apa?”
Guru B : “Karakteristik pembelajaran itu kan menekankan pada pendekatan
saintifik. Di sana kan dituntut penggunaan 5M, mengamati,
menanya, kemudian mengkomunikasikan, nah itu yang lima itu, ya.
Jadi, di sana dia lebih detail dia dibahas, kalau misalnya yang
kemarin-kemarin, itu kan mencakup kayak eksplorasi, elaborasi, itu
jadi satu. Nah, kalau di sini lebih detail lagi, mengamatinya bagian
apa yang diamati, kemudian menanyanya lagi ditekankan, gitu.
Cuman dipilah-pilah aja, sih. Lebih dipersempit lagi.”
Peneliti : “Dalam Kurikulum 2013, kan pembelajaran dilakukan dengan
pendekatan saintifik, seperti yang Ibu bilang tadi itu ya. Nah,
bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik itu,
Buk?”
Guru B : “Ya, pendekatan saintifik itu kan melakukan, ya misalnya seperti yang
5M tadi. Itu kan sudah biasa juga dilakukan oleh anak-anak yang
melakukan penelitian. Ya karena anak-anak di sini, untuk belajar
seperti itu, tidak terlalu mengalami kesulitan, karena mungkin
mereka sudah terbiasa, cara berpikirnya juga sudah dibawa ke arah
sana, jadinya mereka tidak terlalu susah kalau mengikuti
pembelajaran seperti itu.”
Peneliti : “Iya. Sudah biasa ya, Buk. Seperti yang dibilang sama Pak Mahardika
kemarin pas wawancara, bagi guru-guru IPA pendekatan saintifik ini
sudah biasa.”
Guru B : “Ya. Karena mungkin yang dari guru-guru IPS yang mungkin agak
kerepotan menerapkan kurikulum ini, gitu. Karena segala sesuatunya
di sini seolah-olah mengarah ke pembelajaran IPA. Seperti misalnya
Page 299
288
meminta untuk pembelajaran berbasis proyek, kalau portofolio kan
masih bisa diterapkan sama guru-guru lain. Kalau yang proyek itu,
kadang untuk guru geografi itu, saya mesti bikin apa, gitu. Itu yang
menjadi pertanyaan bagi mereka, padahal dalam penilaian, kolom itu
harus terisi, gitu. Jadi, mereka mungkin susahnya di sana, tapi kalau
kita di MIPA khususnya, itu nggak sampai kesusahan seperti itu.”
Peneliti : “Kalau dari segi perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013
kalau menurut pemahaman Ibu itu bagaimana idealnya?”
Guru B : “Yang namanya perencanaan, pasti dibuat sebelum mengajar, ya. Tapi
nanti ketika ketemu siswa belum tentu juga dapat dilaksanakan
seperti itu. Jadi, nanti kalau di pembelajaran tidak terlaksana, kita
harus bisa mengalihkan, tapi tidak mengurangi esensi yang kita
berikan ke siswa, gitu.”
Peneliti : “Apa aja yang disiapkan sebagai perencanaan, Buk?”
Guru B : “Kalau dari segi perencanaan, mungkin yang kita siapkan itu LKS.
Karena kita Kurikulum 2013, LKS yang ada itu tidak terlalu
menunjang, karena yang nulis buku itu kan kadang-kadang masih
nyampur dengan Kurikulum 2006, ya. Jadi, di sana apa yang
diharapkan, misalnya, ingin memunculkan kegiatan mengamati di
sana, nggak muncul. Jadi, kita harus memodifikasi atau membuat
LKS baru. Jadi, itu pertama, persiapan LKSnya. Kemudian
mempersiapkan, ya tentunya RPP ya, itu sudah pasti. Kemudian
mempersiapkan gini juga, media pembelajaran. Jadi, kalau kita
memiliki media pembelajaran yang mendukung, itu akan lebih bagus
untuk siswa.”
Peneliti : “Ya. Nika (itu) dari segi perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013
ada nggak perbedaanya dengan KTSP, Buk?”
Guru B : “Kalau kita nggak terlalu berbeda, semuanya hampir sama, ya. Cuman
di penyusunan RPP-nya saja yang ada, misalnya ditulis, mengamati,
gurunya ngapain, siswanya ngapain, jadi khusus untuk mengamati
saja, nggak boleh dimasukkan kegiatan lain di dalam situ. Misalnya,
kegiatan menanya, khusus guru yang mengajukan pertanyaan, atau
siswa yang mengajukan pertanyaan. Jadi, khusus menanya aja.
Kemudian mengeksplorasi, artinya dia harus mencoba sendiri,
mencari data sendiri, baik itu dari internet, kalau memang soalnya
teori, kemudian mencoba sendiri, kalau soalnya berupa praktikum,
gitu.”
Peneliti : “Ya. Berarti, dulu di KTSP nggak ada kayak gitu ya, dicampur?”
Guru B : “Ada. Tapi namanya eksplorasi, elaborasi, seperti itu. Tapi kan, tidak,
menanya, titik dua, ini ceritanya, apa aja sih. Jadi, kalau menanya
ceritain apa aja yang ditanyain, tulis di sana, gitu. Kalau di elaborasi
Page 300
289
kan, guru menanya, gitu maksudnya, nggak sampai detail, guru
menanya, pertanyaannya ini, nggak gitu.”
Peneliti : “Kalau langkah-langkah membuat RPP itu sendiri dari Kurikulum
2013 berbeda nggak dengan KTSP?”
Guru B : “Kalau langkah-langkahnya, ya pasti berbeda, karena gininya berbeda
kan, misalnya kegiatan menanya, kan beda dengan kegiatan
elaborasi, kan pasti beda kan redaksi kalimatnya. Kalau kegiatan
secara umumnya sih nggak terlalu berbeda menurut saya, ya, karena
yang namanya kegiatan menanya, mengamati, itu include di bagian
elaborasi, mengeksplorasi. Kemudian ada, kegiatan mengelaborasi
itu ada analisis data, kalau di Kurikulum 2013. Kalau konfirmasi, di
Kurikulum 2013, namanya mengkomunikasikan. Ini kan sama aja,
gitu. Cuman yang beda di Kurikulum 2013 itu, ada KI dan KD, kalau
dulu SK sama KD, cuman dibedain nama aja sih sebenernya, istilah-
istilah itu.”
Peneliti : “Kalau prinsip penyusunan RPP ada nggak bedanya, Buk?”
Guru B : “Kalau RPP itu setiap tahun itu berubah, karena Kurikulum 2013 yang
mulai diterapkan Tahun Ajaran 2013/2014, itu menggunakan
peraturan 81A, tapi kalau sekarang udah beda lagi, permen 104 sama
103 yang dipakek dalam penilaian dan RPP. Jadi, bedanya, kalau dia
di permen 81A, itu berisi tujuan pembelajaran, materinya tidak
terstruktur dengan jelas ya, kalau di situ. Kemudian dari segi
penilaian sikapnya, kalau dulu di permen 81A itu menggunakan rata-
rata dia, kalau di permen 104 itu menggunakan modus. Jadi,
kelemahannya ya, kalau misalnya ada siswa, dia di sana kan diamati
misalnya disiplin, kemudian percaya kepada Tuhan, seperti itu.
Kalau misalnya dia tidak rajin sembahyang, kemudian dia tidak
disiplin, tapi dia baik sama temen, ini kan otomatis empat dia, ada
aspek lain yang ini baik, yang ini juga baik, berarti ini sudah
dianggap tidak penting. Karena yang muncul kan modus, jadi mana
nilai terbanyak, walaupun di sini tidak percaya sama Tuhan
mendapat nilai satu, kemudian yang ini, yang kedua misalnya dapat
nilai tiga, yang ini dapat empat, otomatis yang empat keluar, dengan
kualifikasi sangat baik. Jadi, kalau ada lima, yang ini satu, yang ini
tiga, yang ini empat, otomatis empatnya, kenken belernya
(bagaimanapun nakalnya) dia, misalnya dia nggak mau sembahyang,
tapi ini bagus, ya tetep sangat baik keluar. Itu kelemahannya kalau
menurut saya.”
Peneliti : “Berarti saat ini Ibu memakai sistem modus itu ya, Buk?”
Guru B : “Ya, karena itu memang sudah diminta dari pusat. Jadi, yang kemarin,
waktu angkatan pertama, sistem penilaiannya seperti itu, jadi
sekarang berubah lagi. Karena terus mengalami pembaharuan, ya.”
Page 301
290
Peneliti : “Ya. Itu dari segi perencanaan, sekarang ke pelaksanaan. Yang
pertama, kalau teknis membuka pembelajaran yang ideal sesuai
dengan tuntutan Kurikulum 2013 itu bagaimana, Buk?”
Guru B : “Kalau di Kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006, itu yang pertama
pasti menyapa siswa, kemudian mengabsen, itupun satu persatu yang
menyatakan bahwa guru itu perhatian sama siswa. Tapi kalau saya,
ngabsen itu nggak satu-satu, kecuali pertama kali saya masuk. Itu
karena untuk sekalian mengingat kemudian menghapal namanya.
Tapi, kalau sudah sekian kali berjalan, toh saya sudah tau namanya,
saya bisa lihat ada yang nggak hadir, paling saya cuman nanya
alasan dia nggak hadir kenapa. Kemudian, idealnya lagi kan
menyampaikan KI-KD yang akan dibahas dan indikatornya. Untuk
saya, itu tidak saya lakukan, karena kepepet waktu pertama,
kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi yang seperti itu,
saya kasih aja mereka silabusnya, kemudian silahkan dibaca-baca,
materi apa yang akan kalian perlukan, silahkan dicari lebih awal.
Jadinya, mereka udah tau materi yang disampaiin itu apa, mereka
udah dapat. Terkadang sih memang kalau yang ideal, kalau beberapa
powerpoint yang saya dapat dari internet, itu memang sudah ada,
indikatornya memang saya biarkan di powerpoint, tapi jarang saya
ungkapkan ke siswa, toh mereka juga udah tau. Kemudian, kalau
dalam pelaksanaannya, pada bagian inti, mungkin memang ada
beberapa bagian yang harus terlewatkan, misalkan beberapa
pertanyaan yang misalnya dikonsep menanya, guru menanyakan
pada siswa segala macem, gitu, itu sudah kita rangkum dalam LKS,
jadi apa yang akan kita tanya ada di LKS. Jadi, langsung aja di sana,
di kegiatan sama siswa, sama kelompoknya. Kemudian, terkadang,
karena kita yang namanya situasional di sekolah, kita, oh ini sekian
kali pertemuan, tapi tiba-tiba di telpon, disuruh ikut rapat, ada
kegiatan ini, di telpon ada tamu dari apa, gitu, dari pengawas atau
apa, gitu, terpaksa mereka di tinggalkan, dikasih tugas, kan jadinya
waktu yang sudah direncanakan 2 jam pelajaran, jadi 1 jam pelajaran
saja, siswanya dikasih tugas, mungkin hanya itu. Kalau misalnya
penutup, mungkin tanpa kita sadari juga, pasti mereka nanya, Buk
minggu depan ngapain? Pasti secara tidak langsung seperti itu. Jadi,
kita akan otomatis nyampein apa yang seharusnya memang
disampaikan. Kemudian, kalau ngasih kuis kadang kalau pas
pelajaran itu nggak tentu juga, tergantung waktunya, kalau misalnya
udah mepet banget, bisa saja minggu depan sebelum pembelajaran
kita ngasi kuis atau setelah materinya habis dikasih kuis, gitu,
tergantung situasional sih.”
Page 302
291
Peneliti : “Kalau bentuk realisasi pendekatan saintifik yang ideal seperti
tuntutan Kurikulum 2013 itu, bagaimana Buk?”
Guru B : “Kalau tuntutan K13 kan menggunakan pendekatan saintifik. Jadi,
pendekatan saintifik itu kan tidak mesti harus eksperimen. Jadi, kan
bisa melalui pengamatan saja, kan bisa. Tidak mesti harus
berkelompok. Kemudian karena materi pelajaran semester ini kan
sedikit abstrak dia. Kalau kayak pemanasan global, kalau mereka
harus berkelompok mengerjakan praktikum, kan nggak mungkin kita
bikin miniature bumi, gitu kan. Jadi, mereka mengamati fenomena-
fenomena yang memang mereka udah lihat di sekitar mereka, gitu.”
Peneliti : “Kemudian untuk tahapan-tahapan pendekatan saintifik itu, semuanya
Ibu bisa capai dalam satu pertemuan atau dilanjutkan di pertemuan
selanjutnya?”
Guru B : “Ya, itu seperti yang saya bilang, situasional. Kalau misalnya, nggak
ada halangan, bisa. Nanti kalau misalnya ada telpon, hari ini
rapatnya mendadak, karena acaranya mendesak, jadi terpaksa saya
hentikan sampai di sini, dilanjutkan dengan tugas saja, saya kasih
tugas. Untuk mengantisipasi pembelajaran yang, misalnya kita harus
selesai pada materi A, gitu, tetapi ternyata belum selesai, jadi yang
materi A itu kita kasih berupa tugas. Jadi, otomatis mereka akan
mengerjakan, kalau nggak selesai di sekolah, pasti dibuat di rumah
bersama kelompoknya.”
Peneliti : “Kemudian, kalau dari segi evaluasi pembelajaran tuntutan Kurikulum
2013 itu seperti apa, Buk?”
Guru B : “Kalau evaluasi, output-nya nanti kan berupa hasil dari pembelajaran
itu, kan. Hasilnya itu yang diminta kan berupa aspek dari sikap, KI-3
itu berupa pengetahuan, dan KI-4 itu berupa keterampilan. Jadi,
untuk KI-1 dan KI-2 itu mencakup sikap, itu kita amati melalui
observasi, kemudian ada jurnal, ada penilaian diri, ada penilaian
antar teman. Kalau penilaian diri dan penilaian antar teman, kan bisa
saja mereka bohong, kan. Karena mereka saling berteman, eh nanti
kasih aku nilai gede, ya. Jadi, di sini yang paling berperan itu kan
penilaian jurnal dari guru. Misalnya kalau ada murid yang, ya
terkatagori “ter”, baik itu terbaik maupun terburuk, pasti medapat
catatan, tapi yang ditengah-tengah, mungkin kita akan tidak terlalu.
Dipukul rata jadinya, kan seolah-olah. Ya, karena lumayanlah
muridnya banyak, jadi yang kita amati itu adalah yang terbaik dan
terburuk. Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis
kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan nanti ada
UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu memiliki bobot tersendiri
dari pihak kurikulum. Ada standar nilai yang diterapkan oleh
MGMP. Untuk fisika, kita mengambil nilainya minimal B. Jadi,
Page 303
292
bagaimana caranya agar kita minimal dapat nilai B. Ya, entah itu
siswanya diremidi terus menerus, yah tergantung nilainya nanti.
Kemudian untuk KI-4, itu kita ambil melalui praktikum, kalau
memang yang ada praktikumnya. Tapi, kalau misalnya nggak ada
praktikum, ya kita amati dengan pembelajaran kelompok. Jadi, nilai-
nilainya itu kita akumulasikan sesuai dengan form yang diberikan
oleh pihak sekolah. Kalau KI4, itu keterampilannya bisa berupa
project, kemudian ada berupa portofolio. Itu nanti kita bisa pilah,
yang mana termasuk portofolio, yang mana termasuk project. ”
Peneliti : “Untuk keempat aspek itu Buk, ya, religius, sikap, pengetahuan,
keterampilan, itu Ibu ngambil nilainya per pertemuan atau acak?”
Guru B : “Kalau untuk KI1 dan K2, itu kita ngambilnya setiap pembelajaran itu
nggak tentu, jadi kalau pada saat pembelajaran, ada kejadian yang
menurut kita unik, itu yang kita catat. Tapi, penilaian untuk KI3 dan
KI4, itu terstruktur dia. Jadi, kapan kita akan mengadakan kuis, itu
kita atur waktunya, ulangan harian, UTS kan emang udah jadwal ada
dari kurikulum, kemudian ulangan umum juga udah dari kurikulum.
Sedangkan untuk praktikum, kita pasti mengkomunikasikan pada
pembelajaran sebelumnya. Karena misalnya, anak-anak minggu
depan kita akan praktikum ini, silahkan rancang kegiatannya sama
kelompok, gitu, kita ngasihnya karena LKS terbuka, jadi mereka
dikasi, kita kan praktikum ini, jadi silahkan kalian rancang dulu
kegiatannya seperti apa, nanti kita coba sama-sama. Jadi, nanti
ketika praktikum, mereka sudah siap melakukan apa yang diminta.
Jadi, di sana nanti langsung nilai pakek observasi. Jadi setiap
kelompok, kita kan udah hapal ya namanya, kecuali ada orang lain
ikut observasi, baru pakek nametag mereka. Jadi kita udah tau, siapa
yang aktif bekerja, siapa yang sekedar ikut nimbrung, tanpa
membantu apa-apa, gitu.”
Peneliti : “Kalau bentuk instruksi kepala sekolah sendiri terkait pelaksanaan
pembelajaran berbasis Kurikulum 2013, ada nggak, Buk?”
Guru B : “Kalau kepala sekolah dalam hal ini, ya, itu mendukungnya dengan
cara memberi motivasi aja. Ya, untuk guru-guru dicoba ya
menerapkan pembelajaran dengan Kurikulum 2013, ya terutama
untuk guru-guru IPS sih, kebanyakan memotivasi bapak kepala
sekolah, karena kan pendekatannya kan berbeda dengan kita. Kepala
sekolah juga sempat melakukan beberapa observasi ke kelas,
mungkin ngeliat gimana sih caranya, kan kebetulan kepala sekolah
kita jurusan fisika, jadi secara tidak langsung kadang kepala sekolah
itu mampir ke lab fisika untuk ngeliat mereka ngapain, gitu.
Kemudian untuk guru-guru yang lain, ketika workshop, kepala
sekolah menghimbau untuk segera mengumpulkan RPP, kemudian
Page 304
293
silabus, perangkat pembelajaran mereka lah, untuk pembelajaran
yang akan datang. Nah, untuk di akhir semester nanti gurunya
mengumpulkan kembali untuk yang sudah direvisi-revisi, untuk
pelaporan saja sih, baik itu kepada pengawas maupun kepala
sekolah. Biasanya setiap akhir semester guru-guru pasti membuat
seperti bendelan, ada yang diprint, ada yang di softcopy. Yang
penting, pada saat pengawas datang di akhir semester, kita diminta
mana rancangan minggu efektfnya, mana program tahunannya, mana
program semesternya, yah semuanyalah kita diminta. Jadi, biar gita
nggak bingung, jadi harus dijadiin satu, kaata kepala sekolah. Jadi,
itulah bentuk motivasi kepala sekolah kepada guru-guru.”
Peneliti : “Ya. Kalau workshop nya sendiri, gimana teknisnya, Buk?”
Guru B : “Workshop itu kan biasanya diadain dalam dua tahap ya. Kemarin
sudah, untuk yang Tahun Ajaran 2015/2016, kemarin sudah
dilaksanakan dengan memperkenalkan permen 103 dan 104 tentang
RPP dan penilaian yang terbaru. Karena guru-guru di sini
informasinya berasal dari satu orang, misalnya yang dikasih tau
adalah wakasek kurikulum, jadi wakasek kurikulum mempunyai
kewenangan untuk menyampaikan ke guru-guru yang lain. Selama
ini kan pelatihannya tentang Permen 81A. Kemarin kita sudah
mencoba membuat yang sesuai dengan Permen 103. Jadi itu, kita
mendatangkan narasumber dari dinas pendidikan. Waktu itu Pak Tut
Artana yang memberikan materinya. Jadi, kita dituntun, apa bedanya
antara permen 81A dengan 103 dan 104. Jadi, di sana kita dikasih
materi dulu. Nanti saat liburan, kita kerjain, kita revisi apa yang
sudah kita buat, nanti tanggal 6 Juli rencananya kita workshop lagi,
untuk membawa hasil yang udah kita bikin kemarin. Karena
sekarang gurunya kan masih sIbu mengajar, jadinya kita diberikan
waktu untuk memperbaiki. Nanti tanggal 6 Juli kita melaksanakan
workshop yang kedua. Nah, setelah itu naru dikumpul untuk
memenuhi, ee, kita setiap sekolah kan harus memiliki buku satu dan
buku dua, seperti itu. Buku satunya tentang telaah kurikulumnya,
kemudian buku duanya tentang perangkatnya. Nanti itu dibawa ke
dinas pendidikan provinsi untuk ditanda tangani. Jadi, itu adalah
dokumen kurikulum namanya, yang dipakai acuan mengajar di
sekolah. Jadi, kalau ada pengawas yang nanya bagaimana guru mata
pelajaran A, misalnya, gimana persiapannya, udah, ya , di kurikulum
jadi arsip. Nanti gurunya ketika diuji petik, dalam hal ini tiba-tiba aja
pengawasnya datang nanya ke guru bersangkutan, mana gininya,
harus kita ngasi, gitu.”
Peneliti : “Kalau bentuk pengawasannya sendiri, yang dari dinas itu, gimana,
Buk?”
Page 305
294
Guru B : “Kalau dari dinas kan setiap guru mata pelajaran atau satu MGMP itu
ada pengawasnya, tapi untuk fisika itu pengawasnya masih gabung
sama kimia, jadi pengawas kimia kadang datang untuk
mengobservasi yang di fisika. Tapi, sekarang kan udah ada
pengawas baru satu, ya. Baru masuk, Pak Arimbawa namanya,
mantan kepala sekolah SMA 3 ya, itu menjadi pengawas fisika. Tapi
belum sih dapat berkunjung ke sini.”
Peneliti : “Gimana pengawasnya pas datang tu, Buk? Apa aja yang ditanya?”
Guru B : “Biasanya kan Bapaknya bawa instrumen, apa yang diminta. Itu ter-
update kemarin kan tentang PKG guru. Itu di sana dah diminta
perangkat pembelajarannya. Yang pertama, bisa diminta rincian
minggu efektif, kemudian program tahunan, program semester, RPP,
silabus, KKM. Dalam hal ini, kan sebenernya Kurikulum 2013 tidak
ada KKM, tapi kita di SMANSA di tuntut untuk membuat analisis
KKM tetap, ya. Kemudian bagaimana rancangan analisis hasil
belajar, misalnya kan kita ngasih ulangan, kita analisis, yang mana
butir soalnya yang bagus, yang mana yang nggak, kemudian
seberapa murid yang remidi, yang tidak tuntas. Itu sih yang ditanya-
tanya biasanya. Kemudian, kendala-kendala ngajarnya apa, mungkin
difasilitasi sama pengawasnya.”
Peneliti : “Kalau ada masalah, gimana dia pengawasnya?”
Guru B : “Kalau ada masalah, misalnya kita kan konsultasi, Pak mungkin
bagian ini saya nggak ngerti, nanti pengawasnya jelasin juga.
Terkadang, pengawas juga nggak tau info, ya nanti saya tanya dulu
sama pengawas lain. Terus kadang berantai-rantai dia. Sebenernya
kadang masalahnya nggak terlau rumit, ya, cuman kadang guru-guru
itu untuk mengerjakan sesuatu dalam bentuk digital, dalam hal ini
diketik itu, mereka kadang agak enggan, terutama guru yang sudah
tua. Mereka yang kadang-kadang diincar-incar sama pengawas.
Kalau guru-guru yang masih muda itu, saya minta ini, langsung
dikasih. Kadang-kadang guru yang sudah tua, wih Pak, laptop saya
di rumah, RPP nya di sana, itu alasannya. Jadi, tekadang RPP itu sih,
ada guru-guru, termasuk saya juga pernah, kalau RPP-nya itu belum
siap, ternyata RPP nya itu belum clear bener, ya udah kita ngajar
dulu, abis itu kita balik ke RPP lagi. Jadinya, kadang siklusnya maju
mundur. Yang namanya RPP kan seharusnya di depan harus udah
selesai bikin, tapi kan karena kepepet ni, jadi ngajar dulu, abis tu
baru buat RPP.”
Peneliti : “Ibu buat RPP nya untuk sekali pertemuan apa gimana?”
Guru B : “Itu satu KD, sehingga dia digunakan untuk beberapa kali pertemuan.”
Peneliti : “Berarti di RPP nya, kegiatannya itu per pertemuan?”
Page 306
295
Guru B : “Iya. Pertemuan pertama, dibuat dah skenarionya itu seperti apa.
Kemudian, pertemuan kedua, dan seterusnya.”
Peneliti : “Berarti kalau ada masalah, tindak lanjut pengawas itu seperti tadi
Buk, ya?”
Guru B : “Iya. Pertama, kalau ada kendala banget itu, pertama kita diskusikan
dulu di MGMP, setelah itu difasilitasi sama kepala sekolah.
Misalnya di MGMP tidak menemui solusi, kita sampaikan ke kepala
sekolah, dari kepala sekolah baru ke dinas pendidikan melalui
pengawas. Tapi, selama ini nggak ada sih kasus sampai seribet itu
sih. Pasti kita bisa atasi di sini.”
Peneliti : “Nah, dari sekian banyak tuntutan Kurikulum 2013 itu, ada nggak
konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang Ibu belum
pahami?”
Guru B : “Kalau seperti yang saya bilang tadi, mungkin untuk persiapan udah
ya, kemudian prosesnya juga. Yang tadi seperti saya bilang tidak
habis pikir itu kan sistem penilaian yang menggunakan modus.
Kemudian untuk yang di keterampilan dia menggunakan nilai
tertinggi. Jadi, kalau misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum,
kan jadinya tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus
punya nilai dalam hal itu, kan. Dalam hal ini, siswa kan nggak tahu
dia kalau penilaian dilakukan dengan sistem modus. Kalau siswa
tahu, apa yang akan dilakukannya, oh ya udah, nggak usah
sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Jadi, kan toh juga
tidak akan berpengaruh pada nilai afektif atau sikap saya, karena
yang dipakek itu adalah modus. Itu yang akan dilakukan kalau
ditahuin sama siswa. Jadi, saya tidak paham, apa yang harus saya
lakukan kalau seandainya siswa tahu kalau nilai yang digunakan itu
adalah modus, gitu. Gimana cara mengatasinya, itu kita juga belum
tahu, gitu.”
Peneliti : “Oh keterampilan juga pakek modus ya, Buk?”
Guru B : “Nggak.kalau keterampilan pakek nilai tertinggi. Tapi kemarin setelah
diadakan rapat kurikulum, kalau nggak salah kemarin dipakek rata-
rata jadinya. Karena itu juga nggak logis dipakek. Kalau ini misalnya
pakek nilai tertinggi, ini nggak ikut misalnya satu muridnya, jadi kan
enak aja dia, Misalnya ada empat kali penilaian praktikum,
misalanya dia nggak ikut tiga kali, tapi terakhir dia dapat 90, kan 90
yang dipakek tetep. Kan enaknya di mereka. Saya nggak tahu
gimana kemarin rapatnya, tapi yang jelas keputusannya akhirnya
pakek rata-rata, untuk penilaian keterampilan, kalau penilaian sikap
pakek modus, itu diterapkan di sini. Karena kita juga udah dikasih
form sama kurikulumnya tentang nilai apa-apa saja yang harus
dicari. Ya, kita lakukan sesuai itu aja. Nanti tinggal kita masukkan
Page 307
296
ke dalam form itu, otomatis udah ada nilai akhirnya. Kalau masalah
bobot, ulangan harian berapa, UTS berapa, kita nggak boleh protes,
orang udah kesepakatan akademik.”
Peneliti : “Terhadap pemasalahan yang Ibu sebutkan tadi itu, ada nggak upaya
untuk mengatasi itu, baik dari Ibu, dari kepala sekolah, atau dari
pengawas?’
Guru B : “Kalau upaya untuk mengatasi, dalam hal ini misalnya untuk
pembelajaran-pembelajaran yang abstrak, kita gunakan pembelajaran
kelompok untuk mencari materi-materinya melalui internet.
Kemudian, kalau misalnya alatnya terbatas, tapi kita dituntut untuk
melakukan, seperti kan ada beberapa KD yang menuntut percobaan
tertentu, yang eksplisit disebutkan. Berarti kita kan harus melakukan
itu idealnya. Kalau misalkan alatnya nggak ada, kita terpaksa
menggunakan demonstrasi. Seperti misalnya di KD gelombang itu
ada khusus untuk percobaan tangki riak. Tangki riak kita rusak, kita
punya satu. Solusinya gimana? Kita carikan video tentang tangki
riak, setidaknya mereka tahu bentuk-bentuk gelombang seperti apa.
Kemudian, misalnya kita ingin mengamati karakteristik gelombang
longitudinal, pakek slinki, tapi slinki cuman punya dua. Nggak
mungkin kita jadikan satu kelas itu 6 kelompok, dimana nyariin
slinki lagi empat, kan nggak mungkin, jadinya disiasati pakek
kelompok besar, nanti ketika dia menganalisis data mungkin kembali
ke kelompoknya yang kecil-kecil. Seperti itu. Kepala sekolah
mungkin mendukungnya dengan menganggarkan dana BOS untuk
membeli alat. Jadinya, kalau ada alat yang rusak, kita laporin ke
kepala sekolah.”
Peneliti : “Jadi, upaya itu selama ini udah efektif ya?”
Guru B : “Udah. Cuman, kan tangki riak itu harganya lumayan. Terus, kalau
tangki riak yang kemarin itu, belum sempat kita pakek udah rusak.
Dari baru datang udah rusak. Buk Suarti bilang itu nggak bisa
menghasilkan gelombang dengan bagus, gitu. Kalau dulu Kurikulum
2006, itu nggak ada yang menyatakan wajib harus tangki riak, tapi
kalau sekarang di silibus harus tangki riak. Sehingga, mau nggak
mau kita harus melakukan percobaan tangki riak. Terpaksa kita
gunakan video, men alatnya nggak ada, daripada mereka nggak tau
sama sekali tentang tangki riak. Mending mereka kita kasih video
atau gambar, setidaknya mereka tahu bentuk tangki riak tu seperti
ini, ini lo yang akan dihasilkan, keudian kenapa bisa terbentuk pola
gelombang seperti itu, cara kerjanya seperti ini. Kanggoin dulu tahun
ini, tapi Pak Kepsek bilang tahun depan akan dianggarkan untuk
tangki riaknya.”
Page 308
297
Transkrip Wawancara Dua dengan Guru B
Kode : Wan/D2/GB/27-04-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Guru B
Hari/Tanggal : Senin, 27 April 2015
Tempat : Ruang UKS SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Bagaimana persiapan Ibu dalam perencanaan pembelajaran?”
Guru B : “Kalau persiapan, kita siapkan LKS yang pertama. Kemudian, nyiapin
medianya. Kalau emang ada praktikum, kita siapin bahan praktikum,
kita pesen lab dulu. Kita pesen lab, karena kan banyak guru yang
makek, ya. Kita pesen jadwal. Kemudian, kita kasih tau laborannya,
rancangan praktikumnya seperti apa, kalau itu memang praktikum.
Kemudian, menyiapkan powerpoint yang sederhana untuk memetakan
konsep-konsepnya itu. Mungkin nyiapin itu dulu sebelumnya.
Kemudian, kita lihat dulu kira-kira cukup nggak waktunya, kalau
nggak sesuai dengan gininya, ya kita bawa ke pertemuan berikutnya.
RPP juga pastinya. Kemarinnya sudah disiapin, maksudnya nanti mau
dikasih penilaian apa mereka di sana.”
Peneliti : “Nah, yang Ibu gunakan sebagai panduan dalam membuat RPP itu,
apa?”
Guru B : “Sampai saat ini sih Permen 81A yang kita pakek, karena kan belum
direvisi. Untuk tahun ajaran depan baru kita pakek permen yang
baru.”
Peneliti : “Nah, tahapan-tahapan Ibu dalam membuat RPP itu dari awal,
gimana?”
Guru B : “Kalau dari awal, ya kita lihat dulu karakteristik materinya seperti apa,
apakah dia bisa praktikum atau tidak. Kemudian, kita lihat juga, kalau
materi itu dipraktikumkan, apakah kita punya bahannya atau tidak.
Kalau tidak, berarti kita cari alternatif kegiatan yang lain, misalnya
dengan demonstrasi atau menayangkan video. Kemudian nyiapin
LKS-nya. Kalau misalnya praktikum dasar, kayak percobaan Melde,
mengamati gelombang berjalan, stasioner, kayak gitu, biasanya
laboran sudah punya dia settingan praktikum yang terstandar. Kita kan
dulu pernah ikut ISO, ya. Jadi, sudah terstandar. LKS, segala macem,
kita ngambil di sana. Tapi kalau untuk praktikum yang baru, kita buat
lagi. Kalau kemarin Kurikulum 2006, kita kan banyak punya stok.
Tapi, kalau sekarang, kita buat lagi. Dulu saya ngajar di kelas X, kan
sudah buat LKS. Jadi, kalau ada temen yang nanya, dulu kamu
praktikum makek apa, saya kasih LKS itu. Jadi, bisa dipakek lagi,
beberapa harus direvisi. Tapi, kalau sekarang saya ngajar kelas XI,
saya mesti buat lagi, karena kelas XI ini kan angkatan pertama yang
Lampiran 3.6
Page 309
298
makek Kurikulum 2013. Jadi, lagi saya ngumpulin, gitu. Kalau yang
udah tahun lalu, ya bisa lagi dipakek.”
Peneliti : “Kemudian, untuk memenuhi prinsip-prinsip penyusunan RPP, yang
kayak membedakan karakteristik individu siswa, yang kayak gitu itu,
bagaimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Kalau membedakan siswa untuk dikelompokkan, ya kita nggak
melakukan perbedaan. Masudnya, ya ini yang bodoh dikumpulin
dengan yang bodoh, ini yang pinter kumpulin yang pinter-pinter aja,
kita nggak melakukan itu. Kita campur di sana. Karakteristik siswa
sebenernya kita bisa lihat dari sehari-hari, ya. Karena kita sudah sering
ngajar, saya tahu, oh ini anaknya agak pendiam, oh ini anaknya agak
ngerecak, suka ngomong gitu. Kalau mereka dikumpulin yang pada
suka ngomong, terus dikumpulin yang pendiem, mereka nggak akan
bisa efektif belajar kan. Di sini ngomong aja kerjaannya, jadi harus
dipisah dia sama temen-temennya. Kayak kemarin saya bilang, kamu
nggak boleh sama-sama di sini, pisah! Saya nggak mau, Buk. Pasti
ada protes kan dari mereka. Terus saya bilang, nggak boleh protes. Ini
saya pisahin, yang ini diem kasih yang ngomong berapa. Yang diem,
kasih ke tempatnya yang ngomong-ngomong biar mau ngomong dia.
Terus yang pinter sebagai manajemennya nanti. Kamu bikin ini, kamu
bikin ini, gitu. Jadi, dia bisa memanajemen teman-temannya. Kalau
misalnya pemalu ya, tidak mempunyai jiwa pemimpin, dia aja yang
bikin semuanya, kan yang lain enak, gitu. Jadi, dia dikelompokkan
berdasarkan itu dulu, baru nanti kita bisa mengkondisikan kelasnya
seperti apa, gitu. Kemudian, cewek-cowoknya itu harus digabung.
Soalnya, kalau kita ajak mereka praktikum, kayak dulu praktikum
tentang cahaya. Mereka pakek lilin, sekarang rel optiknya mau kita
cabut, yang cewek-ceweknya, ah takut. Jadi, harus ada cowok juga
untuk mengerjakan yang kayak gitu. Itu semua sudah saya rancang.”
Peneliti : “Terus teknis buat RPP, Ibu buatnya kapan?”
Guru B : “Kemarin, kalau di workshop itu kan kita memang harus bikin RPP
dulu, tapi cuman untuk beberapa materi sebagai sampel. Waktu
pertama kita nerapin Kurikulum 2013 itu kan dapat contoh sistematika
RPP-nya dari temen yang sudah pelatihan. Dari contoh RPP itu, kita
masukkan dulu materi mana yang menurut kita paling gampang,
pengukuran misalnya kan agak gampang gitu bikinnya. Itu kita
masukin kesana dulu materinya. Setelah itu, baru kita buat yang lain,
untuk materi yang lebih abstrak. Nanti kan mirip-mirip dia, tinggal
kita ganti-ganti aja, gitu.”
Peneliti : “Berarti Ibu buatnya itu di awal semester, ya?”
Guru B : “Iya, di awal semester. Tapi, kalau nanti misalnya menurut kita nggak
cocok, ya kan sebelum mengajar bisa kita ganti-ganti dulu. Tapi,
Page 310
299
biasanya sih itu akan berlanjut. Maksudnya, kalau tahun depan kita
masih ngajar di tingkat kelas yang sama, itu bisa lagi dipakai.”
Peneliti : “Nah, untuk buat RPP-nya, Ibu buat secara individu atau berkelompok
di MGMP?”
Guru B : “Kalau RPP bikinnya sendiri. Cuman di MGMP itu diskusiin
kegiatannya mau ngapain aja. Kayak kemarin, saya sama Buk Suarti
itu diskusiin masalah tangki riak yang kita nggak punya itu, kita
diskusikan. Ibunya bilang, oh ya sudah kita pakai video aja. Nanti kita
cari videonya sama-sama. Kemudian, Buk ini ada video bagus, bisa
nggak dipakek di kelas Ibu juga. Oh iya bagus, Ibunya minta video
yang saya kasih. Jadi, kita tuker-tukeran kayak gitu. Tapi, kalau RPP
murni kita bikin sendiri.”
Peneliti : “Berarti berbeda RPP antara guru yang ngajar di tingkatan kelas yang
sama ya?”
Guru B : “Iya, kita kan pertama bikin RPP ideal. Terus abis itu, misalnya hasil
pembagian kelasnya kita dapet kelas yang pararel, yah katakanlah
tidak terlalu pintar, yang sedang-sedang, kita bisa ngubah beberapa
pertanyaan, kalau yang murid pinter itu bisa dijawab, tapi kalau bagi
kelas yang pararel itu tidak bisa dijawab, ya kita masukin lagi itu di
sana, pertanyaan-pertanyaanya. Misalnya, untuk materi gelombang,
pertanyaan apa itu gelombang, bagi kelas yang pinter, itu udah nggak
perlu, mereka sudah di luar kepala konsepnya, jadi itu nggak perlu di
kelas unggulan. Tapi, untuk kelas pararel misalnya, itu masih
diperlukan, kita sisipi pertanyaan itu lagi, gitu. Jadi, tiap ini beda-beda
jadinya. Disesuaikan dengan kondisi kelasnya, gitu. Tapi, aklau
kelasnya sudah benar-benar pararel, kayak saya ngajar di kelas MIA7
sama MIA8, itu kan pengetahuan siswanya hampir sama, jadi bisa di
pakek RPP-nya. Cuman untuk kelas yang pinter, mungkin perlu
diperbaiki RPP-nya yang telah dibuat itu.”
Peneliti : “Di RPP itu kan ada alokasi waktu, ya Buk. Bagaimana Ibu menentukan
itu?”
Guru B : “Berdasarkan pengalaman aja sih, ya. Namanya aja pembukaan, kan
nggak mungkin nyampaiin salam aja itu 2 jam, ya. Ya, itu paling 5
menit, 10 menit. Karena kita kan nggak berisi ngabsen, si A hadir, si
B hadir, kan nggak mungkin kayak gitu. Kita lihat saja bangkunya, ini
kemana, gitu, karena kita sudah hafal nama-namnya. Kecuali, waktu
awal mungkin. Tapi, tetep sih dialokasikan waktu sebagai cadangan.
Karena biasanya bel sudah berbunyi, kadang siswa masih di luar.
Maaf, Buk, tadi ngantre kamar mandi, yang kayak gitu. Kadang
mereka nanyak, Buk gimana hasil ulangan kemarin. Jadinya, itu
dialokasikan waktunya di bagian pendahuluan. Bagian intinya nanti
kita atur, berapa waktu yang diperlukan untuk diskusi, satu jam
Page 311
300
pelajaran aja, 45 menit, kita hitung, setting waktunya. Setelah itu,
kegiatan penutup, mengkonfirmasi, kemudian, mereka
mengkomunikasikan hasilnya, kemudian nanyak mungkin ada yang
nggak bisa, itu sekitar 20 menit. Lebih disesuaikan dengan materinya,
sih.”
Peneliti : “Kemudian di RPP-nya kan biasanya ada indikator ketercapaian hasil
belajar, ya. Itu bagaimana Ibu merumuskan indikator itu?”
Guru B : “Kalau indikator kan biasanya kita lihat materinya dulu, terus apa sih
sebenernya pengen kita cari, apa tujuan akhir dari anak-anak itu
belajar. Dari sana rumuskan indikatornya. Nanti indikator ini kita
diskusikan sama MGMP. Apa aja nanti yang kita giniin, oh iya cari
ininya, gitu. Kita kan biasanya ada pertemuan gitu. Saling diskusi. Oh,
materinya sudah sampai dimana. Oh, untuk materi karakteristik
gelombangnya, kita fokuskan di permukaan aja, karena nanti kelas XII
dapet lagi. Kemudian, masalah pemantulan di SMP kan udah dapet,
jadi jangan terlalu ditekankan. Jadi, satu kali pertemuan cukup, cukup,
gitu. Jadi, kita sepakatin 1 kali pertemuan aja. Setelah itu kan masuk
ke Melde. Percobaan itu kan cukup memerlukan waktu juga. Jadi, di
sana kita pakek 1 kali pertemuan, 2 jam pelajaran, khusus untuk
percobaan saja, gitu.”
Peneliti : “Untuk indikatornya itu, sama untuk semua guru di tingkatan kelas
yang sama, Buk?”
Guru B : “Kadang beda. Jadi, kita kan juga mengambil dari soal-soal yang
menjurus ke UN, ya berdasarkan SKL UN. Oh, soal-soal ini yang
biasanya akan diminta di UN. Jadi, kita munculkan indikatornya di
RPP. Dari beberapa buku juga, referensi yang kita punya, biasanya dia
di sana kan ada indikator. Jadi, ya kita mengadaptasi, cocok nggak
sama kelas kita.”
Peneliti : “Ya. Kalau deskripsi materi di RPP tu, gimana Ibu buatnya?”
Guru B : “Kalau di Permen 81A, itu harus ada fakta, titik dua, konsep, titik dua,
prosedur, titik dua. Nanti materinya nggak ada terlalu banyak di sana.
Kalau KTSP kan semua materi dimasukkan. Kalau di Permen 104
sama 103 itu, nggak berisi materi lagi. Hilang itu semua, hilang tujuan
pembelajaran, gitu. Saya juga nggak ngerti kenapa harus hilang, saya
nggak tau kenapa gitu.”
Peneliti : “Berarti yang saat ini Ibu gunakan, yang fakta, konsep, kayak gitu tu?”
Guru B : “Iya, kita masih pakek Permen 81A. Nanti semester depan baru RPP
yang kita buat itu semua direvisi. Jadi, kita kan nggak mungkin
ngerevisi RPP yang tenga-tengah, ya. Kalau misalnya pengawas
datang, toh juga pengawas masih makek Permen 81A. Mungkin
semester depan kita terapkan Permen 103 dan 104, kalau masih
diterapkan, ya. Karena kemarin kita kan sudah dapat materinya dari
Page 312
301
Pak Artana. Jadi, dimintanya pas liburan silahkan direvisi, tanggal 6
silahkan dikonsultasiin, gitu.”
Peneliti : “Deskripsi materi RPP yang sekarang itu, bagi Ibu membantu, nggak?
Apa sih sebenernya tujuannya itu, Buk?”
Guru B : “Kalau fakta, titik dua, konsep, titik dua, kalau menurut saya itu nggak
membantu. Mendinglah apa, judul-judulnya mungkin, kan agak bisa
membantu. Tapi, terkadang saya sendiri mengalami kesusahan,
gimana sih caranya bedain fakta sama konsep sama prosedur, gitu.
Terkadang saya harus buka buku lagi. Apa yang dimaksud dengan
fakta, gitu. Jadi, saya nyari-nyari, lumayan berpikir juga itu. Nyari-
nyari yang mana sih dari materi ini yang dikategorikan sebagai fakta,
yang mana dikategorikan sebagai prosedur. Saya juga nggak terlalu
paham tentang itu. Jadi, ya udah kalau menurut saya, fakta adalah
sesuatu yang bener-bener terjadi. Jadi, apa ya di gelombang yang
bener-bener terjadi. Oh, gelombang adalah getaran yang merambat.
Jadi, saya bawa itu ke fakta, gitu. Karena kita lihat, getaran oh
merambat dia, jadi, oh fakta. Kemudian kalau prosedur, prosedur itu
kan terkait dengan, abis ini, ini, abis ini, ini, gitu kan. Kayak susunan
atau sistematika. Berarti mengarah ke praktikum. Saya bawa Melde ke
sana. Jadi, saya berpikir juga. Kalau misalnya materinya gebogan,
jebleg ini loh materinya, jadi lebih gampang berpikir kita, copy aja
langsung dari buku digital. Kita copy yang penting-penting, nggak sih
semuanya. Kalau semua kan panjang banget. Misalnya definisi
gelombang apa, itu aja dicopy, karakteristik gelombang apa,
pemantulan, pembiasan, itu aja dimasukin. Kalau yang fakta konsep
itu, memang kita harus berpikir ini punyanya yang mana, gitu.”
Peneliti : “Pas kegiatan pembelajaran di kelas, itu berfungsi nggak deskripsi
materi di RPP tu, Buk?”
Guru B : “Yang namanya materi kan memang harus sudah diingat, ya. Jadi,
nggak mungkinlah kita ngeliat, apa ya sekarang materinya, harus
sesuaiin dengan kata-katanya itu, nggak mungkin. Jadi, point-point
nya kita sudah harus ingat. Habis ini, apa, gitu. Kerangka berpikirnya,
apa aja yang harus diginiin. Pertama harus ngasi tentang,
mendiskusikan tentang karakteristik gelombang, misalnya. Ya udah
disampein. Kalau memang udah, ya kita lanjut ke materi berikutnya.
Nggak mesti terstruktur sama persis seperti yang di RPP. Cuman
sebagai gambaran umum aja.”
Peneliti : “Kemudian, alat, bahan, media, dan sumber belajar di RPP itu, gimana
Ibu menentukan?”
Guru B : “Kalau misalkan media, kan saya udah bilang tadi, powerpoint. Kalau
alatnya, paling yang sering saya tulis itu adalah spidol, entah itu
termasuk alat atau bukan, saya juga tidak tahu. Spidol, papan tulis,
Page 313
302
LCD, itu biasanya yang kita tulis di RPP. Kalau bahan-bahan itu,
paling bahan-bahan praktikum dan tidak mungkin juga saya masukkan
semua. Misalnya percobaan Melde, nggak mungkin saya masukkan
vibrator di sana, benang, kayak gitu kan nggak mungkin, gitu. Karena
itu sudah terlampir di belakangnya. Paling saya buat itu nanti, bahan
praktikum, set praktikum, kemudian LKS gitu kan bisa. Tapi kan
nggak mungkin nyebutin satu per satu.”
Peneliti : “Deskripsi kegiatan pembelajaran atau skenario pembelajaran gimana
Ibu buatnya?”
Guru B : “Misalnya kegiatan mengamati, gitu. Berarti guru mengajak siswa
untuk mengamati fenomena apa melalui apa, gitu. Gambar, video, apa
gitu. Kemudian menanya. Guru menarik minat siswa dengan
memberikan pertanyaan apa, gitu. Kemudian, siswa boleh juga
mengajukan pertanyaan di sana. Nggak mesti harus guru. Kita kan
nggak bisa memprediksi di RPP itu, siswa bakal nanya apa, kan.
Jadinya, saya tulis aja, siswa dapat mengajukan pertanyaan. Kalau
guru kan bisa kayak gini, oh nanti saya mau nanyain ini, saya tulis.
Kalau murid kan kita harus posisi di lapangan, nggak mungkin kita
tahu, gitu. Jadi, di sana harus disesuaikan dengan 5M itu.”
Peneliti : “Kalau model pembelajarannya berbeda?”
Guru B : “Ya, kalau model pembelajarannya berbeda, ya disesuaikan. Kan yang
boleh itu discovery, problem based, project. Tapi, apapun model
pembelajarannya, 5M itu harus muncul. Misalnya kalau saya pakek
direct instruction. Misalnya analisis data itu bagian mana dia punya,
nanti ada disisipi dia di sana. Jadinya, 5M-nya tetap kelihatan. Fase-
fase dari model pembelajarannya juga tetap kelihatan. Jadi, kita sisipi,
gitu. Di sininya 5M-nya, di sampingnya fase-fase dari model itu. Fase
1 itu ngapain. Kalau dia menanya, berarti taruh dia di bagian
menanya. Kalau fase 1 sama fase 2 cocoknya di menanya, berarti di
menanya itu ada 2 fase. Jadi, kita bikinnya kayak gitu.”
Peneliti : “Jadi, tetep pendekatan saintifiknya sebagai acuan?”
Guru B : “Tetep. Jadinya, di sana pendekatan saintifiknya kelihatan, fasenya juga
kelihatan.”
Peneliti : “Kalau perencanaan penilaian di RPP itu, bagaimana Ibu
membuatnya?”
Guru B : “Kalau perencanaan penilaian, yang saya bikin itu paling soal untuk
kuis, misalnya. Kalau ulangan harian nanti kan emang udah lain dia.
Kalu penilaian observasi, yang kayak gitu, saya sih membuat lampiran
dari penilaian itu lain. Jadi, itu bisa dipakek untuk setiap pertemuan,
karena kan gininya sama dia.”
Peneliti : “Berarti nggak dijepret dijadikan satu?”
Guru B : “Nggak. Kecuali itu penilaian kognitifnya aja.”
Page 314
303
Peneliti : “LKS itu masuk di sana, Buk?”
Guru B : “Kalau LKS, dia dilampirkan aja. LKS dan instrumen penilaian
observasi, segala macem, terlampir dia.”
Peneliti : “Berarti terlepas dengan RPP, ya?”
Guru B : “Ya. Yang ada di sana tu paling soal kuis. Kan kalau kuis tu kan
situasional dia. Kalau kayak sekarang bulan mei sudah dekat ulangan
umum, kan kita kejar-kejaran materi, jadi kita nggak bisa ngasi kuis.
Habis waktunya, gitu.”
Peneliti : “Nah, kemudian untuk remidi sama pengayaan di RPP, gimana Buk?”
Guru B : “Nggak. Kalau dia ada yang remidi baru saya buatin dia soal. Soal sih
kita ada ya. Kita kan punya bank soal. Kalau ada yang remidi, nanti
kita ambilkan beberapa soal untuk remidi. Jadi, kalau ada yang remidi,
nanti saya punya arsip remidi. Tapi saya selalu siapkan file untuk yang
remidi, nanti kita lihat nilainya tu berapa. Kalau memang ada yang
remidi, kita ambil jam remidi itu pas hari jumat. Abis mereka
olahraga, istirahat, baru kita remidi. Biar nggak ngambil jam pelajaran
gitu.”
Peneliti : “Kalau pengayaan ada, Buk?”
Guru B : “Kalau pengayaan untuk yang ini sih, biasanya mereka dikasih soal
aja.”
Peneliti : “Untuk sekian banyak perencanaan yang Ibu lakukan, ada nggak
permasalahan yang Ibu hadapi?”
Guru B : “Permasalahannya, kadang pas bikin LKS itu kita masih mikir-mikir,
ya. Cocok nggak ya dipakein ini. Kemudian, apa lagi yang harus
diberikan di LKS biar nggak terlalu sedikit, gitu. Misalnya, untuk
pemanasan global ya. Kalau misalnya kita kasih mereka diskusi begitu
aja tanpa panduan, melebar nanti mereka ngobrolnya, gitu. Jadi, harus
dibuatin beberapa pertanyaan, topik, segala macem, biar mereka
terfokus untuk nyari materi itu. Jadi, di sana yang kita susahnya.
Karena LKS-nya itu kita bener-bener bikin sendiri dan nggak ada di
buku, gitu. Kalau misalnya ada di buku kan gampang, bukak halaman
sekian, jawab LKS-nya, kan gampang. Kalau misalnya kita bikin, kan
lumayan juga menghabiskan waktu.”
Peneliti : “Ada nggak lagi masalah lain, Buk? Mungkin buat penilaian, rubrik,
instrumen?”
Guru B : “Kalau masalah rubrik, kita terapkan seperti yang kita dapat dikampus
dulu. Misalnya pilihan objektif diperluas. Kan mereka harus ngasih
alasannya. Yah, sama lah seperti yang saya dapat dikampus dulu.
Kalau misalnya soalnya objektif, kayak pas UTS, nanti kita analisis
butir soal, sama seperti yang dikasi dikampus, kita terapin.”
Peneliti : “Berarti nggak menjadi masalah ya, Buk?”
Page 315
304
Guru B : “Nggak, sih. Karena kan semua form penilaian sudah diberikan oleh
kurikulum. Jadi, kita seolah-olah nggak usah mikirin kok bisa
rumusnya kayak gitu. Wakaseknya kita minta siapin nilai ini itu. Kita
tinggal siapin aja. Nanti formnya kita minta di wakasek, kita tinggal
isi aja.”
Peneliti : “Nggih, terimakasih Buk. Itu aja untuk hari ini, ya.”
Page 316
305
Transkrip Wawancara Tiga dengan Guru B
Kode : Wan/D3/GB/30-04-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Guru B
Hari/Tanggal : Kamis, 30 April 2015
Tempat : Ruang UKS SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Di RPP Ibu itu kan ada indikator sama tujuan, ya. Itu bedanya apa,
Bu?”
Guru B : “Sebenernya di Permen 103 sama 104, tujuan sudah nggak ada. Kalau
di Permen 81A, tujuan itu masih ada. Tujuan itu ya mengacu ke
indikator. Untuk mencapai indikator itu, tujuannya apa, gitu. Misalnya
dengan melakukan praktikum, siswa dapat melakukan apa, kayak gitu
tujuannya. Cuman ditambahkan kegiatan belajarnya apa. Misalnya,
dengan diskusi, siswa dapat apa.”
Peneliti : “Kalau buat RPP per KD itu, Ibu berapa lama biasanya?”
Guru B : “Tergantung materinya juga, ya. Kalau materinya agak abstrak, kan kita
nyari di internet. Ya, lama. Kalau materinya gampang, ya cepet
buatnya. Apalagi kalau misalnya kita sudah pernah ngajar materi itu,
ya RPP-nya tinggal direvisi-revisi aja. Kalau misalnya dikejar
pengawas, hari ini harus selesai, kalau dikebut, bisa selesai.”
Peneliti : “Apa sih gunanya RPP bagi Ibu?”
Guru B : “Sebenernya RPP itu kan buat merancang apa sih yang akan kita
lakukan di kelas. Tapi, terlepas dari itu, misalnya kalau sudah krodit,
seperti saya bilang waktu ini, ya sudah lepas dari RPP itu, kita ngajar
seperti apa, yang penting konsep yang diminta terpenuhi. Misalnya,
harus belajar bagian yang ini, sudah. Nggak mesti harus guru
bertanya, pertanyaanya seperti ini. Guru nanyain kabar, nggak bisa
kayak gitu. Kecuali pada beberapa kondisi mungkin, misalnya ada
pengawas, ya bisalah lebih didetailin lagi. Ya, sebagai acuan dalam
mengajar saja.”
Peneliti : “Nah, RPP yang Ibu gunakan dengan RPP yang Buk Suarti sama Pak
Mahardika gunakan, kan indikatornya Ibu bilang bisa beda. Nah, itu
nggak jadi masalah, Buk?”
Guru B : “Sebenernya sih nggak jadi masalah. Yang materi pokok yang diminta
itu sama. Tapi otomatis, kita juga pakai indikator-indikator yang ada
di buku, kan. Nanti pas pertemuan MGMP, kita akan bahas nanti
materinya sampai disini, indikatornya nanti ada praktikum, Ibu Suarti
juga nanti praktikum, kalau saya tangki riaknya pakai video, ibunya
juga nanti pakai video. Jadi, ada persamaan-persamaan, mungkin
redaksi kata-katanya aja yang beda.”
Peneliti : “Materinya sama, ya. Kalau ulangan umum soalnya gimana, Buk?”
Lampiran 3.7
Page 317
306
Guru B : “Kalau ulangan umum soalnya sama. Tapi, kalau ulangan harian
soalnya beda. Kalau ulangan kita gantian bikin, kita ber-team,
biasanya berdua. Semester satu guru ini, semester dua guru lain lagi.
Kadang kita bikin setengah-setengah. Kadang kayak kemarin, karena
anaknya Buk Suarti kelas XI, soalnya saya yang bikin.”
Peneliti : “Materi ajar fisika untuk semester ini apa aja, Buk?”
Guru B : “Untuk semester ini, yang pertama kemarin itu kan torsi, kesetimbangan
benda tegar itu. Abis itu, yang kedua fluida dinamis. Kemudian, teori
kinetik gas. Pemanasan global. Kemudia, gelombang terakhir.”
Peneliti : “Nah, untuk kelas XI sendiri, mata pelajaran fisika itu di MIA aja,
Buk?”
Guru B : “Kelas XI, peminatannya di sini, untuk kelas lain itu diambil kimia
sama biologi karena, ya mengantisipasi kekurangan jam sih
sebenernya. Anak-anak dalam hal ini juga dianggap berminat dalam
kimia dan biologi. Karena untuk fisika, sementara jamnya sudah pas.”
Peneliti : “Sebelum mengajar itu biasanya persiapan apa yang ibu lakukan?”
Guru B : “Iya, biasanya sih kita buka-buka buku lagi. Misalnya kayak kemarin,
pemanasan global kan ada hal-hal baru yang saya nggak tahu, ya.
Jadinya harus dibaca dulu lewat internet. Misalnya tentang perjanjian-
perjanjian itu, lumayan, saya juga tidak mengerti sebenernya. Jadi,
harus dibaca lebih banyak. Kalau yang lain-lain, paling kita sekedar
menginga-ngingat aja. Soalnya ngajar beberapa tingkat kan otomatis
pikirannya bercabang. Kalau misalnya ngajar satu tingkat aja, kan
materinya bisa berulang-ulang. Tapi, kalau saya ngajar kelas XII
ngajar kelas XI lagi, semuanya berantakan jadinya.”
Peneliti : “Kalau sumber belajar, apa aja yang sering Ibu gunakan?”
Guru B : “Yang pertama, internet. Kemudian, dari buku yang emang sudah
dikasih sama sekolah, ya kayak buku paket, gitu, tapi bukan BSE.
Jadi, SMA1, SMA3, SMA4, bukunya sama. Untuk dapat buku itu,
guru sama siswa harus minjem di perpustakaan. Jadi, statusnya
minjem.”
Peneliti : “Kalau media pembelajaran, selain powerpoint, ada?”
Guru B : “Selain powerpoint, ya alat praktikum di lab. Kemudian, ada juga
fenomena alam yang kita transkrip jadi kayak cerita.”
Peneliti : “Kalau sumber dari buku, Ibu makek buku apa saja, selain buku yang
diberikan sekolah itu?”
Guru B : “Sebenernya kalau sekolah menyarankan menggunakan satu buku, tidak
boleh. Tapi, siswa juga mencari LKS di luar. Saya juga nggak tau
siapa yang menginformasikan ada LKS Kreatif, gitu. Jadi, secara tidak
langsung, karena kita kasian siswanya sudah beli, kita beli juga. Tapi,
kita gunakan untuk referensi saja. Kalau ada materinya cocok, kita
pakek. Kemudian ada buku Sagofindo yang juga bagus itu menurut
Page 318
307
saya. Siswanya itu beli di depan. Jadi, kita difasilitasi oleh MGMP
untuk beli buku-buku itu. ”
Peneliti : “Buku Sagofindo itu kayak LKS ya, Buk?”
Guru B : “Nggak. Kalau Sagofindo itu kayak buku diktat dia. Isinya itu ada
materinya, ada latihan soalnya, kemudian ada latihan soal yang berisi
kunci, ada latihan soal tanpa kunci.”
Peneliti : “Nah, dalam memilih sumber belajar dan media belajar itu, apa
pertimbangan yang Ibu gunakan?”
Guru B : “Pertama, mudah dipahami. Kan ada beberapa buku terjemahan yang
kata-katanya sulit dimengerti siswa. Kalau anak kuliahan, mungkin
bisa mengerti. Kalau anak-anak seukuran SMA susah mengerti.
Kemudian dari aplikasinya dalam kehidupan. Misalkan ada nggak
contoh-contoh, yang membuat siswa tertarik. Kemudian, dari segi
modul praktikumnya ada nggak disana. Maksudnya, yang bisa
mencakup semua materi yang kita ajarkan. Tapi, biasanya sih nggak
ada satu buku yang full berisi semua itu. Jadinya, kita ngambil dari
buku lain. Jadi, digabung-gabung, gitu.”
Peneliti : “Kalau teknis Ibu menggunakan media di kelas itu kayak gimana?”
Guru B : “Kalau powerpoint, ya sambil belajar kita pakek. Kalau pas praktikum,
baha-bahan praktikumnya mereka gunakan sesuai tuntunan LKS-nya
itu. Kalau misalnya kayak tadi saya bilang, kita memberikan cerita,
fenomena-fenomena yang dikemas dalam cerita yang unik, kejadian-
kejadian itu saya kemas dalam satu cerita, nanti fenomenanya apa,
mereka bisa cari. Itu sama dengan LKS dia modelnya. Itu aja, sih.
Kalau media yang lain, misalnya untuk gelombang saya makek video.
Itu pas pembelajaran kita tayangin. Kemudian misalnya ada animasi-
animasi flash yang bisa dimasukkan, ya kita gunakan.”
Peneliti : “Kalau sumber belajar yang digunakan siswa itu apa aja, Buk?”
Guru B : “Ya, sumber belajarnya hampir sama seperti yang digunakan guru, ya.
Karena ketika gurunya menemukan referensi yang bagus, kemudian
disampaikan di kelas, siswanya akan berusaha mencari. Kalau
siswanya yang menemukan referensi yang bagus, kita lihat-lihat dulu,
nanti kalau ternyata memang bagus, kita sampaikan dulu ke ketua
MGMP, ini anak-anak pada bawa buku ini, gimna kita mau makek
atau nggak, gitu. Kalau memang itu dipakai, nanti kita pakai kas
MGMP untuk beli buku itu. Nanti kalau misalnya pindah ngajar, dulu
saya kelas X, sekarang jadi kelas X, bisa dituker-tuker bukunya. Buku
tahun lalu kan bisa dipakek lagi.”
Peneliti : “Berarti mereka juga pakek buku paket, LKS, sama Sagopindo itu, ya?”
Guru B : “Iya. Karena ada beberapa soal yang bagus, biar nggak dibacain, saya
suruh, silahkan lihat buku Sagofindonya, kayak gitu.”
Page 319
308
Peneliti : “Bagaimana cara Ibu menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan?”
Guru B : “Kalau misalnya mereka lagi nggak mood, kita bisa mengalihkan ke
cerita-cerita yang unik, yang tentunya ada hubungannya ke pelajaran,
ya. Kayak kemarin kelas X, kan saya ngajar tentang elastisitas, kan
ada kejadian-kejadian, kalau ini diregangkan, bagaimana hasilnya. Ya,
dibawalah ke dalam kehidupan yang dalam tanda kutip, mereka sudah
mengalami, gitu. Mereka pasti akan ketawa-ketawa, dan mereka ingit,
oh konsepnya seperti ini dalam kehidupan. Misalnya, kemarin tentang
kalor, Q lepas = Q terima, kalau orang kaya pasti akan selalu
memberikan, berarti dia melepas. Ya, dengan contoh-contoh seperti
itu, mungkin mereka lebih memahami, ya.”
Peneliti : “Nah, untuk indikator sama tujuan pembelajaran itu, apakah Ibu
sampaikan?”
Guru B : “Nggak tentu, sih. Kayak kemarin kan saya berikan lewat powerpoint,
tapi kan males ya, ya sudah lewatin saja biar cepet. Toh mereka juga
tau dari silabus yang saya kasih.”
Peneliti : “Kalau menurut Ibu sendiri, siswanya perlu tahu itu?”
Guru B : “Sebenernya sih penting untuk disampaikan, ya. Cuman kalau waktunya
mendesak, itu menjadi tidak usah disampaikan. Karena pas
pembelajaran itu, siswanya kan bisa ngerangkum materi-materi apa
yang dikasih, pasti seputaran itu aja, kan. Masalah indikator itu kan
masalah kata-kata saja. Jadi, oh, waktu ini ibunya jelasin tentang ini,
pasti ini yang akan keluar nanti pas ulangan. Seperti itu sih
sebenernya.”
Peneliti : “Kalau teknik penilaian, itu Ibu sampaikan?”
Guru B : “Teknik penilaian, itu iya. Di pembelajaran saya sampaikan, sesuai
yang diminta sama kurikulum, misalnya ada penilaian observasi,
segala macem, saya sampaikan. Kalau untuk ulangan harian, itu pasti
disampaikan sebelumnya. Kalau untuk kuis, itu biasanya mendadak.
Kalau misalnya tugas, pasti terstruktur di rumah, gitu. Cuman, untuk
bobotnya itu yang kita nggak terlalu rinci. Paling, bobot untuk UTS
itu lebih besar dari ini. Cuman, entah mereka ingat atau tidak, kita
nggak tau. Yang mereka tau cuman belajar aja.”
Peneliti : “Kalau cara Ibu untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran, itu bagaimana?”
Guru B : “Kalau memotivasi, saya paling ngasih point. Jadi, siapa yang bisa
jawab, nanti saya kasih point. Kalau jawabannya benar, saya kasih
tambahan nilai 0,1. Mereka jawabnya, Buk kok dikit kali, tambahin
dong. Iya, kalau sering jawab, kan tambah banyak dia. Nanti kalau
saya kasih poitnya 1, nanti cepet naik nilainya. Nanti bisa-bisa ada
nilainya sampai 105, kan nggak mungkin, saya bilang gitu. Mereka
Page 320
309
dengan seperti itu, biasanya tambah antusias. Misalnya, dia penurunan
rumus itu kan agak susah, saya kasih nilai plusnya 1. Itu beda dia.
Dengan seperti itu, mereka termotivasi untuk menambah nilai.
Misalnya, saya kasih soal mereka, terus 10 pengumpul pertama bawa
ke depan, saya kasih poin plus. Mereka buat di meja masing-masing,
nanti temannya nanyak, nggak mau dikasih tau. Pokoknya dia harus
nomor satu, kayak gitu. Habis itu, mereka lari-larian dah ke depan.
Nanti saya cek, kalau memang benar jawabannya, saya kasih nilai
plus, kalau salah, saya kembalikan.”
Peneliti : “Kalau metode belajar yang biasanya Ibu gunakan, itu apa aja?”
Guru B : “Biasanya sih diskusi. Tapi ada juga ceramah untuk beberapa materi
yang memang bagi mereka sulit untuk didiskusikan. Kalau penurunan
rumus, kan bisa mereka diskusikan sama-sama. Nanti kalau sudah
selesai, kita lanjutkan dengan ceramah, terus nanti dari hasil
diskusinya, mereka kerjain di depan. Ya, dicampur-campur lah
metodenya.”
Peneliti : “Kalau model pembelajaran yang sering Ibu gunakan, apa?”
Guru B : “Biasanya sih saya gunakan model direct instruction?”
Peneliti : “Kenapa Ibu suka menggunakan model itu?”
Guru B : “Gini sih, kalau misalnya ada materi yang bisa proyek, kayak kemarin
fluida, kita pakek proyek. Tergantung produk akhir yang diminta itu
apa. kalau materinya nggak ada proyek, bisa dipakai direct
instruction.”
Peneliti : “Model direct instruction itu kayak gimana, Buk?”
Guru B : “Eh, kok direct. Discovery learning maksud saya. Direct instruction itu
kan model ceramah. Kayak kemarin, materi tentang teori kinetik gas,
itu kan agak abstrak ya, jadi kita pakek ceramah yang dicampur
dengan tanya jawab. Pas penurunan rumus itu, kita pakek ceramah,
dicampur dengan mereka diskusi dulu. Kalau discovery learning itu
kan mengarah ke fase itu, ya. Ada beberapa fase itu, saya lupa.
Pertama, misalnya pemberian rangsangan, gimana caranya. Kemudian
mengumpulkan data.”
Peneliti : “Kalau PBL pernah Ibu makek?”
Guru B : “Kalau problem based learning, itu waktu kelas X. Tapi pas saya buat
RPP, kalau kerangkanya tidak begitu jauh, itu langsung saya pakek
biasanya.”
Peneliti : “Pertimbangan apa yang Ibu gunakan dalam memilih metode dan model
itu?”
Guru B : “Tergantung materi, yang pertama, ya. Setelah materi, produk akhir
yang kita perlukan, apa. Kalau yang dibutuhkan berupa produk, kita
gunakan project. Kalau cuman untuk melatih penalaran, kita bisa
pakek problem based learning, inquiry, discovery learning, itu bisa.”
Page 321
310
Peneliti : “Untuk memenuhi permintaan pendekatan saintifik pada aspek
mengamati, bagaimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Kita ajak mereka untuk mengingat kejadian-kejadian yang mereka
pernah alami. Misalnya kayak kemarin, global warming, kemarin
hujan, dua hari yang lalu panas, kenapa itu bisa kayak gitu? Kalian
bisa mengamati cuacanya kayak gitu. Kita bisalah mengimajinasi,
kejadian kemarin itu kayak gimana. Mengamati juga namanya, kan.
Misalnya kayak tadi saya ngajar di XI MIA8, materi tentang
gelombang, saya suruh siswanya nyemplungin batu ke dalam kolam
tunjung, masukin batunya yang kecil aja, biar terlihat bentuk airnya,
siswanya mengamati dia. Oh Buk, bentuknya ada lingkaran-lingkaran.
Seperti itu sih cara mengamati. Bawa dia ke alam sekitar atau ajak dia
mengingat kejadian sebelumnya atau langsung melihat kejadian-
kejadian pada hari itu. Kadang, kayak kemarin saya kasih lihat gambar
fenomena.”
Peneliti : “Kalau mengajak siswa untuk menanya, gimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Aspek menanya biasanya kita munculkan dari diri kita dulu, ya. Pernah
nggak gini, mereka jawab pernah. Misalnya, pernah nggak kalian
mengalami kejadian aneh. Mereka nanyak, kenapa Buk kayak gini?
Aspek menanya itu muncul ketika mereka diskusi sama temen-
temennya. Kenapa kok bisa kayak gini. Dicari terus jawabannya.”
Peneliti : “Kalau aspek mencoba?”
Guru B : “Kalau mencoba, misalkan praktikum, kita kasih praktikum. Kalau
mereka coba rumus, kasih latihan soal, gitu.”
Peneliti : “Kemudian aspek menalar gimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Mereka mengaplikasikan, teorinya seperti ini, kenyataannya seperti ini.
Misalnya kayak kemarin, kita dibilang nggak boleh makan daging, ini
sapinya menghasilkan gas metana, apa hubungannya? Oh, ternyata gas
metana menimbulkan efek rumah kaca, membuat ozon menjadi
menipis dan berlubang, gitu. Oh, jadi kita nggak boleh banyak
konsumsi daging, biar nggak banyak ada sapi, sapinya biar nggak
banyak ada kotoran, otomatis gas metananya semakin berkurang.”
Peneliti : “Kalau penalaran dari segi rumus itu gimana?”
Guru B : “Kalau dari segi rumus, penurunan rumus jadinya. Kalau kemarin pas
teori kinetik, ada beberapa rumus yang harus diturunkan, silahkan
diturunkan. Kita sama siswa bareng-bareng nurunin. Misalnya, ada
persamaan, coba substitusi, mereka yang melakukan. Kalau misalkan
mengarahkannya, kemana dulu bawa, Buk? Iya, kesini dulu bawa.
Kita yang bantu. Nanti menurunkan selajutnya mereka bisa, kok.”
Peneliti : “Bagaimana Ibu mengembangkan aspek mengkomunikasikan itu?”
Guru B : “Kalau mengkomunikasikan, kayak kemarin itu mereka presentasi.
Mereka bikin dulu makalah, kemudian bikin powerpointnya. Mereka
Page 322
311
mencatat dulu apa point-point penting kerangka berpikirnya,
kemudian mereka tampil di depan. Kemudian ada beberapa teman
mengamati, memberikan penilaian terhadap penampilannya dulu yang
pertama, kemudian komentar terhadap tampilan powerpointnya
sendiri, apakah bisa dilihat atau gimana, komunikatif atau tidak.
Kemudian, baru mereka nanyak, setelah itu guru juga memberikan
masukan, menengahi kalau misalnya ada silang pendapat. Mungkin si
penyaji tidak mengerti maksud si penanya, begitu juga si penanya juga
nggak ngerti maksud si penyaji. Jadinya, kita tengahi di sana. Itu
aspek komunikasi. Tapi, kalau aspek komunikasi yang secara
langsung, itu kan bisa pas mereka Tanya jawab. Itu sudah melatih
komunikasi. Kemudian, kalau komunikasi yang formal kan pada saat
mereka presentasi. Kayak kemarin, mereka presentasi kan ada yang
ngomong, aku tu nggak ngerti maksudnya kao, kao tu nggak gini. Kan
bahasanya nggak formal, nggak bagus untuk orang yang presentasi
itu. Jadi, kita sampaikan, kalau presentasi nggak boleh ngomong kao
aku, gitu. Nggak boleh seperti itu, ya. Pakek anda, saya. Kemudian,
menurut pendapat kami, kalau memang kalian berkelompok. Kalau
sendiri, menurut pendapat saya. Kalau sudah dikasih masukan, bilang
terimakasih. Seperti itulah. Etika berkomunikasi juga kita ajarin
disana.”
Peneliti : “Kalau praktikum, sudah berapa kali Ibu melakukan selama semester
ini?”
Guru B : “Kemarin waktu pertama torsi, itu saya nggak praktikum, paling cuman
peragaan aja. Kalau membuka baut, itu kayak gimana. Saya
tayangkan video waktu itu. Kemudian bab 2 nya fluida dinamis, itu
mereka bikin makalah aja sih waktu itu tentang aplikasi hukum
Bernouli. Kemudian tentang pemanasan global mereka presentasi.
Terus nanti Melde baru bisa percobaan. Karena disini materinya kan
abstrak-abstrak semua. Kalau teori kinetik gas, kemarin kita pakai
video. Ada sih beberapa praktikum yang cuman kita imajinasikan.
Misalnya bola pimpong penyok, gimana ngembalikannya. Direbus,
Buk. Mereka tahu tentang itu. Kalau yang kayak gitu kita lakukan, kan
lama waktunya. Jadinya, saya pakai gambar aja, mereka bisa
menganalogikan. Kalau sekarang tentang gelombang kita bisa
praktikum Melde. Kalau karakteristik gelombang, kita pakai tali sama
slinki aja nanti. Mereka cuman nyoba aja, nggak sampai buat alat dan
bahan, kemudian indikator, gitu nggak. Kalau praktikumnya memang
ada set praktikumnya, itu nanti baru mereka buat laporan. Itu baru
terstruktur di lab nanti. Kalau misalnya cuman demonstrasi, karena
alatnya cuman 2, mereka kelompoknya 6, jadi kita bawa 3 di depan, 3
di belakang. Jadinya mereka mengelola disana sendiri. Kalau kelas X
Page 323
312
baru banyak praktikumnya. Kalau kelas XI itu kebanyakan abstrak
materinya. Untuk semester ini yang bisa dipraktikumkan itu cuman
Melde.”
Peneliti : “Kalau pas semester satu, apa aja praktikum yang Ibu lakukan?”
Guru B : “Gravitasi sama getaran harmonik aja.”
Peneliti : “Kalau menentukan kapan akan praktikum itu, apa pertimbangan Ibu?”
Guru B : “Kalau udah materinya nyampek sana, kita pesen lab dulu, karena
takutnya kan bentrok sama guru yang lain. Kalau pas bentrok terus
materi praktikumnya sama, yang belakangan pesen jadwal harus
ngalah. Jadi, harus direncanakan semuanya, kapan mau ulangan,
kapan mau praktikum. Misalnya gini, gelombang itu kita fokuskan
untuk 5 kali pertemuan. Satu kali pertemuan untuk karakteristiknya,
satu kali pertemuan untuk percobaannya, 3 kali sisanya kita manfaatin
untuk teori. Kalau misalkan ada beberapa hari efektif yang tiba-tiba
jadi nggak efektif, ya ini terpaksa dimampatkan. Jadi, nggak serta
merta minggu efektif yang kita rencanakan itu pas, gitu. Kalau
misalnya pas ppraktikum, tiba-tiba di telpon ada apa gitu, bisa laboran
yang ngambil. Tapi, kalau di awal labnya terpakai, terus alatnya berat
nggak bisa dibawa kemana-mana. Ya udah, kita mundur.”
Peneliti : “Pernah kejadian kayak gitu, Buk?”
Guru B : “Kalau bentrok pernah. Waktu praktikum titik berat kemarin. Saya
waktu itu praktikum titik berat. Buk Dewi praktikum gelombang
untuk kelas XII. Jadi, kalau titik berat kan kita bisa bawa ke kelas.
Jadi, di kelas saya praktikum. ”
Peneliti : “Kalau praktikum sendiri, gimana prosesnya, Buk?”
Guru B : “Pas mereka datang itu, mereka langsung duduk sesuai dengan
kelompok yang dibentuk sebelumnya. Nanti kita sampaikan tujuan
praktikumnya apa. Sebelumnya juga kita sampein, jadi mereka bisa
baca-baca di rumah. Kemudian, kadang LKS yang kita kasih itu LKS
terbuka. Maksudnya tanpa ada tuntunan. Tapi, untuk praktikum yang
agak sulit, itu bisa kita tuntun. Beda-beda nanti LKS-nya. Kan sudah
ada LKS terstandar di lab. Kalau misalnya kalor, agak gampang, kita
LKS-nya terbuka. Kalau misalnya Melde, dia agak susah, kemudian
alatnya rentan rusak, kita kasih tuntunan. Habis itu mereka baca dulu
LKS-nya, data apa yang diperlukan, kalau kelompoknya ada yang
nggak ngerti, bisa ditanyakan ke laboran atau sama gurunya. Karena
kan laboran juga di sana mendampingi.”
Peneliti : “Nah, setelah mereka dapat data, tindak lanjutnya itu, apa?”
Guru B : “Yang pertama, mereka diskusiin dulu. Kalau misalnya waktunya
cukup, kita langsung analisis. Sampein di depan, kelompok ini dapat
datanya berapa, kita sajiin, berapa persen kesalahan relatifnya, kalau
ada kendala atau kesulitan, itu kita bahas.”
Page 324
313
Peneliti : “Berarti buat laporan mereka, Buk?”
Guru B : “Laporan singkat aja pas itu. Nanti analisis lanjutannya dilakukan di
rumah. Laporan singkatnya itu aja dikumpul, misalnya datanya dapet
berapa. Biar mereka nggak manipulasi nanti. Data yang sudah mereka
dapet itu mereka bawa pulang, dianalisis di rumah, dibuatkan laporan,
nanti laporannya dikomunikasikan pertemuan selanjutnya.”
Peneliti : “Itu laporannya dibuat per individu atau kelompok, Buk?”
Guru B : “Kelompok. Tapi mereka analisisnya itu paling bareng-bareng. Ngatur
kegiatan kelompoknya tu, mereka bisa.”
Peneliti : “Iya, ini saja untuk hari ini, Buk. Terimakasih.”
Page 325
314
Transkrip Wawancara Empat dengan Guru B
Kode : Wan/D4/GB/09-05-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Guru B
Hari/Tanggal : Sabtu, 9 Mei 2015
Tempat : Ruang UKS SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Kalau aspek religius, gimana cara Ibu mengembangkannya?”
Guru B : “Ngucapin Panganjali Umat, nanti kalau kelasnya berakhir, kan jam 7-
8, sembahyang Tri Sandya.”
Peneliti : “Kalau dalam pembelajaran sendiri?”
Guru B : “Kalau dalam pembelajaran, ya kemarin pas pemanasan global yang
kelihatan, kan. Oh, Tuhan sudah memberikan kita lingkungan yang
bagus, tapi malah manusia yang merusak. Kan bisa mengarah ke sana
religiusnya.”
Peneliti : “Membuat rasa bersyukur, gitu ya?”
Guru B : “Tapi nggak sampai gini, misalnya bersama siswa mengucapkan
syukur, ya nggak sampai kayak gitu. Paling cuman tersirat. Kayak
kemarin, kan kita aplikasikan ke hari raya Nyepi konsep global
warming itu. Konferensi Perubahan Iklim yang PBB itu kan
membahas tentang nyepi dia, jadi secara tidak langsung agama lain
pun, oh ini lho hari raya Nyepi, kan kita umat hindu punya hari
rayanya. Ada Catur Berata Penyepian yang dianggap dunia bisa
mengurangi emisi gas rumah kaca.”
Peneliti : “Kalau aspek sikap itu yang Ibu kembangkan di siswa apa aja?”
Guru B : “Kalau sikapnya, sikap religius sama sosialnya. Kalau sikap ilmiahnya,
di praktikumnya.”
Peneliti : “Kalau pas pembelajaran di kelas?”
Guru B : “Kalau yang disiplin, ya itu, misalnya datang tepat waktu. Kalau fisika
yang saya ajar itu kan ada jam ke nol, jam 6.15. Kalau ada yang
datang jam setengah 7, nggak saya kasih masuk, sudah saya tutupin
pintu dia. Terus, kalau misalnya makan sama minum, nggak boleh di
dalam kelas. Kalau misalnya mereka nanti haus atau punya sakit
maag, harus minum, ya harus keluar. Meraka bilang, Buk saya permisi
mau minum ke luar. Nggak boleh minum di dalam kelas.”
Peneliti : “Kalau sikap jujur?”
Guru B : “Jujur, kalau ulangan. Yang kerja sama saya kasih nilai nol. Waktu ini
di kelas MIA7 ada kerjasama, saya robek pekerjaannya. Ada yang
nanyak dia. Ini soal objektif yang saya kasih, tapi soal objektifnya itu
ada caranya. Terus, dia bikin objektifnya aja dengan nanya ke
temennya, gitu. Langsung saya suruh, kamu sudah dua kali saya
peringatkan, masih kayak gitu, sini pekerjaannya, nggak usah
Lampiran 3.8
Page 326
315
dilanjutin, coret yang mana tadi kamu nanya, gitu. Mau dia nyoret,
yang ini saya nanya, Buk. Dia nyoret sendiri, jadi otomatis
jawabannya bener, tapi salah, gitu.”
Peneliti : “Berarti efektif cara itu Buk, ya?”
Guru B : “Ya, efektif, sih. Kalau mereka ulangan, terus tidak setengah-setengah,
soalnya saya lainin. Misalnya, A, B, gitu. Kalau misalnya setengah-
setengah, ya setengah di dalam, setengah di luar, lebih keliatan siapa
yang mau nyontek atau kerjasama. Kalau misalnya mereka semuanya
di kelas, ya saya betah-betahin berdiri dua jam, biar mereka nggak
nyontek atau kerjasama. Kadang saya balik kolong mejanya, kayak
UN. Biar suasananya baru, saya putar lagi dia. Ngadep ke belakang
dia ngerjainnya. Jadinya, kolong mejanya itu sudah otomatis terbalik.
Otomatis yang paling belakang pindah ke depan, di depan saya
jadinya dia duduk.”
Peneliti : “Kalau misalnya saat belajar itu ada siswa yang tidak serius, gimana Ibu
menanggapi?”
Guru B : “Kalau dia nggak serius, pasti saya tanyain dia. Kayak misalnya waktu
ini, Kris, apa yang dimaksud dengan ini? Apa, Buk? Itu dah, dari tadi
kamu bengong aja. Saya tegur-tegur sih biasanya. Misalnya bengong,
nglamunin pacarnya, ya? Nglamunin Buk Dayu aja lebih bagus.
Nggak berani dah dia, gitu. Kadang ada siswa yang ngobrol saya
tanyain gitu, dia bisa jawab. Mungkin setengah kupingnya dengerin
saya. Tapi, saya bilang, tolong yang di belakang jangan ngobrol aja.
Saya kasih peringatan seperti itu.”
Peneliti : “Kalau aspek kognitif, pengetahuan itu, bagaimana Ibu
mengembangkannya?”
Guru B : “Kalau kognitifnya, ya dari ulangan harian.”
Peneliti : “Kalau aspek psikomotor?”
Guru B : “Psikomotor, dengan praktikum.”
Peneliti : “Diskusi di kelas itu termasuk, Buk?”
Guru B : “Kalau diskusi di kelas, itu saya masukkan ke observasi sikap. Misalnya
kalau pas Tanya jawab, aktif dia. Buk, kalau menurut kelompok saya
seperti ini, itu berarti keaktifan dia saya masukkan ke nilai observasi
sikap. Jadi, sikap lebih dah dia dapat nilainya.”
Peneliti : “Kalau misalnya kemampuan presentasi dan komunikasi itu, Ibu nilai?”
Guru B : “Iya. Ada nilai yang kayak kemarin, di global warming itu tentang
makalah. Jadi, di disitu ada nilai untuk presentasi, saya masukkan ke
produk, produk untuk makalahnya dan produk untuk presentasinya.
Itu masuk ke keterampilan dia.”
Peneliti : “Kalau menutup pembelajaran, yang Ibu lakukan biasanya gimana?”
Guru B : “Ada yang bertanya, gitu dulu sebelumnya. Kalau nggak ada
pertanyaan, minggu depan kita akan belajar tentang ini, tolong
Page 327
316
dipelajari. Biar nggak saya aja nanti aktif di depan kelas. Nanti
mereka pelajarin di rumah. Nanti kalau saya ke kelas, mereka sudah
siap untuk, misalnya, ada yang mau bantu saya untuk menjelaskan di
depan, saya bilang begitu. Ada aja mereka, saya, Buk, gitu. Ada
memang beberapa anak yang terlihat ngekoh-ngekohan. Yang
semangat saya suruh maju dulu. Terus nanti yang tidak semangat,
coba ulangi penjelasan temennya, cuman ngulangin aja, masak nggak
bisa, saya bilang gitu.”
Peneliti : “Kalau tindak lanjut berupa PR?”
Guru B : “PR sering. Apalagi kalau pas menjelang ulangan, pasti banyak PR-nya.
Men, biar mau dia latihan soal. Kalau nggak digituin, orang males
dia.”
Peneliti : “Itu PR-nya Ibu tindak lanjuti, periksa?”
Guru B : “Kalau PR itu, paling yang saya lihat, ketepatan waktu dia ngumpul
dulu, pertama. Itu saya yakin mereka tidak mungkin tidak kerjasama.
Kadang saya lihat dulu yang paling pinter, pasti dia yang ngerjain.
Saya bandingin dah beberapa. Anak yang pinter, sedang-sedang, sama
yang kurang. Saya cocokin, kalau sudah sama, saya malas dah
meriksa. Yang penting ngumpul aja, dan tepat waktu, saya kasih dah
nilai.”
Peneliti : “Penilaiannya itu gimana?”
Guru B : “Kalau LKS misalnya, sudah berisi aja, dikumpul, saya kasih B. Kalau
misalkan dia detail sampai caranya, saya kasih A. Kalau itu kan untuk
nilai tugas. Kalau misalkan untuk tugas-tugas yang, misalnya pas saya
nggak sekolah, itu saya periksa detailnya gimana. Kalau misalnya
tugasnya buat di rumah, sudah pasti dah mereka kerjasama. Kalau soal
yang dibuat di sekolah, saya sengaja banyakin, biar peluang mereka
untuk bekerjasama itu kecil. Jadi, waktu terbatas, soal banyak, kan
nggak mungkin mereka kerjasama. Pasti mereka bikin yang mana
mereka bisa. Apalagi untuk tugas-tugas yang jumlahnya banyak, sama
kayak LKS, ada uji kompetensi, ada kompetensi 1, ada latihan soal,
jadi kan banyak itu, susah meriksa. Jadi, saya ambil gebogan dia, asal
sudah buat dari sini sampai sini, dapat nilai segini. Pakek huruf dia.”
Peneliti : “LKS Kreatif itu, ya?”
Guru B : “Iya.”
Peneliti : “Nah, dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 itu,
ada nggak permasalahan yang Ibu hadapi?”
Guru B : “Kalau pelaksanaan, saya rasa nggak ada karena tidak jauh berbeda
kalau dalam proses pembelajarannya. Cuman paling dalam penilaian
administrasinya aja yang agak banyak, gitu.”
Peneliti : “Kalau menilai aspek kognitif siswa itu, jenis penilaian apa saja yang
Ibu gunakan? Metodenya?”
Page 328
317
Guru B : “Ulangan harian, kemudian ada kuis. Kemudian, saya pernah ngadain
ulangan yang sistemnya kayak gini. Saya taruh meja 4 di depan, terus
saya undi nomor absen berapa yang harus maju. Kemudian, soal yang
akan dia kerjakan juga diundi. Jadi, mereka bikin. Saya kasih waktu
berapa, misalnya 5 menit. Mereka langsung bikin di sana. Di mejanya
sendiri-sendiri itu. Kumpul, gitu. Ada yang gitu saya buat, kalau
waktunya cukup. Kalau misalnya sudah mepet-mepet, seperti
sekarang sudah menjelang ulangan umum, kita kebut-kebut dulu, nanti
ulangan sekalian.”
Peneliti : “Itu masuk tes lisan, ya?”
Guru B : “Iya, karena dikerjakan langsung kumpul. Terus pernah juga saya bagi
papannya, bagi empat. Saya kasih soal, langsung mereka kerjain di
sana. Mereka nggak tau soalnya yang mau saya kasih. Sudah sampai
di depan, baru tau. Kalau nggak bisa, tetep diem di depan, sampai
bisa. Atau nggak, kalau misalnya nyerah, ganti soalnya lagi. Jadi,
yang suka lihat di sana kan ekspresi wajahnya mereka yang beda-
beda.”
Peneliti : “Kalau tes kayak gitu, instrument penilaiannya kayak gimana, Buk?”
Guru B : “Skornya itu istilahnya mencongak, terserah mereka caranya kayak
gimana, yang penting jawaban akhirnya benar. Karena kita kan
langsung melihat dia ngerjain soalnya. Jadi, nggak mungkin
kerjasama, kan. Jadi, kita nggak menilai struktur kerjanya kayak
gimana, yang penting jawaban akhirnya dapat dia. Kalau salah, nol
nilainya. Nanti, kalau dia nggak punya skor, saya kasih tugas. Kalau
dia ngumpul tugasnya aja, saya kasih satu.”
Peneliti : “Kalau kuis itu bagaimana penilaiannya?”
Guru B : “Kalau kuis sama dengan ulangan dia. Cuman jumlahnya sedikit, satu
soal, dua soal, gitu.”
Peneliti : “Berarti terlepas dengan RPP, ya?”
Guru B : “Ya. Yang ada disana tu paling soal kuis. Kan kalau kuis tu kan
situasional dia. Kalau kayak sekarang bulan mei sudah dekat ulangan
umum, kan kita kejar-kejaran materi, jadi kita nggak bisa ngasi kuis.
Habis waktunya, gitu. Kalau kuis kan sifatnya mendadak.”
Peneliti : “Kalau satu KD itu biasanya Ibu menggunakan berapa tes untuk menilai
aspek kognitif?”
Guru B : “Satu KD biasanya tugas, kuis, sama ulangan hariannya. Karena itu
juga yang diminta di kurikulum.”
Peneliti : “Dalam memilih jenis tes itu, apa pertimbangan Ibu?”
Guru B : “Kalau saya nyari soal itu di internet, saya pasti cari yang mengacu ke
UN. Soalnya, kan nggak mungkin kita ngasih soal yang taraf kuliahan.
Kalau UN entar mereka nggak bisa jawab, kan rugi juga. Jadi, kita
carikan soal yang setara UN. Biar bisa juga membedakan siswa yang
Page 329
318
pinter sama siswa yang kurang. Kita kasih beberapa soal yang
levelnya lebih tinggi, sehingga cuman ada beberapa orang yang dapat
seratus. Jadi, kebanyakan dah soal-soal setara UN yang saya pakek.”
Peneliti : “Ibu sampaikan itu ke siswanya?”
Guru B : “Nggak. Tapi kan dari latihan-latihan soal di kelas, kita makeknya
emang soal yang level UN. Di buku Sagovindo itu kan soalnya ada
pelang-pelang UN 2008, UN 2009. Nah, saya suka ngambil soal yang
kayak gitu. Mereka tahu tipe-tipe soal yang seperti itu.”
Peneliti : “Kalau soal-soal yang dibahas di kelas itu, biasanya kayak gitu yang Ibu
keluarkan pas ulangan?”
Guru B : “Iya. Kadang soal yang saya bahas itu saya keluarin lagi di ulangan.
Bisa nggak dia inget, gitu. Tanpa saya ganti angkanya, ada juga yang
salah. Ada yang saya ganti angkanya, tapi mirip dia. Ada yang bener-
bener beda”
Peneliti : “Dari semua tes yang Ibu gunakan itu, seberapa efektif itu mampu
mengukur kemampuan kognitif siswa?”
Guru B : “Ya, efektif banget ya. Yang paling efektif untuk mengukur
kemampuan siswa itu dari ulangan harian, kemudian dari praktikum,
dan yang paling efektif itu kan dari kemampuannya dia sehari-hari.
Kan karena misalnya ulangan harian mereka sakit, gitu. Kalau ada
siswa yang kesehariannya kita tahu dia pinter, tapi pas ulangan harian
dia dapat kecil, kayak waktu ini ada pas SAT (Semester Academic
Test) nilainya kecil, saya tanya kenapa. Dia bilang, oh iya Buk, saya
nggak belajar kemarin soalnya nggak enak badan. Jadi, kita nggak
mungkin acuannya, oh dia langsung dikasih nilai jelek, nggak kan.
Karena ulangan hariannya dia bagus-bagus, terus aktif juga di kelas.
Jadi, tidak serta merta gara-gara satu ulangan itu kita menjudge dia
bodoh, padahal kesehariannya dia bagus, gitu. Kebalikannya juga gitu.
Kalau misalnya dia kesehariannya bodoh, terus SAT-nya tiba-tiba
gede, curiga dah kita, gitu. Pasti ada perantara di antara mereka.
Mungkin kelas X nya bantu ngasih jawaban.”
Peneliti : “Oh, pada saat SAT itu duduknya selang-seling ya, X-XI gitu?”
Guru B : “Iya.”
Peneliti : “Kalau nilai akhir semester untuk aspek pengetahuan, itu gimana Ibu
menentukan?”
Guru B : “Kalau itu sudah dirumusin sama kurikulumnya. Data apa yang diminta
kita tinggal masuk-masukin aja. Ada pembobotan di situ.”
Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”
Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remidi. Kalau sudah cukup, ya
pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal yang lebih tinggi
levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak lanjuti itu, yang remedi.
Page 330
319
Saya kasih remedi di kelas. Kalau misalnya dua kali sudah remedi
nggak gini, baru saya kasih tugas.”
Peneliti : “Kalau menilai aspek afektif, itu gimana cara Ibu?”
Guru B : “Afektif, pakek pedoman observasi, kalau nggak, pakek jurnal, itu yang
dituntut sama Kurikulum 2013. Kalau penilaian diri sama penilaian
teman sejawat, jangan dah diharapkan nilainya banyak. Karena dia
menilai temennya sendiri pasti dah ada kerjasama. Tidak objektif.”
Peneliti : “Proses Ibu melakukan penilaian observasi itu kayak gimana, Buk?”
Guru B : “Kita bawa daftar nama siswa yang sudah diisi kolom-kolom kecil. Jadi,
nanti kalau misalnya ada siswa aktif menjawab, saya nilai plus. Nanti
terakhir pas ngerekap nilai, saya hitung dah berapa kali dia dapat plus,
nanti saya tambahkan sekian nilainya. Biasanya kalau plusnya satu itu,
saya tambahin nilainya 0,1. Misalkan nilainya dia 87, terus dia dapat
point plus berapa, saya tambahin.”
Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A nyontek. Tapi
itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending pakek observasi,
biar cepet, pakek tanda aja.”
Peneliti : “Kalau misalkan di penilaian jurnal itu ada siswa yang nyontek,
bagaimana Ibu merumuskan nilainya?”
Guru B : “Nggak dinilai kayak gitu. Paling buat catatan kita aja. Kalau dia sering
nyontek, misalnya yang lain dapat 4, dia 3 kasih, gitu.”
Peneliti : “Itu ibu gunakan sebagai pertimbangan nilai apa?”
Guru B : “Nilai sikap. Jadi, penilaian sikap itu kan ada penilaian observasi,
penilaian, diri, jurnal, dan sebagainya itu. Nilai maksimumnya itu 4,
misalkan ada siswa suka nyontek, saya kasih 2 di nilai jurnalnya.
Jurnal itu kan pada hari tertentu itu, dia melakukan apa, gitu. Kalau
misalkan dia nggak ada catatan penting, biasa-biasa aja, saya kasih 3.
Kalau misalnya dia jemet (tekun) sekali, 4 saya kasih.”
Peneliti : “Kalau penilaian diri sama teman sejawat itu sudah Ibu lakukan?”
Guru B : “Iya, sudah. Satu semester sekali. Karena itu instrumennya banyak,
tebal, satu orang itu bisa sampai 10 lembar. Jadi, saya suruh siswanya
fotocopy sendiri, habis itu mereka isi bawa pulang, hasilnya
dikumpul.”
Peneliti : “Kalau pertimbangan Ibu dalam menentukan kapan melakukan tes itu
gimana?”
Guru B : “Kalau penilaian sikap dia nggak terstruktur. Setiap pembelajaran kita
bawa rubrik observasinya, kita catat kejadian pentingnya saja.
Misalnya, oh ini ngomong aja kerjaanya, kasih aja dia tanda, gitu.
Hafal dah saya mana kelompok bocah-bocah yang kerjaanya
ngerumpi aja, terus ada yang ulangan suka nyontek. Itu kalau ulangan,
saya tungguin aja dia.”
Page 331
320
Peneliti : “Nah penilaian tersebut efektif nggak mengukur aspek afektif siswa?”
Guru B : “Iya. Karena kan kalau observasi itu sudah sangat efektif. Ingat jadinya,
kalau sudah diobservasi itu ada siswa yang nakal, terus aja
diperhatikan, gitu. Misalnya, sekali nyontek, setiap ulangan saya
tungguin dia, gitu. Sudah terlanjur tercoreng namanya, gitu.”
Peneliti : “Kalau penilaian diri sama teman sejawat itu efektif, nggak?”
Guru B : “Kalau menurut saya, itu tidak efektif.”
Peneliti : “Kalau begitu, menurut Ibu itu masih perlu nggak di terrapin di
kurikulum?”
Guru B : “Sebenernya sudah nggak perlu, sih ya. Cuman buat melengkapi
administrasi aja, karena kan dituntut. Kalau penilaian kayak gitu,
sebenernya kita malas jadinya. Kalau saya sepanjangtidak ada
pemeriksaan, saya buat aja dia sama. ”
Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A nyontek. Tapi
itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending pakek observasi,
biar cepet, pakek tanda aja. Misalnya si A saya kasih 3, si B juga saya
kasih 3. Karena walau diperiksa pun, hasilnya akan mirip-mirip
seperti itu. Dikasih kuesioner aja mereka kerjasama. Jadi, saya ratakan
aja. Kalau 3, ya 3 semuanya.”
Peneliti : “Kalau mengolah nilai semester aspek sosial itu kayak gimana?”
Guru B : “Kalau aspek sosial, pakek modus itu, yang paling sering muncul.”
Peneliti : “Untuk setiap metode dia pakek modus, Buk?”
Guru B : “Idealnya kan per KD bikin itu, kan. Tapi, yang diminta dikurikulum itu
cuman satu nilai. Semuanya satu, observasi, teman sejawat, semuanya
satu. Tapi, sebenernya kita ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan.
Jadi, kalau misalkan ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4 akan
sama dengan siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang diminta di
kurikulum itu pakek modus dan cuman satu nilai. Kalau menurut saya
itu kurang bagus. Karena, misalnya di jurnal dia sudah punya catatan
jelek, terus di penilaian dirinya, karena sudah sama dengan temannya,
saya kasih 4, di jurnal saya kasih 2, di observasi saya kasih 2. Tapi,
sekarang di spritualnya dia dapat 4, karena dia jemet maturan (rajin
sembahyang), misalnya pas Tri Sandya, dia jemet (rajin) Tri Sandya,
dia sering mengucapkan salam ke guru, kan sudah gede tu nilainya.
Jadi, kan otomatis yang nilai 2 tadi itu tertutupi. Sebenernya nggak
bagus, sih. Tapi, kalau saya, misalnya tertutupi kayak gitu, ya udah
salah satu nilai itu saya turunin biar nilainya dia lebih kecil. Nanti
pasti di penilaian dirinya saya potong. Walaupun dia bilang, saya tidak
pernah menyontek. Biar pun dia tulis 4, untuk siswa yang ketahuan
mencontek, saya kasih 3 untuk penilaian diri sama penilaian
temannya, biar nggak sama hasilnya, gitu.”
Page 332
321
Peneliti : “Kalau penilaian aspek psikomotor itu metodenya kayak gimana aja,
Buk?”
Guru B : “Dengan praktikum. Kadang-kadang presentasi. Portofolio, seperti yang
saya minta waktu kelas X, misalnya. Coba kumpulkan fenomena-
fenomena cahaya.”
Peneliti : “Kalau kelas XI, Ibu sudah mengadakan penilaian portofolio?”
Guru B : “Kalau kelas XI, portofolionya tentang fluida. Saya suruh mereka buat
makalah tentang pemanfaatan hukum Bernouli. Portofolio itu kan
mengumpulkan beberapa tugas jadi satu.”
Peneliti : “Kalau misalnya ulangan harian, kuis, kayak gitu itu Ibu bagikan
hasilnya?”
Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu. Kalau saya
yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya bagikan hasilnya. Kalau
saya salah meriksa, ya namanya manusia, mereka rela bawa punya
temennya yan bener, Buk ini dia dikasih segini, saya kok nggak. Saya,
lihat, kalau bener, saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa,
saya kasih mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini.
Baru nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa? Saya balik
nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu harusnya dapat
berapa? Saya ajarin cara meriksa, gitu. Nanti dikembalikan sama
temannya. Yang punya, periksa lagi, bener nggak temennya meriksa.
Habis itu, baru saya kasih nilai langsung. Nanti mereka langsung dah
tau nilainya berapa.”
Peneliti : “Kalau penilaian kinerja pada saat praktikum itu, apa aja yang Ibu
nilai?”
Guru B : “Kerjasama antar anggota kelompok. Terus, saya tanyak dia, kalau alat
ini fungsinya untuk apa, mereka tau nggak. Dari sana sih saya ambil.
Ya, paling pakek rentangan, di rubrik penilaiannya itu pakai 5, 4, 3, 2,
1. Misalnya, di suruh nyebutin alat, tapi nggak mesti harus semua, ini
apa namanya. Kalau dia bisa jawab, saya kasih dah berapa. Terus
habis itu, coba ceritain gimana cara kerjanya, mereka jelaskan.”
Peneliti : “Kalau penilaian proyek yang sudah Ibu lakukan itu apa?”
Guru B : “Kalau semester 1, bikin alat. Kalau semester 2, bikin makalah aja.”
Peneliti : “Yang kemarin waktu presentasi itu apa, Buk?”
Guru B : “Oh, itu. Penilainnya ada dari segi makalah, powerpoint, dan
presentasinya.”
Peneliti : “Kalau di kelasnya Pak Mahardika kan ada buat Maket gitu. Ibu juga
buat?”
Guru B : “Oh, nggak. Saya cuman lewat makalah aja. Kalau menurut saya, itu
dipajang dimana nanti, taruh dimana, toh dia juga bikin sampah
jadinya, gitu. Kalau menilai kreativitas siswa, kan ada majalah Mekar,
nanti biar ke sana aja dibawa kreativitasnya dia. Kalau saya cuman
Page 333
322
buat powerpoint-nya aja. Nanti, kalau mau diunggah, silahkan
diunggah, sertakan nama kelompoknya. Tapi, tetep kumpul ke saya
dalam bentuk softcopy presentasinya, kemudian makalahnya juga.”
Peneliti : “Saya kira itu kesepakatan MGMP, Buk.”
Guru B : “Nggak. Kalau itu kreativitas gurunya aja. Kalau saya soalnya gini, satu,
siswa terganggu. Walaupun dia bisa menggunakan barang bekas,
lumayan menyita waktu. Dan walaupun mereka punya kreativitas
tinggi bikin desainnya, toh nanti dipasangnya di kelas, bikin sampah
aja. Jadi, kalau misalnya bikin makalah dan powerpoint, bisa di
sharing ke teman-temannya di sekolah lain.”
Peneliti : “Kalau menentukan kapan melakukan penilaian proyek, penilaian
kinerja, kayak gitu itu, gimana?”
Guru B : “Pakek waktu dia, Dik. Kalau makalah, waktu itu saya kasih waktu 2
minggu dia. Bikin powerpointnya, saya kasih 1 minggu. Jadi, ada
mereka selesai bikin makalah, selesai bikin powerpoint. Baru
dipresentasikan.”
Peneliti : “Nggak Ibu mempertimbangkan jenis materi?”
Guru B : “Iya, memperhatikan. Cocok nggak dengan materi tersebut. Misalnya,
kalau global warming, kan nggak mungkin kita bikin alat. Kayak teori
kinetik gas, itu kan banyak rumus, saya kasih soal latihan saja.”
Peneliti : “Kalau pengelohan nilai akhir aspek psikomotor itu bagaimana, Buk?”
Guru B : “Psikomotor, berarti nilai eksperimen, kemudain ada nilai produk,
projek, portofolio. Jadi, ini semua harus ada sebenernya dalam satu
semester. Kalau saya proyeknya buat makalah kemarin. Produknya,
saya nilai powerpointnya, kan berupa produk dia, barang nyata dia.
Terus nanti portofolionya itu beberapa tugas yang dikumpulin, tugas
berjangka, tugas satu, dua, tiga, nanti dikumpul pada akhir semester.
Atau LKS yang saya periksa pada akhir semester, kan portofolio
namanya. Jadi, tinggal direkap aja.”
Peneliti : “Kalau psikomotor nilai siswa jelek, apa tindak lanjutnya, Buk?”
Guru B : “Kalau makalahnya jelek, saya suruh revisi. Tapi, kalau anak di suruh
buat proyek, makalah, produk, itu rata-rata bagus-bagus. Itu kalau
mereka dikasih waktu yang cukup, bagus-bagus hasilnya. Kadang
waktu saya nyuruh mereka bikin eskavator itu, saya mikir, kok bisa
mereka bikin yang kayak gini, ya. Nggak nyangka sebenernya waktu
eskavator itu. Eskavator itu kan waktu kelas X, tentang fluida statis.”
Peneliti : “Hasil-hasil penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor itu disampaikan
ke siswa semuanya, Buk?”
Guru B : “Iya, itu kan nanti berupa rapor. Kalau psikomotor untuk laporan
praktikumnya saya kasih ke anak-anak. Kalau ada praktikum yang
jelek, misalnya hasilnya gagal, saya suruh ngulang lagi. Tapi, harinya
Page 334
323
mereka nentuin sama laborannya. Nggak boleh ngambil pelajaran saya
lagi. Ntar habis pelajaran saya buat remidi aja, gitu.”
Peneliti : “Itu sampaikan langsung ke siswanya, ya?”
Guru B : “Iya. Ini kelompok ini jelek, coba diulang lagi. Saya mau giniin,
nilainya nggak bagus, gitu. Terus, diulang sama mereka. Kalau
misalnya semua sudah bagus-bagus, nggak diulang.”
Peneliti : “Berarti untuk remidinya, aspek kognitif sama psikomotor, ya?”
Guru B : “Iya. Kalau memang hasilnya jelek, ya saya remidi lagi.”
Peneliti : “Sistem remidi aspek pengetahuan itu gimana, Buk?”
Guru B : “Remidinya saya ambil hari lain. Biasanya hari Jumat. Soalnya juga
lain. Tapi, kalau mepet, nggak sempet bikin soal, ya soal itu saya
pakai lagi.”
Peneliti : “Nilai siswanya gimana dengan soal yang sama?”
Guru B : “Kalau misalnya soal yang sama saya kasih, karena nggak sempat bikin,
ada peningkatan. Tapi kan untuk remidi, pasti saya kasih 80. Biar
nggak bukannya perbaikan malah justru perburukan. Rugi saya ngasih
remedi.”
Peneliti : “Kalau teknis pengayaannya, Ibu gimana?”
Guru B : “Pengayaannya paling mereka belajar sendiri. Soalnya kan saya harus
ngawasin remedi. Nanti kalau gini, nggak bisa.”
Peneliti : “Nah, semua nilai-nilai itu Ibu laporkan kemana?”
Guru B : “Ke wali lewat kurikulum.”
Peneliti : “Kepala sekolah tau itu, Buk?”
Guru B : “Iya, karena dia neken (menandatangani) kan.”
Peneliti : “Nah, untuk penilaian secara keseluruhan, ada masalah Ibu?”
Guru B : “Saya rasa nggak, ya. Paling cuman ada beberapa anak yang, mana
tugasnya, sampai kepungin ngae (dikejar agar membuat) tugas. Mau
dikasih nilai, nggak. Kalau nggak, saya kasih nol. Kala terus-terusan
nggak ngumpul tugas, nggak usah dah ikut pelajaran saya, tak gituin.
Besoknya dikumpul dah tugasnya. Jadi, kita juga harus jemput bola.
Mana tugasnya, sini bawa. Ada beberapa anak gitu.”
Peneliti : “Kalau menilai aspek sosial ada masalah?”
Guru B : “Paling kayak saya bilang tadi, harus jeli mengingat nama-nama
mereka. Pas awal-awal, mungkin ya. Tapi, sekarang sudah hapal
semua. Karena saya juga nggak terlalu banyak ngajar, ya. Jadi,
gampang ngapalin nama anak-anak itu.”
Peneliti : “Kalau psikomotor, ada masalah?”
Guru B : “Nggak, paling pas praktikum kita cuman agak capek aja, nyagjagin
(mendatangi) ke sini, buin metakon (lagi ada yang bertanya) di sana,
dan itu kan ruangannya agak sempit.”
Peneliti : “Kalau misalnya Ibu ada masalah penilaian, ada nggak pihak lain yang
ikut memberikan solusi?”
Page 335
324
Guru B : “Kalau masalah penilaian dalam arti siswanya sering nggak masuk, saya
lapor ke kesiswaan. Pak, muridnya ini dua kali alpha pas ulangan,
saya bilang gitu. Pas ulangan harian ini. Setiap saya tanya, dia pasti
bilang kalau dia belajar malamnya, semengannya kiap (paginya
mengantuk). Kelasnya dia kan mulainya jam 6.15 pagi, selalu jam ke
nol, jadi dia sepanan (terlambat) bangun. Terus dia nggak masuk, jadi
nyusul lagi, gitu. Saya ajuin dia, sampai masuk ke BK itu anaknya.
Tapi sekarang udah jemet (rajin) anaknya itu.”
Peneliti : “Kalau kognitif apa masalahnya, Buk?”
Guru B : “Kalau kognitif, nggak terlalu sih masalahnya. Paling kita harus lebih
teliti melihat mereka kerjasama atau nggak. Jadi, nggak terlalu
mengalami kendala kalau kognitif.”
Peneliti : “Kalau manajemen kelas, Ibu ada kendala?”
Guru B : “Nggak, nggak terlalu.”
Peneliti : “Kalau kepala sekolah, pernah Ibu bilang ada masalah?”
Guru B : “Nggak. Kalau ada masalah itu, pertama wali dulu bilangin. Kalau wali
nggak bisa menangani, kasih tau ke BK. Nanti BK bekerjasama
dengan Wakasek Kesiswaannya. Kalau langsung ke kepala sekolah,
nggak boleh jalurnya.”
Peneliti : “Ini yang terakhir, Buk. Dari semua tuntutan pembelajaran Kurikulum
2013 itu, ada nggak komponen Kurikulum 2013 yang nggak efektif,
sehingga menyulitkan guru?”
Guru B : “Yang paling menyulitkan guru itu, yang di penilaian sikap, itu yang
paling sulit. Kalau di KTSP memang ada namanya penilaian sikap
juga, tapi di sini tuntutannya lebih detail. Kalau di sana, penilaian
sikap, ya udah terserah dah mau ngasih nilai berapa, yang penting kita
punya acuan. Kalau yang dueg (pintar) sekali, kita kasih 95. Kalau
dulu kan pakai angka, ya. Sekarang kalau yang agak munduran,
berapa kita kasih. Kan pakai rentangan nilai dia. Tapi, kalau
kurikulum yang sekarang ini, terlalu banyak sekali nilai yang harus
diisi. Kalau nggak diisi, nilainya nggak bisa keluar. Jadi, harus diisi
semuanya. Jadi, itu dah, kalau misalnya nggak ada pemeriksaan,
penilaian diri sama penilaian sejawat itu kita samakan, dipukul rata.
Kecuali seperti yang saya bilang tadi. Kasusnya yang nyontek itu, ya
udah saya turunin nilainya yang ini. Walaupun penilainnya dia besar.
Saya nggak pernah menyontek, kan sudah berbohong dia.”
Peneliti : “Sudah habis, Buk. Terimakasih, ya.”
Page 336
325
Transkrip Wawancara Satu dengan Siswa Guru B
Kode : Wan/D1/SGB/23-04-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Siswa Guru B
Hari/Tanggal : Jumat, 24 April 2015
Tempat : Ruang Perpustakaan SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Seminggu itu berapa jam Adik dapat fisika?”
Siswa : “4 jam seminggu.”
Peneliti : “Hari apa aja?”
Siswa : “Senin sama Kamis.”
Peneliti : “Apakah pembelajaran dalam seminggu itu selalu terisi? Apa pernah
kosong?”
Siswa : “Pernah, karena Ibunya kan jadi wakil kepala sekolah, ya. Jadi agak
sibuk. Kalau Ibunya nggak bisa ngajar, biasanya dikasih tugas aja.”
Peneliti : “Tugasnya itu diambil hari itu apa boleh dibawa pulang?”
Siswa : “Biasanya sih diambil hari itu.”
Peneliti : “Bisa selesai tugasnya hari itu?”
Siswa : “Bisa. Tugasnya itu nggak terlalu banyak sih. Biasanya 5 soal. Paling
jawab LKS.”
Peneliti : “Berapa jumlah siswa di kelas?”
Siswa : “35 orang.”
Peneliti : “Kelas sebelasnya rata-rata 35, ya?”
Siswa : “35-36”
Peneliti : “Pengaturan tempat duduk di kelas tu, Ibunya pernah ngatur?”
Siswa : “Kalau pas ulangan aja.”
Peneliti : “Gimana Ibunya ngatur?”
Siswa : “Yang di belakang di bawa ke depan, yang di depan dibawa ke
belakang. Kadang mejanya di balik, sehingga lubang mejanya itu di
sebelah depan.”
Peneliti : “Kalau fasilitas pendukung pembelajaran fisika di sekolah kira-kira
udah cukup nggak menurut Adik?”
Siswa : “Kalau lab, alatnya masih kurang gitu, ada juga alatnya yang rusak.”
Peneliti : “Kalau di kelas, LCD tu bisa dipakek?”
Siswa : “Bisa, Pak.”
Peneliti : “Sering dipakek kalau fisika?”
Siswa : “Lumayan, Pak.”
Peneliti : “Siapa yang makek, Ibunya?”
Siswa : “Iya, Ibunya. Kadang-kadang presentasi, kita yang pakek.”
Peneliti : “Bagaimana Ibunya membuka pembelajaran?”
Siswa : “Biasanya sih Panganjali. Terus bincang-bincang dulu. Bahas materi
yang kemarin-kemarin dulu, masih ingat atau nggak. Setelah itu,
Lampiran 3.9
Page 337
326
dikasi soal dulu, untuk yang waktu ni. Baru dilanjutkan dengan materi
yang selanjutnya.”
Peneliti : “Oh soal untuk pertemuan sebelumnya. Soalnya biasanya gimana tu
bentuknya?”
Siswa : “Biasanya sih soal hitung-hitungan, ya. Kadang juga dikasih soal buat
pemanasan dulu. Terus juga untuk memicu kita, kadang 10 orang
siswa yang udah selesai ngerjain soal, disuruh maju, entar dapat nilai
plus, gitu.”
Peneliti : “Soal yang dikasih itu dinilai sama Ibunya?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Selain memberikan pertanyaan yang terkait dengan materi
sebelumnya, pernah nggak Ibunya ngasih pertanyaan yang terkait
dengan materi yang akan dipelajari hari itu? Misalnya hari ini belajar
apa, terus Ibunya ngasih pertanyaan yang menyangkut kehidupan
sehari-hari gitu?”
Siswa : “Dites ya muridnya, udah belajar belum. Ditanya pengertian-pengertian
aja. Pernah sih Ibunya nanya kayak gini, kenapa orang sakit tu nggak
boleh dikompres pakek air dingin, gitu.”
Peneliti : “Setiap pertemuan Ibunya nanya kayak gitu?”
Siswa : “Pada saat materi tertentu aja.”
Peneliti : “Sekarang materinya udah sampai dimana?”
Siswa : “Pemanasan global.”
Peneliti : “Itu Ibunya kayak gitu apa nggak?”
Siswa : “Nggak. Kita disuruh presentasi. Kita dikasi LKS, kerjain berkelompok.
Abis itu, kita presentasikan. Ntar, bahas sama-sama.”
Peneliti : “Pada saat ngajar, apakah Ibunya selalu mengaitkan materi yang diajar
dengan materi sebelumnya, atau nggak?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Nah, di awal pembelajaran tu Ibunya biasanya nyampein urutan materi
yang akan diajar apa nggak. Hari ini kita akan belajar ini, habis itu ini,
dan seterusnya, kayak gitu? Apa nggak?”
Siswa : “Kalau memulai semester sama memulai BAB baru kayak gitu.”
Peneliti : “Kalau setiap pertemuan?”
Siswa : “Nggak. Nggak gitu Ibunya.”
Peneliti : “Kalau indikator disampaikan sama Ibunya?”
Siswa : “Indikator, pertama, pertama kali memasuki semester.”
Peneliti : “Dalam satu semester tu kan ada banyak BAB, itu semua disampaikan
sama Ibunya di awal semester?”
Siswa : “Iya. Ibunya bilang, semester ini kita akan belajar bab ini, bab ini,
secara keseluruhan indikatornya ini, gitu.”
Peneliti : “Tujuan pembelajaran per pertemuan itu disampaikan?”
Page 338
327
Siswa : “Di suruh baca aja sama Ibunya. Besok kita akan bahas ini, silahkan
baca ini di rumah, gitu aja.”
Peneliti : “Kalau manfaat mempelajari materi itu, disampaikan sama Ibunya? Ini
dalam kehidupan sehari-hari, ini akan berguna kayak gini, gitu
misalnya.”
Siswa : “Ada materi tertentu yang Ibunya bilang, ini kita ngaplikasikannya
kayak gini dalam kehhidupan sehari-hari.”
Peneliti : “Biasanya Ibunya nyampein itu pas jalan atau di awal?”
Siswa : “Pas jalan sambil diskusi.”
Peneliti : “Kalau teknik penilaian itu biasanya disampein nggak di awal. Nanti
akan ada kuis, gitu misalnya.”
Siswa : “Nggak. Kalau kuis tu biasanya mendadak diberikan sama Ibunya.”
Peneliti : “Setiap pertemuan pasti dikasih kuis apa nggak?”
Siswa : “Nggak. Tergantung Ibunya. Yang paling sering itu, itu dah, disuruh
ngerjain soal dalam waktu beberapa menit, terus cepet-cepetan dah
buatnya. Terus ntar dibatesin berapa orang maju. Ntar dapat nilai
plus.”
Peneliti : “Itu terus kayak gitu setiap pertemuan?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Menurut Adik sebagai seorang siswa, kira-kira perlu nggak guru tu
nyampein tujuan pembelajaran, teknik penilaian, urutan materi?”
Siswa : “Perlu sih. Biar kita tahu manfaatnya. Kalau belajar nggak ada gunanya,
kan nggak ada motivasi.”
Peneliti : “Kemudian kalau teknik penilaian, kayak kuis, itu perlu bagi Adik?”
Siswa : “Perlu banget. Soalnya bisa sebagai pembanding. Nanti kalau temennya
yang kurang aktif, malah dapat nilai gede, sedangkan indikatornya
sama, kan kita punya latar belakang buat protes sama Ibunya.”
Peneliti : “Ada pernah kayak gitu. Temennya rasanya nggak terlalu aktif, tapi
nilainya lebih gede. Ada gitu?”
Siswa : “Ada, Pak.”
Peneliti : “Buku yang Adik gunakan itu, buku apa?”
Siswa : “LKS Kreatif, Sagofindo, sama ada buku paket di kasih sama
sekolahnya.”
Peneliti : “Kalau buku yang kayak LKS kreatif ini, gimana itu? Ibunya yang
nyuruh beli atau gimana?”
Siswa : “Nggak. Nggak dipaksain. Kalau kalian membutuhkannya, silahkan beli
di luar. Soalnya sekolah nggak melayani jual-beli buku itu.”
Peneliti : “Tapi Ibunya juga makek itu sebagai panduan?”
Siswa : “Nggak. Sagofindo yang dipakek Ibunya.”
Peneliti : “Sagofindo itu buku apa?”
Siswa : “Buku warna ijo, kayak buku paket, tapi untuk latihan soal aja.”
Peneliti : “Itu buku buatan sekolah?”
Page 339
328
Siswa : “Bukan. Itu beli di luar.”
Peneliti : “Dimana beli?”
Siswa : “Di depan SMA 2, Sambangan.”
Peneliti : “Kayak LKS ya?”
Siswa : “Tebel dia, tipisan daripada paket dikit.”
Peneliti : “Kalau buku paket yang dikasih sekolah itu, biasanya digunakan apa
nggak?”
Siswa : “Biasanya untuk latihan soal. Terus, di buku paket tu, penjabaran
rumusnya kan ada. Sedangkan di buku paket itu, kan rumus jadinya
aja.”
Peneliti : “Materi yang diajar Ibunya diambil dari sana, ya?”
Siswa : “Ya.”
Peneliti : “Kalau menurut adik, buku paket yang dikasih sekolah itu, bagus atau
nggak? Kalau dibaca mudah mengerti apa sulit mengerti?”
Siswa : “Ada beberapa soal yang nggak ada contoh soalnya disana. Kalau di
Sagofindo itu kan ada contoh soalnya di depan, sehingga itu bisa
diikuti.”
Peneliti : “Berarti buku paket itu agak sulit, ya?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Kalau materinya sendiri, kalau dipelajari, mana yang lebih gampang
antara Sagofindo itu dengan buku paket?”
Siswa : “Kalau saya lihat sih buku paketnya. Karena di buku paket tu, rumusnya
diturunin, jadi bukan rumus jadi kayak di Sagofindo.”
Peneliti : “Ibunya itu ngasih PR biasanya dari buku yang mana?”
Siswa : “Akhir semester biasanya disuruh ngumpul LKS kreatif yang udah
dijawab.”
Peneliti : “Selain buku tadi, ada nggak sumber belajar lain yang adik gunakan?”
Siswa : “Internet sih ya. Kayak kemarin masalah global warming itu, di buku
fenomenanya kan nggak terlalu ditekankan, jadi kita nyari di internet.”
Peneliti : “Kalau pakek internet di sekolah pada saat jam pembelajaran, dikasih
sama Ibunya?”
Siswa : “Tergantung materi pembelajarannya. Kalau kita lagi membuthkan,
silahkan. Tapi kalau nggak, ya nggak..”
Peneliti : “Misalnya pada saat diskusi kelompok itu, boleh makek?”
Siswa : “Boleh. Ibunya sih santai ngajarnya.”
Peneliti : “Adik tahu buku apa yang digunakan Ibunya?”
Siswa : “Sama kayak siswanya.”
Peneliti : “LKS Kreatif punya dia?”
Siswa : “Ada kayaknya. Tapi Kreatif yang untuk pegangan guru tu.”
Peneliti : “Terus buku Sagofindo itu punya dia?”
Siswa : “Sagofindo, punya.”
Page 340
329
Peneliti : “Nah, materi yang disampaikan Ibunya kira-kira udah sama dengan
materi di buku yang adik punya?”
Siswa : “Kadang beda. Kayak kemarin pas kita belajar tentang gas ideal itu, kan
bahas tentang suhu gas monoatomik, diatomic, gitu. Jadi, beda-beda
dia suhunya. Ada buku yang bilang 250, ada yang bilang 500.”
Peneliti : “Terus keputusan Ibunya gimana?”
Siswa : “LKS aja dipakek akhirnya.”
Peneliti : “Selain buku, ada nggak sumber belajar lain yang pernah dibawa ke
kelas sama Ibunya?”
Siswa : “Ibunya punya buku catatan, gitu. Kayak kumpulan soal. Biasanya kita
kan dikasih pertanyaan pas pembelajaran berlangsung tu, kadang
ibunya juga ngambil soal dari situ.”
Peneliti : “Kalau media pembelajaran, ada nggak pernah dipakek sama Ibunya?”
Siswa : “Paling praktikum di lab aja.”
Peneliti : “Kalau di kelas kayak powerpoint itu pernah makek Ibunya?”
Siswa : “Pernah.”
Peneliti : “Sering makek Ibunya?”
Siswa : “Tergantung materi, sih. Kalau materinya hapalan gitu, penjelasan, pasti
Ibunya makek.”
Peneliti : “Gimana Ibunya makek media itu, pinter dia, atau pernah dia minta
bantuan siswa?”
Siswa : “Nggak. Mungkin karena Ibunya masih muda, ya. Kalau guru-guru
yang lain, pernah.”
Peneliti : “Kalau makek media kayak gitu, Ibunya melibatkan siswa apa dia
sendiri aja yang makek?”
Siswa : “Melibatkan siswa. Ibunya nanyak dari media itu, kemudian siswanya
disuruh jawab, ntar baru Ibunya lurusin lagi kalau jawabnnya keliru.”
Peneliti : “Kalau makek medianya, Ibunya aja sendiri ya?”
Siswa : “Ya.”
Peneliti : “Kalau di laboratorium, medianya apa?”
Siswa : “Biasanya laborannya sih yang nyiapin alat praktikumnya. Ibunya
tinggal nyiapin. Kita tinggal makek aja, sih.”
Peneliti : “Ada nggak alat di laboratorium itu yang jumlahnya sedikit, sehingga
nggak semua kelompok bisa barengan makek?”
Siswa : “Iya. Pas kita melakukan praktikum gravitasi, bebannya kekurangan.
Sehingga bergantian makeknya.”
Peneliti : “Kalau Ibunya bawa alat peraga yang dia buat sendiri, pernah?”
Siswa : “Nggak. Tapi kalau misalnya kita ini, pasti kita disuruh. Kayak kemarin
kita disuruh buat bangun datar sama bangun ruang untuk ngukur titik
berat tu.”
Peneliti : “Nah, media yang dipakek sama Ibunya tu, sesuai nggak sama materi
yang sedang diajar?”
Page 341
330
Siswa : “Sesuai.”
Peneliti : “Di powerpoint itu pernah nggak ada gambar, video, kayak gitu?”
Siswa : “Kalau gambar selalu Ibu menampilkan, tapi kalau video sampai saat
ini belum.”
Peneliti : “Kalau flash?”
Siswa : “Nggak. Paling powerpoint aja.”
Peneliti : “Powerpointnya isi tulisan sama gambar aja?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Nah, dengan memakai powerpoint itu, adik lebih ngerti apa nggak?”
Siswa : “Kalau saya sih lebih enak diterangin langsung sama Ibunya.”
Peneliti : “Kok gitu?”
Siswa : “Kita kurang bisa memahami aja Ibunya ngajar pakek powerpoint. Lain
kalau dijelasin itu, lebih ngerti. Nggak tahu kenapa, kalau Ibunya
jelasin itu cepet ngerti. Dari kelas X sampai kelas XI dapet fisika itu,
sama Ibunya paling ngerti.”
Peneliti : “Waktu kelas X, siapa yang ngajar?”
Siswa : “Ibu Rusmila.”
Peneliti : “Pada saat Ibunya ngajar, pernah nggak Ibunya nyuruh adik mengamati
sesuatu?”
Siswa : “Paling mengamati gambar di powerpoint aja. Kita lebih ke
membayangkan daripada mengamati secara langsung.”
Peneliti : “Kalau di laboratorium gimana praktikumnya?”
Siswa : “Kalau mengamati, praktikum fisika jarang. Kalau kimia biologi baru.
Kalau fisika paling mengukur aja.”
Peneliti : “Berarti nggak terlalu sering Ibunya nyuruh mengamati sesuatu, ya?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Pernah nggak Ibunya nyuruh kalian mengobservasi fenomena di
alam?”
Siswa : “Belum.”
Peneliti : “Kalau menyuruh siswa untuk bertanya pada saat pembelajaran?”
Siswa : “Pasti.”
Peneliti : “Gimana dia melakukannya?”
Siswa : “Ada yang belum dipahami. Biasanya ditanyakan langsung, kayak
gitu.”
Peneliti : “Terus gimana respon siswanya?”
Siswa : “Kalau memang nggak ngerti, ya ditanyakan. Dijelaskan lagi sama
Ibunya. Kalau bagian awal nggak ngerti, diulang lagi sama Ibunya.”
Peneliti : “Sering Ibunya kayak gitu, ya?”
Siswa : “Iya, sering.”
Peneliti : “Kalau ada siswa yang berpendapat, gimana respon Ibunya?”
Page 342
331
Siswa : “Mempertimbangkan juga Ibunya. Kayak waktu ini kan ada Ibunya
keliru, salah buat soal ulangan, terus temen-tmen protes, Ibunya
periasa dulu, ternyata memang bener, ya diperbaikin sih sama dia.”
Peneliti : “Kalau di kelas ada siswanya nanyak, Ibunya langsung jawab atau
gimana?”
Siswa : “Pasti dilemparkan ke siswa lain dulu. Ditanya siswa yang lain, ada
yang bisa jawab. Kalau misalnya jawaban siswa itu kurang tepat,
diluruskan sama Ibunya.”
Peneliti : “Kalau jawabannya udah tepat, gimana respon Ibunya?”
Siswa : “Ya, benar sekali. Pasti dia selalu bilang kayak gitu.”
Peneliti : “Kalau melakukan percobaan pada saat pembelajaran pernah Ibunya?”
Siswa : “Dulu pernah, sih. Disuruh gosokin penggarisnya ke rambut tu, terus
ada rambut yang berdiri.”
Peneliti : “Oh, tentang listrik statist tu?”
Siswa : “Iya, listrik statis.”
Peneliti : “Terus yang kemarin ngukur titik berat itu dimana dilakukan?”
Siswa : “Di lab.”
Peneliti : “Pada saat Ibunya nyuruh kalian percobaan, Ibunya ngapain?”
Siswa : “Pasti disamperin kita. Nggak mungkin dia cuman duduk, terus kita
disuruh ngelihat. Disamperin, terus kan mau berdirri tu rambutnya, dia
bilang, nah kayak ginilah listrik statis itu.”
Peneliti : “Dijelasin sama Ibuknya kenapa kayak gitu?”
Siswa : “Nggak. Mungkin males Ibunya karena kita sudah dapat dari kelas
satu.”
Peneliti : “Waktu titik berat?”
Siswa : “Dijelasin sama Ibunya.”
Peneliti : “Selama kalian kelas 2 diajar Ibunya, seberapa sering Ibunya
mengadakan kayak gitu? Kayak percobaan, menyuruh mengamati.”
Siswa : “Paling 3 kali rasanya, ya.”
Peneliti : “Pernah nggak Ibunya menyuruh siswa menganalisis data hasil
percobaan?”
Siswa : “Kalau praktikum titik berat tu, baru kita di suruh menganalisis.
Dikasih LKS sama Ibunya, baru disana kita menganalisis. Buat
makalah, terus presentasi.”
Peneliti : “Kalau belajarnya nggak pakek percobaan kayak gitu, analisisnya kayak
gimana?”
Siswa : “Paling dikasih soal aja.”
Peneliti : “Masalah yang menyangkut kehidupan sehari-hari itu, pernah disuruh
menganalisis nggak?”
Siswa : “Nggak pernah.”
Peneliti : “Kalau menyuruh siswanya untuk berkomunikasi, biasanya gimana
Ibunya?”
Page 343
332
Siswa : “Paling presentasi sama belajar kelompok pada saat pembelajaran.”
Peneliti : “Kalau menyampaikan pendapat sama bertanya Ibunya selalu nyuruh?”
Siswa : “Iya. Selalu. Sering.”
Peneliti : “Kalau praktikum di lab, dalam satu minggu itu seberapa sering?”
Siswa : “Nggak tentu. Soalnya praktikum di lab nggak kelas kita aja yang
makek. Mungkin pada saat mau praktikum ke lab, tapi ternyata labnya
ada yang makek, kita ke kelas aja, atau praktikumnya nggak jadi.”
Peneliti : “Kira-kira selama 6 bulan ini udah berapa kali praktikum?”
Siswa : “2 kali. Titik berat sama bandul, yang tentang nyari frekuensi tu.”
Peneliti : “Gimana pelaksanaan praktikum di lab itu?”
Siswa : “Kan baru datang. Perwakilan kelompok ngambil alat ke depan.
Alatnya ditaruh di atas meja kelompok masing-masing, dijelasin dah
teknisnya sama Ibunya kalau langkah-lah praktikum bisa dibaca di
LKS, kita kan dikasih LKS. Baru ngambil data.”
Peneliti : “Proses ngambil datanya gimana?”
Siswa : “Ibunya nyuruh, kalau praktikum itu jangan cuman satu aja yang kerja.
Bergilir, gitu. Biar kita sama-sama aktif.”
Peneliti : “Pas siswanya ngambil data, Ibunya ngapain?”
Siswa : “Diem di depan. Mantau-mantau dia ke setiap kelompok. Kalau ada
yang kurang jelas kita yang nyari Ibunya ke depan.”
Peneliti : “Nah, setelah selesai praktikumnya, tindak lanjutnya gimana?”
Siswa : “Nggak. Biasanya nyimpulin hasil percobaan itu.”
Peneliti : “Nggak dipresentasikan hasilnya?”
Siswa : “Nggak. Disimpulkan aja, per kelompok, terus nanti di kumpul ke
Ibunya.”
Peneliti : “Dinilai itu sama Ibunya?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Temen-temen suka nggak sama kegiatan praktikum yang dilakukan
sama Ibunya?”
Siswa : “Suka, ya. Soalnya kita kan nggak cuman belajar materi aja, praktek
juga. Kadang kan penasaran juga. ”
Peneliti : “Siswanya berharap praktikumnya sering atau gimana?”
Siswa : “Berharap, sih.”
Peneliti : “Ketersediaan alat praktikum di lab, gimana?”
Siswa : “Masih kurang sih sebenernya. Ada beberapa alat sih. Nggak semua.
Ada beberapa alat yang rusak mungkin belum diganti. Ada yang
pecah kayak waktu ini thermometer pecah.”
Peneliti : “Kalau suasana belajar yang diciptakan sama Ibunya, gimana?”
Siswa : “Yang saya tahu, Ibunya kan disiplin orangnya. Misalnya kalau ada
yang rebut. Saya mau menjelaskan, kalau kalian mau mendengarkan
silahkan denganrkan, kalau kalian tidak mau mendengarkan, silahkan
keluar. Biasanya ibunya bilang gitu.”
Page 344
333
Peneliti : “Gimana siswanya setelah digitukan?”
Siswa : “Diem semua, Pak.”
Peneliti : “Nyaman nggak sama suasana belajar yang diciptakan Ibunya?”
Siswa : “Nyaman. Ibunya nggak serius kali, sih. Ada saatnya dia becanda. Pas
serius, ya serius. Bersahabat Ibunya. Nggak jaga jarak dia sama
siswanya. Kayak temen biasa.”
Peneliti : “Pas Ibunya jelasin materi, semua siswa mau serius belajar?”
Siswa : “Serius. Untuk guru yang satu ini, guru yang bener-bener, gimana ya,
nggak kayak guru-guru yang lain, siswanya rebut. Ibunya punya aura.
Semua siswanya segan jadinya.”
Peneliti : “Kalau misalnya ada siswa yang nggak serius, gimana Ibunya?”
Siswa : “Ditunjuk untuk mengerjakan soal. Kalau pas Ibunya jelasin, siswanya
itu nggak memperhatikan dia, ditanya dia sama Ibunya, apa yang saya
jelaskan tadi, coba kamu jelaskan.”
Peneliti : “Gimana siswanya?”
Siswa : “Kalau memang dia nggak mendengarkan, nggak bisa jawab. Terus
diperingatkan sama Ibunya, lain kali jangan seperti itu.”
Peneliti : “Pada saat Ibunya ngajar, semua siswa bisa berpartisipasi aktif?”
Siswa : “Misalnya pas dikasi soal, terus yang itu-itu aja yang maju. Ditanya
sama Ibunya, yang lain kok adem ayem, terus mereka ditunjuk sama
Ibunya, biar merata.”
Peneliti : “Berarti semua siswa sudah pernah maju, ya?”
Siswa : “Iya. Kalau ada siswa yang jarang maju, dipaksa mau sama Ibunya.
Kan siswanya bilang belum selesai, Ibunya bilang ya maju aja, salah
nggak apa-apa, namnya juga belajar.”
Peneliti : “Pas siswanya maju, terus macet ditengah jalan, gimana Ibunya?”
Siswa : “Siswanya di suruh diem di depan. Paling Ibunya nyuruh tunjuk salah
satu temen buat bantu kamu di depan. Kalau semua nggak bisa baru
Ibunya jelasin.”
Peneliti : “Kalau memotivasi siswa biar aktif itu, gimana Ibunya?”
Siswa : “Kayak tadi saya bilang itu. Kita dikasih soal, siapa yang bisa maju,
dikasih nilai plus. Orang pas semester satu, kita nggak kayak gitu.
Karena semester satu kan nilai kita jelek, turun nilai fisikanya.
Kemudian semester dua Ibunya ngerubah sistem. Pas pertama masuk
itu kan semua pada nggak semangat siswanya. Terus Ibunya bilang,
kerjakan satu soal yang saya dalam waktu beberapa menit, nanti saya
batasi berapa orang yang maju ke depan. Kalau kalian pengen nambah
nilai kalian, silahkan maju ke depan, kalau nggak, diem aja. Terpacu
jadinya siswanya.”
Peneliti : “Kalau pelaksanaan pembelajaran, gimana aja sistemnya selama ini?”
Siswa : “Paling sering tu Ibunya jelasin, maparin materinya di depan.”
Page 345
334
Peneliti : “Pada saat Ibunya jelasin materi di depan, siswanya gimana posisi
duduk berkelompok atau gimana?”
Siswa : “Sendiri.”
Peneliti : “Itu antara belajar kelompok sama Ibunya jelasin, mana yang lebih
sering?”
Siswa : “Ibunya menjelaskan.”
Peneliti : “Dalam mengajar, apakah Ibunya sering mengaitkan materi pelajaran
dengan fenomena atau aplikasi dalam kehidupan sehari-hari?”
Siswa : “Jarang, sih. Tapi pernah.”
Peneliti : “Gimana Ibunya melakukannya?”
Siswa : “Kayak nyari contoh materi ini kayak gini penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Cuman dibilangin gitu aja. Jadi, kita nggak
mengobservasi.”
Peneliti : “Dijelasin contoh-contohnya itu sama Ibunya?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Ibunya menjelaskan materinya itu sistematis apa nggak? Maksudnya
gini, dari gampang ke susah?”
Siswa : “Iya, pasti kayak gitu.”
Peneliti : “Selalu kayak gitu, ya?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Kalau misalnya materinya sulit dimengerti atau abstrak nggak bisa
dibayangin, gimana Ibunya jelasin?”
Siswa : “Pakek contoh dalam kehidupan nyata Ibunya. Kita pernah melakukan
ini, kita pernah mengalami ini, kayak ginilah dasarnya.”
Peneliti : “Volume suara pada saat mengajar bisa di dengar sama seluruh siswa?”
Siswa : “Bisa.”
Peneliti : “Bahasa lisan, cara ngomong Ibunya bisa dimengerti?”
Siswa : “Bisa.”
Peneliti : “Nggak terlalu cepet?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Kemudian tulisan Ibunya di papan bisa dibaca?”
Siswa : “Bisa.”
Peneliti : “Kalau menutup pelajaran gimana cara Ibunya?”
Siswa : “Materinya kita cukupkan sampai disini, Paramasantih. Itu aja, sih?”
Peneliti : “Nggak nyimpulin materi Ibunya?”
Siswa : “Nggak, sih. Kadang materinya itu selesainya nggak pas di subnya itu
selesai, sehingga harus dilanjutkan minggu depan.”
Peneliti : “Nggak gini dia, hari ini kita udah belajar apa? Nggak gitu dia ke
siswanya?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Ibunya sendiri nggak nyimpulkan?”
Siswa : “Nggak.”
Page 346
335
Peneliti : “Ibunya menyampaikan materi yang akan dipelajari pertemuan
selanjutnya?”
Siswa : “Iya.”
Peneliti : “Terus ngasi PR nggak Ibunya?”
Siswa : “Nggak. Paling PR baca aja. Baca materi aja.”
Peneliti : “Kalau kuis diakhir pembelajaran itu, sering?”
Siswa : “Jarang. Mendadak soalnya Ibunya.”
Peneliti : “Gimana respon siswanya?”
Siswa : “Terkejut. Tapi, siap nggak siap, harus siap aja.”
Peneliti : “Menurut Adik, ada nggak Ibunya mengalami permasalahan saat
mengajar di kelas? Misalnya nggak bisa ngontrol siswa atau siswanya
sulit mengerti?”
Siswa : “Nggak pernah, sih.”
Peneliti : “Ada siswanya nilainya kecil sekali di mata pelajaran fisika?”
Siswa : “Ada. Karena mungkin dia sering sakit.”
Peneliti : “Terus gimana Ibunya gituin siswa itu?”
Siswa : “Setiap kesempatan pasti dia ditunjuk untuk membantu nilainya. Ya,
lebih sering lah, dia diutamakan.”
Peneliti : “Kalau dari Adik sama temen-temen sendiri, ada nggak permasalahan
yang dihadapi dalam pembelajaran fisika?”
Siswa : “Nggak, sih. Cuman saya perlu sering latihan aja.”
Peneliti : “Kalau punya masalah, misalnya nggak ngerti materinya, ditanyain
sama Ibunya?”
Siswa : “Pas Ibunya baru masuk, pasti ada aja yang nanyak. Terus Ibunya
langsung nanggapin.”
Peneliti : “Kalau menilai pengetahuan siswa, gimana biasanya Ibunya
melakukan?”
Siswa : “Kalau ulangan, apa materi yang dikasih Ibunya, itu pasti yang keluar.
Jadi, yang rajin nyatet, pasti nilainya gede-gede.”
Peneliti : “Bentuk tesnya gimana?”
Siswa : “Biasanya sih essay. Kadang objektif sih, tapi pakek cara.”
Peneliti : “Kalau tes lisan, pernah?”
Siswa : “Belum.”
Peneliti : “Kalau ulangan itu waktunya kapan?”
Siswa : “Biasanya sih di akhir bab.”
Peneliti : “Kalau siswanya aktif bertanya, dikasi nilai?”
Siswa : “Bertanya nggak, menjawab baru.”
Peneliti : “Pernah nggak Ibunya nyuruh siswanya melakukan penilaian diri?”
Siswa : “Pernah waktu itu, kan dikasih angket.”
Peneliti : “Gimana bentuk angketnya? Apa yang ditanyakan di angket itu?”
Siswa : “Kita nilai temen kita. Kemudian kita nilai diri kita sendiri.”
Peneliti : “Nilai dalam hal apa?”
Page 347
336
Siswa : “Kejujuran, kedisiplinan kita.”
Peneliti : “Kalau yang terkait dengan pemahaman siswa terhadap materi yang
sudah dipelajari ada nggak disana di angketnya? Kayak, saya sudah
memahami materi pada BAB ini?”
Siswa : “Nggak ada.”
Peneliti : “Itu seberapa sering Ibunya ngasih penilaian gitu?”
Siswa : “Pas semester satu aja.”
Peneliti : “Teknisnya gimana?”
Siswa : “Pas pembelajaran sudah berakhir, kita dikasih angketnya. Terus
dikumpul besoknya.”
Peneliti : “Siswanya jawab angketnya itu serius sesuai kondisi atau dibagus-
bagusin aja temennya?”
Siswa : “Serius. Soalnya Ibunya bilang, temen yang dinilai itu nggak boleh tau
nilai yang kita kasih.”
Peneliti : “Kalau pas praktikum di lab itu, Ibunya nilai nggak keaktifan siswa?”
Siswa : “Pasti.”
Peneliti : “Disampaikan sama Ibunya bahwa itu dinilai?”
Siswa : “Nggak. Tapi kayaknya dinilai sih sama Ibunya. Mungkin Ibunya
punya catatan sendiri.”
Peneliti : “Kalau disuruh buat proyek pernah? Atau membuat alat?”
Siswa : “Nggak, ada. Waktu kelas X baru.”
Peneliti : “Itu seberapa sering Ibunya ngasih penilaian gitu?”
Siswa : “Belum. Pas semester satu aja.”
Peneliti : “Hasil-hasil ulangan itu dikembalikan sama Ibunya?”
Siswa : “Iya, dikembalikan. Pas pertemuan selanjutnya atau minggu
depannya.”
Peneliti : “Menurut Adik sendiri, perlu nggak tau semua hasil penilaian Ibunya?
Misalkan ulangan dapat berapa, praktikum dapat berapa?”
Siswa : “Iya, pasti. Soalnya penasaran.”
Peneliti : “Untuk mata pelajaran fisika berapa KKM-nya?”
Siswa : “82.”
Peneliti : “Kalau ada siswanya kurang dari itu, gimana Ibunya?”
Siswa : “Diadakan remedi.”
Peneliti : “teknis remidinya gimana?”
Siswa : “Pada akhir BAB. Misalnya, dari 5 BAB, BAB mana aja yang remidi,
itu aja yang digituin.”
Peneliti : “Soalnya gimana? Sama apa beda nggak dengan ulangan?”
Siswa : “Beda.”
Peneliti : “Kalau siswanya udah memenuhi KKM, digimanain sama Ibunya?”
Siswa : “Nggak diapain, sih. Lanjut aja materinya.”
Peneliti : “Berati yang remedi itu ditempat terpisah dia ya? Khusus dia aja ya?”
Siswa : “Iya, ee.”
Page 348
337
Peneliti : “Nah, kalau dari segi kualitas penilaian, Ibunya gimana? Bagus nggak
cara dia menilai? Apa nepotisme, kalau dia nggak suka sama siswa
itu, dikecilin nilainya?”
Siswa : “Nggak. Ibunya sih disamain semua siswanya.”
Peneliti : “Permasalahan apa yang siswa alami terkait dengan penilaian? Ada
nggak pernah protes siswanya?”
Siswa : “Ibunya pernah salah menilai.”
Peneliti : “Terus gimana Ibunya nanggepin?”
Siswa : “Diperiksa lagi sama Ibunya, bener nggak dia salah. Kalau memang
bener, ya dikasi.”
Peneliti : “Kalau pengayaan, kayak memberikan materi tambahan di luar materi
wajib, pernah nggak Ibunya?”
Siswa : “Nggak, sih.”
Peneliti : “Ya, ini terakhir ya. Adik kan dari kelas satu dapat pembelajaran fisika
dengan Kurikulum 2013, ya. Gimana pandangan adik sendiri tentang
pembelajaran fisika berbasis Kurikulum 2013? Menyulitkan siswa apa
bagus?”
Siswa : “Kalau dilihat dari yang sekarang, yang ada, kayaknya Kurikulum 2013
itu kan guru itu kan tidak ngajar kan, tidak menerangkan materi,
cuman menekankan siswa untuk aktif. Itu sebenernya bagus sih unttuk
kemandirian kita, tapi ada saatnya siswa itu membutuhkan penjelasan
dari guru. Karena kita kan baru belajar juga, sehingga kan perlu
bimbingan yang lebih.
Peneliti : “Kalau kayak gitu, berarti ada siswa yang belum ngerti tapi nggak dapat
penjelasan dari guru?”
Siswa : “Ada. Itu dah jeleknya.”
Peneliti : “Khusus untuk pembelajaran Buk Dayu ada kayak gitu?”
Siswa : “Mungkin nggak ada, ya. Pelajaran lain baru ada.”
Peneliti : “Kalau Adik?”
Siswa : “Kalau saya sama sih juga. Kurikulum 2013 itu kan bagus sebenernya
tujuannya. Tapi kadang gurunya disitu dia memanfaatkan kesempatan
untuk tidak menjelaskan materi, jugaan siswanya sudah belajar
sendiri. Tapi, kalau Buk Dayu itu beda dia, memang dia menerapkan
Kurikulum 2013, kita dituntut aktif, tapi dia juga maparin materinya.
Kita kan di kelas itu kan ada yang ikut les gitu kan, jadi, sebelum
Ibunya ngajar kita juga sudah tahu materinya, gitu.”
Peneliti : “Ya, Dik. Kira-kira itu aja ya wawancara hari ini. Terimakasih, ya.”
Page 349
338
Transkrip Wawancara Satu dengan Kepala Sekolah
Kode : Wan/D1/KS/11-06-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Kepala Sekolah
Hari/Tanggal : Kamis, 11 Juni 2015
Tempat : Ruang Kepala SMA Negeri 1 Singaraja
Peneliti : “Jumlah guru fisika saat ini ada berapa, Pak?”
Kepsek : “Enam orang.”
Peneliti : “Terus yang sertifikasi?”
Kepsek : “Sertifikasi 5, yang tidak 1.”
Peneliti : “Terus dari semua guru itu, yang S1?”
Kepsek : “Satu orang aja yang tersisa. Yang lainnya sudah S2.”
Peneliti : “Jumlah kelas MIA-nya di sini?”
Kepsek : “Kelas X, XI, XII?”
Peneliti : “Iya, Pak.”
Kepsek : “X, 9 kelas. Kelas XI-nya, 8. Kelas XII-nya, 8.”
Peneliti : “Itu dengan jumlah kelas MIA segitu, teknis pembagian jam mengajar
untuk guru fisika itu bagaimana, Pak?”
Kepsek : “Sementara ini kan kita jadwalnya aman karena ada Kepsek sama
wakasek. Kalau nggak ada itu, kekurangan jam pasti. Tapi untuk
sekarang, kita bagi, rata-rata guru memegang dua angkatan kita
kesepakatannya. Misalnya saya kelas XII dan kelas XI. Ada yang kelas
XI sama kelas X. Kecuali bapak Kepsek yang hanya satu angkatan.”
Peneliti : “Kalau misalnya Kepsek full ngajar, berarti kekurangan jam berarti,
ya?”
Kepsek : “Iya. Kepsek kan cuman 6 jam, wakasek cuma 12 jam.”
Peneliti : “Oh, wakaseknya guru fisika?”
Kepsek : “Iya. Pak Sudana, wakaseknya.”
Peneliti : “Untuk jumlah jam pelajaran fisika per minggu, itu berbeda antara kelas
X, kelas XI, dan kelas XII?”
Kepsek : “Kelas X sama kelas XI sekarang 4 jam, sesuai dengan Kurikulum
2013. Kalu kelas XII itu 5 jam.”
Peneliti : “Kelas XII-nya itu masih KTSP, ya?”
Kepsek : “KTSP. Makanya setelah mereka bubar, tahun depan mati fisikanya.
Hilang jamnya 8 jam.”
Peneliti : “Oh, kok gitu, Pak?”
Kepsek : “Men dari 5 jam sekarang kelas XII kan 4 jam juga, kelas X 4 jam,
kelas XI 4 jam. Berarti 8 jam hilang. Pasti dah kekurangan jam tahun
depan. Baru dari kelas. Kalau misalnya dari wakasek bubar, gag ada
wakasek dari fisika, hilang lagi jamnya 12. Setelah itu, kepala lab kan
tidak diakui sekarang, hanya satu kepala lab, hilang lagi 12 jam. Buk
Lampiran 3.10
Page 350
339
Suarti sekarang kepala lab, jadi aman, kan? Nggak kepala lab, hilang 12
lagi. Sehingga totalnya tahun depan kita kekurangan 44 jam. Berarti
gurunya harus keluar ngajar.”
Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”
Kepsek : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita nyiapin
administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang nggak wajib itu,
kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi, perencanaan, meriksa
ulangan, itu nggak terhitung pekerjaannya.”
Peneliti : “Kalau tempat pembelajaran fisika biasanya dimana?”
Kepsek : “Di kelas sama di lab.”
Peneliti : “Nggak ada lagi di luar itu?”
Kepsek : “Di lab komputer kadang. Kan kadang kayak Buk Rusmila sering
makek, dia sering ngajarnya dengan pembelajaran online kan, sehingga
tesnya harus online juga, sehingga siswanya dibawa ke lab komputer.”
Peneliti : “Berarti fasilitas pembelajarannya salah satunya penggunaan ICT itu ya,
Pak?”
Kepsek : “Ya ICT, ada, lab juga nggak terlalu lengkap sih. Tapi, ya lumayan
memenuhi untuk praktikum dasar.”
Peneliti : “Rombongan belajar per kelas itu berapa, Pak? Berapa jumlah
siswanya?”
Kepsek : “Rata-rata 32. Tapi di kelas XI ada yang 36.”
Peneliti : “Itu sudah memenuhi standar?”
Kepsek : “SNP itu 32. Ya, kalau rata-rata sih memenuhi, tapi untuk beberapa
kasus kayak kelas yang saya ajar 36 gitu, itu karena MIA1 sama MIA2
emang dibatasin jumlahnya. 28 ya maksimum, sehingga yang lebih-
lebih dioper ke kelas saya. Kalau kelas XII antara 30 sampai 32, kelas
X juga.”
Peneliti : “Berarti pembelajaran fisika saat ini menggunakan standar proses
Kurikulum 2013 ya, Pak?”
Kepsek : “Ya, ee, K13.”
Peneliti : “Sejak kapan Kurikulum 2013 diberlakukan di sekolah ini, Pak?”
Kepsek : “Sejak Tahun Pelajaran 2013/2014.”
Peneliti : “Bagaimana upaya Bapak peningkatkan pemahaman guru tentang
Standar Proses Kurikulum 2013?”
Kepsek : “Kita rutin mengadakan workshop kurikulum setiap awal semester.
Kemudian untuk workshop pusat, kita juga telah beberapa kali
mengirim guru untuk mengikutinya.”
Peneliti : “Kemudian fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah sudah memadai,
Pak?”
Kepsek : “Sebagian besar sudah memadai. Tapi, ada beberapa alat di
laboratorium fisika yang rusak, seperti tangki riak.”
Peneliti : “Kalau supervisinya kayak gimana, Pak?”
Page 351
340
Kepsek : “Supervisi diserahkan ke tim. Ada tim supervisi. Untuk fisika, Pak
Mahardika yang supervisi.”
Peneliti : “Bagaimana supervisinya, Pak?”
Kepsek : “Supervisi sih lebih cenderung melihat bagaimana guru mengajar.
Kalau persiapan pembelajaran, ya formalitas aja. Kalau sudah ada,
okay. Tapi, di ngajarnya kita lihatin apa ada yang kurang. Tapi, dalam
satu semester cuman sekali bisa supervisi. Kadang dilihatin sekilas aja.
Karena kadang ada guru yang akan resisten kalau diliatin ke kelas. Buk
Dewi contohnya, agak resisten kalau diliatin ke kelas. Sama guru kayak
gitu, supervise lebih menggunakan pendekatan personal.”
Peneliti : “Bagaimana penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 yang dilakukan
guru fisika, Pak?”
Kepsek : “Sebagian besar sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum, tapi ada
beberapa bagian yang tidak berjalan dengan maksimal, seperti pada
penilaian. Kita tahu kalau di Kurikulum 2013 itu penilainnya banyak
sekali. Nah, biasanya guru tidak dapat melakukan semua penilaian itu
dengan maksimal. Penyebabnya yak arena keterbatasan waktu.”
Peneliti : “Kalau ada masalah gimana itu bahasnya, Pak?”
Kepsek : “Biasanya dibahas di MGMP.”
Peneliti : “Nggih, Pak. Sudah selesai wawancaranya. Terimakasih banyak.”
Kepsek : “Ya, sama-sama.”
Page 352
341
Transkrip Wawancara Satu dengan Pengawas Akademik
Kode : Wan/D1/PGW/23-04-2015
Jenis Data : Wawancara
Subjek Penelitian : Pengawas
Hari/Tanggal : Kamis, 23 April 2015
Tempat : Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng
Peneliti : “Swastyastu, Pak. Tiang (saya) Dana Santika, dari Jurusan Pendidikan
Fisika UNDIKSHA. Niki tiang mau nanya sedikit masalah
Kurikulum 2013. Bapak kan pengawas di SMA 1, ya?”
Pengawas : “Ya. Kebetulan di berikan tugas di sana.”
Peneliti : “Niki tiang mau nanya. Teknis pengawasan Kurikulum 2013 itu
bagaimana, Pak?”
Pengawas : “Eee begini. Jadi, kalau kami di SMA 1, yang pertama, istilahnya kita
mengadakan pemantauan atau observasi dulu. Pada saat observasi
tersebut, yang kami observasi pertama-tama itu adalah dokumen.
Kemudian yang kami minta itu adalah perangkat pembelajaran yang
sesuai dengan Kurikulum 2013. Jadi, dari perangkat pembelajaran
yang kami minta itu, apakah itu yang namanya silabus, apakah itu
yang namanya RPP, nah itulah yang kita nilai. Nah, setelah kita
mengadakan observasi dokumen, baru kita mengadakan diskusi.
Jadi, diskusinya di sana memecahkan permasalahan, kira-kira apa
yang belum dipahami dalam penerapannya itu sendiri. Nah, karena
kebetulan di SMA 1 itu kan gurunya orang-rang pilihan, kan,
sehingga pada umumnya kita tidak perlu menggurui, sehingga
sifatnya kita itu berkolaborasi. Itu rasa-rasanya yang kami lakukan.
Nah, setelah itu, baru dia terapkan sesuai yang ada, dia menerapkan
di kelasnya. Nah, karena kami telah mempercayai guru-guru di sana,
kami belum sempat melakukan observasi kelas. Observasi kelas,
kami lakukan pada minggu berikutnya setelah kita melaksanakan
pembinaan-pembinaan, lihat daripada hasil-asilnya dia di kelas,
sejauh mana. Itu sebenarnya yang kami lakukan.”
Peneliti : “Setelah dilakukan pengawasan nika (itu), wenten (adakah) tindak
lanjut, Pak?”
Pengawas : “Jadi, kalau di sana permasalahan-permasalahan yang ditemukan di
SMA 1 Singaraja rasa-rasanya tidak begitu signifikan, karena satu,
kembali lagi permasalahannya, dia mantan sekolah RSBI, dan
kebetulan juga guru-gurunya di sana sudah sangat kreatif mencari di
internet, IT-nya dia di sana sudah sangat memahami, sehingga begitu
ada permasalahan yang, nah, kita anggap bukan seperti
permasalahan-permasalahan di sekolah lain, sulit akhirnya kita
mengatakan, oh ini masalahnya, kan gitu, ya. Itu kalau di SMA 1.
Lampiran 3.11
Page 353
342
Jadi, rasa-rasanya permasalahan di SMA 1 itu hampir tidak begitu
menonjol, begitulah. Satu, kembali lagi, di SMA 1 itu, betul-betul
yang aktif itu siswa, ya kalau kita lihat guru-guru di SMA 1 itu, ya
coba cari ini di google, yah memang betul dia itu memanfaatkan
teknologi. Sehingga, yang namanya guru-guru di SMA 1, kalau dia
tidak menguasai yang namanya IT, itu secara tidak langsung, dia
sendiri yang akan mengundurkan diri. Lain kalau di sekolah yang
lain. Kalau di sekolah lain kan, anu, dapat, oh ini permasalahannya.
Nah, kalau kemarin, kembali lagi kita mengadakan evaluasi kinerja
guru, secara keseluruhan yang ada di kabupaten, ternyata di SMA 1
Singaraja, khususnya guru MIPA, yang kebetulan tiang (saya) basic-
nya itu kimia, pengawas fisikanya tidak ada, saya diberikan
kesempatan di sana untuk mendampingi, rasa-rasanya baik kinerja,
maupun dari segi administrasi, guru SMA 1 sudah di atas rata-rata
baik. Sudah memenuhi.dan juga kebetulan SMA 1 merupakan
perintis pengembangan Kurikulum 2013.”
Peneliti : “Nggih, Pak. Niki kebetulan tiang juga di sana meneliti, tapi tiang
mempelajari dua guru aja, Pak Mahardika sareng (dan) Ibu Dayu
Surya. Uning (tahu) Bapak?”
Pengawas : “Kebetulan kalau Pak Mahardika, satu, dia guru yang juara OSN,
sehingga dari segi kemampuannya, rasa-rasanya tidak perlu kita
anukan lagi, cuman dari face mukanya aja keliatannya kurang, dari
face mukanya itu rasa-rasanya, untuk wibawa dia tidak ada, tetapi
cara dia menyajikan, termasuk juga cara pendekatannya ke siswa itu
bagus. Kalau si Suryanya agak kurangan lagi sedikit.”
Peneliti : “Nggih, Pak. Nah, niki mangkin tiang (ini sekarang saya) nanya
beberapa nggih Pak, ya. Nah, gimana kemarin hasil pengawasan
Bapak dari segi pemahaman guru tentang pembelajaran, khususnya
untuk Pak Mahardika sareng Buk Dayu Surya?”
Pengawas : “Jadi kembali lagi. Kalau yang adik sebutkan tadi, dari segi
pemahamannya itu sudah di atas baik. Nah, kenapa tiang katakan di
atas baik, kembali lagi, begitu dia diberikan Permen tentang
kurikulum 2013, dia aktif dalam mencarinya itu, memahami, dan
langsung menerapkannya. Ya itu, kalau Mahardika. Jadi, kalau yang
Dayu Surya Dewi, karena masih muda, kemauannya juga sangat
tinggi, antusiasnya luar biasa. Sehingga, nah kalau kita berikan
rentangan nilai, Mahardika itu bisa dapatkan dari 91-95, sedangkan
Surya Dewi itu paling-paling dari 85-90. Itu dari segi
pemahamannya dia sudah baik. Sehingga, timbul kesan bahwa di
SMA 1 Singaraja khusunya, ingin tetep menggunakan Kurikulum
2013. Karena, satu, dari segi guru, kesiapannya itu sudah luar biasa,
dan secara hati nurani, kami sendiri selaku pengawas dan juga
Page 354
343
pemerhati pendidikan, rasa-rasanya kurikulum 2013 itu sebenarnya
sudah cocok di terapkan, cuma dari segi penilaiannya itu di sana sini,
sedikit perlu kita benahi. Khususnya hanya di dalam penilaian saja.
Kalau dari segi materi sudah dianukan, kita hanya tinggal
pemahamannya, kalau ini dilihat di silabusnya sudah ada, tinggal
dari silabus kita kembangkan, kita membuat indikator
ketercapaiannya itu sendiri, baik K1, KI2, KI3, KI4, itu sebenarnya,
kalau khusunya di SMA 1, kalau di sekolah yang lain, kami rasa-
rasanya nggak berani lah memastikan.”
Peneliti : “Nggih. Berarti dari segi pemahaman, sudah tergolong bagus berarti
Pak, ya?”
Pengawas : “Iya.”
Peneliti : “Namun, dari hasil pengawasan selama ini, ada nggak permasalahan,
atau ada yang belum mengerti Pak Mahardika atau Buk Dayu Surya
tentang konsep pembelajaran Kurikulum 2013?”
Pengawas : “Jadi, rasa-rasanya konsep-konsep yang ditawarkan Kurikulum 2013,
kebetulan sekali yang dijadikan sampel itu sangat memahami, gitu.”
Peneliti : “Selama ini, kalau misalkan ada masalah tentang pemahaman itu,
gimana diskusinya, Pak?”
Pengawas : “Kalau ada permasalahan yang berkaitan dengan konsep-konsep yang
ada, kami sebenarnya berkolaborasi dengan kurikulum. Jadi,
didampingi dengan Waka Kurikulum, di sana kita memecahkan
permasalahannya, kira-kira kenapa kok bisa begini, sehingga dari
Waka Kurikulum ini, yang notabenanya tupoksinya tu ini,
melemparkan konsep-konsep Kurikulum 2013 yang mestinya
diterapkan di SMA1 ini. Nah, walaupun secara nasional kita
konsepnya kayak gini, tetapi kan harus diadaptasikan di SMA 1.
Kalau SMA 1 yang kemarin metodenya sudah mengadopsinya ini
belum sesuai, ini yang digitukan. Sehingga rasa-rasanya lagi sedikit,
oh ini yang cocok, gitu.”
Peneliti : “Kalau dari segi perencanaan pembelajaran, yang Bapak awasi itu apa
aja?”
Pengawas : “Kalau dari segi perencanaan, yang menjadi tupoksi kami, bahwa
yang pertama perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajarannya
ini yang kami minta sesuai dengan panduan yang ada, harus
dilengkapi dengan Permen-Permen 13. Kalau kita tidak didampingin
ini dengan permen ini, kita dalam melakukan pembinaan dan
evaluasi itu, kan sulit. Karena kami dibekali itu, khusus untuk
pengawas, setiap bimbingan dibawa.”
Peneliti : “Instrumennya itu berupa napi, Pak?”
Pengawas : “Kalau instrumen perangkat pembelajaran, di sana ada program
tahunannya nggak, selanjutnya ada program semesternya nggak,
Page 355
344
selanjutnya jadwalnya ada nggak, SK pembagian tugasnya ada
nggak. Administrasi pembelajaran, RPP-nya, yang pertama itu
adalah SK-KD ada nggak, kemudian tercantum di dalam permen ini.
Lanjutnya yang namanya pengembangan RPP di jelaskan dalam
permen nomor enam sekian, kan gitu. RPP-nya ini kita ambil salah
satu dan kita cocokkan dari RPP yang diberikan nasional.
Selanjutnya nilai, di sana ada daftar nilainya nggak untuk masing-
masing siswa. Selanjutnya setelah ada daftar nilai, kita lihat yang
dinilai itu, kognitifnya gimana, afektinya gimana, psikomotornya
gimana. Itulah yang kita bawa. Itu kita nilai dengan rentang skor 1-5.
Kalau dia tidak membuat sama sekali, kita centang skor 1, nah ini
yang kita fokuskan, kok anda ini yang kurang. Nah, kalau ada
nilainya empat, kan belum sempurna, tolong benahi pada bagaian
ini. Lanjut lagi kita lihat RPP-nya, kok langkah-langkahnya, aaa itu.
Kembali lagi saya jelaskan bahwa kami pengawas akademik dibekali
instrumen-instrumen penilaian. Kalau kita ingin melihat perangkat
pembelajaran, ditulis di sana, satu, dua, tiga, dan seterusnya. Itu kita
bawa. Coba si Mahardika anunya ada nggak, dibawakan semuanya
dalam satu map. Oh ini ada, ini, ada, dan seterusnya. Kalau kami
ingin mengawasi proses pembelajaran, di sini ada instrumen tentang
itu, setelah selesai kita nilai kita diskusikan ke gurunya, tadi kok gini
ya. Gitu. Kalau kami ingin melihat dari segi adminsitrasi
pembelajarannya, kami bawa instrumennya. Ya tinggal itu saja. Dia
juga sudah pegang itu. Itulah rambu-rambu yang dia harus
persiapkan, nanti kalau pengawasnya datang sudah dia siapkan.”
Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian dari hasil pengawasan selama ini, kira-kira
ada nggak permasalahan dari perencanaan sampai evaluasi itu, Pak?
Yang dialami sama Pak Mahardika sareng Buk Dayu?”
Pengawas : “Kalau Pak Mahardika, kembali lagi, kalau yang dibilang
permasalahan, kok sulit saya mengatakan, ini ada masalahnya begini,
karena dia sudah mengacu dan sesuai dengan permen-permen
Kurikulum 2013.”
Peneliti : “Kalau dari segi Buk Dayu?”
Pengawas : “Kalau Dayu, yang kita temukan kemarin itu berkaitan dengan
penilaian KI1 dan KI2. KI1 dan KI2-nya itu kalau kita lihat, di sana
yang namanya KI1 kan secara tidak langsung, tapi harus dibikinkan
indikator evaluasinya, itu yang masih jadi permasalahan secara
umum, gitu. KI2 sosialnya juga itu, kan untuk sejumlah siswa harus
dievaluasi secara simultan, nah itu yang jadi masalah. Sehingga,
belum bisa terlaksana secara utuh. Paling-paling dia memberikan
penilaian baru, yang semestinya sampai lima komponen, baru 1
Page 356
345
sampai 3 yang sudah dilakukan, yang lain belum. Tidak bisa
dilaksanakan secara simultan, begitulah.”
Peneliti : “Kalau pelaksanaan pembelajaran di kelasnya, kira-kira sudah sesuai,
Pak?”
Pengawas : “Kembali lagi, Mahardika sama Dayu kan kemampuan IT-nya
memang sudah bagus, kalau mengajar bisa menggunakan
powerpoint untuk menyampaikan konsep-konsep yang dipandang
perlu.”
Peneliti : “Dari segi evaluasi, apakah tuntutan Kurikulum sudah lengkap mereka
lakukan, Pak?”
Pengawas : “Iya.”
Peneliti : “Mangkin terakhir, Pak. Kalau menurut pandangan Bapak sendiri
sebagai seorang pengawas, kira-kira apa bagian dari Kurikulum 2013
yang kayaknya sulit sekali diterapkan sama guru, sehingga sampai
saat ini belum bisa diterapkan?”
Pengawas : “Yang menjadi permasalahan umum guru-guru terkait pembelajaran
dengan Kurikulum 2013 itu adalah banyaknya permintaan dari pusat.
Padahal awalnya, dijanjikan bahwa guru tinggal action. Awalnya
didengang-dengungkan oleh pemerintahan pusat bahwa guru jangan
lagi dibebankan dengan administrasi tetek bengek (segala macam),
tinggal action. Setelah itu, kenyataannya, dengan adanya aturan yang
dibuat, inovasi guru tertekan. Karena apa? Memang KI-KI nya itu
sudah disiapkan sama pemerintah, selanjutnya silabus juga sudah,
yang belum itu kan RPP nya, yang harus dibuat oleh guru dengan
mengacu ke permen-permen itu. Sebagai contoh dalam materi
vektor, itu aturannya harus menerapkan model pembelajaran ini,
namun kalau kenyataannya kondisi siswanya tidak cocok dengan
model itu, kan gurunya memaksakan membuat perangkat
pembelajaran RPP kayak gitu. Kalau kemarin pas KTSP, guru bebas
menentukan model apa yang digunakan, pemerintah pusat hanya
menentukan kerangka-kerangkanya saja. Tapi, kalau Kurikulum
2013 semua itu sendiri, tetek bengek nya harus dibuat. Itu yang
menjadi keluhan daripada guru. Kalau dulu buat RPP paling-paling
2-3 halaman, tapi kalau sekarang, satu RPP bisa sampai 6-7 halaman.
Kenapa itu harus lengkap sekali, dari segi KI4, keterampilannya, itu
kita harus memuat semuanya. Selanjutnya dari segi evaluasinya,
banyak sekali. Kalau seandainya guru diberikan keleluasaan
mengembangkan itu dengan kerangka-kerangka saja, rasa-rasanya
Kurikulum 2013 aman. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru-guru
yang tiang awasi, kok tugas kita hanya terfokus pada administrasi
saja. Administrasi yang baik belum tentu hasilnya baik.”
Page 357
LAMPIRAN 4
TEMUAN-TEMUAN DALAM
TRANSKRIP WAWANCARA
PENELITIAN
Lampiran 4.1 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru A
Lampiran 4.2 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru A
Lampiran 4.3 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A
Lampiran 4.4 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru B
Lampiran 4.5 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru B
Lampiran 4.6 Temuan-temuan dalam Transkrip Tiga Wawancara Guru B
Lampiran 4.7 Temuan-temuan dalam Transkrip Empat Wawancara Guru B
Lampiran 4.8 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B
Lampiran 4.9 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah
Lampiran 4.10 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Pengawas Akademik
Page 358
346
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/GA/18-04-2015
Kode Temuan
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T1
Peneliti : “Dari mana Bapak dapat pengetahuan tentang konsep
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013?”
Guru A : “Oh, itu baca dari Permendikbudnya, kan. Setelah itu, ada
workshop, dan baca-baca aja.”
Peneliti : “Workshop itu dari sekolah apa Bapak sendiri mengikuti?”
Guru A : “Yang dari sekolah ada. Kemudian ada workshop dari pusat.”
…………
Peneliti : “Bapak punya teks panduan tentang pembelajaran berbasis
Kurikulum 2013?”
Guru A : “Lengkap sih enggak, ada pokoknya. Karena workshop yang di
pusat juga nggak ngasih buku, kan.”
Peneliti : “Darimana Bapak dapat panduan itu?”
Guru A : “Download, lah.”
Peneliti : “Terus berperan nggak panduan itu, Pak?”
Guru A : “Itu yang memang acuan kita sekarang, kayak yang dari
Permendikbud 81A berubah jadi Permendikbud 103, yang
gitu.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T2
Peneliti : “Pelatihan Bapak sudah berapa kali pernah ikut?”
Guru A : “Totalnya kalau yang di sekolah dua kali. Pusat sekali. Jadi tiga
kali.”
Peneliti : “Gimana peran workshop itu terhadap pengetahuan Bapak
tentang Kurikulum 2013?”
Guru A : “Workshop sih dominan ngasi bagaimana melakukan evaluasi,
ya. Karena masalah utama guru, kalau guru IPA, sebenernya
kan, ya pendekatan saintifik sudah biasa. Tapi yang masalah
itu, bagaimana melakukan evaluasi, bagaimana menyusun
rubriknya, bagaimana melaksanakannnya. Orang pusat enak
ngomong, lakukan ini, lakukan itu, coba deh dengan alokasi
waktu segitu, dengan jam mengajar segitu, bisa nggak?”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T3
Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian, menurut Bapak, kenapa Kurikulum
2006 tu diganti dengan K13?”
Guru A : “Sebenernya hampir sama-sama menekankan pada kompetensi
orang sih. Cuman di Kurikulum 2013 kan lebih menekankan
pada proses pembentukan kepribadian, sebenarnya. Di
Kurikulum 2006, kalau nggak salah di situ juga dibentuk
kepribadian, tapi di situ tidak diminta secara eksplisit untuk
menilai kepribadian orang. Kalau di K13, memang sudah jelas
diminta.”
Peneliti : “Berarti itu perbedaannya?”
Guru A : “Yang lain, kalau guru IPA pendekatan saintifik mungkin
nggak terasa. Tapi bagi orang IPS, proses belajarnya jadi
berbeda, kayak gitu. Tapi kita biasa saja, kan? Saya sering
pakek problem based learning. Ya, yang paling sering sih,
project based learning juga, yang biasa kita lakukan. Jadi, ada
Lampiran 4.1
Page 359
347
Kurikulum 2013 yang merekomendasikan tiga model, kan,
problem based learning, inquiry, sama project. Ya udah,
sudah biasa bagi guru IPA. Ya, walaupun tidak setiap
pembelajaran mereka laksanakan.”
………...
Peneliti : “Apa perbedaannya dengan yang Kurikulum 2006, Pak?’
Guru A : “Penilaian yang banyak berubah. Kalau proses
pembelajarannya, ya itu-itu aja. Di Kurikulum 2006 saya
pakek problem based, ya di sini juga problem based. Cuman
mungkin lebih detail dieksplisitkan dia ke gininya. Itu sih aja
sebenarnya.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T4
Peneliti : “Karakteristik pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum
2013 itu seperti apa?”
Guru A : “Itu lebih menekankan pada ini, proses mendapatkan
pengetahuan secara saintifik, itu aja sebenernya. Kan semua
proses pembelajaran kayak menanya, mengeksplor, yang
kayak-kayak gitu, mengkomunikasikan, itu sebenernya udah
pendekatan, apa ya namanya, sikap ilmiah itu kan sebenarnya.
Lebih ditekankan disitu aja sih sebenernya.”
Peneliti : “Dalam pembelajaran Bapak kan pakek pendekatan saintifik,
ya? Bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan
saintifik itu, Pak?”
Guru A : “Sebenernya dimulai dari cara berpikir orang IPA kan. Mereka
ada masalah, kemudian mereka menanya, kemudian
merumuskan hipotesis, kemudian mengeksplor sumber-
sumbernya, kemudian mereka mengelaborasi, setelah itu
mereka mengkomunikasikan, kan. Eh, asosiasi, terus dia
komunikasi. Kayak gitu aja sih sebenernya proses
pembelajarannya. Jadi, lebih cenderung membentuk pola
berpikir secara ilmiah. Kalau dilihat kan, secara filsafat kan
ada. Sehingga, 5E pun tetep bisa diterapkan, kan. Kan
sebenernya langkahnya itu. Itu apa, ya? Learning cycle, ya?
Ya, di situ.”
Peneliti : “Berarti di Kurikulum 2006 juga sebenarnya sudah ada?”
Guru A : “Sudah ada, cuma tidak eksplisit diomongin kayak gitu, itu aja
sebenernya. Padahal kayak elaborasi, apa lagi? Konfirmasi, ya
yang kayak itu sebenernya kan learning cycle, yang tercover
di pendekatan-pendekatan orang IPA.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T5
Peneliti : “Menurut pemahaman Bapak, gimana sebenarnya perbedaan
perencanaan pembelajaran K13 dengan Kurikulum 2006?”
Guru A : “K13 lebih detail, dia.”
Peneliti : “Apanya yang lebih detail, Pak?”
Guru A : “Perencanaanya detail banget, memang sudah diarahkan
polanya. Misalnya, sudah direkomendasikan tiga model,
seperti tadi, kan. Walaupun tidak dilarang model yang lain.
Tapi, minimal model-model itu memunculkan langkah-
langkah yang diminta oleh pendekatan saintifik.”
Peneliti : “Kalau di Kurikulum 2006 itu tidak ada?”
Page 360
348
Guru A : “Tidak merekomendasikan model, dia.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T6
Peneliti : “Teknis pembuat silabus sama RPP di K13?”
Guru A : “Silabus kita nggak bikin. Silabus sudah ada.”
Peneliti : “Sudah disiapkan dari pusat ya, Pak? RPP baru dibuat, ya?”
Guru A : “Iya. RPP nya dibuat.”
Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”
Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD,
gitu. Terus gitu, sudah kita dapat pemetaannya, baru kita tahu,
oh ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ, baru kita bisa
bikin indikator. Setelah itu, kita cek, kita lihat pengalaman
belajar yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman
belajarnya kayak apa, baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru
bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling
kunci di situ di pemetaan KI-KD.”
Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”
Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak
gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran
indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh
sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”
…………
Peneliti : “Itu bedanya sama Kurikulum 2006 napi, Pak?”
Guru A : “Kurikulum 2006 ada juga sih pementaan, apa namanya, SK-
KD ya. Kayaknya hanya beda istilah, sih. Mungkin ini
perasaan saya, perasaan orang IPA kayak gitu. Karena tidak
ada beda jauh, sih. Sekarang ada KI-KD, ya dulu ada SK-KD,
kan. Cuma SK-KD tidak terlalu menekankan pada faktor
ketuhanan sama faktor sikap. Sedangkan sekarang sudah
ditentukan.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T7
Peneliti : “Nah, dalam dalam membuat RPP K13 kan ada beberapa
prinsip tu, Pak. Itu sama apa beda dengan Kurikulum 2006?”
Guru A : “Waduh, yang kayak gitu saya nggak terlalu tahu, tu.”
Peneliti : “Yang kayak gini tu, memperhatikan perbedaan individu siswa,
yang kayak gitu tu, Pak.”
Guru A : “Kurikulum 2006 ada juga kok, sehingga di level kepala
sekolah, yang di rubrik supervisi selalu muncul itu.
Sebenernya ada semua sebenernya.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T8
Peneliti : “Dari segi komponen RPP, ada perbedaan, Pak, antara K13
dengan Kurikulum 2006?”
Guru A : “Adalah. Jelas. KI-KD itu yang pertama. Setelah itu, yang
berdasarkan yang baru itu, kan ada prinsip, konsep, fakta, itu
harus muncul dengan detail untuk yang Kurikulum 2013.
Kalau Kurikulum 2006 kan materi aja. Kemudian apa lagi,
ya? Tujuan sama persis. Kalau langkah pembelajaran
tergantung model yang dipilih gurunya, kan. Penilaiannya
yang berbeda jauh. Sangat jauh dan sangat berat.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T9
Peneliti : “Berdasarkan pemahan Bapak, secara ideal ini Pak, ya, gimana
sebenernya tindak guru dalam membuka pembelajaran yang
ideal seperti tuntutan Kurikulum 2013 itu, Pak?”
Page 361
349
Guru A : “Saya memandangnya Kurikulum 2013 itu harus bisa
menggabungkan dunia nyatanya siswa sama level ilmunya.
Sehingga, kadang guru tu harus berpikir, ini munculnya di
mana, sih? Sehingga, nggak muncul pertanyaan kayak di
jaman dulu. Jaman dulu, oh keweh-kweh melajahin fisika sing
dadi anggon meli baas (sulit-sulit mempelajari fisika, tidak
bisa digunakan untuk membeli beras). Sehingga, guru harus
mikirin, ini cocoknya di mana, sih.”
Peneliti : “Berarti, dengan itu, di pembukaan disampaikan manfaat
pembelajarannya berarti, ya?”
Guru A : “Oh, nggak itu kan di awal. Kalau orang bilang kan apersepsi.
Di apersepsi harus muncul tu. Itu yang akan membuat siswa
tertarik sama pelajaran. Kalau apersepinya ada yang masih
inget sama materi ini? Alah! Coba ditanya, kalau misalnya
ngomongin fluida, kenapa sih kalau saya punya pesawat
terbang bentuknya kayak gini, tapi kalau saya punya F1
bentuknya kayak gini? Kan jadinya mereka yang pertama,
kenapa ni? Ya udah kenapa, pasti muncul tebakan, setelah
muncul tebakan, mereka bakal ngeksplor, bener nggak
tebakannya, setelah ngeksplor, mereka komunikasikan,
konfrontasi lagi sama temen-temen. Setelah itu, ada
asosiasinya, setelah itu komunikasiin lagi, jadi jalan
prosesnya. Tapi kalau mereka nggak nyambung, oh Bernoulli,
oh ya, ee, tekanan F/A udah, ngapain saya belajar ini gitu,
nggak ada. Pasti prosesnya balik lagi, ya gurunya yang
dominan, gitu.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T10
Peneliti : “Nah, di kegiatan inti bagaimana idealnya, Pak?”
Guru A : “Kalau dalam Kurikulum 2013, ya kayak tadi, ada proses
menanya, kemudian mengeksplorasi materinya, sesuai dengan
pendekatan saintifik yang diminta tadi. Eksplorasi, asosiasi
pengetahuan, selain itu ada komunikasinya. Jadi, yang
dibangun itu bukan hanya kemampuan pengetahuan siswa,
tapi juga kemampuan sosialisasinya, yang muncul lewat
komunikasi. Terus, melakukan sesuatu juga muncul di situ
pada saat mereka mengeksplor, kan. Mengeksplor kan nggak
selamanya cuma membaca, kayak kemarin saya di kelas kan
ada siswanya nanyak, boleh saya pakek internet? Boleh, saya
bilang, kenapa nggak. Jadi, banyak hal yang bisa dimunculin
di situ.”
Peneliti : “Terus model pembelajaran yang digunakan?”
Guru A : “Yang recommended tiga dari pusat. Cuma saya juga kadang-
kadang makek STAD, cuma kadang-kadang nggak terlalu pas
sama yang diminta. Itu kan masih peralihan antara teacher
centered menjadi student centered, kan. Tergantung sama
karakter materi dan karakter kelas, sih.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T11
Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian bagaimana bentuk pendekatan saintifik
yang ideal dalam pembelajaran?”
Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir
Page 362
350
proses berpikir dulu, yang memungkin dia membentuk
sikapnya melalui kegiatan ilmiah. Dari kegiatan ilmiah,
sikapnya juga berubah, membentuk skill komunikasi. Setelah
itu, mengembangkan kemampuan sosial siswa melalui
kegiatan pembelajaran. Jadi, kegiatan pembelajaran bukan
hanya untuk proses berpikir, tapi juga mengakomodasi
kemampuan sosial. Yang umum, kan kalau sekolah bagus,
biasanya kemampuan sosialnya tidak terlalu bagus, karena
mereka bersaing. Ngapain saya bagi ilmu sama dia, entar dia
ikutan pintar, saya disalip, dong. Itu yang kita kikis kan,
sehingga di sini yang dominan mereka balik ke kelompok,
kayak gitu. Skill sosial, skill komunikasi, mengerjakan
sesuatu, itu harus dikembangkan.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T12
Peneliti : “Religius itu bagaimana caranya, Pak? Bisa dikembangkan
dengan pendekatan saintifik, Pak?”
Guru A : “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius,
karena pusat melihatnya, religius siswa dikembangkan dengan
berdoa sebelum belajar, saya nggak, gitu. Saya berpikir
berbeda. Karakter religius manusia itu nggak hanya berdoa,
religius antara manusia dengan Tuhan, nggak. Saya
ngeliatnya, religius yang dibangun, kayak apa ya, misalnya
kita belajar cahaya, kalau kita ngomongin pemantulan, ada
dua jenis pemantulan, pemantulan teratur, dan pemantulan
hamburan, kan. Itu saya giniin, misalnya banyangin kalau
nggak ada pemantulan tipe hamburan, semua pemantulan
teratur, terus ada lubang satu di situ, terangnya ada di mana
aja, gitu. Ya, di situ aja, kan. Saya ngeliatnya kayak gitu.”
Peneliti : “Sehingga siswanya bersyukur dia, Pak?”
Guru A : “Iya. Bukan dengan, mari kita berdoa sebelum memulai
pelajaran biar selamat, ah itu urusan pelajaran agama lah bagi
saya. Tapi, hal yang lebih riil yang bisa dilakukan manusia
dalam wujudnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bukan
hanya hubungan manusia sama Tuhan, manusia sama manusia
juga religius, kan. Berbuat baik sama orang lain, juga religius.
Kalau saya lihat, sebagian besar mahasiswa SM3T juga kayak
gitu, mari kita berdoa. Level religiusnya orang Indonesia
sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa sudah religius. Kalau
orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan
orang religius, gitu?”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T13
Peneliti : “Nah, untuk penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan
K13 itu bagaimana, Pak?”
Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum
materi sih sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan,
sebelum mereka evaluasi. Cuman kita juga harus
mengingatkan kembali, me-refresh kembali, tadi kita belajar
apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus memberikan
preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa datang ke
kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini Guru
Page 363
351
Bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik,
oh ini lo yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke
kelas. Kaya bawa gelas kosong, tunggu dituangin aja nih, diisi
apapun okay, gitu. Nggak kayak gitu.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T14
Peneliti : “Terus selain itu, ada nggak Pak, yang kayak memberikan
refleksi, kuis, gitu?”
Guru A : “Refleksi masih bagian inti, kan. Inti dia masuk, ya. Penutup itu
hanya menutup pembelajaran. Refleksi itu, bisa diberikan, ya
kayak ngasi PR gitu. Cuman kalau kuis sih menurut saya
bagian inti, bagian inti pada evaluasi. Kan bikin simpulan
dulu, hari ini materinya ini, kayak gimana konsepnya, setelah
itu tes. Kan harus ada kesepakatan dulu, harus ada kesamaan
persepsi di kepala siswa, baru dievaluasi. Setelah dievaluasi,
terus kita tutup, gitu. Jadi, menurut saya evaluasi bukan
bagian dari penutup.”
Peneliti : “Nika ada perbedaannya dengan Kurikulum 2006 penutupan di
K13?
Guru A : “Nggak ada, sih.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T15
Peneliti : “Sekarang dari segi penilaian, Pak. Bagaimana penilaian
pembelajaran yang ideal sesuai dengan K13?”
Guru A : “Ya, mencakup evaluasi kemampuan pengetahuan, sikap,
keterampilan, ya itu dicover semua. Cuman metodenya yang
ada penilaian rubrik, ada yang penilaian jurnal, penilaian antar
siswa, diri sendiri, itu sih idealnya kayak gitu. Kemudian ada
penilaian project, ada penilaian portofolio. Itu ter-cover dalam
satu semester, karena di kolom format daftar nilainya kayak
gitu. Nanti itu yang dikonversi jadi raport. Jadi, harus tetap
ada. Tapi, kan nggak mungkin semua bab dilakukan.”
…………………
Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya
dengan Kurikulum 2006?”
Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di
Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak
terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,
ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada
penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”
Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”
Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T16
Peneliti : “Apakah semua aspek religius, sikap, pengetahuan, dan
keterampilan itu harus dinilai setiap pertemuan, Pak, dalam
K13?’
Guru A : “Pertanyaan saya di workshop, jawabannya, Bapak Ibu tidak
akan bisa nilai itu per pertemuan, jadi harus diambil sebagian-
sebagian. Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil
penilaian ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching
mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses
pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”
Page 364
352
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T17
Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya
dengan Kurikulum 2006?”
Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di
Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak
terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,
ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada
penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”
Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”
Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T18
Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,
Pak?”
Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level
pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD-
nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih
tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”
Peneliti : “Kalau di bawah KKM?”
Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan
bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus
perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes.
Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru
adalah membahas itu. Itu sebenernya proses remedial.”
Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?”
Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,
sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya
sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi
remedi sebagai tes ulang.’
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T19
Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”
Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil
makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita
pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran
juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini.
Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan
kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau
bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.
Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?”
Guru A : “Sambil jalan ada.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T20
Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”
Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD
gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh
ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin
indikator. Setelah itu kita cek, kita lihat pengalaman belajar
yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman
belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru
bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling
kunci di situ di pemetaan KI-KD.”
Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”
Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak
gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran
Page 365
353
indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh
sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T21
Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”
Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif
saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif
cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini
nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada
kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T22
Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’
Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek
pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk
mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya
sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali
pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda,
pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu.
Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam
dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah.
Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang,
nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama,
pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang
belakangan, gitu.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T23
Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat
sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype
aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang
waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T24
Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester
mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk
proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses
bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan
mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi,
proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya,
kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan
semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena
kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T25
Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang
saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di
situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.”
Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?”
Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin
RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini,
dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa
mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum
dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku
guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada
RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik
sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru
sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari
ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia
Page 366
354
kan emang kayak gitu. Kalau semakin tipis laporannya,
semakin tidak bagus katanya.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T26
Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana
membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita
bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah
seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk
aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus
detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang
berat bagi guru.”
Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian
ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa.
Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya
nggak berjalan dengan baik.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T27
Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”
Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-
beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa
aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok
ngebom, apakah saya religius?”
Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi
itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu?
Atau upaya dari pengawas?”
Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari
sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan
itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai
sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari
sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja,
keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita
cari dari luar.”
Wan/D1/GA
/18-04-
2015/T28
Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”
Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita
nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang
nggak wajib itu, kan tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,
perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung
pekerjaannya.”
Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan,
evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam
hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat,
potong upacara bendera, di situ masalahnya.”
Page 367
355
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D2/GA/05-06-2015
Kode Temuan
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T1
Peneliti : “Pernah nggak Bapak ngajar tanpa RPP?”
Guru A : “Pernah. Di awal semester biasanya. Terutama di semester
ganjil. Bayangan kasar RPP-nya sudah ada, tapi detail kita
belum punya. Disamping karena RPP-nya memang belum
selesai di awal semester kan, saya juga masih meraba kelas
ini karakternya kayak apa.”
Peneliti : “Nggak Bapak memperhitungkan minggu efektif?”
Guru A : “Ya, saya perhitungkan. Tapi itu kadang-kadang belakangan
keluarnya daripada waktu mengajar. Karena keputusan libur
itu datangnya belakangan daripada kita memasuki tahun
ajaran baru. Sedangkan kita mulai kerjain RPP-nya itu
biasanya di libur, kan. Biasanya kalender pendidikannya
minggu pertama tahun ajaran baru dia baru keluar. Jadi, pas
buat RPP, kita kira-kira aja, oh segini dia waktunya. Belum
lagi kegiatan-kegiatan isidental itu yang ngerusak jadwal
sebenarnya.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T2
Peneliti : “Nah, Bapak buat RPP itu biasanya per KD apa per
pertemuan, Pak.”
Guru A : “Saya sih lebih cenderung memilih per pertemuan karena
ngerevisinya jauh lebih gampang. Kalau per KD, saya lebih
susah memperhitungkan alokasi waktunya. Kalau per
pertemuan lebih gampang. Dari segi aturan itu sudah bener
sih karena di Permen 103 disebutkan bahwa RPP digunakan
minimal satu pertemuan atau lebih.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T3
Peneliti : “Tahapan Bapak dalam membuat RPP itu bagaimana?”
Guru A : “Lihat dulu KD-nya bagaimana. Terus lihatin di silabusnya
pengalaman belajarnya kayak gimana. Setelah itu, kita yang
nganalisis. Bisa nggak tercapai pengalaman belajar ini
dengan kondisi kelas kayak gini, dengan alokasi waktu yang
ada segitu. Dari situ baru ngomongin indikator. Indikatornya
jadinya lebih realistis.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T4
Peneliti : “Setelah saya lihat dokumen RPP Bapak, saya temukan tidak
berisi tujuan pembelajaran, mengapa begitu, Pak?”
Guru A : “Itu sebenarnya saya belum menyesuaikan RPP yang saya
punya dengan Permen 81A.”
Peneliti : “Terus indikatornya yang Bapak kembangkan hanya KI-3
aja.”
Guru A : “Ya, betul.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T5
Peneliti : “Terus langkah-langkah pembelajarannya tidak Bapak
kategorikan berdasarkan pendekatan saintifik, tapi masih
dalam kategori eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.”
Guru A : “Iya, tapi kegiatan 5M-nya muncul semua, kan. Namun tidak
spesifik. Saya pas itu makai STAD. Itu sebenernya editing
Lampiran 4.2
Page 368
356
RPP yang tahun lalu. Jadinya belum semua saya edit,
memang benar. Tapi saya lihat disitu semua unsur 5M itu
sudah muncul semua. Karena kalau saya lihat sebenarnya
kan 5M itu mengakomodasi hampir semua model
pembelajaran di IPA, kan. Tapi kalau di Permen 103 kan
tidak meminta yang sespesifik itu, kan. Di situ pendekatan
yang digunakan pun tidak diminta secara spesifik seperti
apa. Yang jelas, model yang direkomendasikan memang
cuman tiga.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T6
Peneliti : “Kemudian dalam observasi pembelajaran, saya temukan pada
kegiatan awal Bapak tidak menyampaikan indikator dan
tujuan pembelajaran. Mengapa seperti itu, Pak?”
Guru A : “Saya biasanya sering melupakan itu. Kenapa saya melakukan
kayak gitu karena saya sudah memberikan preview
materinya. Itu biasanya yang sering membuat saya
melupakan itu. Jadi, saya berpikir mereka sudah diberikan
preview materi tentu mereka sudah tau apa yang harus dicari,
sehingga saya akan mengambil, ya udah yang akan saya
jelaskan aja.”
Peneliti : “Menurut Bapak perlu nggak indikator dan tujuan
pembelajaran itu diketahui siswa?”
Guru A : “Sebenarnya sangat penting sih untuk memfokuskan siswa.
Cuman masalahnya kadang-kadang ya untuk siswa di sini,
pas mereka tahu indikator, terus kita ngomong sesuatu di
luar indikator, mereka nggak peduli. Karena mereka akan
berpikir, hari ini saya akan test oriented. Yang dites pasti
hanya indikator-indikator tersebut. Sehingga mereka tidak
mau mengembangkan pengetahuan yang lain. Saya sering
mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-
hari. Kadang itu nggak muncul di indikator, tapi sebenarnya
bermanfaat untuk pengetahuan mereka berikutnya. Karena
sebagian besar siswa di Indonesia adalah nilai oriented,
mereka nggak peduli, nggak ada hubungan dengan nilai
saya. Juga terkesan mebosankan dan lumayan menghabiskan
waktu. Sampai 5 menit kita menyampaikan itu. Dan juga
kalau mereka belum dikasih preview-nya terus kita udah
ngomongin indikator, mereka nggak mengerti, ini apaan.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T7
Peneliti : “Terus teknis membuat kesimpulan yang Bapak lakukan itu,
saya temukan seperti ini. Pertama, Bapak kan ngasi LKS ke
siswa. Nanti pas bahas LKS itu, Bapak kumpulkan satu-satu
jawaban siswa. Dari sana baru Bapak buat kesimpulan
berdasarkan jawaban siswa tersebut. Memang seperti itu
teknis Bapak?”
Guru A : “Tergantung. Saya kadang-kadang menyimpulkan dengan
metode kayak gitu. Kadang juga konfrontasi antar
kelompok. Kadang saya yang intervensi. Jadi, kita lihat
kondisi juga. Itu sebabnya setiap mengajar saya berkeliling.
Jadi, saya eksplor di situ siswanya level analisisnya sampai
Page 369
357
dimana. Dari situ kita tentukan metode menyimpulkannya.
Apakah saya saya harus konfrontasi, kalau mereka pada
megang pendapat yang kuat, ya udah, adu argumen aja.
Kalau kemudian kita lihat analisis siswa lemah, kita yang
intervensi. Tapi kalau merata, ya udah, ayo kita cari
bersama. Tetapi dengan feedback kayak kemarin. Kalau
misalkan siswanya buat kayak gini, saya tanya, kalau
misalkan dihubungkan dengan konsep ini, benar nggak?
Akhirnya mereka saling mengisi di sana. Jadi, tergantung
kondisi di lapangan.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T8
Guru A : “Saya termasuk orang yang percaya bahwa nggak semua anak
punya kemampuan yang sama. Ada orang yang memang
lemah dikasih tes, tapi ada orang yang kreativitasnya tinggi
sekali. Ada orang yang kreativitasnya tinggi tetapi nggak
mampu komunikasi. Ada yang mampu komunikasi, tetapi
nggak kreatif. Sehingga, saya lebih cenderung memilih
proyek. Mereka yang punya kemampuan presentasi bagus
akan jadi presenter. Yang punya jiwa pemimpin akan jadi
ketua kelompok. Itu maisng-masing punya skor sendiri.
Seperti yang saya lakukan pas proyek maket itu. Ada yang
presentasi di depan, ada yang prsesentasi di tempat, ada yang
ngerjain. Jadi, semua potensi siswa muncul di situ.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T9
Peneliti : “Kalau memotivasi siswa sendiri, itu yang biasanya Bapak
lakukan itu seperti apa?”
Guru A : “Yang kayak kemarin. Ada hubungan materi yang kita pelajari
dengan kehidupan. Jadi, mereka merasa, oh materi ini
berhubungan dengan kehidupan saya yang ini. Saya lebih
cenderung itu, daripada mengulas kembali materi
sebelumnya. Saya lebih cenderung memotivasi itu dengan
memberikan masalah yang mereka temui di kehidupan
sehari-hari. Terus saya bilang, hari ini yang sebenernya kita
pelajari yang ini. Terus mereka berpikir, oh ternyata materi
ini dipakai loh di sini.”
Peneliti : “Berarti kontekstual, ya?”
Guru A : “Iya, saya lebih cenderung memilih yang itu. Karena belajar
kan bukan untuk mendapatkan nilai. Belajar adalah untuk
mendapatkan ilmu yang baru.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T10
Peneliti : “Pernah Bapak kuis mendadak?”
Guru A : “Jarang, sih. Kecuali kelas dalam kondisi benar-benar tidak
memperhatikan saya. Jadi, saya hanya ingin mengecek,
apakah mereka tidak memperhatikan saya karena memang
materinya tidak menarik atau memang meraka sedang
mengerjakan hal lain. Karena pernah pas itu mereka sedang
bersiap-siap mau ulangan matematika. Mereka nggak
memperhatikan saya, nggak fokus. Saya langsung bilang,
entar kita kuis ya.”
Wan/D2/GA
/05-06-
Peneliti : “Dari tiga kali saya observasi, saya temukan Bapak hanya
memberikan tugas sekali saja di akhir pertemuan karena
Page 370
358
2015/T11 waktu itu Bapak tidak bisa mengajar. Kemudian, tugas yang
Bapak berikan itu tidak dikumpul, hanya dijawab di LKS.
Itu kenapa seperti itu, Pak?”
Guru A : “Saya menekankan bahwa mereka harus bertanggungjawab
secara moral terhadap dirinya sendiri. Yang saya lakukan di
pertemuan selanjutnya, tugas itu nggak saya kumpul. Saya
tanya, yang kemarin mengerjakan ini siapa. Kemudian
semua angkat tangan. Mari kita cek. Silahkan maju ke
depan, jangan bawa jawabannya, bawa soalnya saja, coba
tolong dijelaskan. Bukan dituliskan yang saya minta. Kalau
mereka hanya menjadi sekretaris, nggak bakal bisa
menjelaskan dan mereka tidak akan mengerti.”
Peneliti : “Berarti hal itu sekaligus sebagai upaya pengembangan sikap
ilmiah bertanggungjawab ya, Pak?”
Guru A : “Ya, silahkan tanya sendiri ke siswanya. Saya jarang sekali
mengumpul tugas. Tapi biasanya mereka akan kerjakan.
Karena setiap pertemuan, saya selalu bertanya, hari ini
tanggal berapa, yang ketua kelas siapa, pokoknya pertanyaan
yang unik, siswa yang itu yang harus maju menjelaskan
jawaban tugasnya. Sehingga siswanya berpikir, nanti siapa
tahu yang disuruh maju tu berdasarkan absen, siapa tahu
berdasarkan tanggal, yang kayak itu biasanya saya lakukan.
Jadinya mereka semua harus bersiap-siap.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T12
Peneliti : “Selama saya observasi, Bapak saya lihat tidak melakukan
observasi dengan instrument. Tapi, setelah saya tanya ke
siswanya, mereka bilang Bapak menilai lewat handphone.
Benar nggak, Pak?”
Guru A : “Iya. Saya rajin sekali foto-foto siswa kan. Di rumah saya
catat, oh ini siswanya rajin, ini siswanya bercanda. Sehingga
saya sering memegang HP. Kadag saya catat perilakunya
lewat HP, kadang saya langsung foto. Pokoknya kalau yang
unik, saya langsung foto. Nanti di rumah saya rekap.”
Peneliti : “Mengapa meggunakan metode seperti itu?”
Guru A : “Kalau saya langsung melakukan penilaian di tempat, saya
kehilangan momen pada saat saya sedang mencatat. Nanti
pas saya lagi asyik mencatat, nanti saya melewati hal lain
yang mucul. Mending saya foto aja pakai HP nanti tinggal
rekap di rumah.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T13
Peneliti : “Penilaian sikap kan ada empat, observasi, penilaian diri,
penilaian teman, sama penilaian jurnal. Yang mana yang
Bapak paling terkendala?”
Guru A : “Jurnal yang nggak bisa saya jalanin. Terlalu banyak
siswanya. Obervasi okelah saya yang lakuin. Penilaian diri
dan penilaian teman, kadang bisa, tapi nggak selalu.”
………….
Peneliti : “Kalau jurnal baru Bapak mengalami kendala?”
Guru A : “Iya, nggak bisa saya. Pekerjaan sudah terlalu banyak.
Page 371
359
Siswanya juga banyak dan saya nggak bisa menilai sebanyak
itu. Bayangin satu siswa 36, itu kita harus bat catatan semua.
Nggak bisa. Kemarin ada instruktur bilang, bisa kok, hari ini
diamati kelompok ini, besok dilanjutkan kelompok lain.
Menurut saya nggak bisa kayak gitu. Itu artinya saya ngasih
standar yang berbeda karena materi pembelajaran dan
kegiatannya berbeda. Kan bisa saja pas saya nggak nilai dia
bagus, terus pas saya nilai dia kondisinya jelek. Kan nggak
adil. Instruktur nasional juga nggak bisa jawab kok.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T14
Peneliti : “Kalau penilaian diri dan penilaian antar teman itu kan
kecenderungan hasilnya subjektif Pak, ya. Karena siswa
punya kepentingan untuk dapat nilai bagus. Menurut Bapak
itu masih perlu nggak dilanjutkan?”
Guru A : “Penilaian diri sebaiknya tidak untuk digunakan menentukan
nilai akhirnya siswa. Tapi, penilaian diri digunakan sebagai
evaluasi oleh guru untuk menegtahui seberapa jauh
keberhasilan siswa mencapai indikator pembelajaran. Dari
situ muridnya akan dengan jujur jawab. Karena tidak ada
tekanan bahwa nilainya akan dipengaruhi oleh penilaian diri
itu. Dengan menggunakan itu sebagai bahan evaluasi,
kadang saya sendiri mikir, oh ternyata saya nggak pas ngajar
dengan metode ini. Saya rubah. Sehingga, terkadang
pembelajaran yang saya lakukan terkadang bebrbeda sekali
dengan RPP. Karena RPP itu disusun di awal semester, LKS
yang saya bagiin juga sudah berubah.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T15
Peneliti : “Kenapa kemarin Bapak tidak melakukan praktikum Melde?”
Guru A : “Nggak sempat, waktunya memang nggak cukup. Karena
sudah menjelang SAT, siswanya minta latihan soal, jadi saya
kasih latihan soal aja.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T16
Peneliti : “Kalau pendekatan saintifik itu, yang paling sulit dilakukan
apa, Pak?”
Guru A : “Yang paling susah menanya. Susah sekali. Cenderung saya
yang banyak bertanya dibanding siswanya. Karena lihat juga
kepadatan materi yang dituntut dalam kurikulum kita. Kalau
kurikulum luar, siswa hanya diajarkan konsep-konsep dasar
yang esensial saja. Kalau kita materinya banyak sekali dan
berbasis menghitung. Sehingga, kita kita tidak pernah
memiliki waktu yang cukup untuk melatih mereka berpikir
untuk mengembangkan sesuatu. Misalkan, saya tampilkan
fenomena seperti ini. Kemudian saya menugaskan siswa
untuk berpikir, masalah apakah yang muncul dari sini, tentu
mereka akan bertanya. Tapi, untuk bisa memunculkan itu,
nggak cukup waktu 10 menit.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T17
Peneliti : “Ada nggak kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia,
sehingga perilakunya dia nggak alami?”
Guru A : “Adalah, banyak. Itu sebabnya saya melakukan controlling
dengan berkeliling kelas. Sehingga saya tahu, ini si tukang
bicara, ini si tukang berpikir. Ya, yang si tukang bicara ini
Page 372
360
yang biasanya perilakunya nggak alami.”
Peneliti : “Terus bagaimana Bapak menindaklanjuti yang seperti itu?”
Guru A : “Yang bicara tetap mendapatkan nilai berbicara, tapi yang
berpikir di belakang layar kan tetap harus saya hargai. Jadi,
nilainya nggak dimonopoli oleh si tukang bicara atau si
tukang maju.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T18
Peneliti : “Kalau jurnal baru Bapak mengalami kendala?”
Guru A : “Iya, nggak bisa saya. Pekerjaan sudah terlalu banyak.
Siswanya juga banyak dan saya nggak bisa menilai sebanyak
itu. Bayangin satu siswa 36, itu kita harus bat catatan semua.
Nggak bisa. Kemarin ada instruktur bilang, bisa kok, hari ini
diamati kelompok ini, besok dilanjutkan kelompok lain.
Menurut saya nggak bisa kayak gitu. Itu artinya saya ngasih
standar yang berbeda karena materi pembelajaran dan
kegiatannya berbeda. Kan bisa saja pas saya nggak nilai dia
bagus, terus pas saya nilai dia kondisinya jelek. Kan nggak
adil. Instruktur nasional juga nggak bisa jawab kok.”
Wan/D2/GA
/05-06-
2015/T19
Peneliti : “Menilai aspek pengetahuan Bapak ada kendala?”
Guru A : “Waktu meriksanya saya agak kewalahan. Karena sekarang
kita tes, pertemuan slenjutnya kita sudah harus bagikan
hasilnya, kan. Saya juga harus membuat analisis dimana
letak kesalahan siswa untuk remedi. Sebelum remedi, saya
harus membahas itu dulu. Remedi itu kan buka tes ulang.
Remedi ittu proses memperbaiki kesalahan siswa, nanti
kalau sudah benar, baru dites. Nanti, yang diremedikan
beda-beda soal untuk setiap individu siswa, tergantung dia
kurangnya dimana. Di situ kadang saya susahnya.”
Page 373
361
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/SGA/04-05-2015
Kode Temuan
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T1
Peneliti : “Kemudian, buku yang adik gunakan dalam belajar fisika itu
apa aja?”
Siswa : “Buku paket, LKS Kreatif, sama Sagofindo.”
Peneliti : “Darimana adik dapet buku-buku itu?”
Siswa : “Buku paket yang ijo dari sekolah. LKS Kreatif sama
Sagofindo beli di luar.”
Peneliti : “Menurut adik buku paket yang dikasih sekolah itu bagus,
nggak? Kalau dibaca bisa dimengerti?”
Siswa : “Iya sih bisa.”
Peneliti : “Kalau LKS Kreatif itu biasanya buat apa?”
Siswa : “Buat dijawab soal-soalnya itu, pakek PR.”
Peneliti : “Kalau buku Sagofindo itu?”
Siswa : “Pakek nyari cara jawab soal.”
Peneliti : “Kalau bapaknya ngasi PR, soalnya darimana aja?”
Siswa : “Dari LKS Kreatif itu.”
Peneliti : “Buku paket itu biasanya bapaknya gunakan untuk apa?”
Siswa : “Sebagai panduan aja. Kalau materinya sudah nggak ada di
LKS sama Sagofindo, baru cari di buku paket.”
Peneliti : “Kalau Pak Mahardika sendiri pakek buku apa dia ngajarnya?”
Siswa : “Sama bukunya kayak kita.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T2
Peneliti : “Pada saat membuka pembelajaran, bapaknya menyampikan
nggak indikator, tujuan pembelajaran, sama manfaat
pembelajaran?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Yang kayak gini itu loh, setelah kalian belajar materi ini,
kalian akan tahu ini, manfaatnya dalam kehidupan ini. Itu
disampaikan nggak?”
Siswa : “Nggak.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T3
Peneliti : “Kalau membuka atau memulai proses pembelajaran itu,
bagaimana cara Bapaknya?”
Siswa : “Apa ya, Bapaknya itu selalu mengundang biar kita nggak
jenuh, gitu. Selalu buat ketawa, gitu. Jadi, pertamanya sih
bapaknya masuk, kayak grogi gitu bapaknya, suka nunjuk,
kalau misalnya bapaknya lagi badmood suka nunjuk gitu
bapaknya. Jadi kan takut. Tapi bapaknya bisa buat kita
tenang”
Peneliti : “Awalnya kan biasanya panganjali dulu, habis itu biasanya
bapaknya ngapain?”
Siswa : “Nanya kabar, habis itu kalau memang lagi gini, nunjuk-nunjuk
dah, ditanyain tentang materi.”
Peneliti : “Materi saat itu apa materi sebelumnya?”
Siswa : “Materi sebelumnya. Kadang materi saat itu juga kalau sudah
disuruh pelajarin dulu. Kayak misalnya bapaknya nggak
sekolah waktu itu, materi yang itu ditanya, gitu.”
Lampiran 4.3
Page 374
362
……………
Peneliti : “Kok siswanya tegang, kenapa?”
Siswa : “Bapaknya kan suka nunjuk-nunjuk, gitu. Kita takut nggak bisa
jawab.”
Peneliti : “Kalau misalnya siswanya nggak bisa jawab pas ditunjuk,
gimana respon bapaknya?”
Siswa : “Diginiin, dibilang belum belajar, gitu. Tapi kan malu juga
sama temen-temen, gitu.”
Peneliti : “Kalau misalkan siswanya bisa pas ditunjuk?”
Siswa : “Kayak dikasih pujian, gitu.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T4
Peneliti : “Kalau pas belajar berkelompok di kelas tu, anggota
kelompoknya bapaknya ngatur?”
Siswa : “Bapaknya yang ngatur soalnya biar merata yang pinter-pinter
tu.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T5
Peneliti : “Selain pakek buku, adik belajar fisika itu ada nggak pakek
sumber lain lagi? Kayak internet atau apa?”
Siswa : “Internet.”
Peneliti : “Tadi buat maket itu, sumbernya dari mana aja?”
Siswa : “Dari internet.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T6
Peneliti : “Kalau di awal itu sering nggak Bapaknya ngasi pertanyaan
yang menantang gitu tentang aplikasi materi itu di kehidupan
nyata?”
Siswa : “Sering sih menantang, ya. Orang pertanyaan bapaknya itu
menantang, pakek logika.”
Peneliti : “Pertanyaan seperti itu biasanya disampaikan di awal pelajaran
atau pas sudah jalan?”
Siswa : “Kadang di awal kadang di perjalanan.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T7
Peneliti : “Kalau senyum, sering bapaknya pas ngajar?”
Siswa : “Dari baru datang sudah senyum. Kita dah yang tegang.”
………...
Siswa : “Apa ya, Bapaknya itu selalu mengundang biar kita nggak
jenuh, gitu. Selalu buat ketawa, gitu…”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T8
Peneliti : “Kalau urutan materi disampaikan? Hari ini kalian akan belajar
ini, habis ini, ini.”
Siswa : “Iya, tapi secara garis besar. Biasanya baru awal masuk bab
bapaknya menyampaikan.”
Peneliti : “Kalau teknik penilaian, bapaknya bilang nggak di awal?”
Siswa : “Iya, bapaknya selalu bilang kayak gitu.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T9
Peneliti : “Kalau volume suara bapaknya bisa didenger seluruh siswa?”
Siswa : “Bisa.”
Peneliti : “Kalau bahasa lisan, cara dia ngomong itu bisa dimengerti?”
Siswa : “Bisa banget, soalnya bapaknya pakek bahasa sehari-hari, lebih
akrab jadinya.”
Peneliti : “Kalau tulisan bapaknya di papan itu, bisa dibaca?”
Siswa : “Bisa.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T10
Peneliti : “Mana lebih banyak bapaknya bahas konsep atau ngitung-
ngitung?”
Siswa : “Ngitung, tapi pakek cara yang gampang, nggak berpatokan
Page 375
363
sama rumus. Nggak mesti pakek rumus ini, yang penting tau
konsep dasarnya, gitu.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T11
Peneliti : “Pas Pak mardika ngajar, semua siswa mau serius?”
Siswa : “Semua serius.”
Peneliti : “Kalau ada yang nggak serius, gimana?”
Siswa : “Bapaknya orang peka sekali, gini dikit aja ditauin. Nggak ada
yang berani. Kalau sudah Pak Mahar yang masuk, semua
langsung berubah, gitu. Nggak tau juga kenapa.”
Peneliti : “Kalau ada siswanya yang nggak serius, gimana bapaknya
nanggepin?”
Siswa : “Bapaknya orang nggak suka yang kayak gitu. Badmood dah
langsung bapaknya. Bisa-bisa langsung kuis.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T12
Peneliti : “Kalau misalnya bapaknya nggak ngajar, gimana?”
Siswa : “Dikasih tugas.”
Peneliti : “Tugas dalam bentuk apa?”
Siswa : “Buat soal di LKS. Nanti diperiksa pertemuan selanjutnya.”
…………..
Peneliti : “Kalau ngasih PR sering bapaknya?”
Siswa : “Iya. Kalau misalnya dia nggak ngajar itu.”
Peneliti : “PR-nya itu soalnya darimana?”
Siswa : “Dipilihin dari LKS soal yang susah-susah.”
Peneliti : “Nanti PR-nya itu dibahas?”
Siswa : “Iya. Ditanya dah, kalau misalnya ada yang nggak jelas
tentang PR-nya itu, baru bapaknya jelasin.”
Peneliti : “PR-nya itu dinilai sama bapaknya?”
Siswa : “Nggak, soalnya jawabannya langsung di LKS, nggak disetor.
Cuman disuruh jawab aja. Nggak dikumpul. Tapi, bapaknya
suka keliling-keliling, lihat-lihat LKS-nya. Sudah dijawab
apa belum, ini rajin apa nggak. Makanya kita takut, pasti
dijawab.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T13
Peneliti : “Oh pernah disuruh buat eskavator sama bapaknya?”
Siswa : “Iya. Kemarin pas materi fluida.”
Peneliti : “Bagaimana tu prosesnya?”
Siswa : “Pertama kita kan disuruh buat proposal. Habis itu, kita buat
alatnya dengan disain beda-beda tiap kelompok. Terus di
kelas kita kayak main gitu aja. Lomba siapa yang paling
banyak nangkap kertas, kayak gitu. Habis itu buat laporan.”
Peneliti : “Proposalnya itu langsung dikumpul gitu aja? Nggak direvisi
dulu sama bapaknya? Ada yang kurang ditambahin.”
Siswa : “Nggak. Bapaknya cuman bilang rancangan di proposal itu
jangan terlalu berbeda dengan alatnya. Harus konsisten.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T114
Peneliti : “Kalau ada siswa yang nilainya di bawah KKM, digimanain
sama bapaknya?”
Siswa : “Dikasih tugas diakhir-akhir mendekati SAT gitu.”
Peneliti : “Tugasnya itu dibawa pulang apa dikerjakan di sekolah?”
Siswa : “Dibawa pulang.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
Peneliti : “Pak mahardika punya masalah nggak ngajar fisika di kelas
kalian? Misalnya sulit ngontrol siswa, kekurangan waktu buat
Page 376
364
2015/T15 ngabisin materi, dan sebagainya.”
Siswa : “Semester satu kekurangan waktu. Cepet-cepetan. Bab terakhir
cuman satu pertemuan aja dihabisin.”
Wan/D1/SG
A/04-05-
2015/T16
Peneliti : “Kalau bapaknya menilai keaktifan siswa, itu kayak gimana?
Pernah dia bawa lembar penilaian kayak gitu?”
Siswa : “Dicatet di hapenya. Semua dicatet dihapenya. Orang yang
nyontek itupun dicatet dihapenya.”
Peneliti : “Siswanya tahu bahwa bapaknya nyatet di hapenya?”
Siswa : “Dapet bapaknya bilang. Bapaknya bilang, kalau mau nilai
kalian berubah curi aja hape saya, semua nilai ada di hape
saya, gitu.”
Peneliti : “Sering bapaknya berarti nyatet di hape itu ya?”
Siswa : “Iya. Yang bisa jawab, kayak gitu tu dicatet dah di sana. Saru-
saru tapi bapaknya ngeluarin hapenya”
Page 377
365
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/GB/25-04-2015
Kode Temuan
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T1
Peneliti : “Sejak kapan Ibu menerapkan pembelajaran fisika berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013?”
Guru B : “Kalau di SMA 1 Singaraja, Kurikulum 2013 sudah diterapkan
sejak Tahun Ajaran 2013/2014.”
Peneliti : “Kalau pengetahuan tentang konsep pembelajaran berbasis
Kurikulum 2013, Ibu dapatnya darimana?”
Guru B : “Kalau tentang Kurikulum 2013, itu kita dapatnya dari
workshop kurikulum yang diadakan oleh sekolah. Itu memang
ada beberapa guru yang sudah mendapatkan workshop
langsung dari pemerintah, khususnya dalam hal ini yang
menyelenggarakan itu beda-beda ya, ada yang langsung dari
pusat, kemudian ada yang laksanakan di daerah. Tetapi, itu
penyelenggaraannya bertahap dia, dan kebetulan untuk saat
ini, fisika baru kemarin dapat pelatihan. Itu dua orang guru
kita saja dan satu orang dikirim sebagai instruktur nasional.
Tapi, sisanya guru yang lain itu belum mendapatkan. Jadi, kita
hanya mendapatkan imbas.”
…………
Peneliti : “Kalau workshop berapa kali Ibu pernah ikut?”
Guru B : “Kalau workshop itu kita rutin di sekolah itu diadakan setiap
tahun. Setiap mau menjelang tahun ajaran baru pasti ada
workshop kurikulum. Nah, kalau kemarin workshop
Kurikulum 2013 itu kemarin guru-guru yang diadakan di
Denpasar, kalau nggak salah. Nah, ketika workshop di
sekolah, guru-guru yang telah ikut workshop itu dikasih waktu
untuk mengimbaskan ke guru-guru yang ada di sekolah sini.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T2
Peneliti : “Terus, bagaimana peran workshop dan pelatihan itu terhadap
pemahaman Ibu tentang pembelajaran berbasis Kurikulum
2013?”
Guru B : “Iya, kalau awalnya sih, ketika pelatihan, mungkin kita dibuat
bingung, ya. Tapi, karena tuntutan dari pihak sekolah yang
mewajibkan kita harus sudah punya RPP, harus punya segala
macam yang akan digunakan untuk mengajar, jadi kita secara
tidak langsung dipacu untuk membuat adminsitrasinya itu. Jadi,
kita saling membantu jadinya antar temen sesama guru, gitu.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T3
Peneliti : “Terus kalau teks atau panduan tentang kurikulum, Ibu punya?”
Guru B : “Oh, kalau dari segi panduannya itu, kita dikasi sama Wakil
Kepala Sekolah Bidang Kurikulumnya.”
Peneliti : “Berupa napi nika, Buk?”
Guru B : “Itu ada berupa silabus, kemudian ada juga contoh RPP dari
temen-temen yang udah pelatihan, walaupun waktu itu yang
pelatihan pertama kali adalah pelajaran matematika, jadi kita
mengadopsi, kita kan karena MIPA itu mirip ya, jadi kita
mengadopsi dari RPP guru matematika pada waktu itu. Jadi,
Lampiran 4.4
Page 378
366
kita mengadopsi bagaimana, ada yang cocok dengan teknik
yang bisa kita terapkan dalam pembelajaran fisika.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T4
Peneliti : “Kalau dari segi perencanaan pembelajaran berbasis
Kurikulum 2013 kalau menurut pemahaman Ibu itu
bagaimana idealnya?”
Guru B : “Yang namanya perencanaan, pasti dibuat sebelum mengajar,
ya. Tapi nanti ketika ketemu siswa belum tentu juga dapat
dilaksanakan seperti itu. Jadi, nanti kalau di pembelajaran
tidak terlaksana, kita harus bisa mengalihkan, tapi tidak
mengurangi esensi yang kita berikan ke siswa, gitu.”
Peneliti : “Apa aja yang disiapkan sebagai perencanaan, Buk?”
Guru B : “Kalau dari segi perencanaan, mungkin yang kita siapkan itu
LKS. Karena kita Kurikulum 2013, LKS yang ada itu tidak
terlalu menunjang, karena yang nulis buku itu kan kadang-
kadang masih nyampur dengan Kurikulum 2006, ya. Jadi, di
sana apa yang diharapkan, misalnya, ingin memunculkan
kegiatan mengamati di sana, nggak muncul. Jadi, kita harus
memodifikasi atau membuat LKS baru. Jadi, itu pertama,
persiapan LKSnya. Kemudian mempersiapkan, ya tentunya
RPP ya, itu sudah pasti. Kemudian mempersiapkan gini
juga, media pembelajaran. Jadi, kalau kita memiliki media
pembelajaran yang mendukung, itu akan lebih bagus untuk
siswa.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T5
Peneliti : “Terhadap pemasalahan yang Ibu sebutkan tadi itu, ada nggak
upaya untuk mengatasi itu, baik dari Ibu, dari kepala sekolah,
atau dari pengawas?’
Guru B : “Kalau upaya untuk mengatasi, dalam hal ini misalnya untuk
pembelajaran-pembelajaran yang abstrak, kita gunakan
pembelajaran kelompok untuk mencari materi-materinya
melalui internet.
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T6
Peneliti : “Ya. Nika dari segi perencanaan pembelajaran Kurikulum
2013 ada nggak perbedaanya dengan Kurikulum 2006,
Buk?”
Guru B : “Kalau kita nggak terlalu berbeda, semuanya hampir sama, ya.
Cuman di penyusunan RPP-nya saja yang ada, misalnya
ditulis, mengamati, gurunya ngapain, siswanya ngapain, jadi
khusus untuk mengamati saja, nggak boleh dimasukkan
kegiatan lain di dalam situ. Misalnya, kegiatan menanya,
khusus guru yang mengajukan pertanyaan, atau siswa yang
mengajukan pertanyaan. Jadi, khusus menanya aja.
Kemudian mengeksplorasi, artinya dia harus mencoba
sendiri, mencari data sendiri, baik itu dari internet, kalau
memang soalnya teori, kemudian mencoba sendiri, kalau
soalnya berupa praktikum, gitu.”
Peneliti : “Ya. Berarti, dulu di Kurikulum 2006 nggak ada kayak gitu
ya, dicampur?”
Guru B : “Ada. Tapi namanya eksplorasi, elaborasi, seperti itu. Tapi
kan, tidak, menanya, titik dua, ini ceritanya, apa aja sih. Jadi,
Page 379
367
kalau menanya ceritain apa aja yang ditanyain, tulis di sana,
gitu. Kalau di elaborasi kan, guru menanya, gitu saja, nggak
sampai detail, guru menanya, pertanyaannya ini, nggak
gitu.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T7
Peneliti : “Ya. Itu dari segi perencanaan, sekarang ke pelaksanaan.
Yang pertama, kalau teknis membuka pembelajaran yang
ideal sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 itu bagaimana,
Buk?”
Guru B : “Kalau di Kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006, itu yang
pertama pasti menyapa siswa, kemudian mengabsen, itupun
satu persatu yang menyatakan bahwa guru itu perhatian
sama siswa. Tapi kalau saya, ngabsen itu nggak satu-satu,
kecuali pertama kali saya masuk. Itu karena untuk sekalian
mengingat kemudian menghapal namanya. Tapi, kalau sudah
sekian kali berjalan, toh saya sudah tau namanya, saya bisa
lihat ada yang nggak hadir, paling saya cuman nanya alasan
dia nggak hadir kenapa. Kemudian, idealnya lagi kan
menyampaikan KI-KD yang akan dibahas dan indikatornya.
Untuk saya, itu tidak saya lakukan, karena kepepet waktu
pertama, kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi
yang seperti itu, saya kasih aja mereka silabusnya, kemudian
silahkan dibaca-baca, materi apa yang akan kalian perlukan,
silahkan dicari lebih awal. Jadinya, mereka udah tau materi
yang disampaiin itu apa, mereka udah dapat.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T8
Peneliti : “Kalau karakteristik pembelajaran berbasis Kurikulum 2013
itu, yang Ibu ketahui itu apa?”
Guru B : “Karakteristik pembelajaran itu kan menekankan pada
pendekatan saintifik. Di sana kan dituntut penggunaan 5M,
mengamati, menanya, kemudian mengkomunikasikan, nah
itu yang lima itu, ya.”
………………
Peneliti : “Kalau bentuk realisasi pendekatan saintifik yang ideal seperti
tuntutan Kurikulum 2013 itu, bagaimana Buk?”
Guru B : “Kalau tuntutan K13 kan menggunakan pendekatan saintifik.
Jadi, pendekatan saintifik itu kan tidak mesti harus
eksperimen. Jadi, kan bisa melalui pengamatan saja, kan
bisa. Tidak mesti harus berkelompok. Kemudian karena
materi pelajaran semester ini kan sedikit abstrak dia. Kalau
kayak pemanasan global, kalau mereka harus berkelompok
mengerjakan praktikum, kan nggak mungkin kita bikin
miniatur bumi, gitu kan. Jadi, mereka mengamati fenomena-
fenomena yang memang mereka udah lihat di sekitar
mereka, gitu.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T9
Peneliti : “Menurut Ibu, apa keunggulan dari pembelajaran berbasis
pendekatan saintifik?”
Guru B : “Kalau keunggulannya, ya ini, mereka lebih banyak
mengeksplorasi diri mereka sendiri, tidak hanya menerima
dari gurunya atau tidak langsung menerima yang mereka
Page 380
368
dapat dari internet, kan dianalisis dulu, bener nggak data-
data yang kita dapat di internet itu. Terus penjelasan yang
dikasih guru itu, bener nggak. Jadi, mengeksplorasi diri
mereka untuk belajar.”
Peneliti : “Men, kalau kelemahannya?”
Guru B : “Kelemahnya paling memerlukan waktu yang cukup panjang,
sedangkan kita di sekolah kan waktunya terbatas.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T10
Guru B : “Jadi, di sana dia lebih detail dia dibahas, kalau misalnya yang
kemarin-kemarin, itu kan mencakup kayak eksplorasi,
elaborasi, itu jadi satu. Nah, kalau di sini lebih detail lagi,
mengamatinya bagian apa yang diamati, kemudian
menanyanya lagi ditekankan, gitu. Cuman dipilah-pilah aja,
sih. Lebih dipersempit lagi.”
……………
Peneliti : “Ada nggak perbedaan pembelajaran berbasis pendekatan
saintifik dengan pembelajaran yang Ibu lakukan pada
Kurikulum 2006?”
Guru B : “Kalau kegiatan secara umumnya sih nggak terlalu berbeda
menurut saya, ya, karena yang namanya kegiatan menanya,
mengamati, itu include di bagian elaborasi, mengeksplorasi.
Kemudian ada, kegiatan mengelaborasi itu ada analisis data,
kalau di Kurikulum 2013. Kalau konfirmasi, di Kurikulum
2013, namanya mengkomunikasikan. Ini kan sama aja, gitu.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T11
Peneliti : “Nah, bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan
saintifik itu, Buk?”
Guru B : “Ya, pendekatan saintifik itu kan melakukan, ya misalnya
seperti yang 5M tadi. Ya karena anak-anak di sini, untuk
belajar seperti itu, tidak terlalu mengalami kesulitan, karena
mungkin mereka sudah terbiasa, cara berpikirnya juga sudah
dibawa ke arah sana, jadinya mereka tidak terlalu susah
kalau mengikuti pembelajaran seperti itu.”
Peneliti : “Iya. Sudah biasa ya, Buk. Seperti yang dibilang sama Pak
Mahardika kemarin pas wawancara, bagi guru-guru IPA
pendekatan saintifik ini sudah biasa.”
Guru B : “Ya. Karena mungkin yang dari guru-guru IPS yang mungkin
agak kerepotan menerapkan kurikulum ini, gitu. Karena
segala sesuatunya di sini seolah-olah mengarah ke
pembelajaran IPA. Seperti misalnya meminta untuk
pembelajaran berbasis proyek, kalau portofolio kan masih
bisa diterapkan sama guru-guru lain. Kalau yang proyek itu,
kadang untuk guru geografi itu, saya mesti bikin apa, gitu.
Itu yang menjadi pertanyaan bagi mereka, padahal dalam
penilaian, kolom itu harus terisi, gitu. Jadi, mereka mungkin
susahnya di sana, tapi kalau kita di MIPA khususnya, itu
nggak sampai kesusahan seperti itu.”
…………
Guru B : “…. Kemudian, kalau misalnya di pendekatan ataupun metode
pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di fisika, itu
Page 381
369
sudah hampir tidak berubah ya, karena kita sudah selalu
menerapkan model pembelajaran terbaru, kemudian kita
sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif, dan
segala macamnya. Jadi, tidak terlalu berubah….”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T12
Peneliti : “Kalau menurut pemahaman Ibu sendiri, kenapa Kurikulum
2006 itu diganti dengan Kurikulum 2013? Ada nggak
perbedaan pembelajaran dengan Kurikulum 2013 dan
Kurikulum 2006?”
Guru B : “…. Nah, dalam hal ini yang menjadi perbedaan yang esensial
dari Kurikulum 2013 itu adalah di sistem penilaian.
Kemudian, kalau misalnya di pendekatan ataupun metode
pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di fisika, itu
sudah hampir tidak berubah ya, karena kita sudah selalu
menerapkan model pembelajaran terbaru, kemudian kita
sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif, dan
segala macamnya. Jadi, tidak terlalu berubah. Cuman yang
dituntut itu adalah bagian penilaian yang khusus menilai,
kalau kita biasanya di fisika penilain proyek, portofolio, dan
segala macamnya, itu mungkin sudah biasa kita lakukan,
cuman untuk penilaian yang lebih rinci itu adalah seperti di
penilaian sikap. Kita biasanya kalau menilai sikap siswa itu
mungkin tidak serta merta bisa menilai secara keseluruhan,
tapi kalau di sini, itu observasi lain, kemudian penilaian
jurnal lain, kemudian observasi antar teman lain, penilaian
diri sendiri lain. Jadi, itu semua harus dicakup…”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T13
Peneliti : “Kemudian, kalau dari segi evaluasi pembelajaran tuntutan
Kurikulum 2013 itu seperti apa, Buk?”
Guru B : “Kalau evaluasi, output-nya nanti kan berupa hasil dari
pembelajaran itu, kan. Hasilnya itu yang diminta kan berupa
aspek dari sikap, KI-3 itu berupa pengetahuan, dan KI-4 itu
berupa keterampilan. Jadi, untuk KI-1 dan KI-2 itu
mencakup sikap, itu kita amati melalui observasi, kemudian
ada jurnal, ada penilaian diri, ada penilaian antar siswa.
Kalau penilaian diri dan penilaian antar siswa, kan bisa saja
mereka bohong, kan. Karena mereka saling berteman, eh
nanti kasih aku nilai gede, ya. Jadi, di sini yang paling
berperan itu kan penilaian jurnal dari guru. Misalnya kalau
ada murid yang, ya terkatagori “ter”, baik itu terbaik maupun
terburuk, pasti medapat catatan, tapi yang ditengah-tengah,
mungkin kita akan tidak terlalu. Dipukul rata jadinya, kan
seolah-olah. Ya, karena lumayanlah muridnya banyak, jadi
yang kita amati itu adalah yang terbaik dan terburuk.
Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis
kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan
nanti ada UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu
memiliki bobot tersendiri dari pihak kurikulum. Ada standar
nilai yang diterapkan oleh MGMP. Untuk fisika, kita
mengambil nilainya minimal B. Jadi, bagaimana caranya
Page 382
370
agar kita minimal dapat nilai B. Ya, entah itu siswanya
diremedi terus menerus, yah tergantung nilainya nanti.
Kemudian untuk KI-4, itu kita ambil melalui praktikum,
kalau memang yang ada praktikumnya. Tapi, kalau misalnya
nggak ada praktikum, ya kita amati dengan pembelajaran
kelompok. Jadi, nilai-nilainya itu kita akumulasikan sesuai
dengan form yang diberikan oleh pihak sekolah. Kalau KI4,
itu keterampilannya bisa berupa proyek, kemudian ada
berupa portofolio. Itu nanti kita bisa pilah, yang mana
termasuk portofolio, yang mana termasuk proyek.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T114
Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”
Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah
cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal
yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak
lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau
misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih
tugas.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T15
Peneliti : “Ibu buat RPP nya untuk sekali pertemuan apa gimana?”
Guru B : “Itu satu KD, sehingga dia digunakan untuk beberapa kali
pertemuan.”
Peneliti : “Berarti di RPP nya, kegiatannya itu per pertemuan?”
Guru B : “Iya. Pertemuan pertama, dibuat dah skenarionya itu seperti
apa. Kemudian, pertemuan kedua, dan seterusnya.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T16
Guru B : “Kemudian, kalau ngasih kuis kadang kalau pas pelajaran itu
nggak tentu juga, tergantung waktunya, kalau misalnya udah
mepet banget, bisa saja minggu depan sebelum pembelajaran
kita ngasi kuis atau setelah materinya habis dikasih kuis,
gitu, tergantung situasional sih.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T17
Peneliti : “Nah, dari sekian banyak tuntutan Kurikulum 2013 itu, ada
nggak konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang
Ibu belum pahami?”
Guru B : “Penilaian keterampilan yang menggunakan nilai tertinggi.
Jadi, kalau misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum, kan
jadinya tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus
punya nilai dalam hal itu, kan.
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T18
Peneliti : “Nah, dari sekian banyak tuntutan Kurikulum 2013 itu, ada
nggak konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang
Ibu belum pahami?”
Guru B : “Yang tadi seperti saya bilang tidak habis pikir itu kan sistem
penilaian yang menggunakan modus. Kemudian untuk yang
di keterampilan dia menggunakan nilai tertinggi. Jadi, kalau
misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum, kan jadinya
tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus punya
nilai dalam hal itu, kan. Dalam hal ini, siswa kan nggak tahu
dia kalau penilaian dilakukan dengan sistem modus. Kalau
siswa tahu, apa yang akan dilakukannya, oh ya udah, nggak
usah sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Jadi,
kan toh juga tidak akan berpengaruh pada nilai afekttif atau
Page 383
371
sikap saya, karena yang dipakek itu adalah modus. Itu yang
akan dilakukan kalau ditahuin sama siswa. Jadi, saya tidak
paham, apa yang harus saya lakukan kalau seandainya siswa
tahu kalau nilai yang digunakan itu adalah modus, gitu.
Gimana cara mengatasinya, itu kita juga belum tahu, gitu.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T19
Guru B : “…termasuk saya juga pernah, kalau RPP-nya itu belum siap,
ternyata RPP nya itu belum clear bener, ya udah kita ngajar
dulu, abis itu kita balik ke RPP lagi. Jadinya, kadang
siklusnya maju mundur. Yang namanya RPP kan seharusnya
di depan harus udah selesai bikin, tapi kan karena kepepet ni,
jadi ngajar dulu, abis tu baru buat RPP.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T20
Guru B : “….Untuk saya, itu tidak saya lakukan, karena kepepet waktu
pertama, kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi
yang seperti itu, saya kasih aja mereka silabusnya, kemudian
silahkan dibaca-baca, materi apa yang akan kalian perlukan,
silahkan dicari lebih awal. Jadinya, mereka udah tau materi
yang disampaiin itu apa, mereka udah dapat….”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T21
Peneliti : “Terhadap pemasalahan yang Ibu sebutkan tadi itu, ada nggak
upaya untuk mengatasi itu, baik dari Ibu, dari kepala
sekolah, atau dari pengawas?’
Guru B : “Kalau misalnya alatnya terbatas, tapi kita dituntut untuk
melakukan, seperti kan ada beberapa KD yang menuntut
percobaan tertentu, yang eksplisit disebutkan. Berarti kita
kan harus melakukan itu idealnya. Kalau misalkan alatnya
nggak ada, kita terpaksa menggunakan demonstrasi. Seperti
misalnya di KD gelombang itu ada khusus untuk percobaan
tangki riak. Tangki riak kita rusak, kita punya satu.
Solusinya gimana? Kita carikan video tentang tangki riak,
setidaknya mereka tahu bentuk-bentuk gelombang seperti
apa. Kemudian, misalnya kita ingin mengamati karakteristik
gelombang longitudinal, pakek slinki, tapi slinki cuman
punya dua. Nggak mungkin kita jadikan satu kelas itu 6
kelompok, di mana nyariin slinki lagi empat, kan nggak
mungkin, jadinya disiasati pakek kelompok besar, nanti
ketika dia menganalisis data mungkin kembali ke
kelompoknya yang kecil-kecil. Seperti itu. Kepala sekolah
mungkin mendukungnya dengan menganggarkan Dana BOS
untuk membeli alat. Jadinya, kalau ada alat yang rusak, kita
laporin ke kepala sekolah.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T22
Guru B : “Kalau penilaian diri sama penilaian antar siswa, jangan dah
diharapkan nilainya banyak. Karena dia menilai temennya
sendiri pasti dah ada kerjasama. Tidak objektif.”
…………
Guru B : “Tapi, yang diminta dikurikulum itu cuman satu nilai.
Semuanya satu, observasi, antar siswa, semuanya satu. Tapi,
sebenernya kita ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan.
Jadi, kalau misalkan ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4
akan sama dengan siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang
Page 384
372
diminta di kurikulum itu pakek modus dan cuman satu nilai.
Kalau menurut saya itu kurang bagus. Karena, misalnya di
jurnal dia sudah punya catatan jelek, terus di penilaian dirinya,
karena sudah sama dengan temannya, saya kasih 4, di jurnal
saya kasih 2, di observasi saya kasih 2. Tapi, sekarang di
spritualnya dia dapat 4, karena dia jemet maturan (rajin
sembahyang), misalnya pas Tri Sandya, dia jemet (rajin) Tri
Sandya, dia sering mengucapkan salam ke guru, kan sudah
gede tu nilainya. Jadi, kan otomatis yang nilai 2 tadi itu
tertutupi. Sebenernya nggak bagus, sih. Tapi, kalau saya,
misalnya tertutupi kayak gitu, ya udah salah satu nilai itu saya
turunin biar nilainya dia lebih kecil. Nanti pasti di penilaian
dirinya saya potong. Walaupun dia bilang, saya tidak pernah
menyontek. Biar pun dia tulis 4, untuk siswa yang ketahuan
mencontek, saya kasih 3 untuk penilaian diri sama penilaian
temannya, biar nggak sama hasilnya, gitu.”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T23
Peneliti : “Kalau ada masalah, gimana dia pengawasnya?”
Guru B : “Kalau ada masalah, misalnya kita kan konsultasi, Pak
mungkin bagian ini saya nggak ngerti, nanti pengawasnya
jelasin juga. Terkadang, pengawas juga nggak tau info, ya
nanti saya tanya dulu sama pengawas lain. Terus kadang
berantai-rantai dia…”
Wan/D1/GB
/25-04-
2015/T24
Peneliti : “Kemudian, kalau dari segi evaluasi pembelajaran tuntutan
Kurikulum 2013 itu seperti apa, Buk?”
Guru B : “… Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis
kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan
nanti ada UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu memiliki
bobot tersendiri dari pihak kurikulum. Ada standar nilai yang
diterapkan oleh MGMP. Untuk fisika, kita mengambil
nilainya minimal B. Jadi, bagaimana caranya agar kita
minimal dapat nilai B. Ya, entah itu siswanya diremidi terus
menerus, yah tergantung nilainya nanti…”
Page 385
373
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D2/GB/27-04-2015
Kode Temuan
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T1
Peneliti : “Bagaimana persiapan Ibu dalam perencanaan pembelajaran?”
Guru B : “Kalau persiapan, kita siapkan LKS yang pertama. Kemudian,
nyiapin medianya. Kalau emang ada praktikum, kita siapin
bahan praktikum, kita pesen lab dulu. Kita pesen lab, karena
kan banyak guru yang makek, ya. Kita pesen jadwal.
Kemudian, kita kasih tau Laborannya, rancangan
praktikumnya seperti apa, kalau itu memang praktikum.
Kemudian, menyiapkan powerpoint yang sederhana untuk
memetakan konsep-konsepnya itu. Mungkin nyiapin itu dulu
sebelumnya. Kemudian, kita lihat dulu kira-kira cukup nggak
waktunya, kalau nggak sesuai dengan gininya, ya kita bawa ke
pertemuan berikutnya. RPP juga pastinya. Kemarinnya sudah
disiapin, maksudnya nanti mau dikasih penilaian apa mereka
di sana.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T2
Peneliti : “Terus teknis buat RPP, Ibu buatnya kapan?”
Guru B : “Kemarin, kalau di workshop itu kan kita memang harus bikin
RPP dulu, tapi cuman untuk beberapa materi sebagai sampel.
Waktu pertama kita nerapin Kurikulum 2013 itu kan dapat
contoh sistematika RPP-nya dari temen yang sudah pelatihan.
Dari contoh RPP itu, kita masukkan dulu materi mana yang
menurut kita paling gampang, pengukuran misalnya kan agak
gampang gitu bikinnya. Itu kita masukin kesana dulu
materinya. Setelah itu, baru kita buat yang lain, untuk materi
yang lebih abstrak. Nanti kan mirip-mirip dia, tinggal kita
ganti-ganti aja, gitu.”
Peneliti : “Berarti Ibu buatnya itu di awal semester, ya?”
Guru B : “Iya, di awal semester. Tapi, kalau nanti misalnya menurut kita
nggak cocok, ya kan sebelum mengajar bisa kita ganti-ganti
dulu. Tapi, biasanya sih itu akan berlanjut. Maksudnya, kalau
tahun depan kita masih ngajar di tingkat kelas yang sama, itu
bisa lagi dipakai.”
Peneliti : “Nah, yang Ibu gunakan sebagai panduan dalam membuat RPP
itu, apa?”
Guru B : “Sampai saat ini sih Permendikbud 81A yang kita pakek,
karena kan belum direvisi. Untuk tahun ajaran depan baru kita
pakek Permendikbud yang baru.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T3
Peneliti : “Berarti berbeda RPP antara guru yang ngajar di tingkatan kelas
yang sama ya?”
Guru B : “Iya, kita kan pertama bikin RPP ideal. Terus abis itu, misalnya
hasil pembagian kelasnya kita dapet kelas yang pararel, yah
katakanlah tidak terlalu pintar, yang sedang-sedang, kita bisa
ngubah beberapa pertanyaan, kalau yang murid pinter itu bisa
dijawab, tapi kalau bagi kelas yang pararel itu tidak bisa
dijawab, ya kita masukin lagi itu di sana, pertanyaan-
Lampiran 4.5
Page 386
374
pertanyaanya. Misalnya, untuk materi gelombang, pertanyaan
apa itu gelombang, bagi kelas yang pinter, itu udah nggak
perlu, mereka sudah di luar kepala konsepnya, jadi itu nggak
perlu di kelas unggulan. Tapi, untuk kelas pararel misalnya,
itu masih diperlukan, kita sisipi pertanyaan itu lagi, gitu. Jadi,
tiap ini beda-beda jadinya. Disesuaikan dengan kondisi
kelasnya, gitu. Tapi, kalau kelasnya sudah benar-benar
pararel, kayak saya ngajar di kelas MIA7 sama MIA8, itu kan
pengetahuan siswanya hampir sama, jadi bisa di pakek RPP-
nya. Cuman untuk kelas yang pinter, mungkin perlu
diperbaiki RPP-nya yang telah dibuat itu.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T4
Peneliti : “Nah, untuk buat RPP-nya, Ibu buat secara individu atau
berkelompok di MGMP?”
Guru B : “Kalau RPP bikinnya sendiri. Cuman di MGMP itu diskusiin
kegiatannya mau ngapain aja. Kayak kemarin, saya sama Buk
Suarti itu diskusiin masalah tangki riak yang kita nggak punya
itu, kita diskusikan. Ibunya bilang, oh ya sudah kita pakai
video aja. Nanti kita cari videonya sama-sama. Kemudian,
Buk ini ada video bagus, bisa nggak dipakek di kelas Ibu juga.
Oh iya bagus, Ibunya minta video yang saya kasih. Jadi, kita
tuker-tukeran kayak gitu. Tapi, kalau RPP murni kita bikin
sendiri.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T5
Peneliti : “Nah, tahapan-tahapan Ibu dalam membuat RPP itu dari awal,
gimana?”
Guru B : “Kalau dari awal, ya kita lihat dulu karakteristik materinya
seperti apa, apakah dia bisa praktikum atau tidak. Kemudian,
kita lihat juga, kalau materi itu dipraktikumkan, apakah kita
punya bahannya atau tidak. Kalau tidak, berarti kita cari
alternatif kegiatan yang lain, misalnya dengan demonstrasi
atau menayangkan video. Kemudian nyiapin LKS-nya. Kalau
misalnya praktikum dasar, kayak percobaan Melde,
mengamati gelombang berjalan, stasioner, kayak gitu,
biasanya Laboran sudah punya dia settingan praktikum yang
terstandar. Kita kan dulu pernah ikut ISO, ya. Jadi, sudah
terstandar. LKS, segala macem, kita ngambil di sana. Tapi
kalau untuk praktikum yang baru, kita buat lagi. Kalau
kemarin Kurikulum 2006, kita kan banyak punya stok. Tapi,
kalau sekarang, kita buat lagi. Dulu saya ngajar di kelas X,
kan sudah buat LKS. Jadi, kalau ada temen yang nanya, dulu
kamu praktikum makek apa, saya kasih LKS itu. Jadi, bisa
dipakek lagi, beberapa harus direvisi. Tapi, kalau sekarang
saya ngajar kelas XI, saya mesti buat lagi, karena kelas XI ini
kan angkatan pertama yang makek Kurikulum 2013. Jadi, lagi
saya ngumpulin, gitu. Kalau yang udah tahun lalu, ya bisa lagi
dipakek.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T6
Peneliti : “Kemudian di RPP-nya kan biasanya ada indikator ketercapaian
hasil belajar, ya. Itu bagaimana Ibu merumuskan indikator
itu?”
Page 387
375
Guru B : “Kalau indikator kan biasanya kita lihat materinya dulu, terus
apa sih sebenernya pengen kita cari, apa tujuan akhir dari
anak-anak itu belajar. Dari sana rumuskan indikatornya. Nanti
indikator ini kita diskusikan sama MGMP. Apa aja nanti yang
kita giniin, oh iya cari ininya, gitu. Kita kan biasanya ada
pertemuan gitu. Saling diskusi. Oh, materinya sudah sampai di
mana. Oh, untuk materi karakteristik gelombangnya, kita
fokuskan di permukaan aja, karena nanti kelas XII dapet lagi.
Kemudian, masalah pemantulan di SMP kan udah dapet, jadi
jangan terlalu ditekankan. Jadi, satu kali pertemuan cukup,
cukup, gitu. Jadi, kita sepakatin 1 kali pertemuan aja. Setelah
itu kan masuk ke Melde. Percobaan itu kan cukup
memerlukan waktu juga. Jadi, di sana kita pakek 1 kali
pertemuan, 2 jam pelajaran, khusus untuk percobaan saja,
gitu.”
Peneliti : “Untuk indikatornya itu, sama untuk semua guru di tingkatan
kelas yang sama, Buk?”
Guru B : “Kadang beda. Jadi, kita kan juga mengambil dari soal-soal
yang menjurus ke UN, ya berdasarkan SKL UN. Oh, soal-soal
ini yang biasanya akan diminta di UN. Jadi, kita munculkan
indikatornya di RPP. Dari beberapa buku juga, referensi yang
kita punya, biasanya dia di sana kan ada indikator. Jadi, ya
kita mengadaptasi, cocok nggak sama kelas kita.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T7
Peneliti : “Ya. Kalau deskripsi materi di RPP tu, gimana Ibu buatnya?”
Guru B : “Kalau di Permendikbud 81A, itu harus ada fakta, titik dua,
konsep, titik dua, prosedur, titik dua. Nanti materinya nggak
ada terlalu banyak di sana. Kalau Kurikulum 2006 kan semua
materi dimasukkan.”
Peneliti : “Berarti yang saat ini Ibu gunakan, yang fakta, konsep, kayak
gitu tu?”
Guru B : “Iya, kita masih pakek Permendikbud 81A. Nanti semester
depan baru RPP yang kita buat itu semua direvisi.”
Peneliti : “Deskripsi materi RPP yang sekarang itu, bagi Ibu membantu,
nggak? Apa sih sebenernya tujuannya itu, Buk?”
Guru B : “Kalau fakta, titik dua, konsep, titik dua, kalau menurut saya itu
nggak membantu. Mendinglah apa, judul-judulnya mungkin,
kan agak bisa membantu. Tapi, terkadang saya sendiri
mengalami kesusahan, gimana sih caranya bedain fakta sama
konsep sama prosedur, gitu. Terkadang saya harus buka buku
lagi. Apa yang dimaksud dengan fakta, gitu. Jadi, saya nyari-
nyari, lumayan berpikir juga itu. Nyari-nyari yang mana sih
dari materi ini yang dikategorikan sebagai fakta, yang mana
dikategorikan sebagai prosedur. Saya juga nggak terlalu
paham tentang itu. Jadi, ya udah kalau menurut saya, fakta
adalah sesuatu yang bener-bener terjadi. Jadi, apa ya di
gelombang yang bener-bener terjadi. Oh, gelombang adalah
getaran yang merambat. Jadi, saya bawa itu ke fakta, gitu.
Karena kita lihat, getaran oh merambat dia, jadi, oh fakta.
Page 388
376
Kemudian kalau prosedur, prosedur itu kan terkait dengan,
abis ini, ini, abis ini, ini, gitu kan. Kayak susunan atau
sistematika. Berarti mengarah ke praktikum. Saya bawa
Melde ke sana. Jadi, saya berpikir juga. Kalau misalnya
materinya gebogan (dipaparkan sistematis seperti pada buku),
jebleg, ini loh materinya, jadi lebih gampang berpikir kita,
copy aja langsung dari buku digital. Kita copy yang penting-
penting, nggak sih semuanya. Kalau semua kan panjang
banget. Misalnya definisi gelombang apa, itu aja dicopy,
karakteristik gelombang apa, pemantulan, pembiasan, itu aja
dimasukin. Kalau yang fakta konsep itu, memang kita harus
berpikir ini punyanya yang mana, gitu.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T8
Peneliti : “Pas kegiatan pembelajaran di kelas, itu berfungsi nggak
deskripsi materi di RPP tu, Buk?”
Guru B : “Yang namanya materi kan memang harus sudah diingat, ya.
Jadi, nggak mungkinlah kita ngeliat, apa ya sekarang
materinya, harus sesuaiin dengan kata-katanya itu, nggak
mungkin. Jadi, point-point nya kita sudah harus ingat. Habis
ini, apa, gitu. Kerangka berpikirnya, apa aja yang harus
diginiin. Pertama harus ngasi tentang, mendiskusikan tentang
karakteristik gelombang, misalnya. Ya udah disampein. Kalau
memang udah, ya kita lanjut ke materi berikutnya. Nggak
mesti terstruktur sama persis seperti yang di RPP. Cuman
sebagai gambaran umum aja.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T9
Peneliti : “Kemudian, alat, bahan, media, dan sumber belajar di RPP itu,
gimana Ibu menentukan?”
Guru B : “Kalau misalkan media, kan saya udah bilang tadi, powerpoint.
Kalau alatnya, paling yang sering saya tulis itu adalah spidol,
entah itu termasuk alat atau bukan, saya juga tidak tahu.
Spidol, papan tulis, LCD, itu biasanya yang kita tulis di RPP.
Kalau bahan-bahan itu, paling bahan-bahan praktikum dan
tidak mungkin juga saya masukkan semua. Misalnya
percobaan Melde, nggak mungkin saya masukkan vibrator di
sana, benang, kayak gitu kan nggak mungkin, gitu. Karena itu
sudah terlampir di belakangnya. Paling saya buat itu nanti,
bahan praktikum, set praktikum, kemudian LKS gitu kan bisa.
Tapi kan nggak mungkin nyebutin satu per satu.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T10
Peneliti : “Deskripsi kegiatan pembelajaran atau skenario pembelajaran
gimana Ibu buatnya?”
Guru B : “Misalnya kegiatan mengamati, gitu. Berarti guru mengajak
siswa untuk mengamati fenomena apa melalui apa, gitu.
Gambar, video, apa gitu. Kemudian menanya. Guru menarik
minat siswa dengan memberikan pertanyaan apa, gitu.
Kemudian, siswa boleh juga mengajukan pertanyaan di sana.
Nggak mesti harus guru. Kita kan nggak bisa memprediksi di
RPP itu, siswa bakal nanya apa, kan. Jadinya, saya tulis aja,
siswa dapat mengajukan pertanyaan. Kalau guru kan bisa
kayak gini, oh nanti saya mau nanyain ini, saya tulis. Kalau
Page 389
377
murid kan kita harus posisi di lapangan, nggak mungkin kita
tahu, gitu. Jadi, di sana harus disesuaikan dengan 5M itu.”
Peneliti : “Kalau model pembelajarannya berbeda?”
Guru B : “Ya, kalau model pembelajarannya berbeda, ya disesuaikan.
Kan yang boleh itu discovery, problem based, project. Tapi,
apapun model pembelajarannya, 5M itu harus muncul.
Misalnya kalau saya pakek discovery. Misalnya analisis data
itu bagian mana dia punya, nanti ada disisipi dia di sana.
Jadinya, 5M-nya tetap kelihatan. Fase-fase dari model
pembelajarannya juga tetap kelihatan. Jadi, kita sisipi, gitu. Di
sininya 5M-nya, di sampingnya fase-fase dari model itu. Fase
1 itu ngapain. Kalau dia menanya, berarti taruh dia di bagian
menanya. Kalau fase 1 sama fase 2 cocoknya di menanya,
berarti di menanya itu ada 2 fase. Jadi, kita bikinnya kayak
gitu.”
Peneliti : “Jadi, tetep pendekatan saintifiknya sebagai acuan?”
Guru B : “Tetep. Jadinya, di sana pendekatan saintifiknya kelihatan,
fasenya juga kelihatan.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T11
Peneliti : “Di RPP itu kan ada alokasi waktu, ya Buk. Bagaimana Ibu
menentukan itu?”
Guru B : “Berdasarkan pengalaman aja sih, ya. Namanya aja pembukaan,
kan nggak mungkin nyampaiin salam aja itu 2 jam, ya. Ya, itu
paling 5 menit, 10 menit. Karena kita kan nggak berisi
ngabsen, si A hadir, si B hadir, kan nggak mungkin kayak
gitu. Kita lihat saja bangkunya, ini kemana, gitu, karena kita
sudah hafal nama-namnya. Kecuali, waktu awal mungkin.
Tapi, tetep sih dialokasikan waktu sebagai cadangan. Karena
biasanya bel sudah berbunyi, kadang siswa masih di luar.
Maaf, Buk, tadi ngantre kamar mandi, yang kayak gitu.
Kadang mereka nanyak, Buk gimana hasil ulangan kemarin.
Jadinya, itu dialokasikan waktunya di bagian pendahuluan.
Bagian intinya nanti kita atur, berapa waktu yang diperlukan
untuk diskusi, satu jam pelajaran aja, 45 menit, kita hitung,
setting waktunya. Setelah itu, kegiatan penutup,
mengkonfirmasi, kemudian mereka mengkomunikasikan
hasilnya, kemudian nanyak mungkin ada yang nggak bisa, itu
sekitar 20 menit. Lebih disesuaikan dengan materinya, sih.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T12
Peneliti : “Kalau perencanaan penilaian di RPP itu, bagaimana Ibu
membuatnya?”
Guru B : “Kalau perencanaan penilaian, yang saya bikin itu paling soal
untuk kuis, misalnya. Kalau ulangan harian nanti kan emang
udah lain dia. Kalu penilaian observasi, yang kayak gitu, saya
sih membuat lampiran dari penilaian itu lain. Jadi, itu bisa
dipakek untuk setiap pertemuan, karena kan gininya sama
dia.”
Peneliti : “Berarti nggak dijepret dijadikan satu?”
Guru B : “Nggak. Kecuali itu penilaian aspek pengetahuannya aja.”
Peneliti : “LKS itu masuk di sana, Buk?”
Page 390
378
Guru B : “Kalau LKS, dia dilampirkan aja. LKS dan instrumen penilaian
observasi, segala macem, terlampir dia.”
Peneliti : “Berarti terlepas dengan RPP, ya?”
Guru B : “Ya. Yang ada di sana tu paling soal kuis. Kan kalau kuis tu
kan situasional dia.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T13
Peneliti : “Kemudian, untuk memenuhi prinsip-prinsip penyusunan RPP,
yang kayak membedakan karakteristik individu siswa, yang
kayak gitu itu, bagaimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Kalau membedakan siswa untuk dikelompokkan, ya kita
nggak melakukan perbedaan. Maksudnya, ya ini yang bodoh
dikumpulin dengan yang bodoh, ini yang pinter kumpulin
yang pinter-pinter aja, kita nggak melakukan itu. Kita campur
di sana. Karakteristik siswa sebenernya kita bisa lihat dari
sehari-hari, ya. Karena kita sudah sering ngajar, saya tahu, oh
ini anaknya agak pendiam, oh ini anaknya agak ngerecak,
suka ngomong gitu. Kalau mereka dikumpulin yang pada suka
ngomong, terus dikumpulin yang pendiem, mereka nggak
akan bisa efektif belajar kan. Di sini ngomong aja kerjaannya,
jadi harus dipisah dia sama temen-temennya. Kayak kemarin
saya bilang, kamu nggak boleh sama-sama di sini, pisah! Saya
nggak mau, Buk. Pasti ada protes kan dari mereka. Terus saya
bilang, nggak boleh protes. Ini saya pisahin, yang ini diem
kasih yang ngomong berapa. Yang diem, kasih ke tempatnya
yang ngomong-ngomong biar mau ngomong dia. Terus yang
pinter sebagai manajemennya nanti. Kamu bikin ini, kamu
bikin ini, gitu. Jadi, dia bisa memanajemen teman-temannya.
Kalau misalnya pemalu ya, tidak mempunyai jiwa pemimpin,
dia aja yang bikin semuanya, kan yang lain enak, gitu. Jadi,
dia dikelompokkan berdasarkan itu dulu, baru nanti kita bisa
mengkondisikan kelasnya seperti apa, gitu. Kemudian, cewek-
cowoknya itu harus digabung. Soalnya, kalau kita ajak mereka
praktikum, kayak dulu praktikum tentang cahaya. Mereka
pakek lilin, sekarang rel optiknya mau kita cabut, yang cewek-
ceweknya, ah takut. Jadi, harus ada cowok juga untuk
mengerjakan yang kayak gitu. Itu semua sudah saya rancang.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T114
Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”
Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah
cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal
yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak
lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau
misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih
tugas.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T15
Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian bagaimana bentuk pendekatan saintifik
yang ideal dalam pembelajaran?”
Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir
proses berpikir dulu, yang memungkin dia membentuk
sikapnya melalui kegiatan ilmiah. Dari kegiatan ilmiah,
sikapnya juga berubah, membentuk skill komunikasi. Setelah
Page 391
379
itu, mengembangkan kemampuan sosial siswa melalui
kegiatan pembelajaran. Jadi, kegiatan pembelajaran bukan
hanya untuk proses berpikir, tapi juga mengakomodasi
kemampuan sosial. Yang umum, kan kalau sekolah bagus,
biasanya kemampuan sosialnya tidak terlalu bagus, karena
mereka bersaing. Ngapain saya bagi ilmu sama dia, entar dia
ikutan pintar, saya disalip, dong. Itu yang kita kikis kan,
sehingga di sini yang dominan mereka balik ke kelompok,
kayak gitu. Skill sosial, skill komunikasi, mengerjakan
sesuatu, itu harus dikembangkan.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T16
Peneliti : “Religius itu bagaimana caranya, Pak? Bisa dikembangkan
dengan pendekatan saintifik, Pak?”
Guru A : “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius,
karena pusat melihatnya, religius siswa dikembangkan dengan
berdoa sebelum belajar, saya nggak, gitu. Saya berpikir
berbeda. Karakter religius manusia itu nggak hanya berdoa,
religius antara manusia dengan Tuhan, nggak. Saya
ngeliatnya, religius yang dibangun, kayak apa ya, misalnya
kita belajar cahaya, kalau kita ngomongin pemantulan, ada
dua jenis pemantulan, pemantulan teratur, dan pemantulan
hamburan, kan. Itu saya giniin, misalnya banyangin kalau
nggak ada pemantulan tipe hamburan, semua pemantulan
teratur, terus ada lubang satu di situ, terangnya ada di mana
aja, gitu. Ya, di situ aja, kan. Saya ngeliatnya kayak gitu.”
Peneliti : “Sehingga siswanya bersyukur dia, Pak?”
Guru A : “Iya. Bukan dengan, mari kita berdoa sebelum memulai
pelajaran biar selamat, ah itu urusan pelajaran agama lah bagi
saya. Tapi, hal yang lebih riil yang bisa dilakukan manusia
dalam wujudnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bukan
hanya hubungan manusia sama Tuhan, manusia sama manusia
juga religius, kan. Berbuat baik sama orang lain, juga religius.
Kalau saya lihat, sebagian besar mahasiswa SM3T juga kayak
gitu, mari kita berdoa. Level religiusnya orang Indonesia
sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa sudah religius. Kalau
orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan
orang religius, gitu?”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T17
Peneliti : “Nah, untuk penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan
K13 itu bagaimana, Pak?”
Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum
materi sih sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan,
sebelum mereka evaluasi. Cuman kita juga harus
mengingatkan kembali, me-refresh kembali, tadi kita belajar
apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus memberikan
preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa datang ke
kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini Guru
Bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik,
oh ini lo yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke
kelas. Kaya bawa gelas kosong, tunggu dituangin aja nih, diisi
Page 392
380
apapun okay, gitu. Nggak kayak gitu.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T18
Peneliti : “Terus selain itu, ada nggak Pak, yang kayak memberikan
refleksi, kuis, gitu?”
Guru A : “Refleksi masih bagian inti, kan. Inti dia masuk, ya. Penutup itu
hanya menutup pembelajaran. Refleksi itu, bisa diberikan, ya
kayak ngasi PR gitu. Cuman kalau kuis sih menurut saya
bagian inti, bagian inti pada evaluasi. Kan bikin simpulan
dulu, hari ini materinya ini, kayak gimana konsepnya, setelah
itu tes. Kan harus ada kesepakatan dulu, harus ada kesamaan
persepsi di kepala siswa, baru dievaluasi. Setelah dievaluasi,
terus kita tutup, gitu. Jadi, menurut saya evaluasi bukan
bagian dari penutup.”
Peneliti : “Nika ada perbedaannya dengan Kurikulum 2006 penutupan di
K13?
Guru A : “Nggak ada, sih.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T19
Peneliti : “Sekarang dari segi penilaian, Pak. Bagaimana penilaian
pembelajaran yang ideal sesuai dengan K13?”
Guru A : “Ya, mencakup evaluasi kemampuan pengetahuan, sikap,
keterampilan, ya itu dicover semua. Cuman metodenya yang
ada penilaian rubrik, ada yang penilaian jurnal, penilaian antar
siswa, diri sendiri, itu sih idealnya kayak gitu. Kemudian ada
penilaian project, ada penilaian portofolio. Itu ter-cover dalam
satu semester, karena di kolom format daftar nilainya kayak
gitu. Nanti itu yang dikonversi jadi raport. Jadi, harus tetap
ada. Tapi, kan nggak mungkin semua bab dilakukan.”
…………………
Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya
dengan Kurikulum 2006?”
Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di
Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak
terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,
ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada
penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”
Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”
Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T20
Peneliti : “Apakah semua aspek religius, sikap, pengetahuan, dan
keterampilan itu harus dinilai setiap pertemuan, Pak, dalam
K13?’
Guru A : “Pertanyaan saya di workshop, jawabannya, Bapak Ibu tidak
akan bisa nilai itu per pertemuan, jadi harus diambil sebagian-
sebagian. Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil
penilaian ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching
mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses
pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T21
Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya
dengan Kurikulum 2006?”
Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di
Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak
Page 393
381
terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,
ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada
penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”
Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”
Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T22
Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,
Pak?”
Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level
pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD-
nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih
tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”
Peneliti : “Kalau di bawah KKM?”
Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan
bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus
perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes.
Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru
adalah membahas itu. Itu sebenernya proses remedial.”
Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?”
Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,
sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya
sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi
remedi sebagai tes ulang.’
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T23
Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”
Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil
makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita
pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran
juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini.
Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan
kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau
bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.
Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?”
Guru A : “Sambil jalan ada.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T24
Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”
Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD
gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh
ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin
indikator. Setelah itu kita cek, kita lihat pengalaman belajar
yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman
belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru
bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling
kunci di situ di pemetaan KI-KD.”
Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”
Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak
gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran
indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh
sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”
Wan/D2/GB
/27-04-
Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”
Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif
Page 394
382
2015/T25 saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif
cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini
nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada
kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T26
Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’
Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek
pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk
mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya
sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali
pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda,
pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu.
Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam
dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah.
Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang,
nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama,
pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang
belakangan, gitu.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T27
Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat
sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype
aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang
waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T28
Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester
mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk
proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses
bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan
mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi,
proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya,
kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan
semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena
kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T29
Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang
saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di
situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.”
Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?”
Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin
RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini,
dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa
mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum
dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku
guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada
RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik
sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru
sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari
ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia
kan emang kayak gitu. Kalau semakin tipis laporannya,
semakin tidak bagus katanya.”
Wan/D2/GB
/27-04-
Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana
membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita
Page 395
383
2015/T30 bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah
seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk
aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus
detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang
berat bagi guru.”
……………
Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian
ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa.
Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya
nggak berjalan dengan baik.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T31
Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”
Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-
beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa
aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok
ngebom, apakah saya religius?”
Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi
itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu?
Atau upaya dari pengawas?”
Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari
sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan
itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai
sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari
sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja,
keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita
cari dari luar.”
Wan/D2/GB
/27-04-
2015/T32
Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”
Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita
nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang
nggak wajib itu, kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,
perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung
pekerjaannya.”
…………….
Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan,
evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam
hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat,
potong upacara bendera, di situ masalahnya.”
Page 396
384
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D3/GB/30-04-2015
Kode Temuan
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T1
Peneliti : “Nah, untuk kelas XI sendiri, mata pelajaran fisika itu di MIA
aja, Buk?”
Guru B : “Kelas XI, peminatannya di sini, untuk kelas lain itu diambil
kimia sama biologi. Karena, ya mengantisipasi kekurangan
jam sih sebenernya. Anak-anak dalam hal ini juga dianggap
berminat dalam kimia dan biologi. Karena untuk fisika,
sementara jamnya sudah pas.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T2
Peneliti : “Kalau buat RPP per KD itu, Ibu berapa lama biasanya?”
Guru B : “Tergantung materinya juga, ya. Kalau materinya agak abstrak,
kan kita nyari di internet, ya lama. Kalau materinya gampang,
ya cepet buatnya. Apalagi kalau misalnya kita sudah pernah
ngajar materi itu, ya RPP-nya tinggal direvisi-revisi aja. Kalau
misalnya dikejar pengawas, hari ini harus selesai, kalau
dikebut, bisa selesai.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T3
Peneliti : “Di RPP Ibu itu kan ada indikator sama tujuan, ya. Itu bedanya
apa, Bu?”
Guru B : “Sebenernya di Permendikbud 103 sama 104, tujuan sudah
nggak ada. Kalau di Permendikbud 81A, tujuan itu masih ada.
Tujuan itu ya mengacu ke indikator. Untuk mencapai
indikator itu, tujuannya apa, gitu. Misalnya dengan melakukan
praktikum, siswa dapat melakukan apa, kayak gitu tujuannya.
Cuman ditambahkan kegiatan belajarnya apa. Misalnya,
dengan diskusi, siswa dapat apa.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T4
Peneliti : “Nah, RPP yang Ibu gunakan dengan RPP yang Buk Suarti
sama Pak Mahardika gunakan, kan indikatornya Ibu bilang
bisa beda. Nah, itu nggak jadi masalah, Buk?”
Guru B : “Sebenernya sih nggak jadi masalah. Yang materi pokok yang
diminta itu sama. Tapi otomatis, kita juga pakai indikator-
indikator yang ada di buku, kan. Nanti pas pertemuan MGMP,
kita akan bahas nanti materinya sampai di sini, indikatornya
nanti ada praktikum, Ibu Suarti juga nanti praktikum, kalau
saya tangki riaknya pakai video, ibunya juga nanti pakai
video. Jadi, ada persamaan-persamaan, mungkin redaksi kata-
katanya aja yang beda.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T5
Peneliti : “Kalau sumber dari buku, Ibu makek buku apa saja, selain buku
yang diberikan sekolah itu?”
Guru B : “Sebenernya kalau sekolah menyarankan menggunakan satu
buku, tidak boleh. Tapi, siswa juga mencari LKS di luar. Saya
juga nggak tau siapa yang menginformasikan ada LKS
Kreatif, gitu. Jadi, secara tidak langsung, karena kita kasian
siswanya sudah beli, kita beli juga. Tapi, kita gunakan untuk
referensi saja. Kalau ada materinya cocok, kita pakek.
Kemudian ada buku Sagofindo yang juga bagus itu menurut
saya. Siswanya itu beli di depan. Jadi, kita difasilitasi oleh
Lampiran 4.6
Page 397
385
MGMP untuk beli buku-buku itu. ”
Peneliti : “Buku Sagofindo itu kayak LKS ya, Buk?”
Guru B : “Nggak. Kalau Sagofindo itu kayak buku diktat dia. Isinya itu
ada materinya, ada latihan soalnya, kemudian ada latihan soal
yang berisi kunci, ada latihan soal tanpa kunci.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T6
Peneliti : “Kalau sumber belajar, apa aja yang sering Ibu gunakan?”
Guru B : “Yang pertama, internet. Kemudian, dari buku yang emang
sudah dikasih sama sekolah, ya kayak buku paket, gitu, tapi
bukan BSE. Jadi, SMA1, SMA3, SMA4, bukunya sama.
Untuk dapat buku itu, guru sama siswa harus minjem di
perpustakaan. Jadi, statusnya minjem.”
Peneliti : “Kalau sumber dari buku, Ibu makek buku apa saja, selain buku
yang diberikan sekolah itu?”
Guru B : “Sebenernya kalau sekolah menyarankan menggunakan satu
buku, tidak boleh. Tapi, siswa juga mencari LKS di luar. Saya
juga nggak tau siapa yang menginformasikan ada LKS
Kreatif, gitu. Jadi, secara tidak langsung, karena kita kasian
siswanya sudah beli, kita beli juga. Tapi, kita gunakan untuk
referensi saja. Kalau ada materinya cocok, kita pakek.
Kemudian ada buku Sagofindo yang juga bagus itu menurut
saya. Siswanya itu beli di depan. Jadi, kita difasilitasi oleh
MGMP untuk beli buku-buku itu. ”
Peneliti : “Buku Sagofindo itu kayak LKS ya, Buk?”
Guru B : “Nggak. Kalau Sagofindo itu kayak buku diktat dia. Isinya itu
ada materinya, ada latihan soalnya, kemudian ada latihan soal
yang berisi kunci, ada latihan soal tanpa kunci.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T7
Peneliti : “Nah, dalam memilih sumber belajar dan media belajar itu, apa
pertimbangan yang Ibu gunakan?”
Guru B : “Pertama, mudah dipahami. Kan ada beberapa buku
terjemahan yang kata-katanya sulit dimengerti siswa. Kalau
anak kuliahan, mungkin bisa mengerti. Kalau anak-anak
seukuran SMA susah mengerti. Kemudian dari aplikasinya
dalam kehidupan. Misalkan ada nggak contoh-contoh yang
membuat siswa tertarik. Kemudian, dari segi modul
praktikumnya ada nggak di sana. Maksudnya, yang bisa
mencakup semua materi yang kita ajarkan. Tapi, biasanya
sih nggak ada satu buku yang full berisi semua itu. Jadinya,
kita ngambil dari buku lain. Jadi, digabung-gabung, gitu.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T8
Peneliti : “Sebelum mengajar itu biasanya persiapan apa yang ibu
lakukan?”
Guru B : “Iya, biasanya sih kita buka-buka buku lagi. Misalnya kayak
kemarin, pemanasan global kan ada hal-hal baru yang saya
nggak tahu, ya. Jadinya harus dibaca dulu lewat internet.
Misalnya tentang perjanjian-perjanjian itu, lumayan, saya juga
tidak mengerti sebenernya. Jadi, harus dibaca lebih banyak.
Kalau yang lain-lain, paling kita sekedar menginga-ngingat
aja. Soalnya ngajar beberapa tingkat kan otomatis pikirannya
bercabang. Kalau misalnya ngajar satu tingkat aja, kan
Page 398
386
materinya bisa berulang-ulang. Tapi, kalau saya ngajar kelas
XII ngajar kelas XI lagi, semuanya berantakan jadinya.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T9
Peneliti : “Kalau metode belajar yang biasanya Ibu gunakan, itu apa aja?”
Guru B : “Biasanya sih diskusi. Tapi ada juga ceramah untuk beberapa
materi yang memang bagi mereka sulit untuk didiskusikan.
Kalau penurunan rumus, kan bisa mereka diskusikan sama-
sama. Nanti kalau sudah selesai, kita lanjutkan dengan
ceramah, terus nanti dari hasil diskusinya, mereka kerjain di
depan. Ya, dicampur-campur lah metodenya.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T10
Peneliti : “Nah, untuk indikator sama tujuan pembelajaran itu, apakah Ibu
sampaikan?”
Guru B : “Nggak tentu, sih. Kayak kemarin kan saya berikan lewat
powerpoint, tapi kan males ya, ya sudah lewatin saja biar
cepet. Toh mereka juga tau dari silabus yang saya kasih.”
Peneliti : “Kalau menurut Ibu sendiri, siswanya perlu tahu itu?”
Guru B : “Sebenernya sih penting untuk disampaikan, ya. Cuman kalau
waktunya mendesak, itu menjadi tidak usah disampaikan.
Karena pas pembelajaran itu, siswanya kan bisa ngerangkum
materi-materi apa yang dikasih, pasti seputaran itu aja, kan.
Masalah indikator itu kan masalah kata-kata saja. Jadi, oh,
waktu ini ibunya jelasin tentang ini, pasti ini yang akan keluar
nanti pas ulangan. Seperti itu sih sebenernya.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T11
Peneliti : “Untuk memenuhi permintaan pendekatan saintifik pada aspek
mengamati, bagaimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Kita ajak mereka untuk mengingat kejadian-kejadian yang
mereka pernah alami. Misalnya kayak kemarin, global
warming, kemarin hujan, dua hari yang lalu panas, kenapa itu
bisa kayak gitu? Kalian bisa mengamati cuacanya kayak gitu.
Kita bisalah mengimajinasi, kejadian kemarin itu kayak
gimana. Mengamati juga namanya, kan.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T12
Peneliti : “Kalau mengajak siswa untuk menanya, gimana Ibu
melakukannya?”
Guru B : “Aspek menanya biasanya kita munculkan dari diri kita dulu,
ya. Pernah nggak gini, mereka jawab pernah. Misalnya,
pernah nggak kalian mengalami kejadian aneh. Mereka
nanyak, kenapa Buk kayak gini? Aspek menanya itu muncul
ketika mereka diskusi sama temen-temennya. Kenapa kok
bisa kayak gini. Dicari terus jawabannya.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T13
Peneliti : “Kemudian aspek menalar gimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Mereka mengaplikasikan, teorinya seperti ini, kenyataannya
seperti ini. Misalnya kayak kemarin, kita dibilang nggak boleh
makan daging, ini sapinya menghasilkan gas metana, apa
hubungannya? Oh, ternyata gas metana menimbulkan efek
rumah kaca, membuat ozon menjadi menipis dan berlubang,
gitu. Oh, jadi kita nggak boleh banyak konsumsi daging, biar
nggak banyak ada sapi, sapinya biar nggak banyak ada
kotoran, otomatis gas metananya semakin berkurang.”
Wan/D3/GB Peneliti : “Bagaimana Ibu mengembangkan aspek mengkomunikasikan
Page 399
387
/30-04-
2015/T114
itu?”
Guru B : “…. Tapi, kalau aspek komunikasi yang secara langsung, itu
kan bisa pas mereka tanya jawab. Itu sudah melatih
komunikasi....”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T15
Peneliti : “Kalau menutup pembelajaran, yang Ibu lakukan biasanya
gimana?”
Guru B : “Ada yang bertanya, gitu dulu sebelumnya. Kalau nggak ada
pertanyaan, minggu depan kita akan belajar tentang ini, tolong
dipelajari. Biar nggak saya aja nanti aktif di depan kelas.
Nanti mereka pelajarin di rumah. Nanti kalau saya ke kelas,
mereka sudah siap untuk, misalnya, ada yang mau bantu saya
untuk menjelaskan di depan, saya bilang begitu.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T16
Peneliti : “Untuk memenuhi permintaan pendekatan saintifik pada aspek
mengamati, bagaimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “…. Misalnya kayak tadi saya ngajar di XI MIA8, materi
tentang gelombang, saya suruh siswanya nyemplungin batu ke
dalam kolam tunjung, masukin batunya yang kecil aja, biar
terlihat bentuk airnya, siswanya mengamati dia. Oh Buk,
bentuknya ada lingkaran-lingkaran. Seperti itu sih cara
mengamati. Bawa dia ke alam sekitar atau ajak dia mengingat
kejadian sebelumnya atau langsung melihat kejadian-kejadian
pada hari itu. Kadang, kayak kemarin saya kasih lihat gambar
fenomena.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T17
Peneliti : “Bagaimana Ibu memfasilitasi siswa untuk berkomunikasi?”
Guru B : “Kalau mengkomunikasikan, kayak kemarin itu mereka
presentasi. Mereka bikin dulu makalah, kemudian bikin
powerpointnya. Mereka mencatat dulu apa point-point penting
kerangka berpikirnya, kemudian mereka tampil di depan.
Kemudian ada beberapa teman mengamati, memberikan
penilaian terhadap penampilannya dulu yang pertama,
kemudian komentar terhadap tampilan powerpointnya sendiri,
apakah bisa dilihat atau gimana, komunikatif atau tidak.
Kemudian, baru mereka nanyak, setelah itu guru juga
memberikan masukan, menengahi kalau misalnya ada silang
pendapat. Mungkin si penyaji tidak mengerti maksud si
penanya, begitu juga si penanya juga nggak ngerti maksud si
penyaji. Jadinya, kita tengahi di sana. Itu aspek komunikasi.
Kemudian, kalau komunikasi yang formal kan pada saat
mereka presentasi. Kayak kemarin, mereka presentasi kan ada
yang ngomong, aku tu nggak ngerti maksudnya kao, kao tu
nggak gini. Kan bahasanya nggak formal, nggak bagus untuk
orang yang presentasi itu. Jadi, kita sampaikan, kalau
presentasi nggak boleh ngomong kao aku, gitu. Nggak boleh
seperti itu, ya. Pakek anda, saya. Kemudian, menurut
pendapat kami, kalau memang kalian berkelompok. Kalau
sendiri, menurut pendapat saya. Kalau sudah dikasih
masukan, bilang terimakasih. Seperti itulah. Etika
berkomunikasi juga kita ajarin di sana.”
Page 400
388
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T18
Peneliti : “Kalau cara Ibu untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran, itu bagaimana?”
Guru B : “Kalau memotivasi, saya paling ngasih point. Jadi, siapa yang
bisa jawab, nanti saya kasih point. Kalau jawabannya benar,
saya kasih tambahan nilai 0,1. Mereka jawabnya, Buk kok
dikit kali, tambahin dong. Iya, kalau sering jawab, kan tambah
banyak dia. Nanti kalau saya kasih poitnya 1, nanti cepet naik
nilainya. Nanti bisa-bisa ada nilainya sampai 105, kan nggak
mungkin, saya bilang gitu. Mereka dengan seperti itu,
biasanya tambah antusias. Misalnya, dia penurunan rumus itu
kan agak susah, saya kasih nilai plusnya 1. Itu beda dia.
Dengan seperti itu, mereka termotivasi untuk menambah nilai.
Misalnya, saya kasih soal mereka, terus 10 pengumpul
pertama bawa ke depan, saya kasih poin plus. Mereka buat di
meja masing-masing, nanti temannya nanyak, nggak mau
dikasih tau. Pokoknya dia harus nomor satu, kayak gitu. Habis
itu, mereka lari-larian dah ke depan. Nanti saya cek, kalau
memang benar jawabannya, saya kasih nilai plus, kalau salah,
saya kembalikan.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T19
Peneliti : “Kalau praktikum sendiri, gimana prosesnya, Buk?”
Guru B : “Pas mereka datang itu, mereka langsung duduk sesuai dengan
kelompok yang dibentuk sebelumnya. Nanti kita sampaikan
tujuan praktikumnya apa. Sebelumnya juga kita sampein, jadi
mereka bisa baca-baca di rumah. Kemudian, kadang LKS
yang kita kasih itu LKS terbuka. Maksudnya tanpa ada
tuntunan. Tapi, untuk praktikum yang agak sulit, itu bisa kita
tuntun. Beda-beda nanti LKS-nya. Kan sudah ada LKS
terstandar di lab. Kalau misalnya kalor, agak gampang, kita
LKS-nya terbuka. Kalau misalnya Melde, dia agak susah,
kemudian alatnya rentan rusak, kita kasih tuntunan. Habis itu
mereka baca dulu LKS-nya, data apa yang diperlukan, kalau
kelompoknya ada yang nggak ngerti, bisa ditanyakan ke
Laboran atau sama gurunya. Karena kan Laboran juga di sana
mendampingi.”
Peneliti : “Nah, setelah mereka dapat data, tindak lanjutnya itu, apa?”
Guru B : “Yang pertama, mereka diskusiin dulu. Kalau misalnya
waktunya cukup, kita langsung analisis. Sampein di depan,
kelompok ini dapat datanya berapa, kita sajiin, berapa persen
kesalahan relatifnya, kalau ada kendala atau kesulitan, itu kita
bahas.”
Peneliti : “Berarti buat laporan mereka, Buk?”
Guru B : “Laporan singkat aja pas itu. Nanti analisis lanjutannya
dilakukan di rumah. Laporan singkatnya itu aja dikumpul,
misalnya datanya dapet berapa. Biar mereka nggak manipulasi
nanti. Data yang sudah mereka dapet itu mereka bawa pulang,
dianalisis di rumah, dibuatkan laporan, nanti laporannya
dikomunikasikan pertemuan selanjutnya.”
Peneliti : “Itu laporannya dibuat per individu atau kelompok, Buk?”
Page 401
389
Guru B : “Kelompok. Tapi mereka analisisnya itu paling bareng-bareng.
Ngatur kegiatan kelompoknya tu, mereka bisa.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T20
Peneliti : “Kalau ulangan umum soalnya gimana, Buk?”
Guru B : “Kalau ulangan umum soalnya sama. Kalau ulangan kita
gantian bikin, kita ber-team, biasanya berdua. Semester satu
guru ini, semester dua guru lain lagi. Kadang kita bikin
setengah-setengah. Kadang kayak kemarin, karena anaknya
Buk Suarti kelas XI, soalnya saya yang bikin.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T21
Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya
dengan Kurikulum 2006?”
Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di
Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak
terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya,
ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada
penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”
Peneliti : “Kalau pengetahuannya?”
Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T22
Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,
Pak?”
Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level
pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD-
nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih
tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”
Peneliti : “Kalau di bawah KKM?”
Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan
bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus
perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes.
Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru
adalah membahas itu. Itu sebenernya proses remedial.”
Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?”
Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,
sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya
sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi
remedi sebagai tes ulang.’
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T23
Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”
Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil
makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita
pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran
juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini.
Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan
kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau
bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.
Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?”
Guru A : “Sambil jalan ada.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T24
Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”
Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD
gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh
ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin
Page 402
390
indikator. Setelah itu kita cek, kita lihat pengalaman belajar
yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman
belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru
bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling
kunci di situ di pemetaan KI-KD.”
Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?”
Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak
gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran
indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh
sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T25
Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”
Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif
saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif
cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini
nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada
kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T26
Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’
Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek
pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk
mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya
sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali
pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda,
pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu.
Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam
dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah.
Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang,
nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama,
pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang
belakangan, gitu.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T27
Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat
sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype
aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang
waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T28
Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester
mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk
proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses
bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan
mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi,
proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya,
kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan
semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena
kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T29
Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang
saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di
situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.”
Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?”
Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin
RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini,
Page 403
391
dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa
mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum
dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku
guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada
RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik
sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru
sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari
ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia
kan emang kayak gitu. Kalau semakin tipis laporannya,
semakin tidak bagus katanya.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T30
Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana
membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita
bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah
seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk
aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus
detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang
berat bagi guru.”
……………
Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian
ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa.
Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya
nggak berjalan dengan baik.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T31
Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”
Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-
beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa
aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok
ngebom, apakah saya religius?”
Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi
itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu?
Atau upaya dari pengawas?”
Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari
sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan
itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai
sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari
sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja,
keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita
cari dari luar.”
Wan/D3/GB
/30-04-
2015/T32
Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”
Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita
nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang
nggak wajib itu, kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,
perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung
pekerjaannya.”
Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan,
evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam
hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat,
potong upacara bendera, di situ masalahnya.”
Page 404
392
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D4/GB/09-05-2015
Kode Temuan
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T1
Peneliti : “Kalau aspek religius, gimana cara Ibu mengembangkannya?”
Guru B : “Ngucapin Panganjali Umat, nanti kalau kelasnya berakhir, kan
jam 7-8, sembahyang Tri Sandya.”
Peneliti : “Kalau dalam pembelajaran sendiri?”
Guru B : “Kalau dalam pembelajaran, ya kemarin pas pemanasan global
yang kelihatan, kan. Oh, Tuhan sudah memberikan kita
lingkungan yang bagus, tapi malah manusia yang merusak.
Kan bisa mengarah ke sana religiusnya.”
Peneliti : “Membuat rasa bersyukur, gitu ya?”
Guru B : “Tapi nggak sampai gini, misalnya bersama siswa
mengucapkan syukur, ya nggak sampai kayak gitu. Paling
cuman tersirat. Kayak kemarin, kan kita aplikasikan ke hari
raya Nyepi konsep global warming itu. Konferensi Perubahan
Iklim yang PBB itu kan membahas tentang nyepi dia, jadi
secara tidak langsung agama lain pun, oh ini lho hari raya
Nyepi, kan kita umat hindu punya hari rayanya. Ada Catur
Berata Penyepian yang dianggap dunia bisa mengurangi emisi
gas rumah kaca.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T2
Guru B : “Kalau yang disiplin, ya itu, misalnya datang tepat waktu.
Kalau fisika yang saya ajar itu kan ada jam ke nol, jam 6.15.
Kalau ada yang datang jam setengah 7, nggak saya kasih
masuk, sudah saya tutupin pintu dia. Terus, kalau misalnya
makan sama minum, nggak boleh di dalam kelas. Kalau
misalnya mereka nanti haus atau punya sakit maag, harus
minum, ya harus keluar. Mereka bilang, Buk saya permisi
mau minum ke luar. Nggak boleh minum di dalam kelas.”
Peneliti : “Kalau misalnya saat belajar itu ada siswa yang tidak serius,
gimana Ibu menanggapi?”
Guru B : “Kalau dia nggak serius, pasti saya tanyain dia. Kayak misalnya
waktu ini, Kris, apa yang dimaksud dengan ini? Apa, Buk? Itu
dah, dari tadi kamu bengong aja. Saya tegur-tegur sih
biasanya. Misalnya bengong, nglamunin pacarnya, ya?
Nglamunin Buk Dayu aja lebih bagus. Nggak berani dah dia,
gitu. Kadang ada siswa yang ngobrol saya tanyain gitu, dia
bisa jawab. Mungkin setengah kupingnya dengerin saya. Tapi,
saya bilang, tolong yang di belakang jangan ngobrol aja. Saya
kasih peringatan seperti itu.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T3
Peneliti : “Kalau sikap jujur?”
Guru B : “Jujur, kalau ulangan. Yang kerja sama saya kasih nilai nol.
Waktu ini di kelas MIA7 ada kerjasama, saya robek
pekerjaannya. Ada yang nanyak dia. Ini soal objektif yang
saya kasih, tapi soal objektifnya itu ada caranya. Terus, dia
bikin objektifnya aja dengan nanya ke temennya, gitu.
Langsung saya suruh, kamu sudah dua kali saya peringatkan,
Lampiran 4.7
Page 405
393
masih kayak gitu, sini pekerjaannya, nggak usah dilanjutin,
coret yang mana tadi kamu nanya, gitu. Mau dia nyoret, yang
ini saya nanya, Buk. Dia nyoret sendiri, jadi otomatis
jawabannya bener, tapi salah, gitu.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T4
Peneliti : “Proses Ibu melakukan penilaian observasi itu kayak gimana,
Buk?”
Guru B : “Kita bawa daftar nama siswa yang sudah diisi kolom-kolom
kecil. Jadi, nanti kalau misalnya ada siswa aktif menjawab,
saya nilai plus. Nanti terakhir pas ngerekap nilai, saya hitung
dah berapa kali dia dapat plus, nanti saya tambahkan sekian
nilainya. Biasanya kalau plusnya satu itu, saya tambahin
nilainya 0,1. Misalkan nilainya dia 87, terus dia dapat point
plus berapa, saya tambahin.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T5
Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A
nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi,
mending pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja.”
Peneliti : “Kalau misalkan di penilaian jurnal itu ada siswa yang nyontek,
bagaimana Ibu merumuskan nilainya?”
Guru B : “Nggak dinilai kayak gitu. Paling buat catatan kita aja. Kalau
dia sering nyontek, misalnya yang lain dapat 4, dia 3 kasih,
gitu.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T6
Peneliti : “Kalau penilaian diri sama teman sejawat itu sudah Ibu
lakukan?”
Guru B : “Iya, sudah. Satu semester sekali. Karena itu instrumennya
banyak, tebal, satu orang itu bisa sampai 10 lembar. Jadi, saya
suruh siswanya fotocopy sendiri, habis itu mereka isi bawa
pulang, hasilnya dikumpul.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T7
Peneliti : “Kenapa dalam penilaian antar peserta didik Ibu hanya
menilai sikap jujur dan disiplin?”
Guru B : “Oh, instrument itu sudah saya sesuaikan dengan contoh
instrument yang diberikan oleh kurikulum.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T8
Peneliti : “Untuk setiap metode dia pakek modus, Buk?”
Guru B : “Idealnya kan per KD bikin itu, kan. Tapi, yang diminta
dikurikulum itu cuman satu nilai. Semuanya satu, observasi,
teman sejawat, semuanya satu. Tapi, sebenernya kita
ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan. Jadi, kalau misalkan
ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4 akan sama dengan
siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang diminta di
kurikulum itu pakek modus dan cuman satu nilai. Kalau
menurut saya itu kurang bagus. Karena, misalnya di jurnal dia
sudah punya catatan jelek, terus di penilaian dirinya, karena
sudah sama dengan temannya, saya kasih 4, di jurnal saya
kasih 2, di observasi saya kasih 2. Tapi, sekarang di
spritualnya dia dapat 4, karena dia jemet maturan (rajin
sembahyang), misalnya pas Tri Sandya, dia jemet (rajin) Tri
Page 406
394
Sandya, dia sering mengucapkan salam ke guru, kan sudah
gede tu nilainya. Jadi, kan otomatis yang nilai 2 tadi itu
tertutupi. Sebenernya nggak bagus, sih. Tapi, kalau saya,
misalnya tertutupi kayak gitu, ya udah salah satu nilai itu saya
turunin biar nilainya dia lebih kecil. Nanti pasti di penilaian
dirinya saya potong. Walaupun dia bilang, saya tidak pernah
menyontek. Biar pun dia tulis 4, untuk siswa yang ketahuan
mencontek, saya kasih 3 untuk penilaian diri sama penilaian
temannya, biar nggak sama hasilnya, gitu.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T9
Peneliti : “Kalau kuis itu bagaimana penilaiannya?”
Guru B : “Kalau kuis sama dengan ulangan dia. Cuman jumlahnya
sedikit, satu soal, dua soal, gitu.”
………………..
Guru B : “Kan kalau kuis tu kan situasional dia. Kalau kayak sekarang
bulan Mei sudah dekat ulangan umum, kan kita kejar-kejaran
materi, jadi kita nggak bisa ngasi kuis. Habis waktunya, gitu.
Kalau kuis kan sifatnya mendadak.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T10
Peneliti : “Penilaiannya itu gimana?”
Guru B : “Kalau misalkan untuk tugas-tugas yang, misalnya pas saya
nggak sekolah, itu saya periksa detailnya gimana. Soal yang
dibuat di sekolah, saya sengaja banyakin, biar peluang mereka
untuk bekerjasama itu kecil. Jadi, waktu terbatas, soal banyak,
kan nggak mungkin mereka kerjasama. Pasti mereka bikin
yang mana mereka bisa.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T11
Peneliti : “Kalau tindak lanjut berupa PR?”
Guru B : “PR sering. Apalagi kalau pas menjelang ulangan, pasti banyak
PR-nya. Men, biar mau dia latihan soal. Kalau nggak digituin,
orang males dia.”
Peneliti : “Itu PR-nya Ibu tindak lanjuti, periksa?”
Guru B : “Kalau PR itu, paling yang saya lihat, ketepatan waktu dia
ngumpul dulu, pertama. Itu saya yakin mereka tidak mungkin
tidak kerjasama. Kadang saya lihat dulu yang paling pinter,
pasti dia yang ngerjain. Saya bandingin dah beberapa. Anak
yang pinter, sedang-sedang, sama yang kurang. Saya cocokin,
kalau sudah sama, saya malas dah meriksa. Yang penting
ngumpul aja, dan tepat waktu, saya kasih dah nilai.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T12
Peneliti : “Kalau misalnya ulangan harian, kuis, kayak gitu itu Ibu
bagikan hasilnya?”
Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu.
Kalau saya yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya
bagikan hasilnya. Kalau saya salah meriksa, ya namanya
manusia, mereka rela bawa punya temennya yan bener, Buk
ini dikasih segini, saya kok nggak. Saya, lihat, kalau bener,
saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa, saya kasih
mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini. Baru
nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa? Saya
balik nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu
Page 407
395
harusnya dapat berapa? Saya ajarin cara meriksa, gitu. Nanti
dikembalikan sama temannya. Yang punya, periksa lagi,
bener nggak temennya meriksa. Habis itu, baru saya kasih
nilai langsung. Nanti mereka langsung dah tau nilainya
berapa.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T13
Peneliti : “Kalau menilai aspek kognitif siswa itu, jenis penilaian apa saja
yang Ibu gunakan? Metodenya?”
Guru B : “Ulangan harian, kemudian ada kuis. Kemudian, saya pernah
ngadain ulangan yang sistemnya kayak gini. Saya taruh meja
4 di depan, terus saya undi nomor absen berapa yang harus
maju. Kemudian, soal yang akan dia kerjakan juga diundi.
Jadi, mereka bikin. Saya kasih waktu berapa, misalnya 5
menit. Mereka langsung bikin di sana. Di mejanya sendiri-
sendiri itu. Kumpul, gitu. Ada yang gitu saya buat, kalau
waktunya cukup. Kalau misalnya sudah mepet-mepet, seperti
sekarang sudah menjelang ulangan umum, kita kebut-kebut
dulu, nanti ulangan sekalian.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T14
Peneliti : “Kalau misalnya ulangan harian, kuis, kayak gitu itu Ibu
bagikan hasilnya?”
Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu.
Kalau saya yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya
bagikan hasilnya. Kalau saya salah meriksa, ya namanya
manusia, mereka rela bawa punya temennya yan bener, Buk
ini dia dikasih segini, saya kok nggak. Saya, lihat, kalau
bener, saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa, saya
kasih mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini.
Baru nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa?
Saya balik nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu
harusnya dapat berapa? Saya ajarin cara meriksa, gitu. Nanti
dikembalikan sama temannya. Yang punya, periksa lagi,
bener nggak temennya meriksa. Habis itu, baru saya kasih
nilai langsung. Nanti mereka langsung dah tau nilainya
berapa.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T15
Guru B : “Kemudian, saya pernah ngadain ulangan yang sistemnya
kayak gini. Saya taruh meja 4 di depan, terus saya undi nomor
absen berapa yang harus maju. Kemudian, soal yang akan dia
kerjakan juga diundi. Jadi, mereka bikin. Saya kasih waktu
berapa, misalnya 5 menit. Mereka langsung bikin di sana. Di
mejanya sendiri-sendiri itu. Kumpul, gitu.”
Peneliti : “Itu masuk tes lisan, ya?”
Guru B : “Iya, karena dikerjakan langsung kumpul. Terus pernah juga
saya bagi papannya, bagi empat. Saya kasih soal, langsung
mereka kerjain di sana. Mereka nggak tau soalnya yang mau
saya kasih. Sudah sampai di depan, baru tau. Kalau nggak
bisa, tetep diem di depan, sampai bisa. Atau nggak, kalau
misalnya nyerah, ganti soalnya lagi. Jadi, yang suka lihat di
sana kan ekspresi wajahnya mereka yang beda-beda.”
Page 408
396
Peneliti : “Kalau tes kayak gitu, instrumen penilaiannya kayak gimana,
Buk?”
Guru B : “Skornya itu istilahnya mencongak, terserah mereka caranya
kayak gimana, yang penting jawaban akhirnya benar. Karena
kita kan langsung melihat dia ngerjain soalnya. Jadi, nggak
mungkin kerjasama, kan. Jadi, kita nggak menilai struktur
kerjanya kayak gimana, yang penting jawaban akhirnya dapat
dia. Kalau salah, nol nilainya. Nanti, kalau dia nggak punya
skor, saya kasih tugas. Kalau dia ngumpul tugasnya aja, saya
kasih satu.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T16
Peneliti : “Kalau penilaian aspek psikomotor itu metodenya kayak
gimana aja, Buk?”
Guru B : “Dengan praktikum. Kadang-kadang presentasi. Portofolio,
seperti yang saya minta waktu kelas X, misalnya. Coba
kumpulkan fenomena-fenomena cahaya. Proyek juga.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T17
Peneliti : “Kalau penilaian kinerja pada saat praktikum itu, apa aja yang
Ibu nilai?”
Guru B : “Kerjasama antar anggota kelompok. Terus, saya tanyak dia,
kalau alat ini fungsinya untuk apa, mereka tau nggak. Dari
sana sih saya ambil. Ya, paling pakek rentangan, di rubrik
penilaiannya itu pakai 5, 4, 3, 2, 1. Misalnya, di suruh
nyebutin alat, tapi nggak mesti harus semua, ini apa namanya.
Kalau dia bisa jawab, saya kasih dah berapa. Terus habis itu,
coba ceritain gimana cara kerjanya, mereka jelaskan.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T18
Peneliti : “Kalau penilaian proyek yang sudah Ibu lakukan itu apa?”
Guru B : “Kalau semester 1, bikin alat. Kalau semester 2, bikin makalah
aja.”
Peneliti : “Yang kemarin waktu presentasi itu apa, Buk?”
Guru B : “Oh, itu. Penilainnya ada dari segi makalah, powerpoint, dan
presentasinya.”
Peneliti : “Kalau di kelasnya Pak Mahardika kan ada buat Maket gitu. Ibu
juga buat?”
Guru B : “Oh, nggak. Saya cuman lewat makalah aja. Kalau menurut
saya, itu dipajang dimana nanti, taruh dimana, toh dia juga
bikin sampah jadinya, gitu. Kalau menilai kreativitas siswa,
kan ada majalah Mekar, nanti biar ke sana aja dibawa
kreativitasnya dia. Kalau saya cuman buat powerpoint-nya
aja. Nanti, kalau mau diunggah, silahkan diunggah, sertakan
nama kelompoknya. Tapi, tetep kumpul ke saya dalam bentuk
softcopy presentasinya, kemudian makalahnya juga.”
Peneliti : “Saya kira itu kesepakatan MGMP, Buk.”
Guru B : “Nggak. Kalau itu kreativitas gurunya aja. Kalau saya soalnya
gini, satu, siswa terganggu. Walaupun dia bisa menggunakan
barang bekas, lumayan menyita waktu. Dan walaupun mereka
punya kreativitas tinggi bikin desainnya, toh nanti
dipasangnya di kelas, bikin sampah aja. Jadi, kalau misalnya
bikin makalah dan powerpoint, bisa di sharing ke teman-
Page 409
397
temannya di sekolah lain.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T19
Peneliti : “Kalau kelas XI, Ibu sudah mengadakan penilaian portofolio?”
Guru B : “Kalau kelas XI, portofolionya tentang fluida. Saya suruh
mereka buat makalah tentang pemanfaatan hukum Bernouli.
Portofolio itu kan mengumpulkan beberapa tugas jadi satu.”
…………….
Guru B : “Terus nanti portofolionya itu beberapa tugas yang dikumpulin,
tugas berjangka, tugas satu, dua, tiga, nanti dikumpul pada
akhir semester. Atau LKS yang saya periksa pada akhir
semester, kan portofolio namanya. Jadi, tinggal direkap aja.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T20
Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”
Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah
cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal
yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak
lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau
misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih
tugas.”
Peneliti : “Sistem remedi aspek pengetahuan itu gimana, Buk?”
Guru B : “Remedinya saya ambil hari lain. Biasanya hari Jumat. Soalnya
juga lain. Tapi, kalau mepet, nggak sempet bikin soal, ya soal
itu saya pakai lagi.”
Peneliti : “Nilai siswanya gimana dengan soal yang sama?”
Guru B : “Kalau misalnya soal yang sama saya kasih, karena nggak
sempat bikin, ada peningkatan. Tapi kan untuk remedi, pasti
saya kasih 80. Biar nggak bukannya perbaikan malah justru
perburukan. Rugi saya ngasih remedi.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T21
Peneliti : “Nah, semua nilai-nilai itu Ibu laporkan kemana?”
Guru B : “Ke wali lewat kurikulum.”
Peneliti : “Kepala sekolah tau itu, Buk?”
Guru B : “Iya, karena dia neken (menandatangani) kan.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T22
Peneliti : “Berarti untuk remidinya, aspek kognitif sama psikomotor, ya?”
Guru B : “Iya. Kalau memang hasilnya jelek, ya saya remidi lagi.”
Peneliti : “Sistem remidi aspek pengetahuan itu gimana, Buk?”
Guru B : “Remidinya saya ambil hari lain. Biasanya hari Jumat. Soalnya
juga lain. Tapi, kalau mepet, nggak sempet bikin soal, ya soal
itu saya pakai lagi.”
Peneliti : “Nilai siswanya gimana dengan soal yang sama?”
Guru B : “Kalau misalnya soal yang sama saya kasih, karena nggak
sempat bikin, ada peningkatan. Tapi kan untuk remidi, pasti
saya kasih 80. Biar nggak bukannya perbaikan malah justru
perburukan. Rugi saya ngasih remedi.”
Wan/D4/GB
/09-05-
2015/T23
Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”
Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A
nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi,
mending pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja.
Misalnya si A saya kasih 3, si B juga saya kasih 3. Karena
walau diperiksa pun, hasilnya akan mirip-mirip seperti itu.
Dikasih kuesioner aja mereka kerjasama. Jadi, saya ratakan
Page 410
398
aja. Kalau 3, ya 3 semuanya.”
………….
Guru B : “Nilai sikap. Jadi, penilaian sikap itu kan ada penilaian
observasi, penilaian, diri, jurnal, dan sebagainya itu. Nilai
maksimumnya itu 4, misalkan ada siswa suka nyontek, saya
kasih 2 di nilai jurnalnya. Jurnal itu kan pada hari tertentu itu,
dia melakukan apa, gitu. Kalau misalkan dia nggak ada
catatan penting, biasa-biasa aja, saya kasih 3. Kalau misalnya
dia jemet (tekun) sekali, 4 saya kasih.”
Page 411
399
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/SGB/23-04-2015
Kode Temuan
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T1
Peneliti : “Pada saat Ibunya ngajar, pernah nggak Ibunya nyuruh adik
mengamati sesuatu?”
Siswa : “Paling mengamati gambar di powerpoint aja. Kita lebih ke
membayangkan daripada mengamati secara langsung. Kalau
dalam pelajaran fisika, mengamati fenomena itu sulit. Fisika
palingan mengamati dalam hal praktikum saja. Belum pernah
fenomena.”
Peneliti : “Berati kalau mengamati fenomena hanya baru sekadar gambar
saja, ya? Seperti kemarin itu, ya?”
Siswa : “Iya, seperti kemarin. Baru kemarin rasanya dapat seperti itu,
mungkin karena kemarin baru nyampe meterinya.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T2
Peneliti : “Kalau menutup pelajaran gimana cara Ibunya?”
Siswa : “Materinya kita cukupkan sampai disini, Paramasantih. Itu aja,
sih?”
Peneliti : “Nggak nyimpulin materi Ibunya?”
Siswa : “Nggak, sih. Kadang materinya itu selesainya nggak pas di
subnya itu selesai, sehingga harus dilanjutkan minggu depan.”
Peneliti : “Nggak gini dia, hari ini kita udah belajar apa? Nggak gitu dia
ke siswanya?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Ibunya sendiri nggak nyimpulkan?”
Siswa : “Nggak.”
Peneliti : “Ibunya menyampaikan materi yang akan dipelajari pertemuan
selanjutnya?”
Siswa : “Iya.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T3
Peneliti : “Kalau di kelas ada siswanya nanyak, Ibunya langsung jawab
atau gimana?”
Siswa : “Pasti dilemparkan ke siswa lain dulu. Ditanya siswa yang lain,
ada yang bisa jawab. Kalau misalnya jawaban siswa itu
kurang tepat, diluruskan sama Ibunya.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T4
Peneliti : “Kalau menyuruh siswa untuk bertanya pada saat
pembelajaran?”
Siswa : “Pasti.”
Peneliti : “Gimana dia melakukannya?”
Siswa : “Ada yang belum dipahami. Biasanya ditanyakan langsung,
kayak gitu.”
Peneliti : “Terus gimana respon siswanya?”
Siswa : “Kalau memang nggak ngerti, ya ditanyakan. Dijelaskan lagi
sama Ibunya. Kalau bagian awal nggak ngerti, diulang lagi
sama Ibunya.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T5
Peneliti : “Kalau menyuruh siswanya untuk berkomunikasi, biasanya
gimana Ibunya?”
Siswa : “Paling presentasi sama belajar kelompok pada saat
pembelajaran.”
Lampiran 4.8
Page 412
400
Peneliti : “Kalau menyampaikan pendapat sama bertanya Ibunya selalu
nyuruh?”
Siswa : “Iya. Selalu. Sering.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T6
Peneliti : “Kalau memotivasi siswa biar aktif itu, gimana Ibunya?”
Siswa : “Kayak tadi saya bilang itu. Kita dikasih soal, siapa yang bisa
maju, dikasih nilai plus. Orang pas semester satu, kita nggak
kayak gitu. Karena semester satu kan nilai kita jelek, turun
nilai fisikanya. Kemudian semester dua Ibunya ngerubah
sistem. Pas pertama masuk itu kan semua pada nggak
semangat siswanya. Terus Ibunya bilang, kerjakan satu soal
yang saya dalam waktu beberapa menit, nanti saya batasi
berapa orang yang maju ke depan. Kalau kalian pengen
nambah nilai kalian, silahkan maju ke depan, kalau nggak,
diem aja. Terpacu jadinya siswanya.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T7
Peneliti : “Pas siswanya maju, terus macet ditengah jalan, gimana
Ibunya?”
Siswa : “Siswanya di suruh diem di depan. Paling Ibunya nyuruh
tunjuk salah satu temen buat bantu kamu di depan. Kalau
semua nggak bisa baru Ibunya jelasin.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T8
Peneliti : “Terus ngasi PR nggak Ibunya?”
Siswa : “Nggak. Paling PR baca aja. Baca materi aja.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T9
Peneliti : “Kalau misalnya ada siswa yang nggak serius, gimana Ibunya?”
Siswa : “Ditunjuk untuk mengerjakan soal. Kalau pas Ibunya jelasin,
siswanya itu nggak memperhatikan dia, ditanya dia sama
Ibunya, apa yang saya jelaskan tadi, coba kamu jelaskan.”
Peneliti : “Gimana siswanya?”
Siswa : “Kalau memang dia nggak mendengarkan, nggak bisa jawab.
Terus diperingatkan sama Ibunya, lain kali jangan seperti itu.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T10
Peneliti : “Proses ngambil datanya gimana?”
Siswa : “Ibunya nyuruh, kalau praktikum itu jangan cuman satu aja
yang kerja. Bergilir, gitu. Biar kita sama-sama aktif.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T11
Peneliti : “Pernah nggak Ibunya nyuruh siswanya melakukan penilaian
diri?”
Siswa : “Pernah waktu itu, kan dikasih angket.”
Peneliti : “Gimana bentuk angketnya? Apa yang ditanyakan di angket
itu?”
Siswa : “Kita nilai temen kita. Kemudian kita nilai diri kita sendiri.”
Peneliti : “Nilai dalam hal apa?”
Siswa : “Kejujuran, kedisiplinan kita.”
Peneliti : “Kalau yang terkait dengan pemahaman siswa terhadap materi
yang sudah dipelajari ada nggak di sana di angketnya? Kayak,
saya sudah memahami materi pada BAB ini?”
Siswa : “Nggak ada.”
Peneliti : “Itu seberapa sering Ibunya ngasih penilaian gitu?”
Siswa : “Pas semester satu aja.”
Peneliti : “Teknisnya gimana?”
Siswa : “Pas pembelajaran sudah berakhir, kita dikasih angketnya.
Page 413
401
Terus dikumpul besoknya.”
Peneliti : “Siswanya jawab angketnya itu serius sesuai kondisi atau
dibagus-bagusin aja temennya?”
Siswa : “Serius. Soalnya Ibunya bilang, temen yang dinilai itu nggak
boleh tau nilai yang kita kasih.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T12
Peneliti : “Apakah pembelajaran dalam seminggu itu selalu terisi? Apa
pernah kosong?”
Siswa : “Pernah, karena Ibunya kan jadi wakil kepala sekolah, ya. Jadi
agak sibuk. Kalau Ibunya nggak bisa ngajar, biasanya dikasih
tugas aja.”
Peneliti : “Tugasnya itu diambil hari itu apa boleh dibawa pulang?”
Siswa : “Biasanya sih diambil hari itu.”
Peneliti : “Bisa selesai tugasnya hari itu?”
Siswa : “Bisa. Tugasnya itu nggak terlalu banyak sih. Biasanya 5 soal.
Paling jawab LKS.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T13
Peneliti : “Kalau ulangan itu waktunya kapan?”
Siswa : “Biasanya sih di akhir BAB.”
Siswa : “Kalau ulangan, apa materi yang dikasih Ibunya, itu pasti yang
keluar. Jadi, yang rajin nyatet, pasti nilainya gede-gede.”
Peneliti : “Bentuk tesnya gimana?”
Siswa : “Biasanya sih esay. Kadang objektif sih, tapi pakek cara.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T14
Peneliti : “Ibunya itu ngasih PR biasanya dari buku yang mana?”
Siswa : “Akhir semester biasanya disuruh ngumpul LKS kreatif yang
udah dijawab.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T15
Peneliti : “Kalau siswanya udah memenuhi KKM, digimanain sama
Ibunya?”
Siswa : “Nggak diapain, sih. Lanjut aja materinya.”
Wan/D1/SG
B/23-04-
2015/T16
Peneliti : “Buku yang Adik gunakan itu, buku apa?”
Siswa : “LKS Kreatif, Sagofindo, sama ada buku paket dikasih sama
sekolahnya.”
Peneliti : “Kalau buku yang kayak LKS Kreatif ini, gimana itu? Ibunya
yang nyuruh beli atau gimana?”
Siswa : “Nggak. Nggak dipaksain. Kalau kalian membutuhkannya,
silahkan beli di luar. Soalnya sekolah nggak melayani jual-
beli buku itu.”
Peneliti : “Sagofindo itu buku apa?”
Siswa : “Buku warna ijo, kayak buku paket, tapi untuk latihan soal aja.”
Peneliti : “Kalau buku paket yang dikasih sekolah itu, biasanya
digunakan apa nggak?”
Siswa : “Biasanya untuk latihan soal. Terus, di buku paket tu,
penjabaran rumusnya kan ada. Sedangkan di LKS itu, kan
rumus jadinya aja.”
Peneliti : “Ibunya itu ngasih PR biasanya dari buku yang mana?”
Siswa : “Akhir semester biasanya disuruh ngumpul LKS Kreatif yang
udah dijawab.”
Peneliti : “Adik tahu buku apa yang digunakan Ibunya?”
Siswa : “Sama kayak siswanya.”
Page 414
402
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/KS/11-06-2015
Kode Temuan
Wan/D1/KS/
11-06-
2015/T1
Peneliti :“Iya.Kemudian untuk gambaran umum pembelajarannya,
jumlah guru fisika saat ini ada berapa?”
Guru A : “Enam orang.”
Peneliti : “Terus yang sertifikasi?”
Guru A : “Sertifikasi 5, yang tidak 1.”
Peneliti : “Terus dari semua guru itu, yang S1?”
Guru A : “Satu orang aja yang tersisa. Yang lainnya sudah S2.”
Peneliti : “Jumlah kelas MIA-nya di sini?”
Guru A : “Kelas X, XI, XII?”
Peneliti : “Iya, Pak.”
Guru A : “X, 9 kelas. Kelas XI-nya, 8. Kelas XII-nya, 8.”
Peneliti : “Itu dengan jumlah kelas MIA segitu, teknis pembagian jam
mengajar untuk guru fisika itu bagaimana, Pak?”
Guru A : “Sementara ini kan kita jadwalnya aman karena ada kepala
sekolah sama wakasek. Kalau nggak ada itu, kekurangan jam
pasti. Tapi untuk sekarang, kita bagi, rata-rata guru memegang
dua angkatan kita kesepakatannya. Misalnya saya kelas XII
dan kelas XI. Ada yang kelas XI sama kelas X. Kecuali bapak
kepala sekolah yang hanya satu angkatan.”
Wan/D1/KS/
11-06-
2015/T2
Peneliti : “Rombongan belajar per kelas itu berapa, Pak? Berapa jumlah
siswanya?”
Guru A : “Rata-rata 32. Tapi, di kelas XI ada yang 36.”
Peneliti : “Itu sudah memenuhi standar?”
Guru A : “SNP itu 32. Ya, kalau rata-rata sih memenuhi, tapi untuk
beberapa kasus kayak kelas yang saya ajar 36 gitu, itu karena
MIA1 sama MIA2 emang dibatasin jumlahnya. 28
maksimum, sehingga yang lebih-lebih dioper ke kelas saya.
Kalau kelas XII antara 30 sampai 32. Kelas X juga.”
Wan/D1/KS/
11-06-
2015/T3
Peneliti : “Untuk jumlah jam pelajaran fisika per minggu, itu berbeda
antara kelas X, kelas XI, dan kelas XII?”
Guru A : “Kelas X sama kelas XI sekarang 4 jam, sesuai dengan
Kurikulum 2013. Kalau kelas XII itu 5 jam.”
Peneliti : “Kelas XII-nya itu masih Kurikulum 2006, ya?”
Guru A : “Kurikulum 2006. Makanya setelah mereka bubar, tahun depan
mati fisikanya, hilang jamnya 8 jam.”
Wan/D1/KS/
11-06-
2015/T4
Peneliti : “Kalau tempat pembelajaran fisika biasanya di mana?”
Guru A : “Di kelas sama di lab.”
Peneliti : “Nggak ada lagi di luar itu?”
Guru A : “Di lab komputer kadang. Kan kadang kayak Buk Rusmila
sering makek. Dia sering ngajarnya dengan pembelajaran
online kan, sehingga tesnya harus online juga, sehingga
siswanya dibawa ke lab komputer.”
Wan/D1/KS/
11-06-
Peneliti : “Kalau kepala sekolah sendiri supervisinya kayak gimana,
Pak?”
Lampiran 4.10
Page 415
403
2015/T5 Guru A : “Supervisi diserahkan ke tim. Ada tim supervisi. Untuk fisika,
saya yang supervisi.”
Peneliti : “Bagaimana supervisinya, Pak?”
Guru A : “Supervisi sih saya lebih cenderung melihat bagaimana guru
mengajar. Kalau persiapan pembelajaran, ya formalitas aja.
Kalau sudah ada, okay. Tapi, di ngajarnya kita lihatin apa ada
yang kurang. Api, dalam satu semester cuman sekali saya
supervisi. Kadang saya lihatin sekilas aja. Karena kadang ada
guru yang akan resisten kalau diliatin ke kelas. Buk Dewi
contohnya, agak resisten kalau diliatin ke kelas. Sama guru
kayak gitu, saya lebih menggunakan pendekatan personal.”
Peneliti : “Kalau ada masalah gimana itu bahasnya, Pak?”
Guru A : “Biasanya kita bahas di MGMP.”
Wan/D1/KS/
11-06-
2015/T6
Peneliti : “Bagaimana penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 yang
dilakukan guru fisika, Pak?”
Kepsek : “Sebagian besar sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum, tapi
ada beberapa bagian yang tidak berjalan dengan maksimal,
seperti pada penilaian. Kita tahu kalau di Kurikulum 2013 itu
penilainnya banyak sekali. Nah, biasanya guru tidak dapat
melakukan semua penilaian itu dengan maksimal. Penyebabnya
yak arena keterbatasan waktu.”
Wan/D1/KS/
11-06-
2015/T7
Peneliti : “Bagaimana upaya Bapak peningkatkan pemahaman guru
tentang Standar Proses Kurikulum 2013?”
Kepsek : “Kita rutin mengadakan workshop kurikulum setiap awal
semester. Kemudian untuk workshop pusat, kita juga telah
beberapa kali mengirim guru untuk mengikutinya.”
Wan/D1/KS/
11-06-
2015/T8
Peneliti : “Kemudian fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah sudah
memadai, Pak?”
Kepsek : “Sebagian besar sudah memadai. Tapi, ada beberapa alat di
laboratorium fisika yang rusak, seperti tangki riak.”
Page 416
404
TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/PGW/23-04-2015
Kode Temuan
Wan/D1/PG
W/23-04-
2015/T1
Peneliti : “Niki tiang mau nanya. Teknis pengawasan Kurikulum 2013
itu bagaimana, Pak?”
Pengawas : “Eee begini. Jadi, kalau kami di SMA 1, yang pertama,
istilahnya kita mengadakan pemantauan atau observasi dulu.
Pada saat observasi tersebut, yang kami observasi pertama-
tama itu adalah dokumen. Kemudian yang kami minta itu
adalah perangkat pembelajaran yang sesuai dengan
Kurikulum 2013. Jadi, dari perangkat pembelajaran yang kami
minta itu, apakah itu yang namanya silabus, apakah itu yang
namanya RPP, nah itulah yang kita nilai. Nah, setelah kita
mengadakan observasi dokumen, baru kita mengadakan
diskusi. Jadi, diskusinya di sana memecahkan permasalahan,
kira-kira apa yang belum dipahami dalam penerapannya itu
sendiri. Nah, karena kebetulan di SMA 1 itu kan gurunya
orang-rang pilihan, kan, sehingga pada umumnya kita tidak
perlu menggurui, sehingga sifatnya kita itu berkolaborasi. Itu
rasa-rasanya yang kami lakukan. Nah, setelah itu, baru dia
terapkan sesuai yang ada, dia menerapkan di kelasnya. Nah,
karena kami telah mempercayai guru-guru di sana, kami
belum sempat melakukan observasi kelas.
Wan/D1/PG
W/23-04-
2015/T2
Peneliti : “Mangkin (sekarang) terakhir, Pak. Kalau menurut pandangan
Bapak sendiri sebagai seorang pengawas, kira-kira apa
bagian dari Kurikulum 2013 yang kayaknya sulit sekali
diterapkan sama guru, sehingga sampai saat ini belum bisa
diterapkan?”
Pengawas : “Yang menjadi permasalahan umum guru-guru terkait
pembelajaran dengan Kurikulum 2013 itu adalah banyaknya
permintaan dari pusat. Padahal awalnya, dijanjikan bahwa
guru tinggal action. Awalnya didengang-dengungkan oleh
pemerintahan pusat bahwa guru jangan lagi dibebankan
dengan administrasi tetek bengek (segala macam), tinggal
action. Setelah itu, kenyataannya, dengan adanya aturan
yang dibuat, inovasi guru tertekan. Karena apa? Memang
KI-KI nya itu sudah disiapkan sama pemerintah, selanjutnya
silabus juga sudah, yang belum itu kan RPP nya, yang harus
dibuat oleh guru dengan mengacu ke permen-permen itu.
Sebagai contoh dalam materi vektor, itu aturannya harus
menerapkan model pembelajaran ini, namun kalau
kenyataannya kondisi siswanya tidak cocok dengan model
itu, kan gurunya memaksakan membuat perangkat
pembelajaran RPP kayak gitu. Kalau kemarin pas KTSP,
Lampiran 4.11
Page 417
405
guru bebas menentukan model apa yang digunakan,
pemerintah pusat hanya menentukan kerangka-kerangkanya
saja. Tapi, kalau Kurikulum 2013 semua itu sendiri, tetek
bengek nya harus dibuat. Itu yang menjadi keluhan daripada
guru. Kalau dulu buat RPP paling-paling 2-3 halaman, tapi
kalau sekarang, satu RPP bisa sampai 6-7 halaman. Kenapa
itu harus lengkap sekali, dari segi KI4, keterampilannya, itu
kita harus memuat semuanya. Selanjutnya dari segi
evaluasinya, banyak sekali. Kalau seandainya guru diberikan
keleluasaan mengembangkan itu dengan kerangka-kerangka
saja, rasa-rasanya Kurikulum 2013 aman. Berdasarkan hasil
diskusi dengan guru-guru yang tiang awasi, kok tugas kita
hanya terfokus pada administrasi saja. Administrasi yang
baik belum tentu hasilnya baik.”
Wan/D1/PG
W/23-04-
2015/T3
Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian dari hasil pengawasan selama ini,
kira-kira ada nggak permasalahan dari perencanaan sampai
evaluasi itu, Pak? Yang dialami sama Pak Mahardika sareng
Buk Dayu?”
Pengawas : “Kalau Pak Mahardika, kembali lagi, kalau yang dibilang
permasalahan, kok sulit saya mengatakan, ini ada
masalahnya begini, karena dia sudah mengacu dan sesuai
dengan permen-permen Kurikulum 2013.”
Peneliti : “Kalau dari segi Buk Dayu?”
Pengawas : “Kalau Dayu, yang kita temukan kemarin itu berkaitan dengan
penilaian KI1 dan KI2. KI1 dan KI2-nya itu kalau kita lihat,
di sana yang namanya KI1 kan secara tidak langsung, tapi
harus dibikinkan indikator evaluasinya, itu yang masih jadi
permasalahan secara umum, gitu. KI2 sosialnya juga itu, kan
untuk sejumlah siswa harus dievaluasi secara simultan, nah
itu yang jadi masalah. Sehingga, belum bisa terlaksana
secara utuh. Paling-paling dia memberikan penilaian baru,
yang semestinya sampai lima komponen, baru 1 sampai 3
yang sudah dilakukan, yang lain belum. Tidak bisa
dilaksanakan secara simultan, begitulah.”
Page 418
LAMPIRAN 5
TRANSKRIP OBSERVASI
PENELITIAN
Lampiran 5.1 Checklist Observasi Guru A
Lampiran 5.2 Checklist Observasi Guru B
Lampiran 5.3 Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru A
Lampiran 5.4 Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru A
Lampiran 5.5 Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru A
Lampiran 5.6 Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru B
Lampiran 5.7 Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru B
Lampiran 5.8 Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru B
Page 419
406
PEDOMAN OBSERVASI (CHECKLIST)
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA
DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSESKURIKULUM 2013
(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)
Subjek: Guru A
No. Aspek Indikator Observasi ke-
Ket. 1 2 3
1 Perencanaan
Pembelajaran
(RPP)
A. Identitas
1. Memuat nama sekolah
2. Memuat nama mata pelajaran
3. Memuat kelas/semester
4. Memuat nama materi pokok
sesuai KD
5. Memuat alokasi waktu
pembelajaran
B. Memuat Kompetensi Inti
(KI) yang sesuai dengan
silabus
C. Kompetensi Dasar (KD)
6. Memuat KD dari KI 1 yang
relevan dengan KD KI 3
7. Memuat KD dari KI 2 yang
relevan dengan KD KI 3
8. Memuat KD dari KI 3 yang
sesuai dengan silabus
9. Memuat KD dari KI 4 yang
relevan dengan KD KI 3
D. Indikator
10. Memuat indikator sesuai
dengan KI dan KD
11. Memuat indikator yang
meliputi dimensi sikap,
keterampilan, dan
pengetahuan
12. Penyusunan indikator
menggunakan kata kerja
operasional yang
mengandung satu prilaku
yang dapat diobservasi.
13. Indicator mencakup level
berpikir tinggi (analisis,
evaluasi, atau mencipta).
14. Meliputi pengetahuan
faktual, konseptual,
prosedural, dan/atau
metakognitif (learning how
to learn)
Lampiran 5.1
Page 420
407
E. Tujuan Pembelajaran
15. Tujuan pembelajaran
bersifat realistik, dapat
dicapai melalui proses
pembelajaran
16. Tujuan pembelajaran
relevan dengan kompetensi
dasar dan indikator
17. Tujuan pembelajaran
mencakup pengembangan
sikap, keterampilan, dan
pengetahuan
18. Tujuan pembelajaran
mengandung unsur
menciptakan karya
F. Materi Pembelajaran
19. Relevan dengan tujuan
pembelajaran.
20. Sesuai dengan potensi
peserta didik
21. Kontekstual
22. Sesuai dengan
perkembangan fisik,
intelektual, emosional,
sosial, dan spiritual siswa
23. Bermanfaat untuk siswa
24. Materi yang disajikan
aktual
25. Relevan dengan kebutuhan
siswa
26. Materi dikelompokkan
dalam kategori fakta,
konsep, prinsip, prosedur
G. Media Pembelajaran
27. Sesuai dengan tujuan
pembelajaran
28. Memudahkan siswa
menguasai materi pelajaran
29. Memfasilitasi siswa
menerapkan pendekatan
saintifik
30. Memberdayakan teknologi
informasi dan komunikasi
H. Metode Pembelajaran
31. Sesuai dengan tujuan
pembelajaran
32. Sesuai dengan pendekatan
saintifik
33. Sesuai dengan model model
Page 421
408
inkuiri, pembelajaran
berbasis masalah, atau
proyek
34. Mengembangkan kapasitas
individu dan kerja sama
peserta didik
I. Kegiatan Pembelajaran
35. Menampilkan kegiatan
pendahuluan, inti, dan
penutup
36. Menjelaskan tujuan
pembelajaran
37. Merencanakan kegiatan
siswa mengamati
38. Merencanakan kegiatan
siswa menanya
39. Merancang kegiatan siswa
mencoba
40. Merancang kegiatan siswa
menalar atau mengasosiasi
41. Merancang kegiatan siswa
membentuk jejaring atau
mengomunikasikan produk
penalarannya
42. Merencanakankan kegiatan
siswa berkarya atau
mencipta
43. Memuat rencana kegiatan
tindak lanjut (penugasan,
remedial, dan pengayaan)
J. Penilaian
44. Menilai ketercapain
indikator hasil belajar
45. Mengukur sikap,
pengetahuan, dan
keterampilan
46. Merancang penilaian
otentik
47. Memuat rancangan
instrumen tes
48. Merancang penilaian tugas
49. Menetapkan pedoman
penskoran
2 Pelaksanaan
Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
50. Mengkondisikan suasana
belajar yang menyenangkan
51. Mendiskusikan kompetensi
yang sudah dipelajari
sebelumnya beserta
Page 422
409
kaitannya dengan
kompetensi yang akan
dipelajari
52. Menyampaikan kompetensi
yang akan dicapai dan
manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari
53. Menyampaikan garis besar
cakupan materi dan
kegiatan yang akan
dilakukan
54. Menyampaikan lingkup dan
teknik penilaian yang akan
digunakan
2. Kegiatan Inti
55. Menyesuiakan materi
dengan tujuan pembelajaran
56. Mengaitkan materi dengan
pengetahuan lain yang
relevan, perkembangan
Iptek, dan kehidupan nyata
(kontekstual)
57. Menyajikan materi secara
sistematis (mudah ke sulit,
dari konkrit ke abstrak).
58. Menguasai kelas
59. Melaksanakan
pembelajaran yang bersifat
konseptual
60. Melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan
RPP
61. Melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan
alokasi waktu yang
direncanakan
62. Melaksanakan
pembelajaran yang
berdampak pada
pengembangan aspek
religius siswa
63. Melaksanakan
pembelajaran yang
berdampak pada
pengembangan aspek sosial
siswa
64. Memberikan pertanyaan
mengapa dan bagaimana
65. Memancing peserta didik
Page 423
410
untuk bertanya
66. Memfasilitasi peserta didik
untuk mengamati
67. Memfasilitasi peserta didik
untuk mencoba
68. Memfasilitasi peserta didik
untuk menganalisis.
69. Memberikan pertanyaan
kepada peserta didik untuk
menalar
70. Menyajikan kegiatan
peserta didik untuk
berkomunikasi
71. Menunjukkan keterampilan
dalam penggunaan sumber
belajar
72. Menunjukkan keterampilan
dalam penggunaan media
pembelajaran
73. Melibatkan peserta didik
dalam pemanfaatan
sumber belajar
pembelajaran
74. Melibatkan peserta didik
dalam pemanfaatan
media pembelajaran
75. Menumbuhkan partisipasi
aktif peserta didik melalui
interaksi guru, peserta
didik, sumber belajar
76. Merespon positif partisipasi
peserta didik
77. Menunjukkan sikap terbuka
terhadap respons peserta
didik
78. Menunjukkan hubungan
antar pribadi yang kondusif
79. Menumbuhkan keceriaan
atau antuisme peserta didik
dalam belajar
80. Menggunakan bahasa lisan
secara jelas dan lancar
81. Menggunakan bahasa tulis
yang baik dan benar
3. Kegiatan Penutup
82. Membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran dengan
melibatkan siswa
83. Melakukan refleksi
Page 424
411
terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan (kuis)
84. Mengumpulkan hasil kerja
sebagai bahan portofolio
85. Memberikan umpan balik
terhadap proses dan hasil
pembelajaran (PR)
86. Menyampaikan rencana
pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
3 Evaluasi
Pembelajaran
A. Penilaian Aspek Sikap
87. Memiliki pedoman
penilaian observasi
88. Melakukan penilaian
observasi secara sistematis
dan berkesinambungan
89. Memiliki pedoman
penilaian diri
90. Mengadakan penilaian diri
untuk peserta didik
91. Memiliki pedoman
penilaian teman sejawat
92. Mengadakan penilaian
teman sejawat untuk peserta
didik
93. Memiliki pedoman
penilaian jurnal
94. Melakukan penilaian jurnal
B. Penilaian Aspek Pengetahuan
96. Memiliki pedoman
penilaian tertulis
97. Melakukan penilaian
tertulis
98. Memiliki pedoman
penilaian lisan
99. Melakukan penilaian lisan
C. Penilaian Aspek Keterampilan
100. Memiliki pedoman
penilaian kinerja
praktikum
101. Melakukan penilaian
kinerja praktikum
102. Memiliki pedoman
penilaian proyek
103. Melakukan penilaian
proyek
104. Memiliki pedoman
penilaian portofolio
105. Melakukan penilaian
Page 425
412
portofolio
D. Remedi dan Pengayaan
106. Memberikan remedi bagi
siswa yang nilainya di
bawah KKM
107. Memberikan pengayaan
bagi siswa yang nilainya
telah memenuhi KKM
Keterangan
: Indikator yang dimaksud telah dilakukan
- : Indikator yang dimaksud tidak dilakukan
Page 426
413
PEDOMAN OBSERVASI (CHECKLIST)
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA
DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSESKURIKULUM 2013
(STUDI KASUS DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 SINGARAJA)
Subjek: Guru B
No. Aspek Indikator Observasi ke-
Ket. 1 2 3
1 Perencanaan
Pembelajaran
(RPP)
A. Identitas
1. Memuat nama sekolah
2. Memuat nama mata pelajaran
3. Memuat kelas/semester
4. Memuat nama materi pokok
sesuai KD
5. Memuat alokasi waktu
pembelajaran
B. Memuat Kompetensi Inti
(KI) yang sesuai dengan
silabus
C. Kompetensi Dasar (KD)
6. Memuat KD dari KI 1 yang
relevan dengan KD KI 3
7. Memuat KD dari KI 2 yang
relevan dengan KD KI 3
8. Memuat KD dari KI 3 yang
sesuai dengan silabus
9. Memuat KD dari KI 4 yang
relevan dengan KD KI 3
D. Indikator
10. Memuat indikator sesuai
dengan KI dan KD
11. Memuat indikator yang
meliputi dimensi sikap,
keterampilan, dan
pengetahuan
12. Penyusunan indikator
menggunakan kata kerja
operasional yang
mengandung satu prilaku
yang dapat diobservasi.
13. Indicator mencakup level
berpikir tinggi (analisis,
evaluasi, atau mencipta).
14. Meliputi pengetahuan
faktual, konseptual,
prosedural, dan/atau
metakognitif (learning how
to learn)
Lampiran 5.1
Page 427
414
E. Tujuan Pembelajaran
15. Tujuan pembelajaran
bersifat realistik, dapat
dicapai melalui proses
pembelajaran
16. Tujuan pembelajaran
relevan dengan kompetensi
dasar dan indikator
17. Tujuan pembelajaran
mencakup pengembangan
sikap, keterampilan, dan
pengetahuan
18. Tujuan pembelajaran
mengandung unsur
menciptakan karya
F. Materi Pembelajaran
19. Relevan dengan tujuan
pembelajaran.
20. Sesuai dengan potensi
peserta didik
21. Kontekstual
22. Sesuai dengan
perkembangan fisik,
intelektual, emosional,
sosial, dan spiritual siswa
23. Bermanfaat untuk siswa
24. Materi yang disajikan
aktual
25. Relevan dengan kebutuhan
siswa
26. Materi dikelompokkan
dalam kategori fakta,
konsep, prinsip, prosedur
G. Media Pembelajaran
27. Sesuai dengan tujuan
pembelajaran
28. Memudahkan siswa
menguasai materi pelajaran
29. Memfasilitasi siswa
menerapkan pendekatan
saintifik
30. Memberdayakan teknologi
informasi dan komunikasi
H. Metode Pembelajaran
31. Sesuai dengan tujuan
pembelajaran
32. Sesuai dengan pendekatan
saintifik
33. Sesuai dengan model model
Page 428
415
inkuiri, pembelajaran
berbasis masalah, atau
proyek
34. Mengembangkan kapasitas
individu dan kerja sama
peserta didik
I. Kegiatan Pembelajaran
35. Menampilkan kegiatan
pendahuluan, inti, dan
penutup
36. Menjelaskan tujuan
pembelajaran
37. Merencanakan kegiatan
siswa mengamati
38. Merencanakan kegiatan
siswa menanya
39. Merancang kegiatan siswa
mencoba
40. Merancang kegiatan siswa
menalar atau mengasosiasi
41. Merancang kegiatan siswa
membentuk jejaring atau
mengomunikasikan produk
penalarannya
42. Merencanakankan kegiatan
siswa berkarya atau
mencipta
43. Memuat rencana kegiatan
tindak lanjut (penugasan,
remedial, dan pengayaan)
J. Penilaian
44. Menilai ketercapain
indikator hasil belajar
45. Mengukur sikap,
pengetahuan, dan
keterampilan
46. Merancang penilaian
otentik
47. Memuat rancangan
instrumen tes
48. Merancang penilaian tugas
49. Menetapkan pedoman
penskoran
2 Pelaksanaan
Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
50. Mengkondisikan suasana
belajar yang menyenangkan
51. Mendiskusikan kompetensi
yang sudah dipelajari
sebelumnya beserta
Page 429
416
kaitannya dengan
kompetensi yang akan
dipelajari
52. Menyampaikan kompetensi
yang akan dicapai dan
manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari
53. Menyampaikan garis besar
cakupan materi dan
kegiatan yang akan
dilakukan
54. Menyampaikan lingkup dan
teknik penilaian yang akan
digunakan
2. Kegiatan Inti
55. Menyesuiakan materi
dengan tujuan pembelajaran
56. Mengaitkan materi dengan
pengetahuan lain yang
relevan, perkembangan
Iptek, dan kehidupan nyata
(kontekstual)
57. Menyajikan materi secara
sistematis (mudah ke sulit,
dari konkrit ke abstrak).
58. Menguasai kelas
59. Melaksanakan
pembelajaran yang bersifat
konseptual
60. Melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan
RPP
61. Melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan
alokasi waktu yang
direncanakan
62. Melaksanakan
pembelajaran yang
berdampak pada
pengembangan aspek
religius siswa
63. Melaksanakan
pembelajaran yang
berdampak pada
pengembangan aspek sosial
siswa
64. Memberikan pertanyaan
mengapa dan bagaimana
65. Memancing peserta didik
Page 430
417
untuk bertanya
66. Memfasilitasi peserta didik
untuk mengamati
67. Memfasilitasi peserta didik
untuk mencoba
68. Memfasilitasi peserta didik
untuk menganalisis.
69. Memberikan pertanyaan
kepada peserta didik untuk
menalar
70. Menyajikan kegiatan
peserta didik untuk
berkomunikasi
71. Menunjukkan keterampilan
dalam penggunaan sumber
belajar
72. Menunjukkan keterampilan
dalam penggunaan media
pembelajaran
73. Melibatkan peserta didik
dalam pemanfaatan
sumber belajar
pembelajaran
74. Melibatkan peserta didik
dalam pemanfaatan
media pembelajaran
75. Menumbuhkan partisipasi
aktif peserta didik melalui
interaksi guru, peserta
didik, sumber belajar
76. Merespon positif partisipasi
peserta didik
77. Menunjukkan sikap terbuka
terhadap respons peserta
didik
78. Menunjukkan hubungan
antar pribadi yang kondusif
79. Menumbuhkan keceriaan
atau antuisme peserta didik
dalam belajar
80. Menggunakan bahasa lisan
secara jelas dan lancar
81. Menggunakan bahasa tulis
yang baik dan benar
3. Kegiatan Penutup
82. Membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran dengan
melibatkan siswa
83. Melakukan refleksi
Page 431
418
terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan (kuis)
84. Mengumpulkan hasil kerja
sebagai bahan portofolio
85. Memberikan umpan balik
terhadap proses dan hasil
pembelajaran (PR)
86. Menyampaikan rencana
pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
3 Evaluasi
Pembelajaran
A. Penilaian Aspek Sikap
87. Memiliki pedoman
penilaian observasi
88. Melakukan penilaian
observasi secara sistematis
dan berkesinambungan
89. Memiliki pedoman
penilaian diri
90. Mengadakan penilaian diri
untuk peserta didik
91. Memiliki pedoman
penilaian teman sejawat
92. Mengadakan penilaian
teman sejawat untuk peserta
didik
93. Memiliki pedoman
penilaian jurnal
94. Melakukan penilaian jurnal
B. Penilaian Aspek Pengetahuan
96. Memiliki pedoman
penilaian tertulis
97. Melakukan penilaian
tertulis
98. Memiliki pedoman
penilaian lisan
99. Melakukan penilaian lisan
C. Penilaian Aspek Keterampilan
100. Memiliki pedoman
penilaian kinerja
praktikum
101. Melakukan penilaian
kinerja praktikum
102. Memiliki pedoman
penilaian proyek
103. Melakukan penilaian
proyek
104. Memiliki pedoman
penilaian portofolio
105. Melakukan penilaian
Page 432
419
portofolio
D. Remedi dan Pengayaan
106. Memberikan remedi bagi
siswa yang nilainya di
bawah KKM
107. Memberikan pengayaan
bagi siswa yang nilainya
telah memenuhi KKM
Keterangan
: Indikator yang dimaksud telah dilakukan
- : Indikator yang dimaksud tidak dilakukan
Page 433
420
Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru A
Kode : Obs/D1/GA/08-04-2015
Jenis Data : Observasi Kelas
Subjek Penelitian : Guru A
Hari/Tanggal : Rabu, 8 April 2015
Pokok Bahasan : Tekanan pada Gas Ideal
Jam : 10.20 WITA – 11.30 WITA
Tempat : Ruang Kelas XI MIA 6
Siswa : “Pada Asana, Ngaturang Panganjali. Om Swastyastu’.
Guru A : “Om Swastyastu. Hari ini kita akan melanjutkan materi tentang tekanan
gas, gas ideal. Hari ini kalian akan bekerja berkelompok. Yang harus
kalian cari pada saat bekerja kelompok adalah, yang pertama, faktor-
faktor yang mempengaruhi tekanan ideal pada suatu ruangan tertentu,
berikutnya persamaan gas ideal, yang berikutnya adalah persamaan
kecepatan gas ideal. Tapi sebelum lanjut, kita cek dulu ni. Asumsi
untuk gas ideal apa aja?”
Siswa : “Asumsi itu apa, Pak?”
Guru A : “Yang disebut ideal itu seperti apa?”
Siswa : “Tidak ada interaksi antara molekul gas”
Guru A : “Tidak ada interaksi antara molekul gas, betul. Ada lagi?”
Siswa : “Dalam suatu wadah, partikel mengalami tumbukan yang…”
Guru A : “Tumbukan yang? Lenting sempurna, ya boleh.
Siswa : “Partikel gas bergerak dalam segala arah.”
Guru A : “Oke, betul. Itu akan kita gunakan nanti dalam menentukan faktor-
faktor yang mempengaruhi gerak partikel.”
Guru A : “Sekarang silahkan kembali ke kelompok masing-masing, kelompok
paket itu, projek kalian, yak ke kelompok itu, dan ini akan saya
bagikan LKS-nya.
(Siswa duduk berkelompok. Terdapat enam kelompok, yaitu tiga kelompok di
bagian depan (kiri, tengah, kanan) dan tiga kelompok di bagian belakang (kiri,
tengah kanan). Guru A membagikan LKS)
Guru A : “Sudah? Kalian punya waktu sekitar 20 menit untuk mendiskusikan itu.
Robek LKSnya potong jadikan dua biar semua temen kalian bisa baca.
20 menit ya dari sekarang. Baca buku, silahkan. Hasilnya kita
diskusikan dan dikumpulkan.
(Siswa aktif berdiskusi dalam kelompok. Mencari informasi dari sumber buku dan
internet dengan menggunakan laptop. Guru A mendekati kelompok 1 dan
memperhatikan mereka berdiskusi. Kemudian Guru A mendekati kelompok 2)
Guru A : “Nomor satu tinggal cari ya, nomor dua yang harus kalian diskusikan.
Perhatikan asumsi itu untuk menjawab yang nomor dua. Ni ada
Lampiran 5.2
Page 434
421
ruangan, ada banyak anak disitu, semuanya bergerak acak kemana-
mana, bisa terjadi tumbukan anak dengan anak, anak dengan dinding.
Sekarang kira-kira kalau dindingnya mengalami tekanan, maka
tekanannya dihasilkan oleh siapa?”
(Guru A kemudian meninggalkan kelompok 2 dan berjalan menuju kelompok 3.
Guru A meninggalkan kelompok 3 dan mengambil RPP dari dalam tasnya. Guru
A kemudian mendekati kelompok 4)
Guru A : “Kelompok ini udah sampai mana?”
Siswa : “Nomor satu, Pak.”
Guru A : “Satu? Yang B sudah ada yang bikin?”
Siswa : “Sudah, Pak.”
Guru A : “Sudah? Masalahnya apa yang B?”
(Siswa membaca soal pada LKS. Guru A dengan menggunakan ekspresi gerak
tubuh berusaha menjelaskan permasalahan B)
Guru A : “Ada kardus, ada anginnya di dalamnya, wara-wiri, gag tau kita angin
yang mana. Bisa jadi antar anak tabrakan, bisa jadi dengan dinding
tabrakan, yang menyebabkan ini tu adalah apa?
Siswa : “Gaya tarik.”
Guru A : “Ya, silahkan kerjakan.”
(Guru A meninggalkan kelompok 4 dan bergerak mendekati kelompok yang lain.
Alokasi waktu untuk diskusi kelompok habis dan soal dibahas bersama-sama oleh
Guru A dan semua siswa)
Guru A : “Nomor satu perlu kita bahas?”
Siswa : “Perlu.”
(Masing-masing perwakilan kelompok menyampaikan jawabannya dan Guru A
menulis di papan tulis)
Guru A : “Baik, ini adalah asumsi yang digunakan untuk gas ideal, tapi
kenyataannya sebenarnya gas itu tidak seperti ini. Gas terbangun atas
partikel, kalau partikel pasti punya massa, kalau punya massa, pasti
ada gaya interaksi antar massa, yang kita sebut sebagai gaya gravitasi.
Tetapi, karena disini ukurannya sangat kecil, sehingga nilai gaya
interaksinya bisa kita abaikan. Kemudian, tidak ada, dikenyataannya
tidak ada tumbukan lenting sempurna. Lanjut ke 2A, kelompok 6, 2A,
tolong dibacakan.”
Siswa : “Penyebab tekanan yang diterima oleh dinding kardus, gerakan yang
diberikan beberapa anak dijalankan ke segala arah.”
Guru A : “Okay, kelompok enam, jawabannya tekanan pada dinding itu, katanya
disebabkan oleh gerakan anak itu ke segala arah. Ada yang mau
menanggapi? Kelompok dua? Gimana?
Siswa : “Kalau gerak partikelnya ….”
(Guru A menuliskan jawaban kelompok enam dan kelompok dua di papan tulis)
Page 435
422
Guru A : “Kelompok enam, karena gerakan acak dari segala arah, kelompok dua,
tadi apa?”
Siswa : “Tumbukan.”
Guru A : “Tumbukan? Tumbukan siapa dengan siapa?”
…………
Guru A : “Ada yang bisa menjelaskan bagaimana momentum bisa mempengaruhi
tekanan?”
(Siswa terdiam)
Guru A : “Jika P naik, maka momentum yang diterima oleh dinding bertambah,
sehingga momentumnya makin besar. Dan harus diingat bahwa
impuls itu adalah perubahan momentum. Kalau perubahan momentum
itu semakin besar, impulsnya?”
Siswa : “Semakin besar.”
Guru A : “Nah, impuls itu rumus lainnya kan gaya kali delta t. Berarti kalau
impulsnya membesar, gayanya?”
Siswa : “Besar.”
Guru A : “Berarti gaya yang diterima dinding makin besar. Tekanan itu
definisinya adalah F/A. Kalau gayanya makin besar, tekanannya?”
Siswa : “Makin besar.”
Guru A : “Jadi, jawaban dari kelompok tiga benar.”
…………
Guru A : “Nah, tadi kelompok empat menyatakan kalau ruangannya makin besar,
maka tekanannya akan mengecil. Karena tadi apa? ruangannya
tambah besar, sehingga?”
Siswa : “Jarak antar partikelnya menjadi lebih jarang.”
Guru A : “Akibatnya, tekanannya menjadi lebih kecil. Itu juga didukung oleh
pernyataan Boyle. Jika T1 lebih kecil dari T2, maka secara otomatis,
tekanan di awal pasti lebih besar dari tekanan akhir. Ada yang mau
berpendapat lagi?”
(Siswa terdiam)
Guru A : “Tidak ada? Okay, kita simpulin berarti. Kalau volume bertambah,
tekanannya jadi lebih kecil, ya?”
Guru A : “Iya.”
Guru A : “Itu artinya apa, tu?”
(Siswa terdiam)
Guru A : “Tekanan sebanding dengan volume?”
Siswa : “Berbanding terbalik.”
Guru A : “Berbandik terbalik dengan volume, ya. Berarti kalau volumenya
membesar, tekananya?”
Siswa : “Membesar.”
Guru A : “Jawaban berikutnya berarti udah ketemu. Kelompok 5, silahkan
disampaikan jawabannya.”
Page 436
423
(Perwakilan kelompok 5 menyampaikan jawabannya dan Guru A menulis
jawaban tersebut di papan tulis)
Guru A : “Masa partikel bisa kita ubah-ubah nggak?”
Siswa : “Nggak, Pak.”
Guru A : “Jawabannya kita lihat dari rumus ini aja sebenernya. Kecepatan naik,
tekanan bertambah. Oh, berarti kecepatan mempengaruhi. Jumlah
partikel naik, tekanan bertambah. Oh, berarti jumlah partikel
mempengaruhi. Volumenya berbanding terbalik. Berarti ada tiga
faktor yang menentukan besar tekanan gas pada dinding ini. Ada
volume, jumlah partikel, dan kecepatan partikel. Sekarang
berdasarkan yang kalian temukan ini, cobak tuliskan persamaannya.
Kelompok 6 silahkan”
(Perwakilan kelompok 6 maju menuliskan persamaan tersebut di papan tulis)
Guru A : “Bisa dijelaskan makna rumus tersebut?”
(Siswa menjelaskan rumus tersebut)
Guru A : “Bagaimana saya bisa menjelaskan V kecepatan dengan V volume?”
Siswa : “V untuk kecepatan lebih kecil.”
Guru A : “Iya. Terimakasih. Kasih applause dulu untuk Ade.”
(Guru A dan siswa bertepuk tangan)
Siswa : “Pak, kenapa rumusnya isi 1/3?”
Guru A : “Kenapa isi 1/3 itu nggak bakal saya turunin. Ya, ada yang bisa bantu
sebelum saya jelasin?”
(Siswa terdiam)
Guru A : “Nah, tadi kita kan berasumsi bahwa kecepatan partikel itu adalah acak
ke segala arah. Kalau kita berbicara partikel, berarti kita hanya bisa
berbicara translasi. Kalau kita bahas translasi, berarti kita hanya
ngomongin kordinat x, y, dan z. Karena partikel bergerak ke segala
arah, berarti kita asumsikan dia bergerak ke sumbu x, sumbu y dan
sumbu z. Berikutnya, kan kita nggak bisa ngomongin, oh partikel
yang ini bergerak ke sini, partikel yang lain bergerak ke sana. Kita
asumsikan saja partikelnya bergerak satu arah. Karena dia bergerak
dalam tiga koordinat, sedangkan yang kita analisis cuman satu sumbu
aja, maka kecepatannya adalah 1/3 dari kecepatannya ke segala arah
itu. Sehingga rumusnya isi 1/3. Ada lagi yang bertanya? Silahkan.”
(Siswa terdiam)
Guru A : “Okay, kalau nggak ada yang bertanya, saya yang bertanya sekarang.
Kan persamaan ini dapat segini. Nah, saya juga punya persamaan
energy kinetik,
, gimana hubungannya v di sini dengan
energi kinetik.”
(Beberapa orang siswa angkat tangan)
Guru A : “Ya, Aldi.”
(Siswa menuliskan jawabannya di papan tulis dan Guru A menuntunnya)
Page 437
424
Guru A : “Ya, terimakasih, Di.”
(Guru A dan siswa yang lain bertepuk tangan)
Guru A : “Yang lain ngerti? Sejalan seperti yang kita bahas tadi, kan V
bertambah kalau P nya bertambah. Kalau n-nya naik, P-nya juga
bertambah, kan?”
Siswa : “Iya.”
Kegiatan Penutup
Guru A : “Baik, sekian untuk hari ini, saya nggak bisa ngajar full karena saya
harus mengikuti diklat di SMA3. Ada pertanyaan?”
Siswa : “Tidak.”
Guru A : “Baik, kita akhiri.”
Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”
Catatan Lapangan
1. Guru melakukan absensi.
2. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan
dilakukan.
3. Guru mengecek pemahaman siswa tentang asumsi-asumsi pada gas ideal.
4. Guru menyampaikan alokasi waktu diskusi kelompok.
5. Guru merespon positif siswa yang bertanya dengan melemparkan pertanyaan
tersebut ke siswa lain terlebih dahulu, sebelum guru yang menjawab.
6. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menampilkan gambar pada
LKS.
7. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa
permasalahan pada LKS dan memberikan pertanyaan mengapa, apa, dan
bagaimana saat pembelajaran berlangsung.
8. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dengan menyuruh siswa
menjelaskan solusi dari latihan soal yang diberikan secara tertulis dan lisan di
depan kelas.
9. Kegiatan inti pembelajaran dilakukan guru dengan metode diskusi kelompok,
ceramah, dan tanya jawab.
10. Guru memberikan tepuk tangan bagi siswa yang telah maju menjawab soal ke
depan kelas.
11. Guru memberikan tips penyelesaian soal dengan konsep fisis dan tanpa
menggunakan rumus.
12. Guru aktif menuntun siswa pada saat diskusi kelompok.
13. Guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media
powerpoint, animasi, dan gambar dalam menyampaikan materi.
14. Guru menyampaikan materi secara sistematis, dari mudah ke sulit dan dari
konkrit ke abstrak.
15. Guru menyampaikan materi secara konseptual dan kontekstual
Page 438
425
16. Guru menggunakan gesture tubuh serta mimik wajah yang ekspresif dalam
menekankan konsep pembelajaran.
17. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan
menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum, serta memberikan jeda
waktu sebelum materi pembelajaran dilanjutkan.
18. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan media pembelajaran LKS.
19. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.
20. Guru menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis dengan baik.
21. Volume suara guru terdengar jelas.
22. Cara berpakaian guru sopan.
23. Guru sering tersenyum dan kadang melontarkan pernyataan humor, sehingga
siswa tertawa.
24. Suasana kelas terlihat kondusif dan tidak tegang.
25. Guru tidak memberikan tugas.
26. Guru menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.
Page 439
426
Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru A
Kode : Obs/D2/GA/04-05-2015
Jenis Data : Observasi Kelas
Subjek Penelitian : Guru A
Hari/Tanggal : Senin, 4 Mei 2015
Pokok Bahasan : Pemanasan Global
Jam : 6-7
Tempat : Ruang Kelas XI MIA 6
Kegiatan Pendahuluan
Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”
Guru A : “Om Swastyastu. Siapa yang nggak hadir hari ini?”
Siswa : “Nihil, Pak.”
Guru A : “Okay, hari ini kalian akan presentasikan Maket yang kalian buat.
Teradapat dua sesi kegiatan. Pertama, saya akan nilai dulu maketnya,
setelah itu baru kalian presentasikan. Silahkan duduk berdasarkan
kelompok kalian masing-masing.”
Kegiatan Inti
(Siswa duduk berkelompok. Guru terlihat mempersiapkan rubrik penilaian
proyek. Guru A kemudian mendekati kelompok 1)
Guru A : “Ini apa proyeknya?”
Siswa : “Vertical farming, Pak.”
Guru A : “Bagaimana proyek ini dapat mengatasi pemanasan global?”
Siswa : “Sistem pertanian ini dapat mengurangi penggunaan lahan pertanian,
sehingga tidak membutuhkan banyak lahan untuk pertanian.”
…………….
(Guru A memberikan nilai pada instrumen penilaian yang dibawanya. Guru A
melanjutkan ke kelompok 2)
Guru A : “Ini apa proyeknya?”
Siswa : “AC ramah lingkungan, Pak.”
Guru A : “Bagaimana alat ini dapat mengatasi pemanasan global?”
Siswa : “Kalau AC yang umum itu kan memakai gas CFC, Pak. AC ini
menggunakan es batu sebagai pendingin. Ini di belakangnya ada kipas
angin yang berfungsi mengalirkan udara dingin ke lingkungan. Nah,
di sini di bagian depan kotak kita buatkan lubang dengan diameter
yang lebih kecil agar tekanan udara yang keluar itu makin besar.”
…………….
(Guru A memberikan nilai pada instrumen penilaian yang dibawanya. Guru A
melanjutkan ke kelompok 3)
Guru A : “Ini apa proyeknya?”
Siswa : “Biogas, Pak.”
Guru A : “Bagaimana proyek ini dapat mengatasi pemanasan global?”
Lampiran 5.3
Page 440
427
Siswa : “Kotoran binatang itu kan menghasilkan gas metana yang dapat
merusak lapisan ozon. Nah, dengan biogas ini, kotoran binatang itu
dimanfaatkan menjadi bahan bakar, dicampur dengan zat kimia,
sehingga menghasilkan gas yang ramah lingkungan.”
…………….
(Guru A memberikan nilai pada instrument penilaian yang dibawanya. Guru A
menanyakan hal yang sama pada kelompok 4)
Guru A : “Ini apa proyeknya?”
Siswa : “Lampu sensor cahaya.”
Guru A : “Bagaimana cara kerjanya?”
Siswa : “Lampu ini telah dihubungkan dengan rangkain sensor cahaya. Nanti
kalau ada cahaya, lampunya akan otomatis mati. Kalau tidak ada
cahaya atau gelap, lampunya otomatis hidup.”
Guru A : “Bagaimana alat ini bisa mengatasi pemanasan global?”
Siswa : “Dengan cara mengurangi penggunaan listrik yang mubazir, Pak.”
Guru A : “Terus apa hubungannya listrik dengan pemanasan global?”
(Siswa kebingungan)
Guru A : “Ya, untuk menghasilkan listrik itu digunakan bahan bakar fosil pada
diesel. Asap bahan bakar fosil itu kan berbahaya bagi ozon. Jadi kalau
listriknya berkurang, penggunaan bahan bakar fosilnya juga
berkurang.”
(Guru A memberikan nilai pada instrument penilaian yang dibawanya)
…………….
Guru A : “Baik, waktu sudah habis, sekarang kalian yang presentasi. Saya kasih
waktu 10 menit untuk presentasi. Nanti pertanyaannya satu arah aja.
Kalau ada siswa yang bertanya, langsung dijawab, selesai. Karena
waktu kita terbatas.”
(Dua orang perwakilan kelompok melakukan presentasi. Setelah siswa presentasi,
Guru A mempersilahkan siswa lain untuk bertanya. Guru A juga ikut bertanya.
Guru A sering mengingatkan siswa alokasi waktu presentasi adalah 10 menit)
Guru A : “Presentasi paling, bagus dari segi tampilan powerpoint, belum
termasuk konten ya, itu yang saya lihat adalah kelompok 1.”
(Semua siwa bertepuk tangan)
Guru A : “Dalam membuat presentasi, dalam satu slide itu maksimum 5 baris.
Jadi, kelompok yang powerpointnya banyak tulisan, itu nilainya kecil.
Kemudian ada beberapa kekurangan kalian. Kan kalian presentasi itu
10 menit, harusnya yang kalian munculkan adalah latar belakang,
kenapa membuat itu, yang kedua, bagaimana terjadinya, yang ketiga
hubungannya dengan pemanasan global, yang keempat kesimpulan,
selesai. Presentasi yang menarik itu presentasi yang mengandung
gambar, animasi, dan video. Saya contohkan kayak kelompok 1 tadi,
sebagian besar dari kalian tertarik, presentasinya lumayan bagus
Page 441
428
karena mereka berbicara tanpa memakai teks, kemudian
powerpointnya memuat gambar, kemudian gambar yang dijelaskan
nyambung dengan apa yang dibicarakan. Jadi, nanti kalian belajar
sama kelompok 1 karena presentasinya bagus sekali. Kemudian ide
yang terbaik dan menarik yang saya lihat adalah kelompok 1 dan
kelompok 5. Cuman kalian tidak terlalu menekankan pada bagaimana
itu bisa mengatasi pemanasan global. Padahal inti dari masalah yang
kita selesaikan adalah bagaimana mengatasi pemanasan global. Yang
paling saya ragukan apakah bekerja atau nggak itu adalah batu Zeolit
karena udaranya nggak datang dari depan. Itu kan ada bagian yang
fungsinya menyerap karbon. Penyerapan karbon dengan batu Zeolit
setahu saya laju reaksinya berjalan lambat, kalau di akuarium laju
reaksinya itu lambat. Tapi kalau di motor, itu cepat sekali kan. Nah,
itu yang saya ragukan. Referensinya ada, nggak.”
Kegiatan Penutup
Guru A : “Okay, untuk pertemuan berikutnya, hari Rabu kita libur, kita masih
punya waktu 2 minggu lagi. Minggu depan kita akan bahas tentang
gelombang, tolong dipelajari definisi gelombang, karakteristik
gelombang, sampai dengan gelombang berjalan. Sekian untuk hari ini,
terimakasih atas presentasi yang sangat menarik dan menghibur. Ada
pertanyaan sebelumnya?”
Siswa : “Tidak.”
Guru A : “Okay, kita akhiri.”
Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”
Catatan Lapangan
1. Guru melakukan absensi.
2. Guru menyampaikan garis besar kegiatan yang akan dilakukan dan alokasi
waktu yang diberikan.
3. Guru memberikan kesempatan siswa bertanya pada saat perwakilan setiap
kelompok melakukan presentasi proyek.
4. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa pertanyaan
apa, mengapa, dan bagaimana ketika guru melakukan penilaian produk dari
proyek siswa.
5. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dengan menugaskan siswa
menjelaskan proyek yang dibuat, baik pada saat penilaian produk maupun
pada saat presentasi.
6. Pada saat siswa presentasi, guru duduk di belakang kelas.
7. Guru melakukan penilaian proyek dengan lembar penilaian dan melalui
komputer.
8. Guru menyampaikan hasil penilaian, yaitu kelompok dengan presentasi dan
ide proyek terbaik.
Page 442
429
9. Guru memberikan tepuk tangan bagi siswa yang telah melakukan presentasi
dan bagi kelompok dengan presentasi dan ide proyek terbaik.
10. Guru mengevaluasi kekurangan dan kelebihan proyek yang dibuat siswa.
11. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan sumber belajar.
12. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.
13. Guru menggunakan bahasa lisan dengan baik.
14. Volume suara guru terdengar jelas.
15. Cara berpakaian guru sopan.
16. Guru sering tersenyum dan kadang melontarkan pernyataan humor, sehingga
siswa tertawa.
17. Guru menyampaikan garis besar materi dan rencana kegiatan pada pertemuan
berikutnya.
18. Guru menugaskan siswa untuk mempelajari definsisi gelombang,
karaktersitik gelombang, dan gelombang berjalan.
Page 443
430
Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru A
Kode : Obs/D3/GA/13-05-2015
Jenis Data : Observasi Kelas
Subjek Penelitian : Guru A
Hari/Tanggal : Senin, 13 Mei 2015
Pokok Bahasan : Gelombang Berjalan
Jam : 6-7
Tempat : Ruang Kelas XI MIA 6
Kegiatan Pendahuluan
Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”
Guru A : “Om Swastyastu. Siapa yang nggak masuk hari ini?”
Siswa : “Nadia, Pak.”
Guru A : “Suratnya ada?”
Siswa : “Ada, Pak.”
(Guru A mengecek surat ijin siswa)
Guru A : “Baik, hari ini kita akan lanjutin materi. Cuman saya hanya bisa sampai
jam 11. Saya harus ke SMA 3, ya.”
Siswa : “Ngapain, Pak?”
Guru A : “Ada pekerjaan yang harus saya kerjakan di situ.”
(Guru A menghidupkan laptop dan siswa membantu mempersiapkan proyektor)
Guru A : “Seperti janji kita kemarin, hari ini kita akan lanjut ke gelombang
berjalan. Minggu depan kita masih punya waktu, ya. Sambil
menunggu laptop saya hidup, ya, saya mau tanya. Misalnya saya
punya tali panjang. Saya rentangkan dari selatan ke utara. Kemudian
saya getarkan tali di sini, di sebelah selatan. Apakah sebuah titik yang
terletak pada tali sebelah sini (utara) langsung bergetar setelah titik
sebelah situ (selatan) digetarkan?”
Siswa : “Tidak.”
Guru A : “Kapan dia bisa ikut bergetar?”
Siswa : “Setelah gelombangnya sampai di sana.”
Guru A : “Ya, betul. Saat gelombangnya yang saya hasilkan di situ sampai di
sini. Kalau misalkan waktu yang dibutuhkan gelombang dari situ ke
sini adalah 2 sekon, kemudian titik sumber gelombang sudah bergetar
selama tiga sekon, di sini sudah bergetar berapa sekon?”
Siswa : “Satu sekon.”
Guru A : “Darimana dapat satunya?”
(Seorang iswa angkat tangan)
Guru A : “Mangtu, gimana?”
Siswa : “Waktu yang dibutuhkan dari sana ke sini kan 2 sekon. Berarti kalau di
sana sudah bergetar 3 sekon, di sini 3-2 yaitu 1 sekon.”
Lampiran 5.4
Page 444
431
Guru A : “Ya, betul. Dan konsep gelombang berjalan, ya kayak gitu. Kalau
sebelumnya kita bicara getaran, yang kita bicarakan hanya sumber
getarannya saja. Tapi, kalau kita bicara gelombang, berarti kita bicara
medium dan medium itu tidak langsung ikut bergetar pada saat benda
mulai bergetar. Di gelombang berjalan yang akan kita pelajari
sekarang kayak gitu.”
Kegiatan Inti
(Guru A menayangkan powerpoint)
Guru A : “Jadi, kemarin kita sudah belajar ini, karakteristik gelombang. Ada
periodenya, ada frekuensi. Sekarang kita belajar yang ini.”
(Guru A menampilkan sebuah slide powerpoint yang memuat gambar proses
merambatnya gelombang dalam medium tali)
Guru A : “Inilah yang terjadi pada saat kita menggetarkan sebuah tali. Pada saat t
sama dengan nol, talinya masih terbentang. Kemudian kita mulai
getarkan, gelombangnya baru sampai di situ. Waktunya bertambah,
akhirnya gelombangnya berjalan ke situ. Nah, sekarang kita misalkan
sumber getaran memiliki persamaan .
(Guru A menulis persamaan di papan tulis)
Guru A : “Ini adalah persamaan getaran di sumbernya. Kemudian getaran ini
merambat melalui medium seperti itu (Guru A menunjuk ke arah
gambar pada slide). Nah, sekarang kita akan menghitung persamaan
simpangan sebuah titik yang terletak pada jarak x dari sumber pada
setiap waktu t.”
(Guru A menampilkan slide baru)
Guru A : “Kita punya titik P di situ (menunjuk ke arah slide) dan kita akan
menentukan waktu getarnya. Jika titik P itu berjarak x dari sumber dan
waktu mencapai titik P itu adalah tX, maka yang O (titik asal sumber
getar) sudah bergetar selama t sekon, waktu bergetar titik P itu adalah
t-tX, sama kayak yang tadi. Ya, waktu perjalanan dari sini sampai sini
adalah 2 sekon, terus di situ sudah bergetar selama 3 sekon, maka di
sini sudah bergetar selama 3 sekon dikurangi waktu perjalanan.
Seperti ini, ya. Nah, sekarang, jadi persamaan getaran di titik P itu
adalah . t di titik P itu kan tadi sama dengan t-tX, ya.
Jika gelombangnya sekarang merambat dengan kecepatan v, maka t-
nya ini akan sama dengan
. Maka akan kita dapat
. Sehingga
. Kita
buat lebih ringkas lagi menjadi . Persamaan ini
adalah persamaan untuk gelombang yang merambat ke kanan. Nanti,
jika gelombangnya merambat kea rah yang lain, maka persamaan itu
bisa kita bikin secara umum menjadi . Kalau
omega dan k bertanda sama berarti dia kan merambat ke kiri. Jika
Page 445
432
omega dan k bertanda beda, maka gelombangnya akan merambat ke
kanan. Kalau yang ini omeganya bertanda positif kan, k-nya bertanda
negatif, tandanya beda, berarti gelombangnya?”
Siswa : “Merambat ke kanan.”
Guru A : “Terus apa artinya plus minus di tanda ini?”
(Guru A melingkari pada persamaan )
Siswa : “Kalau positif ke atas, kalau negatif ke bawah.”
Guru A : “Iya, kalau kita asumsikan arah getarnya atas bawah, maka arah getaran
pertama jika dia bertanda plus adalah ke atas. Jika dia bertanda
negatif, maka arah getaran pertamanya ke bawah.”
(Guru menampilkan slide baru yang memuat tips mengerjakan soal)
Guru A : “Saya punya tips kayak gini. Kan persamaan umumnya adalah
. Prinsip pertama, supaya ayamnya nggak lepas,
jangan biarkan ayam berada di luar kurungan. Maksudnya, kalau
misalnya ada persamaan , berarti ada bilangan di
luar kurung, kan. Bawa ke dalam, . Berikutnya,
untuk menentukan yang mana omega dan yang mana k, karena ini bisa
saja dibolak-balik posisinya, kan. Berikutnya dilihatin, si omega
berteman dengan t, jadi kalau sudah ada t, pasti dia omega. Kemudian
si konstanta gelombang, itu berteman dengan x. artinya kalau sudah
ada x, pasti disampingnya adalah k. Persamaan ini kan bisa saja ditulis
, kan. Jangan langsung berpikir, oh yang di
depannya omega, yang di belakangnya k. Jangan gitu, harus hati-hati.
Si omega temannya siapa, t. Yang ada t pasti omega. Oh, omeganya
ini. Sehingga kalau diminta, oh ini omeganya, ini berarti k.”
(Guru A melingkari pada persamaan )
Guru A : “Selesai, kan. Sekarang harus kita jabarin lagi. Konstanta gelombang
(k) itu tadi adalah
sedangkan omega itu definisinya adalah
sehingga
kemudian karena lamda itu adalah
maka
, ada yang bertanya?”
(Siswa mencatat penurunan rumus tersebut dan Guru A berkeliling mengawasi
mereka, memfasilitasi siswa yang bertanya)
Guru A : “Sekarang kalau saya punya masalah kayak gini.”
(Guru A menuliskan sebuah soal di papan tulis)
Guru A : “Sudah?”
Siswa : “Sudah, Pak.”
Guru A : “Ya, Prabu, yang A dapat berapa?”
Siswa : “Empat.”
Guru A : “Novi?”
Siswa : “Seperempat.”
Guru A : “Satya?”
Page 446
433
Siswa : “Belum, Pak.”
Guru A : “Kita ada dua jawaban berbeda. Kita cek dulu, ya. Saya akan pakai tips
yang pertama dulu, jangan biarkan ada ayam di luar kurungan.
Sehingga persamaannya menjadi….”
(Guru A menyederhanakan persamaan pada soal dengan mengaplikasikan tips
yang telah dibahas)
Guru A : “Sekarang masalah yang pertama yang kita selesaikan. Frekuensi
gelombangnya berapa? Kalau mau menghitung frekuensi, kita pakai k
atau pakai omega, ya?”
Siswa : “Omega.”
Guru A : “Pakai omega, ya. Omega itu adalah . Omeganya berapa tadi
kita dapat?”
Siswa : “
”
(Guru A mensubstitusikan nilai omega ke dalam persamaan )
Guru A : “Berarti jawabannya adalah?”
Siswa : “1/4 Hz.”
Guru A : “Jelas? Ada yang bertanya?”
(Guru A menghapus jawaban yang dibuatnya di papan dan siswa kecewa karena
tidak sempat mencatat)
Guru A : “Bisa, gampang itu. Kan sudah jelas.”
(Guru A berjalan ke belakang kelas sambil memperhatikan pekerjaan siswa)
Guru A : “Bisa lanjut?”
Siswa : “Bisa.”
Guru A : “Kemudian yang kedua, panjang gelombang?”
Siswa : “Satu.”
Guru A : “Ya, coba Yulia?”
Siswa : “Panjang gelombang empat.”
Guru A : “Ya, ada yang dapat satu, ada yang dapat empat. Ya, coba Rian
kerjakan di depan. Langsung dijelaskan, ya. Saya jadi siswanya.”
(Guru A duduk di kursi siswa dan Rian mengerjakan soal di papan tulis)
Guru A : “Yang lain tolong didengarkan.”
Siswa : “Kalau panjang gelombang itu pakai rumus
kan ketemu tadi k-
nya sama dengan . Jadi, kita masukkan . Sehingga, dapat
.”
Guru A : “Satu apa?”
Siswa : “1 cm.”
Guru A : “Ya, betul. Terimakasih. Tepuk tangan dulu, dong.”
(Guru A dan siswa tepuk tangan)
Guru A : “Ya, Rian benar, kita harus menghitung dari k. Cara tercepatnya. Boleh
sih menggunakan cara yang lain, nggak masalah. Tapi, cara tercepat
untuk menyelesaikan ini adalah lewat k. Putu jelas?”
Page 447
434
Siswa : “Iya, Pak.”
Guru A : “Ya, sekarang yang C. Erna?”
Siswa : “Belum, Pak.”
Guru A : “Tedi, silahkan. Yang C, ya.”
(Siswa mengerjakan soal nomor C di papan tulis)
Guru A : “Bisa dijelaskan, Di?”
Siswa : “Jarak dua puncak yang berdekatan itu kan satu gelombang, jadi satu
gelombangnya 1 cm, jadi jarak puncak yang berdekatan juga 1 cm.”
Guru A : “Ada yang bertanya?”
Siswa : “Tidak.”
Guru A : “Ya, kalau tidak, berikan tepuk tangan untuk Aldi.”
(Siswa dan guru bertepuk tangan)
Guru A : “Nah, satu gelombang itu kan definisinya kemarin satu bukit dan satu
lembah. Sekarang saya geser, startnya bukan dari sini, tapi dari sini.
Maka finishnya juga bergeser ke kanan, ya. Sehingga dari sini ke sini
itu satu gelombang. Dari pentil yang ini ke pentil yang ini.”
(Siswa tertawa)
Guru A : “Sehingga jarak dua puncak itu adalah satu gelombang. Karena satu
gelombangnya adalah 1 cm, maka jarak ke puncaknya 1 cm juga.
Bisa, ya?”
Siswa : “Bisa.”
Guru A : “Nah, masalah di gelombang berjalan itu aja. Nanti kita pelajari lagi.
Sekarang kita lanjut ke gelombang stasioner, karena waktu kita tinggal
5 menit. ”
(Guru A menampilkan gambar gelombang stasioner pada slide LCD)
Guru A : “Nah, gelombang stasioner itu kalau kalian pernah metik gitar, senarnya
digetarin satu, terbentuk pola yang kayak gitu (Guru A menunjuk kea
rah gambar pada slide). Nah, itu yang dinamakan gelombang
stasioner. Ceritanya kayak gini kenapa bisa terjadi gelombang
stasioner. Balik lagi ke cerita yang tadi. Ada tali direntangkan dari
utara ke selatan. Kemudian kalian getarkan di situ (utara). Kalau kita
ngomong gelombang berjalan, kita belum pernah berpikir bahwa
gelombangnya akan mencapai ujung dari talinya. Tapi sekarang kita
berpikir yang nyata aja. Mana ada tali yang ujungnya tak berhingga
panjangnya. Nah sekarang gelombangnya merambat, merambat,
merambat, merambat (Guru A berjalan dari utara ke selatan), sampai
di ujung apa yang terjadi? Dipantulkan kan? Sesuai dengan sifat
gelombang yang kemarin kita pelajari. Akhirnya ada yang dipantulin
ke sini (utara), dari situ (utara) masih adalagi gelombang datang,
terjadi interferensi, perpaduan gelombang. Perpaduan gelombang itu
akan menghasilkan gelombang stasioner. Ada yang bertanya?”
Siswa : “Tidak.”
Page 448
435
Kegiatan Penutup
Guru A : “Ya, seperti yang saya sampaikan tadi, saya nggak bisa ngajar full
sampai jam 12 kurang 10 menit. Saya mohon maaf karena saya harus
ke SMA3 sekarang, saya sudah janji. Untuk sekarang, mohon
dikerjakan LKS-nya. Soal di halaman 73 sampai 74 yang esay saja.
Semua soal esay, 5 soal.”
Siswa : “Dikumpul, Pak?”
Guru A : “Nggak usah. Kerjakan di situ sebagai tanggungjawab moral kalian.
Nanti kan pembuktiannya pada saat kalian SAT. Ada yang mau
bertanya sebelum saya akhiri?”
Siswa : “Minggu depan kita latihan soal ya, Pak?”
Guru A : “Minggu depan kita akan membahas yang kalian kerjakan ini. Bagi
yang beruntung, bisa menjelaskan di depan dan yang tidak beruntung,
mohon maaf hanya mendapat kesempatan mendengar. Ya, minggu
depan kita bahas ini dulu. Setelah itu, baru kita lanjut ke latihan soal
untuk persiapan SAT. Okay, saya pikir segitu dulu. Mohon maaf kita
akhiri sampai di sini.”
Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”
Catatan Lapangan
1. Guru melakukan absensi.
2. Guru memberikan apersepsi berupa konsep terjadinya gelombang pada tali
ujung terikat.
3. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan
dilakukan.
4. Guru merespon positif siswa yang bertanya dengan melemparkan pertanyaan
tersebut ke siswa lain terlebih dahulu, sebelum guru yang menjawab.
5. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menayangkan animasidan
gambar pada slide.
6. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa latihan soal
berdasarkan konsep yang disampaikannya.
7. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dengan menyuruh siswa
menjelaskan solusi dari latihan soal yang diberikan secara tertulis dan lisan di
depan kelas.
8. Guru memberikan tepuk tangan bagi siswa yang telah maju menjawab soal ke
depan kelas.
9. Guru memberikan tips penyelesaian soal dengan konsep fisis dan tanpa
menggunakan rumus.
10. Guru aktif menuntun siswa pada saat latihan soal.
11. Guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media
powerpoint, animasi, dan gambar dalam menyampaikan materi.
Page 449
436
12. Materi yang disampaikan guru bersifat konseptual dan kontekstual
13. Guru menyampaikan materi secara sistematis, dari mudah ke sulit dan dari
konkrit ke abstrak.
14. Guru ekspresif dan menggunakan gesture serta mimic dalam menekankan
konsep pembelajaran.
15. Guru terampil dalam menggunakan media powerpoint.
16. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan
menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum, serta memberikan jeda
waktu sebelum materi pembelajaran dilanjutkan.
17. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan sumber belajar.
18. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.
19. Guru menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis dengan baik.
20. Volume suara guru terdengar jelas.
21. Cara berpakaian guru sopan.
22. Guru sering tersenyum dan kadang melontarkan pernyataan humor, sehingga
siswa tertawa.
23. Guru tidak memberikan tugas.
24. Guru menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.
Page 450
437
Transkrip Satu Observasi di Kelas Guru B
Kode : Obs/D1/GB/23-04-2015
Jenis Data : Observasi Kelas
Subjek Siswaan : Guru B
Hari/Tanggal : Kamis, 23 April 2015
Pokok Bahasan : Karakteristik Gelombang
Jam : 7-8
Tempat : Ruang Kelas XI MIA 7
Kegiatan Pendahuluan
Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”
Guru B : “Om Swastyastu. Baik kita lanjutkan, materi hari ini tentang pemanasan
global. Saya tanyak dulu, kemarin cuaca di rumah kalian, gimana?”
Siswa : “Hujan, Buk.”
Guru B : “Hujannya bagaimana deras atau gimana?”
Siswa : “Deras, Buk.”
Guru B : “Terus sekarang gimana cuacanya?”
Siswa : “Terang benderang, Buk.”
Guru B : “Itu berati cuacanya?”
Siswa : “Berubah-berubah, Buk.”
Guru B : “Kemudian kalian pernah nggak memperhatikan terjadi kebakaran
hutan, sering terjadi banjir. Kemarin dengar berita nggak orang yang
terseret arus itu? Air apa itu kemarin? Air bah di Tukad Banyu Mala,
di aling-aling. Mengapa hal itu bisa terjadi?”
Siswa : “Karena hujan, air itu kan masuk, terus memutar. Kalau ketemu
pastiakan meloncat itu airnya.”
Guru B : “Ah, apa hubungannya? Kenapa bisa terjadi air bah?”
Siswa : “Tersumbatnya gorong-gorong. Soalnya di wilayah yang di gunung
terjadi hujan, sedangkan di dataran rendah tidak terjadi hujan. Jadi,
kita tidak tau air yang di atas itu datang.”
Guru B : “Yang lain bagaimana?”
Siswa : “Sama, Buk.”
Guru B : “Banjir bah terjadi karena tidak terjadinya apa? Pertama karena curah
hujan, kedua di hutan gitgit sana terjadi apa? Penebangan hutan.
Penebangan hutan yang secara berlebihan menyebabkan tanah tidak
bisa menyerap air dengan baik. Dampaknya gimana kemarin? Orang
itu gimana?”
Siswa : “Meninggal, Buk.”
Guru B : “Jadi, sangat berbahaya, ya. Nah, sekarang kita akan mendiskusikan
beberapa kasus yang berkaitan dengan pemanasan global. Sekarang
kita lanjut kembali ke kelompok. Kelompok yang sudah kita bentuk
kemarin, ya. Kalian membahas bersama kelompoknya mengenai
Lampiran 5.5
Page 451
438
fenomena-fenomena yang disajikan seperti ini (menunjukan gambar
pada LKS). Nah, apa yang menyebabkan pemanasan global dan
bagaimana peran serta pemerintah untuk mengatasi pemanasan globlal
tersebut, ya. Itu semua bisa kalian cari sumbernya baik internet
maupun buku. Ya, silakan duduk berkelompok. Saya berikan kalian
waktu satu jam pelajaran. Nanti kita sama-sama bahas di depan, ya.”
Kegiatan Inti
(Siswa mencari kelompoknya dan guru membagikan LKS kepada masing-masing
kelompok)
Guru B : “Silahkan dikerjakan dengan baik. Nanti kita akan bahas sama-sama di
depan”
Siswa : “Iya, Buk.”
(Siswa mendiskusikan LKS yang diberikan bersama kelompoknya. Guru B
mengawasi siswa bekerja dan mendekati siswa ketika ada kesulitan)
Guru B : “Kalau ada yang tidak jelas, bisa di tanyakan ke saya, ya.”
(Siswa mengacungkan tangan karena mengalami kesulitan)
Siswa : “Bu, ini gambar apa? Kurang jelas.”
Guru B : “Nah, ini kan laut, ya. Di bawah laut ada kota, berati kotanya
tenggelam?”
Siswa : “Oh, kok bisa terjadi, Buk?”
Guru B : “Iya, karena pemanasan global sehingga air laut naik. Nah ini mungkin
terjadi di pulau Jawa, ya.”
(Guru B mendekati kelompok yang lainnya)
Siswa : “Gimana maksudnya ini, Buk?”
Guru B : “Iya, ini dampaknya apa, penyebabnya apa, pokoknya kalian ceritakan.
Interprestasi kalian itu apa tentang gambar ini.”
Siswa : “Oh, iya, Buk.”
Guru B : “Silakan didiskusikan, ya. Jangan berdasarkan pendapatnya sendiri.”
(Guru B medekati kelompok lain dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
siswa)
Guru B : “Waktunya masih lagi 30 menit, didiskusikan dengan baik.
Siswa : “Ibu, sumbernya itu gimana maksudnya?”
Guru B : “Iya, ini kan sumbernya bisa dari siapa saja, dari alam, dari manusia.”
(Seorang siswa di salah satu kelompok mengangkat tangan, kemudian guru B
mendekati kelompok tersebut)
Siswa : “Ibu, apa yang dimaksud dengan cara-cara yang dapat menanggulangi
pemanasan global?”
Guru B : “Maksudnya yaitu tindakan dan kesepakatan yang dianggap dapat
menanggulangi pemanasan global. Nanti itu dijabarkan satu per satu.
Untuk lebih jelasnya, cobak cari di sumber internet dan buku.”
Siswa : “Iya, Ibu.”
Page 452
439
Guru B : “Kalau di Bali sendiri, sempat ada konferensi yang membahas tentang
perayaan hari raya Nyepi, yang dianggap dapat membantu
menanggulangi pemanasan global. Karena kan pada satu hari itu tidak
ada listrik, tidak ada asap api, tidak ada asap kendaraan. Nah, itu
dianggap dapat membantu menanggulangi efek dari global warming.
Itu dapat dijadikan salah satu cara untuk menanggulangi efek global
warming. Tapi kan tidak mungkin juga melakukan Berata Penyepian
itu setiap hari.”
(Siswa kembali berdiskusi dengan kelompoknya dan guru memantau diskusi
kelompok yang lainnya)
Guru B : “Baik anak-anak, waktu untuk berdiskusi tinggal 10 menit lagi.”
Siswa : “Ibu, apa yang dimaksud dengan memberlakukan standar emisivitas?”
Guru B : “Nah, misalnya sepeda motor menggunakan premium. Kendaraan yang
lain memakai suatu jenis bahan bakar.”
(Guru menanyakan kembali hasil diskusi yang dilakukan)
Guru B : “Anak-anak, apakah semuanya sudah selesai?”
Siswa : “Belum, Ibu.”
Guru B : “Baik, lanjutkan lagi sedikit, ya.”
Siswa : “Baik, Ibu.”
(Guru kembali berkeliling memperhatikan diskusi yang dilakukan oleh siswa.
Setelah waktu untuk berdiskusi habis, guru kemudian ke depan kelas)
Guru B : “Baik anak-anak, mohon perhatiannya. Rudi duduk menghadap
kedepan!”
Siswa : “Baik, Buk.”
Guru B : “Viki, tolong tutup dulu pintunya, biar terdengar jelas suaranya.”
Siswa : “Iya, Buk.”
Guru B : “Baik, kita akan bahas gambar yang saya berikan ini, ya. Kita mulai
dari gambar yang nomor A, ya. Ini gambar apa anak-anak?”
(Siswa menjawab bersamaan)
Guru B : “Ayo anak-anak, angkat tangannya. Jangan seperti itu.”
(Siswa mengangkat tangan)
Guru B : “Iya, Dita.”
Siswa : “Mencairnya es di kutun utara dan selatan.”
Guru B : “Iya, mencairnya es di kutub utara dan selatan. Ada pendapat lain?”
Siswa : “Tidak”
Guru B : “Kemudian kita lihat pada gambar selanjutnya. Ini gambar apa?”
(Siswa kembali mengangkat tangan)
Guru B : “Iya, Ita.”
Siswa : “Penebangan hutan.”
Guru B : “Iya benar sekali, penebangan hutan. Kemudian gambar yang ketiga ini
apa?”
(Siswa mengangkat tangan)
Page 453
440
Guru B : “Iya, Ian.”
Siswa : “Ternggelamnya kota.”
Guru B : “Dari mana kamu tahu itu gambar tenggelamnya kota?”
Siswa : “Ada bayangan gedung di dalam air.”
Guru B : “ Iya benar, kemuadian gambar yang ini apa?”
(Siswa mengangkat tangan)
Guru B : “Iya, Sintya.”
Siswa : “Padatnya populasi kendaraan.”
Guru B : “ Iya benar, padatnya populasi kendaraan. Dimana biasanya ini terjadi?”
Siswa : “Di Jakarta, Buk.”
Guru B : “Di depan rumah kalian juga bisa terjadi. Misalnya, jika ada banyak
kendaraan. Kemudian gambar yang ini apa?”
(Siswa mengangkat tangan)
Guru B : “Iya, Lisa”
Siswa : “Kebakaran hutan”
Guru B : “Iya, benar sekali. Ini biasa terjadi di daerah yang memiliki hutan yang
lebat. Selanjutnya, gambar yang ini apa?”
(Siswa mengangkat tangan)
Guru B : “Iya, yang duduk di belakang. Handi?”
Siswa : “Asap pabrik”
Guru B : “Iya, asap pabrik. Nah, dari gambar ini, dapat kita menggolongkan
berdasarkan apa?”
(Seorang siswa mengkat tangan)
Guru B : “Iya, Edi?”
Siswa : “Dari faktor penyebab.”
Guru B : “Ada lagi yang lainnya?”
Siswa : “Akibat.”
Guru B : “Baik dari gambar yang saya berikan, kita dapat kelompokkan yang di
sebelah kanan merupakan dampak dari pemanasan global dan gambar
sebelah kiri merupakan penyebab dari pemanasan global. Nah,
sekarang apa yang dimaksud dengan pemanasan global? Tadi kalian
kan sudah mendiskusikannya di kelompok. Yang bisa menjawab
silahkan angkat tangannya.”
(Siswa mengangkat tangan. Guru B menunjuk salah satu siswa di salah satu
kelompok)
Siswa : “Proses alami yang terjadi karena radiasi matahari yang masuk ke
dalam bumi dan tertahan di dalamnya.
Guru B : “Ada lagi yang memiliki pendapat lain?”
Siswa : “Radiasi di permukaan bumi yang menyebabkan mencairnya es di
kutub.”
Guru B : “Iya, ada yang ingin berpendapat lagi? Mungkin dari kelompok yang
lain. Iya, coba Arita. Apa yang dimaksud dengan pemanasan global?”
Page 454
441
Siswa : “Menipisnya lapisan ozon.”
Guru B : “Iya, Jadi, di sini pemanasan global sering kita kenal dengan apa, anak-
anak?”
Siswa : “Global warming”
Guru B : “Pemanasan global itu merupakan bentuk ketidakseimbangan ekosistem
yang disebabkan karena kenaikan suhu rata-rata di permukaan bumi.
Bumi itu seolah-olah berada di dalam sebuah kurungan. Lalu
bagaimana proses terjadinya pemanasan global? Tadi kan kalian sudah
bahas di dalam diskusi kelompok.”
(Siswa mengankat tangan)
Guru B : “Iya, coba Adnyana.”
Siswa : “Proses terjadinya efek rumah kaca, yaitu pertama jika sinar radiasi
matahari menembus kaca sebagai gelombang pendek sehingga
panasnya diserap oleh bumi dan tanaman yang di dalam rumah kaca.
Sinar radiasi tersebut selanjutnya ditransmisikan kembali namun
dengan gelombang yang panjang. Sehingga sinar radiasi tersebut tidak
dapat menembus kaca. Akibatnya, suhu yang berada di dalam rumah
kaca akan lebih tinggi daripada suhu yang di luar rumah kaca.”
Guru B : “Iya, siapa yang bisa menambahkan lagi?”
(Siswa mengangkat tangan)
Guru B : “Iya, Fani”
Siswa : “Sinar matahari akan memancarkan gelombang panas yang akan diserap
oleh efek rumah kaca. Efek rumah kaca ini berfungsi untuk menyerap
dan memantulkan radiasi matahari. Jika semakin banyak efek rumah
kaca yang terbentuk di atmosfer bumi, maka semakin banyak radiasi
matahari yang terserap dan dan kemudian tidak dapat dipantulkan
keluar angkasa, sehingga suhu bumi akan semakin panas.”
Guru B : “Iya, benar sekali. Nah, di sini kalian bisa tidak membayangkan proses
dari pemanasan global? Kita bisa misalkan ketika kita memarkir mobil
ketika berjalan-jalan bersama keluarga. Kalian parkir di tempat yang
terkena terik matahari. Kemudian kalian tinggalkan mobil tersebut,
dan beberapa saat kemudian kembali ke dalam mobil. Apa yang kalian
rasakan?”
Siswa : “Panas.”
Guru B : “Jadi, itu merupakan miniatur dari pemanasan global di bumi. Ketika
sinar matahari diserap masuk kedalam mobil, sebagian akan
dipantulkan. Yang diandaikan sebagai efek rumah kacanya yaitu atap
mobilnya. Sehingga panas yang terserap akan terkurung di dalam
mobil dan tidak dapat terpantulkan keluar mobil. Seperti yang
dikatakan oleh teman kalian tadi. Radiasi matahari tersebut tidak dapat
dipantulkan keluar atmosfer. Lalu apakah gas rumah kaca itu baik atau
buruk?”
Page 455
442
Siswa : “Baik, karena kalau tidak ada efek rumah kaca, bumi akan menjadi
dingin dan jika ada efek rumah kaca, bumi menjadi hangat. Jadi, dapat
menstabilkan.”
Guru B : “Jawaban yang benar yaitu tergantung, ya. Jika kapasitasnya masih
normal, dia akan dapat menghangatkan bumi. Kebayang nggak jika
gas rumah kaca itu tidak ada, apa yang akan terjadi?”
Siswa : “Dingin.”
Guru B : “Tapi kalau terlalu berlebih?”
Siswa : “Panas.”
Guru B : “Jadi, bagaimana seharusnya?”
Siswa : “Sedang-sedang saja.”
Guru B : “Nah, sekarang apakah yang menyebabkan pemanasan global?”
Siswa : “Kebakaran hutan.”
Guru B : “Yang lainnya?”
Siswa : “Penebangan pohon.”
Siswa : “Penggunaan AC.”
Siswa : “Penggunaan kendaraan bermotor.”
Guru B : “Iya, ada lagi?”
Siswa : “Gas industri.”
Guru B : “Yang paling sering kalian lakukan, tidak menghemat energi. Kalau
sudah siang masih juga kalian ngidupin lampu. Benar tidak?”
Siswa : “Benar.”
Guru B : “Nah, itu merupakan salah satu penyebab global warming, ya”
Siswa : “Iya, Buk.”
Guru B : “Nah, global warming juga dapat disebabkan karena makanan yang
kalian makan. Khususnya bagi kalian yang suka makan daging. Nah,
kenapa jika kita memakan daging dapat memicu terjadinya global
warming?”
(Beberapa siswa mengangkat tangan)
Siswa : “Karena makanan daging dan sapi yang menghasilkan gas metana
karena gas metana memerlukan banyak air untuk diproses, sehingga
18% pemicu global warming.”
Guru B : “Iya, cobak Windi”
Siswa : “Karena hewan seperti Sapi menghasilkan gas metana.”
Guru B : “Apanya yang menghasilkan gas metana?”
Siswa : “Sapi menghasilkan kotoran, dan kotoran sapi tersebut mengandung gas
metana yang dapat memicu terjadinya global warming.”
Guru B : “Iya benar. Nah, ini berarti kalian harus mengurangi untuk
mengkonsumsi?”
Siswa : “Daging.”
Guru B : “Lalu bagaimana cara kalian untuk mengatasi gas metana itu? Karena
kalian pasti tidak dapat menghilangkan gas metana itu.”
Page 456
443
(Seorang siswa mengangkat tangannya)
Siswa : “Dengan memanfaatkannya menjadi bio gas.”
Guru B : “Iya, benar sekali. Kalian dapat memanfaatkan gas metana atau kotoran
sapi tersebut menjadi bio gas. Sehingga, dengan hal itu, akan dapat
mengurangi dampak dari global warming. Nah, pada gambar yang di
depan, terlihat bahwa panas matahari yang menyebabkan global
warming. Itu dipicu dengan penggunaan, yang pertama penggunaan
pupuk yang berlebihan. Kedua, ada yang menebang pohon yang
mengakibatkan ?”
Siswa : “Hutan gundul.”
Guru B : “Dengan semakin sedikitnya pohon yang menyerap CO2, maka CO2
yang ada di bumi akan semakin?”
Siswa : “Bertambah.”
Guru B : “Kemudian ini, sawah yang tergenang airnya. Di sini juga ada
pembusukan, di sini juga ada pembakaran jerami. Nah, kan kalian
sering melihat pembakaran jerami, ya?”
Siswa : “Iya.”
Guru B : “Kemudian apa lagi, ya? Kotoran sapi, ya. Sapi menghasilkan 65 kg
CH4 per ekor per tahun. Nah, ini yang kita bahas tadi. Menyisakan
makanan merupakan salah satu penyebab dari pemanasan global. Jadi,
jangan sekali-kalai kalian menyisakan makanan kalian. Kemudian apa
lagi faktor penyebabnya? Cobak kelompok yang lain mungkin ada
yang berbeda jawabannya
Siswa : “Penggunaan AC”
Guru B : “Iya, penggunaan AC. Siapa yang di rumah suka memakai AC? Iya,
nanti dikurangi ya penggunaannya. Ada lagi?”
Siswa : “Saya, Buk. Penggunaaan kispray.”
Guru B : “Iya. Yang paling banyak penggunaan HP, ya. Hampir semua rumah
tangga baik kaya, miskin memiliki HP.
Siswa : “Iya, Buk.”
Guru B : “Nah, sekarang dampak pemanasan global. Coba kelompok yang belum
pernah. Ya, Resa.”
Siswa : “Dampak pemanasan globlal yaitu dampak perubahan iklim yang tidak
menentu dan mencairnya es di kutub utara. Gletser di puncak gunung
juga mencair.”
(Guru B kembali menjelaskan dengan menggunakan powerpoint)
Guru B : “Nah, yang pertama yang kita bahas dampak yang terjadi di daerah
kutub. Apa yang terjadi di daerah kutub?”
Siswa : “Es mencair. Kemudian peningkatan permukaan air laut.”
Guru B : “Apakah yang akan terjadi dari meningkatnya permukaan air?”
Siswa : “Warga di pesisir harus pergi karena air laut akan meningkat dan
mengungsi tempat lain.”
Page 457
444
Guru B : “Ada yang lain? Dwiki mungkin punya pendapat?”
Siswa : “Kota-kota akan tenggelam.”
Guru B : “Nah, dampak dari pemanasan global, tinggi dari permukaan laut akan
semakin bertambah. Seperti yang kita bahas paga gambar sebelumnya,
di mana terdapat kota yang tenggelam di dalam air. Tadi juga Dwiki
dapat mencari di internet. Di daerah mana itu?”
Siswa : “Di daerah London”
Guru B : “Iya, di London, seperti yang di dapatkan Dwiki tadi, itu hanya
tenggelam sebagian. Nah, berarti nanti pulau Bali atau pulau Jawa
yang akan tenggelam. Agar tidak terjadi hal ini, kalian harus gimana?
Siswa : “Membantu menerapkannya.”
Guru B : “Iya, dampak pada bidang pertanian, apa dampaknya?”
Siswa : “Saya, Buk.”
Guru B : “Iya, silakan.”
Siswa : “Menyebabkan kekeringan di wilayah pertanian?”
Guru B : “Iya, bisa menjadi kekeringan yang berkepanjangan. Iya, kalau cuaca
ekstrim, bisa hujan. Sekarang saja sebenarnya tidak musim huja ya,
tapi kadang-kadang hujan, dampak lainnya adalah?”
Siswa : “Tanaman terendam banjir.”
Guru B : “Nah, yang selanjutnya adalah dampak pada hewan dan tumbuhan,
apa?”
Siswa : “Hewan yang tinggal di kutub akan kehilangan tempat tinggalnya. Nah,
kalau untuk tumbuh-tumbuhan, karena panas kan mongering,
kemudian terjadi gesekan-gesekan sehingga terjadi kebakaran”
Guru B : “Iya, nanti itu binatang-binatang pada imigrasi. Misalnya beruang di
kutub, dia kabur, bisa dia kabur ke rumah kalian. Makanya tidak
jarang ada harimau masuk kampong, ya. Kenapa bisa terjadi?”
Siswa : “Misalnya ada kebakaran di hutan, maka binatang akan berlari dari
habitatnya menuju ke kampung, di mana kampung yang paling dekat
itu yang didatangi.”
Guru B : “Yang terakhir yang kita bahas adalah dampak kesehatan manusia.
kalian tau nggak orang tua zaman dahulu itu bisa hidup ratusan tahun,
tetapi sekarang umur manusia tidak lebih dari 80 atau 85 tahun. Itu
kenapa? Karena terjadi peningkatan jumlah penyakit yang disebabkan
oleh global warming. Bisa dipahami, ya?”
Siswa : “Bisa.”
Guru B : “Nah, sekarang bagaimana cara kalian menanggulangi dari pemanasan
global. Seperti yang tadi, apa saja itu?”
Siswa : “Yang pertama, jadilah vegetarian. Yang kedua, tanamlah pohon
reboisasi. Terus tu, lakukan kegiatan yang ramah lingkungan, seperti
jalan kaki, kurangi bepergian dengan mobil, kita kurangi belanja
Page 458
445
karena belanja menggunakan plastik dan tidak ramah lingkungan, beli
makanan organik, gunakan lampu hemat energy.”
Guru B : “Tadi dia bilang menggunakan lampu hemat energy. Apa yang
dimaksud lampu hemat energi?”
Siswa : “Lilin, Buk.”
Guru B : “Bukan. Ayo, apa?”
Siswa : “Kita pake sinar matahari ditangkap di panel dan hidupin lampunya.”
Guru B : “Kita pakai lampu LED atau kita menggunakan lapu hemat energy
dengan menggunakan energy terbarukan, seperti penggunaan sel
surya. Kita kan sudah punya dua sel surya di depan. Ada yang pernah
lihat?
Siswa : “Pernah, di lapangan hijau.”
Guru B : “Langkah selanjutnya, program penanaman pohon dan cerdas dalam
berkendara. Misalnya, rumah kalian di depan, mau kesekolah jangan
menggunakan motor. Iya, yang lain coba diam. Gustu mau
berpendapat.”
Siswa : “Selain itu Buk, misalnya kita dengan tetangga kalau mau bepergian
yang satu arah cukup menggunakan satu mobil, biar nggak bawa
motor satu-satu.”
Guru B : “Iya, benar, ya. Jadi, nanti berbegi sama tetangga juga boleh. Ayo-ayo,
siapa yang mau ikut. Nah, sekarang kita lanjutkan. Kalau tadi peran
kita sendiri untuk menanggulangi global warming. Lalu apa peran
serta pemerintah?”
(Siswa angkat tangan)
Guru B : “Ya, silahkan Arya.”
Siswa : “Yang pertama, mengurangi penggunaan bahan plastik, Buk.”
Guru B : “Iya, kalau kemana-mana harus menggunakan tas kain yang bisa
digunakan kembali. Apa lagi?”
Siswa : “Mendaur ulang sampah plastik.”
Guru B : “Iya, apah contohnya? Ya, misalnya kita menggunakan botol bekas the
poci sebagai tempat pulpen, atau di pakai pot, ya. Apalagi?”
Siswa : “Mengajak masyarakat untuk go green.”
Guru B : “Iya. Kemudian yang saya tunjukkan di slide itu salah satunya adalah
membuat taman kota. Kita puny ataman kota, tapi tidak ada pohon
yang begitu besar di sana. Kalau kalian pergi ke Negara, di sana ad
ataman kayak hutan lindung. Ada banyak pohon-pohon besar yang
khusus sebagai paru-paru kota. Nanti kalau kalian ke Negara bisa
lihat, ya. Kalau di sini, gimana? Taman kota di sini cuman pakai
rumput, ya. Pohon-pohonnya cuman sedikit, ya. Tapi itu sudah
lumayan untuk membantu mengatasi global warming. Sudah?”
(Guru B menampilkan slide baru)
Page 459
446
Guru B : “Mengurangi pembukaan hutan. Pembukaan hutan yang kayak
gimana?”
Siswa : “Penebangan hutan.”
Guru B : “Iya, nanti digunakan sebagai lahan pertanian dan pemukiman, ya.
Kemudian, mencetuskan pendidikan lingkungan hidup. Kalian sudah
dapat pendidikan lingkungan hidup, ya.”
(Guru B menampilkan slide baru)
Guru B : “Nah, ini yang terakhir. Hasil-hasil kesepakatan dunia. Salah satunya
itu, saya sebut Protokol Kyoto, kemudian IPCC, kemudian AAP.
Kemudian yang lain, apa? Yang diadakan di Bali kemarin. Apa
namanya?”
Siswa : “APEC.”
Guru B : “Kok APEC?”
Siswa : “Konferensi Iklim PBB.”
Guru B : “Apa isinya?”
Siswa : “Mengadakan program Nyepi di seluruh dunia.”
Guru B : “Nah, kita sebagai umat Hindu, sering mengadakan Catur Berata
Penyepian setiap satu tahun sekali, ya. Ternyata itu dianggap
mengurangi global warming, ya. Kenapa Catur Berata Penyepian itu
dianggap mengurangi dampak global warming?”
(Siswa angkat tangan)
Guru B : “Ya, Indira. Yang dari tadi diam saja.”
Siswa : “Itu kan nggak ada api.”
Guru B : “Ya, dampaknya gimana kalau tidak boleh berapi-api? Berarti tidak ada
pembakaran. Kemudian?”
Siswa : “Tidak boleh melakukan perjalanan.”
Guru B : “Ya, berarti tidak ada kendaraan. Apa lagi?”
Siswa : “Nggak boleh ngidupin lampu.”
Guru B : “Ya, nggak boleh nonton TV juga, ya. Itu bisa menghemat?”
Siswa : “Energi.”
Guru B : “Ada lagi yang lain? Ya, jadi di sana, konsep dari Catur Berata
Penyepian itu sudah diakui dunia, ya. Karena itu dianggap mampu
menanggulangi dampak global warming.”
Kegiatan Penutup
Guru B : “Ada pertanyaan dulu?”
Siswa : “Tidak.”
Guru B : “Kalau tidak ada, saya akan sampaikan pembelajaran kita minggu
depan, ya. Tugas kalian itu bersama kelompok adalah membuat satu
fenomena khusus terkait global warming. Kalian bisa rancang di
rumah apa yang akan di bahas, teknis penulisannya, terus apa yang
akan dipresentasikan. Kalian bisa rancang itu di rumah, ya. Silahkan
kalian belajar kelompok di rumah, ya. Nanti hari Senin kita langsung
Page 460
447
bahas per kelompok, ya. Nanti akan saya tunjuk satu atau dua
kelompok untuk presentasi di depan. Ada pertanyaan dulu?”
Siswa : “Tidak.”
Guru B : “Baik. Kalau tidak, silahkan siap-siap untuk sembahyang, ya. Silahkan
dikumpul ya lembar jawabannya. Kalau yang terpisah, silahkan jepret
jadikan satu, ya. Ingat diisi naman, ya.”
(Siswa melakukan persembahyangan)
Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”
Catatan Lapangan
1. Guru memberikan apersepsi dengan mengaitkan pengalaman keseharian
siswa terhadap materi yang akan dipelajari.
2. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan
dilakukan.
3. Guru memfasilitasi kegiatan menanya (memancing siswa agar bertanya).
4. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa gambar
fenomena dampak pemanasan global yang tercantum pada LKS dan
powerpoint.
5. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa
permasalahan pada LKS dan memberikan pertanyaan mengapa, apa, dan
bagaimana saat pembelajaran berlangsung.
6. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dalam bentuk kerja kelompok
dan tanya jawab.
7. Guru aktif menuntun siswa pada saat diskusi kelompok.
8. Guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media
powerpoint dan gambar dalam menyampaikan materi.
9. Siswa aktif mencari informasi dari sumber buku dan internet, serta aktif
berdiskusi dengan anggota kelompok.
10. Materi yang disampaikan guru bersifat konseptual dan kontekstual.
11. Guru menyampaikan materi secara sistematis, dari mudah ke sulit dan dari
konkrit ke abstrak.
12. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai alokasi waktu yang direncanakan.
13. Guru selalu mengingatkan siswa alokasi waktu yang tersisa untuk diskusi.
14. Suasana kelas terlihat kondusif dan tidak tegang.
15. Guru kadang memberikan humor, sehingga siswa tertawa,
16. Guru terampil dalam menggunakan sumber belajar powerpoint.
17. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan
menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum.
18. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan sumber belajar.
19. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.
Page 461
448
20. Guru memberikan berbagai contoh nyata untuk menyampaikan konsep yang
sedang dipelajari.
21. Guru merespon positif jika ada peserta didik yang bertanya atau berpendapat.
22. Guru menggunakan bahasa lisan dengan baik.
23. Volume suara guru terdengar jelas.
24. Cara berpakaian guru sopan.
25. Upaya pengembangan aspek religious siswa dilakukan guru melalui
pemberian salam sebelum dan sesudah pembelajaran, persembahyangan
sesudah pembelajaran, dan penyampaian beberapa fenoma fisis dalam
kehidupan keseharian siswa.
26. Guru tidak terlihat melakukan penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor.
27. Guru meminta siswa mengumpulkan jawaban LKS yang telah dibuat.
28. Guru menyimpulkan materi pembelajaran pada kegiatan penutup.
29. Guru memberikan PR.
30. Guru menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.
Page 462
449
Transkrip Dua Observasi di Kelas Guru B
Kode : Obs/D2/GB/30-04-2015
Jenis Data : Observasi Kelas
Subjek Penelitian : Guru B
Hari/Tanggal : Kamis, 30 April 2015
Pokok Bahasan : Karakteristik Gelombang
Jam : 7-8
Tempat : Ruang Kelas XI MIA 7
Kegiatan Pendahuluan
Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”
Guru B : “Om Swastyastu. Coba dirapiin dulu tempat duduknya. Coba bersihkan
sampahnya bawa ke luar. Sudah? Ya, hari ini kita akan membahas
materi apa? Kemarin janjinya kita bahas apa?”
Siswa : “Gelombang.”
Guru B : “Sudah belajar sebelumnya di rumah?”
Siswa : “Belum.”
Guru B : “Belum?”
Siswa : “Sudah sedikit.”
Guru B : “Kira-kira yang akan kita pelajari di gelombang itu tentang apa?”
Siswa : “Jenis-jenis gelombang. Panjang gelombang. Amplitudo.”
Guru B : “Iya. Kalau saya tanya, salah satu fenomena gelombang itu apa?”
Siswa : “Ombak.”
Guru B : “Siapa yang bisa jawab, coba angkat tangan. Fizi, apa, Fiz?”
Siswa : “Bunyi.”
Guru B : “Apa lagi?”
Siswa : “Gelombang radio.”
Guru B : “Anto?”
Siswa : “Getaran.”
Guru B : “Getaran? Saya nanyak contoh gelombang, ini kok getaran. Ya, hari ini
kita akan melakukan praktikum sederhana, ya. Saya sudah menyiapkan
dua rangkaian alat. Saya akan menggunakan ruangan kelas bagian
depan dan bagian belakang. Jadi, kelompok 1, 2, dan 3 itu bagian
depan, sedangkan kelompok 4, 5, dan 5 itu berada di bagian belakang.
Saya bagikan dulu LKS-nya. Nanti kalian cermati dulu LKS-nya, ya.
Apa yang diminta di sini, kalian cermati dulu, setelah itu baru kalian
praktikum. Karena ada 2 set alat, jadinya kalian bergiliran. Satu
kelompok saya kasih waktu 10 menit. Sekarang coba duduk
berkelompok dulu.”
Kegiatan Inti
(Siswa duduk berkelompok. Terdapat enam kelompok. Satu kelompok terdiri atas
6 orang. Kemudian guru B membagikan LKS)
Lampiran 5.6
Page 463
450
Guru B : “Ketua kelompok, silahkan ambil LKS-nya, ya.”
Siswa : “Iya, Buk.”
(Guru B menyiapkan bahan praktikum)
Guru B : “Semuanya coba perhatikan ke depan. Ini apa namanya?”
(Guru B memperlihatkan slinki ke siswa)
Siswa : “Slinki, Buk.”
Guru B : “Iya, ini bukan gelang India, ya. Ini slinki namanya. Kalau ini apa?”
(Guru B memperlihatkan tali pramuka ke siswa)
Siswa : “Tali.”
Guru B : “Iya, tali. Coba perhatikan LKS kalian. Di sana kan kalian diminta
menempelkan robekan kertas di slinki dan tali, ya. Kertasnya saya ganti
saja pakek tali rapia. Apa tujuannya pakek tali, nanti kalian diskusikan
sama temen kelompok kalian. Kemudian untuk gelombang tali, kalian
ikatkan di slot pintu, ya. Tapi jangan keras-keras, nanti lepas slot
pintunya dan harus kencang ikatannya, ya. Jadi, nanti kalian praktikum
di depan, setelah dapat datanya, kalian kembali kelompoknya lagi,
diskusikan itu. Bagi kalian yang sudah siap, bisa langsung mengambil
data, sebagian di depan, sebagian di belakang. Silahkan. Nanti makek
alatnya bergiliran sama temennya. Ada pertanyaan dulu? Bisa
dipahami, ya? Kemudian, coba perhatikan dulu. Disana saya meminta
juga kalian mengamati batu ketika dimasukkan ke dalam air yang
tenang. Dalam hal ini saya tidak bawa ember, ya. Kalau kalian sudah
bisa membayangkan, kalian boleh langsung buat di LKS-nya. Atau
kalau kalian ingin lebih nyata lagi, kalian bisa ke kolam di sana bisa, di
depan bisa, atau di kolam tunjung deket XI MIA 8, atau masuk kamar
mandi. Masukin batunya yang kecil aja. Kalau yang besar nanti nggak
kelihatan gelombang airnya. Kalian bisa atur mau praktikum yang mana
dulu, silahkan. Mau slinki dulu, boleh. Mau tali dulu, boleh. Silahkan
lakukan. Waktu untuk praktikum tidak terlalu banyak, ya. Jadi, cuman 1
jam pelajaran aja kita praktikum. Silahkan cermati dulu LKS-nya, ya.
Kalau sudah siap, silahkan bekerja.”
(Guru membagikan slinki dan tali kepada beberapa kelompok.)
Guru B : “Coba perhatikan. Kelompok 4 praktikum slinki di sana. Kelompok 5
pakai tali. Kelompok 6 nya ke kolam, ya. Kemudian, yang 1 di sini
slinki, yang 2 tali, yang 3 ke kolam. Biar kalian nggak bingung, saya
atur, ya. Ini kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6. Ayo, sudah. Silahkan praktikum.”
(Siswa melakukan praktikum. Empat kelompok melakukan praktikum di dalam
kelas, dengan rincian dua kelompok melakukan praktikum di ruang kelas bagian
depan dan 2 kelompok praktikum di ruang kelas bagian belakang. Kelompok
sebelah kiri melakukan praktikum tentang gelombang pada slinki. Sedangkan,
kelompok sebelah kanan praktikum tentang gelombang tali. Dua kelompok yang
Page 464
451
lain, praktikum di luar kelas, di samping kolam. Guru B mendekati kelompok 1
yang sedang melakukan praktikum gelombang pada slinki)
Guru B : “Coba kalian perhatikan. Coba dorong dengan keras slinkinya maju
mundur. Setelah itu kalian lihat, ketika kalian dorong slinkinya, apanya
yang berpindah? Talinya berpindah nggak?”
(Siswa tidak menjawab)
Guru B : “Coba hitung, talinya diikatkan pada lilitan slinki yang keberapa?
Ketika slinkinya didorong, berubah nggak posisi ikatan talinya?”
(Siswa melanjutkan praktikum. Guru B kemudian bergerak menuju kelompok 3
yang praktikum di samping kolam)
Guru B : “Coba perhatikan ketika batu dijatuhkan ke dalam air, apa yang
terjadi?”
Siswa : “Ada lingkaran-lingkaran, Buk.”
Guru B : “Ini termasuk gelombang apa?”
Siswa : “Gelombang transversal.”
Guru B : “Iya. Silahkan dilanjtkan.”
(Kemudian guru B kembali menuju ruang kelas dan mendekati kelompok 4)
Guru B : “Kenapa tali rapia yang diikat pada slinki tidak berpindah?”
Siswa : “Karena diikat, Buk.”
Guru B : “Coba cari alasan yang lebih alamiah. Coba lihat itu, bergerak nggak
talinya?”
Siswa : “Nggak, Buk.”
Guru B : “Iya, kenapa? Masak karena diikat. Ya, coba diskusikan lagi.”
(Siswa dari kelompok 4 berusaha mencari jawaban pertanyaan LKS di buku
paket. Guru B meninggalkan kelompok 4 dan bergerak menuju kelompok 2 yang
sedang melakukan praktikum gelombang tali)
Siswa : “Ibu, dibeginikan, ya?”
Guru B : “Iya. Diikat nae pakek tali. Baca makanya LKS-nya yang bener. Apa
yang harus dilakukan.
(Siswa mengambil LKS. Salah satu siswa lain mengikat tali rapia pada tali
pramuka. Guru B kemudian memegang ujung tali pramuka yang bebas)
Guru B : “Kalian ikat talinya di sana, kemudian dihentakkan seperti ini.
Hentakannya sejajar dengan tempat mengikatnya. Kalau kalian
hentakkan seperti ini, bergerak nggak tali rapianya?”
Siswa : “Bergerak gimana maksudnya, Buk?”
Guru B : “Bergerak jalan.”
Siswa : “Nggak.”
Guru B : “Iya, tali rapianya nggak jalan. Kenapa dia nggak jalan? Kalau saya
hentakkan talinya naik turun, gelombangnya gimana?”
Siswa : “Merambat dia, Buk.”
Guru B : “Merambatnya ke sana, kan. Berarti dia merambat tegak lurus dengan
arah apa?”
Page 465
452
Siswa : “Apa namanya, ya?”
Guru B : “Dengan arah getarnya. Sudah? Gelombang apa namanya kalau ini?”
Siswa : “Gelombang transversal.”
Guru B : “Ya, gelombang transversal. Kalau tali ini dihentakkan, maka dia akan
muncul apa?”
Siswa : “Gelombang.”
Guru B : “Ada bukit, ada?”
Siswa : “Lembah.”
Guru B : “Iya. Dapat dipahami ya?”
Siswa : “Iya, Buk.”
(Guru B kemudian bergerak menuju kelompok 1 yang sedang melakukan
praktikum gelombang slinki)
Guru B : “Apa yang harus kalian amati disini?”
Siswa : “Talinya.”
Guru B : “Talinya, kenapa?”
(Siswa tidak menjawab. Kemudian, salah satu siswa dari kelompok 2 memanggil
guru B.)
Siswa : “Bagaimana ini, Buk?”
Guru B : “Apakah tali rapi itu berpindah ke ujung sana atau tidak? Ataukah
berpindah ke ujung sini?”
Siswa : “Tidak.”
Guru B : “Kenapa kayak gitu? Nah, itu dikerjakan di LKS-nya.”
(Guru B kemudian menyuruh siswa yang melakukan praktikum di luar untuk
kembali ke dalam kelas).
Guru B : “Bagi kelompok yang sudah selesai praktikum, tolong dirapikan
talinya, ya. Waktunya sudah habis, silahkan kalian duduk di kelompok
masing-masing. Silahkan diskusikan pertanyaan pada LKS. Jawab
sesuai praktikum yang kalian lakukan.”
Siswa : “Iya, Buk.”
Guru B : “Bagi kelompok yang sudah selesai praktikum, tolong dirapikan
talinya, ya. Waktunya sudah habis, silahkan kalian duduk di kelompok
masing-masing. Silahkan diskusikan pertanyaan pada LKS. Jawab
sesuai praktikum yang kalian lakukan. Untuk pertanyaan nomor satu,
kalian bisa langsung jawab di sana, ya. Untuk pertanyaan nomor dua,
tentang gelombang mekanik, itu ada gelombang apa saja, sebutkan.
Kemudian, yang ketiga, itu percobaan slinki. Yang keempat, percobaan
talinya. Yang kelima itu, apa yang diamati pada gelombang tali dan
slinki, ya. Suda? Silahkan didiskusikan dengan teman kelompoknya.”
(Siswa berdiskusi. Siswa menjawab soal LKS dengan memanfaatkan sumber
buku. Pada saat siswa berdiskusi, guru B aktif berkeliling menghampiri setiap
kelompok)
Page 466
453
Guru B : “Sudah, ya. Sudah ya diskusinya. Nanti kita lanjutkan lagi, sambil
menyimpulkan dari apa yang sudah kita bahas.”
(Guru B menayangkan powerpoint yang berisi animasi gelombang transversal)
Guru B : “Sesungguhnya, materi tentang gelombang sudah kalian dapatkan di
SMP. Masih ingat?”
Siswa : “Masih sedikit.”
Guru B : “Nah, disini kompetensi dasar sama indikatornya tidak usah lagi saya
jelaskan, ya. Kalian juga sudah bawa silabusnya. Nah, sekarang coba
perhatikan di depan. Benda dikatakan bergetar itu jika bagaimana?”
Siswa : “Gerakan bolak-balik.”
Guru B : “Gerak bolak-balik, apa?”
Siswa : “Pada titik kesetimbangan.”
Guru B : “Iya, pada titik kesetimbangan.”
(Guru B menggambarkan getaran bandul sederhana di papan tulis)
Guru B : “Dari sini sampai sini disebut apa?”
Siswa : “Aplitudo, simpangan terjauh.”
Guru B : “Iya. Kalau saya sebut ini titik A, kemudian ini titik B, dan ini titik C.
Bendanya mulai bergerak dari titik A. Yang dimaksud satu getaran itu
gimana?”
(Siswa angkat tangan)
Guru B : “Ya, Fizi.”
Siswa : “A-B-A-C-A.”
Guru B : “Bener?”
Siswa : “Bener.”
Guru B : “Ada yang nggak bisa?”
Siswa : “Nggak.”
Guru B : “Iya, dari A ke B, kembali ke A, kemudian ke C, kembali ke A.”
(Guru B menunjuk ke powerpoint)
Guru B : “Nah, gelombang terjadi akibat sumber yang mengalami gerak
harmonik. Kemarin ini sudah semsetr lalu, ya. Gerak harmonik itu
adalah gerak bolak-balik disekitar?”
Siswa : “Titik setimbang.”
Guru B : “Iya, titik kesetimbangan. Masih inget, nggak?”
Siswa : “Masih.”
(Guru B menunjuk ke animasi gelombang transversal pada powerpoint)
Guru B : “Pertama awalnya hanya satu partikel yang bergerak. Sekarang saya
kasih contoh tadi ya, kalau tali kita bentangkan, kenapa tali itu bisa
terbentang, karena ada beberapa titik, betul?”
Siswa : “Betul.”
Guru B : “Garis adalah kumpulan dari?.”
Siswa : “Titik-titik.”
Page 467
454
Guru B : “Nah, titik itu saya anggap sebagai partikel. Pertama, hanya ada satu
titik aja yang bergerak bolak-balik di sekitar titik kesetimbangan.
Kemudian, dia akan menyinggung tetangganya atau partikel
disampingnya. Nah, partikel di sebelahnya juga ikut mengalami
gerakan bolak-balik. Tetapi, mana yang duluan?”
Siswa : “Yang pertama.”
(Guru B memperlihatkan animasi gelombang transversal pada slide. Semua siswa
memperhatikan animasi tersebut)
Guru B : “Kemudian, ini akan berlanjut terus sampai partikel berikutnya, ya.
Demikian seterusnya. Sehingga, apa? terbentuklah gelombang. Jadi,
disana dapat dikatakan bahwa gelombang adalah?”
Siswa : “Getaran yang merambat.”
Guru B : “Getaran yang merambat. Karena tadi kan di ujung aja, ya. Jadi, dia
merambat ke teman-temannya yang lain, ke partikel-partikel yang lain,
sehingga membentuk suatu, apa? Suatu?”
(Siswa terdiam)
Guru B : “Pola. Ya, kan. Dia akan membentuk suatu pola. Nah, ketika merambat,
partikel itu membawa energi, ya. Tetapi, materinya ikut berpindah atau
nggak?”
Siswa : “Nggak.”
Guru B : “Nggak, dia hanya membawa energi. Sudah, bisa dipahami konsepnya
tadi, ya?”
Siswa : “Bisa.”
(Guru B memperlihatkan bagan klasifikasi gelombang pada slide)
Guru B : “Nah, sekarang klasifikasi gelombang. Ini di SMP juga sudah dapat, ya.
Ada yang SMP-nya nggak dapat ini? Saya yakin sudah semua, ya.
Kalau sudah semua, kita klasifikasikan gelombang berdasarkan arah
getar, medium perantara, dan amplitude. Kalau dari segi arah getar, kita
mengenal gelombang transversal dan?”
Siswa : “Longitudinal.”
Guru B : “Gelombang transversal, coba kelompoknya Adnyana, jelasin salah satu
contoh gelombang transversal, apa?”
Siswa : “Gelombang tali, Buk.”
Guru B : “Nggak, pengertiannya?”
(Siswa membaca buku)
Siswa : “Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatnya tegak
lurus arah getaranya.”
Guru B : “Tegak lurus arah getarnya. Bisa nggak kamu jelasin maksud kalimat
itu di depan? Ayo jelasin di depan.”
(Siswa maju kedepan dan menggambar bentuk gelombang transversal seperti
grafik sinus)
Page 468
455
Guru B : “Yang bagaimana yang dikatakan tegak lurus? Nah, itu arah apa
namanya? Kasi nae keterangan. Yang mana dikatakan tegak lurus?”
Siswa : “Yang ini, Buk.”
Guru B : “Iya. Arah rambatannya tegak lurus dengan?”
(Siswa menjawab secara bersamaan)
Guru B : “Apa?”
Siswa : “Arah getarannya tegak lurus dengan arah rambatannya.”
Guru B : “Yang lain gimana?”
Siswa : “Sama, Buk.”
Guru B : “Apa itu gelombang transversal?”
Siswa : “Gelombang transversal yaitu gelombang yang geratarannya tegak lurus
dengan arah rambatnya.”
Guru B : “Iya, gelombang yang arah rambatnya tegak lurus dengan arah
getarannya. Contohnya sekarang, kelompoknya Adnyana,. Eh, sorry,
kelompoknya Angga.”
Siswa : “Gelombang tali.”
Guru B : “Ada lagi?”
Siswa : “Gelombang air.”
Guru B : “Iya. Kemudian, gelombang longitudinal. Kelompoknya Gustu, apa itu
gelombang longitudinal?”
(Siswa membaca buku)
Siswa : “Gelombang longitudinal merupakan gelombang yang arah
rambatannya tegak lurus dengan arah getarannya.”
Guru B : “Kalau sejajar, berarti?”
(Siswa menjawab secara bersamaan)
Guru B : “Ya, arah getarannya dari kanan ke kiri, arah rambatannya juga dari
kanan ke kiri. Contohnya?”
Siswa : “Gelombang slinki.”
Guru B : “Yang lain, gelombang apa?”
Siswa : “Gelombang bunyi.”
Guru B : “Iya, sekarang gelombang berdasarkan medium perambatannya. Lia?”
Siswa : “Gelombang mekanik merupakan gelombang yang merambat
memerlukan medium.”
Guru B : “Iya, gelombang yang merambat memerlukan?”
Siswa : “Medium.”
Guru B : “Artinya kalau nggak ada medium, gelombangnya bisa merambat,
nggak?”
Siswa : “Nggak.”
Guru B : “Tapi ada gelombang yang merambat tidak memerlukan medium. Jadi,
yang mekanik itu memerlukan medium dan gelombang elektromagnetik
itu tidak memerlukan medium. Kalau yang elektromagnetik contohnya
apa, Sukabawu?”
Page 469
456
Siswa : “Gelombang cahaya, Buk.”
Guru B : “Kemudian, kalau gelombang mekanik, Anggi, contohnya apa?”
Siswa : “Gelombang tali.”
Guru B : “Lagi?”
Siswa : “Gelombang bunyi, gelombang permukaan air.”
Guru B : “Ya, gelombang bunyi yang paling sering diperdengarkan, ya. Di sini
gelombang bunyi, kalau nggak ada udara, tidak bisa di dengar. Seperti
misalnya di ruang hampa, tidak bisa mendengar. Sudah? Yang terakhir
itu adalah amplitude. Berdasarkan amplitude, berarti ada gelombang
berjalan, ada gelombang?”
Siswa : “Stasioner.”
Guru B : “Ada yang bisa menjelaskan itu?”
(Siswa tidak ada yang angkat tangan)
Guru B : “Agnes, mungkin?”
Siswa : “Kalau gelombang berjalan, itu gelombang mekanik yang amplitudonya
konstan di setiap titik yang dilaluinya.”
Guru B : “Iya, gelombang yang amplitudonya konstan. Kemudian, yang kedua
ada gelombang stasioner. Apa itu gelombang stasioner?”
(Siswa ngkat tangan)
Siswa : “Amplitudonya berubah sesuai dengan posisinya.”
Guru B : “Iya, amplitudonya berubah. Saya hanya mengingatkan kembali, ya.”
(Guru B menampilkan animasi gelombang transversal dan gelombang
longitudinal pada slide)
Guru B : “Nah, ini saya tunjukkan lagi. Yang itu namanya gelombang
transversal, kemudian yang di bawah namanya gelombang longitudinal.
Jadi, di sana, karakteristiknya berbeda, ya. Yang di sana terjadi bukit
dan lembah, kalau yang di sini terjadi?”
Siswa : “Rapatan dan renggangan.”
Guru B : “Iya, rapatan dan renggangan.”
(Guru B lanjut menampilkan gambar gelombang transversal dan gelombang
longitudinal yang disertai keterangan bagian-bagain dari masing-masing
gelombang tersebut)
Guru B : “Nah, kalian bisa lihat di sana, ya. Yang mana namanya bukit, yang
mana namanya lembah, yang mana namanya titik puncak, beda dengan
bukit, ya. Nanti kalau saya sebut titik puncak, berarti beda dengan
bukit. Kalau lembah beda dengan dasar lembah, ya. Sudah? Kemudian
di situ, yang longitudinal, itu ada rapatan dan renggangan. Ada yang
masih nggak tau, nggak? Perlu belajar lagi, nggak?”
Siswa : “Nggak.”
Guru B : “Nah, ini materi utama kita, yaitu mengenai karakteristik gelombang.
Untuk materi pemantulan dan pembiasan, itu sudah kalian dapatkan di
SMP, tapi difraksi dan interferensi baru kalian dapatkan di SMA. Ada
Page 470
457
yang masih ingat pemantulan sebelum saya lanjutkan Yang biasanya
terbersit dalam pikiran kalian kalau sudah ngomongin pemantulan,
contohnya apa?
Siswa : “Pemantulan cahaya, pematulan bunyi.”
Guru B : “Kalau pemantulan cahaya, contohnya apa? Yang paling sering kalau
pagi-pagi?”
Siswa : “Cermin.”
Guru B : “Ngapain kalian?
Siswa : “Bercermin.”
Guru B : “Ya. Jadi, bercermin adalah salah satu contoh peristiwa pemantulan.
Kalau itu nggak ada, kalian nggak bisa bercermin. Kemudian apa lagi?
Kalau bunyi misalnya?”
Siswa : “Gema.”
Guru B : “Yang paling sering biasanya digunakan untuk mengukur kedalaman
laut, ya. Terus mengukur panjang goa. Saya ingatkan dulu lagi, ya.
Konsep pemantulan. Kenapa dia bisa memantul?”
(Siswa menjawab secara bersamaan)
Guru B : “Ya, angkat tangannya dulu. Siapa yang bisa menjelaskan konsep
pemantulan itu gimana? Kenapa suatu gelombang dikatakan, oh itu
pemantulan gelombang. Oh, yang itu namanya pembiasan. Oh, itu
namanya difraksi. Apa yang mendasari karakter-karakter gelombang
tersebut? Apa? Kalau pemantulan apa? Ya, Dian coba. Konsep
pemantulan itu gimana? Ayo, konsep pematulan itu terjadi jika
gimana?”
Siswa : “Ada penghalang atau hambatan.”
Guru B : “Iya, pemantulan itu terjadi, jika gelombang menemui suatu
penghalang. Kalau sudah menemui penghalang, maka dia akan?”
Siswa : “Terpantul.”
Guru B : “Ya, kalau misalnya ada orang jalan terus ada penghalang, gimana?”
Siswa : “Terpantul.”
Guru B : “Berbalik ya? Pernah main bola tenis sendiri? Perlu dinding ya untuk
memantulkan.
(Guru menayangkan gambar proses pemantulan cahaya secara teratur dan baur)
Guru B : “Masih inget jenis-jenis pemantulan? Ada pemantulan teratur, ada
pemantulan?”
Siswa : “Tidak teratur.”
Guru B : “Ya, pematulan tidak teratur atau pemantulan baur. Apa bedanya?”
(Siswa angkat tangan)
Guru B : “Ya, Windi?”
Siswa : “Kalau pemantulan teratur itu arah sinar datang sama sinar pantul
sudutnya sama.”
Page 471
458
Guru B : “Sudutnya sama? Dimana-mana kalau pemantulan pasti sudut datang
sama dengan sudut pantul. Jadi, apanya yang berbeda?”
Siswa : “Bidang pantulnya.”
Guru B : “Iya, bidang pantulnya yang berbeda, kalau yang teratur bidang
pantulnya rata, kalau yang baur, tidak rata. Masih inget dengan bunyi
hukum pemantulan? Ada yang inget? Ayo, bunyi hukum pemantulan,
bagi yang bisa saya kasih bonus.”
(Siswa angkat tangan)
Guru B : “Ya, Mega. Saya catet namanya dulu, Mega.”
Siswa : “Hukum pemantulan menyatakan bahwa sudut dating sama dengan
sudut pantulnya.”
Guru B : “Apa lagi? Mega bisa ngelanjutin? Ada lagi yang bisa ngelanjutin?”
(Siswa angkat tangan)
Guru B : “Ya, silahkan Dian.”
Siswa : “Bidang pantulnya.”
Guru B : “Iya, bidang pantulnya yang berbeda. Kalau yang teratur bidang
pantulnya rata, kalau yang baur, tidak rata. Masih inget dengan bunyi
hukum pemantulan? Ada yang inget? Ayo, bunyi hukum pemantulan,
bagi yang bisa saya kasih bonus. Iya, Mega. Saya catat namanya dulu.”
Siswa : “Hukum pemantulan menyatakan sudut datang sama dengan sudut
pantulnya.”
Guru B : “Sudut datang sama dengan sudut pantul. Iya, apa lagi? Apa Mega bisa
ngelanjutin lagi satu?
Siswa : “Nggak.”
Guru B : “Oh, nggak. Iya, Tia. Silahkan, Tia.”
Siswa : “Hukum pemantulan cahaya yaitu sinar datang, sinar pantul, dan garis
normal berada terhadap bidang batas dan semuanya berada dalam suatu
ruang.”
(Guru B menayangkan gambar proses pemantulan Hukum Snellius)
Guru B : “Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berada dalam satu bidang
datang atau sinar datang, sinar pantul, dan garis normal bertemu dalam
satu bidang atau satu titik. Ini seharusnya di SMP kalian sudah pahami.
Ini adalah aplikasinya, ya. Salah satunya juga kalian sudah banyak tahu.
(Guru menayangkan gambar proses pembiasan cahaya pada air)
Guru B : “Sekarang konsep pembiasan. Kalau tadi tentang pemantulan sudah
lewat. Nah, sekarang tentang konsep pembiasan. Gelombang akan
mengalami pembiasan jika bagaimana?
Siswa : “Saya, Buk.”
Guru B : “Iya, Gustu.”
Siswa : “Berada pada medium yang berbeda.”
Guru B : “Iya. Melalui dua medium yang berbeda kerapatannya. Kalau dia tidak
berbeda, maka tidak akan terjadi peristiwa pembiasan. Pembiasan itu
Page 472
459
contohnya adalah suara pada malam hari terdengar lebih keras
dibandingkan dengan siang hari. Kemudian apalagi contoh yang lain?
Siswa : “Dasar kolam pada siang hari terlihat lebih dangkal.”
Guru B : “Iya dasar kolam terlihat lebih dangkal. Nanti kalau main ke Mumbul
(kolam renang), kalau nggak tau, jangan langsung nyebur aja, ya, Oh,
kolamnya dangkal, tapi taunya kelelep (tenggelam). Ada lagi yang
lain?”
Siswa : “Kalau misalkan pensil yang dicelupkan ke gelas itu akan kelihatan
bengkok.”
Guru B : “Pensil yang dimasukkan dalam gelas jadi bengkok, tapi janganlah
pensil terlalu sengaja banget.”
Siswa : “Pipet.”
Guru B : “Iya, pipet, ya. Yang paling sering saat kalian beli es campur atau es
gula, pasti pakai pipet. Kalau diperhatikan pipetnya seperti patah ya,
tapi kalau diangkat pipetnya nggak patah. Kalau patah kan nggak bisa
dipakai minum. Apalagi?”
Siswa : “Ada pelangi saat setelah hujan.”
Guru B : “Iya, ada pelangi saat setelah hujan, ya. Kan tadi hujan, habis itu ada
matahari, biasanya ada pelangi, entar lihat ada pelangi atau tidak ya.
Hukum pembiasan ini kan sudah didapat waktu SMP ya, kalian bisa
mengingat kembali, ketika sinar datang dari medium yang kurang rapat,
kurang rapat itu di udara ke medium yang lebih rapat yaitu air. Iya ini
peristiwa pipet tadi, maka dia akan dibiaskan mendekati garis normal.
Ini pipetnya, ini gelasnya misalnya, ya. Nah, ketika dia dimasukkan
dalam air, maka akan dibiaskan mendekati garis normal. Iya, jadi itu
yang membuat kenapa dia menjadi patah. Nah ini tadi ya, pelangi, di air
terjun pasti muncul. Nah, yang sering main ke air terjun pasti pernah
melihat, tapi hati-hati nanti kepleset.
(Guru B menayangkan gambar kacamata, kamera, lup, dan teropong)
Guru B : “Sudah? Sekarang kita akan bahas mengenai teknologi yang lain adalah
lensa kacamata, kamera, lup. Ini sudah kelas 10 kalian dapet, pas di alat
optik. Nah, ini yang baru, yaitu difraksi. Ini konsep baru, di SMA kalian
dapet. Nah, kenapa suatu gelombang bisa mengalami difraksi, syaratnya
apa?”
Siswa : “Saya, Buk.”
Guru B : “Iya, Rani.”
Siswa : “Adanya penghalang yang berupa celah sempit.”
Guru B : “Iya, adanya penghalang yang berupa celah sempit. Nah, artinya ketika
dia sebernarnya kedap gitu ya, tiba-tiba diberi lubang sedikit saja, maka
air sebagai gelombang, itu akan mengalami, apa namanya kalau difaksi
istilah lainnya?”
Siswa : “Pelenturan.”
Page 473
460
Guru B : “Iya, pelenturan. Lentur dia ya, dia ngikutin alur.”
(Guru B menayangkan gambar fenomena orang mendengar radio dari balik pintu)
Guru B : “Kalian ada yang kos kan ya, atau dirumah misalnya, didalam kamar
kalian ngidupin radio atau tape, tetanggga sebelah bisa dengar, nggak?
Siswa : “Bisa.”
Guru B : “Iya, bisa kedengeran, ya. Walaupun kalian sudah tutup rapat
kamarnya, tetep saja ada yang kedengeran. Nah, kenapa?”
Siswa : “Karena ada lubang kecil.”
Guru B : “Iya, contohnya apa misalnya?
Siswa : “Jendela, ventilasi, dan lubang bawah pintu.”
Guru B : “Nah, lewat lubang kunci juga bisa dia masuk. Sudah?
(Guru B menayangkan gambar fenomena difraksi pada air yang melewati celah
sempit)
Guru B : “Nah, ini contohnya ya, kita kasi celah atau sekat, maka akan tampak,
nah kalian bisa lihat?”
Siswa : “Bisa.”
Guru B : “Tampak garis-garis kecil halus ini, ya. Ini adalah akibat dari difraksi
itu. Nanti kalian bisa amati di rumah. Nanti kalian bisa bendung dulu
airnya, lalu dikasih celah, kemudian diamati. Sekarang interferensi,
interferensi kan berbeda dengan difraksi. Kalau interferensi itu apa?
Interferensi? Terjadi jika ada dua gelombang yang koheren. Koheren itu
artinya gelombang yang memiliki frekuensi yang sama dan beda fase
yang sama. Disini interferensi itu ada dua, ada interferensi destruktif
dan interferensi konstruktif. Konstruktif itu artinya saling menguatkan
maka dia kan muncul pola gelap atau terang. Kalau dia saling
menguatkan, maka akan muncul pola?”
Siswa : “Gelap.”
Guru B : “Iya, gelap. Sudah?
(Guru B menayangkan gambar tangki riak)
Guru B : “Untuk mengamati karakteristik-karakteristik gelombang tersebut, kita
dapat menggunakan tangki riak. Sayangnya, tangki riaknya rusak. Jadi,
kita nggak bisa makek tangki riaknya. Mungkin tahun depan baru bisa
kita gunakan. Nah, ini saya tampilkan replika tangki riak. Kalain bisa
lihat di sana, tangki riak itu terdiri dari sebuah meja yang diisi air.
Kemudian ada sumber penggetar yang digerakkan dengan motor.
Kemudain ada sumber cahayanya. Nah, nanti di sana, kita akan
mengamati beberapa pola gelombang. Bisa pola pematulan, seperti
yang saya tampilkan tadi.
(Guru B menayangkan gambar pematulan pada muka gelombang)
Guru B : “Nanti di situ ada muka gelombang, sumber dari gelombangnya, itu
akan menghasilkan muka gelombang. Muka gelombang itu akan jalan
Page 474
461
nanti, ya. Kemudian ketika bertemu penghalang, dia akan di pantulkan.
Entar saya kasih videonya, biar kalian bisa lihat.
(guru menayangkan gambar proses pembiasan)
Guru B : “Kemudian untuk pembiasan. Pembiasan itu konsepnya adalah, seperti
yang saya bilang tadi. Ketika dia menemui dua medium yang berbeda
kerapatannya, maka dia akan mengalami peristiwa pembiasan. Yang
dipakai di sana adalah pelat kaca.”
(Guru B menyampaikan materi tentang difraksi dan refraksi)
Guru B : “Sudah? Sambil berdiskusi sama temannya, saya kasih video, ya. Nah,
di sini kita akan mengamati bagaimana pola yang dihasilkan dari tangki
riak, ya.”
(Guru B menayangkan video seseorang yang sedang melakukan percobaan
dengan tangki riak)
Guru B : “Nah, kita lihat disana, itu cuman menggunakan satu getaran saja, ya.
Maka dia akan membentuk pola di sana. Itu tadi satu penggetar. Nah,
sekarang penggetarnya ditambah jadi dua, maka dia akan terjadi
interferensi. Kalian bisa lihat di sana polanya. Nah, di sana akan terjadi
pola gelap dan pola terang. Dia di sana tanpa penghalang. Kalau pakai
penghalang, akan terjadi peristiwa pemantulan. Kalau pakai celah, dia
akan terjadi peristiwa difraksi. Kalau untuk pembiasan, dua medium
yang berbeda, dipakai di sebelahnya ada kaca, kemudian yang
sebelahnya udara, maka dia akan terjadi peristiwa pembiasan. Nah,
berarti banyak percobaan yang bisa dilakukan di sana. Nah, yang
sedang saya tampilkan ini adalah percobaan tentang interferensi. Bisa
dipahami?”
Siswa : “Bisa.”
Kegiatan Penutup
Guru B : “Baik, silahkan diskusikan dulu sama temannya jawaban LKS-nya, biar
nggak ada masalah. Kalau tidak, silahkan dikumpulkan, dijepret, ya.”
(Bel pemberitahuan persembahyangan berbunyi. Siswa mengumpulkan jawaban
LKS. Siswa melakukan Puja Tri Sandya)
Guru B : “Ya, Paramasantih, ya.”
Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.”
Catatan Lapangan
1. Guru mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan akan dibahas.
2. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan
dilakukan.
3. Guru tidak memfasilitasi kegiatan menanya (tidak memancing siswa agar
bertanya).
Page 475
462
4. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa melakukan
percobaan gelombang slinki, gelombang tali, gelombang air, serta
menayangkan animasi, gambar, dan video.
5. Guru memfasilitasi kegiatan mencoba dengan menyuruh siswa melakukan
percobaan gelombang slinki, gelombang tali, dan gelombang air, serta
mendemosntrasikan video praktikum tangki riak.
6. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa
permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut dari percobaan yang
telah dilakukan dan memberikan pertanyaan mengapa, apa, dan bagaimana
saat pembelajaran berlangsung.
7. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dalam bentuk kerja kelompok
dan tanya jawab.
8. Guru memberikan nilai tambahan bagi siswa yang dapat menjawab
pertanyaan yang diajukannya.
9. Guru aktif menuntun siswa pada saat praktikum.
10. Guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media
powerpoint, gambar, dan video dalam menyampaikan materi.
11. Materi yang disampaikan guru bersifat konseptual dan kontekstual
12. Guru menyampaikan materi secara sistematis, dari mudah ke sulit dan dari
konkrit ke abstrak.
13. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai alokasi waktu yang direncanakan.
14. Guru terampil dalam menggunakan sumber belajar slinki dan tali, serta media
powerpoint.
15. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan
menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum.
16. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan sumber belajar.
17. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.
18. Guru merespon positif jika ada peserta didik yang bertanya atau berpendapat.
19. Guru menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis dengan baik.
20. Volume suara guru terdengar jelas.
21. Cara berpakaian guru sopan.
22. Upaya pengembangan aspek religious siswa dilakukan guru melalui
pemberian salam sebelum dan sesudah pembelajaran, persembahyangan
sesudah pembelajaran, dan penyampaian beberapa fenoma fisis dalam
kehidupan keseharian siswa.
23. Guru meminta siswa mengumpulkan jawaban LKS yang telah dibuat.
24. Guru tidak menyimpulkan materi pembelajaran pada kegiatan penutup.
25. Guru tidak memberikan kuis dan PR.
26. Guru tidak menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.
Page 476
463
Transkrip Tiga Observasi di Kelas Guru B
Kode : Obs/D2/GB/30-04-2015
Jenis Data : Observasi Kelas
Subjek Siswaan : Guru B
Hari/Tanggal : Senin, 11 Mei 2015
Pokok Bahasan : Percobaan Melde
Jam : 5-6
Tempat : Laboratorium Fisika
Kegiatan Pendahuluan
Siswa : “Berdiri! Ngaturang Panganjali Umat, Om Swastyastu.”
Guru B : “Om Swastyastu. Sudah? Kelompoknya terpaksa saya rubah karena
alatnya cuman ada lima, ya. Satu kelompok terdiri dari tujuh orang.
Sudah? Nggak ada lebih. Jumlah siswanya 35 soalnya. Hari ini kita
praktikum Melde. Ini alat-alat yang akan digunakan, sudah disiapkan di
depan. Jadi, yang harus kalian perhatikan nanti, pembacaan yang ada di
alatnya. Misalkan kalau alatnya memerlukan tegangan 3 volt, silahkan
pakai yang 3 volt. Jangan melebihi, biar nggak meledak. Itu yang saya
wanti-wanti. Sudah? Kemudian di vibrator, itu tertera maksimal 100
gram. Jadi, massa yang digunakan tidak boleh lebih dari 100. Jadi,
kalian gunakan massa yang kurang dari 100. Di sini akan ada variasi
massa. Sudah? Jangan megambel Alit! Yang ini ada variasi massa,
kalian silahkan variasi massa. Kemudian, panjang talinya tidak usah
kalian ubah-ubah lagi, ya. Karena tidak variabel pengaruh panjang tali
di sini. Kemudian untuk miu (µ) benang, itu suda saya carikan. Biar
nggak berebutan menggunakan neraca digital. Nilainya bisa kalian lihat
di papan. Kemudian frekuensi PLN untuk vibratornya itu adalah 50 Hz.
Kemudian, nanti buat grafiknya sesuai permintaan pada LKS-nya.
Nanti praktikum bisa dilaksanakan, kalau alatnya sudah terpasang,
silahkan lapor sama saya, nanti saya nilai dulu, baru boleh dihidupkan,
biar nggak berbahaya. Sudah? Nanti setiap kelompok saya nilai per
siswa. Ada pertanyaan? Kalau tidak, silahkan kerja kelompok. Ambil
satu daya, satu penggaris, dan satu perangkat praktikumnya. Kemudian
ambil LKS-nya juga ke depan.”
Kegiatan Inti
(Masing-masing perwakilan kelompok maju ke depan)
Guru B : “Jangan berebut, ya.”
Siswa : “Iya, Buk.”
(Masing-masing kelompok merangkai alat praktikum. Guru B mengawasi dari
depan).
Guru B : “Baca lagi LKS-nya, ya. Biar nggak salah ngambil data nanti.”
Siswa : “Iya, Buk.”
Lampiran 5.7
Page 477
464
(Guru B bergerak menuju kelompok 1 yang sudah selesai merangkai alat
praktikum)
Guru B : “Saya tanya dulu. Kalian sudah baca materi sebelumnya?”
(Siswa tidak menjawab)
Guru B : “Bener nggak voltage yang digunakan disini DC?”
Siswa : “Salah, Buk.”
Guru B : “Seharusnya?”
Siswa : “AC.”
(Guru B memberikan tanda plus pada kolom nama siswa yang menjawab)
Guru B : “Saya tanya lagi. Kabel pada vibrator ini dipasang bolak-balik boleh?”
Siswa : “…..”
Guru B : “Ini tegangan yang pakai berapa?”
Siswa : “4 volt.”
Guru B : “Kenapa 4 volt?”
Siswa : “Karena di vibratornya tertulis maksimal 4 volt.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Di sana bebannya berapa kalian kasih?”
Siswa : “5 gram.”
Guru B : “Maksimum berapa?”
Siswa : “100 gram.”
Guru B : “Coba kalian hidupkan ?”
(Siswa menghidupkan power supply)
Guru B : “Apa yang bisa kalian lihat di sana?”
Siswa : “Gelombang tali.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Bagaimana caranya menentukan satu gelombang? Satu gelombang
darimana ke mana? Tunjukkan sama saya yang mana satu gelombang.”
Siswa : “Dari sini sampai sini.”
Guru B : “Ya, pinter. Karena dari sini tidak jelas kelihatan, kamu ambil dari sini,
ya. Kalau dari sini, yang mana satu gelombang?”
Siswa : “Sampai sini, Buk.”
Guru B : “Terdiri dari berapa dia kalau sampai sini? Ayo, yang mana satu
gelombang?”
Siswa : “Sampai di sini, Buk.”
Guru B : “Terdiri dari berapa?”
Siswa : “Satu puncak satu lembah.”
Guru B : “Atau berapa simpul?”
Siswa : “Dua, Buk.”
(Guru B mematikan power supply)
Guru B : “Berapa?”
(Siswa bingung)
Guru B : “Ayo, jawab. Berapa?”
Page 478
465
(Siswa terdiam)
Guru B : “Nah, dibuka lagi bukunya. Nah, di situ kan diminta lamda, ya. Kalian
ngitungnya dengan cara apa?”
(Siswa berdiskusi. Guru B menghidupkan power supply)
Guru B : “Kemarin kan sudah kita bahas. Apa hubungannya dengan panjang tali?
Nia, satu lamda dihitung dengan cara apa?”
Siswa : “Panjang tali per jumlah gelombangnya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Ya, silahkan praktikum sesuai LKS-nya, ya.”
(Guru B bergerak ke kelompok 2)
Guru B : “Suda? Siapa yang bisa menyebutkan alat dan bahan yang digunakan?”
Siswa : “Saya, Buk. Vibrator, catu daya, kabel, terus katrol, penggaris, sama tali
benang.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Arusnya itu kenapa AC?”
Siswa : “Karena sumbernya listrik. Sedangkan DC itu kan sumbernya baterai.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Kemudian, kalau kabel vibrator ini saya tukar, boleh nggak?”
Siswa : “Boleh.”
Guru B : “Kenapa?”
Siswa : “Yang penting satu tempat dia vibrator sama catu dayanya.”
Guru B : “Kenapa?”
Siswa : “Positif negatif nya di sini kan nggak ada hubungan dia.”
Guru B : “Nggak ada hubungan? Kenapa?”
Siswa : “Warna kabelnya nggak mempengaruhi, Buk.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Dari percobaan ini, kalian akan mengamati apa?”
Siswa : “Gelombang, Buk?”
Guru B : “Satu gelombang terdiri dari?”
Siswa : “Satu bukit satu lembah.”
Guru B : “Coba sekarang hidupkan.”
(Siswa menghidupkan power supply, namun vibratornya tidak bekerja. Guru B
meminta bantuan laboran untuk menanganinya. Guru B kemudian bergerak
menuju kelompok 3)
Guru B : “Siapa yang bisa menyebutkan nama alat yang digunakan.”
Siswa : “Saya, Buk. Jadi, kita memakai alat, ini vibrator, ini tali, ini katrol,
sama catu daya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Ini tegangannya AC, boleh nggak saya minta pakai DC aja?”
(Siswa tidak menjawab)
Guru B : “Boleh, nggak? Kok tau AC? Dengar dari teman?”
Siswa : “Ini orang di vibratornya bacaannya AC, Buk.”
Page 479
466
Guru B : “Kalau saya ganti DC boleh, nggak?”
Siswa : “Kalau AC kan arus bolak-balik, kalau DC kan searah. Kan beda
jadinya dia, Buk.”
Guru B : “Berarti digunakan apa?”
Siswa : “Arus bolak-balik.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Iya, pada titik kesetimbangan.”
(Guru B menggambarkan getaran bandul sederhana di papan tulis)
Guru B : “Kemudian yang akan kalian hitung itu apanya?”
(Siswa membaca tujuan praktikum yang tertera pada LKS)
Guru B : “Kemudian yang dicari itu cepat rambat gelombang, lalu kita
menggunakan tali ini untuk apa?”
Siswa : “Mencari lamda.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Bagaimana cara ngitung lamda?”
Siswa : “Lamda dihitung dari panjang tali dibagi jumlah gelombang.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Ya, sekarang coba lakukan praktikumnya.”
(Siswa menghidupkan power supply)
Guru B : “Itu voltage-nya berapa?”
Siswa : “Dua.”
Guru B : “Maksimal?”
Siswa : “Tiga.”
Guru B : “Kalau gelombangnya terlalu lemah, coba ini diganti massanya.”
(Siswa mengganti massa beban)
Guru B : “Yang mana namanya satu gelombang?”
Siswa : “Dari sini sampai sini, Buk.”
Guru B : “Iya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Suda? Vivi bisa nentuin satu gelombang? Bisa? Berarti nanti kalian
ngukur panjang gelombangnya gimana?”
(Siswa terdiam)
Guru B : “Dihitung dulu jumlah gelombangnya. Terus nanti panjang talinya bagi
jumlah gelombang. Ya, silahkan praktikum.”
(Guru B meninggalkan kelompok 3 dan bergerak menuju kelompok 4)
Guru B : “Siapa yang mau menyebutkan alat dan bahan yang digunakan?”
Siswa : “Saya, Buk. Beban, katrol, tali, vibrator, kabel, dan catu daya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Itu tengan pada power supply AC apa DC?”
Siswa : “AC, Buk. Soalnya listriknya sumbernya dari PLN.”
Guru B : “Nah, sekarang coba bacakan di vibratornya, AC apa DC?”
Siswa : “AC, Buk.”
Page 480
467
Guru B : “Maka dari itu tegangan yang dipasang pada catu daya harus?”
Siswa : “AC.”
Guru B : “Iya, harus sesuai. Kalau saya tukar itu kabelnya, boleh nggak? Yang
merah saya bawa ke hitam, terus yang hitam saya bawa ke merah.
Boleh, nggak?”
Siswa : “Boleh, Buk. Sama saja.”
Guru B : “Kenapa? Kok kamu bilang itu sama, kenapa?”
Siswa : “Soalnya warna kabel itu tidak menntukan sumber positif negative,
Buk. Tergantung kita nyolokinnya itu dimana.”
Guru B : “Berarti kalau yang hitam itu saya tukar warna kuning, boleh nggak?”
Siswa : “Boleh, Buk.”
Guru B : “Kenapa?”
Siswa : “Tidak ada keterangan positif negatifnya di sini, Buk.”
Guru B : “Iya, karena tidak ada keterangan positif negative.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Kemudian, coba ceritakan sama saya, apa yang dilihat dari benang ini
nanti?”
Siswa : “Gelombang, puncaknya, perut, simpul, sama cepat rambat
gelombangnya.”
Guru B : “Jadi, yang bisa dilihat di sini adalah pola gelombang. Dari pola
gelombang itu, kamu harus bisa menentukan berapa yang namanya satu
gelombang. Satu gelombang terdiri dari apa?”
Siswa : “Satu puncak dan satu lembah.”
Guru B : “Iya, satu puncak dan satu lembah.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Berarti, untuk ngitung satu lamda, gimana caranya dari benang ini?”
Siswa : “Panjang tali dibagi jumlah gelombang.”
Guru B : “Iya, coba kamu praktikum satu kali aja.”
(Siswa menghidupkan power supply)
Guru B : “Jangan terlalu berat ini. Matikan dulu, ini terlalu berat. Coba ganti
massanya yang lebih kecil.”
(Siswa mengganti massa dan melanjutkan praktikum)
Guru B : “Itu berapa volt dipakai?”
Siswa : “Dua.”
Guru B : “Di vibrator berapa?”
Siswa : “Maksimum tiga.”
Guru B : “Yang namnya satu lamda yang mana? Dari mana sampai mana?”
Siswa : “Dari sini sampai sini, Buk.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Silahkan lanjutkan percobaannya, ya?”
(Guru B kemudian bergerak menuju kelompok 5)
Guru B : “Yang di sini, sudah?”
Page 481
468
Siswa : “Sudah, Buk.”
Guru B : “Siapa yang bisa menyebutkan alat-alatnya?”
Siswa : “Saya, Buk. Beban, katrol, tali, vibrator, kabel, dan catu daya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Arus yang dipakai AC apa DC?”
Siswa : “AC, Buk.”
Guru B : “Kenapa AC?”
Siswa : “Karena isi gambar gelombang.”
Guru B : “Gelombang? Kalau AC gambarnya gelombang? Itu artinya apa?”
Siswa : “Bolak-balik.”
Guru B : “Iya, bukan gambar gelombang, ya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Kalau saya tukar kabelnya, boleh nggak?”
Siswa : “Boleh.”
Guru B : “Iya, karena tidak ada keterangan positif negatifnya. Itu tegangannya
berapa dipasang?”
Siswa : “Tiga.”
Guru B : “Kenapa?”
Siswa : “Karena maksimalnya empat.”
Guru B : “Iya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Apa yang kalian ukur nanti dengan alat ini?”
Siswa : “Panjang gelombang.”
Guru B : “Bagaimana caranya ngukur?”
Siswa : “Panjang tali dibagi banyaknya gelombang.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Panjang talinya darimana sampai mana diukur?”
Siswa : “Dari situ sampai sini.”
Guru B : “Sampai sini diukur?”
Siswa : “Sampai katrol.”
Guru B : “Iya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Ya, sekarang coba hidupkan.”
(Siswa menghidupkan power supply)
Guru B : “Sudah? Coba ini diganti bebannya dulu.”
(Siswa mengganti beban dan melanjutkan praktikum)
Guru B : “Yang mana namanya satu gelombang? Dari mana sampai mana?”
Siswa : “Dari sini sampai sini.”
Guru B : “Iya.”
(Guru B memberikan tanda pada lembar observasi)
Guru B : “Ya, silahkan lanjutkan praktikumnya.”
Page 482
469
(Semua siswa melakukan praktikum. Guru B aktif membimbing siswa yang
mengalami kendala dalam mengambil data)
Guru B : “Setelah kalian dapat data, langsung dianalisis sesui LKS yang
diberikan, ya.”
(Siswa menganalisis data berdasarkan suruhan pada LKS. Siswa menggambar
grafik hubungan tegangan tali dan kuadrat cepat rambat gelombang pada kertas
milimeter block)
Guru B : “Silahkan dikumpul LKS dan jawabannya, ya. Jawabannya tulis di
kertas double folio.”
(Perwakilan masing-masing kelompok mengumpul LKS dan jawabannya)
Guru B : “Sudah, ya. Kita akan perhatikan pekerjaan teman-temannya dulu. Di
sini ada beberapa yang salah menganalisis data karena kalkulatornya
bermasalah mungkin, ya. Ini kelompoknya Adnyana. Mungkin nanti
bisa diulang lagi analisisnya. Untuk yang lain, tidak terlalu banyak
permasalahan, ya. Nah, untuk praktikumnya, tadi kan berbanyak, ya.
Kalian harus pahami cara praktikumnya, biar nanti ujian praktek, kalian
bisa praktikum sendiri. Tadi kan saling bantu. Nanti kalau praktikum
sendiri, nggak bisa kayak gitu. Di sini tadi kan diminta untuk
menentukan hubungan cepat rambat gelombang dengan tegangan
dawai, jawabannya gimana? Mega, gimana hasilnya?”
Siswa : “Berbanding lurus.”
Guru B : “Yang lain, gimana?”
Siswa : “Sama, Buk.”
Guru B : “Kemudian untuk menyelidiki cepat rambat gelombang dengan
kerapatn linear. Kerapatan linear di sini artinya, apa? My, ya. Gimana
hubungannya?”
Siswa : “Berbanding terbalik.”
Guru B : “Semua sudah dapat jawaban seperti itu, ya?”
Siswa : “Iya.”
Guru B : “Nah, bentuk grafiknya seperti apa?”
Siswa : “Naik.”
Guru B : “Seharusnya kalian dapat grafik persamaan kuadrat. Kalau kalian dapat
grafik garis linear saja, mungkin itu kenapa? Karena skala yang kalian
gunakan itu tidak tepat. Misalkan 2 ke 4, kemudian ke 6. Jadi, gunakan
skala yang stabil, ya. Jangan sampai, 2, 2, 5, 10, 15, gitu kan salah, ya.
Jadi, itu nanti yang menyebabkan grafiknya salah.”
Kegiatan Penutup
Guru B : “Nah, ada pertanyaan dulu sebelumnya?”
Siswa : “Tidak.”
Guru B : “Kalau tidak, nanti kita alnjutkan hari Senin. Hari kamis libur, ya. Ya,
sekarang kita Parama Santih dulu.”
Siswa : “Berdiri, ngaturang Paramasantih, Om Santih Santih Santih Om.
Page 483
470
Catatan Lapangan
1. Guru mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang sedang dibahas.
2. Guru menyampaikan garis besar kegiatan yang akan dilakukan.
3. Guru memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa mengamati
pola gelombang pada praktikum Melde.
4. Guru memfasilitasi kegiatan mencoba dengan menyuruh siswa melakukan
praktikum melde.
5. Guru memfasilitasi kegiatan menalar dengan memberikan siswa
permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut dari percobaan yang
telah dilakukan dan memberikan pertanyaan mengapa, apa, dan bagaimana
saat pembelajaran berlangsung.
6. Guru memfasilitasi kegiatan berkomunikasi dalam bentuk kerja kelompok
dan tanya jawab.
7. Guru memberikan nilai tambahan bagi siswa yang dapat menjawab
pertanyaan yang diajukannya.
8. Guru aktif menuntun siswa pada saat praktikum.
9. Materi yang disampaikan guru bersifat konseptual.
10. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai alokasi waktu yang direncanakan.
11. Guru terampil dalam menggunakan alat dan bahan praktikum.
12. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menangkap materi dengan
menanyakan apakah siswa sudah mengerti atau belum.
13. Guru memfasilitasi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan sumber belajar.
14. Guru memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk melakukan
praktikum.
15. Guru melakukan penilaian bagi siswa yang mampu menjawab pertanyaannya.
16. Guru mampu mengelola kelas dengan baik.
17. Guru dibantu oleh laboran dalam menangani alat yang rusak dan membantu
siswa yang kesulitan dalam mengambil data praktikum.
18. Guru merespon positif jika ada peserta didik yang bertanya atau berpendapat.
19. Guru menegur siswa yang tidak serius mengikuti pembelajaran.
20. Guru menggunakan bahasa lisan dengan baik.
21. Volume suara guru terdengar jelas.
22. Cara berpakaian guru sopan.
23. Upaya pengembangan aspek religious siswa dilakukan guru melalui
pemberian salam sebelum dan sesudah pembelajaran.
24. Guru meminta siswa mengumpulkan jawaban LKS yang telah dibuat.
25. Guru membahas LKS, mengevaluasi, dan menyimpulkan hasil praktikum
pada kegiatan penutup.
26. Guru tidak memberikan kuis dan PR.
27. Guru tidak menyampaikan rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya.
Page 484
LAMPIRAN 6
DOKUMENTASI PENELITIAN
Page 485
471
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Wawancara dengan Guru A Gambar 2. Wawancara dengan Guru B
Gambar 3. Wawancara dengan Siswa
Guru A
Gambar 4. Wawancara dengan Siswa
Guru B
Gambar 5. Wawancara dengan Pengawas
Akademik
Gambar 6. Guru A menuntun siswa
mengerjakan LKS (Obs/D1)
Lampiran 6
Page 486
472
Gambar 7. Siswa Guru A mempresentasikan
tugas proyek (Obs/D2)
Gambar 8. Guru A melakukan penilaian
proyek (Obs/D2)
Gambar 9. Siswa Guru A mempresentasikan
tugas proyek (Obs/D2)
Gambar 10. Guru A memberikan apersepsi
gelombang berjalan (Obs/D3)
Gambar 11. Guru A menjelaskan konsep
gelombang stasioner (Obs/D3) Gambar 12. Guru A memberikan soal
latihan (Obs/D3)
Page 487
473
Gambar 13. Guru A memberikan tips
penyelesaian soal (Obs/D3)
Gambar 14. Guru A menuntun siswa
mengerjakan soal latihan
(Obs/D3)
Gambar 15. Siswa Guru A menjelaskan
jawaban soal latihan (Obs/D3)
Gambar 16. Guru A membahas
jawaban siswa (Obs/D3)
Gambar 17. Guru A menjelaskan konsep
gelombang berjalan dengan
media powerpoint (Obs/D3)
Gambar 18. Guru A menurunkan rumus
berdasarkan kasus pada
powerpoint (Obs/D3)
Page 488
474
Gambar 19. Guru B memberikan
apersepsi (Obs/D1)
Gambar 20. Guru B membagikan LKS
(Obs/D1)
Gambar 21. Siswa Guru B
mengumpulkan informasi dari
buku dan internet (Obs/D1)
Gambar 22. Guru B menuntun siswa
mengerjakan soal-soal LKS
(Obs/D1)
Gambar 23. Siswa Guru B
mengkomunikasikan jawaban
soal-sola LKS (Obs/D1)
Gambar 24. Guru B bersama siswa
menyampaikan salam
pembuka (Obs/D2)
Page 489
475
Gambar 25. Guru B menyampaikan garis
besar rencana kegiatan
pembelajaran (Obs/D2)
Gambar 26. Guru B membagikan LKS
materi karakteristik gelombang
(Obs/D2)
Gambar 27. Guru B menjelaskan teknis
demonstrasi dengan slinki dan tali
(Obs/D2)
Gambar 28. Guru B menuntun siswa
melakukan demonstrasi
gelombang slinki (Obs/D2)
Gambar 29. Guru B menuntun siswa
melakukan demonstrasi
gelombang tali (Obs/D2)
Gambar 30. Guru B menuntun siswa
melakukan demonstrasi
gelombang air (Obs/D2)
Page 490
476
Gambar 31. Guru B menuntun siswa
menjawab soal-soal LKS
(Obs/D2)
Gambar 32. Guru B menjelaskan materi
dengam ceramah berbantuan
media power point (Obs/D2)
Gambar 33. Animasi pada powerpoint Guru
B tentang proses terbentuknya
gelombang transversal (Obs/D2)
Gambar 34. Guru B menjelaskan penerapan
konsep pembiasan gelombang
dalam teknologi (Obs/D2)
Gambar 35. Guru B menjelaskan definisi
gelombang dengan gambar
(Obs/D2)
Gambar 36. Siswa Guru B menjelaskan
hukum Snellius pada
pemantulan gelombang
(Obs/D2)
Page 491
477
Gambar 37. Guru B menjelaskan
prosedur praktikum (Obs/D3)
Gambar 38. Guru B memfasilitasi siswa yang
bertanya (Obs/D3)
Gambar 39. Guru B menuntun siswa
merangkai alat praktikum
(Obs/D3)
Gambar 40. Siswa Guru B menyebutkan alat
dan bahan praktikum yang
digunakan (Obs/D3)
Gambar 41. Guru B menugaskan siswa
menunjukkan definisi satu
gelombang (Obs/D3)
Gambar 42. Guru B melakukan penilaian
kinerja praktikum (Obs/D2)
Page 492
478
Gambar 43. Siswa Guru B melakukan
praktikum Melde (Obs/D3)
Gambar 44. Siswa Guru B mencatat data
praktikum yang diperoleh
(Obs/D3)
Gambar 45. Siswa Guru B menggambar
grafik hubungan tegangan
benang dan kuadrat cepat
rambat gelombang
berdasarkan data yang
diperoleh (Obs/D3)
Gambar 46. Guru B membahas dan
mengevaluasi hasil praktikum
masing-maing kelompok
(Obs/D3)