12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perkembangan Anak Batita a. Definisi Anak Batita Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan bahwa balita kependekan dari anak di bawah lima tahun yaitu dari usia 12 sampai 59 bulan. Berdasarkan periode usia perkembangan, masa kanak-kanak awal (satu sampai enam tahun) terbagi menjadi dua periode menurut Potter dan Perry (2005) yaitu toddler (satu sampai tiga tahun) dan pra sekolah (tiga sampai enam tahun). Batita atau toddler adalah sekelompok penduduk berusia kurang dari tiga tahun atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya yang ketiga dan menjadi sasaran pelayanan program kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). b. Perkembangan Anak Batita Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek perkembangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Perkembangan Anak Batita
a. Definisi Anak Batita
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan
bahwa balita kependekan dari anak di bawah lima tahun yaitu dari usia
12 sampai 59 bulan. Berdasarkan periode usia perkembangan, masa
kanak-kanak awal (satu sampai enam tahun) terbagi menjadi dua
periode menurut Potter dan Perry (2005) yaitu toddler (satu sampai
tiga tahun) dan pra sekolah (tiga sampai enam tahun). Batita atau
toddler adalah sekelompok penduduk berusia kurang dari tiga tahun
atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya yang ketiga dan
menjadi sasaran pelayanan program kesehatan (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009).
b. Perkembangan Anak Batita
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan
perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang
lebih komplek dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek perkembangan
13
yang dapat dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan
bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.
1) Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh
yang melibatkan otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dan
sebagainya.
2) Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil,
tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati
sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya.
3) Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,
berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
4) Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan
mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan
sebagainya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan
ciri-ciri perkembangan pada masa balita terutama pada tiga tahun
pertama kehidupan, yang ditandai dengan pertumbuhan dan
perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan
14
serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk
jaringan saraf dan otak yang komplek. Jumlah dan pengaturan
hubungan antar sel saraf ini akan mempengaruhi segala kinerja otak,
mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga
bersosialisasi. Kecepatan pertumbuhan pada masa balita akan mulai
menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik dan
fungsi ekskresi serta perkembangan kemampuan bicara dan bahasa,
kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan
sangat cepat.
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak mempunyai
prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), meliputi:
1) Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar
Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi
dengan sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu.
Belajar merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan
usaha. Anak akan memperoleh kemampuan menggunakan sumber
yang diwariskan dan potensi yang dimiliki anak melalui belajar.
2) Pola perkembangan dapat diramalkan
Semua anak memiliki pola perkembangan yang sama,
sehingga perkembangan seorang anak dapat diramalkan.
Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ke tahapan
spesifik, dan terjadi berkesinambungan.
15
c. Tahap-tahap Perkembangan sesuai usia
Meadow dan Newell (2005) menyebutkan tahap-tahap perkembangan sesuai usia yang meliputi empat bidang
perkembangan yaitu postur dan pergerakan, penglihatan dan manipulasi, pendengaran dan kemampuan bicara, serta
perilaku sosial.
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Perkembangan Sesuai Rata-Rata Usia
Tahap-Tahap Perkembangan
Usia Postur dan Pergerakan Penglihatan dan Manipulasi Pendengaran dan
Kemampuan Bicara
Perilaku Sosial
12
bulan
1) Berjalan mengelilingi
perabotan dengan
melangkah di sisi-sisi
perabotan
2) Merangkak dengan
keempat tungkai;
berjalan dengan tangan
dituntun
1) Jari telunjuk mendekati
objek kecil kemudian
mengambilnya dengan
genggaman menjepit
2) Menjatuhkan mainan
dengan sengaja
kemudian mengamatinya
1) Mengoceh tanpa
terputus
2) Beberapa kata
3) Memahami
beberapa perintah
sederhana
1) Bekerjasama saat
berpakaian,
misalnya
berpegangan pada
lengan
2) Melambaikan
tangan
18
bulan
Berjalan sendiri dan
mengambil sebuah mainan
dari lantai tanpa terjatuh
1) Membangun menara
dengan tiga kubus
2) Menulis tak beraturan
1) Menggunakan
banyak kata,
menyebutkan nama
beberapa orang
2) Sesekali
menggunakan dua
kata bersambung
1) Minum dari gelas
dengan dua tangan
2) Menuntut perhatian
terus menerus
16
2 tahun 1) Berlari
2) Naik turun tangga
dengan dua kaki tiap
anak tangga
Membangun menara
dengan enam kubus
Menyambung beberapa
kata menjadi frase
sederhana untuk
menyatakan sebuah ide
1) Menggunakan
sendok
2) Menyatakan
kebutuhan toilet,
mengompol di siang
hari berkurang
3 tahun 1) Naik tangga dengan
satu kaki tiap anak
tangga
2) Berdiri dengan satu kaki
selama beberapa saat
1) Membangun menara
dengan Sembilan kubus
2) Meniru gambar O
1) Berbicara dalam
satu kalimat
2) Menyebutkan nama
lengkapnya
1) Makan dengan
sendok dan garpu
2) Dapat melepas
pakaian tanpa
bantuan
3) Berhenti
mengompol malam
hari
17
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor herediter
dan lingkungan. Faktor herediter meliputi genetik/bawaan, jenis
kelamin, ras/etnik dan umur. Faktor lingkungan meliputi lingkungan
prenatal dan lingkungan postnatal. Lingkungan prenatal merupakan
lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang
meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan mekanis (posisi janin
dalam uterus, zat kimia atau toksin), radiasi, infeksi dalam kandungan,
stres, faktor imunitas, kekurangan oksigen pada janin. Lingkungan
postnatal merupakan lingkungan setelah lahir yang dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti budaya lingkungan,
sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi
anak dalam keluarga, dan status kesehatan. Sedangkan menurut Al-
Hassan dan Lanford (2009) status sosial ekonomi dapat ditunjukkan
dengan pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ayah dan tingkat
pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009)
menyebutkan faktor luar atau lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan, antara lain gizi, penyakit
kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisik dan kimia, psikologis,
endokrin, sosial ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-
obatan. Selain itu, penelitian dari Pancsofar, et all. (2010) menjelaskan
18
bahwa pekerjaan orangtua, status kelahiran pertama, pendidikan ayah
dan ibu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan komunikasi
pada anak usia 15 bulan dan perkembangan bahasa pada anak usia 36
bulan.
c. Penilaian Perkembangan Anak
DDST yaitu suatu tes untuk melakukan skrining/pemeriksaan
terhadap perkembangan anak usia satu bulan sampai dengan enam
tahun menurut Denver. Denver II adalah revisi utama dari standarisasi
ulang dari DDST dan Revisied Denver Developmental Screening Test
(DDST-R). DDST merupakan salah satu dari metode skrining terhadap
kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ.
Tujuan DDST adalah mengkaji dan mengetahui perkembangan anak
yang meliputi motorik kasar, bahasa, adaptif-motorik halus dan
personal sosial pada anak usia satu bulan sampai dengan enam tahun
(Saryono, 2010).
Fungsi DDST yaitu untuk mengkaji dan mengetahui tingkat
perkembangan anak, menstimulasi perkembangan anak, pedoman
dalam perawatan perkembangan anak dan mendeteksi dini
keterlambatan perkembangan anak. Waktu yang dibutuhkan 15-20
menit. Aspek Perkembangan yang dinilai terdiri dari 125 tugas
perkembangan. Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya
berkisar 25-30 tugas dan menurut Saryono (2010) ada empat sektor
perkembangan yang dinilai, yaitu:
19
1) Perilaku Sosial
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Gerakan Motorik Halus
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat.
3) Bahasa
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
4) Gerakan Motorik Kasar
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Penilaian DDST ini memiliki persyaratan tes, yaitu
membutuhkan lembar formulir DDST dan alat bantu atau peraga
seperti benang wol merah; manik-manik; kubus bewarna merah,
kuning, hijau, dan biru; permainan bola kecil; bola tenis serta kertas
dan pensil. Hidayat (2008) menyebutkan cara penilaian perkembangan
yang dijabarkan sebagai berikut:
1) Tentukan usia anak pada saat pemeriksaan.
2) Tarik garis pada lembar DDST sesuai dengan usia yang telah
ditentukan.
20
3) Lakukan pengukuran pada anak tiap komponen dengan batasan
garis yang ada mulai dari motorik kasar, bahasa, motorik halus,
dan personal sosial.
4) Tentukan hasil penilaian apakah normal, meragukan, atau
abnormal sesuai dengan gambar.
Ada beberapa skoring penilaian item pada tes DDST II
menurut Adriana (2011), antara lain:
1) L = Lulus/lewat, ditulis dengan P = Passed
Anak dapat melakukan item dengan baik, atau ibu/
pengasuh memberikan laporan (tepat/dapat dipercaya) bahwa anak
dapat melakukannya.
2) G = Gagal, ditulis dengan F = Fail
Anak tidak dapat melaksanakan item tugas dengan baik,
atau ibu/pengasuh memberi laporan anak tidak dapat melakukan
dengan baik.
3) Tak = Tak ada kesempatan, ditulis dengan NO = No Opportunity
Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan item
karena ada hambatan. Misalnya, anak yang tangan dominannya
sedang diinfus tidak dapat melakukan item yang berhubungan
dengan tangan. Skor ini hanya digunakan untuk item yang ada
kode L/laporan orangtua atau pengasuh.
21
4) M = Menolak, ditulis R = Refusal
Anak menolak melakukan tes karena faktor sesaat,
misalnya mengantuk, lelah, dan menangis.
Interpretasi nilai dalam DDST II terbagi menjadi dua, yaitu
penilaian per item di masing-masing sektor dan penilaian secara
keseluruhan dari keempat sektor dalam DDST II.
1) Penilaian per item menurut Adriana (2011)
a) Penilaian Advanced (lebih)
Garis Umur
b) Penilaian Normal
Garis Umur Garis Umur Garis Umur
Garis Umur Garis Umur
c) Penilaian Caution (waspada)
Garis Umur Garis Umur
Garis Umur Garis Umur
P
F R R
P F
F R
R F
22
d) Penilaian Delayed (terlambat)
Garis Umur Garis Umur
e) Penilaian No Opportunity
Garis Umur Garis Umur
2) Interpretasi DDST II
Ada tiga interpretasi hasil skrining DDST II menurut
Adriana (2011), yaitu:
a) Normal
Jika didapatkan hasil tidak ada delayed, maksimal satu caution.
Rujukannya adalah lakukan skrining rutin.
b) Curiga/Suspect
Jika didapatkan hasil dengan dua atau lebih caution, dan/atau
terdapat satu atau lebih delayed. Rujukannya adalah lakukan uji
ulang satu sampai dua minggu kemudian untuk menghilangkan
faktor sesaat seperti rasa takut, sakit, atau kelelahan.
c) Tidak Stabil/Unstable
Jika didapatkan hasil dengan satu atau lebih delayed, dan/atau
dua atau lebih caution. Dalam hal ini delayed atau caution
harus disebabkan oleh karena penolakan (refusal) bukan karena
F R
NO NO
23
kegagalan (fail). Rujukannya adalah dilakukan uji ulang satu
sampai dua minggu ke depan.
2. Pendampingan Stimulasi Perkembangan pada Keluarga
a. Keluarga
Keluarga dapat didefinisikan dari berbagai macam orientasi
dan cara pandang yang berbeda-beda. Adapun beberapa definisi
keluarga sesuai waktu perkembangan konsep atau teori tentang
keluarga menurut Setyawan (2012) sebagai berikut :
1) Bussard dan Ball (1966)
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan seseorang. Dalam keluarga itulah
seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya, terbentuknya nilai-nilai, dan kebiasaan-
kebiasaan yang berfungsi sebagai saksi segenap budaya dari luar
dan mengakomodir hubungan anak dengan lingkungannya.
2) WHO (1969)
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.
3) Duval (1972)
Keluarga adalah sekelompok orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi atau kelahiran yang bertujuan untuk
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
24
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial
dari tiap-tiap anggota keluarganya.
4) Helvie (1981)
Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu
rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang
erat.
5) Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1988)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
6) Bailon dan Maglaya (1989)
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena
hubungan darah, perkawinan dan adopsi, dalam satu rumah tangga
dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dalam perannya
masing-masing dan mempertahankan suatu budaya.
7) Undang-undang no. 10 tahun 1992 (Tentang: Perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
suami, istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya.
25
8) Sayekti (1994)
Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup
bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah
sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi
dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
9) Friedman (1998)
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena
ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan
pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri mereka sebagai
bagian dari keluarga.
10) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (1999)
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan
ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan,
memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota
keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.
Supartini (2004) menjelaskan bahwa keluarga mempunyai
pengaruh begitu besar dalam pemeliharaan dan peningkatan status
kesehatan anak karena pada dasarnya tugas dan fungsi keluarga adalah
merawat fisik anak, mendidik anak untuk menyesuaikan diri dengan
budaya, dan menerima tanggung jawab atas kesejahteraan anak baik
secara fisik maupun psikologis. Tugas dan fungsi ini menuntut
26
keluarga untuk menjalankanya baik dalam kondisi anak sehat sehari-
hari di rumah ataupun apabila anak sakit dan dirawat di rumah sakit.
Selama dalam proses tumbuh kembang, anak berada dalam lingkungan
keluarganya, tumbuh dan berkembang dengan bantuan stimulus dari
keluarga. Walaupun demikian, tidak semua keluarga mempunyai
kekuatan untuk membantu anak tumbuh dan berkembang dengan baik
sesuai dengan usianya, tergantung pada kualitas keluarga itu sendiri
dalam meningkatkan kesejahteraan anak selama proses tumbuh
kembangnya.
Ciri keluarga yang mempunyai kekuatan untuk kesejahteraan
anak Supartini (2004), antara lain:
1) Komitmen yang kuat untuk kesejahteraan anggota keluarga.
2) Selalu memberi penghargaan dan dorongan terhadap anggota
keluarga.
3) Ada upaya untuk meluangkan waktu bersama.
4) Komunikasi dan interaksi yang positif antar anggota keluarga.
5) Ada kejelasan aturan, nilai dan keyakinan.
6) Strategi koping yang positif.
7) Selalu berpikir positif terhadap segala perilaku anggota keluarga.
8) Kemampuan memecahkan masalah secara positif.
9) Fleksibel dan mudah beradaptasi dalam menjalani peran untuk
memenuhi kebutuhan.
27
10) Selalu ada keseimbangan antara kepentingan pekerjaan dan
kepentingan anggota keluarga.
Friedman (1986), dalam Setyowati dan Murwani (2008)
mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, yaitu fungsi afektif,
fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi
perawatan kesehatan. Fungsi perawatan kesehatan menjelaskan bahwa
keluarga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktik asuhan
kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan
atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga
dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan
kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang
dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.
b. Stimulasi Perkembangan
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak
umur nol sampai enam tahun agar anak tumbuh dan berkembang
secara optimal. Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini
mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh
kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah (yang merupakan orang
terdekat dengan anak), pengganti ibu/pengasuh anak, anggota keluarga
lain dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-
masing dan dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat
28
menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan
yang menetap. Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan
stimulasi terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak
halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan
kemandirian (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam
melakukan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), yaitu:
1) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
2) Selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, karena anak
akan meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.
3) Memberikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
4) Melakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain,
bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada
hukuman.
5) Melakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai
umur anak, terhadap keempat aspek kemampuan dasar anak.
6) Menggunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman, dan
ada di sekitar anak.
7) Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas
keberhasilannya.
29
c. Pendampingan
Pemberdayaan keluarga dapat dipandang sebagai suatu proses
memandirikan klien dalam mengontrol status kesehatannya. Pengertian
lain tentang pemberdayaan adalah memampukan orang lain melalui
proses transfer termasuk didalamnya transfer kekuatan/power, otoritas,
pilihan dan perijinan sehingga mampu menentukan pilihan dan
membuat keputusan dalam mengontrol hidupnya. Penjelasan lain
tentang pemberdayaan adalah proses sosial dalam mengenal,
mempromosikan, dan meningkatkan kemampuan orang untuk
memenuhi kebutuhannya, menyelesaikan masalahnya sendiri dan
memobilisasi sumber-sumber yang diperlukan untuk mengontrol hidup
mereka. Secara keseluruhan pemberdayaan bisa digunakan untuk
merubah, tidak hanya seorang individu tetapi termasuk merubah
kondisi dan biasanya kondisi sosial dan politik yang berada pada status
tidak berdaya. Pemberdayaan keluarga memiliki makna bagaimana
keluarga memampukan dirinya sendiri dengan difasilitasi orang lain
untuk meningkatkan atau mengkontrol status kesehatan keluarga
(Nurhaeni, 2011).
Konsep pemberdayaan menekankan bahwa manusia adalah
subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan
pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi
berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.
30
Pemberdayaan keluarga dapat menggunakan beberapa metode, yaitu
penyuluhan, konseling, pelatihan dan pendampingan. Penyuluhan dan
konseling dapat dilakukan secara langsung (tatap muka) maupun
secara tidak langsung (melalui media). Sedangkan pelatihan dan
pendampingan merupakan metode yang lebih intensif menekankan
pada perubahan atau perbaikan keterampilan sasaran (Sunarti, 2009).
Pendampingan anak dan keluarga adalah bagian dari
pemberdayaan masyarakat dengan melakukan segala upaya
memfasilitasi yang bersifat non instruktif guna meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu
mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mencari pemecahannya
dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik
dari instansi lintas sektoral, swasta maupun Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat lainnya (Saraswati, 2010).
Pendampingan dilakukan dengan cara memberikan perhatian,
menyampaikan pesan, menyemangati, mengajak, memberikan
pemikiran/solusi, menyampaikan layanan/bantuan, memberikan
nasihat, merujuk, menggerakkan dan bekerjasama (Ayu, 2008).
Layanan langsung ke anak-anak memiliki pengaruh yang lebih
signifikan, seperti program perawatan anak yang berkualitas
dibandingkan program pengasuhan yang berdampak secara tidak
langsung pada anak. Namun, pengasuhan memiliki jangkauan yang
lebih besar, karena orangtua dapat menjangkau pada tiga tahun awal
31
kehidupan anak dan lebih konsisten dalam membesarkan anak.
Logikanya meningkatkan keterampilan orangtua tampaknya lebih
hemat dan strategi berkelanjutan untuk mendukung perkembangan
anak (Engle, 2007).
Penelitian Ayu (2008), menjelaskan bahwa program
pendampingan gizi meningkatkan pengetahuan gizi ibu, pola
pengasuhan, dan status gizi balita Kurang Energi protein (KEP) pada
tiga bulan setelah pendampingan dimulai. Program pendampingan
tersebut dilakukan dalam bentuk kunjungan rumah (home visit),
konseling (counseling) dan kelompok diskusi terarah Focus Group
Discussion (FGD). Pendampingan dilakukan menggunakan model
asuhan gizi berkelompok. Sesi intervensi dilakukan dalam tiga tahap
sebagai berikut:
1) Pendampingan intensif, yaitu dilakukan pendampingan intensif
oleh Tenaga Gizi Pendamping (TGP) guna membantu ibu
menerapkan praktik asuhan gizi bagi balita dan keluarganya.
Kegiatan pendampingan intensif berlangsung selama satu minggu
berturut-turut (hari pertama sampai hari ketujuh).
2) Penguatan, yaitu dilaksanakan selama satu minggu yaitu hari
kedelapan sampai hari keempat belas (minggu kedua). Pada sesi
ini, sasaran tidak lagi dikunjungi setiap hari, namun hanya dua kali
seminggu. Tujuannya adalah untuk memberikan penguatan atas
32
apa yang dilakukan ibu atau pengasuh anak, sesuai dengan
rekomendasi dan yang dianjurkan oleh tenaga pendamping.
3) Praktik mandiri, yaitu ibu atau pengasuh balita diberi kesempatan
dua minggu (hari ke-15 sampai ke-24) untuk mempraktik secara
mandiri terhadap instruksi-instruksi yang dianjurkan. Pada sesi ini,
sasaran tidak lagi dikunjungi kecuali pada hari ke-29 dimana
tenaga pendamping akan melakukan penilaian terhadap output
pendampingan.
33
B. Kerangka Teori
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), Al-
Hassan dan Lanford (2009), Potter dan Perry (2005), Meadow dan Newell