-
12
I. KAJIAN TEORETIK
A. Deskripsi Konseptual
1. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Efektivitas Manajerial
Keberhasilan seorang manajer yang paling utama terletak
dalam
mencapai tujuan organisasi melalui upaya terkoordinasi dari
anggota organisasi.
Efektivitas Manajerial adalah sejauh mana seorang manajer bisa
mencapai
persyaratan output yang diinginkan. Efektivitas manajerial harus
didefinisikan
dalam hal output daripada input dengan apa seorang manajer capai
bukan oleh
apa yang dia lakukan. Efektivitas bukanlah hanya bertumpu pada
kualitas
seorang manajer. Efektivitas yang terbaik bila manajer bisa
menghasilkan yang
terbaik dari situasi yang sulit dengan mengelola sumberdaya
secara wajar.
Manajer harus berpikir dalam hal kinerja, bukan kepribadian.
Efektivitas
manajerial memiliki tiga variabel fungsi, yaitu manajer,
organisasi dan lingkungan
(Aarti Sharma And Pooja Gupta, 2011)1
Pada saat ini, banyak perusahaan ataupun lembaga menghadapi
masalah
manajerial dikarenakan kurangnya kemampuan manajemen (Azeem
& Fatima,
2012). Drucker, P.F. (1974) di dalam bukunya yang berjudul The
Effective
Executive menyatakan bahwa para eksekutif mempunyai peran untuk
membuat
situasi menjadi efektif.2 Banyak peneliti telah menyelidiki
konsep efektivitas
1 Aarti Sharma dan Pooja Gupta, The Changing Role Of Managerial
Excellence In Current Scenario,International Journal of
Multidisciplinary Research, Vol.1 (2), June 2011.
2 Peter F. Drucker, The Effective Executive (London: Pan Book
Co.Ltd., Cavage Place, 1974).
-
13
manajerial selama bertahun-tahun (Mohan, 1985).3 Efektivitas
dihubungkan
dengan pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi mengandung
pengertian
perbandingan antara biaya dan hasil. Steers dan Sergovani yang
di kutip Aan
Komariah & Cepi Triatna (2005) menyatakan bahwa keefektifan
menekankan
perhatian pada kesesuaian hasil yang dicapai organisasi dengan
tujuan yang
akan dicapai.4
Mendefinisikan dan mengukur efektivitas, khususnya dalam
lingkup
manajerial tidak langsung dapat terlihat seperti ruang lingkup
lain pada
umumnya. Walau demikian, hal ini tetap dapat dilakukan.
Efektivitas merupakan
suatu standar pengkuran untuk menggambarkan tingkat keberhasilan
suatu
lembaga atau organisasi dalam mencapai sasaran yang telah
ditetapkan
sebelumnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sedarmayanti
(2001),
Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran
seberapa jauh
target dapat tercapai.5 Hal serupa dikatakan oleh Black and
Edward (1979),
Cara terbaik mengukur efektifitas adalah dengan melihat
perbedaan antara
jumlah yang dihasilkan dengan jumlah yang direncanakan.6
Aarti Sharma And Pooja Gupta (2011) menyatakan bahwa
penggunaan
konstruktif dari otoritas memerlukan kemampuan untuk merumuskan
tujuan yang
jelas dan menentukan langkah-langkah apa yang diperlukan untuk
mencapai
tujuan yang diharapkan, termasuk membuat orang untuk melakukan
apa yang
3 J Mohan, A comparitive Study of Executive Personality Social
Science Research Journal, Vol. 1 (2),1985, hh. 93-102.
4 Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju
Sekolah Efektif (Jakarta: PT BumiAksara, cetakan ke-1, 2005), h.
7.
5 Sedarmayanti, Produktivitas Kerja Karyawan (Bandung: Mandar
Maju, 2001), h. 59.6 Homer A. Black and James D. Edward, The
managerial and cost accountants handbook (Illinois:
Dow Jones-Irwin, 1979).
-
14
diperlukan untuk mencapai target.7 Manajer yang ideal yaitu,
seorang manajer
yang memimpin kelompoknya menuju pencapaian tujuan dan
mempertahankan
stabilitas sosial. Ada kontroversi dan banyak argumen yang
dikemukakan bahwa
seorang pemimpin yang baik harus memiliki karakteristik
tertentu, argumen yang
sama yang ada untuk efektivitas manajerial. Ada banyak peneliti
yang
berdasarkan temuan mereka telah mengidentifikasi bahwa manajer
yang efektif
memiliki set tertentu karakteristik seperti pengetahuan
pekerjaan, komunikasi
yang baik, ketajaman bisnis dan hubungan antar sesama tetapi
memiliki
karakteristik ini tidak cukup untuk menjadi manajer yang
efektif. Faktor-faktor
penunjang efektivitas manajerial menekan tiga aspek penting
yaitu: kegiatan
posisinya , mencapai hasil , dan mengembangkan potensi lebih
lanjut (Aarti
Sharma And Pooja Gupta, 2011).8
Para peneliti menyoroti pentingnya sebuah efektifitas manajerial
secara
tepat. Beliau menyatakan bahwa Bahkan bisnis yang paling efisien
sekalipun
tidak dapat bertahan hidup apalagi berhasil jika efisien dalam
melakukan hal
yang salah, yaitu, jika bisnis tersebut tidak memiliki
efektivitas". Bergantung
kepada kekuatan dan pelaksanaan manajemen dalam mencapai tujuan
akhir
sebuah lembaga atau perusahaan membuktikan bahwa efektifitas
sama sekali
bukan urusan jangka pendek (Morris and Pinto, 2010).9
Efektivitas manajerial tidak lebih dari hasil akhir, dan itu
berkaitan dengan
posisi seseorang dalam sebuah organisasi atau lembaga. Beliau
menekankan
7 Aarti Sharma dan Pooja Gupta, op. cit.8 Ibid.9 Peter Morris
dan Jeffrey K. Pinto, The Wiley Guide to Project, Program, and
Portfolio Management
(John Wiley & Sons, 2010).
-
15
pada hasil tanpa menyebutkan moral dan kepuasan anggota
kelompok. situasi
yang kurang krusial sekalipun menentukan efektivitas manajerial.
Menurutnya
hal terpenting adalah kebiasaan seorang manajer dalam mengatasi
sebuah
masalah dengan cara tertentu. Apabila kebiasaan ini berkembang,
maka apa
pun situasinya seorang manajer akan selalu melakukan tindakan
dengan baik
(Aarti Sharma And Pooja Gupta, 2011).10
Tsui, Anne S, Ashford, Susan J (1994) mengidentifikasi bahwa
seorang
manajer dapat mencapai efektivitas manajerial melalui adaptive
self-regulation.11
Hal ini mengindikasikan bahwa seorang manajer harus dapat
menetapkan
tujuan, memonitor perilaku, serta mengevaluasi diri, dan
memberikan
penghargaan atau hukuman terhadap dirinya sendiri sesuai
tindakan atau
pencapaian yang diraih.
Balaraman (1989) mendefinisikan:
efektivitas manajerial dengan mengevaluasi para manajer
dengankriteria pekerjaan yang berorientasi seperti komunikasi,
kesadaran biaya,delegasi kerja, hubungan kerja, perencanaan dan
penjadwalan, pengamanankerjasama antar departemen, pelatihan
anggota dan pemanfaatan kapasitas.12
Flanagan dan Spurgeon (1996) melihat dengan lebih luas lagi
bahwa
efektivitas manajemen adalah:
hal yang kontingen, ia berasal dari apa yang orang lain harapkan
atauapa yang harus dilakukan oleh seorang manajer dan menyimpulkan
bahwaefektivitas tidak harus diterapkan sebagai tujuan mutlak bagi
semua pekerjaanmanajerial di semua organisasi akan tetapi hanya
dalam hal situasional saja.13
10 Aarti Sharma dan Pooja Gupta, op. cit.11 Anne S. Tsui and
Susan J. Ashford, Adaptive self-regulation: A process view of
managerial
effectiveness Journal of Management, Vol. 20, Spring 1994, hh.
93-121.12 Balaraman, S., Are Leadership Styles Predictive of
Managerial Effectiveness, Indian Journal of
Industrial Relations, Vol.24, April 1989, hh. 399-415.13 Hugh
Flanagan dan Peter Spurgeon, Public sector managerial
effectiveness: theory and practice
In the National Health Service (Buckingham: Open University
Press, 1996), hh.41-42
-
16
Namun, mereka berpendapat bahwa penilaian masing-masing
bawahan,
rekan, atasan dan manajer tentang apa yang merupakan perilaku
manajerial
yang efektif sering berbeda. Pandangan ini didukung oleh
Pengirim (2000) yang
berpendapat efektivitas manajerial harus diperiksa dari
perspektif kedua atasan
dan bawahan.
Banyak penelitian terdahulu menemukan bahwa penilaian dari
tiap
bawahan, rekanan, atasan dan manajer mengenai perilaku
manajerial yang
efektif berbeda antar satu dan lainnya. Hal ini dudukung oleh
Shipper (2000)
yang berpendapat bahwa efektivitas manajerial harus diperiksa
dari kedua
perspektif yaitu perspektif atasan dan bawahan.
Penelitian yang dilakukan Mott, Paul (1972) menyatakan
terdapat
hubungan yang kuat antara integrasi fungsional dengan
efektifitas. Ia membagi
faktor-faktor penentu efektivitas sebuah organisasi atau lembaga
menjadi dua
kategori besar: (1) Karakteristik Organisasi; (2) Karakteristik
perilaku.14
Efektivitas manajerial suatu lembaga, sangat dekat hubungannya
dengan
efektifitas organisasi lembaga tersebut. Katz dan Kahn (dalam
Steers, 1985)
mengatakan bahwa untuk memastikan keberhasilan akhir suatu
lembaga harus
dapat memenuhi tiga persyaratan perilaku penting yaitu:
a. Suatu lembaga harus mampu membina dan mempertahankan suatu
armadakerja yang mantap terdiri dari personil trampil.
b. Suatu lembaga harus dapat menikmati prestasi peranan yang
dapat diandalkandari para personilnya, dalam hal ini setiap
personil bukan saja dituntut untukbersedia berkarya, tetapi juga
harus melaksanakan tugas khusus yang menjaditanggung jawab
utamanya.
14 Paul E. Mott, The Characteristics of Effective Organization
(New York: Harper ans Row, 1972), h.34.
-
17
c. Para personil harus mengusahakan bertingkah laku yang spontan
dan inovatif,dengan demikian setiap personil jangan hanya
bertingkahlaku secara pasifsaja.15
Bila pendapat tersebut diperhatikan, maka syarat pertama yang
diajukan berkisar
pada masalah keterikatan pada organisasi, sedangkan persyaratan
kedua dan
ketiga berhubungan dengan tingkat dan kualitas prestasi kerja
dalam organisasi.
Aspek-aspek tersebut merupakan suatu proses yang didasarkan pada
perilaku
dan struktur organisasi dan kemudian diarahkan pada pencapaian
hasil yang
diinginkan.
Dari kacamata administrasi dan manajemen, dalam suatu
organisasi
selalu ada seseorang atau beberapa orang yang bertanggungjawab
untuk
mengkoordinasikan sejumlah orang untuk bekerjasama dengan segala
aktivitas
dan fasilitasnya, dan organisasi itu sendiri terdiri dari
individu-individu dan
kelompok karena efektivitas Suatu lembaga juga terdiri dari
individu dan
kelompok, tetapi efektivitas suatu lembaga lebih sekedar
penjumlahan efektivitas
individu dan kelompok melalui efek sinergi, suatu lembaga
mendapatkan tingkat
efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan penjumlahan
bagian-bagiannya.
Berdasarkan Ensiklopedi Umum Administrasi, Efektivitas berasal
dari kata kerja
Efektif, berarti terjadinya suatu akibat atau efek yang
dikehendaki dalam
perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien,
karena mungkin
hasil dicapai dengan penghamburan material, juga berupa pikiran,
tenaga,
waktu, maupun benda lainnya.
15 Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi (Jakarta: Erlangga,
1985), h. 135.
-
18
Kata efektivitas sering diikuti dengan kata efisiensi, dimana
kedua kata
tersebut sangat berhubungan dengan produktivitas dari suatu
tindakan atau hasil
yang diinginkan. Suatu yang efektif belum tentu efisien,
demikian juga sebaliknya
suatu yang efisien belum tentu efektif. Dengan demikian istilah
efektif adalah
melakukan pekerjaan yang benar dan sesuai serta dengan cara yang
tepat untuk
mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Sedangkan efisien
adalah hasil
dari usaha yang telah dicapai lebih besar dari usaha yang
dilakukan.
Dari pengertian diatas, efektivitas dapat dikatakan sebagai
keberhasilan
pencapaian tujuan suatu lembaga dari 2 (dua) sudut pandang.
Sudut pandang
pertama, dari segi hasil maka tujuan atau akibat yang
dikehendaki telah
tercapai. Kedua dari segi usaha yang telah ditempuh atau
dilaksanakan telah
tercapai, sesuai dengan yang ditentukan. Dengan demikian
pengertian
efektivitas dapat dikatakan sebagai taraf tercapainya suatu
tujuan tertentu, baik
ditinjau dari segi hasil, maupun segi usaha yang diukur dengan
mutu, jumlah
serta ketepatan waktu sesuai dengan prosedur dan ukuranukuran
tertentu
sebagaimana yang telah digariskan dalam peraturan yang telah
ditetapkan.
Gibson et al. (1984) mengemukakan masing-masing tingkat
efektivitas
dapat dipandang sebagai suatu sebab variabel oleh variabel lain
(ini berarti
sebab efektivitas).16 Sesuai pendapat Gibson tersebut diatas
dapat dijelaskan
bahwa pada efektivitas individu terdiri dari sebab-sebab antara
lain kemampuan,
ketrampilan, pengetahuan, sikap, motivasi dan stress.
16 James L.Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly,
Organisasi dan Manajemen (Jakarta:Erlangga, 1984), h. 30.
-
19
Terdapat 3 perspektif yang utama didalam menganalisis apa yang
disebut
efektivitas manajemen organisasi (Richard M. Steers, 1985),
yaitu:
a. Perspektif optimalisasi tujuan, yaitu efektivitas dinilai
menurut ukuran seberapa
jauh suatu organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak
dicapai. Pemusatan
perhatian pada tujuan yang layak dicapai secara optimal,
memungkinkan
dikenalinya secara jelas bermacam-macam tujuan yang sering
saling
bertentangan, sekaligus dapat diketahui beberapa hambatan dalam
usaha
mencapai tujuan.
b. Perspektif sistem, yaitu efektivitas organisasi dipandang
dari keterpaduan
berbagai faktor yang berhubungan mengikuti pola, input,
konversi, output dan
umpan balik, dan mengikutsertakan lingkungan sebagai faktor
eksternal. Dalam
perspektif ini tujuan tidak diperlakukan sebagai suatu keadaan
akhir yang statis,
tetapi sebagai sesuatu yang dapat berubah dalam perjalanan
waktu. Lagipula
tercapainya tujuan-tujuan jangka pendek tertentu dapat
diperlakukan sebagai
input baru untuk penetapan selanjutnya. Jadi tujuan mengikuti
suatu daur yang
saling berhubungan antar komponen, baik faktor yang berasal dari
dalam (faktor
internal), maupun faktor yang berasal dari luar (faktor
eksternal).
c. Perspektif perilaku manusia, yaitu konsep efektivitas
organisasi ditekankan pada
perilaku orang-orang dalam organisasi yang mempengaruhi
keberhasilan
organisasi untuk periode jangka panjang. Disini dilakukan
pengintegrasian antara
kemampuan individu maupun kelompok sebagai unit analisis, dengan
asumsi
bahwa cara satu-satunya mencapai tujuan adalah melalui kemampuan
orang-
orang yang ada dalam organisasi tersebut.17
Sementara itu, Moore (Sutarto, 1991) mengatakan bahwa
faktor-faktor atau azaz-azas yang berpengaruh terhadap
efektivitas
organisasi yaitu (1) unit kerjaisasi, (2) rentangan control, (3)
control, (4)
17 Richard M. Steers, op. cit., hh. 5-7.
-
20
kepemimpinan, (5) pendelegasian wewenang, (6) ide-ide bawahan,
(7) motivasi
dan (8) spesialisasi.18
.Robbins (1996) mengemukakan empat fungsi manajemen yang
berpengaruh
terhadap efektivitas organisasi, yaitu perencanaan,
pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian.19 Perencanaan mencakup penetapan
tujuan,
penegakan strategi dan pengembangan rencana untuk
mengkoordinasikan
kegiatan. Pengorganisasian mencakup penetapan tugas-tugas apa
yang harus
dikerjakan, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana tugas-tugas
itu
dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa dan dimana keputusan
harus
diambil. Kepemimpinan mencakup hal motivasi bawahan, mengarahkan
orang
lain, menyeleksi saluran-saluran komunikasi yang paling efektif,
dan
memecahkan konflik-konflik. Pengendalian merupakan
kegiatan-kegiatan untuk
memastikan kegiatan itu dicapai sesuai dengan yang direncanakan
dan
mengoreksi setiap penyimpangan yang terjadi.
Gulick dan Urwick (Johnson, 2006) mengatakan bahwa:
.faktor atau azas organisasi yang berpengaruh terhadap
efektivitas
organisasi yaitu (1) penempatan orang pada struktur, (2)
kepemimpinan, (3)
kesatuan perintah, (4) staf khusus dan umum, (5) unit kerja, (6)
pelimpahan dan
pemakaian azas pengecualian, (7) kesimbangan tanggung jawab dan
wewenang
serta (8) rentangan control.20
18 Sutarto. Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press,1998).
19 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi,
aplikasi (Jakarta: Prenhallindo, 1996).20 David Johnson, Thinking
Government: Public Sector Management in Canada. (Canada:University
of
Toronto Press, 2006).
-
21
Pendapat tersebut menggambarkan bahwa dalam penempatan
seseorang
dalam struktur organisasi harus benar-benar selektif, sesuai
dengan kemampuan
yang dimiliki, karena hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja
seseorang dan
produktivitas organisasi. Mengenai kepemimpinan merupakan salah
satu faktor
yang mempengaruhi efektivitas organisasi, karena kepemimpinan
berkait dengan
proses mempengaruhi dan menggerakkan seluruh anggota organisasi
agar
mereka bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam
organisasi juga perlu
ada kesatuan perintah, karena tanpa adanya kesatuan perintah
akan
menimbulkan kebingungan, keraguan dan menimbulkan pula tidak
jelasnya
tanggung jawab. Garis-garis satuan perintah harus jelas
menunjukkan dari siapa
saeseorang menerima perintah dan kepada siapa dia bertanggung
jawab. Staf
khusus dan umum diperlukan dalam organisasi karena pekerjaan dan
aktivitas
organisasi bermacam-macam jenisnya dan ada yang perlu penanganan
secara
khusus, yang memerlukan keahlian tertentu. Sedangkan unit kerja
dilakukan
karena dalam organisasi terdapat aktivitas untuk menyusun satuan
satuan
organisasi yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi
tertentu. Dengan
pelimpahan setiap pejabat dari pucuk pimpinan sampai pejabat
paling bawah
memiliki wewenang tertentu dalam bidang tugasnya, sehingga
tiap-tiap
pekerjaan dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat. Faktor
keseimbangan
diperhatikan, dimana satuan-satuan organisasi hendaknya
ditempatkan pada
struktur organisasi sesuai dengan perannya, satuan organisasi
yang memiliki
peranan sama penting ditempatkan pada jenjang organisasi yang
setingkat.
Sedangkan rentangan kontrol dimaksudkan untuk menentukan jumlah
bawahan
-
22
langsung yang ideal yang dapat dipimpin dengan baik oleh seorang
atasan
tertentu.
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut diatas jika diteliti,
berbagai
pendekatan efektivitas, kelihatannya hampir semua bertumpu pada
pencapaian
tujuan organisasi. Walaupun ada sejumlah kecil model yang tidak
mengakui
dasar semacam ini dan sering menggunakan istilah-istilah yang
unik, namun bila
dianalisis lebih jauh ternyata bermuara juga pada konsep tujuan.
Kelebihan
utama dari pendekatan ini adalah bahwa sukses organisasi diukur
menurut
maksud organisasi dan menurut pertimbangan orang luar mengenai
apa yang
seharusnya dilakukan organisasi tersebut. Karena setiap
organisasi memiliki
tujuan-tujuan tersendiri, maka masuk akal kiranya untuk
mengetahui keunikan
yang terjadi dalam usaha mengadakan evaluasi yang bersifat
obyek.
Keseluruhan penjelasan dan pemahaman tentang konsep efektivitas
organisasi
dari para ahli tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa efektivitas
organisasi adalah kemampuan atau keberhasilan organisasi dalam
menjalankan
tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Variabel Bebas
a. Profesionalitas Manajerial
Profesi diperoleh melalui proses pendidikan dan sosialisasi.
Seorang
profesional akan berperilaku dengan berorientasi pada
pengembangan
-
23
profesinya (Abernethy dan Stoelwinder, 1990).21 Yamin (2007),
profesi
mengandung arti seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan
keahlian,
kemampuan teknik, dan prosedur berdasarkan intelektualitas.22
Berdasarkan
pengertian ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan
profesional
diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landaan
intelektual
yang mengacu pada pelayanan yang ahli. Selanjutnya Tilaar
(2002),
menjelaskan pula bahwa seorang yang profesional menjalankan
pekerjaanya
sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki
kemampuan
dan sikap sesuai dengan tuntutat profesinya.23 Profesional
menunjuk pada
dua hal yaitu (1) orang yang menyandang suatu profesi, (2)
penampilan
seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan
profesinya
(Satori, 2007).24
Puspa dan Bambang (1998) mengatakan bahwa perilaku seseorang
yang berorientasi secara profesional akan konsisten dengan
organisasinya
dengan menjaga norma, etika dan kemandirian profesional,
sehingga konflik
peran tidak terjadi.25 Menurut Sianipar (2001) dalam Sundarso
dkk (2006)
yang dikutip oleh Asrariyah (2013), untuk menjadi seorang
professional dalam
memberikan pelayanan, seorang profesional harus memiliki
kemampuan dan
21 Margareth A. Abernethy and Johannes U. Stoelwinder.
Physicians And Resource Management InHospitals: An Empirical
Investigation Financial Accountability & Management, Vol.6 (1),
Spring 1990,hh. 17-31.
22 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP
(Jakarta: Gaung Persada Press,2007), h.3.
23 Tilaar, H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002).24 Djaman Satori, Profesi Keguruan (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2007).25 Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto
LS, Tipe Lingkungan Pengendalian Organisasi, Orientasi
Profesional, Konflik Peran, Kepuasan Kerja dan Kinerja: Suatu
Penelitian Empiris Jurnal RisetAkuntansi Indonesia, Vol. (2) 1,
Januari 1999, hh. 117-135.
-
24
pengetahuan tentang bidang tugas masing-masing sebagaimana
dinyatakan
bahwa pelayanan professional adalah kemampuan seseorang yang
miliki
profesi melayani kebutuhan orang lain atau professional
menanggapi
kebutuhan orang lain atau professional menanggapi kebutuhan khas
orang
lain.26
Sikap seorang yang beroerientasi professional disebut dengan
profesionalitas. Profesionalitas menyangkut kecocokan (fitness)
antara
kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic-competence)
dengan
kebutuhan tugas (task-requirement). Terpenuhinya kecocokan
antara
kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan syarat
terbentuknya
sebuah system manajerial yang profesional. Artinya keahlian
dan
kemampuan para manajer merefleksikan arah dan tujuan yang ingin
dicapai
oleh sebuah organisasi atau lembaga.
Prof.dr Mirko Noordegraaf (2006) Profesionalitas manajer,
The
professionalization of managers, then, can be seen as
ambivalent; the
field of managerial control representing a certain mode of
control is
organized by a certain mode of control, namely professional
control. In that
sense, the rise of managerial professionalism is contradictory;
managers
follow strategies which they borrow from other professionals, in
order to
constrain these other professionals.27
Kemudian, dapat dilihat sebagai ambivalen, bidang manajerial
kontrol
mewakili mode kontrol tertentu yang diselenggarakan oleh mode
tertentu
kontrol, yaitu profesional kontrol. Dalam hal ini, munculnya
profesionalisme
26 Sitti Asrariyah, Profesionalisme Aparatur Dalam Pelayanan
Publik di Kantor Camat Samarinda UluKota Samarinda eJournal Ilmu
Pemerintahan, Vol. 1 (1), 2013, hh. 149-164
27 Mirko Noordegraaf, Boundaries of Professionalism-The
Institutionalization of ManagerialProfessionalism in Public Sectors
5th International Critical Management Studies Conference,
(TheNetherlands: University of Utrecht, June 2006), h. 6.
-
25
manajerial bertentangan; manajer mengikuti strategi yang mereka
pinjam dari
para profesional lainnya, untuk membatasi profesional lainnya
(Mirko
Noordegraaf, 2006).
Another key element of professionalism involves cultivating and
managing
working relationships with others. Effectiveness in delivering
and receiving
constructive feedback is a hallmark of professionalism. Andrew
N. Garman
(Journal of Healthcare Management 51:4 July/August 2006)28
Unsur kunci lain dari profesionalisme melibatkan penanaman
dan
pengelolaan hubungan kerja dengan orang lain. Efektivitas
dalam
memberikan dan menerima umpan balik yang konstruktif merupakan
ciri dari
profesionalisme (Andrew N. Garman, 2006).
Menurut Martin Seidenfeld, Ph.D. (2010)29
Professionalism refers to a set of attitudes and behaviors that
arerelevant no matter what sort of work you do. There is a lot of
confusion aboutprofessionalism. Ask different people about what
being a professional meansand here are some of the answers youll
get:Being a professional means: Speaking clearly, using proper
English, and acting reserved. Striving for accuracy in all you do,
following the rules of your organization. Focusing on your work,
not just on the money you earn. Being conscientious, discreet,
informed, and respectful. Keeping your private life out of your
job. Being able to work independently, responsibly, and always
meeting
commitments. Being able to deal with an uncomfortable situation
in a healthy and
productive way.Professionals are not born; they are individuals
who consciously choose tobecome the best they can, at whatever they
do.
28 Andrew N. Garman, R. Evans, M. K. Krause, and J. Anfossi,
Competencies: ProfessionalismJournalof Healthcare Management, Vol.
51 (4), 2006.
-
26
Profesional tidak dilahirkan, mereka adalah orang-orang yang
secara
sadar memilih untuk menjadi yang terbaik yang mereka bisa, pada
apa pun
yang mereka lakukan ( Martin Seidenfeld, Ph.D, 2010).29
Penelitian mengenai ciri manajer yang professional menemukan
bahwa
tingkat energi, stamina fisik, dan toleransi terhadap stress,
berhubungan
dengan profesionalitas manajerial yang pada akhirnya akan
menghasilkan
efektifitas manajerial. Tingkat energi yang tinggi dan toleransi
terhadap stress
membantu para manajer menanggulangi tingkat kecepatan yang
tinggi, Ciri
manajer lain yang kelihatanya relevan bagi professionalitas
manajerial
disebut orentasi pada locus of control. Orang dengan orentasi
ini (disebut
internal) percaya bahwa peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka
lebih banyak
ditentukan oleh tindakan-tindakan mereka sendiri dari pada suatu
kebetulan
atau oleh kekuatan-kekuatan yang tidak dapat di control (Saima
Munir and
Mehsoon Sajid, 2010).30
Orang yang secara emosional matang dapat menyesuaikan diri
dengan
baik dan tidak menderita kekacauan psikologis yang berat,
mempunyai
kesadaran yang lebih tepat mengenai kekuatan dan kelemahan
mereka, dan
mereka berorentasi kearah perbaikan diri dari pada menolak
adanya
kelemahan dan memfantasikan keberhasilan, juga tidak terlalu
egosentris,
mereka lebih banyak memiliki kontrol terhadap diri sendiri.
Hasilnya para
pemimpin yang mempunyai kematangan emosional yang tinggi
mempunyai
29 Martin Seidenfeld, Ph.D, Managerial Professionalism, ALN
Online;http://www.alnmag.com/articles/2010/02/managerial-professionalism
(diakses 26 Desember 2013).
30 Saima Munir and Mehsoon Sajid, Examining Locus of Control
(LOC) as a Determinant ofOrganizational Commitment among University
Professors in Pakistan, Journal of Business StudiesQuarterly, Vol.
(1) 3, 2010, hh. 78-93
-
27
lebih banyak hubungan kerja sama dengan para bawahanya, kerabat,
dan
dengan para atasanya (Maddocks, 2013).31
Integritas berarti bahwa perilaku seseorang konisten dengan
niai- nilai
yang menyertainya, orang tersebut bebrsifat jujur, etis, dan
dapat dipercaya.
Berbagai jenis perilaku berhubungan dengan integritas, sebuah
indikasi
penting tentang integritas adalah sejauh mana orang itu jujur
dan dapat di
percaya dari pada memperdaya. Para pemimpin akan kehilangan
kredibilitas
bilamana orang mendapatkan bahwa mereka telah berbohong atau
telah
membuat klaim yang menyimpang secara berlebihan dari pada
yang
sebenarnya, indikator lain mengenai integritas adalah menepati
janji. (Jos G.
Vargas-Hernndez, 2011).32
Seorang manajer professional dituntut memiliki ketrampilan
teknis,
ketrampilan konseptual dan ketrampilan antar personal dalam
menjalankan
fungsinya sebagai manajer. Dalam ketrampilan teknis termasuk
pengetahuan
mengenai metode-metode, proses-proses, prosedur, serta
teknik-teknik untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang khusus dari unit suatu
organisasi.
Ketrampilan-ketrampilan tersebut di pelajari selama pendidikan
formal dalam
bidang- bidang yang terspesialisasi. Kecermelangan teknis yang
dimiliki oleh
seorang manajer berhubungan dengan efektifitas dan kemajuan
ditingkat
manajemen yang lebih rendah, namun ia secara relatif menjadi
kurang
31 Jo Maddocks, A decade of Emotional Intelligence: Trends and
implications from the EmotionalIntelligence Profile (EIP) Virtual
Conference On Moral Leadership: Jca (Occupational
Psychologists)Limited, 2011.
32 Jos G. Vargas-Hernndez, Management Education for Professional
Integrity: The Case ofUniversity Centre for Economic and Managerial
Sciences, University of Guadalajara The ClassicVirtues in
Organizational Leadership, Regent University School of Global
Leadership &Entrepreneurship, 2011.
-
28
penting pada tingkat manajemen yang lebih tinggi. Tidaklah cukup
untuk
mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai produk-produk
dan
prose-proses yang untuknya seorang manajer yang bertanggung
jawab.
Perencanaan yang strategik kemungkinan tidak akan efektif
kecuali bila
seseorang manajer memahami kekuatan dan kelemahan yang relatif
dari
produk-produk (atau jasa-jasanya) sendiri dibanding dengan yang
diberikan
oleh para pesaing (Bahaudin G. Mujtaba and Belal A. Kaifi,
2010).33
Ketrampilan antar pribadi seperti empati, pemahaman sosial, daya
tarik,
taktis dan diplomatis, dapat persuasif, serta kemampuan untuk
berkomunikasi
secara lisan bersifat penting unyuk mengembangkan dan
mempertahankan
hubungan kerja sama dengan para bawahan, atasan, sejawat, dan
orang
luar. Seorang manajer yang memahami orang lain dan ia sangat
menarik,
sangat taktis, dan diplomatis akan mempunyai hubungan kerja sama
dari
pada mereka yang tidak berperasaan dan menyerang yang pada
akhirnya
akan menimbulkan hubungan yang harmonis antara manajer dan
bawahannya, sehingga terciptanya lingkungan kerja yang kondusif
(Flannes,
2004;34 Bahaudin G. Mujtaba and Belal A. Kaifi. 2010).35
Ketrampilan konseptual penting bagi perencanaan yang
efektif,
mengorganisasi, serta pemecahan masalah, sebagai tanggung
jawab
administratif utama adalah koordinasi yang efektif, seorang
manajer perlu
33 Bahaudin G. Mujtaba and Belal A. Kaifi., Management skills of
Afghan respondents: a comparison oftechnical, human and conceptual
differences based on gender Journal of International Business
andCultural Studies, Vol. 4, November 2010, h. 1.
34 Steven Flannes, Effective People Skills for the Project
Manager: A Requirement for Project Successand Career Advancemen
SUGI 29 Proceding, Canada: Montral, May 9-12, 2004.
35 Bahaudin G. Mujtaba and Belal A. Kaifi., op.cit.
-
29
untuk memahami bagaimana berbagai bagian dari organisasi
tersebut saling
berhubungan satu sama yang lainya dan bagaimana
perubahan-perubahan
pada satu bagian dari sistem tersebut berdampak pada bagian yang
lain.
Seorang manajer yang mempunyai cognitive complexity yang tinggi
akan
mampu untuk mengembangkan sebuah model yang implisit dari
organisasi
tersebut untuk membantu pemahaman dari kebanyakan faktor-faktor
kritis
dan hubungan di antara mereka. Seorang manajer harus mampu
untuk
memahami bagaimana perubahan-perubahan dalam lingkungan
eksternal
akan membawa dampak terhadap organisasi (Bahaudin G. Mujtaba and
Belal
A. Kaifi. 2010).
Djaman Satori (2007), menjelaskan profesionalitas mengacu
kepada
sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat
pengetahuan
dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan
pekerjannya. Hal
ini mengindikasikan bahwa seorang profesonal tidak akan mau
mengerjakan
sesuatu yang memang bukan bidangnya.36
Hakekat ciri seorang manajer yang profesional merunjuk
kepada
sejumlah atribut individual, termasuk aspek-aspek kepribadian,
kebutuhan,
motivasi, serta nilai-nilai, ciri kepribadian adalah watak yang
secara relatif
stabil yang beprilaku dalam suatu cara tertentu, contohnya rasa
percaya diri,
kedewasaan emosional, tingkat energi, dan toleransi terhadap
stres.
Sedangkan hakekat ketrampilan (skill) menunjuk kepada
kemampuan
seseorang untuk melakukan berbagai jenis kegiatan kognitif atau
keprilakuan
dengan suatu cara yang efektif, ketrampilan didefinisikan secara
sangat
36 Djaman Satori, op. cit., h.13.
-
30
umum misalnya cerdas, ketrampilan dalam hubungan antar
prbadi,
ketrampilan dalam administrasi sampai pada istilah yang lebih
sempit dan
spesifik, misalnya ketrampilan membuat rencana, ketrampilan
berkomunikasi
sacra persuasif, dan ketrampilan mendengarkan (Pavic, and
Vojinic, 2012).37
b. Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan
1) Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)
Terminologi Pengetahuan (Knowledge) pertama kali
diperkenalkan
oleh Henry pada tahun 1974 yang mengungkapkan adanya
perbedaan
makna dan adanya transisi dari data, informasi hingga menjadi
knowledge
(Wallace, 2007).38 Adapun istilah manajemen pengetahuan
(knowledge
management) yang dikenal luas di dunia bisnis adalah suatu
pengelolaan
sumber daya untuk dapat menangkap, menyimpan, menyebarluaskan
dan
menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki organisasi
untuk
menjadikan organisasi lebih baik dari waktu ke waktu (Dalkir,
2013;39
Nonaka dan Takeuchi, 1995).40
McInerney and Koenig (2011), menyatakan knowledge
management ialah rangkaian proses yang melingkupi
penciptaan,
penyebaran, dan pemanfaatan dari pengetahuan. Knowledge
37 Ipan Pavic and Perica Vojinic, The Influence of Demographical
and Professional Characteristics onManagers Risk Taking Propensity
Advances in Management & Applied Economics, vol. (2) 4,
2012,hh. 171-184.
38 Danny P. Wallace, Knowledge Management: Historical and
Cross-Disciplinary Themes (Westport:CT: Libraries Unlimited, 2007),
227 pages.
39 Kimiz Dalkir, Knowledge Management in Theory and Practice
(Google eBook, 2013), Routledge.40 Nonaka, I. and Takeushi, H.
(1995), The Knowledge-Creating Company, New York: Oxford
University
Press.
-
31
management mencakup proses dari penciptaan pengetahuan, dan
memfasilitasi transformasi pengetahuan implisit ke dalam
pengetahuan
eksplisit yang dapat diakses dan dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan
masalah yang relevan.41 Skenario dari knowledge management
dimulai
dari penciptaan pengetahuan untuk diterapkan, digunakan, dan
bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupan. Pengetahuan
tersebut
kemudian ditangkap untuk dapat disimpan, disusun dan
ditransformasikan ke dalam bentuk yang dapat disebarkan, dan
dipakai
bersama.
Siregar (2005) menyatakan Knowledge Management adalah suatu
disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi
terhadap
pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua
asset
informasi suatu organisasi.42 Zawiyah et al. (2012) melihat
knowledge
management sebagai kemunculan baru, sebuah model bisnis yang
menghubungkan antara cabang cabang disiplin ilmu yang ada
yang
mempunyai pengetahuan dalam kerangka kerja sebuah organisasi
sebagai fokusnya.43 Dengan kata lain, Knowledge Management
dianggap
sebagai organisasi yang mempunyai kegiatan terstruktur untuk
membenahi kemampuan perusahaan. Manajemen pengetahuan sangat
erat kaitannya dengan budaya perusahaan, dimana hal yang
dimaksud
41 Claire R. McInerney and Michael E. D. Koenig, Knowledge
Management (KM) Processes inOrganizations: Theoretical Foundations
and Practice (Morgan & Claypool Publishers, 2011).
42 A. Ridwan Siregar, Manajemen Pengetahuan: Perspektif
Pustakawan Pustaha: Jurnal StudiPerpustakaan & Informasi, Vol.
1 (1), Juni 2005, hh. 1-6.
43 Zawiyah M. Yusof, Mohd. Bakhari Ismail, Kamsuriah Ahmad,
Maryati M. Yusof, (2012), Knowledgesharing in the public sector in
Malaysia: a proposed holistic model Information Development vol.
(28)1, February 2012, hh. 43-54.
-
32
adalah kebutuhan perusahaan akan SDM yang kompeten dan mau
belajar. SDM yang ada diharapkan mampu mentransformasikan
pengetahuannya untuk kemajuan sebuah perusahaan. Knowledge
Management juga difungsikan sebagai perbaikan komunikasi antara
pihak
manajemen puncak dan para karyawannya sebagai perbaikan
proses
kerja.
Pengertian manajemen pengetahuan menurut Garner Group
(Koina, 2003), manajemen pengetahuan adalah
suatu disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan
terintegrasi
terhadap pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian
semua
asset informasi suatu organisasi. Selanjutnya disebutkan bahwa
informasi
yang dimaksud meliputi database, dokumen, kebijakan, dan
prosedur dan
juga keahlian dan pengalaman yang sebelumnya tidak terartikulasi
yang
terdapat pada pekerja perorangan.44
Ralph dan Ellis (2009) mendefinisikan manajemen pengetahuan
sebagai
suatu proses yang dapat menolong organisasimenemukan,
memilih, menyebarkan, dan memindahkan informasi yang penting
dan
diperlukan untuk berbagai aktivitas seperti penyelesaian
masalah, proses
pembelajaran yang dinamis, serta strategi perencaaan dan
pengambilan
keputusan.45
44 Cathie Koina, Librarians are the ultimate knowledge managers?
Australian Library Journal, Vol. 52,2003, hh.269-272.
45 Lynette L. Ralph and Timothy J. Ellis, An Investigation of a
Knowledge Management Solution forReference Services Journal of
Information, Information Technology, and Organizations, Vol.
(4),annual 2009.
-
33
Manajemen pengetahuan (knowledge management) menurut
Popesko, et al. (2012), adalah
proses dimana organisasi dapat mendayagunakan nilai-nilai
yang
berasal dari intelektual aset-aset yang dimiliki. Knowledge
management
adalah kegiatan kritikal perusahaan yang memebutuhkan
perhatian
khusus, keampuan untuk menyebarkan knowledge dan keahlian,
dapat
meningkatkan efektifitas organisasi.46
Knowledge management bertujuan menghasilkan value dari asset
tidak berwujud (intangible assets) yang bisa di kelompokkan
menjadi;
External structure, Internal structure, dan Competence of
people. (Dalkir,
2013).47
2) Kompetensi Pegawai (Competence of People)
Collin (2010), menyatakan bahwa Competence of people adalah
asset yang berasal dari knowledge yang dimiliki SDM baik
yang
menyangkut potensi kemampuan (tacit), kemampuan implementasi
(explisit), kemampuan saling mendistribusi pengetahuan
(sharing), dan
kemauan belajar untuk meningkatkan pengetahuannya (learning).
Hal ini
bisa diperoleh dengan cara membuat sistem SDM berdasarkan
knowledge management (create careers based on knowledge
management), menciptakan iklim kerja yang mendorong adanya
transfer
knowledge kepada pegawai yang berpotensi (create micro
environments
for tacit knowledge transfer), dan mendukung program pendidikan
dengan
teknologi komunikasi (support education with communication
technology),
dan belajar dari berbagai uji coba dan simulasi
program/kebijaksanaan
perusahaan (learn from simulations and pilot
installations).48
46 Popesko, B., Tuscoma, Z., and Kadak, T., Key Factors
influencing the performance of healthcareorganizations Proceedings
of the 9th International Conference on Intellectual Capital,
knowledgeManagement and Organisational Learning: ICICKM, 2012.
47 Kimiz Dalkir, op. cit.48 Harry Collin, Tacit and Explicit
Knowledge (Chicago: University of Chicago Press, Jun 2010).
-
34
3) Manajemen Ketenagakerjaan BNP2TKI
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan akses
terhadap keadilan bagi TKI dengan mengembangkan berbagai
mekanisme di Indonesia untuk menyelesaikan pengaduan dan
menyediakan kompensasi. Salah satu mekanisme tersebut adalah
penyelesaian sengketa administratif yang memberdayakan
aparat
pemerintah di tingkat daerah, propinsi atau nasional yang
dikenal dengan
BNP2TKI. Dalam menyelesaikan penyelesaian masalah inilah,
pengetahuan pihak manajerial mengenai manajemen
ketenagakerjaan
beserta landasan-landasan hukumnya berperan. Pengetahuan
dapat
membentuk keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku
sesuai
dengan keyakinannya tersebut (Istiari, 2000).49
Akan tetapi dalam penyelesaian permasalahan tersebut sering
terjadi tumpang tindih wewenang dan fungsi yang dijalankan
oleh
BNP2TKI dan Kementerian Tenaga Kerja yang menimbulkan
kebingungan antar staf pada kedua lembaga tersebut. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena lemahnya pengetahuan pihak
manajerial
terhadap prosedur manajemen ketenagakerjaan di masing-masing
lembaga. Wah (1999) mengatakan berdasarkan laporan yang
diterima,
99% dari kerja yang dilakukan seseorang adalah berdasarkan
pengetahuan.50
49 Tinuk Istiarti, Menanti Buah Hati, Kaitan Antara Kemiskinan
dan Kesehatan (Yogyakarta: Mediapresindo, 2000).
50 Louisa Wah, Making knowledge stick Management Review Journal,
Vol (88) 5, May 1999, h. 24.
-
35
Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari pengalaman yang
berasal dari berbagai macam sumber seperti, undang-undang,
poster,
kerabat dekat, media massa, media elektronik, buku petunjuk,
petugas
kesehatan, dan sebagainya. Pengetahuan (Knowledge) adalah
suatu
proses dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan
seseorang
terhadap objek tertentu dan dapat menghasilkan pengetahuan
dan
keterampilan (Hidayat, 2007).51
Dalam menangani sebuah lembaga atau organisasi seorang
pemimpin atau manajer dituntut untuk memilki pengetahuan
manajemen
terutama manajemen tenaga kerja atau dikenal dengan
manajemen
sumber daya manusia. Dari pendapat ini terlihat bahwa
pengalaman,
pendidikan dan latihan sangat diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan pejabat. Karena pendidikan atau tingkat pendidikan
sangat
erat hubungannya dengan (1) rasionalitas pemikiran, (2)
mengambil
kebijaksanaan/keputusan yang bijaksana, (3) pengetahuan yang
lebih
akan merangsang untuk menciptakan pembaharuan dalam bidang
tehnis.
Kemudian untuk memperoleh pendidikan itu dapat dilakukan
melalui, Pertama pendidikan informal, adalah pendidikan yang
diperoleh
seseorang melalui pengalaman sehari-hari dengan sadar ataupun
tidak
sadar sejak seseorang lahir sampai mati di dalam
keluarganya,
pekerjaanya atau dalam pergaulannya sehari-hari. Kedua
pendidikan
formal, adalah pendidikan yang dikenal dengan pendidikan sekolah
yang
51 Aziz Alimul Hidayat, Metodologi Penelitian Kebidanan Teknik
Analisa Data (Jakarta: SalembaMedika, 2007).
-
36
teratur bertingkat dan mengikuti peraturan yang syarat-syaratnya
jelas
dan ketat, ketiga, pendidikan non formal adalah pendidikan yang
teratur
dengan sadar dilakukan, tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan
yang
tetap dan jelas. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
pendidikan
itu sangat mutlak diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
seseorang
dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.
Selanjutnya dalam penelitian ini kualitas pengetahuan juga
diukur
dengan latihan-latihan (diklat) yang pernah diikuti. Dengan
latihan
diharapkan aparat dapat meningkatkan pengetahuannya dalam
pelaksanaan tugas. Latihan dapat meningkatkan keterampilan
kerja, hal
ini dikemukakan oleh Barber dalam Situmorang (1982) bahwa
timbulnya
pekerja terampil kemungkinan besar dapat melakukan pekerjaan
dengan
sangat memuaskan setelah mendapatkan latihan.52 Pernyataan
senada
dikemukakan oleh Siagian (1996) yang mengemukakan bahwa
latihan
pegawai dimaksudkan untuk meningkatkan kerja seseorang.53
Selanjutnya Indrawijaya (1983) mengemukakan bahwa
pengetahuan
seorang pegawai/aparat dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan
sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas latihan yang
telah
dialami.54 Latihan memang tidak didapatkan dari pendidikan
formal dan
non formal melainkan didapatkan pada suatu lapangan kerja
(pengalaman).
52 David Barber, Penerapan Managemen Personalia terjemahan Sitor
Situmorang (Jakarta Erlangga,1982).
53 Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara, 1996).54 Adam Ibrahim Indrawijaya, Perilaku
Organisasi (Bandung: Sinar Baru, 1983).
-
37
Apabila konsep-konsep tersebut dihubungkan, maka terlihat
jelas
bahwa pengetahuan pejabat pelaksana menjadi syarat mutlak
dalam
mencapai efektivitas suatu lembaga. Pada tataran ini,
efektivitas
organisasi BNP2TKI dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya
jelas akan dipengaruhi oleh pengetahuan yang ada.
Adapun pengetahuan manajemen ketenagakerjaan yang harus di
miliki sesuai yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 39
Tahun
2004, Pasal 95 ayat (1), menyebutkan bahwa BNP2TKI mempunyai
fungsi
pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI
di
luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi, lebih lanjut
ayat (2)
BNP2TKI bertugas: a. melakukan penempatan atas dasar
perjanjian
secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara
pengguna
TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan
sebagaimana Pasal 11 ayat (1), b. memberikan pelayanan,
mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: 1)
dokumen;
2) Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); 3) penyelesaian
masalah;
4) sumber sumber pembiayaan; 5) pemberangkatan sampai
pemulangan;
6) peningkatan kualitas calon TKI; 7) informasi; 8) kualitas
pelaksanaan
penempatan TKI; dan 9) peningkatan kesejahteraan TKI dan
keluarganya.
Sah-sah saja meletakkan fungsi BNP2TKI sebagai lembaga
penempatan
pemerintah semata, jika memperhatikan konstruksi Pasal 95 yang
terdiri
dari 2 (dua) ayat dan penulisan dalam satu pasal, hal ini karena
ada
-
38
kesamaan materi antara ayat (1) dan ayat (2) dan rangkaian
materi yang
tidak dapat dipisahkan (Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004).
c. Komitmen Profesi
Komitmen professional diartikan sebagai intensitas identifikasi
dan
keterlibatan individu dengan profesinya. Identifikasi ini
membutuhkan
beberapa tingkat kesepakatan antara individu dengan tujuan dan
nilai-nilai
yang ada dalam profesi termasuk nilai moral dan etika (Krausert,
2009).55 Di
dalam diri seorang profesional terkandung suatu idealisme yang
tercermin
dari komitmen yang dia berikan seperti komitmen pada pelayanan
atau
pekerjaan, komitmen pada peningkatan mutu dan komitmen pada
suatu
merek dan termasuk komitmen terhadap organisasi tempat dia
bekerja
(Madiha shah, 2012).56
Seseorang yang memiliki komitmen profesi yang tinggi akan
lebih
mudah berkomitmen terhadap organisasinya. Mereka akan
melakukan
pekerjaan dengan tepat waktu, senang hati, serta dengan
antusiasme yang
tinggi. Komitmen profesi yang tinggi membuat diri seseorang
bertanggung
jawab dan loyal kepada organisasi di mana dia bekerja (Davey,
2013).57
Restuningdiah (2009) menyatakan bahwa komitmen profesi adalah
(1)
Sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan dan
nilai-nilai profesi;
55 Achim Krausert, Performance Management for Different Employee
Groups: A Contribution toEmployment Systems Theory, (Physica-Verlag
A Springer Company: 2009).
56 Madiha Shah, Teacher Collegiality and Commitment in High- and
Low-achieving SecondarySchools in Islamabad, Pakistan Journal of
Studies in Education, Vol. (2) 2, 2012.
57 Ronnie Davey, The Professional Identity of Teacher Educators:
Career on the Cusp? (Oxon:Routledge, 2013).
-
39
(2) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang
sungguh-sungguh
guna kepentingan profesi; (3) Sebuah keinginan untuk
memelihara
keanggotaan dalam profesi.58
Gunawan dan Arifin (2003) menyatakan Komitmen profesi
diartikan
sebagai intensitas identifikasi dan keterlibatan kerja individu
dengan profesi
tertentu. Identifikasi ini membutuhkan beberapa tingkat
kesepakatan dengan
tujuan dan nilai profesi termasuk nilai moral dan etika.59
Komitmen profesi
terjadi jika individu merasa yakin dengan nilai dan tujuan
profesi, sanggup
mengutamakan kepentingan profesi dan menjaga keanggotaan dalam
profesi
sehingga individu yang komitmen dengan profesi akan melaksanakan
tugas
berdasar pedoman norma dan aturan yang berlaku. Komitmen profesi
adalah
sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan dan
nilai-nilai profesi,
sebuah kemauan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh guna
kepentingan profesi, dan sebuah keinginan untuk menjaga dan
mempertahankan keikutsertaan dalam profesi (Aranya dkk. (1982)
dalam
Restuningdiah (2009)).60
Teng et.al. (2007) mendefinisikan komitmen profesional
sebagai:
1) Penerimaan dan kepercayaan kepada tujuan profesional dan
nilai-nilai
profesionalisme.
2) Bersedia berupaya yang efektif dan maksimal untuk
profesi.
58 Nurika Restuningdiah, Pengaruh Komitmen Profesional Terhadap
Kepuasan Kerja AkuntanPendidik Melalui Komitmen Organisasional.
Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 2014, No.3, November2009.
59 Gunawan Aji dan Arifin Sabeni, Pengaruh Etika Kerja Islam
Terhadap Komitmen Organisasidengan Komitmen Profesi sebagai
Variabel Intervening (Studi Empiris Terhadap Internal AuditorBank
di Jawa Tengah) Simposium Nasional Akuntansi VI, 2003.
60 Nurika Restuningdiah, op. cit.
-
40
3) Sebuah keinginan untuk mendapatkan keanggotaan dalam sebuah
profesi
dan mengidentifikasi bahwa komitmen profesional memberikan
pengaruh
antara kepuasan kerja dengan tingkat stress dalam
pekerjaan.61
Meyer et al. (1993) menjelaskan tiga dimensi komitmen profesi
yaitu;
1) Affective Proffesional Commitment: keinginan individu untuk
tetap setia
pada profesinya karena tujuan hidupnya dan tujuan profesional
mereka
memiliki kesamaan.
2) Continuance Professional Commitment : perasaan individu untuk
tetap
tinggal dalam profesi mereka karena kurangnya alternatif yang
lebih baik
dari pada profesi tersebut.
3) Normative Professional Commitment : Keinginan individu untuk
tetap setia
pada profesi mereka karena rasa kewajiban atau tekanan dari
keluarga
dan kolega mereka.
Komitmen profesi mengacu pada kekuatan identifikasi individual
dengan
profesi. Individual dengan komitmen profesional yang tinggi
dikarakterkan
memiliki kepercayaan dan penerimaan yang tinggi dalam tujuan
profesi,
keinginan untuk berusaha sekuatnya atas nama profesi, dan
keinginan yang
kuat untuk mempertahankan keanggotanya dalam profesi. (Dyah Sri
Rahayu
dan Faisal, 2005).62 Pendapat yang tidak jauh berbeda
dikemukakan oleh
Larkin (1990), komitmen profesi adalah tingkat loyalitas
individu pada
61 Ching-I Teng, Yea-Ing Lotus Shyu, Hao-Yuan Chang, Moderating
effects of professionalcommitment on hospitals in Taiwan Journal of
Professional Nursing, Vol. 23(1), hh.47-54.
62 Dyah Sri Rahayu dan Faisal, Pengaruh Komitmen Terhadap Respon
Auditor Atas Tekanan Sosial:Sebuah Eksperimen Jurnal Akuntansi
& Auditing Indonesia Vol. (9) 1, Juni 2005, hh.1322.
-
41
profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut.63
Orientasi
profesional atau komitmen profesi merupakan dasar pemikiran
untuk
menemukan sikap dan arah secara tepat dan benar yang harus
dimiliki
seorang profesional.
Komitmen profesi dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya,
factor
yang berhubungan dengan lingkungan kerja dan dipengaruhi
oleh
pekerjaannya itu sendiri, semakin tinggi level tanggung jawab
dan otonomi
yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut seemakin rendah
repetitive, dan
semakin menarik pekerjaan tersebut akan lebih tinggi tingkat
komitmen yang
diperlihatkan oleh individu (Mowday, Steer, Porter, 1979).64
Komitmen profesi mengacu pada dedikasi seseorang,
pengabdian,
sepenuh hati dalam upaya menuju terwujudnya tujuan
organisasi,
keterlibatan dan rasa memiliki pekerjaan, pencampuran atau
perpaduan
antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, upaya maksimal
untuk
memenuhi persyaratan kerja dan penyerapan total dalam
pekerjaan
(Umender Malik & Dinesh Kumar Sharma 2013).65
Komitmen pejabat eselon III dala melakukan tugasnya dapat
tercermin
dengan mengacu pada enam dimensi berikutnya, peran / kewajiban
yaitu
komitmen terhadap masyarakat, komitmen terhadap institusi,
komitmen
terhadap pekerjaan, komitmen untuk mencapai keunggulan, dan
komitmen
terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
63 Joseph M. Larkin, Does Gender Affect Auditor CPAs
Performance? The Women CPA, Spring1990, hh. 20-21.
64 Richard T. Mowday, Richard M. Steers, L.W. Porter. The
measurement of organizationalcommitment Journal of Vocational
Behavior, Vol. (14) 2, 1979, hh. 224-247.
65 Umender Malik & Dinesh Kumar Sharma, Teaching
Effectiveness of Secondary School Teachers inRelation to their
Professional commitment International Educational E-Journal, Vol.
(2) 4, Oct-Nov-Dec 2013, h.149.
-
42
Komitmen profesi didefinisikan sebagai keyakinan dalam
penerimaan
tujuan dan nilai-nilai profesi, kemauan untuk untuk menggunakan
usaha yang
tulus untuk kepentingan profesi, keinginan untuk
mempertahankan
keanggotaan dalam profesi (Aranya et al. 1984).66
Komitmen profesi pada dasarnya adalah persepsi bahwa loyalitas
inti,
tekad dan harapan seseorang dengan dituntun oleh sistem nilai
atau norma
yang mengarahkan seseorang untuk bekerja sesuai prosedur
(Larkin
1990).67 Individu dengan komitmen profesional yang tinggi
ditandai dengan
memiliki keyakinan dan penerimaan tujuan profesi yang kuat,
kemauan untuk
mengerahkan upaya atas nama profesi, dan keinginan yang kuat
untuk
mempertahankan keanggotaan dalam profesi (Vincent Cho and Xu
Huang,
2012).68
Lima konsep profesionalisme dari Restuningdiah (2009) adalah
sebagai
berikut:
1) Afiliasi komunitas (community affiliation) yaitu menggunakan
ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan
kelompok-
kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui
ikatan
profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.
2) Kebutuhan untuk mandiri (Autonomy demand) merupakan suatu
pandangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu
membuat
keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah,
klien,
mereka yang bukan anggota profesi). Setiap adanya campur
tangan
(intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan
terhadap
66 Nissim Aranya and Kenneth R. Ferris, A Reexamination of
Accountant Organizational-ProfessionalConflict The Accounting
Review, Vol. (49) 1, January, 1984, hh. 1-15.
67 Joseph M. Larkin, op. cit.68 Vincent Cho and Xu Huang,
Professional Commitment, Organizational Commitment, And The
Intention To Leave For Professional Advancement: An Empirical
Study On It Professionals Journalof Information Technology &
People, Vol. 25 (1), 2012, hh. 31-54.
-
43
kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan
pekerjaan
yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan
bekerja tanpa diawasi secara ketat.
3) Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa
yang
terbaik menurut karyawan yang bersangkutan dalam situasi
khusus.
Dalam pekerjaan yang terstruktur dan dikendalikan oleh
manajemen
secara ketat, akan sulit menciptakan tugas yang menimbulkan
rasa
kemandirian dalam tugas.
4) Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self
regulation)
dimaksud bawah yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan
profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang
tidak
mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
5) Dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi
profesional
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.
Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun
imbalan
ekstrinsik berkurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari
pencurahan diri
yang total terhadap pekerjaan.69
Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah
menjadi
komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan
ari
pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru
materi.
Kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan
tentang
pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh
masyarakat
maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
Dari konsep tersebut bisa disimpulkan bahwa suatu karakteristik
yang
istimewa dari seorang profesional adalah dia bisa membuat
hal-hal yang
biasa menjadi hal yang lebih baik meskipun dalam pelaksanaannya
banyak
69 Nurika Restuningdiah, op.cit.
-
44
tekanan dari luar yang menghambat dan memaksanya untuk mundur.
Sikap
yang gigih ini merupakan percampuran yang kental antara disiplin
pribadi
(self discipline) dengan kekuatan dari dalam (internal force)
(Restuningdiah,
2009).70
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam sub bab ini akan diuraikan beberapa hasil penenlitian
terdahulu yang
pada umumnya meneliti tentang efektifitas manajerial,
profesionalitas manajerial,
pengetahuan manajemen ketenagakerjaan, serta komitmen profesi,
sehingga dapat
memberikan gambaran dan dapat dipakai sebagai dasar dalam
penyusunan
penelitian ini.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan
dalam
penelitian ini dipaparkan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis
yangDigunakan
1. Mohammed
abdul azeem
dan saneem
Efektifitas
Managerial,
Persepsi
Faktor terpenting yang mempengaruhi
efektifitas manajerial adalah leadership,
attrition management, image building,
70 Nurika Restuningdiah,op.cit.
-
45
No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis
yangDigunakan
fatima, (2012) Manajer delegation and decentralization, job
enrichment, entrepreneurship, resource
management dan lain-lain.
2. Rongga et al.
(2001)
Efektivitas
Organisasi,
Kemampuan
Personal,
Penelitian tersebut memberikan bukti
empiris bahwa semakin baik kemampuan
personal maka organisasi akan semakin
efektif. Hubungan antara kemampuan
personal dan efektivitas organisasi didasari
atas pemikiran bahwa kinerja organisasi
merupakan akumulasi dari kinerja pegawai.
3. Hamlin et al.
(2006)
Efektivitas
Manajemen,
Pengetahuan,
Penelitian ini mengkaji pengaruh
pembinaan/training terhadap para manajer
untuk meningkatkan efektifitas manajemen.
Dalam penelitan yang dilakukan ditemukan
bahwa pembinaan memberi pengaruh yang
baik terhadap efektivitas manajemen
perusahaan
4. Banerjee,
(2012)
Efektifitas
Manajerial,
Posisi Manajer,
Personalitas
Pengaruh utama posisi manajer, dan type
personalitas berpengaruh secara signifikan
dan saling mempengaruhi antara posisi
manajer dengan type personalitas manajer.
-
46
No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis
yangDigunakan
5. Suyanto
(2009)
Profesionalisme,
Efektifitas Kerja,
Penelitian yang dilakukan terhadap guru ini
juga menyatakan bahwa seseorang yang
dikatakan professional apabila melakukan
pekerjaan sesuai dengan keahliannya
sehingga dapat meningkatkan efektifitas
kerjanya
6. Wroom (1964) Profesionalisme,
Motivasi Kerja,
Kinerja
Karyawan
Penelitian ini mengemukakan bahwa kinerja
karyawan dipengaruhi oleh profesionalisme
dan motivasi kerja merupakan kemauan
individu untuk menggunakan usaha yang
tinggi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan
perusahaan dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya.
7. Schroeder dan
Imdieke
(1977)
Profesionalisme,
Kepuasan Kerja
Profesional tidak berhubungan dengan
besarnya perusahaan tetapi berhubungan
negatif dengan kepuasan kerja
8. Hasting dan
Hining (1970
Nilai-Nilai
Profesionalitas
Nilai-nilai profesional lebih sedikit
dinyatakan oleh para akuntan manajemen
daripada akuntan publik
9. Schroeder,
Reinstein,
Komitmen
Profesional
Komitmen profesional tidak berhubungan
dengan ukuran perusahaan atau kedudukan
-
47
No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis
yangDigunakan
Schwartz
(1991)
dalam perusahaan dan secara positif
berhubungan dengan komitmen
organisasional
10. Aranya dan
Ferris (1984)
Komitmen
Profesional
Komitmen Profesional lebih tinggi pada
akuntan publik. Komitmen profesional
berhubungan dengan komitmen
organisasional dan komitmen profesional
mempunyai hubungan negatif dengan
kepuasan dan turnover
11. Harrel,
Chewning,
dan Taylor
(1986)
Komitmen
Profesional
Komitmen profesional mempunyai
hubungan negatif dengan keinginan
berpindah
12. Morro dan
Goetz (1988)
Profesionalisme,
Komitmen Kerja
Dimensi profesionalisme penting untuk
dijelaskan Profesionalisme sebagai bentuk
lain dari komitmen kerja
13. Argo D.S.
(2009)
Sikap
Profesionalitas,
Efektifitas
Sistem
Pengendalian
Hasil penelitan menunjukan bahwa sikap
profesionalitas internal auditor mempunyai
pengaruh signifikan terhadap penerapan
sistem pengendalian intern perusahaan.
Walau demikian, besarnya kontribusi
-
48
No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis
yangDigunakan
Internal
Perusahaan
profesionalime yang langsung
mempengaruhi efektivitas pengendalian
intern perusahaan ini hanya sebesar 5.2%
yang berarti diantara dua variabel tersebut
memiliki hubungan yang rendah.
14. Sorensen
(1967)
Orientasi
Profesional
Orientasi profesional berhubungan positif
dengan ketidakpuasan dan turnover, serta
berhubungan negatif dengan orientasi
organisasi
15. Aranya,
Pollack dan
Armenic
(1981)
Komitmen
Profesional
Komitmen profesional merupakan variabel
dari komitmen organisasi, tapi lebih mirip
dengan komitmen organisasi daripada
kepuasan
16. Pei dan Davis
(1989)
Komitmen
Profesional
Adanya pertentangan antara komitmen
profesional dan komitmen organisasional
adalah hubungan dengan konflik peran dan
ketidakjelasan peran
17. Saragih (2009)Knowledge
Management,
Kompetensi,
dan Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
adanya pengaruh secara positif dan
signifikan antara variabel learning
organization dan kompetensi terhadap
-
49
No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis
yangDigunakan
Karyawan kinerja karyawan baik secara parsial mau
pun bersama-sama. Hasil uji t menunjukkan
bahwa learning organization berpengaruh
lebih dominan terhadap kinerja karyawan.
18. Natalia dan
Razak (2011)
Knowledge
Management,
Job Procedure
and Technologi,
Kinerja
Karyawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
personal knowledge, job procedure dan
technology secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja, sedangkan
technology berpengaruh secara parsial dan
dominan terhadap kinerja.
19. Novealdi
(2012)
Knowledge
Management,
Kinerja
Karyawan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
personal knowledge, job procedure dan
technology secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karywawan.
Personal knowledge berpengaruh signifikan
secara langsung terhadap job procedure.
20. Evi Lestari dan
Dwi Cahyono
(2003)
Komitmen
Organisasi,
Hubungan
Profesional
Internal Auditor yang mempunyai tingkat
profesionalisme lebih tinggi (untuk dimensi
affiliasi lomunitas, untuk dimensi kebutuhan
otonomi, untuk dimensi profesionalisme
-
50
No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis
yangDigunakan
kewajiban sosial) akan lebih puas dalam
pekerjaannya. Alat analisis yang digunakan
SEM
C. Kerangka teoretik
Berdasarkan telaah teoritis diatas, maka model penelitian atau
kerangka
pemikiran teoritis yang dibangun adalah terdapat dalam Gambar
2.1 yang
menjelaskan kerangka pemikiran teoritis yang menggambarkan
pengaruh
profesionalitas manajerial, pengetahuan ketenagakerjaan dan
komitmen profesi
terhadap efektivitas manajerial dilingkungan BNP2TKI.
Rumusan hipotesis yang diajukan yaitu:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
X1
X2
X3 Y
-
51
Dimana:
X1 : Profesionalitas Manajerial
X2 : Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan
X3 : Komitmen Profesi
Y : Efektivitas Manajerial
1. Pengaruh Profesionalitas dengan Efektifitas Manajerial
Wroom (1964) mengemukakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi
oleh
profesionalisme dan motivasi kerja merupakan kemauan individu
untuk
menggunakan usaha yang tinggi dalam upaya mencapai
tujuan-tujuan
perusahaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.71 Jika setiap
manajer
memiliki kinerja yang baik, maka akan meningatkan efektifitas
manajerial
dilingkungan BNP2TKI. Dengan demikian memiliki Rumusan hipotesis
yang
diajukan dalah sebagai berikut:
H1 : Profesionalitas Manajerial berpengaruh positif secara
langsung terhadap
efektifitas manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.
2. Pengaruh Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan terhadap
efektivitas
manajerial
Kemampuan personal didefinisikan sebagai kemampuan yang
dimiliki
secara individu untuk melakukan suatu pekerjaan, dalam hal ini
untuk
melaksanakan beban tugas secara professional. Kualitas kemampuan
personal
71 Victor H. Vroom, Work and motivation (New York: Wiley, 1964),
h. 331.
-
52
ditentukan melalui pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
melalui
pendidikan, latihan dan pengalaman. Apabila aparat / pegawai
BNP2TKI memiliki
kemampuan personal yang memadai maka kinerja yang dihasilkanpun
akan
optimal, karena kemampuan personal aparat menjadi syarat mutlak
dalam
mencapai efektivitas manajerial organisasi. Dengan demikian
memiliki Rumusan
hipotesis yang diajukan dalah sebagai berikut:
H2 : Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positif
secara
langsung terhadap efektifitas manajerial pejabat eselon III
BNP2TKI.
3. Pengaruh Komitmen Profesi Terhadap Efektifitas Manajerial
Kinerja berkaitan erat dengan tujuan, sebagai suatu hasil
perilaku kerja
seseorang (Davis, 1985 dikutip dalam Wayan, 2000).72 Perilaku
kinerja dapat
ditelusuri hingga ke faktor-faktor spesifik seperti kemampuan,
upaya dan
kesulitan tugas (Timpe, 1988). Kinerja sebagai hasil pola
tindakan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar prestasi,
kualitatif
maupun kuantitatif, yang telah ditetapkan oleh individu secara
pribadi maupun
oleh perusahaan tempat individu bekerja. Kinerja juga sering
kali identik dengan
kemampuan seorang auditor bahkan berhubungan dengan komitmen
terhadap
suatu profesi (Larkin dan Seweikart, 1992).
Albanese (1981) seperti dikutip oleh Wayan (2000) mengatakan
bahwa
kinerja yang ditunjukkan karyawan dalam suatu perusahaan
berkaitan dengan
perilaku-perilaku karyawan yang diungkapkan pada pelaksanaan
tugas-tugas
72 I Wayan Suartana, Anteseden dan Konsekuensinya Job Insecurity
dan Intensi Keluar pada InternalAuditor Tesis Program Pasca Sarjana
UGM (Tidak dipublikasikan), 2000.
-
53
yang diberikan, termasuk didalamnya berkaitan dengan aspek
sosialisasi,
pelatihan, motivasi dan minat-minat individu.73 Wroom (1964)
mengemukakan
bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh profesionalisme dan
motivasi kerja
merupakan kemauan individu untuk menggunakan usaha yang tinggi
dalam
upaya mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan memenuhi
kebutuhan-
kebutuhannya.74 Apabila tuntutan kerja yang dibebankan pada
individu tidak
sesuai dengan kemampuannya (ability) maka kinerja yang
diharapkan akan sulit
tercapai.
H3 : Komitmen Profesi berpengaruh positif secara langsung
terhadap efektifitas
manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.
4. Pengaruh Profesionalitas Manajerial Terhadap Pengetahuan
Ketenagakerjaan
Penelitian terkait dengan interaksi pengalaman, pengetahuan
dan
judgment telah banyak dilakukan. Bonner (1990) meneliti tentang
faktor-faktor
yang menentukan professional expertise yang mengeksplorasi
bagaimana
pengalaman dan training dapat menghasilkan pengetahuan dan
pengetahuan
yang dikombinasikan dengan ability dalam melaksanakan tugas.75
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa seseorang staf yang lebih
berpengalaman secara
rata-rata melakukan tugasnya lebih baik daripada yang kurang
berpengalaman
dan memiliki pengetahuan dan ability yang lebih rendah. Libby
dan Luft (1993)
73 Ibid.74 Victor H. Vroom, op.cit.75 Sarah E. Bonner,
Experience Effect in Auditing : The Role of Task-Specific
Knowledge, The
Accounting Review, Vol. (65) 1, hh. 72-92.
-
54
merepresentasikan bahwa profesionalitas secara langsung
dipengaruhi oleh
pengetahuan dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh
pengalaman dan juga
ability.76
Pengalaman membentuk seseorang menjadi terbiasa dengan situasi
dan
keadaan dalam setiap penugasan karena pengalaman dapat
membantu
sesesorang mengembangkan struktur pengetahuan yang lebih
komprehensif
sehingga pengalaman akan meningkatkan kemampuan dan
professionalitas
seseorang. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat membantu
untuk
melakukan penilaian dan pengambilan keputusan yang tepat dengan
membobot
bukti-bukti yang mereka peroleh. Dengan demikian, apabila
seorang pekerja
mempunyai pengalaman maka akan meningkatkan pengetahuan yang
pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap professionalitas yang
dihasilkannya.
Berdasarkan landasan teori dan paparan diatas, maka dapat
dirumuskan
hipotesisnya sebagai berikut:
H4: Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positif
secara
langsung terhadap Profesionalitas Manajerial pejabat eselon III
BNP2TKI
5. Pengaruh Profesionalitas Manajerial Terhadap Komitmen
Profesi
Komitmen Profesional merupakan tingkat loyalitas individu
pada
profesinya, seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut.
(Larkin, 1990
76 Robert Libby and Joan Luft, Determinants of Judgments
Performance in Accounting Settings:Ability, Knowledge, Motivation
and Environment, Accounting, Organization and Society Journal
ofAccounting Research Vol. 18 (5), hh. 425-450
-
55
dalam Trisnaningsih (2003)77, sedangkan Aranya dkk (1982) dalam
Restuningdiah
(2009) menyatakan bahwa Komitmen Profesional adalah: (1)
Sebuah
kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai
profesi, (2)
Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh
guna
kepentingan profesi, (3) Sebuah keinginan untuk memelihara
keanggotaan
dalam profesi.78 Hasil penelitan yang dilakukan oleh
Lekattompessy (2003)
menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara
profesionalisme
dengan komitmen profesional.79 Selain dari pada itu, penelitian
yang dilakukan
oleh Norris dan Neibuhr (1984)80, Kalbers dan Fogarty (1995)81,
Rahmawaty
(1997)82, dan Lekatompessy (2003)83 terhadap akuntan publik dan
auditor
internal menunjukkan bahwa profesionalisme mempunyai hubungan
positif
dengan kepuasan kerja. Semakin tinggi profesionalisme, maka
semakin tinggi
pula kepuasan kerja akuntan yang pada akhirnya akan memperkuat
komitmen
profesinya. Berdasarkan paparan diatas maka hypothesisnya
adalah:
H5: Profesionalitas Manajerial berpengaruh positif secara
langsung terhadap
Komitmen Profesional pejabat eselon III BNP2TKI.
77 Sri Trisnaningsih, Pengaruh Komitmen terhadap Kepuasan
Auditor : Motivasi sebagai VariabelIntervening (Studi Empiris pada
Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah) Jurnal Riset
AkuntansiIndonesia, Vol. (6) 2, Mei 2003.
78 Nurika Restuningdiah, op.cit.
79 Jantje Eduard Lekattompessy, Analisis Variabel-variabel
Anteseden dan KonsekuensiOrganizational Professional Conflict
Akuntan di KAP dan Industri The Indonesian Journal ofAccounting
Research Vol. (8) 2, 2005.
80 Dwight R. Norris, Robert E. Niebuhr, Professionalism,
Organizational Commitment and JobSatisfaction in Accounting
Organization Accounting, Organizations and Society, Vol. 9 (1),
1984, hh.49-58.
81 Lawrence P. Kalbers and Timothy J.Fogarty, Professionalism
and Its Consequences: A Study ofInternal Auditors, Auditing A
Journal of Practice & Theory, Vol. 14 (1), Spring 1995, hh.
65-86.
82 Rahmawati, Hubungan antara profesionalisme internal auditor
dengan kepuasan, komitmen dankeinginan untuk pindah Thesis Fakultas
Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, 1997, h.120.
83 Jantje Eduard Lekattompessy, op. cit.
-
56
6. Pengaruh Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan Terhadap
Komitmen
Profesi
Jeffrey dan Weatherholt (1996) mengatakan bahwa komitmen
professional diartikan sebagai sosialisasi dalam profesi,
sehingga ketika
seseorang telah lama di sebuah organisasi kemungkinan memiliki
komitmen
profesi yang lebih tinggi daripada seseorang yang baru masuk
dalam profesi
tersebut.84 Hall, et al. (2005) menunjukkan bahwa job level,
dalam hal ini
pengetahuan auditor merupakan antecedent dari komitmen
profesi.85 Mereka
juga mengatakan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya telah
membuktikan
bahwa akuntan senior akan memiliki komitmen profesi yang lebih
tinggi karena
mereka akan memiliki pengalaman proses sosialisasi yang lebih
tinggi
dibandingkan dengan akuntan junior. Meyer dan Allen (1991)
mengatakan bahwa
komitmen berkembang karena pengalaman dan pengetahuan individu
dimana
profesi tersebut memenuhi kebutuhan individu dan selaras dengan
nilai-nilai
mereka. 86 Individu ingin tetap tinggal di sebuah profesi yang
memberikan
mereka pengetahuan yang positif karena keselarasan nilai-nilai
dan
mengharapkan mereka untuk melanjutkan bekerja dalam profesi
tersebut.
Manajer yang berpengalaman akan memiliki komitmen yang lebih
tinggi
karena mereka memiliki pengetahuan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan
84 Cynthia Jeffrey,and Nancy Weatherholt, Ethical Development,
Professional Commitment, and RuleObservance Attitudes: A Study of
CPAs and Corporate Accountants Behavioral Research inAccounting,
Vol. (8), 1996, hh. 8-31
85 Matthew Hall, David Smith, and Kim LangfieldSmith,
Accountants Commitment to TheirProfession: Multiple Dimensions of
Proffessional Commitment and Opportunities for FutureResearch
Behavioural Research in Accounting, Vol. (17) 1, February, 2005,
hh. 89-109.
86 John P. Meyer and Natalie J. Allen. A Three-Component
Conceptalization of OrganizationalCommitment Human Resource
Management Review, Vol. 1 (1), 1991, hh. 61-89.
-
57
manajer yang kurang berpengalaman. Manajer senior memiliki
komitmen profesi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan Manajer junior. Manajer
senior akan
berperilaku untuk kepentingan publik dan menghindari perbuatan
yang dapat
merusak profesi. Dengan demikian, pengalaman dan pengetahuan
tentang suatu
pekerjaan akan berpengaruh secara langsung terhadap komitmen
profesi.
Berdasarkan ulasan tersebut, maka dihipotesiskan sebagai
berikut:
H6: Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positif
secara
langsung terhadap Komitmen Profesional pejabat eselon III
BNP2TKI.
D. Hipotesis
Hipotesisi dalama penelitian ini adalah :
1. Profesionalitas Manajerial berpengaruh positip secara
langsung terhadap
efektifitas manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.
2. Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positip
secara
langsung terhadap efektifitas manajerial pejabat eselon III
BNP2TKI.
3. Komitmen Profesi berpengaruh positip secara langsung terhadap
efektifitas
manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.
4. Profesionalias Manajerial berpengaruh positip secara langsung
terhadap
Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan pejabat eselon III
BNP2TKI.
5. Profesionalitas Manajerial perubahan organisasi berpengaruh
positip secara
langsung terhadap Komitmen Profesi pejabat eselon III
BNP2TKI.
6. Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positip
secara
langsung terhadap Komitmen Profesi pejabat eselon III
BNP2TKI.
-
58
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan dengan
BNP2TKI
sebagai unit analisis, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah terdapat:
1. Apakah profesionalitas manajerial, berpengaruh langsung
terhadap efektifitas
manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.
2. Apakah pengetahuan manajemen ketenagakerjaan berpengaruh
langsung
terhadap efektifitas manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.
3. Apakah komitmen profesi berpengaruh langsung terhadap
efektifitas manajerial
pejabat eselon III BNP2TKI.
4. Apakah profesionalitas manajerial berpengaruh langsung
terhadap komitmen
profesi.
5. Apakah pengetahuan manajemen ketenagakerjaan berpengaruh
langsung
terhadap komitmen profesi.
6. Apakah profesionalitas manajerial berpengaruh langsung
terhadap pengetahuan
manajemen ketenagakerjaan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BNP2TKI Jln. MT Haryono Kav 52,
Pancoran,
Jakarta Selatan 12770, Jakarta, Indonesia. Waktu penelitian akan
dimulai pada
bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2014, dengan melalui
beberapa tahap, yakni
-
59
dimulai dengan pra survey berupa konsultasi dengan pimpinan
BNP2TKI,
dilanjutkan dengan uji coba instrumen yang dilaksanakan pada
awal bulan Maret
2014 dan pengumpulan data (survey) selama dua bulan yaitu pada
bulan April dan
Mei 2014.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei
dengan
pendekatan analisis jalur (path analysis). Cara untuk
mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian ini dilakukan melalui kuesioner dan
tes yang telah
disusun terlebih dahulu. Penelitian ini mengkaji keterkaitan
antar variabel penelitian,
serta mengukur pengaruh variabel yang satu dengan variabel
lainnya dengan unit
analisis pejabat eselon III sebagai responden. Dalam penelitian
ini terdapat empat
variabel yang dikaji, variabel independen/ bebas yaitu :
X1 : Profesionalitas Manajerial
X2 : Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan
X3 : Komitmen Profesi
dengan variabel dependen/ terikat yaitu Y : Efektivitas
Manajerial
Model Teoritik Analisis Jalur
Model teoritik dari variabel penelitian terlihat pada gambar
berikut ini;
-
60
Gambar 3.1 Model Teoritik Variabel Penelitian
Dimana:
X1 : Profesionalitas Manajerial
X2 : Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan
X3 : Komitmen Profesi
Y : Efektivitas Manajerial
D. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian merupakan individu yang menjadi sumber data
penelitian.
Menurut Azwar (2003) populasi merupakan sekelompok subjek yang
hendak dikenai
generalisasi hasil penelitian.87 Sekelompok subjek yang akan
dikenai generalisasi
tersebut terdiri dari sejumlah individu yang setidaknya
mempunyai satu ciri atau
karakteristik yang sama. Populasi merupakan seluruh kumpulan
elemen yang dapat
87 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2003).
X1
X2
X3 Y
-
61
digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan. Populasi penelitian
ini adalah
semua pejabat eselon III di BNPTKI.
Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik
yang relatif
sama dan dianggap bisa mewakili populasi (Sugiyono, 1999).88
Sedangkan
sampling adalah metode yang digunakan untuk memilih dan
mengambil sejumlah
individu dari anggota populasi untuk digunakan sebagai sampel
yang representatif.
Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara total
sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua populasi
sebagai sample
(Arikunto, 2002).89
E. Teknik Pengumpulan Data
Pada bagian ini diuraikan tentang instrumen penelitian untuk
setiap variabel
penelitian yang diamati, meliputi definisi konseptual, definisi
operasional, indikator,
kisi-kisi instrumen, uji validitas dan reliabilitas instrumen.
Untuk mengumpulkan
informasi yang diperlukan dalam penelitian dilakukan dengan
menggunakan tes dan
kuesioner. Kuesioner yang digunakan untuk dependent dan
independen variabel
yang akan diuji. Semua instrumen dibuat melalui tahapan, yaitu
mengkaji teori yang
berkaitan dengan variabel penelitian, mengembangkan
indikator-indikator dari setiap
variabel, membuat kisi-kisi, menyusun butir pernyataan atau
pertanyaan, melakukan
ujicoba instrumen, melakukan analisis butir melalui pengujian
validitas instrumen
dan dilanjutkan perhitungan reliabilitas instrumen.
88 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 1999).89 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian
(Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002).
-
62
Butir-butir dalam kuesioner instrumen penelitian disusun dalam
bentuk
pernyataan atau pertanyaan positif atau negatif. Penilaian yang
diberikan
responden adalah pilihan yang diberikan atas pilihan penilaian
yang tersedia pada
masing-masing butir pernyataan dalam instrumen penelitian.
Butir-butir pernyataan
atau pertanyaan pada kuesioner disusun menggunakan skala
lima.
Instrumen yang digunakan terlebih dahulu diujicobakan. Pengujian
instrumen
dilakukan untuk melihat tingkat keabsahan (validity) dan
keandalan (reliability).
Butir-butir instrumen yang tidak valid (sahih) akan dibuang dan
tidak digunakan
sebagai penjaring data penelitian.
1. Instrumen Variabel Terikat
Efektifitas Manajerial
Dalam penelitian ini hanya ada satu variable terikat yaitu
Efektifitas
Manajerial (Y). Efektivitas manajerial tidak lebih dari hasil
akhir, dan itu berkaitan
dengan posisi seseorang dalam sebuah organisasi atau lembaga
(Reddin,
1970). Beliau menekankan pada hasil tanpa menyebutkan moral dan
kepuasan
anggota kelompok.
Balaraman (1989) mendefinisikan efektivitas manajerial
dengan
mengevaluasi para manajer dengan kriteria pekerjaan yang
berorientasi seperti
komunikasi, kesadaran biaya, delegasi kerja, hubungan kerja,
perencanaan dan
penjadwalan, pengamanan kerjasama antar departemen, pelatihan
anggota dan
pemanfaatan kapasitas.90
90 S. Balaraman, Are Leadership Styles Predictive of Managerial
Effectiveness Indian Journal ofIndustrial Relations, Vol. (24) 4,
April 1989, hh. 399-415.
-
63
Flanagan dan Spurgeon (1996) melihat dengan lebih luas lagi
bahwa
efektivitas manajemen adalah hal yang kontingen, ia berasal dari
apa yang orang
lain harapkan atau apa yang harus dilakukan oleh seorang manajer
dan
menyimpulkan bahwa efektivitas tidak harus diterapkan sebagai
tujuan mutlak
bagi semua pekerjaan manajerial di semua organisasi akan tetapi
hanya dalam
hal situasional saja.91
a. Definisi Konseptual
Efektivitas manajerial tingkat pecapaian hasil akhir yang
ditetapkan dari
kinerja para pejabat eselon III di BNP2TKI terkait dengan tujuan
manajemen
yang diinginkan oleh lembaga, dengan indikator a. Managing and
Leading, b.
Interpersonal Relationships, c. Knowledge and Initiative, d.
Succes Oriented
dan e. Contextually adept. Jean Brittain Leslie et. al.
(2002)92
b. Definisi operasional
Efektifitas manajerial adalah suatu kemampuan seseorang
pejabat
eselon III BNP2TKI dalam melaksanakan pekerjaannya untuk
merencanakan, meggerakan, mengarahkan, mengawasi unit
organisasinya
dalam rangka mencapai tujuan organisasi (hasil akhir) dengan
indikator
mencapai tujuan unit organisasi secara tepat yang diukur dengan
instrumen
angket diisi oleh oleh pejabat eselon III, yang mencakup
indikator : a.
Managing and Leading, b. Interpersonal Relationships, c.
Knowledge and
91 Hugh Flanagan dan Peter Spurgeon, op. cit.92 Jean Brittain
Leslie, Maxine Dalton, Chris Ernst, Jennifer Deal, Managerial
Effectiveness In A
Global Context Center For Creative Leadership Greensboro,
2002.
-
64
Initiative, d. Succes Oriented dan e. Contextually adept dengan
skala
pengukuran butir (5) Sangat Setuju; (4) Setuju; (3) Normal; (2)
Tidak Setuju;
(1) Sangat Tidak Setuju.
c. Kisi-kisi Instrumen
Instrumen disusun berdasarkan indikator yang diuraikan menjadi
butir
pernyataan atau pertanyaan, untuk mendapatkan data tentang
Efektifitas
Manajerial digunakan instrumen dengan skala Likert yaitu skala 5
sampai 1
jika pernyataan positif akan tetapi jika pernyataan negatif maka
digunakan
nilai 1 sampai 5.
Berdasarkan indikator-indikator yang ada pada definisi
konseptual,
selanjutnya dibuat kisi-kisi instrumen yang mengukur variabel
Efektifitas
Manajerial. Kisi-kisi ini disajikan dengan maksud untuk
memberikan
gambaran penyebaran butir-butir dalam proses uji coba.
Butir-butir yang tidak
valid akan didrop setelah dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas sedangkan
yang dianggap memiliki keabsahan atau valid dijadikan alat
pengumpul data
penelitian. Instrumen penelitian untuk mengukur efektifitas
manajerial ini di
adopsi dan diadaptasikan dari Jean Brittain Leslie et al
(2002).93 Adapun kisi-
kisi instrumen dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1.
Kisi-kisi Instrumen Efektifitas Manajerial
93 Ibid.
-
65
Variabel Indikator Butir Jumlah
EfektifitasManajerial
Managing and Leading 1- 8 8
Interpersonal Relationships 9 - 12 4
Knowledge and Initiative 13 - 18 6
Succes Oriented 19 - 22 4
Contextually adept 23 - 25 3
Jumlah 25
Instrumen Efektifitas Manajerial terdiri dari 25 butir
pernyataan dengan lima
alternatif jawaban yaitu: Sangat Re