BAB IPRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIENNama: Ny. EJenis Kelamin: PerempuanUmur: 37
tahunAlamat: Watu BelahPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAgama:
IslamStatus Pernikahan: MenikahPendidikan: SMPMasuk ruang rawat
inap: 15 Juni 2015Keluar ruang rawat inap: 19 Juni 2015
B. ANAMNESIS Keluhan UtamaLemas dan pusing sejak 2 bulan SMRS
Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poli RSUD Arjawinangun
dengan keluhan badan terasa lemas dan pusing sejak 2 bulan SMRS.
Pasien mengatakan tubuhnya lemas hingga tidak dapat melakukan
aktivitas seperti biasa.3 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri perut
disertai BAB cair tanpa lendir dan darah, sekitar tiga kali
sehari.5 tahun SMRS pasien terkena stroke. Dan pada saat itu pasien
baru mengetahui dirinya memiliki tekanan darah tinggi. Meski
begitu, pasien tidak rutin kontrol dan tidak mengkonsumsi obat
darah tinggi. Riwayat kencing manis dikatakan tidak ada. Riwayat
merokok tidak ada. Kelemahan di anggota gerak (-), penurunan
kesadaran (-), kejang (-). pandangan ganda (-), kabur/hilang
penglihatan tiba-tiba pada mata kiri (-). Sesak nafas, nyeri dada
(-). Frekuensi, jumlah dan warna urin normal. Bengkak pada perut
atau kaki (-).
Riwayat Penyakit DahuluRiwayat pernah mengalami keluhan serupa
(-)Riwayat stroke (+) 5 tahun yang laluRiwayat hipertensi (+) sejak
5 tahun SMRSRiwayat hilang penglihatan mata kanan sejak 1 tahun
SMRSRiwayat penyakit jantung (-)Riwayat penyakit ginjal (-)Riwayat
penyakit paru (-) Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat hipertensi
(+)Riwayat penyakit diabetes melitus (-)Riwayat penyakit jantung
(-)Riwayat penyakit ginjal (-)Riwayat stroke (-)Riwayat penyakit
paru (-)C. PEMERIKSAAN FISIK Status PresentKeadaan Umum: Tampak
sakit sedangKesadaran : Compos MentisTekanan darah: 220/120
mmHgNadi: 90 x/menit (kuat, cukup, regular)Pernapasan: 20
x/menitSuhu: 36,3 0CBerat Badan: 64 kgTinggi Badan: 165 cmIndeks
Masa Tubuh: 23 kg/m2 (normal)
Status Generalisata KepalaBentuk: Normal, simetrisRambut: Hitam
dan tampak uban, tidak mudah rontokMata: Perdarahan +/- Edema
palpebra +/- Konjungtiva anemis: sulit dinilai / - Sklera ikterik
(-) Reflex cahaya OD sulit dinilai, OS (+) Visus OD sulit dinilai,
OS 5/60Telinga : Normotia, simetris, sekret -/-Hidung : Sekret -/-,
septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung -/-Mulut :T1-T1,
tidak hiperemis. Parese N.XII (+)
LeherLeher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar. Trakea
berada di tengah. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. JVP tidak
meningkat (5+2,5) Thorak Cor Inspeksi: Ictus cordis tidak
terlihatPalpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI Linea axillaris
anterior, kuat angkat (+), thrill (-) Perkusi: Batas kiri : ICS VI
Linea axillaris anterior Batas kanan : SIC V Linea Parasternalis
Dextra Batas atas : SIC III Linea Parasternalis SinistraAuskultasi:
BJ 1 dan II regular, murmur dan gallop (-)
Pulmo: Dada: bentuk normal, pergerakan simetris saat statis
dinamis. retraksi intercostal (-), suprasternal(-), retraksi
epigastrium (-).Inspeksi: Hemitorak kanan dan kiri simetris dalam
keadaan statis dan dinamis, tidak terlihat massa, kelainan kulit,
ataupun pelebaran pembuluh darahPalpasi: Fremitus vokal dan taktil
kanan dan kiri simetrisPerkusi: Sonor pada kedua hemitorakAuskultas
: Vesikular bronchial sound kanan = kiri, Ronkhi -/-, wheezing -/-
AbdomenInspeksi: Tampak datar dan lembut, striae (-) venektasi
(-)Auskultasi: Bising usus (+) normal. Bruit (-)Perkusi : Terdengar
suara timpani diseluruh lapang abdomen Palpasi : Hepar tidak teraba
membesar, lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), shifting
dullness (-)
EkstremitasSuperior: Akral hangat, edema (-) motorik
5/4Inferior: Akral hangat, edema (-) motorik 5/4Sensorik : Refleks
fisiologis +/+ superior dan inferior Refleks patologis -/- superior
dan inferiorD. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium ( 02 Juni
2015)LABRESULTUNITNORMAL
WBC8,9103/uL 5.2-12.4
RBC4,60106/uL4,2-6,1
HGB13,5g/dL12-18
HCT42,6%37-52
MCV92,6Fl80-99
MCH29,3Pg27-31
MCHC31,7g/dL33-37
RDW12,7%11,5-14,5
PLT249103/ul150-450
Neutrophil89,6%40-74
Limfosit1,6%19-48
Monosit2,5%3,4-9
Eosinophil1,6%0-7
Basophil0,2%0-1,5
Luc1,3%0-4
Glukosa sewaktu104mg/dl74-150
UREUM26,3mg/dl10,0 50,0
KREATININ0,78mg/dl0,60-1,38
Kimia Klinik (Fungsi Ginjal) 3/6/15
EKG 2/6/15
E. RESUME Tn. M datang dengan keluhan perdarahan mata kanan
sejak 1 jam SMRS. 4 hari SMRS mata merah dan nyeri. Penglihatan OD
(-) sejak 1 th SMRS. Nyeri kepala berdenyut hilang timbul 1 bulan
SMRS. Mual dan muntah (-). 5 th SMRS: riwayat stroke dan
hipertensi. Gejala CNS (-), KVS (-), retina (-), ginjal (-).
Riwayat tidak minum obat anti hipertensi. Pada pemeriksaan fisik
Mata: perdarahan +/- Neurologis: hemiparese sinistra, parese N.
XII. Perkusi batas jantung kiri : kesan kardiomegali kiri. Status
general:: TD 220/120. Darah lengkap: neutrophil meningkat limfosit
menurun. EKG: LVH. KGD: normal. Fungsi ginjal: normal.
F. DIAGNOSIS KERJA Hipertensi Urgensi + Prolaps isi bola mataG.
DIAGNOSIS BANDING Hipertensi Emergensi
H. PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa: Bed rest
Medikamentosa:IVFD NS + Catapres 3 ampRanitidin 2x1 ampVit.K 3x1
ampKalnex 3x1 amp
I. RENCANA PEMERIKSAAN- Darah Lengkap- Gula darah sewaktu-
Fungsi ginjal : Ureum dan Kreatinin- Elektrokardiografi
J. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam :
dubia ad bonam Quo ad sanationam : dubia ad bonam
K. FOLLOW UPTanggalSubjektif/ Objektif/Assesment/Planning
03/06/2015
S/ Nyeri kepala (+) Perdarahan mata kanan berkurang, nyeri (+) |
buram mata kiri (-) Mual (-) muntah (-) Nyeri pinggang kanan (+)
Kelemahan anggota gerak kiri (+) sejak 5 th yang lalu BAK (+) 4
kali sejak kemarin, jumlah dan warna normal. O : KU : Tampak sakit
sedang. Kesadaran: CM T : 190/100 mmHg R: 20 x/menit N : 84 x/menit
S : 36,80C Kepala : Konj. anemis -/-, hiperemis +/- Edema Palpebra
+/- Leher : KGB tdk teraba membesar JVP tidak meningkat (5+2,5 cm)
Cor : BJ 1 & 2 normal reguler. Murmur (-), Gallop (-) Pulmo :
Vesikuler ka=ki Rhonki -/- Wheezing -/- Abdomen : Datar, supel, BU
+, nyeri tekan (-) CVA -/-. Extremitas : Akral hangat. CRT 220 mmHg
atau tekanan darah diastolik > 125 mmHg) tanpa adanya gejala
berat atau kerusakan target organ progresif dan tekanan darah perlu
diturunkan dalam beberapa jam. 4,5Prinsip-prinsip penegakan
diagnosis hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi tidak berbeda
dengan penyakit lainnya 3,5 ;1. AnamnesisRiwayat hipertensi dan
terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata, riwayat
pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal,
riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan
gangguan penglihatan.2. Pemeriksaan Fisik a. Pengukuran tekanan
darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi perifer (raba nadi
radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih dengan nadi
femoral, radial-femoral pulse leg ), b. Mata ; Lihat adanya papil
edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang hebat arteriol.c.
Jantung ; Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi
jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.d. Paru ; perhatikan adanya
ronki basal yang mengindikasikan CHF.e. Status neurologik ;
pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya defisit
neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks
fisiologis dan patologis.3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan
dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit
penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara
lain; pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin,
urinalisis, hitung jenis komponen darah dan SADT. Pemeriksaan
lainnya antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT-Scan.Tabel 2.
Kategori Diagnostik dan Evidence Kerusakan Organ Target 5
2.7 PENATALAKSANAAN2.7.1 Dasar-dasar penatalaksanaan krisis
hipertensiTekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah diturunkan
karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik
cepat maupun lambat. Tetapi di pihak lain, penurunan yang terlalu
agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran
darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Untuk
menurunkan tekanan darah sampai ke tingkat yang diharapkan perlu
diperhatikan berbagai faktor antara lain tekanan darah perlu
diturunkan segera atau bertahap, pengamatan yang menyertai krisis
hipertensi, perubahan aliran darah dan autoregulasi tekanan darah
pada organ vital, pemilihan obat anti hipertensi efektif untuk
krisis hipertensi, dan monitoring efek samping obat. .3,4,5
AUTOREGULASIAutoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ
tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan
perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai
tingkatan perubahan kontriksi/dilatasi pembuluh darah. Dengan
pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan tekanan darah secara
mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital agar tidak
terjadi iskemi. Bila tekanan darah turun, terjadi vasodilatasi,
jika tekanan darah naik timbul vasokonstriksi. Pada individu
normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi mean
arterial pressure (MAP) 70-105 mmHg. Rumus perhitungan MAP ialah :
Sistolik + 2 x DiastolikMAP =
3Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan
memakai oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat
terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual,
menguap, pingsan dan sinkope. Autoregulasi otak ini kemungkinan
disebabkan oleh mekanisme miogenik yang disebabkan oleh stretch
reseptor pada otot polos arteriol otak, walaupun hipoksia mempunyai
peranan dalam perubahan metabolisme di otak. Pada orang normal
dengan normotensi, autoregulasi aliran darah ke otak dipertahankan
pada MAP antara 60-120-140 mmHg sehingga penurunan tekanan darah
yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditoleransi. Pada
penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua,
batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan
pada kurva dimana dipertahankan pada MAP tinggi yaitu 120-160-180
mmHgsehingga pengurangan aliran darah terjadi pada tekanan darah
yang lebih tinggi.3,4,
Gambar 2. Autoregulasi aliran darah otak pada individu
normotensi dan hipertensi 6Pada orang yang normotensi maupun
hipertensi batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira
25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis
hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 2025% dalam beberapa
menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi, misalnya
penurunan tekanan darah pada penderita aorta diseksi akut ataupun
edema paru akibat gagal jantung kiri dilakukan dalam tempo 1530
menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi
lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah
25% dalam 23 jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut ataupun
pendarahan intrakranial, pengurangan tekanan darah dilakukan lebih
lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih
rendah dari 170180/100 mmHg. 3,4,52.7.2 Penatalaksanaan krisis
hipertensiHIPERTENSI EMERGENSIPada hipertensi emergensi, tujuan
pengobatan ialah memperkecil kerusakan organ target akibat
tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat
pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi
pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah
dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Bila diagnosis
krisis hipertensi telah ditegakkan, langkah-langkah yang harus
dilakukan ialah 4,5,6:1. Rawat di ICU. Bila ada indikasi, pasang
femoral intraarterial line dan pulminari arterial kateter untuk
menentukan fungsi kardiopulmoner dan status volume intravaskuler.2.
Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik, dengan menentukan :
Penyebab krisis hipertensi Penyakit lain yang menyerupai krisis
hipertensi disingkirkan Adanya kerusakan organ target3. Tentukan
tekanan darah yang diinginkan didasari dari lama tingginya tekanan
darah sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi,
masalah klinis yang menyertai serta usia pasien. Menurunkan tekanan
arteri rata-rata (MAP) sebanyak 25% atau mencapai tekanan darah
diastolik 100 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau
dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg
dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30
menit. Pada stroke, penurunan tekanan darah hanya boleh 20% dan
khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap
bila tekanan darah > 220/130 mmHg. Penurunan tekanan darah yang
terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, serebral dan
miokardium.Pada hipertensi emergensi, pemberian obat antihipertensi
melalui intravena (IV). Berikut ini merupakan obat antihipertensi
parenteral yang digunakan, antara lain :
Tabel 3. Obat Antihipertensi Intravena pada Hipertensi Emergensi
3
Berdasarkan kerusakan organ target, obat antihipertensi yang
diberikan ialah :
Tabel 4. Pilhan Obat Antihipertensi Sesuai Kerusakan Organ
Target 3
HIPERTENSI URGENSIPada hipertensi urgensi, tujuan pengobatan
ialah penurunan tekanan darah sama seperti hipertensi emergensi,
hanya saja dalam waktu 24 sampai 48 jam. Penderita dengan
hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Sebaiknya penderita ditempatkan di ruangan yang tenang, tidak
terang, dan diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah masih
sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan
obat-obat oral antihipertensi dalam menanggulangi hipertensi
urgensi. Berikut ini ialah obat antihipertensi oral yang diberikan,
antara lain 5,6,7: NifedipinePemberian bisa secara sublingual
(onset 5-10 menit), bukal (onset 510 menit), oral (onset 15-20
menit), durasi kerja 5 15 menit secara sublingual/ buccal. Efek
samping: sakit kepala, takikardi, hipotensi, flushing, oyong.
ClonidinePemberian secara oral dengan onset 3060 menit, durasi
kerja 8-12 jam. Dosis: 0,1-0,2 mg, dilanjutkan 0,05-0,1 mg setiap
jam sampai dengan 0,7 mg. Efek samping: sedasi, mulut kering.
Hindari pemakaian pada AV blok derajat 2 dan 3, bradikardi, sick
sinus syndrome. Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.
Captopril Pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat
diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping:
angioneurotik edema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri stenosis. Prazosin Pemberian secara oral
dengan dosis 1-2 mg dan diulang per jam bila perlu. Efek samping:
sinkop, hipotensi ortostatik, palpitasi, takikardi, sakit kepala.
Dengan pemberian nifedipine ataupun clonidine oral dicapai
penurunan MAP sebanyak 20% ataupun tekanan darah 220 mmHg dan
diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam
jangka waktu 30 menit. Obat anti hipertensi parenteral diberikan
sesuai prosedur dengan batas penurunan maksimal tekanan darah
20-25% dari MAP. Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan
tekanan diastolik 105-120 mmHg dilakukan penatalaksanaan seperti
terapi pada hipertensi urgensi. Perdarahan Perdarahan : perdarahan
intraserebral, perdarahan subarachnoid, pecahnya Arteriovenous
Malformation (AVM) Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan
diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam
jangka waktu 30 menit. Obat anti hipertensi parenteral diberikan
sesuai prosedur dengan batas penurunan maksimal tekanan darah
20-25% dari MAP. Target tekanan darah adalah sistolik 160 mmHg dan
diastolik 90 mmHg.Catatan : The American Stroke Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah sebesar 10-15% bila
tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg.
Nifedipin dapat mengakibatkan stroke non-hemoragic dan infark
miokard bila tekanan darah terlalu cepat diturunkan. Candexartan
cilexetil per oral pada stroke akut memberikan perbaikan kualitas
hidup dalam 1 tahun pertama dengan tidak menurunkan tekanan darah
yang berlebihan.
2.8.1.2 ENSEFALOPATI HIPERTENSI Tekanan darah sistolik > 220
mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran dilakukan dua
kali dalam jangka waktu 30 menit. Terdapat gangguan kesadaran,
retinopati dengan papiledema, peningkatan tekanan intrakranial
sampai kejang. Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai
prosedur penatalaksanaan krisis hipertensi dengan batas penurunan
tekanan darah 20-25% dari MAP.2.8.1.3 CEDERA KEPALA DAN TUMOR
INTRAKRANIAL Pada kasus cedera kepala, tumor intrakranial terdapat
gejala tekanan intrakranial yang meningkat, seperti : sakit kepala
hebat, muntah proyektil/tanpa penyebab gastrointestinal,
papiledema, kesadaran menurun/berubah Tekanan darah sistolik >
220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran dilakukan
dua kali dalam jangka waktu 30 menit. Obat anti hipertensi
parenteral diberikan sesuai prosedur penatalaksanaan krisis
hipertensi dengan batas penurunan tekanan darah 20-25% dari MAP.
Khusus untuk tumor intrakranial hipofisis perlu dilakukan
pemeriksaan hormonal dan penatalaksanaan sesuai dengan krisis
hipertensi dengan gangguan endokrin.
2.8.2 KRISIS HIPERTENSI PADA PENYAKIT JANTUNG2.8.2.1 DISEKSI
AORTA AKUTDefinisiSuatu kondisi akibat robekan pada dinding aorta
sehingga lapisan dinding aorta terpisah dan darah dapat masuk ke
sela-sela lapisan dinding pembuluh darah aorta. 9Manifestasi
klinisKeluhan dapat bervariasi : Nyeri khas aorta : onset mendadak,
nyeri teriris sudah maksimal dirasakan saat awal, lokasi nyeri
sesuai lokasi dimana robekan aorta terjadi. Rasa nyeri dada seperti
nyeri dada khas infark miokard, bila proses diseksi menjalar ke
ostium arteria koronaria. Rasa nyeri di leher disertai pandangan
kabur, bila proses diseksi ekstensi ke arteri karotis. Sinkope
merupakan petanda komplikasi yang fatal, seperti tamponade jantung,
hipoperfusi serebri.DiagnosisKecurigaan diagnosis diseksi aorta
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk
menatalaksana sebagai diseksi aorta. Diagnosis pasti dengan
pencitraan dengan : ekokardiografi transesofageal (TEE), CT-Scan
kontras, MRI. 9
Prinsip tatalaksana dan sasaran tekanan darah Atasi rasa nyeri
dengan morfin intravena. Kemudian, menurunkan tekanan darah
sistolik segera dalam 10-20 menit dengan target tekanan darah
sistolik 110-120 mmHg dan frekuensi nadi 60 x/menit. B-blocker
merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi shear stress dan
mengontrol tekanan darah. Terapi medikamentosa dapat dilakukan pada
diseksi aorta desenden tanpa komplikasi ke organ lain, yakni
hipoperfusi ginjal, ekstremitas dan mesenterika. Setelah pasien
stabil, idealnya 24-48 jam, obat intravena diganti dengan oral.
2.8.2.2 EDEMA PARUDefinisiSuatu keadaan timbulnya tanda dan
gejala jantung yang disertai dengan peningkatan tekanan darah dan
gambaran rontgen thoraks sesuai dengan edema paru. 9Manifestasi
klinisKeluhan/gejala : sesak napas, orthopnoe, dyspneu on
effortPemeriksaan fisik Tekanan darah sesuai definisi krisis
hipertensi Frekuensi pernapasan meningkat Pada pemeriksaan jantung
ditemukan S3 dan/atau S4 gallop Pada pemeriksaan paru ditemukan
suara napas ekspirasi memanjang disertai ronki basah halus di
seluruh lapangan paru Peningkatan tekanan vena jugularisDiagnosis
Peningkatan tekanan darah sesuai krisis hipertensi Gejala dan tanda
gagal jantung Edema paru pada foto thorakPrinsip tatalaksana dan
sasaran tekanan darahTerapi diberikan dengan urutan sebagai berikut
:1. O2 dengan target saturasi O2 perifer > 95%, bila perlu dapat
digunakan CPAP atau ventilasi mekanik non-invasif bahkan ventilasi
mekanik invasif2. Pemberian nitroglycerin sublingual, bila perlu
dilanjutkan dengan pemberiaan drip3. Pemberiaan diuretik loop
intravena (furosemid)4. Pemberiaan obat anti-hipertensi intravena
atau sublingual5. Bila tidak ada kontra indikasi morfin IV dapat
dipertimbangkanTarget penurunan tekanan darah sistolik atau
diastolik sebesar 30 mmHg dalam beberapa menit. Sasaran akhir
tekanan darah sistolik < 130 mmHg dan tekanan darah diastolik
< 80 mmHg sebaiknya dicapai dalam 3 jam. 92.8.2.3 SINDROMA
KORONER AKUTDefinisiSindroma koroner akut terdiri dari angina
pektoris tidak stabil, infark miokard non-ST elevasi dan infark
miokard dengan ST elevasi. 9Manifestasi klinisKeluhan : nyeri dada
dengan penjalaran ke leher atau lengan kiri dengan durasi lebih
dari 20 menit dan dapat disertai dengan gejala sistemik berupa
keringat dingin, mual dan muntah dan pemeriksaan fisik tidak
ditemukan tanda-tanda gagal jantung. 9Pemeriksaan fisik : dapat
normal atau tanda-tanda gagal jantung.Diagnosis1. Anamnesis2. EKG3.
Enzim petanda kerusakan otot jantung (CKMB, Troponin T)Prinsip
tatalaksan dan sasaran tekanan darahPenyekat beta dan nitrogliserin
merupakan anjuran utama. Bila tidak terkontrol dapat diberikan
golongan golongan kalsium antagonis parenteral, nicardipin dan
diltiazem bila tidak ada kontraindikasi. Sasaran tekanan darah
sistolik adalah < 130 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80
mmHg. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap.
Penurunan tekanan darah perlu pemantauan ketat agar tekanan darah
diastolik tidak lebih rendah dari 60 mmHg karena dapat
mengakibatkan iskemia miokard bertambah berat. 92.8.3 KRISIS
HIPERTENSI PADA PENYAKIT GINJALGagal ginjal akut dapat disebabkan
oleh krisis hipertensi. Gagal ginjal akut dapat ditandai dengan
proteinuria, mikroskopik hematuria, oligouria dan/atau anuria.
Penatalaksanan terbaik untuk gagal ginjal akut akibat krisis
hipertensi masih kontroversial. Walaupun nitroprusside sering
digunakan, namun dapat menyebabkan keracunan cyanida atau
thiocyanida. Fenoldopam mesylate (a dopamine-1 receptor agonis)
telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dan keamanan yang dapat
dijamin. Pemberian fenoldopam menghindari terjadinya potensi
keracunan cyanida atau thiocyanida akibat nitroprusside untuk gagal
ginjal akut dan memiliki efek meningkatkan fungsi ginjal yang dapat
diukur melalui kreatinin klirens. 92.8.4 KRISIS HIPERTENSI PADA
GANGGUAN ENDOKRINPasien dengan peningkatan katekolamin, seperti
pada feokromositoma, overdosis kokain atau amfetamin, MAO (Monoamin
Oksidase) Inhibitor, atau clonidine withdrwal syndrome dapat
menyebabkan krisis hipertensi. Feokromositoma ialah keganasan pada
kelenjar adrenomedular. Feokromositoma dapat menyebabkan terjadinya
krisis hipertensi karena kelebihan produksi epinefrin dan
nor-epinefrin yang dilepaskan ke dalam peredaran darah. Selain itu,
stimulasi beta-reseptor ginjal oleh kadar katekolamin yang tinggi
menyebabkan dilepaskannya renin yang pada akhirnya meningkatkan
tekanan arteri. Diagnosis feokromositoma ditegakkan dengan
pemeriksaan katekolamin plasma. Katekolamin urine dan/atau
metabolitnya dalam urine 24 jam (seperti metanefrin dan vanil
mandelic acid). Feokromositoma jarang ditemukan namun merupakan
penyebab yang penting pada krisis hipertensi. Pada feokromositoma,
kontrol awal tekanan darah dapat diberikan sodium nitroprusside
atau phentolamine IV. Beta blockers dapat ditambahkan untuk
meningkatkan kontrol tekanan darah tetapi jangan diberikan sendiri
sampai alfa-blokade dapat dibuktikan merupakan hipertensi
paradoksial. Benzodiapine dapat menjadi salah satu obat anti
hipertensi yang utama untuk intoksikasi kokain. Obat ini menurunkan
denyut nadi dan tekanan darah melalui efek anxiolitik dan oleh
karena itu direkomendasikan untuk pasien keracunan kokain. 9
2.8.5 KRISIS HIPERTENSI PADA KEHAMILANPada kehamilan keadaan
yang menyertai krisis hipertensi adalah preeklampsia, dimana dapat
ditemukan gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, nyeri abdomen
kuadran atas, gagal jantung kongestif dan oliguri sampai gangguan
serebrovaskuler. Bila terjadi kejang penderita masuk stadium
eklampsia. Krisis hipertensi hanya dapat diakhiri dengan proses
persalinan dan penanggulangan dilakukan sesuai penanggulangan
krisis hipertensi dengan perhatian khusus pada kehamilan. Keputusan
untuk melakukan terminasi kehamilan/proses persalinan dilakukan
oleh ahli medis dibidang kebidanan.9
BAB IIIKESIMPULAN
1. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
darah yang mendadak sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan darah
diastolik 120 mmHg, pada penderita hipertensi, yang membutuhkan
penanggulangan segera.2. Semakin meningkatnya kasus hipertensi yang
terjadi di dunia dapat menyebabkan semakin seringnya terjadi
komplikasi lebih lanjut yang dapat mengancam jiwa. Diperkirakan
sekitar 1 % dari pasien hipertensi akan mengalami krisis
hipertensi3. Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi masih belum
begitu jelas, namun demikian ada dua peran penting yang menjelaskan
patofisiologi tersebut,yaitu : peran langsung dari peningkatan
tekanan darah dan peran mediator endokrin dan parakrin.4. Faktor
resiko terbanyak yang sering menyebabkan krisis hipertensi ialah
penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat anti
hipertensi tidak teratur.5. Penegakkan diagnosis krisis hipertensi
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.6. Tujuan
utama pada penangangan krisis hipertensi adalah menurunkan tekanan
darah. Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi
emergensi harus dilakukan segera (180 / 120 mmHgStatus general:
dalam batas normal, tanpa tanda kerusakan organ target.
Keadaan umum pasien ini lemah.TD : 220/120 mmHg Mata: perdarahan
+/- edema palpebra +/- konj. anemis -/- Neurologis: parese N.XII
bicara pelo, kekuatan motorik 5 4 5 4 Pemeriksaan fisik: perkusi
batas jantung kiri didapat pada ICS 6 linea axilaris anterior
pembesaran jantung kiri.
3) Pemeriksaan penunjang (dlm batas normal) Darah: darah
lengkap, fungsi ginjal: ureum, kreatinin tidak meningkat, BUN,
kreatinin, elektrolit, KGD
EKG: biasanya normal atau ada pembesaran ventrikel kiri. Tanda
iskemia / infark (-)
Funduskopi: retinopati hipertensi. didapatkan papil edema,
pendarahan dan eksudat, penyempitan yang hebat arteriol (-)
Rontgen Thorax : edema paru, diseksi aorta (-)
Lab: neutrofil meningkat infeksi akut Ureum dan kreatinin normal
KGD normal.
Interpretasi EKG: Normal sinus rhythm Left ventricular
hypertrophy (LVH)
Tidak dilakukan funduskopi, karena OD prolaps dan gangguan
penglihatan OS (-).
Tidak dilakukan
Pemantauan Tekanan Darah
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan
Determinannya di Indonesia. Maj Kedokteran Indonesia 2009,
59:580-587. 2. Varon J, Marik P.E. Clinical Review: The Management
of Hypertensive Crisis. Critical Care 2003,7:374-384. 3. Vaidta
C.K, Ouellette J.R. Hyperntensive Urgency and Emergency. Hospital
Physician 2004,1:43-50.4. Tulman D.B, Stawicki S, Papadimos T.J,
Murphy C, Bergese S.D. Advances in Management of Acute
Hypertension: A Concise Review. Discov Med 2012, 12:375-3835. Cline
D.M, Amin A. Drug Treatment For Hypertensive Emergencies. EMCREG
2008, 1:1-11.6. Lubis L. Penatalaksanaan Terkini Krisis Hipertensi
Preoperatif. CDK-209 2013, 10:733-737. 7. 2013 ESH/ESC Guidelines
For The Management of Arterial Hypertension. Journal of
Hypertension 2013, 31:1281-1357.8. 2014 Evidence Based Guidelines
For The Management of High Blood Pressure in Adults. Report From
The Panel Members Appointed to The Eighth Joint National Comitte
(JNC 8). JAMA 2013, 10:284-427.9. Konsensus Hipertensi InaSH 2013.
Available: www.drivehq.com/folder/p10733490/ 11314349336.aspx.
Accesed on 12 Jun 2015.
1