TINJAUAN PUSTAKAPENDAHULUANCelah bibir dan palatum (cleft lip
and palate/ CLP) atausuatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir
bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras
mulut.Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan
bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.
Gangguan ini dapat terjadi bersama celah bibir dan langit-langit.
Kelainan iniadalah jenis cacat bawaan yang disebabkan oleh gangguan
pembentukan organ tubuh wajah selama kehamilan.3Insidensi celah
bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung
dari etnis, dimana insiden pada orang Asia lebih besar daripada
pada orang kulit putih dan kulit hitam. Secara umum angka kejadian
celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000
kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian
1:750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi
celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara
celah langit-langit lebih sering pada anak perempuan.Insidensi
bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. 3Celah bibir dan
palatum merupakan tantangan khusus untuk komunitas medis. Perhatian
khusus diperlukan untuk pasien dengan langit-langit mulut terbelah.
Produksi suara, makan, pertumbuhan rahang atas, dan pertumbuhan
gigi adalah beberapa tahap-tahap perkembangan penting yang mungkin
terpengaruh.Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki
karena akan mengganggu pada waktu menyusui dan akan mempengaruhi
pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara.
Penatalaksanaan CLP adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup
pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi
berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%.
Dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3
bulan.3Cacat tetap bila tidak dilakukan rekontruksi akan
menyebabkan masa depan yang suram dan rendah diri selamanya. Tujuan
operasi celah bibir adalah untuk menutup celah pada bibir sehingga
didapatkan bibir yang mendekati normal baik dalam fungsi maupun
bentuk untuk memperbaiki penampilan.5
DefinisiCleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan
kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum
tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan
terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah
cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung
dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis, anak biasanya pada
waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau.1 Cleft palate
dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian
depan dari langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang
dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate. Cleft palate
mempunyai banyak sekali implikasi fungsional dan estetika bagi
pasien dalam interaksi social mereka terutama kemampuan mereka
untuk berkomunikasi secara efektif dan penampilan wajah mereka.
Koreksi sebaiknya sebelum anak mulai bicara untuk mencegah
terganggunya perkembangan bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak
sangat penting, terutama tentang cara memberikan minum agar gizi
anak memadai saat anak akan menjalani bedah rekonstruksi. Kelainan
bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain
terdiri atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang
akan mengikuti perkembangan rahang dengan giginya, dan ahli
logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.1
AnatomiPalatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle
(velum) yang bersama-sama membentuk atap rongga mulut dan lantai
rongga hidung. Processus palatine os maxilla dan lamina horizontal
dari os palatine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan
suatu jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang
melekat pada bagian posterior palatum durum.4 Terdapat enam otot
yang melekat pada palatum durum yaitu m. levator veli palatine, m.
constrictor pharyngeus superior, m.uvula, m.palatopharyngeus,
m.palatoglosus dan m.tensor veli palatini. Ketiga otot yang
mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi velopharyngeal
adalah m.uvula, m.levator veli palatine, dan m.constriktor
pharyngeus superior. M.uvula berperan dalam mengangkat bagian
terbesar velum selama konstraksi otot ini. M.levator veli palatine
mendorong velum kearah superior dan posterior untuk melekatkan
velum ke dinding faring posterior. Pergerakan dinding faring ke
medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior yang
membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk membentuk
sfingter yang kuat. M.palatopharyngeus berfungsi menggerakkan
palatum kearah bawah dan kearah medial. M.palatoglossus terutama
sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom
nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga
hidung. Otot yang terakhir adalah m.tensor veli palatine. Otot ini
tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi utama otot ini
menyerupai fungsi m.tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan
drainase dari tuba auditiva. 1,4Suplai darahnya terutama berasal
dari a.palatina mayor yang masuk melalui foramen palatine mayor.
Sedangkan a.palatina minor dan m.palatina minor lewat melalui
foramen palatine minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus
cabang maxilla yang membentuk pleksus yang menginervasi otot-otot
palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari nervus
cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari
pleksus.4
Etiologi1. Faktor genetikFaktor herediter mempunyai dasar
genetik untuk terjadinya celah palatum telah diketahui tetapi belum
dapat dipastikan sepenuhnya. Sekitar 25% pasien yang menderita
palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit
yang sama. Mutasi dari gen IRF 6 pada kromosom 1q32 kemungkinan
berkontribusi sampai 12% pada etiologi genetik dari celah bibir dan
palatum. 4,6,7Teori lain mengatakan bahwa celah bibir terjadi
karena :5,6,7 Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan
ketidak kebalan embrio terhadap terjadinya celah. Adanya
abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi
kongenital yang ganda. Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah
mulut yang diikuti dengan anomali kongenital yang lain. 2. Faktor
lingkunganObat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti
fenitoin, retinoid (golongan vitamin A), dan steroid beresiko
menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi selama kehamilan
semester pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus,
dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang
menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti
defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis.
EpidemiologiPerbedaan ras, geografis dan etnik mempengaruhi
prevalensi celah bibir dan langitan. Diseluruh dunia, celah
orofasial terjadi pada 1 tiap 700 kelahiran dan prevalensi celah
bibir dengan atau tanpa celah langitan jauh lebih banyak daripada
celah langitan terisolasi.8Prevalensi celah bibir dan langit-langit
paling tinggi pada ras kulit putih dan paling sedikit pada ras
kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau
tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras
Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1: 750 kelahiran, ras African
American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi
pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering
pada anak perempuan.Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum
diketahui. Dengan demikian membutuhkan kerja keras dari berbagai
pihak untuk dapat mengetahui secara pasti prevalensi celah bibir
dan langitan secara akurat mengingat perbedaan ras, geografis dan
etnik yang sangat luas sehingga pengumpulan data disuluruh dunia
amat sukar dilakukan.3
KlasifikasiPalatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis
tanpa labioschisis atau disertai dengan labioschisis. Palatoschisis
sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya pada
palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada
keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang
mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai dari foramen
insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis
juga dapat bersifat unilateral atau bilateral. 7
Klasifikasi VeauVeau memperkenalkan metode klasifikasi celah
wajah menjadi empat katagori yaitu : 2,31. Celah hanya pada
jaringan palatum lunak 2. Celah pada jaringan palatum lunak dan
keras 3. Celah bibir dan palatum unilateral 4. Celah bibir dan
palatum bilateral Klasifikasi ini sangat sederhana dan tetap
digunakan sampai saat ini. Namun demikian Veau tidak memasukkan
celah bibir atau celah langitan terisolasi dalam klasifikasi ini.
2,3
Klasifikasi KernahanKlasifikasi Kernahan berdasarkan pada
embriologi yang pakai foramen insisivum sebagai batas yang
memisahkan celah pada palatum primer dari palatum sekunder. Palatum
primer terdiri dari bibir atas, tulang alveolar dan palatum yang
terletak dianterior foramen insisivum. Celah komplit pada palatum
primer akan melibatkan semua struktur ini, palatum sekunder terdiri
dari palatum keras dan palatum lunak dibelakang foramen
insisivum.2,3Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y.
klasifikasi ini dikembangkan untuk mengatasi kekurangan klasifikasi
verbal dan numeric dan memungkinkan identifikasi kondisi pasien
preoperatif secara tepat.2,3
Keterangan a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri
bibirb) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolarc) Area 3 dan 6
menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivumd) Area 7
dan 8 menunjukkan palatum kerase) Area 9 menunjukkan palatum
lunak
Manifestasi klinis1. Asupan ASIMasalah asupan ASI merupakan
masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita celah bibir.
Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan
hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral.
Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks
menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi
dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusui. Cara
memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu
proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala
dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan
celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi
dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot
khusus.1,3,5,62. Asupan makanan Pada pasien celah bibir dan
langitan terjadi hubungan antara rongga mulut dan hidung yang
berakibat sukarnya penderita dalam menelan makanan atau minuman
dimana penderita bisa tersedak bila tidak menggunakan alat bantu
obturator / feeding plate. Akibatnya pasien biasanya memiliki berat
badan kurang dari normal. 33. PendengaranPada pasien dengan celah
yang melibatkan bagian posterior palatum durum dan palatum molle,
otot tensor palatinii dari palatum molle berhubungan dengan tuba
eustachius. Lemahnya aktivitas otot ini menyebabkan kurangnya
drainase telinga tengah yang kemudian berakibat pada infeksi
telinga tengah dan kadang menyebabkan rusaknya gendang
telinga.1,3,5,64. Fungsi Bicara Hal ini diakibatkan velopharingeal
incompetence. Bagian posterior palatum molle tidak mampu berkontak
secara adekuat dengan posterior faring untuk menutup oro naso
fasing sehingga suara yang dikeluarkan sengau. Gangguan fungsi
bicara diperberat oleh gangguan pendengaran yang juga dialami
penderita celah bibir dan langitan. 2,5,65. Kelainan dental Pada
pasien cleah bibir dan langitan terdapat beberapa kelainan dental
yang mengikutinya, antara lain : 3a. Anodontia partial. . b. Gigi
supernumerary c. Gigi kaninus impaksi6. Masalah Psikologis Pasien
dengan celah bibir dan langitan memiliki rasa percaya diri rendah
dan cenderung menutup diri dari pergaulan. Mereka menghindari
berbicara dengan orang lain karena merasa malu suara yang diucapkan
sengau dan tidak jelas. Meskipun demikian tidak ada korelasi
langsung antara celah bibir dan langitan dengan tingkat IQ dan
kesuksesan dalam kehidupan.5,6
Diagnosa Diagnosa prenatalDeteksi prenatal dapat dilakukan
dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan
gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan
dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik
ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa
cacat/kelainan pada kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri.
Teknik lain seperti ultrasonografiintrauterine, magnetic resonance
imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal
ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses celah
bibir dan celah langit-langit secara antenatal. Tetapi,
pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dibatasi pada biaya, invasifitas
dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat
yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal celah bibir dan
celah langit-langit, yang memberikan keamanan dalam prosedur,
ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi
antenatal.2Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk
menyiapkan diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi
mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka dapat menemui
anggota dari kelompok yang memiliki, celah bibir dan celah
langit-langit belajar mengenai pemberian makanan khusus dan
memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Deteksi dini
juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga
sebelum kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu
konseling danrencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan
perbaikan dari celah bibir unilateral pada minggu pertama
kehidupan.2
(A) Ultrasonografi pada fetus dengan cleft bilateral ,
incomplete pada yang kiri, (B) foto anak yang sama setelah lahir
sebelum dioperasi2
Diagnosa postnatalBiasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum
segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti
sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke
gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat
pada otot palatum molle, yang terletak pada bagian belakang mulut
dan tertutupi oleh lapisan mulut (mouth'slining) karena letaknya
yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa
hinggabeberapa waktu.2
Penatalaksanaan Terapi Non-BedahPenanganan kelainan celah bibir
dan celah langitan memerlukan penanganan yang multidisiplin karena
merupakan masalah yang kompleks, variatif dan memerlukan waktu yang
lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli, diantaranya
dokter anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric
dentists, orthodontist, prosthodontist, ahli THT
(otolaryngologist), speech pathologist, geneticist dan psikiater
atau psikolog untuk menangani masalah psikologis pasien.3Anak yang
memiliki celah bibir dan atau celah langit-langit memiliki masalah
dalam proses makan karena itu dibutuhkan metode agar anak tetap
mendapat asupan gizi. Pemberian makan pada anak dengan celah
langit-langit lebih sulit dibanding anak dengan celah bibir karena
pada celah langit-langit, anak cenderung mengalami kesulitan
menghisap atau menelan. Untuk mengatasinya, dapat digunakan dot
khusus dengan nipple yang kecil agar aliran air susu bisa kontinu
dan terkontrol. Berbeda dengan penderita celah bibir saja yang
masih bisa diberi susu dengan botol atau dot biasa.3Beberapa
praktisi merekomendasikan penggunaan obturator (plastic plate)
untuk menutup celah selama anak sedang makan. Plate ini membutuhkan
modifikasi agar selalu pas atau fit sejalan dengan perkembangan
pertumbuhan langitan anak. Namun pada beberapa kasus celah
langitan, bayi bisa diberi asupan makan tanpa menggunakan obturator
yaitu bila orangtua bisa mengikuti instruksi pemberian makan yang
benar. Posisi pemberian air susu kepada anak diperhatikan, posisi
untuk anak yang menderita celah bibir dengan langit-langit atau
celah langit-langit saja diusahakan lebih tegak (upright position)
agar tidak mudah tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada
35-45 terhadap lantai. Dengan memberikan informasi dan pelatihan,
bayi bisa diberi makan dengan menggunakan preemie nipple yaitu
nipple yang sifatnya lebih lembut dan mudah disesuaikan dengan
cleft atau dengan menggunakan nipple khusus seperti Mead-Johnson
cross cut nipple dimana aliran susu dapat disesuaikan. Dapat juga
merekomendasikan jenis dot khusus untuk anak dengan celah yaitu dot
yang memiliki nipple yang panjang atau bersayap dimana susu yang
keluar bisa langsung menuju ke faring.3Perbaikan secara bedah
melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder. Prosedur
pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung dari
tingkat keparahan defeknya dan keputusan dari dokter
bedahnya.3Waktu yang tepat untuk dilakukan operasi perbaikan masih
diperdebatkan. Namun biasanya dokter bedah memilih waktu antara 24
jam sampai 12 bulan setelah kelahiran, ada juga beberapa dokter
bedah yang menunda sampai beberapa bulan untuk menunggu bayi lebih
besar dan lebih kuat. Jika tidak ada kontraindikasi medis, bisa
diikuti rule of ten, yaitu dapat dilakukan operasi bila pasien
berusia 10 minggu, berat badan 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10
g/dl. Namun jika terdapat kondisi medis yang membahayakan kesehatan
bayi, operasi ditunda sampai resiko medis minimal.3Penutupan bibir
awal (primary lip adhesion) dilakukan selama beberapa bulan pertama
lalu dilanjutkan dengan perbaikan langitan. Tujuan dari penutupan
bibir awal ini adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik,
mengurangi insiden penyakit saluran pernafasan dan untuk
mengizinkan perbaikan definitif tanpa halangan berupa jaringan scar
yang berlebihan. Prostetik dan orthopedic appliances dapat
digunakan untuk mencetak atau memperluas segmen maksila sebelum
penutupan defek langitan.Selanjutnya, autogenus bone graft dapat
ditempatkan pada daerah defek tulang alveolar.3Prosedur perbaikan
sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat dilakukan
untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik. Teknik yang
digunakan dalam penutupan celah bibir yang baik, selain
berorientasi pada kesimetrisan dan patokan anatomi bibir juga
memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai bersamaan,
misalnya hidung, baik pada saat yang bersamaan dengan labioplasty
maupun pada kesempatan yang telah direncanakan kemudian hal ini
untuk mempersiapkan jaringan dan menghindari parut atau scar yang
berlebihan. Prosedur yang mungkin dilakukan antara lain seperti
perbaikan konfigurasi anatomi bibir, hidung, langitan durum,
langitan molle dan alveolus. Penggunaan alat ortodontik juga dapat
dilakukan untuk mendapatkan susunan gigi geligi yang baik didalam
lengkung rahang dan memiliki hubungan fungsional yang baik
pula.3
Terapi BedahTerapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah
merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18
bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang
optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai
matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita
mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan
baik.1,2Tujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga mulut dan
rongga hidung, membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan
kedap udara dan memperoleh tumbuh kembang maksilofasial yang
mendekati normal. Tantangan daripada palatoplasty dewasa ini
bukanlah hanya bagaimana menutup defek celah langit-langit namun
juga bagaimana didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa
mengganggu pertumbuhan maksilofasial1,4Ada beberapa teknik dasar
pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum,
yaitu:1. Teknik von LangenbeckTeknik ini pertama kali diperkenalkan
oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih
digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap
bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle.
Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah
anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah
palatum.1
2. Teknik V-Y push-backTeknik V-Y push-back mencakup dua flap
unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan
dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke
medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan
teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki.2
A) penentuan marking insisi. B) mukoperiosteal flap oral
dielevasi dengan mempertahankan neurovascular bundle palatinus
mayus pada kedua sisi dilanjutkan retroposisi dan repair m. levator
velli palatine setelah penutupan mukoperiosteal nasal. C)
penjahitan mukoperiousteum oral.2
3. Teknik double opposing Z-plastyTeknik ini diperkenalkan oleh
Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi
dari m.levator.1
4. Teknik SchweckendiekTeknik ini diperkenalkan oleh
Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle
ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum
durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.5. Teknik palatoplasty
two-flapDiperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini
mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior
yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian
diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang
ada.2
A) marking desain flap B) Bipedikel mucoperiosteal flap
dielevasi dari lateral relaxing incision ke margin celah
langit-langit dilanjutkan dengan penutupan lapisan mucoperiosteum
nasal. flap mucoperiosteum rongga mulut komplit.Speech terapi mulai
diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun
untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau
karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara
sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah,
sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang
salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan
suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara
nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada
usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus
sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun
spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft pada celah
tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.Komplikasia.
Obstruksi jalan nafas Pascabedah obstruksi jalan napas adalah
komplikasi yang paling penting dalam periode pasca-operasi
langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke
orofaring sementara pasien tetap dibius dari anestasi.
Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam
pengelolaann situasi ini. Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi
masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas
dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang kecil.2,3b.
Pendarahan Selama pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang
sering terjadi pada langit-langit karena terdapat banyak pembuluh
darahnya. Ini dapat berbahaya pada bayi karena kekurangan volume
darah. Sebelum pembedahan penilaian tingkat haemoglobin dan
platelet adalah penting.2,3c. PeradanganKomplikasi yang lain dapat
terjadi antara lain adalah peradangan, injuri terhadap saraf,
pembengkakan dan fistula. Odem setelah operasi adalah normal dan
fisilogis. Kemungkinan perangan dapat diminimalisasi dengan terapi
antibiotik, teknik pembedahan yang baik, dan memperhatikan
syarat-syarat asepsis.2,3
Prognosis
Kelainan celah bibir dan palatum merupakan kelainan bawaan yang
dapat dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan
kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini
sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan
adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan
celah bibir dan palatum yang telah ditatalaksana mempunyai
perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang
berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada
masalah-masalah berbicara pada anak celah bibir dan palatum.3,6
DAFTAR PUSTAKA
1. K. J. Lee. Essential otolaryngonolgy. Head and Neck Surgery,
10th edition, Mc Graw Hill 2012: 285-297.
2. Anil K. Lalwani. Current diagnosis & treatment in
otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York: A Lange Medical
book 2010: 323-38.
3. Balaji SM. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New
Delhi: Elsevier 2007: 493-514.
4. Brown L.D, Borschel G.H, Levi B. Michigan manual of plastic
surgery. 2nd ed. Wolters Kluwer Company
5. Pasha R, Golub J.S. Otolaryngology head and neck surgery.
Clinical refrence guide. 4th ed. San Diego: Plural Publishing
2014.
6. Hupp J.R, Ellis E III, Tucker M.R. Oral and Maxillofacial
Surgery. 6th ed. St Louis, Missouri: Elsevier 2014: 585-604.
7. Shahrokh C. Bagheri, Chris Jo. Cleft lip and palate. Clinical
Review of Oral and maxillofacial Surgery. Amerika: Mosby Elsevier
2008: 336-431
8. Scwartzs. Manual of surgery. 8th ed. McGraw Hill.