COOPERATIVE LEARNINGRESUME PEMERIKSAAN FISIK ORGAN SENSORI
PERSEPSI
SGD 7Kadek Lisa Dwi Budayani 1302105009Ni Luh Made Dwi Purmanti
1302105018Ni Made Novi Ariani 1302105020Kadek Putra
Sanchaya1302105042Ni Luh Eka Putri Ulandari1302105049Dewa Ayu Dwi
Shintya Anggreni 1302105067Ni Luh Trisnawati 1302105079Ni Kadek
Devi Indriyani 1302105085Ni Luh Gede Citriani Dewi 1302105088Dewa
Ayu Lydia Citra Dewi 1302105089
Program Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas
Udayana2014
BENTUK RENCANA TUGAS MAHASISWA RESUME PEMERIKSAAN FISIK ORGAN
SENSORI PERSEPSI
1. TUJUAN TUGAS Setelah mengerjakan tugas mata kuliah ini
diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang Pemeriksaan Fisik Organ
Sensori Persepsi.2. URAIAN TUGASBuatlah resume mengenai pemeriksaan
fisik pada sistem sensori persepsi yang meliputi:1. Pemeriksaan
pupil2. Pemeriksaan visus dengan snellen chart (termasuk
pemeriksaan pada orang buta huruf)3. Tes lapang pandang4. Tes buta
warna5. Tes pendengaran (rinne, weber & swabach)6. Tes
pengecapan7. Tes penciuman
A. Kriteria luaran tugas yang dihasilkan/dikerjakan :a.
Mahasiswa dapat menjabarkan dalam makalah : alat dan bahan, tahap
persiapan dan prosedur pemeriksaan fisik, temuan dan
intepretasinya.b. Tugas dikumpulkan dalam bentuk hard copy paling
lambat Kamis, 13 November 2014. (soft copy dikumpulkan dalam bentuk
CD diakhir perkuliahan secara kolektif dengan semua penugasan
selama SGD dan lecture dikoordinir oleh korma )
PEMBAHASAN
1. Pemeriksaan PupilPupil adalah lubang di pusat iris mata.
Lubang itu bisa mengembang dan menguncup seiring dengan aktivitas
muskulus dilatators dan muskulus sfingter pupilae. Pupil norma
memiliki diameter yang berkisar antara 2-6 mm. rata-rata diameter
pupil adalah 3,5 mm. pupil yang sempit atau mengecip disebut dengan
miosis dan pupil yang melebar disebut dengan midriasis. Pada
keadaan nyeri, ketakutan dan cemas akan terjadi midriasis,
sedangkan dalam keadaan tidur, koma yang dalam dan tekanan
intracranial yang meninggi terjadi miosis. Pemeriksaan fungsi dan
reaksi pupil meliputi 1) observasi bentuk dan ukuran pupil, 2)
perbandingan pupil kanan dan kiri, 3) pemeriksaan refleks pupil. a.
Alat dan Bahan: pen lightb. Tahap persiapan: Identifikasi kebutuhan
pemeriksaan pupil pada klien Identifikasi adanya faktor
kontraindikasi Jelaskan tujuan, prosedur, waktu, dan hal yang harus
dilakukan klien Siapkan pen light Cuci tanganc. Prosedur
pemeriksaan pupil Lihat diameter pupil klien (normal 3,5 mm)
Bandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau
anisokor) Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak Atur
pencahayaan ruangan tempat pemeriksaan, ruangan sedikit digelapkan
Beritahu klien untuk memandang jauh kedepan, agar refleks pupil
akomodatif tidak mempengaruhi hasil tes reaksi pupil terhadap
cahaya Periksa reflek pupil terhadap cahaya langsung :Sorotkan
cahaya kearah pupil lalu amati ada tidaknya miosis dan amati apakah
pelebaran pupil segera terjadi ketika cahaya dialihkan dari pupil.
Periksa reflek pupil terhadap cahaya tidak langsungAmati perubahan
diameter pupil pada mata yang tidak disorot cahaya ketika mata yang
satunya mendapatkan sorotan cahaya langsung.
Periksa refleks akomodasi pupil Minta klien melihat jari
telunjuk pemeriksa pada jarak yang sedikit jauh Minta klien untuk
terus melihat jari telunjuk pemeriksa yang digerakkan mendekati
hidung pemeriksa Amati gerakan bola mata dan perubahan diameter
pupil d. Temuan dan intepretasi Refleks pupil normal jika pupil
miosis saat disorotkan cahaya Akomodasi mata normal jika kedua mata
akan bergerak ke medial dan pupil menyempit2. Pemeriksaan
VisusPemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi
mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui
sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.
Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan
keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat
dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka
tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah
jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar. Untuk besarnya
kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan
dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat
pada jarak tertentu.a. Alat dan bahan: snellen chartb. Tahap
persiapan: Identifikasi kebutuhan pemeriksaan pupil pada klien
Identifikasi adanya faktor kontraindikasi Siapkan Snellen chart
Minta klien untuk berdiri pada jarak 6 meter dari Snellen chartc.
Prosedur tes Snellen Chart Beritahu klien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan daya penglihatan Pastikan bahwa klien tidak mempunyai
kelainan pada mata seperti katarak, jaringan parut pada kornea,
peradangan mata, glaucoma atau korpus alienum Pemeriksa berada di
dekat kartu Snellen yang telah digantungkan pada jarak 1-6 meter
dari klien Minta klien menutup mata sebelah kiri untuk memeriksa
mata sebelah kanan Minta klien untuk menyebutkan huruf-huruf di
kartu Snellen yang ditunjuk oleh pemeriksa Lakukan ulang pada mata
sebelah kiri Catat hasil visus klien
Interpretasi Snellen Chart :Pemeriksaan untuk menentukan tajam
penglihatan ada 4 tipe, yaitu dengan menggunakan Snellen chart,
hitung jari, goyangan tangan, dan terakhir dengan senter. Sesuai
konvensi, ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh, 20
kaki (6 meter), atau pada jarak dekat, berjarak 14 inchi. Untuk
keperluan diagnostik, ketajaman jarak adalah standar
untukperbandingan dan selalu diuji bagi masing-masing mata secara
terpisah. Ketajaman diberi skor dengan 2 angka (misalnya 20/40).
Nilai pertama adalah jarak tes dalam kaki antara kartu Snellen dan
pasien, dan nilai kedua adalah baris huruf terkecil yang dapat
dibaca mata pasien dari jaraktes. Bila pasien dapat membaca sampai
baris paling bawah maka visusnya 6/6 atau normal. Bila tidak bisa
membaca sampai baris paling bawah maka pasien akan dinilai sampai
barisan mana yang dapat dibacanya misalnya 20/60 berarti bahwa mata
pasien hanya dapat membaca dari jarak 20 kaki hurufyang cukup besar
untuk dibaca dari jarak 60 kaki oleh mata normal. Apabila seorang
pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada Snellen chart, maka
akan dilanjutkan dengan pemeriksaan hitung jari pada jarak 3 meter.
Normalnya jari dapat dilihat secara terpisah pada jarak 60 meter.
Jika pasien dapat menghitung jari pada jarak 3 meter, maka visusnya
dapat ditulis 3/60, jika tidak bisa maka pemeriksa maju 1 meter
sampai pasien dapat menghitung jumlah jari. Jika sampai 1 meter
pasien masih belum dapat melihat, makad ilanjutkan dengan
pemeriksaan goyangan tangan. Pemeriksaan goyangan tangan digunakan
untuk mata yang berpenglihatan atau visusnya< 1/60. Orang normal
dapat melihat gerakan atau lambaian tangan dari jarak 300 meter.
Pemeriksaan ini dilakukan dari jarak 1 meter, visusnya dapat
ditulis 1/300. Terakhir pemeriksaan dengan senter, dapat ditujukan
pada orang yang tingkat ketajaman penglihatannya sangat buruk.
untuk visus < 1/300. Orang normal dapat melihat sinar dari jarak
tak terhingga. Jika pasien dapat melihat cahaya, berarti visusnya
adalah 1/~ dengan proyeksi (+) ataupunproyeksi (-). Proyeksi (+)
maksudnya pasien dapat mengetahui arah datangnya cahaya sedangkan
proyeksi (-) pasien tidak dapat mengetahui arah cahaya. Bila pasien
tidak dapat melihat cahaya senter, inilah yang disebut buta total.
Pemeriksaan visus untuk pasien dengan buta huruf atau tidak
mengenal huruf dapat dilakukan dengan menggunakan alat E-chart atau
Cincin Landolt, yang mana prosedur dan interpetasinya sama dengan
Snellen Chart. Sebelum melakukan pemeriksaan visus, pemeriksa harus
membekali atau memberitahu terlebih dahulu pada klien mengenai
prosedur pemeriksaan, seperti pemeriksaan dengan menggunakan
E-chart pemeriksa menjelaskan pada pasien bahwa saat tes dimulai
dan pemeriksa mulai menunjuk salah satu E-chart tersebut, pasien
harus menyebutkan kearah mana kaki dari E-chart misalnya kaki
E-chart kearah bawah, atas, kiri atau kanan. Sedangkan untuk
pemeriksaan visus yang dilakukan pada anak kecil yang belum
mengetahui huruf-huruf dapat menggunakan Figure seperti
gambar-gambar binatang.
Gambar : E-chart Gambar : Cincin Landolt3. Tes Lapang
PandangPemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan
penting pada nervus kranial II. Medan penglihatan merupakan batas
penglihatan perifer, medan tersebut adalah ruang dimana sesuatu
masih dapat dilihat oleh mata yang pandangannya ditatapkan secara
menetap pada satu titik.a. Alat dan bahan: hanya menggunakan jari
tanganb. Tahap persiapan Identifikasi kebutuhan pemeriksaan lapang
pandang pada klien Identifikasi adanya faktor kontraindikasi
Siapkan posisi klien dan pemeriksa Minta klien untuk duduk
berhadapan dengan pemeriksac. Prosedur pemeriksaan tes konfrontasi
Minta klien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 30-40 cm
Minta klien menutup mata sebelah kiri dengan tangan dan pemeriksa
menutup mata sebelah kanan. Minta klien melihat mata kiri pemeriksa
dan pemeriksa juga menatap mata kanan klien Pemeriksa menggerakkan
jari tangan dibidang pertengahan antara pemeriksa dan klien,
gerakkan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika klien mulai
melihat gerakan jari pemeriksa, ia harus memberitahu dan hal ini
dibandingkan dengan perawat, apakah ia juga telah melihat gerakan
jari tersebut. Bila terdapat gangguan lapang pandang maka pemeriksa
akan lebih dahulu melihat geraka jari tersebut. Ulangi prosedur
pemeriksaan untuk mata sebelah kiri dengan menutup mata sebelah
kanand. Temuan dan interpretasi Jenis jenis kelainan lapang pandang
: Total blindness: tidak mampu melihat secara total Hemianopsia :
tidak mampu melihat sebagian lapang pandang Homonymous hemianopsia
Homonymous quadratanopsia Intepretasi Dikatakan normal apabila
klien dan pemeriksa mampu melihat jari pemeriksa secara
bersamaan.4. Tes Buta WarnaDengan menggunakan buku ishihara,
lakukan tes buta warna dengan cara meminta penderita membaca dan
menyebutkan angka yang tampak pada setiap halaman buku. Pemeriksaan
ishihara merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan
warna, didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada
kartu dengan berbagai ragam warna.Metode Ishihara yaitu metode yang
dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta
warna didasarkan pada pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini
disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam
warna. Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai
satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda
(gambar pseudokromatik), sehingga dalam keseluruhan terlihat warna
pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna
melihatnya. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan
warna dapat melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat
melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien
diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam
waktu 10 detik. Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan
warna seperti buta warna merah dan hijau pada atrofi saraf optik,
optik neuropati toksi dengan pengecualian neuropatiiskemik,
glaukoma dengan atrofi optik yang memberikan ganguan penglihatan
biru kuning. Alat Test Kebutaan Warna IshiharaButa warna dapat
dites dengan tes Ishihara, dimana lingkaran-lingkaran berwarna yang
beberapa diantaranya dirancang agar ada tulisan tertentu yang hanya
dapat dilihat atau tidak dapat dilihat oleh penderita buta warna.
Macam-macam plat ini dirancang untuk menyediakan sebuah test yang
memberikan sebuah penilaian yang cepat dan akurat mengenai buta
warna bawaan. Dan ini adalah beberapa bentuk sederhana dari
gangguan penglihatan warna. Cara melakukan test buta warna untuk
kelainan ini adalah dengan membedakan macam-macam plat ini.
Plat-plat yang ada di alat test kebutaan warna Ishihara membentuk
sebuah metode yang mudah dalam mendiagnosa untuk kasus-kasus
gangguan peglihatan merah-hijau. Salah satu kelainan dari gangguan
penglihatan warna merah-hijau adalah warna biru dan kuning yang
muncul lebih jelas dibandingkan dengan warna merah-hijau. Tapi ada
juga beberapa kelompok orang yang sangat jarang yang menderita buta
warna total dan tidak bisa membedakan variasi warna sama sekali.
Biasanya, itu disertai dengan kerusakan pusat penglihatan. Isi
Materi Ishihara dengan 38 macam PlatTerdapat 38 macam plat dalam
alat test kebutaan warna Ishihara, yaitu :Plat No. 1 : Orang normal
dan mereka yang buta warna sama-sama akan terbaca 12. Plat nomer 1
terlihat pada gambar
Plat No. 2-5 : orang normal akan membacanya 8 (no.2), 6 (no.3),
29 (no. 4) dan 57 (no.5). Mereka yang menderita gangguan
penglihatan merah-hijau akan membacanya3 (No.2), 5(No.3), 70 (No.4)
dan 35 (No.5). Mereka yang buta warna tidak bisa membaca nomor
apapun. Plat nomor 2, 3, 4 dan 5 terlihat pada gambar 3, 4, 5,
6.
Plat No. 6-9 : Orang normal akan membacanya 5 (No.6), 3 (No.7),
15(No.8) dan 74 (No.9). Mereka yang menderita gangguan penglihatan
merah-hijau akan membacanya 2 (No.6), 5 (No.7), 17 (No.8) dan 21
(No.9). Mereka yang buta warna tidak bisa membaca nomer apapun.
Plat nomer 6, 7, 8 dan 9 terlihat pada gambar 7, 8, 9 dan 10
Plat No.22-25 :Orang normal akan membacanya 26 (No.22), 42
(No.23), 35 (No.24) dan 96 (No.25). Untuk kasus protanopia dan
protanomalia yang parah hanya 6 (No.22), 2 (No.23), 5 (No.24) dan 6
(No.25) yang terbaca. Dan untuk kasus protanomalia yang ringan,
kedua nomer-nomer di tiap plat terbaca tapi hanya nomer 6 (No.22),
2 (No.23), 5 (No.24) dan 6 (No.25) yang paling jelas dari nomer
lain. Untuk kasus deuteranomalia hanya nomer 2 (No.22), 4 (No.23),
3 (No.24) dan 9 (No.25) yang terbaca. Dan untuk kasus
deuteranomalia yang ringan, kedua nomer di tiap plat terbaca tapi
hanya nomer 2 (No.22), 4 (No.23), 3(No.24) dan 9 (No.25) yang
terlihat paling jelas dari nomer lainnya. Plat nomer 22, 23, 24 dan
25 terlihat pada gambar 23, 24, 25 dan 26.
Plat No.26 &27 :Dalam menemukan lilitan garisgaris antara
dua x, orang normal akan mengikuti garis ungu dan merah. Penderita
protanopia dan protanomalia yang parah hanya garis ungu yang
ditemukan, dan untuk kasus protanomalia yang ringan, kedua garis
dapat ditemukan, namun garis ungu lebih mudah untuk diikuti. Untuk
kasus deuteranopia dan deuteranomalia yang parah hanya garis merah
yang ditemukan, dan untuk deuteranomalia yang ringan kedua garis
dapat ditemukan, namun garis merah lebih mudah diikuti. Plat nomer
26 dan 27 terlihat pada gambar 27 dan 28.
No.28 &29 :Dalam menemukan lilitan garis antara dua x,
sebagian besar daripenderita gangguan panglihatan merah-hijau akan
mengikuti garis. Tapi sebagianbesar orang normal dan buta warna
tidak bisa mengikuti garisnya. Plat nomer 28dan 29 terlihat pada
gambar 29 dan 30.
Plat No.30 &31 :dalam menemukan lilitan garis antara dua x,
orang normalmenemukan garis hijau kebiru-biruan, tapi sebagian
besar orang dengangangguan penglihatan warna tidak bisa mengikuti
garis atau mengikuti garis tapiberbeda garis dengan yang normal.
Plat nomer 30 dan 31 terlihat pada gambar 31dan 32.
Plat No.32 &33 :dalam menemukan lilitan garis antara dua x,
orang normal akanmenemukan garis orange, tapi sebagian besar
penderita gangguan penglihatanwarna tidak bias mengikuti garis atau
mengikuti garis tapi berbeda garis denganyang normal. Plat nomer 32
dan 33 terlihat pada gambar 33 dan 34
Plat No 34 &35 :Dalam menemukan lilitan garis antara dua x,
orang normal akanmenemukan garis yang menghubungkan warna hijau
kebiru-biruan dan hijau kekuning-kuningan. Dan penderita gangguan
penglihatan merah-hijau menemukan garis yang menghubungkan warna
hijau kebiru-biruan dengan ungu, dan orang buta warna tidak bisa
menemukan garis. Plat nomer 34 dan 35 terlihat pada gambar 35 dan
36
Plat No.36 &37 :Dalam menemukan lilitan garis antara dua x,
orang normal akanmenemukan garis yang menghubungkan warna ungu dan
orange, dan penderita gangguan penglihatan merah-hijau menemukan
garis yang menghubungkan warna ungu dan hijau kebiru-biruan, dan
orang buta warna tidak bisa menemukan garis. Plat nomer 36 dan 37
terlihat pada gambar 37 dan 38
Plat No. 38 :Dalam menemukan lilitan garis antara dua x, orang
normal danpenderita gangguan penglihatan warna mampu menemukan
garisnya. Platnomer 38 terlihat pada gambar 39
Mesin InferensiMesin Inferensi disusun untuk menangani penalaran
dengan menggunakan isi daftar aturan berdasarkan urutan tertentu.
Pada sistem pakar kebutaan warna ini menggunakan mekanisme
inferensi untuk pengujian aturan dengan teknik penalaran maju
(Forward Reasoning) Selama proses konsultasi antara sistem dan
User, mesin Inferensi menguji aturan satu demi satu. Saat tiap
aturan diuji sistem pakar akan mengevaluasi apakah kondisinya benar
atau salah. Semua jawaban atas kondisi benar atau salah disimpan,
kemudian aturan berikutnya diuji. Proses ini akan berulang sampai
seluruh basis aturan teruji dengan berbagai kondisi. Interpretasi
Tes Buta Warna Uji Ishihara didasarkan pada menentukan angka atau
pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna. Penapisan
dengan uji Ishihara merupakan evaluasi minimum gangguan penglihatan
warna.Uji ini memakai seri titik bola kecil dengan warna dan besar
berbeda (gambar pseudokromatik) sehingga keseluruhan terlihat warna
pucat dan menyulitkan pasien dengan kelainan warna. Penderita buta
warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian
atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan.
Sedangkan pada orang normal dapat melihat gambaran atau angka yang
diperlihatkan.Pada pemeriksaan, pasien diminta melihat dan
mengenali tanda gambar yang diperlihatkan selama 10 detik.5. Tes
PendengaranTes pendengaran dapat dilakukan dengan menggunaka
garputala berfrekuensi 512 Hz, tes dengan garputala ini dapat
membedakan apakah pasien mengalami tuli konduktif atau tuli
persepsi. Ada tiga jenis tes pendengaran dengan garputala yaitu 1)
tes Rinne, 2) tes Webber dan 3) tes Swabach.Alat dan bahan:
garputalaTahap persiapan: Identifikasi kebutuhan pemeriksaan
pendengaran pada klien Identifikasi adanya faktor kontraindikasi
Jelaskan tujuan, procedure, waktu dan hal yang perlu diperhatikan
klien Siapkan posisi duduk pada kliena. Tes RinneTes Rinne
merupakan tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantara melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Prosedur
pemeriksaannya yaitu : Beritahu klien tujuan dari pemeriksaan,
yaitu untuk membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
klien Garputala digetarkan dan diletakkan dengan tangkai garputala
menempel pada os. Mastoideum klien Klien diminta memberi tanda bila
bunyi garputala sudah tidak terdengar lagi kemudian dipindahkan ke
depan liang telinga klien kira-kira 2,5 cm.
Interpretasi : Tes Rinne (+) : bila masih terdengar Tes Rinne
(-) : bila tak terdengar lagib. Tes WebberTes Webber adalah tes
pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan
telinga kanan. Prosedur pemeriksaannya yaitu : Beritahu klien
tujuan dari pemeriksaan yaitu untuk membandingkan daya transport
melalui tulang di telinga kanan dan kiri klien Getarkan garpu tala
kemudian diletakkan di dahi, rahang bawah atau di ubun-ubun
klien
Interpretasi : Normal : kiri dan kanan terdengar sama keras atau
tidak ada lateralisasi Kelainan : bila terdapat tuli konduktif maka
akan lateralisasi ke telinga yang mengalami gangguan. Bila terdapat
tuli sensori neural maka aka nada lateralisasi ke telingan yang
tidak ada gangguan. c. Tes SwabachTes Schawabach adalah tes yang
membandingkan hantaran tulang klien dengan tulang pemeriksa yang
pendengarannya normal. Prosedur pemeriksaannya yaitu : Beritahu
klien tujuan dari pemeriksaan yaitu untuk membandingkan hantaran
tulang klien dengan hantaran tulang pemeriksa (pendengaran
pemeriksa harus dalam kondisi baik) Garputala yang telah digetarkan
diletakkan di prosesus mastoideus klien, bila klien sudah tidak
mendengar lagi suara garputala tersebut maka segera pindahkan
garputala ke prosesus mastoideus pemeriksa. Ulangi pemeriksaan
dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa terlebih dahulu.
Intepretasi Normal: suara garputala sama dengan pemeriksa
Schwabach memendek: bila pemeriksa masih dapat mendengar garputala
Schwabcah memanjang : bila klien masih dapat mendengar suara
garputala6. Tes PengecapanLidah sebagai indera pengecap mempunyai
taste buds yang meliputi seluruh permukaannya. Taste buds
mengandung beberapa reseptor rasa yaitu asam, asin, manis, pahit,
dan umami. Sensitivitas indera pengecap dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya adalah kebiasaan merokok yang merupakan potensi
paling besar menyebabkan sensitivitas indera pengecap menurun. Alat
dan bahan: gula, kopi, garam, asam Tahap persiapan Identifikasi
kebutuhan pemeriksaan pengecapan pada klien Identifikasi adanya
faktor kontraindikasi Jelaskan tujuan, procedure, waktu dan hal
yang perlu diperhatikan klien Siapkan posisi duduk pada klien
Pemeriksaan sensorik Minta pemeriksa menjulurkan lidah Letakkan
gula, garam atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri dan kanan 2/3
bagian depan lidah Minta penderita untuk menuliskan apa yang
dirasakannya pada secarik kertas.Pada saat dilakukan pemeriksaan,
klien diharapkan terus menjulurkan lidah, klien tidak diperkenankan
bicara dan tidak diperkenankan menelan. Interpretasi : Normal :
respon klien sesuai dengan cita rasa yang di tes Kelainan : Ageusia
: hilangnya daya pengecapan Hipogeusia : berkurangnya pengecapan
Pargeusia : respon klien berbeda dengan rasa yang di tes Hemigeusia
: gangguan pengecapan dari separuh lidah7. Tes PenciumanIndera
penghidu atau pembau yang merupakan fungsisaraf olfaktorius (N.I),
sangat erat hubungannya dengan indera pengecap yang dilakukan
olehsaraf trigeminus (N.V), karena seringkali kedua sensoris ini
bekerja bersama-sama. Reseptor organ penghidu terdapat di regio
olfaktorius dihidung bagian sepetiga atas. Serabut saraf
olfaktorius berjalan melalui lubang-lubang pada lamina kribrosa os
etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fosa kranii anterior.
Hilangnya fungsi pembauan dan atau pengecapan dapat mengancam jiwa
penderita karena penderita tak mampu mendeteksi asap saat kebakaran
atau tidak dapat mengenali makanan yang telah basi.a. Alat dan
bahan: aroma bau-bauan seperti kopi, teh dan parfumb. Tahap
persiapan Identifikasi kebutuhan pemeriksaan penciuman pada klien
Identifikasi adanya faktor kontraindikasi Jelaskan tujuan,
procedure, waktu dan hal yang perlu diperhatikan klien Siapkan
posisi duduk pada klien. c. Prosedur pemeriksaan tes penciuman
Memberitahukan kepada klien bahwa akan dilakukan pemeriksaan
terhadap daya penciumannya. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan
tidak ada sumbatan atau kelainan pada rongga hidung
(gambar : memeriksa lubang hidung) Meminta pada klien untuk
menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung Berikan bau-bauan
yang khas (bau kopi, teh, jeruk atau parfum) melalui lubang hidung
yang terbuka
(gambar : pemeriksaan saraf olfaktorius) Minta klien untuk
menyebutkan jenis bau yang dicium Lakukan pemeriksaan yang sama
pada lubang hidung kontralateral3. Interpretasi hasil pemeriksaan
Terciumnya bau-bauan secara tepat menandakan fungsi nervus
olfaktoriuskedua sisi dalam keadaan baik. (Normal) Hilangnya
kemampuan mengenali bau-bauan (anosmia) yang bersifat unilateral
tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung merupakan salah
satu tanda yang mendukung adanya neoplasma pada lobus frontalis
cerebrum. Anosmia yang bersifat bilateral tanpda ditemukan adanya
kelainan pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang
mendukung adanya meningioma pada cekungan olfaktrorius pada
cerebrum. Gangguan ini dapat berupa penurunan daya penciuman
(hiposmia) Keadaan hiperosmia, terjadi peningkatan kepekaan
penciuman. Parosmia yaitu pengenalan yang salah dari bau Kakosmia
yaitu persepsi yang abnormal dari bau yang tidak menyenangkan
(dengan atau tanpa substrat yang sebenarnya menjadi berbau).
Halusinasi olfaktorik merupakan persepsi bau yang palsu. Umumnya
halusinasi bau berupa bau busuk dan harum (bunga).
DAFTAR PUSTAKAAnonim. diambil dari :
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34540/7/Cover.pdf)
diakses tanggal 31 0ktober 2014Anonim. diambil dari
:(http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_215Patofi%20siologi%20dan%20Diagnosis%20Buta%20Warna.pdf
) diakses pada tanggal 31 Oktober 2014Anonim. diambil dari
:(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=7570&val=545&title)
diakses tanggal 31 0ktober 2014DeGowin RL, Donald D Brown. 2000.
Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA.Guyton, A.C, & Hall,
J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Jakarta:
EGC.Ilyas S. 2008. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata
sertaKelainan Pada Pemeriksaan Mata. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit FK-UI. hal 14-54Lumbantobing S,M. 2000.
Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. JakartaMirawati, Diah Kurnia., Widjojo, Sutejo.,
Suroto., Sudomo, Agus., dkk. Buku Pedoman Keterampilan Klinis
Pemeriksaan Neurologi. Surakarta : Bagian Ilmu Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.Muttaqin, Arif. 2008. Buku
Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika. Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf
Satyanegara Edisi IV. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama