Top Banner
STATUS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A.M Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 18 tahun Pendidikan : Pelajar Agama : Islam Alamat : Gunung Sahari, Jakarta utara Tanggal masuk RS : 4 April 2015 Tanggal Pengkajian : 6 April 2015 B. STATUS PASIEN 1. Anamnesis Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis a. Keluhan Utama : Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas b. Keluhan Tambahan : Luka Lecet di lutut kanan dan siku kanan, pingsan, muntah, pusing. c. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke instalasi gawat darurat dibawa kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan terjadi pada malam hari sekitar pukul 23.00 bersama temannya mengendarai sepeda motor. Pasien saat itu mengendarai motor bersama 2
39

CKR

Jan 26, 2016

Download

Documents

Hani Hanifah

l
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CKR

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. A.M

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Umur : 18 tahun

• Pendidikan : Pelajar

• Agama : Islam

• Alamat : Gunung Sahari, Jakarta utara

• Tanggal masuk RS : 4 April 2015

• Tanggal Pengkajian : 6 April 2015

B. STATUS PASIEN

1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis

a. Keluhan Utama :

Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas

b. Keluhan Tambahan :

Luka Lecet di lutut kanan dan siku kanan, pingsan, muntah, pusing.

c. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke instalasi gawat darurat dibawa kecelakaan lalu lintas.

Kecelakaan terjadi pada malam hari sekitar pukul 23.00 bersama temannya

mengendarai sepeda motor. Pasien saat itu mengendarai motor bersama 2 orang

temannya dan tidak menggunakan helm dengan kecepatan sedang. Pasien tidak

ingat dengan kejadian sebelum kecelakaan. Setelah kecelakaan pasien langsung

pingsan ± 30 menit. Pasien baru tersadar setelah sampai di UGD. Pasien mengeluh

pusing, muntah darah, keluar darah dari hidung, dan penglihatan ganda. Terdapat

luka robek pada telapak tangan, dan bengkak pada kedua mata. Keluar cairan dari

hidung dan gangguan pendengaran disangkal.

Semua anggota badan masih dapat digerakkan. Kelemahan anggota gerak

disangkal. Pasien juga menyangkal tidak mengantuk, meminum alkohol atau

meminum obat-obat yang membuat mengantuk sebelum kecelakaan terjadi.

2

Page 2: CKR

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku sebelumnya belum pernah mengalami. Riwayat alergi obat (-),

Riwayat hipertensi (-), Riwayat kejang (-) Riwayat diabetes melitus (-), Riwayat

asma (-), Riwayat sakit jantung (-), Riwayat sakit ginjal atau hati (-).

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat hipertensi (-), Riwayat diabetes mellitus (-), Riwayat stroke (-), Riwayat

epilepsi (-).

f. Riwayat Pola Hidup dan Kebiasaan

Pasien merokok ± 1 bungkus; minum alkohol dan penggunaan narkoba disangkal.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis GCS= E4M6V5=15

Kooperasi  : Kooperatif

Sikap : Berbaring aktif

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x / menit, isi cukup, irama reguler.

Suhu Badan : 36,70 C

Pernafasan : 20 x / menit,

b. Keadaan lokal

- Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-), Vulnus laceratum (-).

- Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera -/-, hematoma kacamata (Brill

hematom) -/-, hematom palpebra +/+, oedem palpebra -/-

- Telinga : hematoma retroaurikuler (Battle’s sign) -/-, perdarahan -/-,

otorea-/-

- Hidung : vulnus excoriasi regio nasalis -/-, deviasi septum -/-, perdarahan

+/+, rhinorea -/-

- Mulut : mukosa oral basah, vulnus excoriasi regio oralis -/-

3

Page 3: CKR

- Gigi : Caries (-), missing (-)

- Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba massa,

pembesaran KGB (-)

- Thorax

Pemeriksaan jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial dari

lineamidklavikularis sinistra

Perkusi : batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dextra,

batas jantung kiri pada ICSV 2 jari lateral linea midklavikula

sinistra,

Auskultasi : BJ 1 BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksan paru

Inspeksi : simetris, bentuk normal

Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri normal,

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Auskultasi :  BU (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas :

Superior Inferior

Vulnus laseratum +/- post hecting

diperban

Vulnus excoriatum+/-

Edema -/- Edema -/-

Sianosis -/- Sianosis -/-

Capillary Refill Time <2 dtk CRT <2 dtk

3. Pemeriksaan Neurologis

a. Tanda Rangsang Meningeal

Kaku Kuduk : -

4

Page 4: CKR

Brudzinski I : -

Brudzinski II : -                     

    Kanan                   Kiri

Laseque :  > 70° >70˚

Kernig : > 135° >135˚

Peningkatan tekanan intrakranial

o Penurunan kesadaran (-)

o Pupil anisokor (-)

o Muntah proyekti (-)

o Sakit kepala hebat (-)

b. N. Kranialis

N.I : Normosmia +/+

N.II :

Visus : dengan menghitung jari, normal (keterbatasan

ruangan)

Lapang pandang : Normal

Funduskopi : tidak dilakukan

N.III; N.IV; N.VI

Pergerakan bola mata : +/+

Eksoftalmus : -/-

Nistagmus : -/-

Ptosis : -/-

Pupil

o Bentuk : Bulat / bulat

o Diameter : 3 mm / 3 mm

o Refleks cahaya langsung : +/+

o Refleks cahaya tidak langsung : +/+

N.V

5

Page 5: CKR

Cabang motorik

o Membuka mulut : Baik

o Menggerakkan rahang : Baik

o Jaw refleks : Baik

Cabang sensorik oftalmikus : Baik/Baik

Cabang sensorik maksilaris : Baik/Baik

Cabang sensorik mandibularis : Baik/Baik

N.VII

Kerut Kening +/ +, Menutup Mata +/+, Menyeringai +/+

Pengecapan lidah

o Manis : Baik

o Asin : Baik

o Asam : Baik

o Pahit : Baik

N.VIII

Vestibular

Vertigo :  Negatif

Nistagmus :  -/-

Cochlear

       Test Rinne : Tidak dilakukan

Webber : Tidak dilakukan

Schwabach : Tidak dilakukan

N.IX ; N.X

Motorik : Baik/baik

Sensorik : Baik/baik

N.XI

Mengangkat bahu : Baik/baik

Menoleh :  Baik/baik

6

Page 6: CKR

N.XII

Pergerakan lidah : Lidah di tengah

Atrofi : -

Fasikulasi : dextra

Tremor : -

c. Sistem motorik tubuh

Trofi : eutrofi

Tonus Otot : normal

Kekuatan Otot : 5 5

5 5

d. Gerakan involunter

Tremor : -/-

Chorea : -/-

Atetose : -/-

Miokloni : -/-

Tics : -/-

e. Tes sensibilitas

Eksteroseptif : Dalam Batas Normal

Propioseptif : Dalam Batas Normal

f. Fungsi otonom

Miksi : Inkontinensia (-)

Defekasi : Inkontinensia (-)

Sekresi keringat : Baik

g. Refleks

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biceps : (+) (+)

Triceps : (+) (+)

APR : (+) (+)

KPR : (+) (+)

7

Page 7: CKR

Refleks Patologis

Babinski : (-) (-)

Oppenheim : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Schaefer : (-) (-)

Hoffman-Tromner : (-) (-)

h. Fungsi Luhur

Ingatan Lama : baik

Ingatan Baru : lupa dengan kejadian sebelum kecelakaan

Orientasi : baik

Afasia : -

Agnosia : -

Disgrafia : -

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi    

Hemoglobin 14,4 11,7 – 15,5 g/dl

Hematokrit 42 35 – 47%

Leukosit 32,75 ↑ 3,6 – 11,0 rb/ul

Trombosit 242 154 – 366 rb/ul

Eritrosit 4,92 3,80 – 5,20 jt/ul

Kimia Klinik    

Glukosa Darah Sewaktu 149 70-200 mg/dL

AST 126 10-31 U/L

ALT 76 9-36 U/L

5. Resume

Pasien datang ke instalasi gawat darurat karena mengalami kecelakaan lalu

lintas. Kecelakaan terjadi pada malam hari sekitar pukul 23.00 saat sedang

8

Page 8: CKR

mengendarai sepeda motor dan tidak menggunakan helm dengan kecepatan sedang.

Setelah kecelakaan pasien langsung pingsan ± 1 jam. Pasien baru tersadar setelah

sampai di UGD. Pasien tidak ingat dengan kejadian sebelum kecelakaan. Pasien

mengeluh pusing, muntah darah, keluar darah dari hidung, dan penglihatan ganda.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, GCS 15,

Vulnus laceratum, hematom palpebra +/+. Pada hasil lab didapatkan leukosit 32,75

µ/ul

6. Diagnosis Kerja

Diagnosa klinis

• Pingsan ± 1 jam, amnesia retrograde, vomitus, rhinorea, sakit kepala.

• Vulnus laceratum dorsum manus sinistra, Hematoma palpebra, bengkak pada os

zygomaticum

Diagnosa topis : Lesi intracranial difus

Diagnosa etiologi : Cedera kepala ringan

Diagnosa patologis : Kontusio serebri

7. Penatalaksanaan

Non-medikamentosa

ABC

Posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300

Perawatan luka

Medikamentosa

- IVFD RL 16 tetes/menit - Nonflamin 3 x 1

- Ranitidine 2 x 1 - Ceftriaxone 1x 2 gr

- Citicoline 2 x 500 - Remopain 2 x 1

- Narfoz 4 mg 2 x 1

10. Prognosa

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia

Ad sanationam : ad bonam

9

Page 9: CKR

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Cedera kepala adalah cedera yang

mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi

secara langsung maupun tidak langsung.

Tulang tengkorak yang tebal dan keras

membantu melindungi otak. Tetapi meskipun

memiliki helm alami, otak sangat peka

terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa

terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.

ETIOLOGI

Penyebab terbanyak trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas dimana lebih dari

setengah kasus terjadi lebih sering pada daerah perkotaan. Penyebab lainnya adalah jatuh dari

tempat tinggi, korban kekerasan, trauma akibat olahraga, dan trauma penetrasi. Trauma

kepala dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada

perempuan, dan lebih sering terjadi pada umur kurang dari 35 tahun.

PATOFISIOLOGI

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer

dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung

dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras

maupun oleh proses akselarasi deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala

dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya

benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang

berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-

deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi

trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi

semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.

10

Page 10: CKR

Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak

pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang

timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,

kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan

neurokimiawi.

Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,

pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada

jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan

penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan

massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan

tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam

tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa

terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini

disebut herniasi.

Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di

dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat

fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera

kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia

lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah),

sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi

klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan morfologinya.

11

Page 11: CKR

1. Mekanisme

Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan terbuka. Istilah

cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan

pukulan, dan cedera kepala terbuka sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka

tusuk.

a. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi

duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur

longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen

jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru

dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).

Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak

tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto

rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu

mendiagnosa adalah :

a. Battle sign (warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )

b. Hemotipanum (perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung )

d. Rhinorrhoe (liquor keluar dari hidung)

e. Otorrhoe (liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

b. Trauma kepala tertutup

Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri.

Pada komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA.

Pada kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio

serebri berarti kerusakan otak disertai robekan duramater.

Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi,

deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara

tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang

tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan

goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau

dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi

benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak

12

Page 12: CKR

lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang

mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi

(penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di

atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.

Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat

yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang

tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang

berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah,

bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu,

kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab

utama terjadinya countrecoup, akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam

tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang

seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis,

frontalis dan oksipitalis.

Komusio serebri

Trauma kapitis yang tampaknya berat atau ringan biasanya hanya

mengakibatkan pingsan sejenak, dengan atau tanpa amnesia retrograde. Tanda-

tanda kelainan neurologic apapun tidak terdapat pada penderita yang

bersangkutan. Diagnosis digunakan untuk kasus semacam itu ialah komusio

cerebri.

Komosio merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan

(kurang dari 10 menit). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan

mata dan linglung. Komosio adalah hilangnya kesadaran sekejap, setelah

terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.

Komosio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan

struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang

ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang

tengkorak.

Kontusio serebri (Memar otak)

Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya

pembuluh darah kapiler. Lesi kontusio adalah adanya akselarasi kepala, yang

seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi

yang destruktif. Akselarasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Karena itu

otak membentang batang otak terlampau kuat, sehingga menimbulkan blokade

13

Page 13: CKR

reversibel terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blokade tersebut otak

tidak mendapatkan input aferen dan karena itu kesadaran hilang selama blokade

reversible berlangsung.

Timbulnya lesi kontusio di daerah-daerah dampak (“coup”), “contercoup”,

dan “intermediet”, menimbulkan gejala defisit neurologik, yang bisa berupa

refleks babinski positif dan kelumpuhan UMN. Pada jaringan otak akan terdapat

kerusakan-kerusakan yanghemoragik pada daerah coup dan countre coup,

denganpiamater yang masih utuh pada kontusio dan robek padalaserasio serebri.

Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai

adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari

kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu

akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami

kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari

pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan

interstisial yang disebut tekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan

mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat.

Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang

mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia.

Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan

hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia

karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak

membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;

pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Gejala dari

kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,

emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung

selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu

kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan

otak lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak

yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang

diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.

Perdarahan intracranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan

tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah

14

Page 14: CKR

luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan

tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa

terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan

menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis)

lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta

menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan

menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan

jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau

batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan

kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,

gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi

kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

Hematoma epidural

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara

meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak

telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga

lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi

bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang,

tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari

sebelumnya.Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk,

kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya

tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin

dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan

darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.

Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa

saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma

subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia

lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera

tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil

pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.

Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena

tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil

15

Page 15: CKR

pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,

yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui

pembedahan.

2. Berdasarkan Beratnya

a. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)

Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya

terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan

pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.

b. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)

Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering

tanda neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi

juga drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu.

Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan

bahkan permanen.

c. Cedera kepala berat (GCS <8)

Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma.

Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu

mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran.

Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten.Tanpa memperdulikan nilai

SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :

1. Pupil anisokor

2. Pemeriksaan motor tak ekual.

3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang

terbuka.

4. Perburukan neurologik.

5. Fraktura tengkorak depressed.

3. Berdasarkan Morfologi

a. Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal

Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat,

nyeri pada pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal

dapat besar sekali hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk

16

Page 16: CKR

kepala menjadi besar tidak teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang

menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.

b. Fraktur tengkorak

Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin

tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres

atau tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan.

Garis fraktur dapat menjalar sampai basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa

melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga

di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek

meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan

meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya

fraktur basis cranii. Depresi pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan

terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah

tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak.

Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali

jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Fraktur Os Temporalis

Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasuspadatrauma

kepala tumpul. Struktur tulang-tulang temporal terletak di lateral

tengkorak.Para tulang temporal membentuk bagian dari tengah dan posterior

fossa cranial dan berkontribusi ke neurocranium atau dasar tengkorak. Untuk

melindungi otak, masing-masing tulang temporal merupakan tempat untuk

struktur penting seperti telinga tengah dan apparatus telinga interna termasuk

koklea, vestibula dan saraf vestibulocochlear (kranial VIII saraf), saraf wajah

(saraf kranial VII), arterikarotis internal dan Vein jugularis. Trauma pada

tulang temporal dapat mengakibatkan cedera masing-masing struktur.

17

Page 17: CKR

Diagnosis dugaan fraktur dapat dibuat berdasarkan tiga temuan fisik:

hemotympanum (darah diamati di belakang membran timpani),

postaurikularecchymosis atau Battle ‘s sign (memar berbentuk lengkungan

belakang aurikel), dan periorbital ecchymosis atau rakoon eyes (melingkar

memar di sekitar mata). Tanda-tanda ini bersama dengan riwayat trauma

kepala dapat mendukung diagnosis fraktur tulang temporal, bahkan dalam

ketiadaan bukti radiografi.

Fraktur linier pada kubah kranium

Fraktur linier terjadi secara sekunder terhadap kekuatan yang besar pada

permukaan yang lebar, merupakan cedera benturan yang disebabkan oleh

perubahan bentuk kepala dari sisi benturan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi adalah kejadian, sisi, arah dan tingkat fraktur.

Fraktur basis kranii

Fraktur basis kranii terjadi pada 19-21%

dari semua fraktur tulang kepala dan 4% dari

seluruh cedera kepala. Fraktur basis kranii

sering merupakan ekstensi dari fraktur kubah

kranium, dapat juga timbul dari aliran beban

pada benturan langsung pada basis kranii.

Tempat-tempat yang relatif lemah pada

basis kranii adalah sinus sfenoid, foramen magnum, hubungan temporal

dengan petrosum, sfenoid ring bagian dalam. Tempat-tempat ini mudah terjadi

fraktur. Gambaran fraktur tergantung dari kekuatan tenaga,struktur tulang dan

foramen pada basis kranii. Fraktur basis kranii dengan robek dura sangat

18

Page 18: CKR

mudah terjadi infeksi atau dapat juga terjadi fistula pada duramater yang

ditandati dengan bocornya LCS berupa rinorre dan ottorea.

Fraktur basis kranii juga berhubungan dengan cedera saraf otak dan

pembuluh darah, karena dapat terjadi terpotongnya saraf otak atau pembuluh

darah oleh fragmen fraktur atau strangulasi.

Fraktur depressed

Fraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir pada

satu tempat di kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi

pada daerah sempit, tulang terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur

depressed. Keadaaan tersebut tergantung dari besarnya benturan dan

kelenturan tulang kepala.

Cedera Aksonal Difusa

Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang

terjadi pada otak sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan

yang membentuknya. Pada saat terjadinya trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut

bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini

menunjukkan adanya penarikan neuron akibat perbedaan waktu pergeseran yang bias

menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit. Akibatnya cairan dan

ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan, yang nantinya akan

menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal akan

terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal.

19

Page 19: CKR

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

A. Anamnesis

1. Keluhan utama, dapat berupa : Penurunan kesadaran, Nyeri kepala

2. Anamnesis tambahan :

Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset)

Bagaimana mekanisme terjadinya trauma, bagian tubuh yang terkena dan tingkat

keparahannya ?

Apakah ada pingsan ?

Apakah pernah sadar setelah pingsan ?

Apakah ada nyeri kepala, kejang, mual dan muntah ?

Apakah ada perdarahan dari telinga, hidung dan mulut ?

Riwayat AMPLE : Allergy, Medication (sebelumnya), Past Illness (penyakit

penyerta), Last Meal, Event/Environment yang berhubungan dengan kejadian

trauma

3. Komplikasi / Penyulit

Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)

Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi Lucid interval)

Ada sesak nafas, batuk-batuk

Muntah atau tidak

Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut

Adanya kejang atau tidak

Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta)

Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya

Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)

Pertolongan pertama (apakah sebelum masuk rumah sakit penderita sudah

mendapat penanganan). Penanganan di tempat kejadian penting untuk menentukan

penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Primary Survey

Airway, dengan kontrol servikal:

Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya

obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,

20

Page 20: CKR

fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.

Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara – jalan nafas bebas.

Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur -

ada obstruksi parsial.

Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.

- Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan

tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara.

- Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau

rotasi pada leher.

- Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan

multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher,

sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan.

Breathing, dengan ventilasi yang adekuat

Pada inspeksi, baju harus dikendorkan untuk melihat ekspansi pernafasan dan

jumlah pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan

kanan.

Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga

pleura.

Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-paru.

Circulation, dengan kontrol perdarahan

a. Volume darah

Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolemik sampai terbukti

sebaliknya.

Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat

mengakibatkan penurunan kesadaran.

Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan

ekstremitas, jarang dalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan

dan ekstremitas yang dingin merupakan tanda hipovolemik.

Nadi

o Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama

o Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemia

21

Page 21: CKR

o Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik

o Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia

o Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda

diperlukan resusitasi segera.

b. Perdarahan

Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara

penekanan pada luka.

Disability

Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat

kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.

Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU

A : sadar (Alert)

V : respon terhadap suara (Verbal)

P : respon terhadap nyeri (Pain)

U : tidak berespon (Unresponsive)

Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat

memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada

primary survey, GCS dapat diiakukan pada secondary survey.

Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :

A. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)

o Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif)

o Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)

o Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

o Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing

o Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepala

o Tidak ada kriteria cedera sedang-berat.

B. Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang)

o Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

o Konklusi

o Muntah

o Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)

22

Page 22: CKR

o Kejang.

C. Cedara kepala berat (kelompok risiko berat)

o Skor GCS 3-8 (koma)

o Penurunan derajat kesadaran secara progresif

o Tanda neurologis fokal

o Cedera kepata penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

Penurunan kesadaran dapat terjadi karena berkurangnya perfusi ke otak

atau trauma langsung ke otak. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu

tingkat kesadaran penderita. Jika hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan,

maka trauma kepala dapat dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran,

bukan alkohol sampai terbukti sebaliknya.

Exposure

Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi

terhadap jejas dan luka.

2. Secondary Survey

Pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk reevaluasi

tanda vital.Cari adanya tanda-tanda:

Racoon eyes sign (echimosis periorbital)

Battle’s Sign (echimosis retroaorikuler)

Rhinorrhea, Otorhea (tanda kebocoran LCS)

Segera setelah status kardiovaskular penderita stabil, dilakukan pemeriksaan

naeurologis lengkap.

Tingkat kesadaran dengan GCS

Pupil : dinilai isokor atau anisokor, diameter pupil, reaksi cahaya.

Motorik : dicari apakah ada parese atau tidak

Interpretasi pemeriksaan pupil pada penderita cedera kepala

Ukuran Pupil Reaksi Cahaya Interpretasi

Dilatasi unilateral Lambat atau (-) Paresis N III akibat kompresi

sekunder herniasi tentorial

Dilatasi bilateral Lambat atau (-) Perfusi otak tidak cukup, parese

N III bilateral

23

Page 23: CKR

Dilatasi unilateral

(equal)

Reaksi menyilang

(Marcus-Gunn)

Cedera N. Optikus

Konstriksi Bilatral Sulit dilihat Obta atau opiat, enchepalopati

metabolik, lesi pons

Konstriksi unilateral Positif Cedera saraf simpatik

C. Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos cranium ( scadel )

Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera

kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.

2. Pemeriksaan CT-Scan

CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan

sampai berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami penurunan

kesadaran dan terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk

melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya

perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau

terhadap perkembangan perdarahan pada otak.

PENATALAKSANAAN

A. Cedera Kepala Ringan (Gcs 14-15)

Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan sembuh tanpa penanganan berarti.

Tetapi, sekitar 3% mengalami komplikasi yang tidak terduga, mengakibatkan disfungsi

neuroligik berat jika penurunan status mental terlambat dideteksi.

1. Airway

Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.

2. Breathing

Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang oksigen.

3. Circulation

Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang

infuse. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan

tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.

4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien,

perhatikankemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika

ada luka robek, bersihkan lalu di jahit.

24

Page 24: CKR

5. Foto rontgen tengkorak.Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.

6. CTscan kepala.

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien –

pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.

7. Observasi

Jika pasien asimtomatik, sadar penuh, normal secara neurologis, maka pasien diamati

selama beberapa jam, diperiksa ulang, dan jika masih normal, akan dipulangkan.

B. Cedera Kepala Sedang (Gcs 9-13)

Sekitar 10% dari pasien cedera kepala adalah termasuk cedera kepala sedang. Pasien

masih dapat mengikuti perintah sederhana tetapi pasien biasanya bingung dan somnolen

dan mungkin terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sekitar 10-20% dari

pasien ini mengalami penurunan kesadaran hingga koma.

Semua pasien ini memerlukan observasi di ruang ICU atau unit serupa yang

memudahkan observasi dan evaluasi neurologis ketat untuk 12 hingga 24 jam pertama.

CT scan untuk follow up dalam 12-24 jam dianjurkan jika hasil CT scan awal abnormal

atau jika terjadi penurunan pada status neurologis pasien.

25

Page 25: CKR

C. Cedera Kepala Berat (Gcs 3-8)

Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala ringan.

Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan di

bagian tubuh lainnya.

Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil, respon

motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ).

Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.

Rawat selama 7 – 10 hari.

Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.

Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.

Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

26

Page 26: CKR

D. Tatalaksana Fraktur Os Temporal

Intervensi pada fraktur temporalis diperlukan dalam dua situasi pada trauma tulang

temporal. Herniasi (encephalocele) ke dalam telinga tengah, mastoid, ataumeatus akustik

eksternal membutuhkan stabilisasi neurologis dan medis segera, dan CT scan untuk

menentukan kemungkinan koreksi dengan pembedahan dan yang kedua adalah

pendarahan masiv dari laserasi arteri karotis intra temporal namun merupakan komplikasi

yang jarang pada trauma temporal. trauma tulang temporal. Oklusi balon dengan

intervensi radiologi umumnya lebih cepat daripada ligasi bedah dan perbaikan dalam

situasi ini.

Riwayat fraktur tulang temporal berkaitan erat dengan evaluasi awal fungsi saraf

kranial. Pasien dengan fungsi saraf wajah yang baik umumnya dapat tanpa operasi,

meskipun onset kelumpuhan yang lambat dapat terjadi. Manajemen operasi ditentukan

jika fungsi saraf wajah memiliki prognosis buruk melalui hasil pengujian atau jika ada

bukti gangguan yang berat melalui CT scan.

PROGNOSIS

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami

penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya

kerusakan otak yang terjadi. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak

untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa

pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah

dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8

tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa. Penderita cedera kepala berat

kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah

terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka

biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.

27

Page 27: CKR

DAFTAR PUSTAKA

Alpen Patel, and Eli Groppo. Management of Temporal Bone Trauma. Department

of Otolaryngology–Head and Neck Surgery,Towson Medical Center,

Lutherville, Maryland; Department of Otolaryngology–Head and Neck

Surgery, University of California San Francisco. 2010.

Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:

http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 17 November 2014

David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 17

Novovember 2014

Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:

http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 17

November 2014

Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.

Jakarta : 2009

28