LAPORAN PBL
CIDERA KEPALA BERAT
KELOMPOK 2
1. Ida Faridha
11. Kartika Indah I
2. Iis Dewantari
12. Kurniawan Dwi C
3. Ilawati
13. Lidhia Oktalina
4. Ilham
14. Melyana Cherynasari
5. Indah Larasati
15. Meryta Novia R
6. Indri Wulandari
16. Michelle Nova N
7. Inne Rachmadini
17. Mita Irani
8. Intan Yulianti
18. Murtyah
9. Isna Ambarwati
19. Nitha Kristanti
10. Juang
PROGRAM PENDIDIKAN DIII KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2014
CIDERA KEPALA BERAT
Tahap 1 :1. Vulnus Laseratum | robekan lapisan epidermis menuju
ketepi lapisan tengkorak paling depan2. Epidural hematom | terjadi
perdarahan3. Otorea | cairan yang keluar dari telinga4. Rinorea |
cairan yang keluar dari dalam hidung5. Hallo sign| jika melihat
menjadi 2 bayangan6. Hemisfer dekstra | dua simetris yang membagi
otak besar 7. Battle sign |warna biru / echimosis dibelakang
telinga diatas tulang mastoid.8. Fraktur linier |tulang yang patah
direposisi atau di reduksi kembali ketempat semula.9. Muntah
proyektil | muntah darah10. Racoon eyes | reflek mata11. Krepitasi
| terdengar suara keretakan12. Kompresi oss temporalis dekstra
|penekanan pada tulang temporalis kanan13. Region temporal dexstra
| daerah temporalis sebelah kanan14. Papil edema | pembengkakan
pada pupil, merupakan Trias PTIKTahap 2 :
1. Berapakah GCS pada kasus tersebut ?
2. Apa tanda dan gejala ?
3. Syaraf keberapa saja yang terkena pada kasus diatas?
4. Komplikasi apa saja pada kasus diatas?
5. Penatalaksanaan dari kasus ckb?
6. Adakah resiko cidera dan bagaimana cara mengetahuinya?
7. Kenapa pada pasien ini bisa terjadi muntah proyektil?
8. Tindakan utama apa yang dilakukan pada pasien CKB?
9. Mengapa kasus diatas termasuk cidera berat?
10. Faktor resiko apa yang muncul pada kasus ckb?
11. Apakah selalu raccon eyes, otorea, dan rinorea dengan hallo
sign selalu terjadi pada ckb?12. Apa Dx.yang muncul pada kasus
tersebut?
13. Prioritas utama Dx?
14. Apakah di CKB terjadi perdarahan? Karena apa?
15. Apakah bisa terjadi kelumpuhan?
16. CKB biasanya terjadi dibagian kepala sebelah mana?
17. Apa etiologi penyebab dari CKB?
Tahap 3 :
1. E1 M1 V12. Memar, hematom, keluar darah dari telinga, fraktur
tulang tengkorak, penurunan kesadaran, edema.3. Syaraf ke 4 dan
9
4. Gagar otak, perdarahan,amnesia,gangguan fungsi otak, idiot,
perfusi jaringan.5. Medis : CT Scan, EEG, MRIKeperawatan : Airway :
membuka jalan nafas dengan meastikan da sumbatan atau tidak pada
jalan nafas
Breathing : memberikan terapi oksigen
Circulation: hentikan perdarahan6. Ada, cara mengetahui
keluarnya perdarahan baik dari hidung maupun dari telinga dan
disertai kaku leher.7. Karena terjadi PTIK
8. Hentikan perdarahan9. Karena pada CT Scan terlihat adanya
epidural hematom pada hemisfer dexstra dan terlihat fraktur
linier.
10. Nyeri kepala, gangguan pengelihatan, amnesia11. Salah
satunya iya, karena rinorea yaitu cairan yang keluar dari telinga,
jika cairan itu keluar terus menerus maka akan terjadi hipovolemik
sehingga bisa terjadi resiko CKB.12. Nyeri akut b.d Agen injuri
fisik
13. Gangguan perfusi cerebral.
14. Bisa, karena terjadi benturan didaerah epidural.15. Bisa iya
bisa tidak tergantung syaraf yang terkena.
16. Tergantung pada posisi jatuh
17. Karena terjadi benturan diepidural, terjadi goncangan,
terbentur(terjadi benturan)
Tahap 4 :Kecelakaan, Benturan aspalCidera kepala
Vulnus laseratum diregion temporal dextra
Suplai O2
perdarahan epidural
PTIK
Muntah proyektil, rinorea
Krepitasi pada temporalis
Dextra
Messenfalon tertekan
Gg.kesadaran imobilitas
Tahap 5 :1) Tujuan Umum
Untuk menegetahui konsep penyakit dan asuhan keperawatan dari
CKB2) Tujuan khusus
Menegetahui definisi dari CKB
Mengetahui anatomi fisiologi
Mengetahui etiologi
Mengetahui manifestasi klinis Mengetahui komplikasi
Mengetahui penatalaksanaan Mengetahui diagnosa
Mengetahui intervensiANALISA DATA
TanggalData FokusProblemEtiologiTtd
11-02-2014DS :
Keluarga pasien mengatakan kecelakaan, pasien terpental dan
terseret bagian kepala terbentur aspal
DO :
Pasien tidak sadarkan diri,
pasien tidak membuka mata saat dirangsang nyeri tidak ada respon
muntah proyektil, adanya battle sign, raccoon eyes, papil edema,
adanya otorea dan rinorea hasil CT scan adanya epidural hematom
dengan pemeriksaan tanda-tanda vital :
TD : 120/70 mmHg, RR : 18x/menit,
HR : 96x/menit, S :36,50C Gangguan perfusi jaringan
cerebralPenurunan perfusi sistemikKel.2
11-02-2014DS : DO : Rinorhea
TTV :
TD : 120/70mmHg
RR : 18x/menit
HR : 96x/menit
S : 36,50C
Bersihan jalan nafas tidak efektifObstruksi jalan nafas
(rinorhea)Kel. 2
11-02-2014DS :-
DO : terdapat vulnus laserasi sepanjang 3cm pada region temporal
dextra, adanya battle sign, raccoon eyes, hallo sign dengan
pemeriksaan tanda-tanda vital :
TD : 120/70 mmHg, RR : 18x/menit, HR : 96x/menit, S :36,50C dan
teraba krepitasi pada temporalis dextraGangguan integritas
kulitFaktor mekanik ( vulnus laserasi)Kel. 2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
penurunan perfusi sistemik
2. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kurangnya
suplai O2 ke otak
3. Gangguan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor
mekanik ( adanya vulnus laserasi)
INTERVENSI
TanggalNo. DXTujuan dan KHIntervensiRasionalTtd
1Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit di
harapkan gangguan perfusi jaringan cerebral dapat teratasi dengan
KH :
1. Kesadaran pasien membaik
2. Perdarahan pada epidural dapat berhenti1. Pantau keadaan
kesadaran pasien dengan GCS
2. Hindari peningkatan tekanan intrakrania dengan cegah batuk,
muntah
3. Pertahankan intake dan output
4. Kolaborasi dokter pemberian diuritik Menentukan kemampuan
berespon terhadap stimulus dan menentukan pemulihan tingkata
kesadaran
Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakrania
Agar asupan nutrisi pada pasien dapat terpenuhi dan
tercukupi
Dapat membantu menurunkan tekanan intra krania Kel. 2
2Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit di
harapkan masalah bersihan jalan nafas dapat teratasi dengan KH
:
1. GCS meningkat2. Saat di beri rangsang nyeri pasien bisa
menunjukkan bagian yang di beri rangsangan
1. Kaji keadaan jalan nafas2. Evaluasi pergerakan dada dan
auskultasi suara nafas pada kedua paru3. Catat adanya batuk,
bertambahnya sesak nafas4. Berikan obat obatan yang sesuai indikasi
(bronkodilator)1. Obstruksi disebabkan oleh akumulasi cairan,
perdarahan bronkospasme atau posisi dari endotrakeal
2. Pergerakan dada yang simetris dengan suara nafas yang keluar
dari paru paru yang menandakan jalan nafas yang tidak terganggu
3. Selama intubasi, klien mengalami reflek batuk yang tidak
efektif atau klien mengalami otot otot pernafasan untuk batuk semua
klien tergantung dari alternative yang dilakukan
4. Mengatur ventilasi karena relaksasi bronkospasmeKel.2
3Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 30 menit
diharapkan vulnus laserasi dapat teratasi dengan KH :
1. Vulnus laserasi diheting dengan bersih dan benar 2. Battle
sign tidak ada
3. Raccon eyes tidak ada4. Vulus laserasi kering dan bekas luka
tidak ada 1. Kaji fungsi motorik dan sirkulasi perifer2. Kaji kulit
paien setiap 8 jam
3. Ganti posisi setiap 2 jam4. Pertahankan kebersihan dan
kelembaban pasien5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
pada luka Untuk menetapkan kemungkinan untuk terjadinya lecet pada
kulit Mengetahui kelembaban kulit pasien
Untuk menghindari terjadinya dekubitus
Keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit
Mempercepat penyembuhan luka pasienKel. 2
CIDERA KEPALA BERATA. Konsep 1. Definisi
Trauma / cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah
kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury
baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi
& Rita Yuliani, 2001).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk
,2000)
2. Anatomi fisiologi
Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi
otak,tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap
berbagai jenis cedera.Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat
luka yang menembus tengkorak.berbagai cedera bisa disebabkan oleh
percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau
karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur
objek yang tidak bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik
benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di
sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf,
perdarahan atau pembengkakan hebat.
Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki
efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam
tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka
peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak.
Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung
mendorong otak ke bawah. otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam
lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini
disebut herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil
dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum)
ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena
batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan
pernafasan).
MeningesMeninges adalah selubung jaringan ikat non sarafi yang
membungkus otak dan medulla spinalis yang barisi liquor
cerebrospinal dan berfungsi sebagai schock absorber. Meninges
terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater,
arachnoidea dan piamater.
a. Duramater
Merupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater
pembungkus medulla spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan
duramater otak terdiri atas dua lembar yaitu lamina endostealis
yang merupakan jaringan ikat fibrosa cranium, dan lamina
meningealis. Membentuk lipatan / duplikatur dibeberapa tempat,
yaitu dilinea mediana diantara kedua hehemispherium cerebri disebut
falx cerebri , berbentuk segitiga yang merupakan lanjutan kekaudal
dari falx cerebri disebut Falx cerebelli, berbentuk tenda yang
merupakan atap dari fossa cranii posterior memisahkan cerebrum
dengan cerebellum disebut tentorium cerebelli, dan lembaran yang
menutupi sella tursica merupakan pembungkus hipophysis disebut
diafragma sellae. Diantara dua lembar duramater, dibeberapa tempat
membentuk ruangan disebut sinus ( venosus ) duramatris.Sinus
duramatis menerima aliran dari vv. Cerebri, vv. Diploicae, dan vv.
Emissari. Ada dua macam sinus duramatis yang tunggal dan yang
berpasangan. Sinus duramater yang tunggal adalah : sinus sagitalis
superior, sinus sagitalis inferior, sinus rectus, dan sinus
occipitalis. Sinus sagitalis superior menerima darah dari vv.
Cerebri,vv. Diploicae, dan vv. Emissari.Sinus sagitalis inferior
menerima darah dari facies medialis otak. Sinus rectus terletak
diantara falx cerebri dan tentorium cerebelli, merupakan lanjutan
dari v. cerebri magna, dengan sinus sagitalis superior membentuk
confluens sinuum. Sinus occipitalis mulai dari foramen magnum,
bergabung dengan confluens sinuum.
Sinus duramater yang berpasangan yaitu sinus tranversus, sinus
cavernosus, sinus sigmoideus dan sinus petrosus superior dan
inferior. Sinus tranversus menerima darah dari sinus sagitalis
superior dan sinus rectus, kemudian mengalir ke v. jugularis
interna. Sinus sigmoideus merupakan lanjutan sinus tranversus
berbentuk huruf S. Sinus petrosus superior dan inferior menerima
darah dari sinus cavernosus dan mengalirkan masing masing ke sinus
traaanversus dan v. jugularis interna.b. Aracnoidea
Membran halus disebelah dalam duramater, tidak masuk kedalam
sulcus / fissura kecuali fissura longitudinalis. Dari aracnoidea
banyak muncul trabecula halus menuju kepiamater membentuk bangunan
seperti sarang laba laba.Diantara aracnoidea dan piamater terdapat
ruang spatium subaracnoidale, yang dibeberapa tempat melebar
membentuk cisterna. Sedangkan celah sempit diantara duramater dan
aracnoidea disebut spatium subdurale, celah sempit diluar duramater
disebut spatium epidurale.Dari aracnoidea juga muncul jonjot jonjot
yang mengadakan invaginasi ke duramater disebut granulasio
aracnoidales terutama didaerah sinus sagitalis yang berfungsi klep
satu arah memungkinkan lalunya bahan bahan dari LCS ke sinus
venosus.
c. PiamaterPiamater melekat erat pada otak dan medulla spinalis,
mengikuti setiap lekukan, mengandung vasa kecil. Ditempat tertentu
bersama dengan ependyma membentuk tela choroidea. Piamater berperan
sebagai barrier terhadap masuknya senyawa yang membahayakan.
3. Etiologi
1) Trauma oleh benda tajamMenyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal2) Trauma oleh benda tumpul menyebabkan
kerusakan substansi otak 3) Kerusakan terjadi ketika
energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap lapisan
pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak4) Kecelakaan lalu
lintas
5) Kecelakaan kerja
6) Trauma pada olah raga
7) Kejatuhan benda keras8) Luka tembak
4. Patofisiologi
Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus
tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak
yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan
mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak
bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada
sisi yang berlawanan.
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di
sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf,
perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan
penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan
oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak
dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau
menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak,
maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas
bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan
batang otak, keadaan ini disebut herniasi. Sejenis herniasi serupa
bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar
tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini
bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital
(denyut jantung dan pernafasan).
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel
saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak
boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia
atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac
output. Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup
aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem
paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh
darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan
parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.5. Pathway
Sumber : Smeltzer, 2001Kecelakaan lalu lintas
Trauma kepala
Trauma pada trauma kepala
jaringan lunak
cidera jaringan otak
robekan (distorsi)hematoma
rusaknya jaringan/
pembuluh darah
luka terbuka
perdarahan jaringan sekitar tertekan
permeabilitas kapiler
suplai darah PTIK
vasodilatasi arterial
iskemia
edema otak
hipoksia
penekanan vaskuler
Nekrosis
Kematian
Rangsangan aktivitas kemerangsang anferior hipofisis
hipoksia
hipotalamus
mengeluarkan kontukusteroid
hipotalamus terfiksasiHCL meningkat
produksi ADH & aldosteronemual, muntah, anoreksiahallo
sign
retensi Na + H2 O
6. Manifestasi klinisManifestasi klinik dari cedera kepala
tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
1) Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling
sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma
Scale)
2) Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti :
a. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil
edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus;
muntah seringkali proyektil
b. Penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah,
hemiparesa.
c. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat
kemudian dangkal, irreguler,
d. Penurunan nadi, peningkatan suhu.
e. Kebingunganf. Pucatg. Mual dan muntahh. Pusing kepalai.
Terdapat hematomaj. Kecemasank. Bila fraktur, mungkin adanya ciran
serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga
(otorrhea) bila fraktur tulang temporal.Akibat dari trauma otak ini
akan bergantung :1. Kekuatan benturanMakin besar kekuatan makin
parah kerusakan, bila kekautan itu diteruskan pada substansi otak,
maka akan terjadi kerusakan sepanjang jalan yang dilewati karena
jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.2. Akselerasi dan
deselerasiAkselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang
diam.Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam. Keduanya
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba
tiba tanpa kontak langsung. Kekuatan ini menyebabkan isi dalam
tengkorak yang keras bergerak dan otak akan membentur permukaan
dalam tengkorak pada otak yang berlawanan.3. Kup dan kontra
kupCedera cup mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat
daerah yang terbentur, sedangkan kerusakan cedera kontra cup
berlawanan pada sisi desakan benturan.4. Lokasi benturanBagian otak
yang paling besar kemungkinannya menderita cedera kepala terbesar
adalah bagian anterior dari lobus frantalis dan temporalis, bagian
posterior lobus aksipitalis dan bagian atas mesensefalon.5.
Rotasi
Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batang otak.6. Fractur
impresiFractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong
fragmen tentang turun menekan otak yang lebih dalam ketebalan
tulang otak itu sendiri, akibat fraktur ini dapat menimbulkan
kontak cairan serebraspimal (CSS) dalam ruang sobarachnoid dalam
sinus kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS) akan mengalir ke
hidung, telinga, menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi
cairan spinal.7. Pemeriksaan diagnostik1. CT Scan: tanpa/dengan
kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.Indikasi CT Scan adalah :
a. Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat obatan analgesia/anti muntah.
b. Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna
terdapat lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
c. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor
ekstracranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat
terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll).
d. Adanya lateralisasi.
e. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai,
misal fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi
kanan.
f. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
g. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari
GCS.
h. Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).2. Angiografi
serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.3. X-Ray:
mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.Tidak semua penderita
dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena
masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi
indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus
(tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari
inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal
neurologis, Gangguan kesadaran (Bajamal A.H ,1999). Sebagai
indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala
normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan
adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral
dan oblique.4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial6. Foto cervical bila ada
tanda-tanda fraktur cervical8. Komplikasi 1) Patah tulang tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang
tengkorak.Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling
jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek
meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar
diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.
Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang
tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak.
Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan,
kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.2)
Konkusio
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan)
sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan
kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi
otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal
ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,
tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang
tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan
rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami
penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita
merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa,
depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai
beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. penderita bisa
mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.
keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.3) Gegar otak &
robekan otakGegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada
otak, yang biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke
kepala. Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang
seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang
tengkorak.Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada
konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa
ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang
diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.Jika otak membengkak,
maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;
pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.4)
Perdarahan intrakranialPerdarahan intrakranial (hematoma
intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak atau diantara
otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi
karena cedera atau stroke. Hematoma yang luas akan menekan otak,
menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan
otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas
atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial
bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah
satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan
jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan
hilang ingatan, terutama pada usia lanjut. Hematoma epidural
berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens
dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak
telah merobek arteri. darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih
tinggi sehingga lebih cepat memancar.
Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa
juga baru muncul beberapa jam kemudian. sakit kepala kadang
menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih
parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan
kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. 5)
Kerusakan pada bagian otak tertentu
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri)
biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku
seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya
bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan
beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi. 6)
Kerusakan lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan
keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau
mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah
dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis
bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh
yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis
bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik
yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi
otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata,
meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh,
lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian
penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka
menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang
terjadi akibat perilakunya. 7) Kerusakan lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari
bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah
kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini.
Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di
sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya.Kerusakan
kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada
sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa
menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian
pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah
kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan
penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya
atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya
dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).
Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu
berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya. 8)
Kerusakan lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi
menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus
temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan
mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan
pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya
ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis
sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal
dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam
mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis
sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan
kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama
yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.9.
Penatalaksanaan Secara umum :
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. Pemantauan TIK dengan ketat.
b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f. Bedah neuro
2. Tindakan pendukung lain
a. Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d. Terapi antikonvulsan
e. CPZ untuk menenangkan pasien
f. NGT
a. Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala
mengikuti standart yang telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced
Trauma Life Support) yang meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan
fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi
Airway, Breathing, Circulasi, Disability (ATLS ,1997).
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara
kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda
asing. Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah gerakan
hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi.
Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat
dirumah sakit tidak ada yang mengawasi di rumah jika di
pulangkan,Tempat tinggal jauh dengan rumah sakit oleh karena jika
terjadi masalah akan menyulitkan penderita. Pada saat penderita di
pulangkan harus di beri advice (lembaran penjelasan) apabila
terdapat gejala seperti ini harus segera ke rumah sakit misalnya :
mual muntah, sakit kepala yang menetap, terjadi penurunan
kesadaran, Penderita mengalami kejang kejang, Gelisah. Pengawasan
dirumah harus dilakukan terus menerus selama kerang lebih 2 x 24
jam dengan cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,1999)b.
Perawatan dirumah sakit
Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 15 meliputi :
Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena
dextrose cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat
menimbulkan edema serebri) Di RS Dr Soetomo surabaya digunakan D5%
salin kira kira 1500 2000 cc/24 jam untuk orang dewasa.
Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika tidak
muntah dicoba minum sedikit sedikit (pada penderita yang tetap
sadar).
Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan
bantal selama 6 jam kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian
duduk penuh dan dilatih berdiri (dapat dilakukan pada penderita
dengan GCS 15).
Jika memungkinkan dapat diberikan obat neorotropik, seperti :
Citicholine, dengan dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5
hari.
Minimal penderita MRS selama 2 X 24 jam karena komplikasi dini
dari cidera kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan
berangsur angsur berkurang sampai 48 jam pertama.
c. Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13 Posisi terlentang
kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15 30) hal
ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra kranial
turun.
Beri masker oksigen 6 8 liter/menit.
Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika
tidak ada perbaikan dapat diberikan vasopressor.
Pasang infus D5% saline 1500 2000 cc/24 jam atau 25 30
CC/KgBB/24jam.
Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan
memerlukan perawatan yang lebih lama maka hendaknya dipasang
maagslang ukuran kecil (12 Fr) untuk memberikan makanan yang
dimulai pada hari I dihubungkan dengan 500 cc Dextrose 5%. Gunanya
pemberian sedini mungkin adalah untuk menghindari atrophi villi
usus, menetralisasikan asam lambung yang biasanya pH nya sangat
tinggi (stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan
sehingga tidak terjadi metabolisme yang negatip, pemberian makanan
melalui pipa lambung ini akan ditingkatkan secara perlahan lahan
sampai didapatkan volume 2000 cc/24 jam dengan kalori 2000 Kkal.
Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral lebih cepat pada
penderita tidak sadar antara lain mengurangi translokasi kuman di
dinding usus halus dan usus besar, Mencegah normal flora usus masuk
kedalam system portal.
Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari
terjadinya statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan
miring kekiri dan kanan setiap 2 jam.
Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak
boleh langsung diberikan obat penenang seperti diazepam karena
dapat menyebabkan masking efek terhadap kesadarannya dan terjadinya
depresi pernapasan. Pada penderita gelisah dapat terjadi karena
nyeri oleh karena fraktur, Kandung seni yang penuh, Tempat tidur
yang kotor, Penderita mulai sadar, Penurunan kesadaran, Shock,
Febris.
d. Penanganan pasien Di Unit Perawatan Intensif
(UPI/ICU)Kelompok ini terdiri dari penderita yang tidak mampu
mengikuti perintah sederhana bahkan setelah stabilisasi
kardiopulmonal. Walau definisi tersebut memasukan cedera otak dalam
spektrum yang luas, ia mengidentifikasikan kelompok dari penderita
yang berada pada risiko maksimal atas morbiditas dan mortalitas.
Pendekatan 'tunggu dan lihat' sangat mencelakakan dan diagnosis
serta tindakan tepat adalah paling penting.
Pengelolaan pasien dibagi 4 tingkatan:(1) stabilisasi
kardiopulmoner,
(2) pemeriksaan umum,
(3) pemeriksaan neurologis,
(4) prosedur diagnostik
1. Stabilisasi cardiopulmonerCedera otak sering diperburuk oleh
kerusakan sekunder. Miller melaporkan pasien dengan cedera otak
berat yang dinilai saat masuk UGD, 30% dalam hipoksemik (PO2
edema
Peningkatan suplai darah ke darah trauma
Muntah proyektil
Pusing
Papil edema
Perubahan perfusi jaringan serebral
Gangguan rasa nyaman Nyeri
Intoleransi Aktivitas
Penurunan kesadaran
Gangguan persepsi sensori
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit