-
CITRA WANITA TOKOH NISA DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
SORBAN
KARYA ABIDAH EL KHALIEQY (Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Sastra Indonesia
Oleh: Fitriani
Nim:014114059
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
-
i
CITRA WANITA TOKOH NISA DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
SORBAN
KARYA ABIDAH EL KHALIEQY (Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Sastra Indonesia
Oleh: Fitriani
Nim:014114059
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
-
ii
-
iii
-
iv
SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA: BAPAK PAHRUL ANWAR IBU SITI
JARAH KAKAK IIS SUGIANTO ADIK ISNANIAH ADIK RATNAWATI BEST
PRIEND’S:ANDIE BATAM, ECI, AYU
-
v
MOTTO DALAM KEHIDUPAN, MANUSIA TERKADANG MUDAH MENGELUH DAN
MENYERAH PADA KEADAAN. TAPI DENGAN DORONGAN ORANG-ORANG YANG KITA
CINTAI DI SEKITAR KITA, SEMANGAT KITA AKAN BANGKIT KEMBALI DAN
MERAIH KEMENANGAN. IDEAS ARE ONLY SEEDS, TO PICK THE CROPS NEEDS
PERSPIRATION. (GAGASAN-GAGASAN HANYALAH BIBIT, MENUAI HASILNYA
MEMBUTUHKAN KERINGAT). SIAPA YANG DAPAT MENAHAN MARAHNYA MAMPU
MENGALAHKAN MUSUHNYA YANG PALING BERBAHAYA.
-
vi
-
vii
-
viii
ABSTRAK Fitriani, 2001. Citra Wanita Tokoh Nisa dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. (Suatu
Pendekatan Sosiologi Sastra). Skripsi S-1. Yogyakarta: Sastra
Indonesia, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji citra
wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya
Abidah El Khalieqy. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban dan menganalisis
citra wanita tokoh Nisa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai
bahan penelaahan. Mula-mula dilakukan analisis struktural terhadap
novel Perempuan Berkalung Sorban untuk melihat kebulatan makna di
dalamnya. Hasil analisis struktural digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis gejala sosial mengenai citra wanita tokoh Nisa dalam
novel Perempuan Berkalung Sorban. Adapun metode yang digunakan
adalah (1) metode analisis untuk menganalisis unsur intrinsik novel
Perempuan Berkalung Sorban, citra wanita tokoh Nisa dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban. (2) metode klasifikasi untuk
mengelompokkan perilaku tokoh Nisa dalam aspek fisik, psikis,
keluarga, dan masyarakat. Dari hasil kajian terhadap novel
Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy ini ditemukan
bahwa citra wanita tokoh Nisa terbentuk dari citra diri wanita dan
citra sosial wanita. Citra diri wanita itu ditunjukkan oleh aspek
fisik dan aspek psikis yang tergambar melalui peristiwa Nisa hamil,
melahirkan, dan berwajah cantik. Aspek psikis tergambar melalui
perasaan dan kepribadiannya yang baik. Citra sosial wanita
ditunjukkan oleh aspek keluarga dan aspek masyarakat.Aspek keluarga
Nisa terganbar melalui tokoh Nisa sebagai ibu dari
anak-anaknya,sebagai istri, dan sebagai anggota keluarga. Aspek
masyarakat Nisa tergambar melalui tokoh Nisa yang mampu
bersosiolisasi dengan masyarakat.
-
ix
ABSTRACT
Fitriani, 2001, Female Character ‘s image , Nisa, in Perempuan
Berkalung
Sorban by Abidah El Khalieqy ( a Sociological Literature
Approach). A Script for a Strata One Degree. Yogyakarta: Indonesian
Literature, Sanata Dharma University
The research explore the image of the female character in the
novel Perempuan Berkalung Sorban, a novel by Abidah El Khalieqy.
Its purpose was to describe the intrinsic aspects of the novel in
identifying the female image of Nisa. The research made use of a
sociological literature approach which put a literature work as the
material under the investigation. Initially, a structural analysis
was done on the novel Perempuan Berkalung Sorban to examine the
wholeness of the meaning integrated in it. The result was then used
as the base to further analyze the social symptoms on the female
image of Nisa, the character in the novel.
The methods which were used were (1) the analytical method to
analyze the intrinsic aspects of the novel Perempuan Berkalung
Sorban, the female image of the character of Nisa in the novel
Perempuan Berkalung Sorban. (2) Classification method to classify
the character’s behaviors into physical and psychological aspects,
as a member in the family, and in the community.
The result showed that the female image of the character, Nisa,
was formed of the female self-image and the female social image.
The self-image was pictured by the physical and psychological
aspects: that is pictured by the tact moment in her pregnancy, her
delivering the baby, and that she was beautiful. The Psychological
aspect was shown by her feeling and her good personality. The
female social image was shown through family and social life
aspect: by tact image Nisa that is was shown as capable of
socializing into the community.
-
x
KATA PENGANTAR Sepantasnya, penulis mengucapkan rasa syukur
kepada Allah SWT, yang
membimbing penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sastra
Indonesia. Program Studi Sastra. Penulis mengucapkan terima
kasih yang sangat
dalam kepada:
• Drs. B. Rahmanto, M. Hum sebagai pembimbing I, S.E. Peni Adji,
S. S. M.
Hum. sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu
untuk
memberi masukan kepada penulis untuk menyusun skripsi.
• Dosen pembimbing akademis, Drs. B. Rahmanto, M.Hum yang
telah
memberikan bimbingan KRS selama penulis kuliah.
• Seluruh dosen Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang
telah mendidik penulis selama kuliah.
• Mbak Nik, Mbak Rus selaku admistrasi Fakultas Sastra
Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta atas kesabarannya mengadapi kebandelan
penulis.
• Seluruh staf perpustakan atas bantuan, pelayanan, dan penuh
kesabarannya
dalam melayan peminjaman dan pengembalian buku yang sering
terlambat.
• Bapak Pahrul Anwar dan Ibu Siti Jarah yang telah membesarkan
dan
mendidik penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih juga
untuk Mas
Iis, adik Isna dan adik Ratna, adik ipar Sony keponakan Melda,
Melly,
Kesya, Intan, Ajeng, Axel mereka semua adalah penyemangat
penulis untuk
mengerjakan skripsi. Mereka merupakan keluarga yang paling hebat
yang
penulis miliki.
-
xi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh
karena itu penulis bersedia menerima kritik dan saran dengan
senang hati untuk
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca.
Yogyakarta,
Penulis
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL
........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN
........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN
..........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
....................................................................
iv
MOTTO
..........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
......................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
.......................................................................
vii
ABSTRAK
.......................................................................................................
viii
ABSTRACT
.......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR
.....................................................................................
x
DAFTAR ISI
....................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN
..........................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah
........................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah
...................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian
.....................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian
...................................................................
4
1.5 Landasan Teori
.......................................................................
5
1.5.1 Sosiologi Sastra
..............................................................
5
1.5.2 Unsur Intrinsik Karya Sastra
......................................... 6
-
xiii
1.5.3 Citra Wanita
..................................................................
9
1.5.3.1 Citra Diri
Wanita........................................ ............ 10
1.5.3.2. Citra Sosial
Wanita.................................................. 11
1.6 Pendekatan, Metode, dan Teknik
........................................... 12
1.6.1 Pendekatan
.......................................................................
12
1.6.2 Metode Penelitian
........................................................... 12
1.6.3 Teknik Penelitian
............................................................ 13
1.7 Sumber Data
.............................................................................
13
1.8 Sistematika Penyajian
...............................................................
13
BAB II ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL PEREMPUAN
BERKALUNG SORBAN
..................................................................
15
2.1 Alur
..........................................................................................
15
2.1.1 Bab I
.............................................................................
16
2.1.2 Bab II
............................................................................
16
2.1.3 Bab III
...........................................................................
17
2.1.4 Bab IV
..........................................................................
17
2.1.5 Bab V
............................................................................
18
2.1.6 Bab VI
..........................................................................
19
2.1.7 Bab VII
.........................................................................
19
2.2 Tokoh dan Penokohan
..............................................................
20
2.2.1 Tokoh dan Penokohan Nisa
............................................ 21
2.2.2 Tokoh dan Penokohan Lek Khudhori
............................. 27
-
xiv
2.2.3 Tokoh dan Penokohan Samsudin
................................... 29
2.2.4 Tokoh dan Penokohan Bapak
......................................... 30
2.2.5 Tokoh dan Penokohan Ibu
.............................................. 31
2.3 Latar
.........................................................................................
33
2.3.1 Latar Tempat
..................................................................
33
2.3.1.1 Kebun Belakang
................................................. 34
2.3.1.2 Rumah
................................................................
34
2.3.1.3 Pondok
...............................................................
35
2.3.2 Latar Sosial
.....................................................................
35
2.4 Rangkuman………………………………………………. 37
BABIII ANALISIS CITRA WANITA TOKOH NISA DALAM NOVEL
PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
.......................................... 39
3.1 Citra Diri Wanita
......................................................................
39
3.1.1 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Fisik .........
40
3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Psikis .......
45
3.2 Citra Sosial Wanita
...................................................................
47
3.2.1 Citra Sosial Wanita Tokoh Nisa dalam Keluarga ...........
47
3.2.2 Citra Sosial Wanita Tokoh Nisa dalam Masyarakat .......
54
3.3 Rangkuman……………………………………………………. 58
BAB IV PENUTUP
.......................................................................................
60
4.1 Kesimpulan
.................................................................................
60
4.2 Saran
...........................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................
63
-
xv
LAMPIRAN SINOPSIS
..................................................................................
64
BIODATA PENULIS
......................................................................................
67
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra, termasuk novel, pada hakikatnya adalah benda mati
yang dari
dirinya tidak bermakna dan tidak dapat di jadikan objek estetika
selama karya sastra
itu tidak disentuh, tidak dibaca, dan tidak diberi makna oleh
pembaca. Teeuw
(1984:191) menyebutnya sebagai artefak dan ia berpendapat bahwa
karya sastra itu
dapat dibandingkan dengan peninggalan purbakala yang menuntut
keterlibatan
arkeologi dalam memberikan makna pada peninggalan itu. Upaya
membarikan
makna pada karya sastra dikenal dengan istilah konkretisasi
sastra. Pradopo
(1995:106) menyatakan bahwa, pemberian makna pada karya sastra
atau proses
konkretisasi sastra itu merupakan usaha untuk menjadikan sastra
sebagai sesuatu
yang berguna bagi masyarakat pembacanya. Hal ini menyebabkan
peranan pembaca
menjadi sangat penting dalam pemberian makna pada karya
sastra.
Seorang pembaca dalam memaknai suatu karya sastra turut
dipengaruhi oleh
berbagai situasi dan latar belakang sosial budaya masyarakat itu
sebabnya karya
sastra lahir dalam konteks sejarah dan sosial budaya. Bangsa
yang di dalamnya
sastrawan penulisnya merupakan salah seseorang anggota
masyarakat bangsa
(Pradopo, 1995:10). Hal ini berarti pengarang mencipta karya
sastra selaku seorang
warga masyarakat menyapa pembaca yang sama–sama dengan dia
merupakan warga
masyarakat (Luxemburg, 1984:23). Selain itu, karya sastra
dibangun oleh
pengarangnya sebagai hasil rekaman kreatifnya berdasarkan
permenungan,
-
2
penafsiran, penghayatan hidup terhadap realitatas sosial dan
lingkungan
kemasyarakatan tempat pengarang itu hidup dan berkembang
(Sumardjo,1982:15).
Dengan demikian, karya sastra merupakan perwujudan latar
belakang sosial budaya
masyarakat yang ditampilkan oleh pengarang.
Sehubungan dengan hal tersebut, nyatalah bahwa latar belakang
sosial
budaya yang ditampilkan oleh pengarang itu meliputi, tata cara
kehidupan, adat
istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama,
konvensi-konvensi lokal, sopan
santun, hubungan kekerabatan dalam masyarakat, cara berpikir,
dan cara memandang
segala sesuatu atau perpektif kehidupan (Waluyo,1994:52).
Selanjutnya, kenyataan
sosial budaya masyarakat tentu saja tidak boleh dipaksakan atau
di reka-reka sendiri
dan apa adanya dalam menunjukan latar belakang sosial budaya,
sedangkan jalan
cerita, tokoh- tokoh dan alur cerita merupakan rekaan pengarang.
Pengarang harus
mendokumentasikan keadaan sosial budaya masyarakat karena
karyanya adalah
dokumentasi sosial budaya. Lewat karya sastra, seorang pembaca
dapat memahami
latar belakang sosial budaya masyarakat (Waluyo, 1994:54).
Untuk itulah, pembaca yang terpelajar dan budaya dapat
menghargai dan
memahami karya sastra, penghargaan terhadap tingkah laku
hidupnya. Dengan
demikian, karya sastra yang bernilai baik itu dicari dan
dihargai oleh pembaca untuk
penyempurnaan dirinya sebagai manusia. Oleh karena itu, karya
sastra yang baik
selalu disimpan sebagai warisan budaya manusia dan para ahli
sosiologi sastra
memandang karya sastra sebagai dokumen sosial budaya masyarakat
(Waluyo,
1994:52).
-
3
Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy ini
sangat
menarik dan baik untuk dibaca. Ketertarikan penulis pada novel
ini disebabkan oleh
adanya masalah sosial dan budaya. Selain itu, novel ini
mempunyai ciri khas
tersendiri, yaitu adanya unsur citra wanita yang menarik untuk
diteliti lebih
mendalam lagi.
Dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El
Khalieqy,
peneliti akan menyoroti tokoh Nisa. Tokoh Nisa sebagai tokoh
wanita banyak
menggambarkan kehidupan wanita sebagai mahluk individu dan
sebagai mahluk
sosial. Wujud citra wanita itu difokuskan pada masalah pikiran
dan perasaan wanita
dalam tingkah laku kesehariannya sebagai pribadi, sebagai
anggota keluarga dan
sebagai anggota masyarakat. Wujud citra wanita dapat dihubungkan
atau di
abstrakkan dengan aspek fisik, aspek psikis, dan aspek sosial
budaya dalam
kehidupan wanita yang melatar belakangi terbentuknya citra
wanita.(Sugihastuti:
2000). Hal itu menjadi alasan peneliti untuk memilih novel
Perempuan Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy sebagai bahan skripsi ini dengan
menggunakan
pendekatan sosiologi sastra.
Upaya menganalisis novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah
El
Khalieqy dalam konteks seperti itu dapat dikaitkan sebagai
langkah memberi makna
terhadap sebuah karya sastra. Langkah awal memahami karya sastra
adalah
menganilisis unsur instrinsiknya meliputi alur, tokoh dan
penokohan, serta latar.
Selanjutnya, yang dikaji dalam novel Perempuan Berkalung Sorban
karya Abidah El
Khalieqy ini dalam citra wanita tokoh Nisa.
-
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana unsur alur, latar, tokoh dan penokohan novel
Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy?
1.2.2 Bagaimana citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan
Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini di maksudkan
untuk
mencapai tujuan sebagai berikut:
1.3 1 Deskripsikan unsur intrinsik alur, latar, tokoh dan
penokohan novel
Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy?
1.3 2 Deskripsikan citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan
Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
berikut:
1.4.1 Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah
khazanah kritik sastra khususnya bidang sosiologi sastara
1.4.2 Dalam bidang sosial, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah
wawasan pembaca tentang citra wanita.
-
5
1.5 Landasan Teori
1.5.1 Sosiologi Sastra
Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu
sendiri
adalah suatu kenyataan sosial. Kehidupan itu mencakup hubungan
antarmasyarakat,
antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang
(Damono, 1978:3).
Hal ini berarti karya sastra memberikan wawasan kepada pembaca
mengenai
kenyataan dalam masyarakat (Luxemburg, 1989:45).
Supardi Djoko Damono dalam sosiologi sastra Sebuah Pengantar
Ringkasan
menyatakan bahwa pendekatan sosiologi sastra merupakan
perkembangandari
pendekatan mimetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya
dengan
realitas dan aspek latarbelakang oleh fakta bahwa keberadaan
karya sastra tidak
dapat terlepas dari realitas sosial yang terjadi dalam
masyarakat.
Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan
ini
oleh beberapa ahli disebut sosiologi sastra istilah itu pada
dasarnya tidak berbeda
pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiogis atau
pendekatan sosiokultural
terhadap sastra (Damono, 1979:2).
Dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dipahami dalam
hubungannya
dengan kehidupannya di pesantren yakni sikap mengabdi terhadap
hukum-hukum
Islam. Pengabdian Nisa diwujudkan dalam seorang istri yang
bertanggung jawab
terhadap suami, seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa
suami yang
mendampingi dalam agama Islam hukumnnya haram. Seorang santri
dilarang untuk
masuk kedalam bioskop, membaca novel, menonton tv seperti
pemikiran orang-
orang kafir. Itu semua adalah di luar dari pedoman Al-Qura’an
dan hadist Nabi
-
6
Muhammad. Dalam kehidupan sehari-hari harus berdasarkan pedoman
Al-Qura’an
hadis Nabi Muhammad
Pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah
metode
yang digunakan adalah analisis teks untuk mengetahui
strukturnya, kemudian
dipergunakan untuk memahami lebih lama dalam gejala sosial di
luar sastra
(Damono, 1978:2-3).
Berdasarkan hal itu, penelitian ini menekankan pada penelaah
teks sastra
dengan menganalisis strukturnya. Kemudian digunakan untuk
memahami gejala
sosial di luar sastra. Analisis struktur karya sastra merupakan
pekerjaan pendahuluan
sebelumnya. (Teeuw, 1984:16). Dengan demikian, novel Perempuan
Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy akan dianalisis tiga unsur
instrinsiknya, yaitu alur,
latar, tokoh dan penokohan.
1.5.2 Unsur Instrinsik Karya Satra
1.5.2.1 Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa dalam sutu cerita yang disajikan
dengan
urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan membangun tulang
punggung cerita
(Sudjiman, 1992:29). Pengaluran adalah pengaturan urutan
peristiwa pembentukan
cerita- cerita diawali dengan peristiwa tertentu dan berakhir
dengan peristiwa tertentu
lainnya, tanpa terikat pada urutan waktu (Sudjiman, 1992:31).
Pada umumnya,
sekitar alur cerita terdiri atas tiga bagian, yaitu alur awal,
alur tengah, alur akhir.
Alur awal cerita terdiri atas paparan, rangsangan dan
penggawatan. Alur tengah
cerita terdiri atas pertikaian, permintaan, dan klimaks. Alur
akhir cerita terdiri atas
-
7
peleraian dan penyelesaian (Waluyo, 1994:148). Selain itu, ada
beberapa hal yang
berkaitan dengan alur cerita yang sering dikatakan hukum dari
alur cerita, yaitu sifat
masuk akal atau logis, kejutan, tegangan, kesatuan, dan ekspresi
(Kenny via Waloyo,
1994:158).
Teknik penyusunan alur cerita terdiri atas tiga jenis yaitu
teknik alur linier,
teknik alur sorot balik, dan teknik alur campur. Teknik alur
linier atau terusan adalah
rangkaian cerita berkesinambungan, artinya alur cerita berurutan
dari awal hingga
akhir jalinan ceritanya tidak melompat-lompat sehingga mudah
diikuti (Waluyo,
1994:154). Teknik alur sorot balik atau flashback adalah
rangkaian kronologis
peristiwa-peristiwa yang disajikan di dalam karya sastra disela
dengan peristiwa
yang terjadi sebelumnya. Alur sorot balik ini ditampilkan di
dalam dialog, di dalam
bentuk mimpi atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri kembali
jalan hidupnya,
atau yang teringat kembali kepada suatu peristiwa masa yang lalu
(Sudjiman,
1992:33). Teknik alur campuran atau majemuk adalah alur yang
mengandung alur
utama dan alur sampingan atau sub alur. Hal ini berarti terdapat
perpaduan antar alur
sorot balik denga alur linier (Waluyo, 1994:156).
1.5.2.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individual yang mengalami peristiwa di dalam
berbagai
peristiwa cerita (Sudjiman, 1992:16). Penokohan adalah cara
pengarang melukiskan
tokoh-tokoh dalam cerita yang ditulisnya (Tjahjono, 1988:138)
atau penyajian watak
atau penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1992:23) atau pelukisan
gambaran yang
-
8
dijelaskan tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita (Jones via
Nurgiyantoro, 1995:165).
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dalam cerita, tokoh dapat
dibedakan
menjadi dua yaitu tokoh sentral atau tokoh bawahan. Pertama,
tokoh sentral meliputi
tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah
tokoh yang kita
kagumi dan salah satu jenisnya secara populer sering disebut
hero, tokoh yang
merupakan pengejawatahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal
bagi kita
(Nergiyantoro, 1995:178). Selanjutnya tokoh antagonis atau tokoh
lawan adalah
tokoh penentang tokoh utama dari tokoh protagonis
(Sudjiman,c1992:19). Selain itu,
tokoh antagonis dapat dikatakan sebagai tokoh penyebab
terjadinya konflik. Tokoh
ini termasuk tokoh sentral dan mewakili pihak yang jahat atau
salah
(Nergiyantoro,1995:179). Kedua, tokoh bawahan adalah tokoh yang
tidak sentral
kedudukannya dalam cerita. Pemunculannya tokoh bawahan dalam
keseluruhan
cerita lebih sedikit dan tidak dipentingkan. Namun, kehadiran
tokoh bawahan ini
diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Grimes via Sudjiman,
1992:19).
Berikut ini akan dipaparkan tiga metode penting yang dapat
digunakan dalam
penyajian watak tokoh. Pertama, metode langsung adalah pelukisan
watak tokoh
dimana pengarang memaparkan saja watak tokohnya dan dapat juga
menambah
komentar tentang watak analitik (Hudson via Sudjiman, 1992)
Kedua, metode tidak
langsung adalah teknik pelukisan watak tokoh pengarang tidak
memaparkan watak
tokoh secara langsung, tetapi pembaca dapat menyimpulkan watak
tokoh tersebut
dari pikiran, cakapan, dan lakukan yang disajikan pengarang,
bahkan juga dari
penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan tempat tokoh.
Jadi, pengarang
-
9
dapat juga melukiskan watak tokoh melalui ungkapan, reaksi atau
kesan tokoh lain.
Metode ini disebut juga metode dramatik (Kenney via Sudjiman,
1992). Ketiga,
metode kontektual adalah teknik pelukisan watak tokoh pengarang
tidak
memaparkan secara langsung, tetapi pembaca dapat mengenal dan
memahami watak
tokoh melalui tiga metode tersebut.
1.5.2.3 Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang terkait
dengan
waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya
sastra (Sudjiman,
1992:44). Latar dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar
fisik atau material.
Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat,
kelompok-kelompok
sosial dan sikap, adat kebiasaan cara hidup, bahasa, dan
lain-lain yang melatari
peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat
di dalam wujud
fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya (Hudson via
Sudjiman, 1992:44).
1.5.3Citra Wanita
Citra merupakan rupa, gambar, dapat berupa gambaran yang
dimiliki orang
banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual
yang ditimbulkan
oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar
yang khas dalam
karya prosa dan puisi (Sugihastuti, 2000:45). Citra wanita yang
dimaksud dalam hal
ini adalah semua gambaran mental spiritual dan tingkah laku
keseharian wanita
(Indonesia), yang menunjukkan “wajah” dan ciri khas wanita
sebagai mahluk
individu dan sebagai mahluk sosial (Sugihastuti, 2000:7). Dengan
demikian, wanita
-
10
dicitrakan sebagai mahluk individu yang beraspek fisik dan
psikis dan sebagai
mahluk sosial yang beraspek keluarga dan masyarakat
(Sugihastuti, 2000:46).
1.5.3.1 Citra Diri Wanita
Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai
pendirian
dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan
pribadi maupun sosialnya. Wanita mempunyai kemampuan untuk
berkembang dan
membangun dirinya. Berdasarkan pada pola pilihannya sendiri,
wanita bertanggung
jawab atas potensi diri sendiri sebagai mahluk individu. Citra
diri wanita
memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai perilaku wanita
bergantung pada
bagaimana aspek fisik dan psikis diasosiasikan dengan nilai yang
berlaku dalam
masyarakat (Sugihastuti, 2000:113).
Citra diri wanita itu diabstraksikan dari klasifikasi citra
fisik dan citra psikis
wanita dalam aspek fisik. Citra diri wanita itu khas dilihat
melalui pengalaman-
pengalaman tertentu yang hanya dialaminya dan tidak dialami oleh
pria misalnya
melahirkan dan merawat anak, antara lain dapat ditunjukkan oleh
fisiknya yang
lembut, lincah, dan lemah (Sugihastuti, 2000:112). Dalam hal
ini, citra fisik wanita
yang tergambar adalah citra wanita dewasa, wanita yang sudah
berumah tangga.
Selain itu, masa perkawinan juga mengisyaratkan bahwa secara
fisik wanita
ditunjukkan sebagai wanita dewasa (Sugihastuti, 2000:85). Dalam
aspek psikis,
kejiwaan wanita dewasa ditandai oleh sikap pertanggung jawaban
penuh terhadap
diri sendiri, nasib sendiri dan pembentukkan diri sendiri
(Kartono via Sugihastuti,
2000:100).
-
11
Dalam batas-batas aspek fisik dan psikis di atas, wanita adalah
mahluk
psikologis, yang berpikir, berperasaan dan beraspirasi. Aspek
psikis wanita tidak
dapat dipisahkan dengan aspek fisiknya. Akibat dari citra wanita
yang ditimbulkan
oleh aspek itu, maka psikis wanita pun sesuai dengan fisiknya.
Secara psikis, wanita
dicitrakan sebagai wujud tingkah laku. Dengan demikian, aspek
fisik dan aspek
psikis adalah yang membentuk citra wanita sebagai mahluk
individu yang
mempunyai konsep diri. Wanita mempunyai kesadaran dalam dirinya
sendiri, yang
lain dengan pria. Wanita mempunyai persepsi diri terhadap
karakteristik fisik dan
psikis ini mempengaruhi penilaian dan pengalaman hidupnya
(Sugihastuti,
2000:152).
1.5.3.2 Citra Sosial Wanita
Pada dasarnya citra sosial wanita merupakan citra wanita yang
erat
hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam
satu kelompok
masyarakat, tempat wanita menjadi anggota dan berhasrat
mengadakan hubungan
antarmanusia. Kelompok masyarakat itu adalah kelompok keluarga
dan kelompok
masyarakat luas (Sugihastuti, 2000:143). Dalam aspek keluarga,
citra sosial wanita
berhubungan dengan peranan sebagai istri, sebagai ibu, dan
sebagai anggota
keluarga yang semuanya menimbulkan konsekuensi sikap sosial yang
saling
berhubungan antara satu dengan lainya. Sebagai istri misalnya,
wanita mencintai
suaminya. Perasaan citra itu terwujud pula pada anak-anaknya,
dalam aspek
masyarakat, citra sosial wanita dapat berupa hubungan wanita
dengan wanita sendiri,
hubungan dengan pria, hubungan dengan manusia dalam masyarakat
pada umumnya.
Hal ini menggambarkan peran wanita karier. Berdasarkan citra
wanita dalam aspek
-
12
keluarga dan aspek masyarakat, maka keduanya dapat
diabstraksikan ke dalam citra
sosial wanita (Sugihastuti, 2000: XV1).
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Pendekatan
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan
sosiologi sastra. Pendekatan ini bertolak dari asumsi sastra
adalah cermin kehidupan
masyarakat, pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi
kemasyarakatan ini
disebut sosiologi sastra (Damono, 1978: 2). Pendekatan sosiologi
sastra yang
digunakan adalah sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra
sebagai bahan
penelaahaan. Teks sastra (novel) ditelaah struktur
pembentukannya untuk
menemukan kebulatan makna yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya,
pendekatan ini diterapkan untuk menganilisis novel Perempuan
Berkalung Sorban
karya Abidah El Khalieqy yang berhubungan dengan gejala sosial
yang ada
kehidupan.
1.6.2 Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi
sasaran
ilmu yang bersangkutan. Suatu metode dipilih dengan
mempertimbangkan
kesesuaiannya, dengan objek yang bersangkutan (Yudiono,
1986:14). Dengan
demikian, metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi ada dua hal
yang analisis digunakan peneliti untuk menganalisis unsur
instrisik novel
Perempuan Berkalung Sorban. Metode klasifikasi digunakan
peneliti untuk
mengelompokkan sikap perilaku tokoh Nisa ke dalam aspek-aspek
citra wanita
-
13
sebagai mahluk individual dan sebagai mahluk sosial. Metode
deskripsikan di
gunakan peneliti untuk memaparkan dan melaporkan hasil
penelitian.
1.6.3 Teknik Penelitian
Teknik yang dipergunakan dalam penalitian ini meliputi dua hal
yaitu teknik
simak digunakan peneliti untuk menyimak teks sastra yang telah
dipilih sebagai
bahan penelitian. Teknik catat digunakan peneliti untuk mencatat
hal-hal yang sesuai
dan mendukung proses pemecahan masalah yang telah dirumuskan.
Pencatatan
dilakukan sebagai kelanjutan dari penyimak.
1.7 Sumber Data
Judul Buku : Perampuan Berkalung Sorban
Pengarang : Abidah El Khalieqy
Penerbit :Yayasan Kesejahteraan Fatayat Yogyakarta
Tahuh Terbit : 2001 (Cetakan Pertama)
Tebal Buku : 309 halaman
1.8 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut: Bab I
merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
landasan teori, metodelogi
penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II
merupakan analisis unsur
instrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban. Bab III merupakan
analisis citra
-
14
wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban yang
meliputi: citra
diri wanita, dan citra sosial. Bab IV merupakan penutup yang
berisi kesimpulan dan
saran.
-
15
BAB II
ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL
PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang bermakna untuk
dapat
menangkap dan memberi makna kepada karya sastra. Peneliti
perlu
menganalisisnya dalam menganalisis teks karya sastra itu harus
diuraikan unsur-
unsur pembangunannya. Unsur-unsur pembangunan teks novel
Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy yang dianalisis adalah
alur, tokoh
dan penokohan, dan latar. Dengan menganalisis ketiga unsur
instrinsiknya
diharapkan makna keseluruhan novel Perempuan Berkalung Sorban
karya
Abidah El Khalieqy dapat dipahami berikut ini akan dipaparkan
hasil analisis
ketiga unsur instrinsik.
2.1 Alur
Dalam landasan teori telah disinggung bahwa alur sebuah karya
sastra
dapat dibedakan menjadi alur maju dan alur sorot balik. Namun
demikian
pengaluran dalam sebuah karya sastra itu dapat mengandung
keduanya atau
beralur campuran novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah
El Khalieqy
tipe pengaluran campuran meskipun alur yang tampak dominan
adalah alur maju.
Dengan teknik alur sorot balik diceritakan peristiwa. Peristiwa
yang dialami tokoh
utama dan tokoh bawahan ketika para tokoh mengalami berbagai
masalah .Secara
-
16
sederhana bentuk pengaluran tersebut dapat dilihat melalui
peristiwa-peristiwa
dalam setiap babnya.
2.1.1 Bab I
Peristiwa ini merupakan paparan dari bab I ini diawali
dengan
penyituasian dengan menggambarkan tokoh dan pelukisan latar,
menceritakan
Nisa bersama kedua kakaknya yang bernama Wildan dan Rizal.
Mereka bermain
di kebun belakang yang cukup luas, kehidupan di pondok pesantren
yang serba
terbatas dalam melakukan suatu kegiatan sebagai anak perempuan
Nisa
berkeinginan berlatih naik kuda seperti kedua kakaknya itu.
Bapak mengetahui
apa yang sedang Nisa lakukan seharian di ladang bersama Rizal.
Nisa
mengabiskan jam main untuk berlatih naik kuda secara diam-diam.
Nisa banyak
belajar dengan Mbak May pekerjaan yang bisa dilakukan seorang
wanita seperti
mencuci, menyapu, memasak.
2.1.2 Bab II
Bab II ini merupakan rangsangan dan kelanjutan dari peristiwa
cerita bab
I. Dalam bab ini penyituasian digambarkan melalui peristiwa yang
dialami Nisa.
Mengapa Bapak memberiku nama Annisa, lengkapnya Annisa
Nuhaiyyah. Nisa
hanya mengerti bahwa kata itu memiliki arti yang berakal, atau
perempuan yang
berpandangan luas. Setelah kepergian Lek Khudhori Nisa sering
mengurung diri
di dalam kamar. Rasa enggan melihat dunia luar, matahari tak
lagi menyilaukan
pemandangan, semilir angin pegunungan tak mampu lagi
mendatangkan rasa
nyaman. Hari-hari telah berlalu melebihi empat minggu surat Lek
Khudhori
yang Nisa tunggu-tunggu akhirnya datang juga bersamaan sepucuk
surat yang
-
17
teramat pendek, ia juga mengirimkan kedua kaset lagu dari
penyanyi Mesir yang
sangat terkenal di dunia.
2.1.3 Bab III
Bab ini merupakan pengawatan dan mengandung sorot balik. Dalam
bab
ini, penyituasian digambarkan melalui alur, peristiwa cerita
yang dialami Nisa
dengan alur sorot balik. Peristiwa tentang pernikahan Nisa
dengan Samsudin
yang tidak pernah harmonis selalu ada masalah dalam rumah tangga
Nisa. Ia
berpendidikan rendah dan selalu direndahkan oleh Samsudin.
Dengan seenaknya
Samsudin duduk dikursi sambil merokok asap menabrak muka Nisa
dan
menyusup kedalam rambut Nisa, menuding mukanya persis di depan
hidung jika
mungkin, mengapa tidak? Besok Nisa mulai kembali sekolah dan
suatu saat Nisa
pun sarjana, dimana otak Nisa akan dipenuhi ilmu yang dapat
menentukan, mana
sampah dan mana mutiara. ”Samsudin bukan Lek Khudhori yang bisa
dapat
merasa nikmat! Samsudin hanya seorang penjagal bodoh!” Dengan
ringan tangan
Samsudin menampar wajah Nisa sampai lebam (hlm.131). Hati Nisa
terpukul
dengan kelakuan Samsudin tiba-tiba Samsudin membawa seorang
wanita lain
kedalam rumah tangga Nisa, perkawinan yang telah dijodohkan oleh
kedua
orang tua Nisa dan Samsudin.
2.1.4 Bab I V
Peristiwa ini merupakan penyelesaian, klimaks bergerak terus
dari bab III
menuju bab IV, bab V merupakan penyituasian peristiwa cerita
yang
melukiskan lamaran pertama Samsudin kepada Nisa. Penyituasian
digambarkan
-
18
melalui Nisa yang hidup sebagai janda. Karena Nisa sudah tidak
tahan dengan
perilaku Samsudin. Nisa memutuskan untuk bercerai dari Samsudin,
Nisa
menerima lamaran Lek Khudhori. Peristiwa ini merupakan awal
pemunculan
konflik Nisa mengalami konflik batin, konflik batin itu terjadi
karena Nisa masih
trauma dengan kelakuan Samsudin semasa Nisa masih jadi istri.
Nisa tidak bisa
membohongi perasaannya dia sangat mencintai Lek Khudhori.
2.1.5 Bab V
Bab V merupakan penyelesaian dan menceritakan Nisa yang
mencoba
memberi penjelasan kepada Bapak bahwa ia akan mengakhiri
pernikahan
bersama Samsudin. Kini Nisa telah menaiki tangga kebebasaan
kembali setelah
terpuruk dalam lubang gelap gua hitam minotaurnya Samsudin. Nisa
kembali
bersatu dengan bapak dan ibu serta Lek Khudhori. Nisa menghirup
kembali
segarnya udara pegunungan yang bebas polusi, bersama kepodang
dan kakatua
Nisa menyanyi. Nisa sudah mempunyai pengganti Samsudin, bukan
lain adalah
pamanya sendiri yang bernama Lek Khudhori. Bapak dan ibu akan
melihat
dengan pandangan orang tua yang arif oleh kesalahan masa lalu
dan penyesalan
yang terus mengiringi. Mereka ingin menebus semua hutang
keceriaan masa
remaja Nisa dan membiarkan Nisa mengungkap kesempatan itu untuk
Nisa
gunakan menata masa depan bersama Lek Khudhori.
-
19
2.1.6 Bab VI
Peristiwa ini merupakan permintaan dan bergerak lurus menuju bab
VI
yang menceritakan tentang rencana kehamilan pernikahan yang
sudah mereka
bina. Nisa belum yakin dengan dirinya bisa mendapatkan anak dari
suami
barunya ini. Perkataan yang pernah dikeluarkan dari Samsudin
bahwa dirinya
mandul, tiga minggu kemudian saat Nisa rasakan perut Nisa mulai
mual-mual
dan merasa masuk angin berat, setiap hari Nisa minta dibelikan
apel Jepang untuk
mengatasi mual. Pada usia kandungan Nisa mencapai lima bulan ibu
dan bapak
mengunjungi Nisa dan Lek Khudhori untuk melihat dengan mata
kepala sendiri
cerita kehamilan Nisa yang telah Nisa kabarkan melalui surat.
Tak sengaja Nisa
memperhatikan wajah Samsudin yang penuh dengan kebencian dan
dendam saat
Mba Kalsum dan Samsudin berkunjung kerumah Nisa dan Lek Khudhori
untuk
melihat anak Nisa yang baru lahir.
2.1.7 Bab VII
Peristiwa ini merupakan klimaks dan bergerak lurus dalam bab
VII
menceritakan meninggalnya Lek Khudhori secara tiba-tiba. Lek
Khudhori
meninggal dikarenakan kecelakan mobil. Banyak yang mengatakan
kalau
kecelakaan mobil disebabkan oleh Samsudin yang sengaja menaberak
Lek
Khudhori. Nisa belum bisa menerima kenyataannya kebahagian belum
lama Nisa
rasakan kebersamaan suami dan anak tercinta. Hidup dan mati
sepenuhnya di
tangan Allah dan Nisa harus berpisah, sebab Allah memang
menghendaki yang
demikian.
-
20
2.2 Tokoh dan Penokohan
Berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita dapat dibedakan tokoh
sentral
dari tokoh bawahan. Tokoh utama atau protagonis. Protagonis
selalu menjadi
tokoh yang sentral di dalam cerita. Ia bahkan menjadi pusat
sorot di dalam
kisahan (Sudjiman, 1992:18).
Menurut Sudjiman, Kriteria yang digunakan untuk menentukan
para
tokoh bawahan bukan dari frekuensi kemunculan tokoh itu dalam
cerita, tetapi
intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa dan peristiwa yang
dapat
membangun cerita. (1992:1). Adapun yang dimaksud dengan tokoh
bawahan
adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita,
tetapi
kehandirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung
tokoh utama
(Sudjiman, 1992:19).
Tokoh Nisa mempunyai keterlibatan yang tinggi dalam setiap
peristiwa
yang membangun cerita. Bahkan ia menjadi pusat sorotan dalam
kisahan karena
Nisa bersitegang dengan Samsudin. Peneliti dapat melihat bahwa
penyelesaian
yang disajikan pada terakhir adalah penyelesaian meninggalnya
Lek Khudhori
dikarenakan kecelakaan mobil. Hal ini menunjukkan bahwa Nisa
telah berhasil
mendapatkan kebahagian bersama Lek Khudhori untuk memutuskan
berumah
tangga dengan suami pilihan Nisa. Nisa menjadi tokoh pemberani
dengan
mantan suami dan dikagumi dengan keluarga. Hal itu menyiratkan
bahwa tokoh
Nisa merupakan tokoh protagonis.
Nisa sebagai tokoh protagonis banyak mengalami permasalahan
yang
disebabkan oleh tokoh Samsudin memiliki istri lebih dari satu,
Samsudin merasa
-
21
tidak puas hidup bersama Nisa. Dengan metalitas kepribadian yang
tidak sehat,
Samsudin telah berbuat jahat dengan Nisa. Hal itu menyiratkan
bahwa tokoh
Samsudin merupakan tokoh antagonis. Samsudin dapat dikatakan
sebagai
penyebab konflik tokoh Nisa sebagai tokoh protagonis.
Disisi lain keberadaan atau kehadiran tokoh Lek Khudhori, Ibu,
Bapak.
diperlukan untuk mendukung tokoh Nisa sebagai tokoh sentral.
Nisa sebagai
tokoh sentral memegang peran utama dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban
karya Abidah El Khalieqy. Tokoh-tokoh yang kehadirannya
diperlukan
menunjukkan bahwa Nisa telah berhasil lari dari kehidupan
Samsudin karena
rumah tangga yang telah dibinanya tidak berjalan dengan
baik.
Pembahasan tentang tokoh dan penokohan dalam penelitian ini
hanya
terfokus pada kelima tokoh yaitu Nisa, Samsudin, Lek Khudhori,
Ibu, Bapak
Dengan demikian, peneliti akan meneliti dan menganalisis
penokohan Nisa,
penokohan Samsudin, penokohan Lek Khudhori, penokohan Ibu,
penokohan
Bapak. analisis terhadap kelima cerita itu didasarkan pada novel
Perempuan
Barkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy, secara dominan
merupakan kisah
tentang tokoh-tokoh tersebut dalam mengahadapi kenyataan hidup
dan kehidupan
keluarga.
2.2.1 Tokoh dan Penokohan Nisa
Tokoh Nisa digambarkan oleh pengarang sebagai wanita yang
memiliki
kemampuan istimewa dalam menghadapi kenyataan hidup. Kadang
Nisa
menangis, meneteskan air mata rindu, mengingat peristiwa dan
perhatian yang
telah diberikan pada Nisa. Menikmati kalimat seperti itu,
seringkali hati Nisa
-
22
bergetar, membayangkan alangkah tingginya kasih sayang yang
dicurahkannya
untuk Nisa. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
analitik dan
dramatik di bawah ini:
(1) Kalau saja aku sudah dianggap dewasa olehnya, dan dia
bertanya seberapa besar aku merindukannya atau mencintainya
sungguh, aku tidak takut untuk menyatakan bahwa cintaku lebih besar
lagi ukuran apapun yang dapat di Nisa, kerinduanku padanya telah
melarut menjadi darah dalam hidupku. Sehingga juga kekhewatiran
dimana gambaran keindahan surya yang selalu membentang dalam
khayalku (hlm.88-89). Setelah mendengar perkataan ibu, bapak ingin
menjodohkan Nisa dengan
anak sahabat bapak sewaktu tinggal dipesanteren waktu dulu.
Alangkah mereka
melewati nasibnya Nisa begitu ringannya mereka menggambar masa
depan
semau maunya . Hal ini ditunjukkan pengarang dengan metode
analitik dan
dramatik di bawah ini:
(2) ”Anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup
jika telah mengaji beberapa kitab…Kami juga tidak terlalu keburu.
Mengenai kapan dilangsungkannya pernikahan, nanti bisa dirembuk
lagi kita sama-sama orang tua…”suara laki-laki itu mempengaruhi
(hlm.90). Makin hari Nisa selalu dibuat emosi yang telah dibuat
oleh Samsudin
dengan menyebarkan asap ke daerah sensitif Nisa. Tapi Samsudin
terus-menerus
tertawa tidak menghiraukan. Nisa sedang emosi dengan kelakuan
Samsudin yang
tidak ada rasa hormat kepada istri sedikit pun. Hal ini
ditunjukkan oleh pengarang
dengan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah
ini:
(3) Ia sengaja menyebar-nyebarkan asap itu dari mulutnya ke
mukaku, leher, dadaku, aku berdiri tepat dimukanya kacak pinggang
dan menuding mukanya, persis di depan hidungnya.” Hentikan
kelakuanmu! Aku pergi dari rumah ini!” Waduh!” Waduh! Galak amat!”
Ia tertawa dan terus tertawa melecehkan (hlm. 97).
-
23
Setiap hari keributan selalu terjadi dalam rumah tangga Samsudin
dengan
Nisa. Samsudin selalu menyiksa Nisa dengan menggunakan
kekerasan, Nisa tidak
kuasa menahan rasa sakit yang Nisa rasakan. Hal ini ditunjukkan
oleh pengarang
dengan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah
ini:
(4) Ia menggeram untuk kemudian mencekik leherku dengan kuat
sambil mengeluarkan sumpah dan kata-kata makian. Setelah menampar,
mencekik, menjambak rambutku dengan penuh kebiadapan dan melihat
tenagaku lemas tidak berdaya, ia pergi sambil meludahi wajahku
berkali-kali (hlm.104-105). (5) Aku tidak kuasa bangun dan tidak
kuasa menggerakkan badanku karena sakit dan memar di seluruh
badanku (hlm.105).
Nisa mencoba memberi penjelasan secara halus dan pela-pelan
kepada
ibunya, tetapi ibu tidak bisa mengerti maksud Nisa bahwa dirinya
sudah tidak
tahan hidup bersama Samsudin. Nisa menceritakan Samsudin telah
menyakiti,
menjambak rambut Nisa. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan
metode
analitik dan dramatik di bawah ini:
(6) ”Tidak ada apa-apa, Bu.Tetapi aku sudah tak tahan. Aku
benar-benar sudah tak tahan menghadapinya, hidup bersamanya. Aku
tak tahan, Bu ” (hlm.160). (7) ”Sejak malam pertama sampai sekarang
tak bosan–bosannya ia menyakiti, menjambak rambutku, menendang dan
menempeleng, memaksa dan memaki serta melecehkanku habis–habis
(hlm.161).
Nisa tidak sampai hati untuk menceritakkan lebih mendetail
kisahku,
apalagi ada luka bekas pukulan Samsudin yang masih tersisa di
punggungku. Hal
ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan
dramatik di bawah ini:
(8) Ibu menyerah dan terlihat sangat terpukul aku tak sampai
hati untuk menceritakan lebih detail kisahku, apalagi beberapa luka
bekas pukulan Samsudin yanga masih tersisa di punggungku
(hlm.164).
-
24
Lek Khudhori segala-galanya bagi kehidupan Nisa, selain itu
sebagai
inspirasi perjuangan Nisa untuk terus bangkit menghadapi
gelombang kehidupan
bersama Samsudin, lelaki yang telah menikahi secara paksa pada
dirinya. Satu-
satu cara agar aku tetap bangkit adalah terus bersekolah, paling
tidak sampai
sarjana, selagi aku masih bodoh dan kurang pendidikan aku terima
caci maki yang
keluar dari mulut Samsudin. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang
dengan metode
analitik dalam kutipan di bawah ini:
(9) Akan sangat berbeda jika Lek Khudhori yang terbayang
dibenakku. Seluruh dunia jadi indah dan tersenyum bersamaku.
Menghayalkanya membuat semangatku jadi bergirah. Lek Khudhori telah
menjadi inspirasi perjuanganku untuk hidup dan bangkit (hlm.113).
(10) ”Aku memaksakan diri untuk kembali ke sekolah Tsanawiyah
dengan penuh keyakinan bahwa segalanya akan berubah ketika lautan
ilmu itu telah terkumpul disini. Tiga tahun terlalu dan kini aku
telah lulus dengan menduduki rengking kedua, itu semua berkat
dorongan melalui surat-surat Lek Khudhori yang menggemuruh penuh
cita-cita” (hlm.56). Nisa adalah gadis cerdas dan pintar banyak tau
tentang hukum-hukum
agama Islam. Kalsum banyak belajar tentang agama dengan Nisa.
Hal ini
ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dalam kutipan
di bawah ini:
(11) Aku telah melihat kemampuanmu dan bagaimana perilakumu
selama ini, kita mulai belajar berprilaku sebagaimana yang
diajarkan oleh ahlak Islam (hlm.124). Terkaburlah air mata dan
lukalara Nisa telah menaiki tangga kebahagianku
kembali. Setelah berjuta jam sesak napas dalam kurungan nafsu
Samsudin. Hal
ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan
dramatik di bawah
ini:
(12) Sukmaku melayang ringan menjemput purnama dan gemerlap
udara kebebasan. Takaburlah air mata dan dukalara, kini aku telah
menaiki dalam lobang gelap gua hitam minotauanya Samsudin
(hlm.186).
-
25
Nisa menghabiskan masa libur sekolah untuk mencari telur burung
dan
berlatih kuda. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
analitik dan
dramatik di bawah ini:
(13) Aku mengabiskan masa liburan sekolah, aku dapat mencari
telur burung emprit kesukaanku didahan pepohonan dan berkuda sampai
perbatasan desa sambil berburu burung. Tentu saja ia naik kuda lain
yang sama besar dan tinggi dengan kuda tungganganku (hlm.18). (14)
Masa remajaku dan membiarkan aku menikmati serpiahan bahagia dan
berbagai gejolak.melangkah berdua, menyebrangi titian cinta di atas
mega-mega (hlm.187). Perasaan Nisa begitu bahagia pada akhirnya
Nisa mengandung anak dari
suami tercinta yang bernama Lek Khudhori dan kedua orang tuanya
datang
berkunjung ke rumah mereka berdua. Ibu dan bapak terasa tidak
percaya ternyata
anak bungsunya tidak mandul. Ibu baru percaya dengan Nisa,
bahwa
Samsudinlah yang mursal dan dzalim. Pada akhirnya pukul sepuluh
Nisa
melahirkan buah hati mereka Lek Khudhori dengan setia menunggu
di
sampingnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
analitik dan
dramatik dalam kutipan di bawa ini:
(15) Ngidam pada saat mengandung adalah makanan semua
buah-buahan yang pernah kulihat dalam mimpiku saat berjalan-jalan
disurga Adnan (hlm.280-281). (16) Pada saat usia kandunganku
mencapai lima bulan, ibu dan bapak mengunjungi kami untuk melihat
dengan mata kepala sendiri serta kehamilanku yang telah kukabarkan
melalui surat. Terlihat ibu begitu haru dan gembira dan bapak
menggeleng-geleng kepala terus menerus seakan tidak percaya dengan
suaminya yang pertama (hlm.281). (17) Pukul sepuluh malam, setelah
melalui perjuangan yang luar biasa antaraku dan janinku, bayiku
lahir melengking menembus kesadaranku akan makna seorang ibu. Mas
Khudhori memeluk dan membelai-belai kepalaku dengan tetes air mata,
inilah saat dimana tak ada celah bagi siapa pun untuk memisahkan
kami berdua (hlm.288).
-
26
Firasat sedikitpun tidak ada dirasakan oleh Nisa tentang
suaminya untuk
terakhir kali, tiba-tiba ada telephon yang datang dari rumah
sakit. Petugas rumah
sakit memberi kabar bahwa suaminya telah meninggal dunia dan
nyawanya tidak
dapat tertolongkan, banyak yang mengatakan bahwa penyebab
kecelakan
Samsudinlah yang menabraknya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang
dengan
metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah ini:
(18) ”Maaf, Bu.Ini dari rumah sakit. Ingin mengabarkan bahwa
polisi mendapatkan suami anda kecelakaan sekitar satu jam lalu dan
kini sedang dirawat diruang ICU (hlm.299). (19) Tubuh berselimutkan
kain panjang itu wajahnya begitu pucat, matanya terpejam dan diam.
Aroma akan makna yang diam, para pelayat yang terus berdatangan dan
tatapan mata mereka semua memberi tahuku arti sebuah peristiwa
(hlm.303). Hari-hari tanpa Lek Khudhori seperti seorang safir, tak
ada dendam yang
Nisa rasakan ini semuanya adalah cobaan dan takdir yang tidak
bisa dihindari
oleh umatnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
analitik dan
dramatik dalam kutipan di bawah ini:
(20) Takdir telah membawa ke sini, ke tengah gelombang kehidupan
yang abadi. Bersama Mahbubku tercinta kami baca rangkaian sejarah
kehidupan yang tak seluruhnya dapat dimengerti atau dipahami, sebab
itu akan sadar, peristiwa demi peristiwa yang kulewati dalam hidup
adalah halaman demi halaman ilmu yang tengah kubaca dan kubaca
mengerti, hikmah apa yang dikandung olehnya (hlm.305). Berdasarkan
kutipan (1) sampai dengan (20) di atas dapat disampaikan
bahwa pengarang menggunakan metode analitik dan dramatik dalam
melukiskan
penokohan Nisa. Selajutnya hasil analisis penokohan Nisa ialah
tabah
mengahadapi penyiksaan suaminya, tegar pada pendiriannya mampu
mencintai
keluarganya dengan penuh kasih sayang, bijaksana dalam
mempertahankan
-
27
rumah tangga dengan suami barunya dalam usia muda dan rasa
sosialnya yang
tinggi.
2.2.2 Tokoh dan Penokohan Lek Khudhori
Tokoh Lek Khudhori mempunyai keterlibatan yang tinggi dalam
kehidupan Nisa dapat membangun cerita. Bahkan Lek Khudhori
menjadi
aspirasi hidup bagi Nisa. Pada akhirnya Lek Khudhori menjadi
suami Nisa. Lek
Khudhori adalah sosok suami yang membawa kekaguman dan perhatian
banyak
wanita. Wataknya terpuji, bertanggung jawab, baik, tidak
sombong, menghargai
wanita, pintar, tidak merokok, tidak pemarah ia merupakan lelaki
yang
menghormati martabat wanita, kebahagiaan yang baru dia rasakan
berakhir
dengan tragedi kecelakan mobil.
Nisa tidak bosan-bosannya diberi pengarahan tentang jilbab, agar
tidak
terjadi suatu pelecehan bagi perempuan. Selain itu, untuk
menghindari gangguan,
memang tidak ada larangan, tetapi rasa sopanan dan keindahan
manusia secara
umum tidak dikehendaki itu. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang
dalam kutipan
di bawah ini:
(21) ”Seseorang akan menjadi terhormat atau tidak, tergantung
bagaimana sikapnya dalam bergaul, dan sikap ini meliputi banyak
segi, seperti cara bicara, berpakaian, cara bersopan santun. Baik
laki-laki atau perempuan sebenarnya sama saja ukuran kehormatannya”
(hlm.48). (22) Aku tahu dan juga merasakan kesedihan dan kesulitan.
Mungkin tidak sebagaimana yang kau rasakan. Tetapi semuanya akan
kita atasi bersama, sudahlah jangan khawatir mudah-mudahan dengan
keberadaanku di sini dapat memberi kekuatan bagimu untuk terus
bangkit kita tidak boleh kalah (hlm.149).
-
28
Setelah Nisa menikah dengan Lek Khudhori, ia merencanakan
untuk
mempunyai momongan. Sebelum terjadi kehamilan terlebih dahulu
Lek Khudhori
menanyakan kepada Nisa. Apakah ia Sudah siap hamil, mengingat
Nisa sedang
asyik dengan kuliahnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam
kutipan di
bawah ini:
(23) Nisa jika suatu saat Nisa hamil dan mengandung anak kita,
apa Nisa merasa sudah siap? Apa mas sendiri belum cepat-cepat punya
anak? Bukan begitu,sayang? Tetapi semuanya harus dipertimbangkan
dulukan! Mengingat kau sekarang sedang asyik-asyik kuliah, jika kau
merasa terganggu dan masih ingin berduaan dengan aku (hlm.212).
Lek Khudhori berusaha untuk memberi penjelasan kepada
isterinya
tentang arti sebuah anak dalam perkawinan. Tetapi itu semua
bukanlah tujuan
utama dalam rumah tangga, melainkan kedamaian hati, ketentraman
dan
tuma’ninah dalam bermasyarakat, itulah tujuan utama dalam
menjalankan rumah
tangga. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di
bawah ini:
(24) ”Nisa…,Nisa.Aku mencintaimu diluar dari
kepentingan-kepentingan lain selain dirimu dan cinta itu
sendiri,dalam pernikahan anak bukanlah tujuan utama.tatapi
kedamaian hati,ketentraman dan sikap dalam hidup tuma’ninah dan
masyarakat,itulah tujuan utama. Semuanya telah kita peroleh dari
pernikahan kita?” (hlm.243).
Lek Khudhori telah memikirkan apa yang telah terjadi setelah
Nisa cerai
dengan Samsudin apakah persahabatan ayahnya bisa terjalin lagi
dengan baik
dengan Kiai Nasir. Karena kiai Nasir adalah orang yang baik dan
tidak suka
menyakiti orang lain. Selain itu, Nisa sendiri sudah lama
menanggung semua ini.
Akan lebih buruk dampaknya jika mendiamkan karena ini sudah
terlambat
-
29
menanganinya jangan dibiarkan berlarut-larut. Hal ini
ditunjukkan oleh pengarang
dalam kutipan di bawah ini:
(25) ”Jika benar berbicara dan musyawarah secara kekeluargaan
dan jika benar kiai Nasir itu orang yang baik dan tidak suka
menyakiti orang lain,tentunya persahabatan tak terganggu dengan
adanya masalah ini”Masalah ini harus segera dibicarakan dan dicari
jalan keluarnya,mengingat Nisa sendiri sudah terlalu lama
menanggung semua ini…Saya pikir akan lebih buruk dampak bagi Nisa
(hlm.181).
Lek Khudhori berjanji dengan Nisa akan menjemput Nisa
sebagai
pengantin dalam waktu dekat, Nisa tidak percaya begitu seriusnya
Lek Khudhori
melamar. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di
bawah ini:
(26) ”Aku pasti menepati janjiku Nisa.Kalau sekarang aku mau
pergi, bukan untuk meninggalkanmu tetapi sebaliknya, untuk
menjemputmu sebagai pengantinku dalam waktu yang tidak lama lagi
(hlm.196).
Berdasarkan kutipan (21) sampai dengan (26) di atas dapat
disimpulkan
bahwa pengarang tidak menggunakan metode dalam melukiskan
penokohan Lek
Khudhori. Selanjutnya, hasil analisis penokohan Lek Khudhori
ialah orang yang
bijak dalam menjalankan rumah tangga bersama Nisa. Lek
Khudhori
menunjukkan kepada mertuanya kalau dia suami yang bertanggung
jawab.
2.2.3 Tokoh dan Penokohan Samsudin
Sosok Samsudin digambarkan oleh pengarang berbadan besar,
hitam,
mempunyai kuku yang tidak terawat berwarna hitam, tidak bekarja,
dan seorang
pemalas. Tidak ada sosok suami yang baik dan bertanggung jawab
kepada istri. Ia
suka main wanita, istrinya tidak Cukup satu, melainkan dua.
Mereka semua hidup
dalam satu rumah.
-
30
Samsudin tidak ingin dinasehatin oleh Nisa. Samsudin
menganggap
otaknya sudah penuh dengan ilmu. Hal ini ditunjukkan oleh
pengarang dengan
metode dramatik di bawah ini:
(27) ”Otakku sudah penuh dengan ilmu.Jadi jangan tambah lagi
dengan sesuatu yang tidak berguna dari mulutmu nanti bisa pecah.
Kau ini lulusan SD berani bertingkah. Tidak bisa kubayangkan jika
lulus sarjana. Tuhan pun pasti kau debat juga” (hlm.101). (28)
”Dasar perempuan gila! Apa sesungguhnya yang kau inginkan, Anisa?”
Cukup! Cukup, kataku. Aku tak tahan mendengarkan ocehan gilamu!
Sudahlah! Sudah, dasar peempuan gila. Aku tidak butuh berbicara
denganmu, dengan lidah kasarmu! Aku muak! aku menyesel telah
menikahimu.Perempuan sial! Dasar…Mulai hari ini, kita akan tidur
terpisah dan jangan coba-coba untuk menasihati lidah ular!”
(hlm.116).
2.2.4 Tokoh dan Penokohan Bapak
Bapak adalah sosok seorang bapak yang bertanggung jawab
dengan
keluarga, tegas terhadap anak-anaknya yang sudah melakukan
kesalahan,
berwawasan luas tentang agama Islam, suka membantu orang-orang
kampung di
dekat pondok pesantren milik Bapak. Banyak sahabat–sahabat bapak
dengan
berbagi ilmu dengan bapak. Tokoh ayah dapat membangun jalannya
cerita dalam
novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy. Wajah
Bapak
terlihat merah tersorot kedua matanya aku tidak banyak bicara
hanya kutundukan
wajah di depan Bapak. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan
metode
dramatik di bawah ini:
(29) Bapak berkacak pinggang, menembak mataku dengan amarah.
Kutundukkan wajahku dalam diam (hlm.31). (30) ”Paham, Paham!Kenapa
diam! Kenapa tidak kau ceritakan kehebatanmu naik kuda telah
menyaingi Tjut Njak Dhien? Kau sok pintar,
-
31
Nisa. Apa begitu yang diajarkan bapak dan ibumu selama ini?
Pecicilan. Pethakilan kau tidak sadar, kau ini anak siapa?”
(hlm.32). (31) ”Sekarang dengar! Mulai hari ini, kau tidak boleh
keluar selain ke sekoah dan ke pondok. Jika sekali ketahuan
membangkang, Bapak akan kunci kamu di dalam kamar selama seminggu
paham?” (hlm.33).
Nisa tidak henti- hentinya kena marah oleh Bapak, Nisa terkenal
anak
yang bandel, Nisa dan Lek Khudhori bercanda sehingga terdengar
berisik dari
canda tawa mereka berdua. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang
dengan metode
dramatik di bawah ini:
(32) ”Nisa anak macam apa kau ini! sudah banyak orang yang
datang untuk mendengarkan pengajian, kok malah cekikikan seperti
kuntilanak.Anak tidak sopan santun! Tak tahu adab! Percuma tamat
Alquran jika tidak tahu sopan satun!” (hlm.41). Semua anggota
keluarga berkumpul di ruang tengah untuk membicarakan
percerain Nisa dengan Samsudin. Mertua Nisa adalah orang baik,
dermawan
tidak suka menyakiti orang. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang
dengan metode
dramatik di bawah ini:
(33) Bapak mertua kamu adalah sahabat bapak dan paling dekat
dengan bapak semasa kami sama-sama mondok di Tebuireng Beliauitu
orangnya baik, dermawan, tidak suka menyakiti hati orang (hlm.
179). (34) ”Sekalipun pembicaraan malam ini sangat
darurat,”Masalahnya bukan aku mau atau tidak mau. Tetapi
persahabatan” (hlm. 180).
2.2.5 Tokoh dan Penokohan Ibu
Ibu adalah sosok seorang ibu yang sabar, bijaksana dalam
mendidik anak.
Ibu banyak memberi pengarahan kepada Nisa sebagai anak perempuan
agar sabar
dan tegar menghadapi masalah dengan Samsudin.
-
32
Tokoh ibu banyak membantu jalan cerita novel Perempuan Berkalung
Sorban
karya Abidah El Khalieqy sebagai tokoh bawahan. Seorang istri
yang sudah
bersuami tidak muhrim untuk berpergian sendiri, Nisa sudah
berubah banyak
Nisa tidak seperti dulu pernikahan tidak membawa Nisa dewasa.
Hal ini
ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di bawah
ini:
(35) ”Kau ini perempuan bersuami, bagaimana bisa pergi keluar
rumah sendiri tanpa muhrim” (hlm.145). (36) Apanya yang berubah
sejak dulu kau bandel dan pernikahan tidak membuatmu dewasa
(hlm.146).
Ibu-ibu wali murid yang menanyakan kapan Nisa mendapatkan
momongan tapi selalu ibu yang menjawab. Ibu tidak henti-hentinya
mengatai Nisa
anak mursal. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
dramatik di
bawah ini:
(37) ”Nisa masih terlalu muda jadi ia lebih konsentrasi dengan
sekolah dulu.Nantilah kalau sudah cukup ilmunya, baru punya
momongan” (hlm.141). (38) Nisa.Kau benar-benar telah menjadi anak
mursal kini inilah yang kau dapat setelah kunyah-kunyah dengan
bangganya itu? (hlm159).
Ibu menganggap Samsudin laki-laki yang baik dan terhormat
dengan titel Sarjana Hukum dan keturunan Kiai. Ibu menjelasakan
bawah
wanita diharuskan menggunakan jilbab jika perempuan keluar
rumah. Hal
ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di bawah
ini:
(39) ”Ya. Tetapi ada apa? Apa yang membuat kamu tidak tahan
anakku? Bukankah ia laki-laki yang baik? Dari keluarga Kiai dan
sarjana pula? Apa yang kurang dari dirinya, Nisa?” (hlm.160).
-
33
(40) Ibu mengatakan perempuan adalah godaan, semacam buah
semangka atau buah peer di gurun Sahara. Perempuan adalah sarang
fitnah, tetapi laki-laki bukan sarang mafia jika perempuan keluar
rumah 70 setan menderap berbaris menyertainya tetapi jika ia
membungkusnya dengan kurungan, mata setan akan kesulitan menebak,
itu manusia atau guling yang tengah berjalan.Maka selamatlah
perempuan sampai tujuan (hlm.45). Berdasarkan kutipan (27) sampai
dengan (40) di atas dapat disimpulkan
bahwa pengarang menggunakan metode dramatik dalam melukiskan
penokohan
Samsudin, ibu, bapak. Selanjutnya hasil analisis penokohan
Samsudin ialah
orang yang mursal dan tidak bertanggung jawab dengan seorang
istri, kekerasan
kerap di lakukan dengan Nisa. Tokoh ibu dan bapak adalah orang
tua yang
bertanggung jawab, tegas, sabar, mengerti tentang masalah
pernikahan anaknya
yang tidak harmonis. Ini sebagai pelajaran sebagai orang tua
Nisa.
2.3 Latar Novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El
Khalieqy
2.3.1 Latar Tempat
Dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El
Khalieqy
terdapat beberapa lokasi yang dipergunakan sebagai landasan
tempat penceritaan
antara lain: Kebun belakang, rumah, tidak semua unsur atau
tempat ini dianalisis
oleh kerena itu, latar tempat yang dianalisis dalam penelitian
ini terbatas pada
lokasi yang erat hubunganya dengan kehidupan para tokoh secara
langsung. Hal
ini dilakukan karena pendeskripsian terhadap beberapa latar
tempat tidak
dilakukan secara mendetail oleh pengarang. Dengan demikian hal
utama yang
diperhatikan dan dilesuri oleh peneliti dalam analisis ini
adalah hubungan antara
latar tempat dengan pandangan, karakter dan perilaku para tokoh
cerita
-
34
2.3.1.1 Kebun Belakang
Kebun merupakan salah satu latar tempat yang mendukung
kehidupan
para tokoh cerita. Kebun yang dikelola oleh para tokoh cerita
itu mendatangkan
hasil yang banyak. Sebuah latar tempat bermain Nisa untuk
menghabiskan jam
bermainnya dengan berlatih kuda, selain itu kebun ini juga untuk
berlatih puisi
oleh Lek Khudhori. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (41) dan
(42) di bawah
ini:
(41) “Aku habiskan seluruh jam mainku untuk latihan naik kuda
bersama Lek Khudhori dengan merujuk kisah perempuan kembang
peradapan yang selalu diceritakannya, aku berhasil naik kuda sampai
ke perbatasan Desa Kejoran” (hlm.23). (42) Dan ketika aku bertanya
tentang apa yang sedang dia teriakkan dengan semangat ia
menerangkan berbagai hal yang berkaitan dengan sastra sehingga aku
tahu bahwa Lek Khudhori suka dengan puisi (hlm. 26).
2.3.1.2 Rumah
Rumah dijadikan pengarang sebagai latar tempat utama novel ini.
Dalam
novel Perempuan Berkalung Sorban, rumah adalah tempat berkumpul
semua
tokoh dan tempat untuk menyelesaikan masalah rumah tangga Nisa
dengan
Samsudin. Selain itu, rumah merupakan tempat terjadinya konflik
dan kekerasan
dalam rumah tangga. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (43),
(44), (45), dan
(46) di bawah ini:
(43) Tidak ada apa-apa, Bu. Tetapi aku sudah tidak tahan. Aku
benar-benar sudah tidak tahan manghadapinya, hidup bersamanya. Aku
tak tahan, Bu (hlm. 160). (44) ”Nisa benar mbakyu, yang penting
sekarang, kita akan bersama-sama mencari jalan keluar terbaik dari
kemelut ini’’ (hlm.163).
-
35
(45) Plak! Plak! Ia menampar mukaku bertubi-tubi hingga pipi dan
leherku lebam kebiru-biru untuk kali pertama, kucakar wajahnya dan
ia membanting badanku ke lantai bunyi gedebuk dan suara berisik di
dalam kamar membuat Kalsum curiga (hlm.131). (46) Dan malam pertama
sampai sekarang, tak bosan-bosannya ia menyakitiku, menjambak
rambutku, menendang dan menempeleng, memaksa dan memaki serta
melecehkan habis- habis (hlm.161).
2.3.1.3 Pondok
Pondok adalah tempat mendidik santri putri agar menjadi kaum
muslim
yang berguna bagi nusa dan bangsa, khususnya akhlak perempuan
dalam
masyarakat dan berumah tangga. Selain itu, Nisa juga diwajibkan
mengaji kitab
bersama Mba May dam para santri. Hal itu ditunjukkan oleh
pengarang di bawah
ini:
(47) Aku juga diwajibkan mengaji kitab bersama Mba May dan para
satri lain yang sedang belajar di pondok kami. Meskipun ikut
dengarkan aku mulai berkenalan dengan Uqudulluqumjain, Risalatul
Mahidz Akhlaqul-banaati, yang membicarakan tetek bengeng soal
perempuan, menstruasi, hubungan suami istri, tanda-tanda perempuan
sholeha dan lain sebagainya yang akhirnya kuketahui, bahwa kitab
itulah yang selalu menjadi pangan para santri, melebihi kitab
fiqih, Alquran atau hadis nabi (hlm.70).
Para santri mulai belajar kitab di serambi pondok. Hal itu
ditunjukkan
oleh pengarang di bawah ini:
(48) Ketika jadwal belajar kitab harus dilaksanakan dan bintang
di langit mulai bertebaran, para santri mulai bergegas menuju
serambi pondok di sebelah kiri, duduk dengan tenangnya telah di
letakkan di atas meja kecil di hadapinya (hlm.78).
2.3.2 Latar Sosial Latar sosial berhubungan dengan perilaku
kehidapan keluarga yang
kompleks. Kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan,
pekerjaan, moral cara berpikir, dan bersikap serta status sosial
karya sastra secara
-
36
dominan, novel Perempuan Berkalung Sorban memperlihatkan situasi
kehidupan
sosial masyarakat Wonosobo. Seorang anak santri sangat dilarang
untuk
menyeaksikan film, membaca novel, pergi ke bioskop para Kiai
menganggap itu
mimpi orang-orang kafir. Para Kiai-Kiai memberi pengarahan
kepada santri-santri
putri agar tidak terjerumus, agar tidak membaca buku-buku yang
bukan dalil Al-
Qur’an dan hadis nabi. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan (49)
dan (50) di
bawah ini:
(49) Para remaja harus pergi ke gedung bioskop untuk menyaksikan
gambaran kemungkaran dan kedlaliman biar dibilang modern. Pak kiai
menganggap semua buku yang tidak mengacu pada dalil Al-Qur’an dan
hadis Nabi, ya seperti novel-novel, majalah atau cerita-cerita film
dan itu semua keluar dari otak dan mimpinya orang-orang kafir
(hlm.82-83). (50) ”Jangan sampai kalian terpengaruh, nanti kalian
akan terjerumus. Lebih bagus lagi jika kalian sama sekali tidak
membaca buku-buku selain kitab pelajaran, apalagi nonton film”
(hlm.84).
Berdasarkan kutipan (49) dan (50) dari novel Perempuan
Berkalung
Sorban di atas pengarang sebenarnya ini mendeskripsikan tentang
pola pikir
orang-orang pesantren dengan pola pikir masyarakat umum agar
orang-orang
pondok tidak terlihat kolot dengan adanya teknologi yang
modern.
-
39
BAB III
ANALISIS CITRA WANITA TOKOH NISA DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
SORBAN
Setelah novel Perempuan Berkalung Sorban dianalisis secara
struktural
dalam bab II. Maka hasil analisis tersebut, selanjutnya, akan
digunakan untuk
membantu dalam analisis citra wanita tokoh Nisa. Analisis citra
wanita yang
dimaksud dalam hal ini ialah semua gambaran spiritual dan
tingkah laku ke
seharian tokoh Nisa yang menunjukkan wajah dan ciri khas wanita.
Pembahasan
mengenai citra wanita tokoh Nisa ini akan dibagi menjadi dua
bagian, yaitu citra
diri wanita yang beraspek fisik dan psikis dan citra sosial
wanita yang beraspek
keluarga dan masyarakat berikut ini akan dipaparkan hasil
analisis citra wanita
tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban.
3.1 Citra Diri Wanita
Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang
mempunyai
pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya
berdasarkan kebutuhan
pribadi maupun sosialnya. Wanita mempunyai kemampuan untuk
berkembang
dan membangun dirinya. Berdasarkan pada pola pilihannya sendiri
sebagai
mahluk individu citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa yang
dipandang
sebagai perilaku wanita tergantung pada bagaimana aspek fisik
dan aspek psikis
diasosiasikan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
(Sugihastuti,
2000:113). Berikut ini akan dipaparkan citra diri wanita tokoh
Nisa dalam aspek
fisiknya dan psikis.
-
40
3.1.1 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Fisik
Citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek fisik merupakan hal
yang akan
dikaji dalam subab ini keadaan fisik tokoh Nisa dapat mendukung
kejelasan
identitas. Citra diri wanita itu dengan diketahuinya keadaan
fisik tokoh Nisa itu
dapat diperoleh gambaran diri wanita yang khas dalam novel
Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Berikut ini akan
dipaparkan satu
demi satu keadaan tokoh Nisa dalam aspek fisiknya.
Dalam aspek fisik, citra diri wanita tokoh Nisa dapat
digambarkan sebagai
wanita dewasa sebelum hidup berumah tangga tokoh Nisa secara
fisiknya
digambarkan sebagai gadis remaja dalam perjalanan usianya
mencapai taraf
dewasa secara fisik. Tokoh Nisa digambarkan sebagai wanita yang
berusia lima
belas ketika ia lulus Tsanawiyah. Hal itu ditunjukkan dalam
kutipan:
(51) Aku memaksakan diri untuk kembali ke sekolah Tsanawiyah
dengan penuh keyakinan bahwa segalanya akan berubah ketika lautan
ilmu itu telah berkumpul disini, atas nama perubahan, aku lahap
semua apa yang diajarkan para guru dengan serius. Tiga tahun
berlalu dan kini aku lulus dengan menduduki rangking kedua (hlm.
114).
Selanjutnya, masa perkawinan juga menunjukkan bahwa tokoh Nisa
secara
fisik digambarkan sebagai wanita dewasa. Hal itu terlihat
melalui kutipan Nisa
agar perkawinan dirinya dengan Samsudin dilangsungkan tidak
lama. Setelah
Samsudin lulus menjadi Sarjana, kutipan (52) berikut
mengungkapkan hal
tersebut:
(52) “Sebenarnya, Annisa itu masih terlalu muda jika orang
melihat sosok tubuhnya memang seperti anak usia lima belas. Padahal
usia sebanarnya baru sepuluh tahun ia masih terlalu bodoh dan
banyak naifnya dalam bergaulan hidup. Bukankah begitu, Bu?” Suara
Bapak terdengar agak jelas.
-
41
“Memang benar,” Ibu menimpali, ”Annisa masih harus banyak
belajar untuk mengerti hidup, juga untuk persiapan di hari depannya
kelak”. “Tetapi anak perempuankan tidak perlu sekolah
tinggi-tinggi, cukup jika telah mengaji beberapa kitab… Kami juga
tidak terlalu keburu, ya… Mungkin menunggu sampai Udin wisuda
kelak, yang penting… Kita sepakat untuk saling menjaga. Mengenai
kapan dilangsungkannya pernikahan, nantikan bisa dirembug lagi.
Bukan begitu, pak Han? Kita ini kan sama-sama orang tua…,” Suara
laki-laki sang tamu mempengaruhi (hlm. 90). Sesudah hidup
berkeluarga, tokoh Nisa secara fisik digambarkan sebagai
wanita dewasa yang dicirikan oleh hal-hal yang khas dan
perkawinan. Pertama
tidak dikaruniai anak, dikarenakan Nisa mengalami penurunan
kesuburan.
Berkali-kali Samsudin mencemooh Nisa sebagai perempuan mandul,
frigid, dan
egois, Nisa pun berharap ia menceraikan Nisa secepatnya, tak
lama kemudian
Nisa sudah tidak tahan hidup bersama Samsudin Nisa memutuskan
untuk
bercerai, Nisa menerima lamaran Pakleknya sendiri untuk
dijadikan suami. Hal-
hal yang khas itu ialah hamil, melahirkan, dan merawat anaknya.
Realitas fisik itu
dialami tokoh Nisa yang melahirkan Mahbub kutipan (53) berikut
menunjukkan
hal tersebut:
(53) Kini aku yang gelagapan sebenarnya aku belum siap dengan
rencana pernikahan yang kedua kali. Sekalipun mencintainya, tak
berarti bahwa aku ingin cepat-cepat menikah dengannya. Seminggu
kemudian, keputusan itu kuambil dan Lek Khudhori mengkhitbahku
untuk selang waktu seminggunya lagi kami pun menikah dengan
sederhana sekali. Tiga minggu kemudian saat kurasakan perutku mulai
mual-mual dan terasa masuk angin berat, setiap hari aku minta
dibelikan apel Jepang untuk mengatasi mual-mual dan nafsu makanku
yang turun dratis. Pada saat usia kandunganku mencapai lima bulan,
ibu dan bapak mengunjungi kami untuk melihat dengan mata kepala
sendiri cerita kehamilanku yang tepat pukul sepuluh malam, setelah
melalui perjuangan yang luar biasa antaraku dan janinku, bayiku
lahir melengking menebus kasadaranku akan makna seorang ibu. Aku
menangis haru dan terlelap sesaat oleh rasa lelah dan puas
kelahiranku itu (hlm. 281-288).
-
42
Secara fisik pula, tokoh Nisa digambarkan sebagai seorang wanita
yang
memiliki wajah cantik. Kecantikan yang dimiliki tokoh Nisa
banyak
mengundang perhatian para laki-laki dikampusnya kutipan (54 ).
Dalam aspek
fisik, tokoh Nisa juga digambarkan sebagai individu yang secara
kodrat lemah
tetapi kenyataan hidup Lek Khudhori membuat tokoh Nisa semakin
teguh pada
pendiriannya. Realitas fisik tersebut dialami tokoh Nisa yang
merasa rapuh akibat
ditinggal meninggal oleh Lek Khudhori yaitu suaminya. Nisa
memiliki ketegaraan
dalam menghidupin anaknya semata wayang kutipan (50) berikut
mengungkapkan hal tersebut:
(54) ”Memang Nisa itu baik, pandai dan cantik pula tidak ada
yang kurang darinya. Sejak dalu aku meliat kecerdasanmu saat kau
mendebat Kiai Ali. Seorang aktivis sebuah organisasi mati-matian
mendekatiku dan Mencoba meraih hatiku. Aku selalu terauma dengan
Samsudin, tidak sedikitpun kuhiraukan pembicaraannya. Sebab itu aku
sadar, peristiwa demi peristiwa yang kulewatidalam hidup adalah
halaman demi halaman ilmu yang tengah kubaca dan kucoba mengerti,
hikma apa yang terkandung olehnya. Hidup dan mati sepenuhnya di
Tangan Allah dan jika kami harus berpisah, sebab Allah memang
Menghendaki yang demikian” (hlm.202-305). Kenyataan fisik dari
kutipan (55) dan (56) itu telah menempatkan
tokoh Nisa sebagai individu yang lemah dan membutuhkan
perlindungan dari
seseorang pria yang bertanggung jawab terhadap istri tidak
melakukan kekerasan
dalam menjalankan rumah tangga. Nisa siap untuk memutuskan untuk
menikah
dengan pamannya yaitu Lek Khudhori.
Dalam aspek fisik pula, tokoh Nisa digambarkan sebagai wanita
dewasa
yang memiliki kesadaraan tentang perubahan dirinya dari masa
kanak-kanak dan
semakin dewasa akan waktu . Ia mengerti perubahan usia sebagai
sesuatu yang
harus di jalani, Hal itu ditunjukan dalam kutipan (55) dan (56)
di bawah ini:
-
43
(55) “Sejak saat ini, kau bukan lagi kanak-kanak, Nisa.Darah
haid pertama telah menandai batas masa kanak-kanakmu menuju usia
dewasa sejak hari ini, kau adalah mukallaf semua hukum agama harus
dilakasanakan sebagaimana mestinya kau sudah dewasa sekarang!
jangan bertingkah seperti kanak-kanak kau juga harus mulai mengaji
kelak dengan tekun. Jangan membikin ulah macam-macam disaat
mengaji. Hormati pak Ali dan jaga sopan santun. Atas dukungan ibu
dan Wildan juga atas pertimbangan bahwa kondisiku kurang baik untuk
tinggal terlalu lama tanpa aktivitas setelah menjadi janda aku
berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan sekolah aku merasa
kemerdekaan hidup mengobsesi sekian lama dalam benakku. Toh aku
sudah dewasa kini (hlm. 92-93 ). (56) “Nisa sekarang ini aku
merasa, tak ada lagi yang mesti kita tunggu, Kurasakan pula,
kebutuhan untuk itu sampai pada tingkatan wajib. Bagaimana menurut
Nisa?”Kukatakan pertikahan ini dalah masa kemerdekaan hidup
(hlm.211). Berdasarkan kutipan (51), (52), (53), (54), dan kutipan
(55), (56) di
atas dapat disimpulkan bahwa citra diri wanita tokoh Nisa dalam
aspek fisik
tergambar sebagai wanita dewasa yang mengalami peristiwa hamil,
melahirkan,
dan merawat anaknya. Selain itu, tokoh Nisa secara fisik
digambarkan sebagai
wanita mandiri. Hal ini terwujud dari kemampuannya untuk
berkembang dan
membangun diri berdasarkan pola pilihannya sendiri. Tokoh Nisa
bertanggung
jawab dan mampu membangun keluarga sejahtera. Meskipun secara
kodrat
wanita itu lemah, ia digambarkan sebagai wanita yang memiliki
wajah cantik.
Selanjutnya setelah hidup berkeluarga, tokoh Nisa digambarkan
sebagai
wanita dewasa yang dicirikan secara khas. Lek Khudhori adalah
segala-segalanya
bagi kehidupan Nisa, selain itu sebagai inspirasi perjuangan
Nisa untuk terus
bangkit menghadapi gelombang kehidupan bersama Samsudin. Hal
itu
ditunjukkan dalam kutipan (57) di bawah ini.
(57) Akan sangat berbeda jika Lek Khudhori yang terbayang
dibenakku. Seluruh dunia jadi indah dan tersenyum bersamaku.
Mengkhayalkannya
-
44
membuat semangatku jadi bergairah Lek Khudhori telah menjadi
inspirasi perjuanganku untuk hidup dan bangkit (hlm.113).
Kutipan (57) itu telah menempatkan tokoh Nisa sebagai wanita
dewasa
yang mempunyai segala-galanya bagi kehidupannya dan dia
membutuhkan calon
suami yang baik dan sebagai inspirasi hidupnya. Semua itu dia
dapatkan dari
sosok Lek Khudhori sebagai penyemangat untuk selalu bangkit dari
kekerasan
Samsudin.
Secara fisik pula tergambar sebagai seorang wanita yang dewasa
memiliki
kegembiraan yang terlihat dari air mata yang keluar dan lukalara
Nisa telah
menaiki tangga kebahagianku kembali. Setelah berjuta jam sesak
nafas dalam
kurungan nafsu Samsudin. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (58)
dibawah ini.
(58) Sukmaku melayang ringan menjemput purnama dan gemerlap
udara kebebasan. Tak kaburlah air mata dan dukalara, kini aku telah
menaiki dalam lubang gelap gua hitam minotaunya Samsudin (hlm.186).
(59) Aku menghabiskan masa libur sekolah, aku dapat mencari telur
burung emprit kesukaanku didahan pepohonan dan berkuda sampai
perbatasan desa sambil berburu burung. Tentu saja ia naik kuda lain
yang sama besarnya tinggi dengan kuda tungganganku (hlm.18). (60)
Masa remajaku dan membiarkan aku menikmati serpihan bahagia dan
berbagai gejolak melangkah berdua, menyeberangi titihan cinta di
atas mega-maga (hlm.187). Berdasarkan kutipan (58), (59), dan (60)
dapat disimpulkan bahwa tokoh
Nisa mengalami kebahagiaan yang selama ini yang ingin dia
rasakan, bahwa citra
diri tokoh Nisa dalam aspek fisik tergambar sebagai wanita yang
dewasa, tokoh
Nisa ingin keluar dari siksaan Samsudin kini dia sudah
mendapatkan tangga
kebahagiaan air mata Nisa tidak dapat di bendung lagi. Dia
merasa kebebasaan ini
semua berkat Lek Khudhori yang telah membantunya.
-
45
3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Psikis
Citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek psikis merupakan hal
yang akan
dikaji dalam subab ini. Keadaan psikis tokoh Nisa dapat
mendukung kejelasan
identitas diri wanita itu. Dengan diketahuinya keadaan psikis
tokoh Nisa itu dapat
diperoleh gambaran diri wanita yang khas dalam novel Perempuan
Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy. Berikut ini akan dipaparkan
satu demi satu
keadaan tokoh Nisa dalam aspek psikisnya.
Dalam aspek psikis, citra diri wanita tokoh Nisa digambarkan
sebagai
wanita dewasa yang memiliki perasaan dan kepribadian baik.
Gambaran perasaan
dan kepribadian tokoh Nisa terlihat melalui tingkah laku dirinya
terhadap Lek
Khudhori. Tokoh Nisa dengan kelembutan hatinya menerima lamaran
Lek
Khudhori untuk menjadi istrinya. Karakteristik psikis yang
dimiliki tokoh Nisa itu
telah menempatkan dirinya sebagai wanita dewasa yang stabil
sifatnya. Dengan
kestabilan itu Tokoh Nisa mampu terhindar dari kekerasan
Samsudin. Hal itu
ditunjukkan dalam kutipan (61) di bawah ini:
(61) ”Kini aku yang gelagapan. Sebenarnya aku belum siap dengan
rencana pernikahan yang kedua kali. Sekalipun mencintainya, tak
berarti bahwa aku ingin cepat-cepat menikah dengannya, terlebih
saat tengah berada dalam puncak kegairahan untuk kuliah dan
berorganisasi kurasakan pula bahwa pengakuan itu begitu tulus dari
dalam, keluar dari sekian pertimbangan yang telah di lakukannya.
”Beri aku kesempatan satu minggu untuk memikirkannya,seminggu
kemudian, keputusan itu kuambil dan Lek Khudhori mengkhitbahku
untuk selang waktu seminggunya kamipun menikah (hlm.209-210).
(62) Ketika perceraian itu akhirnya berlangsung juga, kutatap
langit di atas berhamburan bintang-bintang. Takkaburlah air mata
dan dukalara kini aku telah menaiki tangga kebebasanku, kembali
setelah terpuruk dalam lubang gelap gua hitam minotaurnya Samsudin
(hlm.180).
-
46
Selanjutnya, psikis tokoh Nisa tergambar sebagai wanita
dewasa
yang memiliki pandangan positif terhadap nilai-nilai waktu.
Tokoh Nisa
menyadari bahwa segala macam kesibukan dirinya merupakan
pengalaman berharga dalam mencapai cita-cita dan keberhasilan di
masa
depan. Hal itu menunjukkan bahwa Nisa berhasil memanfaatkan
waktu
dengan sebaik-baiknya kutipan (63) dan (64) berikut akan
menunjukkan
bahwa Nisa tidak pernah mentaati waktu, melainkan waktu yang
memburu dirinya kesegala arah.
(63) Bahwa aktivitas kuliah telah membuat kesibukan tersendiri
untukku. Lengkaplah jam demi jam kulalui dalam keterpesonaan ilmu
dan ke hausanku untuk mendalami segala sesuatu. Kerinduanku untuk
pada rumah juga pada Lek Khudhori menjadi berkurang karena
kesibukkan kuliah (hlm.198). (64) Dengan organisasi, aku
mempelajari cara berorientasi dan manajemen, menguasai massa, juga
lobbying dengan menulis, aku belajar menata seluruh gagasan yang
kudapat baik di kuliah maupun organisasi, tambah pengalaman dan
per