-
i
CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINI
KARYA ABIDAH EL KHALIEQY: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Mentari Mega Puspita Sengke
144114034
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya
tulis
ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang
telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya
karya
ilmiah.
Yogyakarta, 20 Agustus 2018
Penulis
Mentari Mega Puspita Sengke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
Untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas
Sanata Dharma:
Nama : Mentari Mega Puspita Sengke
NIM : 144114034
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Citra
Tokoh Kartini
dalam Novel Kartini Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sosiologi
Sastra”.
Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata
Dharma hak
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam
bentuk
pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan
mempublikasikannya di
internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta
izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama
tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal, 20 Agustus 2018
Yang Menyatakan,
Mentari Mega Puspita Sengke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku,
Lasut Djoike Sengke dan Polce Laohan.
dan juga semua orang yang saya kasihi, serta yang selalu
mengasihi saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
MOTO
“Berusahalah saat ini juga, agar yang tidak mungkin kemarin bisa
menjadi
mungkin saat ini dan selamanya”
Bekerja
Berusaha
Berdoa
“Oposikola Da Timbali Talakana”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan yang
Maha
segala dan semesta atas berkat, karunia, dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Citra Tokoh Kartini dalam
Novel Kartini
Karya Abidah El Khaliqy: Tinjauan Sosiologi Sastra” ini dengan
baik dan lancar.
Skripsi yang berjudul “Citra Tokoh Kartini dalam Novel Kartini
Karya
Abidah El Khaliqy: Tinjauan Sosiologi Sastra” ini dibuat untuk
memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai derajat sarjana Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini
dengan baik
dan lancar tanpa pihak-pihak yang telah bersedia membantu baik
secara
akademis maupun nonakademis. Oleh sebab itu, rasa syukur dan
terima kasih
patut disampaikan juga kepada pihak-pihak yang telah bersedia
membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pihak-pihak yang
dimaksudkan sebagai
berikut.
Kedua orang tua saya, Polce Laohan dan Lasut Djoike Sengke
terima kasih
atas kesabaran, perhatian, kasih sayang, dan pengorbanannya.
Begitu juga kakak
dan adik saya. Para sahabat, teman-teman angkatan 2014 Program
Studi Sastra
Indonesia, teman-teman KKN (Kerja Kuliah Nyata) dan yang
terkhusus Renaldi
Firmanzah yang selama ini mendukung saya. Terima kasih atas
pertemanan dan
dukungannya.
Terima kasih kepada Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum sebagai
pembimbing I dan Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum
sebagai
pembimbing II yang penuh dengan kesabaran memberikan bimbingan,
arahan,
dan dorongan yang tidak henti-hentinya di sela-sela
kesibukannya. Kepada Prof.
Dr. Praptomo Baryadi, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik
angkatan
2014. Terima kasih atas waktu dan tenaga yang telah diberikan
kepada saya.
Nasihat dan dukungan yang selalu mendorong penulis agar selalu
bekerja keras.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
Terima kasih juga kepada Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A.
selaku Wakil
Ketua Program Studi Sastra Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto,
M.Hum., Maria
Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., Dr. Paulus Ari Subagyo,
M.Hum., (alm),
dan Drs. Hery Antono, M.Hum. (alm) yang telah bersedia membagi
ilmunya
selama saya berkuliah di Program Studi Sastra Indonesia; juga
kepada Staf
Sekretariat Fakultas Sastra khususnya Jurusan Sastra Indonesia
atas
pelayanannya yang baik selama ini.
Penulis menyadari pula bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dalam
skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan koreksi,
kritik, dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi
ini.
Yogyakarta, 20 agustus 2018
Penulis
Mentari Mega Puspita Sengke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
ABSTRAK
Sengke, Mentari Mega Puspita. 2018, Citra Tokoh Kartini dalam
Novel Kartini
karya Abidah El Khalieqy : Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi
Strata satu
(S1). Yogyakarta : Sastra Indonesia. Fakultas Sastra.
Universitas Sanata
Dharma
Penelitian ini mengkaji citra Kartini dalam novel Kartini karya
Abidah El
Khalieqy. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
dan
mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan serta latar untuk
mengetahui citra
tokoh Kartini dalam novel Kartini.
Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra untuk
menganalisis citra
tokoh Kartini dalam novel Kartini. Jenis penelitian yang dipakai
yaitu analisis
kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan teknik studi
pustaka, simak,
dan catat.
Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, kajian struktural
dan citra
Kartini. Kajian struktural dibagi menjadi dua yaitu tokoh dan
penokohan serta
latar. Tokoh utama dalam novel ini adalah Kartini, dan tokoh
tambahan adalah
Ngasirah, Raden Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono,
Kardinah, Sulastri,
Raden Ajeng Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje,
Revesteyn,
Nyonya Ovink Soer, Tuan Ovink Soer, dan Kiai Sholeh Darat.
Sedangkan latar
dalam novel ini terbagi tiga yaitu latar tempat, latar waktu dan
latar sosial. Latar
tempat pada novel Kartini adalah Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah
Kartini),
Ruang Perpustakaan, Pantai Pandengan, Pendopo Agung Kabupaten
Rembang,
Pendopo Utama Kabupaten Demak, dan Gedung Residen Semarang.
Latar waktu
antara tahun 1879 hingga 1900an. Latar sosial dalam novel
Kartini terdapat tiga
yaitu 1) Tradisi terhadap sebutan Raden Ayu, 2) Menikah dengan
sesama
Bangsawan untuk mendapatkan kedudukan, 3) Adat Pingitan yang
harus dijalani
anak Bangsawan Jawa. Citra Kartini dibagi menjadi tiga yaitu
citra fisik, citra
psikis, dan citra sosial dalam keluarga dan masyarakat. Citra
Kartini dalam aspek
fisik yaitu (1) Penampilan Kartini, (2) Cantik, dan, (3) hamil
dan melahirkan.
Citra Kartini dalam aspek psikis yaitu (1) kepandaian Kartini,
(2) perjuangan
Kartini ditentang melanjutkan sekolah, (3) perjuangan Kartini
dalam membela hak
perempuan, dan (4) perjuangan Kartini dalam menentang
ketidakadilan. Citra
Kartini dalam aspek sosial keluarga yaitu (1) perlawanan Kartini
dalam pingitan,
(2) perlawanan Kartini dalam perjodohan dan poligami, (3)
hubungan Kartini
dengan ibu, (4) hubungan Kartini dengan empat laki-laki, dan (5)
hubungan
Kartini dengan saudarinya. Sedangkan citra Kartini dalam aspek
sosial
masyarakat yaitu, (1) perjuangan Kartini dalam bidang
pendidikan, (2) perjuangan
Kartini dalam bidang kerajinan, dan (3) perjuangan Kartini dalam
bidang agama.
Kata Kunci: Kartini, Citra, Struktural , Sosiologi Sastra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
ABSTRACT
Sengke, Mentari Mega Puspita. 2018, The Image of The Character
Kartini in
Abidah El Khalieqy’s Kartini : A Review of Literary Sociology.
Thesis.
Bachelor Degree (S1). Yogyakarta : Indonesian Literature,
Faculty Of
Letters, Sanata Dharma University.
This research discuss about the image of Kartini in the novel
entitled Kartini
written by Abidah El Khalieqy. The purpose of this research is
to describe the character,
characteristic, setting, and also picturing the image of Kartini
in the form of physical
image, psychological image, and sociological image which are
divided into two parts:
social image of family and social image of society the novel
Kartini Kartini.
This research uses the theory of Sociology of literature to
analyze the image of
the characters Kartini in Abidah El Khalieqy’s Kartini. This
type of research used the
qualitative analysis. Method of data collection using the
technique is library research,
observation, and record.
The result of this research has two parts which are the
structural study and the
image of Kartini. Structural study is divided into two which are
the characteristic and
setting. The major character in this novel is Kartini and the
minor character is Ngasirah,
Raden Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah,
Sulastri, Raden Ajeng
Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn,
Nyonya Ovink Soer,
Tuan Ovink Soer, and Kiai Sholeh Darat. Meanwhile, the setting
in the Kartini novel is
divided into three which are setting of place, setting of time,
and setting of social
environment. The setting of place in the Kartini novel is Jepara
Regency Hall (Kartini
House), Room Pingitan, Space Library, Beach Pandengan, Pendopo
Agung Rembang
Regency, The Main Demak Pendopo, and Building resident,
semarang. The setting of
time of the novel is the year of 1879 until 1900. There are
three setting of social
environment in the Kartini novel 1) Raden Ayu tradition of
appellation, 2) Married to
fellow Noblemen to gain position, and 3) tradition Pingitan that
must be carried to the
daughter of the count of. The image of Kartini is divided into
three which are physical
image, psychological image, and sociological image in family and
society. The physical
image of Kartini is (1) Kartini’s appearance, (2) beautiful, and
(3) pregnant and giving
birth. The psychological setting is (1) the cleverness of
Kartini, (2) the struggle of Kartini
to have a proper education that is being opposed, (3) the
struggle of Kartini to speak up
for women’s right and (4) the struggle of Kartini to fight for
injustice. The social image of
family in this novel is (1) the resistance of Kartini in
pingitan, (2) the resistance of Kartini
in opposing arranged marriage and polygamy, (3) Kartini’s
relation with her mother, (4)
Kartini’s relation with four men and (5) Kartini’s relation with
her sister. The social
image of society in Kartini novel is (1) the struggle of Kartini
in the field of education,
(2) the struggle of Kartini in the field of art, and (3) the
struggle of Kartini in the field of
religion.
Keywords: Kartini, Image, Structural, Literary Sociology
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
........................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
..................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ........... v
HALAMAN PERSEMBAHAN
......................................................................
vi
MOTO
..............................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR
.....................................................................................
viii
ABSTRAK
.......................................................................................................
x
ABSTRACT
.......................................................................................................
xi
DAFTAR ISI
....................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
..................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian
....................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian
..................................................................
4
1.5 Tinjauan Pustaka
.....................................................................
5
1.6 Landasan Teori
........................................................................
8
1.6.1 Pendekatan Struktural
.................................................... 8
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan
................................................ 9
1.6.1.2 Latar
............................................................................
10
(a) Latar Tempat
.....................................................................
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
(b) Latar Waktu
......................................................................
11
(c) Latar Sosial-Budaya
.......................................................... 11
1.6.2 Sosiologi Sastra
.............................................................
11
1.6.3 Citra
...............................................................................
12
(a) Aspek Fisik
.......................................................................
14
(b) Aspek Psikis
......................................................................
14
(c) Aspek Sosial
......................................................................
14
1.7 Metode Penelitian
....................................................................
15
1.7.1 Jenis Penelitian
..............................................................
15
1.7.2 Metode Pengumpulan Data
........................................... 16
1.7.3 Metode Ananlisis Data
.................................................. 16
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
.......................... 17
1.7.5 Sumber Data
..................................................................
17
1.8. Sistematika Penyajian
.............................................................
18
BAB II STRUKTUR CERITA BERUPA TOKOH PENOKOHAN, DAN
LATAR DALAM NOVEL KARTINI KARYA ABIDAH EL
KHALIEQY
2.1 Pengantar
.................................................................................
19
2.2 Tokoh dan Penokohan
.............................................................
20
2.2.1 Tokoh Utama
........................................................................
20
2.2.1.1 Kartini
.........................................................................
20
2.2.2 Tokoh Tambahan
..................................................................
23
2.2.2.1 Tokoh Tambahan: Ngasirah
....................................... 23
2.2.2.2 Tokoh Tambahan: Raden Sosroningrat
...................... 24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
2.2.2.3 Tokoh Tamabahan: Kartono
....................................... 25
2.2.2.4 Tokoh Tambahan: Rukmini (Bikmi)
.......................... 26
2.2.2.5 Tokoh Tambahan: Busono
......................................... 26
2.2.2.6 Tokoh Tambahan: Kardinah (Klientje)
...................... 27
2.2.2.7 Tokoh Tambahan: Sulastri
......................................... 28
2.2.2.8 Tokoh Tambahan: Raden Ajeng Wuryan ...................
29
2.2.2.9 Tokoh Tambahan: Raden Adipati Joyoadingrat .........
29
2.2.2.10 Tokoh Tambahan:
Hungronje................................... 30
2.2.2.11 Tokoh Tambahan: Ravesteyn
................................... 31
2.2.2.12 Tokoh Tambahan: Nyonya Ovink-Soer ...................
32
2.2.2.14okoh Tambahan Tuan Ovink-Soer
............................ 33
2.2.2.14 Tokoh Tambahan: Tuan Sitjhoff
.............................. 34
2.2.2.15 Kiai Sholeh Darat
..................................................... 34
2.3 Latar
.........................................................................................
35
2.3.1 Latar
Tempat.........................................................................
35
2.3.1.1 Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah Kartini) .............
35
2.3.1.2 Kamar Pingitan
........................................................... 35
2.3.1.3 Ruang Perpustakaan
................................................... 37
2.3.1.4 Pantai
Pandengan........................................................
37
2.3.1.5 Pendopo Agung Kabupaten Rembang ........................
38
2.3.1.6 Pendopo Utama Kabupaten
Demak............................ 38
2.3.1.7 Gedung Reasiden Semarang
....................................... 39
2.3.2 Latar Waktu
..........................................................................
39
2.3.2.1 1879
............................................................................
39
2.3.2.2 1885
............................................................................
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
2.3.2.3 1900
............................................................................
40
2.3.3 Latar Sosial-Budaya
.............................................................
40
2.3.3.1 Tradisi Terhadap Sebutan Raden Ayu
........................ 41
2.3.3.2 Menikah Dengan Sesama Bangsawan Untuk Mendapatkan
Kedudukan
..................................................................
41
2.3.3.3 Adat Pingitan Yang Harus Dijalani Anak Bangsawan
Jawa
............................................................................
42
2.4 Rangkuman
..............................................................................
43
BAB III CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINI KARYA
ABIDAH EL KHALIEQY
3.1 Pengantar
.................................................................................
44
3.2 Citra Tokoh Kartini Dalam Aspek
Fisik.................................. 44
3.2.1 Penampilan Kartini
........................................................ 44
3.2.2 Cantik
............................................................................
45
3.2.3 Hamil dan Melahirkan
................................................... 46
3.3 Citra Tokoh Kartini dalam Aspek Psikis
................................. 47
3.3.1 Tingkat Kepandaian Kartini
.......................................... 47
3.3.2 Perjuangan Kartini ditentang Melanjutkan Sekolah ......
48
3.3.3 Perjuangan Kartini dalam Membela Hak Perempuan ... 49
3.3.4 Perjuangan Kartini dalam Menentang Ketidakadilan ....
50
3.4 Citra Tokoh Kartini dalam Aspek Sosial
................................. 51
3.4.1 Citra sosial Tokoh Kartini dalam Keluarga
.......................... 51
3.4.1.1 Perlawanan Kartini dalam Menjalani Pingitan ...........
52
3.4.1.2 Perlawanan Kartini dalam Perjodohan dan Poligami .
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
3.4.1.3 Hubungan Kartini dengan Ibu
.................................... 54
3.4.1.4 Hubungan Kartini dengan empat Laki-laki ................
56
3.4.1.5 Hubungan Kartini dengan Saudarinya
........................ 57
3.4.2 Citra sosial Tokoh Kartini dalam Masyarakat
...................... 58
3.4.2.1 Perjuangan Kartini dalam Bidang Pendidikan ...........
58
3.4.2.2 Perjuangan Kartini dalam Bidang Kerajinan ..............
59
3.4.2.3 Perjuangan Kartini dalam Bidang Agama ..................
60
3.5 Rangkuman
.............................................................................
62
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
..............................................................................
63
4.2 Saran
........................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................
65
Sumber Referensi Internet
............................................................................
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai
medium,
bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan
gambaran
kehidupan, dan kehidupan sendiri adalah suatu kenyataan sosial.
Dalam
pengertiannya, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat,
antara
masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan
antarperistiwa yang terjadi
dalam batin seseorang. Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk
dinikmati, dihayati,
dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002:1).
Sehubungan dengan adanya bahwa latar belakang sosial budaya
yang
ditampilkan oleh pengarang itu meliputi, tata cara kehidupan,
adat-istiadat,
kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, konvensi-konvensi
lokal, sopan santun,
hubungan kekerabatan dalam masyarakat, cara berpikir, dan cara
memandang
segala sesuatu atau perspektif kehidupan, pengarang harus
mendokumentasikan
keadaan sosial budaya. Lewat karya sastra, seorang pembaca dapat
memahami
latar belakang sosial budaya masyarakat (Waluyo, 1994:54).
Citra didefinisikan sebagai kesan mental atau bayangan visual
yang
ditimbulkan oleh kata, frasa, atau kalimat yang merupakan unsur
dasar yang khas
dalam karya prosa dan puisi. Dewasa ini sukar memberikan suatu
“gambaran”
perempuan dan kepribadiannya secara bulat karena sejak dahulu
perempuan telah
menampilkan dirinya dalam barbagai cara. Terlebih-lebih
penampilan itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
ditujukan dalam sifat dan sikap terhadap masalah yang
dihadapinya (Prodopo,
1990: 78).
Fiksi sebagai karya imajinatif dengan berbagai permasalahan
manusia dan
kemanusiaan, hidup dan kehidupan pengarang menghayati berbagai
permasalahan
tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya
kembali
melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangan. Fisik sebagai
prosa naratif yang
bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung
kebenaran yang
mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang
mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya
terhadap
kehidupan, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai
dengan tujuannya
yang sekaligus memasukan unsur hiburan dan penerangan terhadap
pengalaman
kehidupan manusia (Nurgiyantoro, 1995:2-3).
Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia
yang
berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang
dibangun melalui
berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh
penokohan, latar, sudut
pandang, dan lain-lain yang keseluruhannya juga bersifat
imajinatif. Semuanya itu
walau bersifat noneksistensial karena dengan sengaja dikreasikan
oleh pengarang,
yang dibuat mirip, diimitasikan dan atau dianalogikan dengan
kehidupan dunia
nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya,
sehingga tampak
seperti sungguh ada dan terjadi, terlihat berjalan dengan sistem
koherensinya
sendiri. Kebenaran dalam karya fiksi dengan demikian, tidak
harus sama (dan
berarti) dan memang tidak perlu disamakan (dan diartikan) dengan
kebenaran
yang berlaku di dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
Pengarang yang selalu turut serta dalam menghiasi jejak sastra
di Tanah
Air adalah Abidah El Khaliqy. Abidah selalu melukiskan kisah
perempuan
dengan beragam macam permasalahan. Sosiologi sastra merupakan
salah satu
tinjauan yang paling dekat untuk dipakai sebagai alat penjawab
dalam karya
Abidah ini. Lewat karya yang dihadirkannya Abidah selalu
menggunakan
permasalahan kehidupan. Salah satunya adalah novel Kartini
seakan kita
diingatkan kembali pada masa lampau atas perjuangan R.A Kartini
dalam
memperjuangankan hak. Pada saat itu Kartini menginginkan agar
perempuan dan
laki-laki mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
kesempatan
berpendidikan, berkarier dan berpolitik, karena R.A. Kartini
sendiri telah
menjadi korban dari penindasan adat sebagai seorang putri
adipati yang tidak
mempunyai kebebasan beraktivitas di luar kadipaten. Penindasan
adat yang
tidak memungkinkan perempuan untuk memperoleh pendidikan dan
pengajajaran yang layak, R.A Kartini saat itu dibatasi karena
adanya status putri
kerajaan yang tidak boleh ke luar dari istana dan tidak boleh
bergaul dengan
masyarakat di luar istana. Di samping itu, budaya pernikahan di
bawah umur
dan perkawinan paksa juga memperburuk kesempatan perempuan
untuk
berkembang. Namun seiring berjalannya waktu perjuangan R.A
Kartini itu sudah
dapat dilihat pada saat ini boleh dikatakan perempuan Indonesia
sudah hampir
memiliki hak yang sama seperti laki-laki, walaupun hal itu belum
sepenuhnya
dijalani oleh sebagian perempuan Indonesia.
Novel Kartini karya Abidah El Khalieqy ini sangat menarik untuk
dibaca.
Penulis tertarik pada novel ini karena dua alasan. Alasan
pertama yaitu, novel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
Kartini membahas adanya masalah sosial dan budaya. Alasan kedua,
novel ini
mempunyai ciri khas tersendiri karena bercerita tentang
pertentangan Kartini atas
ketidak adilan zamannya. Di sini lebih ditegaskan lagi tentang
pemikiran Kartini
yang begitu keras dengan adanya peraturan pada saat itu. Novel
ini bercerita
tentang Kartini yang memiliki prespektif dunia yang begitu jauh,
meradang atas
ketidakadilan zamannya, melantangkan sumpah ikatan pernikahan
dan menabrak
akar tradisi yang tertanam dalam keluarganya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas
dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana struktur cerita yang meliputi tokoh dan
penokohan serta latar
dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy?
1.2.2 Bagaimana citra tokoh Kartini dalam novel Kartini karya
Abidah El
Khalieqy?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengkaji struktur cerita yang meliputi tokoh dan penokohan
serta latar
dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy.
1.3.2 Mengkaji citra tokoh Kartini dalam novel Kartini karya
Abidah El
Khalieqy.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pengetahuan
ilmu sastra khususnya, sebagai contoh penerapan teori sosiologi
sastra.
Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pemahaman
tentang sosok Kartini. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai
referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.5 Tinjauan Pustaka
Dilakukannya tinjauan pustaka agar dapat diketahui keaslian
penelitiannya. Gunanya hal ini untuk memaparkan penelitian yang
telah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya. Dalam hal ini peneliti mendapatkan
beberapa penelitian
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti.
Indrawati (2017). Dalam penelitiannya mengkaji feminisme tokoh
dalam
novel Kartini karya Abidah El Khaileqy. Metode yang digunakan
adalah kualitatif
kritis. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan analisis
wacana. Dalam
penelitian ini digunakan kajian tekstual yaitu menganalisis teks
novel Kartini.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama,
feminisme tokoh
dalam novel Kartini karya Abidah El Khaileqy dari sisi
perbuatannya terdapat
beberapa ideologi yang diperjuangkan yaitu (1) keterikatan pada
struktur, (2)
penolakan terhadap hakikat kodrat, (3) pembelaan terhadap
kelompoknya yang
tertindas, dan (4) pengambilan distansi untuk menunjukkan
kemampuan. Kedua,
feminisme tokoh dalam novel Kartini karya Abidah El Khaileqy
melalui ucapan-
ucapannya menggambarkan ada beberapa ideologi yang diperjuangkan
yaitu (1)
pengurangan distansi dalam kerangka solidaritas, (2)
pemberontakan terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
kemapanan laki-laki, (3) perasaan senasib dengan sesamanya, dan
(4) teguh dalam
berjuang.
Wismayanto (2009), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
citra
wanita Bali dalam novel Kenanga yang tidak dapat lepas dari
lingkungan dan
budaya Bali, serta kehidupan di sekitarnya. Pendekatan yang
digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Melalui
pendekatan ini dapat
diketahui bahwa citra wanita Bali dalam novel Kenanga tidak
dapat lepas dari
hubungan wanita Bali dengan lingkungannya yaitu budaya Bali
serta interaksi
dengan tiap manusia pendukungnnya. Metode yang digunakan dalam
penelitian
ini adalah metode deskriptif, dengan langkah sebagai berikut:
pertama,
menganalisis tokoh dan latar. Kedua, menggunakan analisi pertama
untuk
memahami lebih dalam lagi citra wanita Bali dalam novel Kenanga
karya Oka
Rusmini.
Latuny (2011), dalam penelitiannya mengkaji citra perempuan
tokoh
utama dalam novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono.
Penelitian
ini bertujuan menganalisis dan mendeskripsikan unsur tokoh dan
penokohan
dalam novel Tiga Orang Perempuan untuk mengetahui citra
perempuan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sosiologi
sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan.
Diawali dengan
melakukan analisis unsur tokoh dan penokohan terhadap novel Tiga
Orang
Perempuan. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis
citra perempuan tokoh utama dalam novel Tiga Orang Perempuan.
Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi analisis.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan dalam novel Tiga
Orang
Perempuan kemudian menganalisis dan menentukan citra perempuan
tokoh
utama. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua
hal, yakni teknik
simak dan teknik catat. Teknik simak digunakan penulis untuk
menyimak novel
Tiga Orang Perempuan sebagai bahan penelaahan. Teknik catat
digunakan
penulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan
mendukung pemecahan
rumusan masalah, dalam hal ini meliputi unsur tokoh dan
penokohan serta citra
perempuan tokoh utama.
Fitriani (2001), dalam penelitiannya mengkaji citra wanita tokoh
Nisa
dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy.
Tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan unsur intrinsik novel
Perempuan Berkalung
Sorban dan menganalisis citra wanita tokoh Nisa. Dalam
penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengutamakan teks
sastra sebagai
bahan penelaahan. Mula-mula dilakukan analisis struktural
terhadap novel
Perempuan Berkalung Sorban untuk melihat kebulatan makna di
dalamnya. Hasil
analisis struktural digunakan sebagai dasar untuk menganalisis
gejala sosial
mengenai citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung
Sorban.
Adapun metode yang digunakan adalah (1) metode analisis untuk
menganalisis
unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban, citra wanita
tokoh Nisa
dalam novel Perempuan Berkalung Sorban. (2) metode klasifikasi
untuk
mengelompokkan perilaku tokoh Nisa dalam aspek fisik, psikis,
keluarga, dan
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
Dari pemaparan penelitian diatas terdapat salah satu jurnal
yang
menggunakan novel Kartini sebagai objek penelitiannya dengan
menggunakan
teori feminisme sehingga pada penelitian ini penulis menggunakan
objek yang
sama yaitu novel Kartini. Namun, menggunakan teori yang berbeda
yaitu
sosiologi sastra.
1.6 Landasan Teori
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan struktural.
Pendekatan
struktural berupa tokoh penokohan, dan latar karena unsur-unsur
tersebut yang
paling berpengaruh dalam setiap cerita. Unsur tokoh dan
penokohan mampu
menjelaskan peran tokoh baik segi fisik, perwatakan, dan kondisi
sosialnya.
Sedangkan latar digunakan untuk menganalisis konteks waktu dan
sosial-budaya
dalam novel Kartini.
1.6.1 Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra
yang
cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun
karya sastra
dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur
tersebut dalam
rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan struktural mencoba
menguraikan
keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai
kesatuan
struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh
(Teeuw, 1984:
135). Dapat diambil kesimpulan bahwa struktur karya sastra
(fiksi) terdiri atas
unsur-unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat sebagai
unsur yang paling
menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra
(fiksi),
(Sumardjo, 1991:54).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh merujuk pada orang atau pelaku dalam sebuah cerita,
sedangkan
penokohan adalah cara penulis menampilkan sifat dan watak dari
suatu tokoh.
Penokohan juga disebut sebagai gambaran yang jelas mengenai
seseorang yang
ditampilkan dalam suatu cerita. (Nurgiyantoro, 2010:165)
mengemukakan tokoh
cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif, atau drama,
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam
tindakan. Tokoh rekaan dalam sebuah karya fiksi dibedakan
menjadi beberapa
jenis. Pembedaan tersebut didasarkan pada sudut pandang dan
tinjauan seperti,
tokoh utama, tokoh protagonis, tokoh berkembang, dan tokoh
tipikal. Tetapi pada
penelitian ini peneliti hanya akan membahas tokoh utama dan
tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel.
Tokoh yang paling banyak diceritakan, sering hadir dalam setiap
kejadian, dan
berhubungan erat dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh utama
kemungkinan ada lebih
dari satu dalam sebuah novel. Kadar keutamaannya ditentukan
dengan dominasi
penceritaan dan perkembangan plot secara utuh. Tokoh utama
sering ditemui
dalam tiap halaman buku cerita. Tokoh tambahan merupakan lawan
dari tokoh
utama. Tokoh tambahan lebih sedikit pemunculannya dalam cerita
dan
kehadirannya hanya ada pada permasalahan yang terkait tokoh
utama
(Nurgiyantoro, 2010: 177). Tokoh tambahan biasanya diabaikan dan
kurang
mendapat perhatian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
Pada penjelasan di atas, berarti tokoh utama adalah tokoh yang
diceritakan
dari awal sampai akhir cerita, sedangkan tokoh tambahan adalah
tokoh pendukung
jalannya cerita, dan penokohan adalah gambaran perwatakan yang
ada pada setiap
tokoh.
1.6.1.2 Latar
Latar disebut juga setting. Latar adalah segala keterangan,
pengacuan, atau
petunjuk yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi
terjadinya peristiwa
dalam suatu cerita. Latar berfungsi sebagai pemberi kesan
realistis kepada
pembaca. Selain itu, latar digunakan untuk menciptakan suasana
tertentu yang
seolah-olah sungguh ada dan terjadi. (Nurgiyantoro, 2010: 214),
Latar atau setting
yang disebut juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian
tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.
Unsur-unsur latar menurut (Nurgiyantoro, 2010: 227) dapat
dibedakan
menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Berikut ulasan
tentang unsur-unsur
latar tersebut.
a. Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa
tempat-tempat
dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu
tanpa nama jelas
(Nurgiyantoro, 2010 : 314).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan
tersebut biasanya
dikaitkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau
dapat dikaitkan
dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2010 :318).
c. Latar sosial-budaya
Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan
dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam
karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial berupa kebiasaan hidup,
adat istiadat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap,
dan lain-lain
yang tergolong sosial-budaya juga berhubungan dengan status
sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas
(Nurgiyantoro, 2010 :322).
1.6.2 Sosiologi Sastra
Istilah “sosiologi sastra” dalam ilmu sastra dimaksudkan
untuk
memperhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya,
status sosial
dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model
pembaca yang
ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra secara mudah
terkondisi oleh
lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams,
1981:178).
Pendekatan sosiologi sastra akan digunakan sebagai implikasi
metodologis
berupa pemahaman mendasar mengenai kehidupan manusia dalam
masyarakat
(Ratna, 2004: 59-61). Pendekatan sosiologi sastra yang banyak
dilakukan saat ini
menaruh perhatian pada aspek dokumenter sosial (kehidupan
sosial). Dengan
landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau
potret
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat
konkret, terjadi di
sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan
didokumentasikan. Oleh
pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru
dengan proses
kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi,
imajinasi, evaluasi, dan
sebagainya) dalam bentuk karya sastra.
Menurut Faruk (2010:2), sosiologi sastra sebagai suatu ilmu
pengetahuan
yang multi paradigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut dijumpai
beberapa
paradigma yang saling bersaing satu sama lain, ada tiga
paradigma dasar dalam
sosiologi, yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi
sosial, dan paradigma
perilaku sosial.
Dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy digambarkan secara
jelas
realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan wanita terutama
tokoh utama Kartini.
Masih begitu banyak perlakuan yang membuat wanita tidak bisa
seperti laki-laki
dan mengganggap derajat wanita di bawah laki-laki. Begitu juga
dengan
kehidupan poligami yang harus diterimanya. Sehingga dalam novel
ini pengarang
mengangkat tokoh Kartini yang bercerita tentang kehidupannya
dengan
pertentangan adat istiadat yang berlaku dalam lingkup
keluarganya.
1.6.3 Citra
Citra sebagai gambaran mengenai pribadi, atau kesan mental
(bayangan)
visual yang ditimbulkan melalui kata, frase, atau kalimat, dalam
hal ini citra dapat
dilihat melalui peran yang dimainkan dalam kehidupan
sehari-hari. Citra wanita
muncul sebagai gambaran dan efek pikiran tentang wanita,
gambaran angan
merupakan hasil pengungkapan pikiran terhadap objek
(Sugihastuti, 2000: 45).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
Citra wanita sangat erat dengan citra diri yang dapat
dihubungkan dengan
dua konsep, yaitu self concept dan self image. Dalam hal ini
merupakan suatu
keuntungan untuk tidak terjebak dalam pembedaan antara istilah
“konsep” dan
“imaji”. Citra wanita tidak lengkap tanpa pembahasan akan
dirinya karena
terlepas bagaimana wanita itu menanggapi dirinya sendiri, wanita
mempunyai
andil besar terhadap perwujudan sikap dan tingkah lakunya.
Wanita dicitrakan
sebagai makhluk individu yang beraspek fisis (fisik), psikis,
dan sebagai makhluk
sosial yang termasuk dalam keluarga dan masyarakat.
(Sugihastuti, 2000: 45).
Citra wanita merupakan dunia yang typis dan khas dengan segala
macam
tingkah lakunya. Dari aspek fisik, citra wanita yang khas
melalui pengalaman-
pengalaman tertentu seperti melahirkan dan menyusui anak yang
hanya
dialaminya dan tidak dialami oleh lawan jenisnya, secara fisik
pula wanita
berbeda dengan laki-laki dilihat dari fisik yang lembut, cantik,
lincah, dan lemah
perbedaan fisik ini yang mempengaruhi perbedaan struktur tingkah
lakunya, dan
cara berpakaian. Dari aspek psikis, citra wanita tetap berbeda
dengan laki-laki
karena pengalaman yang diterimanya pun berbeda dan wanita secara
alami
bernilai lebih rendah dari laki-laki seperti perasaan, dan
kekuasaan bahwa wanita
tidak bisa seagresif laki-laki. Lalu dari aspek sosialnya wanita
berkembang dan
membangun diri dalam keluarga dan masyarakat pada pilihannya
sendiri sebagai
makhluk individu, memilih sebagai istri, ibu rumah tangga, dll
(Sugihastuti, 2000:
112).
Berikut tiga aspek di atas yang mendominasi citra wanita dalam
tokoh
utama Kartini, yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
a. Aspek fisik
Dari aspek fisiknya wanita selalu berhubungan dengan
kelembutan
hatinya, cantik, lincah dan lemah. Secara fisiologis jasmaninya
wanita
mengalami perubahan-perubahan fisik seperti tumbuh bulu dada di
bagian
tertentu, perubahan suara, dan lain sebagainya. Dalam aspek ini
wanita
mengalami hal-hal yang khas, yang tidak dialami oleh pria,
misalnya
hanya wanita yang dapat hamil, melahirkan, dan menyusui
anak-anaknya.
Realitas fisik ini menimbulkan mitos tentang wanita sebagai
mother-
nature (Sugihastuti, 2000: 87).
b. Aspek Psikis
Dari aspek psikisnya wanita adalah makhluk psikologis,
makhluk
yang berpikir, berperasaan, beraspirasi, dan memiliki keinginan.
Citra
psikis wanita memperlihatkan kekuatan emosionalnya yang
lebih
menonjolkan sifat kesosialannya baik terhadap sesama wanita atau
lawan
jenisnya dan terlihat pada kejiwaannya yang sangat menonjolkan
perasaan
bukan intelek (Sugihastuti, 2000: 95).
c. Aspek Sosial
Citra wanita dalam sikap sosialnya terbentuk karena
pengalaman
pribadi dan budaya. Dari aspek sosial wanita diklarifikasikan
menjadi dua
yaitu, citra wanita dalam keluarga dan citra wanita dalam
masyarakat.
Citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya
dengan
norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok
masyarakat
tempatnya menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan
antar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
manusia dalam kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas.
Dalam
aspek keluarga wanita berperan sebagai istri, sebagai anak, dan
sebagai
anggota keluarga yang masing-masing perannya mendatangkan
konsekuensi sikap sosial yang saling berhubungan. Sedangkan
Melalui
hubungannya dengan masyarakat sosial, dapat terlihat bagaimana
cara
wanita menyikapi sesuatu dan menjalin hubungannya dengan sesama,
serta
disisi lain wanita selalu membutuhkan orang lain untuk
melangsungkan
kehidupannya yang bersifat khusus maupun umum tergantung pada
bentuk
sifat hubungannya itu yang dimulai dari hubungan antar orang,
hubungan
dengan masyarakat umum, dan termasuk hubungan antara wanita
dengan
pria orang seorang (Sugihastuti, 2000: 121).
1.7 Metode Penelitian
Metode Penelitian mencakup jenis penelitian, metode pengumpulan
data,
metode analisis data, metode penyajian hasil analisis data.
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu penelitian
yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek
dalam konteks sosial secara alamiah dengan cara deskripsi
menggunakan kata-
kata sebagai bahasa kajiannya dengan mendeskripsikan hasil
analisis yang telah
berhasil dilakukan, dan dimulai dari dasar dengan memanfaatkan
berbagai metode
alamiah (Moeloeng, 2007: 6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
1.7.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode
studi
pustaka yaitu, membaca buku yang akan di teliti yakni novel
Kartini karya
Abidah El Khalieqy, buku-buku teori, jurnal, dan skripsi yang
membahas
mengenai objek yang ada hubungannya dengan teori maupun objek
yang dipakai.
Setelah itu penulis menggunakan teknik simak, dan teknik catat.
Teknik simak
digunakan untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai
bahan
penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang
dianggap sesuai
dan mendukung penulis dalam memecahkan rumusan masalah. Teknik
catat
merupakan lanjutan dari teknik simak (Sudaryanto, 1993:135).
1.7.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
metode
formal dan metode analisis isi. Metode formal adalah analisis
dengan
mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu
unsur-unsur
karya sastra (Ratna, 2004: 49). Metode formal yang dimaksud
dalam penelitian ini
berupa analisis struktural, yaitu tokoh penokohan, dan latar.
Pada bab II.
Sementara itu, metode analisis isi yang digunakan dalam dalam
penelitian ini
adalah isi dari pesan-pesan yang dengan sendirinya sesuai dengan
hakikat sastra
(Ratna, 2004: 48). Analisis isi yang dimaksud adalah
menganalisis citra
menggunakan tinjauan sosiologi sastra untuk mengetahui dan
memahami lebih
dalam mengenai sosial yang ada dalam sastra yang terdapat pada
tokoh utama
dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam
penelitian
adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif
kualitatif adalah
metode yang hasil analisis datanya berupa pemaknaan karya sastra
yang
disajikan secara deskriptif. Metode kualitatif memanfaatkan
cara
penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode
ini
memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dalam
hubungannya
dengan konteks keberadaannya. Metode deskriptif adalah
prosedur
pematahan/pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
atau
melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang
berdasarkan faktor-
faktor yang tampak sebagaimana adanya. Melalui metode ini,
peneliti
menggambarkan fakta-fakta yang terkumpul harus diolah atau
ditafsirkan
(Ratna, 2004: 46).
Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan unsur
tokoh
dan penokohan serta latar dalam novel Kartini kemudian
menentukan citra
wanita tokoh Kartini.
1.7.5 Sumber Data
Judul Buku : Kartini
Pengarang : Abidah El Khalieqy
Penerbit : Noura Books
Tahun Terbit : 2017 (Cetakan Pertama)
Tebal Buku : 366
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
1.8 Sistematika Penyajian
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari IV Bab
sebagai
berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan
teori, metode
penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Latar
belakang menjelaskan
tentang alasan penelitian. Rumusan masalah menguraikan masalah
yang terdapat
dalam penelitian. Tujuan penelitian memaparkan apa yang menjadi
tujuan dalam
penelitian. Manfaat penelitian menjelaskan manfaat yang di
peroleh dari
penelitian. Tinjauan pustaka memaparkan beberapa penelitian yang
hampir mirip
dengan penelitian ini. Landasan teori menjelaskan tentang teori
yang digunakan.
Metode penelitian memberikan secara rinci tentang analisis
data.
Bab II membahas rumusan masalah yang pertama tentang
struktural
berupa tokoh penokohan, dan latar dalam novel Kartini karya
Abidah El
Khalieqy.
Bab III membahas rumusan masalah yang kedua tentang citra
tokoh
Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy. Analisis
ini
mendiskripsikan 3 citra yaitu, citra fisik, citra psikis, dan
citra sosial keluarga dan
masyarakat Kartini sebagai tokoh utama.
Bab IV berupa penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
BAB II
STRUKTUR CERITA BERUPA TOKOH PENOKOHAN, DAN LATAR
DALAM NOVEL KARTINI KARYA ABIDAH EL KHALIEQY
2.1 Pengantar
Dalam Bab II, peneliti akan menyajikan dan menganalisis
unsur-unsur
berupa tokoh dan penokohan serta menganalisis Latar berupa latar
waktu, latar
tempat dan latar sosial dalam novel Kartini karya Abidah El
khalieqy. Dalam
analisis tokoh dan penokohan, ditemukan satu tokoh utama dan
beberapa tokoh
tambahan yang terdapat dalam novel. Tokoh utama dalam novel
Kartini, yaitu
Kartini. Kartini dikategorikan sebagai tokoh utama karena
intensitas kemunculan
di setiap cerita lebih banyak dari pada tokoh yang lain dan
sebagai penggerak
keseluruhan alur cerita dalam novel Kartini.
Setelah tokoh utama, ada beberapa tokoh lainnya masuk dalam
kategori
tokoh tambahan. dalam novel Kartini, tokoh tambahan yang
terdapat dalam cerita
cukup banyak. Namun, hanya diambil beberapa tokoh yang mempunyai
peranan
penting dalam citra tokoh Kartini. Diantaranya adalah Ngasirah,
Raden
Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri,
Raden Ajeng
Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn,
Nyonya Ovink
Soer, Tuan Ovink Soer, dan Kiai Sholeh Darat
Selain tokoh dan penokohan, pada bab ini akan dibahas mengenai
latar
tempat, latar waktu, dan latar sosial yang ada hubungan
terjadinya peristiwa
dalam cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
2.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau
drama,
sedang penokohan (characterization) adalah penghadiran tokoh
cerita fiksi atau
drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang
pembaca untuk
menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Dengan
demikian,
istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh”
dan “perwatakan”
sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita,
bagamaimana
perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam
sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca.
(Nurgiyantoro, 2010: 248).
2.2.1 Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang selalu ada dalam setiap cerita,
bahkan
sering hadir dalam setiap kejadian dan selalu berkaitan dengan
tokoh lainnya.
Dalam novel Kartini, terdapat tokoh utama, yaitu Kartini
dikategorikan sebagai
tokoh utama karena memiliki peran dan keterkaitan antar cerita
dengan tokoh-
tokoh lain yang diceritakan. Kartini dijadikan sebagai penggerak
cerita yang
terdapat pada masing-masing bab.
2.2.1.1 Kartini
Dalam novel ini penulis menggambarkan bahwa kartini adalah anak
dari
Bupati Jepara yaitu, Raden sosroningrat dan Ngasirah. Kedua
orangtua Kartini
sangat menyanginya walaupun tidak semua keinginan Kartini
dituruti karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
adanya peraturan adat yang mengharuskan anak perempuan tidak
bisa seperti anak
laki-laki. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut.
“Ternyata suara milik Raden Sosroningrat, ayah Kartini yang baru
muncul
dari pintu” (Khalieqy. 2017:36).
“Raden Sosroningrat memandangi putri kesayangannya. Kartini
pun
memandangi sang ayah” (Khalieqy. 2017:36).
”Tidurlah, Cah Ayu. Hari sudah semakin malam,” belai ngasirah.
Putrinya
yang bernama Kartini, hanya melirik jenaka dan senyum-senyum
saja
merespons ibunya” (Khalieqy. 2017:31).
Kartini juga digambarkan sebagia anak yang mewarisi
kecerdasan
ayahnya, dan jiwa pemberontak kakeknya yang bernama pangeran
Ario
Condronegoro IV dan juga dari pihak ibunya Kartini mewarisi
sikap yang teguh,
bakat seni termasuk sastra. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
kutipan berikut.
“Dari pihak ayah inilah asal usul Kartini memang berasal dari
kalangan
bangsawan tinggi, para pangeran dan raja–raja, karena silsilah
mereka bisa
dirunut hingga Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang ternama”
(Khalieqy.
2017:65-67).
“Dari pihak sang ibu, dia juga mewarisi keteguhan sikap, bakat
seni
termasuk sastra. Semua menjadikan Kartini berbedah jauh dengan
sulastri”
(Khalieqy. 2017:67).
Dari perwatakannya Kartini sebagai anak perempuan yang pintar
memiliki
bakat dalam menulis dan suka membaca karena mendapat pasokan
buku dari
kakaknya Kartono membuatnya semakin kritis dan suka menulis
surat untuk
teman-temannya yang melanjutkan sekolah di Belanda. Dia juga
anak cerdas
walau Cuma lulusan E.L.S tapi dia mampu menulis tentang
pernikahan suku koja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
yang di tulis dalam bahasa Belanda. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan
berikut.
“Dunia akan terpukau dengan gaya bahasa Kartini yang indah,
cerdas, dan
aristokrat. Demikian brilian otaknya menganalisis sesuatu”
(Khalieqy.
2017:55).
“tidak cukup hanya membaca buku-buku, Kartini memenuhi
hari-hari
pingitan dengan melahap majalah, koran, dan jurnal-jurnal. Dia
membaca
majalah Modern Lanche Tall, majalah Leli, dan majalah Echo yang
begitu
disukainya” (Khalieqy. 2017:101).
“Kartini merekam semuanya. Dan dia menemukan kenyataan,
ternyata
prosesi pernikahan suku koja hampir sama dengan adat pernikahan
suku
jawa. Simbol-simbol penindasan dan perempuan sebagai warga kelas
dua,
bahkan kelas tiga, tampak jelas di sana. Per inci diabadikannya
dalam
memori otak, lalu kini dirangkainya menjadi untaian kata-kata.
Indah dan
penuh bermakna” (Khalieqy. 2017:101).
Kartini adalah orang yang sangat percaya diri dan bijaksana atas
semua
kejadian yang terjadi dan tantangan yang dihadapi dalam
keluarganya dia selalu
meyakini bahwa dia bisa melakukan semua yang dia inginkan. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut.
“Tanpa lihat pun, aku sudah tahu.’’
“Apa jadinya jika besok mereka menghabisi kita.
“Di balik kita ada Romo. Ada Nyonya Ovink-Soer juga Tuan
Sitjhoff.”
Kartini percaya diri” (Khalieqy. 2017:206).
“kemarin sudah ke acara pesta di luar kota. Sudah pula ke
Wukirsari.
Dunia ini indah tergantung hati kita,” Kartini bijaksana”
(Khalieqy.
2017:217).
Kutipan-kutipan di atas menunjukan bahwa Kartini adalah anak
bangsawan yang pintar dan memiliki segudang bakat yang diwarisi
dari
keluarganya. Namun tidak bisa melanjutkan sekolah seperti anak
laki-laki karena
terikat dengan adat-istiadat yang berlaku dalam keluarga
bangsawan, walaupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
sebenarnya Kartini menginginkan dan berusaha keluar dari
penindasan tersebut.
Dalam hal ini tokoh Kartini dikategorikan sebagai tokoh utama
dalam novel ini.
2.2.2 Tokoh Tambahan
Dalam novel ini, terdapat banyak tokoh tambahan. Tokoh yang
akan
dianalisis dalam subkajian ini adalah: Ngasirah, Raden
Sosroningrat, Kartono,
Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng Wuryan, Raden
Adipati
Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink Soer, Tuan
Ovink Soer,
dan Tua Sithjoff.
2.2.2.1 Ngasirah
Ngasirah memiliki perwatakan sebagai ibu yang penyabar, walaupun
ada
sebagian anaknya yang tidak bisa menghargai dirinya hanya diam
dan bersabar.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ngasirah mendengarkan perbantahan anak-anaknya, menghela nafas
saat
mendengar ucapan anak sulungnya itu, tetapi dia bungkam dan
menyimpan luka hatinya rapat-rapat di dada. Dia makin cemas
melihat
kegigihan Kartini untuk berontak. Bahkan saat melihat slamet
tak
meresponnya, dia mengulang jawaban” (Khalieqy. 2017:34).
“Perasaannya bermain antara sedih melihat perkembangan sikap
anak
sulungnya, yang lebih mengutamakan kedudukan ayahnya
daripada
menghormati dan memberikan hak-hak ibunya, perempuan yang
telah
melahirkannya” (Khalieqy. 2017:34).
Ngasirah juga sangat sayang terhadap anaknya Kartini, tetapi
tidak
mendukung cita-cita Kartini karena dia merasa jika semua
keinginan Kartini
dituruti akan ada yang akan terjadi dalam keluarga mereka. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
“Ngasirah membelai-belai kepala putrinya dengan penuh kasih”
(Khalieqy.
2017:31).
“Ngasirah tahu jika Kartini terluka. Namun dia juga sangat tahu
andaikata
jawaban Raden Sosroningrat sebaliknya, akan lebih banyak biang
kerok
segala luka. Meski demikian, Ngasirah yakin akan ada jalan lain
bagi
Kartini untuk berjuang meraih impian” (Khalieqy. 2017:63).
“Meskipun sayang Ngasirah setinggi langit pada Kartini, dia
tak
mendukung cita-cita Kartini melanjutkan sekolah” (Khalieqy.
2017:72).
2.2.2.2 Raden Sosroningrat
Raden Sosrongingrat seorang bangsawan dan juga sebagai bupati
Jepara
yang memiliki dua istri karena istrinya yang pertama bukan
keturanan bangsawan
lalu ayahnya menikahkan dia dengan istri keduanya yang merupakan
anak dari
bupati Jepara. Setelah pernikahannya tersebut dia langsung
menggantikan posisi
mertuanya sebagai bupati Jepara. Hal tersebut dapat dibuktikan
dari kutipan
berikut:
“Bagi kalangan bangsawan Jawa saat itu, syarat untuk bisa
menjadi
bupati, seorang laki-laki mesti menikah dengan perempuan
keturunan
bangsawan. Maka Raden Sosroningrat menikahi Raden Ajeng
Wuryan,
putri bupati Jepara dan keturunan langsung Raja Madura.”
(Khalieqy.
2017:38)
Dalam penokohannya sebagai bapak, dia ayah yang penyayang
dan
perhatian terhadap anaknya terutama Kartini. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Kartini anakku, Sayang, bersabarlah. Sebentar lagi dunia akan
berubah
dan kau akan lebih bahagia. Tolong ayahmu ini dimengerti. Ayah
dalam
posisi sulit dan serbasalah. Sayang ayah kepadamu tiada kira”
(Khalieqy.
2017:37).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
“Raden Sosroningrat masuk ke dalam dan melihat Kartini tertidur
di meja.
Rasa haru merasukinya. Dia mendekati putrinya dan mengusap
kepala
Kartini penuh sayang.
“Putriku yang hebat,” desah Raden Sosroningrat lirih”
(Khalieqy.
2017:167).
”Namun Raden Sosroningrat diliputi kagum dan bangga. Dia
menyimak
karya Kartini dengan tulus” (Khalieqy. 2017:61).
“di sepanjang perjalanan ke semarang, hati Raden Sosroningrat
dipenuhi
perasaan bimbang, bangga memiliki seorang putri seperti
Kartini”
(Khalieqy. 2017:158).
2.2.2.3 Kartono
Kartono adalah kakak laki-laki Kartini, dari beberapa saudara
laki-laki
Kartini, hanya dia kakak laki-laki yang baik dan sayang terhadap
Kartini, dan
selalu setia mendengarkan keluh kesah Kartini. Hal tersebut
dapat dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Kartono menatap Kartini penuh empati. Rasanya ingin memberi
dukungan setinggi langit untuk adiknya itu. Namun, apa yang
bisa
kuperbuat, Ni?” (Khalieqy. 2017:62).
”Kartono adalah kawan bermain Kartini dan tempat mencurahkan
isi
rahasia hati, membagi kejengkelan dan kebahagian” (Khalieqy.
2017:76).
“kamu bukan hewan ternak, Nil. Kamu adikku yang tidak pernah
menyerah” (Khalieqy. 2017:76).
“Suara peluit menyala tanda keberangkatan kapal telah tiba.
Kartono
mengusap wajahnya putus asa. Tak ada lagi yang bisa diupayakan
untuk
mencegah perubahan sikap dan pemikiran adiknya. Namun apa
daya,
Kartini tetap senyum, mengisyaratkan kemantapan hati atas
pilihannya”
(Khalieqy. 2017:91).
kakak Kartini yang cerdas dan pandai berbahasa asing. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
“Seperti sayangnya Kartono pada Kartini. Kartini juga
menghormati dan
sangat menyayangi kakaknya yang cerdas dan pandai berbahasa
asing itu”
(Khalieqy. 2017:76).
“Bagi Kartini, meski selisih usianya dengan Kartono hanya
setahun, tetapi
Kartono memiliki kecerdasan emosional dan intelektual yang
tinggi”
(Khalieqy. 2017:76).
2.2.2.4 Rukmini (Bikmi)
Rukmini adalah adik perempuan Kartini yang mempunyai keahlian
dalam
membatik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
“Dan aku akan membatik!” suara Rukmini bersemangat”
(Khalieqy.
2017:99).
“Saya Rukmini,” susul Rukmini memperkenalkan diri. “Kain batik
ini
saya buat sendiri. Semoga Tuan dan Nyonya suka” (Khalieqy.
2017:112).
2.2.2.5 Busono
Kakak laki-laki Kartini yang kasar dan tidak suka terhadap
Kartini. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“rupanya gunjingan para priayi soal putra-putri Raden
Sosroningrat yang
kurang ajar itu benar?’’ Busono sinis (Khalieqy. 2017:181).
“kata-kata Kartini terputus karena tiba-tiba Busono membanting
majalah
di depan Kartini hingga dia kaget dan tak mampu meneruskan
bicara”
(Khalieqy. 2017:181).
Busono mempunyai perwatakan yang mudah menuduh apalagi yang
berhubungan dengan Kartini. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Mungkin jimatnya si Mul, biar lebih mantap mendalang,”
Busono
menjawab asal-asalan” (Khalieqy. 2017:192).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
2.2.2.6 Kardinah (Klientje)
Kardinah adalah adik tiri perempuan Kartini yang mempunyai
keahlian
dalam melukis. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
“Sementara Kartini sibuk menulis, Kardinah asyik menggoreskan
kuasnya
melukis Srikandi yang tengah membawa panah dan buku.”
(Khalieqy.
2017:102)
“Saya Kardinah, Nyonya Tuan, “kata Kardinah. “ ini untuk Nyonya
dan
Tuan. “lanjutnya sembari menyodorkan lukisan. (Khalieqy.
2017:112)
Kardinah sangat sayang dan kagum akan kecerdasan kakaknya
Kartini.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“aku baru yakin sekarang. Kecerdasan Syahrazad memang
bertingkat-
tingkat. Seperti Trinil. Aku juga ingin jadi Syahrazad,” kata
Kardinah”
(Khalieqy. 2017:155).
Sebagai anak yang terlahir dari keturan bangsawan, Kardinah
merupakan
salah satu korban adanya adat yang berlaku dalam keluarganya,
merasa cemas dan
marah karena ingin dinikahkan dengan seorang lelaki yang telah
beristri dan
mempunyai anak. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
“sementara dari balik lorong kamar pingitan, hati Kardinah
semakin cemas
tak karuan. Perasaannya tak menentu. Ingin marah dan
berteriak
sekerasnya, melepaskan seluruh gunda hati dan kejengkelan.
Membahasakan pemberontakan dengan kata-katadan tindakan.
Namun
tubuhnya lemas duluanmengingat kenyataan yang akan
dihadapinya”
(Khalieqy. 2017:253).
“Batin Kardinah tetap segar dengan seribu tanya, mengapa dia
harus
menikah dengan Haryono, pria yang yang belum pernah dikenalnya,
yang
datang kerumah bersama istri dan ketiga anaknya. Seperti apa
jika dia
telah jadi istrinya esok, Kardinah juga akan diajak ke rumah
calon istri
ketiganya si Haryono itu” (Khalieqy. 2017:253).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
2.2.2.7 Sulatri
Kakak perempuan Kartini yang tidak suka dan membenci Kartini.
Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Sulastri yang tengah duduk di belakang Kartini, tak suka
melihat Kartini,
bahkan sekedar mengintip dunia. Dengan sengaja, Sulastri segera
menutup
pintu kamar pingitan” (Khalieqy. 2017:70).
“jangan ngimpi, Ni.” Potong Sulastri. “Sekolah HBS di Semarang
saja
belum tentu boleh,” lanjutnya coba menjatuhkan hati Kartini”
(Khalieqy.
2017:62).
Sebagai anak perempuan pertama Sulastri yang pertama menikah
dari
saudara perempuan yang lain namun dia menyesali pernikahannya
tersebut karena
suaminya menikah lagi dan lebih mencintai istri mudanya. Dengan
adanya
peristiwa itu dia akhirnya sadar dan peduli terhadap Kartini.
Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Di tengah Pendopo, Sulastri berjongkok di antara belitan
jarit
pengantinnya yang super sesak, membuat tubuhnya nyaris
terguling, untuk
membasuh kaki suaminya dengan air kembang, setelah kaki itu
menginjak
telor di baskom” (Khalieqy. 2017:92).
“perempuan harus berani mengatakan keinganannya, Bu.” Sulastri
belum
selesai,’’ Dia yang akan menjalankan baktinya untuk suami dan
anak-
anaknya,’’
Kartini tidak kuat menahan haru mendengar kalimat kakak tirinya.
Kalimat
sangat mendalam yang lahir dari pengalaman yang telah
dijalaninya.
Slamet hanya bisa tertunduk. Begitupun Wuryan. Habis rasanya
seluruh
keberadaannya sebagai permaisuri atau posisinya sebagai priayi
agung.
Anak kandungnya sendiri telah menelanjanginya. Sosroningrat
tersenyum
bangga.
Sulastri masih belum selesai bicara rupanya.
“Lanjutkan, Ni. Mbakyu akan mendukungmu” (Khalieqy.
2017:353).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
2.2.2.8 Raden Ajeng Wuryan
Raden Ajeng Wuryan adalah istri kedua Raden Sosroningrat dan
merupakan ibu tiri dari Kartini dan madu dari Ngasirah. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Tak berselang lama, Raden Ajeng Wuryan, ibu tiri Kartini,
permaisuri
Raden Soroningrat, muncul dari arah dalam” (Khalieqy.
2017:35).
“Akan hal Ngasirah. Telingan mendengar jelas kata ‘pembantu’
yang
diucapkan Raden Ajeng Wuryan, seolah kalajengking yang keluar
dari
lubang kuburan. Panas hati Ngasirah. Dia tatp madunya itu
dengan
pandangan kasihan, mengingat kedudukannya asebagai permaisuri,
tetapi
sama sekali tak memiliki sikap dan jiwa aristokrat. Bicaranya
seperti
penjajah” (Khalieqy. 2017:35).
Raden Ajeng Wuryan mempunyai perwatakan sombong dan cemburu
sosial. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Lalu dengan pongah Raden Ajeng Wuryan menambahi kalimat
pedangnya.
“Setinggi apa pun para Londho itu memujamu, kedudukanku di
Pendopo
tetap di atasmu!”
Kartini berusaha menahan air matanya jangan sampai menetes
hanya
untuk kesombongan manusia semacam itu” (Khalieqy. 2017:286).
“akan hal Raden Ajeng Wuryan yang tidak memilki anak
laki-laki.
Mendengar pujian suaminya kepada Kartono, hatinya begitu
cemburu
kepada Ngasirah. Dia segera memeras otak untuk mencari sesuatu
yang
bisa dibanggakan dari pihaknya”(Khalieqy. 2017:58).
2.2.2.9 Raden Adipati Joyoadiningrat
Raden Adipati Joyoadiningrat adalah suami Kartini, Raden
Adipati
Joyoadiningrat merupakan Bupati Rembang yang dikenal sebagai
bupati
progresif dan berpendidikan modern . Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
“Hanya semalam saja sepasang pengantin itu tinggal di rumah
pendopo
Kabupaten Jepara. Besoknya Kartini diboyong suaminya ke
Rembang
sebagai garwi padmi alias permaisuri dari Raden Adipati
Joyoadiningrat,
Bupati Rembang yang dikenal sebagai bupati progresif dan
berpendidikan
modern. Dia pernah menempuh pendidikan di Wageningen
Nederland,
yang membuat Kartini mau mempertimbangkan lamarannya”
(Khalieqy.2017 :362).
“Langkah cerdas Kartini memasuki gedung kokoh di atas lahan
yang
luasnya hampir 20 ribu meter persegi, rumah dinas Bupati
Joyoadiningrat.
Di dalamnya telah disiapkan kamar pribadi Kartini yang mewah,
dengan
meja rias dan meja tempat merawat berlapis marmer serta kamar
mandi
pribadi” (Khalieqy. 2017:362-363).
Sebagai suami Raden Adipati dia sangat sayang terhadap Kartini
dan dia
juga selalu mendukung cita-cita dan apapun keinginan Kartini.
Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ni sangat kangen sama Yu Ngasirah, Kangmas,” keluh Kartini
pada
Raden Joyo Adiningrat.
Sabarlah dulu, Diajeng. Lihatlah perutmu dan ingat keselamatan
bayi kita”
(Khalieqy. 2017:10).
“Raden Joyo Adiningrat yang sangat peduli dan perhatian
kepada
permaisurinya, segera mengutus Pak Karto untuk menyampaikan
undangan acara mithoni Kartini kepada ibunya, Ngasirah di
Jepara”
(Khalieqy. 2017:11).
“Saya ada usul. Bagaimana kalau Diajeng menulis Babad Tanah
Jawa?”
kata Raden Joyo Adiningrat suatu malam.
Kartini terpana mendengar usulan sang suami. Baginya hal itu
merupakan
gagasan cemerlang yang belum pernah terbetik di pikirannya.
Semakin
mengenal suaminya, Kartini tak habis bersyukur telah
dipersatukan dengan
laki-laki yang selalu mendukung cita-cita dan kenginannya
dalam
memperjuangkan nasib kaum papa. Rakyat bumiputra yang masih
tertindas dalam segala seginya ”(Khalieqy. 2017:364).
2.2.2.10 Hungronje
Hungronje adalah orang yang paham akan pengetahuan agama dan
bahasa
Arab. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
Dupp! hati laki-laki berkepala botak itu tertembak berdarah oleh
peluru
tajam kata-kata. Seperti tertusuk ujung pedang. Meskipun sudah
mendaki
gunung pengetahuan setinggi uhud untuk membuka cadar
pengetahuan
agama, bahkan menguasai bahasa Arab secara fasih dan sempurna,
semua
itu tidak membawanya pada kasadaran dan penghayatan mendalam
seperti
kalimat yang di tembakan ke jantungnya” (Khalieqy.
2017:4-5).
Mempunyai perwatakan yang jahat, iri terhadap Kartini. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Anak itu sangat berbahaya. Membiarkannya tumbuh tanpa kontrol,
sama
saja mengasah pedang untuk bunuh diri. Vendomd!” (Khalieqy.
2017:2).
“seluruh jalan keluar bagimu menempuh pendidikan tinggi telah
kututup.
Gerbang-gerbang pengetahuan telah kupatri. Apa yang bisa kau
lakukan
dengan statusmu kini sebagai istri? Istri dari laki-laki tua
yang bernama
Raden Mas Singgih Joyo Adiningrat itu?”
Dia tertawa-tawa geli mengingat usahanya untuk memengaruhi
ayah
Kartini, agar segera menikahkan Kartini dengan laki-laki tua
yang telah
melamarnya itu, akhirnya berhasil dengan gemilang” (Khalieqy.
2017:5).
“Semua demi Sri Ratu dan Kejayaan Hindia Belanda,” Senyum
Hungronje
menang Merasa menang oleh keyakinan besar bahwa semua
siasatnya
akan membawa kesusksesan. Terhitung Hungronje belum pernah
menemui
kegagalan. Esok Sri Ratu harus memberi penghargaan atas
jasa-jasanya
yang begitu besar melestarikan penjajahan dan penindasan di
bumi
Nusantara. Bumi kaya raya yang rakyatnya telah berhasil dibuat
bodoh tak
berdaya” (Khalieqy. 2017:9).
2.2.2.11 Ravesteyn
Berprofesi sebagai dokter yang berasal dari Belanda. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Segera saja ingatannya pulih kembali pada niatan awal,
untuk
menghubungi Ravestyn, dokter dari Belanda!. Hungronje
menggerutu
sendirian” (Khalieqy. 2017:8).
“Ravesteyn turun dari kereta api di stasiun pecangaan, beberapa
kilometer
dari pusat kota Jepara. Tidak seperti layaknya dokter, dia
mengenakan baju
hitam celana hitam” (Khalieqy. 2017:14).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
Sebagai dokter yang bertugas di tanah jajahan Ravestyn harus
mengikuti
apa kata Hungronje untuk membunuh Kartini, sekalipun itu berat
untuk
dilakukannya tetapi dia harus mengikuti perintahnya. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Jadi kapan kira-kira dia melahirkan?” tanya Ravestyn.
“Perkiraanku dua bulan lagi. Tapi, bisa dipelajari dan
dipersiapkan dari
sekarang.”
“Resikonya terlalu besar, Tuan.”
“Bayaranmu sesuai tingkat resiko. Dan ini perintah!”
Dokter Ravestyn tak mampu lagi mengajukan bantahan. Dia
seorang
dokter di tanah jajahan. Mau tak mau harus tunduk perintah
atasan yang
lebih berkuasa, bukan pada sumpah profesi yang di embannya”
(Khalieqy.
2017:8).
“Mengapa harus cepat-cepat ya?” seorang pentakziah
penasaran.
“Menurut pak Kiai, itu lebih baik,” jawab yang lain.
“Raden Ajeng Kartini masih muda. Bayinya baru berusia empat
hari.
Kasihan sekali ya.
“Kata salah satu emban, beliau meninggal setelah minum
anggur.”
“Ah masa! Memangnya minum anggur bikin orang meninggal?”
“Itu Anggur pemberian dokternya yang Londho itu. Anggur
Londho.”
“Woo.... Anggur Londho mematikan?”
“Embuh! Mungkin anggurnya terlalu keras, jadi mengandung racun
yang
mematikan.” (Khalieqy. 2017:8).
2.2.2.12 Nyonya Ovink Soer
Nyonya Ovink Soer adalah istri dari Asisten residen Jepara. Hal
tersebut
dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Tulisan itu dimulai cukup bagus oleh seorang istri Asisten
residen Jepara,
Marie Ovink Soer, yang juga dikenal sebagai penulis”
(Khalieqy.
2017:91).
“Nyonya Ovink-Soer? Siapa dia, Nil?” Rukmini tak tahan ingin
tahu.
“Istri asisten Residen baru. Pengganti Tuan Sitjoff. Jawab
Kartini”
(Khalieqy. 2017:107).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
Dia juga sebagai penulis artikel yang populer. Hal tersebut
dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Senang bertemu Anda, Nyonya Ovink-Soer.”
Ha! Ternganga mulut Kardinah. Ini rupanya nyonya Ovink-Soer
yang
populer itu. Namanya begitu harum mengisi koran dan majalah
yang
dibacanya bersama Kartini” (Khalieqy. 2017:106).
Nyonya Ovink-Soer seorang yang penyayang dan dia senang
dengan
Kartini dan adik-adiknya dan menganggap mereka sebagai
anak-anaknya. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Saya langsung jatuh cinta dengan ketiga putri Tuan ini,” Nyonya
Ovink-
Soer begitu ekspresif” (Khalieqy. 2017:114).
“Nyonya Ovink-Soer menyusul dengan cepat. Wajahnya tiga
purnama
saking bahagianya. Seolah ketiga gadis yang baru tiba adalah
anak-
anaknya sendiri yang lama pergi jauh dan kini kembali ke
pangkuan
ibunya” (Khalieqy. 2017:120).
“Nyonya Ovink-Soer terdiam. Kepalanya penuh dengan pikiran. Apa
yang
terjadi dengan kalian. Anak-anakku yang pintar? Namun jauh di
benaknya,
Nyonya Ovink-Soer sudah bisa memperkirakan apa yang tengah
menimpa
Kartini dan adik-adiknya. Kini dia akan mencari cara untuk
menolong
anak-anak asuhnya itu” (Khalieqy. 2017:190).
“lalu Nyonya Ovink-Soer berbisik di telinga Kartini.
“Ibu tidak akan membiarkan siapa pun memangkasdaun-daun
semanggi
ibu” (Khalieqy. 2017:201).
2.2.2.13 Tuan Ovink-Soer
Sama seperti istrinya Tuan Ovink-Soer orang yang baik dan
sangat
perhatian terhadap keluarga Raden Sosroningrat. Hal tersebut
dapat dibuktikan
dari kutipan berikut:
“saya paham... Anda pasti akan menghadapi banyak gunjingan
dari
priyayi-priyayi Jawa,” penuh empati Tuan Ovink-Soer”
(Khalieqy.
2017:194).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
“saya Cuma ingin meneruskan harapan Tuan Sitjhoff,’’ kata Tuan
Ovink
Soer. “Tuan harus menulis untuk Bridjragen Konikklijk Instituut.
Seperti
adik tuan, Tuan Hadiningrat,’’ lanjutnya dengan senyum
pengharapan”
(Khalieqy. 2017:109).
“Selamat datang di rumah kami, Tuan Sosroningrat. Saya sudah
yakin
Anda akan datang, “sambutan Tuan Ovink-Soer begitu hangat”
(Khalieqy.
2017:120).
2.2.2.14 Tuan Sitjhoff
Tuan sitjhoff adalah Residen Semarang yang sangat baik dia juga
sangat
bangga terhadap Kartini juga adik-adiknya, dia mengundang
Kartini bersama
dengan ayahnya tuan Sosroadiningrat karena ingin melibatkan
Kartini dalam acara
penobatan Ratu Wilhelmina yang akan diadakannya. Hal tersebut
dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“kepada para tamunya, Tuan Sithjoff bicara memperkenalkan.
“Hadirin semua! Perkenalkan. Raden Ayu Kartini, Rukmini, dan
Kardinah.
Putri-putri Jepara yang sangat brilian ini!”
Tuan Sithjoff lalu mengangkat gelasnya tinggi-tinggi sebagai
tanda
memberi salut” (Khalieqy. 2017:120).
“Tuan Sithjoff menerangkan semua rencana yang akan melibatkan
Kartini
di acara Pameran Nasional yang akan digelar di negeri Kincir
Angin itu.
“Dipamerkan di Den Haag?” tanya Raden Sosroningrat.
Wajahnya terlihat menegang.
“Yaaa... di sana akan digelar Pameran Nasional memperingati
penobatan
Sri Ratu Wilhelmina. Sri Ratu sendiri yang akan
membukanya,”jawab
Tuan Sithjoff” (Khalieqy. 2017:207).
2.2.2.15 Kiai Sholeh Darat
Kiai sholeh darat adalah ulama terkenal yang sering diundang
oleh
keluarga Kartini untuk memimpin pengajian keluarganya. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
“Kiai Sholeh Darat menyetir satu ayah Al-Quran, lalu
menerangkan
maknanya. Semua mata menatap kiai yang sangat di hormati itu
dengan
Khidmat” (Khalieqy. 2017:258).
Pada waktu itu tidak ada orang yang berani mengajarkan makna
ayat-ayat
suci karena Belanda melarangnya, tapi tidak dengan Kiai Sholeh
Darat dia tetap
melakukan hal itu dengan berbagai cara. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Kiai Sholeh Darat pengecualian. Meskipun Belanda melarang
mengajarkan makna ayat-ayat suci, beramacam upaya digagasnya
untuk
mengelabuhi intaian penjajah. Seperti menulis kitab-kitab
keagamaan
beraksara Arab dalam bahasa Jawa Pesisiran atau al Lughah al
Jawiyyah
al Merikiyyah Kafiyah lil Awam (Himpunan hukum syariat bagi
orang
awam) dan lain-lain” (Khalieqy. 2017:260).
2.3 Latar
Latar yang akan dibahas dalam novel ini berupa latar tempat,
latar waktu,
dan latar sosial.
2.3.1 Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan
dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy. Terdapat tujuh
tempat yang
menunjuk lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
novel Kartini karya
Abidah El Khalieqy yakni 1) Pendopo Kabupaten Jepara (rumah
Kartini), 2)
Kamar Pingitan, 3) Ruang Perpustakaan, 4) Pantai Pandengan, 5)
Pendopo Agung
Kabupaten Rembang, 6) Pendopo Utama Kabupaten Demak, dan 7)
Gedung
Residen Semarang. Berikut deskripsi lengkap ketujuh latar tempat
tersebut di atas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
2.3.1.1 Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah Kartini)
Pendopo dalam novel ini digambarkan sebagai rumah Kartini
tempat
Kartini bersama keluarganya beraktifitas dan juga sebagai kantor
Raden
joyoadiningrat sebagai Bupati Jepara. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan
berikut:
“Kartini segera melangkah ke dalam Pendopo menuju
perpustakan
ayahnya” (Khalieqy. 2017:364).
“Tiap Pagi saat matahari baru naik, Kartini berjalan menuju
teras belakang
pendopo” (Khalieqy. 2017:364).
2.3.1.2 Kamar Pingitan
Kamar Pingitan berada dalam Pendopo yang diperuntukan untuk
Kartini
bersama-sama saudara perempuannya melalui masa pingitan yang
mengharuskan
mereka untuk menjalani semua peraturan-peraturan sebagai anak
bangsawan dan
bupati disaat mereka berusia 14 tahun. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan
berikut:
“Kartini kembali masuk ke kamar pingitan, tetapi kali ini dengan
dada
mengembang. Penuh harap kebaikan pada hari esok. Tiga karya
telah
dinikmati dunia di luar penjara pingitan” (Khalieqy.
2017:100).
“Sepertinya ruang pingitan telah bekerja tidak sebagaimana
gagasan
awalnya. Alih-alih menaklukkan. Ruang itu justru telah bekerja
demikian
revolisioner bagi Kartini. Dia mampu menghadapi kenyataan
dengan
caranya sendiri yang tak terbayangkan baik oleh para penggagas
pingitan
dan pendukungnya” (Khalieqy. 2017:95).
“agaknya ruang pingitan telah menjadi kokon bagi ulat yang
tengah
berpuasa untuk mengubah bentuk dan kualitas hidupnya.
Mengasingkan
diri bak pertapa. Uzlah bagi sang suhud. Semuanya di luar
rancangan
gagasan awal yang sangat kolonial. Menindas dan tak
manusiawi”
(Khalieqy. 2017:95).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
“Tanpa menunggu jawaban Pak Atmo lagi, Kartini berbalik menuju
kamar
pingitan untuk berbenah bersama Kardinah dan Rumini”
(Khalieqy.
2017:134).
2.3.1.3 Ruang Perpustakan
Karena begitu banyaknya koleksi buku Raden Sosroningrat
sehingga
ruangan ini menjadi tempat Kartini bersama saudara perempuannya
membaca
buku dan juga sebagai kantor ayahnya sebagai bupati. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ngasirah langsung memintanya untuk membawakan kertas dan
dawat
dari ruang perpustakan Raden Sosroningrat. Sigap, Kartini
segera
menggoda” (Khalieqy. 2017:53).
“Kartini segera melangkah ke dalam Pendopo menuju
Perpustakan
ayahnya” (Khalieqy. 2017:54).
2.3.1.4 Pantai Pandengan
Pantai yang tidak berada jauh dari Pendopo Jepara, yang
merupakan
tempat favorit Kartini bersama adik-adiknya bersantai menikmati
deburan ombak
dan tempat mereka melontarkan kegelisahan hati mereka. Hal
tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ada hembusan angin menyapu genting dari Pantai Bandengan”
(Khalieqy. 2017:126).
“Pantai yang tak jauh dari pendopo itu, menjadi tempat melabuh
duka dan
menggelontorkan napas pingitan bagi ketiga putri Jepara”
(Khalieqy.
2017:238).
“Di pantai Bandengan, bersama debur ombak dan nyiur melambai,
hangat
mentari pagi merengkuh jiwanya dalam semangat muda yang
penuh
gairah. Kartini bermain ombak dan menuliskan namanya dengan
jari-jari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
di antara hamparan pasir kering yang tak terjangkau hempasan
ombak”
(Khalieqy. 2017:298).
2.3.1.5 Pendopo Agung Kabupaten Rembang
Kabupaten Rembang merupakan tempat tinggal Kartini setelah
menikah
dengan Raden Joyoadiningrat yang merupakan Bupati dari Kabupaten
Rembang.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Sementara di Rembang, di kediaman suaminya yang megah,
Kartini
sedang di rundung kerinduan pada tanah jepara, pada wajah
ibunda
Ngasirah. Sejak pindah ke Rembang mengikuti suaminya delapan
bulan
lalu, hingga sekarang pada usia kehamilan yang ketujuh bulan,
Kartini
belum sempat menengok ibunya di Jepara” (Khalieqy. 2017:10).
“Siang hari rombongan pengantin baru tiba di pendopo Agung
Kabupaten
Rembang” (Khalieqy. 2017:362).
2.3.1.6 Pendopo Utama Kabupaten Demak
Kabupaten Demak merupakan tempat rapat bulanan Kabupaten oleh
para
Bupati. Pada tempat ini juga pertama kalinya tulisan Kartini
tersebar dikalangan
para bupati yang sebagiannya adalah adik-adik dari ayah Kartini
yang tidak suka
terhadapnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
“Kartini tak peduli dan tak gentar terhadap apa yang akan
terjadi dengan
suaranya. Bahkan dia tak tahu, tidak mau tahu, tidak mau tahu
dengan apa