Top Banner
HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Dosen : 1. Shinta Dewi, S.H., LL.M. 2. Danrivanto S.H., LL.M. PENDAHULUAN Pengertian sengketa : “Dispute is a conflict or controversy, a conflict or claims or right, an assestion or a right, claim or demand on one side met by contrary claims or allegations on the other." (Henry Black) Sengketa (dispute) pada hakekatnya terjadi karena ada perbedaan, dan perbedaan pada prinsipnya adalah suatu sengketa. Tidak semua sengketa merupakan sengketa hukum. Ada 2 jenis sengketa, yaitu : 1. Sengketa politik, Adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non-yuridis (dasar politik atau kepentingan nasional). Dalam sengketa antar individu dan sengketa organisasi internasional tidak ada arahan pada politik karena kedua subjek ini tidak berada dalam lingkup politik/ kepentingan politik, adapun negaralah yang selalu memiliki kepentingan politik. 2. Sengketa hukum, Adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas ketentuan- ketentuan yang terdapat. dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh Hukum Internasional. Lihat pasal 38 ayat 1 Piagam PBB. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional 1
22

CIC HPSI (Sari Kuliah)

Jan 03, 2016

Download

Documents

resume mata kuliah hukum penyelesaian sengketa internasional
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CIC HPSI (Sari Kuliah)

HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA

INTERNASIONAL

Dosen :

1. Shinta Dewi, S.H., LL.M.

2. Danrivanto S.H., LL.M.

PENDAHULUAN

• Pengertian sengketa :

“Dispute is a conflict or controversy, a conflict or claims or right, an assestion or a

right, claim or demand on one side met by contrary claims or allegations on the other."

(Henry Black)

• Sengketa (dispute) pada hakekatnya terjadi karena ada perbedaan, dan perbedaan pada

prinsipnya adalah suatu sengketa.

• Tidak semua sengketa merupakan sengketa hukum.

• Ada 2 jenis sengketa, yaitu :

1. Sengketa politik,

Adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan

non-yuridis (dasar politik atau kepentingan nasional).

Dalam sengketa antar individu dan sengketa organisasi internasional tidak ada

arahan pada politik karena kedua subjek ini tidak berada dalam lingkup politik/

kepentingan politik, adapun negaralah yang selalu memiliki kepentingan politik.

2. Sengketa hukum,

Adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas ketentuan-

ketentuan yang terdapat. dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh Hukum

Internasional.

Lihat pasal 38 ayat 1 Piagam PBB.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

1

Page 2: CIC HPSI (Sari Kuliah)

• Penyelesaian sengketa yang dipelajari dalam Hukum Penyelesaian Sengketa

Internasional lebih ke aspek internasionalnya.

• Pada praktek, sengketa publik kadang ditarik dahulu menjadi sengketa politis, misal;

dalam sengketa humaniter, HAM, dsb.

• International settlement of disputes merupakan suatu cara penyelesaian sengketa, bukan

jenis daripada penyelesaian sengketa.

• International settlement of disputes tidak hanya meliputi sengketa antar negara saja,

melainkan juga individu dan masyarakat internasional. Untuk mengetahui masuk atau

tidaknya suatu sengketa sebagai suatu sengketa internasional maka :

1. Kita dapat melihatnya pada fakta, ada tidaknya subjek Hukum Internasional,

2. Jika terdapat subjek didalamnya, kita lihat ada tidaknya perbuatan hukum (yang

berkaitan dengan Hukum Internasional),

3. Jika ada perbuatan hukumnya, kita lihat ada tidaknya akibat hukum yang

ditimbulkan berkaitan dengan Hukum Internasional,

4. Selanjutnya kita lihat metode/forum penyelesaian sengketanya.

• Misal kasus :

Tuduhan pencemaran nama baik RI oleh Lee Kwan Yu (Indonesia sebagai sarang

teroris);

1. Lee Kwan Yu berbicara atas nama dirinya sendiri atau atas nama negara Singapura.

Jika ia berbicara atas nama Singapura (sebagai pejabat senior Singapura) maka ia

adalah sebagai subjek Hukum Internasional.

2. Perbuatan hukum yang dilakukan olehnya adalah melontarkan tuduhan bahwa

Indonesia sebagai sarang teroris/pencemaran nama baik.

3. Akibat hukumnya adalah terjadi gangguan keamanan dan ketertiban akibat gejolak

yang terjadi di masyarakat Indonesia.

4. Kalau merupakan sengketa hukum maka bentuk penyelesaiannya adalah bisa;

a. win win solution,

b. satu pihak kena sanksi.

• Penyelesaian sengketa Internasional ada 4 cara :

1. Antar negara,

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

2

Page 3: CIC HPSI (Sari Kuliah)

Negosiasi (perundingan secara langsung antar pihak yang bersengketa tanpa

kehadiran pihak ketiga). Di sini dituntut kemampuan negosiasi, yaitu kemampuan

pemaksaan dengan baik (dengan alat bahasa).

2. Perundingan jalur diplomatik,

a. Bilateral, multilateral, regional,

b. Mediasi dan good offices

Negosiator dan mediator memiliki kesamaan untuk mencapai kesepakatan,

sedangkan good offices hanya membantu tanpa ikut campur secara langsung/

hanya memfasilitasi. Dalam mediasi dan good offices sama-sama terdapat

intervensi.

c. Sekjen PBB,

d. Angket,

e. Konsiliasi,

Suatu bentuk penyelesaian sengketa yang dapat dibuat sebelum dan sesudah

terjadi sengketa oleh para pihak.

3. Melalui organisasi regional,

Semua organisasi regional biasanya memiliki forum regional masing-masing.

4. Melalui organisasi PBB,

Hampir semua sengketa yang masuk ke organisasi PBB, akan diselesaikan oleh

organisasi PBB dengan cara damai.

• Dalam praktek maka WTO bisa memaksakan/ mengintervensi hukum nasional.

INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE (ICJ)

Subjek Hukum

• Yang boleh membawa sengketa internasional ke ICJ adalah :

1. Negara anggota PBB,

Secara ipso facto (secara kenyataan) maka setiap negara anggota PBB boleh

membawa sengketa internasionalnya ke ICJ.

2. Negara non anggota PBB,

Bisa membawa sengketa internasionalnya ke ICJ dengan syarat bahwa ia tunduk

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

3

Page 4: CIC HPSI (Sari Kuliah)

pada semua ketentuan dan hasil ICJ.

3. Organisasi internasional,

Bisa membawa sengketa internasionalnya ke ICJ apabila dalam Anggaran Dasarnya

dimuat klausul bahwa bagi negara-negara anggota organisasi tersebut jika terjadi

sengketa maka akan diselesaikan di ICJ.

• Dulunya hanya negara sebagai subjek hukumnya namun dalam perkembangannya tidak

hanya negara tetapi orang dan badan hukum.

Jurisdiksi

• Jurisdiksi ICJ terhadap kasus sengketa hukum (berkenaan dengan):

1. Penafsiran terhadap suatu perjanjian internasional, dibawa ke ICJ karena belum

tentu semua negara yang bersengketa mengikuti pembuatan perjanjian internasional

tersebut dari awal.

2. Semua masalah berkaitan dengan Hukum Internasional.

3. Segala peristiwa yang mengakibatkan dilanggarnya kewajiban-kewajiban

internasional.

4. Segala akibat dari dilanggarnya kewajiban internasional yang melahirkan tanggung

jawab.

• Dasar hukum bagi Hakim yang akan memutuskan 1 s/d 4 di atas adalah pasal 36 (2)

Statuta Mahkamah Internasional, di luar itu tidak dapat dimasukkan ke ICJ.

• Tidak ada perwakilan resmi di ICJ tctapi sengketa disampaikan ke register melalui

Dubes negara tersebut.

Application

• Application sifatnya formal, terdiri dari :

1. Statement of fact,

2. Relating laws,

3. The jurisdiction of ICJ,

4. Claim.

• Prosedural dalam mengajukan kasus sengketa internasional ke ICJ, meliputi 2 cara

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

4

Page 5: CIC HPSI (Sari Kuliah)

yaitu:

1. Apabila dalam suatu perjanjian internasional dicantumkan klausul yang

menyatakan apabila terjadi sengketa antar anggota, maka sepakat untuk diajukan ke

ICJ.

2. Melalui pengajuan gugatan (an application) dengan berdasarkan bahwa kasus

tersebut diajukan oleh Mahkamah.

• Sebuah application bisa diajukan oleh Menlu dari negara yang bersangkutan atau

melalui Duta Besarnya di Belanda.

• Selanjutnya Application diajukan ke panitera untuk dicatat dalam daftar agenda di ICJ.

• Dalam application dimuat:

1. Statement of fact (berisi keterangan mengenai fakta yang berkenaan dengan

pertanyaan-pertanyaan : who, when, where, why, how.

2. Pernyataan bahwa negara yang mengajukan application tunduk pada ICJ (ICJ

memiliki jurisdiksi) sebagaimana yang termuat dalam pasal 36 (1) Statuta

Mahkamah Intemasiooal dan pasal-pasal lain yang menunjuk pada pasal terscbut.

3. Gugatan (claim).

4. Putusan Hakim yang dimintakan (biasanya merupakan jawaban dari claim

tersebut).

• Pihak yang mengajukan application (gugatan) disebut applicant, sedangkan yang

menjadi pihak tergugat disebut responden.

Procedural

• Secara umum prosedural ICJ tidak sama dengan pengadilan biasa, adapun

prosoduralnya adalah sebagai berikut :

1. Setiap pihak mengajukan application,

2. Tanggapan, berkenaan dengan apakah suatu saat perlu diadakan oral prosedural

atau tidak.

3. Oral prosedural (apabila diperlukan).

Adapun secara umum dibagi ke dalam 2 tahap, yaitu :

1. Tahap I;

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

5

Page 6: CIC HPSI (Sari Kuliah)

a. Memorial,

b. Kontra Memorial.

2. Tahap II,

a. Replay,

b. Rejoinder.

• Dimungkinkan juga diadakan sidang in absentia. Sidang seperti ini tidak menjadi

masalah.

• Pihak ke-3 boleh masuk kalau kedua belah pihak sepakat dan/atau Hakim ICJ

membolehkan.

• Saksi boleh saja untuk dihadirkan.

Putusan

• Dimungkinkan diputus suatu putusan sela yang disebut “order”.

• Kcputusan diambil dengan suara terbanyak. Jika berimbang maka ketua/wakil akan

memutuskan. Dimungkinkan adanya beda pendapat salah satu Hakim, dimuat dalam

surat keputusan.

• Putusan bersifat final and binding dan para pihak harus segera melaksanakan putusan.

• Kalau ada yang tidak mau melaksanakan putusan maka dapat diajukan ke Dewan

Keamanan PBB untuk memberikan tindakan-tindakan agar putusan tersebut dapat

dilaksanakan.

• Biasanya persidangan berlangsung selama 3 s/d 6 bulan.

• Bentuk putusan :

- Biasanya sama dengan application;

- Berbahasa Inggris dan Perancis;

- Biasanya hanya sekitar 50 lembar halaman;

- Ditandatangani oleh Hakim ICJ;

- Diberi cap resmi ICJ;

- Pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1. An introduction,

Memuat nama Hakim, nama para pihak, ringkasan (summary) tentang proses

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

6

Page 7: CIC HPSI (Sari Kuliah)

pembuatan putusan.

2. Dasar pertimbangan mengapa Hakim memberikan putusan tersebut.

3. Keputusan Majelis itu sendiri.

• ICJ dapat memberikan judgement dan juga berbentuk advisory.

• Untuk judgement yang dapat mengajukan gugatan hanya oleh negara anggota PBB dan

non anggota PBB yang tunduk pada ketentuan PBB, dan orang/badan hukum dengan

diwakili oleh negara.

• Untuk advisory yang dapat mengajukan gugatan adalah organ-organ PBB atau negara-

negara melalui organ PBB.

• Advisory bersifat legal question, tidak mengikat pada para pihak kecuali berkenaan

dengan hal-hal yang sangat materiil yang disebut dalam advisory tersebut, advisory

juga lebih memberikan kontribusi pada pengembangan Hukum Internasional.

• International Criminal Court belum memenuhi jumlah ratifikasi (yang seharusnya

mencapai jumlah ratifikasi 60 negara).

ARBITRASE DAGANG INTERNASIONAL/ ARBITRASE KOMERSIAL

Penyelesaian Sengketa (umum)

• Penyelesaian sengketa dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Court dispute/litigasi,

2. Non litigasi (ADR),

a. Publik; good offices.

b. Privat; negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase

(Bisa juga penyelesaian sengketa secara non litigasi dibagi menjadi 2, yaitu ADR

dan arbitrase).

• Dalam ADR yang ingin dicapai adalah win win solution, sedangkan dalam arbitrase

adalah win and lose.

• Dalam good offices ada fact finding commission (mencari fakta di lapangan).

• Dalam ADR diserahkan pada suatu panel yang terdiri dari wasit/arbiter (selalu

berjumlah ganjil, yaitu bertujuan untuk mengatasi apabila terjadi deadlock),

menghasilkan putusan yang bukan merupakan judgement melainkan award. Perbedaan

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

7

Page 8: CIC HPSI (Sari Kuliah)

yang mendasar antara ADR dan arbitrase, adalah :

1. Putusan ADR semata-mata atas kemauan kedua belah pihak (win-win solution),

sedangkan dalam arbitrase salah satu pihak ada yang dimenangkan (win and lose).

2. Dalam ADR maka masih ada kontrol dari para pihak, sedangkan dalam arbitrase

kontrol dari para pihak tidak ada karena sengketa diserahkan kepada arbiter.

• Lembaga-lembaga yang menyelesaikan sengketa-sengketa dagang internasional

diantaranya :

1. Untuk sengketa dagang internasional yang bersifat privat ICSID (dalam penanaman

modal asing), UNCITRAL (dalam masalah-masalah perdagangan dan pembangun-

an internasional), ICC (sebagai kamar dagang internasional).

2. Untuk sengketa dagang internasional yang bersifat publik; WTO.

• Lembaga-lembaga tersebut juga bisa dikategorikan dari sifatnya :

1. Yang bersifat ad hoc, yaitu; UNCITRAL, dll.,

2. Yang bersifat permanen, yaitu; ICC, ICSID, termasuk BANI, dll.

• Arbitrase Dagang Internasional menyangkut penyelesaian sengketa secara perdata.

Untuk menyetujui penyelesaian secara arbitrase, pedagang menyetujui untuk

melepaskan hak-haknya untuk mengajukan perkara ke pengadilan nasional. Pihak asing

lebih menyukai penyelesaian melalui arbitrase karena:

1. Arbitrase lebih cepat, lebih non formal, lebih murah, lebih mudah penyelesaiannya

dan lebih rahasia daripada berperkara di pengadilan.

2. Putusan arbitrase dapat lebih mudah dilaksanakan daripada putusan pengadilan.

Istilah

• Istilah-istilah khusus dalam arbitrase dagang internasional :

- Lex mercantoria, suatu rangkaian prinsip-prinsip umum dan aturan kebiasaan yang

secara spontan merujuk atau diuraikan dalam kerangka perdagangan internasional

tanpa menunjuk kepada suatu sistem hukum nasional tertentu (B. Goldman).

Arbitrase merupakan salah satu contoh dari lex mercantoria.

- Aimable compositeur bertarget; kekuatan bertindak sebagai aimable compositeur

adalah kekuatan menyelesaikan sengketa tanpa merujuk pada ketentuan hukum

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

8

Page 9: CIC HPSI (Sari Kuliah)

substantif dan berdasarkan kebiasaan dan keadilan dalam perdagangan internasional

yang wajar (M. Ball).

- Kewenangan wasit untuk memutuskan berdasarkan kebiasaan dan fairness

(keadilan).

- Impartiality, tidak memihak.

- Keputusannya bersifat ex aequo et bono; suatu putusan yang berdasar pada keadilan

dan itikad baik-Pilihan forum dan pilihan hukum;

- Pilihan forum yaitu forum apa yang akan digunakan apakah arbitrase atau lainnya;

forum hukum yaitu hukum mana yang akan digunakan.

- Pihak-pihak yang setuju untuk menyelesaikan secara arbitrase dapat memilih:

a. Jenis sengketa yang akan diarbitrasekan.

b. Metode dalam memilih arbitratornya.

c. Ketentuan-ketentuan prosedural ataupun ketentuan-ketentuan arbitrase yang

akan dianut dalam arbitrase.

d. Tempat arbitrase dilaksanakan.

e. Hukum substantif yang dapat diberlakukan terhadap sengketa tersebut.

- Lex arbitri; adalah hukum yang berkaitan dengan arbitrase dan negara tempat suatu

arbitrase diselenggarakan.

Lex arbitri dapat menentukan ;

a. Apakah suatu perjanjian arbitrase sah atau tidak, dan

b. Apakah suatu sengketa tertentu dapat diarbitrasekan atau tidak.

- Suatu pengadilan akan memberi upaya hukum yang bersifat sementara.

- Harus ada suatu keputusan yang beralasan.

- Putusan arbitrase dapat ditinjau kembali secara judicial (judicial review), namun

dalam praktek sekarang ini maka pada umumnya memiliki kekuatan independent.

- Lex arbitri memberikan aturan-aturan yang dapat menjembatani kekosongan

hukum.

Peran Pengadilan

• Peranan pengadilan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase:

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

9

Page 10: CIC HPSI (Sari Kuliah)

1. Apabila salah satu pihak tidak bersedia melaksanakan putusan arbitrase.

2. Eksekusi; arbitrase tidak mempunyai kekuatan untuk melaksanakan eksekusi tetapi

yang mengikatnya hanya berdasarkan pada itikad baik.

3. Mencari bukti-bukti dan dokumen yang diperlukan.

• Provisional measure (tindakan sementara); biasanya berhubungan dengan pengumpulan

barang bukti.

1. Pembekuan rekening bank.

2. Penyitaan kapal/pesawat udara.

3. Pengangkatan seorang likuidator.

• Peranan pengadilan di Indonesia (pasal 13 UU No. 30 Tahun 1999):

1. Pemilihan arbiter,

Bila tidak ada yang setuju atau bila diduga ada wasit tak adil maka pengadilan

memberikan bantuannya.

2. Impartiality,

Wasit harus netral.

3. Tempat pendaftaran putusan arbitrase. Pasal 11 :

a. Perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan

penyelesaian sengketa melalui pengadilan.

b. Pengadilan wajib menolak.

• Eksekusi bagi putusan arbitrase asing (Konvensi New York Tahun 1958 dan Keppres

RI No. 34 Tahun 1981 dan UU No. 30 Tahun 1999).

Yang berwenang menangani eksekusi adalah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Agreement

• The agreement is not valid (tidak sah/dapat dibatalkan), apabila:

- Proper notice tidak diberikan kepada salah satu pihak.

- Dispute falls outside the submission to arbitration (diluar kewenangan panel).

- Komposisi arbiter tidak sesuai dengan agreement.

- Dispute tidak termasuk dalam ruang lingkup arbitrase.

- Pulusan bertentangan dengan state public policy (bertentangan dengan kebijakan

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

10

Page 11: CIC HPSI (Sari Kuliah)

umum suatu negara).

Putusan

• Syarat-syarat putusan arbitrase asing dapat dilakukan di Indonesia:

- Asas resiprositas, Berarti keduanya harus merupakan peserta dari Konvensi New

York 1958.

- Dalam ruang lingkup perdagangan; perniagaan, perbankan, keuangan, dsb.

- Ketertiban umum,

- Mendapat eksekuator (pengesahan) dari Ketua PN Jakarta Pusat.

- Bila menyangkut negara RI maka memerlukan eksekutor dari MA yang selanjutnya

dilimpahkan kepada PN Jakarta Pusat.

• Pengertian ketertiban umum (dapat kita lihat dalam):

Kasus E.D. % F. Man (Sugar) Vs. Yani Haryanto Tahun 1991.

Bertentangan dengan Keppres No. 43 tahun 1997 tanggal 14 Juli 1971.

Kasus Denis Cookkey Ltd. (Inggens) v Ste' Michael Peverdy (Francis) Tahun 1981.

Tentang jual beli gandum.

• Kasus Gula :

Kasus Posisi :

- Pengusaha Indonesia (Yani Haryanto) pada tahun 1982 mengimpor gula pasir dari

pengusaha gula di London (E.D. dan F. Man) melalui contract for white sugar,

Februari dan Maret 1982.

- Pelaksanaan perjanjian gagal, karena impor gula pasir adalah kewenangan Bulog,

sedangkan oleh perorangan tidak dibenarkan.

- Yani berusaha membatalkan perjanjian;

- E.D. menuntut ganti kerugian. Dalam perjanjian disebutkan bahwa sengketa yang

timbul akan diselesaikan oleh suatu Badan Arbitrase Gula (Council of The Refined

Sugar Association).

- E.D. menyerahkan sengketa ke arbitrase ini.

- Yani divonis arbitrase untuk membayar ganti kerugian sebesar US$ 22 juta. E.D.

mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi sesuai dengan PerMA No. 1 tahun

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

11

Page 12: CIC HPSI (Sari Kuliah)

1990, dikabulkan lewat penetapan MA RI No. l/Pen/Ex'r/Arb Int/Pdt/1991 tanggal l

Maret 1991.

- Proses pengadilan Indonesia telah sampai pada tingkat kasasi di MA, MA menolak

penetapan, exequator tidak dapat dilaksanakan karena irrelevan.

Analisis dan komentar :

- Putusan arbitrase asing yang bertentangan dengan kepentingan umum tidak dapat

dilaksanakan di Indonesia.

- Dasar hukum PerMA No. 1 Tahun 1990, UNCITRAL MODEL LAW on

International Commercial Arbitration pasal 36 ayat 1 (b), bagian II Konvensi New

York Tahun 1958 pasal V ayat 2 (b).

• Kekuatan mengikat putusan arbitrase.

Upaya Hukum

• Ada upaya perlawanan apabila memenuhi syarat-syarat scbagai berikut :

1. Surat/dokumen palsu,

2. Novum yang disembunyikan pihak lawan,

3. Adanya unsur kekurangan.

• Ada koreksi kalau terjadi kesalahan administrasi.

• Hak para pihak untuk mengajukan pembetulan-pembetulan terhadap suatu putusan

arbitrase;

1. Jangka waktu 14 hari setelah putusan diterima,

2. Kekeliruan administratif dalam putusan arbitrase.

Kontrak Arbitrase

• Kontrak Arbitrase;

1. Pactum de compromitendo, adalah kesepakatan pemilihan arbitrase sebelum

terjadinya sengketa.

2. Kesepakatan setelah terjadinya sengketa;

- harus tertulis,

- ditandatangani oleh para pihak,

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

12

Page 13: CIC HPSI (Sari Kuliah)

- akta Notaris.

• Kekuatan berlakunya kontrak arbitrase :

1. Klausul arbitrase bukan publik policy,

2. Pacta sunt servanda.

• Pacta sunt servanda; dalam kasus Ahju Forestry Company Limited.

• Asas severability, menyatakan bahwa suatu kontrak arbitrase merupakan suatu

perjanjian yang tersendiri terlepas dari kontrak induk, sehingga memiliki konsekuensi

hukum dimana apabila kontrak induk batal maka kontrak arbitrase tidak batal.

ICSID

• ICSID atau Konvensi Washington;

- Menciptakan pusat penyelesaian sengketa investasi internasional.

- Tujuannya adalah untuk memberikan fasilitas konsiliasi dan arbitrase sengketa

investasi di antara negara-negara penandatangan Konvensi dan warga negara

negara-negara penandatangan Konvensi lainnya.

- Secara internasional memberikan kedudukan istimewa bagi individu untuk menjadi

subjek hukum ekonomi internasional.

- Bersifat institusional karena terwujud dalam suatu kelembagaan.

• Syarat-syarat suatu sengketa dapat diajukan ke ICSID :

1. Para pihak harus sepakat untuk mengajukan sengketa mereka kepada ICSID.

2. Sengketa haruslah terjadi antara negara penandatangan Konvensi atau organ-organ

negara tersebut dan warga negara penandatangan konvensi.

3. Sengketa timbul karena suatu investasi.

• Arbitrase ICSID (mengenai kesepakatan);

- Ratifikasi suatu negara penandatangan konvensi tidak serta merta menyebabkan

terjadinya kesepakatan untuk menyelesaikan secara arbitrase ICSID.

- Suatu negara penandatangan konvensi wajib untuk menyelesaikan sengketa ini

secara arbitrase di ICSID hanya apabila negara itu secara khusus setuju untuk

membawa suatu sengketa tertentu atau jenis-jenis sengketa tertentu ke ICSID.

- Suatu negara bisa menentukan dalam menyelesaikan suatu sengketanya dengan non

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

13

Page 14: CIC HPSI (Sari Kuliah)

arbitrase klausul terhadap bidang-bidang investasi tertentu untuk tidak terikat

ICSID (pasal 25 ayat (4) Konvensi), contohnya; Arab Saudi, Papua New Guinea,

dan Guyana.

- Arbitrase ICSID mempunyai jurisdiksi yang eksklusif, diberlakukan dengan

mengenyampingkan pengadilan-pengadilan negeri dari kewenangannya terhadap

sengketa investasi yang diajukan ke ICSID.

- Tidak ada upaya hukum untuk penetapan sementara.

- Tidak ada peninjauan kembali atas isi putusan.

• Exhausted of Local Remedies (penyelesaian sengketa setempat).

Putusan

• Putusan ICSID;

- Adalah mengikat dan tidak dapat ditinjau kembali oleh pengadilan.

- Suatu negara penandatangan konvensi harus mengakui dan melaksanakan putusan

ICSID sebagaimana melaksanakan suatu putusan akhir Hakim suatu pengadilan di

negara tersebut.

- Pada tahun 1978 terdapat additional protocol dimana berdasarkan additional

protocol ini maka ICSID bisa digunakan bagi negara non anggota dan bukan hanya

masalah investasi tapi juga masalah perdagangan internasional.

- ICSID bersifat fleksibel, artinya para pihak bebas menentukan hukum mana yang

dianut.

• Pilihan Hukum;

- Para pihak bebas untuk menunjuk peraturan hukum mana yang akan diikuti oleh

pengadilan tersebut.

- Apabila tidak ada kesepakatan, pengadilan akan memakai hukum dari negara

penandatangan konvensi bagi sengketa tersebut (termasuk aturan-aturan Hukum

Antar Tata Hukum) dan aturan-aturan Hukum Internasional serupa yang dapat

diterapkan.

• Dalam ICSID ada 2 mekanisme, yaitu :

1. Correction

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

14

Page 15: CIC HPSI (Sari Kuliah)

Apabila terdapat kesalahan dalam administrasi.

2. Annulment (pembatalan),

Suatu pihak dapat meminta pembatalan atas suatu putusan dengan alasan bahwa ;

- Pengadilan (panel arbitrase) tersebut tidak terbentuk secara wajar.

- Pengadilan tersebut jelas-jelas bertindak melebihi wewenang yang dimiliki.

- Seorang anggota pengadilan korup.

- Ada penyimpangan yang serius dari ketentuan prosedur yang mendasar.

- Putusan tersebut tidak menjelaskan alasan-alasannya.

UNCITRAL

• Tujuan; harmonisasi di bidang penyelesaian sengketa komersial internasional.

• Menghasilkan peraturan arbitrase dan konsiliasi, adapun produknya adalah:

1. Conciliation Rules,

Pasal 1: Application ofthe rules,

a. Contractual or other legal relationship amicable (damai), agree that these rules

will apply.

b. Agree to exclude or vary (boleh dimodifikasi/ aturan domestik boleh dipakai/

fleksibel).

c. Domestic rules shall apply in conflict.

Pasal 2: Proses pengajuan,

a. Written invitation,

b. Confirming in writing (ada jangka waktu).

c. Reject... will be no conciliation.

2. Arbitration Rules,

- Ruang lingkup:

1. Berlaku hanya berdasarkan prrjanjian tertulis/contract -arbitration clause.

2. Sengketa dagang/international trade.

3. Modification rules.

Dalam hal ini yaitu terhadap; pihak yang mengangkat arbiter, tempat, jumlah,

dan bahasa.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

15

Page 16: CIC HPSI (Sari Kuliah)

Berkenaan dengan jumlah arbiter maka bila belum ada ... dipilih 3 orang (oleh

Appointing Authority)

- Peraturan substantif; para pihak dapat memilih hukum mana yang

dipergunakan.

- Sistem hukum tunggal dari suatu negara.

- Dapat pula memutuskan berdasarkan “amiable compositeur” atau “ex auquo et

bono”.

- Memakai ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kebiasaan dalam perdagangan

internasional/trade usage.

3. Model Law, yaitu aturan-aturan tentang arbitrase yang nantinya bisa dimasukkan ke

dalam hukum nasional negara-negara tanpa harus diratifikasi terlebih dahulu.

• Keputusan :

1. Suara mayoritas dari para arbitrator,

2. Suara mayoritas hanya terjadi bila terdapat tiga arbitrator,

3. Ketua arbitrator berwenang untuk memutuskan.

• Penghentian sidang dapat dilakukan scbelum keluar award/ sebelum terminations.

• Appointing Authority:

- Adminitrasi arbitrase,

- Mengangkat arbiter,

- Mereview sanggahan,

- Menentukan fee.

• Prosedur :

- Surat gugatan/statement of claims,

- Statement of defence (jawaban),

- Provisionil measure/interem award.

• Hukum yang berlaku:

a. Hukum Materiil;

- Kesepakatan para pihak, jika tidak maka;

- Hukum Perdata Internasional diberlakukan.

b. Hukum Formil;

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

16

Page 17: CIC HPSI (Sari Kuliah)

- Hukum tempat dimana arbitrase akan dilakukan.

- Bila in conflict dengan Hukum nasional maka hukum nasional yang

diberlakukan.

• Correction of The Award:

- Error in computation,

- Any Clerical or typographical error.

• Putusan :

1. Amiable compositeur atau ex aequo et bono (harus tertulis).

2. Term in contract (termasuk trade usage)

KASUS AMCO CORP. Vs REPUBLIK INDONESIA

Kasus Posisi

• Tahun 1964, PT. Bluntas memulai pembangunan konstruksi Hotel Kartika Plaza.

• Tahun 1965, Pembangunan terhenti karena macet. PT. Bluntas berganti nama menjadi

PT. Wisma Kartika (di bawah pengawasan PT. INKOPAD).

• Tahun 1968, PT. Wisma Kartika mengadakan perjanjian dengan AMCO Corp. dalam

penyelesaian pembangunan hotel melalui lease and management agreement (Profit -

sharing). Dimuat klausul arbitrase, yaitu arbitrase ICSID.

• Tahun 1972, pembangunan hotel selesai.

• Tahun 1980, muncul sengketa, yaitu berkenaan dengan :

- Pelaksanaan management Hotel Kartika Plaza,

- Saham (PT. Wisma Kartika tidak mendapat bagian saham).

• PT. Wisma Kartika memutuskan keikutsertaan management Amco Corp.

• Izin penanaman modal dicabut oleh Ketua BKPM pada tanggal 9 Juli 1980.

• Penyelesaian secara damai gagal.

Tahap I :

• Tanggal 15 Januari 1981, AMCO Corp. mengajukan sengketa ke ICSID.

• Composition of Tribunal :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

17

Page 18: CIC HPSI (Sari Kuliah)

President : Berhold Goldman (French)

Arbitrators : Isl Foighel (Danish), Edward W. Rubin (Canadian)

• RI dianggap melakukan pelanggaran hukum.

• RI berprndapat ICSID tidak berwenang (dengan penafsiran sempitnya).

• AMCO Corp. berpendapat tidak ada dalam prinsip Hukum Internasional yang

mengharuskan dilakukan penafsiran secara sempit terhadap klausul arbitrase, sehingga

bahwa perusahaan dalam klausul arbitrase harus ditafsirkan sebagai perusahaan

penanam modal, tidak hanya PT. AMCO sebagai pelaksana utama tapi juga perusahaan

yang menguasai saham-saham dan modalnya, yaitu AMCO Asia.

• Dewan Arbitrase menolak prisip penafsiran seperti yang dilakukan Indonesia.

• Tanggal 21 November 1984, Keputusan Pertama arbitrase ICSID memenangkan

AMCO Corp.

• Tahap pertama Indonesia harus membayar US$ 4.200.000,- dari jumlah yang

dituntutkan oleh AMCO sebesar US$ 12.000.000.

Tahap II :

• Tanggal 18 Maret 1985, berdasarkan pasal 52 Konvensi ICSID, maka RI mengajukan

permohonan pembatalan keputusan (annulment), dengan alasan :

- ICSID telah melampaui wewenangnya (manifestly exceeded its powers).

- ICSID telah melanggar suatu kaidah prosedural yang asasi.

- ICSID tidak dapat menyatakan dasar-dasar dan alasan-alasan keputusannya.

• RI dianggap melanggar hukum tapi AMCO sendiri juga wanprestasi.

• Tanggal 16 Mei 1986, Dewan Arbitrase Ad Hoc ICSID dibentuk.

• Composition of Tribunal :

President : Ignaz Seidl-Hohenveldern (Austrian)

Arbitrators : Florentio P. Feliciano (Philippine), Andrea Giardina (Canadian)

• Terhadap keputusan pertama :

- sebagian keputusan dibatalkan,

- sebagian keputusan diperiksa.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

18

Page 19: CIC HPSI (Sari Kuliah)

• Adapun yang dianggap keliru terhadap Dewan Arbitrase pertama adalah bahwa panitia

pertama telah secara keliru langsung mempergunakan hukum internasional dan

perasaan keadilan mereka sendiri, sedangkan menurut ketentuan ICSID sendiri

seharusnya menggunakan Law of The Host State.

• Berdasarkan fakta baru, Indonesia tidak mengetahui jika perusahaan AMCO yang

didaftarkan di negara bagian Delaware AS telah dilebur dalam sebuah perusahaan baru

pada saat sebulan setelah keputusan Dewan Arbitrase tahap 1 keluar, dan berdasarkan

pasal 42 (1) Konvensi, maka hukum Indonesia-lah yang berlaku, sehingga kalau

dilebur akan mengakibatkan perusahaan tersebut terhenti untuk melakukan perbuatan

hukum apapun termasuk dalam berarbitrase.

• Dewan tidak setuju, berpendapat bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di negara

peleburan itu terjadi, sehingga yang berlaku adalah hukum negara bagian Delaware itu

sendiri (Section 278 Delaware general Corporation Law).

• Dewan melakukan accounting khusus sehingga dicapai jumlah US$ 2.472.290, dan

dewan berpendapat bahwa kekurangan sekitar US$ 600.000 tidak merupakan kriteria

yang materiil untuk dapat melakukan pencabutan izin penanaman modal.

• Pembatalan keputusan Panitia Ad Hoc telah dilakukan dengan modifikasi tertentu with

qualifications. Adapun yang dipertahankan adalah bahwa Indonesia bertanggung jawab

secara internasional terhadap kurangnya pemberian perlindungan terhadap pihak

investor, yakni bahwa pihak Kepolisian RI dan TNI telah hadir pada saat secara de

facto dan fisik mengambil alih gedung dan manajemen hotel. Tindakan ini dianggap

identik dengan main Hakim sendiri (illegal selfhelp).

Tahap III :

• Tanggal 12 Mei 1987, AMCO Corp. mengajukan tuntutannya kembali.

• Tanggal 12 Descmber 1987, Arbitrase baru dibentuk dan menetapkan bagian mana

yang dibatalkan dan bagian mana yang tetap berlaku.

• Composition of Tribunal :

President : Sompong Sucharitkul (Thai)

Arbitrators : Arghyrio A. Fatouros (Greek), Dietrich (Swiss).

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

19

Page 20: CIC HPSI (Sari Kuliah)

• Tahun 1992, RI dinyatakan kalah, dan diharuskan membayar ganti kerugian sebesar

US$ 2.600.000.

KASUS PT. PLN Vs. PT. PAITON

Kasus Posisi

• Tahun 1991 dibuat kontrak jual beli daya (Power Purchase Agreement/PPA) antara PT.

PLN dan PT. Paiton, yang ditandatangani tahun 1992.

• Tahun 1999 PT. PLN merasa bahwa kontrak tersebut telah merugikan PT. PLN karena

harga jual listrik yang ditetapkan Paiton terlalu tinggi yaitu sebesar US$ 5,4 sen per

KWH.

• PT. PLN mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat guna pembatalan kontrak (PT. PLN

berpendapat bahwa kontrak tersebut dibuat didasarkan atas suatu paksaan).

• PN Jakarta Pusat menyatakan berwenang dan berhak mengadili dan menolak eksepsi

PT. Paiton yang berpendapat bahwa sengketa harus diajukan ke arbitrase UNCITRAL.

• PT. Paiton mengajukan note of dispute kepada PT. PLN dan mengajukannya ke

arbitrase internasional (UNCITRAL).

• Export Credit Agency (sebagai perusahaan asuransi PT. Paiton) memberikan reaksi

keras atas putusan PN Jakarta Pusat, karena dalam PPA dicantumkan tentang

mekanisme penyelesaian sengketa yaitu dalam pasal 18.1. tentang mutual discussion

apabila terjadi sengketa dengan waktu yang diberikan untuk perundingan yaitu 30 hari

dan apabila dalam waktu 30 hari tersebut tidak dapat diselesaikan maka harus dibawa

ke UNCITRAL, yang berada di Stockholm Swedia (Kerugian PT. Paiton sebenarnya

sudah dibayar oleh Export Credit Agency).

• Renegosiasi dilakukan untuk penurunan harga dari US$ 5,4 sen/KWH menjadi US$ 4,6

- 4,7 sen/KWH oleh PLN, dengan demikian hutang PLN menjadi US$ 88,1 juta tetapi

PLN tetap tidak dapat membayar.

• Akhirnya di UNCITRAL, maka PLN dinyatakan kalah dan harus membayar ganti

kerugian yang dimintakan oleh PT. Paiton.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

20

Page 21: CIC HPSI (Sari Kuliah)

Komentar

• Memang benar bahwa suatu kontrak yang dibuat atas suatu paksaan dapat dibatalkan,

tetapi bcrkaitan dengan kontrak yang terdapat kontrak arbitrasenya maka kita mengenal

asas severability, dimana meskipun kontrak induk batal apabila ada sengketa maka

tidak membatalkan kontrak arbitrasenya dengan kata lain bahwa kontrak arbitrasenya

harus tetap dilaksanakan.

• Dalam perkara tersebut PN Jakarta Pusat tidak memiliki kompetensi untuk mengadili

karena sebagaimana termuat dalam kontrak arbitrase itu sendiri maka apabila terjadi

sengketa maka akan diselesaikan di UNCITRAL, demikian juga apabila kita melihat

UU No. 30 Tahun 1999 maka apabila dalam kontrak arbitrase telah ditetapkan dimana

sengketa akan diselesaikan apabila terjadi sengketa maka Pengadilan harus

menolaknya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

21

Page 22: CIC HPSI (Sari Kuliah)

REFERENSI

• Arbitrase Komersial, oleh Huala Adolf, S.H,

• Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia, oleh Prof. M. Dr.

Sudargo Gautama, S.H.,

• Dll.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

22