BAB IPENDAHULUAN
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik
yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh
sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh
proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang
berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga
ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan
retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.1Leukemia
diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel
maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan
atas akut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian besar
immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan akut, sedangkan jika
yang dominan adalah sel matur maka diklasifikasikan sebagai
leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan
atas leukemia mieloid dan leukemia limfoid. Kelompok leukemia
mieloid meliputi granulositik, monositik, megakriositik dan
eritrositik.1,2Leukemia mieloid kronik (LMK) adalah penyakit sel
induk (stem cell) hematopoetik yang ditandai oleh adanya
leukositosis yang disertai imaturitas seri granulosit, basofilia,
anemia, trombositosis dan splenomegali. Nama lainnya leukimia
mielogenik kronik atau leukimia myeloid kronik. Penyakit ini
merupakan salah satu tipe kelainan mieloproliferasi kronik yang
berkaitan dengan translokasi kromosom resiprok lengan panjang
kromosom 22 ke kromosom lain yaitu kromosom 9. Kromosom ini disebut
sebagai kromosom Philadelphia (t(9;22)(q34;q11.2).3,4,5LMK ini
menempati kasus terbanyak kedua dari semua tipe leukemia pada orang
dewasa, yaitu sekitar 20% dan 3% dari leukimia pada anak-anak.
Insidensi LMK terjadi antara 1-2 per 100.000 orang. LMK dapat
menyerang semua umur tetapi sering ditemukan antara usia 40-60
tahun. Penderita LMK pada usia muda perkembangan penyakitnya akan
lebih progresif. NCI (National center institute) menyatakan bahwa
frekuensi LMK akan meningkat dengan bertambahnya umur dimulai dari
1 per 1000.000 orang pada usia 10 tahun pertama, 1 per 100.000
orang pada usia 50 tahun dan 1 per 10.000 orang pada usia 80
tahun.3,4Penyebab translokasi Philadelphia ini belum diketahui
secara spesifik. Diduga penyebab dari translokasi philadelphia
tersebut adalah radiasi pengion. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan insidensi LMK pada individu yang selamat dari serangan
bom atom di Jepang. Insidensi puncak terjadinya LMK dijumpai 5
sampai 12 tahun setelah pajanan radiasi.3LMK dibedakan dari
leukemia akut berdasarkan progresinya yang lebih lambat. Sebaliknya
berdasarkan pengobatannya LMK lebih sulit diobati daripada leukemia
akut. Gambaran klinis LMK antara lain splenomegali, anemia, memar,
demam, epistaksis, menorhagia, gout, nyeri tulang dan gejala-gejala
lain yang berhubungan dengan hipermetabolisme ( penurunan berat
badan, anoreksia, atau keringat malam).3Sekitar 50% pasien LMK
didiagnosis secara tidak sengaja dari pemeriksaan hitung darah
rutin. Hal ini terjadi karena pada awal serangan LMK biasanya
lamban dan tidak khas. Selain dari gejala-gejala diatas, untuk
mendiagnosa LMK diperlukan pemeriksaan hematologi dan
molekuler.3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. DefinisiChronic myelogenous leukimia (CML) atau leukimia
myeloid kronik (LMK) merupakan suatu penyakit mieloproliferatif
kronik untuk stem sel pluripoten hematopoeitik yang ditandai oleh
adanya leukositosis yang disertai imaturitas seri granulosit,
basofilia, anemia, trombositosis dan splenomegali. Nama lainnya
leukimia mielogenik kronik atau leukimia myeloid kronik. Penyakit
ini merupakan salah satu tipe kelainan mieloproliferasi kronik yang
berkaitan dengan translokasi kromosom resiprok lengan panjang
kromosom 22 ke kromosom lain 9. Kromosom ini disebut sebagai
kromosom Philadelphia.3,4,6,7
2.2. InsidensiSebagian besar kasus LMK terjadi pada dewasa. Dari
tahun 2004-2008 usia median untuk diagnosis penyakit ini adalah 66
tahun. Sedikit sekali anak yang menderita LMK ini, perjalanan
penyakit ini pada dewasa dan anak-anak sama.2Berikut di bawah ini
pada dapat dilihat frekuensi peningkatan LMK seiring dengan usia,
dari frekuensi 1 per 100.000 penduduk hingga usia 40 tahun, dan
sekitar 2 per 100.000 penduduk pada usia hingga 55 tahun , dan
sekitar 9 per 100.0000 penduduk pada mereka yang berusia 80 tahun
dan lebih. Pada tahun-tahun mendatang, insidensi LMK dapat
meningkat.2
Gambar 2.1. Insidensi LMK menurut umur2Sumber: Howlader N, Noone
AM, et al., eds. SEER Cancer Statistics Review, 1975-2008, National
Cancer Institute. Bethesda, MD, www.seer.cancer.gov/csr/1975_2008/,
based on November 2010 SEER data submission, posted to the SEER
website, 2011 (walters 2012).
Setiap tahun, sekitar 5000-7000 orang didiagnosis sebagai LMK di
Amerika Serikat. LMK terhitung sekitar 15%-20% dari semua leukimia
dan 7-20% untuk leukimia pada dewasa. LMK ini lebih sering mengenai
pada pria dibandingkan wanita dengan ration 1,3-2,2 vs 1.8,9
2.3. PatofisiologiSel-sel yang normal memiliki 23 pasang
kromosom yang terdiri atas 22 pasang nomor, dengan kromosom seks
(XX untuk wanita dan XY untuk laki-laki) yang dihitung sebagai
pasangan ke 23. LMK dibedakan dari tipe lainnya pada leukimia oleh
adanya abnormalitas genetik pada kromosom 22 pada sel-sel LMK. Di
tahun 1960, 2 doktor dari universitas Pensylvania fakultas
kedokteran di Philadeplia mempelajari kromosom sel-sel kanker ini.
Mereka menemukan bahwa kromosom 22 pada sel pasien dengan LMK lebih
pendek dibandingkan dengan kromosom 22 pada sel-sel normal.
Pemendekan kromosom 22 ini dinamakan kromosom Philadelpia dan juga
disebut dengan Ph kromosom.2,10
Gambar 2.2. Set kromosom dari sel sumsum tulang pada pasien
wanita dengan LMK2Semakin tinggi nomor kromosom tampak semakin
pendek kromosomnya. Panah pada bari ke 4 menunjukkan pemendekan
kromosom 22, yang merupakan karakteristik pada pasien dengan LMK.
Panah pada baris kedua menunjukkan kromosom 9 yang memanjang. 2
perubahan ini merefleksikan translokasi pada materi kromosom antara
kromosom 9 dan 222
Gen BCR-ABL penyebab kanker. Penelitian lebih lanjut pada
sel-sel leukimia fokus pada kromosom 9 dan kromosom 22 yang
abnormal. Porsi kromosom-kromosom ini sesungguhnya bertukar satu
sama lain. 1 porsi kromosom 9 pindah ke ujung kromosom 22; dan 1
porsi kromosom 22 pindah k ujung kromosom . pertukaran bagian
kromosom ini disebut translokasi. Translokasi kromosom 9 dengan
kromosom 22 hanya terlihat pada sel-sel LMK dan sebagian ditemukan
pada pasien-pasien dengan ALL. Salah satu teori yang dikemukakan
oleh seorang ahli bahwwa pertukaran ini terjadi ketika sel
membelah, koromosom 9 dan kromosom 22 sangat dekat satu sama lain,
membuat kejadian error ini memungkinkan.2,11Berikut di bawah ini
dapat dilihat kejadian penyebab LMK-bagaimana suatu gen BCR-ABL
(okogen) dibentuk.2
Gambar 2.3. Translokasi kromosom 9 dan 222 Suatu porsi gen ABL
dari kromosom 9 melakukan translokasi dan bergabung dengan posi
utama gen BCR pada kromosom 22. Bagian translokasi ini untuk
kromosom 9 menghasilkan uatu fusi gen yang disebut BCR-ABL Gen fusi
BCR-ABL secara langsung memproduksi suatu protein abnormal (mutan),
dan suatu enzim yang disebut dengan tirosin kinase bcr-abl Protein
enzim abnormal ini merupakan faktor utama yang mengubah sel-sel
induk sumsum tulang dari sle-sel normal menjadi sel-sel leukimia
Gambar proses translokasi antara gen pada kromosom 9 dengan
kromosom 2212
Sautu pemisahan pada kromosom 9 menyebabkan suatu mutasi gen
yang disebut dengan ABL (untuk Abelson, ilmuan yang pertama kali
menggambarkan gen ini). Dan pemutusan pada kromosom 22 melibatkan
suatu gen yang disebut dengan BCR (untuk breakpoint cluster regio).
Mutasi gen ABL berpindah ke kromosom 22 dan bergabung dengan porsi
utama pada gen BCR. Hasil dari penggabungan ini merupakan fusi gen
penyebab leukimia BCR-ABL. Gen-gen ini memberikan instruksi untuk
memproduksi suatu protein . gen-gen BCR-ABl menghasilkan suatu
protein disfungsional yang disebut dengan bcr-abl tirosin kinase.
Bcr-abl tirosin kinase ini menyebabkan suatu regulasi pertumbuhan
dan ketahanan sel yan abnormal, yang bertanggung jawab dalam
menyebabkan LMK. Tirosin kinase bcr-abl ini juga merupakan target
spesifik obat yang memblok efek-efek obat tersebut pada sebagian
besar pasien dengan LMK.2,12
Gambar 2.4. Proses tejadinya leukimia pada sel induk sumsum
tulang2Gambar onkogen (gen penyebab kanker) pada batang paling atas
yang menyebabkan suatu fusi gen ABL dari kromosom 9 dengen BCR dari
kromosom 22. Rangkaian DNA gen ini dikopi ke dalam mRNA, ysng
ditunjukkan pada batang tengah. mRNA menyebabkan formasi protein
mutan, yang merupakan suatu enzim yang disebut dengan tirosin
kinase yang ditunjukkan pada batang ketiga. Enzim ini mencetuskan
sinyal yang menyebabkan sel induk susmsum tulang beraksi secara
tidak teratur (leukemik), menyebabkan terjadinya pembentukan sel
darah putih yang berlebihan yang berusia terlalu lama. Hal demikian
merupakan manifestasi klinik pada LMK, seperti hitung sel darah
putih yang tinggi dan hitung sel darah merah yang rendah. Beberapa
inhibitor bcr-abl tirosin kinase, termasuk imatinib mesylate
(Gleevec), dasatinib (Sprycel) and nilotinib (Tasigna), dapat
berikatan dengan protein tirosin kinase dan memblok efek protein
tersebut.2
2.4. Etiologi dan faktor risiko
Penyebab LMK sebenarnya masih belum begitu jelas. Leukemogenesis
merupakan suatu fenomena bertahap yang dibagi ke dalam fase
inisiasi, promosi dan progresi. Fase inisiasi melibatkan terjadinya
defek genetik yang membuat sel bertahan hidup. Trigger yang
menyebabkan perubuahan pada tahap inisiasi ini masih belum
diketahui. Pada suatu penelitian, dimana sel-sel leukimia
dipaparkan dengan irradiasi gamma, fusi-fusi gen dikarakteristikkan
dengan bentuk yang berbeda-beda untuk leukimia yang terinduksi,
wwalaupun defek ini juga terdeteksi pada jumlah yang rendah pada
sel-sel yang tidah diapa-apakan. Perubahan gen BCR-ABL sekarang
dikenal sebagai kunci molekular yang menyebabkan terjadinya LMK.
Hal yang merangsang perubahan moleklular ini masih belum diketahui.
Dengan menggunakan teknik sensitifitas tinggi PCR (polymerase chain
reaction), transkrip BCR-ABL dapat dideteksi pada sel-sel sumsum
tulang pada 25-30% mereka yang sehat dan 5% pada bayi baru lahir,
tetapi tidak pada darah di tali pusat. Diduga bahwa proses
pengaturan imun berperan dalam molekuler terjadinya LMK. BCR-ABL
hanya ditemukan pada sel-sel hematopoetik dan tidak ditemukan
adanya peningkatan insidensi LMK pada kembar monozigotik dan
keluarga yang dengan LMK.2,8Tidak ditemukan adanya infeksi atau
zat-zat kimia yang berhubungan dengan LMK. Insidensi LMK dilaporkan
lebih tinggi pada mereka yang bertahan hidup setelah paparan
serangan bom atom atau bom nuklir, karena ionisasi radiasi. Selain
itu peningkatan risiko juga didapatkan pada mereka yang mendapatkan
terapi kanker dengan radiasi seperti limfoma. Paparan diagnosis
dental dan sinar-X tidak dihubungkan dengan peningkatan risiko pada
LMK. Selain itu, secara umum leukimia dapat disebabkan oleh
ionisasi radium, sinar X, Kobalt, Asbestos, penggunaan permanent
dyes, obat-obatan karsinogenik, defisiensi mikronutrien seperti
asam folat, vitamin B12 dan B6.2,8,13
2.5. Tanda dan manifestasi klinikPasien dengan LMK dapat tidak
memiliki gejala-gejala berikut ini pada saat didagnosis. Ini
berlaku secara individual; dengan mengikuti pemeriksaan fisik untuk
kondisi lainnya dan merupakan bagian pemeriksaan kesehatan.2Tanda
dan gejala LMK timbul secara bertahap. Pasien dengan LMK
dapat:12,14-161. Merasa lelah dan nafas memendek saat melakukan
aktivitas sehari-hari2. Memiliki pembesaran lien (menyebabkan
perasaan seperti tertarik pada bagian atas sisi kiri abdomen)3.
Pucat atau anemia (menurunnya jumlah sel darah merah), merasakan
keringat malam, gatal, sakit kepala, pandangan mata kabur,
ketidakmampuan dalam mentolerir suhu yang hangat dan/atau
kehilangan berat badan4. Priapism (ereksi subnormal yang persisten
pada penis tanpa adanya rangsangan seksual), ini merupakan gejala
yang jarang terjadi namun pernah dilaporkan pada kasus pasien
dengan LMK, yang mana hal ini disebabkan oleh leukostasis5.
Hiperleukositosis, leukostasis, dan pengendapan yang dapat
menimbulkan gejala neurologis (kebingungan, somnolen hingga stupor
dan koma), vaskular (DIC, infakr miokard, iskemia akut ekstremitas
dan thrombosis vena renal ) dan pulmonal (dispneu, distress
nafas)
2.6. Fase LMKFase LMK dapat dibagi atas 3 fase. Sebagian besar
LMK terdiagnosis pada fase kronik, walaupun beberapa pasien
terdiagnosis pada fase akselerase dan fase krisis blast. Sebagian
kecil pasien yang didiagnosis dan diterapi pada fase kronik LMK
namun berlanjut pada fase akselerasi. Progresi dari fase kronik,
yang biasnya dapat dengan mudah di atur, untuk fase akselerasi atau
blast krisis terjadi akibat perubahan genetik pada sel-sel induk
leukimia. Beberapa abnormalitas kromosom lanjutan dapat terdeteksi
oleh analisis sitogenetik. Bagaimanpun, ini muncul dalam dengan
perubahan genetik pada sel-sel induk LMK yang tidak dapat dideteksi
dengan tes-tes laboratorium yang sekarang tersedia.2,17Fase kronik.
Pasien dengan fase kronik mungkin dapat asimtomatik, Atau
gejala-gejala LMK dapat muncul selama terapi karena perubahan
hitung jenis sel atau pembesaran lien. Bila ada, gejala-gejala pada
fase kronik dapat hilang ketika pasien dilakukan terapi. Terapi
yang efektif menurunkan jumlah sel darah putih mendekati normal.
Perbaikan jumlah sel darah putih diiringi dengan berkurangnya
pembesaran limpa, perbaikan konsentrasi haemoglobin dan kondisi
umum yang secraa umum membaik. Komplikasi perdarahan dan infeksi
tidak biasa terjadi pada fase kronik. Ketika diterapi, umumnya
pasien dengan LMK dapat berpartisipasi secara penuh dalam
aktivitasnya sehari-hari.2Berikut di bawah ini dapat dilihat
karakteristik pada fase kronik untuk LMK.15Tabel 2.1. Karakteristik
fase kronik pada LMK15Darah
Granulositosis Rentang penuh untuk precursor granulosit
Predomnena mielosit & netrofil segmen Khususnya mieloblast
sekitar 1-2%; selalu 50x109/L), anemia (Ht100x109/L) tidak
responsive terhadapat terapi leukimia Trombositosis yang jelas
(>1000 x 109/L) Splenomegali progresif yang tidak respon
terhadap terapi Demam yang tidak dapat dijelaskan atau nyeri tulang
Perlunya peningkatan dosis pengobatan
Fase blastik LMK
30% blast pada perifer dan sumsum tulang Hematopoeisis
ektramedular dengan balst imatur
Leukapharesis. Beberapa pasien memiliki jumlah sel darah putih
yang sangat tinggi saat didagnosis. Ini dapat menyebabkan masalah
viskositas dan terganggunya aliran darah ke otak, paru, mata dan
sisi lainnya dan juga dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah.
Pasien dapat ditangani dengan pembuangan sel-sel darah putih dengan
menggunakan mesin yang sama dengan mesin dialisis. Proses ini
disebut dengan leukaperesis.12
2.7. Diagnosis Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan darah dan
sumsum tu;ang dapat menegakkan diagnosis LMK.Hitung jenis sel darah
(CBC). CBC ini mengukur jumlah dan tipe sel-sel dalam darah. Pada
LMK konsentrasi Hb menurun dan jumlah sel darah putih meningkat,
bahkan meningkat sangat tinggi. Jmulah trombosit dapat meningkat
atau menurun, tergantung pada keparahan penyakit pasien dengan LMK.
Pemeriksaan hapusan darah dengan mikroskop cahaya menunjukkan
karakteristik/suatu pola untuk sel-sel darah putih pada pasien
dengan LMK: sejumlah kecil sel-sel imatur (sel-sel blast leukemik
dan promielosit) dan sejumlah besar sel-sel darah putih matur dan
besar (mielosit dan neutrofil). Sel-sel blast ini, promielosit dan
mielosit secara normal tidak muncul/ada pada darah perifer individu
sehat.2BMA (bone marrow aspiration). Hapusan sumsum tulang pada
pasien dengan LMK adalah hiperseluler dan tanpa lemak. Terdapat
peningkatan kompartemen myeloid dengan mielosit yang dominan.
Berikut di bawah ini dapat dilihat hapusan sumsum tulang yang
menggambarkan hiperselularitas dengan hyperplasia myeloid, tidak
ditemukan peningkatan blast.14,18
Gambar 2.5. Hapusan sumsum tulang pada pasien LMK18Analisis
sitogenik. Tes ini mengukur jumlah dan struktur kromosom. Sampel di
ambil dari sumsum tulang yang diperiksa untuk mengkonfirmaasi
temuan pada pemeriksaan darah dan memastikan apakah terdapat
abnormalitas kromosomal seperti kromosom Philadelphia. Tes sumsum
tulang disebut BMA. Sampel ini diperiksa secara mikroskopik dan
sitogenetik. Adanya kromosom philadelpia (pemendekan pada kromosom
22) pada sumsum tulang, diikuti dengan tingginya hitung sel darah
putih dan karakteristik temuan lainnya, mengkonfirmasi diagnosis
LMK.2Fluorescence In Situ Hybridization (FISH). 90% pasien
terdiagnosis LMK dengan analisis sitogenik, tapi sebagian tidak
terdiagnosis dengan analisis sitogenik tersebut tetapi memiliki
nilai yang positif untuk fusi gen BCR-ABL pada kromosom 22. FISH
lebih sensitif dalam mendiagnosis LMK dibandingkan analisis
sitogenetik. Berikut di bawah ini dapat dilihat identifikasi gen
BCR-ABL dengan menggunakan teknik FISH.2
Gambar 2.6. Teknik FISH, suatu metode dengan menggunakan
florosensi molekul untuk menandai gen BCR-ABL pada LMK. Pada
sel-sel normal, 2 merah dan 2 sinyal hijau mengindikasikan lokasi
normal gen BCR dan ABL pada sel-sel yang abnormal, fusi BCR ABL
dalam visualisasi tampak sebagai gabungan sinyal merah dan hijau.
Ini sering dideteksi sebagai flurosensi kekuningan (yang di tunjuk
panah)2
Polymerase Chain Reaction (PCR). Gen BCR-ABl juga dapat
dideteksi dengan analisis molekular. Tes kuantitatif PCR merupakan
metode tes molekular yang dapat dilakukan pada sel darah merah dan
sel sumsum tulang. Ini merupakan tes yang paling sensitif untuk
mengidentifikasi dan mengukur gen BCR-ABL. PCR ini secara esensial
meningkatkan jumlah kecil bagian-bagian dari RNA atau DNA untuk
membuatnya mudah dideteksi dan dihitung.2,19Hitung jenis sel darah,
pemeriksaan sumsum tulang, FISH dan PCR juga dapat digunakan untuk
menilai respon terapi. Seiring dengan dilakukannya terapi, jumlah
sel-sel darah merah, sel-sel darah putih , trombosit dan sel sel
LMK mengalami perubahan. Berikut di bawah ini dapat dilihat
perbandingan berbagai metode yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis LMK.2,20
Tabel 2.3. Metode untuk mendeteksi sisa penyakit (residual) pada
LMK20MetodeTargetSensitivitasKeuntunganKerugian
MorfologiMorfologi seluler5%StandardSensitifitas rendah
SitogenikStruktur kromosom1-5%Tersedia luasSensitivitas
rendahHanya pada sumsum tulang
FISHMarker genetic spesifik0,1%-5%Cepat (1-2 hari)Tidak
mendeteksi kejadian konal lainnya
PRC kuantitatifRantai RNA0,001%-0,01%Sangat sensiifStandarisasi
rendah, laboratorium intensif
2.8. TerapiLMK tidak mudah untuk disembuhkan dengan terapi yang
sekarang tersedia, namun banyak terapi signifikan pada beberapa
tahun terakhir ini, dan pilihan terapi yang memungkinkan terus
berlanjut. Dengan terapi sekarang ini, pasien dengan LMK diharapkan
memiliki kualitas hidup yang baik. Pilihan terapi yang digunakan
untuk pasien LMK tergantung pada fase saat didiagnosis, hasil tes
dan usia, terutama sekali jika transplantasi sumsum tulang dapat
dipertimbangkan.24 macam modalitas terapi mayor untuk penyakit LMK
ini meliputi : 1) allogenic stemm cell trasnplant (SCT); 2)
interferon alfa (INF-) berdasarkan regimen; 3) infuse donor
limfosit (DLI) dan 4) inhibitor revolusioner tirosin kinase Bcr-abl
seperti STI571 (sinyal transduction inhibitor 571). Masing-masing
modalitas tersebut memiliki aspek target yang berbeda-beda untuk
biologi LMK, dan dihubungkan dengan risiko serta keuntungan yang
berbeda-beda untuk masing-masing regimen.2,21Berikut di bawah ini
dapat dilihat pilihan agen kemoterapi yang dapat digunakan untuk
terapi pada pasien LMK.2,21Tabel 2.4. Beberapa obat yang digunakan
untuk menterapi LMK2
LMK sudah sejak 100 tahun yang lalu ditemukan, solusi Fowler
(arsenic trioxide dalam potassium bicarbonate) dan radiasi splenik
merupakan satu-satunya terapi yang tersedia sebelum tahun 1950.
Busulphansuatu agen alkylating, telah diperkenalkan pada tahun 1954
dan efektif dalam mengontrol leukositosis. Namun ini memiliki
toksisitas yang tinggi-aplasia sumsum tulang (1-3%),
hiperpigmentasi dan fibrosis pulmonal, dan ketahanan hidupnya lebih
rendah dibandingkan dengan hidroksiurea. Ini hanya digunakan
sebagai bagian dari kemoterapi dosis tinggi bersamaan dengan
siklofosfamid dalam setting transplantasi stem sel (SCT).
Hidroksiurea diperkenalkan pada akhir tahun 1960-an, memiliki
profil toksisitas yang cukup dan efektif dalam mengontrol jumlah
sel darah putih. Rekombinan INF- tersedia pada awal tahun 1990-an
dan lebih superior dibandingkan busulphan dan hidroksiurea dalam
remisi hmatologi komplet (CHR), respon sitogenetik komplet (CGR)
dan ketahanan hidup yang lebih lama. Pada 25 tahun terakhir ini,
pengalaman dengan allogenik hematopoetik SCT dari pencocokan HLA
saudara atau donor bukan keluarga yang cocok di anggap sebagai
satu-satunya terapi kuratif untuk kasus LMK ini. Keterbatasan akan
ketersediaan donor yang cocok pada kurang dari 1/3 pasien dan
morbiditas yang potensial (acute and chronic graft-versus-host
disease) dan mortalitasnya (5-15%). Imatinib mesylate (STI-571 atau
Gleevec), mulai dicanangkan pada Mei 2001 dan menjadi revolusioner
dalam terapi LMK. Berikut di bawah ini dapat dilihat perbandingan
penggunaan agen kmoterapi interferon alfa, hidroksi urea dan
Imatinib mesylate.22Tabel 2.5. Perbandingan Hidroksiurea,
interferon-, dan imatinib
mesylate22FaktorHidroksiureaInterferon-Imatinib mesilate
Mekanisme aksiInhibitor ribonukleotida rekduktaseTidak
diketahuiInhibitor selektif BCR-ABL
Respon hematologicYaYaYa
KecepatanYaTidakYa
Respon sitogenikTidakYaYa
Aktivitas pada fase blastikTidakTidakYa
Keuntungan survivalTidakYaYa
Dampak pada allogenik transplantasi sumsum
tulangTidakMungkinTidak diketahui
Dosis harian0,5-2 gr3-5 mU/m2CP 400 mg/hariAP/BC 600mg/hari
Toksisitas mayorTidakYaTidak
Administrasi per oralYaTidakYa
BiayaRendahMahalSangat mahal
AP= fase akselerasi; BC= krisis balstik; CP= fase kronik
Berikut di bawah ini dapat dilihat pilihan regimen yang
direkomendasikan oleh European LeukimiaNet untuk penanganan
LMK6Tabel 2.6. Pilihan regimen untuk terapi LMK pilihan European
LeukemiaNet6Fase kronik. Lini IImatinib 400 mg/hari
Fase kronik, lini II
Intoleransi imatinibDasatinib atau nilotinib
Respon imatinib suboptimalLanjutkan imatinib dengan dosis yang
sama; atau tes pemberian imatinib dosis tinggi, dasatinib, atau
nilotinib
Imatinib gagalDasatinib/nilotinib; trasplantasi stem sel
allogenik pada pasine yang mengalami progresi menuju fase
akselerasi atau krisis blastik dan pada kasus dengan mutasi
T315l
Fase kronik, lini III
Respon Dasatinib atau nilotinib suboptimalLanjutkan dasatinib
atau nilotinib, dengan suatu pilihan transplantasi stem sel pada
pasien dengan gambaran yang perlu diwaspadai (resistensi utama pada
imatinib, mutasi) dan pada kasus dengan EBMT skor risiko 2
Disatinib atau nilotinib gagalTransplantasi stem sel
allogenik
Fase akselerasi atau fasse blastik, lini I (pasien dengan TKI
naive)Imatini 600 atau 800 mg, dasatinib, atau nilotinib (pada
kasus mutasi dengan sensitifitas yang rendah terhadap imatinib)
diikuti dengan transplantasi stem sel allogenik
Fase akselerasi ayau fase balstik, lini II (pasien dengan terapi
utama imatinibDasatinib atau imatinib diikuti dengan transplantasi
stem sel
Selain rekomendasi obat-obatan di atas, terdapat berbagai
obat-obatan baru yang masih dalam penelitian (pengembangan)
diantaranya yaitu sebagai berikut.2 Ponatinib (AP24534)Ponatinib,
yang masih dalam perkembangan klinik, merupakan terapi LMK peroral
yang menjanjikan aktivitas klniik melawan sejumlah mutasi yang
terjadi disebabkan oleh resistensi terhadap Gleevec, Sprycel dan
Tasigna, yang tercatat sebagai mutasi T315I, yang merupakan mutasi
yang umum yang tampak sebagai respon terhadap imatinib mesylate
(Gleevec), Sprycel atau Tasigna yang kurang atau hilang. Ponatinib
tampaknya secara umum ditoleransi dengan baik; efek samping yang
umum terjadi yaitu fatigue, konstipasi, ruam, nyeri kepala, nyeri
sendi dan mual. BosutinibBosutinib, merupakan terapi peroral LMK,
merupakan TKI yang aktif melawan sejumlah mutasi resisten dengan
Gleevec, tetapi bukan untuk mutasi T315I. Obat ini telah menjalani
evaluasi trial klinik pada pasien yang telah diterapi dengan satu
atau lebih TKI, pada pasien yang baru di diagnosis LMK fase kronik.
Bila disetujui, obat ini dapat menjadi pilihan pada pasien yang
tidak dapat ditoleransi atau respon adekuat terhadap Gleevec,
Sprycel atau Tasigna.
Strategi eradikasi penyakitSejumlah penelitian laboratorium
telah mengidentifikasi terapi potensial yang dapat membantu
mengeradikasi beberapa sel-sel LMK pada sebagian besar pasien
dengan TKI, dan kemudian memberikan harapa kesembuhan pada pasien
sehingga dapat menghentikan terapi medis secara bersamaan. Salah
satu area yang memberi ketertarikan yaitu pada suatu protein yang
disebut dengan istilah smoothened (SMO) dalam kombinasi dengan
Bcr-Abl TKI. Terapi VaksinBerbagai macam vaksin telah diteliti.
Protein pada permukaan sel LMK dapat cocok dengan suatu jenis
vaksin tertentu, yang dapat menarik sel-sel imun pasien untuk
menyerang sel-sel LMK tersebut. Modifikasi transplantasi Stem
CellModifikasi dari transplantasi allogenik disebut reduced
intensity atau nonmyeloablatif transplantasi stem cell allgoenik
dapat menjadi suatu pilihan untuk pasien LMK yang tidak respon
dengan terapi lainnya. Pasien yang dipersiapkan untuk transplantasi
reduced-intensity menerima dosis obat-obatan kemoterapi yang lebih
rendah dan/atau radiasi untuk persiapan tranplantasi, dibandingkan
dosis obat yang diberikan pada pasien untuk menerima transplantasi
allogenik. Obat-obatan immunosupresif digunakan untuk mencegah
penolakan terhadap stem cell donor, dan menanamkan sel-sel imun
donor dapat memungkinkan sel-sel ini menyerang sel-sel LMK pasien
(sebagai hasilnya disebut sebagai graft-versus-tumor effect). Teori
ini telah diuji coba dengan transplantasi reduced-intensity yang
menjalani prosedur dengan toksisitas yang kurang untuk
tranplantasi, tubuh lebih mudah menerima tranplantasi yang
dilakukan. Bagaimanapun, penanaman penuh materi donor memerlukan
tempat dan tujuan graft-versus-tumor effect masih dapat
tercapai.Obat-obatan lainnya yang dalam uji coba trial klinik untuk
meningkatkan graft-versus-tumor effect pada transplantasi stem cell
dan untuk mengurangi risiko penyakit graft versus host. Tambahan
pula, penelitian menggunakan darah/materi tali pusat sebagai sumber
stem cell untuk transplantasi pada anak-anak dan dewasa. Darah tali
pusat memberikan sumber potensial lainnya yang cocok. Hasil yang
didapatkan dari transplantasi stem cell darah tali pusat telah
menjanjikan, dan ini mengurangi risiko penyakit akut graft versus
host pada pasien yang lebih muda menjalani transplantasi darah tali
pusat.
2.9. PrognosisLMK dikarakteristikkan memiliki klinik yang
bifasik. Fase kronik inisial secara relatif berjalan lambat yang
dapat berlangsung selama beberapa tahun. LMK yang tidak diterapi
tanpa kecuali dapat berlanjut menjadi akut mieloid atau
limfoblastik leukimia (misalnya krisis blastik). Kadang-kadang fase
akselerasi didahului dengant trasformasi blastik.6Beriikut di bawah
ini dapat dilihat kriteria dalam menilai respon terapi pada pasien
dengan LMK.22Tabel kriteria respon pada pasien LMK yang menjalani
pengobatan22Respon hematologi
Komplet1. Hitung leukosit total 50% menurun leukosit total dari
sebelum terapi hingga