Top Banner

of 36

CHF

Oct 12, 2015

Download

Documents

awansunset

chf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/21/2018 CHF

    1/36

    Presentasi Kasus

    Congestive Heart Failure(CHF)

    Disusunoleh :

    Aulia Rahmawati G1A212015

    Rizki Zakiah G1A212015Suryo Adi K G4A013002

    Nita Irmawati G4A013008

    Pembimbing :

    dr. Rendi Asmara, Sp.JP

    SMF ILMU PENYAKIT DALAM

    RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    PURWOKERTO

    2014

  • 5/21/2018 CHF

    2/36

    LEMBAR PENGESAHAN

    Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :

    Congestive Heart Failure(CHF)

    Pada tanggal, Maret 2014

    Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti

    program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

    RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

    Disusun oleh :

    Aulia Rahmawati G1A212015

    Rizki Zakiah G1A212015

    Suryo Adi K G4A013002

    Nita Irmawati G4A013008

    Mengetahui,

    Pembimbing

    dr. Rendi Asmara, Sp.JP

  • 5/21/2018 CHF

    3/36

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa

    kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah

    untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya

    ada jika disertai dengan peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal

    jantung kongestif biasanya disertai dengan kergagalan pada jantung kiri dan

    jantung kanan (Hauser et al, 2005).

    Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung

    dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien

    jantung. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat

    pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal

    jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus

    baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi

    penyakit gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami

    perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi,

    sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari

    pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan (Sugeng & Irawan, 2004).

    Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan

    aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada

    struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga

    timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol (Hauser et al, 2005).

    Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung

    kongestif di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi daristenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam

    rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin padastreptococcal pharyngitis

    turut berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang

    dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular

    menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis

    penyebab penyakit jantung.

  • 5/21/2018 CHF

    4/36

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    A.

    Identitas Pasien

    Nama : Tn. S

    Usia : 40 Tahun

    Alamat : Ajibarang

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Status : Menikah

    Pekerjaan : Buruh Tani

    Pendidikan : SMP

    Tanggal masuk : 19 Februaru 2014

    Tanggal periksa : 23 Februari 2014

    No. CM : 27-67-54

    B. Anamnesis

    1. Keluhan Utama

    Sesak nafas

    2. Keluhan Tambahan

    Kaki bengkak dan nyeri ulu hati.

    3. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang dengan keluhan sesak napas dirasakan sejak 1 tahun

    dan memberat sejak satu hari SMRS sampai pasien tidak dapat tidur.

    Sesak napas dirasakan terus menerus dan bertambah berat jika pasien

    melakukan aktivitas ringan seperti berjalan dari kamar ke kamar mandiserta berkurang apabila pasien duduk atau tiduran menggunakan bantal

    yang tinggi. Pasien biasanya tidur menggunakan 3 bantal. Setiap malam

    pasien hampir selalu terbangun dikarenakan sesak napas yang

    dirasakannya.

    Sesak napas pada pasien tidak disertai bunyi ngik-ngik. Keluhan ini

    disertai dengan kaki yang membengkak. Kaki bengkak dirasakan sejak

    tiga hari yang lalu. Keluhan kaki bengkak sudah pernah dirasakan

  • 5/21/2018 CHF

    5/36

    sebelumnya. Kaki membengkak terutama apabila pasien duduk dalam

    jangka waktu lama. Keluhan kaki membengkan tidak kunjung membaik

    dalam tiga hari terakhir sehingga membuat pasien sulit beraktivitas

    Pasien juga menyatakan nyeri pada bagian ulu hati sejak kurang

    lebih satu minggu SMRS. Nyeri ulu hati ini dirasakan seperti sebah dan

    kembung, hal ini menyebabkan rasa tidak nyaman ketika pasien bernafas.

    Nyeri ulu hati membaik apabila pasien diberikan makanan, dan memburuk

    apabila tidak makan dalam jangka waktu yang lama. Nyeri ulu hati tidak

    diikuti dengan bab berwarna hitam.

    4. Riwayat Penyakit Dahulu

    a.

    Riwayat Darah Tinggi : diakui

    b. Riwayat Sakit Jantung : diakui

    c. Riwayat Kencing Manis : disangkal

    d. Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal

    e.

    Riwayat Penyakit Hati : disangkal

    f. Riwayat Alergi : disangkal

    g. Riwayat Asthma : disangkal

    h.

    Riwayat OAT : disangkal

    i. Riwayat Mondok : disangkal

    5. Riwayat Penyakit Keluarga

    a. Keluhan yang Sama : disangkal

    b. Riwayat Darah Tinggi : diakui (Ibu Pasien)

    c. Riwayat Kencing Manis : disangkal

    d. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

    e.

    Riwayat Penyakit Ginjal : disangkalf. Riwayat Penyakit Hati : disangkal

    g. Riwayat Alergi : disangkal

    h. Riwayat Asthma : disangkal

    6.

    Riwayat Sosial danExposure

    a. Komunitas

    Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu

    dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga

  • 5/21/2018 CHF

    6/36

    dan keluarga baik. Disekitar lingkungan rumah dinyatakan tidak ada

    wabah penyakit tertentu.

    b.

    Rumah

    Pasien tinggal bersama dengan istri dan dua orang anaknya. Rumah

    pasien merupakan rumah permanen. Atap tertutup genteng dan lantai

    rumah terbuat dari semen, memiliki ventilasi yang baik serta memilki

    kamar mandi di dalam rumah.

    c. Pekerjaan

    Pasien bekerja sebagai buruh tani. Pasien sering melakukan

    kegiatan berat seperti mencangkul dan bercocok tanam disawah.

    d.

    Personal habit

    Pasien memiliki kebiasaan merokok dari usia 18 tahun namun

    tidak minum minuman beralkohol. Pasien setiap harinya menghabiskan

    1 bungkus rokok, akan tetapi sejak 1 tahun terakhir pasien mulai

    berhenti merokok. Pasien makan secara teratur 3 kali sehari dengan

    menu seadanya dan lebih suka dengan makanan yang asin-asin.

    C.

    Pemeriksaan Fisik

    Dilakukan di bangsal Mawar RSMS, 23 Februari 2014

    1. Keadaan umum : Tampak sesak, lemah

    2. Kesadaran : Composmentis

    3. Tanda vital :

    Tekanan darah : 170/100 mmHg

    Nadi : 88x/ menit regular

    Respirasi : 28x/ menitSuhu : 36,5C

    4. BB : 50 kg

    5. TB : 160 cm

    6.

    Status Generalis

    a. Pemeriksaan Kepala

    Bentuk : Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (+)

    Rambut : Tidak mudah dicabut, distribusi merata

  • 5/21/2018 CHF

    7/36

    Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema

    palpebra (-/-), reflex cahaya (+/+) normal, pupil bulat

    isokor,diameter 3 mm

    THT : Tonsil T1T1, lidah tampak kotor (-),

    tremor (-),discharge (-), napas cuping hidung (-/-)

    Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)

    Leher : deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran tiroid, JVP 5+4

    cmH2O

    b.

    Pemeriksaan Dada

    Paru

    Inspeksi :Dinding dada tampak simetris, tidak tampak ketinggalan

    gerak antara hemithoraks dextra dan sinistra, kelainan

    bentuk dada (-), retraksi interkostalis (+)

    Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri

    Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

    Perkusi : Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor

    Batas paru-hepar SIC V LMCD

    Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, Ronki basah halus +/+ dibagian

    basal, Ronki basah kasar -/-, Wheezing -/-

    Jantung

    Inspeksi : Ictus cordis di SIC VI 2 jari lateral LMCS

    Pulsasi epigastrium (+), pulsasi parasternal (-)

    Palpasi : Ictus cordis di SIC VI 2 jari lateral LMCS kuat angkat.

    thrill (+)

    Perkusi : Batas jantungKanan atas : SIC II LPSD

    Kiri atas : SIC II LPSS

    Kanan bawah : SIC IV LPSD

    Kiri bawah : SIC VI 2 jari lateral LMCS

    Auskultasi : Apeks: M1 > M2, murmur diastolik. Punctum

    maksimum pada apex, penyebaran ke lateral. Gallop(-)

  • 5/21/2018 CHF

    8/36

    Abdomen

    Inspeksi : Cembung

    Auskultasi : Bising usus (+) N

    Palpasi : Nyeri tekan (+) epigastrik , test undulasi (+),

    Hepatojugular Refleks (-)

    Perkusi : Timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)

    Hepar : Sulit dinilai

    Lien : Sulit dinilai

    Renal : Nyeri ketok kostovertebrae -/-

    Ekstremitas :

    Ekstremitas

    superior

    Ekstremitas

    inferior

    Dextra Sinistra Dextra Sinistra

    Edema - - + +

    Sianosis - - - -

    Akraldingin - - - -

    Reflek fisiologis + + + +

    Reflek patologis - - - -

    D. Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan Darah Lengkap

    Tanggal 19 Februari 2014

    Darah Lengkap

    Hemoglobin : 14,8 g/dl

    Leukosit : 7030 uL

    Hematokrit : 44%

    Eritrosit : 5.7 10^6/uL

    Trombosit : 176.000/uL

    MCV : 77 fL (L)

    MCH : 25.8 pg (L)

    MCHC : 33.4 %

    RDW : 17.8 % (L)

  • 5/21/2018 CHF

    9/36

    MPV : 10.9

    Hitung Jenis

    Basofil : 0,9%

    Eosinofil : 0.9% (L)

    Batang : 0.6% (L)

    Segmen : 61.8%

    Limfosit : 26.7%

    Monosit : 9.1 % (H)

    Kimia Klinik

    SGOT : 43 (H)

    SGPT : 25 (L)

    GDS : 71

    Natrium : 128

    Kalium : 5.1

    Klorida : 98

    2. Pemeriksaan EKG

    Gambar 1. Pemeriksaan Elektrokardiografi

    Kesimpulan :

  • 5/21/2018 CHF

    10/36

    3. Pemeriksaan Rontgen Thorax

    Gambar 2. Rontgen Thorax

    Kesimpulan: Cardiomegali (LV, LA), Elongatio aorta, Gambaran

    bronkhitis, Pelebaran hilus kanan-kiri Suspek dilatasi vaskuler dd/

    Limfadenopati.

    E. Diagnosis

    1.

    Congestive Heart Failure(CHF) Stadium C NYHA III

    2.

    SuspekMitral Stenosis(MS)

    F. Pemeriksaan Penunjang yang Diajukan

    1. Ekokardiografi

    2. Pemeriksaan Fungsi Tiroid

    3. Pemeriksaan Enzim Jantung

  • 5/21/2018 CHF

    11/36

    G. Tatalaksana

    1. Non Farmakologis

    a.

    Bed rest

    b.

    Diet rendah garam

    2. Farmakologi

    a.

    O2 4 lpm (Nasal Kanul)

    b. IVFD NaCl 0.9% 10 tpm

    c. Injeksi Farsix (drip) 5 mg/jam

    d.

    P.O. Digoxin 1x1/2 Tab

    e. P.O. Captopril 3x12.5mg

  • 5/21/2018 CHF

    12/36

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    Congestive Heart Failure(CHF)

    A. Definisi

    Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa

    tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-

    ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah

    relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal

    ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal

    miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium

    umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik

    sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan penyakit

    menjadi gagal jantung.

    Beberapa istilah dalam gagal jantung :

    1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

    Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari

    pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan

    dengan echocardiography.

    Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung

    memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan

    kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi

    lainnya.

    Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan

    pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagaljantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan

    fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.

    2. Low Output danHigh Output Heart Failure

    Low output heart failuredisebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati

    dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure

    ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti

  • 5/21/2018 CHF

    13/36

    hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan

    PenyakitPaget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

    3.

    Gagal Jantung Kiri dan Kanan

    Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan

    tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan

    orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan

    ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder,

    tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang

    menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.

    Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard

    ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah

    berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

    4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

    Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-

    tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung

    yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah

    tanpa disertai edema perifer.

    Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau

    kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti

    perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan

    baik.

    Curah jantung yang kurang memadai, juga disebutforward failure,

    hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena

    (backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu

    memompa darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkanpeningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan

    tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan

    tekanan vena. Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan

    kanan jantung atau seluruh rongga jantung.

  • 5/21/2018 CHF

    14/36

    B. Epidemiologi

    Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada

    usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal

    jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus

    baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi

    penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar

    400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.

    Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka

    kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit

    gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang

    ringan.

    C. Etiologi

    Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi

    aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan

    dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas

    miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.

    Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui

    penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik,

    infeksi paru-paru dan emboli paru.

    Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit

    katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium

    primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri,

    yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria

    pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagaljantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh

    paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri

    pulmonalis atau trikuspid.

    D. Klasifikasi

    Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The

    New York Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4

    http://www.abouthf.org/questions_stages.htmhttp://www.abouthf.org/questions_stages.htmhttp://www.abouthf.org/questions_stages.htmhttp://www.abouthf.org/questions_stages.htmhttp://www.abouthf.org/questions_stages.htm
  • 5/21/2018 CHF

    15/36

    kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang

    dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut:

    1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan

    aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan

    sesak napas.

    2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya

    pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.

    3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya

    pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan

    dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.

    4.

    Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan

    kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat

    beristirahat.

    American College of Cardiology/American Heart Association

    (ACC/AHA) heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk

    menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu:

    1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki

    penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung

    2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki

    gejala-gejala dari gagal jantung

    3. Stage C pasien memiliki penyakit jantung struktural dan memiliki gejala-

    gejala dari gagal jantung

    4. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi

    khusus.

    E. Patofisiologi

    Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan

    pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis

    serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi

    gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan

    cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi

    neurohormonal, sistem ReninAngiotensinAldosteron (sistem RAA) serta

    http://circ.ahajournals.org/content/112/12/1825.fullhttp://circ.ahajournals.org/content/112/12/1825.fullhttp://circ.ahajournals.org/content/112/12/1825.fullhttp://circ.ahajournals.org/content/112/12/1825.fullhttp://circ.ahajournals.org/content/112/12/1825.full
  • 5/21/2018 CHF

    16/36

    kadar vasopresin dan natriuretik peptide yang bertujuan untuk memperbaiki

    lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Sylvia & Price,

    2006).

    Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga

    cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan

    kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila

    hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi

    jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

    apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal (Kumar, 2007).

    Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,

    angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan

    vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang

    merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat

    tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan

    menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.

    Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi

    endotel pada gagal jantung (Kumar, 2007).

    Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama

    yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.

    Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap

    peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain

    Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada

    ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada

    endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan

    vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagairespon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis

    terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi

    natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal

    jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker

    diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada

    penderita gagal jantung (Greenberg, 2007).

  • 5/21/2018 CHF

    17/36

    Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya

    pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada

    pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia. Endotelin

    disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide

    vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh

    darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi

    endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal

    jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary

    arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah

    dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang

    bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat

    endotelin (Greenberg, 2007).

    Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan

    kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri

    menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab

    tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi

    ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti

    infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,

    dikatakan 30 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel

    yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi

    sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri

    (Greenberg, 2007).

  • 5/21/2018 CHF

    18/36

    Gambar 3. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF

    F. Penegakan Diagnosis

    Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada

    dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain fotothorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan

    pemeriksaan biomarker.

    Kriteria Diagnosis yang dipakai adalah Kriteria Framingham untuk diagnosis

    gagal jantung kongestif

    a. Kriteria mayor :

    1)

    Paroksismal nokturnal dispneu

    2) Ronki paru

  • 5/21/2018 CHF

    19/36

    3) Edema akut paru

    4) Kardiomegali

    5)

    Gallop S3

    6)

    Distensi vena leher

    7) Refluks hepatojugular

    8)

    Peningkatan tekanan vena jugularis

    b. Kriteria minor :

    1) Edema ekstremitas

    2)

    Batuk malam hari

    3) Hepatomegali

    4)

    Dispnea deffort

    5) Efusi pleura

    6) Takikardi (120x/menit)

    7) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

    Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu

    kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

    G.

    Pemeriksaan Penunjang

    Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan

    penunjang sebaiknya dilakukan.

    1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

    Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen

    (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan

    pemeriksaan gula darah, profil lipid.

    2.

    Elektrokardiogram (EKG)Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari

    EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel

    hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave).

    EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi

    diastolik pada LV.

  • 5/21/2018 CHF

    20/36

    3. Radiologi

    Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran

    jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan

    kadang-kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner

    dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien.

    4.

    Penilaian fungsi LV

    Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,

    mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling

    berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat

    memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV

    begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup

    dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya).

    Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan

    adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang

    ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung

    dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai

    untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana

    sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI

    juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan

    sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV.

    Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke

    volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur

    dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan

    ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki

    beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EFdipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai

    contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi

    darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun

    demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik

    biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (

  • 5/21/2018 CHF

    21/36

    H. Penatalaksanaan

    Berdasarkan guideline ACC/AHA 2005 yang direvisi tahun 2009

    memberikan rekomendasi penatalaksanaan yang berbeda pada setiap stadium

    dari gagal jantung yaitu:

    Stage A

    Tujuan utama penatalaksanaan pada stadium ini adalah untuk

    mencegah kelainan struktural dari jantung. Hal ini dapat dilakukan dengan

    mengontrol faktor resiko seperti hipertensi, penyakit jantung koroner,

    diabetes mellitus, hiperlipidemia,merokok, konsumsi alkohol, dan

    penggunaan obat-obatan kardiotoksik, yang akan menurunkan insidensi

    kejadian kardiovaskular. Evaluasi periodik terhadap gejala dan tanda dari

    gagal jantung dapat dilakukan pada pasien ini. Ventricular rate hausfi kontrol

    atau restorasi ke irama sinus pada pasien dengan takiaritmia supraventrikular

    yang mempunyai resiko untuk menjadi gagal jantung. Kelainan tiroid juga

    harus diatasi sesuaiguidelineyang berlaku pada psien resiko tinggi. Penyedia

    kesehatan harus melakukan evaluasi nonivasif terhadap fungsi ventrikel kiri

    (mis, LVEF) pada pasien dengan riwayat keluarga dengan kardiomiopati

    ataupun pasien yang menerima intervensi kardiotoksik (Rekomendasi kelas

    I).

    ACE inhibitor dapat digunakan untuk mencegah gagal jantung pada

    pasien dengan resiko tinggi menjadi gagal jantung yaitu pasien dengan

    riwayat penyakit aterosklerosis, DM, dan hipertensi. Angiotensin receptor II

    juga dapat digunakan sebagai pengganti ACE inhibitor (Rekomendasi Kelas

    II).

    Penggunaan suplemen nutrisi rutin terhadap pencegahan kerusakanstruktural jantung tidak direkomendasikan (Rekomendasi Kelas III)

    Stage B

    Pada pasien stadium ini insidensi dari gagal jantung dapat diturunkan

    dengan mengurangi resiko terjadinya cedera tambahan serta menghambat

    evolusi dan progresi dari remodelingventrikel kiri. Semua rekomendasi kelas

    I pada stadium A harus diaplikasikan pada semua pasien dengan stadium B.

    Penyekat reseptor beta dan ACE inhibitor harus digunakan pada semua pasien

  • 5/21/2018 CHF

    22/36

    dengan riwayat penyakit sekarang atau terdahulu dari infark miokard. Beta

    blocker juga diindikasikan pada pasien tanpa riwayat infark miokard. ACE

    inhibitor harus digunakan pada pasien dengan penurunan fraksi ejeksi dan

    tidak ada gejala gagal jantng, meskipun telah mengalami infark miokardium.

    Angiotensin II receptor blocker juga harus diberikan pada pasien post-MI

    tanpa gagal jantung yang tidak toleransi terhadap ACE inhibitor.

    Revaskularisasi koroner harus direkomendasikan pada pasien yang tepat yang

    belum mengalami gejala gagal jantung. Terapi pengganti atau perbaikan

    katup jantung harus direkomendasikan pada pasien stenosis dan regurgitasi

    katup tanpa gejala gagal jantung (Rekomendasi Kelas I).

    ACE inhibitor ataupun ARB dapat diberikan pada pasien hipertensi

    dan hipertorfi ventrikel kiri. ARB dapt diberikan pada pasien dengan fraksi

    ejeksi yang rendah dan tanpa gejala dari gagal jantung yang tidak toleransi

    terhadap ACE inhibitor. Penempatan ICD dapat dilakukan pada pasien

    dengan kardiomiopati iskemik yang minimal lewat 40 hari post-MI,

    mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri< 30%, NYHA fungsional kelas I yang

    telah mendapat terapi medis kronis (Rekomendasi Kelas II).

    Digoksin tidak boleh digunakan pada pasien dengan EF (ejection

    fraction) rendah, irama sinus, dan riwayat gejala gagal jantung. Pemakaian

    suplemen nutrisi tidak direkomendasikan. Ca channel blocker dengan efek

    inotrofik negatif dapat berbahaya pada pasien asimptomatik dengan LVEF

    rendah dan tidak ada gejala dari gagal jantung (Rekomendasi Kelas III).

    Stage C

    Semua rekomendasi kelas I pada pasien stage A dan B dapat

    dilakukan pada pasien stage ZC. Pemberian diuretik dan restriksi garamdiindikasikan pada pasien dengan gejala sekarang atau terdahulu dari gagal

    jantung dan penurunan LVEF yang mengalami retensi cairan. ACE inhibitor

    direkomendasikan pada semua pasien dengan gejala gagal jantung dan

    penurunan EF, kecuali ada kontraindikasi. Penggunaan 1 dari 3 beta blocker

    yaitu bisoprolol, carvediol, dan metoprolol terbukti mengurangi mortalitas

    dan direkomendasikan pada pasien ini kecuali kontraindikasi. ARB dapat

    digunakan pada pasien yang tidak toleransi terhadap ACE inhibitor. Obat-

  • 5/21/2018 CHF

    23/36

    obatan yang dapat memperburuk gagal jantung harus dihentikan dan

    dicegah penggunaannya jika mungkin sperti NSAID, obat antiaritmia, dan Ca

    Channel blocker. Pemasangan implantable cardioverter-defibrillator

    direkomendasikan sebagai pencegahan sekunder untuk memperpanjang

    survivalpada pasien dengan riwayat henti jantung, fibrilasi ventrikular, atau

    takikardia ventrikular yang tidak stabil hemodinamiknya. Alat ini juga

    sebagai pencegahan primer terhadap sudden cardiac death pada pasien

    kardiomiopati dilatasi iskemik atau penyakit jantung iskemik dengan masa

    post-MI lebih dari 40 hari, dan LVEF 35% dengan NYHA fungsional kelas

    II atau III. Pasien dengan LVEF 35%, irama sinus, dan NYHA fungsi onal

    kelas III dan IV dengan durasi QRS 0,12 detik, harus dilakukan terapi

    resinkronisasi jantung, dengan atau tanpa ICD. Pemberian antagonis

    aldosterone direkomendasikan pada pasien dengan gejala sedang sampai berat

    dan penurunan LVEF dimana kadar kreatinin harus 2,5 mg/dL pada pria

    atau 2,0 mg/dL pada wanita dan kadar kalium harus 5,0 mEq/L .

    Kombinasi hidralazine dan nitrat direkomendasikan pada pasien afro-amerika

    dengan gejala sedang dan berat meskipun terapi yang optimal. Pada pasien

    gagal jantung dengan hipertensi sistolik dan diastolik dengan LVEF yang

    normal, tekanan darah harus dikontrol sesuai dengan guidelineyang berlaku.

    Kontrol rate ventrikular juga dilakukan pada pasien dengan LVEF normal dan

    fibrilasi atrium. Edema pulmonal dan juga perifer juga harus dikontrol dengan

    penggunaan diuretik pada pasien dengan LVEF normal.(Rekomendasi Kelas

    I).

    Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan gagal jantung dapat diatasi

    dengan kontrol rateventrikular. ARB dapat digunakan sebagai lini pertamaterutama pada pasien dengan indikasi lain penggunaan ARB. Digitalis dapat

    diberikan pada pasien dengan penurunan LVEF untuk mengurangi masa

    rawatan. Penambahan kombinasi hidralazin dan nitrat pada pasien dengan

    penurunan LVEF pada pasien dengan gejala yang persisten dapat dilakukan.

    Penggunaan terapi resinkronisasi jantung dapat digunakan pada pasien

    dengan indikasi yang tepat. Kombinasi hidralazin dan nitrat dapat diberikan

    pada pasien dengan intoleransi terhadap ACE inhibitor dan ARB, hipotensi

  • 5/21/2018 CHF

    24/36

    ataupun insufisiensi ginjal. Revaskularisasi koroner dapat dilakukan

    pada pasien tertentu yaitu pasien CAD yang simptomatik atau iskemik

    miokardium. Restorasi dan maintenance terhadap irama sinus pada pasien

    dengan fibrilasi atrial berguna untuk memperbaiki gejala pada gagal jantung

    dan LVEF normal. Penggunaan beta blocker, ACE inhibitor, atau Ca

    antagonis efektif pada pasein gagal jantung dengan LVEF normal.

    Penggunaan digitalis untuk meminimalisir gejala pada pasien gagal jantung

    dengan LVEF normal belum diketahui manfaatnya.(Rekomendasi Kelas II).

    Penggunaan kombinasi rutin ACE inhibitor, ARB, dan aldosterone

    antagonist tidak direkomendasikan. Pemberian Ca chanel blocker tidak

    diindikasikan secara rutin pada pasien stadium C. Infus jangka panjang dari

    obat inotropik positif dapat berbahaya dan tidak direkomendasikan.

    Penggunaan suplemen nutrisi dan terapi hormon tidak direkomendasikan

    (Rekomendasi Kelas III).

    Stage D

    Pada pasien dengan stadium ini identifikasi dan kontrol yang cermat

    terhadap retensi cairan direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung

    refraktoris tahap akhir. Transplantasi jantung terhadap pasien yang sesuai

    dapat direkomendasikan pada pasien ini, selain itu penanganan khusus juga

    dilakukan pada pasien ini oleh ahli-ahli yang khusus. Diskusi perawatan end-

    of-life harus dilakukan bersama dengan pasien dan keluarga. Pasien dengan

    implantable defibrillatorsharus diinformasikan untuk pilihan menginaktivasi

    alat tersebut (Rekomendasi Kelas I).

    Pilihan untuk menggunakan LV assist devicesebagai terapi akhir pada

    pasien dengan gagal jantung tahap akhir refraktoris dan mortalitas 1-tahun>50% dengan terapi medis. Pemasangan kateter arteri pulmonal dapat juga

    dilakukan pada gejala yang sangat berat. Penggantian katup mitral belum

    terbukti pada pasien gagal jantung refraktoris dengan regurgitasi mitral berat

    sekunder. Infus intravena berkesinambungan dari agen inotropik untuk

    mengatasi gejala dapat dilakukan (Rekomendasi Kelas II).

    Ventrikulektomi kiri parsial tidak direkomendasi pada pasien dengan

    kardiomiopati non-iskemik dan gagal jantung tahap akhir. Infus intermiten

  • 5/21/2018 CHF

    25/36

    dari agen vassoaktif dan inotropik positif tidak direkomendasikan pada pasien

    dengan gagal jantung tahap akhir refraktoris (Rekomendasi Kelas III).

    Rekomendasi ini dapat diringkas seperti pada gambar dibawah ini:

    Gambar 4. Alur Guideline ACC/AHA Tahun 2009

    Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan gagal jantung

    meliputi:

    1. Non farmakologi

    Penyuluhan umuma.

    a. Penyuluhan tentang gagal jantung kepada pasien dan keluarganya.

    b.

    Mengontrol berat badan

    c. Pengaturan diet dan kebiasaan sehari-hari

    i. Diet rendah garam (

  • 5/21/2018 CHF

    26/36

    2. Farmakologi

    a. Diuretik

    Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling

    sedikit diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena

    jugularis normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan

    loop diuretik atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat

    dinaikkan, berikan diuretik intravena atau kombinasi loop diuretik

    dantiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50

    mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung

    sedang sampai berat (kelas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung

    sistolik.

    b. ACE Inhibitor

    ACE inhibitor bermanfaat untuk menekan aktivasi

    neurohormonaldan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik

    ventrikel kiri.

    c. Beta Blocker

    Beta Blocker bermanfaat sama seperti ACE inhibitor. Pemberian

    mulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan

    kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan

    sudah stabil. Pada gagal jantung kelas fungsional II danIII.

    d. Angiotensin II antagonis reseptor

    Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada

    kontraindikasi penggunaan ACE inhibitor dan diuretik.

    e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat

    Memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran denganpenghambat ACE dapat dipertimbangkan.

    f. Digoksin

    Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal

    jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi

    atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

    g. Antikoagulan dan antiplatelet.

  • 5/21/2018 CHF

    27/36

    Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral

    pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.

    h.

    Antiaritmia

    Aritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik

    atauaritmia ventrikel yang tidak menetap.

    i.

    Antagonis kalsium dihindari.

    I. Prognosis

    Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui.

    Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi

    yaitu:

    1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%

    2. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%

    3. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%

    4.

    Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%

    Mitr al Stenosis(MS)

    A.

    Definisi

    Mitral stenosis merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran

    darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur

    mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul

    gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol.

    B. Epidemiologi

    Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantungkongestif di negara-negara berkembang.Di Amerika Serikat, prevalensi dari

    stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam

    rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin padastreptococcal pharyngitis

    turut berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang

    dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular

    menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis

    penyebab penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik

  • 5/21/2018 CHF

    28/36

    Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994)

    didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung.

    C.

    Etiologi

    Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik,

    akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus.

    Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik.

    Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi

    dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid,

    mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipples disease, Fabry

    disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun

    daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.

    D. Manifestasi Klinik

    Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan

    utama berupa sesak napas dan dapat juga berupafatigue. Pada stenosis mitral

    yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal

    nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.

    Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering

    terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih

    lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari

    atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.

    Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti

    tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat

    besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.

    E. Patofisiologi

    Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila

    area orifisium katup berkurang sampai 2 cm, maka diperlukan upaya aktif

    atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral

    yang normal dapat terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup

    berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan

  • 5/21/2018 CHF

    29/36

    atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang

    normal. Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada

    vena pulmonalis dan kapiler sehingga bermanifestasi sebagai exertional

    dyspneu. Seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan

    atrium kiri kronik akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang

    selanjutnya akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diatol,

    regurgitasi trikuspidal dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal

    jantung kanan dan kongesti sistemik (Edwards, 2007).

    Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi

    pada stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif

    akibat kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru

    berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau

    perubahan anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan

    penebalan intima (reactive hypertension). Pelebaran progresif dari atrium kiri

    akan memicu dua komplikasi lanjut, yaitu pembentukan trombus mural yang

    terjadi pada sekitar 20% penderita, dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi

    pada sekitar 40% penderita. Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain

    berdasarkan gradien transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area

    katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup

    aorta dan kejadian opening snap (Edwards, 2007). Berdasarkan luasnya area

    katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:

    a. Minimal : bila area >2,5 cm2

    b. Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2

    c. Sedang : bila area 1-1,4 cm2

    d.

    Berat : bila area

  • 5/21/2018 CHF

    30/36

    F. Penegakan Diagnosis

    Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,

    pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,

    elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi. Dari riwayat penyakit biasanya

    didapatkan adanya:

    a.

    Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita

    menyangkalnya.

    b. Dyspneu deffort.

    c.

    Paroksismal nokturnal dispnea.

    d. Aktifitas yang memicu kelelahan.

    e.

    Hemoptisis.

    f. Nyeri dada.

    g. Palpitasi.

    Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:

    a.

    Sianosis perifer dan wajah.

    b. Opening snap.

    c. Diastolic rumble.

    d.

    Distensi vena jugularis.

    e.Respiratory distress.

    f.Digital clubbing.

    g. Systemic embolizatio.

    h. Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan

    oedem perifer.

    Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta

    pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tandabendungan pada lapangan paru.

    Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa

    takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada

    tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke

    kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial

    kanan.

  • 5/21/2018 CHF

    31/36

    Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:

    a. E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan

    menghilangnya gelombang a,

    b.

    Berkurangnya permukaan katup mitral,

    c. Berubahnya pergerakan katup posterior,

    d.

    Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat

    kalsifikasi.

    G. Penatalaksanaan

    Prinsip dasar penatalaksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral

    yang menyempit, tetapi indikasi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III

    (NYHA) ke atas. Pengobatan farmakologis hanya diberikan bila ada tanda-

    tanda gagal jantung, aritmia ataupun reaktifasi reuma.

    Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat

    memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium.

    Jika terjadi gagal jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.

    Pada keadaan fibrilasi atrium pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat

    dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Diuretik dapat

    mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume

    sirkulasi darah dan untuk mengurangi kongesti. Antikoagulan Warfarin

    sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama

    sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah

    fenomena tromboemboli.

    Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan,

    mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup. Intervensi bedah,reparasi atau ganti katup :

    1. Closed Mitral Commisurotomy

    2. Open Mitral Valvotomy

    3.

    Mitral Valve Replacement

    Pada prosedur valvuloplasti balon, lubang katup diregangkan. Kateter

    yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke

    jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan

  • 5/21/2018 CHF

    32/36

    memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu

    juga bisa dilakukan melalui pembedahan. Jika kerusakan katupnya terlalu

    parah, bisa diganti dengan katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat

    dari katup babi.

    H. Pencegahan

    Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya

    demam rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi

    setelah strep throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak

    diobati. Pencegahan eksaserbasi demam rematik dapat dengan :

    1.

    Benzatin Penisilin G 1,2 juta IM setiap 4 minggu sampai umur40 tahun

    2. Eritromisin 2250 mg/hari

    Profilaksis reumatik harus diberikan sampai umur 25 tahun walupun

    sudah dilakukan intervensi. Bila sesudah umur 25 tahun masih terdapat tanda-

    tanda reaktivasi, maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun lagi. Pencegahan

    terhadap endokarditis infektif diberikan pada setiap tindakan operasi misalnya

    pencabutan gigi,luka dan sebagainya.

    I. Hubungan Gagal Jantung Kongestif dengan Mitral Stenosis

    Akibat adanya kalsifikasi dan jaringan parut pada katup mitral, terjadilah

    penyempitan pada katup tersebut sehingga darah dari atrium kiri tidak

    seluruhnya msauk ke ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan peningkatan

    tekanan pada atrium kiri yang kemudian meningkatkan tekanan di paru dan

    berakhir dengan peningkatan tekanan di ventrikel kanan. Peningkatan tekanan

    di ventrikel kanan menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan padafase kompensata. Pada saat ventrikel kanan tidak mampu melakukan

    kompensasi maka terjadi gagal jantung kanan, dengan manifestasi klinik:

    edema perifer, hepatomegali, asites dan peningkatan tekanan di vena jugular

    (Edwards, 2007).

  • 5/21/2018 CHF

    33/36

    J. Komplikasi

    Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

    stenosis mitral, dengan patofisiologi yang kompleks. Pada awalnya kenaikan

    tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan

    atrium kiri. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan

    kenaikan tekanan dan volume akhir diastole, regurgitasi trikiuspid dan

    pulmonal sekunder, dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti

    sistemik. Dapat pula terjadi perubahan pada vaskular paru berupa

    vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin atau perubahan

    anatomik yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan tunika

    intima. Komplikasi lain dapat berupa tromboemboli, endokarditis infektif,

    fibrilasi atrial atau simptom karena kompresi akibat besarnya atrium kiri

    seperti disfagi dan suara serak.

  • 5/21/2018 CHF

    34/36

    BAB IV

    KESIMPULAN

    1.

    Diagnosis pasien ini adalah gagal jantung kronik (NHYA III Stadium C)

    Didasarkan oleh anamnesis, yaitu sesak napas dan kedua kaki bengkak.

    Pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema inferior, ronki basah halus pada

    kedua paru bagian basal, peningkatan JVP. Pemeriksaan EKG didapatkan ?

    dan pemeriksaan rontgen thorax didapatkan adanya kardiomegali.

    2.

    Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien ini ekokardiogram untuk

    menentukan kemungkinan kelainan katub.

    3.

    Penanganan pasien ini dilakukan dengan memberikan ACE inhibitor, diuretik,

    dan glikosida jantung.

  • 5/21/2018 CHF

    35/36

    DAFTAR PUSTAKA

    Braunwald, E., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper, D.L. et all,

    ed.17th

    Edition Harrisons Principles of InternalMedicine. New York:McGraw-Hill, 2152-2180.

    Divisi Critical Cardiology dan Kardiologi Klinik Departemen

    Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran

    Univer si ta sIndonesia. 2008. Jakarta.

    Dumitru, I., Baker, M., 2010. Heart Failure. Ohama: Departement of Internal

    Medicine, Section of Cardiology, University of Nebraska Medical Center.

    Available from:

    D u m i t r u , I . , B a k e r , M . , 2 0 1 0 .Heart Failure. Ohama: Departement of

    Internal Medicine, Section of Cardiology, University of NebraskaMedical

    Center. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/163062-

    overview[accessed 14 Juni 2010].

    Edwards, MM. OGara,PT. Lilly LS. Valvular Heart Disease. In: Lilly

    LS, Ed.Pathophysiology of Heart Disease. 4thed. Philadelphia, Lippincott

    Williams & Wilkins; 2007.

    Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott

    Williams & Wilkins 2007.

    Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrisons principle of internal medicine.2005;ed XVI http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview [accessed

    20 Februari 2014].

    Hunt, S.A., Abraham, W.T., Chin, M.H., et al 2009 Focused Update

    Incorporated Into the ACC/AHA Guidelines for the Diagnosis

    andManagement of Heart Failure in the Adult: A Report of the American

    College of Cardiology/American Heart Association Task Force onPr act ic e

    Guidelines (Committee to revise the 1995 Guidelines for the

    Evaluation and Management of Heart Failure). Circulation

    119;e391-e479.

    Jessup, M., Brozena S., 2003. Heart Failure. N Engl J Med ; 2007-2018

    Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007.

    Volume 2.

    Manurung, D. 2009. Regurgitasi Mitral. Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamEdisi V.

    Jakarta : PAPDI, 1679-1679.

    Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai

    Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004.

    http://emedicine.medscape.com/article/163062-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/163062-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/163062-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/163062-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/163062-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/163062-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/163062-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/163062-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/163062-overview
  • 5/21/2018 CHF

    36/36

    Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

    Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.