TUGAS KULIAH MATA AJAR SISTEM KARDIOVASKULER
Di Susun Oleh Kelas Transfer 1-BKelompok III:
Iis Risnasari
Sri Wahyuningsih
Chintya Sweeta S
Ayu Agustiani Talaa
Inna Rotul Uyun
Egi Munandar
Tuty Apriyanti
Imansyah abd latif Ode
Nur Rizki
Imma Suryandari
Moch. Handoko
Kamsiyah
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2013-2014BAB I
TINJAUAN TEORI
I. DEFINISIGagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang
terjadi bila jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung. (Carpenito,
2001).Gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi
adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 2000 h, 975)Gagal jantung
kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
(Smeltzer & Bare Vol 2, hal 805 th 2001).
II. ETIOLOGI
Mekanisme dan kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan jantung
adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kontraktilitas Miokard
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Tamponade Jantung
c. Aneurisma Ventrikel
d. Penyakit Infiltrat
2. Peningkatan Kerja Miokard secara berlebihan
a. Afterload meningkat :
1) Hypertensi
2) Stenosis Aorta/ Pulmonal
3) Cor Pulmonal
b. Preload meningkat
1) Insufisiensi Aorta/ Mitral/ Trikuspid
2) Shunting kongenital kiri dan kanan
3) Aritmia
3. Kebutuhan tubuh meningkat
a. Anemia berat
b. Kehamilan
c. Thyrotoxicosis
d. Fistula arteri vena
e. Defisiensi nutrisi ( penyakit beri beri )
a. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolic yang tidak normal (Sylvia A. Price, 1994).
Batas yang tepat dari kelainan ini tidak pasti. Nilai yang dapat
diterima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Namun
umumnya, sistolik yang berkisar antara 140-160 mmHg saat istirahat.
Tekanan darah yang tinggi dapat menjadi faktor risiko untuk
terjadinya stroke, serangan jantung, aneurisma arterial, dan
merupakan penyebab utama gagal jantung.
1.1 Etiologi Hipertensi
Hipertensi dapat disebabkan oleh :
Hipertensi primer : yang dapat dikatakan juga sebagai hipertensi
idiopatik atau dalam kata lain tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi sekunder : penyebab daripada hipertensi sekunder ini
dapat mencakup, karena stenosis arteri renalis, aldoteroidisme
primer (adanya sekresi aldosteron yang berlebihan
Bertambahnya usia, gender atau
Endokrin disorder ( peningkatan growt hormone, aldosterone, T3
dan T4
Obat-obatan ( alcohol, estrogen oral seperti pil KB.]
Coartasio aorta1.2 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat timbul akibat hipertensi adalah
:
Sakit kepala/pusing, kadang-kadang disertai dengan mual dan
muntah karena disebabkan peningkatan tekanan darah intracranial
Penglihatan kabur, karena hipertensi menyebabkan kerusakan pada
retina
Nocturia disebabkan oleh peningkatan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerolus
Edema, disebabkan karena peningkatan kapiler
Ketidakstabilan dalm berjalan, karena kerusakan system saraf
pusat.
1.3 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi akibat dari hipertensi
adalah :
Stroke, dapat terjadi karena peningkatan tekanan pada otak atau
kepala sehingga terjadi perdarahan dan membentuk emboli yang
merusak serebral karena tekanan yang tinggi. Stroke dapat terjadi
karena hipertensi yang lama jika arteri yang mensuplai otak menjadi
hipertropi atau menebal.
Miokardiak Infark (MI), dapat terjadi jika terosklerosis pada
arteri koroner tidak dapat mensuplai darah secara adekuat ke
miokardium atau jika terbentuk thrombus yang memblok aliran ke
pembuluh darah. Pada hipertensi yang berkembang saat terjadinya
hipertropi ventrikel, kebutuhan oksigen dari miokardium mungkin
tidak dapat terpenuhi sehingga dapat menjadi iskemia atau infark.
Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perucahan
konduksi listrik jantung yang akan mengarah pada aritmia.
Gagal ginjal, terjadi karena peningkatan tekanan yang progresif
pada pembuluh darah kapiler renal dan glomerolus.
Enchelophaty, kerusakan otak akan terjadi1.4 Klasifikasi
Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah menurut Joint National Commite (JNC
VII) :
KategoriSistolikDiastolik
Normal
Pre Hipertensi
Stadium 1
Stadium 2< 120 mmHg
120 139 mmHg
140 159 mmHg
>160 mmHg
a. < 80 mmHg
80 - 90 mmHg
90 99 mmHg
>100 mmHg
1.5 Penatalaksanaan
Untuk mengatasi hipertensi, dapat dengan cara menurunkan heart
rate, stroke volume, intervesi secara parmakologik dapat membantu
menurunkan tekanan darah :
Mengurangi berat badan
Exercise atau latihan ( dapat meningkatkan HDL level, yang dapat
mengurangi resiko aterosklerosis
Teknik relaksasi
Berhenti merokok
Obat diuretic
Pemberian calcium channel blocker
Pemberian ACE inhibitor, Beta blocker Diit rendah garam
b. Kelainan Katup
2.1 Kelainan Katup Mitral
Kelaian katup jantung mitral dapat berupa adanya penyempiatan
(stenosis) atau adanya aliran balik dari ventrikel ke trium atau
yang disebut pula dengan regurgitasi. Mitral stenosis menggambarkan
adanya blok aliran darah akibat dari ketidaknormalan dari daripada
anatomi katup dan sekitarnya. Pembagian kelaianan katup mitral
adalah sebagai berikut Mitral Stenosis (MS)
Katup menjadi kaku dan tidak bergarak, orifice atau mitral valve
area katup menyempi sehingga tidak adanya lintas normal darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri. Normal dari lingkar orifice adalah
sekitar 4 6 cm2.
Mitral Regirgitasi (MR)
Mitral regurgutasi digamabarkana adanya aliran balik dari
ventrikel kiri ke atrium kanan saat fase sistol karena katup mitral
tidak dapat menutup dengan baik dan dengan sempurna. Adanya aliran
balik tersebut menyebabkan atrium kiri dan vebtrikel kir menjadi
membesar.
Mitral Prolaps
Pada pasien dengan katup mitral yang prolap, katup anterior dan
posterior dari katup mitral mengepul keatas arah atrium selama
kontraksi sistolik. Kordea tindeneae memanjang, katup bisa juga
melebar dan kaku, jika terjadi kebocoran daripada darah dari atrium
selama fase sistolik, maka terdapat regurgutasi .2.2 Kelaianan
Katup Aorta
Stenosis katup aorta
Adalah penyempitan lumen antara ventrikel kiri dan aorta. Pada
orang dewasa, stenosis bisa merupakan kelainan bawaan atau dapat
sebagai akibat dari endokarditis rematik dnegan penyebab yang tidak
diketahui. Penyempitan terjadi secara progresif selama beberapa
tahun atau berpuluh tahun.
Bilah-bilah katup aorta saling menempel dan menutup sebagian
lumen di antara jantung dan aorta. Ventrikel kiri mengatasi
hambatan sirkulasi ini dengan berkontraksi lebih lambat tapi dengan
energi yang lebih besar, mendorong darah melalui lumen yang sangat
sempit. Obstruksi jalur aliran aorta tersebut menambahkan beban
tekanan ke ventrikel kiri, yang mengakibatkan penebalan dinding
otot. Otot jantung mengalami hipertrofi, terjadilah gagal
jantung.
Pada kasus stenosis aorta sedang sampai berat, pasien mula-mula
mengalami dispnea saat latihan yang merupakan manifestasi
dekompensasi ventrikel kiri terhadap kongesti paru. Pada
pemeriksaan fisik dapat terdengar murmur sistolik yang keras dan
kasar di daerah aorta. Suara ini terdengar sebagai murmur sistolik
kresendo-dekresendo, yang dapat menyebar ke arteri karotis dan ke
apeks ventrikel kiri.
Insufisiensi aorta (regurgitasi)
Disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup
aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta
dengan rapat selama diastole, akibatnya menyebabkan aliran balik
dari aorta ke ventrikel kiri. Defek katup ini disebabkan oleh
endokarditis, kelainan bawaan, atau pecahnya aneurisma yang
menyebabkan dilatasi atau sobekan aorta. Karena kebocoran katup
aorta saat diastole, maka sebagian darah dalam aorta, yang biasanya
bertekanan tinggi, akan mengalir ke ventrikel kiri sehingga
ventrikel kiri harus mengatasi keduanya yaitu mengirim darah yang
secara normal diterima dari atirum kiri ke ventrikel melalui lumen
ventrikel, maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri
kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi peningkatan
volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih dari
normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik
meningkat. Sistem kardiovaskuler berusaha mengkompensasi melalui
dilatasi pembuluh darah; arteri perifer melemas, sehingga tahanan
perifer turun dan tekanan diastolik menurun.
Insufisiensi aorta biasanya berkembang tanpa disadari dan
manifestasi awalnya adalah pasien merasakan debar jantung yang
bertambah kuat. Denyutan arteri dapat jelas terlihat atau teraba,
denyutan arteri leher juga jelas terlihat. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya tekanan dan volume darah dari ventrikel kiri yang
mengalami hipertrofi. Kemudian diikuti dispnea saat latihan dan
mudah letih. Tanda dan gejala gagal ventrikel kiri meliputi sesak
napas, terutama malam hari (orthopnea, paroksimal nokturnal
dispnea) dan hal tersebut terjadi disertai regurgitasi sedang
sampai berat.
Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik)
biasanya melebar pada pasien ini. Salah satu tanda khusus pada
penyakit ini adalah denyut nadi yang terasa di jari pada saat
palpasi, terjadi secara cepat dan tajam dan tiba-tiba kolaps
(denyut water-hammer). Diagnosa ditegakkan dengan EKG,
ekokardiogram, dan kateterisasi jantung. Penggantian katup aorta
adalah terapi pilihan.2.3 Manifestasi Klinis kelainana katup
Adapaun manifestasi klinis kelainan katup adalah sebagai berikut
:
Pada saat auskultasi terdengar suara murmur
EKG : biasanya ditemukan Atrial forbtilasi (AF)
Pulsasi heart rate menjadi irregular
Terbentuknya thrombus.2.4 Patofisiologi Kelaian Katup.
Biasanya kelaian katup jantung disebabkan oleh adanya inflamasi
pada endokardium saat terjadinya fase akut daripada penyakit
rematik jantung saat infeksi, hal ini membuat jaringan katup
jantung menjadi fibrose,yang membuat cordea tindeneae menjadi lebih
pendek dari normal.
A. KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
terbagi atas 4 kelas fungsional, yaitu 1. Timbul gejala sesak pada
aktivitas fisik berat (Functional Class I)2. Timbul gejala sesak
pada aktivitas sedang (Functional Class II )
3. Timbul gejala sesak pada aktivitas ringan (Functional Class
III)
4. Timbul gejala sesak pada aktivitas sangat ringan atau
istirahat (Functional Class IV)B. MANIFESTASI KLINIS
1. Gagal Jantung KiriDyspneu deffort, fatig, ortopnea, dispnea
noktural paroksimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
pernafasan Cheyne Stokes, tahikardi, ronkhi dan kongesti vena
pulmonal.
2. Gagal Jantung KananFatig, edema, liver engorgement, anoreksia
dan kembung, hipertropi jantung kanan, irama derap atrium kanan,
murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena juglaris
meningkat, hidrothraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan
edema pitting sedang3. Gagal Jantung Kongestif
Terjadi manifestasi klinis gabungan gagal jantung kiri dan
kanan.
a. Kriteria Mayor
1) Dispnea noktural paroksimal atau ortopnea
2) Peningkatan tekanan vena jugularis
3) Ronkhi basah tidak nyaring
4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Irama derap S 1
7) Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
b. Kriteria Minor
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dyspnea deffort
4) Hepatomegali
5) Efusi Pleura
6) Takikardia
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.mengetahui adanya
sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
2. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
3. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan jantung.
4. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis
katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
5. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
6. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika
CHF memperburuk PPOM.
7. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik
ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan
karbondioksida.
8. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan
jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin
fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH,
isoenzim LDH).
IV. PENATALAKSANAAN MEDISPenatalaksanaan penderita dengan gagal
jantung meliputi penalaksanaan secara non farmakologis dan secara
farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan
kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta
beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab
gagal jantung akan semakin baik prognosisnya. 1. Penatalaksanaan
non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain :
Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian
oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama
yang dapat dilakukan. Menjelaskan kepada pasien mengenai
penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan
sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan
penurunan berat Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta
pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama
pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan
untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot
skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga
terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap
kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis
mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga
vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu
dipertimbangkan.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5
2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah
baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena
mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal.
Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan
kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan
khusus.2. Penatalaksanaan secara farmakologis. Obat obat yang biasa
digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: Diuretik,
angiotensin converting enzyme inhibitors, -blocker (carvedilol,
bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton.
Vasodilator (hydralazine /nitrat)
Antikoagulan, pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada
pemderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat
dengan dilatasi ventrikel Antiaritmia Obat positif inotropik,
seperti dobutamin, dopamine pada penderita yang memerlukan
perawatan. Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting
dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat
menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan
oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian
ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan
dapat diulang sesuai kebutuhan. Pemberian nitrat (sublingual dan
intravenous) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel
dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada
dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang
lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri
koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjaid
keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu
perfusi jaringan. Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai
vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan
pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi.
Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan
gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit. Pemberian dopamin 2
g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan
ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik
beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada
pemberian 5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa
dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi.
Pemberian dopamin menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular
sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontraktilitas. Milrinone
dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal
jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat
beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena
25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt.
Penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan
tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik
biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan
tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa
digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan
infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin
diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.
3. Penanganan yang lain Penanganan invasif yang dapat dikerjakan
adalah Intra Aortic Baloon Pump (IABP) ditujukan pada penderita
gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur
septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung (pace maker),
bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan
sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita
dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular
derajat tinggi. Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD),
bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia
ventrikel. Ventricular assist device, merupakan pompa mekanis yang
mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama
inotropik.
BAB II
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Tn.R DENGAN CONGESTI HEART FAILURE ( CHF
)
DI IRNA B4 KANAN RSCM JAKARTA
A. Pengkajian1. Identitas
Nama
: Tn. R
No MR
: 321-2-63
Umur
: 71 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Agama
: islam
Pendidikan
: SD (hanya sampai kelas 2)
Pekerjaan
: tidak bekerja
Masuk RS
: 12 Februari 2008
Pengkajian
: 13 Februari 2008
Diagnose masuk: Congesti Heart Failure Fc II-III ec CAD Old
Myocardial Infarc Anteroseptal
2. Riwayat kesehatan saat ini
Keluhan utama
: sesak bila tidur tanpa bantal
Riwayat penyakit sekarang : Dua minggu SMRS mengeluh sesak.
Sesak terasa memberat saat bekerja, tidak ada bengkak dikaki.
Berobat ke RS fatmawati dari pemeriksaan radiologi dikatakan sesak
nafas diberi obat 3 macam( pasien lupa nama obatnya), keluhan sesak
menghilang. Tiga hari SMRSCM sesak kembali dirasakan semakin
memberat terutama saat menaiki tangga busway, keluhan sesak
menghilang bila digunakan istirahat. Bengkak dikaki tidak ada,
keluhan batuk dan keringat dingin tidak ada. Pada saat tidur
mengeluh sesak jika tidur tanpa bantal, pada malam hari sering
terbangun karena sesak. Oleh keluarga klien dibawa ke RSCM.Riwayat
penyakit dahulu
: Sejak lima tahun yang lalu pasien menderita hipertensi dengan
tekanan darah mencapai 200mmHg. Tidak minum obat secara teratur.
Empat tahun yang lalu dirawat dibagian neurologi RSCM ( 9hr) karena
keluhan bicara pelo, tidak terjadi kelemahan dan kelumpuhan. Klien
mengatakan tidak menderita penyakit DM. Tiga tahun yang lalu
dirawat di RSCM (4hr) dengan operasi bisul di pantat. Klien tidak
menderita DM.
Riwayat penyakit keluarga: didalam keluarga tidak ada yang
menderita penyakit DM, hipertensi, alergi dan penyakit jantung.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pasien merokok sejak usia 8 tahun sampai dengan sekarang, dalam
satu hari klien menghabiskan 7-8 batang rokok dengan melinting
sendiri. Klien tidak memiliki kebiasaan minum alcohol. Sejak
menderita hipertensi 5 tahun yang lalu klien tidak minum obat
secara teratur karena merasa tidak ada keluhan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit drah tinggi pasien suka makan rendang daging dan
makanan yang bersantan. Setelah tahu kalau sakit darah tinggi dan
oleh dokter disarankan untuk membatasi makanan asin, klien
mengikuti saran tersebut tetapi masih suka makanan yang
bersantan.
Pada saat pengkajian klien mengeluh tidak nafsu makan karena
sesak. Setiap kali makan hanya menghabiskan porsi dari yang
tersedia rumah sakit ditambah roti yang dibelikan oleh keluarga (
habis 1 potong ). Di RS klien mendapat diet jantung II 2100 kalori
dan minum dibatasi 600cc dalam 24 jam. Pada saat pengkajian menurut
keluarga klien minum 600cc.
c. Pola eliminasi
BAB : frekuensi 1x sehari, warna dan bau normal, kosistensi
lembek, keluhan tidak ada.
BAK : frekuensi 3-5x, warna dan bau kuning jumlah 600 selama 24
jam, keluhan tidak ada.
Di rumah sakit pemenuhan eliminasi BAB dan BAK di tempat tidur
dibantu istrinya. Saat dikaji klien bisa BAB 1x sehari dengan
kosistensi lembek. Untuk eliminasi BAK klien mengatakan dari pagi
jam 6 sudah 3 kali, setiap kali kencing 1 gelas aqua ( 600ml ).d.
Pola aktivitas
Klien sudah lama tidak bekerja, menurut keluarga selama ini
kegiatan klien di rumah saja dan sering pergi sendiri. Saat
berjalan agak jauh dan menaiki tangga Busway klien mengeluh sesak.
Di rumah sakit klien mengeluh capek klo duduk terlalu lama waktu
ada pengunjung yang datang. Kebutuhan dibantu oleh keluarga, saat
makan klien bisa makan sendiri dengan posisi duduk dan makanan
diletakkan di tempat tidur.
e. Pola tidur dan istirahat
SMRS klien mengeluh sulit tidur karena sesak bila tidur tanpa
bantal. Selama di RS klien tidur dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 30. Siang hari klien tidur 2 jam dan malam hari 4-5
jam, sering terbangun karena sesak.
f. Pola sensori dan kognitif
Sensori : daya penciuman, daya rasa, daya pendengaran baik.
Kognitif : klien sekolah tidak lulus SD ( pada jaman penjajahan
Jepang ) hanya sampai kelas 2, keluar sekolah karena sakit. Klien
paham pada waktu sakit darah tinggi ada makanan yang merupakan
pantangan yaitu makanan yang asin dan menurut pasien dan keluarga
klien mengikuti anjuran dokter. Keluarga bertanya mengapa setelah
mendapat suntikan waktu sore hari menjadi sering kencing.
g. Pola penanggulangan stres
Selama ini bila klien menghadapi suatu masalah membicarakan
dengan istri dan anak yang tertua. Menurut klien, istri dan
anak-anaknya selalu memperhatikan, tampak secara bergantian
menunggu klien selama dirawat di RS. Klien mengungkapkan klien
ingin cepat pulang karena merasa sesak sudah berkurang.
h. Pengkajian psikologis
Klien ingin cepat pulang dari rumah sakit, lebih enak istirahat
di rumah. Tapi klien dan keluarga pasrah dan selalu berdoa
(sholat)untuk cepat sembuh, supaya bisa cepat keluar dari rumah
sakit.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan umum klien lemah, kesadaran kompos mentis, Tekanan darah
130/ 90 mmHg, nadi 88x/mnt, regular, pernafasan 28x/mnt, suhu 37c.
Pada saat pengkajian BB 45 kg, BB sebelum masuk rumah sakit tidak
diketahui karena klien tidak pernah timbang berat badan.
b. Sistem integumen
Tidak ada sianosis, hiperpigmentasi di daerah inguinal, turgor
kulit sedang, saat dicubit lambat kembali. Jaringan adipos sudah
menurun.
Akral teraba hangat,CRT < 2.
c. Kepala
Tidak ada kelainan, normo cephalic, simetris, dari pemeriksaan
tidak didapat massa dan tidak ada keluhan nyeri kepala.
d. Muka
Muka tampak simestris, klien terlihat sering mengantuk, tidak
terdapat sianosis pada bibir.
e. Mata
Kedua mata, alis dan kelopak mata normal. Konjungtiva merah
muda, reflek cahaya positif (+), pupil isokor.
f. Telinga
Telinga dalam batas normal, tidak terdapat secret, serumen
maupun benda asing. Pendengaran dalam batas normal.
g. Hidung
Klien tampak terpasang O2 3liter/menit. Terdapat pernafasan
cuping hidung.
h. Mulut dan faring
Tidak ada kelainan pada mulut. Klien malas makan karena
sesak.
i. Leher
Leher tampak simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar
tiroid, JVP 5+0 cm H2O.
j. Thorak
Dada simetris, auskultasi: ronchi +/+, perkusi: sonor +/+,
fremitus fokal +/+ , teraba massa di dada sebelah kiri ukuran 6x5
cm, konsistensi kenyal dan mobile, klien mengatakan sudah lama
muncul tapi klien lupa sejak kapan. Massa terasa nyeri ringan
(skala 2) bila ditekan. Selama ini tidak ada keluhan atau masalah
dengan munculnya benjolan ( massa).
k. Jantung
Iktus kordis tidak terlihat, batas jantung kanan pada para
sterna interkosta 4 kanan, tidak terdengar adanya gallop dan
murmur.
l. Abdomen
Tidak terdapat nyeri atau massa, bising usus +, 10x/ mnt.m.
Inguinal- genetalia-anus
Terdapat hernia inguinalis kanan dan bisa masuk bila berbaring,
tidak terasa nyeri. Klien mengatakan muncul sudah lama, karena
tidak sakit klien tidak berobat.
n. Ekstermitas
Akral teraba hangat, tidak terdapat edema pada kedua tungkai,
klien lebih banyak tidur, karena bila berjalan agak jauh mengeluh
sesak.
o. Tulang belakang
Tulang belakang normal, tidak ada kelainan bentuk ( lordosis,
kloliosis, atau pun kiposis ).
5. Pemeriksaan Penunjang
12 februari 2008Jenis pemeriksaaanNilai Rujukan Satuan
Hemoglobin13.213 - 16g/dl
Hematocrit3940 - 43%
Leukosit9.0005000 10.000/ul
Trombosit264.000150.000 400.000/ul
MCV8982 - 92FL
MCH3027 - 31Pg
MCHC3432 - 36g/dl
Urinalisis :
Sel epitel+-/LPB
Lekosit0-1-/LPB
Eritrosit0-1-/LPB
Berat jenis1,0201.003-1.030
pH5,04.5 8.0
Urobilinogen0,20.10 1.00
Ureum darah2320 - 40mg/dl
Kreatinin darah0,90.5 1.5mg/dl
SGOT44