5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Halusinasi 2.1.1 Definisi Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan yang salah, tidak berhubungan dengan stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang dihayalkan sebagai hal yang nyata (Sylvia D.Elvira & Gitayanti Hadisukanto (ed,).2013). Menurut buku ajar psikiatri (B.K.Puri,dkk.2012), halusinasi merupakan persepsi sensoris yang salah tanpa adanya rangsangan eksternal yang sesungguhnya. Keadaan ini dianggap terletak di ruang objektif, dan memiliki kualitas realistik yang sama dengan persepsi normal. Dan juga tidak dipengaruhi manipulasi sadar dan hanya menunjukkan gangguan psikotik bila disertai juga oleh gangguan uji realitas. Halusinasi harus dibedakan dengan ilusi. Dimana ilusi adalah persepsi yang salah mengenai rangsang eksternal yang nyata. Sama seperti waham, halusinasi juga bisa sesuai mood atau tidak sesuai mood. 2.1.2 Jenis-jenis Halusinasi Halusinasi ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, namun halusinasi yang paling banyak adalah halusinasi auditorik, yaitu sekitar 70%. Lalu diikuti dengan halusinasi visual, sekitar 20%. Sisa 10% nya adalah halusinasi lain. Menurut Sylvia D.Elvira & Gitayanti Hadisukanto (ed,) halusinasi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 1. Halusinasi hipnagogik Persepsi sensoris keliru yang terjadi ketika mulai jatuh tertidur, secara umum bukan tergolong fenomena patologis. 2. Halusinasi hipnapompik Persepsi sensoris keliru yang terjadi ketika seseorang mulai terbangun, secara umum bukan tergolong fenomena patologis. 3. Halusinasi auditorik Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Halusinasi
2.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan yang salah, tidak berhubungan
dengan stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang dihayalkan
sebagai hal yang nyata (Sylvia D.Elvira & Gitayanti Hadisukanto (ed,).2013).
Menurut buku ajar psikiatri (B.K.Puri,dkk.2012), halusinasi merupakan
persepsi sensoris yang salah tanpa adanya rangsangan eksternal yang
sesungguhnya. Keadaan ini dianggap terletak di ruang objektif, dan memiliki
kualitas realistik yang sama dengan persepsi normal. Dan juga tidak dipengaruhi
manipulasi sadar dan hanya menunjukkan gangguan psikotik bila disertai juga
oleh gangguan uji realitas. Halusinasi harus dibedakan dengan ilusi. Dimana ilusi
adalah persepsi yang salah mengenai rangsang eksternal yang nyata. Sama seperti
waham, halusinasi juga bisa sesuai mood atau tidak sesuai mood.
2.1.2 Jenis-jenis Halusinasi
Halusinasi ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, namun halusinasi yang
paling banyak adalah halusinasi auditorik, yaitu sekitar 70%. Lalu diikuti dengan
halusinasi visual, sekitar 20%. Sisa 10% nya adalah halusinasi lain. Menurut
Sylvia D.Elvira & Gitayanti Hadisukanto (ed,) halusinasi dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu:
1. Halusinasi hipnagogik
Persepsi sensoris keliru yang terjadi ketika mulai jatuh tertidur, secara
umum bukan tergolong fenomena patologis.
2. Halusinasi hipnapompik
Persepsi sensoris keliru yang terjadi ketika seseorang mulai terbangun,
secara umum bukan tergolong fenomena patologis.
3. Halusinasi auditorik
Universitas Sumatera Utara
6
Persepsi suara yang keliru, biasanya berupa suara orang meski dapat
saja berupa suara lain seperti musik, merupakan jenis halusinasi yang
paling sering ditemukan pada gangguan psikiatri.
4. Halusinasi visual
Persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa bentuk jelas (orang) atau
pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya), sering kali terjadi pada
gangguan medis umum.
5. Halusinasi penciuman
Persepsi penghidu yang keliru yang seringkali terjadi pada gangguan
medis umum.
6. Halusinasi pengecapan
Persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak enak sebagai gejala awal
kejang, seringkali terjadi pada gangguan medis umum.
7. Halusinasi taktil
Persepsi perabaan keliru seperti phantom libs (sensasi anggota tubuh
teramputasi), atau formikasi (sensasi merayap di bawah kulit).
8. Halusinasi somatik
Sensasi keliru yang terjadi pada atau di dalam tubuhnya, lebih sering
menyangkut orang dalam (juga dikenal sebagai cenethesic
hallucination).
Disamping jenis halusinasi di atas, B.K.Puri,dkk (2012) menambahkan
beberapa jenis halusinasi lain, yaitu:
1. Halusinasi liliput
Persepsi keliru yang mengakibatkan obyek terlihat lebih kecil
(micropsia).
2. Autoskopi (Phantom Mirror Image)
Pasien melihat dirinya dan tahu bahwa itu adalah dirinya.
3. Ekstrakampina
Halusinasi yang terjadi di luar lapak sensoris pasien.
Universitas Sumatera Utara
7
4. Fenomena berurutan (trailing phenomenon)
Objek yang bergerak terlihat sebagai serangkai gambar terpisah dan
tidak berkesinambuingan, ini biasanya akibat menggunakan
halusinogen.
2.1.3 Tingkatan Halusinasi
Halusinasi juga mempunyai beberapa tingkatan keparahan. Menurut Dessy
dalam Maramis (2011) refarat ada 5 tahap insight pasien terhadap halusinasinya:
1. Dahulu didapatkan halusinasi dan sekarang tidak pernah ada lagi.
Pasien mengalami kesadaran menyeluruh terhadap halusinasinya.
2. Pernah mengalami halusinasi pada waktu lampau, tetapi tidak pada
saat sekarang dan pasien memersepsi dan memercayai hal itu sebagai
suatu kenyataan yang benar.
3. Halusinasi dialami baru-baru ini tetapi pasien menolak untuk
membicarakannya. Tampaknya pasien menyadari kontradiksi antara
persepsi psikotik dengan realitas.
4. Pasien membicarakan halusinasinya, tetapi tidak mengikuti dengan
perilaku tentang halusinasinya.
5. Pasien melaksanakan halusinasinya sebagau bentuk respons dan
perintah.”
Universitas Sumatera Utara
8
Menurut Stuart (2013) dalam bukunya, tahap tingkatan intensitas
halusinasi dapat dilihat dari tabel di bawah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tahap Tingkatan Intensitas Halusinasi
Tingkat Karakteristik Observasi tingkah laku pasien
Tingkat 1: Menghibur tingkat kecemasan sedang Halusinasi pada umumnya menyenangkan
Mengalami emosi yang kuat seperti rasa cemas, rasa bersalah, kesepian, rasa takut, dan mencoba untuk memfokuskan diri pada hal-hal yang menghibur untuk menghilangkan kecemasan. Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika kecemasan dikontrol). Non psikosis.
• Tersenyum atau tertawa sendiri • Menggerakkan bibir tanpa suara • Pergerakan mata yang cepat (Rapid
Eye Movement) • Respon verbal lambat seolah-olah
sedang asyik pada sesuatu • Tampak diam dan berkonsentrasi
Tingkat 2: Menyalahkan tingkat kecemasan berat Halusinasi pada umumnya menjijikkan atau memuakkan
Pengalaman sensoris terasa memuakkan dan menakutkan. Penderita mulai kehilangan kontrol dan mencoba menjauhkan diri dari sumber persepsi. Penderita akan mencoba untuk menjauhi orang lain karena malu akan pengalaman sensoris tersebut. Masih memungkinkan untuk mengembalikan pasien ke realitas. Psikosis ringan.
• Timbul gejala kecemasan seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi napas
• Rentang perhatian menyempit • Terlalu konsentrasi pada
pengalaman sensoris sehingga tidak bisa lagi membedakan halusinasi dengan kenyataan
Tingkat 3: Mengontrol tingkat kecemasan berat Pengalaman sensoris menjadi sangat kuat dan tidak tertahankan
Penderita menyerah untuk melawan pengalaman sensoris. Isi dari halusinasi menjadi menarik. Penderita mungkin menderita kesepian setelah pengalaman sensoris selesis. Psikosis.
• Mengikuti dan tidak melawan perintah dari halusinasi
• Sulit berhubungan dengan orang lain • Rentang perhatian hanya beberapa
detik atau menit • Gejala kecemasan berat berupa
tremor, keringat berlebihan, dan tidak mampu mengikut perintah
Tingkat 4: Menguasai tingkat kecemasan panik Halusinasi pada umumnya diatur dan dipengaruhi oleh waham
Pengalaman sensoris dapat mengancam jika tidak diikuti. Bisa berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari jika tidak diintervensi. Psikosis berat.
• Perilaku panik • Tinggi kemungkinan untuk bunuh
diri atau membunuh • Aktivitas fisik yang berhubungan
dengan halusinasi yang dialami, seperti menarik diri, agitasi, dan katatonia
• Tidak mampu mengikuti perintah yang kompleks
• Tidak mampu merespons pada lebih dari 1 orang
Sumber: Stuart, 2013
Universitas Sumatera Utara
9
2.2 NARKOBA
2.2.1 Definisi NARKOBA
Istilah NARKOBA sesuai Surat Edaran BNN No. SE/ 03/IV/2002
merupakan akronim dari NARkotika, psiKOtropika, dan Bahan Adiktif lainnya.
Narkoba adalah zat-zat alami maupun kimiawi yang jika dimasukkan ke dalam
tubuh baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain
sebagainya, dapat mengubah pikiran, suasana hati, perasaan, dan perilaku
seseorang. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (JHS.Tanjung, 2013). WHO
sendiri memberikan definisi tentang narkotika sebagai berikut: “Narkotika
merupakan suatu zat yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh akan memengaruhi
fungsi fisik dan/atau psikologi (kecuali makanan, air, atau oksigen).”
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.Bahan-bahan adiktif atau obat yang dalam organisme hidup
menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan
ketergantungan (adiksi) yakni keinginan untuk menggunakan kembali secara terus
menerus (JHS.Tanjung, 2013).
Selain itu, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, penempatan pemakai narkoba ke dalam panti
terapi dan rehabilitasi hanya dapat dilakukan jika terdakwa saat ditangkap dalam
kondisi tertangkap tangan beserta barang bukti pemakaian, adanya surat uji
laboratorium positif menggunakan narkoba berdasarkan permintaan penyidik,
surat keterangan dari dokter jiwa / psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh hakim,
dan tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap
narkoba.
Menurut Parrot (2007), terdapat juga interaksi antara satu jenis narkoba
dengan jenis narkoba lainnya. Salah satu contohnya adalah interaksi antara
Universitas Sumatera Utara
10
cannabis dengan ecstasy dimana salah satunya bisa memberikan efek proteksi
terhadap jenis narkoba yang satunya lagi.
2.2.2 Golongan Narkotika
Menurut Julianan Lisa FR & Nengah Sutrisna (2013), narkotika dibagi atas
3 golongan yaitu:
1. Narkotika Golongan I
Narkotika yang digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan, contohnya
adalah ganja, heroin, kokain, dan opium.
Gambar 2.1 Visualisasi Narkotika Golongan I
Sumber: BNN, 2012.
2. Narkotika Golongan II
Universitas Sumatera Utara
11
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya amfetamin,
metilfenidat, datau ritalin.
3. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya
lumibal, buprenorsina, pentobarbital, dan flunitrazepam.
4. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dana tau untuk tujuan ilmu pengetahuan seta mempunyai
Universitas Sumatera Utara
16
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya nitrazepam dan
diazepam.
Menurut JHS.Tanjung, (2013), jenis psikotropika yang paling sering
disalahgunakan adalah:
1. Ekstasi
Dikenal dengan nama Inex, I, Kancing, Huge Drug, Yuppie Drug,
Essence, Clarity, Butterfly, Black Heart. Bentuknya biasanya berpa
tablet dan kapsul dengan beragam macam warna.
Efek dari penggunaan ekstasi adalah:
a. Timbul rasa gembira secara berlebihan
b. Merasa cemas
c. Hiperaktif
d. Rasa percaya diri meningkat
e. Keringat dan gemetaran
f. Susah tidur
g. Sakit kepala, mual muntah
2. Shabu-Shabu
Dikenal dengan nama Kristal, Ubas, SS, Mecin. Bentuknya berupa
kristal sesuai namanya. Warnanya biasanya putih. Digunakan dengan
cara dibakar menggunakan aluminium foild dan asapnya dihirup
melalui hidung. Dibakar dengan menggunakan botol kaca khusus
(bong) dan disuntikkan.
Efek dari penggunaan Shabu-Shabu adalah:
a. Badan merasa lebih kuat dan energik
b. Hiperaktif
c. Rasa percaya diri meningkat
d. Rasa ingin diperhatikan orang lain
e. Nafsu makan berkurang
f. Susah tidur
g. Jantung berdebar-debar
h. Tekanan darah meningkat
Universitas Sumatera Utara
17
i. Mengalami gangguan pada fungsi sosial dan pekerjaan
j. Jika pemakaian dihentikan (putus zat), maka akan timbul gejala
lelah, merasa tidak berdaya, kehilangan semangat hidup, merasa
cemas, dan susah tidur.
2.2.4 Jenis-Jenis Bahan Adiktif
Terdapat juga beberapa jenis bahan adiktif. Namun, menurut JHS.Tanjung,
(2013), bahan adiktif yang paling sering disalahgunakan adalah:
1. Inhalen
Zat yang terdapat pada lem dan pengencer zat (thinner).
Penggunaannya dengan cara dihirup yang dapat mengakibatkan
kematian mendadak, seperti tercekik. Efeknya bisa mengakibatkan
hilang ingatan, tidak dapat berpikir, mudah berdarah dan memar, dan
penyakit lainnya.
2. Alkohol
Minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil
pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi atau
destilasim baik melalui perlauan sebelumnya, menambah bahan lain,
atau mencampur konsentrat dengan ethanol ataupun dengan proses
pengenceran minuman yang mengandung ethanol. Efek sampingnya
dapat menyebabkan depresi pada sistem saraf pusat, pingsan, kejang-
kejang, edema otak, ketagihan, gastritis, dan melemahkan jantung.
3. Tembakau / Rokok
Zat ini pengaruhnya dapat dilihat apabila digunakan dalam jumlah
besar atau jangka waktu yang lama. Zat tembakau sendiri merupakan
zat yang menimbulkan ketergantungan pada umumnya. Sebenarnya hal
yang paling mempengaruhi adalah racun dalam tembakau yang disebut
nikotin. Nikotin adalah salah satu dari 4.000 zat kimia pada tembakau.
Rokok mengandung 43 zat kimia beracun termasuk tar dan karbon
monoksida. 2 tetes nikotin murni dapat membunuh orang dewasa
secara instan.
Universitas Sumatera Utara
18
4. Obat Penenang
Termasuk obat tidur, pil kopolo, Valium, Lexotan, dan lain-lain.
Bentuknya beragam, bisa berupa tablet, kapsul, dan serbuk. Efeknya
bisa memperlambat respons fisik, dan dapat mengakibatkan pengguna
tertidur jika digunakan dalam dosis tinggi yang kemudian akan
menimbulkan perasaan cemas, sensitif, dan marah. Penggunaan
campuran dengan alkohol juga dapat berakibat kematian. Dan gejala
putus zat juga bisa berakibat halusinasi dan bingung.
5. Zat yang mudah menguap
Contohnya adalah lem aibon, thinner, bensin, dan spiritus. Efeknya
bisa memperlambat kerja otak dan sistem saraf pusat, menimbulkan
perasaan senang, penurunan kesadaran, problem kesehatan terutama
merusak otak, dan juga bisa menimbulkan kematian akibat berhentinya
pernafasan dan gangguan pada jantung.
6. Zat yang menimbulkan halusinasi
Yang termasuk adalah jamur, kecubung, kotoran kerbau, dan
kotoran sapi. Bekerja pada sistem saraf pusat untuk mengacaukan
kesadaran dan emosi pengguna. Halusinasi yang ditimbulkan ini bisa
mengakibatkan kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.2Efek dan Tanda-Tanda Penggunaan Narkotika
Jenis Efek
Heroin
• Menimbulkan rasa kantuk, lesu, penampilan dungu, jalan mengambang, dan rasa senang berlebihan.
• Gejala putus zat tidak mengancam secara fisik, melainkan psikis, yaitu rasa tidak nyaman pada perut, kram otot, nyeri tulang, gejala seperti flu.
• Problem kesehatan, yaitu bengkak pada daerah yang disuntik, tetanus, HIV/AIDS, hepatitis B dan C, problem jantung, dada dan paru-paru, serta sulit buang air besar. Pada wanita mengganggu siklus menstruasi.
Ganja
• Menurunkan keterampilan motorik, bingung, kehilangan konsentrasi, penurunan motivasi, meningkatkan nafsu makan, rasa senang yang berlebihan.
• Komplikasi kesehatan pada daerah pernafasan, sistem peredaran darah dan kanker.
Sumber: BNN, 2009
Tabel 2.3Efek dan Tanda-Tanda Penggunaan Psikotropika Jenis Efek
Obat Penenang
• Bicara jadi pelo, memperlambat respon fisik, mental, dan emosi. Dalam dosis tinggi akan membuat pengguna tidur, kemudian akan menimbulkan perasaan cemas, sensitif, dan marah.
• Penggunaan campuran dengan alkohol akan berdampak mematikan.
• Gejala putus zat bersifat lama dan serius.
Ecstasy
• Peningkatan detak jantung dan tekanan darah, rasa senang yang berlebihan, hilangnya rasa percaya diri.
• Setelah efek di aas, biasanya akan terjadi perasaan lelah, cemas, dan depresi yang dapat berlangsung beberapa hari.
• Kematian dilaporkan terjadi karena tidak seimbangnya cairan tubuh, baik karena dehidrasi ataupun terlalu banyak cairan.
• Menimbulkan kerusakan otak yang permanen.
Methamphetamine
• Menimbulkan perasaan melayang sementara yang berangsur-angsur membangkitkan kegelisahan luar biasa.
• Aktivitas tubuh dipercepat berlebihan, penggunaan yang lama akan merusak tubuh, bahkan kematian karena over dosis.
Sumber: BNN, 2009
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.4Efek dan Tanda-Tanda Penggunaan Bahan Adiktif Lainnya Jenis Efek
Alkohol
• Memperlambat kerja sistem saraf pusat, memperlambat refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung, dan mengganggu penalaran dan penilaian.
• Menimbulkan perilaku kekerasan, meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.
• Gejala putus zat mulai dari hilangnya nafsu makan, sensitif, tidak dapat tidur, kejang otot, halusinasi, dan bahkan kematian.
Bahan yang mudah menguap (Lem Aica Aibon, Thinner, Bensin, Spiritus)
• Memperlambat kerja otak dan sistem saraf pusat. • Menimbulkan perasaan senang yang berlebihan, pusing, penurunan
kesadaran, gangguan penglihatan, dan pelo. • Problem kesehatan terutama merusak otak, liver, ginjal, dan paru-
paru. • Kematian timbul akibat terhentinya pernafasan dan gangguan pada
jantung.
Zat yang menimbulkan halusinasi (Jamur, kotoran kerbau/sapi, kecubung)
• Bekerja pada sistem saraf pusat untuk mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna.
• Perasaan sejahtera, perubahan pada proses berpikir, hilang orientasi dan depresi.
• Karena halusinasi, bisa menimbulkan kecelakaan. Sumber: BNN, 2009
2.2.5 Dampak dan Pengaruh Narkoba Berdasarkan Julianan Lisa FR & Nengah Sutrisna (2013), secara umum
terdapat 3 pengaruh narkoba yaitu:
1. Depresan
a. Menekan atau memperlambat fungsi sistem pusat sehingga
mengurangi aktivitas fungsi tubuh.
b. Dapat membuat pemakai merasa tenang, memberikan rasa melambung
tinggi, memberi rasa bahagia, bahkan bisa membuat tertidur dan tidak
sadarkan diri.
2. Stimulan
a. Merangsang sistem saraf pusat dan meningkatkan kegairahan dan
kesadaran.
Universitas Sumatera Utara
21
b. Dapat bekerja mengurangi rasa kantuk karena lelah, mengurangi nafsu
makan, mempercepat detak jantung, tekanan darah, dan pernapasan.
3. Halusinogen
a. Mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah persaaan dan
pikiran sehingga menimbulkan kesan salah atau halusinasi.
Keluhan umum bagi kesehatan badan adalah:
1. Terganggunya fungsi otak
2. Daya ingat menurun
3. Sulit berkonsentrasi
4. Suka berkhayal
5. Intoksikasi
6. Overdosis
7. Gejala putus zat
8. Gangguan perilaku
Keluhan khusus bagi kesehatan badan:
1. Berat badan turun drastis
2. Mata terlihat cekung dan merah
3. Muka pucat
4. Bibir kehitam-hitaman
5. Buang air besar dan kecil kurang lancar
6. Sakit perut tiba-tiba
7. Batuk dan pilek berkepanjangan
8. Sering menugap
9. Mengeluarkan keringat berlebihan
10. Mengalami nyeri kepala
Universitas Sumatera Utara
22
Dampak tidak langsung penyalahgunaan Narkoba:
1. Banyak uang yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan perawatan
kesehatan pecandu jika tubuhnya rusak digerogoti zat beracun.
2. Dikucilkan dalam masyarakat.
3. Keluarga akan malu besar.
4. Kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari
sekolah atau perguruan tinggi.
5. Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu
narkoba gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal.
2.2.6 Faktor Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba ada beberapa faktor yaitu:
1. Lingkungan sosial
a. Motif ingin tahu
Di masa remaja seseorang lazim mempunyai rasa ingin tahu
setelah itu ingin mencobanya.
b. Adanya kesempatan
Karena orang tua sibuk dengan kegiatannya masing-
masing, mungkin juga karena kurangnya rasa kasih sayang dari
keluarga ataupun akibat dari broken home.
c. Sarana dan prasarana
Karena orang tua berlebihan memberi fasilitas dan uang
yang berlebihan, merupakan sebuah pemicu untuk
menyalahgunakan uang tersebut untuk membeli narkotika untuk
memuaskan rasa keingintahuan mereka.
2. Kepribadian
a. Rendah diri
Perasaan rendah diri di dalam pergaulan di masyarakat
atapupun di lingkungan sekolah, kerja, dan sebagainya, mereka
mengatasi masalah tersebut dengan cara menyalahgunakan
Universitas Sumatera Utara
23
narkotik, psikotropika, maupun minuman keras yang dilakukan
untuk menutupi kekurangan mereka tersebut.
b. Emosional dan mental
Pada masa-masa ini biasanya mereka ingin lepas dari segala
aturan-aturan dari orang tua mereka. Dan akhirnya sebagai
tempat pelarian yaitu dengan menggunakan narkotik,
psikotropika, dan minuman keras lainnya. Lemahnya mental
seseorang akan lebih mudah dipengaruhi oleh perbuatan-
perbuatan negatif yang akhirnya menjurus ke arah penggunaan
narkotik, psikotropika, dan minuman keras lainnya.
2.2.7 Ciri-ciri Pengguna Narkoba
Tanda-tanda berikut dapat ditemukan pada pengguna narkoba:
1. Mata merah
2. Mulut kering
3. Bibir berwarna kecoklatan
4. Perilaku tidak wajar
5. Bicara kacau
6. Daya ingat menurut
7. Tampak murung dan menyendiri
8. Wajah pucat dan kuyu
9. Terdapat bau aneh di kamar pengguna
10. Mata berair dan tangan gemetar
11. Napas tersengal dan susah tidur
12. Badan lesu dan selalu gelisah
13. Anak menjadi mudah tersinggung, marah, dan suka menantang orang
tua
14. Prestasi belajar menurun
15. Melakukan perilaku menyimpang seperti mencuri, mabuk-mabukan,
dan pergaulan seks bebas
Universitas Sumatera Utara
24
2.2.8 Karakteristik Demografik Pengguna Narkoba yang Mengalami
Gangguan Jiwa
Narkoba dapat memengaruhi tubuh terutama susunan saraf pusat yang
dapat menyebabkan gangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial. Ketergantungan
fisik adalah suatu keadaan bila pasien mengurangi atau menghentikan penggunaan
narkoba yang biasa digunakan, akan mengalami gejala putus zat, seperti nyeri dan
sulit tidur. Selain itu pasien juga mengalami efek toleransi terhadap zat yaitu suatu
keadaan bila pasien ingin memperoleh efek zat seperti semula. Ia memelukan
jumlah (dosis) yang semakin lama semakin banyak. Ketergantungan psikologis
adalah suatu keadaan bila pasien sudah berhenti menggunakan narkoba dalam
waktu singkat atau lama akan mengalami kerinduan yang kuat sekali untuk
menggunakannya kembali. Pasien akan mencari-cari dan menggunakan segala
cara untuk mendapatkan narkoba tersebut, walau tidak sedang mengalami gejala
putus zat atau sedang di bawah tekanan seseorang (Budi, dkk, 2002).
Apabila telah timbul gangguan kejiwaan maka pengobatannya harus
melibatkan dokter kejiwaan. Gangguan jiwa diklasifikasikan dalam bentuk
penggolongan diagnosis. Di Indonesia, penggolongan diagnosis gangguan jiwa ini
disebut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang saat ini
telah pada edisi III. PPDGJ III disusun berdasarkan klasifikasi menurut
International Classification of Diseases (ICD) 10. PPDGJ menglasifikasikan
gangguan jiwa dalam kode numerik F00 sampai dengan F99 (Budi, dkk, 2002).
Berdasarkan PPDGJ III, klasifikasi gangguan jiwa akibat penggunaan zat
psikoaktif terdapat pada F10 sampai dengan F19, yang terdiri atas:
F10: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol
F11: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioid
F12: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabioid
F13: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedatif atau
hipnotik
F14: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain
F15: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulan lain,
termasuk kafein
Universitas Sumatera Utara
25
F16: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenik
F17: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau
F18: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang
mudah menguap
F19: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan
penggunaan zat psikoaktif lainnya
Menurut Budi, dkk, (2002) gangguan pengguna narkoba yang paling
sering ditemukan di Puskesmas adalah penggunaan alkohol, diikuti dengan
penggunaan opioid dan penggunaan tembakau.
Berdasarkan data dari Direktorat Tindak Pidana Narkoba Barekskrim Polri
(2013), jumlah tersangka kasus narkoba dengan jenis kelamin laki-laki tahun 2012
sebanyak 32.206 orang dan jumlah tersangka dengan jenis kelamin perempuan
adalah 3.247 orang.
Sedangkan jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan kelompok umur
pada tahun 2012 berdasarkan data dari Direktorat Tindak Pidana Narkoba
Barekskrim Polri (2013) dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.
Tabel 2.5Jumlah Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2012
No. Kelompok Umur Tersangka Jumlah Tersangka Tahun 2012
1. <16 tahun 132
2. 16-19 tahun 2.103
3. 20-24 tahun 5.460
4. 25-29 tahun 10.307
5. >30 tahun 17.451
JUMLAH 35.453
Sumber: Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Maret 2013