-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Uraian Umum
Bendung merupakan bangunan air, dimana dalam perencanaan dan
pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendukung,
seperti ilmu
hidrologi, hidrolika, irigasi, teknik sungai, pondasi, mekanika
tanah, dan ilmu teknik
lingkungan untuk menganalisis dampak lingkungan akibat
pembangunan
bendung tersebut. Untuk menunjang proses perencanaan bendung
maka berbagai teori
dan rumus-rumus dari berbagai studi pustaka sangat diperlukan,
terutama ketika
pengolahan data, desain rencana dan rehabilitasi bangunan air
yang mengacu kepada
kriteria perencanaan yang telah ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Pengairan,
Departemen Pekerjaan Umum terutama pada Kriteria Perencanaan 02
dan Kriteria
Perencanaan 06.
II.2. Siklus Hidrologi
Secara luas hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air,
termasuk transformasi
antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan
di bawah permukaan
tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber
dan penyimpanan air
yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini. Daur atau siklus
hidrologi gerakan air
laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah dan akhirnya
mengalir ke laut
kembali. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah, sebagian
kecil akan meresap
(absorbsi) di dalam tanah (infiltrasi), sedang yang lainnya akan
menjadi limpasan
Universitas Sumatera Utara
-
permukaan (surface run off). Air meresap ini ada yang keluar dan
kembali ke permukaan
melalui mata air (interflow), tapi sebagian besar akan tetap
tersimpan dalam tanah
(ground water). Air tanah ini umumnya membutuhkan waktu yang
relatif lama untuk
dapat muncul kembali ke permukaan, yang biasa disebut dengan
limpasan air tanah.
Semua bagian-bagian air yang disebut di atas tadi pada akhirnya
akan mengalir menuju
sungai, waduk, danau, ataupun laut.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci
proses siklus
hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air
berevaporasi, kemudian jatuh
sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan
es dan salju (sleet), hujan
gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa
presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi
oleh tanaman sebelum
mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus
bergerak secara kontinu
dalam tiga cara yang berbeda:
Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di
sungai, di tanaman,
dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian
akan
menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi
bintik
bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam
bentuk hujan,
salju, dan es.
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam
tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air
tanah. Air dapat
bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara
vertikal atau
horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki
kembali
sistem air permukaan.
Universitas Sumatera Utara
-
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan
aliran
utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori
tanah, maka
aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat
dilihat
biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama
lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan
disekitar
daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang
mengalir maupun
yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah
permukaan
akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke
laut. Proses
perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen
siklus
hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).
Jumlah air di
bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud
dan
tempatnya.
Dengan demikian ada empat macam proses dalam siklus hidrologi
yang harus
dipelajari oleh para ahli hidrologi dan para ahli bangunan air,
yaitu:
a. prespitasi
b. evaporasi
c. infiltrasi
d. surface run off
II.3. Hujan
III.3.1. Pengertian Hujan
Terjadinya hujan disebabkan penguapan air, terutama air dari
permukaan
laut yang naik ke atmosfer, mendingin dan kemudian menyuling dan
jatuh sebagian
Universitas Sumatera Utara
-
di atas laut dan sebagian ai atas daratan, sebagian meresap ke
dalam tanah
(infiltrasi), sebagian di tahan tumbuh-tumbuhan (intersepsi),
sebagian menguap
kembali (evaporasi) dan sebagian menjadi lembab. Air yang
meresap ke dalam
tanah sebagian menguap melalui pori-pori di dalam tanah
(evapotranspirasi) dan
demikian pula air yang ditahan tumbuh-tumbuhan sebagian menguap
(transpirasi),
Air hujan yang menguap, yang meresap ke dalam tanah, yang
ditahan tumbuh-
tumbuhan dan transpirasi tidak ikut menjadi aliran air di dalam
sungai dan disebut
air hilang.
Para pakar hidrologi telah lama mengetahui bahwa dari seluruh
jumlah
prespitasi yang jatuh ke wilayah daratan, hanya seperempatnya
yang kembali ke
laut melalui limpasan langsung (direct runoff) atau aliran air
tanah (ground water
flow). Penguapan dari permukaan laut adalah sumber utama air
hujan, dan
diperkirakan tidak lebih dari sepuluh persen dari hujan di
daratan berasal dari
penguapan dari daratan.
Dalam data hujan ada 5 buah unsur yang harus kita tinjau,
yaitu:
a. intensitas i, adalah laju curah hujan = tinggi air per satuan
waktu, misalnya
mm/menit, mm/jam, mm/hari
b. lama waktu atau durasi t, adalah lamanya curah hujan terjadi
dalam menit atau
jam.
c. tinggi hujan d, adalah banyaknya atau jumlah hujan yang
dinyatakan dalam
ketebalan air di atas permukaan dasar, dalam mm.
d. frekuensi, adalah frekuensi terjadinya hujan, biasanya
dinyatakan dengan waktu
ulang (return period) T, misalnya sekali dalam T tahun.
Universitas Sumatera Utara
-
e. luas, adalah luas geografis curah hujan A, dalam km2.
Hubungan antara intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan
sebagai berikut:
=I
tIidtd0
..................................................... (2-1)
Intensitas rata-rata I dirumuskan sebagai berikut:
tdi =
........................................................................
(2-2)
II.3.2. Karakteristik Hujan
A. Durasi Hujan
Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan yang diperoleh dari
hasil
pencatatan alat ukur hujan otomatis (dalam menitan, jam-jaman
ataupun harian).
Dalam perencanaan drainase, durasi hujan sering diakitkan dengan
waktu
konsentrasi, khusunya pada drainase permukaan diperlukan durasi
relatif
pendek, mengingat akan toleransi lamanya genangan.
B. Intensitas Curah Hujan
Intensiatas curah hujan adalah jumlah hujan dalam ratio satuan
waktu,
yang biasanya dinyatakan dalam milimeter per jam. Besarnya
intensitas curah
hujan berbeda-beda, tergantung dengan lamanya curah hujan dan
frekuensi
kejadian.
Pada umumnya semakin besar durasi hujan t, intensitas
hujannya
semakin kecil. Jika tidak ada waktu untuk mengamati besarnya
intensitas hujan
Universitas Sumatera Utara
-
atau karena disebabkan tidak adanya alat untuk mengamati, maka
dapat
ditempuh cara empiris dengan menggunakan rumus-rumus berikut
ini:
- Talbot (1881)
bt
ai+
= ......................................................
(2-3)
- Sherman (1905)
btai =
..........................................................
(2-4)
- Inshiguro
bt
ai+
= ................................................... (2-5)
- Mononobe
3/2
24 2424
=
tdi ............................................ (2-6)
dimana:
i = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = waktu (durasi) curah hujan, menit untuk persamaan (2-3),
(3-4), dan (3-5), dan jam untuk persamaan (2-4)
a,b = konstanta
d24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
C. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air untuk
mengalir dari titik
yang paling jauh pada aliran ke titik kontrol yang ditentukan di
bagian hilir saluran.
Waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Universitas Sumatera Utara
-
- Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir di atas
permukaan tanah menuju aluran drainase.
- Conduit time (td) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir di
sepanjang saluran drainase sampai ke titik kontrol yang
diperlukan.
Waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung dengan rumus berikut:
dc ttt += 0
..................................................... (2-7)
II.3.3. Analisa Data Curah Hujan
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal
yang
mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata
dan kemudian
meramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu.
A. Menentukan Areal Curah Hujan
Dengan melakukan penakaran dan pencatatan curah hujan, kita
hanya
mendapatkan data curah hujan di suatu titik tertentu (point
rainfall). Jika dalam
suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah
hujan, maka dapat
diambil nilai rata-rata utnuk mendapatkan nilai mcurah hujan
areal.
Ada tiga macam cara yang berbeda dalam menetukan tinggi curah
hujan
pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa
titik pos pencatat
curah hujan atau AWLR (Automatic Water Level Recorder), antara
lain:
Cara Tinggi Rata-Rata (Arithmatic Mean)
Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah
aliran
dengan cara arithmatic mean merupakan salah satu cara yang
sangat sederhana.
Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak
stasiun curah
Universitas Sumatera Utara
-
hujannya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah
hujannya
adalah sama rata (uniform distribution). Tinggi rata-rata curah
hujan didapatkan
dengan mengambil nilai rata-rata pengukurna hujan di pos penakar
hujan di
dalam areal tersebut. Cara perhitungannya adalah sebagai
berikut:
=
=++++
=n
i
n
nd
nddddd
1
1321 .... ................ (3-8)
Dimana:
d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)
d1, d2, d3,...dn = tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3,...,n
(mm)
n = banyaknya stasiun penakar hujan
Gambar 3.1. DAS dengan tinggi rata-rata
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika
stasiun-stasiun
penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan
hasil penakaran
masing-masing penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata
seluruh
stasiun di seluruh areal.
Universitas Sumatera Utara
-
Cara Poligon Thiessen
Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak
lurus
pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan
demikian tiap
stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An.
Dengan
menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya
= An/A,
dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh
areal yang
dicari tinggi curah hujannya.
Gambar 2.2. DAS dengan perhitungan curah hujan poligon
Thiessen
Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada
masing-
masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk
dengan
menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis
penghubung
antara dua pos penakar.
Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
-
AdAdAdAdAd nn......... 332211 +++= =
AdA ii . .......(2-9)
Keterangan:
A = Luas areal (km2)
d = Tinggi curah hujan rata-rata areal
d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n
A1, A2, A3,...An= Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n
Hasil perhitungan dengan rumus (3-9) lebih teliti dibandingkan
perhitungan
dengan rumus 3-8).
Cara Isohyet
Cara ini terlebih dahulu harus menggambarkan kontur dengan
tinggi
curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada gambar.
Kemudian luas
bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan harga
rata-ratanya
dihitung sebagai harga rata-rata berimbang dari nilai kontur
seperti terlihat pada
rumus berikut ini:
n
nnn
AAA
AddAddAAdd
d...
2...
2221
12110
++
++
++
=
...................... (2-10)
+=
i
iii
A
Add
d 21
............................. (2-11)
Dimana:
A = Luas areal (km2)
D = Tinggi curah hujan rata-rata areal
D0, d1, d2,...dn = Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n
Universitas Sumatera Utara
-
A1, A2, A3,...An = Luas bagian areal yang dibatasi oleh
isohyet-isohyet
yang bersangkutan
Gambar 2.3: DAS dengan perhitungan curah hujan Isohyet
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal
rata-rata,
tetapi memerlukan jaringan stasiun penakar yang relatif lebih
padat yang
memungkinkan untuk membuat garis-garis Isohyet. Pada waktu
menggambar
garis-garis Isohyet sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit
atau gunung
terhadap distribusi hujan.
B. Distribusi Frekuensi Curah Hujan
Sistem-sistem sumber daya air harus dirancang bagi hal-hal yang
akan
terjadi pada masa yang akan datang, yang tak dapat dipastikan
kapan akan terjadi.
Oleh karena itu, ahli hidrologi harus memberikan suatu
pernyataan probabilitas
bahwa aliran-aliran sungai akan menyamai atau melebihi suatu
nilai yang telah
ditentukan.
Probabilitas adalah suatu basis matematis bagi peramalan,
dimana
Universitas Sumatera Utara
-
rangkaian hasil lengkap yang didapat merupakan rasio hasil-hasil
yang akan
menghasilkan suatu kejadian tertentu terhadap jumlah total hasil
yang mungkin
(disalin dari: Websters 7th New Collegiate Dictionary,
1971).
Curah hujan rancangan dihitung berdasarkan analisis
Probabilitas
Frekuensi seperti yang yang mengacu pada SK SNI M-18-1989
tentang Metode
Perhitungan debit banjir. Tujuan dari analisa distribusi
frekuensi curah hujan adalah
untuk memperkirakan besarnya variate-variate masa ulang
tertentu.
Banyak macam distribusi teoritis yang kesemuanya itu dapat
dibagi dua,
yaitu diskrit dan kontinu. Diskrit diantaranya adalah Binominal
dan Poisson,
sedangkan kontinu adalah Normal, Log Normal, Gamma, Beta,
Pearson dan
Gumbel. Untuk menganalisis probabilitas banjir biasanya dipakai
beberapa macam
distribusi yaitu:
a. Gumbel
b. Log Pearson Type III
c. Normal
d. Log Normal
Distribusi Gumbel
Menurut Gumbel (1941), persoalan tertua adalah berhubungan
dengan
nilai-nilai ekstrem datang dari persoalan banjir. Tujuan teori
statistik nilai-
nilai ekstrem adalah untuk menganalisis hasil pengamatan
nilai-nilai ekstrem
tersebut untuk memperkirakan nilai-nilai ekstrem berikutnya.
Gumbel menggunakan teori nilai ekstrem untuk menunjukkan
bahwa
Universitas Sumatera Utara
-
dalam deret nilai-nilai ekstrem X1, X2, X3, ......., Xn, dengan
sampel-sampel
yang sama besar, dan X merupakan variabel berdistribusi
eksponensial, maka
probabilitas kumulatifnya P, pada sembarang nilai di antara n
buah nilai Xn
akan lebih kecil dari nilai X tertentu (dengan waktu balik Tr),
mendekati
)(
)(bxaeeXP
= ........................... (-12)
Jika diambil Y = a(X-b), maka dapat menjadi
YeeXP
=)( .......................................... (2-13)
Dengan e = bilangan alam = 2,7182818...
Y = reduced variate
Jika diambil nilai logaritmanya dua kali berurutan dengan
bilangan dasar e
terhadap rumus (3-1) didapat
{ }[ ])(lnln1 XPaba
X = ............................ (2-14)
Waktu balik merupakan nilai rata-rata banyaknya tahun (karena Xn
merupakan
data debit maksimum dalam tahun), dengan suatu variate disamai
atau
dilampaui oleh suatu nilai, sebanyak satu kali. Jika interval
antara 2 buah
pengamatan konstan, maka waktu baliknya dapat dinyatakan sebagai
berikut :
)(1
1)(XP
XTr = ........................................ (2-15)
Ahli-ahli teknik sangat berkepentingan dengan
persoalan-persoalan
pengendalian banjir sehingga lebih mementingkan waktu balik
Tr(X) dari pada
probabilitas P(X), untuk itu rumus (3-3) diubah menjadi :
=
)(1)(lnln1
XTXT
abX
r
rrr .................... (2-16)
Universitas Sumatera Utara
-
Atau
=
)(1)(lnln
XTXTY
r
rr ................................ (2-17)
Chow menyarankan agar variate X yang menggambarkan deret
hidrologi acak
dapat dinyatakan dengan rumus berikut ini
KX . += ................................ (2-18)
Dengan = Nilai tengah (mean) populasi
= Standard deviasi populasi
K = Factor frekwensi
Rumus (2-7) dapat diketai dengan
sKXX += (2-19)
Dengan X = nilai tengah sampel
s = Standard deviasi sampel
Faktor frekwensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis
dengan rumus
berikut ini :
n
sT
SYYK = ..... (2-20)
{ }[ ]rrT TTY /)1(lnln = . (2-21)
Dengan YT = Reduced variate
Y n = Reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n
Sn = Reduced Standard deviation yang tergantung dari
besarnya
sampel n
Dari rumus (2-19) dan (2-20)
Universitas Sumatera Utara
-
sS
YYXXn
nTT
+=
= n
T
n
n
SsY
SsYX .. +
Jika dimasukkan as
Sn = dan bs
sYX n = . , maka
TT YabX 1+= . (2-22)
Dengan XT = debit banjir waktu balik T tahun
YT = Reduced variate
Distribusi Log Pearson Type III
Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi
Pearson
Type III adalah:
- Nilai tengah
- Standard deviasi
- Koefisien skewness
Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, the
Hydrology
Committee of the Water Resources Council, USA, menganjurkan,
pertama kali
mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritma kemudian
menghitung
parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut,
maka cara ini
disebut Log Pearson type III.
Dalam pemakaian Log Pearson Type III, kita harus
mengkonversi
rangkaian datanya menjadi logaritma.
Rumus untuk metode Log Pearson :
Universitas Sumatera Utara
-
Log Xr = n
LogXn
i=1
1
........................................ (2-23)
Dengan:
Xr = nilai rerata curah hujan
Xi = curah hujan ke-I (mm)
n = banyaknya data pengamatan
Sx = 1
)1(1
2
=
n
LogXrLogXn
i ................. (2-24)
dengan:
Sx = standard deviasi
Nilai XT bagi setiap probabilitas dihitung dari persamaan yang
telah
dimodifikasikan :
Log XT = log Xr + K. log Sx ..........................
(2-25)
dengan :
XT = besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang
pada T tahun.
K = faktor freluensi yang merupakan fungsi dari periode
ulang dan tipe distribusi frekuensi.
Distribusi Normal Distribusi ini mempunyai probability density
function sebagai
berikut:
P(X) = 12
e [ ()2 ]22
. (2-26)
Universitas Sumatera Utara
-
Dengan
= varian
= rata-rata
Sifat khas lain yaitu nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama
dengan
nol dan dengan kurtosis 3. Selain itu, kemungkinan:
P ( ) = 15,87% P () = 50%
P ( + ) = 84,14% Dengan demikian kemungkinan variant berada pada
daerah ( )
dan ( + ) adalah 68,27%. Sejalan dengan itu maka yang berada
antara ( 2) dan ( + ) adalah 95,44%.
Distribusi Log-Normal
Probability density function distribusi ini adalah:
P x = 1 2 eksp ( ( )2), ( > 0)..... (2-27)
Dengan
= ln ( 42+2)........ (2-28) 2 = ln (
2+ 22
)................................................. (2-29)
Besarnya asimetri adalah
= 3 + 3.... (2-30) dengan
= (2 1)0,5........................... (2-31) Universitas
Sumatera Utara
-
kurtosis k = 8 + 66 + 154 + 162 + 3..... (2-32) Dengan persamaan
(3-30), dapat didekati dengan nilai asimetri 3 dan
selalu bertanda positif. Atau nilai skewness Cs kira-kira sama
dengan tiga
kali nilai koefisien variasi Cv.
Metode Haspers
Untuk metode ini, besar curah hujan rencana periode ulang T
tahun
diperoleh dengan persamaan:
).( SdXX rT +=
....................................................... (2-33)
dengan:
N
XX r
=
..................................................................
(2-34)
+
=
22max
11max
21
XrXXrXSd ............. (2-35)
m
NT 1+=
...................................................................
(2-36)
dengan:
XT = Besar curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)
Xr = Besar curah hujan rata-rata (mm)
Sd = Standard deviasi
N = Jumlah tahun pengamatan
= Standard variate
m = Nomor urut data
Xmax1 = Data curah hujan maksimum pertama (mm)
Universitas Sumatera Utara
-
Xmax2 = Data curah hujan maksimum kedua (mm)
II.4. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai
suatu
hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi
(punggung bukit) yang
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta
mengalirkannya
melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut
atau danau. Linsley
(1980) menyebut DAS sebagai A river of drainage basin in the
entire area drained by a
stream or system of connecting streams such that all stream flow
originating in the area
discharged through a single outlet. Sementara itu IFPRI (2002)
menyebutkan bahwa A
watershed is a geographic area that drains to a common point,
which makes it an
attractive unit for technical efforts to conserve soil and
maximize the utilization of
surface and subsurface water for crop production, and a
watershed is also an area with
administrative and property regimes, and farmers whose actions
may affect each others
interests.
Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan
ekosistem,
dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia
berinteraksi secara
dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow
dari material dan
energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan
suatu bentuk
pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit
pengelolaan sumber
daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan
peningkatan produksi
pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari)
dengan upaya
menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air
sungai yang berasal
Universitas Sumatera Utara
-
dari DAS dapat merata sepanjang tahun.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi
daerah
hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah
konservasi, DAS bagian
hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai
arti penting terutama
dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap
terjadinya kegiatan di daerah hulu
akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan
fluktuasi debit dan
transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran
airnya. Dengan perkataan
lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan
terhadap keseluruhan
DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan
oleh karenanya
pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian
mengingat dalam suatu DAS,
bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui
daur hidrologi.
II.4.1. Definisi DAS Berdasarkan Fungsi
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh
dalam
pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan
mengenai DAS
berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan
pada fungsi konservasi
yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar
tidak terdegradasi,
yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan
vegetasi lahan DAS, kualitas
air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS
bagian tengah
didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan
manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain
dapat diindikasikan dari
kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan
ketinggian muka air tanah,
serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan
sungai, waduk, dan danau.
Universitas Sumatera Utara
-
Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air
sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan
menyalurkan air, ketinggian
curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih,
serta pengelolaan air
limbah.
Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan
baik dan
terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan
sarana di bagian tengah
akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di
bagian hilir, baik untuk
pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi
masyarakat secara
keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas,
baik secara
administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan
adanya koordinasi
berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah
secara baik.
II.5. Analisa Debit Banjir Rencana
Metode untuk mendapatkan debit banjir rencana dapat menggunakan
metode J.P.
der Weduwen:
Qn = Mn x f x q x R70/240
atau
Qn = f x q x Rn/240
dimana:
Qn = debit banjir yang terjadi pada periode ulang n tahun,
m/det.
Mn = koefisien perbandingan yang diambil dari table.
q = x x q = banyaknya air, m/det/km (lihat grafik).
Universitas Sumatera Utara
-
Rn = curah hujan harian pada periode ulang n tahun, mm.
R70 = curah hujan 24 jam sebelum 240 mm yang pernah terjadi
satu kali selama 70 tahun pengamatan di Jakarta, mm.
II.6. Tinjauan Hidraulis Bendung
II.6.1. Elevasi Mercu Bendung
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan muka air rencana
pada bangunan
sadap. Disamping itu kehilangan tinggi energi perlu ditambahkan
untuk alat ukur,
pengambilan, saluran primer dan pada kantong Lumpur.
II.6.2. Lebar Efektif Bendung
Lebar efektif bendung di sini adalah jarak antar
pangkal-pangkalnya (abutment),
menurut kriteria lebar bendung ini diambil sama dengan lebar
rata-rata sungai yang
setabil atau lebar rata-rata muka air banjir tahunan sungai
yangbersangkutan atau diambil
lebar maksimum bendung tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata
sungai pada ruas yang
stabil. Berikut adalah persamaan lebar bendung:
Be = B 2 (nKp+ Ka ) H1
Dimana :
Be = lebar efektif bendung (m).
n = jumlah pilar.
Kp = koefisien kontraksi pilar.
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung.
H1 = tinggi energi di atas mercu (m).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.1. Harga-harga Koefisien kontraksi Pilar (Kp)
No. Uraian Harga Kp
1 Untuk pilar segi 4 dengan sudut - sudut yang
dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan 0,1
tebal pilar
0,02
2 Untuk pilar berujung bulat 0,01
3 Untuk pilar berujung runcing 0,00
Tabel 3.2. Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung
(Ka)
No Uraian Harga (Ka)
1 Untuk pangkal tembok segi 4 dengan tembok hulu pada
90 kearah aliran
0,2
2 Untuk pangkal tembok segi 4 dengan tembok hulu pada
90 kearah aliran dengan 0,5 H1>r>0,15 H1
0,1
3 Untuk pangkal tembok bulat dimana r>0,5 H1 dan
tembok hulu tidak lebih dari 45 kearah aliran
0,00
Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang
sebenarnya (dengan
bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana
untuk mengkompensasi
perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung
itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
-
Gambar 3.1. Lebar Efektif Mercu Bendung
II.6.3. Tinggi Muka Air Banjir di Atas Mercu Bendung
Persamaan tinggi energi di atas mercu (H1) menggunakan rumus
debit bendung dengan mercu bulat, yaitu:
Q = Cd 2
3 2
3 Be 11.5
Dimana :
Q = debit (m3/det)
Cd = koefisien debit
g = percepatan gravitasi (m/det2)
Be = lebar efektif bendung (m)
H1 = tinggi energi di atas mercu (m)
Universitas Sumatera Utara
-
Gambar 3.2. Elevasi Air di Hulu dan Hilir Bendung
II.6.4. Tinggi Muka Air Banjir di Hilir Bendung
Perhitungan dilakukan dengan rumus, sebagai berikut :
V = c R I A = ( b + m.h ) h
P = b + 2.h 1 + R =
Perhitungan h dengan coba-coba.
Elevasi muka air di hilir bendung = elevasi dasar hilir + h
Kondisi Hidrolis Bendung
Adapun kondisi hidrolis bendung lama dan bendung baru Timbang
Lawan
sebagai berikut:
a. Bendung Lama (Bendung bronjong/pasangan batu kali).
- Lebar mercu bendung = 25 m
Universitas Sumatera Utara
-
- Elevasi mercu = +196,20
- Elevasi dinding tepi kiri = +195,00
- Elevasi dinding tepi kanan = +195,00
- Elevasi dasar sungai di hilir bendung = +193,50
- Elevasi dasar koperan hilir (cut off) = +192,70
- Pintu pengambilan terletak = 30 m di hulu
- Catchment area bendung = 101,175 km2
- Debit banjir = 525 m3/det
- Areal sawah yang dialiri = 790 hektar
a. Bendung Baru (Beton Cor)
- Elevasi dasar sungai / lantai depan = +194,50
- Tinggi mercu = 2,00 meter
- Elevasi mercu bendung = +196,50
- Tinggi muka air di hulu bendung = 2,25 meter
- Elevasi muka air diatas mercu = +198,75
- Tinggi garis energi di hulu bendung = 0,59 meter
- Elevasi tinggi energi di hulu bendung = +199,34
- Lebar effektif bendung (B eff) = 62,00 meter
- Elevasi muka air di hulu pintu pengambil = +196,20
- Elevasi muka air saluran induk di hilir pengambil= +195,77
- Elevasi sawah tertinggi = +195,77
- Elevasi dasar kolam olak = +192,70
- Panjang kolam olak = 16 meter
Universitas Sumatera Utara
-
- Kebutuhan elevasi endsill kolam olak = +193,50
- Areal sawah yang dialiri = 752 hektar
II. 6.5. Penentuan Dimensi Mercu Bulat
Tipe mercu untuk Bendung Timbang Lawan ini menggunakan tipe
mercu bulat.
Sehingga besar jari-jari mercu bendung (r) = 0,1H1 0,7H1.
II.6.6. Bangunan Pengambilan
Pembilas pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya
terbuka
untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir,
besarnya bukaan pintu
bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan.
Kecepatan ini bergantung
kepada ukuran butir bahan yang dapat diangkut. Kapasitas
pengambilan harus sekurang-
kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan (dimension
requirement) guna menambah
fleksibilitas dan agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih
tinggi selama umur proyek.
Rumus dibawah ini memberikan perkiraan kecepatan yang
dimaksud:
v2
32 (
) 1/3 d
Dimana: v : kecepatan rata-rata, m/dt
h : kedalaman air, m
d : diameter butir, m
Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi:
v 10 d0.5
Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 2,0 m/dt yang merupakan
besaran
perencanaan normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir
berdiameter 0,01 sampai 0,04 m
dapat masuk. Q = b a gz2
Universitas Sumatera Utara
-
di mana: Q = debit, m3/dt
= koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air
dengan
kehilangan tinggi energi, = 0,80
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2
( 9,8)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m
III.7. Analisa Stabilitas Bendung
Gambar 3.3 Gaya-gaya Yang Bekerja pada Tubuh Bendung
Keterangan :
W : Gaya Hidrostatis Up : Gaya Angkat (Uplift Pressure)
Pa : Tekanan Tanah Aktif Pp : Tekanan Tanah Pasif
G : Gaya Akibat Berat Sendiri
Stabilitas bendung dianalisis pada dua macam kondisi yaitu pada
saat sungai
kosong dan pada saat sungai banjir. Tinjauan stabilitas yang
diperhitungkan dalam
perencanaan suatu bendung meliputi :
Universitas Sumatera Utara
-
II.7.1. Akibat Berat Sendiri Bendung
Rumus: G = V *
(Standar Perencanaan Irigasi KP-02)
Dimana :
V = volume (m3)
= berat jenis bahan, beton = 2,4 T/m3
II.7.2. Gaya Angkat (Uplift Pressure)
Rumus : Px = Hx H Px = Hx ( Lx
)
(Irigasi dan Bangunan Air, Gunadarma Hal 131)
Dimana :
Px = Uplift Pressure (tekanan air) pada titik X (T/m2)
Lx = jarak jalur rembesan pada titik x (m)
L = panjang total jalur rembesan (m)
H = beda tinggi energi (m)
Hx = tinggi energi di hulu bendung
II.7.3. Gaya Gempa
Rumus : = () E =
(Standar Perencanaan Irigasi KP-06)
Dimana:
Universitas Sumatera Utara
-
ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)
n,m = koefisien untuk masing-masing jenis tanah
ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2)
z = faktor yang tergantung dari letak geografis (dapat
dilihat
pada Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan
Air Tahan Gempa Lampiran 1)
E = koefisien gempa
G = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2.
Dari koefisien gempa di atas, kemudian dicari besarnya gaya
gempa dan
momen akibat gaya gempa dengan rumus:
Gaya Gempa, He = E x G
Dimana:
E = koefisien gempa
He = gaya gempa
G = berat bangunan (Ton)
Momen : M = K x Jarak (m)
II.7.4. Gaya Hidrostatis
Rumus: Wu = c. w [h2 + (h1-h2)] A
(Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma, hal 131)
Dimana:
c = proposan luas di mana tekanan hidrostatis bekerja
(c = 1 untuk semua tipe pondasi)
Universitas Sumatera Utara
-
w = berat jenis air (kg/m3) = 1000 kg/m3 = 1 T/m3
h2 = kedalaman air hilir (m)
h1 = kedalaman air hulu (m)
= proporsi tekanan, diberikan pada tabel 2.10 (m)
A = luas dasar (m2)
Wu = gaya tekanan ke atas resultante (Ton)
Tabel 2.3. Harga-harga
Tipe Pondasi Batuan Proporsi Tekanan
Berlapis horizontal 1,00
Sedang, pejal (massive) 0,67
Baik, pejal 0,50
(Sumber : Irigasi dan Bangunan Air,Gunadarma)
III.7.5. Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktif dan Pasif
Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Pa = 1 2
sub * Ka * h Ka = tan (45 / 2) sub = sat w = [ w +
1+] w ; dimana w = 1 T/m3
= [ w 11+
] Universitas Sumatera Utara
-
Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Pp = 1 2
sub Kp h Kp = tan (45 + / 2) sub = sat w = [ w +
1+] w ; dimana w = 1 T/m3
= [ w 11+
] Keterangan :
Pa = tekanan tanah aktif (T/m2)
Pp = tekanan tanah pasif (T/m2)
= sudut geser dalam ( 0 )
G = gravitasi bumi = 9,81 m/detik2
h = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)
sub = berat jenis submerged / tanah dalam keadaan terendam
(T/m3)
sat = berat jenis saturated / tanah dalam keadaan jenuh
(T/m3)
w = berat jenis air = 1,0 T/m3
Gs = Spesifik Gravity
e = Void Ratio
Setelah menganalisis gaya-gaya tersebut, kemudian diperiksa
stabilitas
bendung terhadap guling, geser, pecahnya struktur, erosi bawah
tanah (piping) dan daya
dukung tanah.
Universitas Sumatera Utara
-
II.8. Analisis Stabilitas Bendung
II.8.1. Stabilitas Terhadap Guling
Rumus : Sf =
1,5
Dimana : Sf = faktor keamanan
Mt = besarnya momen vertikal (KNm)
Mg = besarnya momen horisontal (KNm)
(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)
II.8.2. Stabilitas Terhadap Geser
Rumus : Sf =
1,5
Dimana : Sf = faktor keamanan
V = besarnya gaya vertikal (KN)
H = besarnya gaya horisontal (KN)
(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)
II.8.3. Stabilitas Terhadap Eksentrisitas
Rumus : a = MtMg
V
e = ( B/ 2 a ) < 1/6 . B
Dengan : B = lebar dasar bendung yang ditinjau ( m )
( Sumber : DPU, Standar Perencanaan Irigasi KP-02 )
II.8.4. Terhadap Daya Dukung Tanah
Rumus daya dukung tanah Terzaghi :
Universitas Sumatera Utara
-
qult = c . Nc + . Nq . Df + 0,5 . . B . N
(Mekanika Tanah Jilid I, Braja M. Das )
= qultFS
Kontrol :
maks = RVB
( 1+ 6.eB
) < min = RV
B ( 1 6.e
B ) > 0
(Teknik Bendung, Ir.Soedibyo, Hal : 107 )
Dimana :
SF = faktor keamanan
RV = gaya vertikal (Ton)
B = panjang tubuh bendung (m)
= tegangan yang timbul (T/m2)
= tegangan ijin (T/m2)
II.9. Tekanan Air
II.9.1. Tekanan hidrostatik
Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan
air dan sama
dengan :
PH = w . z di mana : PH = tekanan hidrostatik, kN/m2
w = berat volume air, kN/m3 ( 10)
z = jarak dari permukaan air bebas, m.
Universitas Sumatera Utara
-
Gaya tekan ke atas (uplift) yang bekerja pada lantai bangunan
adalah sama dengan berat volume air yang dipindahkan oleh
bangunan.
II.9.2. Tekanan hidrodinamik
Harga pasti untuk gaya hidrodinamik jarang diperlukan karena
pengaruhnya
kecil saja pada jenis bangunan yang digunakan di jaringan
irigasi. Prinsip gaya
hidrodinamik adalah bahwa jika kecepatan datang (approach
velocity) cukup tinggi dan
oleh sebab itu tinggi energi besar, maka akan terdapat tekanan
yang makin besar pada
bagian-bagian dinding (lihat Gambar 3.7).
Universitas Sumatera Utara
-
II.9.3. Rembesan
Rembesan atau perkolasi air melalui tanah di sekitar bangunan
diakibatkan oleh
beda tinggi energi pada bangunan itu.
Pada Gambar 3.8 ditunjukkan dua macam jalur rembesan yang
mungkin terjadi: (A) jalur
rembesan di bawah bangunan dan (B) jalur rembesan di sepanjang
sisi bangunan.
Perkolasi dapat mengakibatkan hal-hal berikut :
(a) tekanan ke atas (statik)
(b) erosi bawah tanah/piping (konsentrasi aliran yang
mengakibatkan
kehilangan bahan)
(c) tekanan aliran (dinamik).
Rembesan dapat membahayakan stabilitas bangunan.
Universitas Sumatera Utara
-
a. Gaya tekan ke atas
Gaya tekan ke atas pada tanah bawah dapat ditemukan dengan
membuat jaringan
aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh
Lane untuk teori angka
rembesan (weighted creep theory)
a.l. Jaringan aliran
Jaringan aliran dapat dibuat dengan:
(1) plot dengan tangan
Universitas Sumatera Utara
-
(2) analog listrik atau
(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada
komputer.
Dalam metode analog listrik, aliran air melalui tanah bawah
dibandingkan dengan
aliran listrik melalui medan listrik daya-antar konstan.
Besarnya voltase sesuai dengan
tinggi piesometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran
listrik dengan kecepatan
air (lihat Gambar 39). Biasanya plot dengan Langan yang
dilakukan dengan seksama
akan cukup memadai.
a.2. Teori angka rembesan Lane
Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang
horisontal memiliki
daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah
dibandingkan dengan bidang
vertikal. Ini dapat dipekai untuk menghitung gaya tekan ke atas
di bawah bangunan
dengan cars membagi beds tinggi ener&i pada bangunan sesuai
dengan panjang relatif di
sepanjang pondasi (lihat Gambar 3.10).
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x
di sepanjang
dasar bangunan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Px = Hx
H
dimana :
Universitas Sumatera Utara
-
Px = gaya angkat pada x , kg/m2
L = panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah, m
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m
H = beda tinggi energi, m
Hx = tinggi energi di hulu bendung, m.
dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut
cara
Lane, bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang
membentuk
sudut 45 atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap
vertikal.
b. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)
Bangunan-bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air
hendaknya dicek
stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh
akibat naiknya dasar galian
Universitas Sumatera Utara
-
(heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan. Bahaya terjadinya
erosi bawah tanah dapat
dicek dengan jalan membuat jaringan aliran/flownet (lihat pasal
3.3.3.a.1) dan dengan
beberapa metode empiris, seperti:
- Metode Bligh
- Metode Lane, atau
- Metode Koshla
Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane
(weighted creep
ratio method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan
guna mengetahui
adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman
dan mudah dipakai.
Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain
mungkin dapat
memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya
lebih sulit. Metode lane ini
membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di
sepanjang bidang
bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua
sisi bangunan. Di
sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari
45 dianggap vertikal dan
yang kurang dari 45 dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap
memiliki daya tahan
terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal.
Oleh karena itu, rumusnya adalah :
CL = Lv + 13 LhH
di mana :
CL = Angka rembesan Lane (lihat Tabel 3.7)
Lv = jumlah panjang vertikal, m
LH = jumlah panjang horisontal, m
Universitas Sumatera Utara
-
H = beda tinggi muka air, m.
Tabel 2.4 harga-harga minimum angka rembesan Lane (CL)
Pasir sangat halus atau lanau 8,5 Pasir halus 7,0 Pasir sedang
6,0 Pasir kasar 5,0 Kerikil halus 4,0 Kerikil sedang 3,5 Kerikil
kasar termasuk berangkal 3,0 Bongkah dengan sedikit berangkal dan
kerikil 2,5 Lempung lunak 3,0 Lempung sedang 2,0 Lempung kasar 1,8
Lempung sangat kasar 1,6 III.9.4. Kombinasi Pembebanan
Tabel berikut ini menunjukkan kombinasi pembebanan dan kenaikan
dalam
tegangan izin rencana.
Universitas Sumatera Utara
-
No. Kombinasi Pembebanan Kenaikan Tegangan Izin
1. M + H + K + T + Thn 0%
2. M +H + K + T + Thn + G 20%
3. M + H + K + T + Thb 20%
4. M + H + K + T + Thn + G 50%
5. M + H + K + T + Thb + Ss 30%
Dimana:
M = Beban mati
H = Beban hidup
K = Beban kejut
T = Beban tanah
Thn = Tekanan air normal
Thb = Tekanan air selama banjir
G = Beban gempa
Ss = Pembebanan sementara selama pelaksanaan
II.9.5. Daya dukung tanah bawah untuk pondasi
Daya dukung dapat dicari dari rumus berikut (dari Terzaghi):
qu = c Nc + z Nq + b B N
dimana : qu = daya dukung batas, kN/m2
c = kohesi, tegangan kohesif, kN/m2
Nc, Nq dan N = faktor-faktor daya dukung tak berdimensi
diberikan pada Gambar 2.3
Universitas Sumatera Utara
-
= berat volume tanah, kN/m3
B = lebar telapak pondasi, m
dan faktor tak berdimensi, diberikan pada Tabel 2.5
z = kedalaman pondasi di bawah permukaan, m.
Besarnya daya dukung izin bisa dicari dari :
qa =
+
dimana :
qa = daya dukung izin, kN/m2
qu = daya dukung batas, kN/m2
F = faktor keamanan (2 sampai 3) = berat volume tanah, kN/m3 Z =
kedalaman pondasi di bawah permukaan tanah, m.
Harga-harga perkiraan daya dukung izin disajikan pada Tabel
(terlampir)
Universitas Sumatera Utara
-
III.9.5.1. Penurunan tanah dasar
Penurunan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus logaritmik
Terzaghi
berikut :
z = h ln +
dimana:
z = penurunan, m
11 = tebal lapisan yang dapat dimampatkan
(dipadatkan), m
C = modulus kemampatan tak berdimensi
Universitas Sumatera Utara
-
ak = tegangan butiran awal di tengah lapisan, kN/m2
k = tambahan tegangan butir akibat beban di permukaan,
kN/m2.
II.9.6. Spesifikasi Mutu/Material
Bangunan bendung dapat dibuat dari pasangan batu atau beton,
atau campuran
kedua bahan ini yang masing-masing bahan bangunannya
mempengaruhi bentuk dan
perencanaan bangunan tersebut.
(i) Pasangan batu
Sampai saat ini pasangan batu dilaksanakan dengan cara tidak
standart dan
belum ditemukan cara mengontrol kekuatan pasangan batu. Kualitas
pasangan
batu kali sangat ditentukan oleh komposisi campuran dan
kerapatan adukan dalam
speci antar batu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
kedisiplinan tukang
dalam merocok adukan dan tingkat kejujuran pengawas lapangan.
Perilaku tukang
Universitas Sumatera Utara
-
dan pengawas yang kurang memadai dapat mengakibatkan rendahnya
mutu
pasangan batu kali.
Pasangan batu kali dapat dipakai pada bangunan melintang sungai
dengan syarat-
syarat batasan sebagai berikut :
a. Tinggi bendung maksimum 3 m
b. Lebar sungai maksimum 30 m
c. Debit sungai per satuan lebar dengan periode ulang 100
tahun maksimum 8 m3/dt/m
d. Tinggi tembok penahan tanah maksimum 6 m
Bangunan atau bagian bangunan diluar syarat-syarat batasan di
atas akan
memakai material lain misalnya beton, yang tentunya memerlukan
biaya lebih
mahal, namun lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan
bangunan.
Pasangan batu akan dipakai apabila bahan bangunan ini (batu-batu
berukuran
besar) dapat ditemukan di atau dekat daerah itu. Permukaan
bendung yang
terkena abrasi langsung dengan air dan pasir, biasanya
dilindungi dengan lapisan
batu keras yang dipasang rapat-rapat. Batu ini disebut batu
candi, yaitu batu-batu
yang dikerjakan dengan tangan dan dibentuk seperti kubus agar
dapat dipasang
serapat mungkin.
(ii) Beton
Di Indonesia beton digunakan untuk bendung pelimpah skala besar
dan
tinggi melebihi syarat-syarat batasan seperti tersebut dalam
butir (i). Meskipun
biayanya tinggi, tetapi lebih memberikan jaminan kualitas dan
keamanan
bangunan. Hal ini bisa tercapai karena prosedur pelaksanaan dan
kontrol kekuatan
Universitas Sumatera Utara
-
bahan mengacu pada standart yang sudah baku. Di samping itu di
daerah-daerah
di mana tidak terdapat batu yang cocok untuk konstruksi pasangan
batu, beton
merupakan alternatif.
(iii) Beton Komposit
Bendung skala besar dan/atau tinggi melebihi batasan
syarat-syarat dalam
butir (i) yang terbuat dari beton, akan memerlukan biaya yang
mahal mengingat
volumenya yang besar. Dalam hal demikian tanpa mengurangi
syarat-syarat
keamanan struktur bangunan diperbolehkan menggunakan beton
komposit, yaitu
struktur beton yang di dalam tubuhnya diisi dengan pasangan batu
kali. Tebal
lapisan luar beton minimal 60 cm.
Lindungan permukaan
Tipe dan ukuran sedimen yang diangkut oleh sungai akan
mempengaruhi
pemilihan bahan yang akan dipakai untuk membuat permukaan
bangunan yang langsung
bersentuhan dengan aliran air. Ada tiga tipe bahan yang bisa
dipakai untuk melindungi
bangunan terhadap gerusan (abrasi), yakni:
Batu Candi, yakni pasangan batu keras alamiah yang dibuat bentuk
blok-blok
segi empat atau persegi dan dipasang rapat-rapat. Pasangan batu
tipe ini telah
terbukti sangat tahan abrasi dan dipakai pada banyak bendung
yang terkena abrasi
keras. Bila tersedia batu-batu keras yang berkualitas baik,
seperti andesit, basal,
diabase, diorit, gabro, granit atau grano-diorit, maka
dianjurkan untuk membuat
permukaan dari bahan ini pada permukaan bendung yang dibangun di
sungai-
sungai yang mengangkut sedimen abrasif (berdaya gerus kuat).
Universitas Sumatera Utara
-
Beton, jika direncana dengan baik dan dipakai di tempat yang
benar, merupakan
bahan lindungan yang baik pula, beton yang dipakai untuk
lindungan permukaan
sebaiknya mengandung agregat berukuran kecil, bergradasi baik
dan berkekuatan
tinggi.
Baja, kadang-kadang dipakai di tempat yang terkena hempasan
berat oleh air
yang mengandung banyak sedimen. Khususnya blok halang di kolam
olak dan
lantai tepat di bawah pintu dapat dilindungi dengan pelat-pelat
baja.
Universitas Sumatera Utara