Top Banner
BAB III PEMBAHASAN MATERI 3.1. Pemilihan Jenis Turbin Pada pabrik pengolahan kelapa sawit, uap diperoleh dari ketel uap yang menggunakan bahan bakar cangkang dan serabut kelapa sawit. Uap panas lanjut yang dihasilkan ini kemudian dialirkan keturbin uap untuk memutar generator dan menghasilkan energi listrik. Uap bekas dari turbin uap didistribusikan ke unit-unit pengolahan kelapa sawit dengan menggunakan alat BPV (Back Pressure Vessel). Disamping listrik tenaga uap, pabrik pengolahan kelapa sawit juga menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel dengan penggerak mula motor diesel yang dihubungkan dengan generator, setelah turbin uap beroperasi beban yang ada pada motor diesel dipindahkan ke turbin uap. Dalam perencanaan ini dipilih turbin uap impuls jenis curtis. Adapun alasan dan pertimbangan dalam pemilihan jenis turbin ini adalah : 1. Pertimbangan efesiensi dan keandalan Turbin curtis mempunyai efesiensi yang tinggi sehingga energi potensial uap dapat dimanfaatkan seefesien mungkin. 2. Segi Pemeliharaan Perawatan dan pemakaian turbin impuls relatif tidak sulit. 3. Segi Kontruksi Konstruksi turbin curtis lebih sederhana jika dibandingkan dengan turbin jenis parson, dari segi pengadaan komponen mudah didapatkan seperti pengadaan nozel, sudu, bantalan dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara
59

Chapter III-VI_perencanaan PLTU

Nov 11, 2015

Download

Documents

Perencanaan PLTU batu bara
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • BAB III

    PEMBAHASAN MATERI

    3.1. Pemilihan Jenis Turbin

    Pada pabrik pengolahan kelapa sawit, uap diperoleh dari ketel uap yang

    menggunakan bahan bakar cangkang dan serabut kelapa sawit. Uap panas lanjut

    yang dihasilkan ini kemudian dialirkan keturbin uap untuk memutar generator dan

    menghasilkan energi listrik. Uap bekas dari turbin uap didistribusikan ke unit-unit

    pengolahan kelapa sawit dengan menggunakan alat BPV (Back Pressure Vessel).

    Disamping listrik tenaga uap, pabrik pengolahan kelapa sawit juga menggunakan

    pembangkit listrik tenaga diesel dengan penggerak mula motor diesel yang

    dihubungkan dengan generator, setelah turbin uap beroperasi beban yang ada pada

    motor diesel dipindahkan ke turbin uap. Dalam perencanaan ini dipilih turbin uap

    impuls jenis curtis. Adapun alasan dan pertimbangan dalam pemilihan jenis turbin

    ini adalah :

    1. Pertimbangan efesiensi dan keandalan

    Turbin curtis mempunyai efesiensi yang tinggi sehingga energi potensial

    uap dapat dimanfaatkan seefesien mungkin.

    2. Segi Pemeliharaan

    Perawatan dan pemakaian turbin impuls relatif tidak sulit.

    3. Segi Kontruksi

    Konstruksi turbin curtis lebih sederhana jika dibandingkan dengan turbin

    jenis parson, dari segi pengadaan komponen mudah didapatkan seperti pengadaan

    nozel, sudu, bantalan dan sebagainya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 42

    TURBIN GENERATORKETEL

    DEAERATOR

    BPVP1

    2

    3

    4

    5 6

    Gambar 3.1 Instalasi Pembangkit Tenaga Dari Perencanaan Turbin Uap

    Gambar 3.2 Diagram T-s

    3.2. Perhitungan Penurunan Kalor Pada Turbin

    Untuk membangkitkan energi listrik pada generator, dibutuhkan sejumlah

    uap pada kondisi tertentu untuk memutar turbin, kemudian turbin akan memutar

    poros generator.

    Universitas Sumatera Utara

  • Berdasarkan data-data survey, diperoleh kondisi-kondisi uap sebagai berikut:

    1. Tekanan uap masuk turbin (Po) = 20 Bar

    2. Temperatur uap masuk turbin (To) = 260 oC

    3. Tekanan uap keluar turbin (P2 ) = 3 Bar

    Analisa Termodinamika Untuk Penurunan Kalor

    Pada gambar diagram Mollier pada tekanan 20 bar dan suhu 2600 C titik

    A0, yang merupakan titik untuk menunjukkan kondisi uap kering, diperoleh :

    ho = 698,624 kkal/kg,

    kemudian melalui titik A0 ditarik garis adiabatik hingga mencapai tekanan 0,1 bar

    pada titik A1t.

    Sehingga diperoleh :

    h1t = 613,834 kkal/kg

    maka penurunan kalor :

    h = 698,624 kkal/kg 613,834 kkal/kg = 84,79 kkal/kg

    Kerugian pada katup pengatur diambil 5% dari tekanan uap kering.

    Penurunan tekanan pada katup pengatur :

    P = 0,05 x Po

    = 0,05 x 20 bar

    = 1 bar

    Sehingga tekanan sebelum masuk nosel adalah :

    Po' = Po - P

    Po' = 20 bar 1 bar

    = 19 bar

    Universitas Sumatera Utara

  • hi

    ho

    h1t

    h'1tA'1t

    A1t

    Ao A'o

    h

    h

    A1

    260C19 bar20 bar

    h (kJ/kg)

    s (entropi)

    Dengan menarik garis A0 sampai pada tekanan 3 bar (titik A1t) diperoleh :

    h1t = 616,222 kkal/kg.

    Sehingga penurunan kalor teoritis akibat kerugian adalah :

    h = 698,624 kkal/kg 616,222 kkal/kg = 82,40 kkal/kg.

    Gambar 3.3 Diagram Mollier untuk proses penurunan kalor pada turbin

    3.3 Menentukan Masa Aliran

    Efesiensi dalam relatif turbin ( oi ) untuk perhitungan sementara diambil

    sebesar 0,58 yang diperoleh dari grafik efesiensi turbin dengan dua tingkat

    kecepatan sebagai fungsi u/c1, untuk harga optimum sebesar 0,22.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 3.4 Efesiensi turbin implus dengan dua tingkat kecepatan

    Gambar 3.5 Effisiensi Generator

    Dengan mengambil daya yang direncanakan sebesar 1250 Kva, maka

    nilai-nilai dari berbagai efesiensi pada turbin dapat ditentukan dari gambar, untuk

    efesiensi generator ( ,944,0) =g efesiensi mekanis 986,0=m , untuk efesiensi

    roda gigi 9408,0)( =r .

    Sehingga dari persamaan det/.....3600

    860 kgHo

    NGgrmoi

    e

    =

    Dimana : Ne = daya nominal pada terminal generator, yaitu sebesar 1000 kW

    H0 = penurunan kalor turbin

    oi = efesiensi dalam relatif turbin

    Universitas Sumatera Utara

  • m = effisiensi mekanis turbin, yaitu m = 0,986 (Gambar 3.4)

    r = efesiensi roda gigi

    g = effisiensi generator, yaitu g = 0,944 (Gambar 3.5)

    Untuk turbin yang direncanakan didapat masa aliran uap sebesar:

    3.4 Perhitungan Daya Generator Listrik

    Faktor daya atau faktor kali yang disebut dengan cos () besarnya tidak

    konstan tergantung pada beban listrik yang digunakan. Ada 2 unsur yang terpakai

    dalam proses konversi daya, yaitu :

    1. Daya keluaran atau daya nyata (V.I cos ) yang digunakan dalam satuan

    Watt. Dikatakan daya nyata, karena besaran inilah yang dipakai dalam

    proses konversi daya.

    2. Daya reaktif (V.I sin ) yang diukur dengan satuan MVAR. Daya ini

    hanya membebani biaya investasi, bukan biaya operasi, yang sebenarnya

    tidak mempengaruhi suatu proses konversi daya.

    Suatu beban membutuhkan daya reaktif karena:

    a. Karakteristik beban itu sendiri.

    b. Proses konversi daya di dalam alat itu sendiri.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dari penjelasan di atas, maka daya yang harus disuplai oleh turbin uap ke

    generator harus dapat memenuhi kebutuhan daya nyata dan daya reaktif. Diagram

    pada gambar di bawah ini menggambarkan daya yang bekerja pada generator

    listrik.

    Day

    a R

    eakt

    if (M

    VA

    R)

    Daya Se

    mu (MV

    A)

    Daya Nyata (MW)

    Gambar 3.6 Diagram daya yang harus disuplai turbin uap ke generator

    Dari gambar 3.6 di atas, dapat disimpulkan bahwa daya yang dibutuhkan

    oleh generator adalah daya semu (MVA) dan daya terpasang generator adalah

    daya nyata (MW), maka :

    P = PG . cos

    Dimana :

    P = daya terpasang generator listrik = 1 MW

    PG = daya yang dibutuhkan generator listrik (MVA)

    cos = faktor daya yang besarnya 0,6 0,9. harga yang tergantung pada

    pembebanan umumnya diambil cos = 0,8. Dengan demikian dari persamaan di

    atas :

    Universitas Sumatera Utara

  • maka daya transmisi pada roda gigi (Pt) :

    Dimana :

    tz = efisiensi roda gigi yang ditentukan dari gambar 3.4 = 0,9408

    3.5 Segitiga Kecepatan Turbin Dengan Dua Tingkat Kecepatan

    Dengan merancang turbin terdiri dari dua baris sudu (dua tingkat

    kecepatan) dan dengan mengambil harga (u/c1) optimum sebesar 0,22 dan

    koefesien kecepatan () sebesar 0,95 maka kecepatan absolute uap keluar nozel:

    Kecepatan uap keluar teoritis (C1t) adalah

    Kecepatan keliling sudu:

    U = (u/c1) x C1

    U = 0,22 x 800,42

    U = 176,09 m/det

    Dengan mengambil sudut masuk uap 1 sebesar 200, diperoleh kecepatan relatif

    uap memasuki sudu gerak baris pertama (W1) :

    Universitas Sumatera Utara

  • Sudut kecepatan relatif uap memasuki sudu gerak baris pertama :

    Gambar 3.7 Segi tiga kecepatan untuk turbin impuls dengan dua tingkat kecepatan

    Kecepatan relatif uap pada sisi keluar sudu gerak I, dimana koefesiensi sudu- sudu

    baris pertama diambil 0,82

    w2 = x w1 = 0,82 x 637,80 = 522,996 m/det

    Dengan mengambil sudut relatif keluar uap (2) lebih kecil 30 dari sudut

    kecepatan relatif masuk uap: 2 = 25,420 - 30 = 22,420,

    diperoleh kecepatan absolute uap keluar sudu gerak I :

    Sudut kecepatan keluar absolute uap keluar sudu gerak I :

    Universitas Sumatera Utara

  • Kerugian kalor pada nozel :

    Kerugian kalor pada sudu gerak I:

    Kecepatan absulute uap masuk sudu gerak II:

    Dimana : gb adalah koefesiensi sudu pengarah

    Sudut pengarah pada sisi keluar :

    1 = 2 - 3

    1 = 32,98 - 3

    1 = 29,98

    Kecepatan relatif uap pada sisi masuk sudu gerak II :

    Universitas Sumatera Utara

  • Sudut kecepatan relatif uap masuk ke sudu gerak II :

    Kecepatan relatif uap keluar sudu gerak II :

    W2 = .W1 = 0,88 x 181,66 = 159,86 m/det

    Sudut keluar relatif uap sudu gerak baris II:

    2 ' = 1 ' - 3

    2 ' = 58,95 - 3

    2 ' = 55,95

    Kecepatan absolute uap keluar sudu gerak baris II:

    Sudut keluar absolute uap sudu gerak II:

    Kerugian kalor pada sudu pengarah :

    Universitas Sumatera Utara

  • Kerugian kalor pada sudu gerak baris kedua :

    Kerugian kalor akibat kecepatan keluar :

    Efisiensi pada keliling cakram dihitung melalui persamaan :

    Dimana :

    C1u = C1 x cos 1 = 800,42 x cos 200 = 752,15 m/det

    C2u = C2 x cos 2 = 366,42 x cos 32,980 = 307,38 m/det

    C1 'u = C1 ' x cos 1 ' = 311,46 x cos 29,98 = 269,79 m/det

    C2 'u = C2 ' x cos 2 ' = 158,24 x cos 123,17 = -86,58 m/det

    Untuk memeriksa ketepatan perhitungan kerugian kerugian kalor yang

    diperoleh diatas hasilnya dibandingkan dengan hasil hasil yang diperoleh untuk

    nilai u/c1 yang optimum :

    Universitas Sumatera Utara

  • kesalahan perhitungan :

    Persen error < 2%

    Kerugian akibat gesekan cakram dan kerugian pengadukan ditentukan dari:

    GN

    h gcagca 427102

    =

    Dimana : = koeffisien uap panas lanjut, antara 1,1 dan 1,2, dan untuk uap

    jenuh sama dengan 1,3.

    = 1/ 0,2774 = 3,6049 kg/m3 adalah volume spesifik uap sesudah

    nozel.

    d = diameter rata-rata sudu

    Maka :

    Universitas Sumatera Utara

  • Sehingga kerugian akibat gesekan cakram dan kerugian pengadukan diperoleh:

    Penurunan kalor yang dimanfaatkan dalam turbin sebesar :

    Maka :

    Dari nilai oi ini dapat dicari nilai masa aliran yang tepat melalui turbin :

    Universitas Sumatera Utara

  • Jika terdapat ketidak sesuaian lebih dari 2 % kerugian energi ( gcah ) harus

    dievaluasi ulang dan diperoleh nilai massa aliran yang sebenarnya.

    Perbedaan antara masa aliran uap yang diperoleh dari perhitungan pendahuluan

    dan dari perhitungan akhir adalah :

    Karena ketidak sesesuaian masih pada batas-batas yang di ijikan, oleh

    karena itu perhitungan tidak perlu diulang lagi.

    3.6 Daya Turbin Uap

    Daya dalam turbin uap (Ni):

    Daya efektif (Neff)

    Dimana :

    m = efesiensi mekanis yang ditentukan dari gambar 3.4 = 0,986

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB IV

    PERHITUNGAN UKURAN UTAMA TURBIN

    4.1 Perhitungan Ukuran Poros

    Poros berfungsi sebagai penghubung yang memindahkan daya dan putaran

    turbin serta tempat pemasangan cakram dan sudu, beban yang akan dialami poros

    ini adalah:

    1. Beban lentur yang berasal dari berat sudu-sudu dan cakram.

    2. Beban puntir yang berasal dari cakram

    Dalam perancangan poros dari segi kekuatan mekanis, tegangan-tegangan

    pada penampang diambil sebagai dasar perhitungan, yang antara lain :

    1. Penampang yang momen lenturnya terbesar

    2. Penampang yang momen puntirnya maksimum

    Untuk poros putaran sedang dan beban berat digunakan baja paduan

    dengan pengerasan kulit. Untuk ini dipilih bahan poros adalah baja krom nikel

    JIS 4102 SNC 21 yang memiliki kekuatan tarik 80 kg/mm2. Tegangan geser yang

    diizinkan untuk bahan poros dapat dihitung berdasarkan persamaan :

    a = b / Sf1 x Sf2

    dimana:

    Sf1 = faktor keamanan terhadap bahan baja paduan (6,0)

    Sf2 = faktor keamanan karena adanya pasak, dan konsentrasi

    tegangan (1,3 - 3,0), diambil sebesar 2,7

    Universitas Sumatera Utara

  • a = 7,26/80 2

    mmkg

    a = 4,94 kg/mm2

    Daya nominal yang ditransmisikan pada perencanaan ini sebesar 1391 kW pada

    putaran 5000 rpm.

    Besarnya momen torsi poros (Mt) dapat dihitung dengan persamaan:

    Diameter poros dp dihitung dengan persamaan:

    dimana :

    Kt = faktor pembebanan (1,5 - 3,0) untuk beban kejutan dan

    tumbukan yang besar diambil 2,6

    Cb = faktor pembebanan lentur (1,2 - 2,3) (diambil 2,2)

    Maka :

    Dari standar poros yang ada maka dipilih diameter poros terkecil yang

    dipakai pada perencanaan ini adalah 120 mm.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4.2 Perhitungan Ukuran Nosel dan Sudu Gerak

    Nosel adalah suatu peralatan lintasan aliran dengan luas penampang pada

    kedua ujungnya berbeda, dimana kecepatan aliran gas atau cairan yang melaluinya

    akan meningkat searah dengan lintasan aliran, 1212 , PPVV , kerja yang ada pada

    nosel hanya kerja aliran.

    Penampang terkecil pada nosel disebut kerongkongan, nosel berfungsi

    untuk mengubah energi panas ke bentuk energi kinetik dengan kerugian yang

    minimum, pada proses expansi turunnya tekanan aliran uap akan menyebabkan

    sebagian uap berubah menjadi kondensat.

    Nilai minimum terjadi pada kerongkongan yang disebut tekanan kritis (pkr)

    yang sama dengan 0,577 Po (untuk uap jenuh) dan 0,546 Po (untuk uap panas

    lanjut). Kecepatan uap pada tekanan ini disebut kecepatan kritis.

    Bila tekanan sesudah nozel lebih besar dari tekanan kritis P1 > pkr, maka

    ekspansi uap yang terjadi hanya sampai tekanan P1 dan kecepatan uap pada sisi

    keluar tekanan ini lebih kecil dari kecepatan kritis, dalam hal ini digunakan nozel

    konvergen, sedangkan untuk mendapatkan tekanan sisi keluar P1 < pkr dan

    kecepatan superkritis C1 > Ckr digunakan nosel konvergen divergen.

    Untuk menentukan jenis nozel terlebih dahulu ditentukan harga-harga

    tekanan kritis pkr.

    4.2.1 Tinggi Nozel dan Sudu Gerak

    Kondisi uap pada baris pertama adalah uap panas lanjut, maka tekanan

    kritisnya: pkr = 0,546 x P0

    pkr = 0,546 x 19 bar = 10,374 bar

    Universitas Sumatera Utara

  • Dimana tekanan sesudah nozel P1= 3 bar, karena P1 lebih kecil dari pkr, maka

    digunakan nozel konvergen divergen.

    Penampang sisi keluar nozel:

    f1 = 11

    o

    cG

    (m2)

    dimana :

    G0 = massa aliran uap = 7,022 kg/det

    1 = volume spesifik uap pada penampang sisi keluar = 0,62352 m3/kg

    C1 = kecepatan aktual uap pada penampang sisi keluar = 800,42 m/det

    Tinggi nosel, disarankan diantara10 mm - 20 mm, dan derajat pemasukan

    parsial, tidak kurang dari 0,2. Untuk turbin-turbin dengan kapasitas besar dan

    menengah dengan sudu-sudu yang relatif besar, nilai derajat pemasukan parsial

    dapat mencapai satu.

    Dengan membuat tinggi nozel ln sebesar 16 mm, diperoleh derajat pemasukan

    parsial uap :

    Tinggi sisi masuk sudu gerak baris yang pertama dibuat sebesar :

    l1' = ln + 2 = 16 + 2 = 18 mm

    Universitas Sumatera Utara

  • Tinggi sudu nosel baris yang pertama pada sisi keluarnya:

    dimana:

    1' = merupakan volume spesifik uap keluar sudu gerak baris pertama

    = 0,64705 m3/kg.

    Tinggi masuk sudu pengarah diambil lebih besar 1,1 mm dari tinggi sudu

    nosel baris pertama, sehingga :

    lgb = l1 '' + 1,1 = 22,79 + 1,1 = 23,89 mm

    Tinggi sisi keluar sudu ini akan sebesar:

    Dalam perencanaan ini diambil tinggi sisi keluar sudu sebesar 29 mm

    lgb'' = 29 mm

    Tinggi sudu gerak sisi masuk baris kedua

    l2' = lgb" + 2

    l2' = 29 + 2 = 31 mm

    Tinggi sudu gerak sisi keluar baris kedua

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 4.1 Ukuran Nozel dan Sudu Gerak

    Bahan nosel diambil dari baja yang sama dengan bahan sudu karena dari

    kondisi uap yang masuk merupakan uap panas lanjut, sehingga material nosel

    yang dipilih adalah baja krom nikel tahan karat AISI UNS NO.41400 dengan

    tegangan tarik dan lentur total akibat gaya sentrifugal yang adalah sebesar 2137

    kg/cm2, jadi pemilihan bahan di atas sudah aman.

    4.2.2 Lebar Sudu Gerak

    Lebar sudu gerak berkisar 20 - 25 mm untuk turbin kapasitas menengah dan besar.

    Dalam perencanaan ini ditetapkan lebar sudu gerak 20 mm. Besarnya jari- jari

    busur dari profil sudu baris pertama dapat dihitung dengan persamaan :

    Jari-jari busur sudu gerak baris kedua

    Jari-jari busur sudu pengarah

    Universitas Sumatera Utara

  • 4.2.3 Jarak bagi antara Sudu Gerak

    Jarak antara masing-masing sudu pada sudu gerak turbin dapat dihitung dengan

    persamaan :

    Jarak bagi sudu-sudu gerak baris pertama

    Jarak bagi sudu-sudu gerak baris kedua

    Jarak bagi sudu-sudu pengarah

    4.2.4 Jumlah Sudu

    Jumlah sudu pada tingkat pengaturan dihitung dengan persamaan:

    Pada sudu gerak baris pertama

    Dimana :

    d = diameter sudu rata rata tingkat pertama

    t1 = jarak bagi sudu baris pertama

    Pada sudu gerak baris kedua

    Pada sudu pengarah

    Universitas Sumatera Utara

  • 4.3 Kekuatan Sudu

    Kekuatan sudu turbin cukup dihitung pada bagian-bagian yang terlemah,

    dan bila pada bagian ini ternyata sudah aman, maka bagian yang lain akan lebih

    aman. Besarnya tegangan tarik akibat gaya radial yang memiliki nilai terbesar

    yaitu pada sudu gerak baris kedua, dapat dihitung dengan persamaan :

    Dimana: n = putaran roda turbin = 5000 rpm

    = massa jenis bahan sudu = 0,00785 kg/cm3

    l"2 = tinggi sudu keluar baris ke dua = 3,476 cm

    r = jari-jari rata-rata sumbu sudu = 67,3/2 = 33,652 cm

    rs = jari-jari rata-rata plat penguat sudu

    rs = r + 0,5 x l2"+ 0,5 x s ; (s = tebal selubung = 0,2 cm)

    rs = 33,652 + 0,5 x 3,476 + 0,5 x 0,2 = 38,328 cm

    ts = panjang setiap bilah selubung

    ts =

    (Dimana : lebar akar sudu untuk turbin kapasitas menenga adalah 30 40 mm,

    diambil 30 mm.)

    Fs = luas plat penguat sudu, dimana lebar selubung = 30 mm = 3 cm

    = b x tebal selubung = 3 x 0,2 = 0,6 cm2

    Universitas Sumatera Utara

  • Tegangan tarik dan lentur total akibat gaya sentrifugal yang diizinkan

    untuk baja krom nikel tahan karat AISI UNS NO.41400 adalah sebesar 2137

    kg/cm2, jadi pemilihan bahan di atas sudah aman. Tegangan lentur akibat tekanan

    uap dapat ditentukan dari persamaan berikut ini:

    Besarnya gaya akibat rotasi pada sudu gerak baris ke dua adalah :

    Pu1 = 1

    uo

    z.u.hG.427

    (kg)

    dimana:

    hu = penurunan kalor yang dimanfaatkan dalam turbin(51,76 kkal/kg)

    = derajat pemasukan parsial ( 0,4737 )

    z1 = jumlah sudu pada baris kedua (191 buah)

    u = kecepatan tangensial (176,09 m/det)

    maka:

    Gaya yang terjadi akibat perbedaan tekanan uap masuk dan keluar sudu didapat

    dari persamaan :

    Pa1 = l . t (P1 P2) kg

    dimana :

    l = tinggi sudu baris kedua

    t = jarak antara sudu pada diameter rata rata

    P1 = tekanan uap sebelum sudu

    P2 = tekanan uap sesudah sudu

    Pa1 = 34,76 x 1,34 (0,20 0,1) = 4,657 kg

    Universitas Sumatera Utara

  • Gaya yang bekerja akibat perbedaan momentum uap yang mengalir :

    P a1 = ( )

    1

    u2u1o

    z..gC-CG

    (kg)

    maka :

    Sehinga besarnya resultan gaya (Po1) akibat tekanan uap dihitung dengan

    persamaan :

    Dengan menganggap Po1 konstan sepanjang sudu gerak baris kedua maka

    momen lengkung yang terjadi (Mx1) adalah :

    Mx1 = 2l.P 11 (kg.cm)

    Dimana: P1 = Po1 cos = Po1 (karena = 0)

    l1 = 2

    356328 + = 342 mm = 34,20 cm

    Sehingga :

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 4.2. Gaya-gaya lentur pada Sudu

    Tegangan lentur yang memiliki nilai terbesar terjadi disepanjang sudu

    gerak 10, dapat dihitung dengan persamaan :

    b = Mx1/Wy1 (kg/cm2)

    dimana Wy1 = momen perlawanan terkecil sudu relatif terhadap y-y

    = 0,16286 cm3 (table 4.1)

    maka : b = 27,901/0,16286

    b = 171,318 kg/cm2

    Untuk turbin pemasukan penuh : b 380 kg/cm2, dengan demikian konstruksi

    sudu yang direncanakan sudah aman.

    Table 4.1 Momen perlawanan terkecil sudu relatif terhadap sudu y-y

    No F e (F.e) (eo-e)2 F(eo-e)2

    1 0,5065 0,33 0,617145 51,37879 26,02336

    2 1,2311 0,83 1,021813 44,46089 54,7358

    3 1,7838 1,33 2,372454 38,04299 67,86109

    4 2,6897 1,83 4,922151 32,12509 86,40686

    Universitas Sumatera Utara

  • 5 4,2032 2,33 9,793456 26,70719 112,2557

    6 6,9121 2,83 19,56124 21,78929 150,6098

    7 11,9904 3,33 39,92803 17,37139 208,2899

    8 14,2559 3,83 54,59991 13,45349 191,7909

    9 13,3556 4,33 57,82953 10,003559 134,0308

    10 12,4552 4,83 60,15862 7,11769 88,65226

    11 11,5549 5,33 61,58735 4,69979 54,30537

    12 10,6303 5,83 61,97436 2,78189 29,57219

    13 9,5261 6,33 60,30021 1,36399 12,99351

    14 7,7518 7,33 52,94445 0,44609 3,457981

    15 4,7474 34,79836 0,02819 0,133831

    113,5937 521,9591 ly = 1221,119

    4.4 Pembahasan Perhitungan Ukuran Cakram

    Jenis cakram yang dipilih adalah jenis cakram konis, hal ini berguna untuk

    mengurani tegangan-tegangan yang diinduksikan pada kelepak, yaitu tempat

    cakram bertemu dengan hub. Tegangan radial akibat sesuaian paksa pada poros :

    r0 = 50 kg/cm2.

    Tegangan radial pada jari-jari r2 akibat gaya sentrifugal sudu-sudu dan pelek (rim)

    adalah r2 = 1902,96 kg/cm2.

    ro = jari-jari dalam cakram = 0,5 dp = 0,5 x 110 = 55 mm

    r2 = jari jari luar cakram = (923/2)-(356/2) = 283,5 mm

    r1 = jari jari hub = r2/2 = 283,5/2 = 141,75 mm

    Universitas Sumatera Utara

  • Y1 = tebal kaki cakram = 40 mm (ditetapkan)

    Y = tebal cakram bagian atas = 12 mm (ditetapkan)

    Y0 = tebal hub = 2.y1= 2 x 45 = 80 mm (ditetapkan)

    Gambar 4.3. Penampang Cakram Kelepak Konis

    Jari-jari konis sempurna (R pada gambar 4.3) dihitung dengan persamaan :

    Tegangan lentur pada bagian cakram yang tipis pada jari-jari R = 18,0 cm

    dihitung dengan persamaan :

    u = g

    U2 (kg/cm2)

    Dimana :

    U = 14836,5 cm/det (Kecepatan keliling pada jari-jari R)

    = 0,00785 kg/cm3 (bobot spesifik bahan cakram)

    Universitas Sumatera Utara

  • Sehingga:

    Tegangan pada bagian dalam cakram pada jari-jari r1 dihitung dari :

    u = g

    U12 (kg/cm2)

    dimana:

    Maka:

    Untuk menghitung tegangan-tegangan pada bagian penting konis

    cakram, dihitung dari persamaan :

    a. Tegangan radial pada jari-jari r2

    r2 = u . p0 + A.p1 + B.p2 (kg/cm2) ..... [4.1]

    b. Tegangan radial dan tangensial pada kelepak (collar) jari-jari r1

    r1 = u . p0 + A.p1 + B.p2 (kg/cm2) ..... [4.2]

    t1 = u . q0 + A.q1 + B.q2 (kg/cm2) ..... [4.3]

    A dan B adalah konstanta integrasi yang diperoleh dari kondisi batas, dan

    p dan q adalah koefisien yang tergantung pada perbandingan r/R = x.

    Universitas Sumatera Utara

  • Untuk bagian hub:

    a. Pada jari-jari r hub = r1

    t1 = hub + (1-y1/y0). v. r1 (kg/cm2) ..... [4.4]

    Dengan v koefisien pemampatan melintang = 0,3

    b. Pada permukaan melingkar cakra pada jari-jari r0:

    r0 = lo. u + l1o 0

    1

    yy

    . r1 + l2o thub (kg/cm2) ..... [4.5]

    Koefisien p0, p1, p2, q0, q1 dan q2 diperoleh dari kurvakurva yang

    diberikan pada gambar 4.4.berikut :

    Gambar 4.4. Berbagai Koefisien untuk Cakram Konis

    Koefisien-koefisien untuk persamaan [4.1] diperoleh dari :

    Diperoleh: p0 = 0,0814 ; p1 = 5,43 ; p2 = -0,29

    Universitas Sumatera Utara

  • Koefisien untuk persamaan [4.2] dan [4.3]:

    X =075,33175,141 =

    Rr

    = 0,229

    Diperoleh: p0 = 0,18 ; p1 =1,75 ; p2 = -12,1 ; q0 = 0,177 ; q1 = 1,65 ; q2 = 17,57

    Koefisien - koefisien 1o, 11o, l2o dihitung dari ro/r hub = 112/14,175 = 0,7901 atau

    rhub/r0 = 14,175/112 =1,2625, sehingga:

    1o = 3,3/8 [0,7875 (r0/rhub)2 + 0,2125(rhub/r0)2]

    1o = 3,3/8 [0,7875 (0,7901)2 + 0,2125(1,2625)2] = 0,2077

    l1o = 0,5 [1 + (r0/rhub)2] (rhub/r0)2

    l1o = 0,5 [1 + (0,7901)2] (1,2625)2 = 1,301

    12o= -0,5 [1 - (r0/rhub)2] (rhub/r0)2

    12o = -0,5 [1 - (0,7901)2] (1,2625)2 = -0,301

    Dengan mensubstitusikan koefisien koefisien dan nilai numerik y1, yo

    dan y ke persamaan [4.1 - 4.5] dengan bilangan yang belum diketahui pada sisi

    kiri diperoleh:

    1902,96 = 3118,76 x 0,058 + A x 7,2 + B(-0,17)

    7,2 A 0,17 B = 1722,072 ..... [4.6]

    r1 = 3118,76 x 0,165 + A x 2,27 + B(-2,62)

    2,27 A 2,62 B - r1 = -514,595 ..... [4.7]

    t1 =3118,76 x 0,172 + A x 2 + B x 6,16

    2 A + 6,16 B - t1 = -536,427 ..... [4.8]

    t1 = thub + (1- 80/160) 0,3 . r1

    thub + 0,15r1 - t1 = 0 ..... [4.9]

    Universitas Sumatera Utara

  • -100 = 0,2077 x 572,83 + 1,301 x (80/160) . r1 + (-0,301). t hub

    0,6505 r1 0,301thub = -218,977 ..... [4.10]

    Persamaan diatas diselesaikan dengan jalan menghilangkan bilangan yang

    tidak diketahui secara berurutan. Dengan membagi persamaan [4.10] dengan

    0,301 dan menambahkannya ke persamaan [4.9] diperoleh :

    2,31 r1 - t1 = -727,498 ..... [4.11]

    Persamaan [4.8] dikurangkan dengan persamaan [4.11] diperoleh:

    2 A + 6,16 B 2,31 r1 = - 191,071 ..... [4.12]

    Dengan membagi persamaan [4.12] dengan 2,31 dan mengurangkannya dari persamaan [4.7] diperoleh:

    1,404 A +(-5,287) B = -431,88 ..... [4.13]

    A dan B dapat dihitung dari persamaan [4.6 - 4.13] :

    7,2 A 0,17 B = 1722,072

    1,404 A - 5,287 B = - 431,88

    diperoleh : A = 242,627 B = 146,118

    Maka tegangan tegangan r1, t1, thub dan rhub dapat dihitung:

    r1 = 3118,76 x 0,165 + 242,627 x 2,27 + 146,118 x (-2,62)

    = 682,530 kg/cm2 (dari persamaan [4.7])

    t1 = 3118,76 x 0,172 + 242,627 x 2 + 146,118 x 6,16

    = 1921,768 kg/cm2 (dari persamaan [4.8])

    t hub = 1921,768 0,15 x 682,530

    = 1819,389 kg/cm2 (dari persamaan [4.9])

    Universitas Sumatera Utara

  • Tegangan pada permukaan-permukaan silindris pada jari-jari hubr adalah

    seragam,maka :

    rhub = 1r0

    1 .yy

    = 530,68216080

    = 341,265 kg/cm2.

    Jenis baja yang digunakan untuk konstruksi cakram turbin tergantung pada

    besarnya tegangan yang dialami dan kondisi operasi yang dibagi menjadi

    3 kategori seperti terdapat pada tabel 4.2 berikut ini:

    Tabel 4.2 Sifat sifat Baja yang digunakan pada pembuatan cakram

    Kategori Cakra

    Tegangan Ultimate, kg/mm2

    Titik serah, kg/mm2

    Perpanjangan relatif, %

    Pengecilan luasan relatif, %

    Kelentingan spesifik, kg.m/cm2

    Kekerasan Brinell, kg/mm2

    I 63 32 17 35 4 170 207

    II 75 40 17 35 4 187 223 III 90 75 15 35 3 289 321

    Tegangantegangan yang diizinkan untuk masingmasing hal ditentukan

    dengan memperhatikan sifatsifat fisis baja maupun temperatur operasi cakra

    yang direncanakan. Umumnya tegangan-tegangan yang diizinkan tidak pernah

    lebih dari 0,4 kali tegangan titik serah bahan pada temperatur yang direncanakan.

    Dari hasil perhitungan tegangan-tegangan pada bagian-bagian yang

    penting untuk cakram yang direncanakan, bahan yang dipakai dipilih dari kategori

    I dimana titik serahnya: 63 kg/mm2 (6300 kg/cm2).

    Universitas Sumatera Utara

  • Dan tegangan yang diizinkan adalah:

    max = t1 0,4 x 7500

    t1 = 1921,786 2520 kg/cm2

    Sehingga desain cakram ini sudah memenuhi.

    4.5 Perhitungan putaran kritis

    Putaran kritis adalah putaran permenit yang secara numerik berimpit

    dengan frekuensi alami getaran poros. Secara teoritis putaran kritis menyebabkan

    lendutan poros cenderung untuk memperbesar sampai ke tak hingga. Jadi

    pengoperasian pada putaran kritis haruslah dihindari ,untuk menghitung putaran

    kritis harus menghitung terlebih dahulu pembebanan yang terjadi pada poros.

    Pembebanan yang dimaksud adalah pembebanan statis yang disebabkan berat

    cakram, sudu gerak, dan berat poros itu sendiri. Berat cakram pada baris kedua

    dapat dihitung melalui persamaan berikut ini :

    Berat sudu gerak :

    Berat sudu gerak baris 1

    wsg1 = . F . l1 . z1

    Dimana :

    F = luas penampang sudu = 1,135 cm2

    l1 = tinggi sudu gerak rata-rata = 2,039 cm2

    z1 = jumlah sudu gerak = 159 buah

    = berat spesifik bahan sudu, 0,00785 kg/cm3

    Universitas Sumatera Utara

  • maka : wsg1 = 0.00785 x 1,135 x 2,039 x 159 = 2,888 kg,

    Berat sudu gerak baris 2

    wsg2 = . F . l2 . z2

    Dimana :

    F = luas penampang sudu = 1,135 cm2

    l2 = tinggi sudu gerak rata-rata = 3,288 cm2

    z2 = jumlah sudu gerak = 191 buah

    = berat spesifik bahan sudu, 0,00785 kg/cm3

    maka : wsg2 = 0.00785 x 1,135 x 3,288 x 191 = 5,595 kg,

    Berat cakram :

    Dimana :

    R = jari-jari cakram tertular = 39,29 cm

    r2 = jari-jari cakram sampai pelek (rim) = 13,15 cm

    r1 = jari-jari cakram sampai kelepak = 9 cm

    y = tebal cakram pada jari-jari r2 = 1,2 cm

    y1 = tebal cakram pada jari-jari r1 = 4,5 cm

    y0 = tebal cakram pada jari-jari r0 = 8 cm

    maka :

    Universitas Sumatera Utara

  • Berat poros, WP

    Dimana : dp = diameter poros = 104,779 mm = 10,477 cm

    = bobot spesifik bahan = 0,00785 kg/cm3

    l = panjang poros = 100 cm

    Maka bobot pada poros sebesar (w0) :

    W0 = (Wsg1 + Wsg2) + Wck + Wp

    W0 = (2,888 + 5,595) + 191,51 + 67,641

    W0 = 267,634 kg

    Sebelum menghitung putaran kritis poros terlebih dahulu ditentukan:

    a. Modulus elastisitas poros E = 2,1 x 106 kg/cm2

    b. Mencari reaksi pada bantalan

    Gambar 4.5 Pembebanan pada Poros

    80 24

    Satuan cm

    22

    Wp

    100

    Fcr F10 22

    25

    RA RB

    Universitas Sumatera Utara

  • MA = 0 ;

    Wck(60) + WP(50) RB(100) = 0

    191,51(60) + 135,282(50) RB(100) = 0

    RB = 250,188 kg

    Fy = 0 ;

    RA + RB (Wck + Wp) = 0

    RA + 250,188 (191,51 + 135,282) = 0

    RA = 76,604 kg

    c. Momen inersia untuk poros, dicari dengan persamaan :

    d. Defleksi pada poros ditentukan dengan :

    Selanjutnya ditentukan:

    Fiyi = Wp. 1 + Wck . 2

    = 135,28 x 0,002276 + 191,51 x 0,00699

    = 2,9852 kg.cm

    Fiyi2 = 135,28 x 0,0022762 + 191,51 x 0,006992 = 0,01005 kgcm2

    Universitas Sumatera Utara

  • Maka Putaran kritis diperoleh dengan persamaan :

    Sehingga besarnya perbedaaan putaran kritis dengan putaran normal turbin,

    diperoleh :

    Dari praktek ternyata, bila putaran kritis berbeda dengan putaran

    normal sebesar 15 sampai 20 %, dapat dipastikan bahwa turbin sudah berada

    dalam operasi yang aman, akan tetapi kebanyakan pabrik pembuat turbin

    memakai kepesatan operasi normal lebih tinggi atau lebih rendah daripada

    kepesatan kritis sebesar 30 % sampai 40%.

    4.6 Roda Gigi

    Oleh karena putaran poros turbin melebihi putaran maksimum generator

    dimana putaran poros turbin yang besarnya 5000 rpm dan putaran yang dihasilkan

    generator sebesar 1500 rpm maka digunakan roda gigi reduksi dengan demikian

    perbandingan kecepatannya adalah : i = 5000/1500 = 3,33. Untuk menghindari

    terjadinya beban kejut dan getaran yang besar akibat dari tingginya putaran yang

    disuplai dari poros turbin maka roda gigi yang dipilih adalah roda gigi miring,

    dimana pasangan roda gigi jenis ini mempunyai kontak yang halus, dan getaran

    yang dihasilkan rendah, dan kontak tiap giginya lebih luas dibanding roda gigi

    jenis lain. Dari pertimbangan diatas maka roda gigi yang direncanakan adalah

    roda gigi miring tersusun seperti gambar berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 4.6 Roda gigi miring

    Untuk sebuah rangkaian roda gigi tersusun, rasio kecepatan ditulis :

    327,32

    1

    1

    2 ===nn

    ZZi

    Dalam hal ini direncanakan z1 = 21, sehingga :

    Z2 = i2 22 = 3,327 22 = 70 buah

    Harga-harga yang ditetapkan

    m (modul) = 6 mm

    n ( sudut tekan pada bidang normal) = 20

    (sudut kemiringan gigi) = 30

    Sudut tekan, (t) = tan-1(tan n/cos)

    = tan-1(tan 20/cos30)

    = 22,8

    Jarak bagi lingkar (P) :

    P = m (mm)

    P = (6) = 18,84 mm

    Universitas Sumatera Utara

  • Jarak bagi lingkaran dari bidang normal (Pn) :

    Pn= P cos

    Pn= 18,84 cos 30 = 16,31mm

    Diameter picth untuk pinion (D1) :

    D1 = m z1 D1 = 6 21 =126 mm

    Diameter picth untuk roda gigi 2 (D2) :

    D2 = m . z2

    D2 = 6 70 = 420 mm

    Tinggi gigi (H)

    H = 2m + ck

    Dimana ck = 1,5

    maka H = 2(6) + 1,5

    H = 13,5 mm

    Diameter lingkaran kepala

    Dk1 = (Z1 + 2) m

    Dk1 = (21 + 2) 6

    Dk1 = 138 mm

    Dk2 = (Z2 + 2) m

    Dk2 = (70 + 2) 6

    Dk2 = 432 mm

    Kecepatan tangensial u pada diameter pitch untuk pinion adalah :

    u = D1 n/60

    u = (0,126) 5000/60

    u = 32,98 m/det

    Universitas Sumatera Utara

  • Gaya tangensial yang dipikul roda gigi pinion (Ft) adalah :

    kguN

    F efft

    =102

    Dimana : Neff (daya efektif yang dihasilkan poros turbin) = 1405,72 KW

    Maka :

    Sehingga :

    Gaya radial pada roda gigi (Fr)

    Fr = Ft tan t

    = 4347,587 tan 22,8

    = 1827,557 kg

    Gaya aksial pada roda gigi (Fa)

    Fa = Ft tan

    = 4347,587 tan 30

    = 2510,08 kg

    Gaya total (F)

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam pemilihan bahan roda gigi, baja adalah bahan yang memuaskan

    karena mempunyai kekuatan yang tinggi. Bahan roda gigi dibuat dari baja paduan

    dengan kekerasan kulit SCN 21 dengan tegangan lentur yang diizinkan a = 40

    kg/mm2, tegangan tarik B = 80 kg/mm2 . Besarnya tegangan lentur yang

    diizinkan persatuan lebar sisi Fb dihitung dari persamaan :

    Fb = a . m . Y . fv ( kg/mm)

    Dimana :

    m = modul roda gigi = 6 mm

    Y = faktor bentuk gigi = 0,327

    fv = faktor dinamis, untuk u = 20 50 mm

    = u+5,5

    5,5

    = 97,325,5

    5,5+

    = 0,5

    Sehingga :

    Fb = (40) (6) (0,327) (0,5)

    Fb = 39,24 kg/mm

    Maka lebar roda gigi (b) :

    b = Ft/Fb = 3709,219/39,24 = 80,26 mm

    Tegangan tarik yang timbul pada roda gigi adalah :

    Dari persamaan diatas diperoleh B b, dengan demikian kostruksi roda gigi

    aman terhadap tegangan tarik dan beban lentur yang terjadi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4.7 Bantalan dan Pelumasan

    Bantalan merupakan bagian utama dari elemen mesin sehingga dalam

    pemilihannya harus dipertimbangkan peranannya. Bantalan yang dipakai pada

    rancangan ini adalah bantalan luncur, mengingat beban yang dialami cukup besar

    dan putaran yang tinggi. Bantalan disuplai dengan minyak pelumas yang biasanya

    pada tekanan 0,4 sampai 0,7 atm pengukuran (gauge). Ruang bebas disediakan

    diantara poros dan permukaan bantalan untuk dapat memberi tempat bagi lapisan

    minyak pelumas. Secara umum bantalan luncur dapat digambarkan sebagai

    berikut :

    Gambar 4.7 Bantalan Luncur

    Pendesainan bantalan ini dilaksanakan menurut metode yang disarankan

    oleh M.I. Yanovsky untuk bantalan luncur 1800. Jenis bantalan yang digunakan

    adalah bantalan radial (journal bearing).

    Untuk ruang bebas a dan b dipilih sesuai dengan diameter poros. Ruang bebas

    yang diperbolehkan untuk bantalan luncur yang didasarkan pada data operasi

    turbin uap diberikan pada tabel 4.7 berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 4.3 Ruang bebas yang diperbolehkan untuk bantalan luncur

    Ruang bebas a dan b dipilih sesuai dengan diameter poros (Tabel 4.3),

    dengan interpolasi didapat harga a untuk diameter 224 mm yang dipilih untuk

    bantalan dengan lapisan logam putih (a = 0,15 mm dan b = 0,25 mm).

    Gambar 4.8 Dudukan poros pada bantalan pada berbagai kecepatan

    Perbandingan d/L biasanya diandaikan sebesar 1 sampai 1,2 akan tetapi

    untuk bantalan yang dibebani dengan beban yang berat, nilai-nilai yang lebih

    besar dapat dipakai (diambil 2).

    L = d/1,2 = 100/1,2

    L = 83,33 mm.

    Gaya tangensial yang terjadi pada poros sebesar :

    Universitas Sumatera Utara

  • Beban pada poros sebesar :

    W = berat poros + berat cakram

    W = (135,282 + 191,51)kg = 326,792 kg

    Maka gaya radial sebesar :

    Koefisien (kriteria beban) bantalan diperoleh dari persamaan :

    ( )

    ..

    2

    uLd

    aFrv =

    Dimana : Fr = beban bantalan = 3909,681 kg

    L = panjang permukaan bantalan = 83,33 mm

    u = kecepatan keliling permukaan poros

    = viskositas rata-rata minyak pelumas = 0,3 x 10-6 kg.det/cm2

    (untuk minyak jenis TZOUT (GOST 32-53))

    maka :

    Besar harga koefisien x diperoleh dari gambar 4.9. Untuk bantalan luncur

    = 1800 dan harga = 1,2 diperoleh x = 0,565

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 4.9 Grafik koefisien v (kriteria beban)

    Koefisien gesek f untuk bantalan dapat dihitung dengan menggunakan

    data-data pada gambar 4.10. Untuk bantalan luncur = 1800 dan harga = 1,2

    dan x =0,72, diperoleh s = 3,775

    Gambar 4.10 Grafik untuk menentukan koefisien s

    maka :

    Kerja untuk melawan gesekan :

    Universitas Sumatera Utara

  • Dengan mengabaikan kerugian akibat radiasi, maka jumlah minyak yang

    dibutuhkan untuk menyerap kalor yang timbul akibat gesekan pada bantalan akan

    sebesar : ).(.

    .60

    12 ttCQq x

    =

    Dimana : = bobot spesifik pelumas (0,92 kg/ltr)

    C = kapasitas termal rata-rata minyak pelumas (0,4 kkal/kg0C)

    t1 = temperatur minyak pada sisi masuk, diandaikan (35 45)0C.

    untuk perencanaan ini diambil 400C.

    t2 = temperatur minyak pada sisi keluar

    t2 = t1 + (10 45)0C.

    Temperatur minyak pada sisi keluar dari bantalan tidak boleh lebih dari

    600C, karena pada temperatur yang lebih tinggi kualitas minyak pelumas menurun

    dengan cepat yang menjadi tidak dapat dipakai lagi untuk pemakaian selanjutnya

    maka ditetapkan, t2 = 520C.

    maka :

    4.8 Rumah Turbin

    Stator turbin mempunyai bentuk yang rumit, perhitungan yang tepat untuk

    dinding silinder akan menjadi sangat sulit. Dengan mengabaikan pengaruh

    dinding samping, rusuk-rusuk pengukuh, flens, variasi tekanan dan temperatur

    menurut panjangnya dan lain-lain, kita dapat mengandaikan silinder itu berbentuk

    drum.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam hal ini gaya-gaya yang bekerja pada dinding stator dapat

    dinyatakan dengan rumus :

    2PD

    t

    =

    Dimana: D = diameter dalam silinder = 80 cm

    P = Tekanan pengukuran gauge uap masuk nosel = 19 kg/cm2

    = tebal dinding selider, ditetapkan 3 cm

    Maka :

    Silinder untuk turbin kapasitas kecil dan menengah biasanya terbuat dari

    besi cor kelabu JIS G 5501 FC20 dengan tegangan tarik b = 20 kg/mm2 atau

    2000 kg/cm2 dan nilai faktor keamanan k = 4 (diambil) sehingga :

    b izin = 2000/4 = 500 kg/cm2

    dengan demikian :

    b izin > , maka konstruksi ini aman

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB V

    SISTEM PENGATURAN TURBIN

    5.1 Pengaturan Putaran Turbin

    Untuk pembangkit listrik yang saling berhubungan dengan pembangkit

    lainnya, keseluruhan pembangkit harus sikron dengan yang lainnya. Untuk

    mendapatkan sinkronisasi frekuensi dan gelombang sinusoida harus sama, maka

    untuk mendapatkan frekuensi yang tetap maka putaran harus konstan.

    Daya turbin uap ditentukan berdasarkan jumlah massa uap dan tekanan

    atau suhu uap masuk turbin. Perubahan daya turbin akibat perubahan variasi

    tekanan yang tidak konstan yang menyebabkan putaran turbin berubah. Putaran

    turbin akan dapat dijaga konstan dengan mengatur jumlah massa aliran uap

    memasuki turbin dengan menggunakan katub regulator (katup pengatur).

    5.2 Governor

    Turbin uap dijalankan dan dihentikan berturut-turut dengan membuka

    penuh dan menutup rapat katup penutup uap. Kemudian mengatur jumlah uap

    masuk nozel turbin dilaksanakan dengan mengatur pembukaan katup pemasukan

    uap. Besarnya pembukaan katup pemasukan uap dikendalikan oleh alat yang

    dinamai governor.

    Jenis governor yang dipakai pada turbin uap ada dua macam yaitu :

    1. Governor pengatur kecepatan, yaitu diperlukan apabila kecepatan harus

    konstan, misalnya pada turbin penggerak arus bolak balik.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Governor pengatur tekanan, yaitu digunakan pada turbin dimana sebagian

    tekanan uap yang diekstraksikan (keluar dari turbin untuk suatu proses) harus

    diusahakan konstan.

    Jenis governor yang dipakai pada rancangan ini adalah jenis governor

    pengatur kecepatan.

    Gambar 5.1 Governor pengaturan putaran turbin

    Keterangan Gambar :

    1. Selonsong 2. Pompa minyak 3. Roda gigi reduksi

    4. Katup pengatur 5. Piston 6. Servomotor

    7. Piston 8. Katup pandu/distribusi 9. Pengatur sentrifugal

    10. Bak minyak.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5.3 Analisa Pengatur Sentrifugal

    Gambar 5.2 Pengatur Sentrifugal

    Dengan meningkatnya kepesatan (putaran) poros, maka bobot m akan

    terlempar keluar akibat pengaruh dari gaya sentrifugal. Hal ini menyebabkan

    posisi bobot m akan berubah pada suatu titik tertentu dan juga selongsong akan

    berpindah keatas dimana selongsong tersebut dihubungkan dengan tuas

    penghubung yang berhubungan dengan katub pengatur.

    Adapun analisa gaya yang terjadi sebagai berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 5.3 Analisa gaya pada pendulum

    Dari gambar tersebut diperoleh persamaan :

    T sin = Fs

    T cos = m g

    T = cos

    mg

    cosmg sin = Fs

    Adapun besarnya gaya sentrifugal yang terjadi sebesar :

    rmFs 2=

    Dimana :

    Fs = Gaya sentryfugal

    m = massa bobot

    = kecepatan sudut

    Universitas Sumatera Utara

  • 602 n = ( n = putaran)

    r = l sin 1 = jari-jari rotasi

    Maka persamaan diperoleh :

    cosmg sin = Fs

    cosmg sin = m 2 l sin

    Cos = l

    g2

    = arc cos l

    g2

    Jika diambil perbandingan reduksi (i = 1,5) maka diperoleh putaran pengatur

    sentrifugal saat kondisi normal sebesar :

    n1 = n0 i

    n1 = 5000 (1,5)

    n1 = 7500 rpm

    Pada saat putaran turbin tidak konstan putaran diandaikan sebesar n2 = 8500 rpm

    (putaran turbin meningkat) dan n3 = 4000 rpm (putaran turbin menurun) dan

    panjang l dan p ditetapkan sebesar 30 cm dan 40 cm.

    Untuk memperoleh sudut dihitung dengan menggunakan aturan sinus yaitu :

    sinsinpl

    =

    pl sinsin =

    pl sinarcsin=

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 5.1 Besarnya kecepatan sudut rotasi () dan sudut , ,

    No n(rpm) = 602 n

    (rad/det) = arc cos l

    g2

    p

    l sinarcsin= = 180 - (+)

    1

    2

    3

    7500

    8500

    4000

    785

    889,67

    418,67

    89,9969

    89,9976

    89,9993

    48,5903

    48,5903

    48,5903

    41,4126

    41, 4115

    41,418

    Untuk mencari panjang k1, k2, k3 dihitung dengan menggunakan aturan cosinus

    yaitu :

    k12 = l2 + p2 2 (l)(p) cos 1

    k12 = (30)2 + (40)2 2 (30)(40) cos 41,4126

    k1 = 26,46 cm

    k22 = l2 + p2 2 ( l )( p) cos 2

    k22 = (30)2 + (40)2 2 (30)(40) cos 41,4115

    k2 = 26,47 cm

    k32 = l2 + p2 2 ( l )( p) cos 3

    k32 = (30)2 + (40)2 2 (30)(40) cos 41,418

    k3 = 26,48 cm

    Maka besarnya selongsong yang berpindah sejauh :

    untuk putaran naik dari 8550 rpm hingga 9500rpm

    z2 = k2 k1

    z2 = 26,47 26,46 = 0,01 cm

    Universitas Sumatera Utara

  • Untuk putaran turun dari 8550 rpm hingga 4000 rpm

    z1 = k3 k2

    z1= 26,48 26,47 = 0,01 cm

    Maka dapat disimpulkan bahwa besarnya perpindahan katup pengatur

    tergantung pada besarnya putaran yang terjadi dan panjang lengan.

    5.4 Sistem Pengaturan Tidak Langsung

    Gambar 5.1 menunjukan salah satu metode pengaturan tidak langsung

    (indirect method of governing) yang memakai servomotor jenis piston.

    Pada kondisi operasi konstan, piston pada katup pandu dan servomotor

    menempati kedudukan pada pertengahan jarak perpindahannya, yang baik lubang

    masuk maupun lubang keluar katup pandu yang menghubungkan katup pandu itu

    dengan servomotor adalah dalam keadaan tertutup. Katup pengatur untuk kondisi

    ini juga menempati kedudukan tetap tertentu.

    Setiap perpindahan selongsong pengatur kepesatan sentrifugal akan

    menyebabkan perpindahan piston (7). Sejalan dengan arah perpindahan piston,

    minyak bertekanan dari pompa minyak memasuki salah satu dari kedua ruang K

    dan K1 pada servomotor. Bila minyak memasuki bagian atas, yakni ruang K,

    katup pengatur akan mulai menutup dan mengurangi jumlah aliran uap melalui

    turbin (daya yang dihasilkan oleh turbin akan berkurang). Pada waktu yang

    bersamaan minyak dari ruang K1 mulai mengalir keluar melalui lubang katub

    pandu dan masuk kedalam bak minyak. Sebaliknya jika minyak bertekanan

    memasuki ruang K1 proses berlawanan akan diperoleh yang akan membuka katup

    pengatur sehingga uap yang masuk keturbin semakin besar.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5.5 Cara kerja Governor

    a. Bila beban turbin turun

    Setelah beban turbin menurun maka kepesatan putar poros turbin akan

    meningkat. Bobot pengatur sentrifugal akan terlempar kearah luar akibat kenaikan

    gaya sentrifugal. Kemudian selongsong akan berpindah keatas yang bersama-

    sama dengannya titik b akan berpindah juga, yang dikopel dengan piston (7)

    relative terhadap titik putar c pada tuas ac. Ruang servomotor K sekarang

    terhubung dengan ruang tengah katup pandu dan minyak bertekanan mulai masuk

    kedalam bagian atas selinder utama K servomotor. Katup pengatur mulai menutup

    dan saat bersamaan minyak dari bagian bawah selinder utama dikeluarkan kebak

    minyak. Titik putar c tuas ac sekarang mulai bergerak kebawah, tuas ac yang

    beroperasi pada titik a sebagai pusat putar dan pada proses tersebut memindahkan

    piston (7) kebawah bersama-sama dengannya. Segera setelah piston menempati

    posisi tengah awalnya pemasukan minyak keruang K dihentikan dan katup

    pengatur menempati kedudukan yang baru. Jumlah uap yang mengalir ke turbin

    akan berkurang sehingga daya yang dihasilkan akan menurun.

    b. Bila beban turbin naik

    Bila beban turbin naik maka kepesatan putar poros turbin akan menurun.

    Bobot pengatur sentrifugal akan terlempar kearah dalam akibat gaya sentrifugal

    yang kecil. Kemudian selongsong akan berpindah bawah yang bersama-sama

    dengannya titik b akan berpindah juga, yang dikopel dengan piston (7) relative

    terhadap titik putar c pada tuas ac.

    Universitas Sumatera Utara

  • Ruang servomotor K1 sekarang terhubung dengan ruang tengah katup

    pandu dan minyak bertekanan mulai masuk kedalam bagian atas selinder utama

    K1 servomotor. Katup pengatur mulai membuka dan saat bersamaan minyak dari

    bagian bawah selinder utama dikeluarkan ke bak minyak. Titik putar c tuas ac

    sekarang mulai bergerak keatas, tuas ac yang beroperasi pada titik a sebagai pusat

    putar dan pada proses tersebut memindahkan piston (7) keatas bersama-sama

    dengannya. Segera setelah piston menempati posisi tengah awalnya pemasukan

    minyak ke ruang K1 dihentikan dan katup pengatur menempati kedudukan yang

    baru. Jumlah uap yang mengalir ke turbin akan meningkat sehingga daya yang

    dihasilkan akan meningkat juga, dan putaran turbin akan normal kembali.

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB VI

    KESIMPULAN

    Dari perhitungan-perhitungan yang dilakukan, maka dapatlah dibuat

    beberapa kesimpulan, yaitu :

    6.1. Spesifikasi Turbin Uap

    1. Tekanan uap masuk : 20 bar

    2. Temperatur uap masuk turbin : 260 0C

    3. Tekanan uap keluar turbin : 3 bar

    4. Daya turbin : 1460,527 kW

    5. Jenis turbin : Turbin implus

    6. Laju aliran massa uap : 7,022 kg/det

    7. Putaran Turbin : 5000 rpm

    6.2. Dimensi Bagian Utama Turbin

    a. Poros

    1) Diameter : 120 mm

    2) Panjang : 100 cm

    3) Bahan : JIS 4102 SNC 21

    b. Nozel

    1) Jenis : Konvergen-divergen

    2) Tinggi : 16 cm

    3) Jumlah : 20 buah

    c. Cakram

    1) Jari-jari dalam cakram : 55 mm

    2) Jari-jari luar cakram : 283,5 mm

    Universitas Sumatera Utara

  • d. Sudu Gerak

    1) Sudu gerak baris pertama

    a) Jumlah : 159 buah

    b) Tinggi sisi masuk : 18 mm

    c) Tinggi sisi keluar : 22,79 mm

    2) Sudu gerak baris kedua

    a) Jumlah : 191 buah

    b) Tinggi sisi masuk : 31 mm

    c) Tingi sisi keluar : 34,76 mm

    3) Sudu pengarah

    a) Jumlah : 188 buah

    b) Tinggi sisi nmasuk : 23,89

    c) Tinggi sisi keluar : 29 mm

    e. Bantalan dan pelumasan

    1) Jenis : Bantalan luncur

    2) Diameter dalam : 110

    3) Panjang : 83,33

    4) Minyak pelumas : TZOUT(GOST32-53)

    5) Viskositas : =0,3 .10-6 kg.det/cm2

    Universitas Sumatera Utara