-
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan
desain sekat
silang (cross sectional study), yaitu penelusuran sesaat,
artinya subyek diamati hanya
sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang
variable dependen dan
variable independen maka pengukuran dilakukan bersama-sama pada
saat penelitian
dengan menggunakan kuesioner (Sugiyono, 2005)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Polonia Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada Februari sampai Juli 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah penderita
yang sudah
selesai berobat selama 6 bulan sebanyak 100 orang responden
dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Kalau penderita adalah anak BTA Positif, maka responden
keluarga adalah
orang tuanya.
b. Kalau penderita adalah orang tua, maka responden adalah
anaknya.
Universitas Sumatera Utara
-
c. Yang punya hubungan dekat dan hampir setiap hari berhubungan
dan tinggal
bersama penderita.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden
melalui
wawancara yang berpedoman pada kuesioner yang dikumpulkan
peneliti berupa data
dukungan keluarga, pengetahuan dan sikap penderita terhadap
kepatuhan pengobatan
TB paru.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mendukung data primer yang
dihimpun
melalui pencatatan dokumen yang ada dilokasi penelitian yaitu
laporan bulanan
Puskesmas Polonia Medan.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kelayakan dalam menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk
penelitian
diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Notoatmodjo (2005)
menyatakan sebelum
dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan
uji validitas
kuesioner kepada 20 responden. Uji validitas diperlukan untuk
mengetahui apakah
instrument penelitian (kuesioner) yang dipakai cukup layak
digunakan sehingga
mampu menghasilkan data yang akurat. Sugiono (2006) menyatakan
bahwa
instrumen dikatakan valid, apabila instrumen tersebut dapat
digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
-
mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner
sebagai alat ukur
harus mengukur apa yang akan diukur.
Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan
mengukur
korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel
menggunakan rumus
teknik korelasi Pearson Product Moment Correlation Coefisient
(r), dengan
ketentuan: a) Bila r hitung > t tabel maka dinyatakan valid
dan b) Bila r hitung < t
tabel maka dinyatakan tidak valid.
Uji reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi
jawaban.
Sugiono (2006) menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan
reliable atau konsisten
jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama,
akan menghasilkan
data atau jawaban yang sama, dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Dalam
penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu
menggunakan metode
Cronbachs Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari
satu kali pengukuran,
dengan ketentuan : a) Jika nilai r Alpha > r table maka
dinyatakan reliable dan b) Jika
nilai r Alpha < r tabel maka dinyatakan tidak reliable.
Adapun hasil uji validitas variabel bebas ditunjukkan pada Tabel
3.1. sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
-
(1) Variabel Dukungan Keluarga
Tabel 3.1. Uji Validitas Variabel Dukungan Keluarga
Indikator Nomor Soal R Rhitung Keterangan tabel Dukungan
informasi 1
2 0,833 0,701
0,279 0,279
Valid Valid
Dukungan penghargaan 1 2
0,850 0,794
0,279 0,279
Valid Valid
Dukungan instrumental 1 2
0,841 0,789
0,279 0,279
Valid Valid
Dukungan emosional 1 2
0,834 0,772
0,279 0,279
Valid Valid
Dukungan jaringan 1 2
0,832 0,773
0,279 0,279
Valid Valid
Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa seluruh varibel dukungan
keluarga
(dukungan informasi sebanyak 2 soal, dukungan penghargaan
sebanyak 2 soal,
dukungan instrumental sebanyak 2 soal, dukungan emosional
sebanyak 2 soal,
dukungan jaringan sebanyak 2 soal) masing-masing indikator
mempunyai nilai r-
hitung > 0,279 (r-tabel), maka dapat disimpulkan bahwa
seluruh pertanyaan variabel
dukungan keluarga valid.
(2) Variabel Pengetahuan
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa seluruh variabel pengetahuan
sebanyak 10 soal
masing-masing indikator mempunyai nilai r-hitung > 0,279
(r-tabel), maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan
valid.
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.2. Uji Validitas Variabel Pengetahuan
Indikator Nomor Soal
R Rhitung Keterangan tabel
Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,323 0,319 0,446 0,296 0,339 0,414 0,297 0,645 0,400 0,424
0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
(3) Variabel Sikap
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa seluruh varibel sikap sebanyak 10
soal masing-
masing indikator mempunyai nilai r-hitung > 0,279 (r-tabel),
maka dapat disimpulkan
bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid.
Tabel 3.3. Uji Validitas Variabel Sikap
Indikator Nomor Soal
R Rhitung Keterangan tabel
Sikap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,398 0,520 0,545 0,592 0,645 0,721 0,679 0,730 0,492 0,541
0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Universitas Sumatera Utara
-
(4) Variabel Kesembuhan Pengobatan
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa seluruh varibel kesembuhan
pengobatan
sebanyak 5 soal masing-masing indikator mempunyai nilai r-hitung
> 0,279 (r-tabel),
maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel
kesembuhan pengobatan
valid.
Tabel 3.4. Uji Validitas Variabel Kesembuhan Pengobatan
Indikator Nomor Soal
R Rhitung Keterangan tabel
Kesembuhan Pengobatan 1 2 3 4 5
0,334 0,774 0,578 0,780 0,682
0,279 0,279 0,279 0,279 0,279
Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 3.5 menunjukkan bahwa seluruh variabel dukungan keluarga
sebanyak
10 soal, pengetahuan sebanyak 10 soal, sikap sebanyak 10 soal
dan kesembuhan
pengobatan sebanyak 5 soal, mempunyai nilai r-hitung > 0,6
(r-tabel), maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel dukungan keluarga,
pengetahuan,
sikap dan kesembuhan pengobatan dikatakan reliabel.
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.5. Uji Reliabilitas
Indikator Nomor Soal R Rhitung Keterangan tabel Dukungan
informasi 1
2 0,609 0,609
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Dukungan penghargaan 1 2
0,721 0,721
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Dukungan instrument 1 2
0,695 0,695
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Dukungan emosional 1 2
0,750 0,750
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Dukungan jaringan 1 2
0,648 0,648
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
0,680 0,790 0,829 0,699 0,680 0,734 0,799 0,715 0,743 0,733
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Reliabel Reliabel Reliabel
Sikap 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
0,795 0,781 0,780 0,777 0,768 0,755 0,762 0,753 0,789 0,782
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Reliabel Reliabel Reliabel
Kesembuhan Pengobatan 1 2 3 4 5
0,641 0,664 0,708 0,755 0,736
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Universitas Sumatera Utara
-
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.6. Variabel dan Definisi Operasional No. Variabel
Definisi
Operasional Cara & Alat
Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur 3.5.1. Independen Variabel Bebas
1. Dukungan keluarga
Peran serta keluarga dalam kegiatan Pengobatan TB Paru
Wawancara (Kuesioner)
1. Baik, jika keluarga memperhatikan kemajuan pengobatan
penderita
2. Buruk, jika keluarga tidak memperhatikan atau menghindari
penderita karena TB Paru yang diderita.
Ordinal
2 Pengetahuan Kemampuan intelektual responden tenang aspek
kesehatan yang berhubungan dengan Pengobatan TB Paru.
Wawancara (Kuesioner)
1. Baik, jika menjawab benar >75% dari pertanyaan
2. Buruk, jika menjawab benar 50% dari pertanyaan
2. Buruk, jika menjawab tidak setuju < 50% dari
pertanyaan
Ordinal
4. Pendidikan Jenjang sekolah yang diikuti manusia untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang bermanfat untuk memajukan
kehidupannya
Wawancara (Kuesioner)
1. Pendidikan Dasar dan menengah(SD,SMP, SMA)
2. Pendidikan Tinggi (Sarjana)
Ordinal
5. Tingkat pendapatan keluarga
Besarnya pendapatan keluarga dalam satu bulan.
Wawancara (Kuesioner)
1. < Rp 1.000.000 2. > Rp 1.000.000
Ordinal
6. Jarak tempuh ke puskesmas
Jarak dari rumah penderita ke puskesmas terdekat.
Wawancara (Kuesioner)
1. < 1000m 2. > 1000 m
Ordinal
7. Cara Transportasi ke puskesmas.
Alat transportasi yang digunakan penderita ke puskesmas.
Wawancara (Kuesioner)
1. Transportasi berbiaya 2. Tak berbiaya
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.6. (Lanjutan)
No. Variabel Definisi Operasional
Cara &Alat Ukur
Hasil Ukur Skala Ukur
3.5.2. Dependen Variabel Terikat 1.
Sembuh Wawancara Sembuh adalah pasien telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak
(follow-up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP)
(Kuesioner) - Keluarga pasien
- Rekam medis - Pengambilan obat.
- Pemeriksaan sputum.
- Hasil pemeriksaan BTA.
- checklist. -Medical Record
Sembuh : Hasil akhir BTA (-)
Ordinal
2 Tidak sembuh Tidak sembuh adalah pasien gagal menyelesaikan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) dan BTA positif.
Tidak sembuh : hasil akhir BTA (+)
3.6. Metode Pengukuran
Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala
ordinal seperti
yang terlihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.7. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
Variabel Pertanyaan Alternatif jawaban dan bobot nilai
Total nilai
Kategori Skala Ukur
Dukungan keluarga
10 - Ya = 2 - Tidak = 1
20 Baik, dengan rentang nilai 15-20. Buruk, dengan rentang nilai
1-14.
Ordinal
Pengetahuan 10 Jawaban benar = 1 Jawaban salah = 0
10 Baik, dengan rentang nilai 7-10 Buruk, dengan rentang nilai
< 6
Ordinal
Sikap 10 SS = 4 S = 3 TS = 2 STS = 1
40 Baik, dengan rentang nilai 30-40. Buruk, dengan rentang nilai
1-29.
Ordinal
Tabel 3.8. Aspek Pengukuran Variabel Terikat
Variabel Pertanyaan Alternatif jawaban
dan bobot nilai Kategori Skala
Ukur Kesembuhan Pengobatan
10 - Ya - Tidak
Sembuh : Menyelesaikan pemeriksaan sampai lengkap dan hasil
akhir BTA (-) Tidak sembuh : Gagal pemeriksaan sampai lengkap dan
hasil akhir BTA (+)
Nominal
Universitas Sumatera Utara
-
3.7. Metode Analisis Data
Analisis dapat dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu :
a. Analisis Univariat. Untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi dan presentasi
dari nilai yang diperoleh masing-masing item pertanyaan
kuesioner. Data-data
yang sudah diolah, disajikan dalam bentuk tabel.
b. Analisis Bivariat. Untuk melihat pengaruh variabel bebas dan
variabel terikat
digunakan uji Chi-Square dengan menggunakan derajat kepercayaan
95%,
sehingga bila ditemukan hasil analisis statistik p < 0,05
maka variabel
dinyatakan berhubungan secara signifikan.
c. Analisis Multivariat. Untuk melihat pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama
dalam hubungan dengan variabel terikat digunakan analisis
Regresi Logistik
Berganda dengan rumus sebagai berikut :
1 p = (1 + e-y
)
Dimana : p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian. e =
bilangan natural y = konstanta +a1x1+ a2x2+ a3x3+ a4x4+ a5x5+ a6x6+
a7x7
a = nilai koefisien tiap variabel
x = nilai variabel bebas
Universitas Sumatera Utara
-
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Puskesmas Polonia Medan
4.1.1. Lokasi dan Sejarah Singkat Puskesmas Polonia Medan
Puskesmas Polonia terletak di kecamatan Medan Polonia persisnya
di jalan
Polonia Gg.A dan dengan mudah dapat dicapai oleh kendaraan roda
dua dan roda
empat.
Puskesmas Polonia diresmikan pada tahun 1997 berdiri atas
swadaya
masyarakat kecamatan Polonia. Mulanya kecamatan Polonia termasuk
dalam
kecamatan Medan Baru. Pada tahun 1991, seiring dengan bertambah
luasnya
wilayah serta jumlah penduduk kota Medan. Selanjutnya kecamatan
Medan Baru
mengalami pemekaran menjadi 3 kecamatan dengan masing-masing
puskesmas
sebagai berikut :
a. Kecamatan Medan Maimun : Puskesmas Kampung Baru.
b. Kecamatan Medan Polonia : Puskesmas Polonia.
c. Kecamatan Medan Baru : Puskesmas Padang Bulan.
4.1.2. Wilayah Kerja Puskesmas
Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskesmas Polonia mempunyai
wilayah
kerja yang mencakup :
a. Luas wilayah kecamatan : 805,62 Ha.
b. Jumlah penduduk : 40,423 Jiwa dengan 15035 KK.
Universitas Sumatera Utara
-
c. Batas wilayah kerja
1. Utara : Kecamatan Medan Polonia
2. Selatan : Kecamatan Medan Johor
3. Barat : Kecamatan Medan Baru
4. Timur : Kecamatan Medan Maimun.
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Dukungan
Keluarga Responden tentang TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Polonia Medan
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 64 orang
(64,0%)
memiliki dukungan keluarga yang baik dan 36 orang (36,0%)
memiliki dukungan
keluarga buruk. Dengan demikian, mayoritas responden memiliki
dukungan keluarga
yang baik yakni sebanyak 64 orang (64,0%).
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Dukungan keluarga Frekuensi Proporsi 1 Baik 64 64,0 2 Buruk
36 36,0
Jumlah 100 100.0 4.2.2. Distribusi Proporsi Responden
Berdasarkan Pengetahuan Responden
Tentang TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 69 orang
(69,0%)
memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru dan 31 orang
(31,0%) memiliki
Universitas Sumatera Utara
-
pengetahuan buruk tentang TB paru. Dengan demikian, mayoritas
responden
memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru yakni sebanyak 69
orang (69,0%).
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di
Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Pengetahuan Frekuensi Proporsi 1 Baik 69 69,0 2 Buruk 31
31,0
Jumlah 100 100.0 4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di
Wilayah Kerja Puskesmas
Polonia Medan
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 65 orang
(65,0%)
memiliki sikap yang baik tentang TB paru dan 35 orang (35,0%)
memiliki sikap
buruk tentang TB paru. Dengan demikian, mayoritas responden
memiliki sikap yang
baik tentang TB paru yakni sebanyak 65 orang (65,0%).
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Wilayah
Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Sikap Frekuensi Proporsi 1 Baik 65 65,0 2 Buruk 35 35,0
Jumlah 100 100.0 4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan
Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 61 orang
(61,0%)
berpendidikan dasar sampai menengah 39 orang (39,0%)
berpendidikan perguruan
tinggi.. Dengan demikian, mayoritas responden berpendidikan
dasar sampai
menengah yakni sebanyak 61 orang (61,0%).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di
Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Pendidikan Frekuensi Proporsi 1 Dasar dan Menengah 61 61.0 2
Pend.Tinggi 39 39.0
Jumlah 100 100.0 4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan
Pendapatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Polonia Medan Tabel 4.5 Distribusi Responden
Berdasarkan Pendapatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Polonia Medan
No Pendapatan Frekuensi Proporsi 1 Rp 1 juta 48 48.0
Jumlah 100 100.0 Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa dari 100
resonden, 52 orang (52,0%)
berpendapatan dibawah Rp. 1 juta dan 48 orang (48,0%)
berpendapatan diatas Rp 1
juta. Dengan demikian, mayoritas responden berpendapatan di
bawah Rp 1 juta
yakni sebanyak 52 orang (52,0%).
4.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak ke Puskesmas
Polonia Medan
Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 45 orang
(45,0%)
memiliki jarak ke puskesmas dibawah 1.000 m dan 55 orang (55,0%)
memiliki jarak
ke puskesmas di atas 1.000 m. Dengan demikian, mayoritas
responden berjarak ke
puskesmas lebih dari 1.000 m yakni sebanyak 55 (55,0%).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak ke Puskesmas
Polonia Medan
No Jarak ke puskesmas Frekuensi Proporsi 1 < 1.000 m 45 45.0
2 > 1.000 m 55 55.0
Jumlah 100 100.0 4.2.7 Distribusi Responden Berdasarkan Cara
Transportasi di Wilayah
Kerja Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 11 orang
(11,0%)
menggunakan transportasi tidak berbiaya (jalan kaki) dan 89
orang (89,0%)
menggunakan transportasi berbiaya baik dengan sepeda motor
maupun sarana
transportasi lainnya. Dengan demikian, mayoritas responden
menggunakan
transportasi berbiaya menuju puskesmas yakni sebanyak 89
(89,0%).
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Transportasi di
Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Cara transportasi Frekuensi Proporsi 1 Tidak berbiaya 11 11.0
2 Berbiaya 89 89.0
Jumlah 100 100.0 4.2.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan
Kesembuhan di Wilayah
Kerja Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 84 orang
(84,0%)
sembuh dan 14 orang (14,0%) tidak sembuh. Dengan demikian,
mayoritas responden
adalah sembuh yaitu sebanyak 84 orang (84,0%).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kesembuhan di Wilayah
Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Kesembuhan Frekuensi Proporsi 1 Sembuh 84 84,0 2 Tidak sembuh
14 14,0
Jumlah 100 100.0 4.3. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan dua variabel independent dan dependen
maka
digunakan analisis bivariat mengunakan uji chi-square dengan
kriteria jika p < 0.05
ada hubungan signifikan, sehigga Ho ditolak atau Ha
diterima.
4.3.1 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesembuhan
Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari
64 responden
dengan dukungan keluarga yang baik, 1 orang (1.6%) tidak sembuh
dan 63 orang
(98.4%) sembuh. Sedangkan dari 36 orang dengan dukungan keluarga
buruk, 13
orang (36.1%) tidak sembuh dan 23 orang (63.9%) sembuh. Hasil
uji chi-square
menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada hubungan
yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini
juga dikonfirmasi
oleh nilai PR = 23.11 artinya, responden dengan dukungan
keluarga baik tentang TB
paru memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 23,11 kali
dibandingkan responden
dengan dukungan keluarga burukHubungan dukungan keluarga dengan
kesembuhan
pengobatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.9 Hubungan Dukungan keluarga Dengan Kesembuhan
Pengobatan
No
Dukungan keluarga
Kesembuhan Total
P
PR
(95%CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 Baik 1 1.6 63 98.4 64 100 0.000 23.111
(3.151-169.601)
2 Buruk 13 36.1 23 63.9 36 100
4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Kesembuhan Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari
69 responden
dengan pengetahuan yang baik tentang TB paru, 2 orang (2.9%)
tidak sembuh dan 67
orang (97.1%) sembuh. Sedangkan dari 31 orang dengan pengetahuan
buruk tentang
TB paru, 2 orang (38.7%) tidak sembuh dan 19 orang (61.3%)
sembuh. Hasil uji chi-
square menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada
hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan kesembuhan pengobatan. Hal
ini juga
dikonfirmasi oleh nilai PR = 13.35 artinya, responden dengan
pengetahuan baik
tentang TB paru memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 13,35
kali dibandingkan
responden dengan pengetahuan buruk tentang TB paru.
Hubungan pengetahuan dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat
pada
tabel berikut :
Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Pengetahuan
Kesembuhan Total
P
PR
(95%CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 Baik 2 2.9 67 97.1 69 100 0.000 13.355
(3.178-56.125)
2 Buruk 2 38.7 19 61.3 31 100
Universitas Sumatera Utara
-
4.3.3 Hubungan Sikap dengan Kesembuhan Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari
65 responden
dengan sikap yang baik tentang TB paru, 3 orang (4.6%) tidak
sembuh dan 62 orang
(95.4%) sembuh. Sedangkan dari 35 orang dengan sikap buruk
tentang TB paru, 11
orang (31.4%) tidak sembuh dan 24 orang (68.6%) sembuh. Hasil
uji chi-square
menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada hubungan
yang signifikan
antara sikap dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga
dikonfirmasi oleh nilai PR
= 6.810 artinya, responden dengan sikap baik tentang TB paru
memiliki peluang
untuk sembuh sebanyak 6,81 kali dibandingkan responden dengan
sikap
buruk.Hubungan sikap dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat
pada tabel
berikut :
Tabel 4.11 Hubungan Sikap dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Sikap
Kesembuhan Total
P
PR
(95% CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 Baik 3 4.6 62 95.4 65 100 0.000 6.810
(2.0338-22.8055)
2 Buruk 11 31.4 24 68.6 35 100
4.3.4 Hubungan Pendidikan dengan Kesembuhan Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari
39 responden
dengan pendidikan tinggi, 2 orang (5.1%) tidak sembuh dan 37
orang (94.9%)
sembuh. Sedangkan dari 61 orang dengan pendidikan dasar sampai
menengah, 12
orang (19.7%) tidak sembuh dan 49 orang (80.3%) sembuh. Hasil
uji chi-square
Universitas Sumatera Utara
-
menunjukkan nilai p = 0.073, artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara
pendidikan dengan kesembuhan pengobatan, tetapi masih berpeluang
untuk
disertakan kedalam uji regresi logistic karena nilai p
-
1 juta. Hubungan faktor pendapatan dengan kesembuhan pengobatan
dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.13 Hubungan Pendapatan dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Penghasilan
Kesembuhan Total
P
PR
(95% CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 > Rp 1 juta 1 1.9 51 98.1 52 100 0.000
14.083
(1.914-103.622)
2 < Rp 1 juta 13 27.1 35 72.9 48 100
4.3.6 Hubungan Jarak ke Puskesmas dengan Kesembuhan Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 55
responden
dengan jarak ke puskemas di atas 1 km 6 orang (10.9%) tidak
sembuh dan 49 orang
(89.1%) sembuh. Sedangkan dari 45 orang dengan jarak ke puskemas
dibawah 1
km, 8 orang (17.8%) tidak sembuh dan 37 orang (82.2%) sembuh.
Hasil uji chi-
square menunjukkan nilai p = 0.391, artinya tidak ada hubungan
yang signifikan
antara jarak ke puskemas dengan kesembuhan pengobatan dan karena
sig-p (0.391) >
p (0.25) maka variabel jarak ke puskesmas tidak disertakan
kedalam regresi logistik.
Hubungan jarak ke puskesmas dengan kesembuhan pengobatan dapat
dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.14 Hubungan Jarak ke Puskemas dengan Kesembuhan
Pengobatan
No
Jarak ke puskemas
Kesembuhan Total
P
PR
(95% CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 > 1.000 m 6 10.9 49 89.1 55 100 0.391 1.630
(0.610-4.353)
2 < 1.000 m 8 17.8 37 82.2 45 100
Universitas Sumatera Utara
-
4.3.7 Hubungan Transportasi dengan Kesembuhan Pengobatan Hasil
tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 89
responden
dengan transportasi berbiaya, 12 orang(13.5%) tidak sembuh dan
77 orang (86.5%)
sembuh. Sedangkan dari 11 orang dengan transportasi tidak
berbiaya, 2 orang
(18.2%) tidak sembuh dan 9 orang (81.8%) sembuh. Hasil uji
chi-square
menunjukkan nilai p = 1.348, artinya tidak ada hubungan yang
signifikan
transportasi dengan kesembuhan pengobatan dan karena sig-p
(0.650) > p (0.25)
maka variabel transportasi tidak disertakan kedalam regresi
logistic. Hubungan
transportasi dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.15 Hubungan Transportasi dengan Kesembuhan
Pengobatan
No
Transportasi
Kesembuhan Total
P
PR
(95% =CI)
Tidak Sembuh
Sembuh
n % n % n % 1 Berbiaya 12 13.5 77 86.5 89 100 0.650 1.348
(0.346-5.252)
2 Tidak berbiaya 2 18.2 9 81.8 11 100
4.4. Analisis Multivariat
Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik
adalah
variabel yang pada analisa bivariat mempunyai nilai p< 0,25,
artinya yang memiliki
hubungan signifikan dengan variabel terikat (kesembuhan
pengobatan) dimana hasil
analisis bivariat yang memenuhi persyaratan signifikansi
tersebut adalah dukungan
keluarga, pengetahuan, sikap, pendidikan dan pendapatan dengan
hasil sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.16 Hasil Uji Regresi Logistik
Variabel B P Exp(B)
Seleksi 1 Dukungan Keluarga 2,858 0,020 17,429 Pengetahuan 2,546
0,015 12,760 Sikap* 0,439 0,676* 1,551 Pendidikan 1,253 0,269 3,500
Pendapatan 2,424 0,045 11,287 Constant -8,026 0,000 0,000 Seleksi 2
Dukungan Keluarga 3,011 0,011 20,311 Pengetahuan 2,731 0,004 15,346
Pendidikan* 1,235 0,271* 3,438 Pendapatan 2,440 0,042 11,477
Constant -7,987 0,000 0,002 Seleksi 3 Dukungan Keluarga 2,900 0,012
18,171 Pengetahuan 2,579 0,005 13,181 Pendapatan 2,674 0,023 14,497
Constant -7,015 0,000 0,001
Tabel di atas memperlihatkan bahwa ada 3 variabel yang
berhubungan
terhadap kesembuhan pengobatan karena ketiga variable ini
memiliki nilai sig-p
-
Dimana :
y = -7,015+2.900 (dukungan keluarga) + 2.674(pendapatan) + 2.579
(pengetahuan)
Contoh interpertasi perhitungan pada salah seorang responden,
dengan
mensubstitusikan nilai 1 masing masing untuk dukungan keluarga,
pendapatan,
pengetahuan akan diperoleh :
y = -7,015+2.900(1)+2.674(1)+2.579(1)
y = -1.441 sehingga :
P(x) = 2249.41
1+
P(x) = 0.19
Hal ini berarti probabilitas responden untuk tidak sembuh jika
memiliki dukungan
keluarga rendah, pendapatan dibawah Rp 1 juta dan pengetahuan
buruk adalah
sebesar 19%.
Universitas Sumatera Utara
-
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kesembuhan
Pengobatan TB Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara dukungan keluarga
dengan kesembuhan
pengobatan, diketahui bahwa dari 64 responden dengan dukungan
keluarga yang
baik, 1 orang (1.6%) tidak sembuh dan 63 orang (98.4%) sembuh.
Sedangkan dari 36
orang dengan dukungan keluarga buruk, 13 orang (36.1%) tidak
sembuh dan 23
orang (63.9%) sembuh. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p =
0,000.
PR : 23.11, 95% CI (3.151-169.601) artinya ada hubungan
signifikan antara faktor
dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga
dikonfirmasi oleh
nilai PR = 23.11 artinya, responden dengan dukungan keluarga
baik tentang TB paru
memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 23,11 kali dibandingkan
responden
dengan dukungan keluarga buruk
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Jojor (2004)
tentang ketidak patuhan pasien TB Paru dalam hal pengobatan
menemukan bahwa
pengobatan pasien TB Paru yang tidak lengkap disebabkan oleh
peranan anggota
keluarga yang tidak sepenuhnya mendampingi penderita. Akibatnya
penyakit yang
diderita kambuh kembali dan dapat menular kepada anggota
keluarga yang lain.
Demikian halnya dengan penelitian Erawatyningsih dkk (2009)
tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada
penderita tuberkulosis
paru menunjukkan bahwa pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan
keluarga
Universitas Sumatera Utara
-
berpengaruh signikan terhadap ketidakpatuhan berobat pada
penderita TB paru dan
yang paling dominan adalah faktor pendidikan.
Sehubungan dengan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum
obat anti
tuberkulosis, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Hutapea (2009)
menunjukkan dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum
obat
penderita TB Paru. Perhatian atas kemajuan pengobatan memiliki
pengaruh yang
paling besar terhadap peningkatan kepatuhan minum OAT penderita
paru.
5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB
Paru Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan
kesembuhan
pengobatan, diketahui bahwa dari 69 responden dengan pengetahuan
yang baik
tentang TB paru, hanya 2 orang (2.9%) tidak sembuh dan 67 orang
(97.1%) sembuh.
Sebaliknya dari 31 orang dengan pengetahuan buruk tentang TB
paru, 2 orang
(38.7%) tidak sembuh dan 19 orang (61.3%) sembuh. Hasil uji
chi-square
menunjukkan nilai p = 0.000, PR 13.35, 95% CI (3.178-56.125)
artinya ada hubungan
signifikan antara faktor pengetahuan dengan kesembuhan
pengobatan. Hal ini juga
dikonfirmasi oleh nilai PR = 13.35 artinya, responden dengan
pengetahuan baik
tentang TB paru diperkirakan memiliki peluang untuk sembuh 13,35
kali
dibandingkan responden dengan pengetahuan buruk tentang TB
paru.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa responden
yang rajin
berobat dan mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan
adalah responden
yang memiliki pengetahuan yang baik (Nazar, 2007). Hal yang sama
dikemukakan
Universitas Sumatera Utara
-
oleh Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan diartikan sebagai hal
apa yang
diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat atau
sakit atau kesehatan,
misalnya tentang penyakit (penyebab, cara penularan, serta
pencegahan), gizi,
sanitasi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan
berencana dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan penjelasan Notoatmodjo tersebut di atas dapat
diyakni bahwa
dengan mengetahui seluk beluk penyakit termasuk bentuk
pengobatannya, maka
peluang untuk mencapai kesembuhan juga akan semakin tinggi. Hal
yang sama
dikemukakan oleh Prawiradilaga (2008) bahwa pengetahuan muncul
ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian
tertentu yang
belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan
diperoleh dari
informasi baik secara lisan ataupun tertulis dari pengalaman
seseorang. Pengetahuan
diperoleh dari fakta atau kenyataan dengan mendengar radio,
melihat televisi, dan
sebagainya serta dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan
pemikiran kritis. Dari
definisi ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil
dari tahu yang
diperoleh melalui panca indera, dimana pengetahuan itu merupakan
domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Penelitian Hidayat (2000) juga memperlihatkan bahwa responden
yang tidak
teratur berobat adalah mereka yang memiliki pengetahuan kurang
baik (50,46%).
Pengetahuan responden yang kurang tentang TB Paru dalam
penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Nazar (2007) bahwa responden yang rajin
berobat dan
Universitas Sumatera Utara
-
mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan adalah
responden yang memiliki
pengetahuan yang baik.
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan kajian teoritis tersebut
di atas, penulis
mengasumsikan bahwa tidak ada penyimpangan antara temuan
penelitian dengan
teori terkait.
5.3 Hubungan Sikap dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB
Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara sikap dengan
kesembuhan pengobatan,
diketahui bahwa dari 65 responden dengan sikap yang baik tentang
TB paru, 3 orang
(4.6%) tidak sembuh dan 62 orang (95.4%) sembuh. Sedangkan dari
35 orang
dengan sikap buruk tentang TB paru, 11 orang (31.4%) tidak
sembuh dan 24 orang
(68.6%) sembuh. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p =
0.000, PR : 6,81, 95%
CI (2.0338-22.8055) artinya ada hubungan signifikan antara
faktor sikap dengan
kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh nilai PR =
6,81 artinya,
responden dengan sikap baik tentang TB paru diperkirakan
memiliki peluang untuk
sembuh 6,81 kali dibandingkan responden dengan sikap buruk
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jojor (2004)
yang
mengemukakan bahwa sikap positif penderita memiliki peranan yang
penting
terhadap kesembuhan penderita. Hal yang sama dikemukakan oleh
Suryabrata (2005)
bahwa sikap (attitude) berhubungan dengan sesuatu objek. Sikap
biasanya
memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang
dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
-
Hal yang sama dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010) bahwa
indicator sikap
kesehatan meliputi a).
Dari gambaran tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa dengan
adanya
sikap yang sehat, tentunya akan memberikan peluang kesembuhan
yang semakin
tinggi.
Sikap terhadap sakit atau penyakit, yakni bagaimana
penilaian
atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda tanda
penyakit, penyebab
penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan
sebagainya, b).
Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, yakni penilaian
atau pendapat
seseorang terhadap cara cara memelihara dan cara cara
berperilaku hidup sehat.
Dengan kata lain, pendapat atau penilaian terhadap makanan,
minuman, olahraga,
relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup dan sebagainya bagi
kesehatannya.
5.4 Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB
Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan
kesembuhan
pengobatan, diketahui bahwa dari 39 responden dengan pendidikan
tinggi, 2 orang
(5.1%) tidak sembuh dan 37 orang (94.9%) sembuh. Sedangkan dari
61 orang
dengan pendidikan dasar sampai menengah, 12 orang (19.7%) tidak
sembuh dan 49
orang (80.3%) sembuh. Hasil uji chi-square juga menunjukkan hal
yang sama
dimana nilai p = 0,07 lebih besar dari 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan signifikan antara faktor pendidikan dengan
kesembuhan pengobatan
Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Notoatmodjo (2010)
bahwa
seseorang yang berpendidikan tinggi, akan berbeda dengan orang
yang hanya
Universitas Sumatera Utara
-
berpendidikan rendah. Artinya, semakin tinggi pendidikan
seseorang, semakin baik
pula perilakunya untuk mengupayakan kesembuhan. Lebih lanjut
dijelaskan
Notoatmodjo (2010) bahwa pendidikan tentang sakit dan penyakit
yang meliputi
penyebab penyakit, gejala atau tanda tanda penyakit, bagaimana
cara pengobatan,
atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularan dan
bagaimana cara
pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya.
Dari hasil temuan penelitian dan kajian teori tersebut di atas,
penulis
mengasumsikan bahwa ada penyimpangan antara temuan penelitian
dengan kajian
teori terkait. Artinya, temuan penelitian tidak sejalan dengan
kajian teori yang ada.
Dengan kata lain, semakin baik pendidikan seseorang, semakin
besar pula
peluangnya untuk mendapatkan kesembuhan melalui pengobatan
karena semakin
baik pula perilakunya untuk mencari kesembuhan.
5.5 Hubungan Pendapatan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB
Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pendapatan dengan
kesembuhan
pengobatan, diketahui bahwa dari 52 responden dengan penghasilan
di atas Rp 1juta,
hanya 1 orang (1.9%) tidak sembuh dan 51 orang (98.1%) lainnya
sembuh sebaliknya
dari 48 orang dengan penghasilan dibawah Rp. 1 juta, ada 13
orang (27.1%) tidak
sembuh dan 35 orang (72.9%) sembuh. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa
pendapatan memiliki hubungan linier dengan tingkat kesembuhan
pengobatan.
Dengan kata lain, semakin tinggi pendapatan, semakin besar
peluang untuk
mengalami kesembuhan. Hasil analisis ini juga didukung oleh
hasil uji chi-square
Universitas Sumatera Utara
-
menunjukkan nilai p = 0.000, PR 14.083, 95% CI (1.914-103.622)
artinya ada
hubungan signifikan antara faktor pendapatan dengan kesembuhan
pengobatan.
Selanjutnya, berdasarkan nilai PR = 14.083, dapat disimpulkan
bahwa responden
yang berpenghasilan di atas Rp 1 juta berpeluang 14.083 kali
untuk sembuh
dibandingkan responden yang berpenghasilan dibawah Rp 1
juta.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Notoatmodjo (2010) tingkat
pendapatan
atau sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan
perbaikan
pelayanan kesehatan yang diingankan oleh masyarakat. Rata-rata
keluarga dengan
sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan
dan sarana
kesehatan yang bagus dan bermutu (Effendy,1998;
Notoatmodjo,2003).
penelitian Hutapea (2009) menunjukkan
dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat
penderita TB Paru.
Perhatian atas kemajuan pengobatan memiliki pengaruh yang paling
besar terhadap
peningkatan kepatuhan minum OAT penderita paru.
Dari hasil temuan penelitian dan kajian teori tersebut di atas,
penulis
mengasumsikan bahwa tidak ada penyimpangan antara temuan
penelitian dengan
kajian teori terkait. Artinya, temuan penelitian tidak sejalan
dengan kajian teori yang
ada. Dengan kata lain, semakin baik pendapatan seseorang,
semakin besar pula
peluangnya untuk mendapatkan kesembuhan melalui pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
-
5.6 Hubungan Jarak Tempuh ke Puskesmas dengan Tingkat Kesembuhan
pengobatan TB Paru
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari
55 responden
dengan jarak ke puskemas di atas 1 km 6 orang (10.9%) tidak
sembuh dan 49 orang
(89.1%) sembuh. Sedangkan dari 45 orang dengan jarak ke puskemas
dibawah 1
km, 8 orang (17.8%) tidak sembuh dan 37 orang (82.2%) sembuh.
Hasil uji chi-
square menunjukkan nilai p = 0.391. PR. 1.630, 95% CI
(0.610-4.353) artinya tidak
ada hubungan signifikan antara faktor jarak tempuh ke Puskesmas
dengan
Kesembuhan Pengobatan TB Paru.
5.7 Hubungan Transportasi dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan
TB Paru
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari
89 responden
dengan transportasi berbiaya, 12 orang (13.5%) tidak sembuh dan
77 orang (86.5%)
sembuh. Sedangkan dari 11 orang dengan transportasi tidak
berbiaya, 2 orang
(18.2%) tidak sembuh dan 9 orang (81.8%) sembuh. Hasil uji
chi-square
menunjukkan nilai p = 0,65. PR. 1.348, 95% CI (0.346-5.252)
artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara cara transportasi ke Puskesmas
dengan Tingkat
Kesembuhan Pengobatan TB Paru.
5.8 Analisis Multivariat
Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan regresi
logistik
berganda metode enter diperoleh 3 (tiga) variabel yang
berhubungan dengan
kesembuhan diwilayah puskesmas Polonia Medan Tahun 2012 yaitu
dukungan
Universitas Sumatera Utara
-
keluarga, pendapatan dan pengetahuan. Namun ada variabel yang
mempunya ExpB
paling besar adalah variabel dukungan keluarga sehingga variabel
inilah yang paling
dominan berhubungan dengan pengobatan TB Paru di Wilayah
Puskesmas tahun
2012.
Bila kita lihat dari hasil penggunaan persamaan regresi logistik
pada salah
seorang responden, maka terlihat walaupun dukungan keluarga
buruk, pendapatan
dibawah Rp.1.000.000 dan pengetahuan juga buruk tetapi peluang
untuk tidak
sembuh hanya 19%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
kesadaran penderita
untuk melakukan pengobatan sudah cukup baik, sehingga tanpa
dukungan keluarga,
dengan penghasilan rendah dan pengetahuan buruk pun mereka tetap
rutin
melakukan pengobatan untuk kesembuhan TB Paru.
Universitas Sumatera Utara
-
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan hasil penelitian yang telah
dipaparkan
pada bagian terdahulu, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Mayoritas responden mempunyai dukungan keluarga yang baik
(64%),
pengetahuan baik (69%), sikap yang baik (65%), pendidikan
menengah ke
atas (61%), pendapatan di atas Rp 1 juta ( 52%), jarak ke
puskesmas lebih
dari 1.000 m(55%), mayoritas menggunakan transportasi berbiaya
(89%),
mayoritas responden memiliki, dan serta mayoritas responden
mengalami
kesembuhan ( 86%).
2. Dukungan keluarga, pengetahuan, sikap, pendidikan dan tingkat
pendapatan
memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kesembuhan
pengobatan
TB Paru dengan p = 0.000.
3. Dukungan keluarga merupakan variabel yang paling dominan
berhubungan
dengan tingkat kesembuhan pengobatan TB Paru dengan p =
0.000
6.2. Saran
1. Kepada Puskesmas Polonia Medan, disarankan untuk terus
melakukan
sosialisasi informasi untuk meningkatkan pengetahuan penderita
TB paru
tentang pentingnya kepatuhan berobat, sehingga tingkat
kesembuhan
penderita semakin meningkat.
Universitas Sumatera Utara
-
2. Kepada keluarga penderita TB paru, disarankan untuk tetap
memberikan
dukungan termasuk bantuan dana agar kesembuhan pengobatan
penderita
semakin optimal dan kebutuhan lainnya dapat terpenuhi.
3. Kepada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Polonia
Medan,
disarankan untuk terus meningkatkan pengetahuannya sehingga
dapat
menyikapi TB paru secara positif serta mengambil tindakan
positif untuk
meningkatkan kesembuhan pengobatan.
Universitas Sumatera Utara