BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai penyebab kesakitan dan kematian di dunia yang cukup luas dan menjadi masalah ekonomi dan sosial. PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara di dalam saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan oleh karena terjadinya inflamasi kronis akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. 5,9 Respon inflamasi pada PPOK adalah inflamasi kronis yang meliputi saluran napas, parenkim paru dan pembuluh darah paru. Berbagai sel-sel inflamasi terlibat dalam proses tersebut antara lain makrofag, limfosit T ( terutama CD8 ) dan netrofil. Sel inflamasi tersebut melepaskan berbagai mediator yaitu leukotrien, interleukin 8 (IL8), tumor nekrosis factor (TNF) dan berbagai mediator lainnya. Mediator tersebut dapat menyebabkan kerusakan struktur paru akibat inflamasi yang menetap. 5,11 Inhalasi asap rokok dan zat partikel lainnya menyebabkan inflamasi pada saluran napas berupa edema, pembentukan proteoglikan dan kolagen di jaringan submukosa dan interstisial, membesarnya sel mukus dan sel goblet serta meningkatnya sekresi mukus, meningkatnya jumlah pembuluh darah kecil yang kemudian berdilatasi, hipertropi dan hiperplasia otot-otot jalan napas, respon inflamasi yang abnormal ini mengakibatkan kerusakan jaringan parenkim (menghasilkan emfisema) dan menganggu mekanisme perbaikan dan pertahanan (menyebabkan fibrosis saluran napas kecil). Perubahan patologi pada PPOK dilihat pada saluran napas sentral , saluran pernapasan perifer, parenkim paru dan pembuluh darah paru. 5.18 Pada penderita PPOK terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas di sistem pernapasan dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai penyebab kesakitan dan kematian di dunia yang
cukup luas dan menjadi masalah ekonomi dan sosial. PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai
dengan adanya keterbatasan aliran udara di dalam saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel.
Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan oleh karena terjadinya inflamasi kronis akibat pajanan
partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas,
batuk dan produksi sputum.5,9
Respon inflamasi pada PPOK adalah inflamasi kronis yang meliputi saluran napas, parenkim paru
dan pembuluh darah paru. Berbagai sel-sel inflamasi terlibat dalam proses tersebut antara lain makrofag,
limfosit T ( terutama CD8 ) dan netrofil. Sel inflamasi tersebut melepaskan berbagai mediator yaitu
leukotrien, interleukin 8 (IL8), tumor nekrosis factor (TNF) dan berbagai mediator lainnya. Mediator
tersebut dapat menyebabkan kerusakan struktur paru akibat inflamasi yang menetap.5,11
Inhalasi asap rokok dan zat partikel lainnya menyebabkan inflamasi pada saluran napas berupa
edema, pembentukan proteoglikan dan kolagen di jaringan submukosa dan interstisial, membesarnya sel
mukus dan sel goblet serta meningkatnya sekresi mukus, meningkatnya jumlah pembuluh darah kecil yang
kemudian berdilatasi, hipertropi dan hiperplasia otot-otot jalan napas, respon inflamasi yang abnormal ini
mengakibatkan kerusakan jaringan parenkim (menghasilkan emfisema) dan menganggu mekanisme
perbaikan dan pertahanan (menyebabkan fibrosis saluran napas kecil). Perubahan patologi pada PPOK
dilihat pada saluran napas sentral , saluran pernapasan perifer, parenkim paru dan pembuluh darah paru.5.18
Pada penderita PPOK terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas di sistem pernapasan dan
mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan
Universitas Sumatera Utara
tahanan aliran udara dalam saluran napas akan meningkatkan kerja pernapasan juga terdapat penurunan
elastisitas parenkim paru, bertambahnya kelenjar mukus pada bronkus dan penebalan pada mukosa bronkus.
Akibatnya terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru antara lain: kapasitas vital
paksa (KVP), volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), Force expiratory flow. Terdapat peningkatan
volume residu akibat kehilangan daya elastisitas paru 7,19
Obstruksi saluran napas yang kronis mengakibatkan volume udara keluar dan masuk tidak
seimbang sehingga terjadi air trapping. Keadaan yang terus menerus menyebabkan diafragma mendatar,
kontraksi kurang efektif. Sebagai kompensasinya terjadi pemakaian terus menerus otot-otot interkostal dan
otot inspirasi tambahan. Napas menjadi pendek dan sukar akhirnya terjadi hipoventilasi alveolar. Terjadi
hipoksemia dan hiperkapnia dikarenakan gangguan ventilasi / perfusi serta ditambah hipoventilasi alveolar
akibat alur napas yang kecil.20
Akibat sesak napas yang sering terjadi penderita PPOK menjadi panik, cemas dan frustasi sehingga
penderita PPOK mengurangi aktifitasnya untuk menghindari sesak napas, dan hal ini yang membuat
penderita menjadi tidak aktif. Penderita akan jatuh ke dalam dekondisi fisik yaitu keadaan merugikan akibat
aktifitas yang rendah dan dapat mempengaruhi sistem muskuloskletal, respirasi, kardiovaskular dan lainnya.
Kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari akan menurun. Keadaan ini menyebabkan
kapasitas fungsional menjadi menurun sehingga kualitas hidup juga akan menurun.21,22,23
Karena derajat dari penurunan VEP1 memiliki implikasi prognosis dan berhubungan dengan
morbiditi dan mortaliti, maka satu sistem penderajatan berdasarkan tingkatan obstruksi aliran udara
dipergunakan oleh internasional untuk klasifikasi PPOK 5
Tabel 2.1. Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 5
GOLD 2009
Derajat Karateristik
Universitas Sumatera Utara
I.PPOK Ringan FEV1/FVC < 70 %
FEV1> 80% prediksi
II.PPOK Sedang FEV1/FVC < 70 %
50% < FEV1 < 80% prediksi
III.PPOK Berat
FEV1/FVC < 70 %
30% < FEV1 < 50% prediksi
IV.PPOK Sangat Berat
FEV1/FVC < 70%
FEV1 < 30% prediksi atau FEV1 < 50% prediksi disertai gagal napas kronis
Pada buku ” PPOK pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia” yang diterbitkan
oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2004 membuat tujuan penatalaksanaan PPOK yaitu
: mencegah progresifiti penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi latihan, mencegah dan
mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang, mencegah atau menimalkan
pengaruh samping obat, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, meningkatkan kualitas hidup
penderita, menurunkan angka kematian. Tujuan diatas dapat dicapai melalui 4 komponen program
tatalaksana yaitu : evaluasi dan monitor penyakit, menurunkan faktor resiko, tatalaksana PPOK stabil,
tatalaksana PPOK eksaserbasi. Secara umum tatalaksana PPOK stabil meliputi : edukasi, obat-obatan, terapi
oksigen, vaksinasi, nutrisi, ventilasi non mekanik dan rehabilitasi.7
2.2. Gangguan Fungsi Otot Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Universitas Sumatera Utara
Pada PPOK terjadi gangguan otot pernafasan yang dipengaruhi kontraksi otot dan kekuatan otot
pernafasan. Hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas
kronik yang menganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan
terdapat udara yang terjebak (air trapping).24
Air trapping dalam keadaan lama menyebabkan diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif dan
fungsinya sebagai otot utama pernafasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot
interkostal dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai terus
menerus hingga peran diafragma menurun sampai 65%. Volume nafas mengecil dan nafas menjadi pendek
sehingga terjadi hipoventilasi alveolar yang akan meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya
cadangan penderita. Frekuensi respirasi meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi saluran nafas
yang kecil dan menimbulkan sesak nafas yang khas.24,25
Penyakit PPOK sekarang telah dianggap suatu penyakit yang banyak melibatkan banyak organ dan
sistem. Inflamasi saluran napas PPOK berhubungan dengan berbagai komplikasi baik lokal maupun
sistemik termasuk cachexia, berat badan menurun, osteoporosis, penurunan massa otot, dementia, depresi
dan kanker. Manifestasi ekstra paru ini mempercepat angka kesakitan dan kematian pada penderita
PPOK.24,25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1.Efek sistemik dan komorbid dari Penyakit Paru Obstruktif kronik. 26
Salah satu yang penting efek sistemik dari PPOK adalah kelemahan otot, dan terkadang disertai
kehilangan massa lemak bebas. Kadang kelemahan otot dapat didahului oleh cachexia. Otot skeletal
meliputi 40-50% dari dari jumlah total massa tubuh seoarang pria dengan berat badan normal.
Penghancuran protein otot skeletal mempunyai proses keseimbangan yang dinamis. Namun banyak
penyakit yang akut dan kronis bersama-sama menyebabkan kehilangan massa otot yang berhubungan
dengan penghancuran protein. Pada penyakit yang akut seperti trauma yang luas, sepsis, kehilangan massa
otot ini cukup luas dan cepat. Pada penyakit kronis seperti pada PPOK kehilangan massa otot berjalan
lambat. Beberapa penelitian menunjukkan terjadi perubahan struktur dan fungsi otot skletal pada penderita
PPOK. 26.27
Dengan bertambah beratnya penyakit, penderita PPOK kehilangan banyak otot, khususnya otot
paha dan lengan atas. Selanjutnya penderita kehilangan kekuatan latihan dan mengeluh lemah, sesak napas
Universitas Sumatera Utara
dan berkurang aktifitas. Tidak mengherankan bila kelemahan otot skeletal berpengaruh pada menurunnya
status kesehatan penderita PPOK dan pastinya meningkatkan resiko kematian. Pengobatan yang lebih awal
dengan program latihan dapat memperbaiki beberapa hilangnya status kesehatan yang berhubungan dengan
kelemahan otot, dan meningkatkan kemampuan latihan dan kekuatan fisik.26
Hasil dari analisa biopsi menyatakan pengurangan yang siknifikan pada serat tipe I (lambat, daya
tahan, oksidatif) dan meningkat relatif serat tipe II (cepat, glikolisis) dibandingkan orang normal, dimana
kemungkinan meningkatkan kelemahan dan mengurangi kekuatan otot pada penderita PPOK, hal ini
menunjukkan perubahan proses oksidatif ke glikolisis. Metabolisme glikolisis menghasilkan ATP yang
lebih kecil dibandingkan metabolisme oksidatif sehingga sangat berpengaruh pada metabolisme energi otot
rangka penderita PPOK.25 Perubahan metabolisme ini meningkatkan pembentukan asam laktat yang
menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot lebih cepat.26
Meskipun kelemahan otot diketahui secara luas merupakan efek sistemik dari PPOK namun
mekanisme terjadinya belum begitu jelas. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya
kelemahan otot antara lain :
1. Inflamasi sistemik.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi sistemik merupakan faktor yang penting yang terlibat
dalam penurunan berat badan dan kehilangan massa otot. TNF-α merangsang aktivasi nuclear factor
(NF-kB) untuk menghambat diferensiasi otot dengan menekan myoD-mRNA pada pasca transkripsi.
TNF-α dan interferon γ (IF γ) mempengaruhi regulasi otot rangka melalui penghambatan terbentuknya
serat otot-otot baru, degenerasi serat-serat otot baru dibentuk dan menyebabkan ketidakmampuan
memperbaiki kerusakan otot rangka. Sitokin inflamasi diduga berperan pada pengecilan otot melalui
penghambatan diferensiasi miogen melalui jalur NF-kB dan secara langsung menghambat NF-kB
seperti yang terlihat pada pengurangan otot berhubungan dengan kaheksia.26. 27
NF-kB turut merangsang pembentukan Nitric Oxide (NO) yang merupakan radikal bebas hasil dari
asam amino L- arginin oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). Inducible isoforms NOS (iNOS) yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan bentuk ketiga dari NOS sangat meningkat pada otot penderita PPOK. Peningkatan kadar
iNOS menyebabkan proses penghancuran protein, meningkatkan proses apoptosis dan menyebabkan
kegagalan kontraksi otot sehingga berpotensi sebagai penyebab keterbatasan toleransi latihan pada
penderita PPOK.27.28.29
2. Peningkatan stress oksidatif
Perkembangan dan progresifitas kelemahan otot pada PPOK kuat hubungannya juga dengan
meningginya stress oksidatif. Peninggian oksidatif stress berhubungan dengan peningkatan reactive
oxygen species (ROS). Stress oksidatif semakin meninggi pada otot skeletal penderita PPOK sebagai
peroksida pada plasma penderita PPOK saat istirahat, setelah bekerja dan eksaserbasi. Peningkatan
stress oksidatif juga terlihat pada kelelahan otot rangka, hal ini dapat disebabkan karena hipoksia,
terjadi gangguan metabolisme pada mitokondria dan peningkatan kegiatan cytochrome C-