BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Sistem Propulsi Setiap kendaraan membutuhkan sesuatu yang menghasilkan gerak,sesuatu yang mendorong kendaraan tersebut dan memberikan percepatan. Sistem propulsi merupakan mekanisme penggerak pada setiap pesawat udara. Ada dua jenis sistem propulsi yang dipakai,yakni sistem penggerak propeler dan sistem penggerak jet expansi. Setiap sistem propulsi dihasilkan berdasarkan hukum ketiga Newton. Pada sistem propulsi,udara sebagai fluida kerja diakselerasikan oleh sistem, dan reaksi dari akselerasi atau percepatan ini menghasilkan gaya pada sistem yang disebut dengan thrust atau gaya dorong. Gaya yang bekerja pada sistem propulsi sebagaimana yang terlihat pada gambar 2.1 merupakan penerapan dari hukum kedua Newton. Gambar 2.1. Defenisi gaya pada gerak pesawat Dimana force atau gaya merupakan perubahan momentum berdasarkan perubahan waktu. Persamaan ini dapat diuraikan sehingga akan diperoleh persamaan gaya yang mengacu kepada hukum ke dua Newton Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Sistem Propulsi
Setiap kendaraan membutuhkan sesuatu yang menghasilkan
gerak,sesuatu yang mendorong kendaraan tersebut dan memberikan percepatan.
Sistem propulsi merupakan mekanisme penggerak pada setiap pesawat udara. Ada
dua jenis sistem propulsi yang dipakai,yakni sistem penggerak propeler dan
sistem penggerak jet expansi. Setiap sistem propulsi dihasilkan berdasarkan
hukum ketiga Newton. Pada sistem propulsi,udara sebagai fluida kerja
diakselerasikan oleh sistem, dan reaksi dari akselerasi atau percepatan ini
menghasilkan gaya pada sistem yang disebut dengan thrust atau gaya dorong.
Gaya yang bekerja pada sistem propulsi sebagaimana yang terlihat pada gambar
2.1 merupakan penerapan dari hukum kedua Newton.
Gambar 2.1. Defenisi gaya pada gerak pesawat
Dimana force atau gaya merupakan perubahan momentum berdasarkan
perubahan waktu. Persamaan ini dapat diuraikan sehingga akan diperoleh
persamaan gaya yang mengacu kepada hukum ke dua Newton
Universitas Sumatera Utara
Diturunkan dari persamaan
F = (2.1)
Dengan nilai massa yang konstan maka persamaan diatas dapat di ubah menjadi
F =
F = m .a (2.2)
2.1.1 Defenisi Propeler
Propeler berasal dari dua kata bahasa latin yakni Pro dan Pellere . Pro
yang berarti di depan,dan pellere yang berarti untuk menggerakkan. Lebih jauh
lagi menurut Shivell dalam bukunya fundamentals of flight, propeler adalah
sekumpulan dari bilah atau “sayap” yang berputar, yang di orientasikan pada arah
dari resultan gaya angkat yang pada hakikatnya mengarah ke depan
(Shivell, 1983).
2.1.2 Sejarah Perkembangan Teori Propeler
Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeler bekerja
sehingga menghasilkan thrust atau gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks.
Hal ini dikarenakan propeler merupakan sayap yang berputar dengan perubahan
bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa. Teori propeler telah dikenal beberapa
ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang
telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial
momentum theory diperkenalkan oleh William. J. M. Rankine pertama kali pada
tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh
Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal dengan General
Universitas Sumatera Utara
Momentum Theory. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh
Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan dengan Vortex-Blade Element
Theory (Ardhianto, 2011)
2.1.3 General Momentum Theory
Teori ini mempelajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeler.
Propeler dianggap sebagai sebuah piringan, dan udara melewati piringan piringan
tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara
sebelum dan sesudah melewati piringan tersebut.
2.1.4 Vortex-Blade Element Theory
Teori ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan
dengan vortex teory. Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap-
tiap bilah baling-baling dengan cara mem-breakdown bilah tersebut menjadi
beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin
dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung
yang kemudian dihitung per bagian.
Teori elemen bilah disempurnakan dengan teori vortex. Teori vortex
tersebut berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah
yang berputar sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.2. Vorteks-vorteks
tersebut lalu mengalir ke belakang membentuk lintasan berbentuk helikal. Konsep
trailing edge vortices dan tip vortices pada propeler tersebut mirip dengan
konsep-konsep pada finite wing. Hanya saja konsep ini dipakai untuk propeler
dengan perubahan penampang serta perubahan sudur serang. Pada gambar 2.2
Universitas Sumatera Utara
juga dapat menunjukkan bahwa penyederhanaan permasalahan dengan
mengasumsikan aliran putaran hanya dihasilkan ujung bilah saja.
Gambar 2.2. Konsep vortex pada propeler
2.2 Airfoil
Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang dibuat untuk
menghasilkan gaya angkat yang lebih besar dari gaya drag pada saat ditempatkan
pada sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung yang
lancip untuk menjamin aliran udara sedapat mungkin sealiran (Clancy, 1975).
Airfoil dapat menghasilkan gaya angkat (lift) yang dibutuhkan untuk
mempertahankan pesawat terbang tetap di udara. Untuk menghasilkan gaya
angkat ini maka airfoil tersebut perlu terus bergerak di udara. Harus diingat pula
bahwa kita tidak mungkin hanya mendapatkan lift saja, tanpa menghasilkan gaya
hambat.
Gaya hambat ini harus diperkecil agar tenaga pendorong airfoil tidak
mengalami hambatan yang besar. lift dan drag dipengaruhi oleh:
1. Bentuk airfoil
2. Luas permukaan airfoil
3. Pangkat dua dari kecepatan aliran udara
4. Kerapatan (densitas) udara
Universitas Sumatera Utara
Persamaan untuk menghitung Lift dan Drag dapat dinyatakan dengan
(Anderson,1999)
(2.3)
(2.4)
Dimana :
CL = Coefficient of Lift
= Densitas Udara
S = Kecepatan Udara
CD = Coefficient of Drag
2.3 Suara
Suara merupakan perubahan tekanan yang bergerak sepanjang material
dengan kecepatan yang bergantung kepada karakteristik material tersebut
(Beranek, 2006). Gelombang suara pada fluida kebanyakan dihasilkan melalui
permukaan zat padat yang bergetar di dalam fluida tersebut. Untuk mempermudah
pemahaman terhadap proses terjadinya suara yang berkaitan dengan adanya
permukaan zat padat yang bergetar dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Gelombang suara pada material
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar 2.3, permukaan benda yang bergetar mengakibatkan fluida
yang berdekatan dengan permukaan tersebut terkompresi. Kompresi ini
mengakibatkan efek menjauh dari permukaan yang bergetar. Efek ini disebut
dengan gelombang suara, gelombang suara tersebut akan bergerak menjauhi
permukaan yang bergetar dengan kecepatan yang bervariasi bergantung terhadap
material yang dilalui. Untuk gas ideal, kecepatan suara adalah fungsi dari
temperatur absolut.
c = (2.5)
dimana gc = fator konversi satuan = 1 kgm/N-s2
= spesfic heat ratio = cp/cv
= konstanta gas spesifik = 287 J/kg-K
T = temperatur absolut ( K )
2.4 Kebisingan (Noise)
Noise atau bising merupakan suara atau bunyi yang tidak diinginkan
keberadaannya (Harris,1957). Seiring berkembangnya waktu, kebanyakan dari
mesin mesin produksi,mesin mesin transportasi, dan segala sesuatu yang dapat
meningkatkan taraf hidup manusia selalu berdampingan dengan masalah
kebisingan. Karena sifat dari kebisingan adalah keberadaannya tidak diinginkan,
maka ada usaha usaha yang dilakukan untuk meniadakan atau meminimalisir
kebisingan tersebut. Konsep dari minimalisasi kebisingan tersebut terbagi
kedalam noise reduction dan noise control.
Kebisingan dapat merambat melalui banyak jalur yang disebut sebagai
path of noise yang secara skematik ditunjukkan pada gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Skema transmisi kebisingan
2.5 Tingkat Kebisingan
Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode
yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara
dalam satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure
level dan sound power level.
a. Sound Power level
Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan
Lw = 10 log10 (db) (2.6)
Dimana W = Sound Power
Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt
b. Sound Pressure Level (SPL)
Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db)
dengan mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah
menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang
Universitas Sumatera Utara
skala desibel berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound
pressure level. Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang
dihasilkan oleh sumber kebisingan ditunjukkan pada tabel 2.1.