BAB II DASAR TEORI 2.1 PERHITUNGAN HIDROLOGI 2.1.1 Umum Persediaan air hujan dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dan penguapan air. Proses-proses yang tercakup dalam peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang disebut daur hidrologi. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh scbagai hujan alau salju (presipitasi) ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian Iangsung menguap ke udara dan sebagian mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh- tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi. Air ini akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah. kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhimya ke laut. Dalam perjalanannya ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
DASAR TEORI
2.1 PERHITUNGAN HIDROLOGI
2.1.1 Umum
Persediaan air hujan dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk
hujan sebagai hasil dan penguapan air. Proses-proses yang tercakup dalam
peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa
yang disebut daur hidrologi.
Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan,
presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan
tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan
kemudian jatuh scbagai hujan alau salju (presipitasi) ke permukaan laut atau
daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian Iangsung menguap ke udara
dan sebagian mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-
tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau
mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam
tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi. Air ini
akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah. kemudian mengalir ke daerah-daerah
yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhimya ke laut. Dalam perjalanannya
ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke
dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran interflow).
Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan
Universitas Sumatera Utara
keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di
daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air tanah).
2.1.2 Penentuan Curah Hujan Rata-Rata DAS
Semua air yang bergerak di dalam bagian daur hidrologi secara langsung
maupun tidak langsung berasal dari hujan (presipitasi). Udara yang diserap oleh
air membawa air yang diuapkan dan bergerak hingga air tersebut mendingin
sampai di bawah titik embun dan mempresipitasikan uap air sebagai hujan
maupun bentuk presipitasi yang lain.
Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik
tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS-DAS di sebelahnya oleh
suatu pembagi, atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada peta
topografi.
Daerah aliran disebut juga sebagai cathment area atau drainage basin.
Data hujan dari beberapa stasiun hujan digunakan dalam analisa data hujan untuk
mencari curah hujan rata-rata daerah aliran.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan,
bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan
wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Beberapa cara perhitungan untuk
mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu :
1. Arithmatic Mean Method
Ini merupakan cara yang paling sederhana dan diperoleh dengan menghitung
rata-rata arithmatic dan semua total penakar hujan di suatu kawasan. Cara ini
Universitas Sumatera Utara
sesuai pada daerah yang datar dan mempunyai banyak penakar hujan yang
didistribusikan secara merata pada lokasi-lokasi yang mewakili. Cara Arithmatic
E= 90% x 90% x 80% = 65% ………………………………………………….(2.14)
2.4.9 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan
Besamya kebutuhan air di pintu pengambilan adalah banyaknya kebutuhan air
bersih di sawah dibagi dengan efisiensi proyek. Rumus yang digunakan adalah:
DR = . ,NFR
E 8 64…………………………………………………………………....(2.15)
Dimana :
DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (l/dt/ha)
NFR = Kebutuhan air di sawah (mm/hari)
E = Efisiensi irigasi (%)
1/8,64 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha
2.5 Tata Letak Saluran
Saluran terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier. Saluran tersebut
dapat menjadi sebagai saluran garis tinggi (trances) dan dapat juga sebagai saluran
punggung Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Direktorat Irigasi (1986).
Menurut Reksokusumo, 1977, saluran primer pada umumnya selalu mengikuti
titik yang tertinggi dari daerah yang akan diairi, sehingga seluruh daerah yang akan
Universitas Sumatera Utara
direncanakan dapat diairi, maka saluran induknya akan mengikuti garis yang
menghubungkan titik-titik yang sama tinggi dari daerah yang bersangkutan,
sedangkan saluran sekunder akan mengikuti punggung medan. Apabila daerah yang
akan diairi diapit oleh dua buah sungai atau parit, maka saluran induk akan mengikuti
garis pemisah air (garis pembagi tangkapan air).
2.6 Penentuan Petak-Petak Persawahan
Dalam penentuan petak-petak persawahan topografi sangat diperlukan untuk
membagi batas-batas daerah seperti : batas kampung, jalan raya, sungai, saluran
pembuang dan lain sebagainya untuk memudahkan penentuan ukuran-ukuran luas
bagian petak persawahan yang diperlukan untuk pembagian daerah-daerah
persawahan kedalam kategori yang lebih kecil. Pembagian ini dilakukan dari
pembagian yang lebih besar, petak primer atau sekunder ke pembagian yang lebih
kecil,petak tersier (Reksokusumo,1977).
Menurut Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Dierektorat Irigasi (1986), beda
garis tinggi untuk daerah datar dengan kemiringan tanahnya lebih kecil dari 2 %,
maka interval garis tinggi diambil 0,50 meter dan untuk daerah landai dengan
kemiringan tanahnya antara (2–5)%, maka diambil interval garis tinggi 1 meter,
selanjutnya untuk daerah berbukit-bukit dengan kemiringan tanahnya antara (5-20)%,
maka diambil interval garis tinggi 2 meter danuntuk daerah dan untuk daerah
pegunungan dengan kemiringan tanahnya diatas 20%, maka diambil interval garis
tinggi 5 meter.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soetodjo, 1974, pembagian petak-petak persawahan didasari kepada
kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Luas petak tersier maksimum 160 Ha pada daerah datar dan pada daerah
berbukit-bukit maksimum luasnya adalah 80 Ha. Luas tersebut sedapat
mungkin sama untuk setiap petak tersier, agar memudahkan pengawasan
atas banyaknya air yang diperlukan dan juga sangat berguna bagi daerah
penanam padi yang menggunakan sistem pemberian air secara bergiliran.
b. Luas petak tersier diberi batas yang nyata, misalnya jalan raya, jalan desa,
jalan kereta api, sungai, saluran pembuang, pemukiman penduduk dan
lain-lain. Hal ini perlu bagi si pemakai air itu sendiri agar tidak timbul
keraguan dari saluran mana ia mesti mengalirkan air kesawahnya.
c. Letak Tersier diusahakan sedekat mungkin dengan pintu pengambilan
agar pengukuran atau pengambilan air dipetak tersebut mudah dilakukan.
d. Petak tersier hanya mendapatkan air dari satu bangunan sadap tersier atau
dari satu saluran tersier.
e. Bentuk petak sedapat mungkin sama panjang dengan lebar untuk
menghindari terlalupanjangnya saluran tersier.
Menurut Reksokusumo,1977, petak tersier sedapat mungkin kelihatan bebas
(survey able) dan jaraknya dari petak tersier dengan bangunan sadap tidak melebihi 3
km, sehingga pembagian air tidak terlalu sukar.
Pembagian daerah persawahan kedalam petak-petak sekunder atau primer
dapat berpedoman pada Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Direktorat Irigasi (1986).
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang airnya dibagikan oleh satu
Universitas Sumatera Utara
saluran pembagi sekunder dan menerima air langsung dari bangunan bagi yang
terletak di saluran primer atau di saluran sekunder. Sebagai batas-batas petak
sekunder pada umumnya digunakan tanda-tanda topografi yang jelas seperti saluran
pembuang, jalan raya, jalan desa, jalan kereta api, dan lain-lain. Luas petak sekunder
tergantung dari pada medan yang dapat diairi oleh satu saluran sekunder. Petak
primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang airnya dibagikan oleh satu saluran
pembagi sekunder dan mengalirkan air langsung dari sumbernya (Bendung atau
waduk)
2.7 Perhitungan Debit
Banyaknya air yang keluar dari suatu bendungan untuk memenuhi kebutuhan
air irigasi. tentunya perlu diimbangi dengan banyaknya air yang masuk ke bendungan
tersebut. Air yang masuk mengisi suatu bendungan biasanya merupakan debit air
yang mengalir dari suatu cathment area. Dari data debit yang diperoleh pada studi ini,
maka diketahui pengisian bendungan berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data
ini nantinya akan dipakai dalam perhitungan debit yang masuk ke bendungan.
Perhitungan debit untuk mengetahui banyaknya air yang masuk suatu
bendungan ialah dihitung dengan mencari debit rata-rata tiap bulannya selama
setahun. Rumus yang digunakan untuk menghitung debit rata-rata adalah
Qrata-rata = 1/n x ∑Q………………………………………………………….(2.16)
Dimana :
n = Banyaknya data
Q = Data debit
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Besar Bebit yang di Distribusikan
Besar debit yang didistribusikan disetiap saluran tergantung dari jumlah
kebutuhan air pada petak sawah dan diperbesar atau ditambah untuk menutupi
kehilanga air pada setiap tingkat saluran didaerah irigasi yang bersangkutan hingga
ke pengambilan pada waduk atau sungai Standar Perencanaan Irigasi KP-01
Direktorat Irigasi (1986).
Menurut Soetodjo, 1974, untuk menghitung besarnya debit air yang akan di
distribusikan pada setiap saluranjika system pemberian airnya secara giliran bebas,
tidak beraturan golongan, maka digunakan rumus sebagai berikut:
Qo = t . a . A ………………………………………………………….(2.17)
Q = 1,1 . Qo ………………………………………………………….(2.18)
Q = 1,2 . Qo ………………………………………………………….(2.19)
Dimana :
Qo = debit di saluran (ltr/dtk)
Q = debit di saluran primer atau sekunder (ltr/dtk)
Q = debit di saluran tersier (ltr/dtk)
t = koefisien tegal
a = Kebutuhan air normal (ltr/dtk/Ha)
A = Luas yang diairi (Ha)
Kebutuhan air normal adalah kebutuhan air dengan koefisien reduksi sama
dengan 1 untuk daerah pengairan seluas 140 Ha, dimana dapat terjadi giliran bebas.
Kebutuhan dasar adalah kebutuhan air pada waktu rendaman penuh untuk daerah
Universitas Sumatera Utara
yang kecil dan dapat dikerjakan dalam waktu 14 hari. Besarnya kebutuhan normal
sebagai pendekatan adalah 90% dari kebutuhan dasar. Jadi kebutuhan air normal
adlah sebagai berikut :
a = 0,90 . k…………...…………………………….…………………………….(2.20)
Dimana :
k = kebutuhan dasar (ltr/dtk/Ha)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.10 Koefisien Lengkung Kapasitas “TEGAL” (t) untuk Tiap Luas Daerah yang Diairi
Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t)