Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida 2.1.1.Pengertian Pestisida Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 (yang dikutip oleh Djojosumarto, 2008) pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : 1) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2) Memberantas rerumputan. 3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 4) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak. 5) Memberantas dan mencegah hama-hama air. 6) Memberikan atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau Universitas Sumatera Utara
43

Chapter II

Jan 21, 2016

Download

Documents

Canra Sun
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Chapter II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

2.1.1.Pengertian Pestisida

Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh

atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal

dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang

dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu,

penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus,

nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain

yang dianggap merugikan. Menurut peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973

(yang dikutip oleh Djojosumarto, 2008) pestisida adalah semua zat kimia atau

bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

1) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang

merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian.

2) Memberantas rerumputan.

3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman, tidak termasuk pupuk.

4) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan

peliharaan dan ternak.

5) Memberantas dan mencegah hama-hama air.

6) Memberikan atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam

rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada

manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada

tanaman, tanah dan air.

Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering

disebut produk perlindungan tanaman (crop protection products) untuk

membedakannya dari produk-produk yang digunakan dibidang lain.

(Djojosumarto, 2008).

Pengelolaan pestisida adalah kegiatan meliputi pembuatan,

pengangkutan, penyimpanan, peragaan, penggunaan dan pembuangan /

pemusnahan pestisida.

Selain efektifitasnya yang tinggi, pestisida banyak menimbulkan efek

negatif yang merugikan. Dalam pengendalian pestisida sebaiknya pengguna

mengetahui sifat kimia dan sifat fisik pestisida, biologi dan ekologi organisme

pengganggu tanaman. (Wudianto R, 2010).

2.1.2.Penggolongan Pestisida

A. Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran (Wudianto R, 2010) yaitu :

1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa

mematikan semua jenis serangga.

2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan

bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.

3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan

aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.

4. Nermatisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

5. Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia

yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.

6. Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun

yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat,

misalnya tikus.

7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu : siput,

bekicot serta tripisan yang banyak dijumpai di tambak.

8. Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk

membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

9. Pestisida lain seperti Pisisida, Algisida, Advisida dan lain-lain.

10. Pestisida berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi

2 atau 3 golongan organisme pengganggu tanaman.

B. Berdasarkan Sifat dan Cara Kerja Racun Pestisida (Djojosumarto, 2008)

1. Racun Kontak

Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga

sasaran lewat kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh

serangga tempat pestisida aktif bekerja.

2. Racun Pernafasan (Fumigan)

Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat

sistem pernapasan.

3. Racun Lambung

Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta

masuk ke dalam organ pencernaannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

4. Racun Sistemik

Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan

herbisida. Racun sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada

bagian tanaman akan terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar

atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang berada di dalam

jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik,

serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman

yang telah disemprot.

5. Racun Metabolisme

Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses

metabolismenya.

6. Racun Protoplasma

Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.

C. Berdasarkan Bentuk Formulasi Pestisida

Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang

disebut bahan aktif (active ingredient) yang merupakan bahan utama pembunuh

organisme pengganggu dan bahan ramuan (inert ingredient), (Wudianto R,

2010). Beberapa jenis formulasi pestisida sebagai berikut :

1. Tepung Hembus, debu (dust = D)

Bentuknya tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya

belerang atau dicampur dengan pelarut aktif, kandungan bahan aktifnya

rendah sekitar 2-10%. Dalam penggunaannya pestisida ini harus

dihembuskan menggunakan alat khusus yang disebut duster.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

2. Butiran (granula = G)

Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif

berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap, bagian luarnya

ditutup dengan suatu lapisan.

3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder = WP)

Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum bisa secara

langsung digunakan untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih

dahulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air disebut suspensi.

Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja.

Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki

penyemprotnya digoyang-goyang.

4. Tepung yang larut dalam air (water-sofable powder = SP)

Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaanya pun

ditambahkan air. Perbedaannya terletak pada kelarutannya. Bila WP tidak

bisa terlarut dalam air, SP bisa larut dalam air. Larutan ini jarang sekali

mengendap, maka dalam penggunaannya dengan penyemprotan,

pengadukan hanya dilakukan sekali pada waktu pencampuran.

5. Suspensi (flowable concentrate = F)

Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambah pelarut

serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti

pasta yang disebut campuran basah. Campuran ini dapat tercampur air

dengan baik dan mempunyai sifat yang serupa dengan formulasi WP yang

ditambah sedikit air.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

6. Cairan (emulsifiable concentrare = EC)

Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan

aktif dengan perantara emulsi (emulsifiet). Dalam penggunaanya, biasanya

dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengencerannya atau

cairan semprotnya disebut emulsi.

7. Solution (S)

Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke

dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad

pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain.

Formulasi ini hampir tidak ditemui.

Merek dagang pestisida biasanya selalu diikuti dengan singkatan

formulasinya dan angka yang menunjukkan besarnya kandungan bahan aktif.

D. Berdasarkan Bahan Aktifnya

Penggunaan pestisida yang paling banyak dan luas berkisar pada satu

diantara empat kelompok besar berikut (Kusnoputranto, 1996) :

1. Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)

Organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neuro toxins) yang

merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia,

menyebabkan tremor dan kejang-kejang.

2. Organofosfat (Organo phosphates – Ops)

Ops umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara

akut terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal

(cicak) dan mamalia), mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

kelumpuhan. Organofosfat dapat menghambat aktifitas dari cholinesterase,

suatu enzim yang mempunyai peranan penting pada transmisi dari signal

saraf.

3. Karbamat (carbamat)

Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat enzim-

enzim tertentu, terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat

efek toksik dari efek bahan racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami

proses penguraian yang sama pada tanaman, serangga dan mamalia. Pada

mamalia karbamat dengan cepat diekskresikan dan tidak terbio konsentrasi

namun bio konsentrasi terjadi pada ikan.

4. Piretroid

Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa

ester yang disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus

Chrysantemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari

adalah : deltametrin, permetrin, fenvlerate. Sedangkan yang tidak stabil

terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,

sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,

flusitrinate. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi

menimbulkan alergi pada orang yang peka, dan mempunyai keunggulan

diantaranya: diaplikasikan dengan takaran yang relatif sedikit, spekrum

pengendaliannya luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan

yang sangat baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

5. Kelompok lain

Berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan, terdiri dari berbagai urutan

senyawa yang diproduksi secara alami oleh tumbuh-tumbuhan. Produk

tumbuhan yang secara alami merupakan pestisida yang sangat efektif dan

beberapa (seperti nikotin, rotenon ekstrak pyrenthrum, kamper dan

terpentium) sudah dipergunakan oleh manusia untuk tujuan ini sejak

beberapa ratus tahun yang lalu.

2.1.3.Jarak/Frekuensi Penyemprotan Pestisida Sesuai Golongan

1. Golongan Organofosfat

Berdasarkan masa degradasinya dalam lingkungan yaitu sekitar 2 minggu

maka frekuensi/jarak penyemprotan golongan ini adalah 2 minggu sekali.

2. Golongan Karbamat

Golongan ini hampir sama dengan organofosfat, dimana golongan ini juga

tidak persisten, mulai banyak dipasaran. Masa degradasi di lingkungan

hampir sama dengan organofosfat yaitu sekitar 12-14 hari, oleh karena itu

maka frekuensi penyemprotannya berkisar 12-14 hari.

3. Golongan Piretroid

Dibandingkan dua golongan diatas, golongan Piretroid yang paling baru.

Golongan Piretroid memiliki beberapa keunggulan, diantaranya

diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya

luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan (knock down effect)

yang sangat baik, masa terdegradasi dalam lingkungan juga singkat,

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

berkisar antara 10-12 hari, jadi jarak/frekuensi penyemprotan juga berkisar

10-12 hari. ( Djojosumarto,2008).

2.1.4.Karakteristik Pestisida

Dalam menentukan pestisida yang tepat, perlu diketahui karakterisitk

pestisida yang meliputi efektivitas, selektivitas, fitotoksitas, residu, resistensi,

LD 50, dan kompabilitas (Djojosumarto, 2008)

1. Efektivitas

Merupakan daya bunuh pestisida terhadap organisme pengganggu.

Pestisida yang baik seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup untuk

mengendalikan organisme pengganggu dengan dosis yang tidak terlalu tinggi,

sehingga memperkecil dampak buruknya terhadap lingkungan.

2. Selektivitas

Selektivitas sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian,

merupakan kemampuan pestisida untuk membunuh beberapa jenis organisme.

Pestisida yang disarankan didalam pengendalian hama terpadu adalah pestisida

yang berspektrum sempit.

3. Fitotoksitas

Fitotoksitas merupakan suatu sifat yang menunjukkan potensi pestisida

untuk menimbulkan efek keracunan bagi tanaman yang ditandai dengan

pertumbuhan yang abnormal setelah aplikasi pestisida.

4. Residu

Residu adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah penyemprotan

yang akan bertahan sebagai racun sampai batas tertentu. Residu yang bertahan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

lama pada tanaman akan berbahaya bagi kesehatan manusia tetapi residu yang

cepat hilang efektivitas pestisida tersebut akan menurun.

5. Persistensi

Persistensi adalah kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di

dalam tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat

berbahaya karena dapat meracuni lingkungan.

6. Resistensi

Resistensi merupakan kekebalan organisme pengganggu terhadap

aplikasi suatu jenis pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan

resistensi organisme pengganggu sebaiknya tidak digunakan.

7. LD 50 atau Lethal Dosage 50%

Berarti besarnya dosis yang mematikan 50% dari jumlah hewan

percobaan.

8. Kompatabilitas

Kompatabilitas adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur

dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif. Informasi tentang

jenis pestisida yang dapat dicampur dengan pestisida tertentu biasanya terdapat

pada label di kemasan pestisida.

2.1.5.Perjalanan Pestisida Setelah Penyemprotan

Penyemprotan merupakan metode aplikasi pestisida yang paling banyak

digunakan. Dalam penyemprotan larutan pestisida dipecah oleh nozzle (cera,

spuyer) menjadi butiran semprot yang selanjutnya didistribusikan ke bidang

sasaran penyemprotan (Djojosumarto, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

Setelah disemprotkan kemungkinan pertama yang akan terjadi adalah

angin akan meniup embun hasil penyemprotan pestisida, sehingga

menyebabkan perpindahan pestisida ke daerah yang tidak di harapkan.

Walaupun butiran pestisida sampai ke daerah sasaran, sebenarnya tidak lagi

merata. Untuk menghindarinya, sebaiknya penyemprotan pestisida dilakukan

pada saat kecepatan angin di bawah 4 MPH (Meter Per Hour) dan tekanan

tangki semprot yang berlebihan harus dihindarkan. Kemungkinan lain yang

terjadi pada pestisida setelah disemprotkan sebagai berikut (Wudianto R, 2010)

1. Run off atau aliran permukaan. Sebagian dari butiran semprot yang

membasahi daun akan mengalir dan menetes jatuh ke tanah, mungkin

karena penyemprotan terlalu lama di satu tempat atau butiran semprot yang

terlalu besar.

2. Penguapan, yaitu perubahan bentuk pestisida setelah disemprotkan dari

bentuk cair menjadi gas dan hilang di atmosfer

3. Fotodekomposisi, penguraian pestisida menjadi bentuk yang tidak aktif

karena pengaruh cahaya

4. Penyerapan oleh partikel tanah. Hal ini menyebabkan tertimbunnya

pestisida di dalam tanah dan menyebabkan pencemaran tanah.

5. Pencucian pestisida oleh hujan dan terbawa kelapisan tanah bagian bawah

dan akhirnya mencemari sumber air tanah dan air sungai.

6. Reaksi kimia, yaitu perubahan molekul pestisida menjadi bentuk yang tidak

aktif atau tidak beracun.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

7. Perombakan oleh mikro-organisme tanah. Bahan pembentuk pestisida

setelah disemprotkan akan menjadi bagian dari tubuh mikro-organisme.

2.1.6. Efektivitas Pemakaian Pestisida

Efektivitas pemakaian pestisdia ditentukan oleh :

2.1.6.1.Pemilihan Jenis Pestisida Yang Tepat

Pemilihan jenis pestisida yang paling cocok dan efektif digunakan

sangat tergantung dari hal-hal berikut (Sudarmo) :

1. Jenis organisme pengganggu yang sedang berjangkit. Jenis dan cara

organisme pengganggu merusak tanaman sangat menentukan jenis

formulasi dan cara kerja pestisida yang dipilih. Pada label kemasan

pestisida biasanya tercantum jenis organisme pengganggu yang dapat

dikendalikan pestisida tersebut.

2. Jenis tanaman yang terserang. Dalam kemasan pestisida, produsen pestisida

mencantumkan jenis tanaman yang dapat disemprot dengan pestisida

tersebut.

3. Harga komperatif. Harga komperatif adalah perbandingan harga dari

alternatif pestisida yang ada dan anggaran yang tersedia.

4. Karakter-karakter tertentu yang mendukung pengendalian hama terpadu.

Pestisida dengan spektrum sempit, LD 50 yang tinggi dan persistensi

rendah, sangat disaranakan dalam pelaksanaan program pengendalian hama

terpadu.

5. Pencegahan kekebalan. Untuk mencegah terjadinya kekebalan organisme

pengganggu terhadap pestisida disarankan tidak menggunakan satu jenis

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

bahan aktif dalam jangka waktu panjang. Sebaiknya dilakukan pergantian

atau rotasi jenis bahan aktif pestisida yang berbeda setiap kurun waktu

tertentu.

2.1.6.2.Dosis, Konsentrasi, dan Volume Semprot yang Tepat

Dosis konsentrasi dan volume semprot adalah beberapa istilah dalam

aplikasi pestisida yang harus diketahui, sangat disarankan untuk menggunakan

konsentrasi dan dosisi terkecil lebih dahulu (Wudianto R, 2010)

2.1.6.3.Cara dan Waktu Aplikasi yang Tepat

Cara pengendalian organisme pengganggu untuk setiap jenis pestisida

(fungisida, insektisida dan herbisida) sangat bervariasi begitu juga dengan

formulasinya.

Oleh sebab itu sebelum menggunakan pestisida, harus dipilih jenis dan

merek dagang pestisida yang sesuai dengan hama dan penyakit tanaman,

formulasi yang sesuai dengan peralatan yang tersedia dan bagaimana

menggunakan pestisida secara efektif dan efisien (Wudianto R, 2010).

Waktu aplikasi adalah pilihan rentang waktu yang tepat untuk

mengaplikasikan pestisida. Pestisida paling tepat jika diaplikasikan pada saat

organisme pengganggu tanaman berada pada stadium paling peka terhadap

pestisida. Aplikasi pada waktu yang tepat juga seringkali lebih murah dan lebih

aman, (Djojosumarto, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

2.1.7. Jenis Alat Semprot

Menurut Wudianto jenis alat semprot terbagi atas :

1. Sprayer Tangan

Hand sprayer atau alat semprot tangan adalah jenis alat semprot yang

paling kecil dan sederhana. Kapasitas tangkinya tidak lebih dari 5 liter,

sehingga gampang diangkat dan diarahkan pada bagian-bagian tanaman yang

terkena penyakit.

2. Sprayer Manual

Tekanan yang dihasilkan berasal dari tenaga manusia dengan cara

mengerakkan handel pompa. Golongan sprayer manual ada 2 jenis yaitu :

a. Sprayer knap sack

Tangkinya berbentuk pipih atau segi empat yang disesuaikan dengan

bentuk punggung. Kapasitas tangkinya antara 10-17 liter yang cukup untuk

menyemprot tanaman seluas 100-300 m2. Unit pompa biasanya menyatu

dengan tangki. Di luar tangki terdapat selang semprot, di ujung tangki semprot

terdapat nozel.

b. Sprayer bertekanan udara

Alat ini biasa disebut sprayer otomatis. Bagian sprayer ini hampir sama

dengan knap sack sprayer yang terdiri dari tangki, selang semprot, tangki

semprot dan nozel. Bedanya, tangki sprayer ini berbentuk silinder dari bahan

logam, karena harus dapat menahan tekanan udara didalam tangki hingga 10 -

15 kg/cm2. Handel pompa biasanya terdapat di bagian atas tangki dan menyatu

dengan tutup tangki, sehingga gampang dilepas dan dibersihkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

3. Sprayer mesin

Sprayer jenis ini dilengkapi mesin untuk menggerakkan pompa sebagai

pengganti tenaga manusia.Sprayer mesin dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Ultra low volume sprayer (ULV).

Alat ini dipakai dengan cara menggendong dipunggung.

Volume tangkinya sangat kecil hanya sekitar 3 -5 liter, karena alat ini

dirancang untuk menyemprotkan pestisida konsentrat yang tidak dilarutkan

didalam air.

b. Boom sprayer

Alat ini digerakkan oleh unit traktor, operatornya hanya mengemudikan

dan mengontrol hasil penyemprotan. Kapasitas tangki mampu menampung 200

-1000 liter air. Unit penghasil tenaga dapat berupa motor bensin atau PTO

(power of take) traktor.

2.1.8.Pengamanan Penggunaan Pestisida

Pedoman pengamanan penggunaan pestisida yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan DepKes RI tahun 2003 untuk petani adalah sebagai berikut:

2.1.8.l. Persiapan

A. Pengadaan/pembelian pestisida

1. Pilihlah jenis pestisida yang sesuai dengan hama atau serangga yang

akan dikendalikan .

2. Pastikan luas area yang dikendalikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

3. Pilih bentuk formulasi pestisida dan jumlah yang sesuai

dengan kebutuhan.

4. Pilih kemasan yang terkecil yang utuh dari pestisida yang terdaftar

dan isinya dapat habis dalam sekali pakai.

5. Perhatikan gambar (pictogram) yang tertera pada kemasan.

B. Penyediaan alat

1. Alat aplikasi pestisida

a. Pestisida yang berbentuk EC, WP atau SP di dalam

mengaplikasikannya digunakan alat penyemprot.

b. Pestisida yang berbentuk butiran dalam mengaplikasikannya

tidak menggunakan alat.

2. Alat bantu pencampuran pestisida

a. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur pestisida dalam bentuk

cair yang akan dicampur atau timbangan untuk pestisida yang

berbentuk tepung.

b. Wadah atau ember kecil dan kayu pengaduk yang bersih.

c. Corong.

3. Alat pelindung diri.

Pakaian alat pelindung diri minimal terdiri dari : sarung tangan,

masker, pelindung mata (kaca mata), topi (pelindung kepala), sepatu

boot dan pakaian kerja.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

4. Pemahaman arti gambar (piktogram) dalam label kemasan.

Sebelum menggunakan pestisida, perhatikan label kemasan, brosur

atau leaflet. Biasanya dijumpai piktogram atau diagram gambar yang

bermakna sehubungan dengan pestisida yang digunakan. Gambar ini

sangat berguna agar pengguna lebih waspada.

C. Pengangkutan

Perhatikan :

1. Sesuai jenis kemasan, hati-hati dalam pengangkutan

dan perhatikan gambar (piktogram) yang ada pada label.

2. Jangan mengangkut pestisida bersama-sama dalam makanan,

bahan makanan, binatang dan penumpang/orang.

3. Alat angkut harus memiliki ventilasi yang baik.

4. Jangan menempatkan pestisida dekat dengan pengemudi.

Bila mengangkut pestisida dalam jumlah yang banyak,

letakkan/susun pestisida sedemikian rupa sesuai dengan jenisnya.

D. Penyimpanan pestisida

1. Penyimpanan skala kecil.

Pestisida harus disimpan ditempat yang aman dengan cara :

a. Disimpan dalam lemari yang terkunci atau dalam

kotak penyimpanan dan jauh dari jangkauan anak-anak

dan binatang piaraan.

b. Tidak diletakkan dalam ternpat penyimpanan makanan atau

bahan makanan, dekat api, tungku atau perapian.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

c. Jangan disimpan dalam botol atau tempat

makanan/minuman simpanlah pestisida selalu pada kemasan

aslinya.

d. Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena

sinar matahari langsung, air dan banjir.

e. Wadah pestisida tertutup rapat selama dalam penyimpanan.

f. Tempat/botol/ wadah pestisida diberi label. Apabila ada

pestisida tanpa label jangan coba-coba menerka isinya.

g. Jangan menyimpan pestisida di suatu tempat bersama-sama

dengan bahan kimia lain yang tidak berbahaya.

h. Herbisida atau defolian (bahan perontok daun) jangan

disatukan dengan bahan pemberantas lainnya.

i. Setiap kali mengeluarkan pestisida dari tempat

penyimpanannya ambillah sebanyak yang diperlukan selama

satu hari.

2. Penyimpanan skala besar.

Pestisida dalam jumlah besar disimpan dalam ruangan atau suatu tempat

yang aman dengan cara :

a. Semua pintu dan jendela harus dikunci.

b. Dipasang papan peringatan pada tempat penyimpanan.

c. Pestisida harus disimpan di rak-rak.

d. Herbisida, insektisida dan fungisida harus disimpan ditempat yang terpisah.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

e. Formulasi cair tidak boleh disimpan diatas formulasi tepung atau butiran,

untuk menghindari resiko tumpahan.

f. Tempat penyimpanan harus bebas tikus, pastikan semua lobang-lobang

tertutup atau dilapisi jaring kawat.

g. Tempat penyimpanan harus mempunyai ventilasi yang baik.

h. Tabung pemadam kebakaran harus ditempatkan dekat dengan pintu.

i. Kotak P3K harus diletakkan ditempat yang mudah dijangkau.

j. Bahan-bahan penyerap seperti tanah pasir atau serbuk gergaji harus tersedia

ditempat penyimpanan untuk mengatasi apabila terjadi tumpahan atau

ceceran.

k. Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena cahaya

langsung matahari, air dan banjir.

2.1.8.2.Pelaksanaan

1. Cara mencampur pestisida.

Langkah-langkah :

a. Pengenceren disesuaikan dengan konsentrasi atau dosis yang

disarankan dalam kemasan.

b. Apabila ingin dicampur dengan bahan lain, perhatikan petunjuk

pada label.

c. Biasanya dalam label dituliskan bisa tidaknya dicampur dengan

bahan lain

d. Pilihlah tempat yang sirkulasi udaranya lancar pada waktu

pencampuran pestisida.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

e. Pakailah alat pelindung yang sesuai.

f. Jauhkan dari anak-anak.

g. Tiap terjadi kontaminasi segera dicuci.

2. Cara aplikasi

a. Pilihlah volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan

disemprot.

b. Pastikan alat dalam keadaan baik (tidak bocor), nozle diperiksa

agar tidak tersumbat, baik sebagian/seluruhnya.

c. Waktu paling baik penyemprotan dilakukan pada pukul 08.00 -

10.00 atau sore hari pukul 15.00 -18.00 WIB.

d. Jangan melakukan penyemprotan disaat angin kencang karena

banyak pestisida yang tidak mengenai sasaran.

e. Jangan menyemprot melawan arah angin, karena cairan semprot

bisa mengenai orang yang menyemprot.

f. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat penyemprotan.

g. Gunakanlah alat pengaman berupa penutup kepala, masker

penutup hidung dan mulut, kaos tangan, sepatu boot, dan baju

berlengan panjang.

h. Jangan mengusap bagian tubuh (mata, mulut) dengan

tangan sewaktu melakukan penyemprotan.

i. Ikutilah petunjuk mengenai waktu penggunaan terutama

mengenai jangka waktu antara penyemprotan pestisida terakhir

dengan waktu panen. Hal ini penting jangan sampai sisa (residu)

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

pestisida pada tanaman yang telah dipanen membahayakan

manusia.

j. Jagalah jangan sampai pestisida yang digunakan mengenai

tanaman lain yang disekitarnya.

2.1.8.3.Pasca pelaksanaan

a. Setiap sisa campuran yang ada pada alat aplikasi dan pada alat

campuran segera dikubur dalam tanah.

b. Cucilah alat aplikasi dan alat campur bagian luar dan dalam alat

aplikasi dan wadah pencampuran, buang air cuciannya secara aman

dan jangan membuang ke saluran pengairan, kolam dan sumber air.

c. Periksa bila ada kerusakan pada sprayer dan perbaiki.

d. Kembalikan pestisida yang tidak digunakan dan sprayer ke tempat

yang aman dan terkunci.

e. Hancurkan bekas wadah pestisida yang kosong dan dikubur.

f. Wadah/ember yang digunakan untuk mencampur bahan pestisida

jangan dipakai untuk keperluan lain.

g. Tanggalkan seluruh pakaian yang digunakan untuk

menyemprot, dan mandilah sampai bersih dengan memberikan

perhatian khusus pada bagian-bagian yang mungkin terkena

pestisida, seperti tangan /lengan dan wajah.

h. Pakaian yang digunakan untuk aplikasi dicuci dengan sabun atau

detergen, terpisah dengan pakaian sehari-hari.

Pengamanan lainnya yang perlu diperhatikan (Supardi, 2003) adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

a. Waktu kerja jangan lebih dari 4 -5 jam.

b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala oleh petugas kesehatan.

c. Memperhatikan keadaan gizi.

2.1.9.Dampak Penggunaan Pestisida

Berdasarkan sifatnya maka Komisi Pestisida telah mengidentifikasi

berbagai kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida. Dampak yang

mungkin timbul adalah :

2.1.9.1.Pengaruh Pestisida Terhadap Lingkungan

Pestisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan, pengaruh itu dapat

berupa (Sudarmo) :

1. Keracunan terhadap ternak dan hewan piaraan.

Keracunan pada ternak maupun hewan piaraan dapat secara langsung

maupun tidak langsung. Secara langsung mungkin pestisida digunakan untuk

melawan penyakit pada ternak, sedang secara tidak langsung pestisida yang

digunakan untuk melawan serangga atau hama termakan atau terminum oleh

ternak, seperti rumput yang telah terkontaminasi pestisida dimakan oleh ternak

atau air yang sudah tercemar pestisida diminum oleh ternak.

2. Keracunan terhadap biota air (ikan).

Pencucian pestisida oleh air hujan akan menyebabkan terbawanya

pestisida ke aliran tanah bagian bawah atau permukaan air sungai. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya keracunan terhadap biota air.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

3. Keracunan terhadap satwa liar.

Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan

keracunan yang berakibat kematian pada satwa liar seperti burung, lebah,

serangga penyubur dan satwa liar lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi

secara langsung karena kontak dengan pestisida maupun tidak langsung karena

melalui rantai makanan (Bio Konsentrasi).

4. Keracunan terhadap tanaman.

Beberapa insektisida dan fungisida yang langsung digunakan pada

tanaman dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang diperlakukan. Hal

ini disebabkan bahan formulasi tertentu, dosis yang berlebihan atau mungkin

pada saat penyemprotan suhu atau cuaca terlalu panas terutama di siang hari.

5. Kematian musuh alami organisme pengganggu.

Penggunaan pestisida terutama yang berspektrum luas dapat

menyebabkan kematian parasit atau predator (pemangsa) jasad pengganggu.

Kematian musuh alami tersebut dapat terjadi karena kontak langsung dengan

pestisida atau secara tidak langsung karena memakan hama yang mengandung

pestisida.

6. Kenaikan populasi organisme pengganggu.

Sebagai akibat kematian musuh alami maka jasad pengganggu dapat

lebih leluasa untuk berkembang.

7. Resistensi organisme pengganggu.

Penggunaan pestisida terhadap jasad pengganggu tertentu menyebabkan

timbulnya resistensi, yang merupakan akibat tekanan seleksi oleh pestisida

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II

terhadap jasad pengganggu. Resistensi berarti organisme pengganggu yang

mati sedikit sekali atau tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan

pestisida dosis normal atau dosis lebih tinggi sekalipun. Perkembangan hama

resistensi tergantung pada :

- Ada/tidaknya gen untuk resistensi

- Tingkat tekanan seleksi pestisida. Makin tinggi tekanan seleksi pestisida

terhadap populasi hama tersebut makin cepat berkembangnya resistensi.

Penggunaan pestisida yang terus menerus merupakan tekanan seleksi yang

tinggi.

- Sifat-sifat hama seperti penyebaran, jangka penggenerasian, tingkat

kecepatan perkembang biakan dan tingkat isolasi berperan dalam

perkembangan resistensi.

8. Meninggalkan residu.

Penggunaan pestisida khususnya pada tanaman akan meninggalkan

residu pada produk pertanian, bahkan untuk pestisida tertentu masih dapat

ditemukan sampai saat produk pertanian tersebut diproses untuk pemanfaatan

selanjutnya maupun saat dikonsumsi. Besarnya residu pestisida yang tertinggal

pada produk pertanian tersebut tergantung pada dosis, interval aplikasi, faktor-

faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi pengurangan residu, jenis tanaman

yang diperlakukan, formulasi pestisida dan cara aplikasinya, jenis bahan

aktifnya dan peresistensinya, serta saat terakhir aplikasi sebelum produk

pertanian dipanen.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II

2.1.9.2.Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia

Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi

sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut

bila jumlah pestisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup

(Wudianto R, 2011).

1. Keracunan Kronis

Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam

waktu yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan

dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau

mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan pestisida,

antara lain:

a) Pada syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar

pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit

berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan

kehilangan kesadaran dan koma.

b) Pada Hati (Liver)

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan

bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak

oleh pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat

menyebabkan Hepatitis.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II

c) Pada Perut

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari

keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya

berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun,

mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida ( baik

sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara

umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.

d) Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem

kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa

jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan

dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena

infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius

dan makin sulit untuk disembuhkan.

e) Pada Sistem Hormon.

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti

otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk

mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida

mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan

produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal

pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid

yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II

2. Keracunan akut.

Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada

saat dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.

a. Efek akut lokal, yaitu bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang

terkena kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata,

hidung,tenggorokan dan kulit.

b. Efek akut sistemik, terjadi apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia

dan mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh

bagian tubuh menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak

sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta

pengeluaran air ludah secara berlebihan, pernafasan menjadi lemah/cepat

(tidak normal).

Cara pestisida masuk kedalam tubuh :

1. Kulit, apabila pestisida kontak dengan kulit.

2. Pernafasan, bila terhisap

3. Mulut, bila terminum/tertelan.

Karena terdapat berbagai jenis pestisida dan ada berbagai cara

masuk pestisida kedalam tubuh maka keracunan pestisida dapat terjadi dengan

berbagai cara. Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian

pada kemungkinan keracunan pestisida adalah (Djojosumarto, 2008)

Umum Kelelahan dan rasa lelah yang maksimal

Kulit Rasa terbakar, iritasi, keringat berlebihan, bercak pada

kulit. Gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II

penglihatan/kabur, pupil dapat menyempit atau

melebar.

Mata Gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan

penglihatan/kabur, pupil dapat menyempit atau

melebar

Saluran cerna Rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, hiper

salivasi, mual, muntah, nyeri abdomen, diare.

Sistem nafas Batuk, nyeri dada dan sesak, susah bernafas dan nafas

berbunyi

Pertolongan pertama korban keracunan akut pestisida di lapangan

(Djojosumarto, 2008)

1. Sikap dalam menghadapi keracunan akut pestisida.

Segera lakukan pertolongan pertama dan jangan menunggu datangnya

ahli untuk menolong.

a. Bekerja dengan tenang sesuai dengan metode.

b. Hindari kontaminasi diri selama melakukan pengobatan.

c. Tentukan tindakan apa yang harus lebih dahulu dilaksanakan :

mengatasi pernafasan, menghentikan kontak lebih lanjut.

2. Tindakan dekontaminasi

a. Akhiri paparan : Pindahkan penderita, jauhkan dari kontaminasi

selanjutnya. Hindarkan kontak kulit dan/atau inhalasi dari uap atau debu

pestisida.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II

b. Tanggalkan pakaian yang terkontaminasi seluruhnya dengan cepat,

termasuk sepatu. Kumpulkan pakaian dalam tempat yang terpisah untuk

di cuci sebelum digunakan lagi.

c. Bersihkan pestisida dari kulit, rambut dan mata dengan menggunakan

air yang banyak.

3. Tindakan dalam pertolongan pertama

a. Umum

Penderita perlu dirawat dengan tenang karena penderita dapat kembali

mengalami agitasi. Tempatkan penderita dalam posisi sebaik mungkin

yang akan membantu mencegah penderita dari bahaya komplikasi.

b. Posisi

Tempatkan penderita dalam posisi miring kesamping dengan kepala

lebih rendah dari tubuh dan kepala menoleh kesamping. Bila pasien

tidak sadar jaga agar saluran nafas tetap terbuka dengan menarik dagu

ke depan dan kepala ke belakang.

c. Suhu tubuh

Perawatan harus lebih berhati-hati dengan mengontrol suhu pada

penderita yang tidak sadar. Bila suhu tubuh penderita tinggi sekali dan

keringat berlebihan, dinginkan dengan menggunakan spon air dingin.

Bila penderita merasa kedinginan, dapat ditutupi dengan selimut untuk

mempertahankan suhu normal.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II

d. Pestisida yang tertelan

1. Induksi muntah umumnya tidak dianjurkan sebagai pertolongan

pertama.

2. Baca label produk untuk indikasi apakah induksi muntah boleh atau

tidak dilakukan atau bila produk sangat toksik, seperti tanda

tengkorak dengan tulang bersilang atau tanda "tangan merah".

3. Induksi muntah hanya dilakukan pada penderita yang sadar.

e. Pernafasan

Bila terjadi henti nafas (muka atau lidah pasien dapat diputar) dan

kemudian dagu ditarik ke depan untuk mencegah lidah terdorong

kebelakang yang akan menutup jalan nafas.

f. Kejang-kejang

Tempatkan pengganjal padat diantara gigi-gigi dan cegah agar penderita

jangan sampai terluka.

Perhatian :

Jangan biarkan penderita merokok atau minum alkohol.

2.2. Penggunaan Selektif Pestisida

Keefektifan cara pengendalian merupakan pemikiran pokok dalam

pengelolaan hama. Pestisida jenis baru memang banyak yang cepat di

degradasi secara biologis tetapi daya racunnya cukup luas. Tetapi telah

ditemukan pestisida yang cukup selektif seperti mikroba yang bahan aktifnya

bakteri (spora biotoksin dan Bacillus thuringiensis). Dengan adanya

perundang-undangan lingkungan hidup maka arah pengembangan insektisida

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II

akan berubah, yaitu mengarah ke insektisida yang secara fisiologis selektif,

dari segi ekologis, aplikasi dan perilakunya apabila digunakan.

1. Selektifitas Fisiologis

Senyawa yang mempunyai sifat selektif fisiologis bekerja pada sasaran

yang spesifik yang ada hubungannya dengan pola perkembangan yang spesifik

bagi serangga, atau biotoksin yang secara evolusi memang hanya tertuju pada

serangga.

2. Selektifitas Ekologi

Untuk mengurangi penggunaan insektisida dapat dimulai dengan

menggunakan cara yang selektif dan mengganti cara rutin berjadwal dengan

perlakuan apabila perlu saja, yang berdasarkan pengetahuan ekologi hama,

pengembangan konsep neraca hijau hama memberikan informasi tentang

stadium dan siklus hidup yang mempunyai faktor-faktor utama pertumbuhan

populasi yaitu predatisme, parasitisme, penyakit, makanan, migrasi dan cuaca.

3. Selektifitas Melalui Perbaikan Cara Aplikasi

Sebagian besar pestisida yang disemprotkan jatuh diantara daun dan

selanjutnya sampai diatas tanah atau melayang ke tempat lain, sehingga

menjadi kontaminan yang tidak diharapkan. Hal ini tentu saja merugikan petani

dan masyarakat umum.

Ada beberapa cara sederhana untuk mencegah perlakuan yang berlebihan,

yakni :

1) Pengurangan dosis bahan akif.

2) Menggunakan formulasi butiran pada waktu tanam.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II

3) Menggunakan insektisida sistemik, memanfaatkan sifat non-persistensi

terhadap perlakuan benih dan buah.

4. Selektifitas Perilaku

Dengan cara menentukan waktu dan penempatan insektisida yang tepat

dalam hubungannya dengan serangga hama maka selektifitas pestisida dapat

dipertinggi dan banyaknya aplikasi dapat dikurangi.

Hal ini dapat dicapai dengan cara :

1). Penggunaan waktu aplikasi berdasarkan tangkapan perangkap lampu atau

perangkap feromon.

2). Penggunaan zat pemikat (attractants) termasuk feromon.

2.3. Perilaku

Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon

sangat tergantung dari karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang

bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang

berbeda disebut determinan prilaku: Determinan prilaku dapat dibedakan

menjadi 2 yaitu (Notoatmodjo, 2003) ;

1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan seperti yang

dikutip Notoatmodjo (2003) membagi prilaku manusia kedalam 3 domain

(ranah/kawasan) yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), psikomotor

(psychomotor). Di dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi

untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu :

2.3.1.Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk suatu

tindakan seseorang (over behavior).

1. Proses adopsi prilaku

Penilitian Rogers (1974) seperti yang', dikutip Notoatmodjo

((2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan

yaitu :

a) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b) Interest, yaitu orang mulai tertarik pada stimulus.

c) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya), hal ini sudah berarti lebih baik lagi.

d) Trial, orang telah mencoba perilaku baru.

e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikanya terhadap stimulus.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II

2. Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif.

Pengetahuan yang tercakup didalamnya ada 6 tingkatan (Notoatmodjo,

2003) yaitu:

a) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

b) Memahami (comprehentiori) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar objek yang diketahui.

c) Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

d) Analisis (analysis) diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi

suatu objek terhadap komponen-komponennya.

e) Sintesis (syntesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk yang baru.

f) Evaluasi (evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden.

2.3.2.Sikap ( attitude )

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo

(2003), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II

a. Komponen sikap

Menurut Allport (1954) sikap mempunyai 3 komponen yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (lend to behave)

b. Tingkatan sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1. Menerima (receiving) Mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau

pernyataan responden terhadap satu objek. Secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan, pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan

pendapat responden.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II

2.3.3.Tindakan atau praktek (practice)

Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Di samping itu juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain. Praktek

mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2003) yaitu :

1. Persepsi (perception) diartikan mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guide response) diartikan sebagai suatu urutan yang

benar sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism) diartikan apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara optimis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (adaptation) suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi

keberadaan tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu

dengan wawancara atas kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,

hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran dapat juga dilakukan

secara langsung yaitu mengobservasi tindakan atau kegiatan responden

(Notoatmodjo S, 2003).

2.4. Gambaran Umum Tentang Jeruk

Sentrum utama asal tanaman jeruk adalah kawasan Asia Tenggara,

terutama Cina. Nikolai Ivanovich Vavilov ahli botani Soviet, menyatakan

bahwa sentrum plasma nutfah Citruss spp. adalah dataran Cina dan India.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II

Terdapat berbagai jenis jeruk, diantaranya adalah : jeruk manis (Citrus

Sinensis), jeruk keprok (Citrus Nobilis), jeruk lemon (Citrus Medica), dan

jeruk delima (Citrus Grandis).

Penyebaran aneka jenis jeruk ke berbagai negara di dunia telah

berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Jeruk manis mulai ditanam di Brasil

pada tahun 1540. Diketahui pula bahwa orang-orang Portugis membawa jeruk

manis dari Cina Selatan pada tahun 1550. Pada abad XVI jeruk manis baru

ditanam di Spanyol. Pada tahun 1920, jeruk manis dikembangkan secara

komersial di Amerika, sentrum produsen jeruk meluas ke negara-negara

lainnya. Di Indonesia ,tanaman jeruk manis ditanam di berbagai daerah, seperti

Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

Kedudukan tanaman jeruk manis dalam sistematika (taksonomi)

tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledonae ( biji berkeping dua)

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus sinensis Osb. Zin. Citrus aurantium L.

Jeruk manis termasuk dalam kelompok Citrus aurantium, yang

mempunyai ciri tangkai daun mempunyai sayap dan bunganya berwarna putih.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter II

Batang jeruk manis dapat mencapai ketinggian 6 m, bercabang banyak, tajuk

daun bundar, dan umumnya berbuah satu kali dalam setahun. Daunnya

berbentuk bulat telurs ampai ellips panjang, bertangkai, tangkai daunnya

bersayap, dan berbau sedap. Bunga jeruk manis berukuran agak besar yang

mempunyai kelopak bunga membentuk cawan, tangkai bunganya berwarna

putih atau kuning dengan daun bunga sebanyak 5 helai. Bunga yang masih

kuncup berwarna putih atau kekuning-kuningan, dan mempunyai 20-30 benang

sari. Buah jeruk manis berbentuk bulat atau hampir bulat, berukuran agak

besar, bertangkai kuat, kulit buah berwarna hijau sampai kuning dan mengkilat.

Dari keragaman jenis atau varietas yang tersebar di berbagai negara,

jeruk manis dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan sebagai berikut :

1. Jeruk Manis Biasa.

Jeruk manis golongan ini ditandai dengan buahnya berwarna kuning atau

kombinasi antara kuning dan merah, tekstur dagingnya kasar, mengandung

biji, sangat produktif berbuah, rasa manis buahnya segar agak asam dan

berumur panjang. Termasuk ke dalam golongan jeruk ini adalah jeruk

manis varietas Valencia, Hamlin (Noriis), Pineapple (Hickory), Shamouti

(Jaffa) dan Tenerife.

2. Jeruk Manis Pusar.

Jeruk manis golongan ini mempunyai ciri khas yaitu terdapat pusar (udel)

di ujung buahnya, daging buah umumnya tidak berbiji, bertekstur rapuh,

dan segmennya mudah dipisah. Termasuk dalam golongan jeruk ini antara

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter II

lain adalah varietas atau kultivar Washington Navel Orange (WNO),

Thompson Navel Orange, dan Baianinha Picacicaba.

3. Jeruk Manis Merah Darah.

Semua bagian buah jeruk manis golongan ini (kulit, daging, buah, dan

cairan sari buah) berwarna merah akibat pigmen antosianin. Termasuk ke

dalam golongan jeruk manis ini adalah varietas Maltaise Sanguine, Double

Fine Amelioree, Double Fine, dan Entrefine.

4. Jeruk Manis Tanpa Rasa Asam.

Jeruk manis golongan ini buahnya kasar dengan kadar asamnya sangat

rendah. Termasuk ke dalam golongan jeruk manis ini adalah varietas

Imperial, Lima, Maltes, dan Sukkari.

Pengembangan jeruk manis perlu memperhatikan pemilihan jenis atau

varietas dan keadaan iklim setempat (lokalita). Varietas jeruk manis yang

dianjurkan adalah sebagai berikut :

1) Di dataran rendah, dianjurkan untuk menanam varietas jeruk Valencia Late

Orange (VLO), Pinneapple Orange, Norris Orange, jeruk Itali, Shamputi

dan Java.

2) Di dataran tinggi, dianjurkan untuk menanam varietas jeruk Punten, Navel

Orange, jeruk Betawi, dan Washington Navel Orange.

Di Indonesia, terdapat beberapa varietas jeruk manis yang telah

beradaptasi baik di berbagai daerah, diantaranya sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter II

1) Jeruk Pacitan.

Jeruk varietas ini telah di tanam di pacitan sejak tahun 1920-an. Ciri khas

jeruk Pacitan adalah rasanya sangat manis tanpa asam, kulitnya tipis dan

lunak.

2). Sunkis Lau Kawar.

Jeruk manis varietas Sunkis Lau Kawar dikembangkan di Kecamatan

Simpang Empat, Kabupaten Karo (Sumatera Utara).

Jeruk ini ditandai dengan rasanya yang manis, kulit buah halus berbintik-

bintik dan kandungan airnya banyak.

3).Sunkis atau Washington Navel Orange (WNO).

Jeruk manis varietas ini sangat populer di pasar dunia. Ciri khas jeruk

WNO adalah pada tangkai buahnya terdapat semacam navel (udel) yang

bentuknya kecil, bersifat parthenocarpi (tidak berbiji) dan hanya cocok

ditanam di dataran tinggi.

Buah jeruk manis kaya akan gizi, terutama vitamin C dan bioflavonoid

yang penting untuk mencegah terjadinya pendarahan dan kemunduran

mental. Kandungan gizi dalam 100 gram jeruk manis segar adalah :

Kalori(kal) 45,00, Protein(g) 0,90, Lemak(g) 0,20, Karbohidrat(g) 11,20,

Kalsium(mg) 33,00, Fosfor(mg) 23,00, Zat Besi(mg) 0,40, Vitamin A(S.I)

190,00, Vitamin B1(mg) 0,08, Vitamin C(mg) 49,00, Air(g) 87,20, Bagian

Dapat Dimakan(%) 72,00.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter II

2.5. Manfaat Jeruk Bagi Kesehatan.

Berdasarkan penelitian dan studi ilmiah tentang manfaat buah-buahan

jeruk (sitrus) yang dipresentasikan pada pertemuan tahunan American

Chemical Society di Philadelphia, Amerika Serikat (seperti dikutip

Wijayakusuma,2010), banyak sekali manfaat jeruk bagi kesehatan, antara lain :

1).Membantu menurunkan berat badan.

Mengkonsumsi buah jeruk dan dipadukan dengan diet yang sehat dapat

menurunkan berat badan seseorang serta dapat digunakan untuk mengatasi

obesitas.

2).Mencegah aktifnya karsinogen.

Karsinogen merupakan bahan kimia dan bahan makanan yang dapat

memicu terjadinya kanker. Mengkonsumsi buah jeruk dapat membersihkan

radikal bebas dan bahan asing lain termasuk bahan karsinogen.

3). Meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Vitamin C (asam askorbat) membantu meningkatkan system kekebalan

tubuh, sehingga daya tahan tubuh menjadi kuat dan terhindar dari penyakit.

Infeksi kuman penyakit ke dalam tubuh dapat dihindari jika tubuh

mempunyai sistem kekebalan tubuh yang baik.

Selain sebagai antioksidan buah jeruk juga bermanfaat sebagai

antitoksik, meningkatkan fungsi otak, efek relaksasi dan pemulihan stamina,

baik untuk ibu hamil, mengendalikan kolesterol, mengatasi radang, mencegah

penyakit jantung, stroke, dan saraf, meningkatkan efektivitas khasiat vitamin C

dan menguatkan dinding pembuluh darah.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter II

Air sari jeruk manis juga berfungsi sebagai diuretik atau pelancar

pembentukan air seni, tonikum bagi jantung, mengatur pengeluaran cairan

empedu, memberi efek pendinginan, dan mengurangi keasaman darah. Air

jeruk dicampur sedikit garam dan satu sendok makan madu juga berkhasiat

bagi penderita Tuberkulosis, Asma, dan Bronkhitis. Air jeruk juga

memperlancar pengeluaran lender dan melindungi paru-paru dari infeksi ulang.

Sari jeruk juga berkhasiat sebagai obat gangguan pencernaan yang disebabkan

oleh makanan terlalu berlemak dan dapat menyembuhkan pendarahan karena

wasir, rasa haus yang berlebihan, dan demam.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter II

2.6. Kerangka Konsep

- Jenis Pestisida.

- Waktu Aplikasi Terakhir.

- Frekuensi Penyemprotan

- Karakteristik Petani Jeruk

( Umur, Tingkat Pendidikan, Lama Bekerja, Jam Kerja).

Keluhan Kesehatan Petani Jeruk

- akut

- kronis

- Pengetahuan Petani Jeruk.

- Sikap Petani Jeruk.

- Tindakan Petani Jeruk.

Universitas Sumatera Utara