Top Banner
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia 2.1.1. Pengertian Pemanfaatan ANC Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan Pusdiknakes (2003), menyatakan bahwa ANC (Ante Natal Care) adalah asuhan yang diberikan untuk ibu sebelum persalinan; prenatal care. Tujuan ANC (antenatal care) menurut Kusmiyati (2009) yaitu: 1. Mempromosikan dan menjaga fisik dan mental ibu dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran bayi. 2. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, atau obstetri selama kehamilan. 3. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi 4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial. Menurut Depkes RI (2009), dalam pelayanan asuhan antenatal pada ibu hamil dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi Universitas Sumatera Utara
39

Chapter II

Jan 03, 2016

Download

Documents

chapter
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Chapter II

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia

2.1.1. Pengertian Pemanfaatan ANC

Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) adalah suatu program yang

terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk

memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan

(Wiknjosastro, 2005). Sedangkan Pusdiknakes (2003), menyatakan bahwa ANC

(Ante Natal Care) adalah asuhan yang diberikan untuk ibu sebelum persalinan;

prenatal care.

Tujuan ANC (antenatal care) menurut Kusmiyati (2009) yaitu:

1. Mempromosikan dan menjaga fisik dan mental ibu dan bayi dengan pendidikan,

nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran bayi.

2. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, atau obstetri selama

kehamilan.

3. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi

4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas

normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.

Menurut Depkes RI (2009), dalam pelayanan asuhan antenatal pada ibu hamil

dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam

Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin

dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam

pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas :

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.

2. Ukur tekanan darah

3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

4. Ukur tinggi fundus uteri

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

bila diperlukan.

7. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

8. Tes laboratorium (rutin dan khusus)

9. Tatalaksana kasus

10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

2.1.2. Efektivitas Asuhan Antenatal

Kusmiyati (2009) menyatakan bahwa dengan memberikan asuhan antenatal

yang baik akan menjadi salah satu tiang penyangga dalam safe motherhood dalam

usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. Untuk

meningkatkan efektivitas asuhan antenatal meliputi hal-hal berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

1. Asuhan diberikan oleh petugas yang terampil dan berkesinambungan.

2. Persiapan menghadapi persalinan yang baik dengan memperkirakan komplikasi.

3. Mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (tetanus toksoid, suplemen

gizi, pencegahan konsumsi alkohol dan rokok, dan lain-lain).

4. Mendeteksi dini komplikasi serta perawatan penyakit yang diderita ibu hamil

(preeklampsia, eklampsia, HIV/AIDS, tuberkulosis, hepatitis, hipertensi, diabetes,

dan lain-lain).

2.1.3. Deteksi Dini Preeklampsia pada Ibu Hamil

2.1.3.1. Pengertian Deteksi Dini

Deteksi dini adalah suatu mekanisme berupa pemberian informasi secara tepat

waktu dan efektif, melalui institusi yang dipilih, agar masyarakat/individu di daerah

rawan mampu mengambil tindakan menghindari atau mengurangi risiko dan mampu

bersiap-siap untuk merespon secara efektif. Atau dapat juga dikatakan bahwa deteksi

dini merupakan upaya memberitahukan kepada seorang klien yang berpotensi dilanda

suatu masalah untuk menyiagakan mereka dalam menghadapi kondisi dan situasi

suatu masalah (Rukiyah, 2011).

Deteksi dini terhadap tanda bahaya kehamilan dilakukan minimal 4 kali

selama ibu hamil atau dilakukan pada tiap trimester yaitu: pada kunjungan pertama

atau pada trimester I tanda bahaya yang harus diwaspadai adalah: adanya anemia,

penyakit keturunan, infeksi dan degeneratif, perdarahan (abortus, kehamilan ektopik

terganggu, mola hidatidosa), hiperemesis gravidarum, kelainan genetik janin (jika

memiliki riwayat atau risiko) dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

Pada kunjungan ulang atau pada trimester kedua, yang harus diwaspadai

tentang kejadian/tanda bahaya: perdarahan, preeklampsia, dan eklampsia, gangguan

pertumbuhan janin. Pada kunjungan ulang di trimester ketiga, tanda bahayanya

adalah: adanya kehamilan ganda, ibu mengalami perdarahan (plasenta previa atau

solusio plasenta) (Rukiyah, 2011).

2.1.3.2. Deteksi Dini Preeklampsia pada Ibu Hamil

Deteksi dini preeklampsia pada ibu hamil pada kegiatan antenatal care

merupakan salah satu standar pelayanan kebidanan (SPK) yaitu dengan melakukan

ukur tekanan darah (Depkes RI, 2009). Dalam pengelolaan dini hipertensi pada

kehamilan, bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada

kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklampsia lainnya, serta mengambil

tindakan yang tepat dan merujuknya (Meilani, 2009).

Skrining untuk deteksi dini preeklampsia pada ibu hamil dilakukan

pemeriksaan dengan cara: anamnese untuk menanyakan keluhan utama atau keluhan

yang dirasakan saat ini, kemudian ditanyakan seluruh riwayat kesehatan yang lalu

dan sekarang termasuk pemeriksaan ginekologi dan obstetri. Pemeriksaan lengkap

yakni pemeriksaan yang dilakukan untuk meninjau apakah kondisi fisik ibu hamil ada

masalah atau tidak dan dilakukan secara komprehensif atau lengkap dan detail

dilakukan secara head to toe (dari kepala ke kaki) serta dilakukan pemeriksaan

penunjang yang diperlukan, seperti laboratorium, pemeriksaan radiologi (Rukiyah,

2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

Tanda dan gejala preeklampsia secara umum tampak jelas pada stadium yang

relatif lanjut pada kehamilan, biasanya pada trimester ketiga. Walaupun demikian,

kelainan dihasilkan dari interaksi abnormal antara ibu dan adanya trofoblas

endovaskuler yang lebih dini pada kehamilan. Untuk alasan tersebut, hal ini masuk

akal untuk menemukan indikator yang lebih dini untuk kelainan ini; tentu saja tes-tes

yang banyak telah diusulkan, khususnya selama dua dekade terakhir, dengan maksud

sebagai prediksi perkembangan lebih lanjut dari penyakit (Pangemanan, 2008).

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil,

disamping infeksi dan perdarahan. Oleh sebab itu, bila ibu hamil sudah ketahuan

beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan

memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut dengan melakukan pemeriksaan

secara hati-hati (Rukiyah, 2011).

Menurut Manuaba (2008), pencegahan preeklampsia yaitu bagaimana

penyakit ini dapat dideteksi sedini mungkin. Deteksi dini didapatkan dari

pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada saat pemeriksaan kehamilan (antenatal

care). Karena itu, pemeriksaan kehamilan rutin mutlak dilakukan agar preeklampsia

dapat terdeteksi cepat untuk meminimalisir kemungkinan komplikasi yang lebih

fatal. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan seksama, dan usahakan

dilakukan oleh orang yang sama misalnya bidan atau dokter.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

Alur prosedur tetap (protap) penanganan penderita preeklampsia yaitu:

Bagan 2.1. Skema Alur Protap Penanganan Preeklampsia

Sumber : Manuaba dalam Rukiyah (2011).

Preeklampsia dan Eklampsia

Pemeriksaan 1. Fisik ibu

a. Tekanan darah b. Berat badan-edema c. Proteinuria

1. Janin a. Gerakan janin b. Jantung janin c. Air ketuban

2. Konsultasi dokter a. Laboratorium b. Rujukan

Dasar diagnosis klinis : a. Kenaikan berat badan a. Kenaikan tekanan darah b. Proteinuria c. Oliguria d. Kejang atau koma e. Nyeri kepala/epigastrium f. Penglihatan kabur g. Edema paru-paru h. Gangguan kesadaran

Terapi Aktif: 1. Indikasi vital 2. Gagal pengobatan 2 x 24

jam 3. Medis teknis:

a. Induksi persalinan b. Pecahkan ketuban c. Kala II Forsep

Konservatif: 1. Kamar isolasi 2. Observasi:

a. Keseimbangan cairan b. Infus 2000 cc/24 jam

3. Pengobatan: a. StroganolPenthotal b. Diazepam c. Litik koktif d. Magnesium sulfat

4. Evaluasi pengobatan: a. Diuresis b. Kesadaran membaik c. Kejang berkurang d. Nadi dan tekanan

darah turun e. Keluhan berkurang

Seksio sesarea: 1. Gagal induksi 2. Indikasi obstetri

Pengobatan konservatif berhasil: 1. Pengawasan hamil intensif 2. Kehamilan mencapai aterm 3. Persalinan per vaginam

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

Menurut Rambulangi (2003), pemeriksaan baku pada antenatal care (ANC)

untuk mendeteksi preeklampsia adalah sebagai berikut:

1. Tekanan darah

Gambaran klinik yang khas pada preeklampsia yaitu ditemukannya

kenaikan tekanan darah yang tinggi. Perbedaan kenaikan tekanan darah

mempunyai arti klinis yang lebih penting dibandingkan dengan nilai absolut

tekanan darah yang tinggi. Demikian pula kenaikan tekanan diastolik mempunyai

arti prognostik yang lebih bermakna dari pada perubahan sistolik. Pengukuran

tekanan darah sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, dengan penderita

posisi duduk. Pengukuran dilakukan setelah penderita beristirahat sedikitnya 10

menit dan diulang sedikitnya 2 kali pemeriksaan. Dinyatakan hipertensi bila:

a. Terdapat kenaikan tekanan sistolik >30 mmHg atau tekanan sistolik mencapai

140 mmHg atau lebih.

b. Bila didapatkan kenaikan tekanan diastolik >15 mmHg atau tekanan diastolik

mencapai 90 mmHg atau lebih.

Mayoritas ibu hamil akan tetap normotensif selama kehamilan bila

tekanan darah diastolik <75 mmHg sebelum kehamilan 20 minggu. Penelitian

yang dilakukan oleh Sahetapy di Makassar pada tahun 1994 tidak mendapatkan

hubungan yang bermakna antara nilai validitas tekanan darah diastolik dengan

prevalensi hipertensi dalam kehamilan.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

2. Kenaikan berat badan.

Seringkali gejala pertama yang mencurigakan adanya preeklampsia ialah terjadi

kenaikan berat badan yang melonjak tinggi dan dalam waktu singkat. Kenaikan

berat badan 0,5 kg setiap minggu dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila

kenaikan berat badan mencapai 1 kg per minggu atau 3 kg perbulan maka harus

diwaspadai kemungkinan timbulnya preeklampsia. Ciri khas kenaikan berat badan

penderita preeklampsia ialah kenaikan yang berlebihan dalam waktu singkat,

bukan kenaikan berat badan yang merata sepanjang kehamilan, karena berat

badan yang berlebihan tersebut merupakan refleksi daripada edema.

2.1.4. Pengaruh Karakteristik Ibu Hamil terhadap Deteksi Dini Preeklampsia

Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat khas dengan watak

tertentu seperti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti) yang dimiliki

seseorang dan membedakan dengan orang lain (Depdiknas, 2003).

Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa karakteristik seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, pengetahuan, sikap,

perilaku, etnis, jenis kelamin, pendapat dan spiritual. Menurut Sigmund Freud,

“karakteristik” adalah kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu system daya

dorong yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku, yang akan ditampilkan secara

mantap. Karakteristik merupakan aktualisasi diri seseorang potensi dari dalam dan

internalisasi nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui pendidikan,

percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan menjadi nilai yang intrinsik yang

melandasi sikap dan perilaku.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku manusia sebenarnya merupakan

refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, persepsi, sikap,

keinginan, kehendak, motivasi, dan niat.

Dalam penelitian ini, karakteristik ibu hamil yang diteliti berkaitan dengan

pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi ibu hamil dalam melakukan deteksi dini

preeklampsia.

2.1.4.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui

indra pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).

Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku individu yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,

2003).

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan

yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application). Analisis

(analysis), sintesis (synthesis), evaluation (evaluation) (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

Selanjutnya Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa dari berbagai macam

cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang

sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara

sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara

lain meliputi:

1) Cara coba salah (trial and error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut

tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah

tersebut dapat terpecahkan.

2) Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh

orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina

sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat

malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering

mengembara.

3) Cara kekuasaan atau otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik

tradisi, otoritas pemerintah, pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

4) Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang

lalu.

5) Cara akal sehat (Common sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau

kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang

tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau

agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang berkembang

menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah merupakan metode bagi

pendidikan anak (meskipun bukan yang paling baik).

6) Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari

Tuhan melalui para Nabi.

7) Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses

di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

8) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir

manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan

penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan

pikirannya.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih

populer disebut metodologi penelitian.

Pengetahuan yang baru pada ibu hamil akan membentuk perilaku baru bagi

ibu hamil, apabila seorang ibu hamil memiliki pengetahuan yang lebih tentang

komplikasi kehamilan seperti preeklampsia maka kemungkinan besar ibu akan berpikir

untuk menentukan sikap, berperilaku untuk mencegah, menghindari atau mengatasi

masalah resiko kehamilan tersebut dengan melakukan deteksi dini. Dengan pengetahuan

tersebut, ibu memiliki kesadaran untuk melakukan kunjungan antenatal (memeriksakan

kehamilannya), sehingga apabila terjadi resiko pada masa kehamilan tersebut dapat

ditangani secara dini dan tepat oleh tenaga kesehatan seperti terjadinya preeklampsia

(Notoatmodjo, 2007).

2.1.4.2. Persepsi

Secara etimologi bahwa persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu

perception yang artinya tanggapan, daya untuk memahami sesuatu. Menurut

Walgito (2008) persepsi merupakan suatu proses yang dialami oleh proses

penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui

alat indera atau juga disebut proses sensoris.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

Menurut Nugroho J. Setiadi (2003) dalam Syafrudin (2011) persepsi

merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktivitas (pelayanan yang

diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap

orang terhadap suatu objek (pelayanan) akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi

memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya

pelayanan.

Menurut Daryanto (2010) prinsip dasar tentang persepsi yang perlu

diketahui adalah sebagai berikut :

a. Persepsi itu relatif bukannya absolut

Manusia bukanlah instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu

persis seperti keadaan sebenarnya. Seseorang tidak dapat menyebutkan secara

persis berat suatu benda yang dilihatnya atau kecepatan sebuah mobil yang

sedang lewat, tetapi ia dapat secara relatif menerka berat berbagai benda atau

kecepatan mobil-mobil. Dalam hubungan dengan kerelatifan persepsi ini

dampak pertama dari suatu perubahan rangsangan dirasakan lebih besar dari

pada rangsangan yang datang kemudian.

b. Persepsi itu selektif

Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan saja dari banyak

rangsangan yang ada di sekelilingnya pada saat-saat tertentu. Ini berarti bahwa

rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah ia pelajari, apa

yang ada suatu saat menarik perhatiannya dan ke arah mana persepsi itu

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

mempunyai kecenderungan. Ini berarti bahwa ada keterbatasan dalam

kemampuan seseorang untuk menerima rangsangan.

c. Persepsi itu mempunyai tatanan

Orang menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan. Ia akan

menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok. Jika

rangsangan yang datang tidak lengkap, ia akan melengkapinya sendiri sehingga

hubungan itu menjadi jelas.

d. Persepsi itu dipengaruhi harapan dan kesiapan (penerima rangsangan)

Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana yang akan

dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih, itu akan ditata

dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diinterpretasi.

e. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi

seseorang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.

Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri antara lain susunan

saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan belajar. Susunan saraf pusat memegang

peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan sebuah bentuk

perpindahan dari rangsang yang masuk ke rangsang yang dihasilkan. Persepsi

(perception) merupakan praktik tingkat pertama berupa pengenalan dan pemilihan

berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Misalnya seorang

remaja berpikir untuk melakukan diet untuk membentuk tubuhnya seperti para model.

Kondisi ini membuat remaja tersebut melakukan diet yang berarti membatasi dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

cermat konsumsi kalori atau jenis makanan tertentu yang bisa membuat berat badan

berkurang dan tubuh tetap sehat atau sebaliknya membahayakan diri sendiri.

Demikian juga dengan ibu hamil, ibu hamil yang mempunyai persepsi baik tentang

ANC dan deteksi dini kehamilan maka akan melakukan tindakan ANC dengan pergi

ke petugas kesehatan untuk memeriksa kehamilannya (Notoatmodjo, 2007).

2.1.4.3. Sikap

Sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif

dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif, yaitu afeksi

senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan (Walgito,

2008).

Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2007) menyatakan sikap sebagai

tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan

obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang,

lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu

obyek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang

yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak

suka atau sikap unfavorable terhadap obyek psikologi.

Menurut Walgito (2008), sikap individu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap tertentu

terhadap suatu objek.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

2. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek

tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.

3. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada

sekumpulan objek-objek

Bila seseorang mempunyai sikap negara pada seseorang, maka orang tersebut

akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok

dimana orang tersebut bergabung.

4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah

dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum mendalam

dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap tersebut mudah

diubah.

5. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi.

Sikap terhadap sesuatu objek akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif

maupun negatif terhadap objek tersebut. Sikap juga mengandung motivasi, yang

mempunyai daya dorong bagi industri untuk berperilaku secara individu terhadap

objek yang dihadapinya.

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,

mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana

individu itu berada.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

2. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan

atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu

berada.

Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan

siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu.

Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan

mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

2.1.4.4. Motivasi

Banyak para ahli mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut

pandang mereka masing-masing. Namun intinya sama, yakni sebagai suatu

pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas

nyata untuk mencapai tujuan tertentu (Djamarah, 2008).

McDonald mengatakan bahwa motivation is a energy change within the

person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions. Motivasi

adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan

timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Perubahan energi

dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik.

Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang

mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat

ia lakukan untuk mencapainya.

Dalam membicarakan soal macam-macam motivasi, terdiri dari dua sudut

pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang yang disebut

motivasi intrinsik, dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang disebut

motivasi ekstrinsik (Djamarah, 2008).

2.1.5. Preeklampsia

2.1.5.1. Pengertian

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria

yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa

(Wiknjosastro, 2005).

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2005).

Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,

bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria

yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak

menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Mochtar,

2008).

Kejadian preeklampsia dan eklampsia bervariasi di setiap negara bahkan pada

setiap daerah. Dijumpai berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia

dan eklampsia diantaranya jumlah primigravida, terutama primigravida muda,

distensi rahim berlebihan hidramnion, hamil kembar, mola hidatidosa, penyakit yang

menyertai hamil seperti diabetes melitus, kegemukan, jumlah usia ibu lebih dari 35

tahun, preeklampsia berkisar antara 3-% dari kehamilan yang dirawat (Manuaba,

2010).

2.1.5.2. Etiologi Preeklampsia

Penyebab preeklampsia saat ini tidak dapat diketahui dengan pasti, walaupun

penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya

baru didasarkan pada teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

sebabnya preeklampsia disebut juga “disease of theory”, gangguan kesehatan yang

berasumsi pada teori. Menurut Rukiyah (2011), adapun teori-teori tersebut antara

lain:

1. Peran prostasiklin dan tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,

sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal

meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti

trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga

terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan

serotonin, sehingga terjadi vasopasme dan kerusakan endotel.

2. Peran faktor imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna,

yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992)

mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita

preeklampsia-eklampsia: beberapa wanita dengan preeklampsia-eklampsia

mempunyai kompleks imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan

adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklampsia-eklampsia diikuti

proteinuria. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat

menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivitas komplemen terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

preeklampsia-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa

menyebabkan preeklampsia-eklampsia.

3. Faktor genetik

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian

preeklampsia-eklampsia antara lain: (1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia,

(2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia

pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia-eklampsia, (3) Kecende-

rungan meningkatnya frekuensi pada preeklampsia-eklampsia pada anak dan cucu

ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-eklampsia dan bukan pada ipar mereka,

(4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).

2.1.5.3. Patofisiologi Preeklampsia

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia-eklampsia.

Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan

hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel

setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan

mikro pada tempat endotel. Selain itu, Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya

vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi

uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/

anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses

hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga

dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak

adalah hasil proses oksidasi lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara

peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan

timbul keadaan yang disebut stress oksidatif (Rukiyah, 2011).

Pada preeklampsia-eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan

plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita

hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang

berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam

aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke

semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan

mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel

tersebut akan mengakibatkan antara lain: adhesi dan agregasi trombosit, gangguan

permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom,

tromboksan dan serotonin sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi

prostasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan,

terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak

(Manuaba, 2008).

2.1.5.4. Jenis-Jenis Preeklampsia

Menurut Rukiyah (2011), jenis-jenis preeklampsia adalah sebagai berikut :

1. Preeklampsia ringan

Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria

setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.

Penyakit preeklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap

sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala

akibatnya.

Gejala klinis preeklampsia ringan meliputi : (1) Kenaikan tekanan darah

sistole 30 mHg atau lebih, diastole 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah

sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistolik 140 mmHg

sampai kurang 160 mmHg, diastole 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.

(2)Proteinuria: secara kualitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara

kualitatif positif 2 (+2), (3) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral,

wajah atau tangan.

Pemeriksaan dan diagnosis untuk menunjang keyakinan petugas

kesehatan atas kemungkinan ibu mengalami preeklampsia ringan jika ditandai

dengan kehamilan lebih 20 minggu, kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau

lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk

pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit), edema tekan

pada tungkai (pretibia), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tangan,

proteinuria lebih 0,3 gr/liter/24 jam, kualitatif +2.

Penanganan preeklampsia ringan dapat dilakukan dengan dua cara

tergantung gejala yang timbul, yakni :

a. Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklampsia ringan, dengan cara: ibu

dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring), diet : cukup protein,

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II

rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian sedative ringan: tablet

Phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7 hari (atas

instruksi dokter), roborantia, kunjungan ulang setiap 1 minggu,. Pemeriksaan

laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat

darah, fungsi hati, fungsi ginjal.

b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklampsia ringan berdasarkan

kriteria: setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya

perbaikan dari gejala-gejala preeklampsia, kenaikan berat badan ibu 1 kg atau

lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu), timbul salah satu

atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklampsia berat.

2. Preeklampsia berat

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai

dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria pada

kehamilan 20 minggu atau lebih. Gejala dan tanda preeklampsia berat: tekanan

darah sistolik >160 mmHg, tekanan darah diastolik >110 mmHg, peningkatan

kadar enzim hati atau/dan ikterus, trombosit <100.000/mm3

Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti

gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah,

sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet), bahkan dapat

, oliguria <400 ml/24

jam, proteinuria >3 gr/liter, nyeri epigastrium, skotoma dan gangguan visus lain

atau nyeri frontal yang berat, perdarahan retina, ode pulmonum.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II

terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila preeklampsia tidak segera

diatasi dengan baik dan benar.

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala

preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi:

(1)Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau determinasi ditambah

pengobatan medicinal, (2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap

dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

a. Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap

penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan Non

Stress Test (NST) dan Ultrasonografi (USG), dengan indikasi (salah satu atau

lebih) yakni :

1) Ibu: usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda-tanda atau gejala

impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam

pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam

perawatan medicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).

2) Janin: hasil fetal assessment jelek (NST & USG): adanya tanda intra

uterin growth retardation (IUGR).

3) Hasil laboratorium: adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan

peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).

b. Pengobatan medicinal pasien preeklampsia berat (dilakukan di rumah sakit

atau atas instruksi dokter) yaitu: segera masuk rumah sakit, tirah baring

miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II

jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-

125 cc/jam) 500cc, berikan Antasida, diet cukup protein, rendah karbohidrat,

lemak dan garam, pemberian obat anti kejang: MgSO4

c. Anti hipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolik lebih 180 mmHg,

diastolic lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan

adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena

akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis

antihipertensi pada umumnya.

: diuretikum tidak

diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif

atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

d. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-

obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinu), catapres injeksi. Dosis yang

biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan

dengan tekanan darah.

Secara ringkas, Manuaba (2010) mengklasifikasikan preeklampsia sebagai

berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi Preeklampsia

Tipe Preeklampsia Tanda dan Gejala Preeklampsia ringan - Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30

mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam. - Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15

mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam. - Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam 1

minggu. - Proteinuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat

kualitatif plus 1 sampai 2 pada urine kateter atau urine aliran pertengahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II

Preeklampsia berat - Bila salah satu di antara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil, sudah dapat digolongkan preeklampsia berat.

- Tekanan darah 160/110 mmHg. - Oligouria, urine <400 cc/24 jam. - Proteinuria >3 g/liter - Keluhan subjektif: nyeri epigastrium, gangguan

penglihatan, nyeri kepala, edema paru dan sianosis.

- Gangguan kesadaran. - Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai

ikterus - Perdarahan pada retina - Trombosit <100.000/mm.

2.1.5.5. Diagnosa Preeklampsia

Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan

mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar

dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan

dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna

(Rukiyah, 2011).

Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias

tanda utama: hipertensi dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan

statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya

kendatipun ditemukan tersendiri (Rukiyah, 2011).

Diagnosis diferensial antara preeklampsia dengan hipertensi menahun

atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi

menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan

Tabel 2.1. (lanjutan)

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II

muda, atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis.

Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang

ditemukan pada preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan

hipertensi menahun. Untuk diagnosa penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria

banyak menolong, proteinuria pada preeklampsia jarang timbul sebelum

trimester 3, sedang pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Tes fungsi ginjal

juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia

ringan (Manuaba, 2008).

2.1.5.6. Faktor Risiko Preeklampsia

1. Faktor Predisposisi

Menurut Rozikhan (2007), wanita hamil cenderung dan mudah mengalami

pre-eklampsia bila mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut:

a. Nulipara

b. Kehamilan ganda (kembar)

c. Usia < 20 atau > 35 tahun

d. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya

e. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia

f. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum ibu

mengalami kehamilan

g. Obesitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II

2. Status Reproduksi

a) Faktor Usia

Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan,

akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja

yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan

bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin

mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi badan 1%. Dampak dari

usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai

angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari wanita berusia 20 – 24 tahun. Faktor usia

berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/eklampsia. Usia wanita remaja pada

kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20

tahun).

Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita

yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan

insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita

hipertensi karena kehamilan atau superimposed pre-eklampsia. Jadi wanita yang

berada pada awal atau akhir usia reproduksi, dahulu dianggap rentan.

b) Paritas

Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan,

3-8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua.

Catatan statistik menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-

eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravidae.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II

Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Persalinan yang

berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti

bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman.

c) Kehamilan Ganda

Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda

dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena

eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah

dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan

menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih

dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin

lebih dari satu.

d) Faktor Genetika

Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,

penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-

eklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga. Faktor

ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden hipertensi

kronis yang mendasari.

3. Status Kesehatan

a) Riwayat Hipertensi

Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah

adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II

hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung

normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita

tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-

kira 20% menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala

preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium,

muntah, gangguan visus (Supperimposed preeklampsia), bahkan dapat timbul

eklampsia dan perdarahan otak.

b) Riwayat Penderita Diabetes Melitus

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan

bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg % terdapat 23

(14,1%) kasus preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan

preeklampsia) terdapat 9 (5,3%).

c) Status Gizi

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga

menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam

badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula

jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi

pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia.

d) Stres / Cemas

Meskipun di beberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan

kejadian preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu panjang

dapat mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II

2.1.5.7. Pencegahan Preeklampsia

Menurut Manuaba (2010), untuk mencegah kejadian preeklampsia dapat

diberikan nasehat sebagai berikut :

1. Diet-makanan. Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan

rendah lemak, kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema,

makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna, untuk meningkatkan

jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.

2. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan berarti

bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan, lebih banyak duduk atau

berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak

mengalami gangguan.

3. Pengawasan antenatal (hamil). Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin

dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan

perhatian yaitu:

a. Uji kemungkinan preeklampsia

1) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya

2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri.

3) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

4) Pemeriksaan protein dalam urine

5) Jika mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran

darah umum, dan pemeriksaan retina mata.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II

b. Penilaian kondisi janin dalam rahim

1) pemantauan tinggi fundus uteri.

2) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin,

pemantauan air ketuban.

3) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Kusmiyati (2009) mengatakan bahwa strategi untuk mencegah preeklampsia

dan eklampsia adalah sebagai berikut:

1. Asuhan antenatal dan mengenali hipertensi

2. Identifikasi dan perawatan preeklampsia oleh penolong yang terampil.

3. Kelahiran tepat waktu.

4. Penggunaan magnesium sulfat.

2.1.5.8. Penatalaksanaan Preeklampsia

Bila tekanan darah meningkat, ibu hamil perlu istirahat sampai tekanan darah

turun kembali. Hentikan makanan yang mengandung garam, makanan kemasan atau

yang diawetkan. Istirahat dan lakukan relaksasi secukupnya, karena relaksasi dapat

menurunkan tekanan darah tinggi. Awasi tanda-tanda komplikasi kehamilan. Periksa

teratur tekanan darah ibu hamil. Anjuran diet khusus dapat dilakukan bagi wanita

hamil beresiko tinggi. Kurangi makanan tinggi sodium dan perbanyak minum

(Indiarti, 2009).

Menurut himpunan Kedokteran Feomaternal (HKFM) tahun 2010 bahwa

penatalaksanaan preeklampsia dapat secara rawat jalan dan rawat inap.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II

Penatalaksanaan secara rawat jalan (ambulatoir) adalah sebagai berikut:

1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di

Indonesia tirah baring masih diperlukan.

2. Diet regular: tidak perlu diet khusus.

3. Vitamin prenatal

4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam

5. Tidak perlu pemberian diuretik, anithipertensi, dan sedativum.

6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

Penatalaksanaan secara rawat inap (hospitalisasi) yaitu :

1. Indikasi preeklampsia dirawat inap (hospitalisasi)

a. Hipertensi yang menetap selama >2 minggu.

b. Proteinuria menetap selama >2 minggu

c. Hasil tes laboratorium yang abnormal

d. Adanya gejala au tanda 1 (satu) atau lebih preeklamisa berat

2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu

a. Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur.

b. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen.

c. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan

penimbangan dilakukan setiap hari.

d. Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending eklampsia:

1) Nyeri kepala frontal atau oksipital

2) Gangguan visus

3) Nyeri kuadran kanan atas perut

4) Nyeri epigastrum

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang-kurangnya diikuti 2

hari setelahnya.

b. Hematokrit dan trombosit: 2 x seminggu.

c. Tes fungsi hepar : 2 x seminggu

d. Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN.

e. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)

4. Pemeriksaan kesejahteraan janin

a. Pengamatan gerakan janin setiap hari

b. NST 2 x seminggu

c. Profil biofisik janin, bila NST non reaktif.

d. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu.

e. Ultrasound Doppler arteri umbilikus, arteri uterine.

Terapi medika mentosa adalah sebagai berikut :

1. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatory.

2. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda preeklampsia dan umur kehamilan

≥ 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh

dipulangkan.

Penatalaksanaan obstetrik tergantung usia kehamilan. Bila umur kehamilan

<37 minggu dan tanda gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan

sampai aterm. Bila umur kehamilan ≥37 minggu: 1)kehamilan dipertahankan sampai

timbul onset partu, 2)Bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II

2.2. Landasan Teori

Notoatmodjo (2007) mengatakan meskipun perilaku adalah bentuk respon

atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun

dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor

lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap

stimulus yang berbeda tersebut disebut determinan perilaku. Determinan perilaku

dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Menurut Widianingrum (1999) perilaku seseorang dipengaruhi oleh

karakteristik, yang mana karakteristik tersebut terdiri dari: pengetahuan, sikap,

budaya, umur, sosial ekonomi dan sebagainya. Green dalam Notoatmodjo (2007)

mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang

atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour

causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Salah satu faktor perilaku

adalah faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor predisposisi ini

merupakan determinan atau faktor internal yang mempengaruhi perilaku seseorang.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena

perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal

(lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni

aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk

ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terinci,

perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan,

seperti pengetahuan, persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi, dan niat. Namun

demikian, pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang

menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan

tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah

faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosiobudaya masyarakat, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2007).

Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan,

oleh karena itu melalui antenatal care yang bertujuan untuk mencegah perkembangan

preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini sehingga dapat

mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan preeklampsia tidak memberikan

gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat

dibuat dengan antepartum care. Jika calon ibu melakukan kunjungan setiap minggu ke

klinik prenatal selama 4-6 minggu terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk

melakukan tes proteinuri, dan mengukur tekanan darah. Setelah diketahui diagnosa dini

perlu segera dilakukan penanganan untuk mencegah masuk ke dalam eklampsia.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter II

Perilaku pemanfaatan ANC untuk deteksi dini preeklampsia merupakan

resultan dari karakteristik ibu (faktor internal) atau yang disebut Green sebagai faktor

predisposisi (predisposing factors) yang meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan

motivasi ibu hamil.

Bagan 2.2. Determinan Perilaku Manusia

2.3. Kerangka Konsep

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah alur penelitian ini

digambarkan dalam rangka konsep seperti berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

• Pr

Bagan 2.3. Kerangka Konsep

Karakteristik Psikologis : 1. Pengetahuan 2. Persepsi 3. Sikap 4. Motivasi

Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia

• Pengalaman • Keyakinan • Fasilitas • Sosiobudaya

Perilaku

• Pengetahuan • Persepsi • Sikap • Keinginan • Kehendak • Motivasi • Niat

Karakteristik Demografi :

1. Umur 2. Pendidikan 3. Jumlah Kehamilan 4. Pendapatan

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter II

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan,

persepsi, sikap, dan motivasi ibu hamil berpengaruh terhadap deteksi dini

preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura

Kabupaten Langkat.

Universitas Sumatera Utara