Top Banner
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep HIV/AIDS 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) (Brooks, 2004). 2.1.2. Perbedaan Antara HIV dengan AIDS Seorang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat bertahun-tahun tanpa ada tanda fisik atau gejala infeksi. Orang yang terinfeksi virus tersebut tetapi tanpa gejala adalah ‘HIV-positif’ atau mempunyai ‘penyakit HIV tanpa gejala.’ Apabila gejala mulai muncul, orang disebut mempunyai ‘infeksi HIV bergejala’ atau ‘penyakit HIV lanjutan.’ Pada stadium ini seseorang kemungkinan besar akan mengembangkan infeksi oportunistik. ‘AIDS’ merupakan definisi yang diberikan kepada orang terinfeksi HIV yang masuk pada stadium infeksi berat. AIDS didefinisi sebagai jumlah sel CD4 di bawah 200; dan/atau terjadinya satu atau lebih infeksi oportunistik tertentu. Istilah AIDS terutama dipakai untuk kepentingan kesehatan masyarakat, sebagai patokan untuk laporan kasus. Sekali kita dianggap AIDS, berdasarkan gejala dan/atau status kekebalan, kita dimasukkan pada statistik sebagai kasus, dan status ini tidak diubah walau kita menjadi sehat kembali. Oleh karena itu, istilah AIDS tidak penting buat kita sebagai individu. Orang terinfeksi HIV yang mempunyai semakin banyak informasi, dukungan dan perawatan medis yang baik dari tahap awal penyakitnya akan lebih berhasil menangani infeksinya. Terapi antiretroviral (ART) yang sekarang semakin terjangkau dapat memperlambat kecepatan penggandaan HIV; obat lain dapat mencegah atau mengobati infeksi yang disebabkan HIV (Kannabus, 2008). Universitas Sumatera Utara
20

Chapter II

Sep 05, 2015

Download

Documents

Anna Evie Anii

ASKEP
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Konsep HIV/AIDS

    2.1.1. Pengertian HIV/AIDS

    HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang

    melemahkan sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus

    inilah yang menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)

    (Brooks, 2004).

    2.1.2. Perbedaan Antara HIV dengan AIDS

    Seorang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat bertahun-tahun tanpa ada

    tanda fisik atau gejala infeksi. Orang yang terinfeksi virus tersebut tetapi tanpa

    gejala adalah HIV-positif atau mempunyai penyakit HIV tanpa gejala. Apabila

    gejala mulai muncul, orang disebut mempunyai infeksi HIV bergejala atau

    penyakit HIV lanjutan. Pada stadium ini seseorang kemungkinan besar akan

    mengembangkan infeksi oportunistik. AIDS merupakan definisi yang diberikan

    kepada orang terinfeksi HIV yang masuk pada stadium infeksi berat. AIDS

    didefinisi sebagai jumlah sel CD4 di bawah 200; dan/atau terjadinya satu atau

    lebih infeksi oportunistik tertentu.

    Istilah AIDS terutama dipakai untuk kepentingan kesehatan masyarakat,

    sebagai patokan untuk laporan kasus. Sekali kita dianggap AIDS, berdasarkan

    gejala dan/atau status kekebalan, kita dimasukkan pada statistik sebagai kasus,

    dan status ini tidak diubah walau kita menjadi sehat kembali. Oleh karena itu,

    istilah AIDS tidak penting buat kita sebagai individu.

    Orang terinfeksi HIV yang mempunyai semakin banyak informasi,

    dukungan dan perawatan medis yang baik dari tahap awal penyakitnya akan lebih

    berhasil menangani infeksinya. Terapi antiretroviral (ART) yang sekarang

    semakin terjangkau dapat memperlambat kecepatan penggandaan HIV; obat lain

    dapat mencegah atau mengobati infeksi yang disebabkan HIV (Kannabus, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.3 Definisi AIDS

    Pada 18 Desember 1992, CDC (Centers for Disease Control and

    Prevention) telah menerbitkan suatu sistem klasifikasi untuk infeksi HIV dan

    mengembangkan definisi AIDS di kalangan remaja dan dewasa di Amerika

    Syarikat. Mengikut standar klinis untuk pemantauan secara immunologis pada

    pasien yang terinfeksi dengan HIV, sistem klasifikasi tersebut meliputi

    pengukuran limfosit T CD4+ dalam kategorisasi kondisi klinis yang berhubungan

    dengan HIV dan ini telah menggantikan sistem klasifikasi HIV yang diterbitkan

    pada tahun 1986. Semua pengidap AIDS mempunyai limfosit T CD4+/uL kurang

    dari 200 atau kurang 14 persen limfosit T CD4+ dari jumlah limfosit, atau yang

    didiagnosa dengan tuberkulosis pulmoner, kanker servikal invasif, atau

    pneumonia rekuren. Objektif dari pengembangan definisi AIDS ini adalah untuk

    menunjukkan jumlah morbiditi pengidap AIDS dan pasien yang imunosupresi,

    dan juga untuk memudahkan proses pelaporan kasus. Bermula dari tahun 1993,

    definisi AIDS ini telah digunakan oleh semua negara untuk pelaporan kasus AIDS

    (CDC, 1993).

    2.1.4. Epidemiologi HIV/AIDS

    2.1.4.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009

    Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang

    memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila dilihat jumlah

    kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan.

    Di Papua epidemi HIV sudah masuk ke dalam masyarakat (generalized epidemic)

    dengan prevalensi HIV di populasi dewasa sebesar 2,4%. Sedangkan di banyak

    tempat lainnya dalam kategori terkonsentrasi, dengan prevalensi HIV >5% pada

    populasi kunci. Namun, saat ini sudah diwaspadai telah terjadi penularan HIV

    yang meningkat melalui jalur parental (ibu kepada anaknya), terutama di beberapa

    ibu kota provinsi.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.1: Tren Kasus AIDS di 33 Provinsi dari Tahiun 2000-2009

    Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, kasus AIDS dilaporkan banyak

    ditemukan pada laki-laki yaitu 74,5%, sedangkan pada perempuan 25% (Depkes,

    2009).

    2.1.4.2. Populasi rawan tertular HIV

    Penyebaran HIV saat ini masih terkonsentrasi pada populasi kunci dimana

    penularan terjadi melalui perilaku yang berisiko seperti penggunaan jarum suntik

    yang tidak steril pada kelompok penasun dan perilaku seks yang tidak aman baik

    pada hubungan heteroseksual maupun homoseksual. Namun, jika tidak ditangani

    dengan cepat maka tidak mustahil penularan HIV akan menyebar secara luas

    kepada masyarakat seperti yang telah terjadi di Tanah Papua (Depkes RI, 2009).

    Jika dilihat cara penularannya, proporsi penularan HIV melalui hubungan

    seksual (baik heteroseksual maupun homoseksual) sangat mendominasi yaitu

    mencapai 60%. Sedangkan melalui jarum suntik sebesar 30%, dan ada sebagian

    kecil lainnya tertular melalui melalui ibu dan anak (kehamilan), transfusi darah

    dan melalui pajanan saat bekerja (Depkes RI, 2009).

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.2: Populasi rawan tertular HIV.

    Kecenderungan penularan infeksi HIV di seluruh provinsi prioritas hampir

    sama kecuali di Tanah Papua dimana mayoritas di akibatkan karena hubungan

    seksual beresiko tanpa kondom yang dilakukan kepada pasangan tetap maupun

    tidak tetap. Penularan HIV saat ini sudah terjadi lebih awal, dimana kelompok

    usia produktif (15-29 tahun) banyak dilaporkan telah terinfeksi dan menderita

    AIDS. Berdasarkan laporan Depkes, lebih dari 50% kasus AIDS dilaporkan pada

    usia 15-29 tahun (Depkes RI, 2009).

    Tabel 2.1: Persentase kumulatif Kasus AIDS di Indonesia berdasarkan kelompok

    umur s.d Maret 2009.

    Universitas Sumatera Utara

  • Buat masa sekarang di Indonesia, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan 1

    Januari s.d. 31 Desember 2009 adalah sebanyak 3863 orang; secara kumulatif

    kasus AIDS 1 Januari 1987 s.d. 31 Desember 2009 adalah sebanyak 19973 orang

    (Depkes RI, 2009).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.4.3. Tren HIV dan AIDS dimasa yang akan dating

    Dengan memperhitungkan faktor-faktor pemicu dalam penularan HIV,

    maka dapat dilakukanproyeksi perkembangan HIV pada masa yang akan datang.

    Berikut ini adalah proyeksi situasi HIV yang dihasilkan melalui Asian Epidemic

    Modeling (AEM) (Depkes RI, 2009).

    Gambar 2.3: Projeksi HIV ke depan

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.5. Transmisi HIV/AIDS

    HIV terdapat di darah seseorang yang terinfeksi (termasuk darah haid), air

    susu ibu, air mani dan cairan vagina. Pada saat berhubungan seks tanpa kondom,

    HIV dapat menular dari darah, air mani atau cairan vagina orang yang terinfeksi

    langsung ke aliran darah orang lain, atau melalui selaput lendir (mukosa) yang

    berada di vagina, penis, dubur atau mulut. HIV dapat menular melalui transfusi

    darah yang mengandung HIV; saat ini darah donor seharusnya diskrining oleh

    Palang Merah Indonesia (PMI), sehingga risiko terinfeksi HIV melalui transfusi

    darah seharusnya rendah, walau tidak nol. HIV dapat menular melalui alat suntik

    (misalnya yang dipakai secara pergantian oleh pengguna narkoba suntikan),

    melalui alat tindakan medis, atau oleh jarum tindik yang dipakai untuk tato, bila

    alat ini mengandung darah dari orang yang terinfeksi HIV. HIV dapat menular

    pada bayi saat kehamilan, kelahiran, dan menyusui. Bila tidak ada intervensi,

    kurang lebih sepertiga bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu dengan HIV akan

    tertular. HIV agak sulit menular, dan tidak menular setiap kali terjadi peristiwa

    berisiko yang melibatkan orang terinfeksi HIV. Misalnya, walau sangat berbeda-

    beda, rata-rata hanya akan terjadi satu penularan HIV dari laki-laki yang terinfeksi

    pada perempuan yang tidak terinfeksi dalam 500 kali berhubungan seks vagina.

    Namun penularan satu kali itu dapat terjadi pada kali pertama. Risiko penularan

    HIV dari seks melalui dubur adalah lebih tinggi, dan penularan melalui

    penggunaanjarum suntik bergantian lebih tinggi lagi. Risiko penularan dari seks

    oral lebih rendah, tetapi tetap ada (Kannabus, 2008).

    HIV hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia yang hidup dan hanya

    bertahan beberapa jam saja di luar tubuh. HIV tidak dapat menular melalui air

    ludah, air mata, muntahan, kotoran manusia dan air kencing, walaupun jumlah

    virus yang sangat kecil terdapat di cairan ini. HIV tidak ditemukan di keringat.

    HIV tidak dapat menembus kulit yang utuh dan tidak menyebar melalui sentuhan

    dengan orang yang terinfeksi HIV, atau sesuatu yang dipakai oleh orang terinfeksi

    HIV; saling penggunaan perabot makan atau minum; atau penggunaan toilet atau

    air mandi bergantian. Perawatan seseorang dengan HIV tidak membawa risiko

    apabila tindakan pencegahan diikuti seperti membuang jarum suntik secara aman

    Universitas Sumatera Utara

  • dan menutupi luka. HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk atau serangga

    pengisap darah yang lain. Kebanyakan serangga tidak membawa darah dari satu

    orang ke orang lain ketika mereka menggigit manusia. Parasit malaria memasuki

    aliran darah dalam air ludah nyamuk, bukan darahnya (Kannabus, 2008).

    2.1.6. Patogenesis HIV/AIDS

    Bila masuk ke dalam tubuh, HIV akan menyerang sel darah putih, yakni

    limfosit T4 yang mempunyai peranan penting sebagai pengatur sistem imunitas.

    HIV mengadakan ikatan dengan CD4 receptor yang terdapat pada permukaan

    limfosit T4. Kini diketahui bahwa virus ini juga dapat langsung merusak sel-sel

    tubuh lainnya yang mempunyai CD4 sel glia yang terdapat di otak, makrofag dan

    sel Langerhans di kulit, saluran pencemaan dan saluran pernapasan. Suatu enzim,

    reverse transcriptase mengubah bahan genetik virus (RNA) menjadi DNA yang

    bisa berintegrasi dengan sel dari hospes. Selanjutnya sel yang berkembang biak

    akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi oleh HIV dengan demikian

    menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup. Di Afrika Barat dan Eropa

    Barat telah ditemukan pula suatu retrovirus lain, yakni HIV-2 yang juga dapat

    menyebabkan AIDS. Virus ini mempunyai perbedaan cukup banyak dengan HIV-

    1, batik genetik maupun antigenetik, sehingga tidak bias dideteksi dengan tes

    serologik yang biasa dipakai. HIV-2 ter nyata mempunyai banyak persamaan

    dengan SIV (Simian Immunodeficiency Virus) yang terdapat pada kera, termasuk

    kera Macacus di Indonesia dan kera hijau Afrika. Ditemukannya HIV-2 akan

    mempersulit penanggulangan AIDS karena mempunyai implikasi tmtuk

    diagnostik, staining donor dan pengembangan vaksin (Gunawan, 1992).

    2.1.7. Perjalanan Penyakit AIDS

    Perjalanan penyakit AIDS belum diketahui dengan pasti. Masa inkubasi

    diperkirakan 5 tahun atau lebih. Diperkirakan bahwa sekitar 25% dari orang yang

    terinfeksi akan menunjukkan gejala AIDS dalarn 5 tahun pertama. Sekitar 50%

    dari yang terinfeksi dalam 10 tahun pertama akan mendapat AIDS. Faktor-faktor

    yang mempengaruhi terjadinya AIDS pada orang yang seropositif belum

    Universitas Sumatera Utara

  • diketahui dengan jelas. Menurunnya limfosit T4 di bawah 200 per ml. berarti

    prognosis yang buruk. Diperkirakan bahwa infeksi HIV yang berulang dan

    pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempunyai peranan penting. Mortalitas

    pada penderita AIDS yang sudah sakit lebih dari 5 tahun mendekati 100%.

    Survival penderita AIDS rata-rata ialah 1 2 tahun. CDC Atlanta menetapkan

    klasifikasi infeksi pada orang dewasa sebagai berikut :

    group I Acute Infection (flu-like disease)

    group II Symptomatic infection

    group III Persistent generalized lymphadenopathy

    group IV Other disease

    subgroup A Constitutional disease (fever, diarrhoea,weight loss)

    subgroup B Neurologic disease (encephalitis/dementic)

    subgroup C Secondary infectious diseases (Pneumocystis carinii,

    Cytomegalovirus, Salmonella, etc).

    subgroup D Secondary cancers (Kaposi sarcoma, Non-Hodgkin lymphoma)

    subgroup E Other conditions

    Hingga saat ini belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif terhadap

    AIDS. Berbagai obat anti-virus dan immunomodulator sedang diteliti dan obat

    yang memberi harapan ialah Zidovudine (dulu disebut Azidothymidine atau AZT)

    dan DDI (Dedioxyinosine) yang ternyata dapat memperpanjang hidup penderita,

    sekalipun ada efek sampingnya. Baik AZT maupun DDI menghambat replikasi

    virus (arena inhibisi dari ensim reverse transcriptase Penyakit oportunistik dapat

    diobati sesuai dengan etiologinya dengan kemoterapi, antibiotika, dan sebagainya.

    Pneumonia Pneumocystis carinii yang sering menyerang penderita AIDS dapat

    diobati dengan Pentamidine atau Cotrimoxazole.

    Salah satu hambatan untuk menghasilkan vaksin AIDS ialah seringnya terjadi

    mutasi path HIV yang mengakibatkan perubahan pada struktur molekular lapisan

    protein luar dari virus. Pengembangan vaksin AIDS sedang dilaksanakan dengan

    intensif, namun para ahli memperkirakan bahwa dalam lima tahun mendatang

    belum akan ada vaksin yang efektif (Gunawan, 1992).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.8. Gejala Infeksi HIV/AIDS

    Beberapa penderita menampakkan gejala yang menyerupai mononucleosis

    infeksiosa dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi. Gejalanya berupa

    demam, ruam-ruam, pembengkakan kelenjar getah bening dan rasa tidak enak

    badan yang berlangsung selama 3-14 hari. Sebagian besar gejala akan menghilang,

    meskipun kelenjar getah bening tetap membesar (Gunawan S., 1992).

    Selama beberapa tahun, gejala lainnya tidak muncul. Tetapi sejumlah

    besar virus segera akan ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya,

    sehingga penderita bisa menularkan penyakitnya. Dalam waktu beberapa bulan

    setelah terinfeksi, penderita bisa mengalami gejala-gejala yang ringn secara

    berulang yang belum benar-benar menunjukkan suatu AIDS (Gunawan S., 1992).

    Penderita bisa menunjukkan gejala-gejala infeksi HIV dalam waktu

    beberapa tahun sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas untuk

    AIDS. Gejala:

    - pembengkakan kelenjar getah bening

    - penurunan berat badan

    - demam yang hilang-timbul

    - perasaan tidak enak badan

    - lelah

    - diare berulang

    - anemia

    - thrush (infeksi jamur di mulut).

    Secara definisi, AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit CD4+

    (kurang dari 200 sel/mL darah) atau terjadinya infeksi oportunistik (infeksi oleh

    organisme yang pada orang dengan sistem kekebalan yang baik tidak

    menimbulkan penyakit). Juga bisa terjadi kanker, seperti sarkoma Kaposi

    dan limfoma non-Hodgkin.

    Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIVnya sendiri serta infeksi

    oportunistik dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal

    karena efek langsung dari infeksi HIV. Biasanya kematian terjadi karena efek

    Universitas Sumatera Utara

  • kumulatif dari berbagai infeksi oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit

    yang dalam keadaan normal hanya menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap

    orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa dengan segera menyebabkan

    kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+ mencapai 50 sel/mL darah

    (Gunawan, 1992). Beberapa infeksi oportunistik dan kanker merupakan ciri khas

    dari munculnya AIDS:

    1. Thrush.

    Pertumbuhan berlebihan jamur Candida di dalam mulut, vagina atau

    kerongkongan, biasanya merupakan infeksi yang pertama muncul. Infeksi

    jamur vagina berulang yang sulit diobati seringkali merupakan gejala dini

    HIV pada wanita. Tapi infeksi seperti ini juga bisa terjadi pada wanita

    sehat akibat berbagai faktor seperti pil KB, antibiotik dan perubahan

    hormonal.

    2. Pneumonia pneumokistik.

    Pneumonia karena jamur Pneumocystis carinii merupakan infeksi

    oportunistik yang sering berulang pada penderita AIDS. Infeksi ini

    seringkali merupakan infeksi oportunistik serius yang pertama kali muncul

    dan sebelum ditemukan cara pengobatan dan pencegahannya, merupakan

    penyebab tersering dari kematian pada penderita infeksi HIV

    3. Toksoplasmosis.

    Infeksi kronis oleh Toxoplasma sering terjadi sejak masa kanak-kanak,

    tapi gejala hanya timbul pada sekelompok kecil penderita AIDS. Jika

    terjadi pengaktivan kembali, maka Toxoplasma bisa menyebabkan infeksi

    hebat, terutama di otak.

    4. Tuberkulosis.

    Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV, lebih sering terjadi dan bersifat

    lebih mematikan. Mikobakterium jenis lain yaitu Mycobacterium avium,

    merupakan penyebab dari timbulnya demam, penurunan berat badan dan

    diare pada penderita tuberkulosa stadium lanjut. Tuberkulosis bisa diobati

    dan dicegah dengan obat-obat anti tuberkulosa yang biasa digunakan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5. Infeksi saluran pencernaan.

    Infeksi saluran pencernaan oleh parasit Cryptosporidium sering ditemukan

    pada penderita AIDS. Parasit ini mungkin didapat dari makanan atau air

    yang tercemar. Gejalanya berupa diare hebat, nyeri perut dan penurunan

    berat badan.

    6. Leukoensefalopati multifokal progresif.

    Leukoensefalopati multifokal progresif merupakan suatu infeksi virus di

    otak yang bisa mempengaruhi fungsi neurologis penderita. Gejala awal

    biasanya berupa hilangnya kekuatan lengan atau tungkai dan hilangnya

    koordinasi atau keseimbangan. Dalam beberapa hari atau minggu,

    penderita tidak mampu berjalan dan berdiri dan biasanya beberapa bulan

    kemudian penderita akan meninggal.

    7. Infeksi oleh sitomegalovirus.

    Infeksi ulangan cenderung terjadi pada stadium lanjut dan seringkali

    menyerang retinamata, menyebabkan kebutaan. Pengobatan dengan obat

    anti-virus bisa mengendalikan sitomegalovirus.

    8. Sarkoma Kaposi.

    Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor yang tidak nyeri, berwarna merah

    sampai ungu, berupa bercak-bercak yang menonjol di kulit. Tumor ini

    terutama sering ditemukan pada pria homoseksual.

    9. Kanker.

    Bisa juga terjadi kanker kelenjar getah bening (limfoma) yang mula-mula

    muncul di otak atau organ-organ dalam. Wanita penderita AIDS

    cenderung terkena kanker serviks. Pria homoseksual juga mudah terkena

    kanker rectum (Gunawan, 1992).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.9. Stadium Infeksi

    WHO

    Stadium I

    Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang

    menetap. Tingkat aktivitas 1: tanpa gejala, aktivitas normal.

    Stadium II

    Kehilangan berat badan, kurang dari 10%; Gejala pada mukosa dan kulit yang

    ringan (dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa

    mulut yang sering kambuh, radang pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam

    5 tahun terakhir; ISPA (infeksi saluran nafas bagian atas) yang berulang, misalnya

    sinusitis karena infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan gejala, aktivitas

    normal.

    Stadium III

    Penurunan berat badan lebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui

    penyebabnya lebih dari 1 bulan; Demam berkepanjangan yang tidak diketahui

    penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut; Bercak putih pada mulut

    berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; Infeksi bakteri yang berat, misalnya:

    pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang

    dari 15 hari dalam satu bulan terakhir.

    Stadium IV

    Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari : diare kronik

    yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan

    demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.

    Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).

    Toksoplasmosis pada otak.

    Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan.

    Kriptokokosis di luar paru.

    Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening.

    Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau

    dalam rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.

    Universitas Sumatera Utara

  • PML(progressivemultifocalencephalopathy) atau infeksi virus dalam otak.

    Setiap infeksi jamur yang menyeluruh,

    misalnya:histoplasmosis,kokidioidomikosis.

    Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru.

    Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh.

    Septikemia salmonela bukan tifoid.

    TB di luar paru.

    Limfoma.

    Kaposis sarkoma.

    Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC.

    Tingkat aktivitas 4: terbaring di tempat tidur, lebih dari 15 hari dalam 1 bulan

    terakhir ( WHO, 2006 ).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2. Infeksi Oportunistik

    2.2.1. Pengertian Infeksi Oportunistik

    Dalam tubuh, kita membawa banyak kuman bakteri, protozoa (binatang

    bersel satu), jamur dan virus. Sistem kekebalan yang sehat mampu mengendalikan

    kuman ini. Tetapi bila system kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau

    beberapa obat, kuman ini mungkin tidak terkendali lagi dan menyebabkan

    masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil kesempatan dari kelemahan dalam

    pertahanan kekebalan disebut oportunistik. Kata infeksi oportunistik sering

    kali disingkat menjadi IO (New Mexico AIDS Education and Training Center,

    2009

    ).

    2.2.1. Infeksi Oportunistik dan HIV/AIDS

    Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengembangkan IO jika sistem

    kekebalannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker

    menekan sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker

    dapat mengembangkan IO.

    HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat berkembang. Jika

    kita terinfeksi HIV dan mengalami IO, kita mungkin AIDS. Di Indonesia, Depkes

    bertanggung jawab untuk memutuskan siapa yang AIDS. Depkes

    mengembangkan pedoman untuk menentukan IO yang mana mendefinisikan

    AIDS. Jika kita HIV, dan mengalami satu atau lebih IO resmi ini, maka kita

    AIDS (New Mexico AIDS Education and Training Center, 2009

    ).

    2.2.3. Infeksi Oportunistik Paling Umum

    Pada tahun-tahun pertama epidemic AIDS, IO menyebabkan banyak

    kesakitan dan kematian. Namun, setelah orang mulai memakai terapi antiretroviral

    (ART), lebih sedikit orang yang menimbulkan penyakit akibat IO. Tidak jelas

    berapa banyak orang dengan HIV akan jatuh sakit dengan IO tertentu. Pada

    perempuan, penyakit pada vagina dapat menjadi tanda awal infeksi HIV. Masalah

    ini, antara lain, termasuk penyakit radang panggul dan vaginosis bakteri.

    Universitas Sumatera Utara

  • IO yang paling umum terlampir di sini, berbarengan dengan penyakit yang

    biasa disebabkannya, dan jumlah CD4 waktu penyakit menjadi aktif:

    Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau

    vagina. Rentang CD4: dapat terjadi bahkan dengan CD4 yang agak tinggi.

    Virus sitomegalo (CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit

    mata yang dapat menimbulkan kebutaan. Rentang CD4: di bawah 50.

    Dua macam virus herpes simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut

    atau kelamin. Ini adalah infeksi yang agak umum, tetapi jika kita terinfeksi

    HIV, perjangkitannya dapat jauh lebih sering dan lebih berat. Penyakit ini

    dapat terjadi pada jumlah CD4 berapa pun.

    Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini lebih

    umum dan lebih berat pada orang terinfeksi HIV.

    Mycobacterium avium complex (MAC atau MAI) adalah infeksi bakteri

    yang dapat menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit yang umum, masalah

    pada pencernaan, dan kehilangan berat badan yang parah. Rentang CD4: di

    bawah 75.

    Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat

    menyebabkan pneumonia (radang paru) yang berbahaya. Rentang CD4: di

    bawah 200. Sayangnya, IO ini masih agak umum pada orang yang belum

    mengetahui dirinya terinfeksi HIV.

    Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi otak oleh semacam protozoa. Rentang

    CD4: di bawah 100.

    Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat

    menyebabkan meningitis (radang selaput otak). Rentang CD4: Setiap orang

    dengan HIV yang dites positif terpajan TB sebaiknya diobati (New Mexico

    AIDS Education and Training Center, 2009

    ).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.4. Infeksi Oportunistik Pada Pasien HIV/AIDS di Indonesia

    Tabel 2.2 : Infeksi Oportunistik yang dilaporkan sd 31 September 2009

    No. Infeksi Oportunistik Jumlah(orang)

    1. Tuberkulosis (TBC) 10359

    2. Diare 5691

    3. Kandidiasis 5604

    4. Dermatitis 1448

    5. Limfadenopati Generalisata Persisten 709

    6. Pneumonia Pneumocystis (PCP) 626

    7. Ensephalopati 386

    8. Herpes Zoster 358

    9. Herpes Simplex 185

    10. Toxoplasmosis 114

    11. Sarkoma Kaposi 80

    12. Wasting Syndrome 59

    13. Koksidiomikosis 34

    14. Histoplasmosis 14

    15. Prgresif Multifokal Lekoencephalopati 6

    16. Cyto Megalo Virus (CMV) 4

    17. Kriptosporidiosis 1

    Jumlah orang 25678

    (Sumber: Laporan Surveilans AIDS Depkes RI tahun 1987 Des 2009)

    2.2.5. Pencegahan Infeksi Oportunistik

    Sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin

    kita telah terinfeksi beberapa infeksi ini. Kita dapat mengurangi risiko infeksi

    baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang

    diketahui yang menyebabkan IO yang diketahui. Meskipun kita terinfeksi

    beberapa IO, kita dapat memakai obat yang akan mencegah pengembangan

    Universitas Sumatera Utara

  • penyakit aktif. Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah

    IO adalah untuk memakai ART (New Mexico AIDS Education and Training

    Center, 2009

    ).

    2.2.6. Protozoa yang Terlibat Dalam Infeksi Oportunistik HIV/AIDS

    Sejak tahun keenam puluhan, infeksi oportunistik sering muncul pada

    pasien yang immunokompresi dan telah menjadi praktis klinis yang biasa.

    Imunosuppresi yang secara humoral maupun selular masing-masing berbeda,

    tergantung pada magnitud, fasilitasi untuk timbulnya infeksi, peningkatan kadar

    infeksi, dan alterasi manifestasi klinis oleh infeksi. HIV/AIDS menyebabkan

    keadaan imunokompresi yang paling berat dan lebih dari seratus mikroorganisme

    yang menyebabkan infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS telah

    diidentifikasikan dan kebanyakkannya merupakan protozoa intraseluler. Protozoa

    yang paling sering menyebabkan infeksi oportunistik pada penderita

    immunocompromised adalah Cryptosporidium parvum, Cyclospora

    cayetanensis,Isospora belli and Microsporidia spp (Ferreira, 2002).

    2.3.6.1. Cryptosporidium sp.

    Cryptosporidium spesis, terutamanya C. parvum dapat menginfeksi usus

    halus pasien immunocompromised (Contoh: pasien AIDS) dan menyebabkan diare

    yang severe. Parasit ini dikenali untuk menginfeksi tikus, momyet rhesus, lembu

    dan menyebabkan gastroenteritis ringan dan diare pada manusia. Parasit ini adalah

    merupakan sfera intraselluler kecil (2-5 m) yang melapisi gaster atau usus kecil.

    Jadi, parasit ini bersifat intraseluler tetapi ekstrasitoplasmik. Trofozoite yang

    matang(schizont) akan membahagi kepada lapan merozote yang akan dilepaskan

    oleh sel induk untuk memulakan siklus kehidupan baru. Oocyst yang berukuran 4-

    5 m dan mengandungi empat sporozoite dapat dilihat, tetapi sporocyst tidak dapt

    dilihat. Oocyst akan ke feces dalam jumlah yang besar, dan merupakan agen

    infektif.

    Cryptosporidium akan berhabitasi di permukaan (brush border) mukosa

    sel epithelial traktus gastrointestinal, terutamanya pada permukaan villi bagian

    Universitas Sumatera Utara

  • bawah usus besar. Gejala klinis yang paling sering adalah diare yang bersifat

    ringan dan self-limited (1-2 minggu) pada individu normal tetapi menjadi berat

    dan berpanjangan pada individu yang immunocompromised.

    Diagnosis bergantung pada deteksi oocyst dalam sampel feses. Teknik

    konsentrasi feses menggunakan acid-fast stain perlu dilakukan. Antibodi

    monoclonal akan dapat mendeteksi infeksi ringan dan mikrskop fluorescent

    dengan menggunakan stain auramine adalah berguna. Tes ELISA (Enzyme-linked

    immunosorbent assay)

    kini dapat mendeteksi antigen fecal (Brooks, 2004).

    2.3.6.2. Cyclospora cayetanesis

    Cyclospora cayetanesis merupakan coccidian intraseluler usus yang kecil

    dan memproduksi dua sporocysts dalam epithelium usus. Infeksi adalah oleh

    oocyst, 8-10 m dalam makanan maupun air. Infeksi campuran dengan

    cryptosporidium adalah sering.

    Patogenesis dan gejala klinis akibat infeksi protozoa ini adalah sama

    dengan Isospora belli karena digolongkan di bawah family yang sama (Brooks,

    2004).

    2.3.6.3. Isospora belli

    Isospora belli merupakan sporozoan usus manusia yang menyebabkan

    coccidiosis. Banyak spesis sporozoa atau coccidian usus didapati pada hewan dan

    menyebabkan penyakit yang penting secara ekonomis pada hewan domestik.

    Isospora belli merupakan antara beberapa coccidian yang membahagi secara

    seksual dalam usus manusia, di mana manusia merupakan host definitif.

    Biopsi usus pasien dengan isosporosis kronik menunjukkan schizogonik

    aseksual dan fase produksi oocyst seksual. Oocyst I. belli berukuran 12-16 m

    dan mempunyai dinding cyst yang asimetris.

    I. belli berhabitasi dalam usus kecil. Gejala coccidiosis disebabkan oleh

    invasi dan multiplikasi parasit di mukosa usus. Oocyst akan dilepaskan ke lumen

    traktus intestinal dan dikeluarkan melalui feces. Dalam seminggu setelah tertelan

    cyst, low grade fever, lassitude, dan malaise diikuti dengan diare ringan dan nyeri

    Universitas Sumatera Utara

  • ringan abdomen. Infeksi ini biasanya bersifat self-limited setelah 1-2 minggu,

    tetapi diare, penurunan berat badan dan demam akan berlangsung selama 6

    minggu sehingga 6 bulan (Brooks, 2004).

    2.3.6.4. Microsporidia Sp.

    Microsporida, yang biasanya disebut Microsporidia, yang berada dalam

    Filum Microspora, merupakan spora parasit intrasellular dan mempunyai filamen

    yang berbentuk spiral serta berpolar supaya sporoplasm tersebut dapat masuk ke

    sel host. Parasit yand sudah menginvasi ke dalam badan host akan berkembang

    menjadi schizont yang berbentuk bulat atau oblong, dengan dua hingga empat

    atau lebih nuclei yang seterusnya akan menjadi merozoites yang berpisah serta

    diikuti dengan proses pembagian kompleks seksual dan aseksual untuk

    memproduksi lebih spora. Identifikasi sepsis dan genera adalah berdasarkan

    morfologi spora, nuclei dan filament yang berbentuk spiral. Trichome-blue stain

    dapat mendeteksi microsporidia dalam urin, feces, dan specimen nasofaringeal.

    Semua kelas vertebra, terutamanya ikan dan banyak invertebra, terutamanya

    serangga diinfeksi di semua tisu.

    Transmisi dilakukan dengan inges spora ke dalam makanan atau air.

    Transmisi transplasenta adalah biasa. Ada beberapa kasus yang terdapat di

    kalangan manusia yang menginfeksi bagian intestinal, optalmik, dan juga pasien

    AIDS. Microsporidia kini dikenali sebagai satu kumpulan parasit oportunistik,

    yang berkemungkinan telah menyebar dengan luas, banyak, dan bersifat

    nonpatogenik pada pasien yang system imunologi masih utuh tetapi tetap

    mengancam pasien yang immunocompromised. Parasit ini selalu didapati bersama

    dengan infeksi cryptosporidium dalam pasien AIDS (Brooks, 2004).

    Universitas Sumatera Utara