15 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Upaya-upaya tersebut telah dicantumkan menjadi salah satu program prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008 Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 1998 jumlah penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau 17,86% dari total jumlah penduduk Indonesia, kemudian jumlah penduduk miskin pada tahun 2003 mengalami peningkatan yakni mencapai 37,34 juta jiwa. Sedangkan menurut data BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 bahwa jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk miskin pada tahun 1993 sebesar 1,33 juta jiwa atau sebesar 12,31% dari total jumlah penduduk Sumatera Utara. Sedangkan pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yakni sebesar 1,23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10,92 persen. Namun karena terjadi krisis moneter pada pertengahan tahun 1998, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami peningkatan menjadi 1,97 juta jiwa dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa akibat kenaikan harga BBM (BPS.Prov.Sumut, 2007:39). Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Maret rata-rata 29% dan Oktober 2005 hingga (http://www.menkokesra.go.id/pdf/deputi2/raskin/pedomanumumraskinawardweb. pdf). Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
15
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan.
Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan
secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah.
Upaya-upaya tersebut telah dicantumkan menjadi salah satu program prioritas
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 1998 jumlah
penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau 17,86% dari total jumlah
penduduk Indonesia, kemudian jumlah penduduk miskin pada tahun 2003
mengalami peningkatan yakni mencapai 37,34 juta jiwa. Sedangkan menurut data
BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 bahwa jumlah penduduk miskin di
Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk
miskin pada tahun 1993 sebesar 1,33 juta jiwa atau sebesar 12,31% dari total
jumlah penduduk Sumatera Utara. Sedangkan pada tahun 1996 jumlah penduduk
miskin mengalami penurunan yakni sebesar 1,23 juta jiwa dengan persentase
sebesar 10,92 persen. Namun karena terjadi krisis moneter pada pertengahan
tahun 1998, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami peningkatan
menjadi 1,97 juta jiwa dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa
akibat kenaikan harga BBM (BPS.Prov.Sumut, 2007:39). Kebijakan pemerintah
menaikkan harga BBM pada bulan Maret rata-rata 29% dan Oktober 2005 hingga
policy termination. Policy innovation adalah saat di mana pemerintah berusaha
memasukkan sebuah problem baru yang diambil dari hiruk pikuk kepentingan
yang ada di masyarakat untuk kemudian dikonstruksi menjadi sebuah kebijakan
yang relevan dengan konteks tersebut. Policy succession, setelah aspirasi itu
ditangkap maka pemerintah akan mengganti kebijakan yang ada dengan kebijakan
baru yang lebih baik. Policy maintenance adalah sebuah pengadaptasian atau
penyesuaian kebijakan baru yang dibuat tersebut untuk keep the policy on track.
Universitas Sumatera Utara
28
Policy termination adalah saat dimana kebijakan yang ada tersebut dan dianggap
sudah tidak sesuai lagi maka kebijakan tersebut dihentikan (Putra, 2003:115-116).
Terdapat berbagai macam strategi untuk menghentikan kebijakan, apakah
itu dengan mencabut kebijakan, membatalkannya, atau menggantinya dengan
sebuah kebijakan baru. Substansi utama dari proses linier yang digagas oleh
Hogwood dan Peters secara lugas mendeskripsikan kepada kita bahwa kebijakan
publik merupakan siklus yang mekanistik.
Dalam konsep lainnya seorang pakar bernama William N. Dunn (1994)
mengatakan proses analisis kebijakan publik merupakan serangkaian aktivitas
intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas
politis itu nampak pada serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda,
formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian
kebijakan. Sementara aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi
kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan sebagai aktivitas yang lebih bersifat
intelektual, dapat diamati melalui tabel berikut :
Tabel : 1
Proses Kebijakan Publik
Tahap Karakteristik
Perumusan Masalah : Memberikan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang menimbulkan masalah
Forecasting (Peramalan) : Memberikan informasi mengenai
konsekuensi di masa mendatang dari
diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk
apabila tidak membuat kebijakan
Universitas Sumatera Utara
29
Rekomendasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai manfaat
bersih dari setiap alternatif, dan
merekomendasikan alternatif kebijakan
yang memberikan manfaat bersih paling
tinggi
Monitoring Kebijakan : Memberikan informasi mengenai
konsekuensi sekarang dan masa lalu dari
diterapkannya alternatif kebijakan termasuk
kendala-kendalanya
Evaluasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai kinerja
atau hasil dari suatu kebijakan
Sumber : AG. Subarsono (2005:9)
Korten (dalam Tangkilisan 2003:7) mengatakan bahwa suatu kebijakan
berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan,
penerima kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana
kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan calon
penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini
dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang harus
dipenuhi oleh organisasi pelaksana. Setiap jenis kebijakan memerlukan
persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan. Oleh karena itu
organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat berhasil.
Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai sengan kebutuhan
masyarakat penerima kebijakan atau target group supaya kebijakan tersebut terasa
Universitas Sumatera Utara
30
manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang dikehendaki
masyarakat penerima kebijakan maka terjadi pemborosan biaya kebijakan.
I.5.3 Implementasi Kebijakan
A. Pengertian Implementasi
Dalam kamus Webster (Wahab, 1997:64) pengertian implementasi
dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi" (mengimplementasikan)
berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to”
(menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat
sesuatu).
Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab 1997:65)
menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan
sebagaimana berikut:
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian."
Menurut Wahab (1991 : 45): Implementasi kebijakan merupakan
aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan
tidak hanya sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran
keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-
saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut masalah konflik,
keputusan dari siapa dan memperoleh apa dari suatu kebijakan.
Ia juga mengatakan, dalam implementasi khususnya yang dilibatkan
oleh banyak organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari 3 (tiga)
Universitas Sumatera Utara
31
sudut pandang yakni : ”(1) pemprakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the
center atau pusat); (2) pejabat-pejabat pelaksana di lapangan (the periphery);
(3) aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintah kepada siapa
program-program itu diwujudkan yakni kelompok-kelompok sasaran (target
group)" (Wahab, 1997 : 63).
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi
kebijakan adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan
tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai “Out come“
(hasil akhir) kegiatan kegiatan yang dilakukan pemerintah. Sebab itu fungsi
implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan
negara tersebut “Policy delivery system” (sistem penyampaian/penerusan
kebijakan negara) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana tertentu
yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki (Wahab; 1990 : 123-
124).
Menurut Ripley & Franklin(1986:54) ada dua hal yang menjadi fokus
perhatian dalam implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan What”s
happening ? (Apa yang terjadi ). Kepatuhan menunjuk pada apakah para
implementor patuh terhadap prosedur atau standard aturan yang telah ditetapkan.
Sementara untuk “what’s happening” mempertanyakan bagaimana proses
implementasi itu dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil
dicapai, mengapa dan sebagainya.
Sementara itu Cleaves (dalam Wahab 1991 : 125) menyatakan bahwa:
Keberhasilan atau kegagalan implementasi dapat dievaluasi dari sudut
Universitas Sumatera Utara
32
kemampuannya secara nyata dalam meneruskan/ mengoperasionalkan
program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya keseluruhan
proses implementasi kebijakan dapat dievaluasikan dengan cara mengukur
atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut
dengan tujuan-tujuan kebijakan.
Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas, nampak bahwa implementasi
kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau
unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan kepatuhan dari target grup, namun lebih dari itu juga berlanjut
dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku
semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan
maupun yang tidak diharapkan.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:
Menurut George C. Edward III (dalam Subarsono 2005:90) ada empat
faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi
suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan
disposisi.
1.) Komunikasi
Secara umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses
komunikasi kebijakan, yakni (Winarno, 2002:126):
a. Transmisi
Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus
menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk
pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang
Universitas Sumatera Utara
33
langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-
keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap
keputusan yang dikeluarkan.
b. Konsistensi
Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan
harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur
kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut
tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya
dengan baik.
c. Kejelasan
Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan
komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan,
keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat,
kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam
memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan
dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.
2.) Sumber Daya
Sumber daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan
agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia,
yakni kompetensi implementor, dan sumber daya financial. Tanpa adanya
sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas saja menjadi dokumen.
3.) Disposisi (kecenderungan atau tingkah laku)
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor
seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor
Universitas Sumatera Utara
34
memiliki disposisi yang baik, dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan
baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4.) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementsikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
standar (standar operating procedure atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi
implementor dalam bertindak.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Sedangkan menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99)
ada enam variable yang mempengaruhi kinerja implementasi yakni:
1. Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standard dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi
multiimplementasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen
implementasi.
2. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
35
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk ini diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
4. Karakteristik agen pelaksana
Agar pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-
kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan,
karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat
opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung
implementasi kebijakan.
6. Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni (a) respon implementor
terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan
kebijakan, (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan (c)
intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh
implementor.
I.5.4 Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)
A. Pengertian Raskin
Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)
adalah sebuah program dari pemerintah. Program tersebut adalah sebuah upaya
Universitas Sumatera Utara
36
untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk
dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan
perlindungan sosial beras murah dengan jumlah maksimal 15 kg/rumah tangga
miskin/bulan dengan masing-masing seharga Rp. 1600,00 per kg (netto) di titik
distribusi. Program ini mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab
dari distribusi beras dari gudang sampai ke titik distribusi di kelurahan dipegang
oleh Perum Bulog.
Istilah-istilah yang digunakan dalam petunjuk teknis antara lain adalah:
1. Tim Koordinasi program Raskin tingkat Provinsi adalah tim koordinasi
yang ditetapkan berdasarkan keputusan Gubernur dan terdiri dari unsur
pemerintah daerah Provinsi (Biro Sarana Perekonomian, Biro Bina
Produksi, BPMD, Bappeda, BPS (Badan Pusat Statistik), BKKBN, Perum
Bulog, Divisi Regional, Kepolisian, Kejaksaan serta stakeholders yang
terkait.
2. Tim Koordinasi Divisi Regional (Divre) Provinsi adalah satuan kerja
Perum Bulog Divre Provinsi yang dibentuk Kadivre yang bertugas dan
bertanggung jawab mengkoordinasi dalam pelaksanaan Program Raskin di
Sub Divre.
3. Satker Raskin adalah satuan kerja Perum Bulog Sub Divre yang dibentuk
Kasub Divre yang bertugas dan bertanggung jawab mengangkut beras dari
gudang Perum Bulog sampai dengan titik distribusi dan menyerahkan
kepada pelaksana distribusi.
4. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan adalah tim yang dibentuk di tingkat
Kecamatan yang dipimpin oleh Camat sebagai ketua yang beranggotakan
Universitas Sumatera Utara
37
unsur Kecamatan, Polsek, Pengelola Program KB Kecamatan dan
Koordinator Sensus Kecamatan (KSK) yang bertugas mengkoordinir
pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan.
5. Pelaksana Distribusi adalah Kelompok Kerja (Pokja) dititik distribusi yang
dibentuk berdasarkan musyawarah Desa/Kelurahan yang ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Desa/Lurah, terdiri dari Aparat Desa/
Kelurahan, Lembaga Masyarakat, dan unsur-unsur masyarakat yang
bertugas dan bertanggung jawab mendistribusikan Raskin kepada
penerima manfaat Raskin.
6. Titik Distribusi (TD) adalah tempat atau lokasi penyerahan beras oleh
Satuan Kerja (Satker) Raskin Sub Divre kepada pelaksana distribusi di
Desa. Kelurahan yang dapat dijangkau penerima manfaat Raskin atau
lokasi lain yang ditetapkan atas dasar kesepakatan secara tertulis antara
Pemerintah Daerah dan Sub Divre.
7. Rumah Tangga Miskin (RTM) adalah penerima manfaat Program Raskin
di Desa/Kelurahan sesuai hasil pendataan Sosial Ekonomi tahun 2005 BPS
dengan kategori sangat miskin, miskin, dan sebagian hampir miskin.
8. Musyawarah Desa/Kelurahan adalah forum komunikasi di tingkat
Desa/Kelurahan untuk menetapkan RTM yang berhak menerima Raskin.
9. Beras Standar Kualitas Bulog adalah beras kualitas medium, kondisi baik
dan tidak berhama.
10. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) adalah lembaga yang ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur di Provinsi dan Keputusan Bupati/Walikota
di Kabupaten/Kota yang berfungsi menerima dan menindaklanjuti
Universitas Sumatera Utara
38
pengaduan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung termasuk
media cetak dan elektronik.
B. Tujuan dan Sasaran Program RASKIN
1. Tujuan
Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah
Tangga Miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam
bentuk beras.
2. Sasaran
Sasaran Program Raskin Tahun 2010 adalah berkurangnya beban
pengeluaran 17,5 juta RTS berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), melalui
pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 2,73 juta ton selama setahun dengan
harga tebus Rp 1.600 per kg netto di Titik Distribusi.
C. Prinsip Pengelolaan
Prinsip pengelolaan Raskin adalah suatu nilai-nilai dasar yang selalu
menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun
tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan Raskin. Nilai-
nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan Raskin.
Keberpihakan kepada Rumah Tangga Miskin (RTM), yang maknanya mendorong
RTM untuk ikut berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
dan pelestarian seluruh kegiatan Raskin baik di desa dan kecamatan, termasuk
menerima manfaat atau menikmati hasilnya. Transparansi, yang maknanya
membuka akses informasi kepada lintas pelaku Raskin terutama masyarakat
penerima Raskin, yang harus tahu, memahami dan mengerti (www.bapeda-
jabar.go.id).
Universitas Sumatera Utara
39
D. Pengorganisasian
Dalam rangka pelaksanaan program Raskin tahun 2010 dipandang perlu
mengatur organisasi pelaksana program Raskin. Untuk mengefektifkan
pelaksanaan program dan pertanggungjawabannya, dibentuk Tim Koordinasi
Raskin di tingkat pusat sampai kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di
tingkat desa/kelurahan serta tim lainnya sesuai kebutuhan yang diatur dan
ditetapkan melalui keputusan pejabat yang berwenang.
Penanggung jawab pelaksanaan program Raskin di pusat adalah Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, di provinsi adalah gubernur, di
kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di kecamatan adalah camat dan di
desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah.
a. Tim Koordinasi Raskin Pusat
Tim Koordinasi Raskin Pusat beranggotakan unsur dari Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan,
Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Badan
Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
dan Perum BULOG.
1) Kedudukan
Tim Koordinasi Raskin Pusat berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
2) Tugas
Melaksanakan koordinasi kebijakan perencanaan dan anggaran,
Universitas Sumatera Utara
40
pelaksanaan, fasilitasi, monitoring dan evaluasi serta menerima pengaduan
dari masyarakat tentang pelaksanaan program Raskin.
3) Fungsi
Mengkoordinasikan dan merumuskan kebijakan Raskin sebagai bagian
dari kebijakan penanggulangan kemiskinan.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Pusat
Tim Koordinasi Raskin Pusat terdiri dari Pengarah, Pelaksana dan
Sekretariat. Pengarah terdiri dari Ketua dari unsur Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Anggota terdiri dari unsur
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Departemen Dalam
Negeri, Departemen Keuangan, Departemen Sosial, Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, BPS, BPKP dan Perum BULOG.
Pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua/ketua bidang dan Anggota. Ketua
Pelaksana adalah Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan
Perumahan Rakyat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat; Wakil Ketua I /Bidang Kebijakan Perencanaan adalah Direktur
Pangan dan Pertanian Bappenas; Wakil Ketua II /Bidang Kebijakan
Anggaran adalah Direktur Anggaran III, Ditjen Anggaran Departemen
Keuangan; Wakil Ketua III /Bidang Pelaksanaan dan Distribusi adalah
Direktur Pelayanan Publik Perum BULOG; Wakil Ketua IV /Bidang
Fasilitasi, Monev dan Pengaduan adalah Direktur Usaha Ekonomi
Masyarakat Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri.
Anggota Tim terdiri dari unsur-unsur Kementerian Koordinator Bidang
Universitas Sumatera Utara
41
Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Badan Pusat
Statistik, BPKP, dan Perusahaan Umum BULOG.
b. Tim Koordinasi Raskin Provinsi
Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan program Raskin di
wilayahnya dengan membentuk Tim Koordinasi Raskin Tingkat Provinsi
sebagai berikut :
1) Kedudukan
Tim Koordinasi Raskin Provinsi adalah pelaksana program Raskin di
provinsi, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
gubernur.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Provinsi mempunyai tugas melakukan koordinasi
perencanaan, anggaran, pelaksanaan distribusi, monitoring dan evaluasi
serta menerima pengaduan dari masyarakat tentang pelaksanaan program
Raskin.
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Provinsi
mempunyai fungsi :
a) Koordinasi perencanaan program Raskin di provinsi.
b) Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Program Raskin.
c) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan
Universitas Sumatera Utara
42
informasi program Raskin.
d) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Raskin
Kabupaten/Kota.
e) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di kabupaten/kota.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Provinsi
Tim Koordinasi Raskin Provinsi terdiri dari penanggung jawab, ketua,
sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: perencanaan, pelaksanaan
distribusi, monev dan pengaduan masyarakat, yang ditetapkan dengan
keputusan gubernur.
Tim Koordinasi Raskin Provinsi beranggotakan unsur-unsur instansi
terkait di tingkat provinsi antara lain Setda (Sekertaris Daerah), Bappeda
(Badan Perencanaan dan Pembangunan daerah), badan/dinas/lembaga
yang berwenang dalam pemberdayaan masyarakat, Dinas Sosial, Badan
Pusat Statistik, badan/dinas/kantor yang berwenang dalam ketahanan
pangan, Perwakilan BPKP dan Divisi Regional/Sub Divisi Regional
Perum BULOG serta lembaga lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
c. Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota
Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab program Raskin di tingkat
kabupaten/kota bertanggung jawab atas pengalokasian Pagu Raskin bagi
seluruh RTS-PM Raskin, penyediaan dan pendistribusian beras, penyelesaian
pembayaran HPB (Hasil Penjualan beras) dan adminstrasi distribusi Raskin di
wilayahnya. Untuk penyelenggaraan program Raskin di wilayahnya,
bupati/walikota membentuk Tim Koordinasi Raskin sebagai berikut :
1) Kedudukan
Universitas Sumatera Utara
43
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota adalah pelaksana program Raskin
di kabupaten/kota, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/walikota.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan
koordinasi perencanaan, anggaran, pelaksanaan distribusi, monitoring dan
evaluasi serta menerima pengaduan dari masyarakat tentang pelaksanaan
program Raskin.
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin
Kabupaten/Kota mempunyai fungsi :
a) Perencanaan program Raskin di kabupaten/kota.
b) Penyusunan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Raskin di
kabupaten/kota.
c) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan informasi
program Raskin di kabupaten/kota.
d) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Raskin
Kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di desa/kelurahan.
e) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di kecamatan,
desa/kelurahan.
f) Penyelesaian HPB dan administrasi pelaksanaan Raskin.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota terdiri dari penanggung jawab,
ketua, sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: Perencanaan, Pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
44
Distribusi, Monev dan Pengaduan Masyarakat, yang ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota.
Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota terdiri dari unsur-
unsur instansi terkait di tingkat kabupaten/kota antara lain Setda, Bappeda,
badan/dinas/lembaga yang berwenang dalam pemberdayaan masyarakat,
Dinas Sosial, Badan Pusat Statistik, badan/dinas/kantor yang berwenang
dalam ketahanan pangan, Divre/Subdivre /Kansilog Perum BULOG dan
lembaga lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
d. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
Camat sebagai penanggung jawab di tingkat kecamatan bertanggung jawab
atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran HPB dan
adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk penyelenggaraan program
Raskin di wilayahnya, camat membentuk Tim koordinasi Raskin sebagai
berikut :
1) Kedudukan
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan adalah pelaksana program Raskin di
kecamatan, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
camat.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan mempunyai tugas merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring, dan evaluasi
pelaksanaan program Raskin serta melaporkan hasilnya kepada Tim
Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.
Universitas Sumatera Utara
45
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
mempunyai fungsi :
a) Perencanaan distribusi program Raskin di kecamatan.
b) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan informasi
program Raskin di kecamatan.
c) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Pelaksana Distribusi
Desa/Kelurahan.
d) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di desa/kelurahan.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan terdiri dari penanggung jawab yaitu
camat, ketua yaitu sekretaris kecamatan, sekretaris yaitu Kasi Kesejahteraan
Sosial, dan anggota terdiri dari aparat Kecamatan, Koordinator Statistik
Kecamatan (KSK), anggota Satker Raskin dan pihak terkait yang dipandang
perlu.
e. Pelaksana Distribusi Raskin di Desa/Kelurahan
Kepala desa/lurah sebagai penanggung jawab di tingkat desa/kelurahan
bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran
HPB dan adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk pelaksanaan
distribusi Raskin di wilayahnya, kepala desa/lurah dapat memilih dan menetapkan
salah satu dari 3 alternatif Pelaksana Distribusi Raskin yaitu :
1) Kelompok Kerja (Pokja)
2) Warung Desa (Wardes)
Universitas Sumatera Utara
46
3) Kelompok Masyarakat (Pokmas)
Pembentukan Pokmas dan Warung Desa diatur dalam Pedoman Teknis
tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pedum Raskin
a) Kedudukan
Pelaksana Distribusi Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada kepala desa/lurah.
b) Tugas
(1) Menerima dan mendistribusikan beras Raskin dari Satker Raskin dan
menyerahkan/menjual kepada RTS-PM Raskin di Titik Distribusi (TD).
(2) Menerima Hasil Penjualan Beras (HPB) dari RTS-PM Raskin secara tunai
dan menyetorkan ke rekening Bank yang ditunjuk Divre/Subdivre/Kansilog
Perum BULOG atau menyetor secara tunai kepada Satker Raskin.
(3) Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Berita Acara Serah
Terima (BAST) dan Daftar Penjualan Beras sesuai model DPM-2.
c) Fungsi
(1) Pendistribusian Raskin kepada RTS-PM Raskin.
(2) Penerimaan uang hasil penjualan beras Raskin secara tunai dari RTS-PM
Raskin dan penyetorannya kepada Satker Raskin atau ke rekening bank
yang ditetapkan Divre/Subdivre/Kansilog Perum Bulog.
(3) Pengadministrasian distribusi Raskin kepada RTS-PM Raskin.
f. Satker Raskin
1) Kedudukan
Satker Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG sesuai tingkatannya.
Universitas Sumatera Utara
47
2) Organisasi
Satker Raskin terdiri dari :
a) Ketua
b) Anggota :
(1) Pegawai Perum BULOG yang ditetapkan melalui Surat Perintah (SP)
Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG.
(2) Tenaga bantuan yang ditetapkan oleh ketua satker atas sepengetahuan
Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG.
3) Tugas dan Kewenangan
Satker Raskin mempunyai tugas, kewenangan dan tanggung jawab :
a) Ketua :
(1) Mempunyai kewenangan mengangkat dan memberhentikan tenaga bantuan
di wilayah kerjanya atas sepengetahuan Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog
Perum BULOG.
(2) Mempunyai tugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi,
penyelesaian HPB, dan administrasi Raskin.
b) Anggota mempunyai tugas membantu dan bersama ketua sebagai berikut :
(1) Mendistribusikan beras dari gudang Perum BULOG sampai dengan TD dan
menyerahkan kepada Pelaksana Distribusi Raskin di TD.
(2) Menerima uang HPB atau bukti setor bank dari Pelaksana Distribusi Raskin
dan menyetorkan ke rekening HPB Bulog.
(3) Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Delivery Order (DO),
BAST, Rekap BAST di kecamatan (model MBA-0) dan pembayaran HPB
(Tanda Terima/kuitansi dan Bukti Setor Bank) serta mengumpulkan DPM-
Universitas Sumatera Utara
48
2 dari TD.
(4) Melaporkan pelaksanaan tugas antara lain : realisasi jumlah distribusi beras,
setoran HPB dan BAST di wilayah kerjanya kepada Kadivre/Kasubdivre/
Kakansilog Perum BULOG secara periodik setiap bulan.
E. Penentuan Pagu
a. Pagu Raskin Nasional dialokasikan ke provinsi di seluruh Indonesia oleh
Tim Koordinasi Raskin Pusat berdasarkan data RTS dari BPS dan kuantum
Pagu Raskin Nasional sesuai dengan Undang Undang No. 47 tahun 2009
tentang APBN 2010.
b. Pagu Raskin Provinsi dialokasikan ke kabupaten/kota oleh Tim Koordinasi
Raskin Provinsi yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur. Untuk
Sumatera Utara ini sendiri dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur
Sumatera Utara Nomor :501/670/K/ Tahun 2009 tanggal 2 Maret 2009
tentang penetapan Pagu beras Raskin untuk RTM Kabupaten/kota se-
Sumatera Utara Tahun 2009 dan Pemko Medan mendapat alokasi pagu
RTM sebanyak 86.323 RTM yang masing-masing memperoleh beras Raskin
sebanyak 15 Kg /RTM/perbulan dengan harga Rp.1.600/Kg. Sedangkan