Top Banner
5 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Penyakit Kanker Kanker adalah proses selular yang tidak berfungsi. Ketika menderita kanker, tubuh kehilangan kontrol selular, yang mengakibatkan pertumbuhan sel tidak baik dan menjadi tidak terkontrol. Sel-sel kanker ini akan menyerang jaringan lokal, berpindah ketempat lain dan berkembang biak (metatastik). Penyakit ini sendiri bermula dari sel yang bermutasi dan berubah. Sel abnormal ini mempertahankan mutasinya melalui proses reproduksi sel meskipun terdapat usaha dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha mengeliminasi sel-sel abnormal. Sel-sel yang bermutasi ini berasal dari DNA yang abnormal, kemudian bergerak ke sekujur tubuh dan berdiam di satu atau lebih organ tubuh. Saat ini terdapat lebih dari seratus jenis kanker yang tumbuh dalam tubuh manusia, dengan keabnormalan DNA-nya masing-masing dan berbagai perbedaan pada gejala-gejala dan tanda-tandanya. (Solomon, 2006). Keabnormalan DNA dibeberapa lokasi tubuh dengan gejala-gejala yang berbeda, menyebabkan kanker dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu; (1) Leukimia, sumsum tulang belakang menghasilkan dan menyebarkan sel-sel darah putih yang kemudian berkembang secara abnormal dalam darah maupun sumsum tulang belakang. (2) Limfoma, limfosit (sejenis sel darah putih) yang dihasilkan organ-organ limfa melebihi batas normal. (3) Sarkoma, sejenis tumor ganas yang berasal dari jaringan ikat seperti pada tulang otot, tulang dan tulang rawan. (4) Karsinoma, tumor padat yang berasal dari jaringan-jaringan epitel (kulit), alat pernafasan, kelenjar, kelenjar payudara, saluran pencernaan, saluran kencing, dan alat reproduksi (Samah, 2007). Kanker memiliki sifat-sifat umum, seperti pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor, gangguan diferensial dari sel-sel dan jaringan, bersifat invasif - metastatik yang mampu tumbuh dijaringan sekitarnya dan menyebar, memiliki hereditas bawaan yaitu turunan sel kanker juga dapat menimbulkan kanker (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
28

Chapter 2. COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC: SYNTHESIS, CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

Feb 21, 2023

Download

Documents

Semesta Alam
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

5

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Penyakit Kanker

Kanker adalah proses selular yang tidak berfungsi. Ketika menderita

kanker, tubuh kehilangan kontrol selular, yang mengakibatkan pertumbuhan sel

tidak baik dan menjadi tidak terkontrol. Sel-sel kanker ini akan menyerang

jaringan lokal, berpindah ketempat lain dan berkembang biak (metatastik).

Penyakit ini sendiri bermula dari sel yang bermutasi dan berubah. Sel abnormal

ini mempertahankan mutasinya melalui proses reproduksi sel meskipun terdapat

usaha dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha mengeliminasi sel-sel

abnormal. Sel-sel yang bermutasi ini berasal dari DNA yang abnormal, kemudian

bergerak ke sekujur tubuh dan berdiam di satu atau lebih organ tubuh. Saat ini

terdapat lebih dari seratus jenis kanker yang tumbuh dalam tubuh manusia,

dengan keabnormalan DNA-nya masing-masing dan berbagai perbedaan pada

gejala-gejala dan tanda-tandanya. (Solomon, 2006).

Keabnormalan DNA dibeberapa lokasi tubuh dengan gejala-gejala yang

berbeda, menyebabkan kanker dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu; (1)

Leukimia, sumsum tulang belakang menghasilkan dan menyebarkan sel-sel darah

putih yang kemudian berkembang secara abnormal dalam darah maupun sumsum

tulang belakang. (2) Limfoma, limfosit (sejenis sel darah putih) yang dihasilkan

organ-organ limfa melebihi batas normal. (3) Sarkoma, sejenis tumor ganas yang

berasal dari jaringan ikat seperti pada tulang otot, tulang dan tulang rawan. (4)

Karsinoma, tumor padat yang berasal dari jaringan-jaringan epitel (kulit), alat

pernafasan, kelenjar, kelenjar payudara, saluran pencernaan, saluran kencing, dan

alat reproduksi (Samah, 2007). Kanker memiliki sifat-sifat umum, seperti

pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor, gangguan diferensial dari

sel-sel dan jaringan, bersifat invasif - metastatik yang mampu tumbuh dijaringan

sekitarnya dan menyebar, memiliki hereditas bawaan yaitu turunan sel kanker

juga dapat menimbulkan kanker (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

Page 2: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

6

2.2 Hubungan Struktur Dengan Aktivitas Obat Antikanker

Obat antikanker adalah senyawa kemoterapi yang digunakan untuk

pengobatan tumor yang membahayakan (kanker). Obat antikanker sering

dinamakan pula sebagai obat sitotoksik, sitostatik atau antineoplasma. Tumor

adalah istilah umum untuk menunjukkan adanya ketidakormalan dari jaringan

yang tidak membahayakan kehidupan. Tumor terbentuk karena adanya mutasi

pada biosintesis sel, yaitu kekeliruan urutan DNA karena terpotong, tersubstitusi

atau ada pengaturan kembali, adanya adisi dan integrasi bahan genetik virus

kedalam gen dan adanya perubahan ekspresi genetik (Farrell, 1999). Tumor yang

membahayakan (malignant tumor) disebut sebagai kanker, sedangkan penyebab

kanker disebut karsinogen (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

Beberapa contoh penting senyawa karsinogen adalah hidrokarbon

polisiklik aromatik seperti benz(a)antrasena, benzo(a)pirin, 3-metilkolantren,

7,12-dimetilbenz(a)antrasena. Amina aromatik, nitrosamin-nitrosamid, dan

alfatoksin juga menunjukkan sifat karsinogenitas (Manfred, 1994).

Pengobatan penyakit kanker yang sampai saat ini dilakukan adalah (1)

Pembedahan (surgery), terutama untuk tumor padat yang terlokalisasi, seperti

karsinoma pada payudara dan kolorektal. (2) Radioterapi, digunakan untuk

pengobatan penunjang setelah pembedahan. (3) Kemoterapi, terutama untuk

pengobatan tumor yang tidak terlokalisasi, seperti leukemia, kariokarsinoma,

limfoma, dan digunakan juga untuk pengobatan penunjang sesudah pembedahan.

(4) Endoktrinoterapi, adalah bagian dari kemoterapi yang menggunakan hormon

tertentu untuk pengobatan tumor pada organ yang proliferasinya tergantung pada

hormon, seperti karsinoma payudara dan prostat. (5) Imunoterapi, cara ini masih

dikembangkan yang kemungkinan berperan penting dalam pencegahan

mikrometatesis (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

Banyak obat antikanker bekerja dengan cara mempengaruhi metabolisme

asam nukleat, terutama DNA, atau biosintesis protein. Obat antikanker dapat

mempengaruhi kehidupan sel, proses kehidupan sel merupakan suatu siklus yang

terdiri dari beberapa fase yaitu, (1) Fase mitotik, fase dimana terjadi pembelahan

sel aktif. (2) Fase pos mitotik, pada fase ini terjadi sintesis DNA, tetapi terjadi

sintesis RNA dan protein. (3) Fase sintetik, terjadi replikasi DNA sel. (5) Fase

Page 3: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

pos sintetik, fase yang dimulai bila sel sudah menjadi tetraploid dan mengandung

dua DNA, kemudian sintesis RNA dan protein dilanjutkan.

dibagi menjadi lima kelompok, yaitu senyawa pengalkilasi, antimetabolit,

antikanker produk alam, hormon d

sintesis diarahkan sebagai obat antikanker kelompok pengalkilasi dan

antimetabolit (Fuertes, et al

Kelompok pengalkilasi

platina(II) [PtCl2(NH3)2]

antikanker yang pertama

kanker ovarian, testicular, kepala dan leher, karsinoma pada kandung kemih,

serviks, paru serta sarcoma osteogenik

mekanisme antikanker dari

rangkaian DNA. Cisplatin

dihidrat, kemudian mengikat atom N

pada rangkaian yang sama.

adenin yang letaknya berlawanan pada rantai DNA.

efek samping kerusakan ginjal, efek depresi sumsum tulang, namun kerusak

mukosa usus lebih rendah dibandingkan dengan obat antikanker lainnya

(Korolkavas, 1988).

Gambar 2.1 Mekanisme (Korolkavas, 1988).

7

sintetik, fase yang dimulai bila sel sudah menjadi tetraploid dan mengandung

dua DNA, kemudian sintesis RNA dan protein dilanjutkan. Obat antikanker

dibagi menjadi lima kelompok, yaitu senyawa pengalkilasi, antimetabolit,

antikanker produk alam, hormon dan golongan lainnya. Senyawa kompleks

sintesis diarahkan sebagai obat antikanker kelompok pengalkilasi dan

et al., 2002).

Kelompok pengalkilasi contohnya adalah kompleks cis-diaminadikloro

] atau yang dikenal sebagai cisplatin, diduga sebagai obat

antikanker yang pertama (Effendy, 2007). Cisplatin digunakan untuk pengobatan

kanker ovarian, testicular, kepala dan leher, karsinoma pada kandung kemih,

sarcoma osteogenik (Fuertes et al., 2002). Gambar 2.1

antikanker dari cisplatin yaitu dengan membentuk cross linking

Cisplatin melepaskan dua ion Cl membentuk ion Pt

dihidrat, kemudian mengikat atom N7 dari nukleosida guanosin yang berdekatan

pada rangkaian yang sama. Cross linking juga dapat terjadi pada gugus 6

yang letaknya berlawanan pada rantai DNA. Cisplatin dapat menimbulkan

efek samping kerusakan ginjal, efek depresi sumsum tulang, namun kerusak

mukosa usus lebih rendah dibandingkan dengan obat antikanker lainnya

Mekanisme cis-[PtCl2(NH3)2] dalam menghambat sel kanker(Korolkavas, 1988).

sintetik, fase yang dimulai bila sel sudah menjadi tetraploid dan mengandung

Obat antikanker

dibagi menjadi lima kelompok, yaitu senyawa pengalkilasi, antimetabolit,

an golongan lainnya. Senyawa kompleks

sintesis diarahkan sebagai obat antikanker kelompok pengalkilasi dan

diaminadikloro

, diduga sebagai obat

digunakan untuk pengobatan

kanker ovarian, testicular, kepala dan leher, karsinoma pada kandung kemih,

Gambar 2.1 adalah

cross linking pada

melepaskan dua ion Cl membentuk ion Pt-(NH3)22+

guanosin yang berdekatan

rjadi pada gugus 6-amino

dapat menimbulkan

efek samping kerusakan ginjal, efek depresi sumsum tulang, namun kerusakan

mukosa usus lebih rendah dibandingkan dengan obat antikanker lainnya

] dalam menghambat sel kanker

Page 4: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

8

Selain agen pengalkilasi, obat antikanker melalui sintesis murni

diarahkan juga sebagai antimetabolit. Antimetabolit adalah senyawa yang dapat

menghambat jalur metabolik yang penting untuk kehidupan dan reproduksi sel

kanker, melalui penghambatan asam folat, purin, pirimidin dan asam amino, serta

jalur nukleosida pirimidin yang diperlukan pada sintesis DNA (Siswandono dan

Soekardjo, 2000). Hambatan replikasi DNA ini dapat secara langsung maupun

tak langsung menyebabkan sel tidak berkembangbiak dan mengalami kematian.

Spektrumnya lebih sempit dibandingkan golongan obat antikanker lainnya.

Struktur antimetabolit berhubungan erat dengan struktur metabolit normal dan

bersifat sebagai antagonis. Beberapa antimetabolit merupakan pra-obat yang

didalam tubuh mengalami metabolisme menjadi bentuk senyawa aktifnya

(Manfred, 1994).

Berdasarkan sifat antagonisnya antimetabolit dibagi menjadi empat

kelompok, yaitu antagonis pirimidin, antagonis purin, antagonis asam folat dan

antagonis asam amino. Contoh penting dari obat antikanker antimetabolit ini

adalah metotreksat, bersama dengan cisplatin digunakan dalam proses

kemoterapi. Metotreksat adalah antagonis asam folat yang ditimbun dalam sel

tumor melalui mekanisme pengangkutan aktif. Senyawa ini menghambat sintesis

DNA pada siklus kehidupan sel sehingga sel tumor mengalami kematian.

(Siswandono dan Soekardjo, 2000).

2.3 Kompleks Logam Antikanker

Kompleks logam adalah senyawa yang mengandung atom logam pusat

(asam lewis) dan dikelilingi oleh ligan-ligan baik berupa senyawa netral atau ion

(umumnya senyawa organik) yang memiliki pasangan elektron bebas (basa lewis).

Kedua spesies ini berikatan secara kovalen koordinasi menghasilkan molekul

dengan bentuk geometri yang spesifik, seperti planar, tetrahedral atau oktahedral

(Miessler, 2005). Bentuk geometri ditentukan oleh ukuran atom logam pusat,

jumlah elektron d, dan efek sterik ligan. Telah dikenal kompleks dengan

bilangan koordinasi antara 2 dan 9. Khususnya untuk kompleks dengan bilangan

koordinasi 4 sampai 6 seperti yang terlihat pada gambar 2.2 adalah yang paling

Page 5: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

9

stabil secara elektronik dan secara geometri, sehingga kompleks berbilangan

koordinasi 4 sampai 6 sering dijumpai (Huheey, 1993).

Gambar 2.2 Struktur untuk bilangan koordinasi 4 sampai 6 (Saito, 2005)

Suatu ligan memiliki atom donor, yaitu atom yang terkoordinasi pada

atom logam. Ligan dengan satu atom donor disebut monodentat, ligan dengan

dua atom donor disebut bidentat, ligan dengan tiga atom donor disebut tridentat

dan seterusnya. Secara umum ligan dengan lebih dari satu atom donor disebut

ligan polidentat yang dapat membentuk efek khelat (Saito, 2005). Ligan yang

mampu membentuk kompleks khelat memiliki kestabilan tinggi dan banyak

digunakan untuk keperluan biomedis (Mewis, et al., 2010).

Kompleks logam sebagai antikanker didasarkan atas interaksi senyawa

kompleks logam tersebut dengan DNA. Memahami interaksi kompleks logam

DNA telah menjadi isu sentral riset yang sangat aktif pada interface antara kimia

dan biologi molekular. Beberapa contoh aplikasi riset ini dalam metodologi

fotokimia telah memberikan gambaran akan luasnya cakupan bidang ini. sebagai

contoh, indikator fluoresen etidium bromide telah dipakai suatu cara yang akurat

untuk mendeteksi DNA dalam gel elektroforesis (Scleif dan Wensink, 1981 ;

Page 6: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

10

Mudasir, 2009). Pengembangan lebih lanjut pada aplikasi seperti ini akan sangat

membantu dengan adanya pemahaman yang lebih baik terhadap bentuk-bentuk

interaksi DNA dengan beberapa kompleks logam (Mudasir, 2009). Dengan

pemahaman yang mendasar dalam bidang ini akan dapat membantu

berkembangnya desain obat yang lebih efektif, khususnya antitumor dan

antikanker.

Sistem interaksi senyawa kompleks logam dengan DNA mempunyai

jangkauan yang luas mulai dari senyawa kompleks khelat logam transisi

sederhana seperti cisplatin cis-[PtCl2(NH3)2], besi(II)-EDTA, kompleks bis- dan

tris- 1,10-fenantrolin (Mudasir, 2009), hingga beberapa kompleks organologam

yang rumit, seperti (η6-Arene) ruthenium, metal-N-heterocyclic carbenes (M-

NHCs), dan osmium(II) pikolinat (Gasser, 2010). Fakta ini menunjukkan akan

pentingnya kimia koordinasi yang mengambil bagian tersendiri dalam memahami

mekanisme interaksi yang terjadi antara kompleks logam dengan DNA pada level

molekuler.

Ada beberapa jenis interaksi antara kompleks logam dengan DNA, baik

melalui interaksi kovalen maupun nonkovalen (McMillin dan McNett, 1998 ;

Mudasir, 2009). Terdapat tiga macam interaksi nonkovalen antara kompleks

logam dengan DNA, (1) Interaksi elektrostatik atau ikatan luar (out side binding),

Interaksi ini terjadi antara molekul kecil kationik seperti kompleks logam

bermuatan positif dengan kerangka luar (fosfat) DNA yang bermuatan negatif.

Interaksi dapat terjadi pada bagian luar double helix DNA. Contoh interaksi ini

adalah interaksi antara kation natrium dan magnesium dengan sisi luar fosfat

DNA dan interaksi antara kompleks [Fe(Phen)3]2+ dengan DNA (Mudasir et al.,

1999). (2) Interaksi groove (groove binding), jenis interaksi yang sangat

dipengaruhi oleh geometri molekul kecil kompleks logam yang akan berinteraksi

dengan DNA serta medan listrik disekitar kerangka DNA, gaya Van der Waals,

ikatan hidrogen dan efek hidrofobik. Contoh interaksi ini adalah interaksi

senyawa kompleks logam [Pt(En)2]2+ dengan molekul DNA pada minor groove

DNA (Franklin et al., 1996 ; Mudasir, (2009). (3) Interaksi interkalasi, interkalasi

yang terjadi apabila suatu heteroatomik planar menembus ke celah diantara

pasangan DNA dan berinteraksi secara tegak lurus terhadap sumbu DNA double

Page 7: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

11

helix. Interaksi jenis ini menuntut adanya perubahan konformasi (distorsi)

kerangka DNA untuk memberikan ruang pada molekul yang masuk. Pada

umumnya pasangan basa DNA yang berdekatan akan saling menjauhkan diri

untuk memberikan ruang yang cukup bagi masuknya interkalator aromatis planar.

Proses semacam ini menyebabkan peregangan struktur double helix DNA yang

berakibat pada terjadinya perubahan densitas elektron pada kerangka fosfat serta

terjadinya perubahan konformasi gula DNA (Mudasir, 2009).

Penggunaan senyawa kompleks logam sebagai interkalator DNA

memungkinkan untuk membidik situs DNA target dengan cara mengubah-ubah

jenis dan tingkat oksidasi logam serta memodifikasi bentuk, simetri dan gugus

fungsional yang terdapat pada ligan (Mudasir, 2009). Disamping itu dengan

memanfaatkan sifat-sifat fotofisika, fotokimia, serta sifat redoks interkalator

(kompleks logam) akan dapat dikembangkan penyelidikan yang lebih seksama

tentang reaktivitas dan sifat-sifat spektroskopik DNA seperti reaksi transfer

muatan, reaksi pemutusan DNA dan reaksi-reaksi lainnya (Erkkila et al., 1999 ;

Mudasir, 2006).

Pengembangan kompleks logam secara efisien dan selektif dan mampu

berinteraksi dengan DNA sampai saat ini terus dilakukan. Target yang ingin

dicapai dalam pengembangan tersebut adalah dihasilkannya beberapa kompleks

logam antikanker baru yang lebih baik dan mengurangi efek negatif yang

ditimbulkannya. Berbagai senyawa kompleks logam dengan ligan pikolinat (2-

piridin karboksilat) dan turunannya telah disintesis oleh para peneliti dan

dilaporkan memberikan pengaruh dalam menghambat sel-sel kanker. Seperti

yang ditunjukkan pada gambar 2.3, Van Rijt et al., (2008) telah melaporkan

kompleks osmium(II) [(η6biphenyl)OsII(X-picolinate)Cl] dengan X adalah

CO2H(4) dan Metil(6) menunjukkan aktivitasnya sebagai antikanker seperti pada

mekanisme cisplatin cis-[PtCl2(NH3)2]. Kompleks yang mengandung pikolinat

(2-piridin karboksilat), agen pengkhelat N-O memberikan aktivitas antikanker

ovarian dengan IC50=4,5 µM, nilai yang hampir sama seperti pada carboplatin

(IC50= 6 µM). Kedua kompleks (4,6) menunjukkan sitoksitas terhadap sel kanker.

Efek sterik dan elektronik pada posisi ortho- dan para- dari agen pengkhelat

pikolinat (2-piridin karboksilat) berperan dalam pengikatan N pada DNA.

Page 8: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

12

Gambar 2.3 Struktur kristal kompleks [(η6biphenyl)OsII(X-picolinate)Cl], X = Br (A) dan metil (B), sumber : Van Rijt et al., (2008).

Kompleks kobalt-aspirin seperti yang telah dilaporkan oleh Ingo (2009),

juga menunjukkan peran dalam menghambat sel tumor. Aspirin (acetylsalicylic

acid) adalah golongan nonsteroidal antirheumatics (NSARs) yang telah lama

dikenal dalam bidang farmakologi sebagai obat antiradang dan penghilang rasa

sakit. Efek farmakologi dari NSARs berasal dari penghambatan enzim

cyclooxygenase. Enzim ini tidak hanya terlibat dalam peradangan namun terlibat

juga dalam merangsang pertumbuhan sel tumor. Pembentukan kompleks kobalt-

organologam-aspirin, menunjukkan kompleks ini lebih meningkat potensi

antitumornya dibandingkan kompleks-organologam [Co2(CO)6]. Kompleks

kobalt-aspirin mampu memblokir akses ke pusat aktif dari enzim sehingga terjadi

penghambatan sel-sel tumor. Kompleks kobalt-aspirin juga menunjukkan

aktivitasnya melalui jalur metabolisme lain, dengan mengaktifkan enzim caspase,

yang terlibat dalam mengarahkan proses-proses apoptosis (kematian sel

terprogram) dapat menghambat pertumbuhan sel dan pembentukan pembuluh

darah kecil, dua faktor yang penting bagi pertumbuhan tumor. Beberapa senyawa

organologam lainnya seperti metallocene, metal-arene, metal-carbonyl dan metal-

carbene, juga menjadi kandidat obat-obat antikanker dimasa depan (Gasser et al.,

2010), demikian juga kompleks logam dengan ligan-ligan produk degradasi

triptopan seperti pikolinat maupun dipikolinat (Song et al., 1999).

Page 9: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

13

2.4 Asam piridin-2,6-dikarboksilat

Penelitian dibidang obat-obatan kimia anorganik, akhir-akhir ini telah

dikembangkan dengan memanfaatkan ligan-ligan pengkhelat yang terkoordinasi

bersama ion-ion logam, kompleks yang terbentuk diarahkan sebagai kontrol

dalam bioaktivitas. Agen pengkhelat dari ligan ini memberikan keuntungan

dalam stabilitas kompleks yang terbentuk (Mewis, 2010). Diantara contoh ligan

pengkhelat adalah ligan dengan sejumlah gugus karboksilat yang terikat pada

cincin piridin.

Keragaman model koordinasi gugus karboksilat mengakibatkan

kompleks logam transisi karboksilat dapat membentuk struktur multidimensi

(Wang, et al., 2005). Kompleks metal karboksilat dapat dibangun dari ion logam

dengan asam pikolinat (asam 2-piridin karboksilat). Asam pikolinat merupakan

senyawa aromatik heterosiklik dengan gugus karboksilat yang terikat pada cincin

piridin. Asam pikolinat merupakan produk degradasi dari tryptophan (Barandika

et al., 1999). Asam pikolinat memiliki aktivitas biologi, dapat menginduksi sel

murine leukemia HL-60 (Heren et al., 2006). Pengujian bioaktifitas

menunjukkkan bahwa asam pikolinat dapat menghambat pertumbuhan

micobacterium ovium complex (Shimizu et al., 2006). Ligan pikolinat

membentuk kompleks dengan ion logam seperti Zn2+ dan Fe2+, ion-ion logam

tersebut merupakan nutrien penting bakteri sehingga tanpa adanya ion–ion logam

tersebut pertumbuhan bakteri terhambat. Selain itu asam pikolinat digunakan

untuk sintesis kompleks berinti banyak, kompleks yang dihasilkan bersifat spin

tinggi sehingga dapat digunakan sebagai material magnet (Odoko et al., 2001).

Aplikasi lain, asam pikolinat juga dapat digunakan sebagai inhibitor korosi.

Studi kompleks pikolinat dewasa ini banyak mendapat perhatian. Studi

ini menarik karena kompleks ini dapat diaplikasikan di berbagai bidang,

diantaranya menunjukkan kestabilan tinggi untuk katalisis dalam proses biokimia

dan dapat mempunyai sifat luminesens (Liang-Gui et al., 2007). Dalam bidang

medicine, kompleks kromium pikolinat digunakan sebagai pengaktif fungsi

insulin (Ghatak et al., 1995). Selain itu, kompleks timah(IV) pikolinat

menunjukkan aktifitas antitumor (Giellen et al., 1995). Asam pikolinat

Page 10: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

14

merupakan regulator pada siklus sel dan bertindak sebagai inhibitor pada

pertumbuhan bakteri dan pertumbuhan sel tumor.

Selain itu ligan pikolinat sangat potensial untuk membangun polimer

koordinasi hibrid organik dan inorganik. Kompleks polimer dua dimensi dibentuk

dengan menggunakan ligan jembatan organik dan inorganik telah dilaporkan

(Novitski et al., 2008). Ligan pikolinat dapat membangun connectivity dengan

bermacam topologi. Model keragaman koordinasi ligan pikolinat ditunjukkan

pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Keragaman model koordinasi kompleks dengan ligan pikolinat (Wang et al., 2005).

Kompleks polimer dapat dibangun dengan penggabungan ligan jembatan

organik (asam pikolinat) dan ligan jembatan anorganik (dianion SO42-). Oleh

karena itu penggunaan “blend” ligan sulfat2- dan pikolinat telah dilaporkan

Papatriantafyllopoulou et al., (2007) dalam membangun polimer koordinasi ion

logam 3d dan 4f untuk mendapatkan senyawa baru. Dua senyawa baru yang

dihasilkan adalah [Zn2(SO4)(pikolinat)2(H2O)3] dan [Cd2(SO4)(pikolinat)2(H2O)3].

Strukur kristal ditunjukkan pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6,

Page 11: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

15

Gambar 2.5 Ortep kompleks [Zn2(SO4)(pikolinat)2(H2O)3]

(Papatriantafyllopoulou et al., 2007)

Gambar 2.6 Ortep kompleks [Cd2(SO4)(pikolinat)2(H2O)3]

(Papatriantafyllopoulou et al., 2007)

Kompleks pikolinat dengan ion logam Cu(II) dilaporkan oleh Zhang,

(2005). Kompleks mengkristal dalam sistem monoklinik dengan kelompok ruang

P21/c. Kompleks tembaga(II)-pikolinat membentuk struktur oktahedral terdistorsi.

Dua atom nitrogen dan dua atom oksigen dari ligan pikolinat pada bidang

ekuatorial dan dua atom oksigen dari molekul air yang terkoordinasi pada posisi

Page 12: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

16

aksial. Kompleks [Cu(pikolinat)2(H2O)2] dihubungkan oleh ikatan hidrogen

intermolekul dalam struktur tiga dimensi.

Diantara turunan 2-piridin dikarboksilat yang saat ini terus

dikembangkan sebagai ligan adalah piridin-2,6-dikarboksilat (dipikolinat).

Dipikolinat merupakan modifikasi pikolinat dengan penambahan satu gugus

karboksilat pada cincin piridinnya. Penambahan satu gugus karboksilat pada

ligan pikolinat, diharapkan terbentuk senyawa kompleks yang memiliki ikatan

rangkap terkonjugasi lebih banyak sehingga didapatkan senyawa framework

logam-organik yang lebih reaktif, selain itu diharapkan pula memiliki interaksi

yang lebih besar antar ion-ion logamnya karena terdapat ikatan kovalen, interaksi

π-π dan ikatan hidrogen (Martak, 2008). Struktur piridin-2,6-dikarboksilat

ditunjukkan pada gambar 2.4 dibawah ini,

Gambar 2.7 Struktur asam piridin-2,6-dikarboksilat (Yang et al., 2002)

Asam piridin-2,6-dikarboksilat atau dipikolinat dapat sebagai ligan

anionik berupa dipic2-. Ligan dipikolinat pada umumnya termasuk jenis ligan

tridentat dengan tiga atom donor pasangan elektron, yaitu N (nitrogen) dari cincin

piridin dan 2 buah atom O (oksigen) dari gugus karboksilatnya. Gambar 2.8

memperlihatkan delapan model koordinasi ligan dipikolinat melalui atom O yang

terkoordinasi dengan atom logam, dari model koordinasi ini secara teoritis ligan

piridin-2,6-dikarboksilat dapat bertindak sebagai ligan pentadentat (Yang et al.,

2002).

Kemampuan molekul asam piridin-2,6-dikarboksilat yang dapat

bertindak sebagai ligan tridentat maupun pentadentat, menunjukkan asam

dipikolinat adalah suatu agen pengkelat yang utama, sifat ini telah dipelajari

dalam pergeseran kesetimbangan chiral-induced, yang dikenal juga sebagai efek

Pfeiffer. Efek ini telah digunakan untuk membuktikan kemampuan optis dari

kelat ion dipikolinat dengan beberapa logam lanthanida (Pellegrino, 2001).

Page 13: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

17

Gambar 2.8 Delapan model koordinasi pada kompleks logam-karboksilat (Huang,

et al., 2008).

Asam piridin-2,6-dikarboksilat (dipikolinat) dijumpai di alam sebagai

penyusun utama dari bakteri spora, berat kering spora mengandung 5 – 15% asam

piridin-2,6-dikarboksilat (Tang, et al., 2000). Asam dipikolinat (H2dipic), atau

piridin-2,6-dikarboksilat dipercaya merupakan faktor utama yang berperan dalam

melindungi spora dari panas dan radiasi UV, kandungan H2dipic yang tinggi pada

bakteri spora mempengaruhi sifat fisik dan kimia bakteri terhadap lingkungan

luar, seperti pemanasan dan UV (Berg dan Grecz, 1970). Senyawa ini juga

berperan untuk menjaga kestabilan dan pertumbuhan spora. Asam dipikolinat

dalam sistem biologis, dipelajari pertama kali oleh Udo pada tahun 1936.

Keberadaan asam piridin-2,6-dikarboksilat pada spora bakteri dipelajari oleh

Powell pada tahun 1953. Molekul ini juga terdapat pada beberapa jamur,

Molekul ini tidak bereaksi dalam beberapa perubahan kimia, karena sifatnya yang

inert dan tidak reaktif, tetapi mendapat perhatian yang lebih dalam bidang biologi,

karena keberadaannya pada spora bakteri (Tang, et al., 2000).

Dipikolinat ini juga banyak ditemukan dalam beberapa senyawa alami

sebagai suatu produk degradasi oksidatif dari vitamin, koenzim, dan alkaloid,

serta merupakan suatu komponen dari fulvic acid. Asam dipikolinat (piridin-2,6-

dikarboksilat) juga menunjukkan beberapa fungsi biologis, diantaranya adalah

Page 14: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

18

kemampuan untuk aktivasi-inaktivasi dari beberapa mettaloenzim, penghambat

transfer elektron, oksidasi LDL, selain itu juga toksisitas yang rendah (low

toxicity) dari piridin-2,6-dikarboksilat banyak digunakan dalam model senyawa

metallo-pharmaceutical (Siddiqi, 2009).

Paduan antara kobal-dipikolinat dalam suatu kompleks dan pengaruhnya

sebagai inhibitor sel kanker belum ada laporan. Kompleks kobalt-dipikolinat

sementara ini disintesis dan baru diaplikasikan dalam beberapa kajian medisinal,

seperti yang telah dilaporkan oeh Yang et al., (2002), kompleks kobal(II) dan

kobal(III) dipikolinat memberikan pengaruh yang efektif dalam mereduksi

hyperlipidemia pada diabetes.

2.5 Kompleks Kobalt(II) piridin-2,6-dikarboksilat

Kompleks kobalt(II) piridin-2,6-dikarboksilat atau kobal(II) dipikolinat

sebelumnya telah disintesis oleh Yang et al., (2002) dengan hasil senyawanya

yaitu K2[Co(dipic)2].7H2O, [CoII(dipic)(µ-dipic)CoII(H2O)5].2H2O dan

[CoII(H2dipic)(dipic)].3H2O struktur kompleks tersebut diperlihatkan pada gambar

2.9. Sintesis yang telah dilakukan menggunakan prekursor CoCl2.6H2O dengan

pelarut air (water turbidiy) dan hasil yang didapatkan adalah

K2[Co(dipic)2].7H2O 55,0 %, [CoII(dipic)(µ-dipic)CoII(H2O)5].2H2O 34.7 % dan

[CoII(H2dipic)(dipic)].3H2O 47.5 %.

Gambar 2.9 Struktur kompleks kobalt-dipikolinat yang telah disintesis oleh Yang et al., (2002). a. [CoII(H2dipic)(dipic)].3H2O dan b.[CoII(dipic)(µ-dipic)CoII(H2O)5].2H2O.

a b

Page 15: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

19

Yang (2002) melaporkan, kompleks [CoII(H2dipic)(dipic)].3H2O terbentuk

dengan melibatkan dua atom nitrogen dan empat atom oksigen yang terkoordinasi

pada atom kobal dengan struktur oktahedral terdistorsi. Masing-masing dua ligan

tridentat piridin-2,6-dikarboksilat terkoordinasi melalui dua atom oksigen dan satu

atom nitrogen. Panjang ikatan Co–N(1) adalah 2.021 Å, Co–N(11) 2.017 Å,

sedangkan panjang ikatan untuk Co–O(1) 2.137 Å, Co–O(2) 2.222 Å, Co–O(11)

2.195 Å dan Co–O(12) 2.108 Å (Yang, 2002). Struktur CoII(H2dipic)(dipic)].

3H2O mempunyai kesamaan seperti pada struktur kompleks ([Ag(Hdipic)2].H2O)

(Drew et al., 1970 ; Yang et al., 2002) dan pada kompleks ([Cu(Hdipic)2]. 3H2O)

(Biagini, 1971 ; Yang et al., 2002).

Pada kompleks [CoII(dipic)(µ-dipic)CoII(H2O)5].2H2O, dua ligan dipic

masing-masing mengalami deprotonasi dalam kompleks. Kedua ligan dipic2-

terkoordinasi secara tridentat pada satu atom kobal, salah satu dari dipic menjadi

jembatan ligan (bridging ligand) terhadap unit pentaaquo-Co(II). Tipe kompleks

ini sebelumnya telah diamati pada [Zn2(H2O)5(dipic)2].2H2O (Hakansson, et al.,

1993 ; Yang et al., 2002), yang keduanya menunjukkan struktur sama yaitu

oktahedral terdistorsi. Panjang ikatan C – N adalah 2,026(2) Å dan 2,033(1) Å,

panjang ikatan Co(1) – O berada pada kisaran 2,123(1) hingga 2,225(1) Å,

(Yang et al., 2002).

Gambar 2.10 Diagram Kristal packing pada kompleks [CoII(dipic)(µ-dipic)CoII(H2O)5].2H2O.

Page 16: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

20

Ikatan hidrogen yang kuat terlihat pada struktur kristal (gambar 2.10),

dimana terjadi ikatan hidrogen antara atom H pada ligan aquo (air) dengan atom O

gugus karboksilat dari ligan dipic yang terhubung pada molekul berinti ganda

(binuklir) untuk membentuk rantai satu dimensi (Yang et al., 2002). Ikatan

hidrogen tidak dijumpai pada kompleks [CoII(H2dipic)(dipic)].3H2O.

2.6 Karakterisasi Kompleks Kobalt(II) piridin-2,6-d ikarboksilat

2.6.1 Analisa Mikro Unsur

Metode analisis mikro unsur didasarkan atas oksidasi pada saat terjadi

proses pembakaran yang mengubah bahan-bahan organik dan anorganik menjadi

produk pembakaran. Gas yang dihasilkan dari proses pembakaran melewati

media reduksi dan mengalir ke kolom kromatografi oleh gas pembawa helium,

selanjutnya dipisahkan dan dideteksi oleh detektor konduktivitas termal (TCD),

yang memberikan sinyal keluaran sebanding dengan konsentrasi masing-masing

komponen campuran. Diantara instrumen dalam metode analisis mikro unsur

adalah Model Fison EA 1108 dan Carlo-Erba EA 1108 (Ahuja et al., 2006).

Teknik yang digunakan dalam penentuan CHNS didasarkan pada

dynamic flash combustion secara kuantitatif. Sampel dipersiapkan dalam wadah

kaleng, ditempatkan di dalam drum autosampler selanjutnya dibersihkan dengan

aliran gas helium secara berkesinambungan, dan suhu dijaga pada 1030oC (dalam

reaktor pembakaran). Ketika sampel yang terbawa masuk dalam tungku, aliran

helium diperkaya dengan oksigen murni, dan sampel yang ada pada kontainer

akan mencair selanjutnya mempromosikan terjadinya reaksi pembakaran dalam

suasana yang diperkaya dengan oksigen. Di bawah kondisi yang menguntungkan

bahkan zat yang tahan panas akan tetap dioksidasi (Ahuja et al., 2006).

Pembakaran secara kuantitatif kemudian dicapai dengan campuran gas

dengan lapisan katalis. Campuran gas pembakaran kemudian melewati tembaga

untuk menghilangkan kelebihan oksigen dan mengurangi oksida nitrogen.

Campuran yang dihasilkan diarahkan ke kolom kromatografi (PQS) di mana

masing-masing komponen dipisahkan dan dielusi sebagai nitrogen (N2), karbon

dioksida (CO2), dan air (H2O) dengan bantuan sebuah sinyal detektor

konduktivitas panas secara otomatis, dikenal sebagai Eager 200. Instrumen

Page 17: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

21

dikalibrasi dengan analisis senyawa standar. Semua hasil untuk analisis elemen

dihitung berdasarkan nilai diketahui standar dengan menggunakan nilai K

perhitungan faktor. Nilai K ditentukan oleh analisis standar organik komposisi

unsur dikenal (Ahuja et al., 2006).

2.6.2 UV – Vis

Kompleks merupakan senyawa yang terdiri dari suatu spesi yang

merupakan donor elektron dan spesi lain bertindak sebagai akseptor elektron.

Senyawa kompleks seperti ini dapat membentuk struktur resonansi yang dapat

mengabsorpsi cahaya. Terjadinya fenomena splitting energi pada kompleks dapat

lebih menjelaskan absorbsi cahaya. Warna yang tampak (komplementer)

berhubungan dengan panjang gelombang cahaya (λ) yang terabsorb oleh

kompleks (Charlesworth, 2009). Karena senyawa seperti ini menunjukkan

absorptivitas yang besar (εmax > 10.000) maka banyak metoda analisis yang

didasarkan pada pembentukan jenis senyawa kompleks, diantaranya adalah

melalui analisa UV- Sinar tampak.

Gambar 2.11 memperlihatkan splitting energi (∆o) suatu kompleks yang

dinyatakan dalam satuan 10Dq, secara teoritis dapat ditentukan dengan data

spektra UV/Vis. Harga 10Dq akan menjelaskan tentang sifat ligan pada

kompleks, ligan kuat (strong field) menunjukkan ∆o > P (P = pairing repultion)

sedangkan ligan lemah (weak field) ∆o < P (Huheey, 1993).

↑ ------ ------ eg

dz2 dx

2-y

2 ↑↓ ↑↓ ↑ ↑ ↑ Co2+

= ----- ----- ----- ----- ------ 10Dq d7

↑↓ ↑↓ ↑↓ ------ ------- ------- t2g

dxy dxz dyz

Gambar 2.11 Hubungan panjang gelombang (λ) yang diabsorb dengan splitting energi pada kompleks oktahedral medan kuat (t2g

6 eg1).

Page 18: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

22

Melalui data UV-Vis, sifat spektral suatu kompleks yang lain seperti

pengaruh medan ligan oktahedral terhadap keadaan elektronik suatu ion bebas

juga dapat diamati. Mengacu pada skema kopling Russel-Saunders, gaya tolak-

menolak antarelektron dalam orbital d akan menghasilkan berbagai keadaan

elektronik yang dinyatakan dengan term symbol 2S+1 L, di mana 2S+1 adalah

multiplisitas spin dan L adalah momen orbitalnya. Energi setiap keadaan

elektronik ini biasa dihitung sebagai fungsi dua parameter Racah untuk gaya

tolak-menolak antarelektron, bernama B dan C (Huheey, 1993). Menggunakan

diagram Tanabe-Sugano dapat dilihat bagaimana pengaruh medan ligan

oktahedral terhadap setiap keadaan elektronik suatu ion bebas.

Gambar 2.12 Diagram Tanabe Sugano untuk konfigurasi elektron d7 (Miessler,

2005).

Spektroskopi UV - Sinar Tampak berasal dari hasil interaksi gelombang

elektronegatif dengan transisi elektronik ikatan dalam molekul. Tiga parameter

dalam menyatakan spektrum UV-Sinar tampak adalah, pelarut, panjang

gelombang maksimum (lmaks., nm) dan absorpsitas Molar (e, dalam bentuk log e,

l.mol-1.cm-1) (Sibilia, 1996).

Page 19: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

23

Senyawa yang dianalisa dengan spektroskopi UV-Vis diradiasi dengan

sinar ultraviolet sehingga akan terjadi eksitasi elektron dari keadaan dasar ke

keadaan tereksitasi yang menimbulkan puncak gelombang maksimum. Sampel

yang dianalisis harus dalam keadaan encer, pengukuran yang dilakukan adalah

absorbansi terhadap berbagai panjang gelombang (Underwood, 2002). Rentang

nilai panjang gelombang spektrum tampak dan warna-warna komplementer dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Spektrum tampak dan warna-warna Komplementer (Underwood,

2002).

Panjang gelombang (nm) Warna Warna komplementer 400 – 435 Ungu Kuning-kehijauan 435 – 480 Biru Kuning 480 – 490 Hijau-kebiruan Oranye 490 – 500 Biru-kehijauan Merah 500 – 560 Hijau Merah ungu 560 – 580 Kuning-kehijauan Ungu 580 – 595 Kuning Biru 595 – 610 Oranye Hijau-kebiruan 610 – 750 Merah Biru-kehijauan

2.6.3 FTIR

Spektroskopi FTIR dalam penerapannya digunakan untuk menentukan

macam ikatan yang terdapat dalam suatu molekul. Energi dari frekuensi

inframerah dapat menyebabkan ikatan kovalen mengalami stretching ataupun

bending. Vibrasi yang berbeda ini akibat dari perbedaan jumlah energi dan

frekuensinya. Ikatan yang berbeda akan mengalami vibrasi dengan frekuensi

yang berbeda pula. Saat molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang di

absorb menyebabkan kenaikan amplitudo getaran atom-atom yang terikat

sehingga molekul dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Energi yang diserap ini

kemudian akan dilepaskan dalam bentuk panas saat molekul kembali kedalam

dasar. (Hart, 1983).

Spektrofotometri infra merah umumnya digunakan untuk identifikasi

jenis senyawa kimia organik dan anorganik, penentuan komposisi melekul

pada permukaan, penentuan kelompok gugus fungsional dalam senyawa

Page 20: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

24

organik, kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam campuran. Identifikasi

senyawa dilakukan dengan cara membandingkan spektra senyawa yang 28

tidak diketahui dengan spektra referensi. Keuntungan metode ini adalah bahan

tidak rusak setelah dianalisa. Sampel dapat berupa padat, cair atau gas. Daerah

frekuensi infra merah adalah 13000 hingga 10 cm-1 atau panjang gelombang

dari 0,78 hingga 1000 µm (Cristian, 2003).

FTIR digunakan untuk mengidentifikasi material, menentukan

komposisi dari campuran, dan membantu memberikan informasi dalam

memperkirakan struktur molekul. Sampel yang digunakan biasanya berupa

material dalam keadaan padat, cair, atau gas. Ukuran sampel umumnya

beberapa milligram, tetapi spektra dapat diperoleh dari 50 pikogram dengan

teknik dan aksesoris spesifik. Analisa dengan metode ini didasarkan pada fakta

bahwa molekul memiliki frekuensi spesifik yang dihubungkan dengan vibrasi

internal dari atom gugus fungsi. Ketika sampel diletakkan dalam berkas radiasi

IR, sampel mengabsorpsi radiasi pada frekuensi yang sesuai dengan frekuensi

vibrasional molekular dan meneruskan seluruh frekuensi yang lain.

Spektrofotometer IR mengukur frekuensi dari radiasi yang terabsorp, dan

plot hasil dari energi terabsorp versus frekuensi dikenal sebagai spektrum IR

dari material yang dianalisis. Identifikasi senyawa dapat dilakukan karena

perbedaan struktur kimia material akan memberikan vibrasi karakteristik dan

menghasilkan spektra IR yang unik, yaitu, daerah sidik jari untuk tiap-tiap

material. Pengukuran FTIR standar berlangsung pada range 7000-400 cm-1,

tetapi dapat pula mencapai ~50 cm-1, dengan menggunakan tambahan sumber

sinar, optik, dan detektor. Keuntungan dari metode FTIR ini yaitu radiasi

sumber sinat yang lebih tinggi, perbandingan sinyal/noise ditingkatkan,

mengurangi waktu pengukuran, dan akurasi pengukuran yang lebih tinggi

dengan spektrometer dispersif cahaya konvensional (Sibilia, 1996).

Karakterisasi FTIR suatu kompleks, lebih banyak menggunakan FTIR

medium dengan bilangan gelombang 4000 – 200 cm-1, pada daerah finger print

(1400-200) cm-1 akan terlihat spektra molekul secara menyeluruh dan ikatan antar

logam-ligam, seperti pada vibrasi ikatan logam dengan gugus N dari ligan akan

muncul pada daerah 200-400 cm-1 (Nakamoto, 1978). Gambar 2.13 adalah

Page 21: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

spektra FTIR kompleks

bilangan gelombang 1600

karakteristik dari logam atom

432 cm-1, v(N-Co-N) 150 cm

Gambar 2.13 Spektra FTIR (Nakamoto, 1978

2.6.4 Difraksi Sinar X

Prinsip kerja dari

yang terjadi akibat adanya tumbukan elektron

dan mengenai logam sasaran elektron ini membawa energi foton yang cukup

untuk mengionisasikan sebagian elektron di kulit K (1s), sehingga elektron yang

berada pada orbital kulit luar akan berpindah dan mengisi orbital 1s dengan

memancarkan sejumlah energi berupa sinar

ke orbital yang lain disebut sinar

ke kulit L, K2 adalah eksitasi elektron ke kulit M.

seterusnya (Sibilia, 1996).

Sinar-X yang dipakai dalam analisa suatu kristal biasanya memancarkan

pita-pita radiasi K1 dan K

sasaran dan logam Ni sebagai filter, dimana K

25

spektra FTIR kompleks K3[Co(NO2)6 (A) dan Na3[Co(NO2)6 (B) pada

bilangan gelombang 1600-100 cm-1. Pada daerah ini terlihat pita-pita serapan

karakteristik dari logam atom pusat dengan atom-atom donor pada ligan, v(Co

N) 150 cm-1.

Spektra FTIR kompleks K3[Co(NO2)6 (A) dan Na3[Co(NONakamoto, 1978)

Difraksi Sinar X

Prinsip kerja dari XRD adalah Sinar-X dihasilkan dari tabung sinar

yang terjadi akibat adanya tumbukan elektron-elektron yang bergerak sangat cepat

dan mengenai logam sasaran elektron ini membawa energi foton yang cukup

untuk mengionisasikan sebagian elektron di kulit K (1s), sehingga elektron yang

ada orbital kulit luar akan berpindah dan mengisi orbital 1s dengan

memancarkan sejumlah energi berupa sinar-X. Radiasi yang dihasilkan orbital K

ke orbital yang lain disebut sinar-X deret K, dimana K1 adalah eksitasi elektron

K2 adalah eksitasi elektron ke kulit M. Demikian juga untuk K3 dan

1996).

X yang dipakai dalam analisa suatu kristal biasanya memancarkan

dan K2. sebagai contoh adalah penggunaan logam Cu sebagai

n logam Ni sebagai filter, dimana K2 akan diserap oleh Ni dan Cu K

pada rentang

pita serapan

atom donor pada ligan, v(Co-N)

[Co(NO2)6 (B)

tabung sinar-X

elektron yang bergerak sangat cepat

dan mengenai logam sasaran elektron ini membawa energi foton yang cukup

untuk mengionisasikan sebagian elektron di kulit K (1s), sehingga elektron yang

ada orbital kulit luar akan berpindah dan mengisi orbital 1s dengan

Radiasi yang dihasilkan orbital K

X deret K, dimana K1 adalah eksitasi elektron

Demikian juga untuk K3 dan

X yang dipakai dalam analisa suatu kristal biasanya memancarkan

. sebagai contoh adalah penggunaan logam Cu sebagai

akan diserap oleh Ni dan Cu K1

Page 22: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

26

dengan panjang gelombang 1,54 °A akan lolos dan digunakan untuk suatu analisa.

Berkas sinar radiasi Cu K1 ini jika mengenai bidang kristal dari suatu mineral,

maka akan dipancarkan oleh atom-atom dalam kristal (Rietveld, 1967).

Agar sinar-X yang didifraksikan oleh bidang kristal tertentu dalam

sampel kristalin dapat dideteksi, orientasi sumber sinar-X, kristal dan detektornya

harus tepat. Oleh karena itu, jika berkas sinar-X ditembakkan pada permukaan

kristal pada sudut θ, sebagian dihamburkan oleh lapisan atom-atom dipermukaan

ke segala arah yang mungkin sesuai dengan Hukum Bragg. Bagian yang tidak

dihamburkan akan menembus menuju lapisan kedua atom-atom dan dihamburkan

sebagian sehingga yang tidak terhambur selanjutnya akan lewat menuju lapisan

ketiga dan seterusnya. Efek kumulatif dari hamburan yang berasal dari pusat

kristal-pusat kristal yang berjarak teratur adalah terjadinya difraksi sinar.

Analisis cuplikan dengan metode difraksi sinar-X didasarkan atas

terdapatnya kristal dalam cuplikan tersebut. Apabila sinar monokromatis

mengenai cuplikan, ada dua proses yang terjadi, yaitu:

a. Bila cuplikan memiliki struktur dengan daerah Kristal maka sinar-X akan

terhambur secara koheren, proses ini dikenal sebagai efek difraksi sinar-

X dan diukur secara difraksi sinar sudut lebar.

b. Bila cuplikan memiliki struktur dengan daerah kristal dan amorf maka

sinar-X akan terhambur secara tidak koheren (hamburan Compton).

Proses ini terjadi 25 dengan perubahan panjang gelombang dan fase,

dikenal sebagai hamburan dan diukur dengan hamburan sinar sudut

sempit. Prinsip difraksi sinar-X yaitu cahaya monokromatik dari sinar-X

diarahkan pada materi kristalin, sehingga mengalami pantulan (refleksi)

atau difraksi pada sudut yang berbeda-beda terhadap sinar primer.

Hubungan antara panjang gelombang sinar-X (λ), sudut difraksi (2θ), dan

jarak tiap bidang atomik kisi kristal (d) dapat dijelaskan dengan persamaan

Bragg: n λ = 2 d sin θ.

W.L Bragg menggambarkan difraksi sinar-X oleh kristal ditunjukkan

seperti Gambar 2.14. Berkas cahaya sempit ditembakkan pada permukaan kristal

pada sudut θ, hamburan terjadi sebagai konsekuensi dari interaksi radiasi dengan

atom-atom pada lokasi O dan P. Jika :

Page 23: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

27

AP + PC = nλ

Dimana n adalah suatu bilangan integrasi, radiasi yang terhambur dan kristal akan

nampak memantulkan radiasi sinar-X.

Gambar 2.14 Difraksi Sinar-X Sebuah Kristal yang Sesuai dengan Hukum Bragg. Sumber: http://xray0.princeton.edu/~phil/facility/

Dari gambar 2.14 dapat dijelaskan ;

AP = PC = d sin θ

Dimana d adalah jarak antar bidang kristal. Maka kondisi untuk

interferensi konstruktif disinari pada sudut θ adalah :

nλ = 2 d sin θ

Dengan λ = panjang gelombang sinar-X (Ǻ)

d = jarak antar bidang atom dalam kristal (Ǻ)

θ = sudut peristiwa sinar-X

n = tingkat difraksi

Persamaan ini dikenal dengan Hukum Bragg. Dengan menggunakan persamaan

tersebut, untuk kasus yang sederhana, parameter sel yang akurat dan tipe struktur

kristal dapat ditentukan (Saito, 2004). Sinar-X nampak dipantulkan dari kristal

hanya pada saat sudutnya memenuhi persamaan Bragg, selain dari sudut tersebut

maka terjadi interferensi destruktif.

Identifikasi spesies dari pola difraksi didasarkan pada posisi garis (dalam

θ dan 2θ) dan intensitas relatifnya. Harga 2θ ditentukan oleh harga d. Dengan

bantuan persamaan Bragg, maka harga d dapat dihitung dari panjang gelombang

Page 24: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

28

yang diketahui dan sudut terukur. Intesitas garis tergantung pada jumlah dan jenis

pusat atom pemantul yang ada pada setiap lapisan. Identifikasi kristal dilakukan

secara empiris dimana diperlukan data standar mengenai harga d dan garis

intensitas dari senyawa murni. Standar diatur dengan urutan mulai dari harga d

dengan garis intensitas paling besar. Eliminasi dari senyawa-senyawa yang

mungkin dapat dilakukan dengan mempertimbangkan harga d dengan garis

intensitas tertinggi kedua, ketiga dan seterusnya. Biasanya tiga atau empat harga

d cukup untuk mengidentifikasi senyawa dengan tepat. Dengan mengukur

intensitas dari garis difraksi dan membandingkannya dengan standar maka analisis

kuantitatif dari campuran kristal dapat dilakukan (Skoog dan West, 1980).

2.6.5 Analisis TGA

Analisa Thermogravimetric (TGA) adalah suatu teknik analitik untuk

menentukan stabilitas termal suatu material dan fraksi komponen volatile dengan

menghitung perubahan berat yang dihubungkan dengan perubahan temperatur.

Seperti analisis ketepatan yang tinggi pada tiga pengukuran: berat, temperatur,

dan perubahan temperatur. TGA biasanya digunakan riset dan pengujian untuk

menentukan karakteristik material seperti polymer, untuk menentukan penurunan

temperatur, kandungan material yang diserap, komponen anorganik dan organik di

dalam material, dekomposisi bahan yang mudah meledak, dan residu bahan

pelarut. TGA juga sering digunakan untuk kinetika korosi pada oksidasi

temperatur tinggi.

Analisis pada umumnya memiliki high-precision keseimbangan suatu

tempat (platina) yang terisi dengan sampel. Tempat sampel diletakkan pada

pemanas elektrik dengan thermocouple untuk mengukur temperatur. Atmosfir

murni dengan gas inert digunakan untuk mencegah oksidasi atau reaksi lain yang

tidak diinginkan. Komputer digunakan untuk mengontrol instrumen. Analisis

dilakukan dengan meningkatkan temperatur secara berangsur-angsur dan

membuat plot antara berat dengan temperatur. Temperatur pada banyak metoda

telah di uji mencapai 1000°C atau lebih besar (Reutzel-Edens, 2004).

Page 25: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

Gambar 2.15 Kurva TGA dan [Sm2

Gambar 2.15 adalah contoh

senyawa kompleks. Kura TGA akan memperlihatkan dekomposisi suatu senyawa

karena peningkatan temperatur, dan

dihubungkan dengan perubahan temperatur

terjadi penghilangan air kristal

dekomposisi air yang terkoordinasi (air ligan) pada suhu 150

diatas 405oC adalah respon terjadinya dekomposisi Sm

2.7 Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality

Ada beberapa macam metode uji toksisita

bioaktivitas, yaitu uji kematian

hambatan tumor pada lempeng k

Inhibition), dan uji hambatan pada p

Material on Growth of Lemna Minor

cenderung lebih banyak digunakan dalam uji bioaktivitas, karena terdapat

keuntungan dari penggunaan metode ini, yaitu (1) waktu pelaksanaan cepat,

biaya relatif murah, (3) p

aseptik, (5) tidak memerlukan perawatan khusus, (6) m

relatif sedikit, dan tidak memerlukan serum hewan

29

Kurva TGA senyawa kompleks [Dy2(H2dipic)3(H2O)4]n(H2dipic)3(H2O)6]n.2nH2O(2) (Huang, et al., 2007)

adalah contoh termogram TGA dalam analisa senyawa

Kura TGA akan memperlihatkan dekomposisi suatu senyawa

karena peningkatan temperatur, dan menghitung perubahan berat yang

dihubungkan dengan perubahan temperatur. Contoh kurva diatas menunjukkan

penghilangan air kristal kompleks (air hidrat) pada suhu

air yang terkoordinasi (air ligan) pada suhu 150-230oC

C adalah respon terjadinya dekomposisi Sm2O3.

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Ada beberapa macam metode uji toksisitas yang digunakan dalam studi

ematian Artemia salina (Brine Shrimp Lethality Test

hambatan tumor pada lempeng kentang (Potato Disc Crown Gall Tumour

uji hambatan pada pertumbuhan kuncup lemna minor a

ial on Growth of Lemna Minor L.). Metode Brine Shrimp Lethality Test

cenderung lebih banyak digunakan dalam uji bioaktivitas, karena terdapat

keuntungan dari penggunaan metode ini, yaitu (1) waktu pelaksanaan cepat,

biaya relatif murah, (3) pengerjaan sederhana, (4) tidak memerlukan teknik

dak memerlukan perawatan khusus, (6) menggunakan sampel yang

idak memerlukan serum hewan.

n.6nH2O(1) ., 2007).

TGA dalam analisa senyawa-

Kura TGA akan memperlihatkan dekomposisi suatu senyawa

menghitung perubahan berat yang

menunjukkan

30-150oC,

C dan suhu

digunakan dalam studi

Brine Shrimp Lethality Test), uji

Potato Disc Crown Gall Tumour

lemna minor assay (Test

Brine Shrimp Lethality Test,

cenderung lebih banyak digunakan dalam uji bioaktivitas, karena terdapat

keuntungan dari penggunaan metode ini, yaitu (1) waktu pelaksanaan cepat, (2)

idak memerlukan teknik

kan sampel yang

Page 26: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

30

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji

toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa senyawa bioaktif

yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai

bioassay-guided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan

dan cukup reproducible. Beberapa senyawa bioaktif yang telah telah berhasil

diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan BSLT menunjukkan adanya korelasi

terhadap suatu suatu uji spesifik antikanker (Meyer, 1982). Prinsip metode Brine

Shrimp Lethality Test adalah sifat toksisitas senyawa bioaktif dari tanaman pada

dosis tinggi, sehingga dapat diartikan kematian hewan sederhana seperti anak

udang laut (Artemia salina) secara invivo dapat digunakan sebagai alat pemantau

yang tepat untuk praskrining dan fraksinasi senyawa bioaktif baru dari sumber

alam (Setlow et al., 1993). Gambar 2.16 dibawah ini adalah larva udang Artemia

salina berumur 14 hari yang digunakan dalam uji BSL.

Gambar 2.16 Larva udang Artemia salina (Mayorga, 2009).

Pada uji ini ditentukan nilai LC50 (Lethal Concentration 50% yaitu

konsentrasi yang menyebabkan kematian 50% pada hewan uji) dari suatu sampel

(ekstrak tumbuhan, fraksi tumbuhan atau senyawa lainnya). Suatu sampel

dikatakan memiliki efek toksik bila nilai LC50 < 1000µg/ml, sedangkan untuk

senyawa murni bila LC50 < 200µg/ml (Meyer, et al., 1982 ; Nurhayati et al.,

2006).

Larutan uji dibuat dengan perlakuan konsentrasi dari sampel dalam

satuan µg/ml, kemudian dimasukkan vial yang telah dikaliberasi 10 ml dan telah

berisi 5 ml air laut serta berisi 10 ekor anak udang. Masing-masing konsentrasi

Page 27: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

31

disiapkan dalam 5 vial. Didiamkan selama 24 jam kemudian dihitung jumlah

anak udang yang mati secara visual. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

pelaksanaan metode ini adalah: (1) Ekstrak yang dipakai harus benar-benar

bebas dari pelarut. (2) Vial yang akan dipakai harus dikaliberasi terlebih dahulu.

(3) Perhitungan jumlah Artemia salina yang mati harus dilakukan dengan teliti.

(4) Larva Artemia salina dikatakan mati apabila tidak menunjukkan gerakan

sama sekali pada saat pengamatan.

Σ larva yang diamati % larva = -------------------------- x 100 % Σ larva uji

Dengan mengetahui kematian larva Artemia salina, kemudian dicari angka probit

melalui tabel dan dibuat persamaan garis :

Y = Bx + A (Y adalah log konsentrasi, dan x angka probit)

Dari persamaan tersebut kemudian dihitung LC50 dengan memasukkan

nilai probit (50% kematian), apabila pada kontrol terdapat larva yang mati, maka

% kematian ditentukan dengan rumus Abbot (Meyer et al., 1982 ; Nurhayati et

al., 2006) :

Σ larva yang mati – Σ larva yang mati pada kontrol % Kematian = ---------------------------------------------------------------- x 100 %

Σ larva yang digunakan

Page 28: Chapter 2.  COMPLEXES COBALT(II) PYRIDINE-2,6-DICARBOXYLIC:  SYNTHESIS,  CHARACTERIZATION AND TOXICITY TEST

32

“Halaman ini sengaja dikosongkan”