1 Bab10. CQI, Transformasi dan Organisasi “Pembelajaran” Kehadiran peningkatan mutu berkelanjutan (CQI) dalam organisasi-organisasi pelayanan kesehatan telah dipandang sebagai penyelamat dari persoalan-persoalan kualitas pelayanan kesehatan. Meski demikian, kenyataan yang muncul sering kali berlawanan dengan harapan awalnya. Organisasi-organisasi dan para penyedia pelayanan kesehatan tidak lagi dapat memandang CQI dan peningkatan kinerja sebagai sesuatu yang menjadi pilihan atau mencukupi (Fawcett dkk, 2009). Setiap lembaga yang menawarkan pelayanan kesehatan memerlukan pendekatan komprehensif kepada peningkatan berkelanjutan yang secara agresif menaikkan kualitas pelayanan kesehatan melalui proses pembelajaran organisasional yang sistematis. Tujuan dari bab ini adalah untuk menilai dimensi-dimensi transformasi yang terdapat pada layanan-layanan perawatan kesehatan, menyelidiki perubahan peran untuk CQI, mengevaluasi pendekatan-pendekatan baru menuju transformasi dan pembelajaran organisasional, dan menentukan strategi-strategi untuk melindungi ikatan tim yang efektif dan kepemimpinan klinis dalam pembelajaran dan perubahan organisasional. Pembelajaran organisasional didefinisikan sebagai “sebuah proses untuk menambah pengetahuan dan rutinitas kerja yang memberi inovasi melalui aksi dan refleksi yang saling mempengaruhi, yang lebih luas daripada pelatihan dan repetisi yang fokus pada perorangan” (Carroll dan Edmondson, 2002, hal. 55). PELAYANAN KESEHATAN YANG BERTRANSFORMASI Perubahan pokok yang mengiringi peralihan pelayanan kesehatan adalah bahwa tempat pengendalian untuk pembuatan keputusan dalam layanan-layanan kesehatan sehubungan dengan teknologi telah berpidah dari otonomi individu para dokter ke strategi-strategi organisasional seperti pengobatan berbasis fakta, CQI dan transparansi (Hurley, 1997; Nash dan Quigley, 2008). Praktik dan manajemen untuk layanan-layanan perawatan kesehatan akan terus mengalami perbaikan dan
12
Embed
Chapter 10 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Bab10. CQI, Transformasi dan Organisasi “Pembelajaran”
Kehadiran peningkatan mutu berkelanjutan (CQI) dalam organisasi-organisasi
pelayanan kesehatan telah dipandang sebagai penyelamat dari persoalan-persoalan
kualitas pelayanan kesehatan. Meski demikian, kenyataan yang muncul sering kali
berlawanan dengan harapan awalnya. Organisasi-organisasi dan para penyedia
pelayanan kesehatan tidak lagi dapat memandang CQI dan peningkatan kinerja
sebagai sesuatu yang menjadi pilihan atau mencukupi (Fawcett dkk, 2009). Setiap
lembaga yang menawarkan pelayanan kesehatan memerlukan pendekatan
komprehensif kepada peningkatan berkelanjutan yang secara agresif menaikkan
kualitas pelayanan kesehatan melalui proses pembelajaran organisasional yang
sistematis.
Tujuan dari bab ini adalah untuk menilai dimensi-dimensi transformasi yang
terdapat pada layanan-layanan perawatan kesehatan, menyelidiki perubahan peran
untuk CQI, mengevaluasi pendekatan-pendekatan baru menuju transformasi dan
pembelajaran organisasional, dan menentukan strategi-strategi untuk melindungi
ikatan tim yang efektif dan kepemimpinan klinis dalam pembelajaran dan perubahan
organisasional. Pembelajaran organisasional didefinisikan sebagai “sebuah proses
untuk menambah pengetahuan dan rutinitas kerja yang memberi inovasi melalui aksi
dan refleksi yang saling mempengaruhi, yang lebih luas daripada pelatihan dan
repetisi yang fokus pada perorangan” (Carroll dan Edmondson, 2002, hal. 55).
PELAYANAN KESEHATAN YANG BERTRANSFORMASI
Perubahan pokok yang mengiringi peralihan pelayanan kesehatan adalah
bahwa tempat pengendalian untuk pembuatan keputusan dalam layanan-layanan
kesehatan sehubungan dengan teknologi telah berpidah dari otonomi individu para
dokter ke strategi-strategi organisasional seperti pengobatan berbasis fakta, CQI dan
transparansi (Hurley, 1997; Nash dan Quigley, 2008). Praktik dan manajemen untuk
layanan-layanan perawatan kesehatan akan terus mengalami perbaikan dan
2
kodifikasi. Walau begitu, perubahan-perubahan tersebut hanya akan berhasil jika
diiringi dengan pembelajaran organisasional. Dengan kata lain, yang diperlukan
adalah komitmen institusional untuk memperbesar kapasitas organisasi untuk
mempertahankan atau meningkatkan performa, membangunnya dari pengalaman
dan refleksi diri; mengenali kecakapan, wawasan dan pengetahuan yang melekat
pada para personel dalam organisasi; dan memanfaatkan kualitas-kualitas ini untuk
memenuhi tantangan-tantangan dari situasi yang baru (Bohmer, 2009; Caroll dan
Edmonson, 2002; DiBella dkk, 1996).
Dalam pelayanan kesehatan, CQI merupakan salah satu bahan untuk
membangun ilmu dan pembelajaran institusional, namun itu tidak akan berhasil
tanpa partisipasi aktif dari para dokter dan pekerja profesional lainnya yang memiliki
modal intelektual dan kepemimpinan kunci untuk memperlancar pembelajaran dan
inovasi. Selain itu, strategi-strategi CQI tidak akan berhasil jika para pimpinan
menerapkan teknik tanpa memikirkan faktor-faktor kontekstual seperti kondisi
keuangan dari organisasi pelayanan kesehatan, tantangan-tantangan strategis dan
kondisi pasar (Alexander dkk, 2007). Pengobatan dan layanan profesional lainnya
telah banyak bergeser karena kesulitan untuk meramalkan sebab dan akibatnya,
keragaman alami yang melekat pada proses-proses pekerjaan mereka, dan tingginya
tingkat otonomi dan desentralisasi struktur-struktur organisasional lokal
(McLaughlin, 1996). Analogi historisnya dapat diaplikasikan pada praktik-praktik
dokter yang sering diibaratkan sebagai industri rumah tangga. Dengan banyaknya
perkembangan teknologi, peralihan tidak akan terwujud hingga semua faktor-
faktornya—secara teknis, ekonomis, dan sosial—disejajarkan.
DARI PENGATURAN MASSAL KE PERSONALISASI MASSAL DAN LEBIH DARI ITU
Secara historis, proses-proses dan target pasar produksi pelayanan kesehatan
telah mempengaruhi persepsi mengenai variabilitas dan variasi. Pelayanan
kesehatan dimulai pada fase yang memiliki standar variasi harga, proses dan hasil
yang luas. Dari produksi massal, penyebaran penggunaan teknik-teknik
pengembangan proses seperti CQI telah memfasilitasi perpindahan menuju
3
personalisasi massal. Kini, ada ketentuan bahwa pelayanan kesehatan harus
dikembangkan menjadi personalisasi massal yang menghargai variasi-variasi standar
yang ditentukan secara individual, yang dihasilkan dari konsultasi antara penyedia
layanan dan pasien. Dengan cara yang sama bahwa pengobatan berdasarkan fakta
telah mengubah tempat pengendalian dalam perawatan medis, personalisasi, dan
konsep-konsep yang berkaitan dari individualisasi dan pembuatan keputusan
bersama, perubahan tersebut akan dibangun untuk memberikan lebih banyak
kendali kepada para penyedia layanan perawatan dan pasien-pasien mereka
(Barratt, 2008; Pfaff dkk, 2010).
Dampak Personalisasi pada Organisasi-Organisasi Pelayanan Kesehatan
Personalisasi dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu konsep luas yang
mencakup bentuk individualisasi dan pengobatan pribadi, yang pada umumnya
dikaitkan dengan obat genomik (Hamburg dan Collins, 2010; Moldrup, 2009; Pfaff
dkk, 2010). Personalisasi dapat dipandang sebagai visi pokok dari sistem pelayanan
kesehatan, dan pengaturan massal (mass costumization) menjadi proses kunci
menuju personalisasi. Dalam visi seperti ini, organisasi pelayanan kesehatan menjadi
lebih baik dalam memenuhi kebutuhan klien mereka dan lebih cekatan. Pengaturan
massal didefinisikan sebagai “mengembangkan, memproduksi, memasarkan dan
menghantarkan barang-barang dan layanan dengan harga terjangkau dengan
keragaman dan penyesuaian yang mencukupi sehingga hampir semua orang dapat
memperoleh apa yang mereka kehendaki” (Piller dan Tseng, 2010, hal. 1). Para
pemimpin industri pelayanan kesehatan yang telah mampu menjalankan proses-
proses pemaksimalan mutu sambil menghemat ongkos disebut sebagai organisasi-
organisasi pelayanan yang bertanggung jawab (accountable care
organizations/ACO) atau sistem kesehatan yang bertanggung jawab (accountable
health systems) (Devers dan Berenson, 2009; Shortell dan Casalino, 2008). Meskipun
terdapat kemajuan pada sistem dan pelayanan yang bertanggung jawab, mayoritas
penyedia layanan kesehatan belum memakai cara berpikir atau praktik seperti ini.
Beberapa rintangan yang harus dihadapi yaitu (Piller dan Tseng, 2010):
4
Naiknya biaya tidak sepadan dengan skala penurunan ekonomi
Bertambahnya kompleksitas proses-proses bagi para pegawai
Melunjaknya kebutuhan konsumen atas peningkatan kecepatan
Meningkatnya perhatian, ketegasan dan pertanggungjawaban oleh pasien
Kurangnya pengetahuan pasien mengenai pilihan-pilihan medis,
ketidaksanggupan untuk memutuskan secara tepat tentang apa yang mereka
inginkan dari pilihan-pilihan tersebut, atau pandangan yang tak realistis
tentang risiko vs manfaat
Kurangnya pengetahuan provider mengenai pasien dan keinginan mereka
serta sistem untuk menangkap dan mencirikan faktor-faktor tersebut
Kesulitan penyedia layanan dalam ‘menyetarakan’ pilihan konsumen
Personalisasi menggunakan teknologi dan sumber-sumber organisasional
lainnya untuk mempertimbangkan perbedaan masing-masing pasien.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personalisasi Pelayanan Kesehatan
Beberapa faktor yang membuat personalisasi dapat diterapkan pada sistem
pelayanan kesehatan adalah sistem-sistem informasi yang lebih baik dan lebih kuat,
termasuk perekaman medis secara elektronik, pengembangan di bidang genetik dan
genomik, kemampuan untuk menyesuaikan produk-produk farmasi dengan
kebutuhan individual dan fisiologi pasien dengan lebih baik (Hamburg dan Collins,
2010), meningkatkan perhatian terhadap perawatan mandiri pasien dan penggunaan
internet untuk informasi kesehatan, pengobatan terapi medis bersama di antara
anggota kelompok pendukung, dan keterbukaan provider dan pembayar pada terapi-
terapi alternatif (Barratt, 2008; Pfaff dkk, 2010; Piller dan Tseng, 2010).
Personalisasi merupakan perluasan yang logis dari pengobatan berbasis
fakta, dimulai dengan mode standar perawatan, kemudian menyesuaikannya
berdasarkan karakteristik dan keinginan seseorang. Pengaturan massal dan
personalisasi hanya dapat dicapai dalam organisasi yang belajar dengan
5
kepemimpinan yang kokoh, visioner dan manajemen yang sangat baik. Penyesuaian
perawatan untuk pasien harus menjadi prioritas strategis untuk sistem pelayanan
kesehatan agar dapat mencapai nilai yang diharapkan.
Masa Depan Personalisasi Pelayanan Kesehatan
Perkembangan industri sehubungan dengan personalisasi kelak akan diikuti
oleh pelayanan kesehatan, mengingat CQI dalam pelayanan kesehatan berevolusi
dari aplikasinya di bidang industri (Bab 1). Organisasi pelayanan kesehatan yang
dapat memperlihatkan hubungan dan proses-proses perolehan dan konfigurasi yang
sempurna bersama pasien akan maju sebagai organisasi yang memahami bahwa
nilai-nilai pasien akan menentukan pilihan perawatan kesehatan mereka dan industri
yang bersangkutan di masa yang akan datang.
Perpindahan menuju personalisasi ini akan menjadi perubahan yang
signifikan, karena kecenderungan upaya-upaya peningkatan berkelanjutan adalah
suatu penarikan keuntungan—dimulai dengan proses yang sudah ada kemudian
mengembangkannya. Kini, dengan data yang lebih baik mengenai keragaman dalam
pelayanan kesehatan dan kerugian manusia akibat kesalahan medis, dan dengan
metode-metode serta peranti elektronik yang lebih maju, pendulum politik dan
kebijakan publik telah condong kepada rasionalisasi untuk sistem pelayanan
kesehatan.
TUGAS YANG MENANTI
Upaya-upaya yang difokuskan kepada peningkatan berkelanjutan harus dapat
mengenali peralihan yang terjadi dalam penyampaian perawatan kesehatan.CQI
harus melampaui pemahaman dasar dan kontrol variasi untuk membantu
perkembangan perubahan dan inovasi, dan para pelakunya pun perlu bersiap
6
menghadapi pergeseran paradigma seperti personalisasi massal. Tantangan yang
dihadapi rumah sakit, organisasi pelayanan kesehatan dan penyedia layanan lainnya
adalah menambah nilai. Mereka harus menunjukkan bahwa layanan-layanannya
efisien dan bahwa mereka meningkatkan hasil pelayanan tersebut bagi
perseorangan, populasi target dan kadang-kadang komunitas yang lebih besar.
Seluruh stakeholder, termasuk rumah sakit, penjamin dan kelompok
profesional, harus memandang diri mereka dalam proses transisi yang mengatur
pelayanan untuk perseorangan sembari meningkatkan status kesehatan dalam
populasi dengan sumber-sumber yang ada. Secara berkesinambungan, para pembeli,
pelanggan, konsumen, pesaing dan pembuat peraturan akan memperoleh informasi
untuk menaksir biaya, mutu, penggunaan dan ketersediaan layanan kesehatan.
Sistem informasi harus dibuat fleksibel, mudah dikembangkan, tersedia dan mudah
digunakan. Teknologi informasi harus menyediakan informasi yang akurat, tepat
waktu, berguna bagi para pembuat keputusan, mudah diakses dan dapat
menampung permintaan para penyedia layanan, manajer dan pegawai. Sistem
informasi harus memberikan umpan balik yang dapat dipadukan dengan sistem
dalam aturan yang tepat waktu dan fungsional.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan informasi, organisasi
pelayanan kesehatan pun menyadari bahwa mereka harus mengurangi dan
mengatur kembali kepegawaian dalam organisasi. Untuk mewujudkan perubahan,
para petugas klinis dan manajer perlu membantu perkembangan mutu pekerjaan,
memberi penghargaan kepada kinerja tinggi dan setia, menjamin komitmen dari
para pegawai dan membangun semangat pembelajaran dan pewenangan sambil
terus menjalankan transisi yang berkelanjutan dan fundamental.
MENGELOLA TRANSFORMASI DAN PEMBELAJARAN
Agar berhasil dalam lingkungan yang berubah, organisasi pelayanan
kesehatan harus lancar mengelola proses-proses transformasi dan mengambil
tantangan menjadi “organisasi pembelajaran”, yaitu “tempat orang-orang
memperluas kapasitas mereka untuk memberikan hasil yang benar-benar
7
diharapkan, tempat pola-pola pemikiran baru dan luas dipelihara, tempat
pengumpulan aspirasi dibebaskan dan tempat orang-orang terus belajar untuk
belajar bersama” (Peter Senge, 1990, hal. 3). Pelayanan kesehatan berada dalam
proses peralihan dari model profesional yang dicirikan dengan tanggung jawab
perseorangan, otonomi profesional, akuntabilitas menuju model transformasional
yang dikarakterisasikan dengan tanggung jawab yang diemban bersama dan
pembuatan keputusan yang kolaboratif, inovasi secara kontinu, dan pembelajaran.
Beberapa ciri pokok model transformasional pada CQI:
Tanggung jawab bersama oleh pimpinan dan para pegawainya, juga
janggung jawab perorangan. Para pengelola pelayanan kesehatan dan
pimpinan klinik berbagi tanggung jawab untuk memenuhi misi organisasional
dengan personel lainnya. Setiap orang, tim, unit dan departemen bersedia
mengemban tanggung jawab mereka.
Kepemimpinan orang-orang dari berbagai level. Peran-peran kepemimpinan
untuk menentukan keputusan dan memandu perubahan harus disokong
kepada orang-orang yang bekerja dalam peran-peran manajerial atau klinis,
pegawai, atau petugas lapangan. Untuk inovasi dan performa yang meningkat
secara nyata, orang-orang dari ujung lancip perlu dilibatkan dalam
merancang dan menentukan peningkatan proses dan kualitas.
Proses yang dipacu oleh hasil dan nilai. Orang-orang di dalam organisasi
pelayanan kesehatan yang bertransformasi menunjukkan komitmen
terhadap pencapaian hasil, peningkatan mutu, dan penambahan nilai.
Pembuatan keputusan bersama. Orang-orang harus memahami inti dari
bisnis, nilai dan misi organisasi sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam
keputusan-keputusan yang berakibat pada mereka. Orang-orang perlu
memahami peran mereka dalam membantu keberhasilan organisasi, juga
perlu menentukan peran mereka serta kontribusi yang akan diberikan.
Perencanaan yang berkesinambungan. Perubahan transformasional dalam
organisasi mempersiapkan orang-orang untuk berpartisipasi dalam
8
perencanaan dan mengantisipasi langkah selanjutnya untuk proses
perubahan yang evolusioner. Saat organisasi melangsungkan perubahan yang
biasa dan dinamis, semua orang dalam organisasi harus diberi tahu dan
dilibatkan untuk menentukan perubahan yang diperlukan, urutannya dan
metode pelaksanaan yang akan digunakan.
Orientasi masa depan. Organisasi pelayanan kesehatan harus menentukan
masa depan dan menyusun pandangan-pandangan mereka tentang cara
mewujudkannya. Kepemimpinan transformasional harus dapat terus-
menerus membawa visi maju mengenai masa depan organisasi dan
menunjukkan hal-hal yang dapat dicapai pada saat ini dan yang akan dicapai
di masa mendatang.
Penilaian pengembangan kinerja. Selain memberikan penghargaan dan
menilai peningkatan kinerja untuk setiap pegawai dan tim, organisasi
transformasional harus mengadakan sumber-sumber yang nyata dan
struktur-struktur pendukung untuk mengenali kreativitas dan inovasi. Para
pegawai perlu mengetahui bahwa mereka akan diberi penghargaan atas
tindakan mereka keluar dari jalur tradisional untuk merancang dan
membangun kembali oraganisasi
Inovasi yang terus-menerus. Organisasi pelayanan kesehatan perlu
membentuk sistem yang memberi penghargaan kepada orang-orang atas
pekerjaan mereka. Sistem yang jelas untuk mengenali kinerja yang menonjol
dan kontribusi dari para provider, administrator dan pegawai dapat memberi
semangat kepada yang lain dan memberikan standar untuk menilai kinerja
yang kurang (Pascale dkk, 1997).
PARA PEMIMPIN DOKTER DAN TRANSFORMASI
Ada banyak peran bagi para dokter dalam memimpin dan mengelola
organisasi yang sedang bertransformasi. Untuk menjamin kepemimpinan dokter,
penting untuk mengenali hal-hal yang menarik para dokter untuk berpartisipasi
9
dalam merencanakan dan mewujudkan perubahan organisasional, kemudian
memberikan kesempatan kepada mereka untuk melatih kemampuan memimpin
dalam organisasi transformasional yang bersangkutan. Para dokter memiliki peran-
peran sentral dalam membantu menjelaskan tujuan-tujuan yang harus dicapai
sehubungan dengan status kesehatan dan kinerja-kinerja kualitas. Strategi-strategi
organisasi dapat melengkapi peran-peran para dokter untuk meningkatkan nilai
perawatan klinis jika dirancang dengan baik.
Strategi-Strategi Pembelajaran
Tangga penyimpulan (ladder of inference) (Argyris, 1990) adalah suatu model
yang menunjukkan arti penting untuk memperjelas persepsi, memeriksa pesepsi
dengan fakta-fakta yang ada, dan menilai pengaruh dari kepercayaan dan sikap
kultural (Senge dkk, 1994). Tangga penyimpulan dapat meningkatkan komunikasi
dengan tiga cara:
1. Dengan menyadari pemikiran seseorang dan memberi alasannya, seseorang
dapat belajar untuk bercermin/refleksi.
2. Ketika seseorang telah bercermin pada pemikiran dan pemberian alasannya
sendiri, orang tersebut dapat membela posisinya terhadap orang lain.
3. Setelah seseorang memahami dengan lebih baik mengenai pencerminan dan
membela diri, dia juga akan dapat mempertanyakan pemikiran dan alasan
dari anggota tim yang lain.
Jika digabungkan, kecakapan melakukan refleksi, pembelaan dan
penyelidikan menjadi kecakapan komunikasi penting yang memudahkan tim dan
pembelajaran organisasi. Untuk meningkatkan pembelajaran dalam organisasi, para
manajer dan pemimpin dokter dapat memancing komunikasi dalam beberapa cara:
Uji penerimaan dengan mengumpulkan fakta. Setelah seseorang mampu
menjelaskan seseuatu yang diyakini, orang lain akan memintanya untuk
membuktikan kesimpulannya. Dengan mengadakan diskusi terbuka yang
memperbolehkan para anggotanya untuk menjelaskan fakta-fakta yang
10
digunakan, mereka dapat mempelajari data yang mereka pilih, data yang
terabaikan dan yang terlewat.
Melibatkan orang-orang dalam mendiskusikan hal-hal yang menurut mereka
benar. Perbedaan-perbedaan dapat muncul berdasarkan pengalaman,
prasangka dan keyakinan kita sendiri. Organisasi-organisasi pelayanan
kesehatan perlu mengembangkan kebiasaan yang mendukung dan lebih
fokus kepada gagasan-gagasan dan kepandaian para pekerja pelayanan
kesehatan melalui filosofi-filosofi manajemen berbasis komitmen daripada
menyesakkan provider dengan aturan yang terlalu ketat, memaksakan
pemenuhan dan melemparkan kesalahan.
Mempersiapkan orang-orang untuk mengajar dan belajar. Tidak semua orang
siap mempelajari hal yang sama pada saat yang sama. Para manajer dan
petugas klinis harus mampu mengenali tingkat kesiapan mereka dan
menggunakan cara yang tepat untuk mengajar dan melatih para personelnya.
Menyatukan fokus belajar dan mengajar. Untuk membangun organisasi
pembelajaran, para manajer dan petugas klinis harus memastikan bahwa
kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik yang ada setara dengan insentif bagi
orang-orang untuk memenuhi, mengembangkan dan mempraktikkan
kecakapan mereka.
Mengembangkan sudut pandang yang dapat diajarkan. Para dokter dan
petugas klinis lain perlu menceritakan kisah mereka yang menggambarkan
nilai-nilai penting, keyakinan dan harapan. Dengan menceritakan kisah
mereka, para pemimpin memberikan contoh yang nyata dan jujur mengenai
kesuksesan, kegagalan dan pembelajaran sembari menyampaikan nilai-nilai,
perilaku dan kecakapan yang penting bagi organisasi.
Menjadi contoh/teladan. Para pemimpin yang memperlihatkan sikap positif
untuk pencapaian yang tinggi dapat memicu komitmen dan performa dari
pihak-pihak di sekitarnya.
11
Strategi-Strategi untuk Melibatkan Dokter
Dalam organisasi pelayanan kesehatan, partisipasi dan keterlibatan dokter
dalam perubahan dan transformasi organisasional adalah suatu keharusan. Untuk
menjamin partisipasi dari para pemimpin dokter ada beberapa cara yang dapat
dipakai para manajer:
Menyediakan informasi mengenai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi.
Memberikan informasi yang eksplisit mengenai tujuan-tujuan yang akan
dipenuhi merupakan hal penting untuk memperoleh kepercayaan dan
partisipasi dari orang lain.
Menyamakan gaya dan tugas kepemimpinan. Dengan menghadiri