LAPORAN AKHIRCOMMUNITY HEALTH ANALYSIS
HUBUNGAN PERILAKU PERAWATAN GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI
PADA ANAK DI SD N 1 KLAPAGADING WILAYAH KERJA PUSKESMAS I
WANGON
Disusun OlehGaluh Ajeng P G4A014036Danny Amanati A G4A014037
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN
MASYARAKATJURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN
2015
LEMBAR PENGESAHANCOMMUNITY HEALTH ANALYSIS
HUBUNGAN PERILAKU PERAWATAN GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI
PADA ANAK DI SD N 1 KLAPAGADING WILAYAH KERJA PUSKESMAS I
WANGON
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dariKepaniteraan Ilmu
Kedokteran Komunitas /Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan
KedokteranFakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Disusun Oleh:Galuh Ajeng P G4A014036Danny Amanati A
G4A014037
Telah dipresentasikan dan disetujuiTanggal .
Preseptor LapanganTanda tangan dan stempel institusi
dr. Tulus Budi Purwanto NIP. 19820327.200903.1.006
Preseptor FakultasTanda Tangan
dr. Nendyah Roestijawati, MKKNIP. 19701110.200801.2.026
I. PENDAHULUAN
A. Latar BelakangPenyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang
termasuk dalam sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar di
berbagai wilayah Indonesia. Oleh karena itu, kesehatan gigi dan
mulut pada masyarakat Indonesia perlu diperhatikan (Mikail, B.,
Candra, A., 2011). Kebersihan gigi dan mulut merupakan hal yang
sangat penting dalam mencegah dari terjadinya penyakit-penyakit
rongga mulut. Jika ditinjau dari segi fungsinya, gigi dan mulut
mempunyai peran yang besar dalam mempersiapkan makanan sebelum
melalui proses pencernaan yang selanjutnya. Oleh karena gigi dan
mulut merupakan salah satu kesatuan dari anggota tubuh yang lain,
kerusakan pada gigi dan mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh
secara langsung atau tidak langsung. Selain itu, kebersihan gigi
dan mulut juga berperan penting dalam menentukan gambaran dan
penampilan diri seseorang tersebut, sekaligus berkaitan dengan
kepercayaan atau keyakinan terhadap dirinya (Pratiwi, 2007).Menurut
World Health Organization (WHO), penyakit rongga mulut yang sering
dihadapi oleh anak umumnya merupakan penyakit gigi berlubang
(dental cavity) atau karies gigi, 60-90% anak anak sekolah di
seluruh dunia mengalami karies gigi walaupun angkanya berbeda
setiap kawasan geografi yang berbeda (WHO, 2010). Hasil penelitian
Siagian and Barus (2008) menemukan bahwa 95% anak sekolah dasar
mempunyai kesehatan gigi dan mulut yang buruk sehingga menderita
karies gigi.Karies gigi dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat
dan merupakan penyakit gigi yang paling banyak diderita oleh
sebagian besar penduduk Indonesia. Dilihat dari kelompok umur,
golongan umur muda lebih banyak menderita karies gigi dibanding
umur 45 tahun keatas. Umur 10-24 tahun karies giginya adalah
66,8-69,5% umur 45 tahun keatas 53,3% dan umur 65 tahun keatas
sebesar 43,8% (Depkes, 2000).Prevalensi kejadian karies pada
penduduk Indonesia pada tahun 1995 sebesar 63% meningkat pada tahun
2011 menjadi 90% (Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi,
2011). Prevalensi karies di Indonesia menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 mencapai 90,05%. Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 memperlihatkan, terdapat 72,1%
masyarakat Indonesia memiliki masalah gigi berlubang dan 46,5% di
antaranya adalah karies aktif yang belum dirawat. Prevalensi karies
gigi di Jawa Tengah adalah berkisar 60 80 %. Depkes RI (2006)
menunjukkan prevalensi karies gigi di Indonesia sekitar 90% dari
238 juta penduduk Indonesia dan jumlah anak-anak usia 15 tahun ke
bawah yang menderita karies gigi mencapai 76,5%. Upaya pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan gigi terutama
pada kelompok anak sekolah perlu mendapat perhatian khusus karena
pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh kembang. Keadaan
gigi sebelumnya akan berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan
gigi pada usia dewasa nanti. (Wahyuningrum, 2002).Notoatmodjo
(2004), menjelaskan penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan
mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau
sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Perkara ini dapat
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan anak-anak tentang perawatan
gigi dan mulut yang sebenarnya.Hasil survey usaha kesehatan
sekolah, penyakit karies gigi merupakan penyakit yang berada di
urutan pertama penyakit penyakit gigi dan mulut yang banyak
diderita oleh anak sekolah dasar. Kejadian karies gigi yang
menjalani perawatan di Puskesmas I Wangon pada Tahun 2014 berjumlah
51 pasien. Namun jumlah tersebut bukan merupakan jumlah kejadian
yang sesungguhnya, karena masih ada penderita karies gigi yang
berobat ke pelayanan dokter gigi pribadi maupun yang tidak pernah
memeriksakan gigi ke Puskesmas dan data tersebut tidak terpantau
oleh Puskesmas. Berdasarkan studi pendahuluan, didapatkan 17 anak
yang menderita karies gigi dari 33 siswa siswi dikelas empat atau
sebesar 51,515 %. Tingginya angka karies gigi diduga disebabkan
faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut.
Hal ini berpengaruh terhadap kejadian karies pada anak. Berdasarkan
uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti perilaku perawatan
gigi dengan kejadian karies gigi pada murid kelas 4 Sekolah Dasar 1
Kelapa Gading Kecamatan Wangon.B. Tujuan1) Tujuan UmumMelakukan
analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di wilayah
kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten Banyumas2) Tujuan Khususa.
Menentukan prevalensi karies gigi pada anak di SD N 1 Klapagading
Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon b. Menentukan perilaku perawatan
gigi yang ada di wilayah kerja Puskesmas I Wangonc. Mencari
alternatif pemecahan masalah karies gigi pada anak di wilayah kerja
Puskesmas I Wangond. Melakukan intervensi terhadap penyebab karies
gigi pada anak untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas I Wangon.C. Manfaat1. Manfaat TeoritisMenjadi dasar untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang permasalahan kesehatan
yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas I Wangon 2. Manfaat
Praktisa. Bagi mahasiswaMenjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut
mengenai masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Wangon I. b.
Bagi masyarakatMemberikan informasi kesehatan (promotif, preventif,
dan rehabilitatif) kepada masyarakat yang terpilih untuk penelitian
khususnya berkaitan dengan karies gigi pada anak.c. Bagi instansi
terkaitMembantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah karies gigi
pada anak sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
menentukan kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan
masalah.d. Bagi Fakultas Kedokteran UNSOEDUntuk menambah bahan
referensi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian
selanjutnya.
6
50
II. ANALISIS SITUASI
A. Gambaran UmumPuskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian
dari wilayah kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang
lebih 40 km2. Wilayah kerja Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa,
dengan desa yang memliki wilayah paling luas adalah Randegan dengan
luas 10,4 km2, dan yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5
km2.Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :a. Utara: Wilayah Puskesmas
II Wangonb. Selatan: Wilayah Kabupaten Cilacapc. Timur: Wilayah
Puskesmas Jatilawangd. Barat: Wilayah Puskesmas LumbirLuas lapangan
lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai berikut :a.
Tanah Sawah: 8.625,00 Hab. Tanah Pekarangan: 57,16 Hac. Tanah
Tegalan: 1.889,79 Ha d. Tanah Hutan Negara: 209,00 Hae. Tanah
Perkebunan Rakyat: 85,00 Haf. Lain-lain: 241,00 HaB. Keadaan
Demografi1. Pertumbuhan PendudukBerdasarkan data dari kecamatan dan
desa, untuk wilayah Puskesmas I Wangon jumlah penduduk sampai
dengan akhir tahun 2011 adalah 55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769
jiwa laki-laki dan 28.463 jiwa perempuan dan 16.508 KK. Jumlah
penduduk terbanyak adalah Desa Klapagading Kulon sebanyak 11.153
jiwa, sedangkan yang terendah adalah Desa Banteran dengan 4.275
jiwa.2. Kepadatan PendudukPenduduk di wilayah puskesmas I Wangon
penyebarannya tidak merata terbukti dengan adanya jumlah penduduk
yang tinggi dan rendah. Kepadatan penduduk di wilayah kerja
Puskesmas I Wangon adalah 1.398 jiwa /km2, dengan desa terpadat
adalah Klapagading Kulondengan kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan
desa dengan kepadatan penduduk terendah adalah Randegan dengan 682
jiwa/km2.C. Situasi Derajat Kesehatan1. MortalitasGambaran
perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari
kejadian kematian di masyarakat. Di samping itu kejadian kematian
juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan
pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya.
Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan
berbagai survey dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan
penyakit-penyakit yang terjadi pada periode tahun 2014 akan
diuraikan di bawah ini.a. Angka Kematian BayiTahun 2014 terdapat 11
kasus kematian bayi dari 1034 kelahiran hidup. Jika dikonversi maka
AKB di Puskesmas I Wangon adalah 10,5 per 1000 kelahiran hidup.
Dibanding tahun sebelumnya jumlah kematian bayi tahun ini menurun.,
di mana tahun 2013 terdapat 20 kasus kematian bayi dari 1036
kelahiran hidup (AKB 19,3 per 1000 kelahiran hidup). Jika
dibandingkan dengan Indikator Indonesia Sehat 2010, AKB di
puskesmas I Wangon masih lebih rendah, begitu juga dibandingkan
cakupan MDGs ke-4 tahun 2015 (IIS = 40 per 1000 kelahiran hidup,
MDGs 2015 = 17 per 1000 kelahiran hidup). Penurunan kasus kematian
bayi di wilayah kerja Puskesmas I Wangon akan terus diupayakan
dengan meningkatkan upaya promotif preventif baik program KIA,
gizi, imunisasi maupun promkes.b. Angka Kematian IbuSebagai
Puskesmas PONED, Puskesmas I Wangon berusaha menekan angka kematian
ibu serendah mungkin. Tahun 2014 terdapat 1 kasus kematian ibu.
Menurut data pelacakan dari RS yang merawat, penyebab kematian
karena penyakit jantung yang diderita (infark miokard akut).c.
Angka Kematian BalitaJumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon sebanyak 5521 balita, di mana terdapat 8 kasus kematian
balita. Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kenaikan kejadian
kematian balita.d. Angka KecelakaanSelama tahun 2014 di wilayah
kerja Puskesmas I Wangon terjadi sebanyak 589 kejadian kecelakaan.
Dari peristiwa itu korban yang meninggal dunia sebanyak 4 orang,
sementara korban luka berat sebanyak 160 orang dan luka ringan
sebanyak 618 orang.2. Morbiditasa. Penyakit MalariaSelama tahun
2014 di Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai kasus malaria, hal ini
sama dengan tahun lalu juga tidak terdapat kasus malaria.b. TB
ParuJumlah kasus TB paru klinis tahun 2014 di Puskesmas 1 Wangon
sebanyak 81 kasus, sebanyak 26 kasus baru BTA (+), sementara pada
tahun sebelumnya didapatkan 33 kasus TB paru positif atau ditemukan
penurunan sebanyak 7 kasus TB paru (+). Jumlah ini tidak
mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena masih ada penderita TB
yang berobat ke praktek pribadi dokter dan tidak terpantau oleh
puskesmas.c. HIVSelama tahun 2014 tidak didapatkan kasus HIV/AIDS
di wilayah Puskesmas 1 Wangon.d. AFP/ Acute Flaccid Paralysis
Selama tahun 2014 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah Puskesmas 1
Wangon.e. Demam Berdarah DengueSelama tahun 2014 didapatkan 11
kasus DBD di wilayah Puskesmas 1 Wangon. Dari jumlah kasus itu
tidak ada penderita yang meninggal, semua dapat ditangani dengan
baik di Puskesmas maupun dirujuk ke Rumah Sakit terdekat.
Masyarakat kecamatan Wangon turut berperan aktif dalam program
kegiatan PSN untuk mncegah terjadinya DBD.f. DiareSelama tahun 2014
terdapat 923 kasus Diare, dengan angka kejadian tertinggi pada
warga Wangon sebanyak 200 kasus. Tidak dijumpai penderita yang
meninggal akibat diare.g. Pneumonia BalitaSelama tahun 2014 di
Puskesmas I Wangon ditemukan sebanyak 21 kasus pneumonia dari
perkiraan sebanyak 552 kasus (3,8%).D. Status GiziTotal jumlah
balita sebanyak 4.288 anak, dirinci sebagai berikut :1. Balita yang
ditimbang: 3.445 anak2. Berat Badan Naik: 2.463 anak3. Bawah Garis
Merah: 12 anak4. Gizi Buruk: 1 anak, yaitu di RawahengSeluruh
daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.1. ASI ekslusifDari
total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
sebanyak 402 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan sebanyak 257
anak atau sekitar 63,9%. Meskipun meningkat, edukasi kepada warga
masyarakat tentang ASI eksklusif tentang pentingnya ASI ekslusif
akan terus kami galakkan.
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
A. Daftar Permasalahan KesehatanMasalah adalah kesenjangan
antara realitas (kenyataan) dengan keinginan (target, standar).
Masalah dapat diidentifikasi dengan melihat kriteria sebagai
berikut:1. Berdampak pada banyak orang 2. Ada konsekuensi serius 3.
Adanya kesenjangan yang nyata 4. Menunjukan trend yang meningkat 5.
Bisa diselesaikan (ada intervensi yang terbukti efektif).Kegiatan
Kepanitraan Ilmu Kesehatan (IKM) di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon mengidentifikasi permasalahan dilihat dari angka kesakitan
penyakit di wilayah kerja Puskesmas I Wangon. Angka kesakitan
tersebut diambil dari besar penyakit di Puskesmas I Wangon.
Tabel 3.1. Permasalahan Kesehatan Gigi Puskesmas I Wangon
2014No.Nama PenyakitJumlah
1.Karies gigi51
2.Kelainan pulpa & periapikal38
3.Kelainan gusi & periodintis1004
4.Persistensi814
5.Abses 349
Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Wangon 2014
B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode
Tertentu)Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di Puskesmas I
Wangon dengan menggunakan metode Hanlon, di mana prioritas masalah
didasarkan pada empat kriteria yaitu:Komponen A : besarnya
masalah1. Besarnya masalah didasarkan pada ukuran besarnya populasi
yang mengalami masalah tersebut.2. Bisa diartikan sebagai angka
kejadian penyakit.3. Angka kejadian terbesar diberikan skor lebih
besar. Komponen B : keseriusan masalah1. Urgensi : apakah masalah
tersebut menuntut penyelesaian segera dan menjadi perhatian
publik.2. Keparahan (severity): memberikan mortalitas atau
fatalitas yang tinggi.3. Ekonomi (cost) : besarnya dampak ekonomi
kepada masyarakat. Masing- masing aspek diberikan nilai skor. Aspek
paling penting diberikan aspek yang paling tinggi kemudian dirata-
rata.Komponen C : ketersediaan solusi1. Ketersediaan solusi yang
efektif menyelesaikan masalah.2. Semakin tersedia solusi efektif
diberikan skor yang semakin tinggi. Komponen D : kriteria
PEARLBerupa jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, tidak
diberikan skor 01. P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah
2. E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat 3. A :
Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat 4. R : Resources :
adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah 5. L: Legality :
tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada
Penentuan prioritas masalah di Puskesmas I Wangon sebagai
berikut :Kriteria A (besarnya masalah).Untuk menentukan besarnya
masalah kesehatan diukur dari banyaknya penderita :1. 25 % atau
lebih = 102. 10% - 24,9% = 83. 1% - 9,9 % = 64. 0,1% - 0,9% = 45.
0,01% 0,09% = 26. Kurang dari 0,01% = 0
Tabel 3.2 Nilai Kriteria A metode Hanlon Masalah
kesehatanBesarnya masalah dari data sekunder Puskesmas I Wangon
(%)
0,01%
0,01%-0,09%
0,1%- 0,9%1%- 9,9 % 10%- 24,9%25% atau lebihNILAI
Karies gigiX6
Kelainan pulpa & periapikalX6
Kelainan gusi & periodintisX10
PersistensiX10
Abses X8
Kriteria B (kegawatan masalah)Keparahan (paling cepat
mengakibatkan kematian)a. Tidak parah : 1b. Kurang parah : 2c.
Cukup parah: 3d. Parah: 4e. Sangat parah : 5Urgensi (harus segera
ditangani, apabila tidak ditangani dapat menyebabkan kematian)a.
Tidak urgen: 1b. Kurang urgen: 2c. Cukup urgen: 3d. Urgen: 4e.
Sangat urgen: 5Biaya (biaya penanggulangan)a. Sangat murah: 1b.
Murah: 2c. Cukup mahal: 3d. Mahal: 4e. Sangat mahal: 5
Tabel 3.3 Nilai Kriteria B metode
HanlonMasalahKeparahanUrgensiBiayaNilai
Karies gigi2226
Kelainan pulpa & periapikal2226
Kelainan gusi & periodintis2237
Persistensi1124
Abses 3339
Kriteria C (ketersediaan solusi)Ketersediaan solusi dilihat dari
apakah sumber daya yang ada mampu digunakan untuk menyelesaikan
masalah. Kriteria pemberian skor sebagai berikut :1. Sangat
efektif: 102. Relatif efektif: 83. Efektif: 64. Moderate efektif:
45. Relative inefektif : 26. Inefektif : 0Penentuan nilai C
dilakukan dengan pemberian skor dari empat orang kemudian diambil
rata- ratanya.
Tabel 3.4 Nilai Kriteria C metode Hanlon Masalah KesehatanC
Karies gigi6
Kelainan pulpa & periapikal4
Kelainan gusi & periodintis4
Persistensi4
Abses 2
Kriteria D (PEARL faktor)Propriety: Kesesuaian (1/0)Economic:
Ekonomi murah (1/0)Acceptability: Dapat diterima (1/0)Resources
availability: Tersedianya sumber daya (1/0)Legality: Legalitas
terjamin (1/0)Tabel 3.5 Nilai Kriteria D metode
HanlonMasalahPEARLHasil Perkalian
Karies gigi111111
Kelainan pulpa & periapikal111111
Kelainan gusi & periodintis111111
Persistensi111111
Abses 111111
Penetapan prioritas masalah dilakukan setelah komponen A, B, C,
D diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :Nilai prioritas
dasar (NPD) = (A+B) x CNilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x
DMasalahABCDNPDNPTUrutan prioritas
PEARL
Karies gigi6661111172721
Kelainan pulpa & periapikal6641111148484
Kelainan gusi & periodintis10741111168682
Persistensi10441111156563
Abses 8921111134345
Dari perhitungan diatas didapatkan prioritas masalah sebagai
berikut :1. Karies gigi2. Kelainan gusi dan perdontitis3.
Persistensi4. Kelainan pulpa dan periapikal5. Abses
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karies Gigia. DefinisiKaries adalah kerusakan setempat yang
progresif dari struktur jaringan keras gigi dan merupakan penyebab
paling umum dari penyakit pulpa. Karies hanya akan terjadi jika ada
bakteri tertentu di permukaan gigi. Produk metabolisme bakteri ini,
yakni asam organik dan enzim proteolitik, menyebabkan rusaknya
email dan dentin. Metabolisme bakteri yang berdifusi dari lesi ke
pulpa mampu menimbulkan respon imun dan reaksi inflamasi. Dentin
yang terpapar lesi karies akan mengakibatkan infeksi bakteri pada
pulpa, terutama setelah karies tersebut memajankan pulpa Hal ini
kemudian dapat menimbulkan rasa sakit, terganggunya fungsi
mastikasi, inflamasi jaringan gingiva, pembentukan abses, perubahan
penampilan estetik pasien, dan efek-efek sosial yang berkaitan
dengannya (Walton dan Torabinejad, 2008).b. Faktor Risiko
KariesRisiko karies merupakan risiko terjadinya sebuah lesi karies
pada seseorang. Peningkatan risiko karies merupakan hasil dari
beberapa faktor penyebab karies yang sesuai ataupun mekanisme
pertahanan yang tidak cukup sehingga mengarah kepada perbedaan
prevalensi karies. Risiko karies dapat dikelompokkan menjadi dua
faktor, yaitu faktor yang mempengaruhi proses karies dan faktor
yang berhubungan dengan kejadian karies. Faktor risiko karies
adalah hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor
yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies,
penggunaan fluor, oral hygiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan,
serta faktor risiko demografi atau faktor modifikasi karies,
seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi (Kidd et al.,
2002).1) Penggunaan Fluor Pemberian fluor yang teratur baik secara
sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam
mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan
remineralisasi. Namun demikian, jumlah kandungan fluor dalam air
minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan
kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan
dapat menyebabkan fluorosis.2) Oral Higiene Salah satu komponen
pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat dikurangi
dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan
gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif.
Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan alat
pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi
secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu
mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi
karies. Plak yang berada di daerah interdental dan sulit
dibersihkan melalui penyikatan gigi dapat disingkirkan dengan
menggunakan pembersih interdental. Penyingkiran plak dapat juga
dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur (oral rinse).3)
Jumlah Bakteri Segera setelah lahir, ekosistem oral pada bayi
terdiri atas berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam
mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling banyak dari
ibu atau ayah. Bayi yang memiliki S. mutans yang banyak, maka usia
2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi
susunya. Walaupun laktobasillis bukan merupakan penyebab terjadinya
karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang
mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.4) SalivaSaliva dapat
mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu: Aliran
saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga
menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari permukaan rongga
mulut. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion H- dan
F- ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan
remineralisasi. Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat serta
kandungan ammonia dan urea dalam saliva dapat menyangga dan
menetralkan penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak sedang
memetabolisme gula. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam
komponen non imunologi seperti lisozyme, lactoperoxydase, dan
lactoferrin mempunyai daya anti bakteri langsung terhadap
mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya dapat berkurang.
Molekul immunoglobin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang
terdapat dalam kelenjar liur, sedangkan komponen protein lainnya
diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar
keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya
karies.5) Pola makanPengaruh pola makan dalam proses karies
biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal
frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa
bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam
sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit
setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja
menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun,
apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi,
maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.6)
UmurPenelitian epidemologis menunjukkan terjadi peningkatan
prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang
paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini
meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi
sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan
gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling
tinggi ketika gigi mereka telah erupsi sedangkan orang dewasa lebih
berisiko terhadap terjadinya karies akar.7) Jenis KelaminSelama
masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang
lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene
wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M (missing)
yang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria mempunyai
komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMF.8) Sosial
& EkonomiKaries dijumpai lebih banyak pada kelompok sosial
ekonomi rendah daripada kelompok sosial ekonomi tinggi. Hal ini
dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok
sosial ekonomi tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu
pekerjaan dan pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor
sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang
mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan
sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi
perliakunya untuk hidup sehat.
B. PerilakuPerilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan (Depdikbud, 2001). Perilaku
merupakan segala kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung maupun tidk dapat diamati oleh piha luar (Notoatmodjo,
2007). Perilaku mempunyai peranan yang sangat bear terhadap status
kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat (Kartono, 2000).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan
suatu respon atau tanggapan seseorang setelah ada pemicu baik dari
dalam diri ataupun dari lingkungan.
1) Jenis-jenis perilakuSkinner dalam Notoadmodjo (2007)
menjelaskan bahwa perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, kemudian organisme tersebut memberikan respon
atas stimulus yang diperoleh. Untuk itu Skinner membagi dua jenis
perilaku berdasarkan respon terhadap stimulus-stimulus yang mungkin
muncul antara lain :a. Perilaku tertutup (Covert Behaviour)Perilaku
tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam entuk
perilaku tertutup (tidak terlihat/tidak nampak). Reaksi ini
terbatas pada perhatian, persepsi , pengetahuan, atau kesadaran dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus.b. Perilaku
terbuka (Overt Behaviour)Perilaku terbuka merupakan respon terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terlihat. Perilaku ini
dapat diamati oleh orang lain dengan mudah.2) Tahapan membentuk
perilakuPerilaku merupakan proses yang dilakukan berulang kali.
Perilaku tidak dapat muncul secara tiba-tiba. Rogers dalam
Notoadmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang memiliki
perilaku baru, maka orang itu melalui beberapa tahapan. Proses
tersebut antara lain awareness, interest, evaluation, trial, dan
adoptiona. Awareness Awareness merupakan tahap awal dalam
mengadopsi sebuah perilaku. Karena dengan kesadaran ini akan memicu
seseorang untuk berfikir lebih lanjut tentang apa yang dia
terima.b. InterestInterest merupakan tahap kedua setelah seseorang
sadar terhadap suatu stimulus. Seseorang ada tahap ini sudah mulai
melakukan suatu tindakan dari stimulus yang diterimanya.
c. EvaluationEvaluation merupakan sikap seseorang dalam
memikirkan baik buruk stiulus yang ia terima setelah adanya sikap
ketertarikan. Apabila stimulus yang dianggap buruk atau kurang
berksesan, maka ika akan diam atau acuh. Sebaliknya apabila
stimulus yang ia terima dianggap baik, ia akan membuat seseorang
melakukan suatu tindakand. TrialTrial merupakan tahap lanjutan pada
seseorang yang telah mampu memikirkan stimulus yang diperoleh baik
atau buruk. Sehinga menimbulkan keinginan untuk mencoba.e.
AdoptionAdoption merupakan thap terakhir setelah melewati
tahapan-tahapan sebelumnya. Perilau ini akan muncul sesuai dengan
kesadaran, pengetahuan, dan sikap yang dimiliki seseorang. Sehingga
ia mampu melakukan suatu tindakan yang dianggap baik atau salah
sesuai stimulus yang ia terima.
Perilaku akan terbentuk berdasarkan proses, begitu pula pada
perilaku kesehatan. Perilaku akan ditunjukkan dengan keyakinan yang
dimiliki. Keyakinan itu dipengaruhi oleh latar belakang intelektua
dan pengetahuan yang dimiliki (Potter & Peryy, 2005).
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilakuGreen dalam
Notoadmodjo (2007) menyebutkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor
penguat. Hal ini dapat dijelaskan seagai berikut :a. Faktor
Predisposisi (Predisposition factor)Faktor predisposisi merupakan
faktoryang menjadi daar melakukan suatu tindakan. Faktor
predisposisi pada seseorang diantaranya sikap, keyakinan,
nilai-nilai, persepsi, usia, status sosial ekonomi, jenis kelamin
yang menjadi pemincu seseorang melakukan tindakan.b. Faktor
Pemungkin (Enabling factor)Faktor emungkin merupakan faktor yang
memungkinkan motivasi atau keinginan untuk dapat terlaksana. Contoh
faktor pemungkin adalah kemampuan, sumber daya, ketersediaan
informasi, dan ketersediaan fasilitas.c. Faktor Penguat
(Reinforcing factor)Faktor penguat merupakan faktor yang muncul
setelah tindakan itu dilakukan. Faktor-faktor ini daat bersifat
negatif atau postif. Hal ini yang mempengaruhi perilaku seseorang
dari stimulus yang diterimanya. Contoh faktor penguat adalah adanya
manfaat atau ganjaran yang diterima seseorang.
C. Perawatan GigiPerawatan gigi merupakan usaha penjagaan untuk
mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Perawatan gigi sangat
penting dilakukan karena dapat menyebabkan rasa sakit pada anak,
infeksi, bahkan malnutrisi. Gigi yang sehat adalah gigi yang bersih
tanpaada lubang atau penyakit gigi lainnya. Perawatan gigi yang
dapat mencegah masalah gigi antara lain :a. Menggosok Gigi
(Brushing)Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menggosok
gigi yaitu :a) Cara menggosok gigi yang benarMasalah yang
seringkali ditemui pada masyarakat indonesia adalah cara menggosok
gigi yang slaah. Pada prinsipnya menggosok gi gi yang benar harus
dapat membersihkan semua sisa-sisa makanan terutama pada ruang
intradental. Gerakan sikat gigi tidak merusak jaringan gusi dan
mengabrasi lapisan gigi dengan menekan secara berlebihan. b)
Pemilihan sikat gigi yang benarSikat gigi menjadi salah satu faktor
dalam menjaga kesehatan gigi. Apabila kita salah memilih dan
mengginakan sikat gigi maka sisa-sisa makananyang ada dis ela gigi
tidak dapat terjangkau. Untuk anak usia sekolah sikat gigi yang
baik adalah sikat gigi dengan bulu halus yang terbuat dari nilon
panjang sekitar 21 cm (Potter & Perry, 2005). Pilih sikat gigi
yang kecil baik tangkai maupun kepala sikatnya sehingga mudh
dipegang dan tidak merusak gusi. Ujung kepala sikat menyempit agar
udah menjangkau selurih bagian mulu yang relatif kecil.c) Frekuensi
menggosok gigiMenggosok gigi sedikitnya empat kali sehari (setekah
makan dan sebelum tidur). Hal itu merupakan dasar untuk program
oral hygine yang efektif (Potter & Perry, 2005). Menggosok gigi
sebelum tidur sangat penting karena saat tidur terjadi interaksi
antara bakteri mulut dengan sisa makanan pada gigi (Hockenberry
& Wilson, 2007).b. Pemeriksaan ke Dokter GigiPersatuan Dokter
Gigi Indonesia (2006) mengatakan pemeriksaan gigi ke dokter gigi
masih sangat minim dilakukan pada masyarakat Indonesia. Padahal
apabila sejak dini anak diajarkan untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan gigi secara rutin 6 bulan sekali telah dicanangkan oleh
pemerintah. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada anak usia
sekolah, karena pada anak usia sekolah mengalami pergantian dari
gigi susu menjadi peramanen. Usaha lain yang dilakuka pemerintah
dalam menangani masalahh kesehatan gigi adalah Usaha esehatan Gigi
Sekolah (UKGS). UKGS ini merupakan bagian integral dari Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) yang melakukan pelayanan kesehatan gigi dan
mulu secara terencana.c. Mengatur MakananAnak pada usia sekolah
sering mengonsumsi makanan manis sepeti cokelat, permen, kue dan
lain sebagainya. Makanan manis mengandung larutan gula yang
memiliki konsentrasi tinggi. Larutan tersebut dapat menembus plak
gigi dan dimetabolisasi untuk menghasilkan asam sebelum
dinetralisasi oleh saliva. Konsumsi makanan tersebut apabila tidak
dikontrol dengan perawatan gigi yang benar akan berisiko terkena
karies gigi. Oleh karena itu anak pada usia sekolah dianjurkan diet
rendah gula dan tinggi nutrisi serta memperhatikan perawatan gigi
lainnya (Potter and Perry, 2005).
d. Penggunaan FluorideFluoride dibutuhkan oleh gigi untuk
menjaga gigi dari kerusakan, namun kadarnya harus diperhatikan.
Fluoride dapat menurunkan produksi asam dan meningkatkan
pembentukan mineral pada dasar enamel.e. FlossingFlossing membantu
pencegahan kasries gigi dengan menyingkirkan plak dan sisa makanan
pada sela gigi. Waktu yang tepat untuk dental flossing adalah
setelah menggososk gigi karena saat itu pasta gig masih ada dalam
mulut. Dental flossing yang dilakukan setelah menggosok gigi akan
membantu penyebaran pasta gigi ke sela-sela gigi (Columbia
University of dental Medicine, 2006). Flossing dilakukan satu kali
sehari.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruh Perawatan Gigia. Faktor
Internal1) UsiaUsia merupan salah satu faktor yang mempengaruhi
perawatan gigi pada anak. Siagan dalam Rasyidah (2002) mengemukakan
bahwa usia erat hubungannnya dengan tingkat kedewasaan teknik
maupun psikologis. Semakin bertambah usia seseorang maka berbanding
lurus dengan pengetahuan yang dimiliki. Penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi meningkat sesuai
bertambahnya usia. Pada usia 6 tahun prevalensi karies gigi sebesar
20%, kemudian mengalami peningkatan pada usia 14 tahun mencapai
97%.2) Jenis KelaminJenis kelamin memiliki faktor yang mempengaruhi
terhadap kejadian kerusakan gigi. Terdapat perbedaanbermakna pada
anak laki-laki dan perempuan dengan prevalensi karies gigi. Anak
perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki. Hal ini disebabkan pertumbuhan gigi pada anak perempuan
lebih awal daripada anak laki-laki sehingga masa terpajan dalam
mulut lebih lama.
3) PengalamanPengalaman dapat diperoleh dari diri sendiri maupun
orang lain. Pengalaman yang dialami menjadikan seseorang dapat
mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian yang telah lalusehingga
mengantisispasi hal negatif terulang kembali dikemudian hari. Anak
usia sekolah tidak akan mengkonsumsi permen tanpa menggosok gigi
setelahnya apabila ia belum memiliki atau melihat pengalaman orang
lain. Ia akan mengantisipasi hal yang dapat terjadi apabila
kegiatan terseut dilakukan (Notoadmodjo, 2010).4) MotivasiAnakusia
sekolah memiliki tanggung jawab dalam melakukan sesuatu, namun anak
sekolah memiliki motivasi rendah dalam memperhatikan penampilan dan
bau mulutsampai mereka usia remaja (Chadwick & Hosey, 2003;
Hockenberry & Chasey, 2007)b. Faktor Eksternal1) Peran orang
tuaOrang tua merupakan faktor penting pada perawatan kesehatan gigi
anak. Orang tua menjadi contoh dalam melakukan promosi kesehatan
gigi (Perry & Potter, 2005). Keberhasilan perawatan gigi pada
ank dipengaruhi oleh peran orang tua dalam melakukan perawatan
gigi. Orang tua yang menjadi teladan lebih efisisen dibandingkan
anak yang menggosok gigi tanpa contoh yang baik dari orang tua.2)
PengetahuanPengetahuan merupakan dasar terbentuknya perilaku.
Seseorang dikatakan kurang pengetahuan apabila dalam suatu kondisi
ia tidak mampu mengenal, menjelaskan dan menganalisis suatu keadaan
(Notoadmodjo, 2010).3) FasilitasFasilitas sebagai sebiuah sarana
informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang
(Notoadmodjo, 2010). Anak yang memiliki komputeer dengan akses
internet yang memadai akan memiliki pengetahuan tinggi tentang
perawatan gigi jika dibandingkan dengan anak yang memiliki televisi
saja4) Penghasilan Penghasilan memang tidak memiliki pengaruh
langsung terhadap engetahuan, namun penghasilan ini erat
hubungannya dengan ketersediaan fasilitas (Notoadmodjo, 2010)5)
Sosial BudayaKebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap
sesuatu (Notoadmodjo, 2010).
D. Kerangka Teori
Faktor Risiko : Perilaku perawatan gigi Penggunaan fluorOral
HyginePola makanJumlah bakteriSalivaUmurJenis KelaminSosial dan
EkonomiFasilitas Kepemilikan sikat gigi sendiriPenggunaan pasta
gigiKaries Gigi
E. Karies GigiPerilaku Perawatan Gigi Kerangka Konsep
F. HipotesisTerdapat Hubungan antara Perilaku Perawatan Gigi
dengan Kejadian Karies Gigi di SD N 1 Klapagading Wilayah Kerja
Puskesmas I Wangon.V. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain PenelitianJenis penelitian yang akan dilakukan
termasuk dalam penelitian analitik observasional dengan pendekatan
Cross Sectional yakni dengan menggunakan data primer yang diperoleh
dari subjek penelitian dlakukan hanya satu kali pada satu waktu
tanpa dilakukan intervensi dan menggunakan data sekunder dari
profil Puskesmas I Wangon 2015.
B. Ruang Lingkup KerjaRuang lingkup kerja dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas I Wangon yang melibatkan siswa siswi SD N 1
Klapagading Wangon. Hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih
tempat penelitian adalah berdasarkan hasil studi pendahuluan siswa
siswi dari SD N 1 Klapagading banyak yang memiliki masalah gigi
berlubang.
C. Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi dari penelitian ini
adalah siswa dan siswi yang bersekolah di SD N 1 Klapagading
Wangon.2. SampelSampel/responden adalah siswa dan siswi SD N 1
Klapagading Wangon kelas 4 pada tahun 2015. Obyek penelitian dengan
ketentuan sebagai berikut:Obyek penelitiaan dengan ketentuan
sebagai berikut:1. Besar sampelBesar sampel yang digunakan adalah
33 siswa dan siswi kelas 4 di SD N 1 Klapagading. 2. Metode
pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
menggunakan total sampling. Alasan mengambil total sampling karena
menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100
seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
D. Variabel Penelitian1. Variabel Bebas: Perilaku perawatan
gigi2. Variabel Terikat: karies gigi
E. Definisi Operasional Variabel1. Perilaku perawatan gigi1.
Definisiperilaku perawatan gigi adalah respon atau tindakan
seseorang dalam melakukan perawatan gigi untuk menjaga kesehatan
gigi. 1. Kriteriaa) Perilaku baik jika x>median (>51)b)
Perilaku buruk jika xmedian (51)1. Alat UkurKuesioner1.
SkalaOrdinal 1. Karies gigi1. DefinisiKaries gigi adalah sebuah
penyakit infeksi yang merusak struktur gigi atau daerah yang
membusuk di dalam gigi yang terjadi akibat suatu proses yang secara
bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah luar yang keras)
dan terus berkembang ke bagian dalam gigi. Diagnosis dilakukan oleh
dokter gigi atau perawat gigi setempat.1. Kriteriaa) Yab) Tidak1.
Alat UkurPemeriksaan oral oleh petugas kesehatan gigi.
1. SkalaNominal
F. Metode Pengambilan Dataa) Bahan dan AlatAlat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang telah digunakan
pada penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi
dengan Perilaku Perawatan Gigi pada Anak Usia Sekolah di SD N
Pondok Cina 4 Depok Universitas Indonesia untuk mengetahui usia,
jenis kelamin, dan perilaku perawatan gigi pada anak SD. b) Data
yang Dikumpulkan1) Data primer Data yang dikumpulkan oleh peneliti
sendiri yang diukur dengan kuesioner yang diisi oleh peneliti. 1)
Identitas 2) usia 3) Jenis kelamin 4) perilaku perawatan gigi. 2)
Data sekunder Data yang dikumpulkan oleh instansi, badan yang
terkait atau tidak dikumpulkan oleh peneliti sendiri, dan digunakan
oleh peneliti sendiri untuk melaksanakan dan melengkapi
penelitian.
G. Analisis Data1. Analisis DeskriptifDilakukan dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi tentang usia dan jenis
kelamin. Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi
untuk semua variabel yang diteliti.1. Analisis AnalitikAnalisis
bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat yang terdapat dalam
hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah chi
square tabel 2x2.H. Waktu dan lokasiKegiatan dilaksanakan pada
tanggal 15 Mei 2015 SD N 1 Klapagading.VI. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian1. Analisis UnivariatPelaksanaan penelitian
dilakukan di SD N 1 Kelapa Gading, Kecamatan Wangon, Kabupaten
Banyumas. Penelitian ini diawali dengan membagikan kuesioner
persetujuan menjadi responden, kemudian dilanjutkan dengan
pengisian kuesioner. Tabel 6.1. Distribusi Karakteristik
RespondenKarakteristikFrekuensiPresentase (%)
Usia siswa
9 tahun310,7
10 tahun1864,3
11 tahun27,1
12 tahun414,3
15 tahun13,6
Jenis Kelamin
Laki-laki1967,9
Perempuan932,1
Pekerjaan Orang Tua
Buruh1242,9
Guru13,6
Karyawan621,4
Pedagang932,1
Mempunyai sikat gigi
Ya28100
Tidak00
Memakai pasta gigi
Ya 2278,6
Tidak621,4
Berdasarkan Tabel 6.1. menunjukkan usia responden yang terbanyak
adalah berusia 10 tahun dengan presentase 64,3%. Untuk jenis kelmin
responden yaitu laki-laki 19 siswa dengan presentase 67,9% dan
perempuan 9 siswa dengan presentase 32,1%. Pekerjaan orang tua
siswa terbanyak yatu buruh dengan jumlah 2 siswa dan presentase
42,9%. Semua siswa memiliki sikat gigi dengan presentase 100% dan
22 anak menggunakan pasta gigi saat menggosok gigi dengan
presentase 78,6% dan 6 siswa tidak menggunakan pasta gigi saat
menggosok gigi dengan presentase 21,4%.
2. Analisis BivariatUntuk menguji hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat digunakan uji Chi-Square, variabel
dinyatakan berhubungan signifikan apabila nilai X2hitung lebih
besar dari X2tabel atau p value lebih kecil dari (0,05).Hubungan
Perilaku Perawatan Gigi dengan Kejadian Karies Gigiperiaku
perawatan gigi * karies gigi Crosstabulation
karies gigiTotal
yatidak
periaku perawatan gigibaikCount31215
Expected Count7.08.015.0
burukCount10313
Expected Count6.07.013.0
TotalCount131528
Expected Count13.015.028.0
Hasil pengujian Chi-square tidak didapatkan kotak yang memiliki
nilai expected kurang dari 5 (0%), sehingga digunakan uji
Chi-square (2 arah), dan didapatkan nilai p=0,000. Hasil uji
Chi-square menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara
perilaku perawatan gigi dengan kejadian karies gigi.
A. PembahasanBerdasarkan hasil penelitian klasifikasi usia
responden bahwa terbanyak adalah responden berusia 10 tahun dengan
jumlah siswa 18 siswa yaitu 64,3%, usia 11 tahun dengan jumlah 2
siswa dan presentase 7,1%, usia 12 tahun dengan jumlah 4 siswa
dengan presentase 14,3%, usia 15 tahun dengan jumlah 1 siswa yaitu
3,6%, dan usia 9 tahun dengan jumlah 3 siswa yaitu 10,7%.
Penelitian ini melibatkan anak usia sekolah karena berdasarkan
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 disebutkan
bahwa prevalensi karies gigi aktif pada umur 10 tahun ke atas
sebesar 52% dan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya
umur hingga mencapai 63% pada golongan umur 45-54 tahun, khusus
pada kelompok umur anak sekolah dasarsebesar 66,8%-69,9% (Depkes
RI, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rahardjo
(2007 dalam Kawuryan 2008) bahwa terdapat 76,2% anak Indonesia pada
kelompok usia 12 tahun (kira-kira 8 dari 10 anak) mengalami gigi
berlubang (Kawuryan,2008). Untuk klasifikasi jenis kelamin untuk
jumlah responden berjenis kelamin pria yaitu 19 siswa yaitu, 67,9%,
dan wanita berjumlah 9 siswa dengan presentasi 32,1%. Beberapa
penelitian menunjukan terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
prevalensi karies ggi. Prevalensi kejadian karies gigi lebih banyak
pada perempuan dibandingkan dengan yang laki-laki. Hal ini
disebabkan pertumbuhan gigi pada anak perempuan lebih awal daripada
anak laki-laki sehingga masa terpajan dalam mulut lebih lama
(Cahyadi, 2007). Perbedaan ini tidak cukup hanya diterangkan dengan
alasan gigi anak perempuan lebih cepat erupsi daripada anak
laki-laki, akan tetapi dijelaskan bahwa gigi perempuan yang lebih
cepat erupsi mungkin dapat menyebabkan derajat karies gigi antara
perempuan dan laki-laki berbeda.Berdasarkan klasifikasi pekerjaan
orang tua adalah 12 siswa yang orang tuanya bekerja sebagai buruh
yaitu 42,9%, 1 siswa dengan pekerjaan orang tua sebagai guru yaitu
3,6%, 6 siswa dengan pekerjaan orang tua sebagai karyawan yaitu
21,4% dan 9 siswa dengan orang tua sebagai pedagang yaitu 32,1%.
Orang tua merupakan faktor penting pada perawatan kesehatan gigi
anak. Orang tua menjadi contoh dalam melakukan promosi kesehatan
gigi (Perry & Potter, 2005). Keberhasilan perawatan gigi pada
ank dipengaruhi oleh peran orang tua dalam melakukan perawatan
gigi. Orang tua yang menjadi teladan lebih efisisen dibandingkan
anak yang menggosok gigi tanpa contoh yang baik dari orang tua.
Berdasarkan hasil penelitian semua siswa mempunyai skat gigi
dengan presentase 100%, dan hanya 22 siswa yang menggunakan pasta
gigi saat menggosok gigi yaitu 78,6% dan 6 orang siswa tidak
menggunakan pasta gigi saat menggosok gigi 21,4%. Sikat gigi dan
pasta gigi merupakan fasilitas, fasilitas sebagai sebuah sarana
informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang
(Notoadmodjo, 2010).Perawatan gigi sangat penting dilakukan agar
terhindar dari penyakit gigi. Perawatan gigi merupakan usaha
penjagaan untuk mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Gigi
yang sehat dilihat dari bagaimana seseorang melakukan perawatan
gigi. Perawatan gigi yang dilakukan antara lain menggosok gigi
(cara menggosok gigi yang benar, pemilihan sikat gigi yang benar,
dan frekuensi menggosok gigi yang benar), mengatur makanan (memilih
makanan yang baik untuk menguatkan gigi dan melakukan penggosokan
gigi setelah makan) , pennggunaan fluoride, dan melakukan
pemeriksaan rutin ke dokter gigi. Skinner dalam Notoadmodjo (2007)
menjeaskan bahwa perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, kemudian organisme tersebut memberikan respon
atas stimulus yang diperoleh. Perilak terbagi menjadi dua jenis,
perilaku tertutup (covert behaviour) dan perilaku terbuka (overt
behaviour). Dikatakan memiliki perilaku tertutup apabila seeorang
telah menerima stimulus namun perilakunya tertutup atau tidak
terlihat. Reaksi ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan
atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terlihat. Perilaku ini
dapat diamati olegh orang lain dengan mudah. Ketika seorang anak
memperoleh stimulus berupa pengetahuan mengenai kesehatan gigi maka
idealnya anak itu akan mengaplikasikannya dalam perilaku
sehari-hari.Bentuk perawatan gigi yang paling utama dilakukan
adalah menggosok gigi (brushing). Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam menggosok gigi antara lain cara menggosok gigi
yang benar. Seringkali seserang rutin menggosok gigi setiap hari,
namun belum tentu teknik atau cara menggosok gigi yang dilakukan
sudah sesuai. Kaena gerakan sikat gigi yang salah akan merusa
jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi sehingga gigi mudah
berlubang. Berbagai penelitian telah dilakukan terkait teknik
menggosok gigi yang tepat. Namun, tidak terdapat bukti bahwa teknik
yang satu lebih baik dari teknik yang lain dalam menghilanggakan
plak gigi (Houwink, 2003). Cara menyikat gigi dengan gerakan maju
mundur secara horizontal dari sikat gigi pada permukaan dalam
lengkung gigi akan memberikan hasil yang lebih memuaskan. Gerakan
vertikal yang dilakukan akan mengikuti struktur celah gigi sehingga
makanan yang tersisa disela gigidapat terangkat. Penelitian
Hutabarat (2009) yang melakukan penelitian tentang peran petugas
kesehatan, guru, dan orang tua dalam melaksanakan UKGS dengan
tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar
di kota Medan tahun 2009. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
perilaku murid dalam hal waktu menyikat gigi sebagian besar belum
melakukan dengan tepat.Saat menggosok gigi telah selesai atau
setelah selesai makan, hal yang harus dilakukan adalah berkumur.
Berkumur adalah tindakan yang dilakukan dengan memasukkan air
kedalam mulut kemudian digerakkan dengan bantuan lidah dan otot
pipi sisa-sisa makanan dapat dibersihkan.Dari hasil penelitian
masih banyak anak yang tidak menggosok gigi setelah makan dan
sebelum tidur. Waktu menggosok gigi juga mempengaruhi terjadinya
karies gigi. Waktu menggosok gigi yang baik adalah pagi setelah
makan dan malam sebelum tidur. Menggosok gigi stelah makan aik
dilakukan agar sisa makanan yang dimakan tidak menempel pada gigi .
Menggosok gigi sebelum tidur sanngat penting karena saat tidur
terjadi interaksi antara bakteri mulut dengan sisa makanan pada
gigi (Hockenberry, 2003). Hal ini didukung dengan penelitian
Balibangkes (2008) bahwa waktu sikat gigi dapat menunjukkan
hubungan yang sangat bermakna dalam menurunkan angka karies gigi.
Waktu yang dianjurkan untuk menggosok gigi adalah pada pagi hari
setelah makan dan sebelum tidur. Semakin lama makanan menempel di
gigi akan semakin besar peluang terjadinya karies gigi. Menurut
hasil Riskesdas (2007 dalam Budisuari, Oktarina & Mikrajab,
2010) anak menggosok gisi sesudah makan cenderung terjadi karies
rata-rata 0,957 kali dibandingkan dengan anak yang tidak menggosok
gigi setelah makan. Pemakaian sikat gigi juga merupakan salah satu
bentuk perawatan gigi. Satu sikat gigi sebaiknya hanya digunakan
oeh satu orang , tidak digunakan secara bersama-sama. Hal ini
dikarenakan kuman yang menempel di sikat gigi akan berpindah ke
mulut orang lain terutama orang yang memiliki masalah gigi.
Pemilihan sikat gigi juga mempengaruhi adanya karies gigi. Untuk
anak usia sekolah sikat gigi yang baik adalah sikat gigi dengan
bulu halus yang terbuat dari nilon dengan panjang sekitar 21 cm
(Potter&Perry, 2005). Pemilihan sikat gigi yang benar daat
menghindari penyakit gigi seperti gigi berlubang. Apabila salah
memilih dan menggunakan skat gigi maka sisa-sisa makanan yang ada
di sela gigi tidak dapat terjagkau. Sehingga sisa sisa makanan
tersebut akan menjadi asam dan menempel pada email gigi, semakin
lama sisa makanan itu menempel maka risiko terjadinya kaies gigi
akan semakin besar. Perlu diperhatikan juga kapan sikat gigi harus
diganti secara rutin, karena sikat gigi yang telah rusak akan
mempengaruhi dalam proses penyikatan. Hal ini dapat merusak gusi
dan dapat berdarah. Bentuk perawatan gigi lainnya adalah penggunaan
fluoride yang dibutuhkan oleh gigi untuk menjaga gigi dari
kerusakan, namun kadarnya harus diperhatikan. Fluoride dapat
menurunkan produksi asam dan meningkatkan pembentukan mineral pada
dasar enamel (McDonald, 2007).Berdasarkan jurnal edisi khusus
Caries Research telah ditentukan efek antikaries yang tidak dapat
diragukan dengan pemberian fluoride melalui air minum, garam dapur,
pata gigi, berkumur dan pemberian secara individual. Penurunan
karies dapat terjadi apabila konsentrasi fluoride telah mencukupi
dalam pemakaiannya. Saat ini pasta gigi mengandung 0,15% fluoride.
Di Indonesia beredar fluroride dalam bentuk pasa gigi yang kadarnya
sudah diatur, penggunaan berlebihan akan mengakibatkan perubahan
warna pada enamel gigi (Potter & Perry, 2005).Karakteristik
anak usia sekolah yang sedang dalam pertumbuhan biasanya akan
mengkonsumsi segala jenis makana agar asupan energi yang dibutuhkan
sesuai dengan energi yang dikeluarkan. Hal tersebut baik, namun
harus sangat diperhatikan perawatan kesehatan gigi pada anak
setelah ia mengonsumsi berbagai makanan terebut. Anak yang
mengosumsi makanan berserat cenderung mengurangi terjadinya karies
dibandingkan dengan makanan yang lunak dan banyak mengandung gula
(Budisuari, Oktarina, Mikrajab, 2010). Hampir semua anak dalam
penelitian menyukai makanan manis, namun belum menerapkan perilaku
gosok gigi yang baik dan benar setelah makan makanan manis,
sehingga glukosa yang terdapat pada makanan tersebut melekat di
email gigi dan berisiko terjadi karies gigi. Larutnya mineral email
sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan
sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari
makanan yang tersisa di gigi dan menimbulkan destruksi komponen
organik yang akhirnya terjadi kavitasi atau pembentukan lubang
gigi.Bentuk perilaku perawatan gigi yang lain adalah dengan
pemilihan makanan yang baik untuk gigi dengan tepat, banyak sumber
makanan yang baik dikonsumsi untuk penguat gigi yakni makanan yang
mengandung tinggi kalsium. Menurt Gupte (2001) mengonsumsi kalsium,
fofor, vitamin D dapat menguatkan gigi. Vitamin C dan D baik untuk
pembentukan gigi. Kalsium dan vitamin D adalah fondasi penting
untuk membuat tulang dan gigi yang kuat. Kalsium mendukung struktur
tulang dan gigi. Sedangkan vitamin D meningkatkan penyerapan
kalsium dan pertumbuhan tungang seperti susu, keju, yoghurt, telur,
sayur mayur, buah-buahan dan lain sebagainya.Menurut Persatuan
Dokter Gigi Indonesia (2006) mengatakan pemeriksaan gigi ke dokter
gigi masih sangat minim dilakukan pada masyarakat indonesia.
Pemeriksaan secara rutin 6 bulan sekali telah dicanangkan oleh
pemerintah. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada anak usia
sekolah, karena pada anak usia sekolah mengalami pergantian dari
gigi susu menjadi gigi permanen. Hal ini sangat penting karena saat
anak mengalami pergantian gigi memiliki risiko karies yang tinggi
(Potter & Perry, 2005)Perilaku tidak dapat muncul secara
tiba-tiba. Perilaku merupakan proses yang dilakukan berulang kali.
Menurut Rogers dalam Notoadmodjo (2007) seseorang akan memiliki
perilakun apabila telah melalui beberapa tahapan diantaranya
awareness, interest, evaluation, trial, adoption. Apabila orang tua
memberikan contoh perilaku yang baik pada ankanya . Maka dengan
tidak disadari anak tersebut mencoba melakukan apa yang orang
tuanya lakukan.
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Penyusunan Alternatif Pemecahan MasalahBerdasarkan analisis
fish bone, alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan kurangnya perawatan gigi pada anak, maka
yang dilakukan adalah:1. Penyuluhan tentang karies gigi, dampak
karies gigi, pencegahan dan perilaku perawatan gigi yang baik dan
benar.2. Pembagian leaflet tentang perilaku perawatan gigi
B. Penentuan Alternatif TerpilihPemilihan prioritas alternatif
pemecahan masalah harus dilakukan karena adanya keterbatasan baik
dalam sarana, tenaga, dana, serta waktu. Salah satu metode yang
dapat digunakan dalam pemilihan prioritas pemecahan masalah adalah
metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu
efektifitas dan efisiensi jalan keluar.Efektifitas jalan keluar
meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi, kelanggengan
selesainya masalah, dan kecepatan penyelesaian masalah. Efisiensi
jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan dalam
menyelesaikan masalah. Skoring efisiensi jalan keluar adalah dari
sangat murah (1), hingga sangat mahal (5). Tabel 7.1. Kriteria dan
Skoring Efektivitas Jalan KeluarSkorM (besarnya masalah yang dapat
diatasi)I(kelanggengan selesainya masalah)V (kecepatan penyelesaian
masalah)
1sangat kecilsangat tidak langgengsangat lambat
2Keciltidak langgenglambat
3cukup besarcukup langgengcukup cepat
4Besarlanggengcepat
5sangat besarsangat langgengsangat cepat
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke
adalah sebagai berikut:Tabel 7.2. Prioritas Pemecahan Masalah
Metode RinkeNo.Daftar Alternatif Jalan
KeluarEfektifitasMxIxVCUrutan Prioritas Masalah
MIVC
1.Penyuluhan karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan
perilaku perawatan gigi yang baik dan benar.
4344121
2.Pembagian leaflet tentang perilaku perawatan gigi
343492
Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah
menggunakan metode Reinke, didapat prioritas pemecahan masalah,
yaitu penyuluhan tentang karies gigi, dampak karies gigi,
pencegahan dan perilaku perawatan gigi yang baik dan benar.
Dilakukan pula pembagian alat yang dibutuhkan untuk membersihkan
gigi seperti sikat gigi dan pasta gigi.
VIII. RENCANA KEGIATAN
A. Latar BelakangPenyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang
termasuk dalam sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar di
berbagai wilayah Indonesia. Oleh karena itu, kesehatan gigi dan
mulut pada masyarakat Indonesia perlu diperhatikan (Mikail, B.,
Candra, A., 2011). Kebersihan gigi dan mulut merupakan hal yang
sangat penting dalam mencegah dari terjadinya penyakit-penyakit
rongga mulut. Jika ditinjau dari segi fungsinya, gigi dan mulut
mempunyai peran yang besar dalam mempersiapkan makanan sebelum
melalui proses pencernaan yang selanjutnya. Oleh karena gigi dan
mulut merupakan salah satu kesatuan dari anggota tubuh yang lain,
kerusakan pada gigi dan mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh
secara langsung atau tidak langsung. Selain itu, kebersihan gigi
dan mulut juga berperan penting dalam menentukan gambaran dan
penampilan diri seseorang tersebut, sekaligus berkaitan dengan
kepercayaan atau keyakinan terhadap dirinya (Pratiwi, 2007).Angka
kejadian yang masih tinggi dan sulitnya mengatasi masalah karies
gigi pada anak membuat penulis tertarik untuk mengangkat kasus
karies gigi pada anak di wilayah kerja Puskesmas I Wangon SD N 1
Klapagading untuk dilakukan analisis dalam Laporan Community Health
Analysis (CHA).Hasil analisis bivariat penelitian Hubungan perilaku
Perawatan Gigi dengan Kejadian Karies gigi pada anak SD N 1
Klapagading Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon yang dilakukan
terhadap 33 subjek penelitian menunjukkan bahwa perilaku perawatan
gigi berhubungan dengan kejadian karies gigi pada anak.Berdasarkan
hasil pemilihan alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan
Metode Rienke, maka dapat dipilih alternatif berupa penyuluhan
tentang karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan perilaku
perawatan gigi yang baik dan benar Dilakukan pula pembagian alat
yang dibutuhkan untuk membersihkan gigi seperti sikat gigi dan
pasta gigi.
B. Tujuan1. Tujuan UmumMenurunkan angka kejadian karies gigi
pada anak di SD N 1 Klapagading2. Tujuan Khususa. Memberikan
gambaran mengenai perilaku perawatan gigi yang baik dan benar.b.
Meningkatkan pengetahuan anak tentang karies gigi.
C. Bentuk dan Materi KegiatanKegiatan akan dilaksanakan
disajikan dalam bentuk penyuluhan dengan materi tentang penyuluhan
karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan perilaku perawatan
gigi yang baik dan benar Dilakukan pula pembagian alat yang
dibutuhkan untuk membersihkan gigi seperti sikat gigi dan pasta
gigi.
D. Sasaran33 siswa dan siswi kelas 4 SD N 1 Klapagading.
E. Pelaksanaan1. PersonilPenanggung jawab: dr. Tulus Budi
Purwanto (Preseptor Lapangan).Pembimbing : Bapak SardiPelaksana:
Danny Amanati APembicara: Galuh Ajeng P2. Waktu dan TempatHari,
tanggal: Jumat, 15 Mei 2015Waktu: 09.00 09.30 WIBTempat: Ruang
kelas 4 SD N 1 Klapagading
F. Rencana Anggaran1. Sikat gigi: Rp. 60.000,002. Pasta gigi :
Rp 30.000,00Jumlah: Rp. 90.000,00G. EvaluasiEvaluasi dilakukan
untuk mengetahui apakah penyuluhan yang dilakukan berpengaruh
terhadap pemahaman karies gigi, bahaya karies gigi, pencegahan dan
perilaku perawatan gigi yang baik dan benar dibandingkan dari
sebelum diberikan penyuluhan. Alat evaluasi yang digunakan untuk
mengetahui hasil dari intervensi adalah kuesioner yang harus diisi
peserta penyuluhan sebelum dan sesudah materi penyuluhan
disampaikan. Kuesioner terdiri dari empat pertanyaan, setiap
pertanyaan memiliki dua opsi jawaban benar dan salah. Untuk
evaluasi proses akan dievaluasi sasaran, waktu dan anggaran terkait
acara.
IX. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
A. Monitoring dan Evaluasi1. Pelaksanaan KegiatanIntervensi
kesehatan yang dilakukan penyuluhan dengansiswa siswi SD N 1
Klapagading kelas 4 mengenai Perawatan Gigi yang Baik dan Benar
meliputi penyuluhan sikat gigi yang baik dan benar, pentingnya
kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali, dan pencegahan karies
gigi pada anak anak. Penyuluhan yang dilakukan diharapkan dapat
mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kejadian karies
gigi pada anak dan penatalaksanaan secara dini. Pelaksanaan
kegiatan penyuluhan dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :a. Tahap
Persiapan1) PerijinanPerijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda dan
pihak puskesmas yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SD N 1
Klapagading. Dalam pelaksanaan, penulis mendapatkan ijin secara
lisan dari Kepala Sekolah SD N 1 Klapagading untuk melaksanakan
penyuluhan mengenai perilaku perawtan gigi yang baik dan benar pada
siswa dan siswi kelas 4 SD N 1 Klapagading. 2) Materi Materi yang
disiapkan adalah materi tentang karies gigi, perilaku perawatan
gigi yang meliputi penyuluhan sikat gigi yang baik dan benar,
pentingnya kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali, dan
pencegahan karies gigi pada anak anak. Sarana Sarana yang
dipersiapkan berupa alat tulis dan poster. b. Tahap pelaksanaan1)
Hari/Tanggal:Jumat, 15 Mei 2015
2) Pukul:08.00 wib - selesai
3) Tempat :Ruang Kelas 4 SD N 1 Klapagading
4) Pembimbing :Bapak Sardi
5) Pelaksana :Dokter Muda Unsoed (Danny Amanati A dan Galuh
Ajeng P)
6) Peserta :Siswa dan siswi kelas 4 SD N 1 Klapagading
c. Penyampaian materi Penyampaian materi dilakukan dengan lisan
dan tulisan untuk menjelaskan tentang karies gigi pada anak serta
pelaksanaan sikat gigi yang baik dan benar dalam kehidupan sehari
hari. d. Tahap EvaluasiTahap evaluasi adalah melakukan evaluasi
mengenai 3 hal, yaitu evaluasi sumber daya, evaluasi proses,
evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hasil evaluasi
masing-masing aspek.1) Evaluasi InputEvaluasi sumber daya meliputi
evaluasi terhadap 5 M yaitu man, money, metode, material, machine.
a) ManSecara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi
sudah termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan yang
cukup memadai mengenai materi yang disampaikan. b) MoneySumber dana
juga cukup untuk menunjang terlaksananya diskusi termasuk untuk
menyiapkan sarana dan prasarana.c) Method Metode diskusi adalah
pemberian materi secara lisan dan tulisan. Metode ini cukup baik
dan sasaran penyuluhan tertarik untuk mengikuti dan mendengarkan
penjelasan narasumber.d) MaterialMateri yang diberikan pada
penyuluhan telah dipersiapkan dengan baik, materi penyuluhan
diperoleh dari internet, buku ajar ilmu penyakit dalam, dan artikel
kesehatan.2) Evaluasi ProsesEvaluasi terhadap proses disini adalah
terhadap proses pelaksanaan penyuluhan. penyuluhan yang dijadwalkan
pada hari Jumat, 15 Mei 2015 pukul 08.00 WIB. Proses penyuluhan
berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi pengisian pretest 5
menit dan postest 5 menit, pemberian materi 20 menit, dan sesi
diskusi 10 menit dan praktek sikat gigi yang baik dan benar 20
menit. Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini dilihat
dari antusias peserta pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif.
Peserta yang hadir terdiri 28 siswa dan siswi kelas 4 SD N 1
Klapagading 5 anak tidak masuk sekolah dikarenakan sakit. Secara
keseluruhan pelaksanaan diskusi berlangsung baik.3) Evaluasi
OutputPre test dilaksanakan dengan metode pengisian kuesioner
kepada peserta diskusi sebelum diberikan penyuluhan. Setelah
dilakukan penyuluhan, para peserta kembali diminta untuk mengisi
soal post test dalam rangka mengetahui apakah penyuluhan yang
dilakukan berpengaruh terhadap perilaku dan pengetahuan perawatan
gigi yang baik dan benar. Setelah dilakukan evaluasi, maka di
dapatkan hasil sebagai berikutTabel 8.1. Distribusi Frekuensi
Responden Pengetahuan dan penerapan PHBSPre testPost test
FrekuensiFrekuensi
Baik23 (82,1%)28 (100%)
Buruk5 (17,85%)0 (0%)
Jumlah2828
Berdasarkan tabel 8.1, dari total 28 responden yang dievaluasi.
Sejumlah 23 responden (82,1%) memiliki pengetahuan dan perilaku
perawatan gigi yang baik, dan 5 responden (17,85 %) memiliki
memiliki pengetahuan dan perilaku perawatan gigi yang buruk pada
pretest. Setelah dilakukan penyuluhan dilakukan evaluasi terhadap
responden, didapatkan hasil 28 responden (80%) memiliki pengetahuan
dan perilaku perawatan gigi yang baik.
B. Kesimpulan dan Saran1. Kesimpulan a. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna secara statistik antara perilaku perawatan
gigi dengan kejadian karies gigi pada anak dengan nilai p=0,003. b.
Aternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah penyuluhan
mengenai perilaku perawatan gigi yang baik dan pelatihan sikat gigi
yang baik dan benar pada siswa siswi SD N 1 Klapagading. c. Dari
hasil evaluasi yang didapat setelah penyuluhan responden memiliki
penambahan pengetahuan perilaku perawatan gigi yang baik2. Saran a.
Bagi masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku hidup
sehat sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigib. Bagi pihak
puskesmas diharapkan dapat mengurangi kejadian karies gigi pada
anak maupun dewasa dengan meningkatkan program promosi kesehatan
dalam berbagai sarana.
DOKUMENTASI
Kuesioner penelitianHubungan Perilaku Perawatan Gigi dengan
Kejadian Karies Gigi pada Anak SD N 1 Klapagading Wilayah Kerja
Puskesmas I Wangon
Tanggal pengisian data : Mei 2015Kode Responden
B. Karakteristik RespondenPetunjuk pengisian :Isilah pertanyaan
berikutr secara langsung dan berikan tanda checklist () pada kolom
yang disediakan1. Usia : tahun2. Jenis kelamin: 3. Pekerjaan Orang
Tua:4. Apakah adik mememiliki sikat gigi sendiri?a. Ya b. Tidak5.
Apakah adik menggunakan pasta gigi apabila menggosok gigi?a. Yab.
Tidak
C. Perilaku Perawatan GigiPetunjuk pengisian kuesioner :0.
Pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan adik adik0. Berilah
tanda checklist () pada kolom yang telah disediakan0. Pilihlah
jawaban berupa :TP : tidak pernahKK : kadang kadangS : seringSl :
selalu (setiap hari melakukan)
NoPertanyaanTPKKSSl
1Saya pernah merasa sakit gigi
2Saya menggosok gigi jika disuruh oelh orang tua, jika tidak
saya tidak menggosok gigi
3Saya menggosok gigi setelah makan
4Saya menggosok gigi sebelum tidur
5Saya memakai sikat gigi sendiri saat menggosok gigi
6Saya berkumur setelah makan
7Saat menggosok gigi, saya juga menggosok gusi dan lidah
8Saya menggosok gigi dengan lembut
9Saya menggosok gigi bagian depan dengan gerakkan ke atas dan
kebawah
10Saya juga menggosok seluruh bagian gigi dengan gerakan
memutar
11Saya menggosok seluruh bagian mulut (depan, belakang, sela
sela gigi)
12Saya menggosok gigi menggunakan pasta gigi berfluoride
13Saya minum susu setiap hari
14Saya makan keju setiap hari
15Setelah makan permen, coklat, es krim, kemudian saya menggosok
gigi
16Saya pernah periksa gigi ke dokter gigi
17Walaupun gigi saya tidak sakit, orang tua saya memeriksakan
gigi saya ke dokter gigi ( minimal 6 bulan sekali)
LEMBAR EVALUASI PENYULUHAN PERAWATAN GIGI DI SD N 1 KLAPAGADING
KECAMATAN WANGON
Nama :No. Absen :
Jawablah pertanyaan berikut dengan benar. Berilah tanda (X) pada
jawaban yang kamu anggap benar
1. Menggosok gigi setelah makan adalah tindakan perawatang gigi
yang baik.a. Benarb. salah 2. Andi selalu menggosok gigi sebelum
tidur. Tindakan andi merupakan perilaku perawatan gigi yang.A.
benarb. salah3. Lisa etiap menggosok gigi hanya menggosok gigi
bagian depan dan gerakannya hanya atas bawaha. Benar b. salah4.
Selama ini, Andi hanya sesekali pergi ke dokter gigi untuk
memeriksakan gigi hanya jika andi merasa sakit gigia. Benar b.
salah