1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peristiwa lumpur panas lapindo muncul pertama kali pada tanggal 29 Mei 2006 di desa Renokenongo kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo. Lumpur keluar dari sumber bekas pengeboran PT. Lapindo Brantas Inc terus mengalir menggenangi berbagai sarana dan prasarana milik masyarakat. Luapan lumpur dengan volume yang sangat besar telah menenggelamkan sawah, tanah ladang, perumahan penduduk, fasilitas sosial dan umum yang ada di delapan desa pada kecamatan Porong, Jabon dan Tanggul Angin. Volume awal semburan lumpur berkisar antara 80.000-120.000 m 3 per hari dan air yang terpisah dari endapan lumpur berkisar 35.000- 84.000 m 3 per hari (Wiguna et al, 2009). Fenomena lumpur lapindo berkelanjutan karena munculnya semburan kecil didekat titik pengeboran kemudian berhenti, setelah itu muncul semburan baru di daerah lain namun masih berdekatan dengan pusat semburan. Peristiwa ini kemudian menjadi masalah sosial yang menyedihkan karena lebih dari 10.000 jiwa mengungsi ke pasar Porong. Untuk mencegah semakin meluasnya dampak semburan lumpur maka Pemerintah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peristiwa lumpur panas lapindo muncul pertama kali pada tanggal 29 Mei
2006 di desa Renokenongo kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo. Lumpur
keluar dari sumber bekas pengeboran PT. Lapindo Brantas Inc terus mengalir
menggenangi berbagai sarana dan prasarana milik masyarakat. Luapan lumpur
dengan volume yang sangat besar telah menenggelamkan sawah, tanah ladang,
perumahan penduduk, fasilitas sosial dan umum yang ada di delapan desa pada
kecamatan Porong, Jabon dan Tanggul Angin. Volume awal semburan lumpur
berkisar antara 80.000-120.000 m3 per hari dan air yang terpisah dari endapan
lumpur berkisar 35.000-84.000 m3 per hari (Wiguna et al, 2009).
Fenomena lumpur lapindo berkelanjutan karena munculnya semburan
kecil didekat titik pengeboran kemudian berhenti, setelah itu muncul semburan
baru di daerah lain namun masih berdekatan dengan pusat semburan. Peristiwa
ini kemudian menjadi masalah sosial yang menyedihkan karena lebih dari 10.000
jiwa mengungsi ke pasar Porong. Untuk mencegah semakin meluasnya dampak
semburan lumpur maka Pemerintah bersama PT. Lapindo Brantas Inc.
membuatkan tanggul penampungan. Saat ini ketinggian lumpur di
penampungan sampai radius 2 km mencapai 2 m dan di beberapa lokasi sudah
lebih dari 10 m bahkan lumpur pernah meluap ke jalan raya Porong yang
mengganggu sektor ekonomi dan sosial masyarakat Jawa Timur (Hutamadi,
2008).
Lumpur lapindo dalam penampungan volumenya terus bertambah,
kemudian mengendap bahan padatnya membentuk hamparan tanah endapan
yang luas. Bila kurang air (kemarau) tanah endapan lumpur ini mengeras, lalu
2
retak–retak seperti lahan yang kekeringan maka selayaknya untuk melakukan
pengelolaan agar memiliki manfaat bagi masyarakat sekitarnya. Menurut
Hermanto (2006), tanah endapan lumpur lapindo mempunyai tekstur atau butiran
tanah yang terdiri dari liat, debu dan pasir. Butiran tanah tersebut merupakan
komponen padatan yang mencapai 30% dalam lumpur lapindo. Sedangkan hasil
penelitian Rahayu (2008) menyatakan bahwa lumpur lapindo mengandung unsur
hara seperti N, P, K, Na, Ca, Mg, C organik dan mempunyai nilai kapasitas
pertukaran kation yang tinggi. Potensi terpendam tersebut merupakan bahan
pertimbangan untuk mengeksploitasi tanah endapan lumpur sebagai media
pembibitan dan akan direkayasa dengan memberikan sentuhan teknologi.
Teknologi yang dapat diberikan pada tanah dengan sifat-sifat tersebut
yaitu penggunaan bahan organik. Teknologi ini ramah lingkungan, murah, mudah
dilakukan dan bisa menjaga kesuburan tanah yang berkelanjutan. Teknologi
tersebut juga mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia
ditempat, layak secara ekonomis dan mantap secara ekologis. Prinsipnya
menjamin kondisi tanah untuk mendukung kebutuhan pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Menurut Yuwono
(2009), teknologi dan masukan yang diterapkan pada suatu lahan dapat
mengubah sifat tanah sehingga harkatnya menjadi lebih sesuai untuk pertanian.
Penggunaan bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang
(kotoran) sapi akan memberikan keuntungan yaitu memperbaiki sifat-sifat tanah
dan mengurangi sumber pencemaran lingkungan. Bahan organik sekam padi
dan kotoran sapi merupakan limbah buangan yang jumlahnya berlimpah. Setiap
penggilingan padi dihasilkan 20% berupa sekam padi dan dedak (Tajang, 2009).
Demikian pula kotoran sapi, jumlahnya terus bertambah dimana seekor sapi
dapat menghasilkan kotoran 3 kg per hari (Hartatik dan Widowati). Sekam padi
dan kotoran sapi biasanya dibiarkan membusuk di lingkungan dan mencemari
3
lingkungan hidup manusia. Tetapi sering pula sekam padi dibakar yang
menimbulkan emisi karbon dioksida (CO2) ke atmosfer yang berkontribusi pada
peningkatan gas rumah kaca.
Bahan organik merupakan bahan yang dapat didekomposisi mikrobia
terutama sebagai sumber karbon dan nitrogen. Bahan ini mempunyai sifat
remah yang udara, air dan akar mudah masuk dalam fraksi sehingga dapat
mengikat air namun mudah melepaskan kelebihannya. Karakteristik ini sangat
penting bagi akar bibit karena sangat berkaitan dengan sifat fisik, kimia dan
biologi di perakaran tanaman (rhizosfer) maupun di daerah sekitar perakaran
rhizosplane (Putri, 1999). Penambahan bahan organik kedalam tanah akan
menambahkan unsur hara baik makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh
tumbuhan. Bahan organik dalam tanah didekomposisi menjadi bahan organik
tanah. Bahan organik tanah sangat berperan sebagai faktor pengendali
(regulating factor) dalam proses-proses penyediaan unsur hara bagi tanaman
dan mempertahankan struktur tanah melalui pembentukan agregat tanah yang
stabil, penyediaan jalan bagi pergerakan air dan udara tanah, penentu kapasitas
serapan air, pengurangan bahaya erosi, penyangga (buffering) pengaruh
pestisida dan pencegahan pencucian hara (nutrient leaching) tanah (Madjid,
2007).
Tanaman yang akan dikembangbiakkan pada media pembibitan tanah
endapan lumpur lapindo yaitu trembesi, sengon dan bunga matahari. Tanaman
tersebut sering diperlukan dalam pengelolaan lingkungan. Trembesi sering
ditanam pada lahan gersang dan tepi jalan sebagai usaha penghijauan,
penangkal panas dan penyerap karbon dioksida (CO2). Tanaman sengon sering
dibudidayakan di daerah aliran sungai (DAS) dan pegunungan sebagai usaha
penahan erosi dan menyuburkan tanah karena rambut akar sengon menyimpan
zat nitrogen. Sedangkan tanaman hias bunga matahari banyak dikembangkan di
4
ruang terbuka hijau (RTH) sebagai estetika lingkungan dan bijinya merupakan
sumber energi allternatif.
1.2. Perumusan Masalah
Penampungan semburan lumpur lapindo menimbulkan masalah lain yaitu
terbentuknya tanah endapan lumpur yang volumenya semakin tinggi bahkan
mencapai ketinggian 10 meter dan pernah menyebabkan lumpur meluap ke jalan
raya Porong mengganggu sektor sosial ekonomi masyarakat Jawa Timur. Tanah
endapan lumpur lapindo ini mengandung liat banyak yang menyebabkan
porositasnya rendah, lengket bila basah dan retak kalau kering. Sifat-sifat
tersebut memang kurang baik untuk pertumbuhan tanaman namun dengan
penggunaan bahan organik diperkirakan dapat memperbaiki porositas dan
meningkatkan unsur hara.
Bahan organik sekam padi dan kotoran sapi merupakan limbah dari
proses industri pertanian dan peternakan yang sering dibuang ke lingkungan.
Bahan tersebut jumlahnya berlimpah dan bila tidak dikelola dapat menjadi
sumber pencemaran. Bahan organik yang diberikan kedalam tanah akan
mengalami dekomposisi menghasilkan asam-asam organik dan unsur hara yang
sangat baik untuk peningkatan status kesuburan tanah.
Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan pokok yang akan dikaji
dalam penelitian ini yaitu :
a. Apakah tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah bahan organik
sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi dapat menjadi media
pembibitan tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari ?
b. Bagaimana pertumbuhan bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga
matahari pada media tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah
dengan bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi ?
5
c. Bagaimana mutu bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari
pada media tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah dengan bahan
organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi ?
1.3. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah maka
tujuan penelitian sebagai berikut:
a. Mengetahui pengaruh penggunaan bahan organik sekam padi, kompos
dan pupuk kandang sapi terhadap status kesuburan tanah endapan
lumpur lapindo
b. Menganalisis pertumbuhan bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga
matahari pada media tumbuh tanah endapan lumpur lapindo yang
ditambah dengan bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk
kandang sapi
c. Mengevaluasi mutu bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari
yang ditanam pada tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah dengan
bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi.
1.4. Manfaat Penelitian
Merujuk pada tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat yaitu:
a. Tanah endapan lumpur lapindo mempunyai manfaat bagi masyarakat
b. Penyediaan bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari untuk
pengelolaan lingkungan.
c. Rekomendasi pada pengelola lumpur lapindo (BPLS) tentang pengolahan
tanah endapan lumpur lapindo dengan penambahan bahan organik
sebagai media pembibitan.
6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah Endapan Lumpur Lapindo dan Karakteristiknya
Lumpur lapindo mempunyai komponen padatan mencapai 30% yang
terdiri dari liat paling banyak, pasir dan debu. Komponen padatan ini dalam
penampungan mengendap dan bila kurang air mengeras membentuk hamparan
tanah endapan yang sangat luas seperti lahan kekeringan. (Gambar 1). Menurut
Hermanto (2006) komponen padatan tersebut kandungannya yaitu liat 71,43 %,
debu 10,71% dan pasir 17,86%.
Gambar 1. Tanah Endapan Lumpur Lapindo(Sumber: panji1102.wordpress.com)
Menurut Munir (1996), tanah dengan kandungan liat yang tinggi dalam
istilah pertanian identik dengan tanah vertisol yang mempunyai sifat vertic yaitu
mengembang bila basah dan mengerut bila kering. Sifat ini disebabkan oleh
kandungan mineral liat montmorilonit yang tinggi. Tanah yang berstruktur halus
(liat) mudah mengalami pemadatan sehingga mengurangi ruang pori tanah dan
mengurangi pergerakan air dan udara di dalam tanah. Untuk memperbaiki sifat
fisik tanah tersebut jika digunakan untuk penanaman maupun pembibitan perlu
7
ditambahkan bahan yang porus atau sejumlah bahan organik. Sifat fisik tanah
vertisol yang nampak jelas adalah konsistensi yang keras sehingga untuk
mengolah tanah memerlukan suatu perlakuan dan alat-alat tersendiri. Tanah
vertisol merupakan tanah yang mempunyai potensi cukup baik tetapi yang harus
diketahui adalah keadaan kelengasan tanah pada lapisan permukaan yang
memungkinkan untuk dilakukan pengolahan tanah untuk persiapan lahan baik
untuk pembibitan maupun penanaman.
Hasil analisis Sudarto (2006), contoh tanah yang bercampur lumpur
lapindo memperlihatkan tanah bereaksi alkalis, ditunjukkan oleh nilai pH tinggi
dan kadar basa-basa yang dapat dipertukarkan (K,Ca,Mg, Na) dan konduktivitas
listrik (EC) tinggi. Kadar bahan organik tergolong kategori sedang dilapisan atas,
rendah pada lapisan hingga 48 cm dan tinggi pada lapisan bawah. Hal ini
menunjukkan adanya timbunan bahan organik pada lapisan bawah. Kadar unsur
makro N tinggi, S dan P sedang dilapisan atas tetapi rendah di lapisan bawah.
Kadar unsur mikro Cl, Fe dan Mn tergolong sangat tinggi dan nilai KTK serta KB
tinggi pada semua lapisan.
Menurut Rahayu (2008), lumpur lapindo mempunyai kandungan kimia
sebagai berikut pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Lumpur Lapindo (Rahayu, 2008)No Parameter Metode Hasil
AnalisisKriteria*
1. N total (%) Kjeldahl 0,07 Sangat rendah2. P tersedia (ppm) Olsen 5,96 Rendah3. C organik (%) Walkey dan Black 1,07 Rendah4. K-dd (cmol kg-1) Pertukaran ion 0,46 Sedang5. Ca-dd(cmol kg-1) Titrasi EDTA 14,26 Tinggi6. Mg-dd(cmol kg-1) Titrasi EDTA 0,95 Rendah7. Na-dd (cmol kg-1) Pertukaran ion 3,06 Sangat tinggi8. KTK (cmol kg-1) Pertukaran ion 36,37 Tinggi9. pH H2O Glass electrode 7,80 Agak alkalis10 C/N - 15,07 Sedang11 KB (%) - 51,50 Sedang
Keterangan * Lembaga Penelitian Tanah, 1983
8
Berdasarkan hasil analisis kandungan oksida dan logam yang dilakukan
Wiguna et al. 2009, lumpur lapindo mengandung unsur kimia sebagai berikut
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisa Kandungan Oksida dan Logam Lumpur (Wiguna et al , 2009)
Kandungan (%) SampelLS-01 LS-02
SiO2 49,62 48,54
Al2O3 19,6 19,68
Fe2O3 5,12 5,98
MgO 2,12 3,12
CaO 1,98 1,68
Na2O 4,65 2,11
K2O 1,25 2,04
TiO2 0,3 0,52
P2O5 0,085 0.026
Cr2O3 (ppm) 0,003 0,004
MnO (ppm) 102 88
Cu (ppm) 20 29
Pb (ppm) 6 7
Zn (ppm) 60 56
Keterangan: LS-01 = lumpur lapindo sampel 1; LS-02=lumpur lapindo sampel 2
Menurut Santosa dalam Purwati (2007), hasil analisa mikrobiologi lumpur
yang baru satunya-satunya dilakukan oleh Indonesian Center for Biodiversity and
Biotechnology (ICBB) menunjukkan adanya: Coliform, Salmonella dan
Stapylococcus aureus di atas ambang batas yang dipersyaratkan. Sedangkan
pada analisa awal saat semburan lumpur pertama terjadi, bakteri itu tidak bisa
hidup. Bakteri itu kemungkinan berasal dari lingkungan sekitar, karena hujan,
atau tanggul yang bercampur dengan lumpur. Hasil Penelitian Margareta (2011),
menyimpulkan bahwa pada lumpur lapindo ditemukan beberapa isolat bakteri.
9
Isolat-isolat bakteri tersebut merupakan mikroorganisme thermofil yang dapat
dimanfaatkan sebagai penghasil enzim proteolitik.
2.2. Bahan Organik, Sumber, Jenis dan Peranannya
2.2.1. Pengertian Bahan Organik
Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dari jaringan
tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yg telah mati pada berbagai
tahana (stage) dekomposisi. Bahan organik merupakan bahan-bahan yang
dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri, dan mikroba tanah
lainnya menjadi unsur-unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa
mencemari tanah dan air. Bahan organik merupakan salah satu komponen
tanah yang sangat erat berkaitan dengan kualitas tanah dan karena itu
merupakan komponen penting dalam sistem pertanian. Bahan organik menjadi
bagian dari tanah yang merupakan suatu system kompleks dan dinamis yang
bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah
yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh
faktor biologi, fisika, dan kimia (Madjid, 2007).
Madjid (2007), juga menyatakan bahwa bahan organik adalah kumpulan
beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah
mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun
senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia
heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya. Bahan organik
tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah,
termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme,
bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.
Bahan organik tanah sangat berperan sebagai faktor pengendali (regulating
factor) dalam proses-proses penyediaan unsur hara bagi tanaman dan
10
mempertahankan struktur tanah melalui pembentukan agregat tanah yang stabil,
penyediaan jalan bagi pergerakan air dan udara tanah, penentu kapasitas
serapan air, pengurangan bahaya erosi, penyangga (buffering) pengaruh
pestisida dan pencegahan pencucian hara (nutrient leaching). Karena itu,
keberadaan bahan organik dalam tanah seringkali dijadikan sebagai indikator
umum kesuburan tanah. Kandungan bahan organik tanah juga dapat dijadikan
sebagai indikator tingkat erosi tanah. Ketika terjadi erosi yang meningkat,
bagian-bagian horison permukaan hilang terbawa erosi, termasuk bahan organik
tanah juga hilang.
2.2.2. Sumber Bahan Organik
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar,
batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan
melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama
dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-
senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan-bahan
pektin serta lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak
terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam
sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah.
Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke
lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja
sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup
(Madjid, 2007 ).
Sekam padi merupakan sumber primer bahan organik karena dihasilkan
dari proses fotosintesis yang mengandung unsur karbon. Unsur karbon ini
dalam bentuk selulose dan hemiselulosa. Menurut Tajang (1989), bahwa sekam
padi mengandung selulose 40%, hemiselulose 35% dan kadar abu 25 %.
11
Berdasarkan hasil analisis kimia tersebut maka sekam padi potensial sebagai
sumber bahan organik. Apalagi sekam padi jumlahnya banyak, murah, mudah
diperoleh karena ada di setiap lokasi pedesaan. Menurut Hara (1986) dan
Tajang (1989) bahwa setiap penggilingan padi akan dihasilkan limbah berupa
sekam padi dan dedak sekitar 20 %. Namun keberadaan sekam padi sangat
dilematis, bila dibuang pada tempat pembuangan akhir akan mempercepat umur
daya tampung. Tapi jika dibakar menimbulkan emisi karbon dioksida namun
kalau dibiarkan membusuk dapat mencemari lingkungan hidup dan melepaskan
emisi gas metan (CH4) ke atmosfer. Menurut Sudrajat (2002), limbah organik
dari pertanian memberikan sumbangan besar pada peningkatan gas rumah kaca
melalui emisi CO2 dan CH4, hasil pembakaran maupun dekomposisi alami.
Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu
harus menggunakan bahan-bahan organik dari tanaman setelah itu barulah
menyumbangkan pula bahan organik. Komposisi atau susunan jaringan
tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya jaringan
binatang akan lebih cepat hancur dari pada jaringan tumbuhan. Jaringan
tumbuhan sebagian besar tersusun dari air antara 60-90% dan rata-ratanya
sekitar 75%. Bagian padatannya sekitar 25%, terdiri dari hidrat arang 60%,
protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Sedangkan unsur karbon
merupakan bagian yang terbesar yaitu 44%, disusul oleh oksigen 40%, hidrogen
dan abu (mineral) masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari
seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C ,H dan O
(Madjid, 2007).
Sampah kota dan limbah industri yang sering menjadi permasalahan
lingkungan karena sulit penanganannya dapat juga dijadikan sumber bahan
organik. Tentunya sumber ini harus dipilah lebih dulu kemudian diproses dalam
pengomposan untuk menghasilkan kompos Hal yang perlu diperhatikan dalam
12
penggunaan sampah kota dan limbah industri sebagai sumber bahan organik
yaitu: 1) adanya kontaminasi gelas, plastik dan logam, sehingga bahan-bahan ini
perlu dikeluarkan dari bahan-bahan pupuk; 2) kandungan hara, nilai C/N bahan
pada umumnya masih relatif tinggi sehingga perlu pengomposan; 3) komposisi
organik sampah kota sangatlah bervariasi bahkan kadang-kadang terdapat
senyawa organik yang bersifat racun bagi tanaman; dan 4) terdapat banyak
sekali macam mikrobia dalam sampah kota baik Bakteri, Fungi dan
Actinomycetes, bahkan perlu diwaspadai adanya mikrobia patogen bagi
tumbuhan atau manusia ( Gaur, 1994 dan Suriawiria, 2002).
Sumber bahan organik tersebut mengalami proses dekomposisi melalui 3
Acquaah, G. 2002. Horticulture – Principles and Practices. Second Edition. Pentice Hall, NewJersey
Adinugraha, HA. 2005. Teknik Pembibitan Tanaman Hutan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Bogor.
Adimiharja, A., I. Juarsah dan U. kurnia. 2000. Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis dan Takaran Pupuk Kandang Terhadap Produktivitas Tanah Ultisols Terdegradasi di desa Batin Jambi, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Admin. Cara Menanam Bunga Matahari. http://www.iklandenpasar.net/cara-menanam-bunga-matahari.htm l . Diakses 28 Desember 2011.
Agoes, 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. PN.Swadaya. Jakarta.
Agus, Fahmuddin. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Balibangtan, Deptan. Bogor.
Andreas, dkk. 1996. Pengembangan Teknologi Pengolahan Serbuk Gergaji Sebagai Bahan Pengisi Pada Pembuatan Bata Cetak. Balai Industri Ujung Pandang
Anneahira. .Mengintip Budidaya Bunga Matahari. http: // www .anneahira. com/ budidaya-bunga-matahari.htm. Diakses 28 Desember 2011.
Anonim. 2004. Petunjuk Teknis Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Anonim. 2005. Pupuk Organik. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27, No.6. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Anonim. 2010. Pembibitan Pohon Trembesi di Rindam Iskandar Muda. http :// rindam iskandar muda.mil.id/pembibitan-pohon-trembesi-di-rindam-iskandar-muda. Diakses 21 Juni 2011
Anonim. 2008. Bunga Matahari. http://id.wikipedia.org/wiki/Bunga_matahari. Diakses, 28 Desember 2011.
Atekan dan A. Surahman. Peranan Bahan Organic Asal Daun gamal Gliricidia sepium Sebagai Amileoran Aluminium Pada Tanah Ultisol. BPTP. Papua.
Atmojo, SW. 2003. Penerapan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan Upaya Pengelolaannya. Fakultas Pertanian, UNS. Surakarta.
Azri. 1993. Pengaruh Media Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Bibit Lada. Jurnal Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VIII (l), p: 14-16.
Bell, L.C. and T. Besho. 1993. Assessment of Aluminium Detoxification an Plant Response. P. 317-330 in Mulongoy, K. and R. Merckx. 1991. Soil Organik Matter Dynamic and Sustainability of Tropical Agriculture. John Willey and Sons, New York.
Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co., New York.
Cahyani, V.R. 1996. Pengaruh Inokulasi Mikorisa Vesikular-Arbuskular Dan perimbangan Takaran Kapur Dengan Bahan Organik Terhadap PertumbuhanTanaman Jagung Pada Tanah Ultisol Kentrong. UGM,Yogyakarta.
Danu, D. Rohadi dan Nurhasybi. 2006. Teknologi dan Standarisasi Benih dan Bibit dalam Menunjang Keberhasilan Gerhan. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutandan Konservasi Alam. Bogor. p: 63-76.
Dariah, A dan A. Rahman. 1989. Pengaruh Mulsa Hijauan Alley Cropping dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung serta Beberapa Sifat Fisik Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Dewi, W.S. 1996. Pengaruh Macam Bahan Organik dan Lama Prainkubasinya Terhadap Status P Tanah Andisol. UGM..Yogyakarta.
Durahim dan Hendromono. 2001. Kemungkinan Penggunaan Limbah Organik Sabut Kelapa Sawit dan Sekam Padi Sebagai Campuran Top Soil Untuk Media Pertumbuhan Bibit Mahoni Swictenia macrophilla King. Bulletin Penelitian hutan, No.628, p:.13-26
Dwidjoseputro, D. 2000. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta.
Fuskhah, E., R.D. Soetrisno S.P.S. Boedi dan A. Maas. 2009. Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa Pakan Hasil Asosiasi Dengan Rhizobium Pada Media Salin. SNKP. Semarang.
Gaur, A. C. 1994. A Manual of Rural Composting. FAO. PBB. New York.
Hadioetomo, S.R. 2000. Teori dan Praktek Mikrobiologi Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
62
Hanafi,M. Trembesi (Samanea saman). http: // www. agrilands. Net /read /full/ agriwacana /budidaya/2011/01/03/trembesi-samanea-saman.html. Diakses 10 Juli 2011.
Hara, (1986), Utilization of Agrowaste for BuildingMaterial, International And Research Development Cooperation Division, AIST,MITI, Japan
Hartatik,W dan L..R Widowati. Pupuk Kandang. h ttp: // balit tanah. litbang. deptan. go.id /dokumentasi / buku/pupuk/pupuk4.pdf. Diakses 21 Juni 2011
Hartmann, HT., DE Kester, FT Davies, Jr, RL Geneve. 2002. Plant Propagation : Principles and Practices. Printice Hall Inc. 770p.
Hendalastuti, R., dan Henti. 2005. Peran Asam Humat dam Asam Oksalat dalam Meningkatkan Kualitas Bibit Gmelina Arborea. Buletin Penelitian Hutan. No.610, p:51-58.
Hendromono. 1994. Pengaruh Media Organik dan Tanah Mineral Terhadap Mutu Bibit Pterygota alata Roxb. Bulletin Penelitian Hutan no.617, p : 55-64
Hendromono. 1995. Pertumbuhan dan Indeks Mutu Bibit Eucalyptus deglupta Blume. pada Berbagai Suhu Udara dan Tingkat Naungan. Buletin Penelitian Hutan. No.58, p :1-12.
Hendromono. 1998. Teknik Penanaman Korbaril Hymanaea cuorbaryl Pada Areal Alang-Alang. Puslitbangtan dan Konservasi Alam. Bogor.
Hendromono. 2003. Krieteria Penilaian Mutu Bibit Dalam Wadah yang Siap Tanam Untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Bulletin penelitian dan pengembangan kehutanan (4)(1), p:11-20.
Hendromono, Y. Hendrawati dan Mindawati. 2006. Silvikultur Hutan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.
Hendromono. 2007. Bibit Berkualitas sebagai Kunci Pembuka Keberhasilan Hutan Tanaman dan Rehabilitasi Lahan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pengembangan Silvikultur. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. (Tidak dipublikasikan).
Hermanto, 2006. Lumpur Sidoarjo. Dialog Panjang Yang Tak Berkesudahan. http://www.antara.co.id/see Diakses 3 Maret 2011.
Herudjito, D. 1999 Pengaruh bahan humat dari air gambut terhadap sifst-sifst tanah latosol (Oxic Dystropepts). Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.
Hutamadi, R. dkk. 2008. Penelitian Tindak Lanjut Endapan Lumpur Lapindo Di Daerah Porong Kabupaten Sidoarjo, Jatim. Pusat sumber daya Geologi. Bandung.
Isroi. Pengomposan Limbah Kakao. www.isroi.org. Diakses 3 Maret 2011
ITTO. 2006. Status of Tropical Forest Management 2005, A Special Edition of The Tropical Forest Update 2006/1. Yokohama, Japan.
Jo, I.S. 1990. The Use of Organic fertilizer on Soil Physical Properties and Plant Growth . Paper presented at seminar on the use of organic fertilizer in crop production, at suweon, south korea.
Junaedi, A., Asep H., dan Dodi F. 2009. Kualitas Fisik bibit Meranti Tembaga Shorea leprosula Miq. Asal Stek Pucuk Pada Tiga Tingkatan Umur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. VII No.3,p: 281-288
Komala, Cica, A dan Edi K. 2008. Evaluasi Kualitas Bibit Kemenyan Durame Styrax benzoin Dryland Umur 3 Bulan. Junal Hutan Vol.5, No.4, p: 337-345.
Kurniawati PP., Dharmawati FD. Dan Made S. 2007. Pengaruh Media dan Hormone Tumbuh Akar Terhadap Keberhasilan Cangkok Ulin. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 4, No.2, p: 069-118
Kurniaty, R., Budi B. dan Made S. 2010. Pengaruh Media dan Naungan Terhadap Mutu Bibit Suren Toona sureni Merr. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol. 7, No.2, p:77-83
Kuswara dan Salam Hadi. 1990. Analisis Fisika Tanah. Puslit Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Lackey M., dan A. Alm. 1982. Evaluation of Growing Media for Culturing Containerized Red Pine and White Spruce . Tree plunters notes. 33 (1) p :3-7
Lakitan, B., 1995. Hortikultura Teori, Budidaya dan Pascapanen. PT Raja Grafindo. Jakarta.
Madjid, A. R. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online untuk mata kuliah: (1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah, (3) Teknologi Pupuk Hayati, dan (4) Pengelolaan Kesuburan Tanah Lanjut. Fakultas Pertanian Universitas SrIwijaya dan Program Pasca Sarjana Unsri http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses 5 Desember 2010
Manik, W.S. 2007. Evaluasi Kualitas Bibit Surean Toona sinensis Roem. Asal Biji Pada Umur 5 bulan. Inpress.
Margareta, L. 2011. Optimasi pH Awal Media Produksi Enzim Proteolitik Kasar (Crude) Thermostabil dari Bakteri Isolat (A 2,4) Lumpur Lapindo. Skripsi. Unair. Surabaya.
Martina, A., N. Yuli dan M. Sutisna. 2002. Optimalisasi beberapa factor fisik terhadap laju degradasi selulosa kayu albasia Paraserianthes falcataria L. Nielsen dan karboksimetil selolusa secara enzimatis oleh jamur. Jurnal Natur Indonesia 4(2), p: 156-162
Mashudi, Dedi S. dan Surip. 2005. Aplikasi Variasi Media Perkecambahan Pada Persemaian Pulai. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Vol.2, No.1, p: 13-19
Mengel, K. and Kirby, E.A. 1978. Principles of Plant Nutrition . International Potash Institute. Bern. Swizerland
Mindawati, N, dan Yusnita S. 2005. Pengaruh Macam Media Terhadap Pertumbuan Semai Acacia mangium Willd. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (2)(1), p: 53-59
Mulyono, D. 2010. Pemanfaatan Limbah Jagung Menjadi Pupuk Organik Untuk Penyuburan Lahan Pertanian. Jurnal Rekayasa Lingkungan, Vol.6, No.1, p:.52.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya . Jakarta.
Nengsi dan Indriyanto. 2008. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Daun Bayfolan Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swetenia macrophylla King.). http://www.unila.ac.id/fp-Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Novi S. W., dan Indriyanto. 2008. Pengaruh Pemberian Bokashi, Serbuk Kayu Gergajian, Sekam Padi dan KulitKopi pada Tanah Sebagai Media Sapih Terhadap Pertumbuhan Semai Cempaka Kuning (Micheliachampaca L.). http://www.unila.ac.id/fp-Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Nursyamsi, D., O. Supandi, D. Erfandi, Sholeh dan I.P.G. Wijaya –Adhi. 1995. Penggunaan Bahan Organik, Pupuk P dan K untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Podsolik (Typic Kandiudult). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Okalebo, J.R., K.W. Gathua dan P.L. Woomer. 1993. Laboratory Methods of Soil and Plant Analysis: A Working Manual. TSBF, UNESCO-ROSTA.
Park, Y.D. 1990. Utilization of organic wastes as fertilizers in Korea. Paper presented at seminar on the use of organic fertilizer in crop production, at suweon, south korea.
Permita, D. Bunga Matahari Bantu Hilangkan Radiasi. http:// tekno. liputan6. com/read/352707/bunga-matahari-bantu-hilangkan-radiasi. Diakses 28 Desember 2011.
Pinus Lingga. 1991. Jenis dan Kandungan Hara Pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian Dan Pedesaan Swadaya. Antanan. Bogor.
65
Pramono dan H. Suhaendi. 2006. Manfaat Sertifikasi Sumber Benih, Mutu Benih dan Mutu Bibit dalam Mendukung Gerhan. Prosiding Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. P:. 49-61.
Primavanni, F. Studi Ketahanan Hidup dan Aktivitas Nitrat reduktase pada tanaman Cassia fistula yang ditanam pada media lumpur sidoarjo, pasir dan pupuk organik. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9219-1504100017 Abstract_id.pdf Diakses 21 Juni 2011.
Purwati, A. 2007. Lumpur Lapindo Kandung Logam Berat Berbahaya www. google.com/lumpurlapindo. Diakses 21 Juni 2011.
Putri, A.I. 2008. Pengaruh Media Organik Terhadap Indek Mutu Cendana . Jurnal Pemulian Tanaman Hutan, Vol.21, No.1
Putri, A. I. 1999. Priming Effect of Pineapple Wastes Decomposition Process By Algae Biomass. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Rahayu, R.D. 2008. Pengaruh Pemanfaatan Bahan Organik Paitan (Thitonia diversifolia), Kotoran Ayam, Kotoran Sapi dan Lumpur Lapindo Terhadap pH Tanah dan Kation basa Tanah (dd) serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Zea mays Pada Inceptiol Porong Sidoarjo. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Rahmawati, N. 2005. Pemamfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Sandy, N.J., Tutik Nurhidayati dan Kristanti Indah P. Profil Protein Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) Yang Dikulturkan Pada Media Modifikasi Air Lumpur Sidoarjo. http: // digilib. its.ac. id/ public/ITS-Undergraduate-13281-Paper.pdf Diakses 21 Juni 2011
Santosa, E. 2003. Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan Mulsa Terhadap Pertumbuhan Tanaman Lidah Buaya Aloe vera Mill. Bul.Agron. (31)(3) p:120-125.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Scholes, M.C., Swift, O.W. Heal, P.A. Sachez, JSI., Ingram and R. dudal. 1994 Soil Fertility Research in Response to Demand for Sustainability in the Biological Management of Tropical Soil Fertility (Eds Woomer, PL. and Swift., MJ). John Wiley & sons. New York.
Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah. Kalam Mulia. Jakarta.
Siahaan, H., Nanang H., Teten RS., dan Nasrun S. 2007. Peningkatan Pertumbuhan Bibit Kayu Bawang Protium javanicum Burm F. Dengan Aplikasi Arang Kompos dan Naungan. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian.
Siarudin, M. dan Endah Suhendah. 2007. Uji Pengaruh Mikoriza dan Cuka kayu terhadap Pertumbuhan Lima Provenan sengon di Pesemaian. Junal Pemuliaan tanaman Hutan. Vol.1.N0.1 Juli 2007
Stevenson, FT. 1982. Humus Chemstry. John Wiley & sons. New York.Sudadi, Yuni NH dan Sumani. 2007. Ketersediaan K dan Hasil Kedelai
Glycine max L.. Merril Pada Tanah Vertisol Yang Diberi Mulsa dan Pupuk Kandang. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol. 7, No.1,.p : 8-12.
Soedarjo. .2003. Teknologi Rhizobium pada Tanaman Kedelai. Balitkabi Malang.
Soedarjo dan Muchdar. 2003. Faktor yang Mempengaruhi Nodulasi dan Efektivitas Rhizobium. Balitkabi. Malang.
Sudarto, 2006. Dam[pak Lumpur Panas Lapindo Terhadap Lingkungan Pertanian Sidoarjo. http://bem fp.brawijaya.ac.id/info. Diakses 20 Juni 2011.
Sudiarto dan Gusmaini. 2004. Pemanfaatan Bahan Organik In Situ Untuk Efisiensi Budidaya Jahe Yang Berkelanjutan. Jurnal Litbang Pertanian, 23(2).
Sudradjat, R. 2002. Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudomo, A., Encep Rahman dan Nina M. 2010. Mutu Bibit Manglid Manglieta glauca BI Pada Tujuh Jenis Media Sapih. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Vol.7, No.5, p:265-272
Sufardi, Djayakusuma, A.D., Suyono, T.S.Hassan, 1999. Perubahan karateristik muatan dan retensi fosfor ultisol akibat pemberian amelioran dan pupuk fosfat. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung
Sugiarto, B. 2006. Empat Jenis Mangrove di tanam di Lumpur Lapindo..http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/12/tgl/18/time/165247/idnews/721463/idkanal/10. Diakses 20 Juni 2011
Sugiarto. 2000. Aplikasi Bahan Organik Tanaman Terhadap Komunitas Fauna Tanah dan Pertumbuhan Kacang Hijau Vigna radiate. Jurnal Biodiversitas Vol.1, No.1, p: 25-29.
Suharjo, U.K.J. 2001. Efektifitas Nodulasi rhizobium javanicum Pada Kedelai Yang tumbuh di Tanah sisa Inokulasi dan tanah dengan Inokulasi Tambahan. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia. Vol.3. no.1, 2001. P.31-35
Suntoro, W.A. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. UNS. Surakarta.
Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini dan W. Hartatik. 2005. Teknologi Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Deptan. Jakarta.
Suriawira, U. 2002. Pupuk organik kompos dari sampah. Penerbit Alumni. Bandung.
Suryowinoto, S.M., 1997. Flora Eksotika, Tanaman Hias Berbunga. Yogyakarta.
Syakir, M., MH. Bintoro dan H. Agusta. 2009. Pengaruh Ampas Sagu dan Kompos Terhadap Produktivitas Lada Perdu. Jurnal Littri 15 (4), p: 168-173.
Syukur, A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah dan Pertumbuhan Caisim di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan vol 5 (1), p:30-38.
Syukur, A dan Nur Indah M. 2006. Kajian Pengaruh Pemberian Macam Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jahe di Inceptisol, Karanganyar. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol. 6 (2), p:124-131.
Tajang, AU., dkk. 1989. Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Pengganti Zeolit Dan Karbon Aktif pada Proses Penjernihan Air. Fmipa Unhas. Makassar.
Tan, K. H. 1993. Environmenal Soil Science. Marcel Dekker Inc. New York.
Tejasuwarno, 1999. Pengaruh Pupuk Kandang Terhadap Hasil Wortel dan Sifat Fisik Tanah. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung
Tian, G., L. Brussard, B.T., Kang and M.J. Swift. 1997. Soil fauna-mediated decomposition of plant residues under contreined environmental and residue quality condition. In Driven by Nature Plant Litter Quality and Decomposition, Department of Biological Sciences. (Eds Cadisch, G. and Giller, K.E.), pp. 125-134. WeyCollege, University of London, UK.
Toni. 2010. Teknik Budidaya Tanaman Sengon. http: // www. kabayan. web.id/ 2010 /12/teknis-budidaya-tanaman-sengon.html. Diakses 28 Desember 2011.
Triwilaida dan RMS. Harahap. 1990. Pentingnya Pemupukan Pada Hutan Tanaman Industry. Jurnal penelitian dan pengembangan kehutanan VI (3):26-29
Utami, S. Struktur Morfologi Dan Anatomi Akar Kacang Hijau Vigna Radiata Pada Media Lumpur Lapindo. http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100008032140/2587. Diakses 21 Juni 2011.
Wahyono, S. 2010. Tinjauan Manfaat Kompos dan Aplikasinya Pada berbagai Bidang Pertanian. Jurnal Rakayasa Lingkungan Vol.6, No.1 . p: 29-31.
Wahyuti. 2010. Kurangi Pemanasan Global dengan Pohon Trembesi. http://wahyuti4tklarasati.blogspot.com/2010/06/kurangi-pemanasan-global-dengan-pohon.htmltr8 Diakses 21 Juni 2011.
Warsiti. 2009. Kajian Pemakaian Pupuk Kandang Sapi Pada Tanah Regosol Kelabu Terhadap Erosi. Jurnal Orbith. Vol. 5, No.1,p :52-59
Wigati, ES., Abdul, S dan Bambang DK. 2006. Pengaruh Takaran Bahan Organik dan Tingkat Kelengasan Tanah Terhadap Serapan Fosfor Oleh Kacang Tunggak di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 6 (1), p:53-58.
Wiguna, I.P.A., Wahyudi C., dan Amien Widodo. 2009. Penanggulangan Semburan Lumpur Lapindo. PSKB., LPPM., ITS. Surabaya.
Wiskandar, 2002. Pemanfaatan pupuk kandang untuk memperbaiki sifat fisik tanah di lahan kritis yang telah diteras. Konggres Nasional VII.
Wong, M.T.F, E. Akyeampong, S. Nortcliff, M.R. Rao, and R.S. Swift. 1994. Initial Responses of Maize and Beans to Decreased Consentration of Monomeric Inorganic Aluminium with Aplication of Manure or Tree Prunings to on Oxisol in Burundi. Plant and Soils 171; 275-282.
Yuwono, Nasih Widya. 2009. Membangun Kesuburan Tanah Di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol.9, No.2,p: 137-141.