PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BAR AT TAHUN 2 0121 BAB I PENDAHULUAN Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk dokumentasi tahunan dari produk Sistem Informasi Kesehatan yang dapat memberikan gambaran perkembangan situasi kesehatan khususnya di Wilayah Administratif Provinsi Jawa Barat dan juga merupakan investasi informasi untuk kebutuhan di masa yang akan datang. Instrumen dasar untuk penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengacu kepada Pedoman Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang memuat berbagai indikator, variabel yang berkaitan dengan Program Pembangunan Kesehatan. Mekanisme penyusunan Profil Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Lintas Sektor antara lain BPS, BKKBN, melalui kegiatan pertemuan pemutakhiran data profil, validasi data profil secara berjenjang. Indikator-indikator yang ditampilkan pada Profil Kesehatanantara lain Indikator Derajat Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan. Indikator Derajat Kesehatan merupakan indikatoroutcome meliputi mortalitas dan morbiditas serta Angka Harapan Hidup. Indikator Upaya Kesehatan merupakan indikatoroutputhasil kegiatan Pelayanan Kesehatan Dasar maupun Ruj ukan. Indikator Sumber Daya Kesehat an merupakan indikatorinputyang merupakan syarat pokok dalam pelaksnaan pembangunan kesehatan. Secara umum dalam penyusunan profil kesehatan ini dilakukan analisis deskripsif, analisis komperatif antar Kabupaten, Kota dan Provinsi. Untuk melihat trend tahunan suatu indikator tertentu dilakukan analisis kecenderungan. Secara terbatas dilakukan juga analisis hubungan antar faktor risiko dengan outputatau outcome. Untuk mempermudah dalam analisis, variabel indikator yang tersedia pada tabel profil kesehatan ini, disajikan melalui tampilan tabel, gambar yang disesuaikan dengan tujuan analisis seperti grafik garis, grafik batang, dan peta. Profil Kesehatan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi baik sektorkesehatan sendiri maupun sektor non kesehatan, terutama dalam proses manajemen yang meliputi perencanaan, penggerakan, pengendalian dan monitoring serta evaluasi pembangunan kesehatan. Untuk itu dilakukan desiminasi informasi melalui distribusi Buku Profil Kesehatan ke berbagai unit/ sektor yang berkai tan dengan Bidang Kesehatan seperti Kemenkes.RI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antar Dinas Kesehatan Provinsi, Bappeda. Beberapa keterbatasan yang mempengaruhi kecepatan dan ketepatan penyelesaian Profil diantaranya adalah;
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Provinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 5050’ – 7
050’ Lintang
Selatan dan 104048’ – 108
048’ Bujur Timur, dengan batas wilayah di sebelah Barat
berbatasan dengan Provinsi Banten, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa
Tengah di sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia, sedangkan di daerah
Utara adalah Laut Jawa.
Luas wilayah Provinsi Jawa Barat sebesar 37.116,54 kilometer persegi atausekitar 27,82% dari luas wilayah Pulau Jawa dan Madura atau 1,85% dari luas
wilayah Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Indonesia di sebelah barat
Pulau Jawa.
Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa
Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan
daerah berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit
pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah.
Kondisi topografi Jawa Barat, dibedakan atas wilayah pegunungan curam
(9,5%) yang terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas
permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai (36,48 %) yang terletak di bagian
Tengah dengan ketinggian 10-1.500 m dpl., dan wilayah daratan landai (54,02%)
yang terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0-10 m dpl. Jawa Barat memiliki
iklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar 17,40-30,70 C dengan kelembaban udara
73-84%.
Jawa Barat beriklim tropis dengan curah hujan tinggi, rata-rata curah hujan
dalam sebulan adalah 161 milimeter dan 7 hari hujan.Iklim demikian menunjang
adanya lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliransungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanah yang ada dipergunakan sebagai
lahan pertanian. Suhu 90
C di Puncak Gunung Pangrango dan 340
C di Pantai Utara,
curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan
antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun
Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota,
mencakup sekitar 626 Kecamatan, 3.232 Perkotaan dan 2.659 Perdesaan dan dibagi
menjadi 5 Koordinator Wilayah yaitu :
• Wilayah Bogor yang terdiri dari Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok,
Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur.
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 12
Sedangkan proporsi kabupaten/kota dengan LPP < 1% sebesar 30,77% yaitu
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Ciamis, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Tasikmalayan, Kabupaten Subang dan
Kota Cirebon. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar III.A.5 .
3. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Luas wilayah yang tidak seimbang di antara Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat berdampak pula pada persebaran penduduk yang berakibat menjadi
kompleknya masalah kependudukan di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor
memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,08% dari jumlahpenduduk Jawa Barat,
disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan daerah yang
memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yanghanya sebesar 0,41% dari total
penduduk Jawa Barat
Pada tahun 2012 Kabupaten Bogor (5.122.473 jiwa) merupakan kabupaten
dengan jumlah penduduk terbesar sekitar 11,2% dari penduduk Jawa Barat.
Kabupaten/Kota lainnya dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kabupaten
Bandung (3,3 juta jiwa atau 7,42%), Kabupaten Bekasi (2,79 juta jiwa atau 6,26%),
Kabupaten Garut (2,48 juta atau 5,57%) dan Kota Bandung (2,46 juta jiwa atau
5,53%). Sementara itu ada 3 (tiga) wialyah yang mempunyai penduduk paling sedikit
adalah Kota Banjar (180.030 jiwa atau 0,40%), Kota Cirebon (302.772 jiwa atau
0,68%) dan Kota Sukabumi (308.508 jiwa atau 0,69%, dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar III. A. 6Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.
Persebaran penduduk di Jawa Barat tidak merata, terjadi pemusatan penduduk
yang mempunyai kepadatan diatas 1.000 jiwa per kilometer persegi yaitu di Wilayah
Bogor (Kabupaten/Kota Bogor, Kota Depok dan Kota Sukabumi), Wilayah Purwakarta
(Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten Karawang), Wilayah Cirebon (Kabupaten/KotaCirebon, Majalengka), Wilayah Priangan Timur (Kota Banjar dan Kota Tasikmalaya)
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 13
dan Wilayah Priangan Barat ( Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat,
Kota Cimahi). Kemungkinan disebabkan oleh karena daerah tersebut merupakan
daerah pusat industri yang menjadi daerah tujuan utama para migran.
Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat menunjukkan perubahan dari
tahun ke tahun, terjadi peningkatan dari 972 orang per kilometer persegi pada tahun2000 menjadi 1.130 orang perkilometer persegi di tahun 2005, pada tahun 2010
menjadi 1.160 perkilometer perseginya.dan tahun 2012 naik kembali menjadi 1.200,
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel III. A.1Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa BaratTahun 2007-2012
TahunKepadatan Penduduk Per
kilometer persegiKeterangan
Sumber Data
2007 1.167 Suseda
2008 1.187 Suseda
2009 1.233 Suseda
2010 1.160 Sensus
2011 1.182 Estimasi
2012 1.200 EstimasiSumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat
Kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat di Kota Bandung yaitu
14.634 jiwa per kilometer persegi, diikuti oleh Kota Cimahi sebesar 13.608 jiwa per
kilometer persegi. Kabupaten yang paling jarang penduduknya adalah Kabupaten
Ciamis dengan kepadatan penduduk sebesar 565 per kilometer persegi.
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 14
Tabel III. A. 2Angka Kelahiran Kasar (CBR) dan Angka Kesuburan Total (TFR)
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2000, 2005 – 2010, 2012
TahunTotal Fertility Rate (TFR)Angka Kesuburan Total
Crude Birth Rate (CBR)Angka Kelahiran Kasar
2000 2,61 23,98
2005 2,53 25,41
2006 2,39 24,01
2007 2,30 23,10
2008 2,20 21,09
2009 2,08 20,92
2010 2,18 21,90
2012 2,50 25,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, BKKBN Provinsi Jabar, SDKI 2012
B. GAMBARAN SOSIAL EKONOMI
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, rata–rata Laju
Pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat tahun 2012 relatif meningkat. Pada
2012 Laju pertumbuhan ekonomi (LPE), sebesar 6,2 %, dengan laju inflasi antara 4,9 -
6%. Sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi adalah Sektor
Kontruksi, Industri, Perdagangan, sedangkan kontribusi yang paling kecil diberikan oleh
Sekror Keuangan, Persewaan dan Jasa.
PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2012, mengalamipeningkatan sebesar 6,21% dari tahun 2011 sebesar Rp. 343,11 trilyun menjadi Rp.
364,41 trilyun tahun 2012, sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga
sebesar 59,08%, ekspor sebesar 36,30% dan pembentukan modal tetap bruto 19,20%.
Sedangkan pertumbuhan nilai PDRB menurut penggunaan, konsumsi Pemerintah
mengalami kenaikan sebesar 10,58%. Dari sisi lapangan usaha, perekonomian Jawa
Barat didominasi oleh peranan tiga sektor utama yakni sektor Industri Pengolahan,
sektor Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Pertanian.
Besarnya pendapatan yang diperoleh/diterima rumah tangga dapat
mengambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun demikian data pendapatan
yang akurat sulit diperoleh, sehingga dalam survey/ kegiatan Sosial Ekonomi Daerah
(Suseda) didekati melalui pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan BPS Provinsi Jawa
Barat Tahun 2012, Pola rata-rata pengeluaran per-kapita rumah tangga di Provinsi
Jawa Barat menunjukan sebanyak 58,64% pengeluaran rumah tangga.
2. Penduduk Miskin
Indikator kemiskinan ditentukan dengan Nilai Rupiah yang dibelanjakan untuk
2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokokminimum lainnya seperti perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan,
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 16
masyarakat dilakukan secara berkelanjutan dengan disertai upaya menumbuhkan
partisipasi masyarakat melaksanakan perilaku hidup sehat.
Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat
Jalan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 46,9,2% (Lampiran Tabel 56).
Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (42,3%) mengalami peningkatan sebesar 4,6poin. Sedangkan Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan
Rawat Inap di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 2,1% (Lampiran Tabel 56).
3. Tingkat Pendidikan
Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM)
terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek
Huruf (AMH). Capaian Tingkat Pendidikan untuk indikator Angka Melek Huruf (AMH)
pada Tahun 2012 sebesar 96,97% dan terjadi peningkatan capaian AMH Tahun 2012
terhadap Tahun 2007 sebesar 1,65%. Persentase AMH penduduk berusia 15 tahun ke
atas sebesar 96,97% yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada
96-97 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca
dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Capaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada Tahun 2012 sebesar 8,15 tahun
(angka perkiraan BPS Jawa Barat, 6 Maret 2013),Tahun 2008 sebesar 7,50 tahun
(LKPJ 2008), sedangkan capaian RLS Tahun 2007 sebesar 7,50 tahun. Dengan
demikian capaian RLS Tahun 2012 terhadap Tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar
0,65 tahun.
Berdasarkan Susenas 2012, AMH penduduk usia 15 tahun ke atas perempuan
(94,10%) lebih rendah dibandingkan laki-laki (97,33%). AMH penduduk usia 15 tahun
ke atas di daerah perdesaan (92,75%) lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan
(97,28%). Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun ke atas disebabkan oleh
rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun ke atas. AMH penduduk usia 45 tahun ke
atas sebesar 88,09 persen. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas perempuan (83,46
persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (92,67 persen).
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan besaran penduduk usia sekolah
yang sedang bersekolah. APS merupakan ukuran daya serap, pemerataan dan akses
terhadap pendidikan khususnya penduduk usia sekolah. APS 13-15 tahun sebesar
89,59 persen. Ini menunjukkan masih terdapat kelompok usia wajib belajar (13-15
tahun) sebesar 19,20 persen yang tidak bersekolah. APS 16-18 tahun sebesar 58,56
persen dan APS 19-24 tahun sebesar 11,78 persen. APS di perdesaan lebih rendah
dibandingkan perkotaan. Semakin tinggi kelompok umur semakin besar perbedaannya
(gap). Di perdesaan APS 7-12 tahun sebesar 94,29 persen, APS 13-15 tahun 74,83
persen, APS 16-18 tahun 33,95 persen, APS 19-24 tahun sebesar 5,41 persen. Di
perkotaan APS 7-12 tahun sebesar 95,68 persen, APS 13-15 tahun 84,17 persen, APS
16-18 tahun 49,95 persen dan APS 19-24 tahun sebesar 14,20 persen.
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 20
Gambar III. B. 6Peta Angka Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kesehatan
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
Sumber : BPS Jawa Barat
Apabila dibandingkan antara Kabupaten/Kota, dari gambar diatas terlihat
bahwa ada 13 Kabupaten/Kota yang Indeks Kesehatannya diatas angka Jawa Barat
(72,34) dan 13 Kabupaten/Kota dibawah angka Jawa Barat. Apabila dibandingkan per
Kabupaten/Kota ternyata yang tertinggi terdapat di Kota Depok (79,95) dan yang
terendah terdapat di Kabupaten Cirebon (66,95).
C. GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK
Faktor terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah
lingkungan. Gambaran beberapa faktor risiko lingkungan yang dapat disajikan dibawah ini
antara lain Cakupan Rumah Sehat, Cakupan Jamban Sehat, Cakupan Keluarga dengan
Sumber Air Minum Terlindung, Angka Bebas Jentik dan Cakupan Pengawasan Tempat
Tempat Umum Pengolahan Makanan (TTUPM).
Dalam pembahasan indikator penyehatan lingkungan ini baru dilakukan analisisdeskriftip dan dilakukan secara partial, belum dilakukan upaya untuk menghubungkan faktor
risiko dengan outcome penyakitnya.
1. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Salah satu indikator keberhasilan pengendalian penyakit bersumber binatang
yang berkaitan dengan upaya kesehatan lingkungan adalah pemantauan faktor risiko
penyakit demam berdarah dengue (DBD), yakni Angka Bebas Jentik (ABJ).
Besaran risiko terjadinya penularan DBD bisa di identifikasi berdasarkan Angka
Bebas Jentik (ABJ). ABJ dapat memberikan indikasi berapa banyak rumah/ bangunan
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 26
mencakup tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Tempat Umum dan Sarana
Kesehatan.
Walaupun masih dibawah target nasional, namun persentase cakupan Rumah
Tangga Ber PHBS dari tahun ke tahun menunjukan adanya peningkatan dimana pada
periode tahun 2008-2012 mengalami kenaikan dari 32,13% menjadi 47,4% tahun 2012.Untuk perbandingan antar Kabupaten/Kota lebih rinci dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Gambar III. D. 1Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS)
menurut Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012
Dari gambar diatas terlihat bahwa Kabupaten/Kota yang mempunyai
Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) tertinggi terdapat di
Kota Cirebon (91,15%) dan terendah di Kabupaten Cianjur (24,67%).
Indikator PHBS di tatanan rumah tangga mencakup aspek-aspek sebagai
beriktu yaitu : ibu bersalin oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI untuk balita, adanya
jaminan pemeliharaan kesehatan, aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok, makan
dengan gizi berimbang, ketersediaan air bersih, adanya jamban, tingkat kepadatan
hunian, lantai rumah bukan dari tanah, bebas jentik.
Hasil Riset kesehatan daerah di Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Barat tahun
2007 menunjukkan persentase keluarga PHBS yang tinggal di perkotaan lebih baik
(45,1%) dibandingkan dengan di pedesaan (31,1%). Berdasarkan tingkat pengeluaran
per-kapita keluarga, semakin sejahtera tingkat sosial ekonomi keluarga semakin besar
proporsi pencapaian keluarga bersih dan sehat.
Penerapan PHBS di rumah tangga diharapkan mengurangi risiko terjadinya
kematian bayi karena tidak ditolong oleh tenaga kesehatan, meningkatkan daya tahan
tubuh dengan ASI. Pencegahan penyakit degeneratif dengan berolah raga,
mengkonsumsi makanan bergizi. Pencegahan penyakit pernafasan dengan tidak
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 27
merokok dan tinggal di tempat yang tidak terlalu padat hunian. Ketersediaan air bersih,
jamban dan lantai mengurangi risiko kejadian penyakit berbasis lingkungan, seperti
diare, penyakit kulit, dll. Hingga saat ini penyakit Infeksi saluran Pernafasan dan Diare
masih merupakan penyebab kematian bayi yang cukup besar di Jawa Barat.
Hasil Susenas 2012, persentase penduduk 10 tahun keatas yang merokok diJawa Barat sebanyak 29,38%, yang terdiri dari umur 10-17 tahun sebanyak 2,93%, umur
18-24 tahun sebanyak 26,36% dan diatas 25 tahun sebanyak 37,68%. Hal ini
menunjukkan bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat masih
merupakan tantangan berat.
2. Umur Perkawinan Pertama
Umur perkawinan pertama mempunyai pengaruh yang besar terhadap tinggi
rendahnya tingkat fertilitas, karena pangjangnya masa reproduksi berkaitan dengan umur
pertama kali perempuan melakukan pernikahan. Makin muda usia perempuan pada
perkawinan pertama maka kecenderungan untuk memiliki anak lebih banyak semakin
tinggi.
Hal ini berkaitan antara usia perempuan saat perkawinan pertama dengan
faktor risiko ibu melahirkan. Semakin muda usia perkawinan pertama, semakin besar
risiko yang dihadapi bagi keselamatan kesehatan ibu maupun bayi, secara mental
perempuan muda yang cepat menikah umumnya sangat rentan perceraian karena emosi
yang belum stabil dan belum siap untuk menjalankan rumah tangga serta belum siap
menerima pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan. Demikian pula dengan
semakin tua usia perkawinan pertama, maka risiko yang dihadapi semakin tinggi baik
pada masa kehamilan maupun pada masa melahirkan.
Pada periode tahun 2007-2012 telah dapat dilihat lebih nyata bahwa usia
perkawinan pertama pada perempuan kurang dari 15 tahun cenderung menurun
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dari 23,53% tahun 2007 menjadi 15,72%
tahun 2012, disisi lain usia perkawinan diatas 19 tahun cenderung mengalami
peningkatan.
Tabel III. D. 1
Penduduk Perempuan berusia 10 tahun ke atas yang pernah menikahMenurut usia perkawinan pertama di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 – 2012
Usia Perkawinan Pertama 2007 2008 2009 2010 2011 2012
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 42
Pola penyakit rawat jalan di Puskesmas didominasi Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (22,42%), Penyakit Sistem Pencernakan (15,47%), Penyakit Kulit Dan
Jaringan Subkutan (13,32%) dan Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat
(10,30%) merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan.
Pada penderita rawat jalan usia pralansia dan lansia di puskesmas maupun diRumah Sakit, Penyakit Sistem Muskuloskeletal Dan Jaringan Ikat, Penyakit Sistem
Pencernakan, Penyakit Sistem Pembuluh Darah yang menjadi penyakit terbanyak yang
ditemui dan penyakit yang rawat inap terutama Diabetes Melitus, Hipetensi dan Strok.
Penyakit degeneratif yang erat kaitannya dengan gaya hidup, mencakup pola makan
yang kurang berimbang serta sedikitnya aktifitas olah raga juga menjadi mayoritas
masalah kesakitan di masyarakat.
2. Gambaran Penyakit Menular
Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat,
antara lain sebagai berikut:
Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat,
antara lain sebagai berikut:
a. Penyakit Menular Bersumber Binatang
1) Malaria
Penyakit Malaria di Provinsi Jawa Barat masih terfokus di Jawa Barat
bagian Selatan, terutama di Kabupaten Sukabumi, Garut, Ciamis, dan
Tasikmalaya. Kasus Malaria yang ditemukan dan dilaporkan di kabupaten lainnya
biasanya merupakan kasus malaria impor.
Indikator keberhasilan Pengendalian Penyakit Malaria digunakan indikator
Annual Parasite Index (API). Berikut gambaran API Malaria di Provinsi Jawa Barat
1997-2012.
Gambar IV. B. 7Trend Annu al Parasi te Index (API) Malaria
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 66
dan dan kelainan janin. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat pada cakupan
kunjungan ibu pertama kali ibu hamil (K1) dan kunjungan ibu hamil empat kali (K4).
Indikator K1 untuk melihat sejauh mana akses pelayanan ibu hamil
memberikan gambaran besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Dan Indikator K4 merupakan akses/kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan dengan syarat
minimal satu kali kontak pada triwulan I (umur kehamilan 0-3 bulan), minimal satu kali
kontak pada triwulan II (umur kehamilan 4-6 bulan dan minimal dua kali kontak pada
triwulan III (umur kehamilan 7-9 bulan) dan sebagai indikator untuk melihat jangkauan
pelayanan antenatal dan kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Berdasarkan Profil KesehatanKabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2012, menunjukkan bahwa cakupan pelayanan K1 sebesar 100,1% dengan kisaran
per-kabupaten/kota antara 89% sampai dengan 101%. Sedangkan cakupan K4
sebesar 90,7% dengan kisaran antara 99% dan 82%.
Gambar V. A. 1Cakupan Pelayanan K1 dan K4
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008–2012
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012
Gambar V.A.1 memperlihatkan perkembangan Cakupan Pelayanan K1 dan
K4 dari tahun 2006 sampai 2012 di Provinsi Jawa Barat cenderung meningkat. Dari
gambar tersebut dapat dilihat adanya kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1
dan K4 pada tahun 2010 sekitar 6,68% dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan
menjadi 9,39%. Hal itu berarti semakin banyak ibu hamil yang melakukan kunjungan
pertama pelayanan antenatal diteruskan hingga kunjungan keempat pada trimester 3
sehingga kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan.
Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun
2012, terlihat bahwa persentase drop out (DO) yang berada diatas angka Jawa Barat
terdapat 11 Kabupaten/Kota dan yang tertinggi terdapat di Kabupaten Bogor (15,3%),
sedangkan yang dibawah angka Jawa Barat terdapat di 15 Kabupaten/Kota dengan
paling kecil terdapat di Kota Bekasi (3,3%). Secara rinci dapat dilihat pada lampirantabel 28.
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 68
Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, presentase ibu yang memeriksakan
kehamilan oleh tenaga kesehatan terdiri dari 18,9% tenaga dokter kandungan, 1,3%
dokter umum, 75,3 % bidan, 0,4% dukun, 0,4% lainnya dan 1,6% tidak diperiksa.
Untuk memantau kesehatan Ibu hamil maka KMS ibu hamil atau Buku KIA digunakan
untuk mencatat pelayanan yang sudah diterima oleh ibu selama hamil, melahirkan,nifas serta untuk bayinya dilanjutkan dengan pertumbuhan sampai umur bayinya lima
tahun (Balita). Dalam Riskesdas 2010 dicatat ibu yang mempunyai KMS Bumil atau
buku KIA di Jawa Barat baru mencapai 75,2%.
Selain mengupayakan peningkatan cakupan pelayanan K4, harus diupayakan
pula peningkatan kualitas K4 yang sesuai standar. Salah satu pelayanan yang
diberikan saat pelayanan antenatal yang menjadi standar kualitas adalah pemberian
zat besi (Fe) 90 tablet dan imunisasi TT (Tetanus Toksoid). Dengan demikian
seharusnya ibu-ibu hamil yang tercatat sebagai cakupan K4 juga tercatat dalam
laporan pemberian Fe3 dan TT2.
Pada gambar dibawah ini terlihat bahwa Cakupan K4 pada tahun 2012
sebesar 89,93%, namun pemberian 90 tablet besi hanya sebesar 85,04%, dan
terdapat kesenjangan sebesar 4,89%. Begitu pula dengan status imunisasi TT2 pada
ibu hamil juga merupakan syarat kualitas pelayanan K4, akan tetapi seperti halnya
Fe3, imunisasi cakupan TT2 masih lebih tinggi dibandingkan dengan cakupan K4.
Hal ini ada kemungkinan sistem pelaporan ketiga variabel tersebut yang belum
terintegrasi dan bersinambungan antara program kesehatan ibu dan anak, program
gizi dan program immunisasi.
Gambar V. A. 4Persentase Cakupan K4, Fe3 Dan Status Imunisasi TT
Di Provinsi Jawa Barat tahun 2008 – 2012
Sumber : Profil Kab/kota dan Seksi Kesga-Gizi Bid. Yankes Dinas Provinsi Jawa Barat tahun 2012
Pelayanan antenatal terkait dengan deteksi kehamilan berisiko, seyoganya
ibu hamil diberi penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya kehamilan, agar ibu hamil
waspada dan apabila mengalaminya dapat segera mencari pertolongan ke tenaga
kesehatan atau fasilitas kesehatan. Menurut hasil Riskesdas tahun 2010, presentase
ibu yang mendapatkan penjelasan tanda-tanda bahaya kehamilan baru mencapai
43,8%.Cakupan Kunjungan ibu hamil yang terdektesi sebagai ibu hamil dengan
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 71
c. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Setelah melahirkan, ibu masih perlu mendapat perhatian. Masa nifas masih
berisiko mengalami pendarahan atau infeksi yang dapat mengakibatkan kematian ibu.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota cakupan pelayanan ibu nifas (KF)
pada tahun 2012 baru mencapai 87,35%, secara umum cakupan KF lebih tinggi diperkotaan dibanding perdesaan. Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota terdapat
19 Kabupaten/Kota yang telah mencapai target 85%. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar V. A. 8Cakupan Pelayanan Ibu Nifas (KF)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012
Pelayanan yang diberikan kepada ibu nifas antara lain pemberian vitamin A,
berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, terdapat 69,20% ibu nifas Provinsi
Jawa Barat yang mendapatkan kapsul vitamin A, apabila dibandingkan antar
Kabupaten/Kota terdapat 17 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat, tertinggi
terdapat di Kabupaten Majalengka (105,8%) dan terendah di Kota Sukabumi (6,80%).
Dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar V. A. 9Cakupan Ibu Nifas Mendapatkan Kapsul Vitamin A
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 72
d. Pelayanan Kesehatan Neonatal
Cakupan kunjungan neonatal (KN) adalah persentase neonatal (bayi kurang
dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga
kesehatan satu kali pada umur 0-7 hari dan satu kali pada umur 8-28 hari. Angka ini
menunjukan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan neonatal. Hal ini karenabayi hingga umur kurang dari 1 bulan mempunyai resiko gangguan kesehatan yang
paling tinggi.
Cakupan Kunjungan Neonatal di Jawa Barat pada tahun 2012 baru mencapai
93,3% dengan kisaran per-kabupaten/kota antara 71,3% -103,8% . Bila dibandingkan
dengan selama lima tahunan pada periode 2005 – 2012, ternyata cakupan Kunjungan
Neonatal mengalami kenaikan 4,73% dari tahun 2010. Untuk lebih rinci dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar V. A. 10
Cakupan Kunjungan Neonatus (KN)Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005- 2012
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012
Pencapaian persentase cakupan kunjungan neonatal per-kabupaten/ kota
pada tahun 2012 dengan kabupaten/kota yang cakupannya diatas 90 % terdapat 15
Kabupaten/Kota, dan terdapat 7 Kabupaten/Kota yang berada dibawah angka Jawa
Barat (87,65%) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar V. A. 11Cakupan Kunjungan Neonatus (KN Lengkap)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 83
Untuk mengetahui efisiensi pengelolaan pelayanan rumah sakit disajikan analisis
dengan metode grafik Barber Johnson selama tahun 2012.
Metode Barber Johnson merupakan komposit dari 4 indikator pelayanan rawat
inap rumah sakit yang dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan
efisiensi pelayanan rawat inap suatu rumah sakit, yakni. BOR (Bed Occupancy Ratio), AVLOS ( Average Length of Stay ), TOI (Turn Over Interval ), BTO (Bed Turn Over ).
Grafik ini terdiri dari 4 garis, yaitu garis BOR, AvLOS, TOI, dan garis BTO. Biasanya
didalam grafik barber johnson terdapat sebuah area yang biasa disebut daerah efisien.
Daerah Efisien ditentukan dengan nilai-nilai standar dari ke-empat parameter
tersebut. Nilai-nilai Standar keempat parameter tersebut adalah : BOR : 75%, AvLOS : 3-
9 hari, TOI : 1-3 hari,BTO : 30 kali.Daerah efisien digunakan untuk membantu pembaca
untuk menentukan apakah dengan nilai-nilai keempat parameter tersebut, pemakaian
tempat tidur di sebuah rumah sakit sudah efisien atau tidak. Apabila titik temu keempat
garis tersebut berada pada daerah efisien, maka pemanfaatan tempat tidur sudah
efisien, begitu pula sebaliknya.
Gambar V. B. 3Pemanfaatan Tempat Tidur RSU
di Provinsi Jawa Barat, 2012
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan
yang masuk dari rumah sakit dan dinas
kesehatan kabupaten kota di Jawa
Barat selama periode 2012, diketahui
bahwa tingkat efisiensi pengelolaan
rumah sakit di Provinsi Jawa Barat
belum mencapai tingkat efisiensi yang
ideal.
Pada Grafik Barber Johnson disamping
tampak bahwa titik perpotongan antara
indikator LOS, TOI BOR dan BTO
berada diluar daerah efisien.
Keempat indikator tersebut saling
berkaitan sehingga memerlukan upaya
menyeluruh bila ingin meningkatkan
efisiensi pengelolaan RS.
Rendahnya BOR antara lain disebabkan
indikator LOS berkurang dan indikator
TOI cukup tinggi. TOI tinggi antara lain
disebabkan karena pengorganisasian
kurang baik, kurangnya perimntaan
tempat tidur.
Bila pengorganisasian bisa diperbaiki maka TOI bisa diturunkan. Antara lain
dengan upaya promosi, peningkatan pelayanan dan realokasi tempat tidur, serta
perbaikan penatalaksanaan bagian penerimaan pasien.
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 91
2. Pelayanan Kesehatan Jiwa
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2007, bahwa Prevalensi gangguan jiwa berat di
Provinsi Jawa Barat 0,2% (kisaran 0,1 – 0,7%), tertinggi di Kota Banjar, terdapat di
semua kabupaten/kota, kecuali di Kabupaten Subang.
Prevalensi Gangguan Mental Emosional di Jawa Barat (20,0%) lebih tinggidibandingkan prevalensi nasional (11,6%). Di antara kabupaten/kota, prevalensi tertinggi
di Kabupaten Purwakarta (31,9%) dan terendah di Kabupaten Kuningan (11,2%).
Prevalensi Gangguan Mental Emosional meningkat sejalan dengan pertambahan
umur. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas
(41,6%) dan terendah pada kelompok umur 15-24 tahun (16,5%). Kelompok yang rentan
mengalami gangguan mental emosional adalah perempuan (24,3%), kelompok yang
memiliki pendidikan rendah (paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 32,0%),
kelompok yang tidak bekerja (27,6%), tinggal di desa (21,3%), serta kelompok tingkat
pengeluaran per kapita rumah tangga terendah (pada Kuintil 1: 23,6%). Menurut jenis
kelamin gangguan mental emosional pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Keterbatasan SRQ hanya dapat mengungkap gangguan mental emosional atau
distres emosional sesaat. Individu yang dengan alat ukur ini dinyatakan mengalami
gangguan mental emosional akan lebih baik dilanjutkan dengan wawancara psikiatri
dengan dokter spesialis jiwa untuk menentukan ada tidaknya gangguan jiwa yang
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 92
BAB VI
SUMBER DAYA KESEHATAN
Penentuan keberhasilan pembangunan kesehatan adalah ketersedian sumber daya
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan baik secara kuantitas maupun secara kualitas.
Sumber daya kesehatan yang diperlukan didalam pembangunan kesehatan antara lain tenaga,
dana, sarana dan prasarana serta teknologi.
A. SUMBER DAYA MANUSIA
Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 yang
termasuk tenaga kesehatan adalah tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi, Tenagakeperawatan meliputi tenaga perawat dan bidan. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker,
analis farmasi, asisten apoteker, Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 94
1. Tenaga di Puskesmas
Jumlah tenaga di Puskesmas di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebanyak
36.266 orang terdiri dari tenaga kesehatan 87,4% dan tenaga non kesehatan 12,6%.
Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis 7,5%, tenaga Perawat 29,3%, tenaga Bidan
39,8%, tenaga kefarmasia 1,8%, tenaga kesehatan masyarakat 1,9%, tenaga sanitasi 2,3%,tenaga gizi 3,6%, tenaga keteknisan medis 1,2%, tenaga keteknisan fisik 0,1% dan tenaga
non kesehatan 12,6%.
Rasio tenaga medis terhadap puskesmas 2,58, ini menunjukkan bahwa rata-rata
puskesmas di Provinsi Jawa Barat mempunyai tenaga medis 2-3 orang (idealnya 3 per
puskesmas). Sedangkan rasio tenaga medis terhadap penduduk 5-7 orang per 100.000
penduduk.
Rasio tenaga keperawatan terhadap puskesmas 8,43 ini menunjukkan bahwa
rata-rata puskesmas sudah mempunyai tenaga keperawatan sebanyak 8-9 orang.
Sedangkan rasio tenaga keperawatan terhadap penduduk 19-20 orang per 100.000
penduduk. Bila rasio jenis tenaga kesehatan ini hanya memperhitungkan tenaga kesehatan
yang hanya bekerja di pelayanan puskesmas dan jaringannya, maka gambaran rasio
sebagai berikut:
Tabel VI. A. 2Rasio Tenaga Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
a. Tenaga Medis
Proporsi tenaga medis yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012 sebanyak
2.704 orang yang meliputi Dokter Umum sebesar 70,49%, Dokter Gigi 28,81%, dan
Dokter Spesialis 0,70%
Di Provinsi Jawa Barat rata-rata terdapat 1-2 orang dokter umum bekerja di
puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada puskesmas yang
tidak mempunyai dokter. Sedangkan ratio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 95
Rasio dokter gigi terhadap puskesmas sebesar 0,74, artinya belum semua
puskesmas mempunyai tenaga dokter gigi. Bahkan dapat dikatakan seorang dokter gigi
untuk 2 sampai dengan 3 puskesmas. Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor
penyebaran masih merupakan masalah, sehingga rasio dokter gigi dengan puskesmas
pun masih belum merata. Rasio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1 orangdokter gigi melayani 57.187 orang. Pada lampiran Tabel 74 dapat dilihat jumlah tenaga
medis dan sebaran di unit kerja.
Tabel VI. A. 3Rasio Tenaga Dokter Umum dan Dokter Gigi di Puskesmas
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
b. Tenaga Keperawatan
Proporsi tenaga keperawatan yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012
meliputi BIdan sebesar 33,43% dan Perawat sebesar 30,25%Di Provinsi Jawa Barat rata-rata tenaga keperawatan terdapat 8-9 orang yang
bekerja di puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada
puskesmas kekurangan tenaga keperawatan dengan 1 orang tenaga keperawatan harus
melayani 5,116 orang
Rasio Bidan terhadap puskesmas terdapat 9-10 bidan bekerja di puskesmas.
Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor penyebarannya masih merupakan masalah,
sehingga rasio bidan dengan puskesmas pun masih belum merata. Rasio tenaga bidan
terhadap jumlah penduduk yaitu 1 orang bidan maelayani 4.631 orang. Rasio tenaga
bidan dan perawat di puskesmas disajikan pada Tabel VI.A.4 dibawah:
Kabupaten/kotaRasio Dokter
Umum/penddk
Rasio Dokter
Umum/Puskesmas
Rasio Dokter
Gigi/penddk
Rasio Dokter
Gigi/Puskesmas
Kab. Bogor 24.581 2,0 68.355 0,7
Kab. Sukabumi 32.991 1,3 96.334 0,4
Kab. Cianjur 42.096 1,2 97.005 0,5
Kab. Bandung 30.067 1,8 70.370 0,8
Kab. Garut 26.969 1,4 155.072 0,2
Kab. Tasikmalaya 24.607 1,8 68.901 0,6
Kab. Ciamis 19.536 1,5 97.680 0,3
Kab. Kuningan 15.533 1,8 66.017 0,4
Kab. Cirebon 22.448 1,6 81.160 0,5
Kab. Majalengka 23.317 1,6 91.476 0,4
Kab. Sumedang 24.454 1,4 53.567 0,7
Kab. Indramayu 27.813 1,2 84.830 0,4
Kab. Subang 39.408 1,0 71.310 0,5
Kab. Purwakarta 19.191 2,3 44.140 1,0
Kab. Karawang 23.393 1,9 54.974 0,8
Kab. Bekasi 33.174 2,2 79.618 0,9
Kab. Bdg Barat 32.571 1,5 67.973 0,7
Kota Bogor 10.076 4,1 21.943 1,9
Kota Sukabumi 15.425 1,3 19.282 1,1 Kota Bandung 20.688 1,6 36.205 0,9
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 98
b. SARANA KESEHATAN
1. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
Jumlah Puskesmas di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 tercatat sebanyak 1.050
buah. Terdiri dari 874 puskesmas tanpa perawatan dan 176 puskesmas dengan
perawatan. Proporsi Puskesmas terhadap penduduk di Jawa Barat sebesar 1 : 42.427atau 2,4 per 100.000 penduduk, hal ini masih dibawah target nasional sebesar 1 :
25.000. Sedangkan jumlah Puskesmas Pembantu tercatat sebanyak 1.579 buah, dengan
Rasio terhadap Puskesmas sebesar 1,52. Untuk Puskesmas kelilingnya terdapat 789
unit (Roda 4), sehingga masih ada puskesmas (261) yang belum mempunyai puskesmas
keliling roda 4.
Jumlah posyandu tahun 2012 berjumlah 50,298 buah, bertambah 4.067 buah
dibanding kondisi 2008. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan peran masyarakat
dalam upaya promotif dan preventif, karena rata rata penambahan jumlah posyandu
periode 2008-2011 hanya 813 buah.
Jumlah puskesmas dan jejaring puskesmas selengkapnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel VI. B. 1Jumlah Puskesmas dan Jejaring Puskesmas
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012
Tabel VI. B. 2Rasio Puskesmas Terhadap Wilayah Administrasi dan Penduduk
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2008–2012
Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota se Jawa Barat
Berdasarkan ratio puskesmas terhadap kecamatan, di Provinsi Jawa Barat di
setiap kecamatan sudah ada puskesmas. Bahkan ada yang sudah mempunyai 2
puskesmas (ratio 1.3). Perbandingan puskesmas terhadap kecamatan selama lima tahun
relatif tidak berubah, meskipun jumlah puskesmasnya meningkat. Hal ini dimungkinkan
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 99
Perbandingan puskesmas berdasarkan penduduk menurut kabupaten yang
paling mendekati kondisi ideal (standar 1 puskesmas untuk 25 ribu penduduk) adalah
Kuningan (28.548), sedangkan yang paling jauh daerah kabupaten dari kondisi ideal
adalah Kabupaten Bekasi (71.452). Sedangkan untuk wilayah kota, Kota Cirebon
merupakan kota dengan tingkat perbandingan terkecil yaitu satu puskesmas hanyamelayani 13.762 orang. Perbandingan terbesar untuk kota terjadi di Kota Bekasi, satu
puskesmas harus melayani 78.977 orang.
Gambar VI. B. 1Rasio Puskesmas terhadap Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
2. Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan
a. Jumlah Rumah Sakit
Jumlah rumah sakit di Jawa Barat tahun 2012 sebanyak 272 buah, yang
mencakup rumah sakit umum dan khusus milik pusat, pemerintah daerah provinsi,
kabupaten kota, TNI/Polri, BUMN dan swasta (Tabel V.B.3).
Dibanding tahun 2010, pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah rumah
sakit sebesar 4,6% (12 buah). Proporsi peningkatan rumah sakit terjadi pada rumah
sakit swasta 87,5% dan rumah sakit Pemda sebesar 12,5%. Peningkatan rumah sakit
Pemda yaitu RSUD Kab. Tasikmalaya dan RS Gigi dan Mulut Kota Bandung.
Peningkatan rumah sakit swasta antara lain disebabkan adanya peningkatan rumah
sakit ibu/ bersalin menjadi rumah sakit umum, kemudahan proses perijinan rumah
sakit, peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan.Tabel VI. B. 3
Jumlah Rumah Sakit berdasarkan kepemilikanDi Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 101
Tahun 2012 Rumah Sakit Umum Swasta merupakan rumah sakit yang
memberikan kontribusi tertinggi untuk penyediaan tempat tidur, yakni sebesar
(48,2%), disusul oleh RSU Pemerintah Daerah sebesar 27,5%. Kontribusi terkecil
berasal dari Rumah Sakit BUMN (1,5%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.Gambar VI. B. 3
ProporsiTempat Tidur berdasarkan Status Kepemilikan Rumah SakitDi Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
c. Ratio Tempat Tidur Rumah Sakit Umum Terhadap Penduduk.
Total tempat tidur di rumah sakit umum pusat, pemda, swasta, TNI/ Polri dan
BUMN sebanyak 29.059 tempat tidur. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan
penduduk di Jawa Barat tahun 2012 adalah 1 berbanding 1.533, itu berarti satu
tempat tidur untuk melayani 1.533 orang. Hal ini masih dibawah target (1:1000).
3. Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki sarana produksi dan
distribusi, perbekalan farmasi yang sangat tinggi. Penambahan jumlah sarana dari tahun
ke tahun terus meningkat. Sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat
kesehatan dapat digunakan untuk melihat kemampuan ketersediaan obat dan alat
kesehatan bagi masyarakat. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir terlihat adanyapeningkatan jumlah sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan. Hal tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
Rumah Sakit Jml TT % TT
RSU Pemerintah (Kemkes) 1.802 6,2
RSU Pemerintah (Pemda) 8.004 27,5
RSU Swasta 14.006 48,2
RS Khusus Swasta 2.221 7,6
RS Khusus Pemerintah 822 2,8RS TNI/Polri 1.777 6,1
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 102
Gambar VI. B. 4Jumlah Sarana Produksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2008 – 2012
Dari data tersebut diatas terlihat perkembangan sarana distribusi dari tahun ketahun menunjukkan peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pembinaan dan
pengawasan harus ditingkatkan. Tujuan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan
adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau
keamanan.
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN
1. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaaan kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam
pencapaian suatu tujuan disetiap kegiatan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa
Barat.
Sumber dana pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Barat berasal dari
APBN, APBD Provinsi, Hibah Luar Negeri dan lain-lain.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012, pembiayaan
kesehatan terdiri dari APBD Kabupaten/ kota sebesar 71,26% dari total anggaran
pembiayaan kesehatan, sedangkan APBD Provinsi sebesar 8,84% dari total anggaran
pembiayaan kesehatan, APBN sebesar 15,52% dari total anggaran pembiayaan
kesehatan, Pinjaman/ Hibah Luar Negeri sebesar 0,18 % dari total anggaran
pembiayaan kesehatan dan Sumber Pemerintah Lain sebesar 4,19% dari total
pembiayaan kesehatan. Persentase keseluruhan anggaran APBD Kesehatan terhadap
anggaran APBD di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 7,96%. Dengan Anggaran
kesehatan per-kapita mengalami kenaikan sebesar 38,39% dari tahun 2010 sebesar Rp.
62,220,51,- menjadi Rp 111.598,- pada tahun 2012.
Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota, persentase APBD anggaran
kesehatan terhadap APBD Kabupaten/Kota yang tertinggi berada di Kabupaten Cirebon
(25,92%). Secara rinci dapat dilihat di gambar berikut ini.
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 108
Tabel VII. A. 4Persentase Penduduk Miskin
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2008-2012
Sumber : BPS 2012
Apabila melihat tabel diatas persentase penduduk miskin mengalami
penurunan yang signifikan dari 15,4% penduduk miskin Indonesia tahun 2008 menjadi
11,7% penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat pada tahun
2012 sebesar 9,9% menduduki urutan ke 4 setelah Provinsi DI. Yogyakarta (5,9%) dan
dibawah angka Indonesia. Sekitar 15,72% penduduk Miskin di Indonesia berada di
pedesaan dan 9,23% di perkotaan, sedangkan di Jawa Barat 9,09% berada di
perkotaan dan 13,39% di pedesaan.
Pembangunan ekonomi yang diupayakan diharapkan mampu mendorong
kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama
wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi daerahtertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu geografis, sumber daya alam,
sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik
sosial, dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai
bidang termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal
mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
Menurut data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, jumlah
kabupaten tertinggal ditetapkan terdapat 199 kabupaten dari 465 kabupaten/kota di
seluruh Indonesia (42,8%). Jumlah kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Barat
terdapat 2 kabupaten tertinggal yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi.
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diharapkan
dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat
yang optimal secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka
kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat
terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin umumnya.
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Jamkesmas terdiri dari pelayanan
kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Pemberi pelayanan
2008 2009 2010 2011 2012
1. DKI. Jakarta 4,3 3,6 3,5 3,8 3,72. Jawa Barat 13 12 11,3 10,7 9,9
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 109
kesehatan dasar Jamkesmas adalah seluruh puskesmas dan jaringannya (pustu,
polindes/ poskesdes, pusling) yang berjumlah 8.234 unit. Sedangkan pemberi
pelayanan kesehatan Jamkesmas tingkat lanjut berjumlah 920 dengan rincian sebagai
berikut: 56% rumah sakit pemerintah, 7% rumah sakit TNI/POLRI, 33% rumah sakit
swasta, dan 4% balai pengobatan seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.Gambar. VII. A. 2
Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas di Indonesia
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011
Secara nasional, persentase golongan pengeluaran penduduk per kapita
yang terbesar berkisar 200.000-299.999 rupiah selama sebulan (30,71%), diikuti
dengan golongan pengeluaran 300.00-499.999 rupiah selama sebulan (24,27%) dan
golongan pengeluaran 150.000-199.999 rupiah selama sebulan (19,31%).
Adapun persentase golongan pengeluaran terbesar di Provinsi Jawa Barat ,untuk golongan pengeluaran 200.000-299.999 rupiah sebesar 31,14%, diikuti dengan
golongan pengeluaran 300.00-499.999 rupiah selama sebulan (26,67%) dan golongan
pengeluaran 150.000-199.999 rupiah selama sebulan (16,86%).
4. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat. Untuk mengambarkan keadaan lingkungan, dipengaruhi
beberapa indikator seperti: persentase rumah tangga terhadap akses air minum,
persentase rumah tangga menurut sumber air minum dan sumber air minum dan
persentase rumah tangga menurut kepemilikan fasilitasi buang air besar.
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, persentase rumah tangga yang
mempunyai akses terhadap sumber air minum sesuai MDG’s secara nasional sebesar
66,7%, dan Provinsi Jawa Barat baru mencapai 65,7%.Sedangkan persentase rumah
tangga menurut Akses terhadap air minum berkualitas secara nasional sebesar 67,5
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 111
Secara Nasional sekitar 69,7% rumah tangga menggunakan fasilitas tempat
buang air besar (BAB) milik sendiri, dan 15,8% rumah tangga yang tidak mempunyai
fasilitas tempat BAB. Apabila dibandingkan provinsi di Jawa-Bali, ternyata Presentase
rumah tangga yang menggunakan fasilitas tempat BAB ,ilik sendiri di Provinsi Jawa
Barat (73,5%) menduduki urutan ke-3 setelah Provinsi DI Yogyakarta (75,5%) dan DKIJakarta (77%). Presentase rumah tangga yang menggunakan jenis kloset Leher Angsa
secara nasional sebesar 77,58% dan tempat pembuangan tinja sebagian besar rumah
tangga di Indonesia 59,3% menggunakan tanki septik. Apabila dibandingkan antara
provinsi di Jawa-Bali, Presentase rumah tangga yang menggunakan jenis kloset Leher
Angsa Provinsi Jawa Barat sebesar 77,39% menduduki urutan ke 5, dan tempat
pembuangan tinja menggunakan tanki septik di Provinsi Jawa Barat menduduki urutan
terakhir. Presentase rumah tangga menurut Akses terhadap Pembuangan Tinja Layak
sesuai MDG’s di Indonesia sebesar 55,%%. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel VII. A. 6Persentase Rumah Tangga Menggunakan Fasilitas Tempat Buang Air Besar
(BAB), Jenis Kloset Leher Angsa , Pembuangan Tinja Tanki Septik, PembuanganTinja Layak sesuai MDG’s Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Sumber : Riskesdas Tahun 2010
Secara nasional Presentase rumah tangga menggunakan tempat
pembuangan Air Limbah (SPAL) sebesar 13,5% dan 41,3% air limbah rumah tangga
dibuang langsung ke sungai/ parit/ got dan 18,9% dibuang ke tanah (tanpapenampungan). Menurut tempat tinggal, presentase rumah tangga tertinggi yang
memiliki SPAL lebih tinggi di perkotaan (18,7%) dibandingkan di pedesaan (7,9%), dan
berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita menunjukan behwa semakin
tinggi tingkat pengeluarannya, maka semakin besar presentase rumah tangga yang
memiliki SPAL. Akan tetapi pada umumnya rumah tangga di Indonesia masih
melakukan pembuangan limbah langsung ke got/sungai (41,3%). Apabila dibandingkan
antara provinsi di Jawa-Bali, ternyata untuk Presentase rumah tangga menggunakan
tempat pembuangan Air Limbah (SPAL) tertinggi di Provinsi DI. Yogyakarta, sedangkan
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 113
Berdasarkan Profil Kesehatan Nasional Tahun 2012, hanya 68,69% rumah
penduduk di Indonesia yang tergolong Rumah Sehat dan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan target nasional yang ditetapkan sebesar 60%. Pada Gambar. VII. A. 4, pencapaian
tertinggi rumah sehat terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 98,99%, Maluku
sebesar 96,54% dan Bali sebesar 85,11%. Capaian terendah rumah sehat terdapat diSulawesi Tenggara sebesar 18,35%, Kalimantan Tengah sebesar 35,1% dan Kalimantan
Selatan sebesar 43%. Dan Provinsi Jawa Barat masih dibawah angka Indonesia yaitu
sebesar 63,68%. Persentase tempat tinggal yang memenuhi kriteria rumah sehat di
perkotaan (32,5%) lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (16,8%). Apabila dibandingkan
antara Provinsi yang ada di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat urutan ke dua setelah Provinsi
Banten (57,66%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Gambar. VII. A. 4Persentase Pencapaian Rumah Sehat Menurut Di Provinsi di Pulau Jawa-Bali
Indonesia Tahun 2012
Sumber : Profil Kesehatan Nasional 2012
Rumah tangga kumuh merupakan indikator komposit yang disusun dari
banyaknya rumah tangga dengan kategori air minum tidak layak (bobot 15%), sanitasi
tidak layak (bobot 15%), sufficient living area (bobot 35%) dan durability of housing
(bobot 35%). Suatu rumah tangga dinyatakan sebagai rumah tangga kumuh apabila
nilai hasil penghitungan indikator komposit rumah tangga lebih dari 35%. Sufficient
living area adalah luas lantai hunian per kapita > 7,2m2 (Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat). Durability of housing dihitung dari rumah tangga yang menghuni bangunan
dengan kriteria: (i) jenis atap terluas terbuat ijuk/rumbia dan lainnya, (ii) jenis dinding
terluas dari bambu dan lainnya, (iii) jenis lantai terluas tanah. Apabila minimal 2 kriteria
terpenuhi, maka rumah tangga tersebut dapat dikategorikan sebagai rumah tangga
kumuh. Persentase rumah tangga kumuh di Indonesia sebesar 14,60%. Jawa Barat
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 115
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, (2) memberi ASI ekslusif, (3) menimbang
balita setiap bulan, (4) menggunakan air bersih, (5) mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun, (6) menggunakan jamban sehat, (7) memberantas jentik di rumah sekali
seminggu, (8) makan buah dan sayur setiap hari, (9) melakukan aktivitas fisik setiap
hari, dan (10) tidak merokok di dalam rumah . Pada tahun 2012 ditargetkan sebanyak60% rumah tangga telah melaksanakan PHBS. Hasil kegiatan pada tahun 2012
menunjukkan sebanyak 56,70% rumah tangga telah melaksanakan PHBS atau 94,5%
dibandingkan target. Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-
PHBS mencapai 56,70%
Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2012, penduudk yang mempunyai
keluhan kesehatan selama sebulan terakhir sebesar 28,57%. Jika dibandingkan antara
daerah tempat tinggal perkotaan sebesar 28,59% dan di pedesaan 28,55%. Ada 3 jenis
keluhan yang paling banyak, yaitu batuk (44,96%), Pilek (43,29%), Panas (33,41%)
dan keluhan lainnya (43,29%), sedangkan menurut jenis kelamin persentase laki-laki
yang mengalami keluhan kesehatan lebih besar dibandingkan perempuan untuk ketiga
jenis penyakit tersebut.
Hasil Susenas 2012, persentase penduduk Indonesia yang memiliki keluhan
kesehatan dan memutuskan untuk berobat jalan ke tempat berobat sebesar 45,21%,
yang paling banyak dikunjungi adalah Puskesmas/Pustu sebesar 29,97%, diikuti oleh
praktek Dokter sebesar 26,09% dan Petugas Kesehatan sebesar 26,91%, sementara
jika dilihat daerah tempat tinggal, penduduk pedesaan lebih banyak memanfaatkan
praktek petugas kesehatan sebesar 36,89% dan Puskesmas/Pustu sebasar 31,88%,
sedangkan penduduk perkotaan lebih banyak memanfaatkan fasilitas praktek
dokter/poliklinik sebesar 33,71 dan puskesmas/pustu sebesar 28,08%.
Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan banyak yang mengobati
sendiri dalam upaya pemulihan kesehatannya yaitu sebesar 67,71%, diantaranya
pernah menggunakan obat modern sebesar 71,33%, dan 24,33% obat tradisional serta
4,34% dengan cara pengobatan lainnya.
Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS
mencapai 53,89%. Provinsi Jawa Barat berada dibawah angka Nasional yaitu sebesar
45,90%. Apabila Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan Provinsi yang ada di Pulau
Jawa Bali, menduduki rangking 3 teratas setelah Provinsi Jawa Tengah (77,83) dan
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 127
Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam
manajemen gizi buruk adalah keadaan sangat kurus yaitu dengan nilai Z-score < 3,0 SD.
Menurut UNHCR masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi
BB/TB kurus antara 10,1% - 15%, dan dianggap kritis bila diatas 15%.
Status Gizi berdasarkan inikator BB/TB, prevalensi Sangat Kurus di kalanganbalita di Provinsi Jawa Barat adalah 4,6% sedangkan nasional prevalensi sangat kurus
sebesar 6%. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa – Bali, prevalensi Sangat
Kurus di Jawa Barat urutan ke 3 setelah provinsi DI Yogyakarta (2,6%) dan DKI Jakarta
(4,4%).
Berdasarkan kelompok umur, persentase gizi buruk terbesar berdasarkan
hasilRiskesdas 2010 adalah pada kelompok umur 0-5 bulan. Sedangkan berdasarkan
jeniskelamin, gizi buruk pada laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Indeka Massa Tubuh (IMT) sangat kurus pada anak umur 6-12 tahun sebesar
4,6%, gizi kurus 7,6%. untuk di kawasan Jawa – Bali paling tinggi Jawa Tengah (5,3%)
dan Jawa Timur (5,3%), sedangkan Jawa Barat sebesar 3,5% dibawah angka nasional.
Demikian juga secara nasional prevalensi kekurusan pada anak umur 13-15 tahun adalah
10,1% terdiri dari 2,7% sangat kurus dan 7,4% kurus, sedangkan prevalensi kekurusan
pada anak umur 13-15 tahun di Jawa Barat sebesar 8,8% yang terdiri dari 2 % sangat
kurus dan 8% kurus.
Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar
8,9% terdiri dari 1,8% sangat kurus dan 7,1% kurus, sedangkan prevalensi kekurusan
pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat sebesar 10% yang terdiri dari 2,8% sangat
kurus dan 6% kurus.
Gambar VII. C. 1Status Gizi Balita Di Provinsi Jawa –Bali Tahun 2010
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 129
Tabel VII. D. 1Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Terakhir Terhadap Pelayanan Kesehatan
Selama 1 Tahun Menurut Provinsi Jawa-Bali,
Sedangkan penilaian terhadap pelayanan kesehatan di Rawat Inap selama 5
tahun terakhir secara nasional yang tidak puas 0.91% dan Provinsi Jawa Barat dibawahangka nasional. Secara rinci dapat dilihat perbandingan antara Provinsi di Jawa-Bali
berikut ini.
Tabel VII. D. 2Persentase Penduduk Yang Menjalani Rawat Inap Terhadap Pelayanan Kesehatan
Selama 5 Tahun Terakhir Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali
No Provinsi
Penilaian Pelayanan Kesehatan
SangatPuas
PuasCukupPuas
KurangPuas
TidakPuas
1 DKI Jakarta 13,42 53,02 26,85 4,70 2,01
2 Jawa Barat 4,22 39,71 43,90 11,64 0,53
3 Jawa Tengah 7,77 52,09 35,61 4,12 0,41
4 DI Yogyakarta 5,89 64,63 26,51 1,90 1,07
5 Jawa Timur 9,66 52,71 28,68 7,88 1,06
6 Banten 6,03 46,59 45,37 2,01 -
7 Bali 7,59 57,98 29,14 4,38 0,91
Indonesia 8,22 50,46 33,21 7,29 0,82
Berdasarkan Riskesdas 2007, Kemudahan akses ke sarana pelayanan
kesehatan berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain jarak tempat tinggal dan
waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan, serta status social ekoomi dan budaya.
Sebanyak 94,1 % rumah tangga di Indonesia berada kurang atau sama
dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan, untuk Provinsi Jawa Barat 96,3% rumah
tangga berada kurang atau sama dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan dengan
waktu tempuh < 15 menit sebanyak 72,2%. Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga
perkapita, terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga
semakin dekat jarak dan semakin singkat waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan.
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 132
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, Cakupan immunisasi lengkap di
Indonesia sebesar 53,8% , dengan cakupan immunisasi lengkap di perkotaan lebih tinggi
(59,1%) dibandingkan di pedesaan (48,3%) dan masih terdapat 12,7% anak 12-23 bulan
yang belum diimunisasi sama sekali. Makin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga makin
tinggi cakupan imunisasi lengkap, demikian juga makin tinggi pengeluaran per kapita makintinggi cakupan imunisasi lengkapnya. Menurut pekerjaan kepala keluarga, tertinggi
cakupan imunisasi lengkap pada kepala keluarga sebagai pegawai negeri/TNI/Polri
(57,7%) dan terendah pada kelompok petani/nelayan/buruh (47,2%). Untuk Persentase
anak umur 12-23 bulan yang mendapatkan immunisasi lengkap di Provinsi Jawa Barat
sebesar 52,3%. Tidak semua balita dapat diketahui status imunisasi, hal ini disebabkan
karena beberapa alasan, yaitu ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ibu lupa
berapa kali sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui secara pasti jenis imunisasi, catatan
dalam KMS tidak lengkap/tidak terisi, catatan dalam Buku KIA karena hilang atau tidak
disimpan oleh ibu.
Tabel VII. D. 6Persentase Anak Umur 12-23 tahun yang Mendapatkan Immunisasi Dasar
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
No ProvinsiImmunisasi Dasar
Lengkap Tidak Lengkap Tidak Sama Sekali
1. DKI Jakarta 53.2 41.1 5.72. Jawa Barat 52.3 37.2 10.43. Jawa Tengah 69.0 27.3 3.84. DI Yogyakarta 91.1 8.9 0.05. Jawa Timur 66.0 25.8 8.26. Banten 48.8 38.6 12.6
7. Bali 66.1 28.6 5.4Indonesia 53.8 33.6 12.7
Sumber : Riskesdas tahun 2010
Pemantauan kesehatan ibu hamil dilakukan pelayanan K1 sebagai aksesibiltas
ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan dan K4 yang dianggap sebagai mutu pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil. Persentase cakupan K4 ibu hamil di Indonesia tahun 2012
sebesar 90,18%, sedangkan Provinsi Jawa Barat 93,30% sudah melewati target SPM
(85%). Dinyatakan pelayanan K4 (berkualitas) berarti secara paripurna ibu telah
mendapatkan pelayanan immunisasi TT-2 dan mendapatkan Fe-3. Akan tetapi selama
beberapa tahun terakhir ini tidak terlihat keterkaitan atau sinkronisasi antar varibel tersebut.
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 133
Tabel VII. D. 7Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil Meliputi K-1, K-4, TT-2, Fe-3
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2012
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan antar 43,54% - 97,95%. Persentase persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih (cakupan Pn) di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 88,64%. Angka
ini telah berhasil memenuhi target Tahun 2012 sebesar 88% .Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan menurut provinsi di Pulau Jawa-Bali tahun 2012,
dengan cakupan tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat (97,34%) dan terendah di
Provinsi Jawa Timur (85,87%).
Persentase Tempat Ibu melahirkan menurut tempat persalinan lima tahun
terakhir di Indonesia, ternyata 55,4% ibu melahirkan di fasiltas sarana kesehatan, 43,2% di
rumah dan 1,4% di Polindes/Poskesdes. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat, Ibu yangmelahirkan terbanyak di Fasilitas Kesehatan sebesar 53,4%. Apabila dibandingkan antara
Provinsi di Jawa-Bali, tertinggi ibu melahirkan di falisitas kesehatan adalag di Provinsi DI
Yogjakarta (94,5%), dan terendah di Provinsi Jawa Barat , secara rinci dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel VII. D. 8Persentase Ibu Melahirkan Anak Terakhir Menurut Tempat Persalinan
Lima Tahun Terakhir Dan Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Sumber : Riskesdas Tahun 2010
PROVINSI K1 K4 PN TT2 FE 3
1. DKI. Jakarta 99,85 96,37 89,85 77,09 101,90
2. Jawa Barat 99,68 93,30 97,34 107,63 89,303. Jawa Tengah 98,89 95,65 98,62 76,46 91,10
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 134
Pemeriksaan neonatus dalam Riskesdas 2010 sebanyak 60,6 persen neonatus
umur 3-7 hari (KN1) dan 37,7 persen neonatus umur 8-28 hari (KN3) mendapatkan
pemeriksaan dari tenaga kesehatan. Hasil tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan
hasil Riskesdas tahun 2007 sebesar 57,6 persen dan 33,5 persen. Menurut tipe daerah,
pemeriksaan neonatos pada tahun 2010 di perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan.Terdapat hubungan positif antara pemeriksaan neonatus dengan tingkat pendidikan
kepala keluarga maupun tingkat pengeluaran per kapita. Semakin tinggi tingkat pendidikan
kepala rumah tangga maupun pengeluaran per kapita, semakin tinggi persentase cakupan
pemeriksaan kesehatan pada neonatus.
Tabel VII. D. 9Persentase Kunjungan Neonatus Menurut Provinsi
Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
No ProvinsiKunjungan Neonatus KN
Lengkap6 - 48 jam 3 - 7 hari 8 - 28 hari1 DKI Jakarta 84,70 72,80 59,20 52,802 Jawa Barat 67,60 65,60 45,60 37,803 Jawa Tengah 82,60 71,00 48,00 40,204 DI Yogyakarta 96,20 83,70 77,10 71,205 Jawa Timur 77,70 74,30 49,00 41,606 Banten 61,80 55,70 37,10 30,407 Bali 86,70 66,70 58,20 48,80
Indonesia 71,40 61,30 38,00 31,80Sumber : Riskesdas Tahun 2010
Proporsi wanita umur 10-49 berstatus kawin yang sedang menggunakan/
memakai alat KB di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2010 sebesar 55,8%, Proporsi
wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin yang pernah menggunakan/memakai
alat KB 25,7%. Apabila dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa-Bali, cakupan wanita
yang sedang menggunakan alat KB, tertinggi pada Provinsi Bali (65,4%), diikuti dengan
Provinsi Jawa Barat (59,8%).
Tabel VII. D. 10Proporsi Wanita Umur 10-49 Menurut Status Penggunaan/Memakai Alat KB Dan
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 135
E. SUMBER DAYA KESEHATAN
Secara Nasional, pada periode tahun 2008-2011, jumlah Puskesmas (termasuk
Puskesmas Perawatan) terus meningkat dari 8.548 unit pada tahun 2008 menjadi 9.321
unit pada tahun 2011. Dalam periode tahun itu, rasio Puskesmas terhadap 100.000
penduduk berada dalam kisaran 2,06 – 15,99 per 100.000 penduduk, ini berarti bahwapada periode tahun itu setiap 100.000 penduduk rata-rata dilayani oleh 2-15 unit. Terdapat
5 lima provinsi dengan rasio Puskesmas per 100.000 penduduk berada di bawah 3,0 yaitu
Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Angka tersebut
menunjukkan bahwa satu Puskesmas di 5 provinsi tersebut rata-rata melayani lebih dari
30.000 penduduk.
Jika dilihat Tabel dibawah ini terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat mempunyai
angka Puskesmas per-100.000 penduduk yang terendah ke-kedua (2,34) baik secara
Nasional maupun dibandingkan antar Provinsi di Pulau Jawa-Bali. Apabila dibandingkan
dengan Provinsi yang berada di Jawa dan Bali, Jawa Barat menempati urutan ke-lima.
Tabel VII. E. 1.Jumlah Puskesmas dan
Rasio Puskesmas per-100.000 PendudukMenurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2008-2012
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012
Jumlah Puskesmas perawatan pada tahun 2011 sebanyak 3.019 unit meningkat
menjadi 3.152 unit pada tahun 2012. Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Obstetrik
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) sampai tahun 2012 tercatat berjumlah 2.570 unit
terdiri dari Puskesmas perawatan 1.960 unit (76,41%) dan Puskesmas non perawatan 605
unit (23,59%).Demikian juga dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya dilakukan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada
di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Polindes (Poliklinik Desa), Toga (Tanaman Obat
Keluarga, POD (Pos Obat Desa dan sebagainya. Secara nasional Rasio Posyandu
terhadap Desa/Kelurahan adalah 3,47 atau rata-rata pada tiap desa/kelurahan terdapat 3-4
Posyandu. Dan Provinsi Jawa Barat Rasio Posyandu terhadap Desa/Kelurahan sebesar
7,83. Rasio Desa Siaga di Indonesia terhadap desa/kelurahan adalah 0,32. Apabila
dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa – Bali, ternyata Rasio Desa Siaga terhadap
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012
1. DKI Jakarta 351 339 341 341 340 3,84 3,68 3.55 3.50 3,44
2. Jawa Barat 1.017 1.029 1.039 1.045 1.050 2,44 2,43 2.43 2.38 2,34
3. Jawa Tengah 842 849 867 867 873 2 58 2 58 2.68 2.67 2 68
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 136
desa/kelurahan terbesar adalah di Provinsi DKI Jakarta (4,4) dan terendah terdapat di
Provinsi Banten (0,33).
Tabel VII. E. 2.Rasio Sarana Usaha Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) Terhadap
Desa/Kelurahan Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2011
Provinsi
Rasio Sarana UKBM terhadapDesa/Kelurahan
Posyandu Desa Siaga
1. DKI Jakarta 15,88 4,02
2. Jawa Barat 7,78 0,68
3. Jawa Tengah 5,56 0,10
4. DI Yogyakarta 12,24 0,575. Jawa Timur 5,35 0,78
6. Banten 6,63 0,31
7. Bali 6,61 0,92
Indonesia 3,47 0,32
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011
Pada tahun 2011, jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia sebanyak 1.721 buah,
yang terdiri dari 35,74% Rumah Sakit yang dikelola atas milik Kemenkes/ Pemerintah,
7,78% milik TNI/Polri, 4,47% milik Departemen lain/BUMN dan 52,01% milik Swasta.
Tabel VII. E. 3Jumlah Rumah Sakit Menurut Kepemilikan
Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2011
ProvinsiDepkes/Pemda
TNI/POLRI
DepartemenLain/BUMN
SwastaSemua
RS1. DKI Jakarta 16 9 7 100 1322. Jawa Barat 44 13 6 137 200
3. Jawa Tengah 59 11 3 152 225
4. DI Yogyakarta 9 2 1 39 515. Jawa Timur 58 21 14 94 1876. Banten 9 2 2 33 46
7. Bali 12 2 0 29 43
Indonesia 615 134 77 895 1.721
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011
Pada tahun 2000 – 2011, rasio tempat tidur rumah sakit per 100.000 penduduk
relatif berkisar antara 54 - 55 per 100.000 penduduk dan rasio Tempat Tidur di RumahSakit terhadap penduduk Jawa Barat adalah 1 : 1.430 artinya 1 tempat tidur diperuntukkan
bagi 1.430 penduduk. Angka ini jauh lebih rendah dari Provinsi-Provinsi lain di Jawa dan
Bali. Apabila dibandingkan secara Nasional, Provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke-
enam. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat ke-dua
terakhir dan dibawah nasional.
Rasio Tenaga kesehatan terhadap 100.000 penduduk secara nasional adalah
195,88 dan apabila dibandingkan antara Provinsi di Jawa-Bali, ternyata Provinsi Jawa
Barat menduduki urutan ke-empat dari bawah yaitu sebesar 114,40.