BAB I PENDAHULUAN Nyeri myofascial merupakan nyeri myogenous regional yang ditandai dengan jaringan otot yang hipersensitif dan area lokal keras yang disebut trigger point. Kondisi ini terkadang dikenal sebagai myofascial trigger point paint. Hal ini merupakan kelainan yang belum sepenuhnya dimengerti, tetapi biasa terjadi pada pasien dengan keluahan myalgia. 1,2 Nyeri myofascial muncul dari otot yang hipersensitif yang disebut trigger points. Jaringan otot pada area ini, perlekatan tendon, atau keduanya seringkali dirasakan sebagai pita taut (taut band) yang ketika dipalpasi, akan menghasilkan nyeri. Asal dari trigger points tidak diketahui. Tetapi, diperkirakan karena adanya ujung saraf di otot tersensitisasi oleh substansi algogenik yang menghasilkan zona hipersensitif. Mungkin terjadi peningkatan suhu lokal di situs trigger point, menunjukkan adanya peningkatan permintaan metabolic, reduksi aliran darah, atau keduanya. 1,2,3 Penyebab nyeri myofasial sangat kompleks. Travell dan Simons menggambarkan faktor lokal dan sistemik yang diperkirakan berhubungan dengan nyeri seperti trauma, hipovitamiosis, kondisi umum yang buruk, kelelahan, infeksi viral. Faktor lain yang penting anatara lain 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri myofascial merupakan nyeri myogenous regional yang ditandai
dengan jaringan otot yang hipersensitif dan area lokal keras yang disebut trigger
point. Kondisi ini terkadang dikenal sebagai myofascial trigger point paint. Hal
ini merupakan kelainan yang belum sepenuhnya dimengerti, tetapi biasa terjadi
pada pasien dengan keluahan myalgia.1,2
Nyeri myofascial muncul dari otot yang hipersensitif yang disebut trigger
points. Jaringan otot pada area ini, perlekatan tendon, atau keduanya seringkali
dirasakan sebagai pita taut (taut band) yang ketika dipalpasi, akan menghasilkan
nyeri. Asal dari trigger points tidak diketahui. Tetapi, diperkirakan karena adanya
ujung saraf di otot tersensitisasi oleh substansi algogenik yang menghasilkan zona
hipersensitif. Mungkin terjadi peningkatan suhu lokal di situs trigger point,
menunjukkan adanya peningkatan permintaan metabolic, reduksi aliran darah,
atau keduanya.1,2,3
Penyebab nyeri myofasial sangat kompleks. Travell dan Simons
menggambarkan faktor lokal dan sistemik yang diperkirakan berhubungan dengan
nyeri seperti trauma, hipovitamiosis, kondisi umum yang buruk, kelelahan, infeksi
viral. Faktor lain yang penting anatara lain stress emosional dan nyeri. Gejala
klinis yang paling umum dari nyeri myosfascial adalah keberadaan jaringan otot
yang keras dan hipersensitif. Meskipun palpasi dari trigger points menghasilkan
nyeri, sensitivitas otot lokal bukan keluhan umum pasien. Keluhan yang paling
umum biasanya berhubungan dengan efek eksitasi sentral yang dihasilkan oleh
trigger points.2,3
Pada banyak keadaan, pasien hanya menyadari referred pain dan bahkan
tidak menyadari trigger points. Contohnya adalah pasien yang mengalami nyeri
myofascial trigger point pada otot trapezius menghasilkan referred pain ke regio
temple. Keluhan utamanya adalah nyeri temporal, dengan kesadaran sedikit pada
trigger point di bahu. Presentasi klinis dapat mengalihkan perhatian dokter dari
sumber masalah. Pasien akan mengarahkan perhatian dokter ke daerah nyerinya
yaitu temporal dan bukan sumbernya. Dokter harus selalu ingat bahwa
1
pengobatan akan efektif jika langsung diarahkan pada sumbernya. Maka, dokter
harus selalu mencari sumber nyerinya.2,4
Karena trigger poitns dapat nenyebabkan efek eksitatori sentral, sangat
penting untuk menyadari semua kemungkinan manifestasi klinisnya. Efek
eksitatori sentral dapat muncul sebagai referred pain, hiperalgesia sekunder,
protektif ko-kontraksi, atau respon anatomik. Kondisi ini harus diperhatikan saat
mengevaluasi pasien.4
Gejala klinis yang penting dari trigger point adalah keadaannya dapat aktif
atau laten. Pada keadaan aktif, trigger point menghasilkan efek eksitatori sentral,
sehingga seringkali dirasakan nyeri kepala. Karena referred pain tergantung pada
sumbernya, palpasi dari trigger point yang aktif seringkali meningkatkan rasa
nyeri. Meskipun tidak selalu ada, karakteristik ini sangat membantu dalam
diagnosis. Pada keadaan laten, trigger point tidak lagi sensitif terhadap palpasi,
maka tidak menghasilkan referred pain. Ketika trigger point berada dalam
keadaan laten, sumber ini tidak dapat ditemukan dengan palpasi dan pasoen tidak
mengeluhkan nyeri kepala. Pada beberapa keadaan, dokter perlu meminta pasien
untuk kembali jika nyeri kepalanya muncul sehingga konfirmasi mengenai nyeri
kepalanya dapat diverifikasi dan dapat ditegakkan diagnosis.3,4
Diagnosis nyeri myofascial adalah berdasarkan temuan klinis, tanpa
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pasien dengan nyeri myofascial servikal
dapat datang dengan riwayat trauma akut yang berhubungan dengan nyeri otot
persisten. Namun, nyeri myofascial juga dapat bermanifestasi tanpa adanya
kecelakaan atau cedera yang jelas. Hal ini mungkin berhubungan dengan adanya
pekerjaan yang berulang, postur tubuh yang buruk, stres, atau cuaca dingin.2,4
Temuan khas yang dikeluhkan oleh pasien nyeri myofascial servikal juga
meliputi:
- Rentang gerak (ROM)spina servical sering terbatas dan terasa nyeri
- Pasien mungkin menggambarkan seperti adanya suatu tonjolan atau
benjolan yang nyeri pada otot trapezius atau otot paraspinal servikal
- Pemijatan sering dapat membantu, seperti memberikan rasa panas pada
permukaan kulit
- Tidur pasien mungkin akan terganggu karena nyeri
- Memutar leher ketika mengemudi sulit dilakukan
- Pasien mungkin menggambarkan adanya nyeri yang menjalar ke
ekstremitas atas, disertai dengan adanya mati rasa dan kesemutan,
membuatnya sulit dibedakan dari radikulopai atau pergeseran saraf perifer
- Mungkin pasien bisa merasa pusing atau mual
- Pasien mengalami nyeri yang memancar dengan pola khas yang beralih
dari trigger points.
7
Trigger point pada bahu atau otot servikal dapat menghasilkan ko-
kontraksi pada otot mastikasi. Jika hal ini berlanjut, soreness pada otot mastikatori
dapat muncul. Penatalaksanaan pada otot mastikatori tidak akan menghilangkan
keluhan karena trigger point cervicospinal dan otot bahu.2,3
Pemeriksaan Fisik
Temuan umum yang didapatkan pada pemeriksaan fisik meliputi:
- Pasien yang mengalami nyeri myofascial servikal sering hadir dengan
postur tubuh yang buruk, mereka terlihat memiliki bahu bulat dan skapula
yang protraksi
- Trigger points sering terlihat pada m. trapezius, m. supraspinatus, m.
infraspinatus, m. rhomboids, dan m. levator skapula
- Tonjolan otot yang kencang teraba pada otot rangka atau sekitar fasia,
respon kedutan lokal seringkali terjadi ketika dilakukan palpasi pada
daerah tersebut
- ROM pada tulang belakang leher dapat terbatas, dengan adanya nyeri
ketika dalam posisi meregangkan otot yang terkena
- Walaupun pasien mungkin mengeluh kelemahan, pada pemeriksaan fisik
terhdap kekuatan ekstremitas atas biasanya normal
- Sensasi kulit biasanya normal ketika diuji secara formal, tidak ada tanda-
tanda saluran panjang yang diamati pada pemeriksaan fisik.
-
Pertimbangan Pemeriksaan Lainnya
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, diagnosis nyeri myofascial adalah
secara klinis, tanpa ada tes laboratorium yang tersedia. Selain itu, pemeriksaan
radiologis sering mengungkapkan perubahan yang nonspesifik saja dan biasanya
tidak membantu dalam membuat diagnosis nyeri myofascial servikal.2,3
Namun, nyeri myofascial servikal dapat hadir bersamaan dengan kondisi
medis yang lebih serius lainnya. Jika gejala-gejala pasien resisten terhadap
pengobatan standar untuk nyeri myofascial servikal diindikasikan untuk
8
pemeriksaan lebih lanjut. Jika ada riwayat trauma, lakukan pemeriksaan
fleksi/ekstensi servikal untuk menyingkirkan kemungkinan instabilitas.2,3
Magnetic resonance imaging (MRI) dapat membantu dalam
mengesampingkan kelainan yang signifikan dalam struktur tulang leher atau kanal
spinalis. Diskus servikal juga dapat dievaluasi. Jika ada rasa nyeri di bahu atau
dinding dada, harus disadari bahwa nyeri viseral bisa merujuk pada daerah-daerah
ini dan bahkan menghasilkan beberapa temuan myofascial pada pemeriksaan.
Harus dipikirkan terhadap kemungkinan bahwa masalah lain juga dapat hadir.3
Mungkin juga wajar dilakukan pemeriksaan indikator peradangan, menilai
fungsi tiroid, dan melakukan panel metabolik dasar untuk menyingkirkan penyakit
medis bersamaan tergantung pada presentasi klinis.3
Travell dan Simons menjelaskan tentang suatu penelitian yang melihat
isoenzim laktat dehidrogenase (LDH) di mana tercatat adanya pergeseran dalam
distribusi isoenzim tersebut, dengan tingkat LDH1 dan LDH2 yang lebih tinggi,
sedangkan total LDH tetap dalam batas normal.3
Pemeriksaan elektropsikologi
Beberapa artikel penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi
perubahan electromyograms/pemeriksaan kecepatan konduksi saraf yang mungkin
khas untuk pasien dengan nyeri myofascial. Penelitian-penelitian tersebut agak
kontradiktif, dengan beberapa penelitian yang menemukan ada aktivitas
elektromiografi nyata dan penelitian lain menemukan aktivitas listrik yang
nonspesifik.2
Studi yang dilakukan oleh Simons dan oleh Hobbard dan Berkoff
menggambarkan potensial aksi amplitudo rendah yang tercatat di daerah trigger
point myofascial. Aktivitas listrik spontan ternyata dapat dideteksi dengan
menggunakan rekaman sensitivitas tinggi di lokasi trigger point. Aktivitas listrik
spontan mungkin suatu jenis potensi endplate.3
Suatu penelitian oleh Ballyns dkk menjelaskan kegunaan
sonoelastography, yang dapat mengklasifikasikan trigger point myofascial oleh
situs yang aktif, laten, dan normal. Dengan menilai area trigger point dan indeks
9
pulsatilitas dapat membantu dalam menentukan riwayat alam dari sindrom nyeri
myofascial ini.6
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk nyeri myofascial servikal termasuk dengan melakukan
terapi fisik, injeksi trigger point, terapi stretch-and-spray, dan kompresi iskemik.
Injeksi toksin botulinum juga telah digunakan, meskipun prosedur ini telah
memiliki pendapat yang beragam dalam literatur.2,3
Berbagai obat penghilang rasa sakit juga dapat digunakan dalam
pengobatan, termasuk obat berikut:1,2,3
• Obat-obatan anti-inflamasi non steroid (NSAID)
• Antidepresan trisiklik
• Relaksan Otot
• Analgesik non-narkotik
• Antikonvulsan
Terapi Fisik
Tujuan utama dari terapi fisik adalah untuk mengembalikan keseimbangan
antara kerja otot sebagai suatu unit fungsional. Terapis fisik bisa dikembangkan
ke arah tujuan yang awalnya dengan mencoba untuk mengurangi rasa nyeri.
Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan berbasis modalitas
yang dilakukan bersamaan dengan teknik myofascial release dan pemijatan.
Peregangan dan stabilisasi leher juga merupakan bagian integral dari pendekatan
ini. Pelatihan postural sangat penting pada nyeri myofascial servikal. Evaluasi
ergonomis dapat diindikasikan jika kerja berlebihan pada lingkungan kerja
berkontribusi terhadap gejala-gejala pasien tersebut.2,6
Dalam sebuah studi oleh Sherman dkk, para penulis menyimpulkan bahwa
pemijatan dapat memberikan bantuan jangka pendek untuk nyeri leher kronis.
Dalam penelitian acak terkontrol ini, para peneliti mengevaluasi apakah terapi
pijat lebih menguntungkan dari buku pengobatan diri untuk pasien dengan nyeri
leher kronis. Pasien (n = 64) secara acak menerima hingga 10 pemijatan selama
10 minggu atau menerima buku perawatan diri. Pengukuran Indeks Disabilitas
10
Leher pada 10 minggu menunjukkan peserta yang secara acak ditugaskan untuk
pemijatan mengalami peningkatan klinis yang lebih signifikan (39%) daripada
peserta pada kelompok buku perawatan diri (14%). Namun, diperlukan penelitian
yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hasil ini.7
Dalam sebuah studi oleh Ma et al, pasien yang menjalani pelatihan
biofeedback untuk otot trapezius atas bilateral menunjukkan penurunan lebih
besar pada rasa nyeri yang terkait dengan pekerjaan dan aktivasi leher otot yang
lebih baik daripada pasien yang menjalani terapi latihan atau modalitas
pengobatan pasif.8
Suatu studi oleh Bronfort dkk menyimpulkan bahwa terapi manipulasi
tulang belakang maupun program latihan di rumah keduanya lebih unggul dari
pemberian obat saja dalam pengobatan nyeri leher akut dan subakut. Tidak ada
perbedaan signifikan terlihat pada hasil ketika membandingkan 12 minggu setelah
manipulasi dengan program latihan di rumah yang diajarkan oleh seorang ahli
terapi dalam 2 sesi terpisah.9
Injeksi pada Trigger Point
Beberapa pilihan pengobatan untuk nyeri myofascial servikal telah dibahas
dalam literatur. Injeksi trigger point mungkin adalah salah satu cara yang paling
dapat diterima untuk mengobati nyeri myofascial selain terapi fisik dan olahraga.
Injeksi paling sering dilakukan dengan anestesi lokal, meskipun tusukan dengan
jarum kering telah terbukti sama efektifnya.2,10
Rabalah trigger point pada pita taut (taut band), dan tempatkan otot dalam
posisi yang sedikit membentang untuk mencegah gerakan. Tahan trigger point
antara 2 jari lalu suntikkan dengan tangan yang satunya, dan kemudian arahkan
jarum ke daerah tersebut untuk menjamin infiltrasi anestesi yang luas. (Lihat
gambar di bawah.)2
11
Gambar 2.3 Palpasi datar untuk melokalisasi dan menahan trigger point untuk dilakukan injeksi. (A) dan (B) menunjukkan menekan 2 jari secara bergantian untuk mengkonfirmasi lokasi dari modul trigger point yang dapat teraba. (C)
menunjukkan trigger point diposisikan di tengah antara ujung jari agar tidak geser ke sisi lain selama injeksi.2
Anjurkan pasien untuk agresif tentang kepatuhan dengan protokol
peregangan, karena hal itu akan meningkatkan efektivitas suntikan ini. Membuat
respon kedutan lokal dapat membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis. Artikel
dari Hong dan Simon menjelaskan metode fast-in/fast-out lebih sukses dalam
memunculkan respon kedutan lokal. Oleh karena itu, pendekatan ini umumnya
adalah teknik yang paling bermanfaat untuk mengurangi nyeri myofascial.5
Stretch and spray
Stretch and spray adalah metode lain untuk mengobati nyeri myofascial
servikal (lihat gambar di bawah). Teknik ini dilakukan dengan menggunakan
semprotan vapocoolant yang disemprotkan pada otot yang terkena setelah
ditempatkan dalam keadaan peregangan pasif. Semprotkan vapocoolant ke daerah
12
sekitar trigger point dan area yang mengalami nyeri alih ditekan secara paralel ke
arah yang sama. Beberapa penulis menyarankan pertama kali disemprot, baru
kemudian dilakukan peregangan, dan kemudian mengulangi penyemprotan.2
Gambar 2.4 Urutan langkah yang dilakukan saat peregangan dan penyemprotan otot pada trigger points myofascial.2
Gambar 2.5 Gambar skematik yang memperlihatkan bagaimana aliran
vapocoolant yang disemprotkan.2
13
Kompresi iskemik
Kompresi iskemik dilakukan dengan menerapkan tekanan berkelanjutan
pada trigger point. Perintahkan pasien untuk menempatkan otot dalam posisi
meregang sepenuhnya. Tekan dengan kuat pada trigger point dengan ibu jari.
Secara bertahap tingkatkan tekanan untuk mengurangi rasa sakit.2
Botulinum toksin
Terapi injeksi toksin Botulinum telah ditinjau secara beragam dalam
literatur. Injeksi langsung ke trigger point memberikan hasil yang tidak konsisten.
Penggunaan toksin botulinum terbaik mungkin untuk memperbaiki biomekanik
abnormal yang mengganggu respon myofascial.10,11,12
Edukasi untuk Pasien
Pasien yang mengalami nyeri myofascial servikal perlu diedukasikan
mengenai faktor-faktor yang mendasarinya atau masalah yang dapat
menyebabkan nyeri dan kehilangan mobilitas mereka. Ahli terapi fisik dapat
memberikan edukasi pada pasien tentang kebiasaan latihan yang tepat dan
memerintahkan mereka untuk melakukan program latihan di rumah untuk
peregangan dan rekondisi. Pasien juga dapat mengambil manfaat dari latihan dan
strategi khusus untuk meningkatkan kesadaran postural dan mekanika tubuh
dengan aktivitas sehari-hari. Jika ergonomi tempat kerja yang buruk berkontribusi
pada kondisi pasien, berikan instruksi tentang cara yang tepat untuk memodifikasi
dan merubah keadaan tempat kerja. Nyeri myofascial servikal adalah suatu
kondisi yang dapat diobati jika pasien diberikan edukasi tentang kondisi dan
mengambil peran aktif dalam proses pemulihan.1,2,3
2.1.7 Prognosis
Jika pasien dengan nyeri myofascial servikal mendapatkan perawatan yang
tepat (misalnya, terapi fisik, terapi pijat, teknik peregangan, injeksi pada trigger
point), prognosisnya umumnya baik. Namun, kekambuhan bisa umum terjadi.
Hasil klinis tampaknya lebih baik bila pengobatan dimulai lebih awal untuk
mencegah pola kompensasi yang memperburuk rasa sakit. Peningkatan tingkat
kematian tidak terkait dengan nyeri myofascial servikal.1,2
14
Sebuah studi di Turki menemukan bukti bahwa disabilitas pasien pada
nyeri myofascial kronis yang paling kuat terkait dengan durasi nyeri. Penilaian
laporan ini didasarkan pada data yang dikumpulkan dari 103 pasien wanita dengan
gangguan kronis dan dari 30 peserta perempuan yang sehat, menggunakan Neck
Pain and Disability Scale, the Beck Depression Inventory dan suatu skala analog
visual, serta pengukuran ambang batas tekanan nyeri pada trigger points nyeri
myofascial servikal umum.1
15
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri myofascial adalah nyeri yang disebabkan oleh otot dan fasia
sekitarnya. Nyeri myofascial servikal adalah nyeri yang diduga terjadi akibat dari
penggunaan otot berlebihan atau trauma pada otot-otot yang menyokong bahu dan
leher. Pada tulang belakang servikal, otot-otot yang paling sering terlibat pada
nyeri myofascial adalah m. trapezius, m. levator skapula, rhomboids,
supraspinatus, dan infraspinatus.
Nyeri myofascial di beberapa lokasi pada saat pemeriksaan ditandai oleh
adanya titik pemicu (trigger points) yang terletak di otot rangka. Trigger points
didefinisikan sebagai daerah hyperirritable yang lokasinya dapat teraba,
ketegangan dari serat otot.
Nyeri myofascial servikal diperkirakan terjadi akibat penggunaan otot
yang berlebihan atau trauma pada otot-otot yang menyokong bahu dan leher.
Penyebab umum yang terjadi di antara pasien ini adalah karena kecelakaan
kendaraan bermotor atau kegiatan berulang pada ekstremitas atas.
Pengobatan untuk nyeri myofascial servikal termasuk dengan melakukan
terapi fisik, injeksi trigger point, terapi stretch-and-spray, dan kompresi iskemik.
Injeksi toksin botulinum juga telah digunakan, meskipun prosedur ini telah
memiliki pendapat yang beragam dalam literatur.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Duyur Cakit B, Genc H, Altuntas V, et al. Disability and related factors in
patients with chronic cervical myofascial pain. Clin Rheumatol. Feb 18 2009.
2. Phillips D. 2012. Cervical Myofascial Pain. Medscape Reference. Diakses
dari http://emedicine.medscape.com/article/305937. Tanggal akses 3 Mei