RESPONSI KASUS CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD) Disusun oleh : Faesal A. Sumansyah NPM : 06700256 PEMBIMBING : dr. Muljadi Amanullah, Sp.OG dr.Raudatul Hikmah, Sp.OG dr. Bambang Soetjahjo, Sp.OG DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK DI BAGIAN/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN KATA PENGANTAR
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RESPONSI KASUS
CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)
Disusun oleh :
Faesal A. Sumansyah
NPM : 06700256
PEMBIMBING :
dr. Muljadi Amanullah, Sp.OG
dr.Raudatul Hikmah, Sp.OG
dr. Bambang Soetjahjo, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK DI
BAGIAN/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan responsi kasus ini tepat pada
waktunya. Laporan kasus yang berjudul “cephalopelvic disproportion (CPD)” ini
disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian / SMF
Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Syarifah Ambami Rato Ebu
(SYAMRABU) Bangkalan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan
bimbingan kepada penulis:
1. dr. Muljadi Amanullah, Sp.OG, selaku Kepala Bagian / SMF Kebidanan
dan Kandungan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu (SYAMRABU)
Bangkalan dan dosen pembimbing Bagian / SMF Kebidanan dan
Kandungan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu (SYAMRABU)
Bangkalan.
2. dr.Raudatul Hikmah, Sp.OG, selaku dosen pembimbing Bagian / SMF
Kebidanan dan Kandungan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
(SYAMRABU) Bangkalan.
3. dr. Bambang Soetjahjo, Sp.OG, selaku dosen pembimbing Bagian / SMF
Kebidanan dan Kandungan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
(SYAMRABU) Bangkalan.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
Akhirnya saya menyadari bahwa dalam penulisan responsi kasus ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat saya harapkan demi kesempurnaan responsi kasus ini.
Semoga responsi kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada saya dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-
hari sebagai dokter.
Terima kasih.
Bangkalan, Desember 2011
Penulis
BABI
PENDAHULUAN
1.1.LatarBelakang
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200
juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah
perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi
12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang
lain 7,9%. Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap tahunnya,
Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari
angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea primer.
Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG)
menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida dengan fetus
tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk
seksio sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal distress, dan
elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea pada primigravida
sebesar 66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan penelitian Gregory
dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing 49,7% dan 51,4% distosia menyebabkan
seksio sesarea.
Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan
kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan salah
satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena
ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa disebut
dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul pada masa
dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang disebabkan oleh
rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang ditemukan,
umumnya disebabkan oleh janin yang besar. Berdasarkan uraian di atas maka kami
perlu menguraikan permasalahan dan penatalaksanaan pada disproporsi sefalopelvik
sebagai salah satu penyebab distosia penting dimiliki oleh dokter.
BABII
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya.
3.2 Anatomi Panggul
3.2.1. B e n t u k P a n g g u l
Panggul menurut morfologinya dibagi menjadi 4 jenis pokok, yaitu:
1. G i n e k o i d : Pintu atas panggul yang bundar, atau dengan
diameter transversa yang l eb ih pan jang s ed ik i t da r ipada d i ame t e r
an t e r opos t e r i o r dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas. Paling ideal, panggul perempuan : 45%.
2. A n d r o i d : P i n t u a t a s p a n g g u l y a n g b e r b e n t u k
s e g i t i g a b e r h u b u n g a n d e n g a n penyempitan ke depan, dengan spina
iskiadika menonjol ke dalam danarkus pubis menyempit, panggul pria,
diameter transversa dekat dengan sacrum : 15%.
3. A n t r o p o i d Diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada
diameter transversa,dan arkus pubis menyempit sedikit, agak lonjong seperti telur.
4. P l a t i p e l o i d Diameter anteroposterior yang lebih pendek
daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan arkus pubis yang luas,
menyempit arah muka belakang : 5%.
3.2.2 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir
bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke
seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang.
Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara
ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan
panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang
11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak
antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata
vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul
3.2.3.Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi
spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement.
Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan
jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina
isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan
garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
3.2.4 Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum
kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis
adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari
ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior
(7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
3.3 Panggul Sempit
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus,
janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG
dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang,
letak dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.
Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya
Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan
Penanganan Khusus
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran
pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat
menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga
menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting
pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional
artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan
ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini
digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele,
panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan
sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa,
atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas
panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat
terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul,
atau panggul yang menyempit seluruhnya.
3.3.1 Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal
terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering
diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih
panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm. Mengert (1948)
dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada
diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12
cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit
hanya pada salah satu diameter.
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi
janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10
cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil,
namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362
nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita
dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung
menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat
pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput
ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah
rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak
sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk
pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk
dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat
menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai
enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.
3.3.2 Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol
ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan
bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada
bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti
seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah
panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul
tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan
secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila
ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan
apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.
3.3.3 Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan
diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan
pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar
dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan
robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900
sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju
ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
3.4 Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit
Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang menentukan
apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang
memegang peranan dalam prognosa persalinan.
Kesempitan pintu atas panggul berdasarkan ukuran conjugata vera (CV):
CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan
berakhir dengan partus spontan ataudengan ekstraksi vakum, atau
ditolong dengan secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya.
CV = 6 - 8 ,5 cm d i l akukan S C p r imer .
CV = 6 cm d i l aku kan S C p r im er mu t l a k .
Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada :
1 ) H is a t au t en aga yang mendor ong ana k .
2 ) Bes a r nya j an in , p r e s en t a s i dan pos i s i j an in
3 ) B e n t u k p a n g g u l
4 ) U m u r i b u d a n a n a k b e r h a r g a
5 ) P e n y a k i t i b u
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita
dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas
panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang
normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga
dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan
lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.