CENTRAL CORD SYNDROME I KETUT AGUS MULIADI ARTHAWAN 0202005012 Pembimbing: DR. TJOK GDE BAGUS MAHADEWA, Sp.BS, M.Kes 1
CENTRAL CORD SYNDROME
I KETUT AGUS MULIADI ARTHAWAN
0202005012
Pembimbing:
DR. TJOK GDE BAGUS MAHADEWA, Sp.BS, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2007
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya,
Penulis dapat menyelesaikan tugas reading yang berjudul ”Central Cord Syndrome” tepat
waktu. Tugas reading ini merupakan persyaratan untuk melakukan ujian pada jenjang
profesi dokter muda di bagian / SMF Ilmu Bedah FK Udayana / RS Sanglah Denpasar.
Dalam melakukan penyusunan reading ini, Penulis banyak mendapatkan masukan,
saran serta bimbingan. Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1.dr. A.A.Asmarajaya, Sp.BP selaku Kepala Bagian / SMF Ilmu Bedah FK Udayana /
RSUP Sanglah.
2.dr. W. Steven Cristian, Sp.B (K) Onk selaku koordinator pendidikan di Bagian /
SMF Ilmu Bedah FK Udayana / RSUP Sanglah.
3.dr. Tjok Gde Bagus Mahadewa, Sp.BS, M.Kes selaku pembimbing.
4.Semua pihak yang telah membantu penulisan reading ini.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa reading ini tidak luput dari kesalahan
sehingga mohon saran dan kritik yang membangun. Semoga sumbangan ilmiah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi dunia kedokteran.
2
Denpasar, November 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................2
2.1 Anatomi dan Fungsi Medula Spinalis.........................................................................3
2.2 Central Cord Syndrome (CCS)....................................................................................7
2.2.1 Patofisiologi.....................................................................................................7
2.2.3 Etiologi CCS...................................................................................................9
2.2.4 Diagnosis.......................................................................................................10
2.2.5 Penatalaksanaan............................................................................................11
2.2.6 Komplikasi....................................................................................................15
2.2.7 Prognosis.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Segmen-segmen medula spinalis.....................................................................3
Gambar 2. Intumesensia pada segmen C5.........................................................................4
Gambar 3. Penampang melintang medula spinalis............................................................5
Gambar 4. Traktus pada medula spinalis...........................................................................6
Gambar.5 Injuri hiperekstensi pada segmen servikal medula spinalis..............................8
4
BAB I
PENDAHULUAN
CCS merupakan salah satu tipe dari Spinal Cord Injury (SCI). SCI dapat terjadi
akibat berbagai proses patologis termasuk trauma. Apapun penyebabnya, SCI dapat
menimbulkan kelainan motorik, sensorik maupun autonom yang signifikan.
Trauma pada medula spinalis (termasuk di dalamnya CCS) menyebabkan
timbulnya gejala klinis akibat respon terhadap injuri baik respon segera maupun respon
lambat. Gejala klinis awal muncul sebagai akibat traksi dan kompresi pada medula
spinalis, baik oleh tonjolan/fragmen tulang, herniasi diskus vertebralis maupun ligamen.
Kerusakan vaskular dapat menimbulkan iskemia yang dapat memperparah injuri pada
medula spinalis. Selain itu dapat terjadi ruptur akson dan membran sel saraf. Perdarahan
mikro terjadi dalam beberapa menit setelah injuri di area gray matter dan dapat
berkembang menjadi perdarahan masif dalam beberapa jam. Akhirnya terjadi hilangnya
autoregulasi dan spinal shock yang mengakibatkan hipotensi sistemik dan memperparah
iskemia pada jaringan otak. Iskemia, penumpukan produk meabolik yang toksik (misalnya
penumpukan glutamate, penumpukan asam laktat yang terbentuk dari metabolisme anaerob
akibat iskemia) serta perubahan elektrolit menyebabkan timbulnya respon lambat pada
SCI.
Selain CCS, manifestasi lain dari SCI adalah complete spinal cord transection
syndrome, anterior cord syndrome, Brown-Sequard Syndrome, dan cauda equina
syndrome.
Central Cord Syndrome (CCS) adalah suatu kumpulan gejala akibat adanya
cedera pada segmen servikal medula spinalis. Sindroma ini ditandai oleh adanya
kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah disertai oleh gangguan sensori dan berkemih.
CCS sering terjadi pada orang tua, namun dapat juga terjadi pada golongan usia dewasa
muda. Seperti tipe-tipe SCI yang lain, sebagian besar kasus CCS terjadi akibat trauma.
Meskipun beberapa fungsi tubuh yang terganggu pada CCS dapat kembali normal setelah
beberapa waktu, namun penanganan dan pengobatan yang tepat sangat dibutuhkan untuk
mencegah kecacatan menetap pada pasien. Dengan demikian, selain pilihan terapi medika
5
mentosa dan pembedahan, fisioterapi adalah modalitas terapi yang juga penting dalam
penanganan CCS.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fungsi Medula Spinalis
Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya terletak
dalam kanalis vertebralis. Medula spinalis dikelilingi oleh struktur-struktur yang secara
berurutan dari luar ke dalam terdiri atas:
1. dinding kanalis vertebralis yang terdiri atas tulang vertebrae dan ligamen
2. lapisan jaringan lemak ekstradural yang mengandung anyaman pembuluh darah
vena
3. meninges, yang terdiri atas:
a. dura mater (pachymeninx)
b. arachnoid (leptomeninx) yang menempel secara langsung pada dura mater,
sehingga di antara kedua lapisan ini dalam keadaan normal tidak dijumpai
suatu ruangan
c. ruangan subarachnoid yang di dalamnya terdapat cairan serebrospnal (CSF)
d. pia mater, yang menempel langsung pada bagian luar medula spinalis.
Pada tubuh orang dewasa panjang medula spinalis adalah sekitar 43cm. Pada
masa tiga bulan perkembangan intrauterin, panjang medula pinalis sama dengan panjang
korpus vertebrae. Pada masa perkembangan berikutnya, kecepatan pertumbuhan korpus
vertebrae melebihi kecepatan pertumbuhan medula spinalis. Akibatnya pada masa dewasa,
ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kranial korpus vertebrae lumbal II atau
intervertebral disk I/II. Perbedaan panjang medula spinalis dan korpus vertebrae ini
mengakibatkan terbentuknya konus medularis (bagian paling kaudal dari medula spinalis
yang berbentuk kerucut dan terutama terdiri atas segmen-segmen sakral medula spinalis)
dan cauda equina (kumpulan radiks nervus lumbalis bagian kaudal dan radiks nervus
sakralis yang mengapung dalam CSF). Ke arah kaudal, ruangan subarachnoid berakhir
setinggi segmen sakral II atau III korpus vertebrae. Dengan demikian, di antara korpus
vertebrae lumbal II sampai korpus vertebrae sakral III tidak lagi terdapat medula spinalis,
melainkan hanya terdapat cauda equina yang terapung-apung di dalam CSF. Hal ini
memungkinkan tindakan punksi lumbal di daerah intervertebral disk III/IV atau IV/V tanpa
mencederai medula spinalis.
8
Seperti halnya korpus vertebrae, medula spinalis juga terbagi ke dalam
beberapa segmen, yaitu: cervikal (C1-C8), segmen torakal (T1-T12), segmen lumbal (L1-
L5), segmen sakral (S1-S5) dan 1 segmen koksigeal yang vestigial. Serabut saraf yang
kembali ke medula spinalis diberi nama sesuai lokasi masuk/keluarnya dari kanalis
vertebralis pada korpus vertebrae yang bersangkutan. Saraf dari C1-C7 berjalan di sebelah
atas korpus vertebrae yang bersangkutan, sedangkan dari saraf C8 ke bawah berjalan di
sebelah bawah korpus vertebrae yang bersangkutan.
Gambar 1. Segmen-segmen medula spinalis
9
Diameter bilateral medula spinalis selalu lebih panjang dibandingkan diameter
ventrodorsal. Hal ini terutama terdapat pada segmen medula spinalis yang melayani
ekstremitas atas dan bawah. Pelebaran ke arah bilateral ini disebut intumesens, yang
terdapat pada segmen C4-T1 (intumesens cervikalis) dan segmen L2-S3 (intumesens
lumbosakral). Pada permukaan medula spinalis dapat dijumpai fisura mediana ventalis, dan
empat buah sulkus, yaitu sulkus medianus dorsalis, sulkus dorsolateralis, sulkus
intermediodorsalis dan sulkus ventrolateralis.
Gambar 2. Intumesensia pada segmen C5
Pada penampang transversal medula spinalis, dapat dijumpai bagian sentral
yang berwarna lebih gelap (abu-abu) yang dikenal dengan gray matter. Gray matter adalah
suatu area yang berbentuk seperti kupu-kupu atau huruf H. Area ini mengandung badan sel
neuron beserta percabangan dendritnya. Di area ini terdapat banyak serat-serat saraf yang
tidak berselubung myelin serta banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Hal inilah yang
mengakibatkan area ini berwarna lebih gelap. Gray matter dapat dibagi ke dalam 10
lamina atau 4 bagian, yaitu:
1. kornu anterior/dorsalis, yang mengandung serat saraf motorik, terdiri atas lamina
VIII, IX dan bagian dari lamina VII
2. kornu posterior/ventralis, yang membawa serat-serat saraf sensorik, terdiri atas
lamina I-IV
3. kornu intermedium, yang membawa serat-serat saraf asosiasi, terdiri atas lamina
VII
4. kornu lateral, merupakan bagian dari kornu intermedium yang terdapat pada
segmen torakal dan lumbal yang membawa serat saraf simpatis.
10
Di bagian perifer medula spinalis, tampak suatu area yang mengelilingi grey
matter yang tampak lebih cerah dan dikenal dengan white matter. White matter terdiri atas
serat-serat saraf yang berselubung myelin dan berjalan dengan arah longitudinal.
1. Saraf spinal
2. Ganglion radix dorsalis
3. Radiks dorsalis (sensori)
4. Radiks ventralis (motorik)
5. Kanalis sentralis
6. Grey matter
7. White matter
Gambar 3. Penampang melintang medula spinalis
Pada penampang melintang, white matter dibagi ke dalam beberapa daerah
topografik, anatara lain: funikulus dorsalis, funikulus lateralis, funikulus ventralis dan
komisura alba. Funikulus adalah suatu kumpulan berkas fungsional yang disebut traktus.
Serat-serat yang membentuk traktus dalam white matter berasal dari sel-sel ganglion, sel
saraf dalam gray matter dan sel saraf dalam korteks serebri atau pusat fungsional lainnya
dalam batang otak atau cerebrum.
Berdasarkan arah aliran impulsnya, traktus dalam medula spinalis antara lain:
1. Traktus Ascenden yang membawa impuls ke arah kranial atau ke pusat-pusat
fungsional yang lebih tinggi
2. Traktus Descenden yang membawa impuls dari pusat-pusat fungsional yang lebih
tinggi ke medula spinalis
3. Traktus intersegmentalis, yang mengantarkan impuls dalam dua arah.
Dalam CCS, traktus spinothalamic dan traktus corticospinal dianggap paling
berperan dalam patofisiologi penyakit. Traktus spinothalamic adalah traktus ascenden yang
terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Traktus Spinothalamic Lateralis
Dalam medula spinalis, serat-serat yang membentuk traktus spinothalamic
lateralis ini menunjukkan susunan somatotopik, yaitu serat-serat yang berasal dari
11
segmen sakral terletak paling dorsolateral selanjutnya disusul oleh serat dari segmen
lumbal dan torakal dan terakhir serat pada segmen servikal terletak paling
ventromedial.
Traktus ini membawa serat sensori rasa-rasa nyeri dan suhu (analgesi dan
thermoanasthesi) dari sisi tubuh yang kontralateral. Selain itu, traktus ini juga
mengantarkan impuls yang berhubungan dengan rasa penuh pada kandung kemih,
keinginan untuk miksi, rasa nyeri pada kandung kemih, urethra dan ureter.
Gambar 4. Traktus pada medula spinalis
2. Traktus Spinothalamic Ventralis
Adalah traktus yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba ringan atau kasar
dan umum, yang tidak menunjukkan aspek diskriminatif spasial, misalnya dapat
ditimbulkan dengan mengelus seara ringan di kulit yang tidak berambut dengan bulu
12
atau kapas. Pemeriksaan rasa raba kasar tidak memiliki arti yang begitu penting dalamk
linik.
Traktus corticospinal adalah traktus descenden yang mengantarkan impuls-
impuls motorik yang berhubungan dengan pergerakan yang ada di bawah pengendalian
kemauan, terutama pada bagian distal ekstremitas.
2.2 Central Cord Syndrome (CCS)
CCS adalah salah satu tipe acute cervical spinal cord injury (SCI) yang terjadi
akibat injuri inkomplit pada medula spinalis segmen servikal dan ditandai oleh kelemahan
motorik yang lebih parah pada ekstremitas atas dibandingkan pada ekstremias bawah,
disfungsi kandung kemih dan gangguan sensori yang bervariasi di bawah level lesi.
CCS lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Meskipun
lebih sering terjadi pada orang tua dengan cervical spondylosis yang mengalami injuri
hiperekstensi, kelainan ini dapat terjadi pada berbagai usia dan secara umum memiliki
distribusi bimodal, yaitu insiden yang tinggi pada dewasa muda akibat trauma dan insiden
yang tinggi pada usia tua akibat spondylosis.
2.2.1 Patofisiologi
CCS terjadi akibat injuri inkomplit pada bagian sentral segmen servikal medula
spinalis, paling sering pada segmen sevikal bagian tengah hingga bagian bawah. Kasus
CCS di masyarakat sering terjadi melalui mekanisme injuri hiperekstensi pada penderita
spndylosis servikal. Injuri tersebut terjadi akibat trauma yang mengakibatkan pendesakan
ligamentum flavum (ligamen kuat yang saling menghubungkan lamina vertebrae, yang
berfungsi untuk melindungi saraf dan medula spinalis dan menstabilisasi spina sehingga
tidak terjadi pergerakan yang berlebihan pada vertebrae) yang akhirnya menjepit medula
spinalis dari posterior dan/atau akibat kompresi oleh osteofit dari anterior.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kerusakan medula spinalis kemungkinan
terjadi akibat kontusio pada medula spinalis. Kontusio ini terjadi karena medula spinalis
terapung dalam CSF, jika terjadi goncangan misalnya akibat terjatuh maka akan terjadi
osilasi yang jika tidak teratur dapat mengakibatkan benturan medula spinalis ke vertebrae.
13
Akibatnya terjadi stasis aliran aksoplasma, sehingga lebih cenderung terjadi injuri yang
edematous daripada hematomyelia destruktif.
Gambar.5 Injuri hiperekstensi pada segmen servikal medula spinalis
Penelitian yang lebih mutakhir menemukan bahwa CCS mungkin terjadi akibat
perdarahan ke bagian sentral medula spinalis. Selain itu, CCS juga kemungkinan terjadi
akibat disrupsi akson di kornu lateral pada level injuri namun tidak mengakibatkan
kerusakan signifikan pada gray matter.
CCS juga dapat terladi akibat fraktur dislokasi dan fraktur kompresi, khususnya
pada individu yang telah mengalami penyempitan kanalis spinalis secara kongenital.
Tekanan kompresi yang arahnya anteroposterior ini mengakibatkan kerusakan yang lebih
parah di daerah sentral.
Mekanisme injuri di atas mengakibatkan kerusakan yang paling parah pada
bagian sentral medula spinalis dan kerusakan yang lebih ringan pada bagian perifer dari
medula spinalis. Injuri pada area ini mengakibatkan krusakan pada traktus spinothalamic
lateralis dan traktus corticospinalis.
Gangguan motorik maupun sensorik pada CCS terjadi akibat pola laminasi
traktus corticospinal dan traktus spinothalamic yang khas pada medula spinalis. Traktus
spinothalamic lateralis memiliki susunan laminasi dengan pola somatotopik, dimana serat-
14
serat yang berasal dari segmen sakral terletak paling dorsolateral selanjutnya disusul oleh
serat dari segmen lumbal dan torakal dan terakhir serat pada segmen servikal terletak
paling ventromedial. Karena CCS disebabkan oleh injuri pada bagian sentral, maka serat-
serat dari bagian servikal yang mengalami injuri parah sedangkan serat-serat dari bagian
sakral tidak mengalami injuri. Kerusakan inkomplit pada traktus ini mengakibatkan
hilangnya kemampuan sensorik hingga batas-batas tertentu dalam hal pengantaran impuls
rasa nyeri dan suhu. Selain itu, kerusakan pada traktus ini dapat mengakibatkan hilangnya
kemampuan motorik yang berhubungan dengan rasa penuh pada kandung kemih,
keinginan untuk miksi, rasa nyeri pada kandung kemih, urethra dan ureter, sehingga pada
CCS terjadi disfungsi kandung kemih.
Kerusakan traktus corticospinalis dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan
untuk mengadakan pergerakan di bawah kemauan terutama pada bagian distal ekstremitas
baik atas maupun bawah. Karena tipe laminasi traktus corticospinal dimana serat-serat
yang melayani tangan terletak lebih medial daripada serat-serat yang melayani kaki, maka
injuri inkomplit di sentral segmen servikal medula spinalis akan mengakibatkan kelemahan
pada ekstremitas atas yang lebih parah daripada ekstremitas bawah. Sendi-sendi yang
terletak di sebelah proksimal maupun gerakan-gerakan yang bersifat kasar bisanya tidak
terlalu terpengaruh. Jika terjadi injuri yang mengakibatkan perdarahan atau trombosis
(seperti pada CCS) yang mengenai traktus ini, maka pada awalnya akan tampak hilangnya
tonus pada otot-otot yang bersangkutan. Setelah beberapa hari atau minggu, tonus pada
otot akan kembali secara berangsur-angsur hingga pada akhirnya justru dapat terjadi
spastisitas. Jika kerusakan serat upper motor neuron yang melayani ekstremitas bawah
cukup berat, refleks babinsky akan positif.
2.2.3 Etiologi CCS
Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan CCS antara lain:
1. Trauma, merupakan penyebab CCS yang paling sering
2. Pada orang tua, cervical spondylosis merupakan faktor resiko yang signifikan
3. Pada individu yang mengalami penyempitan kanalis spinalis, trauma minor sudah
dapat mengakibatkan manifestasi CCS
4. Pada kelompok usia yang lebih muda, trauma mayor dengan insiden fraktur
servikal yang tinggi mengakibatkan seringnya terjadi CCS pada usia ini.
15
2.2.4 Diagnosis
1. Anamnesa
- Pasien dengan CCS biasanya datang dengan keluhan berupa kelemahan
pada ekstremitas atas dan bawah disertai hilangnya kemampuan sensoris
dalam derajat yang bervariasi di bawah level injuri.
- Pasien juga biasanya akan mengeluhkan hilangnya sensasi nyeri dan
temperatur, sensasi sentuhan ringan dan kehilangan kemampuan untuk
mengetahui posisi tubuh (proprioseptif) di bawah level injuri.
- Dapat timbul keluhan nyeri pada leher dan kesulitan BAK
- Gejala CCS biasanya didahului oleh riwayat trauma di daerah leher, paling
sering akibat terjatuh.
2. Pemeriksaan Fisik
- Penemuan dari pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada kelainan pada
sistem neurologis, yang terdiri atas gabungan lesi pada upper motor neuron
dan lower motor neuron yang mensuplai ekstremitas atas yang
mengakibatkan paralisis flaksid parsial, dan lesi yang lebih dominan pada
upper motor neuron yang mensuplai ekstremitas bawah yang
mengakibatkan paralisis spastik.
- Kelainan pada ekstremitas atas biasanya akan lebih parah daripada kelainan
pada ekstremitas bawah, dan terutama terjadi pada otot-otot tangan bagian
distal.
- Kehilangan kemampuan sensori hingga derajat tertentu, meskipun sensasi
sakral biasanya masih utuh. Kemampuan kontraksi anus dan tonus sfingter
serta refleks babinsky harus diperiksa.
- Refleks regang otot biasanya hilang pada awalnya tapi dapat kembali
muncul namun disertai oleh spatisitas otot yang bersangkutan.
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerksaan Laboratorium
Tidak ada tes laboratorium spesifik yang diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosa CCS
2. Pemeriksaan Radiologi
- X-ray cervical spine; menunjukkan gambaran fraktur maupun dislokasi dan
derajat spondilitik pada korpus vertebrae cervikal. Foto pada posisi leher
16
ekstensi dan fleksi dapat membantu mengevaluasi stabilitas ligamentum
flavum.
- CT Scan pada cervical spine; menunjukkan adanya gangguan pada kanalis
spinalis dan dapat memberikan informasi mengenai deajat penekanan yang
terjadi pada medula spinalis.
- MRI; dapat menunjukkan secara langsung tekanan/jepitan pada medula
spinalis oleh tulang, vertebral disc atau hematoma.
2.2.5 Penatalaksanaan
Pasien CCS sebaiknya diberikan imobilisasi leher untuk mencegah
penekanan/injuri medula spinalis lebih lanjut. Selain itu pengobatan, pembedahan dan
rehabilitasi juga dapat dilakukan sesuai indikasi.
1. Medikamentosa
Obat yang diberikan pada pasien CCS adalah golongan kortikosteroid, yaitu
methylprednisolone (Medrol, Solu-medrol).
- Mekanisme Kerja: Methylprednisolone menurunkan respon inflamasi
dengan menekan migrasi polymorphonuclear leukocytes dan menghambat
peningkatan permeabilitas vaskular.
- Dosis: 30mg/kgBB IV dalam 15 menit pertama diikuti dalam 45 menit
berikutnya dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam
- Kontraindikasi: Orang dengan hipersensitivitas, infeksi fungal, viral
maupun micobacterium.
- Interaksi: (1) bila diberikan bersama-sama dengan digoxin dapat
meningkatkan toksisitas digitalis sekunder akibat hipokalemia, (2) Estrogen
dapat meningkatkan level obat, (3) phenobarbital, phenytoin dan rifampin
dapat menurunkan level obat, (4) jika diberikan bersamaan dengan diuretik,
pasien harus dimonitor untuk hypokalemia.
- Efek samping: Hiperglikemia, demam, osteonekrosis, ulkus peptikum,
hipokalemia, euphoria, osteoporosis, psikosis, gangguan pertumbuhan,
myopati, infeksi
17
2. Bedah
Pembedahan jarang dibutuhkan karena prognosis pasien dengan
medikamentosa biasanya baik. Indikasi pembedahan meliputi:
- Jika masih terdapat kelemahan motorik yang signifikan setelah suatu
periode perbaikan
- Jika penekanan/kompresi pada medula spinalis menetap
- Jika terdapat instabilitas spinal
- Jika kelainan neurologis semakin parah
Pasien dengan kompresi sekunder dari herniasi diskus akibat trauma harus
segera didekompresi. Pasien yang mengalami CCS akibat osteophyte, penebalan/ruptur
ligamentum flavum ataupun stenosis tidak memerlukan operasi segera dan ditunggu hingga
keadaan pasien membaik.
3. Rehabilitasi
1. Terapi fisik
Tujuan dari terapi fisik adalah pemulihan Range of Motion (ROM) dan
meningkatkan kemampuan mobilitas. Hal terpenting adalah untuk memperkuat otot
ekstremitas atas yang masih bisa diperbaiki, demikian juga dengan keseimbangan dan
stabilitas tubuh. Karena kelemahan ekstremitas atas lebih parah daripada ekstremitas
bawah, maka pasien akan mengalami kesulitan dalam menggunakan alat bantu berjalan
yang membutuhkan bantuan tangan..
2. Rehabilitasi kerja (Occupational Therapy)
Karena kelemahan ekstermitas atas lebih dominan pada CCS, perbaikan
kemampuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, memperkuat ekstremitas atas dan
perbaikan ROM adalah tujuan utama rehabilitasi kerja. Aplint/bidai seringkali
digunakan untuk mempertahankan posisi fungsional tangan dan mencegah kontraktur
jari-jari tangan.
3. Terapi bicara
Khususnya diberikan pada pasien yang mengalami disfagia akibat pemakaian
alat-alat untuk mempertahankan stabilitas servikal atau akibat fusi spina servikalis
anterior. Pasien harus diajarkan cara menelan agar tidak memperparah disfagia dan
mencegah aspirasi
18
4. Penanganan pada Kasus Khusus
1. Autonomic Dysreflexia
- Merupakan kelainan haemoatsasis yang disebabkan kelainan saraf
otonom
- Input sensori dari distensi kandung kemih atau stimulus noksius dapat
menstimulus aktivitas simpathetik yang sistemik, mengakibatkan
vasokonstriksi dan hipertensi
- Penanganan yang tepat terhadap agen-agen noksius pada kulit, kandung
kemih maupun saluran cerna dapat mencegah rekurensi. Sumber-sumber
nosiseptif harus dicari dan ditangani.
- Jika tidak terjadi perbaikan, lakukan pengobatan untuk menurunkan
tekanan darah
- Nifedepine dan Nitrogliserin transdermal adalah obat yang sering
digunakan.
2. Neurogenic Bladder
- Pasien yang mengalami gejala CCS akibat injuri akut sering kali
mengalami retensi urin sehingga memerlukan pemasangan Kateter
Foley untuk drainase
- Jika cairan penderita sudah stabil, kateter dapat dilepas dan dilanjutkan
dengan pemberian latihan pengendalian kandung kemih dan jika
diperlukan dapat dipasang kateter secara intermiten.
- Fungsi kandung kemih biasanya dapat kembali dalam waktu 6 bulan
- Jika fungsi kandung kemih tidak kembali setelah 6 bulan, ajari pasien
untuk memasang kateter sendiri saat rangsangan berkemih datang
3. Spastisitas
- Pada awalnya, pasien akan mengalami penurunan tonus, namun setelah
periode spinal syok mereda, pasien justru dapat mengalami spstisitas
pada ekstremitas atas maupun bawah
- Perawatan yang tepat dapat meminimalisasi impuls nosiseptif maupun
eksteroseptif yang dapat memperparah hipertonia
- Posisi tidur yang benar dan program peregangan dapat menurunkan
spastisitas dan mencegah kontraktur
19
- Dapat dilakukan percobaan pemberian antispasme jika spasme otot
sudah mengakibatkan rasa tidak nyaman pada pasien
- Obat pilihan pertama yang diberikan adalah Lioresal
4. Nyeri Neuropati
- Pasien dengan CCS dapat mengalami allidynia di bawah level injuri
- Penanganan pertama adalah dengan mengevaluasi dan menghilangkan
faktor-faktor pencetus seperti infeksi atau pressure ulcer
- Dapat ditambahkan pemberian obat antikonvulsi
5. Pressure Ulcer
- Penurunan fungsi sensoris dapat mengakibatkan pembentukan pressure
ulcer karena tekanan-tekanan pada kulit tidak disadari oleh penderita
- Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisasi
penekanan pada kulit pasien, misalnya dengan menggunakan kasur
khusus atau melapisi kusi roda dengan bantal di daerah-daerah
penonjolan tulang
- Perubahan posisi secara teratur dapat menurunkan tekanan kontinyu
pada bagian-bagian tertentu
- Penanganan pertama adalah dengan menghilangkan semua sumber
penekanan. Jika ulkus semakin parah, konsulkan ke bagian bedah
plastik jika diperlukan
6. Neurogenic Bowel
- Akibat penurunan kemampuan kontrol untuk BAB, berikan latihan
pengontrolan BAB secara teratur, termasuk pemberian cairan dan serat
yang cukup untuk menghindari konstipasi atau inkontinensia
- Lakukan evakuasi feses misalnya dengan stimulasi melalui colok dubur
atau metode lain
5. Follow Up
- Masukkan pasien ke ICU bedah saraf untuk monitor status neurologis
- Monitor tekanan darah sangat penting karena pasien biasanya dibuat hipertensi
ringan untuk meningkatkan aliran darah ke medula spinalis dalam 12-24 jam
pertama
20
- Berikan profilaksis untuk deep vein thrombosis (DVT) dengan low molecular
weight heparin
- TPN biasanya diperlukan karena terjadi gangguan peristaltik usus
- Pasang kateter Foley jika terjadi retensi urin
- Berikan perhatian khusus pada perawatan kulit
2.2.6 Komplikasi
- Nyeri/hyperpathia
- Retensi urin
- Spastisitas pada ekstremitas atas maupun bawah
2.2.7 Prognosis
- Pasien CCS yang berusia <50 tahun biasanya memiliki prognosis yang baik. Dalam
waktu singkat 97% pasien mengalami kesembuhan, memperoleh kembali
kemampuan mobilisasi dan dapat melakukan kegiatan harian dengan normal.
- Pasien CCS yang berusia >50 tahun memiliki prognosis yang jauh lebih buruk
dimana hanya 17% pasien yang mengalami kesembuhan
- Jika penyebab CCS adalah edema, gejala dapat membaik dalam waktu singkat.
Fungsi kaki biasanya akan kembali lebih dulu. Gerakan lengan bawah dan jari
tangan biasanya memerlukan waktu yang paling lama untuk kembali normal
- Jika lesi disebabkan oleh perdarahan atau ischemia, maka prognosis biasanya lebih
buruk dan penyembuhan spontan sulit terjadi.
- Faktor yang mempengaruhi prognosis antara lain:
- Tingkat keparahan kelemahan pada ekstremitas atas
- Kembalinya fungsi motorik dalam waki singkat
- Peningkatan yang signifikan pada kekuatan ekstremitas atas maupun
bawah pada tahap awal rehabilitasi
- Usia yang lebih muda
- Tidak adanya kelainan neurologis pada ekstremitas bawah
21
DAFTAR PUSTAKA
“Anatomy 101: Spinal Cord and Central Nervous System”, (April 2006), Available at:
http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"><html><head, Accessed: 2007,
November 15th.
“Central Cord Syndrome”, (last updated: November, 2006), Available at:
http://www.neurosurgerytoday.org/default.htm, Accessed: 2007, November 15th.
“Central Cord Syndrome”, (last updated: 2005, november 15th), Available at:
http://www.emedicine.com/pmr/topic22.htm, Accessed: 2007, November 15th
“Central Cord Syndrome”, (last updated: October, 2006), Available at:
http://www.wheelessonline.com/images/wheeless-v2.css.htm, Accessed: 2007, November
15th.
“Cervical Spinal Cord Syndrome in Hyper-extension Injuries of the Cervical Spine”,
(2007, November 5th), Available at: http://www.jbjs.org, Acessed: 2007, November 6th.
“Chronic Neurological Sequelae Of Acute Trauma To The Spine And Spinal Cord: The
Syndrome Of Acute Central Cervical-Cord Injury (Or Compression) Syndrome”,
(November 2007), Available at: http://www.jbjs.org, Accessed: 2007, November 6th.
“Spinal Cord Anatomy”, (2003), Available at: http://www.apparelyzed.com, Accessed:
2007, November 15th.
“Spinal Cord, Topographical and Functional Anatomy”, (Last updated: 2007, January 11th),
Available at: http://www.emedicinehealth.com /articles/8806-6.htm, Accessed: 2007,
November 15th.
22
“Spinal Cord Trauma and Related Diseases”, (last updated: 2007, January 11st), Available
at: http://www.medscape.com/adservice, (Accessed: 2007, November 13rd)
“The Long Term Outcome after Central Cord Syndrome”, (2007, November 5 th), Available
at: http://www.jbjs.org, Acessed : 2007, November 6th.
23