CEKUNGAN GORONTALO Tugas Untuk memenuhi tugas matakuliah Stratigrafi Indonesia Disusun oleh : KELAS A, KELOMPOK 1 Galih Satria Adi Rahmat Mulyana 270110120001 Guntara Denovan 270110120002 Siti Anita Mustika 270110120003 Panji Hidayat 270110120004 Yudhistrian Rosaviansa 270110120005 David Andriano 270110120026 Pradana Putra Dharma 270110120027 Fathan Tri Arsyan 270110120028 Sofyan Isa 270110120029 Yusron Yazid 270110120030 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
CEKUNGAN GORONTALO
Tugas
Untuk memenuhi tugas matakuliah Stratigrafi Indonesia
Disusun oleh :
KELAS A, KELOMPOK 1
Galih Satria Adi
Rahmat Mulyana 270110120001
Guntara Denovan 270110120002
Siti Anita Mustika 270110120003
Panji Hidayat 270110120004
Yudhistrian Rosaviansa 270110120005
David Andriano 270110120026
Pradana Putra Dharma 270110120027
Fathan Tri Arsyan 270110120028
Sofyan Isa 270110120029
Yusron Yazid 270110120030
FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Pulau Sulawesi disusun oleh empat lengan (arm): lengan selatan, lengan utara,
lengan timur, dan lengan tenggara. Di Lengan Selatan ada kota besarnya, Makassar.
Di Lengan Utara ada Manado, di Lengan Timur ada Luwuk, dan di Lengan Tenggara
ada Kendari.
Kundig (1956) melaporkan bagian tengah Togian disusun oleh andesit, dan
timurnya oleh ofiolit (batuan asal kerak samudera dan mantel atas Bumi). Perlu
diketahui bahwa Lengan Timur Sulawesi di sebelah selatan Togian disusun oleh
ofiolit, sebuah massa ofiolit terbesar di Indonesia. Karena itu pula Silver dkk (1983)
pernah menulis bahwa Cekungan Gorontalo adalah cekungan depan-busur (fore-arc)
dengan dasarnya kerak samudera/ofiolitik. Tetapi pemetaan oleh Rusmana dkk.
(1982) menemukan bahwa Kepulauan Togian hampir seluruhnya disusun oleh tuf
(abu volkanik yang membatu) dan batuan-batuan sedimen berumur Miosen-Pliosen
(antara 7-5 juta tahun).
Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat diyakini ada mikrokontinen pra-Tersier
yang menyusup, Teluk Bone yang sangat dalam dan terbuka dengan cara Selat
Makassar terbuka, juga ada Teluk Tomini/Cekungan Gorontalo yang penuh enigma,
teka-teki, dan kemungkinan juga menyimpan mikrokontinen seperti di Sulawesi Barat
asal Australia.
1
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Definisi Cekungan
Cekungan sedimen adalah sebuah tempat di kerak Bumi yang relatif lebih
cekung dibandingkan sekitarnya tempat sungai-sungai mengalir/bermuara, danau atau
laut berlokasi, tempat sedimen-sedimen diendapkan. Setelah mengalami proses
geologi selama jutaan tahun, maka cekungan sedimen itu bisa berisi batuan sedimen
yang ketebalannya bisa beragam dari beberapa ratus meter sampai beberapa puluh
ribu meter.
Dengan berbagai metode survei dan pengolahan data, para ahli geologi dan
geofisika dapat memetakan keberadaan cekungan-cekungan sedimen ini, begitu juga
di Indonesia. Pemetaan terbaru cekungan sedimen di Indonesia oleh para ahli di
Badan Geologi pada tahun 2010 telah dapat memetakan keberadaan 128 cekungan
sedimen Indonesia dari berbagai umur batuan, dari sekitar 500 – 5 juta tahun umur
batuan sedimen pengisi cekungan.
Mengapa cekungan sedimen harus dipetakan? Sebab cekungan sedimen bisa
menjadi tempat akumulasi minyak, gas, dan batubara terjadi. Dari 128 cekungan
sedimen itu, saat ini Indonesia memroduksi minyak, gas dan batubaranya dari 18
cekungan. Berarti masih ada 110 cekungan sedimen yang harus dipelajari dan
dieksplorasi lebih intensif untuk melihat apakah cekungan-cekungan sedimen ini
mempunyai akumulasi minyak, gas, batubara, atau juga mineral logam/nonlogam
yang berhubungan dengan proses sedimentasi.
B. Fisiografi dan Geometri Cekungan
Cekungan Gorontalo secara administratif terletak di Propinsi Gorontalo,
Sulawesi Tengah, memanjang arah timur-barat, luas 34.320 km², pada koordinat
120º5' – 120º50' BT dan 0º27' LU - 1º24' LS (Gambar 2.1). Batuan dasar cekungan
berumur Kapur, dengan ketebalan sedimen antara 500 – 2.000 m pada kedalaman
2
2.000 m. Cekungan Gorontalo merupakan salah satu cekungan sedimen di kawasan
timur Indonesia yang diperkirakan memiliki prospek migas. Batas cekungan
berdasarkan pada anomali gaya berat yang menunjukkan anomali negatif dan
didukung oleh data isopach.
Cekungan ini belum tereksplorasi (Dirjen Migas, 2003 dalam Balitbang
DESDM, 2005) dan secara geologi termasuk dalam cekungan sutura. Cekungan ini
berada di kawasan utara Sulawesi diapit oleh lengan timur Sulawesi, disusun oleh
batuan Komplek Ofiolit Sulawesi Timur dan batuan sedimen Tersier terimbrikasi dan
lengan utara Sulawesi yang disusun oleh batuan gunung api Tersier - Kuarter
(Lemigas, 2006).
Gambar 2.1 Cekungan Gorontalo
C. Tipe Cekungan
Awal mula pembentukan cekungan Gorontalo akibat oleh perekahan dan
rotasi searah jarum jam lengan utara Sulawesi pada Neogen pada sekitar 5 Ma
(Hamilton, 1979; Walpersdorf et al. 1997, 1998) atau 3,5 Ma (Hinschberger et tidak
3
aktifnya penunjaman ke selatan lempeng Laut Sulawesi (LLS) (Jezek et al., 1981)
disebabkan oleh tumbukan antara busur lengan timur Sulawesi dengan kontinen
mikro Banggai-Sula. Kemungkinan lain adalah pembukaan busur belakang relatif
terhadap subduksi ke selatan dari LLS dan busur volkanik lengan Utara pada akhir
Tersier. Arah pembukaan cekungan Tomini-Gorontalo merupakan suatu objek yang
menarik untuk dikaji. Hal ini berkaitan dengan arah sedimentasi maupun pola struktur
yang berkembang serta kaitannya dengan batuan sumber dan batuan perangkap
hidrokarbon.
Walpersdorf et al., 1998 dan Kadarusman, 2004, beranggapan sumbu bukaan
cekungan Tomini-Gorontalo berarah timurlaut-baratdaya, sedangkan Hinschberger et
al. (2005) ke arah sebaliknya yaitu baratlaut-tenggara. Bentuk cekungan itu sendiri
tidak ada informasi sebelumnya apakah berupa graben, half-graben atau lainnya.
Sedangkan berkaitan dengan posisi geografisnya, kemungkinan sumber sedimen
dominan berasal dari arah selatan (Gambar 2.2). Cekungan Gorontalo terbentuk
akibat block-faulting selama anjakan ke arah tenggara komplek ofiolit Sulawesi timur
pada saat tumbukan mikro kontinen Banggai-Sula (Gambar 2.3.). Cekungan tersebut
secara cepat diisi oleh endapan berumur Akhir Tersier-Kuarter sampai dengan
ketebalan 5000m (Hamilton, 1979).
Gambar 2.2 Arah pembukaan dan rotasi pembentukan Cekungan Gorontalo yang berbeda menurut
pendapat tiga ahli (Walpersdorf 1998, Kadarusman 2004 dan Hinschberger 2005)
4
Gambar 2.3 Model cekungan Gorontalo terbentuk akibat block-faulting selama anjakan ke arah
tenggara komplek ofiolit Sulawesi timur pada saat tumbukan mikro kontinen Banggai-Sula
(Kadarusman, 2004)
Struktur utama Cekungan Gorontalo berarah barat-timur, cekungan ini
muncul dalam dua bagian berdasarkan konfigurasi kedalaman laut (bathymetric):
1. Sebelah barat Pulau Togan (Teluk Tomini), berkisar pada kedalaman 1.000 –
2.000 m.
2. Sebelah timur Pulau Togan, semakin dalam ke Laut Maluku melebihi 3.000 m.
Konfigurasi struktur cekungan ini secara umum mirip dengan Cekungan
Bone, bagian tengah kemungkinan terisi pada Neogen Tengah – Neogen Akhir
hingga saat sekarang, pada posisi cekungan volcano-magmatic arc dan cekungan
non-volcanic arc. Sesar-sesar mungkin berhubungan dengan bentukan graben yang
hadir di lepas pantai Poso di bagian baratdaya Teluk Tomini. Perbandingan depresi
utama bagian paling dalam antara Gorontalo dan Pulau Togan adalah lebih dari 3 s
(TWT) di atas akustik batuan dasar. Indikasi struktur tinggian batuan dasar hanya
teramati di bagian tengah cekungan. Gambar 2.4.
5
Gambar 2.4. Survei seismik 2D Cekungan Gorontalo dari batimetri (Jablonski dkk., 2007)
Rekonstruksi tektonik regional Hall (2002) menunjukkan bahwa cekungan
proto-Gorontalo kemungkinan besar merupakan cekungan depan busur (fore arc
basin) yang terbentuk sejak Eosen Tengah hingga Miosen Awal, dengan busur berada
di lengan utara Sulawesi.
D. Evolusi Cekungan
Secara geologi, posisi Cekungan Gorontalo adalah hasil tumbukan Lempeng
Mikro Australia dengan Lempeng Sunda pada Mesozoikum. Kemudian diikuti oleh
regangan Sunda sebagai Lempeng Mikro Lhasa-Sikuleh yang bertumbukan dengan
Eurasia. Pada periode ini, tersebar pengendapan paparan karbonat dengan beberapa
intrusi yang berhubungan dengan proses volkanik Oligosen – Miosen Tengah.
Permian-Karbon (Konfigurasi Lempeng)
Penelitian pada umur ini masih sangat sedikit, penjelasan mengenai kerangka
tektonik Indonesia Timur di daerah ini hanya didukung oleh konfigurasi lempeng
mikro. Data tatanan tektonik terdahulu yang sering digunakan adalah model tektonik
6
Halmahera Tenggara sebagai Tertiary-derived terrain (Hall, 2002 dan Metcalf, 2002
dalam Jablonski dkk., 2007).
Trias-Paleosen (Pre Break-up)
Ketebalan lempeng yang terpisah memperlihatkan konfigurasi lapisan yang
rumit, diinterpretasikan sebagai sisa pemekaran terdahulu. Lapisan-lapisan ini hadir
di sepanjang batas utara Cekungan Gorontalo. Pemisahan blok dimulai 205 jtl dan
kemudian bertumbukan dengan Sunda pada umur Kapur, kemudian sabuk ofiolit
terperangkap di antara kedua lempeng ini. Ofiolit yang tersingkap di darat telah
diintrusi oleh Granit Toboli berumur 96,37 jtl (Hall, 2002 dalam Jablonski dkk.,
2007).
Eosen Awal-Eosen Tengah (Break-up Phase)
Mengikuti tumbukan Mangkalihat- Sulawesi Baratlaut dengan Sulawesi
Timurlaut pada zaman Kapur, Lempeng Mikro Lhasa-Sikeuleh bertumbukan dengan
Lempeng Eurasia di Burma-Sumatera bagian barat pada 51,5 jtl (Rowley, 1996 dalam
Jablonski dkk., 2007). Hal ini menyebabkan terjadinya rotasi Daratan Sunda searah
jarum jam dan terjadinya sejumlah bukaan tear rifts (Longley, 1997 dalam Jablonski
dkk., 2007) seperti pembukaan Teluk Bone, pembukaan Teluk Tomini/Cekungan
Gorontalo, subduksi Laut Sulawesi. Subduksi yang miring ke arah benua pun (kira-
kira ke arah barat saat itu) terjadi berkali-kali dan menghasilkan beberapa periode
magmatik dan volkanik di Sulawesi bagian barat (Satyana, 2014).
Selama periode ini, berkembang sejumlah endapan sungai - delta yang
berpotensi mengandung hidrokarbon (oil prone). Cekungan Gorontalo muncul
dengan dua deposenter sub-cekungan yang diperkirakan berhubungan dengan
pemekaran punggung Sulawesi di daerah utara dan mungkin juga memiliki hubungan
dengan Cekungan Bone di bagian selatan mendekati Zona Sesar Palu.
Eosen Akhir - Miosen Atas
Periode signifikan bagi Sulawesi, pada kala ini terjadilah benturan, collision,
docking dua mikrokontinen Australia ke arah Sulawesi dari sebelah tenggara
(mikrokontinen Buton-Tukangbesi) dan dari sebelah timur (mikrokontinen Banggai-
7
Sula). Pada periode ini diperkirakan terjadi pembalikan utama arah/polaritas busur-
busur Sulawesi baik untuk busur magmatik maupun jalur subduksinya dari semula
cembung ke arah samudera menjadi cekung ke arah samudera (ke arah timur pada
kala ini). Pembalikan polaritas busur-busur Sulawesi ini secara frontal adalah akibat
benturan mikrokontinen dI Banggai-Sula yang membenturnya di titik pusat Sulawesi,
di bagian tengah, di pivot point-nya. Bentuk “K” Sulawesi diperkirakan terjadi di kala
ini (Gambar 2.5). Sulawesi membalik dari cembung ke timur menjadi cekung ke
timur. Pembalikan busur-busur Sulawesi itu terjadi melalui perpindahan massa kerak
Bumi bernama “rotasi”, Lengan Tenggara berotasi melawan arah jarum jam sehingga
membuka melebarkan Teluk Bone di sebelah baratnya, Lengan Utara berotasi searah
jarum jam sehingga menutup Cekungan Gorontalo (Satyana, 2014).
Gambar 2.5 Skema pembentukan”K” pada Pulau Sulawesi (Satyana, 2006)
8
Miosen Atas - Resen
Periode finalisasi pembalikan busur-busur Sulawesi dan periode tectonic
escape di Sulawesi. Sebagaimana diteorikan, mengikuti benturan/collision maka akan
ada post-collision tectonic escape (Gambar 2.6), maka setelah benturan Buton-
Tukangbesi dan benturan Banggai-Sula, terjadilah tectonic escape berupa sesar-sesar
mendatar besar yang meretakkan dan menggeser-geser Sulawesi. Sesar-sesar ini
mengarah ke timur umumnya, yaitu ke arah free oceanic edge saat itu sebagaimana
teori tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar Palu-Koro, Matano, Lawanopo,
Kolaka, dan Balantak terjadi melalui mekanisme post-collision tectonic escape.
Tectonic escape juga dimanifestasikan dalam bentuk retakan-retakan membuka,
ekstensional, di dalam area benturan Banggai-Sula atau Buton-Tukangbesi.
Gambar 2.6. Model tektonik post-docking dari Sulawesi (Satyana, 2006)
9
E. Stratigrafi Cekungan
Berdasarkan peta geologi lembar Tilamuta (S. Bachri, dkk, 1993) dan lembar
Kotamobagu (T.Apandi, dkk, 1997) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Bandung, stratigrafi wilayah Cekungan Limboto disusun oleh formasi / satuan batuan
sebagai berikut (Gambar 2.7):
a. Endapan Permukaan
Alwium (Qal), terdiri dari : pasir, lempung, lanau, lumpur, kerikil dan kerakal
yang bersifat lepas. Satuan batuan ini menempati daerah dataran rendah, terutama di
daerah dataran, lembah sungai dan daerah rawa-rawa. Pelamparan dari satuan batuan
ini terbatas pada daerah aliran sungai (DAS) seperti yang terdapat di sebelah barat
Danau Limboto.
Endapan Danau (Qpl), terdiri dari : batu lempung, batu pasir, dan kerikil.
Satuan batuan ini umumnya didominasi oleh batu lempung yang berwarna abu - abu
kecoklatan, setempat mengandung sisa tumbuhan dan lignit, di beberapa tempat
terdapat batu pasir berbutir halus hingga kasar, serta kerikil. Pada batupasir secara
setempat terdapat struktur sedimen silang siur berskala kecil. Umumnya satuan
batuan ini masih belum mampat dan diperkirakan berumur Pliosen hingga Holosen.
Sebaran satuan batuan ini menempati lembah di sekitar Danau Limboto. Ketebalan
satuan batuan ini mencapai 94 meter dan dialasi oleh batuan Diorit (Trail, 1974).
b. Satuan Batuan Sedimen dan Gunungapi
Formasi Anombo (Teot), terdiri dari : lava basal, lava andesit, breksi gunung
api, dengan selingan batupasir wake, batupasir hijau, batulanau, batu gamping merah,
batugamping kelabu, dan sedikit batuan termalihkan. Umur dari satuan batuan ini
diperkirakan Eosen hingga Miosen Awal. Satuan batuan dari formasi ini terdapat di
daerah sekitar G. Tahupo (828 m) di sebelah selatan.
Formasi Dolokapa (fmd), terdiri dari : batupasir wake, batulanau, batulumpur,